STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA BESAR PADA AREAL KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO YANG BERBATASAN DENGAN KEBUN KELAPA SAWIT PT. INTI INDOSAWIT SUBUR UKUI, KABUPATEN PELALAWAN PROPINSI RIAU
FEBI MURYANTO
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA BESAR PADA AREAL KAWASAN TAMAN NASIONAL TESSO NILO YANG BERBATASAN DENGAN KEBUN KELAPA SAWIT PT. INTI INDOSAWIT SUBUR UKUI, KABUPATEN PELALAWAN PROPINSI RIAU
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
FEBI MURYANTO
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Penelitian : Studi Keanekaragaman Jenis Mamalia Besar Pada Areal Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo yang Berbatasan dengan Kebun Kelapa Sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau Nama : Febi Muryanto NRP : E 34103088
Menyetujui: Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. A. Machmud Thohari, DEA NIP : 130 891 377
Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr. NIP : 131 578 788
Tanggal lulus:
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Segala Puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya, yang telah memilih kita sebagai ummat Sayyidina Muhammad saw, dan menyelamatkan kita dari Gelapnya Kebodohan dan Kehinaan Dosa, Segala Puji bagi Allah Yang telah memberi kita Hidayah, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan Rahmat dan Kemudahan dariNya SWT. Sholawat serta salam semoga senantiasa tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw beserta keluarga, para sahabatnya, serta para pengikutnya yang tetap setia dan tetap istiqomah dalam mengikuti semua perjalanannya. Skripsi ini berjudul Studi Keanekaragaman Jenis Mamalia Besar Pada Areal Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo yang Berbatasan dengan Kebun Kelapa Sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau, disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini menggambarkan jenis satwaliar yang ada di Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo, informasi mengenai perambahan dan konversi lahan yang terjadi. Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan yang terdapat dalam tulisan ini karena itu masukan, kritikan dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan tulisan ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. A. Macmud Thohari, DEA sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan masukan dan saran terhadap penulisan skripsi ini. Selanjutnya penulis juga menghaturkan terima kasih kepada pihak PT. Inti Indosawit Subur, atas berkenannya memberikan fasilitas penunjang penelitian. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat serta menjadi pendorong bagi penulis untuk mengkaji dan menggali lebih dalam pengetahuan yang telah diperoleh. Bogor, Mei 2009 Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih, kepada: 1. Ayahanda dan Ibunda tercinta atas segala kasih sayang dan do’anya yang tidak akan pernah habis untuk dipanjatkan, kakak-kakak ku (Yudha Yudhianto, Rita Susanti dan keluarga, Tati Haryanti dan keluarga), serta seluruh keluarga. 2. Dr. Ir. A. Machmud Thohari, DEA yang telah memberikan bimbingan, dorongan dan saran hingga selesainya penyusunan skripsi ini. 3. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS. selaku dosen penguji wakil dari Departemen Silvikultur dan Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS. selaku dosen penguji wakil dari Departemen Hasil Hutan atas saran, masukan dan wawasan yang diberikan. 4. Segenap pimpinan dan staf PT. Inti Indosawit Subur atas segala kerjasama yang diberikan. 5. Balai Taman Nasional Tesso Nilo, Polhut, dan PEH TNTN atas bantuannya selama penelitian di lapangan. 6. Ir. H. Didi Suharyadi (E 20_) dan keluarga atas segala kasih sayang yang diberikan baik moral maupun spiritual juga sehingga penulis bisa dengan baik menyelesaikan studi di KSHE IPB. 7. Staf dan Dosen-dosen Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. 8. Rekan-rekan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata’40, Manajemen Hutan’40, Teknologi Hasil Hutan’40, dan Silvikultur’40 atas kebersamaannya. 9. Keluarga Besar Asrama Mahasiswa IPB ”Sylvasari” 40 (M. Ramli, Agus R., Andi I, Mujinius J., Feri I., Jati S., Sandrio I., Bhakti A., Romadoni A., Sansan S., Ade W.) atas segala kebersamaan baik suka maupun duka. 10. Sahabat-sahabat ku SDN Sukatani V, SMP N 4 Cimanggis dan SMU PGRI Cibinong. 11. Rekan-rekan seperjuangan di Kutai Kertanegara. 12. Seluruh pihak lainnya yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada hari Kamis tanggal 7 Februari 1985, putra keempat dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Sudiono dan Ibu Winarsih. Pendidikan formal penulis dimulai di SD Negeri Sukatani V pada tahun 1990 dan lulus pada tahun 1996 kemudian melanjutkan studi di SLTP Negeri 4 Cimanggis dan lulus pada tahun 1999. Penulis melanjutkan ke SMU PGRI Cibinong dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2003 penulis diterima di Fahutan IPB Dept. KSH melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2006 penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Hutan di KPH Banyumas Barat dan KPH Banyumas Timur dan Praktek Pengelolaan Hutan dikampus Getas UGM gelombang II. Pada bulan Februari-April 2007 penulis melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Lore Lindu Propinsi Sulawesi Tengah. Selama masa studi penulis aktif di BEM Fahutan IPB pada tahun 2004-2005 sebagai anggota Dept. Kom Info. Pada tahun yang sama di TMPLLK (Tim Mahasiswa Peduli Lingkungan Lingkar Kampus) IPB sebagai staf Lingkungan dan sebagai Sekretaris Asrama Mahasiswa IPB Sylvasari. Pada tahun 2005-2006 sebagai Ketua Komisi A di DPM Fahutan IPB dan Sebagai Wakil Ketua Asrama Mahasiswa IPB Sylvasari. Pada tahun 2006-2007 penulis diamanahkan sebagai Ketua Asrama Mahasiswa IPB Sylvasari. Pada tahun 2007-2008 penulis juga diamanahkan sebagai Koordinator Penanaman BSCA (Bumi Sengon Cahaya Alam) di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Selain itu penulis juga terpilih sebagai finalis dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XXI di Semarang tahun 2008. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul “Studi Keanekaragaman Jenis Mamalia Besar Pada Areal Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo yang Berbatasan dengan Kebun Kelapa Sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui Riau” di bawah bimbingan
Dr.
Ir.
A.
Machmud
Thohari,
DEA.
i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................... DAFTAR TABEL ...................................................................................... DAFTAR GAMBAR .................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. I.
i iii iv v
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1.2. Tujuan ........................................................................................... 1.3. Manfaat .........................................................................................
1 2 2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Jenis................................................................... 2.2. Bio-Ekologi Mamalia..................................................................... 2.3. Penyebaran Mamalia Besar ........................................................... 2.4. Pergerakan dan Daerah Jelajah Satwaliar ..................................... 2.5. Dampak Pembalakan Terhadap Kehidupan Satwaliar ..................
3 4 5 6 7
III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 3.2. Bahan dan Alat .............................................................................. 3.3. Metode Pengumpulan Data 3.3.1. Inventarisasi mamalia ......................................................... 3.3.2. Inventarisasi vegetasi .......................................................... 3.3.3. Karakteristik biofisik kawasan............................................ 3.4. Analisis Data 3.4.1. Analisis vegetasi ................................................................ 3.4.2. Indeks kekayaan jenis ......................................................... 3.4.3. Indeks keanekaragaman jenis.............................................. 3.4.4. Indeks kemerataan jenis ...................................................... 3.4.5. Kesamaan komunitas mamalia besar .................................. 3.4.6 Sebaran mamalia besar di areal TNTN ................................ 3.4.7. Status perlindungan mamalia besar..................................... 3.4.8. Pemanfaatan aktivitas dan stratifikasi hutan....................... 3.4.9. Pengaruh kebun kelapa sawit terhadap kanekargaman jenis mamalia besar .................................... IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah Kawasan ............................................................................ 4.2. Letak dan Luas ............................................................................... 4.3. Keadaan Iklim dan Topografi ........................................................ 4.4. Kondisi Geologi dan Tanah ........................................................... 4.5. Aksesibilitas ................................................................................... 4.6. Potensi Flora dan Fauna 4.6.1. Flora .................................................................................... 4.6.2. Fauna...................................................................................
9 10 10 11 12 12 13 13 13 14 14 15 16 16 17 17 18 18 18 19 20
ii Halaman V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Habitat 5.1.1. Jalur I ................................................................................... 5.1.2. Jalur II.................................................................................. 5.1.3. Jalur III ................................................................................ 5.1.4. Jalur IV ................................................................................ 5.1.5. Jalur V.................................................................................. 5.1.6. Jalur VI................................................................................. 5.1.7. Jalur VII ............................................................................... 5.2. Keanekaragaman Jenis Mamalia Besar 5.2.1. Keanekaragaman (Indeks shannon-wiener)......................... 5.2.2. Kekayaan jenis..................................................................... 5.2.3. Kemerataan jenis ................................................................. 5.2.4. Kesamaan komunitas........................................................... 5.3. Sebaran Mamalia Besar di Areal TNTN........................................ 5.4. Status Konservasi Mamalia Besar ................................................. 5.5. Pemanfaatan Waktu Aktivitas dan Stratifikasi Hutan 5.5.1. Pemanfaatan waktu aktivitas mamalia besar ...................... 5.5.2. Pemanfaatan stratifikasi hutan mamalia besar .................... 5.6. Pengaruh Kebun Kelapa Sawit Terhadap Keanekargaman............ 5.7. Ancaman Terhadap Kelestarian Jenis Mamalia 5.7.1. Penebangan liar.................................................................... 5.7.2. Perburuan liar ...................................................................... 5.7.3. Perambahan hutan................................................................
22 22 22 23 24 26 27 30 32 33 34 35 36 38 39 41 44 44 45
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan .................................................................................... 6.2. Saran ..............................................................................................
46 46
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
47
LAMPIRAN ...............................................................................................
51
iii DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Letak koordinat Jalur penelitian di areal TNTN.....................................
10
2. Rekapitulasi jenis yang mendominasi pada Jalur I.................................
22
3. Rekapitulasi jenis yang mendominasi pada Jalur II ...............................
23
4. Rekapitulasi jenis yang mendominasi pada Jalur III..............................
24
5. Rekapitulasi jenis yang mendominasi pada Jalur IV..............................
25
6. Rekapitulasi jenis yang mendominasi pada Jalur V ...............................
26
7. Rekapitulasi jenis yang mendominasi pada Jalur VI..............................
27
8. Rekapitulasi jenis yang mendominasi pada Jalur VII ............................
28
9. Jenis mamalia besar yang ditemukan di lokasi penelitian TNTN berdasarkan pengamatan langsung .........................................................
29
10. Indeks kesamaan komunitas antar Jalur .................................................
35
11. Sebaran jenis mamalia besar di areal TNTN...........................................
36
12. Daftar jenis mamalia besar yang dilindungi yang ditemukan di lokasi penelitian ................................................................................................
37
13. Pemanfaatan strata hutan oleh masing-masih jenis mamalia besar........
40
iv DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1. Peta lokasi penelitian TNTN dan kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau. (Citra Landsat BTIC Biaotrof-Bogor dan WWF Indonesia Riau Program) .....
9
2. Bentuk transek garis pengamatan mamalia ............................................
11
3. Bentuk unit contoh metode garis berpetak dalam inventarisasi vegetasi
12
4. Rekapitulasi 10 famili dengan jumlah jenis terbanyak...........................
21
5. Jumlah jenis mamalia besar berdasarkan tingkat trofik .........................
30
6. Nilai indeks Shannon Wiener pada setiap Jalur .....................................
31
7. Jenis primata yang ditemukan (a) Owa ungko (Hylobates agilis), (b) Lutung budeng (Trachypithecus auratus). .............................................
32
8. Indeks kekayaan jenis di setiap Jalur......................................................
33
9. Indeks kemerataan jenis pada setiap Jalur..............................................
34
10. Pembagian bentuk aktivitas mamalia besar............................................
39
11. Hubungan jarak pengamatan dengan keanekaragaman..........................
43
12. Bekas potongan kayu dalam kawasan TNTN ........................................
44
13. Papan larangan, (a) menduduki kawasan hutan; (b) membunuh satwaliar..................................................................................................
45
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
v 1. Jenis-jenis tumbuhan di kawasan TNTN ...............................................
51
2. Indeks nilai penting vegetasi tingkat semai di Jalur I.............................
54
3. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di Jalur I.........................
55
4. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di Jalur I..............................
56
5. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pohon di Jalur I............................
57
6. Indeks nilai penting vegetasi tingkat semai di Jalur II ...........................
58
7. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di Jalur II .......................
58
8. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di Jalur II.............................
59
9. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pohon di Jalur II...........................
60
10. Indeks nilai penting vegetasi tingkat semai di Jalur III...........................
61
11. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di Jalur III......................
61
12. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di Jalur III ...........................
62
13. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pohon di Jalur III .........................
62
14. Indeks nilai penting vegetasi tingkat semai di Jalur IV ..........................
63
15. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di Jalur IV......................
63
16. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di Jalur IV ...........................
64
17. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pohon di Jalur IV .........................
64
18. Indeks nilai penting vegetasi tingkat semai di Jalur V............................
65
19. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di Jalur V .......................
65
20. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di Jalur V ............................
66
21. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pohon di Jalur V ..........................
66
22. Indeks nilai penting vegetasi tingkat semai di Jalur VI ..........................
67
23. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di Jalur VI......................
67
24. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di Jalur VI ...........................
67
25. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pohon di Jalur VI .........................
68
26. Indeks nilai penting vegetasi tingkat semai di Jalur VII .........................
68
27. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di Jalur VII .....................
69
28. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di Jalur VII..........................
69
29. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pohon di Jalur VII........................
70
30. Jenis mamalia besar pada Jalur I.............................................................
70
31. Jenis mamalia besar pada Jalur II............................................................
70
No.
Halaman
32. Jenis mamalia besar pada Jalur III ..........................................................
71
33. Jenis mamalia besar pada Jalur IV ..........................................................
71
vi 34. Jenis mamalia besar pada Jalur V ...........................................................
71
35. Jenis mamalia besar pada Jalur VI ..........................................................
71
36. Jenis mamalia besar pada Jalur VII.........................................................
71
37. Analisis regresi linier .............................................................................
72
38. Analisis keragaman (ANOVA) ...............................................................
72
39. Data pertemuan langsung terhadap mamalia besar.................................
72
40. Data pertemuan tidak langsung mamalia besar.......................................
74
41. Rekapitulasi perjumpaan langsung .........................................................
76
1 I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) merupakan taman nasional yang
terletak di Propinsi Riau, Indonesia. Penetapan kawasan TNTN ini tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.255/Menhut-II/2004 tanggal 19 Juli 2004 mengenai perubahan fungsi sebagian kawasan Hutan Produksi Terbatas di Kelompok Hutan Tesso Nilo yang terletak di Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau. Luas TNTN ± 38.576 hektar. Kawasan yang masuk wilayah taman nasional ini adalah kawasan bekas Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang terletak di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu. Hingga kini di sekelilingnya masih terdapat kawasan HPH. Hampir seluruh jenis satwaliar dilindungi dapat ditemukan pada daerah pada areal kawasan TNTN. Taman Nasional Tesso Nilo memiliki berbagai potensi flora dan fauna yang beragam. Terdapat 360 jenis flora yang tergolong dalam 165 marga dan 57 suku, 107 jenis burung, 23 jenis mamalia, tiga jenis primata, 50 jenis ikan, 15 jenis reptilia dan 18 jenis amfibia (Dephut 2004). Letak dari TNTN ini dikelilingi oleh vegetasi hutan alam, hutan akasia, pemukiman dan perkebunan kelapa sawit. Berbagai macam kegiatan yang dilakukan manusia yang berdekatan dengan TNTN mengakibatkan terjadinya perubahan pada komponen ekosistem baik komponen biotik maupun komponen abiotik. Salah satunya adalah perkebunan kelapa sawit. Adanya kegiatan perkebunan dapat memberikan pengaruh terhadap keberadaan satwaliar di kawasan tersebut. Dengan berkembangannya perkebunan kelapa sawit berdampak besar terhadap rusak dan hilangnya habitat satwaliar. Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit menyebabkan terganggunya berbagai macam spesies yang ada di dalamnya. Namun, perkebunan kelapa sawit juga berperan bagi kelangsungan hidup spesies lainnya. Perkebunan kelapa sawit sebagai salah satu komponen habitat memiliki arti penting bagi kelestarian berbagai jenis tumbuhan, satwa serta ekosistem yang ada di dalamnya. Selain sebagai penghasil bahan baku Crude Palm Oil (CPO), kawasan ini juga dapat dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan, penelitian serta kegiatan penunjang budidaya. Namun, potensi keanekaragaman hayati yang
2
terdapat di kawasan kebun kelapa sawit belum dikelola dengan baik karena kurangnya informasi dan data mengenai potensi keanekaragaman yang terkandung di dalamnya, salah satunya mengenai mamalia. Oleh karena itu, telah dilakukan penelitian mengenai studi keanekaragaman jenis mamalia, khususnya mamalia besar yang dapat menggambarkan keberadaan spesies tersebut dan penyebarannya pada areal kawasan TNTN yang berbatasan dengan kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau.
1.2.
Tujuan Penelitian Penelitian mengenai studi keanekaragaman jenis mamalia besar pada areal
TNTN yang berbatasan dengan kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau ini bertujuan untuk:. 1). Mengetahui keanekaragaman jenis mamalia besar di areal kawasan TNTN yang berbatasan kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau. 2). Mengetahui penyebaran jenis mamalia besar di areal kawasan TNTN yang berbatasan kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau.
1.3.
Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan data
terbaru mengenai keanekaragaman hayati khususnya jenis mamalia besar sehingga akan mempermudah dalam pengambilan tindakan dan jenis keputusan bagi pengelola taman nasional. Sedangkan untuk perkebunan kelapa sawit dapat memberikan data sebagai bahan pengelolaan keanekaragaman hayati di perkebunan kelapa sawit sehingga dapat bermanfaat untuk kelestarian biodiversiti dan kelestarian usaha perkebunan kelapa sawit.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman hayati atau biological diversity (biodiversity) adalah
seluruh keanekaan bentuk kehidupan di muka bumi ini beserta interaksinya (BAPPENAS 2003). Keanekaragaman hayati memliki dua komponen utama, yaitu kekayaan jenis yang merupakan jumlah jenis dari suatu areal dan kemerataan jenis yang merupakan kelimpahan relatif suatu individu pada setiap spesies (Feldhamer et al. 1999). Kedua komponen tersebut memiliki nilai perhitungan yang dikenal dengan indeks kekayaan jenis dan indeks kemerataan jenis. Ledwig dan Reynold (1988) menyatakan bahwa indeks tersebut digabungkan menjadi satu nilai yang sama dengan indeks keanekaragaman. BAPPENAS (2003) menyatakan ada tiga tingkatan yang terkait dengan keanekaragaman hayati, yaitu: 1) Keanekargaman ekosistem: keanekaan bentuk dan susunan bentang alam daratan maupun perairan, dimana makhluk atau organisme hidup berinteraksi dan membentuk keterkaitan dalam lingkungan fisiknya. 2) Keanekaragaman jenis: keanekaan jenis organisme yang menempati suatu ekosistem, di darat maupun di perairan. 3) Keanekaragaman genetik: keanekaan individu di dalam suatu jenis yang disebabkan oleh perbedaan genetik antara individu. Keanekaragaman merupakan hal yang paling penting dalam mempelajari suatu komunitas. Keanekaragaman jenis merupakan pertanyaan yang paling mendasar dalam ekologi, baik teori maupun terapan sehingga ahli ekologi harus mengetahui cara mengukur keanekaragaman jenis dan memahami hasil pengukurannya (Odum 1971). Permasalahnya banyak sekali metode yang berkembang namun sampai saat ini belum ada kesepakatan dari para ahli ekologi untuk metode tersebut. Namun, banyak pengukuran keanekaragaman jenis tidak terlepas dari konsep keragaman jenis yang mempunyai dua komponen, yaitu (1) jumlah jenis (species richeness) yang disebut kepadatan jenis (species density), berdasarkan pada jumlah total jenis yang ada dan (2) kesamaan/kemerataan (evenness atau equatability) yang
4
berdasarkan pada kelimpahan relatif suatu jenis dan tingkat dominansi (Odum 1971; Krebs 1992; Magguran 1988).
2.2.
Bio-Ekologi Mamalia Mamalia merupakan kelompok yang memiliki kelas tertinggi dalam dunia
hewan. Pada umumnya mamalia dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu mamalia kecil dan mamalia besar. Mamalia kecil adalah mamalia yang memiliki berat badan berkisar antara 2 g - 5 kg. Jenis-jenis mamalia kecil antara lain adalah kelelawar (Chiroptera), bajing dan tikus (Rodentia), tupai (Scadentia). Sedangkan mamalia besar adalah mamalia yang berat badannya diatas 5 kg (Bouliere 1975). Taksonomi mamalia menurut Jasin (1992) adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Sub Kingdom : Metazoa Filum
: Chordata
Sub Filum
: Craniata
Klas
: Mamalia Selanjutnya Jasin (1992) menyebutkan bahwa kelas mamalia sendiri
menjadi tiga sub kelas, yaitu: 1) Sub kelas Prototheiria, yang hanya terdiri dari satu ordo, yaitu monotremata 2) Sub kelas Allotheria (sudah punah) 3) Sub kelas Theria, yang terdiri dari 27 ordo, yaitu Marsupialia, Insektivora, Dermopyera, Chiroptera, Primata, Tillodontia (sudah punah), Taediodota (sudah punah), Edentata (Xanathra), Pholidota, Lagomorpha, Rodentia, Cetacea, Carnivora, Condylartha, Litopterma, Notoungulata, Astrapotheria, Tubulidentata,
Pantodonta,
Dinocerata,
Pyirotheria,
Proboscidea,
Embrithopoda, Hyracoida, Sirenia, Prissodactyla, dan Artiodactyla. Mamalia yang ada di Indonesia terdiri dari 15 ordo, yaitu Monotremata, Marsupilalia,
Insektivora,
Dermopyera,
Chiroptera,
Primata,
Pholidota,
Lagomorpha, Rodentia, Catacea, Carnivora, Proboscieda, Sirenia, Prissodactyla, Artiodactyla. Ordo yang terdapat di Malaya (termasuk Sumatera) dan Singapura terdiri dari 9 ordo, yaitu Insektivora, Dermopyera, Chiroptera, Primata, Pholidota,
5
Rodentia, Proboscidea, Prissondactyla, dan Artiodactyla. Ciri-ciri khusus mamalia sebagai berikut (Medway 1978): 1.
Tubuh biasanya diliputi rambut yang lepas secara periodik, kulit banyak mengandung kelenjar keringat dan kelenjar susu.
2.
Ekor umumnya panjang dan dapat digerak-gerakkan.
3.
Memiliki empat anggota kaki (kecuali Anjing laut dan Singa laut tidak memiliki kaki belakang), masing-masing kaki memiliki kurang lebih lima jari yang bermacam-macam bentuknya yang disesuaikan dengan keperluan.
4.
Penapasan hanya dengan paru-paru, hasil ekskresi berupa urine.
5.
Suhu tubuh tetap.
6.
Hewan jantan mempunyai alat kopulasi berupa penis, fertilasi terjadi didalam tubuh betina.
2.3.
Penyebaran Mamalia Besar Ada banyak untuk membedakan penyebaran fauna di Indonesia. Lekagul
dan McNeely (1977) menyatakan bahwa sistem yang mendapat tanggapan luas adalah berdasarkan Sclater 1958 dan Wallace 1987, yang membagi dunia ke dalam 6 wilayah geografis fauna, yaitu: Paleartik, Oriental, Australia, Neartik, Neotropik, dan Ethopia. Penyebaran fauna dapat diikuti dari pola sejarah geologi, sehingga dapat dikenal adanya pola penyebaran fauna khas. Akan tetapi untuk beberapa hal ada jenis tertentu yang mempunyai penyebaran luas, terutama bagi jenis-jenis burung tertentu ataupun bagi jenis organisme yang pola penyebarannya melalui pola air. Bahkan manusia mempunyai peranan penting dalam penyebaran satwaliar sejak 10.000 tahun yang lalu (Alikodra 1990). Pergerakan mamalia besar dari daratan utama Asia ke Subwilayah Sunda 18.000 tahun yang lalu, berlangsung pada saat terjadinya pengumpulan es sehingga permukaan air laut turun 85 m dari keadaanya yang sekarang. Pada saat itu muncul paparan Sunda yang menghubungkan Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Semenanjung Malaysia. Berbagai jenis mamalia terutama herbivora mengadakan penyesuaian dengan cara bergerak secara perlahan-lahan dari Utara ke Salatan (Alikodra 1990). Setalah terjadinya pemisahan pulau akibat
6
mencairnya es, jenis-jenis beradaptasi dan berevolusi pada kondisi yang baru dan berlainan, yang kadang menghasilkan subjenis baru atau bahkan jenis baru. Semakin lama isolasi yang terjadi, semakin banyak fauna-fauna yang berbeda, seperti yang ditunjukan oleh jumlah satwa yang endemik di Sulawesi dengan lebih dari 70% jenis mamalia darat yang endemik (Zon 1979). Penyebaran mamalia mempunyai kecendrungan untuk dibatasi oleh penghalang-penghalang fisik seperti sungai, samudera, dan gunung, serta oleh penghalang ekologis seperti batas tipe hutan dan adanya jenis saingan yang telah menyesuaikan secara optimal dengan habitatnya sekarang. Sehingga penghalangpenghalang fisik itu dapat digunakan untuk menarik batas geografis fauna sepanjang batas fisik atau ekologis (Alikodra 1990). Fauna Sumatera sangat erat hubunganya dengan fauna yang berada di Semenanjung Malaysia dengan relatif sedikit mamalia endemik, misalnya Kelinci sumatera (Nesolagus netsheri). Sesuai dengan kondisi biogeografisnya. Pulau Kalimantan (mamalia endemik sebanyak 18 jenis) memiliki jenis-jenis satwaliar endemik yanng lebih tinggi dibandingkan Pulau Sumatera (mamalia endemik sebanyak 10 jenis) (Whitten et al. 1987 dalam Alikodra 2002).
2.4.
Pergerakan dan Daerah Jelajah Satwaliar Pergerakan adalah suatu strategi dari individu ataupun populasi untuk
menyesuaikan dan memanfaatkan keaadaan lingkungannya agar dapat hidup dan berkembangbiak secara normal. Pergerakan satwaliar merupakan suatu perilaku, sehingga mempunyai pola-pola tertentu sesuai dengan jenisnya. Pergerakan ini erat hubungannya dengan sifat individu dan kondisi lingkungannya seperti ketersediaan makanan, fasilitas untuk berkembangbiak, pemangsaan, kondisi cuaca, sumber air maupun adanya pengerusakan lingkungan (Alikodra 2002). Pola pergerakan dan jarak tempuh satwa dipengaruhi oleh sifat satwanya dan tergantung pada jumlahnya serta distribusi sumber makanannya (Smith et al. 1975). Pada saat sumber makanan melimpah dan dekat dengan daerah inti satwa, maka pergerakan satwa tersebut tidak terlalu jauh. Pergerakan satwa ini sangat didukung dengan waktu aktifnya. Berdasarkan waktu aktifnya satwa digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu diurnal, nokturnal, dan diurnal-nokturnal.
7
Daerah jelajah yaitu wilayah yang dikunjungi satwaliar secara tetap karena dapat mensuplai makanan, minum, serta mempunyai fungsi sebagai tempat berlindung/bersembunyi, tempat tidur dan tempat kawin (Boeghey 1973; Pyke 1983; Van Noordwijk 1985 dalam Entebe 2005). Pengertian daerah jelajah (home range) dibedakan dengan daerah inti satwa yang merupakan tempat untuk melakukan kegiatan khusus, seperti tidur, bersarang kawin, dan lain-lain. Territory akan sangat dipertahankan dengan pihak yang bersangkutan (Burt 1949 dalam Entebe 2005). Daerah jelajah satwa dapat berubah-ubah, tergantung kepada pola pergerakan satwa dan jarak tempuhnya, biasanya daerah jelajah tersebut tidak dipertahankan, selain itu daerah jelajah satwa merupakan bagian penting dari populasi satwa, karena selain mencerminkan sifat satwa juga mencerminkan kondisi habitat dimana satwa itu berada. Luas wilayah daerah jelajah sangat tergantung dengan ukuran tubuh satwaliar baik dari golongan herbivora maupun karnivora (Mace et al. 1983). Terdapat tiga aspek perilaku yang menyangkut kehadiran satwa dengan posisi tertentu di tempat dan pada saat pengamatan dilakukan, yaitu: organisasi sosial, pola pemanfaatan ruang dan pola pemanfaatan waktu. Ketiga aspek ini mempengaruhi keberadaan satwa yang teramati, sehingga pengamat dapat mengelola ketiga aspek ini dengan baik (Santosa 1993).
2.5.
Dampak Pembalakan Terhadap Kehidupan Satwaliar Pembalakan intensif sangat berpengaruh terhadap kerusakan struktur hutan
terutama di kawasan hutan yang persentase komersialnya tinggi (Whitmore 1982 dalam Yusuf 1998). Haryanto (1987) juga berpendapat bahwa kegiatan pembalakan dengan sistem mekanis secara intensif menyebabkan tumbuhnya jenis-jenis pionir secara dominan, seperti Macaranga spp., Mallotus spp., dan Anthhocephalus spp.. Hal ini berarti menandakan rusaknya struktur hutan, yang berarti rusaknya habitat berbagai jenis satwaliar yang ada didalamnya. Pengaruh perubahan kondisi habitat akibat pembalakan terhadap satwaliar bervariasi menurut tingkat perubahan dan kemampuan beradaptasi jenis. Di areal bekas pembalakan yang bebas dari gangguan memegang peranan penting dalam
8
memperkecil pengaruh negatif tersebut. Rinaldi (1985) dalam Yusuf (1998) berpendapat bahwa di Way Kambas Siamang dapat beradapatasi dengan baik pada kondisi vegetasi tanpa strata A yang didominasi oleh jenis-jenis yang berfamili non Dipterocarpaceae. Begitu juga hasil penelitian Haryanto (1987) Hylobates muelleri dan Presbytis rubicunda yang sanggup beradaptasi dengan baik pada areal dengan strata yang lengkap. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Effendi (1985) dan Lumme (1994) di HPH menunjukan terjadinya penurunan populasi bagi beberapa jenis seperti Beruang (Helarctos malayanus) dan Tapir (Tapirus indicus) di daerah Sumatera dan Babi rusa (Babyrousa babyrusa) di daerah Sulawesi. Namun beberapa jenis lainnya tampak tidak terpengaruh dengan adanya kegiatan ini seperti: Babi hutan (Sus spp.), Surili (Presbytis aygula), Tupai (Tupaia javanica) serta Siamang (Hylobates syndactylus).
9
III. METODE PENELITIAN 3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan TNTN yang berbatasan dengan
perkebunan kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau. Pengamatan dilakukan selama lebih kurang dua bulan mulai tanggal 1 Maret sampai dengan 10 Mei 2008. Peta lokasi pengamatan ditunjukkan pada Gambar 1.
1 : 25000
Gambar 1 Peta lokasi penelitian TNTN dan kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau. (Citra Landsat BTIC BiaotrofBogor dan WWF Indonesia Riau Program).
10
Letak koordinat jalur penelitian di areal TNTN yang berbatasan dengan kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau ditunjukan pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Jalur penelitian di areal kawasan TNTN No. 1
Jalur Pengamatan Jalur I
2
Jalur II
3
Jalur III
4
Jalur IV
5
Jalur V
6
Jalur VI
7
Jalur VII
Koordinat Awal 00°14'44.8" S 102°02'31.0" E 00°16'18.6" S 102°01'28.1" E 00°17'26.3" S 102°01'34.1" E 00°18'24.1" S 102°01'46.0" E 00°19'18.8" S 102°01'02.3" E 00°20'20.7" S 102°01'02.3" E 00 °21'01.1" S 102°01'02.3" E
Koordinat Akhir 00°15'45.4" S 102°02'31.0" E 00°17'19.2" S 102°01'28.1" E 00°18'26,9" S 102°01'34.1" E 00°19'24.7" S 102°01'46.0" E 00°20'19.4" S 102°01'02.3" E 00°21'21.3" S 102°01'02.3" E 00°22'01.7" S 102°01'02.3" E
3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini antara lain: tali tambang (50 m), tali rafia (dua gulung), pita berwarna, buku panduan lapang Primata Indonesia, buku identifikasi tumbuhan ”Check List Tumbuhan Sumatera”, buku identifikasi jenis mamalia ”Seri Buku Panduan Lapangan Mamalia Di Kalimantan, Sabah, Serawak & Brunei Darussalam”, peta kerja, tally sheet dan obat-obatan (P3K). Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini antara lain: pengukur waktu (stopwatch), kamera digital, golok, binokuler, meteran, kompas, GPS (Global Positioning System), gunting dan alat tulis, PC. Komputer dengan perangkat lunak Arc. GIS dan Minitab 14.
3.3.
Metode Pengumpulan Data
3.3.1. Inventarisasi mamalia Kegiatan inventarisasi mamalia dilakukan untuk mendapatkan data mengenai jenis mamalia serta jumlah individu setiap jenis. Data dikumpulkan berdasarkan perjumpaan langsung dan perjumpaan tidak langsung dengan satwa.
11
Data hasil perjumpaan tidak langsung berupa jejak kaki, kotoran, suara, serta bekas makanan yang dianggap sebagai satu tanda. NRC (1981) dalam Sugardjito et.al (1997) menyatakan bahwa pengambilan data lapangan untuk primata menggunakan metode transek garis (line transect). Namun untuk penelitian ini digunakan metode transek jalur (strip transect) (Gambar 2). Jalur pengamatan adalah jalur di areal TNTN yang berbatasan dengan kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur. Jumlah jalur yang digunakan sebanyak tujuh jalur pengamatan.
50 m Jalur transek 2 km 50 m
Gambar 2 Bentuk transek garis pengamatan mamalia.
Pengamatan dilakukan pagi, siang, dan sore hari yaitu pukul 06.00-18.00 WIB. Pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali untuk setiap jalur pengamatan. Panjang jalur pengamatan lebih kurang 2000 meter dengan setiap jalur memiliki lebar 100 meter. Dengan menggunakan intensitas sampling 1 % dari luas arael yang diteliti sebesar 13.500 ha, maka didapatkan total luas unit contoh yang harus diamati adalah 135 ha. Dengan total luas unit contoh tersebut dan luas setiap unit contohnya 20 ha maka jumlah jalur yang harus diamati sebanyak 7 jalur. 3.3.2. Inventarisasi vegetasi Kegiatan inventarisasi vegetasi dilakukan pada jalur yang sama dengan jalur pengamatan mamalia dengan tujuan mengetahui kondisi dan komposisi vegetasinya. Data yang dikumpulkan untuk tingkat pohon dan tiang adalah jenis, jumlah individu setiap jenis, diameter dada (130 cm), tinggi bebas cabang dan tinggi total. Sedangkan data yang dikumpulkan untuk pertumbuhan semai dan pancang hanyalah jenis dan jumlah individu setiap jenis yang ditemukan.
12
Metode yang digunakan dalam analisis vegetasi yaitu metode garis berpetak (Soerianegara dan Indrawan 2002) (Gambar 3). Panjang jalur yang digunakan selang 100 m dengan lebar 20 m, sehingga luas setiap jalur sebesar 0,2 ha. Soerianegara dan Indrawan (2002) menjelaskan bahwa pada tingkat pertumbuhan semai (a) digunakan ukuran dengan besar 2x2 m, tingkat pertumbuhan pancang (b) ukurannya sebesar 5x5 m, tingkat pertumbuhan tiang (c) ukurannya sebesar 10x10 m, dan tingkat pertumbuhan pohon (d) ukuran yang digunakan sebesar 20x20 m. c 10 m
b a
10 m d 100 m Gambar 3 Bentuk unit contoh metode garis berpetak dalam inventarisasi vegetasi.
3.3.3. Karakteristik biofisik kawasan Data biofisik kawasan yang dikumpulkan meliputi ketinggian tempat, temperatur udara, di lokasi pengamatan. Pengukuran ketinggian tempat dilakukan sebelum penentuan unit contoh dengan menggunakan GPS Garmin 76 Csx. Penentuan temperatur udara dengan menggunakan thermometer.
3.4.
Analisis Data
3.4.1. Analisis vegetasi Analisis vegetasi yang dilakukan untuk menentukan komposisi dominasi suatu jenis pohon pada suatu komunitas. Soeranegara & Indrawan (2002) menyatakan bahwa persamaan yang digunakan dalam menentukan komposisis vegetasi adalah sebagai berikut: Kerapatan Jenis (K)
=
jumlah individu jenis ke− i luas total petak contoh
13
Kerapatan Relatif (KR)
=
kerapatan jenis ke− i x 100% kerapatan seluruh jenis
Frekuensi Jenis (F)
=
jumlah petak ditemukannya jenis ke− i jumlah seluruh petak contoh
Frekuensi Relatif (FR)
=
frekuensi kerpatan jenis ke− i x 100% jumlah frekuensi seluruh jenis
Dominansi Jenis (D)
=
luas bidang dasar jenis ke− i luas total petak contoh
Dominansi Relatif (DR)
=
dominansi jenis ke− i x 100% dominansi seluruh jenis
Indek Nilai Penting (INP)
= KR + DR + FR
Ket:
Luas bidang dasar jenis ke-i = 1 / 4 π d i 2
3.4.2. Indeks kekayaan jenis
Kekayaan jenis mamalia dihitung dengan menggunakan metode Margalef Ludwig & Reynolds (1988). Persamaan untuk menentukan jumlah kekayaan jenis adalah sebagai berikut: Dmg = S – 1 ln (N) Keterangan:
Dmg
= Indeks Margalef, N = Jumlah individu seluruh jenis,
S
= Jumlah jenis mamalia besar
3.4.3. Indeks keanekaragaman jenis (H’)
Ludwig & Reynolds (1988) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis mamalia ditentukan dengan menggunakan Indeks keanekargaman ShannonWiener dengan rumus sebagai berikut: H’ = - ∑ pi ln pi; dimana pi = ni/N Keterangan:
H’ = Indeks Shannon-Wiener ni = Jumlah individu setiap jenis N = Jumlah individu seluruh jenis
3.4.4. Indeks kemerataan jenis (J’)
14
Ludwig & Reynolds (1988) menyatakan bahwa proporsi kelimpahan jenis mamalia dihitung dengan menggunakan indeks kemerataan, yaitu: J’ = H’/ln S Penentuan nilai indeks kemerataan ini berfungsi untuk mengetahui kemerataan setiap jenis mamalia dalam areal pengamatan yang ditentukan, sehingga dapat diketahui keberadaan dominansi jenis mamalia besar. 3.4.5. Kesamaan komunitas mamalia besar
Komunitas mamalia besar ditentukan dengan menggunakan indeks koefisien Jaccard digunakan untuk membandingkan diantara komunitas mamalia besar secara kualitatif (Krebs 1989) dengan memperlihatkan keberadaan mamalia besar, digabungkan antara pertemuan langsung dan tidak langsung. Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan nilai indeks Jaccard, adalah: JI = Keterangan:
a a+b+c
a = Pada kedua habitat ditemukan jenis yang sama b = Mamalia besar hanya ditemukan pada habitat A c = Mamalia besar hanya ditemukan pada habitat B
3.4.6. Sebaran mamalia besar di areal TNTN
Pola sebaran spasial suatu komunitas ekologi ditentukan dengan menggunakan indeks penyebaran (Ludwig dan Reynold 1988). ID = S2/X Keterangan:
ID = Indeks Penyebaran S2 = Ragam contoh X = Rata-rata contoh
Dalam penentuan pola sebarannya, digunakan uji Chi Square dengan persamaan sebagai berikut: µ2 = ID (N-1) Keterangan:
N = Ukuran contoh atau jumlah Jalur
Persamaan digunakan untuk ukuran contoh kecil (N < 30), maka nilai keragaman populasi membentuk 3 pola, yaitu: Jika
µ2 < µ20,975,
maka terjadi sebaran seragam
15
µ20,975 ≤ µ2 ≤ µ20,025, maka terjadi sebaran acak µ2> µ20,025,
maka terjadi sebaran kelompok
3.4.7. Status perlindungan mamalia besar
Perlindungan terhadap jenis-jenis mamalia besar ditandai dengan status konservasi yang dimiliki setiap jenis mamalia besar. Status konservasi diberikan oleh Pemerintah RI (PP No. 7 Tahun 1999), CITES (Convention on International
Trade in Endengered Species of Wild Flora and Fauna), IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources). Beberapa kategori dalam CITES, (Vulnerable = VU) rawan diterapkan pada takson yang tidak termasuk dalam kategori kritis (Critically Endangered = CR) atau genting (Endengered = EN) namun mengalami resiko kepunahan yang sangat tinggi di alam dalam waktu dekat sehingga dapat digolongkan punah in-situ (Excinct in the wild = EW). Sedangkan untuk kekhawatiran minimal (Least Concern = LC) diterapkan pada takson kategori yang cukup mendapat perhatian karena jumlah satwa yang mulai berkurang di alam. Data belum lengkap (Data Deficien = DD). Diterapkan pada takson yang kondisi biologinya mungkin telah diketahui, tetapi data persebaran dan populasinya belum lengkap sehingga analisis status kelangkaannya kurang memadai. Beberapa kategori dalam IUCN, diantaranya: Appendix I berarti daftar yang memuat jenis-jenis yang telah terancam punah (endangered) sehingga perdagangan internasional spesimen yang berasal dari habitat alam harus dikontrol dengan ketat dan hanya diperkenankan untuk kepentingan tertentu dan hanya dengan izin khusus. Appendix II berarti daftar yang memuat jenis-jenis yang saat ini belum terancam punah, namun dapat menjadi terancam punah apabila perdagangan internasionalnya tidak dikendalikan. Appendix III berarti daftar yang memuat jenis-jenis yang diidentifikasi sebagai bahan perdagangan yang dapat diterapkan sesuai dengan peraturan di semua wilayah, dengan maksud mencegah atau membatasi eksploitasi lewat kerjasama dengan semua pihak terkait dalam pengawasan perdagangan (Soehartono dan Mardiastuti 2003).
16
3.4.8. Pemanfaatan waktu aktivitas dan stratifikasi hutan
Analisis pemanfaatan stratifikasi dan waktu aktifitas, yaitu dengan memperhatikan jumlah individu setiap jenis mamalia besar dalam memanfaatkan strata hutan serta waktu untuk beraktivitas. 3.4.9. Pengaruh kebun kelapa sawit terhadap keanekargaman jenis mamalia besar
Analisis pengaruh dari kebun kelapa sawit terhadap keanekargaman mamalia besar yang ditemukan berdasarkan uji korelasi menggunakan software komputer Minitab 14.
17
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1
Sejarah Kawasan
Hutan Tesso Nilo sejak awal ditetapkan sebagai hutan produksi terbatas, dimana kawasan ini sebagai daerah hutan untuk mensuplai kebutuhan bahan baku industri plywood dan produksi kayu lainnya. Hutan produksi terbatas ini dikelola oleh HPH Inhutani IV. Pada tanggal 25 Agustus 2003, Menteri Kehutanan mengeluarkan keputusan Nomor: 282/KPts-II/2003 tentang areal HPH Inhutani IV telah dicabut izinnya, dan meminta Gubernur Riau untuk melakukan langkahlangkah persiapan penunjukan kawasan hutan Tesso Nilo sebagai kawasan konservasi gajah. Pada tanggal 19 Juli 2004, Menteri Kehutanan mengeluarkan keputusan penunjukan tesso nilo sebagai taman nasional yang berada pada areal PT. Inhutani IV melalui SK Nomor: 255/Menhut-II/2004 tentang perubahan fungsi sebagai kawasan hutan produksi terbatas di kelompok Hutan Tesso Nilo yang terletak di kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu Propinsi Riau seluas ± 38.576 Ha menjadi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).
4.2.
Letak dan Luas
Taman Nasional Tesso Nilo yang luasnya ± 38.576 Ha, secara geografis terletak antara 01° 17'-03° 36' LS dan 101° 31'-102° 44' BT, termasuk kedalam wilayah adaministrasi pemerintahan Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hulu. Kawasan ini dibatasi oleh hutan produksi, perkebunan kelapa sawit, tanah milik dan pemukiman penduduk. Secara adaministrasi kawasan TNTN berbatasan dengan: 1) Disebelah barat berbatasan dengan HPH Nanjak Makmur dengan vegetasi hutan sepanjang 16.460 m. 2) Disebelah utara berbatasan dengan PT. RAPP dengan vegetasi akasia sepanjang 17.264 m. Desa Lubuk Kembang Bunga dengan vegetasi semak dan sisa hutan sepanjang 3.216 m. Desa Air Hitam dengan vegetasi semak sepanjang 921 m. 3) Disebelah timur berbatasan dengan Dusun Bagan Limau dengan vegetasi sawit, lahan kosong sepanjang 9.294 m dan vegetasi hutan sepanjang 4.262 m.
18
PT. Inti Indosawit Subur dengan vegetasi kelapa sawit sepanjang 1.828 m. KKPA dengan vegetasi kelapa sawit dan hutan sepanjang 7.154 m. 4) Disebelah selatan berbatasan dengan PT. Putri Lindung Bulan dengan vegetasi akasia sepanjang 12.178 m. PT. Rimba Lazuardi dengan vegetasi akasia sepanjang 2.938 m. CV. Riau Jambi Sejahtera dengan vegetasi hutan sepanjang 1.075 m.
4.3.
Keadaan Iklim dan Topografi
Secara umum, dataran bagian timur dari kawasan Sumatera bagian tengah digolongkan secara lembab dengan curah hujan tahunan yang berkisar antara 2000-3000 mm. Walaupun secara keseluruhan curah hujannya sangat tinggi, curah hujan rata-rata perbulan dapat turun sampai dibawah 60 mm dengan jumlah ratarata hari hujan pertahun bervariasi antara 120-150 hari. Taman Nasional Tesso Nillo mempunyai topografi relatif datar dan sedikit bergelombang dengan kemiringan 10°-15° dan ketinggian tempat 100-200 m dpl.
4.4.
Kondisi Geologi dan Tanah
Kawasan-kawasan pada bagian barat dan timur Pekanbaru, masing-masing digolongkan sebagai dataran rendah dan rawa dataran rendah bagian timur. Kondisi litologinya dicirikan oleh bahan organik semi lapuk yang berasal dari gambut tropis zaman Kuarter dan batuan pasir Kaolinit, batuan liat serta tufa asam yang sudah mengalami proses pelapisan sedimen dari zaman Kuarter. Berdasarkan penggolongan jenis tanah oleh USDA (United State Department
Agronomics),
jenis
tanah
yang
mendominasi
kawasan
tersebut
adalah
Tropohemist (sekarang Haplohemist) dan Paeudults. 4.5. Aksesibilitas
Kawasan hutan Tesso Nilo memiliki aksesibilitas yang sangat terbuka, hampir seluruh keliling kawasan ini memiliki jaringan jalan masuk, hal ini mempercepat penurunan kualitas hutan akibat pencurian hasil hutan dan perburuan satwa. Aksesibilitas menuju hutan Tesso Nilo antara lain: 1) Jalan Raya Lintas Timur Sumatera-Ukui-Ds Lubuk Kembang Bunga
19
2) Jalan Raya Lintas Timur Sumatera-Ukui-Dusun Bagan Limau 3) Jalan Raya Taluk Kuantan-Air Molek-Baserah-Simpang Inuman 4) Jalan Raya Taluk Kuantan-Air Molek-simpang lala-Desa Pontian mekar 5) Jalan Raya Taluk Kuantan-Air Molek-Simpang Klayan (simpang mangga) 6) Jalan Raya Taluk Kuantan-Air Molek-Simpang Selanjut 7) Jalan Raya Taluk Kuantan-Air Molek-Simpang Sentajo.
4.4.
Potensi Flora dan Fauna
4.4.1 Flora
Flora Taman Nasional Tesso Nilo merupakan perwakilan ekosistem transisi dataran rendah dan tinggi dengan potensi keanekaragaman hayati yang tinggi. Diantaranya terdapat 360 jenis flora yang tergolong dalam 165 marga dan 57 suku dalam setiap hektarnya. Berbagai jenis flora yang dilindungi dan terancam punah terdapat juga di taman nasional ini, seperti Kayu bata (Irvingia malayana), Kempas
(Koompasia
malaccensis),
Jelutung
(Dyera
costulata),
Kulim
(Scorodocorpus borneensis), Tembesu (Fagraea fragrans), Gaharu (Aquilaria
malaccensis), Ramin (Gonystylus bancanus), Keranji (Dialium spp.), Meranti (Shorea spp.), Keruing (Dipterocarpus spp.), dan beberapa jenis Durian (Durio spp.). Disamping tumbuhan di atas, di taman nasional ini juga terdapat tidak kurang 82 jenis tumbuhan obat. Patalo/pasak bumi (Eurycoma longifolia) adalah salah satu tumbuhan obat yang populer sebagai obat kuat, biasanya akarnya dicampur dengan janin kijang yang diambil dari kandungan induknya kemudian direndam dalam alkohol. Patalo bumi ini juga biasa digunakan untuk obat malaria. Jenis tumbuhan obat lainnya diantanya, Kunyit bolai (Zingiber purpureum), Jarangau (Acorus calamus), Lengkuas putih (Alpina galanga), Akar bulu (Argyreia capitata), Sundik langit (Amorphopalus sp.), dan Akar kayu kuning (Lepionurus sylvestris) yang merupakan obat penyakit kuning.
20
4.4.1 Fauna
Faunanya terdiri dari 107 jenis burung, 23 jenis mamalia, 3 jenis primata, 50 jenis ikan, 15 jenis reptilia, 18 jenis amfibia dan berbagai jenis serangga. Beberapa jenis satwa yang termasuk unggulan diantaranya Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), Macan dahan (Neofelis nebulosa), Beruang madu (Helarcos malayanus), Rusa (Cervus unicolor), Kijang (Muntiacus muntjak), Kancil (Tragulus javanicus), Babi hutan (Sus spp.), Tapir (Tapirus indicus), dan Bajing (Callosciurus spp.), Owa (Hylobates agilis), Lutung simpai (Presbytis
femoralis), dan Beruk (Macaca nemestrina). Beberapa jenis burung, yaitu: Beo sumatera (Gracula religiosa), Kipas (Rhipidura albicollis), Elang ular (Spilornis cheela), Alap-alap capung (Microchierax fringillarius), Kuau (Argusianus argus), Udang pungung merah (Ceyx rufidorsa), Julang jambul hitam (Aceros corrugatus), Kangkareng hitam (Anorrhinus malayanus), Rangkok badak (Buceros rhinoceros), Ayam hutan (Gallus gallus), dan Betet ekor panjang (Psittacula longicauda). Sedangkan untuk reptil dan amfibi, yaitu Ular kawat/ular hitam (Ramphotyphlops braminus), Ular kopi (Elaphe flavolineata), Ular picung air (Xenochrophis trianguligerus), Ular cabe kecil (Maticora intestinalis), Ular kobra (Ophiphagus hannah), Sanca sawah (Python reticulatus), Ular gendang/phyton darah sumatera (Python curtus), dan Buaya sinyulong (Tomistoma schlegeleii). Katak serasah berbintik (Leptobrachium hendricksoni), Kodok buduk sungai (Bufo asper), Kodok buduk (B. melanostictus), Katak lekat (Kalophrynus
pleurostigma), Percil bintil (Microhyla heymonsi), dan jenis lainnya.
21
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.
Kondisi Habitat
Hutan Tesso Nilo merupakan salah satu hutan hujan dataran rendah yang tersisa di Sumatera saat ini dan merupakan daerah aliran Sungai Kampar. Hutan Tesso Nilo memiliki beberapa anak sungai dan sungai besar yang bermuara ke Sungai Kampar. Habitat yang terdapat di areal penelitian adalah habitat eks areal HPH PT. Inhutani IV. Taman Nasional Tesso Nilo dinyatakan sebagai hutan yang terkaya keanekaragaman hayati di dunia dengan ditemukannya 218 species tumbuhan Vascular di petakan 200 meter persegi oleh Center For Biodiversity
Management dari Australia pada tahun 2001 (LIPI 2003 dalam Dephut 2008). Penelitian dilakukan di areal kawasan TNTN didasarkan pada pengamatan dari tujuh Jalur yang dibuat petak contoh berbatasan dengan perkebunan kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui Riau. Dari hasil penelitian didapatkan data tumbuhan yang dapat diidentifikasi sebanyak 111 jenis dari 43 famili. Berdasarkan familinya, Dipterocarpaceae memiliki jumlah jenis terbanyak yaitu 25 jenis. Fabaceae sebanyak 8 jenis. Burceraceae dan Anarcadinaceae 6 jenis. Jenis-jenis tumbuhan yang teridentifikasi ditunjukkan dalam Gambar 4 dan secara lebih rinci ditunjukkan pada Lampiran 1.
Gambar 4 Rekapitulasi 10 famili dengan jumlah jenis terbanyak.
22
5.1.1. Jalur I
Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang dilakukan, diperoleh jenis-jenis yang dominan di kawasan ini. Pada tingkat pertumbuhan semai, didominasi oleh Nasi-nasi (Anisophyllea disticha) dengan INP sebesar 20,12%. Tingkat pertumbuhan pancang didominasi oleh Tapak-tapak (Sindora wallichii) dengan INP sebesar 22,50%. Meranti bunga (Shorea platycarpa) mendominasi pada tingkat pertumbuhan tiang dengan INP sebesar 47,09%. Tingkat pertumbuhan pohon didominasi oleh jenis Kelat (Gonystylus forbesii) dengan INP sebesar 44,84%. Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi pada Jalur I ditunjukkan pada Tabel 2 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 3-6. Tabel 2. Rekapitulasi jenis-jenis yang mendominasi pada Jalur I Tingkat Pertumbuhan
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
INP (%)
Semai
Nasi-nasi
Anisophyllea disticha
Rhizophoraceae
20.12
Meranti Sepat
Shorea macrantha
Dipterocarpaceae
18.63
Asem
Triomma malaccensis
Burceraceae
17.27
Tapak-tapak
Sindora wallichii
Fabaceae
22.50
Kayu hitam
Diospyros transitoria
Ebenaceae
17.50
Asem
Triomma malaccensis
Burceraceae
15.00
Meranti bunga
Shorea platycarpa
Dipterocarpaceae
47.09
Kedondong
Ailanthus integrifolia
Simaroubaceae
24.71
Tapak-tapak
Sindora wallichii
Fabaceae
17.76
Kelat
Gonystylus forbesii
Thymeliaceae
16.73
Kelat
Gonystylus forbesii
Thymeliaceae
44.84
Daru-daru
Cantleya corniculata
Icacinaceae
22.86
Kompas
Santiria spp.
Burceraceae
20.58
Pancang
Tiang
Pohon
5.1.2. Jalur II
Berdasarkan data hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang dominan di kawasan ini untuk vegetasi tingkat pertumbuhan semai didominasi oleh Meranti
23
bunga (Shorea platycarpa) dengan INP sebesar 26,20%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pancang didominasi oleh Jejambu (Eugenia sp.) dengan INP sebesar 22,50 %. Vegetasi tingkat pertumbuhan tiang yang mendominasi adalah Arangarang (Eugenia sp.) dengan INP sebesar 43,17%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pohon didominasi oleh Meranti kunyit (Shorea conica) dengan INP sebesar 32,25%. Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi pada Jalur II ditunjukkan pada Tabel 3 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 7-11. Tabel 3. Rekapitulasi jenis-jenis yang mendominasi pada Jalur II Tingkat Pertumbuhan
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
INP (%)
Semai
Meranti bunga
Shorea platycarpa
Dipterocarpaceae
26.20
Bengku
P. xanthochymum
Sapotaceae
25.40
Babi kurus
Alangium ridleyi
Alangiaceae
23.57
Jejambu
Eugenia sp.
Myrtaceae
31.57
Meranti sepat
Shorea macrantha
Dipterocarpaceae
21.76
Meranti rambai
Shorea conica
Dipterocarpaceae
15.88
Pisang mawe
Dillenia sumatrana
Dilleniaceae
15.88
Arang-arang
Eugenia sp.
Myrtaceae
43.17
Jejambu
Eugenia sp.
Myrtaceae
33.14
Bengku
P. xanthochymum
Sapotaceae
29.03
Meranti kunyit
Shorea conica
Dipterocarpaceae
32.25
Kulim
S. bracteatus
Moraceae
29.43
Balam
Payena lanceolata
Sapotaceae
21.80
Pancang
Tiang
Pohon
5.1.3. Jalur III
Berdasarkan data hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang dominan di kawasan ini untuk vegetasi tingkat pertumbuhan semai didominasi oleh Kelat (Gonystylus forbesii) dengan INP sebesar 39,51%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pancang didominasi oleh Kelat (Gonystylus forbesii) dengan INP sebesar 40,48%. Vegetasi tingkat pertumbuhan tiang yang mendominasi adalah Medang (Diospyros curranii) dengan INP sebesar 51,18%. Vegetasi tingkat pertumbuhan
24
pohon didominasi oleh Medang keladi (Talauma gigantifolia) dengan INP sebesar 44,84%. Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi pada Jalur III ditunjukkan pada Tabel 4 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 12-15. Tabel 4. Rekapitulasi jenis-jenis yang mendominasi pada Jalur III Tingkat Pertumbuhan
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
INP (%)
Semai
Kelat
Gonystylus forbesii
Thymeliaceae
39.51
Medang
Diospyros curranii
Ebenaceae
20.34
Medang keladi
Talauma gigantifolia
Magnoliaceae
19.78
Kelat
Gonystylus forbesii
Thymeliaceae
40.48
Kopi-kopi
C. castanocarpus
Euphorbiaceae
39.93
Medang
Diospyros curranii
Ebenaceae
30.68
Medang
Diospyros curranii
Ebenaceae
51.18
Petaling gajah
H. longifolium
Flacourtiaceae
41.28
Kopi-kopi
C. castanocarpus
Euphorbiaceae
32.11
Medang keladi
Talauma gigantifolia
Magnoliaceae
44.84
Balam
Payena lanceolata
Sapotaceae
35.13
Durian hutan
Durio spp.
Bombacaceae
29.81
Pancang
Tiang
Pohon
5.1.4. Jalur IV
Berdasarkan data hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang dominan di kawasan ini untuk vegetasi tingkat pertumbuhan semai didominasi oleh Kelat (Gonystylus forbesii) dengan INP sebesar 84,81%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pancang didominasi oleh Jejambu (Eugenia sp.) dengan INP sebesar 38,11%. Vegetasi tingkat pertumbuhan tiang yang mendominasi adalah Arang-arang (Eugenia sp.) dengan INP sebesar 80,97%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pohon didominasi oleh Benau (Mangifera spp.) dengan INP sebesar 27,46%. Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi pada Jalur IV ditunukkan pada Tabel 5 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 12-16.
25
Tabel 5. Rekapitulasi jenis-jenis yang mendominasi pada Jalur IV Tingkat Pertumbuhan
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
INP (%)
Semai
Kelat
Gonystylus forbesii
Thymeliaceae
84.81
Balam
Payena lanceolata
Sapotaceae
26.27
Jejambu
Eugenia sp.
Myrtaceae
19.42
Babi kurus
Alangium ridleyi
Alangiaceae
17.10
Jejambu
Eugenia sp.
Myrtaceae
38.11
Balam
Payena lanceolata
Sapotaceae
35.41
Garam-garam
T. feotidissima
Combretaceae
25.81
Jejambu
Eugenia sp.
Myrtaceae
80.97
Mahang
Macaranga spp.
Euphorbiaceae
42.51
Balam
Payena lanceolata
Sapotaceae
30.31
Benau
Mangifera spp.
Anacardiacea
27.46
Meranti sbrg
Shorea acuminata
Dipterocarpaceae
23.03
Daru-daru
Cantleya corniculata
Icacinaceae
22.96
Pancang
Tiang
Pohon
5.1.5. Jalur V
Berdasarkan data hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang dominan di kawasan ini untuk vegetasi tingkat pertumbuhan semai didominasi oleh Sendoksendok (Endospermum diadenum) dengan INP sebesar 40,13%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pancang didominasi oleh Sendok-sendok (Endospermum diadenum) dengan INP sebesar 33,43%. Vegetasi tingkat pertumbuhan tiang yang mendominasi adalah Sendok-sendok (Endospermum diadenum) dengan INP sebesar 72,38%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pohon didominasi oleh Meranti sepat (Shorea macrantha) dengan INP sebesar 37,37%. Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi pada Jalur V ditunjukkan pada Tabel 6 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 15-16.
26
Tabel 6. Rekapitulasi jenis-jenis yang mendominasi pada jalur V Tingkat Pertumbuhan
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
INP (%)
Semai
Sendok-sendok
E. diadenum
Euphorbiaceae
40.13
Asam kumbang
Adinandra dumosa
Theaceae
32.31
Daru-daru
Cantleya corniculata
Icacinaceae
18.94
Sendok-sendok
E. diadenum
Euphorbiaceae
33.44
Gerunggang
Cratoxylon spp.
Hypericaceae
27.55
Jejambu
Eugenia sp.
Myrtaceae
25.23
Meranti bunga
Shorea platycarpa
Dipterocarpaceae
25.23
Sendok-sendok
E. diadenum
Euphorbiaceae
72.38
Meranti bunga
Shorea platycarpa
Dipterocarpaceae
32.94
Rengas
Gluta renghas
Anacardiacea
31.95
Jejambu
Eugenia spp.
Myrtaceae
29.96
Meranti sepat
Shorea macrantha
Dipterocarpaceae
37.37
Meranti
Shorea spp.
Dipterocarpaceae
33.07
Kompas
Santiria spp.
Burceraceae
28.86
Pancang
Tiang
Pohon
5.1.6. Jalur VI
Berdasarkan data hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang dominan di kawasan ini untuk vegetasi tingkat pertumbuhan semai didominasi oleh Kulim (Scorodocarpus bracteatus) dengan INP sebesar 74,66%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pancang didominasi oleh Jejambu (Eugenia sp.) dengan INP sebesar 56,14%. Vegetasi tingkat pertumbuhan tiang yang mendominasi adalah Bintangur (Colopyhllum soulattri) dengan INP sebesar 79,58%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pohon didominasi oleh Resak (Vatica sp.) dengan INP sebesar 61,31%. Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi pada Jalur VI ditunjukkan pada Tabel 7 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 17-18.
27
Tabel 7. Rekapitulasi jenis-jenis yang mendominasi pada Jalur VI Tingkat Pertumbuhan
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
INP (%)
Semai
Kulim
S. bracteatus
Moraceae
74.66
Jengkol
P. labatum
Fabaceae
31.25
Gerunggang
Cratoxylon spp.
Hypericaceae
24.11
Jejambu
Eugenia sp.
Myrtaceae
56.14
Gerunggang
Cratoxylon spp.
Hypericaceae
48.92
Rengas
Gluta rengas
Anacardiacea
23.66
Bintangur
Calophyllum soulattri
Guttaceae
22.02
Bintangur
Calophyllum soulattri
Guttaceae
79.58
Jejambu
Eugenia sp.
Myrtaceae
70.32
Ariung
D. verruscosus
Dipterocarpaceae
50.65
Resak
Vatica spp.
Dipterocarpaceae
61.31
Mersawa
Anisoptera curtisii
Dipterocarpaceae
56.31
Petaling gajah
H. longifolium
Flacourtiaceae
29.49
Pancang
Tiang
Pohon
5.1.7. Jalur VII
Berdasarkan data hasil analisis vegetasi, jenis-jenis yang dominan di kawasan ini untuk vegetasi tingkat pertumbuhan semai didominasi oleh Meranti bunga (Shorea platycarpa) dengan INP sebesar 48,08%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pancang didominasi oleh Jejambu (Eugenia sp.) dengan INP sebesar 57,98%. Vegetasi tingkat pertumbuhan tiang yang mendominasi adalah Jejambu (Eugenia sp.) dengan INP sebesar 80,61%. Vegetasi tingkat pertumbuhan pohon didominasi oleh Resak (Vatica sp.) dengan INP sebesar 57,15%. Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi pada jalur VII ditunjukkan pada Tabel 8 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 7-11.
28
Tabel 8. Rekapitulasi jenis-jenis yang mendominasi pada jalur VII Tingkat Pertumbuhan
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
INP (%)
Semai
Gerunggang
Cratoxylon spp.
Hypericaceae
48.08
Jejambu
Eugenia sp.
Myrtaceae
43.08
Putat
Barringtonia spp.
Lecythidaceae
25.77
Jejambu
Eugenia spp.
Myrtaceae
57.98
Gerunggang
Cratoxylon spp.
Hypericaceae
47.98
Kulim
Scorodocarpus bracteatus
Moraceae
18.21
Jejambu
Eugenia sp.
Myrtaceae
80.61
Kompas
Santiria spp.
Burceraceae
53.26
Mahang
Macaranga spp.
Euphorbiaceae
37.92
Bintangur
Calophyllum soulattri
Guttaceae
37.29
Resak
Vatica spp.
Dipterocarpaceae
57.15
Bintangur
Calophyllum soulattri
Guttaceae
40.53
Jejambu
Eugenia sp.
Myrtaceae
38.57
Pancang
Tiang
Pohon
5.2.
Keanekaragaman Jenis Mamalia Besar
Ada 4 tipe informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan data keanekaragaman jenis, yaitu jenis, jumlah jenis, jumlah individu tiap jenis, lokasi yang ditempati oleh individu-individu yang terpisah (Krebs 1989). Jumlah jenis mamalia besar ditemukan di TNTN secara langsung (melalui perjumpaan) dan tidak langsung (melalui suara, jejak kaki, sarang, kotoran yang ditinggalkan serta bekas makan mamalia besar) sebanyak 14 jenis dari 11 famili, yaitu Cercopithecidae (3 jenis) dan Hylobatidae (2 jenis) yang temasuk ke dalam ordo Primata. Suidae (1 jenis), Cervidae (1 Jenis), Tragulidae (2 jenis) yang termasuk ke dalam ordo Artiodactyla. Viverridae (1 jenis), Felidae (1 jenis), dan Ursidae (1 jenis) termasuk ke dalam ordo Carnivora. Tapiridae (1 jenis) termasuk ke dalam ordo Perissodactiyla. Elephantidae (1 jenis) termasuk kedalam ordo Proboscidea. Jenis mamalia besar yang ditemukan di areal penelitian TNTN berdasarkan pengamatan langsung ditunjukan pada Tabel 9.
29
Tabel 9. Jenis mamalia besar yang ditemukan di lokasi penelitian TNTN berdasarkan pengamatan langsung Jumlah individi setiap jalur Nama lokal
Nama ilmiah I
II
III
IV
V
VI
VII
Jumlah Jalur
Babi hutan
Sus scrofa
1
0
2
0
3
3
0
4
Owa ungko
Hylobates agilis
3
1
3
1
7
4
1
7
Monyet ekor panjang
Macaca fasicularis
0
7
0
0
13
0
0
2
Lutung budeng
Trachypithecus auratus
15
2
37
3
44
4
7
7
Lutung simpai
Presbytis malalophos
0
0
0
0
9
0
0
1
Siamang
Hylobates syndactylus
0
0
1
0
0
1
0
2
Pelanduk
Tragulus napu
1
0
1
0
1
0
0
3
Kancil
Tragulus javanicus
1
0
0
0
0
0
0
1
Rusa sambar
Cervus unicolor
0
0
1
0
0
0
0
1
Musang akar
Arctogalidia trivirgata
0
0
0
0
0
1
0
1
Tapir
Tapirus indicus
0
0
0
0
0
0
1
1
21
10
45
4
74
13
9
176
Total
Keterangan: Total merupakan jumlah spesies yang ditemukan setiap jalur pengamatan
Umumnya jumlah individu yang ditemukan berdasarkan perjumpaan langsung, Hal ini dapat disebabkan jenis mamalia besar yang terdapat di TNTN telah beradaptasi dengan baik dengan kondisi habitat hutan sekunder yang telah terganggu oleh berbagai aktivitas masyarakat, seperti penebangan liar, perburuan satwaliar, dan perambahan hutan. Keanekaragaman jenis mamalia besar dapat dikelompokkan ke dalam 3 tingkat trofik (pemilihan terhadap jenis makanannya), yaitu herbivora (makanan utama berupa tumbuhan bawah, daun serta buah), karnivora (makanan utama berupa daging), omnivora (memakan tumbuhan dan buah). Berdasarkan hal tersebut, terdapat 3 jenis yang merupakan satwa omnivora (Monyet ekor panjang, Babi hutan, dan Beruang madu), 2 jenis yang termasuk satwa karnivora (Musang akar dan Harimau sumatera) dan 9 jenis satwa herbivora (Lutung budeng, Lutung
30
simpai, Owa ungko, Rusa sambar, Pelanduk, Kancil, dan Tapir). Jumlah jenis satwa berdasarkan tingkat trofik ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Jumlah jenis mamalia besar berdasarkan tingkat trofik. Berdasarkan pengelompokkan jenis mamalia besar, menurut tingkat trofik diketahui keseimbangan ekosistem pada mamalia besar masih tergolong baik. Hal ini diketahui berdasarkan jumlah jenis herbivora yang lebih banyak dari omnivora dan karnivora yang membentuk piramida. Apabila jumlah jenis karnivora lebih banyak dari jenis herbivora, maka jejaring makanan dalam ekosistem akan menjadi tidak seimbang. Noerdjito et al. (2005) keseimbangan ekosistem telah diatur secara alami melalui mekanisme rangkaian penyedian dan keseimbangan jejaring makanan.
5.2.1. Keanekargaman jenis mamalia besar (Indeks Shannon-Wiener)
Tingkat keanekaragaman ini dapat ditujukan oleh nilai indeks Diversitas Shannon. Di setiap areal lokasi penelitian, tingkat keanekaragaman jenis tergolong rendah karena nilai indeks Shannon Wiener berkisar kurang dari 1,5. Margalef (1972) dalam Maguran (1988) menyatakan bahwa tingkat keanekaragaman jenis yang tinggi di tunjukan dengan nilai Indeks Shannon lebih dari 3,5. Tingkat keanekargaman yang rendah ditunjukan oleh nilai Indeks Shannon kurang dari 1,5 dan jika nilai indeks Shannon antara 1,5 sampai 3,5 maka tingkat keanekaragaman jenisnya tergolong sedang.
31
Tingkat keanekargaman jenis mamalia tertinggi di Jalur VI dengan nilai indeks Shannon Wiener sebesar 1,46. Tingkat keanekaragaman terendah terdapat di Jalur IV dengan nilai indeks Shannon Wiener sebesar 0,56. Nilai indeks keanekaragaman jenis pada setiap Jalur ditunjukkan pada Gambar 6. Secara lebih rinci, nilai indeks keanekargaman jenis ditunjukkan pada Lampiran 22.
Gambar 6 Nilai indeks Shannon Wiener di setiap Jalur. Keanekaragaman jenis mamalia besar hampir merata pada setiap Jalur, karena habitat penelitian TNTN memiliki habitat yang hampir sama. Selain itu Zorenko dan Leontyeva (2003) menyatakan bahwa faktor luasan mempengaruhi nilai indeks yang dimiliki. Soerianegara dan Indrawan (2002) menambahkan bahwa ukuran contoh yang semakin besar menyebabkan jumlah jenis yang ditemukan bertambah. Keanekaragaman tiap jenis rata-rata terbanyak pada setiap lokasi adalah ordo primata. Hal ini disebabkan karena sebagian besar primata hidup berkelompok di dalam habitat hutan hujan dataran rendah kawasan TNTN, kecuali Owa ungko dan Siamang yang hidup soliter dan tidak pernah lebih dari dua individu. Berikut merupakan Gambar Owa ungko dan Lutung budeng yang teramati pada saat penelitian.
32
(a)
(b)
Gambar 7 Jenis mamalia besar dari ordo primata yang ditemukan (a) Owa ungko (Hylobates agilis), (b) Lutung budeng (Trachypithecus auratus). 5.2.2. Kekayaan jenis mamalia
Tingkat kekayaan jenis merupakan salah satu ukuran keanekaragaman yang dapat digunakan untuk mempelajari tingkatan suksesi. Tingkat keanekaragaman ini diukur berdasarkan jumlah jenis atau dapat ditentukan langsung dengan melihat jumlah jenisnya. Jumlah jenis mamalia besar beserta jumlah individunya yang ditemukan dalam suatu kawasan akan berpengaruh terhadap nilai indeks kekayaan jenis Margalef. Toth dan Kiss (1999) menyatakan bahwa peningkatan jumlah jenis akan menyebabkan indeks nilai Margalef semakin tinggi. Dikatakan lebih lanjut bahwa bila jumlah individu setiap jenis yang meningkat akan menyebabkan nilai indeks Margalef yang semakin menurun. Berdasarkan hasil pengamatan mamalia besar selama penelitian di lapangan, tingkat kekayaan jenis tertinggi terdapat pada Jalur VI jumlah yang ditemukan sebanyak 5 jenis dengan nilai indeks sebesar 1,56. Jenis yang ditemukan diantaranya Babi hutan, Lutung budeng, Musang akar, Owa ungko, dan Siamang. Sedangkan untuk indeks kekayaan jenis terendah adalah Jalur IV jumlah yang ditemukan sebanyak 2 jenis dengan nilai indeks sebesar 0,72. Jenis yang ditemukan diantaranya Owa ungko dan Lutung budeng. Nilai indeks kekayaan jenis pada setiap Jalur ditunjukkan pada Gambar 8 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 27.
33
Gambar 8 Indeks kekayaan jenis di setiap Jalur. Selama penelitian di Jalur VI ditemukan satu jenis mamalia besar yang tidak ditemukan pada lokasi lain yaitu Musang akar. Musang akar ditemukan secara langsung pada saat pagi hari dengan kondisi cuaca yang mendung. Sebagian besar satwa ini beraktivitas pada malam hari dan bersifat arboreal. Selain itu mamalia besar lainnya yang jarang ditemukan adalah Siamang, satwa ini hidup soliter dan banyak beraktivitas diatas pohon dan bergerak bebas pada kanopi pohon dan tidur di percabangan pohon yang besar.
5.2.3. Kemerataan jenis mamalia besar
Untuk mengetahui tingkat kemerataan kelimpahan individu antar suatu jenis mamalia digunakan nilai indeks kemerataan. Selain itu nilai indeks ini juga dapat digunakan sebagai indikator gejala dominansi diantara tiap jenis dalam komunitas. Pada saat setiap jenis memiliki jumlah individu yang sama-sama berlimpah akan menyebabkan nilai indeks kemerataan yang maksimum. Sebaliknya bila kelimpahan individu pada masing-masing jenis berbeda jauh, maka akan menyebabkan nilai indeks kemerataan semakin menurun. Nilai indeks kemerataan terendah yaitu di Jalur III dengan nilai indeks sebesar 0,42 dan nilai kemerataan tertinggi yaitu di Jalur VI dengan nilai indeks sebesar 0,91. Semakin tinggi nilai indeks kemerataan, mengindikasikan bahwa dalam suatu komunitas tidak terdapat jenis yang dominan (Kurnia et al. 2005). Hal ini
34
mengindikasikan bahwa tidak terdapat jenis yang mendominasi pada komunitas mamalia besar pada Jalur VI. Berdasarkan data hasil penelitian, tingkat kemerataan jenis mamalia di setiap Jalur berkisar antara nilai 0,42-0,91. Nilai indeks kemerataan jenis pada setiap Jalur penelitian ditunjukkan pada Gambar 9 dan secara lengkap ditunjukkan pada Lampiran 28.
Gambar 9 Indeks kemerataan jenis di setiap Jalur. Pada keseluruhan habitat, didapatkan nilai indeks kemerataan jenis sebesar 0,59. Hal ini mengindikasikan bahwa masih terdapat jenis-jenis yang dominan dalam kawasan TNTN, yang diketahui dengan melimpahnya jumlah individu dan menyebar pada daerah perbatasan TNTN. Owa ungko dan Lutung budeng menyebar pada setiap daerah perbatasan TNTN dengan kebun kelapa sawit. Hal ini didukung karena kedua satwa ini memiliki ekologi yang sama yaitu ditemukan pada hutan dataran rendah. 5.2.4. Kesamaan komunitas jenis mamalia
Suatu komunitas terdiri dari banyak jenis yang memiliki perubahan populasi dan interaksi satu dengan lainnya. Terdapat beberapa Jalur yang memiliki komunitas yang sama, tetapi ada juga yang tidak sama. Komunitas yang sama dilihat dengan adanya jenis yang sama pada kedua habitat yang diperbandingkan. Soendjoto dan Gunawan (2003) menyatakan bahwa kehadiran suatu jenis merupakan faktor penting dalam penilaian habitat dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan habitat.
35
Kesamaan komunitas dilakukan dengan membandingkan jenis mamalia besar antar Jalur. Berdasarkan indeks kesamaan komunitas, maka keberadaan mamalia besar di areal perbatasan TNTN dengan kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui memiliki kesamaan komunitas yang cukup tinggi. Jalur yang memiliki kesamaan komunitas tinggi, diantaranya: Jalur I dan VII, Jalur VI dan VII, sedangkan kesamaan komunitas yang rendah yaitu Jalur IV dan V. Jalur yang memiliki nilai kesamaan komunitas yang lebih tinggi disebabkan adanya kemiripan kompisisi jenis yang lebih besar dibandingkan dengan Jalur lainnya. Nilai indeks kesamaan komunitas mamalia besar ditunjukkan pada Tabel 10. Tabel 10. Indeks kesamaan komunitas antar jalur x/y
I
II
III
IV
V
VI
VII
I
-
0.38
0.33
0.29
0.60
0.67
0.71
-
0.33
0.50
0.44
0.38
0.50
-
0.25
0.60
0.70
0.63
-
0.20
0.29
0.40
-
0.45
0.56
-
0.71
II III IV V VI VII
-
Tingginya kesamaan komunitas mamalia besar juga dipengaruhi dengan kondisi lingkungan yang mendukung kemampuan beradaptasi. Apabila jenis mamalia besar di TNTN dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berbeda, baik disebabkan dengan adanya gangguan ataupun perubahan iklim akan menyebabkan komunitas mamalia besar tetap lestari. Terdapat 5 jenis mamalia besar yang sama, yaitu Lutung budeng, Owa ungko, Tapir, Beruang madu, Babi hutan, dengan perbedaan jumlah jenis sebanyak 2 di Jalur VI (7 jenis di Jalur I, 7 jenis di Jalur VII, 5 jenis di Jalur VI).
5.3.
Sebaran Mamalia Besar di Areal TNTN
Sebaran yang dimaksud adalah sebaran spasial yaitu sebaran menurut ruang dalam skala yang kecil. Sebaran spasial adalah sebaran individu dan kelompok dalam populasi jenis satwaliar terutama mamalia besar di habitatnya. Pola penyebaran ini merupakan strategi individu dalam mempertahankan kelangsungan
36
hidupnya (Alikodra, 1990). Sebaran populasi jenis mamalia besar di areal studi seperti ditunjukan pada Tabel 11. Tabel 11. Sebaran jenis mamalia besar dia areal TNTN No.
Nama Lokal
1
Parameter
Pola Sebaran
X
ID
µ2
Babi hutan
1,29
1,48
8.89
Acak
2
Owa ungko
2,86
1,68
10.10
Acak
3
Monyet ekor panjang
2,86
9.38
56.30
Mengelompok
4
Lutung budeng
16,00
18.92
113.50
Mengelompok
5
Lutung simpai
1,29
9.00
54.00
Mengelompok
6
Siamang
0,29
0.83
5.00
Acak
7
Pelanduk
0,43
0.67
4.00
Acak
8
Kancil
0,14
1.00
6.00
Acak
9
Rusa sambar
0,14
1.00
6.00
Acak
10
Musang akar
0,14
1.00
6.00
Acak
11
Tapir
0,14
1.00
6.00
Acak
Mamalia besar yang ditemukan secara langsung pada areal TNTN memiliki 2 pola sebaran, yaitu mengelompok dan acak. Jenis mamalia besar yang memiliki sebaran mengelompok merupakan ordo primata yang memiliki sifat suka bergerombol seperti Monyet ekor panjang, Lutung budeng, dan Lutung simpai. Selain itu jenis mamalia besar dari ordo primata seperti Owa ungko dan Siamang memiliki pola sebaran acak, karena kedua primata ini memiliki sifat soliter. Mamalia besar yang memiliki sebaran acak seperti Babi hutan, Pelanduk, Kancil, Rusa sambar, Musang akar dan Tapir merupakan satwa yang peka terhadap keberadaan di habitatnya. Sehingga sangat sedikit ditemukan jenis tersebut di areal penelitian.
5.4.
Status Konservasi Mamalia Besar
Setiap jenis mamalia besar di TNTN perlu mendapatkan perhatian, khususnya jenis-jenis yang dilindungi keberadaannya. Terdapat 23 kriteria jenis hayati yang dilindungi, salah satunya populasi yang rendah dan cenderung menurun (Noerdjito et al. 2005). Jenis-jenis mamalia besar yang terdapat di TNTN umumnya satwa yang dilindungi keberadaannya. Sebagian jenis mamalia besar yang ditemukan memiliki status dilindungi di Indonesia (PP No. 7 Tahun
37
1999), terancam punah (IUCN), dan termasuk dalam kategori appendix I (CITES), seperti Owa ungko, Lutung simpai, Siamang, Harimau sumatera, dan Gajah sumatera. Status konservasi jenis mamalia besar yang ditemukan pada areal penelitian ditunjukkan pada Tabel 12. Tabel 12. Daftar jenis mamalia dilindungi yang ditemukan di lokasi penelitian Status Perlindungan No.
Nama Lokal
Nama Ilmiah IUCN
CITES
PP
-
-
-
EN
I
P
-
II
-
1
Babi hutan
Sus scrofa
2
Owa ungko
Hylobates agilis
3
Monyet ekor panjang
Macaca fasicularis
4
Lutung budeng
Trachypithecus auratus
VU
II
P
5
Lutung simpai
Presbytis malalophos
EN
I
P
6
Siamang
Hylobates syndactylus
EN
I
P
7
Pelanduk
Tragulus napu
LC
-
P
8
Kancil
Tragulus javanicus
DD
-
P
9
Rusa sambar
Cervus unicolor
VU
-
P
10
Musang
Arctogalidia trivirgata
LC
-
-
11
Tapir
Tapirus indicus
VU
I
P
12
Beruang madu
Helarctos malayanus
VU
I
P
13
Harimau sumatera
Panthera tigris sumatrae
EN
I
P
14
Gajah sumatera
Elephas maximus sumatranus
EN
I
P
Mamalia besar yang dikategorikan kedalam CITES sebanyak 7 jenis termasuk kedalam appendix I, 2 jenis termasuk dalam appendix II, dan 5 jenis yang lainnya tidak termasuk dalam kategori appendix I, II, dan III. Mamalia besar yang dikategorikan dalam status perlindungan IUCN, 5 jenis dikategorikan terancam punah, 4 jenis dikategorikan rawan, 2 jenis dikategorikan kekhawatiran minimal, 1 jenis data belum lengkap, 2 jenis lainnya tidak termasuk dalam kategori ini. Mamalia besar yang termasuk kedalam PP No. 7 Tahun 1999 terdapat 11 jenis, 3 jenis yang lainnya tidak termasuk dalam kategori ini.
38
5.5.
Pemanfaatan Waktu Aktivitas dan Stratifikasi Hutan
Setiap jenis makhluk hidup akan selalu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Faktor lingkungan seperti faktor fisik (iklim, air, dan substrat) dan faktor biotik (vegetasi dan makanan) merupakan faktor yang mempengaruhi penyebaran mamalia besar (Vaughan 1985). Faktor ini akan menyebabkan setiap jenis satwaliar, khususnya mamalia besar memiliki kebiasan tertentu dalam memanfaatkan lingkungannya berupa hutan berdasarkan aktivitas dan stratifikasi hutan. 5.5.1. Pemanfaatan waktu aktivitas mamalia besar
Pola aktivitas setiap jenis mamalia besar yang ditemukan, berada berdasarkan waktu aktivitas yang umumnya dilakukan dan dikategorikan berdasarkan pengamatan di lapangan. Terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu aktivitas bersuara, bergerak, makan, berkelahi dan lainnya. Aktivitas berkelahi merupakan kegiatan satwa dalam mempertahankan daerah teritorinya dari individu atau kelompok lainnya. Satwaliar pada umumnya ada yang bersifat diurnal dan juga nokturnal. Satwa yang aktif pada pagi dan sore hari dalam keadaan terang tergolong satwa yang bersifat diurnal, sedangkan satwa yang aktif di malam hari (gelap) adalah satwa nokturnal. Selain ditinjau berdasarkan pemanfaatan waktu aktivitas satwaliar, dikategorikan juga berdasarkan pemanfaatan stratifikasi hutan yaitu sebagai satwa arboreal dan terestrial. Dalam melakukan aktivitasnya, jenis mamalia besar yang ditemukan umumnya melakukan aktivitasnya lebih banyak pada pagi hari dan sore hari (bersifat diurnal) dibandingkan dengan satwa yang aktif pada malam hari (nokturnal). Mamalia besar yang aktif di malam hari umumnya ditemukan secara tidak langsung atau melalui jejak dan kotoran, seperti jejak kaki Harimau sumatera serta jejak kaki dan kotoran Gajah sumatera. Satwa diurnal umumnya ditemukan secara langsung seperti Owa ungko, Lutung budeng, Monyet ekor panjang, Lutung simpai, Siamang, Pelanduk, Kancil dan Rusa sambar.
39
Pembagian berdasarkan aktivitas dibagi kedalam tiga bagian diantaranya, bergerak, diam, dan makan secara umum banyak dilakukan pada aktivitas diurnal. Perbedaan pada total individu jenis mamalia besar dalam pemanfaatan aktivitas diurnal dan nokturnal disajikan dalam persentase. Total individu setiap jenis yang melakukan aktivitas diurnal sebesar 64,81%, sedangkan yang memanfaatkan aktivitas nokturnal sebesar 35,19%. Pembagian bentuk aktivitas mamalia besar ditunjukkan pada Gambar 10.
Gambar 10 Pembagian bentuk aktivitas mamalia besar. Pada waktu pagi, mamalia besar sebagian besar melakukan aktivitas untuk bergerak dan diam dibanding pada waktu sore hari. Aktivitas bergerak untuk mamalia besar diantaranya seperti melompat untuk jenis-jenis primata dan berjalan, sedangkan aktivitas diam pada mamalia besar digunakan waktunya untuk beristirahat dan berteduh. Pada aktivitas makan, jenis mamalia besar yang ditemukan lebih banyak melakukannya pada sore hari. Hal ini dapat disebabkan oleh bentuk adaptasi jenis mamalia besar dalam menghindari adanya gangguan. Pada saat pagi hari, masyarakat banyak melakukan aktivitas kedalam hutan untuk mencari kayu bakar, hal ini yang diduga berpengaruh terhadap bentuk adaptasi jenis mamalia besar yang lebih banyak memanfaatkan waktu sore hari untuk mencari makan. 5.5.2. Pemanfaatan stratifikasi hutan mamalia besar
Selain ditinjau berdasarkan pemanfaatan waktu aktivitas satwaliar, dikategorikan juga berdasarkan pemanfaatan stratifikasi hutan. Vieira dan Filho
40
(2003) menyatakan bahwa perubahan ketinggian pada hutan hujan di Atlantic dapat mengubah komposisi dari komunitas pada lapisan hutan yang berbeda tanpa mengubah pola pemanfaatan habitat vertikal secara spesifik. Primack et al. (1998) menyatakan bahwa kekayaan jenis vertebrata yaitu mamalia berkorelasi dengan struktur kompleks dari hutan. Setiap strata hutan memilki kemampuan dalam mendukung kehidupan jenisjenis satwaliar tertentu (Alikodra 2002). Kartono et al. (2000) mengelompokkan sebaran spasial vertikal pada jenis-jenis mamalia yang ditemukan di Muara Bungo, Jambi kedalam 5 kelompok. Soerianegara dan Indrawan (2002) membagi strata hutan atas strata A (>30 m), strata B (20-30 m), strata C (4-20 m), strata D (1-4 m), dan strata E (0-1 m). Pemanfaatan strata hutan oleh masing-masing jenis mamalia besar ditunjukkan pada Tabel 13. Tabel 13. Pemanfaatan strata hutan oleh masing-masing jenis mamalia besar Strata Hutan Nama lokal
Nama ilmiah A
B
C
D
E
Babi hutan
Sus scrofa
√
Owa ungko
Hylobates agilis
√
√
Monyet ekor panjang
Macaca fasicularis
√
√
√
Lutung budeng
Trachypithecus auratus
√
√
√
Lutung simpai
Presbytis malalophos
√
√
√
Siamang
Hylobates syndactylus
Pelanduk
Tragulus napu
√
Kancil
Tragulus javanicus
√
Rusa sambar
Cervus unicolor
√
Musang akar
Arctogalidia trivirgata
√
Tapir
Tapirus indicus
√
Beruang madu
Helarctos malayanus
√
Harimau sumatera
Panthera tigris sumatrae
√
Gajah sumatera
Elephas maximus sumatranus
√
√
√
√
41
Dalam pembagian berdasarkan stratifikasi hutan, diketahui bahwa Monyet ekor panjang memiliki sebaran vertikal yang lebih luas jika dibandingkan mamalia besar lainnya. Monyet ekor panjang memanfaatkan setiap strata hutan yang telah dibagi hal ini disebabkan karena kebiasaan Monyet ekor panjang untuk tidak memilih sumberdaya pakan tertentu. Mamalia besar yang memanfaatkan strata A yaitu Monyet ekor panjang, Owa ungko, Lutung budeng dan Lutung simpai. Santoso (1996) menyatakan bahwa pola aktivitas monyet ekor panjang di Pulau Tinjil yang banyak aktif pada tajuk pohon mengindikasikan bahwa ketersediaan sumberdaya pakannya sedang berlimpah pada stratifikasi atas. Lutung budeng dan Simpai lebih banyak memanfaatkan strata A dibanding jenis mamalia lainnya karena kebutuhan pakan akan daun muda atau pucuk daun. Seperti halnya pernyataan Santoso (1996), Lutung budeng juga lebih banyak memanfaatkan strata hutan A disebabkan kebutuhannya akan daun muda yang terdapat di tajuk pohon teratas. Berdasarkan data pengamatan, rata-rata primata memanfaatkan pohon pada strata A dan strata B. Hal ini disebabkan karena pada ketinggian ini tersedia sumber pakan yang dibutuhkan oleh jenis-jenis primata seperti buah, daun, dan serangga. Selain itu, jenis-jenis primata dapat melakukan pergerakan yang lebih mudah dari strata B untuk berpindah ke strata A atau strata C. Jenis mamalia besar selain ordo primata, merupakan jenis-jenis yang mendiami strata E atau lantai hutan. Jenis-jenis yang teramati memanfaatkan strata E adalah Babi hutan, Pelanduk, Kancil, Rusa sambar, Tapir, Beruang madu, Pelanduk, Kancil, Tapir dan Rusa sambar memanfaatkan lantai hutan dalam memenuhi kebutuhannya akan rumput dan daun sebagai sumber pakan, sedangkan Babi hutan dan Beruang madu memerlukan biota-biota dalam tanah ataupun rumput. Alikodra (2002) menyatakan bahwa variasi jenis-jenis satwaliar di lantai hutan ditentukan oleh komposisi jenis tumbuhan, kerapatan dan letak tempatnya.
5.6.
Pengaruh Kebun Kelapa Sawit terhadap Keanekaragaman Jenis
Mamalia Besar
Satwaliar menempati habitat sesuai dangan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya. Habitat yang sesuai bagi satu jenis belum tentu
42
sesuai untuk jenis lainnya, karena setiap jenis satwaliar menghendaki kondisi habitat yang berbeda-beda. Habitat yang baik adalah habitat yang mampu mendukung segala kebutuhan satwaliar, seperti makanan, air, dan tempat berlindung. Daya dukung habitat di tiap-tiap lokasi penelitian kurang baik, hal ini dapat dilihat dengan keanekaragaman vegetasi. Untuk mengetahui pengaruh kebun kelapa sawit terhadap jenis mamalia yang ditemukan, maka digunakanlah analisis dengan metode regresi linear sederhana yaitu mengetahui hubungan antara jarak kebun kelapa sawit di tempat pengamatan dengan keanekaragaman mamalia di tempat pengamatan. Hasil analisis diperoleh persamaan regresi linear sederhana sebagai berikut: y = 0,443 + 0,000098 x Dengan y merupakan keanekaragaman mamalia dan x merupakan jarak tempat pengamatan dengan perkebunan kelapa sawit. Persamaan regresi tersebut memperlihatkan bahwa apabila jarak tempat pengamatan dengan kebun kelapa sawit bertambah sejauh 1 m, maka keanekaragaman jenis mamalia di tempat pengamatan tersebut bertambah sebesar 0,000098 kalinya. Apabila jarak tempat pengamatan dengan perkebunan kelapa sawit bernilai 0, maka keanekaragaman jenis mamalia besar di tempat pengamatan tersebut adalah sebesar 0,443. Hasil analisis regresi linear memperlihatkan tidak terdapat hubungan yang nyata antara jarak tempat pengamatan perkebunan kelapa sawit dengan keanekaragaman mamalia di tempat pengamatan tersebut. Menurut Alikodra (2002) habitat yang sesuai bagi satu jenis satwaliar belum tentu sesuai untuk jenis lainnya. Hal ini disebabkan bahwa setiap jenis satwaliar menghendaki kondisi yang berbeda-beda. Kartono et al. (2003) menambahkan bahwa kerusakan habitat dapat menyebabkan penurunan kekayaan jenis dan penurunan tersebut akan lebih terlihat jelas pada habitat terisolasi berukuran kecil. Hubungan antara jarak tempat pengamatan kebun kelapa sawit dengan keanekaragaman mamalia di tempat pengamatan ditunjukkan pada Gambar 11.
43
Gambar 11 Hubungan jarak pengamatan dengan keanekaragaman. Berdasarkan Gambar 11 terlihat pada jalur pengamatan VI yang berjarak 6671,93 m dari kebun kelapa sawit memiliki keanekaragaman mamalia terbesar yaitu sebesar 1,46. Faktor yang dapat mempengaruhinya adalah kawasan hutan lebih jauh dengan pemukiman masyarakat. Intensitas masyarakat pada jalur ini lebih rendah sehingga menyebabkan kondisi hutan lebih baik. Keanekaragaman mamalia terkecil terdapat pada jalur IV yang berjarak 4396,78 m dari kebun kelapa sawit. Faktor yang menyebabkan keanekaragaman di Jalur IV lebih kecil yaitu 0,56, karena pada jalur ini merupakan jalur yang memiliki gangguan yang tinggi sehingga sedikit ditemukannya mamalia besar. Selain itu intensitas masyarakat yang tinggi pada saat pengamatan seperti penebangan hutan dan perburuan satwaliar juga menyebabkan rendahnya keanekargaman pada jalur ini. Folke et al. (1996) menyatakan bahwa dalam pendekatan perlindungan terhadap keanekargaman hayati memasukan manusia sebagai salah satu implikasi. Jalur II merupakan jalur pengamatan terdekat dengan kebun kelapa sawit, yaitu sejauh 3143,43 m dengan keanekaragaman mamalia di daerah tersebut sebesar 0,8. Faktor yang mempengaruhi rendahnya keanekaragaman selain jarak yang relatif dekat dengan kebun kelapa sawit adalah rendahnya keanekargaman jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pakan akibat banyaknya gangguan yang terjadi pada jalur ini seperti adanya bekas kebakaran hutan, penebangan hutan dan perburuan satwaliar.
44
5.7.
Ancaman terhadap Kelestarian Jenis Mamalia
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan beberapa ancaman yang baik secara langsung maupun tak langsung dapat mengancam kelestarian jenis mamalia seperti penebangan liar, perburuan liar, dan perambahan. Dampak utama aktivitas ini adalah berkurang atau hilangnya beberapa jenis tumbuhan yang bernilai ekonomi tinggi. Selain itu juga berdampak pada rusaknya habitat TNTN yang merupakan daerah penting bagi jenis satwaliar, salah satunya mamalia.
5.7.1. Penebangan liar
Penebangan liar terjadi pada semua areal perbatasan TNTN dengan kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau. Kegiatan penebangan dilakukan oleh masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, salah satunya untuk mendirikan bangunan atau rumah. Tingkat kerusakan terparah terjadi pada Jalur VI dan Jalur VII, alat yang digunakan berupa mesin gergaji (chainsaw) karena pada saat penelitian terdengar suara chainsaw. Hal ini juga didukung dengan ditemukannya potongan-potongan kayu yang sudah menjadi balok dan serbuk gergaji (Gambar 12).
Gambar 12 Bekas potongan kayu dalam kawasan TNTN.
5.7.2. Perburuan liar
Perburuan teramati pada setiap Jalur pengamatan areal kawasan taman nasional yang sebagian besar lokasinya telah di klaim oleh masyarakat. Tingkat perburuan terhadap mamalia cukup tinggi salah satunya dengan ditemukan banyaknya jerat. Jerat yang digunakan berupa jerat tradisional yang bahannya
45
terbuat dari ranting, dahan dan tali. Selain itu pada saat penelitian di lapangan bertemu dengan sekelompok orang di areal kawasan TNTN yang membawa senjata api dengan tujuan berburu.
5.7.3. Perambahan hutan
Semua areal perbatasan TNTN telah dirambah oleh masyarakat, baik masyarakat lokal, maupun masyarakat perkotaan yang bermaksud utuk membuat areal perkebunan kelapa sawit. Perambahan sangat berdampak pada keberadaan mamalia dan habitatnya. Keberadaan PT. Inti Indosawit Subur, Ukui yang berbatasan dengan TNTN semakin menjadikan alasan bagi masyarakat untuk terus membuka lahan dan dijadikan areal kebun kelapa sawit. Untuk mengatasi kegiatan-kegiatan yang dapat mengancam keberadaan satwaliar khususnya mamalia dan habitatnya, seperti: penebangan kayu secara
illegal, perburuan liar dan perambahan hutan pihak taman nasional telah memberikan pencegahan, salah satunya adanya pengumuman berupa papan peringatan tentang larangan yang dapat merusak kawasan hutan taman nasional (Gambar 13). Namun kenyataan di lapangan kerusakan tetap terjadi. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan yang dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian hutan di TNTN.
(a)
(b)
Gambar 13 Papan larangan, (a) menduduki kawasan hutan; (b) membunuh satwaliar.
46
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai studi keanekaragaman jenis mamalia besar pada areal TNTN yang berbatasan dengan kebun kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur Ukui, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Jenis mamalia besar yang ditemukan di TNTN sebanyak 14 jenis dengan 11 jenis ditemukan secara langsung dan 3 jenis lainnya hanya ditemukan secara tidak langsung. Keempatbelas jenis ini termasuk kedalam 5 bangsa (ordo), yaitu Artiodactyla, Primata, Carnivora, Perissodactiyla, dan Proboscidea. 2. Jenis mamalia besar yang ditemukan di TNTN memiliki pola sebaran yang mengelompok dan acak. Jenis yang memiliki sebaran yang mengelompok, yaitu Monyet ekor panjang, Lutung budeng, dan Lutung simpai, sedangkan jenis yang memiliki sebaran acak, yaitu Babi hutan, Owa ungko, Siamang, Pelanduk, Kancil, Rusa sambar, Musang akar, dan Tapir.
6.2.
Saran
1. Perlu dilakukan pengamanan pada areal perbatasan TNTN khususnya dengan perkebunan kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur dengan gangguan terbesar pada jalur VI dan VII. 2. Perlu dilakukannya kegiatan inventarisasi serta berkelanjutan oleh pihak taman nasional untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada keanekaragaman jenis mamalia besar di TNTN. 3. Kebijakan
pihak
TNTN
dalam
penentuan
zonasi
kawasan
perlu
memperhatiakan jenis-jenis mamalia secara umum dan satwa yang dilindungi secara khususnya. 4. Perlunya keterlibatan berbagai pihak dalam penentuan zonasi dan batas kawasan agar tidak terjadi sengketa atau pengklaiman lahan oleh masyarakat setempat.
47
DAFTAR PUSTAKA Alikodra HS. 1990. Pengelolaan Satwaliar Jilid I. Departeman Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. PAU Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Hal: 31-54. Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar Jilid 1. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. BAPPENAS. 2003. Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia 2003-2020. Jakarta: BAPPENAS. Bourliere F. 1975. Ecology of Population. Macmillan Publishing Co, Inc. New York. Departemen Kehutanan. 2004. 50 Taman Nasional di Indonesia. Jakarta. Dephut. Effendi M. 1985. Studi Pengaruh Pembalakan Mekanis Sistem TPI terhadap Keberadaan 10 Jenis Mamalia Hutan Hujan Tropika di Teluk Bangkurat Lampung. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Entebe RF. 2005. Penyebaran Mamalia Kecil pada Hutan Sisa (Remnant Forest) di Suaka Margasatwa Balairaja Propinsi Riau. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Faldhamer GA, LC Drickamer, SH Vessey and JF Merritt. 1999. Mammalogy: Adaptation, Diversity and Ecology. Boston: McGraw-Hill. Folke C, CS Holling and C Perrings. 1996. Biological diversity, ecosystem and the human scale. Ecological Application 6(4): 1018-1024. Haryanto. 1987. Priliminary Study on The Habitat of Mueller’s gibbon (Hylobates meulleri) in Bukit Soeharto Protection Forest East Kalimantan dalam Studi Penelitian Hutan Tropika Basah. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jasin M. 1992. Zoologi Vertebrata untuk Perguruan Tinggi. Sinar Wijaya. Surabaya. Krebs CJ. 1989. Ecological Methodology. New York: Harper & Row, Publisher. Kurnia I, H Fadly, U Kusdinar, WG Gunawan, DW Idaman, RS Dewi, D Yandhi, GS Saragih, GF Ramadhan, TD Djuanda, R Rismawati dan M Firdaus. 2005. Keanekaragaman jenis burung Taman Nasional Betung Karihun Kabupaten Kapuas Hulu. Propinsi Kalimantan Barat. Media Konservasi 9(2).
48
Lekagul B. and J.A. McNeely. 1997. Mammals of Thailand. Printed Under The Unsices of The Assosiaton of Wildlife. pp 278-281 Ludwig JA and JF Reynolds. 1988. Statistical Ecology: A primer on methods and computing. New York: John wilwy & Sons. Lumme AL. 1994. Pengaruh Penebangan Terhadap Keanekaragaman Satwaliar Studi Kasus di Areal HPH di Propinsi Sulawesi Tengah. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Magurran AE. 1998. Ecological Diversity and Its Measurement. Croom Helm. New South Wales. Noerdjito M, I Maryanto, SN Prijono, EB Waluyo, R Ubaidillah, Mumpuni, AH Tjakrawidjaja, RM Marwoto, Heryanto, WA Noerdjito dan H Wiriadinata. 2005. Kriteria Jenis Hayati yang Harus Dilindungi Oleh dan Untuk Masyarakat Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian Biologi-LIPI & World Agroforestry Centre-ICRAF. Odum EP. 1997. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan Edisi ke-3. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Payne J. CM. Francis, K Phillips dan SN Kartikasari. 2000. Panduan Lapangan: Mamalia di Kalimantan, Sabah, Serawak dan Brunei Darussalam. Jakarta: Prima Centra Indonesia. 386 Hal. Primarck RB, J Supriatna, M Indrawan dan P Kramadibrata. 1998. Biologi Konservasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 345 hal. Santosa Y. 1993. Strategi Kuantitatif untuk Pendugaan Beberapa Parameter Demografi dan Kuota Pemanenan Populasi Satwaliar berdasarkan Pendekatan Ekologi Perilaku: Studi Kasus Terhadap Populasi Kera Ekor Panjang (Macaca fasicularis) di Pulau Tinjil. Proyek Peningkatan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Santosa N. 2002. Analisis habitat dan potensi pakan Monyet ekor panjang (Macaca fasicularis, Raffles) di Pulau Tinjil. Media konservasi 5 (1): 5-9 Soerianegara I dan A Indrawan. 2002. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Suhartono T dan A Mardiastuti. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia. Jakarta: Japan Internasional Cooperation Agency (JICA). 317 hal. Tarumingkem RC. 1994. Dinamika Populasi: Kajian Ekologi Kuantitatif. Pustaka Sinar Harapan dan Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta. Hal: 1-162
49
Toth F and J Kiss. 1999. Comparative analysis of epigeic spider assemblages in Northern Hungarian winter weat fields and ther adjeacent margins. The Jounal of Arachinology 27. Vaughan TA. 1986. Mammalogy. 3rd Edition. Florida: Holt, Rinerhart and Winston, Inc. Vieira EM and ELAM Filho. 2003. Vertical stratification of small mammals in the Atlantic rainforest of South-Eastern Brazil. Journal of Tropical Ecology 19: 501-507. Yusuf M. 1998. Studi Keragaman dan Kelimpahan Jenis Burung Dan Mamalia Pada Beberapa Areal Bekas Tebangan dan Hutan Primer di Areal HPH PT. Narkata Rimba, Kalimantan Timur. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Zorenko T and T Leontyevan. 2003. Spesies diversity and distribution of mammals in Riga. Acta Zoological Lituania 13(1). Zon APMVander. 1979. Mammals of Indonesia. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Bogor. pp 15-130
50
LAMPIRAN
51
Lampiran 1. Jenis-jenis tumbuhan di kawasan TNTN No.
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
1
Alang
Daplachea bancana (Scheff.) Steen.
Bignoniceae
2
Anto
Cyathocalyx bancanus Boerl.
Annonaceae
3
Arang
Diospyros maingayi (Hiern.) Bakh.
Ebenaceae
4
Arang-arang
Eugenia spp.
Myrtaceae
5
Ariung
Dipterocarpus cornutus Dyer
Dipterocarpaceae
6
Asam kandis
Sarcotheca griffithii (Planchon ex Hook.f.) H. Hallier
Oxalidaceae
7
Asam kumbang
Adinandra sarosanthera Miquel
Theaceae
8
Asem
Triomma malaccensis Hook.f.
Burseraceae
9
Aung-aung
Dysoxylun alliaceum (Bl.) Bl.
Meliaceae
10
Babi kurus
Alangium javanicum (Blume) Wangerin
Alangiaceae
11
Bakbahan
Ilex macrophylla Hook.f.
Aquifoliaea
12
Balam
Payena lucida (Don.) DC.
Sapotaceae
13
Balam suduk
Palaquium sumatranum Burck
Sapotaceae
14
Balau
Shorea parvifolia Dyer
Dipterocarpaceae
15
Belimbing hutan
Sarcotheca diversifolia (Miq.) Hallier f.
Oxalidaceae
16
Benau
Mangifera spp.
Anacardiacea
17
Bengku
Palaquium rostratum (Miq.) Burck
Sapotaceae
18
Bintangur
Calophyllum spp.
Guttaceae
19
Cengal
Hopea mengarawan Miq.
Dipterocarpaceae
20
Darah-darah
Gymnacranthera bancana (Miq.) Sinclair
Myristicaceae
21
Daru-daru
Cantleya corniculata (Becc.) Howard
Icacinaceae
22
Durian burung
Durio spp.
Bombacaceae
23
Durian hutan
Durio spp.
Bombacaceae
24
Empening
Quercus subsericeus A. Camus.
Fagaceae
25
Garam-garam
Terminalia foetidissima Griff.
Combretaceae
26
Garu-garu
Aquillaria malacensis Lamk.
Thymelaeaceae
27
Gerunggang
Cratoxylum arborescens (Vahl.) Blume
Hypericaceae
28
Hatu
Ilex cymosa Blume
Aquifoliaea
29
Igas
Elaeocarpus stipularis Blume
Elaeocarpaeae
30
Jangkar
Dacryodes spp.
Burseraceae
31
Jejambu
Eugenia spp.
Myrtaceae
32
Jelutung
Alstonia angustiloba Miquel
Apocynaceae
33
Jengkol
Pithecelobium sp.
Fabaceae
34
Kawan
Dipterocarpus sublamellatus Foxw.
Dipterocarpaceae
35
Kayu batu
Irvingia malayana Oliver
Simaroubaceae
36
Kayu hitam
Diospyros pilosanthera Blanco
Ebenaceae
37
Kayu merah
Pellacalyx axillaris Korth.
Rhizophoraceae
38
Kayu putih
Syzygium lineatum (DC.) Merr. & Perry
Myrtaceae
Lampiran 1. Lanjutan No.
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
39
Kedondong hutan
Ailathus integrifolius Lam ex Steud.
Simaroubaceae
52 40
Kelampean
Anticephalus indicus A. Rich
Rubiaceae
41
Kelat
Gonystylus forbesii Radlk.
Thymelaeaceae
42
Kempas
Koompassia malaccensis Maingay ex Benth.
Fabaceae
43
Kemuning hutan
Merrillia sp.
Rutaceae
44
Kepayang
Pangium edule Reinw.
Flacourtiaceae
45
Keranji
Dialium spp.
Fabaceae
46
Keranji hutan
Ormosia bancana (Miq.) Merr.
Fabaceae
47
Keruing
Dipterocarpus spp.
Dipterocarpaceae
48
Keruing minyak
Dipterocarpus humeratus
Dipterocarpaceae
49
Kompas
Santiria spp.
Burseraceae
50
Kondoi
Santiria spp.
Burseraceae
51
Kopi-kopi
Chaetocarpus castanocarpus (Roxburgh) Thwaites
Euphorbiaceae
52
Kulim
Scorodocarpus bracteatus
Moraceae
53
Leban
Vitex gamosepala Griffith
Verbenaceae
54
Mahang
Macaranga spp.
Euphorbiaceae
55
Malipai
Knema conferta (King) Warb.
Myristicaceae
56
Malu (lus)
Cratoxylum cochinchinense (Jack) Dyer
Hypericaceae
57
Mangga hutan
Mangifera spp.
Anacardiacea
58
Manggis
Garcinia mangostana
Guttiferae
59
Medang
Diospyros curranii
Ebenaceae
60
Medang kambing
Mastixia spp.
Cornaceae
61
Medang keladi
Talauma gigantifolia L.
Magnoliaceae
62
Medang kuning
Cryptocarya ferrea Bl.
Lauraceae
63
Medang kunyit
Cryptocarya impressa Miq
Lauraceae
64
Mendarahan
Myristica spp.
Myristicaceae
65
Meranti
Shorea spp.
Dipterocarpaceae
66
Meranti kunyit
Shorea conica
Dipterocarpaceae
67
Meranti batu
Shorea platyclados
Dipterocarpaceae
68
Meranti biasa
Shorea scrabrida
Dipterocarpaceae
69
Meranti buaya bukit
Shorea almon
Dipterocarpaceae
70
Meranti bunga
Shorea platycarpa
Dipterocarpaceae
71
Meranti gombung
Shorea dasyphylla
Dipterocarpaceae
72
Meranti lapis
Shorea lamellata
Dipterocarpaceae
73
Meranti piring
Shorea macroptera
Dipterocarpaceae
74
Meranti rambai
Shorea conica
Dipterocarpaceae
75
Meranti ronik
Shorea platycarpa Heim
Dipterocarpaceae
76
Meranti sabut
Shorea leprosula Miq.
Dipterocarpaceae
Lampiran 1. Lanjutan No.
Nama Ilmiah
Famili
77
Meranti sarang burung
Nama Lokal
Shorea acuminata Dyer
Dipterocarpaceae
78
Meranti sengkawang
Shorea singkawang
Dipterocarpaceae
79
Meranti sepat
Shorea macrantha
Dipterocarpaceae
80
Merbau
Intsia palembanica
Fabaceae
53 81
Mersawa
Anisoptera curtisii
Dipterocarpaceae
82
Mosiolo
Santiria spp.
Burseraceae
83
Nasi-nasi
Anisophyllea disticha (Jack) Baillon
Rhizophoraceae
84
Pahit
Helicia excelsa (Roxb.) Bl.
Proteaceae
85
Pao
Buchanania spp.
Anacardiacea
86
Paruh-paruh
Santiria spp.
Burseraceae
87
Pasang
Quercus spp.
Fagaceae
88
Pelaju
Pentaspadon motleyi Hook.f.
Anacardiacea
89
Petaling gajah
Homalium longifolium
Flacourtiaceae
90
Pete hutan
Parkia speciosa Hassk.
Fabaceae
91
Pialee bunga
Alangium rotundifolium (L.f.) Wangerin
Alangiaceae
92
Piangi
Shorea plattyclados
Dipterocarpaceae
93
Pisang mawe
Dillenia sumatrana
Dilleniaceae
94
Punak
Tetrameristra glabra Miq.
Theaceae
95
Putat
Barringtonia spp.
Lecythidaceae
96
Rambutan
Nephelium lappaceum Hiern.
Sapindaceae
97
Rengas
Gluta renghas Linn.
Anacardiacea
98
Rengas manuk
Gluta wallichii (Hook.f.) Ding Hou
Anacardiacea
99
Resak
Vatica spp.
Dipterocarpaceae
100
Sanah
Buchanania spp.
Anacardiacea
101
Sangu
Podocarpus imbricatus
Podocarpaceae
102
Seminai
Madhuca crassipes(Miquel) H.J. Lam
Sapotaceae
103
Sendok-sendok
Endospermum diadenum (Miq.) Airy Shaw
Euphorbiaceae
104
Sengkawang
Shorea spp.
Dipterocarpaceae
105
Suntai hitam
Palaquium burckii
Sapotaceae
106
Tapak-tapak
Sindora wallichii Graham ex Benth
Fabaceae
107
Tempinis
Sloetia elongata Kds.
Moraceae
108
Terap
Artocarpus elasticus Reinw. Ex Blume
Moraceae
109
Terentang
Fagraea auriculata Jack.
Loganiaceae
110
Tulang-tulang
Tristania spp.
Myrtaceae
111
Waru hutan
Hibiscus macrophyllus Roxb.
Malvaceae
Lampiran 2. Indeks nilai penting vegetasi tingkat semai di Jalur I No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
K (Ind/Ha) 500
KR (%) 2.86
0.2
FR (%) 4.35
INP (%) 7.20
1500
8.57
0.4
Shorea falcifera
500
8.70
17.27
2.86
0.2
4.35
7.20
Sarcotheca griffithii
500
2.86
0.2
4.35
7.20
Eugenia spp.
500
2.86
0.2
4.35
7.20
Ailanthus integrifolia
500
2.86
0.2
4.35
7.20
Pangium edule
500
2.86
0.2
4.35
7.20
Santiria spp.
500
2.86
0.2
4.35
7.20
Cratoxylum cochinchinense
500
2.86
0.2
4.35
7.20
1000
5.71
0.2
4.35
10.06
Nama lokal
Nama Ilmiah
Arang-arang
Eugenia spp.
Asem Balau Belimbing hutan Jejambu Kedondong hutan Kepayang Kondoi Malu (lus) Mangga hutan
Triomma malaccensis
Mangifera spp.
F
54 11
Mentangur
Calophyllum soulattri
500
2.86
0.2
4.35
7.20
1500
8.57
0.2
4.35
12.92
12
Meranti biasa
Shorea scrabrida
13
Meranti sepat
Shorea macrantha
2500
14.29
0.2
4.35
18.63
2000
11.43
0.4
8.70
20.12
14
Nasi-nasi
Anisophyllea disticha
15
Piangi
Shorea plattyclados
500
2.86
0.2
4.35
7.20
5.71
0.2
4.35
10.06
16
Pinang-pinang
Adinandra dumosa
1000
17
Punak
Tetramerista glabra
1000
5.71
0.2
4.35
10.06
Ilex pleiobracteata
500
2.86
0.2
4.35
7.20
Endospermum diadenum
500
2.86
0.2
4.35
7.20
1000
5.71
0.4
8.70
14.41
18 19 20
Punti Sendok-sendok Tulang-tulang
Tristania spp. 17500 100.00 4.6 100.00 200.00 Total Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
Lampiran 3. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di Jalur I No. 1 2
Nama lokal Asem Empening
Nama ilmiah Triomma malaccensis Quercus subsericea
3
Kayu hitam
Diospyros transitoria
4
Kayu putih
Melaleuca quinquenervia
K (Ind/Ha) 320
KR (%) 10.00
F
FR (%) 5.00
INP (%) 15.00
0.2
80
2.50
0.2
5.00
7.50
400
12.50
0.2
5.00
17.50
80
2.50
0.2
5.00
7.50
5.00
0.2
5.00
10.00 12.50
5
Kedondong hutan
Ailanthus integrifolia
160
6
Kelat
Gonystylus forbesii
240
7.50
0.2
5.00
80
2.50
0.2
5.00
7.50
160
5.00
0.2
5.00
10.00
7
Malu(lus)
Cratoxylum cochinchinense
8
Mangga hutan
Mangifera spp.
9
Manggis
Garcinia mangostana
80
2.50
0.2
5.00
7.50
Myristica spp.
80
2.50
0.2
5.00
7.50
Shorea scrabrida
80
2.50
0.2
5.00
7.50
7.50
0.2
5.00
12.50
10 11
Mendarahan Meranti biasa
12
Mosiolo
Santiria spp.
240
13
Nasi-nasi
Anisophyllea disticha
160
5.00
0.2
5.00
10.00
80
2.50
0.2
5.00
7.50
14
Pahit
Heliciopsis incisa
55 15
Pao
Buchanania spp.
16
Petaling gajah
Homalium longifolium
17
Punak
Tetramerista glabra
18
Tapak-tapak
Sindora wallichii
19
Terap
Artocarpus elasticus
80
2.50
0.2
5.00
7.50
240
7.50
0.2
5.00
12.50
80
2.50
0.2
5.00
7.50
400
12.50
0.4
10.00
22.50
160
5.00
0.2
5.00
10.00
3200
100.00
4
100.00
200.00
Total Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
Lampiran 4. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di Jalur I No 1 2
Nama lokal
K (Ind/Ha) 20
KR (%) 2.63
Diospyros malaccensis
20
2.63 5.26
Nama ilmiah
Anto Arang
0.2
FR (%) 3.33
D (m2/Ha) 0.17
DR (%) 2.06
0.2
3.33
0.31
3.67
9.63
0.2
3.33
0.35
4.13
12.73 7.90
F
INP (%) 8.03
3
Bintangur
Calophyllum soulattri
40
4
Cengal
Hopea mengerawan
20
2.63
0.2
3.33
0.16
1.94
Gymnacranthera bancana
20
2.63
0.2
3.33
0.16
1.94
7.90
2.63
0.2
3.33
0.50
5.94
11.90 8.29
5
Darah-darah
6
Daru-daru
Cantleya corniculata
20
7
Gerunggang
Cratoxylon spp.
20
2.63
0.2
3.33
0.19
2.32
Eugenia spp.
20
2.63
0.2
3.33
0.28
3.34
9.31
Kedondong hutan
Ailanthus integrifolia
80
10.53
0.6
10.00
0.35
4.18
24.71
Kelat
Gonystylus forbesii
40
5.26
0.4
6.67
0.40
4.80
16.73
Merrillia caloxylon
20
2.63
0.2
3.33
0.27
3.18
9.15
Vitex gamosepala
20
2.63
0.2
3.33
0.29
3.50
9.47
Diospyros curranii
20
2.63
0.2
3.33
0.16
1.94
7.90
Myristica spp.
20
2.63
0.2
3.33
0.31
3.67
9.63
140
18.42
0.4
6.67
1.85
22.00
47.09
8 9 10 11 12 13 14
Jejambu
Kemuning hutan Leban Medang Mendarahan
15
Meranti bunga
Shorea platycarpa
16
Nasi-nasi
Anisophyllea disticha
20
2.63
0.2
3.33
0.16
1.94
7.90
Homalium longifolium
20
2.63
0.2
3.33
0.16
1.94
7.90
17
Petaling gajah
56 18
Pialee bunga
19
Piangi
20
Rambutan
21
Seminai
22
Sengkawang
23
Suntai hitam
Alangium rotundifolium
40
5.26
0.2
3.33
0.53
6.30
14.90
Shorea plattyclados
20
2.63
0.2
3.33
0.16
1.94
7.90
Nephelium lappaceum
20
2.63
0.2
3.33
0.16
1.94
7.90
Madhuca crassipes
20
2.63
0.2
3.33
0.16
1.94
7.90
Shorea singkawang
20
2.63
0.2
3.33
0.31
3.67
9.63
Palaquium burckii
20
2.63
0.2
3.33
0.34
4.01
9.97
40
5.26
0.4
6.67
0.49
5.77
17.70
20
2.63
0.2
3.33
0.16
1.94
7.90
760
100.00
6
100.00
8.40
100.00
300.00
24
Tapak-tapak
Sindora wallichii
25
Tulang-tulang
Tristania spp.
Total Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
Lampiran 5. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pohon di Jalur I No 1 2 3
Nama lokal
Nama ilmiah
Arang-arang
Eugenia spp.
Balam Balau
Payena lanceolata Shorea falcifera
0.2
FR (%) 2.70
D (m2/Ha) 0.10
DR (%) 0.16
INP (%) 5.09
0.4
5.41
0.82
1.28
13.36
2.22
0.2
2.70
2.32
3.65
8.58
8.89
0.2
2.70
7.17
11.27
22.86
K (Ind/Ha) 5
KR (%) 2.22
15
6.67
5
F
4
Daru-daru
Cantleya corniculata
20
5
Durian burung
Durio spp.
10
4.44
0.2
2.70
4.40
6.91
14.06
Quercus subsericea
10
4.44
0.4
5.41
0.42
0.66
10.51
Aquilaria malaccensis
5
2.22
0.2
2.70
0.49
0.76
5.69
Irvingia malayana
5
2.22
0.2
2.70
0.19
0.29
5.22
Pellacalyx axillaris
5
2.22
0.2
2.70
0.51
0.80
5.72
Ailanthus integrifolia
5
2.22
0.2
2.70
0.27
0.42
5.35
Anthocephalus chinensis
5
2.22
0.2
2.70
2.46
3.87
8.79
15
6.67
0.4
5.41
20.86
32.77
44.84
6 7 8 9 10 11
Empening Garu-garu Kayu batu Kayu merah Kedondong hutan Kelampean
12
Kelat
Eugenia sp
13
Kepayang
Pangium edule
5
2.22
0.2
2.70
0.18
0.28
5.20
5
2.22
0.2
2.70
9.96
15.65
20.58
14
Kompas
Santiria spp.
15
Leban
Vitex gamosepala
10
4.44
0.4
5.41
0.34
0.54
10.39
4.44
0.4
5.41
1.43
2.25
12.10
16
Malu(lus)
Cratoxylum cochinchinense
10
17
Medang
Diospyros curranii
15
6.67
0.6
8.11
1.54
2.43
17.20
Cryptocarya impressa
5
2.22
0.2
2.70
0.16
0.25
5.17
Calophyllum soulattri
5
2.22
0.2
2.70
0.65
1.02
5.94
Knema conferta
5
2.22
0.2
2.70
0.10
0.15
5.08
Shorea conica
5
2.22
0.2
2.70
2.60
4.09
9.02
18 19 20 21
Medang kunyit Bintangur Malipai Meranti rambai
57 22
Nasi-nasi
Anisophyllea disticha
10
4.44
0.2
2.70
0.51
0.80
7.94
5
2.22
0.2
2.70
0.18
0.28
5.20
23
Pisang mawe
Dillenia sumatrana
24
Keranji
Dialium spp.
5
2.22
0.2
2.70
2.46
3.87
8.79
6.67
0.4
5.41
1.63
2.57
14.64
25
Rengas
Gluta rengas
15
26
Resak
Vatica spp.
10
4.44
0.4
5.41
1.15
1.80
11.65
Palaquium burckii
5
2.22
0.2
2.70
0.65
1.02
5.94
Artocarpus elasticus
5
2.22
0.2
2.70
0.10
0.15
5.08
225
100.00
7.4
100.00
63.65
100.00
300.00
27 28
Suntai hitam Terap
Total Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
Lampiran 6. Indeks nilai penting vegetasi tingkat semai di Jalur II No 1 2 3
Nama lokal
Nama ilmiah
Babi kurus
Alangium ridleyi
Balam Balau
Payena lanceolata Shorea falcifera
K (Ind/Ha) 2000
KR (%) 10.53
1000
5.26
500
2.63 21.05
F
FR (%) 13.04
INP (%) 23.57
0.4
8.70
13.96
0.2
4.35
6.98
0.2
4.35
25.40
0.6
4
Bengku
Palaquium xanthochymum
4000
5
Jejambu
Eugenia spp.
1000
5.26
0.2
4.35
9.61
Koompassia malaccensis
1000
5.26
0.2
4.35
9.61
500
2.63
0.2
4.35
6.98
Scorodocarpus bracteatus
1000
5.26
0.2
4.35
9.61
13.16
0.6
13.04
26.20
6 7 8
Keranji Keruing Kulim
Dipterocarpus spp.
9
Meranti bunga
Shorea platycarpa
2500
10
Meranti ronik
Shorea platycarpa
500
2.63
0.2
4.35
6.98
Shorea macroptera
500
2.63
0.2
4.35
6.98
Shorea acuminata
1000
5.26
0.2
4.35
9.61
Shorea macrantha
500
2.63
0.2
4.35
6.98
Anisoptera curtisii
500
2.63
0.2
4.35
6.98
Tetramerista glabra
500
2.63
0.2
4.35
6.98
Nephelium lappaceum
500
2.63
0.2
4.35
6.98
1500
7.89
0.4
8.70
16.59
FR (%)
INP (%)
11 12 13 14 15 16 17
Meranti piring Meranti sarang burung Meranti sepat Mersawa Punak Rambutan Rengas
Gluta rengas 19000 100.00 4.6 100.00 200.00 Total Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
Lampiran 7. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di Jalur II No
Nama lokal
Nama ilmiah
K (Ind/Ha)
KR (%)
F
58 1 2
Babi kurus Bengku
160
6.67
0.2
5.88
Palaquium xanthochymum
80
3.33
0.2
5.88
9.22
80
3.33
0.2
5.88
9.22
Alangium ridleyi
12.55
3
Durian burung
Durio spp.
4
Garam-garam
Terminalia feotidissima
160
6.67
0.2
5.88
12.55
Eugenia spp.
480
20.00
0.4
11.76
31.76
Dipterocarpus humeratus
80
3.33
0.2
5.88
9.22
Scorodocarpus bracteatus
80
3.33
0.2
5.88
9.22
Diospyros curranii
80
3.33
0.2
5.88
9.22
160
6.67
0.2
5.88
12.55
5 6 7 8
Jejambu Keruing minyak Kulim Medang
9
Meranti kunyit
Shorea conica
10
Meranti piring
Shorea macroptera
80
3.33
0.2
5.88
9.22
10.00
0.2
5.88
15.88
11
Meranti rambai
Shorea conica
240
12
Meranti sepat
Shorea macrantha
240
10.00
0.4
11.76
21.76
Dillenia sumatrana
240
10.00
0.2
5.88
15.88
Tetramerista glabra
80
3.33
0.2
5.88
9.22
160
6.67
0.2
5.88
12.55
13 14
Pisang mawe Punak
15
Rengas Gluta rengas 2400 100.00 3.4 100.00 200.00 Total Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
Lampiran 8. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di Jalur II No 1 2
0.6
FR (%) 14.29
Shorea falcifera
20
3.85
0.2
4.76
0.02
5.70
14.31
11.54
0.4
9.52
0.03
7.97
29.03 10.94
Arang-arang
Eugenia spp.
Balau
D (m2/Ha) 0.05
INP (%) 43.17
KR (%) 15.38
Nama ilmiah
F
DR (%) 13.50
K (Ind/Ha) 80
Nama lokal
4
Bengku
Palaquium xanthochymum
60
5
Garam-garam
Terminalia feotidissima
20
3.85
0.2
4.76
0.01
2.34
Eugenia spp.
80
15.38
0.2
4.76
0.05
12.99
33.14
7.69
0.4
9.52
0.04
10.10
27.31 13.02
7
Jejambu
8
Keranji
Dialium spp.
40
10
Mahang
Macaranga spp.
20
3.85
0.2
4.76
0.02
4.42
Shorea almon
20
3.85
0.2
4.76
0.02
4.42
13.02
3.85
0.2
4.76
0.01
2.34
10.94 28.28
11
Meranti buaya bukit
13
Meranti bunga
Shorea platycarpa
20
14
Meranti ronik
Shorea platycarpa
40
7.69
0.4
9.52
0.04
11.07
Shorea macroptera
20
3.85
0.2
4.76
0.02
6.17
14.78
3.85
0.2
4.76
0.02
5.48
14.09
16
Meranti piring
17
Mersawa
Anisoptera curtisii
20
19
Pasang
Quercus spp.
20
3.85
0.2
4.76
0.01
2.34
10.94
Dillenia sumatrana
20
3.85
0.2
4.76
0.02
4.42
13.02
Tetramerista glabra
20
3.85
0.2
4.76
0.01
3.12
11.73
Podocarpus imbricatus
20
3.85
0.2
4.76
0.01
3.65
12.26
520
100.00
4.2
100.00
0.35
100.00
300.00
20 22 23
Pisang mawe Punak Sangu
Total Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
59
Lampiran 9. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pohon di Jalur II No 1 2
Alangium ridleyi
10
4.55
0.4
5.88
3.45
5.28
15.71
15
6.82
0.4
5.88
5.95
9.10
21.80
Asam kandis
Sarcotheca ferruginea
Babi kurus
3
Balam
Payena lanceolata
4
Balau
Shorea falcifera
0.4
FR (%) 5.88
D (m2/Ha) 1.57
INP (%) 12.83
KR (%) 4.55
Nama ilmiah
F
DR (%) 2.41
K (Ind/Ha) 10
Nama lokal
5
2.27
0.2
2.94
1.08
1.65
6.86
10
4.55
0.2
2.94
3.83
5.87
13.35
5
Bengku
Palaquium xanthochymum
6
Darah-darah
Gymnacranthera bancana
5
2.27
0.2
2.94
1.66
2.54
7.75
5
2.27
0.2
2.94
0.62
0.95
6.16
15
6.82
0.4
5.88
4.75
7.27
19.97
5
2.27
0.2
2.94
0.83
1.28
6.49
13.64
0.4
5.88
6.47
9.91
29.43
7
Garam-garam
Terminalia feotidissima
8
Keranji
Dialium spp.
9
Keruing
Dipterocarpus spp.
10
Kulim
Scorodocarpus bracteatus
30
11
Manggis
Garcinia mangostana
15
6.82
0.4
5.88
2.14
3.28
15.98
Macaranga spp.
5
2.27
0.2
2.94
0.66
1.01
6.23
Anisoptera curtisii
5
2.27
0.2
2.94
2.25
3.45
8.66
15
6.82
0.4
5.88
3.20
4.90
17.60 6.26
12 13
Mahang Mersawa
14
Medang
Diospyros curranii
15
Meranti buaya bukit
Shorea almon
5
2.27
0.2
2.94
0.68
1.04
Shorea platycarpa
5
2.27
0.2
2.94
0.62
0.95
6.16
20
9.09
0.6
8.82
9.36
14.33
32.25
16
Meranti bunga
17
Meranti kunyit
Shorea conica
18
Meranti piring
Shorea macroptera
5
2.27
0.2
2.94
0.62
0.95
6.16
Anisoptera curtisii
5
2.27
0.2
2.94
1.50
2.30
7.51
Quercus spp.
5
2.27
0.2
2.94
0.62
0.95
6.16
5
2.27
0.2
2.94
3.76
5.75
10.97
19 20
Mersawa Pasang
21
Pisang mawe
Dillenia sumatrana
22
Punak
Tetramerista glabra
23 24
Rengas Seminai
Gluta rengas Madhuca crassipes
5
2.27
0.2
2.94
4.79
7.33
12.55
10
4.55
0.4
5.88
4.28
6.55
16.98
5
2.27
0.2
2.94
0.62
0.95
6.16
220
100.00
6.8
100.00
65.32
100.00
300.00
Total Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
60
Lampiran 10. Indeks nilai penting vegetasi tingkat semai di Jalur III No 1 2
Nama lokal
Nama ilmiah
Ariung
Dipterocarpus verruscosus
Aung-aung
Dysoxylum alliaceum
K (Ind/Ha) 500
KR (%) 1.43
F 0.2
FR (%) 3.45
INP (%) 4.88
500
1.43
0.2
3.45
4.88
2500
7.14
0.4
6.90
14.04 4.88
3
Balam
Payena lanceolata
4
Benau
Mangifera spp.
500
1.43
0.2
3.45
Elaeocarpus stipularis
500
1.43
0.2
3.45
4.88
2000
5.71
0.4
6.90
12.61
500
1.43
0.2
3.45
4.88
9000
25.71
0.8
13.79
39.51
500
1.43
0.2
3.45
4.88
10.00
0.4
6.90
16.90
5
Igas
6
Jejambu
Eugenia spp.
7
Kedondong hutan
Ailanthus integrifolia
8
Kelat
Eugenia sp
9
Kompas
Santiria spp.
10
Kopi-kopi
Chaetocarpus castanocarpus
3500
11
Mangga hutan
Mangifera spp.
1000
2.86
0.2
3.45
6.31
3500
10.00
0.6
10.34
20.34
12
Medang
Diospyros curranii
13
Medang kambing
Mastixia spp.
500
1.43
0.2
3.45
4.88
12.86
0.4
6.90
19.75
14
Medang keladi
Talauma gigantifolia
4500
15
Medang kuning
Cryptocarya ferrea
2000
5.71
0.2
3.45
9.16
Pentaspadon spp.
500
1.43
0.2
3.45
4.88
Homalium longifolium
500
1.43
0.2
3.45
4.88
Dillenia sumatrana
1000
2.86
0.4
6.90
9.75
Gluta rengas
1500
4.29
0.2
3.45
7.73
35000
100.00
5.8
100.00
200.00
16 17 18 19
Pelaju Petaling gajah Pisang mawe Rengas
Total Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
Lampiran 11. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di Jalur III K (Ind/Ha) 80
KR (%) 1.28
Payena lanceolata
80
1.28
Palaquium confertum
80
1.28
Gymnacranthera bancana
80
No
Nama lokal
Nama ilmiah
1
Arang-arang
Eugenia spp.
2 3 4 5
Balam Balam suduk Darah-darah Jejambu
Eugenia spp.
F 0.2
FR (%) 3.57
INP (%) 4.85
0.2
3.57
4.85
0.2
3.57
4.85
1.28
0.2
3.57
4.85
160
2.56
0.2
3.57
6.14
2080
33.33
0.4
7.14
40.48
6
Kelat
Gonystylus forbesii
7
Keranji
Dialium spp.
80
1.28
0.2
3.57
4.85
320
5.13
0.4
7.14
12.27
1600
25.64
0.8
14.29
39.93
80
1.28
0.2
3.57
4.85
8
Kompas
Santiria spp.
9
Kopi-kopi
Chaetocarpus castanocarpus
10
Mahang
Macaranga spp.
61 11 12
Medang Petaling gajah
Diospyros curranii
800
12.82
1
17.86
Homalium longifolium
160
2.56
0.2
3.57
30.68 6.14
320
5.13
0.6
10.71
15.84
13
Pisang mawe
Dillenia sumatrana
14
Tempinis
Sloetia elongata
80
1.28
0.2
3.57
4.85
Artocarpus elasticus
80
1.28
0.2
3.57
4.85
Fagraea auriculata
160
2.56
0.4
7.14
9.71
6240
100.00
5.6
100.00
200.00
15 16
Terap Terentang
Total Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
Lampiran12. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di Jalur III 0.2
Triomma malaccensis
20
4.17
0.2
5.00
0.42
2.47
11.64
8.33
0.4
10.00
1.42
8.38
26.71
Nama ilmiah
1
Arang-arang
Eugenia spp.
2
Asem
FR (%) 5.00
D (m2/Ha) 0.60
INP (%) 12.70
KR (%) 4.17
Nama lokal
F
DR (%) 3.54
K (Ind/Ha) 20
No
3
Babi kurus
Alangium ridleyi
40
4
Balam
Payena lanceolata
20
4.17
0.2
5.00
1.24
7.33
16.50
Gymnacranthera bancana
20
4.17
0.2
5.00
0.42
2.47
11.64
Cratoxylon spp.
20
4.17
0.2
5.00
0.32
1.91
11.07
20
4.17
0.2
5.00
2.49
14.73
23.90
5 6
Darah-darah Gerunggang
7
Kelat
Gonystylus forbesii
8
Kopi-kopi
Chaetocarpus castanocarpus
9 10 11
Medang Meranti bunga Pelaju
80
16.67
0.4
10.00
0.92
5.45
32.11
Diospyros curranii
100
20.83
0.6
15.00
2.59
15.34
51.18
Shorea platycarpa
20
4.17
0.2
5.00
1.94
11.50
20.67
Pentaspadon spp.
20
4.17
0.2
5.00
1.13
6.66
15.83
12.50
0.6
15.00
2.33
13.78
41.28 13.13
12
Petaling gajah
Homalium longifolium
60
13
Tempinis
Sloetia elongata
20
4.17
0.2
5.00
0.67
3.96
Hibiscus macrophyllus
20
4.17
0.2
5.00
0.42
2.47
11.64
480
100.00
4
100.00
16.91
100.00
300.00
FR (%) 3.57
D (m2/Ha) 2.83
DR (%) 3.08
14
Waru hutan
Total Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
Lampiran 13. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pohon di Jalur III No 1 2
KR (%) 2.63
Payena lanceolata
15
7.89
0.4
7.14
18.48
20.09
35.13
10.53
0.6
10.71
5.28
5.74
26.98
Nama ilmiah
Babi kurus
Alangium ridleyi
Balam
F
INP (%) 9.28
K (Ind/Ha) 5
Nama lokal
0.2
3
Balam suduk
Palaquium confertum
20
4
Darah-darah
Gymnacranthera bancana
10
5.26
0.4
7.14
3.77
4.10
16.51
Durio spp.
5
2.63
0.2
3.57
21.71
23.60
29.81
Dacryodes spp.
5
2.63
0.2
3.57
0.21
0.23
6.43
Gonystylus forbesii
5
2.63
0.2
3.57
0.70
0.76
6.96
Dialium spp.
5
2.63
0.2
3.57
0.10
0.11
6.31
Kompas
Santiria spp.
15
7.89
0.4
7.14
1.23
1.34
16.38
Kopi-kopi
Chaetocarpus castanocarpus
5 6 7 8 9 10
Durian hutan Jangkar Kelat Keranji
5
2.63
0.2
3.57
0.19
0.20
6.41
7.89
0.4
7.14
19.56
21.27
36.31
11
Medang keladi
Talauma gigantifolia
15
12
Medang kunyit
Cryptocarya impressa
15
7.89
0.4
7.14
1.39
1.51
16.54
Shorea lamellata
5
2.63
0.2
3.57
8.64
9.39
15.59
Shorea leprosula
5
2.63
0.2
3.57
0.16
0.17
6.38
13.16
0.4
7.14
4.32
4.70
25.00
13 14
Meranti lapis Meranti sabut
15
Pelaju
Pentaspadon spp.
25
16
Petaling gajah
Homalium longifolium
10
5.26
0.2
3.57
0.68
0.74
9.58
Dillenia sumatrana
20
10.53
0.6
10.71
2.48
2.69
23.93
17
Pisang mawe
62 18
Sendok-sendok
Endospermum diadenum
5
2.63
0.2
3.57
0.26
0.28
6.48
190
100.00
5.6
100.00
91.98
100.00
300.00
Total Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
Lampiran 14. Indeks nilai penting vegetasi tingkat semai di Jalur IV No 1 2 3
Nama lokal
Nama ilmiah
Babi kurus
Alangium ridleyi
Balam Bengku
Payena lanceolata Palaquium xanthochymum
K (Ind/Ha) 3000
KR (%) 3.47
7000
8.09
500
0.58
1500
1.73
F 0.6
FR (%) 13.64
INP (%) 17.10
0.8
18.18
26.27
0.2
4.55
5.12
0.4
9.09
10.83
4
Garam-garam
Terminalia feotidissima
5
Jejambu
Eugenia sp
5000
5.78
0.6
13.64
19.42
65500
75.72
0.4
9.09
84.81
7
Kelat
Eugenia sp
8
Kempas
Albizia splendens
500
0.58
0.2
4.55
5.12
Macaranga spp.
500
0.58
0.2
4.55
5.12
Diospyros curranii
500
0.58
0.2
4.55
5.12
Tetramerista glabra
500
0.58
0.2
4.55
5.12
1500
1.73
0.4
9.09
10.83
500
0.58
0.2
4.55
5.12
86500
100.00
4.4
100.00
200.00
10 11 14
Mahang Medang Punak
15
Rambutan
Nephelium lappaceum
16
Terentang
Fagraea auriculata
Total Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
Lampiran 15. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di Jalur IV No
K (Ind/Ha) 240
KR (%) 3.00
F
FR (%) 7.41
INP (%) 10.41
320
4.00
0.2
3.70
7.70
2240
28.00
0.4
7.41
35.41
Nama lokal
Nama ilmiah
1
Arang-arang
Eugenia sp
2
Babi kurus
Alangium ridleyi
3
Balam
Palaquium sp
4
Bengku
Palaquium xanthochymum
80
1.00
0.2
3.70
4.70
5
Daru-daru
Cantleya corniculata
80
1.00
0.2
3.70
4.70
0.4
6
Garam-garam
Terminalia feotidissima
880
11.00
0.8
14.81
25.81
7
Jejambu
Eugenia sp
2160
27.00
0.6
11.11
38.11
Kelat
Eugenia sp
240
3.00
0.4
7.41
10.41
10
Keranji
Dialium spp.
160
2.00
0.2
3.70
5.70
11
Malutua
Cratoxylum cochinchinense
80
1.00
0.2
3.70
4.70
13
Medang
Diospyros curranii
400
5.00
0.4
7.41
12.41
16
Meranti bunga
Shorea platycarpa
240
3.00
0.2
3.70
6.70
18
Pasang
Quercus spp.
480
6.00
0.4
7.41
13.41
19
Punak
Tetramerista glabra
80
1.00
0.2
3.70
4.70
21
Rengas
Gluta rengas
80
1.00
0.2
3.70
4.70
22
Sangu
Podocarpus imbricatus
160
2.00
0.2
3.70
5.70
23
Terentang
Fagraea auriculata
80
1.00
0.2
3.70
4.70
8000
100.00
5.4
100.00
200.00
9
Total Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
63
Lampiran 16. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di Jalur IV No 1 2 3
K (Ind/Ha) 40
KR (%) 6.67
0.4
Alangium ridleyi
20
3.33
Payena lanceolata
60
10.00
Nama lokal
Nama ilmiah
Arang-arang
Eugenia sp
Babi kurus Balam
F
DR (%) 8.19
INP (%) 24.86
0.32
3.05
11.38
1.09
10.32
30.32
5.00
0.45
4.23
12.56
FR (%) 10.00
D (m2/Ha) 0.87
0.2
5.00
0.4
10.00
3.33
0.2
4
Daru-daru
Cantleya corniculata
20
5
Garam-garam
Terminalia feotidissima
20
3.33
0.2
5.00
0.18
1.74
10.07
Ilex cymosa
40
6.67
0.4
10.00
0.65
6.13
22.79
Eugenia spp.
180
30.00
0.8
20.00
3.27
30.97
80.97
13.33
0.6
15.00
1.50
14.18
42.51
6 7
Hatu Jejambu
9
Mahang
Macaranga sp
80
11
Medang
Diospyros curranii
40
6.67
0.2
5.00
0.57
5.41
17.07
Shorea lamellata
20
3.33
0.2
5.00
0.43
4.07
12.40
Shorea macroptera
40
6.67
0.2
5.00
0.58
5.46
17.13
Shorea macrantha
40
6.67
0.2
5.00
0.66
6.26
17.92
600 100.00 4.00 100.00 10.57 100.00 Total Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
300.00
14 15 16
Meranti lapis Meranti pirang Meranti safat
Lampiran 17. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pohon di Jalur IV No 1 2 3
K (Ind/Ha) 15
KR (%) 6.98
Palaquium confertum
10
4.65
Mangifera spp.
20
9.30
Nama lokal
Nama ilmiah
Babi kurus
Alangium ridleyi
Balam suduk Benau
F
DR (%) 5.57
INP (%) 18.43
0.86
3.52
14.06
3.00
12.28
27.46
5.88
1.58
6.48
17.01
0.4
FR (%) 5.88
D (m2/Ha) 1.36
0.4
5.88
0.4
5.88
4.65
0.4
4
Bengku
Palaquium xanthochymum
10
5
Daru-daru
Cantleya corniculata
25
11.63
0.4
5.88
1.33
5.45
22.96
Durio spp.
5
2.33
0.2
2.94
1.76
7.18
12.45
Alstonia angustiloba
5
2.33
0.2
2.94
0.21
0.87
6.13
Ailanthus integrifolia
5
2.33
0.2
2.94
1.03
4.22
9.49
Eugenia spp.
5
2.33
0.2
2.94
0.97
3.96
9.23
10
4.65
0.4
5.88
0.34
1.40
11.93
6 7 8 9
Durian hutan Jelutung Kedondong hutan Kelat
10
Keranji
Dialium spp.
12
Mahang
Macaranga spp.
5
2.33
0.2
2.94
0.21
0.84
6.11
Mangifera spp.
5
2.33
0.2
2.94
0.48
1.97
7.24
Diospyros curranii
5
2.33
0.2
2.94
0.36
1.47
6.74
15
6.98
0.2
2.94
1.38
5.63
15.55 5.91
13 15
Mangga hutan Medang
16
Medang kunyit
Cryptocarya impressa
18
Meranti ronik
Shorea platycarpa
5
2.33
0.2
2.94
0.16
0.65
Shorea platycarpa
5
2.33
0.2
2.94
0.46
1.90
7.17
10
4.65
0.4
5.88
1.32
5.41
15.94
19
Meranti bunga
20
Meranti gombung
Shorea dasyphylla
21
Meranti kunyit
Shorea conica
22
5
2.33
0.2
2.94
0.44
1.79
7.06
10
4.65
0.2
2.94
1.08
4.41
12.00
15
6.98
0.6
8.82
1.77
7.23
23.03
10
4.65
0.4
5.88
0.43
1.74
12.27
Dillenia sumatrana
5
2.33
0.2
2.94
0.34
1.41
6.67
5
2.33
0.2
2.94
1.76
7.18
12.45
5
2.33
0.2
2.94
1.82
7.46
12.72
215
100
6.8
100
24.45
100.00
300.00
Shorea lamellata
23
Meranti lapis Meranti sarang burung
24
Pasang
Quercus spp.
25
Pisang mawe
Shorea acuminata
26
Punak
Tetramerista glabra
27
Resak
Vatica spp.
Total Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
Lampiran 18. Indeks nilai penting vegetasi tingkat semai di Jalur V
64 No
K (Ind/Ha)
KR (%)
F
FR (%)
INP (%)
Nama lokal
Nama ilmiah
1
Arang-arang
Eugenia spp.
500
1.56
0.2
4.00
5.56
2
Keranji
Dialium spp.
500
1.56
0.2
4.00
5.56
3
Asam kumbang
Adinandra dumosa
6500
20.31
0.6
12.00
32.31
4
Daru-daru
Cantleya corniculata
3500
10.94
0.4
8.00
18.94
5
Gerunggang
Cratoxylon spp.
1500
4.69
0.2
4.00
8.69
6
Igas
Elaeocarpus stipularis
1500
4.69
0.6
12.00
16.69
7
Kedondong hutan
Ailanthus integrifolia
1500
4.69
0.4
8.00
12.69
8
Kulim
Scorodocarpus bracteatus
1500
4.69
0.2
4.00
8.69
9
Mahang
Macaranga sp
500
1.56
0.2
4.00
5.56
Malu(lus)
Cratoxylum cochinchinense
2000
6.25
0.2
4.00
10.25
10 11
Meranti batu
Shorea platyclados
500
1.56
0.2
4.00
5.56
12
Meranti bunga
Shorea platycarpa
1500
4.69
0.4
8.00
12.69
13
Rambutan
Nephelium lappaceum
500
1.56
0.2
4.00
5.56
14
Rengas
Gluta rengas
500
1.56
0.2
4.00
5.56
15
Sendok-sendok
Endospermum diadenum
9000
28.13
0.6
12.00
40.13
16
Terentang
Fagraea auriculata
500
1.56
0.2
4.00
5.56
Total 32000 100.00 5 100.00 200.00 Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
Lampiran 19. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di Jalur V No
K (Ind/Ha)
KR (%)
F
FR (%)
INP (%)
Nama lokal
Nama ilmiah
1
Arang-arang
Eugenia sp
80
2.94
0.2
5.26
8.20
2
Daru-daru
Cantleya corniculata
80
2.94
0.2
5.26
8.20
320
11.76
0.6
15.79
27.55
80
2.94
0.2
5.26
8.20
400
14.71
0.4
10.53
25.23
3
Gerunggang
Cratoxylon spp.
4
Igas
Elaeocarpus stipularis
5
Jejambu
Eugenia spp.
6
Mahang
Macaranga sp
80
2.94
0.2
5.26
8.20
7
Malu(lus)
Cratoxylum cochinchinense
240
8.82
0.2
5.26
14.09
8
Bintangur
Calophyllum soulattri
240
8.82
0.4
10.53
19.35
Meranti bunga
Shorea platycarpa
400
14.71
0.4
10.53
25.23
11
Rengas
Gluta rengas
320
11.76
0.4
10.53
22.29
12
Sendok-sendok
Endospermum diadenum
480
17.65
0.6
15.79
33.44
10
Total 2720 100.00 3.8 100.00 200.00 Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
Lampiran 20. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di Jalur V No
K (Ind/Ha)
KR (%)
F
FR (%)
D (m2/Ha)
DR (%)
INP (%)
Nama lokal
Nama ilmiah
1
Arang-arang
Eugenia spp.
20
5.26
0.2
5.88
0.25
5.47
16.61
2
Asam kumbang
Adinandra dumosa
20
5.26
0.2
5.88
0.22
4.68
15.83
65 3
Daru-daru
Cantleya corniculata
20
5.26
0.2
5.88
0.20
4.19
15.33
4
Jejambu
Eugenia spp.
40
10.53
0.4
11.76
0.36
7.67
29.96
5
Mahang
Macaranga sp
20
5.26
0.2
5.88
0.21
4.43
15.58
6
Mentangor
Calophyllum soulattri
20
5.26
0.2
5.88
0.17
3.72
14.87
7
Meranti bunga
Shorea platycarpa
40
10.53
0.4
11.76
0.50
10.64
32.94
8
Rengas
Gluta rengas
40
10.53
0.4
11.76
0.45
9.66
31.95
9
Sanah Biniu
Buchanania spp.
20
5.26
0.2
5.88
0.35
7.55
18.70
10
Seminai
Madhuca crassipes
20.04
11
Sendok-sendok
Endospermum diadenum
12
Terentang
Fagraea auriculata
20
5.26
0.2
5.88
0.41
8.89
100
26.32
0.6
17.65
1.32
28.42
72.38
20
5.26
0.2
5.88
0.22
4.68
15.83
Total 380 100.00 3.4 100.00 4.66 100.00 Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
300.00
Lampiran 21. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pohon di Jalur V No
Nama lokal
Nama ilmiah
1
Arang-arang
Eugenia spp.
2
Asam kumbang
Adinandra dumosa
K (Ind/Ha)
KR (%)
F
FR (%)
D (m2/Ha)
DR (%)
INP (%)
5
2.00
0.2
2.63
0.34
1.34
5.97
20
8.00
0.4
5.26
0.84
3.35
16.61
3
Bakbahan
Ilex pleiobracteata
5
2.00
0.2
2.63
3.94
15.67
20.30
4
Daru-daru
Cantleya corniculata
10
4.00
0.2
2.63
1.99
7.90
14.53
5
Durian burung
Durio spp.
10
4.00
0.4
5.26
0.44
1.77
11.03
6
Kawan
Dipterocarpus hasseltii
5
2.00
0.2
2.63
1.40
5.58
10.21
7
Kedondong hutan
Ailanthus integrifolia
5
2.00
0.2
2.63
0.95
3.79
8.43
8
Kompas
Santiria spp.
25
10.00
0.8
10.53
2.10
8.33
28.86
9
5.41
Kulim
Scorodocarpus bracteatus
10
Mahang
Macaranga sp
11
Malu(lus)
Cratoxylum cochinchinense
5
2.00
0.2
2.63
0.19
0.77
10
4.00
0.2
2.63
0.36
1.42
8.05
5
2.00
0.2
2.63
0.34
1.34
5.97
12
Bintangur
Calophyllum soulattri
15
6.00
0.6
7.89
0.93
3.71
17.61
13
Meranti
Shorea spp.
35
14.00
0.8
10.53
2.15
8.54
33.07
14
Meranti batu
Shorea platyclados
5
2.00
0.2
2.63
1.27
5.06
9.69
15
Meranti bunga
Shorea platycarpa
10
4.00
0.4
5.26
0.68
2.72
11.98
16
Meranti sengkawang
Shorea singkawang
5
2.00
0.2
2.63
1.84
7.30
11.93
17
Meranti sepat
Shorea macrantha
35
14.00
1
13.16
2.57
10.22
37.37
18
Pisang mawe
Dillenia sumatrana
10
4.00
0.2
2.63
0.69
2.75
9.38
19
Rengas manuk
Gluta wallichii
10
4.00
0.2
2.63
1.03
4.11
10.74 11.85
20
Resak
Vatica spp.
10
4.00
0.4
5.26
0.65
2.58
21
Sendok-sendok
Endospermum diadenum
10
4.00
0.4
5.26
0.44
1.76
11.03
Total 250 100.00 7.6 100.00 25.16 Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
100.00
300.00
Lampiran 22. Indeks nilai penting vegetasi tingkat semai di Jalur VI K (Ind/Ha)
KR (%)
F
FR (%)
INP (%)
Cratoxylon spp.
21000
9.11
0.6
15.00
24.11
Eugenia spp.
10500
4.56
0.6
15.00
19.56
Jengkol
Pithecelobium labatum
60500
26.25
0.2
5.00
31.25
4
Kulim
Scorodocarpus bracteatus
126000
54.66
0.8
20.00
74.66
5
Mahang
Macaranga spp.
3000
1.30
0.4
10.00
11.30
No
Nama lokal
Nama ilmiah
1
Gerunggang
2
Jejambu
3
66 6
Petaling gajah
Homalium longifolium
1000
0.43
0.2
5.00
7
Meranti sapat
Shorea macrantha
500
0.22
0.2
5.00
5.43 5.22
8
Putat
Barringtonia spp.
3000
1.30
0.4
10.00
11.30
9
Rengas
Gluta rengas
5000
2.17
0.6
15.00
17.17
Total 230500 100.00 4 100.00 200.00 Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
Lampiran 23. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di Jalur VI No
F
FR (%)
INP (%)
28.92
1
20.00
48.92
1.20
0.2
4.00
5.20
2400
36.14
1
20.00
56.14
Scorodocarpus bracteatus
160
2.41
0.2
4.00
6.41
Macaranga spp.
240
3.61
0.4
8.00
11.61
Homalium longifolium
80
1.20
0.2
4.00
5.20
Calophyllum soulattri
400
6.02
0.8
16.00
22.02
80
1.20
0.2
4.00
5.20
160
2.41
0.4
8.00
10.41
Nama lokal
Nama ilmiah
1
Gerunggang
Cratoxylon spp.
2
Darah-darah
Gymnacranthera bancana
4
Jejambu
Eugenia spp.
5
Kulim
6
Mahang
7
Petaling gajah
8
Bintangur
9
Meranti gombung
Shorea dasyphylla
10
Pete hutan
Parkia speciosa
11
Rambutan
Nephelium lappaceum
12
Rengas
Gluta rengas
K (Ind/Ha)
KR (%)
1920 80
80
1.20
0.2
4.00
5.20
1040
15.66
0.4
8.00
23.66
Total 6640 100.00 5 100.00 200.00 Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
Lampiran 24. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di Jalur VI 20
3.85
0.2
7.14
0.27
3.89
14.88
100
19.23
0.2
7.14
1.67
24.28
50.65
20
3.85
0.2
7.14
0.35
5.12
16.11
120
23.08
0.8
28.57
1.28
18.67
70.32
40
7.69
0.2
7.14
0.48
6.92
21.76
Scorodocarpus bracteatus
20
3.85
0.2
7.14
0.40
5.79
16.78
Macaranga spp.
20
3.85
0.2
7.14
0.16
2.37
13.36
Petaling gajah
Homalium longifolium
20
3.85
0.2
7.14
0.38
5.56
16.55
Bintangur
Calophyllum soulattri
160
30.77
0.6
21.43
1.88
27.38
79.58
Total 520 100.00 2.8 100.00 6.87 100.00 Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
300.00
Nama ilmiah
1
Arang
Diospyros malaccensis
2
Ariung
Dipterocarpus verrucosus
3
Gerunggang
Cratoxylon spp.
4
Jejambu
Eugenia spp.
5
Kompas
Santiria spp.
6
Kulim
7
Mahang
8 9
FR (%)
D (m2/Ha)
INP (%)
F
Nama lokal
K (Ind/Ha)
DR (%)
KR (%)
No
Lampiran 25. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pohon di Jalur VI K (Ind/Ha)
KR (%)
F
FR (%)
D (m2/Ha)
DR (%)
Cratoxylon spp.
10
3.70
0.2
2.94
0.16
0.57
7.22
Shorea falcifera
15
5.56
0.6
8.82
1.98
7.13
21.51
Jejambu
Eugenia spp.
30
11.11
0.8
11.76
1.27
4.58
27.45
Kedondong hutan
Ailanthus integrifolia
5
1.85
0.2
2.94
0.16
0.57
5.36
6
Kompas
Santiria spp.
5
1.85
0.2
2.94
0.31
1.11
5.91
7
Kulim
Scorodocarpus bracteatus
20
7.41
0.4
5.88
2.59
9.34
22.63
8
Mersawa
Anisoptera curtisii
40
14.81
1
14.71
7.42
26.78
56.31
No
Nama lokal
Nama ilmiah
1
Gerunggang
2
Balau
4 5
9
INP (%)
Petaling gajah
Homalium longifolium
30
11.11
0.8
11.76
1.83
6.61
29.49
10
Bintangur
Calophyllum soulattri
15
5.56
0.6
8.82
0.60
2.17
16.55
11
Meranti batu
Shorea platyclados
5
1.85
0.2
2.94
0.99
3.59
8.38
12
Meranti gombung
Shorea dasyphylla
10
3.70
0.2
2.94
0.87
3.15
9.80
67 13
Merbau
Intsia palembanica
5
1.85
0.2
2.94
0.23
0.83
14
Paruh-paruh
Santiria spp.
5
1.85
0.2
2.94
1.08
3.91
8.71
15
Resak
Vatica spp.
65
24.07
0.8
11.76
7.06
25.47
61.31
16
Seminai
Madhuca crassipes
5
1.85
0.2
2.94
0.37
1.35
6.15
17
Sengkawang
Shorea singkawang
5
1.85
0.2
2.94
0.78
2.82
7.61
Total 270 100.00 6.8 100.00 27.70 100.00 Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
300.00
Lampiran 26. Indeks nilai penting vegetasi tingkat semai di Jalur VII K (Ind/Ha)
KR (%)
Cratoxylon spp.
7500
Eugenia spp.
7500
Kulim
Scorodocarpus bracteatus
5
Manggis
Garcinia mangostana
6
Meranti gombung
Shorea dasyphylla
7
Paruh-paruh
8 9
No
F
FR (%)
INP (%)
23.08
1
25.00
48.08
23.08
0.8
20.00
43.08
2500
7.69
0.2
5.00
12.69
1000
3.08
0.2
5.00
8.08
500
1.54
0.2
5.00
6.54
Santiria spp.
3500
10.77
0.2
5.00
15.77
Putat
Barringtonia spp.
3500
10.77
0.6
15.00
25.77
Seminai
Madhuca crassipes
1000
3.08
0.2
5.00
8.08
Sendok-sendok
Endospermum diadenum
500
1.54
0.2
5.00
6.54
Nama lokal
Nama ilmiah
1
Gerunggang
3
Jejambu
4
10 11
Tempinis
Sloetia elongata
2000
6.15
0.2
5.00
11.15
12
Terentang
Fagraea auriculata
3000
9.23
0.2
5.00
14.23
32500 100.00 4 100.00 200.00 Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
Lampiran 27. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pancang di Jalur VII No
K (Ind/Ha)
KR (%)
F
FR (%)
INP (%)
Cratoxylon spp.
1520
27.14
1
20.83
47.98
Eugenia spp.
2080
37.14
1
20.83
57.98
80
1.43
0.2
4.17
5.60
320
5.71
0.6
12.50
18.21
Nama lokal
Nama ilmiah
1
Gerunggang
3
Jejambu
4
Kompas
Santiria spp.
5
Kulim
Scorodocarpus bracteatus
6
Mahang
Macaranga spp.
160
2.86
0.2
4.17
7.02
7
Manggis
Garcinia mangostana
80
1.43
0.2
4.17
5.60
8
Bintangur
Calophyllum soulattri
400
7.14
0.4
8.33
15.48
9
Paruh-paruh
Santiria spp.
160
2.86
0.2
4.17
7.02
10
Pete hutan
Parkia speciosa
80
1.43
0.2
4.17
5.60
11
Putat
Barringtonia spp.
400
7.14
0.2
4.17
11.31
12
Rengas
Gluta rengas
240
4.29
0.4
8.33
12.62
15
Seminai
Madhuca crassipes
80
1.43
0.2
4.17
5.60
Total 5600.00 100.00 4.80 100.00 200.00 Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
5.62
68
Lampiran 28. Indeks nilai penting vegetasi tingkat tiang di Jalur VII Nama lokal
Nama ilmiah
K (Ind/Ha)
KR (%)
F
FR (%)
D
DR (%)
1
Jejambu
Eugenia spp.
140
2
Asam kumbang
Adinandra dumosa
20
29.17
0.8
4.17
0.2
22.22
1.79
29.22
80.61
5.56
0.21
3.37
13.09
3
Gerunggang
Cratoxylon spp.
4
Igas
Elaeocarpus stipularis
40
8.33
20
4.17
0.4
11.11
0.37
6.00
25.45
0.2
5.56
0.21
3.37
5
Kompas
Santiria spp.
80
13.09
16.67
0.6
16.67
1.22
19.93
53.26
6 7
Kulim
Scorodocarpus bracteatus
Mahang
Macaranga sp
20
4.17
0.2
5.56
0.21
3.37
13.09
60
12.50
0.4
11.11
0.88
14.31
37.92
8
Mentangor
9
Rengas
Calophyllum soulattri
60
12.50
0.4
11.11
0.84
13.68
37.29
Gluta rengas
20
4.17
0.2
5.56
0.23
3.75
13.47
Endospermum diadenum
20
4.17
0.2
5.56
0.18
3.00
12.72
Total 480 100.00 3.6 100.00 6.13 100.00 Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
Sendok-sendok
300.00
No
10
INP (%)
Lampiran 29. Indeks nilai penting vegetasi tingkat pohon di Jalur VII No
K (Ind/Ha)
KR (%)
F
FR (%)
D
DR (%)
INP (%)
Nama lokal
Nama ilmiah
1
Gerunggang
Cratoxylon spp.
5
2.27
0.2
3.45
0.19
1.34
7.06
2
Balau
Shorea falcifera
20
9.09
0.6
10.34
1.61
11.33
30.76
4
Igas
Elaeocarpus stipularis
5
2.27
0.2
3.45
0.16
1.11
6.84
5
Jejambu
Eugenia spp.
30
13.64
0.8
13.79
1.58
11.14
38.57
6
Kompas
Santiria spp.
5
2.27
0.2
3.45
0.26
1.84
7.56
7
Kulim
Scorodocarpus bracteatus
5
2.27
0.2
3.45
0.40
2.81
8.53
8
Mersawa
Anisoptera curtisii
5
2.27
0.2
3.45
0.50
3.52
9.24
9
Bintangur
Calophyllum soulattri
25
11.36
0.8
13.79
2.18
15.38
40.53
10
Petaling gajah
Homalium longifolium
25
11.36
0.4
6.90
0.89
6.28
24.54
11
Meranti batu
Shorea platyclados
10
4.55
0.2
3.45
0.37
2.64
10.64
12
Merbau
Intsia palembanica
13
Paruh-paruh
Santiria spp.
14
Pisang mawe
Dillenia sumatrana
15
Resak
Vatica spp.
16
Seminai
Madhuca crassipes
17
Sendok-sendok
Endospermum diadenum
5
2.27
0.2
3.45
0.57
4.04
9.77
10
4.55
0.4
6.90
1.26
8.86
20.30
5
2.27
0.2
3.45
0.27
1.93
7.66
45
20.45
0.8
13.79
3.25
22.91
57.15
10
4.55
0.2
3.45
0.34
2.37
10.37
10
4.55
0.2
3.45
0.35
2.49
10.48
Total 220 100.00 5.8 100.00 14.17 100.00 Keterangan: K=Kerapatan; KR=Kerapatan Relatif; D=Dominansi; DR=Dominansi Relatif; F=Frekuensi; FR=Frekuensi Relatif; INP=Indeks Nilai Penting
300.00
69
Lampiran 30. Jenis mamalia besar pada Jalur I Nama lokal Babi hutan Lutung budeng Owa ungko Kancil Pelanduk Total
Nama Ilmiah Sus scrofa Trachypithecus auratus Hylobates agilis Tragulus javanicus Tragulus napu
Famili Suidae Cercopithecidae Hylobatidae Tragulidae Tragulidae
Jumlah Individu 1 15 3 1 1 21
Lampiran 31. Jenis mamalia besar pada Jalur II Nama lokal Lutung budeng Monyet ekor panjang Owa ungko Total
Nama Ilmiah Trachypithecus auratus Macaca fasicularis
Famili Cercopithecidae Cercopithecidae
Hylobates agilis
Hylobatidae
Jumlah Individu 2
7 1 10
Lampiran 32. Jenis mamalia besar pada Jalur III Nama lokal Babi hutan Lutung budeng Owa ungko Pelanduk Rusa sambar Siamang Total
Nama Ilmiah Sus scrofa Trachypithecus auratus Hylobates agilis Tragulus napu Cervus unicolor Symphalangus syndactylus
Famili Suidae Ceropithecidae Hyobatidae Tragulidae Cervidae Hylobatidae
Jumlah Individu 2 37 3 1 1 1 45
Lampiran 33. Jenis mamalia besar pada Jalur IV Nama lokal Lutung budeng Owa ungko Total
Nama Ilmiah Trachypithecus auratus Hylobates agilis
Famili Cercopithecidae Hylobatidae
Jumlah Individu 3 1 4
Lampiran 34. Jenis mamalia besar pada Jalur V Nama lokal Lutung budeng Lutung simpai Monyet ekor panjang Owa ungko Pelanduk Total
Nama Ilmiah Trachypithecus auratus Presbytis malalophos Macaca fasicularis
Famili Cercopithecidae Cercopithecidae Cercopithecidae
Hylobates agilis Tragulus napu
Hylobatidae Tragulidae
Jumlah Individu 44 9 13
7 1 74
70
Lampiran 35. Jenis mamalia besar pada Jalur VI Nama lokal Babi hutan Lutung budeng Musang akar Owa ungko Siamang Total
Nama Ilmiah Sus scrofa Trachypithecus auratus Arctogalidia trivirgata Hylobates agilis Symphalangus syndactylus
Famili Suidae Cercopithecidae Viverridae Hylobatidae Hylobatidae
Jumlah Individu 3 4 1 4 1 13
Lampiran 36. Jenis mamalia besar pada Jalur VII Nama lokal Lutung budeng Owa ungko Tapir Total
Nama Ilmiah Trachypithecus auratus Hylobates agilis Tapirus indicus
Famili Cercopithecidae Hylobatidae Tapiridae
Jumlah Individu 7 1 1 9
Lampiran 37. Analisis regresi linier Predictor Constant jarak (x)
Coef 0.4427 0.0000980
SE Coef 0.4857 0.0001001
T 0.91 0.98
P 0.404 0.372
Keterangan : S = 0.312325 R-Sq = 16.1% R-Sq(adj) = 0.0%
Lampiran 38. Analisis keragaman (ANOVA) Sumber Keragaman Regresi Galat Total
Derajat bebas 1 5 6
Jumlah Kuadrat 0.09364 0.48774 0.58137
Kuadrat Tengah 0.09364 0.09755
F-hitung
0.96
P-hitung
0.372
Lampiran 39. Data pertemuan langsung terhadap mamalia besar a. Babi hutan Waktu Jarak dari titik awal 17:20 560 m 16:57 1150 m 6:18 40 m b. Owa ungko Waktu Jarak dari titik awal 6:05 20 m 6:17 150 m 6:35 380 m 6:23 128 m 6:00 0 m 7:25 345 m 6:05 60 m 17:40 120 m
Jumlah Individu 1 2 3
Jumlah Individu 1 1 1 1 2 1 1 1
Aktivitas Berkubang Berkubang Berjalan
Posisi Satwa 15 m 0m 30 m
Jalur Pengamatan Jalur 1 Jalur 3 Jalur 5
Aktivitas Makan Bergerak Bergerak Bergerak Diam Bergerak Bergerak Diam
Posisi Satwa 40 m 30 m 35 m 25 m 18 m 20 m 15 m 40 m
Jalur Pengamatan Jalur 1 Jalur 1 Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 3 Jalur 4 Jalur 5
71 16:57 6:00 6:07 7:30 17:38 7:13 6:13 15:45 15:47 15:50 6:30
440 m 10 m 25 m 35 m 10 m 110 m 57 m 1360 m 1370 m 1380 m 120 m
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Bergerak Diam Diam Bergerak Bergerak Bergerak Diam Bergerak Bergerak Bergerak Bergerak
47 m 30 m 20 m 33 m 27 m 14 m 35 m 20 m 10 m 40 m 28 m
Jalur 5 Jalur 5 Jalur 5 Jalur 5 Jalur 5 Jalur 5 Jalur 6 Jalur 6 Jalur 6 Jalur 6 Jalur 7
c. Monyet ekor panjang Waktu Jarak dari titik awal 6:05 0 m 8:35 1150 m
Jumlah Individu 7 13
Aktivitas Bergerak Bergerak
Posisi Satwa 20 m 25 m
Jalur Pengamatan Jalur 2 Jalur 5
d. Lutung Budeng Waktu Jarak dari titik awal 17:57 0 m 6:15 120 m 6:05 230 m 15:30 265 m 16:25 650 m 16:27 630 m 6:15 113 m 6:25 217 m 7:00 560 m 6:17 220 m 16:58 240 m 6:40 200 m 8:28 1210 m 8:35 1285 m 16:20 1248 m 16:35 200 m 7:32 450 m 6:17 25 m
Jumlah Individu 7 8 2 3 7 8 5 11 3 3 11 6 5 9 7 6 4 7
Aktivitas Makan Bergerak Bergerak Diam Bergerak Makan Bergerak Bergerak Diam Bergerak Makan Diam Makan Makan Bergerak Makan Bergerak Makan
Posisi Satwa 0m 5m 7m 10 m 15 m 17 m 14 m 20 m 15 m 30 m 27 m 15 m 10 m 25 m 35 m 20 m 15 m 26 m
Jalur Pengamatan Jalur 1 Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 3 Jalur 3 Jalur 3 Jalur 3 Jalur 3 Jalur 4 Jalur 5 Jalur 5 Jalur 5 Jalur 5 Jalur 5 Jalur 5 Jalur 6 Jalur 7
e. Lutung simpai Waktu Jarak dari titik awal 15:20 1850 m 15:24 1860 m
Jumlah Individu 4 5
Aktivitas Makan Bergerak
Posisi Satwa 20 m 39 m
Jalur Pengamatan Jalur 5 Jalur 5
f. Siamang Waktu Jarak dari titik awal 10:11 1775 m 12:13 670 m
Jumlah Individu 1 1
Aktivitas Diam Diam
Posisi Satwa 0m 8m
Jalur Pengamatan Jalur 3 Jalur 5
72
g. Pelanduk napu Waktu Jarak dari titik awal 7:30 240 m 8:45 1150 m 8:40 860 m
Jumlah Individu 1 1 1
Aktivitas Bergerak Bergerak Bergerak
Posisi Satwa 5m 10 m 10 m
Jalur Pengamatan Jalur 1 Jalur 3 Jalur 5
h. Pelanduk kancil Waktu Jarak dari titik awal 7:55 360 m
Jumlah Individu 1
Aktivitas Bergerak
Posisi Satwa 10 m
Jalur Pengamatan Jalur 1
i. Rusa sambar Waktu Jarak dari titik awal 10:20 1820 m
Jumlah Individu 1
Aktivitas Bergerak
Posisi Satwa 0m
Jalur Pengamatan Jalur 3
k. Musang Waktu Jarak dari titik awal 8:35 850 m
Jumlah Individu 1
Aktivitas Bergerak
Posisi Satwa 5m
Jalur Pengamatan Jalur 6
l. Tapir Waktu 15:48
Jumlah Individu 1
Aktivitas Bergerak
Posisi Satwa 20 m
Jalur Pengamatan Jalur 7
Jarak dari titik awal 1460 m
Lampiran 40. Data pertemuan tidak langsung mamalia besar a. Owa ungko Waktu Jumlah tanda Jarak Bentuk perjumpaan 6:00 1 0m Suara 7:25 1 320 m Suara 6:10 2 120 m Suara 6:05 1 0m Suara 17:45 1 110 m Suara 6:13 1 0m Suara 6:22 1 100 m Suara 17:25 2 120 m Suara 6:15 1 250 m Suara 6:05 1 0m Suara 6:00 1 0m Suara 6:20 1 50 m Suara b. Lutung budeng Waktu Jumlah tanda 6:45 6:20 6:06
Jarak 1 110 m 1 100 m 1 0m
Bentuk perjumpaan Suara Suara Suara
Jalur pengamatan Jalur 1 Jalur 1 Jalur 1 Jalur 1 Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 3 Jalur 4 Jalur 5 Jalur 6 Jalur 6 Jalur pengamatan Jalur 5 Jalur 6 Jalur 6
73
6:00
c. Tapir Waktu Jumlah tanda 10:35 6:15 8:49 6:05 6:20 9:45 8:35 14:30 11:09 15:40
1 0m
Suara
Jalur 6
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Jarak 950 m 0 m - 450 m 1550 m 10 m 120 m 260 m 480 m 1550 m 1100 m 1870 m
Bentuk perjumpaan Jejak Jejak Jejak Kotoran Jejak Jejak Jejak Jejak Jejak Jejak
Jalur pengamatan Jalur 1 Jalur 3 Jalur 3 Jalur 3 Jalur 5 Jalur 5 Jalur 6 Jalur 6 Jalur 7 Jalur 7
d. Beruang madu Waktu Jumlah tanda 9:34 9:12 8:30 7:08 14:36 15:07 15:45
1 2 1 1 1 1 1
Jarak 780 m 850 m 479 m 120 m 1680 m 1550 m 1670 m
Bentuk perjumpaan Jejak Suara Jejak Jejak Jejak Jejak Jejak
Jalur pengamatan Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 5 Jalur 5 Jalur 6 Jalur 7
f. Harimau sumatera Waktu Jumlah tanda 6:00
Jarak 3 250 m
Bentuk perjumpaan Jejak
Jalur pengamatan Jalur 5
g. Babi hutan Waktu Jumlah tanda 8:23 7:30 6:11 6:06 6:12
2 5 2 1 1
Jarak 850 m 780 m 140 m 120 m 170 m
Bentuk perjumpaan Jejak Jejak Jejak Jejak Jejak
Jalur pengamatan Jalur 2 Jalur 3 Jalur 5 Jalur 6 Jalur 7
Lampiran 41. Rekapitulasi perjumpaan secara langsung Nama lokal
Nama Ilmiah
Famili
Jumlah
74 Individu Babi hutan Owa ungko
Sus scrofa Linnaeus Hylobates agilis F. Cuvier
Suidae Hylobatidae
6 20
Monyet ekor panjang
Macaca fasicularis Raffles
Cercopithecidae
20
Lutung budeng Lutung simpai
Trachypithecus auratus E. Geoffroy Presbytis malalophos Raffles
Cercopithecidae Cercopithecidae
112 9
Siamang
Symphalangus syndactylus Raffles
Hylobatidae
2
Pelanduk
Tragulus napu F. Cuvier
Tragulidae
3
Kancil
Tragulus javanicus, Osbeck
Tragulidae
1
Rusa sambar
Cervus unicolor, Kerr
Cervidae
1
Musang akar Tapir
Arctogalidia trivirgata, Gray Tapirus indicus, Desmarest
Viverridae Tapiridae
1 1
Total
176
Jumlah Spesies
11
Indeks Kekayaan Jenis Indeks Keanekaragaman Jenis
1.93 1.29
Indeks Kemerataan Jenis
0.54