MIGRASI DARI JAWA TENGAH KE JAWA TIMUR MASA KOLONIAL Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Indonesia Masa Kolonial Dosen Pengampu: Drs. Mudji Hartono, M.Hum. (REVISI)
Disusun oleh: Arief Wibowo 13407141054
PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015
Kata Pengantar
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian sejarah dalam tugas mata kuliah Sejarah Indonesia Masa Kolonial dengan judul Migrasi dari Jawa Tengah ke Jawa Timur Masa Kolonial . Penulis sadar sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penelitian sejarah ini tidak akan terwujud. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Drs. Mudji Hartono, M.Hum. selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Indonesia Masa Kolonial. 2. Kepala Perpustakaan Kependudukan dan Kebijakan UGM Yogyakarta. 3. Teman-teman Ilmu Sejarah kelas B angkatan 2013. 4. Semua pihak yang tidak dapat penulis satu-persatu yang telah membantu dalam penelitian ini. Semoga bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu dalam penelitian ini mendapat balasan dari Allah S.W.T., dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang berkepentingan.
Yogyakarta, 14 April 2015
Penulis
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak awal abad ke-20 daerah-daerah Kedu, Yogyakarta, Madura, Kediri, dan Madiun di Jawa merupakan daerah yang melepaskan migranmigran ke daerah lain. Hubungan migran dengan desa atau daerah asal di negara-negara sedang berkembang dikenal sangat erat, sehingga menjadi salah satu ciri fenomena migrasi di negara sedang berkembang. Hubungan tersebut antara lain diwujudkan dengan pengiriman uang, barang-barang, bahkan ide-ide pembangunan ke daerah asal, secara langsung atau tidak langsung. Intensitas hubungannya ditentukan antara lain oleh jarak, fasilitas transportasi, lama merantau, status perkawinan atau jarak hubungan kekeluargaan. Ketika depresi awal pada tahun tiga puluhan mengharuskan adanya pembatasan yang ketat pada industri perkebunan dan ketika tampak jelas dari semua gelagat bahwa beberapa di antaranya tidak akan mempekerjakan buruh lagi sebanyak yang dipekerjakan oleh masa lalu.1 Kondisi sosial ekonomi di daerah asal yang tidak memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan hidup, mendorong mobilisasi penduduk dengan tujuan mempunyai nilai dengan kefaedahan yang lebih tinggi di daerah tujuan. Salah satu cara yang baik dilakukan untuk mengatasi kesenjangan kesempatan ekonomi adalah dengan migrasi dari desa ke kota. Pertumbuhan penduduk 1
Joan Hardjono, Transmigrasi: Dari Kolonisasi sampai Swakarsa,
(Jakarta: Gramedia, 1982), hlm. 5.
2
besar diikuti persebaran yang tidak merata antar daerah dan perekonomian yang cenderung terkonsentrasi di perkotaan mendorong masyarakat untuk bermigrasi. Pertumbuhan ekonomi di daerah perkotaan menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Sedangkan perkembangan ekonomi di daerah perdesaan adalah cukup lambat. Sehingga terjadi ketimpangan pertumbuhan ekonomi antar perkotaan dan pedesaan. Proses migrasi dari desa ke kota disebabkan oleh semakin kurang menariknya kehidupan di pedesaan, kawasan pedesaan yang kegiatan ekonomi utamanya adalah pertanian sudah kehilangan daya saing secara drastis.
B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan Migrasi? 2. Bagaimana dengan perkembangan Migrasi masa Kolonialisme dari Jawa Tengah ke Jawa Timur? 3. Apa saja faktor-faktor yang melatar belakangi?
C. Tujuan dan Manfaat 1. Mengetahui tentang perkembangan migrasi pada masa kolonialisme. 2. Menambah pengetahuan tentang Migrasi. 3. Menyelesaikan tugas UTS matta kuliah Sejarah Indonesia Masa Kolonial.
3
BAB III MIGRASI DARI JAWA TENGAH KE JAWA TIMUR
A. Latar Belakang adanya Migrasi pada masa Kolonial Faktor alamiah seperti keterpencilan dan adanya hutan-hutan tropis yang sulit ditembus, pertumbuhan penduduk pada suatu daerah juga ditentukan olehperkembangan teknologi pertanian, kesehatan, dan keamanan. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk adalah ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian serta adanya proses imigrasi, baik intern maupun ekstern. Para kolonis sudah mulai meninggalkan desanya berpindah ke daerah lain diluar daerah kolonisasi.2 Salah satu akibat dari penetrasi bangsa Barat yang makin mendalam di Jawa adalah pertumbuhan penduduk yang makin cepat. Hal itu disebabkan menurunnya angka kematian, sedangkan angka kelahiran tetap tinggi. Menurunnya angka kematian disebabkan usaha kesehatan rakyat oleh Pemerintah Hindia-Belanda. Perbaikan distribusi makanan melalui perbaikan jalan raya. Pertumbuhan penduduk antara tahun 1905 sampai 1920 agak tersendat-sendat. Hal itu akibat tingginya angka kematian, yaitu sekitar 32,5 sampai 35 per seribu jiwa. Angka kematian tertinggi terjadi pada tahun 1918 ketika wabah penyakit membunuh puluhan ribu jiwa sehingga pertumbuhan
2
Amral Sjamsu, Dari Kolonisasi ke Transmigrasi 1905-1955, (Jakarta:
Djambatan, 1956), hlm. 34.
4
penduduk terendah terjadi antara tahun 1917 sampai 1920, bahkan di beberapa daerah terjadi pengurangan. Sesudah tahun 1920 pertumbuhan penduduk berlangsung dengan cepat. Antara tahun 1920 dan 1930 pertumbuhan penduduk pulau Jawa sekitar 17,6 per seribu jiwa. Ketika sensus tahun 1930 diadakan, penduduk Indonesia telah berjumlah 60,7 juta jiwa. Dari jumlah itu 41,7 juta jiwa berdiam di Pulau Jawa. Berdasarkan perhitungan pertumbuhan penduduk di Indonesia sekitar 79,4 juta jiwa. Di Jawa jumlah penduduknya sekitar 48,4 juta jiwa, sedangkan di daerah luar Jawa jumlah penduduknya sekitar 22 juta Jiwa.
B. Migrasi dari Jawa Tengah ke Jawa Timur Jawa Timur dijadikan daerah tujuan migrasi karena di daerah tersebut sedang dibuka perkebunan -perkebunan baru yang menguntungkan rakyat setempat maupun para migran. Di Jawa Timur bagian timur para migran memperoleh beberapa fasilitas fasilitas antara lain: tanah, hewan ternak untuk mengerjakan tanah, dan pembebasan pajak selama beberapa tahun.3 Penduduk yang mengalami kemiskinan biasanya melakukan migrasi untuk tujuan memperbaiki taraf hidupnya, di samping itu migrasi juga terjadi dari daerah padat penduduk ke daerah yang jarang penduduknya.
3
Mudji Hartono, “Migrasi orang-orang Madura ke Ujung Jawa Timur:
Suatu Kajian Sosial Ekonomi”, Istoria, Vol. VIII, No. 1, September 2010, hlm. 10.
5
Antara kemiskinan dan migrasi saling berhubungan. Kemiskinan terjadi di Kedu, Rembang, Surakarta yang menjadi wilayah dari Jawa Tengah. Jawa Tengah dan Jawa Timur selalu memperlihatkan pola yang konsisten, yaitu sebagai daerah pengirim migran yang penting di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan persentase migran risen keluar yang paling tinggi dengan presentase Jawa Tengah sebanyak 25,5% dan Jawa Timur sebanyak 16%.4 Migran permanen baru terlihat pada tahun 1930, pada tahun 1928 pemerintah Hindia-belanda membuka perkebunan tebu di Pasuruhan, yaitu di Kedawung, Pengkol, dan Pleret. Pembukaan perkebunan di ujung timur Jawa Timur ini menjadi daya tarik para migran. Dibukanya perusahaan perkebunan di berbagai daerah di ujung Jawa Timur menarik orang-orang untuk bermigrasi dan menjadi buruh perkebunan dengan tujuan mencari penghasilan. Migrasi intern berarti perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lainnya satu pulau, baik secara individu maupun kelompok. Tidak meratanya persebaran penduduk di beberapa wilayah di Nusantara mendorong terjadinya perpindahan penduduk (migrasi). Tekanan sosial ekonomi dari daerah yang padat penduduknya mendorong perpindahan ke wilayah yang masih jarang penduduknya dan punya kemungkinan untuk dikembangkan.
4
Chotib,
“Migrasi”,
Makalah,
Kependudukan dan Ketenagakerjaan, 2010)
6
(Universitas
Indonesia:
Kajian
Peperangan dan ancaman keamanan juga merupakan faktor penting bagi terjadinya perpindahan pendduk sejak zaman VOC. Dibukanya jalan kereta api yang menghubungkan Kalisat-Banyuwangi pada tahun 1901 merupakan salah satu pendorong bagi migrasi dari Jawa Tengah ke ujung Jawa Timur yang masih kosong.5 Sebaliknya, Besuki adalah daerah penerima transmigran yang terpenting. Antara tahun 1920 dan 1930 penduduk Kediri naik rata-rata 32,9 persen seribu jiwa. Pada tahun 1930 diperkirakan sepertiga dari penduduk dilahirkan di luar daerah. Mereka kebanyakan kelahiran Kediri, Yogyakarta, Kedu, dan terutama Madura. Di daerah perkebunan kopi di Besuki banyak orang dari Madura yang mendapat tempat baru.6
5
Nugroho Notosusanto dan Marwati Djoened Pusponagoro, Sejarah
Nasional Indonesia Jilid V: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), hlm. 102. 6
Ibid., 7
BAB III FAKTOR-FAKTOR TERJADINYA MIGRASI DARI JAWA TENGAH KE JAWA TIMUR
A. Faktor Pendorong Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung lingkungan bisa mengakibatkan menurunnya permintaan atas barang barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu atau bahan dari pertanian. Kemudian menyempitnya lapangan pekerjaan ditempat asal (misalnya tanah untuk pertanian diperdesaan yang makin menyempit). Adanya tekanan-tekanan politik, agama, suku sehingga mengganggu hak azasi penduduk di daerah asal. Alasan pendidikan, pekerjaan atau perkawinan. Kemudian Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit. Selain itu migrasi juga bisa disebakna karen konflik. Terjadinya migrasi (perpindahan) penduduk dari sebuah tempat atau negara ke tempat lain dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan. Perubahan migrasi tidak hanya dipengaruhi demograsi saja, namun cukup kompleks mulai dari ekonomi, politik, konflik sampai perubahan iklim.7 B. Faktor-faktor Penarik
7
Anonim, “Konflik Penyebab Terjadinya Migrasi”, Kedaulatan Rakyat.
16 April 2011, hlm 12.
8
Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaikan taraf hidup di tempat baru. Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik. Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas publik lainnya Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang daerah lain untuk bermukim di kota besar tersebut.
C. Kemiskinan Kemiskinan terjadi karena adanya berbagai akibat. Salah satunya adalah keadaan alam yang tidak memungkinkan untuk bercocok tanam. Sehingga tidak bisa menambah kekuatan ekonomi keluarga. Apalagi ditambah pajak dari pemerintah Hindia-Belanda yang tidak sesuai dengan penghasilan mereka. Sehingga orang-orang di Jawa Tengah merasa kekurangan penghasilan dan ekonomi mereka sangat rendah. Akibatnya orang-orang di Jawa Tengah rela bermigrasi ke daerah Jawa Timur yang membuka perkebunan-perkebunan baru untuk menambah penghasilan mereka. D. Faktor Ekonomi Banyak studi mengenai migrasi menunjukkan bahwa alasan migrasi terutama karena alasan ekonomi, yaitu adanya kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik dan atau pendapatan yang lebih besar. Tingkat gaji atau upah yang diperoleh di desa belum dapat menjamin kesejahteraan
9
migran dan keluarganya. Perbedaan tingkat upah antara desa dengan kota tersebut mendorong penduduk bermigrasi ke kota untuk mencukupi kebutuhan yang semakin beraneka ragam. Penduduk baru akan memutuskan untuk melakukan migrasi jika penghasilan bersih di kota melebihi penghasilan bersih yang tersedia di desa
10
BAB IV PENUTUP Kesimpulan Pelaksanaan emigrasi yang dilakukan oleh pemerintah terjadi setelah pemerintah menerima laporan tentang kemiskinan dari keresidenan Kedu. Sampai pada tahap ini kelihatan kegagalan yang mencolok yang disebabkan sebagai berikut: 1. Pemerintah kolonial kurang mengadakan survey yang mendalam tentang daerah yang akan didatangi para transmigran. 2. Para transmigran kurang terseleksi. Banyak di antara mereka yang sudah tidak produktif karena sudah tua. 3. Pemberian bantuan kredit untuk para transmigran berjalan kurang baik. 4. Kesehatan kurang terjamin sehingga angka kematian lebih tinggi dari angka kelahiran. Baru pada sepuluh tahun ketiga abad ke-20 transmigrasi besar-besaran diadakan. Pada masa ini transmigrasi didasarkan pada 10 pantangan, di antaranya tidak memilih yang bukan petani, orang tua, dan orang bujangan.
11
DAFTAR PUSTAKA
Amral Sjamsu, Dari Kolonisasi ke Transmigrasi 1905-1955, Jakarta: Djambatan, 1956. Anonim, “Konflik Penyebab Terjadinya Migrasi”, Kedaulatan Rakyat. 16 April 2011. Chotib, “Migrasi”, Makalah, Universitas Indonesia: Kajian Kependudukan dan Ketenagakerjaan, 2010. Joan Hardjono, Transmigrasi: Dari Kolonisasi sampai Swakarsa, Jakarta: Gramedia, 1982. Mudji Hartono, “Migrasi orang-orang Madura ke Ujung Jawa Timur: Suatu Kajian Sosial Ekonomi”, Istoria, Vol. VIII, No. 1, September 2010. Nugroho Notosusanto dan Marwati Djoened Pusponagoro, Sejarah Nasional Indonesia Jilid V: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda, Jakarta: Balai Pustaka, 2008.
12