STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN MENGATASI KRISIS GLOBAL MELALUI PERAN PERBANKAN (Kasus PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk)
Oleh: Bunasor Sanim1
PENDAHULUAN Tahun 2008 bisa dikatakan sebagai periode yang suram bagi dunia. Betapa tidak, krisis keuangan di Amerika Serikat (AS) yang dipicu oleh krisis subprime mortgage pada medio 2006 tampaknya akan terus berlanjut. Celakanya, karena hubungan patronase yang sedemikian lekat antara pasar keuangan AS dan dunia, imbas negatif juga terjadi di negara-negara lain. Salah satu channel penularan adalah melalui harga saham. Kerugian bank-bank internasional akibat krisis subprime mortgage pada awalnya menimbulkan penurunan kurs Dollar AS terhadap mata uang Euro dan Yen. Jatuhnya valuasi saham di AS selanjutnya memicu penurunan harga saham di seluruh dunia karena investor khawatir pelemahan ekonomi AS akan berdampak pada pelambatan ekonomi dunia. Dampak berikutnya dari penurunan harga saham di negara berkembang adalah adanya pelarian modal ke instrumen yang kurang berisiko (misalnya surat utang negara maju atau emas) sehingga kurs mata uang negara berkembang melemah. Sebagai salah satu negara yang memiliki kaitan dengan ekonomi AS, Indonesia pun tak luput dari keguncangan ini. Semestinya, Indonesia tidak harus menerima dampak langsung dari krisis di AS, karena instrumen keuangan penyebab krisis di AS bukan merupakan komponen dominan di pasar keuangan Indonesia. Akan tetapi, pasar keuangan kita terkena dampak tidak langsung akibat imbas ekspektasi negatif pasar (dampak psikologis), sehingga investor ikut-ikutan panik dan bursa saham terguncang. Sejumlah proyeksi yang dilakukan berbagai lembaga menunjukkan bahwa krisis masih akan berlanjut di tahun 2009, bahkan diperkirakan semakin dalam. IMF pada awal November lalu, “terpaksa” merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang baru saja dikeluarkannya pada bulan Oktober 2008. Revisi IMF didasari pertimbangan karena persoalan ekonomi yang dihadapi dunia saat ini sangat serius sehingga akan mengoreksi 1
Guru Besar Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan IPB
1
capaian pertumbuhan ekonomi global di tahun 2009. IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2009 hanya akan mencapai 2,2 persen, atau terpangkas 0,8 persen dibandingkan proyeksi yang dibuat pada Oktober 2008. Kapan krisis ekonomi global ini akan berakhir? OECD dalam laporan terbarunya pada tanggal 25 November lalu, memproyeksikan hal yang sama dengan IMF. Intinya, pada tahun 2009 bisa dikatakan bahwa perekonomian dunia akan mencapai titik terendah dan diperkirakan baru akan rebound paling cepat pada 2010. Dengan melihat spektrum krisis global saat ini, yang harus kita perhatikan adalah kesiapan kita menghadapi kemungkinan terburuk yang bisa terjadi di tahun 2009 dengan mempersiapkan langkah-langkah strategis baik berupa kebijakan maupun strategi ekonomi yang tepat. Kebutuhan akan strategi yang tepat akan semakin urgent mengingat pada tahun 2009 Indonesia juga akan menghadapi hajatan demokrasi 5 (lima) tahunan, sehingga jika salah dalam menentukan strategi akan berakibat fatal bagi perjalanan bangsa Indonesia ke depan
KONDISI EKONOMI INDONESIA SAAT INI Pada tahun 2000 tepatnya bulan Oktober, setelah terjadinya krisis financial yang melanda Asia saat itu, diselenggarakan KTT Millenium PBB yang merumuskan dan menghasilkan Mellenium Development Goals (MDGs).
Kesepakatan
tersebut dituangkan dalam
Deklarasi Milenium yang disepakati oleh 189 negara anggota PBB terdiri dari 8 (delapan) tujuan, yaitu: 1.
Memberantas kemiskinan dan kelaparan
2.
Mewujudkan pendidikan dasar untuk semua
3.
Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan
4.
Menurunkan angka kematian anak
5.
Meningkatkan kesehatan ibu
6.
Memerangi penyebaran HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya
7.
Memastikan kelestarian lingkungan hidup
8.
Membangun kemitraan global dalam pembangunan Pengentasan kemiskinan merupakan isu dan salah satu tujuan dari MDGs, hal ini dapat dipahami karena permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan pelik yang dihadapi oleh sebagian besar Negara anggota PBB terutama Negara berkembang termasuk Indonesia. Pada bulan Maret 2007, jumlah penduduk miskin tercatat 37,17 juta jiwa (16,58%) dari total jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan jumlah pengangguran pada
2
bulan Pebruari 2007 mencapai 10,55 juta jiwa (9,75 %) dari jumlah angkatan kerja Indonesia. Sejalan dengan tujuan MDGs tersebut, pada awal pemerintahannya Presiden SBY mencanangkan tiga strategi dalam bidang ekonomi, yang disebut tripple strategy, yaitu: mencapai pertumbuhan ekonomi 6,6 persen per tahun, menggerakkan kembali sektor riil, serta revitalisasi pertanian dan perekonomian pedesaan. Strategi tersebut dibuat untuk menanggulangi kemiskinan dan pengangguran yang menjadi permasalahan sangat pelik di Indonesia serta meningkatkan daya saing nasional.
FRAMEW O Gambar 1. Framework Penanggulangan Kemiskinan dan Pengangguran Sumber: Kusmuljono dan Bunasor, 2006
FOKUSPEMBA
Namun, gelombang tsunami yang melanda Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatra Utara, disusul gempa bumi di DIY dan Jawa Tengah, semburan lumpur panas di Sidoarjo, diikuti tsunami di pantai selatan Jawa, seakan menenggelamkan antusiasme rakyat akan angin perubahan yang dihembuskan oleh pemerintaan SBY-JK.
1.
Strategi yang
M engurangi
dicanangkan pemerintah SBY-JK tersebut pada perjalanannya masih banyak menemui
hambatan sehingga perekonomian Indonesia masih rentan terhadap berbagai gejolak eksternal dan belum memiliki fondasi dasar yang kokoh.
Namun demikian, kita juga tidak menutup mata terhadap perkembangan perekonomian
2.
Peningkatan
saat ini yang dapat dijadikan modal dalam menghadapi hadangan krisis ekonomi kedepan.
Kondisi-kondisi tersebut dapat kita cermati diantaranya: Pertama, adalah
fundamental perekonomian domestik. Secara umum dan obyektif dapat dikatakan bahwa
hingga Kuartal III 2008, fundamental ekonomi Indonesia masih mengindikasikan bagi
3.
M eningkatkan 3
kita untuk optimis. Pertumbuhan ekonomi Indonesia menembus 6,3 persen di tahun 2007. Laju pertumbuhan ekonomi ini terus dipertahankan, bahkan di Kuartal II 2008 mencapai 6,4 persen, meski menurun lagi pada Kuartal III 2008 menjadi 6,1 persen. Pencapaian ini lebih tinggi daripada rata-rata pertumbuhan ekonomi negara ASEAN lainnya. Kedua, pada Oktober 2008 lalu, kecukupan cadangan devisa kita mencapai sekitar US$57 miliar, meski kembali turun menjadi sekitar US$51 miliar pada November 2008. Begitu juga dengan kondisi sektor perbankan. Meski sempat mengalami krisis likuiditas pada pertengahan 2008 serta adanya pengambilalihan Bank Century oleh pemerintah belum lama ini, secara umum seluruh indikator perbankan menunjukkan kondisi yang positif. Ketiga, demikian juga dengan inflasi. Meskipun inflasi tahunan berada di level 11- 12 persen, hal itu masih wajar, karena terdapat administered inflation yang tidak bisa dihindari. Kondisi-kondisi tersebut sesungguhnya dapat menjadi modal yang sangat berharga bagi Indonesia untuk terhindar dari krisis seperti pada tahun 2008 yang lalu. Hal ini tentunya selain didukung oleh kondisi tersebut diatas, juga karena adanya situasi yang berbeda antara tahun 1998 pada saat Indonesia menghadapi krisis keuangan, dengan situasi 2008 saat ini. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 merupakan efek dari krisis yang terjadi di Asia. Krisis tersebut disebabkan oleh tiga hal utama,yakni fundamental, market panic dan vulnerabilities, yang akhirnya menghantam Indonesia sampai pada titik nadir, yakni membuat terjadinya perubahan kepemimpinan. Krisis di Indonesia menjadi sangat ”severe”karena faktor-faktor lain ikut memperburuk situasi, seperti misgovernment, corruption, political transition,insecurity of the ethnic chinese, the fall of oil price, suffered from drought, dan the break down in public order and communal effect. Situasi perekonomian Indonesia waktu itu lebih buruk lagi, yang ditandai oleh lack of demand, drastic decline in private investment, public investment expenditures were reduced significantly, drastic fall in output, dan drastic fall in real income. Sementara itu budget deficit pada tahun 1998 mencapai 8,5 % dari GDP. Tidak seperti yang dianjurkan Keynes mengenai ekspansi fiskal - yakni anggaran diperuntukkan bagi stimulasi pertumbuhan-, pada kenyataannya anggaran lebih banyak digunakan untuk food and othes subsidies for the poor atau social safety net. Pada tahun 1999, proses recovery atas kondisi krisis disandarkan pada 4 (empat) langkah kebijakan, yakni the restoration of private demands, the restoration of confidence, the
4
efficient cleaning up of the banking system, and the corporate debt resolution. Sampai dengan tahun 2008, telah banyak kemajuan yang dicapai oleh pemerintahan di era reformasi. Berbagai macam perbaikan pada semua sektor mulai dilakukan, sehingga menyebabkan situasi yang ada pada tahun 2008 berbeda dengan situasi pada tahun 1998 pada saat menghadapi krisis. Dengan melihat beberapa indikator di atas kita sesungguhnya memiliki bekal yang cukup baik untuk menghadapi kondisi ekonomi pada tahun 2009. Ekonomi Indonesia seharusnya memang lebih resilien terhadap gejolak faktor eksternal dibandingkan dengan negara-negara lain. Terlebih lagi, struktur ekonomi kita sesungguhnya tidak terlalu bergantung pada aspek eksternal (ekspor), tetapi lebih ditopang oleh faktor domestik terutama dari konsumsi masyarakat. Namun demikian, mengingat proyeksi perekonomian global di tahun 2009 yang begitu buruk, tampaknya kita masih harus mempersiapkan bekal yang lebih dari yang kita miliki saat ini. Terlebih lagi, beberapa indikator ekonomi saat ini telah menunjukkan gejala penurunan, seperti yang ditunjukkan oleh capaian pertumbuhan ekonomi pada Kuartal III 2008 dan cadangan devisa pada bulan November. Oleh karenanya, tidak berlebihan bila ada pihak yang mengatakan bahwa dampak krisis global yang sesungguhnya baru terjadi pada bulan-bulan ini dan bulan-bulan mendatang di tahun 2009.
NEGARA KUAT DAN MANDIRI Sebagai negara yang memiliki potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang berlimpah (abundant/endowment), Indonesia seharusnya dapat menjadi negara kuat dan mandiri. Negara dikatakan kuat dan mandiri jika negara tersebut mempunyai ketahanan di bidang pangan, bidang energi dan bidang finansial. Dengan demikian, sebuah negara akan menjadi kuat dan mandiri jika ditopang oleh tiga pilar ketahanan yang meliputi: (1) ketahanan pangan (food security), (2) ketahanan energy (energy security), dan (3) ketahanan financial (financial security). Ketiga pilar tersebut saling terkait dan tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus dibangun secara bersama-sama.
5
Sumber: Bunasor, 2007 Gambar 2. Tiga Pilar Utama Penyangga Negara Kuat dan Mandiri Apabila potensi yang dimiliki dapat dikelola dengan baik, maka permasalahan kemiskinan dan pengangguran di Indonesia akan dengan mudah dapat diatasi. Namun karena pengelolaan yang kurang professional dan masih adanya oknum-oknum manusia yang kurang amanah (moral hazard, rent seeker, dan free raider), maka Indonesia mengalami kerawanan dalam ketiga pilar tersebut sehingga kita selalu terkena dampak krisis yang berasal dari luar.
STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN MENGHADAPI KRISIS Uraian tersebut diatas menunjukkan bahwa sesungguhnya penanganan krisis ekonomi tidak hanya semata-mata dilihat sebagai permasalahan ekonomi semata, tetapi juga harus dilihat secara komprehensif dan menyeluruh termasuk aspek non ekonomis. Hal ini diungkapkan dalam Tesis dari Joseph Stiglitz (Warga Negara Amerika) penerima Hadiah Nobel (Nobel Prize) Bidang Ekonomi tahun 2001 yang menyatakan: “Economic problems cannot be solved merely by economic variables, but should be accompanied by non economic variables (i.e. legal aspect, good governance, eradicate corruption,moral hazard(rent seeker, free raider))”. Untuk itu, penting bahwa dalam menghadapi krisis keuangan global saat ini pemerintah harus melihat aspek lain selain variable ekonomi seperti paradigma pembangunan yang selama ini telah dijalankan. Pembangunan perekonomian nasional selama orde baru dilakukan dengan berorientasi pada pendekatan penawaran, unsustainable agriculture, sentralistik, inward looking oriented, food (rice) self suffiency, peningkatan produktifitas SDA (phisical capital), dan
6
konglomerasi. Kondisi ini tidak akan membuat Indonesia selalu terpuruk siapapun yang memerintah kecuali paradigma pembangunan ekonominya dirubah. Tabel 1. Pergeseran Paradigma Pembangunan Ekonomi PARADIGMA LAMA
PARADIGMA BARU
Pendekatan Penawaran (supply oriented)
Pendekatan Demand (market oriented)
Unsustainable agriculture
Sustainable agriculture
Pembangunan sentralistik
Otonomi dan desentralisasi
Inward looking oriented
Outward looking oriented (global village)
Food (rice) self sufficiency
Food security
Peningkatan Produktifitas SDA (physical capital)
Peningkatan capital)
Ekonomi Konglomerasi
Ekonomi Kerakyatan berbasis Agribisnis
Produktifitas
SDM
(human
Sumber: Bunasor, 2002. Pada era pemerintahan SBY-JK, terlihat adanya perubahan paradigm pembangunan tersebut, ini dapat dilihat dari strategi pembangunan ekonomi yang dicanangkan saat baru menjabat yang dikenal Triple Strategy dimana sector pertanian dan perdesaan menjadi salah satu strategi selain pertumbuhan ekonomi dan sektor riil. Langkah lain yang dirasa tepat diambil pemerintah dalam upaya menghadapi krisis keuangan global berupa grand design ekonomi yang disampaikan Presiden SBY dihadapan Sidang Kabinet Paripurna pada tanggal 15 Oktober 2008. Grand Strategy Pembangunan Ekonomi tersebut ada 8 (delapan) antara lain:
1. Menggunakan dan meningkatkan sumber-sumber pembiayaan dalam negeri, agar tidak senantiasa terhantui oleh bahaya arus modal ke luar negeri (capital out flow)
2. Meningkatkan tabungan (saving) dalam negeri sebagai sumber investasi domestic 3. Memperkuat perekonomian domestik, termasuk pasar dalam negeri, agar pertumbuhan perekonomian (growth) tidak hanya mengandalkan ekspor, yang setiap saat bisa terancam manakala ekonomi dunia mengalami resesi.
4. Meningkatkan daya beli masyarakat, demikian juga spending pemerintah dan swasta, agar pasar domestik makin tumbuh dengan baik. 5. Menggalakkan penggunaan produk dalam negeri (barang dan jasa), agar neraca pembayaran kita aman (tidak defisit) dan devisa kita tidak terkuras
7
6. Meningkatkan ketahanan dan kecukupan kebutuhan rakyat, terutama pangan, agar ketika dunia mengalami krisis ekonomi, kebutuhan rakyat tetap dapat dipenuhi. 7. Memajukan ekonomi daerah di seluruh provinsi, kabupaten dan kota agar semua daerah dapat menjadi sumber, kekuatan dan sabuk pengaman perekonomian nasional.
8. Mengelola dan mendayagunakan sumber daya alam, terutama minyak, gas, batubara dan minyak kelapa sawit, agar benar-benar dapat meningkatkan penerimaan negara, dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kebijakan pemerintah berupa grand design tersebut di atas merupakan landasan yang kokoh dalam mendorong tumbuh dan berkembangnya pembangunan pertanian di Indonesia.
Namun demikian masih perlu strategi lain yang mendukung bagi
keberlangsungan dan keberlanjutan pembangunan pertanian. Strategi tersebut adalah (Bunasor, 2002): (1) Pengembangan Sumberdaya Manusia Kualitas SDM komponen utama bagi daya saing nasional, maupun internasional “. Untuk dapat bersaing dalam era globalisasi, mak peningkatan kualitas SDM harus memenuhi tiga kriteria pendidikan yang berkelanjutan, yaitu : (1) multi skilling, (2) long life education, (3) learning by doing process (2) Penggunaan SD yang Efektif, efisien dan Berkelanjutan Menurut Munasinghe (1992): Pembangunan berkelanjutan termasuk dalam pembangunan sektor agribisnis menyangkut tiga tujuan yang harus dicapai secara simultan dengan kombinasi ketiganya sesuai dengan kondisi dan tingkat kemajuan masyarakat. (1) tujuan ekonomi meliputi pertumbuhan ekonomi, peningkatan output dan pembentukan modal serta peningkatan daya saing (2) tujuan sosial menyangkut kesejahteraan sosial, pemerataan, kenyamanan dan ketentraman (3) tujuan ekologis yang menyangkut pemeliharaan dan peningkatan kualitas lingkungan, mengurangi dampak eksternalitas negatif dan mendorong dampak eksternalitas positif dalam proses kegiatan pembangunan. (3) Peningkatan Daya Saing Daya saing nasional lebih-lebih pada daya saing global (global competitivenesse) sangat dipengaruhi oleh dua faktor daya saing , yaitu : (1) Keunggulan komperatif (Comperative Advantage) dan (2) Keunggulan kompetitif (Comperative Advantage).
8
Pada keunggulan komperatif lebih bersifat mikro, terjadi pada level perusahaan secara individu. Faktor-faktor yang menentukan tingkat keunggulan komperatif menurut Bunasor (1994) antara lain : (1) Teknologi yang digunakan, (2) Manajemen usahanya, (3) Skala usaha, (ekonomi dan skup ) dan (4) Kualitas SDM dari karyawannya.
(4) Peningkatan kinerja sistem agribisnis Agribinis melalui pendekatan sistem mempunyai sub-sub sistemnya : (1) pengadaan dan penyaluran sarana produksi (2) kegiatan produksi usaha tani (3) kegiatan agroindustri (4) kegiatan pemasaran / tataniaga dan (5) sistem pelayanan pendukung. Performansi/keragaan keseluruhan dari sistem agribisnis sangat dipengaruhi oleh
sinergi
performansi/kinerja
dari
masing-masing
komponen/subsistemnya. (5) Pengembangan kelembagaan Kelembagaan yang perlu dibentuk dalam rangka pembangunan agribisnis yang berkelanjutan meliputi :
a. Manajemen SD agribisnsi b. Pengembangan sistem informasi manajemen (SIM) dan jaringan kerja (networking) c. Pengembangan kebijaksanaan yang lebih bersifat “fasilitating” dari pada bersifat “regulating”. d. Menciptakan koordinasi, integrasi singkronisasi dan simplifikasi (KISS) antar pelaku pembangunan agribisnis . e. Membangun lembaga yang mengelola perusahaan dan kepemilikan (property right common/acces property right). f. Pengembangan partisipasi dan sinergi kerjasama untuk dapat mencapai keberhasilan pembangunan. Model pendekatan aksi peran serta (participation action aprproach model = PAAM) dianggap cukup berhasil dalam pelestarian
dan pengelolaan
SDA di negara
berkembang. (6) Peningkatan Pemasaran dan Perdagangan Internasional 9
Termasuk dalam kebijakan pemasaran dan perdagangan internasional meliputi antara lain : a. Meningkatkan daya saing nasional maupun internasional melalui peningkatan keunggulan komperatif. b. Meningkatkan kelancaran arus barang dan jasa (flow of goods and service) dengan membangun sistem jaringan distribusi yang efisien dan efektif. c. Mengurangi kalau tidak mungkin menghilangkan distorsi/gangguan pasar, sehingga menciptakan sistem mekanisme pasar yang sehat. d. Menerapkan kualitas standar (standard quality) secara menyeluruh dan konsekuen melalui pentahapan yang bijak bagi barang-barang dan jasa yang diperdagangkan. e. Membentuk “marketing research” untuk memperoleh informasi yang tepat, akurat dan valil dalam mencermati proses pasar melalui pengumpulan dan analisis “market information” dan
“market
intelligen” . Selain strategi yang khusus dalam pengembangan pembangunan pertanian, pemerintah perlu juga menerapkan kebijakan-kebijakan pendukung yang dapat mempercepat pembangunan pertanian dalam menghadapi krisis keuangan global diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Menjadikan ADLI Sebagai Pilihan Strategi Dalam kaitan keterkaitan antar sector mempengaruhi perekonomian suatu negara dalam pembangunan, ada dua strategi yaitu ADLI (Agricultural Demand Let Industrialization) dan ELI (Export Let Industrialization)(Adelman, 1984; Sumodiningrat dan Kuncoro, 1990).
Strategi ADLI, sebagai strategi yang
berbasis pada sumberdaya local (resource based) membantu transformasi struktur ekonomi pedesaan mengatasi kemiskinan, pengangguran dan penyediaan pangan yang berat, tetapi menghasilkan keterkaitan yang kuat antara Sektor Pertanian dengan Sektor Non Pertanian. Dengan demikian strategi ADLI menawarkan perlunya Sektor Pertanian dijadikan basis atau gerbong penarik (platform) dalam pembangunan nasional.
10
Sebaliknya ELI sebagai suatu strategi industrialisasi yang bersifat “foot loose”, banyak ketergantungan kepada komponen impor, kurang dapat membantu transformasi struktur ekonomi pedesaan karena keterkaitan yang lemah antara Sektor Pertanian dengan Sektor Non Pertanian. Oleh karenanya strategi ini sulit dalam mengatasi kemiskinan, pengangguran, dan kebutuhan pangan yang cukup berat.
ELI hanya menjadikan Sektor Pertanian sebagai pendukung bagi
pembangunan nasional. Tabel 2. ADLI dan ELI Diperbandingkan PERIHAL
ADLI
ELI
1.
Strategi Pembangunan
Resource Based Industrial Strategy Foot loose Industrial Strategy
2.
Basis SD
Sumberdaya lokal (Resource Based) Sumberdaya Impor (High Imported Component)
3.
Keterkaitan Antar Regional dan Sektoral
Keterkaitan yang kuat antara Perekonomian Perdesaan-Perkotaan dan antara Sektor Pertanian-Non Pertanian, sehingga membantu transformasi Struktur Ekonomi Perdesaan
4.
Pemecahan permasalahan utama
Efektif dalam mengatasi kemiskinan,Kurang efektif dalam mengatasi pengangguran dan penyediaan kemiskinan, pengangguran dan pangan penyediaan pangan
5.
Platform pembangunan
Sektor Pertanian menjadi Basis/Landasan Pembangunan Nasional
Keterkaitan yang lemah antara Perekonomian Perdesaan-Perkotaan dan antara Sektor Pertanian-Non Pertanian, sehingga kurang mendorong transformasi Struktur Ekonomi Perdesaan
Sektor Pertanian hanya pendukung Pembangunan Nasional
Sumber: Bunasor, 2006. Mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional yang masih rapuh, ditunjukkan antara lain oleh tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan yang tinggi, ketahanan pangan yang masih lemah, sektor riil yang belum bangkit, serta daya saing nasional yang masih rendah, maka strategi ADLI merupakan pilihan yang bijak bagi pembangunan nasional Indonesia paling tidak pada jangka pendek dan menengah. 2. Pengembangan & Pemberdayaan UMKM Keberadaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sudah terbukti cukup mampu menjadi katup penyelamat dalam krisis ekonomi dan mendorong laju pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja.
Pada tahun 2006
menurut data BPS UMKM dapat menyerap tenaga kerja sebesar 85.416.493
11
(96,18%) sedangkan usaha besar hanya menyerap tenaga kerja sebesar 3.388.462 (3,82%). Tabel 3. Kondisi UMKM di Indonesia 2006 NO 1 2 3 1 2 3
SKALA Kecil Menengah UKM Besar TOTAL Kecil Menengah UKM Besar TOTAL
JUMLAH 48.822.925 106.711 48.929.636 7.204 48.936.840 Share 99,77 0,22 99,99 0.01 100
SERAPAN TK 80.933.384 4.483.109 85.416.493 3.388.462 88.804.955 Share 91,14 5,05 96,18 3,82 100
PDB (Rp. Trilyun) 1.257.655 521.091 1.778.746 1.559.450 3.338.196 Share 37,67 15,61 53,28 46,72 100
Sumber: BPS, 2007 Peranan usaha mikro, kecil, dan menengah Peran UMKM sangat penting dan strategis dalam konteks ekonomi nasional karena beberapa alas an antara lain (Sanim, 2000): (1) pelaku mayoritas ekonomi nasional yang mempengaruhi setiap aktivitas masyarakat suatu bangsa. Hal ini berarti sebagai dasar bagi pencapaian kesejahteraan ekonomi dan syarat mutlak bagi kestabilan dan keamanan nasional (national security and stability); (2) peningkatan kualitas SDM terutama “enterpreneurship” sehingga menjadi “breeding ground” tumbuhnya bisnis baru; (3) kemampuan yang tinggi dalam penyerapan tenaga kerja dan menciptakan lapangan kerja baru; (4) sumber pendapatan bagi mayoritas penduduk sehingga mengurangi “social jealousy”; dan (5) menciptakan kompetisi bisnis yang sehat karena jumlahnya yang besar, sekaligus sebagai alat dalam pembangunan regional dan desentralisasi karena eksistensi penyebarannya sampai ke daerah-daerah. Orientasi pembangunan ekonomi di masa lalu yang menitikberatkan pada pengembangan usaha besar untuk memacu ekspor dan pertumbuhan ekonomi kurang memberikan landasan yang kokoh bagi struktur perekonomian nasional. Kerjasama dan kemitraan usaha antara usaha besar dan UMKM yang idealnya menjadi indikator kokohnya fondasi perekonomian nasional, belum terwujud karena yang terjadi adalah marginalisasi sektor UMKM.
12
Untuk lebih meningkatkan peran UMKM dalam pembangunan nasional, dukungan “stake holder” terkait yang merupakan “the golden triangle strategy” yaitu pemerintah, swasta, dan lembaga pendidikan & pusat-pusat research and development (R & D) mutlak diperlukan dalam wujud grand policy; political will and empowerment dalam berbagai bidang dan dimensinya.
3. Peningkatan Daya Saing Nasional Menurut Michael Porter (1990) dalam Sanim (2001) bagi suatu bangsa dalam pembangunan ekonomi (Economic Development) diwujudkan dalam tahapan pengembangan daya saing nasional (National Competitive Advantage = NCA) yang dapat dibagi atas tiga tahap yaitu;
(1) Penggerak faktor (Factor Driven) (2) Penggerak investasi (Investment Driven) (3) Penggerak inovasi (Innovation Driven), dan (4) Penggerak kekayaan (Wealth Driven) Adapun daya saing nasional (DSN) disusun oleh empat komponen yang tergabung dalam satu kesatuan disebut dengan "Permata DSN (Diamond of NCA)" yang meliputi:
(1) factor conditions; kondisi dari masukan/faktor
produksi baik “basic factor” maupun “driven factor”; meliputi sumberdaya alam maupun berlimpah dan murahnya angkatan kerja, (2) firm strategy, structure and rivalry; strategi perusahaan yang baik dengan struktur dan persaingan yang sehat sangat diperlukan bagi kuatnya keunggulan kompetitif nasional, (3) Demand commodities, adanya gerakan permintaan yang kuat yang dihasilkan dari meningkatnya pendapatan nasional akan mengakibatkan daya saing nasional karena terciptanya pasar domestik yang kuat, (4) related and supporting industry; kelompok-kelompok industri berkembang baik apabila didukungoleh industri penunjang dan industri terkait, misalnya untuk penetrasi pasar internasional diperlukan industri pendanaan yang kuat, pendanaan ekspor yang relatif murah dan lain-lain. Pembahasan untuk masing-masing tahap (Stage) dari daya saing nasional dapat dicermati seperti pada Tabel 4 dibawah ini :
Tabel 4. Tiga Pentahapan Daya Saing Nasional Melalui Penggerak (Driven) Factor Driven
Investment Driven
Innovation Driven
13
1. Perkembangan awal/fase awal
2.
3. 4.
Basic Factor of Production, SDA, abundant dan murahnya tenaga kerja
1.
2.
Hanya "Factor Condition" mempunyai advantage
Sumber dari "Competitive Advantage" terbatas pada "Range of Industry" and "Industry Segment" 5. Teknologi bersumber sebagian besar dari negara lain dan tidak diciptakan 6. Hanya negara berkembang pada tahap/stage ini 7. Kebijakan pemerintah cederung protektif (misal subsidi input, subsidi ekspor, tarif impor, tax holiday, dll)
3. 4.
5.
Material competitive advantage didasarkan pada keamanan dan kemampuan suatu "materi" dengan perusahaan-perusahaannya "invest" secara agresif Investasi ditujukan untuk membangun fasilitas yang modern, efisien, dan skala usaha besar dengan menggunakan teknologi terbaik yang tersedia di pasar global Dalam stage ini Foreign Technology and Method "Are not Just Applied but Improve upon" Investasi terutama diarahkan untuk mengabsorp industri dari bangsa dan teknologi asing Dalam tahap "investment driven", material competitive advantages diciptakan/ dihasilkan dari (1) peningkatan "Factor Condition", dan (2) "Firm strategy, Structure, and Rivalry"
6.
Demand condition masih "Unsophisticated"
7.
Peningkatan ekonomi disebabkan oleh adanya "Supply Push" daripada "Demand pull"
8.
Peranan yang memadai dari pemerintah dalam fase "Investment Driven" mencerminkan sumber keunggulan competitive dari ekonomi. Jadi kebijakan kebanyakan bersifat "Facilitating"
9.
Aliran modal antar bangsa sangat dinamis dalam batas pasar input, teknologi dan modal disebabkan oleh "Greater Globalisation" dan "more Aggressive National Industrial Policy"
1.
"Diamond" dari "National Competitive Advantage" telah komplit menyangkut empat komponennya (Gambar 2.): (1) Factor condition, (2) Firm strategy, structure, and rivalry, (3) Demand condition, dan (4) Related and supporting industry.
2.
Perusahaan-perusahaan pendatang baru (New Entry) memperkaya persaingan dalam banyak industri, mengakselerasi "Improvement and Innovation"
3.
Disebut tahap "Innovation Driven" karena perusahaan-perusahaan menggunakan teknologi dan caracara (method) yang tetap (appropriate) tetapi juga unggul (improved)
4.
Peranan pemerintah berbeda dengan fase sebelumnya banyak berkurang yang menyangkut subsidi ekspor dan impor dalam batas "Intervensi langsung". Dengan demikian campur tangan pemerintah dominan banyak "facilitating", kalau terdapat subsidi maka bukan "Direct Subsidy" tetapi "Indirect Subsidy"
5.
Peningkatan-peningkatan dalam masing-masing komponen "Diamond" terlihat lebih nyata
14
F IR M S T R A T E G Y ,S T R U C T U R E , A N D R IV A L R Y
F A C T O R C O N D IT IO N S
D E M A N D C O N D IT IO N S
•A d v a n c e da n d s p e c ia liz e dfa c to rs a rec re a te da n d u p g ra d e •S e le c tiv efa c to r d is a d v a n ta g e s a c c e le ra teth e u p g ra d in go f c o m p e titiv e a d v a n ta g e
R E L A T E D A N D S U P P O R T IN G IN D U S T R IE S
•D e m a n d s o p h is tic a tio n b e c o m e sa n a d v a n ta g e s •D o m e s ticd e m a n d b e g in s in te rn a tio n a liz in g th ro u g han a tio n ’s m u ltin a tio n a ls
•R e la te da n ds u p p o rtin g in d u s trie sa rew e ll d e v e lo p e d
Gambar 3. Komponen Daya Saing Nasional Sumber: Bunasor, 2004 Selain kriteria dan ukuran tersebut diatas daya saing nasional suatu Negara juga bias didekati dengan “The Global Competitiveness Index” yang dikembangkan oleh Jeffrey Sachs dan John McArthur pada tahun 2001. Suatu Negara dikatakan mempunyai daya saing yang tinggi jika memiliki pertumbuhan daya saing indeks (Growth Competitiveness Index/GCI) yang baik. Untuk menentukan GCI ini perlu dilakukan telaah menyeluruh terhadap semua factor kritis yang berpengaruh untuk mendorong produktivitas dan daya saing, yang dikelompokkan kedalam 9 (Sembilan) pilar, yaitu: 1) Institutions
2) Infrastructure 3) Macroeconomy
4) Health & primary education 5) Higher education & training 6) Market efficiency 7) Technological readiness 8) Business sophistication 9) Innovation
15
4. Penerapan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik (Good Corporate Governance/GCG) Penerapan sebuah tata kelola yang baik dalam pemerintahan akan memberikan dampak pada peningkatan kualitas pemerintahan suatu Negara yang pada gilirannya
akan
meningkatkan
efisiensi
dan
efektivitas
pelaksanaan
pembangunan. Dalam pelaksanaan GCG diperlukan sumberdaya manusia yang professional sebagai syarat utama. Pelaksanaasn GCG harus dilandasi oleh 5 (lima) prinsip dasar, yaitu: 1) Transparansi 2) Independensi 3) Akuntabilitas 4) Pertanggung Jawaban 5) Kewajaran Sedangkan system tata kelola GCG dapat dilihat secara jelas dalam gambar
B. Sistem Tata Kelola (Rasyid, 2006) berikut. LEGAL CHARACTER
BOARD OF COMMISSIONERS
BOARD OF DIRECTORS MANAGEMENT`
Y IL B T N U O C A
IY H T U A & R E W O P
SHARE HOLDER
OPERATIONS
OVERLAPPING & INTERDEPENDENCE
Gambar 4. Sistem Tata Kelola GCG Sumber: Rasyid, 2006
16
PERAN PERBANKAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN Seperti telah dijelaskan diatas bahwa negara akan kuat dan mandiri selain harus ditopang ketahanan pangan (pembangunan pertanian) dan energi juga harus didukung dengan penguatan lembaga keuangan/perbankan (Ketahanan Finansial).
Dukungan yang
diberikan oleh perbankan selama ini lebih ditekankan pada pengembangan usahanya dalam rangka pengembangan pembangunan pertanian secara menyeluruh. Dukungan tersebut tentunya disesuaikan dengan fungsi bank sebagai institusi sebagaimana diatur dalam UU Perbankan No. 10 Th. 1998 dari perubahan UU No. 7 Thn. 1992 yang menyatakan bahwa ”BANK merupakan badan usaha yang dalam kegiatan pokoknya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Berdasarkan pengertian Bank menurut UU perbankan tersebut terlihat bahwa peran strategis yang dapat dilakukan oleh Perbankan dalam mendukung Pembangunan Pertanian terletak pada ”Komitmen Perbankan Untuk Memberikan Dukungan Finansial/ Pembiayaan Usaha terutama di sektor Agribisnis.” Secara lebih spesifik lagi bahwa dukungan finansial tersebut terlihat dari penyaluran kredit perbankan untuk sektor pertanian dari tahun 2003-Mei 2008 secara nominal mengalami peningkatan dari Rp. 24.573 milyar tahun 2003 menjadi Rp. 59.207 milyar pada tahun Mei 2008 (Tabel 5).
17
Tabel 5. Penyaluran Kredit Perbankan (Rp. Milyar)
PENY
No. S e k to r E k o n o m 1 P e r t a n ia n , p e r b u r u a n d a n s a 2 P e rta m b a n g a n 3 P e r in d u s t r ia n 4 L is t r ik , g a s d a n a ir 5 K o n stru k si 6 P e rd a g a n g a n , re stora n d a n N 7o P. e n g a n g k uKt aenl,opme rpg uo dka nBgaa nn 8 J a s a d u n ia u s a h a 1 B a n k P e rse ro 9 J a s a s o s ia l/ m a s y a r a k a t 2 B P D 1 0 L a in - la in
Penyalur kredit tebesar untuk sektor pertanian ini adalah berasal dari Bank BUMN
kemudian disusul oleh Bank Umum Swasta Nasional, Bank Asing & Campuran, dan yang terakhir BPD (Tabel 6).
Ini menunjukkan betapa besarnya peran perbankan
terutama bank BUMN untuk mengembangkan dan mendukung pengembangan pembangunan pertanian di Indonesia.
Tabel 6. Penyaluran Kredit Pertanian Oleh Perbankan (Rp. Milyar)
3 B a n k S w a s t a N a s io n a l T o t a l 4 B a n k A s in g d a n C a m p u r a
Selain itu, pihak perbankan akan melakukan ekspansi kredit pada tahun 2006 sebagaimana disampaikan dalam pertemuan bank-bank BUMN dengan Meneg BUMN
adalah sebesar 1,5 triliun untuk sektor pertanian dan perkebunan. Nilai ini, lebih besar dari besaran kredit yang dikucurkan untuk pengembangan energi dan listrik dan sama
dengan besaran yang diberikan untuk pengembangan infrastruktur jalan tol sebesar 1,5 triliun.
S u m b e r : S t a t is tTiko Pt earlb a n k a n I
Angka tersebut dihitung dari ”kelonggaran” batas pembiayaan ke sektor korporasi sebesar
7% (--dari 20%--) setelah dicadangkan untuk ekspansi kredit korporasi non infrastruktur (Tabel 7).
18
S u m b e r : S t a t is t ik P e r b a n k
Tabel 7. Kemampuan/Potensi Pembiayaan Bank-Bank Untuk Infrastruktur Jalan Tol, Listrik, dan Perkebunan/Pertanian Sektor Pem biayaan I Infrastruktur/Jalan Tol - Mandiri - BNI - BRI - BTN - BEI II Infrastruktur/Energi Listrik - Mandiri - BNI - BRI - BTN - BEI III Perkebunan/Pertanian - Mandiri - BNI - BRI - BTN - BEI
2006 7,000 3,000 2,500 1,500
TAHUN (Miliar Rupia h) 2007 2008 2009 7,489 8,011 8,575 3,188 3,389 3,606 2,688 2,889 3,106 1,613 1,733 1,863
TOTAL 2010 (Milia r Rp.) 9,181 40,256 3,839 17,022 3,339 14,522 2,003 8,712
3,600 1,500 1,100 1,000
3,871 1,613 1,183 1,075
4,160 1,733 1,271 1,156
4,472 1,863 1,367 1,242
4,807 2,003 1,469 1,335
20,910 8,712 6,390 5,808
3,800 1,000 500 1,500
3,526 1,075 538 1,613
3,767 1,156 578 1,733
4,126 1,242 621 1,863
4,426 1,335 688 2,003
19,645 5,808 2,925 8,712
800
300
300
400
400
2,200
Sumber: BRI, 2006
Dari Tabel 4 di atas terlihat bahwa untuk sektor infrastruktur jalan tol Bank Mandiri merupakan leader dalam penyediaan pembiayaan dari tahun 2006 sampai 2010 yaitu sebesar Rp. 17.022 milyar yang kemudian disusul oleh bank BNI dan BRI, masingmasing Rp. 14.522 milyar dan Rp. 8.712 milyar. Untuk pengembangan infrastruktur energi listrik dari tahun 2006 sampai 2010 yang menjadi leader dalam penyediaan pembiayaan adalah Bank Mandiri yaitu sebesar Rp. 8.712 milyar, yang disusul oleh bank BNI sebesar Rp. 6.390 milyar dan Bank BRI sebesar Rp. 5.808 milyar. Sedangkan untuk sektor perkebunan/pertanian PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk. yang menjadi leader dalam penyediaan pembiayaan dari tahun 2006 sampai 2010 sebesar Rp. 8.712 milyar disusul oleh bank Mandiri dan bank BNI masing-masing sebesar Rp. 5.808 milyar dan Rp. 2.925 milyar.
Adapun tahapan agribisnis yang dimungkinkan dan berprospek untuk mendapat dukungan pembiayaan dari perbankan dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.
19
Gambar 5. Tahapan Agribisnis & Prospek Pembiayaan Sumber: BRI, 2006 Permasalahan selama ini sesungguhnya bukan sepenuhnya berasal dari perbankan, namun lebih banyak berasal dari pihak-pihak terkait lain sehingga daya serap kredit di sektor agribisnis sangat rendah. Rendahnya daya serap kredit ini terutama sangat dirasakan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk sebagai leader pembiayaan di sektor agribisnis.
KEBIJAKAN PERBANKAN DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA: Kasus PT. BRI, Tbk Perbankan dalam hal ini PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk. Pada prinsipnya sangat mendukung Pembangunan Pertanian di Indonesia untuk kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Komitmen ini diditunjukkan dengan mengeluarkan beberapa skim kredit dari pemerintah untuk merealisasikan kredit kepada petani penggarap menjadi petani pemilik atas tanah garapannya dengan memiliki sertifikasi hak milik. Skim kredit tersebut menggunakan Pola Inti-Plasma, antara lain: 1. Kredit Perkebunan Inti Rakyat (PIR), PIR TRANS • Skim kredit ini penyalurannya dikaitkan dengan program transmigrasi yang dilakukan oleh pemerintah. • Perusahaan inti diwajibkan untuk membangunkan kebun plasma yang untuk selanjutnya dikonversi/diserahkan kepada petani
20
2. KKPA • Pembangunan kebun plasma dilakukan oleh koperasi primer yang selanjutnya diserahkan pada anggotanya. • Perusahaan inti diwajibkan untuk membangunkan kebun inti dan pabrik pengolahan. • Sedangkan anggota koperasi dapat membangun kebun plasma melalui koperasi & perusahaan inti 3. Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN & RP)
• KPEN-RP merupakan Kredit investasi yang diberikan oleh BRI kepada petani langsung atau melalui Perusahaan Mitra, dengan memperoleh subsidi bunga dari pemerintah dalam rangka mendukung Program Pengembangan Bahan Baku Bahan Bakar Nabati (P2B4N) dan Program Revitalisasi Perkebunan (PRP).
• P2B4N merupakan upaya peningkatan produksi dan produktivitas tanaman penghasil bahan baku bahan bakar nabati untuk memenuhi kebutuhan energi alternatif.
• PRP merupakan upaya percepatan pengembangan perkebunan rakyat melalui perluasan, peremajaan, dan rehabilitasi yang didukung kredit investasi dan subsidi bunga oleh pemerintah, dengan melibatkan Perusahaan Mitra dalam pengembangan kebun, pengolahan dan pemasaran hasil.
21
• Target dari program ini adalah membangun kebun seluas 2 juta Ha yang terdiri dari: 1,5 juta Ha kebun kelapa sawit, kebun karet sebanyak 300 ribu Ha, dan Kakao seluas 200 ribu Ha. • Program pengembangan bahan bakar nabati didasarkan pada: (1) Inpres No. 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan bahan bakar nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar lain (BBL) (2) Menugaskan 13 Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota untuk mengambil langkah-langkah percepatan dan pemanfaatan biofuel sebagai bahan bakar lain (3) Kepres No. 10 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati, dimana Dirut BRI sebagai salah satu anggota Tim Pendanaan. • Sedangkan Program Rehabilitasi Perkebunan didasarkan pada: (1) Peraturan Menteri Pertanian RI No. 33/Permentan/OT.140/7/2006 tanggal 26 Juli 2006, tentang Pengembangan Perkebunan Melalui Program Revitalisasi Perkebunan (2) Peraturan Menteri Keuangan RI, No. 11/PMK.06/Th 2006, tanggal 30 Nopember 2006, tentang Kredit Pengembangan Energi Nabati & Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) (3) Perjanjian Kerjasama Pendanaan antara Departemen Keuangan RI dengan BRI No. PKP-01/KPEN_RP/DP3/2006, tanggal 20 Desember 2006, tentang penunjukan BRI sebagai Bank Pelaksana.
22
(4) SK Dirjen Perkebunan No. 03/Kpts/RC.110/1/07 tanggal 18 Januari 2007, tentang Satuan Biaya Maksimum Pembangunan Kebun Peserta Program Revitalisasi Perkebunan Tahun 2007. • Tujuan program dan peran, tugas, tanggung jawab dari masing-masing stakeholder dapat dilihat pada Gambar berikut:
Gambar 6.
Tujuan Program Dan Peran, Tugas, Tanggung Jawab dari Masing-Masing Stakeholder KPEN-RP Sumber: BRI, 2007
• Program Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) dilakukan dengan 2 (dua) Pola, yaitu (1) Pola Kemitraan untuk Kelapa Sawit, Karet, dan Kakao dan (2) Pola Non Kemitraan untuk Karet dan Kakao.
23
1. Pola Kemitraan Skim Kredit KPEN-RP
Gambar 7. Skim Kredit KPEN-RP Pola Kemitraan Sumber: BRI, 2007 Alur Proses KPEN-RP
Gambar 8. Alur Proses KPEN-RP Pola Kemitraan Sumber: BRI, 2007
• Su 24
2. Pola Non Kemitraan Skim Kredit KPEN-RP
Gambar 9. Skim KPEN-RP Pola Non Kemitraan Sumber: BRI, 2007 Alur Proses KPEN-RP
Gambar 10. Alur Proses KPEN-RP Pola Non Kemitraan Sumber: BRI, 2007
Selain itu, BRI juga memiliki program pembiayaan untuk UMKM yang secara tidak langsung juga memperkuat pembangunan pertanian di Indonesia mengingat sebagian
25
besar UMKM berbasis sector pertanian. Program pembiayaan tersebut dilakukan dengan pola sebagai berikut:
K l rsia e m o
BRI memberikan bimbingan dan pelatihan (financial literacy program)
A B C D
E
iyn b m e la o P
Bantuan Cuma Cuma
Bantuan Dana Bergulir
Pinjaman Bersubsidi
Pinjaman Komersial penuh
Pinjaman Komersial Khusus
Commercial Line Kemampuan Usaha
Gambar 11. Pola Program Pembiayaan BRI Sumber: BRI, 2008 Dari gambar tersebut jelas bahwa BRI memberikan kredit pada UMKM dalam dua jenis yaitu: (1) Kredit Komersial dan (2) Kredit Yang Disubsidi. Adapun jenis kredit BRI yang diberikan untuk UMKM yang bersifat komersial adalah:
1. Usaha Mikro, dengan target pasar: •
UKM dan Koperasi yang masih berada pada tahapan tintisan usaha dan tahapan perkembangan usaha
•
Kemampuan mengakumulasi modal masih terbatas (mikro)
•
Kebutuhan dana umumnya pada modal kerja
•
Kredit maksimal Rp. 50 juta
Jenis Kredit yang diberikan berupa (a) Kredit Mikro Komersial (misalnya KUPEDES) dan (b) Kredit Program.
2. Usaha Kecil/Ritel, dengan target pasar: •
UKM dan Koperasi yg masih berada pada tahapan perkembangan usaha
•
Memiliki Modal Kerja diatas Rp. 20 jt
•
Telah memilki akses ke bank (bankable)
•
Kebutuhan dana tidak terbatas pada modal kerja
Jenis Kredit yang diberikan berupa (a) Kredit Komersial (misalnya KUK) dan (b) Kredit Program.
26
3. Usaha Menengah, dengan target pasar: •
UKM dan Koperasi yang sudah lebih berkembang dan atau berorientasi ekspor
Jenis Kredit yang diberikan berupa Kredit Komersial Non KUK Sedangkan jenis kredit UMKM BRI yang diberikan dengan basis subsidi diantaranya adalah: (1) Kredit melalui Dana PKBL,
(2) Kredit melalui Linkage Program dengan LKM (Lembaga Keuangan Mikro), (3) Kredit melalui skema Cash Collateral, (4) Pola Penjaminan Kredit (Kredit Usaha Rakyat) dan KUR Kupedes
(5) KUR Linkage Programme BRI dengan LKM Non Bank PENUTUP Indonesia merupakan negara yang juga terkena dampak krisis keuangan global yang bermula dari krisis keuangan di Amerika Serikat. Kondisi ini, menunjukkan bahwa kondisi ekonomi kita masih rentan terhadap pengaruh guncangan dari luar. Mengingat krisis keuangan ini diperkirakan belum akan berakhir dan bahkan baru akan mencapai puncaknya pada tahun 2009, maka Indonesia harus mempersiapkan strategi yang tepat apalagi pada tahun yang sama juga akan menyelenggarakan pemilu. Kebijakan pemerintah berupa grand design harus didukung dengan strategi lain yang dapat mendukung bagi keberlangsungan dan keberlanjutan pembangunan pertanian diantaranya (Bunasor, 2002): (1) Pengembangan Sumberdaya Manusia, (2) Penggunaan SD yang Efektif, efisien dan Berkelanjutan, (3) Peningkatan Daya Saing, (4) Peningkatan kinerja sistem agribisnis, (5) Pengembangan kelembagaan, dan (6) Peningkatan Pemasaran dan Perdagangan Internasional. Selain strategi yang khusus dalam pengembangan pembangunan pertanian, pemerintah perlu juga menerapkan kebijakan-kebijakan pendukung diantaranya: (1) Menjadikan ADLI sebagai pilihan strategi, (2) Pengembangan & Pemberdayaan UMKM, (3) Peningkatan Daya Saing Nasional, dan (4) Penerapan Good Corporate Governance. Jika semua strategi ini dijalankan dengan baik, maka pembangunan pertanian di Indonesia akan menjadi benteng bagi negara dalam bertahan dari krisis dan bahkan bisa mengambil keuntungan dari krisis yang ada.
Perbankan sebagai sebuah unit bisnis di bidang keuangan/pembiayaan selalu siap untuk mendorong pengembangan pembangunan pertanian dengan berbagai 27
program dan skim kredit yang disediakan.
Namun selama ini yang menjadi
permasalahan justru terletak pada berbagai pihak terkait (misal, kebijakan, pengaturan dan aspek legal dalam hal penguasaan/kepemilikan lahan) sehingga daya serap terhadap skim kredit di sektor pertanian yang disediakan oleh perbankan menjadi sangat rendah. DAFTAR PUSTAKA Bank Rakyat Indonesia. 2007. Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP). Divisi Agribisnis BRI. Jakarta Biro Pusat Statistik. 2007 Kusmuljono dan Sanim, Bunasor. 2006. UMKM dan Pembiayaannya. Makalah Disampaikan Pada Acara Kunjungan Komisaris BRI ke Gorontalo. Jakarta. Michael Porter. 1990 dalam Sanim, Bunasor. 2001. Agribisnis Dalam Era Otonomi Daerah. Makalah disampaikan pada acara KMB 2001 Converence, Dana Mitra Lingkungan : “Meningkatkan Daya Saing dalam Era Otonomi Daerah” di Jakarta. Rasyid. 2006 dalam Sanim, Bunasor. 2006. Strategi Reinventing: Kiat Meningkatkan Kinerja dan Profesionalisme SDM di BUMN. Makalah disampaikan Program Pembekalan Komisaris BUMN Angkatan III, di Jakarta. Sanim, Bunasor, 2002. Pengembangan Agribisnis dan Sumberdaya Alam Berkelanjutan Sebagai Solusi Krisis Nasional Indonesia Menghadapi Pasca IMF. Makalah disampaikan pada Kuliah Perdana Program Pascasarjana UPN Veteran Yogyakarta, PS MM Agribisnis, PS Teknik Pertambangan, dan PS Teknik Geologi, di Yogyakarta Sanim, Bunasor. 2004. Peranan Budaya Perusahaan Dalam Meningkatkan Dayasaing Nasional yang Berkelanjutan. Naskah Orasi Ilmiah disampaikan dalam rangka Wisuda II STIE PBM di Auditorium Pusat Bahasa Depdiknas RI, di Jakarta. Sanim, Bunasor. 2006. Skim Pembiayaan UMKM Dalam Pengembangan Energi Alternatif Sebagai Upaya Mengatasi Kemiskinan dan Pengangguran; Pendekatan Agropolitan. Makalah disampaikan pada Pertemuan Forum Dekan Fakultas Ekonomi PTN Se Indonesia, di Palembang. Sanim, Bunasor. 2007. Pembaruan Agraria Nasional Pertanahan Guna Usaha (HGU) Garuda, Yogyakarta
Peran Strategis Perbankan Dalam Mendukung Program Nasional (PPAN). Makalah disampaikan pada Seminar dengan Tema “Kebijakan Pertanahan Dalam Penataan Hak Untuk Sebesar-besar Kemakmuran Rakyat, di Hotel INNA
Statistik Perbankan Indonesia Vo. 6. No. 6, Mei 2008
28
29