STRATEGI PEMASARAN JAGUNG DI KABUPATEN BANTAENG (Strategy of Maize Marketing in Bantaeng Regency) Muhaeming
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan (1) menganalisis kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bantaeng dalam mewujudkan tindakan prioritas untuk mendukung strategi pemasaran jagung, (2) merumuskan arah pemasaran jagung dan program jangka menengah yang dapat dilakukan untuk mendukung visi dan misi Pembangunan Kabupaten Bantaeng. Penelitian ini bersifat deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Data dianalisis dengan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bantaeng adalah adanya jaminan harga dasar pembelian, perbaikan prasarana jalan desa, pengadaan resi gudang, penyediaan sarana teknologi pengolahan hasil, penyediaan kredit perbankan, penerapan teknologi budidaya dan pascapanen, pencanangan sentra produksi jagung. Pemasaran jagung diarahkan untuk mewujudkan Bantaeng sebagai sentra produksi dan terminal pemasaran jagung bertaraf dunia yang berbasis desa mandiri. Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemerintah Kabupaten Bantaeng membuat program peningkatkan kualitas sumberdaya manusia petani, pengembangan kelembagaan di tingkat petani dan penciptaan iklim yang kondusif untuk meningkatkan daya tarik calon investor untuk berinvestasi di Kabupaten Bantaeng. Kata Kunci: strategi pemasaran, jagung, tindakan prioritas, program ABSTRACT The aims of the research are to analyze the policy which is necessary to be done by the government of Bantaeng Regency in the form of priority action to support the strategy of corn marketing and formulate the prospect of corn marketing and mid-term program that could be done to support the vision and mission of the development of Bantaeng Regency.The research use SWOT Analysis. The results reveal that the strategies used in corn marketing are the guarantee of purchasing standard price, the improvement of infrastructure of village roads, the supply of warehouse receipt, the supply of technology facilities of product processing, the ease for farmers to access banking credit and product facilities, the establishment of cultivation technology and post harvesting, the announcement of corn production centre as an independence village caring for environment, and the suggestion for the application of technology of corn cultivation in accordance with weather condition. Corn marketing is directed to “Realization of Bantaeng as a Production Centre and a World Class Corn Marketing Terminal which is Independent Village Based”. This can be done through the program of quality improvement of farmer resources, the development of farmer institution, the improvement of supporting facilities and infrastructures of corn marketing, and the establishment of conducive condition to increase investors interest for investment in Bantaeng Regency. Key words: marketing strategy, corn, priority action, program
2
PENDAHULUAN Jagung merupakan komoditi pertanian yang cukup potensial dikembangkan karena berbagai faktor, yaitu selain sebagai bahan pangan sumber karbohidrat kedua setelah beras, juga dimanfaatkan sebagai bahan baku bagi industri pakan ternak. Tim LPM Unhas (2006) mengemukakan bahwa banyaknya kegunaan jagung berakibat pula pada meningkatnya kebutuhan jagung setiap tahun. Sola dalam matanews.com (2009) mengemukakan bahwa Indonesia berhasil menjadi negara swasembada jagung tahun 2008 dengan jumlah produksi 16,3 juta ton. Produksi jagung pada tahun 2014 ditaksir mencapai 32 - 34 juta ton (meningkat 80% dari produksi tahun 2008). Jika target produksi tersebut dapat tercapai, maka potensi ekspor jagung pada tahun 2014 bisa mencapai 50% dari kebutuhan jagung dalam negeri yakni 16,3 juta ton. Sulawesi Selatan merupakan wilayah penghasil jagung terbesar selain Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung dan Nusa Tenggara Timur. Potensi pertanaman jagung di Sulawesi Selatan mencapai seluas 446.500 Ha. Salah satu kabupaten di wilayah ini yang ditetapkan sebagai sentra pengembangan jagung adalah Kabupaten Bantaeng. Data Badan Pusat Statistik (2009) menunjukkan bahwa potensi luas panen jagung di Kabupaten Bantaeng dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2004 -2008) semakin menurun. Luas panen jagung tahun 2004 tercatat 38.091 Ha dan hingga akhir tahun 2008 menurun menjadi 32.929 Ha. Meskipun terjadi penurunan luas panen dalam setiap tahun, namun jumlah produksi mengalami peningkatan dalam dua tahun terakhir (2007 – 2008) dari 177.748 ton meningkat menjadi 190.232 ton. Peningkatan produktivitas usahatani jagung juga mengalami peningkatan selama tiga tahun terakhir (2006 – 2008), dimana tercatat produktivitas jagung tahun 2006 berkisar 51,57 kuintal/Ha, meningkat menjadi 52,95 kuintal/Ha pada tahun 2007, dan pada tahun 2008 mencapai 57,73 kuintal/Ha. Peningkatan produktivitas usahatani jagung yang berakibat pada peningkatan produksi tidak berarti berdampak langsung pada peningkatan pendapatan petani. Masih terdapat beberapa faktor yang menjadi penghambat, terutama terkait dengan pemasaran hasil produksi. Hasil kajian Tim LPM-Unhas (2006) mengemukakan bahwa beberapa faktor penghambat terkait dengan komoditas jagung, yakni: Pertama, bahwa secara umum penanaman jagung dilakukan secara serempak, sehingga waktu panen juga dilakukan secara bersamaan. Akibat panen yang bersamaan, produk berlimpah di saat itu langsung berimplikasi pada jatuhnya harga. Sebaliknya, kurangnya pasokan di saat musim paceklik mengakibatkan pabrik-pabrik pakan ternak (sebagai konsumen utama jagung dalam negeri) harus mendatangkan jagung impor. Kedua, panjangnya rantai pemasaran dalam proses pemasaran jagung dari petani berdampak pada rendahnya margin atau keuntungan yang dapat dinikmati petani dari tingkat harga yang dibayarkan oleh pedagang tingkat akhir/industri. Ketiga, Lamanya waktu yang digunakan semenjak jagung dipipil hingga diserahkan ke pedagang tingkat akhir/industri berakibat pada meningkatnya kandungan alfatoksin bertanda bahwa jagung yang dihasilkan oleh petani kurang berkualitas mengakibatkan keengganan pihak pedagang/industri untuk membeli atau membeli dengan tingkat harga yang sangat rendah. Keempat, Petani dalam memasarkan hasil produksinya tidak memiliki kebebasan akibat ketergantungannya pada tengkulak sebagai dampak kurangnya modal yang dimiliki saat musim tanam tiba dan kurang berperannya kelembagaan yang ada di tingkat petani. Petani harus rela melepas hasil produksinya saat panen kepada tengkulak karena terikat utang sarana produksi yang berakibat sebagian besar penerimaan yang diperoleh petani setelah panen dialokasikan untuk membayar pokok pinjaman disertai dengan tingkat bunga yang sangat tinggi.
3
Dari uraian tersebut, maka jelas bahwa kendala utama yang dihadapi saat ini adalah bagaimana memasarkan dan menghadapi persaingan pasar yang ketat. Keberhasilan dalam memperebutkan pasar yang sama sangat tergantung dari besarnya nilai kepuasan yang diberikan kepada konsumen (Simamora, 2001). Konsep pemasaran terbaru saat ini adalah konsep yang berorientasi pada persaingan, dimana pengusaha berpikir untuk memperoleh persaingan yang lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya dalam melayani konsumen yang tidak hanya menekankan untuk melayani konsumen sebaik-baiknya, namun harus pula berusaha untuk tampil meyakinkan dan memuaskan di mata konsumen dibandingkan dengan pesaing (Gitisudarmo, 2000). Olehnya itu, untuk menghadapi persaingan terutama dalam memberikan pelayanan yang terbaik serta tampil meyakinkan dan memuaskan konsumen diperlukan strategi pemasaran yang tepat. Marwan (1991) dalam Syamri (2010) dan Anoraga (1997) mengemukakan bahwa strategi pemasaran merupakan wujud rencana yang terarah di bidang pemasaran untuk memperoleh hasil yang optimal. Strategi pemasaran tidak hanya berupa wujud rencana, namun menurut Anwar (1995) merupakan serangkaian tindakan terpadu menuju keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Sedangkan Cravens (2000) mendefenisikan strategi pemasaran sebagai analisis pengembangan dan pelaksanaan kegiatan dalam pemilihan pasar sasaran produk, penetapan tujuan pemasaran dan pengembangan, pelaksanaan serta pengelolaan strategi program pemasaran penentu posisi pasar yang dirancang untuk memenuhi keinginan konsumen pasar sasaran. Cravens (2000) mengemukakan bahwa proses strategi pemasaran melalui beberapa tahapan, yakni: Pertama, analisis situasi (situation analisis) yang meliputi visi, struktur, dan analisis pasar, segmentasi pasar, serta pengetahuan pasar untuk memadu perancangan suatu strategi baru atau perubahan strategi yang sudah ada; Kedua, perancangan strategi pemasaran (designing marketing strategy) yang merupakan tahap analisis situasi dalam proses strategi pemasaran, mengidentifikasi peluang pasar, menggambarkan segmen pasar, mengevaluasi persaingan, dan menilai kelemahan dan kekuatan perusahaan yang meliputi target pasar dan analisis positioning, membangun hubungan pemasaran, serta pengembangan dan perkenalan produk baru; Ketiga, pengembangan program pemasaran (marketing program development) yang meliputi portofolio produk dan manajemen strategi merek, rantai nilai, strategi promosi dan harga; dan Keempat, penerapan dan manajemen strategi pemasaran (implemeting and managing marketing strategy) yang merupakan tahap penerapan dan manajemen strategi pemasaran meliputi perancangan marketing driven organization yang efektif, serta strategi implementasi dan kontrol. Untuk mengembangkan dan mengolah strategi pemasaran, para pemasar harus berfokus pada beberapa tugas pemasaran, yaitu analisis kesempatan pemasaran, pemilihan dasar sasaran, pengembangan bauran pemasaran dan manajemen pemasaran yang efektif (Pride dan Farrel, 1995). Kotler (1997) mengemukakan bahwa pada dasarnya perencanaan pemasaran terdiri atas empat keputusan penting, yaitu: strategi produk (product), strategi harga (price), strategi tempat (place) dan strategi promosi yang dikenal dengan istilah bauran pemasaran (marketing mix). Dalam kaitannya dengan bauran pemasaran, Anwar (1995) mengemukakan bahwa strategi dan kiat pemasaran dari sudut pandang penjual dikenal dengan 8P, yaitu: Place (tempat pemasaran yang strategis), Product (produk yang sesuai kebutuhan pasar), Price (harga yang wajar), Promotion (promosi yang gencar), Personality (tenaga pemasaran yang handal), Public opinion (opini konsumen), Physical facility (fasilitas fisik) dan Political will (kebijakan pemerintah) dengan tujuan akhir kepuasan pelanggan sepenuhnya.
4
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan yang harus diambil oleh Pemerintah Kabupaten Bantaeng dalam wujud tindakan prioritas untuk mendukung strategi pemasaran jagung dan merumuskan arah pemasaran jagung serta programprogram jangka menengah yang dapat dilakukan dalam mendukung visi dan misi Pembangunan Kabupaten Bantaeng. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk pengembangan studi pemasaran komoditas jagung terutama dalam pelaksanaan penelitian-penelitian lanjutan yang terkait, serta menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Bantaeng sebagai dasar dalam merumuskan kebijakan pembangunan pertanian terutama dalam pengembangan komoditi jagung sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani jagung. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bantaeng, Propinsi Sulawesi Selatan yang berlangsung dari Juli hingga September 2010. Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Bantaeng merupakan salah satu dari beberapa kabupaten yang ditetapkan sebagai daerah pengembangan komoditas jagung. Penelitian ini bersifat eksploratif dengan pendekatan studi kasus yang berusaha untuk mengungkapkan data yang bersifat deskriptif, gambaran sistematis, faktual serta akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena terkait pemasaran komoditas jagung di Kabupaten Bantaeng. Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer merupakan data hasil wawancara yang diperoleh dari berbagai informan yang terkait dengan pemasaran jagung, diantaranya petani, pengurus kelompoktani/gabungan kelompoktani dan pedagang pengumpul kabupaten. Sedangkan data Sekunder merupakan data yang sudah tersedia dan diperoleh peneliti melalui datadata statistik Badan Pusat Statistik, laporan dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Badan Ketahanan Pangan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, laporan hasil-hasil penelitian perguruan tinggi dan lembaga penelitian, dan sebagainya. Semua data yang berhasil dikumpulkan berupa catatan lapangan, komentar peneliti, uraian informan penelitian, dokumen-dokumen berupa laporan, artikel, dan sumber data lainnya yang terkait dengan pemasaran jagung di Kabupaten Bantaeng selanjutnya dianalisis secara kualitatif dengan melakukan analisis situasi terkait pemasaran jagung yang meliputi: Analisis Faktor Internal untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan (Strengths) yang dimiliki Kabupaten Bantaeng yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan pemasaran jagung, serta mengidentifikasi kelemahan-kelemahan (Weakness) yang akan menghambat pengembangan pemasaran jagung. Analisis Faktor Eskternal untuk mengidentifikasi peluang-peluang (Opportunities) yang dapat diraih oleh Kabupaten Bantaeng dalam pengembangan pemasaran jagung di masa yang akan datang dan mengidentifikasi ancaman-ancaman (Threats) yang mungkin akan menghambat pengembangan pemasaran jagung. Data dari analisis situasi tersebut selanjutnya dipetakan dengan menggunakan analisis SWOT dengan menggunakan tabel matriks seperti yang ditampilkan pada Tabel 1. Hasil pemetaan tersebut diperoleh empat strategi yang terdiri dari strategi S-O, S-T, WO dan W-T. Hasil analisis SWOT berupa strategi tersebut selanjutnya dikonkritkan dalam bentuk tindakan-tindakan prioritas melalui beberapa langkah analisis yang meliputi analisis masalah, sasaran dan tindakan.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Visi, Misi dan Nilai Dasar Pembangunan Kabupaten Bantaeng Berdasarkan Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bantaeng Tahun 2008 – 2013, Kabupaten Bantaeng memiliki visi untuk menjadi “Wilayah Terkemuka Berbasis Desa Mandiri”. Visi Kabupaten Bantaeng ini sekaligus menunjukkan strategi dasar pembangunan yang dianut, yaitu mengedepankan upaya-upaya pembangunan untuk mendorong tumbuhkembangnya desa-desa di Kabupaten Bantaeng menjadi desa mandiri, sebagai perwujudan dari upaya untuk pemenuhan hak dasar masyarakat yang merupakan strategi dasar pembangunan Sulawesi Selatan. Asumsi yang mendasari strategi ini adalah bahwa dengan berkembangnya setiap desa dalam mengelola potensi dengan caranya masingmasing, maka secara otomatis sasaran-sasaran pembangunan seperti pertumbuhan, tingkat pendapatan dan sebagainya akan tercapai. Sejalan dengan visi Kabupaten Bantaeng sebagaimana yang telah dikemukakan, maka misi pembangunan Kabupaten Bantaeng berdasarkan Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2009 dirumuskan, sebagai berikut: Pertama, memfasilitasi pengembangan kapasitas setiap penduduk Bantaeng agar mampu meningkatkan produktivitasnya secara berkesinambungan serta mampu menyalurkan pendapat dan aspirasinya pada semua bidang kehidupan secara bebas dan mandiri; Kedua, mendorong serta memfasilitasi tumbuh kembangnya kelembagaan masyarakat pada semua bidang kehidupan dengan memberikan perhatian utama kepada pembangunan perekonomian daerah yang memicu pertumbuhan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja; dan Ketiga, mengembangkan daerah melalui pemanfaatan potensi dan sumber-daya kabupaten sedemikian rupa, sehingga secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi terhadap pencapaian sasaran pembangunan Provinsi Sulawesi Selatan, serta berdampak positif terhadap pengembangan kawasan sekitar. Selain visi dan misi yang telah dikemukakan, nilai- nilai dasar yang menjadi acuan dalam penyelenggaraan misi juga merupakan suatu unsur pokok identitas pembangunan daerah. Berkaitan dengan misi pembangunan Kabupaten Bantaeng, nilainilai yang semestinya dibangun dan diacu dalam proses pembangunan Kabupaten Bantaeng adalah yang berbasis pada kesadaran kosmologis, yakni suatu bentuk pemahaman dan pemaknaan yang memposisikan semesta sebagai suatu tatanan atau sebagai kesatuan yang tidak terpisahkan yang pada hakikatnya merupakan perwujudan dari interkoneksitas yang sangat dinamis. Visi, misi dan nilai-nilai dasar pembangunan Kabupaten Bantaeng yang telah dirumuskan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bantaeng Tahun 2008 – 2013 dan telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2009 seharusnya menjadi pedoman dalam merumuskan strategi terkait pemasaran jagung di Kabupaten Bantaeng. Gambaran Umum Pemasaran Jagung di Kabupaten Bantaeng Jagung yang diusahakan oleh petani di Kabupaten Bantaeng terdiri dari jenis jagung komposit dan hibrida. Umumnya jagung komposit diusahakan oleh petani untuk tujuan konsumsi dan usahataninya berorientasi subsisten, sedangkan jagung hibrida diusahakan untuk kepentingan komersial. Pertanaman jagung di Kabupaten Bantaeng diusahakan pada lahan tegalan dan lahan sawah dengan jadwal pertanaman jagung sebagaimana ditampilkan pada Tabel 2.
6
Tabel 2. Jadwal Pertanaman Jagung di Kabupaten Bantaeng Berdasar-kan Penggunaan Lahan dan Musim Tanam LAHAN/MU SIM AP M JU TANAM R EI N (Luas Areal) I. LAHAN TEGALAN Musim 1 Tanam I . (17.325 Ha) Musim 2 Tanam II MUSIM . (17.230 TANAM III Ha) I I. LAHAN SAWAH Musim Tanam 1 Setelah . Padi (1.500 Ha)
WAKTU (BULAN) JU L
AG S
SE P
OK T
NO P
DE S
MUSIM TANAM I
JA N
FE B
MA R
MUSIM TANAM II
MUSIM TANAM IV
Salah satu kendala yang dihadapi oleh petani jagung di Kabupaten Bantaeng adalah waktu panen yang bertepatan dengan musim hujan. Dari berbagai jadwal panen pada lahan tegalan dan sawah di wilayah ini, jadwal panen Desember (untuk lahan tegalan dan sawah) dan Maret (khusus pada lahan tegalan) waktu panennya bertepatan dengan musim hujan. Kendala yang dihadapi dengan kondisi ini adalah pengeringan hasil produksi, karena umumnya petani mengandalkan sinar matahari dalam melakukan proses pengeringan jagung. Akibatnya kualitas jagung yang dihasilkan oleh petani pada periode musim tanam ini mengalami penurunan karena tingginya kandungan kadar air. Tingkat harga jagung yang berlaku di Kabupaten Bantaeng adalah berkisar antara Rp 1.500 – Rp 2.100 per kg. Harga terendah biasanya terjadi saat panen musim tanam I karena kualitas jagung yang rendah akibat kadar air jagung yang cukup tinggi yang langsung berakibat pada anjloknya harga. Sedangkan tingkat harga yang teringgi terjadi saat panen musim tanam II karena kualitas jagung hasil produksi petani relatif baik (tingkat kadar air jagung yang rendah). Demikian halnya pada panen musim tanam III, tingkat harga jagung juga relatif tinggi meskipun kualitas jagung relatif rendah karena waktu panen yang bertepatan dengan musim hujan. Hal ini disebabkan karena ketersediaan jagung di pasaran yang sangat kurang sebagai akibat banyaknya lahan sawah yang sebelumnya ditanami jagung beralih ditanami padi. Umumnya jagung hasil produksi petani di Kabupaten Bantaeng dipasarkan langsung ke pedagang pengumpul kabupaten. Seiring dengan meningkatnya persaingan di antara pedagang pengumpul kabupaten dalam memperoleh pasokan jagung, pedagangpedagang tersebut memanfaatkan jasa kolektor untuk langsung ke lokasi usahatani atau ke rumah-rumah petani untuk melakukan pembelian. Jagung yang dikumpulkan oleh kolektor selanjutnya disalurkan ke pedagang pengumpul kabupaten. Untuk memenuhi standar kualitas yang diinginkan oleh pedagang
7
besar atau industri pakan ternak, pedagang pengumpul kabupaten masih melakukan penanganan terhadap jagung hasil pembeliannya, misalnya dengan menjemur kembali untuk memenuhi standar kadar air atau membersihkan untuk memenuhi standar kadar kotoran atau debu. Setelah jagung terkumpul dan dilakukan penanganan seperlunya, pedagang pengumpul kabupaten melakukan penyimpanan hingga memenuhi jumlah yang cukup untuk dilakukan penyaluran ke pedagang besar atau industri pakan ternak yang ada di Kabupaten Sidenreng Rappang, Kota Makassar, Kabupaten Gowa dan Takalar. Pedagang besar/industri pakan ternak melakukan perhitungan untuk menentukan nilai pembelian yang harus dibayarkan kepada pedagang pengumpul kabupaten. Tidak mutlak bahwa pedagang besar/industri pakan ternak yang membeli jagung dari pedagang pengumpul langsung membayar sesuai dengan jumlah yang dipasok, tetapi sebelum penentuan nilai penjualan dilakukan perhitungan: Berat bersih yang dibayarkan (jumlah jagung yang dipasok dalam kg) dikurangi potongan karung (kg) dikurangi tingkat refraksi/potongan (%). Nilai yang dibayarkan (Rp) adalah berat bersih yang dibayarkan (kg) dikali dengan tingkat harga yang berlaku (Rp/kg). Sedangkan nilai refraksi/ potongan (%) adalah penjumlahan dari hasil uji mutu (kadar air, kadar jamur, kadar kotoran, kadar biji putih, dan kadar biji mati). Bagi pedagang pengumpul kabupaten yang memperoleh suntikan modal dari pedagang besar/industri pakan ternak setelah melakukan penjualan dan menerima pembayar hasil pasokan jagung langsung membayar dengan cara menyicil kepada pedagang besar/industri pakan ternak yang memberinya. Cicilan tersebut dapat dilakukan beberapa kali penjualan atau tergantung kesepakatan hingga pinjaman modal lunas dalam musim panen berjalan. Berdasarkan uraian pola pemasaran jagung dari petani sebagai produsen hingga ke pemakai akhir yang terjadi di Kabupaten Bantaeng digambarkan rantai pemasaran jagung sebagaimana yang ditampilkan pada Gambar 1.
Keterangan: = Menyalurkan = Mendatangi Gambar 1. Rantai Pemasaran Jagung di Kabupaten Bantaeng Gambar 1 menunjukkan bahwa terdapat tiga pola saluran pemasaran jagung yang terjadi di Kabupaten Bantaeng, yaitu: 1. Petani KolektorPedagang Pengumpul KabupatenPedagang BesarIndustri Pakan Ternak/Peternak 2. PetaniPedagang Pengumpul KabupatenPedagang BesarIndustri Pakan Ternak/Peternak 3. PetaniPedagang Pengumpul KabupatenIndustri Pakan Ternak/Peternak.
8
Strategi Pemasaran Jagung Strategi pemasaran jagung dengan memadukan faktor-faktor pada lingkungan eksternal Kabupaten Bantaeng yang berada di luar kewenangan pemerintah kabupaten untuk mengaturnya terkait peluang (opportunities) dan ancaman (threaths) yang ada dengan kondisi lingkungan internal Kabupaten Bantaeng yang berada di dalam kewenangan pemerintah kabupaten untuk mengaturnya terkait kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) yang dimiliki. Analisis faktor internal bertujuan untuk menemukan berbagai kekuatan (strengths) dan kelemahan-kelemahan (weakness) yang dimiliki oleh Kabupaten Bantaeng pada berbagai aspek yang terkait dengan pengembangan pemasaran komoditi jagung. Analisis faktor eksternal bertujuan untuk menemukan berbagai peluang (opportunities) yang dapat diraih oleh Kabupaten Bantaeng pada berbagai aspek yang terkait dengan pengembangan komoditas jagung khususnya dalam pemasarannya serta mengidentifikasi ancaman-ancaman (threats) yang merupakan faktor penghambat di luar kewenangan Pemerintah Kabupaten Bantaeng pada berbagai aspek yang terkait dengan pengembangan komoditi jagung khususnya dalam pemasarannya. a. Kekuatan (Strenghts) Kekuatan yang dimaksud merupakan potensi sumberdaya dan kondisi yang dimiliki oleh Kabupaten Bantaeng terkait dengan pengembangan komoditi jagung yang dapat dijadikan sebagai modal dasar dalam pemasaran komoditi jagung di Kabupaten Bantaeng. Kekuatan yang dimaksud adalah: 1. Letak wilayah Kabupaten Bantaeng yang strategis 2. Program Pembangunan Kabupaten Bantaeng Berbasis Desa Mandiri 3. Tingginya tingkat produktivitas usahatani jagung 4. Banyaknya jumlah petani yang berusahatani jagung 5. Besarnya potensi kelembagaan di tingkat petani 6. Banyaknya pedagang yang bergerak dalam pemasaran jagung 7. Tersedianya Pelabuhan Laut sebagai Sarana Perhubungan b. Kelemahan (Weakness) Kelemahan yang dimaksud merupakan keterbatasan sumberdaya dan kondisi yang dimiliki oleh Kabupaten Bantaeng terkait dengan pengembangan komoditi jagung yang dapat menghambat dalam pemasaran komoditi jagung di Kabupaten Bantaeng. Kelemahan-kelemahan yang maksud adalah: 1. Potensi luas panen jagung yang semakin menurun 2. Rendahnya tingkat pengetahuan dan keterampilan petani dalam menerapkan teknologi budidaya dan pascapanen 3. Rendahnya kualitas jagung hasil produksi petani 4. Keterbatasan permodalan yang dimiliki oleh petani 5. Keterbatasan ketersediaan sarana produksi di sekitar lokasi Usahatani jagung 6. Keterbatasan jenis dan jumlah sarana teknologi pengolahan hasil 7. Prasarana jalan desa yang kurang memadai
d. Peluang (Opportunities) Beberapa peluang yang dapat diraih oleh Pemerintah Kabupaten Bantaeng terkait dengan pengembangan komoditi jagung khususnya dalam pemasarannya, sebagaimana diuraikan berikut ini:
9
1. 2. 3. 4. 5.
Penetapan jagung sebagai komoditas unggulan Sulsel Tersedianya lembaga pendukung usahatani jagung Besarnya produksi jagung kabupaten tetangga Tingginya permintaan dan tingkat harga jagung untuk ekspor Banyaknya pemasok Sarana Produksi Jagung
e. Ancaman (Threaths) Tidak semua masalah yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Bantaeng terkait dengan pemasaran jagung berada dalam kewenangannya untuk menyelesaikan, meskipun masalah tersebut secara langsung maupun tidak langsung menjadi faktor penghambat. Masalah yang dimaksud dianggap sebagai sebuah ancaman dalam pemasaran jagung, yaitu: 1. Penetapan standar kualitas yang ketat oleh industri/pedagang 2. Harga komoditi jagung yang berfluktuasi 3. Tingginya biaya pungutan dalam pengangkutan 4. Persaingan dengan pedagang pengumpul dari Kabupaten Tetangga untuk memperoleh komoditas jagung 5. Iklim yang kurang mendukung 6. Terancamnya kelestarian lingkungan akibat perambahan hutan untuk lahan pengembangan jagung Faktor-faktor internal dan eksternal selanjutnya dianalisis dengan menggunakan matriks analisis SWOT (Strengths – Weakness – Opportunities - Threats) untuk merumuskan strategi pemasaran jagung. Strategi-strategi yang dirumuskan, yakni: 1. Startegi SO, dengan memanfaatkan kekuatan-kekuatan (S) yang dimiliki Kabupaten Bantaeng untuk mengambil manfaat dari peluang-peluang (O) yang ada, terutama dalam pemasaran jagung; 2. Strategi WO, dengan mengatasi kelemahan-kelemahan (W) yang dimiliki Kabupaten Bantaeng untuk meraih peluang-peluang (O) yang ada, terutama dalam pemasaran jagung; 3. Strategi ST, dengan memanfaatkan kekuatan-kekuatan (S) yang dimiliki Kabupaten Bantaeng untuk menghindari ancaman-ancaman (T), terutama dalam pemasaran jagung; dan 4. Strategi WT, dengan mengurangi kelemahan-kelemahan (W) yang dimiliki oleh Kabupaten Bantaeng dan menghindari ancaman-ancaman (T) yang ada. Analisis faktor-faktor internal dan eksternal yang dituangkan ke dalam matriks SWOT dengan hasil berupa rumusan strategi-strategi yang dapat diambil dalam kaitannya dengan pemasaran jagung di Kabupaten Bantaeng (lihat Tabel 3). Hasil analisis diperoleh sebanyak 20 strategi pemasaran jagung yang dapat diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Bantaeng. Pemetaan strategi pemasaran jagung hasil analisis SWOT pada strategi bauran pemasaran (marketing mix) menunjukkan bahwa sebagian besar atau sebanyak 12 strategi (60%) merupakan strategi pengembangan produk (product). Hal ini cukup beralasan, mengingat kelemahan pemasaran jagung di Kabupaten Bantaeng saat ini terletak pada rendahnya kemampuan petani untuk menghasilkan produksi jagung sesuai standar kualitas yang ditetapkan eksportir/industri. Disamping aspek kualitas, besarnya permintaan pasar (baik ekspor maupun antar-pulau) masih sulit untuk dipenuhi. Kelemahan faktor produk inilah yang mempengaruhi sehingga petani sangat sulit untuk memperoleh tingkat harga yang memadai dalam rangka untuk meningkatkan pendapatannya.
10
Selanjutnya strategi tempat (place) terdapat 5 strategi (25%). Strategi tempat sangat terkait pemanfaatan potensi wilayah Kabupaten Bantaeng saat ini, baik potensi sebagai wilayah produksi, maupun potensi sebagai wilayah perdagangan yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang memungkinkan pemberian pelayanan yang berskala kawasan. Meskipun strategi lebih dominan pada strategi produk dan tempat, namun untuk pengembangan pemasaran jagung perlu pula didukung oleh strategi harga (price) menyangkut terjaminnya tingkat harga yang akan diterima terutama oleh petani sebagai produsen. Pemetaan menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 5% strategi yang dihasilkan dari analisis SWOT yang merupakan strategi harga. Untuk mendukung Kabupaten Bantaeng sebagai wilayah perdagangan jagung maka diperlukan strategi promosi (promotion). Hasil pemetaan menunjukkan bahwa terdapat 2 strategi (10%) hasil analisis SWOT yang merupakan strategi promosi yang dapat dilakukan dalam menarik berbagai pihak terutama calon investor untuk berinvestasi di Kabupaten Bantaeng. Tindakan Prioritas dalam Strategi Pemasaran Jagung Tindakan-tindakan prioritas dalam pengembangan pemasaran jagung di Kabupaten Bantaeng dirumuskan dengan mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi. Bulkis dan Rusli (2009) mengemukakan bahwa Identifikasi masalah merupakan dasar untuk menentukan tindakan yang akan dilaksanakan dengan berdasar pada apakah terdapat indikasi kelemahan, kekurangan atau ketidakpuasan terhadap situasi yang terjadi. Masalah ini dapat digolongkan ke dalam masalah yang berada dalam kekuasaan untuk diselesaikan (internal) yang disebut persoalan serta masalah yang berada di luar kekuasaan untuk diselesaikan (eksternal) yang disebut kendala. Berdasarkan analisis situasi internal dan eksternal yang telah dilakukan pada penyusunan strategi, maka dapat ditetapkan masalah yang terindikasi dengan kelemahan, kekurangan atau ketidakpuasan yang terjadi. Indikasi tersebut tertuang dalam kelemahan (kondisi internal) dan ancaman (kondisi eksternal). Selanjutnya disusun strukturisasi permasalahan (lihat Gambar2) yang menujukkan hubungan sebab-akibat antar-masalah dalam bentuk diagram pohon dengan masalah utama yang berada pada posisi batang pohonnya, masalah-masalah yang mencerminkan akibat bila masalah utama terjadi ditempatkan sebagai gugusan percabangan/ranting, serta masalah-masalah yang mencerminkan sebab sehingga masalah utama terjadi. sebagai gugusan perakaran di bawah batang pohon. Masalah utama (posisi batang) pemasaran jagung di Kabupaten Bantaeng adalah ”jumlah produksi jagung yang diperdagangkan masih kurang”. Masalah utama yang ditetapkan ini sebenarnya belum terjadi. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan antara data jumlah produksi jagung Kabupaten Bantaeng tahun 2008 sebesar 190.232 ton dengan data volume perdagangan jagung oleh pedagang pengumpul kabupaten yang hanya sebesar 16.643 ton, artinya masih terdapat sebanyak 173.589 ton jagung yang tidak terserap oleh pedagang pengumpul kabupaten yang ada di Kabupaten Bantaeng. Namun jika Kabupaten Bantaeng diharapkan akan menjadi sentra dan terminal pemasaran jagung di Sulawesi Selatan, maka masalah ini akan cenderung terjadi apabila saat ini tidak dilakukan tindakan yang strategis. Masalah utama ini akan terjadi apabila terjadi penurunan potensi luas panen jagung yang disebabkan oleh tingkat kegagalan panen yang tinggi dan motivasi petani untuk menanam jagung menurun sebagai akibat dari rendahnya tingkat harga jagung yang diterima petani. Tingginya tingkat kegagalan panen selain disebabkan oleh kondisi
11
iklim yang cukup ekstrim akhir-akhir ini yang ditandai dengan tingginya curah hujan yang mengakibatkan banyak lahan pertanaman jagung tergenang air. Selain kondisi cuaca yang ekstrim, tingginya tingkat kegagalan panen jagung juga disebabkan oleh kerusakan lahan untuk pertanaman jagung seperti terjadinya longsor dan berkurangnya tingkat kesuburan sebagai akibat tingginya tingkat perambahan hutan untuk dijadikan sebagai lokasi lahan pertanaman jagung. Adanya keterbatasan petani dalam mengkases sarana produksi seperti benih yang tahan terhadap genangan, pupuk dan obat-obatan juga turut memberikan kontribusi terhadap masalah tingginya tingkat kegagalan panen jagung di Kabupaten Bantaeng. Rendahnya tingkat harga jagung yang diterima oleh petani disebabkan oleh masalah kualitas jagung hasil produksi petani rendah dan pada sisi lain pedagang/industri menetapkan standar kualitas yang sangat ketat. Disamping itu, tingginya biaya pengangkutan sebagai akibat tingginya pungutan dalam pengangkutan serta prasarana jalan desa yang kurang memadai turut pula menjadi penyebab rendahnya tingkat harga jagung yang diterima oleh petani karena pedagang pengumpul kabupaten memperhitungkan biaya-biaya tersebut untuk menetapkan harga pembelian jagung di tingkat petani. Rendahnya kualitas jagung hasil produksi petani disebabkan oleh rendahnya tingkat pengetahuan dan keterampilan dalam budidaya dan pascapanen. Selain itu, masalah kurangnya jenis dan jumlah sarana teknologi pengolahan hasil seperti dryer yang tersedia di lokasi sentra turut pula menjadi penyebab rendahnya kualitas jagung, karena pada umumnya waktu panen jagung di Kabupaten Bantaeng bertepatan dengan musim hujan, sementara petani hanya mengandalkan sinar matahari untuk melakukan penjemuran jagung hasil panennya. Jika masalah-masalah yang telah diuraikan berakibat pada kurangnya jumlah produksi jagung yang diperdagangkan, maka tentunya akan berdampak pada tingginya tingkat persaingan dengan pedagang pengumpul dari kabupaten tetangga untuk memperoleh jagung sebagai komoditi dagangannya. Berangkat dari permasalahan yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan sasaran yang akan dicapai dalam pemasaran jagung di Kabupaten Bantaeng. Sasaran utama yang akan dicapai pada pemasaran jagung di Kabupaten Bantaeng adalah ”jumlah produksi jagung yang diperdagangkan meningkat”. Sasaran utama ini hanya bisa dicapai apabila potensi luas panen jagung dan motivasi petani untuk menanam jagung dapat ditingkatkan. Potensi luas panen jagung dapat ditingkatkan melalui pencapaian sasaran penurunan tingkat kegagalan panen yang dicapai melalui sasaran penyesuaian proses produksi dengan kondisi iklim yang kurang mendukung dan sasaran menekan tingkat kerusakan lahan dengan meminimalisir tingkat perambahan hutan untuk pertanaman jagung, serta adanya kemudahan petani dalam memperoleh sarana produksi. Sedangkan motivasi petani untuk menanam jagung dapat ditingkatkan dengan sasaran memadainya tingkat harga jagung yang diterima petani. Memadainya tingkat harga jagung yang diterima oleh petani dapat dicapai dengan sasaran meningkatkan kualitas jagung hasil produksi petani sehingga standar kualitas yang ditetapkan oleh pedagang/industri dapat dipenuhi. Sasaran untuk meningkatkan harga jagung di tingkat petani dapat pula dicapai dengan menekan biaya pengangkutan yang dapat dicapai melalui sasaran mengurangi pungutan dalam pengangkutan serta perbaikan prasarana jalan desa. Meningkatnya kualitas jagung hasil produksi petani dapat dicapai melalui sasaran peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani dalam teknis budidaya dan pascapanen serta tersedianya jenis dan jumlah sarana teknologi pengolahan hasil di lokasi sentra produksi jagung.
12
Pencapaian sasaran meningkatnya jumlah jagung yang diperdagangkan sebagai sasaran utama akan berdampak pada berkurangnya tingkat persaingan dengan pedagang pengumpul dari kabupaten tetangga untuk memperoleh jagung sebagai komoditi dagangan. Gambaran mengenai hubungan antara sasaran-sasaran pemasaran jagung di Kabupaten Bantaeng secara jelas dapat dilihat pada Gambar 3. Diagram pohon sasaran menunjukkan peta hubungan antar-sasaran yang akan dicapai dalam pemasaran jagung Kabupaten Bantaeng. Bulkis dan Rusli (2009) mengemukakan bahwa fokus perhatian untuk menyusun rangkaian tindakan yang akan dilakukan adalah pada sasaran-sasaran yang berada di posisi perakaran yang merupakan daerah jaring-jaring sasaran antara dan sub-antara yang memusat menuju ke sasaran utama melalui hubungan tindakan-hasil. Sasaran antara “potensi luas panen jagung meningkat” dicapai dengan terlebih dahulu mencapai sasaran sub-antara “tingkat kegagalan panen menurun” melalui tindakan-tindakan menganjurkan penerapan teknologi budidaya jagung sesuai dengan kondisi iklim, mencanangkan sentra produksi jagung sebagai desa mandiri yang peduli terhadap lingkungan, memfasilitasi petani agar mampu memperoleh sarana produksi dan memfasilitasi petani agar mampu mengakses kredit perbankan. Pencapaian sasaran antara “motivasi petani menanam jagung meningkat” dilakukan dengan mencapai sasaran sub-antara “petani mampu memenuhi standar kualitas yang ditetapkan pedagang/industri” melalui tindakan melaksanakan pembinaan teknologi budidaya dan penanganan pascapanen serta menyediakan sarana teknologi pengolahan hasil. Sasaran sub-antara “biaya pengangkutan jagung dapat ditekan” dapat dicapai melalui tindakan membangun resi gudang yang dapat menampung hasil produksi petani serta memperbaiki prasarana jalan desa. Sementara sasaran sub-antara “harga komoditas jagung yang terjamin” dicapai dengan tindakan memberikan jaminan harga dasar pembelian. Hubungan antara sasaran dan tindakan dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan hasil analisis ditetapkan sembilan tindakan yang perlu diprioritaskan terkait dengan strategi pemasaran jagung di Kabupaten Bantaeng, yaitu: 1.
Memberikan jaminan harga dasar pembelian Untuk memotivasi petani agar dapat menghasilkan produksi dalam jumlah, mutu dan keberlanjutan sesuai yang diharapkan adalah adanya jaminan harga dasar. Olehnya itu, Pemerintah Kabupaten Bantaeng perlu menetapkan kebijakan mengenai aturan harga dasar jagung melalui Peraturan Daerah (perda). Adanya perda ini selain untuk menjamin pendapatan yang akan diperoleh petani jagung di Kabupaten Bantaeng, juga akan menjadi salah satu faktor yang dapat mendorong petani/pedagang dari kabupaten lain untuk menjual jagung ke Kabupaten Bantaeng.
2.
Memperbaiki prasarana jalan desa Salah satu penyebab rendahnya tingkat harga yang diterima oleh petani (selain faktor kualitas) adalah pembebanan biaya pemasaran oleh pedagang pada harga pembelian di tingkat petani. Salah satu unsur biaya pemasaran adalah biaya pengangkutan. Untuk mempermudah pengangkutan jagung dari lokasi produksi ke pusat pemasaran di Kota Bantaeng, maka Pemerintah Kabupaten perlu memperbaiki prasarana jalan desa terutama di sentra-sentra produksi jagung. Dengan kondisi jalan yang memadai, pengangkutan akan lebih mudah dan pada akhirnya akan dapat menekan biaya pengangkutan jagung ke pusat pemasaran sehingga harga yang diterima oleh petani juga dapat lebih tinggi.
3.
Mengadakan resi gudang yang dapat menampung hasil produksi petani Saat panen sering petani dihadapkan pada pilihan yang sulit, di satu sisi petani membutuhkan dana tunai untuk menyiapakan musim tanam berikutnya dan untuk
13
keperluan rumah tangganya, di sisi lain saat menjual hasil panennya tidak memberikan keuntungan karena adanya keterlibatan tengkulak atau pedagang pengumpul. Selain tindakan-tindakan yang telah disebutkan, Pemerintah Kabupaten Bantaeng perlu mengadakan resi gudang yang selain dapat mendukung ketersediaan modal bagi petani, juga dapat mempermudah petani dalam pemasaran hasil produksi usahataninya. Adanya resi gudang dapat dijadikan agunan untuk mencari pinjaman, selain dapat untuk memperpanjang masa penjualan hasil produksi petani. 4.
Menyediakan sarana teknologi pengolahan hasil Selain keterbatasan petani dalam penguasaan teknologi budidaya dan pascapanen, keterbatasan petani dalam mengakses sarana pengolahan hasil juga sebagai penyebab rendahnya kualitas jagung hasil produksi usahataninya. Salah satu sarana yang diperlukan oleh petani adalah adanya mesin pengering (dryer) terutama saat panen yang bertepatan dengan musim hujan. Tindakan ini dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bantaeng dengan memfasiliasi kelembagaan di tingkat petani (kelompoktani/gabungan kelompoktani) terutama di wilayah-wilayah sentra produksi potensil untuk memperoleh bantuan sarana teknologi pengolahan hasil tersebut. 5. Memfasilitasi petani agar mampu mengakses kredit perbankan Kesulitan petani dalam memperoleh sarana produksi dalam setiap menghadapi musim tanam umumnya disebabkan karena keterbatasan dalam permodalan. Untuk menghindari keterikatan petani dengan tengkulak/pedagang pengumpul, maka perlu dilakukan upaya untuk memberikan kemudahan bagi petani dalam mengakses permodalan dari perbankan. Olehnya itu Pemerintah Kabupaten Bantaeng perlu memfasilitas petani jagung dalam memperoleh kredit melalui perbankan dengan bertindak sebagai penjamin (avalis). Salah satu skim kredit yang dapat diakses oleh petani dengan jaminan dari pemerintah kabupaten adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR).
6.
Memfasilitasi petani agar mampu memperoleh sarana produksi Agar petani dapat melaksanakan teknik budidaya yang dianjurkan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas, maka diperlukan ketersediaan sarana produksi yang dibutuhkan seperti benih, pupuk, dan obat-obatan, terutama saat musim tanam jagung. Petani jagung sangat membutuhkan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi terkait ketersediaan baik jenis maupun kualitas dengan tingkat harga yang dapat terjangkau pada saat dibutuhkan. Olehnya itu Pemerintah Kabupaten Bantaeng perlu memfasilitasi ketersediaan sarana produksi usahatani jagung melalui kemitraan industri/distributor sarana produksi dengan mengoptimalkan kelembagaan di tingkat petani (kelompoktani/gabungan kelompoktani) agar dapat menjadi unit penyedia sarana produksi bagi petani anggotanya. 7. Melaksanakan pembinaan teknologi budidaya dan penanganan pascapanen Salah satu penyebab rendahnya tingkat harga yang diterima oleh petani jagung adalah rendahnya kualitas jagung hasil produksi usahataninya. Rendahnya kualitas jagung hasil produksi disebabkan keterbatasan petani dalam penguasaan teknologi (budidaya dan pascapanen). Olehnya itu Pemerintah Kabupaten Bantaeng perlu melakukan upaya pembinaan yang intensif kepada petani agar mampu menguasai teknologi budidaya dan pascapanen yang baik. Tindakan ini dapat dilakukan dengan memfasilitasi kemitraan kelembagaan di tingkat petani (kelompoktani/gabungan kelompoktani) dengan lembaga-lembaga pembina terkait.
8.
Mencanangkan sentra produksi jagung sebagai desa mandiri yang peduli terhadap lingkungan
14
Sebagai upaya untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan sebagai akibat adanya aktifitas perambahan hutan untuk lahan usahatani jagung, maka Pemerintah Kabupaten Bantaeng perlu mencanangkan desa mandiri yang peduli terhadap lingkungan, terutama desa-desa sentra produksi jagung yang rawan terhadap adanya aktifitas usahatani yang memanfaatkan areal hutan dengan cara merambah. Tindakan ini dapat diimplementasikan dengan menjadikan kelembagaan di tingkat petani jagung (kelompoktani dan gabungan kelompoktani) tidak hanya sebagai basis aktifitas sosial, ekonomi dan teknologi, tetapi juga sebagai wahana untuk menjaga kelestarian lingkungan. 9.
Menganjurkan penerapan teknologi budidaya jagung sesuai dengan kondisi iklim Mengantisipasi kondisi iklim yang cukup ekstrim baik di musim hujan dengan tingginya intensitas curah hujan sebagaimana yang terjadi sepanjang tahun 2010 maupun ancaman kekeringan pada musim kemarau, Pemerintah Kabupaten Bantaeng perlu menganjurkan para petani agar menerapkan teknologi budidaya jagung sesuai dengan kondisi iklim. Teknologi tersebut dapat berupa penggunaan benih dari varietas yang tahan terhadap genangan saat musim hujan dengan curah hujan yang tinggi atau penggunaan benih dari varietas yang tahan terhadap kekeringan saat kemarau panjang terjadi. Penggunaan benih unggul ini diiringi dengan perbaikan teknik budidaya yang lain seperti pengaturansaluran drainase, pengolahan tanah, penggunaan pupuk yang berimbang dan sebagainya. Dalam melaksanakan tindakan prioritas ini, Pemerintah Kabupaten Bantaeng dapat bekerjasama dengan Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) Maros. Arah dan Program Pemasaran Jagung dalam Mendukung Visi dan Misi Pembangunan Kabupaten Bantaeng Berdasarkan strategi yang telah dirumuskan dari hasil analisis SWOT serta tindakan-tindakan prioritas yang perlu segera dilaksanakan, maka dapat diperoleh gambaran umum mengenai kondisi pemasaran jagung saat ini. Gambaran ini dapat digunakan untuk merumuskan arah serta program-program yang perlu ditetapkan dalam pemasaran jagung dalam rangka mewujudkan Visi dan Misi Pembangunan Kabupaten Bantaeng. Arah pemasaran jagung ini mencerminkan apa yang akan dicapai di masa yang akan datang terkait dengan pemasaran jagung di Kabupaten Bantaeng dan merupakan fokus yang jelas serta menjadi perekat yang menyatukan berbagai strategi yang telah dirumuskan melalui analisis SWOT terkait dengan pemasaran jagung di Kabupaten Bantaeng. Berangkat dari strategi-strategi yang telah ditetapkan berdasarkan hasil analisis SWOT, maka pemasaran jagung di Kabupaten Bantaeng dalam mendukung Visi Pembangunan Kabupaten Bantaeng adalah: “Mewujudkan Bantaeng sebagai Sentra Produksi dan Terminal Pemasaran Komoditas Jagung Bertaraf Dunia yang Berbasis Desa Mandiri” Sentra produksi dan terminal komoditas jagung bertaraf dunia mengandung arti bahwa Kabupaten Bantaeng merupakan wilayah penghasil komoditas jagung dan menjadi pusat pemasaran jagung pada kawasan Kabupaten Bantaeng, Jeneponto, Bulukumba, Selayar dan Sinjai (Bajenbassi) dalam rangka memenuhi permintaan pasar terutama pasar ekspor dengan menyajikan kuantitas, kualitas dan kontinyuitas yang terjamin. Tersedianya fasilitas pelabuhan dengan fasilitas-fasilitas pendukung lainnya memberikan peluang investasi bagi investor sehingga Kabupaten Bantaeng berpeluang menjadi daerah asal ekspor langsung komoditas jagung di Indonesia ke berbagai negara tujuan. Berbasis desa mandiri mengandung arti bahwa dengan berkembangnya Kabupaten Bantaeng sebagai sentra komoditas jagung yang bertaraf dunia akan memberikan peluang bagi
15
desa-desa terutama desa penghasil jagung untuk memanfaatkan potensi wilayahnya dengan caranya masing-masing agar mampu menghasilkan komoditas jagung yang memiliki pangsa pasar internasional. Arah pemasaran jagung dalam mendukung Visi Pembangunan Kabupaten Bantaeng dituangkan cara yang dapat dilakukan oleh seluruh pihak yang terkait melalui fasilitasi Pemerintah Kabupaten Bantaeng dalam mencapainya dan secara konseptual tertuang dalam pencapaian: 1. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia petani jagung agar mampu menghasilkan jagung dengan kuantitas, kualitas serta kontinyuitas dengan melaksanakan program: a. Pendidikan dan pelatihan teknis budidaya sesuai anjuran dalam rangka meningkatkan produktivitas usahatani dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. b. Pendidikan dan pelatihan penanganan pascapanen jagung untuk meningkatkan kualitas hasil produksi. c. Pendidikan dan pelatihan manajemen pengelolaan usahatani jagung. d. Kemitraan program pengembangan pengetahuan dan keterampilan petani dengan lembaga-lembaga terkait seperti Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia (Balitjas) Maros, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Selatan, dan Perguruan Tinggi. 2. Pengembangan kelembagaan di tingkat petani agar mampu menjadi lembaga ekonomi di perdesaan dengan melaksanakan program: a. Pembinaan dan pendampingan kepada kelompoktani agar dapat berfungsi menjadi wahana belajar bagi petani. b. Pembinaan dan pendampingan kepada gabungan kelompoktani (gapoktan) agar mampu berfungsi tidak hanya sebagai unit produksi, tetapi juga menjadi unit penyedia sarana produksi, penyedia alat dan mesin usahatani jagung, penyedia permodalan dan juga sebagai unit pemasaran jagung. c. Fasilitasi kelembagaan petani agar dapat bermitra dengan berbagai pihak yang terkait (stakeholder) dengan pengembangan komoditas jagung seperti lembaga perbankan, pedagang eksportir/industri pakan ternak, penyedia sarana produksi (distributor benih, pupuk dan obat-obatan), dan sebagainya. 3. Pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana yang mendukung pemasaran jagung dengan melaksanakan program: a. Penyediaan fasilitas penanganan pascapanen pada setiap kluster sentra pengembangan jagung seperti fasilitas gudang penyimpanan, alat pemipil jagung, tester kualitas, lantai jemur, mesin pengering (dryer) dan sebagainya. b. Perbaikan jalan desa dan jalan usahatani agar distribusi jagung dari sentra-sentra produksi ke pusat-pusat perdagangan di ibukota kecamatan/ kabupaten dapat menjadi lancar. c. Melengkapi infrastruktur pelabuhan agar dapat menjadi pelabuhan jagung curah untuk tujuan ekspor dan antar-pulau. d. Membangun resi gudang yang dapat menampung hasil produksi petani yang tak dapat ditampung oleh pedagang yang ada di Kabupaten Bantaeng serta dapat menjaga agar tingkat harga jagung yang diterima oleh petani tidak anjlok terutama pada saat panen. 4. Penciptaan iklim yang kondusif untuk meningkatkan daya tarik Kabupaten Bantaeng sebagai daerah tujuan investasi bagi para calon investor, baik yang berasal dari dalam negeri (domestik) maupun yang berasal dari luar negeri (asing) yang akan bergerak dalam komoditas jagung dengan melaksanakan program:
16
a. Menjamin tingkat harga komoditas jagung yang memadai terutama tingkat harga pembelian dari petani untuk menarik para petani bahkan pedagang dari kabupaten tetangga untuk menjual jagung ke Kabupaten Bantaeng. b. Promosi mengenai potensi sumberdaya alam dan peluang investasi usaha komoditas jagung melalui kunjungan langsung, penggunaan media (buku, brosur, leaflet, internet dan media massa) serta mengikuti event pameran promosi daerah baik di tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional. c. Peningkatan kualitas pelayanan investasi yang cepat, murah dan transparan bagi investor yang ingin berinvestasi dalam pengembangan komoditas jagung di Kabupaten Bantaeng dengan memberikan kemudahan perizinan, insentif pajak, penyediaan lahan, pelayanan birokrasi, serta pelayanan lainnya. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan tujuan dan uraian hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Kebijakan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bantaeng dalam wujud tindakan prioritas untuk mendukung strategi pemasaran jagung adalah: Memberikan jaminan harga dasar pembelian, memperbaiki prasarana jalan desa, mengadakan resi gudang yang dapat menampung hasil produksi petani, menyediakan sarana teknologi pengolahan hasil, memfasilitasi petani agar mampu mengakses kredit perbankan, memfasilitasi petani agar mampu memperoleh sarana produksi, melaksanakan pembinaan teknologi budidaya dan penanganan pascapanen, mencanangkan sentra produksi jagung sebagai desa mandiri yang peduli terhadap lingkungan, dan menganjurkan penerapan teknologi budidaya jagung sesuai dengan kondisi iklim.
2.
Pemasaran jagung di Kabupaten Bantaeng dalam mendukung terwujudnya Visi Pembangunan Kabupaten Bantaeng perlu diarahkan kepada Mewujudkan Bantaeng sebagai Sentra Produksi dan Terminal Pemasaran Komoditas Jagung Bertaraf Dunia yang Berbasis Desa Mandiri dengan melaksanakan program: Peningkatan kualitas sumberdaya manusia petani jagung agar mampu menghasilkan jagung dengan kuantitas, kualitas serta kontinyuitas yang terjamin; Pengembangan kelembagaan di tingkat petani agar mampu menjadi lembaga ekonomi di perdesaan; Pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana yang mendukung pemasaran jagung; Serta penciptaan iklim yang kondusif untuk meningkatkan daya tarik Kabupaten Bantaeng sebagai daerah tujuan investasi para investor (domestik dan asing) yang bergerak dalam komoditas jagung.
Dalam rangka pengembangan strategi pemasaran jagung di Kabupaten Bantaeng terkait dengan hasil penelitian ini maka disarankan sebagai berikut: 1. Pemerintah Kabupaten Bantaeng dalam hal ini Eksekutif perlu segera menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) mengenai jaminan terhadap harga dasar pembelian jagung untuk menjamin tingkat pendapatan para pelaku pemasaran jagung, khususnya petani sebagai produsen. Dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Bantaeng dapat mencontoh kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Gorontalo. Ranperda ini perlu didukung oleh anggota DPRD dalam hal ini Legislatif untuk segera dibahas dan ditetapkan sebagai Peraturan Daerah. 2. Perlunya dilakukan pemetaan dan penetapan kluster-kluster wilayah pengembangan jagung di Kabupaten Bantaeng sebagai upaya untuk dapat mempermudah dalam melaksanakan pembinaan kelembagaan/petani, penempatan fasilitas-fasilitas
17
3.
4. 5.
6.
7.
8.
9.
penanganan pascapanen, serta kelancaran dalam pedistribusian hasil produksi ke ibukota kabupaten sebagai terminal komoditas jagung untuk tujuan ekspor. Pemerintah Kabupaten Bantaeng perlu mengalokasikan anggaran khusus melalui APBD untuk melaksanakan berbagai strategi-strategi yang telah dirumuskan untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum, khusunya para pelaku pemasaran jagung dan lebih terkhusus pada petani jagung yang jumlahnya cukup besar. Karena Kabupaten Bantaeng telah ditetapkan sebagai daerah sentra produksi jagung di Sulawesi Selatan dan untuk menjamin terlaksananya strategistrategi yang telah ditetapkan, maka perlu pula dilakukan upaya khusus untuk memperoleh anggaran khusus yang bersumber dari APBD Sulawesi Selatan dan APBN. Dalam menyusun program peningkatan infrastruktur jalan, Pemerintah Kabupaten Bantaeng perlu memprioritaskan jalan-jalan desa dan jalan-jalan usahatani terutama pada sentra-sentra pengembangan jagung. Sebagai upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan seiring dengan peluang pemasaran jagung yang besar di Kabupaten Bantaeng, maka diperlukan koordinasi dan pengawasan yang lebih intensif lagi terkait dengan pengelolaan dan pelestarian lingkungan di Kabupaten Bantaeng agar selain dapat memfasilitasi pembukaan lahan pertanian baru, pemanfaatan lahan kritis dan lahan tidur untuk mengatasi masalah kurangnya lahan garapan yang dimiliki oleh petani, juga dimaksudkan agar pembukaan lahan pertanian untuk usahatani jagung dapat sesuai dengan prinsip konservasi lahan dan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Perlu adanya koordinasi diantara Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terkait dengan pemasaran jagung dalam rangka melaksanakan berbagai program sebagai tindak-lanjut dari strategi, tindakan prioritas, arah dan program pengembangan pemasaran jagung di Kabupaten Bantaeng. Pemerintah Kabupaten Bantaeng perlu memfasilitasi terjalinnya sinergi melalui kemitraan antar-stakeholder pemasaran jagung di Kabupaten Bantaeng, mulai dari penyedia sarana produksi, alat dan mesin budidaya/panen dan pascapanen, penyedia informasi teknologi, penyedia modal, petani jagung serta seluruh tingkatan pedagang. Sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan, petani jagung di Kabupaten Bantaeng perlu menerapkan teknik budidaya yang tepat agar dapat meningkatkan produksi dan produktivitas usahataninya dengan tetap memperhatikan konservasi lahan, serta meningkatkan kualitas jagung hasil produksinya dengan menerapkan teknik pascapanen sesuai anjuran. Diakui bahwa penelitian ini belum mampu mengungkap keseluruhan aspek yang berkaitan dengan strategi pemasaran jagung di Kabupaten Bantaeng, oleh karena itu kelanjutan dan kesempurnaan pembahasannya masih memerlukan penelitian lebih lanjut dengan pembahasan yang tentunya lebih komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA Anoraga, Panji., 1997. Manajemen Bisnis. Penerbit PT Bhineka, Jakarta. Anwar, 1995. Dasar-dasar Marketing. Penerbit Alumni, Jakarta. Badan Pusat Statistik, 2009. Kabupaten Bantaeng Dalam Angka (Bantaeng in Figures) 2009. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantaeng. Bulkis, Sitti dan Rusli M. R., 2009. Analisis Perencanaan dan Pengembangan Agrosistem: Buku Kerja dalam Delapan Modul Pembelajaran. Laporan Modul
18
Pembelajaran Berbasis SCL, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. Cravens, D., 1999. Pemasaran Strategis (Edisi ke-4, Jilid I). Penerbit Erlangga, Jakarta. Gultinan, P.J., 1992. Strategi dan Program Manajemen Pemasaran. Penerbit Erlangga, Jakarta. Kotler, Philip, 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol (Edisi Bahasa Indonesia-Jilid 1). PT Prenhallindo, Jakarta. LPEM FE-UI, 2007. Metodologi Penelitian: Analisa SWOT. Lampiran 1 Studi Penyusunan RPJP Kabupaten Aceh Tamiang 2007 - 2027 (http:// bappedatamiang.go.id/uploadfiles/rpjp2007_2027/lampiran1_metode_penelitian _analisa_swot.pdf, Diakses pada tanggal 6 Oktober 2010). LPM - Unhas, 2006. Pengembangan Model KemitraanAgroindustri Jagung di Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan. Kerjasama Lembaga Pengabdian pada Masyarakat Universitas Hasanuddin dengan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil, Pertanian, Departemen Pertanian RI, Makassar. Matanews.com, 2009. Indonesia Eksportir Jagung Dunia (http:// matanews.com/2009/07/30/indonesia-eksportir-jagung-dunia/, Diakses pada tanggal 26 September 2010). Mosher, A.T., 1991. Menggerakkan dan Membangun Pertanian: Syarat Pokok Pembangunan dan Modernisasi. Penerbit CV. Yasaguna, Jakarta. Pemerintah Kabupaten Bantaeng, 2009. Peraturan Daerah Kabupaten Bantaeng No. 7 Tahun 2009 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bantaeng Tahun 2008 – 2013. Pride dan Farrel, 1995. Pemasaran: Teori dan Praktek Sehari-hari (Jilid 1). Binarupa Aksara, Jakarta. Simamora, Bilson, 2001. Memenangkan Pasar dengan Pemasaran Efektif dan Profitabel. Penerbit PT. Gramedia Utama, Jakarta. Syamri, Laode, 2010. Konsep Strategi Pemasaran (http://id.shvoong.com/ writing-and-speaiking/presenting/2069506-konsep-strategi-pemasaran/, diakses pada tanggal 1 September 2010).