1
Strategi Pembelajaran Drama di Tingkat Sekolah Menengah Nia Budiana e-mail:
[email protected] Diah Ayu Wulan E-mail:
[email protected]
Abstrak Rendahnya apresiasi masyarakat terhadap sastra menunjukkan rendahnya pengetahuan tentang dunia sastra. Ada berbagai hal yang menyebabkan rendahnya tingkat apresiasi terhadap sastra, diantaranya adalah mengenai pengenai pembelajaran sastra yang dirasa kurang maksimal. Pembelajaran sastra yang dimulai pada tingkat sekolah dasar sampai tingkat perpendidikan tinggi kurang mendapat perhatian. Peserta didik banyak mendapat teori tentang sastra tapi pengaplikasian atau beraktivitas dengan hal-hal yang berhubungan dengan sastra masih kurang. Peserta didik bisa saja mengerti teori tentang sastra tapi untuk menikmati apa itu sastra ternyata masih kurang mendapat perhatian. Pengajar masih terpaku pada kurikulum yang menekankan pada teori-teori tetapi menyediakan waktu tersendiri untuk membuat puisi, membuat naskah drama dan membaca prosa tidak ada, apalagi untuk membuat prosa, mengadakan pementasan puisi dan pementasan drama. Drama yang merupakan salah satu bentuk sastra dan merupakan bagian dari seni pertunjukan ini dirasa kurang dalam pembelajarannya. Kurang dalam hal pengajarannya maupun pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, tidak hanya pengajar, peserta didik maupun pihak terkait perlu mendorong terciptanya apresiasi terhadap drama. Strategi pembelajaran drama juga mutlak harus dikuasai pengajar agar peserta didik menjadi tertarik, menjadi penikmat sastra dalam bentuk drama dan bahkan mampu membuat naskah drama dan melakonkannya seta mampu menangani hal-hal yang berkaitan dengan seni drama itu sendiri. Kata Kunci: apresiasi sastra, drama, strategi pembelajaran
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI) perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | upi.edu
2
ENDAHULUAN Pendidikan merupakan ujung tombak dalam pengembangan sumber daya manusia. Upaya pengembangan pendidikan tersebut harus sesuai dengan proses pembelajaran yang tepat agar anak didik dapat menerima pelajaran dengan baik. Menurut Degeng (1989) Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan peserta didik. Kegiatan pengupayaan ini akan mengakibatkan peserta didik dapat mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien. Dalam pembelajaran, hasil belajar tidak saja dipengaruhi oleh penguasaan pebelajar terhadap isi pelajaran, proses pembelajaran, kualitas hasil pembelajaran dan juga karakteristik pebelajar, tetapi juga dipengaruhi oleh cara-cara untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan, Oleh karena itu setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan memilih strategi pembelajaran yang tepat dalam setiap jenis kegiatan pembelajaran, diharapkan pencapaian tujuan belajar dapat terpenuhi.
Gilstrap dan Martin (1975) juga menyatakan bahwa peran pengajar lebih erat kaitannya dengan keberhasilan pebelajar, terutama berkenaan dengan kemampuan pengajar dalam menetapkan strategi pembelajaran. Proses pembelajaran dengan paradigma lama harus diubah dengan paradigma baru yang dapat meningkatkan kreatifitas peserta didik dalam berpikir dan berekspresi sehinga proses belajar mengajar dapat berjalan secara efektif.
Sesuai dengan Kurikulum KTSP, pembelajaran bahasa dibagi menjadi dua ranah yaitu pembelajaran bahasa dan pembelajaran sastra. Pembelajaran apresiasi sastra meliputi pembelajaran apresiasi puisi, prosa, dan drama. Ada beberapa prinsip dalam pelaksanaan pembelajaran apresiasi sastra. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut. (1) Pembelajaran sastra berfungsi untuk meningkatkan kepekaan rasa pada budaya bangsa. (2) Pembelajaran sastra memberikan kepuasan batin dan pengayaan daya estetis melalui bahasa. (3) Pembelajaran apresiasi sastra bukan pelajaran sejarah, aliran, dan teori sastra. (4) Pembelajaran apresiasi sastra adalah pembelajaran untuk memahami nilai kemanusiaan di dalam karya yang dapat dikaitkan dengan nilai kemanusiaan di dalam dunia nyata.
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI) perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | upi.edu
3
Pembelajaran sastra menurut panduan penerapan KTSP perlu menekankan pada kenyataan bahwa sastra merupakan seni yang dapat diproduksi dan diapresiasi sehingga pembelajaran
hendaknya
bersifat
produktif-apresiatif.
Pengembangan
kegiatan
pembelajaran apresiatif merupakan usaha untuk membentuk pribadi imajinatif yaitu pribadi yang selalu menunjukkan hasil belajarnya melalui aktivitas mengeksplorasi ideide baru, menciptakan tata artistik baru, mewujudkan produk baru, membangun susunan baru, memecahkan masalah dengan cara-cara baru, dan merefleksikan kegiatan apresiasi dalam bentuk karya-karya yang unik.
Namun sayangnya, pembelajaran sastra, khususnya pembelajaran drama, mulai dari tingkat sekolah dasar sampai dengan perpendidikan tinggi masih termarjinalkan. Drama yang pada hakikatnya adalah seni peruntunjukan diajarkan kepada peserta didik dalam bentuk teoretis semata. Peserta didik dibiasakan untuk mengetahui seluk beluk drama hanya dalam teori, tanpa aplikasi. Pembelajaran yang seharusnya menyenangkan, dapat mewadahi kratifitas peserta didik, serta dapat memproduksi karya-karya baru menjadi angan-angan belaka. Hal ini terjadi salah satunya karena masih minimnya strategi yang digunakan oleh pendidik dalam membelajarkan drama kepada peserta didik secara efektif dan menyenangkan.
HAKIKAT PEMBELAJARAN DRAMA Secara etimologis, kata “drama” berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti „berbuat‟, berlaku‟, „bertindak‟, „bereaksi‟, dans sebagainya (Harymawan dalam Dewojati, 2010:7). Selain itu, dalam Webster New Collegiate Dictionary, drama dikemukakan sebagai karangan berbentuk prosa atau puisi yang direncanakan bagi pertunjukan teater suatu lakon (Tarigan, 1984). Selanjutnya pengertian yang lebih popular dikemukakan oleh Abrams dalam A Glossary of Literary Terms yang menyatakan bahwa “Drama is the literary form designed for the theather, where actors take the roles of characters, perform the indicated action, and utter the written dialogue.”
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI) perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | upi.edu
4
Meskipun terdapat bermacam-macam definisi drama, ada satu hal yang tetap dan menjadi ciri utama drama, yaitu penyampaiaannya yang dilakukan dalam bentuk dialog atau action yang dilakukan oleh tokoh-tokohnya. Sebagai suatu genre sastra, drama mempunyai kekhususuan dibanding genre puisi atau genre prosa. Kesan dan kesadaran terhadap drama lebih difokuskan kepada bentuk karya yang bereaksi secara langsung dan konkret (Dewojati, 2010: 9).
Dalam konteks pendidikan, Neelans (1993) mengemukakan bahwa drama tidak seperti yang dimaksud sebagai transfer kecakapan manusia dalam teater, tetapi lebih berhubungan dengan pengalaman khayalan/ imajiner manusia. Pengalaman imajinasi (yang dikontrol dengan ragam permainan dan teater) dipandang sebagai konteks efisien khusus bagi anak-anak untuk mencoba menerapkan ide-ide baru, konsep-konsep, nilainilai, peran-peran, dan bahasa dalam kegiatan tindakan, yaitu konteks situasional yang terjadi secara alami.
Pembelajaran drama harus bisa berbaur dalam dua dunia seni karena drama adalah salah satu genre sastra yang berada pada dua dunia seni, yaitu seni sastra dan seni pertunjukan atau teater. Orang yang melihat drama sebagai seni sastra menunjukkan perhatiannya pada seni tulis teks drama yang dinamakan juga dengan seni lakon. Teknik penulisan teks drama berbeda dengan teknik penulisan puisi atau prosa. Orang yang menganggap drama sebagai seni pertunjukan (teater) fokus perhatiannya ditujukan pada pertunjukannya atau pementasannya, tidak semata pada teksnya saja. Teks sastra menurut pandangan mereka hanyalah bagian dari seni pertunjukan yang harus berpadu dengan unsur lainnya, yaitu: gerak, suara, bunyi, musik, dan rupa. Bahkan sumber ekspresi seni pertunjukan tidak hanya teks drama melainkan juga teksteks lainnya di luar unsur sastra, seperti: teks pidato, pledoi, dan penyidikan, berita di media massa, esai, dan lain-lain.
Sebagai sebuah teks sastra, drama merupakan suatu genre sastra yang mempunyai konvensi (kaidah) yang dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar. Pertama, yang berhubungan dengan kaidah bentuk, yaitu adanya alur dan pengaluran,
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI) perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | upi.edu
5
tokoh dan penokohan, latar ruang dan waktu, dan perlengkapan (sarana). Kedua, yang berhubungan dengan kaidah stilistika, yaitu bahasa serta dialog yang digunakan sesuai dengan lingkungan sosial, watak yang diemban tokoh, serta amanat yang disampaikan melalui dialog-dialog yang dikemukakan.
Menurut Remy Silado, dalam memahami teks drama terdapat empat kualifikasi yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) isi dramatic yaitu gagasan yang akan dikemukakan dalam drama., (2) bahasa dramatic yaitu bahasa drama yang digunakan, apakah bahasa prosaik, puitik, atau sosiologik yang akan digunakan, (3) bentuk dramatic adalah ragam ekspresi, gaya ekspresi, dan plot literer. Ragam ekspresi yang digunakan secara umum adalah tragedi, komedi, tragedi-komedi, melodrama, dan banyolan (force). Gaya ekspresi adalah visi dan pandangan penulis yang penuangannya sesuai dengan paham atau aliran yang dianut pengarang. Plot literer adalah plot yang terdapat dalam teks drama., dan (4) struktur dramatic adalah perkembangan antara konflik yang muncul, memuncak, dan berakhir. Penampilan bentuk fisik teks drama yang berbeda dengan teks pada fiksi adalah dialog. Melalui dialoglah berkembangnya jalan cerita. Penunjukan tentang latar yang dikehendaki dituliskan dengan rinci..
PEMBELAJARAN DRAMA DI SEKOLAH Menurut Tarigan (19884: 109) Drama dalam pendidikan dibedakan menjadi dua macam yaitu: (1) drama anak-anak, (2) Creative dramatic/ drama untuk anak. Drama anak-anak adalah sebuah drama yang dipentaskan untuk penonton yang terdiri dari anak-anak, dengan lakon yang disuguhkan secara cermat oleh actor-aktor yang memenuhi syaratsyarat sebagai actor yang baik. Creative Dramatic/ drama untuk anak adalah drama yang digunakan sebagai media dalam pendidikan. Yang menjadi tujuan dalam creative dramatic bukanlah public, tetapi adalah proses dari penyelenggaraan drama itu sendiri bagi para peserta yang terdiri dari anak-anak. proses ini bertitik tolak pada perkembangan dan pertumbuhan anak-anak itu sendiri.
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI) perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | upi.edu
6
Pendidik yang memimpin permainan ini bukanlah bertindak sebagai sutradara, tetapi sebagai penuntun dan pendidik. Dialog-dialog dalam creative dramatic diucapkan secara spontan oleh anak-anak dalam permainan. Tujuan dari creative dramatic adalah menumbuhkan perkembangan anak secara menyeluruh. Manfaat creative dramatic diantaranya yaitu: (1) memupuk kerjasama yang baik dalam pergaulan sosial, (2) memberi kesempatan kepada anak itu melahirkan daya kreasi masing-masing, (3) mengembangkan emosi yang sehat pada anak-anak, (4) menghilangkan sifat malu, gugup, dan lain-lain, (5) mengembangkan sikap dan apresiasi yang baik, (6) menghargai pendapat dan pikiran orang lain, (7) menanamkan kepercayaan pada diri sendiri, (8) dapat mengurangi kejahatan dan kenakalan. (Satrowardhono dalam Tarigan, 1984: 112)
STRATEGI PEMBELAJARAN DRAMA Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan pendidik dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition discovery learning dan (2) group individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif. Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something”.
Menurut Suyatno (2004: 9) peran pendidik sangat menentukan dalam mengajarkan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, pendidik dituntut untuk menguasai bahasa Indonesia
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI) perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | upi.edu
7
dan pembelajarannya. Peran tersebut didasari oleh kekuatan konsep dan kekuatan mengembangkan strategi pembelajarannya.
Strategi pembelajaran merupakan panduan kegiatan belajar pembelajar dan pebelajar untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya, lebih jelas menyatakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pebelajaran yang harus dilakukan pendidik atau pebelajar agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dick (2001) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk mendapat hasil pembelajaran dari pebelajar. Oleh karena itu, implementasi strategi pembelajaran memerlukan model pembelajaran agar pembelajaran dapat digambarkan dengan jelas mulai dari sejak awal sampai akhir yang disajikan oleh pendidik.
Dalam menerapkan strategi pembelajaran ada beberapa komponen yang harus diperhatikan agar dalam kegiatan pembelajaran tercapai suatu tujuan yang telah ditentukan. Menurut Gagne and Briggs, komponen dalam strategi pembelajaran adalah : (1) Memberikan motivasi atau menarik perhatian, (2) Menjelaskan tujuan pembelajaran kepada peserta didik, (3) Mengingatkan kompetensi prasyarat, (4) Memberi stimulus (masalah, topic, konsep). (5) Memberi petunjuk belajar (cara mempelajari). (6) Menimbulkan penampilkan peserta didik, (7) Memberi umpan balik, (8) Menilai penampilan, (9)Menyimpulkan.
Dalam pembelajaran drama ada beberapa macam strategi yang dapat digunakan , diantaranya yaitu strategi empatik. Melalui strategi ini, peserta didik digiring untuk merasakan kemampuan dirinya dalam keadaan yang optimal kemudian menuangkannya ke dalam bentuk perilaku/ action. Dalam pembelajaran ini suasana batin peserta didik sangat diutamakan, yakni merasa senang, tenang, dan sesuai dengan tingkat pengetahuan, serta pengalaman yang dimilikinya. Kelebihan dari strategi empatik sendiri adalah stretegi empatik mengarahkan peserta didik ke aspek pengalaman, kemampuan, dan kemauan peserta didik.
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI) perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | upi.edu
8
Dalam pembelajaran drama yang tergolong creative dramatic individual, peserta didik tidak langsung dijustifikasi menjadi tokoh jahat, baik, atau penegah. Peserta didik cenderung diajak berfikir bersama-sama tentang permasalahan hidup yang ada kemudian memecahkannya secara bersama-sama pula. Pertama pendidik bercerita tentang sebuah kejadian, misal: “Kemarin anak kelas X yang paling cantik itu kabur dari rumah, orang tuanya sampai sekarang berusaha mencari-carinya, namun hasilnya tetap nihil.”, tahap kedua adalah pendidik memanggil seorang peserta didik untuk maju ke depan kelas, setelah berada di depan, pendidik menganggap peserta didik tersebut adalah salah satu tokoh dari cerita, missal: “Andi, bagaimana perasaanmu sebagai orang tua yang kehilangan putri tercinta?”, pendidik harus menggiring peserta didik untuk berdialog dan berekspresi secara optimal. Pada saat diberi pertanyaan, peserta didik secara spontan akan bereaksi sesuai dengan pengalamnnya menghadapi masalah tersebut, respon tersebut akan bernada natural dan penuh ekspresi. Secara bergantian pendidik memanggil peserta didik dengan mengaitkan peserta didik ke dalam pelakupelaku cerita. Strategi ini dapat dikaitkan dalam metode yang beraneka ragam. salah satunya dengan sosiodrama. adapun nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam strategi ini adalah: (1) para pelajar dilibatkan pada persoalan hidup, (2) memberi kesempatan „bildung‟, (3) para pelajar dapat mendiskusikan nilai-nilai kehidupan yang perlu bagi dirinya sendiri, (4) dapat menghargai pendapat orang lain, (5) mempunyai peranan dalam pembentukan pribadi sendiri, (6) merupakan latihan dalam menggunakan bahasa secara teratur, (7) melatih anak berfikir cepat, (8) melatih para pelajar lain sebagai penonton dengan konsentrasi optimal, (9) para pelajar dapat mengerti secara intelektual dan merasakan persoalan sosial psikologis itu, (10) mendidik para pelajar agar berani mengemukakan pendapat.
Dalam pembelajaran drama secara berkelompok, strategi empatik dapat diterapkan dengan metode kooperatif. Pendidik membentuk peserta didik menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok diberikan sebuah potongan cerita yang didalamnya terdapat sedih, gembira, ragu, marah, menangis, dan tertawa. setiap kelompok disuruh mendiskusikan nasib tokoh yang ada di dalamnya. Setiap kelompok berhak untuk membuat jalan cerita yang berbeda dan pemilihan peran bergantung dari keinginan masing-masing. Pada tahap ini anak dibebaskan untuk memilih sesuai dengan
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI) perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | upi.edu
9
pengalaman, kemauan dan kemampuannya sendiri, sehingga peran yang dilakoni lebih natural dan ekspresif.
SIMPULAN Pembelajaran drama yang mulai termarginalkan harus segera di atasi. salah satu cara mengatasinya adalah dengan mengubah strategi dalam pembeljaran drama. Strategi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran drama agar lebih menarik adalah strategi empatik, yaitu strategi yang menggiring peserta didik untuk merasakan kemampuan dirinya dalam keadaan yang optimal kemudian menuangkannya ke dalam bentuk perilaku/ action.
Srategi empatik dapat diterapkan dalam pembelajaran drama di sekolah yang berbentuk creative dramatic. Pembelajaran dapat dilakukan dalam bentuk individu ataupun berkelompok. Beberapa tujuan dari pembelajaran drama dengan strategi empatik adalah Pembelajaran ini adalah untuk melatih anak berfikir cepat, melatih para pelajar lain sebagai penonton dengan konsentrasi optimal, pelajar dapat mengerti secara intelektual dan merasakan persoalan sosial psikologis itu, serta mendidik para pelajar agar berani mengemukakan pendapat.
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI) perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | upi.edu
10
DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya Remaja. Dewojati, Cahyaningrum. 2010. Drama: Sejarah, Teori, dan Penerapannya. Yogjakarta: Gadjah Mada University Press. Fathurrohman, Pupuh dan Sobri Sutikno. 2007. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung: PT Refika Aditama Haryamawan, RMA. 1983. Dramaturgi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Kasuriyanto, dkk. 1989. Srategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Surabaya: Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS-IKIP Surabaya. Suyatno. 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: Penerbit SIC Suroto. 1989. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. Tarigan , Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Penerbit Angkasa. Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group WS, Hasanuddin. 2009. Drama: Karya Dalam Dua Dimensi. Bandung: Penerbit Angkasa. Yohanes, Budinuryanta, dkk. 2007. Problematika Pembelajaran Apresiasi Sastra dan Solusisnya. Surabaya: Lembaga Penerbit Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Surabaya.
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI) perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | upi.edu
11
BIODATA
1. Nama
: Nia Budiana
2. Alamat
: Jalan Baiduri Sepah 39 Malang
3. Tempat, tgl lahir
: Mojokerto, 30 Maret 1988
4. Alamat kantor
: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya Jalan Veteran Malang
5. No. telp kantor
: 0341-575 875
6. No. HP
: 085648051005, 087855045006
7. E-mail
:
[email protected]
1. Nama
: Diah Ayu Wulan
2. Alamat
: Jalan Tlogomas 8/39 RT 04 RW 05 Malang
3. Tempat, tgl lahir
: Malang, 20 November 1975
4. Alamat kantor
: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya Jalan Veteran Malang
5. No. telp kantor
: 0341-575 875
6. No. HP
: 0852 34 20 9598
7. E-mail
:
[email protected]
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI) perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | upi.edu