KEPOLISIAN NEGARA REBUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT SUMBAWA
STANDART OPERATIONAL PROCEDUR (SOP) PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN SAT RESKRIM POLRES SUMBAWA I. PENDAHULUAN 1. Landasan Hukum a. Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3200); b. Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); c. Undang- Undang Nomor 02 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Repulik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 02, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); d. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258); e. Peraturan Pemerintah Nomor 02 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 02, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4256); f. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor : 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan g. Undang-undang RI Nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban h. Undang-undang RI Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik. 2. Maksud dan Tujuan a. Maksud Maksud disusunnya SOP tentang pelayanan bidang reserse adalah untuk menjadikan pedoman yang baku bagi para penyidik dalam memberikan pelayanan terhadap pelanggan. b. Tujuan Adapun tujuannya adalah untuk meningkatkan pelayanan di bidang reserse sesuai dengan standart pelayanan dan memberikan kepastian hukum. 3. Ruang Lingkup Dalam penyusunan SOP ini meliputi bidang pelayanan penegakkan hukum terhadap masyarakat yang menjadi konsumen dibidang penyidikan (korban, saksi dan tersangka) yang akan memberikan informasi atau keterangan kepada penyidik (petugas reserse) maupun masyarakat yang meminta bantuan perlindungan dan pengayoman dalam pembuatan keterangan kriminal. II. AZAS-AZAS DAN PENGERTIAN- PENGERTIAN 1. Azas-Azas : a) Reliability yaitu kehandalan petugas pemeriksa dalam memberikan pelayanan bidang pemeriksaan reserse, mampu berfikir kritis dan kreatif, jujur, integritas, kompeten dan professional. b) Assurance yaitu petugas pemeriksa dalam memberikan pelayanan pemeriksaan reserse harus mampu memberikan keyakinan dan kepercayaan
-2c)Empaty yaitu petugas pemeriksa dalam memberikan pelayanan pemeriksaan reserse harus mampu berpikir seperti orang lain/ pihak lain disaat kita berkomunikasi dan Memahami orang lain. d)Tangible yaitu pertanyaan yang diberikan dalam proses pemerikasaan yang dilakukan oleh petugas pemeriksa harus jelas dan mudah dipahami, ada alasan nyata dan actual bukan imajiner atau visioner. e)Responsive yaitu cepat tanggap dan memiliki atau menunjukkan ketajaman wawasan, pemahaman, atau intuisi dalam analisis perseptif masalah. f)Akuntabel yaitu pelayanan pemeriksaan yang dilakukan dapat dipertanggung jawabkan. g)Transparansi yaitu pelaksanaan tugas penyidikan yang profesional dilakukan dengan memberikan informasi yang terbuka sehingga bisa diketahui oleh masyarakat yang tersangkut dalam penyidikan perkara. 2. Pengertian- Pengertian : a) Pelayan adalah setiap petugas reserse yang karena tugas dan tanggung jawabnya memberikan pelayanan kepada masyarakat. b) Pelayanan adalah setiap kegiatan anggota reserse dalam memberikan bantuan baik berupa jasa maupun tenaga. c) Pelapor adalah setiap orang yang mengalami, mengetahui adanya suatu tindak pidana. d) Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan atau ia alami sendiri. e) Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaanya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. f)
Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
g) Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. h) Penyidik pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. i)
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
j)
Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup Iainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
k) Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta, untuk disita. l)
Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang di maksud.
m) Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau
penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. n) Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. o) Kepentingan umum berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka (7) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah kepentingan masyarakat dan/ atau kepentingan bangsa dan negara demi terjaminnya keamanan dalam negeri. III. PELAKSANAAN 1. Pelayanan Penerimaan Laporan
-3 a. Dasar : Peraturan Kapolri Nomor 12 tahun 2009. b. Pengertian : Pelayanan penerimaan laporan merupakan tugas utama Reserse kepada masyarakat dalam memberikan pelayanan pengamanan agar dapat ditegakkannya peraturan hukum. Penerimaan Laporan secara tertulis disebut dengan Laporan Polisi yang dibuat oleh petugas polri tentang adanya pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang bahwa akan , sedang atau telah terjadinya peristiwa pidana. c. Sarana : 1) Komputer 2) Printer 3) Kertas folio 4) Tinta 5) Buku register laporan polisi 6) Alat tulis 7) Meja dan kursi 8) Undang-undang d. Kemampuan yang harus diliki dalam penerimaan laporan : 1) Laporan pengaduan atau pengaduan kepada Polisi tentang adanya tindak pidana, diterima di SPK pada setiap kesatuan kepolisian. 2) Pada setiap SPK yang menerima laporan atau pengaduan ditempatkan anggota reserse kriminal yang ditugasi untuk : a) Menjamin kelancaran dan kecepatan pembuatan laporan polisi b) Melakukan kajian awal untuk menyaring perkara yang dilaporkan apakah termasuk dalam lingkup hukum pidana atau bukan hukum pidana. c) Memberikan pelayanan yang optimal bagi warga masyarakat yang melaporkan atau mengadu kepada Polri. 3) Petugas reserse yang ditempatkan di SPK sekurang-kurangnya memiliki kemampuan sebagai berikut : a) Berpangkat bintara untuk satuan tingkat Polsek dan perwira untuk satuan polres keatas. b) Telah mengikuti pendidikan kejuruan reserse dasar dan / atau lanjutan. c) Telah berpengalaman tugas di bidang reserse minimal paling sedikit 2 ( dua) tahun d) Memiliki dedikasi dan prestasi yang tinggi dalam tugas. e) Memiliki keahlian dan keterampilan di bidang pelayanan reserse Kepolisian. e. Metode / cara pelayanan penerimaan pelaporan:
1) 2)
Setiap laporan dan/atau pengaduan yang disampaikan oleh seseorang secara lisan atau tertulis, karena hak atau kewajibanya berdasarkan undang-undang, wajib diterima oleh anggota polri yang bertugas di SPK. Dalam hal tindak pidana yang dilaporkan/ diadukan oleh seseorang tempat kejadianya (locus delicti) berada diluar wilayah hukum kesatuan yang menerima laporan, petugas SPK wajib menerima laporan untuk kemudian diteruskan/ dilimpahkan ke kesatuan yang berwenang guna proses penyidikan selanjutnya.
3)
SPK yang menerima laporan/ Pengaduan, wajib memberikan Surat Tanda Terima Laporan (STTL) kepada pelapor atau pengaduan sebagai tanda bukti telah dibuatnya Laporan Polisi.
4)
Pejabat yang berwenang menandatangani STTL adalah kepala SPK atau petugas yang ditunjuk untuk mewakilinya.
5)
Tembusan STTL wajib dikirimkan kepada atasan langsung dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud di atas tadi.
6)
Dalam penerimaan laporan polisi petugas reserse di SPK wajib meneliti identitas pelapor/pengadu dan meneliti kebenaran informasi yang disampaikan.
7)
Guna keabsahan informasi sebagainana dimaksud pada ayat (1), petugas meminta kepada pelapor/pengadu untuk mengisi formulir pernyataan bahwa : a) Perkara belum pernah dilaporkan/diadukan dikantor kepolisian yang sama atau yang lain; b) Perkaranya belum pernah diproses dan/atau dihentikan penyidikannya.
-4c) Bersedia dituntut sesuai ketentuan hukum pidana yang berlaku, bilamana pernyataan atau keterangan yang dituangkan di dalam Laporan Polisi ternyata dipalsukan, tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya atau merupakan tindakan fitnah. 8) 9)
Dalam hal pelapor dan/atau pernah melaporkan perkara ketempat lain, atau perkaranya berkaitan dengan perkara lainnya, pelapor/pengadu diminta untuk menjelaskan nama kantor Kepolisian yang pernah menyidik perkaranya. Laporan Polisi yang dibuat SPK wajib segera diserahkan dan harus sudah diterima oleh pejabat Reserse yang berwenang untuk mendistribusikan Laporan Polisi paling lambat 1 ( satu ) hari setelah Laporan polisi dibuat.
10) Laporan Polisi yang telah diterima oleh pejabat reserse yang berwenang selanjutnya wajib segera dicatat didalam Register B 1. 11) Laporan Polisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selanjutnya harus sudah disalurkan kepada penyidik yang ditunjuk untuk melaksanakan penyidikan perkara paling lambat 3 (tiga) hari sejak Laporan Polisi dibuat. 12) Dalam hal Laporan Polisi harus diproses oleh kesatuan , setelah dicatat dalam register B 1 , Laporan Polisi harus segera dilimpahkan ke kesatuan yang berwenang menangani perkara paling lambat 3 (tiga) hari setelah Laporan Polisi dibuat. 13) Tembusan surat pelimpahan Laporan Polisi disampaikan kepada pihak Pelapor. 14) Pejabat yang berwenang menyalurkan laporan polisi sebagaimana dimaksud diatas adalah Kasat Reskrim. 2. Pelayanan Penyampaian Informasi Penyampaian informasi dalam kaitannya dengan proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh Reskrim adalah adanya hak pelapor untuk mendapatkan informasi mengenai proses penanganan perkara yang dilaporkannya. Sebagai bentuk kongkrit pelayanan Polri kepada
masyarakat, maka dibuatkan SP2HP atau Surat Pemberitahuan Perkembangan Penyidikan yang telah dilakukan oleh Reskrim. Diharapkan dengan pemberitahuan tersebut, maka pelapor akan merasa puas bahwa perkara yang dilaporkan telah ditangani dengan baik oleh Reskrim. Perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat dewasa ini, hendaknya dimanfaatkan semaksimal mungkin sebagai sarana dan bentuk pelayanan Polri kepada masyarakat. Pembuatan Website Reskrim adalah bagian dari bentuk inovasi sebagai solusi tercepat yang dapat diandalkan. Isi dari Website diupayakan dapat memberi kemudahan masyarakat untuk memperoleh informasi yang memang menjadi hak dari masyarakat, diantaranya, adalah pembuatan kolom SP2HP dalam Websitetersebut. Dengan inovasi dan kerja keras dari seluruh anggota Polri, niscaya amanat yang telah diberikan sesuai dengan UU No.2 tahun 2002 tentang Polri selaku pemelihara Kamtibmas, penegak hukum, serta pelidung, pengayom, dan pelayanan masyarakat akan dapat lebih optimal. 3. Pelayanan Public Complaint a. Dasar Undang-undang RI Nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban
:
b. Pengertian : Publik complain adalah salah satu bentuk pelayanan Polri kepada masyarakat yang merasa pelayanan yg di berikan kurang sesuai dengan apa yg dirasakan oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak sebagai manusia. c. Metode pelayanan : Sat Reskrim Polres Sumbawa dalam memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat yang merasakan ada keluhan dalam pelayanan oleh anggota Reskrim khususnya Sat Reskrim Polres Sumbwa maka dibentuklah team public complain dengan surat perintah Kasat Reskrim yang dipimpin oleh seorang Pama dengan pangkat IPTU dengan 6 ( enam ) orang anggota masing-masing berpangkat AIPTU. Dengan tugas menerima keluhan atau komplain dari masyarakat sesuai dgn tugas dan tanggung jawabnya serta mampu menjelaskan prosedur yang benar setiap tindakan kepolisian khususnya tindakan kepolisian fungsi Reskrim. Adapun macam pelayanan Public Complain adalah : 1) Pelayanan terhadap pelapor
-5a) Menerima masyarakat sebagai pelapor dengan sikap yang santun dan simpatik. b) Petugas berpenampilan rapi dan menarik. c) Menunjukkan rasa empati terhadap pelapor. d) Memberikan keyakinan dan kepercayaan kepada pelapor bahwa pengaduannya akan segera ditindak lanjuti. e) Memberikan informasi perkembangan penanganan kasus yang sudah dilaporkan (SP2HP). 2) Pelayanan Saksi a) Menerima saksi dengan sikap yang santun dan simpatik. b) Berpenampilan rapi dan sopan. c) Memberikan penjelasan kepada saksi terkait perkara yg sedang ditangani oleh penyidik. d) Memberikan perlindungan secara psikis dan fisik. e) Memberikan bantuan ongkos transportasi, konsumsi dan akomodasi bila diperlukan. f) Memperhatikan waktu dalam pemeriksaan.
3) Pelayanan terhadap Tersangka. a) Memperlakukan tersangka dengan sikap yang santun dan simpatik berdasarkan azas praduga tak bersalah. b) Memberitahukan hak-hak yang dimiliki seorang tersangka. c) Melakukan penjelasan secara humanis dengan Menjunjung tinggi HAM. d) Memberikan rasa aman dan nyaman baik psikis maupun fisik. e) Memberikan kepastian hukum 4. Konsultasi Hukum a. Dasar : Undang-undang RI Nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban. b. Pengertian : Konsultasi Hukum adalah salah satu bentuk pelayanan Polri kepada masyarakat yang membutuhkan pengetahuan tentang aturan hukum terhadap permasalahan/ perkara yang sedang dihadapinya yang bertugas menerima setiap laporan masyarakat yang membutuhkan penjelasan mengenai peraturan hukum. c. Sarana dan Prasarana yang harus dimiliki dalam Konsultasi Hukum adalah : 1) Anggota berpenampilan rapih dan bersih 2) Bertutur kata sopan dan santun 3) Memiliki kemampuan dibidang reserse 4) Wajib menerima keluhan yang diterima baik secara langsung maupun yang berasal dari KSPKT. 5) Mendengarkan secara serius setiap keluhan yang disampaikan. 6) Memberikan secara jelas permasalahan perkara sesuai aturan hukum yang ada. 7) Dalam memberika penjelasan secara Humanis dengan menjunjung tinggi HAM 8) Mendengarkan atau memberikan penjelasan dengan seksama sehingga lawan bicara merasa dihargai dan merasakan kepuasan selama konsultasi. 5. Pelayanan Terhadap Tahanan. a. Dasar : 1) UU nomor. 39 tahun 1999 tentang HAM pasal 4 dan 5 2) Peraturan Kapolri No. 12 tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. 3) Naskah Pedoman Sementara Penyidikan 4) Peraturan Kapolri No. 22 tahun 2010 tentang Restukturisasi. b. Pengertian. Pelayanan terhadap tahanan adalah segala sesuatu bentuk dedikasi dan tugas seorang anggota Polri dalam menghadapi tahanan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia
-6c. Saran : Sarana yang diperlukan dalam melayani tahanan adalah : 1) Ruang tahanan memadai (sel dewasa, sel wanita, sel narkoba, dan sel khusus anak) 2) Saran sanitasi 3) Tampat ibadah 4) Ruang Besuk Tahanan 5) Baju tahanan yang layak 6) Mobil khusus tahanan d. Kemampuan yang harus dimiliki dalam pelayanan terhadap tahanan : 1) Menjunjung tinggi HAM
2) Memiliki Empati 3) Merupakan personil Dit Tahti 4) Paham tehnik penjagaan, pengawalan, dan perawatan tahanan 5) Mengerti tentang prosedur serah terima tahanan ke tingkat Kejaksaan.
6. Catatan Kriminal a. Dasar : Surat Keputusan Kapolri Nomor : SKEP/ 816/ IX/ 2003 tentang petunjuk lapangan penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian b. Pengertian 1)
Catatan Kriminal diberikan kepada seseorang untuk keperluan/ syarat menjadi Pejabat/ untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil.
2)
Surat keterangan Kriminal diberikan kepada seseorang untuk keperluan mengajukan klaim asuransi dan permintaan pengembalian dana terhadap motor seseorang yang hilang.
c. Sarana : Dokumen yang diperlukan dalam Catatan Kriminal adalah : 1) Permintaan catatan Kriminal berupa surat pengantar dari Dit Intelkam 2) Buku Laporan pengaduan dan Laporan Polisi/ Surat Panggilan tidak sebagai Tersangka 3) Identitas diri dan kendaraan Sarana yang diperlukan untuk membuat surat keterangan kehilangan motor adalah : 1) Laporan kemajuan dari Polres/ Polsek 2) Sket TKP 3) Fotocopy KTP 4) Fotocopy STNK 5) Fotocopy BPKB 6) Surat Pengantar dari asuransi 7) Surat Ket Blokir dari Dit Lantas Sarana yang diperlukan dalam catatan criminal adalah : 1) Surat Pendaftaran untuk menjadi Pejabat Publik 2) Identitas diri 3) Foto diri dari berbagai surat sudut. 4) Keterangan domisili dari Kelurahan d. Kemampuan yang harus dimiliki dalam menerbitkan Surat Catatan Kriminal dan Surat Keterangan Kehilangan Kendaraan adalah : 1) Orang yang mengetahui prosedur/ persyaratan penerbitan surat keterangan tidak terlibat dalam catatan kriminal dan Surat Keterangan Kehilangan Kendaran Bermotor. 2) Mengusai komputer 3) Teliti memeriksa berkas yang diajukan e. Standar pelayanan Catatan Kriminal
-71) 2)
Memperlakukan masyarakat yang meminta surat catatan kriminal dengan Sopan dan ramah Mempersilahkan masyarakat yang datang untuk duduk di tempat yang sudah disiapkan
3)
Membertahu kepada pemohon persyaratan penerbitan Catatan Kriminal yang harus membawa Surat Keterangan dari Dit Intelkam yang isinya meminta Surat Rekomendasi Catatan Kriminal
7. Pelayanan Pinjam Pakai Barang Bukti a. Dasar Peraturan Kapolri No. 12 tahun 2009 tentang Naskah Pedoman Sementara Penyidikan.
:
b. Pengertian Pelayanan Pinjam Pakai Barang Bukti merupakan bentuk pelayanan yang dimiliki penyidik dalam rangka meminjam pakaikan Barang bukti dengan pertimbangan tidak akan pindah tangankan dengan orang lain, bertujuan untuk dirawat guna menghindari kerusakan dan bilamana diperlukan oleh penyidik dapat dengan segera untuk dikembalikan kepada penyidik. c. Sarana yang harus dimiliki dalam melayani pinjam pakai Barang Bukti (BB) 1) Buku Register Barang Bukti dan Barang Temuan 2) Blanko atau Format tetap titip rawat Barang Bukti (BB) 3) Hardware/ Komputer sebagai data base Barang bukti dan temuan 4) Printer d. Personil dan Kemampuan/ Skill 1) Personil khusus dari Dit Tahti 2) Paham tentang Prosedur pinjam pakai Barang Bukti 3) Memiliki pengetahuan tentang kondisi Barang Bukti yang akan dipinjam pakaikan. 8. Pelayanan Pemeriksaan a. Dasar : 1) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol. : 07 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia; 2) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol. : 15 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. b. Sarana/ Prasarana yang dimiliki adalah : 1)
Persiapkan ruang pemeriksaan dalam keadaan bersih, rapi, teratur dan representatif.
2)
Meja kursi tempat pemeriksaan dalam keadaan bersih, rapih dan teratur.
3)
Siapkan tempat duduk yang layak bagi costumer.
4)
Cek alat tulis, computer, printer, alat rekam dan peralatan pemeriksaan lainnya dalam kondisi siap pakai.
5)
Dokumen dokumen yang diperlukan dalam pemeriksaan telah disiapkan.
6)
Siapkan kisi-kisi pertanyaan yang akan ditanyakan kepada customer
c. Kemampuan personil yang harus dimiliki dalam pelayanan pemeriksaan : 1)
Berpangkat bintara dan telah mengikuti pendidikan kejuruan reserse dasar dan/ atau lanjutan.
2)
Telah berpengalaman tugas dibidang reserse bagian administrasi paling sedikit 1 (satu) tahun.
3)
Memiliki dedikasi komitmen dan integritas yang tinggi dalam melayani.
4)
Memiliki sensitivitas rasa empati yang tinggi, menjadi sosok yang mampu menjadi tempat curahan customer (pelapor, saksi, tersangka dan pihak yang diperiksa lainnya) dan mampu memahami dengan sikap penuh perhatian
5)
Bijaksana dalam bersikap, mampu menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan custumer memiliki pengetahuan yang cukup mengenai obyek pemeriksaan sehingga arah pelayanan pemeriksaan memenuhi azas tangible
6)
Sosok pemeriksa yang reliable.
d. Tata Cara Pelayanan Pemeriksaan :
-8i.
Waktu pemanggilan: a) Berikan tenggang waktu pemanggilan yang cukup dan wajar kepada customer b) Dalam hal giat penyelidikan, pemanggilan tidak dilakukan dengan cara memaksa
ii.
Kehadiran customer: a) 15 menit sebelum waktu pemanggilan customer, petugas pemeriksa telah siap diruang pemeriksaan yang sesuai dengan yang ada dalam surat panggilan dengan semua sarana dan prasarana pemeriksaannya. b) Kecuali keadaan mendesak dan sangat sangat terpaksa, petugas pemeriksa dilarang menunda nunda waktu pelayanan pemeriksaan. c) Apabila terdapat penundaan waktu pemeriksaan, petugas pemeriksaan wajib menemui customer untuk menunggu diruang tunggu. d) Hindari customer menunggu terlalu lama tanpa kepastian waktu pelayanan pemeriksan dimulai.
iii.
Saat pemeriksaan: a) Bersikaplah yang sopan, ramah dan sesuaikan dengan situasi pemeriksaan. b) Pertanyaan yang disampaikan dalam pelayanan pemerikasaan harus jelas dan mudah dipahami, ada alasan nyata dan actual bukan imajiner atau visioner (azas tangible). c) Apabila ditengah tengah pemeriksaan, petugas pemeriksa akan menerima telpon maka terlebih dulu meminta ijin kepada customer dengan ucapan: “ mohon maaf pak/bu , apakah diperkenankan saya menerima telpon sebentar?” d) Apabila ada rekan sedang melayani customer, maka rekan lainnya hindari berbicara yang dapat mengganggu proses pelayanan. e) Hindari merokok ketika melakukan pemeriksaan, kecuali diijinkan oleh customer. f)
iv.
Berikan time break kepada customer untuk melakukan istirahat, ibadah dan makan.
Selesai pemeriksaan: ucapkan terimakasih kepada customer dan buat janji pertemuan berikut jika diperlukan pemeriksaan tambahan.
9. Identifikasi. a. Dasar : 1) UU RI No. 2 Th 2009 Pasal 14 ayat 1 huruf h tentang penyelenggaraan Identifikasi Kepolisian untuk kepentingan Tugas-tugas kepolisian. 2) UU RI No. 2 Th 2009 Pasal 15 ayat 1 huruf h tentang pengambilan sidik jari dan Ident lainnya serta memotret seseorang 3) UU Kepolisian RI Nomor. 28 tahun 1997 Pasal 1 huruf b tentang penyelenggaraan : a) Identifikasi Kepolisian b) Kedokteran Kepolisian c) Psikologi kepolisian d) Laboratorium Forensik Untuk kepentingan penyidik TP serta pelayananan Identifikasi Non TP bagi masyarakat dan instansi lainnya dalam rangka pelaksanaan tugas fungsi Kepolisian. b. Pengertian :
1) Daktiloscopi adalah ilmu yang mempelajari sidik jari untuk keperluan pengenalan kembali identitas seseorang. 2) Identifikasi adalah usaha untuk mengenal kembali identitas seseorang maupun benda melalui daktiloscopi Fotografi dan Sinyalemennya. 3) Sidik Jari adalah hasil reproduksi tapak jari, telapak tangan, dan kaki baik disengaja/ tidak sengaja maupun bekas yang ditinggalkan pada permukaan benda. c. Sarana dan Prasarana : 1) Ruang kerja, serta peralatan kantor yang baik sebagai penunjang dalam pelaksanaan tugas 2) Memiliki alat dan perlengkapan Identifikasi/ Inafis dan Labfor 3) Kendaraan Inafis dan Labfor yang baik d. Anggota yang terlibat/ personil Ident
-91) Anggota telah mengikuti kejuruan atau Coaching Clinic Identifikasi 2) Semua anggota personil dapat melakukan pengambilan sidik Jari guna pembuatan KTP, SKCK, SIM, Senpi, dan Secrening (non Kriminal) dan olah TKP, TSK/ Tahanan dan Sidik Jari mayat. e. Metode : 1) Pelayanan masyarakat untuk mengambil sidik jari 2) Mendatangi TKP 3) Memback up Polres dan jajaran dalam penanganan khusus kasus menonjol. 10. Upaya Paksa (Geledah, Panggil, Sita, Tangkap, Dan Tahan). a. Dasar : 1) Peraturan Kapolri No.01 tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan 2) Protap Kapolri No/01/X/2010 Tentang Penanganan situasi Anarkis 3) Peraturan Kapolri No. 01 tahun 2009 dan Protap/01/x/2010 b. Jenis Penindakan/upaya paksa Penindakan adalah setiap tindakan hukum yang dilakukan terhadap orang maupun benda yg ada hubungannya dengan tindak pidana yang terjadi, tindakan hukum tersebut antara lain berupa, pemanggilan tersangka/saksi, penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan serta penggunaan kekerasan terhadap tersangka yg melakukan perlawanan dan berbuat anarki. 1)
Pemanggilan tersangka dan saksi. a) Dasar hukum, pasal 7 ayat 1, huruf g dan h, pasal 11, pasal 112, pasal 113, pasal 116 ayat (4) KUHAP. b) Yang berwenang mengeluarkan surat panggilan adalah kepala kesatuan atau pejabat yang ditunjuk selaku penyidik/penyidik pembantu. c) Pertimbangan pembuatan surat panggilan: Laporan Polisi, pengembangan Bap dan laporan hasil penyelidikan yg dibuat oleh petugas. d) Petugas yg menyampaikan surat panggilan adalah setiap anggota Polri dan semua surat dicatat di register, apabila yg dipanggil tidak berada ditempat, maka surat dapat diterimakan kepada keluarga, ataupun RT/RW setempat. e) Terhadap tersangka ataupun saksi yg tidak memenuhi panggilan tanpa alasan maka diterbitkan surat panggilan kedua kalinya dengan disertai surat perintah membawa.
2). Penangkapan
a) Dasar hukum penangkapan pasal 5 ayat 1 hurup b angka 1, pasal 7 ayat 1 huruf d, pasal 11, 16, 17, 18, 19 dan pasal 75, pasal 111 KUHAP. b) Yang berwenang mengeluarkan surat perintah penangkapan adalah kepala satuan atau pejabat yg ditunjuk selaku penyidik/penyidik pembantu. c) Pertimbangan penangkapan dan pembuatan surat perintah penangkapan: Laporan Polisi, pengembangan BAP, dan Laporan hasil penugasan yang dibuat oleh petugas. d) Penangkapan dilakukan oleh petugas POLRI, terhadap seseorang yang diduga keras telah melakukan TP berdasarkan bukti permulaan yang cukup dan berlaku selama 1×24 jam kecuali tersangka Teroris dan Narkoba. e) Penangkapan disertai dengan surat perintah Tugas dan surat permintaan Penangkapan. Dan setelah itu harus dibuat Berita acara penangkapan ditanda tangani oleh petugas dan orang yang ditangkap. f) Setelah penangkapan dilakukan tersangka harus segera diperiksa dan untuk menentukan apakah perlu diadakan penahanan. g) Terhadap tersangka pelanggaran tidak dapat dilakukan penangkapan kecuali bila telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut dan tidak memenuhi panggilan tanpa alasan yang sah. h) Sesaat setelah dilakukan penangkapan supaya diberikan 1 lembar tembusan surat perintah penangkapan kepada keluarga tersangka.
-103) Penahanan. a) Dasar hukum penahanan Pasal 7 ayat 1, huruf d KUHAP, pasal 11, pasal 20 ayat 1, pasal 21, 22, 23, 24, 29, 30, 31, 75, dan pasal 123 KUHAP. b) Yang berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan adalah kepala satuan atau pejabat yang ditunjuk selaku penyidik/penyidik pembantu atas pelimpahan wewenang dari penyidik c) Pertimbangan Penahan dan pembuatan surat perintah Penahanan dilakukan terhadap tersangka apabila : – Terbukti melakukan TP, atau percobaan melakukan, atau pemberian bantuan TP. – Tersangka akan melarikan diri. – Tersangka akan merusak dan menghilangkan Barang bukti. – Mengulangi TP. d) Penahanan hanya dapat dikenakan pada TP dengan ancaman kurungan 5 tahun serta TP sebagaimana disebuntukan dalam pasal 21 KUHAP. e) Jangka waktu penahan 20 hari dan dapat di perpanjang selama 40 hari oleh JPU atas permintaan penyidik POLRI dan apabila diperlukan untuk TP dengan ancaman 9 tahun atau lebih, maka dapat diperpanjang paling lama 2×30 hari oleh ketua Pengadilan Negeri atas permintaan penyidik. f) Setelah dilakukan penahanan harus dibuat Berita Acara Penahan dan tersangka harus segera di Periksa dan memberikan tembusan surat perintah Penahan kepada tersangka serta tembusan kepada Keluarga tersangka. 4) Penggeledahan a) Dasar hukum penggeledahan Pasal 5 ayat 1 huruf b angka 1 KUHAP, pasal 7 ayat 1 huruf d KUHAP, pasal 11, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 75, 125, 126 KUHP.
b) Yang berwenang mengeluarkan surat perintah penggeledahan adalah kepala satuan atau pejabat yg ditunjuk selaku penyidik/penyidik pembantu. c) Pertimbangan penggeledahan dan pembuatan surat perintah penggeledahan: Laporan Polisi, pengembangan, pemeriksaan BAP, dan Laporan hasil penugasan yg dibuat oleh petugas. d) Penggeledahan rumah dilakukan dengan surat perintah penggeledahan setelah mendapat surat ijin ketua Pengadilan negeri setempat, kecuali dalam keadaan sangat perlu dan mendesak. e) Di dalam melakukan penggeledahan harus disaksikan oleh ketua lingkungan ataupun kades bersama 2 orang saksi dari lingkungan yg bersangkutan apabila penghuni tidak menyetujui. f) Apabila melakukan penggeledahan Badan terhadap Wanita, harus dilakukan oleh petugas wanita. g) Dalam 2 hari setelah dilakukan penggeledahan harus dibuat Berita acara penggeledahan dan turunannya diberikan kepada pemilik/penghuni rumah/tempat yg bersangkutan. 5) Penyitaan. a) Dasar hukum Penyitaan Psal 5 ayat 1 huruf b angka 1 KUHAP, pasal 7 ayat 1 huruf d KUHAP, pasal 11, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45 ayat 1 huruf a ayat 2,3,4 KUHAP, pasal 46 ayat 1 huruf a dan b KUHAP, pasal 47, 48, 49, 75, 128, 129, 130, 131, 132 ayat 2 ayat 3 ayat 4 KUHAP. b) Yang berwenang mengeluarkan surat perintah penyitaan adalah kepala satuan atau pejabat yg ditunjuk selaku penyidik/penyidik pembantu. c) Penyitaan dilakukan dengan surat perintah Penyitaan dengan persetujuan ketua PN setempat. d) Pertimbangan penyitaan dan pembuatan surat perintah penyitaan: Laporan Polisi, pengembangan, pemeriksaan BAP, dan Laporan hasil penugasan yg dibuat oleh petugas serta hasil penggeledahan. e) Dalam keadaan perlu dan mendesak, karena memerlukan tindakan segera, penyitaan dapat dilakukan tanpa ijin ketua PN tetapi terbatas pada benda2 bergerak dan setelah itu baru membuat persetujuan ke PN setempat.
-11f) Benda-benda yang dapat disita : – Benda yang dipergunakan untuk TP – Benda atau tagihan tersangka yang di duga dari hasil TP – Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan TP – Benda lain yang ada hubungannya dengan TP . g) Setelah dilakukan penyitaan kepada pemilik atau kepada orang dari mana benda itu disita harus diberikan tanda Penerimaan. Dan setelah itu dibuat Berita acara penyitaan yang di tanda tangani oleh penyidik dan orang dimana Barang disita serta 2 orang saksi dan turunannya diberikan kepada keluarganya. c. Bentuk sifat Anarki pelaku atau Gangguan dan penggunaan kekuatan pada upaya paksa. i. Ambang gangguan: Bentuk-bentuk perbuatan yang merupakan AG yang belum menjadi anarki, antara lain: membawa senjata (api, tajam); membawa bahan berbahaya (padat, cair dan gas), membawa senjata/bahan berbahaya lainnya (ketapel, kejut), dan melakukan tindakan provokatif (menghasut).
ii. Gangguan nyata : bentuk-bentuk gangguan nyata antara lain Perkelahian massal, pembakaran, pengrusakan, pengancaman, penganiayaan, pemerkosaan, penghilangan nyawa orang, penyanderaan, penculikan, sabotase, penjarahaan, perampasan, menghina dan melawan petugas dengan mengunakan senjata atau tanpa senjata. iii. Tahap penggunaan kekuatan Oleh anggota POLRI/ Penyidik. d. Enam Prinsip Penggunaan Kekuatan, yaitu: a) Legalitas (harus sesuai hukum) b) Nessesitas ( penggunaan kekuatan memang perlu diambil) c) Proporsionalitas (dilaksanakan seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tindakan POLRI) d) Kewajiban Umum (Petugas bertindak dengan penilaiaannya sendiri berdasarkan situasi & kondisi yang bertujuan menciptakan kamtibmas) e) Preventif (mengutamakan pencegahan) f) Masuk akal (tindakan diambil dengan alasan yang logis berdasarkan ancaman yang dihadapi) g) Enam Tahapan Penggunaan Kekuatan:
Kekuatan yang memiliki dampak deteren (berupa kehadiran aparat POLRI atau kendaran dengan atribut POLRI atau lencana)
Perintah lisan (ada komunikasi atau perintah, contoh : “POLISI, jangan bergerak ! ” )
Kendali tangan kosong lunak (dengan gerakan membimbing atau kuncian tangan yang kecil timbulkan cedera fisik)
Kendali tangan kosong keras (ada kemungkinan timbulkan cedera, contoh dengan bantingan atau tendangan yang melumpuhkan)
Kendali senjata tumpul (Sesuai dengan perlawanan tersangka, berpotensi luka ringan, contoh dengan menggunakan gas air mata dan tongkat polisi)
Kendali dengan menggunakan senjata api (tindakan terakhir dengan pertimbangan membahayakan korban, masyarakat dan petugas)
h) Enam tingkat perlawanan tersangka atau massa:
Perlawanan tingkat 1 (contoh diam ditempat dengan duduk ditengah jalan).
Perlawanan tingkat 2 (berupa ketidak patuhan lisan dengan tidak mengindahkan himbauan polisi.
Perlawanan tingkat 3 (perlawanan pasif dengan tidur di jalan dan diam saja walau duperintahkan bergeser hingga harus diangkat petugas).
Perlawanan tingkat 4 (bertindak defensif dengan menarik, mengelak atau mendorong).
Perlawanan tingkat 5 (bertindak agresif dengan memukul atau menyerang korban, petugas atau masyarakat lain).
Perlawanan tingkat 6 (bertindak dengan ancaman yang dapat sebabkan luka parah atau kematian bagi korban, petugas dan masyarakat).
-12
Dengan mengacu pada prinsip dan level-level tindakan dan perlawanan di atas, maka secara sederhana dapat disimpulkan bahwa POLRI dalam melaksanakan tugasnya berupa penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian harus mempedomani 6 prinsip tadi, menggunakan kekuatan sesuai dengan level ancaman yang dihadapi. Dan apabila tindakan yang lebih lunak sudah tidak efektif lagi, maka penggunaan senjata api merupakan opsi terakhir karena dalam kondisi demikian keselamatan korban, petugas dan masyarakat lain sudah terancam.
11. Pelayanan Lintas Sektoral Dan Wilayah i.
ii.
iii.
Dasar : Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pengertian Lintas Wilayah menurut All About Geografi merupakan suatu unit dari geografi yang dibatasi oleh parameter tertentu dan bagian-bagiannya tergantung secara internal. Para ahli geografi memandang wilayah adalah tiap bagian yang ada di permukaan bumi, dengan wilayah yang paling luas adalah seluruh permukaan bumi. Dalam geografi wilayah permukaan bumi terlalu luas, maka wilayah tersebut dibagi menjadi bagianbagian tertentu. Wilayah dibagi berdasarkan homogenitas tertentu yang membedakan antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain. Tujuan dari dibentuknya pewilayahan adalah untuk menyifatkan dan memberi arti terhadap bermacam-macam wilayah, serta untuk mengetahui adanya kemungkinan pengembangan suatu wilayah . Wilayah menurut konsep penyidikan merujuk pada lokus dan tempus delikti terjadinya suatu perkara tindak pidana dalam wewenang peradilan tindak pidana . Kemampuan Kemampuan di dalam lintas sektoral dan wilayah dalam proses penyidikan merujuk pada kemampuan pada organisasi berupa : 1). Man/ Manusia dalam kegiatan pelayanan lintas sektoral dan wilayah terdiri atas penyidik, penyidik pembantu dan PNS Polri yang bekerja di Direktorat Reserse Polda Bengkulu. Adapun kemampuan yang dimiliki berupa: i.
ii.
Reliability, mencakup dua hal yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Kegiatan yang dilaksanakan harus sesuai dengan perencanaan dan tepat waktu yang didasari oleh peraturan perundang-undangan. Contoh : Penyampaian panggilan yang tepat waktu dengan memperhitungkan jarak dan alamat yang dipanggil. Responsivenees yaitu kemampuan atau kesiapan para penyidik, penyidik pembantu dan PNS Polri yang bekerja di Direktorat Reserse Polda Bengkulu untuk memberikan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berperkara.
iii.
Competence yaitu setiap penyidik, penyidik pembantu memiliki keterampilan dan pengetahuan di bidang penyidikan tindak pidana, serta PNS Polri yang bekerja di Direktorat Reserse Polda Bengkulu memahami proses tata administrasi organisasi agar dapat memberikan pelayanan jasa di bidang penyidikan tindak pidana dan administrasi organisasi yang tertata dengan baik.
iv.
Acces yaitu kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi, fasilitas penyidikan mudah terjangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, saluran komunikasi mudah dihubungi. Contoh : penggunaan Call Centre dalam pelaporan tindak pidana.
v.
Courtesy yaitu sikap yang sopan santun, respek, perhatian dan keramahan para penyidik, penyidik pembantu dan PNS Polri yang bekerja di Direktorat Reserse Polda Bengkulu dalam melakukan kegiatan koordinasi lintas sektoral dan wilayah.
2) Communication yaitu memberikan informasi kepada masyarakat yang berperkara dengan menggunakan bahasa yang dapat dipahami dan dimengerti, serta selalu
menerima masukan dari masyarakat yang bersifat positif dalam proses pelayanan lintas sektoral dan wilayah.
-133) Credibility yaitu jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mentalitas penyidik, penyidik pembantu dan PNS Polri yang bekerja di Direktorat Reserse Polda Bengkulu untuk mencakup menjaga nama baik Direktorat Reserse Umum dan Khusus Polda Bengkulu. 4) Understanding knowing the people yaitu usaha untuk memahami kehendak masyarakat yang berperkara dengan mempedomani peraturan perundang-undangan yang berlaku. iv.
Money/ Anggaran Anggaran yang digunakan di dalam kegiatan bersumber dari anggaran negara yang telah di tetapkan pada setiap kegiatan tahun berjalan dengan volume maupun satuan kegiatan sesuai dengan DIPA yang telah ditetapkan.
v.
Material/ Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana merupakan unsur penunjang dalam kegiatan pelayanan lintas sektoral dan wilayah yang kegunaannya telah terklasifikasi sesuai situasional yang dihadapi, seperti: Kendaraan yang digunakan sesuai dengan situasional pelayanan, pemanfaatan web site dalam proses pengiriman surat, faximile dan telpon terjaga dengan baik, Keamanan dan pengamanan lemari arsip, piranti lunak pendukung (peraturan perundang-undangan yang dimiliki), penetapan HTCK kegiatan, kesiapan buku register dan buku mutasi kegiatan.
vi.
Metode/ Cara Pelayanan 1.
Pelayanan Dalam Wilayah Hukum Peradilan (Internal) a) Setiap melaksanakan tugas dibekali oleh Surat Perintah Tugas. b) Melakukan kordinasi dengan satuan kerja pada tingkat Polda dengan Surat Perintah Tugas ditandatangani Dir Reskrim dan satuan fungsi/ sektor pada tingkat Polres dengan Surat Perintah Ditandatangani oleh Kapolres. c) Atas permintaan satuan kerja yang berkompeten, melakukan pembantuan pada proses pembuktian tindak pidana dalam mendukung scientific crime investigation dengan dukungan anggaran masing-masing satuan kerja.
2.
Pelayanan Di Luar Wilayah Hukum Peradilan a) Setiap melaksanakan tugas dibekali Surat Perintah Tugas. b) Melaksanakan kordinasi antar polda dengan Surat Perintah Tugas ditandatangani Direktur Reserse dan Kriminal atas nama Kapolda. c) Melaksanakan kordinasi antar polres dalam wilayah hukum Polda Bengkulu dengan Surat Perintah Ditandatangani oleh Kapolres pada tingkat Polres dan Dir Reskrim pada tingkat Polda. d) Atas permintaan satuan kerja yang berkompeten, melakukan pembantuan pada proses pembuktian tindak pidana baik pada tingkat pemanggilan, pemeriksaan, upaya paksa dan bantuan teknis penyidikan (scientific crime investigation) dengan dukungan anggaran masing-masing satuan kerja.
IV. Penutup Demikian Standart Operational Procedur (SOP) pelayanan reserse ini disusun guna dijadikan pedoman bagi para anggota reserse dalam melaksanakan tugas khususnya melayani pelanggan (pelapor, saksi dan tersangka) dibidang Penegakkan Hukum
Sumbawa Besar, 01 Januari 2016 KASAT RESKRIM
TRI PRASETIYO AJUN KOMISARIS POLISI NRP 888051140