STRATEGI PEMBERANTASAN KEJAHATAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN Yogyakarta, 19 November 2014
1
BAGIAN I HASIL AUDIT & TEMUAN AKAR MASALAH KARHUTLA 2
HASIL AUDIT KEPATUHAN PERUSAHAAN PERKEBUNAN “4 (empat) perusahaan tergolong TIDAK PATUH dan 1 (satu) perusahaan tergolong SANGAT TIDAK PATUH” Patuh ( 85-100 % ) Cukup Patuh ( 75-84.9 %)
100% 90% 80% 70%
Kurang Patuh ( 50-74,9 %)
60% 50% 40%
Tidak Patuh ( 20-49,9 %)
30% 20% 10%
Sangat Tidak Patuh ( 0-19,9 %)
0% PT. MEG
PT. TFDI
PT. JJP
PT. BNS
PT. SAGM 3
HASIL AUDIT KEPATUHAN PERUSAHAAN KEHUTANAN “ 1 (satu) perusahaan tergolong SANGAT TIDAK PATUH, 10 (sepuluh) perusahaan tergolong TIDAK PATUH dan 1 (satu) perusahaan tergolong KURANG PATUH” Patuh ( 85-100 % ) Cukup Patuh ( 75-84.9 %) Kurang Patuh ( 50-74,9 %) Tidak Patuh ( 20-49,9 %) Sangat Tidak Patuh ( 0-19,9 %)
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
4
HASIL AUDIT KEPATUHAN KABUPATEN/KOTA “1 (satu) kabupaten tergolong PATUH, 1 (satu) kabupaten tergolong CUKUP PATUH, dan 4 (empat) kabupaten tergolong KURANG PATUH” Patuh ( 85-100 % ) Cukup Patuh ( 75-84.9 %)
100% 90% 80% 70%
Kurang Patuh ( 50-74,9 %)
60% 50%
Tidak Patuh ( 20-49,9 %)
40% 30% 20%
Sangat Tidak Patuh ( 0-19,9 %)
10% 0%
Kab. Siak
Kab. Rokan Kab. Indragiri Hilir Hilir
Kab. Kep. Meranti
Kota Dumai Kab. Bengkalis 5
No
TEMUAN UMUM HASIL AUDIT KARHUTLA KABUPATEN/KOTA
PERUSAHAAN
1.
Pengawasan Terhadap Perusahaan Tidak Dilakukan Secara Konsisten
Seluruh Perusahaan Menjalankan Kegiatan di Atas Gambut Dalam yang Rawan Kebakaran
2.
Perlindungan Dayan Dukung Ekosistem Termasuk Gambut dalam RTRW Belum Memadai
Kemampuan Perusahaan Menjaga Konsesi Sebagai Salah Satu Kontributor Kebakaran Hutan dan Lahan
3.
Pemerintah Daerah Tidak Mengetahui Secara Baik Seluruh Kewajiban Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran
Kewajiban Pelaporan Perusahaan Tidak Dilakukan Dengan Baik Sehingga Deteksi Dini Tidak Dapat Dilakukan
4.
Dukungan PLTB Tidak Tersedia Dengan Baik
Perusahaan Belum Memenuhi Kewajiban Hukum Minimum Dalam Rangka Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan
5.
Dukungan Pendanaan Sangat Terbatas
6.
Ruang Lingkup Wilayah Kerja Saat Ini Terlalu Luas dan Tidak Sebanding Dengan Sumber Daya yang Dimiliki
7.
Pemberdayaan Masyarakat Peduli Api Tidak Optimal 6
BAGIAN II PRASYARAT EFEKTIVITAS PENEGAKAN HUKUM
TEORI & KONSEP (4): PRASYARAT PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN
3A+1
Teori yang bertujuan untuk mengukur tingkat kecukupan (level of adequacy) kebijakan dan strategi teknis pelaksanaan penegakan hukum administrasi di bidang PPLH.
A bility to Detect A bility to Respond A bility to Punish A bility to Build Perception Kemampuan untuk Mendeteksi
Kemampuan untuk Merespon
Kemampuan untuk Menghukum
Kemampuan untuk Membangun Persepsi
(Wasserman-INECE, 2008)
3A+1
8
PRASYARAT KESIAPAN PEMERINTAH/PEMDA DALAM PELAKSANAAN PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRASI
8 PRASYARAT UMUM 1. Legislasi (5 Kriteria) 2. Mekanisme dan Pelaksanaan Koordinasi 3. Pendelegasian Tugas dan Wewenang 4. Dukungan SDM 5. Sarana dan Prasarana 6. Sistem Pendeteksian dan Pengaduan Masy 7. Anggaran 8. SOP
BAGIAN I PENDEKATAN MULTIDOOR & TANTANGAN 10
MODUS KEJAHATAN KEBAKARAN HUTAN & LAHAN PELAKU Pelaku Individu (Masyarakat)
MODUS KEJAHATAN Membuka Lahan Untuk Perkebunan Di Dalam Kawasan Hutan Atau Gambut Dengan Cara Bakar Membuka Lahan Untuk Perkebunan Di Wilayahnya Dengan Cara Bakar. Catatan : Dengan Pengecualian Masyarakat Yang Diatur Dalam UU PPLH)
Korporasi, Pengurus Korporasi & Pelaku Lapangan
SEKTOR & PENDEKATAN UU TERKAIT DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP, KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN (PERDATA, PIDANA, ADMINISTRATIF)
Membuka lahan dengan menggunakan jasa pihak ketiga.
Membuka lahan dengan menggunakan masyarakat sehingga seakan-akan menjadi korban kebakaran di lahan yang akan diusahan. Lalai menyediakan sarana prasarana dan sistem sehingga kebakaran terjadi dan meluas di wilayahnya. 11
Penegakan Hukum di Indonesia Korupsi (Perizinan & Konsesi) Lemahnya koordinasi antar APH
Belum adanya mekanisme pengaduan yang kredibel dengan dilengkapi perlindungan terhadap whistle blower
Rumusan delik dan sanksi yang tidak efektif dalam memberikan efek jera pada pelaku perusakan hutan
Korupsi dalam Sistem Peradilan
Pendekatan penegakan hukum cenderung masih konvensional (Penggunaan rezim hukum tunggal )
12
KONDISI PENEGAKAN HUKUM PRA MULTIDOOR KEBUN
PROVINSI
Tahun
Kasus
TAMBANG
Unit
Luas (ha)
Unit
Luas (ha)
Kalteng
282
3.934.963,00
629
3.570.519,20
Kaltim
86
720.829,63
223
774.519,45
Kalbar
169
2.145.846,23
384
3.602.263,30
Kalsel
32
370.282,14
169
84.972,01
Sultra
9
20.930
241
617.818
Riau
97
454.260,18
45
142.096
Jambi
52
298.088
31
62.747
Jabar
23
623.550
5
177
TOTAL
749
8.510.001,18
1.727
8.855.111,96
Putusan Bebas
Putusan Penjara kurang dari 1 Tahun
Putusan Penjara 1-5 Tahun
2009
106
11%
24%
75%
2010
66
9%
24%
67%
2011
42
14%
29%
57%
“ Kecenderungan penggunaan satu delik” MAYORITAS PELAKU LAPANGAN Sumber : Kejaksaan Agung 2011 Direktorat Jendral PHKA 2012 Mahkamah Agung 2009, 2010 dan 2011 13
Multidoor adalah… Multi-door adalah..
“Pendekatan penegakan hukum atas rangkaian/gabungan tindak pidana terkait Sumber Daya Alam-Lingkungan Hidup (SDA-LH) di atas hutan dan lahan gambut yang mengandalkan berbagai peraturan perundangan antara lain” Kehutanan Penataan Ruang Tindak Pidana Korupsi
Perkebunan Lingkungan Hidup
Pertambangan Perpajakan TP Pencucian Uang 14
Mengapa Multidoor ?
“Kejahatan di sektor kehutanan dan sumber daya alam merupakan kejahatan lintas sektor” “Keterbatasan Peraturan Perundang-undangan yang satu dapat diisi dengan Peraturan perundang-undangan yang lain” “Kejahatan kehutanan hampir selalu dibarengi oleh pencucian uang, suap, gratifikasi dan penghindaran pajak”
15
Tujuan dan Manfaat Multidoor Sistem Penegakan Hukum Terpadu
Menghindarkan disparitas tuntutan pidana untuk perkaraperkara sejenis
-Pertanggung jawaban Korporasi -Pemulihan Lingkungan (Hukuman Tambahan)
Menghindari peluang lolosnya pelaku kejahatan
Kerjasama Internasional
Efek Jera (deterrence)
Pengembalian Kerugian Negara
(asset recovery)
16
Penandatanganan Nota Kesepahaman Peningkatan Kerjasama Penegakan Hukum Untuk Mendukung Pengelolaan SDA Berkelanjutan Dalam Rangka Pelaksanaan REDD+ Jakarta, 20 Desember 2012
Penandatanganan Peraturan Bersama Penanganan Perkara Tindak PidanaTerkait SDA-LH Di Atas Hutan dan Lahan Gambut dengan Pendekatan Multidoor+
Jakarta, 20 Mei 2013
KOORDINASI PENEGAKAN HUKUM (MULTIDOOR) TERPADU PENUNTUTAN & PENGELOLAAN ASET
PENYIDIKAN PIDANA SDA
Forum bersama (ORES) Koordinasi rutin Komunikasi informal
PENYIDIKAN PIDANA KHUSUS
19
PERKEMBANGAN PENDEKATAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI Pelaku Lapangan (KUHP)
Pengurus Korporasi (Pasal 78 ayat 14 UU Kehutanan) Korporasi dan/atau Pengurus Korporasi (Pasal 116 ayat 1 huruf a dan b UU PPLH)
PERJA 28/2014 terkait penanganan perkara dengan pendekatan pertanggungjawaban pidana korpoasi 20
PERSEBARAN & PERKEMBANGAN KASUS
Pendekatan Multidoor Follow the asset + Follow the suspect Pelaku Individual + Pelaku Fungsional (Badan Hukum &
RIAU (KARHUTLA)
Pimpinan Korporasi)
Pemberatan hukuman KALIMANTAN TENGAH KALBAR 1of (satu)Integrity kasus sudah diputus(peer di PN Kualacontrol) Kapuas, Kabupaten Kapuas dengan menggunakan 1 (satu) kasus di wilayah Taman Membangun Island pendekatan pertanggungjawaban korporasi dan multidoor. Direktur utama divonis Penjara 2 Wisata Alam Gunung Melintang
1 (satu) kasus vonis (Pengurus & Korporasi Dihukum) 8 (delapan) kasus masih proses penyidikan.
sedang dilakukan penyidikan.
ACEH (KARHUTLA) 1 (satu) kasus sudah divonis serta 1 (satu) kasus sedang disidang untuk tuduhan pidana selain 1 (satu) gugatan perdata yang dimenangkan negara dan 1( satu) kasus tidak diterima; 2 (dua) kasus P21;
(dua) Tahun dengan pidana dena 1 Milyar dan subsider 4 (empat) bulan. Lahan seluas 1.140 Ha diperintahkan untuk dirampas negara.; 4 (empat) kasus putusan. 1 (satu) kasus sidang 1 (sasus) kasus sudah P21 dan siap dilimpahkan; 3 (tiga) kasus sedang dilakukan penyidikan; 1 (satu) kasus sedang penyelidikan
Sultra & Sulut 1 (satu) kasus P21 19 (sembilan belas) kasus penyidikan dan penyelidikan 21
PRASYARAT EFEKTIVITAS MULTIDOOR
1.PENGELOLAAN ASET YANG PROFESIONAL. Contoh : hilangnya tongkang yang disita pada kasus PT SBG;
2.STRATEGI PENUNTUTAN YANG TEPAT. Contoh : penggunaan pendekatan dakwaan alternatif menyebabkan dipilihnya sanksi yang ringan oleh hakim (perkebunan dibandingkan kehutanan).
3.SUMBER DAYA MANUSIA YANG MEMPUNYAI KAPASITAS DAN INTEGRITAS. Contoh : masih jarangnya digunakan pendekatan pertanggungjawaban pidana korporasi; tingginya potensi suap terhadap aparat; trading in influence; dan gratifikasi.
4.LEGISLASI DAN KEBIJAKAN YANG MENDUKUNG. Contoh : masih adanya regulasi internal kejaksaan yang menyebabkan tuntutan rendah, contohnya kejahatan perkebunan pada kasus PT SMU dan PT MML.
5.SISTEM KELEMBAGAAN YANG MENDUKUNG. Contoh : masih belum optimalnya pendekatan pencucian uang dalam kasus SDA-LH dengan masih dipisahkannya penanganan Eksus dan Tipiter (Polri). 22
TERIMA KASIH