NILAI–NILAI PANCASILA DALAM MEMPERTAHANKAN KELANGSUNGAN HIDUP BANGSA DAN NEGARA
OLEH : UNTUNG PRASETYO NIM : 11.12.5943 Kelompok :I Program Studi : S1-Sistem Informasi DOSEN : Mohammad Idris.D,Drs,MM
STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KAMPUS TERPADU : Jl.Ring Road Utara, Condong Catur, Yogyakarta Telp. (0274) 884201 – 204, Fax : (0274) 884208 web : http://www.amikom.ac.id
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, atas rahmat Tuhan yang Maha Esa, makalah tentang, “NILAI-NILAI PANCASILA DALAM MEMPERTAHANKAN KELANGSUNGAN KEHIDUPAN BANGSA DAN NEGARA” Telah terselesaikan. Makalah ini disajikan merupakan tugas akhir, guna menjadi sarat, telah menyelesaikan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaran di lingkungan kampus tepadu STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. Dan bisa jadi referensi bagi kita untuk lebih pancasilais, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Makalah yang disusun ini guna mendapatkan nilai akhir dalam kegiatan belajar mengajar di Strata satu Sistem Informasi (S1-SI). Demikian makalah ini di buat guna menjadikan salah satu sarat telah mengikuti kegiatan belajar mengajar 2SKS Pendidikan Kewarganegaran.
YOGYAKARTA, 20 OKTOBER 2011 PENYUSUN, UNTUNG PRASETYO NIM :11.12.5943
1
ABSTRAKSI Pancasila adalah teks kenegaraan bagi bangsa Indonesia, sebab rumusan sila-sila yang terdapat di dalamnya secara konstitusional dipandang sebagai dasar falsafah atau landasan ideologi negara Republik Indonesia. Karena merupakan teks penting kenegaraan, ia sekaligus merupakan wacana bahan bacaan dan perbincangan bangsa Indonesia dalam membahas persoalan-persoalan yang berhubungan dengan kehidupan, negara, bangsa, tanah air dan sejarah yang dijalani bangsa Indonesia baik sejak awal kemerdekaan hingga kini Tetapi sebagai teks, rumusan-rumusan dalam dasar falsafah negara kita ini, selalu terbuka kepada berbagai penafsiran. Itulah yang terjadi dalam sejarahnya. Pada era Demokrasi Terpimpin (1959-1965) yang disebut “pancasilais” tidak sama dengan penyebutan yang dimaksudkan selama pemerintahan Orde Baru (1967-1998). Para pendiri republik ini yang dipandang paling bertanggung jawab terhadap Pancasila memberikan penafsiran yang relatif berbeda berkenaan dengan sila-sila yang terdapat di dalamnya Bung Karno lebih banyak berbicara dalam konteks politik kenegaraan, Mohammad Hatta berusaha menerjemahkannya menjadi sistem ekonomi yang menempatkan kedaulatan rakyat sebagai pilar utamanya. Kedua pemimpin itu setuju bahwa Pancasila sebagai ideology kenegaraan dan dasar sistem ekonomi lebih mendekati ?sosialisme? dibanding ?kapitalisme?. Tetapi sepanjang pemerintahan Orde Baru hingga kini, kapitalismelah yang lebih leluasa mengembangkan sayap dan menguasai kehidupan ekonomi dan sosial budaya masyarakat Indonesia Situasi ini mengundang persoalan dan mesti dipikirkan kembali oleh anak bangsa dalam menyongsong masa depan bangsa yang tidak menentu. Begitu pula dalam upaya menempatkan bangsa kita bermartabat dan tehormat di tengah pergaulan bangsa-bangsa lain di dunia
2
LATAR BELAKANG MASALAH Pancasila sebagai falsafa hidup bangsa indonesia, digali dari nilai-nilai luhur bangsa, baik nilai budaya, adat istidat, nilai agama, maupun nilai-nilai perjuangan, terutama nila-nilai dalm sejarah bangsa indonesia, melepaskan diri dari belenggu penjajahan yang berlangsung ratusan tahun lamanya. Keterpasuan nilai yang mengkristal dalam rumusan lima sila yang saling jiwa menjiwai mulai dari sila ke satu sampai dengan sila yang merupakan satu sistem nilai dalam sistem filsafat kemanusianan. Suatu nilai yang bersifat “abstrak” yang melekat pada diri setiap anak bangsa indonesia, dimana unsur-unsur inti mutlak yang secar keseluruhan dan bersama-sama merupakan kesatuan dan menjadiakan Pancasila ada. Sebagai ideologi, Pancasila merupakan keterbukan dari diri manusia sebagai mahluk individu yang tikad dapat dipisahkan dengan dirinya sebagai mahluk sosial, yang menjadiakan Pancasila terpisah dan berbeda dengan liberalisasme, tepisa dan berbeda dengan komunisme, terpisah dan berbeda denga kapitalisme. Keterkaitan manusia sebagai mahluk individu dalam Pancasila, mecerminkan asas hidup yang berpangkal pada tingkat hubungan kodrat kemanusiaan yaitu hubungan manusia dengan tuhan ( sila 1 ), hubungan manusia dengan manusia ( sila 2 ), dan hubungan manusia dengan alam sekitar lingkungan ( sila 3 ), ketiga hubungan itu merupakan azas hidup, karena ketiganya adalah prasyarat untuk seseorang ada dan hidup. Sedangkan manusia sendiri mahluksosial dalam Pancasila , mencerminkan hubungan kodrat dakam dinamika kehidupan yaitu hubungan manusian dengan berbagai perbedan dan permasalahan yang harus dipecahkan dan diselesaikan secara demokrasi (Sila 4 ), dan hubungan manusia denan ke-Khalifan atau kepemipinan, mengharuskan peran pemimpin yang “adil” dalam berbagai pengambilan keputusan (sila 5 ).
3
RUMUSAN MASALAH Guna menjamin kelangsungan hidup Bangsa dan Negara dimasa depan, kepada Pemimpin dan Negarawan dituntut dan diharuskan meresapi, memanifestasikan dan mengatualkan nilai-nilai kodrati sendiri, yaitu nilai-nilai Pancasila itu disarkan kedalam 45 butir bahan Penataran, Penghayatan ,dan Pengalaman Pancasila (P-4) sesuai Tab MPR NO.II/1978. Suatu keharusan bagi setiap Pemimpin/Negarawan Untuk mengejawantahkan tiga dimensi nilai pancasila tersebut, antara lain dengan kemampuan dan kemauan mengamalkan 45 butir P-4 dalam 3 aspek kehedupan sekaligus, dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara Pemahaman, Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, pada dasarnya sangat ditentukan oleh adanya kesamaan persepsi tentang mankna/arti dari suatu “Nilai” dimana “Nilai adalah sifat atau kualitas yang melekat pada obyek”. Dengan kata lain, nilai-nilai Pancasila pada hakekatnya “melekat' pada diri setiap pribadi manusia Indonesia dalm sistem nilai Filsafat kemanusian. Terdapat tiga nilai yang saling terkait dan tidak dapta dipisahkan dalam Pancasila yang merupakan “margin of appresiation”, yaitu : 1. Nilai Spiritual Pancasila. Merupakan nilai yang merakt pada diri manusia Indonesia dalam dimensi pemikiran idealis yang dijadikan sebagai nilai dasar Pancasila yang dirumuskan /tertuang dalam pembukan Uud 1945. 2. Nilai Material Pancasila. Merupak kongkritisai dari nilai spiritual Pancasila sebagai nilai Instrumental, dalm dimensi pemikiran fleksibel, yeng dirumuskan dalam nerbagai norma/peraturan reundang-undangan (peratruan Per-UU-an). 3. Nilai Vital Pancasila. Merupakan kettatan atau kepatuhan terhadap norma (peraturan/per-UU-an), sebagai nilai praksis dalam dimensi pemikiran relitas, yang tercermin dalam perbuatan atau perilaku (etika dan moral). Pada hakekatnya, keterpaduan hubungan kodrati dalam filosofi pancasila merupkan filosofi yang memandang manusia secara kodrati mengemban tugas untuk melaksanakan nilai-nilai hidup dan nilai-nilai yang memangandung upaya ( lima sila). Hal ini karena nilai-nilai itu menjadi dasr keberadaan sekaligus penjamin kelangsunan keberadaanya, baik sebaai mahluk individual maupun sebaai, mahluk social. Oleh karena itu, nilai-nilai pancasila sangat penting ditanamkan pada diri setiap warga /rakyat secara kodrati yang di anugrahkan tersebut, sebagai pedomannya.
PENDEKATAN Aspek yang tertuang dalam makalah ini merupakan aspek, Yuridis dan Falsafat. Yaitu yuridi sendri menggambarkan tentang rumusan sila-silanya yang lima dan dijadikan landasan konstitusi dan yuridis dalam kehidupan bernegara, sedangkan Falsafat sendiri berarti pandangan hidup, sistem nilai dan gambaran dunia yang melatari kesepakatan atas perumusan dan pencetusannya sebagai dasar ideologi negara.
4
PEMBAHASAN A.NILAI SPIRITUAL PANCASILA (NILAI DASAR) Pancasila sebaai suatu sistem Nilai dalam sistem filsafat kemanusiaan diyakini sebaai suatu kebenaran hakiki oleh seluruh anak Bangsa Indonesia, dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Suatu sistem filsafat kemanusiaan yang memadukan keberadaan manusia sebagai mahluk individu yang tidak dipisahkan dengan keberadannya sebagai mahluk sosial, yang didalam dirinya mengandung nilai-niali spiritual Pancasila yang harus dipahami, dihayati dan diamalakn. Suatu nilai yang meruupakan kristalisasi dari nilai-nilai luhur bangsa, terutama niali-nilai yang bersumber dari ajaran agama yang dimiliki bangsa Indonesia, yang melkat pada setiap sila, mulai dari sila pertama sampai sila kelima. 1. Sila Pertama ( Ketuhanan Yang Maha Esa ) kunci dan titik sentral pemilihaan dari lima sial ada pada sila pertama, yaitu “ke-tuhanan”, karen Tuhan adalah dasra keberadan bagi mahluk pemberian kekuatan oleh- Nya, merupakan syarat bagi setiap gerakan, upaya, dan perbuatan pada mahluk-Nya. Semua agama di NKRI ini, meyakini keberadan Tuhan. Tuhan Maha Besar, Maha Pencipta, Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Segala sesuatu yang ada dan terjadi dalam kehidupan ini, adalah ciptaan dan atas kehendak tuhan. Kaum kristiani menyatakan bahwa Tuhan ada pada setiap Orang. Kaum Hindu/ Budha menyatakan, bahwa diri manusia merupakan rumah Tuhan yang harus dijaga kebersihannya dan dijauhkan dari hal-hal yang bertentengan dengan agama. Sedangkan kaum Islam, sesuai dengan Firman Tuhan (Allah) dinyatakan , bahwa “Allah ada sangat dekat dengan dirimu, tidak lebih dari kedua urat nadi lehermu”. Keberadan dan keesahan Tuhan ini, mendasari suatu kesepakatan untuk menetapkan “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sila pertama. 2. Sila Kedua (Kemanusian yang adil dan beradab) semua agama meyakini, bahwa manusia adalah mahluk ciptan tuhan yang palung sempurna,lebih sempurna dari binatang. Kalau binatng diberimakan, cenderung rebutan bahkan cakar-cakaran. Sedang manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan akal, akan membagikan secara “adil”. Binatang bila telah besar (dewasa) mau maumenggauli induknya, sedangkan manusia sebagai mahluk yang beradap tak akan mungkin ssebiadap yang dilakukan binatang. Sehubungan dengan ini, pada dasarnya manusia adalah mahluk yang “adil dan beradap”, yang taat dan patuh pada perintah agama, serta norma yang berlaku telah disepakati bersama yang tidak bertentangan dengan ajaran agama. Didasarkan pada pemikiran ini, Bangsa Indonesai bersepakat, merumuskan :Kemanusian yang adil dan beradab” sebagai sila kedua. Bangsa Indonesia sangat menentang ketidak adilan dan perbuatan yang tidak manusiawi, serta menentang penjajahan dalam bentuk apapun (Nasionalisme). 3. Sila Ketiga ( Persatuan Indonesia) pada umumnya semua agama meyakini, bahwa kehadiran manusia di dunia ini, semata-mata bertugas untuk menyebah dan mencitai “pencipta”. Hal ini sesuai Firman Tuhan dalam salah satu Kitab Suci (Al-Quran), mengatakan “tiada ku ciptakan jin dan manusia selain untuk beribadah kepda KU”. 5
Sehubungan dengan ini, manusia lainnya secara rukun, tenram dan damai, sehingga dengan tenang beribadah menyembah dan mencintai Pencipta. Untuk ini, Tuhan menganuhgerakan “Alam” dengan segala isisnya, yang dapat dikelola dan dimanfaatkan bersama. Nikmat dan Anugrah Tuhan yang sangat besar ini, harus dijaga, dipelihara, dan dimanfaatkan sebaikbaiknya, serta jangan sampai terjadi pengrusakan terhadap alam ciptaan Tuhan. Agar tidak terjadi kerusakan maka bangsa ini “harus bersatu”, tidak memperebutkan ruang hidup diatas kenikmatan tuhan yang memberikan sumber kehidupan bagi bangsa Indonesia dan bangsabangsa lain di dunia. Adanya ketentraman, kedamaian dan kerukunan dalam hidup ini, memungkinkan Bangsa ini dapat beribadh dengan tenang dan khusuk menyembah dan mencinati Pencipta (Tuhan). Dasar pemilihan ini, secar filosofis dituangkan dalam rumusan “Persatuan Indonesia” sebagai sila ketiga. Bangsa Indonesia cinta akan bangsanya dan seluruh bangsa di dunia (Internationalisme). 4. Sila Keempat (Kerakyatan yagn dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan). Firman tuhan dalam salah satu Kitab Suci (Al-Quran), yang intinya mengatakan bahwa “Manusia sengaja diciptakan Tuhsn berbeda-beda”, supaya saling mengenal. Tidak dapat dipungkiri, bahwa dengan adanya perbedaan, pasti ada ketidak sesuaian, ada gesekan, bahkan yang ber-tuhan dan beradab, yang mengiginkan persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan, ketentraman, kedamaian dan kerukunan hidup bersama, seyogianya dalam setiap menghadapi berbagai masalah sekecil apapun, diselesaikan secar “musyawarah”, demi tetap utuhnya persatuan dan kersatuan. Hitorogenitas masyarakat atau rakyat Indonesia dengan berragam aspirasi dan kepentingan, telah menempatkan penyelesaian secara musyawarah menjadi sangat penting, terutama dalam memelihara Persatuan dan Kesatuan Bangsa. Bertolak dari pikiran ini, dengan mempertimbangkan kemajemukan dari bangsa Indonesai dan menempatkan kedaulatan ditangan rakyat, maka dirumuskan Sila Keempat, yaitu “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan”. Dari rakyat di putuskan oleh rakyat dalam bentuk perUUan, dan dikembalikan kepada rakyat untuk di taati (democracy). 5. Sila Kelima (Keadilan sosial bagi serluruh rakyat indonesia) pada hakekatnya manusia dicitptakan tuhan di bumi sebagai “khalifah” atau pemimpin yang bertugas mengelola alam dan seisinya, sehingga berada daam kehidupan yang aman, tentram, damai, yang memungkinkan manusia melaksanakan kewajibanya dengan khusyuk dalam menyembah dan mencintai-Nya. Khalifah/ pemimpin yang memiliki kemampuan dan kenauan untuk memecahkan dan menyelesaikan berbagai masalah secara musyawarah, terhadap beragam macam kebutuhan manusia, baik kebutuhan sebagai mahluk individu maupun sebagai mahluk sosial. Dalam hal ini diperlukan pemimpin yang mampu dan mau mangambil keputusan yang dapat diterima oleh semua pihak sengan keputusan yang seadil-adilnya tanpa keberpihakkan. Didasarkan pada pemikiran ini, bangsa Indonesia bersepakat secara filosofis merumuskan “keadian sosial bagi seluruh rakyat indonesia”. Semua keputusan yang telah disepakati bersama, ditaati sebagai produk hukum yang ditegakkan dan dikenakan tindakna tegas/keras bagi siapa yang melanggarnya ( social justice).
6
B. NILAI MATERIAL PANCASILA (NILAI INSTRUMENTAL) Rumusan lima sila yang secara harfiah tertuang dalam Pembukan UUD 1945, pada hakekatnya merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai spiritual Pancasila kedalam nilai-nilai material Pancasila, sebagai “sumber dasar hukum” dalam kehidupan bermasyaratak,berbangsa dan bernegara dengan UUD 1945 (Pasal-Pasal UUD 1945) sebagai sumber hukumnya. Kongkritisasi dari nilai-nilai material Pancasila dirumuskan dalam berbagai Peraturan per-UU-an sebagai hasil pemikiran yang luwes dan fleksibel, disesuaikan dengan pandangan Geopolotik dan Geostrategi serta perkenbangan kemajuan iptek yang relatif berubah dengan cepat. Dalam hal ini, sangat diperlukan adanya pemimpin penentu kebijakan (pilihan rakyat), yang dalm dirinya melekat nilai-nilai spiritual Pancasila, yang mampuh dan mau membuat aturan, menerapkan aturan, dan menguji aturan yang didalamnya melekat nnilai-nilai material Pancasila sebagai Nilai Instumental. Menyikapi pengaruh aarus globalisasi dan situasi dalam negeri yang cenderung mengarah pada pembusukan Ideologi Pancasila, bahkan terdapat sebagian golongan tertentu yang masih mengiginkan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII), sangat diperlukan adanya pedoman baku yang jelas dan tegas dalm bentuk peraturan per-UU-an yang didalamnya memancarkan nilai- nilai material Pancasila. Hal ini bisa terjadi, apabila para penentu kebijaksanaan betul-betul memahami nilai dasra Pancasila dalam dimensi pemikiran idealis, maupun nilai instrumental Pancasila dalam dimensi pemikiran fleksibilitas sebagai landasan ideal dalam membuat peraturan per-UU-an. Dalam hal ini mau tidak mau untuk menghadapi indonesia dimasa depan, kita butuh dan kita harus menyipkan untuk memiliki pemimpin / negarawan yang Pancasilais yang dalam dirinya melekat nilai-nilia Pancasila. Suatu nilai yang terpatri dalam diri setiap anak bangsa, yang ditanamkan sejak dini, ,elalui pendidikan, pengajaran maupun pelatihan, baik melaui kegiatan formal, non formal maupu informal, terutama mulai dari organisasi terkecil dalam keluarga. Nilai-nilai spiritual Pancasila dengan 45 butir bahn P-4 seharusnya di tanamkan dari usia dini sebagai suatu kebiasan atau habit yang akhirnya menjadiakn suatu karakter, yang dengan sendirinya mudah memahami, menhayati dan mengamalakn pancasila sebagai jati diri bangsa Indonesia. Ke 45 butir bahan P-4 ini bukan merupakan suatu ukuran salah benarnya perbuatan seseorang, akan tetapi ke 45 butir ini melekat pada diri setiap orang yang membuatnya terhidar dariperbuaatan melanggar hukum atau melanggar peraturan per-UU-an yagn didalamnya memancar niali-nilai materi Pancasila. Dengan kata lain : “ mengamalkan nilia-nilai spiritual Pancasila secara uth, akan mencegah seseorang dalam perbuatan melanggar hukum”. Terkait dengan pembangunan karakter setidaktidaknya terdapat 6 (enam) unsusr pokok kebiasan atau habit yang perku ditanamkan dan dilatihkakn kepada setiap anak bangsa sejak usia dini, yang sesuai atau tidak bertentangan dengan ajaran agama, antara lain : 1. Karakter baik, adalah : a. orang yang jujur, tidak berbohong b. orang yang redah hati, tidak sombong c. orang yang bertanggung jawab
7
2.
Karater kuat, adalah : a. orang yang berani dalam kebenaran b. orang yang disiplin dalam keteraturan c. orang yang memegang teguh komitmen. Karater baik dan kuat semacam ini, sulit untuk diajarkan dan ditanamkan kepada orang dewsa, apalagi sudah berada dalam posisi kekuasaan,karena otaknya atau pikirannya sudah terpolusi oleh lingkungan, kecuali dilaksanakan daam suatu pendidikan dan latihan yang relatif keras dan terarah, dengan merubah mind set (pola pikir) atau merubah kebiasaan ke arah karakter yang diharapkan seperti selama ini dilaksanakan TNI/POLRI pada awal-awal pendidikan. Namun demikain bisa saja terjadi di lapangan, adanya ketidak sesuaian dengan karakter yang telah dibangun, karena pengaruh dari watak yang dibawa sejak lahir, akna mempengaruhi dan bisa muncul pada setiap saat yang tedesak. Berbagai macam cara dapat dilaksanakan dalam membangun karakter, terkait dengan ditanamkannya nilai-nilai spiritual Pancasila ( 45 butir bahan P-4 ) dalam diri setiap anak bangsa, antara lain seperti yang dicontohkan oleh seorang ibu rumah tangga asal Pare-Pare (Sulawesi Selatan). Seorang ibu pendidikan formal, namun mampuh dan berhsik menanamkan nilai-nilai spiritual kepada 15 anaknya, sebagai modal dasar dan bekal dalam perjuangan hidup didunia dan akhirat kelak. Seagai seorang ibu yang beragama islam, kepada setiap anak pada usia sampai dengan 6 (enam) tahun, ditanamkan untuk khatam kitab suci (Al-Quran). Dari usia 6 tahun sampai 12 tahun selama Sekolah dasar (SD) ditamankan adanya kejujuran. Lanjut ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) ditamankan kesabaran dan selama di Sekolah menengan Atas (SMA) ditanamkan adanya disiplin yang kuat. Kemudian selesai SMA, dengan bermodal kan kejujuran, kesabaran, dan disiplin setiap anak mengembangkan sediri bakatnya, yang dengan sendirinya mampuh dan mau memahami, mengahayati dam mengamalkan Pancasila. Alhamdulillah kesemuanya berhasil dalam mengabdikan diri bagi bangsa dan negara melalui profesinya masing-masing, dimana salah satu diantaranya ada yang jadi profesor/guru besar. (Kick Andy / Metro TV).
C.NILAI-NILAI VITAL PANCASILA (NILAI PRAKSIS) Ketaatan terhdap semua peraturan per-UU-an yang didalamnya melekat nilai-nilai material Pancasila, meruupakan syaatu perwujutan nyata dari pengamalan nilai-nilai spiritual Pancasila kedalam nilai-nilai vital atau nilai-nilai praksis Pancasila yang tercermin dalam berbagai peraturan atau perilaku (etika dan moral). Suatu perilaku yang menggabarkan pengejawantahan dari pengamalan Kelima Sila secara utuh dan terpadu yang pada setiap sila mengandung butir-butir Pancasila yang terdiri dari : 1.Sila Pertama, Ketuhanan yang Maha Esa : a. Bangsa Indonesia menyatkan kepercayan dan ketaqwan terhadap Tuhan yang Maha Esa. b. Manusia indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradap. c. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan pengamat kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan yang Maha Esa. d. Membina kerukunan hidup diantara sesama umat beragama dan berkepercayan terhadap Tuhan yang Maha Esa. e. Agama dan kepercayan terhaadap tuhan yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan yang Maha Esa yagn di percaya dan di yakininya. 8
f. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayannya masing-masing. g. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa. 2. Sila kedua, Kemanusian yang adil dan beradap : a. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai mahluk Tuhan yang Maha Esa. b. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keeturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya. c. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia. d. Menggembangkan sikap tenggang rasa. e. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain. f. Menjujung tinggih nila kemanusian. g. Gemar mengikuti kegiatan kemansian. h. Berani membela kebenaran dan kebajikan. I. bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia. j. Mengembangkan sikap saling hormat-menghormati dan bekerjasam dengan negara lalin. 3. Sila ketiga, Persatuan Indonesia : a. Mampuh meneptakan persatuan, kesatun, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi atau golongan. b. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa, apabila diperlukan. c. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa. d. Mengembangkan rasa kebangsan dan bertanah air indonesia. e. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdakan, perdamaian, abadi dan keadilan sosial. f. Mengembangkan peratuaran Indonesai atas dasar Bhineka Tunggal Ika. g. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan. 4. Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan : a. Sebangai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. b. Tidak boleh memaksakan kehendak terhadap orang lain. c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. d. Musyawarah utuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargan. e. Menghormati dan menjujung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarat. f. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarat. g. Didalam musyaawarah diutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi atau golongan. h. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yanng luhur. I. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan yang Maha Esa, mejujung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama. 9
j. Menberikan kepercayan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawarahan. 5. Sila Kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia : a. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongsn. b. Mengembang sikap adil terhadap sesama. c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. d. Menghormati hak orang lain. e. Suka memberikan pertolongan kepada orang lain agar dapat bediri sendiri. f. Tidak menggunakan hak milik untuk tanda-tanda yang bersifat pemerasan tehadap orang lain. g. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah. h. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang berkepentingan dengan atau merugikan kepentingan umum. I. Suka bekerja keras. j. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama. k. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial. Dengan tetap berpedoman pada lima sila yang telah dirinci kedalam 45 butir (lampiran TAP MPR No. II/MPR/1978) sebagai angka yang bersifat simbolik, tidak menutup kemungkinan terdapat beberapa pemahaman pada setiap butir, atau pembulatan beberapa butir penting dan mendesak, yang harus dikedepankan dalam menghadapi masa depan Bangsa Indonesia, terutama yang saat ini telah mengarah pada terjadinya benturan peradaban. Butir-butir ini harus ditanamkan dan dijadikan kebiasaan atau habit dalam diri setiap anak bangsa sebagai suatu karakter yang tidak tergoyahkan oleh engaruh apapun yang dapat memperkuat jati diri Bangsa sebagai Bangsa yang Pancasilais, terutama kepada seluruh pemimpin yang mendapat amanah dalam mewujudkan rasa aman dan harapan hidup sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemimpin yang memiliki kemampuan dan kemauan menegakkan hukum yang tegas, konsisten dan tidak memihak sesuai nilai-nilai Pancasila, sebagai pemimpin yang patut diteladani.
10
KESIMPULAN DAN SARAN Diharapkan tulisan ini, dapat berguna untuk meningkatkan pemahaman Pancasila. Perlu diyakini oleh seluruh anak bangsa bahwa keterpatuhan hubungan filosofi pancasila, mengharuskan pentingnya nilai-nilai pancasila ditanamkan pada diri setiap masyarakat NKRI. Untuk menjadikan masyarakat yang beriman dan bertaqwa (sila 1). bermoral dan berahlak (sila 2). mengggutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi atau golongan ( sila 3 ). Serta mampuh dan mau memecahkan ? Menyelesaikan masalah secara demokrasi ( sila 4). mampu dan mau mengambil keputusan yang seadil adilnya tanpa keberpihakan (sila 5).
11
REFERENSI Aku telalu cinta indonesia “Pancasila sebagai Teks Kenegaraan”, Adie Ahmed, 2010 Pancasila sebagai paradigma, Pipin Hanafiah.Drs, 2000 Lembaga Ketahanan Negara RI, “Kongkritisasi Nilai-Nilai Pancasila”,H.A.Gani jusuf, S.IP, 2010
12