PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
i
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
KATA PENGANTAR
Salah satu prioritas pembangunan yang ditetapkan pemerintah daerah provinsi Kalimantan timur dalam mencapai visi daerah sebagai pusat perdagangan dan jasa yang terkemuka diindsonesia timur dan asia pasifik adalah pembangunan pertanian dalam arti luas. Kalimantan timur dengan kekayaan sumberdaya dan agroekologinya menyimpan potensi pengembangan komoditi perkebunan salah satunya adalah kelapa sawit. Produk olahan dari minyak sawit dapat diversifikasikan menjadi produk-produk oleokimia salah satunya adadalah oleokimia dasar. Dalam upaya untuk mendorong dunia usaha menanamkan investasinya Kalimantan timur, perlu diberikan informasi yang jelas tentang prospektif pengembangan industri Hilir/Olekimia dasar berbaris minyak sawit. Untuk memperoleh gambaran yang komprehensif mengenai profil investasi pengembangan industri Hilir/Olekimia dasar berbaris minyak sawit, badan perijinan dan penanaman modal daerah (BPPMD) Kalimantan timur bekerjasama dengan CV. BORNEO RISET melakukan studi Pra-FS profil proyek komoditi unggulan kaltim dengan judul: “Pengembangan Industri Hilir/Oleokimia dasar berbaris minyak sawit di Kalimantan timur. Kami berharap semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi dunia usaha dan pemerintah sebagai dasar dalam mengambil kebijakan pengembangan industri Hilir/Olekimia dasar berbaris minyak sawit di Kalimantan timur. Akhirnya, kepada Direktur CV.BORNEO RISET dan Tim studinya kami sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih atas usaha dan sumbangan pemikiran yang diberikan. Ucapan terima kasih juga ditunjukan kepada walikota/bupati beserta jajarannya didaerah studi dan semua pihak yang telah memberikan kontribusinya sejak awal hingga tersusunya laporan. Terima Kasih Samarinda, November 2010 Badan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Timur, KEPALA
Ir. H. Nusyiriwan Ismail, MSi ii
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.2 Maksud dan Tujuan Studi 1.3 Manfaat Studi BAB II
i iii 1 2 2
SITUASI PEMASARAN 2.1 Pasar Dunia dan Pasar Domestik 2.2 Struktur Industri
3 10
BAB III
POTENSI DAERAH DAN TEKNIS PRODUKSI 3.1 Potensi Usaha Industri Oleokimia Berbasis Minyak Sawit 3.2 Potensi Produksi Dan Ketersediaan Sumberdaya 3.3 Teknis Produksi
11 12 14
BAB IV
KEBIJAKAN DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG 4.1 Infrastruktur 4.2 Legalitas 4.3 Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan
18 20 23
ANALISIS FINANSIAL 5.1 Asumsi 5.2 Kebutuhan Biaya Investasi 5.3 Proyeksi Rugi Laba dan Cast Flow 5.4 Kriteria Kelayakan Proyek dan Analisis Sensitivitas
24 24 26 37
PENUTUP
29
BAB V
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
30
LAMPIRAN
31
iii
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
DAFTAR TABEL Tabel 1
Kapasistas dan Kebutuhan Oleokimia Dasar Dunia (ribu ton)
3
Tabel 2
Negara Produsen Utama CPO (Crude Palm Oil) Dunia Tahun 20002007 (ribu ton)
4
Tabel 3
Negara Importir Utama CPO (Crude Palm Oil) Dunia Tahun 2000- 4 2007 (ribu ton)
Tabel 4
Pabrik Oleokimia Indonesia
8
Tabel 5
Perkembangan Tiga Jenis Industri Oleokimia Dasar tahun 2006-2007
8
Tabel 6
Produksi, Ekspor, dan Konsumsi Minyak Inti Sawit Indonesia (1000T)
9
Tabel 7
Produksi, Ekspor, dan Konsumsi Minyak Sawit Indonesia (1000T)
9
Tabel 8
Perkembangan Kebutuhan CPO (Crude Palm Oil) Untuk Industri Hilir Tahun 2003-2008 (ribu ton)
9
Tabel 9
Luas Lahan Kelapa sawit dan CPO di 22 Propinsi di Indonesia
9
Tabel 10
Luas Lahan Penanaman Kelapa Sawit di Kalimantan Timur Tahun 2008
13
Tabel 11
Jumlah dan Kapasitas Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit di Kalimantan Timur
13
Tabel 12
Berbagai jenis produk oleokimia dasar dan aplikasinya
14
Tabel 13
Asumsi-asumsi pada Industri Hilir/ Oleokimia dasar Berbasis Minyak Sawit di Kalimantan Timur
24
Investasi pendirian pabrik industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit di Kalimantan Timur
25
Tabel 15
Biaya Operasional Pabrik industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit di Kalimantan Timur
25
Tabel 16
Proyeksi Produksi dan Pendapatan Usaha Industri Hilir/Oleokimia Dasar Berbasis Minyak Sawit di Kalimantan Timur
26
Hasil Perhitungan Kriteria Kelayakan Investasi Industri Oleokimia Dasar Berbasis Minyak Sawit di Kalimantan Timur
27
Tabel 14
Tabel 17 Tabel 18
Hilir/
Analisis Sensitivitas Industri Hilir/Oleokimia Dasar Berbasis Minyak sawit di Kalimantan Timur
DAFTAR GAMBAR iv
27
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
Gambar 1
Produk dari Fatty Alcohol
6
Gambar 2
Produk dari Glycerin
6
Gambar 3
Beberapa Produk dari Fatty Acid
6
Gambar 4
Produk dari Methyl Ester Berupa Biodiesel
7
Gambar 5
Skema Bahan Baku Oleokimia dan Turunannya
10
Gambar 6
Peta Kalimantan Timur
11
Gambar 7
Geoposisi Maloy
11
Gambar 8
Diagram proses pembuatan oleokimia Dasar
15
Gambar 9
Unit Proses Splitting Minyak Sawit
17
Gambar 10
Unit Fraksinasi Asam Lemak
17
Gambar 11
Aksesibilitas KIPI-Maloy
18
Gambar 12
Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Berdasarkan Padusrasi RTRWP Kaltim tahun 1999
19
v
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Diagram alir proses perizinan
32
Lampiran 2
Cashflow Industri Hilir/Oleokimia Dasar Berbasis Minyak Sawit di Kalimantan Timur
33
Hasil Analisis Kelayakan Proyek Pengembangan Industri Hilir/Oleokimia Dasar Berbasis Minyak Sawit di Kalimantan Timur
35
Lampiran 3
vi
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya sangat penting dalam penerimaan devisa negara, penyerapan tenaga kerja serta pengembangan perekonomian rakyat dan daerah. Untuk lebih meningkatkan peran kelapa sawit tersebut, berbagai usaha perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah minyak sawit, diantaranya adalah dengan melakukan diversifikasi produk menjadi produk-produk oleokimia seperti oleokimia dasar, pelumas, bahan kosmetik, surfaktan, plasticizer, sabun dan biolilin. Nilai tambah produk-produk tersebut berkisar antara 4-5 kali dari harga minyak sawit (PPKS, 2003). Industri yang menggunakan bahan baku minyak sawit menjadi produk non pangan masih relatif kecil. Pada tahun 1996, dari total konsumsi minyak dunia yaitu 96,9 juta ton yang terdiri dari minyak sawit dan inti sawit sekitar 18,6% hanya 14 juta ton saja digunakan untuk bahan baku non pangan terutama oleokimia. Penggunaan tersebut antara lain untuk sabun 55%, fatty acids 15%, fatty alcohol 10%, gliserin 6%, methyl ester sulphonate 4% dan yang lainnya sekitar 10%. Produk hilir, non pangan mempunyai nilai tambah yang tinggi. Akan tetapi industri nonpangan/oleokimia indonesia kurang berkembang terutama apabila dbandingkan dengan Malaysia. Beberapa penyebab kurang berkembangnya industri oleokima Indonesia adalah karena besarnya investasi industri tersebut serta terbatasnya pasar oleokimia dunia. Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur telah melihat potensi dan peluang pengembangan produk hasil tanaman sawit. Hal ini dapat dilihat adanya rencana Pemprov Kaltim untuk mengembangkan kluster industri dan pelabuhan internasional (KIPI) berbasis kelapa sawit di Maloy Katim untuk mendukung Indonesia sebagai Negara pengekspor CPO menuju penghasil berbagai produk turunan CPO dan meningkatkan berbagai nilai tambah produk turunan CPO melalui inovasi dan diversifikasi produk turunan CPO baik untuk bahan pangan maupun non pangan di wilayah timur Indonesia. Luas tanam kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Salah satu Provinsi yang mengalami peningkatan luas lahan sawit cukup besar adalah Provinsi Kalimantan Timur. Luas tanam perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Timur dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Jumlah luas tanam kelapa sawit tahun 2004 sebesar 171.580,50 ha dengan jumlah produksi 957.058 ton, tahun 2008 meningkat menjadi 409.564 ha dengan produksi 1.664.311 ton. Hasil produksi kelapa sawit yang semakin meningkat ini berpotensi untuk diolah menjadi produk yang lebih mempunyai nilai tambah seperti hasil industri oleokimia dari bahan kelapa sawit. Dalam upaya memberikan informasi yang benar dan tepat kepada investor, diperlukan profil proyek investasi yang menggambarkan sumberdaya dan prospektif pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit di Kalimantan Timur. 1.2.
Maksud dan Tujuan Studi
Studi ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data dan kajian mengenai prospektif komoditas kelapa sawit sebagai komoditas unggulan daerah yang memiliki prospek baik untuk memasok kebutuhan domestik maupun pasar internasional, untuk selanjutnya sebagai bahan untuk membuat profil proyek komoditas unggulan. Secara spesifik, tujuan studi ini sebagai berikut : a. Identifikasi pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit berdasarkan aspek sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan infrastruktur yang prospektif untuk diusahakan oleh Investor.
1
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
b. c.
1.3. a. b.
Mengkaji kelayakan pengembangan industri hilr/oleokimia dasar berbasis minyak sawit dari aspek pasar, teknis, finansial, serta manfaat/dampak bagi perekonomian daerah. Menyusun profil project investasi pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit dari aspek kelayakan secara pasar, teknis, dan finansial, serta potensial untuk ditawarkan kepada investor. Manfaat Studi Hasil studi ini merupakan dokumen yang diharapkan dapat bermanfaat bagi: Sebagai informasi bagi investor luar negeri maupun lokal untuk membangun dan mengembangkan usaha pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit di Kalimantan Timur. Sebagai dasar dan informasi bagi pemerintah daerah untuk membuat kebijakan dalam pembangunan dan pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit di Kalimantan Timur.
2
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
II.
SITUASI PEMASARAN
2.1. Pasar Dunia dan Pasar Domestik 2.1.1. Pasar Dunia Industri oleokimia merupakan industri yang strategis karena selain keunggulan komparatif yakni ketersediaan bahan baku yang melimpah juga memberikan nilai tambah produksi yang cukup tinggi yakni di atas 40 persen dari nilai bahan bakunya yakni CPO dan PKO. Industri oleokimia berkembang di beberapa Malaysia, Philipina, China, dan India dengan sangat pesat. Permintaan di dunia dan Asia Tenggara atas produk oleokimia sebagai berikut : Tabel 1. Kapasistas dan Kebutuhan Oleokimia Dasar Dunia (ribu ton) Kawasan
Tahun 2000 Kap
Fatty Acids Methyl Esters Fatty Alcohol Glycerol
Asia Tenggara Dunia Asia Tenggara Dunia Asia Tenggara Dunia Asia Tenggara Dunia Total Asia Tenggara Dunia Sumber: GIS dok.
Demand
1500 530 600 1300 400 2000 230 1100 2730 9700
Tahun 2005 Utilisasi (%)
580 3000 360 100 74 1600 17 600 1031 6200
Kap
36,67 56,60 60 76,92 18,50 80 7,39 54.55 37,77 63,93
Demand
Utilisasi (%)
680 3600 370 1100 90 1800 26 700 1166 7200
30,91 58,06 57,81 84,62 18,37 75 8,97 58,33 31,21 64,86
2200 6200 640 1300 490 2400 290 1200 3620 11100
Tabel 2. Negara Produsen Utama CPO (Crude Palm Oil) Dunia Tahun 2000-2007 (ribu ton) Negara
Produksi CPO
Malaysia
2000 10.842
2001 11.804
2002 11.909
2003 13.355
2004 13.976
Indonesia
7.050
8.080
9.370
10.530
12.350
Nigeria Columbia Cote D’Ivore
740 524 278
770 548 205
775 528 240
785 527 220
790 632 270
2005 14.96 2 14.07 0 800 661 260
2006 15.881
2007 15.823
15.900
16.800
815 708 265
835 780 320
Sumber : Ditjenbun, 2009.
Berdasarkan data dari tahun 2000-2007 menunjukkan bahwa Uni Eropa, Cina, dan India merupakan negara importir CPO terbesar di dunia dengan tingkat konsumsi CPO rata-rata pertahun sebesar 3,78 juta ton, 3,65 juta ton dan 3,55 juta ton. Tabel 3. Negara Importir Utama CPO (Crude Palm Oil) Dunia Tahun 2000-2007 (ribu ton) Negara Cina Uni Eropa Pakistan India Mesir
Jumlah Impor CPO 2000 1.764 2.419 1.107 3.650 524
2001 2.120 3.019 1.325 3.492 525
2002 2.660 3.370 1.300 3.461 611
2003 3.353 3.593 1.468 4.067 678
2004 3.851 3.945 1.432 3.451 702
2005 4.320 4.470 1.646 3.315 774
2006 5.462 4.674 1.736 3.198 770
2007 5.730 4.803 1.654 3.690 849
Sumber: Ditjenbun, 2009
3
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
2.1.2. Pasar Domestik Oleokimia adalah penggunaan CPO untuk produk kimia. Kapasitas produksi industri oleokimia dasar di Indonesia masih relatif kecil, padahal mempunyai nilai tambah yang cukup besar. Oleokimia semula merupakan produk alternatif terhadap petrokimia, namun dalam perjalanannya oleokimia semakin mendominasi pasokan industri kimia lanjut tertentu khususnya industri toiletries dan personal care (hair care seperti shampoo, bahan pembersih seperti sabun dan deterjen). Industri oleokimia dasar yaitu fatty acid, glycerine dan fatty alcohol mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Pada tahun 1988 produksi oleokimia dasar Indonesia baru mencapai 79,50 ribu ton, naik menjadi 217,70 ribu ton pada tahun 1993 dan menjadi 652 ribu ton pada tahun 1998 atau tumbuh dengan laju sekitar 23,50 persen per tahun. Industri oleokimia di Indonesia merupakan industri yang memiliki backup bahan baku yang sangat melimpah karena Indonesia merupakan produsen bahan baku bagi industri ini yakni CPO terbesar di dunia. Meskipun memiliki industri bahan baku yang melimpah, namun perkembangan industri ini masih kalah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia yang kapasitas produksinya mencapai dua kali lipat dari Indonesia. Sebagai gambaran, Indonesia menguasai sekitar 12 persen permintaan oleochemical dunia yang mencapai enam juta metrik ton per tahun, sementara Malaysia mencapai 18,6 persen. Industri ini tidak lepas dari permasalahan di dalam negeri yang salah satunya adalah jaminan pasokan bahan baku berupa CPO yang belum sepenuhnya teratasi karena produksi CPO lebih banyak diekspor daripada dipasok ke industri dalam negeri. 2.1.2.1. Gambaran produk Oleokimia merupakan produk kimia yang berasal dari minyak atau lemak, baik nabati maupun hewani. Pembuatannya dilakukan dengan cara memutus struktur trigliserida dari minyak atau lemak tersebut menjadi asam lemak dan gliserin, atau memodifikasi gugus fungsi karboksilat dan hidroksilnya, baik secara kimia, fisika maupun biologi. Oleokimia dibagi menjadi dua yaitu oleokimia dasar dan turunannya atau produk hilirnya. Oleokimia dasar terdiri atas fatty acid, fatty methylester, fatty alcohol, fatty amine dan gliserol. Selanjutnya produk-produk turunannya antara lain adalah sabun batangan, detergen, sampo, pelembab, kosmetik, bahan tambahan untuk industri plastik, karet dan pelumas. Dalam perdagangan dikenal dua jenis oleokimia, yaitu oleokimia alami dan oleokimia buatan. Oleokimia alami diperoleh dari minyak nabati atau lemak hewan dan bersifat mudah terurai. Industri oleokimia dapat mengkonversi minyak sawit menjadi oleokimia. Oleokimia buatan diperleh dari minyak bumi (petrokimia) seperti propilen dan etilen yang bersifat tidak mudah terurai. Tidak semua produk oleokimia dapat disubsitusikan oleh prosuk petrokimia. Hanya gliserol dan fatty alcohol yang dapat disubsitusi menggunakan propilen dan etilen sebagai bahan baku. Industri oleokimia yang dimaksud dalam tulisan ini adalah industri antara yang berbasis minyak kelapa sawit (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). Dari kedua jenis produk ini dapat dihasilkan berbagai jenis produk antara sawit yang digunakan sebagai bahan baku bagi industri hilirnya baik untuk kategori pangan ataupun non pangan. Diantara kelompok industri antara sawit tersebut salah satunya adalah oleokimia dasar (fatty acid, fatty alcohol, fatty amines, methyl esther, glycerol). Produkproduk tersebut menjadi bahan baku bagi beberapa industri seperti farmasi, toiletries, dan kosmetik. Fatty alcohol sebagian besar digunakan untuk produksi deterjen sebesar 48 persen dan pembersih kemudian disusul oleh penggunaan sebagai bahan antioksidan sebesar 11 persen. Sedangkan glycerin banyak digunakan antara lain untuk sabun, kosmetik dan obat-obatan yang mencakup 37 persen dari total konsumsi material ini.
4
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
Kelompok produk lainnya yag cukup banyak menggunakan glycerin adalah Alkyd resin dan makanan masing-masing 13 dan 12 persen.
Gambar 1. Beberapa Produk dari Fatty Acid
Asam lemak metil ester (Fatty methylester) mempunyai peranan utama dalam industri oleokimia. Metil ester digunakan sebagai senyawa intermediate untuk sejumlah oleokimia yaitu seperti fatty alcohol, alkanolamida, a-sulfonat, metil ester, gliserol monostearat, surfaktan gliserin dan asam lemak lainnya. Perusahaan Lion of Japan bahkan telah menggunakan metil ester untuk memproduksi sabun mandi yang berkualitas, selain itu metil ester saat ini telah digunakan untuk membuat minyak diesel sebagai bahan bakar alternatif. Metil ester mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan asam lemak (fatty acid), diantaranya yaitu: 1) Pemakaian energi sedikit karena membutuhkan suhu dan tekanan lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak; 2) Peralatan yang digunakan murah. Metil ester bersifat non korosif dan metil ester dihasilkan pada suhu dan tekanan lebih rendah, oleh karena itu proses pembuatan metil ester menggunakan peralatan yang terbuat dari karbon steel, sedangkan asam lemak bersifat korosif sehingga membutuhkan peralatan stainless steel yang kuat; 3) lebih banyak menghasilkan hasil samping gliserin yaitu konsentrat gliserin melalui reaksi transesterifikasi kering sehingga menghasilkan konsentrat gliserin, sedangkan asam lemak, proses pemecahan lemak menghasilkan gliserin yang masih mengandung air lebih dari 80%, sehingga membutuhkan energi yang lebih banyak; 4) metil ester lebih mudah didistilasi karena titik didihnya lebih rendah dan lebih stabil terhadap panas; 5) dalam memproduksi alkanolamida, ester dapat menghasilkan superamida dengan kemurnian lebih dari 90% dibandingkan dengan asam lemak yang menghasilkan amida dengan kemurnian hanya 65-70%; 6) metil ester mudah dipindahkan dibandingkan asam lemak karena sifat kimianya lebih stabil dan non korosif. Metil ester dihasilkan melalui reaksi kimia esterifikasi dan transesterifikasi. 2.1.2.2. Kapasitas Produksi oleokimia Perkembangan industri oleokimia di Indonesia masih belum semaju dibandingkan dengan negara Malaysia yang juga memiliki industri kelapa sawit. Kondisi ini tidak terlepas dari strategi pengembangan industri sawit Indonesia yang pada awalnya lebih ditekankan sebagai industri primer yakni CPO terutama untuk diekspor sebagai sumber devisa non migas. Berbeda dengan Malaysia yang
5
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
mengembangkan industri sawitnya secara bersama dengan pengembangan industri hilir oleokimia. Industri oleokimia dasar Indonesia sendiri masih mengalami kendala dalam hal pemenuhan kebutuhan bahan baku. Industri oleokimia dasar Indonesia memiliki pangsa produksi sebesar 9 % produksi oleokimia dasar dunia dan 31,6 % produksi oleokimia dasar Asia Tenggara. Hal ini disebabkan karena kecenderungan untuk mengekspor CPO dalam bentuk primernya. Di wilayah ASEAN Indonesia di wilayah ASEAN merupakan produsen ketiga setelah Malaysia dan Filipina. Malaysia tercatat memilki pangsa produksi sebesar 18,6 % produksi oleokimia dasar dunia dan 65 % produksi oleokimia dasar Asia Tenggara. Tabel 4. Pabrik Oleokimia Indonesia No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kapasitas Produksi (ton/tahun) 130,000 211,000 51,570 355,000 88,000 115,000 100,000 100,000 100,000
Perusahaan PT Cisedane Raya Chemical PT Ecogreen Oleochemical PT Flora Sawita Chemindo PT Musim Mas PT SOCI PT Sumi Asih PT Sawit Mas (Perusahaan Baru) PT Panca Nabati Prakarsa (baru) PT Permata Hijau Sawit (baru)
Sumber: Gis.dok
Jenis oleokimia yang diproduksi oleh industri oleokimia di wilayah Jawa sudah sampai turunan tingkat II yaitu fatty acids dan fatty alcohol, dilain pihak di wilayah Jawa dan Batam telah memproduksi surfaktan. Untuk produksi Fatty Alcohol, industri oleokimia di wilayah Sumatera telah memproduksi produk turunan alcohol sulfat, etoksilat dan beberapa beberapa surfaktan primer lain ang berbasis alcohol yaitu alcohol etersulfat, sodium alkyl, eterosulfat, fatty alcohol sulfat dan metilester (Hadi Soebroto, dalam bisnis Indonesia, 2006). Pada tahun 2005 kapasitas industri oleokimia mencapai 700.000 ton. Sekitar 500.000 ton kapasitas industri oleokimia berada di wilayah Sumatera sedangkan sisanya berada di wilayah Jawa. Sekitar 90% dari total produk yang dihasilkan didistribusikan untuk pasar ekspor. Pada tahun 2007 kapasitas produksi industri oleokimia mencapai 870 ribu ton darisembilan perusahaan. Industri oleokimia di Indonesia hanya berkembang di beberapa daerah, umumnya berada di kota-kota besar yang dilengkapi fasilitas pelabuhan. Industri oleokimia tersebar di Propinsi Sumetera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur (www.LIPI.go.id). Perkembangan tiga jenis industri oleokimia dasar (fatt acids, fatty alcohol, dan glycerol). Tabel 5. Perkembangan Tiga Jenis Industri Oleokimia Dasar tahun 2006-2007 Uraian
Fatty 2006 887.270 745.307 84 186.327
Acids 2007 887.270 754.180 85 188.545
Kapasitas (ton) Produksi (ton) Utilisasi kapasitas (%) Kebutuhan dalam negeri (ton) Sumber: Departemen Perindustrian, 2007.
Fatty Alcohol 2006 2007 160.800 300.000 120.600 237.000 75 79 49.037 60.139
2006 84.956 43.328 51 13.337
Glycerol 2007 131.919 71.236 54 14.137
2.1.2.3. Ketersediaan Bahan Baku Oleokimia Bahan baku oleokimia di Indonesia adalah CPO dan PKO. Tahun 2003 sampai 2008 kebutuhan CPO dan PKO untuk industri hilir terus meningkat setiap tahun. Kebutuhan CPO paling besar terjadi pada industri minyak goreng, dengan rata-rata
6
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
kebutuhan mencapai 4,21 juta ton per tahun. Sedangkan total kebutuhan CPO dalam negeri untuk industri hilir mencapai 5,43 juta ton per tahun. Tabel 6. Produksi, Ekspor, dan Konsumsi Minyak Inti Sawit Indonesia (1000T) TAHUN
PRODUKSI
EKSPOR
KONSUMSI
2004
1.281
904
403
2005
1.460
1.043
402
2006
1.682
1.274
440
2007
1.820
1.335
475
2008
2.065
1.516
509
Sumber : Oil World Database, 2008.
Tabel 7. Produksi, Ekspor, dan Konsumsi Minyak Sawit Indonesia (1000T) TAHUN
PRODUKSI
EKSPOR
KONSUMSI
2004
12.380
8.996
3.347
2005
14.100
10.436
3.546
2006
16.050
12.540
3.711
2007
17.100
12.650
4.105
2008
19.330
14.470
4.430
Sumber : Oil World Database, 2008.
Tabel 8. Perkembangan Kebutuhan CPO (Crude Palm Oil) Untuk Industri Hilir Tahun 2003-2008 (ribu ton) Minyak Tahun Margarine Sabun Oleokimia Jumlah goreng 2003 3.750 250 260 620 4.880 2004 4.100 250 260 620 5.230 2005 4.200 270 275 630 5.375 2006 4.300 297 300 650 5.545 2007 4.400 297 300 650 5.647 2008 4.500 347 350 841 6.038 Sumber: Ditjenbun, 2009 (diolah) dalam Hafizah, 2009.
Tabel 9. Luas Lahan Kelapa sawit dan CPO di 22 Propinsi di Indonesia No. Propinsi Luas Lahan (ha) Produksi CPO (ton) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Bengkulu Sumatera Selatan Lampung Bangka Belitung Banten Jawa Barat Kalimantan Barat Kalimantan Tengah
268.288 1.044.230 321.028 1.049.715 14.906 448.027 162.440 606.667 163.154 138.367 17.322 10.666 434.459 467.120
703.086 3.350.393 917.149 3.817.757 36.363 1.102.075 348.652 1.700.850 416.834 386.533 45.580 32.752 1.078.977 922.113
7
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
15 16 17 18 19 20 21 22
Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Sulawesi Barat Sulawesi tengah Irian Jaya Barat Papua Jumlah
146.320 219.906 19.244 613 61.590 53.220 18.502 43.232 6.084.041
226.502 389.521 50.832 2.199 160.334 150.360 44.635 127.063 16.000.466
Sumber : Sjafran, 2009.
2.2.
Struktur Industri
Industri Hilir/oleokimia dasar memiliki produk turunan dan aplikasi produk yang sangat beragam. Oleokimia dasar berupa Glycerol, fatty acid, fatty acid methyl ester dapat dibuat dari minyak dan lemak . Oleokimia dasar ini dapat diproses lebih lanjut menjadi produk-produk turunannya. Struktur bahan baku oleokimia dasar dan produk turunan disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Skema Bahan Baku Oleokimia dan Turunannya
8
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
III.
POTENSI DAERAH DAN TEKNIS PRODUKSI
3.1.Potensi Usaha Industri Oleokimia Berbasis Minyak Sawit 3.1.1. Potensi Lokasi Kab. Nunukan Kab. Tana Kota Tarakan Kota. Tarakan Tidung Tidung Kab. Bulungan Kab. Bulungan Kab. Malinau Kab. Malinau Kab. Berau Kab. Kutai Timur Kab. Kutai Timur Kota Bontang
Kab. Kutai Barat
Kota Bontang Kab. Kutai KartanegaraKota Samarinda Kota Samarinda
Kab. Kutai Barat
Kota Balikpapan Kab. Penajam Paser Utara Kab. Pasir
Gambar 3. Peta Kalimantan Timur
Salah satu upaya untuk mendukung pengembangan industri produk turunan CPO, Pemerintah Daerah telah merencanakan suatu kawasan industri berbasis minyak sawit di Maloy Kabupaten Kutai Timur tepat berada di pesisir laut pada ALKI II. Maloy merupakan suatu daerah yang akan didirikan sebagai kawasan pemasaran terpadu terbesar di Kalimantan Timur pada khususnya dan kalimantan pada umumnya. Tujuan pembangunan kawasan ini adalah menjadi sentral aliran barang dan jasa yang dihasilkan
Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km2 terletak antara 113º44’ Bujur Timur dan 119º00’ Bujur Timur serta diantara 4º24’ Lintang Utara dan 2º25’ Lintang Selatan. Dengan adanya perkembangan dan pemekaran wilayah, provinsi terluas kedua setelah Papua ini dibagi menjadi 10 (sepuluh) kabupaten, 4 (empat) Kota, 136 kecamatan dan 1.410 desa/kelurahan. Kesepuluh Kabupaten tersebut adalah Pasir dengan ibukota Tanah Grogot, Kutai Barat dengan ibukota Sendawar, Kutai Kartanegara dengan ibukota Tenggarong, Kutai Timur dengan ibukota Sengatta, Berau dengan ibukota Tanjung Redeb, Malinau dengan ibukota Malinau, Bulungan dengan ibukota Tanjung Selor, Nunukan dengan ibukota Nunukan, Penajam Paser Utara dengan ibukota Penajam, dan Tana Tidung dengan ibukota Tideng Pale. Sedangkan keempat kota adalah Balikpapan, Samarinda, Tarakan dan Bontang.
Gambar 4. Geoposisi Maloy
9
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
oleh berbagai sektor pertanian,industri, pertambangan dan migas melalui rangkaian tahap aktivitas pemasaran, baik yang berasal dari interregional Maloy/Kutim maupun kalimantan Timur. Secara geografis, keuntungan komparatif yang dimiliki daerah Maloy adalah terletak di Kawasan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 2, berhadapan langsung dengan Selat Makassar, memilki keterkaitan maritim yang erat dengan ALKI 1 dan ALKI 3, yang pelayaran nasional maupun internasional. Maloy terletak pada jalur poros regional lintas trans Kalimantan, yang merupakan kawasan segitiga pertumbuhan Sengata–Muara Wahau– Sangkulirang. Interregional Maloy meliputi daerah industri dan perkebunan Sangkulirang, Sandaran dan Sangkolirang. Selain itu, Maloy juga merupakan pintu gerbang ekonomi wilayah Indonesia Selatan, sehingga tidak menutup kemungkinan daerah tersebut akan menjadi pusat pemasaran terpadu terbesar di Kalimantan Timur. Dalam mendukung kinerja optimal dari kawasan pemasaran terpadu Maloy, maka dibangun beberapa fasilitas produksi dan perdagangan bertaraf nasional dan internasional meliputi Pelabuhan Laut Internasional dan Pelabuhan Container, Bandar Udara Internasional, Jalan dan Jembatan, Jalan Kereta Api, Perumahan Rakyat, Sistem Informasi & Teknologi, telekomunikasi, Instalasi Air Minum, Pembangkit Tenaga Listrik (hingga pedesaan), Kawasan Industri dan Logistic Centers, Kilang Minyak (Refinery) Selain keberadaan infrastruktur dan suprastruktur (tahap perencanaan pembangunan), Maloy juga memiliki potensi sumber daya alam disektor pertanian serta pertambangan dan migas. Hasil produksi sektor pertambangan dan migas terdiri dari minyak bumi dan gas, batu bara, emas, besi, batu gamping (limestone), lempung, gipsum (gyps), pasir kuarsa (quarzt sand), logam, non logam, dan antimony, secara aktual, sektor ini memiliki lapangan berproduksi, lapangan tidur, dan aktivitas eksplorasi. Sedangkan sektor pertanian terdiri dari perkebunan, perikanan dan kelautan, kehutanan. 3.2. Potensi Produksi dan Ketersedian Sumberdaya 3.2.1. Potensi Produksi Pabrik-pabrik pengolahan kelapa sawit di Kalimantan Timur hingga saat ini hanya mengolah kelapa sawit dari TBS hingga menjadi CPO dan PKO saja. Pembangunan industri hilir yang telah direncanakan adalah pengembangan pabrik minyak sawit yang terfokus pada Kabupaten Kutai Timur, Berau, Kutai Barat, dan Samarinda. Hal ini menunjukkan bahwa potensi pengolahan untuk industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit untuk produk non pangan masih sangat berpeluang untuk dikembangkan. 3.2.2. Ketersediaan Sumberdaya Sumberdaya yang sangat mendukung bagi perkembangan industri oleokimia dasar berbasis minyak sawit di Kalimantan Timur meliputi: lahan, bahan baku, serta tenaga kerja. 3.2.2.1. Lahan Sumberdaya alam yang berpeluang untuk pengembangan kelapa sawit di Kalimantan Timur menurut Sjafran (2009): Kawasan Budidaya kehutanan (KBK): 7,7 ha Kawasan Hutan Lindung :1,5 juta ha Kawasan Budidaya: 6,5 ha Non Kehutanan Kawasan (Lahan) sesuai potensial untuk kelapa sawit: 4,5 juta ha Luas tanaman kelapa sawit yang mampu menjadi kebun penyuplai TBS untuk diolah menjadi CPO di Kalimantan Timur sebanyak 311.933 ha yang tersebar di 8 (delapan ) kabupaten. Adapun luas tanam di masing-masing kabupaten sebagai berikut:
10
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
Tabel 10. Luas Lahan Penanaman Kelapa Sawit di Kalimantan Timur Tahun 2008 No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Kabupaten Paser Kutai Barat Kutai Kartanegara Kutai Timur Berau Bulungan Nunukan PPU Jumlah
Luas Lahan (ha) 14.798,00 5.371,00 73.371,00 113.902,00 30.979,00 8.255,00 43.832,50 20.884,50 311.933,00
Sumber: Badan Pusat Statistik Kalimantan Timur, 2009.
Berdasarkan data tersebut diatas, jika diasumsikan dari lahan seluas 1 ha mampu menghasilkan 2,63 ton CPO, maka kebutuhan CPO yang dapat disuplai di Kalimantan Timur adalah sebesar 820.383 ton per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kebun kelapa sawit di Kalimantan Timur mampu mensuplai kebutuhan bahan baku berupa CPO bagi pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit di Kalimantan Timur. 3.2.2.2. Bahan Baku Ketersediaan bahan baku industri oleokimia dasar berbasis minyak sawit di Kalimantan Timur dapat disuplai dari pabrik pengolahan kelapa sawit yang ada di berbagai Kabupaten. Gambaran perkembangan pabrik pengolahan kelapa sawit di Kalimantan Timur sampai dengan tahun 2008 disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Jumlah dan Kapasitas Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit di Kalimantan Timur 1
PT REA KALTIM Plantation
Kapasitas (Ton TBS/jam) 80
2
PT REA KALTIM Plantation
60
3
PT Swakarsa Sinar Sentosa
90
4
PT Krisna Data Agarindo
45
5 6
PTPN XIII (Kebun Tabara) PTPN XIII (Kebun Long Pinang) PTPN XIII (Kebun Jati) PT Waru Kaltim Plantation PT Nunukan Jaya Lestari PT Etam Bersama Lestari
30 60
PT Argo Bintang Dharma Nusantara PT Nunukan Sawit Mas Excoimsmart PT Tanjung Bayu Plantation PT Karang Joang Hijau Lestari Jumlah
30
Desa Long Kali Kab. Paser Kec. Waru Kab.PPU Kec. Nunukan Kab. Nunukan Kec. Kombeng Kab. Kutai Timur Kec. Kuaro Kab. Paser
15
Kec. Lumbis Kab. Nunukan
60 60
Kec. Talisayan Kab. Berau Kec. Sebuku Kab. Nunukan
No.
7 8 9 10 11 12 13 14
Nama Perusahaan
60 60 30 30
Lokasi Kec. Kembang Janggut Kab. Kutai Kartanegara Kec. Kembang Janggut Kab. Kutai Kartanegara Kec. Muara Wahau Kab. Kutai Timur Kec. Muara Wahau Kab. Kutai Timur Desa Samuntai Kab. Paser Desa Long Pinang Kab. Paser
730
Sumber: Sjafran, 2009.
Berdasarkan ketersediaan pabrik pengolahan kelapa sawit sebagai penyedia bahan baku oleokimia dasar berupa CPO dan kebijakan yang mendukung, maka kabupaten yang potensial untuk pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit di Kalimantan Timur adalah Kabupaten Kutai Timur. Hal ini
11
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
didukung dengan adanya kebijakan pemeritah pusat yang menetapkan Kalimantan Timur sebagai kluster indutri oleokimia di Indonesia dan adanya pengembangan Maloy sebagai KIPI. 3.2.2.3. Tenaga Kerja Angkatan kerja di Kalimantan Timur pada tahun 2008 sebanyak 1.416.963 orang. Angkatan kerja di sektor perkebunan memang masih didominasi oleh lulusan SD dan SLTP sekitar 66,19%. Tenaga kerja yang berasal dari pendidikan pertanian (SMK maupun lulusan perguruan tinggi yang tersebar di Kalimantan Timur) dapat mendukung industri oleokimia dasar dengan ditunjang pelatihan-pelatihan sebelumnya. 3.3.
Teknis Produksi
Oleokimia adalah bahan kimia yang diturunkan dari minyak atau lemak melalui proses splitting triagliserol menjadi derivat asam-asam lemaknya dan gliserol. Minyak atau lemak dapat dilakukan secara kimia maupun enzymatis. Bahan kimia dapat diturunan juga dari minyak bumi/petrokimia. Keunggulan oleokimia dari petrokimia ialah bahwa oleokimia adalah produk yang terbarukan, biodegradable, lebih aman. Oleokimia dasar yang banyak diproduksi antara lain fatty acids, fatty methyl ester, fatty alcohols, fatty amines dan gliserol. Oleokimia dasar tersebut dapat diproses lebih lanjut menjadi produk akhir yng mempunyai nilai lebih tinggi. Berbagai contoh jenis oleokimia dasar dan aplikasinya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 12. Berbagai jens produk oleokimia dasar dan aplikasinya Minyak/lemak
Crude Palm Oil (CPO) Palm kernel oil (PKO) Refined Bleaced Deodorized palm oil (RBDPO) Olein Stearin
Oleokimia dasar
Fatty acids Fatty methyl ester Fatty alkyl ester Gliserol Fatty alcohols Primary fatty amines Secondary fatty amines Tertiary fatty amines
Produk turunan Monoglyceride Medium chain triglycerides Sabun Methyl ester sulfonat Fatty alcohol ester sulfat Fatty acid ethoxylate
Aplikasi
Emulsifier Detergent Farmasi Kosmetik
Sumber: Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2003.
Produksi oleokimia dasar yang telah dilakukan dalam industri adalah melalui proses termik (menggunakan suhu 2500C dan tekanan sekitar 50 atm), yaitu, melalui proses pemecahan lemak (fat splitting), esterifikasi, transesterifikasi dan hidrogenasi (Gambar 8). Proses tersebut memerlukan energi tinggi serta investasi peralatan yang mahal dan mutu produk yang dihasilkan tidak terlalu baik ditinjau dari warna dan baunya sebagai akibat proses panas tersebut ( Brady et al., 1988). Alternatif lain untuk proses termik tersebut adalah reaksi enzimatik yang memanfaatkan enzim lipase dari mikroorganisme sebagai biokatalisator bagi reaksi penguraian minyak atau lemak (hidrolisis) menjadi gliserin asam-asam lemak murni tersebut, maka asam lemak hasil hidrolisis tersebut difraksinasi dengan cara destilasi. Kelebihan dari proses enzimatik ini adalah tidak diperlukan energi tinggi, investasi peralatan tidak mahal, lebih aman terhadap lingkungan dan produk yang dihasilkan lebih baik mutunya. Lipase bekerja pada kondisi suhu 30–400C dan tekanan udara 1 atm, sehingga dapat diperoleh produk dengan mutu yang lebih baik karena kondisi prosesnya menunjang kebutuhan tersebut atau tidak mendegradasi produk yang dihasilkan (Yamane et. Al., 1982). Menurut Iwai dan Tsujisaka (1984), lipase dapat dihasilkan dari sumber nabati seperti dari kacang-kacangan, dari sumber hewani seperti kelenjar pankreas babi, dan yang
12
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
paling potensial adalah dari mikroorganisme, karena mikroorganisme tersebut dapat berkembang biak dengan cepat. Dengan demikian lipase pun akan lebih cepat diproduksi. Mikroorganisme penghasil lipase tersebut terdapat di Indonesia dan cukup potensial, yaitu dari bakteri, kapang dan khamir. Diagram proses pembuatan oleokimia dari minyak sawit maupun inti sawit melalui proses splitting dapat dilihat pada Gambar 5. Palm Oil Palm Kernel Oil
Pre-Treatment
Methanolysis
Fat Splitting
Crude methyl esters
Crude Fatty Acid
Distillation
Distillation
Esterification
Hydrogenation
Distilled methyl esters
Distilles fatty acids
Distillation
Hydrogenated Fatty acids
Hidrogenation
Neutralization
Distilled ester
Sweet Water
Pre-Treatment
Evaporation
Fractionation
Bleaching
Fatty alcohol
Fractionation
Soap
Distilled Hdrogenated fatty acids
Fractionated fatty acids
Esterification
USP grade glycerin
Distillation
Distilled Fractionated ester
Fractionated fatty alcohols
Gambar 5. Diagram proses pembuatan oleokimia Dasar
Produksi fatty acids melibatkan pretreatment dengan asam phospat untuk menghilangkan phosphatida-phosphatida. Umumnya untuk minyak inti sawit tidak memerlukan pre-treatment, karena minyak tersebut relatif bersih. Namun untuk minyak sawit mentah (CPO) diperlukan proses pre-treatment untuk menghilangkan gum dan bahan padatan lainnya. Selanjutnya minyak displit menggunakan demineralized water pada suhu 250-1550C dan tekanan 50-55 bar. Produk yang dihasilkan berupa campuran asam lemak dan glyserin sekitar 15%. Campuran asam lemak dan glserin dimurnikan untuk menghilangkan warna, glyserida, bahan tak tersabunkan dan asam lemak yang terpolimer dengan cara distilasi atau pemisahan asam-asamnya dengan distilasi fraksinasi. Proses hidrogenasi dapat juga dilakukan untuk menghasilkan asam lemak jenuh dengan kualitas tinggi. Asam lemak tersebut diatas dapat direaksikan lebih lanjut menjadi produk oleokimia dasar lainnya seperti fatty methyl ester dan fatty alcohol. Pembuatan methyl ester dapat melalui jalur esterifikasi yaitu reksi antara asam lemak dan methanol menggunakan katalis asam atau jalur transesterifikasi antara minyak sawit dan methanol menggunakan katalis basa. Transesterifikasi minyak menjadi methyl ester dapat dilakukan dalam satu step atau dua step tergantung pada kualitas bahan baku
13
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
yang digunakan. Jika bahan baku mengandung asam lemak bebas > 5% maka proses perlu dilakukan dalam dua step yaitu step pertama merubah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak menjadi esternya dan kedua merubah minyak netral menjadi fatt methyl ester. Fatty alcohol dapat dibuat dengan mereaksikan fatty methyl ester dengan hydrogen menggunakan katalis logam. Unit peralatan yang diperlukan dalam industri oleokimia dasar untuk proses pre-treatment antara lain: a. Tank farm adalah tangki tempat penampungan bahan baku yang baru datang dan menampung produk yang sudah diproses. Disamping itu diperlukan satu unit tangki cadangan untuk mengantisipasi jika terjadi gangguan pada proses pengolahan atau untuk menampung bahan baku jika terjadi gejolak harga. Alat-alat ini masing-masing dilengkapi dengan alat pemanas khusus. Khusus untuk tangki penyimpan bahan baku, suhu dipertahankan 450C. Hal ini bertujuan untuk mempermudah menyalurkan CPO kebagian proses. Selain itu alat-alat ini juga dilengkapi dengan agitator untuk mencampur minyak dengan anti oksida serta dilengkapi dengan pompa-pompa yang digunakan untuk memompa minyak dari satu tangki ke tangki lain. b. Peralatan yang dibutuhkan dalam proses degumming antara lain tangki yang digunakan untuk memproses CPO dan H3PO4 (degumming), tangki yang digunakan untuk menyimpan H3PO4 dan kalsium karbonat. c. Peralatan yang dibutuhkan dalam proses bleaching antara lain tangki untuk menampung tanah pemucat, tangki untuk mencampur tanah pemucat dan minyak yang sudah mengalami proses degumming, Niagara filter yang digunakan untuk menyaring tanah pemucat dan penampung minyak hasil proses bleaching. Unit utama yang diperlukan untuk proses splitting dalam menghasilkan campuran fatty acids adalah unit splitter. Selanjutnya, campuran fatty acids tersebut dapat difraksinasi menjadi asam lemak tunggal yang mempunyai tingkat kemurnian tinggi (Gambar 6).
Gambar 6. Unit Proses splitting minyak sawit
14
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
Unit utama alat fraksinasi terdiri dari dua buah stripping tower yang sangat menentukan tingkat kemurnian produk asam lemak yang dihasilkan. Pada proses distilasi fraksinasi, kualitas asam lemak yang dihasilkan akan sangat tergantung pada bahan baku, desain alat fraksinasi (jumlah tray yang digunakan) dan kondisi operasinya. Unit fraksinasi asam lemak disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Unit Fraksinasi Asam Lemak
15
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
IV.
KEBIJAKAN DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG
Wilayah Maloy termasuk didalam rencana kawasan industri terpadu yang berada di pantai timur Provinsi Kalimantan Timur. Keadaan Perairan Pelabuhan Maloy yang berada di selat yang menjorok ke dalam membuat perairan Maloy ini cocok untuk dijadikan pelabuhan. Selain itu, akses lokasi Pelabuhan Maloy ini sangat dekat dengan laut Cina Selatan yang merupakan jalur perdagangan internasional.
Gambar 8. Aksesibilitas KIPI-Maloy
Kawasan Maloy yang memiliki kedalaman sekitar 16 meter, mampu menampung kapal-kapal besar untuk bersandar. Bahkan kapal-kapal luar negeri pun bisa berlabuh disana untuk melaukan bongkar muat barang. Letak pelabuhan Maloy cukup strategis untuk dijadikan Zona Ekonomi Special (ZES). Karena berada di posisi segitiga emas antara Sangatta, Muara Wahau dan Sangkulirang. Bukan saja itu, Maloy berhadapan dengan Selat Makassar, yang juga merupakan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II. Daerah hinterland untuk Pelabuhan Maloy meliputi kawasan Kutai Timur pada khususnya dan Kalimantan Timur pada umumnya. Hal ini dikarenakan Pelabuhan Maloy akan diproyeksikan sebagai outlet bagi komoditas CPO di Wilayah Timur Indonesia. 4.1. Infrastruktur 4.1.1. Pelabuhan Laut Kondisi Eksisting Pelabuhan Maloy Berdasarkan kajian Master Plan tahun 2009, lokasi pelabuhan untuk Outlet CPO dan turunannya ditetapkan di Sungai Golok yang masih dalam Maloy dengan spesifikasi kedalaman alur + 20 m LWS dan panjang dermaga + 200 m.
16
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
Gambar 9. Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Berdasarkan Padusrasi RTRWP Kaltim tahun 1999
Fasilitas Pelabuhan Maloy. Pada kondisi eksisting saat ini terdapat satu dermaga. Saat ini dermaga digunakan untuk berlabuhnya kapal-kapal kayu dengan kapasitas 1000 dwt yang mengangkut hasil logging. Fasilitas Pelabuhan Maloy saat ini: a. Kedalaman alur pelayaran : -5 s/d -11,5 m LWS b. Kedalaman kolam pelabuhan : -26 m LWS (maks) c. Total Panjang dermaga : 173 meter d. Kantor : 1 4.1.2. Alur Pelayaran ALKI II Dari sisi alur laut, Kalimantan Timur (khususnya kawasan Maloy) termasuk daerah dalam ALKI II tersebut. Pada alur ini terdapat potensi sebesar 42% total angkutan laut di Indonesia dengan jumlah volume ekspor/impor sebesar 84.713.662 Ton, volume domestik 17.749.480 Ton dan volume penumpang 5.059.330 orang (Ditjen Hubla, 2002). Pada kawasan di alur ini dari sisi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) telah ditetapkan 13 Kawasan Andalan (dari 108 Kawasan Andalan di Indonesia). Dari ke tiga belas kawasan andalan tersebut terdapat 4 Kawasan Andalan Laut yang berpotensi untuk dikembangkan, yaitu (1). KL Pulau Laut dengan sektor unggulan perikanan dan pertambangan, (2). KL Bontang dan sekitarnya (perikanan, pertambangan dan pariwisata, (3). KL Makassar (perikanan, pertambangan dan pariwisata) dan (4). Teluk Tomini dan sekitarnya dengan sektor unggulan perikanan dan pariwisata (Dep. Kimpraswil, 2002). 4.1.3. Pelabuhan Udara Transportasi udara ke wilayah dekat Kawasan Maloy terdapat 2 Pelabuhan udara yaitu Pelabuhan Udara PT. KPC di Tanjung Bara dan pelabuhan udara Pertamina di Sangkimah yang dapat didarati pesawat Cassa dengan kapasitas 21 penumpang. Transportasi udara dapat ditempuh 1 jam perjalanan dari Bandara Sepinggan, Balikpapan.
17
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
4.1.4. Rel Kereta Api Dalam pertemuan antara Presiden-RI dengan Putra Mahkota dan wakil perusahaan Ras Al Khaimah (RAK), diberitakan bahwa Indonesia dan Dubai telah sepakat melakukan kerjasama pembangunan jalur kereta api swasta di Indonesia sepanjang 130 Km dan fasilitas industri. Perusahaan Dubai MEC Coal dan MEC Infra, perusahaan patungan antara otoritas investasi Ras Al Khaimah dengan MEC Holdings telah mengajukan proposal pembangunan jalur kereta api sepanjang 130 Km untuk memfasilitasi transportasi di Kabupaten Kutai Timur Kalimantan Timur. 4.1.5. Ketenagalistrikan Kondisi ketenagalistrikan untuk kepentingan umum yang diusahakan oleh PT.PLN (Persero) di Ranting Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, sebagai berikut : Daya Terpasang : 14,50 MW Daya Mampu : 11,65 MW Beban Puncak : 10,20 MW Daftar Tunggu (Waiting List) 6,291 MVA dengan jumlah 3.553 calon pelanggan. 4.1.6. Kelembagaan Beberapa lembaga yang turut mendukung pengembangan inustri berbasis minyak sawit di Kabupaten Kutai Timur antara lain: a. Lembaga Keuangan (BPD Kaltim, BNI, Bank Mandiri, BRI). b. Perguruan Tinggi (Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian). c. Instansi terkait lingkungan Pemprov Kaltim dan Pemkab Kutim. d. Perusda Kutai Timur Investama. e. Pada Bulan September 2009 telah ada persetujuan BKPM atas nama PT. Batuta Chemical Industrial Park, berstatus PMA yang bergerak pada bidang Pembangunan dan Pengelolaan Kawasan Industri di Kab. Kutai Timur. 4.2.
Legalitas
Pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit di Kalimantan Timur didukung dengan adanya kebijakan nasional dan kebijakan daerah. 1. KEBIJAKAN NASIONAL • UU 5/1984 tentang Perindustrian. • UU 25/2007 tentang Penanaman Modal. • UU 26/2007 tentang Penataan Ruang. • UU 39/2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus. • PP 24/2009 tentang Kawasan Industri. • PP 26/2008 tentang RTRWN. • Ketentuan terkait dengan PTSP. • Ketentuan terkait dengan Insentif Perpajakan dan Kepabeanani. • Dukungan Pembiayaan melalui APBN. 2. KEBIJAKAN DAERAH • RTRWP/K. • Pembentukan Badan Persiapan Percepatan Pembangunan KIPI atau Dewan Kawasan. • Keputusan Bupati Kutim 2006 Penetapan KIPI Maloy 4.305 Ha. • Pembebasan Lahan oleh Pemda Kutim 1.000 Ha. • Dukungan Pembiayaan melalui APBD Prov. dan Kab/Kota. Adapun izin pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit di daerah harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
18
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
1.
Usaha (Industri) Pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit wajib mendaftarkan usahanya kepada Dinas; 2. IUP dapat diberikan kepada: a. Koperasi; b. Badan Usaha Milik Daerah; c. Badan Usaha Milik Nasional; d. Badan Usaha Swasta Nasional; e. Patungan Badan Usaha Nasional dengan Badan Usaha Asing. 3. Usaha (Industri) hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit wajib memiliki IUP, diberikan oleh Bupati/ Walikota; 4. IUP berlaku selama 30 tahun dan dapat diperpanjang dengan periode waktu yang sama; 5. Untuk memperoleh IUP, perusahaan harus menyampaikan permohonan kepada Bupati/Walikota melalui Kepala Dinas; 6. Perusahaan pemohon IUP harus melengkapi persyaratan permohonan berupa: a. Akte pendirian perusahaan dan perubahannya; b. Proposal mengenai usaha yang akan dijalankan yang telah disetujui oleh Kepala Dinas; c. Rencana kerja pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit; d. Dokumen AMDAL sesuai ketentuan yang berlaku; e. Rekomendasi dari dinas teknis; f. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD); g. Surat keterangan domisili kantor perusahaan; h. Peta calon usaha dengan skala 1 : 100.000. i. Menyetor uang jaminan kesungguhan pada Bank yang ditunjuk sebesar Rp. 15.000,- (Lima Belas Ribu Rupiah) untuk setiap 1 ha luasan areal. 7. Dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima dengan lengkap, pejabat pemberi IUP harus memutuskan IUP tersebut dapat diberikan atau ditolak. Selanjutnya ijin usaha pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1. Untuk melaksanakan kegiatan usaha pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit wajib memperoleh izin tertulis dari Bupati; 2. Ijin usaha pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit dapat diberikan kepada pihak-pihak sebagaimana tercantum dalam Peraturan Daerah; 3. Untuk memperoleh ijin, perusahaan harus menyampaikan permohonan kepada Bupati/Walikota melalui Kepala Dinas dengan melengkapi: a. Akte pendirian perusahaan dan perubahannya; b. Proposal mengenai usaha yang akan dijalankan yang telah disetujui oleh Kepala Dinas; c. Rencana kerja usaha pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit; d. Dokumen AMDAL sesuai ketentuan yang berlaku; e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD); f. Surat keterangan domisili kantor perusahaan; g. Ijin lokasi bagi perusahaan bukan pemilik lahan sumber bahan baku industri; h. Analisis kelayakan usaha; i. Kepastian pasokan bahan baku; j. Ijin HO/gangguan dari pejabat berwenang. 4. Dalam waktu 2 (dua) bulan setelah permohonan diterima dengan lengkap, pejabat pemberi ijin harus memutuskan permohonan ijin tersebut dapat diberikan atau ditolak.
19
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
Selain peraturan perundangan yang berkaitan dengan kegiatan pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit, maka pemrakarsa kegiatan hendaknya juga memahami tentang tata cara penanaman modal dalam negeri, yaitu; I. Surat Permohonan (Blangko Model 1/PMDN) dan ditanda tangani diatas materai Rp. 6,000.- oleh pemohon dibuat rangkap dua dengan dilampiri persyaratan sbb: 1. Bukti Diri Pemohon: a. Photo Copy Akte Pendirian (PT, BUMN, BUMD, CV, Firma dll); b. Photo Copy Anggaran Dasar bagi Badan Usaha Koperasi; c. Photo Copy KTP; 2. Photo Copy Nomor Wajib Pajak (NPWP) Pemohon; 3. Proposal Proyek atau Bidang Usaha yang dimohon dan atau rencana kegiatan dari awal penanaman modal hingga pemasaran hasil produksi. 4. Peta Lokasi Proyek Skala 1 : 100.000. 5. Persyaratan dan atau ketentuan sektoral yaitu, rekomendasi dari : 1). Lurah/Kades; 2). Camat; 3). Instansi Teknis yang menjelaskan tentang bahwa lokasi yang dimohon tidak bermasalah dan layak untuk proyek dimaksud seperti rekomendasi dari : a. Dinas Kehutanan; b. Dinas Perkebunan; c. Dinas Pertanian dan Peternakan; d. Badan Pertanahan Nasional; e. Dinas/Instansi lainnya yang berkaitan dengan proyek yang dimohon. 6. Laporan keuangan dan atau akuntabilitas; 7. Pernyataan bersedia berkantor pusat di Kota/Kabupaten; 8. Surat Kuasa dari yang berhak apabila permohonan bukan dilakukan oleh pemohon sendiri. 9. Kesepakatan/perjanjian kerjasama untuk bermitra dengan Usaha Kecil yang antara lain memuat : 1. Nama dan alamat masing-masing pihak; 2. Pola kemitraan yang akan digunakan; 3. Hak dan Kewajiban masing-masing pihak; 4. Bentuk pembinaan yang akan diberikan kepada usaha kecil; Hal-hal lain yang dianggap perlu. 10. Akte Pendirian atau perubahannya mengenai penyertaan usaha kecil sebagai pemegang saham, apabila kemitraan dalam bentuk penyertaan saham; 11. Surat pernyataan diatas materai dari usaha kecil yang menerangkan bahwa yang bersangkutan memenuhi kriteria usaha kecil sesuai dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 1995. II. Setelah Permohonan diterima di Bagian Perekonomian & Penanaman Modal Setda Kota/Kab, yang selanjutnya Permohonan diperiksa kelengkapannya/ lampirannya oleh Sub Bagian Penanaman Modal dan BUMD. III. Setelah lampiran sudah lengkap, maka proposal dipresentasikan oleh Investor dengan biaya sendiri untuk dipresentasikan dihadapan pejabat Pemerintah Kota/Kab dan bila dianggap perlu juga diundang dari DPRD, Unsur Organisasi dalam masyarakat, Unsur Mahasiswa, LSM dll. IV. Hasil Presentasi dinilai oleh Bagian Perekonomian dan Penanaman Modal atas persetujuan Pemerintah Kota/Kab.
20
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
4.3.
Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan Pembangunan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit dalam skala besar akan mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, mulai dari tahap persiapan lahan, pembangunan pabrik sampai proses produksi dan pemasaran. Dengan demikian, aktivitas pembangunan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit akan memberikan dampak positif terhadap penduduk di sekitar lokasi proyek. Jika pembangunan proyek ini disertai dengan pengembangan sarana pendidikan dan sarana kesehatan, akan membantu peningkatan pendidikan dan kesehatan masyarakat setempat. Termanfaatkannya lahan ”tidur” menjadi areal produktif untuk industri dan perkebunan yang diiringi dengan berkembangnya pemukiman dan pusat perekonomian, serta semakin lancarnya aksesibilitas akan berdampak positif terhadap pengembangan wilayah dan tata ruang. Dampak negatif yang mungkin timbul dari industri industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit adalah terdapatnya limbah dalam jumlah besar sebagai sisa dari proses produksi. Sehingga hal ini harus menjadi hal yang perlu diperhitungkan sebelum melakukan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit. Pada tahap pelaksanaan pembangunan infrastruktur pasti terjadi dampak terhadap kesehatan lingkungan (sanitasi) maupun kesehatan masyarakat. Guna mengelola dampak yang mungkin timbul, perlu dilakukan penyuluhan kepada penduduk mengenai sanitasi lingkungan dan kesehatan. Beberapa hal yang sangat penting diperhatikan dalam pengembangan investasi industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit ini adalah kesediaan dari pihak perusahaan untuk memberikan dan penyediaan fasilitas umum yang memadai. Beberapa fasilitas penting antara lain adalah sarana dan prasarana pengobatan tenaga medis dan para medis, prasarana pendidikan dan tempat ibadah yang memadai. Selain itu perlu upaya untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang sehat dan harmonis, sehingga dapat mendorong produktivitas kerja, yang pada gilirannya dapat kesejahteraan masyarakat.
21
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
V. 5.1.
ANALISIS FINANSIAL
Asumsi
Perhitungan analisis finansial industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit menggunakan beberapa asumsi dan parameter yang disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Asumsi-asumsi pada Industri Hilir/ Oleokimia dasar Berbasis Minyak Sawit di Kalimantan Timur 1
2 3
4
5
6
7
Kapasitas Produksi Kapasitas operasi Jam kerja efektif pabrik Hari Kerja Bahan Baku Produksi Pabrik Masa pembangunan pabrik Tanah Luas pabrik Keuangan Debt Equity Ratio Bunga - Investasi - Modal kerja Pembayaran - Investasi - Modal kerja Masa tenggang pembayaran investasi (grace period) Discount Factor Biaya Pengawasan dan over head Pemeliharaan Asuransi Lab/Quality control Lain-lain Produk dan Harga produk Glycerin Fatty Acids Fatty Alcohol Metyl Ester Umur Proyek
5.2.
100%
70%
90,000 20 300 1.07
ton per tahun Jam/hari Hari/tahun Ton CPO/ton O-D
3 20.000 4000
Tahun m2 m2
30% 14% 14% 10 1 3
per tahun per tahun Tahun Tahun Tahun
14% 1% 5% 3% 1 .000.000.000 1% 10% 73% 10% 7%
14.688.244 6.963.755 7.540.355 10.075684 15
Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/tahun Rp/ton Rp/ton Rp/ton Rp/ton Tahun
Kebutuhan Biaya Investasi
Biaya investasi untuk pendirian pabrik industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit terdiri dari biaya proyek, dan modal kerja. Biaya proyek merupakan seluruh modal awal yang diperlukan untuk pengadaan tanah, bangunan dan peralatan juga biaya IDC (Interest during construction). IDC adalah biaya bunga yang dihasilkan selama pendirian pabrik. Sedangkan modal kerja adalah modal yang dikeluarkan untuk keperluan pengadaan bahan baku, bahan pembantu, tenaga kerja dan biaya operasional untuk menjalankan usaha. Total investasi yang diperlukan sebesar Rp. 181.849.350.000,- dimana modal tersebut diperoleh dari pinjaman dan modal sendiri dengan Debt Equity Ratio (70:30). Rincian biaya investasi disajikan pada Tabel 16.
22
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
Tabel 14. Investasi pendirian pabrik industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit di Kalimantan Timur No.
Uraian
Total (Rp)
1
Pra Operasional
1.150.000.000,00
2
Penyediaan tanah
2.000.000.000,00
3
Bangunan pokok dan penunjang
79.500.000.000,00
4
Mesin dan Peralatan
93.400.000.000,00
5
Alat Kantor
184.000.000,00
6
Kendaraan
1.180.000.000,00
7
Kontingensi (2.5%)
4.435.350.000,00
Jumlah
181.849.350.000,00
Modal kerja terdiri dari biaya variabel yang jumlahnya tergantung pada jumlah oleokimia dasar yang dihasilkan dan biaya tetap yang nilainya tidak dipengaruhi oleh kapasitas produksi. Modal kerja yang digunakan adalah modal kerja tertinggi yaitu pada saat pabrik telah beroperasi maksimal (100%) dan dikali dengan faktor konversi 1.5 yaitu sebesar Rp. 55.845.432.350,93 yang merupakan biaya operasional bahan baku selama 30 hari. Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku dan bahan tambahan, utilitas dan konsumsi serta transportasi produk. Rincian biaya operasional dengan kapasitas pabrik maksimal (100%) disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Biaya Operasional Pabrik industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit di Kalimantan Timur Deskripsi A 1
Konsumsi
Satuan
Harga/satuan
Total
Biaya Variabel Bahan baku/kimia
a
CPO
1,07
Ton/Ton O-D
5,000,000
481,500,000,000
b
Metanol
0,115
Ton/Ton O-D
2,760,000
28,566,000,000
c
KOH
0,016
Ton/Ton O-D
7,360,000
10,598,400,000
d
H2SO4
0,001
Ton/Ton O-D
1,380,000
124,200,000
e
Bahan untuk Proses Degumming
0,003
Ton/Ton O-D
16,560,000
4,471,200,000
f
Bahan untuk proses bleaching
0,001
Ton/Ton O-D
11,960,000
1,076,400,000
2
Utilitas dan Konsumsi
a
Uap 5 bar
b
Listrik
c
Air pendingin
1,68
m3/Ton O-D
d
Air untuk proses
0,17
e
Air sisa
0,17
f
Nitrogen cair
0,84
g
Lain-lain
2,1
526,336,200,000 Sub Total 0,67 67,15
Ton/Ton O-D
150,000
9,045,000,000
841.7
5,086,813,950
2500
378,000,000
m3/Ton O-D
9,500
145,350,000
m3/Ton O-D
13,800
211,140,000
kg/Ton O-D
3,000
226,800,000
Rp/Ton O-D
30,000
kWh/Ton O-D
Sub Total 3
Upah Tenaga Kerja
4
Biaya Pemasaran
5
Biaya Bahan Bakar Total Biaya Variabel (A)
120 1 16.758
5,670,000,000 20,763,103,950
Org/thn
3,102,000,000
Rp/Ton O-D
5,000
liter/Ton O-D
5,000
450,000,000 7,541,100,000 550,201,303,950
Tabel 15. Lanjutan
23
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
B 1
Biaya Tetap 1
Rp/Tahun
1,170,000,000
1,170,000,000
1
Rp/Tahun
1,762,640,000
1,762,640,000
3
Gaji Manajer+Tenaga Ahli Pengawasan dan over head Perawatan
1
Rp/Tahun
8,813,200,000
8,813,200,000
4
Asuransi
1
Rp/Tahun
5,287,920,000
5,287,920,000
5
Lab/Quality control
1
Rp/Tahun
12,000,000,000
12,000,000,000
6
Lain-lain
1
Rp/Tahun
1,762,640,000
7
Depresiasi
2
Tahun (Straight line)
1,762,640,000 12,316,383,333
Total Biaya Tetap
43,112,783,333
Total Biaya Produksi
593,314,087,283
5.3. Proyeksi Rugi Laba dan Cash Flow 5.3.1. Produksi dan Pendapatan Usaha Industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit dengan kapasitas produksi 90.000 ton oleokimia dasar per tahun, dan harga jual rata-rata Rp. 9.817.009,50 per ton oleokimia dasar maka akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp 721.052.903.700,-. Perincian produksi disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. No.
Proyeksi Produksi dan Pendapatan Usaha Industri Hilir/Oleokimia Dasar Berbasis Minyak Sawit di Kalimantan Timur Produk
1
Glycerine
2 3 4
Harga Jual (Rp/ton)
Produksi (Ton)
Penerimaan (Rp)
14.688.244,00
9.000
132.194.196.000,00
Fatty Acid
6.963.755,00
65.700
457.518.703.500,00
Fatty Alcohol
7.540.355,00
9.000
67.863.195.000,00
Methyl Ester
10.075.684,00
6.300
63.476.809.200,00
9.817.009,50
90.000
721.052.903.700.00
Jumlah
Keterangan: Harga jual produk mengikuti data PPKS, 2003.
5.3.2. Proyeksi Rugi Laba Industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit dengan kapasitas 90.000 ton per tahun akan memberikan laba rata-rata sebesar Rp 59.941.134.128,38. Break Event Point (BEP) akan tercapai pada produksi sebesar 60.437,35 ton per tahun dengan nilai penjualan Rp 181.950.872.304,25. 5.3.3. Cash Flow Aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua aliran, yaitu aliran masuk (cash inflow) dan aliran keluar (cash outflow). Kas masuk diperoleh dari penjualan produk oleokimia dasar selama satu tahun. Kapasitas terpakai usaha ini berpengaruh pada besarnya nilai produksi yang juga akan mempengaruhi nilai penjualan, sehingga kas masuk menjadi optimal. Untuk kas keluar, komponennya ditambah dengan biaya angsuran kredit, biaya bunga, dan juga pajak badan sebesar 30%. 5.4. Kriteria Kelayakan Proyek dan Analisis Sensitivitas 5.4.1. Kriteria Kelayakan Kelayakan proyek pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit diukur melalui kriteria investasi meliputi Net present value (NPV), Internal rate of return (IRR), Benefit/Cost (B/C) ratio, dan payback period. Hasil perhitungan disajikan pada Tabel 17.
24
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
Tabel 17. Hasil Perhitungan Kriteria Kelayakan Investasi Industri Hilir/ Oleokimia Dasar Berbasis Minyak Sawit di Kalimantan Timur No.
Kriteria Kelayakan
1 2 3 4
NPV (Rp) IRR(%) Net B/C Ratio Payback period
Nilai
Justifikasi Kelayakan
215,96 juta 61,34 6,18 11 tahun 6 bulan
NPV> 0; layak IRR>14%(suku bunga kredit); layak Net B/C >1; layak Payback period < umur usaha; layak
5.4.2. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas digunakan untuk menilai kelayakan usaha jika terdapat beberapa faktor yang mengalami perubahan, seperti peningkatan bunga kredit harga bahan baku, penurunan harga jual, peningkatan biaya produksi dan biaya investasi. Penilaian kelayakan pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit ini menggunakan beberapa skenario sebagai berikut: 1. Skenario pendapatan mengalami penurunan akibat penurunan kapasitas produksi sebesar 10% dari 90.000 ton/tahun menjadi 81.000 ton/tahun. 2. Skenario pendapatan mengalami penurunan akibat kenaikan biaya bahan baku sebesar 5%. 3. Skenario pendapatan mengalami penurunan akibat penurunan harga jual sebesar 3% . 4. Skenario pendapatan mengalami penurunan akibat kenaikan suku bunga bank dari 14% menjadi 20% per tahun. Hasil analisis sensitivitas dengan beberapa skenario disajikan pada Tabel 18. Tabel 18.
Analisis Sensitivitas Industri Hilir/Oleokimia Dasar Berbasis Minyak sawit di Kalimantan Timur Skenario
No.
Kriteria Kelayakan
1 2 3
NPV (Rp) IRR(%) Net B/C Ratio
4
Payback period
1: Kapasitas Produksi Turun 10% (81.000 ton/tahun)
171,64 juta 53,09 5,12 12 tahun 6 bulan
2: Kenaikan Biaya Bahan Baku sebesar 5%
150,60 juta 48,08 4,61 14 tahun
3: Harga jual turun sebesar 3%
4: Suku bunga naik menjadi 20 %pertahun
158,11 juta 47,70 4,79 13 tahun 5 bulan
206,39 juta 59,70 5,95 10 tahun 10 bulan
Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit layak dilakukan dan menguntungkan secara finansial meskipun terjadi beberapa perubahan, baik dari segi produksi, biaya maupun suku bunga kredit. Hal ini ditunjukkan dengan nilai payback period yang masih dalam umur proyek 15 tahun, nilai NPV positif dan IRR lebih besar dari tingkat suku bunga bank. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan pula bahwa usaha pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit ini sangat peka terhadap kenaikan harga bahan baku dan penurunan harga jual produk, sehingga diperlukan kebijakan pemerintah yang mampu memberikan jaminan agar harga bahan baku dan harga produk dapat stabil di pasaran.
VI.
PENUTUP 25
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
Pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit di Kalimantan Timur layak dan menguntungkan untuk diusahakan berdasarkan aspek teknis maupun aspek finansial. Hal ini didukung pula dengan ketersediaan bahan baku berupa CPO yang dapat disuplai oleh pabrik pengolahan kelapa sawit yang terdapat di 8 Kabupaten di Kalimantan Timur, ketersediaan sarana dan prasarana pendukung, serta dukungan kebijakan dari pemerintah yang memprioritaskan pengembangan kluster industri ini. Daerah yang potensial untuk pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit di Kalimantan Timur adalah Kabupaten Kutai Timur dengan dikembangkanya Maloy sebagai kluster industri berbasis kelapa sawit. Para investor tidak perlu ragu untuk menanamkan modal didalam industri ini. Kajian aspek sosial ekonomi, dan lingkungan secara komprehensif akan memberikan daya dukung yang maksimal bagi pengembangan usaha. Jika para investor menginginkan informasi lebih lanjut tentang Pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit di Kalimantan Timur dapat melakukan kontak bisnis ke alamat yaitu:
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Jl. Gatot Subroto 44 Jakarta 12190-Indonesia PO Box 3186 Telp. +62-021-5252008, 5254981, Fax +62-0215227609, 5254945, 5253866 E-mail : sysadm@ bkpm.go.id Website : http://www.bkpm.go.id Badan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Provinsi Kalimantan Timur Jl Basuki Rahmat No 56 Samarinda Kalimantan Timur 75117 Telp. 62-0541-743235 – 742487 Fax : 0541-736446 E-mail :
[email protected] Website : http://www.bppmd.kaltimprov.go.id
26
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Kalimantan Timur. 2009. Kalimantan Timur Dalam Angka 2009. Badan Pusat Statistik Kalimantan Timur, Samarinda. Departemen Perindustrian. 2009. Gambaran Sekilas Industri Departemen Perindustrian, Jakarta. Download 30 Mei 2010.
Minyak
Sawit.
Departemen Perindustrian. 2009. Peta Komoditi Utama Sektor Primer dan Pengkajian Peluang Pasar Serta peluang Investasinya di Indonesia. Departemen Perindustrian Jakarta. Http: www.depperin go.id. Download 30 Mei 2010. Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian. 2009. Roadmap Industri Pengolahan CPO. Departemen Perindustrian, Jakarta. Http: www.depperin.go.id. Download 30 Mei 2010. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2009. Data Base Statistik Perkebunan. Departemen Pertanian, Jakarta. Http:www.deptan go.id. Download 30 Mei 2010. Fricke, T.B.. 2009. Buku Panduan Pabrik Kelapa sawit Skala Kecil untuk Produksi Bahan baku Bahan Bakar Nabati (BBN). USAID Indonesia. Hafizah, M.R. 2009. Analisis Penawaran Crude Palm Oil (CPO) di Indonesia: Pendekatan Error Corection Model. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Skripsi tidak dipublikasikan. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2003. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit dan Produk Turunannya. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan. Http: www.iopri.org. Download 30 Mei 2010. Sjafran, H.S. 2009. Prospek dan Tantangan Pengembangan Kelapa Sawit Kalimantan Timur. Disampaikan pada seminar Nasional “Revitalisasi Sektor Pertanian dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan, Lahan, dan Energi di Kalimantan Timur”. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman, Samarinda. Diselenggarakan pada tanggal 25 Juni 2009. Tim INDEF. 2007. Strategi Pengembangan Industri Hilir Kelapa Sawit. INDEF, Jakarta.
27
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
LAMPIRAN
28
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR
Lampiran 1. Diagram Alir Proses Perizinan 1. P E R M O H O N A N
Model 1 / PMDN Kelengkapan Akte perusahaan atau KTP bagi perorangan Copy NPWP Proses dan flowchart Uraian produksi / kegiatan usaha Surat kuasa, apabila bukan ditandatangani Direksi
2. PERSETUJUAN PENANAMAN
Surat Persetujuan untuk PMDN
Model 1 / Foreigen Capital Investment (PMA)Peserta Indonesia - Akta perusahaan - Copy KTP apabila perorangan - Copy NPWP untuk PMA peserta asing - Akte perusahaan - Copy paspor apabila perorangan - Copy NPWP untuk PT PMA - Proses dan flowchart - Uraian produksi kegiatan
Surat Persetujuan untuk PMA
RENCANA PERUBAHAN - Perubahan bidang usaha atau produksi - Perubahan investasi - Perubahan/pertambahan TKA - Perubahan kepemilikan saham - Preusan PMA atau PMDN atau non PMA/PMDN - Perpanjangan WPP - Perubahan status - Pembelian saham preusan PMDN dan non PMA/PMDN oleh asing atau sebaliknya
3. PERIZIN AN PELAKSANAAN
4. REALISA SI IZIN USAHA
- APIT, untukmengimpor barang modal dan bahan baku yang dibutuhkan - RPTK untuk mendatangkan/ menggunakan TKA - Rekomendasi TA.01 kepada Dirjen Imigrasi agar dapat diterbitkan VISA bagi TKA - IKTA, untuk memperkerjakan TKA - SP Pabean BB/P, pemberian fasilitas atas penginfor bahan baku/penolong =========================================== Di Kabupaten/ Kota : Izin lokasi, IMB, Izin UUG/HO, Sertifikat Atas Tanah
Copy akta pendirian dan pengesahan Kelengkapan - Copy akte perusahaan - Copy IMB - Copy izin UUG/HO - Copy sertifikat hak atas tanah - LKPM - RKL/RPL atau UKL/UPL atau SPPL BAP - Copy SP PMDN atau SP PMA dan perubahannya
Sebagai dasar untuk - Melakukan produksi komersil - Pengajuan rencana peluasan investasi - Pengajuan restrukturisasi - Pengajuan atau tambahan bahan baku /penolong
29