Kebakaran Hutan dan Lahan; Tinjauan Kebijakan dan Hukum
Permasalahan 1 Konflik dan ketidakselaran kebijakan/hukum lintas wilayah pembangunan, antar pusat dan daerah, serta lintas sektoral untuk pemanfaatan kawasan hutan di lahan gambut
Solusi • Lakukan pemetaan sistem kebijakan dan hukum (peraturan
perundangan) untuk identifikasi adanya ketidkkonsistenan, ketidakselarasan dan “bottle necking” (sumbatan) , khususnya terkait dengan alur proses pengambilan keputusan • Rekonstruksi struktur /arsitek kebijakan dan hukum pengelolaan hutan yang berisiko bencana kebakaran hutan di lahan gambut dengan mempertimbangkan harmonisasi/sinergi dan peluang sinergi. Kepentingan strategis nasional (lintas sektor pembangunan, pemangku kepentingan dan antar wilayah pembangunan untuk menjamin pengarus utamaan pembangunan berkelanjutan)
Permasalahan 2 Lemahnya konsistensi operasionalisasi sistem kebijakan dan hukum penanganan bencana kebakaran hutan di lahan gambut sampai pada tingkat penyelenggaraan/pelaksanaan kegiiatan serta pendanaan (anggran pemerintah pusat/daerah) pencegahan, pemadaman dan restorasi di lokasi bencana kebakaran hutan
Solusi • Perlu redefinisi konsep dan kriteria teknis yang tertuang, khususnya dalam UU Kehutanan dengan PP no. 71/2014 nyadan UU Penanggulangan Bencana serta UU Pemerintah Daerah,terkait urusan pemanfaatan kawasan hutan di lahan gambut. Dalam situasi mendesak bisa diusulkan Amandemen UU dengan mengamanahkan PP revisi. • Perlu dirumuskan Pedoman sebagai dokumen NSPK (Norma, Standard, Prosedur dan Kriteria) sebagai konsekuensi redefinis konsep dan kriteria teknis di atas. • NSPK di atas seyogyanya diikuti oleh perumusan SPM (Standar Pelayanan Minimal)
Permasalahan 3 • Lemahnya ketaatan atau disiplin menerapkan kebijakan dan hukum agar dapat menjamin tidak terjadinya kembali bencana kebakaran hutan di lahan gambut. • Lemahnya koordinasi antar penyelenggara kegiatan pemanfaatan hutan di lahan gambut sehingga membuka peluang pelanggaran, seperti mal praktek, korupsi/kolusi dan/atau transaksi berbasis kepentingan politik bisnis (keberpihakan eksklusif).
Solusi • Perlu dibangun –ulang sistem pemantauan, pengawsaan dan pengendalian terpadu lintas institusi terkait yang ketat serta memenuhi prinsip-prinsip Good Governance, bagi pemanfaatan hutan di lahan gambut agar tidak terjadi bencana kebakaran hutan yang sulit dikendalikan penjalaran luasannya. Dengan kata lain perlu ketegasan dengan pendekataan “pemaksaan” (coersive policy) • Perlu dirumuskan efek jera dengan penetapan kriteria teknis yang ketat, diantaranya dengan menggunakan batasan Daya Dukung dan Daya Tampung pada kawasan /lahan gambut serta instrumen sanksi yang berbasis pada perhitungan PES (Payment Environmental Services) yang bernilai setinggi-tingginya sesuai nilai daerah yang bersangkuta (localized). Instrumen sanksi ini dapat ditetapkan dengan Perda.
Permasalahan 4 • Lemahnya kesadaran dan pemahaman para pemangku-kepentingan akan kode etik dan kode aturan (code of ethics and code of conducts) sebagai bagian azaz manfaat dan azaz ketaatan menjaga keberlanjutan pemanfaatan sumber daya di lahan gambut. • Lemahnya kesadaran pentingnya keberlanjutan pemanfaatan lahan gambut akibat terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan gambut berartinya juga lebihanya pemahaman interkoneksi atau keterkaitan serta keterikatan diantara fungsi ekonomi, sosial-budaya dan fungsi lingkungan yang terandung dalam lahan gambut.
Solusi
• Perlu strategi komunikasi untuk memastikan terbentuknya internalisasi pemahaman pembangunan berkelanjutan atas pemanfaatan lahan gambut. Tidak hanya cukup dengan komunikasi berupa program kampanye (termasuk dengan cara advokasi) tetapi juga harus menjadi gerakan para pemangku kepentingan untuk menjamin kelestarian manfaatan lahan gambut berkelanjutan secara massive. • Gerakan akan menguat dengan terbangunnya modal sosial dan modal manusia serta modal institusi para pemangku kepentingan untuk optimalisasi manfaat lahan gambut.