STRATEGI DAKWAH USTADZ MUHAMMAD ARIFIN ILHAM DI KALANGAN MASYARAKAT PERKOTAAN Skripsi DiajukanKepadaFakultasDakwah DanIlmuKomunikasi UntukMemenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar SarjanaIlmuKomunikasi Islam(S.Kom.I)
Oleh: MUHAMMAD YUSRA NURYAZMI NIM : 1110051000179
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M
ABSTRAK NAMA : Muhammad Yusra Nuryazmi NIM: 1110051000179 Judul : Strategi Dakwah Ustadz Muhammad Arifin Ilham di Kalangan Masyarakat Perkotaan
Dalam kehidupan manusia yang sangat berkembang pada saat ini, dakwah Islam memerlukan sebuah strategi dalam penyampaiannya. Seorang da’i berperan sebagai subjek dakwah diharuskan memiliki strategi, pola pikir yang berkaitan dengan sistem. Mengingat masyarakat kota yang masing-masing pribadinya memiliki sifat individualistik dan akibat adanya sikap individualistik itu adalah masyarakat kota tidak membutuhkan orang lain. Maka sebuah strategi dakwah diperlukan seorang da’i agar mampu menyampaikan pesan dakwah secara langsung kepada mad’u dan mampu menerima isi pesan dakwah dengan baik dan tepat sasaran. Merujuk dari latar belakang tersebut maka timbul sebuah rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: bagaimana strategi dakwah Ustadz Muhammad Arifin Ilham di kalangan masyarakat perkotaan? Dari sini, peneliti menggali berbagai upaya strategi dakwah yang dilakukan oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham di kalangan masyarakat perkotaan. Meskipun Ustadz Muhammad Arifin Ilham sudah memiliki jam terbang yang tinggi dalam hal berdakwah, ia tetap memerlukan strategi agar aktivitas dakwah yang dijalaninya sesuai dengan tujuan. Strategi dakwah yang beliau pakai sesuai dengan metode dakwah yang berada di ayat suci al-Qur’an tepatnya pada surah an-Nahl ayat 125. Dalam pengertiannya terdapat tiga metode, yaitu: bilHikmah, mauidzah al-Hasanah, dan al-Mujadalah. Teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori Fred R. David dalam Manajemen Strategi Konsep yang menjelaskan bahwa dalam sebuah proses strategi ada tahapan-tahapan yang harus ditempuh untuk mencapai sebuah tujuan termasuk dijelaskannya harus melewati tahapan perumusan strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi. Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif dengan tehnik analisis deskriptif. Kemudian sumber data diperoleh melalui observasi di lapangan, melalui wawancara dengan Ustadz Muhammad Arifin Ilham selaku da’i yang menjadi subjek dakwah dalam penelitian ini. Dokumentasi dari aktivitas dakwah yang dilakukan oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham. Strategi dakwah merupakan perpaduan dari perencanaan, metode dan taktik untuk mencapai tujuan dakwah. Dalam mencapai tujuan tersebut dibutuhkan pemikliran-pemikiran yang matang baik tehnik maupun taktik yang harus dilakukan seorang da’i dalam mencapai tujuan dakwahnya. keyword: Strategi, Dakwah, Ustadz Muhammad Arifin Ilham, da’i, masyarakat.
i
KATA PENGANTAR
Puji syujur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan nikmat-Nya berupa hidayah, inayah, serta rahmat kepada semua makhluk-Nya. Salah satu nikmat-Nya yaitu diberikan ide, kekuatan, dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini sesuai dengan penulis harapkan. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, pembawa risalah agung, penebar rahmat bagi seluruh alam. Pada akhirnya skripsi ini telah mampu penulis rampungkan dengan tidak lepas dari segala pengorbanan waktu, tenaga, fikiran, serta materi. Perjuangan keras penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tidak luput dari persan serta beberapa pihak yang ikut berjuang didalamnya. Terima kasih yang teristimewa penulis persembahkan pada semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian skripsi ini, baik berupa dorongan moril maupun materil. Tanpa bantuan dan dukungan tersebut, sulit rasanya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan kali ini, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Dr. H. Arief Subhan, M.A, Suparto, M.Ed, Ph.D. selaku Wadek I bidang akademik, Drs. Jumroni, M.Si, selaku Wadek II bidang administrasi umum, dan Dr. H. Sunandar, M.Ag, selaku Wadek III bidang kemahasiswaan.
ii
3. Rachmat Baihaky, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.Kemudian, Ibu Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 4. Rachmat Baihaky, MA selaku dosen pembimbing dalam penelitian ini yang senantiasa bersabar serta meluangkan waktunya untuk membimbing segala kesulitan yang dihadapi peneliti. 5. Dra. Hj. Jundah, MA. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan kepada penulis, Terima Kasih. 6. Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada peneliti selama menempuh pendidikandi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga peneliti dapat mengamalkan ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan. 7. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah membantu peneliti dalam urusan administrasi selama perkuliahan dan penelitian skripsi ini. 8. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah melayani peminjaman buku-buku literatur sebagai refrensi dalam penyusunan skripsi ini. 9. Ustadz Muhammad Arifin Ilham beserta keluarga besar yang telah bersedia menjadi subjek penelitian dan telah meluangkan waktunya untuk diwawancara oleh peneliti ditengah kesibukan jadwalnya yang padat. 10. Ibunda Hj. Norhaida dan Ayahanda H. Muhammad Sutari yang kasih dan sayangnya tidak pernah berkurang kepada penulis dan ingin melihat anaknya menjadi sarjana, terima kasih atas dukungan kepercayaannya,
iii
pengorbanannya, serta do’a selama ini. Semoga engkau tetap berada dalam Ridho Allah SWT dan diperpanjang umurnya untuk selalu taat beribadah kepada-Nya. 11. Kedua adik kandungku tersayang, Fahmi Aziz dan Tuva Amalina Nur’aida yang telah membantu memotivasi dan mendoakan selama ini. Semoga engkau tetap berada dalam Ridho Allah SWT. 12. Untuk Chairunisa Nur Riskiya yang terus menerus memotivasi dan mendo’akan penulis selama ini, serta dengan sabar menanggapi keluh kesah, suka dan duka peneliti selama penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah membalas kebaikan dan selalu dalam rahmat Allah SWT. 13. Rizza Maulana Bahrun, Mochammad Kahfi, dan Mohammad Fahmi Almanshuri yang meluangkan waktunya untuk menemani peneliti ke lokasi penelitian sejak dini hari, terima kasih banyak. 14. Teman seperjuangan peneliti di KPI F angkatan 2010, Sendy Darlis Alditya, Rendy Aditya Warman, Aris Suyitno, Sonny Iskandar, Zia Fitrahudin, Daniella Putri Islamy, Pambayun Menur Seta, Khairunisa, dan semua teman-teman angkatan 2010 terima kasih semua. 15. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Tanpa mengurangi rasa hormat, peneliti ucapkan terimakasih yang begitu besar. Semoga apa yang telah dilakukan adalah hal yang terbaik dan hanya Allah yang dapat membalas segala kebaikan dengan balasan terbaik-Nya. Amin.
iv
Akhir kata, penelitian ini tentunya masih jauh dari sempurna, namun diharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca dan segenap keluarga besar civitas akademika Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Jakarta, 8 Januari 2015
Muhammad Yusra Nuryazmi
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ....................................................................................
ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
v
BAB I
PENDAHULUAN ..............................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ...............................................
1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ....................................
3
C. Tujuan Penelitian..........................................................
4
D. Manfaat Penelitian........................................................
4
E. Metodologi Penelitian ..................................................
5
F. Tinjauan Pustaka ..........................................................
9
G. Sistematika Penulisan...................................................
10
TINJAUAN TEORITIS ....................................................
12
BAB II
A. Strategi 1. Pengertian Strategi ...............................................
12
2. Tahapan-Tahapan Strategi ....................................
13
B. Dakwah 1. Pengertian Dakwah...............................................
15
2. Unsur-Unsur Dakwah ...........................................
17
3. Tujuan Dakwah ....................................................
26
4. Komunikasi Efektif ..............................................
28
C. Strategi Dakwah 1. Pengertian Strategi Dakwah .............................
31
2. Prinsip-Prinsip Strategi Dakwah ......................
33
3. Bentuk-Bentuk Pendekatan Strategi Dakwah ..
34
vi
D. Masyarakat Kota
BAB III
Pengertian Masyarakat Kota ............................
37
GAMBARAN UMUM .......................................................
41
A. Sejarah Perkembangan Dakwah ...................................
41
B. Perkembangan Kajian Dakwah di Indonesia ...............
43
C. Profile Ustadz Muhammad Arifin Ilham ..................... 44
BAB IV
ANALISIS DAN HASIL TEMUAN.................................
59
Strategi Dakwah yang digunakan Ustadz Muhammad Arifin Ilham di Kalangan Masyarakat Perkotaan .............
59
1. Perumusan Strategi Dakwah Ustadz Arifin Ilham .
60
2. Implementasi Strategi Dakwah Ustadz Arifin Ilham 62 3. Evaluasi Strategi Dakwah Ustadz Arifin Ilham .....
67
4. Tujuan Dakwah Ustadz Arifin Ilham .....................
71
PENUTUP ..........................................................................
73
A. Kesimpulan...................................................................
73
B. Saran .............................................................................
75
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
77
BAB V
LAMPIRAN...................................................................................................80
vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Islam adalah agama dakwah yaitu agama yang mengajak dan memerintahkan umatnya untuk selalu menyebar dan menyiarkan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia.1 Hal ini merupkan perintah langsung dari Allah SWT untuk berdakwah dan menjadi suatu kewajiban setiap muslim untuk mendakwahkan agama dengan cara tertentu. Bentuk dakwah sangat beragam sesuai kemampuan masing-masing individu. Seperti yang tertuang dalam al-Qur‟an surah an-Nahl ayat 125: ْرََّبكَ ُهىَ أَعْلَمُ ّبِمَنْ ضَلَ عَن
َسنُ إِّن َح ْ َحسَنَ ِة وَجَادِلْهُمْ ّبِالَتِي هِيَ أ َ ْعظَةِ ال ِ ْادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَِّبكَ ّبِالْحِكْمَ ِة وَالْ َمى َسَبِيلِ ِه وَ ُهىَ أَعْلَمُ ّبِالْمُهْتَدِين
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” Berbicara tentang dakwah adalah berbicara tentang komunikasi, karena komunikasi merupakan kegiatan informatif, yakni agar orang lain mengerti dan memahami kegiatan persuasif, menerima paham atau keyakinan, melakukan paham atau keyakinan, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari paham atau
1
Abdul Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987) Hal.
1
1
2
keyakinan yang diperolehnya.2 Sehingga dapat dikatakan bahwa dakwah dan komunikasi merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan. Dalam kehidupan manusia yang sangat berkembang pada saat ini, dakwah Islam memerlukan sebuah strategi dalam penyampaiannya. Seorang da‟i berperan sebagai subjek dakwah diharuskan memiliki strategi, pola pikir yang berkaitan dengan sistem. Dimana dakwah merupakan sebuah sistem, dan strategi merupakan salah satu bagian yang sejajar dengan unsur-unsur dakwah seperti tujuan dakwah, objek dakwah dan sumber dakwah. Hal ini diperlukan agar seorang da‟i mampu menyampaikan pesan dakwah secara langsung kepada mad‟u yang berperan sebagai objek dakwah dan mampu menerima isi pesan dakwah dengan baik.Oleh karena itu strategi dakwah mempunyai peranan penting untuk mempermudah da‟i dalam menyampaikan pesan dakwah kepada mad‟u dengan tepat sasaran. Ustadz Muhammad Arifin Ilham yang akrab dipanggil dengan nama Ustadz Arifin Ilham adalah seorang da‟i kondang. Beliau dapat membuat mad‟u nya menangis dalam dzikir yang diberikan pada setiap tausyiahnya. Da‟i yang selalu tampil dengan busana putih-putih disetiap kesempatan ini mempunyai jama‟ah dari berbagai kalangan, baik dari kalangan kelas bawah, menengah, bahkan sampai kalangan atas. Kalangan atas yang lebih dikenal dengan kalangan masyarakat kota, masingmasing pribadinya memiliki sifat individualistik, ini cenderung menjadi ciri 2
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: Rosdakarya, 2002), hal. 9
3
khusus dan perbedaan yang mencolok dibandingkan dengan masyarakat desa.3 Hal ini menjadi motif bahwa masyarakat kota condong melepaskan diri dari kepentingan orang banyak dan akibat adanya sikap indvidualistik itu adalah masyarakat kota tidak membutuhkan orang lain, yang penting bagi mereka adalah kemajuan diri sendiri. Hal ini membuat peneliti ingin menggali lebih dalam mengenai strategi dakwah seperti apa yang digunakan da‟i untuk menghadapi mad‟u di kalangan masyarakat kota. Sehingga penelitian ini berjudul “Bagaimana Strategi Dakwah Ustadz Muhammad Arifin Ilham di Kalangan Masyarakat Perkotaan”. B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Berdasarkan uraian yang peneliti paparkan pada latar belakang. Peneliti membatasi masalah penelitian ini pada strategi dakwah Ustadz Arifin Ilham di kalangan masyarakat perkotaan dan tidak melakukan penelitian efek atau dampak penelitian tersebut. 2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan diangkat dalam penilitan ini adalah “Bagaimana Strategi Dakwah Ustadz Muhammad Arifin Ilham di kalangan masyarakat perkotaan”.
3
Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Depok: Ghalia Indonesia, 2005) Cet. Ke-1, Hal. 63
4
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan batasan dan rumusan masalah penelitian maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi dakwah yang diterapkan oleh Ustadz Arifin Ilham di kalangan masyarakat perkotaan. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat akademis Penelitian ini diharapkan berguna untuk wahana dalam mencurahkan ide dan pemikiran bagi para akademisi yang membutuhkan rujukan, kemudian penelititan ini juga diharapkan berguna untuk memperdalam tentang ilmu komunikasi terhadap strategi dakwah bagi mahasiswa dan mahasiswi jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) UIN Syarif Hidayatullah Ciputat. 2. Manfaat praktis Diharapkan memberi masukan terhadap pihak-pihak yang terkait, demi terwujudnya dakwah yang efektif dengan menggunakan strategi yang tepat. Serta sebagai bahan dasar untuk studi-studi selanjutnya dikajian ilmu dakwah.
5
E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian dengan metode kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari pelaku yang diteliti.4 Menurut Ruslan: Penelitian dengan pendekatan kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan. Pembahasan tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi diperoleh setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian, dan kemudian ditarik suatu kesimpulan berupa pemahaman umum tentang kenyataan-kenyataan tersebut.5 Berdasarkan pernyataan di atas, penulis memahami bahwa penelitan kualitatif tujuannya untuk mendapatkan paham atau pengertian terhadap realita sosial yang menjadi fokus penelitian. Paham atau pengertian yang didapat tidak semata-mata berwujud ada, namun dianalisa terlebih dahulu terhadap realita sosial pada fokus penelitian kemudian baru ditarik kesimpulan berupa realita sosial yang telah diteliti. Sedangkan desain penelitiannya menggunakan deskriptif kualitatif, bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat, yang menjadi objek penelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri,
4
Lexy J. Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1993), cet ke-10, h. 3 5 Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2004), hal.213
6
karakter, sifat, model, tanda atau gambaran fenomena tertentu.6 Sehingga penelitian ini bersifat mendalam karena kedalaman data yang menjadi pertimbangannya serta menusuk sasaran penelitian. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kediaman Ustadz Arifin Ilham, tepatnya di komplek perumahan az-Zikra Bukit Sentul Selatan Bogor. Waktu penelitian mulai dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 di Masjid Az-Zikra Sentul Selatan. 3. Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini adalah sang da‟i yaitu Ustadz Muhammad Arifin Ilham. Sedangkan yang menjadi objek dari penelitian ini adalah strategi dakwah yang digunakan oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham. 4. Tahap Penelitian a. Teknik pengumpulan data Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar penelitiannya lebih baik hasilnya dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematik sehingga mudah untuk diolah. Adapun yang menjadi instrumen penelitian adalah:
6
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 68
7
1. Observasi Observasi adalah cara penelitian untuk memperoleh data dalam bentuk mengamati serta mengadakan pencatatan dari hasil observasi. Teknik observasi yang penulis gunakan adalah sifatnya langsung mengamati objek yang diteliti adalah strategi dakwah Ustadz Arifin Ilham. 2. Wawancara Teknik yang digunakan adalah wawancara bebas terpimpin, yaitu penulis mengajukan beberapa pertanyaan yang telah dipersiapkan, kemudian langsung dijawab oleh informan dengan bebas terbuka untuk memperoleh data yang dibutuhkan mengenai strategi dakwah Ustadz Arifin Ilham di kalangan masyarakat kota. 3. Dokumentasi Mengumpulkan dokumen berupa data tertulis yang mengandung keterangan dan penjelasan serta pemikiran tentang fenomena yang masih aktual.7 Dokumen yang dikumpulkan berupa data-data yang sudah ada pada Ustadz Arifin Ilham dan diambil oleh peneliti untuk melengkapi data yang sudah didapat sebelumnya yang diperoleh melalui observasi dan wawancara. Dokumen yang dikumpulkan oleh peneliti berupa biografi Ustadz Arifin Ilham, track records, dan data lainnya yang dapat mendukung penelitian.
7
Nurul Hidayat, Metodologi Penelitian Dakwah Dengan Pendekatan Kualitatif, (Jakarta: UIN Press 2006)
8
b. Teknik Pengolahan Data Setelah data dan informasi yang dibutuhkan terkumpul, selanjutnya data-data tersebut akan di olah. Untuk mendapatkan hasil penulisan yang valid, pemeriksaan data juga diperlukan agar keabsahan data dapat meningkatkan derajat kepercayaan dalam penelitian kualitatif. c. Teknik Analisis Data Berdasarkan dengan cara menganalisis data, dikenal beberapa jenis atau tipe riset. Penulis memahami jenis atau tipe riset ini menjadi empat jenis atau tipe riset. Pertama adalah jenis eksploratif, pada jenis atau tipe ini untuk menggali data tanpa membutuhkan pengujian konsep terlebih dahulu pada kenyataan sosial yang diteliti dan jenis riset ini menjadi jenis riset yang paling sederhana. Kemudian yang kedua ada jenis deskriptif, jenis riset ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan fakta-fakta, sifat-sifat dan objek tertentu secara terpercaya, jelas dan sistematis. Biasanya pada jenis riset ini para penelitipun telah memiliki kerangka konseptual agar penelitian lebih terarah. Selain itu yang ketiga adalah jenis eksplanatif, jenis riset ini menghubungkan antara dua variabel atau lebih dari konsep yang akan diteliti. Peneliti pada jenis ini harus memiliki definisi teori, kerangka konseptual dan kerangka teoritis. Pada penelitian ini juga peneliti harus melakukan uji coba terhadap teori untuk mendapatkan dugaan jawaban sementara dan yang terakhir yaitu jenis evaluatif, pada jenis riset ini mengkaji efektivitas dan keberhasilan suatu program, sehingga yang dimaksud jenis penelitian ini adalah
9
untuk melihat keberhasilan dari analisa yang diteliti dan juga dibutuhkan teoriteori konseptual untuk pengukuran keberhasilan tersebut.8 Dari penjabaran di atas jika dikaitkan dengan masalah pokok penelitian, maka penulis meenggunakan jenis atau tipe deskriptif, karena penulis ingin menggambarkan atau mendeskripsikan sebuah fakta dan kenyataan sosial mengenai strategi dakwah Ustadz Arifin Muhammad Arifin Ilham di kalangan masyarakat kota. F. Tinjauan Pustaka Revina Septhiani, dalam skripsi ini menganalisa terhadap strategi dakwah Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI) dalam pembinaan akhlak muslimah di Masjid Istiqlal9. Dera Desember, dalam skripsi ini menganalisa terhadap strategi apa yang digunakan oleh Ustadz Umay Maryunani di pondok pesantren terpadu Darul‟Amal Sukabumi10. Andri maulana, dalam skripsi ini menganalisa strategi dakwah Ustadz Ahmad Rifky Umar Said dalam menyiarkan Islam di kelurahan Pondak Petir kecamatan Bojongan kota Depok.11 8
Rachmat Krisyantono . Tehnik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: kencana Pranada Group, 2007), cet. ke-2, hal. 116 9 Revina septhiani, Strategi Dakwah Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI) Dalam Pembinaan Akhlak Muslimah Di Masjid Istiqlal, skripsi, UIN syarif Hidayatullah. 10 Dera Desember, Strategi Dakwah Ustadz Umay Maryunani Di Pondok Pesantren Terpadu Darul’alam Sukabumi, skripsi, UIN Syarif Hidayatullah. 11 Andri Maulana, Strategi Dakwah Ustadz Ahmad Rifky Umar Said Dalam Menyiarkan Islam Di Kelurahan Pondok Petir Kecamatan Bojongsari Kota Depok, skripsi, UIN syarif Hidayatullah.
10
G. Sistematika Penulisan Agar penelitian lebih terarah dan sistematis, maka peneliti akan membagi pokok-pokok pembahsan ke dalam lima bab, yaitu sebagai berikut: BAB I:
Bab ini merupakan bab pendahuluan. Dalam bab ini akan
memaparkan mengenai latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, penjelasan mengenai metode penelitian, lokasi penelitian, subjek dan objek penelitian, teknik pengumpulan data yang berupa observasi, wawancara, dokumentasi, teknik analisis data. Kemudian tertera juga tinjauan dan sistematika penulisan. BAB II:
Pada bab ini akan diuraikan landasan-landasan teori yang akan
digunakan dalam penelitian ini, pertama konseptualisasi mengenai strategi; (pengertian strategi dan tahapan-tahapan strategi). Selanjutnya konseptualisasi mengenai dakwah; (pengertian dakwah, unsur-unsur dakwah, tujuan dakwah, rukun dakwah). Ketiga konseptualisasi
dari strategi
dakwah. Terakhir
konseptualisasi mengenai masyarakat kota (pengertian masyarakat kota, ciri-ciri masyarakat kota). BAB III:
Dalam bab ini penulis akan menjabarkan sejarah perkembangan
dakwah, perkembangan kajian dakwah di Indonesia, dan profil Ustadz Muhammad Arifin Ilham BAB IV:
Pada bab ini penulis menguraikan hasil observasi yang telah
diperoleh, mulai dari data-data, kemudian hasil wawancara. Kemudian analisis data dari sumber-sumber yang telah penulis peroleh dalam lokasi penelitian.
11
kemudian penulis mengaplikasikan teori yang ada dengan hasil yang didapatkan selama penelitian. BAB V:
Bab terakhir dalam skripsi ini, disajikan kesimpulan-kesimpulan
serta saran-saran yang relevan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB II Tinjauan Teoritis A. Strategi 1. Pengertian strategi Dalam kamus besar Bahasa Indonesia strategi adalah ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa untuk melaksanakan kebijakan tertentu dalam perang.11Atau juga bisa diartikan sebagai rencana yang cerdas mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran tertentu. Rencana ini lebih ditekankan mengenai hal-hal apa saja yang harus dipersiapkan dalam melaksanakan perang serta bagaimana cara menghadapi ancaman-ancaman yang datang dari pihak musuh. Menurut Ali Murtopo definisi strategi secara etimologi, strategi sebenarnya berasal dari bahasa Yunani, yaitu stratos dan agein. Stratos memiliki arti pasukan perang dan kata agein berarti mempimpin.12 Sehingga dapat dikatakan bahwa strategi berarti memimpin pasukan perang dan ilmu strategi adalah ilmu bagaimana cara memimpin pasukan. Secara terminologi, menurut Stainer dan Minner strategi adalah “penetapan misi perusahaan, penetapan sasaran organisasi dengan mengingat kekuatan eksternal dan internal.”13 Dari pendapat tersebut penulis berpendapat untuk
11
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai pustaka, 2005) h. 1092 12 Ali Mutropo, Strategi Kebudayaan, (Jakarta: Center For Strategic And International Studies CSIS, 1978) cet ke-1, hal. 40 13 George A. Steiner, Kebijakan dan Strategi Manajemen, (Jakarta: Pt Gelora Aksara Pratama, 1997) cet ke-2 hal 18
12
13
mendapatkan tujuan yang sesuai dengan harapan, diperlukan rencana yang matang. Sedangkan menurut Onong Uchjana Effendy mengemukakan bahwa “strategi pada hakikatnya adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai tujuan.”14 Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa rencana saja tidak bisa sampai ke tujuan melainkan ada tahapan lainnya agar sesuai dengan harapan. Dari beberapa pendapat di atas, penulis memahami bahwa strategi adalah suatu rencana yang dilakukan baik individu maupun organisasi, dimana strategi yang dilakukan tersusun secara sistematis dan memperhatikan semua aspek yang ada dalam mencapai tujuan yang sesuai dengan harapan. 2. Tahapan-tahapan Strategi Strategi tidak hanya sebatas merumuskan konsep hingga implementasi, melainkan juga harus disertai evaluasi untuk mengukur sejauh mana strategi itu tercapai. Hal ini serupa dengan teori strategi manajemen yang dimiliki oleh Fred R. David, ia menjelaskan tiga tahapan strategi, yaitu: a. Perumusan Strategi Perumusan strategi merupakan tahapan pertama dalam strategi. Di tahap ini para pencipta, perumus, pekonsep, dalam hal ini yaitu seorang da‟i harus berfikir matang mengenai kesempatan dan ancaman dari pihak luar dan menetapkan kekuatan dan kekurangan internal, serta menetukan sasaran yang tepat. 14
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007) cet ke-1, hal. 40
14
Menghasilkan strategi cadangan dan memilih strategi yang akan dilaksanakan. Dalam perumusan strategi berusaha menemukan masalah-masalah yang akan ditemui nantinya. Setelah itu dilakukan analisis tentang langkah-langkah yang dapat diambil untuk keberhasilan menuju tujuan strategi tersebut.15 Dalam hal ini penulis memahami sebagai tahap pertama untuk memformulasikan sebuah perencanaan yang dimulai dengan melihat mad‟u yang akan dihadapinya, serta menetapkan kelebihan dan kekurangan materi dakwahnya. Kemudian dihasilkan strategi-strategi untuk menghadapi mad‟u. b. Implementasi Strategi Implementasi strategi, tahapan dimana setelah strategi dirumuskan yaitu pelaksanaan strategi yang telah ditetapkan.16 Strategi yang dimaksudkan adalah strategi yang telah direncanakan pada tahap pertama yaitu perumusan strategi, lalu dilaksanakan sesuai dengan apa yang diinginkan. Pada tahap ini penulis memahami merupakan tahap aksi yang membutuhkan tindakan yang mana dalam pelaksanaannya perlu konsistensi yang tinggi dari masing-masing anggota yang terlibat didalamnya. Komitmen serta kerjasama dari seluruh unit diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. c. Evaluasi Strategi Tahapan terakhir ini merupakan tahapan yang diperlukan karena dalam tahap ini keberhasilan yang telah dicapai dapat diukur kembali untuk penetapan tujuan
15
Fred R. David, Manajemen Strategi dan Konsep, (Jakarta: Prenhalindo, 2002)hal.3 Fred R. David, Manajemen Strategi dan Konsep, (Jakarta: Prenhalindo, 2002) hal.3
16
15
berikutnya.17Evaluasi menjadi tolak ukur berhasil atau tidak, sesuai atau tidak strategi yang telah diterapkan.Maksudnya dalam tahap evaluasi dari strategi yang telah diaksikan ini adalah tahap yang sangat diperlukan, sebab di tahap ini bisa terlihat bagaimana strategi yang dijalankan telah benar atau masih butuh perbaikan.Misalnya, dari strategi yang direncanakan awal belum tentu pada saat penerapannya situasi serta kondisinya berjalan beriringan. Pasti akan ada suatu halangan yang menghambat meskipun tidak banyak. B. Dakwah 1. Pengertian Dakwah Dalam buku ensiklopedi Islam, kata dakwah adalah kata dasar atau masdar. Kata kerjanya adalah da’a yang mempunyai arti memanggil, menyeru atau mengajak.18 Penulis berpendapat bahwa dakwah merupakan gerakan yang mengajak orang untuk beriman kepada Allah SWT sesuai dengan garis kaidah, syariat, dan akhlak Islamiyah. Menurut Farid Ma‟ruf Noor dalam dinamika dan akhlak dakwah, dakwah itu menyeru atau mengajak kepada suatu perkara, yakni mengajak kepada jalan Allah agar menerima dan menjadikan Dienul Islam sebagai dasar dan pedoman hidupnya.19 Sehingga dapat disimpulkan dakwah ialah mengajak serta meyakinkan orang lain untuk menyembah kepada Allah SWT.
17
Fred R. David, Manajemen Strategi dan Konsep, (Jakarta: Prenhalindo, 2002) hal.3 Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Can Hoeve, 1999) hal. 280 19 Farid Ma‟ruf Noor, Dinamika dan Akhlak Dakwah, (Surabaya: Pt. Bina Ilmu, 1981) 18
hal.28
16
Sedangkan menurut Ali Mahfud dalam bukunya Hidayatul Mursyidin mengatakan dakwah adalah mendorong manusia untuk berbuat kebijakan dan mengikuti petunjuk agama,20 yaitu menyeru mereka kepada kebaikan dan mencegah mereka dari perbuatan kemungkaran agar memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendapat lain dikemukakan oleh Quraish Shihab yang mengatakan bahwa dakwah sebagai seruan atau ajakan kepada keinsafan, atau mengubah situasi yang tidak baik menjadi yang lebih baik.21 Dengan kata lain dakwah merupakan proses yang menjadikan pribadi seseorang ke arah yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Berdasarkan beberapa pengertian dakwah di atas mengenai pengertian dakwah penulis menyimpulkan, dakwah ialah usaha seseorang atau da‟i dalam menyampaikan pesan-pesan ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur‟an dan alHadits, yang dilakukan dengan cara mengajak, menyeru, membimbing manusia agar kembali kejalan Allah SWT, serta menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
20
Ali Mahfud, Hidayah Al-Mursyidin ila Thuruq al-Wa’ziwa al-Khitabah, (Beirut: Darul Ma‟arif, tt,) hal. 17 21 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1992), hal. 194.
17
2. Unsur-unsur Dakwah Terlepas dari perbincangan dan analisis dari definisi dakwah yang sudah ada dalam fokus pembahasan ilmu dakwah. Maka ada lima faktor atau komponen dalam dakwah,22 diantaranya; Subjek dakwah (Da‟i)adalah unsur pelaksana atau orang yang berdakwah, yaitu da‟i. Sebagai subyek dakwah ia harus terlebih dahulu introspeksi perilaku dirinya agar apa-apa yang akan dilakukannya bisa diikuti dan diteladani oleh orang lain.23 Sebagai dai yang tidak mau memperbaiki dan mendidik diri maka akan mendapatkan celaan dari orang lain dan murka Allah SWT. Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat ash-Shaff ayat 2-3: ●ياايهاالدين امنىلم تقىلىّن ما التفعلىّن ● كبرمقتاعندااهلل اّن تقىلىاماالتفعلىّن Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (itu) sangatlah dibendi di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yangtidak kamu kerjakan.” Oleh karenanya dalam mengemban tugas amanah Allah SWT para pelaku da‟i yang bertugas menyampaikan pesan ilahi dan mengajarkan ajaran agama Islam, maka seorang da‟i harus memiliki bekal ilmu yang cukup, baik itu ilmu agama maupun ilmu pengetahuan lainnya. Anwar Masy‟ari dalam bukunya Butir-Butir Problematika Dawah Islamiyah menyatakan syarat-syarat seorang da‟i harus memiliki keadaan khusus yang
22
Zaini Muhtaram, Dasar-Dasar Manajemen Dakwah, (Yogyakarta: Al-Amin Press Dan IFKA, 1966) Ha.l 14 23 Nurul Fauzi, Dakwah-Dakwah Yang Paling Mudah, (Gresik: Putra Pelajar, 1999) Cet Ke-2 Hal 35
18
merupakan syarat baginya agar dapat mencapai sasaran dan tujuan dakwah dengan sebaik-baiknya. Syarat-syarat itu ialah: Pertama, mempunyai pengetahuan agama secara mendalam, berkemampuan untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan keterangan yang memuaskan. Syarat kedua yaitu tampak pada diri da‟i keinginan atau kegemaran untuk melaksanakan
tugas-tugas
dakwah
dan
penyuluhan
semata-mata
untuk
mendapatkan keridhaan Allah dan demi memperjuangkan di jalan yang diridhaiNya. Syarat ketiga, harus mempelajari bahasa penduduk dari suatu negeri kepada siapa dakwah itu akan dilancarkan. Sebabnya dakwah baru akan berhasil bilamana da‟i memahami dan menguasai prinsip-prinsip ajaran Islam dan punya kemampuan untuk menyampaikan dengan bahasa lain yang diperlukan sesuai dengan kemampuannya tersebut. Harus mempelajari jiwa penduduk dan alam lingkungan mereka, agar kita dapat menggunakan susunan dan gaya bahasa yang dipahami oleh mereka, dan dengan cara-cara yang berkenan di hati para pendengar. Sudah jelas bahwa setiap situasi dan kondisi ada kata-kata dan ucapan sesuai untuk diucapkan; sebagaimana untuk setiap kata-kata dan ucapan ada pula situasi kondisinya yang pantas untuk tempat menggunakannya. Syarat keempat, harus memiliki perilaku, tindak tanduk dan perbuatan sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan suritauladan bagi orang lain.
19
Selain itu menurut Slamet Muhaimin Abda dalam bukunya Prinsip-Prinsip Metode Dakwah mengatakan kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki da‟i antara lain adalah:24 Pertama, kemampuan berkomunikasi. Dakwah merupakan suatu kegiatan yang melibatkan lebih dari satu orang, yang berarti di sana ada proses komunikasi, proses bagaimana agar suatu pesan da‟i sebagai komunikator dapat disampaikan pada komunikan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh da‟i. Kedua, kemampuan penguasaan diri. Seorang da‟i ibarat seorang pemandu yang bertugas mengarahkan dan membimbing kliennya untuk mengenal dan mengetahui serta memahami objek-objek yang belum diketahui dan perlu diketahui. Oleh karena itu, sebagai pemandu seorang da‟i harus mampu menguasai diri jangan sampai mengesankan sifat-sifat sombong, angkuh dan kaku yang dapat menciptakan kerenggangan komunikasi dengan mad‟unya. Ketiga, kemampuan pengetahuan psikologi. Da‟i sebagai komunikator agar proses komunikasinya efektif dan sesuai dengan apa yang diharapkan maka ia harus memiliki kemampuan membaca psikologi mad‟unya yang terdiri dari beraneka ragam. Karena dengan memiliki kemampuan tersebut seorang da‟i dapat mengetahui bagaimana cara yang dipakai untuk menghadapi mad‟u. Kompetensi yang harus dimiliki da‟i selanjutnya adalah kemampuan pengetahuan kependidikan. Sebagai pendidik sudah semestinya da‟i harus mengerti dan memahami ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pendidikan baik dalam 24
Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-Prinsip Metode Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1994) hal 69-77
20
bidang tekniknya, metode ataupun strateginya. Karena dengan memiliki pengetauan tersebut tujuan dakwah dari seorang da‟i akan mudah dicapai. Kelima, kemampan pengetahuan di bidang pengetahuan umum. Seorang da‟i harus menyampaikan informasi tentang sesuatu lebih awal ketimbang orang lain, karena
da‟i
yang
hidup
pada
masyarakat
sudah
tentu
harus
dapat
mengimbangkannya dengan informasi-informasi yang up to date. Hal ini dilakukan agar keberadaannya di tengah masyarakat tidak disepelekan. Selanjutnya, kemampuan di bidang al-Qur‟an. Menguasai kitab suci al-Qur‟an adalah keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar bagi seorang da‟i. Penguasaan terhadap al-Qur‟an ini baik dalam bidang membacanya, maupun penguasaan dalam memahami dan mengintrepretasikan ayat-ayat al-Qur‟an. Kompetensi yang ketujuh adalah kemampuan di bidang ilmu hadits. Da‟i harus mempunyai kemapuan di bidang hadits agar ia tidak terkungkung dan terperosok dengan hadits-hadits mardud. Ilmu hadits yang dimaksud dalah ilmu musthalah hadits yang terbagi dalam dua kategori ilmu hadits, yaitu ilmu hadits dirayat yang membahas hadits dari segi diterima atau tidaknya suatu hadits dan ilmu hadits riwayat yang membahas hadits dari segi materi hadits itu sendiri. Kompetensi yang terakhir adalah kemampuan di bidang ilmu agama secara integral. Karena da‟i adalah subjek dakwah, maka dalam hal ini da‟i ibarat orang yang serba tahu di bidang keagamaan tetapi da‟i bukan hanya sebagai orator namun da‟i berperan juga sebagai pemuka yang mampu mempengaruhi masyarakatnya untuk meningkatkan kulitas mukmin dan muslim seseorang.
21
Disamping itu sebagai bekal tambahan, sang da‟i harus berkomunikasi dengan jama‟ah (khalayak) yang dihadapi. Karena komunikasi ini merupakan jalan untuk menyebarluaskan pesan dalam bentuk seruan, anjuran, petunjuk dan nasehat yang bersumber dari ajaran agama islam yang disajikan dan dikemas secara kotekstual. Dengan komunikasi itu pula da‟i akan mengetahui apa materi yang sesuai bagi jama‟ah yang dihadapinya. Unsur dakwah yang kedua yaitu, objek dakwah. Objek dakwah adalah setiap orang atau sekelompok orang yang dituju atau menjadi sasaran suatu kegiatan dakwah.25 Berdasarkan pengertian tersebut maka setiap manusia tanpa membedakan jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, warna kulit, dan lain sebagainya adalah sebagai objek dakwah. Obyek atau mad‟u adalah orang yang menjadi sasaran dakwah.Masyarakat sebagai objek dakwah adalah salah satu unsur penting di dalam sistem dakwah yang tidak kalah perannya.Oleh sebab itu, masalah masyarakat adalah masalah yang harus di pelajari sebelum melangkah ke aktivitas dakwah selanjutnya. Mad‟u atau obyek dakwah terdiri dari berbagai macam golongan manusia. Oleh karenanya menggolongkan mad‟u sama dengan menggolongkan manusia itu sendiri ke dalam profesi, ekonomi dan seterusnya. Menurut Faizah dalam buku Psikologi Dakwah mad‟u dapat dilihat dari aspek kelompok masyarakat yang terbagi menjadi:26 Pertama, sasaran kelompok
25
A. Karim Zaidan, Asas al-Dakwah, diterjemahkan. M. Asywadie Syukur dengan judul Dasar-Dasar Ilmu (Jakarta: Media Dakwah, 1979) hal. 68 26 Faizah dan H. Lalu Muchsin Efendi, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2006) hal. 70
22
masyarakat dilihat dari segi sosiologis berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar, dan kecil serta masyarakat yang ada dikota. Kedua, sasaran kelompok masyarakat dilihat dari segi struktur kelembagaan berupa masyarakat, pemerintah dan keluarga. Selanjutnya, sasaran kelompok masyarakat dilihat dari segi kultural berupa golongan priyai, abangan dan santri. Klasifikasi ini terutama terdapat pada masyarakat Jawa. Keempat, sasaran kelompok masyarakat dilihat dari segi tingkat usia berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua. Berikutnya, sasaran kelompok masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup sosial ekonomi berupa golongan kaya, menengah, dan miskin. Serta yang terakhir, sasaran kelompok masyarakat dilihati dari segi okupasional (profesi dan pekerjaan) berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri dan lain-lain. Adapun unsur dakwah berikutnya yaitu, materi dakwah. Materi dakwah adalah isi pesan yang disampaikan oleh da‟i kepada mad‟u, yakni ajaran agama Islam sebagaimana tersebut di dalam al-Qur‟an dan al-Hadits. Yang mana ajaran agama Islam adalah diklasifikasikan menjadi empat masalah pokok, yaitu: masalah akidah (keimanan), masalah syari’ah, masalah akhlak dan masalah mu’amalah.27 Adapun pengertian lain menurut Moh Ali Azis mengatakan bahwa materi dakwah adalah masalah isi pesan atau materi yang disampaikan kepada mad‟u,
27
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Rahmat Semesta, 2006). hal 24-31
23
dalam hal ini ajaran Islam itu sendiri.28 Menurut Abu Zahrah, ada lima hal yang perlu diperhatikan pada materi dakwah29, yaitu; Pertama, Aqidah Islamiyah yaitu mengesakan Allah.Kedua, percaya bahwa alQur‟an itu diturunkan oleh Allah dan dapat dilumpuhkan bangas Arab untuk membuat yang serupa.Ketiga, memiliki hadits-hadits yang membangkitkan semangat taqwa ke dalam lubuk hati dan menyentuh jiwa, serta perjalanan hidup Nabi Muhamad SAW.Keempat, mengesakan perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW. Kelima, menjelaskan tujuan Islam bagi individu dan masyarakat dengan prinsip menghormati manusia, keadilan dalam bermasyarakat dan bernegara, persamaan dan kemerdekaan, gotong royong dalam kebaikan dan taqwa, serta melarang gotong royong berbuat dosa seperti mewujudkan diskriminasi dan saling kenal antar sesama manusia. Selanjutnya, media dakwah. Media dalam arti sempit adalah alat dakwah. Alat dakwah berarti media dakwah yang memiliki peranan atau kedudukan sebagai penunjang tercapainya tujuan.30 Media dakwah yang dimaksud adalah sarana untuk merealisasikan materi dakwah terhadap mad’u. Hamzah Ya‟qub membagi wasilah dakwah menjadi lima macam yaitu: Lisan, tulisan, lukisan, audiovisual, akhlak.31 Media merupakan salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh seorang da‟i saat berdakwah. Karena pemilihan media memiliki peranan penting
28
Moh Ali Azis, Ilmu Dakwah, (Jakarta: kencana, 2004) hal 62 Acep , Aripudin dan Syuksiadi Sambas, Dakwah Damai; Pengantar Dakwah Antar Budaya, (Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya, 2007) hal. 159 30 Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hal. 164 31 M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Rahmat Semesta, 2006), hal. 32 29
24
dalam menentukan bagaimana aktifitas dakwah yang dilakukan seseorang da‟i. Media dakwah dapat memudahkan para juru dakwah untuk menyampaikan pesan pada khalayak atau komunikannya dengan cepat dan pesan yang disampaikan dapat tersebar dengan luas.32 Unsur dakwah yang kelima atau terakhir adalah metode dakwah. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata Methodos yang artinya jalan atau cara, sedangkan dalam bahasa Arab disebut Thariq. Metode adalah cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da‟i kepada mad‟unya.33 Dalam bahasa Inggris, metode berasal dari kata Method, yang mempunyai arti pelajaran atau cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan dengan hasil yang efektif.34 Metode dakwah berarti jalan atau cara untuk teknik berkomunikasi yang digunakan oleh seorang da‟i dalam menyampaikan risalah Islam kepada masyarakat (mad‟u) yang menjalani objek dakwahnya. Seperti yang tertuang dalam al-qur‟an surah an-Nahl ayat 125: ْرََّبكَ ُهىَ أَعْلَمُ ّبِمَنْ ضَلَ عَن
َسنُ إِّن َح ْ َحسَنَ ِة وَجَادِلْهُمْ ّبِالَتِي هِيَ أ َ ْعظَةِ ال ِ ْادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَِّبكَ ّبِالْحِكْمَ ِة وَالْ َمى َسَبِيلِ ِه وَ ُهىَ أَعْلَمُ ّبِالْمُهْتَدِين
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
32
M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikasi, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1997), Cet. Ke-
1 hal. 12 33
M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), hal. 35 Masdar Helmi, Problem Dakwah Islamiyah dan Pedoman Mubaligh, (Semarang: CV. Toba Putra, 1969), hal. 34 34
25
Ada beberapa kerangka mengenai metode yang terdapat pada al-Qur‟an surah an-Nahl ayat 125, antara lain sebagai berikut: 1. Bil Hikmah Menurut Ali Mustafa Ya‟kub hikmah adalah sebagai ucapan-ucapan yang tepat dan benar atau argumen-argumen yang kuat dan meyakinkan.35 Sehingga dapat dikatakan hikmah merupakan perkataan yang benar. Pendapat lain di kemukakan oleh M. Munir bahwa bil hikmah yaitu kemampuan dan ketetapan da‟i dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad‟u.36 Bil hikmah merupakan kemampuan da‟i dalam menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Jadi dakwah dengan hikmah adalah dakwah yang dilakukan dengan cara menyatukan sebuah sistem antara kemampuan da‟i secara praktis dengan kemampuan teoritisnya. 2. Mauidzah al-Hasanah (dengan cara yang baik) Memberikan nasihat kepada orang lain dengan cara yang baik, dengan bahasa yang baik agar nasehat tersebut dapat diterima, berkenan dihati dan memberikan kenyamanan pada orang lain.37 Penulis berpendapat bahwa metode ini jika
35
Ali Mustafa Ya‟kub, Sejarah Dan Metode Dakwah Nabi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), hal. 121 36 M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), hal. 10 37 Ibid. Hal 16
26
disampaikan kepada orang banyak maka akan lebih baik, tujuannya agar menjadi lebih besar kuantitas manusia yang kembali kepada jalan Allah SWT. 3. Al-Mujadalah Menurut M. Mansyur Amin, “berdebat dengan cara yang lebih baik artinya adalah berdakwah dengan jalan mengadakan tukar pikiran yang sebaikbaiknya.”38 Metode debat merupakan cara praktis yang ideal untuk mencapai citacita mulia yang diharapkan, yaitu untuk menegakkan kebenaran. 39 Maka dengan cara demikian, kita dapat mengetahui letak keluasan ilmu Islam untuk diterangkan kepada orang lain. Yang semula pendapat kita benar dan yang lain salah, dalam metode ini kita dapat mengetahui kebenaran yang baik atau sesungguhnya dan membetulkan aqidah yang bathil. 3. Tujuan Dakwah Tujuan dakwah merupakan bagian dari seluruh aktifitas dakwah, tujuan dakwah juga mempunyai peran penting seperti halnya unsur-unsur dakwah. Tujuan jangka pendek adalah untuk memberikan pemahaman agama Islam kepada masyarakat. Menurut pendapat Rosyad Shaleh, tujuan dakwah dapat dirumuskan dalam dua kerangka, yaitu tujuan untuk mencapai suatu nilai atau hasil terakhir yang merupakan tujuan utama (major objective) dan tujuan untuk mencapai nilai atau
38
M. Mansyur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, (Yogyakarta: Al-Amin press, 1997), hal. 30 39 Muhammad Husain Fadhlullah, Metodologi Dakwah al-Qur’an, (Jakarta: Lentera, 1997), cet ke-1, hal. 40
27
hasil dalam bidang-bidang khusus yang merupakan tujuan atau sasaran departemential. Tujuan utama dan tujuan departemential adalah dilihat dari segi hierarchinya. Sedangkan bila dilihat dari segi proses pencapaiannya, tujuan utama adalah merupakan ultimate goal atau tujuan akhir. Sedangkan tujuan departemential merupakan intermediate goal atau tujuan perantara. Pendapat lain dikemukakan oleh Abdul Kadir Munsyi, dalam Metode Diskusi Dalam Dakwah,40bahwa tujuan dakwah dapat dikelompokkan dalam tiga macam, yaitu: mengajak manusia seluruhnya agar menyembah Allah dan tidak mensekutukan-Nya, mengajak kaum muslimin agar mereka ikhlas beragama karena Allah, dan mengajak manusia untuk menerapkan hukum Allah yang mewujudkan kesejahteraan dan keselamatan bagi umat manusia seluruhnya. Berdasarkan pendapat di atas penulis menarik kesimpulan bahwa tujuan dakwah ialah untuk memberikan pengetahuan Agama Islam kepada masyarakat serta mengajak umat manusia seluruhnya untuk menyembah Allah dan tidak mempersetkutukannya dan yang paling terpenting agar seluruh manusia taat kepada perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya secara ikhlas karena Allah SWT.
40
Drs. Abdul Kadir Munsyi, Metode Diskusi Dalam Dakwah, (Surabaya, Al-Ikhlas, 1987), hal. 20-21
28
4. Komunikasi Efektif Ketika berbicara mengenai proses komunikasi maka ada sebuah harapan untuk mendapatkan tujuan yang sama atas apa yang diberikan oleh komunikator kepada komunikan. Pada dasarnya komunikasi dipelajari karena kita sebagai pelaku komunikasi ingin mengetahui seberapa besar pengaruh suatu komunikasi kepada seseorang yang kita ajak berkomunikasi. Untuk menghasilkan komunikasi yang efektif dimulai dari pelaku komunikasi yaitu komunikan dan komunikator. Komunikasi yang efektif dapat diartikan sebagai penerimaan pesan oleh komunikan sesuai dengan pesan yang dikirim oleh komunikator, kemudian komunikan memberikan umpan balik yang positif sesuai dengan harapan. Untuk membangun komunikasi yang efektif ada beberapa aspek yang terlibat serta halhal yang harus diperhatikan ketika komunikasi efektif ingin terjalin. Seperti yang tertulis dalam buku milik Kadar Nurjaman dan Khaerul Umam dengan judul „Komunikasi dan Public Relation‟ ada lima aspek yang harus dipahami dalam membangun komunikasi yang efektif, diantaranya clarity (kejelasan), informasi serta bahasa yang digunakan harus jelas agar dapat dipahami pihak lain.
41
dalam
hal ini misalnya seperti penggunaan bahasa sehari-hari, kita sering mendengar ucapan seperti, “yah, ininya belum bisa dipakai, nanti sore baru bisa diituin tuh.” Apa maksud ininya atau diituin? Akan lebih mudah dipahami apabila ininya diganti dengan oncom dan ituin-nya dapat diganti dengan dengan masak, jadi kalimat itu menjadi, “yah, oncom nya belum bisa dipakai, nanti sore baru bisa
41
Kadar Nurjaman, S.E., M.M. dan Khaerul Umam, S.IP, Mag,.,M.Si., Komunikasi dan Public Relation, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal.37-38.
29
dimasak tuh”. Kemudian accuracy (ketepatan), informasi serta bahasa yang disampaikan ketika berkomunikasi harus akurat dan tepat. 42 Ketepatan dalam penggunaan bahasa untuk menyampaikan informasi secara benar. Benar di sini penulis memahami artinya sesuai dengan yang ingin disampaikan, jadi apa yang mau kita sampaikan benar-benar kita ketahui meskipun informasi itu belum terbukti faktanya. Inilah yang penulis pahami mengenai keakuratan di sini. Selanjutmya contex (konteks), kesesuaian antarabahasa dan informasi yang disampaikan dengan keadaan, tempat, lingkungan di mana komunikasi itu terjadi.43 Bisa saja, kita menggunakan bahasa yang tepat saat berkomunikasi namun konteksnya tidak tepat, maka hasil yang diperoleh juga tidak sesuai. Misalnya, sepulang sekolah seorang anak berkata pada ibu nya untuk meminta makan, “ratuku, tolonglah pangeran tampanmu ini ambilkan sepiring nasi nan legit, pangeran lapar sekali.” Dari bahasa memang tidak ada yang tidak tepat, namun konteksnya tidak tepat, sehingga mungkin sang ibu tidak langsung mengambilkan makanan tapi bertanya ada apa dengan buah hatinya itu. Selain itu ada juga flow (alur), keruntutan atau urutan alur bahasa dan informasi sangat berarti dalam menjalani komunikasi yang efektif.44 Misalnya ketika kita ingin menyatakan cinta kepada seseorang, maka tidak mungkin kita langsung bilang cinta terhadapnya, ini akan menjadikannya takut dan terkejut, melainkan harus disertai alur di awal seperti latar belakangnya, ada tahap-tahapnya, dan yang
42
Kadar Nurjaman, S.E., M.M. dan Khaerul Umam, S.IP, Mag,.,M.Si., Komunikasi dan Public Relation, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal. 45 43 Kadar Nurjaman, S.E., M.M. dan Khaerul Umam, S.IP, Mag,.,M.Si., Komunikasi dan Public Relation, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal. 45-46 44 Kadar Nurjaman, S.E., M.M. dan Khaerul Umam, S.IP, Mag,.,M.Si., Komunikasi dan Public Relation, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal. 45
30
terakhir culture (budaya), aspek ini tidak hanya menyangkut bahasa dan informasi, tetapi juga tata krama atau etika.45 Budaya menjadi aspek yang dianggap penting ketika berkomunikasi karena ragam budaya membuat kebiasaan seseorangpun berbeda-beda. Misalnya, dalam adat Betawi makan dengan mengadahkan piring serta kaki dinaikkan sebelah itu merupakan sesuatu yang biasa, namun ketika kita berada di Solo, hal ini menjadi sesuatu yang dirasa kurang pantas bahkan dinilai tidak sopan. Dalam melakukan komunikasi tidak selalu berjalan dengan secara baik, itu terjadi karena adanya hambatan-hambatan dalam menjalankan komunikasi yang efektif. Bahkan beberapa ahli komunikasi menyatakan bahwa tidak mungkin seseorang dapat melakukan komunikasi secara sebenar-benarnya efektif. Berikut akan penulis jelaskan beberapa hal yang menjadi hambatan dan harus lebih diperhatikan lagi oleh komunikan dan komunikator untuk menghasilkan komunikasi yang efektif. Gangguan menjadi hambatan yang pertama dalam melakukan komunikasi, gangguan pun tidak hanya di definisikan sendiri namun terbagi lagi menjadi dua. Di sini ada yang dinamakan sebagai gangguan yang berwujud fisik ini yang mdisebabkan oleh saluran komunikasi atau kebisingan (gangguan mekanik), kemudian ada juga gangguan semantik yaitu gangguan yang terjadi akibat kesalah pahaman arti atau makna yang disampaikan pelaku komunikasi. Contohnya oada gangguan mekanik ini seperti suara-suara ramai saat sedang di luar rumah atau
45
Kadar Nurjaman, S.E., M.M. dan Khaerul Umam, S.IP, Mag,.,M.Si., Komunikasi dan Public Relation, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal. 45
31
jalan raya, atau bisa juga saluran komunikasi yang mengalami kerusakan. Selanjutnyacontoh dari gangguan semantik seperti penggunaan bahasa yang sulit dipahami, dan kesalah pahaman mengenai arti makna yang disampaikan oleh komunikator. C. Strategi Dakwah 1. Pengertian Strategi dakwah Strategi dakwah sangat erat kaitannya dengan manajemen, karena orientasi kedua term atau istilah tersebut sama-sama mengarah pada sebuah keberhasilan planning yang sudah ditetapkan oleh individu maupun organisasi. Asmuni Syukir dalam bukunya Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam mengatakan bahwa “strategi dakwah sebagi metode, siasat, taktik yang dipergunakan dalam aktivitas kegitan dakwah.”46 Jadi dapat dikatakan bahwa strategi dakwah merupakan bagaimana cara agar dakwahnya berhasil. Sedangkan menurut Abu Zahra yang dikutip oleh Acep Aripudin mengatakan bahwa strategi dakwah Islam adalah perencanaan, penyerahan kegiatan dan operasi dakwah Islam yang dibuat secara rasional untuk mencapai tujuan-tujuan Islam yang meliputi seluruh dimensi kemanusiaan.47 Dengan kata lain segala sesuatu yang diperlukan untuk berkdakwah dipikirkan secara matang agar sesuai dengan tujuan dakwah.
46
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hal.
32 47
Acep Aripudin & Syukriadi Sambas, Dakwah Damai: Pengantar Dakwah Antar Budaya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. Ke-1, hal. 138
32
Berdasarkan pengertian beberapa ahli diatas penulis berpendapat bahwa strategi dakwah merupakan perpaduan dari perencanaan (planning), metode dan taktik untuk mencapai tujuan dakwah. Dalam mencapai tujuan tersebut dibutuhkan pemikiran-pemikiran yang matang baik teknik maupun taktik yang harus dilakukan seorang da‟i dalam mencapai tujuan dakwahnya. Dengan melihat pengertian diatas maka diperlukan suatu pengetahuan yang tepat dan akurat terhadap realitas yang telah terjadi dan berlangsung dalam kehidupan masyarakat. Mengingat realitas dalam masyarakat yang berbeda-beda baik dari segi pendidikan, latar belakang pekerjaan, maupun tempat dari mana berasal. Maka strategi dakwah harus dicermati secara terus-menerus, sehingga suatu strategi dipakai tidak bersifat kaku. Disamping itu strategi merupakan suatu perencanaan yang menyeluruh yang senantiasa mempertimbangkan situasi dan kondisi masyarakatnya, yang disusun dan difungsikan guna pencapaian tujuan. Dalam bidang dakwah maka hal tersebut dikenal dengan analisis strategi dakwah dimana penjabarannya tidak akan lepas dari analisa subjek dakwah, analisa materi dakwah dan analisa objek dakwah, sehingga dalam pelaksananya akan sangat mempengaruhi metode dakwah atau model penyampaian dakwah yang digunakan.48 Metode penyampaian dakwah dapat berupa: Dakwah bil lisan, dakwah bil qalb, atau bil hikmah, dakwah bil kalam, dakwah bil mauidoh hasanah, dakwah bil uswatun hasanah dan juga bisa dakwah melalui metode
48
H. Asep Muhiddin, Metode Pengembangan Dakwah (Bandung: Pustaka Setia, 2002), cet. ke-1, hal. 78.
33
berdebat.49 Maka sangat diperlukan dalam pelaksanaan strategi akan adanya metode dakwah yang diterapkan. 2. Prinsip-Prinsip Strategi Dakwah Berdasarkan pada makna dan urgensi dakwah, serta kenyataanya dakwah di lapangan dan aspek-aspek normatif tentang dakwah yangterdapat dalam al-Qur‟an dan sunnah, maka ditemukan prisip strategi dakwah yang dikemukakan oleh Dr. Muhammad Idris dalam bukunya Ilmu dakwah, yaitu antara lain sebagai berikut:50 a. Memperjelas secara gamblang sasaran-sasaran ideal Sebagai langkah awal dalam berdakwah, terlebih dahulu harus diperjelas sasaran apa yang ingin dicapai, kondisi umat Islam bagaimana yang diharapkan. Baik dalam wujudnya sebagai individu mapun wujudnya sebagai suatu komunitas masyarakat. b. Merumuskan masalah pokok umat Islam Dakwah bertujuan untuk menyelamatkan umat dari kehancuran dan untuk mewujudkan cita-cita ideal masyarakat. Rumuskanlah terlebih dahulu masalah pokok yang dihadapi umat, kesenjangan antara sasaran ideal dan kenyataan yang konkrit dari pribadi-pribadi muslim, serta kondisi masyarakat dewasa ini. Jenjang masalah ini pun tidak sama antara kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat lainnya. Setiap kurun waktu tertentu harus ada kajian ulang terhadap masalah itu seiring dengan pesatnya perubahan masyarakat tersebut. 49 50
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), hal. 11 Dr. Muhammad Idris, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2001), hal. 20-21.
34
c. Merumuskan isi dakwah Jika kita sudah berhasil merumuskan sasaran dakwah beserta masalah yang dihadapi masyarakat Islam, pada langkah selanjutnya adalah menentukan isi dakwah itu sendiri. Isi dakwah harus sinkron dengan masyarakat Islam sehingga tercapai sasaran yang telah ditetapkan. Ketidak sinkronan dalam menentukan isi dakwah ini bisa menimbulkan dampak negatif yang disebut dengan istilah “split personality” atau “double morality” pribadi muslim. Misalnya seorang muslim yang beribadah, tetapi pada waktu yang sama ia dapat menjadi pemeras, peninda, koruptor dan perbuatan tercela lainnya. Jadi, untuk bisa menyusun isi dakwah secara tepat, dibutuhkan penguasaan ilmu yang komprehensif atau dengan menghimpun pemikiran-pemikiran beberapa pakar dari berbagai disiplin ilmu.
3. Bentuk-bentuk Pendekatan Strategi Dakwah Jika seorang da‟i mampu menjalankan strategi dakwah secara bijak, insya Allah ia akan mudah mencapai keinginannya, yakni keberhasilan dakwahnya. Nabi Muhammad SAW. sebagai imam para da‟i, telah menerapkan strategi dakwah secara bijak, sehingga melalui beliau Allah SWT memberi manfaat kepada hamba-Nya dan menyelamatkan mereka dari syirik menuju tauhid. Siasat beliau tersebut bermanfaat besar dalam menyukseskan dakwahnya, membangun negaranya, menguatkan kekuasaannya dan meninggikan kedudukannya.
35
Sepanjang sejarah politik umat manusia tidak pernah ada seorang pun pembaharu yang mempunyai pengaruh besar seperti Nabi Muhammad SAW. Terkumpul padanya jiwa seorang pemimpin, pendidik yang bijak, kecerdasan akal, orisinalitas pendapat, semangat yang kuat serta kejujuran. Semua itu telah terbukti pada diri beliau. Adapun bentuk-bentuk dalam menentukan strategi dakwah menurut Sa‟id bin Ali bin Wahif al-Qathani antara lain sebagai berikut:51 Pertama, memilih waktu kosong dan kegiatan terhadap kebutuhan penerima dakwah (audience). Usahakan mereka tidak jenuh dan waktu mereka banyak terisi dengan petunjuk, pengajaran yang bermanfaat dan nasehat yang baik. Nabi SAW tidak selalu monoton dalam memberikan nasihat, sehingga orang yang dinasihati tidak merasa bosan. Strategi dakwah yang dicontohkan Nabi SAW tersebut diikuti oleh para sahabat. Sabda Nabi SAW yang artinya: “Permudahlah dan jangan kamu persulit, berilah kabar gembira dan jangan berkata yang membuat mereka lari jauh.” (HR. Bukhari dan Muslim) Kedua, jangan memerintahkan sesuatu yang jika tidak dilakukan. Terkadang seorang da‟i menjumpai suatu kaum yang sudah mempunyai tradisi mapan. Tradisi tersebut tidak menentang syariat, tetapi jika dilakukan perombakan akan mendatangkan kebaikan. Jika seorang da‟i menyadari bahwa apabila dilakukan perombakan akan terjadi fitnah, maka hal itu tidak perlu dilakukan. NabiSAW
51
Sa‟id bin Ali bin Wahif al-Qathani, Dakwah Islam Dakwah Bijak, hal 84-92.
36
tidak membiarkan Ka‟bah direnofasi dari pondasi buatan Nabi Ibrahim karena menghindari fitnah kaum yang baru menetas dari kehidupan jahiliyah. Ketiga, menjinakkan hati. Dilakukan dengan memberi maaf ketika dihina, berbuatbaik ketika disakiti, bersikap lembut ketika dikasari dan bersabar ketika dizhalimi. Cemoohan dibalas dengan kesabaran, tergesa-gesa dibalas dengan kehati-hatian. Itulah cara penting yang dapat menarik penerima dakwah (audience) ke dalam Islam dan membuat iman mereka mantap. Dengan cara-cara tersebut Nabi SAW mampu menyatukan hati para sahabat disekitarnya. Mereka bukan saja sangat mencintai beliau tetapi juga ikut menjaga dan membela beliau dalam dakwahnya. Lalu berikutnya, pada saat memberi nasihat, jangan menunjuk langsung kepada orangnya, tetapi berbicara pada sasaran umum. Misalnya apabila seorang da‟i dihadapkan dengan mad‟u yang terdiri dari golongan atas dan ia ingin memberikan ceramahnya tentang korupsi maka pandai-pandai lah seorang da‟i dalam memilih contoh kasus yang akan disampaikannya. Bentuk dalam menentukan strategi dakwah kelima, memberikan sarana yang dapat mengantarkan seorang pada tujuannya. Keenam, seorang da‟i harus siap menjawab berbagai pertanyaan, setiap pertanyaan sebaiknya dijawab secara rinci dan jelas sehingga orang bertanya merasa puas.
37
D. Masyarakat Kota 1. Pengertian Masyarakat Kota Beberapa ahli sosiologi mengatakan masyarakat memiliki banyak arti, tergantung dari mana melihat sudut pandangnya52. Ada yang memandang masyarakat dari sudut kebudayaan dengan alasan bahwa unsur kebudayaan merupakan unsur terpenting dari masyarakat, ada yang memandang masyarakat sebagai kelompok-kelompok karena berkelompok adalah unsur yang menentukan kehidupan masyarakat. Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi,53 masyarakat berasal dari kata Latin Socius yang berarti kawan. Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata bahasa Arab Syaraka, yang berarti ikut serta. Selanjutnya ia mengatakan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Masyarakat bisa disebut juga sebagai suatu perwujudan kehidupan bersama manusia. Dalam masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial, proses antar hubungan dan antar aksi. Di dalam masyarakat sebagai suatu lembaga kehidupan manusia berlangsung pula keseluruhan proses perkembangan kehidupan. Kota merupakan suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya. Kota bisa dibilang
52
Dr. Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam, (Ciputat: Lembaga Sosiologi Agama, 2008) hal. 126 53 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta, Aksara Baru, 1989) hal. 146
38
sebagai tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih. Dari beberapa pendapat secara umum dapat dikatakan mempunyani ciri-ciri mendasar yang sama. Pengertian kota dapat dikenakan pada daerah atau lingkungan komunitas tertentu dengan tingkatan dalam struktur pemerintahan. Berdasarkan penjelasan di atas penulis berpendapat bahwa masyarakat kota adalah sekelompok orang yang mendiami suatu wilayah atau daerah yang cukup besar, padat dan permanen serta sebagian besar individu mempunyai ciri-ciri mendasar yang sama. Masyarakat perkotaan sering disebut urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat kehidupannya serta ciri-ciri yang berbeda dengan masyarakat perdesaan. Antara warga masyarakat pedesaaan dan masyarakat perkotaan terdapat perbedaan dalam perhatian, khususnya terhadap keperluan hidup. Di desa yang di utamakan adalah perhatian khusus terhadap keperluan utama kehidupan, hubungan-hubungan
untuk memperhatikan fungsi pakaian,
makanan, rumah, dan sebagainya. Lain dengan orang kota yang mempunyai pandangan berbeda. Orang kota sudah memandang penggunaan kebutuhan hidup, sehubungan dengan pandangan masyarakat sekitarnya..Selain itu ada beberapa ciri lagi yang menonjol pada masyarakat kota yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, antara lain:54 Pertama, kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan agama di desa. Penulis memahami bahwa kurangnya kehidupan 54
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), cet ke-38, hal. 129
39
keagamaan di masyarakat kota disebabkan karena pola pikir yang rasional dan didasari pada perhitungan eksak yang berhubungan dengan realita masyarakat. Memang di kota-kota, orang juga beragama, tapi pada umumnya hanya tampak pada tempat-tempat ibadah saja. Di luar itu kehidupan masyarakat kota berada dalam lingkungan ekonomi, perdagangan dan sebagainya sehingga terkesan hanya ke arah keduniawian. Kedua, Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain, yang penting di sini adalah manusia perseorangan atau individu. Berdasarkan pemahaman penulis, karena di kota kehidupan keluarga sering sukar disatukan karena perbedaan kepentingan, politik, agama, dan lain-lain. Meskipun kebebasan itu nyata diberikan kepada individu, namun individu tersebut tidak dapat memberikan kebebasan yang sebenarnya kepada yang bersangkutan. Hal ini terjadi karena kurang berani untuk seorang diri menghadapi orang laing dengan latar belakang yang berbeda, pendidikan yang berbeda serta kepentingan yang berbeda. Selanjutnya, Pembagian kerja di antara warga kota juga lebih tegas dan punya batas-batas nyata. Di kota tinggal orang-orang dengan aneka warna latar belakang sosial dan pendidikan yang menyebabkan individu memperdalami suatu bidang kehidupan khusus. Ini melahirkan suatu gejala bahwa warga kota tidak mungkin hidup sendirian secara individualistis. Penulis menganggap dengan banyaknya individu di kota yang terdiri dari berbagai macam latar belakang yang berbeda, maka pasti akan dihadapi persoalan-persoalan hidup yang berada di luar jangkauan kemampuan sendiri dan gejala demikian menimbulkan kelompok-
40
kelompok kecil yang diberdasarkan profesi, kedudukan sosial dan lain-lain. Yang membentuk batasan-batasan di dalam pergaulan hidup. Ciri-ciri masyarakat kota yang menonjol keempat adalah, kemungkinankemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan, juga lebih banyak diperoleh oleh warga kota daripada warga desa, karena sistem pembagian kerja yang tegas tersebut diatas. Penulis memahami peluang terbesar untuk mendapatkan pekerjaan kemungkinan lebih banyak diperoleh masyarakat kota, hal itu terjadi karena terbentuknya batasan-batasan pergaulan hidup yang disebutkan pada point sebelumnya. Lalu yang kelima, jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi. Berikutnya, jalan kehidupan yang cepat di kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu. Ciri yang menonjol terakhir, perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, karena kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh luar. Hal ini sering menimbulkan pertentangan antara golongan tua dengan golongan muda, oleh karena golongan muda yang belum sepenuhnya terwujud kepribadiannya, lebih senang mengikuti pola-pola baru dalam kehidupan.
BAB III GAMBARAN UMUM A. Sejarah Perkembangan Dakwah Menurut Faizah dalam bukunya Psikologi Dakwah sejarah dakwah merupakan suatu proses yang mencakup segala aspek kehidupan umat lintas sosial, kultural, dan geografis. Ia juga menyebutkan bahwa sejarah dakwah dibagi dalam empat periode, yaitu:55 Pertama, Periode Sebelum Nabi Muhammad. Para ahli sejarah Islam sepakat bahwa semenjak Nabi Nuh sampai Nabi Isa merupakan da‟i utusan Allah yang mengajak kepada ketauhidan, memerangi kemusyrikan, menyuruh kepada ketaatan, dan mencegah perbuatan maksiat. Penulis memahami bahwa dakwah para nabi pada periode ini lebih bersifat lokal, di mana para nabi diutus hanya kepada kaum tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kecenderungan masing-masing kaum. Dalam menjalankan dakwah, para nabi dibekali dengan kemampuan luar biasa yang disebut dengan mu’jizat sebagai legitimasi kebenaran yang mereka bawa. Kedua, periode Nabi Muhammad dan Khulafa al-Rasyddin. Pada masa Nabi Muhammad SAW terbagi dalam dua fase, yaitu; fase Mekkah dan fase Madinah. Pada fase Mekah Nabi Muhammad berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Setelah tiga tahun lamanya, beliau mendapat perintah dari Allah untuk berdakwah
55
Faizah, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2006) cet ke-1, hal 19-27
41
42
secara terang-terangan. Di mekkah Nabi Muhammad melakukan beberapa langkah penting untuk kelanjutan dakwah Islam seperti; konsentrasi terhadap pendidikan,
penerapan
nilai
Islam
dalam
kehidupan
sehari-hari,
dan
memperdalam arti solidaritas antar sesama muslim. Penulis memahami pada fase Madinah ini dimulai ketika beliau mendapat wahyu untuk hijrah ke Madinah karena beliau beserta para pengikutnya akan dibunuh oleh orang-orang Quraisy. Di Madinah Rasulullah tetap berkonsentrasi menyampaikan risalah Islam melalui ayat-ayat al-Qur‟an, mendirikan masjid, mengajarkan makna-makna al-Qur‟an, menegakkan hukum-hukum syariat, dan lain-lain. Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, dakwah diteruskan oleh Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali Bin Abi Thalib atau yang lebih dikenal dengan masa Khulafaurrasyddin. Penulis berpendapat bahwa pada masa ini dakwah yang digencarkan semakin bergairah, baik berupa gerakan keilmuan atau pendidikan dan pembelajaran, karena pada periode ini al-Qur‟an pertama kali di kumpulkan yaitu tepatnya pada masa Abu Bakar. Ketiga, periode Umayyah, Abasiyyah, dan Utsmani. Pada periode ini dakwah Islam semakin luas dengan semakin banyaknya daerah yang dapat ditaklukkan seperti Asia kecil, Romawi, Afrika Utara, Andalusia, dan lain-lain. Penulis berpendapat bahwa kenapa pada masa ini sangat berkembang karena pada masa ini para ulama-ulama ahli fiqh, tafsir, dan hadis dikirim ke daerah-daerah yang
43
telah ditaklukan untuk menyebarkan menjelaskan ajaran-ajaran agama Islam pada kehidupan sehari-hari. Periode yang terakhir yaitu, pada periode modern. Secara garis besar proses dakwah pada periode ini baik yang berupa penyampaian (tabligh) dan penyebaran Islam serta kegiatan belajar masih tetap berjalan walaupun proses dakwah masih mendapatkan pertentangan. Pada masa ini penulis berpendapat bahwa pergerakan dakwah yang dilakukan mengambil bentuk yang bermacam-macam, ada yang berderak secara individu maupun ada pula yang secara berkelompok. Ada yang berupa institusi formal maupun nonformal serta sarana dan prasarana yang berbeda-beda. B. Perkembangan kajian dakwah di Indonesia Perkembangan dakwah Islam di Indonesia pada dasarnya sejalan dengan masuknya Islam di Indonesia yaitu pada sekitar abad 7 Masehi atau abad pertama Hijriah. Pekembangan dakwah di Indonesia banyak dilakukan oleh organisasi keagamaan yang berorientasi kepada pengembangan agama Islam di berbagai kalangan masyarakat. Adapun organisasi Islam di Indonesia yang bergerak di bidang dakwah, pendidikan, dan sosial menurut Samsul Munir Amin, antara lain:56 Jam‟iyatul Khair didirikan oleh Sayyid Syihab bin Syihab (1905), Muhammadiyah oleh K.H. Ahmad Dahlan (1912), Al-Irsyad oleh Syaikh Ahmad Syurkati (1913), Nahdlatul Ulama (NU) oleh K.H. Hasyim Asy‟ari (1926), Persatuan Umat Islam (PUI) oleh K.H. Abdul Halim (1911), Persatuan Islam
56
Drs. Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2013) cet. ke-2, hal. 44
44
(Persis) oleh K.H. Zamzam (1923), Syarikat Islam (SI) oleh HOS Cokroaminoto (1911), Persatuan Tarniyah Islamiyyah (PERTI) oleh Syaikh Sulaiman Ar-Rasuli (1928), bahkan sekarang terdapat organisasi seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Majelis Dakwah Islamiyyah (MDI). Berdasarkan pemahaman penulis, aktivitas dakwah di Indonesia tidak terlepas dari adanya organisasi yang berorientasi Islam. Oraganisasi itu sendiri tumbuh kembang di tengah masyarakat serta bergerak tidak hanya di bidang dakwah, melainkan merangkap pada bidang sosial dan budaya. Bahkan pada belakangan ini organisasi Islam yang berada di Indonesia mulai merambah masuk pada kawasan politik. Tidak hanya berdirinya organisasi yang berorientasikan Islam, secara akademisi kajian mengenai ilmu dakwah di Indonesia dimulai sejak tahun 1950, semenjak adanya Pergutuan Tinggi Agama Islam. Kemudian dibukanya Jurusan Dakwah pada Fakultas Ushuluddin PTAIN (IAIN) pada tahun 1960. Pada sekitar tahun 1960-an juga muncul suatu kelompak dakwah yang tergabung dalam Perguruan Tinggi Dakwah Islam (PTDI). C. Profile Ustadz Muhammad Arifin Ilham Ustadz Muhammad Arifin Ilham atau yang lebih dikenal dengan nama ustadz Arifin Ilham merupakan anak ke-2 dari pasangan Bapak H. Ilham Marzuki dan Ibu Hj. Nurhayati. Da‟i yang lahir di Banjarmasin 8 Juni 1969 ini merupakan satu-satunya anak lelaki di antara ke-empat saudarinya. Pada saat berumur dua tahun Arifin hampir meninggal karena terseret arus sungai yang deras dan dalam.
45
Arifin berkata “saat itu saya sedang menemani ibu mencuci pakaian di sungai, saya bermain bersama kakak perempuan yang bernama mursidah, lalu tiba-tiba saya tergelincir dan terseret arus sungai yang deras dan dalam, setelah itu saya tidak sadar lagi apa yang terjadi”. Tanpa pikir panjang sang ibu langsung berenang dan mengejar anaknya yang terseret arus sungai. Setelah berenang sejauh empat meter alhamdulillah Arifin berhasil diselamatkan. Ketika berusia lima tahun Arifin dimasukkan oleh ibunya di TK Aisyah, lalu berlanjut di SD Muhammadiyah dekat rumahnya di Banjarmasin. Pada saat SD Arifin terkenal sangat bodoh, nakal dan pemalas. Buktinya dia baru bisa membaca huruf latin pada kelas tiga. Meskipun memiliki sifat buruk seperti itu tetapi nilai sosial kebersamaan yang dimiliki sangatlah tinggi, hal ini terbukti ketika ia tidak suka melihat temannya yang berbadan kecil diganggu oleh temannya yang berbadan besar serta jago karate, seketika itu pula Arifin menantang berkelahi temannya yang berbadan besar tersebut, namun Arifin kalah, wajahnya memar, dan bibirnya pun robek. Ujar Arifin yang menyebutkan dirinya dengan panggilan namanya sendiri. Agar tidak berkelahi lagi pada kemudian hari, maka Arifin dipindahkan ke SD Rajawali. Kenakalan Arifin pun masih berlanjut meskipun telah pindah di SD Rajawali. Mungkin karena pengaruh hidup di kota, ia sering berjudi dengan temantemannya. Bukan berjudi dengan uang melaikan dengan kelereng, yang menang mendapat 10 kelereng. Selain itu Arifin sering mencuri uang Abah (panggilan akrab untuk ayah Arifin) yang terdapat di lemari pakaian untuk membeli kelereng,
46
tidak banyak hanya seribu rupiah namun sering dilakukan karena ia selalu kalah dalam berjudi kelereng. Karena Arifin anak lelaki satu-satuya, Abah yang merasa kurang memperhatikan dan mengawasi tumbuh kembang anaknya maka Abah lebih sering mempercayakan neneknya untuk mendidik Arifin. Selain itu Abah sangat berkeinginan sekali anaknya agar pandai mengaji maka dari itu Abah memanggil guru ngaji untuk mengajar di rumahnya. Kenakalan Arifin pun berlanjut dengan menggembosi ban sepeda guru ngajinya, serta menyembunyikan sendalnya setelah mengajar. Puncak kenakalan Arifin terjadi ketika ia duduk di bangku kelas enam. Pada saat itu ia mengancam untuk membakar rumah apabila tidak dibelikan motor. Meskipun telah menyiapkan korek dan minyak tanah, orang tua Arifin tidak memperdulikan ancaman tersebut. “Maklum motor yang dibeli tidak sesuai dengan keinginan, mintanya motor trail yang dibeli malah motor vespa, biarpun lebih murah tapi tetap trendi” kata Arifin dengan nada jengkel. Karena terlalu kesal dengan Abah maka ia ikut bergabung dengan teman-teman di lapangan badminton di sebelah rumahnya. Ia tahu Abah sedang di sana juga, dan ia tahu kalau Abah tidak suka merokok, begitu pula dengan Arifin, namun karena ingin memancing kekesalan Abah maka Arifin mulai membakar rokok. Sampai pada hisapan ketiga Abah menghampiri Arifin dan menampar di depan temantemannya.
47
Tamparan itu tidak hanya mempermalukannya, tapi membuatnya sakit lahir batin. Maklum, sewaktu muda ayahnya sering berlatih karate sehingga pukulannya terasa mantap. Saat itu juga Arifin kabur dan tidak mau pulang ke rumah. Keadaan semakin larut akhirnya Arifin menginap di rumah temannya yang bernama Ahmad. Arifin meminta kepada keluarga Ahmad agar diam-diam dan tidak memberi tahu ibunya kalau dia sedang berada di rumah Ahmad. Namun dengan sembunyi-sembunyi ibu Ahmad memberitahukan ibunya Arifin kalau anaknya sedang ada dirumahnya. Lalu ibu Arifin menitipkan sejumlah uang untuk membelikan makan serta keperluan Arifin di sana. Sampai pada hari kelima ibunda Arifin Hj. Nurhayati sengaja bertemu Arifin dan memberi tahu kalau ayahnya sakit keras gara-gara memikirkan Arifin. Ia meminta agar Arifin segera pulang. Pada saat itu Arifin langsung terenyuh dan bersedia untuk pulang. Sesampainya di rumah Arifin meminta maaf sambil memeluk Abah. “kita langsung nangis dan berpelukan, sudah seperti sinetron saja ceritanya” canda Arifin. Meskipun nakal, Arifin berhasil lulus SD dengan baik, nilai agamanya biasabiasa saja, nilai pengetahuan umumnya cukup bagus sehingga ia bisa masuk SMP Negeri 1 Banjarmasin, sekolah favorit di ibu kota kalimantan selatan itu. Arifin berkata “kalau Arifin serius dan bersemangat dalam belajar, Arifin pasti mampu. Ketika Arifin kelas 6 Arifin bersemangat belajar sehingga mampu masuk SMP favorit”. Bukan berarti Arifin tidak nakal lagi. Ia tetap bermain bersama yang lebih tua serta masih berjudi kelereng. Pada tahun 1982 kedua orang tuanya pergi ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Di depan ka‟bah orang tua
48
Arifin berdo‟a kepada Allah SWT agar Arifin di beri petunjuk serta hidayah olehNya. Sementara itu Arifin yang di tinggal bersama ke-empat saudarinya, masih asik bermain judi kelereng. Bekal yang di tinggalkan orang tuanya habis untuk dibelikan kelereng. Suatu hari ketika Arifin sedang asik bermain judi kelereng salah satu teman judinya bernama Denny berkata “Fin orang tua lu pergi haji, malah main judi”. Saat itu juga Arifin pulang ke rumah dengan pikiran yang tidak tenang. Meskipun Denny seorang pemabuk dan pemain judi, entah kenapa celetukannya kali ini masuk ke nalar Arifin, membuatnya terenyak serta seakan menohok kalbu Arifin. Sepanjang perjalanan pulang Arifin teringat kedua orang tuanya, ia merasa dihantui rasa bersalah atas apa yang diperbuatnya. Bayang-bayang kenakalan selama ini seolah muncul kembali dihadapannya, membuat ia semakin bersalah dan tidak bisa tidur. Setiap kali terbangun Arifin teringat kedua orang tuanya, membuat batinnya tercabik hingga menangis di kamar sendirian. “Hidayah tidak selalu datang melalui kiyai atau ulama, bisa saja dari mereka yang berlumur dosa” kata Arifin. Arifin merasa yakin, mata hatinya terbuka bukan hanya semata-mata celetukan Denny, melainkan dikabulkannya oleh Allah SWT do‟a Abah dan Ibu yang tidak hanya pergi haji, namun meminta anaknya untuk diberikan petunjuk serta hidayah-Nya agar tidak nakal lagi. Saat itu Arifin berjanji pada diri sendiri
49
untuk tidak berjudi serta melakukan tindakan tercela. Ia berjanji pula untuk shalat lima waktu, mengingat selama ini ia hanya sholat maghrib dan itu juga tidak rutin. Ketika kedua orang tuanya pulang dari tanah suci, sang ayah terkejut dengan perubahan sikap Arifin. “kok Arifin belakangan ini sikapnya agak berubah ya?” Tanya Abah dalam hati. Belakangan diketahui bahwa Arifin yang berada di kelas 1 SMP ingin masuk pesantren. Mejelang pembagian rapor semester akhir Arifin meminta kepada Abah untuk di masukkan ke pesantren. Kedua orang tuanya mengantarkan Arifin ke pesantren al-Fallah di KM 24, Banjarmasin. Namun Arifin menolak masuk pesantren itu. Arifin mau masuk pesantren tetapi pesantren yang berdasi dan bercelana panjang, bukan yang menggunakan kain sarung. Setahu Abah pesantren seperti itu tidak ada di Banjarmasin atau di Kalimantan, bahkan pesantren yang dipimpin oleh kakeknya tidak seperti itu. Pesantren yang di maksud Arifin adalah pesantren modern yang ada di pulau Jawa. Setelah pembagian rapor kenaikan kelas 2 SMP tepatnya pada tahun 1983. Arifin beserta adiknya, Siti Hajar di terbangkan menuju Jakarta bersama Ibunya. Mereka dimasukkan ke pesantren Darunnajah Ulujami, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Meskipun masuk pesantren merupakan keinginan sendiri, pada mulanya Arifin merasa tidak betah berada di pesantren karena jarak yang sangat jauh dengan kedua orang tuanya, padahal ia tinggal bersama adiknya. Saat masuk pesantren Arifin berada di tingkat Tsanawiyah, Arifin merasa sangat berat untuk mengikuti pelajaran agama. Hal ini dikarenakan ia berasal dari SD umum yang minim akan pelajaran agama dan pengetahuannya pun sangat
50
tipis. Membaca dan menulis arab saja Arifin belum lancar, padahal itu merupakan materi utama di tingkat Tsanawiyah. Tentu saja ini membuat nilai Arifin sangat anjlok dan membuat rapornya mejadi lautan merah, dari 40 mata pelajaran lebih dari 30 nilai mata pelajaran Arifin merah semua. Pada saat itu ia merasa sangat terpukul dan sedih tapi ia tidak mau menyerah karena bagaimanapun masuk pesantren merupakan kemauannya sendiri, ia tidak mau mengecewakan kedua orang tuanya. Masuk semester dua, Arifin memacu semangat belajarnya, kalau orang lain bisa maka ia harus bisa, begitu tekadnya. Usahanya tidak sia-sia, ia berhasil naik ke kelas II, hasilnya fantastis bukan hanya naik namun belakangan diketahui ia masuk dalam peringkat sepuluh besar. Memasuki tahun berikutnya, nilai Arifin tidak hanya bagus. Ia menjadi bintang pada pelajaran olahraga dan seni. Tidak hanya lari dan badminton, Arifin juga menjuarai dalam lomba puisi. Namun dalam pidato ia merasa tidak percaya diri. Setiap kali latihan berpidato Arifin selalu keringat dingin dan merasa gugup ketika berjalan ke atas mimbar. Tetapi bukan Arifin namanya kalau ia langsung menyerah, pikirannya langsung jauh menerawang kebelakang ketika ia tinggal berasama orang tuanya di Banjarmasin. Setiap sore setelah shalat maghrib, Arifin selalu di ajak ke Masjid Sabilal-Muqtadin yang berjarak 200 meter dari rumahnya. Sambil menunggu shalat isya, Arifin mendengarkan ceramah dari K.H. Rafi Hamdan yang merupakan Ustadz kenamaan pada saat itu di daerahnya. Arifin berkata “enak juga ya menjadi Ustad seperti beliau yang selalu ceramah panjang lebar di depan umum” Arifin terkesan dengan cara penyampaian yang diberikan oleh ustadz idolanya ini. Lalu Arifin berfikir “bagaimana bisa seperti beliau kalau
51
naik mimbar saja gemetaran dan keringat dingin?” Arifin selalu merenung bagaimana caranya agar tidak gugup ketika naik mimbar, maka ia selalu menghadiri lomba pidato yang di selanggarakan oleh pesantrennya untuk mengamati bagaimana caranya agar terlihat tenang. Ketika Akhirnya salah satu temannya menang mengikuti lomba pidato tersebut, pengamatan ia teralihkan kepada temannya. Ia selau mengamati pola hidup keseharian temannya itu. Lalu ia berfikir ternyata pola hidup yang dilakukan temannya biasa-biasa saja, sama seperti apa yang ia lakukan setiap hari. Arifin mengungkapkan kalau temannya bisa kenapa ia tidak. Maka pada saat itu ia ’kesetanan’berpidato. Pada saat teman-temannya tidur, ia bangun dan berdiri di atas tempat tidur lalu mulai berbicara seakan-akan berpidato di atas mimbar. Cara ‘gila’ belajar dan berpidato seperti itu ternyata tidak percuma, ia tidak lagi keringat dingin dan gemetar ketika menaiki mimbar di hadapan teman-temannya. Lalu ia mulai merapihkan tutur kata demi kata dan melatih kepercayaan dirinya sehingga ia berani memberikan cerama di luar pesantrennya. Setiap pulang ke Banjarmasin ia selalu diminta untuk mengisi ceramah di daerahnya. Meski sudah sering berpidato di pesantrennya, Arifin merasa tegang ketika ia mulai ceramah pertama kalinya. Arifin merasa tegang dan keringat dingin ketika menjelang tidurnya, lalu ia bangkit dan mengambil buku untuk sekedar membaca dan menambah materi pada ceramah yang diberikan esok harinya. Namun bukannya menambah ngantuk, ia malah semakin terpikirkan dan tidak bisa tidur.
52
Tapi hanya sekali itu saja Arifin merasa nervous, sehingga ceramahnya pun dirasa tidak karuan dan banyak kalimat-kalimat salah. Sampai di rumah ia merenung dan berfikir “ternyata Arifin dibutuhkan umat, Arifin ditunggu oleh umat. Jadi, Arifin harus lebih bersungguh-sungguh lagi.” Hari-hari selanjutnya pun ketegangan dirasa berkurang dan ia semakin tampil dengan percaya diri. Rupanya banyak jama‟ah yang menyukai gaya ceramah Arifin. Maka ia diminta untuk mengisi ceramah di tempat-tempat lain. Tidak heran di usianya yang masih remaja ia selalu disibukkan dengan jadwal-jadwal ceramah setiap kali ia pulang ke Banjarmasin. Perjalanan menuju sukses ternyata memang tidak mudah. Di mana pun ada saja orang-orang yang iri dan dengki melihat orang lain sukses, begitu yang dirasakan Arifin. Selain merasa sulit bergaul, ia sering merasa diperlakukan tidak adil oleh guru maupun pengurus pesantren. Maklum, santri-santri yang masuk pesantren itu terdiri dari berbagai macam suku-suku di tanah air. Sehingga tingkah laku dan budaya mereka pun bermacam-macam. Sejak kecil Arifin selalu merasa tidak senang apabila diperlakukan tidak adil, maka ia lebih memilih berkelahi apabila melihat ketidakadilan itu. Arifin merasa tidak nyaman di pesantren Darunnajah atas perlakuan ketidakadilannya itu. Meskipun baru menduduki kelas dua Aliyah, Arifin memutuskan pindah ke pesantren Assyafi‟ah di daerah Bali Matraman, Tebet, Jakarta Selatan. Di tempat ini ia tidak mondok di pesantren sehingga ia lebih merasa bebas mengekspresikan kemampuannya berpidato. Awalnya, ia hanya diminta menggantikan Ustadz Ahmad yang berhalangan hadir karena beliau harus
53
berangkat ke luar negeri. Ia di jemput dengan mengendarai motor Vespa dan pulangnya dibelikan nasi goreng. Undangan ceramah kedua datang untuk peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Tapi porsinya juga hanya sebagai pengisi waktu karena Ustadz Manarul Hidayat, Ustadz kenamaan saat itu yang seharusnya mengisi acara tersebut datang agak terlambat. Namun, dua kali pemunculan tanpa sengaja justru membawa hikmah, ia mulai dikenal banyak orang. Dan sejak itulah undangan berceramah dilingkungan pesantren itu mulai berdatangan. Lebih setahun kemudian ia berhasil lulus Aliyah dan berhasil mendapat ranking ketiga. Menurut rencana, ia akan melanjutkan kuliah ke sebuah universitas di Mekah, tapi beberapa guru menasihatinya agar kuliah di perguruan tinggi umum di Indonesia saja. Arifin akhirnya mendaftarkan diri di Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Politik Universitas Nasional di Jakarta.Sambil kuliah, Arifin terus berceramah di masjid atau majelis taklim. Kian lama langkahnya kian jauh. Dari seputar Bali Matraman, merambah ke seluruh wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Tahun 1994 Arifin lulus dari Universitas Nasional sebagai sarjana ilmu hubungan internasional. Sambil menjadi dosen di Universitas Borobudur, Arifin makin memantapkan diri sebagai da‟i.Arifin mengatakan, “Arifin ingin membuktikan kepada semua orang bahwa kalau kita bersunggung-sungguh, maka kita akan berprestasi. Di mana pun, kita akan bisa berprestasi!”.
54
Selama menjadi dosen di Universitas Borobudur Arifin tinggal di daerah perumahan Mampang Indah II depok. Hingga pada suatu hari ia diundang untuk mengisi ceramah di kediaman keluarga H. Yusuf di Depok, tepatnya pada September 1997. Pada saat itu juga Arifin pertama kali bertemu dengan Wahyuniati Al-waly yang merupakan istri pertamanya sekarang. Wanita yang akrab dipanggil Yuni ini adalah putri keriga dari enam bersaudara. Yuni adalah anak dari mantan anggota DPR, Drs. Teuku Djamaris. Saat itu Arifin tengah duduk menunggu antrean makan, begitu juga Yuni. Jarak di antara mereka sekita tiga-empat meter. Tiba-tiba di antara keduanya saling beradu pandang dan keduanya pun saling tersenyum. Hanya beberapa detik saja adu pandang itu berlangsung dan setelah itu mereka pun pulang. Setelah itu, mereka pun tidak pernah saling bertemu, apalagi saling berbicara. Yuni yang pada malam itu memang berniat menginap di rumah sahabatnya, Fitrah, di Depok, maka ia tidak pulang kerumah orang tuanya di kompleks DPR di Kalibata. Semula ia tidak berniat mengikuti pengajian itu, karena pada awalnya memang hanya ingin kangen-kangenan saja ke rumah sahabatnya yang sama-sama berasal dari Padang. Karena itu ia pun pergi kepengajian itu dengan pakaian seadanya, yaitu celana jins, baju berwarna biru, dan kerudung putih. Tapi ia tidak merasa rugi mendatangi pengajian itu, karena ia berkata “ustadznya masih muda, cakep, dan materi ceramahnya pun lumayan menarik.” Meski yakin penglihatannya tidak salah saat melihat kecantikan gadis itu, Arifin tidak mau mengumbar perasaannya. Ia tak berusaha mencari tahu siapa dan
55
dari mana gadis itu. Ia biarkan kehidupannya mengalir sesuai kehendak-Nya. Sebagai makhluk yang berusaha menyerahkan seluruh kehidupannya hanya untuk Allah, dalam urusan jodoh pun ia pasrahkan seutuhnya kepada Sang Mahakuasa. Setiap malam dia bangun kemudian shalat tahajud dan berserah diri kepada-Nya. Sejak masih kuliah di Universitas Nasional, kemudian lulus kuliah, dan selanjutnya menjadi dosen di Universitas Borobudur, sudah beberapa kali ia berteman dengan wanita. Tapi, sejauh itu selalu saja gagal sampai ke pelaminan.Hari-hari pun berjalan, ternyata Tuhan belum pula menunjukkan tandatanda akan hadirnya seorang pujaan hati. Seesuai dengan pepatah orang tua dulu, ternyata kalau memang jodoh tidak akan kemana. Suatu hari, ada salah seorang temannya, Hasan Sandi, yang menawarinya berkenalan dengan seorang gadis. Katanya, “Ustadz Arifin mau tidak kalau saya kenalkan dengan seorang gadis. Dia seorang putri ulama.”“Mau, anaknya tinggal di mana?” Arifin balik bertanya. “Di Kalibata. Tapi, lebih baik kita ketemu di tempat lain saja, deh.” Suatu hari di bulan Februari 1998 Hasan menghubungi Arifin lagi. Ia mengundang Arifin untuk memberikan ceramah dalam acara syukuran menempati rumah baru. “Nanti saya kenalkan sekalian dengan gadis itu,” kata Hasan. Saat memasuki rumah itu, Arifin kaget ketika melihat salah satu foto yang terpampang di kamar tamu, yang rupanya pernah dia kenal. “Ini, lho, foto gadis itu,” kata Hasan sambil menunjuk foto itu.Bertepatan dengan tangan Hasan menunjuk foto gadis itu, seperti disihir, gadis itu keluar bersama kedua orang tuanya. Hanya beberapa detik, karena setelah itu gadis yang mengenakan celana biru, baju biru, dan kerudung putih itu langsung masuk ke dalam lagi. Saat itu Arifin baru ingat
56
bahwa ia pernah bertemu dengan gadis itu sekitar enam bulan yang lalu, saat ia berceramah di Depok. Kali ini Arifin benar-benar jatuh cinta. Sejak kedua kalinya bertemu gadis itu, ada perasaan yang aneh di hatinya. Bayang-bayang gadis kerudung putih itu terus mengusik kesendiriannya. Tapi, berbeda dengan kebanyakan muda-mudi lain, ia menyampaikan perasaan hatinya kepada Sang Maha Pencipta. Setiap kali bangun malam, ia langsung bersujud dan bersimpuh di hadapan-Nya. Sambil berdoa ia menangis dan memohon petunjuk agar diberikan pendamping hidup yang terbaik untuknya. Selama ini, ia memang selalu memanfaatkan sepertiga malam yang terakhir untuk-Nya. Hanya, kini kualitas dan kuantitas penghambaannya kepada Allah itu kian ditingkatkan. Setiap malam ia shalat malam delapan rakaat ditambah witir tiga rakaat. Memasuki hari kesebelas, ia tiba-tiba mengalami kelelahan yang luar biasa hingga ia pun tertidur.Di tengah kelelapan tidurnya, ia bermimpi seolah menjalankan ibadah umroh bersama gadis itu tepat tanggal 1 Muharam. Arifin percaya, mimpinya kali ini bukan sekadar kembang tidur. “Ini adalah petunjuk Allah yang Arifin terjemahkan untuk menikah tanggal 1 Muharam,” tegasnya. Pagi-pagi, usai shalat subuh, ia langsung menelepon gadis itu. “Aku Muhammad Arifin Ilham,” katanya memulai pembicaraan. “Aku ingin mengatakan sesuatu kepada kamu. Pertama, aku ingin menikah dengan kamu tanggal 1 Muharam. Kedua, niatku ini karena Allah. Ketiga, karena sunah Rasul. Keempat, aku ingin terbang ke langit. Cuma sayang, sayapku cuma satu.
57
Bagaimana kalau salah satu sayap itu adalah kamu? Kelima, aku butuhkan jawabanmu besok pukul 5 pagi.”Gadis itu terduduk lunglai. Berbagai perasaan menyelimuti kalbunya. Di satu sisi ia merasa tersanjung dan bahagia, tapi di sisi lain ia juga merasa sedih dan khawatir. Bagaimanapun, ia belum mengenal lelaki itu, walaupun ia seorang ustad. Sebagai gadis, selama ini ia belum pernah pacaran atau pergi berduaan dengan lelaki. Selain tidak suka pergi-pergi iseng, pendidikan ayahnya pun sangat ketat. Sudah beberapa kali ia dilamar, tapi selalu ditolak oleh kedua orang tuanya. Karena itu, awalnya ia gamang saat ingin menyampaikan lamaran Arifin itu.Apa boleh buat, lamaran „mengagetkan‟ dari ustadz muda itu harus segera dia sampaikan kepada kedua orang tuanya, karena esok subuh sudah ditunggu jawabannya. Untunglah kedua orang tuanya menyetujuinya. Saat esok harinya, pukul 5 pagi, Arifin telepon dan yang menerima Yuni sendiri, ia yakin lamarannya bakal diterima. Satu bulan kemudian, tepat tanggal 1 Muharam (28 April 1998), Arifin dan Yuni menikah di Masjid Baiturrahman di Kompleks DPR Kalibata. Dua sejoli ini ternyata banyak kesamaannya. Antara lain, Arifin maupun Yuni adalah alumni Pesantren Darunnajah dan Universitas Nasional. Hanya tenggang waktu mereka yang berbeda. Kedua kakek mereka sama-sama memiliki pesantren, yang namanya
juga
sama,
Darussalam.Kini,
pasangan
ini
dikaruniai
dua
putra, Muhammad Alvin Faiz (4 Februari 1999) dan Muhammad Amer Adzikro (21 Desember 2000). Yuni yang sehari-hari dipanggil „Sayang‟ oleh Arifin berkata “saya sangat bahagia, do‟a saya dikabulkan oleh Allah” karena
58
sejak sekolah SMP sampai kemudian mengakhiri masa gadisnya, setiap kali usai shalat wajib ia selalu berdoa. Tanpa ada yang menyuruh dan tak ada yang mengajarinya, Yuni selalu memohon kepada Tuhan agar mendapatkan jodoh pria dengan 10 kriteria.Antara lain, pria yang saleh, beriman, ganteng, berkecukupan, terkenal, berakhlak mulia, disayang semua umat, bertanggung jawab, dan pintar. Dan Alhamdulillah semua yang Yuni mau terdapat di dalam diri Arifin
BAB IV ANALISIS DAN HASIL TEMUAN A. Strategi Dakwah yang digunakan Ustadz Muhammad Arifin Ilham di Kalangan Masyarakat Perkotaan Meskipun Ustadz Arifin ilham sudah memiliki jam terbang yang tinggi, ia tetap memiliki strategi dalam berceramah agar tepat sasaran dan sesuai dengan tujuannya. Khususnya ketika berhadapan dengan mad‟u yang berlatar belakang masyarakat kota. Mengingat kehidupan keagamaan masyarakat kota yang lebih berkurang dibanding dengan masyarakat desa dan seperti yang telah penulis ungkapkan pada bab tinjauan teori mengenai masyarakat kota sebelumnya, kehidupan keagamaan masyarakat kota umumnya hanya tampak pada tempat ibadah saja karena di luar itu kehidupan masyarakat kota berada dalam lingkuingan ekonomi, perdagangan dan sebagainya yang terkesan hanya ke arah keduniawian. Untuk mengetahui tahapan strategi Ustadz Arifin Ilham dalam berdakwah di kalangan masyarakat perkotaan, maka peneliti memilih konsep yang di ungkapkan oleh Fred R. David yaitu di mana terdapat perumusan, implementasi, dan evaluasi dalam menentukan strategi yang dipilihnya. Seperti yang di ungkapkan Asmuni Sukir dalam bab sebelumnya bahwa strategi dakwah sebagai metode, siasat, taktik yang dipergunakan dalam aktivitas kegiatan dakwah. Maka sebuah strategi dibutuhkan seorang da‟i untuk mencapai tujuan yang diinginkan, terlebih lagi da‟i yang memiliki mad‟u yang berlatar belakang pendidikan tinggi.
59
60
Ketiga tahap tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa mad‟u dapat mengerti pesan yang diterima dan sesuai dengan tujuan da‟i. Maka peneliti akan mencoba menjabarkan tiga tahapan strategi tersebut. 1. Perumusan Strategi Ustadz Arifin Ilham Dalam perumusan strategi yang dilakukan Ustadz Arifin Ilham sebelum memulai ceramahnya, berdasarkan hasil pengamatan penulis, ketika Ustadz Arifin ilham ingin memulai ceramahnya, ia harus mendapatkan informasi siapa yang mad‟u yang akan mengikuti ceramahnya, maka setelah mengetahui mad‟unya siapa atau berasal dari golongan apa, maka ia dapat menentukan materi apa yang sesuai untuk mad‟u nya pada saat itu. “Jelas materi disiapkan, sebelumnya dapat informasi dulu yang didakwahi siapa? Jadi materi itu melihat siapa yang didakwahi. Mad‟u, jadi ada mad‟u, ada mada, ada dakwah ada da‟i. Itu penting itu. Jadi bahan, bahan itu ditentukan oleh siapa yang kita ceramahi.Kemudian yang ketiga, penampilan. yang keempat hati yang bersih. Nah kalau di garis lurus cara mengajar lebih penting daripada bahan, biar bahan bagus kalau cara nyampeinnya ga bagus. Nah kemudian hati dan akhlak dari seorang guru lebih penting dari pada cara penampilannya. Jadi keikhlasan keistiqamahan tannabiyal hikam minallisanihi minajliikhlasih waistiqamatihi. Keluarlah hikmah-hikmah dari lisannya karena keihklasan dan keistiqamahannya. Malah ulama-ulama dulu sebelum ceramah, istigfar dulu sebelum ceramah, sholawat dulu sekian puluh kali sebelum ceramahnya. Tidak seperti Kiyai anu afafafa(sambil bergaya merokok) kiyai anu fafafafafa (sambil gaya merokok) jadi ngamen itu. Dulu bener-bener dakwah itu membawa kesadaran, membawa orang taubat, membawa orang menangis.Sekarangbanyak ngecap, banyol jadi Quran Hadits itu dimuntahkan lagi karena guyonan-guyonan yang tidak perlu.”57 Berdasarkan pengamatan penulis, selain dari mencari informasi tentang siapa mad‟u yang akan di dakwahi, beliau mengatakan penampilan serta hati yang 57
Wawancara peneliti dengan Ustadz Muhammad Arifin Ilham, pada tanggal 22 Oktober 2014, di rumah Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
61
bersih merupakan hal penting sebelum dilaksanakannya ceramah. Selain itu cara menyampaikan materi yang baik juga patut untuk diperhatikan karena percuma saja apabila materi yang disiapkan sudah bagus namun cara menyampaikannya belum baik, maka akan sia-sia apa yang telah dilakukan. Tidak tertutup kemungkinan akan membuat mad‟u menjadi bingung atas ceramah yang diberikannya. Namun dari semua yang telah disebutkan diatas, akhlak dari seorang da‟i merupakan unsur terpenting yang harus diperhatikan dibanding penampilannya. Karena sebaik-baiknya da‟i, ia akan ber-Istigfar dan bershalawat terlebih dahulu sebelum memberikan ceramah kepada mad‟unya. Penulis juga memahami ketika menghadapi mad‟u yang berasal dari golongan masyarakat kota, Ustadz Arifin Ilham tidak hanya memilih materi dakwah yang bagus tetapi lebih menekankan bagaimana bahasa yang disampaikan dapat dimengerti oleh mad‟u yang mayoritasnya berpendidikan tinggi. Karena belum tentu antara mad‟u satu dengan mad‟u lain yang latar belakang tingkat pendidikannya berbeda dapat memahami ceramah sang da‟i meskipun materi yang diberikan itu sama. Akan tetapi meskipun materi ceramah yang diberikan sudah bagus, cara penyampainnya sudah baik, penampilannya sudah rupawan, makna dari dakwah yang diberikan itu sendiri tidak akan sampai apabila kurangnya akhlak dari kelakuan sang da‟i. Karena masyarakat kota biasanya lebih melihat tindakan nyata yang dilakukan dibandingkan dengan tausiyah-tausiyah yang diberikan oleh sang
62
da‟i, maka tidak heran kalau Ustadz Arifin Ilham selalu ber-Istigfar terlebih dahulu sebelum memulai dakwahnya. 2. Implementasi strategi Ustadz Arifin Ilham Berbicara mengenai penampilan, Ustadz Arifin Ilham kerap menggunakan pakaian berwarna putih dan biasanya menggunakan sarung berwarna putih juga. Beliau mengatakan: “Pertama kesukaan Nabi, kata Aisyah Nisfanjammal (separuh keindahan). Kemudian energi putih itu kan energi ibadah, energi dakwah, energi taat.Dan abang tidak selalu putih sih kadang-kadang ganti-ganti dan putih itu nyaman jadi ga ketauan ganti-gantinya gitu padahal itu-itu aja gitu pakaiannya yaaa sederhana yakan? kemudian ga repot, coba pakaiannya warna-warni..Arifin Ilham juru dakwah yaangg aduuh kaya artis pakai ini pakai jubah ini nanti acara ini ganti lagi pakai make up lagi beeh cape itu. Udah begini aje sederhana sarung yang pentingkan bininya 2 ehehehe.”58 Penulis memahami bahwa kenapa beliau memilih pakaian putih-putih di setiap penampilan karena ia ingin terlihat sederhana dan nyaman. Terlepas dari terlihat nyaman dan sederhana, ia juga beranggapan bahwa pakaian putih itu pakaian kesukaan Nabi. Selain itu, energi yang di pancarkan dari pakaian putih merupakan energi ibadah, energi dakwah, dan energi taat. Dampak dari seringnya ia memakai pakaian putih-putih terlihat pada seluruh mad‟u nya meskipun tanpa himbauan sekalipun. Baik mad‟u nya yang berada di dalam kota maupun yang berada di luar kota. Karena mereka lebih melihat kepada keteladanan yang dilakukan oleh Ustadz Arifin Ilham dan setiap kesempatan ia mengisi jadwal ceramah di suatu daerah pasti sebagian mad‟u nya menggunakan
58
Wawancara peneliti dengan Ustadz Muhammad Arifin Ilham, pada tanggal 22 Oktober 2014, di rumah Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
63
pakaian putih-putih juga. Seperti yang diungkapkan Ustadz Arifin Ilham dalam wawancara yang dilakukan oleh penulis. “Mereka lebih melihat kepada keteladanan. Kalo abang selalu putih konsisten, yaa ngikutt ini sekarang tanpa disuruh, ini ceramah di Pasar Rebo, Abang ga bilang pakaian putih tapi mereka berpakaian putih. Ke Aceh ga bilang heey masyarakat Aceh besok Ustadz Arifin ceramah pakai pakaian putih.....ngga ada begitu. Ustadz Arifin ceramah udah langsung pakaian putih mereka.”59 Pada sisi lain penulis juga memahami kehidupan masyarakat kota yang biasanya terlihat lebih “hedon” dengan memakai baju berwarna-warni dan menonjolkan perhiasan sebanyak-banyaknya namun tidak tercermin dalam pribadi Ustadz Arifin Ilham, meskipun beliau berceramah di depan mad‟u bergolongan masyarakat kota ia tetap menggunakan pakaian atasan dan bawahan berwarna putih. Hal tersebut beliau lakukan agar terlihat sederhana, namun tidak hanya semata-mata terlihat sederhana, apabila ditela‟ah lebih dalam ternyata kata sederhana di sini lebih menjurus ke arah kesamaan derajat manusia di mata Allah SWT karena yang membedakan manusia satu dengan manusia yang lainnya bukan terlihat dari lebih bagus pakaian siapa melainkan akhlak dan taqwanya seseorang kepada Allah SWT. Konsistennya Ustadz Arifin Ilham dalam menggunakan busana putih-putih pada tiap kesempatannya berdakwah ternyata merupakan salah satu cara berdakwah beliau melalui tindakan perbuatan atau dakwah bil-Haal. Tidak hanya pada beberapa golongan mad‟u saja namun semua golongan termasuk golongan
59
Wawancara peneliti dengan Ustadz Muhammad Arifin Ilham, pada tanggal 22 Oktober 2014, di rumah Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
64
masyarakat kota, apabila mengetahui Ustadz Arifin Ilham akan mengadakan zikir akbar maka mereka sudah paham pakaian seperti apa yang akan digunakan. Meskipun jadwal beliau yang begitu padat, Ustadz Arifin Ilham selalu membuka pengajian yang berada di Masjid Az-Zikra tepatnya ba‟da shalat Subuh tetapi terkadang beliau tidak mengisi ceramah pada setiap harinya. Tidak hanya itu, pengajian rutin beliau juga di adakan pada setiap awal hari Minggu di tiap bulannya. Pengajian itu sudah dilaksanakannya sejak lama tepatnya sejak beliau sendiri dan rumahnya masih berada di kawasan Depok. Aktivitas dakwah yang dilakukan Ustadz Arifin Ilham tidak hanya menunggu mad‟u yang datang, terlepas dari dakwah beliau yang mengisi ceramah di beberapa tempat, ia juga terkadang melakukan dakwahnya secara personal dengan mendatangi dan bertemu langsung dengan salah satu mad‟unya. Beberapa contoh tindakannya diungkapkannya dalam wawancara bersama peneliti. “Yaa banyak itu, malah ada salah satu yang masuk Islam gara-gara dikunjungi salah satunya Pak Fred, Joni AO (arsitektur rumah Ustadz Arifin) salah satunya karya beliau ini (menunjuk ke sekeliling rumahnya) Abang datengin lagi mabok itu. sekarang jadi hamba Allah, coba kalo yang datengin model radikal langsung di hajar kali itu, orang mabok ini gimana bertaubatnya dia. Makin benci dia dengan Islam lan fadlu min hauli fa’fuanhu Kalau kau keras hati, keras kepala, keras tangan, liat mereka meladeni kamu, maafkan mereka, ajak dengan cara yang baik bil hikmah akhirnyaa jadi sahabat kita, taubat dia. Baaaanyak yang bertaubat melalui didatengi itu nah jangan malas jadi juru dakwah itu makanya sebaik-baiknya juru dakwah itu .....mendatangi dan didatangi. Ada juru dakwah centong itu mendatangiii jemaah tabligh tuh. Ada lagi juru dakwah gentong, orang mendatanginya karena minta air minta nasihat. Nah sebaik baik itu gentong dan centong, dia mendatangi dia juga di datangi. Tanda dakwahnya berhasil
65
orang datang ke dia, kangen sama dia, karena itu sebaik baiknya juru dakwah.”60 Berdasarkan perkataan yang diungkapkan Ustadz Arifin Ilham, penulis memahami, sebaik-baiknya aktivitas dakwah yang dilakukan seorang da‟i tidak hanya menunggu untuk didatangi. Karena pada beberapa waktu terdapat kesempatan untuk berkunjung, sekedar bercengkrama dan bersilaturahmi dengan mad‟u nya secera langsung. Penulis memahami pula bahwa yang dilakukan Ustadz Arifin Ilham seperti salah satu metode dakwah yang terdapat pada ayat suci al-Qur‟an tepatnya surat an-Nahl ayat 125, yaitu Bil-Hikmah. Karena Ustadz Arifin Ilham mendatangi arsitektur rumahnya itu dalam keadaan mabuk lalu beliau melakukan dengan cara perlahan, dengan cara mendoktrin ajaran-ajaran Islam, dengan bahasa yang komunikatif, serta menyelaraskannya dengan kondisi objektif mad‟u, maka pada akhirnya Pak Joni pindah agama dari agama sebelunya yaitu Kristen. Mengacu pada ciri masyarakat kota yang jalan kehidupannya lebih cepat sehingga mengakibatkan pentingnya faktor waktu dalam mobilitas sosial, tidak membuat Ustadz Arifin Ilham hanya menunggu mad‟unya datang kepadanya untuk mendapatkan siraman rohani, namun sesekali Ustadz Arifin Ilham bergantian yang mengunjungi beberapa mad‟unya, seperti yang telah di sebutkan penulis sebelumnya, beliau mengunjungi Pak Joni sang arsitek rumahnya beliau dapat dikatakan sebagai mad‟u yang bergolongan masyarakat kota. Meskipun ia tidak langsung menjadi muslim namun Ustadz Arifin Ilham secara perlahan tapi 60
Wawancara peneliti dengan Ustadz Muhammad Arifin Ilham, pada tanggal 22 Oktober 2014, di rumah Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
66
pasti dengan bil-hikmah, dengan nasihat-nasihat yang baik serta keteladanan yang Ustadz Arifin Ilham berikan, sehingga pada akhirnya ia mantap untuk memeluk agama Islam. Mengingat Ustadz Arifin mempunyai mad‟u dari berbagai macam golongan, serta berlatar belakang budaya, pendidikan yang berbeda. Ia mempunyai perbedaan materi dakwah yang diberikannya, tergantung dari bagaimana latar belakang mad‟u itu sendiri. ”Untuk materi dakwah jelas beda dong, sangat. Tapi intinya touch sentuhan harus selalu, abang tuh menggunakan dalil quran, dalil hadits, dalil aqli emapat dalil aml. Orang sering tidak membahas dalil aml ini, dalil aml ini fakta. Qur‟an hadits aqli dalil aml, aml itu faktual. Jadi setiap membahsas ceramah itu dalemnya selalu isinya menyentuh,touch. Coba antum tiap ceramah abang pasti ujungnya menyentuh karena Allugho Azzauqoh bahasa itu rasa nah itu yang bisa menggait orang itu untuk bertaubat, gimana orang mau bertobat kalo engga disentuh.”61 Penulis memahami, meskipun materi yang diberikan kepada mad‟u berbeda karena latar belakang mad‟u yang berbeda, namun inti dari semua materi dakwah atau ceramah yang diberikan adalah sentuhan (touch) bagaimana ceramah yang diberikan itu pada akhirnya menyentuh para mad‟u nya dengan menggunakan bahasa-bahasa yang dapat membuat orang berfikir untuk taubat. Namun tidak hanya semata-mata bertaubat saja, bahasa dalam menyampaikan pesan dakwah yang digunakan Ustadz Arifin Ilham mampu membuat mad‟u merasa rindu dan haus rohaninya atas siraman-siraman rohani yang diberikan.
61
Wawancara peneliti dengan Ustadz Muhammad Arifin Ilham, pada tanggal 22 Oktober 2014, di rumah Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
67
Hal ini terbukti dengan zikir akbar yang dilakukannya pada minggu pertama awal bulan selalu dipenuhi dengan berbagai macam golongan mad‟u, golongan masyarakat kota tentunya dalam porsi yang lebih banyak. Ustadz Arifin Ilham mengungkapkan terdapat sekitar 70% masyarakat kota yang rutin datang tiap bulannya. Angka tersebut bukan hanya semata-mata keluar dari mulut Ustadz Arifin Ilham, namun penulis telah mengadakan observasi dan ternyata benar bahwa ketika zikir akbar yang rutin tiap bulan di masjid Az-Zikra ini selalu dijejali dengan orang-orang yang rindu akan siraman rohani Ustadz Arifin Ilham. Selanjutnya, selain dari penggunaan bahasa, Ustadz Arifin Ilham selalu menggunakan dalil Aml yang berbeda dengan kebanyakan da‟i lain yang hanya menggunakan dalil Qur‟an, dalil Hadits, dalil Aqli. Berdasarkan ciri masyarakat kota yang menganut jalan pikir rasional, penggunaan dalil Aml ini sangat cocok untuk mad‟u kalangan masyarakat perkotaan karena dalil Aml itu faktual yang cocok dengan pola pikir rasional. Maka dari itu setiap ceramah yang diberikan Ustadz Arifin Ilham selalu menyentuh hati mad‟unya. Serta penggunaan bahasa yang bisa mengajak orang lain untuk bertaubat, untuk selalu merendah diri di hadapan Allah SWT, tidak heran pengajian zikir akbar awal ahad yang dilakukan rutin tiap bulannya di masjid Az-Zikra selalu dipenuhi oleh berbagai macam golongan, termasuk masyarakat kota. 3. Evaluasi Strategi Ustadz Arifin Ilham Evaluasi yang dilakukan Ustadz Arifin Ilham tidak hanya dilakukan pada setiap ia selesai memberikan ceramah saja. Namun evaluasi itu sudah menjadi
68
lima program tugas hidup beliau, adapun lima program tugas hidup menurut Ustadz Arifin Ilham adalah; ibadah, amal Shaleh, akhlak mulia, dakwah, dan muhasabah diri. Seperti yang beliau sampaikan kepada peneliti: “Ya evaluasi itu setiap saat karena itu program tugas hidup, lima; ibadah, amal shaleh, akhlak mulia,dakwah, muhasabah diri. Jadi semua hal harus masuk dalam lima point ini.”62 Berkaca dengan ciri masyarakat kota yang disampaikan penulis pada bab bahasan sebelumnya, mengenai orang
kota pada umumnya dapat mengurus
dirinya sendiri. Ustadz Arifin Ilham memberikan contoh yang sudah menjadi program tugas hidup beliau, diharapkan bagi masyarakat kota itu sendiri mampu menjalankan amalan beliau tersebut, karena antara satu program dengan program lainnya saling berkaitan. Bagaimana ibadah dilakukan sehingga menjadi amal shaleh. Amal shaleh bila dilakukan secara rutin menjadikan pribadi yang berakhlak mulia. Apabila sudah mulianya akhlak dari seseorang itu maka haruslah berbagi kebaikan dengan mengajarkan ke sesama hamba-Nya. Semua yang telah dilakukan itu janganlah lupa untuk selalu mengkoreksi diri atas apa yang telah dijalankannya. Adapun yang menjadi tolak ukur atau bagaimana ceramah yang diberikan dapat diterima dengan baik oleh mad‟u terlihat dari perkataan Ustadz Arifin Ilham yang disampaikan kepada penulis. “Selesai ceramah udah hijrah. Beliau mendengar dakwah berubah (menunjuk ke orang yang disebelahnya), beliau mendengar dakwah berubah (menunjuk ke orang yang disebelahnya) keliatan besoknya. Makanya abang 62
Wawancara peneliti dengan Ustadz Muhammad Arifin Ilham, pada tanggal 22 Oktober 2014, di rumah Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
69
senang kalau acara malam besoknya ada acara lagi subuh di masjid. Controling langsung kan, tadinya masjid hanya 2 saf begitu subuh sudah ramai di daerah-daerah itu kan. Kaya kemarin di Aceh malamnya Tabligh Akbar di Masjid Raya nya besok subuuuuh kita sholat di lapangan anu, udah besok subuhnya lapangan isinya 50ribu jamaah, liatkan di fb.”63 Berdasarkan perkataan beliau penulis memahami, Ustadz Arifin Ilham lebih senang apabila ada acara pada waktu subuh namun sebelumnya sudah dilaksanakannya tabligh akbar pada suatu daerah. Karena yang biasanya pada suatu masjid itu hanya sedikit juma‟ahnya namun setelah beliau mengadakan pengajian bersama-sama keesokan harinya masjid tersebut akan dipenuhi oleh para jama‟ah. Selain dari pada itu contoh nyata bahwa dakwah beliau diterima dengan baik adalah melunaknya sikap seseorang sehingga ia menjadi orang kepercayaan Ustadz Arifin. Penulis memahami apa yang diceritakan Ustadz Arifin mengenai orang kepercayaannya ini. Jadi pada saat beliau baru menempati kawasan komplek Az-Zikra ada salah satu warga asli yang menentang setiap kali di adakannya zikir akbar tiap bulannya, namanya bang Amir. Ia merupakan orang yang cukup disegani pada saat itu. Ia selalu marah dan mencaci Ustadz Arifin Ilham apabila mengadakan zikir akbar yang dilakukan rutin tiap bulannya. Namun dengan kesabaran dan keikhlasan beliau dalam menghadapi pertentangan itu maka batin bang Amir sedikit terbuka, perasaannya melunak dengan sikap-sikap yang ditunjukkan oleh Ustadz Arifin Ilham, bahkan hingga sekarang bang Amir ini menjadi pengikut tetap Ustadz Arifin Ilham kemana saja beliau pergi.
63
Wawancara peneliti dengan Ustadz Muhammad Arifin Ilham, pada tanggal 22 Oktober 2014, di rumah Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
70
Menurut penelitian yang dilakukan penulis, karena jam terbang Ustadz Arifin yang sangat tinggi, hampir jarang ditemui permasalahan-permasalahan yang berarti bagi beliau. Terutama dari segi materi ceramah, cotohnya saja hanya dengan melihat mad‟u seperti apa ia bisa tau materi dakwah apa yang sesuai dengan mad‟u nya. Hal itu tidak heran karena beliau sudah memiliki banyak judul ceramah dan juga ia banyak menulis buku. Seperti yang diungkapkan beliau kepada penulis. “Kalo kendaraan apa ga ada, semua nyaman. Bahan itu kan sudah dipersiapkan dari awal, abang menulis buku kan banyak, judul ceramah udah seribu lebih, liat aja di facebook tuh jadi kalo sekarang udah ga menyiapkan lagi. Sudah ngeliat mukanya udah tau nih oooh ini kematian giiitu orang tua semua jama‟ah nya judulnya alam kubur. Kalo ngeliat kaya antum itu lain lagi judulnya yaaa generasi Qur‟anniyah.”64 Adapun kesulitan-kesulitas yang ditemui Ustadz Arifin biasanya hanya kesulitan yang berhubungan dengan teknis saja, Ustadz Arifin mengungkapkan: “Kesulitan itu biasanya teknis. Misalnya suatu daerah itu sambutannya 10 orang gitu di kampung, namanya RT sambutan, RW sambutan, lurah sambutan, camat sambutan jadi acara sambutannya banyak banget. Pegel itu nungguin gitu itu. Kemudian MC yang kadang-kadang kaya penceramah. Mc itu ya mc dia hanya membuka jalan tapi dia yang kaya penceramahnya, panjang bener, pake puisi-puisi, pake ceramah lagi, sekalian aja berceramah dia. Kemudian terlambat waktu, mulai jam 9 ternyata kita sudah datang eh jam 11 baru mulai. Itu teknis sekali bagi abang kesulitan itu.”65 Menurut pengamatan penulis, kesulitan yang banyak ditemui Ustadz Arifin adalah hal teknis saja seperti telatnya dimulai acara meskipun beliau sudah datang tepat waktu. Dan hal yang biasanya ia temui di suatu daerah yaitu banyaknya tokoh-tokoh masyarakat di suatu daerah yang memberi sambutan, seperti ketua 64
Wawancara peneliti dengan Ustadz Muhammad Arifin Ilham, pada tanggal 22 Oktober 2014, di rumah Ustadz Muhammad Arifin Ilham. 65 Wawancara peneliti dengan Ustadz Muhammad Arifin Ilham, pada tanggal 22 Oktober 2014, di rumah Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
71
RT, ketua RW, dan sebagainya. Hal itu dilakukan karena para tokoh-tokoh yang memberi sambutan seakan terlihat “gila” hormat, atau butuh apresiasi yang tinggi karena telah mendatangkan da‟i kondang di daerahnya. Selain para tokoh masyarakat tersebut, hambatan juga ditemui pada diri Master Ceremony (MC), biasnya MC lupa dengan tugas sebenarnya yang hanya membuka jalan, dan mengarahkan acara. Tapi terkadang beberapa MC tampak seperti penceramah sebenarnya, dengan bersikap bercerita panjang seperti ceramah, dengan menggunakan puisi-puisi dan sebagainya. 4. Tujuan dakwah Seperti pembahasan pada bab sebelumnya bahwa strategi dakwah merupakan perpaduan dari perencanaan (planning), metode dan taktik untuk mencapai tujuan dakwah. Dan berdasarkan pengamatan penulis dari hasil wawancara Ustadz Arifin Ilham bahwa tujuan dakwah beliau tidak hanya untuk membuat orang bertaubat melainkan agar orang yang mendengar ceramahnya menjadi juru dakwah lagi. Beliau mengungkapkan: “Bagaimana juru dakwah itu mengolah orang yang di dakwahi-nya bukan hanya bertobat tapi menjadi juru dakwah lagi. Annajih Mamunannajih orang itu disebut sukses bila bisa membuat orang lain sukses karena Allah makanya tidak hanya anfi dalam medan dakwah, selesai itu masih berlanjut do‟aaa karena itu pendekatan yang luar biasa makanya tadi dengarkan selalu mendoakan jemaah zikir padahal kita bersama disitu. Dalam sholat malam mendoakan jemaah zikir, dalam makan keluarga doakan jemaah zikir mendoakan mujahidin subuh-subuh (liat kan tadi bagaimana) mana ada cari masjid doa‟in mujahidin. Itu dari tahun 94 Allah manshur mujahidin di Iraq Allah menjadikan mujahidin”66
66
Wawancara peneliti dengan Ustadz Muhammad Arifin Ilham, pada tanggal 22 Oktober 2014, di rumah Ustadz Muhammad Arifin Ilham.
72
Jadi penulis memahami bahwa tujuan dakwah dari seorang da‟i dapat dibilang sukses atau berhasil apabila dapat membuat orang lain yang mendengar ceramahnya sukses juga karena Allah. Sukses yang dimaksud Ustadz Arifin Ilham disini bukan hanya sukses karena bertaubat saja melainkan dapat menjadi juru dakwah lagi bagi orang lain.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penilitian yang penulis lakukan tentang Strategi Dakwah Ustadz Muhammad Arifin Ilham di Kalangan Masyarakat Kota, penulis dapat menghasilkan kesimpulan akhir dari penulisan karya ilmiah ini yaitu sebagai berikut: Bebicara tentang dakwah adalah berbicara tentang komunikasi, karena komunikasi merupakan kegiatan informatif, yakni agar orang lain mengerti dan memahami kegiatan persuasif, menerima paham atau keyakinan, melakukan paham atau keyakinan, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu dalam menjalankan kegiatan yang bersifat mengajak diperlukan sebuah strategi. Strategi dakwah merupakan perpaduan dari rencana (planning), metode dan taktik untuk mencapai tujuan dakwah. Dalam mencapai tujuan tersebut dibutuhkan pemikiran-pemikiran yang matang baik teknik maupun taktik yang harus dilakukan seorang da‟i dalam mencapai tujuan dakwahnya.
73
74
Sesuai dengan metode dakwah yang ada di dalam ayat suci al-Qur‟an tepatnya di surah an-Nahl ayat125 yang berbunyi: ْرََّبكَ ُهىَ أَعْلَمُ ّبِمَنْ ضَلَ عَن
َسنُ إِّن َح ْ َحسَنَ ِة وَجَادِلْهُمْ ّبِالَتِي هِيَ أ َ ْعظَةِ ال ِ ْادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَِّبكَ ّبِالْحِكْمَ ِة وَالْ َمى َسَبِيلِ ِه وَ ُهىَ أَعْلَمُ ّبِالْمُهْتَدِين
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Penulis memahami metode dakwah yang terdapat dalam al-Qur‟an terbagi menjadi tiga; Bil-Hikmah, mau‟idzah al-Hasanah, dan al-Mujadalah. Namun Ustadz Arifin Ilham dalam menjalankan aktivitas dakwahnya di kalangan masyarakat kota lebih menekan pada penggunaan metode Bil-Hikmah dan mau’idzah al-Hasanah. Karena ucapan-ucapan yang beliau sampaikan tepat dan benar sehingga dapat menyelaraskan dengan kondisi objektif mad‟u, dan beliau mampu memberikan nasihat kepada orang lain dengan cara yang baik, dengan bahasa yang baik, yang dapat menyentuh hati, yang berkenan di hati serta memberikan kenyamanan kepada orang lain tanpa membuat mad‟unya merasa tersinggung. Mengingat ciri masyarakat kota yang cara berfikir rasional, maka Ustadz Arifin Ilham mampu menggunakan bahasa yang cocok untuk dipahami serta menggunakan dalil aml yang jarang digunakan oleh da‟i lain pada tiap ceramahnya. Selain itu pentingnya faktor waktu yang berjalan begitu cepat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan bagi masyarakat kota. Tidak hanya membuat
75
Ustadz Arifin menunggu untuk didatangi oleh mad‟unya, namun sesekali ia yang menggunjungi mad‟unya. Dan tidak hanya itu contoh-contoh keteladanaan selalu ia tunjukkan dengan menggunakan pakaian atasan dan bawahan berwarna putih hal ini dilakukan semata-mata agar terlihat sederhana, karena seperti yang diketahui biasanya masyarakat kota hidup dengan kondisi yang berlebih, ingin terlihat kaya, ingin terlihat lebih modis dengan pakaian yang berwarna-warni, namun beliau tetap konsisten dengan pakaian putih-putihnya. Hal ini ia lakukan karena pakaian putih merupakan kesukaan nabi, selain itu energi pakaian putih merupakan energi ibadah, energi dakwah, dan tentunya kesederhanaan di mata Allah SWT karena Allah SWT melihat seseorang bukan hanya dari pakaiannya yang bagus yang berwarna-warni namun dari amal shaleh dan taqwanya seseorang kepada-Nya. B. Saran Selaku penulis yang melakukan penelitian berkaitan dengan strategi dakwah seorang da‟i di kalangan masyarakat kota, ada beberapa catatan dalam kesimpulan yang telah penulis ungkapkan sebelumnya. Tujuannya agar bisa menjadi catatan dan evaluasi bagi Ustadz Arifin Ilham. Meskipun tidak selalu menggunakan dua dari tiga metode dakwah yang ada, sebaiknya di setiap kesempatan da‟i berceramah di depan umum tidak ada salahnya menggunakan metode alMujadalah atau cara berdiskusi yang baik karena dengan perdebatan-perdebatan yang dilakukan dengan berdasarkan dalil-dalil Qur‟an hadits tentunya dapat membuat mad‟u leih terbuka pikirannya, lebihyakin memahami tentang ajaranajaran agama Islam yang disampaikan da‟i di tiap ceramahnya.
76
Selanjutnya untuk penyelenggara zikir akbar yang tiap bulan rutin dilakukan di masjid Az-Zikra, sebaiknya lebih memperhatikan mad‟u yang berada di area belakang dan lantai dasar masjid. Karena banyak mad‟u yang merasa tidak melihat secara langsung da‟inya berceramah banyak mad‟u yang duduk di masjid sambil makan, tentu hal ini mengganggu mad‟u lain serta membuat tidak kondusif bahkan membuat area masjid menjadi kotor. Saran berikutnya adalah kepada peneliti selanjutnya yang ingin menjadikan penelitian ini sebagai refrensi bahan penelitiannya, maka diharapkan untuk leih kritis terhadap permasalahan yang diteliti. Serta mengembangkan materi yang sudah ada dalam skripsi ini. Sebab penelitian ini masih jauh dari sempurna, tentunya
ada
kesalahan
dan
kekurangan
didalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abda, Slamet Muhaimin. Prinsip-Prinsip Metode Dakwah. Surabaya: Al-Ikhlas, 1994. Amin, Samsul Munir. Ilmu Dakwah. Jakarta: AMZAH, 2009. Amin, M. Mansyur. Dakwah Islam dan Pesan Moral. Yogyakarta: Al-Amin Press, 1997. Aripudin, Acep dan Syuksiadi Sambas. Dakwah Damai; Pengantar Dakwah Antar Budaya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007. Azis, Moh Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana, 2004. Basrowi. Pengantar Sosiologi, Depok: Ghalia Indonesia, 2005, Cet. ke-1. Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010. David, Fred R.. Manajemen Strategi dan Konsep. Jakarta: Prenhalindo, 2002. Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Rosdakarya, 2002. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Can Hoeve, 1999. Fadhlullah, Muhammad Husain. Metodologi Dakwah al-Qur’an. Jakarta: Lentera, 1997, Cet ke-1. Faizah dan H. Lalu Muchsin Efendi. Psikologi Dakwah. Jakarta: Kencana, 2006. Fauzi, Nurul. Dakwah-Dakwah Yang Paling Mudah. Gresik: Putra Pelajar, 1999, Cet ke-2. Ghazali, M. Bahri. Dakwah Komunikasi. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997, Cet. ke-1. Hidayat, Nurul. Metodologi Penelitian Dakwah Dengan Pendekatan Kualitatif. Jakarta: UIN Press, 2006. Helmi, Masdar. Problem Dakwah Islamiyah dan Pedoman Mubaligh. Semarang: CV. Toba Putra, 1969.
77
78
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta, Aksara Baru, 1989. Krisyantono, Rachmat. Tehnik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Pranada Group, 2007, Cet. ke-2. Mahfud, Ali. Hidayah Al-Mursyidin ila Thuruq al-Wa’ziwa al-Khitabah. Beirut: Darul Ma‟arif, tt. Munsyi, Drs. Abdul Kadir. Metode Diskusi Dalam Dakwah. Surabaya, Al-Ikhlas, 1987. Moelong, Lexy J.. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1993, Cet ke-10. Murtopo, Ali. Strategi Kebudayaan. Jakarta: Center for Strategic and International Studies CSIS, 1978, Cet ke-1. Muhiddin, H. Asep. Metode Pengembangan Dakwah. Bandung: Pustaka Setia, 2002, Cet ke-1. Muhtaram, Zaini. Dasar-Dasar Manajemen Dakwah. Yogyakarta: Al-Amin Press Dan IFKA, 1966. Munir, M.. Metode Dakwah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998. Munir, M. dan Wahyu Ilahi. Manajemen Dakwah. Jakarta: Rahmat Semesta, 2006. Nurjaman, Kadar, S.E., M.M. dan Khaerul Umam, S.IP, Mag,.,M.Si., Komunikasi dan Public Relation. Bandung: Pustaka Setia. 2012. Nasuhi, Hamid. Dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. CeQDA, 2007 Noor, Farid Ma‟ruf. Dinamika dan Akhlak Dakwah. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1981. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta, Balai Pustaka, 2005. Razak, Dr. Yusron. Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam. Ciputat: Lembaga Sosiologi Agama, 2008. Ruslan. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2004.
79
Sa‟id bin Ali bin Wahif al-Qathani. Dakwah Islam Dakwah Bijak. Shaleh, Abdul Rosyad. 1987.Manajemen Dakwah Islam. Jakarta: Bulan Bintang. Shihab, Quraish.1992.Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan. Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005, Cet ke-38. Steiner, George A.. Kebijakan dan Strategi Manajemen, Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 1997, Cet ke-2. Syukir, Asmuni. Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al-Ikhlas, 1983. Wawancara Pribadi dengan Ustadz Muhammad Arifin Ilham, Bogor, 22 Oktober 2014. Ya‟kub, Ali Mustafa. Sejarah Dan Metode Dakwah Nabi. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997. Zaidan, Karim. Asas al-Dakwah, diterjemahkan. M. Asywadie Syukur dengan judul Dasar-Dasar Ilmu. Jakarta: Media Dakwah, 1979
80
80
Transkrip Wawancara
Narasumber
: Ustadz Muhammad Arifin Ilham
Tempat
: Rumah Ustadz Muhammad Arifin Ilham Komplek Perumahan Muslim Bukit Az-Zikra Sentul Desa Cipambuan, Babakan Madang, Sentul Selatan
Tanggal dan Waktu
: Rabu, 22 Oktober 2014, pukul 07.00 - 09.00 WIB
1. Bagaimana persiapan pak Ustad Arifin Ilham sebelum berdakwah? Apakah menyiapkan materi dakwah terlebih dahulu atau tidak? Jawab: Jelas materi disiapkan, sebelumnya dapat informasi dulu yang didakwahi siapa? Jadi materi itu melihat siapa yang didakwahi. Mad’u, jadi ada mad’u, ada mada, ada dakwah ada da’i. Itu penting itu. Jadi bahan, bahan itu ditentukan oleh siapa yang kita ceramahi. Kemudian yang ketiga, penampilan. yang keempat hati yang bersih. Nah kalau di garis lurus cara mengajar lebih penting daripada bahan, biar bahan bagus kalau cara nyampeinnya ga bagus. Nah kemudian hati dan akhlak dari seorang guru lebih penting dari pada cara penampilannya. Jadi keikhlasan keistiqamahan tanNabiyal hikam minallisanihi minajliikhlasih waistiqamatihi. Keluarlah hikmah-hikmah dari lisannya karena keihklasan dan keistiqamahannya. Malah ulama-ulama dulu sebelum ceramah, istigfar dulu sebelum ceramah, sholawat dulu sekian puluh kalisebelum ceramahnya.Tidak seperti Kiyai anu afafafa(sambil bergaya merokok) kiyai anu fafafafafa (sambil gaya merokok) jadi ngamen itu. Dulu bener-bener dakwah itu membawa kesadaran, membawa orang taubat, membawa orang menangis.Sekarangbanyak ngecap, banyol jadi Quran Hadits itu dimuntahkan lagi karena guyonan-guyonan yang tidak perlu. 2. Apakah ada pendekatan-pendekatan khusus yang dilakukan pak Ustadz sebelum memberikan tausiyahnya? Kalau ada, bagaimana pendekatannya? Jawab: Ya, ya salah satunya mengenal dulu medan dakwah. Apa yang disampaikan itu........Jadi esensi dakwah itu kan........bagaimana juru dakwah itu mengolah orang yang di dakwahinyabukan hanya bertobat tapi menjadi juru dakwah lagi.Annajih Mamunannajih orang itu disebut sukses bila bisa membuatorang lain sukses karena Allah makanya tidak hanya anfi dalam medan dakwah selesai itu masih berlanjut do’aaa karena itu pendekatan yang luar biasa makanya tadi dengarkan selalu mendoakan jemaah zikir padahal kita bersama disitu. Dalam sholat malam mendoakan jemaah zikir, dalam makan keluarga doakan jemaah zikir mendoakan mujahidin subuh-subuh (liat kan tadi bagaimana) mana ada cari
masjid doa’in mujahidin. Itu dari tahun 94 Allah manshur mujahidin di IraqAllah menjadikan mujahidin 3. Adakah perbedaan materi dakwah yang diberikan terhadap mad’u yang berpendidikan tinggi maupun berpendidikan rendah? Jawab: Jelas beda dong, sangat. Tapi intinya touch sentuhan harus selalu, abang tuh menggunakan dalil quran, dalil hadits, dalil aqli emapat dalil aml. Orang sering tidak membahas dalil aml ini, dalil aml ini fakta. Qur’an hadits aqli dalil aml, aml itu faktual. Jadi setiap membahsas ceramah itu dalemnya selalu isinya menyentuh,touch. Coba antum tiap ceramah abang pasti ujungnya menyentuh karena Allugho Azzauqoh bahasa itu rasa nah itu yang bisa menggait orang itu untuk bertaubat, gimana orang mau bertobat kalo engga disentuh. 4. Apa yang menjadi tolak ukur pak Ustadz bahwa tausiyah yang diberikan dapat diterima dengan baik oleh mad’u? Jawab: Gampang, selesai itu udah hijrah. Beliau mendengar dakwah berubah (menunjuk ke orang yang disebelahnya), beliau mendengar dakwah berubah (menunjuk ke orang yang disebelahnya) keliatan besoknya. Makanya abang senang kalau acara malam besoknya ada acara lagi subuh di masjid. Controling langsung kan, tadinya masjid hanya 2 saf begitu subuh sudah ramai di daerah-daerah itu kan. Kaya kemarin di Aceh malamnya Tabligh Akbar di Masjid Raya nya besok subuuuuh kita sholat di lapangan anu, udah besok subuhnya lapangan isinya 50ribu jamaah, liatkan di fb. 5. Apakah ada evaluasi terhadap isi materi dakwah setelah memberikan tausiyah kepada mad’u? Jawab: Ya evaluasi itu setiap saat karena itu program tugas hidup, lima; ibadah, amal shaleh, akhlak mulia,dakwah, muhasabah diri. Jadi semua hal harus masuk dalam lima point ini. Apapun rumah tangga ibadah, amal shaleh kemudian jadi akhlak. Rumah tangga jadi dakwah. Bayangkan abang terang terangan loh nikah itu, yakan? Poligami terang terangan. Masuk televisi, facebook, nih bini dua, begitu. Abang ga sependapat dengan nikah sirih tuh, nikah sembunyi-sembunyi, melawan hadits Nabi. Nikah itu syiar. Jadi orang nikah sembunyi-sembunyi itu ga benar. Yang benar bahasanya doang, nikah dibawah tangan, jangan disebut nikah siri. 6. Adakah kesulitan-keslitan yang ditemukan selama memberikan tausiyah? Kalau ada, bagaimana pak Ustadz menyikapinya? Jawab: Kesulitan itu biasanya teknis. Misalnya suatu daerah itu sambutannya 10 orang gitu di kampung, namanya RT sambutan, RW sambutan, lurah sambutan, camat sambutan jadi acara sambutannya banyak banget. Pegel itu nungguin gitu itu. Kemudian MC yang kadang-kadang kaya penceramah. Mc itu ya mc dia hanya membuka jalan tapi dia yang
kaya penceramahnya, panjang bener, pake puisi-puisi, pake ceramah lagi, sekalian aja berceramah dia. Kemudian terlambat waktu, mulai jam 9 ternyata kita sudah datang eh jam 11 baru mulai. Itu teknis sekali bagi abang kesulitan itu. Kalo kendaraan apa ga ada, semua nyaman. Bahan itu kan sudah dipersiapkan dari awal, abang menulis buku kan banyak, judul ceramah udah seribu lebih, liat aja di facebook tuh jadi kalo sekarang udah ga menyiapkan lagi. Sudah ngeliat mukanya udah tau nih oooh ini kematian giiitu orang tua semua jama’ah nya judulnya alam kubur. Kalo ngeliat kaya antum itu lain lagi judulnya yaaa generasi Qur’anniyah. Abang selesai dulu sih baru nikah, mestinya abang semester 3 udah nikah Cuma orang tua ga setuju dengan calon yang bukan karena kuliahnya. Sudah 3kali mau nikah tapi orang tua ga setuju akhirnyaselesai kuliahbaru nikah, tapi abang nikah sudah ada rumah, ada mobil, udah haji, udah mapan, baru nikah. Jadi orang dilamar juga ga nolak ibaratnya sudah ada sangkarnya, burungnya juga udah ada temennya, yang ga ada........(membahas anak pembantunya yang masuk Islam).....................jadi bagaimana omongan kita itu jadi tajam, sekali ngomong orang langsung plok begitu jadi bukan karenakita pintar tetapi karena kita di Ridhai oleh Allah menjadi wasilahnya, makanya kuncinya mendekatkan diri kepada Allah sungguhsungguh Waqadfaazal Muttaqun Hattadakwah menanglah orang bertaqwa, dalam semua urusan. Kenapa kiyai-kiyai ga bikin orang sadar? Nah kiyainya aja ga sadar, ngajar kalo ga ada amplopnya ga ngajar. Kenapa kiyai ko ga ngisi isroq di kampung masing-masing? Kaga ada yang perhatiin gue beegiitu jawabannya. Padahal masjid, masjid beliau mestinya beliau dengan ikkhlas mengajar di kampung itu, ceramah ada yang diterima, ada yang di tolak...amplopnya..terima manfaatkan kan banyak anak yatim banyak pesantren. 7. Kenapa disetiap kesempatan pak Ustadz lebih sering tampil menggunakan atasan dan bawahan warna putih? Apakah ada filosofis tersendiri? Jawab: Yaaa jelas dong, dulu kan pertama kesukaan Nabi kata Aisyah Nisfanjammal (separuh keindahan) orang kalo jelek pake putih tetep jelek sih hehe tapi lama-lama cakep. Kemudian energi putih itu kan energii ibadah, energi dakwah, energi taat, ihram ajakan putih, kenapa ga pakaian hitam gitu ihram, kenapa putih? Dan Nabi paling suka dengan pakaian-pakaian putih meskipun Nabi menggunakan pakaian yang lain. Dan abang tidak selalu putih sih kadang-kadang ganti-ganti dan putih itu nyaman eee jadi ga ketauan ganti-gantinya gitu padahal itu-itu aja gitu pakaiannya yaaa sederhana yakan? kemudian ga repot, coba pakaiannya warna-warni..Arifin Ilham juru dakwah yaangg aduuh kaya artis pakai ini pakai jubah ini nanti acara ini ganti lagi pakai make up lagii beeh cape itu. Udah begini aje sederhana sarung yang pentingkan bininya 2 ehehehe 8. Adakah himbauan bagi mad’u untuk mengenakan pakaian putih-putih? Atau mereka hanya spontanitas saja? Jawab: Ada himbauan tapi mereka lebih melihat kepada keteladanan. Kalo abang selalu putih konsisten, yaa ngikutt ini sekarang tanpa disuruh, ini ceramah di Pasar Rebo, Abang ga bilang pakaian putih tapi mereka berpakaian putih. Ke Aceh ga bilang heey masyarakat
Aceh besok Ustadz Arifin ceramah pakai pakaian putih.....ngga ada begitu. Ustadz Arifin ceramah udah langsung pakaian putih mereka.
9. Selama pak ustadz berdakwah, apakah pak Ustadz pernah mengunjungi salah satu mad’unya untuk sekedar bersilaturahmi atau ngelayat kepada keluarga mad’u yang sedang terkena musibah? Jawab: Yaa banyak itu, malah ada salah satu yang masuk Islam gara-gara dikunjungi salah satunya Pak Fred, Joni AO (arsitektur rumah Ustadz Arifin) salah satunya karya beliau ini (menunjuk ke sekeliling rumahnya) Abang datengin lagi mabok itu. sekarang jadi hamba Allah, coba kalo yang datengin model radikal langsung di hajar kali itu, orang mabok ini gimana bertaubatnya dia. Makin benci dia dengan Islamlan fadlu min hauli fa’fuanhuKalau kau keras hati, keras kepala, keras tangan, liat mereka meladeni kamu, maafkan mereka, ajak dengan cara yang baik bil hikmah akhirnyaa jadi sahabat kita, taubat dia. Baaaanyak yang bertaubat melalui didatengi itu nah jangan malas jadi juru dakwah itu makanya sebaik-baiknya juru dakwah itu .....mendatangi dan didatangi. Ada juru dakwah centong itu mendatangiii jemaah tabligh tuh. Ada lagi juru dakwah gentong, orang mendatanginya karena minta air minta nasihat. Nah sebaik baik itu gentong dan centong, dia mendatangi dia juga di datangi. Tanda dakwahnya berhasil orang datang ke dia, kangen sama dia, karena itu sebaik baiknya juru dakwah.
Peneliti
Narasumber
Muhammad Yusra Nuryazmi
Ustadz Muhammad Arifin Ilham
Foto Peneliti bersana Narasumber saat melakukan Wawancara di Kediaman Ustadz Arifin Ilham.
Foto Peneliti bersana Narasumber saat melakukan Wawancara di Kediaman Ustadz Arifin Ilham.
Foto Peneliti bersana Narasumber saat melakukan Wawancara di Kediaman Ustadz Arifin Ilham.
Foto Peneliti bersana Narasumber saat melakukan Wawancara di Kediaman Ustadz Arifin Ilham.
Foto Peneliti bersana Narasumber saat melakukan Wawancara di Kediaman Ustadz Arifin Ilham.
Foto Peneliti bersana Narasumber saat melakukan Wawancara di Kediaman Ustadz Arifin Ilham. Beliau ditemani oleh Istrinya.
Foto Peneliti bersana Narasumber di Kediaman Ustadz Arifin Ilham.
Foto Peneliti bersana Narasumber saat melakukan Wawancara di Kediaman Ustadz Arifin Ilham.
Foto Peneliti bersana Narasumber saat melakukan Wawancara di Kediaman Ustadz Arifin Ilham.
Foto Peneliti dan rekan nya bersana Narasumber di Kediaman Ustadz Arifin Ilham.
Foto Suasana Dzikir Akbar 4 Januari 2015 di Masjid Az-Zikra Sentul, Bogor.
= Foto Suasana Dzikir Akbar 4 Januari 2015 di Masjid Az-Zikra Sentul, Bogor.
Foto Suasana Dzikir Akbar 4 Januari di Masjid Az-Zikra Sentul, Bogor.
Foto Suasana Tempat Parkir di Masjid Az-Zikra Sentul, Bogor.
Foto Suasana Tempat Parkir di Masjid Az-Zikra Sentul, Bogor.
Foto Suasana Tempat Parkir di Masjid Az-Zikra Sentul, Bogor.
Foto Suasana di dalam Masjid Az-Zikra. Ustadz Arifin Ilham bersama Tokoh Agama lainnya.
Foto Suasana di dalam Masjid Az-Zikra. Ustadz Arifin Ilham bersama Tokoh Agama lainnya.
Foto Suasana di dalam Masjid Az-Zikra setelah melakukan Tapping Program Cahaya Hati.