KAJIAN TEKANAN EKONOMI, STRATEGI KOPING, DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA PETANI DI DAERAH RAWAN BANJIR
TRI WULANDARI HENNY ASTUTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Tekanan Ekonomi, Strategi Koping, dan Kesejahteraan Keluarga Petani di Daerah Rawan Banjir adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015 Tri Wulandari Henny Astuti NIM I251120111
RINGKASAN TRI WULANDARI HENNY ASTUTI. Kajian Tekanan Ekonomi, Strategi Koping, dan Kesejahteraan Keluarga Petani di Daerah Rawan Banjir. Dibimbing oleh HARTOYO dan ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI. Bencana alam khususnya banjir dapat menyebabkan tekanan ekonomi karena hilangnya harta benda, kerusakan, terganggunya aktivitas mata pencaharian, dan lain-lain yang menimbulkan kerugian baik fisik maupun non fisik yang dapat menimbulkan tekanan ekonomi. Apabila tekanan ekonomi yang ditimbulkan dari bencana banjir dapat dikelola dengan strategi koping yang baik dan sesuai, maka keluarga petani dapat mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi dan pada akhirnya keluarga petani mampu menciptakan kesejahteraan keluarganya dan kondisi kehidupan yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tekanan ekonomi, strategi koping, dan kesejahteraan keluarga petani di daerah rawan banjir, serta menganalisis faktor-faktor yang memengaruhinya. Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga buruh tani yang bertempat tinggal di daerah rawan banjir. Lokasi penelitian ini dilakukan di dua lokasi yaitu Desa Kemujan dan Desa Tegalsari, Kecamatan Adimulyo, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Teknik pengambilan contoh dengan Multi Stage dengan cara mengumpulkan populasi keluarga buruh tani di dua lokasi Desa Kemujan dan Desa Tegalsari. Selanjutnya populasi di dua desa tersebut dipilih dengan cara simple random sampling dan jumlah contoh yang diambil sebanyak 100 keluarga. Uji analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji beda t, uji beda Mann Whitney, dan uji regresi linier berganda. Uji beda t digunakan untuk menganalisis perbedaan karakteristik keluarga, uji beda Mann Whitney digunakan untuk menganalisis perbedaan status kemiskinan keluarga (indikator BKKBN). Uji regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi persepsi tekanan ekonomi, strategi koping, dan kesejahteraan keluarga petani di daerah rawan banjir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata usia suami 44,94 tahun, umur istri 40,61 tahun, lama pendidikan suami 7,92 tahun, lama pendidikan istri 7,27 tahun, jumlah tanggungan keluarga 3,84 orang. Aspek ekonomi yang dimiliki keluarga seperti pendapatan keluarga Rp 1.227.000, pendapatan per kapita Rp 349.200, pengeluaran per kapita Rp 332,600, luas rumah-pekarangan 29,45 ubin atau 414,14 m2. Banyaknya jenis bantuan yang pernah diterima 4,11 jenis dan tingkat keparahan kerugian akibat banjir mayoritas pada tingkat rendah, persepsi tekanan ekonomi mayoritas pada tingkat sedang (46%) dan strategi koping yang dilakukan keluarga juga mayoritas pada kategori sedang (61%). Status kemiskinan keluarga menurut indikator BKKBN mayoritas masuk ke dalam kelompok Pra-KS dan KSI atau miskin (83%), selain itu kesejahteraan keluarga menurut indikator Subjective Quality of Life /SQL mayoritas masuk ke dalam kelompok keluarga tidak sejahtera (75%). Terdapat perbedaan yang signifikan persepsi tekanan ekonomi di Desa Tegalsari desa yang letaknya jauh dari ibukota kecamatan dengan p-value <α=0,05, Desa Tegalsari memiliki kategori indeks lebih rendah dibanding Desa Kemujan desa yang letaknya dekat dengan ibukota kecamatan. Hal ini diindikasikan bahwa ketika mengalami kerugian banjir Desa Kemujan
lebih banyak mendapatkan bantuan dari pemerintah dibanding Desa Tegalsari, karena akses menuju Desa Kemujan desa yang letaknya dekat dengan ibukota kecamatan lebih mudah dibanding Desa Tegalsari desa yang letaknya jauh dari ibukota kecamatan. Selain itu tidak terdapat perbedaan yang signifikan p-value >α=0,05 strategi koping yang dilakukan keluarga contoh di Desa Kemujan dan Desa Tegalsari Hasil uji beda menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga, tingkat keparahan kerugian akibat banjir, indeks persepsi tekanan ekonomi, dan indeks kesejahteraan keluarga petani di Desa Kemujan dan Desa Tegalsari memiliki perbedaan yang signifikan dengan p-value < 0,05. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persepsi tekanan ekonomi adalah usia suami (p<0,1), jumlah tanggungan keluarga (p<0,05), bantuan yang pernah diterima (p<0,1), pekerjaan sampingan kepala keluarga (p<0,1), dan status kemiskinan keluarga (p<0,01). Selanjutnya hasil analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap banyaknya strategi koping ekonomi adalah usia suami (p<0,01), tingkat keparahan kerugian banjir (p<0,05), persepsi tekanan ekonomi (p<0,05), pekerjaan sampingan kepala keluarga (p<0,1), dan pekerjaan ibu (p<0,05). Faktor-faktor yang memengaruhi intensitas strategi koping adalah usia suami (p<0,01), tingkat keparahan kerugian banjir (p<0,05), persepsi tekanan ekonomi (p<0,05), dan pekerjaan ibu (p<0,05). Selain itu hasil analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan adalah persepsi tekanan ekonomi (p<0,01), status kepemilikan rumah (p<0,1), dan status keluarga tidak miskin (p<0,1). Kurangnya keterampilan yang dimiliki oleh keluarga di daerah penelitian, sehingga keluarga dapat meningkatkan pendapatannya dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan dengan upah yang besar. Saran untuk pemerintah daerah adalah meningkatkan program pemberdayaan keluarga dan program pelatihanpelatihan terkait peningkatan sumber daya manusia yang diharapkan programprogram tersebut dapat meningkatkan kerjasama antara pemerintah daerah dan masyarakat untuk dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Mempermudah akses pengiriman bantuan terkait bencana banjir di lokasi rawan banjir dan tidak hanya fokus pada daerah yang tingkat kerugiannya lebih tinggi, serta bekerja bersama masyarakat memperbaiki lingkungan agar dapat memperkecil resiko banjir. Penelitan selanjutnya sebaiknya juga mengukur strategi koping selain koping ekonomi, seperti strategi koping fokus pada penanganan banjir dan strategi koping terkait dengan mengatasi trauma atau psikologis pada keluarga petani dan bukan petani di daerah rawan banjir. Penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan tidak hanya pada satu kecamatan saja, melainkan dilakukan juga pada kecamatan yang berbeda di kabupaten yang berbeda daerah rawan banjir. Kata kunci: tekanan ekonomi, strategi koping, kesejahteraan keluarga, keluarga petani
SUMMARY TRI WULANDARI HENNY ASTUTI. Study of Economic Pressure, Coping Strategy, and Well-being on Farmer’s Family in Flood Prone Area. Supervised by HARTOYO and ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI Natural disaster, such as flood, may cause the economic pressure happened because of the loss of properties, damages, disruption of livelihood activities, and others which evoke the loss of both physical and non-physical that lead to the economic pressure. Therefore, when the economic pressure happened because of flood disaster and it successfully manage in coping strategy well, thus the farmer’s family will be able to solve the economic problems and they could actualize wellbeing and good living. This research aims to identify the economic pressure, coping strategy, and well-being farmer’s family in flood prone area, as well as analyzing the factors. The design of the study was cross sectional which the population was house-holders (patriarchs) who have main job as farm worker (Hodge) which live in flood prone area. The study was located in two area; Kemujan and Tegalsari villages, in Adimulyo district, Kebumen regency, Central Java. The technique sampling was used Multi Stage which collected two population of farmer’s worker family in Kemujan and Tegalsari villages, then it selected random used simple random sampling technique. Total samples were 100 families. There were several statistical analysis used in this study; T-test, Mann Whitney, and multiple linear regression. T-test analysis used to analyze the differences of family characteristic, while Mann Whitney was to analyze the differences of family poverty (based on BKKBN indicator). Meanwhile, the multiple linear regression was used to analyze the factors of economic pressure influence, coping strategies, and wellbeing of farmer’s families in flood-prone areas The result showed the age of the samples was 44.94 years old (husband), and 40.61 years old (wife) in average, while the education sample was 7.92 years (husband), and 7.72 years (wife) in average. The dependent numbers in family was 3.84 people. The economy aspect which belong to the family such as family income was 1.227.000 rupiahs, income per capita was 349.200 rupiahs, expenses per capita was 332.600 rupiahs, and the size of yard was 29.45 ubin or 414,14 m2. There was several aids accepted by the samples, it was 4.11 types, and the severity level of the loss due to floods; the majority sample was at low level, while the perception of economic pressure by the majority families was in middle category (46%) and coping strategies which was done by the majority families was in middle category also (61%). The status indicator of family poverty according to BKKBN majority was in the group of Pre-KS and KSI or poor (83%), in addition the well-being of the family according to Subjective Quality of Life/SQL’s indicators majority was include to the non-well-being family groups (75%). There are significant differences in perceptions of economic pressures of farmer’s family in Kemujan and Tegalsari villages with p-value <α = 0.05, Tegalsari village has a category index of economic perception lower than Kemujan Rural villages located close to the capital district. It is indicated that when the village suffered flood losses Kemujan more government assistance than Tegalsari village, because access to the village Kemujan village that is located
close to the capital more easily than the districts Tegalsari Rural villages located far from the capital district. In addition there are no significant differences coping strategy which was done with p-value > α=0.05 farmer’s families in the Kemujan and Tegalsari Villages. T-test analysis showed the dependent numbers in family, the severity of the loss due to floods, the level perception of economic pressure, and well-being of farmer’s family in Kemujan and Tegalsari villages were significant differences; with p-value <0.05. Factor’s which was significantly influence the economic pressure perception was the age of husband (p <0.1), the dependent numbers in family (p<0.05), several aids accepted (p<0,1), side job of the head of the family (p<0.1), and family poverty status (p<0.01) . Furthermore, the analysis showed based on the factors that influence to the several coping strategies economy was age of husband (p <0.01), the severity of the loss due to floods (p<0.05), economic pressure perception (p <0.05), side job of the head of the family (p<0.1), and job of mother (p<0.05). Meanwhile, the results of the factors analysis that influence to the intensity of the economic coping strategies was age of husband (p<0.01), the severity of the loss due to floods (p <0.05), economic pressure perception (p <0.05), and job of mother (p<0.05). In addition, the results showed the factors that influence well-being of families was the perception of economic pressure (p <0.01), home ownership status (p<0.1), and not poor family status (p<0,1). Lack of skills that are owned by families in the area of research, so that families are not able to increase his income by doing jobs with wages that larger. As suggestions for the local government was to increase family empowerment program and also training programs related to the development of human’s resources. Those programs are expected to improve the cooperation between local governments and communities to create new employment. For further, to facilitate the delivery access of aid, related to flooding in flood prone area and not only focus in the higher damage area, as well as working with the community to improve the environment thus to minimize the risk of flooding. The next research also should be measure others coping strategies than economic coping, such as coping strategies that focus on flood mitigation which related to healing the flood’s trauma in farmer’s family and non-farmer’s family in flood-prone areas. The last but not least, the next study should be sampling not only in a single district but more multiple districts in different flood-prone areas. Key words: economic pressure, coping strategy, family well-being, farmer’s family
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
KAJIAN TEKANAN EKONOMI, STRATEGI KOPING, DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA PETANI DI DAERAH RAWAN BANJIR
TRI WULANDARI HENNY ASTUTI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Lilik Noor Yuliati, M. FSA
Judul Tesis Nama NIM
: Kajian Tekanan Ekonomi, Strategi Koping, dan Kesejahteraan Keluarga Petani di Daerah Rawan Banjir : Tri Wulandari Henny Astuti : I251120111
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Hartoyo, MSc Ketua
Dr Ir Istiqlaliyah Muflikhati, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Herien Puspitawati, MSc, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 10 Juni 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah tingkat kesejahteraan keluarga. Dengan judul Kajian Tekanan Ekonomi, Tingkat Kesejahteraan, dan Strategi Koping pada Keluarga Petani di Daerah Rawan Banjir, Kabupaten Kebumen. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis menerima dengan tangan terbuka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk dijadikan perbaikan dikemudian hari. Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya pada: 1. Dr Ir Hartoyo, MSc dan Dr Ir Istiqlaliyah Muflikhati, MSi., selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas segala masukan, bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis ini. 2. Dr Ir Lilik Noor Yuliati, M. FSA selaku dosen penguji pada ujian akhir dan Dr Ir Dwi Hastuti, M.Sc selaku pemberi masukan dari perwakilan program studi. 3. Prof. Dr. Ir. Utomo Kartosuwondo, MS., selaku moderator seminar hasil atas segala masukannya dalam penyempurnaan tesis ini. 4. Aparat pemerintah serta masyarakat di Desa Kemujan dan Desa Tegalsari, Kecamatan Adimulyo, Kabupaten Kebumen. 5. Seluruh staf pengajar pada Sekolah Pascasarjana IPB, khususnya pada mayor Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak, yang telah memberikan bekal ilmu pada penulis. 6. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan KB (Pulap), BKKBN yang telah memberikan bantuan dana pendidikan. 7. Suamiku tercinta Yusuf Kartika Indrawewa dan anakku tercinta Ahza Ayu Kartika Ramadhani (Rara) atas dukungan dan pengertiannya yang begitu besar. 8. Alm Bapak, Ibu, Kakak, Adik, Keponakan dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis. 9. Rekan-rekan di Direktorat Bina Lini Lapangan (DITBINLAP) atas segala dukungan, bantuan dan doa yang diberikan., serta rekan-rekan senasib sepenanggungan Iman, Adam, Oktri (Mr. Oks), Bee-bee (Bionda), Lita, Dian, Rahmaitha, Risda, Fitri A, Fitri M, Eka, Bu Yani, Herlin, Anggi, Nora, Conny, Vina, dan Iin, atas segala kebersamaan selama menempuh perkuliahan di IPB. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda. Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Agustus 2015 Tri Wulandari Henny Astuti
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 3 4 4
2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep dan Pendekatan Teori Keluarga Tekanan Ekonomi Strategi Koping Kesejahteraan Keluarga
5 5 8 9 11
3 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Hipotesis
13 13 14
4 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Teknik Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional
15 15 16 17 17 25
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Daerah Penelitian Karakteristik Keluarga Kerugian dan Tingkat Keparahan Kerugian yang Dialami Akibat Banjir Status Kemiskinan Keluarga Persepsi Tekanan Ekonomi Strategi Koping Ekonomi Kesejahteraan Keluarga (Indikator SQL/Subjective Quality of Life) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Tekanan Ekonomi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Strategi Koping Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Keluarga (Indikator SQL/Subjective Quality of Life) Pembahasan
25 25 28 38 39 41 42 52 55 56
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
63 63 64
58 59
DAFTAR PUSTAKA
64
LAMPIRAN
70
RIWAYAT HIDUP
83
DAFTAR TABEL 1 Variabel penelitian dan pengukurannya 2 Sebaran keluarga contoh berdasarkan usia suami-istri dan lokasi tempat tinggal 3 Sebaran keluarga contoh berdasarkan lama pendidikan suami-istri dan lokasi tempat tinggal 4 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pekerjaan sampingan kepala keluarga dan lokasi tempat tinggal 5 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pekerjaan ibu dan lokasi tempat tinggal 6 Sebaran keluarga contoh berdasarkan jumlah tanggungan keluarga dan lokasi tempat tinggal 7 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pendapatan keluarga dan lokasi tempat tinggal 8 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pendapatan perkapita dan lokasi tempat tinggal 9 Sebaran keluarga contoh berdasarkan status kepemilikan rumah dan lokasi tempat tinggal 10 Sebaran keluarga contoh berdasarkan luas rumah-pekarangan dan lokasi tempat tinggal 11 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kepemilikan aset dan lokasi tempat tinggal 12 Sebaran keluarga contoh berdasarkan jenis bantuan pemerintah yang pernah diterima dan lokasi tempat tinggal 13 Sebaran keluarga contoh berdasarkan banyaknya jenis bantuan pemerintah yang pernah diterima dan lokasi tempat tinggal 14 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kerugian yang dialami akibat banjir dan lokasi tempat tinggal 15 Sebaran keluarga contoh berdasarkan tingkat keparahan kerugian yang dialami akibat banjir dan lokasi tempat tinggal 16 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori status kemiskinan keluarga menurut indikator BKKBN dan lokasi tempat tinggal 17 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori keluarga miskin-tidak miskin menurut indikator BKKBN dan lokasi tempat tinggal 18 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori persepsi tekanan ekonomi dan lokasi tempat tinggal 19 Sebaran keluarga contoh berdasarkan strategi koping mengurangi pengeluaran pangan dan lokasi tempat tinggal 20 Sebaran keluarga contoh berdasarkan strategi koping mengurangi pengeluaran kesehatan dan lokasi tempat tinggal
23 29 30 31 32 32 33 34 35 35 36 37 38 39 39 40 40 41 42 43
21 Sebaran keluarga contoh berdasarkan strategi koping mengurangi pengeluaran lainnya dan lokasi tempat tinggal 22 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori banyaknya strategi koping mengurangi pengeluaran secara keseluruhan 23 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori intensitas strategi koping mengurangi pengeluaran secara keseluruhan 24 Sebaran keluarga contoh berdasarkan strategi koping menambah pendapatan pangan dan lokasi tempat tinggal 25 Sebaran keluarga contoh berdasarkan strategi koping menambah pendapatan kesehatan dan lokasi tempat tinggal 26 Sebaran keluarga contoh berdasarkan strategi koping menambah pendapatan lainnya dan lokasi tempat tinggal 27 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori banyaknya strategi koping menambah pendapatan secara keseluruhan dan lokasi tempat tinggal 28 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori intensitas strategi koping menambah pendapatan secara keseluruhan dan lokasi tempat tinggal 29 Sebaran keluarga contoh berdasarkan strategi koping ekonomi lainnya dan lokasi tempat tinggal 30 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori banyaknya strategi koping ekonomi lainnya dan lokasi tempat tinggal 31 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori intensitas strategi koping ekonomi secara keseluruhan dan lokasi tempat tinggal 32 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori banyaknya strategi koping ekonomi secara keseluruhan dan lokasi tempat tinggal 33 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori intensitas melakukan strategi koping ekonomi secara keseluruhan dan lokasi tempat tinggal 34 Sebaran persentase keluarga contoh berdasarkan kesejahteraan keluarga menurut indikator kepuasan keluarga (Subjective Quality of Life/SQL) 35 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori kesejahteraan keluarga menurut indikator kepuasan keluarga (Subjective Quality of Life/SQL) 36 Sebaran keluarga contoh berdasarkan komparasi kesejahteraan keluarga indikator BKKBN dengan indikator (Subjective Quality of Life/SQL) 37 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap indeks persepsi tekanan ekonomi 38 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap banyaknya kegiatan strategi koping yang dilakukan 39 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap intensitas melakukan strategi koping (indeks) 40 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga (indikator Subjective of Life/SQL)
44 45 45 46 47 47
48
49 49 50 50 51 51
53 54
54 55 56 57 58
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran 2 Alur penentuan lokasi dan contoh
15 16
DAFTAR LAMPIRAN 1 Peta wilayah Kecamatan Adimulyo, Kabupaten Kebumen 2 Keadaan banjir dan Tempat Tinggal Keluarga Contoh di Kecamatan Adimulyo 3 Rata-rata usia dan lama pendidikan suami-istri dan lokasi tempat tinggal 4 Sebaran contoh berdasarkan persepsi tekanan ekonomi yang dialami akibat adanya kerugian yang ditimbulkan akibat banjir dan lokasi tempat tinggal 5 Frekuensi dan persentase keluarga contoh berdasarkan intensitas melakukan strategi koping mengurangi pengeluaran pangan, kesehatan,, dan lainnya 6 Frekuensi dan persentase keluarga contoh berdasarkan intensitas melakukan strategi koping menambah pendapatan pangan, kesehatan, dan lainnya 7 Frekuensi dan presentase keluarga contoh berdasarkan intensitas melakukan strategi koping ekonomi lainnya 8 Rata-rata banyaknya kegiatan strategi koping ekonomi dan lokasi tempat tinggal 9 Rata-rata intensitas melakukan strategi koping ekonomi dan lokasi tempat tinggal 10 Jumlah anak sekolah pada keluarga tua dan keluarga muda berdasarkan indeks persepsi tekanan ekonomi 11 Korelasi Pearson antara variabel-variabel penelitian
71 71 74
75
77
78 79 80
81 82
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Berdasarkan data dan informasi bencana Indonesia yang dikelola Badan Nasional Penanggulangan Bencana tahun 2014, bencana banjir merupakan kejadian terbanyak dan paling sering terjadi baik dilihat dari intensitasnya pada suatu tempat maupun jumlah lokasi kejadian dalam setahun, yaitu sekitar 40 persen di antara bencana alam yang lain sampai akhir tahun 2013. Bahkan pada tempattempat tertentu, banjir merupakan rutinitas tahunan yang bisa terjadi dimana pun baik daerah perkotaan atau pedesaan. Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi tertinggi yang memiliki jumlah kejadian banjir Indonesia yaitu sebanyak 3.180 kejadian (BNPB 2014). Sementara itu banjir dibagi menjadi dua kategori yaitu (1) banjir adalah peristiwa atau keadaan terendamnya suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat (2) banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur sungai (BNPB 2014). Potensi bencana banjir di Indonesia sangat besar dilihat dari topografi dataran rendah, cekungan, dan sebagian besar wilayahnya adalah lautan. Curah hujan di daerah hulu dapat menyebabkan banjir di daerah hilir. Apalagi untuk daerah-daerah yang tinggi permukaan tanahnya lebih rendah atau hanya beberapa meter di atas permukaan laut. Bencana alam khususnya banjir dapat menyebabkan tekanan ekonomi karena hilangnya harta benda, kerusakan, terganggunya aktivitas mata pencaharian, dan lain-lain yang menimbulkan kerugian baik fisik maupun non fisik. Penelitian Elder et al. (1992) menyebutkan ada tiga pengukuran mengenai tekanan ekonomi, yaitu tingkat pendapatan, perubahan pendapatan yang merugikan, dan status pekerjaan yang tidak stabil. Ketiga pengukuran tersebut memiliki pengaruh langsung terhadap kesehatan secara emosional atau hubungan keluarga. Sementara itu kebutuhan hidup yang cukup bervariasi dan daya beli yang semakin melonjak dapat menimbulkan tekanan baik fisik maupun mental terhadap anggota keluarga (Tati 2004). Menurut Voydanoff dan Donnelly (1988) tekanan ekonomi meliputi empat tipe, yaitu ketidakstabilan kerja, ketidakpastian kerja, kesulitan ekonomi, dan ketegangan ekonomi. Penelitian Sunarti (2012) juga menyebutkan keluarga dengan pekerjaan yang tidak stabil memiliki tekanan keluarga (ekonomi, sosial, psikologis) yang lebih besar dibandingkan hal sama dari keluarga dengan pekerjaan stabil. Faktor ekonomi merupakan salah satu indikator kesejahteraan hidup khususnya kehidupan keluarga. Faktor ini dapat menimbulkan tekanan dalam kehidupan keluarga sebagai dampak dari krisis yang berkepanjangan. Berdasarkan literatur yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa penyebab tekanan ekonomi yang ada dimasyarakat pada umumnya dan dapat mengganggu tercapainya tingkat kesejahteraan keluarga adalah musim paceklik (Kusumo 2009), stres akan kesulitan ekonomi (Gudmunson 2010), berpenghasilan rendah dan kemiskinan (Gutman dan Eccles 1999; Mcloyd 1990), kehilangan pendapatan dan kehilangan
2 pekerjaan, resesi ekonomi, depresi, hutang (Barrera et al. 2002; Elder 1995 ; Whitbeck et al. 1991), perbandingan pendapatan dengan pengeluaran, kehilangan pendapatan, pekerjaan yang tidak stabil (Dennis et al. 2003; Elder et al. 1992), tekanan keuangan, PHK, dan ketidakamanan kerja (Voydanoff dan Donnelly 1988; Feil 2012). Jika tekanan ekonomi yang ditimbulkan dari bencana banjir dapat dikelola dengan strategi koping yang baik dan sesuai, keluarga petani dapat mengurangi dampak dari masalah-masalah ekonomi yang dihadapi, sehingga pada akhirnya keluarga petani mampu menciptakan kondisi kehidupan yang lebih baik. Untuk itu, keluarga petani perlu memiliki strategi tertentu atau disebut dengan strategi koping agar pemenuhan kebutuhan pokok keluarga tetap bisa terjaga. Penelitian Feil (2012) menyebutkan bahwa untuk dapat mengatasi stres karena kesulitan ekonomi adalah dengan melakukan koping, seperti melakukan strategi-strategi yang dapat mengatasi stress. Keluarga pada umumnya melakukan penyesuaian ekonomi atau pengurangan pengeluaran untuk menghadapi tekanan ekonomi yang menyebabkan kesulitan ekonomi (Elder et al.1992). Menurut Puspitawati (1998) menyatakan bahwa strategi koping ekonomi melalui keuangan ada 2, yaitu : strategi penambahan pendapatan dan strategi penghematan pengeluaran. Selain itu Friedman (1998) dalam Puspitawati (2012) terdapat dua tipe strategi koping keluarga yaitu: intrafamilial (contohnya mengandalkan kemampuan diri sendiri, menggunakan humor, musyawarah, memahami suatu masalah, memecahkan masalah bersama, fleksibilitas peran, normalisasi) dan ekstrafamilial (contohnya mencari informasi, menjalin hubungan aktif, mencari dukungan sosial, mencari dukungan spiritual). Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spirituil dan materil yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antaranggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan (BKKBN 1996). Sedangkan menurut Undang-Undang Keluarga dengan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi berarti memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Kesejahteraan keluarga terdiri dari 2 tipe kesejahteraan yang diukur menggunakan indikator kesejahteraan keluarga objektif dan indikator kesejahteraan keluarga subjektif. Berdasarkan hasil analisis Zaenudin et al. (2013) tingginya jumlah penduduk yang bermata pencaharian di bidang pertanian akan memberikan dampak terhadap tingkat kerentanan bencana, namun menurut Sunarti dan Khomsan (2006) para petani maju adalah mereka yang berani menanggung resiko dan mampu keluar dari situasi yang membelenggu dinamika dan kreativitas usaha. Indonesia merupakan Negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, sehingga kesejahteraan keluarga petani merupakan tujuan pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Dibalik kuatnya kesan keterpurukan kehidupan petani, dalam kenyataannya di lapangan terdapat sekelompok petani yang maju dan hidupnya sejahtera. Namun karena jumlahnya yang relatif sedikit, keragaan sekelompok petani maju tersebut seakan-akan seperti sebuah penyimpangan yang positif. Penelitian mengenai persepsi tekanan ekonomi, strategi koping, dan kesejahteraan keluarga telah banyak dilakukan secara parsial. Namun penelitian yang menilai persepsi tekanan ekonomi, strategi koping, dan kesejahteraan keluarga petani di daerah rawan banjir masih terbatas. Oleh karenanya, analisis
3 mengenai persepsi tekanan ekonomi, strategi koping, dan kesejahteraan keluarga petani di daerah rawan banjir sangat diperlukan. Dalam hal ini mengatasi persepsi tekanan ekonomi yang timbul diakibatkan karena kesulitan ekonomi yang dialami keluarga petani di daerah rawan banjir, sehingga dapat mengatasi status kemiskinan dan melakukan strategi koping ekonomi yang sesuai guna meminimalisasi persepsi tekanan ekonomi yang dirasakan keluarga petani di daerah rawan banjir yang mengalami kerugian baik fisik maupun non fisik, serta menciptakan dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Perumusan Masalah Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi dengan penduduk miskin terbanyak urutan dua setelah Jawa Timur (BPS 2013). Berdasarkan hasil pendataan Keluarga Sejahtera BKKBN (2012) persentase Keluarga Pra Sejahtera mengalami penurunan dari 20,86 persen di tahun 2011 menjadi 20,26 persen di tahun 2012. Sedangkan angka persentase Keluarga Sejahtera I pada Pendataan Keluarga Tahun 2012 secara nasional mengalami kenaikan yaitu dari 23,01 persen pada tahun 2011 menjadi 23,09 persen pada tahun 2012. Keluarga miskin berusaha mengamankan kecukupan kebutuhan pokok dari atau akibat tekanan sumberdaya alam, kondisi krisis. Keluarga melakukan strategi koping dengan penghematan pengeluaran, peningkatan pendapatan, atau dengan mengubah strategi nafkah yang biasa dengan strategi nafkah baru dengan menggunakan sumber-sumber nafkah yaitu modal alam, modal manusia, modal finansial, modal fisik, dan modal sosial (Haan 2000). Pasaribu (2006) menyatakan bahwa karakteristik penduduk miskin secara spesifik salah satunya adalah sebagian besar tinggal di pedesaan dengan mata pencaharian dominan berusaha sendiri di sektor pertanian. Bagi petani, terbatasnya lahan dan rusaknya lahan akibat banjir maupun bencana alam lainnya berarti berkurangnya lapangan pekerjaan dan berkurangnya sumber-sumber ekonomi untuk kelangsungan hidup mereka. Selain itu aksesibilitas lokasi tempat tinggal keluarga petani juga sangat menentukan terdapatnya sumber-sumber ekonomi. Akses lokasi tempat tinggal yang mudah dijangkau dan memiliki sarana serta prasarana yang lengkap atau memadai merupakan faktor-faktor yang dapat mendukung mudahnya mendapatkan sumber-sumber ekonomi yang merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap strategi koping yang dapat dilakukan keluarga. Apabila sebuah keluarga petani memiliki akses lokasi tempat tinggal yang sulit dijangkau, maka hal tersebut dikhawatirkan menjadi faktor penyebab meningkatnya penduduk miskin di Indonesia. Penelitian Hastuti et al. (1998) menyebutkan bahwa aksesbilitas dan sumberdaya pertanian merupakan prasyarat penting bagi kelangsungan ekonomi, selain itu pengembangan pertanian selayaknya mempertimbangkan aksesibilitas dan sumberdaya pertanian di pedesaan agar sesuai dengan sasaran secara optimal. Selain itu penelitian Sherman (2006) menyebutkan bahwa tingkat kemiskinan di pedesaan lebih tinggi dari tingkat kemiskinan perkotaan sejak tahun 1960. Berdasarkan uraian, rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana perbedaan tekanan ekonomi keluarga petani yang tinggal di daerah rawan banjir di desa yang letaknya dekat dan jauh dari ibukota kecamatan ?
4 2. Bagaimana perbedaan strategi koping aspek ekonomi yang dilakukan keluarga petani yang tinggal di daerah rawan banjir di desa yang letaknya dekat dan jauh dari ibukota kecamatan ? 3. Bagaimana perbedaan kesejahteraan keluarga petani yang tinggal di daerah rawan banjir di desa yang letaknya dekat dan jauh dari ibukota kecamatan ? 4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tekanan ekonomi, strategi koping, dan kesejahteraan keluarga petani yang tinggal di daerah rawan banjir ? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tekanan ekonomi yang dihadapi petani di daerah rawan banjir dan strategi koping keluarga petani dalam menghadapi tekanan ekonomi tersebut, serta kesejahteraan petani. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi perbedaan besarnya tekanan ekonomi pada keluarga petani yang tinggal di daerah rawan banjir di desa yang letaknya dekat dan jauh dari ibukota kecamatan. 2. Mengidentifikasi perbedaan strategi koping aspek ekonomi yang dilakukan keluarga petani yang tinggal di daerah rawan banjir di desa yang letaknya dekat dan jauh dari ibukota kecamtan. 3. Mengukur perbedaan kesejahteraan keluarga petani yang tinggal di daerah rawan banjir di desa yang letaknya dekat dan jauh dari ibukota kecamatan. 4. Menganalisis faktor–faktor apa saja yang mempengaruhi tekanan ekonomi, strategi koping, dan kesejahteraan keluarga petani yang tinggal di daerah rawan banjir. Manfaat Penelitian Penelitian mengenai pengaruh tekanan ekonomi, strategi koping, dan kesejahteraan keluarga petani di daerah rawan banjir Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah ini diharapkan memiliki kegunaan, antara lain : 1. Bagi peneliti, dapat mengasah kemampuan berfikir logis dan sistematis dan mengaplikasikan ilmu-ilmu yang sudah diperoleh. 2. Dapat mengukur determinasi kuantitatif dan kualitatif tekanan ekonomi keluarga, sebagai salah satu masukan bagi pembuat kebijakan untuk mengurangi angka kemiskinan akibat dampak dari bencana secara holistik yang harus diawali pada tingkat keluarga (mikro). 3. Pada tataran perkembangan keilmuan, sebagai tambahan pengetahuan pengembangan ilmu keluarga, khususnya bidang sosial-ekonomi keluarga. 4. Sebagai upaya pemahaman tentang keterkaitan tekanan ekonomi, strategi koping, dan kesejahteraan keluarga petani di daerah rawan bencana khususnya banjir.
5 5. Dengan adanya penelitian ini maka diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai masukan bagi pengambil kebijakan, serta sumbangan pemikiran bagi peneliti lain dalam memutuskan dan menentukan kebijakan secara tepat terutama yang berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan bagi keluarga petani di daerah rawan banjir.
2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian Keluarga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suamiisteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1994 Tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera, keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai peran yang penting dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu perlu dibina dan dikembangkan kualitasnya agar senantiasa dapat menjadi keluarga sejahtera serta menghasilkan sumber daya manusia yang efektif bagi pembangunan nasional; bahwa dalam membina dan mengembangkan kualitas keluarga tersebut diperlukan berbagai upaya, baik yang mencakup aspek keagamaan, pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, kemandirian keluarga, ketahanan keluarga, maupun pelayanan keluarga. Keluarga adalah unit-sosial-ekonomi terkecil dalam masyarakat yang merupakan landasan dasar dari semua institusi masyarakat dan negara (Puspitawati 2013). Keluarga merupakan institusi pertama dan utama pembangunan Sumber Daya Manusia, karena di keluargalah seorang individu tumbuh berkembang, tingkat pertumbuhan dan perkembangan tersebut menentukan kualitas individu yang kelak akan menjadi pemimpin masyarakat bahkan pemimpin negara. Keluarga juga sebagai institusi utama pembangunan sumber daya manusia karena di keluargalah aktivitas utama kehidupan seorang individu berlangsung sehingga keberfungsian, ketahanan, kesejahteraan keluarga akan menentukan kualitas individu (Sunarti et al. 2009). Sementara itu menurut Sumarwan (2011) keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih yang terikat oleh perkawinan, darah (keturunan: anak atau cucu) dan adopsi dan kelompok orang tersebut biasanya tinggal bersama dalam satu rumah, namun bisa saja semua anggota keluarga tersebut tidak tinggal dalam satu rumah. Tujuan dan Fungsi Keluarga Membentuk sebuah keluarga bertujuan dan mempunyai kewajiban untuk mewujudkan kesejahteraan bagi anggota keluarganya yang meliputi kebutuhan agama, psikologi, makan dan minum. Selain itu, tujuan dari terbentuknya keluarga adalah untuk mewujudkan suatu struktur atau hierarkis yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis para anggotanya dan untuk memelihara kebiasaan atau budaya masyarakat yang lebih luas (Boss et al. 1993 dalam Puspitawati 2012). Fungsi keluarga dapat dibagi menjadi fungsi ekspresif dan instrumental, fungsi ekspresif keluarga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan emosi dan perkembangan, termasuk moral, loyalitas dan sosialisasi anak. Sementara itu
6 fungsi instrumental berkaitan dengan manajemen sumberdaya untuk mencapai berbagai tujuan keluarga (Sunarti 2012). Dalam mencapai tujuan keluarga, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994 membagi fungsi keluarga ke dalam 8 kelompok fungsi, yaitu : 1. Fungsi keagamaan yaitu keluarga perlu memberikan dorongan kepada seluruh anggotanya agar kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa dan untuk menjadi insan-insan agamais yang penuh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2. Fungsi sosial budaya yaitu memberikan kepada keluarga dan seluruh anggotanya untuk mengembangkan kekayaan budaya bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan. 3. Fungsi cinta kasih yaitu keluarga memberikan landasan yang kokoh terhadap hubungan anak dengan anak, suami dengan istri, orangtua dengan anaknya, serta hubungan kekerabatan antar generasi sehingga keluarga menjadi wadah utama bersemainya kehidupan yang penuh cinta kasih lahir dan batin. 4. Fungsi melindungi yaitu untuk menumbuhkan rasa aman dan kehangatan 5. Fungsi ekonomi, menjadi unsur pendukung kemandirian dan ketahanan keluarga. 6. Fungsi reproduksi merupakan mekanisme untuk melanjutkan keturunan yang direncanakan dapat menunjang terciptanya kesejahteraan manusia di dunia yang penuh iman dan takwa. 7. Fungsi sosialisasi dan pendidikan yaitu dengan memberi peran kepada keluarga untuk mendidik keturunan agar bisa melakukan penyesuaian dengan alam kehidupan di masa depan. 8. Fungsi pembinaan lingkungan yaitu memberikan kepada setiap keluarga kemampuan menempatkan diri secara serasi, selaras, dan seimbang sesuai daya dukung alam dan lingkungan yang berubah. Penelitian Setyawan (2008) menyimpulkan secara keseluruhan hasil didapatkan perbedaan yang bermakna dalam fungsi keluarga antara keluarga contoh yang patuh untuk menjalani pengobatan dibanding dengan yang tidak patuh. Dalam hal ini keluarga sampel yang patuh menjalankan pengobatan menunjukkan fungsi keluarga yang lebih baik dibanding keluarga sampel yang tidak patuh. Hasil analisis penelitian Sunarti et al. (2010) antara fungsi keluarga dengan kesejahteraan keluarga menunjukkan bahwa tindakan adaptasi berhubungan dengan kesejahteraan kesejahteraan objektif, sementara kesejahteraan subjektif berhubungan dengan keberfungsian pemeliharaan sistem keluarga. Sementara itu penelitian Sunarti et al. (2005) menunjukkan bahwa kerusuhan Aceh yang berdampak kepada pengusiran, pengungsian, dan relokasi sebagian masyarakat Aceh yang berasal dari Jawa, menyebabkan penurunan ketahanan keluarga dan pemenuhan fungsi ekonomi keluarga, dimana secara drastis terjadi peningkatan keluarga miskin dan pemenuhan fungsi ekonomi keluarga mempengaruhi pengasuhan dan lingkungan pengasuhan anak. Pendekatan Teori Keluarga : Struktural Fungsional Di dalam masyarakat yang pernah dikenalnya, hampir semua orang hidup terikat dalam jaringan kewajiban dan hak keluarga yang disebut hubungan peran
7 (Goode 2007). Lingkungan keluarga sangat besar peranannya dalam pembentukan kepribadian bagi anak-anak, karena di lingkungan keluargalah anak-anak pertama kali menerima pendidikan yang dapat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya (Fachrudin 2011). Teori struktural fungsional memandang tidak ada individu dan sistem yang berfungsi secara independen, melainkan dipengaruhi dan pada gilirannya mempengaruhi orang lain atau sistem lain (Winton dan Chester 1995). Sedangkan Puspitawati (2012) menyebutkan Konsep Struktural Fungsional adalah: 1. Sistem : Suatu set obyek dan hubungan antar obyek dengan atributnya. 2. Boundaries: Suatu batas antara sistem dan lingkungannya yang mempengaruhi aliran informasi dan energinya (tertutup atau terbuka). 3. Aturan Transformasi: memperlihatkan hubungan antara elemen-elemen dalam suatu sistem. 4. Feedback : Suatu konsep dari teori sistem yang menggambarkan aliran sirkulasi dari output kembali sebagai input (positif, negatif/ penyimpangan) 5. Variety: merujuk pada derajat variasi adaptasi perubahan dimana sumberdaya dari sistem dapat memenuhi tuntutan lingkungan yang baru. 6. Equilibrium : Merujuk pada keseimbangan antara input dan output (homeostatis = mempertahankan keseimbangan secara dinamis antara feedback dan kontrol). 7. Subsistem : Variasi tingkatan dari suatu sistem yang merupakan bagian dari suatu sistem. 8. Struktur keluarga. 9. Pembagian peran, tugas dan tanggung jawab, hak dan kewajiban. 10. Menjalankan fungsi. 11. Mempunyai aturan dan nilai/ norma yang harus diikuti. 12. Mempunyai tujuan Wanita lebih berperan di bidang domestik yakni melahirkan anak dan menyusui serta membesarkan dalam lingkungan keluarga, memasak dan memberi perhatian kepada suami agar dapat terjalin hubungan rumah tangga yang harmonis, tentram dan sejahtera (Muassomah 2009). Sedangkan laki-laki lebih berperan di publik yakni mencari nafkah untuk melindungi keluarganya. Penelitian Muassomah (2009) juga menyebutkan bahwa berdasarkan hasil penelitiannya tentang Domestikasi Peran Suami dalam Keluarga, bisa ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Penyebab terjadinya perubahan peran suami dari peran publik ke peran domestik adalah karena faktor ekonomi. Semakin hari tuntutan kebutuhan hidup dalam keluarga semakin meningkat, sementara penghasilan suami dirasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga tersebut, sehingga isteri termotivasi untuk bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah tambahan. Tuntutan hidup mereka semakin tinggi karena semakin hari anak-anak mereka semakin tumbuh dewasa, ditambah lagi dengan gaya hidup mereka yang mulai terpengaruh dengan gaya hidup modern. Gaya hidup mereka yang modern ini bisa dilihat dalam kehidupan mereka sehari-hari, dari cara mereka mengkonsumsi kebutuhan sehari-hari, juga bisa dilihat dari perabot rumah tangga yang telah mereka beli, dan lainlain.
8 Perubahan peran ini terjadi karena adanya pembagian kerja yang sudah disepakati antara pihak suami dan pihak isteri, yakni isteri yang pergi ke luar rumah untuk mencari nafkah sedangkan suami yang mengurus rumah. 3. Terjadinya pergeseran nilai-nilai budaya karena pergeseran ekonomi. 2.
Tekanan Ekonomi Tekanan ekonomi adalah adanya rasa khawatir, frustrasi, dan kesulitan yang terjadi ketika dalam kesulitan keuangan. Ini merupakan stres psikologis dan kekhawatiran yang menyertai ketidakmampuan, dengan kata lain tekanan ekonomi terletak pada kesulitan material dan pengalaman hidup sehari-hari bagi keluarga yang menghadapi kesulitan ekonomi. Tekanan ekonomi merupakan sindrom peristiwa atau kondisi yang memberikan pengalaman psikologis seperti stres akan kesulitan ekonomi (Gudmunson 2010). Penelitian Tati (2004) menyebutkan bahwa tekanan ekonomi adalah suatu kondisi yang diukur dengan melihat tekanan ekonomi secara aktual dan tekanan ekonomi keluarga secara persepsi yang dirasakan keluarga. Tekanan ekonomi aktual adalah suatu kondisi yang diukur dengan melihat keadaan ekonomi keluarga secara nyata, seperti kepemilikan asset, hutang, pendapatan keluarga dan status pekerjaan. Penelitian Gutman dan Eccles (1999) dan Mcloyd (1990) menyebutkan keadaan yang mengarah ke tekanan ekonomi meliputi faktor-faktor seperti berpenghasilan rendah dan kemiskinan, sedangkan penelitian Barrera et al. (2002), (Elder 1995), dan (Whitbeck et al. 1991) mengukur tekanan ekonomi melalui kehilangan pendapatan dan kehilangan pekerjaan, resesi ekonomi dan depresi, hutang. Hampir seluruh keluarga mengalami tekanan ekonomi, sosial, dan psikologis, namun besar dan banyaknya tekanan yang dialami keluarga berbeda (Sunarti 2012). Penelitian Tati (2004) menyebutkan bahwa tekanan ekonomi yang tinggi berpengaruh negatif terhadap kestabilan emosi ibu dalam mengasuh anaknya. Sementara itu Sunarti et al. (2011) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa ketegangan dalam keluarga dan masalah keuangan/bisnis keluarga diduga dapat memicu tingkat stress yang besar pada keluarga. Menurut Voydanoff and Donnelly (1988) ada beberapa jenis stres ekonomi, seperti pengangguran, ketidakamanan kerja, dan PHK. Stres ekonomi mencerminkan pengalaman stres yang sebenarnya seperti kehilangan pekerjaan atau rumah, perubahan besar terhadap pendapatan dan anggaran keluarga, kekhawatiran kemungkinan tidak dapat membeli kebutuhan sehari-hari seperti makanan dan perumahan bisa juga menyebabkan stres. Dengan kata lain, tekanan ekonomi yang dirasakan bisa sama merugikannya dengan kesejahteraan objektif seseorang. Ada dua tipologi tekanan ekonomi yaitu : tekanan ekonomi objektif dan tekanan ekonomi subjektif. Sedangkan Dennis et al. (2003) dan Elder et al. (1992) menyebutkan tekanan ekonomi objektif diukur dengan perbandingan pendapatan dengan pengeluaran, ratio hutang dengan aset, kehilangan pendapatan dan pekerjaan yang tidak stabil. Penelitian Firdaus dan Sunarti (2009) juga menyebutkan bahwa tekanan ekonomi keluarga meliputi tekanan ekonomi objektif (yang diukur dengan pendapatan per kapita, rasio hutang dengan aset, status pekerjaan, dan kehilangan pekerjaan) dan tekanan ekonomi subjektif (persepsi terhadap tekanan atau kesulitan ekonomi keluarga) dan tekanan ekonomi subjektif mengukur persepsi contoh mengenai kondisi ekonomi keluarganya.
9 Selain pengukuran tekanan ekonomi secara objektif, dipandang penting untuk mengukur tekanan ekonomi secara subjektif, mengingat persepsi seseorang terhadap suatu situasi, masalah dan kesulitan juga berbeda-beda. Persepsi seseorang mengindikasikan penerimaan seseorang terhadap keadaan dirinya. Studi Feil (2012) menunjukkan bahwa orang yang mengalami tekanan keuangan yang lebih besar dan ketidakamanan kerja yang lebih besar juga melaporkan tingkat yang lebih tinggi dari tekanan psikologis. Selain itu penelitian Aytac et al. (2009) menyatakan bahwa pada umumnya mereka yang mengalami kesulitan ekonomi yang besar dan ketegangan ekonomi yang akibatnya lebih besar, juga memiliki masalah perkawinan yang lebih besar. Penelitian Dennis et al. (2003) menyatakan bahwa tekanan ekonomi subjektif merupakan adanya persepsi mengenai tekanan atau ketegangan ekonomi yang dilihat dari pendapatan yang tidak tercukupi untuk kebutuhan keluarga dan tidak dapat menutupi biaya-biaya hidup setiap bulannya. Strategi Koping Folkman dan Lazarus (1986) mendefinisikan koping sebagai upaya kognitif dan perilaku untuk mengelola tuntutan eksternal dan/atau internal yang spesifik yang dinilai sebagai hal yang membebani atau melebihi sumber daya seseorang, serta suatu proses dimana individu mencoba untuk mengatur kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi yang menekan dengan kemampuan mereka dalam memenuhi tuntutan tersebut. Koping memiliki bentuk dan fungsi utama dalam dua klasifikasi : a) problem focused coping (PFC) adalah bentuk koping yang lebih diarahkan pada upaya-upaya bagaimana cara mengurangi suatu tuntutan dari situasi atau masalah yang menekan, dapat diartikan juga bahwa seseorang atau individu yang mengalami stress akan mengatasinya dengan mencari dan mempelajari upaya-upaya atau keterampilan yang baru, seseorang atau individu yang menggunakan strategi ini percaya bahwa merubah tuntutan dari suatu situasi atau peristiwa, b) emotion focused coping (EFC) adalah bentuk koping yang diarahkan untuk dapat mengatur respon emosional terhadap situasi atau masalah yang dihadapi dan menimbulkan tekanan, bentuk koping ini menggunakan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan behavioral (contohnya adalah melakukan suatu aktifitas yang dapat mengalihkan perhatian seseorang atau individu terhadap situasi yang menekan) dan pendekatan kognitif (bagaimana seseorang atau individu berfikir tentang situasi atau masalah yang menekan). Mekanisme koping dapat juga dikatakan sebagai upaya-upaya penyesuaian terhadap lingkungan (meso,mikro,makro) yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan keluarga, upaya-upaya ini meliputi penyesuaian ketersedian sumber daya, proses manajemen sumber daya keluarga dan penyesuaian standar hidup atau standar output/target hidup yang akan dicapai dengan cara mengurangi stress dan mendapatkan pertolongan orang lain. Mekanisme dalam menghadapi kejadian (coping mechanism) terbentuk dan lahir dari pengalaman, pengetahuan, pemahaman, dan pemaknaan terhadap setiap kejadian, fenomena, harapan dan masalah yang terjadi di sekitarnya. Mekanisme tersebut diteruskan lewat proses sosialisasi dari generasi ke generasi dan pelaksanaannya tergantung pada kadar kualitas pemahaman dan implikasinya dalam kehidupan mereka (Maarif et al. 2012). Sementara itu penelitian Sunarti et al. (2005) menyimpulkan bahwa manajemen stres melalui reorientasi dan srategi koping keluarga memainkan
10 peranan penting dalam menyikapi perubahan drastis pengusiran, pengungsian, serta relokasi keluarga korban konfik Aceh ke lokasi dengan akses ekonomi yang sangat terbatas. Penelitian Rubbyana (2012) menyebutkan bahwa adanya hubungan antara strategi koping adaptif dengan kualitas hidup dimana koping adaptif berarti menangani atau mengatasi masalah secara efektif atau positif dan berkontribusi mengahadapi masalah. Teori McCubbin et al. (1987) mengembangkan model adaptasi keluarga dalam menghadapi tekanan. Dalam proses koping, keluarga mengalokasikan sumberdaya dan kemampuan semua anggota keluarganya untuk memenuhi berbagai tuntutan yang dihadapi keluarga. Teori Wilmoth dan Smyser (2009) juga merangkum model pengelolaan stress ABCX pada warga negara Philipina yaitu stressor event (faktor A) suatu peristiwa yang terjadi, baik peristiwa yang positif ataupun negatif yang merubah atau memiliki potensi perubahan sistem dalam keluarga. Resources (faktor B) merupakan aset yang dimiliki oleh keluarga yang dapat digunakan sebagai penyangga atau pemecahan masalah untuk merubah koping strategi yang dilakukan keluarga. Meaning (faktor C) merupakan persepsi keluarga, penilaian, ataupun penaksiran atas kejadian yang menimbulkan adanya tekanan yang diinterpretasikan oleh keluarga. Selanjutnya adalah outcomes(faktor X) merupakan strategi koping atau adaptasi seseorang/keluarga salah satunya lebih melakukan pendekatan diri pada Tuhan. Strategi Koping Ekonomi Sumber koping keluarga berasal dari karakteristik keluarga yang mempermudah mengatasi masalah dengan pendekatan jawaban akan kesulitan, atau adaptasi keluarga (Voydanof dan Majka 1988). Penelitian Firdaus dan Sunarti (2009) menunjukkan bahwa 18,4 persen contoh mengaku mengurangi pengeluaran pangan. Selain mengurangi pengeluaran pangan, 9-77 persen keluarga contoh melakukan mekanisme koping dengan pengeluaran nonpangan, seperti pengeluaran pendidikan, kesehatan dan pengeluaran lainnya. Selain itu penelitian Elmanora et al. (2012) menunjukkan bahwa meningkatkan keterampilan (sumber daya manusia) adalah salah satu alternatif mata pencaharian untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Strategi koping yang dilakukan oleh keluarga dalam masalah mengatasi keuangan ada dua hal menurut (Puspitawati 1998), yaitu : 1. Generating additional income adalah strategi yang diarahkan untuk meningkatkan ketersediaan sumber daya keuangan dalam keluarga oleh anggota keluarga dengan cara anggota keluarga bekerja tambahan (pekerjaan kedua), bekerja dengan tambahan waktu lebih lama, atau tambahan anggota keluarga yang bekerja 2. Cutting back expenses adalah strategi yang diarahkan untuk merespon ketersediaan sumber daya yang lebih rendah melalui perubahan pola pengeluaran yaitu mengurangi pengeluaran oleh anggota keluarga dengan cara mengurangi pengeluaran terhadap pemeliharaan kesehatan, perabotan rumahtangga, menunda liburan, aktivitas sosial, sumbangan sosial, membeli barang bekas, dan sebagainya.
11 Kesejahteraan Keluarga Ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin (Undang-Undang No. 52 Tahun 2009). Kesejahteraan keluarga petani merupakan tujuan pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Merupakan perjuangan setiap keluarga untuk mencapai kesejahteraan anggota keluarganya. Secara sederhana keluarga petani dikatakan sejahtera manakala dapat memenuhi kebutuhan dasar anggotanya. Namun jika merujuk Undang-Undang No.10 Tahun 1992 keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Kesejahteraan keluarga petani merupakan output dari proses pengelolaan sumberdaya keluarga dan penanggulangan masalah yang dihadapi keluarga petani. Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spirituil dan materil yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antaranggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan (BKKBN 2012). Menurut Undang-Undang RI No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, mengenali penduduk sebagai modal dasar dan faktor dominan pembangunan sehingga perlu dilakukan upaya‐upaya untuk mewujudkan penduduk yang berkualitas. Upaya‐upaya tersebut berupa pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian, pengarahan mobilitas penduduk, pengembangan kualitas penduduk pada seluruh dimensinya, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, penyiapan dan pengaturan perkawinan serta kehamilan. BKKBN merumuskan pengertian keluarga sejahtera sebagai keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan anggotanya baik kebutuhan sandang, pangan, perumahan, sosial, dan agama; keluarga mempunyai keseimbangan antara penghasilan keluarga dengan jumlah anggota keluarga; keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan kesehatan anggota keluarga, kehidupan bersama dengan masyarakat sekitar, beribadah khusuk disamping terpenuhinya kebutuhan pokok. Di dalam penelitian Iskandar et al. (2006) menyebutkan definisi kesejahteraan keluarga sebagai usaha untuk melepaskan diri dari segala tekanan, kesulitan, kesukaran dan gangguan untuk mencapai suatu keadaan yang relative tercukupi. Kondisi tersebut dapat diraih apabila keluarga keluarga memiliki dan mengakses hal-hal seperti : pekerjaan, pendapatan, kebiasaan menggunakan pangan, KB, pendidikan, kepemilikan aset, kondisi fisiologi, lingkungan tempat tinggal, akses lembaga finansial, dan kebijakan regional. Indikator Kemiskinan dan Kesejahteraan Keluarga Penelitian Iskandar (2007) menyebutkan faktor demografi dan sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap kesejahteraan adalah jumlah anggota, umur suami dan istri (harapan hidup dalam kesejahteraan adalah jumlah tahun rata-rata orang dari usia tertentu dapat bertahan hidup dalam kesejahteraan). Sedangkan
12 Perenboom et al. (2004) menyebutkan pendidikan suami dan istri, pendapatan, kepemilikan aset, status pekerjaan suami sebagai pedagang, dan bukan buruh mempengaruhi kesejahteraan. Sedangkan tempat tinggal di desa, kredit uang/barang pada institusi/individu merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi kesejahteraan, selain itu unsur manajemen yang mempengaruhi kesejahteraan adalah perencanaan, dan pembagian tugas. Penelitian Rambe et al. (2008) menunjukkan bahwa Indikator kemiskinan/kesejahteraan (indikator BKKBN, pengeluaran pangan dan persepsi subjektif) mempunyai sensitifitas yang tinggi yakni 100 persen jika digunakan kriteria BPS sebagai gold standard. Namun kinerja indikator kesejahteraan keluarga petani menurut Sadikin dan Subagyono (2008) menjelaskan bahwa hanya dilihat berdasarkan kesejahteraan faktor ekonomi saja, dan hanya terdiri dari lima indikator seperti : indikator pendapatan rumah tangga (on-farm, off-farm, non-farm), struktur pengeluaran konsumsi rumah tangga, perkembangan daya beli rumah tangga petani, perkembangan ketahanan pangan rumah tangga petani, nilai tukar petani. Penelitian Ibrahim (2007) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang berkaitan dengan tingkat kesejahteraan keluarga adalah faktor demografi, sosial ekonomi, serta faktor eksternal. Hasil analisis penelitian Sunarti et al. (2010) menunjukkan kesejahteraan objektif contoh berbeda menurut musim. Pada musim panen, hampir seluruh keluarga (juragan dan janggol) terkategori tidak miskin, namun hal sebaliknya ketika terjadi pada musim paceklik. Dalam penelitian Michalos (2007) menyebutkan bahwa kesejahteraan masyarakat modern tidak hanya tergantung pada modal dan tenaga kerja tradisional tetapi juga pada pengetahuan dan ide-ide yang dimiliki dan dihasilkan oleh masing-masing pekerja, karena pendidikan adalah sumber utama modal manusia. Penelitian Kozaryn (2008) menyebutkan kesejahteraan psikologi secara khusus, telah meneliti kepuasan hidup pada tingkat individu dengan metodologi yang memiliki fitur dengan konsistensi tertentu. Biasanya variabel dependennya dioperasionalkan sebagai tingkat kebahagiaan dan susunan variabel independennya meliputi : kebutuhan biologis, waktu luang, penghasilan atau pendapatan, tujuan yang selaras dengan kebutuhan, faktor budaya, kepribadian, kesehatan, agama, pernikahan, pendidikan, jenis kelamin, bahkan umur seseorang. Sementara itu dalam penelitian Bourke dan Geldens (2006) kesejahteraan subyektif merangkum isu-isu yang berkaitan dengan orang-orang muda lebih komprehensif dengan memasukkan tingkat kepuasan perspektif kaum muda, bersama dengan perilaku sosial, kesehatan mental dan fokus pada perspektif individu. Sedangkan Puspitawati (2012) menyebutkan beberapa istilah yang digunakan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan keluarga adalah Economic Well-Being: yaitu kesejahteraan ekonomi, indikator yang digunakan adalah pendapatan (GNP,GDP, pendapatan perkapita per bulan, nilai asset), Social wellbeing : yaitu kesejahteraan sosial, indikator yang digunakan diantaranya tingkat pendidikan, status dan jenis pekerjaan, Physical-Well Being : yaitu kesejahteraan fisik, indikator yang digunakan adalah status gizi, status kesehatan, tingkat mortalitas tingkat morbiditas, dan Phsychological/spiritual mental well-being : kesejahteraan psikologi, indikator yang digunakan adalah sakit jiwa, tingkat stress, tingkat bunuh diri, tingkat aborsi, dan lain-lain Sementara itu indikator yang dirumuskan oleh BKKBN dan masih digunakan dalam menentukan status kemiskinan keluarga sampai saat ini adalah
13 Tahapan Pra Sejahter (KS I), Tahapan Keluarga Sejahtera I (KS I), Tahapan Keluarga Sejahtera II (KS II), Tahapan Keluarga Sejahtera III (KS III); Tahapan Keluarga Sejahtera III Plus (KS III Plus). Sedangkan kriteria miskin alasan ekonomi (BKKBN) jika tidak memenuhi seluruh persyaratan berikut : 1. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali atau lebih dalam sehari. 2. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja, sekolah dan untuk bepergian. 3. Bagian yang terluas dari lantai rumah bukan dari tanah. 4. Paling kurang seminggu sekali menyediakan daging/susu/ayam sebagai lauk makan keluarga. 5. Paling kurang membeli satu stel pakaian baru dalam setahun terakhir. 6. Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 per orang. Kesejahteraan keluarga subjektif adalah sama dengan Family Subjective of Quality Life (SQL) yaitu lebih menunjukkan perasaan kepuasan pribadi/keluarga atau rasa syukurnya akan kehidupan keluarganya (Puspitawati dan Herawati 2008). Sedangkan menurut menurut Cummins et al. (1998) Quality of Life merupakan gabungan dari kesejahteraan subjektif dan objektif yang memiliki tujuh dimensi diantaranya kesejahteraan materi/ekonomi, kesehatan, produktifitas, keintiman dan perasaan aman, komunitas/sosial, dan emosional. Kesejahteraan subjektif dapat juga diukur dengan kepuasan individu. Hasil penelitian Begic et al. (2007) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif/ Subjective Quality of Life (SQOL) adalah kegelisahan atau rasa khawatir, depresi, strategi koping, dan dukungan sosial. Sedangkan Huda (2010) menyebutkan bahwa istilah kesejahteraan subjektif didefinisikan sebagai evaluasi kognitif dan afektif seseorang tentang hidupnya, yang meliputi penilaian emosional terhadap berbagai kejadian yang dialami yang sejalan dengan penilaian kognitif terhadap kepuasan dan pemenuhan hidup. Berdasarkan hasil penelitian Puspitawati et al. (2012) sebaiknya perempuan meningkatkan pendidikannya baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal, karena pendidikan yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan subjektif keluarga.
3 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Setiap keluarga memiliki kewajiban memenuhi kebutuhan anggota keluarganya sehingga tercipta kesejahteraan maupun kepuasan bagi masingmasing anggota keluarga. Setiap keluarga memiliki faktor internal dan karakteristik yang berbeda-beda tergantung pada latar belakang masing-masing keluarga. Status kemiskinan merupakan faktor internal yang berpengaruh terhadap persepsi tekanan ekonomi, strategi koping dan kesejahteraan keluarga Persepsi tekanan ekonomi keluarga petani di daerah rawan banjir merupakan cara pandang keluarga dalam menanggapi dan menerima keadaan ekonomi yang dirasakan keluarga sehari-hari maupun setelah mengahadapi banjir, terutama kesulitan mencukupi kebutuhan hidup. Kerugian yang ditimbulkan akibat banjir penyebab tekanan ekonomi juga berpengaruh terhadap persepsi tekanan ekonomi.
14 Sebuah keluarga akan melakukan strategi tertentu yang dianggap sangat membantu guna mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya. Hal ini akan berlaku pula pada saat keluarga menghadapi tekanan ekonomi yang disebabkan kerugian akibat banjir dan status kemiskinan keluarga terutama strategi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Upaya ini disebut sebagai strategi koping, strategi koping yang diukur dalam penelitian ini adalah ketika keluarga buruh tani mengalami penurunan pendapatan yang disebabkan adanya kerugian yang diakibatkan banjir, status kemiskinan keluarga, serta persepsi tekanan ekonomi yang dirasakan. Strategi koping dapat dilakukan dari aspek ekonomi dengan cara mengurangi pengeluaran dan menambah pendapatan keluarga, serta strategi koping ekonomi lainnya. Mengurangi pengeluaran merupakan cara yang umumnya dilakukan oleh keluarga. Strategi koping ini membantu meningkatkan kesejahteraan keluarga. Kesejahteraan keluarga petani merupakan output dari masalah-masalah yang dihadapi keluarga, proses pengelolaan sumberdaya keluarga, dan strategi koping yang dilakukan keluarga petani. Keluarga yang sejahtera terkait dengan peran dan fungsi masing-masing anggota keluarga. Keluarga yang bisa menjalankan beragam peran dan fungsinya, maka memiliki pelaung yang besar untuk dapat hidup sejahtera. Selain itu diharapkan juga status kemiskinan keluarga dan tekanan ekonomi yang dirasakan keluarga buruh tani di daerah rawan banjir tidak menurunkan kesejahteraan keluarga dan dapat diatasi dengan strategi yang tepat dan efisien. Sehingga tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup keluarga dapat terpenuhi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1 Kerangka Pemikiran. Hipotesis Berdasarkan tujuan dan kerangka pemikiran, maka disusunlah hipotesis sebagai berikut : 1. Terdapat perbedaan besarnya tekanan ekonomi pada keluarga petani di daerah rawan banjir di desa yang letaknya dekat dan jauh dari ibukota kecamatan. 2. Terdapat perbedaan strategi koping ekonomi yang dilakukan keluarga petani di daerah rawan banjir di desa yang letaknya dekat dan jauh dari ibukota kecamatan. 3. Terdapat perbedaan kesejahteraan keluarga petani di daerah rawan banjir di desa yang letaknya dekat dan jauh dari ibukota kecamatan. 4. Karakteristik keluarga, status kemiskinan keluarga, tingkat keparahan kerugian akibat banjir, dan program/bantuan pemerintah yang pernah diterima keluarga petani berpengaruh terhadap persepsi tekanan ekonomi. 5. Karakteristik keluarga, tingkat keparahan kerugian akibat banjir, status kemiskinan keluarga, dan persepsi tekanan ekonomi keluarga petani berpengaruh terhadap strategi koping yang dilakukan. 6. Karakteristik keluarga, status kemiskinan keluarga, persepsi tekanan ekonomi, dan strategi koping yang dilakukan keluarga petani berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga (indikator SQL/Subjective Quality of Life).
15 A -
Status Kemiskinan
B Karakteristik Keluarga Petani : 1. Usia Suami 2. Jumlah tanggungan keluarga 3. Lama pendidikan Suami 4. Pendapatan perkapita 5. Pekerjaan sampingan kepala keluarga 6. Pekerjaan ibu 7. Luas rumahpekarangan 8. Status kepemilikan rumah 9. Lokasi desa
C Persepsi Keluarga terhadap Tekanan Ekonomi
X Strategi Koping Ekonomi
Kesejahteraan (SQL)
A Tingkat keparahan kerugian akibat banjir
B Bantuan peperintah yang pernah diterima
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
4 METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Berdasarkan tujuannya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggambarkan karakteristik, tekanan ekonomi , kesejahteraan serta strategi koping keluarga di daerah rawan banjir. Penelitian deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang tepat. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir 1999). Penelitian ini merupakan studi cross-sectional dimana data yang dikumpulkan dalam satu waktu dan tidak berkelanjutan. Pengambilan data dilakukan selama 2 bulan yakni dari bulan Juli-Agustus 2014.Pemilihan daerah penelitian ini dilakukan secara sengaja pada lokasi rawan banjir di
16 Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dan dipersempit lagi di Kecamatan Adimulyo. Pemilihan Kecamatan Adimulyo dengan pertimbangan bahwa kecamatan ini adalah kecamatan yang paling parah dilanda banjir (BNPD 2014). Kecamatan Adimulyo terdiri dari 23 desa/kelurahan dan hampir seluruhnya adalah daerah rawan banjir selanjutnya pemilihan 2 desa/kelurahan dipilih secara purposif, yaitu satu desa yang terletak di dekat ibukota kecamatan dan satu desa yang terletak di daerah yang jauh dari ibukota kecamatan. Pemilihan letak desa dengan asumsi bahwa keluarga petani yang bertempat tinggal di desa yang letaknya dekat dengan ibukota kecamatan lebih sejahtera dibanding keluarga petani yang tinggal di desa yang jauh dari ibukota kecamatan. Penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner dan pengambilan contoh dilakukan di dua desa lokasi penelitian ditentukan berdasarkan daerah yang memiliki jumlah penduduk yang berprofesi sebagai buruh tani di daerah rawan banjir Teknik Pengambilan Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah kepala keluarga yang bekerja sebagai buruh tani di daerah rawan banjir Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga buruh tani yang mengalami bencana banjir pada bulan Desember 2013. Teknik pengambilan contoh dengan Multi Stage dengan cara mengumpulkan populasi keluarga buruh tani di dua lokasi Desa Kemujan dan Desa Tegalsari. Selanjutnya populasi di dua desa tersebut dipilih dengan cara simple random sampling dan jumlah contoh yang diambil sebanyak 100 keluarga (Gambar 3). Responden dari penelitian ini adalah suami dan atau isri beserta anggota keluarga lain yang dianggap mengetahui kondisi keluarga yang terkait dengan topik penelitian. Data primer yang dikumpulkan mencakup 110 keluarga contoh, namun setelah dilakukan screening ditetapkan menjadi 100 keluarga. Provinsi Jawa Tengah
Purposif
Kabupaten Kebumen
Purposif
Kecamatan Adimulyo Desa Kemujan (dekat dengan pusat pemerintahan/kantor kecamatan) N=93 keluarga
n = 50
Purposif
Purposif Desa Tegalsari (jauh dengan pusat pemerintahan/kantor kecamatan) N=110 keluarga
n = 50 Gambar 2 Alur penentuan lokasi dan contoh
Random
17 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pada penelitian ini, jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh menggunakan teknik pengumpulan data dengan mengadakan tatap muka dan wawancara langsung dengan responden penelitian dan menggunakan pedoman wawancara terstruktur kuesioner. Data primer yang didapat terdiri dari : 1. Faktor internal keluarga yaitu karakteristik sosial ekonomi keluarga yang terdiri dari: umur, jumlah tanggungan keluarga, lama pendidikan suamiisteri, pekerjaan sampingan suami, pekerjaan ibu, pendapatan perkapitapendapatan keluarga, luas pekarangan, dan status kepemilikan rumah. 2. Faktor eksternal keluarga yaitu program pemerintah untuk pengentasan kemiskinan dan kerugian yang ditimbulkan akibat banjir. 3. Tekanan ekonomi yang dirasakan/persepsi tekanan ekonomi akibat kesulitan ekonomi seperti kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan keluarga setelah mengalami banjir. 4. Status kemiskinan keluarga diukur menggunakan indikator BKKBN, serta lokasi desa atau lokasi tempat tinggal keluarga petani. 5. Strategi koping aspek ekonomi yang terdiri dari penghematan pengeluaran dan penambahan pendapatan, serta strategi koping ekonomi lainnya. 6. Kesejahteraan keluarga petani diukur menggunakan indikator SQL (Subjective Quality of Life). Sementara itu data sekunder diperlukan untuk memperkaya dan menunjang analisis data primer. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait, yaitu Kantor Badan Pusat Statistik, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Kantor Kecamatan, dan Kantor Desa di lokasi penelitian. Adapun data sekunder yang dikumpulkan mencakup data keadaan umum daerah penelitian yang meliputi kondisi geografis, administratif, kependudukan, sosial budaya, prasarana dan sarana. Pengolahan dan Analisis Data Instrumen yang telah disusun, diuji reliabilitas dan validitasnya. Uji validitas digunakan untuk menguji apakah instrumen dapat memperoleh data yang sesungguhnya. Uji reliabilitas digunakan untuk menguji apakah hasil yang diperoleh instrumen memiliki nilai yang konsisten di setiap penggunaan instrumen. Data yang telah dikumpulkan, diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry, cleaning dan analyzing. Selanjutnya data dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun pengukuran variabelnya yang digunakan adalah: 1. Kerugian yang ditimbulkan akibat banjir diukur dengan menilai dari 8 butir pertanyaan yang menyangkut seberapa besar tingkat keparahan kerugian yang dialami. Setiap butir pertanyaan disediakan 4 jawaban yaitu : (skor 0) Tidak mengalami, (skor 1) Tidak parah, (skor 2) Parah, (skor 3) Sangat parah. Hasil skor total tersebut dikelompokkan menjadi 3 kategori dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
18 skor tertinggi – skor terendah Interval kelas = jumlah kelas yang diinginkan Maka akan didapat kategori menjadi : a. tingkat keparahan kerugian rendah dengan skor = <8 b. tingkat keparahan kerugian sedang dengan skor =8-16 c. tingkat keparahan kerugian tinggi dengan skor = >16 2. Persepsi tekanan ekonomi diukur berdasarkan rasa khawatir dan sedih karena kerugian yang dialami ketika banjir, kesulitan ekonomi, peningkatan pemenuhan dan pengeluaran kebutuhan. Instrumen yang digunakan memiliki nilai Cronbach’s alpha 0,897 terdiri dari 42 butir pertanyaan yang menyangkut persepsi keluarga terhadap tekanan ekonomi yang dialami akibat adanya kerugian yang ditimbulkan karena banjir dan kesulitan keuangan. Setiap butir pertanyaan disediakan 4 jawaban yaitu : (skor 0) Tidak pernah, (skor 1) Kadangkadang, (skor 2) Sering (skor 3) Selalu. Selanjutnya jawaban responden diberikan skor dan diindeks menggunakan rumus sebagai berikut : Skor yang dicapai - skor terendah Indeks =
X 100 Skor tertinggi – skor terendah
Maka akan didapat kategori menjadi : a. persepsi tekanan ekonomi rendah dengan indeks < 33,3 b. persepsi tekanan ekonomi sedang dengan indeks 33,3-66,6 c. persepsi tekanan ekonomi tinggi dengan indeks >66,6 3. Status kemiskinan keluarga buruh tani dianalisis secara deskriptif berdasarkan indikator keluarga sejahtera menurut BKKBN, keluarga dikelompokkan menjadi: I. Keluarga pra sejahtera, jika tidak memenuhi kriteria keluarga sejahtera I (pra KS) II. Keluarga sejahtera I (KS I) jika memenuhi enam kriteria KS I III. Keluarga sejahtera II (KS II) jika memenuhi kriteria KS I plus delapan kriteria KS II IV. Keluarga sejahtera III (KS III) jika memenuhi 14 kriteria KS II plus lima kriteria KS III V. Keluarga sejahtera III plus (KS III plus) jika memenuhi 19 kriteria KS III plus dua kriteria. Dengan pengelompokan tersebut, keluarga dikatakan miskin jika termasuk dalam keluarga pra KS dan KS I. Keluarga pra KS dan KS I merupakan keluarga miskin ditinjau dari segi ekonomi maupun sosial (pendidikan, keagamaan, kesehatan). Indikator yang dirumuskan oleh BKKBN adalah sebagai berikut : 1. Tahapan Pra Sejahtera; Adalah keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu indikator tahapan Keluarga Sejahtera I.
19 2.
3.
4.
5.
Tahapan Keluarga Sejahtera I; Adalah keluarga yang baru dapat memenuhi indikator-indikator berikut: (1) Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih; (2) Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian; (3) Rumah yang ditempati keluarga mempunyai atap, lantai, dinding yang baik; (4) Bila ada anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan; (5) Bila pasangan usia subur ingin ber KB pergi ke sarana pelayanan kontrasepsi; (6) Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah. Tahapan Keluarga Sejahtera II Adalah keluarga yang sudah dapat memenuhi indikator Tahapan Keluarga Sejahtera I (indikator 1 s/d 6) dan indikator berikut; (7) Pada umumnya anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing; (8) Paling kurang sekali seminggu seluruh anggota keluarga makan daging/ikan/ telur; (9) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu pasang pakaian baru dalam setahun; (10) Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk setiap penghuni rumah; (11) Tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat, sehingga dapat melaksanakan tugas/fungsi masing-masing; (12) Ada seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja untuk memperoleh penghasilan; (13) Seluruh anggota keluarga umur 10 - 60 tahun bisa baca tulisan latin; (14) Pasangan usia subur dengan anak dua atau lebih menggunakan alat/obat kontrasepsi. Tahapan Keluarga Sejahtera III ; Adalah keluarga yangsudah memenuhi indikator Tahapan keluarga Sejahtera I dan Indikator Keluarga Sejahtera II (Indikator 1 s/d 14) dan indikator berikut; (15) Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama; (16) Sebagian penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk uang atau barang; (17) Kebiasaan keluarga makan bersama paling kurang seminggu sekali dimanfaatkan untuk berkomunikasi; (18) Keluarga ikut dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggal; (19) Keluarga memperoleh informasi dari surat kabar/majalah/radio/tv. Tahapan Keluarga Sejahtera III Plus;
20
5.
6.
7.
8.
Adalah keluarga yang memenuhi indikator Tahapan keluarga Sejahtera I, Indikator Keluarga Sejahtera II dan Indikator Keluarga Sejahtera III (Indikator 1 s/d 19) dan indikator berikut; (20) Keluarga secara teratur dengan suka rela memberikan sumbangan materiil untuk kegiatan sosial; (21) Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus perkumpulan sosial/yayasan/ institusi masyarakat. Strategi koping ekonomi yang dijalankan oleh keluarga buruh tani di daerah rawan banjir ketika terjadi penurunan pendapatan terdiri dari tiga kegiatan yaitu strategi menambah pendapatan dan strategi mengurangi pengeluaran, serta strategi koping ekonomi lainnya (hutang, mengambil tabungan, menjual atau menggadaikan barang-barang). Data strategi koping diberi skor 1 untuk jawaban ya dan skor 0 untuk jawaban tidak. Strategi koping menambah pendapatan, mengurangi pengeluaran, dan strategi koping lainnya secara keseluruhan dikelompokkan menjadi tiga yaitu sedikit, sedang dan banyak. Selanjutnya diukur juga intensitas atau seberapa sering strategi koping dilakukan yang diukur melalui cara menjawab pertanyaan dengan instrumen yang digunakan untuk mengukur intensitas melakukan strategi koping memiliki nilai Cronbach’s alpha 0,985 yang terdiri dari 42 butir pertanyaan. Setiap butir pertanyaan disediakan 4 jawaban yaitu : (skor 0) Tidak pernah, (skor 1) Kadangkadang, (skor 2) Sering, (skor 3) Selalu. Maka akan didapat kategori tingkat intensitas melakukan strategi koping, sebagai berikut : a. tingkat intensitas melakukan strategi koping rendah/jarang, indeks <33,3 b. tingkat intensitas melakukan strategi koping sedang/sering, indeks 33,366,6 c. tingkat intensitas melakukan strategi koping tinggi/sangat sering, indeks > 66,6 . Sedangkan untuk pertanyaan mengenai kesejahteraan keluarga memiliki nilai Cronbach’s alpha 0,830 terdiri dari 30 butir pertanyaan yang menyangkut seberapa besar tingkat kepuasan dalam keluarga. Setiap butir pertanyaan disediakan 3 jawaban yaitu : (skor 0) Tidak puas, (skor 1) Cukup puas, (skor 2) Puas. Indeks yang diperoleh dikategorikan ke dalam dua kategori yakni apabila indeks > 70 dikelompokan sejahtera dan indeks <70 persen dikelompokkan tidak sejahtera. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan karakteristik keluarga buruh tani di daerah rawan banjir. Analisis ini dilakukan untuk menggambarkan kondisi masing-masing peubah yang mempengaruhi tekanan ekonomi, strategi koping, dan kesejahteraan keluarga buruh tani. Tujuan utamanya adalah untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diteliti secara objektif. Perbedaan antara karakteristik keluarga, persepsi tekanan ekonomi, strategi koping keluarga, dan kesejahteraan keluarga menurut indikator Subjective Quality of Life (SQL) yang bertempat tinggal di desa yang letaknya dekat dan jauh dari kantor kecamatan atau pusat pemerintahan diuji dengan menggunakan uji-t dua sampel independen. Sedangkan
21 perbedaan status kemiskinan keluarga menurut indikator BKKBN menggunakan analisis Mann-Whitney U. 9. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis faktorfaktor yang berpengaruh terhadap persepsi tekanan ekonomi, strategi koping, dan kesejahteraan keluarga (indikator Subjective Quality of Life/SQL). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Persepsi keluarga terhadap tekanan ekonomi: Y1 = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + Y1D1 + Y2D2 + Y3D3 + Y4D4 + Y5D5 + ε Keterangan: Y1 = Persepsi terhadap tekanan ekonomi (indeks) α = Konstanta β = Koefisien regresi X1 = Usia suami (tahun) X2 = Jumlah tanggungan keluarga (jiwa) X3 = Lama pendidikan suami (tahun) X4 = Luas rumah-pekarangan (ubin) X5 = Pendapatan perkapita (Rp/bulan) X6= Tingkat keparahan kerugian banjir (skor) X7= Bantuan pemerintah yang pernah diterima (jenis) D1=Pekerjaan sampingan kepala keluarga (0=tidak memiliki, 1=memiliki) D2= Pekerjaan ibu (0=tidak memiliki, 1=memiliki) D3= Status kepemilikan rumah (0=tidak memiliki, 1=memiliki) D4= Lokasi desa (0=jauh dari ibukota kecamatan, 1= dekat dari ibukota kecamatan) D5= Status kemiskinan keluarga (0=miskin, 1= tidak miskin) ε = Error b. Strategi koping ekonomi : Y2 = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + Y1D1 + Y2D2 + Y3D3 + Y4D4 + Y5D5 + ε Keterangan : Y2 = Banyaknya (kegiatan) dan intensitas strategi koping (indeks) α = Konstanta β = Koefisien regresi X1 = Usia suami (tahun) X2 = Jumlah tanggungan keluarga (jiwa) X3 = Lama pendidikan suami (tahun) X4 = Luas rumah-pekarangan (ubin)
22 X5 = Pendapatan perkapita (Rp/bulan) X6= Tingkat keparahan kerugian banjir (skor) X7= Persepsi tekanan ekonomi (indeks) D1= Pekerjaan sampingan kepala keluarga (0=tidak memiliki, 1=memiliki) D2= Pekerjaan ibu (0=tidak memiliki, 1=memiliki) D3= Status kepemilikan rumah (0=tidak memiliki, 1=memiliki) D4= Lokasi desa (0=jauh dari ibukota kecamatan, 1= dekat dari ibukota kecamatan) D5= Status kemiskinan keluarga (0=miskin, 1= tidak miskin) ε = Error b. Kesejahteraan keluarga (SQL): Y3 = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β8X8 + Y1D1 + Y2D2 + Y3D3 + Y4D4 + Y5D5 + ε Keterangan : Y3 = Kesejahteraan keluarga (indeks) α = Konstanta β = Koefisien regresi X1 = Usia suami (tahun) X2 = Jumlah tanggungan keluarga (jiwa) X3 = Lama pendidikan suami (tahun) X4 = Luas rumah-pekarangan (ubin) X5 = Pendapatan perkapita (Rp/bulan) X6= Persepsi tekanan ekonomi (indeks) X7= Banyaknya strategi koping yang dilakukan (kegiatan) X8= Intensitas melakukan strategi koping (indeks) D1=Pekerjaan sampingan kepala keluarga (0=tidak memiliki, 1=memiliki) D2= Pekerjaan ibu (0=tidak memiliki, 1=memiliki) D3= Status kepemilikan rumah (0=tidak memiliki, 1=memiliki) D4= Lokasi desa (0=jauh dari ibukota kecamatan, 1= dekat dari ibukota kecamatan) D5= Status kemiskinan keluarga (0=miskin, 1= tidak miskin) ε = Error Variabel dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan atas kerangka pemikiran penelitian (Tabel 1).
23 Tabel 1 Variabel penelitian dan pengukurannya No 1.
Variabel Karakteristik Keluarga - Usia suami - Jumlah tanggungan keluarga ‐ Pendidikan suami-isteri
- Pekerjaan sampingan kepala keluarga dan pekerjaan ibu
Ukuran
Keterangan
- (tahun) - (jiwa) - (Lama pendidikan=tahun) /Jenjang pendidikan 0=Tidak Sekolah;1=SD;2=SLTP ;3=SLTA;4=Akademi;5 =Sarjana; 6=Pascasarjana - (jenis pekerjaan), (0=tidak memiliki, 1=memiliki)
- Aset keluarga - Luas rumah-pekarangan -Pendapatan perkapitapendapatan keluarga , pengeluaran per kapita -Status kepemilikan rumah
- (jenis) - (ubin) - (Rp/bulan)
2.
Bantuan pemerintah yang pernah diterima keluarga
- [1] Raskin - [2] Jamkesmas/BPJS - [3] Program rumah murah - [4] Bantuan Langsung Tunai (BLT) - [5] Sembako murah (bantuan terkait bencana banjir)
- Bantuan yang pernah diterima (skor, ya=1, tidak =0)
3.
Kerugian yang ditimbulkan akibat banjir
- [1] Kerusakan rumah - [2]Kehilangan pekerjaan - [3] Luka-lukafisik - [4]Mengalami cacat tetap - [5]Terganggunya kesehatan non fisik/trauma batin - [6] Kehilangan harta benda - [7]Kehilangan anggota keluarga - [8]Mengalami gagal panen
- Seberapa besar tingkat keparahan kerugian yang dialami (skor).
-(0=tidak memiliki, 1=memiliki)
- Terdiri dari 8 pertanyaan : a.tingkat keparahan kerugian rendah skor <8 b.tingkat keparahan kerugian sedang skor 816 c.tingkat keparahan kerugian tinggi skor 1624
24 Lanjutan Tabel 1 Variabel penelitian dan pengukurannya No 4.
Variabel Persepsi Tekanan Ekonomi
5.
Status Kemiskinan Keluarga Strategi koping Aspek ekonomi dilakukan
6.
-
Ukuran adanya rasa khawatir, frustasi, dan kesulitan keuangan serta rasa ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
- Indikator BKKBN Strategi koping keluarga: yang a. Strategi mengurangi pengeluaran
b. Menambah income /pendapatan
c. Strategi koping ekonomi lainnya
7.
Kesejahteraan Keluarga
Subjective Quality of Life (SQL)
Keterangan - Persepsi tekanan ekonomi yang dialami akibat adanya kerugian yang ditimbulkan karena banjir (indeks) - Terdiri dari 42 pertanyaan: a. persepsi tekanan ekonomi rendah indeks <33,3 b. persepsi tekanan ekonomi sedang indeks 33,3-66,6 c. persepsi tekanan ekonomi tinggi indeks >66,6 - (skor dari 21 butir pertanyaan) - [1] Sedikit (≤14 kegiatan); [2] sedang (15-30 kegiatan); [3] banyak (31-42 kegiatan) a. [1] Sedikit (≤8 kegiatan); [2] sedang (9-16 kegiatan); [3] banyak (17-24 kegiatan) b. [1] Sedikit (≤4 kegiatan); [2] sedang (5-9 kegiatan); [3] banyak (10-14 kegiatan) c. [1] Sedikit (≤1 kegiatan); [2] sedang ( 2 kegiatan); [3] banyak (3-4 kegiatan) - Terdiri dari 42 pertanyaan: a. tingkat intensitas melakukan strategi koping rendah, indeks <33,3 b. tingkat intensitas melakukan strategi koping sedang,indeks 33,3-66,6 c. tingkat intensitas melakukan strategi koping tinggi, indeks >66,6 - Terdiri dari 30 pertanyaan (indeks) Tidak sejahtera indeks ≤ 70, Sejahtera indeks >70
25 Definisi Operasional 1.
2. 3.
4.
5. 6.
7.
8.
9.
10.
11.
Keluarga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau keseluruhan bangunan yang memiliki hubungan darah atau hubungan akibat perkawinan. Petani adalah dalam penelitian ini orang yang bermata pencaharian utamanya sebagai buruh tani. Keluarga petani adalah dalam penelitian ini keluarga juga sekaligus merupakan rumah tangga dimana kepala keluarganya memiliki alokasi waktu dan sumber penghasilan utamanya sebagai buruh tani. Kerugian akibat banjir adalah suatu keadaan kesulitan keluarga dimana disebabkan suatu keluarga mengalami gangguan, kehilangan, dan kerusakan baik secara fisik, ekonomi maupun psikologis (dinyatakan dalam skor) Bantuan pemerintah adalah banyaknya bantuan yang pernah diterima keluarga petani (dinyatakan dalam jenis). Persepsi tekanan ekonomi adalah adanya rasa khawatir, frustasi, dan kesulitan keuangan serta rasa ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang dialami keluarganya akibat adanya kerugian yang ditimbulkan karena banjir (dinyatakan dalam indeks) Status kemiskinan keluarga adalah kondisi ekonomi keluarga diukur dengan indikator kemiskinan yang dirumuskan oleh BKKBN (keluarga miskin-tidak miskin). Strategi koping ekonomi adalah upaya mengatasi masalah melalui usahausaha dalam bidang ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, yang meliputi strategi penghematan dan strategi penambahan pendapatan, serta strategi koping ekonomi lainnya (dinyatakan dalam kegiatan dan indeks). Banyaknya strategi koping adalah banyaknya kegiatan upaya mengatasi masalah melalui usaha-usaha dalam bidang ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, yang meliputi strategi penghematan dan strategi penambahan pendapatan, serta strategi koping ekonomi lainnya (dinyatakan dalam kegiatan). Intensitas strategi koping adalah sering atau tidaknya melakukan kegiatan upaya mengatasi masalah melalui usaha-usaha dalam bidang ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, yang meliputi strategi penghematan dan strategi penambahan pendapatan, serta strategi koping ekonomi lainnya (dinyatakan dalam indeks). Kesejahteraan keluarga adalah kesejahteraan subjektif keluarga yang diukur berdasarkan indikator Subjective Quality of Life /SQL (dinyatakan dalam indeks).
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Daerah Penelitian Letak dan Kondisi Geografis Kondisi iklim tropis Provinsi Jawa Tengah yang terletak antara 5o40'-8o30' LS dan antara 108o30'-111o30' BT menjadikan potensi dan ancaman bencana.
26 Dampak dari bahaya iklim tersebut adalah banjir, kekeringan, kebakaran lahan dan badai angin. Kejadian bencana alam karena iklim dalam sepuluh tahun terakhir diantaranya adalah banjir di Demak, Semarang, Brebes, Cilacap, Kebumen dan Purworejo; kekeringan di Demak, Grobogan dan Wonogiri; kebakaran lahan di lereng Lawu, Merbabu, Merapi, Sumbing dan Slamet; terjadi pula badai angin terjadi di Kabupaten Karanganyar, Boyolali, Klaten dan bagian selatan Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah memiliki 26 kecamatan salah satunya adalah Kecamatan Adimulyo dimana pengambilan data dilakukan di kecamatan ini. Kecamatan Adimulyo terletak di dataran rendah, dengan ketinggian 14 m di atas permukaan laut. Luas wilayah 4.343 hektar atau 43,43 km2. Kecamatan Adimulyo berbatasan dengan beberapa kecamatan, di sebelah utara : Kec. Karanganyar dan Kec. Gombong, di sebelah timur : Kec. Sruweng dan Kec. Petanahan, di sebelah selatan : Kec. Puring dan Kec. Petanahan, di sebelah barat : Kec. Kuwarasan dan Kec. Gombong. Letak astronomis Kecamatan Adimulyo yakni antara 700-800 LS dan antara 1090-1100 BT. Luas wilayah Kecamatan Adimulyo sebesar 3,39 persen dari total luas Kecamatan Adimulyo. Kecamatan Adimulyo secara administratif terdiri dari 23 desa, yaitu Sugihwaras, Tambakharjo, Tepakyang, Sidomulyo, Wajasari, Candiwulan, Adikarto, Adimulyo, Temanggal, Joho, Adiluhur, Tegalsari, Sekarteja, Kemujan, Mangunharjo, Banyuarta, Meles, Caruban, Bonjok, Arjomulyo, Arjosari, Pekuwon, dan Sidomukti, peta wilayah disajikan pada Lampiran 1. Bencana banjir merupakan kejadian rutin di Kabupaten Kebumen, namun hal ini terjadi hanya di daerah-daerah rawan banjir. Sedangkan kejadian bencana terbesar di Kebumen adalah pada tanggal 17 Juli 2006 yaitu bencana Tsunami yang menimbulkan dampak parah di daerah pantai Cilacap, Kebumen, dan Purworejo. Selain jatuhnya korban jiwa, juga terdapat banyak kerusakan rumah/bangunan, saran penangkap ikan, dan kerusakan lingkungan pantai. Daerah penelitian berlokasi di Desa Kemujan dan Tegalsari, berdasarkan data terakhir tahun 2013 luas wilayah menurut lahan sawah dan lahan kering di Desa Kemujan adalah 130 ha dan 61,24 ha, sedangkan di Desa Tegalsari adalah 142 ha dan 107,95 ha. Berdasarkan luas lahan bukan tanah di Desa Kemujan dan Tegalsari adalah diperuntukan pemukiman, tegalan/kebun, dan lainnya yaitu untuk Desa Kemujan seluas 32,87 ha, 2,17 ha, dan 26,20 ha, sedangkan Desa Tegalsari seluas 52,35 ha, 17,87 ha, dan 37,73 ha. Jarak dari kantor desa ke ibukota kecamatan dan ibukota kabupaten adalah Desa Kemujan sejauh 0,40 km dan 20,40 km, sedangkan Desa Tegalsari sejauh 1,70 km dan 21,70 km. Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk Jumlah Penduduk. Secara agregat penduduk di Kecamatan Adimulyo pada tahun 2013 tercatat 34.085 jiwa berkurang sebesar 0,65persen dari tahun sebelumnya, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 9.980 rumah tangga sehingga rata-rata jumlah jiwa per rumah tangga sebesar 3 jiwa. Kepadatan penduduk Kecamatan Adimulyo sebesar 785 jiwa/km2. Sedangkan jika dilihat menurut usia produktif penduduk Kecamatan Adimulyo adalah 63 persen (21.395 jiwa) dan usia tidak produktif sebesar 37 persen (12.690 jiwa). Banyaknya perangkat desa, dusun, rukun warga, dan rukun tetangga adalah Desa Kemujan 11 orang, 4 dusun, 2 rukun warga, dan 9 rukun tetangga, sedangkan Desa Tegalsari sebanyak 14
27 orang, 8 dusun, 5 rukun warga, dan 10 rukun tetangga. Jumlah penduduk dewasa berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan di Desa Kemujan sebanyak 429 jiwa dan 474 jiwa, sedangkan di Desa Tegalsari sebanyak 573 jiwa dan 619 jiwa. Perkembangan Kemiskinan Tahun 2009-2014. Pada periode tahun 2009 – 2013 jumlah penduduk miskin mengalami kecenderungan menurun dari 5,726 juta orang pada tahun 2009 menjadi 4,561 juta orang pada September 2014. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 17,72 persen pada tahun 2009 menjadi 13,58 persen pada September 2014. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah pada September 2014 sebesar 4,562juta orang (13,58 persen) turun sekitar 274,6 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2014 yang berjumlah 4,836 juta orang (14,46 persen). Di daerah perkotaan mengalami penurunan 173,8 ribu orang (1,18 persen) menjadi 1.771,53 ribu orang pada September 2014. Demikian pula untuk daerah perdesaan, menurun 100,9 ribu orang (-0,61 persen) menjadi 2.790,29 ribu orang pada periode yang sama. Selama periode Maret 2014 – September 2014, distribusi penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada Maret 2014, sebagian besar (59,78 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan begitu pula pada September 2014 (61,17 persen). Mata Pencaharian. Mayoritas mata pencaharian penduduk di Kecamatan Adimulyo adalah bertani/petani baik petani yang memiliki lahan sawah, petani penggarap, maupun buruh tani. Kecamatan Adimulyo merupakan salah satu kecamatan penyangga pangan pokok khususnya padi di Kecamatan Adimulyo. Pada tahun 2013 produksi padi sawah mencapai 38.365,51 ton, sedangkan untuk luas panen padi sebesar 5.955 ha. Produksi padi sawah di Desa Kemujan sebanyak 1.584,12 ton dengan luas panen 260 ha, sedangkan di Desa Tegalsari sebanyak 1.717,48 ton dengan luas panen 281 ha. Banyaknya rumah tangga usaha tanaman pangan di Desa Kemujan sebanyak 304 dan sebanyak 353 di Desa Tegalsari. Mata pencaharian lainnya adalah pegawai swasta, pegawai pemerintahan bukan PNS, PNS, maupun petugas kesehatan baik yang bekerja pada fasilitas kesehatan swasta maupun pemerintah. Namun strategi nafkah yang biasa dijalani penduduk Kecamatan Adimulyo adalah pembuat tempe, pedagang, pencari ikan di sungai, dan buruh serabutan. Pendidikan. Ketersediaan fasilitas pendidikan baik sarana maupun prasarana akan sangat menunjang dalam meningkatkan mutu pendidikan. Banyaknya Taman Kanak-kanak di Desa Kemujan sebanyak 1 sekolah dan Desa Tegalsari 1 sekolah. Banyaknya Sekolah Dasar Negeri di Desa Kemujan sebanyak 1 sekolah dan Desa Tegalsari sebanyak 1 sekolah, sedangkan untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas di kedua desa daerah penelitian tidak ada yang memiliki. Hal ini sarana dan prasarana untuk pendidikan dinilai sangat kurang, sehingga untuk mengenyam pendidikan setelah Sekolah Dasar murid-murid harus menempuh jarak yang jauh sekali dari rumah ke sekolah. Ketersediaan prasarana pendidikan di suatu wilayah tentunya akan memudahkan masyarakatnya untuk mengakses pendidikan. Dengan demikian diharapakan tingkat pendidikan masyarakat akan dapat meningkat. Sebaliknya ketidaktersediaan prasarana pendidikan di suatu wilayah akan menyulitkan masyarakat untuk mengakses pendidikan, terutama bagi kalangan ekonomi
28 menengah ke bawah, karena untuk mengakses pendidikan memerlukan biaya transportasi. Namun banyaknya sekolah di Kecamatan Adimulyo sendiri adalah sebanyak 27 sekolah swasta Taman Kanak-Kanak, 27 Sekolah Dasar Negeri, 2 sekolah swasta Sekolah Dasar, 2 SLTP Negeri, 1 sekolah swasta SLTP, belum ada SLTA Negeri dan 1 sekolah swasta SLTA Agama. Kehidupan beragama yang harmonis sangat didambakan masyarakat. Namun oleh karena sebagian besar penduduk beragama Islam, maka prasarana peribadatan yang terbanyak juga untuk pemeluk agama Islam. Desa Kemujan sebanyak 2 buah masjid dan 6 buah langgar/mushola, sedangkan Desa Tegalsari sebanyak 3 buah masjid dan 7 buah langgar/mushola. Kesehatan dan Keamanan. Pembangunan kesehatan menyangkut aspek mendasar dalam pembangunan manusia. Keberhasilan pembangunan kesehatan akan berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun di daerah penelitian dinilai masih sangat kurang adanya sarana dan prasarana kesehatan, di Desa Kemujan hanya ada sebanyak 5 petugas kesehatan terdiri dari dokter umum, dokter gigi, dan bidan masing-masing 1 orang, dan 2 orang perawat. Sedangkan di Desa Tegalsari hanya ada 1 orang bidan sebagai petugas kesehatan. Fasilitas keamanan berdasarkan jumlah anggota hansip dan pos/gardu keamanan adalah untuk Desa Kemujan 13 orang hasip dan 7 pos/gardu keamanan, Desa Tegalsari 9 orang hansip dan 5 pos/gardu keamanan. Karakteristik Keluarga Usia Suami dan Istri Usia Suami. Usia suami berada pada rentang 23 sampai dengan 71 tahun dengan rata-rata keseluruhan 44,94. Usia suami dibedakan menjadi lima klasifikasi, yaitu 23-34 tahun, 35-44 tahun, 45-54 tahun, 55-64 tahun, dan 65+ tahun klasifikasi umur petani utama ini ditentukan rentang 10 tahun sesuai dengan acuan BPS (Tabel 2). Terdapat 37 persen memiliki usia suami pada usia 35-44 tahun, proporsi kedua adalah keluarga yang memiliki usia suami pada usia 45-54 tahun yaitu sebesar 28 persen. Selanjutnya keluarga yang memiliki usia suami rentang 22-34 tahun atau rentang termuda adalah sebesar 18 persen, sisanya 10 persen memiliki usia suami 55-64 tahun dan 7 persen memiliki usia suami 65+ tahun adalah proporsi terkecil. Suami pada keluarga contoh di Desa Kemujan yang letak desanya dekat dengan ibukota kecamatan memiliki rata-rata usia 47,46 tahun, sedangkan di Desa Tegalsari desa yang letaknya jauh dari ibukota kecamatan memiliki rata-rata usia 42,42 tahun. Dapat dilihat usia suami pada keluarga contoh yang bertempat tinggal di Desa Kemujan lebih tua sekitar 5 tahun dibandingkan keluarga contoh yang bertempat tinggal di Desa Tegalsari. Namun hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara usia suami keluarga contoh di desa yang letaknya dekat dengan desa yang letaknya jauh dari ibukota kecamatan (nilai p=0,953) atau > α=0,05. Mayoritas usia suami di Desa Kemujan dan Desa Tegalsari berada pada kelompok usia 3544 tahun sebesar 18 persen dan 19 persen, sedangkan usia termuda suami adalah 23 tahun dan usia tertua adalah 70 tahun. Usia Istri. Mayoritas keluarga contoh memiliki usia isteri pada kelompok 35-44 tahun yaitu sebanyak 34 persen. Usia termuda istri adalah 22 tahun dan tertua 70 tahun. Jika dibandingkan dengan usia suami usia istri dikatakan lebih
29 muda dengan rata-rata keseluruhan usia istri adalah 40,61 tahun, sedangkan usia suami 44,94 tahun (Lampiran 3). Dilihat dari lokasi tempat tinggal rata-rata usia istri keluarga contoh di Desa Kemujan desa yang letaknya dekat dengan ibukota kecamtan berusia 42,52 tahun, sedangkan usia istri keluarga contoh yang bertempat tinggal di Desa Tegalsari desa yang letaknya jauh dari ibukota kecamatan lebih muda yaitu berusia 38,70 tahun. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara usia istri di kedua desa dengan nilai p= 0,247 atau > α=0,05. Tabel 2 Sebaran keluarga contoh berdasarkan usia suami-istri dan lokasi tempat tinggal Usia suami Rentang usia 22-34 tahun 35-44 tahun 45-54 tahun 55-64 tahun 65+ tahun Total Min-maks (tahun) Rata-rata ± std (tahun) P-value Keterangan: 1 2
Dekat n 5 18 16 6 5 50
Jauh
% 10,0 36,0 32,0 12,0 10,0 100,0
n 13 19 12 4 2 50
% 26,0 38,0 24,0 8,0 4,0 100,0
n 13 18 9 8 2 50
Usia istri Dekat Jauh % n % 26,0 20 40,0 36,0 16 32,0 18,0 11 22,0 16,0 2 4,0 4,0 1 2,0 100,0 50 100,0
23±70 47,46±10,757
22±70 42,42±10,719
42,52±11,956
38,70±10,520
0,953 0,247 Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada usia suami antara keluarga contoh dengan p-value >α=0,05 Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada usia isteri antara keluarga contoh dengan p-value >α=0,05
Lama Pendidikan Suami dan Istri Lama Pendidikan Suami. Secara umum, lama dan tingkat pendidikan suami-istri keluarga contoh pada penelitian ini memiliki paling rendah 1 tahun dan paling tinggi 12 tahun (Tabel 3). Dalam penelitian ini responden yang terpilih adalah keluarga buruh tani, hal ini berarti tidak ada keluarga contoh yang menempuh pendidikan lebih tinggi dari SMA/sederajat. Adapun rata-rata lama pendidikan suami-isteri 7,92 dan 7,27 tahun (Lampiran 3). Rata-rata ini dinilai rendah berdasarkan rata-rata lama pendidikan di Indonesia yaitu 8,3 tahun lakilaki dan 7,5 tahun perempuan. Namun rata-rata lama pendidikan suami-isteri pada keluarga contoh dinilai lebih tinggi berdasarkan rata-rata lama pendidikan Provinsi Jawa Tengah yaitu 7,5 tahun laki-laki dan 6,7 tahun perempuan. Proporsi terbesar keluarga yang memiliki lama pendidikan yaitu 48 persen dan 59 persen adalah keluarga yang memiliki lama pendidikan suami dan istri hanya sampai 6 tahun atau tamat SD/sederajat. Ditinjau dari lokasi tempat tinggal lama pendidikan suami pada keluarga contoh yang bertempat tinggal di Desa Kemujan desa yang letaknya dekat dengan ibukota kecamatan memiliki rata-rata lama pendidikan yang lebih rendah yaitu 7,20 tahun dibandingkan lama pendidikan suami keluarga contoh yang bertempat tinggal di Desa Tegalsari desa yang letaknya jauh dari ibukota kecamatan yaitu 8,64 tahun. Hal ini terjadi diindikasikan bahwa di Desa Kemujan mayoritas yang menjadi keluarga contoh memiliki usia lebih tua yang terdahulu dan mayoritas penduduknya memiliki tingkat pendidikan yang rendah.
30 Hasil uji-t menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara lama pendidikan suami di Desa Kemujan dan Desa Tegalsari dengan (p-value= 0,931) atau lebih dari α=0,05. Tabel 3 Sebaran keluarga contoh berdasarkan lama pendidikan suami-istri dan lokasi tempat tinggal Suami Lama pendidikan
Istri
Dekat n
Jauh %
n
Dekat %
n
Jauh %
n
%
Tidak tamat 4 8,0 0 0,0 3 6,0 2 4,0 SD (<6 tahun) Tamat SD 28 56,0 20 40,0 31 62,0 28 56,0 (>6 tahun) Tamat SMP 11 22,0 16 32,0 15 30,0 10 20,0 (9 tahun) Tamat SMA 7 14,0 14 28,0 1 2,0 10 20,0 (12 tahun) Total 50 100,0 50 100,0 50 100,0 50 100,0 Min-maks 1-12 1-12 (tahun) Rata-rata ± std 7,20±2,634 8,64±2,472 6,92±1,712 7,62±2,710 (tahun) P-value 0,931 0,000** Keterangan: 1 Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada lama pendidikan suami antara keluarga contoh dengan p-value >α=0,05 2 **Terdapat perbedaan yang signifikan pada lama pendidikan isteri antara keluarga contoh dengan p-value <α=0,01
Lama Pendidikan Isteri. Tidak berbeda dengan lama pendidikan suami keluarga contoh, secara keseluruhan mayoritas atau sebagian besar (59 persen) keluarga contoh memiliki lama pendidikan istri hanya pada tingkat Sekolah Dasar (SD) atau 6 tahun. Rata-rata lama pendidikan istri lebih rendah dibanding rata-rata lama pendidikan suami. Berdasarkan lokasi tempat tinggal, tidak berbeda dengan lama pendidikan suami pada keluarga contoh di Desa Kemujan desa yang letaknya dekat dengan ibukota kecamatan juga lebih rendah yaitu memiliki ratarata 6,92 tahun dan Desa Tegalsari desa yang letaknya jauh dari ibukota kecamatan 7,62 tahun. Hasil uji-t menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan lama pendidikan istri di desa yang letaknya dekat dengan pusat pemerintahan dan desa yang letaknya jauh dengan pusat pemerintahan (p-value=0,000) atau < α=0,01. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata lama pendidikan suami (7,92 tahun) dan isteri (7,27 tahun) dinilai sangat rendah apabila berpedoman pada Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 yang menyatakan tentang wajib belajar sembilan tahun dan pemberantasan buta aksara dan dinilai lebih rendah berdasarkan rata-rata lama pendidikan penduduk usia 15 tahun ke atas menurut seluruh Indonesia tahun 2011 yaitu 8,3 tahun laki-laki dan 7,5 tahun perempuan (BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat 2011). Namun rata-rata lama pendidikan suami-isteri pada keluarga dinilai lebih tinggi berdasarkan data ratarata lama pendidikan penduduk usia 15 tahun ke atas menurut provinsi Jawa Tengah dan jenis kelamin tahun 2011 yaitu 7,5 tahun laki-laki dan 6,7 tahun perempuan (BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat 2011).
31 Pekerjaan Sampingan Kepala Keluarga dan Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Pekerjaan Sampingan Kepala Keluarga. Sebanyak 77 persen kepala keluarga memiliki pekerjaan lain disamping pekerjaan utama sebagai buruh tani. Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa sebagai tambahan penghasilan. Tabel 4 menunjukkan bahwa sebanyak 23 persen keluarga dengan kepala keluarga tidak memiliki pekerjaan sampingan. Proporsi terbanyak memiliki pekerjaan sampingan kepala keluarga dengan beternak sebanyak 32 persen dan proporsi terbanyak kedua adalah sebanyak 29 persen memiliki pekerjaan sampingan kepala keluarga sebagai pekerja kasar. Sebanyak 5 persen keluarga contoh memiliki pekerjaan sampingan berdagang dan 10 persen keluarga contoh memiliki pekerjaan sampingan sebagai kuli bangunan. Proporsi paling sedikit adalah keluarga yang memiliki pekerjaan sampingan kepala keluarga sebagai pembuat tempe yaitu sebanyak 1 persen. Keluarga contoh yang bertempat tinggal di Desa Kemujan lebih banyak yang memiliki pekerjaan sampingan kepala keluarga yaitu 10 keluarga contoh yang tidak memiliki pekerjaan sampingan kepala keluarga, sedangkan Desa Tegalsari ada 13 keluarga contoh yang tidak memiliki pekerjaan sampingan kepala keluarga. Tabel 4 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kepemilikan pekerjaan sampingan kepala keluarga dan lokasi tempat tinggal Pekerjaan sampingan kepala keluarga Tidak memiliki Memiliki Total
Dekat n 10 40 50
% 20,0 80,0 100,0
Jauh n 13 37 50
% 26,0 74,0 100,0
Total n % 23 23,0 77 77,0 100 100,0
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga. Meskipun kepala keluarga sudah memiliki pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan masih banyak juga ibu rumah tangga yang memiliki pekerjaan. Hal ini dilakukan oleh para ibu dikarenakan adanya waktu luang yang dimiliki oleh para ibu dan ibu yang memiliki pekerjaan dapat membantu keuangan keluarga untuk menambah pendapatan serta meringankan beban keluarga. Tabel 5 menunjukkan bahwa 66 persen ibu memiliki pekerjaan sebagai buruh tani, hal ini pada umumnya dilakukan oleh para isteri dan banyak diminati para isteri karena dengan alasan membantu suami bekerja sebagai buruh tani. Selain itu sebagian besar mata pencaharian dan sumber penghasilan serta lapangan pekerjaan keluarga di daerah penelitian mayoritas sebagai petani. Strategi nafkah lainnya yang dijalani oleh para ibu adalah sebagai pekerjaan seadanya yang dapat dilakukan, sedangkan ibu yang memiliki anak balita, anak usia Sekolah Dasar, isteri yang tidak mampu bekerja karena alasan sakit atau usia lanjut biasanya tidak memiliki pekerjaan yaitu sebanyak 34 persen ibu tidak memiliki pekerjaan. Proporsi ibu pada keluarga contoh yang tidak memiliki pekerjaan di Desa Kemujan desa yang letaknya dekat dengan ibukota kecamatan ternyata lebih banyak dibandingkan dengan Desa Tegalsari desa yang letaknya jauh dari ibukota kecamatan. Selain itu proporsi terbanyak ibu yang bekerja sebagai buruh tani mayoritas digeluti oleh para ibu di Desa Tegalsari yaitu 72 persen keluarga contoh.
32 Tabel 5 Sebaran keluarga contoh berdasarkan kepemilikan pekerjaan ibu dan lokasi tempat tinggal Pekerjaan ibu Tidak memiliki Memiliki Total
Dekat n 20 30 50
Jauh % 40,0 60,0 100,0
n 14 36 50
Total % 28,0 72,0 100,0
n 34 66 100
% 34,0 66,0 100,0
Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga merupakan jumlah seluruh anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan orangtua. Secara umum, keluarga contoh di daerah penelitian memiliki jumlah tanggungan keluarga sedikit atau keluarga kecil (≤4 orang). Tabel 6 memperlihatkan bahwa 77 persen termasuk dalam keluarga kecil (≤4 orang), sisanya yaitu 18 persen termasuk dalam keluarga sedang (5-6 orang) dan 5 persen termasuk keluarga besar (>6 orang). Jumlah anggota keluarga terkecil adalah dua orang dimana keluarga tersebut adalah pasangan yang baru menikah dan belum dikaruniai anak, serta keluarga dengan anak-anak yang sudah keluar dari rumah dan bukan lagi tanggungan orangtua. Keluarga dengan jumlah tanggungan paling banyak adalah tujuh orang. Tabel 6 Sebaran keluarga contoh berdasarkan jumlah tanggungan keluarga dan lokasi tempat tinggal Jumlah tanggungan keluarga
Dekat n 31 15 4 50
% 62,0 30,0 8,0 100,0
Jauh n 46 3 1 50
% 92,0 6,0 2,0 100,0
Total n 77 18 5 100
% Keluarga kecil (≤4 orang) 77,0 Keluarga sedang (5-6 orang) 18,0 Keluarga besar (>6 orang) 5,0 Total 100,0 Min-maks (orang) 2±7 Rata-rata ± std (orang) 3,98±1,478 3,70±1,035 3,84 ± 1,277 P-value 0,007** Keterangan: ** Terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-rata jumlah tanggungan keluarga contoh dengan p-value <α=0,01
Keluarga dengan jumlah tanggungan keluarga yang lebih banyak akan lebih membebani kebutuhan keluarga, maka beban orangtua pun akan semakin besar. Hasil uji statistik kedua desa menunjukkan perbedaan yang signifikan (nilai p= 0,007) atau < α= 0,01. Keluarga contoh di Desa Kemujan yang letaknya dekat dengan ibukota kecamatan memiliki rata-rata jumlah tanggungan keluarga yang lebih besar yaitu 3,98 orang, sedangkan Desa Tegalsari yang letaknya jauh dari ibukota kecamatan memiliki rata-rata 3,70 orang. Hal ini diindikasikan bahwa keluarga contoh yang berlokasi tempat tinggal di desa yang letaknya dekat dengan ibukota kecamatan memiliki keluarga yang baru menikah, keluarga yang belum dikaruniai anak, dan keluarga dengan anak-anak yang sudah keluar dari rumah dan bukan lagi menjadi tanggungan orangtua. Pendapatan Keluarga Pendapatan keluarga adalah sejumlah uang yang dihitung rupiah/bulan dari hasil pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan yang diterima oleh seluruh anggota keluarga. Secara keseluruhan Tabel 7 menunjukkan bahwa tidak ada keluarga contoh yang memiliki pendapatan dibawah Rp 500.000,00/bulan, namun
33 ternyata sebanyak 36 persen memiliki penghasilan antara Rp 500.000,00 sampai dengan Rp 999.999,00/bulan. Keluarga contoh yang memiliki pendapatan antara Rp 1.000.000,00 sampai dengan Rp 1.499.999,00/bulan adalah proporsi terbanyak yaitu sebesar 44 persen. Pendapatan keluarga contoh bervariasi dengan nilai minimal adalah Rp 612.500,00 dan pendapatan paling tinggi adalah Rp2.800.000,00/bulan dengan rata-rata keseluruhan sebesar Rp 1.227.000,00/bulan. Berdasarkan lokasi tempat tinggal, rata-rata pendapatan keluarga di Desa Kemujan desa yang letaknya dekat dengan ibukota kecamatan dan Desa Tegalsari desa yang letaknya jauh dari ibukota kecamatan masingmasing sebesar Rp 1.262.000,00 per bulan dan Rp 1.191.000,00 per bulan. Berdasarkan angka rata-rata tersebut terlihat bahwa rata-rata pendapatan keluarga contoh di Desa Kemujan lebih tinggi dari keluarga contoh yang berlokasi tempat tinggal di Desa Tegalsari, walaupun berdasarkan pekerjaan ibu di Desa Kemujan lebih banyak ibu yang tidak bekerja. Meskipun demikian berdasarkan hasil uji beda-t rata-rata terbukti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua desa dengan p-value=0,457 atau >α=0,05. Tabel 7 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pendapatan keluarga dan lokasi tempat tinggal Jauh Total n % n % Rp 500.000,00-Rp 999.999,00 20 40,0 36 36,0 Rp 1.000.000,00-Rp 1.499.999,00 23 46,0 44 44,0 Rp 1.500.000,00-Rp 2.000.000,00 5 10,0 16 16,0 >Rp 2.000.000,00 2 4,0 4 4,0 Total 50 100,0 100 100,0 Min-maks (Rp 000/bulan) 612,500-2.800,000 Rata-rata ± std (Rp 000/bulan) 1.262,00± 1.191,00± 1.227,00± 408,59 411,48 409,53 P-value 0,457 Keterangan : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada pendapatan keluarga antara keluarga contoh dengan p-value >α=0,05 Pendapatan keluarga (Rp/bulan)
Dekat
n 16 21 11 2 50
% 32,0 42,0 22,0 4,0 100,0
Pendapatan Perkapita Besarnya pendapatan keluarga belum dapat mencerminkan kemampuan mengkonsumsi untuk setiap anggota keluarga. Hal ini disebabkan karena jumlah tanggungan keluarga akan mempengaruhi kemampuan sebuah keluarga untuk mencukupi kebutuhan seluruh anggota keluarga. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga, maka akan semakin banyak pula beban yang akan ditanggung keluarga tersebut. Oleh sebab itu pendapatan perkapita lebih dapat menggambarkan kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga. Nilai pendapatan keluarga per bulan dibagi banyaknya jumlah tanggungan keluarga itulah nilai untuk pendapatan perkapita perbulan. Tabel 8 menunjukkan sebaran keluarga contoh berdasarkan pendapatan perkapita berdasarkan lokasi tempat tinggal. Nilai pendapatan perkapita minimum keluarga contoh adalah Rp 135.417,00 dan nilai tertinggi pendapatan perkapita per bulan keluarga contoh adalah Rp 1.180.000,00. Rata-rata pendapatan perkapita keluarga contoh adalah Rp 349.200,00 per bulan. Proporsi terbesar kedua adalah 30 persen keluarga contoh memiliki pendapatan perkapita di bawah garis kemiskinan perdesaan Propinsi Jawa Tengah tahun 2013.
34 Tabel 8 Sebaran keluarga contoh berdasarkan pendapatan perkapita dan lokasi tempat tinggal Pendapatan perkapita Dekat Jauh Total (Rp/bulan) n % n % n %