Rencana Strategis Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian 2010 – 2014 Edisi Oktober 2011
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian KEMENTERIAN PERTANIAN 2011
Renstra BBSDLP 2010-2014
KATA PENGANTAR Rencana Strategis (Renstra) Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) 2010-2014 merupakan lanjutan dari Renstra 2005-2009, yang disesuaikan dengan dinamika lingkungan strategis global maupun nasional, terutama dalam aspek sumberdaya lahan pertanian. Renstra ini disusun dalam rangka memenuhi perintah INPRES No. 7 tahun 1999 tentang kewajiban bagi setiap K/L untuk menyusun Renstra dan laporan akuntabilitas kinerja institusi pemerintah (LAKIP). –Penyusunan Renstra BBSDLP 2010-2014 mengacu dan berpedoman pada Renstra Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Rancangan Renstra
Kementerian
Pertanian,
dan
Reformasi
Perencanaan
dan
Penganggaran yang telah dijabarkan pada Renstra Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian). Secara operasional, Renstra ini menjadi acuan dalam penyusunan Renstra unit pelaksana teknis (UPT) lingkup BBSDLP yang dalam penjabarannya disesuaikan dengan dinamika lingkungan strategis pembangunan nasional dan respon stakeholders. Harapannya, Renstra ini menjadikan BBSDLP sebagai lembaga penelitian dan pengembangan pertanian berkelas dunia yang menghasilkan pengetahuan/informasi dan inovasi teknologi dalam upaya pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya
lahan
pertanian
secara
berkelanjutan
guna
mendukung ketahanan pangan dan diversifikasi pangan, peningkatan nilai tambah, daya saing, ekspor, dan kesejahteraan petani. Renstra ini juga diharapkan menjadi bagian dari skenario pembelajaran jangka panjang dan sekaligus sebagai acuan rencana kerja tahunan BBSDLP dan semua Balit di bawah koordinasinya. Kepada tim penyusun dan pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan Renstra ini disampaikan penghargaan dan terima kasih. Bogor, Februari 2012 Kepala Balai Besar,
Dr. Ir. Muhrizal Sarwani, MSc. i
Renstra BBSDLP 2010-2014
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.............................................................................................i DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv BAB I.
PENDAHULUAN................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1 1.2. Tujuan .......................................................................................... 2
BAB II.
PROFIL BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN ................................................... 3 2.1. Organisasi .................................................................................... 3 2.2. Sumberdaya ................................................................................. 4 2.2.1. Sumber Daya Manusia ..................................................... 4 2.2.2. Sarana/Prasarana............................................................. 5 2.3. Tata Kelola ................................................................................... 7 2.4. Kinerja 2005 - 2009 ...................................................................... 9
BAB III. KONDISI UMUM ................................................................................. 11 3.1. Kondisi Umum Sumberdaya Lahan Pertanian ............................ 11 3.2. Potensi dan Permasalahan Sumberdaya Lahan......................... 14 3.2.1. Potensi Sumberdaya Lahan Pertanian............................ 14 3.2.2. Optimalisasi Sumberdaya Lahan Eksisting ..................... 18 3.2.3. Permasalahan ................................................................ 23 3.2.4. Perkiraan Kebutuhan Lahan ........................................... 29 3.2.5. Tantangan ...................................................................... 38 BAB IV. VISI, MISI DAN TUJUAN .................................................................... 40 4.1
Visi dan Misi ............................................................................... 40
4.2
Tujuan Utama............................................................................ 41
4.3
Sasaran Strategis....................................................................... 41
4.4
Target Utama Balai Besar Penelitian dan Pengembangan sumberdaya Lahan Pertanian .................................................... 42 ii
Renstra BBSDLP 2010-2014
BAB V. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI .................................................. 43 5.1
Arah Kebijakan dan Strategi Badan Litbang Pertanian ............... 43 5.1.1. Arah Kebijakan dan Strategi Badan Litbang Pertanian ... 43
5.2. Arah Kebijakan dan Strategi Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian ........................................................................ 46 5.2.1. Arah Kebijakan Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (Fokus Pada Litbang SDL).............................. 46 5.2.2. Strategi Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian... 47 BAB VI. PROGRAM, KEGIATAN DAN INDIKATOR KINERJA UTAMA ........... 50 6.1. Program dan Kegiatan ............................................................... 50 6.1.1. Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian ........................................................................ 51 6.1.2. Pengkajian dan Percepatan Diseminasi Inovasi Pertanian... 52 6.1.3. Pengembangan Kelembagaan dan Komunikasi Litbang . 52 6.1.4. Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi dan Analisis Kebijakan ........................................................................ 53 6.2. Indikator Kinerja Utama .............................................................. 53 BAB VII. PENUTUP .......................................................................................... 56
iii
Renstra BBSDLP 2010-2014
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Sebaran tenaga peneliti menurut tingkat pendidikan di lingkungan Balai Besar Litbang SDLP per Desember 2009 ............................... 4
Tabel 2.
Sebaran jenjang peneliti sampai dengan tahun 2014 lingkup Balai Besar Litbang SDLP ........................................................................ 5
Tabel 3.
Kondisi umum sarana dan prasarana Balit-balit di lingkup Balai Besar Litbang SDLP pada akhir tahun 2009 .................................... 6
Tabel 4.
Perkembangann Anggaran Balit-balit di Lingkup BB Litbang SDLP dalam lima tahun terakhir (th 2006-2010) ........................................ 7
Tabel 5.
Status pemetaan sumberdaya lahan di Indoneisa ......................... 13
Tabel 6.
Lahan potensial untuk pertanian di dataran rendah dan dataran tinggi.............................................................................................. 15
Tabel 7.
Lahan potensial untuk pertanian menurut jenis tanah (rawa dan nonrawa) ............................................................................................. 16
Tabel 8.
Luas lahan yang sesuai dan tersedia untuk perluasan areal pertanian lahan basah dan lahan kering ........................................ 17
Tabel 9.
Lahan tersedia untuk pertanian pada kawasan budidaya pertanian dan kehutanan ............................................................................... 18
Tabel 10. Perhitungan kebutuhan penambahan lahan sawah untuk mencukupi kebutuhan bahan pangan domestik tahun 2010 s/d 2050 .............. 30 Tabel 11. Kebutuhan lahan kering untuk tanaman pangan hingga tahun 2050 . 32 Tabel 12. Langkah Operasional dan Indikator Kinerja Utama ........................ 53
iv
Renstra BBSDLP 2010-2014
BAB I. 1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025
yang tertuang dalam UU nomor 17 tahun 2007 pada saat ini sudah memasuki periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahap ke-2 (20102014). Pada RPJM tahap kedua ini pembangunan pertanian tetap memegang peran yang sangat strategis dalam perekonomian
nasional dan merupakan
acuan bagi pelaku pembangunan untuk sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi antara yang satu dengan lainnya dalam mencapai tujuan pembangunan. Sebagai salah satu satuan kerja (Satker) dari
Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian dengan peranan kunci dalam menghasilkan dan mengembangkan inovasi teknologi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian menyusun Renstra penelitian dan pengembangan inovasi pertanian untuk mewujudkan visi pembangunan pertanian. Renstra tersebut
disusun
dengan
memperhatikan
renstra
sebelumnya
dengan
penyempurnaan berdasarkan pemikiran-pemikiran baru, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dinamika kebutuhan pengguna. Rencana Strategis Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian tahun 2010-2014 merupakan acuan bagi stakeholders pembangunan pertanian, terutama jajaran manajemen di lingkup Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan pertanian sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing. Kementerian Pertanian telah menetapkan “sistem pertanian industrial unggul berkelanjutan berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, ekspor, dan kesejahteraan petani” sebagai visi pembangunan pertanian 2010-2014. Sistem pertanian industrial merupakan sistem yang menerapkan integrasi usahatani disertai dengan koordinasi vertikal dalam satu alur produk, sehingga karakteristik produk akhir yang dipasarkan dapat dijamin dan disesuaikan dengan preferensi konsumen 1
Renstra BBSDLP 2010-2014
akhir. Untuk mencapainya, penelitian dan pengembangan di bidang pertanian memegang peranan yang sangat penting dan strategis, dan litbang sumberdaya lahan pertanian menjadi salah satu sokoguru dan pilar penting, karena visi tersebut harus dilandasi oleh pemanfaatan sumberdaya lokal, terutama sumberdaya lahan. Sistem pertanian industrial memiliki ciri-ciri: (1) pengetahuan merupakan landasan utama dalam pengambilan keputusan, memperkuat intuisi, kebiasaan, atau tradisi; (2) kemajuan teknologi merupakan alat utama dalam pemanfaatan sumberdaya; (3) mekanisme pasar merupakan media utama dalam transaksi barang dan jasa, (4) efisiensi dan produktivitas sebagai dasar utama dalam alokasi sumberdaya; (5) mutu dan keunggulan merupakan orientasi, wacana, dan sekaligus tujuan; (6) profesionalisme merupakan karakter yang menonjol; dan (7) perekayasaan merupakan inti nilai tambah sehingga setiap produk yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
1.2.
Tujuan Renstra litbang sumberdaya lahan pertanian merupakan dokumen yang
memuat program/kegiatan yang akan diimplementasikan oleh Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian beserta empat balai di bawah koordinasinya, yakni Balai Penelitian Tanah, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, dan Balai Penelitian Lingkungan Pertanian dalam lima tahun ke depan (2010-2014). Dokumen Renstra ini berfungsi sebagai acuan dan arahan bagi setiap UPT/Satker di bawah koordinasi Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan penelitian dan pengembangan sumberdaya lahan pertanian dalam arti “lahan, tanah, pupuk, iklim, air, dan lingkungan pertanian” dengan berbagai aspek terkait dengannya, terutama kebijakan dan sosial-ekonomi, diseminasi, dan komunikasi IPTEK sumberdaya lahan dalam periode 2010-2014 secara komprehensif, terintegrasi, efisien, dan sinergis 2
Renstra BBSDLP 2010-2014
BAB II. PROFIL BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN 2.1.
Organisasi Berdasarkan Keputusan Mentan No. 300/Kpts/OT.140/7/2005 tanggal 25
Juli 2005, Balai Besar Litbang SDLP bertugas melakukan penelitian dan pengembangan sumberdaya lahan pertanian. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Balai Besar Litbang SDLP menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan program dan evaluasi penelitian dan pengembangan sumberdaya lahan pertanian; b. Pelaksanaan kerja sama dan pendayagunaan hasil penelitian dan pengembangan sumberdaya lahan pertanian; c. Pelaksanaan pengembangan komponen teknologi sistem dan usaha agribisnis bidang sumberdaya lahan pertanian; d. Pelaksanaan penelitian teknologi inderaja dan inventarisasi sumberdaya lahan pertanian; e. Pelaksanaan
penelitian
sosial-ekonomi
dan
sintesis
kebijakan
pemanfaatan sumberdaya lahan pertanian; f.
Pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga Balai Besar. Salah satu tugas Balai Besar Litbang SDLP adalah mengkoordinasikan
penelitian dan pengembangan yang bersifat lintas sumberdaya di bidang tanah, agroklimat, hidrologi, lahan rawa, dan lingkungan pertanian. yang terdapat pada Balai Penelitian Tanah - Bogor, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi – Bogor, Balai Penelitian Penelitian Pertanian Lahan Rawa – Banjar Baru, Kalimantan Selatan dan Balai Penelitian Lingkungan Pertanian – Jakenan, Pati, Jawa Tengah. Koordinasi difokuskan untuk mensinergikan pelaksanaan penelitian dan pengembangan sumberdaya lahan dan untuk menghindari overlaping penelitian di masing-masing UPT. Pada awal tahun 2010, dari lima UPT di lingkup Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, satu di antaranya sudah memperoleh sertifikat 3
Renstra BBSDLP 2010-2014
Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001:2008.
Pada pertengahan tahun
2010, seluruh UPT di lingkup Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian sudah mendapatkan sertifikat ISO 9001:2008.
2.2.
Sumberdaya
2.2.1. Sumber Daya Manusia Jumlah sumber daya manusia di Balai Besar Litbang SDLP dan UPT hingga saat ini tercatat sebanyak 676 orang, yang terdiri atas 170 tenaga fungsional peneliti dan 506 tenaga teknis dan non fungsional. Dengan makin meningkatnya beban tugas dan banyaknya tenaga yang akan pensiun perlu diupayakan peningkatan sumber daya manusia, baik dari aspek kualitas maupun kuantitas. Pada saat ini peneliti yang berpendidikan S3 berjumlah 38 orang, S2 81 orang, dan S1 147 orang (Tabel 1). Pada periode 2010-2014 sebanyak 20 peneliti yang berpendidikan S3, S2, dan S1 akan memasuki usia pensiun (Tabel 2). Selain itu, tenaga teknisi dengan keahlian khusus (surveyor, analis kimia, fisika, mikrobiologi, dan mineralogi) juga semakin berkurang karena telah memasuki masa pensiun. Tabel 1. Sebaran tenaga peneliti menurut tingkat pendidikan di lingkungan Balai Besar Litbang SDLP per Desember 2009 Tingkat pendidikan
BBSDLP
S3 S2 S1 D3 <S0
8 22 37 5 83
16 23 46 2 135
5 12 13 7 26
Jumlah
155
223
63
Berdasarkan
Balittanah Balitklimat
kondisi
SDM
tersebut
Balittra
Balingtan
Jumlah
6 20 36 2 115
3 4 15 3 31
38 81 147 20 390
179
56
676
perlu
direncanakan
upaya
peningkatan kuantitas SDM, terutama tenaga peneliti dan teknisi dengan keterampilan khusus melalui penerimaan tenaga baru sesuai kebutuhan. Untuk 4
Renstra BBSDLP 2010-2014
meningkatkan kualitas SDM yang ada dapat diupayakan melalui pembinaan, baik secara formal melalui pendidikan yang lebih tinggi maupun secara informal melalui pengkaderan dan pembinaan. Untuk meningkatkan efektivitas kinerja penelitian dan pembinaan/kaderisasi tenaga peneliti, Koordinator Program dan Ketua Kelti di masing-masing Balit perlu meningkatkan profesionalismenya. Tabel 2. Sebaran jenjang peneliti sampai dengan tahun 2014 lingkup Balai Besar Litbang SDLP Jenjang peneliti
BBSDLP
Balittanah Balitklimat
Balittra
Balingtan
Jumlah
Peneliti Utama
7
8
1
4
1
21
Peneliti Madya
9
19
3
24
2
57
Peneliti Muda
5
19
9
12
3
48
Peneliti Pertama dan PNK
8
9
8
14
5
44
Jumlah MUP s.d 2014
29
55
21
54
11
170
5
9
3
10
1
20
Sisa
24
46
18
44
10
142
2.2.2. Sarana/Prasarana Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta program Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana, antara lain berupa instalasi laboratorium tanah, rumah kaca, kebun percobaan lahan kering di Taman Bogo ( satu kebun percobaan) yang digunakan untuk penelitian dan teknik budidaya tanaman pangan lahan kering, kebun percobaan lahan rawa di Banjarbaru (lima kebun percobaan), dan kebun percobaan Jakenan (1 kebun percobaan). Pemanfaatan kebun percobaan ini masih harus terus dioptimalkan. Implementasi sistem akreditasi dan sertifikasi lingkup Badan Litbang Pertanian telah dilaksanakan sejak tahun 2002. Dalam upaya mendapatkan data pengukuran gas rumah kaca yang akurat, BB Litbang SDLP sudah mempunyai Gas Chromatography (GC) portabel untuk mengukur emisi gas rumah kaca secara langsung di lapangan. Kondisi sarana dan prasarana yang dimiliki Balit lingkup BBSDLP disajikan dalam Tabel 3. 5
Renstra BBSDLP 2010-2014
Untuk menanggulangi permasalahan gedung kantor dan lingkungan di Balai Besar Litbang SDLP dan Balittanah, sejak tahun 2009 sudah dimulai pembangunan gedung baru untuk Balai Besar Litbang SDLP dan Balai Penelitian Tanah di Kompleks Cimanggu, Bogor. Pada tahun 2010 Balai Besar Litbang SDLP secara bertahap mulai menempati gedung baru tersebut dan pada tahun 2011 diikuti oleh Balai Penelitian Tanah. Semua personel Balai Besar Litbang SDLP dan Balai Penelitian Tanah akan pindah ke gedung baru pada awal tahun 2012. Tabel 3.
Unit kerja
Kondisi umum sarana dan prasarana Balit-balit di lingkup Balai Besar Litbang SDLP pada akhir tahun 2009 Gedung kantor
BBSDLP
Tidak memadai
Balittanah Baliklimat Balittra Balingtan
Tidak memadai Baik Baik Sangat baik
Rumah Laboratorium kaca dan KP Kurang Kurang layak baik Kurang layak Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Lingkungan
Perpustakaan Kurang layak Baik Baik Baik
Sarana lain yang diperlukan untuk mendukung tugas dan fungsi Litbang sumberdaya lahan pertanian adalah sistem teknologi informasi. Sistem teknologi informasi yang digunakan saat ini berupa website dan database di masingmasing unit kerja dan perpustakaan digital. Dalam mendukung kinerja di lingkup Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, pengembangan sistem teknologi informasi harus terus dilakukan. Anggaran pembangunan lingkup Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian dari tahun 2006 (Rp. 38,99 M), tahun 2007 (Rp. 52,22 M), tahun 2008 (Rp. 43,73 M), tahun 2009 (56,48 M) dan tahun 2010 (60,29 M) mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini menunjukkan adanya dukungan positif terhadap kegiatan litbang yang dituntut untuk menghasilkan inovasi teknologi yang lebih berorientasi pasar dan berdaya saing. Namun ke depan, dukungan yang lebih besar masih tetap diperlukan untuk menghasilkan inovasi 6
Renstra BBSDLP 2010-2014
yang diperlukan oleh petani. Balai Besar Litbang Suberdaya Lahan Pertanian telah melakukan banyak kegiatan kerjasama. Mitra dalam negeri berasal dari pihak swasta, BUMN, Pemerintah Daerah, perguruan tinggi, dan lembaga penelitian lainnya. Mitra dari luar negeri antara lain CIRAD, ACIAR, FAO, dan JICA. Tabel 4.
Perkembangann Anggaran Balit-balit di Lingkup BB Litbang SDLP dalam lima tahun terakhir (th 2006-2010)
Unit kerja
2006
2007
2008
2009
2010
BBSDLP
8.079.459
14.196.090
12.814.483
18.448.229
23.728.003
Balittanah
13.777.721
12.236.322
12.279.185
16.602.130
14.314.152
Baliklimat
6.187‟424
6.937.596
5.421.977
6.264.154
6.183.848
Balittra
9.221.474
10.203.540
8.997.548
10.409.636
10.005.520
Balingtan
1.721.364
8.648.303
4.215.262
4.753.277
6.054.114
38.987.422
52.221.851
43.728.455
56.477.426
60.285.637
Total
2.3.
Tata Kelola Untuk
mendukung
operasional
penelitian
dan
pengembangan
sumberdaya lahan pertanian dan pencapaian output yang maksimal, Balai Penelitian di lingkungan Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian mulai tahun 2010 sudah menerapkan sistem managemen mutu berdasarkan ISO 9001:2008. Semua laboratorium di masing-masing Balai sesuai kompetensinya diharapkan sudah terakreditasi berdasarkan ISO/IEC 17025: 2005. Tata kelola dalam Renstra ini meliputi: (1) program penelitian, (2) pengembangan SDM peneliti dan pendukung, (3) aset, (4) keuangan, dan (5) komunikasi. Tata kelola program penelitian menjadi sentral dari seluruh sistem tata kelola. Hal ini berkaitan dengan kondisi saat ini, apalagi pada masa yang akan datang, di mana pembangunan pertanian dihadapkan pada beberapa permasalahan serius dan isu yang berkaitan dengan sumberdaya lahan, antara 7
Renstra BBSDLP 2010-2014
lain: (a) degradasi lahan dan penurunan produktivitas serta kelangkaan sumberdaya air, (b) kurang terkendalinya alih fungsi lahan pertanian khususnya lahan sawah irigasi, (c) ancaman variabilitas dan perubahan iklim global serta kelestarian lingkungan, (d) semakin terbatasnya lahan potensial yang tersedia untuk perluasan areal pertanian, (e) makin penting dan strategisnya peran sumberdaya lahan sub-optimal dan (lahan kering dan rawa), lahan terlantar, dan lahan terdegradasi. Tata kelola pengembangan SDM dan aset dilakukan sesuai dengan kemampuan penguatan melalui sinergi program dan sumberdaya dengan lembaga penelitian nasional dan internasional, kerja sama dengan stakeholders, pengembangan SDM dan aset dari Proyek Sustainability Management of Agricultural Resarch and Technology Dissemination (SMARTD) dari biaya Bank Dunia, CIRAD, ACIAR, UNDP, JIRCAS, Ghent University, CIBA/Sumitomo, Imphos. Kerjasama dengan mitra dalam negeri antara lain dengan Perum Jasa Tirta, PPKS, Kementerian Ristek, Litbang PU dan beberapa formulator pupuk dalam rangka uji mutu dan efektivitas pupuk. Peningkatan tata kelola komunikasi melalui pengembangan teknologi informasi melalui website inovasi teknologi pertanian, ekspose hasil penelitian, publikasi, demontrasi teknologi. Tugas pokok BBSDLP adalah melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan dan program, serta pelaksanaan penelitian dan pengembangan sumberdaya lahan pertanian serta diseminasi dan pendayagunaan hasil penelitian. Fungsinya adalah: (1) penyiapan perumusan kebijakan penelitian dan pengembangan sumberdaya lahan pertanian; (2) perumusan program penelitian dan pengembangan sumberdaya lahan pertanian, pelaksanaan kerjasama, dan pendayagunaan hasil penelitian dan pengembangan sumberdaya lahan pertanian; (3) pelaksanaan penelitian dan pengembangan sumberdaya lahan pertanian;
(4)
evaluasi
dan
pelaporan
penelitian
dan
pengembangan
sumberdaya lahan pertanian serta diseminasi dan pendayagunaan hasil penelitian; dan (5) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Balai Besar. 8
Renstra BBSDLP 2010-2014
Penelitian dan pengembangan sumberdaya lahan dilaksanakan oleh masing-masing Kelompok Peneliti di Balai Besar dan empat balai yaitu Balai Penelitian Tanah, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, dan Balai Penelitian Lingkungan Pertanian. Hubungan dan mekanisme kerja dengan institusi di luar Badan Litbang Pertanian yang menangani aspek lahan, seperti Bakosurtanal, BPN, dan Perguruan Tinggi diselaraskan dengan mekanisme kerjasama atau jejaring konsorsium.
2.4.
Kinerja 2005 - 2009 Kegiatan penelitian dan pengembangan sumberdaya lahan pertanian
lingkup Kementerian Pertanian, yang dikoordinasikan oleh BBSDLP dan dilaksanakan bersama Balai Penelitian Tanah, Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, dan Balai Penelitian Lingkungan Pertanian serta dukungan Puslitbang/Balai Besar/Balit/BPTP lainnya. Dalam kurun waku 2005-2009, BBSDLP mampu berperan dengan baik dan telah menghasilkan berbagai IPTEK sumberdaya lahan dan rekomendasi kebijakan. Inovasi yang dihasilkan tersebut dalam bentuk produk teknologi, rekomendasi teknologi, data dan informasi serta berbagai sintesis dan rekomendasi kebijakan di bidang sumberdaya lahan pertanian yang telah dimanfaatkan oleh pengambil kebijakan, terutama Menteri Pertanian dan Kepala Badan Litbang Pertanian dalam mendukung sistem usaha pertanian yang efisien, dengan memanfaatkan sumberdaya pertanian secara optimal. Dalam periode 2005-2009 telah dihasilkan tiga atlas dan berbagai informasi spasial/peta tentang potensi sumberdaya lahan dan peta pupuk, tujuh teknologi dan formula pupuk, delapan tool/kits/perangkat lunak, lebih dari 15 teknologi pengelolaan lahan, termasuk lahan rawa, empat atlas kalender tanam, enam teknologi pengeloalan sumberdaya iklim dan air, pengelolaan lingkungan, road map dll. Dalam aspek kebijakan telah dihasilkan enam SK/Peraturan Menteri Pertanian terkait dengan kebijakan/rekomendasi pupuk dan optimalisasi 9
Renstra BBSDLP 2010-2014
lahan (SK Mentan No.1/2006, SK Mentan No.2/2006, Permentan No.40/2007, Permentan No.53/2007, Permentan No.23/2008, Permentan No14/2009), 12 rekomendasi kebijakan dan policy brief yang terkait dengan pupuk, lahan, iklim, pengembangan lahan rawa, dan lingkungan pertanian. Pada tahun 2009, BBSDLP juga menghasilkan beberapa produk strategis dari hasil litbang serta indentifikasi dan kajian cepat sumberdaya, seperti: (a) atlas ketersedian lahan potensial di Indonesia, (b) berbagai peta terkait dan mendukung program mobil pintar (MOPIN), (c) peta potensi pemanfaatan sumberdaya lahan transmigrasi dalam penyerapan tenaga kerja. Bahkan pada akhir tahun 2009, BBSDLP juga telah menyelesaikan dan menghasilkan tiga produk strategis yang terakit dengan Program Seratus Hari Menteri Pertanian, yaitu: (a) Road Map Strategi Sektor Pertanian Menghadapi Perubahan Iklim, (b) Peta Kerentanan dan Dampak Perubahan Iklim pada Sektor Pertanian, dan (c) Peta Potensi Penghematan Pupuk An-organik dan Pengembangan Pupuk Organik. Berbagai
hasil
unggulan
litbang
sumberdaya
lahan
telah
diimplementasikan dalam berbagai program strategis/prioritas pertanian, antara lain: optimalisasi lahan dan penyiapan UU No.41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLPPB)), Keppres No.5/2007 tentang Rehabilitasi dan Revitalisasai Lahan Rawa Pasang Surut, Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN), Antisipasi Perubahan dan Anomali iklim, Pengembangan Pupuk Organik dan Pupuk Majemuk, Pengembangan Wilayah Perbatasan, dan Percepatan Adopsi Teknologi dan Pemanfaatan IPTEK (diseminasi). Program Percepatan Adopsi Teknologi dan Pemanfaatan Iptek meliputi: (1) Diseminasi
Hasil
Penelitian
dan
Percepatan
Pengembangan
(adopsi/pemanfaatan) Informasi dan Inovasi Teknologi Sumberdaya Lahan Pertanian, (2) Informasi dan Peta Sumberdaya Lahan (tanah dan tematik), (3) Inovasi Teknologi Pupuk, (4) Inovasi Teknologi Pengelolaan Lahan dan Air, (5) Tool dan software pemanfataan dan pengelolaan SDL. 10
Renstra BBSDLP 2010-2014
BAB III. KONDISI UMUM 3.1.
Kondisi Umum Sumberdaya Lahan Pertanian Indonesia yang memiliki keragaman sumberdaya lahan dan iklim dengan
luas wilayah daratan sekitar 188,2 juta ha diharapkan mampu menghadapi krisis global pangan dan energi serta dapat mengantisipasi dampak perubahan iklim. Optimalisasi pengelolaan sumberdaya lahan sebagai titik ungkit dalam mengatasi permasalahan utama penggunaan lahan, terutama konversi lahan yang sulit dikendalikan, degrarasi sumberdaya lahan dan air, serta ancaman perubahan iklim. Lahan sawah yang merupakan tulang punggung produksi beras nasional cenderung menciut akibat terkonversi dengan laju 1,0-1,5% atau sekitar 75-90 ribu ha per tahun yang tidak terimbangi oleh pencetakan sawah baru. Data luas baku lahan sawah beragam menurut sumbernya, seperti: (a) BPS (2008) 8.156.265 ha, (b) BPS (2008) 7,885.978 ha, (c) BPN (2007) 8.946.194 ha, dan (d) Badan Litbang Pertanian berdasarkan integrasi citra satelit dan peta Tata Guna Lahan (BBSDL, 2007) 7.750.235 ha, yang terdiri atas lahan sawah irigasi 4,75 juta ha, lahan sawah tadah hujan 2,09 juta ha, dan lahan sawah pasang surut 1,32 juta ha. Sekitar 90% lahan sawah dilayani oleh bendungan skala kecil, tandon, waduk lokal, dan sumber air lokal, yang sumber airnya lebih ditentukan oleh pola dan curah hujan sewaktu (pada musim yang sama). Hal ini mengindikasikan produksi pangan sebagai penyangga ketahanan pangan nasional sangat dipengaruhi oleh dinamika dan pola curah hujan. Lebih 50% dan 16% dari 7,89 juta ha lahan sawah mempunyai produktivitas >5,5 ton GKG/ha dan 4,0-5,5 ton GKG/ha, sisanya <4 ton GKG/ha. Berdasarkan Indeks Pertanaman (IP) terdapat 4,19 juta ha lahan sawah yang hanya ditanami sekali dalam setahun (IP 100), dan 3,70 juta ha dengan IP 200, dan 900 ha dengan IP 300 (Las dkk. 1979; Puslitbangtan-IRRI, 2007). Sebagian besar lahan sawah irigasi diusahakan secara “sangat” intensif, terutama di Jawa. Akibatnya banyak lahan sawah irigasi yang mengalami degradasi (penurunan 11
Renstra BBSDLP 2010-2014
kualitas) dan/atau menjadi lahan sakit dengan kandungan bahan organik yang sangat rendah dengan tingkat kesuburan yang terus menurun. Luas lahan kering untuk pertanian tercatat 14,6 juta ha (BPS, 2007), tetapi baru sekitar 40% yang dimanfaatkan secara efektif, dan sisanya masih berupa padang alang-alang, semak belukar, lahan diberakan, atau telah rusak oleh erosi permukaan. Selain itu, karena berbagai faktor, banyak ditemukan lahan yang secara biofosik tidak layak dan tidak diperuntukan bagi pertanian, tetapi digunakan untuk pertanian tanaman semusim, terutama sayuran dan palawija yang umumnya dikelola secara intensif. Lahan tersebut berada di wilayah pegunungan dan perbukitan dengan lereng terjal >40%, solum tanah dangkal, dan berbatu yang pada umumnya rawan longsor dan erosi atau rawan bencana, tersebar di beberapa provinsi, terutama Sumut, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, dan Sulut. Sebaliknya, lahan dengan lereng <15% yang seharusnya diperuntukan bagi tanaman semusim banyak digunakan untuk tanaman tahunan/perkebunan. Sebagian besar (>60%) lahan potensial (dan subur) untuk pertanian sudah dimanfaatkan, namun masih tersedia cukup luas lahan sub-optimal yang jika dikelola dengan baik juga potensial untuk pertanian, terutama lahan rawa pasang surut dan lebak. Luas lahan rawa yang telah direklamasi hingga saat ini 1,5 juta ha, dan menurut data BPS baru dimanfaatkan sebagai lahan sawah baru seluas 657.431 ha. Luas lahan rawa potensial untuk sawah mencapai 1.893.366 ha, bahkan dari studi lainnya diperkirakan potensi lahan sawah rawa mencapai 2,3 juta ha, dengan urutan terluas terdapat di Sumsel, Kalteng, Jambi, dan Kalsel. Beragamnya data ketersediaan lahan rawa kemungkinan berkaitan dengan luas total areal lahan rawa yang mencapai 33,41 juta ha, dimana 20,13 juta ha diantaranya dinilai potensial untuk pertanian. Informasi dan data sumberdaya lahan yang lebih rinci masih terbatas, terutama dalam skala besar (>1:100.000). Pada skala eksplorasi (1:1000.000) telah tersedia empat macam peta tematik, yaitu Atlas Sumberdaya Lahan/Tanah Eksplorasi Indonesia Skala 1:1.000.000 (Puslittanak, 2000), Atlas Arahan Tata 12
Renstra BBSDLP 2010-2014
Ruang Pertanian Indonesia (Puslitanak, 2001), Atlas Pewilayahan Komoditas Pertanian Nasional (Puslitbangtanak, 2002), dan Atlas Sumberdaya Iklim/ Agroklimat (Balitklimat, 2004). Peta pada skala ini bermanfaat bagi perencanaan dan pengembangan pertanian secara nasional. Data pada tingkat tinjau (skala 1:250.000) tersedia sekitar 70% dari total wilayah Indonsia, data yang belum tersedia umumnya di Papua, Papua Barat, dan Kalimantan Tengah. Peta skala tinjau ini bermanfaat untuk perencanaan dan pengembangan wilayah pertanian secara provinsi. Data yang lebih detil masih sangat terbatas dan tersedia secara terpencar (Tabel 5). Tabel 5. Status pemetaan sumberdaya lahan di Indoneisa Tingkat pemetaan
Skala peta
Tujuan/manfaat perencanaan
Status ((%)
1. Eksplorasi
<1:500.000
Global/ nasional
100
2.Tinjau
1 : 250.000
Regional/propinsi/RTRW
3.Tinjau mendalam
1 : 100.000
Kabupaten/khusus/DAS
4.Semi detail
1 : 25.000-1: 50.000
Kecamatan, wilayah khusus rekomendasi komoditas, SUT
15,0
5.Detail
>1 : 25.000
Percobaan lapang, pencetakan sawah, rekomendasi teknologi
1,0
75 4,0
Lahan dan air merupakan faktor utama dalam sistem produksi pertanian, sehingga keberadaan dan berfungsinya infrastruktur lahan, serta ketersediaan air merupakan prasyarat penting yang sangat menentukan proses produksi pertanian. Dewasa ini infrastruktur terutama waduk, jaringan irigasi, dan drainase masih terbatas, bahkan bangunan yang ada semakin menurun efisiensi dan kapasitasnya, terutama akibat pendangkalan dan kurangnya perawatan. Sementara pembangunan waduk dan embung besar semakin sulit karena terbatasnya lahan yang layak. Luas ladang pengembalaan ternak juga semakin mengecil karena perubahan fungsi dan ketidakjelasan status lahan (antara milik negara atau milik adat). Degradasi lahan (fisik, kimia, dan biologi) dan mandegnya produktivitas (leveling off) berbagai komoditas di satu sisi, dan penggunaan pupuk an-organik 13
Renstra BBSDLP 2010-2014
yang kurang rasional (tidak berimbang) di sisi lain mendorong upaya penghematan
penggunaan
pupuk
an-organik
dan
percepatan
upaya
pengembangan pupuk organik dan pupuk hayati. Penyebab mandegnya produktivitas tanaman juga diakibatkan oleh kecenderungan petani yang masih menggunakan salah satu pupuk tunggal secara berlebihan, terutama pupuk nitrogen (N) sementara penggunaan jenis pupuk lainnya (P, K, dan unsur mikro) masih sangat kurang. Oleh sebab itu, selain untuk meningkatkan produktivitas tanaman, pengembangan pupuk majemuk juga akan mengurangi waktu dan biaya penebaran. Pertanian, khususnya sektor tanaman pangan, merupakan salah satu sektor yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan suhu dan perubahan pola hujan pada wilayah tropis d akan menurunkan produktivitas tanaman pangan apabila tidak dilakukan langkah-langkah adaptasi. Dibandingkan dengan padi, jagung lebih sensitif terhadap perubahan iklim. Penurunan hasil tanaman jagung dapat mencapai lebih dari 40% dan padi 20% apabila peningkatan suhu meningkat hingga 5oC. Apabila upaya global dalam menekan emisi GRK berhasil, maka peningkatan suhu global diharapkan tidak akan lebih dari 2oC. Namun peningkatan suhu 2oC tetap akan menurunkan hasil tanaman pangan, yaitu sekitar 10% pada jagung dan 5% pada padi.
3.2.
Potensi dan Permasalahan Sumberdaya Lahan
3.2.1. Potensi Sumberdaya Lahan Pertanian Daratan Indonesia dengan luas 188,2 juta ha (Puslitbangtanak-Badan Litbang Pertanian, 2000) dipilah atas kawasan hutan seluas 133,7 juta ha (Dept. Kehutanan, 2008) dan kawasan budi daya (pertanian) seluas 54,5 juta. Berdasarkan karakteristik biofisik, terdapat 94,1 juta ha (50%) lahan yang potensial untuk pertanian. Secara teknis-agronomis, lahan potensial tersebut mendukung pertumbuhan tanaman dan/atau perkembangan ternak secara optimal. Jika lahan dikelola dengan baik maka tidak akan mengganggu 14
Renstra BBSDLP 2010-2014
kelestarian sumberdaya dan lingkungan. Lahan potensial yang ada belum mempertimbangkan aspek sosial dan hukum, seperti kepemilikan dan peruntukan, namun sudah mempertimbangkan penetapan kawasan konservasi dan hutan lindung. Oleh sebab itu, lahan potensial yang berada pada kawasan budidaya dapat berupa lahan basah (sistem sawah) dan lahan kering yang sudah diusahakan, atau pada kawasan hutan produksi atau hutan produksi/ konversi. Sekitar 87,2 juta ha (92,7%) lahan potensial terdapat di dataran rendah (<700 m dpl) dan 6,9 juta di dataran tinggi (>700 m dpl). Sekitar 25,4 juta ha (13,5%) dari lahan tersebut potensial untuk dijadikan lahan basah (sawah), 25,1 juta ha (13,3 %) untuk lahan kering tanaman semusim dengan lereng <15%, dan 43,5 juta ha (23,2%) untuk lahan kering tanaman tahunan/perkebunan dengan lereng 15-30% (Tabel 6). Sekitar 7,6 juta ha (8,1%) lahan yang potensial untuk pertanian termasuk lahan sub-optimal (rawa pasang surut dan lebak), yang terdiri atas 3,80 juta ha lahan basah (sawah) potensial dan 4,08 juta ha lahan kering potensial (Tabel 7). Tabel 6. Lahan potensial untuk pertanian di dataran rendah dan dataran tinggi Dataran rendah („000 ha) Pulau
Lahan basah (sawah)
Sumatera Jawa Bali + NT Kalimantan Sulawesi Maluku+Papua Indonesia
4.856,8 3.969,8 436,4 5.411,7 1.772,5 7.822,7 24.269,9
Keterangan :
*) **)
LK LK tanaman tanaman semusim*) tahunan**) 5.503,8 1.779,3 1.170,7 8.407,1 720,2 4.360,3 21.941,5
12.561,1 2.482,7 1.429,1 13.289,8 2.983,3 8.282,8 41.028,8
Dataran tinggi („000 ha) Lahan basah (sawah)
LK tanaman semusim
LK tanaman tahunan
331,1 397,0 43,4 4,9 157,7 217,6 1.151,6
2.243,8 184,8 58,8 546,1 70,8 43,1 3.147,4
621,3 291,8 201,8 378,2 803,9 234,0 2.530,8
Jumlah
26117,8 9.105,3 3.340,2 28.037,8 6.508,3 20.960,5 94.070,1
LK-Semusim juga sesuai untuk tanaman tahunan LK-Tahunan pada lahan kering dan sebagian gambut
15
Renstra BBSDLP 2010-2014
Tabel 7. Lahan potensial untuk pertanian menurut jenis tanah (rawa dan nonrawa) Lahan rawa (000 ha)
Lahan non-rawa (000 ha)
Lahan LK LK basah tanaman tanaman (sawah) semusim*) tahunan**)
Pulau
Sumatera
Lahan basah (sawah)
LK tanaman semusim
LK tanaman tahunan
Jumlah
1.485,6
156,7
1.669,4
3.702,3
7.590,9
11.512,9
26.117,8
56,7
0
1,8
4.310,0
1.964,1
2.772,7
9.105,3
-
0
0
479,8
1.229,5
1.630,9
3.340,2
1.905,4
0
1.412,7
3.511,1
8.953,2
12.255,4
28.037,8
Sulawesi
234,8
104,6
17,8
1.695,4
686,4
3.769,3
6.508,3
Maluku+Papua
114,8
0
717,9
7.925,5
4.403,4
7.798,9
20.960,5
3.797,4
261,4
3.819.5
21.624,2
24.827,5
Jawa Bali + NT Kalimantan
Indonesia Keterangan :
*) **)
39.740,1 94.0701
LK-Semusim juga sesuai untuk tanaman tahunan LK-Tahunan pada lahan kering dan sebagian gambut
Luas lahan potensial yang telah digunakan untuk pertanian (termasuk lahan tidur) dan penggunaan lainnya 63,4 juta ha. Lahan tersebut terdiri atas lahan potensial untuk pertanian lahan basah seluas 17,1 juta ha, lahan potensial untuk pertanian lahan kering tanaman semusim dan tanaman tahunan masingmasing 18,0 juta ha dan 28,3 juta ha. Diperkirakan terdapat 13,7 juta ha lahan potensial yang telah digunakan untuk keperluan non-pertanian, terutama untuk pemukiman, perkotaan, dan infrastruktur. Lahan yang tersedia untuk perluasan areal pertanian adalah lahan potensial yang hingga saat ini belum dimanfaatkan, baik untuk pertanian maupun non-pertanian, namun belum mempertimbangkan status kepemilikannya, baik secara adat maupun undang-undang agraria. Dari lahan potensial seluas 94,1 juta ha, terdapat lahan tersedia untuk perluasan areal pertanian seluas 30,67 juta ha, yaitu lahan potensial dikurangi dengan lahan yang sudah digunakan (63,4 juta ha), baik untuk pertanian maupun non-pertanian. Tanpa mempertimbangkan RT/RW Kabupaten/Kota, lahan tersedia tersebut terdapat di kawasan budidaya pertanian atau di kawasan hutan (tidak termasuk kawasan lindung, margasatwa, taman nasional). Pada kawasan pertanian, lahan tersedia 16
Renstra BBSDLP 2010-2014
dapat berupa padang alang-alang/rumput, semak belukar, dan hutan sekunder. Pada kawasan hutan, lahan tersedia berupa hutan produksi/konversi dan hutan produksi yang secara hukum jika dibutuhkan dan disepakati dapat dijadikan sebagai lahan pertanian. Berdasarkan potensi dan kesesuaian biofisik, lahan tersedia terdiri atas lahan yang cocok untuk perluasan pertanian lahan basah semusim (sawah) dengan luas 8,28 juta ha, untuk pertanian lahan kering tanaman semusim 7,08 juta ha, dan untuk tanaman tahunan 15,31 juta ha (Tabel 8). Tabel 8. Luas lahan yang sesuai dan tersedia untuk perluasan areal pertanian lahan basah dan lahan kering
Pulau Sumatera Jawa Bali dan NT Kalimantan Sulawesi Maluku+ Papua Indonesia
Lahan basah semusim Lahan Lahan kering kering Total NonRawa Total *) **) semusim tahunan rawa …….…..………………… 000 ha ……………………………………. 354.9 606.2 960.9 1.312.8 3.226.8 6.499.4 0 14.4 14.4 40.5 159,0 213.9 0 48.9 48.9 137.7 610.2 796.7 730.2 665.8 1.396.0 3.639.4 7.272.0 12.307.4 0 423.0 423.0 215.5 601.2 1.239.6 1.893.4 3.539.3 5.432.7 1.739.0 3.441.0 10.612.7 2.978.4 5.297.6 8.275.8 7.083.8 15.310.1 30.669.7
Keterangan :
*) Lahan kering semusim juga sesuai untuk tanaman tahunan **) Lahan kering tahunan pada lahan kering dan sebagian gambut Sumber: Badan Litbang Pertanian (2007)
Hasil kajian untuk Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) koridor Kalimantan tahun 2011 menunjukkan bahwa lahan potensial tersedia di Pulau Kalimantan tersisa 8.543.437 Ha, terdiri atas lahan basah semusim 581.186 Ha, lahan kering semusim 2.138.490 Ha, dan tanaman tahunan 5.823.761 ha. Disamping itu, terdapat lahan potensial untyuk kayu-kayuan (hutan) pada lahan kawasan hutan produksi dan produksi konversi selauas 5.895.301 ha. Lahan basah untuk tanaman semusim terdapat pada kawasan rawa dengan luas 2,98 juta ha (terutama di Papua) dan kawasan non-rawa seluas 5,30 juta ha. Lahan kering potensial tersedia terdiri atas tanah mineral (non17
Renstra BBSDLP 2010-2014
gambut) seluas 19,16 juta ha dan tanah gambut potensial 3,23 juta ha. Lahan tersedia tersebut berada di kawasan budidaya seluas 10.31 juta ha dan di kawasan hutan (produksi dan konversi) 20.36 juta ha (Tabel 9 ). Dari tabel 4 tampak bahwa potensi lahan tersedia masih cukup luas, namun pada kenyataannya lahan tersebut sebagian besar dalam status ijin lokasi dan tumpang tindih dengan kawasan pertambangan. Sebagai contoh salaha satu provinsi di Kalimantan pada tahun 2010 masih terdapat lahan dengan status ijin lokasi seluas ± 3 juta ha. Pemanfaatan lahan-lahan potensial tersebut pada kenyataannya tidak dilaksanakan, karena perijinan dapat berganti dengan mudah untuk menghindari pencabutan kepemilikan. Oleh karena itu perlu suatu kebijakan pusat dan daerah yang tegas terhadap ketentuan kepemilikan lahan yang tidak dimanfaatkan sesuai perijinannya untuk dicabut dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Tabel 9. Lahan tersedia untuk pertanian pada kawasan budidaya pertanian dan kehutanan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pulau Sumatera Jawa Bali dan NT Kalimantan Sulawesi Maluku + Papua Indonesia
Kawasan pertanian 2.741.632 129.022 515.874 3.907.977 682.192 2.331.106 10.307.80 3
Kawasan hutan
Total
2.757.776 84.868 280.872 8.399.413 557.412 8.281.545
5.499.408 213.890 796.746 12.307.390 1.239.604 10.612.651
20.361.886
30.669.689
3.2.2. Optimalisasi Sumberdaya Lahan Eksisting Potensi Peningkatan Produktivitas Tingkat produktivitas tanaman semusim di masing-masing tipologi lahan umumnya masih berada di bawah potensi genetiknya. Sesuai dengan kondisi ekologis kawasan tropika basah yang memiliki laju pelapukan, erosi tanah, dan 18
Renstra BBSDLP 2010-2014
pencucian hara yang tinggi, kondisi klimaks ekosistem yang ideal adalah untuk pertumbuhan tanaman berakar dalam (tanaman tahunan). Tanaman semusim berakar dangkal akan banyak mengahadapi cekaman kekurangan hara, terutama
pada lahan kering.
Untuk meningkatkan produktivitas,
maka
pencegahan erosi tanah dan pemupukan dengan intensitas dan jumlah yang cukup penting dilakukan. Formulasi pupuk dan pembenah tanah baik secara konvensional maupun berbasis teknologi nano sangat diperlukan untuk meningkatkan efisiensi pemupukan dan produktivitas tanah. Formula pupuk berbasis teknologi nano tersebut memiliki keunggulan sebagai “controlled-released” atau “slow release” dimana unsur hara yang dilepaskan sesuai dengan jumlah dan waktu yang dibutuhkan
tanaman.
Pemupukan
berimbang
dan
lengkap
dengan
memperhatikan kebutuhan unsur hara makro sekunder, mikro dan beneficial element tanaman juga perlu mendapat perhatian khusus.
Selain itu
pemanfaatan sumberdaya hayati tanah sangat diperlukan untuk meningkatkan kesuburan tanah serta mempertahankan kondisi perakaran yang optimal untuk penyerapan unsur hara . Teknologi nano untuk menciptakan produk pupuk yang mampu mengatur pelepasan hara yang terkandung didalamnya mampu mencegah kehilangan hara,
namun
tetap
tersedia
bagi
tanaman
sesuai
dengan
dinamika
kebutuhannya. Selain itu, Indonesia yang kaya keanekaragaman hayati tanah (megabiodiversity) dapat didayagunakan untuk meningkatkan produktivitas tanah
melalui
pemanfaatan
sebagai
pupuk
hayati
(biofertilizer)
untuk
meningkatkan ketersediaan hara, pemelihara fisik tanah, dan sebagai predator pengendali hama penyakit tular tanah. Pada prinsipnya lahan pertanian di Indonesia masih cukup tersedia, terutama lahan-lahan marginal yang memiliki tingkat kesuburan rendah (lahan pasir, bekas pertambangan), yang rusak karena erosi (lahan kering berlereng, lahan semak belukar, lahan berbatu), tergenang air secara periodik (lahan rawa lebak maupun rawa pasang surut), dan lahan-lahan tercemar buangan limbah 19
Renstra BBSDLP 2010-2014
atau sedimentasi. Lahan marginal ini dapat dimanfaatan melalui upaya reklamasi/rehabilitasi sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Pemberian bahan amelioran pembenah tanah, bahan organik, perbaikan drainase, dan pengembangan tanaman pioneer (cover crops) yang mampu beradaptasi dengan kondisi tanah yang ada mampu meningkatkan produktivitas tanah secara bertahap. Perubahan iklim akibat meningkatnya suhu memberikan peluang bagi perluasan lahan budidaya tanaman semusim di lahan rawa lebak atau rawa pasang surut. Untuk itu, pemanfaatan lahan rawa penting untuk dioptimalkan karena tersedianya air dan kelengasan sepanjang tahun yang menunjang pertumbuhan tanaman. Pengaturan sarana drainase juga penting diupayakan agar ketersediaan air dapat terdistribusi secara lebih merata. Tingginya intensitas cahaya yang masuk ke permukaan tanah juga potensial untuk produksi tanaman umbi-umbian berakar dalam, seperti uni kayu dan ubi jalar. Pengembangan tanaman umbi-umbian yang merupakan tanaman indeterminant (dapat dipanen kapan saja) memiliki potensi produksi yang lebih baik. Peningkatan produktivitas lahan pertanian intensif yang memiliki infrastruktur irigasi dapat diupayakan melalui peningkatan efisiensi input, peningkatan kualitas produk, dan pemberdayaan lahan untuk produksi tanaman di luar musim (off season). Pendekatan ini selain mampu meningkatkan harga jual produk juga dapat menyangga ketahanan pangan nasional. Potensi Kemantapan Produksi Sesuai dengan kondisi ekosistem vulkanik tropika basah yang dinamis dan adanya fenomena perubahan iklim yang belakangan ini marak terjadi, maka gangguan lingkungan produksi pertanian sering terjadi secara mendadak, seperti ledakan hama penyakit tanaman, banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Stabilitas produksi pertanian tanaman semusim relatif fluktuatif. Untuk menjaga stabilitas produksi, teknologi konservasi tanah dan pemupukan hendaknya dapat diimplementasikan dengan baik. 20
Renstra BBSDLP 2010-2014
Pada wilayah yang memiliki stabilitas alami tinggi dengan tingkat kesuburan sedang, produktivitas diarahkan pada posisi cukup optimal yang disesuaikan dengan laju penyegaran hara di tanah dan dari pemberian pupuk. Dengan demikian, keseimbangan daya dukung tanah terhadap produksi tetap terjaga. Pengembalian bahan organik ke tanah diperlukan untuk menjaga dan memperbaiki kondisi fisik tanah, sebagai sumber hara mikro bagi tanaman, dan energi bagi biologi tanah. Selain itu, pola pergiliran tanaman pada lahan pertanian intensif dengan pilihan komoditas yang tepat dapat saling mengisi dalam menjaga keseimbangan hara dalam tanah. Untuk lahan dengan tingkat kesuburan tinggi dapat diupayakan dengan pendekatan produksi maksimal (high yield productivity) dengan memaksimalkan peran biologi tanah dan manajemen pengelolaan lahan. Aplikasi teknologi nano untuk pemupukan dengan orientasi untuk mencegah kehilangan hara dalam pupuk oleh pencucian atau sematan tanah juga dapat mempertahankan hara tersedia bagi tanaman dalam kurun waktu yang lebih panjang. Pada wilayah yang sering mangalami banjir dan kekeringan, upaya peningkatan produksi hendaknya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan sendiri (self sufficient) atau memperoleh pasokan dari wilayah lain yang produksinya lebih banyak. Dalam hal ini, sumberdaya lahan di kawasan yang potensial perlu lebih diberdayakan agar mampu berproduksi tinggi untuk dapat berperan sebagai penyangga produksi bagi wilayah yang memiliki banyak keterbatasan. Potensi Efisiensi Produksi Rendahnya efisiensi produksi pertanian tanaman semusim merupakan konsekuensi dari tingginya laju erosi, dekomposisi bahan organik, dan pencucian hara yang berdampak terhadap kedangkalan tanah, serta pH, bahan organik. dan produktivitas rendah. Sementara ini upaya penyegaran hara makro (N, P, dan K) banyak dilakukan melalui pemberian pupuk yang memiliki kandungan dan pelepasan hara tinggi sesuai dinamika fisiko-kimia tanah. Sedang potensi bahan organik yang memiliki kandungan hara lengkap dan sebagai sumber energi bagi kehidupan, serta organisme tanah yang mampu 21
Renstra BBSDLP 2010-2014
mengendalikan dan menyediakan hara bagi tanaman belum didayagunakan secara optimal. Pemberdayaan bahan organik dan organisme tanah yang mampu memperbaiki kesuburan tanah (biofertilizer) dapat menurunkan biaya produksi dan menjaga kelestarian sumberdaya tanah untuk mendukung produksi pertanian. Untuk menekan laju pencucian hara dari pupuk dapat diupayakan dengan cara meningkatkan intensitas pemberian dan dosis yang lebih rendah, sehingga sesuai dengan waktu dan jumlah hara yang diperlukan tanaman. Penggunaan pupuk kimia lambat urai (slow release) juga merupakan alternatif dalam meningkatkan efisiensi pemupukan akibat laju pencucian dan penguapan yang tinggi. Efisiensi dapat dicapai jika masukan berupa air dan hara termanfaatkan dengan baik dalam proses produksi dan terbawa dalam panen. Banyak sekali masukan yang tercuci, menguap (volatisasi) maupun terjerap dalam tanah. Efsiensi dapat ditingkatkan melalui pengelolaan tanaman, tanah dan air yang sesuai dengan sumberdaya dan manajemen usahatani. Efisiensi pemupukan juga dapat ditingkatkan dengan mengurangi jumlah air bebas dalam tanah. Air dalam tanah diusahakan berada pada kapasitas lapang dan macak-macak atau dengan sistem irigasi berselang (intermittent irigation). Irigasi bawah permukaan dengan memanfaatan daya tarik matrik tanah penting artinya untuk menjaga tanah di daerah perakaran selalu dalam kondisi kapasitas lapang dan tidak terjadi pencucian hara bebas. Indonesia dengan kekayaan tipologi lahan dan jenis komoditi pertanian hendaknya dapat dikembangkan untuk bermacam-macam pilihan jenis komoditi sesuai dengan daya dukung dan ketersediaan hara di masing-masing wilayah (tipologi). Dengan pilihan komoditi yang tepat, maka efisiensi produksi dapat tercapai.
22
Renstra BBSDLP 2010-2014
3.2.3. Permasalahan Degradasi Sumberdaya Lahan dan Pencemaran Pembangunan pertanian selain menghasilkan manfaat juga berrisiko berdampak negatif terhadap lingkungan. Manfaat dan risiko tersebut harus diperhitungkan secara seimbang. Dampak negatif diupayakan untuk ditekan seminimal mungkin atau bahkan ditiadakan sama sekali, sedangkan manfaat ditingkatkan.untuk perbaikan lingkungan biofisik dan sosial-ekonomi. Kegiatan ekonomi yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap degradasi lahan antara lain adalah ekplotasi hutani, industri, pertambangan, perumahan, dan pertanian. Apabila kegiatan tersebut tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan degradasi lahan yang mengancam keberlanjutan usaha tani dan ketahanan pangan. Oleh karena itu, implementasi program pembangunan juga mengacu kepada aspek keberlanjutan. Praktek budidaya pertanian tidak jarang menimbulkan dampak negatip yang menyebabkan lahan terdegradasi. Dua faktor penting dalam usaha pertanian yang potensial menimbulkan dampak pada sumberdaya lahan adalah tanaman dan manusia (sosio kultural. Diantara kedua faktor tersebut, faktor manusialah yang berpotensi menimbulkan dampak positip atau negatip terhadap lahan, tergantung bagaimana cara menjalankan pertanian tersebut. Kegiatan atau cara budidaya pertanian yang potensial menimbulkan dampak negatip antara lain pengolahan tanah, penggunaan agro-kimia yang tidak ramah lingkungan (pupuk dan insektisida), serta sistem budidaya. Beberapa indikator yang terkait dengan degradasi lahan pertanian di antaranya adalah: (1) laju peningkatan produktivitas tanah menurun, (2) tingkat kesuburan tanah merosot, (3) konversi lahan pertanian semakin meningkat, (4) sebaran dan tingkat kerusakan lahan kritis semakin meluas, (5) tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan pertanian meningkat, (6) daya dukung lingkungan merosot, (7) tingkat pengangguran di perdesaan meningkat, (8) daya tukar petani menurun, (9) penghasilan dan kesejahteraan keluarga petani menurun, dan (10) kesenjangan ekonomi antar-kelompok masyarakat meningkat. 23
Renstra BBSDLP 2010-2014
Dari evaluasi tersebut degradasi lahan yang berupa penurunan daya dukung lahan dan pencemaran lahan pertanian nampaknya menjadi ancaman yang serius yang harus perlu diperhatikan dan dicari pemecahannnya. Dampak negatif penggunaan agrokimia antara lain tercemarnya air, tanah,
dan
hasil
pertanian,
gangguan
kesehatan
petani,
menurunnya
keanekaragaman hayati, ketidak berdayaan petani dalam pengadaan bibit, pupuk kimia, dan dalam menentukan komoditas yang akan ditanam. Penggunaan pestisida secara berlebihan dalam kurun waktu yang panjang berdampak negatif terhadap kehidupan dan keberadaan musuh alami hama penyakit tanaman budi daya dan kehidupan biota tanah. Penggunaan pupuk kimia dengan frekuensi dan dosis tinggi dalam kurun waktu lama juga dapat menyebabkan terjadinya kemerosotan kesuburan tanah karena ketimpangan hara atau kekurangan hara lain, dan semakin merosotnya kandungan bahan organik tanah. Pencemaran dan kerusakan lahan pertanian juga dapat disebabkan oleh kegiatan industri. Pengembangan sektor industri berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi lahan dan lingkungan pertanian yang disebabkab oleh limbah cair, gas, dan padatan dari kegiatan industri, seperti gas buang (SO2) dan logam berat beracun (Pb, Ni, Cd, Hg). Salah satu kasus pencemaran lahan sawah dari kegiatan industri tekstil terjadi di Kecamatan Rancaekek dan Cimanggung, Kabupaten Bandung. Sekitar 400 ha sawah di wilayah tersebut telah tercemar oleh limbah cair industri tekstil yang dibuang ke Sungai Cikijing. Berdasarkan hasil penelitian Pusat Penelitian Pengembangan Tanah dan Agroklimat (2001), tanah persawahan di Rancaekek mengandung natrium (Na) dengan konsentrasi tinggi yaitu 2,03-12,97 me/100g tanah, sementara kadar Na pada tanah yang tidak tercemar hanya 0,42 me/100g tanah. Selain Na, unsur logam berat pencemar lain yang terdeteksi adalah Hg, Cd, Cr, Cu, Co, dan Zn. Dampak langsung pencemaran tersebut adalah menurunnya produksi dan kualitas padi yang dihasilkan.
24
Renstra BBSDLP 2010-2014
Untuk menanggulangi dampak pencemaran dan kerusakan lahan dan lingkungan pertanian dapat diupayakan melalui penataan kembali tata ruang. Kawasan industri, pabrik, pertambangan, dan kegiatan lain di sekitar areal pertanian perlu ditata dan diatur menggunakan instrumen hukum dan nonhukum.
Penegakan
dan
pengetatan
implementasi
undang-undang,
peraturan dan keputusan pemerintah, baik di pusat maupun daerah tentang pengelolaan lingkungan hidup, termasuk optimalisasi fungsi pengawasan dan pengendalian oleh Badan Pengendali Dampak Lingkungan perlu dilakukan. Bagi pengelola industri/pabrik, pertambangan, dan kegiatan lain yang berpotensi mencemari lahan pertanian dan lingkungan sudah saatnya diberlakukan pajak lingkungan, sebagai kompensasi bagi pemulihan atau rehabilitasi sumber daya air dan lahan pertanian yang tercemar dan mengalami kerusakan. Unsur-unsur bahan berbahaya dan beracun (B3) dan ambang batas pencemaran yang diberlakukan melalui peraturan pemerintah, surat keputusan, dan lain-lain harus dijadikan acuan dalam memberikan tindakan hukum bagi pelaku pencemaran dan kerusakan lahan/lingkungan. Alih Fungsi Lahan Alih fungsi lahan pertanian pada dasarnya dapat dipandang sebagai konsekuensi logis dari pertumbuhan dan transformasi struktur sosial-ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Perkembangan yang dimaksud tercermin dari adanya: (1) pertumbuhan aktivitas pemanfaatan SDA termasuk SDL sebagai dampak peningkatan jumlah penduduk dan kegiatan ekonomi, (2) pergeseran kontribusi sektor pembangunan dari sektor-sektor primer (pertanian dan pertambangan) ke sektor-sektor sekunder (manufaktur) dan tersier (jasa). Sesuai dengan hukum ekonomi pasar, alih fungsi lahan berlangsung dari kegiatan dengan land rent yang lebih rendah ke yang lebih tinggi. Land rent adalah nilai keuntungan bersih dari kegiatan pemanfaatan lahan per satuan luas dan waktu tertentu. Oleh karena itu, alih fungsi lahan merupakan konsekuensi logis dari perkembangan potensial land rent di suatu wilayah. Alih fungsi atau konversi lahan adalah ancaman utama terhadap upaya mempertahankan 25
Renstra BBSDLP 2010-2014
swasembada beras yang telah dicapai pada tahun 2008 serta untuk mendorong tercapainya swasembada kedelai yang ditargetkan pada tahun 2010 (Ditjen Tanaman Pangan, 2008), Disisi lain dari Tabel 1 terlihat bahwa perkembangan luas lahan sawah sangat lambat dan bahkan menurun akibat konversi. Irawan et al. (2001) mengemukakan bahwa pada periode 1981-1999, terjadi konversi lahan sebesar 1,6 juta ha (9.417 ha/tahun) dan periode 1999-2002 konversi lahan sebesar 563.159 ha atau 187.720 ha/tahun (Sutomo, 2004). Bahkan 3,1 juta ha atau 42% lahan sawah beririgasi (Tabel 5) terancam beralih fungsi sebagaimana
tertuang
dalam
Rencana
Tata
Ruang
Wilayah
(RTRW)
Kabupaten/Kota seluruh Indonesia (Winoto,2005; Isa, 2006). Ancaman terhadap ketersediaan pangan akan dipacu juga akibat adanya rencana pembuatan jalan tol TRANS JAWA, yang akan mengkonversi lahan pertanian lebih dari 4.500 ha. Sedangkan pengembangan wilayah sebagai dampak dari pembuatan jalan TRANS JAWA (konversi tidak langsung) bisa 1020 kali lipat selama 5 tahun kemudian. Hal ini meningkatkan ancaman terhadap keberlanjutan swasembada beras dan rencana swasembada komoditas lainnya, dan inovasi teknologi yang serba unggul sekalipun tidak akan mampu bertahan dengan makin hilangnya lahan pertanian produktif tersebut. Hal yang lebih memprihatinkan, alih fungsi lahan sawah terjadi pada lahan-lahan sawah subur dengan ketersediaan sumber air atau beririgasi teknis, dan aksesibilitas tinggi. Di Jawa Barat, 95% dari lahan sawah yang telah beralih fungsi menjadi kawasan permukiman, industri, jalan raya, dan lainnya berupa sawah beririgasi teknis (Sumaryanto et al., 2001). Alih fungsi lahan sawah pada wilayah urban atau peri urban dipercepat oleh perbedaan upah antara tenaga kerja di sektor pertanian dengan sektor industri dan semakin menyempitnya penguasaan lahan pertanian oleh petani. Land Rent dan Fragmentasi Lahan Fragmentasi
lahan
terjadi
akibat
sistem
pewarisan
lahan
juga
menyebabkan skala kepemilikan lahan menjadi semakin sempit. Lahan yang semula cukup luas (masih skala ekonomi) harus dibagi-bagi sesuai dengan 26
Renstra BBSDLP 2010-2014
jumlah hak dari ahli waris, sehingga kepemilihan lahan menjadi tambah sempitProporsi usaha tani yang termasuk kelompok penguasaan lahan sempit (<0,5 ha/KK) meningkat dari 40,8% pada tahun 1983 menjadi 48,5% pada tahun 1993 dan meningkat menjadi 55,11% pada tahun 2003 (Survai Patanas). Peningkatan proporsi petani gurem tersebut diperparah oleh penururunan luasan usahatani gurem dari rata-rata 0,26 ha/KK menjadi 0,17 ha/KK. Makin mengecilnya tingkat penguasaan lahan oleh petani menunjukkan sistem usahatani di Indonesia tidak lagi layak untuk mendukung penghidupan petani. Dibandingkan dengan beberapa negara lain, Indonesia mempunyai nisbah luas lahan per kapita paling rendah. Kalau nisbah luas lahan pertanian (total) di Indonesia hanya 1.939 m2/kapita sementara Thailand, Brazil, dan Amerika Serikat masing-masing 5.230, 34.530, dan 6.150 m2/kapita. Di Indonesia, nisbah luas lahan sawah 337 m2/kapita, sementara di Vietnam dan China masing-masing 960 dan 1.290 m2/kapita (FAO, IRRI dan berbagai sumber). Pemanasan Global dan Perubahan Iklim Dampak perubahan iklim adalah terganggunya siklus hidrologi akibat perubahan pola dan intensitas hujan, kenaikan permukaan laut, peningkatan frekuensi dan intensitas iklim ektrim yang menyebabkan terjadinya banjir dan kekeringan. Sejak tahun 1998 telah terjadi kenaikan suhu yang mencapai 1 derajat celsius, sehingga ke depan diprediksi akan terjadi lebih banyak hujan dengan perubahan 2-3% per tahun. Dalam lima tahun terakhir luas lahan sawah yang terkena banjir rata-rata 29.743 ha. Salah satu penyebab terjadinya pemanasan global adalah banyaknya gas rumah kaca (GRK) terutama
CO2 dan CH4 di atmosfer akibat aktifitas
manusia Di sektor pertanian, salah satu sumber yang dituding sebagai penghasil gas rumah kaca (GRK) adalah pemanfaatan gambut untuk pertanian. Menurut perhitungan beberapa peneliti Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, total stock karbon dari seluruh lahan gambut di Indonesia sekitar 37 Gt CO2e. Sementara Bank Dunia (2007) memperkirakan laju emisi GRK pada
27
Renstra BBSDLP 2010-2014
lahan gambut yang sudah menjadi areal perkebunan atau tanaman semusim diperkirakan mencapai 73 ton dan 27 ton CO2e/ha/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa budi daya pertanian pada lahan gambut mempunyai andil yang cukup besar dalam meningkatkan emisi GRK. Bagi sektor pertanian, dampak lanjutan dari perubahan iklim adalah terjadinya
penurunan
produksi
pertanian
dan
ancaman
perubahan
keanekaragaman hayati yang pada akhirnya menjadi penyebab meningkatnya eksplosi hama dan penyakit tanaman dan hewan. Kondisi tersebut dapat pula berakibat pada bergesernya pola dan kalender tanam sehingga diperlukan upaya khusus untuk pemetaan daerah rawan banjir dan kekeringan. Namun kemampuan para petugas lapangan dan petani dalam memahami data dan informasi prakiraan iklim masih sangat terbatas, sehingga belum mampu menentukan awal musim tanam dan melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. Tantangan ke depan dalam menyikapi dampak perubahan iklim adalah bagaimana meningkatkan kemampuan petani dan petugas lapangan dalam memprakirakan iklim dan menentukan langkah antisipasi dan adaptasi yang diperlukan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membangun kemampuan petani dalam mengantisipasi dan memitigasi dampak perubahan iklim adalah melalui Sekolah Lapang Iklim dan membangun sistem informasi iklim serta memodifikasi pola dan kalender tanam yang sesuai dengan karakteristik masing-masing wilayah. Untuk menekan emisi gas rumah kaca perlu pula dihasilkan teknologi tepat guna, terutama dalam pengelolaan lahan gambut, dan menghasilkan varietas unggul dengan potensi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang rendah, toleran kenaikan suhu, kekeringan, banjir/genangan, dan salinitas. Perluasan Lahan Terlantar Menurut Departemen Kehutanan (2007), terdapat 77,8 juta ha lahan terlantar dalam berbagai kategori kritis (agak kritis hingga sangat kritis). Seluas
28
Renstra BBSDLP 2010-2014
26,8 juta ha dari lahan tersebut berada di luar kawasan hutan, 13,6 juta ha di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung, dan 37,3 juta ha di kawasan hutan produksi dan hutan konversi yang pada umumnya adalah kawasan HPH atau bekas kawasan HPH yang diterlantarkan. Dari luasan tersebut, khususnya di kawasan atau area penggunaan lain yang cukup luas perlu dikaji lebih lanjut baik luas maupun sebaran dan potensinya agar dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian.
3.2.4. Perkiraan Kebutuhan Lahan Lahan Sawah Menurut data BPS (1997-2008), pada tahun 1997 produksi padi nasional adalah 49,34 juta ton GKG, dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 59,88 juta ton GKG, atau setara dengan 35,88 juta ton beras. Dengan memperhatikan peningkatan kebutuhan beras yang cukup besar, maka upaya peningkatan produktivitas padi per satuan luas tidak lagi dapat diandalkan sepenuhnya, sehingga perluasan areal melalui pembukaan lahan sawah bukaan baru menjadi sangat penting. Neraca ketersediaan dan kebutuhan beras pada tahun 2010 masingmasing sebesar 32,65 juta ton dan 36,77 juta ton, sehingga terjadi defisit sekitar 4,12 juta ton (Irawan, 2005). Berdasarkan data produksi beras pada tahun 2008 sebesar 35,88 juta ton, maka defisit pada tahun 2010 hanya 0,9 juta ton. Apabila kebutuhan beras pada tahun 2010 diprediksi menggunakan data Sudaryanto et al. (2009), maka pada tahun yang bersangkutan belum terjadi defisit beras. Dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 sebesar 241 juta dan konsumsi per kapita 130 kg, maka kebutuhan beras as consumed adalah 31,3 juta ton. Kebutuhan produksi beras as produced biasanya ditambah 10% dari kebutuhan as consumed, atau 34,5 juta ton. Dengan perhitungan tersebut maka pada tahun 2010 belum terjadi defisit beras asal produktivitas dapat dipertahankan tinggi seperti pada tahun 2008. Pada tahun 2020 diprediksi akan terjadi kekurangan beras sebanyak 1,09 juta ton, dan defisit terus meningkat hingga mencapai 29
Renstra BBSDLP 2010-2014
12,25 juta ton pada tahun 2050. Pada tahun 2050 dibutuhkan 48,18 juta ton beras, atau 80,3 juta ton GKG. Untuk menghasilkan padi/beras dan bahan pangan lainnya pada tingkat kecukupan kebutuhan konsumsi domestik (taraf swasembada pangan nasional) maka pada tahun 2010 hingga 2050 diperlukan peningkatan luas baku lahan sawah menjadi 10,038 juta ha dengan asumsi produktivitas padi sawah stabil pada angka 5 t/ha GKG dan indeks pertanaman (IP) padi 160% (Tabel 10). Berdasarkan prediksi kebutuhan beras dan bahan pangan lainnya, termasuk jagung, kedelai, kacang tanah, ubi jalar, tebu dan sayuran, secara nasional dari tahun 2010 sampai tahun 2050, dengan mempertimbangkan luas baku sawah awal 7,9 juta ha, untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan tersebut, yaitu kebutuhan pangan dan bahan industri domestik, diperlukan penambahan luas baku sawah sekitar 1,614 juta ha pada tahun 2020, dan kumulatif tambahan lahan sawah seluas 6,1 juta ha sampai tahun 2050 (Sofyan et al, 2009). Konversi lahan sawah diasumsikan menurun setelah disahkan Undang-Undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLPPB). Kenyataannya, konversi lahan sawah untuk penggunaan lainnya masih terus terjadi untuk perumahan, industri, dan infrastruktur lainnya. Tabel 10. Perhitungan kebutuhan penambahan lahan sawah untuk mencukupi kebutuhan bahan pangan domestik tahun 2010 s/d 2050 Prediksi Kebutuhan konversi penambahan Beras/ Bawang lahan sawah Gula Total padi merah sawah kumulatif ............................................1000 ha ................................................... Kebutuhan lahan sawah
Tahun
Kebutuhan 1) beras x1000 ton
2010
33.065
7.164
2020
37.021
2030 2040 2050
40.183 44.500 48.182
Sawah yang telah ada
65
245
7.474
7.386
88
8.021
94
285
8.400
7.386
600
1.614
8.706 9.631 10.439
126 157 184
331 9.163 384 10.172 446 11.069
7.386 7.386 7.386
1.200 1.800 2.400
2.977 4.586 6.083
1) Kebutuhan beras adalah jumlah kebutuhan beras as consumed
30
Renstra BBSDLP 2010-2014
Penambahan areal sawah seluas 6 juta ha dari tahun 2010 sampai tahun 2050 memerlukan dana yang besar, tidak hanya untuk pencetakan sawah (land reclamation), pembangunan prasarana irigasi, dan bangunan sumber pengairan, tetapi juga biaya ganti rugi lahan yang telah diaku oleh warga setempat. Program perluasan lahan pertanian akan berhadapan dengan masalah sosial, pendanaan, teknis agronomis dan teknis operasional, serta isu lingkungan, bahkan adakalanya LSM dan NGO internasional ikut mempermasalahkan kelestarian keanekaragaman hayati, lingkungan, dan emisi gas rumah kaca. Masyarakat setempat selalu mengaku bahwa lahan yang akan direklamasi menjadi lahan pertanian adalah milik adat/suku, sehingga memerlukan biaya besar untuk dijadikan lahan pertanian bagi petani calon penggarap. Apabila semua pihak di Indonesia ingin mempunyai ketahanan pangan secara berkelanjutan, maka upaya perluasan areal pertanian dengan biaya besar tersebut perlu ditempuh. Dalam jangka panjang, biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kekurangan pangan nasional jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya investasi untuk pembukaan dan reklamasi lahan pertanian baru. Lahan Kering Hingga saat ini kebutuhan pangan domestik, terutama beras, banyak dipenuhi dari produksi di lahan sawah. Selain untuk produksi beras, lahan sawah juga digunakan untuk budidaya tanaman lain, seperti kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi jalar, jagung, dan tebu melalui pola tanam tumpang gilir. Oleh karena itu, di masa yang akan datang, lahan sawah akan sulit menjadi tumpuan produksi bahan pangan seperti yang terjadi selama ini. Lahan kering diharapkan akan menjadi andalan dalam memproduksi bahan pangan. Upaya produksi bahan pangan mulai tahun 2015 harus digeser ke lahan kering di luar Jawa yang potensinya cukup luas. Pada saat ini kontribusi lahan kering dalam penyediaan bahan pangan nasional baru sekitar 5% untuk beras, 40% untuk jagung, 30% untuk kedelai, 75% untuk kacang tanah, 10% untuk
31
Renstra BBSDLP 2010-2014
kacang hijau, dan 15% untuk ubi jalar. Hanya ubi kayu yang hampir seluruh kebutuhan nasional dihasilkan dari lahan kering. Di banyak negara di dunia, fungsi lahan kering dalam penyediaan bahan pangan mencapai 80-100%. Peningkatan produksi bahan pangan pada lahan kering untuk memenuhi kebutuhan nasional hingga tahun 2050, terutama untuk komoditas padi, jagung, kedelai, kacang hijau, kacang tanah, ubi jalar, ubi kayu, dan gula tebu memerlukan tambahan areal yang cukup besar, mencapai 11,753 juta ha. Luasan tersebut akan berkurang apabila produktivitas masing-masing komoditas di lahan kering dapat dinaikkan. Tabel 11. Kebutuhan lahan kering untuk tanaman pangan hingga tahun 2050 Kebutuhan Keperluan Perluasan Permintaan Pangsa Produktivitas LK saat ini LK thn 2050 produksi LK produksi LK LK (ton/ha) LK (x1000 (x1000 ha) ha) (x1000 ha) (x1000 ton) thn 2050 (%) (x1000 ton) Padi 80.303 25 20.076 2,4 8.365 1.111 7.254 Jagung 14.859 60 11.915 3,25 3.666 1.883 1.783 Kedelai 3.881 50 1.941 1,25 1.552 215 1.338 Kc. Tanah 1.657 90 1.491 1,2 1.243 498 744 Kc. Hijau 595 30 179 1,2 149 44 104 Ubi kayu 16.243 100 30.243 19,0 1.592 1,.213 379 Ubi jalar 3.488 30 1.046 10,0 105 43 62 Tebu 3.966 40 1.586 6.1 260 171 89
Komoditas
Total
16.932
5.179
11.753
Sumber : Sukarman dan Suharta (2009)
Kedepan, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian perlu melakukan penelitian karakterisasi lahan untuk mengidentifikasi lahan potensial dan lahan tersedia yang baru. Perkiraan Kebutuhan Teknologi Teknologi pemanfaatan sumberdaya mineral Indonesia yang berada di wilayah vulkan (ring of fire) memiliki laju pengkayaan mineral yang sangat tinggi. Oleh karena itu memiliki cadangan sumberdaya mineral yang melimpah seperti fosfat alam, zeolit, pasir kuarsa, batuan kapur, abu vulkan dan lain-lain.
Bahan-bahan alam tersebut
dapat 32
Renstra BBSDLP 2010-2014
dimanfaatkan untuk pengkayaan unsur hara sehingga kesuburan tanah meningkat. Gunung api aktif selalu menyemburkan abu yang mengandung unsur hara dan mineral-mineral yang dapat meningkatkan kesuburan tanah. Bahan abu vulkan ini dapat disebut sebagai sumber pupuk alami (geological fertilization). Fosfat alam yang banyak terdapat di Pulau Jawa dan Madura merupakan sumber unsur hara Fosfat sehingga dapat mengurangi kebutuhan pupuk P yang menggunakan bahan-bahan impor.
Kelemahan fosfat alam
Indonesia adalah mutunya yang tidak seragam dan agak lebih rendah dari mutu fosfat alam dari beberapa negara penghasil fosfat alam seperti Jordania dan Maroko. Dengan demikian teknologi optimasi fosfat alam lokal dan teknologi formulasi pupuk menggunakan fosfat alam sangat diperlukan sehingga memiliki efektifitas yang setidaknya sama dengan fosfat alam impor. Demikian juga zeolit dapat digunakan untuk banyak hal seperti bahan pupuk slow release, pembenah tanah, penjernih air, dsb. Penggunaan batuan kapur dan pasir kuarsa sebagai sumber silika lambat tersedia merupakan bahan-bahan amelioran yang bermanfaat untuk perbaikan kualitas kesuburan tanah. Teknologi pemberdayaan deposit mineral yang baik bagi kesehatan manusia (seperti mineral antioksidan) melalui perbaikan kandungan produk pertanian memberi peluang bagi Indonesia sebagai negara penghasil produk pangan fungsional/biofarmaka yang potensial untuk meningkatkan daya saing produk pertanian. Peningkatan kualitas produk pertanian akan meningkatkan nilai jual produk yang pada gilirannya memperbaiki tingkat pendapatan petani. Pemetaan deposit mineral antioksidan dalam tanah yang diikuti oleh penerapan teknologi pengelolaan lahan yang mampu meningkatkan kandungan mineral antioksidan dalam produk pertanian penting untuk dilakukan. Teknologi pemanfaatan sumberdaya hayati tanah Permasalahan yang dihadapi sistem pertanian di kawasan tropika basah adalah erosi tanah, tingginya laju dekomposisi, pencucian hara, dan fiksasi P yang kuat. Sebagian besar tanah memiliki kandungan C-organik rendah, tanah masam, tanaman mengalami kekahatan hara makro N dan P. Pemanfaatan 33
Renstra BBSDLP 2010-2014
organisme tanah (biologi tanah) yang memiliki peran penting dalam melakukan daur hara, penyedia hara, dan pembenah sifat fisik tanah perlu pula mendapat perhatian yang lebih besar. Aktivitas organisme tanah yang mampu menangkap hara bebas dalam tanah secara berlebihan dapat mencegah kehilangan hara dari subsistem tanah. Selain itu, organisme tanah penambat N2-udara juga dapat mengubah menjadi nitrat sehingga tersedia bagi tanaman. Organisme pelarut P dalam tanah yang mampu melepaskan sematan P juga akan meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman. Sementara pencegahan aktivitas organisme tanah yang dapat menimbulkan serangan hama penyakit penting untuk diupayakan, karena pengendalian dengan pestisida kontak akan mahal dan tidak efektif karena tingginya daya immobilisasi tanah dan luasnya sebaran serangan. Pengendalian dengan pestisida sistemik berpotensi mencemari produk yang dihasilkan. Untuk itu, teknologi pemberdayaan organisme pembenah tanah dan teknologi pengendalian populasi organisme hama penyakit tular tanah per dikembangkan. Pengembangan teknologi nano untuk design produk pupuk Efisiensi pemupukan relatif masih rendah. Pengelolaan pemupukan pada lahan sawah yang memiliki potensi erosi dan pencucian yang rendah, efisiensi pemupukan N (urea) pada padi baru mencapai 30-50%. Pemupukan palawija pada lahan keringdanlahan sawah bukaan baru akan semakin tidak efisien. Apalagi pada musim hujan yang memiliki potensi erosi dan pencucian hara yang tinggi. Demikian juga pada lahan kering masam yang memiliki kemampuan menjerab/fiksasi P tinggi juga akan menurunkan efisiensi pemupukan P. Untuk itu teknologi efisiensi pemupukan untuk tanaman semusim, baik di lahan sawah intensif maupun lahan kering, perlu terus dikembangkan. Pengembangan teknologi nano yang
mampu mengendalikan laju
pelepasan hara dalam pupuk merupakan langkah yang tepat. Selain dapat mengurangi biaya aplikasi, penerapan teknologi ini juga dapat menghindari peluang terjadinya pencemaran lingkungan oleh pengkayaan hara dalam perairan maupun air tanah. Pengaturan kekuatan ikatan hara dalam struktur 34
Renstra BBSDLP 2010-2014
pupuk sesuai dengan kemampuan dan kapasitas pertukaran atau isapan (suction) akar tanaman aktif akan menghindari terjadinya kehialangan hara. Untuk prediksi iklim mikro yang diperlukan untuk antisipasi perubahan iklim. Deteksi kekeringan, serangan OPT, kebutuhan air tanaman, maka perlu dirnacang suatu sensor untuk kelembaban udara. Teknologi efisiensi pemanfaatan bahan organik Akhir-akhir ini penggunaan bahan organik sebagai pupuk untuk mendukung produksi pertanian yang mendapat subsidi dari pemerintah makin berkembang, meskipun risiko biaya produksi menjadi mahal. Pada tanah yang memiliki tingkat kesuburan yang tinggi, penggunaan bahan organik mampu meningkatkan produksi. Namun pada tanah yang memiliki kesuburan rendah, jumlah dan takaran bahan organik yang diperlukan lebih banyak. Sementara produksi bahan organik in situ rendah, sehingga harus didatangkan dari luar wilayah dan terkendala biaya transportasi. Selain bersifat bulky, bahan organik juga mengandung bahan organik yang relatif rendah. Akibatnya, selain beban pengadaan bahan organik yang sulit juga biaya transportasi yang mahal, terutama biaya pengiriman antar-pulau yang merupakan kondisi riil di Indonesia. Teknologi pemberdayaan bahan organik sebagai pembenah tanah untuk meningkatkan produktivitas perlu diupayakan. Orientasi pemanfaatan bahan organik sebagai sumber energi bagi organisme tanah yang mampu memperbaiki kesuburan tanah atau sebagai pengendali serangan hama-penyakit tular tanah akan mampu meningkatkan efisiensi penggunaan bahan organik untuk memperbaiki produktivitas tanah. Teknologi optimalisasai lahan sempit Fragmentasi penciutan pemilikan lahan petani semakin meluas, terutama di Jawa akibat sistem waris atau dijual sebagai konsekuensi atas rendahnya nilai investasi di sektor pertanian dibanding sektor lain (jasa). Efisiensi biaya produksi per satuan luas lahan menjadi semakin rendah. Pengembangan pertanian dengan orientasi komoditas bernilai ekonomi tinggi atau pertanian integrasi 35
Renstra BBSDLP 2010-2014
tanaman-ternak-olahan menjadi harapan bagi petani dengan basis pemilikan lahan sempit. Peningkatan nilai jual produk juga dapat diupayakan dengan teknologi pengembangan usahatani saat off season untuk produksi benih atau untuk komoditas bernilai jual tinggi, seperti pangan fungsional, tanaman hias, dan biofarmaka. Teknologi antisipasi perubahan iklim Pengembangan pertanian berbasis tanaman semusim akan mengalami tekanan yang lebih besar, karena selain tingginya laju evapotranspirasi juga sangat terbatasnya ketersediaan air tanah di lapisan atas. Tanah pasiran akan mengalami kekeringan yang lebih besar. Teknologi pengelolaan air yang mampu menekan kehilangan air akibat evaporasi penting untuk diterapkan, misalnya pemanfaatan bahan organik sebagai mulsa, pertanaman tumpang sari antara tanaman berakar dalam (tahunan) sebagai tanaman naungan dan pemotong angin (win breaker) dengan tanaman semusim yang ditanam di lorong. Teknologi irigasi bawah permukaan tanah dengan memberdayakan kekuatan tarikan matrik akan melindungi kehilangan air oleh evaporasi di permukaan tanah. Demikian pula sistem pemupukan N yang banyak hilang karena volatilisasi akan semakin besar, terutama pada lahan kering. Selain itu pengembangan komoditas yang mampu dipanen kapan saja (indeterminantl commodities)
perlu
mendapat
perhatian
untuk
dapat
memanfaatkan
ketersediaan air yang terbatas secara maksimal sesuai dengan periode ketersediaan air (pertanian tanpa gagal panen/non-puso). Dalam hal ini tanaman berumur pendek seperti sayuran dan hijauan pakan ternak atau jenis umbiumbian prospektif dikembangkan. Untuk
mengurangi
tingkat
emisi
karbon
karena
penyiapan
lahan/pengolahan tanah, baik di tanah mineral maupun gambut, maka pengolahan tanah hendaknya ke arah olah minimum (minimum tillage). Sementara untuk menekan pelepasan gas metan yang banyak terjadi pada lahan pertanian tergenang dapat diupayakan pengairan secara berselang (intermitten) atau macak-macak. 36
Renstra BBSDLP 2010-2014
Teknologi remediasi dan rehabilitasi lahan terdegradasi Meningkatnya industrialisasi dan kebutuhan akan lingkungan sehat bagi masyarakat,
maka
isu
tentang
kenyamanan
lingkungan,
pelestarian
sumberdaya, dan ketersediaan pangan sehat semakin menguat.
Sementara
upaya penyediaan bahan baku industri masih dilakukan dengan cara penebangan hutan (deforestasi) dan penggalian bahan tambang, sehingga degradasi lahan berlangsung intensif. Demikian juga buangan limbah industri yang juga banyak melepaskan gas beracun ke udara, badan air atau penimbunan, sehingga tanah menjadi kantong terakhir yang harus menerima beban kerusakan lingkungan tersebut. Selain dapat merusak sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, keberadaan limbah beracun ini juga mencemari produk pertanian. Bahkan pencemaran produk pertanian oleh logam berat dapat terjadi akibat pengaturan tataruang lahan yang selama ini belum mempertimbangan peluang munculnya logam berat dalam tanah, baik akibat pencemaran maupun yang berasal dari bahan induk pembentuk tanah (edapik). Lahan perkebunan yang memerlukan investasi jangka panjang akan menghadapi risiko yang semakin berat yang harus dihadapi di masa mendatang apabila persyaratan mutu
dan
sistem
pengelolaan
lahan
yang
sehat
telah
diberlakukan
(ecolabelling). Teknologi remediasi/reklamasi dan rehabilitasi lahan yang rusak secara fisik maupun kimia penting diupayakan untuk menjaga produktivitas lahan yang dapat menghasilkan produk yang aman dikonsumsi. Kebijakan Strategi
yang
harus
ditempuh
dalam
pengelolaan
lahan
untuk
mendukung peningkatan produksi berbagai komoditas pertanian adalah: (a) optimalisasi (sustainable)
sumberdaya
lahan
melalui penerapan
pertanian inovasi
exisiting teknologi;
yang (b)
berkelanjutan
rehabilitasi
dan
pemanfaatan lahan potensial yang masih tersedia secara efektif, termasuk lahan terlantar, baik di kawasan hutan maupun kawasan budidaya; (c) pemanfaatan sumberdaya lahan sub-optimal secara efektif melalui penerapan inovasi teknologi secara berkelanjutan. 37
Renstra BBSDLP 2010-2014
Untuk melaksanakan strategi di atas secara efektif perlu dukungan sistem informasi dan data base sumberdaya lahan yang handal (lengkap, rinci/ skala besar, dan akurat). Oleh sebab itu, harus segera dilakukan: (a) percepatan evaluasi dan inventarisasi sumberdaya lahan di seluruh wilyah, (b) pemutakhiran (up-dating) data dan informasi sumberdaya lahan yang ada, dan (c) pengembangan sistem data base (SDB) dan sistem informasi geografi (SIG/GIS) interaktif.
3.2.5. Tantangan Indonesia merupakan negara kepulauan tropika basah yang terdiri atas 13.700 pulau. Selain terjadinya erosi dan pencucian hara dengan intensitas yang tinggi, kawasan ini juga sering mengalami gempa bumi dan tsunami dengan skala dan posisi yang sulit diduga. Investasi di sektor pertanian yang memerlukan biaya besar dan berjangka panjang menjadi kurang kondusif bagi pemilik modal. Penggalian teknologi untuk meningkatkan nilai tambah dan jaminan investasi yang baik perlu diupayakan. Pemetaan wilayah risiko bencana lingkungan berupa tanah longsor, jalur gempa maupun tsunami penting perlu pula diupayakan. Dengan pemetaan, penggunaan lahan dapat diarahkan untuk pemilihan komoditas pertanian yang layak dikembangkan di masing-masing wilayah beserta perangkat pendukung teknologi pengelolaan lahan yang sesuai. Pengembangan pulau-pulau kecil yang sebagian besar memiliki penyangga hidrologi rendah menyebabkan pengadaan air untuk pengairan tanaman menjadi sangat terbatas. Bahkan perubahan iklim akan mempersulit pengembangan pertanian di pulau-pulau kecil tersebut. Teknologi panen air pada skala mikro menjadi alternatif penanganan yang mungkin dapat diupayakan. Tanaman tahunan berakar dalam (perkebunan) juga dapat dikembangkan untuk mendukung pemanfaatan lahan agar dapat mendukung kehidupan masyarakat.
38
Renstra BBSDLP 2010-2014
Belakangan ini pengembangan perkebunan berbasis tanaman tahunan (tanaman keras) oleh investor besar maupun perkebunan rakyat dan BUMN terus meningkat. Sementara kajian dampak yang ditimbulkannya terhadap lingkungan
seperti
hidrologi
dan
keanekaragaman
hayati
belum
dipertimbangkan. Apabila permasalahan ini terjadi dikemudian hari maka dampaknya adalah kerugian yang sangat besar secara nasional. Upaya untuk mengatasi permasalahan ini hendaknya sudah mulai dipertimbangkan secara baik. Pengembangan SDM peneliti dengan target untuk menangani permasalahan di atas harus diupayakan.
39
Renstra BBSDLP 2010-2014
BAB IV. VISI, MISI DAN TUJUAN 4.1
Visi dan Misi Visi Badan Litbang Pertanian ditetapkan selaras dengan visi jangka
panjang Departemen Pertanian 2025. Visi Departemen Pertanian 2025 adalah terwujudnya sistem pertanian industrial berkelanjutan yang berdaya saing dan mampu menjamin ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Visi Badan Litbang Pertanian juga berdasarkan kenyataan bahwa Badan Litbang Pertanian telah menjadi rujukan bagi lembaga penelitian internasional karena hasilnya dan berbagai kerjasama penelitian yang telah dilakukan. Berdasarkan
hal
tersebut,
visi
Badan
Litbang
Pertanian
2010-2014
dirumuskan sebagai: ”Pada tahun 2014 menjadi lembaga penelitian dan pengembangan
pertanian
berkelas
dunia
yang
menghasilkan
dan
mengembangkan inovasi teknologi pertanian untuk mewujudkan pertanian industrial unggul berkelanjutan berbasis sumberdaya lokal”. Merujuk Visi dan Misi Badan Libang Pertanian tersebut, maka Visi dan Misi Balai Besar Penelitian dan Pegembangan Pertanian ditetakan sebagai berikut: ”Pada/menjelang tahun 2014 Menjadi lembaga litbang penyedia informasi dan teknologi pengelolaan sumberdaya lahan pertanian berkelas dunia untuk mewujudkan pertanian industrial unggul berkelanjutan” Dalam rangka mendukung terealisasinya visi, maka misi Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian meliputi hal-hal sebagai berikut: –
Menghasilkan,
mengembangkan
dan
mendiseminasikan
data/
informasi, inovasi teknologi serta rekomendasi kebijakan di bidang sumberdaya lahan pertanian yang berwawasan lingkungan dan berbasis sumberdaya lokal guna mendukung terwujudnya pertanian industrial
unggul
berkelanjutan,
serta
berkontribusi
pada
pengembangan Iptek.
40
Renstra BBSDLP 2010-2014
–
Meningkatkan kualitas sumberdaya penelitian sumberdaya lahan serta efisiensi dan efektivitas pemanfaatannya.
–
Mengembangkan jejaring kerjasama nasional dan internasional dalam rangka penguasaan Iptek dan peningkatan peran litbang sumberdaya lahan dalam pembangunan pertanian.
4.2
Tujuan Utama Tujuan utama Balai Besar Litbang SDLP tahun 2010-2014 adalah
sebagai berikut: 1. Menghasilkan data dan informasi sumberdaya lahan dalam bentuk spasial dan tabular. 2. Menghasilkan dan mengembangkan
teknologi pengelolaan lahan
sawah, lahan kering dan lahan rawa, serta formulasi pupuk anorganik, organik, hayati dan pembenah tanah untuk meningkatkan produktivitas lahan berkelanjutan. 3. Menghasilkan dan mengembangkan sistem informasi agroklimat, dan inovasi teknologi pengelolaan air. 4. Menghasilkan dan mengembangkan inovasi teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, serta teknologi penanggulangan pencemaran lingkungan pertanian. 5. Menghasilkan rekomendasi kebijakan peruntukan, pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya lahan untuk mendukung terwujudnya sistem pertanian industrial. 6. Menjalin kerjasama dan kemitraan penelitian dan pengembangan dengan lembaga nasional dan internasional serta mempercepat diseminasi inovasi teknologi dan informasi sumberdaya lahan pertanian. 7. Meningkatkan kapabilitas dan profesionalisme
sumberdaya manusia
untuk mencapai good and clean governance.
4.3
Sasaran Strategis 41
Renstra BBSDLP 2010-2014
Sasaran strategis yang ingin dicapai: 1. Tersedianya
data,
informasi
dan
peningkatan
inovasi
teknologi
pengelolaan sumberdaya lahan pertanian. 2. Terselenggaranya diseminasi inovasi teknologi sumberdaya lahan pertanian
4.4
Target Utama Balai Besar Penelitian dan Pengembangan sumberdaya Lahan Pertanian Dalam lima tahun ke depan (2010 – 2014), Badan Litbang Sumbedaya
Lahan Pertanian mempunyai beberapa target utama diberbagai bidang penelitian dan diseminasi, yaitu: 1. Peta
sumberdaya
lahan
tingkat
tinjau
dan
semi
detil
untuk
pengembangan komoditas unggulan dan sawah bukaan baru. 2. Peta lahan sub optimal/lahan rawa, lahan terlantar dan terdegradasi. 3. Peta tematik status hara, kalender tanam, peta kekeringan, peta rawan banjir, peta residu pestisida, peta cemaran logam berat, dan peta salinitas. 4. Prediksi dan sistem informasi iklim. 5. Sistem peringatan dini ancaman bencana (banjir, kekeringam, dan organisme pengganggu tanaman). 6. Perangkat uji cepat tanah, pupuk, dan hara tanaman. 7. Formula pupuk anorganik, pupuk organik dan pupuk hayati, dan pembenah tanah. 8. Teknologi pengelolaan kesuburan, konservasi tanah, dan pengelolaan air. 9. Teknologi reklamasi dan remediasi lahan terdegrasi/tercemar. 10. Rekomendasi kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya lahan. 11. Rekomendasi kebijakan antisipasi, adaptasi, dan mitigasi perubahan iklim. 12. Publikasi IPTEK sumberdaya lahan pertanian.
42
Renstra BBSDLP 2010-2014
BAB V.
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Arah kebijakan dan strategi Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Renstra Badan Litbang Pertanian 2010-2014 khususnya yang terkait langsung dengan Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian yaitu Sub Program Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Pertanian, Subprogram Pengkajian dan Percepatan Inovasi Pertanian, Sub Program Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi, Peningkatan Efisiensi dan Nilai Tambah dan Sub Program Pengembangan Kelembagaan dan Komunikasi Hasil Litbang. Dalam hal ini arah kebijakan dan strategi Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian merupakan penjabaran lebih lanjut dari program tersebut.
5.1
Arah Kebijakan dan Strategi Badan Litbang Pertanian Arah kebijakan dan strategi Litbang Pertanian disusun dengan
mempertimbangkan sasaran pembangunan pertanian 2010-2014 melalui peningkatan penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang inovatif, efisien dan efektif dengan mengedepankan kaidah ilmiah dan
berkontribusi
terhadap
perkembangan
iptek.
Kebijakan
tersebut
diimplementasikan melalui pemanfaatan sumberdaya penelitian yang ada secara optimal dan meningkatkan jejaring kerjasama dengan institusi lain baik nasional maupun internasional. Dalam upaya mendukung pencapaian sasaran pembangunan pertanian dan perwujudan visi Litbang Pertanian, rumusan arah kebijakan litbang pertanian dikelompokkan dalam empat kategori sesuai dengan 4 (emapat) target sukses Kementerian Pertanian, yaitu: (1) Pencapaian swasembada dan swsembada berkelanjutan, (2) Peningkatan diversifikasi pangan; (3) Peningkatan nilai tambah, daya sainh dan ekspor; (4) Peningkatan kesejahteraan petani.
5.1.1. Arah Kebijakan dan Strategi Badan Litbang Pertanian 1.
Memfokuskan penciptaan inovasi teknologi benih/bibit unggul, pupuk, alat dan mesin pertanian (alsintan) untuk mendukung pencapaian sasaran 43
Renstra BBSDLP 2010-2014
pembangunan pertanian, yaitu: (1) pemantapan swasembada beras, jagung, daging ayam, dan gula konsumsi; (2) pencapaian swasembada kedelai, daging sapi, gula industri; dan (3) peningkatan produksi susu segar, buah, sayur, bunga, tanaman perkebunan dan produk-produk pertanian substitusi impor. 2.
Memprioritaskan
penyediaan
inovasi
teknologi
untuk
optimalisasi
pemanfaatan sumberdaya lahan pertanian dan adaptasinya terhadap dampak perubahan iklim di sektor pertanian. 3.
Adaptasi dan mitigasi terhadap dampak perubahan iklim.
4.
Meningkatkan kuantitas dan kualitas pengkajian teknologi dan adaptasi inovasi teknologi spesifik lokasi untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pertanian nasional yang beragam.
5.
Mendukung percepatan diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal melalui penyediaan inovasi teknologi.
6.
Mempercepat penyediaan inovasi teknologi untuk pengembangan bioenergi berbasis bahan baku lokal terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat khususnya di pedesaan dan mensubstitusi BBM.
7.
Mempercepat penyediaan inovasi teknologi untuk pengembangan bioenergi berbasis bahan baku lokal terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat khususnya di pedesaan dan mensubstitusi BBM.
8.
Memberikan bantuan benih/bibit dan bimbingan teknologi kepada petani/ kelompok tanah di pedesaan.
9.
Optimalisasi pemanfaatan data/informasi dan inovasi IPTEK yang sudah ada.
10. Meningkatkan inovasi pupuk, bio pestisida/bio kontrol, vaksin, alsintan dan pengolahan infrastruktur pertanian. 11. Meningkatkan intensitas pendampingan, magang, pelatihan, dan konsultasi agribisnis.
44
Renstra BBSDLP 2010-2014
12. Optimalisasi sumber daya penelitian dalam rangka memacu peningkatan produktivitas dan kualitas penelitian (scientific recognition), dan produk berwawasan lingkungan, aman, sehat, utuh dan halal serta dihasilkan dalam waktu yang singkat, efisien dan berdampak luas (impact recognition) melalui kegiatan diseminasi yang intensif. 13. Meningkatkan kerja sama penelitian dan pengembangan dengan lembaga nasional dan internasonal. 14. Meningkatkan promosi dan diseminasi hasil penelitian kepada seluruh stakeholders nasional maupun internasional untuk mempercepat proses pencapaian
sasaran
pembangunan
pertanian
(impact
recoqnition)
pengakuan ilmiah internasional (scientific recognation) dan perolehan sumber-sumber pendanaan penelitian lainnya diluar APBN (eksternal fundings). 15. Meningkatkan kuantitas, kualitas dan kapabilitas sumberdaya penelitian melalui perbaikan sistem rekruitmen dan pelatihan SDM, penambahan sarana dan prasarana, dan struktur penganggaran yang sesuai dengan kebutuhan institusi litbang yang berkelas dunia. 16. Mendorong inovasi teknologi yang mengarah pada pengakuan dan perlindungan HaKI (Hak Kekayaan Intelektual) secara nasional dan internasional. 17. Menyempurnakan manajemen penelitian dan pengembangan pertanian yang akuntabel, dan good governance. 18. Memanfaatkan teknologi yang bersifat high technology untuk penelitian sumberdaya lahan, seperti Portable Gas Chromatography (GC) dan Infra Red Gass Analyzer (IRGA) untuk mengukur emisi gas rumah kaca di lapangan
dalam
rangka
Chromatography-Mass
mengantisipasi
Spectrometry
perubahan
(LCMS)
untuk
iklim,
Liquid
deteksi
residu
laboratorium, dll.
45
Renstra BBSDLP 2010-2014
19. Menyusun
dan
meningkatkan
pemanfaatan
rekomendasi
kebijakan
antisipatif dan responsif untuk memecahkan berbagai masalah dan isu-isu aktual dalam pembangunan pertanian.
5.2.
Arah Kebijakan dan Strategi Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian
5.2.1. Arah Kebijakan Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (Fokus Pada Litbang SDL) Arah kebijakan penelitian dan pengembangan sumberdaya lahan pertanian dalam mendukung program Badan Litbang Pertanian terkait dengan empat sukses pembangunan pertanian difokuskan kepada: 1. Dukungan terhadap program intesifikasi sumberdaya lahan eksisting produktif: a. Memfokuskan pada penciptaan inovasi teknologi pengelolaan lahan dan pemupukan, baik pupuk organik, an-organik, hayati dan pembenah tanah, pemulihan lahan serta teknologi inovasi pengelolaan air dan iklim. b. Memprioritaskan penyediaan dan diseminasi inovasi teknologi tanah dan pemupukan, efisiensi air dan kesesuaian iklim untuk peningkatkan produktivitas sumberdaya lahan. 2. Dukungan terhadap upaya optimalisasi sumberdaya lahan terlantar dan terdegradasi (bongkor, lahan tidur) dan lahan sawah bukaan baru: a. Memfokuskan pada penciptaan inovasi teknologi pengeloaan lahan, reklamasi, pemupukan dan pengeloaan air untuk perbaikan dan peningkatan kesuburan lahan. b. Menyediakan infomasi potensi dan karakteristik sumberdaya lahan terlantar, terdegradasi dan sawah bukaan baru. c. Memprioritaskan penyediaan dan diseminasi inovasi teknologi tanah dan pemupukan, efisiensi air dan kesesuaian iklim untuk peningkatkan 46
Renstra BBSDLP 2010-2014
produktivitas sumberdaya lahan terlantar, terdegdradasi dan sawah bukaan baru. 3. Dukungan terhadap upaya pengamanan produksi pertanian akibat ancaman variabilitas dan perubahan iklim serta bencana lainnya: a. Memfokuskan pada penciptaan inovasi teknologi pengeloaan lahan dan air adaptif untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dan bencana lainnya. b. Mengembangkan sistem informasi iklim, sistem informasi geografi (GIS) dan remote sensing sumberdaya lahan wilayah rentan dan rawan bencana. c. Memprioritaskan
penyediaan
dan
diseminasi
inovasi
teknologi
pengelolaan tanah, pemupukan, dan air yang adaptif terhadap perubahan iklim dan ancaman bencana lainnya. 4. Dukungan terhadap program ekstensifkasi dan pengembangan sumber daya lahan pertanian a. Memfokuskan pada pembangunan data dan informasi tabular dan spasial (peta) karakteristik dan potensi sumberdaya lahan potensial untuk pengembangan pertanian. b. Mengembangkan sistem data base, teknologi remeote sensing dan sistem informasi geografi (GIS) sumberdaya lahan potensial. c. Memprioritaskan penyediaan dan penyebarluasan data dan informasi tabular dan spasial (peta) karekteristik dan potensi sumberdaya lahan potensial untuk pengembangan pertanian. 5.2.2. Strategi Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian 1.
Pendekatan penelitian dimulai dengan menetapkan luaran yang akan dihasilkan (output oriented). Luaran yang dihasilkan harus mempunyai nilai tambah ilmiah dan komersial, dihasilkan dalam waktu singkat serta dapat dimanfaatkan oleh pengguna. 47
Renstra BBSDLP 2010-2014
2.
Menyempurnakan manajemen penelitian dari mulai perencanaan sampai mencapai hasil penelitian yang akuntabel dan good governance.
3.
Meningkatkan jaringan kerjasama dengan lembaga penelitian, dunia usaha dan mitra kerja lainnya perlu dilakukan dalam rangka menggali dan meningkatkan dana penelitian; pengakuan ilmiah internasional (scientific recognation) .
4.
Mempercepat dan meningkatkan diseminasi, promosi serta penjaringan umpan balik inovasi teknologi dan kebijakan sumberdaya lahan dalam rangka meningkatkan manfaat dan dampak inovasi teknologi yang dihasilkan.
5.
Meningkatkan kuantitas, kualitas dan kapabilitas sumberdaya penelitian melalui pelatihan SDM, penambahan sarana dan prasarana, dan struktur penganggaran yang sesuai dengan kebutuhan institusi litbang sumberdaya lahan yang berkelas dunia.
6.
Mendorong inovasi teknologi yang mengarah pada pengakuan dan perlindungan HaKI (Hak Kekayaan Intelektual) secara nasional dan internasional. Selanjutnya berdasarkan kekuatan atau potensi dan kendala/kelemahan,
serta peluang dan tantangan, strategi litbang sumberdaya lahan dipilah atas: 1.
Penguatan inovasi teknologi dan informasi SDLP yang berorientasi ke depan, memecahkan masalah SDL, berwawasan lingkungan, serta dihasilkan dalam waktu yang relatif cepat, efisien dan berdampak luas (ST).
2.
Outsourcing pendanaan dan tenaga ahli melalui aliansi strategis/kerjasama penelitian dan pengembangan dengan lembaga internasional/nasional dalam rangka memacu peningkatan produktivitas dan kualitas penelitian untuk memenuhi peningkatan kebutuhan pengguna dan pasar (WO).
48
Renstra BBSDLP 2010-2014
3.
Optimalisasi
sumberdaya
penelitian
SDL
dalam
rangka
memacu
peningkatan produktivitas dan kualitas penelitian untuk mendukung peningkatan produktivitas komoditas unggulan (SO). 4.
Optimalisasi kapasitas unit kerja untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas penelitian SDL dalam rangka menghasilkan produk penelitian dan pengembangan SDL yang berwawasan lingkungan serta dihasilkan dalam waktu yang singkat, efisien dan berdampak luas (WT).
5.
Peningkatan efektifitas rekomendasi kebijakan antisipatif dan responsif SDLP dalam kerangka pembangunan pertanian untuk memecahkan berbagai masalah dan isu-isu pembangunan pertanian/SDLP yang sedang berkembang (WT).
49
Renstra BBSDLP 2010-2014
BAB VI. PROGRAM, KEGIATAN DAN INDIKATOR KINERJA UTAMA 6.1.
Program dan Kegiatan Pada
periode
2010-2014
Badan
Litbang
Pertanian
menetapkan
kebijakan alokasi sumberdaya Litbang menurut komoditas prioritas ditetapkan oleh Kementerian Pertanian terdiri dari Padi, Jagung, Kedelai, Sapi, dan Tebu. Sementara yang termasuk dalam 35 fokus komoditas yaitu: Pangan (padi, kedele, jagung, ubi kayu dan kacang tanah), hortikultura (kentang, cabe merah, bawang merah, mangga, manggis, pisang, anggrek, durian, rimpang dan jeruk), Perkebunan (kelapa sawit, karet, kelapa, kakao, kopi, lada, jambu mete, tanaman serat, tebu, tembakau, dan cengkeh), serta Peternakan (sapi potong, kambing, domba, babi, ayam buras dan itik). Berdasarkan orientasi outputnya, program penelitian dan pengembangan di masing-masing unit kerja penelitian diarahkan pada 2 kategori, sebagai berikut: a.
Program Bertujuan Nilai Tambah Ilmiah (Scientific Recognition) adalah kegiatan untuk menghasilkan inovasi teknologi, diseminasi dan kelembagaan pendukung untuk peningkatan produksi 5 komoditas prioritas, dan 30 fokus komoditas pertanian.
b.
Program Bertujuan Nilai Tambah Komersial (Impact Recognition) adalah kegiatan Litbang untuk mendukung program strategis Kementerian Pertanian. Berdasarkan sasarannya, maka dalam pelaksanaannya, program litbang
sumberdaya lahan pertanian dipilah atas tiga koridor atau kalster utama, yaitu : a. Program Penelitian “in house” yang lebih hulu dan berientasi untk meghasilkan invensi, paten dan produk-prkduk ilmiah termasuk Karaya Tulis Ilmiah (KTI). b. Program Penelitian dan Pengembangan untuk mendukung Program Empat Sukses Pembangunan Pertaian. 50
Renstra BBSDLP 2010-2014
c. Program Penelitian dan Pengembangan untuk memecahkan masalahmasalah strategis dan global, seperti fenomena Perubahan Iklim, krisis energi dll. Prioritas penelitian yang akan dikerjakan oleh Balai Besar Litbang SDLP dan keempat balai koordinasinya adalah identifikasi, karakterisasi, evaluasi, dan pengelolaan sumberdaya lahan pertanian (tanah, iklim, rawa, dan lingkungan pertanian), serta teknologi dan pengelolaan pupuk, untuk mendukung Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan, Peternakan. Dalam lima tahun mendatang Balai Besar Litbang SDLP, berinisiatif untuk juga mengambil peran di depan dalam merespons berbagai isu sumberdaya lahan dan lingkungan hidup. Antsipasi, adaptasi dan mitigasi Perubahan
Lingkungan
Pertanian
ditujukan
mengantisipasi
perubahan
lingkungan pertanian karena pencemaran lingkungan pertanian, perubahan iklim global dan lahan terdegradasi. Seluruh kegiatan penelitian tersebut dilaksanakan oleh UPT di lingkup Balai Besar Litbang SDLP. 6.1.1. Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian a. Inventarisasi dan Evaluasi Potensi Sumberdaya Lahan Pertanian meliputi pemetaan tanah sistematis dan pemetaan tematik di lokasi terpilih, yang dilakukan dengan memanfaatkan citra satelit, digital elevation model (DEM) berbasis GIS. b. Penelitian Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Lahan, berupa pengembangan
inovasi
teknologi
pertanian (sawah, lahan kering,
pengelolaan
sumberdaya
lahan
lahan rawa, iklim dan air), formulasi
pupuk (anorganik, organik dan hayati) dan formulasi pembenah tanah, mendukung P2BN, tanaman pangan lainnya. c. Program Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Lingkungan Pertanian terdiri dari
perakitan
teknologi
mengantasipasi
pertanian, perubahan iklim global dan
pencemaran
lingkungan
degradasi lahan, mendukung
program strategis dan hortikultura. 51
Renstra BBSDLP 2010-2014
6.1.2. Pengkajian dan Percepatan Diseminasi Inovasi Pertanian Program pengkajian dan percepatan diseminasi inovasi pertaian diharapkan dapat menjembatani apa yang dilaksanakan Puslit/BB dengan apa yang dibutuhkan pengguna di berbagai tingkatan di daerah. Upaya memadukan apa yang dihasilkan berbagai UK/UPT litbang dengan lokal genius yang dikembangkan masyarakat merupakan inti dari program pengkajian dan percepatan diseminasi inovasi pertanian, sehingga dapat meningkatkan diseminiasi hasil-hasil penelitian sumberdaya lahan (Tanah, Air, Pupuk, Iklim, dan Lingkungan Pertanian). 6.1.3. Pengembangan Kelembagaan dan Komunikasi Litbang Kegiatan
pengembangan
kelembagaan mencakup
pengembangan
budaya kerja inovatif, reformasi birokrasi, pengembangan sumber daya Litbang (SDM, sarana dan prasarana) diikuti pengembangan standardisasi dan akreditasi lembaga dan pranata Litbang. Guna memicu output optimal, maka diperlukan pengembangan manajemen teknologi informasi dan sistem informasi serta koordinasi jaringan kerjasama penelitian dan pengkajian. Reformasi perencanaan dan penganggaran, penyempurnaan sistem
monitoring dan
evaluasi. a.
Pengembangan Sumberdaya Manusia Bidang Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian
b.
Pengembangan Sarana dan Prasarana Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.
c.
Pengembangan Sistem Informasi, Komunikasi dan Umpan Balik Inovasi Penelitian Sumberdaya Lahan (Tanah, Air, Pupuk, Iklim, Lingkungan Pertanian).
d.
Peningkatan Kapasitas Penerbitan Publikasi dan Dokumentasi Hasil-hasil Penelitian Sumberdaya Lahan (Tanah, Air, Pupuk, Iklim, Lingkungan Pertanian).
52
Renstra BBSDLP 2010-2014
e.
Kegiatan
Pengembangan
Perpustakaan
dan
Penyebaran
Teknologi
Pertanian. f.
Peningkatan kerjasama penelitian dan pengembangan dengan lembaga internasional/nasional
6.1.4. Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi dan Analisis Kebijakan Akan menghasilkan hasil analisis kebijakan pemanfaatan sumberdaya lahan pertanian untuk menentukan kebijakan pengelolaan sumberdaya lahan yang akan ditetapkan oleh pemerintah. Isu dan permasalah yang diperkirakan akan mengemuka berkaitan dengan sumberdaya lahan pertanian di masa akan datang adalah: perubahan iklim global, emisi gas rumah kaca, perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, degradasi lahan dan lahan terlantar, masalah pencemaran lingkungan pertanian, kekeringan dan banjir. Kegiatannya adalah : a.
Analisis
dan
Sintesis
Kebijakan
Peruntukkan,
pemanfaatan
dan
pengelolaan Sumberdaya Lahan Pertanian b.
Analisis dan Sintesis Kebijakan Pupuk dan Pemupukan
c.
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Sumberdaya Lahan
6.2.
Indikator Kinerja Utama Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, telah disusun
Program Utama 2010-2014 dengan rencana tindak dan indikator kinerja utama (IKU) seperti disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Langkah Operasional dan Indikator Kinerja Utama Rencana Tindak Penelitian dan
Indikator Kinerja Utama Jumlah peta potensi sumberdaya lahan tingkat
Pengembangan
tinjau di P. Papua dan P. Kalimantan serta semi
Sumberdaya lahan
detail di P. Kalimantan, P. Sulawesi, P. Nusa
53
Renstra BBSDLP 2010-2014
Rencana Tindak pertanian
Indikator Kinerja Utama Tenggara, P. Sumatera, P. Maluku, dan P. Papua. Jumlah
peta
data
serta
informasi
potensi
sumberdaya lahan untuk pembukaan sawah baru, status hara, lahan terdegradasi dan terlantar serta rawan banjir, dan peningkatan IP. Jumlah informasi dan paket komponen teknologi pengelolaan SDL (lahan kering, lahan sawah, dan lahan
rawa,
perubahan
air,
teknologi
lingkungan
adaptasi,
pertanian)
mitigasi
mendukung
P2BN dan tanaman pangan lainnya Jumlahformula
pupuk
dan
pembenah
tanah,
perangkat uji, dan perangkat lunak . Pengkajian dan Percepatan
Jumlah intensitas 30
kali diseminasi inovasi
teknologi litbang sumberdaya lahan pertanian.
Diseminasi Inovasi Pertanian Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Litbang Pertanian
Meningkatnya penggunaan dan pemanfaatan tujuh kebun percobaan Tersusun
standar baku SDM di 5
UPT lingkup
BBSDLP Terselenggaranya reformasi birokrasi, perencanaan dan penganggaran di 5 UPT lingkup BBSDLP Diperolehnya dan dipertahankannya sertifikasi ISO 9001 2008 di 5 UPT lingkup Balai Besar Litbang SDLP 100 % laboratorium di Balit & BB terakreditasi ISO/IEC 17025: 2005 54
Renstra BBSDLP 2010-2014
Rencana Tindak Analisis dan Kebijakan Pemanfaatan
Indikator Kinerja Utama Jumlah
rekomendasi
(Policy
Brief)
tentang
kebijakan sumberdaya lahan pertanian Jumlahmakalah kebijakan tentang isu-isu mutakhir
Sumberdaya Lahan
bidang sumberdaya lahan pertanian diantaranya
Pertanian
masalah perubahan iklim, model pengembangan lahan kering beriklim kering.
55
Renstra BBSDLP 2010-2014
BAB III. PENUTUP Renstra Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, 2010-2014 merupakan implementasi dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2010-2014) bidang penelitian dan pengembangan pertanian, khususnya bidang litbang sumberdaya lahan pertanian. Proses penyusunannya, mencakup sinkronisasi dan konsolidasi manajemen litbang sumberdaya lahan pertanian sehingga menciptakan sistem koordinasi dan kondisi kondusif bagi berfungsinya mandat pelaksanaan kegiatan litbang
sumberdaya lahan oleh seluruh
sumberdaya dan lima balai di lingkup Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan. Dokumen Renstra ini selanjutnya dijadikan acuan dan arahan bagi lima Unit kerja di lingkup Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian dalam merencanakan dan melaksanakan penelitian dan pengembangan sumberdaya lahan pertanian periode 2010-2014 secara menyeluruh, terintegrasi, efisien dan sinergi baik di dalam maupun antar sub-sektor/sektor terkait. Reformasi perencanaan dan penganggaran 2010-2014 mengharuskan Badan Litbang Pertanian untuk merestrukturisasi program dan kegiatan dalam kerangka performance based budgeting. Dokumen Renstra ini dilengkapi dengan indikator kinerja utama sehingga akuntabilitas pelaksana kegiatan beserta organisasinya dapat dievaluasi selama periode 2010-2014.
56
Renstra BBSDLP 2010-2014
57
Renstra BBSDLP 2010-2014
58
Renstra BBSDLP 2010-2014
59