ANALISIS STRATEGI KOPING, POTENSI PERDAGANGAN MANUSIA DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA (Kasus di Kabupaten Cianjur)
MERISA
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Strategi Koping, Potensi Perdagangan Manusia, dan Kesejahteraan Keluarga adalah benar karya saya dengan arahan dari Dosen Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013 Merisa NIM I24090078
ABSTRAK MERISA. Analisis Strategi Koping, Potensi Perdagangan Manusia, dan Kesejahteraan Keluarga. Dibimbing oleh HERIEN PUSPITAWATI. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan strategi koping, potensi perdagangan manusia dan kesejahteraan keluarga. Penelitian dilakukan di Desa Sukatani, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur. Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki tingkat ekonomi yang rendah dan tinggal di kawasan yang memiliki potensi perdagangan manusia berdasarkan rekomendasi BKBPP Kabupaten Cianjur yang diambil dengan teknik nonprobability sampling dan purposive sebanyak 60 orang. Pengambilan data dilakukan dengan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan indepth interview. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan positif antara potensi internal perdagangan manusia dengan strategi koping yang terdiri dari strategi penghematan dan strategi penambahan pendapatan. Selain itu, potensi perdagangan manusia tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kesejahteraan keluarga. Kata kunci: kesejahteraan keluarga, kemiskinan, potensi perdagangan manusia, strategi koping.
ABSTRACT MERISA. Coping Strategies, Potential Human Trafficking and Family Welfare. Supervised by HERIEN PUSPITAWATI. The aim of this research was to analyze correlations between coping strategies, the potential for human trafficking and family welfare. The study was conducted in the village of Sukatani, Haurwangi subdistrict, Cianjur. Examples in this study is a family that has a low economic level and living in the area that has the potential of human trafficking based on the recommendation BKBPP Cianjur taken by purposive sampling and nonprobability technique as much as 60 people. Data were collected by interviews using questionnaires and in-depth interview. The results showed that there is a positive relationship between the internal potential of human trafficking with a coping strategy that consists of cutting back expenses and generating additional income. The potential for human trafficking does not have a significant correlations with the welfare of the family. Keywords: coping strategies, family welfare, potential human trafficking, poverty.
ANALISIS STRATEGI KOPING, POTENSI PERDAGANGAN MANUSIA DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA (Kasus di Kabupaten Cianjur)
MERISA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi: Anak is _tr e) Koping, Potensi Perdagangan Manusia , dan Kesejahteraan Ke luarga (Kasus di Kabupaten Cianjur) Nama : Merisa
N1M
: 1240900 8
Disetujui oleh
Dr Ir Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc
Pembimbing
Tanggal Lulus: "
20 13
Judul Skripsi : Analisis Strategi Koping, Potensi Perdagangan Manusia, dan Kesejahteraan Keluarga (Kasus di Kabupaten Cianjur) Nama : Merisa NIM : I24090078
Disetujui oleh
Dr Ir Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Ujang Sumarwan, M.Sc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Karakteristik Keluarga, Strategi Koping, dan Potensi Perdagangan Manusia (Kasus di Kabupaten Cianjur)” telah terselesaikan dengan baik. Terima kasih dan rasa hormat penulis ucapkan kepada: 1. Dr. Ir. Herien Puspitawati. M.Sc., M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan ilmu-ilmunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati,MFSA sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing selama penulis menjadi mahasiswa. 3. Ibu Tuti selaku Kepala Bidang Bagian Pemberdayaan Keluarga dan Perempuan BKBPP (Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan) Kabupaten Cianjur beserta jajarannya yang telah memberikan rekomendasi dan perizinan untuk lokasi penelitian. 4. Ibu Popon selaku kader di bidang keluarga untuk Kecamatan Haurwangi yang telah memberikan informasi terkait penelitian. 5. Kepala Desa Sukatani, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur beserta staff yang telah memberikan izin untuk pengambilan data. 6. Ibu Yuli beserta keluarga yang telah menyediakan tempat tinggal selama pengambilan data berlangsung. 7. Prof. Dr. Ir. Rizal Sjarief Sjaiful Nazli, D.E.S.S. atas segala bimbingan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. 8. Keluarga tercinta terutama Papah dan Mamah atas segala jerih payah, doa, kesabaran, dan kasih sayang tak terbalas yang senantiasa diberikan demi keberhasilan penulis 9. Teman seperjuangan penelitian Rena, Nesvi, Aida, dan Salsabila atas waktu, kebersamaan, motivasinya, dan dukungannya. Rekan-rekan IKK 46 untuk kebersamaannya selama penulis menempuh pendidikan S1 di Departemen IKK,IPB. 10. Sahabat terbaik Sisi, Dewi, Bagus, Amel, Holli, Rany, Didi, Echa, Icha, Rangga, Cici, Nindy, Destia, Diego, Ronald. 11. Kepada semua pihak yang belum disebutkan, yang telah memberikan kontribusi dalam penyelesaian tugas akhir ini, penulis ucapkan terima kasih. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Harapan penulis adalah semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2013 Merisa
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Teori Keluarga Strategi Koping Kesejahteraan Keluarga Kemiskinan Potensi Perdagangan Manusia KERANGKA PEMIKIRAN METODE Desain, Lokasivdan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Oprasional HASIL PEMBAHASAN SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
4 4 5 6 8 10 12 15 15 15 16 17 18 20 31 34 34 34 35 37 50
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Sebaran suami dan istri berdasarkan usia Sebaran suami dan istri berdasarkan tingkat pendidikan Sebaran suami dan istri berdasarkan jenis pekerjaan Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga per bulan Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga per kapita/bulan Sebaran keluarga berdasarkan skor strategi ekonomi fungsi ekonomi Sebaran keluarga berdasarkan persentase jawaban kesejahteraan keluarga objektif Sebaran keluarga berdasarkan skor kesejahteraan keluarga subjektif Sebaran keluarga berdasarkan persentase jawaban tekakan ekonomi Sebaran keluarga berdasarkan skor tekanan ekonomi Sebaran keluarga berdasarkan persentase jawaban potensi perdagangan manusia eksternal Sebaran keluarga berdasarkan persentase jawaban potensi perdagangan manusia internal Sebaran keluarga berdasarkan kategori skor potensi perdagangan manusia Hubungan strategi koping, potensi perdagangan manusia dan kesejahteraan keluarga
21 21 22 22 22 23 23 24 25 25 26 27 28 29 31
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran analisis strategi koping, potensi perdagangan manusia dan kesejahteraan keluarga 14
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Hasil penelitian terdahulu Pengukuran variabel penelitian Sebaran contoh berdasarkan strategi koping Sebaran contoh berdasarkan tingkat kesejahteraan subjektif Tabel korelasi Indepth interview Kronologi instrumen dan pengukuran Dokumentasi penelitian
37 41 42 44 45 46 48 49
PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan data IOM (2010) dalam PKGA-IPB (2011) menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah kasus perdagangan manusia terbesar dengan 3909 kasus (99.14%). Indonesia dinilai termasuk sumber utama perdagangan perempuan, anak-anak dan laki-laki, baik sebagai budak seks maupun korban kerja paksa (VOA Indonesia 2012). Menurut laporan tahunan Departemen Luar Negeri Amerika tentang perdagangan manusia tahun 2011 menyatakan bahwa Indonesia dimasukkan pada lapis kedua dalam memenuhi standar perlindungan korban perdagangan manusia (TPPO). Puspitawati (2012) menyebutkan bahwa Tindak Peradagangan Orang (TPPO) di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun dengan modus penempatan tenaga kerja ke luar negeri. Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang melakukan pengiriman terbesar dalam kasus perdagangan manusia dengan 920 kasus (23.3%) dan Kabupaten Cianjur merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang memiliki jumlah korban perdagangan manusia terbesar ketiga setelah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Bandung (PKGA-IPB 2011). Menurut Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 Pasal 1, yang dimaksud perdagangan manusia adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Casey (2010) menyatakan bahwa perdagangan manusia di seluruh dunia di dorong oleh proses yang kompleks namun secara umum adalah faktor kemiskinan. Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam masih memiliki permasalahan kemiskinan. Pada tahun 2012 mempunyai 29.13 juta jiwa penduduk yang tergolong miskin dengan persentase penduduk miskin di daerah perkotaan sebesar 8.78 persen dan di daerah perdesaan sebesar 18.48 persen (BPS 2012). Kondisi perekonomian negara yang masih belum stabil dan masih banyak terjadi kemiskinan memberikan dampak kepada kehidupan keluarga. Seperti disebutkan oleh Bryant (1990) keluarga merupakan suatu unit dalam sistem ekonomi, yang senantiasa berinteraksi (mempengaruhi dan dipengaruhi) oleh sistem ekonomi yang lebih besar. Terdapat kemampuan yang berbeda-beda pada setiap keluarga miskin dalam mengatasi permasalahan yang dialaminya tersebut. Puspitawati (1998) menyebutkan strategi koping yang dilakukan oleh keluarga dalam mengatasi masalah keuangan, yaitu adanya tambahan anggota keluarga yang bekerja. Friedman (1998) mendefinisikan strategi koping sebagai respon perilaku positif yang digunakan keluarga dan sistemnya untuk memecahkan masalah atau mengurangi stres akibat peristiwa tertentu. Dengan menggunakan strategi koping yang tepat dan secara efektif diharapkan dapat mewujudkan tujuan keluarga yang ingin dicapai sehingga dapat tercapai pula adanya kebahagiaan dan
2 kepuasan dalam keluarga. Sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Santamarina et al. (2002) yang diacu dalam Suandi (2007) bahwa kesejahteraan dengan pendekatan subjektif diukur dari tingkat kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan oleh masyarakat sendiri bukan oleh orang lain. Desa Haurwangi, Kabupaten Cianjur merupakan salah satu desa yang masih mengalami masalah kemiskinan dan menurut BKBPP (Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan) Kabupaten Cianjur, desa tersebut berpotensi pada kasus perdagangan manusia. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di desa tersebut untuk mengidentifikasi strategi koping, potensi perdagangan manusia dan kesejahteraan keluarga.
Perumusan Masalah Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang memiliki luas wilayah sekitar 3 501.48 km² (BPS 2010). Data sensus penduduk 2000 menunjukkan bahwa penduduk Cianjur mencapai 1 931 480 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 982 164 jiwa dan perempuan 949 676 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 2.23 persen (Cianjurkab.go.id). Akan tetapi Kabupaten Cianjur sendiri masih belum terlepas dari masalah kemiskinan walaupun data BPS menunjukan bahwa jumlah penduduk miskin di Kabupaten Cianjur mengalami penurunan pada setiap tahunnya. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Cianjur tahun 2007 sebesar 18.49 persen dan pada tahun 2010 menurun menjadi 14.32 persen. Kemiskinan dapat mendorong terjadinya berbagai permasalahan diantaranya adalah potensi perdagangan manusia. Faktor ekonomi adalah salah satu pemicu utama terjadinya praktek perdagangan manusia. kurangnya kesempatan ekonomi di daerah asal, konflik bersenjata, bencana alam, krisis ekonomi yang berkepanjangan menyebabkan sulitnya memperoleh lapangan pekerjaan. Faktor kemiskinan inilah yang mendorong manusia ingin bekerja apa saja yang dapat dilakukan yang penting mendapat upah/uang (Direktorat Pendidikan Masyarakat 2007). Kondisi kemiskinan tersebut tentunya menimbulkan tekanan ekonomi yang dirasakan oleh keluarga terutama dalam memenuhi keperluan dan kebutuhan kehidupan keluarga. Kesulitan ekonomi keluarga sering kali memperparah kesenjangan gender dalam keluarga seperti memaksa anak dan perempuan bekerja dengan menghadapi risiko yang tinggi untuk dieksploitasi secara berlebihan, diperparah dengan pemberian gaji yang sangat murah dan sering diperlakukan tidak manusiawi (Puspitawati 2012). Puspitawati (2012) menyatakan bahwa melibatkan anggota keluarga lainnya untuk bekerja merupakan salah satu cara dalam meningkatkan pendapatan keluarga (family generating income). Hal ini tentunya bertujuan untuk dapat mewujudkan kesejahteraan keluarga yang ingin dicapai. Potensi terjadinya perdagangan manusia erat kaitannya dengan kondisi ekonomi keluarga.Artikel Contentious Issues in Research on Trafficked Women Working in the Sex Industry menyatakan bahwa faktor keluarga turut berperan serta dalam menjerumuskan perdagangan manusia. Padahal keluarga itu sendiri memiliki salah satu fungsi untuk melindungi setiap anggota keluarganya. Akan
3 tetapi pada saat ini banyak ditemukan beberapa kasus yang melibatkan keluarga dalam terjadinya perdagangan manusia karena adanya faktor ekonomi. Berdasarkan identifikasi latar belakang diatas, maka pertanyaan peneliti adalah: Bagaimana strategi koping keluarga? Bagaimana potensi perdagangan manusia dalam lingkungan sekitar? Bagaimana kesejahteraan keluarga? Bagaimana hubungan strategi koping, potensi perdagangan manusia denfan kesejahteraan keluarga?
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan strategi koping, potensi perdagangan manusia dan kesejahteraan keluarga. Tujuan Khusus Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis strategi koping yang dilakukan oleh keluarga 2. Mengidentifikasi potensi perdagangan manusia 3. Mengidentifikasi kesejahteraan keluarga 4. Menganalisis hubungan antara strategi koping, potensi perdagangan manusia dan kesejahteraan keluarga
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat mengenai hubungan karakteristik keluarga, startegi koping dan potensi perdagangan manusia. Bagi penulis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu keluarga. Bagi masyarakat adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam mencegah dan mewaspadai tindakan perdagangan manusia. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan terkait menghadapi tindakan perdagangan manusia.
4
TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Teori Keluarga Pengertian Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri atau suami istri anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah, dan adopsi dan berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami istri, ayah dan ibu, dan putri serta putra (UU No 10 Tahun 1992). Terdapat delapan fungsi keluarga utama menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994 dalam BKKBN (1996) tentang penyelenggaraan pembangunan keluarga sejahtera yaitu fungsi keagamaan, fungsi soaial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi melindungi, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi pembinaan lingkungan. Rice dan Tucker (1986) membagi fungsi keluarga menjadi dua fungsi utama, yaitu fungsi instrumental seperti memberikan nafkah dan memenuhi kebutuhan biologis dan fisik kepada anggota keluarga. Fungsi kedua adalah fungsi ekspresif yaitu memenuhi kebutuhan psikologis, sosial, dan emosi serta pemenuhan kebutuhan psikologis seperti kasih sayang, kehangatan, aktualisasi dan pengenbangan diri. Teori Struktural-Fungsional Teori struktural fungsional ini memandang bahwa masyarakat merupakan sebuah sistem yang terdiri dari beberapa bagian bagian atau subsistem yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Pendekatan ini mengakui adanya keragaman kehidupan sosial dalam struktur masyarakat (Megawangi 1999). Teori ini menekankan pada adanya suatu keseimbangan sistem yang stabil pada keluarga sehingga terciptanya kestabilan sosial dalam sistem masyarakat. Menurut Megawangi (1999) pendekatan ini tidak lepas dari pengaruh budaya, norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat tersebut. Penerapan teori struktural fungsional dalam keluarga dapat dilihat melalui adanya struktur dan aturan yang diterapkan. Menurut Levy dalam Mengawangi (1999) pembagian tugas masing-masing anggota keluarga dengan jelas sesuai dengan status sosialnya maka fungsi keluarga akan terganggu. Adanya pembagian tugas dan peran dalam keluarga bertujuan untuk menjalankan fungsi keluarga dengan baik dan dapat menciptakan suatu keharmonisan di dalam kehidupan keluarga. Terdapat persyaratan struktural menurut Levy dalam Megawangi (1999) yang harus dipenuhi keluarga agar dapat berfungsi, diantaranya: 1. Diferensiasi peran : Serangkaian tugas dan aktivitas yang harus dilakukan dalam keluarga, maka harus ada lokasi peran untuk setiap aktor dalam keluarga. Terminologi diferensiasi peran bisa mengacu pada umur, gender, generasi, juga posisi status ekonomi dan politik dari masing-masing aktor. 2. Alokasi solidaritas : Distribusi relasi antar anggota keluarga menurut cinta, kekuatan, dan intensitas
5 hubungan. Cinta atau kepuasan menggambarkan hubungan antar anggota. Sedanfkan intensitas adalah kedalaman relasi antar anggota menurut kadar cinta, kepedulian, ataupun ketakutan. 3. Aloksi ekonomi : Distribusi barang-barang dan jasa untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Diferensiasi tugas juga ada dalam hal ini terutama dalam hal produksi, distribusi, dan konsumsi dari barang dan jasa dalam keluarga. 4. Alokasi politik : Distribusi kekuasaan dalam keluarga dan siapa yang bertanggung jawab atas setiap tindakan anggota keluarga. Agar keluarga dapat berfungsi maka distribusi kekuasaan pada tingkat tertentu diperlukan. 5. Alokasi integrasi dan ekspresi : Distribusi teknik atau cara untuk sosialisasi, internalisasi, dan pelestarian nilai-nilai dan perilaku yang memenuhi tuntutan norma yang berlaku untuk setiap anggota keluarga. Terdapatnya perbedaan fungsi tersebut bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi dan bukan untuk kepentingan umum. Struktur dan fungsi dalam sebuah organisasi ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh budaya, norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat (Megawangi 1999). Strategi Koping Strategi koping didefinisikan sebagai usaha kognitif dan perilaku seseorang untuk mengorganisasikan sumber daya personal untuk mencapai tujuan (Lazarus 1991 dalam Puspitawati 2012). Berdasarkan model ini seorang individu dapat: (1) memperkirakan faktor lingkungan untuk menentukan apakah situasi tersebut merupakan ancaman atau peluang bagi dirinya, (2) mengevaluasi tuntutan, pembatas dan sumber daya atau daya dukung lingkungan serta mengorganisasikan elemen-elemen tersebut, dan (3) membangun dan menggunakan strategi spesifik untuk mengurangi konsekuesni negatif yang timbul karena ada tekanan (Folkman dan Lazarus 1988) dalam (Puspitawati 2012) Jenis Strategi Koping Puspitawati (1998) dalam Puspitawati (2012) menyebutkan dua strategi koping dilakukan oleh keluarga dalam mengatasi masalah keuangan, yaitu: a. Generating additional income adalah strategi yang diarahkan untuk meningkatkan ketersediaan sumber daya keuangan dalam keluarga oleh anggota keluarga dengan cara anggota keluarga bekerja tambahan (pekerja kedua), bekerja dengan tambahan waktu lebih lama, atau tambahan anggota keluarga yang bekerja. b. Cutting back expenses adalah strategi yang diarahkan untuk merespon ketersediaan sumber daya yang lebih rendah melalui perubahan pola pengeluaran yaitu mengurangi pengeluaran oleh anggota keluraga dengan
6 cara mengurangi pengeluaran terhadap pemeliharaan kesehatan, perabotan rumah tangga, menunda liburan, aktivitas sosial, sumbangan sosial, membeli barang bekas, dan sebagainya. Kesejahteraan Keluarga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992, keluarga sejahtera diartikan sebagai keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya (BKKBN 1992). Menurut Puspitawati (2009) dimensi kesejahteraan keluarga sangat luas dan kompleks.Taraf kesejahteraan tidak hanya berupa ukuran yang terlihat (fisik dan kesejahteraan) tapi juga yang tidak dapat dilihat (spiritual). Oleh karena itu, terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan keluarga (Puspitawati 2005) sebagai berikut : 1. Economical well-being: Indiaktor yang digunakan pendapatan (GNP, GDP, Rumah Tangga) dan aset nasional (anggaran, devisa) 2. Social well-being: Indikator yang digunakan tingkat pendidikan (SD-SMPSMA-PT) dan pekerjaan (while collar = elit/prof, sarjana &blue collar = proletar/buruh pekerja) 3. Physical well-being: Indikator yang digunakan status gizi, status kesehatan, tingkat mortalitas 4. Psychological/spiritual mental: Indikator yang digunakan sakit jiwa, stress, bunuh diri, perceraian, abrosi Feurson, Horwood, dan Beutrais menyatakan bahwa kesejahteraan keluarga dapat dibedakan ke dalam kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan material. Kesejahteraan ekonomi keluarga misalnya diukur dalam pemenuhan akan input keluarga (pendapatan, upah, aset, dan pengeluaran), sedangkan kesejahteraan material keluarga diukur dari berbagai bentuk barang dan jasa yang diakses oleh keluarga (Sumarwan dan Hira 1993). Quality of Lifemerupakan salah satu cara untuk mengukur kepuasan atau kesenangan seseoranf secara subjektif. Menurut World Health Organization (WHO) terdapat enam kategori dari kesejahteraan (quality of life or individual well-being) yaitu fisik, psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, lingkungan, dan spiritual (Santamarina et al. 2002 dalam Suandi 2005). Menurut Syarief dan Hartoyo (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga diantaranya : 1. Faktor ekonomi. Adanya kemiskinan yang dialami oleh keluarga akan menghambat upaya peningkatan pembangunan sumberdaya yang dimiliki keluarga, yang pada gilirannya akan menghambat upaya peningkatan kesejahteraan keluarga. 2. Faktor Budaya. Kualitas kesejahteraan keluarga ditandai oleh adanya kemantapan budaya yang dicerminkan dengan penghayatan dan pemgalaman nilai-nilai luhur budaya bangsa. Kemantapan budaya ini dimaksudkan untuk menetralkan akibat dari adanya pengaruh budaya luar.
7
3.
4.
5.
6.
Adanya kemantapan buday diharapkan akan mampu memperkokoh keluarga dalam menjalankan fungsinya. Faktor teknologi. Peningkatan kesejahteraan juga harus didukung oleh pengembangan teknologi. Keberadaan teknologi dalam proses produksi diakui telah mampu meningkatkan kapasitas dan efesiensi produksi. Penguasaan dan teknologi ini berkaitan dengan tingkat pendidikan dan kepemilikan modal. Faktor keamanan. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat ditentukan oleh adanya stabilitas keamanan yang terjamin. Faktor kehidupan beragama. Kesejahteraan keluarga akan menyangkut masalah kesejahteraan spiritual. Setiap keluarga diberi hak untuk dapat mempelajari dan menjalankan syariat agamanya masing-masing dengan tanpa memaksa agama yang satu kepada gama yang lain. Sehingga pemahaman keagamaan dan pelaksanaan syariat akan mampu meningkatkan spiritualnya. Faktor kepastian hukum. Peningkatan kesejahteraan keluarga juga menuntut adanya jaminan atau kepastian hukum.
Pengukuran Kesejahteraan Keluarga Kesejahteraan keluarga dapat diukur melalui dua pendekatan yaitu pendekatan objektif ekonomi dan pendekatan subjektif ekonomi. Pendekatan objektif ekonomi hanya diukur secara material. Ukuran yang sering digunakan adalah kepemilikan uang, kepemilikan lahan/aset, pengetahuan, energi, keamanan, dan lain-lain. Sedangkan kesejahteraan berdasarkan pendekatan subjektif diukur berdasarkan kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan oleh masyarakat sendiri (Suandi dan Sativa 2005). McCall (Puspitawati & Megawangi 2003) menyatakan bahwa kesejahteraan keluarga juga dapat diukur melalui pendekatan “Quality of Life” yaitu diukur berdasarkan kebutuhan untuk kesenangan seseorang. Selanjutnya Frank meyatakan bahwa Quality of Life mencerminkan perbedaan gap antara harapan dengan apa yang dialami sebagai tindakan bagaimana seseorang menikmati berbagai kemungkinan hidupnya sebagai akibat dari pembatasan dan peluang hidupnya dan sebagai cerminan dari interaksi dengan faktor lingkungan (Puspitawati & Megawangi 2003). Kesejahteraan berdasarkan Quality of Life “Quality of Life” adalah salah satu pendekatan untuk mengukur kepuasan atau kesenangan seseorang secara subjektif.Kepuasan dan kesejahteraan ini dapat berbeda antara harapan dengan kenyataan dan dapat berbeda setiap orang (Mccal 1975: Frank 1963: Anonimous 2008 dalam Puspitawati 2009). Rice dan Tucker (1976) dalam Puspitawati (2009) memaparkan bahwa umumnya pasangan yang menganut prinsip kesetaraan dalam pola pengambilan keputusan lebih bahagia dengan kehidupan perkawinan mereka. Tingkat kepuasan berumahtangga berdasarkan pola pengambilan keputusan sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan grup sosial dari mana individu pembentuk keluarga itu berasal. Perbedaan ini pada tahap selanjutnya dapat mengakibatkan tekanan emosional (stress) dalam proses pengambilan keputusan di keluarga.
8
Kemiskinan Kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan yang dimiliki dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga. mental maupun fisiknya untuk memenuhi kebutuhannya (BKKBN 1996). Biro Pusat Statistik (BPS) menyebutkan kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang hanya dapat memenuhi kebutuhan makannya kurang dari 2.100 kalori per kapita/hr. Selain itu, Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan adalah suatu kondisi tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan US $ 1 per hari (Saefuddin et al. 2003). Kemiskinan sering diukur berdasarkan indikator-indikator yang melekat pada seorang individu atau sebuah rumahtangga. Menurut Pakpahan et al. (1995), kemiskinan sering digambarkan oleh satu atau kombinasi dari tingkat pendapatan yang rendah, tingkat kematian balita yang tinggi, tingkat nutrisi rendah, kualitas perumahan yang buruk, dan lain-lain. Pengkategorian kemiskinan menurut indikator-indikator tersebut adalah upaya pengkategorian berdasarkan akibat (consequences atau output). Indikator kemiskinan yang digunakan dalam data BKKBN ada lima, yaitu: (1) tidak dapat beribadah secara rutin; (2) tidak dapat makan minimal dua kali sehari; (3) tidak memiliki pakaian berbeda untuk setiap kegiatan; (4) jika salah satu anggota keluarga sakit tidak dapat memberikan pengobatan modern dan (5) bagian terluas dari lantai rumah bukan dari tanah. Adapun BPS menetapkan 14 kriteria keluarga miskin, seperti yang disosialisasikan oleh Djalil (2005), rumahtangga yang memiliki ciri rumahtangga miskin, yaitu: 1.Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang. 2.Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3.Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah atau tembok tanpa diplester. 4.Tidak punya fasilitas buang air besar atau bersama-sama dengan rumahtangga lain. 5.Sumber penerangan rumahtangga tidak menggunakan listrik. 6.Sumber air minum berasal dari sumur atau mata air tidak terlindung/sungai/air hujan 7.Bahan bakar memasak sehari-hari adalah kayu bakar/minyak tanah/arang. 8.Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu. 9.Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 10.Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari. 11.Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik. 12.Sumber penghasilan kepala rumahtangga adalah: petani dengan luas lahan 0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp.600.000,- per bulan.
9 13.Pendidikan tertinggi kepala rumahtangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD. 14.Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp.500.000,- seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor. atau barang modal lainnya. Keadaan keluarga yang serba kekurangan terjadi bukan karena kehendak keluarga yang bersangkutan, tetapi karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh keluarga telah membuat mereka menjadi Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I. BKKBN (1996) menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan keluarga masuk dalam kategori Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I yaitu: 1. Faktor internal a. Kesakitan b. Kebodohan c. Ketidaktahuan d. Ketidakterampilan e. Ketertinggalan teknologi f. Ketidakpunyaan modal 2. Faktor eksternal a. Struktur sosial ekonomi yang menghambat peluang untuk berusaha dan meningkatkan pendapatan. b. Nilai-nilai dan unsur-unsur budaya yang kurang dukung upaya peningkatan kualitas keluarga. c. Kurangnya akses untuk dapat memanfaatkan fasilitas pembangunan yang menyalahgunakan keluarga atau diri mereka sendiri. 3. Keluarga yang gagal adalah keluarga yang gagal kehilangan hampir semua energi karena permasalahan yang terjadi. 4. Keluarga penekan adalah keluarga yang tidak membebaskan para anggotanya untuk mengungkapkan perasaan secara spontan. 5. Keluarga yang berantakan adalah keluarga yang sibuk dengan aktivitas sehari- hari sehingga tidak ada waktu yang digunakan untuk bersamasama dengan anggota keluarga yang lain. 6. Keluarga yang “mandeg” adalah keluarga yang tidak sanggup dan khawatir untuk tumbuh sehingga tidak punya arah. 7. Keluarga yang dibuat-buat adalah keluarga yang terjadi karena menetapkan keputusan secara kolektif dan aktif untuk menghindari keputusan membentuk kaluarga baru lagi. 8. Keluarga yang terganggu adalah keluarga yang mengalami masa kritis 9. Keluarga yang terobsesi adalah keluarga yang memiliki komponen keluarga “mandeg” dan terganggu, sehingga tipe keluarga ini tidak berkembang. 10. Keluarga yang tumbuh adalah keluarga yang dapat bangkit kembali dan mampu menghadapi masalah baik dalam mengatasi krisis dan konflik yang ada.
10 Potensi Penjualan Manusia Menurut Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007, yang dimaksud Pemberantasan Tindakan Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang. Hal itu dilakukan dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atau orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antarnegara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Perdagangan orang (trafficking in person) adalah perekrutan segala tindakan pelaku trafficking yang mengandung salah satu atau lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antardaerah dan antarnegara, pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan, dan penampungan sementara atau di tempat tujuan. Semua itu dilakukan dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan verbal, intimidasi dan/atau fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan posisi kerentanan (misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat, jebakan hutang dan lain-lain), serta memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan. Perbuatan tersebut digunakan untuk tujuan, pelacuran, dan eksploitasi seksual (termasuk phedofili), buruh migran legal maupun ilegal, adopsi anak, pekerja jermal, pengantin pesanan, pembantu rumah tangga, pengemis, industri pornografi, pengedar obat terlarang, penjual organ tubuh, serta bentuk eksploitasi lainnya (Puspitawati 2013). Penyebab utama dari perdagangan manusia adalah ganda dan kompleks. Faktor dorongan dapat diidentifikasi dengan berbagai cara. Kesempatan kerja rendah, kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, urbanisasi dan migrasi. Di sisi lain, upah kerja atau buruh paksa, migrasi tenaga kerja dan prostitusi, mitos budaya dan lain-lain dianggap faktor penarik bagi perdagangan anak perempuan (Hoque 2010). Penelitian mengenai perdagangan wanita yang dilakukan di lima negara, yaitu Indonesia, Filiphina, Thailand, Venezuela, dan Amerika Serikat menemukan sembilan faktor penyebab meningkatnya perdagangan manusia di seluruh dunia (Raymond 2001). Faktor-faktor tersebut adalah : 1. Pengaruh kebijakan perekonomian global. Banyak sektor pelayanan yang menjadi indikator, seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kesejahteraan sosial yang sekarang sudah dikelola oleh swasta menyebabkan bertambahnya beban bagi keluarga yang harus membayar untuk pelayanan ini. 2. Semakin mengglobalnya industri seks dengan metode perekrutan dan transportasi yang dibuat dalam jaringan trafficking yang semakin luas dan modern. 3. Permintaan pria untuk pelayanan seksual adalah pasar yang tidak pernah jenuh. 4. Struktur sosial hampir di seluruh dunia dibangun dalam ketidakadilan bagi wanita dan menyebabkan ketergantungan secara ekonomi pada pria dan suami pada umumnya. 5. Anggapan bahwa tubuh wanita merupakan objek seks dan dapat diperjualbelikan.
11 6. Kekerasan seksual terhadap anak-anak, menempatkan wanita muda untuk bekerja di dunia prostitusi. 7. Stereotipe bahwa eksotis berarti erotis menyebabkan permintaan akan wanita asing untuk memasuki dunia prostitusi mengalami peningkatan. 8. Peperangan atau konflik militer menyebabkan permintaan wanita untuk ditempatkan di tempat konflik sebagai pelayan seksual untuk pria pasukan. 9. Kebijakan pembatasan imigrasi menyebabkan hilangnya kesempatan kerja dengan dokumen berpergian yang sah. Potensi adalah kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan, kekuatan, kesanggupan, dan daya. Biasanya potensi dipengaruhi dari lingkungan internal dan eksternal keluarga. Faktor dari dalam keluarga turut berperan serta dalam menjerumuskan wanita ke dalam perdagangan manusia.
12
KERANGKA PEMIKIRAN Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri atau suami istri anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah, dan adopsi dan berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami istri, ayah dan ibu, dan putri serta putra (UU No 10 Tahun 1992). Agar kehidupan keluarga dapat berjalan dengan baik, maka terdapat peran dan fungsi yang harus dijalankan. Pelaksanaan peran keluarga disesuaikan dengan tahapan perkembangan keluarga. sedangkan untuk fungsi keluarga menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994 dalam BKKBN (1996) terdapat delapan fungsi utama keluarga yaitu fungsi keagamaan, fungsi soaial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi melindungi, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi pembinaan lingkungan. Rice dan Tucker (1986) membagi fungsi keluarga menjadi dua fungsi utama, yaitu fungsi instrumental seperti memberikan nafkah dan memenuhi kebutuhan biologis dan fisik kepada anggota keluarga. Fungsi kedua adalah fungsi ekspresif yaitu memenuhi kebutuhan psikologis, sosial, dan emosi serta pemenuhan kebutuhan psikologis seperti kasih sayang, kehangatan, aktualisasi dan pengenbangan diri. Salah satu teori yang melandasi studi keluarga adalah teori struktural fungsional. Pendekatan teori ini mengakui adanya segala keberagaman dalam kehidupan sosial yang kemudian diakomodasi dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem (Megawangi 1999). Pendekatan struktural-fungsional menekankan pada keseimbangan sistem yang stabil dalam keluarga dan kestabilan sistem sosial dalam masyarakat (Puspitawati 2012). Karakteristik menggambarkan kondisi ataupun keadaan suatu keluarga, seperti keadaan ekonomi keluarga yang dapat dilihat dari jumlah pendapatan keluarga yang diperoleh setiap bulannya. Keluarga yang memiliki status ekonomi rendah tentunya memiliki permasalahan tekanan ekonomi yang dirasakan yaitu adanya keterbatasan sumberdaya ekonomi yang dimiliki oleh keluarga sehingga diperlukannya suatu bentuk upaya ataupun usaha yang dilakukan oleh keluarga dalam mengatasi permasalahan tersebut, diantaranya melakukan strategi koping fungsi ekonomi yang dapat dilakukan dengan cara melakukan penghematan pendapatan dan penambahan pendapatan. Hal tersebut tentunya dapat menimbulkan adanya tekanan ekonomi yang dirasakan oleh keluarga dan tentunya memerlukan adanya upaya ataupun usaha keluarga dalam mengatasi permasalahnnya tersebut. Strategi koping memiliki hubungan dengan upaya dan usaha dalam mengatasi tekanan ekonomi keluarga. Menurut Puspitawati (1998) dalam Puspitawati (2012) strategi koping dilakukan oleh keluarga dalam mengatasi masalah keuangan yaitu Generating additional income (strategi peningkatan pendapatan) dan Cutting back expenses (strategi penghematan pendapatan). Dengan keluarga melakukan bentuk usaha strategi koping, tentunya memiliki suatu tujuan untuk dapat mewujudkan kesejahteraan keluarga baik secara objektif maupun subjektif. Apabila kondisi kesejahteraan dalam keluarga tidak tercapai sesuai dengan keinginan yang diharapkan oleh keluarga, terutama kesejahteraan objektif yang erat kaitannya dengan permasalahan tekanan ekonomi yang dirasakan dapat
13 memicu adanya permasalahan yaitu terjadinya potensi perdagangan manusia internal dalam usaha dan upaya untuk mewujudkan adanya kesejahteraan keluarga yang diinginkan. Potensi perdagangan manusia internal dapat terjadi tak terlepas dari adanya karakteristik lingkungan yang merupakan bagian dari potensi perdagangan manusia eksternal. Apabila dalam suatu lingkungan memiliki permasalahan ekonomi karena adanya faktor kemiskinan, usaha keluarga dalam mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan melibatkan anggota keluarga lain untuk bekerja demi mewujudkan kesejahteraan keluarga. Akan tetapi, dalam pelaksanaan usaha ataupun upaya tersebut ditemukan kasus-kasus yang memiliki potensi terjadinya perdagangan manusia internal. Kerangka pemikiran ini digambarkan secara lengkap pada Gambar 1.
Gambar 1
- Potensi Eksternal - Penambahan pendapatan
- Penghematan pendapatan
Strategi Koping Fungsi Ekonomi:
Ekonomi
- Keterbatasan Sumberdaya
Tekanan Ekonomi
- Potensi Internal
Potensi Perdagangan Manusia:
- Subjektif
- Objektif
Kesejahteraan keluarga
Kerangka pemikiran analisis strategi koping, potensi perdagangan manusia dan kesejahteraan keluarga
Karakteristik Lingkungan:
- Besar Keluarga
- Pendapatan
- Pekerjaan
- Pendidikan
- Umur
Karakteristik Keluarga:
14
15
METODE Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah Cross Sectional Study, yaitu penelitian yang dilakukan pada suatu waktu tertentu. Data penelitian ini mencakup karakteristik keluarga, strategi koping, kesejahteraan keluarga, tekanan ekonomi dan potensi perdagangan manusia. Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) di Kecamatan Haurwangi, Desa Sukatani Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Cianjur merupakan salah satu dari tiga kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang memiliki jumlah kasus perdagangan manusia terbanyak dan pemilihan Kecamatan Haurwangi merupakan rekomendasi dari BKBPP (Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan) yang menyebutkan bahawa lokasi ini memiliki jumlah potensi perdagangan manusia dibandingkan dengan daerah lainnya. Penelitian dilakukan melalui tahap persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan penulisan laporan. Waktu pengambilan data mulai dilakukan pada bulan Juni 2013. Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Populasi penelitian ini adalah keluarga miskin yang tinggal di wilayah yang memiliki potensi perdagangan manusia di Desa Sukatani, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur. Contoh adalah istri dari keluarga yang memiliki status ekonomi rendah dan bertempat tinggal di Desa Sukatani. Metode pemilihan contoh diambil menggunakan metode nonprobability sampling dengan purposive berdasarkan rekomendasi data dari BKPBB yang menyebutkan bahwa Kecamatan Haurwangi merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Cianjur yang memiliki potensi perdagangan manusia yang cukup tinggi. Setelah itu pemilihan Desa Sukatani merupakan rekomendasi dari pihak Kecamatan Haurwangi dengan pertimbangan bahwa di desa tersebut terdapat wilayah yang ditempati oleh sejumlah keluarga yang memiliki status ekonomi rendah. Sesuai dengan kriteria contoh dalam penelitian ini yaitu istri yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi rendah dan tinggal di kawasan yang memiliki potensi terjadinya perdagangan manusia. Jumlah contoh adalah 60 orang dengan alasan dapat memenuhi batas minimal statistika. Selain itu, peneliti melakukan IndepthInterview kepada responden yang memiliki waktu dan bersedia untuk menceritakan kehidupan keluarganya dan bersedia menceritakan kehidupan keluarganya baik mengenai pangan, pekerjaan, keadaan lingkungan masyarakat sekitar, pendidikan anak, kesulitan keluarga dan bersedia menjadi responden. Data terkait keluarga yang memiliki status ekonomi rendah dan berada pada wilayah yang memiliki potensi terjadinya perdagangan manusia diperoleh melalui pendekatan tempat tinggal dengan tahapan sebagai berikut: 1. Pemilihan Provinsi Jawa Barat dilakukan secara purposive berdasarkan IOM (2010) dalam PKGA (2011) yang diketahui bahwa Jawa Barat merupakan Provinsi asal korban terbesar perdagangan manusia dengan 920 kasus.
16 2. Pemilihan Kabupaten Cianjur dilakukan secara purposive berdasarkan IOM (2010) dalam PKGA-IPB (2011) bahwa Kabupaten Cianjur menduduki peringkat ketiga terbesar dalam kasus terjadinya perdagangan manusia tertinggi di Provinsi Jawa Barat. 3. Pemilihan Kecamatan Haurwanggi dilakukan secara purposive berdasarkan rekomendasi dari pihak BKPPP (Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan) yang menyebutkan bahwa kecamatan tersebut merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi terjadinya perdagangan manusia tertinggi di Kabupaten Cianjur. 4. Pemilihan Desa Sukatani dan RW 9 dan 10 dilakukan secara purposive berdasarkan rekomendasi dari pihak Kecamatan Haurwangi yang menyebutkan bahwa desa tersebut merupakan wilayah yang pernah memiliki kasus terjadinya perdagangan manusia. 5. Pemilihan 60 keluarga secara purposive dengan mendatangi 60 keluarga yang bersedia diwawancarai. Data 60 keluarga merupakan data rekomendasi dari pihak kader setempat berdasarkan data sensus dari Desa Sukatani yang menunjukan bahwa terdapat 60 keluarga yang memenuhi kriteria di RW 9 dan 10. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer didapatkan dari wawancara langsung kepada contoh dengan menggunakan alat bantu kuisioner terstruktur. Data primer dari kuisioner terdiri dari: 1. Karakteristik keluarga (usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan keluarga per bulan, dan besar keluarga) 2. Strategi koping (penghematan dan peningkatan pendapatan) 3. Kesejahteraan keluarga (objektif dan subjektif) 4. Tekanan ekonomi keluarga 5. Potensi perdagangan manusia (potensi eksternal dan internal) Data sekunder diperoleh dari Desa Sukatani dan literatur lainnya seperti buku-buku, artikel, internet, dan literatur-literatur lainnya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga terkait serta bahan pustaka yang diambil dari hasil penelitian sebelumnya. Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian antara lain gambaran umum lokasi penelitian dan identitas keluarga (usia suami-istri, pekerjaan suami-istri, jenjang pendidikan, besar keluarga, pendapatan, pendapatan per kapita). Karakteristik lingkungan dan potensi perdagangan manusia diukur menggunakan instrumen dari Nurafifah (2012) yang dimodifikasi oleh penulis dan dibawah bimbingan Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc. Strategi Koping dan Kesejahteraan Objektif dan Subjektif serta Tekanan Ekonomi merupakan modifikasi dari instrumen Puspitawati (2012) serta disusun oleh penulis. Pengukuran variabel-variabel penelitian tersaji secara lengkap pada Lampiran 2.
17 Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dengan wawancara terstruktur menggunakan kuesioner akan melalui tahap pengolahan data, yaitu tahap editing, entry, coding, scoring, cleaning dan analyzing. Analisis data menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS for Windows.Sebelum melakukan penelitian alat ukur kuesioner melalui uji realibilitas dan validitas, dan setiap variabel diberikan skor masing-masing. Ratarata keseluruhan instrumen mempunyai nilai reliabilitas diatas 0.6. Selanjutnya datadianalisis secara deskriptif dan inferensia. 1. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan: a. Karakteristik keluarga, meliputi usia suami dan istri, lama pendidikan suami dan istri, pekerjaan suami dan istri, pendapatan keluarga per bulan, pendapatan per kapita per bulan, dan besar keluarga. b. Sebaran skor strategi koping c. Sebaran skor kesejahteraan keluarga subjektif d. Sebaran skor tekanan ekonomi e. Sebaran skor potensi perdagangan manusia 2. Analisis inferensia dengan menggunakan uji korelasi Pearson untuk menganalisis hubungan karakteristik keluarga, strategi koping, kesejahteraan keluarga, tekanan ekonomi, dan potensi perdagangan manusia. Strategi koping menggunakan instrumen dari Puspitawati (2012) yang terdiri dari 40 pertanyaan dan terbagi menjadi penghematan pendapatan (25 pertanyaan) dan penambahan pendapatan (15 pertanyaan). Strategi koping dinilai dengan skala 1=jarang, 2=cukup sering, 3=sering yang kemudian dikelompokkan kedalam tiga kategori; rendah, sedang, dan tinggi dengan menggunakan metode interval kelas yang dinilai dengan semakin tinggi persentase strategi koping, maka semakin tinggi pula strategi koping yang diterapkan atau dilakukan oleh keluarga. Kesejahteraan keluarga subjektif menggunakan instrumen dari Puspitawati (2012) yang terdiri dari 22 pertanyaan dan dinilai dengan skala 1=kurang puas, 2=cukup puas, dan 3=puas yang kemudian dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi dengan menggunakan metode interval kelas yang dinilai dengan semakin tinggi persentase kesejahteraan keluarga subjektif maka semakin baik kesejahteraan keluarga subjektif yang dirasakan oleh keluarga. Kesejahteraan objektif dilihat dari pendapatan per kapita per bulan keluarga yang mengacu pada Garis Kemiskinan (GK) Kabupaten Cianjur tahun 2012 lalu dikelompokan dalam tiga kriteria menurut Puspitawati (2009) yaitu 1= miskin, 2=hampir miskin, dan 3=menengah atas. Tekanan ekonomi merupakan instrumen dari Puspitawati (2013) yang terdiri dari 5 pernyataan “Ya” yang diberi skor 1 dan “Tidak” diberi skor 0 yang kemudian dikelompokan tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi dengan menggunakan metode interval kelas yang dinilai semakin tinggi persentase tekanan ekonomi maka semakin tinggi tekanan ekonomi yang dirasakan oleh keluarga. Potensi perdagangan manusia menggunakan instrumen dari Nurafifah (2012) yang dimodifikasi yang terdiri dari potensi internal (14 pertanyaan) dan potensi eksternal (14 pertanyaan) yang diberi skor 1 apabila menjawab “Ya” dan
18 skor 0 apabila menjawab “Tidak” yang kemudian dikelompokkan tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi dengan menggunakan metode interval kelas yang dinilai semakin tinggi persentase potensi perdagangan manusia baik secara internal maupun eksternal maka semakin tinggi potensi yang dirasakan oleh keluarga. Indeks=
x100
Setelah mendapatkan indeks setiap variabel, selanjutnya indeks dikelompokan menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi. Menentukan cut off strategi koping, kesejahteraan keluarga, tekanan ekonomi dan potensi perdagangan manusia, maka dicari interval kelasnya (Slamet 1993) dengan menggunakan rumus berikut : Interval kelas = Berdasarkan interval kelas yang ditentukan, maka pengkategorian tiap variabel menggunakan rumus berikut : a. Rendah : skor minimum ≤ x ≤ skor minimum + IK b. Sedang : skor minimum + IK < x ≤ skor minimum + 2 IK c. Tinggi : skor minimum + 2 IK < x ≤ skor maksimum Dengan menggunakan rumus di atas, maka interval kelas untuk variabelvariabel tersebut yaitu : Interval kelas = Definisi Operasional Contoh adalah istri yang berasal dari keluarga status ekonomi rendah dan tinggal di wilayah yang memiliki potensi perdagangan manusia Karakteristik keluarga adalah ciri khas yang dimiliki oleh setiap keluarga yang meliputi umur suami-istri, pendidikan suami-istri, pekerjaan suami-istri, pendapatan, dan besar keluarga Karakteristik Lingkungan adalah pemahaman tentang nilai budaya dan nilai ekonomi menurut lingkungan tempat tinggal keluarga contoh Keluarga miskin adalah keluarga yang termasuk dalam kriteria menurut indeks kemiskinan (BPS, BKKBN) Lama pendidikan adalah waktu yang ditempuh dalam menyelesaikan jenjang pendidikan Pendapatan keluarga adalah jumlah total pemasukan yang diperoleh setiap anggota keluarga dalam usaha utama ataupun tambahan dalam satu bulan yang dinyatakan dalam rupiah Potensi perdagangan manusia adalah kecenderungan anggota keluarga terlibat dalam dunia prostitusi atau lebih memilih bekerja ataupun menikah di usia dini dibandingkan melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi yang meliputi potensi eksternal dan internal
19 Potensi perdagangan manusia eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari lingkungan terhadap kemungkinan terjadinya prostitusi ataupun menikah di usia dini dibandingkan melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi Potensi perdagangan manusia internal adalah faktor-faktor yang berasal dari lingkungan terhadap kemungkinan terjadinya prostitusi ataupun menikah di usia dini dibandingkan melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Strategi koping keluarga adalah bentuk usaha keluarga dalam mengatasi permasalah ekonomi dengan cara melakukan penghematan atau menambah pendapatanya dengan memberdayakan sumberdaya yang dimilikinya Strategi penghematan adalah kemampuan keluarga dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi dengan cara mengurangi atau mengganti kebutuhan hidupnya dengan seminimal mungkin Strategi penambahan pendapatan kemampuan keluarga dalam menyelesaikan permasalahn ekonomi dengan cara menambah anggota keluarga untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan meningkatkan pendapatan keluarga Kesejahteraan keluarga adalah kesejahteraan yang dapat diukur dengan pendekatan secara subjektif dan objektif Kesejahteraan subjektif adalah kesejahteraan yang dapat diukur berdasarkan kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan pangan, pakaian, kualitas rumah, kualitas pendidikan anak, kesehatan keluarga, dan pendapatan per kapita keluarga Kesejahteraan objektif adalah kesejahteraan keluarga yang dapat diukur berdasarkan perhitungan pendapatan perkapita keluarga yang mengacu pada Garis Kemiskinan (GK) Kabupaten Cianjur tahun 2012 Tekanan ekonomi adalah permasalahn ekonomi yang dirasakan atau dialami oleh keluarga dalam mencukupi kebutuhan keluarga.
20
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Haurwangi merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Cianjur merupakan pemekaran dari Kecamatan Bojongpicung dan Kecamatan Ciranjang, yang dibentuk berdasarkan Peraturan Kabupaten Cianjur Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Haurwangi dan Kecamatan Pasir Kuda tanggal 16 Juli 2007. Kecamatan Haurwangi secara operasional dimulai pada tanggal 9 Mei 2008 bersamaan dengan dilantiknya para Pejabat Eselon III dan Eselon IV. Secara Geografis Kecamatan Haurwangi terletak pada Lintasan Jalur Jalan Protokol Antara Bandung Jakarta dan merupakan Pintu Gerbang Kabupaten Cianjur dari Arah Timur. Kecamatan Haurwangi yang jaraknya + 25 Km dari Ibu Kota Kabupaten, mempunyai luas 4.335,889Ha, terdiri dari Sawah 1.066,841 Ha Darat 3.269,048 Ha dengan batas-batas sebagai berikut : a. Sebelah barat : Kecamatan Ciranjang b. Sebelah timur : Kabupaten Bandung Barat c. Sebelah utara : Kabupaten Bandung Barat d. Sebelah selatan : Kecamatan Bojong Picung Secara administratif Kecamatan Haurwangi terdiri dari 8 desa, 19 dusun, 61 RW dan 280 RT. Adapun desanya sebagai berikut : 1. Desa Cihea 2. Desa Sukatani 3. Desa Haurwangi 4. Desa Ramasari 5. Desa Kertamukti 6. Desa Kertasari 7. Desa Mekarwangi 8. Desa Cipeyeum Jumlah penduduk Kecamatan Haurwangi sebanyak 51 229 jiwa. Terdiri dari laki-laki 25 854 jiwa dan perempuan 25 365 jiwa. Jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 14 465 KK. Karakteristik Keluarga Usia Suami dan Istri Hampir dari separuh suami (43.3%) berada pada kategori dewasa awal dan dewasa madya. Usia suami paling muda 21 tahun dan usia paling tua 70 tahun. Terdapat lima keluarga responden yang tidak memiliki suami disebabkan telah meninggal dunia ataupun bercerai. Sehingga total suami pada penelitian ini 55 orang. Lebih dari separuh istri (61.7%) berada pada kategori dewasa awal sedangkan satu pertiga (33.3%) istri berada pada kategori dewasa madya. Usia istri paling muda 18 tahun dan usia paling tua 66 tahun. Sebaran suami dan istri berdasarkan usia terdapat pada Tabel 1
21 Tabel 1 Sebaran suami dan istri berdasarkan usia Sebaran usia (tahun) Dewasa awal (18-40) Dewasa madya (41-60) Dewasa tua (>60) Total Min-Maks Rata-rata± SD
Suami n 26 26 3 55 21-70 38.8 ± 16.649
% 43.3 43.3 5.0 91.7
Istri n 37 20 3 60 18-80 38.7 ± 13.209
% 61.7 33.3 5.0 100.0
Lama Pendidikan Suami dan Istri Sebagian besar (80%) suami dan hampir seluruh (93.3%) istri menempuh pendidikan SD. Terdapat (1.7%) atau satu orang istri saja yang tidak tamat SD sehingga dikategorikan tidak sekolah. Tingkat pendidikan tertinggi pada suami(3.3%) dan istri (1.7%) adalah SMA. Sebaran suami dan istri menurut tingkat pendidikan disajikan dalam Tabel 2. Tabel 1 Sebaran suami dan istri berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA/SMK Perguruan Tinggi (PT) Total Min-Maks Rata-rata±SD
Suami n 0 48 5 2 0 55 6-12 5.95±2.243
% 0 80 8.3 3.3 0 91.7
Istri n 1 56 2 1 0 60 0-12 6.10±1.231
% 1.7 93.3 3.3 1.7 0 100.0
Jenis Pekerjaan Suami dan Istri Jenis pekerjaan suami merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan besar pendapatan keluarga yang diperoleh. Pengkategorian jenis pekerjaan dalam penelitian ini terdapat pada Tabel 3 yang menunjukan jenis pekerjaan buruh tani paling banyak (50%). Hal ini dikarenakan lokasi penelitian memiliki area persawahan yang cukup luas sehingga sebagian suami memilih bekerja sebagai buruh tani untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Sedangkan sebagian besar istri (86.7%) adalah tidak bekerja dan memilih menjadi ibu rumah tangga dalam kesehariannya tanpa memiliki pekerjaan sampingan lainnya. Namun, terdapat juga istri yang ikut bekerja dengan suaminya menjadi buruh tani (6.7%). Sebaran suami dan istri berdasarkan jenis pekerjaan terdapat pada Tabel 3. Tabel 2 Sebaran suami dan istri berdasarkan jenis pekerjaan Tingkat pendidikan Buruh tani Buruh pabrik Buruh bangunan Pedagang Wiraswasta PNS Karyawan swasta Lain-lain Tidak bekerja Total
Suami n 30 7 3 9 1 0 2 3 0 55
Istri % 50.0 11.7 5.0 15.0 1.7 0 3.3 5.0 0 91.7
n 4 1 0 2 0 0 0 1 52 60
% 6.7 1.7 0 3.3 0 0 0 1.7 86.7 100.0
22
Besar Keluarga Besar keluarga adalah jumlah total seluruh anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Menurut BKKBN besar keluarga dikategorikan menjadi tiga, yaitu kecil (≤ 4 orang), sedang (5-7 orang), dan besar (≥ 8 orang). Tabel 4 menyajikan sebaran besar keluarga, kurang dari separuh (45%) keluarga contoh merupakan kategori keluarga kecil dan sedang.Jumlah anggota keluarga paling kecil dalam penelitian ini adalah tiga orang (memiliki satu anak) dan jumalah anggota keluarga paling besar adalah sebelas orang (memiliki sembilan anak). Tabel 3 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga Besar keluarga (orang)* Kecil (≤4 orang) Sedang (5-7 orang) Besar (≥8 orang) Total Min-Maks Rata-rata±SD
n 27 27 6 60 3-11 5.00±1.707
% 45.0 45.0 10.0 100.0
*Kategori menurut BKKBN Pendapatan Keluarga Pendapatan keluarga adalah sejumlah uang yang diperoleh oleh anggota keluarga dari hasil kerja yang dilakukannya. Pendapatan keluarga tidak hanya dapat diperoleh dari suami atau kepala keluarga saja, tetapi dapat diperoleh juga dari hasil kerja istri atau anak yang telah bekerja. Pendapatan terkecil keluarga contoh adalah Rp150 000 per bulan dan pendapatan terbesar keluarga contoh adalah Rp1 500 000 per bulan dengan pendapatan keluarga per bulan rata-rata Rp429 166.67 yang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 4 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga per bulan Pendapatan keluarga/bulan 150 000 - 600 000 601 000 – 1051 000 ≥1052 000 Total Min-Maks Rata-rata±SD
n 53 6 1 60 Rp150 000-Rp1500 000 Rp429 166.67 ± Rp230 565.198
% 88.3 10.0 1.7
Pendapatan Keluarga Per Kapita Pendapatan keluarga per kapita adalah total pendapatan keluarga per bulan dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Tujuan menghitung pendapatan keluarga per kapita adalah untuk mengetahui jumlah pendapatan yang layak dalam memenuhi kebutuhan minimal serta dapat mengetahui keluarga miskin atau tidak miskin.Tabel 6 menunjukan bahwa hampir seluruh (93.3%) keluarga contoh termasuk dalam keluarga miskin.Pendapatan per kapita minimum Rp18 750 dan pendapatan per kapita maksimum Rp300 000.
23 Tabel 5 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga per kapita/bulan Pendapatan per kapita* n % Miskin (< Rp202 438) 56 93.3 Hampir Miskin (Rp202 438-Rp404 876) 4 6.7 Menengah ke atas (>Rp404 876) 0 0 Total 60 100 Min-Maks Rp18 750-Rp300 000 Rata-rata±SD Rp96 888.20±Rp63 644.960 *Garis Kemiskinan Kabupaten Cianjur (BPS 2012) sebesar Rp202 438.00 menggunakan *Kriteria menurut Puspitawati (2009) dalam Laporan: Survei Kepuasan Orang Tua terhadap Pelayanan Pendidikan Dasar yang disediakan oleh Sistem Desentralisasi Sekolah (Miskin: <1GK, Hampir Miskin: 1GK-2GK, Menengah ke atas: >2GK
Strategi Koping Fungsi Ekonomi Puspitawati (1998) menyebutkan dua strategi koping yang dapat dilakukan oleh keluarga dalam mengatasi masalah keuangan yaitu melakukan penghematan (Cutting-Back) atau menambah pendapatan keluarga (Generating Income). Secara keseluruhan, strategi koping yang dilakukan oleh hampir seluruh (98.3%) contoh termasuk dalam kategori sedang dan hanya satu keluarga contoh yang memiliki strategi koping dalam kategori tinggi. Hal ini dikarenakan banyaknya kepala keluarga yang tidak memiliki pekerjaan yang tetap sehingga berpengaruh terhadap rendahnya pendapatan keluarga yang di terimanya. Mereka merasa bahwa kesulitan yang dialaminya merupakan kesulitan yang tertanam secara turun temurun, sehingga sikap “pasrah” dan “menerima” merupakan usaha yang dilakukan dalam mengatasi kesulitan yang ada. Menurut Firdaus dan Sunarti (2009) besar keluarga, serta tingkat pendidikan dan umur suami-istri secara konsisten berkorelasi dengan manajemen keuangan dan mekansime koping keluarga. Keadaan keluarga yang memiliki pendapatan yang rendah tentunya memiliki permasalahan ekonomi yang cukup besar, akan tetapi keluarga cenderung tidak dapat mengatasi permasalahan tersebut. Guhardja et al. (1992) menyebutkan bahwa individu dan keluarga berpendapatan rendah biasanya mempunyai orientasi untuk masa sekarang saja daripada orientasi untuk masa depannya dalam perspektif waktu. Faktor lingkungan tempat tinggal yang memiliki jenis pekerjaan tidak tetap dan banyak masyarakat yang memiliki pendidikan yang rendah sangat berpengaruh terhadap pandangan yang dianut oleh keluarga. Hal ini sesuai dengan Puspitawati (2012) yang menyebutkan bahwa keluarga sangat bergantung dengan lingkungan sekitarnya dan keluarga juga memengaruhi lingkungan di sekitarnya. Sebaran keluarga berdasarkan strategi koping secara lengkap tersaji pada Lampiran 3. Tabel 7 Sebaran keluarga berdasarkan skor strategi koping fungsi ekonomi No Kategori (kisaran skor) 1 Rendah (<33.3) 2 Sedang (33.4-66.7) 3 Tinggi (>66.7) Total (n) Min – Maks (skor) Rata-rata ± SD (skor)
n 0 59 1 60 42-69 52.5 ± 5.51
% 0 98.3 1.7 100.0
24
Kesejahteraan Keluarga Objektif Kesejahteraan keluarga objektif menggunakan instrumen dari Puspitawati (2013) dan berdasarkan kriteria kemiskinan penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT). Berdasarkan jumlah pendapatan keluarga yang tergolong rendah dan beradasarkan perhitungan pendapatan perkapita dengan menggunakan Garis Kemiskinan (GK) dapat diketahui bahwa hampir seluruh keluarga berada dalam kategori miskin. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap daya beli keluarga tehadap suatu barang untuk memenuhi kebutuhan keluarga serta kepemilikan aset yang dimiliki. Sebagian besar keluarga 86.7% menempati rumah yang dihuninya atas kepemilikan sendiri, walaupun dengan fasilitas dan kondisi fisik rumah yang sederhana, dimana ditemukkan beberapa rumah yang tidak memiliki fasilitas kamar mandi dan lebih memilih memanfaatkan aliran sungai untuk dapat digunakan kegiatan sehari-hari seperti untuk mencuci, memasak mandi serta buang air. Tabel 8 Sebaran keluarga berdasarkan persentase jawaban kesejahteraan keluarga objektif No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Pertanyaan Apakah keluarga memiliki kendaraan bermotor/mobil? Apakah keluarga memiliki simpanan perhiasan? Apakah keluarga memiliki alat-alat elektronik? Apakah rumah yang ditempati merupakan kepemilikan sendiri? Apakah keluarga memiliki tabungan? Apakah keluarga memiliki hewan peliharaan(ayam/lambing/bebek)? Apakah keluarga memiliki aset kepemilikan lahan tanah/sawah/kebun/empang? Apakah jenis lantai bangunan rumah terbuat dari tanah/bambu/kayu? Apakah jenis dinding rumah terbuat dari bambu/rumbia/kayu/tembok tanpa di plester? Apakah rumah memiliki fasilitas kamar mandi dan tempat pembuangann air besar? Apakah sumber air minum berasal dari sumur/sungai/air hujan? Hanya mengkonsumsi daging/ayam satu kali dalam seminggu? Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam satu tahun? Keluarga hanya sanggup makan kurang dari tiga kali dalam sehari? Keluarga tidak mampu untuk membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik?
Ya % 31.7 28.3 93.3 86.7 8.3 30.0 11.7
Tidak % 68.3 71.1 6.7 13.3 91.7 70.0 88.3
90.0 91.7
10.0 8.3
65.0
35.0
93.3 85.0 75.0 1.7 10.0
6.7 15.0 25.0 98.3 90.0
Kesejahteraan Keluarga Subjektif Kesejahteraan subjektif yang diukur dalam penelitian ini berdasarkan tingkat kepuasan contoh terhadap keadaan kehidupan dan gaya manajemen sumberdaya yang dilakukan pada keluarga. Menurut Puspitawati (2012) kesejahteraan keluarga subjektif adalah sama dengan Family Subjective quality of life (SQL) yaitu lebih menunjukan perasaan kepuasan pribadi keluarga atau rasa syukurnya akan kehidupan keluarganya. Ukuran kepuasan ini dapat berbeda-beda untuk setiap individu atau bersifat subjektif. Sebagian besar keluarga (86.7%) memiliki tingkat kesejahteraan keluarga subjektif dalam kategori sedang. Artinya
25 walaupun keluarga belum dapat menjalankan fungsi keluarga dengan baik, terutama dalam menjalankan fungsi ekonomi, keluarga tidak berusaha untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi yang ada dan lebih memilih untuk bersikap menerima dan pasrah terhadap kondisi dan pemasalahan keluarga yang ada. Guhardja et al (1992) dalam Latifah, Hartoyo dan Guhardja (2010) menyebutkan bahwa keluarga miskin memiliki sifat fatalisme. Fatalisme adalah suatu sikap dimana seseorang pasrah terhadap suatu keadaan sehingga mengakibatkan ia tidak mampu dan tidak mau memikirkan cara untuk dapat keluar dari masalah. Kondisi ini mengakibatkan seseorang hanya dapat menggantungkan diri pada orang lain dan hanya mengharapkan datangnya bantuan tanpa melalui usaha yang nyata. Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kesejahteraan keluarga subjektif tersaji secara lengkap pada Lampiran 4. Tabel 9 Sebaran keluarga berdasarkan skor kesejahteraan keluarga subjektif No Kategori (kisaran skor) 1 Rendah (<33.3) 2 Sedang (33.4-66.7) 3 Tinggi (>66.7) Total (n) Min – Maks (skor) Rata-rata ± SD (skor)
n 0 50 10 60 45-85 42.9 ± 7.169
% 0 88.3 16.7 100.0
Tekanan Ekonomi Keluarga Tekanan ekonomi pada hasil penelitian termasuk dalam kategori tinggi. Salah satu faktor keluarga memiliki tekanan ekonomi karena banyaknya keperluan yang harus dipenuhi oleh keluarga terlebih pada keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak namun pendapatan keluarga yang diterima tidak cukup memenuhi. Hal ini sesuai dengan Firdaus dan Sunarti (2009) yang menyatakan bahwa semakin banyak anggota keluarga maka tekanan ekonomi yang dialami semakin tinggi. Tabel 10 Sebaran keluarga berdasarkan persentase jawaban tekanan ekonomi No 1 2 3 4 5
Pertanyaan Keluarga memiliki pinjaman hutang demi mengatasi permasalahan ekonomi keluarga yang ada Sering terjadi kesulitan ataupun permasalahan yang dialami setiap menerima gaji/upah dalam bekerja Terpaksa bekerja dari tempat satu ke tempat lain karena belum memiliki pekerjaan yang tetap Barang berharga yang dimiliki oleh keluarga sangat sederhana dan tidak cukup banyak Banyaknya keperluan yang harus dipenuhi, menyebabkan keluarga tidak sempat menyisihkan sebagian dana untuk ditabungkan
Ya %
Tidak %
83.3
16.7
36.7
63.3
53.3
46.7
93.3
6.7
96.7
3.3
Sebagian besar keluarga (83.3%) memiliki pinjaman hutang dalam mengatasi permasalahan ekonomi yang ada, dan sisanya sebanyak (16.7%) lebih memilih menjual aset keluarga apabila dihadapkan dalam permasalahan kesulitan ekonomi keluarga. lebih dari separuh keluarga (63.3%) tidak mengalami kesulitan ataupun permasalahan setiap kali menerima gaji/upah dalam bekerja. Upah/gaji
26 yang diterima dalam bekerja diberikan setiap satu kali bekerja dan rata-rata setiap kepala keluarga tidak memiliki gaji/upah bulanan, mereka hanya akan mendapat gaji/upah setiap kali ada pekerjaan yang meminta bantuan mereka. Hal ini dapat dilihat dari lebih dari separuh keluarga (53.3%) terpaksa berpindah-pindah setiap kali bekerja karena tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Hampir seluruh keluarga (93.3%) memiliki barang berharga yang dimiliki oleh keluarga yang sangat sederhana. Barang-barang tersebut diantanya adalah alat elektronik tv, emas, dan hanya beberapa keluarga yang memiliki kendaraan motor sebagai aset keluarga. Banyaknya keperluan yang harus dipenuhi oleh keluarga dan adanya tekanan ekonomi menyebabkan hampir seluruh keluarga (96.7%) tidak sempat menyisihkan sebagian dana untuk ditabungkan dan masih menganggap dana keluarga yang ada jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tabel 11 Sebaran keluarga berdasarkan skor tekanan ekonomi No Kategori (kisaran skor) 1 Rendah (<33.3) 2 Sedang (33.4-66.7) 3 Tinggi (>66.7) Total (n) Min – Maks (skor) Rata-rata ± SD (skor)
n 2 28 30 60 0-5 2.46 ± .56648
% 3.3 48.7 50.0 100.0
Potensi Perdagangan Manusia Potensi perdagangan manusia merupakan potensi perdagangan manusia yang berasal dari eksternal dan internal. Potensi eksternal merupakan potensi yang berasal dari lingkungan. Sementara itu, potensi internal berasal dari keluarga. Kondisi kelurga di tempat penelitian telah terbiasa untuk menikahkan anak perempuannya walaupun masih usia remaja. Selain banyak masyarakat yang memiliki pendidikan yang rendah dan lebih memilih untuk bekerja dibandingkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di dalam Modul Pendidikan untuk Pencegahan Trafiking menyatakan bahwa keluarga yang memiliki banyak anak sering tidak mampu menghidupi seluruh keluarga mereka secara layak sehingga anak-anak perempuan umumya tidak disekolahkan dan diizinkan (bahkan didorong) mencari pekerjaan pada usia yang masih sangat muda. Potensi perdagangan manusia eksternal. Potensi eksternal berupa faktorfaktor yang mendorong terjadinya perdagangan manusia yang berasal dari lingkugan. Tempat penelitian ini merupakan tempat yang direkomendasikan oleh pihak BKBPP karena salah satu warga pernah menjadi korban tindakan perdagangan manusia pada saat bekerja di luar negeri. Wilayah tempat yang dijadikan tempat penelitian tidak terlihat adanya tempat prostitusi, sehingga hanya (28.3%) keluarga yang menyatakan bahwa lingkungan memiliki dampak negatif kepada anggota keluarga. Selain itu sebanyak (25%) keluarga menyatakan bahwa kemajuan teknologi dapat memberikan pengaruh negatif terhadap keluarga. Pada saat penelitian lebih banyak ditemui anak-anak remaja yang telah lebih memilih bekerja ataupun telah menikah. Kondisi lingkungan yang cukup kumuh karena masih memanfaatkan air aliran sungai untuk tempat mencuci baju, mandi bahkan sebagai tempat pembuangan air kecil dan besar.Hampir
27 setengahnya wilayah merupakan daerah persawahan sehingga banyak para kepala keluarga ataupun pemuda desa yang bekerja sebagai buruh tani. Jenis pekerjaan lain yang ditemui adalah buruh bangunan, buruh jahit, pedagang. Pendapatan yang diterima dari semua jenis pekerjaan tersebut bersifat tidak pasti, karena masyarakat pada waktu tertentu, seperti contoh para buruh tani akan dipekerjakan apabila sawah telah tiba musim panen, buruh jahit bekerja jika ada pesanan dan buruh banguan akan bekerja bila wilayah desa telah mendapat bantuan untuk pembangunan desa. Jenis pekerjaan yang tidak pasti dan gaji yang diterima yang relatif rendah menyebabkan hampir seluruh keluarga (85.0%) terbiasa untuk memperkerjakan setiap anggota keluarga untuk bekerja di luar kota atau luar negeri dengan harapan gaji/upah yang diterima selama bekerja dapat jauh lebih besar. Tabel 12 Sebaran keluarga berdasarkan persentase jawaban potensi perdagangan manusia eksternal No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Pertanyaan Terdapat lingkungan prostitusi di sekitar rumah yang membuat saya dan keluarga tidak merasa nyaman Adanya praktek prostitusi di lingkungan rumah sudah dianggap biasa oleh masyarakat sekitar Keadaan lingkungan sekitar biasa memperkerjakan setiap anggota keluarganya untuk bekerja di luar kota atau di luar negeri Lingkungan prostitusi merupakan hal yang meresahkan keluarga dalam menjalani aktivitas sehari-hari Kemajuan teknologi dan informasi saat ini memberikan dampak negatif terhadap kehidupan anggota keluarga Jalur transportasi yang strategis menyebabkan lingkungan rumah sering dikunjungi orang luar Lingkungan sekitar dapat membawa pengaruh negatif kepada anggota keluarga dalam menjalankan aktivitas sehari-hari Di dalam masyarakat sekitar menjadi buruh migran ke luar negeri merupakan hal biasa yang dilakukan oleh setiap anggota keluarganya Masyarakat di sekitar rumah biasanya mewajibkan setiap anggota keluarga selain orangtua untuk bekerja walaupun ada anggota keluarga yang masih berusia remaja Pendapatan keluarga mempengaruhi pemenuhan kebutuhan ekonomi Peningkatan kebutuhan barang pokok menyebabkan adanya tekanan ekonomi Kurangnya lapangan pekerjaan di lingkungan sekitar rumah memaksa anggota keluarga untuk bekerja di luar kota maupun di liar negeri Terdapat pemahaman di dalam masyarakat sekitar bahwa dengan bekerja menjadi buruh migran jauh lebih menguntungkan secara ekonomi Terdapat banyak anak yang putus sekolah dan pengangguran yang banyak di lingkungan masyarakat
Jawaban Ya n % 1
1.7
1
1.7
51
85.0
9
15.0
15
25.0
56
93.3
17
28.3
56
93.3
32
53.3
60
100
59
98.3
43
71.1
36
60.0
60
100
Hampir seluruh keluarga (93.3%) menyatakan bahwa lingkungan masyarakat menyatakan bahwa menjadi buruh migran keluar negeri merupakan hal biasa. Mendapatkan gaji/upah yang lebih besar dan informasi dari tetangga yang telah lebih dahulu menjadi buruh migran merupakan faktor yang mendorong seseorang untuk lebih memilih bekerja di luar negeri. Lebih dari separuh keluarga (60%) menyatakan bahwa bekerja menjadi buruh migran jauh lebih menguntungkan secara ekonomi. Hal tersebut yang akhirnya membentuk pemahaman dalam keluarga bahwa lebih memilih untuk bekerja dari pada melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Lebih dari separuh (53.3%) keluarga mewajibakan anggota keluarga selain orangtua untuk bekerja walaupun
28 masih berusia remaja. Alasan utama keluarga memiliki pandangan tersebut karena pendapatan keluarga yang dimiliki masih sangat kurang untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan menyebakan adanya tekanan ekonomi keluarga. Selain itu hampu tiga perempat keluarga (71.1%) menyatakan bahwa lebih memilih bekelrja di luar kota atau luar negeri karena kondisi jenis pekerjaan di lingkungan sekitar rumah tidak pasti serta keadaan lingkungan yang tidak berkembang seperti banyak ditemui anak yang putus sekolah dan pengangguran. Potensi perdagangan manusia internal. Potensi perdagangan manusia internal merupakan potensi yang berasal dari keluarga. Hasil penelitian menunjukan lebih dari separuh (65%) keluarga memiliki masalah ekonomi dalam membiayai pendidikan anggota keluarga, oleha karena itu sebagian masyarakat memiliki rata-rata pendidikan hanya sampai Sekolah Dasar. Keterbatasan ekonomi keluarga menyebabkan setiap anggota keluarga diizinkan untuk bekerja dari pada untuk meneruskan pendidikan walaupun masih berusia remaja. Terdapat keluarga yang selalu mendorong setiap anggota keluarga untuk bekerja di luar negeri. Tabel 13 Sebaran keluarga berdasarkan persentase jawaban potensi perdagangan manusia internal No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Pertanyaan Keluarga memiliki masalah ekonomi dalam membiayai pendidikan anggota keluarganya Keluarga mengizinkan setiap anggota keluarga untuk bekerja jika tidak sekolah Keluarga selalu mendorong setiap anggota keluarganya untuk bekerja ke luar negeri Keluarga tidak terlalu memperhatikan lingkungan pergaulan setiap anggota keluarganya Keluarga mewajibkan setiap anggota keluarga yang telah berusia remaja untuk mencari penghasilan tambahan Keluarga terbiasa berhutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari apabila keluarga tidak memiliki uang yang cukup Menjual aset keluarga merupakan solusi dalam mengatasi persoalan ekonomi keluarga Adanya pemahaman dalam keluarga bahwa penghasilan tinggi lebih diutamakan dibandingkan dengan memiliki status pendidikan yang tinggi Keluarga selalu menanamkan nilai-nilai agama dalam menjalani kehidupan sehari-hari Adanya pemahaman dalam keluarga bahwa perempuan jauh lebih menguntungkan dibandingkan laki-laki Keluarga selalu mengarahkan setiap anggota keluarganya sejak dini untik bekerja di luar negeri Keluarga tidak terlalu memperhatikan tentang dimana tempat anggota keluarganya untuk bekerja Keluarga tidak terlalu memperhatikan tentang jenis pekerjaan setiap anggota keluarganya Kebahagiaan keluarga dapat dirasakan apabila keluarga memiliki penghasilan yang tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup
Jawaban Ya n % 39
65.0
42
70.0
9
15.0
9
15.0
17
28.3
46
76.6
56
93.3
51
85.0
59
98.3
6
10.0
4
6.7
13
21.7
22
36.7
47
78.3
Selain itu terdapat keluarga yang tidak terlalu memperhatikan lingkungan pergaulan setiap anggota keluarga. Terdapat tujuh belas keluarga yangbmewajibkan setiap anggota keluarga yangterlah berusia remaja untuk mencari tambahan penghasilan keluarga. lebih dari tiga perempat keluarga (76.6%) terbiasa berhutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari apabila terjadi kesulitan ekonomi dan sebanyak (93.3%) keluarga memilih untuk menjual aset
29 keluarga sebagai solusi dalam mengatasi kesulitan ekonomi keluarga.Sebanyak lima puluh satu keluarga berpendapat bahwa memiliki penghasilan tinggi jauh lebih diutamakan dari pada memiliki memiliki pendidikan yang tinggi. Keluarga pun masih menanamkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu terdapat enam keluarga yang memiliki pemahaman bahwa memiliki anak perempuan jauh lebih menguntungan dari pada memiliki anak laki-laki, selain itu terdapat empat keluarga yang mengarahkan setiap anggota kelaurga untuk dapat bekerja di luar negeri. Terdapat keluarga yang tidak terlalu memperhatikan tentang dimana tenpat anggota keluarga dalam bekerja dan jenis pekerjaan yang dijalani serta lebih dari tiga perempat keluarga (78.3%) menyatakan bahwa kebahagiaan keluarga dapat dirasakan apabila keluarga memiliki penghasilan yang tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup. Hasil penelitian pada Tabel 14 menyajikan skor kategori skor potensi perdagangan manusia. Potensi yang diukur dari potensi perdagangan manusia dari internal dan eksternal. Tiga perempat contoh (78.3%) termasuk kategori sedang terjadinya potensi perdagangan manusia. Potensi secara internal ataupun eksternal termasuk kategori sedang yaitu sebanyak (80%) dan (71.1%) hal ini disebabkan adanya beberapa faktor salah satunya tekanan ekonomi dan latar belakang pendidikan yang rendah. Potensi perdagangan manusia pada hasil penelitian ini berada pada kategori sedang baik secara eksternal maupun internal. Berdasarkan hasil analisis uji korelasi potensi internal penjualan manusia pada penelitian ini memiliki hubungan positif dengan umur ibu. Semakin tua usia ibu maka potensi perdagangan manusia semakin tinggi. Berdasarkan hasil wawancara hal ini di duga karena semakin tua usia, ibu tidak terlalu mementingkan setiap anggota keluarganya bekerja dimana dan sebagai apa. Ibu lebih mementingkan agar setiap anggota keluarga dapat membantu mengatasi permasalahan ekonomi yang ada yang dirasa cukup tinggi. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Nurafifah (2012) dimana usia ibu tidak memiliki hubungan dengan potensi perdagangan manusia. Tabel 14
Sebaran keluarga berdasarkan kategori skor potensi perdagangan manusia
Kategori (kisaran skor) Rendah (<33.3) Sedang (33.4-66.7) Tinggi (>66.7) Total
Internal n 3 48 9 60
% 5.0 80.0 15.0 100.0
Eksternal n 1 43 16 60
% 1.7 71.7 26.7 100.0
Potensi perdagangan manusia n % 2 3.3 47 78.3 11 18.3 60 100.0
Hubungan antara Karakteristik Keluarga, Strategi Koping, Kesejahteraan Keluarga, Tekanan Ekonomi dan Potensi Perdagangan Manusia Pendidikan suami memiliki hubungan negatif dengan potensi internal perdagangan manusia. Semakin tinggi pendidikan yang dicapai oleh suami, maka potensi intermal perdagangan manusia semakin rendah. Tedapatnya hubungan negatif antara pendidikan ayah dengan potensi internal perdagangan manusia disebabkan karena dengan pendidikan maka dapat meningkatkan pengetahuan
30 yang dimiliki oleh suami sehingga dengan adanya pengetahuan yang baik maka akan menghindari terjadinya potensi perdagangan manusia di dalam keluarganya. Simanjuntak, Puspitawati dan Djamaludin (2010) menyebutkan bahwa pendidikan akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya. Sehingga apabila seorang suami yang memiliki pendidikan rendah menganggap bahwa dengan lebih mendukung anak-anaknya untuk bekerja ataupun menikah di usia yang masih remaja dibandingkan untuk mengusahakan anak-anaknya untuk mendapatkan pendidikan yang layak merupakan bukan menjadi suatu permasalahan yang berarti dan merupakan suatu hal yang biasa yang dapat dilakukan terutama dalam mengatasi permasalahan ekonomi keluarga yang ada. Besar keluarga memiliki hubungan positif dengan potensi perdagangan manusia, baik secara internal maupun eksternal. Artinya semakin besar jumlah anggota keluarga maka potensi perdagangan manusia baik secara internal maupun eksternal semakin tinggi. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Direktorat Pendidikan Masyarakat (2007) yang menyebutkan bahwa keluarga yang memiliki banyak anak sering tidak mampu menghidupi seluruh keluarga mereka secara layak sehingga anak-anak (perempuan umumnya) tidak disekolahkan dan diizinkan (bahkan didorong) mencari pekerjaan pada usia muda. Hal ini tentu saja dikarenakan adanya tekanan ekonomi yang dirasakan cukup tinggi oleh keluarga. Uji hubungan menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara tekanan ekonomi keluarga dengan potensi perdagangan manusia baik secara internal maupun eksternal. Artinya semakin tinggi tekanan ekonomi yang dirasakan oleh keluarga maka potensi perdagangan manusia semakin tinggi. Adanya faktor tekanan ekonomi tersebut yang merupakan salah satu faktor orang tua tidak mampu untuk dapat menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang lebih tinggi dan mendorong untuk dapat bekerja ataupun mengizinkan anak-anaknya terutama perempuan untuk menikah walaupun usianya masih belum cukup umur. Hal ini dilakukan oleh keluarga sebagai bentuk strategi koping fungsi ekonomi keluarga, strategi koping memiliki hubungan postif dengan potensi internal perdagangan manusia. Semakin tinggi strategi koping yang dilakukan oleh keluarga maka potensi perdagangan manusia akan tinggi. Berdasarkan hasil wawancara menyebutkan dengan adanya anggota keluarga yang telah bekerja dapat membantu meningkatkan pendapatan keluarga sedangkan anak yang telah menikah tidak menjadi tanggungan ekonomi keluarga lagi karena telah memiliki keluarga masing-masing. Dalam artikel Trafficking Of Women and Children In Indonesia menyebutkan bahwa adanya peranan anak dalam keluarga yang dapat menjadi faktor terjadinya potensi perdagangan manusia, dimanamasyarakat Indonesia, anak-anak diharapkantidak hanyauntuk menghormati danmenaati orang tua mereka, tetapijuga untukmembantu mereka. Bantuan inidapat mengambil banyak bentuk. Studi menunjukkan bahwa8.3%anak-anakdi Indonesiaantara usia10-14 tahundan 38.5% dari mereka 15-19bekerjadi luar rumah(Irwanto 2001). Karenatradisibudaya ini, banyak bentuk perburuhan anak yang akan didefinisikan sebagai perdagangan menggunakan standar internasional, dinormalisasi di Indonesia. Kesejahteraan keluarga objektif memiliki hubungan negatif dengan potensi eksternal perdagangan manusia. Semakin tinggi kesejahteraan objektif yang dimiliki oleh keluarga, maka potensi perdagangan eksternal perdagangn manusia akan rendah. Berdasarkan pendapatan perkapita yang dimiliki oleh keluarga dan
31 mengacu pada Garis Kemiskinan Kabupaten Cianjur tahun 2012 menunjukan bahwakesejahteraan keluarga objektif termasuk dalam kategori miskin. Hal ini dipengaruhi oleh pendidikan rendah yang dimiliki oleh keluarga sehingga peluang untuk mendapatkan jenis pekerjaan yang lebih baik dengan upah yang layak pun sangat terbatas. Selain itu karena jenis pekerjaan yang terdapat di lingkungan tempat penelitian sangat terbatas, sehingga banyak anggota keluarga yang lenbih memilih bekerja di kota-kota besar bahkan di luar negeri. Tabel 15 Hubungan karakteristik keluarga, strategi koping, kesejahteraan keluarga, dan potensi perdagangan manusia internal Variabel bebas Umur suami (tahun) Umur istri (tahun) Pendidikan suami (tahun) Pendidikan istri (tahun) Pendapatan keluarga/bulan (rupiah) Pendapatan per kapita (rupiah) Besar keluarga (orang) Strategi penghematan (skor) Startegi penambahan pendapatan (skor) Kesejahteraan keluarga subjektif (skor) Kesejahteraan objektif (skor) Tekanan ekonomi keluarga (skor) Potensi eksternal (skor)
Potensi internal 0.190 0.475** -0.280* -0.019 -0.171 -0.356** 0.413** 0.353** 0.264* 0.023 0.071 0.422** 0.382**
PEMBAHASAN Penelitian ini mendukung adanya teori struktural-fungsional dimana terdapat pembagian fungsi dan peran yang jelas di dalam keluarga yang bertujuan untuk menjaga kestabilan dan keutuhan kehidupan keluarga dan masyarakat.Levy dalam (Megawangi 1999) menyatakan bahwa tanpa ada pembagian tugas yang jelas masing-masing aktor dengan status sosialnya, maka fungsi keluarga akan terganggu yang selanjutnya akan memengaruhi sistem yang lebih besar lagi. Peran dan fungsi keluarga tersebut memiliki keberagaman dalam setiap pelaksanaanya, Megawangi (2001) dalam Puspitawati (2009) menyatakan bahwa pelaksanan struktur dan fungsi dalam keluarga tidak pernah lepas dari pengaruh budaya, norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat. Kemiskinan yang terjadi saat ini merupakan merupakan permasalahan utama yang dialami oleh keluarga. Untuk menghadapi kemiskinan tersebut, keluarga menerapkan strategi coping. Haber dan Runyon (1984) dalam Puspitawati (2009) menyatakan coping adalah semua bentuk prilaku dan pikiran (negatif dan positif) yang dapat mengurangi kondisi yang membebani individu agar tidak stress. Pada komunitas pedesaan, strategi bertahan hidup cenderung dipengaruhi oleh budaya local dan norma jender (Davis 2000: Fitchen 1991: Nelson dan Smith 1998: Norem dan Blundall 1998) dalam Puspitawati (2009) . Gunawan dan Sugiyanto (1999) dalam Puspitawati (2009) menyebutkan strategi yang dilakukan oleh keluarga miskin dalam menghadapi pemasalahannya diantaranya adalah optimalisasi sumber daya manusia. Strategi ini dilakukan keluarga untuk dapat meningkatkan pendapatan keluarga karena adamya tuntutan hidup yang semakin besar. Pelaksanaan startegi ini dapat melibatkan anak dalam
32 peran ekonomi. Namun pelaksanaan startegi ini akan berdampak kepada pemenuhan kebutuhan hak anak, terutama dalam memperoleh pendidikan. Menurut artikel Trafficking Of Women and Children In Indonesia pekerja anak merupakan salah satu bentuk dari tindakan perdagangan manusia. Penelitian mengenai perdagangan manusia telah banyak dilakukan di dunia internasional seperti penelitian Anna (2011) yang meneliti tentang perdagangan manusia di negara Portugal. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa korban trafficking berasal dari pedesaan yang tingkat perekonomiannya berada di bawah garis kemiskinan. Hasil penelitian mendukung pernyataan tersebut bahwa keluarga tinggal di kawasan pedesaan dimana masyarakatnya memiliki status ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh status pendidikan yang rendah dan masih terdapat kepala keluarga yang belum memiliki pekerjaan yang tetap. Casey (2010) menyebutkan terjadinya perdagangan manusia di seluruh dunia di dorong oleh kemiskinan, ketimpangan dan kurangnya kesempatan ekonomi akibat dari adanya perpindahan populasi yang memaksa untuk meninggalkan rumah mereka dan berpotensi terlibat dalam perdagangan manusia. Berdasarkan artikel dari Trafficking Of Women and Children In Indonesia bentuk dan modus terjadinya penjualan manusia di Indonesia antara lain, pekerja migran, pembantu rumah tangga dengan upah minim, jam kerja panjang, dan rentan denga kekerasan, pekerja seks, pengantin pesanan, dan pekerja/buruh anak. Faktor-faktor yang menyebabkan wanita dan anak-anak rentang terkena tindakan terjadinya perdagangan manusia diantaranya kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, masalah budaya yang berkaitan dengan peran perempuan dalam keluarga;status relatif dan kekuasaan, peran anak dalam keluarga, tradisi pernikahan dini, hukum bias gender, dan dampak korupsi. Hasil penelitian mendukung pernyataan tersebut bahwa terjadinya potensi perdagangan manusia memiliki hubungan dengan tekanan ekonomi yang dialami oleh keluarga sehingga dan strategi koping yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan tersebut dengan cara membiarkan anak-anaknya untuk bekerja ataupun menikahkannya pada usia yang tergolong masih sangat muda. Potensi perdagangan manusia berada kategori sedang baik secara internal maupun eksternal. Artikel yang berjudul Contentious Issues in Research on Trafficked Women Working in The Sex Industry menyatakan bahwa keluarga merupakan faktor yang berperan dalam menjerumuskan wanita dalam perdagangan manusia. Usia ibu tidak memiliki hubungan dengan potensi perdagangan manusia Nurafifah (2012). Hasil penelitian tidak mendukung pernyataan tersebut. Berdasarkan hasil wawancara hal ini di duga karena semakin tua usia, ibu tidak terlalu mementingkan dan memperhatikan setiap anggota keluarganya bekerja dimana dan sebagai apa. Ibu lebih mementingkan agar setiap anggota keluarga dapat membantu mengatasi permasalahan ekonomi yang ada yang dirasa cukup tinggi. Direktorat Pendidikan Masyarakat (2007) yang menyebutkan bahwa keluarga yang memiliki banyak anak sering tidak mampu menghidupi seluruh keluarga mereka secara layak sehingga anak-anak (perempuan umumnya) tidak disekolahkan dan diizinkan (bahkan didorong) mencari pekerjaan pada usia muda. Hasil penelitian mendukung pernyataan tersebut bahwa orangtua yang memiliki jumlah anak yang banyak memilih untuk tidak meneruskan sekolah anak-anaknya karena faktor keterbatasan ekonomi dan lebih mendukung agar anak-anaknya
33 untik bekerja atau menikahkannya walaupun usianya masih belum cukup dewasa. Berdasarkan hasil wawancara, hal tersebut dilakukan untuk sebagai bentuk usaha dalam masalah ekonomi keluarga. Anak yang telah bekerja ataupun telah menikah dapat mengurangi jumlah tanggungan biaya keluarga. Analisis berdasarkan teori struktural fungsional menunjukan bahwa terdapat diferansasi peran yaitu alokasi peran/tugas aktivitas yang dilakukan oleh keluarga khusunya dalam mengatasi permasalahan ekonomi yang dirasakan, dimana peran dan alokasi solidaritas yang menyangkut distribusi relasi anggota keluraga dimana pencari nafkah tidak hanya dilakukan oleh kepala keluarga tetapi dlakukan oleh anak. Adanya pembagian peran, tugas serta dapat menjalankan fungsi dengan jelas dapat menciptakan adanya suatu kestabilan dalam kehidupan keluarga. Akan tetapi fungsi keluarga yang dijalankan salah, hal ini dipengaruhi oleh batasan interal yang dimiliki oleh keluarga. Puspitawati (2009) menyebutkan bahwa batasan internal bervariasi antara keluarga satu dengan lainnya, bergantung pada latar belakang budaya, tradisi keluarga dan nilai-nilai yang dianut. Hasil penelitian mendukung pernyataan tersebut. Dimana orangtua membiarkan anak-anaknya untuk bekerja ataupun menikah di usia yang masih terbilang belum cukup umur dibandingkan untuk mendukung anak dalam segi pendidikan yang disebabkan oleh keterbatasan ekonomi keluarga. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini hanya menggunakan 60 contoh keluarga secara non probability sampling dengan convenience karena hanya terdapat data identitas keluarga secara umum, tidak ada secara personal by name by address sehingga tidak dapat dilakukan pengacakan. Mengingat keterbatasan metode, maka hasil dari kesimpulan penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan untuk seluruh keluarga. Penelitian ini pun hanya berdasarkan apa yang yang dirasakan secara subjektif oleh ibu, tidak dilihat dari anggota keluarga yang lainnya seperti ayah atau anak. Sehingga dapat memberikan peluang bias dalam penilaian variabel. Selain itu, penelitian selanjutnya mengenai perdagangan manusia sebaiknya lebih fokus pada variabel pola pengasuhan.
34
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Strategi koping fungsi ekonomi yang dilakukan oleh hampir seluruh keluarga contoh termasuk dalam kategori sedang. Berdasarkan tipe strategi koping fungsi ekonomi yang dilakukan baik dilakukan dengan menggunakan strategi penghematan ataupun penambahan pendapatan Potensi perdagangan manusia termasuk dalam kategori sedang, baik secara potensi internal yaitu potensi yang berasal dari kelurarga maupun potensi eksternal yaitu potensi yang berasal dari lingkungan. Kesejahteraan keluarga subjektif keluarga berada dalam kategori sedang. Hal ini menunjukan bahwa keluarga menerima kondisi ataupun keadaan yang ada tanpa melakukan usaha yang maksimal terutama dalam menghadapi permasalahan ekonomi yang ada. Kesejahteraan keluarga objektif secara keseluruhan berdasarkan hasil wawancara menujukan bahwa aset yang dimiliki oleh keluarga terbatas dan hampir seluruh keluarga tidak memiliki tabungan sehingga berpengaruh terhadap kemampuan daya beli keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Terdapat hubungan positif antara potensi internal perdagangan manusia dengan usia ibu, besar keluarga, strategi koping (strategi penghematan dan strategi penambahan pendapatan) tekanan ekonomi keluarga dan potensi eksternal. Pendidikan suami dan pendapatan per kapita keluarga memiliki hubungan negatif dengan potensi internal perdagangan manusia. Saran Tingkat pendidikan yang rendah tentunya berpengaruh terhadap pembentukan kualitas sumberdaya manusia. Berdasarkan hasil penelitian kesadaran dan tingkat pendidikan keluarga masih sangat rendah dikarena adanya faktor ekonomi dan pengaruh lingkungan. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat melakukan usaha dalam membangun kesadaran keluarga miskin akan pentingnya pendidikan serta menggalakkan program pendidikan kejar paket A,B,C. Keluarga yang memiliki status ekonomi rendah membutuhkan penyuluhan yang jelas terkait dengan program Keluarga Berencana untuk dapat mewujudkan keluarga kecil bahagia dan dapat mengurangi tekanan ekonomi keluarga. Selain itu karena daerah penelitian banyak ditemukan istri yang tidak bekerja, maka diperlukannya program pelatihan peningkatan perekonomian keluarga yang bertujuan agar keluarga lebih berdaya, produktif serta aktif dalam melakukan strategi penambahan pendapatan keluarga Instansi daerah setempat diharapkan dapat memberikan penyuluhan terkait dengan kasus perdagangan manusia, agar dapat meminimalisasikan terjadinya potensi perdagangan manusia, terutama pada keluarga yang memiliki status ekonomi rendah. Mengenai penelitian, diharapkan dapat dilakukan penelitian dengan topik yang sama dilokasi berbeda dengan jumlah contoh lebih banyak dan lebih beragam untuk mendapatkan hasil penelitian yang berbeda.
35
DAFTAR PUSTAKA [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1992. UU RI No. 10 Tahun 1992 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Jakarta: BKKBN. ________________________________________________. 1996. Opini Pembangunan Keluarga Sejahtera. Jakarta. BKKBN BNP2TKI. 2013. http://www.bnp2tki.go.id/[ diakses 13 Maret 2013 ] [BPKP].Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 2013. Undang-Undang No 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. [internet]. [diunduh 23 Februari 2013]. Tersedia pada: http://www.bpkp.go.id/uu/file/2/39.bpkp [BPS]. Badan Pusat Statistik. 2012. Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi, 2012 [internet]. [diunduh 23 Februari 2013]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id. ________________________. 2012. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 16,4 persen. [internet]. [diunduh 23 Februari 2013]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id. Datakersa. 2012. Human Development Index 2011. http://datakersa.menkokesra.go.id/sites/default/files/pendidikan_file/human_de velopment_index_2011.pdf. [diunduh 23 Febuari 2013] Eshelman JR.1991. Family. Boston: Allyn and Bacon Inc Firdaus, Sunarti E. 2009. Hubungan antara tekanan ekonomi dan mekanisme koping dengan kesejahteraan keluarga wanita pemetik teh.Jurnal Ilmu Keluarga san Konsumen. 2 (1):21-31. Fox JJ, Bartholomae S. 2000. Families and Individuals Coping With Financial Stress. Di dalam: McKency PC & Price SJ. Families and Change:Coping with Stressful Events and Transition. California: Sage Publication, Inc. 250-271 Haqoe NMS. 2010. Female child trafficking from banladesh: a new form of slavery/traffic. Canadia Social Science 6.1 (2010) 45-58 [internet]. [diunduh pada 23 Maret 2013]. Hidayah, Nur. 2008. TKW dan Permasalahannya. [internet]. [diunduh 23 Februari 2013]. Tersedia pada: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/TKWdanPermasalahannya.pdf. Iswarini, Sri Endah. 2004. Kelompok Survivor: Belajar Dari Pengalaman Perempuan Korban Trafficking. Jurnal Perempuan No.36 Mashud M. 2008. Perspektif Fenomenologi tentang Trafficking TKW. Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, XXI(2), 146-154. Megawangi, R. (1999). Membiarkan Berbeda. Bandung: Mizan. Muflichah S, Bintoro RW. 2009. Trafficking: Suatu Studi Tentang Perdagangan Perempuan dari Aspek Sosial, Budaya, dan Ekonomi di Kabupaten Banyumas. Jurnal Dinamika Hukum. 9 (1). Nurafifah D. 2012.Analisis nilai anak, investasi anak, dan potensi perdagangan anak (kasus di Kabupaten Subang) [skripsi].Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor
36 O’Neill Casey. 2010. Immigration and Human Trafficking in the U.S.-Mexico Border Region: A Conceptual Model of the Geography of Human Trafficking, Human Smuggling, and Undocumented Immigration. Frontier Program Directors. New Mexico State University PKGA-IPB. November 2011. Tujuh kota atau kabupaten masuk zona merah trafficking [internet]. [diunduh 10 September 2013]. Tersedia pada: http://pkga.ipb.ac.id/?p=312 Puspitawati, H. 2009. Teori Struktural Fungsional dan Aplikasinya Dalam Kehidupan Keluarga. Diktat Kuliah Departeman Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, Bogor. ________________. 2012. Gender dan Keluarga Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor: IPB Press. ________________. 2013. Pengantar Studi Keluarga. Bogor: IPB Press. Rice AS, SM Tucker. 1986. Family Life Management 6nded. New York: McMillan Publishing Company Simanjuntak M, Puspitawati H, Djamaludin MD. 2010. Karakteristik Demografi, Sosial, dan Ekonomi Keluarga Penerima Program Keluarga Harapan (PKH).Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 3 (2): 101-113 Sherman, Jennifer. 2001. Social Forces 85(2):891-913 Suara Merdeka. 2012. Ironi Wanita Bekerja. http://suaramerdeka.com [diakses 23 Febuari 2013]. Suandi. 2005. Hubungan Antara Social Capital dengan Kesejahteraan Keluarga di Dearah Pedesaan Provinsi Jambi [Rencana Penelitian Pascasarjana]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sumarwan U. T Hira. 1993. The Effect of Perceived Locus of Control and Percieved Incomes Adequacy on Satisfaction with Financial Status of Rural Household. Juornal of Family Economic Issues 14 (4): 43-64 Syarief, Hartoyo. 1993. Aspek dalam Kesejahteraan Keluarga Seminar Menyongsong Abad 21 dan Peranannya dalam Pemgembangan Sumberdaya Indonesia. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan BKKBN. Widyanti W, Suryahadi A, Sumarto S, Yumna A. 2009. The Relationship between Chronic Poverty and Household Dynamics; Evidence from Indonesia/Jakarta: SMERU Research Institut, 2009. Ii, 19 p. ; 30 cm (SMERU Working Paper, January 2009)
37
LAMPIRAN
38 Lampiran 1 Hasil penelitian terdahulu No. 1.
Tahun 2012
Penulis Nurafifah
2.
2011
Neves A
Judul Analisis Nilai anak, Investasi Anak, dan Potensi Perdagangan Manusia Women Trafficking for Sexual Exploitation in Portugal: Life narratives
3.
2010
Neill Casey
Immigration and Human Trafficking in the U.S.-Mexico Border Region
4.
2008
Mashud M
Perspektif Fenomenologi
Hasil Potensi perdagangan anak internal memiliki hubungan negatif signifikan dengan pendidikan ayah dan ibu.
Fenomena perdagangan perempuan untuk eksploitasi seksual tidak dapat mengesampingkan tentang seberapa besar pengaruh isu-isu gender, kelas etnis, budaya dan sosial. Perempuan korban trafficking berasal dari pedesaan yang tingkat perekonomiannya berada di bawah garis kemiskinan. Perdagangan manusia ini terjadi dalam proses migrasi. Para migran sangat rentan terhadap penipuan yang dibawa oleh para perekrut perdagangan manusia. Apalagi para migran tersebut mungkin tidak dapat berbicara bahasa di tempat barunya dan membutuhkan bantuan orang lain untuk mencari pekerjaan atau perumahan. Perdagangan manusia di seluruh dunia di dorong oleh proses yang kompleks, namun secara umum kita melihat kemiskinan, ketimpangan, dan kurangnya kesempatan ekonomi akibat perpindahan sebagai tema menyeluruh bahwa populasi memaksa untuk meninggalkan rumah mereka dan berpotensi menjadi terlibat dalam perdagangan. Pilihan menjadi TKW sudah menjadi kebutuhan bagi
39 Lanjutan Lampiran 1 Hasil penelitian terdahulu No.
Tahun
5.
2008
Hidayah
TKW dan Permasalahannya
6.
2009
Muflichah dan Wasi
Trafficking: Suatu Studi Tentang Perdagangan Perempuan dari Aspek sosial, budaya, dan ekonomi di Kabupaten Banyumas,
7
2001
Jennifer Sherman
Coping With Rural Poverty: Economic Survival and Moral Capital In Rural America
8
Penulis
Judul tentang Trafficking TKW. Masyarakat, Kebudayaan dan Politik
Contentious Issues in Research on Trafficked Women Working in the Sex Industry
Hasil perempuan miskin di pedesaan. Mereka berada dalam posisi subordinat, marjinal dan kurang dalam pengetahuan, pemahaman, dan akses prosedur-prosedur hukum sehingga tiada perlindungan dari hukum termasuk negara. Para Buruh Migran Perempuan (BMP) atau sering juga disebut dengan Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri sampai saat ini masih rentan terhadap praktek trafficking karena kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, isu budaya yang berkaitan dengan perempuan dalam keluarga, status dan kekuasaan relatif, peran anak dalam keluarga, undang-undang yang bias gender, dan dampak korupsi. Faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi korban penjualan manusia adalah faktor ekonomi/kemiskinan, tingkat pendidikan yang relatif rendah, budaya patriarkhi yang kemudian mendorong korban terbujuk pada calon/sponsor yang menawarkan pekerjaan dengan upah/gaji yang besar Lingkungan komunitas dapat mempengaruhi perilaku dari golongan miskin pada beberapa cara, termasuk menentukan cara untuk mengatasi kesulitan ekonomi Faktor dari dalam keluarga turut berperan serta dalam menjerumuskan wanita ke dalam perdagangan manusia.
40 No. 9
10
Tahun 2010
Penulis Hoque S
Judul
Hasil
Female Child Trafficking from Bangladesh: a new form of slavery.
Upah kerja atau buruh paksa, migrasi tenaga kerja dan prostitusi, mitos budaya dan lain-lain dianggap faktor penarik bagi perdagangan anak perempuan
Trafficking Of Women and Children In Indonesia
Penjualan manusia di Indonesia antara lain, pekerja migran, pembantu rumah tangga dengan upah minim, jam kerja panjang, dan rentan denga kekerasan, pekerja seks, pengantin pesanan, dan pekerja/buruh anak. Faktorfaktor yang menyebabkan wanita dan anak-anak rentang terkena tindakan terjadinya perdagangan manusia diantaranya kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, masalah budaya yang berkaitan dengan peran perempuan dalam keluarga;status relatif dan kekuasaan, peran anak dalam keluarga, tradisi pernikahan dini, hukum bias gender, dan dampak korupsi
41 Lampiran 2 Pengukuran variabel penelitian
1 2
Umur suami-istri Pendidikan suami-istri
Jumlah pertanyaan 1 1
-
Cronbach α -
3
Pekerjaan suami-istri
1
-
-
4
Besar keluarga
1
-
-
5 6 7
1 1 40
40-120
0.768
8
Pendapatan per bulan Pendapatan perkapita Strategi koping fungsi ekonomi a. strategi pengeluaran b. stategi pendapatan Kesejahteraan subjektif
25 15 22
25-75 15-45 22-66
0.783 0.927 0.765
9
Tekanan ekonomi
5
0-5
0.625
10
Potensi internal perdagangan manusia Potensi eksternal perdagangan manusia
14
0-14
0.781
14
0-14
0.927
No
Variabel
Skor
Skala Rasio 1. Tidak bersekolah 2. SD 3. SMP 4. SMA/SMK 5. Perguruan Tinggi 1. Petani/buruh tani 2. Buruh pabrik 3. Buruh bangunan 4. Pedagang 5.Wiraswasta 6. PNS 7. Karyawan swasta 8. Lainnya 9. Tidak bekerja 1= Kecil (≤ 4 0rang 2= Sedang (5-7 orang) 3= Besar (≥ 8 orang) Rupiah Rasio 1= Jarang 2= Cukup sering 3= Sering 1= Kurang puas 2= Cukup puas 3= Puas 0= Tidak 1= Ya 0= Tidak 1= Ya
42 Lampiran 3 Sebaran contoh berdasarkan strategi koping No
Pernyataan
Strategi Penghematan A. Pangan 1 Mengurangi pembelian kebutuhan bahan makanan (jenis dan jumlah) 2 Membeli bahan makanan yang lebih murah 3 Mengurangi porsi makan (misalnya 1 piring menjadi ½ piring) 4 Mengganti beras dengan makanan pokok lain (misalnya dengan singkong) 5 Mengurangi frekuensi makan (misalnya dari 2 kali menjadi 1 kali makan) 6 Mengurangi teh/kopi/gula 7 Mengurangi jajan anak 8 Merubah distribusi pangan (prioritas ibu jadi untuk anak) 9 Menyimpan makanan yang tidak habis untuk keesokan harinya 10 Melewati hari-hari tanpa makan B. Kesehatan 11 Mengganti obat yang mahal dengan yang murah 12 Membeli jamu dari pada obat modern 13 Mengurangi pembelian rokok 14 Membeli obat di warung kecil 15 Lebih memilih membeli obat di warung dibandingkan harus pergi berobat ketika sakit C. Pendidikan 16 Mengurangi uang saku anak sehari-hari 17 Anak berhenti sekolah 18 Jika tidak memiliki uang, anak terpaksa untik membolos sekolah 19 Membeli seragam bekas 20 Membeli tas bekas 21 Membeli sepatu bekas D. Pengeluaran lainnya 22 Mengurangi penggunaan air/lisrik 23 Mengurangi pembelian pakaian 24 Mengurangi pembelian perabot rumah tangga 25 Mengurangi pembelian peralatan dapur Strategi Menambah Pendapatan A. Pangan 26 Keluarga memanfaatkan lahan disekitar rumah untuk mananam tanaman (jagung, singkong,kentang)
Jarang n %
Cukup sering n %
Sering N %
12
20.0
26
43.3
22
36.7
2
3.3
30
50.0
28
46.7
45
75.0
13
21.7
2
3.3
58
96.7
2
3.3
0
0
48
80.0
10
16.7
2
3.3
36 33
60.0 55.0
23 20
38,3 33.3
1 7
1.7 11.7
58
96.7
2
3.3
0
0
15
25.0
25
41.7
20
33.3
58
96.6
1
1.7
1
1.7
1
1.7
20
33.3
39
65.0
54 40 9
90.0 66.7 15.0
4 17 22
6.7 28.3 36.7
2 3 29
3.3 5.0 48.3
7
11.7
24
40
29
48.3
35 37
58.3 61.7
18 12
30.0 20.0
7 11
11.7 18.3
54
90.0
5
8.3
1
1.7
60 60 59
100.0 100.0 98.3
0 0 0
0 0 0
0 0 1
0 0 1.7
7 14
11.7 23.3
37 32
61.7 53.4
16 14
26.6 23.3
18
30.0
28
46.7
14
23.3
19
31.7
27
45.0
14
23.3
54
90.0
2
3.3
4
6.7
43 27 Memiliki hewan ternak (ayam,kambing) 28 Terbiasa menerima makanan dari tetangga atau saudara 29 Memilih berhutang jika ingin membeli kebutuhan pokok 30 Terbiasa berhutang B. Kesehatan 31 Keluarga memiliki tanaman obat di halaman rumah 32 Meminta obat gratis ke puskesmas atau ke tempat pengobatan lainnya 33 Mengikuti program pengobatan gratis di puskesmas atau tempat lainnya C. Pendidikan 34 Keluarga mengusahakan beasiswa untuk biaya anak sekolah 35 Meminta buku pelajaran bekas ke tetangga atau saudara D. Pendapatan lainnya 36 Suami memilki pekerjaan sampingan selain pekerjaan utama 37 Istri memiliki pekerjaan sampingan 38 Anak bekerja untuk membantu orang tua 39 Menjual aset rumah ketika tidak memiliki biaya sekolah anak 40 Mengadaikan perhiasan untuk biaya kebutuhan sehari-hari
40
66.7
6
10.0
14
23.3
43
71.7
15
25.0
2
3.3
13
21.7
39
65.0
8
13.3
16
26.7
37
61.7
71
11.6
57
95.0
2
3.3
1
1.7
16
26.7
25
41.7
19
31.6
7
11.7
27
45.0
26
43.3
49
81.7
4
6.7
7
11.6
59
98.3
0
0
1
1.7
44
73.4
8
13.3
8
13.3
48 28
80.0 46.7
8 15
13.3 25.0
4 17
6.7 28.3
40
66.7
14
23.3
6
10.0
52
86.7
8
13.3
0
0
44 Lampiran 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kesejahteraan subjektif No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Pernyataan Kondisi keuangan keluarga Kondisi makanan keluarga Kondisi tempat tinggal keluarga Kondisi materi/aset keluarga Kondisi spiritual/mental keluarga Kondisi fisik keluarga Usaha dan upaya bertahan hidup yang dilakukan oleh keluarga Pengelolaan keuangan keluarga Pengelolaan pekerjaan suami Pengelolaan pekerjaan anak Perasaan istri terhadap kebersihan rumah Perasaan istri terhadap kepemilikan aset keluarga Perasaan istri terhadap penghasilan suami Perasaan istri ketika anak ikut bekerja mencari nafkah Perasaan istri terhadap sekolah anak Perasaan istri terhadap komunikasi dengan suami Perasaan istri terhadap komunikasi dengan anak Hubungan /komunikasi dengan orangtua/mertua Hubungan/komunikasi dengan saudara/kerabat Hubungan/komunikasi dengan tetangga Keterlibatan keluarga dengan kegiatan sosial Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh setiap anggota keluarga
Kesejahteraan Subjektif Kurang Puas Cukup puas n % n % 18 30.0 40 66.7 4 6.7 54 90.0 8 13.3 49 81.7 4 6.7 54 90.0 2 3.3 56 93.4 4 6.7 54 90.0
Puas n 2 2 3 2 2 2
% 3.3 3.3 5.0 3.3 3.3 3.3
2
3.3
56
93.4
2
3.3
19 14 22
31.7 23.3 36.7
40 45 34
66.6 75.0 56.7
1 1 4
1.7 1.7 6.6
9
15.0
47
78.3
4
6.7
9
15.0
50
83.3
1
1.7
22
36.7
38
63.3
0
0
25
41.7
29
48.3
6
10.0
15
25.0
44
73.3
1
1.7
5
8.3
50
83.4
5
8.3
0
0
54
90.0
6
10.0
2
3.3
53
88.4
3
8.3
1
1.7
52
86.7
7
11.6
0
0
52
86.7
8
13.3
25
41.7
31
51.7
4
6.6
7
11.7
50
83.3
3
5.0
1
1
0.244
Umur istri
Keterangan * : Korelasi signifikan p<0.05 ** : Korelasi signifikan pada p<0.01
Potensi eksternal
Potensi internal
Tekanan ekonomi
Kesejahteraan objektif
Kesejahteraan subjektif
Strategi penambahan pendapatan
Strategi penghematan
Besar keluarga
Pendapatan per kapita
Pendapatan keluarga (bulan)
Pendidikan istri
Pendidikan suami
Usia istri
Usia suami
Umur suami
Lampiran 5 Tabel korelasi
1
-0.423**
0.203
Pendidikan suami
1
0.057
0.123
0.399**
Pendidikan istri
1
0.115
0.298*
-0.128
0.046
Pendapatan keluarga (bulan)
1
0.881**
0.141
0.366**
-0.384**
-0.142
Pendapatan per kapita
1
-0.517**
-0.153
-0.242
-0.332**
0.573**
0.411**
Besar keluarga
1
0.394**
-0.444**
-0.272*
-0.153
-0.205
0.374**
0.144
Strategi penghematan
1
0.210
0.515**
-0.195
0.014
-0.151
-0.314*
0.303*
0.024
Strategi penambahan pendapatan
1
0.111
-0.033
0.287*
0.098
0.241
0.252
0.065
0.131
0.142
Kesejahteraan subjektif
1
0.116
-0.379**
-0.026
-0.078
-0.017
0.001
-0.001
-0.251
0.028
-0.009
Kesejahteraan objektif
1
0.069
0.041
-0.300*
0.301*
0.435**
-0.277**
-0.106
-0.342**
-0.129
0.339**
0.310*
Tekanan ekonomi
1
0.422**
0.071
0.023
-0.264*
0.353**
0.413**
-0.356**
-0.171
-0.019
-0.280*
0.475**
0.190
Potensi internal
1
0.382**
0.266*
-0.355**
0.152
0.398*
0.157
0.387**
-0.020
0.204
0.010
-0.029
0.301*
0.214
Potensi eksternal
45
46 Lampiran 6 Indepth interview No 1.
Responden Kasus 1
2.
Kasus 2
3.
Kasus 3
4.
Kasus 4
Hasil Saya berasal dari keluarga keluarga miskin dan memiliki banyak anak. Kami sekeluarga hanya mampu menamatkan hingga SD saja. Pekerjaan suami sebagai buruh tani menurut saya itu hanya pekerjaan musiman dan tidak tetap. Suami hanya akan diperkerjakan apabila akan musim panen saja. Upah yang dterimapun setiap kali kerja hanya sekitar Rp10 000 sampai Rp30 000, akan tetapi suami tidak dapat bekerja setiap hari, ya karena bekerja jadi seorang buruh itu yang tidak pasti kapan akan dipekerjakan. Saya sadar pendidikan itu penting, tapi keadaan ekonomi yang membuat saya dan suami tidak dapat menyekolahkan anak sampai ke jenjang yang lebih tinggi, terlebih di lingkungan rumah kami pun menjadi lulusan SD atau tidak tamat SD sudah menjadi hal yang telah biasa dari jaman orang tua kami dulu. Jika kami terlahir menjadi orang kaya, saya dan suami akan menyekolahkan hingga tinggi. Tapi pada kenyataanya saya memang terlahir dari keluarga miskin dan setelah berumah tangga tetap saja miskin. Harapan saya dan suami agar anak-anak dapat pekerjaan yang layak walaupun hanya lulusan SD agar dapat membantu memenuhi keperluan sehari-hari. Dulu saya sempat bekerja jadi TKW di Arab, alasan utama saya bersedia bekerja di luar negeri dan meninggalkan anak dan suami saya karena saya ingin mempunyai pendapatan keluarga yang layak dan cukup. Setelah saya pulang bekerja menjadi TKW, saya mengalami trauma dan merasa takut apabila bertemu dengan suami saya.Hal ini saya rasakan hingga 2 bulan. Alhamdulillah, saya memiliki suami yang memiliki pendidikan hingga SMA sehingga mendapatkan jenis pekerjaan yang memiliki gaji yang cukup lumayan. Tidak seperti saya yang hanya lulusan SD. Oleh karena itu saya berharap kepada kedua anak saya agar dapat melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, tidak seperti saya. Walaupun saya berasal dari keluarga yang tidak berada dan pindidikan hanya sebatas SD. Suami hanya bekerja jadi buruh tani, tetapi saya tetap bersyukur. Percuma punya banyak uang tapi hati ga bahagia. Saya yakin Allah punya rencana indah buat saya dan keluarga, saya selalu menerimakan kondisi keluarga yang ada, hanya satu harapan saya, ingin hubungan saya dengan suami dan anak dan keluarga besar tetap baik, diberi kesehatan, dan tetap di beri kesabaran oleh Allah. Saya janda dan memiliki 3 anak, sehari-hari pekerjaan saya
47 Lanjutan Lampiran 6 Indepth interview No
5.
Responden
Kasus 5
Hasil menjadi pedagang di warung. Kami sekeluarga hanya sekolah hingga lulus SD. Sebenarnya bukan keluarga kami tidak mampu untuk menyekolahkan anak-anak hingga lulus SMA, akan tetapi masyarakat di sini pun rata-rata hingga SD saja dan mereka pun masih tetap bisa bekerja. Menurut saya pendidikan itu tidak terlalu penting, karena yang terpenting itu bekerja serta mendapatkan gaji atau upah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Saya ibu dari empat orang anak, suami saya bekerja sebagai tukang ojek yang tentunya tidak memiliki pendapatan keluarga yang tetap. Terkadang saya merasa sedih dengan kehidpan yang saya jalani. Saya ingin sekali menyekolahkan anak-anak saya setinggi mungkin tidak seperti saya dan suami serta lingkungan masyarakat disini, akan tetapi jika melihat kehidupan keluarga saya saat ini sepertinya tidak mungkin. saya hanya mengharapkan adanya bantuan dari manapun agar cita-cita saya untuk dapat menyekolahkan anak-anaknya saya hingga tinggi dapat terwujud.
48 Lampiran 7 Kronologi instrument dan pengukuran Variabel Strategi koping Kesejahteraan subjektif Tekanan ekonomi Potensi perdagangan manusia (internalekstenal)
Adaptasi Instrumen Puspitawati (2012) Puspitawati (2012)
Jumlah item Pengukuran 40 Skor ideal-(skor yang 22 diperoleh-skor terkecil)/(skor Puspitawati (2013) 5 tertinggi-skor Nurafifah (2012) Internal = 14 terendah) kemudian dibawah bimbingan Dr. Ekternal =14 dikategorikan Ir. Herien Puspitawati berdasarkan interval M.Sc, M.Sc kelas
49 Lampiran 8 Dokumentasi penelitian
50
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bogor pada Tanggal 06 Maret 1991. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dan lahir secara kembar dari pasangan keluarga Bapak Purwana Taufik Hidayat dan Ibu Windu Wulan. Pendidikan yang ditempuh oleh penulis dimulai di TK Kuncup Harapan Bogor (1996-1997), SDN Papandayan 1 Bogor (1997-2003), SMP Negeri 3 Bogor (2003-2006), dan SMA Negeri 7 Bogor (2006-2009). Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) angkatan 46 melalui jalur SNPTN di Departeman Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK) pada tahun 2009 dan terdaftar sebagai mahasiswa yang mengambil program minor Gizi Masyarakat. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan di kampus seperti pernah manjadi anggota BEM Fema Garda Toska di departemen KOMINFOREL periode 2011-2012, anggota HR di Himaiko periode 2011-2012, PKM-K FEMA (2012) dan panitia kegiatan kampus lainnya.