Wasita, Strategi Pelestarian Peralatan Dan Infrastruktur Pertambangan Minyak Dari Masa Kolonial Di Sangasanga Kalimantan Timur
STRATEGI PELESTARIAN PERALATAN DAN INFRASTRUKTUR PERTAMBANGAN MINYAK DARI MASA KOLONIAL DI SANGASANGA KALIMANTAN TIMUR CONSERVATION STRATEGY ON THE EQUIPMENTS AND INFRASTRUCTURES OF COLONIAL OIL MINING IN SANGASANGA, EAST KALIMANTAN Wasita Balai Arkeologi Banjarmasin Jalan Gotong Royong II, Rt03, Rw 06, Mentaos, Banjarbaru, Kalimantan Selatan 70711 e-mail:
[email protected] Naskah diterima tanggal: 18/06/2015, Direvisi akhir tanggal: 01/03/2016, disetujui tanggal: 14/03/2016 Abstract: The study aimed to obtain a proper strategy in the preservation of colonial archaeological remains in Sangasanga with community involvement. Therefore, the method used was a descriptive analysis by providing a complete picture of archaeological data. The result shows that the most effective preservation is by involving local community. In this case, people are not merely engaged to work but a system is made which conducts utilization concept and has additional value to earn profit. Utilization of occupying the building (for example komplak) and earned income are through economic activities related to cultural heritage tour. Hopefully, involving local people in the conservation will be easily realized through the activities. Nevertheless, the system could not be allowed to work alone. There should be monitoring and evaluation in order to implement conservation habits become an attitude of life. The conclusion of this study is that the preservation action for oil company equipment and infrastructure in Sangasanga should promptly be done by conservation strategy with added values by involving the community. Keywords: remains preservation, archaeological resource utilization, tourism, community involevement Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengkaji strategi yang tepat dalam pelestarian peninggalan arkeologi kolonial di Sangasanga dengan melibatkan masyarakat. Untuk mendapatkan cara pelestarian yang tepat, dilakukan analisis deskriptif, yaitu dengan memberikan gambaran secara lengkap mengenai realitas tinggalan arkeologi yang dikaji. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa pelestarian yang paling efektif adalah dengan cara melibatkan masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat tidak semata-mata hanya dilibatkan untuk bekerja, tetapi dibuat program pelestarian yang berwawasan pemanfaatan dan bahkan ada nilai tambah bagi masyarakat, yaitu menjadi sumber penghasilan. Pemanfaatan dengan menempati bangunan (misalnya komplak) dan perolehan penghasilannya melalui kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan wisata warisan budaya. Jika pola ini terbentuk, harapan agar keterlibatan masyarakat dalam pelestarian akan lebih mudah diwujudkan. Namun demikian, sistem itu tidak dapat dibiarkan bekerja sendiri dan harus ada pengawasan dan evaluasi, agar kebiasaan melaksanakan pelestarian menjadi sikap hidup masyarakat. Kesimpulan kajian ini adalah bahwa tindakan aksi pelestarian peralatan dan infrastruktur pertambangan minyak di Sangasanga dilakukan dengan strategi pelestarian yang berwawasan pemanfaatan dengan melibatkan masyarakat. Kata kunci: pelestarian peninggalan sejarah, pemanfaatan sumberdaya arkeologi, pariwisata, keterlibatan masyarakat
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 1, April 2016
117
Wasita, Strategi Pelestarian Peralatan Dan Infrastruktur Pertambangan Minyak Dari Masa Kolonial Di Sangasanga Kalimantan Timur
Pendahuluan
tempat perbaikan mesin (bengkel), tempat dan
Peralatan pertambangan minyak masa kolonial
fasilitas olah raga, pelabuhan, instalasi
di Sangasanga, Kabupaten Kutai Kartanegara,
pengolahan air bersih, gedung film, penjara,
Kalimantan Timur dibangun pada masa Kerajaan
kantor pos (Tim Peneliti, 2008; Susanto, 2005),
Kutai Kartanegara tahun 1897. Pada saat itu,
bahkan ada pula orang Belanda yang mem-
kolonial Belanda yang dipimpin J.H. Menten, tiba
bangun rumah pribadi. Dalam perkembangannya,
di Kutai Kartanegara dan mengadakan perjanjian
Sangasanga dikuasai oleh Jepang dan mereka
dengan Raja Kutai Kartanegara untuk melakukan
melanjutkan eksplorasi minyak pada tahun 1942-
survei guna mengetahui potensi pertambangan
1945 dan juga membangun infrasruktur baru,
dan kehutanan di wilayah kerajaan tersebut.
seperti tangsi dan Barak B 21 di Distrik IV,
Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa jika
Sangasanga, Pembangkit Tenaga Listrik Elektra,
survei berhasil menemukan tambang atau hasil
serta tiga buah gua pertahanan/persem-
hutan yang potensial, maka akan dilakukan
bunyian. Selain itu, pejuang Indonesia juga
penambangan ataupun penebangan kayu oleh
pernah memanfaatkan titik-titik tertentu di
Belanda. Menurut Ahyat (2013), dengan
Sangasanga untuk Kubu Pertahanan (Wasita
perjanjian tersebut, Sultan Kutai mendapat hak
dkk., 2012) dalam merebut kembali wilayah
royalti dan pajak. Selain itu, J.H. Menten juga
tersebut ke pangkuan Ibu Pertiwi.
berjanji akan membayar biaya keamanan
Pada zaman kemerdekaan, Sangasanga
perusahaannya dan tidak akan menerima
menjadi bagian wilayah Negara Kesatuan
tenaga kerja orang-orang Cina yang berasal dari
Republik Indonesia (NKRI), dan pengelolaan
Bangka. Pengadaan buruh saat itu dilakukan
tambang minyak dilakukan kembali oleh BPM
dengan cara mendatangkan dari luar daerah
(1945-1950) dan Pemerintah Indonesia (1950
bahkan luar negeri. Oost Borneo Maatschappij,
sampai sekarang). Pada saat kendali pengelolaan
pesaing perusahaan yang dikendalikan J.H
minyak dipegang oleh Indonesia, konsesi
Menten, pernah mendatang buruh China untuk
tambang pernah juga dikuasakan kepada
meningkatkan produksinya (Ahyat, 2013). Hal
perusahaan asing, karena adanya pembelian.
ini menjadikan tersingkirnya tenaga kerja lokal.
Setelah tahun 1950, secara berturut-turut
Menindaklanjuti perjanjian tersebut, Belanda
penambangan di Sangasanga dilakukan oleh PT.
melakukan survei dan berhasil menemukan
Shell (perusahaan dari Inggris), Perusahaan
tambang minyak di Sangasanga. Selanjutnya,
Minjak Negara (Permina), Perusahaan Tambang
untuk kegiatan penambangan dilakukan kolonial
Minyak Milik Negara (Pertamina), kemudian
Belanda melalui perusahaan Nederlandsch-
Tesoro Indonesia Petroleum, (1972-1992),
Indische Industrie en Handel Maatschappij
Medco Energy Indonesia (1992-2008), dan
(NIIHM) tahun1897-1905, dan kemudian Batavia
Pertamina UBEP (Unit Bisnis, Eksplorasi dan
Petroleum Maatschappij (BPM) tahun 1905-1942
Produksi) sejak tahun 2008 sampai sekarang.
yang mengalami perkembangan pesat, me-
Dalam perkembangannya, Sangasanga
masang peralatan tambang tambahan berupa
menjadi nama kecamatan yang juga merupakan
pompa angguk (sucker rod pump) yang
wilayah hunian masyarakat dan berkembang
merupakan salah satu jenis pompa pada industri
menjadi permukiman kota kecamatan. Ada
hulu migas dalam pengangkatan minyak bumi
beberapa definisi kota, tetapi dalam konteks ini
dari dalam sumur. Pompa ini bekerja meng-
digunakan definisi Amos Rapopport seperti yang
gunakan energi listrik atau gas, yang biasa
dikutip oleh Faisal dan Wihardyanto (2013) dan
digunakan pada sumur-sumur tua. Untuk
juga Wiraprama, dkk., (2014) yang mengatakan
memperlancar kegiatan penambangan, juga
bahwa sebuah permukiman dapat dirumuskan
dibangun infrastruktur pertambangan berupa
sebagai sebuah kota, tidak didasarkan pada segi
perkantoran, asrama para buruh, gedung untuk
ciri-ciri morfologis tertentu, atau bahkan
118
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 1, April 2016
Wasita, Strategi Pelestarian Peralatan Dan Infrastruktur Pertambangan Minyak Dari Masa Kolonial Di Sangasanga Kalimantan Timur
kumpulan ciri-cirinya, melainkan dari segi suatu
bangunan Gereja Kwitang, Jakarta (Dini, 2012),
fungsi khusus, yaitu sebuah wilayah yang
dan model pelestarian dan pemanfaatan situs
menciptakan ruang-ruang efektif melalui
Kotagede (Muttaqin, 2014). Memperhatikan
pengorganisasian terhadap daerah pedalaman
kajian yang ada, unsur masyarakat belum
di sekitarnya berdasarkan hirarki-hirarki
banyak dibahas meskipun undang-undang
tertentu.
mengamanatkan pemanfaatan untuk kemak-
Dalam konteks ini, peralatan tambang dan
muran rakyat. Mengacu pada undang-undang,
yang
unsur masyarakat merupakan bagian yang
disebutkan di atas), disebut sebagai tinggalan
penting untuk dikembangkan, misalnya industri
purbakala, tinggalan arkeologi, atau sumber
pariwisatanya, agar bisa mensejahterakan.
seluruh
infrastrukturnya
(seperti
daya arkeologi (SDA) dan tidak/belum disebut
Dalam pelestarian tinggalan purbakala di
sebagai cagar budaya. Alasannya, objek yang
Sangasanga yang berupa peralatan tambang
dikaji sebagian besar belum mendapatkan
dan infrastrukturnya, diperlukan strategi yang
penetapan sebagai cagar budaya, sedangkan
tepat. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun
yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya
2010 tentang Cagar Budaya, kata pelestarian
adalah gedung Sandisa, Monumen RIS, Kubu
didalamnya antara lain berupa kegiatan atau
Pertahanan, Penjara, dan Tugu Pembantaian.
aktivitas pemanfaatan. Berdasarkan uraian itu,
Penggunaan tiga istilah itu dilakukan secara
maka permasalahan dalam kajian ini yaitu: 1)
berganti-ganti untuk menghindari kejemuan.
Bagaimana cara/bentuk pemanfaatan yang
Keberadaan SDA tersebut pada saat ini terletak
dilakukan oleh masyarakat, sekaligus bermanfaat
di Kota Kecamatan Sangasanga. Sebagai
dalam pelestarian tinggalan arkeologi?; 2)
tempat bermukim, seluruh SDA di Sangasanga
Bagaimana cara/model pemanfaatan yang dapat
berada dalam konteks sistem. Pengertian
memberi nilai tambah bagi masyarakat, sekaligus
konteks sistem menurut I Nyoman Wardi (2008)
bermanfaat dalam pelestarian tinggalan
juga meliputi living monument yang terus
arkeologi?; 3) Bagaimana mengimplementasikan
dipelihara, dimodifikasi, dan didayagunakan oleh
kegiatan pemanfaatan yang tidak terpisahkan
generasi berikutnya sesuai kebutuhan.
dari kegiatan pelestarian, dapat menjadi
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010
kebiasaan dalam kehidupan masyarakat?; 4)
tentang Cagar Budaya mengamanatkan bahwa
Bagaimana strategi pemanfaatan yang tepat
cagar budaya atau objek yang diduga cagar
dan sekaligus dapat melestarian peninggalan
budaya, agar dilindungi keberadaannya.
arkeologi kolonial di Sangasanga?
Berdasarkan alasan itu, keberadaan SDA
Mengacu pada permasalahan, tujuan pene-
peralatan tambang minyak dan infrastrukturnya
litian ini dimaksudkan untuk mengkaji: 1) kegiatan
harus dilindungi. Asas yang dianut undang-
pemanfaatan SDA oleh masyarakat yang
undang tersebut adalah pelestarian yang
memberi manfaat pelestarian; 2) kegiatan
berlatar belakang pemanfaatan untuk sebesar-
pemanfaatan SDA yang memberi nilai tambah
besarnya bagi kemakmuran rakyat. Jika konsep
bagi masyarakat, sekaligus kegiatan tersebut
ini yang harus dipegang maka pengelolaan SDA
bersifat melestarikan; 3) pelaksanaan kegiatan
di Sangasanga juga harus bermanfaat untuk
pemanfaatan yang menjadi bagian dari kegiatan
kemakmuran rakyat.
pelestarian, yang dalam operasionalnya menjadi
Pada umumnya pemikiran pelestarian
kebiasaan yang dilakukan atau menjadi perilaku
dituangkan dalam kajian dan penelitian yang
masyarakat; dan 4) strategi pemanfaatan yang
dimaksudkan untuk dapat menjadi pedoman
tepat yang dapat melestarikan peninggalan
dalam aksi pelestarian, misalnya terhadap
arkeologi kolonial di Sangasanga.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 1, April 2016
119
Wasita, Strategi Pelestarian Peralatan Dan Infrastruktur Pertambangan Minyak Dari Masa Kolonial Di Sangasanga Kalimantan Timur
KAJIAN LITERATUR
tinggalan arkeologi yang berkaitan dengan
Alat Tambang Minyak dari Masa Kolonial
pertambangan minyak dan infrastrukturnya,
Alat pertambangan pada masa kolonial,
merupakan objek dalam kajian ini.
terutama untuk pengangkatan minyak dari dalam
Memperhatikan keberadaan peralatan dan
perut bumi ke permukaan tanah, umumnya
infrastruktur pertambangan minyak masa kolonial
berupa pompa angguk (sucker rod pump).
Belanda di Kota Kecamatan Sangasanga
Teknologi pada masa awal pertambangan minyak
sekarang ini, terdapat dua hal yang berbeda
memang lebih banyak menggunakan peralatan
dalam pembentukkannya, tetapi berada dalam
ini. Alasannya, pompa angguk merupakan
konteks ruang dan waktu masyarakat sekarang.
peralatan yang sederhana dan paling mudah
Pertama, peralatan dan infrastruktur per-
dibuat. Prinsip kerja alat ini adalah mengubah
tambangan dibangun pada masa kolonial
gerak putar menjadi gerak naik-turun, sehingga
Belanda dan keberadaannya untuk mendukung
pompa bisa bekerja menaikkan minyak bumi dari
kegiatan penambangan minyak. Pembangunan
dalam sumur ke permukaan tanah.
infrastruktur saat itu hanya dimaksudkan untuk
Dengan peralatan yang sederhana tersebut,
kantor, perumahan para pekerja tambang, jalur
biaya produksinya murah dan efisiensinya
transportasi barang dan kebutuhan hidup, rumah
mencapai 82% (Arini dkk., 2015). Karena alasan
sakit, serta kawasan pengolahan air agar layak
tersebut, pertambangan minyak di Sangasanga
konsumsi. Bahkan Wasita, dkk. (2012)
yang dilakukan oleh pihak kolonial Belanda, juga
menyebutkan bahwa masyarakat yang bukan
menggunakan pompa angguk. Bukti pompa
karyawan tambang hanya boleh tinggal di
angguk tertua yang sekarang sudah tidak
seberang (kiri) Sungai Sangasanga.
berfungsi, ada di halaman perumahaan Sepuluh-
Kedua, pemisahan ini tidak menunjukkan
sepuluh. Roda pemutar untuk menggerakkan
fungsinya sebagai kota, karena tidak terjadi
pompa angguk masih menggunakan kayu ulin.
pengorganisasian yang melahirkan hirarkhi
Peralatan yang sama dengan ukuran yang lebih
dengan wilayah pedalaman di sekitarnya. Kota
kecil juga masih dapat kita lihat di Kelurahan
Kecamatan Sangasanga terbentuk karena
Sarijaya, di tepi Sungai Sangasanga.
perkembangan kemudian. Fungsinya sekarang sebagai tempat bermukim, menjadikan
Infrastruktur dan Pelestariannya
masyarakatnya berinteraksi dengan tinggalan
Pembahasan infrastruktur dalam subbab ini
purbakala dari masa kolonial, misalnya bangunan
meliputi infrastruktur pertambangan dan kota.
infrastruktur pertambangan masih digunakan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995),
untuk kantor dan sebagian untuk tempat
infrastruktur dimaknai sebagai prasarana, yaitu
tinggal.
segala sesuatu yang merupakan penunjang
Bangunan bekas gedung kantor BPM,
terselenggaranya suatu proses (misalnya
sekarang digunakan sebagai kantor PT.
pertambangan, berfungsinya kota dll). Sebagai
Pertamina UBEP (gambar 1). Perumahan
prasarana, di sisi lain terdapat juga sarana
Sepuluh-sepuluh sekarang dihuni para karyawan
utama sebagai peralatan pokok terseleng-
Pertamina, terutama dari kalangan kelas atas.
garanya suatu kegiatan. Dengan demikian,
Bengkel juga masih berfungsi untuk perbaikan
infrastruktur pertambangan minyak wujudnya
peralatan tambang. Sementara itu, barak,
dapat berupa berbagai sarana yang fungsinya
tangsi dan komplak, penggunanya adalah
menunjang
kegiatan
masyarakat umum, bukan karyawan Pertamina.
penambangan minyak. Semua itu diadakan
Mereka berstatus sebagai peminjam dari
sebagai upaya mendukung berfungsinya sarana
Pertamina, sebagai pemegang konsesi. Gedung
utama, kegiatan penambangan minyak.
Rumah sakit masih berfungsi. Pelabuhan dulu
Pengertian tersebut menekankan bahwa
ada 9 lokasi, sekarang tinggal dua yang
120
terselenggaranya
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 1, April 2016
Wasita, Strategi Pelestarian Peralatan Dan Infrastruktur Pertambangan Minyak Dari Masa Kolonial Di Sangasanga Kalimantan Timur
berfungsi. Satu untuk pelabuhan umum, dan
SDA di Sangasanga berada dalam konteks sistem
satu lagi untuk Pertamina. Fasilitas olah raga
kehidupan masyarakat. Keberadaannya di
yang masih berfungsi adalah lapangan sepak
tengah-tengah kehidupan masyarakat mem-
bola dan tenis. Gedung pembangkit listrik masih
bawa konsekuensi untuk dimanfaatkan sekaligus
berfungsi, yaitu memasok listrik untuk kegiatan
dilestarikan.
penambangan, kantor Pertamina dan perumahan
Berdasarkan kenyataan tersebut, program
sepuluh-sepuluh. Lokasi penampungan minyak,
pelestarian dan pemanfaatan SDA merupakan
ada yang masih berfungsi dan ada juga yang
hal yang mendesak untuk dilakukan. Sementara
sudah tidak digunakan.
itu, penelitian tentang pelestarian dan
Dengan demikian, infrastruktur pertam-
pemanfaatan bangunan purbakala dengan
bangan tersebut dalam konteks sekarang juga
melibatkan masyarakatnya, belum banyak
menjadi bagian dari infrastruktur Kota
dilakukan. Widyawati dan Syahbana (2013)
Kecamatan Sangasanga. Dalam pembahasan
yang mengkaji keseriusan Pemerintah Kota
tinggalan kepurbakalaan, objek yang berupa
Semarang dalam pelestarian kawasan kota lama,
infrastruktur pertambangan (gambar 2),
menghasilkan pengetahuan bahwa terdapat
sekarang menjadi bagian dari infrastruktur Kota
keseriusan dalam perlindungan kawasan cagar
Kecamatan Sangasanga disebut sebagai SDA.
budaya yang ditandai dengan pendataan dan
Gambar 1 Bekas kantor BPM dan sekarang menjadi kantor Pertamina UBEP (sumber: Dokumentasi Balai Arkeologi Banjarmasin)
Gambar 2
Infrastruktur pertambangan tahun 1950-an berupa Pesanggrahan Bataafse Petroleum Maatschappij di Sangasanga (sumber: KITLV)
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 1, April 2016
121
Wasita, Strategi Pelestarian Peralatan Dan Infrastruktur Pertambangan Minyak Dari Masa Kolonial Di Sangasanga Kalimantan Timur
penetapan cagar budaya, kemudian juga
tersebut diharapkan masyarakat tidak hanya
dilakukan perlindungan hukum dan penertiban
didorong untuk melakukan pelestarian tetapi
terhadap pelanggaran yang terjadi. Kegiatan
juga diupayakan tercipta habit untuk senantiasa
pengembangan juga dinilai cukup serius yang
melestarikan dan mendapatkan nilai tambah atas
dibuktikan dengan adanya sosialisasi dan
upaya pelestarian yang dilakukan.
promosi wisata. Keseriuasan juga ditunjukkan dalam kegiatan pemanfaatan kawasan cagar
Strategi Pelestarian dan Pemanfaatan
budaya dengan cara mempertahankan keaslian,
SDA perlu dilestarikan, itu merupakan amanat
namun tetap memberi peluang kepada
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang
masyarakat untuk melakukan perubahan fungsi
Cagar Budaya. Kenyataannya, keberadaan
bangunan, misalnya bekas gudang dan sekarang
undang-undang tersebut tidak secara otomatis
dimanfaatkan menjadi Art Gallery.
memberi dampak pada terlestarikannya cagar
Gagasan yang disampaikan oleh dua peneliti
budaya di lingkungan kita. Terjadinya proses
di atas cukup lengkap, yaitu meliputi pelestarian,
hingga
pengembangan
oleh
diusahakan, dan jika tidak, pasti akan terjadi
pemerintah. Berbeda dengan gagasan di atas,
kerusakan. Hasil penelitian tentang penyebab
Primadani, Larasati, dan Subowo (2013)
kerusakan cagar budaya di Yogyakarta yang
mengajukan gagasan pelestarian dan pe-
dilakukan Harjiyani dan Raharja (2012)
ngembangan kota yang dikaitkan dengan
disebutkan
pembangunan. Gagasan para peneliti tersebut
disebabkan oleh fakor alam dan manusia. Faktor
diimplementasikan dengan mendeskripsikan
alam terjadi karena gempa, pelapukan dan lain-
faktor-faktor penghambat dan pendorong
lain, sedangkan faktor manusia terjadi karena
kegiatan pelestarian dan pengembangan
dilakukan goresan, coretan, pemugaran tanpa
kawasan kota lama. Hasilnya, pelestarian dapat
ijin sehingga terjadi perubahan bentuk bahkan
diraih dengan cara melakukan pembangunan fisik
dibongkar dan kemudian diganti dengan
maupun non fisik guna mendukung pengem-
bangunan baru, sehingga bangunan purbakala
bangan wisata budaya untuk menghidupkan
menjadi musnah. Oleh karena itu ada keinginan
kembali Kota Lama Semarang sesuai dengan
untuk memiliki aturan yang lebih spesifik dan
peraturan daerah yang berlaku, dan juga
detail dalam pelaksanaan pelestarian cagar
sebagai upaya mengkonservasi bangunan cagar
budaya. Panggabean (2014) menghadirkan
budaya. Dalam konteks ini, menurut I Wayan
contoh pengelolaan SDA yang dilakukan
Suweda (2011), yang tidak kalah penting guna
Pemerintah Kota Semarang yang berinisiatif
melaksanakan pembangunan untuk kegiatan
membuat Peraturan Daerah tentang Cagar
pelestarian kota lama adalah konsep tata
Budaya.
dan
pemanfaatan
lestarinya
bahwa
cagar
budaya
kerusakan
harus
tersebut
Implementasi undang-undang tersebut
ruangnya. Kajian-kajian di atas menunjukkan bahwa
ditujukan kepada cagar budaya, dan bukan SDA.
pengelolaan kota masih difokuskan kepada
Dalam konteks ini, banyak SDA di Sangasanga
pihak-pihak yang memiliki kekuasaan atau paling
yang belum ditetapkan menjadi cagar budaya,
tidak dekat dengan kekuasaan. Kecen-
padahal jika memperhatikan hasil penelitian
derungannya, masyarakat tidak dilibatkan dalam
Susanto (2005), Tim Peneliti, (2008:), dan
pengelolaan. Oleh karena itu, penelitian ini akan
Wasita dkk., (2012), diketahui bahwa terdapat
difokuskan pada pengelolaan SDA di Kota
situs dan kawasan di Sangasanga yang memiliki
Kecamatan
SDA yang layak ditetapkan menjadi cagar
Sangasanga
yang
meliputi
pelestarian dan pemanfaatan dengan melibatkan
budaya. Faktanya, hingga sekarang belum ada
secara aktif masyarakat yang tinggal dan
penetapan, akibat yang bisa disaksikan adalah
berinteraksi dengan SDA. Dengan pelibatan
SDA di Sangasanga tidak terurus dengan baik.
122
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 1, April 2016
Wasita, Strategi Pelestarian Peralatan Dan Infrastruktur Pertambangan Minyak Dari Masa Kolonial Di Sangasanga Kalimantan Timur
Adanya kasus kerusakan SDA di berbagai
penggunaan tersebut tidak harus sama dengan
tempat dan tidak terurusnya SDA di Sangasanga,
yang sebelumnya. Pengertian reuse menurut
harus ditanggapi dengan upaya pelestarian.
Orbasli, (2008 dalam Suryono, 2012) ialah
Langkah awal yang perlu ditempuh adalah
penggunaan (misalnya bangunan lama) untuk
mencagarbudayakan SDA pertambangan minyak
fungsi yang berbeda demi kebergunaan.
dan seluruh prasarananya. Hal itu dilakukan agar
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa,
kegiatan pelestarian yang direncanakan memiliki
bangunan/infrastruktur dan peralatan tambang
landasan hukum, terutama dalam hal pendanaan
di Sangasanga, pada umumnya masih di-
dan aturan-aturan yang mengikatnya. Oleh
fungsikan sejak masa BPM hingga kini. Sebagian
karena itu, situs dan kawasan yang telah
difungsikan sama dengan fungsi awalnya dan
ditetapkan sebagai cagar budaya akan memiliki
sebagian lain berfungsi sama tetapi diper-
konsekuensi, baik bagi pemerintah daerah
untukkan pada pihak yang berbeda, dan
maupun masyarakat di sekitarnya. Konsekuensi
sebagian sudah masuk dalam konteks arkeologi,
tersebut adalah adanya kewajiban bagi
misalnya kolam renang, penjara, dan gua Jepang,
pemerintah setempat untuk melakukan
kubu pertahanan, Tugu Pembantaian, pompa
pelestarian sedangkan bagi masyarakat tidak
angguk Thomassen yang sudah dipindahkan ke
bisa lagi melakukan perubahan maupun
kota Sangasanga, pelabuhan raja (sekarang
pembongkaran dan pemindahan.
tidak berfungsi), dan Tugu RIS. Secara lengkap
Keberadaan SDA dalam masyarakat Sangasanga, menjadikan sumber daya tersebut
lokasi SDA masa kolonial di Sangasanga dapat dilihat pada Gambar 3.
berada dalam konteks sistem kehidupan
Berdasarkan pada pengertian pemanfaatan
masyarakat. Pengelolaan yang paling efektif
seperti tersebut di atas dan realitas penggunaan
terhadap SDA yang berada dalam konteks
bangunan/infrastruktur dan peralatan tambang
sistem, menurut Widiyati dan Wasino (2011)
di Sangasanga, ada yang dapat disebut reuse
serta Purnawibowo (2014) adalah dengan cara
tetapi ada juga yang disebut penggunaan
melibatkan masyarakat untuk turut mengambil
berlanjut. Dalam hal ini bangunan yang
bagian dalam kegiatan pengelolaan, begitu pula
dikategorikan sebagai reuse adalah bangunan
menurut Jaya (2012) dan Wiratmoko (2012,)
yang tidak lagi difungsikan seperti semula,
bahwa memberi peluang kepada mereka agar
misalnya barak, bangsal, tangsi, gedung
bisa mendapatkan keuntungan atas dilaksa-
Sandisa, dan komplak. Dalam rangka menunjang
nakannya pengelolaan tersebut. Menurut kedua
program pariwisata yang diusulkan, masyarakat
peneliti yang disebut terakhir, pengembangan
penghuni bangsal, barak, dan komplak diberi
sektor pariwisata juga akan meningkatkan sektor
pelatihan untuk memproduksi dan menjual hasil
ekonomi dan disinilah diharapkan masyarakat
kerajinan khas Sangasanga atau pun Kalimantan
dapat
Timur. Misalnya perisai sebagai hiasan, kain ulap
mengambil
peluang
usaha
agar
doyo dengan bahan serat kayu, bening aban
memperoleh keuntungan. Dalam konteks ini, pelestarian berbasis
(sejenis tas untuk menggendong bayi), manik-
pemanfaatan dapat dilakukan dengan meng-
manik, sumpit, Mandau dan lain-lain. Dengan
angkat situs dan kawasan di Sangasanga
demkian, ada dua keuntungan yang bisa diraih
menjadi objek pariwisata warisan budaya.
dari reuse, yaitu dilibatkannya masyarakat
Kegiatan
dengan
untuk turut merawat serta melestarikan
memanfaatkan objek arkeologi berupa peralatan
tinggalan arkeologi berupa bangunan yang dihuni
dan infrastruktur pertambangan minyak.
dan mendapatkan keuntungan dari jual beli.
pariwisata
diciptakan
Pemanfaatan situs dan kawasan dapat
Infrastruktur dan peralatan tambang yang
dilakukan dengan reuse yaitu penggunaan ulang
penggunaannya berlanjut sampai sekarang,
yang titik beratnya lebih pada penggunaan dan
dinamakan living monument. Menurut I Nyoman
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 1, April 2016
123
Wasita, Strategi Pelestarian Peralatan Dan Infrastruktur Pertambangan Minyak Dari Masa Kolonial Di Sangasanga Kalimantan Timur
Gambar 3 Sebaran tinggalan arkeologi di antara fasilitas umum dan ruang publik di Sangasanga (sumber, Wasita dkk., 2012) Wardi (2008) living monument dapat berupa
hadirkan nostalgia rangkaian sejarah per-
benda atau monumen yang mempunyai
kembangan Sangasanga. Diharapkan nostalgia
hubungan erat dengan masyarakat kontemporer
itu juga akan menjadi daya tarik bagi para turis
selaku pendukung budaya tersebut dan masih
untuk datang dan tinggal sementara guna
difungsikan dalam sistem kehidupan sosio-
merasakan
kultural. Hubungan tersebut menyangkut
Sangasanga yang bersejarah. Dengan demikian,
sejarah, sosial-ekonomi, politik, dan konteks
upaya itu juga diharapkan berdampak pada
kultural. Living monument mencerminkan
kegiatan ekonomi masyarakat.
langsung
derap
kehidupan
kelekatan hubungan dan dinamika kehidupan
Nostalgia ini akan menjadi nilai lebih bagi
sosial dan budaya secara diakronis dari masa
Sangasanga karena merupakan nilai sejarah
ke masa dengan segala modifikasinya sebagai
yang tidak dimiliki daerah lain. Kenangan ini akan
mekanisme adaptasi terhadap perubahan yang
menjadi daya tarik bagi siapa saja untuk turut
ditimbulkan dari dalam (internal) maupun luar
merasakan. Suasana nostalgia yang disertai
(eksternal).
dengan keberadaan bangsal-bangsal yang
Tindakan menghadirkan kembali bangunan/
kembali menggeliat bersama aktivitas kegiatan
infrastruktur dan peralatan tambang sebagai
pertambangan, akan menjadi pemandangan yang
living monument dan sebagian di-reuse
menarik. Aktivitas masuk, istirahat dan pulang
merupakan tindakan untuk tujuan pelestarian.
bagi para pekerja tambang dan perkantoran
Lebih dari itu juga dimaksudkan untuk meng-
yang hingga kini masih ditandai dengan bunyi
124
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 1, April 2016
Wasita, Strategi Pelestarian Peralatan Dan Infrastruktur Pertambangan Minyak Dari Masa Kolonial Di Sangasanga Kalimantan Timur
soling dari menara pengawas, seperti pada masa
cara hadir di tempat itu atau pun tinggal untuk
kolonial, merupakan pemandangan yang eksotik.
beberapa lama di sana.
Apalagi, sirine itu ditempatkan di menara
Sementara itu, reuse dengan tujuan untuk
pengawas yang berada di puncak bukit, menja-
ekonomi sudah dilakukan terhadap bekas gedung
dikan suaranya menyebar ke segala penjuru
kesenian Sandisa, yang disewakan untuk gedung
pusat kota Sangasanga, sehingga mereka yang
pertemuan dan pesta pernikahan, Wisma Ria
menghuni bangsal B 21, tangsi dekat taman
untuk gedung petemuan, dan diusulkan
Sangasanga, rumah sakit, perkantoran utama,
ditambah dengan bangsal, barak, tangsi, dan
perumahan Sepuluh-sepuluh, perumahan
komplak, yaitu untuk tinggal dan juga kegiatan
seberang Sepuluh-sepuluh, Bangsal Blok C di
ekonomi, serta villa untuk penginapan. Reuse
Jalan Jenderal Sudirman, dapat mendengar
dan pemanfaatan SDA dimaksudkan untuk
dengan jelas.
mendukung kegiatan pariwisata. Dalam hal ini,
Tampak jelas ketika sirine itu berbunyi di
pengemasannya dikaitkan dengan potensi dan
pagi hari, menandakan mobil penjemputan
kegiatan-kegiatan yang ada dan dilakukan di
karyawan mulai bergerak, kesibukan di jalan-
Sangasanga maupun di wilayah sekitarnya.
jalan menjadi semakin padat. Beberapa menit
Sangasanga merupakan kota perjuangan yang
kemudian, para pekerja tambang dan per-
diperingati setiap tanggal 27 Januari. Potensi
kantoran yang menunggu jemputan di ujung
ini merupakan modal untuk pengembangan
gang, misalnya di sekitar pasar Sangasanga,
pariwisata. Potensi yang lain adalah sejarah
sudah mulai berkurang karena satu per satu
perjuangan beserta bukti materialnya yang
sudah didatangi mobil penjemputnya masing-
diwacanakan untuk dijadikan objek wisata.
masing untuk menuju ke tempat kerjanya.
Objek wisata sejarah yang dimaksudkan
Pemandangan yang demikian akan kita temui di
antara lain adalah Museum Perjuangan Merah
seputaran pusat kota Sangasanga, setiap pagi
Putih, Tugu Habib Abdul Mutholib, Monumen
dan sore. Sementara itu di siang hari, lengkingan
batu kedaulatan Republik Indonesia Serikat
bunyi soling akan menandakan jam istirahat.
(RIS), Tugu Kerukunan Umat Beragama, Tugu
Dalam kesempatan itu kita bisa melihat para
Monumen Perjuangan Merah Putih, Tugu
pegawai kantor berhamburan keluar gedung.
Pembantaian, Taman Makam Pahlawan Wadah
Biasanya, arah langkah keluar para karyawan
Batuah, dan bekas Penjara Kolonial Belanda.
tersebut menuju ke rumah makan yang ada di
Objek arkeologi lain yang dapat dijadikan
sekitar perkantoran.
sebagai tujuan wisata adalah kubur tradisional
Guna mewujudkan reuse bangunan yang
dengan wadah tajau. Objek wisata yang tidak
demikian, sudah semestinya bangsal-bangsal
terkait dengan sejarah, misalnya adalah
dipugar terlebih dahulu dan menjadi bangunan
pemandian air panas. Semua itu harus dijadikan
yang layak huni. Namun demikian, pemugaran
paket untuk dipromosikan kepada khalayak. Di
tersebut harus mengedepankan hasil yang
samping itu, ada event erau, upacara tinjak
mempertahankan keaslian. Untuk mendukung
tanah (menginjak tanah) bagi putra raja dan
kenyamanan bagi penghuni perlu ditambah
kerabatnya yang berusia lima tahun, yang
dengan beberapa fasilitas. Namun, hal tersebut
merupakan upacara sakral yang dilaksanakan
jangan sampai mengganggu keasliannya.
oleh Kesultanan Kutai Kartanegara, di
Selanjutnya, agar bangunan kelihatan nyaman
Tenggarong. Sekarang ini, erau telah menjadi
dipandang,
harus
kegiatan multi event, kolaborasi antara tradisi
terpelihara. Semua itu akan menjadi daya tarik
dengan atmosfir kekinian yang harmonis.
bagi siapa saja untuk mencoba merasakan
Berkaitan dengan itu, wisata warisan budaya
sensasi nostalgia yang nyaman dan asri, dengan
di Sangasanga juga perlu diperkenalkan dengan
keasrian
lingkungan
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 1, April 2016
125
Wasita, Strategi Pelestarian Peralatan Dan Infrastruktur Pertambangan Minyak Dari Masa Kolonial Di Sangasanga Kalimantan Timur
cara promosi dalam satu paket wisata, erau
lengkap tetapi belum mendatangkan jumlah
dan wisata warisan budaya di Sangasanga.
wisatawan banyak, maka disebut berstatus
Gagasan pemanfaatan SDA berupa per-
pengembangan.
alatan tambang juga dapat ditujukan kepada Pertamina
UBEP,
terutama
pada
divisi
Hambatan dan Tantangan
pengembangan sumberdaya manusia. Beberapa
Upaya mengangkat SDA menjadi objek dan
lokasi pengeboran minyak yang mulai berkurang
tujuan wisata, juga menjadi perbincangan
produksinya dan sudah tidak mungkin diting-
sebagian ahli karena adanya kekhawatiran akan
katkan lagi, dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
dampak negatif dari kegiatan tersebut. Alasan
pelatihan/praktek, terutama bagi calon-calon
pihak yang melakukan penentangan terhadap
kayawan. Pengembangan ini akan terus
dimasukkannya atraksi budaya ke dalam sistem
memberikan nilai tambah sekalipun potensi
ekonomi atau komersialisasi tradisi budaya
minyaknya sudah sangat berkurang. Nilai
karena disinyalir akan berdampak kurang baik
tambah tersebut adalah diperolehnya tenaga
bagi tradisi itu sendiri. Oleh karena itu, Nuryanti
kerja yang memadai dan adanya pemasukan dari
dan Suwarno (2008) menyebutkan bahwa
jasa pendidikan. Pemanfaatan yang demikian
pengembangan pariwisata juga harus men-
ini selain tetap memberikan hasil, juga akan
dukung upaya pelestarian objek itu sendiri. Hal
bermanfaat untuk perawatan peralatan
ini juga berarti bahwa pengembangannya tidak
pertambangan lama, yang sekaligus merupakan
boleh mengurangi atau menghilangkan nilai dari
kegiatan pelestarian SDA.
objek yang menjadi daya tarik bagi wisatawan. Saleh (2004) berpendapat bahwa peles-
Pengembangan Wisata Warisan Budaya
tarian dan pengembangan pariwisata memiliki
Menurut Richard W. Butler (2011 dalam Hayati,
paradigma, sasaran, dan sudut pandang yang
2014), pengembangan wisata warisan budaya
berbeda. Oleh karena itu, pemanfaatan warisan
harus mempertimbangkan attraction, accessi-
budaya dan peninggalan sejarah untuk
bility, amenities, available packages, activities,
kepentingan pengembangan pariwisata dapat
ancillary service yang ditambah dengan faktor
mengganggu kelestarian warisan budaya, baik
promosi wisata. Berdasarkan cara tersebut,
fisik maupun nonfisik. Berkaitan dengan
pengembangan wisata warisan budaya harus
kekhawatiran itu, strategi yang ditempuh
memperhatikan objek wisata dalam kaitannya
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk
dengan daya tariknya, kemudahan dalam
mencapai keselarasan antara pelestarian dan
menuju lokasi, sarana penunjang kepariwisataan,
pengembangan pariwisata Kotagede, tertuang
ketersediaan paket wisata, aktivitas yang bisa
dalam Rencana Strategis Dinas Kebudayaan dan
ditawarkan untuk wisatawan di lokasi wisata,
Pariwisata, penegakan hukum, dan sosialisasi
pelayanan pendukung, dan promosi yang
untuk meningkatkan kesadaran hukum terkait
dilakukan.
dengan keharusan untuk melestarikan cagar
Berdasarkan kriteria tersebut, selanjutnya
budaya.
Hayati (2014) menilai apakah suatu objek wisata
Mengantisipasi hal yang sama, dalam
memenuhi kriteria atau tidak. Sejauh mana
penanganan SDA di Sangasanga untuk
kriteria tersebut berfungsi sehingga signifikan
kepentingan pariwisata, perlu dilakukan rencana
dengan jumlah pengunjung. Hal itu akan menjadi
strategis. Rencana strategis tersebut tidak
standar penilaian objek wisata dalam rancangan
hanya mengedepankan jumlah kunjungan, tetapi
pengembangannya. Misalnya, kurang atau belum
juga upaya untuk terciptanya kelestarian SDA.
lengkapnya kriteria seperti tersebut di atas,
Idealnya, terciptanya kelestarian tidak hanya
akan menjadikan status objek wisata masih
dari perawatan yang dilakukan pemerintah,
dalam keadaan eksplorasi. Namun, jika sudah
tetapi juga pihak penghuni barak, bangsal,
126
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 1, April 2016
Wasita, Strategi Pelestarian Peralatan Dan Infrastruktur Pertambangan Minyak Dari Masa Kolonial Di Sangasanga Kalimantan Timur
komplak, perumahan, dan pengguna peralatan
dilakukannya penyimpangan terhadap prinsip
tambang juga turut melestarikan.Tuntutan untuk
pemugaran oleh informan akan menjadi bekal
itu bisa disandarkan kepada para penghuni dan
dalam mengkaji pemasalahan sehingga diperoleh
pengguna peralatan tambang, karena mereka
rekomendasi yang tepat untuk perawatan dan
memang memiliki tanggung jawab itu, dalam
pemugaran yang dilakukan penghuni. Sebagai upaya untuk fokus pada per-
kaitannya sebagai pengguna SDA. Pada akhirnya, tanggung jawab yang
masalahan, dalam praktiknya wawancara
demikian ini yang harus terus dipertahankan,
dipandu dengan pedoman (Rachmawati, 2007)
agar masyarakat pengguna turut ambil bagian
pertanyaan yang meliputi aspek-aspek yang
dalam pelestarian. Permintaan tersebut bukanlah
tekait dengan permasalahan. Pertanyaan
suatu hal yang berlebihan karena mereka juga
tersebut misalnya mengenai sudah berapa lama
diberi kesempatan untuk memanfaatkan, bahkan
tinggal di barak, komplak dan tangsi, minta ijin
juga mengambil keuntungan atas penggunaan
tinggalnya kepada siapa, apa pesan pihak yang
yang dilakukan. Keuntungan yang bisa diperoleh
memberi ijin, apa saja yang dilakukan pemberi
dari para pengguna inilah yang diharapkan akan
izin selama yang bersangkutan tinggal di rumah
menjadi penggerak kesadaran untuk terus
itu, apa saja yang pernah dilakukan penghuni
melibatkan diri dalam pelestarian SDA, terutama
terhadap rumah tinggal itu, dll. Guna mendukung pengumpulan data dari
pada bangunan yang mereka manfaatkan.
lapangan, dilakukan studi pustaka baik pada pra METODE
maupun pasca kegiatan lapangan. Hal ini
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan sebagai langkah untuk memperkuat
dilakukan melalui pengamatan/observasi,
data dan analisis tentang pandangan pemangku
wawancara, dan studi pustaka. Pengumpulan
kepentingan (stakeholders) serta penghuni
data melalui pengamatan dimaksudkan untuk
rumah/bangunan kolonial dan implementasinya
mendapatkan
dalam pemanfaatan dan pelestarian bangunan
data-data
visual
beserta
pemikiran logisnya (Rahardjo, 2011). Misalnya,
purbakala yang mereka tempati.
dan
Analisis data dilakukan dengan metode
perubahan-perubahan yang terjadi pada
deskriptif yang dilakukan dengan memberikan
bangunan purbakala di Sangasanga. Wawancara
gambaran secara lengkap dan utuh terkait
dimaksudkan untuk menggali (Endraswara,
dengan perawatan dan pemugaran bangunan
2006), merekonstruksi, dan mengungkap
purbakala yang dilakukan oleh penghuninya dan
proyeksi pemikiran informan (Lincolndan Guba,
latar belakang dilakukannya hal tersebut. Karena
1985, dalam Moloeng, 2014). Informan adalah
penghuni bangunan purbakala hanya meminjam,
orang-orang yang dianggap mengerti mengenai
berarti ada pihak lain yang berhak menegur. Oleh
tinggalan bangunan purbakala di Sangasanga.
karena itu, dalam analisis juga digambarkan
pengamatan
terhadap
perawatan
Wawancara juga dimaksudkan untuk
strategi penghuni dalam mengantisipasi klaim
mengetahui sesuai tidaknya antara pemikiran
pihak pemilik/penguasa, agar penghuni tidak
dan tindakan yang telah dilakukan oleh informan
dianggap melanggar batasan yang telah
terhadap tinggalan purbakala atau SDA yang
diberikan. Berkaitan dengan ini, sejak di lapangan
diperoleh dari pengamatan. Kepastian sinkron
telah dilakukan pengelolaan data seperti halnya
tidaknya pemahaman dan tindakan dimaksudkan
yang disarankan oleh Gunamantha dan Susila
untuk mengungkap latar belakang informan yang
(2015) yang meliputi perangkuman, peng-
secara gagasan memahami prinsip-prinsip
kodean, perumusan tema, pengelompokan, dan
pemugaran cagar budaya, tetapi dalam praktik
penyajian. Perangukuman merupakan penataan
melakukan tindakan yang menyalahi prinsip
data dalam bentuk ringkas, dengan cara
tersebut.
memberikan kode setiap jenis data, agar dapat
Pemahaman
mengenai
sebab
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 1, April 2016
127
Wasita, Strategi Pelestarian Peralatan Dan Infrastruktur Pertambangan Minyak Dari Masa Kolonial Di Sangasanga Kalimantan Timur
dirumuskan tema datanya, sehingga dapat
Balai Pelestarian Cagar Budaya dan Dinas yang
dikelompok-kelompokkan. Semua itu dilakukan
mengurusi kebudayaan. Ketiga institusi ini harus
untuk mempermudah penyajian dalam bentuk
melibatkan diri secara aktif agar pemanfaatan
tulisan.
yang bersifat melestarikan seperti yang digagas di atas bisa terwujud.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Harapan agar ketiga institusi tersebut
Pemanfaatan yang Bersifat Melestarikan
terlibat aktif dalam program pelestarian
Upaya pemanfaatan yang bersifat melestarikan
merupakan tuntutan atas realitas di lapangan.
akan berkaitan dengan SDA, strategi peman-
Faktanya, sekarang ini sebagian SDA di
faatan, kelestarian, dan masyarakat yang dalam
Sangasanga sudah dalam posisi dimanfaatkan
hal ini termasuk kelembagaan, misalnya
oleh masyarakat, lembaga pemerintah, dan
Pertamina UBEP, Yayasan Pendidikan dan
swasta. Namun, yang terjadi justru tidak
Kepolisian sebagai pengguna bangunan. Kaitan
sepenuhnya pemanfaatan yang dilakukan
masyarakat terhadap faktor-faktor tersebut
berdampak pada kegiatan pelestarian. Ada
terletak pada keberadaannya sebagai pihak
sebagian barak yang tidak terawat akibat
yang diharapkan akan mendapatkan keuntungan
penghuninya merasa tidak mampu secara
atas pemanfaatan yang dilakukan. Dengan posisi
finansial untuk melakukan perawatan. Di sisi lain,
ini, diharapkan akan mendorong pengguna untuk
ada yang melakukan perawatan tetapi
turut aktif melestarikan objek (bangunan)
pelaksanaannya menyalahi prinsip-prinsip
purbakala yang telah memberikan manfaat dan
pemugaran terhadap bangunan purbakala.
keuntungan. Tampaknya, desain pemanfaatan yang
Jika kondisi ini dibiarkan, akan terjadi kerusakan yang semakin parah dan juga
bersifat melestarikan seperti itu akan dapat
perubahan
bentuk
bangunan,
sehingga
terlaksana bila semua berada dalam tataran
mengurangi keaslian warisan budaya. Guna
ideal. Semua berlangsung seperti yang
mengantisipasi hal itu, perlu dilakukan penelitian
diharapkan, dan manfaat yang ditawarkan
(oleh Balai Arkeologi), dan dua istitusi yang lain
benar-benar dapat dirasakan. Contoh, peman-
(Balai Peleastaraian dan Dinas), melakukan
faatan gedung-gedung lama di Kota Semarang,
koordinasi dengan pemilik (Negara), pemegang
yaitu bekas kantor NV Cultuur Maatschappij der
konsesi (Pertamina UBEP), dan peminjam
Vorstenlandeen, sekarang sebagai kantor PT.
(masyarakat, yayasan, dan Polsek setempat)
Perkebunan XV, Gereja Blenduk dan Kantor
dan mencagarbudayakan SDA, sejauh itu semua
Advokat, hingga sekarang masih difungsikan
memungkinkan dan memenuhi persyaratan.
untuk hal yang sama, gedung kantor NV Bouw
Penelitian dimaksudkan untuk menggali
Maatschappy,sekarang digunakan oleh PT Pelni,
informasi SDA dan juga menemukan strategi
gedung kantor dagang Oei Tiong Ham Cancern,
yang tepat dalam kegiatan pemanfatan dan
sekarang menjadi perkantoran (antara lain PT.
pelestarian. Koordinasi dimaksudkan untuk
Rajawali Nusindo), gedung kantor ‘de Spaar
meletakkan pemahaman yang sama sehingga
Bank’ sekarang menjadi kantor Bank Niaga,
keputusan yang diambil tidak menimbulkan
gedung ‘Escompto Bank’ sekarang sebagai
kerugian pada masing-masing pihak. Sebaliknya,
kantor Bank Dagang Negara (Kadarwati, 2008).
dengan mencagarbudayakan SDA diharapkan
Pemanfaatan ideal bisa diwujudkan jika
akan semakin banyak pihak yang diuntungkan.
pelaksanaannya berdasarkan Undang-undang
Misalnya, pemegang konsesi masih diberi peluang
Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
untuk terus melanjutkan pemanfaatanya. Hanya
Dalam kaitannya sebagai warisan budaya,
saja ada batasan-batasan sehingga yang
institusi yang memiliki kaitan dengan pelestarian
dilakukan tidak menimbulkan kerusakan SDA. Hal
dan pemanfaatan SDA adalah Balai Arkeologi,
yang sama juga dilakukan kepada peminjam
128
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 1, April 2016
Wasita, Strategi Pelestarian Peralatan Dan Infrastruktur Pertambangan Minyak Dari Masa Kolonial Di Sangasanga Kalimantan Timur
untuk terus dapat memanfaatkan sejauh tidak
untuk dikembangkan menjadi program pariwisata
merusak.
yang dapat mendatangkan devisa. Penggarapan
Pengawasan pemanfaatan dengan batas-
potensi berkaitan dengan instisuti yang
batas tertentu itulah yang perlu dilakukan oleh
membidanginya, yaitu Dinas Kebudayaan dan
Balai Pelestarian Cagar Budaya Samarinda dan
Pariwisata dengan dukungan Pemerintah
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Kabupaten Kutai Kartanegara. Dalam hal ini,
Kutai Kartanegara. Dalam hal ini aturan yang
program yang dibuat diharapkan melibatkan
digunakan untuk membatasi adalah undang-
masyarakat secara aktif agar mereka dapat
undang. Selanjutnya, agar posisi mereka kuat
mengambil peran dan mendapatkan keuntungan
dalam menerapkan undang-undang, SDA
dari program tersebut. Upaya tersebut tidak
tersebut perlu dicagarbudayakan.
hanya berhenti pada keberhasilan mendatangkan nilai tambah, tetapi sekaligus sebagai
Pemanfaatan yang Memberi Nilai Tambah
upaya pelestarian. Upaya ini sesuai dengan
Upaya untuk mewujudkan SDA di Sangasanga
sasaran yang ingin dicapai yaitu yang akan
memberi bermanfaat sekaligus tetap lestari,
memperoleh nilai tambah adalah masyarakat di
adalah dengan cara menjadikan SDA tersebut
sekitar tempat keberadaan SDA. Hal ini berarti
sebagai objek wisata warisan budaya. Agar SDA
sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor
menjadi objek wisata yang bermanfaat dan
11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang
lestari, harus memperhatikan beberapa hal. Hal
menyebutkan bahwa pemanfaatan untuk
tersebut
wisata,
kemakmuran rakyat. Dalam hal ini, nilai tambah
pengelolaan, masyarakat Sangasanga itu sendiri,
diperoleh dari para wisatawan yang membayar
dan wisatawan yang ditargetkan menjadi
jasa dan belanja yang dilakukan.
adalah
potensi
objek
pengunjung. Pada dasarnya pembicaraan hal-
Agar bisa terwujud yang demikian, langkah
hal tersebut akan terkait dengan keinginan
yang bisa ditempuh adalah dinas membuat
memanfaatkan SDA yang memiliki nilai tambah
program wisata warisan budaya dengan
dan sekaligus bersifat melestarikan objeknya.
melibatkan Balai Pelestarian Cagar Budaya dan
Sementara itu, berkaitan dengan target
Balai Arkeologi. Dalam membuat program wisata
keberhasilan mewujudkan SDA Sangasanga
warisan budaya, harus memperhatikan daya
menjadi objek wisata, pengembangannya harus
tariknya, kemudahan dalam menuju lokasi,
memperhatikan faktor-faktor yang berkaitan
sarana penunjang kepariwisataan, ketersediaan
dengan daya tarik, objek, dan pengembangan
paket wisata, aktivitas yang bisa ditawarkan
sarana penunjangnya.
untuk wisatawan di lokasi wisata, pelayanan
Yang dimaksudkan nilai tambah adalah hal
pendukung dan promosi. Selanjutnya, Balai
baru yang positif yang diperoleh karena
Pelestarian Cagar Budaya berperan untuk
penanganan terhadap sesuatu. Misalnya,
mengisi program wisata warisan budaya yang
penanganan SDA untuk objek wisata warisan
melibatkan masyarakat untuk turut melestarikan
budaya. Dalam konteks ini, yang dikaitkan
objek wisatanya. Sementara itu, Balai Arkeologi
dengan upaya untuk mendapatkan nilai tambah
berperan dalam mengisi content untuk
adalah SDA, program pariwisata, dan partisipasi
melengkapi informasi sejarah dan nilai penting
masyarakat. SDA yang dikembangkan menjadi
warisan budaya.
objek wisata adalah yang memiliki potensi.
Berkaitan dengan daya tarik, ada tiga
Misalnya, daya tarik mengenai sebarang
macam objek wisata, yaitu alami, budaya, dan
tinggalan arkeologi kolonial di Sangasanga dan
event. Menurut Agustina (2012), daya tarik
informasi kesejarahannya.
budaya dan event diistilahkan sebagai motivasi
Jika digarap dengan baik, potensi SDA
kebudayaan, yaitu minat untuk mengunjungi
tersebut akan menjadi kekuatan yang besar
atraksi budaya, objek seni, serta objek sejarah
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 1, April 2016
129
Wasita, Strategi Pelestarian Peralatan Dan Infrastruktur Pertambangan Minyak Dari Masa Kolonial Di Sangasanga Kalimantan Timur
dan bukti materialnya. Sementara itu, menurut
dengan cara sosialisasi dan juga memberikan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
selebaran. Diharapkan bekal pengetahuan itu
Kepariwisataan, terutama pada Bab I, Pasal 1
akan menjadi landasan dalam mempersepsikan
(5) disebutkan bahwa “Daya Tarik Wisata adalah
warisan budaya untuk selalu dilestarikan karena
segala sesuatu yang memiliki keunikan,
alasan nilai penting yang dikandungnya,
keindahan, dan nilai yang berupa keaneka-
sekaligus sebagai aset yang dapat men-
ragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil
datangkan keuntungan dalam menjalankan
buatan manusia yang menjadi sasaran atau
profesinya (misal penjual cindera mata, jasa
tujuan kunjungan wisatawan.”
transportasi, dll).
Berdasarkan pengertian tersebut, SDA di
Masih mengenai daya tarik, pihak pemegang
Sangasanga dapat dijadikan sebagai objek
konsesi, terutama dari divisi pengembangan
wisata warisan budaya dengan program yang
sumberdaya manusia, dapat memanfaatkan
dijalankan oleh dinas setempat. Setelah
areal dan peralatan untuk belajar dan praktik
menyandang status sebagai cagar budaya, Balai
pertambangan. Divisi ini dapat menyeleng-
Pelestarian Cagar Budaya menindaklanjuti
garakan pelatihan bagi putra-putri yang ingin
dengan memugar warisan budaya. Selanjutnya,
bekerja di pertambangan minyak. Pelatihan
informasi dari Balai Arkeologi yang berupa cerita
meliputi teori yang dilaksanakan di dalam kelas
rangkaian sejarah, nilai penting, keunikan, dan
dan praktik di lapangan. Dalam hal ini praktik
keaslian harus dijaga dan dimengerti oleh
bisa menggunakan peralatan yang sudah ada
masyarakat yang selalu bersentuhan dengan
dan sekarang ini berada di lahan dengan sumber
warisan
minyak yang sudah mulai menipis.
budaya
tersebut,
untuk
turut
melestarikannya sekaligus menjadi bekal yang
Dengan pengembangan tersebut, akan
dapat disampaikan kepada wisatawan dan
diperoleh beberapa keuntungan. Pertama, lahan
menjadi daya tarik wisata warisan budaya di
dengan sumur yang sudah menurun tingkat
Sangasanga.
produksinya masih dapat dimanfaatkan untuk
Masyarakat diharapkan berperan dalam
mendatangkan keuntungan finansial. Kedua,
pelestarian SDA dengan cara memanfaatkan
pemegang konsesi memberi kontribusi dalam hal
SDA sekaligus memperoleh keuntungan darinya.
penyediaan sumber daya manusia yang memadai
Berkaitan dengan itu, langkah strategis bagi
pada bidang eksplorasi minyak. Ketiga,
Balai Pelestarian Cagar Budaya adalah
pemegang konsesi juga berperan dalam
mengedukasi masyarakat agar mereka selalu
melestarikan SDA terutama mengenai peralatan
turut melestarikan SDA yang sebenarnya juga
tambang lama dan seluruh lanskap pertam-
merupakan salah satu sumber pendapatan
bangan yang sudah mulai terbentuk sejak masa
finansial mereka. Dalam hal ini, masyarakat yang
kolonial. Keempat, belajar dan praktik di lokasi
perlu diedukasi adalah mereka yang terlibat
yang memiliki sejarah pertambangan yang cukup
dalam pemanfaatan SDA, baik yang langsung
lama juga merupakan daya tarik, yaitu
bersentuhan dengan SDA maupun yang tidak.
keunggulan dalam pengalaman.
Mereka yang tidak langsung bersentuhan adalah
Berkaitan dengan akses kemudahan menuju
penyedia jasa transportasi, pengusaha rumah
lokasi wisata Sangasanga, jalan menuju ke
makan, pedagang, dan berbagai pengusaha
semua lokasi sudah tersedia yaitu ada yang
yang
sudah beraspal, ada juga yang masih berupa
salah
satu
konsumennya
adalah
wisatawan.
jalan tanah. Melihat potensi yang seperti ini,
Cara mengedukasi dilakukan dengan
yang perlu berperan aktif adalah penyedia jasa
memberi informasi kepada mereka tentang
transportasi. Angkutan umum yang ada, sejauh
sejarah, nilai penting, keunikan, dan keaslian
ini hanya melewati beberapa lokasi SDA.
yang harus dijaga. Informasi bisa diberikan
Pangkalan ojek tersedia di mana-mana dan bisa
130
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 1, April 2016
Wasita, Strategi Pelestarian Peralatan Dan Infrastruktur Pertambangan Minyak Dari Masa Kolonial Di Sangasanga Kalimantan Timur
dikemas untuk transportasi wisata warisan
Pramuwisata hingga saat ini tampaknya masih
budaya.
kurang jumlahnya. Seiring dengan dibukanya
Para pengojek menunggu penumpang di
pariwisata, akan bermunculan usaha di bidang
pangkalan masing-masing, hanya saja paketnya
ini. Hotel belum tersedia, sebagai gantinya
ditambah dengan sewa sepeda motor untuk
penginapan sederhana berupa rumah dan villa
mengunjungi objek wisata warisan budaya.
yang bisa difungsikan sebagai salah satu
Penyewa bisa mengendarai sendiri atau diantar
alternatif penginapan. Pilihan ini bisa memberikan
pengojeknya. Mengendarai sepeda motor
ke
nilai lebih bagi wisatawan. Caranya adalah
berbagai objek warisan budaya di Sangsanga
dengan melengkapi villa yang difungsikan untuk
merupakan pengalaman yang mengasyikkan.
penginapan dengan informasi tentang sejarah
Apalagi jalanan di perbukitan menuju ke lokasi
pertambangan minyak di Sangasanga. Foto-foto
yang masih berupa jalan tanah, dapat menjadi
dan beberapa alat peraga pertambangan yang
pengalaman baru yang menyenangkan.
berukuran kecil, ditaruh di kompleks villa
Cara ini dilakukan dengan mengadopsi lava
tersebut. Objek tersebut akan menjadi
tour di Kaliurang, Sleman, Yogyakarta. Lava tour
pelengkap informasi kepariwisataan Sanga-
bisa dilakukan dengan menyewa sepeda motor
sanga, sekalipun pada saat suasana santai di
atau mobil Jeep. Sepeda motor, biasanya
penginapan.
dikendarai sendiri oleh penyewanya, sedangkan
Berkaitan dengan ketersediaan paket
Jeep dikemudikan oleh pemilik, dan semua
wisata, Sangasanga memiliki objek wisata
penyewa menjadi penumpangnya. Keuntungan
museum yang memang sudah dibuka untuk
menyewa Jeep adalah mendapatkan informasi
umum dan ada juga pemandian air panas.
dan cerita tentang objek yang dikunjungi dari
Bahkan jika dikaitkan dengan objek wisata di
pengemudinya. Pengalaman yang pernah
kabupten, terdapat kegiatan tahunan yang
diperoleh dari lava tour, bahwa cerita yang
cukup terkenal, yaitu erau. Tahun 2015 ini, erau
disampaikan pengemudi tampak sepeti reportase
dilaksanakan dengan mengundang kesenian dari
karena memang mereka orang lokal yang
berbagai daerah di Indonesia, sekaligus
mengalami kejadian bencana meletusnya
dipromosikan kepada seluruh masyarakat
Gunung Merapi.
Indonesia dan juga luar negeri. Kejadian ini juga
Hal yang sama, saya kira bisa dilakukan
merupakan saat yang tepat untuk mempro-
di
mosikan wisata warisan budaya di Sangasanga.
Sangasanga. Dalam hal ini yang perlu dilakukan
Demikian juga dengan objek wisata lain di
adalah tambahan bekal pengetahuan yang bisa
Tenggarong seperti Pulau Kumala, dan Kraton
diperoleh dari Balai Arkeologi, Balai Pelestarian
Kutai Kartanegara. Keberadaan beberapa objek
Cagar Budaya, Dinas Kebudayan dan Pariwisata
wisata tersebut dapat menjadi paket wisata
setempat dan bahkan bisa juga digali dari para
yang bisa ditawarkan kepada para turis.
kepada
penyedia
jasa
transportasi
pejuang dan bekas karyawan tambang yang
Banyak aktivitas yang bisa ditawarkan untuk
sekarang ini masih ada. Semua pengetahuan
wisatawan di lokasi wisata. Antara lain menik-
tersebut akan menjadi cerita yang menarik yang
mati keunikan, melihat proses pertambangan
dapat disampaikan kepada para penyewa
yang masih berlangsung, menikmati suasana
kendaraan untuk megunjungi objek wisata
pertambangan dengan seluruh kebiasaan-
warisan budaya di Sangasanga.
kebiasaannya yang meliputi suasana kebe-
Berkaitan dengan sarana penunjang
rangkatan di pagi hari, suara soling yang
kepariwisataan, seperti restoran, pramuwisata,
menandakan saat masuk kerja, istirahat dan
dan hotel, fasilitas belum tersedia secara
pulang kantor. Lengkingan suara soling akan
memadai. Restoran sudah tersedia tetapi
diikuti oleh rutinitas yang khas dari para
sampai dengan saat ini pilihannya belum banyak.
karyawan tambang, yaitu karyawan Pertamina
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 1, April 2016
131
Wasita, Strategi Pelestarian Peralatan Dan Infrastruktur Pertambangan Minyak Dari Masa Kolonial Di Sangasanga Kalimantan Timur
UBEP Sangasanga, yaitu penjemputan, jalanan
memanfaatkan SDA. Strateginya dilakukan
menjadi sibuk dan kemudian lengang karena
dengan memberi peluang kepada masyarakat
semua karyawan masuk kerja, dan menjadi
untuk memperoleh uang dan kesempatan untuk
sangat ramai lagi karena semua karyawan keluar
menempati bangunan yang dikategorikan
untuk istirahat, mencari makan atau pun pulang.
sebagai warisan budaya. Selain itu, pemerintah
Aktivitas lain yang bisa ditawarkan adalah
membuat program yang mendorong masyarakat
menjelajahi objek wisata warisan budaya dengan
untuk membuka usaha yang memiliki keterkaitan
melewati jalanan beraspal dan sebagian jalan
dengan warisan budaya.
tanah, datar dan sebagian turun-naik di
Semua itu akan dapat berjalan dengan
perbukitan yang di kanan dan kirinya banyak
efektif jika masyarakat yang memanfaatkan SDA
ditemui pompa angguk yang masih aktif. Selain
benar-benar memperoleh keuntungan atas
itu, wisatawan juga dapat menyusuri Gua
pemanfaatan yang dilakukan. Akan lebih efektif
Jepang di Sangasanga Muara.
lagi jika masyarakat yang memperoleh
Pelayanan pendukung di Sangasanga sudah
keuntungan itu jumlahnya banyak. Diharapkan
cukup memadai. Ada banyak pilihan bank untuk
dengan adanya keuntungan yang diperoleh akan
transaksi dan juga pengambilan kas. Layanan
membuka kesadaran masyarakat sehingga
pos cukup lancar dan telekomunikasi dijangkau
mereka memiliki tekad yang kuat untuk selalu
oleh berbagai macam penyedia jasa tele-
melestarikan aset yang bisa mendatangkan
komunikasi. Pelayanan di bidang kesehatan
keuntungan finansial.
tampaknya masih kurang. Pelayanan kesehatan di Sangasanga saat ini dilakukan di rumah sakit
Strategi Pemanfaatan yang Melestarikan
peninggalan kolonial Belanda. Rumah sakit ini
dan Paling Tepat
memiliki sedikit tenaga medis. Padahal
Sub bahasan ini merupakan upaya menemukan
gedungnya luas sehingga banyak ruangan yang
strategi yang paling tepat untuk diimple-
tidak terpakai. Rumah sakit ini masih bisa
mentasikan dalam pemenfaatan sekaligus
dikembangkan untuk meningkatkan layanan
pelestarian. Berdasarkan uraian di atas, SDA
kesehatan dan juga layangan pendukung di
yang berupa bangunan dimanfaatkan dengan
bidang usaha wisata.
cara dijadikan sebagai tempat tinggal,
Untuk promosi wisata, yang baru bisa
perkantoran, gedung pertemuan, bengkel, dan
diandalkan adalah museum, wisata perjuangan
rumah sakit. Idealnya, bangunaan yang
dan wisata air panas. Sejauh ini promosi wisata
digunakan akan dirawat sehingga kelestariannya
melalui leaflet, iklan di koran, radio atau televisi
terjaga.
belum pernah dilakukan. Selanjutnya, dalam
dimanfaatkan, tetapi kondisinya semakin rusak.
rangka mewujudkan Sangasanga sebagai daerah
Permasalah ini harus diketahui penyebabnya agar
tujuan wisata budaya, perlu melengkapi
dapat diberikan solusi yang tepat.
Faktanya
ada
bangunan
yang
fasilitas-fasilitas yang masih kurang, sehingga
Bangunan yang terawat dengan baik adalah
memenuhi standar kelengkapan fasilitas bagi
bangunan yang digunakan untuk kantor
pengunjung dan layak dipromosikan menjadi
Pertamina UBEP, perumahan karyawan Petamina
daerah tujuan wisata.
UBEP, bengkel, Gedung Pembangkit Tenaga Listrik (PTL) Elektra, gedung Sandisa yang
Membiasakan Masyarakat Memanfaatkan
sekarang difungsikan sebagai gedung per-
SDA yang Bersifat Melestarikan
temuan, sebagian tangsi, rumah orang Belanda
Salah satu cara agar masyarakat selalu
yang dimiliki perorangan yang diperoleh dengan
memanfaatkan SDA dengan tindakan yang
cara membeli, dan bangunan yang telah
bersifat melestarikan adalah dengan memberi
dicagarbudayakan
peluang untuk mendapatkan keuntungan dalam
Sementara itu, bangunan yang termasuk dalam
132
(misalnya
penjara).
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 1, April 2016
Wasita, Strategi Pelestarian Peralatan Dan Infrastruktur Pertambangan Minyak Dari Masa Kolonial Di Sangasanga Kalimantan Timur
kategori warisan budaya yang dimanfaatkan
dewasa (sekitar 50 cm) di separuh ruang tamu
tetapi justru kondisinya semakin rusak antara
bagian belakang. Latar belakang dilakukan
lain barak, tangsi, komplak, dan rumah sakit.
penambahan tinggi lantai karena saat terjadi
Jika diperhatikan penyebabnya, hingga
hujan lebat air menuju ke arah tangsi yang
terjadi perbedaan antara bangunan yang
memang posisinya lebih rendah daripada jalan
terawat dan yang semakin rusak, tampaknya
di depannya. Dengan meninggikan lantai, maka
terlihat pada ketersediaan anggaran untuk
ketika air masuk ke ruangan tangsi, barang-
perawatan. Berdasarkan informasi yang
barang akan diamankan di lantai yang agak
diperoleh, diketahui bahwa perusahaan memiliki
tinggi tersebut.
anggaran untuk perawatan dan bahkan
Semakin lama, kondisi tersebut dirasa
renovasi. Biasanya untuk perawatan meliputi
kurang nyaman sehingga dilakukan perbaikan
pekerjaan membersihkan, pengecatan ulang,
dinding terluar, dengan cara mengganti dinding
dan perbaikan yang tidak menyangkut konsruksi
bahan papan dengan bata. Penggantian bahan
bangunan, dapat dilakukan dengan cukup
dinding dilakukan dengan cara melepas tiga lajur
memberikan laporan ke Pertamina UBEP
papan terbawah untuk kemudian diganti dengan
Sangasanga dan kemudian diberikan dana untuk
dinding dari bahan bata. Penggantian ini
biaya peawatan tersebut. Jika perbaikan
dimaksudkan untuk mencegah masuknya air ke
mencapai nilai biaya yang tinggi atau berkaitan
ruangan. Dengan mengganti dinding kayu
dengan konstruksi bangunan, diputuskan di
setinggi tiga lajur papan (sekitar 45 cm), maka
Pertamina Pusat. Contoh, pada renovasi dan
air tidak masuk ke ruangan lagi.
penambahan bangunan baru di PTL yang
Tangsi yang demikian ini dikategorikan dalam
pekerjaannya ditenderkan. Informasi dari pihak
keadaan terawat karena secara keseluruhan
Humas Pertamina menyebutkan bahwa rambu-
kondisinya memang masih baik. Sementara itu,
rambu dalam renovasi yang selalu dilaksanakan
perbaikan yang dilakukan masih dapat
adalah mempertahankan bentuk. Dengan
dikembalikan lagi ke keadaan semula. Pada
demikian, spesifikasi lelang memuat konsep
bagian atap tinggal melepas seng gelombang
renovasi yang mempertahankan bentuk. Jika
dan kemudian diganti dengan atap sirap.
memperhatikan hasil renovasi, maka bentuk
Sementara itu untuk lantai di ruang tamu,
bangunan PTL masih dipertahankan, sedangkan
perbaikan tinggal meratakan kembali lantai,
penambahan bangunan baru diletakkan pada
demikian juga pada dindingnya. Mengenai
areal yang terpisah dengan bangunan lama.
perbaikan dan penambahan pada tangsi,
salah satu ruangan tangsi
menurut pihak peminjam diperbolehkan karena
yang dipinjam penduduk masih dalam keadaan
yang dilakukan tidak mengubah bentuk
terawat dengan baik. Keterawatan ruangan di
bangunan. Hal itu dibuktikan dengan bentuk
tangsi yang berada di dekat Jalan Jenderal
atap dan bangunan yang masih sama seperti
Sudiman ini karena memang pihak peminjam
dulu.
Selain itu, ada
memiliki penghasilan yang cukup untuk
Rumah Belanda yang sekarang dimiliki
memenuhi kebutuhan rumah tangganya dan juga
perorangan juga masih dalam kondisi baik dan
untuk perawatan tangsi yang dipinjamnya.
terawat. Bahkan pemilik mengaku selalu
Perawatan dan perbaikan juga dilakukan sebatas
berusaha memperbaiki jika ada kerusakan. Hal
pada mememuhi kenyamanan tinggal. Misalnya,
ini selalu dilakukan karena rumah tersebut diakui
atap sirap yang bocor. Karena harga sirap cukup
menjadi miliknya dan yang bersangkutan harus
mahal, perbaikan dilakukan dengan memberi
bertanggung jawab. Tampaknya inilah alasan-
lapisan seng gelombang di atas sirap.
alasan atau latar belakang terpeliharanya
Perbaikan juga dilakukan pada bagian lantai
bangunan purbakala di Sangasanga.
dengan meninggikan lantai hingga selutut orang
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 1, April 2016
133
Wasita, Strategi Pelestarian Peralatan Dan Infrastruktur Pertambangan Minyak Dari Masa Kolonial Di Sangasanga Kalimantan Timur
Sementara itu mengenai Rumah Sakit yang
dengan cara dijadikan tempat tinggal atau
sekarang ini masih digunakan oleh Pertamina
sebagai kantor. Namun demikian, konsekuensi
UBEP Sangasanga dikategorikan tidak terawat.
yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan,
Tampaknya kompleks bangunan itu tidak
yaitu salah perawatan atau tidak dilakukan
difungsikan secara keseluruhan. Hal ini karena
perawatan sehingga tidak terwujud kegiatan
sedikitnya tenaga medis, sehingga ada ruangan
pelestarian. Hal itu disebabkan tidak ada kontrol,
atau gedung yang tidak terpakai. Gedung-
sehingga penghuni bisa melakukan apa saja
gedung yang tidak terpakai inilah yang kemudian
tanpa batasan-batasan yang jelas. Padahal,
tidak terawat dengan baik, misalnya bagian atap
kontrol itulah yang akan mengarahkan langkah
dimakan rayap.
dalam pemanfaatan dan pelestarian. Kontrol itu
Sementara itu bangunan bangsal, barak,
akan lebih mudah dan efektif dijalankan apabila
sebagian tangsi, dan komplak, banyak yang
menggunakan peraturan. Untuk itu, Undang-
mengalami kerusakan. Para penghuni umumnya
Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar
tidak melakukan perbaikan karena tidak memiliki
budaya diperlukan. Undang-undang tersebut
dana untuk keperluan itu. Contoh, Bangsal B21
akan efektif digunakan jika SDA yang ada telah
dekat Jalan Jenderal Sudirman. Bangsal ini
dicagarbudayakan. Oleh karena itu, dalam
keadaannya rusak berat, akan tetapi tidak ada
rangka pemanfaatan yang bersifat melestarikan,
perbaikan. Umumnya mereka mengaku tidak
SDA di Sangasanga perlu segera dicagar-
punya biaya, dan berharap pihak pemilik
budayakan.
(Pertamina UBEP) yang akan memperbaikinya.
Berkaitan dengan pemanfaatan yang
Sebagian bangsal juga ada yang diperbaiki
memberi nilai tambah adalah dengan menjadikan
oleh penghuninya, akan tetapi kondisinya tetap
SDA sebagai objek wisata warisan budaya.
dikategorikan rusak. Perbaikan yang dilakukan
Diakui bahwa cara ini juga memungkinkan
justru menjadikan berubahnya bentuk dan
menjadi penyebab kerusakan warisan budaya,
keaslian bangunan, terutama pada bahan
misalnya karena ulah pengunjung yang kurang
(material). Perubahan bentuk terjadi pada
bertanggungjawab serta kelebihan beban karena
Bangsal 13 di Bangsal Hutan di Jalan Teratai.
banyaknya pengunjung. Berkaitan dengan itu,
Atap bangsal yang rusak diganti atap baru yang
upaya untuk menghindari kerusakan warisan
posisinya dibawah atap lama. Bangunan itu
budaya dapat dilakukan antisipasi yang berupa
sekarang berada di bawah kerangka atap
pengawasan dan edukasi. Pengawasan dilakukan
bangunan lama serta di antara tiang-tiang
Dinas setempat dan Balai Pelestarian dengan
bangunan lama. Perbaikan itu memunculkan
bantuan tenaga keamanan dan masyarakat yang
bangunan baru dengan bahan batako, yang
tinggal atau memanfaatkan bangunan itu.
lokasinya berada di dalam bangunan lama.
Sementara itu, terwujudnya kegiatan
Sehingga terjadi penggantian bahan dinding
pemanfaatan yang bersifat melestarikan perlu
pada bangunan lama berupa asbes, dengan
diupayakan dan diimplementasikan oleh
dinding dari bahan batako. Penggantian tersebut
masyarakat sekitar SDA agar menjadi suatu
mengakibatkan bangunan menjadi tidak asli lagi.
bagian dari rutinitas kehidupan. Dalam hal ini
Perubahan-perubahan itu menyebabkan Bangsal
dilakukan dengan menciptakan langkah yang
13 dinyatakan mengalami kerusakan.
bermanfaat untuk menaikkan tingkat keper-
Kenyataan ini, menunjukan pemanfaatan
cayaan kepada masyarakat, misalnya melakukan
dan pelestarian SDA di Sangasanga belum
pemanfaatan hingga memperoleh keuntungan
seperti yang diharapkan. Sebenarnya yang
sehingga kemudian dengan penuh kesadaran
terjadi sekarang ini merupakan permasalahan
yang bersangkutan akan melakukan tindakan.
pertama dalam tulisan ini, yaitu pemanfaatan
134
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 1, April 2016
Wasita, Strategi Pelestarian Peralatan Dan Infrastruktur Pertambangan Minyak Dari Masa Kolonial Di Sangasanga Kalimantan Timur
Tampaknya kegiatan lava tour merupakan
Merapi, semua itu dikemas menjadi daya tarik
contoh pemanfaatan oleh masyarakat yang
yang mendatangkan keuntungan, sehingga
sekaligus berdampak melestarikan. Pengamatan
mereka yang memperoleh keuntungan finansial
terhadap objek-objek yang dikunjungi dalam
dari daerah tersebut dipastikan akan rela untuk
kegiatan lava tour merupakan upaya meng-
turut merawat sumberdaya yang mendatangkan
konstruksi pola pikir masyarakat dalam meman-
keuntungan tersebut. Dengan cara ini,
faatkan sumberdaya wisata, mendapatkan nilai
masyarakat pemilik rumah yang dikunjungi,
tambah, dan menjadikannya sebagai bagian
penjual cindera mata dan makanan, pemilik
hidup karena dari situlah penghidupan
persewaan motor dan Jeep, para supirnya dan
disandarkan. Jika polanya sudah seperti ini,
semua yang terkait dengan pariwisata itu
maka kegiatan yang bersifat melestarikan,
diyakini akan rela untuk turut melestarikan, dan
menjadi suatu konsekuensi logis yang mesti
menjadikan itu sebagai perilaku dalam menjalani
dilakukan oleh masyarakat yang memanfaatkan
kehidupannya. Seperti halnya yang dituangkan
sumber daya itu.
dalam tulisan Saputra (2014), bahwa ada juga
Dalam konteks lava tour, konstruksi yang
sebagian orang yang tidak sepakat dengan
dilakukan adalah mengedukasi/mendidik
kegiatan lava tour. Barangkali sebagian warga
masyarakat Kaliurang, Yogyakarta yang tertimpa
yang tidak sependapat adalah mereka yang
bencana meletusnya Gunung Merapi agar
belum merasakan keuntungan atas kegiatan
memanfaatkan barang-barang yang rusak akibat
tersebut.
bencana tersebut. Hasilnya, ada rumah yang
Berkaca dari model mengonstruksi seperti
masih menyisakan tembok dan sebagian sudah
di atas, edukasi terhadap masyarakat Sanga-
tanpa atap, kemudian diisi perkakas rumah yang
sanga dalam pengembangan pariwisata warisan
tersisa dan dalam kondisi rusak oleh awan panas
budaya dapat meniru model tersebut. Dengan
akibat meletusnya Gunung Merapi. Barang-
perbedaan kekuatan potensi dan persepsi
barang yang rusak tersebut ditata dan diberi
masyarakat, diharapkan masih dapat meraih
tulisan-tulisan pendek yang menginformasikan
keberhasilan dalam pengembangan pariwisata
benda dan situasi yang terjadi. Di tembok rumah
warisan budaya di Sangasanga.
yang rusak itu juga dituliskan hasil pengalaman
Berkaitan dengan bahasan mengenai
dan renungan yang mengingatkan kita agar
strategi pemanfaatan yang tepat terhadap
selalu
kemungkinan
peninggalan arkeologi kolonial di Sangasanga
meletusnya Gunung Merapi. Misalnya tulisan
adalah diterapkannya gabungan dari tiga
waspada
terhadap
yang berbunyi,”Merapi tak pernah ingkar janji”.
subbahasan di atas, yaitu pemanfaatan yang
Dalam pengalaman masyarakat Kaliurang, Merapi
bersifat melestarikan, memberi nilai tambah, dan
pasti akan meletus atau mengeluarkan awan
membiasakan masyarakat agar selalu me-
panas, entah dalam siklus berapa tahun, tetapi
manfaatkan SDA yang berwawasan pelestarian.
itu diyakini pasti akan terjadi lagi. Siklus itu,
Pertama adalah memberikan kesempatan kepada
tidak pernah diingkari oleh Merapi.
masyarakat untuk memanfaatkan SDA yang ada
Kemasan salah seorang warga lereng Merapi
di lingkungan mereka. Kesempatan itu diberikan
di Kaliurang tersebut, kini telah dikunjungi oleh
tidak cuma-cuma, yang bersangkutan harus
ribuan orang. Sebenarnya, lokasinya tidak
diberi tanggung jawab untuk merawat SDA
terlalu mudah untuk dijangkau. Akan tetapi,
(misalnya rumah) yang dimanfaatkan (misalnya
dengan persediaan sewa sepeda motor trail atau
untuk tempat tinggal).
mobil Jeep, lokasinya memungkinkan dijangkau.
Kedua, masyarakat yang ada di lingkungan
Walaupun jalanan berdebu, tetapi Jeep-Jeep
SDA ataupun anggota masyarakat yang
dan trail berseliweran di lereng Merapi. Keunikan,
menempati SDA (rumah), dilibatkan dalam
jalanan yang sulit, cerita tentang bencana
program pengembangan pariwisata warisan
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 1, April 2016
135
Wasita, Strategi Pelestarian Peralatan Dan Infrastruktur Pertambangan Minyak Dari Masa Kolonial Di Sangasanga Kalimantan Timur
budaya. Keterlibatan mereka dengan diberi
masyarakat
melakukan
penjagaan
dan
peluang usaha secara perorangan yang jenis
perawatan SDA yang memberikan keuntungan
usahanya berkaitan dengan program pengem-
kepada mereka adalah suatu konsekuensi logis
bangan pariwisata warisan budaya, misalnya
yang pasti akan dilakukan. Dengan demikian,
produksi dan penjualan cindera mata khas
pemanfaatan yang paling tepat yang dapat
Sangasanga atau Kalimantan Timur. Di sini
melestarikan SDA di Sangasanga adalah
pemerintah tidak hanya memberi peluang, tetapi
rangakaian tiga hal di atas, yaitu pemanfaatan,
juga berperan aktif dalam pelatihan dan
pemanfaatan yang memberi nilai tambah, dan
pinjaman modal usaha. Berbagai peluang usaha
membiasakan masyarakat mempraktekkan
yang dibuka diupayakan bisa dikaitkan dengan
kegiatan pelestarian sebagai perilaku dalam
program wisata warisan budaya. Maksudnya,
hidup sehari-hari. Ketiganya berada dalam satu
berbagai usaha yang dibuka diharapkan
rangkaian pemanfaatan, tanggung jawab, dan
memberikan kontribusi dalam pengembangan
perilaku yang menyatu dalam kehidupan
program pariwisata warisan budaya. Kontribusi
masyarakat yang menguntungkan.
dapat diwujudkan antara lain dengan turut memberikan informasi kepada pelanggan tentang
Simpulan dan Saran
wisata warisan budaya di Sangasanga, baik
Simpulan
tentang content, cara mencapai lokasi, maupun
Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa
berbagai daya tariknya. Tidak kalah penting
kegiatan yang dapat memberi manfaat untuk
adalah memberikan pelayanan yang ramah,
pelestarian SDA adalah dengan memberi peluang
serta turut menjaga ketertiban dan keamanan.
kepada masyarakat untuk memanfaatkan SDA
Peningkatan kualitas layanan dan pengem-
(misalnya menempati rumah). Apabila seseorang
sangat
menempati rumah, maka yang bersangkutan
bermanfaat dalam upaya meningkatkan jumlah
pasti akan melakukan perawatan terhadap
pengunjung. Selanjutnya, kepuasan para
rumah yang ditempatinya. Selain itu, hendaknya
wisatawan dapat meningkatkan keinginan untuk
pihak yang berwenang memberikan izin
mengulangi kunjungannya. Tidak hanya itu,
penggunaan SDA tersebut juga meminta
mereka juga memungkinkan menjadi agen yang
pengguna agar selalu melakukan perawatan
efektif bagi para kerabat, kolega dan siapa saja
sebagai kompensasi atas pemanfaatan yang
yang dikenalnya yang untuk menyampaikan
telah dilakukannya.
bangan
wisata
warisan
budaya
pengalamannya, dan diharapkan mereka yang
Sementara itu, kegiatan pemanfaatan SDA
mendengar akan tertarik untuk mengunjungi
yang dapat memberi nilai tambah bagi
Sangasanga. Dengan demikian, banyaknya
masyarakat dan sekaligus menjadi faktor
pengunjung akan berimbas pada meningkatnya
penyebab terjadinya kegiatan pelestarian adalah
pendapatan bagi pelaku usaha.
memberi peluang untuk melakukan kegiatan
Kaitan antara perilaku dan keuntungan yang
ekonomi yang berlandaskan pada keberadaan
mungkin diperoleh masyarakat inilah yang harus
SDA. Contohnya menjadikan SDA di Sangasanga
selalu digerakkan kepada segenap masyarakat
sebagai objek wisata warisan budaya. Selain
Sangasanga. Jika banyak warga Sangasanga
kegiatan yang berkaitan langsung dengan SDA
dapat menikmati keuntungan atas keberadaan
seperti tersebut di atas, perlu pula didukung
dan pemanfaatan SDA, diharapkan mereka akan
untuk dikembangkan kegiatan ekonomi yang
dengan suka rela melakukan penjagaan dan
tidak langsung berkaitan dengan SDA, misalnya
perawatan SDA karena keuntungan secara
kegiatan perdagangan di lokasi wisata, jasa
berkelanjutan akan mereka peroleh. Jika strategi
penginapan, transportasi dll. Diharapakan
ini dapat diterapkan dan dirasakan manfaatnya
dengan adanya keberadaan SDA yang dapat
oleh masyarakat, target untuk membiasakan
menciptakan kegiatan yang mendatangkan nilai
136
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 1, April 2016
Wasita, Strategi Pelestarian Peralatan Dan Infrastruktur Pertambangan Minyak Dari Masa Kolonial Di Sangasanga Kalimantan Timur
tambah bagi masyarakat, mereka akan dengan
dilakukan pemberian kesempatan kepada
suka rela turut melakukan perawatan SDA yang
masyarakat untuk memanfaatkan SDA,
telah memberikan keuntungan bagi mereka.
menjadikannya sebagai objek wisata warisan
Cara mengimplementasikan kegiatan
budaya, memberi peluang kepada masyarakat
pemanfaatan yang tidak terpisahkan dari
untuk melakukan kegiatan ekonomi yang
pelestarian dapat menjadi kebiasaan dalam
berkaitan dengan SDA, dan yang tidak kalah
kehidupan masyarakat adalah dengan memberi
penting adalah untuk terus-menerus dilakukan
peluang sebanyak-banyaknya kepada masya-
edukasi kepada masyarakat, monitoring, dan
rakat untuk dapat turut serta memanfaatkan
evaluasi untuk memperoleh peningkatan
atau pun mengambil manfaat atas keberadaan
pelestarian SDA. Dengan pengawasan yang
SDA di Sangasanga, seperti memberi peluang
ketat dan evaluasi yang terus-menerus, diyakini
usaha (terkait keberdaan SDA), kepada
bahwa upaya pemanfaatan yang bersifat
masyarakat sebanyak mungkin. Semakin banyak
melestarikan dapat dicapai.
pihak mendapatkan keuntungan akan semakin banyak yang peduli dengan SDA. Imbasnya,
Saran
akan semakin efektif keterlibatan masyarakat
Berdasarkan hasil kajian, disarankan agar segera
dalam kegiatan pelestarian. Intensitas yang
mengimplementasikan pemanfaatan yang
tinggi dalam kegiatan pelestarian juga akan
berdampak pada pelestarian SDA. Mendorong
berdampak pada terciptanya kebiasaan
masyarakat agar berpartisipasi dalam pelestarian
kehidupan masyarakat dalam melestarikan SDA.
dan memperoleh keuntungan dari kegiatan
Selanjutnya, langkah yang perlu dilakukan
tersebut. Selain itu masyarakat juga didorong
menguatkan
untuk menerapkan kegiatan pelestarian sebagai
keterlibatan masyarakat dalam pemanfaatan
bagian dari habit. Selanjutnya, pengawasan dan
dan pelestarian SDA adalah dengan menerapkan
evaluasi secara terus-menerus harus dilakukan
gabungan dari ketiga hal di atas. Harus
agar diperoleh keberhasilan program.
untuk
memperbanyak
dan
PUSTAKA ACUAN Agustina, N.K.W. 2012. Desa Budaya Kertalangu Sebagai Usaha Daya Tarik Wisata di Kota Denpasar. Tesis. Denpasar: Program Pascasarjana, Universitas Udayana. Ahyat, I.S., 2013. Kesultanan Kutai 1825-1910 Perubahan Politik dan Ekonomi Akibat Penetrasi Kekuasaan Belanda. Tangerang: Serat Alam Media. Arini, D., Arief, A.T., & Prabu, U.A. 2015. Desain Sucker Rod Pump Untuk Optimasi Produksi Sumur Sembur Alam L5A-X Di Pertamina EP Asset 2 Field Limau. Jurnal Ilmu Teknik, 3 (1), hlm. 15-23. Dini, N.Z. 2012. GKI Kwitang: Tinjauan Arsitektur dan Pemugaran dalam Rangka Pelestarian Bangunan Cagar Budaya. Skripsi. Depok: Program Studi Arkeologi,Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Endraswara, S. 2006. Metode Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Faisal, G. & Wihardyanto, D. 2013. Selembayung Sebagai Identitas Kota Pekanbaru: Kajian Langgam Arsitektur Melayu. Indonesian Journal of Conservation, 2 (1), hlm. 51-59. Gunamantha, I.M., & Susila, G.P.A.J. 2015. Analisis Dampak Program Pengembangan Kecamatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Buleleng. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, 4 (1), hlm. 523-533.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 1, April 2016
137
Wasita, Strategi Pelestarian Peralatan Dan Infrastruktur Pertambangan Minyak Dari Masa Kolonial Di Sangasanga Kalimantan Timur
Harjiyani, F.R. & Raharja, S. 2012. Perlindungan Hukum Benda Cagar Budaya Terhadap Ancaman Kerusakan di Yogyakarta. Jurnal Mimbar Hukum, 24 (2), hlm.345–356. Hayati, R. 2014. Pemanfaatan Bangunan BersejarahSebagai Wisata Warisan Budaya di Kota Makassar. Jurnal Master Pariwisata (Jumpa), 1 (1), hlm.1-42. Jaya, D.P. 2012. Model Pemanfaatan Sumberdaya Arkeologi Sebagai Objek Daya Tarik Wisata Studi Kasus Candi Sukuh. Tesis. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Kadarwati, A. 2008. Potensi dan Pengembangan Obyek Wisata Kota Lama Semarang Sebagai Daya Tarik Wisata di Semarang. Laporan Tugas Akhir. Surakarta: Jurusan DIII Usaha Perjalanan Wisata, Fakultas Sastra Dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret. Moloeng, L.J. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muttaqin, L.A. 2014. Model Pelestarian Berdasarkan Perundang-undangan: Studi Kasus Kawasan Cagar Budaya Kotagede, Yogyakarta. Skrips. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Arkeologi, Jurusan Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Nuryanti, W. & Suwarno, N. 2008. Kajian Zonasi Pengembangan Kawasan Pusaka Studi Kasus: Situs Sangiran, Sragen. Jurnal Manusia dan Lingkungan, 15 (3), 101-110. Panggabean, A.S. 2014. Perubahan Fungsi dan Struktur Bangunan Cagar Budaya Ditinjau dari Perspektif Undang-Undang Cagar Budaya. Pandecta: Jurnal Penelitian Ilmu Hukum, 9 (2), hlm. 169-181. Primadani, E., Larasati S.E., Subowo, A. 2013. Analisis Manajemen Strategi Pelestarian dan Pengembangan Kawasan Kota Lama Sebagai Upaya Menuju Kawasan Wisata Budaya di Kota Semarang. Journal Public of Policy and Management Review, 2 (2), hlm. 141-150. Purnawibowo, S. 2014. Strategi Pengelolaan Kawasan Kota Cina, Medan, Sumatera Utara Berbasis Masyarakat. Tesis. Yogyakarta: Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Rachmawati, I.N. 2007. Pengumpulan Data Dalam Penelitian Kualitatif: Wawancara. Jurnal Keperawatan Indonesia, 11 (1), hlm.35-40. Rahardjo, T. 2011. Konstruksi Teori (Komunikasi) dalam Logika Hypothetico-Deductive. Jurnal Ilmu Komunikasi, 8 (2), hlm.107-124. Saleh, I.N.S. 2004. Kajian Aspek Hukum Konservasi Cagar Budaya Terhadap Pelestarian dan Pengembangan Pariwisata Kotagede. Tesis.Yogyakarta: Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada. Saputra, Y. 2014. Jeep Wisata di Kawasan Wisata Lava Tour Pasca Erupsi Merapi Tahun 2010 (Studi pada Kawasan Wisata Kaliurang, Hargobinangun, Pakem, Sleman). Skripsi.Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta. Suryono, A. 2012. Pelestarian Arsitektur Museum Sonobudoyo Yogyakarta. Laporan Penelitian. Bandung: Lembaga Penelitian dan Pengembangan kepada Masyarakat, Universitas Katolik Parahiyangan. Susanto, N.N. 2005. Penelitian Aspek Keruangan Pola Tata Kolonial Sanga-sanga di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Laporan Penelitian Arkeologi. Banjarbaru: Balai Arkeologi Banjarmasin. Suweda, I. W. 2011. Penatan Ruang Perkotaan yang Berkelanjutan, Berdaya Saing dan Berotonomi. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, 15 (2), hlm.113-122.
138
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 1, April 2016
Wasita, Strategi Pelestarian Peralatan Dan Infrastruktur Pertambangan Minyak Dari Masa Kolonial Di Sangasanga Kalimantan Timur
Tim Peneliti. 2008. Permukiman dan Industri Pertambangan: Pengaruh Kolonial di Kalimantan Timur. Laporan Penelitian Arkeologi. Jakarta: Puslitbang Arkenas. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi kedua. Jakarta: Balai Pustaka. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Jakarta: diperbanyak tahun 2011 oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Wardi, I.N. 2008. Pengelolaam Warisan Budaya Berwawasan Lingkungan: Studi Kasus Pengelolaan Living Monument di Bali. Jurnal Bumi Lestari, 8 (2), hlm. 193-204. Wasita, Kusmartono, V.P.R., Hartatik, Ma’rifat, T.A., & Septiani, A. 2012. Persepsi Para Stakeholder dalam Pelestarian Situs Sanga-sanga, di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Laporan Penelitian Arkeologi. Banjarbaru: Balai Arkeologi Banjarmasin. Widiyati, Wasino. 2011. Pemberdayaan Masyarakat untuk Berpartisipasi dalam Pelestarian Situs Patiayam di Kabupaten Kudus. Paramita: Jurnal Sejarah dan Pembelajaran Sejarah, 21 (1), hlm. 51-60. Widyawati, L. N. & Syahbana, J.A. 2013. Keseriusan dan Konsekuensi Sikap Pemerintah Daerah Terhadap Pelestarian di Kawasan Kota Lama Semarang. Jurnal Teknik PWK, 2 (2), hlm.303–313. Wiraprama, A.R., Zakaria, & Purwantiasning, A.W. 2014. Kajian Pola Permukiman Dusun Ngibikan Yogyakarta Dikaitkan dengan Perilaku Masyarakatnya. Jurnal Arsitektur NALARs, 13 (1), hlm. 31-36. Wiratmoko, A.B. 2012. Pengaruh Taman Wisata Candi Borobudur Terhadap Kondisi Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Kabupaten Magelang 1980-1997. Jurnal of Indonesian History, 1 (2), hlm. 125-133.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1, Nomor 1, April 2016
139