Seminar Nosional Peternakan don I%teriner 1999
STRATEGI PEMELIHARAAN PEDET DALAM RANGKA MENINGKATKAN PERFORMANS PRODUKSI DAN REPRODUKSI I.G. PUTU, P. SITUMORANG, A. LUBIs, M. WINU*ROHO, daii T .D . CnANIAGO Balai Penelitian
7erWlk,
P.O. Box 221, Bogor 16002
ABSTRAK Strategi pemeliliaraan pedet sejak dini dalam rangka perkembangan pcrformans produksi dan reproduksi sapi Bali clan PO pada kondisi pedesaan sangat perlu mendapat pcrhatian yang serius . Untuk itu penelitian dilaksanakan di Kecamatan Raman Utara . Kabupaten Lampung Tengah sebagai kelanjutan dari penelitian pertama terhadap induk sapi Bali dan PO dengan pemberian pakan konsentrate tambahan sclama dua bulan sebelum dan sesudah kclahiran pedet . Penelitian strategi pemeliharaan pcdct mempcrgimakan 52 ekor pedet yang terdiri dari 26 ekor pedet sapi Bali clan 26 ekor pedet sapi PO. Masing-masing kelompok pedet di bagi menjadi dua kelompok yang diberikan Bioplus Pedet (BPI) clan tanpa Bioplus Pedct (BPO) setelah distratifikasi berclasarkan berat badan clan umur pedet . Sementara itu, induk dari masing-masing pedet juga di monitor pertambahan bobot badan clan aktivitas berahinya setelah kelahiran . Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah 126 dan 208 hari perlakuan, Bioplus Pedet dapat meningkatkan pertambahan bobot badan harian (PBBH) pedet sapi PO masing-masing 0,42 kg/ekor/hari dan 0,35 kg/ekor/hari dibandingkan kontrol yang hanya mencapai 0,32 dan 0,28 kg/ekor/hari . Akan tetapi pedet sapi Bali menunjukkan perbedaan yang sangat tipis yaitu 0,44 clan 0,36 kg/ckor/hari yang menerima Bioplus Pedet dibandingkan dengan kelompok kontrol yang mencapai 0.42 clan 0,34 kg/ekor/hari . Aktivitas berahi sapi induk setelah kclahiran pada sapi PO mencapai 230 hari, sedangkan sapi Bali lianya 120 hari. induk sapi PO belum ada yang mclahirkan anak sedangkan sapi Bali sudah 2 ekor (8,711%) melahirkan anak dengan jarak beranak antara 353 clan 434 hari. Kata kunci : Sapi potong, produksi, reproduksi clan bioplus pedet
PENDAHULUAN Perkembangan peternakan sapi potong di Indonesia bcbcrapa tahun tcrakhir mengalaini tekanan yang cukup berat terutama pada saat terjaclinya krisis ekonomi nasional yang dinullai sejak pertengahan talum 1997. Dampak yang nyala dapat dilihat yaitu dengan mclummnya junilah impor sapi potong bakalan dan daging untuk mcmenuhi permintaan daging dalam negeri. Pengaruh selanjutnya adalah terjadinya peniotongan sapi lokal dalam rangka mcmenuhi kebutuhan konsumen dalani negeri . Dengan kejadian ini maka diperkirakan adanya pengurangan populasi sapi secara drastis dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama. Dipihak lain peningkatan populasi sapi polong yang terjadi dari tahun 199; sampai dengan tahun 1997 berkisar antara 2 - 5 pcrsen pcrtahun (DIRJEN PETERNAKAN, 1997) clan peningkatan ini belum marnpu mcmenuhi kebutuhan daging nasional . Apabila hal ini terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama maka akan terjadi pengurasan populasi sapi polong di Indonesia . Propinsi Lampung telah ditetapkan oleh Pemerintah cq Direktorat Jcndcral Pcternakan sebagai daerah sumber penghasil sapi potong bakalan untuk daerah Indonesia bagian tinulr . Untuk itu bcbcrapa usaha telah dirintis dalam usaha mcmenuhi predikat sebagai sumber sapi bakalan . Khusus untuk 402
Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1999
daerah Lampung Tengah tercatat baliwa populasi sapi potong pada taluin 1995 sebanyak 238.043 ekor atau hanya 2 persen dari populasi nasional pada tahun yang sama (BPs, 1995). Dilihat dari persediaan lahan untuk pemeliharaan ternak sapi potong di daerali Lampung masih cukup luas ditambah lagi adanya areal perkebunan yang cukup luas yang bisa dimanfaatkan sebagai lahan penggembalaan pada waktu tertentu . Lampung mempunyai letak geograsfis yang sangat menguntungkan karena dekat dengan sentral pemasaran produksi pertanian secara nasional . Selain itu daerah Lampung mempunyai kelebihan lain sebagai penghasil pakan ternak secara berkecukupan dilihat dari sudut hasil produksi pertanian dan juga adanya industri pertanian lainnya yang menghasilkan hasil ikutan (by products) yang bisa dimanfaatkan untuk usaha peternakan sapi potong . Didasarkan atas kemampuan daerah tersebut dan di dalam rangka mencegah terjadinya masalah ini maka beberapa faktor yang mempengaruhi penunman populasi hanis secepatnya diatasi . Salah satu faktor diantara beberapa faktor yang mempunyai penganlh nyata adalah manajemen pemeliharaan pedet mulai dari saat sebelum disapih sampai mencapai dewasa kelamin. Pemberian suplemen pakan ternak sudah sering diberikan kepada ternak, akan tetapi pemberian suplemen Bioplast Pedet terhadap pedet sebelum disapih masih belum banyak dilakukan . Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari penganlh pemberian Bioplus Pedet terhadap performas produksi dan reproduksi pedet sapi PO dan Bali yang dipelihara dalam kondisi pedesaan . TINJAUAN PUSTAKA Peningkatan performans produksi ternak sapi potong mempakan suatu tujuan akhir dari suatu usaha peternakan dalam meningkatkan pendapatan serta memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Peningkatan produksi akan bisa dipenuhi dengan peningkatan kemampuan reproduksi ternak tersebut . Beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan reproduksi ternak (net reproduction rate) atau kemampuan untuk memproduksi anak yang dilahirkan oleh seekor induk adalah penganlh bangsa, kuantitas dan kualitas pakan serta penganlh lingkungan atau manajemen pemeliharaan . Sapi potong lokal seperii sapi PO, Bali dan Madura mempunyai potensi yang sangat baik untuk ditingkatkan kemampuan produksinya melalui perbaikan seleksi, penerepan teknologi reproduksi serta strategi perbaikan managemen pemeliharaan . Penelitian terhadap performans produksi dan reproduksi sapi PO dan Bali dalam kondisi lingkungan pedesaan telah dilakukan untuk mempelajari dewasa kelamin (PANE, 1979; PAYNE dan ROLLISON, 1973), variasi lamanya siklus berahi (PASTIKA dan DARMADJA, 1976), umur beranak pertama kali (SIJMBCQVO et at., 1978). Selain itu lamanya jarak beranak atau calving interval juga telah dilakukan oleh PASTIKA dan DARMADJA (1976) yang menyatakan bahwa jarak beranak untuk sapi Bali bervariasi antara 15 - 17 bulan dengan masa kebuntingan yang bervariasi antara 9,0 - 9,5 bulan (DAVENDRA et al., 1973). Sementara ittl, angka kematian anak mencapai 7 - 27% (DARMADJA dan StrrEJA, 1976; StjmADI et al., 1982). Reproduksi dari suatu ternak adalah suatu proses physiology yang komplek yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan . Beberapa faktor yang mempenganihi performans reproduksi setelah kelahiran (post partunt estrual activity) diantaranya aktivitas ovarium setelah kelahiran. Pada saat empat hari setelah kelahiran ovarium mengalami proses tidak aktif dan terdiri dari beberapa follikel dengan ukuran kecil serta korpus luteum yang mengecil (CHAMLEY et al., 1973) . Aktivitas ovarium mulai meningkat setelah hari ke lima dan follikel mulai berkembang pada hari kesepuluh (vAN NIEKERK, 1976). Proses ovulasi tenang terjadi diantara hari ke-12 dan 25
403
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999
setelah kelahiran . Selain itu involusi uterus juga mempenganihi aktivitas ovarium setelah kelahiran yang memerlukan waktu 40-60 hari untuk mengembalikan uterus kembali kepada kondisi semula (FOOTS et al., 1967). Begitu juga proses menyusui menipenganihi aktivitas ovarium setelah kelahiran (HUNTER clan vAN AARDE, 1975) . Dalaun rangka mempercepat aktivitas ovarium setelah kelahiran maka penganuh pemberian pakan dengan kualitas clan kuantitas yang mencukupi sangat disarankan seperti yang telah dilaporkan olch ROBINSON et al. (1977). Aktivitas berahi dari seekor induk sapi setelah kelahiran sangat dipengaruhi oleh sekresi hypothalamus dan pituitary terutama di dalam perannya untuk adanya ovulasi dari sel telur kecuali kalau induk dalam keadaan kckurangan pakan (ROBINSON, 1998). Pada induk sapi yang menyusui proses ovulasi sering dipenganuhi oleh terhambatnya produksi dari GnRH sehingga terlambatnya berahi disebabkan olch terjadinya perkembangan dan kemudian peny usutan follikel di dalam ovarium yang benulang-ulang. STAGG et al. (1995) melaporkan baluwa jarak antara kelahiran clan ovulasi pertama adalah 25 hari lcbih lama pada induk yang menerima pakan yang lebih rendah, akan telapi perkembangan follikel clan karakteristik pert umbuliannya tidak dipenganuhi oleh kualitas pakan yang diberikan . Di dalamm rangka meningkatkan pemanfaatan potensi peternakan sapi potong yang ada di Indonesia maka teknokogi pakan ternak menupakan salah satu penentu yang significan yang telah berkembang dengan baik. Salah satu teknologi pakan tersebut adalah peinanfaatan mikroba terpilih yang berasal dari rumen sapi atau yang dikenal dengan Bioplus sehingga mampu bersinergisasi dengan mikroba yang ada dalain runien sapi yang masilu hidup (WINUGROI1C), 1998). Hasil sinergi antar mikroba ini dapat meningkatkan efisiensi penggunaan gizi pakan. Bioplus terdiri dari bakleri dan fungi yang dapat disimpan selama tiga bulan dalam kondisi kering . Bioplus Pedet (BP) merupakan produk probiotik yang mengandung mikroba yang dapat membantu pedet mencerna hijauan dengan baik sehingga memperoleh gizi yang memadai yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertambahan bobot badan harian (PBBH) . MATERI DAN METODE Lokasi penclitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Raman Utara, Kabupalen Lampung Tengah Propinsi Tingkat I Lanipung. Penelitian ini menupakan kelanjittan dari Penelitian pertama mengenai Pengaruh pemberian pakan konscntrate tambahan sclama dua bulan scbclum dan sesudah kelahiran terhadap performans produksi clan reproduksi sapi Bali clan PO. Tcrnak pcnclitian
Temak yang dipergnmakan pada penelitian ini adalah pedet dari induk yang menerima perlakuan pada talum 1997/1998 yang 1erdiri dari 26 ekor pedet sapi PO clan 26 ekor pedet sapi Bali. Perlakuan
Dari jumlah 52 pedet mendapat pakan konsentrate sapi PO dipilih 10 ekor dari dari induk yang mendapat
404
yang ada dipilih 14 ekor pedetdari induk sapi Bali yang tidak dan 12 ekor pedet dari induk yang mendapat konsentrate . Sedangkan induk sapi PO yang tidak mendapat konsentrate dan 16 ekor pedet pakan konscntrate tambahan. Bioplus Pedel (BP) adalah pakan
SenunarNasional Peternakan don Veteriner 1999
suplemen yang dibuat oleh Team Peneliti Balai Penelitian Ternak, Cia%vi Bogor dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi flmgsi nimen ternak niminansia besar . Pedet dari masing-masing kelompok dibagi nienjadi dua kelompok yaitu dan 13 ekor pedet Bali mendapat Bioplus Pedet (BPI), sedangkan 13 ekor PO Bali tidak mendapat Bioplus Pedet (BPO) sebagai ternak kontrol seperti pada kelompok ternak perlakuan baik untuk pedet sapi PO niaupun sapi Bali dibawali Ternak Pedet
Breed
PO
Jutnlali
26
Perlakuan induk 1997/1998 Kontrol Suplemenl
Bali
26
Kontrol Suplenienl
13 ekor pedet PO dan 13 ekor pedet skenta pembagian ini
Perlakuan Pedet 1998/1999 Kontrol (cBPO) n=5 Bioplus P(tBPI )n=5 Kontrol (cBPO) n=8 Bioplus P(tBP 1)n=8 Kontrol (cBPO) n=7 Bioplus P(tBP l )n=7 Kontrol (cBPO) n=6 Bioplus P(tl3P l )n=6
Skema pembagian kelompok ternak perlakuan Parameter yang diukur Untuk memonitor penganth pemberian Bioplus Pedet (BP) pada saat pedet berumur 65-100 hari maka dilakukan pengukuran terhadap beberapa parameter seperti bobot badan pedet serta dewasa kelamin vang ditunjukkan dengan aktifitas sexual . Untuk pedet jantan dewasa kelarnin dilihat sampai manipu inengaNvini betina sedangkan untuk pedet betina dapat difhat dari perkenibangan organ sexual pada saat berahi . Senientara itu, data-data pcnclitian dianalisa dengan menipergunakan t-test dan chi-square (STEEL dan TO RRIE, 1960) . HASIL Performans produksi dan reproduksi pellet 1. Pertambahan bobot badan pellet Hasil penclitian menunjukkan bahwa pemberian pakan suplemen Bioplus Pedet (BP) pada pedet yang lahir dari sapi induk PO dan Bali yang diberikan perlakuan suplernentasi konsentrate pada saat kelahiran tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 1). Dari data yang sudalt digabungkan antara kontrol (BPO) dan BPI ternyata balm-a pertambahan bobot badan harian (PBBH) setelah pemberian perlakuan pada pedet PO menunjukkan perbedaan PBBH yang cukup besar yaitu 0,32 dan 0,42 kg/ekor/hari pada hari ke-126 dan nienuntn inei iaadi 0,28 dan 0,35 kg/ekor/hari pada hari ke 208 (Tabel 1). Dari data ini terliliat baliNva pemberian suplemen BP pada pedet sapi PO masilt nienibcrikan keuntungan . Akan tetapi pemberian suplemen Bioplast pedet pada sapi Bali tidak merutnjukkan perbedaan yang nyata dimana pertambahan bobot badan harian (PBBH) antara pedet tanpa (BPO) dan dengan suplemen BPI hanya 0,02 kg/ekor/hari . Pada hari ke-126 setelah pemberian suplemen BPI, PBBH
405
Seminor Nasional Peternakan don 6eteriner 1999 sapi Bali mencapai 0,42 clan 0,44 kg/ckor/hari clan menunin pada hari kc=208 yang mencapai 0,34 clan 0,36 kg/ekor/hari . Tabel 1 . Breed
PO
Bali
Perfonnans produksi pedet sapi PO clan Bali Perlakuan
Berat awal (kg)
Berat 126 hari (kg)
PBBH Kg/ek/ltr 126 hari
Berat 208 hari (kg)
PBBH Kg/ek/hr 208 hari
Kontrol
(c BPO)
102,60(5)
145,80(5)
0,34(5)
157,40(5)
0,26(5)
Kontrol
(t BPO)
103,50(8)
153,80(6)
0,30(6)
148,00(4)
0,31(4)
Pooled
103,15 (13)
136,18(11)
0,32 (11)
153,22(9)
0,28(9)
Bioplus P (c BPI)
103,00(5)
161,00(5)
0,46(5)
177,40(5)
0,36(5)
Bioplus
P (t BPI)
105,13(8)
133,25(7)
0,39(7)
165,60(5)
0,33(5)
Pooled
10-1,31(13)
1 .55,91(12)
0,12 (12)
171,50(11)
0,35 (10)
Kontrol
(c BPO)
62,43(7)
113,67(6)
0,42(6)
140,25(4)
0,38(4)
Kontrol
(t BPO)
71,00(6)
123,33(6)
-0,42(6)
139,33(6)
0,32(6)
Pooled
66,.38 (13)
118,50(12)
0,42 (12)
139,10(10)
0,34(10)
Bioplus P (c BPI)
64,29(7)
117,33 (6)
0,43(6)
139,93(6)
0,36(6)
Bioplus P (t BPI)
72,67(6)
132,40(5)
(),46(5)
149,00(5)
0,35(5)
Pooled
68,15(1-3)
124,18(11)
0,44 (11)
1-13,00(11)
0,36(l])
2 . Dcwasa kelamin pedct Dari jumlah pedet yang dipergunakan dalam penelitian ini terlihat bahwa pemberian pakan suplemen bioplast pedet baik kepada pedet jantan maupun betina belum menunjukkan tanda-tanda dewasa kelamin . Hal ini mungkin discbabkan karena pedet tcrsebut bani mencapai unntr dewasa kelamin . 3. Angka kematian pcdet Angka kematian pedet selama penelitian periode kedua tidak ada karena peternak sangat memperhatikan secara baik aset yang mereka miliki . Akan tetapi scjuntlah 3 ekor pedet PO dan 4 ekor pedet sapi Bali dijual olch pemiliknya karena alasan ckonomi . Performans produksi dan rcproduksi induk 1 . Pertambahan bobot badan induk Perubahan bobot badan induk selama penelitian berlangsung terlihat pada Tabel 2 . Perubahan yang nyata terlihat pada saat induk sapi PO dan Bali diberikan pakan konsentrate tambahan selama dua bulan sebelum dan sesudah kelahiran, clan pemberian ini tidak menunjukkan perbedaan yang nyata setelah 8-10 bulan berikutnya (Tabel 2) . 2 . Performans rcproduksi sctclah mclahirkan Pemberian pakaf suplemen pada saat dua bulan sebelum dan sesudah kelahiran diharapkan dapat memperpendek aktivitas berahi setelah kelahiran (post partion estroes) . Hal ini terlihat dari hasil penelitian ini tenitama pada sapi PO dimana saapi induk tanpa suplementasi pakan konsentrate tambahan menunjukkan aktivitas berahi lebih lama dibandingkan dengan induk yang
40 6
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999
diberikan pakan tambahan . (268 vs 207 hari). Akan tetapi tidak demikian halnya dengan induk sapi Bali dimana kedua kelompok menunjukkan perbedaan hanya satu siklus berahi dan kelompok tanpa pakan tambahan lebih cepat dibandingkan dengan induk dengan pakan tambahan seperti terlihat pada Tabel 3 . Tabel 2. Breed PO Bali
Tabel 3.
Perubaliau berat badan induk sapi PO dan Bali selama penelitian Perlakuan Kontrol Konst. Kontrol Konst.
N
Bodv score
03 .01 .98
10
4,8
307,6
14
4,4
16
4,6 4,4
12
Berat (kg)
307,3 247,7 256,2
(kg)
Berat
Berat
Berat
Berat
07 .05.98
21 .08.98
25 .12 .98
23 .03.99
305,2
287,8
296,6
314,3
331,2 339,4 253,2 282,8
(kg)
(kg)
(kg)
313,8
296,1
306,3
250,5
234,7
235,3
272,9
259,8
(kg)
318,2
276,8
261,1
275,1
Perfonnans reproduksi induk sapi PO dan Bali setelah kelahiran pedet
Breed
Perlakuan
Jumlah (ekor)
Post partum estnis (hari)
PO
Kontrol Konsentrate Kontrol Konsentrate
10
268
Bali
Berat
19 .02 .98
16 14 12
207 113
141
Bunting (%)
Melahirkan Dari yang Bunting (%)
Jarak beranak (hari)
50,0
0
0
69,2
1 (11,1%)
434
61,5 72,7
0 1(12,5%)
0 353
Sampai dengan bulan Marct 1999, persentase induk yang bunting mencapai 50 - 61% pada induk sapi PO dan 70-72% pada induk sapi Bali. Dua ekor induk sapi Bali telah inelahirkan anak yang kedua dengan jarak beranak masing-masing 353 hari dari kelompok yang diberikan pakan konsentrate dan 434 hari pada kelompok kontrol . Adanya perbedaan jarak beranak ini disebabkan olch perbedaan aktivitas berahi kedua induk segera setelah melahirkan anak. Pada kelompok yang diberikan pakan aktivitas berahi terjadi pada hari ke-63 setelah kelahiran sedangkan pada kontrol pada hari ke-125. 3. Angka kematian induk
Junilah sapi induk yang niengalanii kematian dalam penelitian ini tidak ada, akan tetapi karena kondisi krisis ekonomi maka 5 ekor dari 26 ekor sapi PO (19,2A) dijual oleh pemliknya . Pada pemeliliara sapi Bali ternyata 3 ekor dari 26 ekor (11,5%) yang dijual untuk biaya keperluan yang lainnya . PEMBAHASAN Perrormans produksi dan reproduksi pedet
Pemberian suplemen Bioplus Pedet (BP) masili memberikan dampak terhadap pertambahan bobot badan harian (PBBH) tenitama pedet sapi PO. Hal ini dibuktikan dengan PBBH pedet yang diberikan suplemen BP (BPI), 0,10 kg/ekor/hari lebili tinggi dibandingkan kontrol (BPO) setelal,, 107
Seminar Nosional Peternakan dam Veteriner 1999
126 hari perlakuan . Begitu juga halnya setelah 208 hari perlakuan kelompok BPI memberikan PBBH 0,07 kg/ekor/lv dibandingkan kelompok BPO . Sementara itu, untuk pedet sapi Bali antara kelompok yang diberikan suplemen Bioplus Pedet (BPI) dan BPO tidak menunjukkan perbedaan . Adanya perbedaan diantara kedua breed sapi di dalam memanfaatkan adanya mikroba rumen tambahan dari Bioplus kennmgkinan disebabkan adanya jenis mikroba dalam nimen pedet yang mempunyai kemampuan berbeda . Hal ini perlu mendapat perhatian yang lebih serius mengingat adanya potensi yang berbeda di dalam pemberian Bioplus untuk meningkatkan daya cerna pakan yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertambalian bobot badan dan mempunyai nilai ekonomis tinggi . Hasil pcnelitian ini juga menunjukkan bahwa PBBH untuk pedet sapi PO bervariasi antara 0,28 dan 0,42 kf/ekor/hari. sedangkan pedet sapi Bali dengan kisaran 0,34 dan 0.44 kg/ekor/hri . Data ini hampir sama dengan PBBH yang dilaporkan oleh SumADi et al. (1982) unluk sapi Ongole 0,37 kg dan sapi Bali 0,32 kg. Dari observasi pada penelitian ini belum terlihat adanya perkembangan performans reproduksi dari kedua kelompok pedet baik PO maupun Bali. Hal ini disebabkan karena belum tercapainya bobot badan clan umur yang optimum untuk mencapai dcNvasa kelamin . Bobot baclan pedet pada saat penimbangan terakhir bulan Maret 1999, untuk pedet sapi PO berkisar antara 148177 kg, sedangkan sapi Bali berkisar antara 138 - 148 kg. Menunit hasil pcnelitian SUMBUNG et al. (1978) menunjukkan bahwa sapi Bali mencapai dewasa kelamin pada umur 20,9 bulan dengan kisaran antara 16 - 26 bilan dengan berat rata-rata 156 kg yang berkisar antara 140 - 170 kg. Tidak terdapat kematian pedet pada pcnelitian dubandingkan dengan pcnelitian terdalnilu yang mencapai 18,7% pada sapi PO dan 12,5 pada sapi Bali (Pui'u et al., 1998) . Akan tetapi jumlah pedet yang tidak ikut serta ditimbang pada akhir periode penelitian mencapai 7 ekor (13,5%) baik dari sapi PO maupun Bali vang disebabkan karena pedet tersebut dijual oleh pemiliknya . Performans produksi dun reproclulcsi incluk setelah kelahiran Sangat menarik untuk dilihat bahwa seekor sapi induk mengalami penibahan bobot badan yang cukup drastis seperti yang ditunjukkan pada pcnelitian ini . Sapi PO pada awal pcnelitian mempunyai bobot badan rata-rata 307 kg dan setelah periode sclanma 445 hari mengalami perbaahan yang sangat kecil yaitu 7 kg, dan begitu juga halnya dengan sapi Bali dimana bobot badan awal 250 kg dan pada penimbangan akhir mencapai berat 275 kg atau mcningkat 25 kg. Disini terlihat bahwa seekor induk yang karena melaksanakan fungsi reproduksinya tidak mengalami pertambahan bobot badan yang nyata tenitama kelompok yang diberikan pakan tambahan konsentrate selama dua bulan sebelum clan sesudah kelahiran dibandingkan dengan kelompok tanpa pakan tambahan . Pada akhirnya kedua kelompok temak ini mencapai bobot badan yang sama. Persentase induk yang menunjukkan aktivitas berahi setelah kelahiran untuk sapi Bali (6973%) lebih tinggi dibandingkan dengan sapi PO (50-62%). Aktivitas berahi setelah kelahiran untuk sapi Bali memerlukan waktu 113-141 hari, sedangkan sapi PO lebih lama yaitu 207-268 hari. Perbedaan waktu berahi setelah kelahiran diantara kedua breed masih pedu diselicliki secara lebih seksama . Dua dari 26 ekor induk sapi Bali lelah melahirkan anak yang kedua kalinya selama pcnelitian dengan kisaran jarak beranak 353 clan 434 hari yang lebih pendek dari jarak beranak pa&a sapi Bali dilaporkan oleh DAVENDRA et al. (1973) dengan kisaran antara 15 - 17 bulan. Pengaruh perbaikan pakan segera setelah kelahiran clapat mempenganthi aktivitas ovarium
408
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999 (WILTBANK et at., 1962), peningkatan bobot badan dan kondisi badan yang diperlukan untuk mempercepat berahi dan angka konsepsi .
(RAKESTRAW
et al.,1986)
Tidak terdapat induk yang mengalami kernatian selarna penelitian, akan tetapi 5 ekor sapi PO (19,2%) din 3 ekor sapi Bali (11,5%) dijual oleh pemiliknya karena pengaruli krisis ekonomi nasional. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut 1.
2. 3.
Bahwa pemberian pakan suplemen tambalian benipa Bioplus Pedet (BP) memberikan pertambahan bobot badan liarian (PBBH) yang lebih tinggi pada pedet sapi PO dibandingkan kelompok yang tidak mendapat suplemen, dan tidak pada pedet sapi Bali. Perbedaan perforntatts kedua breed ini terhadap pemberian suplemen BP masih perlu dikaji lebih lanjut karena pemberian suplemen ini memberikan nilai ekonomis yang lebih baik tenitama pada sapi PO. Sampai pada akhir periode penelitian belum terlihat adanya dewasa kelainin baik pada pedet sapi PO maupun sapi Bali, karena beluni niencapai unittr dan bobot badan yang metuadai . Performans reproduksi induk sapi Bali setelah kelahiran secara mnum lebih baik dibandingkan dengan sapi PO yang ditunjukkan dengan adanya waktu yang diperlukan untuk aktivitas berahi setelah kelahiran lebili Tngkat sehingga terjadi fertilisasi dan kebuntingan seperti yang telah ditunjukkan oleh dua ekor induk sapi Bali yang telah inelahirkan pedet kedua kalinya dengan jarak beranak kurang dari satu talntn (353 liari) . UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan yang baik ini petmlis nienytupaikan rasa terimakasih kepada Bapak Ir. Immat Rukhimat, Kepala Dinas Peternakan Daerah Tingkat II Lampung Tengah, Bapak Riswanto dan Permadi sebagai petugas Insetninasi Buatan (IB) Kecaniatan Raman Utara yang telali membantu pelaksanaan penelitian serta Sdr . I Ketut Pustaka petugas teknis bagian Ruminansia Besar Balai Penelitian Ternak Ciawi yang telah membantu dalam monitoring kegiatan penelitian sehingga bisa terlaksanan dengan baik . DAFTAR PUSTAKA ANONYMOUS. 1995 .
Lampung.
Lantpung Tengah Dalam Angka. Kantor Statistik Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi
ANONYMOUS. 1997 . Buku Statisstik CHAMLEY, W.A .,
J.M.
32 :
DARMADJA, D.
334 .
dan
M.E. CERINI, LA . CI.JMMING, J .R. GORING, J.M., i)BST, AVILLIAMS, and C. Au explanation for the absence of post parturient ovulation in the ewe . J. Reprocl
BROWN,
WINFIELD . 1973 .
Fert.
Petemakan. Direktorat Jenderal Peternakau Departemen Pertanian .
Masa kebuntingan dan interval beranak pada sapi Bali . In DUNN, T.G. and G.E. Moss. 1992. Eltcct of nutrition deficiencies and excesses on reproductive efficiency of livestock . J. Anint. Sci. 7 0 : 1580 - 1593 . P. SIJTEDJA . 1976 .
409
Seminar Nasional Peternakan dan veteriner 1999
J.W . CALL, and C.V . HLJLET . 1967 .Etfects of lactation and hormone treatment on ovulation, estrus and uterine involution in the ewe . J. Anini. Sci. 26 : 943.
FOOTS, W.C .,
HUNTER, G.L . and I.M .R. VAN AARDE. 1975.hufluence of age and pliotoperiod on intervals between partu irition and first oestrus in lactating and non lactating ewes at different nutritional levels . J. Reprod. Fert . 4 2 :205 . NGGOBE, M., BATHSEBA TIRO, A. BAMuALIM, dan R.B . WIRDAHAYATI. 1991 . Peniberlan supienicii pada akluir masa kebuntingan terliadap bobot lahir, produksi susu induk dan kematian anak sapi Bali pada musim kemarau. Dalam Hasil-basil Penelitian Sub Balai Penelitian Ternak Lili Kupang talnln 1990/1991 . PANE, I. 1979 . Perfonuans reproduksi sapi Bali di P3Bali . Proc . Seminar Kcalulian dibidang Petenuakan FKHP Univ . Udayana Denpasar Bali . PASTIKA, M. dan D. DARMADJA . 1976 . Perfornans reproduksi sapi Bali . Proc . Seminar Reproduksi Sapi Bali, Dispet . 'rk. I Bali . PAYNE, W.J .A . and D.H .L . ROLLISON . 1973 . Bali cattle . 1forld,-lninial review . 7 : 13. PERRY, R.C ., L.R . CORAH, R.C . CO}IRAN, W.E . BEAL, .1 .S. STEVENSON, J .E . MINTON, D.D. SIMMs, and J.R . BRETHOIJR. 1991 . Influenc e of dietary energy on follicular development, scruin gonadotropins and first postpartum ovulation in suckled ix:efcows . J. Anint. Sri. 69 : 3762 - 3773 . PATTERSON, D.J. R.C ., PERRY, 6.1-1 . KIRAcoi.-F, R.A. BELLOWS, R.B . STAIGMILLER, and L.R . CORAH. 1992 . Management considerations in licifers development and puberty. J. Anini. Sci. 70 : 4018 . ROBINSON', J.J ., C. FRASER, and I. McHATTIE . 1977. Development of Svstents for Lambing Sheep More Frequently than One per Year. ht: Sheep Nutrition atul A-Ianagentent . llS Feed Grains Council. ROBINSON, J.J . 1998 . Nutrition and reproduction . Anim . Repral. Sci. 42 : 25-34. K.K . 1992 . Effects of dietary energy on control of Luteinizing honnone secretion in cattle and sheep. J. Anini. Sci. 70 : 1271 .
SCHILLO,
STAGG, K., M.G . DISKIN, J.M . SREENAN, and J .F . Rcx,HE, 1995 . Follicular development in long tenn anoestnus stickler beef cows fed two levels of energy post-Ikartum. Anint. Repral. .Sci. 38 : 40-61 STEEL, R.G.D. and J.H. TORRIE . 1960 . Principles nt(I Procedures of Statistics . McGraw Hill Book Company, Inc. New York Toronto London . P.A. SOEPIYONO, dan H. MtjKYAr)I . 1992 . Produktivitas sapi Ongole, Bali dan Bralunan Cross di ladang ternak Bila River Ranch Sulawesi Selatan. Pros . Perteinuan Ilmiah Rurninansia Besar, Cisania 6-9 Desember 1992 .
StnNADi,
Suufww, F.P ., J .T . BATOSSAMA, B.R . RONDA, dan S. GARANTJAN(.i . 1978 . Perfimnans reproduksi sapi Bali . Pros. Serninar Ruininansia Bogor. SUMBUNG,F.P ., D. PATIJNRU, E.J . TANDI, dan J.'r. BATOSAMMA. 1978 . Peningkatan produktivitas sapi Bali melalui perbaikan inakanannya . Laporin Penelitian Universitas Hasanuddin. WINUGROHO, M. 1998 . Bioplus. Dalam Ekstensia Refonnasi Pertanian vol 8 tahun v, Nolx;Inber 1998 .