KEANEKARAGAMAN JENIS ULAR DI AREAL PERKEBUNAN SAWIT PT SUKSES TANI NUSASUBUR KALIMANTAN TIMUR
RADEN TIRTAYASA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
1
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Jenis Ular di Areal Perkebunan Sawit PT Sukses Tani Nusasubur Kalimantan Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Raden Tirtayasa NIM E34080023
ABSTRAK RADEN TIRTAYASA. Keanekaragaman Jenis Ular di Areal Perkebunan Sawit PT Sukses Tani Nusasubur Kalimantan Timur. Dibimbing oleh MIRZA DIKARI KUSRINI dan AGUS PRIYONO KARTONO. Ular merupakan salah satu herpetofauna yang memiliki fungsi ekologi bagi manusia yaitu sebagai pengendali hama biologi. Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi jenis-jenis ular di areal perkebunan kelapa sawit PT Sukses Tani Nusasubur di Kalimantan Timur. Hasil penelitian menemukan sebanyak 26 individu ular yang terdiri dari 22 individu ular yang ditemukan di dalam jalur dan 4 individu ular di luar jalur pengamatan. Ular yang ditemukan terdiri dari delapan jenis dalam empat famili yaitu Xenopeltidae (1 jenis), Colubridae (5 jenis), Pythonidae (1 jenis), dan Elapidae (1 jenis). Terdapat 2 jenis ular yang termasuk kategori appendix II CITES, yaitu Naja sumatrana dan Python reticulatus. Keanekaragaman jenis ular tertinggi terdapat pada tipe habitat karst dengan nilai indeks sebesar 1,74 dan terendah terdapat pada tipe habitat hutan sekunder dengan nilai indeks 0. Pada tipe habitat kebun sawit tingkat kemerataan tergolong sedang, terdapat jenis ular yang mendominasi yaitu jenis Dendrelaphis pictus. Analisis pakan yang hanya dilakukan pada beberapa jenis ular dengan sampel individu yang sangat terbatas hanya menemukan reptil dan amfibi sebagai pakan sehingga tidak dapat menggambarkan fungsi ular sebagai pengendali hama tikus. Kata kunci : keanekaragaman jenis, kebun sawit, ular
ABSTRACT RADEN TIRTAYASA. Snake Species Diversity in the Area of Oil Palm Plantation PT Sukses Tani Nusasubur East Kalimantan. Supervised by MIRZA DIKARI KUSRINI and AGUS PRIYONO KARTONO. Ecologically, snake has been known to functions as biological pest control. The aim of this research is to assess snake diversity in oil palm plantation area of PT Sukses Tani Nusasubur in East Kalimantan. The survey found 22 individual of snakes consisting of eight species in four families. Xenopeltidae (1 species), Colubridae (5 types), Pythonidae (1 species), and Elapidae (1 species). Two species of snakes, Naja sumatrana and Python reticulatus, is include in Appendix II of CITES. Snake species diversity is highest on karst habitats with Shanon Index of diversity of 1.74 and the lowest in the secondary forest habitat type with an index value of 0. Evenness index within oil-palm plantation are moderate, with low dominance of Dendrelaphis pictus. Highest level of evenness is found in karst habitat and lowest in the secondary forest habitat. Food habits analysis were only conducted for selected species with limited number of snake. The result only found reptile and amphibian as food, but unable to showed the function of snake as rodent control. Keywords : oil palm plantation, snakes, species diversity
KEANEKARAGAMAN JENIS ULAR DI AREAL PERKEBUNAN SAWIT PT SUKSES TANI NUSASUBUR KALIMANTAN TIMUR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Keanekaragaman Jenis Ular di Areal Perkebunan Sawit PT Sukses Tani Nusasubur Kalimantan Timur Nama : Raden Tirtayasa : E34080023 NIM
Disetujui oleh
-
Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, M.Si. Pebimbing I
.Dr Ir Agus Priyono Kartono, M .Si.
Pebimbing II
Diketahui oleh
~
Sambas Basuni, M.S . Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
2 A LJ
l
13'
Judul Skripsi : Keanekaragaman Jenis Ular di Areal Perkebunan Sawit PT Sukses Tani Nusasubur Kalimantan Timur Nama : Raden Tirtayasa NIM : E34080023
Disetujui oleh
Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, M.Si. Pebimbing I
Dr Ir Agus Priyono Kartono, M.Si. Pebimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Sambas Basuni, M.S. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhannahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Salawat dan salam penyusun panjatkan kepada suri tauladan kita Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Penelitian ini berjudul Keanekaragaman Jenis Ular di Areal Perkebunan Sawit PT Sukses Tani Nusasubur Kalimantan Timur yang dibimbing oleh Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si. dan Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si. PT Sukses Tani Nusasubur merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan dan mengutamakan nilai-nilai konservasi keanekaragaman hayati. Di areal perkebunan sawit terdapat tiga tipe habitat yang menjadi habitat bagi ular. Untuk itu dibutuhkan informasi tentang keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya agar pengelolaanya lebih optimal. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian tentang keanekaragaman jenis ular di berbagai habitat pada areal perkebunan sawit PT Sukses Tani Nusasubur. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si. dan Bapak Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si. yang telah banyak memberi saran. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Ir. Agung Susanto selaku administratur PT Sukses Tani Nusasubur yang telah memfasilitasi dalam pengambilan data di lokasi penelitian serta George Saputra dari IRATA yang telah berkenan memberikan dana untuk transportasi dan logistik guna keperluan selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (alm), ibu (alm), nenek, adik-adikku serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013
Raden Tirtayasa
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
METODE
2
Waktu dan Lokasi
2
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
2
Metode Pengumpulan Data
5
Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN
7 7 11 16
Kesimpulan
15
Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
16
LAMPIRAN
18
DAFTAR TABEL 1. Kondisi fisik di lokasi pengamatan 2. Daftar jenis dan jumlah ular yang ditemukan pada saat penelitian 3. Indeks Shannon-Weiner (H'), jumlah jenis (S), total individu yang ditemukan (N) serta indeks kemerataan (E) 4. Presentase komposisi pakan pada 3 individu ular yang terdapat pakan pada lambungnya 5. Data perbandingan jumlah jenis ular yang ditemukan dengan penelitian kusrini et al. (2011)
3 7 9 11 12
DAFTAR GAMBAR 1. Lokasi PT STN Kalimantan Timur 2. Kondisi lokasi pengamatan pada tipe habitat karst 3. Kondisi habitat pada (a) kebun sawit KU 9, (b) kebun sawit KU 13, (c) kebun sawit KU 17 4. Lokasi pada tipe habitat hutan sekunder (kiri) Blok Delta 17, (kanan) Blok Delta 19 5. Grafik perbandingan jumlah individu dan jenis ular 6. Grafik penambahan jumlah jenis ular 7. Jenis ular yang paling banyak ditemukan pada saat penelitian 8. Dendrogram kesamaan jenis ular antar tipe habitat pada lokasi penelitian 9. Pakan yang berhasil dikeluarkan dari lambung ular
2 3 4 5 8 8 9 10 11
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4.
Perjumpaan ular di perkebunan sawit PT STN beserta koordinaatnya Ukuran dan jenis pakan ular yang ditemukan di PT STN Jumlah individu ular perhabitat Hasil Analisis Komponen utama T hitung dan T Hitung pada tiap tipe habitat 5. Peta penyebaran ular di PT STN 6. Jenis - jenis ular yang ditemukan di PT STN
19 20 21 22 23 24
1
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Ular merupakan salah satu jenis reptil yang ditakuti oleh masyarakat. Ular merupakan bagian dari kehidupan di alam, yaitu sebagai salah satu satwa predator bagi beberapa jenis satwa seperti mamalia, aves, amfibia. Saat ini keberadaan ular mengalami penurunan dalam skala global. Enam ancaman yang mempengaruhi kepunahannya adalah kehilangan habitat, degradasi lahan, introduksi, polusi lingkungan, penyakit dan pemanfaatan yang tidak terduga, serta perubahan iklim global (Whitfield et al. 2002). Beberapa jenis ular memiliki daerah sebaran yang sempit dan terbatas serta hanya dijumpai di habitat yang spesifik. Hilangnya populasi jenis ular menandakan adanya perubahan kualitas lingkungan pada lokasi tersebut, meskipun perubahan yang terjadi mungkin tidak terlalu jelas. Jenis ular yang mempunyai habitat spesifik sangat bermanfaat untuk memberikan peringatan dini terjadinya perubahan lingkungan. Selain itu ular juga memberikan pelayanan ekologi bagi manusia antara lain sebagai pengendali hama biologi terutama untuk tikus, sehingga ular memiliki peran yang sama pentingnya dengan komponen lain di dalam suatu ekosistem (Goin et al. 1978; O‟Shea 1996; Link 2005). PT Sukses Tani Nusasubur merupakan salah satu perusahaan perkebunan sawit yang di dalamnya terdapat habitat yang baik untuk jenis ular. Hal ini didukung oleh adanya ekosistem yang merupakan tempat hidup ular seperti: kebun, lahan terbuka, hutan, danau dan areal terbuka yang didalamnya terdapat semak belukar. Laporan Kusrini et al. (2011) menunjukkan bahwa kebun kelapa sawit merupakan habitat yang baik bagi ular. Areal sawit yang dijadikan habitat bagi ular tentunya memiliki ketersedian pakan yang menunjang. Menurut Girsang dan Daswir (1995) salah satu hama yang menyerang perkebunan sawit adalah jenis tikus yang merupakan mangsa bagi ular. Dengan adanya ular sebagai predator hama perkebunan sawit, keberadaan ular tentunya akan sangat menguntungkan sebagai pengendali hama. Pengendalian dengan musuh alami untuk hama dilakukan karena pengendalian secara kimiawi ternyata mempunyai dampak negatif, yaitu terhadap resistensi hama itu sendiri, musuh alami dan makhluk hidup lainnya. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, maka diperlukan adanya penelitian tentang keanekaragaman jenis ular di kawasan PT Sukses Tani Nusasubur. Untuk itu diharapkan dari penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi pengelola kebun sawit dalam melakukan pengelolaan perkebunan secara lestari.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Membandingkan komposisi ular, tingkat keanekaragaman dan kemerataan jenis ular dari berbagai tipe habitat yang ada di areal perkebunan sawit PT Sukses Tani Nusasubur (STN) Kalimantan Timur. 2. Menentukan tingkat kesamaan komunitas penggunaan habitat ular di areal perkebunan sawit PT Sukses Tani Nusasubur (STN) Kalimantan Timur. 3. Mendeskripsi komposisi pakan beberapa jenis ular yang ada di PT STN
2
METODE Waktu dan Lokasi Pengambilan data dilakukan pada tanggal 17 September sampai 30 Oktober 2012 di areal perkebunan sawit PT Sukses Tani Nusasubur di Kalimantan Timur (Gambar 1).
Gambar 1 Lokasi PT STN Kalimantan Timur Kondisi Umum Lokasi Penelitian Secara administratif PT Sukses Tani Nusasubur (STN) terletak di Desa Labangka, Kecamatan Babulu, Kabupaten Paser Penajam Utara, Propinsi Kalimantan Timur. PT STN merupakan anak perusahaan Astra Agro Lestari yang secara geografis terdapat di 10 20” – 1025” LS dan 1160 25” – 1160 30” BT. PT STN berbatasan di sebelah utara dan barat dengan hutan Negara, sebelah timur dengan HGU (Hak Guna Usaha) PT WKP dan sebelah Selatan dengan Hutan Labangka dan Babulu. Tipe topografi lahan di areal ini mulai dari datar sampai agak curam, ada beberapa tipe habitat yang terdapat di areal ini yaitu, kawasan karts, areal sawit, dan hutan sekunder. Jenis batuan kapur banyak terdapat di areal karst dari areal ini banyak terdapat aliran air yang berasal dari dalam goa. Terdapat beberapa aliran sungai yang mengalir di sekitar areal sawit, dengan
3
beberapa kondisi pengairan seperti rawa maupun sungai mengalir. Aliran sungai ini berasal dari aliran dalam goa. Lokasi pengamatan terdiri dari 3 tipe habitat, yaitu tipe karst, hutan sekunder dan kebun sawit yang dibedakan berdasarkan kelas umur yaitu, kebun sawit kelas umur 9 tahun (Blok Bravo 26 dan Blok Fanta 26), kebun sawit kelas umur 13 tahun (kebun sawit Blok Fanta 1 dan Blok Echo 5), kebun sawit kelas umur 17 tahun (kebun sawit Blok Bravo 10 dan Blok Golf 7). Berikut merupakan kondisi fisik masing-masing tipe habitat di lokasi penelitian (Tabel 1).
No 1 2 3 4 5
Tabel 1 Kondisi Fisik di Lokasi Pengamatan Tipe Habitat Suhu Rata-Rata Kelembaban Rata-Rata Karst 25°C 76% Sawit KU 9 25°C 72% Sawit KU 13 24°C 84% Sawit KU 17 25°C 86% Hutan Sekunder 22°C 92%
Tipe habitat karst memiliki topografi yang beragam dari curam hingga datar. Vegetasi yang mendominasi tipe habitat karst adalah jenis tanjung (Garcinia rigida), medang (Dehaasia incrassata), salam hutan (Eugenia lineata) dengan tutupan tajuk terbuka hingga sedang. Pada lokasi ini terdapat hutan bekas tambang batu yang memiliki akses jalan, aliran atau sumber air dengan substrat dominan tanah dan berbatu dan ditutupi serasah (tebal ±5 cm). Pada karst terdapat goa yang di dalamnya terdapat aliran air tanah sementara di bagian luar juga terdapat lebungan. Lebungan merupakan daerah alami yang tidak ditanami oleh sawit seperti rawa atau genangan air yang ditumbuhi oleh semak dan tumbuhan air yang terdapat pada areal sawit. Lebungan umumnya di tumbuhi semak belukar dan beberapa pohon keras. Areal ini tidak ditanami karena curam atau berbatu dan berupa badan air.
Gambar 2 Kondisi lokasi pengamatan pada tipe habitat Karst Kondisi habitat pada tipe habitat kebun sawit hampir sama pada setiap kelas umurnya yaitu didominasi oleh tegakan sawit yang ditanam secara beraturan dan pada tiap perbatasan antar blok kebun terdapat semak belukar. Jenis vegetasi yang mendominasi pada tipe habitat ini adalah jenis tumbuhan bawah yaitu
4
tanjung (Garcinia rigida), medang (Dehaasia incrassata), salam hutan (Eugenia lineata), paku sepat (Nephrolepis falcata) dan rengas (Gluta renghas). Penentuan kelas umur ini berdasarkan variasi tegakan sawit kelas umur tiap beda tanam 3 tahun ditambah 1 tahun (Kusrini et al. 2011). Kontur pada habitat ini bervariasi mulai datar sampai curam. Sumber air yang terdapat pada habitat ini berupa aliran air sungai yang berasal dari hujan atau aliran air tanah dari dalam goa dan lebungan. Lokasi penelitian sawit dengan kelas umur 13 tahun merupakan habitat yang paling banyak terdapat lebungan sedangkan yang paling sedikit terdapat lebungan yaitu sawit kelas umur 9 tahun. Kondisi tutupan tajuk pada kebun sawit kelas umur 9 tahun, kondisi tajuknya terbuka hingga sedang sehingga cahaya matahari langsung mengenai permukaan tanah. Berbeda halnya dengan kondisi tutupan tajuk pada lokasi pengamatan kebun sawit kelas umur 17 tahun, kondisi tajuknya tertutup sehingga lokasi penelitian pada tipe habitat ini memiliki kelembaban yang cukup tinggi dibandingkan lokasi-lokasi penelitian pada tipe habitat kebun sawit kelas umur 9 dan 13. Tumbuhan bawah dan serasah di lantai areal sawit juga akan semakin banyak seiring bertambahnya kelas umur. Pada saat dilakukan observasi lapang pada sekitar tanaman sawit terdapat pembersihan lahan radius 1 meter dari tanaman sawit, hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam proses pemanenan buah sawit.
(a)
(b)
(c) Gambar 3 Kondisi habitat pada (a) Kebun Sawit KU 5, (b) Kebun Sawit KU 9, (c) Kebun Sawit KU 17
5
Hutan sekunder yang terdapat pada lokasi penelitian merupakan daerah peralihan antara kebun sawit yang terdapat pada areal PT STN dan semak belukar. Hutan sekunder merupakan areal hutan yang belum ditanami tanaman lain selain tanaman hutan, hal ini dikarenakan hutan sekunder dijadikan sebagai kawasan yang memiliki status nilai konservasi tinggi, sehingga tidak boleh diadakannya kegiatan pembukaan lahan maupun penanaman sawit maupun jenis tanaman lain. Dibandingkan dengan habitat karst dan habitat kebun sawit, habitat ini mempunyai luasan areal yang lebih sempit. Kontur pada habitat ini datar sampai sedikit bergelombang. Sumber air pada habitat ini berupa sungai kecil yang mengalir dari lokasi pengamatan sampai ke semak belukar yang berada di luar kawasan. Sumber air pada habitat ini berupa sungai kecil yang mengalir dari lokasi pengamatan sampai ke semak belukar yang berada di luar kawasan. Di areal hutan sekunder dapat ditemukan jenis pohon meranti putih Shorea bracteolata, meranti kuning Shorea faguetiana, kemuning Murraya paniculata dengan kondisi tajuk yang rapat. Pengamatan dilakukan di dua lokasi yang berbeda yaitu hutan sekunder blok delta 17 dan blok delta 19. Pada lokasi hutan sekunder blok delta 17 terdapat aliran sungai yang mengalir dari aliran sungai karst. Pada saat dilakukan pengamatan banyak ditemukan jenis katak sungai Limnonectes paramacrodon dan jenis cicak Cyrtodactylus malayanus.
Gambar 4 Lokasi pada tipe habitat hutan sekunder (kiri) Blok Delta 17,(kanan) Blok Delta 19 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan adalah Visual Encounter Survey (VES) yaitu pengambilan jenis satwa berdasarkan perjumpaan langsung pada jalur baik di daerah terestrial maupun akuatik (Heyer et al. 1994). Metode VES yaitu pengamatan yang dilakukan dengan berjalan menyusuri jalur pengamatan teresterial sepanjang 800 m dan jalur pengamatan akuatik (sungai) sepanjang 400 m secara perlahan untuk mencari ular dalam jangka waktu tertentu dan pada habitat yang telah ditentukan. Ular yang ditemukan di jalur pengamatan ditangkap dan dicatat nama jenisnya hal ini bertujuan untuk pengukuran morfologi dan identifikasi. Bila ditemukan ular di luar jalur pengamatan maka akan dicatat nama jenis namun tidak masuk dalam analisis data. Ular yang ditangkap diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi Snakes of Borneo (Stuebing dan Inger 1998).
6
Pada siang hari dilakukan pembuatan jalur pengamatan antara lain dengan memberi tanda pada jalur dan pengambilan titik koordinat dengan GPS (Global Positioning System) tipe Garmin 76CSX. Pengukuran kondisi habitat yang dilakukan pada jalur pengamatan meliputi pengukuran pH air, kondisi tajuk, tebal serasah, topografi. Untuk pengukuran suhu dan kelembaban udara diambil pada satu titik yang diambil pada awal dan akhir pengamatan, karena secara visual kondisi habitat di setiap lokasi pengamatan tidak jauh berbeda satu dengan yang lain. Suhu dan kelembaban diambil setiap kali kegiatan pengamatan dilakukan dengan menggunakan termometer. Pengamatan siang hari dimulai pada pukul 08.00 sampai dengan pukul 11.00. Setelah itu dilanjutkan dengan pengamatan malam antara pukul 19.00 sampai 23.00. Pengamatan dilakukan di sepanjang jalur pengamatan tetapi lebih difokuskan pada tempat yang diperkirakan sebagai sarang atau persembunyian ular seperti tepi sungai, bekas kubangan, lubang pohon, di bawah kayu lapuk, di bawah batu, di bawah serasah, celah-celah akar dan kulit pohon serta pada semak dan pohon yang masih berdiri. Semua ular yang ditemukan ditangkap dengan menggunakan tangan atau dengan bantuan tongkat ular. Total waktu usaha pengamatan yang dilakukan selama penelitian adalah 150 jam yang terdiri dari 5 jam/hari dan dilakukan oleh dua orang pengamat. Total pengambilan data dilapang yaitu 45 hari. Analisis komposisi pakan dilakukan pada 8 individu ular yang diambil dari semua lokasi dengan menggunakan metode stomach flushing (pencucian lambung) seperti yang dilakukan oleh Legler dan Sullivan (1979) dan pembedahan. Pencucian lambung dilakukan pada masing-masing satu individu dari Dendrelaphis pictus, Dendrelaphis caudolineatus, Zaocys fucus, Elaphe taeniura, Python reticulatus. Sementara pembedahan dilakukan pada Naja sumatrana karena dirasa berbahaya jika dilakukan metode pencucian lambung. Isi lambung spesimen diawetkan dalam larutan alkohol 70% untuk identifikasi jenis pakan. Analisis Data Data ular yang diperoleh dihitung dengan menggunakan Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon (H‟) (Odum 1971). Untuk menganalisis keanekaragaman jenis ular menggunakan Indeks Shannon, dengan mempertimbangkan jumlah jenis dan jumlah masing-masing individu per jenis yang ditemukan. Nilai yang diperoleh kemudian akan digunakan untuk membandingkan keanekaragaman jenis berdasarkan tipe habitat. Selain itu untuk mengetahui derajat kemerataan jenis pada suatu lokasi dilakukan penghitungan kemerataan jenis ular menggunakan Indeks Kemerataan Jenis (Evenness) (Odum 1971). Dari hasil ini dapat dinyatakan bahwa apabila setiap jenis memiliki jumlah individu yang sama, maka komunitas tersebut mempunyai nilai evenness maximal. Sebaliknya apabila nilai evenness tersebut kecil maka dalam komunitas tersebut terdapat jenis dominan, sub dominan dan jenis tidak dominan. Untuk mengetahui nilai kesamaan jenis antar habitat maka digunakan Indeks kesamaan jenis (Similarity Index). Indeks yang digunakan adalah indeks kesamaan jenis Jaccard (1901) dalam Krebs (1978). Analisis kesamaan komunitas ini diukur melalui pendekatan koefisien kesamaan biner (binary similarity
7
coefficients) yaitu berdasarkan frekuensi „ada‟ dan „tidak ada‟ dalam suatu komunitas. Berdasarkan nilai kesamaan jenis ini dibuat pengelompokkan (cluster) menggunakan program Minitab 14. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Komposisi Jenis Jumlah total populasi ular yang didapatkan selama penelitian di kawasan PT STN sebanyak 26 individu dari 8 jenis dari 4 famili (Xenopeltidae, Colubridae, Pythonidae dan Elapidae). Dari 26 individu ular yang ditemukan, empat individu ditemukan di luar jalur pengamatan (Tabel 2). Berdasarkan tabel 2 dan Gambar 5, jumlah jenis ular tertinggi berada pada tipe habitat karst yaitu 6 jenis, sedangkan terendah berada di tipe habitat hutan sekunder yaitu 1 jenis. Jika dilihat dari tingkat famili dan jumlah individu, jenis terbanyak yang ditemukan adalah famili Colubridae yaitu 11 individu dan terendah adalah famili Xenopeltidae yaitu 1 individu. Individu paling banyak ditemukan adalah Dendrelaphis pictus (7 individu) dimana jenis ini ditemukan hampir pada setiap tipe habitat, sedangkan jenis ular yang paling sedikit ditemukan adalah Xenopeltis unicolor (1 individu). Tabel 2 Daftar jenis dan jumlah ular yang ditemukan pada saat penelitian Tipe Habitat Famili Jenis K KS HS DJ Xenopeltidae Xenopeltis unicolor 1 Colubridae Dendrelaphis caudolineatus 1 Dendrelaphis pictus 6 1 Elaphe taeniura 1 Oligodon purpurascens 1 Zaocys fucus 1 Elapidae Naja sumatrana 1 4 1 3 Pythonidae Python reticulatus 2 3 Total Jenis 6 4 1 2 Total Individu 7 14 1 4 Keterangan : K: Karst, KS: Kebun sawit HS: Hutan Sekunder, DJ: Di luar jalur
Berdasarkan komposisi jenis ular yang ada di PT STN, jenis ular Naja sumatrana merupakan jenis dapat ditemukan pada setiap tipe habitat maupun di luar jalur pengamatan dengan kelimpahan sebesar 23.07%. Ular Dendrelaphis pictus ditemukan dalam jumlah berlimpah di sawit dengan kelimpahan sebesar 23.07%. Kedua jenis ini memiliki nilai kelimpahan yang sama karena jumlah individu yang ditemukan sama namun komposisi pada setiap habitat berbeda. Jika dilihat dari jumlah individu pada setiap tipe habitat, tipe habitat yang memiliki jumlah individu tertinggi terdapat pada tipe habitat kebun sawit yaitu sebanyak 14 individu sedangkan pada jalur dengan tipe habitat hutan sekunder hanya 1 individu (Tabel 2) Jenis ular yang ditemukan di luar jalur tidak terdapat perbedaan dengan jenis ular yang ditemukan pada jalur pengamatan, jenis ular
8
yang ditemukan di luar jalur pengamatan sebanyak 2 jenis yaitu Dendrelaphis pictus dan Naja sumatrana (Gambar 7). Lokasi dengan tipe habitat kebun sawit memiliki jumlah jenis ular yang hampir sama pada setiap kelas umur. Pada kelas umur 9 tahun, 13 tahun dan 17 tahun memiliki jumlah jenis ular yang sama (3 jenis) namun dengan komposisi jenis yang berbeda. Jumlah individu ular yang ditemukan di kebun sawit kelas umur 9 tahun, lebih banyak dibandingkan jumlah individu ular pada tipe habitat kebun sawit kelas umur lainnya.
4
Famili
3 Jenis
2
Ind 1 0
2
4
6
8
10
12
Jumlah Jenis dan Individu Ular
Gambar 5 Grafik perbandingan jumlah jenis dan individu tiap famili
Jumlah jenis yang ditemukan
Jika dilihat dari grafik kurva akumulasi penemuan jenis di PT STN (Gambar 6) terlihat bahwa ada kecenderungan kurva yang masih menanjak untuk ular. Hal ini menunjukkan masih ada kemungkinan jenis-jenis ular akan ditemukan dengan bertambahnya usaha pencarian. 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1
7
14
21
28
35
42
49
Hari pengamatan
Gambar 6 Grafik penambahan jumlah jenis ular
9
Status Perlindungan dan Kelangkaan Spesies Selama penelitian berlangsung tidak dijumpai jenis ular yang masuk dalam status perlindungan oleh pemerintah Indonesia berdasarkan lampiran PP no 7/1999. Dilihat dari status kelangkaan berdasarkan daftar merah IUCN, satu jenis yaitu ular kobra (Naja sumatrana) masuk dalam kategori rawan atau vulnerable. Jenis ular ini dapat ditemukan di setiap jalur pengamatan pada setiap tipe habitat. Namun, terdapat 2 jenis ular yang termasuk kategori appendix II CITES (UNEPWCMC 2005), yaitu Naja sumatrana dan Python reticulatus.
(b) Dendrelaphis pictus (a) Naja sumatrana Gambar 7 Jenis ular yang paling banyak ditemukan pada saat penelitian Keanekaragaman Jenis Ular Berdasarkan hasil perhitungan keanekaragaman jenis ular pada masingmasing lokasi pada tiap habitat dengan menggunakan Indeks Shannon-Wiener (H‟), tipe habitat karst memiliki nilai keanekaragaman yang tertinggi (1.74) dan yang terendah terdapat pada tipe habitat hutan sekunder (0). Sedangkan nilai keanekaragaman pada tipe habitat sawit kelas umur 9 tahun, sawit kelas umur 13 tahun dan sawit kelas umur 17 tahun relatif sama. Tabel 3 Indeks Shannon-Wiener (H‟), jumlah jenis (S), total individu yang ditemukan (N) serta indeks kemerataan (E) Lokasi S H‟ N E Karst 5 1.747 7 0.975 Kebun Sawit (KU9) 3 1.098 6 1 Kebun Sawit (KU13) 3 1.039 4 0.946 Kebun Sawit (KU17) 3 1.039 4 0.946 Hutan Sekunder 1 0 1 0 Karst 5 1.747 7 1 Kebun Sawit 4 1.239 14 0.894 Hutan Sekunder 1 0 1 0
10
Nilai kemerataan jenis ular tertinggi pada lokasi penelitian terdapat pada tipe habitat kebun sawit kelas umur 9 tahun (1.00). Jika dibandingkan berdasarkan tingkat kemerataan jenis, nilai kemerataan jenis pada tipe habitat karst lebih kecil dibandingkan dengan lokasi kebun kelas umur 9 (tabel 3). Namun secara keseluruhan tingkat kemerataan ular tertinggi berada pada tipe habitat karst dengan nilai E sebesar 1.085. Hutan sekunder memiliki nilai H‟ dan E terendah. Hal ini disebabkan oleh luasan area hutan sekunder yang jauh lebih kecil dari pada hutan karst maupun kebun sawit. Hampir tidak ada perbedaan nilai antara keanekaragaman jenis ular untuk karst dan kebun sawit. Jika dilihat dari nilai kemerataan jenis pada tipe habitat kebun sawit kelas umur 9 tahun memiliki tingkat kemerataan jenis tertinggi dibandingkan tingkat kemerataan tipe habitat lainnya. Namun secara keseluruhan tipe habitat karst memiliki tingkat keanekaragaman dan kemerataan jenis paling tinggi. Tingkat Kesamaan Jenis Ular Antar Tipe Habitat Jika dilihat dari analisis cluster kesamaan jenis ular maka didapatkan hasil dendrogram yang menunjukan tingkat kesamaan jenis ular antar tipe habitat. Pada seluruh tipe habitat terbentuk menjadi dua komunitas ular dengan tingkat kesamaan total 58.08%. Habitat kebun sawit kelas umur 9 tahun dan kelas umur 13 tahun memiliki kesamaan 86.03%. Kedua habitat ini membentuk satu komunitas dengan kebun sawit kelas umur 17 tahun dan Hutan sekunder dengan nilai kesamaan sebesar 72.05%.
Kesamaan Jenis
58.08
72.05
86.03
100.00
K
KU9
KU13
KU17
HS
Lokasi penelitian
Gambar 8 Dendrogram kesamaan jenis ular antar tipe habitat (%) pada lokasi penelitian Komposisi Pakan Ular Berdasarkan hasil pengeluaran isi perut pada 8 individu ular dengan metode stomach flushing dan pembedahan, dapat diketahui hanya tiga individu yaitu satu individu jenis Dendrelaphis caudolineatus dan dua individu jenis Dendrelaphis pictus yang di dalam lambungnya terdapat pakan. Lima individu ular lainnya dalam keadaan lambung kosong. Berdasarkan identifikasi jenis pakan
11
dari ketiga individu tersebut, dapat teridentifikasi sebanyak dua jenis mangsa yaitu vertebrata yang terdiri dari dua kelas (anura dan reptilia). Jenis mangsa yang dapat diidentifikasi adalah jenis Cyrtodactylus malayanus, Eutrophis sp dan jenis katak Rhacophorus pardalis (Gambar 9). Berdasarkan ciri-ciri tungkai, katak yang dimakan tersebut termasuk dalam famili Rhacophoridae. Tabel 4 Presentase komposisi pakan pada 3 individu ular yang terdapat pakan pada lambungnya Jenis Mangsa Jumlah Individu Frekuensi Gekkonidae 3 42.80% Reptilia Scincidae 2 28.60% Rhacophoridae 2 28.60% Amphibia 100.00%
Gambar 9 Pakan yang berhasil dikeluarkan dari lambung ular Ular Dendrelaphis caudolineatus dan Dendrelaphis pictus umum ditemukan pada lokasi terestrial dimana pada habitat tersebut terdapat juga jenis-jenis herpetofauna yang menjadi pakan bagi ular tersebut. Jenis herpetofauna yang dapat ditemukan di sekitar lokasi ditemukannya ular antara lain jenis cicak Cyrtodactylus malayanus, kadal kebun Eutropis sp., dan jenis kadal Takydromus sexlinneatus serta jenis amfibi seperti Hylarana chalconata dan Rhacophorus pardalis. Dua jenis ular yang ditemukan pakan di dalam lambungnya merupakan jenis dari famili Colubridae yang tidak berbisa. Sementara itu pada jenis ular berbisa tidak ditemukan pakan. Pembahasan Habitat merupakan suatu tempat yang digunakan oleh satwa untuk makan, minum, berlindung, bermain dan berkembang biak sehingga di dalamnya terdapat komponen habitat yang menunjang bagi kehidupan satwa liar (Alikodra 1979). Bagi ular komponen dari habitat yang paling penting adalah tersedianya sumber pakan dan pelindung. Ular merupakan satwa karnivora yang umumnya memangsa jenis mamalia kecil maupun besar, beberapa jenis berasal dari aves maupun jenis herpetofauna itu sendiri (jenis ular dan katak). Keberadaan sumber pakan bagi ular dapat ditemukan di semua tipe habitat dimana tipe habitat tersebut mencangkup karst, kebun sawit dan hutan sekunder. Pada setiap lokasi pengamatan terdapat
12
sungai yang mengalir dimana aliran tersebut saling berhubungan di setiap lokasi pengamatan. Pada aliran sungai dapat ditemukan jenis katak seperti Limnonectes kuhlii maupun jenis Hylarana calconata yang diduga sebagai pakan bagi ular jenis-jenis dari famili colubridae Komposisi jenis ular dari 22 individu yang ditemukan pada jalur penelitian didominasi oleh jenis-jenis ular famili Colubridae. Colubridae merupakan famili ular yang paling banyak ditemukan pada penelitian ini karena Colubridae adalah famili ular yang memiliki jumlah jenis terbanyak di Kalimantan (Stuebing dan Inger 1999), jenis-jenis tersebut memiliki penyebaran terluas serta terdapat pada berbagai tipe habitat pada saat dilakukan penelitian. Famili Colubridae juga merupakan famili pada ular yang jumlah jenisnya paling banyak dibandingkan famili ular lainnya (Goin et al. 1978). Berdasarkan taksonomi, famili Colubridae merupakan kelompok ular yang kompleks dibandingkan dengan jenis ular lainnya dikarenakan kelompok pada famili ini diklasifikasikan berdasarkan sedikit persamaan karakter atau merupakan kumpulan dari jenis-jenis ular yang paling toleransi terhadap lingkungan (Cox et al. 1998). Jenis ular dari famili Colubridae relatif lebih mudah dijumpai dibandingkan dengan jenis ular pada famili lainnya, hampir pada setiap habitat dapat ditemukan. Salah satu jenis ular dari famili Colubridae yang memiliki jumlah individu tertinggi adalah jenis Dendrelaphis pictus. Jenis ini merupakan jenis ular yang tergolong ke dalam jenis ular alboreal yang melakukan aktivitasnya lebih banyak di atas pohon namun terkadang turun ke permukaan tanah untuk mendapatkan mangsanya. Pada saat dilakukan pengamatan, ular jenis tersebut banyak ditemukan di dekat air (sungai dan riparian), dimana terdapat katak sebagai pakannya. Berdasarkan survei keanekaragaman hayati PT STN (Kusrini et al. 2011) dan informasi petugas lapangan, terdapat jenis ular lain yang ada namun tidak ditemukan pada saat penelitian berlangsung (Tabel 5). Beberapa jenis ular yang tidak ditemukan tersebut, antara lain Python curtus, Ahaetulla prasina dan Ophiophagus hannah. Tidak dijumpainya beberapa jenis ular tersebut dapat disebabkan karena jenis - jenis ular tersebut diduga memiliki kelimpahan yang rendah dan terdapat pada habitat tertentu yang berbeda dengan lokasi penelitian (Tabel 5). Tabel 5 Data perbandingan jumlah jenis yang ditemukan pada saat penelitian dibandingkan dengan penelitian Kusrini et al. (2011) Nama Jenis Penelitian ini Kusrini et al. 2011 Xenopeltis unicolor √ Dendrelaphis pictus √ √ Dendrelaphis caudolineatus √ √ Elaphe taeniura √ Python reticulatus √ √ Naja sumatrana √ √ Oligodon purpurascens √ √ Zaocys focus √ Ophiophagus hannah √ Python curtus √
13
Pada tabel 6 menunjukkan bahwa dari 8 jenis ular yang ditemukan pada pengamatan di areal perkebunan sawit PT STN terdapat perbedaan komposisi jenis jika dibandingkan dengan data penelitian sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap lokasi memiliki karakteristik habitat yang berbeda dari segi pakan dan tempat berlindung. Selain itu juga disebabkan karena beberapa jenis ular memiliki ruang pergerakan yang sempit dan terbatas serta hanya dijumpai di habitat yang spesifik. Di lokasi hutan sekunder pada penelitian sebelumnya ditemukan jenis Ophiophagus hannah, Dendrelaphis pictus, Dendrelaphis caudolineatus dan Naja sumatrana, namun saat dilakukan penelitian hanya ditemukan satu jenis saja yaitu Naja sumatrana. Hal ini dapat disebabkan karena hilangnya habitat bagi beberapa jenis ular tersebut. Kerusakan habitat merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perubahan penyebaran maupun hilangnya jenis herpetofauna termasuk ular di dalamnya (Jeffries 1997). Pada tabel 3 Indeks keanekaragaman hayati dan Indeks kemerataan menunjukkan nilai yang tinggi untuk karst dibandingkan dengan habitat lainnya. Sedangkan kelimpahan dan nilai indeks pada kebun sawit dan hutan sekunder relatif rendah. Krebs (1978) menyebutkan bahwa terdapat enam faktor yang saling berkaitan dalam menentukan naik turunnya keanekaragaman jenis pada suatu komunitas yaitu: waktu, heterogenitas ruang, persaingan, pemangsaan, kestabilan lingkungan dan produktivitas jenis. Selain ke enam faktor tersebut, Soerianegara (1998) menambahkan bahwa keanekaragaman jenis tidak hanya ditentukan oleh banyaknya jenis, tetapi ditentukan juga oleh banyaknya individu dari setiap jenis. Pengukuran keanekaragaman jenis tidak terlepas dari dua komponen, yaitu: (1) jumlah jenis (species richness) yang disebut kepadatan jenis (species density) berdasarkan pada jumlah total jenis yang ada dan (2) kesamaan atau kemerataan (equatability/evenness) berdasarkan pada kelimpahan relatif suatu jenis dan tingkat dominansi. Keanekaragaman jenis pada suatu lokasi bisa berbeda dengan lokasi lainnya, hal ini salah satunya dapat disebabkan oleh keragaman tumbuhan atau habitat, keragaman dapat meningkat apabila semakin beragamnya habitat (Kusrini 2009). Tingkat kemerataan jenis pada lokasi karst tergolong tinggi dikarenakan pada tipe habitat tersebut memiliki sumberdaya yang memadai serta dapat memenuhi kebutuhan hidup jenis ular. Jika dibandingkan dengan penelitian Purbatrapsila (2009) yang melakukan penelitian pada areal semak belukar, hutan sekunder dan hutan primer di TNTP Kalimantan Tengah, tingkat kemerataan jenis ular pada habitat karst di lokasi penelitian ini tergolong tinggi. Hal ini disebabkan oleh jenis ular yang ditemukan pada habitat karst memiliki relung (niche) yang luas. Meskipun terjadi overlap penggunaan sumberdaya, beberapa jenis ular dapat bertahan pada habitat tersebut dengan memanfaatkan sumberdaya yang berbeda untuk mengurangi persaingan. Tipe habitat karst berada pada daerah peralihan (ekoton) antara habitat kebun sawit dan tipe habitat hutan sekunder. Menurut Alikodra (2002) daerah ekoton memberikan kemudahan pada satwaliar dalam memenuhi kebutuhan hidupnya karena banyak terdapat satwa mangsa sebagai sumber pakan. Hal ini menunjukan bahwa pada habitat karst memiliki kesesuaian habitat ular yang lebih kompleks dibandingkan pada habitat kebun sawit dan hutan sekunder. Selain itu pada areal karst, habitatnya masih terjaga dari gangguan aktivitas manusia seperti pembukaan lahan untuk perkebunan maupun
14
aktivitas berburu. Berbeda halnya dengan tipe habitat kebun sawit dan hutan sekunder, kedua tipe habitat tersebut tergolong kedalam areal terganggu. Menurut Brower dan Zar (1997) tingkat keanekaragaman pada ketiga lokasi digolongkan dalam tingkat sedang karena nilai indeks dari ketiga lokasi lebih dari 1 dan kurang dari 3 sedangkan nilai kemerataan (E) dikatakan semakin merata apabila mendekati 1 dan dikatakan tidak merata apabila mendekati 0. Dari semua ular yang ditemukan, sebagian besar hanya dijumpai satu individu pada setiap jenisnya. Pada habitat sawit KU9, KU13 dan KU17 memiliki relung ekologi yang hampir sama sehingga nilai kemerataan jenis ular yang tidak jauh berbeda. Berdasarkan nilai kemerataan yang didapat, terlihat bahwa sebaran individu masing-masing spesies cenderung merata yang berarti tidak ada jenis yang terlalu mendominasi dalam komunitas (Krebs 1978). Jika dibandingkan dengan penelitian Endarwin (2006) yang melakukan penelitian di areal hutan primer dan sekunder Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, tingkat keanekaragaman pada tipe habitat hutan sekunder memiliki tingkat keanekaragaman yang rendah. Pada lokasi penelitian yang dilakukan di tipe habitat hutan sekunder blok D memiliki tingkat keanekaragaman yang rendah dibandingkan dengan tipe habitat lainnya. Pada lokasi tersebut terdapat pembukaan lahan oleh masyarakat untuk perkebunan, hal ini menjadi salah satu faktor penyebab kerusakan habitat ular dan rendahnya tingkat keanekaragaman jenis ular di areal tersebut. Dengan rusaknya habitat ular menyebabkan ular berpindah ke lokasi yang memiliki sumber pakan dan tempat berlindung yang mencukupi. Menurut Stuebing (1994) perubahan kondisi fisik dan ketersediaan pakan menyebabkan ular akan berpindah ke daerah yang lebih memenuhi kebutuhan pakan dan cover (Stuebing 1994). Nilai kemerataan 1 pada habitat karst menunjukan bahwa nilai maksimum yang berarti tidak terdapat jenis dominan pada habitat karst karena penyebaran setiap individu di dalam habitat ini merata. Kemerataan jenis ular pada tipe habitat kebun sawit (0.894) tergolong merata, namun terdapat jenis ular yang mendominasi yaitu Dendrelaphis pictus. Jenis ular ini merupakan jenis ular yang dapat ditemukan di hampir setiap tipe habitat. Seringnya D. pictus dijumpai diduga karena jenis ini memiliki kemampuan adaptasi lebih baik daripada jenis ular lainnya dalam pemanfaatan sumberdaya yang ada. Jenis ini merupakan jenis ular terestrial yang dapat hidup tergantung pada ketersedian pakan yang ada (Stuebing 1994). Jenis ini banyak ditemukan di bibir sungai (riparian) yang diduga menjadi habitat amfibi sebagai pakan dominan bagi ular jenis tersebut. Jenis ular yang dijumpai di lokasi penelitian memiliki kesamaan antara satu habitat dengan habitat lainnya. Habitat kebun sawit membentuk suatu komunitas dan berasosiasi dengan tipe habitat hutan sekunder. Kedua habitat ini membentuk komunitas yang relatif sama jika dibandingkan dengan tipe habitat karst. Pada cluster tipe habitat karst memiliki komposisi jenis yang mewakili kedua tipe habitat lainnya (kebun sawit dan hutan sekunder). Pada tipe habitat karst ditemukan hampir semua jenis ular yang ada pada habitat lain. Hal ini disebabkan pada lokasi tersebut masih terjaga dari gangguan aktivitas manusia seperti pembukaan lahan untuk perkebunan maupun aktivitas berburu. Berbeda halnya dengan hutan sekunder blok delta, lokasi ini merupakan tempat perkampungan masyarakat lokal maupun pekerja perusahaan, sehingga dibeberapa plot hutan sekunder terdapat pembukaan lahan untuk perkebunan masyarakat.
15
Lokasi yang terdapat banyak aktivitas manusia seperti pembukaan lahan untuk perkebunan akan berpengaruh terhadap pergerakan ular pada kondisi tertentu. Jika dilihat dari tipe tutupan lahan, pada tipe habitat kebun sawit yang dibagi menjadi 3 kelas umur memiliki tipe habitat yang sama, sehingga pada cluster kebun sawit tidak terbentuk komunitas yang berbeda. Jenis ular yang ditemukan saat dilakukan penelitian jika dibandingkan dengan penelitian Tajalli (2011) di Sungai Lesan Kalimantan Barat, tergolong rendah. Diduga hal ini disebabkan adanya perbedaan ketersediaan pakan maupun relung ekologi yang berbeda. Pada Sungai Lesan tipe habitat di dominasi oleh tipe akuatik yang dapat ditemukan banyak jenis dari famili Colubridae. Selain itu lokasi penelitian di Sungai Lesan memiliki letak geografis dan kondisi habitat yang berbeda. Hal ini mengakibatkan jenis ular yang dijumpai relatif berbeda. Sesuai dengan pola aktivitasnya, semua jenis ular umumnya memangsa mamalia, reptilia, aves dan amfibia yang banyak ditemukan pada malam atau siang hari yang berada di relung ekologi sungai, darat maupun vegetasi. Pakan yang dipilih juga bervariasi tergantung jenis kelamin. Hasil penelitian Sidik (2006) pada ular Ptyas mucosus menujukkan bahwa ular betina dan jantan memliki preferensi pakan yang berbeda. Hal ini diduga berhubungan ukuran dari jantan dan betina. Berdasarkan ketersediaan pakan di sekitar teritori ular tersebut ditemukan, bisa dilakukan pendugaan hewan yang dimangsa oleh ular. Pada jenis ular yang besar seperti Python reticulatus (ukuran panjang badan 4.7 meter dan lebar kepala hampir 10 cm) diduga jenis ular tersebut memakan jenis mamalia besar seperti babi hutan dan landak. Lokasi karst yang memiliki jumlah jenis tertinggi diduga memiliki ketersediaan pakan yang tinggi. Menurut Cundall (1987) pakan yang paling cocok untuk jenis ular yang berada di areal sawit adalah tikus. Hal ini disebabkan karena tikus merupakan hama yang paling sering ditemukan di areal perkebunan. Namun demikian, penelitian ini tidak menemukan ular yang memangsa tikus. Diduga hal ini disebabkan karena jumlah sampel yang terlalu sedikit. Pengamatan sekilas di lapang menemukan beberapa jenis tikus, namun perlu dilakukan penelitian lebih dalam tentang potensi pakan ular di perkebunan sawit. Untuk jenis ular yang ditemukan dalam penelitian, memiliki kebiasaan mencari makan yang berbeda. Ular Naja sumatrana aktif pada malam hari dan ditemukan di semua lokasi. Ular ini merupakan jenis terestrial yang mencari mangsanya di tanah seperti tikus ataupun amfibi terestrial. Sementara itu, jenis alboreal yang memiliki aktivitas lebih banyak di atas pohon seperti jenis Dendrelaphis pictus dan jenis ular Dendrelaphis caudolineatus sebagian besar (lihat tabel 4) memangsa cicak (Gekkonidae) yang hidup di pohon.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Tipe habitat Karst merupakan areal yang memiliki tingkat keanekaragaman jenis yang paling tinggi dan tipe habitat yang memiliki tingkat keanekaragaman terendah adalah hutan sekunder, pada tipe habitat kebun sawit dengan kelas umur yang berbeda tidak menunjukan perbedaan tingkat keanekaragaman jenis yang signifikan. Sedangkan tingkat kemerataan pada
16
setiap tipe habitat tergolong merata. Tingkat kemerataan tertinggi terdapat pada tipe habitat karst dan terendah adalah hutan sekunder. 2. Jenis-jenis ular yang ditemukan di kebun sawit memiliki tingkat kesamaan yang tinggi dengan hutan sekunder sehingga membentuk satu kelompok. Sementara itu, jenis ular yang berada di Karst relatif berbeda jauh dengan jenis ular yang ada di kelompok sawit dan hutan sekunder. 3. Pakan ular dalam penelitian ini sangat terbatas pada reptil dan amfibi sehingga tidak tergambar fungsi ular sebagai pengendali tikus pada kebun sawit. Saran 1. Penelitian ini dilakukan dengan membuat sampel jalur pengamatan berdasarkan tipe habitat, untuk mengetahui perbedaan dan mendapatkan jumlah jenis dan individu dengan karakteristik habitat pada lokasi kebun maka dibutuhkan pembuatan jalur berdasarkan blok kebun. 2. Guna menentukan pakan pada jenis ular dibutuhkan lebih banyak individu ular pada setiap jenisnya untuk mengetahui lebih spesifik jenis pakan dominannya.
DAFTAR PUSTAKA Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Bogor (ID): Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan. Brower JE, Zar JH. 1977. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Iowa, Dubuque: WMC Brown. Campbell NA, JB Reece, LG Mitchell. Cox MJ, Van Dijk PP, Nabhitabhata J, Thirakhupt K. 1998. A Photographic Guide to Snakes and Other Reptiles of Peninsular Malaysia, Singapore and Thailand. London, Sidney, Singapore : New Holland Publishers Ltd. Cundall D. 1987. Functional morphology. In Snakes: ecology and evolutionary biology. New York: Macmillan. Endarwin W. 2006. Keanekaragaman Jenis Reptil dan Biologi Cyrtodactylus cf fumosus di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Lampung – Bengkulu. [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Girsang P, Daswir. 1995. Ekonomi Pengendalian Hama Pada Tanaman Kelapa Sawit. Makalah Seminar dan Pameran Ilmiah Himpunan Mahasiswa Hama dan Penyakit Tumbuhan, USU, Medan. hlm 9. Goin CJ, Goin OB, Zug ZR. 1978. Introduction to Herpetology. Third Editions. San Fransisco: W. H. Freeman and Company. Hirai T, Matsui M. 2001. Feeding Habits of An Endangered Species Japanese Frog, Rana porosa brevipoda. Ecological Research 16: 737-743. Iskandar DT. 2000. Kura-kura dan Buaya Indonesia dan Papua Nugini Dengan Catatan Mengenai Jenis-jenis di Asia Tenggara. Bandung (ID): PAL Media Citra. Jeffries MJ. 1997. Biodiversity and Conservation. New York (US): Routledge. Kusrini MD, Kartono AP, Mulyani YA. 2011. Keanekaragaman Hidupan Liar di Areal Kelapa Sawit PT Tani Nusa Subur di Kalimantan Timur. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan.
17
Krebs CJ. 1978. Ecology The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Ecological Methodology. New York (US): Harper dan Row Publisher. Legler JM, Sullivan LJ. 1979. The Application of Stomuch-Flushing To Lizard And Anurans. Herpetologica 35(2): 107-110. Link R. 2005. Living with Wildlife in the Pacific Northwest: Snake. Washington (US): Department of Fish and Wildlife. O‟Shea M. 1996. A Guide to the Snake of Papua New Guinea. Port Moresby : Independent Group Pty Ltd. Mistar. 2008. Panduan Lapang Amfibi dan Reptil di Areal Mawas Propinsi Kalimantan Tengah (Catatan di Hutan Lindung Beratus). Kalimantan Tengah (ID): BOS Foundation. Odum EP. 1971. Fundamentals of Ecology. Philadelphia (US): WB Saunders Company. Purbatrapsila A. 2009. Studi Keanekaragaman Jenis dan Sebaran Spasial Ular pada Beberapa Tipe Habitat di Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Santosa Y. 1995. Teknik Pengukuran Keanekaragaman Satwaliar. Bogor (ID): Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Sidik I. 2006. Analisis isi perut dan ukuran tubuh ular Jali (Ptyas mucosus). Zoo Indonesia. 15 (2): 121-127. Soerianegara I. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Institut Pertanian. Bogor. Metoda Ekologi. Universitas Andalas. Padang. Stuebing R. 1994. A New Species of Cylindrophis (Serpentes: Cylindrophiidae) from Sarawak, Western Borneo. Raffles Bulletin of Zoology 42(4): 967973. Stuebing RB, Inger RF. 1998. Additional Records on Two Rare Snake from Borneo, with the Confirmation of Trimeresurus malcomi Loveridge as a Distinct Species. Raffles Bulletin of Zoology 46(2): 325-328. Tajalli A. 2011. Keanekaragaman Jenis Reptil di Kawasan Lindung Sungai Lesan, Kalimantan Timur. [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. UNEP-WCMC. 2005. Checklist of herpetofauna listed in the CITES appendices and in EC regulation 338/97. 10th edition. JNCC Report No. 378. Urbina-Cardona JNS, Olivares-Pe´rez M, Reynoso VCH. 2006. Herpetofauna Diversity and Microenvironment Correlates Across a Pasture–Edge– Interior Ecotone in Tropical Rainforest Fragments in the Los Tuxtlas Biosphere Reserve of Veracruz, Mexico. Biological Conservation 132 (2006): 61-75. Whitfield JG, Ryan TJ, Philippi T, Leiden YA, Dorcas ME, Wigley TB. 2002. Monitoring Herpetofauna In a Managed Forest Landscape (GB): effects of habitat types and census techniques. Savannah River Ecology Laboratory. Biological Science 167: 1– 3.
18
Lampiran 1 Perjumpaan ular di perkebunan sawit PT STN beserta koordinatnya No
Tanggal
Waktu
Jenis
South
East
Y_Projection
X_Projection
1
20-Sep-12
20.32
Xenopeltis unicolor
1.41235°
116.46811°
9843886
440831
2
20-Sep-12
21.02
Dendrelaphis pictus
1.41288°
116.46746°
9843827
440760
3
21-Sep-12
11.25
Elaphe taeniura
1.39087°
116.48305°
9846261
442492
4
22-Sep-12
14.32
Dendrelaphis caudolineatus
1.41235°
116.46811°
9843886
440831
5
21-Sep-12
11.21
Python reticulatus
1.38113°
116.48699°
9847338
442931
6
21-Sep-12
8.42
Python reticulatus
1.38810°
116.45553°
9846566
439431
7
25-Sep-12
20.28
Dendrelaphis caudolineatus
1.35159°
116.46889°
9850602
440916
8
25-Sep-12
20.35
Dendrelaphis caudolineatus
1.35162°
116.46879°
9850598
440906
9
1-Okt-12
16.42
Naja sumatrana
1.40234°
116.49699°
9844992
444044
10
4-Okt-12
20.42
Naja sumatrana
1.37236°
116.48415°
9848306
442614
11
5-Okt-12
15.32
Naja sumatrana
1.39961°
116.48972°
9845295
443235
12
5-Okt-12
21.06
Dendrelaphis caudolineatus
1.37240°
116.47273°
9848302
441344
13
8-okt-12
20.58
Dendrelaphis caudolineatus
1.42257°
116.43142°
9842755
436750
14
11-okt-12
20.11
Dendrelaphis caudolineatus
1.41756°
116.47319°
9843310
441397
15
11-okt-12
21.46
Oligodon purpurascens
1.39935°
116.48972°
9845295
443235
16
9-okt-12
10.36
Python reticulatus
1.37235°
116.47273°
9848302
441344
17
15-okt-12
20.32
Zaocys fucus
1.3957°
116.46784°
9845726
440800
Lampiran 2 Ukuran dan jenis pakan ular yang ditemukan di PT STN SVL No Jenis Sex (cm) Akt YX 1 Xenopeltis unicolor 28 Bergerak 02 2 Dendrelaphis pictus Jantan 53 Diam 20 3 Elaphe taeniura Jantan 150 Bergerak 02 Dendrelaphis 4 caudolineatus Jantan 97 Bergerak 00 5 Python reticulatus Diam 21 6 Python reticulatus Jantan 4.76 Bergerak 00 Dendrelaphis 7 caudolineatus Betina 106 Diam 20 Dendrelaphis 8 caudolineatus Bergerak 1.5 0 9 Naja sumatrana Jantan 77 Bergerak 00 10 Naja sumatrana Bergerak 00 11 Naja sumatrana Bergerak 00 Dendrelaphis 12 caudolineatus Jantan 39 Diam 10 Dendrelaphis 13 caudolineatus Jantan 30 Bergerak 32 Dendrelaphis 14 caudolineatus Jantan 55 Diam 13 15 Oligodon purpurascens Jantan 53.5 Mati 00 16 Python reticulatus Jantan 1.28 bergerak 00 17 Zaocys fucus Jantan 1.96 Diam 21 Keterangan: alat penimbang berat badan terbatas sampai 60 gram
Berat (g) 27 >60
Pakan ada -
Ket Tidak Tertangkap Tertangkap Tertangkap
Pakan
>60 -
Tertangkap Tidak Tertangkap
Katak+cicak+kadal
>60
ada Analisa feces
>60
ada
Tertangkap
>60 >60 -
-
7.75
-
Tertangkap Bedah Tidak Tertangkap Tidak Tertangkap Stomach flushing +Bedah
analisa lab -
Stomach flushing Stomach flushing +Bedah Mati terlindas truck Stomach flushing Pembedahan
>60 24 >60 >60 >60
Cicak+kadal
Tertangkap Katak+cicak
19
20
Lampiran 3 Jumlah individu ular yang ditemukan per habitat Tipe Habitat Jenis Karst Sawit Muda 1 0 Xenopeltis unicolor Dendrelaphis 0 2 caudolineatus 1 0 Dendrelaphis pictus 1 0 Elaphe taeniura 2 2 Python reticulatus 1 2 Naja sumatrana 0 0 Oligodon purpurascens 1 0 Zaocys fucus 7 6 Ʃind
Sawit Menengah 0
Sawit Tua 0
Hutan Sekunder 0
2
2
0
0 0 1 1 0 0 4
0 0 0 1 1 0 4
0 0 0 1 0 0 1
Lampiran 4 Hasil Analisis Komponen utama T hitung dan T hitung pada tiap tipe habitat Principal Component Analysis: Karst, KSM, KSME, KST, HS Eigenanalysis of the Covariance Matrix Eigenvalue
6.6790
4.8731
0.4456
0.0000
-0.0000
Proportion
0.557
0.406
0.037
0.000
-0.000
Cumulative
0.557
0.963
1.000
1.000
1.000
Variable Karst KU9 KU13 KU17 HS
PC1 0.45 -0.193 0.007 0.031 -0.916
PC2 0.84 0.103 0.3 0.285 0.315
PC3 -0.019 -0.062 0.732 -0.679 -0.011
PC4 -0.33 -0.498 0.518 0.613 0.003
PC5 -0.221 0.837 0.327 0.286 -0.248
Karst KU9 KU13 KU17 HS
H' 1.747868 1.098612 1.039721 1.039721 0
Var H' 0.107054 0.161883 0.272698 0.272698 0
N 7 6 4 4 1
tHitung K
thitung KU9
thitung KU13
thitung K17
1.251961 1.149142 1.149142 5.34205
0.089334 0.089334 0.427828
0 1.99102
1.99102
21
22
Lampiran 5 Peta penyebaran ular di PT STN
23
Lampiran 6 Jenis - jenis ular yang ditemukan di PT STN Python reticulatus Ular jenis ini mudah dikenali karena umumnya bertubuh besar. Jenis ular dari famili Pythonidae dibedakan dengan jenis ular jenis lainnya dengan melihat sisiksisik dorsalnya (sisik bagian punggung) yang lebih dari 45 deret, dan sisik- sisik ventralnya (sisik bagian perut) yang lebih sempit dari lebar sisi bawah tubuhnya. Jenis ular ini termasuk kedalam jenis ular yang tidak berbisa, namun memiliki otot pada tubuhnya yang berfungsi unutk melilit mangsanya. Jenis ular ini saat ditangkap di PT STN ditemukan ukuran tubuhnya mencapai 4,7 meter. Tubuhnya memiliki pola warna tersusun dari warnawarna hitam, kecoklatan, kuning dan putih di sepanjang sisi dorsal tubuhnya. Satu garis hitam tipis berjalan di atas kepala dari moncong hingga tengkuk, menyerupai garis tengah yang membagi dua kanan kiri kepala secara simetris dan masingmasing satu garis hitam lain yang lebih tebal berada di tiap sisi kepala. Mangsa pakan : Berbagai jenis vertebrata berdarah panas dan sering memangsa hewan ternak pada areal pemukiman. Penyebaran di PT STN : Karst, Kebun sawit. Kadar Bisa : Tidak mematikan Foto oleh : R Tirtayasa
Dendrelaphis caudolineatus Jenis ular Dendrelaphis caudolineatus adalah diurnal atau aktif pada siang hari dan jenis ini merupakan jenis ular yang lebih banyak aktif di atas pohon. Ular ini termasuk pada jenis ular pada famili Colubridae dan marga Colubrinae, Ular ini memangsa katak, kadal dan tokek serta hewan kecil lainnya. Pada bagian perut berwarna putih atau kekuningan. Ular ini tidak memiliki garis di seluruh mata seperti beberapa ular dengan jenis Dendrelaphis lainnya. Bagian atas kepala berwarna coklat - warna perunggu. Pada saat ditemukan di areal PT STN panjang saat ditemukan mencapai 1,3 meter. Jenis pakan : Katak, cicak, kadal Penyebaran di PT STN : Hutan sekunder, karst maupun kebun sawit Kadar Bisa : tidak mematikan Foto oleh : R Tirtayasa
24
Dendrelaphis pictus Jenis ular ini tersebar luas dan umum, dapat ditemukan di berbagai tipe habitat termasuk semak belukar, hutan sekunder dan kebun. Jenis ini aktif pada siang hari untuk mencari mangsa. Jenis pakan ular ini kadal dan katak. Jenis ular ini saat ditemukan akan lari cepat ketika merasa terancam atau terganggu (jenis ular yang agresif). Pada bagian kepalanya terdapat warna kuning kecoklatan, pada bagian tubuh samping terdapat garis berwarna hitam dan masker hingga menyentuh mata. Ketika terancam akan mengembang tubuhnya sedikit sehingga terdapat warna sisik kebiruan atau turquoise yang mendasari sisik tubuh. Jenis pakan : Katak, cicak, kadal Penyebaran di PT STN : Hutan sekunder, karst maupun kebun sawit Kadar bisa : tidak mematikan Foto oleh : R Tirtayasa Zaocys fucus
Ular tikus dapat mencapai panjang 300 cm, ventral jantan 192-197, betina 188191, anal terpisah, subcaudal jantan 155161, betina 161-165, bibir atas sembilan, sisik kelima dan keenam menyentuh mata, setengah lingkar tubuh 16 dan mereduksi sampai 12 sebelum ekor. Warna, spesimen umumnya coklat gelap dan bagian ventral putih, specimen anakan separuh dari badan coklat gelap dan sisanya berwarna hijau. Menempati habitat hutan primer sampai sekunder. Jenis Pakan :Tikus, katak, maupun hewan vertebrata lainnya Penyebaran di PT STN : Areal HCV dan hutan sekunder karst. Kadar bisa : tidak mematikan Foto oleh : R Tirtayasa
25
Oligodon purpurascens Dalam kategori marga Oligodon, jenis ini berdasarkan ukuran tubuhnya tergolong ular yang besar dan dapat mencapai 950 mm. Punggung berwarna coklat dengan garis-garis melintang kegelapan yang tepinya hitam, pada bagian dorsal lebih lebar kadangkala juga dengan tepi yang berombak. Garis garis pada tengkuk biasanya lebih tipis dan menyatu dengan pita gelap yang melalui moncong hingga ke mata. Sedangkan yang lainnya berupa garis coreng berwarna kegelapan pada bagian temporal. Ular ini banyak ditemukan di daerah dataran rendah dan perbukitan dengan ketinggian mencapai 1200 m dpl. Aktifitas hariannya dilakukan di malam hari dan biasa tinggal di dalam liangliang tanah. Makanannya terdiri dari katak, kadal dan telur-telurnya. Penyebaran di PT STN : Pada habitat kebun sawit Kadar bisa : tidak mematikan Foto oleh : R Tirtayasa Naja sumatrana Jenis ular berukuran relatif besar dengan panjng mencapai 1,5m. dorsal 15-17 baris halus, ventral 187-206 baris. Subcaudal 42-53 baris dengan enam sisik awal tunggal dan selanjutnya berpasangan. Supralabial 7 baris dengan sisik ke 3-4 baris menyentuh mata. Sisik ke 3 supralabial membesar dan menghubungkan mata dengan nasal. Dorsal dan ventral hitam polos, kepala cokelat kehitaman. Termasuk jenis ular berbisa tinggi dengan tipe bisa neurotoxin. Jenis ular ini sangat berbahaya bagi manusia. Bisa atau racun ular sendok merupakan salah satu yang terkuat dari jenisnya, dan mampu membunuh manusia. Ular sendok melumpuhkan mangsanya dengan menggigit dan menyuntikkan bisa neurotoxin pada hewan tangkapannya (biasanya binatang mengerat atau burung kecil) melalui taringnya. Bisa tersebut kemudian melumpuhkan syaraf-syaraf dan otot-otot si korban (mangsa) dalam waktu yang hanya beberapa menit saja. Mangsa pakan : Berbagai jenis reptil dan mamalia terutama tikus. Habitat : Daerah berhutan, tegakan sekunder, kebun, dan pemukiman. Penyebaran di PT STN : Pada setiap blok kebun sawit, karst maupun hutan sekunder. Kadar bisa : tidak mematikan Foto oleh : R Tirtayasa
26
Elaphe taeniura Elaphe taeniura atau biasa disebut ratsnake yang mempunyai ukuran tubuhnya dengan panjang (139cm250cm). Mereka aktif di siang hari maupun di malam hari dan dapat ditemukan pada tipe habitat dari hutan sekunder sampai kebun dan dekat dengan pemukiman manusia. Jenis ini biasanya dapat ditemukan di areal goa, jenis yang agresif jika merasa terancam. Tubuhnya berwarna abu, pada sisik ventralnya berwarna terang. Jenis ini merupakan jenis ular yang tidak berbisa mematikan. Jenis pakan : Tikus, kelelawar da hewan vertebrata kecil lainnya. Penyebaran di PT STN : Karst Kadar bisa : tidak mematikan Foto oleh : R Tirtayasa
27
RIWAYAT HIDUP Raden Tirtayasa dilahirkan di Bogor Jawa Barat pada tanggal 2 mei 1990 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Yayat Muhayat (alm) dan Ibu Mintarsih (alm). Penulis memulai pendidikan pada tahun 1995 di TK Mekar dan lulus pada tahun 1996. Penulis melanjutkan sekolah dasar di SDN Gunung Batu 01 dan lulus pada tahun 2002. Tahun 2002 penulis melanjutkan ke SMP Negeri 7 Bogor dan lulus pada tahun 2005, setelah itu melanjutkan ke SMA Negeri 8 Bogor pada tahun 2005 dan lulus pada tahun 2008. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur USMI dan pada tahun 2009 diterima pada program mayor Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif sebagai anggota dan pengurus Biro Informasi dan Komunikasi serta Kelompok Pemerhati Herpetofauna pada organisasi HIMAKOVA periode 2009-2010. Penulis pernah melaksanakan praktek dan kegiatan lapang antara lain: Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di cagar alam Burangrang Jawa Barat (2009) dan Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Sebangau Kalimantan Tengah (2010), Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Kamojang dan Leuweung Sancang (2010), Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (2011), serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (2012). Dalam usaha memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi berjudul “Keanekaragaman Jenis Ular di Areal Perkebunan Sawit PT Sukses Tani Nusasubur, Kalimantan Timur” yang dibimbing oleh Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si. dan Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si.