PENGARUH CAPACITY, EQUITY DAN EMPOWERMENT TERHADAP KINERJA PEGAWAI (Studi Kasus Pada Sekretariat Daerah Kabupaten Simeulue) Anwar1, Rudi Irawan2, Elvina3 1
Staf Pengajar Politeknik Negeri Lhokseumawe 2Pegawai Setdakab Simeulue
3Staf Pengajar Politeknik Negeri Lhokseumawe
This study aims at determining the effect of capacity, equity and empowerment to employees performance of Secretariat of Regency Simeulue. Respondent of this study were 62 employees. The data were taken by spreading out questionnaire and analized statistically in Multiple Linier Regression.The study find that the capacity, equity and empowerment effects the employees performance of Secretariat of Regency Simeulue. The result showed that F test > F table, and t test > t table. It means that simultaneously and partially, the capacity, equity and empowerment have significant effect on the employees performance. Keyword : capacity, equity, empowerment, employees performance.
PENDAHULUAN Sumber daya manusia merupakan modal dasar pembangunan nasional, oleh karena itu kualitas sumber daya manusia senantiasa harus dikembangkan dan diarahkan agar bisa mencapai tujuan yang diharapkan. Sumber daya manusia dapat dilihat dari 2 aspek yaitu aspek kuantitas dan aspek kualitas. Aspek kuantitas mencakup jumlah sumber daya manusia yang tersedia sedangkan aspek kualitas mencakup kemampuan sumber daya manusia baik fisik maupun non fisik yaitu kecerdasan dan mental dalam melaksanakan pembangunan, Kedua aspek tersebut sangat diperlukan dalam proses pengembangan sumberdaya manusia , sebab kuantitas sumber daya manusia yang besar tanpa didukung kualitas yang baik akan menjadi beban pembangunan bagi suatu bangsa. Agar pembangunan sumber daya manusia di daerah lebih tepati sasaran, terdapat tiga aspek yang terkandung dalam pengembangan sumber daya manusia yaitu pertama, memberikan penekanan pada kapasitas (capacity), yaitu upaya meningkatkan kemampuan beserta energi yang diperlukan. Kedua, penekanan pada aspek pemerataan (equity) dalam rangka menghindari
perpecahan didalam
masyarakat
yang dapat
menghancurkan
kapasitasnya. Ketiga, pemberian kekuasaan dan wewenang (empowerment) yang lebih besar kepada masyarakat, dengan maksud agar hasil pembangunan dapat benar-benar bermanfaat bagi masyarakat, karena aspirasi dan partisipasi masyarakat terhadap pembangunan dapat
terus meningkat. Disamping itu perlunya wewenang untuk memberikan koreksi terhadap keputusan yang diambil tentang alokasi sumber daya. Pelaksanaan pembangunan di kabupaten Simeulue berjalan sedikit lambat dari daerah lainnya. Kendala utamanya adalah masih rendahnya pendapatan yang digunakan dalam pelaksanaan pembangunan di daerah, masih kurangnya penerimaan daerah yang disebabkan karena belum banyak berkembang kegiatan usaha atau penanaman modal, masih rendahnya infrastruktur jalan, sarana transportasi baik laut dan udara, kurangnya kualitas sumber daya manusia dan kemampuan pemerintah daerah untuk memberdayakan kegiatan investasi. Implementasi UU No. 22 Tahun 1999 mengenai Pemerintah Daerah memiliki implikasi yang serius bagi pelayanan publik di daerah.
Peningkatan tuntutan publik harus
disertai dengan peningkatan kapasitas daerah dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya. Namun demikian, yang paling utama dalam menentukan kapasitas daerah adalah kemampuan sumber daya manusia, khususnya sumber daya manusia pemerintah daerah. Untuk memperbaiki berbagai kelemahan sumber daya aparatur di lingkungan birokrasi pemerintah daerah kabupaten Simeuleu dan mengantisipasi tuntutan pelayanan publik yang semakin beragam, maka diperlukan pemikiran untuk membangun perilaku birokrasi yang memiliki profesionalisme, etos kerja yang baik, menjunjung tinggi nilai kejujuran dan etika yang baik dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai penyelengara negara dan pelayanan masyarakat. Salah satu usaha yang dapat dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya aparaturnya yaitu melalui upaya peningkatan kemampuan, pengetahuan dan ketrampilan secara kontinyu dan berkesinambungan. Hal ini dimaksudkan agar birokrasi senantiasa mampu memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat serta dapat menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan yang terjadi pada masyarakat. Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah adalah apakah terdapat pengaruh capacity, equity dan empowerment terhadap kinerja pegawai.
TINJAUAN TEORITIS Kapasitas Sumber Daya Manusia Kapasitas sumber daya manusia adalah kemampuan seseorang atau individu, suatu organisasi (kelembagaan) atau suatu sistem untuk melaksanakan fungsi-fungsi atau kewenangannya untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Kapasitas harus dilihat sebagai kemampuan untuk mencapai kinerja, untuk menghasilkan keluaran-keluaran (outputs) dan hasil-hasil (outcomes).
Menurut Brown (2001:25), “Capacity building adalah suatu proses yang dapat meningkatkan kemampuan seseorang, suatu organisasi atau suatu sistem untuk mencapai tujuan-tujuan yang dicita-citanya. Selanjutnya menurut Morison dalam Herdiana (2012), “Capacity Building sebagai suatu proses untuk melakukan sesuatu, atau serangkaian gerakan, perubahan multi level di dalam individu, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi dan sistem-sistem dalam rangka untuk memperkuat kemampuan penyesuaian individu dan organisasi sehingga dapat tanggap terhadap perubahan lingkungan yang ada”. Menurut Soeprapto (2010), World Bank, menekankan perhatian capacity building pada: 1. Pengembangan sumber daya manusia, training, rekruitmen dan pemutusan pegawai profesional, manajerial dan teknis, 2. Keorganisasian, yaitu pengaturan struktur, proses, sumber daya dan gaya manajemen, 3. Jaringan kerja (network), berupa koordinasi, aktivitas organisasi, fungsi network serta interaksi formal dan informal, 4. Lingkungan organisasi, yaitu aturan (rule) dan undang-undang yang mengatur pelayanan publik, tanggung jawab dan kekuasaan antara lembaga, kebijakan yang menjadi hambatan bagi development tasks serta dukungan keuangan dan anggaran. 5. Lingkungan kegiatan lebih luas lainnya, meliputi faktor-faktor politik, ekonomi dan situasi-kondisi yang mempengaruhi kinerja. Sedangkan UNDP memfokuskan pada tiga dimensi, yaitu; 1. Tenaga kerja (dimensi human resources), yaitu kualitas SDM dan cara SDM dimanfaatkan 2. Modal (dimensi fisik), menyangkut sarana material, peralatan, bahan-bahan yang diperlukan dan ruang/gedung, 3. Teknologi, yaitu organisasi dan gaya manajemen, fungsi perencanaan, penentuan kebijakan, pengendalian dan evaluasi, komunikasi, serta sistem informasi manajemen (Edralin, 2007). Dari penjelasan diatas, dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan capacity building dilakukan pada berbagai aspek dimulai dari sumber daya manusia yang ada sampai dengan sistem yang mengatur proses kerjanya.
Equity Equity merupakan konsep keadilan dan perlakuan yang sama terhadap orang lain yang berperilaku sana dengan cara yang serupa. Merurut Adams (2013), dalam konsep ini menekankan bahwa bawahan membandingkan usaha mereka dan imbalan mereka dengan usaha dan imbalan yang diterima orang lain dalam iklim kerja yang sama. Dasar dari teori motivasi ini dengan dimensi bahwa individu dimotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara adil. Dalam pekerjaan, individu bekerja untuk memperoleh imbalan. Ada 4 hal yang penting dalam teori keadilan adalah : a. Orang; orang yang secara individu merasa adil atau tidak adil b. Perbandingan dengan pihak lain; siapa saja atau kelompok yang dibandingkan sebagai rasio masukan dan hasil. c. Masukan (input); karaktaeristik individu seseorang dari pekerjaaan (misalnya : keterampilan, keahlian, pendidikan) atau bisa juga umur, jenis kelamin atau ras, dan sebagainya. d. Hasil (outcome); apa yang diterima yang bersangkutan dari pekerjaan (penghargaan, tunjangan, gaji dan upah, dsb). Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu : 1. Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar. 2. Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam
menumbuhkan
suatu
persepsi
tertentu,
seorang
pegawai
biasanya
menggunakan empat macam hal sebagai pembanding, hal itu antara lain : 1. Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi
pribadi,
seperti
pendidikan,
keterampilan,
sifat
pekerjaan
dan
pengalamannya; 2. Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri; 3. Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis 4. Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang pada nantinya akan menjadi hak dari para pegawai yang bersangkutan.
Empowerment (Pemberdayaan) Priyono dan Pranarka (2005:55) menjelaskan bahwa pemberdayaan merupakan suatu proses untuk memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan dan atau proses pemberian daya, kekuatan atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya. Lebih lanjut Priyono dan Pranarka (2005:56) memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang pemberdayaan.
Secara teoritis dapat dikemukakan beberapa definisi
pemberdayaan yaitu: 1.
Alat/teknik manajemen untuk memperbaiki kinerja organisasi melalui penyebaran pembuatan keputusan dan tanggung jawab, sehingga akan mendorong keterlibatan (sekaligus rasa memiliki) dari seluruh anggota organisasi, serta membawa rasa kedekatan antara organisasi dengan masyarakat atau pelanggannya.
2. Upaya untuk membangun potensi (sumber daya) organisasi dengan cara mendorong, memberikan motivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya, serta berupaya untuk mengembangkannya. 3. Upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradab semakin sfektif secara struktural, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional maupun dalam bidang politik, ekonomi dan lain-lain. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa empowerment merupakan perubahan yang terjadi pada falsafah manajemen yang dapat membantu menciptakan suatu lingkungan bagi setiap individu untuk menggunakan kemampuan dan energinya untuk meraih tujuan organisasi.
Atau dengan kata lain, pemberdayaan merupakan metode untuk mendorong
inisiatif dan respon, sehingga semua permasalahan dapat dipecahkan secepatnya dan secara fleksibel.
Kinerja Hasibuan (2003:94) mendefinisikan kinerja sebagai suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Kinerja merupakan gabungan dari tiga faktor penting yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor diatas, semakin besar pula kinerja pegawai.
Penilaian Kinerja Penilaian kinerja sangat penting bagi suatu organisasi. Dengan penilaian kinerja tersebut, maka suatu organisasi dapat melihat sampai sejauhmana faktor manusia dapat menunjang tujuan suatu organisasi. Menurut Panggabean (2002), penilain kinerja merupakan sebuah proses formal untuk melakukan peninjauan ulang dan evaluasi kinerja seseorang secara periodik. Proses penilaian prestasi kerja ditujukan untuk memahami kinerja seseorang, dimana kegiatan ini terdiri dari identifikasi, observasi, pengukuran dan pengembangan hasil kerja pegawai dalam sebuah organisasi. Faktor Penilaian Kinerja Menurut Gomes (2003:142), penilaian kinerja dapat dilakukan berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik, yaitu: 1. Quality of work, jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan. 2. Quality of work, kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya. 3. Job knowledge, luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan ketrampilan. 4. Creativeness, keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dari tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul. 5. Cooperation, kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain. 6. Dependability, kesadaran dan dapat dipercayadalam hal kehadiran dan penyelesaian pekerjaan. 7. Initiative,
semangat
untuk
melaksanakan
tugas-tugas
baru
dan
dalam
memperbesar tanggung jawabnya. 8. Personal qualities, menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan dan integritas pribadi. Sementara itu William dalam Hasibuan (2003:48), menyatakan ada 9 kriteria faktor penilaian kinrja, yaitu: 1. Reliable, harus mengukur kinerja dan hasilnya secara eobjektif. 2. Content valid, secara rasional harus terkait dengan kegiatan kerja. 3. Defined spesific, meliputi segenap perilaku kerja dan hasil kerja yang dapat diidentifikasikan. 4. Independent, perilaku kerja dan hasil kerja yang penting tercakup dalam kriteria yang komprehensif.
5. Non-overlaping, tidak tumpang tindih antar kriteria. 6. Comprehensive, perilaku kerja dan hasil kerja yang tidak penting harus dikeluarkan.accessible, kriteria haruslah dijabarkan dan diberi nama secara komprehensif. 7. Compatible, kriteria harus sesuai dengan tujuan dan budaya organisasi. 8. Up to date, sewaktu-waktu kriteria perlu ditinjau ulang untuk menilik kemungkinan adanya perubahan organisasi. Kinerja dihasilkan oleh adanya 3 hal, yaitu: 1. Kemampuan (ability) dalam wujudnya sebagai kapasitas berprestasi (capacity to perform). 2. Kemampuan, semangat, hasrat atau motivasi dalam wujudnya sebagai kesediaan untuk berprestasi (willingness to perform). 3. Kesempatan untuk berprestasi (opportunity to perform) kinerja sebaai hasil kerja (output) yang berasal dari adanya perilaku kerja serta lingkungan kerja tertentu yang kondusif.
METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitan ini adalah semua pegawai pada Sekretariat Daerah Kabupaten Simeulue yang berjumlah 160 orang.
Jumlah sampel dihitung dengan
menggunakan rumus Slovin dan besarnya sampel sebanyak 62 orang pegawai yang dibagi berdasarkan 4 golongan yaitu golongan I, II, III, IV serta pegawai honorer daerah. Pengambilan sampel menggunakan teknik stratified random sampling dimana sampel diambil secara proporsional untuk masing-masing golongan.
Alokasi sampel dapat dilihat
pada tabel berikut: Tabel 1 Proporsi Alokasi Sampel Golongan Populasi Jumlah Sampel Golongan IV 18 7 Golongan III 28 11 Golongan II 75 29 Golongan I Honorer Daerah 39 15 Jumlah 160 62 Sumber : Setdakab. Simeulue, 2012.
Data dianalisis dengan menggunakan alat analisis regresi linier berganda dan dilakukan dengan bantuan program aplikasi SPSS (Statistical Product and Service Solution). Adapun persamaan regresinya adalah: Y = a + b1x1+b2x2+b3x3+e Dimana: Y
= Kinerja Pemerintah Daerah
a
= Konstanta
b1...b3
= Koefisien regresi
x1
= Capacity
x2
= Equity
x3
= Empowerment
e
= Standar error Berdasarkan model regresi tersebut dapat dilakukan bebearapa pengujian statistik,
yaitu: 1.
Uji t (uji parsial). Uji –t dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel independen (X1, X2, X3) secara individu terhadap variabel dependen (Y) dengan asumsi variabel lainnya adalah konstan. Langkah-langkah pengujian diawali dengan membuat formula hipotesis sebagai berikut: Ho:b1 = 0
artinya secara parsial tidak ada pengaruh antara variabel
independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Ha : b1 ≠ 0 artinya secara parsial ada pengaruh antara variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Keputusan yang diambil adalah: Ho : diterima bila t hitung < t tabel dan Ha ditolak. Ha : diterima bila t hitung > t tabel dan Ho ditolak. 2.
Uji F (uji simultan).
Uji F digunakan untuk mengetahui seberapa jauh variabel
independen (X1, X2, X3) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen (Y). Langkah-langkah pengujian diawali dengan membuat formula hipotesis sebagai berikut: Ho : b1 = b2 = b3 = 0 artinya variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Ho : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0 artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Keputusan yang diambil adalah: Ho diterima bila F hitung < F tabel dan Ha ditolak. Ha diterima bila F hitung > F tabel dan Ho ditolak.
PEMBAHASAN Hasil pengujan data dengan menggunakan program SPSS dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Variabel Constanta (a)
Β 1,295
Standar Error 0,363
T hitung 3,566
Sig 0,001
Capacity (X1)
0,280
0,091
3,079
0,003
Equity (X2)
0,264
0,078
3,371
0,001
Empowerment (X3)
0,169
0,074
2,278
0,026
t tabel = 2,010 F hitung = 22,073 F tabel = 2,77 Sumber : Data Primer, 2012 (diolah). Dari tabel di atas, model persamaan regresi linier berganda yang diperoleh dari hasil pengujian sebagai berikut: Y = 1,295 + 0,280X1 + 0,264X2 + 0,169X3
Pengujian Korelasi dan Determinasi Besarnya variabel independen terhadap variabel dependen, dapat dilihat berdasarkan nilai koefisien korelasi (R) dan determinasi (R2) berikut: Tabel 3 Nilai Korelasi dan Koefisien Determinasi R
R Square
0,730 0,533 Sumber : Data Primer, 2012 (diolah).
Adjusted R Square 0,509
Std. Error of the estimate 0,32564
Berdasarkan hasil pengujian di atas, diperoleh nilai koefisien sebesar 0,730. Hal ini berarti terdapat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen sebesar 73,0%. Artinya terdapat hubungan yang cukup kuat antara kinerja dengan capacity (X1), equity (X2) dan empowerment (X3). Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,533. Ini berarti bahwa sebesar 53,3% kinerja pegawai dipengaruhi oleh oleh variabel capacity (X1), equity (X2) dan empowerment (X3), sedangkan selebihnya yaitu sebesar 46,7% dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini.
Pengujian Hipotesis secara Parsial(Uji t) Pengaruh kinerja pegawai terhadap capacity, equity dan empowerment secara parsial dapat dilihat dari hasil uji t. Hasil pengujian yang diperlihatkan pada tabel 2 diatas, dapat diketahui t hitung pada masing-masing variabel dengan tingkat signifikansi sebesar α = 5%. Hasil penelitian menunjukkan nilai t hitung untuk variabel capacity (X1) sebesar 3,079, variabel equity (X2) , nilai t hitung sebesar 3,371 dan nilai t hitung untuk variabel empowerment (X3) sebesar 2,278. Hasil pengujian menunjukkan variabel capacity (X1), equity (X2) dan empowerment (X3) berpengaruh terhadap kinerja pegawai (Y).
Dengan demikian hipotesis yang
menyatakan ada pengaruh antara capacity, equity dan empowerment secara parsial terhadap kinerja pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Simeulue terbukti (Ha diterima dan Ho ditolak).
Pengujian Hipotesis secara Simultan (Uji F) Hasil pengujian secara simultan menunjukkan
nilai F hitung sebesar 22,073
sedangkan F tabel dengan tingkat signifikansi α = 5% adalah sebesar 2,77.
Hal ini
menunjukkan bahwa F hitung > F tabel dengan tingkat signifikansi 0,000. Dengan demikian Ha diterima dan Ho ditolak, artinya bahwa variabel capacity (X1), equity (X2) dan empowerment (X3) secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Simeulue (Y).
KESIMPULAN Dari hasil pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Kapasitas (capacity) berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Simeulue.
Hal ini berarti bahwa dengan adanya
peningkatan pengembangan sumber daya manusia baik berupa pelatihan, pengaturan struktur, koordinas, aturan dan kondisi-kondisi yang kondusif akan mampu meningkatkan kinerja pegawai. 2. Pemerataan (equity) berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Simeulue. Ini menunjukkan dengan diterapkannya prosedur secara seragam kepada pegawai, kebijakan untuk kepentingan setiap pegawai tidak bias, semua prosedur didasarkan pada informasi yang aktual, prinsipprinsip moral yang sudah disepakati harus dapat mendukung proses penerapan
prosedur dan semua pegawai memiliki kesempatan yang sama untuk meningkatkan kinerja mereka. 3. Pemberdayaan (empowerment) berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai Sekretariat Daerah Kabupaten Simeulue.
Hal ini berarti diberikannya
pendelegasian/wewenang yang jelas, pelaksanaan tugas yang jelas serta melaksanakan tanggungjawab yang jelas terhadap pegawai yang diberikan oleh Sekretariat Daerah Kabupaten Simeulue akan mampu meningkatkan kinerja pegawai.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, Lisanne; LaFond Anne; Macintyre, Kate. 2001. Measuring Capacity Building, Carolina Population Centre/University of North Carolina, Chapel Hill. Edralin, J.SI. 2007. The New Local Governance and Capacity Building: A Strategic Approach. Regional Development Studies, Vol. 3. Gomes, Faustin Cardosa. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Andi Offset. Hasibuan, Malayu. 2003. Organisasi dan Motivasi: Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta : Bumi Aksara. Herdiana, Dikdik. 2012. Konsep Umum Pengembangan Kapasitas. Pengembangan – kapasitas.blogspot.com. (Online). Diakses 23 Maret 2014. Liveintranet.blogspot.com. Teori Harapan Vroom. 2013. (Online). Diakses 2 Maret 2014. Panggabean, S. Mutiara. 2002. Pengaruh Keadilan dalam Pengggajian dan Perilaku Individu terhadap Kinerja Dosen pada Perguruan Tinggi Swasta. Kajian Bisnis No. 26. Mei-Agustus. Priyono, Onny S dan A.M.W. Pranarka. 2005. Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta : CSIS. Soeprapto, H.R. Riyadi. 2010. The Capacity Building for Local Goverment Toward Good Governance. World Bank. Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta. Umar, Husein. 2001. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.