KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI BIDANG PENYIDIKAN PADA SAT RESKRIM POLRES LIMBOTO I.
PENDAHULUAN 1.
Latar Belakang a.
Dalam menjalankan tugas dan wewenang penyidikan, setiap penyidik
dituntut untuk mengetahui dan mengerti langkah-
langkah yang
diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; b.
Untuk menjabarkan peraturan perundang-undangan ke dalam langkah-langkah penyidikan agar diperoleh keseragaman dan ketepatan
bertindak,
diperlukan
suatu
acuan/pedoman,
sehingga diperoleh kesamaan persepsi; c.
Dalam rangka menyamakan persepsi ke dalam pola tindak yang benar,
maka
dibuatlah
Standar Operasional Prosedur
(SOP) guna dijadikan pedoman bagi seluruh penyidik dalam menjalankan kegiatan penyidikan.
2.
Dasar a.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
b.
Undang-undang Republik Indonesa Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri);
c.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2009
tentang 1
Pengawasan
dan
Pengendalian
Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. 3.
Maksud dan Tujuan a.
Maksud : Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan bagi Penyidik
panduan
Satuan Reserse Kriminal dalam melakukan
persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian Berkas Perkara serta penyenggaraan Administrasi
Penyidikan yang mendukung
pelaksanaan penyidikan tindak pidana. b.
Tujuan : Tujuan dari pedoman ini adalah untuk menyatukan persepsi diantara para Penyidik Satuan Reserse Kriminal, agar diperoleh kesatuan arah dalam rangka Penyidikan Tindak Pidana di lingkungan Satuan Reskrim Polres Limboto.
4.
Ruang Lingkup Standar Operasional Prosedur di bidang Penyidikan ini meliputi kegiatan Perencanaan dan Penganggaran Penyidikan, Pelaksanaan Penyidikan (Pemanggilan, Pemeriksaan, Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan,
dan
Penyitaan),
Penyelenggaraan
Administrasi
Penyidikan, Pemberkasan dan Penyerahan Berkas Perkara serta Pengawasan dan Pengendalian Penyidikan pada lingkungan Satuan Reskrim Polres Limboto.
II.
TUGAS POKOK 1.
Tugas Pokok Penyidik : a.
Tugas Pokok Penyidik Sat. Reskrim adalah : 1)
Penyidik
Sat.
penyelidikan,
Reskrim
bertugas
menyelenggarakan
penyidikan, dan pengawasan penyidikan
2
tindak pidana umum, termasuk fungsi identifikasi dan laboratorium
forensik
lapangan
serta
bertugas
menyelenggarakan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana khusus, koordinasi, pengawasan operasional, dan administrasi penyidikan PPNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 2)
Dalam melaksanakan tugas di atas, Penyidik Sat. Reskrim menyelenggarakan fungsi : a)
Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana khusus, antara lain tindak pidana ekonomi, korupsi, dan tindak pidana tertentu di daerah hukum Polres Limboto ;
b)
Pembinaan pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana umum, identifikasi, dan laboratorium forensik lapangan;
c)
Pelayanan dan perlindungan khusus kepada remaja, anak,
dan
wanita,
baik
sebagai
pelaku
maupun
korban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; d)
Pengidentifikasian untuk kepentingan penyidikan dan pelayanan umum;
e)
Pembinaan
teknis,
koordinasi,
dan
pengawasan
operasional serta administrasi penyidikan oleh PPNS; f)
Penganalisasian kasus beserta penanganannya, serta mempelajari dan mengkaji efektivitas pelaksanaan tugas Sat. Reskrim;
g)
Pelaksanaan pengawasan penyidikan tindak
pidana
khusus dan umum di lingkungan Polres dan ; h)
Pengumpulan dan pengolahan data serta menyajikan informasi
dan
dokumentasi
Reskrim.
3
program
kegiatan
Sat
III. VISI, MISI DAN TUGAS FUNGSI SAT. RESKRIM POLRES LIMBOTO
1.
Visi : Tergelarnya postur personil Sat Reskrim Polres Limboto yang dipercaya masyarakat dalam memberikan
pelayanan di bidang
penegakan hukum secara proporsional, professional, transparan dan akuntabel melalui kemitraan dengan masyarakat.
2.
Misi : 1)
Pemenuhan hak-hak dan meningkatkan kesejahteraan penyidik baik di tingkat Sat Reskrim Polres Limboto maupun Unit Reskrim kewilayahan demi terwujudnya penyelenggaraan pemerintah yang bersih;
2)
Melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan dalam rangka penegakan hukum demi terwujudnya supremasi hukum;
3)
Menerapkan
perpolisian
masyarakat
pada
tugas-tugas
penyidikan yang berbasis pada masyarakat patuh hukum; 4)
Menjamin keberhasilan penaggulangan gangguan keamanan dalam
negeri
melalui
tugas-tugas
penyidikan
guna
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri; 5)
Menegakkan
hukum
secara
profesional,
obyektif,
proporsional, transparan dan akuntabel melalui tugas-tugas penyidikan
untuk
menjamin
kepastian
hukum dan rasa
keadilan; 6)
Terbangunnya
kerjasama
dengan
lembaga,
Instansi
dan
masyarakat melalui kemitraan dalam penegakan hukum; 7)
Terwujudnya sistem rekrutmen personil Sat Reskrim Polres Limboto yang untuk
bersih,
mencegah
transparan dan bebas dari intervensi
resiko
masuknya
personel
Polri
yang
emosionalnya labil, tidak sabar, malas, korup, kolusi dan sebagainya dalam rangka mewujudkan sosok reserse yang profesional, bermoral dan mahir dalam melaksanakan tugasnya;
4
8)
Terwujudnya sarana operasional yang mendukung tugas-tugas Sat Reskrim Polres Limboto maupun Unit Reskrim kewilayahan;
9)
Melakukan
pengkajian
dan
penelitian
dalam
rangka
meningkatkan dan mengembangkan sumber daya serta sistem untuk mendukung tugas-tugas penyelidikan dan penyidikan; 10) Menyelenggarakan pembinaan dan penegakan terhadap profesi penyidik Sat Reskrim Polres Limboto dalam rangka mewujudkan sosok penyidik yang profesional dan mahir dalam melaksanakan tugas; 11) Menyelenggarakan dukungan tehnologi Kepolisian di bidang Reskrim sesuai sumber daya yang ada untuk kepentingan tugas Kepolisian; 12) Melakukan pengkajian, penelitian dan pengembangan terhadap pembangunan sistem dan metode yang berlaku di lingkungan Satuan Reserse Kriminal Polres Limboto.
IV. PELAKSANAAN 1.
Personel a.
Penyidik Satuan Reserse Kriminal adalah personel Polri yang bertugas di lingkungan Satuan Reserse Kriminal Polres Limboto dan Polsek yang telah memiliki Surat Keputusan sebagai Penyidik;
b.
Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia berpangkat IPDA sampai dengan Komisaris Besar Polisi yang berada di lingkungan Satuan Reskrim yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan sebagaimana diatur oleh UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP;
c.
Penyidik
Pembantu
adalah
pejabat
Kepolisian
Negara
Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan sebagaimana diatur oleh UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP;
5
d.
Atasan Penyidik adalah penyidik yang berwenang menerbitkan Surat Perintah Tugas, Surat Perintah Penyelidikan, dan Surat Perintah Penyidikan di daerah hukum Atasan Penyidik sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e.
Petugas Lainnya adalah personel yang bertugas dan/atau bekerja di lingkungan Polres Limboto dan atau setidak-tidaknya di lingkungan Satuan Reskrim serta diberikan tugas oleh Penyidik Sat. Reskrim untuk membantu atau mendukung pelaksanaan
tugas-tugas
administrasi
penyidikan,
penyidikan,
seperti
pembuatan
penyusunan Berkas Perkara dan
sejenisnya. 2.
Sarana-Prasarana yang Digunakan a.
Sarana dan Prasarana yang digunakan untuk kepentingan penyidikan
adalah
yang
tersedia
di
lingkungan
Satuan
menunjang
untuk
Reskrim; b.
Sarana dan Prasarana
lain
yang
kepentingan penyidikan yang digunakan apabila telah mendapat persetujuan dari Atasan Penyidik. 3.
Urutan Tindakan a.
Tindakan penyidikan mempedomani UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b.
Urut-urutan tindakan penyidikan sebagai berikut : 1)
Membuat tata naskah (takah) yang terdiri dari : a)
Laporan Polisi;
b)
Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) apabila didahului dengan penyelidikan;
c)
Surat Perintah Penyidikan;
d)
Surat Perintah Tugas
e)
Rencana Penyidikan;
6
2)
f)
Rencana Kebutuhan Anggaran Penyidikan;
g)
Gambar Skema Pokok Perkara; dan
h)
Matrik untuk Daftar Kronologis Penindakan.
Menyusun
rencana
penyidikan
dan
penganggaran
penyidikan, meliputi :
3)
a)
Rencana Kegiatan;
b)
Rencana Kebutuhan Anggaran Penyidikan;
c)
Target pencapaian kegiatan;
d)
Skala prioritas penindakan; dan
e)
Target penyelesaian perkara.
Melakukan upaya
hukum
dalam
rangkaian kegiatan
penyidikan, meliputi : a)
Pemanggilan saksi-saksi;
b)
Pemeriksaan saksi-saksi;
c)
Penyitaan barang bukti;
d)
Pemanggilan tersangka;
e)
Penangkapan tersangka (jika diperlukan);
f)
Pemeriksaan tersangka;
g)
Menawarkan bantuan Penasihat Hukum terhadap Tersangka
yang
tidak
mampu,
yang
ancaman
hukumannya diatas 4 tahun h)
Penggeledahan (jika diperlukan) dan ditindaklanjuti dengan penyitaan (jika ditemukan barang bukti baru);
4)
i)
Penahanan tersangka (jika diperlukan); dan
j)
Pemeriksaan Ahli (jika diperlukan).
Menyelenggarakan
Administrasi
Penyidikan
dengan
kegiatan meliputi : a)
Membuat Surat Perintah Penyidikan;
b)
Membuat Surat Perintah Tugas;
c)
Membuat
Surat
Penyidikan (SPDP);
7
Pemberitahuan
Dimulainya
d)
Membuat Surat Perintah Penyitaan;
e)
Mengajukan Ijin Penyitaan ke Pengadilan Negeri setempat;
f)
Membuat Berita Acara Penyitaan;
g)
Membuat Surat Tanda Terima Penyitaan
h)
Mengajukan
Surat
Persetujuan
Penyitaan
ke
Pengadilan Negeri setempat (jika penyitaan yang dilakukan mendahului permintaan ijin sita atau dalam keadaan mendesak); i)
Membuat
Surat
Perintah
Penggeledahan
(jika
diperlukan); j)
Membuat Berita Acara Penggeledahan;
k)
Mengajukan
Surat
Ijin
Penggeledahan
Rumah
dan/atau tempat tertutup lainnya ke Pengadilan Negeri Setempat; l)
Mengajukan Surat Pemberitahuan Penggeledahan Rumah
dan/atau Tempat tertutup lainnya (apabila
penggeledahan dilakukan mendahului permintaan ijin geledah atau dalam keadaan mendesak) m)
Membuat Surat Panggilan;
n)
Membuat
Surat
Perintah
Penangkapan
(jika
diperlukan); o)
Membuat Berita Acara Penangkapan;
p)
Membuat dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Penangkapan kepada Keluarga Tersangka;
q)
Membuat Surat Perintah Penahanan (jika diperlukan);
r)
Membuat Berita Acara Penahanan;
s)
Membuat
dan
menyampaikan
Pemberitahuan
Penahanan disertai Surat Perintah Penahanan kepada Keluarga Tersangka; t)
Mengajukan Permintaan Perpanjangan Penahanan ke Kejaksaan Negeri setempat (jika masa penahanan
8
penyidik
telah
berakhir
dan
masih
diperlukan
perpanjangan penahanan); u)
Membuat Berita Acara Perpanjangan Penahanan;
v)
Membuat
dan
menyampaikan
pemberitahuan
perpanjangan penahanan disertai Surat Perpanjangan Penahanan dari Kejaksaan Negeri setempat; w)
Mengajukan Permintaan Perpanjangan Penahanan ke Pengadilan
Negeri
setempat
(jika
masa
penahanan yang diberikan Kejaksaan Negeri telah berakhir
dan
masih diperlukan perpanjangan
penahanan); x)
Membuat Berita Acara Perpanjangan Penahanan;
y)
Membuat
dan
menyampaikan
pemberitahuan
perpanjangan penahanan dengan disertai Penetapan
Perpanjangan
Surat
Penahanan
dari
Pengadilan Negeri setempat; z)
Membuat dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Perpanjangan Penahanan berikut Surat Perintah Perpanjangan Perpanjangan
Penahanan
dan
Penahanannya
Surat setiap
Penetapan kali
ada
perpanjangan penahanan 5)
Menyelenggarakan kegiatan penyidikan dengan urutan kegiatan yang meliputi : a)
Menganalisis perkara yang ditangani/disidik;
b)
Menyusun
rencana
penyidikan
dan
rencana
penyidikan
dalam
bentuk
kebutuhan anggaran; c)
Melakukan
kegiatan
upaya hukum; d)
Menyampaikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) Tahap Pertama, kepada : (1)
Pelapor
atau
Korban
atau
Keluarga
Pelapor/Korban untuk perkara kriminal umum; 9
(2)
Tersangka
atau
keluarga
tersangka
untuk
perkara kriminal khusus yang tidak memiliki korban (victimless crime). e)
Melakukan Gelar Perkara untuk menentukan : (1)
Tersangka,
utamanya
penyidikan
perkara
bagi
penanganan
tindak
pidana
/
khusus
sebelum dikirimkannya SPDP ; atau (2)
Ditemukan dua atau lebih alat bukti yang cukup dan bersesuaian, sehingga dapat diteruskan kegiatan penyidikannya atau tidak ditemukan dua
alat
bukti yang cukup dan bersesuaian
sehingga dapat dihentikan penyidikannya. (3)
Melibatkan Ahli untuk keterangan Ahli sebagai Alat Bukti
f)
Melakukan upaya hukum lanjutan setelah ditentukan tersangkanya
atau
penghentian
penyidikan
apabila tidak ditemukan alat bukti yang cukup; g)
Menyampaikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) Tahap Kedua, kepada : (1)
Pelapor
atau
Korban
atau
Keluarga
Pelapor/Korban untuk perkara kriminal umum; (2)
Tersangka
atau
keluarga
tersangka
untuk
perkara kriminal khusus yang tidak memiliki korban (victimless crime). h)
Menyusun
Berkas
Perkara
dan
siap
untuk
dilimpahkan ke Penuntut Umum; i)
Memperbaiki Berkas Perkara apabila dinyatakan kurang
lengkap
oleh
Penuntut
Umum
dan
mengirimkan kembali Berkas Perkara yang telah diperbaiki kepada Penuntut Umum; j)
Menyerahkan
Berkas
Perkara
beserta
barang
bukti dan tersangkanya kepada Penuntut Umum;
10
k)
Menyampaikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) Tahap Ketiga, kepada : (1)
Pelapor
atau
Korban
atau
Keluarga
Pelapor/Korban untuk perkara kriminal umum; (2)
Tersangka
atau
keluarga
tersangka
untuk
perkara kriminal khusus yang tidak memiliki korban (victimless crime). V.
KETENTUAN LARANGAN DAN KEWAJIBAN a.
Larangan dalam Penyidikan Penyidik Dilarang : 1)
Melakukan
tindak
kekerasan
(penyiksaan
fisik)
dalam
melaksanakan penyidikan; 2)
Melakukan diskriminasi pelayanan dalam kegiatan penyidikan;
3)
Menerima
dan/atau
meminta
imbalan
sebelum,
selama,
dan/atau setelah kegiatan penyidikan; 4)
Menyebarkan rasa takut kepada terperiksa baik
dengan
menggunakan ancaman atau ancaman kekerasan atau dengan menunjukkan senjata (api). b.
Kewajiban Dalam Penyidikan : 1)
Memberikan pelayanan yang sama kepada semua orang (pihak) dalam kegiatan penyidikan;
2)
Menjalankan kegiatan penyidikan sesuai dengan
ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku; 3)
Penggunaan senjata (api) sesuai dengan Prosedur Tetap Kepala Kepolisian
Negara
Republik
Indonesia
Nomor
Protap/1/X/2010 tentang Penanggulangan Anarki;
VI. PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN a.
Pengawasan Pengawasan terhadap kegiatan penyidikan dilakukan oleh :
11
:
1)
2)
Atasan Penyidik, yaitu : a)
Kasat; dan/atau
b)
Kaur Bin Ops.
Pengawas Penyidik yang ditunjuk berdasarkan Surat Perintah Pengawasan Penyidik.
b.
Pengendalian Pengendalian penyidikan dilakukan dalam bentuk : 1)
Tata Naskah (Takah) yang berisikan komunikasi tertulis antara penyidik dan Atasan Penyidik;
2)
Gelar Perkara yang dilakukan dengan melibatkan : a)
Penyidik di lingkungan Sat. Reskrim;
b)
Penyidik dengan mengikutsertakan Pengawas Penyidik;
c)
Penyidik dengan mengikutsertakan Satuan lain yang dipimpin oleh Kapolres atau Kasat Reskrim;
d)
Penyidik dengan mengikutsertakan institusi pengawasan di lingkungan internal Polres Limboto.
VII. ADMINISTRASI 1.
Kelengkapan Administrasi Segala
administrasi
adalah
administrasi
yang
menunjang
terselenggaranya penyidikan, berupa : a.
Administrasi Penyidikan yang diatur oleh UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan/atau yang diatur oleh perundangundangan lainnya; atau
b.
Administrasi Perkantoran yang menunjang kegiatan penyidikan sebagaimana
diatur
oleh
Hukum
Administrasi
dan/atau
Peraturan Kapolri serta peraturan administrasi lainnya. VIII. ANGGARAN a. Anggaran penyidikan menyesuaikan dengan DIPA Polri untuk program penyelidikan dan penyidikan yang disediakan bagi Polres Limboto ; 12
b. Anggaran
yang
digunakan
untuk
kepentingan
penyidikan
menyesuaikan dengan kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan yang ditentukan oleh pejabat yang berwenang atau Atasan Penyidik; c. Penggunaan anggaran dalam kegiatan penyidikan sesuai dengan standar biaya khusus (SBK) penyidikan yang disahkan oleh Kapolri.
IX.
PENUTUP 1. Ketentuan Lain-Lain a.
Batas waktu penyelesaian perkara ditentukan berdasarkan kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan :
b.
1)
Sangat sulit ;
2)
Sulit ;
3)
Sedang ; atau
4)
Mudah
Batas waktu penyelesaian perkara dihitung mulai diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan, meliputi : 1)
120 (seratus dua puluh) hari untuk penyidikan perkara sangat sulit;
2)
90 (sembilan puluh) hari untuk penyidikan perkara sulit;
3)
60 (enam puluh) hari untuk penyidikan perkara sedang; atau
4) c.
30 (tiga puluh) hari untuk penyidikan perkara mudah.
Penentuan kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan dilakukan oleh pejabat yang berwenang atau Atasan Penyidik;
d.
Apabila penyidikan yang dilakukan tidak sesuai dengan kriteria tingkat kesulitan di atas, maka penyidik mengajukan alasan tentang kesulitan dan/atau hambatan yang dihadapi dalam bentuk Laporan Kemajuan kepada Atasan Penyidik (Kasat) untuk mendapatkan persetujuan.
13
X.
KETENTUAN PENUTUP a. Segala hal yang berkaitan dengan kegiatan penyidikan tetap mengacu pada UU No. 8 Tahun 1981 tentang
KUHAP dan/atau
undang-undang tertentu yang mengatur hukum acaranya sendiri; b. Kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Sat Reskrim mempedomani Perkap No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia; c. Hal-hal yang belum ditentukan dan/atau diatur di dalam SOP ini, maka penyidik tetap mempedomani aturan hukum acara yang berlaku.
Limboto,
Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
14
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KINERJA PENYIDIK PADA SAT RESKRIM POLRES LIMBOTO
I.
Pendahuluan 1. Umum a.
Tuntutan masyarakat terhadap kinerja penyidik Polri dalam proses penyidikan suatu perkara, perspektif serta persepsi masyarakat yang terus berkembang dalam melihat kinerja penyidik.
b.
Harapan yang begitu besar terhadap Polri khususnya dalam memproses suatu perkara pidana, membutuhkan prosedur operasional standar untuk mempercepat pencapaian tingkat kepuasan masyarakat yang diharapkan dan disesuaikan dengan tingkat kemampuan organisasi.
2. Dasar a.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
b.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
c.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
15
3. Maksud dan Tujuan a.
Maksud Penulisan Prosedur Operasional Standar ini dimaksudkan untuk menginventarisasi langkah-langkah penyidik sesuai prosedur yang berlaku, dalam upaya meningkatkan kinerjanya.
b.
Tujuan Penulisan Prosedur Operasional Standar ini bertujuan untuk : 1)
Memudahkan penyidik
dalam mengikuti langkah-langkah
proses penyidikan yang baku sesuai dengan undangundang dan prosedur yang berlaku. 2)
Menjadi pedoman dalam proses penyidikan suatu perkara pidana, termasuk memedomani KUHAP dan prosedur baku sebagaimana yang telah diatur dalam petunjuk teknis maupun petunjuk operasional lainnya dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
4. Ruang Lingkup Ruang
lingkup Prosedur
Operasional
Standar
ini
meliputi
langkah-langkah dalam proses penyidikan suatu perkara, mulai dari Laporan
Polisi diterima oleh penyidik/penyidik pembantu sampai
dengan dilimpahkannya berkas perkara ke Jaksa Penuntut Umum hingga terbit P.21 atau sampai dengan dihentikannya perkara tersebut dengan alasan sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang.
II.
Prosedur Berpenampilan Sebagai seorang penyidik/penyidik pembantu, melekat kewajiban padanya untuk berpenampilan sebagai berikut : 1.
Berpakaian yang rapi, bersih serta berdasi sesuai ketentuan yang berlaku di lingkungan Satuan Reskrim Polres Limboto (dilarang menggunakan celana berbahan jeans).
2.
Rambut dipotong rapi dan bersih. Bagi penyidik/penyidik pembantu yang berkumis agar merapikan kumisnya sehingga terlihat rapi dan bersih serta tidak berjenggot. 16
3.
Dilarang merokok ketika sedang melayani masyarakat yang datang ke Satuan Reskrim Polres Limboto.
4.
Ruang pelayanan harus rapi, bersih dan nyaman ketika sedang melayani masyarakat.
III. Prosedur Melayani Saksi Korban/Saksi Pelapor Saksi
Korban/Saksi
Pelapor
harus
dilayani
oleh
penyidik/penyidik
pembantu sebagai berikut : 1.
Saksi
korban
/
saksi
pelapor
sebaiknya
langsung
dimintai
keterangannya untuk mempercepat proses pengumpulan alat bukti, kecuali karena alasan yang patut dan masuk akal saksi pelapor dapat menunda pemeriksaannya oleh penyidik/penyidik pembantu. 2.
Paling lambat 30 menit sebelum pemeriksaan dilakukan terhadap saksi korban/saksi pelapor, penyidik/penyidik pembantu telah siap di ruang pelayanan pemeriksaan untuk mencegah saksi korban/saksi pelapor menunggu berlama-lama.
3.
Penyidik/penyidik pembantu dilarang merokok serta makan dan minum
di
hadapan
saksi
korban/saksi
pelapor,
serta
wajib
menunjukkan sikap empati dan simpati. 4.
Penyidik/penyidik pembantu wajib mengikuti ketentuan KUHAP selama
melayani
saksi
korban/saksi
pelapor
serta
tetap
proporsional, transparan dan akuntabel. 5.
Penyidik/penyidik pembantu wajib memberitahukan perkembangan hasil
penyidikan
kepada
pelapor
melalui
SP2HP
(Surat
Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan). 6.
Jika diperlukan, selama proses pemeriksaan saksi korban/saksi pelapor dapat direkam dengan menggunakan handycam atau alat perekam gambar dan suara lainnya.
17
IV. Prosedur Melayani Saksi Penyidik/penyidik pembantu wajib melayani saksi sebagai berikut : 1.
Penyidik/penyidik pembantu memeriksa saksi
dengan terlebih
dahulu mengirimkan surat panggilan kepadanya sesuai ketentuan KUHAP. 2.
Paling lambat 30 menit sebelum pemeriksaan dilakukan terhadap saksi, penyidik/penyidik pembantu telah siap di ruang pelayanan pemeriksaan untuk mencegah saksi menunggu berlama-lama.
3.
Penyidik/penyidik pembantu dilarang merokok serta makan dan minum di hadapan saksi.
4.
Penyidik
dilarang
menggunakan
hand
phone/alat
komunikasi
lainnya selama melaksanakan pemeriksaan terhadap saksi. 5.
Berpenampilan rapi
dan bersih sesuai ketentuan yang berlaku
di lingkungan Satuan Reskrim Polres Limboto. 6.
Berperilaku santun, ramah namun tetap tegas dan humanis serta tidak membentak-bentak atau menghardik saksi selama berjalannya proses pemeriksaan. Tetap proporsional, transparan dan akuntabel.
7.
Penyidik/penyidik
pembantu
dalam
melakukan
pemeriksaan
terhadap saksi sudah membuat daftar pertanyaan terlebih dahulu sehingga pemeriksaan dapat dilaksanakan sesegera mungkin dan tidak melebihi dari 8 (delapan) jam. 8.
Jika memang diperlukan, selama proses pemeriksaan dapat direkam dengan handycam/webcam secara proporsional sesuai kebutuhan penyidikan.
9.
Setelah
melakukan
pemeriksaan
terhadap
saksi,
penyidik
menyampaikan terima kasih dengan memberikan kartu nama penyidik kepada saksi
agar terjadi komunikasi
terhadap perkara yang ditangani.
18
dan transparansi
V.
Prosedur Melayani Ahli Penyidik/penyidik pembantu wajib melayani ahli yang akan dimintai keterangannya sebagai berikut : 1.
Penyidik/penyidik pembantu memeriksa ahli dengan terlebih dahulu mengirimkan surat panggilan kepadanya sesuai ketentuan KUHAP.
2.
Paling lambat 30 menit sebelum pemeriksaan dilakukan terhadap ahli, penyidik/penyidik pembantu telah siap di ruang pelayanan pemeriksaan untuk mencegah ahli menunggu berlama-lama.
3.
Penyidik/penyidik pembantu dilarang merokok serta makan dan minum di hadapan ahli.
4.
Penyidik dilarang menggunakan hand phone/alat komunikasi lainnya selama melaksanakan pemeriksaan terhadap saksi.
5.
Berpenampilan rapi
dan bersih sesuai ketentuan yang berlaku di
lingkungan Satuan Reskrim Polres Limboto. 6.
Berperilaku santun, ramah namun tetap tegas dan humanis serta tidak membentak-bentak atau menghardik ahli selama berjalannya proses pemeriksaan. Tetap proporsional, transparan dan akuntabel.
7.
Jika memang diperlukan, proses pemeriksaan dapat direkam dengan handycam/webcam secara proporsional sesuai kebutuhan penyidikan.
8.
Setelah
melakukan
pemeriksaan
terhadap
saksi,
penyidik
menyampaikan terima kasih dengan memberikan kartu nama penyidik kepada saksi agar terjadi komunikasi dan transparansi terhadap perkara yang ditangani.
VI. Prosedur Melayani Tersangka Dalam melayani tersangka, penyidik/penyidik pembantu berkewajiban sebagai berikut : 1.
Penyidik/penyidik pembantu memeriksa tersangka dengan terlebih dahulu mengirimkan surat panggilan kepadanya sesuai ketentuan KUHAP, kecuali tersangka yang tertangkap tangan atau tersangka yang ditangkap sesuai dengan ketentuan KUHAP.
19
2.
Paling lambat 30 menit sebelum pemeriksaan dilakukan terhadap tersangka,
penyidik/penyidik
pembantu
telah
siap
di
ruang
pelayanan pemeriksaan untuk mencegah tersangka menunggu berlama-lama. 3.
Penyidik/penyidik pembantu dilarang merokok serta makan dan minum di hadapan tersangka.
4.
Penyidik dilarang menggunakan hand phone/alat komunikasi lainnya selama melaksanakan pemeriksaan terhadap saksi.
5.
Berpenampilan rapi
dan bersih sesuai ketentuan yang berlaku di
lingkungan Satuan Reskrim Polres Limboto. 6.
Berperilaku santun, ramah namun tetap tegas dan humanis serta tidak
membentak-bentak
atau
menghardik
tersangka
apalagi
melakukan kekerasan fisik dan intimidasi terhadap tersangka selama berjalannya proses pemeriksaan. Tetap proporsional, transparan dan akuntabel. 7.
Penyidik/penyidik pembantu dalam melakukan pemeriksaan terhadap Tersangka
sudah membuat daftar pertanyaan terlebih dahulu
sehingga pemeriksaan dapat dilaksanakan sesegera mungkin dan tidak melebihi dari 8 (delapan) jam. 8.
Proses pemeriksaan sebaiknya direkam dengan handycam /webcam secara proporsional sesuai kebutuhan penyidikan. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari upaya tersangka memungkiri / mengingkari keterangan / BAP yang disampaikan kepada penyidik, ketika proses pemeriksaan pada tingkat persidangan telah berjalan.
9.
Untuk tersangka yang melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana lebih dari 15 tahun, penyidik/penyidik pembantu wajib menunjuk
penasehat
hukum
untuk
tersangka
sebagaimana
ketentuan dalam KUHAP.
VII. Kewajiban Penyidik/Penyidik Laporan Polisi
20
Pembantu
Sejak
Menerima
Seorang penyidik/penyidik pembantu sejak menerima Laporan Polisi berkewajiban untuk : 1.
Melakukan gelar perkara penentuan kriteria kasus.
2.
Melengkapi administrasi penyidikan termasuk mengisi blanko kontrol perkara sesuai kriteria kasus.
3.
Membuat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dan dikirim ke pelapor sebagai bentuk transparansi dan kuntabilitas penyidik terhadap kasus yang ditangani.
4.
Melakukan proses penyidikan secara professional, proporsional, procedural, transparan dan akuntabel atas kasus yang ditangani.
5.
Melakukan gelar perkara dalam setiap kesempatan ketika mengalami hambatan dalam proses penyidikan.
6.
Melakukan gelar perkara dalam meningkatkan status seseorang dari saksi menjadi tersangka.
7.
Melakukan gelar perkara dalam hal penyidik/penyidik pembantu akan melakukan upaya paksa.
8.
Selalu berkoordinasi dengan Pengawas Penyidik dalam setiap kesempatan
untuk
mempercepat
proses penyelesaian perkara
yang ditangani. 9.
Mengajukan
anggaran
penyidikan
serta
mempertanggung
jawabkannya melalui pertanggungjawaban keuangan (Perwabku) setelah proses penyidikan selesai.
VIII. Indikator Penyelesaian Perkara
Setiap perkara yang ditangani oleh penyidik/penyidik pembantu, wajib untuk diselesaikan dengan indikator penyelesaian yaitu berkas dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum dengan terbitnya lembar P.21 atau perkara tersebut dihentikan dengan terbitnya Penghentian Penyidikan (SP3).
21
Surat
Pemberitahuan
IX. Target Kinerja Bagi Setiap Penyidik/Penyidik Pembantu Setiap penyidik/penyidik pembantu dalam menangani perkara yang ditugaskan kepadanya, dibebani target penyelesaian sesuai dengan kriteria perkara, untuk perkara mudah maksimal 30 hari, perkara sedang maksimal 60 hari, perkara sulit maksimal 90 hari, penyidikan sangat sulit maksimal 120 hari dan selalu melaporkan perkembangannya. X.
PENUTUP Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan
bagi
penyidik/penyidik
pembantu
dalam
melaksanakan
penyidikan.
Limboto,
Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
22
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMANGGILAN PADA SAT RESKRIM POLRES LIMBOTO A.
Pendahuluan Guna menjamin pelaksanaan tugas penyelidikan yang benar, perlu disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam melaksanakan upaya hukum pemanggilan. Standar Operasional Prosedur ini merupakan pedoman bagi penyidik dalam melaksanakn tugas pemanggilan yang harus dilaksanakan dalam proses penyidikan.
B.
Tujuan Tindakan hukum berupa pemanggilan merupakan rangkaian dari suatu proses penyidikan guna memperoleh suatu keterangan baik terhadap
saksi,
ahli
maupun terhadap tersangka didalam proses
penegakan hukum baik
pada tingkat penyidikan, penuntutan dan
peradilan. Standar
Operasional Prosedur ini dibuat bertujuan guna menghindari
pelanggaran
hukum
baik
pelanggaran HAM maupun pelanggaran
terhadap hukum acara pidana serta menghindari kesalahan prosedur dalam proses pemanggilan.
C.
Ruang Lingkup Standar Operasional
Prosedur
pemanggilan memuat petunjuk
tentang tatacara dari mulai pemenuhan syarat formil, pembuatan
syarat materil
surat panggilan, pengajuan atau penandatanganan surat
23
panggilan pencatatan dalam register surat panggilan, penyampaian surat panggilan, serta bagaimana orang yang dipanggil apabila tidak memenuhi panggilan tersebut. Standar Operasional Prosedur ini berlaku bagi penyidik Polri khususnya pada lingkungan Penyidik Sat Reskrim Polres Limboto. D.
Pengertian Pemanggilan 1.
Pemanggilan adalah tindakan penyidik untuk menghadirkan saksi / tersangka guna didengar keterangannya sehubungan dengan tindak pidana yang terjadi.
2.
Tenggang
waktu
yang
wajar
adalah
antara
tanggal,
hari,
diterimanya surat panggilan dengan hari, tanggal orang yang di panggil diharuskan memenuhi panggilan harus ada tenggang waktu yang layak dan wajar serta surat panggilan yang disampaikan selambat – lambatnya tiga (3) hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan dalam surat panggilan. 3.
Alasan yang tidak patut dan wajar adalah seseorang yang dipanggil sebagai saksi/tersangka dimana dapat diyakinkan bahwa surat panggilan tersebut tidak dapat hadir dengan menyampaikan alasan yang tidak sesuai dengan fakta yang ditemukan.
4.
Surat panggilan ke II adalah surat yang diterbitkan oleh penyidik dalam menindak lanjuti surat panggilan pertama apabila yang dipanggil diyakini telah menerima panggilan pertama namun yang bersangkutan tidak
hadir
dengan alasan-alasan yang patut dan
wajar. 5.
Surat perintah membawa adalah surat perintah yang ditandatangani oleh penyidik guna membawa
saksi atau tersangka dikarenakan
yang dipanggil tidak dapat memenuhi surat panggilan baik panggilan kesatu dan kedua tanpa alasan yang patut dan wajar. 6.
Ijin adalah permohonan atau pemberitahuan yang isampaikan oleh penyidik kepada lembaga tinggi Negara atau instansi pemerintahan / lembaga lain, guna memperoleh ijin yang diberikan kepada penyidik dalam rangka proses pemanggilan. 24
E.
Petunjuk dan Koordinasi 1.
Membuat surat panggilan untuk saksi dan tersangka bukan lembaga tinggi Negara dan pejabat pemerintahan. a. Syarat formil : 1)
Pasal 1 butir 2, Pasal 7 ayat (1) huruf e, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 119, Pasal 120 KUHAP;
2)
Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3)
Undang-undang yang dipersangkakan
4)
Laporan Polisi
5)
Surat Perintah Tugas
6)
Surat Perintah Penyidikan
7)
Buku Register surat panggilan
8)
Agenda tanda terima surat panggilan
b. Langkah-langkah membuat surat panggilan : 1)
Surat Panggilan dibuat dengan jelas tentang ;
dasar
pemanggilan, alasan, waktu pemanggilan, identitas lengkap orang yang dipanggil, kapasitas yang dipanggil (saksi atau tersangka), perkara apa. 2)
Untuk waktu pemanggilan diberikan tenggang waktu yang wajar (dengan memperhitungkan diluar kota /luar negeri), apabila alamat tidak diketahui dicantumkan alamat terakhir yang ada pada penyidik (berdasarkan hasil penyelidikan);
3)
Surat panggilan ditanda-tangani oleh Kasat Reskrim atau pejabat yang berwenang/penyidik yang memanggil.
2.
Membuat surat panggilan untuk saksi dan tersangka untuk Lembaga Tinggi Negara dan Pejabat Pemerintah. a. Syarat formil : 1)
Pasal 1 butir 2, Pasal 7 ayat (1) huruf e, Pasal 11, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 119, Pasal 120 KUHAP;
25
2)
Pasal 66, 220, 289, 340, 391 Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD;
3)
Pasal 36 (1) Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah
diubah dengan
Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-undang Nomor 8 tahun 2005; 4)
Undang-undang Kekuasaan Kehakiman;
5)
Undang-undang No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
6)
Pasal 66 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Notaris;
7)
Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa.
b. Langkah-langkah membuat surat panggilan saksi dan tersangka pejabat Lembaga Tinggi Negara dan Pejabat Pemerintahan, Non Pemerintah (Notaris). 1)
Pemanggilan terhadap Pejabat-pejabat Negara, anggotaanggota
MPR / DPR / DPD / BPK / Mentri kabinet,
Gubernur, Bupati / Walikota, Deputi Gubernur BI, sebelum dipanggil
mengajukan surat
permohonan ijin kepada
Presiden RI, pengajuan permohonan kepada Kapolri melalui Kapolda diteruskan ke Kabareskrim. 2)
Anggota
DPRD/DPD
tingkat
I,
sebelum
dipanggil
mengajukan surat permohonan izin kepada Mentri Dalam Negeri pengajuan permohonan kepada Kapolri melalui Kapolda diteruskan ke Kabareskrim. 3)
Anggota DPRD/DPD tingkat II Kabupaten/kota sebelum dipanggil mengajukan surat permohonan izin kepada Gubernur Kepala Daerah melalui Kapolda.
4)
Untuk memanggil Lurah/Kepala Desa sebelum dipanggil penyidik
mengajukan
Bupati/Walikota. 26
surat
permohonan
izin
kepada
5)
Untuk pemanggilan terhadap Ketua dan Majelis
Hakim,
sebelum dipanggil mengajukan surat permohonan izin kepada Ketua Mahkamah Agung RI melalui Kabareskrim. 6)
Untuk pemanggilan Notaris, sebelum dipanggil penyidik mengajukan surat kepada Majelis Pengawas Daerah, guna mendapat persetujuan/ijin.
3.
Pengajuan Penandatanganan Surat Panggilan. a.
Surat Panggilan diajukan secara berjenjang (diparaf oleh para pejabat yang terkait) sampai dengan ditanda tangani oleh Kasat Reskrim atau Pejabat yang berwenang dan oleh Penyidik yang memanggil.
b.
Mencatat surat panggilan untuk saksi dan tersangka pada register surat panggilan serta mencatat dalam buku ekspedisi.
c.
Membuat
surat
guna
mendapatkan
ijin
dalam
rangka
pemanggilan (saksi/tersangka) yang termasuk lingkup pejabat Lembaga
Tinggi
Negara
dan
Pejabat
Pemerintah,
Non
Pemerintah (Notaris). d.
F.
Penyampaian surat panggilan ke satu/ ke dua untuk saksi dan tersangka :
PENUTUP Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan
bagi
penyidik/penyidik
pembantu
dalam
melaksanakan
penyidikan. Limboto,
Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
27
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENANGKAPAN PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO A.
Pendahuluan Guna menjamin pelaksanaan tugas penyidikan yang benar,
perlu
disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam melaksanakan penangkapan terhadap tersangka. SOP ini merupakan pedoman bagi penyidik dalam melaksanakan tugas penangkapan yang dilaksanakan terhadap tersangka. Standar operasional ini merupakan panduan untuk menghindarkan penyidik terhadap hal-hal yang kontra produktif yang dapat menghalangi kelancaran proses penyidikan. Dalam pelaksanaan upaya paksa melalui penangkapan ini, ketentuan hukum acara
yang ada dalam KUHAP
maupun hukum acara Undang-Undang lainnya , menjadi dasar SOP ini sebagai otorisasi operasional penyidik.
B.
Tujuan Tindakan penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat
cukup bukti
guna
kepentingan penyidikan atau
penuntutan dan atau peradilan dalam hal atau menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Penangkapan merupakan rangkaian atau bagian dari
penyidikan,
untuk mencegah tersangka menghilangkan barang bukti dan mencegah tersangka melarikan diri.
28
Standar Operasional Prosedur Penangkapan ini dibuat sebagai standar
atau panduan
bagi
Penyidik
dalam
melakukan
tindakan
penangkapan terhadap tersangka sebagai langkah antisipasi terhadap kemungkinan adanya kesalahan prosedur yang dapat mengakibatkan gugatan hukum atau hal-hal yang kontra produktif saat pelaksanaan penyidikan. Standar
Operasional
Prosedur
Penangkapan
dirancang
untuk
terciptanya efektifitas dan efisiensi terhadap penyidikan dan koordinasi baik dalam lingkungan internal Polri (penyidik, atasan penyidik dan petugas penyimpan barang bukti) maupun dalam lingkungan eksternal yang berwenang.
C.
Ruang Lingkup Standar Operasional Prosedur Penangkapan ini memuat petunjuk dan koordinasi meliputi syarat yang harus dipenuhi, langkah-langkah penangkapan dalam rangkaian penyidikan, maupun tertangkap. Standar Operasional Prosedur Penangkapan ini dapat menjadi panduan bagi seluruh Penyidik Polri di Wilayah Polres Limboto.
D.
Definisi 1.
Pengertian
penangkapan dalam Standar Operasional Prosedur ini
adalah pengertian penangkapan dalam KUHAP; 2.
Pengertian tertangkap tangan dalam Standar Operasional Prosedur ini adalah pengertian tertangkap tangan dalam KUHAP;
E.
Petunjuk dan Koordinasi Tindakan penangkapan merupakan rangkaian proses penyidikan perkara yang termasuk dalam kategori upaya paksa penyidik. Dalam proses kegiatan ketentuan
hukum
penangkapan, penyidik yang ada
di
lainnya.
29
dalam
melakukan KUHAP
berdasarkan
dan hukum acara
Dalam pelaksanaan kegiatan penangkapan melibatkan penyidik / petugas Kepolisian lainnya maupun pihak di luar institusi Kepolisian antara lain penyidik pegawai negeri
sipil,
Lingkungan,
Keuangan, Penyedia
Penyedia
Jasa
saksi,
Kepala
Desa /
Kepala
Barang dan Jasa
lainnya, Pengadilan Negeri, pemilik atau yang menguasai barang dan lain-lain. Penangkapan dalam rangkaian kegiatan penyidikan Syarat formal yang harus dipenuhi : 1)
Dalam Surat Perintah Penangkapan harus mencantumkan dasar dilakukan penangkapan yaitu : a)
Pasal 1 butir 2 KUHAP;
b)
Pasal 1 butir 20 KUHAP;
c)
Pasal 7 ayat (1) huruf d dan pasal 16 KUHAP;
d)
Pasal 17 KUHAP;
e)
Pasal 18 KUHAP;
f)
Pasal 19 KUHAP;
g)
UU RI No. 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia; h)
Undang-Undang yang dipersangkakan, yang sifatnya LezSpecialist
penyidik
harus
menyesuaikan
dengan
hukum acara pada undang-undang tersebut. Contoh yaitu Undang-Undang Narkotika dan
Teroris yang mengatur
berbeda dalam hal masa penahanan, serta UndangUndang
ITE
yang
mengatur
berbeda
dalam
hal
mendapatkan penetapan penahanan dari pengadilan, dan harus dilakukan dalam waktu 1x24
jam. Untuk hal ini
maka ijin penangkapan harus diminta kepada pihak Pengadilan sebelum penangkapan dilakukan; i)
Undang-Undang lain yang terkait;
j)
Laporan Polisi;
k)
Surat Perintah Penyidikan;
l)
Surat Perintah Penggeledahan;
30
2)
m)
Surat Perintah Penyitaan;
n)
Surat Perintah Tugas.
Penyidik membuat berita acara penangkapan dan surat pemberitahuan
penangkapan
dan
disampaikan
kepada
keluarga tersangka; 3)
Petugas yang melaksanakan penangkapan adalah penyidik yang mendapat perintah dalam Surat Perintah Penyidikan.
Syarat materiil yang harus dipenuhi : Penangkapan dilakukan dengan mempertimbangkan persesuaian alat bukti, hasil penyelidikan yang dianalisis dan menyimpulkan bahwa seseorang adalah tersangkanya dan perlu dilakukan upaya paksa (penangkapan).
Langkah-langkah Penangkapan : 1)
Sebelum penangkapan dilakukan, penyidik wajib melakukan gelar perkara dan melaporkan kepada atasan Penyidik kegiatan penangkapan yang akan dilakukan;
2)
Penyidik sebelum melakukan penangkapan agar melakukan briefing dan diskusi untuk membahas kegiatan penangkapan termasuk menilai resiko yang mungkin berdasarkan informasi, dan mendapatkan cara untuk meminimalisir resiko yang mungkin terjadi;
3)
Penyidik menunjukkan Surat
Perintah Tugas
dan Surat
Perintah Penangkapan yang sudah disiapkan terlebih dahulu kepada
orang
yang
akan
ditangkap
atau
orang
yang
mempunyai hubungan dengan tersangka atau pihak lain yang berada di TKP; 4)
Penyidik, sedapat mungkin berkoordinasi dengan pihak terkait baik kepolisian setempat termasuk pejabat setingkat untuk
menyampaikan
dilakukan; 31
kegiatan
penangkapan
yang
RT/RW akan
5)
Penyidik wajib memberikan peringatan agar tersangka bekerja sama untuk menyerahkan diri secara baik- baik;
6)
Penyidik setelah memberikan peringatan kepada tersangka untuk bekerjasama namun tidak mendapat respon, maka langkah paksa secara terukur dan melindungi penyidik untuk menangkap Tersangka segera dilakukan. Upaya paksa yang dilakukan sifatnya melumpuhkan, dan dapat ditingkatkan dengan melihat penilaian resiko berkembang dilapangan;
7)
Penyidik
melakukan
identifikasi
dan
dokumentasi
serta
pemeriksaan kesehatan terhadap tersangka yang ditangkap; 8)
Setelah dilakukan penangkapan, Penyidik membuat Berita Acara Penangkapan dan permohonan penetapan penangkapan dari Pengadilan Negeri;
9)
Setelah tersangka ditangkap, pada kesempatan pertama segera dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan berita acara pemeriksaan tersangka.
Terhadap penangkapan yang menemukan benda/barang bergerak maka dapat langsung dilakukan penyitaan, sedangkan terhadap benda yang tidak bergerak tidak dilakukan penyitaan, melainkan disegel/diblokir. Untuk penangkapan yang dilanjutkan dengan penyitaan bukti digital, hal ini diatur dalam SOP khusus Subdit Fismondev. Demikian juga bahwa dalam penyidikan cyber crime, metode
penangkapan
harus
menghindarkan
tersangka
dari
perangkat IT yang digunakan untuk menjamin keaslian data dan informasi
yang
didapatkan pada
komputer
dan menghindari
terjadinya kerusakan barang bukti. Hal-hal khusus dalam Penangkapan Tersangka 1)
Setiap orang dapat yang menemukan
tindak pidana dalam
keadaan tertangkap tangan, berhak menangkap tersangka, untuk
kemudian
segera
melaporkan
atau
menyerahkan
tersangka tersebut beserta barang bukti yang ada kepada kesatuan Polri terdekat. Demikian juga, Anggota Polri atau 32
Penyidik yang menemukan tindak pidana dapat melakukan penangkapan dan segara menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada Perwira siaga atau Ka SPK dan diteruskan kepada Penyidik. Hal penting dalam hal ini adalah barang bukti dari tindak pidana yang didapatkan tidak boleh tidak harus diserahkan kepada Penyidik untuk disita; 2)
Penangkapan atas dasar permintaan melalui Interpol dengan dilengkapi Surat permintaan penangkapan yang dikeluarkan oleh negara peminta harus dikoordinasikan dengan pihak terkait untuk kepastian hukum yang menjadi dasar otoritas penangkapan;
3)
Penangkapan terhadap tersangka yang keberadaannya diluar yuridiksi Penyidik yang melakukan penyidikan, dapat dilakukan oleh penyidik setempat dengan dilengkapi surat perintah penangkapan
dengan dasar
surat
perintah
penangkapan
yang diterbitkan oleh Penyidik atau dasar surat DPO. Hal ini dapat juga dilakukan oleh penyidik yang menangani dengan dibantu oleh penyidik setempat; 4)
Penangkapan terhadap pejabat dan penyelenggara negara harus mendapatkan ijin melalui permintaan yang diajukan oleh penyidik, kepada Presiden untuk anggota DPR/MPR, DPD, BPK, Menteri, Gubernur dan Deputy Gubernur BI, Gubernur, Bupati, dan Walikota. Untuk anggota DPR tingkat provinsi harus seijin Menteri Dalam Negeri. Untuk anggota DPR setingkat kabupaten atas seijin Gubernur Kepala Daerah. Untuk Ketua dan Majelis Hakim, permohonan kepada Mahkamah Agung RI, melalui Kapolda
yang akan ditujukan
kepada
Kabareskrim
dan
diteruskan oleh Jaksa Agung. F.
Penutup Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan
bagi
penyidik/penyidik
penyidikan 33
pembantu
dalam
melaksanakan
F.
Penutup Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan
bagi
penyidik/penyidik
pembantu
dalam
melaksanakan
penyidikan
Limboto,
Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
34
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENAHANAN PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO A.
Pendahuluan Guna menjamin pelaksanaan tugas penyidikan yang benar, perlu disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam melaksanakan penahanan. SOP ini merupakan pedoman bagi penyidik dalam melaksanakan tugas yang wajib dilaksanakan.
B.
Tujuan Tindakan penahanan merupakan rangkaian atau bagian dari penyidikan. Penahanan dilakukan dengan mempertimbangkan alasan obyektif dan alasan subyektif, alasan obyektif adalah penahanan dilakukan terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana yang diancam hukuman lebih dari 5 (lima) tahun sesuai pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP atau terhadap pasal pengecualian yang diatur dalam pasal 21 ayat (4) huruf b KUHAP, sedangkan alasan subyektif adalah adanya kekhawatiran tersangka melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi perbuatan pidana sesuai pasal 21 ayat (1) KUHAP. Penahanan adalah pengekangan kebebasan seseorang, sehingga harus dilakukan dengan proses yang benar, kesalahan terhadap proses dapat mengganggu proses penyidikan. Standar Operasional Prosedur penahanan ini dibuat sebagai standar bagi Penyidik dalam melakukan tindakan penahanan dan sebagai langkah antisipasi terhadap adanya kesalahan prosedur yang mengakibatkan gugatan hukum. 35
Standar
Operasional
Prosedur
penahanan
disusun
untuk
mengefektifkan koordinasi baik dalam lingkungan internal Polri (Penyidik, Atasan penyidik dan pejabat rutan) maupun dalam lingkungan eksternal antara lain Jaksa Penuntut Umum ,Pengadilan dan instansi terkait lainnya.
C.
Ruang Lingkup Standar Operasional Prosedur Penahanan memuat petunjuk dan koordinasi meliputi syarat yang harus dipenuhi dan langkah–langkah penahanan. Standar Operasional Prosedur Penahanan ini berlaku bagi seluruh Penyidik Sat Reskrim Polres Limboto.
D.
Definisi 1.
Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau Penuntut Umum atau Hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara diatur dalam undang – undang.
2.
Penangguhan
Penahanan
adalah
ditundanya
atau
tidak
dilanjutkannya seorang tersangka/terdakwa baik dengan jaminan orang atau jaminan uang berdasarkan syarat – syarat lain yang ditentukan. 3.
Pengalihan Jenis Penahanan adalah mengalihkan status penahanan dari jenis penahanan yang satu kejenis penahanan yang lain oleh penyidik atau penuntut umum.
4.
Pembantaran penahanan adalah penundaan penahanan sementara terhadap tersangka karena alasan kesehatan (memerlukan rawat jalan/rawat inap) yang dikuatkan dengan keterangan dokter sampai dengan yang bersangkutan dinyatakan sembuh kembali.
5.
Pemindahan tempat penahanan adalah memindahkan tersangka dari rutan yang satu ke rutan yang lain dengan pertimbangan – pertimbangan
tertentu
guna
perkara.
36
mempermudahkan penyelesaian
6.
Penahanan lanjutan adalah menempatkan kembali tersangka yang pernah ditangguhkan penahanannya dengan pertimbangan atau alasan tertentu kedalam Rumah Tahanan Negara guna kepentingan penyidikan.
E.
PetunJuk dan koordinasi Tindakan penahanan merupakan salah satu bagian dari rangkaian penyidikan yang termasuk dalam kategori upaya paksa penyidik. Dalam proses kegiatan penahanan, penyidik melakukan berdasarkan ketentuan hukum yang ada dalam KUHAP dan ketentuan hukum lainnya. Dalam melaksanakan kegiatan penahanan akan melibatkan
penyidik /
petugas kepolisian lainnya maupun pihak di luar institusi kepolisian antara lain Jaksa Penuntut Umum, Pengadilan Negeri dan Pejabat Rutan. 1.
Penahanan di Rutan/Cabang Rutan a.
Syarat yang harus dipenuhi 1)
Dalam Surat Perintah Penahanan harus mencantumkan dasar dilakukan penahanan yaitu : a)
Pasal 1 butir 21 KUHAP
b)
Pasal 7 ayat (1) huruf d, pasal 11, pasal 20, pasal 21, pasal 22 a yat (1) KUHAP.
c)
UU R I No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2)
d)
Undang – Undang yang dipersangkakan.
e)
Undang – Undang lain yang terkait;
f)
Laporan Polisi;
g)
Surat perintah penyidikan;
h)
Surat Perintah Tugas;
Penyidik
membuat
surat
pemberitahuan
penahanan
tersangka kepada keluarga tersangka/penasehat hukum; 3)
Petugas yang melaksanakan penahanan adalah penyidik yang mendapat perintah dalam surat perintah penahanan.
37
b.
Langkah – langkah penahanan di Rutan/Cabang Rutan : 1)
Membuat Berita Acara penahanan sesaat segera setelah melakukan penahanan dan ditanda tangankan kepada tersangka.
2)
Membuat Berita Acara Penolakan tanda tangan, apabila tersangka
menolak
menanda
tangani
Berita
Acara
Penahanan. 3)
Menyerahkan Surat Perintah Penahanan disampaikan kepada tersangka untuk tanda tangan.
4)
Surat perintah Penahanan disampaikan kepada tersangka, keluarga tersangka dan pejabat rutan.
5)
Meminta Dokter Tahanan untuk memeriksa
kesehatan
tersangka. 6)
Memfoto dan mengambik sidik jari tersangka.
7)
Menyerahkan tersangka kepada pejabat rutan untuk dimasukkan ke dalam rutan, dengan dituangkan dalam Berita Acara Penyerahan Tersangka.
8)
Memberitahukan kepada keluarga tersangka/ penasehat hukum dengan surat resmi dan tanda penerimaan surat.
2.
Perpanjangan penahanan Surat perintah penahanan yang diterbitkan Kasatker selaku penyidik sebagaimana dimaksud pasal 20 KUHAP berlaku paling lama 20 (dua puluh) hari. Apabila selama 20 (dua puluh) hari penyidikannya belum selesai dan masih diperlukan penahanan tersangka maka penyidik dapat meminta kepada JPU untuk menerbitkan Surat Perpanjangan Penahanan yang berlaku paling lama 40 (empat puluh) hari dan apabila masih belum selesai
dan
masih
diperlukan penahanan
tersangka maka penyidik dapat meminta kepada
pengadilan
Negeri untuk menerbitkan Surat Perpanjangan Penahanan yang berlaku selama 30 (tiga puluh) hari dan perpanjangan penahanan
38
dari
pengadilan
negeri
dapat
diperpanjangkembali
apabila
diperlukan.
Langkah – Langkah perpanjangan penahanan : a.
Penyidik
mengirimkan
penahanan
tersangka
surat
permintaan
perpanjangan
kepada Kejaksaan Negeri/Pengadilan
Negeri dengan mencantumkan rujukan : 1)
Pasal 24 ayat (2) KUHAP
2)
UU RI No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
3)
Laporan Polisi;
4)
SPDP;
5)
Surat Perintah penahanan;
Dan melapirkan : 1)
Resume singkat;
2)
Laporan Polisi;
3)
Surat Perintah penyidikan;
4)
SPDP;
5)
Surat Perintah Penahanan;
6)
Perpanjangan penahanan dari JPU ( untuk meminta penetapan dari Pengadilan Negeri)
b.
Dengan
dasar
surat
perintah
perpanjangan
dari
JPU/penetapan penahanan dari Pengadilan Negeri tersebut, maka penyidik dapat
melakukan perpanjangan penahanan
tersangka. c.
Penyidik
membuat
surat
pemberitahuan
perpanjangan
penahanan kepada keluarga tersangka atau penasehat hukum. d.
Penyidik membuat berita acara perpanjangan penahanan dan ditanda tangankan kepada tersangka.
e.
Membuat Berita Acara penolakan tanda tangan, apabila tersangka
menolak
menanda
Perpanjangan penahanan.
39
tangani
Berita
Acara
f.
Menyerahkan
surat
perpanjangan
penahanan
kepada
tersangka, keluarga tersangka / Penasehat hukum dan pejabat rutan. g.
Memberitahukan kepada keluarga tersangka/penasehat hukum dengan surat resmi dan tanda penerimaan surat.
3.
Pengalihan Jenis Penahanan Dalam hal pemeriksaan terhadap tersangka telah selesai dan tidak dikhawatirkan akan melarikan diri serta tidak menyulitkan dalam pengawasannya, atau dalam hal kehadiran tersangka sangat diperlukan oleh masyarakat karena profesi / keahliannya, maka terhadap tersangka dapat dilakukan pengalihan penahanan. Jenis penahanan dapat berupa : penahanan rutan, penahanan rumah, penahan kota. a.
Persyaratan 1)
Adanya
pengajuan
permohonan
pengalihan
jenis
penahanan dari tersangka / keluarganya / penasehat hukumnya yang diketahui oleh RT/RW/Kepala desa. 2)
Wajib untuk melapor
diri
kepada
penyidik
selama
menjalani penahanan. b.
Langkah – langkah pengalihan jenis penahanan : 1)
Apabila kasatker mengabulkan permohonan tersangka/ keluarganya/penasehat
hukumnya,
maka
penyidik
membuat :
2)
a)
Surat Perintah Pengalihan je nis pena hanan
b)
Berita Acara pengalihan jenis Penahanan
c)
Surat Keterangan Wajib lapor
d)
Resume Singkat
Penyidik menyerahkan surat
perintah pengalihan jenis
penahanan kepada tersangka untuk ditanda tangani oleh tersangka dan penyidik.
40
3)
Penyidik menyerahkan surat perintah pengalihan jenis penahanan kepada
tersangka, keluarga tersangka dan
pejabat rutan. 4)
Kasatker
menugaskan
anggota
untuk
melakukan
pengawasan terhadap tersangka
4.
Pemindahan tempat penahanan Dalam hal penyidikan berlangsung dan dibutuhkan tindakan untuk memindahkan penahanan tersangka dari satu rutan ke rutan lain guna melancarkan penyidikan, maka
penyidik dapat melakukan
pemindahan tempat penahanan, dengan langkah – langkah sebagai berikut : a.
Penyidik
mempertimbangkan
alasan
pemindahan
tempat
penahanan. b.
Pemindahanan tempat penahanan hanya dilakukan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan yang cepat, mudah dan murah.
c.
Penyidik menempatkan keamanan dan keselamatan tersangka yang ditahan sebagai prioritas utama
d.
Melakukan koordinasi dengan penyidik dari kesatuan lain yang mempunyai kaitan dengan kasus tersebut.
e.
Menentukan waktu pemindahan tahanan.
f.
Menyerahkan
tersangka
dan
menyelesaikan
administrasi
pemindahan tempat penahanan :
g.
-
Surat perintah tugas
-
Surat Perintah penyerahan tersangka
-
Berita acara penyerahan tersangka
-
Surat Perintah Pemindahan tempat penahanan
-
Berita Acara pemindahan tempat penahanan
Membuat laporan pelaksanaan tugas pemindahan tempat penahanan.
41
5.
Pembantaran Penahanan a.
Meminta Dokter untuk memeriksa kesehatan tersangka untuk memastikan tersangka masih bisa ditahan atau tidak.
b.
Apabila kondisi tersangka tidak memungkinkan untuk dilakukan penahanan, maka penyidik melakukan pembantaran agar tersangka dirawat/opname.
c.
Membuat surat perintah pembantaran dan berita acara pembantaran
d.
Selama
masa
perawatan/opname,
penyidik
melakukan
pengawasan dan pengamanan terhadap tersangka.
6.
Penangguhan penahanan Penangguhan penahanan dapat dilakukan atas jaminan uang atau orang Jaminan Uang a.
Membuat perjanjian antara penyidik dengan tersangka atau penasehat hukum dengan mencantumkan uang jaminan dan syarat – syarat lainnya.
b.
Pemohonan Pengadilan
menyetorkan Negeri
dengan
uang
jaminan
formulir
kepanitera
penyetoran
yang
dilakukan oleh penyidik c.
Berdasarkan
bukti
setor
uang,
maka
penyidik
mengeluarkan surat perintah penangguhan penahanan.
Jaminan Orang a.
Membuat perjanjian antara penyidik dengan tersangka atau penasehat
hukum
dengan
mencantumkan
identitas
penjamin, besarnya uang yang harus dijamin oleh penjamin syarat – syarat lainnya. b.
Berdasarkan surat jaminan, maka penyidik mengeluarkan surat perintah penangguhan penahanan.
42
7.
Penahanan Lanjutan a.
Membuat
surat
perintah penahanan lanjutan dan
surat
pemberitahuan penahanan lanjutan kepada keluarga tersangka. b.
Mengajukan surat perintah penahanan lanjutan dan surat pemberitahuan lanjutan kepada keluarga tersangka
c.
Mencatat dalam register surat perintah penahanan lanjutan dan surat pemberitahuan penahanan lanjutan kepada keluarga tersangka
d.
Melaksana kan penahanan lanjutan
e.
Membuat berita acara penahanan lanjutan ditanda tangankan kepada tersangka
f.
Membuat berita acara penolakan
tanda tangan, apabila
tersangaka menolak menanda tangani berita acara penahanan lanjutan g.
Menyerahakan surat perintah penahanan lanjutan kepada tersangka untuk ditanda tangani
h.
Surat
Perintah
penahanan
lanjutan
disampaikan
kepada
tersangka, keluarga tersangka dan pejabat rutan i.
Meminta Dokter untuk memeriksa tersangka
j.
Menyerahkan
tersangka
kepada
pajabat
rutan
untuk
dimasukkan kedalam rutan, dengan dituangkan dalam berita acara penyerahan tersangka. k.
Memberitahukan kepada keluarga tersangka / Penasehat hukum dengan surat resmi dan tanda penerimaan surat.
8.
Pengeluaran Tahanan a.
Membuat Surat Perintah pengeluaran tahanan dan surat pemberitahuan
pengeluaran
tahanan
kepada
keluarga
tersangka b.
Mengajukan surat perintah pengeluaran tahanan dan surat pemberitahuan
pengeluaran
tersangka 43
tahanan
kepada
keluarga
c.
Mencatat dalam register surat perintah pengeluaran tahanan dan
surat
pemberitahuan
pengeluaran
tahanan
kepada
keluarga tersangka d.
Melaksanakan pengeluaran tahanan
e.
Membuat Berita Acara pengeluaran tahanan dan ditanda tangankan kepada tersangka
f.
Membuat berita acara penolakan tanda
tangan, apabila
tersangka menolak menanda tangani. g.
Menyerahkan surat perintah pengeluaran tahanan kepada tersangka untuk ditanda tangani
h.
Surat Perintah pengeluaran tahanan disampaikan kepada terangka, keluarga tersangka dan pejabat rutan
i.
Meminta Dokter untuk memeriksa tersangka
j.
Mengeluarkan tersangka dari Rutan
k.
Memberitahukan kepada keluarga tersangka / Penasehat hukum dengan surat resmi dan tanda penerimaan Surat.
F.
Penutup Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan
bagi
penyidik/penyidik
pembantu
dalam
melaksanakan
penyidikan
Limboto,
Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
44
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYITAAN PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO A.
Pendahuluan Guna menjamin pelaksanaan tugas penyidikan yang benar, perlu disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam melaksanakan penyitaan barang bukti. SOP ini merupakan pedoman bagi penyidik dalam melaksanakan tugas.
B.
Tujuan Tindakan penyitaan merupakan rangkaian atau bagian penyidikan. Penyitaan dilakukan pertimbangan diperlukannya
barang bukti terkait
dengan tindak pidana yang terjadi untuk pembuktian kasus dan sebagai persyaratan kelengkapan berkas perkara guna pembuktian dalam proses penyidikan, penuntutan dan peradilan. Pembuktian terhadap tindak pidana harus dilakukan dengan proses yang benar, kesalahan terhadap proses dapat meruntuhkan pembuktian. Standar operasional prosedur penyitaan ini dibuat sebagai standar bagi penyidik dalam melakukan tindakan penyitaan terhadap barang bukti dan sebagai langkah antisipasi terhadap kemungkianan adanya kesalahan proses yang dapat mengakibatkan gugatan hukum. Standar operasional prosedur penyitaan didesain untuk mengefektifkan koordinasi baik didalam lingkungan internal polri (Penyidik, atasan penyidik dan petugas penyimpan barang bukti) maupun dalam lingkungan eksternal antara lain Pengadilan Negeri, penyedia jasa keuangan, penyedia barang dan jasa lainya serta instansi lain yang terkait. 45
C.
Ruang lingkup Standar operasional prosedur penyitaan memuat petunjuk dan koordinasi meliputi syarat yang harus dipenuhi, langkah-langkah penyitaan dalam rangkaian penggeledahan, penangkapan tertangkap tangan telah ditentukan oleh penyidik dalam rangkaian pemblokiran harta kekayaan ,terhadap benda tidak bergerak dan penyimpanan benda sitaan, standar operasional penyitaan ini berlaku bagi penyidik polri di seluruh wilayah Polres Limboto.
D.
Definisi 1.
Pengertian penyitaan dalam standar prosedur ini adalah pengertian penyitaan dalam KUHAP.
2.
Penggeledahan dalam standar prosedur ini adalah penggeledahan rumah, maupun penggeledahan badan serta pakaian.
3.
Pengertian penangkapan dalam standar operasional ini adalah penangkapan dalam KUHAP.
4.
Pengertian tertangkap tangan dalam standar operasional prosedur ini adalah tertangkap tangan dalam KUHAP.
5.
Penyedia jasa keuangan adalah setiap orang yang menyediakan jasa dibidang keuangan atau jasa lainnya yang terkait dengan keuangan termasuk tetapi tidak terbatas pada Bank, lembaga Pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana, kostodian, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang Valuta asing, dana pension, perusahaan asuransi, dan kantor pos.
6.
Penyegelan adalah suatu tindakan guna mempertahankan suatu barang atau benda sitaan dengan menggunakan garis polisi atau segel.
7.
Pemblokiran
adalah
suatu
tindakan
dimana
suatu
rekening,
sertipikat, situs dan lain-lain untuk dicegah melakukan kegiatan. 8.
Benda yang dapat dilakukan penyitaan meliputi benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga
46
diperoleh dari tindak pidana, benda yang digunakan secara langsung
untuk
melakukan
tindak
pidana
atau
untuk
mempersiapkannya, benda yang dipergunakan untuk menghalang halangi penyidikan tindak
pidana, benda yang khusus
atau
diperuntukan melakukan tindak pidana dan benda lain yang mempuanyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. 9.
Benda bergerak adalah kebendaan yang karena sifatnya dapat berpindah atau dipindahkan atau oleh Undang-undang dianggap sebagai benda bergerak.
10. Benda tidak bergerak adalah kebendaan yang karena sifatnya tidak dapat berpindah atau dipindahkan atau karena undang-undang dianggap sebagai benda tidak bergerak. E.
Petunjuk dan koordinasi. Tindakan penyitaan merupakan rangkaian proses pembuktian perkara yang termasuk dalam kategori upaya paksa penyidik.
Dalam proses
kegiatan penyitaan, penyidik melakukan berdasarkan ketentuan hukum yang ada dalam KUHAP dan hukum lainnya. Dalam pelaksanaan kegiatan penyitaan akan melibatkan penyidik/petugas kepolisian lainnya maupun pihak luar institusi Kepolisian antara lain saksi, Kepala desa/Kepala lingkungan, Penyedia jasa keuangan, Penyedia barang dan jasa lainnya, Pengadilan Negeri, Pemilik atau yang menguasai barang. 1.
Penyitan dalam rangkaian kegiatan penggeledahan a.
Syarat yang harus dipenuhi: 1)
Syarat formil: (a)
Dalam
surat
perintah
penyitaan
harus
mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu : (1)
Pasal 1 butir 16 KUHAP;
(2)
Pasal 5 ayat (1) huruf B angka 1, pasal 7 ayat (1) huruf d, pasal 14, pasal 40, pasal 41 dan pasal 42 KUHAP; 47
(3)
UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
(b) 2)
(4)
Undang-Undang yang di persangkakan;
(5)
Undang-Undang lain yang terkait;
(6)
Laporan Polisi;
(7)
Surat perintah penyidikan;
(8)
Surat perintah tugas.
Penyidik membuat surat tanda penerimaan;
Syarat materill : (a)
Petugas yang melaksakan penyitaan adalah penyidik yang mendapat perintah dalam surat Perintah Penyidik.
(b)
Barang bukti yang disita adalah diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana,
benda
yang
telah
digunakan
secara
langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya,
benda
yang
dipergunakan
untuk menghalang - halangi penyidikan tindak pidana, benda yang khusus atau diperuntukan melakukan tindak pidana, dan benda lain yang mempunyai
hubungan langsung
dengan tindak
pidana yang dilakukan, yang bersesuaian dengan keterangan tersangka, saksi atau alat bukti lain. b.
Langkah-langkah penyitaan : 1)
Penyidik menunjukan surat perintah tugas dan surat penggeledahan kepada orang yang akan digeledah atau orang yang menguasai tempat tertutup;
2)
Penyidik menghadirkan 2 (dua) orang saksi selama penggeladahan, terhadap penggeledahan yang tidak disetujui oleh tersangka atau penghuni menghadirkan kepala desa atau kepala lingkungan;
48
3)
Penyidik mengumpulkan dan menghitung jumlah serta jenis benda/barang yang akan disita dengan di saksikan oleh 2 (dua) orang saksi;
4)
Penyidik mencatat benda/barang yang disita dalam surat Tanda Penerimaan (STP);
5)
Penyidik mendokumentasikan benda/barang yang di sita;
6)
Penyidik memasukan barang yang disita ke dalam kantong barang bukti yang disegel, terhadap barang/benda yang tidak dimasukan dalam kantong di segel;
7)
Peyidik memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada pemilik/yang menguasai benda/barang sitaan;
8)
Setelah dilakukan penyitaan membuat Penyitaan dan Pengadilan
Berita
acara
permohonan penetapan penyitaan
Negeri.
Terhadap
penggeledahan
dari yang
menemukan benda/barang bergerak maka dapat langsung dilakukan
penyitaan,
bergerak
tidak
sedang
dilakukan
terhadap
penyitaan,
benda
tidak
melainkan
di
segel/blokir.
c.
Langkah penyimpanan benda sitaan : 1)
Penyidik berkoordinasi dengan petugas penyimpanan barang bukti (Sat tahti);
2)
Penyidik melakukan serah terima benda/barang sitaan dengan petugas penyimpanan barang bukti dan di buatkan Berita acara serah terima.
2.
Penyitaan dalam rangkaian kegiatan penangkapan a.
Syarat yang harus dipenuhi : 1)
Syarat formil : (a)
Dalam
Surat
Perintah
Penyitaan
harus
mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu : (1)
Pasal 1 butir 16 KUHAP;
49
(2)
Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 1, pasal 7 ayat (1) huruf d, pasal 14, pasal 40, pasal 41 dan pasal 42 KUHAP;
(3)
UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
(b) 2)
(4)
Undang-Undang yang dipersangkakan;
(5)
Undang-Undang lain yang terkait;
(6)
Laporan Polisi;
(7)
Surat Perintah Penyidikan;
(8)
Surat Perintah Tugas.
Penyidik membuat Surat Tanda Terima.
Syarat Materil : (a) Petugas yang melakukan penyitaan adalah penyidik yang mendapat surat Perintah penyidikan. (b)
Barang bukti yang disita adalah diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana,
benda
yang
telah
digunakan
secara
langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya, untuk
benda
menghalang-halangi
yang
dipergunakan
penyelidikan
tindak
pidana, benda yang khusus atau diperuntukan melakukan tindak pidana, dan benda lain yang mempunyai
hubungan langsung
dengan tindak
pidana yang dilakukan yang bersesuaian dengan keterangan tersangka, saksi atau alat bukti lain. b. Langkah-Langkah Penyitaan : (1)
Penyidik menunjukan Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penangkapan kepada tersangka;
(2)
Penyidik mengumpulkan dan menghitung jumlah serta jenis benda/barang yang akan disita dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi;
50
(3)
Penyidik mencatat benda/barang yang disita dalam Surat Tanda Penerimaan (STP);
(4)
Penyidik mendokumentasikan benda/barang yang disita. Penyidik memasukkan benda sitaan kedalam kantong barang bukti dan disegel;
(5)
Penyidik kantong
memasukkan barang
barang/benda
barang
bukti
yang tidak
yang
disita
kedalam
yang
disegel,
terhadap
dapat
dimasukkan dalam
kantong disegel; (6)
Penyidik memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada tersangka yang memiliki atau menguasai benda/barang sitaan;
(7)
Setelah dilakukan penyitaan membuat
Berita Acara
Penyitaan dan permohonan penetapan penyitaan dari Pengadilan Negeri.
c. Penyimpanan benda sitaan : 1)
Penyidik
berkoordinasi
dengan
petugas
penyimpan
barang bukti (Kasat Tahti) 2)
Penyidik melakukan serah terima benda/barang sitaan dengan petugas penyimpan barang bukti dan dibuatkan Berita Acara Serah Terima
3.
Penyitaan dalam rangkaian kegiatan tertangkap tangan a.
Syarat yang harus dipenuhi : 1)
Penyidik membuat Surat Tanda Penerimaan;
2)
Penyidik membuat Berita Acara Serah Terima Barang Bukti.
b.
Langkah-langkah penyitaan : 1)
Penyidik mengumpulkan dan menghitung jumlah serta jenis benda/barang yang akan disita dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi; 51
2)
Penyidik mencatat benda/barang yang disita dalam Surat Tanda Penerimaan (STP);
3)
Penyidik mendokumentasikan benda /barang yang disita;
4)
Penyidik memasukkan barang yang disita dalam kantong barang bukti yang disegel, terhadap barang/benda yang tidak dapat dimasukkan dalam kantong disegel;
5)
Penyidik memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada tersangka selaku pemilik/yang menguasai benda/barang sitaan;
6)
Penyidik menyerahkan Berita Acara Serah Terima Barang Bukti apabila yang menangkap tangan bukan Penyidik;
7)
Setelah dilakukan penyitaan membuat
Berita Acara
Penyitaan dan permohonan penetapan penyitaan dari Pengadilan Negeri. c.
Langkah Penyimpanan benda sitaan : 1)
Penyidik
berkoordinasi
dengan
petugas
penyimpan
barang bukti (Kasat Tahti); 2)
Penyidik melakukan serah terima benda/barang sitaan dengan petugas penyimpan barang bukti dan dibuatkan Berita Acara Serah Terima.
4.
Penyitaan terhadap barang bukti yang sudah diketahui/ditentukan oleh penyidik a.
Syarat yang harus dipenuhi : 1)
Syarat Formil : (a)
Terhadap
barang
bukti
benda
tidak
bergerak
memerlukan Surat Izin/Surat Izin Khusus Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. (b)
Membuat
Surat
Perintah
Penyitaan
harus
mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu : (1)
Pasal 1 butir 16 KUHAP;
52
(2)
Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 1, pasal 7 ayat (1) huruf d, pasal 14, pasal 40, pasal 41 dan pasal 42 KUHAP;
(3)
UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
(4)
Undang-Undang yang dipersangkakan;
(5)
Undang-Undang lain yang terkait;
(6)
Laporan Polisi;
(7)
Surat Perintah Penyidikan;
(8)
Surat Perintah Tugas;
(9)
Surat izin/Surat Izin Khusus Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.
(c) 2)
Penyidik membuat Surat Tanda Penerimaan ;
Syarat Materil : (a)
Petugas
yang
penyidik
melaksanakan
penyitaan
adalah
yang mendapat perintah dalam Surat
Perintah penyidikan. (b)
Barang bukti yang disita adalah diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana,
benda yang telah dipergunakan secara
langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya,
benda yang dipergunakan
untuk menghalang-halangi
penyelidikan tindak
pidana, benda yang khusus atau
diperuntukan
melakukan tindak pidana, dan benda lain mempunyai
hubungan langsung
yang
dengan tindak
pidana yang dilakukan yang bersesuaian dengan keterangan tersangka, saksi atau alat bukti lain. b.
Langkah-langkah Penyitaan : 1)
Penyidik menunjukkan Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penyitaan kepada orang yang memiliki atau orang yang menguasai barang bukti yang akan disita;
53
2)
Penyidik mengumpulkan dan menghitung jumlah serta jenis benda/barang yang akan disita dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi;
3)
Penyidik mencatat benda/barang yang disita dalam Surat Tanda Penerimaan (STP);
4)
Penyidik mendokumentasikan benda/barang yang disita;
5)
Penyidik memasukkan barang yang disita dalam kantong barang bukti yang disegel, terhadap barang/benda yang tidak dapat dimasukkan dalam kantong disegel;
6)
Penyidik memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada Pemilik/yang menguasai benda/barang sitaan;
7) c.
Penyidik membuat Berita Acara Penyitaan.
Penyimpanan benda sitaan 1)
Penyidik
berkoordinasi
dengan
petugas
penyimpan
barang bukti (Kasat Tahti); 2)
Penyidik melakukan serah terima benda/barang sitaan dengan petugas penyimpan barang bukti dan dibuatkan Berita Acara Serah Terima.
5.
Penyitaan yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari pemblokiran harta kekayaan a.
Syarat yang harus dipenuhi : 1)
Syarat Formil : (a)
Memerlukan Surat Izin/Surat Izin Khusus Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.
(b)
Membuat
surat
perintah
penyitaan
harus
mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu : (1)
Pasal 1 butir 16 KUHAP;
(2)
Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 1, pasal 7 ayat (1) huruf d, pasal 14, pasal 40, pasal 41 dan pasal 42 KUHAP;
(3)
UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; 54
(4)
Undang-Undang yang dipersangkakan;
(5)
Undang-Undang lain yang terkait;
(6)
Laporan Polisi;
(7)
Surat Perintah Penyidikan;
(8)
Surat Perintah Tugas;
(9)
Surat izin/Surat Izin Khusus Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.
(10) Penyidik membuat Berita Acara Penitipan dan Perawatan Barang Bukti 2)
Syarat Materil : (a)
Petugas
yang
melaksanakan
penyitaan
adalah
penyidik yang mendapat perintah dalam Surat Perintah penyidikan. (b)
Barang bukti yang disita adalah diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana, benda yang telah dipergunakan secara langsung
untuk
melakukan tindak
pidana atau
untuk mempersiapkannya, benda yang dipergunakan untuk
menghalang-halangi
penyelidikan
tindak
pidana, benda yang khusus atau diperuntukan melakukan tindak mempunyai
pidana, dan benda lain yang
hubungan langsung
dengan tindak
pidana yang dilakukan yang bersesuaian dengan keterangan tersangka, saksi atau alat bukti lain. b.
Langkah-langkah penyitaan : 1)
Penyidik menunjukkan Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penyitaan kepada pihak Penyedia Jasa Keuangan tempat harta kekayaan berada;
2)
Penyidik mengkoordinasikan dengan pihak penyedia jasa keuangan bahwa setelah dilakukan penyitaan, harta kekayaan yang telah disita akan dititipkan atau tetap berada dipihak Penyedia Jasa Keuangan;
55
3)
Setelah dilakukan penyitaan membuat Berita Acara;
4)
Penyidik memberikan salinan Berita Acara Penitipan dan Perawatan Barang Bukti kepada pihak Penyedia Jasa Keuangan.
6.
Langkah penyitaan terhadap benda tidak bergerak a.
Syarat yang harus dipenuhi 1)
Syarat Formil : (a)
Surat Izin/Surat
Izin Khusus Penyitaan dari Ketua
Pengadilan Negeri setempat. (b)
Membuat
surat
perintah
penyitaan
harus
mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu : (1)
Pasal 1 butir 16 KUHAP;
(2)
Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 1, pasal 7 ayat (1) huruf d, pasal 14, pasal 40, pasal 41 dan pasal 42 KUHAP;
(3)
UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
(4)
Undang-Undang yang dipersangkakan;
(5)
Undang-Undang lain yang terkait;
(6)
Laporan Polisi;
(7)
Surat Perintah Penyidikan;
(8)
Surat Perintah Tugas;
(9)
Surat izin/Surat Izin Khusus Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat;
(10) Penyidik membuat Surat Tanda Penerimaan; 2)
Syarat Materil : (a)
Petugas penyidik
yang
melaksanakan
penyitaan
adalah
yang mendapat perintah dalam Surat
Perintah Penyidikan; (b)
Memasang plang penyitaan sesuai Surat Izin/Surat Izin Khusus dari Pengadilan Negeri setempat;
56
(c)
Barang bukti yang disita adalah diduga diperoleh dari tindakan pidana
atau sebagai hasil dari tindak
pidana, dan benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan yang bersesuaian dengan keterangan tersangka, saksi atau alat bukti lain. b.
Langkah-langkah penyitaan 1)
Penyidik menunjukkan Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penyitaan kepada orang yang memiliki atau menguasai barang bukti yang akan disita;
2)
Penyidik mencatat benda/barang yang disita dalam Surat Tanda Penerimaan (STP);
3)
Penyidik menyegel benda yang disita dan memasang Plang penyitaan dengan posisi yang mudah terlihat;
4)
Penyidik memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada pemilik/yang menguasai benda/barang sitaan;
F.
5)
Penyidik mendokumentasikan benda yang disita;
6)
Penyidik membuat Berita Acara Penyitaan
Penutup Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan
bagi
penyidik/penyidik
pembantu
dalam
melaksanakan
penyidikan
Limboto,
Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
57
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENGGELEDAHAN PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO
A.
Pendahuluan Guna menjamin pelaksanaan tugas penyidikan yang benar,
perlu
disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam melaksanakan Penggeledahan. SOP ini merupakan pedoman bagi penyidik dalam
melaksanakan
tugas
penggeledahan
yang
wajib
untuk
dilaksanakan. Standar operasional ini merupakan panduan untuk menghindarkan penyidik terhadap hal-hal yang kontra produktif yang dapat menghalangi kelancaran proses penyidikan. Dalam pelaksanaan upaya paksa melalui penggeledahan ini, ketentuan hukum acara
yang ada dalam KUHAP
maupun hukum acara Undang-Undang lainnya , menjadi dasar SOP ini sebagai otorisasi operasional penyidik B.
Tujuan Tindakan penggeledahan merupakan rangkaian atau bagian dari penyidikan.
Penggeledahan
dilakukan
dengan
pertimbangan
untuk
mencari barang bukti yang terkait dengan tindak pidana yang terjadi untuk pembuktian dalam proses penyidikan, penuntutan, dan peradilan. Penggeledahan dilaksanakan oleh penyidik/penyidik pembantu/penyelidik dengan berawal dari praduga bahwa pada tempat tinggal, tempat tertutup
lainnya,
pakaian,
badan,
atau
tempat
lain
yang
ada
hubungannya dengan tersangka guna mencari dan menemukan barang bukti yang berkaitan dengan tindak pidana yang terjadi. 58
Pembuktian terhadap tindak pidana harus dilakukan dengan proses yang benar, kesalahan terhadap proses dapat meruntuhkan pembuktian. Standar Operasional Prosedur penggeledahan ini dibuat sebagai standar bagi penyidik/penyidik pembantu/penyelidik dalam melakukan tindakan penggeledahan untuk mencari barang bukti dan sebagai
langkah
antisipasi terhadap kemungkinan adanya kesalahan Proses yang dapat mengakibatkan gugatan hukum. Standar
Operasional
Prosedur
penggeledahan
didesain
untuk
mengefektifkan koordinasi baik dalam lingkungan Polri (penyidik/penyidik pembantu/penyelidik dan atasan penyidik)
maupun
dalam lingkungan
eksternal antara lain Kejaksaan Negeri dan Pengadilan Negeri.
C.
Ruang Lingkup Standar Operasional Prosedur Penggeledahan membuat
petunjuk
dan koordinasi meliputi syarat yang harus dipenuhi, langkah-langkah penggeledahan dalam rangkaian tindakan penyidik untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal
yang
diatur
dalam
KUHAP.
Standar
Operasional
Prosedur
penggeledahan ini berlaku bagi seluruh penyidik Polri di wilayah Polres Limboto.
D.
Definisi 1.
Pengertian penggeladahan dalam Standar Operasional Prosedur ini adalah pengertian penggeledahan dalam KUHAP.
2.
Penggeledahan dalam Standar Operasional Prosedur ini adalah penggeledahan
rumah,
penggeledahan
pakaian
maupun
penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam KUHAP. 3.
Pengertian penggeledahan rumah dalam
Standar
Operasional
Prosedur ini adalah pengertian penggeledahan rumah dalam KUHAP.
59
4.
Pengertian penggeledahan pakaian maupun penggeledahan badan dalam
Standar
Operasional
Prosedur
ini
adalah
pengertian
penggeledahan badan dalam KUHAP.
E.
Petunjuk dan Koordinasi
Tindakan penggeledahan merupakan rangkaian proses pembuktian perkara yang termasuk dalam kategori upaya paksa penyidik. Dalam proses
kegiatan
penggeledahan,
penyidik
melakukan
berdasarkan
ketentuan hukum yang ada di dalam KUHAP dan hukum lainnya. Dalam
pelaksanaan
kegiatan
penggeledahan
akan
melibatkan
penyidik/penyidik pembantu dan petugas Kepolisian lainnya maupun pihak diluar institusi Kepolisian antara lain saksi, Kepala Desa / Kepala Lingkungan, penghuni rumah dan Pengadilan Negeri. 1.
Penggeledahan rumah, halaman rumah dan tempat tertutup lainnya, pakaian dan badan a.
Syarat formal yang harus dipenuhi : 1)
Dalam
Surat
Perintah
Penggeledahan
harus
mencantumkan dasar dilakukan penggeledahan yaitu : a)
Pasal 1 butir 17 dan 18 KUHAP merupakan penjelasan
tentang
apa
yang
dimaksud
penggeledahan; b)
Pasal 5 (1) huruf b pa sal 7 (1) huruf d pasal 11, pasal 32 dan pasal 37 KUHAP mengatur tentang kewenangan penyidik/penyidik pembantu dalam hal penggeledahan.
c)
Pasal 33 KUHAP mengatur tentang syarat dan tata cara penggeledahan.
d)
Pasal
34
KUHAP
mengatur
tentang
alasan
penggeledahan tanpa izin dari Ketua PN serta tindakan yang tidak diperkenankan. 60
e)
Pasal 36 KUHAP mengatur tentang pelaksanaan penggeledahan
rumah
diluar
daerah
hukum
penyidik/penyidik pembantu. f)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2)
g)
Undang-Undang yang dipersangkakan;
h)
Undang-Undang lain yang terkait;
i)
Laporan Polisi;
j)
Surat Perintah Penyidikan;
k)
Surat Perintah Tugas.
Petugas
yang
melaksanakan
penggeledahan
adalah
penyidik yang mendapat perintah dalam surat perintah penyidikan; 3)
Ijin penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri;
4)
Dalam keadaan luar biasa dan mendesak, penyidik dapat melakukan penggeledahan tanpa lebih dulu mendapat surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri, namun segera sesudah
penggeledahan,
penyidik
wajib
meminta
persetujuan Ketua Pengdilan Negeri yang bersangkutan; 5)
Penggeledahan yang secara khusus diatur oleh UndangUndang yang mengharuskan dimintakan izin lebih dulu kepada
Ketua
Pengadilan
Negeri
setempat,
maka
peyidik/penyidik pembantu terlabih dahulu memenuhi ketentuan dimaksud misalnya Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan teknologi elektrik.
b.
Syarat materiil yang harus dipenuhi Penggeledahan
dilakukan
dengan
mempertimbangkan
persesuaian alat bukti yang telah ditemukan penyidik/penyidik pembantu meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan tersangka dengan hasil olah TKP. Adapun
bentuk-bentuk
61
alat
bukti
dimaksud
meliputi
keterangan-keterangan
yang
diberikan
saksi-saksi
yang
dituangkan dalam berita acara pemeriksaan saksi, berita acara pemeriksaan ahli (pemeriksaan forensik), petunjuk, berita acara pemeriksaan
dan
pengolahan
TKP
serta
berita
acara
Perintah
Tugas,
Surat
pemeriksaan tersangka.
c.
Langkah-langkah penggeledahan 1)
Penyidik
menunjukan
Surat
Perintah Penggeledahan dan Surat Izin Pengeledahan Rumah dari Ketentuan Pengadilan Negeri setempat kepada orang yang
akan
digeledah atau orang yang
menguasai tempat tertutup serta penyampaian maksud bahwa akan dilakukan penggeledahan; 2)
Penyidik menghadirkan 2 (dua) orang saksi selama penggeledahan, terhadap penggeledahan yang tidak disetujui oleh tersangka
atau penghuni menghadirkan
Kepala Desa atau Ketua Lingkungan. 3)
Bila menemukan barang bukti yang terkait tindak pidana disita, langsung diberikan Surat Tanda Penerimaan (STP) dan dibuatkan berita
acara
penggeledahan dengan
blangko yang telah disiapkan. 4)
Melaporkan hasil pelaksanaan kepada atasan penyidik dan dibuatkan berita acara penggeledahan.
5)
Dalam penggeledahan hal tertangkap tangan tidak perlu Surat
Perintah
Penggeledahan
penggeledahan
dari
Ketentuan
setempat,
dua
hari
setelah
dibuatkan
BA
persetujuan
penggeledahan
tentang
telah
surat
izin
Pengadilan
Negeri
penggeledahan
segera
dan
dilakukan
kepada ketua Pengadilan Negeri.
62
dan
membuat
surat
penggeledahan
F.
Penutup 1.
Standar
Operasional
Prosedur
tentang
penggeledahan
ini
dikeluarkan untuk dijadikan pedoman didalam pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana. 2.
Format administrasi penyidikan berpedoman kepada Buku Petunjuk Administrasi yang berlaku.
Limboto,
Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
63
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELESAIAN DAN PENYERAHAN BERKAS PERKARA PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO
I.
Umum a.
Kegiatan penyelesaian dan penyerahan berkas perkara merupakan kegiatan akhir dalam proses penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu.
b.
Proses yang meliputi pembuatan resume, penyusunan isi berkas perkara dan penyerahan berkas perkara haruslah dilakukan secara cermat dan teliti agar berkas perkara memenuhi syarat, tersusun rapih dan sistimatis.
c.
Untuk dapat melaksanakan pembuatan resume, penyusunan isi berkas perkara dan penyerahan berkas perkara yang optimal, perlu dibuat standarisasi.
d.
Untuk kepentingan tersebut dikeluarkan ketentuan berupa Standar Operasional Prosedur ini.
II.
Maksud dan Tujuan a.
Maksud Penyusunan buku ini adalah untuk dijadikan standar bagi para penyidik dalam melakukan penyelesaian akhir dan proses penyidikan tindak pidana yang ditangani.
b.
Untuk
memperoleh
keseragaman
dalam
melaksanakan
pemberkasan sampai dengan penyerahan berkas perkaranya.
64
III.
Ruang Lingkup Ruang Lingkup Standar Operasional Prosedur ini meliputi tatacara standar dalam proses pembuatan resume, penyusunan berkas dan pelaksanaan penyerahan berkas perkara, serta penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti.
IV.
Pengertian. a.
Berkas perkara adalah kumpulan dari seluruh kegiatan dan atau keterangan yang berkaitan dengan tindakan penyidikan tindak pidana
dalam
bentuk
produk tertulis yang dilakukan oleh
penyidik/penyidik pembantu. b.
Resume adalah ikhtisar dan kesimpulan dari hasil penyidikan tindak pidana yang terjadi yang dituangkan dalam bentuk dan tertentu penulisan tertentu
c.
Berita Acara adalah Catatan atau tulisan yang bersifat otentik yang memuat kegiatan tertentu dalam penyidikan dibuat dalam bentuk tertentu oleh Penyidik atau Penyidik Pembantu atas kekuatan sumpah jabatan, diberi tanggal dan ditanda tangani oleh Penyidik atau Penyidik Pembantu dan orang yang diperiksa.
d.
Penyusunan berkas perkara adalah kegiatan penempatan urutan lembar kelengkapan administrasi penyidikan yang merupakan isi berkas perkara yang disusun dalam satu berkas perkara.
e.
Pemberkasan adalah kegiatan memberkas isi berkas perkara dengan susunan, syarat penyampulan, pengikatan dan penyegelan yang telah ditentukan serta pemberian nomor berkas perkara.
f.
Penyerahan berkas perkara, adalah tindakan penyidik untuk menyerahkan berkas perkara dan menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum atau ke Pengadilan dalam hal acara pemeriksaan cepat
sesuai
dengan
ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
65
g.
Pengembalian Berkas Perkara adalah dikembalikannya Berkas Perkara dari Penuntut Umum kepada Penyidik karena adanya kekurangan isi/materi Berkas Perkara yang perlu dilengkapi sesuai petunjuk yang diberikan.
V.
Dasar a.
Pasal 8 Ayat (2) dan (3) dan Pasal 110 Ayat (1), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
b.
Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI.
c.
Peraturan pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Acara Pidana.
d.
Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2010 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
e.
Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: M.01.PW.07/1982 tentang pedoman pelaksanaan KUHAP.
f.
Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman, Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Nomor KMA/003/SKB/II/1998, M.02.PW.07.03.Th-1998, Kep/007/JA/2/1998 Dan Pol Kep / 02 / B / 1998 Tahun 1998 tentang pemantapan keterpaduan dalam penanganan dan penyelesaian perkara-perkara pidana.
g.
Buku Petunjuk Pelaksanaan, Buku Petunjuk Lapangan, dan Buku Petunjuk Administrasi proses penyidikan Tindak Pidana, No. Pol. : Skep/1205/1X/2000, tanggal 11 September 2000.
h.
Peraturan Kapolri Nomor 12 tahun 2009 tentang pengawasan dan pengendalian penanganan perkara pidana di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
66
VI.
Penyelesaian dan penyerahan digolongkan sebagai berikut :
berkas
perkara
dapat
a.
Penyelesaian Berkas Perkara
b.
Penyerahan Berkas perkara
c.
Penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti
Penyelesaian Berkas Perkara a.
Pembuatan Berita Acara Pendapat / Resume 1)
Persyaratan a)
Syarat formal (1)
Pasal 8 Ayat (2) dan (3) dan Pasal 110 Ayat (1), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP;
(2)
Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b)
(3)
Undang-Undang yang dipersangkakan;
(4)
Undang-Undang lain yang terkait;
(5)
Laporan Polisi;
(6)
Surat Perintah Penyidikan;
(7)
Surat Perintah Tugas.
Syarat materiil (1)
Dasar : Laporan Polisi
(2)
Fakta-fakta
(3)
(a)
Memuat tindakan yang telah dilakukan
(b)
Barang bukti yang disita
(c)
Keterangan-keterangan saksi dan/atau Ahli.
Pembahasan : Memuat gambaran kostruksi tindak pidananya didasarkan pada hubungan yang logis antara fakta-fakta dengan keterangan-keterangan diperoleh,untuk dilakukan analisa meliputi :
67
(a)
Analisa kasus: -
Hubungan yang logis antara fakta-fakta yang
ada
dengan
keterangan
yang
diperoleh baik dari tersangka maupun saksi/ahli -
Hubungan keterangan yang satu dengan keterangan lainnya
- Hubungan yang logis antara barang bukti yang
ada
dengan
fakta
maupun
keterangan-keterangan yang diperoleh - Terjadinya hubungan/persentuhan antara tersangka, korban, barang bukti
dan
saksi-saksi di TKP. - Atas dasar konstruksi unsur-unsur pasal dipersangkakan berdasarkan fakta-fakta yang dibahas dalam analisa kasus.
(b)
Analisa yuridis : Memuat gambaran konstruksi unsur-unsur pasal
yang
dipersangkakan
berdasarkan
fakta yang dibahas dalam analisa kasus.
(c)
Kesimpulan: Memuat
pendapat
penyidik
berdasarkan
pembahasan yang telah dilakukan tentang sangkaan perbuatan pidana yang dilakukan oleh tersangka dan apakah perbuatan yang dilakukan tersangka telah memenuhi unsur unsur pasal dalam undang-undang atau tidak. 2)
Langkah-langkah a)
Pembuatan Berita Acara Pendapat/Resume dilakukan oleh Kanit atau Penyidik dibawah pengawasan Kanit. 68
Resume berisi tentang:
Dasar Laporan Polisi, Uraian
perkara dan pasal yang disangkakan, tempus dan locus delicty, fakta-fakta, Analisa Fakta, Analisa Yuridis, serta Kesimpulan. b)
Berita
Acara
Pendapat/Resume
ringkasan
seluruh
dilakukan
dalam
tindakan melakukan
adalah
penyidik
merupakan yang
penanganan
telah
terhadap
perkara. Oleh karena itu dalam fakta-fakta keterangan saksi-saksi maupun tersangka bukan memindahkan / menyalin isi Berita Acara Pemeriksaan, akan tetapi berisi tentang ringkasan keterangan dari saksi maupun tersangka. c)
Setelah Resume selesai dibuat, Penyidik menyerahkan kepada Kanit. Kanit melakukan penelitian terhadap Resume berkaitan dengan syarat formilnya Dasar Laporan Polisi,
yaitu:
Uraian perkara dan pasal yang
disangkakan, tempus dan locus delicty, fakta-fakta serta syarat
penulisan Resume itu sendiri. Selain itu Kanit
melakukan pengecekan terhadap syarat materiilnya yaitu korelasi antara analisa fakta dengan analisa yuridisnya terkait dengan pemenuhan unsur pasal. d)
Selesai melakukan pengecekan terhadap syarat formil dan materiil Resume, Penyidik dan Kanit membubuhkan tanda tangannya pada Resume yang telah dibuat.
b.
Penyusunan Berkas Perkara Penyusunan Berkas Perkara dilakukan dengan mempedomani Naskah Sementara Pedoman Penyidikan Tindak Pidana sesuai Skep Kabareskrim Polri No. Pol : Skep/82/XII/2006/Bareskrim tanggal 15 Desember 2006, meliputi : 1)
Penyidik melakukan penyusunan Berkas Perkara dengan uruturutan :
69
a)
Sampul Berkas Perkara.
b)
Daftar Isi Berkas Perkara.
c)
Resume.
d)
Laporan Polisi
e)
Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan
f)
Surat Perintah Penyidikan.
g)
Surat Perintah Tugas
h)
Pencegahan/Penangkalan dari Imigrasi
i)
Pencegahan/Penangkalan dari Jaksa Agung RI
j)
Daftar Pencarian Orang.
k)
Surat Perintah Penangkapan
l)
Berita Acara Penangkapan
m)
Surat Perintah Penahanan
n)
Berita Acara Penahanan
o)
Surat Pemberitahuan Kepada Keluarga Tersangka.
p)
Surat Perintah Penangguan penahanan
q)
Berita Acara Penangguhan Penahanan
r)
Surat Perintah Pengalihan Jenis Penahanan
s)
Berita Acara Pengalihan Jenis Penahanan
t)
Surat Perintah Pembantaran Penahanan.
u)
Berita Acara Pembantaran Penahanan.
v)
Surat Perintah perpanjangan penahanan dari Kejaksaan
w)
Surat Perintah perpanjangan penahanan dari Pengadilan
x)
Surat Perintah perpanjangan penahanan
y)
Berita Acara Perpanjangan Penahanan
z)
Surat Perintah Pengeluaran Penahanan
aa) Berita Acara Penggeluaran Penahanan bb) Surat Perintah Pengge ledahan cc)
Berita Acara Penggeledahan
dd) Surat Persetujuan Penggeledahan dari Ketua PN ee) Surat Perintah Penyitaan ff)
Surat Persetujuan Penyitaan/ Ijin Khusus Penyitaan dari
70
Ketua PN gg) Surat Tanda Penerimaan (STP) Barang-Bukti. hh) Berita Acara Penyitaan ii)
Surat Panggilan
jj)
Surat Perintah membawa tersangka /saksi
kk) Berita Acara Saksi-Saksi ll)
Berita Acara Keterangan Ahli
mm) Foto Copy Identitas (KTP/SIM/Pasport) Tersangka nn) Berita Acara Tersangka oo) Dokumen-Dokumen Barang Bukti pp) Daftar Saksi. qq) Daftar Tersangka rr)
Daftar Barang-Bukti.
ss) Dokumen lainnya yang perlu dilampirkan. 2)
Setelah
selesai
dilakukan
penyusunan
berkas
perkara,
penyidik melakukan penelitian terhadap isi berkas perkara berkaitan dengan kelengkapan formil seperti tanda tangan dan cap/stempel kesatuan pada setiap lembar administrasi penyidikan maupun, berita acara yang telah dibuat, serta kelengkapan materiilnya. 3)
Setelah diteliti, penyidik mengajukan berkas perkara yang telah disusun namun belum dijilid kepada Kanit untuk diteliti kembali
berkaitan dengan kelengkapan formil,
materiil
maupun syarat penyusunan berkas perkara (vide Petunjuk Teknis Penyidikan Tindak Pidana).
Selain itu penyidik
mengajukan Surat Pengantar Pengiriman Berkas Perkara ke Penuntut Umum kepada Kanit untuk otentikasi paraf di kolom konseptor 4)
Selanjutnya Kanit membubuhkan tanda tangan pada Sampul Berkas Perkara (bagian dalam) dan kemudian mengajukan
71
berkas perkara yang belum dijilid dengan Surat Pengantar Pengiriman Berkas Perkara kepada Penuntut Umum secara berjenjang kepada : a)
Urmin, untuk melakukan penelitan terhadap
Surat
Pengantar Pengiriman Berkas Perkara ke Penuntut Umum dan untuk otentikasi membubuhkan paraf pada kolom Urmin. b)
Kaur Bin Ops, untuk melakukan penelitan terhadap Surat
Pengantar
Pengiriman
Berkas
Perkara
ke
Penuntut Umum dan untuk otentikasi membubuhkan paraf pada kolom Kaur Bin Ops. c)
Kasat Reskrim, wajib membaca Resume yang memuat fakta-fakta
penyidikan,
pembuktian Tindak
Pembahasan
mengenai
Pidana yang dipersangkakan dan
Analisis Yuridis dan konstruksi hukum penerapan pasal yang dipersangkakan, kemudian bila telah disetujui maka untuk otentikasi Kasat membubuhkan paraf pada arsip Surat serta membubuhkan tanda tangan pada Surat Pengiriman Berkas Perkara ke Penuntut Umum. d)
Apabila dalam proses penelitian kembali Berkas Perkara ditemukan adanya koreksi yang diperlukan dalam setiap tahapan yang dilalui, maka Berkas Perkara dikembalikan lagi kepada penyidik untuk diperbaiki.
5)
Setelah Kasat menandatangani Surat Pengiriman Berkas Perkara ke Penuntut Umum, penyidik menggandakan Berkas Perkara menjadi 4 (empat) rangkap kemudian menjilid dan me-lak Berkas Perkara serta memberikan nomor register Berkas.
Penyerahan Berkas Perkara Kepada Penuntut Umum Penyerahan Berkas Perkara kepada Penuntut Umum dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
72
a.
Membuat surat pengantar pengiriman berkas perkara ke Penuntut Umum
(sesuaikan
levelering)
dengan
melampirkan
Berkas
perkaranya. b.
Mengirim berkas perkara kepada JPU dengan menggunakan surat pengantar dan buku Register Pengiriman Berkas Perkara.
c.
Bukti Pengiriman/Tanda Terima dari TU atas pengiriman berkas perkara.
d.
Koordinasi dengan JPU.
e.
Penelitian Berkas Perkara oleh JPU.
f.
Pengembalian Berkas Perkara dari JPU kepada Penyidik (P.18 dan P.19).
g.
Pemenuhan petunjuk JPU.
h.
Buat surat pengantar pengiriman kembali berkas perkara kepada JPU.
i.
Pengiriman
Kembali
Berkas
perkara
kepada
JPU
dengan
menggunakan surat pengantar dan buku register pengiriman berkas perkara. j.
Bukti pengiriman/ tanda terima pengiriman kembali berkas perkara.
Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti Setelah berkas perkara dinyatakan lengkap oleh Penuntut Umum (P.21) dilanjutkan dengan penyerahan tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum, yang dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : a.
Membuat surat pengantar pengiriman tersangka dan barang bukti.
b.
Meneliti kembali/mempersiapkan
tersangka dan barang-bukti
yang akan diserahkan tanggung jawabnya kepada JPU. c.
Koordinasi dengan JPU untuk menentukan waktu
penyerahan
Tersangka dan Barang bukti. d.
Mempersiapkan transportasi dan akomodasi untuk penyerahan tersangka dan barang bukti kepada JPU.
73
e.
Menyerahkan tersangka dan barang bukti dilengkapi dengan surat pengantar pengiriman tersangka dan barang bukti.
f.
Membuat berita acara serah terima tersangka dan barang bukti yang ditandatangani oleh penyidik dan JPU.
g.
Membuat laporan hasil pelaksanaan tugas penyerahan tersangka dan barang bukti kepada pimpinan.
VII.
Penyelenggaraan Administrasi Umum mempedomani Jukmin yang berlaku di lingkungan Poiri.
VIII. Penyelenggaraan Naskah
Administrasi
Penyidikan
mempedomani
Sementara Pedoman Penyelenggaraan Administrasi
Penyidikan Tindak Pidana. XIV. Penutup Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan
bagi
penyidik/penyidik
pembantu
dalam
melaksanakan
penyidikan
Limboto,
Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
74
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENERIMAAN DAN PENANGANAN PENGADUAN KOMPLAIN MASYARAKAT/PUBLIC COMPLAIN PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO
I.
Pendahuluan 1.
Umum a.
Dalam rangka menampung, melayani dan menangani keluhan masyarakat, dengan meningkatkan citra pelayanan cepat, tepat, profesional, akuntabel, selaras dengan Transparansi penyidikan;
b.
Sebagai langkah penjabaran transparansi penyidikan, guna meningkatkan kepercayaan masyarakat pada Kesatuan Reskrim Polri semua tingkat, perlu menampung keluhan masyarakat dengan membentuk wadah penerimaan komplain masyarakat (Public Complain);
c.
Agar pengaduan komplain masyarakat mendapatkan pelayanan yang cepat, tuntas dan memberikan kepastian dibuat Standard Operasional Prosedur (SOP) Penerimaan dan Penanganan Pengaduan Komplain Masyarakat (Public Complain) guna dipedomani oleh Penyidik Polri.
2.
Dasar a.
Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
b.
Undang-Undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI;
75
c.
Keputusan
Kapolri
No.
Pol.
:
Kep/22/VI/2004
tentang
Perubahan atas Keputusan Kapolri No. Kep/30/VI/2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan-satuan organisasi pada tingkat Mabes Polri; d.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol.: 15 tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Penyidik Kepolisian Republik Indonesia tanggal 6 November 2006;
e.
Peraturan
Kepala
Kepolisian
Negara
Republik
Indonesia
tentang Pedoman Penyidikan Tindak Pidana; f.
Pedoman pengawas penyidikan (naskah sementara) tanggal 1 Januari 2008.
3.
Maksud dan Tujuan a.
Maksud SOP ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman terhadap penerimaan dan penanganan pengaduan komplain masyarakat / Public complain di Satuan Reserse Kriminal Polres Limboto.
b.
Tujuan SOP ini bertujuan agar setiap penerimaan dan pengaduan komplain masyarakat/Public complain dapat ditangani secara cepat, tuntas dan memberikan kepastian.
4.
Ruang Lingkup Ruang lingkup SOP ini meliputi penerimaan dan penanganan pengaduan komplain masyarakat/Pubilc complain dari berbagai sumber yang masuk pada Sat Reskrim Polres Limboto, yang sudah diterima laporannya, dituangkan dalam Laporan Polisi, ditangani oleh Penyidik
Polri,
(tidak termasuk perkara SP3, dalam persidangan
pidana dan yang sudah mendapat keputusan/memperoleh kekuatan hukum yang tetap/incrach).
76
5.
Pengertian a.
Pengaduan komplain masyarakat adalah pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat yang datang langsung atau melalui surat, SMS, e-Mail atau telepon diterima Sat Reskrim Polres Limboto, yang sudah diterima laporannya tertuang dalam Laporan Polisi dan ditangani oleh penyidik Sat Reskrim (tidak termasuk perkara yang sudah dihentikan penyidikannya, dalam proses sidang pengadilan pidana, atau perkara yang sudah mendapat keputusan / memperoleh kekuatan hukum yang tetap/Incrach);
b.
Petugas penerima pengaduan komplain masyarakat selanjutnya disebut Petugas adalah Personil Sat Reskrim yang ditunjuk berdasarkan
Skep/Sprin Kasat Reskrim ditugaskan untuk
menerima, merespon pengaduan komplain masyarakat; c.
Pengawas Penyidik adalah Personil Sat Reskrim Polres Limboto yang
ditunjuk
berdasarkan
Skep/Sprin
Kasat
Reskrim,
ditugaskan untuk menindaklanjuti, menangani pengaduan komplain masyarakat; d.
Atasan penyidik adalah atasan penyidik secara hirarkhi pada Sat Reskrim.
II.
Mekanisme Penerimaan Dan Penanganan 1.
Pada prinsipnya pengaduan komplain masyarakat yang diterima dari masyarakat yang datang langsung dan atau melalui Instansi, Badan, Lembaga diluar Polri, disalurkan dari Kapolres, Wakapolres, guna dilakukan tindaklanjut penanganan komplain masyarakat yang dikoordinasi oleh Kaur Bin Ops;
2.
Pengaduan Komplain Masyarakat meliputi 2 jenis yaitu: datang langsung ke Sat Reskrim Polres Limboto dan atau melalui surat dari berbagai sumber atau melalui SMS atau e-Mail, atau telepon.
77
a.
Datang langsung ke Sat Reskrim Polres Limboto. 1)
Pengaduan Komplain Masyarakat yang datang langsung ke Sat Reskrim Polres Limboto, diterima langsung oleh Petugas penerima pengaduan masyarakat dan segera diklarifikasi kepada/dengan penyidik yang menangani perkaranya
atau
Pengawas
Penyidik,
dengan
hasil
klarifikasi dapat berupa : a)
Kepada pengadu disampaikan rekomendasi/saran : (1)
Dipertemukan langsung dengan Penyidik yang menangani, bila perkaranya ditangani oleh Sat Reskrim Polres Limboto;
(2)
Perlu waktu untuk dilaksanakan gelar perkara;
(3)
Perlu supervisi atau diminta laporan kemajuan;
(4)
Dapat
diketahui
langsung
melalui
sarana
SPPKP. b)
Dibuat rekomendasi kepada Kasat Reskrim melalui Kaur Bin Ops, dapat berupa : (1)
Perlu
klarifikasi,
langsung kepada
pendalaman,
mengecek
Penyidik yang menangani
perkara dijembatani oleh Pengawas Penyidik; (2)
Dimintakan laporan kemajuan perkembangan perkara;
2)
(3)
Perlu dilakukan gelar perkara;
(4)
Perlu dilakukan supervisi.
Hasil tindak lanjut : a)
Dilaporkan kepada Kasat Reskrim melalui Kaur Bin Ops ;
b)
Dibuat arahan Kasat Reskrim kepada Kanit langkah tindak lanjut penanganan perkara yang diadukan complain;
c)
Dibuat surat balasan atau jawaban kepada Instansi, Badan, Lembaga , sesuai masalah yang diadukan; 78
d)
Disampaikan SP2HP dari penyidik kepada pengadu / pelapor, (SP2HP ditanda tangani oleh Kasat).
3)
Apabila pengadu komplain, mengadukan perkara yang penanganannya oleh Satuan Kewilayahan, akan direspon dengan meminta laporan kemajuan penanganan perkara, atau diundang gelar perkara di Sat Reskrim Polres Limboto atau dilakukan supervisi dan atau gelar perkara di Kewilayahan
(Polsek),
dan
akan
ditindak
lanjuti,
disampaikan jawaban kepada pengadu komplain.
b.
Pengaduan Komplain melalui surat dari berbagai sumber (Masyarakat, Lembaga/Instansi/Departemen dan Satuan Kerja Lingkup Polda).
1)
Komplain surat dari berbagai Sumber diteruskan kepada Sat Reskrim : a)
Dari Masyarakat (Perorangan, Perseroan, Kuasa Hukum/Advokat, LSM);
b)
Dari Masyarakat kepada Presiden, Departemen / Kementerian
(Setneg
RI,
Seskab,
Polhukam,
Depdagri, Depkumham, dst); c)
Dari Masyarakat kepada Institusi/Badan/Lembaga Non
Departemen
(DPR-RI,
KOMNAS
HAM,
OMBUDSMAN, MK, KOMPOLNAS, dst); d)
Dari Masyarakat kepada Satuan Kerja lingkup Mabes Polri (Irwasum Polri, Divisi Binkum Polri, Divisi Propam Polri, dst).
e)
Dari Masyarakat kepada Satuan Kerja lingkup Polda Gorontalo.
79
2)
Diterima dari Direktorat Reserse Kriminal Polda Gorontalo. a)
Surat pengaduan komplain yang diterima dan sudah ada petunjuk/arahan dalam disposisi dari Kapolres, Wakapolres, dilakukan tindaklanjut sesuai prosedur sebagai berikut : (1)
Ditunjuk Pengawas Penyidik untuk mempelajari, menganalisis, menangani dan mengkordinasikan dengan penyidik ;
(2)
Dilakukan gelar perkara di Dit Reskrim Polda Gorontalo;
(3)
Dilakukan supervisi dan atau gelar perkara di Satuan Kewilayahan;
(4)
Diminta laporan perkembangan penanganan perkara;
(5)
Menanggapi komplain dengan membuat surat sebagai jawaban;
(6)
Bila
bobot perkara yang diadukan komplain
cukup untuk direspon oleh Satuan Kewilayahan, maka surat pengaduan komplain dilimpahkan ke Satuan Kewilayahan untuk direspon dan ditindak lanjuti. b)
Hasil tindak lanjut. (1)
Dilaporkan kepada Direktur Reserse Kriminal Polda Gorontalo;
(2)
Dilaporkan kepada Kapolda/Wakapolda (bila dianggap
perlu
diketahui
dan
diambil
kebijakan); (3)
Disampaikan
penjelasan
kepada
Lembaga
Badan
Departemen yang
/
/
Instansi/
mengaharapkan informasi sebagai jawaban; (4)
Disampaikan
SP2HP
pelapor / pengadu. 80
dari
penyidik
kepada
(5)
Disampaikan
penjelasan
kepada
Pengadu
sebagai jawaban.
c.
Pengaduan Komplain melalui SMS, E-MAIL dan Telepon. a)
Penerimaan pengaduan komplain melalui SMS dan EMail. (1)
Petugas serta
menerima dan membuka SMS, E-Mail, diprint (print out), dibuatkan pengantar
dalam bentuk Nota Dinas; (2)
Ajukan kepada Kaur Bin Ops atau dapat diajukan kepada
Kasat
Reskrim
untuk
mendapatkan
petunjuk / disposisi; (3)
Ditugaskan kepada Petugas Penerima Pengaduan Komplain untuk klarifikasi kepada penyidik (apabila perkaranya ditangani di Sat Reskrim);
(4)
Ditunjuk
Pengawas
Penyidik
untuk
cek/klarifikasi dengan penyidik, atau minta
cross
klarifikasi,
laporan kemajuan penanganan
perkara,
apabila perkaranya ditangani oleh Kewilayahan; (5)
Dapat dilakukan gelar perkara dalam kurun waktu 1 – 2 minggu.
b)
Penerimaan pengaduan komplain melalui Telepon. (1)
Petugas
menerima
dituangkan dalam
telepon, Nota Dinas
Kasat Reskrim untuk
dicatat
kemudian
diajukan kepada
mendapatkan
petunjuk /
disposisi; (2)
Pengaduan Komplain memuat : (a)
Identitas pengadu komplain (nama lengkap, pekerjaan dan alamat);
(b)
Komplain
berhubungan
dengan
perkara
apa, No LP/Bukti Laporan/STPL, ditangani
81
Kesatuan
Kepolisian
mana,
serta
Tim
Penyidik atau Penyidik; (c)
Yang
dikomplain
permasalahan
apa,
hubungannya dengan penanganan perkara. (3)
Ditugaskan kepada Petugas Penerima Pengaduan Komplain untuk klarifikasi kepada penyidik Sat Reskrim
Polres
Limboto
(apabila
perkaranya
ditangani di Sat Reskrim Polres Limboto); (4)
Ditunjuk Pengawas Penyidik untuk cross cek / klarifikasi dengan penyidik Sat Reskrim Polres Limboto
atau
klarifikasi/minta
perkembangan penanganan
laporan
perkara, apabila
perkaranya ditangani oleh Kewilayahan; (5)
Dapat dilakukan gelar perkara dalam kurun waktu 1 – 2 minggu.
c)
Hasil tindak lanjut. (1)
Petugas penerima komplain melaporkan tertulis kepada Kaur Bin Ops dan diteruskan kepada Kasat Reskrim;
(2)
Diteruskan Laporan kepada Kapolres, Wakapolres (bila perlu diketahui untuk mendapatkan arahan / kebijakan);
(3)
Disampaikan penjelasan kepada pengadu komplain sebagai jawaban melalui surat atau melalui SMS, atau E-mail;
(4)
Surat Jawaban harus dicatat dalam Register dan diberi Nomor, tanggal, tertanda/ditanda tangani dan stempel kesatuan kepolisian.
82
III. Tempat, Ruang Dan Sarana, Personil / Petugas Penerima Pengaduan Komplain Masyarakat. 1.
Tempat dan Ruang Penerimaan Pengaduan Komplain Masyarakat; a.
Di Satuan Reskrim Tempat
kedudukan
Penerimaan
pengaduan
komplain
Masyarakat berada di Ruang Piket Sat Reskrim Polres Limboto dan ruangan penerimaan bergabung dengan Ruang Pengawas Penyidikan atau Ruangan
lain yang sudah ditentukan,
didukung dengan sarana pendukung operasionalnya. b. Di Kesatuan Kewilayahan. 1)
Tempat kedudukan Penerimaan pengaduan komplain Masyarakat berada di Polsek;
2)
Ruang Penerimaan pengaduan komplain masyarakat yang telah ditentukan berada pada Unit Reskrim Polsek, didukung dengan sarana pendukung operasionalnya.
2.
Untuk keseragaman penyebutan, pertama kali ditetapkan nama : Ruang “PENGADUAN KOMPLAIN MASYARAKAT (PUBLIC COMPLAIN)”
3.
Personil/Petugas Penerima Pengaduan Komplain Masyarakat. a.
Pada Sat Reskrim Polres Limboto ; 1)
Petugas adalah personil Sat Reskrim Polres Limboto ditunjuk berdasarkan Surat Perintah Kasat Reskrim terdiri 2 (dua) orang berpangkat Brigadir Polisi/PNS golongan II;
2)
Petugas penerima pengaduan komplain masyarakat pada poin 1), melaksanakan tugas dari jam 08.00 – 15.00 Wita.
b.
Tingkat Polsek a)
Petugas adalah personil Unit Reskrim Polsek ditunjuk berdasarkan Surat Perintah Kapolsek;
b)
Petugas
penerima
pengaduan komplain masyarakat,
melaksanakan tugas dari 08.00 – 15.00 Wita.
83
IV. Pengawasan Dan Pengendalian
1.
Setiap
memberikan
respon
/
menindaklanjuti
atau
selesai
menindaklanjuti pengaduan komplain masyarakat, Petugas dan atau Pengawas penyidik yang ditunjuk bertanggung jawab melaporkan secara tertulis kepada Kasat Reskrim; 2.
Setiap
memberikan
respon
/
menindaklanjuti
atau
selesai
menindaklanjuti pengaduan komplain masyarakat, Petugas dan atau Pengawas penyidik yang ditunjuk pada Kesatuan Kewilayahan, bertanggung jawab melaporkan secara tertulis : a.
Kepada Kapolda melalui Direktur Reserse Kriminal Polda Gorontalo;
b. 3.
Kepada Kapolres melalui Kasat Reskrim dan.
Petugas dan pengawas penyidik membuat rekap setiap bulan sebagai pertanggungjawaban atas pelayanan kepada masyarakat berkaitan dengan penerimaan dan penanganan pengaduan komplain masyarakat, serta tindak lanjutnya.
V.
Administrasi 1.
Administrasi berkaitan dengan penerimaan pengaduan complain masyarakat, penanganan dan tindak lanjut kepada
pengadu
komplain,
mempedonani
dengan petunjuk Administrasi
umum
atau Surat Jawaban dan
menyesuaikan
Polri dan atau Administrasi
penyidikan Polri, serta dicatat dalam register; 2.
Kebutuhan
sarana
prasarana,
ATK
dan
kesatuan-kesatuan Reskrim sesuai tingkatan.
84
dukungan
Anggaran
VI. Penutup Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan
bagi
penyidik/penyidik
pembantu
dalam
melaksanakan
penyidikan
Limboto,
Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
85
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR LIMBOTO
PEDOMAN
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SP2HP PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO
I.
Pendahuluan 1.
Umum a.
Harus disadari bahwa proses penyidikan yang dilaksanakan oleh penyidik Polri selama ini dirasakan masih jauh dari harapan masyarakat, hal ini ditandai dengan masih adanya komplain atau pengaduan terhadap terjadinya penyalahgunaan wewenang, keterlambatan penyelesaian perkara dan sebagainya. Kondisi seperti ini merupakan salah satu indikator belum dapat diwujudkannya kepastian hukum dan pelayanan Polri yang belum memenuhi harapan masyarakat;
b.
Sejalan dengan era globalisasi dan transparansi (keterbukaan informasi
publik),
kecendrungan
semakin meningkatnya
tuntutan masyarakat terhadap kinerja Polri, maka Polri dalam hal
ini
penyidik
dituntut
untuk
terus
meningkatkan
kemampuan (profesionalisme) dan mereformasi birokrasi dalam proses penyidikan untuk membangun kepercayaan masyarakat (trust building); c.
Untuk
mengimplementasikan
Program
Kerja
Akselerasi
Tranformasi Polri menuju Polri yang mandiri, profesional dan dipercaya masyarakat, maka Sat Reskrim Polres Limboto dan jajarannya dituntut untuk segera merubah mindset dan 86
perilaku dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat
pencari keadilan dari yang selama ini terkesan dilakukan dengan cara pendekatan kekuasaan (minta dilayani) menjadi pendekatan yang sifatnya pro-aktif (melayani) sehingga pada gilirannya akan terbangun kepercayaan ( trust
building )
masyarakat terhadap kinerja Polri khususnya Reserse; d.
Dalam
upaya
percepatan
kepercayaan masyarakat
membangun
tersebut,
dan
serta dalam
meraih rangka
mengantisipasi perkembangan lingkungan strategis, Kapolri telah
merumuskan
kebijakan
dalam
bentuk
Reformasi
Birokrasi dengan me-launching Program Quick Wins Fungsi Reskrim yaitu : “PEMBERIAN PELAYANAN KEPADA PIHAK YANG
SEDANG
PROSES
MEMPERJUANGKAN
PENYIDIKAN
MELALUI
SECARA
PEMBERIAN
SURAT
KEADILAN
DALAM
BERKESINAMBUNGAN PEMBERITAHUAN
PERKEMBANGAN HASIL PENYIDIKAN (SP2HP)”. Sebagai konsekwensi dari ditetapkannya Program Unggulan Quick Wins tersebut, maka setiap proses penyidikan dimulai sejak diterimanya Laporan Polisi sampai dengan Pelimpahan Berkas
Perkara
ke
JPU
harus dilaksanakan secara
profesional, proporsional, obyektif dan transparan yang kesemua excellence”
kegiatannya tergambar dalam
“strive
for
(pelayanan kepada masyarakat yang unggul /
prima);
e.
Guna kelancaran pelaksanaan dari Program Quick Wins melalui penerbitan SP2HP, Olah TKP dan Penanggulangan Teror oleh Fungsi Reskrim dalam setiap proses penyidikan diperlukan pedoman bagi para penyidik/penyidik pembantu di seluruh jajaran Sat Reskrim Polres Limboto.
87
2.
Dasar a.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
b.
Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
R.I; c.
Keputusan Kapolri No.Pol.: Kep / 37 / X / 2008 tanggal 27 Oktober 2008 tentang Program Kerja Akselerasi Transformasi Polri Menuju Polri yang Mandiri, Profesional dan Dipercaya Masyarakat;
d.
Surat Telegram Kabareskrim Polri No. Pol.: STR/33/RA/I/2009 tanggal 14 Januari 2009 tentang Mekanisme dan Tahapan Pemberian
Pelayanan
kepada
pihak
yang
sedang
memperjuangkan Keadilan dalam Proses Penyidikan melalui SP2HP.
3.
Maksud dan Tujuan
a.
Maksud Maksud penyusunan buku ini adalah sebagai pedoman bagi para penyidik/penyidik pembantu dalam mememberikan pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan selama proses penyidikan
atas
menginformasikan
perkara setiap
yang tahap
dilaporkan perkembangan
dengan hasil
penyidikan yang telah dilakukan melalui pengiriman SP2HP.
b. Tujuan Terwujudnya
mekanisme
penyidikan
yang
profesional,
proporsional, obyektif, transparan dan akuntabel serta tidak diskriminatif sehingga dapat memberikan jaminan adanya kejelasan dan kepastian hukum berperkara.
88
bagi pihak-pihak yang
4.
Ruang Lingkup Pedoman pelaksanaan program quick wins ini meliputi petunjuk tentang tata cara pemberian surat pemberitahuan perkembangan hasil
penyidikan (SP2HP)
kepada
pelapor/korban yang harus
dilakukan oleh para penyidik/penyidik pembantu sesuai tahapantahapan dan waktu yang telah ditetapkan.
5.
Asas-asas dan pengertian-pengertian a.
Asas- asas 1)
Legalitas, yaitu setiap tindakan penyidikan senantiasa berdasarkan peraturan perundang-undangan;
2)
Proporsional, tugasnya
yaitu
sesuai
setiap
legalitas
penyidik melaksanakan kewenangannya
masing-
masing; 3)
Kepastian
hukum,
dilakukan
untuk
yaitu
setiap
menjamin
tindakan
tegaknya
penyidik
hukum
dan
keadilan; 4)
Kepentingan umum, yaitu setiap penyidik Polri lebih mengutamakan
kepentingan
umum
dari
pada
kepentingan pribadi dan/atau golongan; 5)
Efektifitas dan efisiensi waktu penyidikan, yaitu dalam proses penyidikan, setiap penyidik wajib menjunjung tinggi
efektivitas
sebagaimana
dan
diatur
efisiensi dalam
waktu
penyidikan
peraturan-pratuaran /
perkap Kapolri yang berlaku; 6)
Kredibilitas, yaitu setiap penyidik memiliki kemampuan dan ketrampilan yang prima dalam melaksanakan tugas penyidikan;
7)
Transparan
yaitu,
memperhatikan
asas
setiap
keterbukaan
informatif bagi pihak-pihak terkait;
89
tindakan dan
penyidik bersifat
8)
Akuntabilitas yaitu, setiap penyidik dapat memper tanggung jawabkan
tindakannya
secara yuridis,
administrasi dan tehknis. b.
Pengertian-pengertian 1)
Cepat yaitu pelapor/pengadu terlayani dengan segera dan
profesional
sesaat
setelah
menyampaikan
laporannya dengan kretaria sebagai berikut : a)
Adanya kesigapan, kesiapan, dan sikap proaktif dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat yang menyampaikan laporan/pengaduan;
b)
Penyidik segera membuatkan laporan polisi dan memberikan surat tanda bukti laporan (STBL) kepada pelapor;
c)
Penyidik segera mendatangi TKP untuk laporan kasus yang memerlukan olah TKP;
d)
Penyidik segera memeriksa pelapor/saksi yang ada dan dituangkan kedalam BAP;
e)
Penyidik melakukan penelitian terhadap laporan yang diterima untuk menentukan status laporan tersebut;
f)
Atasan penyidik segera mengirimkan SP2HP kepada
pelapor
mengenai
status
laporan,
identitas penyidik yang menangani dan rencana tindak lanjut proses laporan tersebut.
2)
Tepat yaitu segala upaya/tindakan yang dilakukan penyidikan didasari profesional, proporsional, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dengan kreteria sebagai berikut : a)
Tindakan penyidikan yang terarah dan terukur didasari
3T
(tepat sasaran, tepat alasan dan
tepat dasar hukumnya); 90
b)
Setiap
tindakan
penyidikan
didukung
oleh
administrasi penyidikan; c)
Tindakan upaya paksa oleh penyidik dilakukan sesuai urutan tindakan-tindakan yang telah diatur dalam juklak/juknis yaitu dimulai dari tindakan persuasif sampai dengan tindakan represif.
3)
Transparan yaitu adanya keterbukaan dalam proses penyidikan
melalui
perkembangan pelaksanaan
penyampaian
hasil
penyidikan
pengawasan
penyidikan
pemberitahuan (SP2HP) dari
dan seluruh
tahapan tahapan penindakan yang dilakukan oleh penyidikan baik melalui surat maupun gelar perkara, kegiatan yang dilakukan : a)
Dalam penerimaan laporan petugas membacakan kembali isi laporan yang diterima dan dipahami oleh pelapor kemudian ditanda tangani bersama;
b)
Selama
dalam
penyelidikan
proses dan
mendapatkan
penelitian penyidikan
informasi
laporan, pelapor
perkembangan
penyidikan melalui SP2HP; c)
Sejak proses kepenyidikan sudah diawasi oleh Pengawas Penyidik.
4)
Akuntabel yaitu segala tindakan yang telah dilakukan sesuai
dengan
prosedur,
terukur,
tindakan
tidak
bertentangan dengan hukum dan dapat dipertanggung jawabkan kepada publik/umum; 5)
Perkara mudah yaitu apabila : a)
Saksi-saksi ada dan tempat tinggalnya masih dalam wilayah satu Kecamatan dengan kantor penyidik; 91
b)
Barang buktinya mudah didapat;
c)
Petunjuk yang ada terdapat kesesuaian antara keterangan para saksi, tersangka dan barang bukti yang ditemukan;
d)
Tidak
memerlukan
keterangan
ahli,
namun
apabila diperlukan ahli tersedia di wilayah hokum penyidik; e)
Tersangkanya tertangkap tangan/menyerahkan diri / keberadaan dan identitasnya diketahui serta mudah ditangkap;
f)
TKP mudah dijangkau dan masih dalam keadaan utuh serta tidak diperlukan olah TKP atau tidak diperlukan juga bantuan tehnis dalam olah TKP;
g)
Tidak diperlukan peranan lembaga lain dalam proses
penyidikan/kalau
diperlukan
tersedia
dalam wilayah hukum penyidik.
6)
Perkara sedang yaitu apabila : a)
Saksi-saksi ada dan tempat tinggalnya masih dalam wilayah satu Kabupaten dengan kantor penyidik;
b)
Barang
buktinya
mudah
didapat
dan
ada
petunjuk yang berkaitan dengan keterangan saksi, barang bukti dan tersangka; c)
Tidak diperlukan keterangan ahli, namun apabila diperlukan
ahli
tersedia
di
wilayah
hukum
penyidik; d)
Tersangka
tidak
terganggu
kesehatannya,
keberadaan dan identitasnya sudah diketahui serta
mudah
ditangkap, tidak merupakan
bagian dari kejahatan terorganisir, jumlahnya tidak lebih dari 3 orang;
92
e)
TKP mudah dijangkau dan masih utuh serta diperlukan olah TKP dan bantuan tehnis dalam olah TKP;
f)
Diperlukan peralatan khusus Kepolisian dalam proses penyidikan dan peran lembaga lain.
7)
Perkara sulit yaitu apabila : a)
Tempat tinggal saksi berada dalam satu Provinsi dengan kantor penyidik, jumlahnya kurang dari 2 orang, saksi bukan merupakan sumber pertama, saksi berhubungan dengan lembaga lain dan untuk melakukan pemeriksaan saksi diperlukan prosedur birokrasi khusus;
b)
Sangat
diperlukan
bukti
surat
dan
untuk
mendapatkannya diperlukan izin khusus; c)
Terdapat
sebagian petunjuk
yang berkaitan
dengan keterangan para saksi dengan barang bukti namun belum mengarah pada tersangka atau sebaliknya; d)
Diperlukan beberapa keterangan ahli, sedangkan ahli tersebut belum tersedia diwilayah penyidik;
e)
Tersangka belum diketahui identitasnya atau tersangka
terganggu
kesehatannya
atau
tersangka dilindungi kelompok tertentu atau tersangka memiliki jabatan tertentu yang dalam pemeriksaan diatur oleh Undang-Undang atau jumlah tersangkanya lebih dari 4 orang; f)
TKP sukar dijangkau, jauh dari kantor penyidik dan TKP sudah dalam keadaan tidak utuh, diperlukan pengolahan TKP, diperlukan bantuan tehnis untuk olah TKP, diperlukan pengamanan khusus terhadap TKP dan TKP lebih dari satu lokasi dalam wilayah hukum penyidik; 93
g)
Barang
bukti
sulit
didapat,
barang
bukti
memerlukan pemeriksaan secara forensik/ahli, barang bukti memerlukan pengamanan khusus, barang bukti memerlukan pengangkutan dan atau memerlukan tempat penyimpanan khusus; h)
Diperlukan peralatan khusus
Kepolisian dan
peran dari lembaga lain.
8)
Perkara sangat sulit yaitu apabila : a)
Tempat tinggal saksi berada di luar provinsi atau luar negeri, atau alamatnya tidak jelas (daerah terpencil), jumlah saksi kurang dari 2 orang atau saksi berhubungan dengan lembaga lain;
b)
Adanya birokrasi perizinan dalam menghadirkan saksi atau saksi diperlukan pengamanan khusus atau saksi dalam keadaan sakit-sakitan;
c)
Bukti-bukti berupa surat atau dokumen sulit ditemukan
atau
untuk
mendapatkan
bukti
diperlukan izin khusus atau bukti perlu diperiksa secara forensik; d)
Petunjuk
yang
keterkaitan
ada
antara
belum
memperlihatkan
keterangan
para
saksi,
tersangka dan barang bukti; e)
Sangat diperlukan keterangan ahli dimana ahli tersebut harus didatangkan dari luar provinsi atau luar negeri;
f)
Tersangka belum diketahui identitasnya, atau tersangka
terganggu
dilindungi
oleh
kesehatannya
kelompok
atau
tertentu,
jumlah
tersangka lebih dari 4 orang, memerlukan izin khusus
untuk
tersangka
94
memeriksa
merupakan
tersangka
bagian
dari
atau
sindikat
kejahatan
atau
warga
negara
asing
atau
tersangka melarikan diri; g)
TKP sukar dijangkau, jauh dari kantor penyidik atau
tidak
utuh
diperlukan
pengolah
TKP,
diperlukan bantuan tehnis olah TKP, diperlukan pengamanan khusus TKP atau TKP lebih dari 1 yuridiksi (wilayah hukum penyidik); h)
Barang bukti sulit didapat atau memerlukan pemeriksaan secara forensik atau memerlukan pengamanan
khusus
atau
memerlukan
pengangkutan alat angkut khusus atau barang bukti mudah rusak; i)
Untuk
mengungkap
kasusnya
diperlukan
peralatan khusus dan peran dari lembaga lain. 6.
Kegiatan a. Tahap penerimaan/penelitian laporan 1)
Sentra
Pelayanan
Kepolisian
(SPK)
menerima
laporan/pengaduan dari masyarakat; 2)
Untuk kasus-kasus tertentu dimana diperlukan bukti surat / dokumen, pelapor membawa bukti foto copy / dokumen yang berkaitan dengan tindak pidana / kasus yang dilaporkan / diadukan;
3)
Pelapor membuat surat penyataan yang menyatakan bahwa laporan tersebut belum pernah dilaporkan atau ditangani oleh polisi;
4)
Laporan/pengaduan diserahkan dari SPK kepada Piket Sat Reskrim;
5)
Saksi/pelapor dimintai keterangan sementara oleh Piket Sat Reskrim dan dituangkan ke dalam BAP;
6)
Piket Reskrim membawa laporan/pengaduan ke Urmintu untuk diregister dan oleh Urmintu menelaah serta mempelajari untuk selanjutnya didistribusikan ke Kasat Reskrim; 95
7)
Kemudian Kasat mendisposisikan meneruskan ke salah satu unit dalam lingkungan kerja satuan
fungsinya
untuk menangani / proses laporan tersebut; 8)
Selambat-lambatnya 3 hari setelah laporan diterima oleh Kanit atau tim penyidik yang di tugaskan untuk menangani laporan tersebut, pelapor diberi tahu dengan mengirim surat pemberitahuan perkembangan penelitian laporan (format A1) yang isinya menjelaskan bahwa : a)
laporan pengaduan saudara telah kami terima dan akan segera kami tindak lanjuti dengan penyelidikan oleh (disebutkan nama dan identitas nama penyidik) yang menangani serta nomor teleponnya atau HP yang dapat
dihubungi
sewaktu-waktu diperlukan; b)
pada akhir kalimat format A1 dibuat catatan memuat motto Polri : “KAMI SIAP MELAYANI ANDA DENGAN CEPAT, TEPAT, TRANSPARAN DAN AKUNTABEL DAN TANPA IMBALAN“
b.
Tahap penyelidikan 1)
Seterimanya
laporan
polisi
penyidik
melakukan
penyelidikan dan melaporkan hasilnya kepada atasan penyidik, selanjutnya atasan penyidik memimpin gelar hasil
penyelidikan guna menentukan dapat tidaknya
hasil penyelidikan ditingkatkan ke proses penyidikan; 2)
Dalam hal disimpulkan bahwa telah terjadi tindak pidana,
selanjutnya
atasan
penyidik
menentukan
klasifikasi ke sulitan perkara (ringan, sedang, sulit dan sangat sulit) 3)
Kasus ringan dan kasus sedang waktu penyelidikan 14 hari bila waktu penyelidikan masih kurang dapat diperpanjang lagi penyidik mengirimkan SP2HP kepada pelapor; 96
4)
Kasus sulit dan sangat sulit dengan waktu penyelidikan 30 hari dan dapat diperpanjang lagi penyelidikan penyidik mengirimankan SP2HP kepada pelapor.
c.
Tahap penindakan dan pemeriksaan 1)
Kasus ringan dengan waktu penyidikan paling lama 30 hari, pengiriman SP2HP yang diberikan kepada pelapor sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada hari ke 15 dan hari ke 30;
2)
Kasus sedang dengan waktu penyidikan dilakukan paling lama 60 hari, pengiriman SP2HP diberikan kepada pelapor sebanyak 4 (empat) kali yaitu pada hari ke 15, 30, 45, dan hari ke 60;
3)
Kasus sulit dengan waktu penyidikan dilakukan paling lama
90
hari,
Pengiriman SP2HP diberikan kepada
pelapor sebanyak 6 (enam) kali yaitu pada hari ke 15, 30, 45, 60, 75, dan hari ke 90; 4)
Kasus sangat sulit dengan waktu penyidikan dilakukan paling lama 120
hari,
pengiriman SP2HP diberikan
kepada pelapor sebanyak 5 (lima) kali yaitu pada hari ke 20, 40, 60, 80, dan hari ke 100; 5)
Dalam
hal
batas
waktu penyidikan belum
diselesaikan
oleh
perpanjangan
waktu penyidikan
penyidik
dapat
dapat
mengajukan
melalui
pengawas
penyidikan kepada yang memberi perintah penyidikan.
d.
Tahap penyelesaian dan penyerahan berkas perkara 1)
Pada saat penyelesaian dan pelimpahan berkas perkara tahap pertama penyidik memberikan SP2HP kepada Pelapor;
2)
Apabila dalam penelitian berkas perkara penuntut umum (JPU) mengembalikan berkas perkara (P.19) maka
97
penyidik
memberitahukan
kepada
pelapor
melalui
SP2HP dan setelah dilakukan pelimpahan kembali diikuti pemberitahuan kepada pelapor dalam bentuk SP2HP; 3)
Pada saat penyerahan berkas perkara tahap kedua penyidik menyampaikan SP2HP kepada pelapor;
4)
Data penyampaian/pemberitahuan SP2HP mulai dari tahap
penilaian
penindakan
dan
laporan/pengaduan, pemeriksaan
pelimpahan berkas perkara
penyidikan,
sampai
dengan
(tahap I dan tahap II)
teregister.
e.
Pengiriman SP2HP
kepada
pelapor kedua, ketiga
dan
seterusnya berisi tentang perkembangan hasil penyidikan, namun setiap SP2HP isinya tidak sama dengan SP2HP yang telah dikirim sebelumnya (ada perkembangan hasil lidik/sidik yang telah dilakukan);
f.
Disamping masyarakat pelapor mendapatkan SP2HP juga dapat
mengakses
setiap
perkembangan
kasus
yang
dilaporkan melalui website bareskrim polri dan sms 1112.
II.
Pengawasan Dan Pengendalian
1.
Pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan quick wins fungsi Reskrim dilakukan secara berjenjang dari mulai tingkat Kanit, Kaur bin ops sampai dengan Kasat;
2.
Kewenangan penandatanganan SP2HP diatur sebagai berikut : a.
Untuk tingkat
Polres ditandatangani oleh Kasat/Wakasat
Reskrim/Kaurbinops dengan tembusan kepada Kapolres / WakaPolres; c.
Untuk tingkat Polsek ditandatangani oleh Kapolsek/Waka Polsek.
98
3.
Untuk memonitor setiap perkembangan hasil penyidikan, dilakukan melalui sistem penilaian dan pengawasan kinerja penyidik yang dituangkan dalam map kontrol.
III. Penutup Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan
bagi
penyidik/penyidik
pembantu
dalam
melaksanakan
penyidikan
Limboto,
Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
99
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR GELAR PERKARA PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO
I.
Pendahuluan 1.
Umum. a.
Penyidikan tindak pidana sebagai salah satu tahap dari penegakan hukum harus dilakukan berdasarkan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b.
Merupakan sarana pengawasan dan pengendalian, gelar perkara
mempunyai
fungsi
untuk
kepentingan
pertanggung jawaban managemen bagi Kepala Kesatuan di satu sisi dan kepentingan pertanggungjawaban teknis / taktis serta juridis
bagi atasan Penyidik dan Penyidik
Pembantu. c.
Penyidikan mengalami hambatan dalam proses penyidikan maka dilakukan gelar perkara untuk membedah perkara guna
menentukan
langkah-langkah
penyidikan
selanjutnya.
2.
Dasar. a.
Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
100
b.
Perkap No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3.
Maksud dan tujuan a.
Maksud Maksud
pembuatan
Standar
Operasional
Prosedural
(SOP) Gelar Perkara ini sebagai pedoman dan petunjuk untuk para Penyidik dan Penyidik Pembantu dalam melaksanakan tugas penyidikan tindak pidana sehingga diperoleh keseragaman tentang kegiatan-kegiatan pokok yang harus dilaksanakan. b.
Tujuan 1)
Untuk mewujudkan keterpaduan intern dan ekstern dan menuntaskan penanganan perkara yang terjadi.
2)
Merupakan alat kontrol terhadap Para Penyidik
Pembantu
agar
tetap
Penyidik /
dinamis
dan
seimbang dalam koridor batas kewenangan sesuai aturan perundang-undangan yang ada.
4.
Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam Gelar Perkara meliputi Persyaratanpersyaratan dalam Gelar Perkara, Jenis perkara, Pejabat yang berwewenang
menyelenggarakan
gelar,
Peserta
gelar,
Pelaksanaan gelar dan laporan setelah gelar.
5.
Pengertian Gelar Perkara Gelar Perkara adalah upaya Penyidik/Penyidik Pembantu berupa bedah perkara dan tindakan Penyidik/Penyidik Pembantu dalam rangka percepatan penyelesaian proses penyidikan.
101
II.
Persyaratan 1.
Jenis Perkara. Jenis perkara yang digelar adalah : a.
Ada masalah yang dihadapi oleh penyidik : 1)
Penyidik / Penyidik Pembantu menghadapi kesulitan atau ragu dalam : a)
Menentukan apakah perkara merupakan tindak pidana atau bukan (twilight).
b)
Menentukan pasal, UU yang dipersangkakan.
c)
Melakukan
tindakan/upaya
paksa
terhadap
tersangka atau barang bukti (penggeledahan, penyitaan,
penangkapan,
penahanan
dan
peningkatan status saksi menjadi tersangka). 2)
Proses penyidikan telah berlangsung lama/waktunya berlarut-larut (lebih dari 3 bulan) tanpa kemajuan.
3)
Proses penyidikan memasuki tahapan penting atau kritis dari tahap penyelidikan ke tahap penindakan dan
pemeriksaan
atau
tahap
penyelesaian
dan
penyerahan Berkas Perkara atau Penyidikan akan dihentikan/dilanjutkan kembali. 4)
Perkara yang disidik juga disidik oleh Penyidik dari Kesatuan
/
Instansi
lain
yang
juga
memiliki
kewenangan. 5)
Gelar Perkara dilaksanakan terhadap semua berkas perkara
yang
ditangani
yakni
pada
saat
awal
menerima Laporan Polisi, sebelum dilakukan upaya paksa dan sebelum menaikan status saksi menjadi tersangka. b.
Perkara yang berbobot 1)
Pembuktian perkara cukup sulit dan rumit
2)
Perkara terkait berbagai Aspek / kebijakan atau
102
kepentingan Negara / Instansi, hubungan antar Negara / Dunia Internasional,
kepentingan lembaga
tertentu (Politik, Ekonomi, Sosial, Agama, Pertanahan). 3)
Perkara melibatkan tokoh penting / mempunyai pengaruh luas di masyarakat.
4)
Tersangka merupakan Warga Negara Asing atau tunduk pada Undang-undang Hukum acara di luar Peradilan Umum.
c.
Komplain masyarakat Adanya Komplain masyarakat terhadap tindakan Penyidik / Penyidik
Pembantu yang menangani perkara dan kuat
dugaan terjadi penyimpangan teknis / taktis dan atau kekeliruan
penerapan
pasal
Undang-undang
dalam
penyidikan. d.
Putusan Pengadilan Adanya Putusan Pengadilan yang menyatakan tindakan penyidik / Penyidik Pembantu tidak syah.
2.
Penggelar a.
Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara.
b.
Atasan Penyidik/Penyidik Pembantu.
c.
Kepala
Kesatuan
yang
sekarang
secara
Struktural
membawahi Penyidik / Penyidik Pembantu. 3.
Peserta Gelar Perkara. Peserta gelar yang berhak menghadiri Gelar Perkara disesuaikan dengan kepentingan dan kebutuhan. a.
Polri (Intern). 1)
Kepala Kesatuan atau pejabat yang mewakili/ditunjuk.
2)
Atasan Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara bertindak selaku pimpinan Gelar Perkara.
103
3)
Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara sebagai pemapar.
4)
Irwasda
5)
Propam
6)
Bidkum
7)
Notulen yang bertugas mencatat semua kegiatan dan tanya jawab Gelar Perkara.
b.
Instansi di luar Polri (Ekstern). 1)
Pimpinan dan pejabat-pejabat tertentu dalam rangka Criminal Justice System (CJS).
2)
Pejabat-pejabat
tertentu
lainnya
yang
ada
hubungannya dengan pemeliharaan keamanan. Peserta Gelar Perkara harus terpilih dan dapat dipercaya tidak mempunyai hubungan kepentingan dengan pihakpihak yang terlibat di dalam perkara. 4.
Pimpinan dan Penanggung jawab. Penyelenggaraan Gelar Perkara dipimpin oleh Kepala Kesatuan, sedang tanggung jawab penyelenggaraan Gelar Perkara secara fungsional berada pada Kasat Reskrim/Pawasdik.
III.
PELAKSANAAN GELAR PERKARA. 1.
Sebelum pelaksanaan. a.
Penyidik/Penyidik
Pembantu
yang
menangani
perkara
menyusun dan mengajukan rencana gelar perkara kepada yang bertugas mengatur Gelar Perkara (Pawasdik). b.
Penyidik/Penyidik
Pembantu
yang
menangani
perkara
menyiapkan bahan/materi paparan Gelar Perkara. c.
3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan,
para Peserta telah
menerima undangan Gelar Perkara. d.
Penyidik/Penyidik
Pembantu
yang
menangani
perkara
menentukan Notulen yang bertugas mencatat lengkap
104
semua kegiatan Gelar Perkara. 2.
Saat pelaksanaan. a.
Pembukaan.
b.
Paparan Penyidik/Penyidik
Pembantu yang menangani
perkara. c.
Pembahasan / Diskusi.
d.
Kesimpulan dan Penutup.
Gelar perkara yang diminta oleh Satuan lain (Mabes Polri, Polda, Propam, Binkum dan Irwasda)pelaksanaannya atas permintaan secara tertulis dan harus didampingi oleh Atasan Penyidik atau Pawasdik. 3.
Laporan Setelah Gelar Perkara. a.
Notulen menyusun laporan pelaksanaan Gelar Perkara dengan melampirkan catatan notulen, copy/materi paparan Penyidik/Penyidik
Pembantu yang menangani
perkara,
kesimpulan dan rekomendasi hasil Gelar Perkara serta daftar hadir peserta. b.
Laporan Gelar Perkara setelah ditanda tangani oleh Pimpinan Gelar, Notulen dan Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara kemudian disampaikan kepada Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara untuk dilaksanakan.
IV.
Penutup Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan panduan
bagi
penyidik/penyidik
pembantu
dalam
melaksanakan
penyidikan Limboto,
Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
105