Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan daya dukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal. Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Berbagai kegiatan tersebut merupakan kontribusi terbesar dari pencemar udara yang dibuang ke udara bebas. Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam beracun, dll. Dampak dari pencemaran udara tersebut adalah menyebabkan penurunan kualitas udara, yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia. Udara merupakan media lingkungan yang merupakan kebutuhan dasar manusia perlu mendapatkan perhatian yang serius, hal ini pula menjadi kebijakan Pembangunan Kesehatan Indonesia 2010 dimana program pengendalian pencemaran udara merupakan salah satu dari sepuluh program unggulan. Pertumbuhan pembangunan seperti industri dan transportasi disamping memberikan dampak positif namun disisi lain akan memberikan dampak negatif dimana salah satunya berupa pencemaran udara dan kebisingan baik yang terjadi didalam ruangan (indoor) maupun di luar ruangan (outdoor) yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan terjadinya penularan penyakit. Menurut data dari Dinas Kesehatan penduduk Surabaya yang terkena infeksi akut saluran pernafasan bagian atas sebanyak 235.725 penderita (menempati peringkat pertama kejadian penyakit).
4.1. STATUS Udara merupakan campuran dari gas yang terdiri dari 78% nitrogen, 20% oksigen, 0,93 % argon, 0,03% karbon dioksida, dan sisanya terdiri dari neon, helium, metan dan hidrogen. Udara dikatakan tercemar apabila berbedanya komposisi udara aktual dengan kondisi udara normal dan dapat mendukung kehidupan manusia. Jenis Pencemaran dibedakan menurut bentuknya dan sumbernya. Jenis pencemar dalam bentuk gas dapat dibedakan menjadi: golongan belerang (sulfur dioksida, hidrogen sulfida, sulfat aerosol) golongan nitrogen (nitrogen oksida, nitrogen monoksida, amoniak, dan nitrogen dioksida) golongan karbon (karbon dioksida, karbon monoksida, hidrokarbon) golongan gas yang berbahaya (benzene, vinyl klorida, air raksa uap)
Bab IV - 1
Jenis pencemaran udara berbentuk partikel dibedakan tiga, yaitu: mineral (anorganik) dapat berupa racun seperti air raksa dan timah. bahan organik terdiri dari ikatan hidrokarbon, klorinasi alkan, benzene. makhluk hidup terdiri dari bakteri, virus, telur cacing. Jenis pencemaran udara menurut tempat dan sumbernya dibedakan menjadi dua: Kategori pencemaran udara bebas meliputi secara alamiah (letusan gunung berapi pembusukan, dan lain-lain) dan bersumber kegiatan manusia, misalnya berasal dari kegiatan industri, rumah tangga, asap kendaraan bermotor. Pencemaran udara ruangan meliputi dari asap rokok, bau tidak sedap di ruangan. Sedangkan zat-zat pencemar udara yang paling sering dijumpai dilingkungan perkotaan termasuk Kota Surabaya adalah SO2, NO dan NO2, CO, O3, PM10 (=Suspended Particulate Matter) dan Pb(=Lead). SO2 berperan dalam terjadinya hujan asam. Zat pencemar ini akan terus meningkat keberadaannya di udara karena pertambahan kebutuhan enegi seperti peningkatan pembakaran bahan bakar fosil untuk pemanasan rumah tangga, pembangkit tenaga listrik, kendaraan bermotor, proses industri dan pembuangan limbah padat dengan pembakaran.
4.1.1
Kualitas Udara ambien
4.1.1.1 Pemantauan Kualitas Udara Ambien Otomatis (Air Quality Monitoring System/AQMS) Pemasangan Jaringan pemantauan kualitas udara ambien tersebut sebagai perwujudan kesepakatan diantara Menteri-menteri Lingkungan Hidup se-ASEAN dan merupakan salah satu cara pemantauan kualitas udara ambien di daerah perkotaan/urban. Perencanan jaringan pemantauan kualitas udara ambien dilakukan berdasarkan tingkat konsentrasi pencemar, penyebaran pencemar dan inventarisasi emisi. Penetapan jumlah jaringan ditentukan oleh jumlah penduduk, tingkat pencemaran dan keragamannya serta kebijakan-kebijakan yang berlaku. Berdasarkan survey lokasi bersama Tim BAPEDAL Pusat, Tim Pemerintah Austria, Tim Pemerintah Kota Surabaya, Tim BAPEDAL Propinsi Jawa Timur pada tanggal 10-13 Maret 1999, ditetapkan lokasi penempatan Stasiun pemantauan kualitas udara ambien. Tabel 4. 1. Penempatan Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Ambien STASIUN
LOKASI PEMANTAUAN
WILAYAH
SUF 1 Halaman Taman Prestasi, Jl. Ketabang Kali
Surabaya Pusat
SUF 2 Halaman Kantor Kelurahan Perak Timur, Jl. Selangor
Surabaya Utara
PERUNTUKAN LAHAN Pusat Kota, Pemukiman, Perkantoran Perkantoran, dekat daerah Industri, pergudangan
SUF 3 Halaman Kantor Pembantu Walikota Surabaya Barat ,Jl.Sukomanunggal Surabaya Barat SUF 4 Halaman Kecamatan Gayungan, Jl. Gayungan
Surabaya Selatan
SUF 5 Halaman Convention Hall, Jl. Arif Rahman Hakim
Surabaya Timur
Pemukiman, daerah pinggir kota Pemukiman - dekat Tol Surabaya-Gempol Pemukiman, Kampus, Perkantoran
Lokasi penempatan Public Data Display adalah : 1. Depan Monumen Kapal Selam, Jl. Gubeng Pojok (Surabaya Pusat). 2. Depan BAPPEDA Propinsi Jatim, Jl. Pahlawan (Surabaya Utara). 3. Ring Road Jl. Mayjend Sungkono (Surabaya Barat). 4. Perempatan Jl. Dharmawangsa-Jl. Kertajaya (Surabaya Timur). 5. Depan BNI Graha Pangeran, Jl. A. Yani (Surabaya Selatan) Bab IV - 2
2 2
R. AQMS 1
1
3 5
5 3
4
4
Legenda :
X 1. SUF1 : Taman Prestasi, Jl. Ketabang Kali 2. SUF2 : Perak timur, Jl. Selanggor 3. SUF3 : Sukomanunggal, Jl. Sukomanunggal 4. SUF4 : Gayungan, Jl. Raya Pagesangan 5. SUF5 : Gebang Putih, Jl. A.Rachman Hakiem
X a. DD1 : Gubeng Pojok, b. DD2 : Pahlawan c. DD3 : Jl. Mayjen Sungkono d. DD4 : Achmad Yani e. DD5 : Dharmawangsa
Gambar 4.1 Peta Lokasi Stasiun Monitoring dan Data Display
Bab IV - 3
PARAMETER YANG DIUKUR Parameter yang diukur dalam stasiun pemantau kualitas udara ambien di Kota Surabaya ada 16 (enam belas) parameter, yang terdiri dari : 1. 5 (lima) parameter kunci : PM10, SO2, O3, NO2, CO, 2. 11 (sebelas) parameter pendukung dan meteorologi : NO, NOx, kecepatan angin (FF), kecepatan hembusan angin (FF Boe), arah angin (DD), arah hembusan angin (DD Boe), kelembaban udara ambien, kelembaban udara container, suhu udara ambien, suhu container dan global radiasi. Sesuai dengan amanat Undang – Undang Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 1997 bahwa masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi mengenai kualitas lingkungan termasuk kualitas udara di kota Surabaya ini, maka pelaporan hasil pemantauan ini dikemas dalam bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat umum. Informasinya disampaikan dalam bentuk ISPU, yang dipublikasikan lewat papan display, internet (Surabaya.go.id). Informasi yang disebarkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Kep-45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU). ISPU (Indeks Standar Pencemar Udara) adalah angka yang tidak mempunyai satuan yang menggambarkan kondisi kualitas udara ambien di lokasi dan waktu tertentu, yang didasarkan pada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika dan makhluk hidup lainnya. Penggunaan ISPU sangat memudahkan masyarakat untuk mengetahui kondisi kualitas udara pada waktu tertentu karena sistem ini sangat informatif dan mudah dipahami oleh masyarakat luas. Nilai ISPU ditampilkan setiap pukul 15.00 WIB.
Tabel 4.2 Pembagian kategori sesuai dengan KEP-107/KABAPEDAL/11/1997 dan pengaruhnya Kategori
Indeks
Penjelasan
CO
NO2
Baik
0-50
Tingkat kualitas Tidak ada efek udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika
Sedang
51-100
Tingkat kualitas Perubahan kimia Berbau udara yang tidak darah tetapi berpengaruh pada tidak terdeteksi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif, dan nilai estetika
O3
Sedikit berba Luka pada beberapa spesies tumbuhan akibat kombinasi SO2 (selama 4 jam)
Luka pada beberapa spesies tumbuhan
SO2
PM10
Luka pada Tidak ada beberapa efek spisies tumbuhan akibat kombinasi O3 (selama 4 jam)
Luka pada beberapa spesies tumbuhan
Terjadi penurunan pada jarak pandang
Bab IV - 4
Kategori Tidak
Indeks
Penjelasan
CO
NO2
O3
SO2
PM10
101-199 Tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika
Peningkatan pada kardiovaskular pada perokok yang sakit jantung
Berbau dan kehilangan warna, peningkatan reaktivitas pembuluh tenggorokan pada penderita asma
Jarak Penurunan Berbau pandang kemampuan Meningkatnya turun dan pada atlit yang kerusakan terjadi berlatih keras tanaman pengotoran oleh debu
Sangat Tidak Sehat
200-299 Tingkat kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan pada segmen sejumlah populasi yang terpapar
Meningkat kardiovaskular pada perokok yang sakit jantung, dan tampak beberapa kelemahan yang terlihat nyata
Meningkat sensitivitas pada pasien yang berpenyakit asma dan bronchitis
Olahraga ringan mengakibatkan pengaruh pernapasan pada pasien yang berpenyakit paru-paru kronis
Meningkat sensitivitas pada pasien yang berpenyakit asma dan bronchitis
Meningkat sensitivitas pada pasien yang berpenyakit asma dan bronchitis
Sangat Tidak Sehat
200-299 Tingkat kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan pada segmen sejumlah populasi yang terpapar
Meningkat kardiovaskular pada perokok yang sakit jantung, dan tampak beberapa kelemahan yang terlihat nyata
Meningkat sensitivitas pada pasien yang berpenyakit asma dan bronchitis
Olahraga ringan mengakibatkan pengaruh pernapasan pada pasien yang berpenyakit paru-paru kronis
Meningkat sensitivitas pada pasien yang berpenyakit asma dan bronchitis
Meningkat sensitivitas pada pasien yang berpenyakit asma dan bronchitis
Sehat
Berbahaya 300 lebih Tingkat kualitas Tingkat yang berbahaya bagi semua populasi yang terpapar udara berbahaya yang secara umum dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi yang terpapar Tabel 4.3 Pendekatan Tingkat ISPU bagi Para Pengambil Keputusan Tingkat Tindakan 100-200 Tindakan Pencegahan Secara terseleksi dilakuakn tindakan pencegahan oleh aparat untuk membatasi aktivitas tertentu, dan pembatasan pada kegiatan industri tertentu 200-300 Tindakan Siaga Segera membatasi kegiatan pembakaran di ruang terbuka, mengurangi potensi emisi yang besar, baik dari industri maupun transportasi dan lainnya 300-400 Tindakan Peringatan Pemerintah sudah memutuskan larangan penggunaan pembakaran, pembatasan, penggunaan reaktor
Bab IV - 5
Tingkat
Tindakan pabrik, pengurangan operasi pada fasilitas pabrik tertentu, dan meminta masyarakat membatasi penggunaan kendaraan pribadi dan angkutan umum, dan kegiatan lain yang memicu konsentrasi pencemar meningkat. Pemerintah sudah mempersiapkan pengungsian terbatas, pada orang-orang sakit, anak-anak dan manula, dan penggunaan masker. Pengerahan unit penanggulangan bencana atau satkorlak daerah. Lebih 400 Tindakan Darurat Pemerintah memutuskan penghentian dari sebagian besar atau seluruh kegiatan industri dan aktivitas komersial, pelarangan penggunaan semua kendaraan pribadi dan kegiatan lain yang memicu konsentrasi pencemar meningkat. Pemerintah sudah melakukan pengungsian menyeluruh secara bertahap dan penggunaan masker. Pengerahan unit penanggulangan bencana atau satkorlak daerah, dan bantuan satuan teknis peralatan dari luar secara terpadu Tabel 4.4. Hasil pemantauan kualitas udara tahun 2001 sampai dengan 2007 NILAI
Mar - Des Jan – Des Jan – Des Jan–Des 2001 2002 2003 2004
ISPU
Jan–Des 2005
Jan–Des 2006
Jan–Des Jan – Sep 2008 2007
1 – 50
BAIK
27
42
51
63
62
26
60
68
51 – 100
SEDANG
272
312
312
299
259
334
300
199
101 – 199
TIDAK SEHAT
7
11
2
4
9
5
5
7
200 - 299
SANGAT
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
TIDAK SEHAT 300 – LEBIH
BERBAHAYA
Target rencana kerja tahun 2007 adalah 365 hari sedangkan capaian Kinerja Tahun 2006 sebagai berikut : % Kualitas Udara yang layak hirup
Σ hari dgn kualitas baik & sedang dlm setahun Σ hari dalam setahun X 100 %
= =
X 100 %
267 274 97,45 %
=
Grafik 4.1 Nilai ISPU di Kota Surabaya Tahun 2001 – 2007 350 300 250 200 Tidak Sehat
150
Baik Sedang
100 50 0 2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
Sedang Baik Tidak Sehat 2006
2007
Grafik diatas menunjukkan kategori kualitas udara di Kota Surabaya dari 5 stasiun pemantau selama kurun waktu 2001 –
2007. Kondisi mayoritas udara ambien adalah
SEDANG. Jumlah hari baik meningkat dari tahun 2001 ke 2005, namun sedikit menurun dari
Bab IV - 6
tahun 2005 ke tahun 2006 bersamaan dengan meningkatnya jumlah hari Sedang. Tetapi pada tahun 2007 mengalami peningkatan hari baik bersamaan dengan penurunan hari sedang. Secara umum, kecenderungan kondisi kualitas udara ambien di Kota Surabaya selama 7 tahun terakhir stabil. Grafik 4.2 Kategori Kualitas Udara Di Kota Surabaya, 2001 - 2007 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 2001
2002
2003 Baik
2004 Sedang
2005
2006
2007
Tidak Sehat
Pencemar udara yang paling dominan dengan konsentrasi maksimum pada jam-jam tertentu melebihi baku mutu udara ambien di Kota Surabaya sepanjang kurun waktu 2001 – 2005 adalah PM10, diikuti O3, SO2 dan CO. Namun pada Tahun 2006 – 2007 parameter yang dominan adalah SO2. PM10 adalah partikel-partikel yang berdiameter kurang dari 10 mikrometer. Partikel tersebut diemisikan oleh kegiatan transportasi, domestik, industri dan insinerasi sampah. Emisi PM10 oleh kegiatan transportasi mengandung campuran garam timbal dan senyawa organik-sulfat (kendaraan bermotor berbahan bakar jenis bensin), partikel-partikel diesel (kendaraan bermotor berbahan bakar jenis solar) serta partikel-partikel lepas ban/cat kendaraan bermotor (JICA dan BAPEDAL, 1997). Grafik 4.3 berikut ini memperlihatkan pencemar udara yang dominan dengan konsentrasi maksimum pada jam-jam tertentu di kota Surabaya selama tahun 2001 – 2006 .
JumlahHari KejadianKonsentrasi Maksimu
Grafik 4.3 Pencemar Udara Yang Dominan Dengan Konsentrasi Maksimum Tahun 2001 – 2007 250
200
PM10
150
O3
SO2 100
CO
50
0 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Tahun
Bab IV - 7
Jumlah hari kejadian konsentrasi maksimum PM10 mencapai 148 hari pada tahun 2001, 238 hari pada tahun 2002, 167 hari pada tahun 2003, 57 hari pada tahun 2004, 95 hari pada tahun 2005, 135 hari pada tahun 2006 dan 205 hari pada tahun 2007. Tabel 4.5 Jumlah hari kejadian konsentrasi maksimum untuk masing-masing pencemar di kota Surabaya selama tahun 2001-2007. Parameter PM10 O3 SO2 CO
2001 148 87 10 12
2002 238 86 1 5
2003 167 85 22 8
2004 57 8 9 1
2005 95 16 66 9
2006 135 26 139 3
2007 126 49 134 2
Dari kegiatan yang dilakukan dalam upaya untuk menurunkan pencemaran udara telah dicapai peningkatan kualitas udara ambien sesuai dengan data kualitas udara tahun sejak Maret 2001 sampai dengan Desember 2007 sebagai berikut : Grafik 4.4 Trend ISPU Kota Surabaya Tahun 2001 – 2007. Grafik Trend ISPU Tahun 2001 - 2007
Jumlah%Hari TiapKategori ISP
100
y = -0,5371x + 86,966 R2 = 0,0678
90 80 70
Tidak Sehat
60
Baik Sedang
50
Linear (Sedang)
40
Linear (Baik)
30
Linear (Tidak Sehat)
y = 0,6707x + 10,736 R2 = 0,1077
20 10
y = -0,1379x + 2,3243
0 2001
2002
2003
2004
R2 = 0,1064 2005 2006
2007
Tahun
Grafik tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah hari sedang sebesar 0,537 % setiap tahunnya dan peningkatan jumlah hari baik sebesar 0,6707 % setiap tahunnya dan sedangkan jumlah hari tidak sehat mengalami penurunan sebesar 0,1379 % setiap tahunnya. 4.1.1.2 Pemantauan Kualitas Udara Ambien non AQMS Pengukuran kualitas udara ambien sesaat di beberapa titik yaitu Perempatan Jl. Demak - Dupak, Depan Jembatan merah Plasa, Perempatan Jl. Tunjungan-Gentengkali, Perempatan Jl. Moestopo-Jl. Dharmawangsa, Perempatan SIER Rungkut, dan Depan RSI dengan tujuan untuk mengetahui dampak dari lalu lintas pada jam sibuk. Hasil dari pemantau sebagai berikut. 1. Konsentrasi SO2 Jika bereaksi dengan gas lain dan kelembaban udara akan menyebabkan iritasi, korosi, kerusakan paru-paru dan hujan asam. Dari pengukuran SO2 diperoleh hasil konsentrasi tertinggi dan melebihi baku mutu Udara Ambien Kep. Gubernur Jatim No. 129/1996 (0,1 ppm) di Ruas Jalan Perempatan SIER Rungkut.
Bab IV - 8
Grafik 4.5. Konsentrasi SO2 di Beberapa Ruas Jalan (Hasil Pengukuran Sesaat) KONSENTRASI SO2 DI BEBERAPA RUAS JALAN 0.1200
Perempatan Jl. Demak-Dupak
KONSENTRASI (ppm)
0.1000
Depan Jembatan Merah Plasa Perempatan Jl. TunjunganJl.Gentengkali Perempatan Jl. Moestopo - Jl. Dharmaw angsa Pertigaan Jl. Raya Gubeng Jl. Pemuda Perempatan SIER Rungkut
0.0800 0.0600 0.0400 0.0200
Depan RSI Wonokromo
0.0000
M
2 et ar
6 00
6 00 il 2 r Ap
06 06 20 20 i l p Ju Se WAKTU SAMPLING
7 00 il 2 r Ap
00 li 2 Ju
7
Baku mutu
Sumber : Hasil Pengukuran BTKL
Pencemaran oleh sulfur oksida terutama disebabkan oleh dua komponen sulfur bentuk gas yang tidak berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO2) dan Sulfur trioksida (SO3), dan keduanya disebut sulfur oksida (SOx). Sulfur dioksida mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak mudah terbakar diudara, sedangkan sulfur trioksida merupakan komponen yang
tidak
reaktif.
Pembakaran
bahan-bahan
yang
mengandung
Sulfur
akan
menghasilkan kedua bentuk sulfur oksida, tetapi jumlah relatif masing-masing tidak dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang tersedia. Di udara SO2 selalu terbentuk dalam jumlah besar. Jumlah SO3 yang terbentuk bervariasi dari 1 sampai 10% dari total SOx. Mekanisme pembentukan SOx dapat dituliskan dalam dua tahap reaksi sebagai berikut : S + O2 < --------- > SO2 2 SO2 + O2 < --------- > 2 SO3 SO3 di udara dalam bentuk gas hanya mungkin ada jika konsentrasi uap air sangat rendah. Jika konsentrasi uap air sangat rendah. Jika uap air terdapat dalam jumlah cukup, SO3 dan uap air akan segera bergabung membentuk droplet asam sulfat (H2SO4) dengan reaksi sebagai berikut : SO SO2 + H2O2 ------------ > H2SO4 Komponen yang normal terdapat di udara bukan SO3 melainkan H2SO4 Tetapi jumlah H2SO4 di atmosfir lebih banyak dari pada yang dihasilkan dari emisi SO3 hal ini menunjukkan bahwa produksi H2SO4 juga berasal dari mekanisme lainnya. Setelah berada diatmosfir sebagai SO2 akan diubah menjadi SO3 (Kemudian menjadi H2SO4) oleh proses-proses fotolitik dan katalitik Jumlah SO2 yang teroksidasi menjadi SO3 dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk jumlah air yang tersedia, intensitas, waktu dan distribusi spektrum sinar matahari, Jumlah bahan katalik, bahan sorptif dan alkalin yang tersedia. Pada malam hari atau kondisi lembab atau selama hujan, SO2 di udara diaborpsi oleh droplet air alkalin dan bereaksi pada kecepatan tertentu untuk membentuk sulfat di dalam droplet.Data kualitas air hujan tidak tersedia.
Bab IV - 9
2. Konsentrasi NO2 Diudara CO beroksidasi dan memproduksi lebih banyak CO2 dan hydroxilradicals, dan memperlambat penguraian CH4 yang nota bene merupakan green house gas yang kuat. Semua pengukuran masih dibawah baku mutu Udara Ambien Kep. Gubernur Jatim No. 129/1996 (20 ppm). Grafik 4.6. Konsentrasi CO di Beberapa Ruas Jalan (Hasil Pengukuran Sesaat) KONSENTRASI CO DI BEBERAPA RUAS JALAN 25.00
Perempatan Jl. Demak-Dupak Depan Jembatan Merah Plasa Perempatan Jl. TunjunganJl.Gentengkali Perempatan Jl. Moestopo - Jl. Dharmaw angsa Pertigaan Jl. Raya Gubeng Jl. Pemuda Perempatan SIER Rungkut
KONSENTRASI (ppm)
20.00
15.00
10.00
5.00
Depan RSI Wonokromo
0.00
M
et ar
06 20
ril Ap
06 20
6 06 00 20 li 2 p e Ju S WAKTU SAMPLING
ril Ap
07 20
7 00 li 2 Ju
Baku mutu
Sumber : Hasil Pengukuran BTKL
3. Konsentrasi NO2 NOx (NitrogenOxides) bersama HC(Hydrocarbons) melakukan reaksi photochemichal memproduksi Ozone (O3) yang pada lapisan troposfera akan menyebabkan pemanasan global.Pengukuran NO2 paling tinggi di Perempatan Jl. Demak-Dupak bahkan pada Bulan April 2007 sebesar 0.0667 ppm. Kondisi ini melebihi baku mutu Udara Ambien Kep. Gubernur Jatim No. Gub 129/ 1996 (0.05 ppm) Grafik 4.7 Konsentrasi No2 Di Beberapa Ruas Jalan (Hasil Pengukuran Sesaat) KONSENTRASI NO2 DI BEBERAPA RUAS JALAN 0.0800
Perempatan Jl. Demak-Dupak
KONSENTRASI (ppm)
0.0700
0.0100
Depan Jembatan Merah Plasa Perempatan Jl. TunjunganJl.Gentengkali Perempatan Jl. Moestopo - Jl. Dharmaw angsa Pertigaan Jl. Raya Gubeng Jl. Pemuda Perempatan SIER Rungkut
0.0000
Depan RSI Wonokromo
0.0600 0.0500 0.0400 0.0300 0.0200
M
et ar
06 20
06 20 ril p A
6 06 00 20 li 2 p e Ju S WAKTU SAMPLING
07 20 ril p A
7 00 li 2 Ju
Baku mutu
Sumber : Hasil Pengukuran BTKL
4. Konsentrasi Debu Kumpulan dari sejumlah partikel yang menyebabkan sejumlah reaksi photochemical, physicalintrusion, dan dampak bagi kesehatan.
Bab IV - 10
59,52% hasil pengukuran tidak memenuhi baku mutu Udara Ambien Kep. Gubernur Jatim No.129/ 1996 yang seharusnya dibawah 0.26 mg/m3 . Pada Perempatan Jl. Demak-Dupak terukur 100% melebihi baku mutu. Grafik 4.8 Konsentrasi Debu Di Beberapa Ruas Jalan (Hasil Pengukuran Sesaat) KONSENTRASI DEBU DI BEBERAPA RUAS JALAN 1.400
Perempatan Jl. Demak-Dupak
KONSENTRASI (mg/m3)
1.200
Depan Jembatan Merah Plasa Perempatan Jl. TunjunganJl.Gentengkali Perempatan Jl. Moestopo - Jl. Dharmaw angsa Pertigaan Jl. Raya Gubeng Jl. Pemuda Perempatan SIER Rungkut
1.000 0.800 0.600 0.400 0.200
Depan RSI Wonokromo
0.000
M
et ar
06 20
ril Ap
06 20
06 20
6 00 li 2 p Ju Se WAKTU SAMPLING
ril Ap
07 20
7 00 li 2 Ju
Baku mutu
Sumber : Hasil Pengukuran BTKL
5. Konsentrasi Pb Menurut Hasil Monitoring Kementrian Lingkungan Hidup, kondisi kualitas udara dengan kandungan Pb rendah ini (jauh di bawah baku mutu 0,06 ppm) ini didukung oleh bahan bakar bensin di kota Surabaya (selain 9 kota besar lainnya) telah bebas dari kandungan Timbel (Unleaded Gasoline). Dari lima SPBU yang dipantau, seluruhnya menunjukkan kandungan Timbelnya sudah tidak terdeteksi. Dibandingkan dengan nilai rata-rata tahun 2005 sebesar 0.012 dan 2006 sebesar 0.03, pada tahun ini terjadi peningkatan kualitas bensin yang sangat baik. Angka rata-rata RON dari SPBU yang dipantau adalah 90.76. Angka ini telah memenuhi standar yang ditetapkan, yaitu 88. Tetapi nilai RON tahun 2007 ini lebih baik jika dibandingkan dengan nilai tahun 2006 yaitu 88.98. Rata-rata nilai RON tahun 2005 adalah 90.6. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 4.9 Grafik 4.9 Konsentrasi Pb Di Beberapa Ruas Jalan (Hasil Pengukuran Sesaat) KONSENTRASI Pb DI BEBERAPA RUAS JALAN 0.0700
Perempatan Jl. Demak-Dupak
KONSENTRASI (ppm)
0.0600
Depan Jembatan Merah Plasa Perempatan Jl. TunjunganJl.Gentengkali Perempatan Jl. Moestopo - Jl. Dharmaw angsa Pertigaan Jl. Raya Gubeng Jl. Pemuda Perempatan SIER Rungkut
0.0500 0.0400 0.0300 0.0200 0.0100
Depan RSI Wonokromo
0.0000
e ar M
6 00 t2
06 20 ril p A
6 06 00 20 li 2 p e Ju S WAKTU SAMPLING
07 20 ril p A
7 00 li 2 Ju
Baku mutu
Sumber : Hasil Pengukuran BTKL
Bab IV - 11
6. Konsentrasi H2S (HASIL PENGUKURAN SESAAT) Grafik 4.10 Konsentrasi H2S Di Beberapa Ruas Jalan (Hasil Pengukuran Sesaat) KONSENTRASI H2S DI BEBERAPA RUAS JALAN 0.0350
Perempatan Jl. Demak-Dupak
KONSENTRASI (ppm)
0.0300
0.0050
Depan Jembatan Merah Plasa Perempatan Jl. TunjunganJl.Gentengkali Perempatan Jl. Moestopo - Jl. Dharmaw angsa Pertigaan Jl. Raya Gubeng Jl. Pemuda Perempatan SIER Rungkut
0.0000
Depan RSI Wonokromo
0.0250 0.0200 0.0150 0.0100
06 20
et ar M
06 20 ril Ap
6 06 00 20 li 2 p Ju Se WAKTU SAMPLING
07 20 ril Ap
7 00 li 2 Ju
Baku mutu
Sumber : Hasil Pengukuran BTKL
Konsentrasi H2S masih jauh di bawah baku mutu Udara Ambien Kep. Gubernur Jatim No.129/ 1996 sebesar 0.03 ppm. 7. Konsentrasi NH3 (HASIL PENGUKURAN SESAAT) Grafik 4.11 Konsentrasi NH3 Di Beberapa Ruas Jalan (Hasil Pengukuran Sesaat) KONSENTRASI NH3 DI BEBERAPA RUAS JALAN 2.5000
Perempatan Jl. Demak-Dupak Depan Jembatan Merah Plasa Perempatan Jl. TunjunganJl.Gentengkali Perempatan Jl. Moestopo - Jl. Dharmaw angsa Pertigaan Jl. Raya Gubeng Jl. Pemuda Perempatan SIER Rungkut
KONSENTRASI (ppm)
2.0000
1.5000
1.0000
0.5000
Depan RSI Wonokromo
0.0000
M
et ar
06 20
6 00 il 2 r Ap
6 06 00 20 li 2 p u e J S WAKTU SAMPLING
7 00 il 2 r Ap
7 00 li 2 u J
Baku mutu
Sumber : Hasil Pengukuran BTKL
Konsentrasi NH3 masih jauh di bawah baku mutu yang ditetapkan oleh Kep. Gubernur Jatim No. 129/ 1996 Jatim sebesar 2 ppm.
Bab IV - 12
Sedang untuk beberapa ruas jalan yang lain disajikan pada grafik sebagai berikut: GRAFIK 4.13 PERSENTASE PEMENUHAN BAKU MUTU PADA KUALITAS UDARA BEBERAPA RUAS JALAN (HASIL PENGUKURAN SESAAT TAHUN 2007)
GRAFIK 4.12 PERSENTASE PEMENUHAN BAKU MUTU PADA KUALITAS UDARA BEBERAPA RUAS JALAN (HASIL PENGUKURAN SESAAT TAHUN 2006) Persentase Pemenuhan Baku Mutu Pada Kualitas Udara Beberapa Ruas Jalan (Tahun 2006)
Persentase Pemenuhan Baku Mutu Pada Kualitas Udara Beberapa Ruas Jalan (Tahun 2007)
40%
43% 57%
60%
tidak memenuhi baku mutu
memenuhi baku mutu
memenuhi baku mutu
KETERANGAN : Kualitas udara yang tidak memenuhi baku mutu: Udara di Terminal Bratang (2 X pengambilan) Udara di Depan RSI Wonokromo Udara di Perempatan Jl Demak - Jl. Dupak Udara di Perempatan Jl. Moestopo - Jl. Dharmawangsa Udara di Perempatan Jl. Tunjungan- Jl.Gentengkali Udara di Pertigaan Jl. Raya Gubeng - Jl. Pemuda Udara di Terminal Purabaya
tidak memenuhi baku mutu
Kualitas udara yang tidak memenuhi baku mutu: Udara di Depan Jembatan Merah Plaza (2x pengambilan) Udara di Perempatan Jl Demak - Jl. Dupak (2x pengambilan) Udara di Perempatan SIER Rungkut Udara di Pertigaan Jl. Raya Gubeng - Jl. Pemuda Udara di Terminal Purabaya
Kualitas udara yang memenuhi baku mutu: Udara di Depan Jembatan Merah Plaza Udara di Terminal Bratang (2 x pengambilan) Udara di Bawah Jalan Layang Mayangkara Udara di Depan Jembatan Merah Plaza (3x pengambilan) Udara di Perempatan Jl Demak - Jl. Dupak (2x pengambilan) Udara di Perempatan Jl. Moestopo - Jl. Dharmawangsa (2x pengambilan) Udara di Perempatan Jl. Tunjungan- Jl.Gentengkali (3x pengambilan) Udara di Perempatan SIER Rungkut (3x pengambilan) Udara di Pertigaan Jl. Raya Gubeng - Jl. Pemuda (3x pengambilan) Udara di Terminal Joyoboyo (2x pengambilan) Udara di Terminal Purabaya (2x pengambilan)
Kualitas udara yang memenuhi baku mutu: Udara di Depan Jembatan Merah Plaza Udara di Perempatan Jl Demak - Jl. Dupak (2x pengambilan) Udara di Perempatan Jl. Moestopo - Jl. Dharmawangsa (2x pengambilan) Udara di Perempatan Jl. Tunjungan- Jl.Gentengkali (3x pengambilan) Udara di Perempatan SIER Rungkut (3x pengambilan) Udara di Pertigaan Jl. Raya Gubeng - Jl. Pemuda (3x pengambilan) Udara di Terminal Joyoboyo (2x pengambilan) Udara di Terminal Purabaya (2x pengambilan)
Sumber : Hasil Pengukuran BTKL
Pada saat penilaian Wahana Tata Nugraha, Kementrian Lingkungan Hidup juga melakukan pengukuran kualitas udara ambien di beberapa ruas jalan dengan hasil rata-rata sebagai berikut: Tabel 4.6 Rata – rata Kualitas Udara Ambien Di Beberapa Ruas Jalan Hasil Pengukuran Th. 2007
Parameter
Baku Mutu (PP Nomor 41 Tahun 1999)
Keterangan
HC, ugram/m3
0
160 (pengukuran 3 jam)
-
CO, ugram/m3
13657,64
10.000 (pengukuran 24 jam)
Melebihi
2,09
150 (pengukuran 24 jam)
NO2, ugram/m3 PM 10, ugram/m
273,64
150 pengukuran 24 jam)
O3, ugram/m3
2,54
235 (pengukuran 1 jam)
TSP (ash), ugram/m3
399,55
230 (pengukuran 24 jam)
SO2, ugram/m
29,22
365 (pengukuran 24 jam)
3
3
Sumber : KLH
Bab IV - 13
Emisi HC di tepi jalan dapat secara spesifik diidentifikasikan berasal dari gas buang kendaraan bermotor. Emisi HC yang tinggi disebabkan oleh pembakaran bahan bakar yang tidak efisien sedangkan di Surabaya limit 0. Konsentrasi HC dapat dihubungkan dengan kinerja lalu lintas yang kurang memadai (kecepatan rendah, kemacetan, ketidakefisienan pemakaian bahan bakar, baik dari segi efisiensi proses pembakaran maupun konsumsi bahan bakar) dan Surabaya kinerja lalu lintasnya cukup baik. Tetapi ada fenomena lain dimana CO melebihi baku mutu yang seharusnya nilainya lebih rendah dari HC (secara teoritis). Ozon merupakan suatu fotokimia oksidan secara tidak langsung dihasilkan dari sumbersumber pembakaran, dibentuk dibagian bawah atmosfir, dari NO dan komponenkomponen organik yang mudah menguap (=VOCs= Volatile Organic Compounds) atau Hidrokarbon–hidrokarbon reaktif dengan adanya sinar matahari. VOCs dihasilkan dari keaneka ragaman sumber-sumber buatan manusia termasuk lalu lintas jalan raya, produksi dan pemakaian zat-zat kimia organik seperti bahan-bahan pelarut, transport dan pemakaian crude oil, pemakaian dan distribusi gas alam. Untuk Kota surabaya Kandungan ozon di atmosfer masih sangat rendah.
4.2
TEKANAN Tidak terdapat data atau parameter yang ditentukan cara penyampaian datanya. Kota
Surabaya dengan jumlah penduduk sebesar 2.829.486 jiwa pada tahun 2007 menempati areal hanya seluas 326.360 hektar dengan berbagai aktivitas didalamnya termasuk pembangunan yang semakin meningkat maka permasalahan lingkungan pun semakin meningkat, terlebih lagi bila pembangunan tersebut tidak memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan. Salah satunya termasuk pencemaran udara, karena udara merupakan unsur utama bagi mahkluk hidup di muka bumi dan terutama bagi manusia, tanpa udara bersih manusia akan terganggu kesehatannya. Kualitas udara khususnya di perkotaan merupakan komponen lingkungan yang sangat penting, karena akan berpengaruh langsung terhadap kesehatan masyarakat maupun kenyamanan kota. Limbah gas di Kota Surabaya yang merupakan penyebab penurunan kualitas udara digolongkan ke dalam sumber tidak bergerak (kegiatan industri, rumah tangga dan pembakaran sampah) dan sumber bergerak (kegiatan transportasi). Kegiatan industri dengan cerobongnya menghasilkan emisi yang sangat tinggi. Dengan semakin banyaknya jenis kegiatan industri maka emisi cerobong yang dihasilkan akan semakin besar, terutama untuk kegiatan industri yang menghasilkan bahan berbahaya dan beracun. Parameter HC dan NOx di udara akan membentuk parameter pencemar baru dengan bantuan sinar matahari (ultraviolet) yaitu para akrilonitrit (PAN) yaitu berupa gas asap (smog) dan ozon yang lebih berbahaya bagi kesehatan manusia. Pembakaran bahan bakar fosil di sumber-sumber yang menetap/tidak bergerak, mengarah terbentuknya produksi SO2, NO dan NO2 serta Pb, sedangkan masing–masing berminyak solar jelas terbukti menghasilkan sejumlah partikel dan SO2 sebagai tambahan dari NO dan NO2. Seperti kota-kota besar lainnya, emisi yang dikeluarkan oleh kegiatan industri,
Bab IV - 14
transportasi, dan tempat pembuangan sampah tersebut menjadi sumber dominan penghasil gas rumah kaca. Gas rumah kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan untuk menyerap radiasi matahari yang menyebabkan suhu di permukaan bumi menjadi hangat. Meningkatnya jumlah emisi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer akan meningkatkan pemanasan bumi. Menurut PBB mengenai Perubahan Iklim (United Nations Framework Convetion on Climte Change), ada 6 (enam) jenis gas rumah kaca yaitu : 1. karbondioksida (CO2) 2. fosil di sektor energi, transportasi dan industri dinitrooksida (N2O) 3. Metana (CH4) 4. sufurheksaflorida (SF6) 5. perflorikarbon(PFCs) 6. hidroflorokarbon (HFCs)
1. Emisi Sumber Tetap Polutan yang mempengaruhi kualitas udara ambien di Surabaya bersumber dari berbagai macam kegiatan, yaitu: • Tungku industri • Tungku domestik • Industri pengolahan (makanan, minuman, kayu, kimia dasar, mineral logam, logam dasar, hasil olahan logam, dan tekstil) • Serta sumber spesifik lain dari kegiatan penimbunan akhir sampah. Beban Pencemar Udara Dari Sumber Tidak Bergerak (Industri Pengolahan) KONSENTRASI (TON/TAHUN) SUMBER KEGIATAN Debu SO2 NOx HC CO Lainnya
Tabel 4.7
Makanan
4038.19
0
0
0
0
0.013
Minuman
0.016
0
0
0
0
0
Kayu
38.61
0
18.02
0
0
0
Kimia Dasar
26.9
0
0
215.2
0
0
Mineral Non Logam
1
0
0
0
0
0
Logam Dasar
28.8
0
0
0
232
0
Hasil Olahan Logam
0
0
0
0
0
0
Tekstil
598.6
0
0
0
0
0
Total
4732.116
0
18.02
215.2
232
0.013
Sumber :
Dinas Perindustrian & Penanaman Modal Diolah oleh BPLH, 2008
Bab IV - 15
Grafik dibawah menunjukkan bahwa industri pengolahan makanan memberikan kontribusi terhadap kualitas udara ambien. Grafik 4.14 Kontribusi Pencemaran Udara Untuk Industri Pengolahan KONTRIBUSI PENCEMARAN UDARA SUMBER TIDAK BERGERAK (INDUSTRI PENGOLAHAN) KOTA SURABAYA
4500 4000 3500 3000 Debu
2500
SO2
2000
NOx HC
1500
CO
1000
Lainnya
500 0
HC Makanan
Kayu
Debu
Hasil Olahan Logam
Mineral Non Logam JENIS INDUSTRI
Tabel 4.8
Rekapitulasi Beban Pencemar Udara Dari Sumber Tidak Bergerak SUMBER
(1) SUMBER TETAP (bahan bakar) 1. Pembangkit tenaga 2. Tungku industri 3. Tungku domestik INDUSTRI PENGOLAH SUMBER-SUMBER LAIN (TPA) 1. Sumber-sumber alami 2. Dari negeri/propinsi lain TOTAL Sumber :
Debu kg /th (2) 2,289. 694. 4,731,700.
SO2 kg /th (3)
Nitrogen oksid kg /th (4)
3,058. 3,741. -
447,280. 478. -
Beban Pencemaran Udara Hidro- karbon CO kg /th kg /th (5) (6) 1,281,879. 83. -
2,595,481. 41. -
CO2 kg /th (7)
CH4 kg /th (8)
91,710,655. 8,605. 750,000
-
-
-
-
2,983.99 6,799.93 447,758.91 1,281,962.32 Dinas Perindustrian & Penanaman Modal. PT. Pertamina Diolah oleh BPLH, 2008
-
-
2,595,522.5 91,719,261.24
Disamping itu dari hasil analisa BTKL dari 40 sample yang diujikan pada tahun 2006, 23 sampel udara (57,5%) memenuhi baku mutu sedangkan sisanya tidak. Sedangkan 20 sampel yang diujikan pada tahun 2007, 12 (60%) sampel memenuhi baku mutu sisanya tidak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 4.15 Grafik 4.15 Pengambilan Sampel Periode 2006 - 2007
P eng ambilan s ampel periode 2006‐2007 jum lah lokas i peng am bilan s am pel
25 20 15
memenuhi baku mutu
10 tidak memenuhi baku mutu
5 0 2006
2007
Sumber : BTKL, 2008
Bab IV - 16
2. Emisi Sumber Bergerak Tabel 4.9 Rekapitulasi Beban Pencemar Udara Dari Sumber Bergerak Jenis BBM Bensin Solar TOTAL
Konsumsi BBM (liter/hari) 459.400 185.873 645.273
CO (ton/tahun) 63.215,737 2.951,199 66.167
NOx (ton/tahun) 1.727,114 746.280 2.473
TSP(ton/ tahun)
HC(ton/tahun) 2.431,375 1.763,935 4.195
335,362 162,825 498
SO2(ton /tahun) 90,548 1.289,029 1.380
CO2 (ton/tahun) 528.195,150 213.707,482 741.903
Secara umum beban pencemar dari sumber transportasi dengan konsumsi BBM 645.273 liter/hari telah menyumbangkan beban pencemar CO sebesar 66.167 ton/tahun, NOx sebesar 2.473 ton/tahun, HC sebesar 4.195 ton/tahun, TSP sebesar 498 ton/tahun, SO2 sebesar 1.380 ton/tahun dan CO2 sebesar 741.903 ton/tahun. JUMLAH KENDARAAN MENINGKAT Dewasa ini untuk mendapatkan kendaraan bermotor baik roda 2 maupun roda 4 sangatlah mudah sehingga hal tersebut dapat mendorong penjualan motor/sepeda motor ke arah positif. Tetapi hal tersebut juga berdampak pada kemacetan di jalan-jalan Kota Surabaya. Menurut data dari Dinas Pendapatan Prop. Jatim jumlah kendaraan terus meningkat dalam kurun waktu 2005-2007 khususnya sepeda motor. Bila dilhat dari rasio kepemilikan pada tahun 2005 yang memiliki kendaraan 10 orang dari 25 orang, tahun 2006 meningkat 10 orang memiliki kendaraan dari 24 orang dan tahun 2007 dari 23 orang yang memiliki kendaraan 10 orang. Grafik 4.16 Rasio Jumlah Penduduk Dan Kepemilikan Kendaraan RASIO JUMLAH PENDUDUK DAN JUMLAH KENDARAAN DALAM KURUN WAKTU 2005 - 2007
3,000,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000
2.5 : 1
2.4 : 1
2.3 :1
500,000 0
2005
2006 Tahun
2007
Juml. Pend. Juml. Kendaraan Pribadi
Sumber : Dinas Pendapatan Prop. Jatim dan Dinas Perhubungan
Tabel 4.10 Jumlah Sarana Angkutan (Umum dan Pribadi) No. 1 2 3 4
5 6 7
Jenis Kendaraan Sepeda motor Mobil penumpang Mobil barang Mobil bus # Umum Bus Besar Bus Sedang Bus Kecil # Bukan Umum Kendaraan Khusus Mobil Penumpang Umum Kendaraan Roda Tiga
Jumlah Sumber : Dinas Perhubungan
2005 (unit) 883,838 217,428 82,116
Tahun 2006 (unit) 928,686 228,195 84,371
2007 (unit) 972,645 232,888 86,671
1,353 853 73 13,878 -
1,077 810 76 12,010 -
804 1,011 90 9,822 -
1,199,539
1,255,225
1,303,931
Bab IV - 17
Grafik 4.17 Peningkatan Jumlah Kendaraan Kurun Waktu 2005 - 2007 Peningkatan Jumlah Kendaraan Kurun waktu 2005-2007
1000000 900000 800000 700000 600000
(Unit) 500000 400000 300000 200000 100000
Kendaraan Roda Tiga
2005
Mobil Penumpang Umum
Jenis
Kendaraan Khusus
Mobil bus
2007 2005
Mobil barang
Mobil penumpang
Sepeda motor
0
Sumber : Dinas Pendapatan Prop. Jatim dan Dinas Perhubungan
KUALITAS BAHAN BAKAR Pengendalian pencemaran udara dari sumber transportasi didukung dengan dipasarkannya CNG (Compressed Natural Gas) mulai dipasarkan sejak tahun 1987 di Surabaya bersama beberapa daerah lain seperti Jakarta, Bandung, Medan, Palembang dan Cirebon. Selain itu kualitas bahan bakar bensin di kota Surabaya telah bebas dari kandungan Timbel (Unleaded Gasoline). Dari lima SPBU yang dipantau, seluruhnya menunjukkan kandungan timbelnya sudah tidak terdeteksi. Dibandingkan dengan nilai rata-rata tahun 2005 sebesar 0.012 dan 2006 sebesar 0.03, pada tahun ini terjadi peningkatan kualitas bensin yang sangat baik. Angka rata-rata RON dari SPBU yang dipantau adalah 90.76. Angka ini telah memenuhi standar yang ditetapkan, yaitu 88. Tetapi nilai RON tahun 2007 ini lebih baik jika dibandingkan dengan nilai tahun 2006 yaitu 88.98. Rata-rata nilai RON tahun 2005 adalah 90.6 (sumber : Kementerian Lingkungan Hidup). Akan tetapi kualitas solar mengalami penurunan yang cukup drastis. Hal ini dapat dilihat dari kandungan sulfur mengalami peningkatan yang signifikan. Jika tahun 2005 rata-rata kandungan sulfur masih 1140 ppm, tahun 2006 sebesar 800 ppm, tahun ini meningkat menjadi 2040 ppm. Walaupun angka ini masih di bawah ambang batas yang ditetapkan, yaitu sebesar 3500 ppm, tetapi kecenderungan peningkatan cukup drastis ini harus menjadi perhatian yang serius karena dapat meningkatkan kandungan SOx di udara. Nilai rata-rata indeks setana pada tahun 2005 sebesar 54.4, tahun 2006 sebesar 50.84, dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 53.44. Jika dibandingkan dengan nilai ambang batas sebesar 45, nilai ini sudah bagus (box-1). Selain masyarakat belum beralih mengkonsumsi bio pertamax dan biosolar yang lebih ramah lingkungan (Menurut data PT. Pertamina, penjualan terbesar masih dipegang oleh premium dan solar).
Bab IV - 18
Grafik 4.18 Penjualan Bahan Bakar Dari Pertamina Pada Tahun 2008 Penjualan Bahan Bakar minyak tanah, 207.865, 24%
Bio Pertamax, 1.44, 0%
Premium, 446.514, 53%
Biosolar, 15.216, 2% Solar, 170.657, 20% Pertamax, 11.446, 1%
Sumber : PT. Pertamina, 2008
BOX -1 Hasil monitoring Kementrian Lingkungan Hidup terhadap kualitas bahan bakar bensin dan solar di 30 kota, SPBU
Alamat
Pb
RON
Sulfur
Distilation
Cetane
5461203
Jl. Raya Bungur Asih
ttd
91.7
1900
52
54.22
5160265
Jl. Jemur Sari
ttd
90
1900
52
53.72
5460261
Jl. Jemur Sari Barat
ttd
91.2
2100
55
52.52
5460248
Jl. Jangir Wonokromo
ttd
89.6
2300
55
53.08
5460106
Jl. Dharma Husada
ttd
91.3
2000
54
53.7
Sumber : Kementrian Lingkungan Hidup, 2007 Keterangan Parameter pengujian untuk jenis bensin premium adalah sebagai berikut: 1. Angka Oktana (RON) Angka oktana adalah ukuran dari bahan bakar terhadap ketahanan detonasi atau knocking terhadap mesin dengan sistem penyalaa bunga api. Knocking dapat menyebabkan menurunnya tenaga mesin dan kerusakan pada mesin. Kecenderungan knocking sejala dengan meningkatnya perbandingan kompresi mesin (engine compression ratio). Meningkatnya perbandingan kompresi dari 7,5 menja 9 akan meningkatkan ORI (Octane Requirement Increment) sebesar 10. Bilangan oktana diukur dengan riset (research) dan test mot oktana. Hasil dari test di tunjukkan dengan RON (Research Octane Number) atau MON (Motor OctaneNumber) dari bahan bakar. Kedu test meliputi perbandingan anti knock performance dari campuran 2 bahan bakar standar yaitu: Iso Oktana (Oktana Rating sebesar 10 dan n-heptana (oktana rating sebesar 0). 2.
Timbel (Pb). Timbel atau Tetra-ethyl Lead (TEL) meruapakan persenyawaan dengan rumus kimia (C2H5)4 Pb. Zat ini biasanya digunakan sebag bahan aditif pada bensin sebagai octane booster atau peninggi angka oktan. Penggunaan timbel pada bahan bakar dapat meneka penggunaan aromat dan juga dari segi harga yang lebih rendah di banding additif jenis lain. Namun penggunaan timbel pada baha bakar dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan kesehatan manusia. Pencemaran timbel di udara ambie akan berpengaruh secara signifikan terhadap kadar timbel dalam darah manusia terutama anak-anak. Dimana kadar timbel dalam dara yang tinggi dapat membawa gangguan kesehatan seperti penurunan IQ, autis, tekanan darah tinggi, dan kematian.
Parameter pengujian untuk jenis solar reguler adalah sebagai berikut: 1.
Indeks setana. Angka setana adalah pengukuran aktivitas kompresi dari pembakaran bahan bakar. Hal ini juga mempengaruhi kemampuan mes untuk di nyalakan pada keadaan dingin, emisi dan kebisingan mesin. Indeks setana adalah jumlah setana ”alami” yang terkandun dalam bahan bakar. Makin tinggi angka setana, makin tinggi unjuk kerja yang diberikan oleh bahan bakar solar. Meningkatnya bilangan setana akan menurunkan crank tim (waktu sebelum mesin mencapai starter off) pada suatu kecepatan mesin tertentu. ACEA EPEFE mengukur performa bahan bakar dies pada mesin industri berat, hasilnya adalah pengurangan secara signifikan (s/d 40%) crank time untuk setiap kenaikan bilangan setan dari 50–58. Bilangan setana juga mempengaruhi emisi kendaraan dan konsumsi bahan bakar. Setana pengaruh yang signifika
Bab IV - 19
terhadap Nox terutama pada beban rendah. Peningkatan bilangan setana juga akan menurunkan emisi Hidrokarbon (HC) antara 30 40%. 2.
Sulfur/Belerang. Belerang secara alami terdapat dalam minyak mentah, apabila belerang tidak dihilangkan pada proses pengkilangan maka beleran akan mengkontaminasi bahan bakar kendaraan. Belerang dapat memberikan pengaruh signifikan terhadap usia mesin. Pengaru belerang dalam emisi partikulat adalah signifikan. Dalam program European Auto Oil, diprediksi pengurangan kandungan belerang da 500 ppm menjadi 30 ppm akan menurunkan emisi PM sampai dengan 7%.
3.
Karakteristik Distilasi. Kurva distilasi dari bahan bakar diesel mengindikasikan jumlah bahan bakar yang akan mendidih pada temperatur yang tertentu. Kurv tersebut dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu: “light end” yang mempengaruhi kemampuan start kendaraan, daerah sekitar 50% tit penguapan dan “heavy end” karakterisasi berdasarkan T90, T95 dan titik didih akhir. Dalam studi studi modern, hanya pengaruh da tingkat didih atas yang diteliti karena kaitannya dengan emisi gas buang, sementara tingkat didih bawah memiliki range yan beragam.Bagaimanapun, apabila terlalu banyak bahan bakar pada “heavy end” akan menyebabkan “choking” dan kenaikan emisi ga buang. Efek dari T95 pada emisi kendaraan telah dikaji oleh EPEFE, pengujian tersebut mengindikasikan bahwa emisi gas buang da mesin diesel beban berat tidak secara signifikan dipengaruhi oleh T59, namun kecenderungan NOx yang lebih rendah serta HC yan lebih tinggi sebagaimana telah dipelajari.
Lead, Pb (gr/l) RON Sulfur Distilation CetaneGas Station
MASIH ADA KENDARAAN YANG TIDAK LOLOS UJI KIR DAN/ATAU UJI EMISI Menurut data UPTD Pengujian Kendaraan bermotor, Dinas Perhubungan jumlah kendaraan yang tidak lolos uji hanya sebagian kecil saja. Pada tahun 2006 hanya sebesar 1.109 kendaraan dari 158,568 kendaraan dan pada tahun 2007 sebanyak 539 kendaraan dari 158,632 kendaraan (grafik IV-16). Tabel 4.11 Jumlah kendaraan wajib uji dan realisasi 2006 (unit) No. Jenis Kendaraan Wajib Uji Realisasi 1 Bus Umum Ukuran Besar 922 1,848 Ukuran Sedang 131 270 Ukuran Kecil 4,845 9,139 2 Bus Bukan Umum 545 1,199 3 Mobil Penumpang Umum 242 721 4 Taksi 3,512 7,021 5 Kendaraan Roda Tiga 6 Pick up 36,263 67,860 7 Truk Sedang 4,732 46,695 8 Truk Berat 1,600 9,472 9 Kereta Gandengan 3,126 5,881 10 Kereta Tempelan 2,798 2,858 11 Penarik (Tractor head) 85,378 5,604 Jumlah 144,094 158,568 Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya (UPTD PKB)
2007 (unit) Wajib Uji Realisasi 801 87 4,457 589 15 2,879 34,818 25,346 4,154 1,407 3,230 2,986 80,769
1,321 206 8,691 1,314 6 5,830 70,254 48,107 7,318 3,041 6,545 5,999 158,632
Bab IV - 20
Grafik 4.19 Kendaraan Wajib Uji Yang Tidak Lolos Uji
160,000 140,000 120,000 100,000 Jumlah 80,000 Kendaraan 60,000 40,000 20,000 0
157,459
158,093
lulus tidak lulus
1,109
539
2006
2007 Tahun Pengujian
Sumber : Dinas Perhubungan, 2007
Kegiatan yang secara rutin dilakukan yaitu uji emisi gratis kepada masyarakat, baik mobil pribadi maupun kendaraan umum yang dilaksanakan berkat kerjasama antara Pemda Kota dengan kelompok masyarakat seperti Oto-point setiap 4 bulan sekali. Pelaksanaan program peningkatan kualitas udara perkotaan (Urban Air Quality Improvement) sebagai kerjasama antara Pemerintah Kota Surabaya dengan Pemerintah Pusat (BAPPENAS). Adanya Forum Udara Bersih Kota Surabaya (FURBES) dengan berbagai kegiatan yang dilakukan secara bersama Pemda dan masyarakat sangat membantu Pemerintah Kota dalam hal peningkatan kualitas udara di Kota Surabaya. Tabel 4.12 Hasil Uji Emisi “Spotcheck” Kendaraan Bermotor di Kota Surabaya No.
Deskripsi
Satuan Jl. Kusuma Bangsa Jl.Raya Darmo Jl. Undaan Z_Kota
1
Jumlah kendaraan keseluruhan
Unit
735
573
295
1603
2
Jumlah kendaraan lulus uji
Unit
420
306
166
892
3
Jumlah kendaraan tidak lulus uji
Unit
315
267
129
711
4
Jumlah kendaraan bensin
Unit
485
432
174
1091
4.1
Jumlah kendaraan bensin lulus uji
Unit
337
273
138
748
4.1.1
Jumlah kendaraan bensin (injeksi) lulus uji
Unit
234
200
116
550
4.1.2
Jumlah kendaraan bensin (karburator) lulus uji
Unit
103
72
22
197
4.2
Jumlah kendaraan bensin tidak lulus uji
Unit
148
159
36
343
4.2.1
Jumlah kendaraan bensin (injeksi) tidak lulus uji
Unit
59
73
15
147
4.2.2
Jumlah kendaraan bensin (karburator) tidak lulus uji Unit
89
86
21
196
5
Jumlah kendaraan diesel
Unit
250
141
121
512
5.1
Jumlah kendaraan diesel lulus uji
Unit
83
33
28
144
5.2
Jumlah kendaraan diesel tidak lulus uji
Unit
167
108
93
368
6
Nilai opacity terendah
%
0
0
0
0
7
Nilai opacity tertinggi
%
99.9
99.9
98.6
99.9
8
Rata-rata opasitas
%
75,754
20,37200704
34,4914966 43,53916788
9
Total opasitas
18938,5
11571,3
10140,5
40650,3
10
Nilai CO terendah
%
0
0
0
0
11
Nilai CO tertinggi
%
86.37
15
9.372
86.37
12
Rata-rata CO
%
2,217269
1,477861888
0,823474576 1,506168512
13
Total CO
1075,327
845,337
242,925
2163,589
14
Nilai HC terendah
0
0
0
0
ppm
Bab IV - 21
No.
Deskripsi
Satuan Jl. Kusuma Bangsa Jl.Raya Darmo Jl. Undaan Z_Kota
15
Nilai HC tertinggi
ppm
6219
3208
1455
6219
16
Rata-rata HC
ppm
312,6434
212,1105682
123,5960678 216,1166828
17
Total HC
ppm
151632,1
121327,245
36460,84
309420,14
18
Nilai CO2 terendah
%
0
0
0
0
19
Nilai CO2 tertinggi
%
20
20,89
40,16
40,16
20
Rata-rata CO2
%
11,40855
9,30506993
7,403355932 9,372324149
21
Total CO2
5510,328
5322,5
2183,99
13016,818
22
Tahun Produksi tertua
tahun
1975
1966
1981
1966
23
Tahun Produksi terbaru
tahun
2007
2007
2007
2007
Sumber: Dinas Perhubungan
Grafik 4.20 Hasil Uji Emisi “Spotcheck” Kendaraan Bermotor Di Kota Surabaya
Jumlah Kendaraan
800 700 600 500 400 300 200 100 0 Jl. Kusuma Bangsa
Jl.Raya Darmo Lokasi Uji Petik
Jl. Undaan Jumlah kendaraan tidak lulus uji Jumlah kendaraan lulus uji
Sumber : Dinas Perhubungan
Secara berkala Pemerintah Kota Surabaya melaksanakan uji emisi gratis di beberapa ruas jalan, hasilnya tampak pada tabel dan grafik diatas. •
Masih ada kendaraan lama dan tua berada di jalan.
•
Hasil jumlah kendaraan tidak lulus uji dan lulus uji hampir seimbang. Hal tersebut menandakan tidak terawatnya kendaraan
TINGKAT PELAYANAN JALAN Surabaya merupakan kota kedua terbesar di Indonesia. Permasalahan transportasi di kota ini hampir sama dengan di DKI Jakarta, Bandung dan Medan. Keefektifan jaringan jalan di Kota Surabaya menjadi isu utama. Isu itu lebih dititikberatkan pada tingginya gangguan samping tinggi. Di beberapa titik terdapat permasalahan parkir on-street. Hampir sebagian besar jaringan jalan arteri primer di Surabaya sudah melampaui standar kapasitas dalam perundang-undangan. Hal ini telah memperparah kemacetan di jalan-jalan arteri Kota Surabaya. Salah satu program yang dicanangkan oleh Pemerintah Kota Surabaya adalah pengaturan waktu awal kegiatan (WAK). Pengaturan diterapkan antara jadwal masuk kerja kantor dengan jadwal masuk sekolah. Jadwal masuk sekolah lebih dahulu dibandingkan dengan jadwal masuk kerja kantor. Dengan program ini diharapkan kemacetan di waktu pagi bisa diatasi. Pola jaringan jalan utama di Surabaya pada dasarnya adalah berbentuk koridor linier yang menghubungkan kawasan utara dan selatan (Tanjung Perak-Waru).
Bab IV - 22
Namun saat ini telah terjadi pergeseran dari arah yang linear, cenderung berbentuk sistem radial - persegi panjang seiring dengan meningkatnya perkembangan pembangunan di kawasan barat - timur Surabaya serta meningkatnya penggunaan jalan tol Surabaya – Malang. Jaringan jalan yang ada sekarang ini pun belum dikembangkan seefektif mungkin untuk melayani setiap wilayah di Surabaya. Belum terbangunnya beberapa jaringan arteri primer dan sekunder terutama yang berada di Surabaya bagian Timur telah mengurangi aksesibilitas dan mobilitas wilayah Surabaya Timur terutama ke Surabaya Selatan. Dalam rangka upaya penataan kota dengan orientasi memberikan lebih banyak lagi ruang untuk publik, Pemda Kota Surabaya sudah mulai membangun beberapa pedistrian, yaitu di Jl. Tunjungan, Jl. Basuki Rahmad, Jl. Urip Sumoharjo, Jln. Gubernur Suryo, Jln. Panglima Sudirman, dan Jln. Yos Sudarso. Aspek aksesibilitas, kenyamanan dan keleluasaan aktivitas menjadi beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan pedestrian di pusat kota. Isu krusial lainnya yang muncul dalam penanganan masalah transportasi perkotaan selain
kemacetan
khususnya
di
Kota
Surabaya
adalah
kelembagaan
transportasi.
Perencanaan transportasi seringkali dihambat oleh wilayah administrasi. Angkutan umum seringkali tidak efisien dalam pengangkutan di wilayah perbatasan. Untuk wilayah perkotaan hal ini menambah rumit ketidakefisienan atau tingginya operasi angkutan umum. Volume dan ketersediaan jaringan jalan merupakan beberapa faktor teknis penyebab kemacetan. Namun selain itu, faktor-faktor non teknis lainnya yang juga mempengaruhi timbulnya kemacetan diantaranya : • Penyempitan lebar jalan karena parkir on-street atau pedagang kaki lima, • Adanya arus keluar masuk dari suatu bangunan, • Terjadinya gangguan samping yang tinggi akibat pemanfaatan lahan yang tidak semestinya (parkir off-street di beberapa titik pusat perdagangan dan jasa, tidak ada, angkot yang sering berhenti mendadak dan ngetem menunggu penumpang termasuk masalah yang cukup serius dalam mengurangi kapasitas jalan), • Adanya pencampuran lalu lintas (mix traffic) Peranan jalan ini terkait dengan hirarki sistem jaringan yang harus disesuaikan dengan hirarki kegiatan kota baik sistem primer maupun sekunder. Kesenjangan antara pertumbuhan kendaraan dengan pertumbuhan jaringan jalan turut menurunkan kinerja lalu lintas Kota semakin lama semakin macet dan terakumulasi sepanjang tahun. Untuk melihat tingkat pelayanan jalan (mengukur kinerja baik buruknya pelayanan segmen jalan) di kota Surabaya dapat dilihat dari analisa bangkitan lalu lintas yang kemudian ditetapkan nilai derajat kejenuhan/Degree of Saturation (DS) untuk masing-masing jalan tersebut. Derajat kejenuhan itu sendiri adalah perbandingan antara volume kendaraan dan kapasitas jalan, atau V/C ratio. Nilai ideal yang dianjurkan untuk DS segmen jalan dalam kota adalah tidak melebihi 0.75 (MKJI, 1997). Namun demikian nilai DS sampai dengan 0.80 untuk
Bab IV - 23
segmen jalan di kota-kota besar masih dapat ditolerir, karena pertumbuhan lalin di kota-kota besar relatif lebih tinggi. Hasil pengukuran sebagai berikut: Tabel 4.13 Tingkat Pelayanan Di Beberapa Ruas Jalan Tahun 2005 Nama Ruas Jalan Volume Kapasitas DS Tingkat (smp/jam) (smp/jam) Pelayanan Pakal 1,225 5,932 0.21 Kedungdoro Kenjeran Jemursari Kusuma Bangsa Kramat Gantung Rajawali Dupak Diponegoro Pahlawan Perak
2,338 2,604 3,392 3,250 2,050 3,187 4,265 4,206 5,240 4,737
9,288 9,124 9,250 8,744 5,489 7,913 10,111 9,810 12,055 10,183
0.25 0.29 0.37 0.37 0.37 0.40 0.42 0.43 0.43 0.47
Indrapura Darmawangsa Oso Wilangun Ngagel Kertajaya HR. Muhammad Mastrip Prof. Dr. Moestopo Nginden Rungkut Industri Gresik Raya Rungkut Embong Malang Menganti Darmahusada Semarang
2,852 2,966 1,610 2,891 4,855 4,902 1,516 5,783 5,564 5,461 2,343 3,586 5,112 1,674 3,706 2,307
5,954 6,105 3,293 5,792 9,352 9,384 2,770 10,137 9,504 8,997 3,603 5,504 7,453 2,371 5,078 2,986
0.48 0.49 0.49 0.50 0.52 0.52 0.55 0.57 0.59 0.61 0.65 0.65 0.69 0.71 0.73 0.77
Tunjungan Bubutan Panglima Sudirman
5,926 5,006 6,965
7,499 6,215 8,234
0.79 0.81 0.85
Gubeng Mayjen Sungkono A. Yani (Polda) Gunungsari Wiyung Tandes Rungkut Menanggal Urip Sumoharjo
5,627 7,690 8,757 5,003 2,435 3,025 2,383 10,421
6,539 8,744 9,742 5,483 2,589 3,127 2,386 10,002
0.86 0.88 0.90 0.91 0.94 0.97 1.00 1.04
Raya Wonokromo A. Yani (Waru)
9,724 11,034
9,181 9,742
1.06 1.13
Sumber
B
C
D E
F
: Dinas Perhubungan, 2005
Bab IV - 24
Keterangan : Tingkat Pelayanan
Kecepatan, Batas Lingkup, V/C km/jam
Karaktristik Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan yang diinginkan tanpa hambatan
A
:
B
:
C
:
Arus stabil, tetapi kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kondisi lalin, pengemudi memiliki kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatan Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak kendaraan dikendalikan, pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan
D
:
E
:
F
:
0.00-0.20
>58
0.20-0.44
56 – 46
0.45-0.74
46 – 36
Arus mendekati tidak stabil, tetapi kecepatan dan gerak kendaraan masih dikendalikan, V/C masih dapat dikendalikan
0.75-0.84
36 – 26
Volume lalin mendekati/berada pada kapasitas, arus tidk stabil, kecepatan terkadang berhenti, Arus yang dipaksakan atau macet, kecepatan rendah, volume diatas kapasitas, antrian panjang dan terjadi hambatan – hambatan besar
0.85-1.00
26 – 18
> 1.00
< 18
Jalan-jalan di bawah ini dalam kategori Tingkat Pelayanan F dimana arus yang dipaksakan atau macet, kecepatan rendah, volume diatas kapasitas, antrian panjang dan terjadi hambatan – hambatan besar.
Jl. Urip Sumoharjo
Jl. Raya Wonokromo
Hasil pegukuran derajad kejenuhan diatas dapat disimpulan bahwa
Jl. Pangklima
Sudirman, Gubeng, Mayjend Sungkono, A. Yani (Polda), Gunungsari, Jl. Raya wiyung, Jl. Raya Tandes, Jl. Rungkut Menanggal, Jl. Urip Sumoharjo, Jl. Raya Wonokromo, Jl. A, Yani (Waru) sudah harus menjadi perhatian Pemerintah Kota Surabaya karena sudah mendekati tidak stabil sampai macet khususnya pada jam-jam sibuk. Kondisi lalu lintas yang padat/ macet berpotensi sebagai penyumbang gas pencemar Grafik 4.21 Perbandingan Kecepatan Dalam Kurun Waktu 2005 -2007 70
P erbanding an kec epatan 63.54
60 K ec epatan
50 40 30 20
52.89 47.01 39.97 34.71 21.99
41.75 34.36
43.85
19.23
17.77
35.1
10 0 2005 K ec epatan R ata ‐ R ata K ec epatan Maks imum
2006
2007 K ec epatan Minimum K ec epatan pada P ers entil 85
Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya
Bab IV - 25
Sumber: Kementrian Lingkungan Hidup 2007
Kecepatan rata-rata berkendara di Surabaya banyak mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2005, dari 39,97 km/jam menjadi 43,85 km/jam. Peningkatan kecepatan yang signifikan ini disebabkan keberhasilan kota Surabaya dalam memperbaiki managemen lalu lintas yang ada. Kecepatan lalu lintas ini sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana prasarana jalan, lampu penerang, tempat pemberhentian kendaraan umum, dsb, seperti pada tabel IV-14.
Tabel 4.14a No
Panjang dan lebar perkerasan jalan menurut status untuk 3 tahun terakhir 2005 Panjang Lebar (Km) (m)
Status
(1)
(2) (3) (4) 1 Jalan Nasional 80,87 20-50 2 Jalan Propinsi 18,57 12-15 3 Jalan Kota 1.997,00 6-25 Jumlah 2.096,44 Sumber: Dinas Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya Tabel 4.14b No
Status
(5) 80,87 18,57 1.997,00 2.096,44
(7) 80,87 18,57 1.997,25 2.096,44
(6) 20-50 12-15 6-25
(8) 20-50 12-15 6-25
Ket. (9)
Baik (%) 52 56 80
Kondisi Sedang (Km) 23,15 6,92 360 390,07
(%) 29 37 18
Rusak (Km) 15,7 1,22 35 51,92
(%) 19 7 2
Panjang jalan yang memiliki trotoar
No Status 1 Jalan Nasional 2 Jalan Propinsi 3 Jalan Kota Jumlah rata-rata
2007 Panjang Lebar (Km) (m)
Kondisi jalan pada tahun 2008
(Km) 1 Jalan Nasional 42,02 2 Jalan Propinsi 10,43 3 Jalan Kabupaten/Kota 1.602,25 Jumlah 1654,7 Sumber: Dinas Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya Tabel 4.14c
2006 Panjang Lebar (Km) (m)
Dibutuhkan (Km) 80,87 18,57 1.997,25 2.096,69
Terbangun (Km) 45,5 10,92 1.449,1 1.555,52
Lebar rata-rata (Km) 3 3 2,5
Keterangan
Kiri-kanan
2,83
Bab IV - 26
Sumber: Dinas Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya
Tabel 4.14d No
Kondisi Trotoar Tinggi rata-rata (cm)
Status
25 1 Jalan Nasional 25 2 Jalan Propinsi 25 3 Jalan Kota Sumber: Dinas Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya Tabel 4.14e No
Baik (Km) 31,85 6,88 1.111,93
Kondisi Sedang (Km) 9,10 2,51 359,78
(%) 70 63 74
Rusak (Km) (%) 4,55 10 1,53 14 27,38 2
(%) 20 23 24
Realisasi jumlah rambu lalu lintas Status
Dibutuhkan
Terpasang
1.017 270 7.750 9.037
909 266 6.071 7.246
1 2 3
Jalan Nasional Jalan Propinsi Jalan Kota Jumlah Sumber: Dinas Perhubungan Kota Surabaya
Kondisi Baik Rusak 892 17 242 24 5.393 678 6.527 719
Keterangan
Tabel 4.14f Panjang jalan yang membutuhkan marka Kondisi No
Status
Dibutuhkan (km) Sudah dilengkapi (km)
88,95 1 Jalan Nasional 22,28 2 Jalan Propinsi 2.596,10 3 Jalan Kabupaten/Kota Jumlah 2.707,33 Sumber: Dinas Perhubungan Kota Surabaya
Baik/Jelas (%) Sedang (%)
55,80 11,76 1.392,78 1.460,34
70 50 80 200
Pudar (%)
20 30 10 60
10 20 10 40
Tabel 4.14g Lampu penerangan jalan yang dibutuhkan No
Status
(1)
(2)
Dibutuhkan (titik lampu) Terpasang (titiklampu) (3)
(4)
Berfungsi (titik lampu) (5)
1 2 3
Jalan Nasional 2.150 2.150 Jalan Propinsi 1.055 1.055 Jalan Kabupaten/Kota 29.795 24.613 Jumlah 33.000 27.818 Catatan : Kebutuhan s/d tahun 2010 Sumber: Dinas Pertamanan & Kebersihan Kota Surabaya dan Dinas Perhubungan Kota Surabaya
2.150 1.055 24.613 27.818
Ketersediaan Tempat Perhentian Angkutan Umum. Tabel 4.14h Ketersediaan tepat pemberhentian angkutan umum Dengan bangunan : No Status shelter/halte bus (buah) Dibutuhkan Terpasang 1 2 3
Jalan Nasional Jalan Propinsi Jalan Kabupaten/Kota Jumlah Sumber: Dinas Perhubungan Kota Surabaya
32 14 25 71
25 10 18 53
Tanpa bangunan : Dibutuhkan
Terpasang
15 9 9 33
15 7 7 29
Bab IV - 27
Tabel 4.14i Fasilitas Penyeberangan No
Fasilitas
Dibutuhkan (buah)
Terpasang (buah)
Berfungsi (buah)
442 37 479
230 19 249
230 19 249
Zebra cross Jembatan penyeberangan Jumlah Sumber: Dinas Perhubungan Kota Surabaya 1 2
3. Rekapitulasi Beban Pencemar Bila dilihat dari grafik di bawa ini, penyumbang terbesar pencemar udara masih pada sumber tidak bergerak. Grafik 4.22 Rekapitulasi Beban Pencemar Udara Di Surabaya
100000000 80000000 60000000 40000000 20000000
sumber bergerak sumber tidak bergerak
0 Debu
SO2
Nitrogen
Hidrocarbon
CO
CO2
CH4
Sumber : Hasil pengolahan
4.3
PROGRAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA / RESPON
4.3.1
Sumber Tidak Bergerak 1. Pengendalian pencemaran melalui ijin gangguan, 2. Monitoring kualitas udara baik sesaat maupun kontinyu (AQMS), 3. Pengawasan terhadap industri-industri yang berpotensi mengeluarkan emisi, 4. Penegakkan hukum lingkungan melalui Pos Pengaduan.
4.3.2
Sumber Bergerak 1. Perbaikan, pemeliharaan dan penambahan sarana prasarana jalan dan fasilitas jalan (Pembangunan frontage road dan fly over Wonokromo dan MERR IIC) 2. Pemerintah Kota dan Polwiltabes Surabaya melakukan kanalisasi, kampanye safety riding, pembinaan keselamatan lalu lintas para relajar, penyuluhan dan kegiatan himbauan tertib lalu lintas, pembinaan dan pemilihan awak kendaraan umum teladan, 3. Uji emisi kendaraan bermotor di jalan, operasi uji emisi gas buang, lomba, 4. Managemen rekayasa lalu lintas dengan pengaturan waktu awal kegiatan (jam kerja dan sekolah), 5. Rencana perbaikan angkutan umum/ masal (lihat BOX-2), 6. Pembatasan usia kendaraan diatur dalam Perda 7 Tahun 2006,
Bab IV - 28
7. Tata guna lahan. BOX -2
MONORAIL
BUS RAPID TRANSIT
Kendaraan Angkutan Massal yang berjalan tunggal dengan lebar jalur yang lebih sempit daripada lebar badan kendaraan, jalur bisa melayang di permukaan tanah ataupun di bawah permukaan. Kelebihan Konstruksi
Estetika
Tujuan : Pelaksanaan mudah, masa konstruksi relatif cepat
: Jalur tidak menutup total ruang bawahnya
Lingkungan
: Polusi rendah (Memakai tenaga listrik)
Keamanan
: Tidak ada persilangan dengan arus lalu-lintas
Biaya
Definisi Bus Rapid Transit adalah teknologi berbasis bis, pada umumnya beroperasi pada jalur khusu yang sebidang dengan permukaan jalan yang ada, pada kondisi tertentu (persimpangan atau pusat kota) yang diperlukan pemisahan elevasi, bus rapid transit dilewatkan terowongan atau jembatan.
: Lebih murah dibanding subway
• • • • • • •
Meningkatkan jumlah perjalanan penumpang dengan menggunakan suatu sistem transportasi yang aman, nyaman, dan handal Menciptakan sistem transportasi dengan jalur terpisah dari lalulintas umum untuk kemudahan aksesbilitas Menciptakan sistem transportasi dengan pelayanan yang terjadwal dengan baik Meningkatkan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan penumpang bus umum Meningkatkan pelayanan angkutan umum yang terintegrasi Menciptakan sistem transportasi yang dapat meningkatkan efisiensi operator bus Menerapkan sistem pengumpulan pendapatan tiket yang efektif
Rencana Koridor Jalur tengah jaringan jalan kota surabaya yang direncanakan sebagai jalur Bus Rapid Transit Aloha - Bundaran Waru - A.Yani - Wonokromo - Raya Darmo - Urip Sumoharjo - Basuki Rahmat - Embong Malang -Blauran - Bubutan - Indrapura - Perak Barat- Perak Timur Rajawali - Veteran - Pahlawan - Gemblongan - Tunjungan - Gubernur Suryo - Panglima Sudirman - Urip Sumoharjo - Aloha
RUTE TAHAP 1 Koridor Bundaran Waru – Perak Spesifikasi Kecepatan Maks
: 80 Km/jam
Kecepatan Rata – rata
: 20 - 40 Km/jam
Kapasitas Penumpang
: 3000 - 3500 pnm/jam/arah
Super Elevasi Maks
: 12%
Suspensi & Roda
: Roda Pneumatic (roda karet berisi nitrogen)
Sistem Rem
: Rem Electropneumatic dengan Rem Regeneratif, kondisi darurat dengan Rem Pneumatic
Bab IV - 29
Suara Kebisingan
: 75 db KEC 80 Km/jam
Headway Minimum
: 12 menit
Analisa Perhitungan Biaya Investasi 100% berasal dari Investor
Biaya Investasi 100% berasal pinjaman dengan masa pengembalian 10 tahun, sistem flat dan bunga 13% per tahun
Investor hanya mengoperasikan, Infrastruktur & Rolling Stock dari Pemerintah
Konsep Pengoperasian Bus Rapid Transit direncanakan beroperasi dengan sistem tertutup pada rute utama dan rute tambahan didesain untuk menggantikan seluruh trayek bis kota di jalur tengah Panjang koridor
:40,7 KM
Jumlah terminal
:1 Unit
Jumlah halte
:47 Unit
Jarak antar halte
:500 M
Jml JPO baru
:17 Unit
Perbaikan JPO lama
:6 Unit
Demand jam puncak pnp/jam/arah
:3868
Demand jam tdk puncak pnp/jam/arah
:1627
Jam operasional bus
:5.30 - 21.30
Kapasitas bus
:85 pnp
Headway
:1,5-5 menit
Waktu Sirkulasi
:97,85 menit
Kebutuhan bus
Bab IV - 30
Jam sibuk
:75 unit
Jam tdk sibuk
:32 unit
Jumlah Armada
:83 unit
Sasaran demand yang direncanakan menggunakan bus rapid transit untuk koridor ini meliputi :
• • • •
Pengguna bis kota di rencana koridor bus rapid transit Pengguna angkot yang berimpit dengan rencana koridor bus rapid transit Pengguna kendaraan pribadi Pengguna motor
Bab IV - 31