Status Harta Bersama Menurut Perspektif Undang-undang No 1 tahun 1974 dan Hukum Islam Suprihatin Abstract. Field of this research is let’s to know about Harta Bersama In Islamic law. The method of this research is description of analysis. By This article, we are know that human being was create a marriage institution for a long long time ago. Every marriage institution need a capital. The line of Islamic family is patrilineal. By this line of family, the capital of Islamic familly only from a husband. Actually, we met a harta bersama in Islamic society. The existence of harta bersama have a judge from Islamic law. We thruth that legitimation of harta bersama by Islamic law by the rule ‘ al-aadah muhakkamah ‘ not contrary by syariah.
Pendahuluan Islam mengajarkan kerjasama dalam kebaikan dan takwa. Ajaran ini disebutkan dalam surat al-Maidah ayat 2 sebagai berikut :
Maslahah, Vol.1, No. 1, Maret 2012
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'arsyi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatangbinatang had-ya, dan binatangbinatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari
55
Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksaNya. Oleh karena itu , dalam kehidupan ummat Islam terdapat beberapa bentuk kerjasama yang dilakukan dalam bidang politik, ekonomi maupun dalam bidang social budaya. Dalam bidang politik diantaranya muncul dalam bentuk kekhalifahan. Kerjasama dalam bidang ekonomi diantaranya muncul dalam bentuk syirkah dan mudhorobah. Kerjasama yang dilakukan dalam social budaya diantaranya muncul dalam bentuk perkawinan. Masing-masing bentuk kerjasma membutuhkan sumber dana untuk melakukan kegiatannya. Dalam kekhalifahan sumber dana misalnya diperoleh melaui jizyah, kharaj, maupun zakat. Dalam syirkah masingmasing pihak yang bekerjasama menyertakan modal untuk memulai usahanya. Namun tidak seperti kekhalifahan dan syirkah yang sumber dananya berasal dari masing-masing pihak yang bekerjasama, dalam perkawinan sumber dana dibebankan hanya pada suami. Ketentuan ini terdapat dalam surat an-Nisa ayat 34 sebagai berikut :
56
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri[289] ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanitawanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar”.
Maslahah, Vol.1, No.1, Maret 2012
Ketentuan kewajiban suami memberikan nafkah juga terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 233 sebagai berikut : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin
Maslahah, Vol.1, No. 1, Maret 2012
menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. Hingga jika terjadi talak pun, suami berkewajiban memberikan mut’ah dan nafkah. Ketentuan ini terdapat dalam surat al-Baqarah surat 240 dan 241 sebagai berikut : “Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), Maka tidak
57
ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut'ah menurut yang ma'ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa. Ketentuan-ketentuan tersebut dapat dipahami , sebab secara empiris Islam menguatkan kekerabatan 1 perkawinan patrilineal sebagaimana dijelaskan pada surat al-Ahzab ayat 5 sebagai berikut : “Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka 1
Patrilineal adalah mengenai hubungan keturunan melalui garis pria saja, Depdiknas, Kamus Besar bahasa Indonesia, . (Jakarta, PT. Gramedia, 2008) h 1031
58
sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dengan adanya kewajiban pemberian nafkah oleh suami, maka menurut syariat Islam sumber harta utama yang dipergunakan dalam perkawinan adalah harta suami. Adanya ketentuan nafkah dalam Islam ini dapat menimbulkan permasalahan jika dikaitkan dengan keberadaan harta bersama yang diatur dalam hokum Islam di Indonesia. Persoalan tersebut diantaranya adalah apakah seluruh penghasilan suami harus dikonversi menjadi harta bersama ? Demikian juga sebaliknya apakah harta yang dimiliki istri yang diperoleh melalui bekerja, hibah ataupun waris dapat dikonversi menjadi harta bersama ? Dalam kondisi apa, harta bersama harus ada dalam perkawinan? Apakah ketentuan harta bersama dalam hukum Islam sesuai dengan syariat Islam? Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas maka kami akan membahasnya dalam makalah yang berjudul “Mengenal Harta Bersama dalam Hukum Islam” . Rumusan Masalah
Maslahah, Vol.1, No.1, Maret 2012
Begitu luasnya permasalahan dalah nafkah dan harta bersama sehingga dalam penulisan makalah ini dibatasi pada rumusan per masalahan sebagai berikut : (1) Apa yang dimaksud dengan Harta Bersama dalam UU no 1 tahun 1974 ?; (2) Apa yang dimaksud dengan hukum Islam ?; (3) Bagaimana tinjauan syariat Islam terhadap harta bersama yang diatur dalam UU No 1 tahun 1974 ? Tujuan Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Untuk mengungkap pengertian harta bersama dalam UU No 1 tahun 1974; (2) Untuk mengetahui pengertian Hukum Islam; (3) Untuk mengetahui tinjauan syariat Islam terhadap keberadaan harta bersama menurut UU No 1 tahun 1974 Landasan Teori 1. Pengertian Harta Bersama Harta bersama merupakan istilah bahasa Indonesia dalam bentuk kata majemuk yang terdiri dari harta yang berarti barang yang menjadi kekayaan atau barang milik sesorang dan bersama yang berarti berbarengan, 2 serentak. Dalam bahasa Indonesia, pengertian terminology harta
bersama setara dengan istilah harta panyepogan yang berarti harta yang bersama-sama diusahakan dan diperoleh suami dan istri selama masa perkawinan. Disamping itu terdapat istilah lain harta bersama yaitu harta perkawinan yang berarti kesatuan harta yang dikuasai dan dimiliki oleh suatu keluarga selama 3 perkawinannya. Secara lebih luas , harta bersama dibahas dalam harta perkawinan menurut hokum adat. Dalam hokum adat, harta perkawinan terdiri dari harta bawaan dan harta gono gini. Harta bawaan adalah harta yang dibawa oleh suami atau/dan oleh istri secara sendiri-sendiri pada waktu awal perkawinan yang pada dasarnya tetap dimiliki oleh mereka masingmasing sendiri dan tidak menjadi harta bersama.. Sedangkan harta bersama atau “gono gini” berarti harta yang merupakan hasil usaha suami dan istri secara bersama-sama 4 sepanjang perkawinan mereka. . Berikut ini ilustrasi harta dalam perkawinan menurut hokum adat : Sungguhpun, harta bersama diakui dalam hokum adat, namun bukan berarti harta bersama secara otomatis ada dalam sebuah perkawinan. Menurut hukum adat terdapat 3
2
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indinesia, (Jakarta, Gramedia, 2008) h. 485 dan h 1213
Maslahah, Vol.1, No. 1, Maret 2012
Ibid, depdiknas, h 485 A. Ridwan Halim, Hukum Adat dalam Tanya jawab (Jakart, Ghalia Indonesia, 1989, h. 68 4
59
beberapa keadaan yang menjadikan harta bersama ada dalam 5 perkawinan, yaitu : (1) Suami dan istri harus hidup bersama dalam perkawinan tersebut, dalam arti tinggal serumah bersama-sama. Hal ini tidak dapat terjadi dalam perkawinan bertandang; (2) Antara suami istri terdapat kesederajatan dalam hal keturunan dan ekonomi; (3) Antara suami istri tidak tunduk pada hokum Islam atau kecuali telah suami istri tersebut telah melakukan perjanjian perkawinan mengenai adanya campur harta; (4) Adanya hubungan yang baik antara suami istri dalam membina rumah tangga berdasarkan prinsip senasib sepenanggungan dan kesetiaan bersama dalam setiap usaha yang mereka lakukan. 2. Pengertian Hukum Islam Hukum Islam merupakan istilah yang diperkenalkan oleh ulama kontemporer Indonesia sebab kata hokum Islam sendiri tidak dijumpai dalam al-Qur’an. Istilah hokum Islam dimaksudkan sebagai terjemahan dari al-Fiqh al-Islami atau dalam 6 konteks tertentu al-syariah al-Islami. Kata syariah secara etimologi adalah jalan ke tempat mata air, atau 5
Ibid, A Ridwan Halim, h 69-70 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta, Rajagrafindo, 1997) h 3
jalan yang dilaui air sungai. Secara terminology syariah adalah peraturan yang diturunkan Allah kepada manusia agar dipedomani dalam berhubungan dengan Tuhannya , dengan sesamanya, dengan lingkungannya dan dengan lingkungannya. Kata fiqh secara etimologi adalah paham. Sedangkan pengertian terminologinya adalah hokum-hukum syara’ yang bersifat praktis yang diperoleh dari daill-dalil 7 yang rinci. Di kalangan ulama Indonesia, ulama yang pernah membahas hokum Islam diantaranya adalah Hasbi Ash-Shiddiqi. Beliau mendefinisikan hokum Islam sebagai koleksi daya upaya para ahli hokum untuk menerapkan syariat atas 8 kebutuhan masyarakat. Dari penjabaran makna syariah , fiqh dan hokum Islam maka kedudukan syariat lebih tinggi jika dibandingkan dengan fiqh maupun hokum Islam, sebab syariat merupakan aturan yang bersumber yang bersumber dari Allah langsung. Dalam hal ini kedudukan hokum Islam lebih sejajar dengan kata fiqh, sebab antara keduanya memiliki kesamaan sebagai produk penalaran yang terikat dengan syariat. Keberadaan hokum Islam merupakan mata rantai tradisi ummat
6
60
7 8
Ibid, Ahmad Rofiq h. 4-5 Ibid, Ahmad Rofiq, h.7
Maslahah, Vol.1, No.1, Maret 2012
Islam dalam memahami syariah yang secara historis telah diletakan landasannya oleh para fuqaha klasik dalam bentuk pengetahuan fiqh yang kemudian dikembangkan oleh ulama Indonesia dalam bentuk hokum Islam. Melalui hokum Islam, formulasi penalaran syariat Islam di Indonesia semakin bervariasi tidak hanya sebatas dalam bentuk fiqh saja melainkan meluas pada fatwa, putusan pengadilan dan undang9 undang. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa hokum Islam dalah peraturanperaturan yang diambil dari wahyu dan diformulasikan dalam keempat produk pemikiran hokum; fiqh, fatwa, keputusan pengadilan dan undangundang yang dipedomani dan diberlakukan bagi ummat Islam di 10 Indonesia. Peraturan-peraturan yang ada dalam hokum Islam meliputi ibadah dan muamalah. Ibadah yakni tata cara manusia berhubungan langsung dengan Tuhan dalam melaksnakan kewajibannya. Dalam bidang ini terdapat prinsip semua ibadah dilarang dilakukan kecuali perbuatan yang dengan tegas terdapat perintah untuk melakukan. Adapun muamalah adalah ketetapan yang diberikan oleh Tuhan yang langsung berhubungan dengan kehidupan social manusia,
terbatas pada yang pokok-pokok saja. Dalam bidang ini berlaku prinsip bahwa pada dasarnya semua perbuatan boleh dilakukan kecuali 11 terdapat larangan dari nash. Berdasarkan fakta di atas hukum Islam di Indonesia dapat di kategorisasikan pada hokum Islam formal seperti yang termaktub dalam putusan pengadilan dan undangundang, hokum Islam normative sebagaiman yang termaktub dalam syariah dan fiqh dan yang masih bersifat kajian seperti hokum pidana Islam yang berkait dengan qisas, rajam dan hokum potong tangan. Pelaksanaan hokum Islam formal membutuhkan bantuan Negara, sedangkan praktik hokum Islam normative bersifat individu yang pelaksanaannya tidak membutuhkan 12 Negara. Sebagai bagian dari upaya penalaran manusia pada ajaran agamanya, hukum Islam memiliki sejumlah kemanfaatan . Manfaat hukum Islam diantaranya adalah agar kehidupan ummat Islam mendapatkan ridho Allah di dunia dan akhirat dengan cara memelihara agama,
11
Ibid, Ahmad Rafiq, h. 54-55 Dedi ismatullah, Sejarah Sosial Hukum Islam, (Banding, Pustaka Setia, 2011) h. 369 1212
9 10
Ibid, Ahmad Rofiq. h. 9 Ibid, Ahmad Rafiq, h. 9
Maslahah, Vol.1, No. 1, Maret 2012
61
kehidupan, akal, keturunan dan harta. 13
Pada akhirnya kemanfaatan hokum Islam dapat diraskan manusia, apabila hokum Islam dilaksanakan dengan sepenuhnya. Adapun prinsip-prinsip penerapan 14 hokum Islam diantaranya adalah : Prinsip tidak memberatkan Prinsip tidak memperbanyak beban Prinsip penerapan secara bertahap Pembahasan Pembahasan awal mengenai harta bersama dalam hukum Islam ada pada UU No 1 tahun 1974 terdapat dalam pasal 35, 36 dan 37. Pasal 35 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama masa perkawinan. Pasal 36 menjelaskan bahwa suami atau istri dapat bertindak menggunakan harta bersama atas persetujuan kedua belah pihak. Dalam pasal 37 dinjelaskan bahwa bila perkawinan putus karena perceraian maka pembagian harta bersama diatur menurut hokum masing-masing. Lembih lanjut harta bersama kemudian dijelaskan dalam kompilasi
hukum Islam. Dalam Kompilasi Hukum Islam tegas dijelaskna bahwa pada prinsipnya tidak ada percampuran harta suami dan harta istri karena perkawinan. Oleh karena hal itu dalam pasal 85 dijelaskan bahwa adanya harta bersama tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing. Keberadaan harta bersama bersumber pada hukum adat yang sudah meresap dalam masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya istilah-istilah yang terdapat dalam masyarakat yang menunjuk adanya harta bersama, misalnya pada masyarakat minangkabau ada istilah Harta Suarang, pada masyarakat kalimantan ada istilah Barang Perpantangan, pada masyarakat makasar ada istilah Carakka, pada masyarakat jawa ada istilah Barang Gana – Gini dan pada masyarakat 15 sunda ada istilah Harta Guna Kaya. Menurut hukum adat, keberadaan harta bersama dalam keluarga merupakan hal yang lazim, karena antara suami dan istri berpartisipasi dalam menghasilkan harta keluarga, baik secara langsung ataupun tidak 16 langsung Bentuk partisipasi langsung misalnya antara suami istri 15
13
Mardani, Pengantar Hukum Islam, Pengantar Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010).h. 20 14 Ibid, Mardani, h. 54-58
62
Ter Har, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, terjemahan Soebakti Poesponoto, (Jakarta, Pradnya Paramita, 1994) h. 197 16 Ibid, Ter Har, h. 197
Maslahah, Vol.1, No.1, Maret 2012
sama-sama bekerja untuk mendapatkan harta yang dipergunakan keluarga. Sedangkan partisipasi tidak langsung adalah jika salah satu antara suami istri tidak bekerja melainkan hanya mengatur dan mengolah harta keluarga. Dengan demikian eksistensi harta bersama muncul jika terdapat itikad baik dari suami dan istri sehingga timbul kerelaan masingmasing untuk mencampurkan harta yang diperolehnya menjadi harta yang dipergunakan untuk keluarga. Adanya penetapan harta bersama dalam UU No. 1 tahun 1974 jo Kompilasi Hukum Islam menunjukkan bahwa keberadaan harta bersama dalam konteks hukum adat dapat diterima oleh ummat Islam Indonesia. Hal ini dikarenakan meskipun keberadaan harta bersama secara detail belum nampak dalam ajaran Islam namun intisari harta bersama yaitu adanya perserikatan dalam percampuran harta merupakan bagian ajaran Islam yang tak terpisahkan dalam bentuk syirkah. Syirkah yang dibenarkan dalam Islam adalah syirkah yang dilakukan dengan asas kepercayaan, sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits sebagai 17 berikut:
انا: ان اهلل يقول: عن ابي هريرة رفعه قال ثالث الشريكين ما لم يخن احدهما صا حبه فادا خا )نه خرجت من بينهما (رواه ابو داود Dari Abu Hurairoh–ia merafakannya- berkata : Sesungguhnya Allah berfirman : Aku (orang) ketiga dari dua orang yang berkongsi selama seorang diantara keduanya tidak berkhianat pada yang lainnya. Maka apabila ia berkhianat kepadanya, Aku keluar dari antara keduanya (HR. Abu Daud) Penerimaan Islam terhadap harta bersama menunjukkan adanya sifat universalitas syariat Islam yang kemudian dijabarkan dalam ushul fiqh 18 dengan kaidah yang berbunyi : العادة محكمة Adat kebiasaan adalah hakim (dibenarkan hukumnya) Al-‘adah muhakkamah merupakan bagian dari lima kaidah yang mempunyai skala cakupan menyeluruh ( al-qawaid al-khams alkulliyah). Dalam kaidah ini dijelaskan bahwa praktik-praktik yang umum dan sering dilakukan masyarakat bisa dijadikan sebagai dalil syariah dengan 19 beberapa ketentuan : 1. Kebiasaan itu harus merupakan kebiasaan yang paling
18
17
Faisal bin Abdul Aziz Mubarak, Memahami Kearifan Hukum Allah, Penerjemah Muammal Hamidy dkk, jilid 2, (Surabaya, Bina Ilmu, 2009) h. 1499
Maslahah, Vol.1, No. 1, Maret 2012
’ Muhammad Tahir Mansoori, Kaidah-Kaidah Fiqh dan Transaksi Bisnis, Penerjemah Hendri Tanjung dan Aini Aryani ( Bogor, Ulil Albab Institute, 2010) h. 101 19 Ibid, M. Tahir Mansoor, h. 102-103
63
banyak terjadi dan merupakan tradisi umum. 2. Kebiasaan tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam 3. Kebiasaan itu harus tidak bertentangan dengan syarat adanya suatu kesepakatan bersama. Kaidah di atas diformulasikan berdasarkan pada surat al-Nisa ayat 115 sebagai berikut : Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang Telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. Disamping itu juga wajhu aldilalah (titik tekan) yang ada pada hadits sebagai berikut : المكيال مكيال اهل المدينة والوزن وزن اهل مكة Takaran adalah untuk penduduk Madinah dan timbangan adalah untuk penduduk Makkah. Keberadaan kaidah ini juga diakui oleh hokum Eropa yang dkembangkan melalui teori receptie exit atau teori receptie a contrario yang menyatakan bahwa hokum adat
64
baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan hokum 20 Islam. Konsep harta bersama dalam hokum adat tidak bertentangan dengan hokum Islam sepanjang pelaksanaanya tidak menghapus, kewajiban nafkah mahar, nafkah suami serta mut’ah pada saat suami mentalaq istri serta harta waris. Nilai lebih yang ada pada harta bersama dalam perkawinan sehingga dapat diakui hokum islam diantaranya adalah : 1. Dapat menciptakan rasa aman dalam keluarga sebagaiman dicontohkan dalam doa Nabi Ibrahim pada surat al-Baqarah 126 sebagai berikut : Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buahbuahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada 20
Muhammad Rafik, Hukum Islam, h.
21
Maslahah, Vol.1, No.1, Maret 2012
Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, Kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan Itulah seburuk-buruk tempat kembali". 2. Mengembangkan sikap saling menghargai antara suami dan Istri sebagaiman yang dijelaskan dalam surat Ali Imran ayat 195 sebagai berikut : “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orangorang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, Pastilah akan Ku-
Maslahah, Vol.1, No. 1, Maret 2012
hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan Pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik." . Kesimpulan Harta bersama dalam UU No 1 tahun 1974 jo Kompilasi Hukum Islam adalah harta yang diperoleh selama masa perkawinan yang ditujukan sebagai kekayaan keluarga. Hukum Islam adalah peraturan-peraturan yang diambil dari wahyu dan diformulasikan dalam keempat produk pemikiran hukum; fiqh, fatwa, keputusan pengadilan dan undangundang yang dipedomani dan diberlakukan bagi ummat Islam di Indonesia. Harta bersama dalam hokum Islam tidak bertentangan dengan syariat Islam dengan syarat niat dan pelaksanaannya tidak bertentangan dengan syariat Islam Daftar Pustaka Bin Abdul Aziz, Mubarak Faisal, Memahami Kearifan Hukum Allah (Nailul Author), Penerjemah Muammal Hammidy, Jilid 2, Surabaya, Bina Ilmu, 2009. Daud Ali Mohammad, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2011.
65
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Gramedia, 2008 . Haar Ter, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Jakarta, Pradnya Paramita, 1994. Halim Ridwan, Hukum Adat dalam Tanya Jawab, Jakarta, Ghalia Indonesi, 1987. Ismatullah, Dedi, Sejarah Sosial Hukum Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2011. Mardani, Hukum Islam Pengantar, Hukum Islam di Indonesia, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010.
66
Prodjohadimodjo, Martiman, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta, Karya Gemilang, 2011. Rafiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 1997. Susanto ,Dedi, Kupas Tuntas Masalah Harta Gono Gini , Yogyakarrta, Pustaka. Tahir, Mansoori Mohammad, KaidahKaidah Fiqih Keuangan dan Transaksi Bisnis, Penerjemah : Hendri Tanjung dan Aini Aryani, 2010.
Maslahah, Vol.1, No.1, Maret 2012