STATISTIKA II (BAGIAN -1)
Oleh : WIJAYA
email :
[email protected]
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009
Wijaya : Statistika I
0
I. PENDAHULUAN
Statistika
adalah
pengetahuan
cara–cara
mengumpulkan,
mengolah,
menyajikan, menganalisis data dan menafsirkannya atau menarik kesimpulan berdasarkan analisis tersebut. Statistika Deskriptif adalah bagian dari statistika yang hanya berkaitan dengan pengumpulan,
pengolahan dan penyajian data sehingga memberikan
informasi yang berguna, tanpa menarik kesimpulan terhadap gugus data (populasi). Statistika Inferensia adalah semua metode yang berhubungan dengan analisis sebagian data untuk kemudian sampai pada peramalan atau penarikan kesimpulan mengenai gugus data (populasi). Data adalah keterangan mengenai suatu hal yang berbentuk bilangan atau kategori. Data dapat dibagi atas dasar : 1.
Sifatnya : a. Data Kuantitatif adalah data yang berbentuk bilangan. Data Diskrit : Data hasil menghitung (membilang) ; merupakan bilangan bulat. Data Kontinyu : Data hasil mengukur; bisa berbentuk bilangan pecahan. b. Data Kualitatif adalah data yang dikategorikan menurut kualitas objek.
2.
Sumbernya : a. Data Internal : Data yang menggambarkan keadaan di dalam suatu organisasi. b. Data Eksternal : Data yang menggambarkan keadaan di luar suatu organisasi.
Wijaya : Statistika I
1
3.
Cara Memperolehnya : a. Data Primer : Data yang diperoleh langsung dari sumbernya. b. Data Sekunder : Data yang diperoleh dari pihak lain.
4.
Skala Data : a. Skala Nominal atau Data Klasifikasi, misal jenis kelamin, pekerjaan dll.. b. Skala Ordinal atau Data Berperingkat, misal opini (baik, sedang, jelek). c. Skala Interval, misal suhu d. Skala Rasio, misal pendapatan keluarga, produksi dll. Data yang baru dikumpulkan dan belum mengalami pengolahan apapun
disebut Data Mentah. Proses pengumpulan data dapat dilakukan melalui Sensus dan Sampling. Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian kita. Banyaknya pengamatan atau anggota populasi disebut Ukuran Populasi. Ukuran populasi ada terhingga ada yang tak hingga. Dalam Statistika Inferensia, kita ingin memperoleh kesimpulan mengenai populasi, meskipun kita tidak mungkin atau tidak praktis untuk mengamati keseluruhan individu yang menyusun populasi. Oleh karena itu, kita terpaksa menggantungkan pada sebagian anggota populasi (contoh) untuk menarik kesimpulan mengenai populasi tersebut. Contoh atau Cuplikan adalah himpunan bagian dari populasi. Apabila kita menginginkan kesimpulan dari contoh terhadap populasi menjadi sah, maka contoh harus bersifat representatif (mewakili). Sebaliknya apabila contoh tidak representatif maka kesimpulan akan menjadi bias. Kesimpulan yang tidak bias adalah kesimpulan yang sesuai dengan keadaan sebenarnya. Untuk menghilangkan kemungkinan kesimpulan yang bias, kita perlu mengambil Contoh Acak Sederhana atau disingkat Contoh Acak. Contoh Acak n pengamatan adalah suatu contoh yang dipilih sedemikian rupa sehingga himpunan bagian yang berukuran n dari populasi tersebut mempunyai peluang yang sama untuk dipilih.
Wijaya : Statistika I
2
Apabila populasinya terhingga, penentuan contoh acak dapat dilakukan dengan menuliskan semua anggota pada sepotong kertas kecil (cara undian). Untuk populasi yang berukuran besar, penentuan contoh acak dilakukan dengan menggunakan Tabel Angka Acak. Penyajian Data ada dua cara, yaitu dalam bentuk : 1.
Tabel atau Daftar, seperti Tabel Distribusi Frekuensi dan Daftar Baris– Kolom.
2.
Grafik atau Diagram, seperti
Diagram Batang, Diagram Garis (Grafik),
Diagram Lambang atau Simbol (Piktogram), Diagram Pastel (Lingkaran) dan Diagram Pencar (Titik).
Wijaya : Statistika I
3
II. UKURAN STATISTIK BAGI DATA
2.1 Parameter dan Statistik Terminologi dan notasi yang digunakan statistikawan dalam mengolah data sepenuhnya bergantung pada apakah data tersebut merupakan populasi atau suatu contoh yang diambil dari suatu populasi. Misal banyaknya kesalahan ketik pada setiap halaman yang dilakukan oleh seorang sekretaris ketika mengetik sebuah dokumen setebal 10 halaman adalah 1, 0, 1, 2, 3, 1, 1, 4, 0 dan 2. Pertama, jika diasumsikan bahwa dokumen itu memang tepat setebal 10 halaman maka data tersebut merupakan populasi terhingga yang kecil.
Kita dapat
mengatakan bahwa banyaknya kesalahan ketik terbesar adalah 4, atau menyatakan nilai tengah (rata–rata) hitungnya adalah 1,5. Bilangan 4 dan 1,5 tersebut merupakan deskripsi bagi populasi. Kita menyebut nilai–nilai demikian itu parameter populasi. Parameter adalah sembarang nilai yang menjelaskan ciri populasi Sekarang misalkan bahwa data tersebut merupakan contoh 10 halaman dari naskah yang jauh lebih tebal.
Maka bilangan 4 dan 1,5 tersebut merupakan
deskripsi bagi contoh, dan disebut statistik.
Statistik adalah sembarang nilai yang menjelaskan ciri suatu contoh. 1.0 Distribusi Frekuensi Ciri–ciri penting bagi data dengan segera dapat diketahui melalui pengelompokan data tersebut ke dalam beberapa kelas, kemudian dihitung banyaknya pengamatan yang masuk ke dalam setiap kelas. Susunan demikian dalam bentuk tabel disebut distribusi (sebaran) frekuensi. Data yang disajikan Wijaya : Statistika I
4
dalam bentuk distribusi frekuensi dikatakan sebagai data yang dikelompokkan. Pengelompokan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai data tersebut, tetapi kita kehilangan identitas masing–masing pengamatan. Distribusi Frekuensi adalah susunan data berdasarkan kelas interval atau kategori tertentu. Distribusi Frekuensi ada dua macam, yaitu : 1.
Distribusi Frekuensi Numerik adalah distribusi frekuensi yang pembagian kelasnya dinyatakan dengan angka.
2.
Distribusi Frekuensi Kategori adalah distribusi frekuensi yang pembagian kelasnya berdasarkan kategori.
Langkah–langkah penyusunan distribusi frekuensi adalah sebagai berikut : a.
Menentukan banyaknya kelas interval (5 sampai 20) atau digunakan Aturan Sturges, yaitu : 1 + 3,3 Log n, dimana n menunjukkan ukuran sampel.
b.
Menentukan selisih bilangan terbesar dengan terkecil, yang disebut rentang (range).
c.
Menentukan panjang kelas interval (p) dimana p = (rentang : banyaknya kelas interval).
d.
Mencacah banyaknya pengamatan yang masuk ke dalam kelas interval.
Teladan 2.1. Tabel di bawah ini menunjukkan gaji (dalam jutaan rupiah) 40 karyawan pabrik Rotan dalam setahun. 2,2
4,1
3,5
4,5
3,2
3,7
3,0
2,6
3,4
1,6
3,1
3,3
3,8
3,1
4,7
3,7
2,5
4,3
3,4
3,6
2,9
3,3
3,9
3,1
3,3
3,1
3,7
4,4
3,2
4,1
1,9
3,4
4,7
3,8
3,2
2,6
3,9
3,0
4,2
3,5
Wijaya : Statistika I
5
1.
Banyaknya kelas interval = 1 + 3,3 log n = 1 + 3,3 log 40 = 6,3 (misal kelas intervalnya sebanyak 7).
2.
Selisih bilangan terbesar dengan terkecil = 4,7 − 1,6 = 3,1
3.
Panjang kelas interval (p) = 3,1 : 7 = 0,44 (untuk memudahkan diambil panjang kelas intervalnya 0,5).
Daftar distribusi frekuensinya disajikan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Gaji (dalam juta rupiah) 40 Karyawan Pabrik Rotan. Interval
Titik
Frek.
Frek.
Frekuensi Kumulatif
Kelas
Tengah
(f)
Relatif
1,5 – 1,9
1,7
2
0,05
5%
2
5%
40
100 %
2,0 –2,4
2,2
1
0,03
3%
3
8%
38
95 %
2,5 – 2,9
2,7
4
0,10
10 %
7
18 %
37
92 %
3,0 – 3,4
3,2
15
0,37
37 %
22
55 %
33
82 %
3,5 – 3,9
3,7
10
0,25
25 %
32
80 %
18
45 %
4,0 – 4,4
4,2
5
0,12
12 %
37
92 %
8
20 %
4,5 – 4,9
4,7
3
0,08
8%
40
100 %
3
8%
Kurang Dari
Lebih Dari
Dari Tabel 1 di atas, yang dimaksud dengan : a.
b.
c.
Tepi (limit) Kelas adalah nilai–nilai dalam setiap kelas, terdiri dari –
Tepi Kelas Bawah : 1,5 ; 2,0 ; 2,5 ; 3,0 ; 3,5 ; 4,0 dan 4,5
–
Tepi Kelas Atas : 1,9 ; 2,4 ; 2,9 ; 3,4 ; 3,9 ; 4,4 dan 4,9
Batas Kelas adalah nilai–nilai teoritis dari tepi kelas, terdiri dari –
Batas Kelas Bawah : 1,45 ; 1,95 ; 2,45 ; 2,95 ; 3,45 ; 3,95 dan 4,45
–
Batas Kelas Atas : 1,95 ; 2,45 ; 2,95 ; 3,45 ; 3,95 ; 4,45 dan 4,95
Lebar (Panjang) Kelas adalah selisih batas atas kelas dengan batas bawah kelas
d.
Frekuensi Kelas adalah banyaknya pengamatan yang masuk ke dalam setiap kelas
e.
Titik Tengah Kelas adalah titik tengah antara batas atas
dengan batas
bawah kelas Wijaya : Statistika I
6
g.
Frekuensi Kumulatif Kurang Dari dihitung atas dasar batas atas kelas, sedangkan Frekuensi Kumulatif Lebih Dari dihitung atas dasar batas bawah kelas.
Dari Tabel 1 dapat dikemukakan misalnya : a.
Karyawan yang mempunyai gaji antara 3,5 sampai 3,9 juta sebanyak 10 orang.
b.
Karyawan dengan gaji minimal 3,0 juta sebanyak 33 orang atau 82,5 %. Penyajian dalam bentuk diagram dan grafik disajikan pada Gambar 1
(Histogram, Poligon Frekuensi dan Kurva Frekuensi) dan Gambar 2 (Kurva Frekuensi Kumulatif atau OGIF).
Histogram 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Gaji Gambar 1. Histogram, Poligon Frekuensi dan Kurva Frekuensi
Wijaya : Statistika I
7
Kurva OGIV 120 100 80 60 40 20 0
%F<
%F>
Gambar 2. OGIF atau Frekuensi Kumulatif Kurang Dari dan Lebih dari
2.3 Model Populasi Gambar 1 menunjukkan bahwa Poligon Frekuensi merupakan garis patah– patah yang menghubungkan titik–titik tengah kelas interval. Garis patah–patah ini dapat didekati oleh sebuah lengkungan halus yang bentuknya secocok mungkin dengan poligon tersebut. Lengkungan yang didapat dinamakan Kurva Frekuensi. Kurva frekuensi ini merupakan Model Populasi yang ikut menjelaskan ciri–ciri populasi. Oleh karena itu model populasi biasanya didekati atau diturunkan dari kurva frekuensi. Bentuk kurva untuk model populasi diantaranya bentuk simetrik, positif atau miring ke kiri (ekor kura menjulur ke kanan), negatif atau miring ke kanan (ekor kurva menjulur ke kiri), bentuk J, bentuk J terbalik dan bentuk U.
2.4 Kurva Lorentz Misalkan pendapatan per hari 10 orang masing–masing Rp 10.000,–, apabila digambarkan dengan grafik dimana absis menyatakan kumulatif jumlah orang dan ordinat menyatakan kumulatif pendapatan, maka grafiknya disajikan pada Gambar 3. Seandainya orang yang ke 10 mempunyai pendapatan Rp 100.000,– dan 9 orang lainnya tidak mempunyai pendapatan (nol), maka kurvanya adalah OPQ.
Wijaya : Statistika I
8
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Q
P 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Gambar 3. Grafik atau Kurva Lorentz Kurva OQ menunjukkan pembagian pendapatan yang sama, artinya kalau data tersebut merupakan data tingkat nasional (data penduduk dan pendapatan) dan angka–angka kumulatif dinyatakan dengan persentase maka terjadi pembagian pendapatan yang sama yaitu x % penduduk mendapat x % pendapatan nasional. Dalam prakteknya apabila kurva Lorentz diterapkan pada data pendapatan negara, kurvanya akan menyerupai ORQ. Semakin dekat ke OQ pendapatan makin merata.
2.5 Ukuran Data Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang data (sampel atau populasi), selain dengan tabel dan diagram, masih diperlukan ukuran–ukuran lain yang merupakan wakil dari data tersebut. Ukuran yang dimaksud dapat berupa Ukuran Pemusatan (rata–rata, median, modus), Ukuran Letak atau Fraktil atau Kuantil (Persentil, Desil, Quartil) dan Ukuran Penyimpangan atau Keragaman (Rentang, Rentang Antar Quartil, Simpangan Antar Quartil, Rata–rata Simpangan, Ragam, Simpangan Baku, Koefisien Keragaman, Koefisien Keragaman Quartil, Bilangan Baku).
Penjelasan berikut merupakan ukuran data bagi Sampel
(Contoh).
Wijaya : Statistika I
9
2.5.1 Data Tidak Dikelompokkan 1.
Ukuran Pemusatan Ukuran pemusatan merupakan sembarang ukuran yang menunjukkan pusat
segugus data yang telah diurutkan.
a.
Rata–rata Hitung (Aritmatic Mean) atau Nilai Tengah Misalkan x1, x2, ..., xn, tidak harus semuanya berbeda, merupakan sebuah
contoh terhingga berukuran n, maka rata–ratanya adalah : x = ( ∑ xi ) / n Teladan 2.2. Hasil pengukuran contoh juice jeruk yang dibotolkan (dalam liter) oleh Perusahaan A datanya adalah 1,06 ; 1,01 ; 0,88 ; 0,91 ; 1,14. Maka rata–rata hitungnya : x = (1,06 + 1,01 + 0,88 + 0,91 + 1,14) / 5 = 1,00 Untuk data yang disajikan dalam tabel frekuensi, dimana x1 sebanyak f1, x2 sebanyak f2, ..., xn sebanyak fn, maka : x = ( ∑ fi xi ) / ∑ fi Teladan 2.3. Misal x = nilai ujian Statistika mahasiswa f = banyaknya mahasiswa yang yang mendapat nilai x xi
fi
fi xi
61
5
305
64
18
1152
67
42
2814
70
27
1890
73
8
584
100
6745
x = (6745) : 100 = 67,45
Wijaya : Statistika I
10
b.
Rata–rata Gabungan Bila contoh acak berukuran n1, n2, ..., nk, diambil dari k populasi masing–
masing dengan rata rata x1, x2, ..., xk, maka rata–rata gabungannya xc = (∑ ni xi ) / ∑ ni
xc Teladan 2.4.
Tiga kelas statistika masing–masing mempunyai 28, 32 dan 35 mahasiswa, pada ujian akhir mencapai rata–rata 83, 80 dan 76.
Berapa rata–rata
gabungannya : Jawab : xc = [ (28 x 83) + (32 x 80) + ( 35 x 76)] : (28 + 32 + 35) = 79,41
c.
Rata–rata Tertimbang (Terboboti) Bila contoh dengan nilai x1, x2, ..., xn, diberi bobot w1, w2, ..., wn, maka rata–
rata tertimbangnya xw xw = ( ∑wi xi ) / ∑wi Teladan 2.5. Nilai ujian 3 mata kuliah seorang mahasiswa adalah : Mata Kuliah
Nilai (x)
SKS (w)
w.x
Statistika
2
3
6
Akuntansi
3
4
12
T. Ekonomi
4
3
12
10
30
xw = 30 : 10 = 3
Beberapa Sifat Rata–rata Hitung 1.
Jumlah dari selisih nilai pengamatan terhadap rata–ratanya adalah nol, atau jumlah simpangannya adalah nol.
Wijaya : Statistika I
11
∑ (xi – x) = 0 2.
Jumlah simpangan kuadrat dari rata–ratanya berharga minimum : ∑ (xi − x)2 ≤ ∑ (xi − k)2
k = nilai pengamatan
Misal nilai pengamatan (xi ) yaitu 2, 3 dan 4 maka rata–ratanya (x ) = 3. ∑ (xi − x)2 = (2 − 3) 2 + (3 − 3) 2 + (4 − 3) 2 = 2 untuk k = 2 maka ∑ (xi − k)2 = (2 −2) 2 + (3 −2) 2 + (4 −2) 2 = 5 untuk k = 3 maka ∑ (xi − k)2 = (2 −3) 2 + (3 −3) 2 + (4 −3) 2 = 2 untuk k = 4 maka ∑ (xi − k)2 = (2 −4) 2 + (3 −4) 2 + (4 −4) 2 = 5 3.
Bila k sembarang nilai yang merupakan rata–rata anggapan (asumsi), dan di merupakan selisih dari nilai pengamatan terhadap k, maka : x = k + ( ∑ fi di ) / ∑fi Cara I : x = ( ∑ fi xi ) / ∑ fi
x
f
f.x
di = x − k
f.di
5
3
15
−5
−15
7
5
35
−3
−15
Cara II : x = k + (∑ fi di )/ ∑ fi,
15
4
60
5
20
misal k = 10
= ( 110 ) : 12 = 9,17
x = 10 + (–10)/12 = 9,17 4.
Penambahan atau pengurangan suatu konstanta c pada setiap nilai pengamatan, maka rata–rata semula sama dengan rata–rata yang baru dikurangi atau ditambah dengan c. Jadi jika nilai pengamatan semula adalah xi dengan rata–ratanya x, dan nilai pengamatan yang baru adalah yi dengan rata–ratanya y dimana yi = xi + c, maka x = y – c.
5.
Penggandaan atau pembagian setiap nilai pengamatan dengan suatu konstanta c, maka rata–rata semula sama dengan rata–rata yang baru dibagi atau digandakan dengan c. Jadi jika nilai pengamatan semula xi dengan Wijaya : Statistika I
12
rata–ratanya x, dan pengamatan yang baru yi dengan rata–ratanya y dimana yi = c.xi , maka x = y / c. d.
Rata–rata Harmonik Rata–rata Harmonik (H) bagi n buah bilangan x1, x2, ..., xn, adalah n dibagi
dengan jumlah kebalikan bilangan–bilangan tersebut. H = n / ∑ (1/x) Dalam praktek rata–rata harmonik paling sering digunakan merata–ratakan kecepatan untuk beberapa jarak tempuh yang sama, untuk mencari harga rata– rata suatu komoditi tertentu, dan dana bersama yang dibeli dengan cara menginvestasikan sejumlah uang tertentu setiap kali. Teladan 2.6. Seorang keryawan menanamkan uang 1200 dolar per bulan untuk usaha bersama. Dalam tiga bulan terakhir harga sahamnya adalah 2,4 ; 3,0 dan 4,0 dolar. Berapa rata–rata harga saham yang dibeli karyawan tersebut ? Penyelesaian : 3 H =
= 36 / 12 = 3 dolar per saham. (1/2,4) + (1/3,0) + (1/4,0)
Keterangan : jika menggunakan rata–rata hitung hasilnya 9,4 : 3 = 3,13, dan tentu saja merupakan hasil yang salah. Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut : Pada Bulan I : saham yang dibeli 1200 : 2,4 = 500 lembar Pada Bulan II : saham yang dibeli 1200 : 3,0 = 400 lembar Pada Bulan III : saham yang dibeli 1200 : 4,0 = 300 lembar Rata–ratanya = 3600 dolar : 1200 lembar = 3 dolar per lembar
e.
Rata–rata Ukur (Geometrik) Rata–rata Ukur (U) bagi n buah bilangan x1, x2, ..., xn, adalah akar ke n hasil
kali bilangan–bilangan tersebut.
Wijaya : Statistika I
13
U = (x1. x2. .... xn )1/n Log U = 1/n . Log (x1. x2. .... xn ) Teladan 2.7. Selama periode 4 tahun berturut–turut seorang karyawan telah menerima kenaikan gaji tahunan sebesar 7,2 ; 8,6 ; 6,9 dan 9,8 %, maka rasio gaji tahun sedang berjalan dengan tahun sebelumnya adalah 1,72 ; 1,86 ; 1,69 dan 1,98. Maka rata– rata ukur bagi rasio kenaikan gaji tersebut adalah : Log U = 1/4 . Log (1,72) (1,86) (1,69) (1,98) Log U = 0,034 U = 1,08 (sama dengan 8 %)
Hubungan rata–rata Ukur Dengan Bunga Majemuk Pada bunga majemuk, jumlah uang pada akhir tahun ke–n dengan bunga tetap r adalah : Pn = P0 ( 1 + r)n r = ( n√ Pn / P10 ) − 1 Kalau tingkat bunga berubah dari waktu ke waktu yaitu r1, r2, ..., rn maka : Pn = P0 ( 1 + r1)(1 + r2)....(1 + rn ) Dari kedua formula di atas dapat dikembangkan menjadi : ( 1 + r) n
= ( 1 + r1)(1 + r2)....(1 + rn )
Wijaya : Statistika I
14
Teladan 2.8. Pendapatan Nasional suatu negara tahun 1976 sebesar 400 milyar dolar, dan pada tahun 1980 sebesar 500 milyar dolar. Berapa rata–rata tingkat pertumbuhan pendapatan nasional per tahun ? Jawab : r = ( n √ Pn / P0 ) − 1 = (Pn / P0)1/4 − 1 r = (500 / 400)1/4 − 1 = 1,057 − 1 = 0,057 = 5,7 %
f.
Median (Me) –
merupakan nilai rata–rata ditinjau dari segi kedudukannya dalam urutan data.
–
membagi keseluruhan data menjadi dua bagian yang sama banyaknya (setelah data diurutkan dari terkecil sampai terbesar, atau sebaliknya). Me = Data ke ½ (n + 1)
Teladan 2.9. Nilai 5 kali kuiz Statistika seorang mahasiswa adalah 79, 82, 86, 92 dan 93. Maka Me = data ke ½ (5 + 1) = data ke 3 = 86. Teladan 2.10. Kadar nikotin contoh acak 6 batang rokok merk tertentu adalah 2,9 ; 2,3 ; 1,9 ; 2,7 ; 3,1 dan 2,5 mg. Setelah data diurutkan menjadi 1,9 ; 2,3 ; 2,5 ; 2,7 ; 2,9 ; 3,1. Maka mediannya Me = data ke ½ (6 + 1) = data ke 3 ½ = (2,5 + 2,7) : 2 = 2,6 mg.
g.
Modus (Mo) Modus suatu pengamatan adalah nilai yang paling sering terjadi, atau nilai
dengan frekuensi paling tinggi. Modus tidak selalu ada, juga bisa lebih dari satu nilai. Teladan 2.11. Nilai 5 kali kuiz Statistika seorang mahasiswa adalah 79, 82, 86, 92 dan 93. Maka Modusnya tidak ada.
Wijaya : Statistika I
15
Teladan 2.12. Banyaknya mobil yang terjual oleh 9 penyalur selama bulan September 1997 adalah 18, 10, 11, 98, 22, 15, 11, 25 dan 17. Maka modusnya ada satu (unimodal) yaitu 11. Teladan 2.13. Gaji (dalam ribuan rupiah) 8 orang Guru SD tertentu adalah 290, 255, 255, 310, 290, 275, 300, 325 dan 340. Maka Modusnya ada dua (Bimodal) yaitu 290 dan 255.
2.
Ukuran Letak (Fraktil atau Kuantil) Ukuran Letak adalah nilai–nilai yang dibawahnya terdapat sejumlah pecahan
atau persentase tertentu. a.
Persentil (P) = nilai yang membagi segugus pengamatan menjadi 100 bagian. Pi = data ke i ( n + 1) / 100
b.
Desil (D) = nilai yang membagi segugus pengamatan menjadi 10 bagian. Di = data ke i ( n + 1) / 10
c.
Quartil (Q) = nilai yang membagi segugus pengamatan menjadi 4 bagian. Qi = data ke i ( n + 1) / 10
Teladan 2.14. Data upah mingguan (ribu rupiah) 13 karyawan Pabrik Tekstil adalah 40, 30, 50, 65, 45, 55, 70, 60, 80, 35, 85, 95, 100. Setelah diurutkan menjadi 30, 35, 40, 45, 50, 55, 60, 65, 70, 80, 85, 95, 100. Maka : P10 = data ke 10 (13 + 1) / 100 = data ke 1,4 = 30 + 0,4 (35 − 30) = 32 P25 = data ke 25 (13 + 1) / 100 = data ke 3,5 = 40 + 0,5 (45 − 40) = 42,5 P50 = data ke 50 (13 + 1) / 100 = data ke 7 = 60 D5 = data ke 5 (13 + 1) / 10 = data ke 7 = 60 D7 = data ke 7 (13 + 1) / 10 = data ke 9,8 = 70 + 0,8 (80 − 70) = 78 K1 = data ke 1 (13 + 1) / 4 = data ke 3,5 = 40 + 0,5 (45 − 40) = 42,5
Wijaya : Statistika I
16
K2 = data ke 2 (13 + 1) / 4 = data ke 7 = 60 K3 = data ke 3 (13 + 1) / 4 = data ke 10,5 = 80 + 0,5 (85−– 80) = 82,5 ( jadi : P10 = D1, P25 = Q1, P50 = D5 = Q2, P75 = Q3 )
3.
Ukuran Penyimpangan/Keragaman/variasi/Penyebaran/Dispersi Ukuran penyimpangan adalah ukuran yang menunjukkan penyimpangan nilai
suatu variabel terhadap nilai rata–ratanya.
Ukuran penyimpangan ini sebagai
pelengkap bagi ukuran pemusatan dalam membandingkan dua atau lebih gugus bilangan yang berbeda. Rumus ukuran penyimpangan yang dibahas merupakan rumus ukuran penyimpangan contoh (untuk populasi lambang x dan s diganti dengan μ dan σ) yang meliputi : a.
Rentang / Range / Jangkauan = Selisih nilai terbesar dengan terkecil
b.
Rentang Antar Kuartil (RAK) = K3 − K1
c.
Simpangan Kuartil (SK) = ½ ( K3 − K1 )
d.
Rata–rata Simpangan (RS) = 1/n ∑ ⏐x − x ⏐
e.
∑ x2 − (∑ x)2/ n Ragam atau Varians ( s2 ) = ———————— n−1
f.
Ragam Gabungan (sg2) = [ ∑ (ni − 1)2 ] / ( ∑ ni ) − k
g.
Simpangan Baku Gabungan (sg ) = √ sg2
h.
Simpangan Baku (s) = √ s
i.
Koefisien Variasi atau Koefisien Keragaman (KK) = ( s / x ) x 100 %
j.
Koefisien Keragaman Kuartil (KKK) = ( K3 − K1 ) / ( K3 + K1 )
k.
Bilangan Baku ( z ) = ( xi − x ) / s
Teladan 2.15. Data berikut merupakan banyaknya ikan (xi) yang dapat ditangkap dari dua buah kolam oleh 9 orang.
Wijaya : Statistika I
17
Kolam
Nilai pengamatan
A
3
4
5
6
8
9
10
12
15
B
3
7
7
7
8
8
8
9
15
Dari data di atas dapat kita hitung nilai–nilai yang lain, seperti tercantum pada tabel berikut : Nilai pengamatan A
B
∑
x
Me
8
8
8
8
xi
3
4
5
6
8
9
10
12
15
72
2
x
9
16
25
36
64
81
100
144
225
700
xi– x
–5
–4
–3
–2
0
1
2
4
7
xi
3
7
7
7
8
8
8
9
15
72
2
x
9
49
49
49
64
64
64
81
225
654
xi– x
–5
–1
–1
–1
0
0
0
1
7
Selanjutnya kita hitung nilai penyimpangannya : Ukuran
Gugus A
Gugus B
Rentang
15 − 3 = 12
15 − 3 = 12
RAK
11 − 4,5 = 6,5
8,5 − 7 = 1,5
SK
3,25
0,75
RS
1/9 (28) = 28/9
1/9 (16) = 16/9
s
[ 700 − (72)2/9 ] / 8 = 15,5
[ 654 − (72)2/9 ] / 8 = 9,8
s
√ 15,5 = 3,94
√ 9,8 = 3,13
sg2
[(8) 3,94 + (8) 3,13 ] / 9+9−2 = 3,53
sg
√ 3,53 = 1,88
KK (%)
(3,94 : 8) x 100 % = 49,3
(3,13 : 8) x 100 % = 39
KKK
6,5 : 15,5 = 41,9 %
1,5 : 15,5 = 9,7 %
2
Wijaya : Statistika I
18
Data di atas menunjukkan bahwa antara Gugus A dan B walaupun mempunyai ukuran pemusatan dan Rentang yang sama, tetapi mempunyai ukuran keragaman yang berbeda. Ternyata Rentang tidak berhasil mengukur keragaman nilai–nilai diantara kedua ekstrim tersebut. Gugus A mempunyai nilai keragaman yang lebih besar dibanding gugus B.
Dalam praktek ukuran keragaman yang banyak
digunakan adalah Ragam, Simpangan Baku, Koefisien Keragaman dan Bilangan Baku. Teladan 2.16. Harga 5 buah mobil bekas masing–masing adalah Rp 4.000.000, Rp 4.500.000, Rp 5.000.000, Rp 4,750.000, Rp 4.250.000, dan harga 5 ekor ayam masing– masing adalah Rp 6000, Rp 8000, Rp 9000, Rp 5500, Rp 10.000. Tentukan harga mobil atau harga ayam yang lebih beragam ! Penyelesaian : Untuk Mobil : Rata–rata (x) = Rp 22.500.000 : 5 = Rp 4.500.000 Simpangan baku (s) = Rp 395.280 KK (%) = 3.950.000 : 4.500.000 = 8,78 % Untuk Ayam : Rata–rata (x) = Rp 38.500 : 5 = Rp 7.700 Simpangan baku (s) = Rp 1.920 KK (%) = 1.920 : 7.700 = 24,95 % Jadi harga ayam lebih beragam dibandingkan harga mobil. Teladan 2.17. Misal seorang mahasiswa mendapat nilai ujian Ekonomi Makro 82, sedangkan rata–rata kelasnya 68 dengan simpangan baku 8. Nilai ujian Statistikanya 89, sedangkan rata–rata kelasnya 80 dengan simpangan baku 6. Dalam ujian mana ia mempunyai kedudukan yang lebih baik ? Penyelesaian : Ekonomi Makro : Bilangan Baku = ( xi − x ) / s = ( 82 − 68 ) / 8 = 1,75 Statistika
: Bilangan Baku = ( xi − x ) / s = ( 89 − 80 ) / 6 = 1,50
Wijaya : Statistika I
19
Ternyata dalam ujian Ekonomi Makro mahasiswa tersebut berada 1,75 simpangan baku di atas rata–rata kelasnya, sedangkan dalam Statistika ia hanya 1,5 simpangan baku di atas rata–rata kelasnya.
Dengan demikian mahasiswa
tersebut mempunyai kedudukan yang lebih baik dalam ujian Ekonomi Makro.
Pengkodean Terhadap Ragam Pengkodean disini dimaksudkan sebagai operasi penjumlahan, pengurangan, penggandaan atau pembagian setiap nilai pengamatan dengan suatu konstanta. Misalkan data pengamatan semula adalah xi kemudian masing–masing nilai ditambah dengan konstanta c, sehingga rata–rata data pengamatan semula adalah x dan rata–rata yang baru y = x + c. Kita hitung ragam bagi y yaitu : ∑ ( y − y)2 ∑ [( x + c) − ( x + c)]2 s = ————— = —————————— n−1 n−1
∑ ( x − x)2 = ————— n−1
2
Bila setiap pengamatan ditambah atau dikurangi dengan suatu konstanta c, maka ragam data semula sama dengan ragam data yang baru. Sekarang misalkan nilai data awal digandakan dengan konstanta c, jadi y = cx maka rata–ratanya y = cx dan ragam bagi y : ∑ ( y − y)2 ∑ ( cx − cx )2 c2 ∑ (x − x)2 s2 = ————— = ——————— = —————— n−1 n–1 n−1 Bila setiap pengamatan digandakan (atau dibagi) dengan suatu konstanta c, maka ragam data semula sama dengan ragam data yang baru dibagi (atau digandakan) dengan c2. Teladan 2.18. Data berikut merupakan banyaknya ikan (xi) yang dapat ditangkap dari dua buah kolam oleh 9 orang. Kolam
s2
Nilai pengamatan
A
3
4
5
6
8
9
10
12
15
15,5
B
3
7
7
7
8
8
8
9
15
9,75
Wijaya : Statistika I
20
Misalkan data dalam gugus A ditambah dengan 2, sedangkan data gugus B digandakan 2 kali. Hasilnya adalah : ∑
Nilai pengamatan A
xi
5
6
7
8
10
11
12
14
17
90
x
25
36
49
64
100
121
144
196
289
1024
xi
6
14
14
14
16
16
16
18
30
144
36
196
196
196
256
256
256
324
900
2616
2
B
2
x
Untuk A : s2 = [ 1024 − (90)2/9 ] : 8 = 15,5 = ragam data asal Untuk B : s2 = [ 2616 − (144)2/9 ] : 8 = 39 = ragam data asal dikali 22
2.5.2 Data Dikelompokkan Misalkan kita gunakan data Gaji (dalam jutaan rupiah) 40 karyawan Pabrik rotan yang tertera pada Tabel Distribusi Frekuensi. Selang
frek. (f)
Tengah (x)
f.x
c
f.c
log x
f.log x
f/x
1,5 − 1,9
2
1,7
3,4
−3
–6
0,23
0,46
1,18
2,0 − 2,4
1
2,2
2,2
−2
–2
0,34
0,34
0,45
2,5 − 2,9
4
2,7
10,8
−1
–4
0,43
1,72
1,48
3,0 − 3,4
15
3,2
48,0
0
0
0,51
7,65
4,69
3,5 − 3,9
10
3,7
37,0
1
10
0,57
5,70
2,70
4,0 − 4,4
5
4,2
21,0
2
10
0,62
3,10
1,19
4, 5 − 4,9
3
4,7
14,1
3
9
0,67
2,01
0,64
20,98
12,33
Jumlah
136,5
1.
Ukuran Pemusatan
a.
Rata–rata Hitung (x) :
17
Cara I :
x = ∑ (f.x) / ∑ f = (136,5) : 40 = 3,41
Cara II :
x = X0 + p [ ∑ (f.c) / ∑ f ] = 3,2 + 0,5 [ 17 / 40 ] = 3,41 Wijaya : Statistika I
21
X0 = titik tengah kelas yang dipilih, dan diberi nilai c = 0 p
b.
= panjang kelas interval
Rata–rata Ukur ( U) : Log U = [ ∑ f.log x ] / ∑ f = 20,98 : 40 = 0,525 U = 3,35
c.
Rata–rata Harmonik (H) : H = [ ∑ f ] / ∑ (f / x) = 40 : 12,33 = 3,24
Dari ketiga perhitungan rata–rata tersebut terdapat hubungan bahwa H < U < X, secara umum berlaku H ≤ U ≤ X.
d.
Median : Me = B + p [ (½ n − F) / f ] Me = Median B
= Batas bawah kelas median (kelas dimana median terletak) = 2,95
p
= Panjang kelas = 0,5
n
= Ukuran contoh = 40
F
= Jumlah frekuensi dengan tanda kelas lebih kecil dari kelas median =7
f
= frekuensi kelas median = 15
Jadi
e.
Me = 2,95 + 0,5 [ (20 –7) : 15 ] = 2,95 + 0,43 = 3,38
Modus (Mo) : Mo = B + p [ ( f1 / (f1 + f2) ] Me =
Modus
B =
Batas bawah kelas modus = 2,95
p =
Panjang kelas = 0,5
f1 =
Selisih frekuensi sebelumnnya = 11
kelas
modus
dengan
frekuensi
kelas
f2 =
Selisih frekuensi sesudahnya = 5
kelas
modus
dengan
frekuensi
kelas
Jadi
Mo = 2,95 + 0,5 [ (11) : (11 + 5) ] = 2,95 + 0,34 = 3,29
Wijaya : Statistika I
22
2.
Ukuran Letak Persentil : Pi = B + p [ (in/100 − F) / f ] Desil
: Di = B + p [ (in/10 − F) / f ]
Kuartil
: Ki = B + p [ (in/4 − F) / f ]
B =
Batas bawah kelas Pi , atau Di atau Ki
p =
Panjang kelas = 0,5
n =
Ukuran contoh = 40
F =
Jumlah frekuensi dengan tanda kelas lebih kecil dari kelas Pi , Di , atau Ki
f =
frekuensi kelas Pi , Di , atau Ki
Teladan 2.19. 1. P25 = = 2. P50 = = 3. P75 =
4. D2
5. D5
6. D7
7. K1
8. K2
data ke 25 (40) / 100 = data ke 10 2,95 + 0,5 [ 10 − 7 ] / 15 = 2,95 + 0,10 = 3,05 data ke 50 (40) / 100 = data ke 20 2,95 + 0,5 [ 20 − 7 ] / 15 = 2,95 + 0,43 = 3,38 data ke 75 (40) / 100 = data ke 30
=
3,45 + 0,5 [ 30 − 22 ] / 10 = 3,45 + 0,40 = 3,85
=
data ke 2 (40) / 10 = data ke 8
=
2,95 + 0,5 [ 8 − 7 ] / 15 = 2,95 + 0,03 = 2,98
=
data ke 5 (40) / 10 = data ke 20
=
2,95 + 0,5 [ 20 − 7 ] / 15 = 2,95 + 0,43 = 3,38
=
data ke 7 (40) / 10 = data ke 28
=
3,45 + 0,5 [ 28 − 22 ] / 10 = 3,45 + 0,30 = 3,75
=
data ke 1 (40) / 4 = data ke 10
=
2,95 + 0,5 [ 10 − 7 ] / 15 = 2,95 + 0,10 = 3,05
=
data ke 2 (40) / 4 = data ke 20
=
2,95 + 0,5 [ 20 − 7 ] / 15 = 2,95 + 0,43 = 3,38 Wijaya : Statistika I
23
9. K3
=
data ke 3 (40) / 4 = data ke 30
=
3,45 + 0,5 [ 30 − 22 ] / 10 = 3,45 + 0,40 = 3,85
Hubungan nilai persentil, desil dan kuartil dapat digambarkan dengan diagram berikut : Batas Gaji
3,05
Persentase
25
Ukuran Letak
3,38
3,85
25 P25 = K1
25
P50 = D5 = K2
25 P75 = K3
Dari diagram tersebut dapat dikemukakan, misalnya : –
sebanyak 25 % atau 10 orang karyawan memperoleh gaji lebih kecil dari Rp 3,05 juta.
–
banyaknya karyawan dengan gaji dari Rp 3,05 juta sampai Rp 3,85 juta sebanyak 50 % atau 20 orang.
3.
Ukuran Penyimpangan / Keragaman Misalkan kita gunakan data Gaji (dalam jutaan rupiah) 40 karyawan Pabrik
rotan yang tertera pada Tabel Distribusi Frekuensi. Selang
frek. (f)
Tengah (x)
⏐x − x⏐
f.⏐x −x⏐
x2
f. x2
f.log x
1,5 − 1,9
2
1,7
1,71
3,42
2,89
5,78
0,46
2,0 − 2,4
1
2,2
1,21
1,21
4,84
4,84
0,34
2,5 − 2,9
4
2,7
0,71
2,84
7,29
29,16
1,72
3,0 − 3,4
15
3,2
0,21
3,15
10,24
153,60
7,65
3,5 − 3,9
10
3,7
0,29
2,90
13,69
136,90
5,70
4,0 − 4,4
5
4,2
0,79
3,95
17,64
88,20
3,10
4, 5 − 4,9
3
4,7
1,29
3,87
22,09
66,27
2,01
6,21
21,34
78,68
484,75
20,98
Jumlah a.
Rentang Antar Kuartil (RAK) = K3 − K1 = 3,85 – 3,05 = 0,80
Wijaya : Statistika I
24
b.
Simpangan Kuartil (SK) = ½ (K3 − K1) = 0,40
c.
Rata–rata Simpangan (RS) = 1/n ∑ f ⏐x − x⏐ = 1/40 ( 21,34 ) = 0,53
d.
Ragam (s2) = [ ∑ f. x2 − (∑ f.x)2/n ] / n−1 = (484,75 − 465,81) : 39 = 0,49
e.
Simpangan Baku (s) = √ s = √ 0,49 = 0,7
f.
Koef. Keragaman (KK) = ( s / x ) x 100 % = (0,7 / 3,41) x 100 % = 20,53 %
g.
KK. Kuartil (KKK) = (K3 − K1) / (K3 + K1) = 0,80 : 6,90 = 11,59 %
2.6 Dalil Chebyshev dan Kaidah Empirik 2.6.1 Dalil Chebyshev : Sekurang–kurangnya 1 − 1/k2 bagian data terletak dalam k simpangan baku dari rata–ratanya. Teladan 2.20. Misalkan data IQ suatu contoh acak 1.080 mahasiswa mempunyai rata–rata 120 dengan simpangan baku 8. Gunakan dalil Chebyshev untuk menentukan selang yang mengandung sekurang–kurangnya 810 mahasiswa mempunyai IQ yang terletak di dalamnya ! Penyelesaian : 810 : 1080 = 3/4, jadi 1 − 1/k2 = 3/4, maka diperoleh nilai k = 2 dan x ± 2 s = 120 ± 2 (8) = 120 ± 16. Jadi sekurang–kurangnya 810 mahasiswa mempunyai IQ antara 104 sampai 136. Dalil Chebyshev kurang banyak memberikan manfaat apabila nilai k = 1. Disamping itu hanya memperhatikan batas bawahnya saja (dengan istilah sekurang–kurangnya), dan tidak memperhatikan bagaimana bentuk sebaran data pengamatan, apakah berbentuk genta (simetris) atau tidak. Oleh karena itu, untuk sebaran data pengamatan yang berbentuk genta akan lebih baik digunakan Kaidah Empirik.
Wijaya : Statistika I
25
2.6.2 Kaidah Empirik Pada sebaran pengamatan yang berbentuk genta (simetrik) maka kira–kira : 68 % pengamatan terletak dalam 1 simpangan baku dari rata–ratanya. 95 % pengamatan terletak dalam 2 simpangan baku dari rata–ratanya. 99,7 % pengamatan terletak dalam 3 simpangan baku dari rata–ratanya. Misal dengan menggunakan data gaji 40 karyawan Pabrik Rotan (Tabel 2) diperoleh rata–rata (x) = 3,41 dengan simpangan baku (s) = 0,70. Maka menurut Kaidah Empirik berarti kurang lebih 68 % atau 27 diantara 40 karyawan memperoleh gaji yang terletak dalam selang x ± s = 3,41 ± 0,7 atau antara 2,71 sampai 4,11 juta rupiah.
2.7 Kemenjuluran (Skewness) dan Keruncingan (Kurtosis) Kurva Kemenjuluran digunakan untuk mengetahui derajat kesimetrian sebuah model (distribusi), dinyatakan dengan Koefisien Kemenjuluran Pearson (KM) : 3 ( rata–rata − median ) KM = ——————————— Simpangan baku Teladan 2.21. Misal digunakan data pada Tabel 2, tentang gaji 40 karyawan Pabrik Rotan diperoleh nilai rata–rata (x) = 3,41, median (Me) = 3,38 dan simpangan baku
(s)
= 0,7. Maka Koefisien Kemenjuluran Pearson : 3 ( 3,41 − 3,38 ) KM =
= 0,13 (positif, atau sedikit menjulur ke kanan) 0,7
Kurtosis menunjukkan tinggi rendahnya atau runcing datarnya suatu kurva. Kurva yang runcing dinamakan Leptokurtik, yang datar dinamakan Platikurtik dan yang normal dinamakan Mesokurtik.
Untuk menentukannya digunakan Koefisien
Kurtosis, yaitu : Koefisien Kurtosis = [ 1/n ∑ f (x − x)4 ] / s4 Wijaya : Statistika I
26
Ketentuan : Jika K = 3, maka kurvanya Mesokurtik (normal) K > 3, maka kurvanya Leptokurtik (runcing) K < 3, maka kurvanya Platikurtik (datar) Teladan 2.22. Untuk data Gaji 40 Karyawan Pabrik Rotan. Selang
f
x
(x − x)4
f.(x − x)4
1,5 − 1,9
2
1,7
8,55
17,10
2,0 − 2,4
1
2,2
2,14
2,14
2,5 − 2,9
4
2,7
0,25
1,00
3,0 − 3,4
15
3,2
0,002
0,03
= 3,19
3,5 − 3,9
10
3,7
0,007
0,07
(Leptokurtik)
4,0 − 4,4
5
4,2
0,39
1,95
4, 5 − 4,9
3
4,7
2,77
8,31
6,21
30,60
Jumlah
K = 1/40 (30,60) : 0,24
Wijaya : Statistika I
27
III. ANGKA INDEKS
Angka Indeks atau Indeks merupakan angka yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk melakukan perbandingan antara kegiatan yang sama (produksi, penjualan, konsumsi dan perkembangan harga) dalam waktu yang berbeda. Tujuan pembuatan angka indeks yaitu untuk mengukur secara kuantitatif terjadinya suatu perubahan dalam dua waktu yang berlainan, misalnya indeks harga mengukur perubahan harga. Dalam penentuan angka indeks diperlukan dua macam waktu, yaitu : 1.
Waktu Dasar, merupakan waktu dimana suatu kegiatan digunakan sebagai dasar perbandingan.
2.
Waktu Sedang Berjalan atau waktu yang bersangkutan, merupakan waktu dimana suatu kegiatan akan dibandingkan terhadap kegiatan pada waktu dasar. Angka Indeks yang biasa digunakan yaitu Indeks Harga (Ip), Indeks Kuantitas
atau produksi (Iq) dan Indeks Nilai (Iv). Adapun hubungan antara ketiga indeks tersebut adalah Iv = Ip x Iq.
3.1 Indeks Tidak Tertimbang (Sederhana) 3.1.1 Indeks Harga Relatif Tidak Tertimbang (Sederhana) Indeks harga relatif tidak tertimbang (sederhana) adalah indeks harga yang terdiri dari satu macam barang. Untuk Harga, rumusnya
: It/0 = ( Pt / P0 ) x 100 %
Untuk produksi, rumusnya : It/0 = ( Qt / Q0 ) x 100 %
3.1.2 Indeks Harga Agregatif Tidak Tertimbang Indeks harga agregatif tidak tertimbang adalah indeks harga yang terdiri dari beberapa macam barang. Wijaya : Statistika I
28
Untuk Harga, rumusnya
: It/0 = ( ∑Pt / ∑P0 ) x 100 %
Untuk produksi, rumusnya : It/0 = ( ∑Qt / ∑Q0 ) x 100 %
3.1.3 Indeks Harga Rata–rata Relatif Tidak Tertimbang a.
Bila rata–ratanya adalah rata–rata hitung : Untuk Harga, rumusnya
: It/0 = 1/n ( ∑ Pt / P0 ) x 100 %
Untuk produksi, rumusnya : It/0 = 1/n ( ∑ Qt / Q0 ) x 100 % b.
Bila rata–ratanya adalah rata–rata ukur : Untuk Harga, rumusnya
: Log It/0 = 1/n ∑ Log (Pt / P0)
Untuk produksi, rumusnya : Log It/0 = 1/n ∑ Log (Qt / Q0) Keterangan : Pt
=
harga barang pada waktu t
P0
=
harga barang pada waktu 0 (waktu dasar)
Qt
=
kuantitas barang pada waktu t
Q0
=
kuantitas barang pada waktu 0 (waktu dasar)
Vt
=
nilai barang pada waktu t = Pt x Qt
V0
=
nilai barang pada waktu 0 (waktu dasar) = Po x Qo
Teladan 3.1. Misal harga (juta rupiah) dan produksi (buah) 4 jenis barang pada tahun 1994, 1995 dan 1996 adalah sebagai berikut : Barang
Harga
Produksi
1994
1995
1996
1994
1995
1996
A
10
8
7
20
30
35
B
15
15
20
35
25
15
C
5
7
10
30
20
25
D
20
15
15
15
15
30
JML
50
45
52
100
80
105
Wijaya : Statistika I
29
1.
Indeks Harga Relatif Sederhana barang A tahun 1995 dan 1996 dengan waktu dasar 1994 : I95/94 = (Pt / P0) x 100% = (8/10) x 100% = 80 % (turun 20 %) I96/94 = (Pt / P0) x 100% = ( 7/10 ) x 100% = 70 % (turun 30 %) Untuk produksi, indeksnya adalah : I95/94 = (Qt / Q0) x 100% = (30/20) x 100% = 150 % (naik 50 %) I96/94 = (Qt / Q0) x 100% = (35/20) x 100% = 175 % (naik 75 %)
2.
Indeks Harga Agregatif Tidak Tertimbang tahun 1996 dan 1995 dengan waktu dasar tahun 1994 : I95/94 = ( ∑Pt / ∑P0 ) x 100% = (45/50) x 100% = 90% I96/94 = ( ∑Pt / ∑P0 ) x 100% = (52/50) x 100% = 104% Untuk produksi, indeksnya adalah : I95/94 = ( ∑Qt / ∑Q0 ) x 100% = (80/100 ) x 100% = 80% I96/94 = ( ∑Qt / ∑Q0 ) x 100% = (105/100) x 100% = 105%
3.
Indeks Harga Rata–rata Relatif Tidak Tertimbang tahun 1996 dan 1995 dengan waktu dasar tahun 1994.
a.
Bedasarkan rata–rata hitung : I95/94 = 1/n ∑ (Pt / P0 ) x 100 % = ¼ (8/10 + 15/15 + 7/5 + 15/20 ) x 100 % = 98,75 % I96/94 = 1/n ∑ (Pt / P0) x 100 % = ¼ (7/10 + 20/15 + 10/5 + 15/20) x 100 % = 119,6 %
b.
Berdasarkan rata–rata ukur : Log I95/94 = 1/n ∑ Log (Pt / P0 ) = ¼ (Log 8/10 + Log 15/15 + Log 7/5 + Log 15/20) = – 0,015 I95/94
= 0,9657 x 100 % = 96,57 %
Wijaya : Statistika I
30
Log I96/94 = 1/n ∑ Log (Pt / P0) = ¼ (Log 7/10 + Log 20/15 + Log 10/5 + Log 15/20) = 0,029 I96/94
= 1,069 x 100 % = 106,9 %
3.2 Indeks Harga Tertimbang 3.2.1 Indeks Harga Agregatif Tertimbang Bentuk Umum : It/0 = ( ∑ Pt. W / ∑ P0. W ) x 100 a)
Laspeyres, bila timbangannya W = Q0 L t/0 = ( ∑ Pt. Q0 / ∑ P0. Q0 ) x 100
b)
Paasche, bila timbangannya W = Qt Pt/0 = ( ∑ Pt. Qt / ∑ P0. Qt ) x 100
c)
Marshall–Edgeworth, bila timbangannya W = Q0 + Qt Mt/0 = ∑ Pt (Q0 + Qt) / ∑ P0 (Q0 + Qt) x 100
d)
Walsh, bila timbangannya W = √ Q0.Qt Wt/0 = ∑ Pt (√ Q0.Qt) / ∑ P0 (√ Q0.Qt) x 100
e).
Drobisch Dt/0
= ½ ( L t/0 + P t/0 ) = ½ [(∑ Pt. Q0 / ∑ P0.Q0) + (∑ Pt.Qt / ∑ P0.Qt) ] x 100
f)
Irving–Fisher atau Indeks Ideal : Ft/0
= √ ( L t/o x P t/o ) = √ [(∑ Pt.Q0 / ∑ P0.Q0) (∑ Pt.Qt / ∑ P0.Qt) ] x 100
Teladan 3.2. Misal kita gunakan data berikut untuk menentukan indeks harga agregatif tertimbang tahun 1995 dengan waktu dasar tahun 1994.
Wijaya : Statistika I
31
Barang
Harga
Produksi
1994 (P0)
1995 (Pt)
1994 (Q0)
1995 (Qt)
A
10
8
20
30
B
15
15
35
25
C
5
7
30
20
D
20
15
15
15
JML
50
45
100
80
Dari data di atas dapat kita susun menjadi tabel berikut : Po
Pt
Qo
Qt
Po.Qo ( Vo )
Po.Qt
Pt.Qo
Pt.Qt ( Vt )
Qo+Qt
Qo.Qt
A
10
8
20
30
200
300
160
240
50
600
B
15
15
35
25
525
375
525
375
60
875
C
5
7
30
20
150
100
210
140
50
600
D
20
15
15
15
300
300
225
225
30
225
∑
50
45
100
80
1175
1075
1120
980
Selanjutnya kita hitung Indeks Harga Agregatif Tertimbang : a.
Laspeyres : L 95/94 = (∑ Pt.Q0 / ∑ P0.Q0) x 100 = (1120 : 1175) x 100 = 95,32%
b.
Paasche : P95/94 = (∑ P0.Qt / ∑ P0.Qt) x 100 = (980 : 1075) x 100% = 91,16%
c.
Marshall–Edgeworth : M95/94 = ∑ Pt (Q0 + Qt) / ∑ P0 (Q0 + Qt) x 100 (8 x 50) + (15 x 60) + (7 x 50) + (15 x 30) = ——————————————————— (10 x 50) + (15 x 60) + (5 x 50) + (20 x 30) = ( 2100 : 2250 ) x 100 = 93,33 %
Wijaya : Statistika I
32
d.
Walsh : W95/94 = ∑ Pt (√ Q0.Qt) / ∑ P0 (√ Q0.Qt) x 100 (8 √600) + (15 √875) + (7 √600) + (15 √225) = ———————————————————— (10 √600) + (15 √875) + (5 √600) + (20 √225) = (1036,13 : 1085,12) x 100 = 95,49
e.
Drobisch D95/94 = ½ ( L95/94 + P95/94 ) = ½ ( 95,32 + 91,16 ) x 100 % = 93,24 %
f.
Irving–Fisher atau Indeks Ideal : F95/94
= √ ( L95/94 x P95/94 ) = √ ( 95,32 x 91,16 ) x 100 % = 93,22 %
Contoh lain : untuk menentukan Indeks Biaya Hidup Agregatif suatu keluarga dengan data sebagai berikut :
No.
Keperluan Hidup
Bagian Pengeluaran
Harga Pada Thn
Biaya (%)
1960
1964
1.
Makanan
60
7,5
115
2.
Bahan Bakar, Penerangan dan Air
8
3,5
60
3.
Pakaian
12
175
820
4.
Perumahan
15
86
325
5.
Lain–lain
5
43
200
100
315
1.520
Jumlah
Indeks Biaya Hidup Keluarga tahun 1964 dengan tahun dasar 1960 adalah : (60x115)+(8x60)+(12x820)+(15x325)+(5x200) L64/60 = —————————————————————— = 565,6 (60x7,5)+(8x3,5)+(12x175)+(15x86)+(5x43)
Wijaya : Statistika I
33
3.2.2 Indeks Harga Rata–rata Relatif Tertimbang ∑ (Pt / P0).W Rumus Umum : It/0 = ——————— x 100 ∑W a)
Timbangannya W = V0 = P0.Q0 ∑ (Pt / P0) (P0.Q0) L t/0 = —————————— x 100 ∑ P0.Q0
b)
Timbangannya W = Vt = Pt.Qt ∑ (Pt / P0) (Pt.Qt) Pt/0 = —————————— x 100 ∑ Pt.Qt Misal kita akan menghitung indeks harga rata–rata relatif tertimbang untuk
keempat jenis barang pada data di atas : a).
Dengan Rumus Laspeyres : ∑ (Pt / P0) (P0.Q0) L95/94 = —————————— x 100 ∑ P0.Q0 (8/10) 200 + (15/15) 525 + (7/5) 150 + (15/20) 300 = ——————————————————————— x 100 200 + 525 + 150 + 300 =
b).
( 1120 : 1175 ) x 100 = 95,32
Dengan Rumus Paasche : ∑ (Pt / P0) (Pt.Qt) P95/94 = ————————— x 100 ∑ Pt.Qt
Wijaya : Statistika I
34
(8/10) 240 + (15/15) 375 + (7/5) 140 + (15/20) 225 = ———————————————————————— x 100 240 + 375 + 140 + 225 =
( 931,75 : 980 ) x 100 = 95,08
3.3 Indeks Harga Berantai Indeks yang telah dikemukakan merupakan indeks dengan waktu dasar tetap. Apabila waktu dasarnya berubah–ubah, misalnya setiap 1 tahun, 2 tahun atau lebih, maka indeksnya akan merupakan indeks berantai.
Misal waktu
dasarnya berubah setiap n tahun, maka indeks harganya adalah : It–n = ( Pt / Pt–n ) x 100 Teladan 3.3. Harga beras (Rp/kg) di Cirebon selama 5 tahun dari tahun 1991 – 1995 adalah sebagai berikut : Tahun
1991
1992
1993
1994
1995
Harga (Rp/kg)
800
900
1000
1100
1200
Hitung indeks harga berantai tahun 1993, 1994 dan 1995 dengan waktu dasar berubah setiap : a.
satu tahun
b.
dua tahun
Pemecahan : a.
Waktu dasar berubah setiap satu tahun : Tahun 1993 : I93/92 = ( 1000 : 900 ) x 100 = 111,11 Tahun 1994 : I94/93 = ( 1100 : 1000 ) x 100 = 110 Tahun 1995 : I95/94 = ( 1200 : 1100 ) x 100 = 109,09
b.
Waktu dasar berubah setiap dua tahun : Tahun 1993 : I93/91 = ( 1000 : 800 ) x 100 = 125 Wijaya : Statistika I
35
Tahun 1994 : I94/92 = ( 1100 : 900 ) x 100 = 122,22 Tahun 1995 : I95/93 = ( 1200 : 1000 ) x 100 = 120 Misal waktu dasarnya berubah setiap satu tahun, maka : I1/0 = P1 / P0 , I2/1 = P2 / P1 , ..., It/t–1 = Pt / Pt–1 Jika : I1/0 x I2/1 x ... x I t/t–1 = P1 / P0 x P2 / P1 x ... x Pt / Pt–1 = Pt / P0 = It/0 Jadi indkes berantai pada dasarnya merupakan indeks relatif sederhana.
3.4 Penentuan dan Pergeseran Waktu Dasar 3.4.1 Penentuan Waktu Dasar : ¾
Keadaan ekonomi (juga sosial, budaya, politik) stabil.
¾
Waktu tidak terlalu jauh ke belakang (paling lama 10 tahun atau kalau bisa kurang dari 5 tahun). Dengan kata lain data (produksi, harga atau penjualan) dalam keadaan up to date.
¾
Waktu dimana terjadinya peristiwa penting, misalnya pergantian pimpinan di perusahaan dll.
3.4.2 Pergeseran Waktu Dasar Apabila waktu dasar dari suatu indeks sudah dianggap out of date, maka perlu dilakukan pergeseran atau perubahan waktu dasar melalui : ¾
Apabila data asli masih tersedia, maka perlu dilakukan perhitungan kembali dengan menggunakan waktu dasar yang baru.
¾
Apabila data asli tidak tersedia, sedangkan data indeks lama tersedia, maka indeks yang baru dapat dihitung dengan rumus : IB = IL / ILD
dimana IB adalah Indkes Baru, IL = Indeks Lama dan ILD adalah Indeks Lama pada waktu dasar yang baru.
Wijaya : Statistika I
36
Teladan 3.4. Misal kita gunakan data harga beras (Rp/kg) di Cirebon selama 5 tahun dari tahun 1991 – 1995. Indeks harga lama dihitung berdasarkan waktu dasar tahun 1992, kemudian akan diganti dengan waktu dasar tahun 1994. Indeks harga yang baru dapat dihitung kembali berdasarkan data harga yang asli (1) dan dari data indeks harga yang lama (2). Hasilnya adalah sebagai berikut : Tahun
Harga
Indeks Lama ( 1992 = 100 )
Indeks Baru 1) ( 1994 = 100 )
Indeks Baru 2) ( 1994 = 100 )
1991
800
88,89
72,73
72,73
1992
900
100
81,82
81,82
1993
1000
111,11
90,91
90,91
1994
1100
122,22
100
100
1995
1200
133,33
109,09
109,09
Keterangan : 1) Indeks baru berdasarkan data harga yang asli 1) Indeks baru berdasarkan data indeks harga lama
3.5 Pengujian Indeks dan Pendeflasian Data Berkala 3.5.1 Pengujian Indeks Kebaikan atau kesempurnaan indeks dilihat dari kenyataan apakah indeks tersebut memenuhi kriteria pengujian sebagai berikut : a).
Time reversal Test , bila I t/0 x I0/t = 1 Indeks Harga Relatif : It/0 = Pt / P0 dan I0/t = P0 / Pt It/0 x I0/t = Pt/P0 x P0/Pt = 1 (memenuhi) Indeks Harga Agregatif Tidak Tertimbang : It/0 = ∑ Pt / ∑ P0 dan I0/t = ∑ P0 / ∑ Pt It/0 x I0/t = (∑ Pt / ∑ P0)(∑ P0 / ∑ Pt) = 1 (memenuhi)
Wijaya : Statistika I
37
Indeks Harga Agregatif Tertimbang Laspeyres : L t/0 = ∑ Pt.Q0 / ∑ P0.Q0 dan L0/t = ∑ P0.Qt / ∑ Pt.Qt L t/0 x L0/t = (∑ Pt.Q0 / ∑ P0.Q0)(∑ P0.Qt / ∑ Pt.Qt ) ≠ 1 (tidak memenuhi) Indeks Harga Agregatif Tertimbang Irving–Fisher (Indeks Ideal) : F t/0 = √ L t/0 x P t/0 dan F0/t = √ L0/t x P0/t ∑ Pt.Q0
∑ Pt.Qt
∑ P0.Qt
∑ P0.Q0
F t/0 x F0/t = √ ———— . ———— . ———— . ———— = 1 ∑ P0.Q0 b).
∑ P0.Qt
∑ Pt.Qt
∑ Pt.Q0
Factor Reversal Test, bila I(t/0)p x I(t/0)q = I(t,0)v Indeks Harga Relatif : I(t/0)p = Pt / Po dan I(t/0)q = Qt / Qo I(t/0)p x I(t/0)q = Pt/P0 x Qt/Q0 = Pt.Qt / P0.Q0 = Vt / V0 (memenuhi) Indeks Harga Agregatif Tidak Tertimbang : I(t/0)p = ∑ Pt / ∑ P0 dan I(t/0)q = ∑ Qt / ∑Q0 I(t/0)p x I(t/0)q = (∑ Pt / ∑ P0)(∑ Qt / ∑ Q0) = ∑ Pt ∑ Qt / ∑ P0 ∑ Q0 ≠ 1 (tidak memenuhi) Indeks Harga Irving–Fisher (Ideal) : F(t/0)p = √ L(t/0)p x P(t/0)p dan F(t/0)q = √ L(t/0)q x P(t/0)q ∑ Pt.Q0
∑ Pt.Qt
∑ P0.Qt
∑ Pt.Qt
Fp x Fq = √ ———— . ———— . ———— . ———— ∑ P0.Q0 ∑ P0.Qt ∑ P0.Q0 ∑ Pt.Q0 = √ ∑ Vt / ∑ V0 (memenuhi) c).
Circular Test Misal terdapat t buah indeks dari t tahun dengan waktu dasar i, yaitu : I1/i, I2/i, ..... , It/i
(1)
Wijaya : Statistika I
38
Apabila waktu dasarnya adalah j, maka indeksnya adalah : I1/j, I2/j , .... , It/j
(2)
Apabila setiap indeks pada (1) dibagi dengan indeks I j/i, hasilnya : I1/i / Ij/i = I1/j , I2/i / Ij/i = I2/j j jadi It/i / Ij/i = It/j yaitu sama dengan (2) Teladan. I85/82 = P85 / P82 I85/82
P85
dan I84/82 = P84 / P82 P82
P85
——— = ——— x ——— = —— I84/82 P82 P84 P84
3.5.2 Pendeflasian Data Secara umum dapat dikatakan bahwa kenaikan indeks harga akan menurunkan daya beli, sebaliknya daya beli meningkat dengan menurunnya indeks harga (jadi kalau indeks harga naik a kali, maka daya beli turun sebesar 1/a kali). Misalnya pada tahun 1988 uang sebanyak Rp 5.000,- dapat digunakan untuk membeli satu sak semen, sedangkan pada tahun 1996 harga satu sak semen Rp 10.000,-, maka nilai rupiah pada tahun 1988 sama dengan 50 sen pada tahun 1996.
Ini berarti harga telah menjadi dua kali, dan nilai atau daya beli telah
berkurang menjadi setengah kali. Untuk mendapatkan data berkala yang nyata, misalnya gaji nyata dan upah nyata atau pendapatan nyata, maka angka–angka tersebut harus dibagi dengan indeks harga konsumen atau indeks biaya hidup. Proses ini disebut mendeflasi data. Misal kita ingin mengetahui berapa daya dari gaji karyawan yang bisa dipakai untuk membeli. Jadi kita ingin mengetahui gaji riil atau gaji nyata dari karyawan tersebut. Gaji nyata tahun 1990 diperoleh dari Rp 5.000 : 0,98 = 5.102, dengan cara yang sama dapat ditentukan gaji nyata untuk tahun–tahun yang lain. Dari tabel dibawah untuk tahun 1995 dan 1990 terjadi kenaikan gaji nominal sebesar 60 % yaitu dari (8.000 – 5.000)/5.000, tetapi sebenarnya berdasarkan gaji nyata hanya naik sebesar (7.273 – 5.102)/5.102 = 43 %.
Hal ini terjadi karena adanya
kenaikan indeks biaya hidup atau indeks harga konsumen. Jadi apa yang dapat Wijaya : Statistika I
39
dibeli dengan uang sebesar Rp 7.273,- pada tahun 1990 menjadi berharga Rp 8.000,- pada tahun 1995. Tahun
Indeks Biaya Hidup
Gaji Harian (Rp)
Gaji Nyata (Rp)
Daya Beli Rp 1,00,-
1990
98
5.000
5.102
1,02
1991
100
6.000
6.000
1,00
1992
102
6.750
6.618
0,98
1993
106
7.000
6.604
0,94
1994
108
7.500
6.944
0,93
1995
110
8.000
7.273
0,91
1996
113
9.000
7.965
0,88
Indeks biaya hidup atau indeks harga konsumen disebut deflator. Deflator yang dapat dipertanggungjawabkan harus memenuhi sifat time reversal test, factor reversal test dan circular test. Akan tetapi dalam prkateknya pendeflasian dapat dilakukan walaupun deflator tidak mempunyai sifat tersebut. Apabila kita ingin mendapatkan daya beli rupiah untuk beberapa tahun, dengan anggapan daya beli Rp 1,- pada tahun tertentu (misal tahun 1991), maka daya beli Rp 1,- pada tahun 1990 = 1/0,98 = Rp 1,02,-, daya beli Rp 1,- pada tahun 1992 = 1/1,02 = Rp 0,98,- dan seterusnya untuk tahun–tahun yang lain, sehingga diperoleh data pada kolom kelima tabel di atas.
Wijaya : Statistika I
40
IV. ANALISIS DATA BERKALA
Data berkala (Time Series) merupakan data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu untuk menggambarkan perkembangan suatu kegiatan (harga, produksi, penjualan dan lain–lain). Di samping itu, untuk mengetahui ada tidaknya perubahan suatu kegiatan akibat perubahan kejadian lain secara kuantitatif. Karena data berkala dapat digunakan untuk membuat garis trend, sehingga data berkala dapat digunakan untuk membuat ramalan–ramalan. Secara matematis data berkala dilambangkan dengan Y1, Y2, ..., Yn dengan Yn = data pada waktu ke–n. Jadi Y merupakan fungsi dari waktu (X) atau Y = F(X). Klasifikasi gerakan (variasi) data berkala ada 4 macam, yaitu : 1.
Gerakan Trend (T) jangka panjang, yaitu gerakan yang menunjukkan arah perkembangan secara umum (kecenderungan naik atau turun).
2.
Gerakan Siklis (C) yaitu gerakan jangka panjang di sekitar garis trend.
3.
Gerakan Musiman (S) yaitu gerakan dengan pola tetap dari waktu ke waktu.
4.
Gerakan yang tidak teratur atau Irreguler (I), sifatnya sporadis.
Jadi data berkala (Y) terdiri dari 4 komponen yaitu Trend (T), Siklis (C), Musiman (S) dan Irreguler (I), sehingga dapat ditulis Y = T.C.S.I.
4.1 Metode Penentuan Garis Trend Linear 4.1.1 Metode Tangan Bebas Cara
: –
Gambarkan titik–titik pengamatan (diagram pencar) pada sumbu Cartesius.
–
Tarik garis trend melalui dua titik pengamatan, misalkan titik (X1, Y1) dan (X2, Y2)
–
Persamaan garis trend dapat ditentukan dengan persamaan Y – Y1 = m (X – X1) dengan m = gradien garis lurus.
Wijaya : Statistika I
41
Teladan 4.1. Hasil penjualan (juta rupiah) kosmetika PT Pasti Ayu adalah : Tahun
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
78
96
105
93
112
88
115
113
Nilai (juta Rp)
Untuk menggambarkan garis trend, data tahun sebagai absis diubah nilainya menjadi X = 0, 1, 2, ..., 7. sehingga diagram pencarnya dapat digambarkan sebagai berikut :
120
Misal garis trend ditarik dari
110
titik (0,78) dan (7,113), maka :
100
gradiennya :
90
m = (113 – 78) / (7 – 0) = 5
80
Persamaan garis trend adalah
70
Y = 5 X + 78 0
1
2
3
4
5
6
7
4.1.2 Metode Rata–rata Semi Cara
: –
Data dikelompokkan menjadi 2 bagian yang sama banyaknya. Untuk banyaknya pengamatan genap (n) masing–masing menjadi ½ n, dan jika banyaknya pengamatan ganjil masing–masing ½ (n–1).
–
Mencari nilai rata–rata untuk masing–masing kelompok, yang merupakan nilai ordinat (Y)
–
Absis merupakan data tahun (waktu) yang ditengah– tengah untuk masing–masing kelompok.
–
Persamaan garis trend : Y = mX + C.
Wijaya : Statistika I
42
Teladan 4.2. (untuk banyaknya pengamatan genap) :
Tahun Absis (X)
Nilai (juta Rp)
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
0
1
2
3
4
5
6
7
X1
= 1,5
X2
= 5,5
96
105
88
115
78
Ordinat (Y)
93
112
= 93
Y1
113
= 107
Y2
Garis trend ditarik dari titik (1,5 , 93) dan titik (5,5 , 107), sehingga diperoleh persamaannya : Y – 93 = 14/4 (X – 1,5) atau Y = 3,5 X + 87,75 Teladan 4.3. (untuk banyaknya pengamatan ganjil) :
Tahun Absis (X)
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
0
1
2
3
4
5
6
X1 = 1 Nilai (juta Rp) Ordinat (Y)
78
96
105
Y1 = 93
X2 = 5 93
112
88
115
Y2 = 105
Pengamatan tahun 1992 (X = 3) dengan nilai 93, tidak digunakan dalam menentukan persamaan garis trend. Jadi persamaan garis trend ditarik dari titik (1, 93) dan titik (5, 105), dan persamaannya adalah Y – 93 = 12/4 (X – 1) atau Y = 3X + 90.
4.1.3 Metode Rata–rata Bergerak. Metode rata–rata bergerak mengurangi variasi dari data asli, dan sering dipergunakan untuk memuluskan fluktuasi yang terjadi dalam data tersebut. Proses pemulusan ini disebut Pemulusan Data Berkala.
Apabila rata–rata
bergerak dibuat dari data tahunan atau bulanan sebanyak n tahun atau n bulan, maka rata–rata bergerak disebut Rata–rata Bergerak Tahunan atau Bulanan dengan orde n. Wijaya : Statistika I
43
Tahun
X
Rata–rata Bergerak
Nilai 2 tahun
3 tahun
4 tahun
1989
0
78
1990
1
96
87
93
1991
2
105
100,5
98
93
1992
3
93
99
103,33
101,5
1993
4
112
102,5
100,33
101,5
1994
5
96
104
107,67
104
1995
6
115
105,5
107,67
109
1996
7
113
114
Untuk : 2 tahun : (78 + 96)/2 = 87 ; (96 + 105)/2 = 100,5 dst. 3 tahun : (78 + 96 + 105)/3 = 93 ; (96 + 105 + 93)/3 = 98 dst. 4 tahun : (78 + 96 + 105 + 93)/4 = 93 dst. Dari tabel di atas, apabila digambarkan grafiknya maka semakin besar derajat rata–rata bergerak maka akan semakin mulus grafiknya dan akan semakin banyak data yang hilang (banyaknya data yang hilang adalah n – 1).
4.1.4 Metode Kuadrat Terkecil Metode kuadrat terkecil merupakan metode penentuan garis trend yang lebih umum dan lebih baik daripada metode lainnya. Trend yang akan dicari ditentukan sedemikian rupa, sehingga jumlah daripada kuadrat penyimpangan antara nilai– nilai yang sebenarnya dengan nilai yang didapat dari trend mencapai harga terkecil. Persamaan bagi trend linear dapat dituliskan sebagai Y = a + bX, dimana Y adalah nilai (data berkala), X adalah waktu, a adalah konstanta dan b adalah koefisien arah garis trend. Untuk memudahkan perhitungan, variabel waktu (X) dibuat sedemikian rupa sehingga
∑ X = 0.
Hal ini dapat dilakukan dengan
pengkodean sebagai berikut :
Wijaya : Statistika I
44
Untuk n ganjil : Tahun
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
Kode X =
–3
–2
–1
0
1
2
3
Tahun
X1
X2
X3
X4
X5
X6
Kode X =
–5
–3
–1
1
3
5
Untuk n genap :
Selanjutnya nilai a dan b dihitung berdasarkan rumus : n ∑ X.Y – ∑ X ∑ Y
∑ X.Y
b = —————————— = ———— n ∑ X2 – ( ∑ X )2
∑ X2
a = Y – bX, dimana Y adalah rata–rata bagi Y dan X adalah rata–rata bagi X . Karena rata– rata bagi X adalah nol atau x = (∑ X) / n = 0, maka a = Y. Cara
lain
untuk
menentukan
persamaan
trend
adalah
dengan
menggunakan persamaan normal, yaitu : ∑ Y = an + b ∑ X
atau a = ( ∑ Y – b ∑ X ) / n = (∑ Y) / n = Y
∑ XY = n ∑ X + b ∑ X2 atau b = (∑ XY – n ∑ X) / ∑ X2 = (∑ XY) / ∑ X2 Teladan 4.4. Persen kenaikan produksi padi selama 7 tahun adalah : Tahun
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
X =
–3
–1
–1
0
1
2
3
% Produksi (Y)
3
5
6
8
9
11
14
Setelah dihitung : ∑ X2 = 28
∑ XY = 48
∑ Y = 56
Y = 8
Maka a = Y = 8 dan b = 48 : 28 = 1,714
Wijaya : Statistika I
45
Persamaan Trendnya adalah : Y = 8 + 1,714 X, jadi kenaikan produksi setiap tahunnya sebesar 1,714 %. Untuk mengetahui besarnya kenaikan produksi padi tahun 1990 (X = 6) adalah Y = 8 + 1,714 (6) = 18,28 %. Teladan 4.5. Nilai penjualan kosmetika PT Pasti Ayu selama 8 tahun adalah : Tahun
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
Absis (X)
–7
–5
–3
–1
1
3
5
7
Nilai (juta Rp)
78
96
105
93
112
88
115
113
Setelah dihitung : ∑ X2 = 168
∑ XY = 308
∑ Y = 800
Y = 100
Maka a = Y = 100 dan b = 308 : 168 = 1,83 Persamaan Trendnya adalah : Y = 100 + 1,83 X, jadi hasil penjualan setiap tahun meningkat sebesar Rp. 1,83 juta.
4.2 Indeks Musiman Gerakan musiman merupakan gerakan yang teratur, artinya naik turunnya terjadi pada waktu–waktu yang sama atau berdekatan (bertepatan dengan pergantian musim). Telah diketahui bahwa data berkala (Y) terdiri dari 4 komponen, yaitu Trend (T), Siklis (C), Musiman (S) dan Irreguler (I). Apabila pengaruh komponen T, C dan I dihilangkan maka tinggal komponen S, dan bila S ini dinyatakan dalam angka indeks maka diperoleh indeks musiman. Jadi angka indeks musiman merupakan angka yang menunjukkan nilai relatif dari variabel Y yang merupakan data berkala selama seluruh bulan dalam satu tahun (bisa lebih dari satu tahun). Indeks musiman dapat ditentukan dengan beberapa cara, yaitu cara : (1) Rata–rata Sederhana, (2) Rata–rata Relatif Bersambung dan Berantai, (3) Rasio Terhadap Trend dan (4) Rasio Terhadap Rata–rata Bergerak.
Wijaya : Statistika I
46
4.2.1 Cara Rata–rata Sederhana Penentuan indeks musiman dengan cara rata–rata sederhana dapat dilakukan berdasarkan (a) rata–rata hitung dan (b) median. Teladan 4.6. Nilai Penjualan (juta rupiah) Barang A selama 5 tahun dari tahun 1991 sampai 1995 adalah sebagai berikut : Bulan
1991
1992
1993
1994
1995
Jan
11
13
15
17
20
Feb
10
12
15
15
18
Mar
9
11
12
12
16
Apr
7
10
11
13
20
Mei
11
13
14
15
21
Jun
15
17
20
22
24
Jul
22
21
23
25
25
Ags
23
25
27
29
30
Sep
27
26
28
29
32
Okt
23
24
26
31
32
Nov
20
21
22
25
26
Des
18
19
21
22
24
Dari tabel di atas dapat kita hitung rata–rata nilai penjualan selama 5 tahun untuk bulan Januari, Februari sampai Desember, dan persentase rata–rata tersebut terhadap nilai totalnya. Indeks musiman berdasarkan rata–rata diperoleh dengan cara mengalikan faktor (1200 % : 100 %) atau 12 terhadap persentase rata–rata setiap bulan. Apabila perhitungan didasarkan pada median, maka nilai penjualan yang menjadi median adalah nilai penjualan pada tahun 1993 (karena banyaknya tahun ganjil). Selanjutnya dengan cara yang sama, dihitung persentase nilai penjualan setiap bulan dan indeks musiman
ditentukan dengan mengalikan faktor 12
terhadap persentase nilai penjualan setiap bulan. Wijaya : Statistika I
47
Apabila jumlah dari persen rata–rata dan persen median tidak sama dengan 100, misalkan X, maka perlu ada penyesuaian dengan mengalikan persen rata– rata atau persen median tersebut dengan faktor 100/X.
Hal yang sama juga
berlaku untuk indeks musiman (IM) berdasarkan rata–rata dan median, penyesuaiannya dengan faktor 1200/X. Hasil perhitungan indeks musiman dengan cara rata–rata sederhana berdasarkan rata–rata hitung dan median adalah : Bulan
Rata
% Rata
IM–rata
Median
% Med
IM–Me.
Jan
15,2
6,41
76,92
15
6,41
76,92
Feb
14,0
5,91
70,92
15
6,41
76,92
Mar
12,0
5,06
60,72
12
5,13
61,56
Apr
12,2
5,15
61,80
11
4,70
56,40
Mei
14,8
6,24
74,88
14
5,98
71,76
Jun
19,6
8,27
99,24
20
8,55
102,60
Jul
23,2
9,79
117,48
23
9,83
117,96
Ags
26,8
11,31
135,72
27
11,54
138,48
Sep
28,4
11,98
143,76
28
11,97
143,64
Okt
27,2
11,48
137,76
26
11,11
133,32
Nov
22,8
9,62
115,44
22
9,40
112,80
Des
20,8
8,78
105,36
21
8,97
107,64
Jumlah
237
100
1200
234
100
1200
4.2.2 Cara Rata–rata Relatif Bersambung dan Berantai Cara ini sudah tidak banyak digunakan karena hasilnya sering tidak memuaskan. Penentuan indeksnya yaitu dengan cara menentukan persentase data bulan yang bersangkutan terhadap bulan sebelumnya. Misalkan untuk bulan Februari 1991 adalah 10/11 x 100 % = 90,91 %, untuk bulan Maret
9/10 x 100
% = 90 % dan seterusnya. Hasil perhitungannya adalah :
Wijaya : Statistika I
48
Bulan
1991
Jan
1992
1993
1994
1995
72,22
78,95
80,95
90,91
Feb
90,91
92,31
100,00
88,24
90,00
Mar
90,00
91,67
80,00
80,00
88,89
Apr
77,78
90,91
91,67
108,33
125,00
Mei
157,14
130,00
127,27
115,38
105,00
Jun
136,36
130,77
142,86
146,67
114,29
Jul
146,67
123,53
115,00
113,64
104,17
Ags
104,55
119,05
117,39
116,00
120,00
Sep
117,39
104,00
103,70
100,00
106,67
Okt
85,199
92,31
92,86
106,90
100,00
Nov
86,960
87,50
84,62
80,65
81,25
Des
90,00
90,48
95,45
88,00
92,31
Setelah itu dihitung nilai rata–rata (atau median) dari persentase–persentase tersebut untuk setiap bulan. Nilai rata–rata terhadap persentase ini disebut Nilai Rata–rata Relatif Bersambung (kolom 2). Karena jumlah dari persentase rata–rata relatif bersambung ini adalah 1231,82 artinya tidak sama dengan 1200, maka perlu dilakukan penyesuaian agar jumlah tersebut sama dengan 1200 atau sangat mendekati 1200. Faktor pengalinya adalah 0,874 (diperoleh dari 1231,82 : 1200 = 0,874), jadi masing–masing nilai rata–rata relatif tersebut dikalikan dengan 0,874 dan hasilnya tercantum pada kolom 3. Karena pada dasarnya kita memberikan nilai 100 % untuk bulan Januari 1991, maka persentase untuk bulan : Februari 1991 = 89,91 % dari bulan Januari 1991 = 89,91 % x 100 = 89,91 %. Maret 1991 = 105,53 % dari bulan Februari 1991 = 105,53 % x 89,91 = 94,88 %. April 1991 = 96,19 % dari bulan Maret 1991 = 96,19 % x 94,88 = 91,27 %. Apabila perhitungan tersebut dilakukan terus sampai bulan Desember 1995, maka akan diperoleh Nilai Rata–rata Relatif Berantai (kolom 4).
Wijaya : Statistika I
49
Rata–rata Relatif Bulan
Bersambung Asal
Sesuaian
Jan
80,76
78,67
Feb
92,29
Mar
Median
Berantai
Bersambung
Berantai
Asal
Sesuaian
100
78,95
77,06
100,00
89,91
89,91
100,00
97,60
97,60
108,33
105,53
94,88
80,00
78,08
76,21
Apr
98,74
96,19
91,27
91,67
89,47
68,19
Mei
126,96
123,68
112,88
127,27
124,22
84,71
Jun
134,19
130,72
147,56
142,86
139,43
118,11
Jul
97,90
95,37
140,73
115,00
112,24
132,57
Ags
115,40
112,42
158,21
117,39
114,57
151,89
Sep
106,35
103,60
163,91
103,70
101,21
153,73
Okt
95,45
92,98
152,40
92,86
90,63
139,33
Nov
84,20
82,02
125,00
84,62
82,59
115,07
Des
91,25
88,89
111,11
95,45
93,16
107,20
1231,82
1199,98
1229,77
1200,30
Jumlah
Hal yang sama dapat dilakukan apabila kita menggunakan perhitungan tersebut berdasarkan median (kolom 5, 6 dan 7). Dalam hal ini karena jumlah median relatif bersambung adalah 1229,77 artinya lebih dari 1200, maka perlu penyesuaian dengan mengalikan masing–masing nilai median relatif bersambung tersebut dengan faktor 1229,77 : 1200 = 0,976. Adapun hasil setelah dilakukan penyesuaian tercantum pada kolom 6.
4.2.3 Cara Rasio Terhadap Trend Untuk data berkala apabila Y/T = CSI dianggap sebagai indeks musiman sebenarnya merupakan indeks musiman yang tidak murni, karena masih mengandung komponen C dan I (yang merupakan kelemahan dari cara ini). Cara rasio terhadap trend seharusnya kita mencari persamaan trend bulanan, tetapi hal ini tidak praktis. Oleh karena itu, kita akan menentukan trend tahunan berdasarkan rata–rata bulanan. Trend yang akan dicari merupakan trend linear. Wijaya : Statistika I
50
Teladan 4.7. Nilai Penjualan (juta rupiah) Barang A selama 5 tahun dari tahun 1991 sampai 1995 adalah sebagai berikut : Bulan
1991
1992
1993
1994
1995
Jan
11
13
15
17
20
Feb
10
12
15
15
18
Mar
9
11
12
12
16
Apr
7
10
11
13
20
Mei
11
13
14
15
21
Jun
15
17
20
22
24
Jul
22
21
23
25
25
Ags
23
25
27
29
30
Sep
27
26
28
29
32
Okt
23
24
26
31
32
Nov
20
21
22
25
26
Des
18
19
21
22
24
16,33
17,67
19,50
21,25
24
Rata–rata
Data di atas kita susun kembali dengan waktu sebagai absis (X) dan rata–rata nilai penjualan sebagai ordinatnya (Y) : Absis
1991
1992
1993
1994
1995
X
–2
–1
0
1
2
Y
16,33
17,67
19,50
21,25
24
Dengan menggunakan metode kuadrat terkecil, kita memperoleh persamaan regresinya adalah : Y = 19,75 + 1,892 X. Jadi nilai penjualan meningkat sebesar 1,892 juta rupiah setiap tahun atau sebesar 0,16 juta rupiah setiap bulan. Untuk X = 0 atau pada tanggal 30 bulan Juni 1993, nilai penjualan (berdasarkan trend tersebut) sebesar 19,75 juta, sehingga pada tanggal 15 Juli 1993 (setengah bulan berikutnya) nilai penjualannya adalah sebesar 19,75 + ½ (0,16) = 19,83 juta Wijaya : Statistika I
51
rupiah.
Karena perhitungan berdasarkan trend waktunya ditetapkan pada
pertengahan bulan, maka nilai penjualan pada bulan Agustus 1993 sebesar (19,83 + 0,16) = 19,99, untuk bulan September (19,99 + 0,16) = 20,15 dan seterusnya untuk bulan–bulan berikutnya. Untuk bulan–bulan sebelum bulan Juli 1993, maka nilai 19,83 berkurang sebesar 0,16 setiap bulan. Hasil perhitungan nilai penjualan berdasarkan trend tersebut adalah sebagai berikut : Bulan
1991
1992
1993
1994
1995
Jan
15,03
16,95
18,87
20,79
22,71
Feb
15,19
17,11
19,03
20,95
22,87
Mar
15,35
17,27
19,19
21,11
23,03
Apr
15,51
17,43
19,35
21,27
23,19
Mei
15,67
17,59
19,51
21,43
23,35
Jun
15,83
17,75
19,67
21,59
23,51
Jul
15,99
17,91
19,83
21,75
23,67
Ags
16,15
18,07
19,99
21,91
23,83
Sep
16,31
18,23
20,15
22,07
23,99
Okt
16,47
18,39
20,31
22,23
24,15
Nov
16,63
18,55
20,47
22,39
24,31
Des
16,79
18,71
20,63
22.55
24,47
Selanjutnya
data nilai penjualan yang asli dibagi dengan nilai penjualan
berdasarkan garis trend untuk waktu yang bersesuaian.
Misalnya untuk bulan
Januari 1991 = (11 : 15,03) x 100 = 73,19. Bulan Februari = (10 : 15,19) x 100 = 65,83 dan seterusnya.
Indeks musiman berdasarkan rata–rata (atau median)
dihitung berdasarkan data hasil pembagian tersebut dan hasilnya adalah sebagai berikut :
Wijaya : Statistika I
52
Bulan
1991
1992
1993
1994
1995
IM–Rata
Sesuai
Jan
73,19
76,70
79,49
81,77
88,07
79,84
80,24
Feb
65,83
70,13
78,82
71,60
78,71
73,02
73,39
Mar
58,63
63,69
62,53
56,85
69,47
62,23
62,54
Apr
45,13
57,37
56,85
61,12
86,24
61,34
61,65
Mei
70,20
73,91
71,76
70,00
89,94
75,16
75,54
Jun
94,76
95,77
101,68
101,90
102,08
99,24
99,74
Jul
137,59
117,25
115,99
114,94
105,62
118,28
118,87
Agt
142,41
138,35
135,07
132,36
125,89
134,82
135,49
Sep
165,54
142,62
138,96
131,40
133,39
142,38
143,09
Okt
139,65
130,51
128,02
139,45
132,51
134,03
134,70
Nov
120,26
113,21
107,47
111,66
106,95
111,91
112,47
Des
107,21
101,55
101,79
97,56
98,08
101,24 1193,5
101,75 1199,46
4.2.4 Cara Rasio Terhadap Rata–rata Bergerak Dengan cara ini pertama dihitung dahulu rata–rata bergerak selama 12 bulan, kemudian dihitung rata–rata bergerak 2 bulan berdasarkan rata–rata bergerak 12 bulan. terpusat.
Rata–rata bergerak 2 bulan ini disebut rata–rata bergerak 12 bulan Angka–angka pada rata–rata bergerak 2 bulan (12 bulan terpusat)
digunakan sebagai pembagi terhadap data yang asli, dalam satuan persen. Indeks musiman diperoleh dengan cara mencari rata–rata dari hasil pembagian tersebut, atau dengan mencari mediannya.
Wijaya : Statistika I
53
Teladan 4.8. Hasil penjualan (juta rupiah) barang A selama 5 tahun (1991 – 1995). Thn
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
1991
11
10
9
7
11
15
22
23
27
23
20
18
1992
13
12
11
10
13
17
21
25
26
24
21
19
1993
15
15
12
11
14
20
23
27
28
26
22
21
1994
17
15
12
13
15
22
25
29
29
31
25
22
1995
20
18
16
20
21
24
25
30
32
32
26
24
Kemudian kita hitung rata–rata 12 bulan dan rata–rata 2 bulan. Hasil perhitungan rata–rata 12 bulan adalah sebagai berikut : Thn
J
F
M
A
M
1991
J
J
A
S
O
N
D
16,3
16,5
16,7
16,8
17,1
17,3
17,4
1992
17,3
17,5
17,4
17,5
17,6
17,7
17,8
18,1
18,2
18,3
18,3
18,6
1993
18,8
18,9
19,1
19,3
19,3
19,5
19,7
19,7
19,7
19,8
19,9
20,1
1994
20,3
20,4
20,5
20,9
21,2
21,3
21,5
21,8
22,1
22,7
23,2
23,3
1995
23,3
23,4
23,7
23,8
24,0
Hasil perhitungan rata–rata 2 bulan adalah sebagai berikut : Thn
J
F
M
A
M
J
1991
J
A
S
O
N
D
16,4
16,6
16,8
17,0
17,2
17,3
1992
17,4
17,4
17,5
17,5
17,5
17,6
17,8
18,0
18,1
18,2
18,3
18,5
1993
18,7
18,8
19,0
19,2
19,3
19,4
19,6
19,7
19,7
19,8
19,9
20,0
1994
20,2
20,3
20,5
20,7
21,1
21,2
21,4
21,6
21,9
22,4
22,9
23,3
1995
23,3
23,4
23,6
23,7
23,8
23,9
Indeks musiman diperoleh dengan cara membagi data asli dengan rata–rata 2 bulan, hasilnya adalah :
Wijaya : Statistika I
54
Bulan
1991
1992
1993
1994
1995
IM–Rata2
Sesuaian
Jan
74,80
80,34
84,28
85,73
81,29
80,31
Feb
68,89
79,62
73,75
76,99
74,81
73,90
Mar
63,00
63,16
58,65
67,94
63,19
62,43
Apr
57,27
57,38
62,77
84,35
65,44
64,65
Mei
74,12
72,58
71,26
88,27
76,56
75,63
Jun
96,43
102,99
103,72
100,33
100,87
99,65
Jul
133,98
118,31
117,41
116,93
121,66
120,19
Agt
138,64
139,20
137,26
134,07
137,29
135,63
Sep
161,19
143,41
142,35
132,30
144,81
143,06
Okt
135,61
131,80
131,65
138,52
134,40
132,77
Nov
116,48
114,82
110,66
109,08
112,76
111,40
Des
103,81
102,93
105,00
94,62
101594
100,36
1214,7
1200
4.3 Gerakan Siklis Y = TCSI, jika pengaruh trend (T) dan musiman (S) bersifat tetap maka tinggal Y/TS = CI yaitu tinggal pengaruh Siklis (C) Irreguler (I). Untuk menggambarkan gerakan siklis dan irreguler, data dari trend dibagi dengan indeks musiman berdasarkan trend, kemudian dikurangi dengan 100 %. Misalnya kita ambil data dari trend :
Wijaya : Statistika I
55
Bulan
1991
1992
1993
1994
1995
IM
Jan
73,19
76,70
79,49
81,77
88,07
80,24
Feb
65,83
70,13
78,82
71,60
78,71
73,39
Mar
58,63
63,69
62,53
56,85
69,47
62,54
Apr
45,13
57,37
56,85
61,12
86,24
61,65
Mei
70,20
73,91
71,76
70,00
89,94
75,54
Jun
94,76
95,77
101,68
101,90
102,08
99,74
Jul
137,59
117,25
115,99
114,94
105,62
118,87
Agt
142,41
138,35
135,07
132,36
125,89
135,49
Sep
165,54
142,62
138,96
131,40
133,39
143,09
Okt
139,65
130,51
128,02
139,45
132,51
134,70
Nov
120,26
113,21
107,47
111,66
106,95
112,47
Des
107,21
101,55
101,79
97,56
98,08
101,75
Apabila
setiap
data
dibagi
dengan
indeks
musiman
pada
bulan
yang
bersangkutan, kemudian dikurangi dengan 100 %, maka kita dapatkan data untuk gerakan siklis. Misal bulan : Januari 1991 = (73,19 : 80,24 %) – 100 % = – 8,8, Februari 1991 = (65,83 : 73,39 %) – 100 % = – 10,3 dan seterusnya. Thn
J
F
M
A
...
O
N
D
1991
–8,8
–10,3
–6,3
–26,8
...
3,7
6,9
5,4
1992
–4,4
–4,4
1,8
–6,9
...
–3,1
0,7
–0,2
1993
–0,9
7,4
0
–7,8
...
–5
–4,5
0
1994
1,9
–2,4
–9,1
–0,9
...
3,5
–0,7
–4,1
1995
9,8
7,3
11,1
39,9
...
–1,6
–4,9
–3,6
Grafik gerakan siklis dibuat dengan sumbu X sebagai waktu dan nilai tersebut sebagai sumbu Y atau ordinatnya.
Wijaya : Statistika I
56
DAFTAR PUSTAKA
Anto Dajan. 1995. Pengantar Metode Statistika Jilid I. LP3ES. Jakarta. J. Supranto. 1996. Statistik : Teori dan Aplikasi, Jilid I. Erlangga. Jakarta. Robert, G. D. Steel dan James H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Ronald E. Walpole. Jakarta.
1995.
Pengantar
Statistika.
Gramedia Pustaka Utama.
Sudjana. 1989. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung.
Wijaya : Statistika I
57