MASA KOLONIAL BELANDA 1800-1825
A. Kardiyat Wiharyanto
A. Pendahuluan Sejak dahulu, bangsa-bangsa di dunia tertarik untuk mengusai Indonesia, terutama bangsa-angsa Barat. Hal itu disebabkan oleh letak Indonesia yang sangat strategis dan kekayaan alamnya berlimpah-limpah. Dikatakan strategis karena Indonesia berada di persimpangan dua samudera dan dua benua. Selain itu Indonesia juga terletak di jalur perdagangan dunia. Di samping tanahnya sangat subur, Indonesia juga mempunyai kandungan alam yang banyak, seperti minyak. emas, dan tembaga. Di antara bangsa-bangsa Barat yang datang di Indonesia, Belandalah yang paling bernafsu menguasai Indonesia. Untuk melaksanakan tekadnya itu Belanda mendirikan VOC. VOC adalah kongsi dagang Belanda yang mencari keuntungan yang sebesarbesarnya di Indonesia. Oleh karena itu, mereka tidak menghiraukan kemajuan Indonesia. Setelah satu abad malang melintang di Indonesia, pada tahun 1799 VOC dibubarkan. Adapun sebab-sebab jatuhnya VOC antara lain karena korupsi yang merajalela di kalangan para pegawainya. Selain itu, banyak pegawainya yang tidak cakap. Hal ini menyebabkan pengendalian monopoli perdagangan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sebab lain adalah VOC banyak menanggung hutang. Hutang tersebut akibat peperangan yang dilakukan baik dengan rakyat Indonesia maupun dengan Inggris dalam memperebutkan kekuasaan di bidang perdagangan. Selain itu terjadi kemerosotan moral di kalangan para pegawai akibat sistem keungan yang dinilai kurang transparan. Keserakahan VOC membuat penguasa lokal tidak bersungguh-sungguh membantu VOC dalam perdagangan. Akibatnya, rempah-rempah yang diperoleh VOC tidak seperti yang diharapkan. Penyebab terakhir adalah tidak jalannya Verplichte leverantien (penyerahan paksa) dan Preangerstelsel (aturan Priangan) karena korupsi dan biaya pengeluaran yang terlalu besar. Kedua aturan itu dimaksudkan untuk mengisi kas VOC yang kosong. Verplichte leverentien mewajibkan penduduk menyerahkan hasil bumi berupa lada, kayu, kapas, beras, nila, dan gula kepada VOC dengan tarif yang ditentukan VOC. Preangerstelsel mewajibkan rakyat menanam kopi lalu menyerahkannya kepada VOC dengan tarif yang ditentukan VOC. Setelah VOC bubar, Indonesia diserahkan kepada pemerintah Belanda (Republik Bataaf). Pegawai-pegawai VOC menjadi pegawai pemerintah Belanda. Hutang VOC juga menjadi tanggungan negeri Belanda. Dengan demikian sejak tanggal 1 Januari 1800 Indonesia dijajah langsung oleh negeri Belanda. Sejak saat itu Indonesia disebut Hindia Belanda. Sejak itu di Indonesia berlangsung masa kolonialisme.1 Drs. A. K. Wiharyanto, M. M. , adalah dosen tetap pada Program Studi Pendidikan Sejarah, FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 1
Kolonialisme adalah sistem di mana suatu negara menjalankan politik pendudukan atau penjajahan
Setelah Indonesia menjadi Hindia Belanda, ternyata nasibnya juga tidak lebih baik dibanding masa VOC. Hal ini disebabkan karena karakter pimpinan kolonial di Indonesia yang kurang bersahabat dengan rakyat dan tujuan Belanda menguasai Indonesia juga tidak berubah. Indonesia yang sejak dahulu telah dikenal sebagai penghasil rempah-rempah, selalu menjadi incaran banyak bangsa untuk menguasai Indonesia. Tidak heran banyak terjadi perang antarbangsa untuk memperebutkan Indonesia. Seiring dengan uraian di atas, maka pada bagian berikut ini akan diuraikan tentang masa politik kolonial liberal (1800-1811), masa penjajahan liberal di Indonesia atau masa pemerintahan Raffles (1811-1816), masa Komisi Jenderal (1816-1819), sampai dengan masa pemerintahan Van der Capellen (1819-1825). B. Masa Politik Kolonial Liberal (1800-1811) Politik kolonial liberal digelar sejak 1 Januari 1800, dijalankan oleh gubernur Jenderal van Straten dan Gubernur Jenderal Daendels. Pada tahun 1800, Negeri Belanda berada di bawah penjajahan Perancis. Perancis di bawah Napoleon berhasil merebut Belanda, sehingga secara tidak langsung Indonesia dijajah Perancis. Kerajaan Belanda dilebur menjadi Republik Bataaf yang dikuasai oleh partai Patriot yang dipimpin Daendels. Oleh Napoleon, Daendels diangkat menjadi panglima perang. Kemudian Negeri Belanda diubah menjadi kerajaan lagi. Rajanya adalah Louis Napoleon, adik Napoleon Bonaparte, yang bercita-cita menguasai seluruh Eropa dengan pimpinan keluarganya sendiri.2
2
terhadap wilayah negara lain. Istilah ini muncul pada abad ke-20, ketika (terutama karena pengaruh maxisme) terjadi pengagungan kembali terhadap sistem kolonial. Namun istilah tersebut mengandung pengertian yang kurang baik: mengingatkan pada manipulasi ekonomis suatu wilayah oleh pemerintah kolonial. Napoleon Bonaparte lahir di Ajaccio, Corsica, pada tanggal 15 Agustus 1769, dan meninggal dunia di P. Sint Helena pada tanggal 5 Mei 1821. Jenderal dan Kaisar Perancis 1804-1814. Memasuki sekolahsekolah militer di Perancis dan menjadi letnan dalam artileri (1785). Ketika pecah Revolusi Perancis (1789) bergabung dengan kaum Jacobins, mengusir pasukan Inggris dari Toulon (1793) dan mematahkan pemberontakan royalis di Perancis (1795). Sesudah perkawinannya dengan Josephine de Beuharnis dipukulnya pasukan Austria-Sardinia di Italia (1796-1797), dan menandatangai perjanjian Campo Formeo yang memperluas daerah Perancis. Kemudian diserbunya Mesir dan Timur Tengah, serta mengancam kedaulatan Inggris di India. Walaupun berjaya di darat, tetapi armada lautnya dihancurkan dalam pertempuran Nil (teluk Aboukir, 1798). Kembali ke Paris, membantu merencanakan kudeta 9 November 1799, membentuk pemerintahan Konsul dengan dirinya sebagai konsul pertama dan diktator yang sebenarnya. Ia menata kembali pemerintahan, mendirikan Bank Perancis, dan menyusun Code Napoleon yang tetap merupakan dasar hukum Perancis. Permusuhannya dengan Austria dan Inggris berakhir pada Perjanjian Luneville yang mengakui kekuasaan Perancis atas daratan Eropa. Perjanjian Amiens dengan Inggris (Maret 1802) menjamin perdamaian Eropa selama sepuluh tahun. Napoleon menjadi Konsul seumur hidup (1802), dan memahkotai diri sebagai kaisar (1804). Dalam pertempuran bangsa-bangsa di Austerlitz (1805), Napoleon memperoleh kemenangan gilang-gemilang. Pada tahun 1812 Napoleon menyerang Rusia, tetapi dalam pertempuran bangsabangsa di Leipzig (1813), Napoleon kalah, sehingga Perancis diserbu tentara koalisi (1814).. Napoleon ditangkap dan dibuang ke P. Elba, tetapi masih diperbolehkan bergelar Kaisar. Ia melarikan diri dari Elba, kembali ke Paris dan kembali menjadi Kaisar Perancis, tetapi hanya seratus hari. Ia dikalahkan dalam pertempuran Waterloo (1815) lalu dibuang ke P. Sint Helena sampai meninggal di sana 1821. Kerangkanya dibawa ke Paris dan dimakamkan kembali di bawah kubah Eglise du Dome atau di
Perang Perancis-Inggris membahayakan Indonesia, karena Inggris berusaha merebut daerah-daerah VOC. Louis Napoleon mengirim Daendels sebagai Gubernur Jenderal ke Indonesia. Tugas utama Daendels di Indonesia adalah mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris. Tugas lainnya adalah memperbaiki nasib rakyat selaras dengan cita-cita Revolusi Perancis.3 Dalam menjalankan tugasnya itu, Daendels memberantas sistem feodal yang sangat diperkuat oleh VOC. Untuk mencegah penyalah-gunaan kekuasaan, serta hakhak bupati mulai dibatasi, terutama yang menyangkut penggunaan tanah dan pemakaian tenaga rakyat. Baik wajib tanam maupun wajib kerja hendak dihapuskannya. Hal ini tidak hanya akan mengurangi pemerasan oleh para penguasa tetapi juga lebih selaras dengan prinsip kekebasan berdagang.4 Kondisi pada waktu itu menjadi hambatan pokok bagi pelaksanaan ide-ide bagus tersebut. Hal ini disebabkan karena pada saat itu keadaan masih berlaku zaman VOC ialah bahwa para bupati dan penguasa daerah lainnya masih memegang peranan dalam perda-gangan. Sebagai perantara mereka memperoleh keuntungan, antara lain berupa prosenan kultur. Hadiah tersebut berupa presentasi dari harga tafsiran penyerahan wajib dan kontingen yang dipungut dari rakyat. Sistem itu membawa akibat bahwa pasaran bebas tidak berkembang dan tidak muncul suatu golongan pedagang, suatu unsur sosial yang lazim berperan penting dalam proses liberalisasi masyarakat feodal atau tertutup. Faktor penghambat kedua adalah bahwa dalam struktur feodal itu kedudukan bupati sangat kuat, sehingga setiap tindakan perubahan tidak dapat berjalan tanpa kerjasama mereka. Kepemimpinannya berakar kuat dalam masyarakat sehingga tidak mudah menggeser kedudukannya, apalagi mengurangi kekuasaan dan wewenangnya. Adapun faktor ketiga terdapat dalam tugas pemerintahan Daendels sendiri yaitu untuk mempertahankan Pulau Jawa terhadap serangan Inggris. Untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris, Daendels memperkuat angkatan darat, angkatan laut dan melakukan perbaikan keuangan pemerintah. Dalam rangka memperkuat angkatan darat, Daendels meningkatkan jumlah tentaranya. Ia mengangkat orang-orang Indonesia terutama orang Minahasa dan Madura. Demikian juga para budak dibebaskan untuk dijadikan prajurit. Dalam waktu singkat Daendels memiliki 20 ribu prajurit Untuk kelengkapan prajurit tersebut, didirikan pabrik senjata di Semarang dan Surabaya. Demikian pula, agar pemindahan tentara di pantai utara Jawa bisa dilakukan dengan cepat, Daendels membuat jalan raya dari Anyer sampai Penarukan sepanjang 1000 km dengan kerja rodi (paksa). Jalan raya itu disebut Jalan Raya Pos (Grote
3
4
gedung Dome des Invalides di Paris (1840). Daendels dilahirkan di Hattem, Negeri Belanda, tanggal 21 Oktober 1762. Gubernur di Hindia Timur (Hindia Belanda) 1808-1811. Ia diangkat oleh raja Belanda Louis Napoleon (adik Napoleon Bonaparte). Semula menjadi pengacara di kota kelahirannya. Tahun 1794 sebagai brigader jenderal menggabungkan diri pada tentara Perancis yang masuk ke Negeri Belanda. Ia memerintah Indonesia dengan tangan besi, dan terkenal dengan nama sindiran Marsekal Besi, Tuan Besar Guntur, atau Mas Galak. Akibatnya ia ditarik dari Indonesia (1811) dan meninggal di St. George d’Elmina tahun 1818. Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 dari Emporium Sampai Imperium, Jakarta, PT Gramedia, 1987, hal.. 291.
Postweg). Untuk keperluan pembangunan raksasa itu dibutuhkan tenaga rakyat, maka dari itu wajib kerja (verplicte diensten) dipertahankan. Di samping itu wajib penyerahan juga masih berlaku yaitu pajak hasil bumi (kontingenten). Ia juga mengadakan pinjaman paksa dan monopoli beras, serta menjual sebagian tanah gubernemen (pemerintah) kepada kaum pengusaha (partikelir atau swasta). Dengan demikian pada masa pemerintahan Daendels sebenarnya sistem tradisional masih berjalan terus. Sejalan dengan prinsip-prinsip kebijaksanaannya Daendels membatasi kekuasaan para raja, antara lain hak mengangkat penguasa daerah diatur kembali, termasuk larangan untuk menjual-belikan jabatan itu. Karena mengadakan pemberontakan atau menentang kebijaksanaan Daendels maka kesultanan Banten dihapuskan. Dengan dibangunnya Jalan Raya Pos, ternyata bukan hanya kepentingan militer saja yang terlayani, tetapi jalan tersebut juga sangat penting untuk pengembangan sosial, ekonomi dan politik. Ini berarti bahwa jalan tersebut tidak hanya berperan dalam bidang transportasi, tetapi juga dalam bidang administrasi pemerintahan dan mobilitas sosial. Daendels dikenal memiliki sifat gila hormat, gila kuasa dan keras kemauannya. Karena sifat-sifatnya itu ia dijuluki Tuan Besar Bledeg (Tuan Besar Guntur), sehingga mengundang kebencian rakyat dan para pegawainya. Louis Napoleon yang merasa bertanggung jawab atas baik-buruknya pemerintahan di Indonesia, merasa tersinggung kehormatannya atas sikap Daendels itu. Karena itu pada tahun 1811 ia dipanggil ke Eropa dan diganti oleh Jansens. Setelah dicopot dari jabatannya, ia menjadi opsir tentara Perancis dan ikut menyerang Rusia pada tahun 1812. Ketika Napoleon jatuh pada tahun 1814, Daendels kembali ke Negeri Belanda dan diangkat menjadi Gubernur di Guinea Afrika (Afrika Barat) sampai meninggal pada tahun 1818. C. Masa Pemerintahan Liberal 1811-1816 Tidak lama setelah Daendels diganti Jansens, tentara Inggris di bawah pimpinan Lord Minto menyerang Jawa. Inggris mendapat simpati raja-raja di Jawa, sehingga akhirnya dengan mudah dapat merebut Batavia. Pada tahun 1811 itu pula Jansens menyerah tanpa syarat kepada Inggris di Tuntang, sehingga terjadi rekapitulasi Tuntang yang berisi (1) seluruh kekuatan militer Belanda di Asia Tenggara harus diserahkan kepada Inggris, (2) hutang pemerintah Belanda tidak diakui oleh Inggris, dan (3) Pulau Jawa, Madura, dan semua pangkalan Belanda di luar Jawa menjadi milik Inggris. Ini berarti bahwa Belanda menyerahkan semua daerah jajahannya di Asia Tenggara kepada Inggris. Dalam perkembangannya semua bekas jajahan Belanda di Asia Tenggara itu oleh Inggris dibagi empat, yaitu Sumatera Barat, Malaka, Maluku, dan Jawa serta daerah sekitarnya. Seluruhnya dikuasai oleh Gubernur Jenderal EIC (East Indian Company), Lord Minto yang berkedudukan di Calcutta (India). Pulau Jawa diserahkan kepada Thomas Stamford Raffles selaku wakil Lord
Minto di Pulau Jawa dengan pangkat Letnan Gubernur. Untuk melancarkan pemerintahannya, Raffles membagi Pulau Jawa menjadi 16 keresidenan (pada masa Daendels hanya dibagi menjadi 8 prefektur). Tiap-tiap keresidenan dibentuk badan pengadilan (landraad).5 Karena ancaman musuh tidak ada, maka tugas utama Raffles adalah memperbaiki nasib rakyat. Dalam rangka memperbaiki nasib rakyat, pajak hasil bumi (kontingen) dan leveransi paksa dihapus diganti pajak tanah (landrente). Dengan pengertian bahwa semua tanah milik Gubernemen sehingga rakyat wajib membayar rente atau sewa. Pajak tanah ditetapkan sebesar 2/5 hasil panen, boleh dibayar dengan hasil bumi atau uang. Di samping itu, Raffles juga menjual tanah Gubernemen kepada orang-orang swasta. Raffles juga melarang perdagangan budak dan pandelingschap (membayar hutang dengan tenaga). Raflles juga mengadakan monopoli garam. Di samping menganbil kebijakan dalam bidang politik dan ekonomi, Raffles juga memperhatikan bidang kebudayaan. Raffles menulis buku History of Java pada tahun 1817. Dengan giat Raffles membantu lembaga Betawi untuk kesenian dan pengetahuan. Ia juga memberi bantuan kepada ahli-ahli pengetahuan seperti Horsfield, Crewford, dan Mackensie, untuk meneliti sejarah Indonesia kuno. Setelah kedudukannya kuat, Raffles lalu mengambil berbagai tindakan terhadap raja-raja di Indonesia, misalnya:
1. Sultan Banten dan sultan Cirebon dijadikan sultan-sultan yang digaji. 2. Sultan Hamengku Buwono II dari Yogyakarta diasingkan ke Pulau Penang dan puteranya dipaksa menggantinya sebagai Hamengku Buwono III.
3. Beberapa daerah kesultanan Yogyakarta pada tahun 1813 diserahkan kepada Pangeran Notokusumo, yang bergelar Paku Alam I di Pakualaman.
4. Paku Buwono IV harus menyerahkan Banyumas dan Madiun kepada Inggris. Ide dasar politik kolonial Raffles sebenarnya bertolak dari ideologi liberal dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan memberikan kebebasannya. Akibat pelaksanaan politik liberal itu, maka struktur tradisional dan feodal dirombak dan diganti dengan sistem baru yang didasarkan pada prinsip legalrasional. Untuk melaksanakan politiknya, Raffles dihambat oleh unsur feodal yang sangat kuat kedudukannya dan sistem ekonomi yang masih bersifat tertutup sehingga pembayaran pajak belum dapat dilakukan sepenuhnya dengan uang, tetapi in natura (hasil bumi). Dengan demikian, politik kolonial berdasarkan liberalisme tidak cocok dan 5
Sir Thomas Stanford Raffles, lahir di Yamaica, 6 Juli 1781. Pejabat kolonial Inggris yang mendirikan Singapura (1819). Karyawan East India Company (EIC) sejak usia 14 tahun. Menjabat pembantu sekretaris EIC untuk Penang (Malaya) pada tahun 1805. Karena dinilai cakap oleh atasannya, maka ia diberi tugas ikut memimpin invasi Inggris ke Hindia Belanda, dan menjabat letnan gubernur Jawa dan daerah seberang (1811-1816). Karena dianggap berpihak pada kaum pribumi, maka ia dipanggil ke London (1816). Kembali ke Hindia Belanda (1818), dan bertugas di pos kecil di Bangkahulu (Bengkulu). Atas anjurannya, Inggris membeli Singapura dari Sultan Johor (1819) dan membangunnya menjadi Bandar yang strtageis, baik ekonomi maupun militer. Ia meninggal di Barnet, Inggris pada tanggal 5 Juli 1826.
tidak realistis.6 Setelah Napoleon jatuh tahun 1814, Inggris dan Belanda mengadakan Tarktat London I (1814). Traktat tersebut menyatakan bahwa semua daerah jajahan Belanda yang direbut Inggris, dikembalikan kepada Belanda, kecuali Kaapkoloni dan Sri Lanka. Keputusan itu mengecewakan Raffles. Ia tidak mau menyerahkan Indonesia kepada Belanda. Karena dipaksa, maka Raffles mengundurkan diri dan diganti John Fendall. Pada tahun 1816 John Fendall menyerahkan Indonesia kembali kepada Belanda. D. Masa Komisi Jenderal (1816-1819). Setelah Traktat London I ditandatangani (1814), maka pemerintah Belanda membentuk suatu komisi yang akan menerima kembali semua jajahannya di Asia Tenggara dari pemerintah Inggris di Indonesia. Walaupun Raffles selalu menghalanghalangi pengembalian daerah jajahan Belanda itu, namun usaha tersebut hanya bisa menunda waktu penyerahan, karena akhirnya dikembalikan juga. Raffles yang tidak setuju pengembalian daerah jajahan tersebut, terutama Pulau Jawa, maka setelah menyerahkan jabatannya kepada Jansens, ia lalu pergi ke Bangkahulu dan menjadi Gubernur di daerah itu. Tetapi tindakan Raffles itu ditentang Muntinghe (penguasa Belanda di Palembang). Akhirnya Raffles pergi ke Selat Malaka. Sewaktu melewati bukit Barisan ia menemukan bunga Rafllesia, yaitu bunga yang terbesar di dunia. Dari situ akhirnya Raffles berhasil mendirikan kota Singapura untuk menyaingi dan menutup pelabuhan Belanda di Batavia. Sementara itu komisi yang dibentuk Belanda untuk menerima kembali Indonesia dari Inggris dinamakan Komisi Jenderal. Adapun anggota komisi tersebut adalah Cornelius Theodore Elout, A. A. Buyskes dan Baron van der Capellen. Dalam tahun 1816 komisi ini datang ke Indonesia. Dalam tahun itu juga Letnan Gubernur Inggris, John Fendall menyerahkan Indonesia kepada Belanda. Di samping bertugas menerima Indonesia dari tangan Inggris, komisi tersebut juga mempunyai kewajiban-kewajiban yang lain yaitu:
a. Menyusun pemerintahan baru. b. Mengusahakan ketenteraman dan perbaikan nasib penduduk Indonesia, misalnya penduduk harus dilindungi dari perlakuan sewenang-wenang, perdagangan dan pertanian (penanaman) harus bebas, kecuali tanaman kopi, rempah-rempah dan candu. c. Menyusun angkatan darat dan laut. d. Menyusun peraturan-peraturan sebagai pedoman pemerintahan Belanda di Indonesia. Berdasarkan hak dan kewajiban Komisi Jenderal, akhirnya berhasil disusun suatu pedoman pemerinhan yang benar-benar bersifat liberal 7, yaitu: 6 7
Ibid, hal. 293. Istilah liberal dalam arti luas adalah usaha perjuangan menuju kebebasan. Di satu pihak dibedakan antara liberalisme politik dan rohaniah, di lain pihak liberalisme ekonomi. Liberalisme politik dan rohaniah berdasar pada keyakinan bahwa semua sumber kemajuan terletak dalam perkembangan kepribadian manusia yang bebas, di mana masyarakat dapat menarik keuntungan sepenuhnya dari daya
a. Pajak tanah yang dibuat oleh Raffles dilanjutkan, hanya lebih disempurnakan agar peraturan-peraturan yang bersifat sewenang-wenang tidak terjadi lagi.
b. Pajak tersebut dapat dibayar dengan uang kontan atau dengan barang-barang.
c.
d. e. f.
g.
h.
i.
Peraturan ini bertujuan untuk menghindarkan rakyat dari para peminjam uang, serta agar lebih memudahkan bagi mereka yang memiliki uang. Pajak kepala tidak dipungut secara perorangan tetapi dibayar oleh desa. Cara ini menyimpang dari tujuan, namun merupakan pendekatan yang lebih realistis. Namun sistem ini bisa mengurangi banyaknya petugas, serta mengatasi kesulitan tanahtanah yang belum diukur secara renci. Besarnya pajak harus disetujui oleh kerajaan dan desa yang bersangkutan. Rakyat tidak boleh disuruh kerja paksa. Orang-orang yang datang bekerja dengan sendirinya harus dibayar sesuai dengan bidang garapnya. Penanaman wajib bagi tanaman-tanaman tertentu diteruskan guna mendapatkan devisa negara, misalnya kopi di Priangan. Pengawasan tanaman model pelayaran Hongi di Maluku, dihapuskan. Perlu ada penambahan pegawai, pegawai yang buruk dipecat. Pegawai pribumi diperlakukan dengan hormat, dan digaji dengan uang (bukan tanah atau memeras rakyat). Sistem pemerintahan tidak langsung dihidupkan kembali, pengadilan dibentuk, dengan sistem dua lapis. Perkara yang menyangkut orang Eropa dan pribumi hendaklah diadili dalam pengadilan yang berbeda, dan dipimpin oleh hakim bukan juri. Pembaruan Raffles yang menghormati hak asasi manusia dan penghapusan perbudakan diteruskan dan diabadikan.
Rencana undang-undang yang dibuat oleh Komisi Jenderal tersebut akhirnya disahkan pada tahun 1819. Melihat roh undang-undang baru itu jelaslah bahwa pemerintah Belanda akan menguntungkan rakyat Indonesia akan diberlakukan, terutama di Jawa. Jika undang-undang itu dilaksanakan secara jujur, maka rakyat Indonesia akan terbebaskan dari pemerintahan yang kejam yang telah dirasakan selama ini.8 Dalam pada itu Belanda juga akan mendapat faedah yang besar. Nampaknya undang-undang yang bersifat liberal ini benar-benar akan dilaksanakan sungguhsungguh sebab salah seorang anggota Komisi Jenderal, yakni Gourdet A. Baron van der Capellen tinggal di Indonesia sebagai Gubernur Jenderal yang baru, sekaligus yang akan melaksanakan undang-undang yang liberal itu. E. Masa van der Capellen (1819-1825)
8
cipta manusia. Langkah pertama menuju emansipasi perseorangan dilakukan oleh gerakan Reformasi (1517). Dalam abad ke-18 dan 19 timbul perlawanan terhadap absolutisme dan perjuangan menuju kebebasan jiwa dan bernegara. Sedangkan istilah liberalisme sendiri baru digunakan pada abad ke-19. Bentuk negara yang diidamkan adalah demokrasi parlementer dengan persamaan hak bagi seluruh rakyat di depan hukum dan penghormatan terhadap apa yang disebut hak-ahak asasi manusia. Melalui sistem liberal itu diharapkan segala perbedaan asal-usul dapat dilebur. Dengan demikian aturan liberal di Indonesia diharapkan sebagai aturan yang tidak membedakan antara penjajah dan rakyat terjajah. Gilbert Khoo, Sejarah Asia Tenggara Sejak Tahun 1500, Kualalumpur, Fajar Bakti, 1976, hal. 25.
Pada tahun 1819 tugas Komisi Jenderal dinilai sudah selesai, sehingga Elout dan Buyskes kembali ke Nederland sedangkan van der Capellen tinggal di Indonesia sebagai Gubernur Jenderal. Karena van der Capellen ikut menyusun undang-undang yang akan diterapkan di Indonesia setelah wilayah itu kembali kepada Belanda. Karena itu pengangkatannya sebagai gubernur jenderal karena dia dianggap yang paling megetahui bagaimanaundang-undang itu dilaksanakan. Tetapi apa yang dijalankan oleh van der Capellen ternyata tidak seperti yang direncanakan. Adapun alasan van der Capellen melakukan penyimpangan tersebut adalah karena undang-undang itu ternyata tidak dapat dilaksanakan dalam kondisi di Indonesia saat itu. Menurut van der Capellen, tugas yang paling penting adalah mengumpulkan uang untuk menjalankan pemerintahan yang baru itu. Jika peraturan yang liberal dalam regerings-reglement tahun 1819 itu diterapkan sepenuhnya, maka tidak akan memperoleh dana.9 Dengan alasan tersebut, van der Capellen ingin mencari jalan pintas. Oleh karena itu beberapa peraturan ditangguhkan, sedangkan aturan-aturan yang menguntungkan pemerintah dilakukan. Karena tindakannya itu, Clive Day menyebut van der Capellen adalah Gubernur Jenderal yang reaksioner. Pendapat tersebut juga sejalan kritik-kritik yang dilakukan berbagai pihak kepada van der Capellen. Menurut Clive Day, van der Capellen selama tujuh tahun pemerintahannya, mengabaikan undang-undang yang berlaku. Ia dengan perlahan-lahan kembali kepada sistem lama. Dengan demikian peraturan pemerintah kolonial menjadi undang-undang yang beku.10 Meskipun demikian, Cornelius Elout yang ikut membuat undang-undang itu ikut mempertahankan van der Capellen tetapi betapa perlunya ia bersikap reaksioner dalam kondisi Indonesia saat itu. Walau bagaimana pun, zaman pemerintahan van der Capellen itu mengakibatkan membengkaknya anggaran belanja, sehingga ia dikecam keras oleh Raja dan orang-orang Belanda. Sementara di Indonesia terus berlangsung peperangan. Semua ini semakin meyakinkan banyak orang bahwa praktek pemerintahan liberal itu telah gagal. Di antara pembaruan-pembaruan yang dicoba oleh van der Capellen adalah pembaruan sistem perdagangan yang akhirnya mengundang kemarahan orang-orang Eropa (terutama orang Belanda) terhadapnya. Dalam tahun 1821 van der Capellen mengeluarkan undang-undang yang melarang segala bentuk perdagangan Eropa di daerah kopi (Priangan), kecuali dengan izin khusus. Ia melakukan hal tersebut dengan harapan untuk melindungi orang-orang Indonesia agar tidak ditipu oleh para pedagang Eropa serta untuk memperbesar hasil bagi pemerintah Belanda. Tindakan lain yang juga mengundang kemarahan orang Eropa adalah peraturan yang dikeluarkan tahun 1823. Dalam pembaruan itu dia melarang orang-orang Eropa menyewa tanah rakyat. Peraturan ini juga untuk melindungi orang pribumi. Orangorang Eropa (terutama Belanda) yang merasa paling dirugikan adalah yang menyewa tanah di Surakarta dan Yogyakarta. Mereka sudah membayar uang muka yang besar, sehingga sewaktu peraturan itu turun, maka mereka menuntut pengembalian uang 9 10
Ibid. Clive Day, The Dutch in Java, Kualalumpur, Oxford University Press, 1966, hal. 233.
muka yang sudah habis dibelanjakan oleh orang-orang pribumi. Akibatnya orangorang pribumi itu, terutama para pegawai dan peladang merasa kecewa terhadap pemerintah Belanda. Anggaran belanja negara semasa pemerintahan van der Capellen senantiasa menunjukkan defisit, sehingga Negeri Belanda harus menutupnya. Dalam keadaan kesulitan keuangan yang dialami Negeri Belanda sendiri pada waktu itu, maka suatu koloni yang tak dapat mencukupi keperluan sendiri adalah sesuatu yang tak ada gunanya. Karenanya keadaan itu tidak dapat dipertahankan lagi, sehingga pada tahun 1825 Pemerintah Belanda memanggil Gubernur Jenderal van der Capellen kembali ke negeri Belanda.11 F. Penutup Setelah menelusuri sejarah pemerintah kolonial antara tahun 1800-1825, ternyata Indonesia memang mengalami masa liberal, yakni sejak pemerintah kolonial liberal yang dijalankan oleh van Straten dan Daendels, kemudian pemerintah liberal model Inggris (Raffles), dan akhirnya pemerintah liberal model van der Capellen. Meskipun van Straten dan Daendels menjalankan politik liberal, tetapi prakteknya hanya melanjutkan sistem pemerintahan VOC. Hal itu dapat diketahui karena pemerintah kolonial saat itu memang tidak bersahabat dengan rakyat dan tujuan Belanda untuk menguasai Indonesia juga tidak berubah. Indonesia mengalami masa liberal ketika Raffles menjadi letnan gubernur di Indonesia. Di samping sifat kolonial Inggris yang memang liberal, pemerintah Inggris di Indonesia tidak menghadapi ancaman musuh, sehingga Raffles berusaha memperbaiki nasib rakyat. Dalam kenyataannya, politik Raffles ini mengalami kegagalan, sebab juga harus menghadapi mental dan kultur yang masih hidup dalam alam tradisional. Ini berarti Raffles harus menghadapi unsur feodal yang sangat kuat kedudukannya serta sistem ekonomi yang masih tertutup. Dengan demikian sistem liberal pada saat itu memang belum cocok dan tidak realistis. Setelah kekuasaan Inggris di Indonesia berakhir, Indonesia kembali dikuasai Belanda. Pemerintah Belanda membentuk Komisi Jenderal yang bertugas membuat undang-undang yang liberal. Sesudah undang-undang itu selesai, van der Capellen diangkat menjadi gubernur jederal dengan pemikiran bahwa ia mampu melaksanakan undang-undang yang dibuatnya sendiri. Namun setelah menjadi gubernur jenderal, kebijakan van der Capellen tidak seperti yang diharapkan. Alasannya, undang-undang tersebut tidak sesuai dengan kondisi Indonesia saat itu. Tetapi sesungguhnya van der Capellen sendiri memang masih berjiwa reaksioner. Daftar pustaka Day, Clive, The Dutchin Java, Kulalumpur, Oxford University Press, 1966 Khoo, Gilbert, Sejarah Asia Tenggara Sejak Tahun 1500, Kualalumpur, Penerbit Fajat Bakti 11
Prajudi Atmosudirdjo, Sejarah Ekonomi Indonesia dari Segi Sosiologi Sampai Akhir Abad XIX, Jakarta, Pradnya Paramita, 1984, hal. 172.
SDNBHD, 1976. Prajudi Atmosudirdjo, Sejarah Ekonomi Indonesia dari Segi Sosiologis Sampai Akhir Abad XIX, Jakarta, Prajnya Paramita, 1984. Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme, jilid 2, Jakarta, PT Gramedia, 1980.