STRATEGI KOPING, TEKANAN EKONOMI, DAN KETAHANAN KELUARGA DI KAWASAN KUMUH
HARDIYANTI NURILLAH
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Koping, Tekanan Ekonomi, dan Ketahanan Keluarga di Kawasan Kumuh adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Hardiyanti Nurillah NIM I24090024
ABSTRAK HARDIYANTI NURILLAH. Strategi Koping, Tekanan Ekonomi, dan Ketahanan Keluarga di Kawasan Kumuh. Dibimbing oleh TIN HERAWATI. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan dan pengaruh strategi koping, tekanan ekonomi, dan ketahanan keluarga. Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukasari, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor. Contoh penelitian adalah keluarga dengan anak usia 3-6 tahun yang tinggal di kawasan kumuh yang diambil secara propotional random sampling sebanyak 90 orang. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara usia suami, pendapatan total, pendapatan per kapita, kepemilikan aset, dan strategi koping dengan ketahanan keluarga dan hubungan negatif yang signifikan antara jumlah anggota keluarga dan tekanan ekonomi keluarga dengan ketahanan keluarga. Analisis regresi menunjukkan bahwa ketahanan keluarga dipengaruhi oleh tekanan ekonomi dan strategi koping. Kata kunci: kemiskinan, kesulitan, ketahanan keluarga, perilaku adaptasi
ABSTRACT HARDIYANTI NURILLAH. Coping Strategies, Economic Pressure, and Family Strength in Urban Area. Supervised by TIN HERAWATI. The aim of this research was to analyze correlations and influences of coping strategy, economy pressure, and family strength. The research was conducted in Sukasari Village, Eastern District of Bogor, Bogor. Samples of this research were family with children aged 3-6 years old that live in urban area. The samples which consist of 90 people were chosen by propotional random sampling. The data collected by interview based on questionnaire. The study showed that there were significant and positive correlation between the age of husband, total income, per capita income, asset ownership and coping strategy with family strength and significant and negative correlation between family size and economy pressure with family strength. By using regression analysis, it show that family strength influenced by economy pressure and coping strategy. Keywords: adversity, coping style, family strength, poverty
STRATEGI KOPING, TEKANAN EKONOMI, DAN KETAHANAN KELUARGA DI KAWASAN KUMUH
HARDIYANTI NURILLAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi Nama NIM
: Strategi Koping, Tekanan Ekonomi, dan Ketahanan Keluarga di Kawasan Kumuh : Hardiyanti Nurillah : I24090024
Disetujui oleh
Dr Tin Herawati, SP MSi Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Hartoyo, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Agustus 2013 ini ialah keluarga, dengan judul Strategi Koping, Tekanan Ekonomi, dan Ketahanan Keluarga di Kawasan Kumuh . Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Tin Herawati SP MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas dukungan, doa dan arahan yang diberikan kepada penulis. Dr Herien Puspitawati MSc MSc selaku dosen penguji skripsi dan Dr Ir Istiqlaliah Muflihati MSi selaku dosen pemandu seminar hasil dan penguji skripsi atas kritik dan saran yang diberikan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Ir Retnaningsih MSi selaku wali akademik yang senantiasa mengarahkan dan membimbing penulis selama menjalani perkuliahan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Encih selaku kader posyandu RW 3 dan RW5 Kelurahan Sukasari Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor, yang telah membantu penulis selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Ahmad Jubaedi dan ibunda Eti Hartati SKep, adik-adik Azzahra Rahma Pebriyanti dan Muhammad Farid Arifin, serta seluruh keluarga, atas segala motivasi, doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis ucapan kepada Nawazilah Diatmoko Seputra SE yang selalu memberikan semangat, motivasi, dan bantuan dalam banyak hal. Terakhir penulis sampaikan salam semangat dan terima kasih atas segala dukungan dari rekan-rekan Ilmu Keluarga dan Konsumen 46, Rumah Warna, BEM FEMA Kabinet Garda Tosca dan Sinekologi atas kebersamaan dan kerjasamanya selama penulis kuliah di Departemen Ilmu keluarga dan Konsumen. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, September 2013
Hardiyanti Nurillah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
4
KERANGKA PEMIKIRAN
5
METODE
6
Desain, Lokasi, dan Waktu
6
Jumlah dan Cara pengambilan Contoh
7
Jenis dan Pengumpulan Data
8
Pengolahan dan Analisis Data
9
Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN
11 12
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
12
Karakteristik Keluarga
12
Masalah Keluarga
13
Tekanan Ekonomi Keluarga
14
Strategi Koping
16
Ketahanan Keluarga
17
Hubungan antara Karakteristik Keluarga, Masalah Keluarga, Tekanan Ekonomi, Strategi Koping dengan Ketahanan Keluarga
19
Pengaruh Karakteristik Keluarga, Tekanan Ekonomi, dan Strategi Koping terhadap Ketahanan Keluarga
20
Pembahasan Umum
21
SIMPULAN DAN SARAN
24
Simpulan
24
Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
28
RIWAYAT HIDUP
39
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Jenis data, variabel, skala data, sumber kuesioner, dan kategori data 8 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga 12 Sebaran contoh berdasarkan kepemilikan rumah 13 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan suami isteri 13 Sebaran contoh berdasarkan masalah yang dihadapi keluarga 14 Sebaran contoh berdasarkan dimensi tekanan ekonomi 15 Sebaran contoh berdasarkan kategori tekanan ekonomi keluarga 16 Sebaran contoh berdasarkan kategori koping fokus pada masalah 16 Sebaran contoh berdasarkan kategori koping fokus pada emosi 17 Sebaran contoh berdasarkan kategori strategi koping total 17 Sebaran contoh berdasarkan kategori ketahanan fisik 17 Sebaran contoh berdasarkan kategori ketahanan sosial 18 Sebaran contoh berdasarkan kategori ketahanan psikologis 18 Sebaran contoh berdasarkan kategori ketahanan keluarga total 18 Sebaran koefisien korelasi karakteristik keluarga, masalah keluarga, tekanan ekonomi, strategi koping dengan ketahanan keluarga 20 16 Sebaran koefisien regresi karakteristik keluarga, tekanan ekonomi, dan strategi koping terhadap ketahanan keluarga 21
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran strategi koping, tekanan ekonomi, dan ketahanan keluarga di kawasan kumuh 2 Kerangka pengambilan contoh
6 7
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kajian Penelitian Terdahulu Sebaran contoh berdasarkan usia suami isteri Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan suami isteri Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan suami isteri Sebaran contoh berdasarkan jawaban masalah yang dihadapi keluarga Sebaran contoh berdasarkan jawaban persepsi terhadap kondisi ekonomi Sebaran contoh berdasarkan jawaban strategi koping keluarga Sebaran contoh berdasarkan jawaban ketahanan keluarga Hasil uji korelasi Pearson (koefisien korelasi) antara karakteristik keluarga, masalah keluarga, tekanan ekonomi, dan strategi koping dengan ketahanan keluarga 12 Peta Kelurahan Sukasari
28 31 31 31 32 32 32 33 34 35
37 38
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan penduduk di perkotaan semakin meningkat. Berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, persentase penduduk di daerah perkotaan meningkat lebih dari tujuh persen dalam satu dekade yaitu mencapai 49.79 persen dari semula 42 persen pada tahun 2000. Pertumbuhan penduduk dapat disebabkan oleh pertumbuhan secara alamiah dan migrasi dari desa ke kota serta reklasifikasi desa pedesaan menjadi desa perkotaan1. Perpindahan penduduk ke perkotaan dilatarbelakangi oleh ketertarikan masyarakat desa terhadap kehidupan kota yang dipercaya menjamin semua kebutuhan hidup. Selain itu juga karena terlalu beratnya beban yang harus dipikul di daerah pedesaan guna menyambung hidup dan memenuhi kebutuhan ekonomi (Suparlan 1984). Pada kenyataannya, pesatnya pertumbuhan penduduk di perkotaan tidak diiringi dengan pesatnya perkembangan ekonomi. Masalah utama para pendatang baru di daerah perkotaan adalah mencari tempat berteduh. Keluarga yang memiliki kemampuan secara materi, pemenuhan tempat tinggal tidak menjadi masalah, tetapi bagi keluarga yang memiliki kemampuan terbatas akan mengalami kesulitan dalam mencari tempat tinggal. Lahan-lahan yang diinginkan yang dekat dengan tempat bekerja hanya dimiliki oleh keluarga-keluarga kaya (Suparlan 1984). Oleh karena itu, masyarakat ekonomi rendah memilih wilayah yang tetap strategis dengan tempat bekerja namun dengan biaya sewa yang rendah. Wilayah yang dipilih keluarga sebagai tempat tinggal diantaranya di sekitar bantaran sungai, di sepanjang rel kereta api, dan di tanah-tanah kosong yang dapat dengan mudah ditemukan. Pertumbuhan penduduk yang pesat dan semakin banyaknya tempat tinggal di daerah yang tidak seharusnya menyebabkan timbulnya wilayah padat penduduk hingga berkembang menjadi kawasan kumuh. Menurut Putro (2011), kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk dan tidak teratur, rumah maupun fasilitas, sarana dan prasarana yang ada tidak memadai dan tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya. Tempat tinggal yang layak merupakan salah satu kebutuhan dasar fisik yang harus dipenuhi suatu keluarga. Namun dengan banyaknya pemukiman kumuh, kebutuhan dasar tersebut tidak dapat terpenuhi. Ketersediaan kawasan pemukiman kumuh yang semakin banyak seringkali menjadi pusat timbulnya masalah kesehatan karena tidak higienis dan masalah sosial seperti kejahatan, obat-obatan terlarang dan minuman keras. Kawasan pemukiman kumuh pun sering dihubungkan dengan tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran yang tinggi (Hariyanto 2010). Peningkatan pengangguran tersebut dapat disebabkan 1
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2005. Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2025 [internet]. [Diunduh 20 Februari 2013]. Tersedia pada: http://www.datastatistik-indonesia.com/proyeksi/index.php?option=com_ content&task=view&id=923&Itemid=939.
2
adanya persaingan-persaingan yang ketat untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup. Banyaknya pengangguran yang terjadi menyebabkan semakin terbatasnya keluarga dalam memenuhi kebutuhan pokok sehingga keluarga menjadi tertekan terutama dalam bidang ekonomi. Tekanan ekonomi sebagai salah satu konflik yang dialami oleh keluarga diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya akibat kehilangan pekerjaan, pendapatan rendah sehingga keluarga tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya serta tidak stabilnya aset dan hutang yang dimiliki (Tati 2004). Tekanan ekonomi yang terjadi secara terus-menerus meningkatkan kadar kemarahan individu, permusuhan, depresi, kecemasan, rendahnya kesehatan fisik, dan menurunkan kualitas hubungan (Fox dan Bartholomae 2000). Sementara itu, semakin tinggi tekanan ekonomi yang dialami oleh keluarga, keluarga akan menghadapi resiko ketidak-tahanan yang lebih besar juga (Hartoyo 2009). Ketidak-tahanan akibat kondisi ekonomi keluarga yang semakin tidak stabil dan tidak memadai akan berpengaruh terhadap tidak optimalnya fungsi keluarga (Aytec et al. 2005). Hal ini membuat keluarga harus melakukan adaptasi atau strategi koping untuk mengatasi permasalahan keluarga dan memenuhi tuntutan yang dihadapi keluarga. Menurut McCubbin dan Peterson (1980) dalam Herawati (2011), strategi koping merupakan suatu bentuk upaya yang diakukan oleh keluarga untuk mencapai tingkat keseimbangan serta bentuk penyesuaian terhadap krisis yang dihadapi keluarga. Kegiatan koping dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya keluarga yang dimiliki dan kemampuan semua anggota keluarga. Keluarga memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mengatasi masalah dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Perbedaan itu terjadi seiring dengan kepemilikan sumber daya keluarga. Meskipun sumber daya yang dimiliki keluarga terbatas, namun harus dimanfaatkan secara maksimal sehingga keluarga dapat tahan terhadap permasalahan yang dialami. Variasi kemampuan keluarga dalam melaksanakan fungsi, mengelola sumberdaya yang dimiliki, dan kemampuan keluarga dalam mengelola masalah dan stress yang dihadapi menyebabkan ketahanan keluarga menjadi sangat penting (Hartoyo 2009). Oleh karena itu, ketidakmampuan keluarga dalam menghadapi permasalahan dapat berpengaruh pada ketahanan keluarga. Ketahanan keluarga memiliki tiga aspek yaitu ketahanan fisik, ketahanan sosial, dan ketahanan psikologis (Sunarti 2001). Perumusan Masalah Kemiskinan yang terjadi di perkotaan merupakan masalah laten dan masalah yang kompleks (Suparlan 1984). Perkotaan memiliki daya tarik tersendiri sehingga menyebabkan maraknya perpindahan masyarakat desa ke kota. Seperti yang tercantum dalam rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), perkotaan dinilai menjanjikan kesempatan ekonomi yang lebih baik dan menjadi jawaban persoalan kemiskinan yang dihadapi di pedesaan. Pertumbuhan penduduk yang alami ataupun akibat migrasi menyebabkan perkotaan menjadi kawasan yang padat penduduk tanpa diimbangi oleh peningkatan ekonomi dan sarana prasana yang memadai. Seiring meningkatnya populasi penduduk, kawasan kumuh pun semakin berkembang. Pada tahun 2000, daerah pemukiman kumuh di Indonesia
3
mencapai 47 000 hektar dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 57 000 hektar (Hernawati et al. 2011). Kawasan kumuh timbul sebagai akibat dari ketidakmampuan dalam pemenuhan tempat tinggal yang layak karena terbatasnya lahan-lahan tempat tinggal yang tidak seimbang dengan padatnya penduduk. Daerah yang menjadi tempat berkembangnya kawasan kumuh diantaranya daerah sepanjang pinggiran suangai dan rel kereta api (Adianti 2005). Kawasan kumuh memiliki tingkat kepadatan populasi yang tinggi dan berpenduduk miskin karena umumnya dihuni oleh masyarakat yang berpenghasilan dan pendidikan rendah, serta terbelakang. Menurut Slamet (1996) dalam Khasanah (2011), keluarga yang memiliki pendapatan yang rendah, menyebabkan keluarga tersebut tidak mampu untuk memiliki rumah yang memenuhi syarat sehat dan akan menimbulkan permasalahan kesehatan seperti sanitasi yang jelek. Menurut Dinas Tata Kota dan Pemukiman (DTKP) Kota Bogor, luas wilayah kumuh di Kota Bogor pada tahun 2008 seluas 78.45 ha menurun dibandingkan pada tahun 2004 seluas 229.95 ha. Penurunan wilayah kumuh di Kota Bogor merupakan hasil dari penataan wilayah yang dilakukan oleh pemerintah seperti program urban renewal, perbaikan rumah tidak layak huni, dan Rencana Pengembangan Kawasan Pemukiman Prioritas (RPKPP). Meskipun terjadi penurunan, keberadaan kawasan kumuh tetap berpengaruh baik secara mikro maupun makro terhadap kehidupan keluarga. Keberadaan kawasan kumuh sering dikaitkan dengan tingginya angka kemiskinan dan pengangguran. Semakin luas kawasan kumuh suatu wilayah, tingkat kemiskinan keluarga akan semakin tinggi. Hal itu sesuai juga dengan yang dinyatakan oleh Hariyanto (2010), bahwa kawasan kumuh sering dikaitkan dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran yang tinggi serta menjadi sumber masalah sosial dan masalah kesehatan. Pengangguran di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 7 614.2 ribu jiwa sedangkan pengangguran di Kota Bogor sebagai wilayah penelitian pada tahun 2011 mencapai 44 985 jiwa (BPS 2012). Ketidaktersediaan tenaga kerja yang terjadi semakin menambah kompleksitas masalah yang ada baik masalah sosial, kesehatan, lingkungan hidup, dan keamanan serta pembangunan. Masalah-masalah yang terjadi tersebut mengakibatkan banyaknya perubahan pada keluarga. Faktor ekonomi menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya perubahan kehidupan keluarga tersebut. Semakin banyaknya pengangguran, tingkat kemiskinan suatu wilayah pun akan semakin tinggi. Pada tahun 2010, jumlah penduduk miskin di Kota Bogor mencapai 90 200 orang (BPS 2012). Kemiskinan yang tinggi mendorong munculnya masalah sosial dan masalah lainnya yang dihadapi oleh keluarga. Keluarga yang berada pada kondisi miskin akan menghadapi tekanan ekonomi yang lebih besar sehingga keluarga lebih beresiko pada ketidak-tahanan keluarga yang lebih besar pula (Hartoyo 2009). Oleh karena itu, kemiskinan dan kesulitan ekonomi keluarga dapat berdampak pada keutuhan keluarga dimana banyaknya kasus perceraian. Kasus perceraian di Kota Bogor pada tahun 2010 mencapai 899 kasus (BPS 2012). Selain itu, dapat berdampak juga pada banyaknya anak yang putus sekolah karena keluarga yang miskin cenderung tidak optimis terhadap pendidikan anak (Crosnoe et al. 2002). Pada tahun 2011, sebanyak 202 604 orang di Kota Bogor menamatkan sekolahnya hingga sekolah dasar (SD). Sementara itu, pada penelitian McCubbin dan McCubbin (1996) dalam Bhana dan Bhacoo (2011), kehangatan, kasih sayang,
4
dan dukungan emosional antar anggota keluarga yang baik yang merupakan sumber ketahanan keluarga akan lebih ditunjukkan oleh keluarga yang mengalami kemiskinan. Berbagai masalah yang terjadi mengganggu kehidupan keluarga hingga menimbulkan stress dan berbagai tekanan yang dirasakan keluarga. Masalahmasalah tersebut sekaligus meningkatkan tekanan ekonomi yang dialami keluarga. Tekanan ekonomi dilihat berdasarkan pendapatan per kapita, rasio utang dengan aset, status pekerjaan, kehilangan pekerjaan (Conger dan Elder 1994). Oleh karena itu, tekanan ekonomi berbeda sesuai dengan persepsi dan kondisi keluarga. Namun demikian, keluarga harus melakukan koping untuk menyelesaikan masalah itu. Perbedaan tekanan ekonomi yang dialami keluarga, akan berbeda juga cara keluarga melakukan strategi koping. Strategi koping dilakukan dengan mengalokasikan sumber daya dan kemampuan semua anggota keluarga (Herawati 2011). Meskipun keberadaannya terbatas, sumber daya keluarga harus dimanfaatkan secara optimal. Pengoptimalan sumber daya dan kemampuan yang dimiliki menjadikan keluarga mampu untuk lebih tahan dalam menghadapi masalah dan tekanan yang terjadi. Kondisi inilah yang mendukung untuk mencapai suatu ketahanan keluarga. Menurut Krysan et al. (1990) keluarga yang tahan memiliki ciri-ciri seperti adanya komunikasi yang baik dan efektif dalam keluarga, adanya dorongan dari anggota keluarga, memiliki komitmen, berorientasi dengan agama, mampu beradaptasi terhadap segala perubahan dalam keluarga, memiliki peran dan fungsi dalam keluarga yang jelas, dan memiliki waktu untuk berkumpul bersama keluarga. Berdasarkan permasalahan di atas, yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana karakteristik sosial, dan ekonomi keluarga di wilayah kumuh? 2. Masalah-masalah apa saja yang di hadapi keluarga di wilayah kumuh? 3. Bagaimana tekanan ekonomi yang dialami keluarga? 4. Bagaimana strategi koping yang dilakukan keluarga? 5. Bagaimana ketahanan keluarga? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi koping, tekanan ekonomi, dan ketahanan keluarga di wilayah kumuh. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi masalah-masalah dan tekanan ekonomi yang dialami keluarga 2. Menganalisis strategi koping yang dilakukan keluarga dan ketahanan keluarga 3. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, strategi koping, tekanan ekonomi terhadap ketahanan keluarga Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menyediakan informasi di bidang penelitian keluarga mengenai strategi koping, tekanan ekonomi, dan
5
ketahanan keluarga di kawasan kumuh. Selain itu penelitian juga diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan dan menghasilkan solusi yang lebih efektif dalam pengambilan tindakan terhadap keluarga–keluarga yang tinggal di kawasan kumuh.
KERANGKA PEMIKIRAN Kemiskinan dan pengangguran yang terjadi mengakibatkan berkurangnya pendapatan masyarakat sehingga mengalami kesulitan ekonomi. Menurut Herawati (2011), tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang diterima dimana semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi tingkat pendapatannya. Tingkat pendidikan juga dapat menentukan status ekonomi keluarga. Tinggi rendahnya pendapatan yang didapatkan oleh keluarga dapat mempengaruhi tingkat tekanan ekonomi yang dialami. Oleh karena itu secara tidak langsung pendidikan memberikan dampak pada tekanan ekonomi. Rendahnya pendapatan keluarga yang berdampak pada tekanan ekonomi akan menimbulkan resiko pada ketahanan suatu keluarga. Menurut Conger dan Elder (1994), tekanan ekonomi keluarga dapat dinilai secara objektif yaitu dilihat dari dari pendapatan per kapita, rasio utang dengan aset, status pekerjaan, kehilangan pekerjaan. Dalam menghadapi permasalahannya, keluarga melakukan suatu strategi koping dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Menurut Friedman (1998) dalam Rachmawati (2010), strategi koping merupakan usaha atau perilaku positif sebagai respon keluarga terhadap peristiwa dan kejadian tertentu yang dialami untuk menyelesaikan dan memecahkan masalah yang dihadapi. Perbedaan sumber daya yang dimiliki keluarga mengakibatkan perbedaan kemampuan pada keluarga untuk melakukan strategi koping. Menurut Lazarus dan Folkman (1984), strategi koping dapat dilakukan dengan dua cara yaitu strategi koping yang berpusat pada masalah dan strategi koping yang berpusat pada emosi. Strategi koping yang dilakukan keluarga tergantung pada masalah yang dihadapi, sumber stres yang ada, dan sumberdaya yang dimiliki keluarga (Maryam 2007). Strategi koping yang dilakukan keluarga akan menentukan ketahanan suatu keluarga. Ketahanan keluarga merupakan kemampuan keluarga dalam mengelola sumber daya dan masalah yang dihadapi untuk mencapai tujuan keluarga yaitu keluarga sejahtera. Ketahanan keluarga meliputi ketahanan fisik, ketahanan sosial, dan ketahanan psikologis (Sunarti 2001). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan keluarga diantaranya lama pendidikan, lama menikah, pendapatan per kapita, pendidikan isteri, pendidikan suami, besar keluarga, kesiapan umur dalam menikah, dukungan sosial, kualitas relasi gender, manajemen sumber daya keluarga, produktifitas pasangan suami isteri dalam mencari nafkah (Fitriani 2010, Ginanjarsari 2010, Herawati 2011, Sholihah 2013).
6
Karakteristik keluarga: - besar keluarga - umur (Suami, isteri) - lama pendidikan (Suami, isteri) - pendapatan per kapita - pekerjaan (Suami, isteri) - kepemilikan aset - kepemilikan hutang Masalah-masalah yang dialami keluarga: - Ekonomi - Sosial - Pangan - Pendidikan - Kesehatan
Tekanan ekonomi keluarga
Ketahanan keluarga (Sunarti 2001): 1. Ketahanan Fisik 2. Ketahanan sosial 3. Ketahanan psikologis
Strategi koping yang dilakukan keluarga (Lazarus dan Folkman 1984): 1. Koping berpusat pada masalah 2. Koping berpusat pada emosi
Gambar 1 Kerangka pemikiran strategi koping, tekanan ekonomi, dan ketahanan keluarga di kawasan kumuh
METODE Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang berjudul “Kajian Ketahanan Keluarga, Kualitas Lingkungan Pengasuhan, dan Keterampilan Sosial Anak di Kawasan Kumuh”. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, yaitu dilakukan dengan meneliti pada satu waktu tertentu. Lokasi penelitian bertempat di Kelurahan Sukasari yang dipilih secara purposive dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan daerah yang paling banyak memiliki keluarga yang tinggal di daerah kumuh menurut data BPS Kota Bogor tahun 2012. Waktu penelitian mulai dari persiapan, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, dan penulisan laporan dilakukan dalam jangka waktu tujuh bulan terhitung mulai bulan Februari hingga Agustus 2013.
7
Jumlah dan Cara pengambilan Contoh Populasi penelitian ini adalah keluarga yang memiliki anak usia 3-6 tahun di Kelurahan Sukasari, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor Provinsi Jawa Barat. Contoh penelitian adalah keluarga dengan anak usia 3-6 tahun yang tinggal di kawasan kumuh sebanyak 90 orang. Jumlah contoh yang diambil dalam penelitian ini, didapatkan dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:
Keterangan: n = ukuran sampel N = ukuran populasi E = nilai kritis (batas penelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi) Berdasarkan data sekunder dari Kelurahan Sukasari, diketahui bahwa populasi keluarga yang memiliki anak 3-6 tahun di Kelurahan Sukasari adalah 686 orang. Berdasarkan jumlah populasi tersebut maka jumlah contoh minimal 87 atau dibulatkan menjadi 90 orang. Adapun kerangka penarikan contoh dapat dilihat pada Gambar 2. Kota Bogor
Purposive
Kecamatan Bogor Timur
Purposive
Kelurahan Sukasari
Purposive
RW 03 106 keluarga
RW 05 90 keluarga
Purposive
RW 03 49 keluarga
RW 05 40 keluarga
Propotional random sampling
n =90 orang Gambar 2 Kerangka pengambilan contoh
8
Jenis dan Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara secara langsung kepada keluarga yang menjadi contoh penelitian dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Data primer yang diperoleh meliputi karakteristik keluarga contoh (besar keluarga, umur, lama pendidikan, pendapatan, pekerjaan, kepemilikan aset, kepemilikan hutang), masalah yang dialami keluarga, strategi koping, tekanan ekonomi, dan ketahanan keluarga. Data sekunder yang dikumpulkan berupa gambaran umum lokasi penelitian. Jenis dan cara pengambilan data, variabel, skala, sumber kuesioner, serta kategori data disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis data, variabel, skala data, sumber kuesioner, dan kategori data Jenis Data
Variabel Karakteristik Keluarga: Besar keluarga
Skala Data Rasio
Kategori Data Berdasarkan BKKBN (2005): Kecil: < 4 orang Sedang: 5-7 orang Besar: ≥ 7 orang
Umur (suami, isteri)
Rasio
Berdasarkan Hurlock (1980): Dewasa awal: 18-40 tahun Dewasa madya: 41-60 tahun Dewasa lanjut: > 60 tahun
Lama pendidikan (suami, isteri)
Rasio
Berdasarkan wajib belajar 9 tahun: ≤ 9 tahun > 9 tahun
Jenjang pendidikan (Suami, isteri)
Ordinal
Primer
Pendapatan per kapita
Berdasarkan jenjang pendidikan: 1. Tidak tamat SD 2. Tamat SD 3. Tamat SMP 4. Tamat SMA 5. Tamat PT/Akademik
Rasio
Berdasarkan Garis Kemiskinan Kota Bogor 1. Miskin : < Rp278 530 2. Hampir miskin : Rp278 530 – Rp417 795 3. Tidak miskin: > Rp417 795
Pekerjaan (suami, isteri)
Nominal
[0] Tidak bekerja; [1] Wiraswasta; [2] Pedagang; [3] PNS; [4] Buruh; [5] Karyawan; [6] Jasa angkutan; [7] Ibu rumah tangga; [8] Lainnya
Kepemilikan aset
Rasio
Berdasarkan sebaran data
Kepemilikan hutang
Rasio
Berdasarkan sebaran data
Sumber Kuesioner
9
Tabel 1 Jenis data, variabel, skala data, sumber kuesioner, dan kategori data (Lanjutan) Jenis Data
Variabel
Skala Data
Primer
Masalah yang dialami keluarga di kawasan kumuh
Ordinal
Primer
Primer
Primer
Sekunder
Tekanan Ekonomi
Strategi koping yang dilakukan Keluarga 1. Koping berpusat pada masalah 2. Koping berpusat pada emosi Ketahanan Keluarga: 1. Ketahanan Fisik 2. Ketahanan Sosial 3. Ketahanan Psikologis
Kategori Data
Berdasarkan sebaran data
Ordinal
Dikategorikan menjadi: - Rendah (< 33,3%) - Sedang (33,4 %-66,6%) - Tinggi (>66,7%)
Ordinal
Dikategorikan menjadi: - Rendah (< 33,3%) - Sedang (33,4 %-66,6%) - Tinggi (>66,7%)
Ordinal
Dikategorikan menjadi: - Rendah (< 33,3%) - Sedang (33,4 %-66,6%) - Tinggi (>66,7%)
Sumber Kuesioner Diacu dan dimodifikasi dari Puspitawati et al. 2011 α = 0.652 Diacu dan dimodifikasi dari Conger Dan Elder (1994) dan Tati (2004) α = 0.890 Diacu dan dimodifikasi dari Folkman et al. (1986) α = 0.545 Diacu dan dimodifikasi dari Sunarti (2008)
Data demografi
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry data ke komputer, cleaning data, dan analisis data. Tahapan editing yaitu pengecekan terhadap data-data yang telah dikumpulkan melalui pengisian kuesioner. Coding yaitu pemberian kode tertentu terhadap jawaban responden untuk memudahkan analisis. Data yang telah dicoding kemudian discoring. Kemudian data dientry untuk diolah yang sebelumnya telah dicleaning agar tidak ada kesalahan. Semua data diolah menggunakan Microsoft Excel for windows dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16.0 for Windows. Data dianalisis secara deskriptif dan analisis inferensia. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat sebaran karakteristik keluarga (besar keluarga, umur, lama pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, pendapatan per kapita), kepemilikan aset, masalah yang dihadapi keluarga, strategi koping, tekanan ekonomi, dan ketahanan keluarga (fisik, sosial, dan psikologis). Sementara itu, analisis inferensia yang digunakan adalah uji korelasi yang digunakan untuk melihat hubungan antara karakteristik keluarga, strategi koping, tekanan ekonomi, dengan ketahanan keluarga dan uji regresi linier untuk melihat pengaruh karakteristik keluarga, strategi koping, dan tekanan ekonomi terhadap ketahanan keluarga.
10
Data tekanan ekonomi, strategi koping, dan ketahanan keluarga dikategorikan berdasarkan skor yang dicapai. Skor yang dicapai didapatkan dari hasil perhitungan dengan rumus:
Kemudian, skor ang dicapai tersebut dimasukan ke dalam kategori kelas yang sesuai. Untuk memperoleh kategori tersebut digunakan teknik scoring dengan rumus Slamet (1993):
Data karakteristik keluarga meliputi besar keluarga, umur, lama pendidikan, jenjang pendidikan, pendapatan per kapita, pekerjaan, kepemilikan aset, dan kepemilikan hutang. Besar keluarga dikelompokkan berdasarkan BKKBN (2005) menjadi tiga kategori yaitu kecil (≤ 4 orang), sedang (5-6 orang), dan besar (≥ 7 orang). Umur isteri dan suami dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa akhir (> 60 tahun). Lama pendidikan formal berdasarkan wajib belajar Sembilan tahun yaitu ≤ 9 tahun dan > 9 tahun. Jenjang pendidikan dikelompokkan menjadi 1= tidak tamat SD, 2= tamat SD, 3= tamat SMP, 4= tamat SMA, 5= PT/akademi. Pendapatan per kapita diperoleh dari penjumlahan antara pendapatan keluarga dan pendapatan hasil usaha lain selama sebulan dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Pendapatan per kapita dilihat dengan membandingkan kepada garis kemiskinan Kota Bogor yaitu sebesar Rp278 530. Pendapatan per kapita dibagi menjadi kategori miskin (
Rp417 795). Kepemilikan aset dilihat dari jumlah aset yang dimiliki keluarga. Jumlah aset dinilai berdasarkan jenis aset yaitu kepemilikan rumah, lahan, bangunan, kamar mandi, kendaraan bermotor, barang elektronik, perhiasan, tabungan, dan hewan ternak. Nilai aset berupa aset yang telah diuangkan menurut harga pembelian. Permasalahan keluarga terdiri dari masalah ekonomi, sosial, pangan, pendidikan, dan kesehatan. Data permasalahan keluarga total terdiri atas 20 pertanyaan dan diberi skor 1 untuk jawaban tidak pernah, skor 2 untuk jawaban kadang-kadang, dan skor 3 untuk jawaban sering. Kemudian dihasilkan skor maksimum 60 dan skor minimum 20. Selanjutkan dikategorikan ke dalam tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Tekanan ekonomi objektif diukur secara aktual dari aset keluarga yang dikonversikan dalam bentuk nilai uang dan dibandingkan dengan hutang yang dimiliki lalu dikategorikan menjadi tidak berhutang, hutang ≤50 persen dari aset yang dimiliki dan hutang ≥ 50 persen dari aset yang dimiliki. Data pendapatan per kapita dikategorikan menjadi tiga yaitu miskin (Rp417 795). Data kehilangan pekerjaan dikategorikan menjadi tidak bekerja, PHK dan tidak PHK. Status pekerjaan dikategorikan menjadi tidak bekerja, bekerja tidak tetap dan bekerja
11
tetap. Setiap pertanyaan pada tekanan ekonomi objektif diberi skor. Kemudian tekanan ekonomi keluarga dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. Data strategi koping keluarga meliputi strategi koping fokus pada masalah dan strategi koping fokus pada emosi. Data strategi koping total terdiri atas 29 pertanyaan dan diberi skor 1 untuk jawaban tidak pernah, 2 untuk jawaban kadang-kadang, dan 3 untuk jawaban sering. Kemudian dikategorikan ke dalam tiga kategori yaitu kategori rendah, sedang, dan tinggi. Data ketahanan keluarga terdiri atas ketahanan fisik, ketahanan sosial, dan ketahanan psikologis. Ketahanan keluarga diberi skor 0 untuk jawaban tidak dan skor 1 untuk jawaban ya. Ketahanan keluarga terdiri dari 70 pertanyaan dimana 22 pertanyaan ketahanan fisik, 26 ketahanan sosial, dan 22 ketahanan spikologis. Definisi Operasional Keluarga di wilayah kumuh adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan darah atau adopsi, terdiri dari suami, isteri, dan anakanak serta anggota keluarga lainnya yang bertempat tinggal di wilayah kumuh. Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga (terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lainnya) yang tinggal dalam satu rumah. Pendapatan per kapita keluarga adalah rata-rata penghasilan per bulan yang diperoleh dari pekerjaan utama maupun tambahan ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lainnya yang dinilai dengan uang. Pendapatan per kapita dikategorikan menjadi miskin, hampir miskin, dan tidak miskin. Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal tertinggi yang pernah dicapai ayah atau ibu dan ditandai dengan adanya tanda tamat atau ijazah. Jumlah kepemilikan aset adalah jumlah dari keseluruhan kekayaan yang dimiliki oleh keluarga yang dapat dinilai dengan uang. Masalah keluarga adalah berbagai masalah yang dialami keluarga yang tinggal di wilayah kumuh yang dapat memicu terjadinya stres.Masalah keluarga terdiri dari masalah ekonomi, sosial, pangan, pendidikan, dan kesehatan. Tekanan ekonomi adalah ketidakmampuan keluarga di kawasan kumuh untuk memenuhi kebutuhan dasar (pangan, sandang, dan papan) serta ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tambahan keluarga seperti makan bersama di luar atau rekreasi. Diukur dengan melihat ketidakstabilan pekerjaan, status pekerjaan, pendapatan per kapita, dan rasio hutang dengan aset serta persepsi terhadap situasi dan kondisi ekonomi yang dialami. Strategi koping keluarga adalah respon perilaku dan tindakan yang dilakukan keluarga untuk memecahkan masalah yang dihadapi akibat kehidupan keluarga di kawasan kumuh. Strategi koping yang dilakukan mencakup koping yang berfokus pada masalah dan koping yang berfokus pada emosi. Ketahanan Keluarga adalah kemampuan keluarga dalam mengelola masalah yang dihadapi keluarga di kawasan kumuh untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya. Ketahanan keluarga terdiri dari ketahanan fisik, ketahanan sosial, dan ketahanan psikologis.
12
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Bogor Timur dengan luas 1 015 Ha memiliki batas wilayah sebelah utara dengan Kecamatan Bogor Utara, sebelah timur dengan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor, sebelah barat dengan Kecamatan Bogor Selatan dan Kecamatan Bogor Tengah, dan sebelah selatan dengan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Kecamatan Bogor Timur terdiri dari enam kelurahan yaitu Kelurahan Tajur, Kelurahan Sukasari, Kelurahan Katulampa, Kelurahan Sindangsari, Kelurahan Sindarngrasa dan Kelurahan Baranangsiang. Empat kelurahan yang berada di sekitar bantaran sungai yaitu Kelurahan Baranangsiang, Katulampa, Sukasari, dan Sindangrasa. Kelurahan Sukasari memiliki luas sekitar 48 Ha dengan suhu rata-rata 260C-270C. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Babakan Pasar, sebelah selatan dengan Kelurahan Tajur, sebelah barat dengan Kelurahan Bondongan, dan sebelah timur dengan Kelurahan Baranangsiang. Jumlah penduduk di Kelurahan Sukasari per Maret 2013 sebanyak 11 927 jiwa yang terdiri dari laki-laki 6 084 jiwa dan perempuan 5 843 jiwa. Kelurahan Sukasari memiliki jumlah kepala keluarga terbanyak yang tinggal di bantaran sungai yaitu 440 KK. Kelurahan Sukasari terdiri dari 7 RW dan 39 RT. RW 2, RW 3, dan RW 5 merupakan daerah yang paling panjang berada di bantaran sungai. Namun, hanya RW 3 dan RW 5 yang memiliki jumlah anak 3-6 tahun yang paling banyak. Karakteristik Keluarga Umur isteri contoh berkisar antara 21 hingga 46 tahun dengan rata-rata 32.2 tahun sedangkan umur suami berkisar antara 24 hingga 62 tahun dengan rata-rata 37.4 tahun. Berdasarkan Hurlock (1980), umur suami isteri termasuk dalam kategori dewasa awal. Lama pendidikan yang ditempuh oleh isteri paling rendah adalah 3 tahun dan tertinggi 16 tahun dengan rata-rata 9.71 tahun sedangkan suami menempuh pendidikan minimal adalah tidak sekolah dan paling tinggi selama 16 tahun dengan rata-rata 10.32 tahun (Tabel 2). Dilihat dari rata-rata lama pendidikan, suami isteri rata-rata telah menempuh pendidikan hingga tamat SMP. Jumlah anggota keluarga contoh berkisar antara 3 sampai 11 orang dengan ratarata 4 orang. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran keluarga dalam penelitian ini rata-rata merupakan keluarga kecil (BKKBN 2005). Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga Kategori Karakteristik Keluarga Usia Isteri (tahun) Usia Suami (tahun) Pendidikan Isteri (tahun) Pendidikan Suami (tahun) Jumlah Anggota Keluarga (orang) Pendapatan Keluarga Total (Rp) Pendidikan Per Kapita (Rp/kapita/bulan) Lama Menikah (tahun)
Min-Maks 21 – 46 24 – 62 3 – 16 0 – 16 3 – 11 300000 – 10000000 54286 – 2500000
Rata-rata ± SD 32.2 ± 5.958 37.4 ± 6.936 9.7 ± 2.915 10.3 ± 2.941 4.3 ± 1.314 1767888.89 ± 1445333.828 453599.42 ± 407423.794
3 – 27
9.87 ± 5.264
13
Pendapatan total yang diterima keluarga berkisar antara Rp300 000 sampai Rp10 000 000 dengan rata-rata Rp1 767 888.89. Pendapatan per kapita keluarga berkisar antara Rp54 286 dan Rp2 500 000 dengan rata-rata Rp453 599.42 per bulan. Jika mengacu pada garis kemiskinan Kota Bogor sebesar Rp278 530 per kapita per bulan (BPS 2012), maka sebanyak 35.6 persen keluarga contoh termasuk dalam kategori miskin. Lama menikah keluarga contoh berkisar antara 3 sampai 27 tahun dengan rata-rata 9.8 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini rata-rata keluarga telah menikah lebih dari 9 tahun. Kepemilikan Rumah Berdasarkan Tabel 3 lebih dari separuh contoh (52.2%) memiliki rumah dengan status milik orang tua. Rumah milik orang tua tersebut disekat-sekat untuk ditempati masing-masing anggota keluarga yang telah berkeluarga. Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan kepemilikan rumah Kategori Kepemilikan Rumah Sendiri Orang tua Sewa Total
Persentase (%) 28.9 52.2 18.9 100
Pekerjaan Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 4, lebih dari satu per empat (27.8%) suami bekerja sebagai karyawan dan terdapat 1.1 persen suami tidak bekerja dan hampir seluruh isteri (90%) tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Pada isteri yang bekerja, jenis pekerjaan yang dilakukan adalah pedagang (3.3%), buruh (3.3%), dan PNS (2.2%). Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan suami isteri Kategori Pekerjaan Tidak Bekerja Wiraswasta Pedagang PNS Buruh Karyawan Jasa Angkutan Ibu Rumah Tangga Lainnya Total
Suami %
Isteri % 1.1 11.1 8.9 2.2 21.1 27.8 18.9 0 8.9 100
0 0 3.3 2.2 3.3 1.1 0 90 0 100
Masalah Keluarga Berdasarkan Tabel 5, hampir satu pertiga (30%) keluarga contoh mengalami masalah ekonomi dalam kategori tinggi. Hal ini dikarenakan hanya kepala keluarga saja yang bekerja (74.4%) dan pendapatan keluarga belum memenuhi kebutuhan sehari-hari (52%). Lebih dari tiga per empat (76.7%) keluarga contoh mengalami masalah sosial pada kategori sedang karena terdapat keluarga yang
14
tidak turut aktif dalam masyarakat (45.6%). Lebih dari separuh (66.7%) keluarga contoh mengalami masalah pangan pada kategori tinggi. Hal ini disebabkan keluarga tidak makan menu makanan lengkap setiap hari (52.2%) dan sering membatasi jumlah pangan yang dibeli untuk keperluan sehari-hari (41.1%). Pada masalah pendidikan, lebih dari tiga per empat (78.9%) keluarga contoh mengalaminya pada kategori rendah. Hal ini diduga karena lebih dari dua per tiga (67.8%) keluarga contoh merupakan keluarga kecil dan banyak ditemukan keluarga yang tidak memiliki anak usia sekolah sehingga masalah pendidikan tidak terlalu menjadi beban untuk keluarga. Masalah kesehatan yang dialami keluarga contoh berada pada kategori sedang (72.2%). Hal ini dikarenakan meskipun keluarga contoh tinggal di kawasan kumuh namun keluarga sering memanfaatkan fasilitas kesehatan (puskesmas) jika ada anggota keluarga yang sakit (58.9%). Secara keseluruhan, hampir seluruh keluarga contoh mengalami masalah keluarga total termasuk pada kategori sedang (94.4%). Hal ini diduga karena kondisi keluarga contoh yang lebih dari separuhnya (67.8%) termasuk keluarga kecil sehingga keluarga memiliki tanggungan yang kecil dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan masalah yang dihadapi keluarga Kategori Masalah Keluarga Rendah (0-33.3) Sedang (33.4-66.7) Tinggi (66.8-100) Total
Ekonomi 2.2 67.8 30 100
Sosial 22.2 76.7 1.1 100
Persentase (%) Pangan Pendidikan 0 78.9 66.7 13.3 33.3 7.8 100 100
Kesehatan 24.4 72.2 3.3 100
Total 0 94.4 5.6 100
Tekanan Ekonomi Keluarga Tekanan ekonomi keluarga diukur dengan melihat rasio antara hutang dengan aset yang dimiliki keluarga, pendapatan per kapita, kehilangan pekerjaan, dan status pekerjaan serta dilihat juga berdasarkan persepsi keluarga terhadap situasi dan kondisi ekonomi yang dihadapi keluarga. Berdasarkan Tabel 6, rasio hutang dengan aset yang dimiliki keluarga contoh berada pada kategori lebih kecil dari 50 persen (37.8%). Artinya, keluarga contoh memiliki hutang dengan jumlah yang lebih rendah dibandingkan dengan jumlah aset yang dimilikinya. Pendapatan per kapita keluarga dikategorikan menjadi tidak miskin, hampir miskin, dan miskin. Karakteristik kemiskinan yang digunakan adalah garis kemiskinan Kota Bogor tahun 2010 yaitu kurang dari Rp278 530 termasuk miskin (BPS 2012). Jika dibandingkan dengan garis kemiskinan, maka jumlah keluarga miskin dan tidak miskin pada penelitian ini berjumlah sama yaitu sebesar 35.6 persen. Sisanya sebesar 28.9 persen termasuk keluarga yang hampir miskin. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun keluarga bertempat tinggal di kawasan kumuh, tetapi kepala keluarga memiliki pekerjaan tetap yang mampu menghidupi kebutuhan sehari-hari (98.9%). Selain itu, hal tersebut diduga karena keluarga termasuk dalam keluarga kecil yang artinya keluarga memiliki tanggungan yang kecil dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Firdaus dan Sunarti (2009) menyebutkan bahwa semakin besar jumlah anggota keluarga maka tekanan ekonomi yang dialami keluarga akan semakin tinggi.
15
Sebagian besar contoh (95.6%) tidak mengalami kehilangan pekerjaan atau PHK. Keluarga contoh yang mengalami PHK hanya sebanyak 3.3 persen. Berdasarkan status kerja, lebih dari tiga per empat contoh (77.8%) berstatus kerja tetap dan hampir satu per empat contoh (21.1%) berstatus kerja tidak tetap. Status kerja tidak tetap keluarga contoh adalah jenis pekerjaan seperti buruh. Hanya ada 1.1 persen keluarga contoh yang tidak bekerja. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan dimensi tekanan ekonomi Rasio Hutang dan Asset Tidak Berhutang < 50% ≥ 50% Total Pendapatan Per Kapita Tidak Miskin Hampir Miskin Miskin Total Hilang Kerja Tidak PHK PHK Tidak Bekerja Total Status Kerja Tetap Tidak Tetap Tidak Bekerja Total
Persentase (%) 30 37.8 32.2 100 Persentase (%) 35.6 28.9 35.6 100 Persentase (%) 95.6 3.3 1.1 100 Persentase (%) 77.8 21.1 1.1 100
Tekanan ekonomi keluarga juga dinilai berdasarkan persepsi diri terhadap situasi dan keadaan ekonomi keluarga. Berdasarkan persepsi tersebut, lebih dari separuh (61.1%) keluarga contoh mengalami tekanan ekonomi dalam kategori tinggi. Hal ini disebabkan karena keluarga contoh kadang-kadang merasa tidak puas dengan penghasilan keluarga (43.3%), merasa membutuhkan bantuan keuangan dari orang tua (42.2%), merasakan ketidakmampuan dalam mencukupi kebutuhan hidup (45.6%) sehingga berpikir untuk mencari pekerjaan tambahan (60%), merasa pengeluaran lebih besar dari pendapatan (62.2%), belum mampu untuk membeli rumah (65.6%) dan memberikan rumah yang layak (57.8%), dan sering merasa tidak leluasa untuk memenuhi kebutuhan tambahan seperti makan diluar rumah (56.7%), rekreasi (44.4%), dan membeli alat permainan untuk anak (38.9%). Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh (52.2%) keluarga contoh mengalami tekanan ekonomi keluarga yang berada pada kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga contoh mengalami tekanan ekonomi keluarga yang sangat berat. Tingginya tekanan ekonomi keluarga diakibatkan tingginya persepsi keluarga terhadap kondisi ekonomi yang dialami dan dirasakan oleh keluarga (61.1%). Meskipun keluarga memiliki pekerjaan yang tetap, namun perasaan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dari pendapatan yang dihasilkan sering dirasakan keluarga.
16
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan kategori tekanan ekonomi keluarga Kategori Tekanan Ekonomi Keluarga Persentase (%) Rendah (0-33.3) 0 Sedang (33.4-66.7) 47.8 Tinggi (66.8-100) 52.2 Total 100 Strategi Koping Koping Fokus pada Masalah Berdasarkan Tabel 8, lebih dari tiga perempat (75.66%) keluarga contoh melakukan koping fokus pada masalah termasuk dalam kategori sedang. Hal tersebut menunjukkan bahwa belum maksimalnya upaya yang dilakukan keluarga untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi yang disebabkan karena terbatasnya sumberdaya yang dimiliki keluarga. Koping fokus pada masalah yang telah dilakukan diantaranya membuat perencanaan masa depan (48.9%), mengubah kebiasaan menjadi lebih baik (37.8%), mengungkapkan emosi yang dirasakan (52.2%), dan menerima simpati dari orang lain (44.4%). Empat per lima (80%) keluarga tidak berani mengambil kesempatan dengan resiko yang besar. Lebih dari separuh (53.3%) keluarga contoh tidak pernah menjual aset yang dimilikinya dan jarang mencari pinjaman (43.3%). Keluarga contoh pun berusaha untuk meminta nasihat (37.8%), bercerita atau mencari dukungan sosial lainnya dalam menyelesaikan masalah (32.2%). Menurut Tchombe et al. (2012), dalam menyelesaikan masalah yang terjadi, individu akan mengandalkan hubungan sosial dan jaringan kekeluargaan serta berusaha keras untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan kategori koping fokus pada masalah Kategori Koping Fokus pada Masalah Persentase (%) Rendah (0-33.3) 0 Sedang (33.4-66.7) 75.66 Tinggi (66.8-100) 24.4 Total 100 Koping Fokus pada Emosi Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa koping fokus pada emosi yang dilakukan sebagian besar keluarga contoh termasuk dalam kategori tinggi (92.2%). Hal ini menunjukkan bahwa contoh telah melakukan koping fokus pada emosi secara maksimal. Dalam menghadapi masalah, keluarga contoh lebih banyak mendekatkan diri kepada Allah SWT (55.6%), bersyukur atas apa yang dimiliki (91%), mengubah pribadi diri menjadi lebih baik (58.9%), sering mengintrospeksi diri (64.4%), belajar hidup dalam kondisi saat ini (87.8%), berpikir sebelum melakukan tindakan (68.9%), tidak melakukan hal-hal yang negatif untuk menenangkan diri ketika ada masalah (96.7%), tidak pernah menjauhi orangorang saat ada masalah (81.1%), tidak pernah terlarut dalam kekecewaan (85.6%) dan menemukan keyakinan baru dalam hidup (52.2%).
17
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan kategori koping fokus pada emosi Kategori Koping Fokus pada Emosi Persentase (%) Rendah (0-33.3) 0 Sedang (33.4-66.7) 7.8 Tinggi (66.8-100) 92.2 Total 100 Berdasarkan Tabel 10, strategi koping total yang dilakukan keluarga contoh termasuk dalam kategori tinggi (80%). Hal ini menunjukkan bahwa keluarga contoh mampu melakukan strategi koping total dengan maksimal dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Keluarga contoh lebih memaksimalkan koping fokus pada emosi dibandingkan koping fokus pada masalah. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan kategori strategi koping total Kategori Strategi Koping % Rendah (0-33.3) Sedang (33.4-66.7) Tinggi (66.8-100) Total
0 20 80 100
Ketahanan Keluarga Ketahanan Fisik Berdasarkan Tabel 11, hampir separuh keluarga contoh (48.9%) memiliki ketahanan fisik yang sedang. Ketahanan fisik keluarga yang termasuk kategori sedang terjadi diduga karena meskipun keluarga memiliki pendapatan per kapita (62.2%), memiliki jamkesmas untuk pengobatan (57.8%), mampu membeli pakaian minimal satu potong setahun (95.6%), tetapi keluarga contoh tidak memiliki rumah (70%), tanah (75.6%), dan pekarangan rumah sendiri (88.9%), mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan papan (63.3%), mengalami kesulitan keuangan (68.9%), dan luas rumah kurang dari 7m per orang (58.9%). Frekuensi makan keluarga contoh pun kurang dari tiga kali dalam sehari (51.1%). Hal ini dikarenakan keluarga telah terbiasa untuk makan kurang dari tiga kali dalam sehari. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan kategori ketahanan fisik Kategori Ketahanan Fisik Persentase (%) Rendah (0-33.3) Sedang (33.4-66.7) Tinggi (66.8-100) Total
35.6 48.9 15.6 100
Ketahanan Sosial Pada Tabel 12 menunjukkan bahwa ketahanan sosial keluarga contoh termasuk dalam kategori tinggi (74.4%). Hal ini berkaitan dengan terjalinnya hubungan yang baik dan kuat dalam keluarga dan masyarakat serta tingginya rasa saling menghargai dalam keluarga. Lebih dari separuh suami (70%) dan isteri
18
(58.9%) menempuh pendidikan normal lebih dari 9 tahun. Keluarga memiliki citacita dan tujuan yang ingin dicapai (78.9%). Dalam merencanakan sesuatu dan mengambil keputusan, keluarga selalu bermusyawarah (86.7%) dan melakukan diskusi (84.4%). Keluarga tidak memiliki waktu khusus untuk berkumpul setiap hari (83.3%), tetapi keluarga selalu berkomunikasi setiap hari (66.7%) terutama saat mau tidur (63.3%) dan menonton televisi (82.2%). Lebih dari empat perlima (87.8%) keluarga contoh tidak terdapat pembagian peran yang jelas di dalam keluarga. Seluruh keluarga contoh (100%) meyakini bahwa keutuhan keluarga, mengurus anak, dan pekerjaan suami merupakan hal yang penting. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan kategori ketahanan sosial Kategori Ketahanan Sosial Persentase (%) Rendah (0-33.3) Sedang (33.4-66.7) Tinggi (66.8-100) Total
1.1 24.4 74.4 100
Ketahanan Psikologis Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh keluarga contoh (60%) memiliki ketahanan psikologis yang termasuk dalam kategori sedang. Hal ini dikarenakan keluarga memiliki kecemasan terhadap kehidupan di masa depan (70%), sering merasa kesal pada diri sendiri karena merasa tidak berdaya (58.9%), memiliki rasa kesal pada suami (64.4%), dan perasaan tidak puas terhadap pendapatan (62.2%) dan rumah yang dimiliki (65.6%). Selain itu, keluarga memendam rasa marah kepada suami (75.6%) dan keluarga besar (82.2%) serta rasa bersalah dalam mengasuh anak (64.4%). Lebih dari separuh (57.8%) ibu merasa belum menjadi tetangga yang baik. Ibu juga merasa belum menjadi isteri yang baik (70%), orang tua yang baik (72.2%), dan insan beragama yang baik (76.7%). Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan kategori ketahanan psikologis Kategori Ketahanan Psikologis Persentase (%) Rendah (0-33.3) Sedang (33.4-66.7) Tinggi (66.8-100) Total
12.2 60 27.8 100
Berdasarkan Tabel 14, terlihat bahwa ketahanan keluarga total keluarga contoh termasuk dalam kategori sedang (75.6%). Sisanya adalah sebesar 23.3 persen keluarga contoh memiiki ketahanan keluarga total dalam kategori tinggi dan hanya 1.1 persen yang termasuk kategori rendah. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan kategori ketahanan keluarga total Kategori Ketahanan Keluarga Rendah (0-33.3) Sedang (33.4-66.7) Tinggi (66.8-100) Total
Persentase (%) 1.1 75.6 23.3 100
19
Hubungan antara Karakteristik Keluarga, Masalah Keluarga, Tekanan Ekonomi, Strategi Koping dengan Ketahanan Keluarga Pada Tabel 15 menunjukkan hasil uji korelasi yang disusun dengan mengikuti alur sistem yang terdiri atas dimensi input (materi dan sumber daya), proses, dan output (ketahanan keluarga). Pada dimensi input sumber daya keluarga menunjukkan bahwa usia suami memiliki hubungan positif yang signifikan dengan ketahanan psikologis. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi usia suami maka akan semakin meningkatkan ketahanan psikologis keluarga. Usia suami yang semakin tua diduga akan semakin bijaksana dalam menilai permasalahan yang dihadapi. Pendidikan isteri dan pendidikan suami memiliki hubungan positif yang signifikan dengan ketahanan fisik, ketahanan sosial, dan ketahanan keluarga total. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pendidikan isteri dan suami maka ketahanan keluarga akan semakin baik terutama ketahanan fisik dan sosial keluarga. Keluarga yang memiliki pendidikan yang baik akan memudahkan keluarga untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dan pendapatan yang besar. Penelitian Ginanjarsari (2010) juga menunjukkan bahwa ketahanan sosial dan fisik memiliki hubungan positif dengan pendidikan suami dan isteri. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga berhubungan negatif yang signifikan dengan ketahanan keluarga terutama ketahanan fisik. Hal ini berarti bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga maka akan ketahanan keluarga akan semakin rendah terutama ketahanan fisik keluarga. Dimensi input materi keluarga menunjukkan bahwa pendapatan per kapita memiliki hubungan posistif yang signifikan dengan ketahanan fisik, psikologis, dan ketahanan keluarga total. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pendapatan per kapita keluarga maka ketahanan keluarga akan semakin baik terutama ketahanan fisik dan psikologisnya. Sesuai dengan penelitian Sholihah (2013) bahwa pendapatan per kapita memiliki hubungan positif dengan ketahanan keluarga. Menurut Sunarti (2001), pendapatan per kapita yang melebihi kebutuhan fisik minimum merupakan salah satu indikator yang harus dimiliki keluarga untuk mencapai ketahanan fisik yang baik. Kepemilikan aset memiliki hubungan yang positif dengan ketahanan fisik dan ketahanan keluarga total. Hal ini berarti bahwa semakin banyak jumlah aset yang dimiliki keluarga maka ketahanan keluarga akan semakin baik terutama ketahanan fisik keluarga. Dimensi proses terdiri dari masalah keluarga, tekanan ekonomi,dan strategi koping keluarga. Berdasarkan uji korelasi, masalah keluarga memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan ketahanan fisik, psikologis, dan ketahanan keluarga total. Hal ini berarti bahwa semakin banyak masalah yang dihadapi keluarga maka ketahanan keluarganya semakin rendah terutama ketahanan fisik dan psikologis keluarga. Dalam hubungan tekanan ekonomi keluarga dan ketahanan keluarga, tekanan ekonomi keluarga memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan ketahanan fisik, psikologis, dan ketahanan keluarga total. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tekanan ekonomi yang dialami keluarga maka ketahanan keluarga akan semakin rendah terutama ketahanan fisik dan psikologis keluarga. Hal ini sesuai dengan penelitian Okech et al. (2012) bahwa tekanan ekonomi memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan ketahanan keluarga. Koping fokus pada masalah dan koping fokus pada emosi yang dilakukan keluarga memiliki hubungan positif yang signifikan dengan ketahanan sosial dan
20
ketahanan keluarga total. Selain itu, strategi koping total juga memiliki hubungan positif yang signifikan dengan ketahanan sosial dan ketahanan keluarga total. Hal ini berarti bahwa semakin maksimal strategi koping total yang dilakukan keluarga baik fokus pada masalah ataupun fokus pada emosi akan meningkatkan ketahanan keluarga total terutama ketahanan sosial. Menurut Sunarti (2001), keluarga akan memiliki ketahanan sosial yang baik apabila keluarga memiliki sumber daya non fisik yang baik dan memiliki mekanisme penanggulangan masalah (strategi koping) yang baik. Tabel 15 Sebaran koefisien korelasi karakteristik keluarga, masalah keluarga, tekanan ekonomi, strategi koping dengan ketahanan keluarga Dimensi
Input Sumber Daya
Input Materi
Proses
Variabel Usia Isteri Usia Suami Pendidikan Isteri Pendidikan Suami Lama Menikah Jumlah Anggota Keluarga Pendapatan Pendapatan per Kapita Kepemilikan Hutang Kepemilikan Asset Masalah Keluarga Tekanan Ekonomi Keluarga Koping Fokus pada Masalah Koping Fokus pada Emosi Strategi Koping Total
Fisik 0.009 -0.031 0.464** 0.408** -0.103 -0.241*
Ketahanan Keluarga Sosial Psikologis -0.092 0.190 -0.063 0.210* 0.218* 0.123 0.227* 0.107 -0.086 0.141 -0.181 -0.085
Total 0.072 0.076 0.364** 0.333** -0.003 -0.227*
0.519** 0.561**
0.026 0.071
0.233* 0.230*
0.375** 0.410**
0.114 0.420** -0.516** -0.718**
-0.010 0.123 -0.169 -0.118
-0.112 0.080 -0.301** -0.552**
-0.013 0.284** -0.467** -0.676**
0.050
0.284*
-0.128
0.063
0.101
0.464*
0.080
0.270**
0.101
0.497**
-0.025
0.226*
Ket: **=Korelasi signifikan pada p<0.01 , *=Korelasi signifikan pada p<0.05
Pengaruh Karakteristik Keluarga, Tekanan Ekonomi, dan Strategi Koping terhadap Ketahanan Keluarga Hasil uji regresi linear pada Tabel 16 menunjukkan bahwa hasil Adjusted R2 sebesar 0.483. Hal ini berarti sebanyak 48.3 persen ketahanan keluarga dipengaruhi oleh tekanan ekonomi, dan strategi koping. Sisanya sebesar 51.7 persen dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian. Variabel tekanan ekonomi keluarga (β=-0.649,p=0.000) berpengaruh negatif signifikan terhadap ketahanan keluarga dan variable strategi koping (β=0.201,p=0.016) berpengaruh positif signifikan terhadap ketahanan keluarga. Setiap kenaikan satu satuan tekanan ekonomi keluarga akan menurunkan ketahanan keluarga sebesar 0.649 poin, dan setiap kenaikan satu satuan strategi koping akan menaikkan ketahanan keluarga sebesar 0.201 poin. Hal ini berarti, adanya tekanan ekonomi yang dialami keluarga akan menurunkan ketahanan keluarga. Sedangkan adanya strategi koping yang dilakukan keluarga dalam mengatasi masalah akan meningkatkan ketahanan keluarga.
21
Tabel 16
Sebaran koefisien regresi karakteristik keluarga, tekanan ekonomi, dan strategi koping terhadap ketahanan keluarga Variabel
Konstanta Usia Isteri (tahun) Usia Suami (tahun) Pendidikan Isteri (tahun) Pendidikan Suami (tahun) Lama Menikah (tahun) Jumlah Anggota Keluarga (orang) Pendapatan Per Kapita (Rp/kapita/bulan) Tekanan Ekonomi Keluarga (skor) Strategi Koping (skor) Adj R2 F Sig
Ketahanan Keluarga β β Unstandardized Standardized 41.562 0.107 0.075 0.012 0.010 0.135 0.047 0.243 0.084 0.275 0.171 -0.971 -0.151 -1.735E-6 -0.084 -1.229 -0.649 0.316 0.201 0.483 10.226 0.000
Sig.
0.529 0.923 0.669 0.401 0.246 0.154 0.432 0.000** 0.014*
Pembahasan Umum Masalah keluarga muncul dikarenakan adanya keterbatasan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki keluarga (Nasikun 1995 dalam Herawati et al. 2012). Adanya masalah ekonomi dalam keluarga menimbulkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Secara umum, masalah yang dialami keluarga berada pada kategori sedang. Hanya masalah pendidikan yang berada pada kategori rendah. Hal ini dikarenakan lebih dari separuh keluarga termasuk keluarga kecil sehingga banyak ditemukan keluarga yang belum memiliki anak usia sekolah. Oleh karena itu masalah pendidikan belum menjadi beban untuk keluarga. Masalah yang paling sering dialami keluarga adalah masalah pangan. Hal ini diduga karena lebih dari sepertiga keluarga contoh makan dengan frekuensi kurang dari tiga kali dalam sehari dan sering membatasi jumlah pangan yang dibeli dan lebih dari separuh keluarga tidak pernah makan dengan menu makanan lengkap. Tekanan ekonomi keluarga disebabkan oleh ketidakpastian sumber keuangan, ketidakstabilan kerja, dan atau tidak memadainya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan (Fox dan Bartholomae 2000). Menurut Elder et al. (1992), perubahan pendapatan yang terjadi pada keluarga akan semakin meningkatkan tekanan ekonomi keluarga. Tekanan ekonomi objektif keluarga yang dilihat dari rasio hutang dengan asset, pendapatan per kapita, hilang kerja, dan status kerja (Conger dan Elder 1994) menunjukkan bahwa tekanan ekonomi objektif yang dirasakan keluarga dalam kategori sedang. Hal ini karena keluarga yang tinggal di kawasan kumuh yang sering dikaitkan pada tingkat pengangguran dan kemiskinan memiliki kepala keluarga yang bekerja tetap dan tidak terkena PHK. Selain itu hanya sepertiga keluarga yang termasuk keluarga miskin dan memiliki hutang lebih rendah dari aset yang dimilikinya. Keluarga pun termasuk dalam keluarga kecil yang artinya keluarga memiliki tanggungan yang kecil dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurut Firdaus dan Sunarti (2009), semakin
22
besar jumlah anggota keluarga maka akan meningkatkan tekanan ekonomi keluarga. Tekanan ekonomi keluarga termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini dikarenakan meskipun keluarga memiliki pendapatan dan kepala keluarga memiliki pekerjaan yang tetap namun keluarga memiliki persepsi terhadap kondisi ekonominya. Keluarga sering merasa tidak puas dengan penghasilan keluarga, merasakan ketidakmampuan dalam mencukupi kebutuhan hidup, belum mampu untuk membeli rumah yang layak, dan sering merasa tidak leluasa untuk memenuhi kebutuhan tambahan seperti makan diluar rumah, rekreasi, dan membeli alat permainan untuk anak. Menurut Fox dan Bartholomae (2000), kemampuan keluarga dalam mengatasi tekanan ekonomi dipengaruhi oleh bagaimana keluarga mendefinisikan kondisi ekonomi mereka. Tekanan ekonomi yang terus menerus dirasakan keluarga akan meningkatkan kadar kemarahan, depresi, kecemasan, rendahnya kesehatan fisik, dan menurunkan kualitas hubungan. Hasil penelitian pun menunjukkan bahwa keluarga telah memaksimalkan strategi koping keluarga dalam menyelesaikan masalah. Meskipun koping fokus pada masalah belum dapat dilakukan secara maksimal oleh keluarga dalam menyelesaikan masalah namun koping fokus pada emosi dilakukan keluarga secara maksimal. Keberhasilan mengatasi permasalahan yang dihadapi keluarga bergantung pada penilaian individu terhadap masalah tersebut. Lazarus (1993) mengatakan bahwa koping fokus pada masalah akan dilakukan jika individu merasa bahwa sumber daya yang dimiliki dapat mengubah situasi dan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Koping fokus pada emosi cenderung dilakukan bila individu merasa tidak dapat mengubah situasi dan hanya dapat menerima situasi tersebut. Menurut Mardiharini (2001), faktor yang berpengaruh pada pemilihan strategi koping yang dilakukan keluarga adalah jumlah anggota keluarga dan tingkat pendapatan. Hasil penelitian ini menunjukkan kategori ketahanan fisik masih rendah karena lebih dari satu pertiga keluarga memiliki ketahanan fisik yang berada pada kategori sedang dan rendah. Menurut Sunarti (2001), ketahanan fisik sangat berkaitan dengan kesejahteraan fisik keluarga dan kemampuan ekonomi keluarga. Keluarga dinilai memiliki ketahanan fisik yang baik apabila minimal ada satu orang dalam keluarga yang bekerja dan memperoleh sumber daya ekonomi melebihi kebutuhan fisik minimum dan atau pendapatan per kapita melebihi kebutuhan fisik minimum. Hampir tiga perempat keluarga memiliki ketahanan sosial yang tinggi. Keluarga menjalin hubungan yang baik dan kuat dalam keluarga dan masyarakat serta tingginya rasa saling menghargai dalam keluarga. Menurut Sunarti (2001), keluarga akan memiliki ketahanan sosial yang tinggi jika memiliki sumber daya non fisik yang baik, memiliki mekanisme penanggulangan masalah yang baik untuk memenuhi kebutuhan sosialnya. Kusumo dan Simanjuntak (2009) mengatakan keluarga yang berpenghasilan rendah tidak akan merasa puas dengan sumber daya fisik karena kebutuhan tidak terpenuhi, tetapi keluarga akan puas dengan sumber daya non fisik. Hasil penelitian menunjukkan keluarga memiliki ketahanan psikologis yang cukup baik. Lebih dari separuh keluarga memiliki konsep diri yang baik seperti telah merasa menjadi isteri, orang tua, tetangga, dan insan beragama yang baik. Dalam mengelola emosi, terdapat lebih dari separuh keluarga yang merasa
23
kesulitan dalam mengasuh anak dan memiliki perasaan kesal terhadap suami dan diri sendiri. Lebih dari tiga perempat keluarga mengaku selalu cemas terhadap kehidupan di masa depan. Menurut Sunarti (2001), keluarga memiliki ketahanan psikologis yang baik apabila dalam menghadapi masalah-masalah yang bersifat non fisik, keluarga memiliki kemampuan dalam mengelola emosi dan konsep diri yang baik. Oleh karena itu, anggota keluarga yang memiliki konsep diri dan emosi yang positif menjadi indikator dari ketahanan psikologis. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa semakin tinggi usia suami akan meningkatkan ketahanan psikologis keluarga. Menurut Hastuti (2008), semakin muda usia orang tua akan semakin renta terhadap adanya tantangan dalam kehidupan keluarga. Semakin meningkatnya usia suami memungkinkan suami dapat lebih bersikap bijaksana dalam menghadapi masalah keluarga. Haylip dan Panek (1989) dalam Khasanah (2011) menyebutkan bahwa semakin bertambahnya usia seseorang maka akan semakin besar kemungkinan individu untuk lebih mengasumsikan suatu keadaan yang penuh tekanan dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan baik sehingga usia juga merupakan faktor penting dalam melakukan startegi koping. Pendidikan suami isteri, pendapatan total, pendapatan per kapita, dan kepemilikan aset berhubungan positif signifikan dengan ketahanan keluarga. Semakin tinggi pendidikan suami isteri memungkinkan keluarga mendapatkan pekerjaan yang baik sehingga meningkatkan pendapatan per kapita keluarga. Dengan demikian, aset yang yang dimiliki keluarga akan semakin banyak sehingga akan semakin meningkatkan ketahanan keluarga baik fisik, sosial, maupun psikologis. Penelitian Ginanjarsari (2010) menunjukkan bahwa ketahanan sosial dan fisik keluarga akan semakin meningkat seiring dengan tingginya pendidikan suami dan isteri. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2000), tingkat pendidikan yang dicapai seseorang akan mempengaruhi dan membentuk cara dan pola berpikir, persepsi, dan kepribadian seseorang. Semakin tinggi pendidikan memungkinan seseorang memiliki peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang baik semakin besar. Khomsan (2007) dalam Khasanah (2011) menyatakan bahwa adanya pekerjaan yang dimiliki keluarga maka memungkinkan pendapatan keluarga pun akan terjamin. Jumlah anggota keluarga yang semakin banyak akan menurunkan ketahanan keluarga terutama ketahanan fisik. Hal ini disebabkan karena semakin banyak anggota keluarga maka tekanan ekonomi yang dialami keluarga semakin tinggi (Firdaus dan Sunarti 2009). Masalah keluarga dan tekanan ekonomi yang dihadapi keluarga semakin besar, akan menurunkan ketahanan keluarga terutama pada ketahanan fisik dan psikologis. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Okech et al. (2012) yang menyebutkan bahwa semakin tinggi tekanan ekonomi keluarga maka ketahanan keluarga akan semakin rendah. Masalah keluarga dan tekanan ekonomi dapat menyebabkan perubahan peran dan tanggung jawab anggota keluarga. Menurut Fox dan Bartholomae (2000), adanya tekanan ekonomi yang terjadi secara terus-menerus mengakibatkan meningkatnya kadar kemarahan, depresi, kecemasan, kesehatan fisik menurun, dan kualitas hubungan yang buruk. Sunarti et al. (2003) mengatakan bahwa ketahanan fisik dan psikologis keluarga akan tercapai apabila keluarga terhindar dari masalah ekonomi, masalah non ekonomi, terpenuhinya kebutuhan fisik dan kesejahteraan psikolgis yang baik.
24
Pada strategi koping keluarga, semakin maksimal strategi koping yang dilakukan keluarga akan meningkatkan ketahanan keluarga terutama ketahanan psikologisnya. Strategi koping merupakan tindakan yang terbukti dapat mengurangi stress pada keluarga dan dampaknya pada fungsi fisik dan psikologis keluarga (Lazarus 1999 dalam Beasley et al. 2003). Keluarga yang mengalami tekanan ekonomi keluarga yang tinggi akan memiliki ketahanan keluarga yang lebih rendah. Ketahanan keluarga akan meningkat jika keluarga mampu melakukan strategi koping secara maksimal. Menurut Elder et al. (1994), keluarga yang memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup akan berusaha untuk mengurangi tekanan ekonomi dengan menggunakan satu atau lebih dari strategi koping. Hal itu dapat dilakukan dengan mengurangi kebutuhan atau permintaan atau dengan meningkatkan pendapatan keluarga melalui menerima beberapa pekerjaan atau mencari pekerjaan tambahan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Rata-rata usia suami dan isteri berada dalam kategori dewasa awal. Pendidikan yang ditempuh suami isteri adalah hingga tamat SMP. Keluarga merupakan keluarga kecil dan rata-rata pendapatan per kapita per bulan sebesar Rp453 599.42. Secara keseluruhan, masalah yang dialami keluarga berada pada kategori sedang dan lebih dari separuh keluarga mengalami tekanan ekonomi yang tinggi. Dalam menyelesaikan masalah, koping fokus pada emosi lebih dilakukan secara maksimal dibandingkan fokus pada masalah. Ketahanan fisik dan piskologis keluarga berada pada kategori sedang dan ketahanan sosial pada kategori tinggi. Ketahanan keluarga total berada pada kategori sedang. Terdapat hubungan antara karakteristik keluarga (pendidikan isteri, pendidikan suami, pendapatan total, pendapatan per kapita, kepemilikan aset), masalah keluarga, tekanan ekonomi, strategi koping baik fokus pada masalah dan emosi dengan ketahanan keluarga. Semakin tinggi pendidikan suami isteri, semakin tinggi pendapatan per kapita yang dimiliki keluarga, semakin banyak aset yang dimiliki, semakin tinggi strategi koping baik fokus pada masalah dan emosi maka ketahanan keluarga akan semakin tinggi; semakin rendah masalah yang dihadapi keluarga, semakin rendah tekanan ekonomi keluarga, maka akan semakin tinggi ketahanan keluarga. Hasil uji pengaruh menunjukkan bahwa ketahanan keluarga dipengaruhi oleh tekanan ekonomi dan strategi koping. Saran Berdasarkan hasil penelitian, disarankan agar pemerintah dan instansi terkait dapat melakukan pemberdayaan dan penyuluhan terhadap keluarga miskin yang ditujukan kepada ibu-ibu. Program tersebut dapat berupa pelatihan-pelatihan agar keluarga dapat menambah dan meningkatkan pendapatan keluarga sehingga keluarga dapat mengatasi masalah keluarga dan menurunkan tekanan ekonomi keluarga. Mengenai penelitian selanjutnya, sebaiknya dilakukan penelitian
25
mengenai ketahanan keluarga dengan karakteristik tempat dan tahapan keluarga yang berbeda serta populasi keluarga yang lebih beragam.
DAFTAR PUSTAKA Adianti G. 2005. Analisis faktor–faktor yang mempengaruhi kemiskinan di DKI Jakarta (Studi komparatif di pemukiman kumuh dan tidak kumuh) [Tesis]. Bogor (ID): Instritut Pertanian Bogor. Aytec IkA, Rankin BH. 2005. Economic crisis and family distress in Turkey: Findings from the work and family life under sege study [Internet]. [Diunduh pada 4 April 2013]. Tersedia pada: http://citation.allacademic.com//meta/p_mla_apa_research_citation/0/2/2/4/5 /pages22457/p22457-1.php Beasley M, Thompson T, Davidson J. 2003. Resilience in response to life stress: the effects of coping style and cognitive hardiness. Personality and Individual Differences. 34:77-95. Bhana A, Bachoo S. 2011. The determinants of family resilience among families in low-andmiddle-income contexts: a systematic literature review. South African Journal of Psychology. 41(2): 131-139. [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1978. Program Nasional Keluarga Berencana dalam Grafik dan Gambar. Jakarta (ID): BKKBN. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia. Jakarta (ID); Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2012. Kota Bogor dalam Angka 2012 . Bogor (ID): Badan Pusat Statistik. Conger RD, Elder GHJr. 1994. Families in troubled times: The Lowa Youth and Family Project. In R.D. Conger & G.H. Elder Jr. (Eds), Families in trouble times: Adapting to change in rural America (3-16). Hawthorne (NY): Aldine de Gruyter. Crosnoe R, Mistry RS, Elder GHJr. 2002. Economic disadvantage, family dynamics, and adolescent enrollment inhigher education [abstrak]. Journal of Marriage and Family. 64: 690-702. Elder GHJr, Conger RD, Foster EM, Ardelt M. 1992. Families under economic pressure. Journal of Family Issues. 13(1): 5-37. Elder GHJr, Robertson EB, Ardelt M. 1994. Family under economic pressure. Di dalam: R.D. Conger & G.H. Elder Jr. Families in Trouble Times: Adapting to Change in Rural America. Hawthorne (NY): Aldine de Gruyter. 79-103. Firdaus, Sunarti E. 2009. Hubungan antara tekanan ekonomi dan mekanisme koping dengan kesejahteraan keluarga wanita pemetik teh. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 2 (1): 21-31. Fitriani. 2010. Kajian modal sosial, dukungan sosial, dan ketahanan keluarga nelayan di daerah rawan bencana [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Folkman S, Lazarus RS, Dunkel-Schetter C, DeLongis A, Gruen RJ. 1986. Dinamics of a stressful encounter: Cognitive appraisal, coping and
26
encounter outcomes. Journal of Personality and Social Psychology. 50(5): 992-1003. Fox JJ, Bartholomae S. 2000. Families and individuals coping with financial stress. Di dalam: McKency PC & Price SJ. Families and Change:Coping with Stressful Events and Transition. California (US): Sage Publication, Inc. 250-271 Friedman. 1998. Family Nursing, Theory and Practice (3rd ed). Applenton & Lange, California. Ginanjarsari G. 2010. Hubungan antara tipologi keluarga dengan komponen ketahanan keluarga pada keluarga miskin dan tidak miskin [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Gunarsa SD, Gunarsa Y. 1991. Psikologis Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta (ID): BPK Gunung Mulia. Hariyanto A. 2010. Strategi penanganan kawasan kumuh sebagai upaya menciptakan lingkungan perumahan dan pemukiman yang sehat (Contoh kasus: Kota Palangkaraya). Jurnal PWK Unisba: 11-37. Hartoyo. 2009. Pemberdayaan Ekonomi Keluarga dalam Rangka Peningkatan Ketahanan Keluarga. Di dalam: Sunarti E, editor. Naskah Akademis Pengembangan Model Ecovillage: Pembangunan Kawasan Perdesaan serta Peningkatan Sumbangan Pertanian bagi Peningkatan Kualitas Hidup Penduduk Perdesaan. Bogor (ID): LPPM IPB. Hastuti D. 2008. Pengasuhan: Teori dan Prinsip serta Aplikasinya di Indonesia. Bogor (ID): Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia. Herawati T. 2011. Kajian manajemen sumberdaya keluarga dan ketahanan keluarga peserta pemberdayaan masyarakat di pedesaan [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. _________, Krisnatuti D, Rukmayanti IY. 2012. Dukungan sosial dan ketahanan keluarga peserta dan bukan peserta Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 5(1): 110. Hernawati N, Sukandar D, Khomsan A. 2011. Studi ketahanan pangan dan coping mechanism rumah tangga di daerah kumuh. Bogor (ID): LPPM. Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta (ID): Erlangga. Khasanah NN. 2011. Permasalahan, kelentingan, dan strategi koping keluarga koran bencana longsor di Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Khomsan A. 2007. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor (ID): Intitut Pertanian Bogor. Krysan M, Moore KA, Zill N. 1990. Reseacrh on succesful families. a report on a conference sponsored by the office of the assistant secretary for planning and evaluation [catatan penelitian]. U.S. Department of health and human services. Kusumo RAB, Simanjuntak M. 2009. Tingkat kepuasan keluarga berpendapatan rendah terhadap sumber daya yang dimiliki. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 2:122-136. Lazarus RS, Folkman S. 1984. Stress, Appraisal, and Coping. New York (US): McGraw-Hill,Inc.
27
Lazarus RS. 1993. From psychological stress to the emotions: a history of changing outlooks [Annual Review]. Annual Review Psychology. 44:1-21. _________. 1999. Stress and Emotion: a new synthesis. New York (US): Spinger. Mardiharini. 2001. Family-coping strategies in maintaining welfare during the economic crisis in Indonesia: a case study in rural and urban areas in Bogor, West Java, Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi. 23 (1): 54-70 [internet]. [Diunduh 5 Maret 2013]. Tersedia pada: www.litbang.deptan.com. Maryam S. 2007. Strategi koping keluarga yang terkena musibah gempa dan tsunami di provinsi Nangroe Aceh Darussalam [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. McCubbin HI, Peterson JM. 1980. Family inventory of live events and change. In H.I. McCubbin & A.I. Thompson, Family Assesment Inventories for Research and Practice. USA (US): University of Wisconsin. Nasikun. 1995. Kemiskinan di Indonesia Menurun, dalam Perangkap Kemiskinan, Problem dan Strategi Pengentasannya. Okech D, Howard WJ, Mauldin T, Mimura Y, Kim Jungkhyn. 2012. The effect of economic pressure on the resilience and strengths of living in extreme poverty [abstrak]. Journal of Poverty. 16 (4). Putro JD. 2011. Penataan kawasan kumuh pinggiran sungai di Kecamatan Sungai Raya. Jurnal Teknik Sipil Untan. 11 (1). Rachmawati A. 2010. Strategi koping dan fakor–faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif pada keluarga penerima program keluarga harapan (PKH) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [RPJP]Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2010-2025 (ID) Sholihah FV. 2013. Manajemen sumber daya keluarga dan ketahanan keluarga lanjut usia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Slamet Y. 1993. Analisis Kuantitatif untuk Data Sosial. Solo (ID): Dabara Publisher. Slamet JS. 1996. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Sunarti E. 2001. Ketahanan keluarga dan pengaruhnya terhadap kualitas kehamilan [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. ________, Hidayat S, Megawangi R, Hardinsyah, Saefuddin A, Husaini. 2003. Perumusan ukuran ketahanan keluarga. Media Gizi dan Keluarga. 27 (1): 111. ________. 2008. Peningkatanan ketahanan keluarga dan kualitas pengasuhan unuk meningkatkan status gizi anak usia dini. Media Gizi dan keluarga. 32 (2): 65-72. Suparlan P. 1984. Kemiskinan di Perkotaan. Yogyakarta (ID): Sinar Harapan dan Yayasan Obor Indonesia. Tati. 2004. Pengaruh tekanan ekonomi keluarga, dukungan sosial, dan kualitas perkawinan terhadap pengasuhan anak [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tchombe TMS, Shumba A, Lo-oh JL, Gakuba TO, Zinkeng M, Teku TT. 2012. Psykological undertones of family poverty in rural communities in Cameron: resilience and coping strategies. Journal of Psychology. 42 (2): 232-242.
28
LAMPIRAN Lampiran 1 Kajian Penelitian Terdahulu Penulis
Tahun
Judul
Hasil
Michaela Robila, Ambika Krishnakumar
2005
Effects of Economic Pressure on Marital Conflict in Romania
- Temuan hasil ini sama dengan hasil sample dari Republik Ceko (Hraba et al.2000) dan US yang menunjukkan bahwa semakin meningkatnya tekanan ekonomi, tingkat depresi pun semakin meningkat. - Tekanan ekonomi juga berhubungan dengan dukungan sosial. Menurut Lorentz et al. 1994, orang yang dihadapkan dengan tekanan ekonomi akan menarik diri dari keluarga dan teman-teman. - Ketika menghadapi kesulitan ekonomi, ibu merasakan kekurangan dukungan emosional dan finansial dari keluarga dan teman-teman. - Tekanan ekonomi memiliki dampak pada fungsi keluarga.
Theresa Mungah Shalo Tchombe, Almon Shumba, Joseph Lah Lo-oh, TheogeneOctave Gakuba, Martina Zinkeng, Teku Tanyi Teku
2012
Psychological undertones of family poverty in rural communities in Cameroon: resilience and coping strategies
Keluarga yang miskin tidak memiliki akses pada pekerjaan yang stabil, pendidikan yang berkualitas. Anakanak hanya lulus SD dan banyak yang putus sekolah. Kemiskinan menimbulkan stress yang cukup besar untuk keluarga dan anak-anak (Bell 1990). Kemiskinan juga menyebabkan trauma bagi keluarga, depresi, rendahnya kondisi social seperti kesulitan ekonomi, gaya hidup yg standar, pengalaman rendah, kelaparan, timbulnya penyakit. Kelaparan akibat kemiskinan memaksa banyak orang putus asa, menjadi tenaga prostitusi anak, dan bermigrasi. Penduduk desa menggantungkan pada hubungan sosial dan jaringan kekeluargaan. Dalam menyelesaikan masalah, mereka pun bekerja keras untuk memperbaiki diri meeka sendiri. Masyarakat bergantung pada socialbudaya dalam mengatasi masalah yang dihadapi.
Firdaus, Sunarti E.
2009
Hubungan antara Tekanan Ekonomi dan Mekanisme Koping dengan Kesejahteraan Keluarga Wanita Pemetik Teh
- Terdapat hubungan antara tekanan ekonomi objektif dengan usia contoh, usia suami, dan pendidikan suami. Pendidikan yang tinggi memungkinkan untuk memiliki keterampilan yang lebih baik dan lebih dipandang sehingga lebih
29
dipilih untuk mengisi kesempatan bekerja manakala terjadi keterbatasan. Usia yang semakin meningkat memungkinkan keluarga memiliki tabungan atau sebagian anak sudah mandiri sehingga masalah keuangan keluarga semakin berkurang. - Terdapat hubungan antara tekanan ekonomi subjektif dengan mekanisme koping mengurangi pengeluaran non pangan. Maesti Mardiharini (Agro Economic Journal Vol. 23 No.1 2005)
2001
FAMILY-COPING STRATEGIES IN MAINTAINING WELFARE DURING THE ECONOMIC CRISIS IN INDONESIA: A case study in rural and urban areas in Bogor, West Java, Indonesia diakses: 5 maret 2013 (www.pse.litbang.deptan.go.id)
Faktor yang secara nyata berpengaruh terhadap strategi yang dipilih keluarga dalam menyikapi dampak krisis adalah jumlah anggota keluarga dan tingkat pendapatan. Kepuasan dalam pemilihan strategi koping bergantung pada pendapatan per kapita dan dukungan eksternal.
Aytec IkA, Rankin BH.
2005
Economic crisis and family distress in Turkey: Finding from the work and family life under sege study
Tekanan ekonomi memberikan dampak yang sangat berat terutama pada keluarga dengan status ekonomi rendah. Tekanan ekonomi berkaitan dengan krisis keluarga dan memiliki dampak negative terhadap tingkat stress yang dirasakan keluarga, kesehatan fisik dan mental, serta hubungan dalam perkawinan. Selain itu juga dapat menyebabkan fungsi keluarga menjadi semakin tidak optimal.
Beasley M, Thompson T, Davidson J.
2003
Resilience in response to life stress: the effects of coping styles and cognitive hardiness
Kegiatan koping strategi memiliki pengaruh terhadap fungsi psikologis keluarga. Menurut Lazarus (1999), koping merupakan salah satu faktor yang mampu mengurangi stress dalam keluarga serta dampaknya terhadap fungsi fisik dan psikologis.
Conger RD, Elder GHJr.
1994
Families in troubled times: The Lowa Youth and Family Project.
Dimensi stress ekonomi terbagi dua yaitu income loss dan status pekerjaan. Rasio hutang dengan aset yang sangat bersar akan meningkatkan stress ekonomi keluarga. Keluarga dengan pendapatan yang rendah dapat mengalami masalah-masalah ekonomi yang lebih parah.
Elder GHJr, Conger RD, Foster EM, Ardelt M.
1992
Families under economic pressure.
Perubahan pendapatan dan rendahnya pendapatan dapat meningkatkan tekanan ekonomi keluarga. Adaptasi yang dilakukan lebih sulit dibandingkan ketika keluarga mengalami ketidakstabilan pekerjaan. Hal tersebut
30
berpegaruh pada kesehatan emosional dan hubungan dalam keluarga. Elder GHJr, Robertson EB, Ardelt M.
1994
Families under economic pressure
Keluarga yang memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dapat berusaha untuk mengurangi tekanan ekonomi dengan menggunakan satu atau lebih dari strategi koping. Mereka dapat menguragi kebutuhan atau permintaan dengan memotong konsumsi dan atau mereka dapat mencoba untuk meningkatkan pendapatan keluarga melalui beberapa penerima atau perubahan pekerjaan.
Okech D, Howard WJ, Mauldin T, Mimura Y, Kim Jungkhyn.
2012
The effect of economic pressure on the resilience and strengths of living in extreme poverty (abstrak)
Tekanan ekonomi memiliki dampak negatif pada keluarga miskin yang memerlukan banyak kekuatan dan ketahanan untuk mengatasinya. Terdapat hubungan yang signifikan antara tekanan ekonomi dan ketahanan keluarga. Semakin tinggi tekanan ekonomi , ketahanan keluarga akan semakin rendah. Pendapatan keluarga tidak signifikan terhadap tekanan ekonomi dan ketahanan keluarga.
Fox JJ, Bartholomae S.
2000
Families and individuals coping with financial stress. In McKency PC & Price SJ. Families and change: coping with stressful events and transition
- Faktor ekonomi (seperti pengangguran dan pendapatan rendah) memiliki efek negatif pada kesehatan mental dan kesejahteraan individu. Tekanan ekonomi secara terus menerus dapat meningkatkan kadar kemarahan, permusuhan, depresi, kecemasan, keluhan somatic, dan rendahnya kesehatan fisik serta menurunkan kualitas hubungan. - Tekanan ekonomi juga dapat mengakibatkan perubahan peran dan fungsi dalam keluarga. - Kualitas individu (pendidikan), piskologis (keterampilan mengatasi masalah), dukungan sosial, relasional dan sumber daya material dianggap dapat meringankan dampak tekanan ekonomi terutama gangguan psikologis dan sosial. - Pasangan yang puas terhadap hubungan perkawinannya dapat lebih tahan dan berhasil mengatasi kesulitan keuangan. - Seberapa baik keluarga mengatasi tekanan ekonomi dipengaruhi oleh bagaimana mereka mendefinisikan situasi ekonomi mereka. Semakin besar kesulitan ekonomi yang dirasakan keluarga, maka hubungan keluarga akan semakin buruk.
31
Sousa L, C Ribeiro, S Rodrigues.
2006
Are practitioners-incorporating a strength-focused approach when working with multi problem poor families? (abstrak)
Kemampuan keluarga miskin dalam mengatasi masalah bergantung pada kekuatan keluarga tersebut.Keluarga yang miskin bukan tidak mungkin memiliki ketahanan keluargayang tidak kuat. Hal ini bergantung dari kesdaran dan kemauan keluarga untuk bangkit dari keterpurukan.
Sunarti E, Hidayat S, Megawangi R, Hardinsyah, Saefuddin A, Husaini.
2003
Perumusan ukuran ketahanan keluarga
Ketahanan fisik dan spikologis keluarga akan tercapai apabila keluarga terhindar dari masalah ekonomis, masalah non ekonomi, terpenuhinya kebutuhan fisik dan kesejahteraan psikologis yang baik
Krysan M, Moore KA, Zill N.
1990
Reseacrh on succesful families. a report on a conference sponsored by the office of the assistant secretary for planning and evaluation
Keluarga yang tahan memiliki ciri-ciri seperti adanya komunikasi yang baik dan efektif dalam keluarga, adanya dorongan dari anggota keluarga, memiliki komitmen, berorientasi dengan agama, mampu beradaptasi terhadap segala perubahan dalam keluarga, memiliki peran dan fungsi dalam keluarga yang jelas, dan memiliki waktu untuk berkumpul bersama keluarga.
Lampiran 2 Sebaran contoh berdasarkan usia suami isteri Suami Kategori Usia (Tahun) % Dewasa Awal (18-40 tahun) 74.5 Dewasa Madya (41-60 tahun) 24.4 Dewasa Lanjut (≥ 60 tahun) 1.1 Total 100
Lampiran 3 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Kategori Besar Keluarga Kecil (≤ 4 orang) Sedang (5-7 orang) Besar (≥ 8 orang) Total
Isteri % 91.1 8.9 0 100
Persentase (%) 67.8 30 2.2 100
Lampiran 4 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita Kategori Pendapatan Per Kapita (GK) Perserntase (%) Miskin (< Rp278 530) 35.6 Hampir miskin (Rp278 530 - Rp417 794) 28.9 Tidak miskin ( > Rp417 795) 35.6 Total 100
32
Lampiran 5 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan suami isteri Suami Kategori Tingkat Pendidikan % Tidak sekolah 1.1 Tidak tamat SD 2.2 Tamat SD 15.6 Tamat SMP 24.4 Tamat SMA 47.8 Diploma 4.4 Sarjana 4.4 Total 100 Lampiran 6 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan suami isteri Lama pendidikan Isteri % < 9 tahun 24,4 ≥ 9 tahun 75,6 Total 100
Isteri % 0 4.4 20 32.2 35.6 5.6 2.2 100
Suami % 18,9 81,1 100
Lampiran 7 Sebaran contoh berdasarkan jawaban masalah yang dihadapi keluarga No A. 1 2 3 4 B. 5 6 7 C. 8 9 10 11 D. 12 13 14 15 16 E. 17 18 19 20
Pemasalahan Keluarga Ekonomi Pendapatan keluarga belum mencukupi kebutuhan sehari-hari Hanya kepala keluarga yang bekerja Beban pekerjaan terlalu berat di isteri Ada anak usia sekolah yang bekerja Sosial Tidak turut aktif dalam kegiatan bermasyarakat Terjadi konflik dengan tetangga Anggota keluarga terjerumus dalam kegiatan negative Pangan Keluarga makan < 3 kali dalam sehari Menu makanan lengkap (nasi,lauk pauk, sayuran, buah) setiap hari Mengganti makanan pokok dengan makanan yang lain (singkong,ubi, jagung,dll) Membatasi jumlah pangan yang dibeli untuk keperluan sehari-hari Pendidikan Ada anak yang putus sekolah Anak tidak memiliki buku pelajaran sekolah Anak tidak mendapatkan uang transport Anak tidak memiliki seragam sekolah Anak tidak mendapatkan uang saku Kesehatan Membawa anggota keluarga yang sakit ke puskesmas atau rumah sakit Memiliki kesulitan dalam membayar pengobatan Anggota keluarga terkena penyakit menular Anggota keluarga sering sakit-sakitan
Tidak pernah
Kadangkadang
Sering
7,8
34,4
52
23,3 46,7 95,6
2,2 35,6 1,1
74,4 17,8 3,3
27,8 91,1 97,8
26,7 7,8 0
45,6 1,1 2,2
36,7 52,2
24,4 41,1
38,9 6,7
93,3
5,6
1,1
25,6
33,3
41,1
87,8 84,4 88,9 82,2
4,4 7,8 6,7 10
7,8 7,8 4,4 7,8
3,3
37,8
58,9
58,9 98,8 66,7
21,1 1,1 13,3
20 0 20
33
Lampiran 8 Sebaran contoh berdasarkan jawaban persepsi terhadap kondisi ekonomi Tidak KadangNo Pernyataan Sering pernah kadang 1 Saya merasa tidak puas dengan penghasilan 15,6 43,3 41,1 keluarga 2 Saya kecewa dengan ketidakmampuan pasangan 61,1 27,8 11,1 saya dalam mencari penghasilan 3 Saya membutuhkan bantuan keuangan dari orang 1,1 34,4 42,2 tua/saudara-saudara 4 Saya merasa penghasilan keluarga tidak mampu 10 44,4 45,6 mencukupi kebutuhan keluarga 5 Saya berpikir bekerja untuk menambah 16,7 25,6 57,8 pendapatan dan memenuhi kebutuhan 6 Saya pikir perlu mencari pekerjaan tambahan 20 20 60 7 Saya merasa perlu berhutang untuk memenuhi 48,9 34,4 16,7 kebutuhan pokok keluarga 8 Saya merasa pengeluaran yang dilakukan lebih 13,3 24,4 62,2 besar dari pendapatan 9 Saya merasa belum mampu untuk membeli rumah 16,7 17,8 65,6 10 Saya belum mampu memberikan rumah yang 15,6 26,7 57,8 layak untuk keluarga 11 Saya merasa belum mampu memberikan 44,4 25,6 30 perlindungan kesehatan yang baik untuk anakanak 12 Saya merasa belum mampu memberikan 51,1 16,7 32,2 pendidikan yang baik untuk anak-anak 13 Saya merasa perlu melakukan penghematan 7,8 34,4 57,8 pengeluaran 14 Saya merasa tidak leluasa untuk makan bersama 16,7 26,7 56,7 keluarga di luar rumah 15 Saya merasa tidak mampu membelikan mainan 24,4 38,9 36,7 untuk anak-anak 16 Saya merasa tidak dapat mengajak anak-anak 18,9 36,7 44,4 pergi untuk rekreasi dan liburan 17 Saya merasa terbebani dengan adanya hutang atau 30 23,3 46,7 cicilian pinjaman
34
Lampiran 9 Sebaran contoh berdasarkan jawaban strategi koping keluarga Tidak KadangNo Pernyataan pernah kadang Koping Fokus pada Masalah 1 Berusaha lebih dari biasanya agar dapat berhasil 47,8 24,4 menyelesaikan masalah 2 Membuat perencanaan untuk masa depan 28,9 22,2 3 Menjual aset/barang yang masih dimiliki 53,3 36,7 4 Mencari pinjaman kepada saudara atau tetangga 30 43,3 5 Mengubah kebiasaan dan gaya hidup menjadi lebih 28,9 33,3 baik 6 Membiarkan perasaan atau emosi saya keluar 26,7 21,1 7 Mengambil suatu kesempatan yang besar walaupun 80 15,6 memiliki resiko yang besar 8 Mencoba melakukan sesuatu meskipun tidak yakin 45,6 31,1 akan berhasil namun paling tidak telah melakukan sesuatu 9 Berusaha meminta nasihat kepada saudara atau 24,4 37,8 tetangga tentang apa yang harus dilakukan 10 Berusaha berbicara pada seseorang untuk mencari 33,3 34,4 informasi dan dapat membantu mengatasi masalah 11 Berusaha membicarakan permasalahan yang dihadapi 81,1 14,4 kepada orang yang lebih professional 12 Menerima simpati dan pengertian dari orang lain 18,9 36,7 Koping Fokus pada Emosi 13 Lebih banyak berdoa dan mendekatkan diri pada 24,4 20 Allah SWT 14 Bersyukur terhadap apa yang dimiliki 1,1 7,8 15 Masalah yang terjadi merubah diri menjadi lebih baik 11,1 30 16 Mengkritik/mengintrospeksi diri sendiri 5,6 30 17 Menyadari permasalahan ini terjadi karena kesalahan 30 40 diri sendiri 18 Belajar hidup dalam kondisi seperti ini 4,4 7,8 19 Menolak/menghindari untuk melakukan sesuatu 6,7 24,4 tindakan secara tergesa-gesa 20 Tidak mau memikirkan permasalahan yang dihadapi 24,4 34,4 terlalu serius 21 Bersikap biasa saja, seolah-olah tidak pernah terjadi 11,1 30 apa-apa 22 Berharap terjadinya keajaiban 33,3 12,2 23 Berusaha menenangkan perasaan dengan melakukan 96,7 2,2 hal-hal negative 24 Melemparkan permasalahan yang dihadapi kepada 75,6 18,9 orang lain 25 Berusaha melihat sesuatu dari sudut pandang orang 21,1 37,8 lain 26 Tidak mau memikirkan permasalahan yang terjadi 18,9 35,6 terlalu lama 27 Menghindari atau menjauhi orang-orang 81,1 12,2 28 Menemukan keyakinan baru dalam hidup 8,9 38,9 29 Jika merasa kecewa, ibu membiarkan diri hanyut 85,6 5,6 dalam kekecewaan tersebut
Sering 27,8 48,9 10 26,7 37,8 52,2 4,4 23,3
37,8 32,2 4,4 44,4 55,6 91,1 58,9 64,4 30 87,8 68,9 41,1 58,9 54,4 1,1 5,6 41,1 45,6 6,7 52,2 8,9
35
Lampiran 10 Sebaran contoh berdasarkan jawaban ketahanan keluarga No Pernyataan Ketahanan Fisik 1 Keluarga memiliki pendapatan per kapita lebih dari garis kemiskinan 2 Keluarga memiliki rumah sendiri 3 Keluarga memiliki tanah sendiri 4 Keluarga memiliki pekarangan rumah 5 Keluarga mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan 6 Keluarga mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan papan 7 Keluarga mengalami kesulitan dalam membayar biaya pengobatan 8 Keluarga mengalami kesulitan keuangan 9 Suami mengalami kehilangan pekerjaan (6 bulan terakhir) 10 Keluarga mampu menanggulangi kesulitan ekonomi yang terjadi 11 Keluarga memiliki Askes,Askeskin,Jamkesmas untuk biaya pengobatan 12 Anggota keluarga membantu ibu dalam melakukan pekerjaan rumah 13 Keluarga besar membantu mengatasi kesulitan ekonomi yang dialami 14 Tetangga membantu meringankan pekerjaan rumah tangga ibu 15 Tetangga membantu meringankan masalah ekonomi ibu 16 Frekuensi makan utama dalam keluarga sebanyak 3 kali atau lebih dalam sehari 17 Anggota keluarga makan lengkap minimal 1 kali dalam sehari 18 Keluarga mampu membeli pakaian minimal 1 potong dalam setahun 19 Keluarga memiliki luas rumah > 7 m per orang 20 Ibu yakin tetangga akan membantu jika ibu mengalami kesulitan 21 Ibu sering membantu tetangga yang mengalami kesulitan 22 Ibu mampu memenuhi kebutuhan mainan yang mendukung perkembangan anak Ketahanan Sosial 23 Lama pendidikan formal suami > 9 tahun 24 Lama pendidikan formal isteri > 9 tahun 25 Keluarga memiliki cita-cita dan tujuan yang ingin dicapai 26 Keluarga melakukan diskusi dalam merencanakan sesuatu 27 Keluarga bermusyawarah untuk mengambil suatu keputusan 28 Terdapat pembagian tugas dalam keluarga 29 Anggota keluarga menerima dengan senang hari setiap tugas yang diterimanya 30 Keluarga saling mendukung untuk meningkatkan pendapatan keluarga 31 Setiap anggota keluarga memiliki sikap saling menghargai satu sama lain 32 Setiap anggota keluarga saling menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing anggota keluarga 33 Keluarga sering berkomunikasi setiap hari 34 Keluarga sering berkomunikasi saat mau tidur 35 Keluarga sering berkomunikasi waktu nonton televise
Tidak
Ya
37,8
62,2
70 75,6 88,9 67,8
30 24,4 11,1 32,2
36,7 58,9 31,1 91,1 31,1 42,2
63,3 41,1 68,9 8,9 68,9 57,8
47,8
52,2
40
60
95,6 93,3 51,1
4,4 6,7 48,9
88,9 4,4
11,1 95,6
58,9 74,4 38,9 57,8
41,1 25,6 61,1 42,2
30 41,1 21,1 15,6 13,3 87,8 31,1
70 58,9 78,9 84,4 86,7 12,2 68,9
16,7
83,3
3,3
96,7
3,3
96,7
33,3 36,7 17,8
66,7 63,3 82,2
36
36
Keluarga memiliki waktu khusus untuk berkumpul bersama setiap hari 37 Keluarga dapat melihat sisi baik dari setiap kejadian yang terjadi 38 Keluarga bekerjasama dalam menyelesaikan masalah 39 Ibu yakin bahwa keutuhan keluarga merupakan hal yang sangat penting 40 Ibu yakin bahwa mengurus anak merupakan hal yang sangat penting 41 Ibu yakin bahwa pekerjaan suami itu sangaat penting 42 Ibu berinisiatif meminta nasehat kepada orang lain yang keluarga percaya 43 Ibu beribadah lebih khusyuk 44 Keluarga besar memberi nasehat mengenai masalah perkawinan 45 Tetangga memberi nasehat dan bantuan dalam mengatasi masalah perkawinan 46 Keluarga aktif dalam kegiatan sosial di lingkungan sekitar 47 Ibu senang membantu tetangga atau orang lain Ketahanan Psikologis 48 Ibu memiliki konflik dengan suami (bertengkar dalam waktu 6 bulan terakhir) 49 Ibu memiliki konflik dengan keluarga besar (6 bulan terakhir) 50 Ibu merasa kesulitan dalam mengasuh anak 51 Ibu memiliki perasaan kesal terhadap suami 52 Ibu memiliki perasaan takut dicerai oleh suami 53 Ibu sering merasa kesal pada diri sendiri karena merasa tidak berdaya 54 Ibu memendam rasa bersalah dalam mengasuh anak 55 Ibu memendam rasa marah kepada suami 56 Ibu memendam marah kepada keluarga besar 57 Ibu baru mengalami kehilangan suami/anak (6 bulan terakhir) 58 Ibu baru mengalami kehilangan kerabat/keluarga (6 bulan terakhir) 59 Ibu merasa puas dengan pendapatan keluarga saat ini 60 Ibu merasa puas terhadap makanan yang dikonsumsi setiap hari 61 Ibu merasa puas dengan pakaian yang dimiliki 62 Ibu merasa puas dengan rumah yang ditempati 63 Ibu tidak merasa puas terhadap hubungannya dengan mertua 64 Ibu selalu cemas terhadap kehidupan masa depan 65 Ibu merasa telah menjadi isteri yang baik 66 Ibu merasa telah menjadi orang tua yang baik 67 Ibu merasa telah menjadi tetangga yang baik 68 Ibu merasa telah menjadi insan beragama yang baik 69 Suami sering membantu untuk meringankan pekerjaan ibu 70 Suami suka menjaga perasaan ibu
83,3
16,7
7,8 11,1 0
92,2 88,9 100
0
100
0 22,2
100 77,8
40 28,9 74,4
60 71,1 25,6
72,2 31,1
27,8 68,9
53,3
46,7
95,6 44,4 35,6 65,6 41,1
4,4 55,6 64,4 34,4 58,9
64,4 75,6 82,2 100 71,1
35,6 24,4 17,8 0 28,9
62,2 37,8 50 65,6 61,1 23,3 70 72,2 57,8 76,7 46,7 8,9
37,8 62,2 50 34,4 38,9 76,7 30 27,8 42,2 23,3 53,3 91,1
0.536**
-0.084
-0.163
0.722**
0.450**
-0.038
-0.149
-0.008
-0.117
0.207
0.063
-0.109
-0.031
-0.090
0.072
Usiasu
Pddkis
Pddksu
Lmnkh
JAK
Pdptn
PPK
Hutang
Aset
Masalah
Tek-eko
Fokmslh
Fokemsi
Koping
Tahan
0.076
-0.060
0.039
-0.140
-0.031
0.154
-0.160
-0.074
-0.009
0.107
0.367**
0.604**
-0.224*
-0.260*
1
Usisu
0.364**
0.219*
0.088
0.254*
-0.436**
-0.398**
0.315**
0.151
-0.459**
0.412**
-0.323**
-0.361**
0.601**
1
Pddkis
0.333**
0.189
0.108
0.184
-0.386**
-0.399**
0.315**
0.071
0.438**
0.407**
-0.299**
-0.362**
1
Pddksu
-0.003
-0.089
0.023
-0.168
0.143
0.423**
-0.171
-0.061
-0.255*
-0.112
0.652**
1
Lmnkh
-0.227*
-0.081
-0.023
-0.105
0.301**
0.499**
-0.189
-0.056
-0.316**
-0.116
1
JAK
0.375**
0.247*
0.167
0.212*
-0.590**
-0.445**
0.454**
0.258*
0.955**
1
Pdptn
0.410**
0.220*
0.154
0.183
-0.614**
-0.485**
0.514**
0.306**
1
PPK
-0.013
0.081
0.093
0.027
-0.020
-0.034
0.774**
1
Hutang
0.284**
0.166
0.187
0.060
-0.353**
-0.267*
1
Aset
-0.467**
-0.144
-0.138
-0.079
0.684**
1
Masalah
-0.676**
-0.042
-0.091
0.033
1
Tek-eko
0.063
0.732**
0.159
1
Fokmslh
0.270**
0.789**
1
Fokemsi
0.226*
1
Koping
1
Tahan
Keterangan: Usiais= Usia isteri; Usiasu=Usia suami; Pddkis= Pendidikan isteri; Pddksu= Pendidikan suami; Lmnkh= Lama menikah; JAK= Jumlah anggota keluarga; Pdptn= Pendapatan; PPK= Pendapatan per kapita; Hutang= Kepemilikan hutang; Aset= Kepemilikan aset; Masalah= Masalah yang dihadapi keluarga; Tek-eko= Tekanan ekonomi keluarga; Fokmslh= Koping fokus pada masalah; Fokemsi= Koping fokus pada emosi; Koping= Strategi koping total keluarga; Tahan= Ketahanan keluarga
1
Usiais
Usiais
Lampiran 11 Hasil uji korelasi Pearson (koefisien korelasi) antara karakteristik keluarga, masalah keluarga, tekanan ekonomi, dan strategi koping dengan ketahanan keluarga
37
37
38
Lampiran 12 Peta Kelurahan Sukasari PETA KELURAHAN SUKASARI
39
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 5 Juni 1991 dari ayah Ahmad Jubaedi dan ibu Eti Hartati S.Kep. Penulis adalah putri pertama dari 3 bersaudara. Adik pertama penulis Azzahra Rahma Pebriyanti dan adik kedua penulis Muhammad Farid Arifin. Penulis lulus dari SMA Negeri 3 Cirebon pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program Mayor Ilmu Keluarga dan Konsumen di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia IPB. Selain itu, penulis juga melengkapi mandat dari Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen dengan mengambil program Minor Gizi Masyarakat di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai macam kegiatan di kampus baik organisiasi maupun kegiatan kepanitiaan, seperti menjadi sekretaris Departemen Sosial dan Lingkungan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (2010-2011), sekretaris Departemen Kekeluargaan Organisasi Mahasiswa daerah (OMDA) Cirebon (2010-2011), anggota Departemen Sosial dan Lingkungan BEM FEMA (2011-2012). Adapun kepanitiaan yang diikuti penulis antara lain sekretaris 2 Indonesian ecology Expo (INDEX) 2011, sekretaris Fema Care and Share 2011, sekretaris Kemah Riset (KERIS) 2011, sekretaris SAMISAENA 2011, sekretaris divisi acara Masa Perkenalan Fakultas (MPF FEMA) 2012, anggota divisi acara KERIS 2012, sekretaris 1 INDEX 2012. Selain itu, penulis juga menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-dasar Komunikasi.