STMIK “AMIKOM” YOGYAKARTA Nama:ROYISSAN NIM:11.02.8085 Kelompok: A Program Studi dan Jurusan:D3MI (Manajemen Informatika) Dosen: M.Khalis Purwanto,Drs,MM
“Kebudayaan Mencontek di Kalangan Pelajar”
Abstrak: Karya tulis yang berjudul kebudayaan mencontek di kalangan pelajar ini membahas tentang kebiasaan para pelajar dalam mencontek serta penyebab-penyebab kenapa para remaja itu mencontek,sehingga menjadikan kebiasaan mencontek ini sebagai tradisi nenek moyang yang turun temurun antar generasi hingga saat ini.
LATAR BELAKANG MASALAH: Ujian Akhir Nasional, dalam beberapa tahun terakhir selalu menjadi topik menarik menjelang pertengahan tahun / pergantian tahun ajaran. Setiap tahun selalu terjadi perubahan kebijakan dan standar nilai yang menjadi patokan akan lulus atau tidaknya seorang pelajar. Dan di setiap tahun pula peraturan-peraturan ini selalu menjadi pertentangan yang tergolong kontradiktif. Jika kita perhatikan tentang UAN dan kenapa banyak sekali kasus dimana para kalangan remaja melakukan contek-mencotek. Seringkali kita mendengar tentang solidaritas remaja yang kadang kala disalahartikan atau mungkin juga ini adalah dampak dari pergeseran nilai sosial sehingga para remaja sekarang mengartikan bahwa sikap solider itu adalah bagaimana kita membantu teman, baik itu dalam hal positif maupun negatif. Sikap solidaritas remaja dibagi menjadi dua hal, yaitu solidaritas yang positif dan solidaritas negatif, jika solidaritas ditanggapi secara positif oleh remaja sekarang maka dampaknya akan baik sekali untuk perkembangan kehidupan sosial mereka di masa yang akan datang. Tetapi jika sikap solidaritas ini sudah menyimpang dari arti yang sebenarnya inilah yang membuat sikap solidaritas itu sendiri menjadi negatif. Melihat fenomena ini kita juga sering melihat para siswa di sekolah misalnya pada saat ujian berlangsung mereka membantu temannya dengan cara memberikan jawaban dengan alasan bahwa itu merupakan sikap solider. Biasanya kalau kita tidak kasih jawaban sama temen yang Tanya kita dibilang pelit, tidak solider, padahal kita juga serba salah, gimana ya kalau gini kan artinya kita udah berbuat curang,
PERUMUSAN MASALAH: Atas dasar penentuan latar belakang dan mengidentifikasi masalah,maka dapat mengambil perumusan masalah sebagai berikut “pekembangan kebudayaan menconek di kalangan pelajar serta bagaimana mengatasinya”
PENDEKATAN:STUDI PUSTAKA Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah dengan melakukan studi pustaka.saya mencari bahan-bahan tentang prilaku dan kebiasaan para pelajar yang sering mencontek ini,melalui internet dan buku-buku yang berhubungan dengan dengan sifat dan kebiasaan pelajar dalam kegiatan/lingkungan sekolah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Sikap adalah “ perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan pendirian Sikap yang dalam Bahasa Inggris disebut (etitude).Attitude adalah segala suatu yang bereaksi terhadap suatu perangsang. adalah Dalam arti sempit sikap adalah pandangan atau kecenderungan mental. sikap (Attitude kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau) buruk terhadap orang atau barang. Sedangkan sikap dengan sejenis motif sosiogonis yang di peroleh melalui proses belajar. atau kemampuan internal yang berperan sekali mengambil tindakan, lebih – lebih bila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak dan bersedia beberapa alternatif. Sikap juga suatu individu-individu yang tidak hanya mempunyai gambaran mengenai objek dan subjek disekelilingnya, yang mempunyai perasaan terutama berkaitan erat dengan kebutuhan yang di miliki tiap-tiap individu.
PEMBAHASAN : Menyontek memiliki arti yang beraneka macam, akan tetapi biasanya dihubungkan dengan kehidupan sekolah, khususnya bila ada ulangan dan ujian. Biasanya usaha menyontek dimulai pada waktu ulangan dan ujian akan berakhir, namun demikian tidak jarang usaha tersebut telah dimulai sejak ujian dimulai.
Walaupun kata menyontek telah dikenal, sejak lama namun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata tersebut tidak dapat ditemukan secara langsung, kata menyontek baru ditemukan pada kata jiplak menjiplak yaitu mencontoh atau meniru ( tulisan pekerjaan orang lain ). Dalam Kamus Modern Bahasa Indonesia istilah menyontek memiliki pengertian yang hampir sama yaitu “ Tiru hasil pekerjaan orang lain”. Maka dapat disimpulkan menyontek dalam pelaksanaan ujian adalah mengambil jawaban soal – soal ujian dari cara – cara yang tidak dibenarkan dalam tata tertib ujian seperti : dari buku, catatan, hasil pemikiran temannya dan media lain yang kemudian disalin pada lembar jawaban ujian pada saat ujian berlangsung. Faktor – faktor Penyebab siswa menyontek saat melaksanakan ujian dan ulangan antara lain adalah : a. Pendidikan moral baik di rumah maupun di sekolah kurang diterapkan dalam kehidupan siswa b. Sikap malas yang terukir dalam diri siswa sehingga ketinggalan dalam menguasai mata pelajaran dan kurang bertanggung jawab c. Anak remaja lebih sering menyontek dari pada anak SD, karena masa remaja bagi mereka penting sekali memiliki banyak teman dan populer di kalangan teman- teman sekelasnya.
Dari beberapa faktor penyebab di atas, dapat dikatakan siswa memiliki masalah di sekolah dan konsep diri yang rendah. Maka sebagai guru agama berkewajiban memberikan motivasi siswa yang menyontek saat ujian dan ulangan dengan membiasakan bersikap jujur dalam setiap perbuatan yang dilakukan siswanya dan membangkitkan konsep percaya diri dan berusaha diri yang lebih baik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam setiap kegiatan secara maksimal guru agama Islam dalam memahami masalah siswa, menurut Muhaimin dan Abd. Mujib adalah sebagai berikut: metode belajar mengajar tidak boleh disamakan denagan orang dewasa. 1. Siswa memiliki kebutuhan dan menuntut untuk memenuhi kebutuhan itu semaksimal mungkin.
2. Siswa memiliki perbedaan antara individu yang satu dengan individu yang lain, baik perbedaan yang disebabkan faktor endogen maupun eksogen ( lingkungan) yang meliputi segi jasmani, intelegensi, sosial, bakat, minat dan lingkungan yang mempengaruhinya. 3. Siswa merupakan objek pendidikan yang aktif dan kreatif serta produktif.
Suasana belajar yang tidak pernah telat diabsen oleh setan kantuk, serta cara mengajar guru yang berbeda-beda, juga kondisi fisik dan mental yang dipaksa untuk tidak hanya memikirkan masalah nilai dan pelajaran formil, agaknya membentuk kami untuk merasa wajib bertanggung jawab terhadap diri sendiri, bertanggung jawab terhadap masa depan yang ditentukan oleh kami sendiri. Jangankan Ujian Nasional (dulu disebut EBTANAS), ulangan harian biasa saja harus dipaksa memeras otak sedemikian rupa demi menghindari Remidial atau pengulangan ujian bagi para siswa yang mendapat nilai kurang dari 6,00. Belum lagi pengawas ulangan superketat yang tidak mengizinkan sedikitpun kegiatan contek mencontek dan bekerja sama untuk mata pelajaran yang bersifat individu, apalagi mengingat ancaman terberat jika seorang siswa diketahui sedang mencontek atau melakukan tindakan tidak jujur lainnya, yaitu dikeluarkan dari sekolah. Bandingkan dengan realitas masa kini yang mana saat Ujian Nasional berlangsung dihadapi dengan santai oleh peserta, cukup menunggu kiriman pesan singkat lima menit menjelang waktu ujian berakhir dan menyalin semua jawaban yang dikirimkan oleh “seorang oknum” dunia pendidikan yang menggadaikan masa depan ratusan peserta ujian demi puluhan juta rupiah tak berharga. Tak jarang hanya demi menjaga nama baik sekolah, agar terkesan memiliki kualitas pendidikan yang baik, pihak Sekolah melakukan berbagai upaya untuk mempertinggi persentase angka kelulusan. Memberikan les tambahan di luar jam pelajaran standar misalnya, sebuah usaha yang patut diacungi jempol ya kan? Namun ketika pihak Sekolah telah kehabisan cara untuk mempertahankan kredibilitasnya sebagai sekolah terpandang, bisa jadi bukan hanya memperbolehkan peserta ujian untuk melakukan praktek-prektek ketidakjujuran, tetapi bahkan ikut membuka jalan agar siswa dengan mudah dapat memperoleh jawaban yang “belum
tentu benar”, atau menyiapkan segepok lembar seratus ribuan yang diserahkan kepada sang pemberi jawaban. Mirisnya lagi, sang dewa yang diagung-agungkan untuk memberi bocoran jawaban bukanlah orang yang jauh dari dunia pendidikan, bahkan mungkin personil tangguh dari jajaran tim akademis yang setiap hari selalu mengkoar-koarkan teori relativitas einstein atau struktur kalimat S-P-O-K. Dukungan Orang tua juga mempunyai peran penting terhadap kondisi psikologis si anak. Tuntutan yang terlalu berlebih kepada sang Anak justru semakin membuatnya merasa tertekan. Saya dulu, tidak pernah dituntut untuk mendapatkan nilai tertinggi atau paling tidak menduduki peringkat tiga besar di sekolah.
SARAN: Meskipun tenaga pengajar harus mengambil tindakan untuk mempertahankan dan mengembangkan pola perilaku dipihak siswa yang mendukung belajar disekolah, namun ia akan tetap dihadapkan pada perilaku yang menghambat dan di fromokasikan dengan siswa yang menganggu dan mengancam. Pada saat ini, tidak dapat disangkal bahwa guru dikelas kerap ditantang untuk mengatasi tingkah laku sejumlah siswa yang deskruftif, lebih – lebih dikota besar. Gejala umum ini bersumber pada berbagai faktor penyebab,yaitu runtuhnya disiplin hidup bersama dalam masyarakat, menipisnya kesadaran dan tanggung jawab sosial banyak kalangan, suasana sekolah yang kurang memberikan kepuasan pada siswa, rasa ketertiban sebagai tenaga kependidikan dipihak sejulah guru yang mengendor. Guru sebagai orang terdekat dalam pembelajaran disekolah, memiliki tanggung jawab membimbing siswa. Tindakan guru pada umumnya dalam pelaksanaan ujian dan ulangan dengan memberikan penguatan dan peneguhan terhadap sikap dan perilaku mereka yang positif, dimana mereka berusaha sendiri menyelesaikan tugasnya dengan baik dan tertib.
Namun bila tidak ada perubahan maka dibutuhakan pendekatan atau tindakan kuratif guru, yang berlaku bagi siswa yang sudah terbiasa dengan contek mencontek, dengan memberikan peringatan . bentuk kongkrit dari peringatan dapat bermacam- macam, yaitu : 1. Teguran Verbal, yaitu mendekati siswa tertentu dengan berbicara suara kecil sehingga tidak terdengar oleh teman sekelas. 2. Mengambil suatu hal yang digemari atau disukai siswa, seperti mengikuti kegiatan tertentu atau menyerahkan benda yang dipegangnya. 3. Mengisolasi siswa dari teman – temannya untuk waktu tidak terlalu lama, seperti memindahkannya diruang kosong atau tempat yang jarang dilalui orang.
KESIMPULAN: Kesimpulan , menyikapi fenomena contek mencontek dikalangan para siswa sebenarnya kita bisa saja memutus rantai itu dengan menumbuhkan imej dari remaja tersebut bahwa kita bias solider dalam banyak tetapi dalam ujian tunggu dulu. kita kerja sendiri-sendiri, dengan sikap seperti itu maka diharapkan akan meminimalisasi contek menyontek di kalangan remaja. Tumbuhkan rasa percaya diri dengan merasa puas akan hasil kerja sendiri. Mengubah kebiasaan. Mungkin pada awalnya memang bukan hal gampang, tapi kalau kita memang meniatkan dalam hati, percaya lah, nggak ada satu hal apa pun yang nggak mungkin.
REFERENSI :ROYISSAN(2011),Buku,Internet dan Pengalaman pribadi.