Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Sebagai Syarat Mutlak Yang Wajib Dimiliki Pekerja Mengacu Pada Amanat UU No.3 Tahun 2014
JD Darmawan Ardi P (denny Jd), Surabaya, 12 Januari 2016, Tulisan ini saya buat lagi-lagi sebagai syarat pembelajaran mengenai Manajemen Sumber Daya Manusia. Tulisan ini tidak 100% sudut pandang saya, dan ini terjadi karena setelah sekian kali saya mendengarkan dan belajar dari Bapak Anton Subagiyanto, dan beberapa sumber lain. Mari selanjutnya kita tidak buru-buru lari (sudah buru-buru lari lagi) ke dalam topik SKKNI. Saya akan coba menggiring dengan cantik.
HR Champion Seorang President Dicrector dari sebuah perusahaan besar (yang sebaiknya saya tidak sebutkan disini) pada tahun 1979 pernah mengatakan dua hal penting ini:
“…you have to make the people first before you make the product… “ dan
“…mengelola orang adalah tugas mengelola potensi untuk menjadi kenyataan, oleh karenanya tidak bisa dilakukan sambil lalu…” Saking jatuh cintanya sama kalimat ini, meskipun pada saat ini diucapkan (1979) saya belum lahir, maka mari kita tidak bingung dengan siapa yang mengucapkan, dan fokus kepada apa yang diucapkan dan apa realitas hari ini.
Saya mempunyai satu contoh bagus yaitu dalam organisasi TNI. Semua leadernya disiapkan dari AKABRI (Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), sehingga kulitasnya terjaga.
Kalimat yang diucapkan diatas sangat dalam filosofinya, jangan macam-macam bikin produk kalau tidak siapkan orangnya dulu.
Dan pekerjaan HR itu tidak bisa sambil lalu, harus konsen, harus fokus.
Mohon maaf sebelumnya bila saya mengatakan bahwa kebanyakan orang mengatakan bahwa pekerjaan HR itu mudah, dan pada kenyataannya banyak praktisi HR yang tidak tahan duduk di kursi panas tersebut, atau bertahan di kursi panas tersebut tanpa tahu apa yang harus dilakukan untuk mengelola orang. Banyak orang berpikir “bukankah pengelolaan orang tersebut tanggung jawab masing-masing divisi?” untuk menjawabnya mari kita teruskan sampai akhir tulisan ini, dengan berpedoman bahwa kita akan mempelajari hal baru, bukan menyalahkan atau membenarkan siapa-siapa.
Mengapa saat ini mempersiapkan orang menjadi semakin relevan?
Karena realiasasi globalisasi yang terjadi saat ini. Sudah jelas sekarang jaman MEA, persaingan tenaga kerja ada dan terjadi.
1
Untuk bisa memenangkan persaingan global, perusahaan mau/tidak mau, suka/tidak suka, harus menjadi world class company.
World class company memiliki keunggulan dalam 3 hal (minimal yang saya amati):
1. Technology
2. Business System
3. Sumber Daya Manusia (people)
Business System dan Technology bisa dibangun dan didapatkan dari external sources. Bisa dibeli.
Sumber Daya Manusia hanya bisa dibangun atau didapat dari internal sources. Dan HR sebagai backbone dari semua bisnis.
Mari kita lihat bersama kembali terhadap empat (4) pilar utama bisnis:
1. Finance
2. Marketing/Sales
3. Production
4. HRD (people)
Bisnis konvensional selalu memulai dari punya uang dulu. Kalau gak punya uang sudah gak usah banyak omong, gitu kira-kira kalau secara konvensional kita mau berbisnis. Tentunya yang saya maksud disini juga dalam kapasitas yang sesuai, tidak semua bisnis punya uang sendiri, untuk menjadi besar perusahaan juga melakukan pinjaman bank. Tapi kita tidak memperdalam soal ini.
Setelah financial, kemudian memperhatikan sales/marketingnya, kemudian production-nya. Baru mengenai HRD (biasanya HR admin/personalia) belakangan.
Dan jangan lupa Information Technology sebagai support-nya. Terima kasih untuk orang IT.
Padahal kalau kita coba review sedikit mengenai Balanced Scorecard yang secara sederhana adalah konsekuensi “hukum sebab-akibat” seperti saat kita belajar Hukum Newton yaitu Hukum Aksi-Reaksi (jangan kuatir saya tidak banyak paham soal ini, hanya sedikit review).
1. Perspektif Financial
- Revenue
- Profit
- Cashflow
2. Perspektif Customer
- Customer Satisfaction
-
Sales Closed
Market Share
Complaint Resolution
3. Perspektif Internal Prosess
- Product Innovation
- Lead-time Production
- On-time Delivery
- Prosess Capability
4. Perspektif Learning and Growth
- HR System
- Employee Training Hours
- Employee Competencies
-
Employee Satisfaction
2
Mari sekarang dari point satu sampai empat diatas kita baca berurutan mulai dari yang point 4. Bahwa sebenarnya Financial ini hanya efek dari proses sebelumnya dan proses sebelumnya adalah akibat dari proses sebelumnya lagi.
Financial akan bagus kalau customer puas. Customer akan puas kalau internal prosess nya baik. Internal prosess baik akan terjadi kalau didalam organisasi ada pengembangan yang baik dalam people nya. Learning and Growth. Didalam Learning and Growth ini ada HR System.
Sekali lagi thanks to IT guy. Bahwa semua nya tadi disupport oleh Information dan Technology.
Lalu apa yang harus diperbuat oleh orang HR agar business bisa running well?
1. Pahami business prosess HR. Setiap departemen harus paham business prosessnya. Tidak terkecuali HR.
2. Buat Grand Design HR. Tentukan mana yang akan menjadi tujuan utama, awal, dari proses HR nya. Setiap perusahaan bisa beda, tergantung priority nya.
3. Buat Blue Print HR. Jelas tujuannya. Detailkan langkah realnya dan sesuaikan dengan timeframe realistis. Secara otomatis, dan harusnya, dilangkah ini akan muncul (meskipun tetap harus ditentukan) Visi Misi organisasi HR yang support ke Visi Misi Perusahaan tempat HR ini ada.
4. Lakukan step by step.
Bagaimana pandangan perusahaan terhadap organisasi HRD?
Apakah hanya sebagai HR admin. Atau HR sandwich. Posisinya terjepit diantara Owner, BOC/ BOD dan Managemen/Non Managemen.
Seharusnya sebagai HR Champion. HR sebagai agen perubahan. Percaya bahwa kekuatan bisnis ada di people/orang. Harus mampu menjalankan business prosess HR, Grand Design, dan Blue Print dengan hasrat, dan semangat yang kuat.
Itu diatas ulasan HR Champion, sebagai pembuka. Mari kita lanjutkan.
SKKNI Dalam Undang-undang nomor 3 tahun 2014 tentang perindustrian. Pasal 19, tentang tenaga kerja, tertulis:
Pasal 19
(1) Tenaga kerja Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) terdiri atas:
a. Tenaga teknis; dan
b. Tenaga manajerial.
(2) Tenaga teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf sedikit memiliki:
c. Kompetensi teknis sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri; dan
d. Pengetahuan manajerial.
(3) Tenaga manajerial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memiliki:
a. Kompetensi manajerial sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri; dan
b. Pengetahuan teknis.
Kompetensi adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu kegiatan merujuk pada beberapa karakteristik, baik yang bersifat dasar, pengetahuan, ketrampilan maupun perilaku
3
dengan tingkat kemampuan yang dapat berubah-ubah, tergantung sejauh mana pengetahuan, ketrampilan, maupun perilaku tersebut diasah.
Standar Kompetensi adalah pernyataan ukuran atau patokan tentang kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu kegiatan merujuk pada beberapa karakteristik, baik yang bersifat dasar, pengetahuan, ketrampilan maupun perilaku dengan tingkat kemampuan yang dapat berubah-ubah, tergantung sejauh mana pengetahuan, ketrampilan maupun perilaku tersebut diasah.
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) adalah "Rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, ketrampilan dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan secara nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan RI”.
Unit Kompetensi adalah bentuk pernyataan terhadap tugas atau pekerjaan yang akan dilakukan.
Elemen kompetensi adalah bagian kecil dari unit kompetensi yang mengidentifikasikan tugastugas yang harus dikerjakan untuk mencapai unit kompetensi.
Kriteria Unjuk Kerja adalah bentuk pernyataan menggambarkan kegiatan yang harus dikerjakan untuk memperagakan kompetensi di setiap elemen kompetensi. Kriteria unjuk kerja harus mencerminkan aktifitas yang menggambarkan 3 (tiga) aspek yang terdiri dari unsur- unsur pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja.
Dengan dikuasainya kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan maka seseorang mampu:
1. Mengerjakan tugas atau pekerjaannya secara profesional;
2. Mengorganisasikan pekerjaan agar dapat dilaksanakan secara baik;
3. Menentukan tahapan yang harus dilakukan pada saat terjadi sesuatu yang berbeda dengan rencana semula;
4. Menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah atau melaksanakan tugas dengan kondisi yang berbeda.
5. Mengevaluasi tugas dan tanggung jawabnya.
Wuih hebat, saya bisa hafal semua teori tentang SKKNI ini.
Jangan kuatir, itu semua tinggal saya copy paste dari presentasi Pak Anton Subagiyanto. Jadi ya, saya kompeten untuk melakukan copy paste. Anda juga seharusnya.
Implementasi SKKNI di perusahaan Langsung saja, dari yang saya pelajari dan sudah terjadi, ini langkah strategis dalam menerapkan SKKNI:
1. Tentukan siapa yang menjadi Inisiator
2. Kesepakatan Komitmen Top Manajemen
3. Melakukan Pemilihan SKKNI Yang Sesuai
4. Melaksanakan Awareness Kompetensi
5. Mencetak Asesor Kompetensi
6. Matching dan Mapping Job Desc Jabatan vs. SKKNI
7. Membuat SOP Asesmen Kompetensi
8. Melaksanakan Asesmen Kompetensi
9. Memberikan Penghargaan Kompetensi
10.Implementasi Berkelanjutan - GO LIVE
4
1. Tentukan siapa yang menjadi Inisiator
Siapa dan pada level apa HRD di perusahaan yang menjadi inisiaor akan mempengaruhi probabiliy of success nya. Sukses apanya? Sukses jual ide nya ke Top Management.
Secara pengamatan (bukan riset empiris) semakin dibawah level nya semakin kecil probability of success nya. Juga kalau bukan orang HR yang menjadi inisiator, probability nya juga akan kecil.
Karena, logis aja, kalau kita mau jualan ya kita kudu harus wajib paham mengenai produknya.
Bukan berarti kalau success rate nya rendah terus batal, tidak usah disampaikan. Bukan begitu juga… ada banyak strategi lain untuk menjadikan ini terjadi. Yang paling penting pahami product knowledge. Jangan asal semua kecap nomor satu.
2. Kesepakatan Komitmen Top Manajemen
Oke, lanjut ke langkah berikutnya. Ini berarti Anda berhasil “menjual” ide ini. Berarti juga Anda sudah paham banget mengenai product knowledge-nya.
Beberapa tips yang mungkin bisa membantu lolosnya ide ini:
- MEA
- UU no 13 tahun 2014 (diatas ada tinggal copy paste)
-
Saat ini produk sudah SNI. Hubungkan sendiri dengan logika diatas.
dan lain-lain
Sampai hasilnya adalah komitmen top manajemen.
3. Melakukan Pemilihan SKKNI yang sesuai
Sampai disini tinggal memilih industri sektor yang dijalani dicocokan dengan yang ada di SKKNI. Sampai saat tulisan ini dibuat sepertinya (kalau tidak salah) sudah ada 500 lebih SKKNI yang tersedia. Untuk pastinya silakan dikonfirmasi dengan BNSP.
Agar lebih mudah melakukan pemilihan, beberapa kondisi harus dipenuhi, antara lain:
- Semua jabatan harus ada di Struktur Organisasi
-
-
Semua jabatan harus ada Job Desc-nya
Job desc-nya sebisa mungkin ‘bunyi’ atau ‘bisa dibaca’ sehingga dalam langkah mapping nanti juga akan memudahkan. Untuk agak detail mengenai jobdesc bisa refer to tulisan saya mengenai PP78.
Apabila pada saat mencari tidak menemukan yang kesesuaian, coba cari di sektor yang ‘dekat-dekat’. Atau bikin sendiri (jadi SKK namanya, Standar Kompetensi Khusus).
4. Melaksanakan Awareness Kompetensi
-
Awareness dilakukan kepada siapa:
1. Level Inisiator atau kebawah
2. Level Top Manajemen
3. Level Serikat Pekerja
-
Membentuk team CBT (Competencies Based Training). Jelaskan Job desc dari masingmasing jabatan dalan team ini. Buatkan surat keputusannya. Disahkan ke Top Manajemen.
5. Mencetak Asesor Kompetensi
Tips nya:
1. Asesor Kompetensi minimal level kepala seksi yang ditunjuk oleh atasannya.
5
2. Top Manajemen Wajib mengikuti (menjadi) asesor kompetensi.
3. Supaya pada saat langkah selanjutnya “kacamatanya,” (sudut pandang) sudah sama.
6. Melakukan Matching dan Mapping Job Desc Vs. SKKNI
Langkah ini menurut pengalaman adalah langkah yang tidak mudah dan sangat krusial. Apalagi jika pada persiapannya, job desc yang ada tidak bisa 'bunyi'.
Karena main hajar semua harus punya sertifikat juga akan menghasilkan sertifikat yang tidak dibutuhkan perusahaan. Menurut saya, at the end, realisasinya, bukan sertifikatnya yang menjadi fokus, melainkan kompetensinya. Sertifikat ini hanya alat bukti bahwa yang bersangkutan kompeten.
- Persyaratan untuk yang melakukan mapping dan matching:
-
1. Karyawan yang telah ikut asesor dan lulus asesor
2. Perwakilan masing-masing departemen yang ditunjuk oleh atasannya
Kegiatan pada saat melakukan mapping dan matching:
1. mapping unit kompetensi bersifat kluster unit
2. matching dan mapping pada masing-masing jabatan
3. menetapkan point unit kompetensi
4. hasil akhir mapping berupa buku standar kompetensi (kalau pas ketemu Pak Anton bisa minta lihat contohnya, saya sudah lihat)
5. pembuatan dan penerbitan SKK (standar kompetensi khusus)
7. Membuat SOP Asesmen Kompetensi
-
Administrasinya. Bukti Pendukung. Master Data Kompetensi.
Master Materi Kompetensi. Rekap Data Asesmen. Dan lain lain jelaskan dalam SOP.
Form-form yang diperlukan. Panduan bagi asesor. Panduan melakukan asesmen.
Learning guide.
Pelaksanaanya bisa melibatkan IT guy (thanks again for supporting).
8. Melaksanakan Asesmen
-
Keluarkan SK untuk pelaksanaan
Penunjukan Asesor
Jadwal Asesmen
Hasil Asesmen (unit kompetensi yang diases vs. yang dicapai menunjukkan sudah kompeten atau belum kompeten)
9. Memberikan Pengharagaan Kompetensi
-
Kompetensi bisa dikaitkan dengan promosi jabatan.
Tentukan perincian insentif per asesor dan per asesi.
Tujuannya agar tercipta kondisi yang kondusif. Anyway “Jer Basuki Mawa Bea”.
10. Implementasi Berkelanjutan - GO LIVE
-
Munculkan Pelatihan Berbasis Kompetensi.
Learning Guide. Contoh Soal ujian Kompetensi. Review unit kompetensi. Dll
6
Konklusi Setelah membaca penjelasan diatas, sekarang bisa disimpulkan sendiri kenapa kok saya nulis HR Champion duluan, adalah: Ternyata untuk mencapai standar kerja di SKKNI untuk diimplementasikan pada perusahaan masing-masing (Go LIVE) harus melalui proses yang panjang, tetapi bukan tidak mungkin!
Semua kerja keras ini diperlukan untuk membangun bangsa, dan yang terpenting HR adalah bagian strategis dalam proses ini.
Pertanyaan selanjutnya adalah, apa tujuan akhir, apa tujuan sebenarnya yang ingin dicapai dari (percepatan) penerapan SKKNI ini?
Mungkin jawabannya ada didalam tulisan saya diatas, atau mungkin juga tidak.
Seperti di film-film yang endingnya suka “ngambang”, kali ini saya juga mau niru (entah kompeten apa belum). So you can play wth your imagination (rational imagination).
Salam,
denny Jd
Kontributor dan Editor : Stanley Ardityabrata (
[email protected])
Narasumber: Drs. Anton Subagiyanto SE, SPsi, MBA, MSc (
[email protected])
7