Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X
SOSIALISASI PENYIAPAN HINGGA KONSUMSI PANGAN SEHAT DI DESA BATUR DUSUN REJOSARI KABUPATEN SEMARANG Sarlina Palimbong, Jovan. N. Sinaga, Nella Suryani Rahangmetan, Silvia Mutiara Istimu Prodi Teknologi Pangan, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana Email:
[email protected]
ABSTRAK Penyiapan pangan sehat penting dilakukan untuk menjaga kesehatan dan menunjang aktifitas fisik. Penyiapan pangan sehat dimulai dari pemilihan bahan pangan, kebersihan peralatan masak, personal hygiene, dan penyajian. Umumnya di desa yang mayoritas mata pencaharian penduduknya sebagai petani kurang memerhatikan kebersihan dapur dan penyajian. Desa Batur Dusun Rejosari Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang merupakan daerah pedesaan yang terletak dikaki gunung Merbabu dan penghasil sayuran. Tujuan kegiatan ini adalah memberikan sosialisasi tentang penyiapan hingga penyajian pangan sehat yang bebas dari cemaran mikroorganisme. Metode pelaksanaan dengan cara melakukan survei langsung ke lokasi, wawancara, dan berkunjung ke rumah penduduk. Hasil survei menunjukan bahwa sanitasi dapur buruk sebab berada dalam satu rumah dengan kandang ternak. Kegiatan sosialisasi dan simulasi menu sehat dihadiri guru SDMI Batur I. Respon yang diperoleh sangat positif. Menurut mereka materi yang diberikan terbarukan dan menambah pengetahuan tentang penyiapan pangan sehat. Diharapkan setelah kegiatan ini dapat mengubah pola pikir masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan dapur tanpa mengubah budaya yang sudah ada, menambah nilai ekonomis hasil panen. Kata kunci: higienitas, pangan sehat
ABSTRACT Health Promotion on Healthy Food Preparation and Consumption in Rejosari Hamlet, Batur Village, Semarang District Preparation of healthy food is important to maintain health and support physical activity. Preparation starts from food selecting , cleanliness of cooking tools, personal hygiene, and serving. Generally, in the village that the majority of the population as a farmer's and livelihood little concern for cleanliness of kitchen and serving. Rejosari is a village at Getasan District of Semarang District is a rural area that is located at the foot of Mount Merbabu and producer of vegetables. The purpose of this activity is to provide socialization on setting up serving healthy food that is free from contamination of microorganisms. The method of implementation by conducting surveys directly to the location, interviews, and visited the homes of residents. The survey results showed that poor sanitation because the kitchen are in one house with cage. Socialization and healthy menu simulated attended by teacher of SDMI-I Batur. The obtained very positive response. According to them the new information and gain knowledge about healthy food preparation. This activity can be expected after the change the mindset of the people the importance of maintaining the cleanliness of the kitchen without changing the existing culture, add to the economic value of the farm product's. Keywords: hygiene, healthy-food
LATAR BELAKANG Pangan merupakan kebutuhan sekunder manusia setelah sandang karena tanpa pangan yang memadai maka manusia tidak dapat melakukan aktifitasnya secara baik. Pangan bagi manusia dibutuhkan sebagai penyedia tenaga dan sekaligus menjadi wadah bagi unsur 488
Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X
pengganggu kesehatan manusia, baik unsur yang secara alamiah telah menjadi bagian dari pangan (bawaan) maupun unsur dari luar pangan. Unsur pengganggu ini menimbulkan sejumlah penyakit pada tubuh manusia. Penyakit atau bahaya yang ditimbulkan akibat mengonsumsi suatu pangan disebut keracunan pangan. Keracunan pangan yang dikonsumsi umumnya disebabkan oleh cemaran mikrobiologi dan kimia (Fardiaz, 1992). Cemaran biologis menghasilkan toksin pada pangan dan mikrobia itu sendiri menginfeksi saluran cerna, cemaran kimia mengganggu pencernaan. Di Indonesia jumlah kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan di Indonesia cukup tinggi. Kasus keracunan nasional berdasarkan kelompok penyebab yaitu sebanyak 855 kasus akibat keracunan pangan (BPOM, 2014). Tercatat kejadian yang dilaporkan selama 4 tahun terakhir (2010 – 2013) paling banyak berasal dari pengelolaan pangan rumah tangga dan kegiatan masyarakat seperti hajatan rumah tangga. Pada tahun 2012 tercatat 312 kasus KLB Keracunan Pangan yang tersebar di 33 provinsi, tahun 2013 – 2014 tercatat 233 kasus KLB Keracunan Pangan yang tersebar di 33 provinsi. Kejadian ini akan terus berlangsung sepanjang masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya higienitas pada makanan yang akan dikonsumsi, dimulai dari pemilihan bahan pangan sampai penyajian (Widiastuti, 2015). Berdasarkan laporan WHO (1991) bahwa sekitar 70% kasus diare terjadi di negara-negara berkembang diakibatkan oleh makanan. Hal ini merupakan ancaman serius terhadap anak-anak balita dan orang dewasa. Penyakit bawaan makanan atau keracunan makanan yang ditimbulkan akibat adanya kontaminasi makanan dan minuman oleh mikroba perlu mendapat perhatian secara seksama, karena penderita kasus ini dapat mengalami gangguan pencernaan, gangguan penyerapan zat-zat gizi, dan kadang menyebabkan kematian (Marwanti, 2010). Di Desa Batur Dusun Rejosari, kejadian diare ataupun keracunan massal belum pernah terjadi. Kejadian diare terjadi hanya pada beberapa anak usia sekolah dasar namun kejadian semacam itu dianggap biasa oleh orang tuanya sebab para orang tua tersebut tidak mengalami apa-apa pada saat anaknya terserang diare. Desa Batur Dusun Rejosari merupakan suatu wilayah yang terletak di kaki gunung Merbabu dengan mayoritas mata pencaharian penduduknya sebagai petani sayur. Penggunaan pestisida dan pupuk kimia menjadi hal lazim agar bisa panen cepat dan segera dijual. Pada musim hujan perlakuan pestisida dan pupuk kimia sering tidak dapat memperbaiki kualitas hasil panen. Disaat yang sama petani hanya bisa mengandalkan hasil sampingan seperti menjual ternak piaraan seperti sapi, ayam, dan sebagainya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Memelihara hewan merupakan budaya setempat termasuk menempatkan hewan dalam satu rumah dengan pemilik. Kandang hewan hanya disekat oleh dinding anyaman bambu (gedek), bahkan kadang sama sekali tidak disekat dan langsung berhadapan dapur. Penempatan hewan piaraan serumah dengan pemilik karena keterbatasan ekonomi dan kurangnya pengetahuan terhadap akibat yang dapat ditimbulkannya serta membuat pemilik merasa lebih tenang sebab dapat mengawasi langsung ternaknya. Keterbatasan ekonomi membuat petani menganggap lahan miliknya hanya untuk sayur, sebab bila sebagian digunakan sebagai kandang hewan maka akan mengurangi kuantitas hasil panen. Kondisi seperti itu sangat memungkinkan terjadinya keracunan makanan. Kondisi ini tidak dapat dibiarkan karena dampak jangka panjang yang mungkin ditimbulkan dari kebiasaan tersebut. Selain masalah tersebut, terdapat juga masalah lain seperti rendahnya harga jual sayur saat panen raya tiba yang tentu saja merugikan petani. Berdasarkan kondisi yang ada maka Prodi Teknologi Pangan UKSW tergerak untuk melakukan pengabdian masyarakat dengan cara memberikan edukasi kepada warga setempat (terutama kepada Guru – guru SD MI Batur I) tentang penyiapan hingga penyajian pangan sehat 489
Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X
terutama kaitan antara dapur dengan bahaya yang dapat timbul akibat penempatan hewan serumah dengan pemilik terhadap kesehatan dan juga simulasi pembuatan menu sehat berbasis hasil panen setempat. Para guru SD MI Batur I ini nantinya diharapkan dapat menyampaikan dengan bahasa lebih sederhana kepada warga setempat. Harapan dari kegiatan ini adalah timbul kesadaran para warga setempat untuk memikirkan kebersihan tempat pengolahan pangan karena penempatan ternak berdekatan dengan dapur, dapat membuat menu sehat yang berasal dari hasil panen lahan sendiri dan memanfaatkannya sebagai ide awal berwirausaha.
MASALAH Berdasarkan hasil survei di lapangan, ditemukan beberapa hal yaitu: 1). Kebersihan area pengolahan pangan (dapur) keluarga masih sangat kurang. 2). Alat masak yg telah digunakan hanya dibilas seperlunya sebab daerah ini sering kekurangan air. 3). Penyajian makanan di atas meja ditutup menggunakan tudung saji plastik langsung. Dikonsumsi setelah dingin berjam-jam. 4). Panenan sayur sebagian dikonsumsi sendiri hanya dimasak standar (melulu) saja sehingga menimbulkan rasa bosan. 5).Nilai ekonomis sayur anjilok saat panen raya sehingga sangat merugikan petani.
METODE PELAKSANAAN Berdasarkan temuan permasalahan di lapangan maka untuk menjawab permasalahan tersebut, di gunakan metode penyuluhan dan pelatihan. Metode penyuluhan seperti memberikan sosialisasi cara penyiapan hingga penyajian pangan sehat terutama kaitan antara dapur dan kemungkinan bahaya yang dapat timbul akibat penempatan kandang hewan serumah dengan pemilik terhadap kesehatan, dan metode pelatihan seperti simulasi pembuatan menu sehat. Teknik pengumpulan data dan analisis data menggunakan metode kualitatif, diawali dengan melakukan survei daerah setempat untuk melihat kebutuhan informasi apa yang sekiranya perlu disampaikan kepada warga setempat, melakukan wawancara dengan tetua adat sekaligus meninjau langsung rumah warga dan berdialog dengan mereka. Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 28 Nopember 2015 di Desa Batur, Dusun Rejosari Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. Dusun Rejosari terletak ditengah-tengah diantara dua dusun lainnya dipojok kanan atas peta. Lokasi ditunjukkan dalam peta berikut ini
HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan yang dilakukan terbagi atas dua sesi, yaitu sosialisasi penyiapan pangan sehat dan simulasi pembuatan menu sehat. I. Edukasi cara penyiapan hingga penyajian pangan sehat. Disampaikan dalam bentuk presentasi dan diskusi bersama. Dimulai dari pengertian keamanan pangan, penyebab ketidakamanan pangan, gejala dan tanda akibat konsumsi pangan yang tidak aman, contoh mikroorganisme penyebab keracunan, dan cara pencegahan keracunan pangan. Rincian materi yang diberikan adalah sebagai berikut: 1. Pengertian keamanan pangan menurut Anonim (2004) dan Nurlaela (2011) dalam Krisnamurni (2007), adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, 490
Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X
merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Keamanan pangan merupakan kebutuhan masyarakat, karena diharapkan melalui makanan yang aman, masyarakat akan terlindungi dari penyakit atau gangguan kesehatan lainnya.
Dusun Rejosari
Gambar 1. Peta Desa Batur Kecamatan Getasan 2. Penyebab ketidakamanan pangan (cemaran biologis, kimia, bahan lain), gejala dan tanda: 1). Cemaran biologis Mikrobia terdapat disekeliling kita, sebagian besar tidak berbahaya dan sebagian lagi berbahaya. Disebut berbahaya apabila menyebabkan infeksi pada manusia/hewan. Mikrobia berkembang biak lalu menginfeksi jaringan tubuh manusia/hewan dalam keadaan tertentu. Pangan dapat menjadi beracun apabila tercemari mikrobia tertentu. Mikrobia tersebut akan mengeluarkan toksin pada makanan atau menginfeksi saluran pencernaan manusia. Menurut Fardiaz (1992), mikrobia penginfeksi dibedakan atas: 1.1. Bakteri penginfeksi saluran cerna manusia, antara lain Salmonella, C. perfringens,Vibrio parahaemolyticus, Escherichia coli, Bacillus cereus. Pangan yg diinfeksi tergolong berkeasaman rendah (daging, telur, susu dan hasil produksinya). 1.1.1. Vibrio cholera: menyebabkan wabah kolera, sedangkan Vibrio cholerae van Eltor penyebab dari penyakit kolera eltor. Bakteri ini bekerja dengan cara menyerang dinding saluran usus dan menyebabkan diare serta muntah. Penularan Vibrio melalui air, ikan dan makanan hasil laut. 1.1.2. Salmonella. Sumber kontaminasi antara lain: kotoran hewan pada saat dipotong, kotoran manusia, atau air yang tercemar air buangan yang mengandung Salmonella, tangan/alat non higinis. Salmonella terdapat pada unggas dan telurnya, lalat, tikus, dan kecoa. Ayam, kalkun, bebek dan angsa dapat terinfeksi oleh berbagai jenis Salmonella 491
Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X
yang kemudian dapat ditemukan dalam kotoran, telur dan sebagainya. Gejala keracunan Salmonella adalah demam, sakit kepala, diare, dan muntah. Masa inkubasi 5 – 72 jam, biasanya 12 – 36 jam setelah mengonsumsi makanan tercemar Salmonella. 1.1.3. Clostridium perfringens: menimbulkan penyakit gastroenteritis (gangguan saluran pencernaan). Gejala yang timbul seperti sakit perut, diare dan terbentuknya gas racun yang dikeluarkan dari saluran pencernaan. C.perfringens relatif peka terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu 60°C selama 10 menit. Gejala timbul dalam waktu 8 – 24 jam setelah memakan makanan yang tercemar mikroba tersebut. Clostridium perfringens banyak terdapat pada daging ayam dan daging sapi masak. 1.1.4. Vibrio parahaemolyticus: menimbulkan penyakit gastroenteritis. Sering terjadi di Jepang akibat kebiasaan mengonsumsi hasil laut mentah. Masa inkubasi 2 – 48 jam. Gejala yang timbul adalah sakit perut, diare (kotoran berair dan mengandung darah), mual dan muntah, demam ringan, dan sakit kepala. 1.1.5. Escherichia coli: secara normal terdapat pada saluran usus besar orang sehat dengan jumlahnya dapat mencapai 109 CFU/g. Dikenal sebagai mikroba indikator kontaminasi fekal dan dibagi dalam dua kelompok, yaitu nonpatogenik dan patogenik. Ada empat kelompok patogenik penyebab diare, yaitu EPEC (Enteropatogenik Escherichia coli), ETEC (Enterotoksigenik Escherichia coli), EIEC (Enteroinvasif Escherichia coli) dan VTEC (Escherichia coli penghasil verotoksin). 1.1.6. Bacillus cereus: mengakibatkan gastroenteritis. Gejala mual, kejang perut, diare berair, dan muntah-muntah selama satu hari atau kurang. Pangan yang sering terkontaminasi adalah serelia, tepung, bumbu, pati, puding, saus, dan nasi goreng. 1.2. Bakteri penghasil toksin antara lain Clostridium botulinum, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas cocovenenans. Racun yang dihasilkan bakteri lebih tahan panas daripada bakteri itu sendiri. 1.2.1. Clostridium botulinum, mengakibatkan keracunan yang disebut ‘botulism’, dan dapat mengakibatkan kematian. Gejala ditandai adanya gangguan pencernaan yang akut, mual, dan berbicara, otot-otot menjadi lumpuh dan kematian karena kesulitan bernafas, muntah, diare, lemah fisik dan mental, pusing dan sakit kepala, pandangan berubah menjadi dua, sulit menelan. Pada kasus yang fatal kematian dapat terjadi 3 – 6 hari. Umumnya terjadi pangan kaleng berasam rendah seperti jagung manis, bit, asparagus dan bayam. 1.2.2. Staphylococcus aureus, gejala yang ditimbulkan yaitu banyak mengeluarkan ludah, mual, muntah, kejang perut, diare berdarah dan berlendir, sakit kepala, kejang otot, berkeringat dingin, lemas, nafas pendek, suhu tubuh dibawah normal. Gejala berlangsung 1 – 2 hari, jarang terjadi kematian. Bakteri dapat mati melalui pemanasan tetapi toksin yang dihasilkannya hanya dapat terurai jika dilakukan pemanasan selama beberapa jam, atau dipanaskan pada suhu 115°C selama 30 menit. 1.2.3. Pseudomonas cocovenenans, menyebabkan penyakit keracunan bongkrek. Tempe bongkrek terbuat dari ampas kelapa dan difermentasi kapang Rhizopus oligosporus. Pada tempe yang gagal dan rapuh, selain Rhizopus oligosporus biasanya tumbuh juga sejenis bakteri ini. Gejala keracunan bongkrek ditandai hipoglikemia, spasma/kejang, dan tidak sadar. Penderita hipoglikemia biasanya meninggal 4 hari setelah mengkonsumsi tempe bongkrek yang beracun. 2). Cemaran bahan kimia, berada dalam pangan secara alamiah misalnya jamur racun, singkong, ikan racun, jengkol, dan sebagainya.
492
Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X
2.1. Jamur racun, terdapat beberapa jenis jamur beracun yang mirip jamur merang yaitu Amanita muscaria menghasilkan racun muskarin dan jamur Amanita phalloides menghasilkan racun phallin. Masa inkubasi relatif cepat antara 15 menit – 5 jam. Gejala keracunan yaitu sakit perut, timbul rasa haus, mual, muntah, diare, badan menjadi lemah, kadang-kadang diikuti dengan keluarnya air mata dan dapat berakhir dengan kematian. 2.2. Jengkol, penyebab keracunan adalah asam jengkolat. Hablur asam jengkolat berbentuk jarum roset, mudah larut dalam larutan asam atau alkali, larut dalam air panas, sukar larut dalam air, sehingga dapat mengakibatkan penyumbatan pada saluran urine dan terganggunya fungsi ginjal. Gejala keracunan jengkol yaitu perut kembung, mual, kadang-kadang disertai dengan muntah dan tidak dapat buang air besar, nyeri pada pinggang atau sekitar pusar. 2.3. Singkong, penyebab keracunan pada singkong adalah asam sianida. Asam sianida akan menghambat pengangkutan oksigen oleh sel darah merah. Gejala keracunan singkong yaitu mual, muntah, pusing, sukar bernafas sehingga harus menarik nafas dalam-dalam, denyut jantung cepat, kemudian pingsan dan dapat berakhir dengan kematian. 2.4. Ikan beracun, misalnya ikan buntal. Pada indung telur dan hati ikan buntal terdapat racun tetrodoksin dari golongan neurotoksin (menyerang syaraf). Ciri ikan buntal yaitu perut agak bulat tidak pipih, gigi rahangnya yang tumbuh berendeng menyatu dan hanya dipisahkan oleh celah kecil di tengah, sehingga tampak seperti bergigi empat. Gejala keracunan timbul 30 menit hingga beberapa jam setelah makan ikan beracun berupa kesemutan di sekitar mulut, ibu jari, jari tangan dan jari kaki, dan sering diikuti dengan rasa kebal pada tungkai, nyeri pada sendi, rasa gatal, berkeringat, mual, muntah, otot lumpuh, pernafasan terganggu dan dapat berakhir dengan kematian. 2.5. Kerang dan udang beracun, kerang jenis tertentu diketahui mengandung racun yang menyerang syaraf (neurotoksin) dan racun ini tidak rusak oleh panas. Gejala keracunan yang akut timbul 5 hingga 30 menit setelah makan kerang atau dapat juga terjadi 24 – 48 jam setelah makan kerang atau udang yang diduga beracun. Gejala keracunan seperti terasa kesemutan di sekitar mulut, mual, muntah, perut melilit, otot melemah, tubuh lumpuh dan dapat berakhir dengan kematian karena pernafasan terganggu. 3). Cemaran pangan akibat logam berat terjadi bila logam berat mengontaminasi saat penanaman, pemeliharaan, penyimpanan pasca panen dan pengolahan (penggunaan alat masak yang mengandung logam berbahaya dan mengalami pengikisan permukaan). 3.1. Merkuri, keracunan logam ini terjadi karena pembuangan limbah industri yang mengandung merkuri ke laut atau sungai kemudian mencemari ikan dan sejenisnya yang hidup di air laut, atau penggunaan fungisida yang tidak sesuai dengan petunjuk penggunaan atau karena kekeliruan pemakaian fungisida, karena label tidak jelas. Gejala keracunan seperti rasa terbakar pada mulut, rasa logam, banyak mengeluarkan air liur dan haus, sakit perut, muntah, cairan tinja mengandung darah, denyut nadi cepat tapi lemah, pucat, kelemahan kaki, penglihatan menurun, koma dan berakhir kematian. 3.2. Tembaga, seng antimony (stibium), dan timbal, terjadi keracunan apabila pangan yang mengandung asam atau berkarbonat diolah dalam wadah-wadah tersebut, sebagian logam akan terkikis dan larut dalam pangan sehingga dapat menimbulkan keracunan. Masa inkubasi relatif cepat yaitu satu jam atau kurang. Gejala keracunan adalah sakit kepala, keringat dingin, nadi lemah, rasa manis dan bau logam pada mulut, muntah, sakit perut, diare, kejang-kejang dan koma. 493
Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X
3.3. Arsen dan flourida, banyak digunakan sebagai bahan campuran pestisida. Menyebabkan keracunan karena penyimpanan atau penyemprotan insektisida yang tidak sesuai dengan petunjuk. Gejala keracunan umumnya timbul ½ – 1 jam setelah keracunan. Gejala keracunan seperti muntah, diare dan dapat berakhir dengan kematian. 3.4. Kadmium, terjadi karena wadah makanan yang mengontaminasi bahan pangan yang dibungkusnya. Gejala yang timbul adalah pucat, muntah, kejang, pingsan dan permukaannya dilapisi kadmium terkikis dan larut ke dalam pangan. Masa inkubasinya 1 jam kurang dapat diakhiri dengan kematian. 3.5. Sianida, keracunan sianida terjadi karena bahan pengkilap peralatan perak yang mengandung senyawa sianida dan menempel pada tangan yang dapat mencemari pangan sehingga menyebabkan keracunan. Masa inkubasi antara 35 menit sampai 6 jam. Gejala yang ditimbulkan akibat keracunan sianida adalah letih, keringat dingin, mual, muntah, diare, kemungkinan diakhiri dengan kematian. 3.6. Nitrit, sebagai pengawet daging dan memberikan warna merah. Keracunan nitrit terjadi jika penggunaannya melewati batas maksimum penggunaan, salah pemakaian dan tercampur secara tidak sengaja karena kelalaian dan ketidaktahuan. Gejala hipoglikemia tiba-tiba, mual, muntah, kedinginan, kejang bibir, dan ujung jari menjadi biru, kolaps, dan kematian. 3). Pencegahan Beberapa hal dapat dilakukan sebagai langkah awal pencegahan: 1. Biasakan mencuci tangan secara benar sebelum dan sesudah menangani/mengolah pangan di bawah air mengalir. 2. Biasakan mencuci tangan setelah menggunakan toilet. 3. Biasakan mencuci dan membersihkan peralatan masak sebelum dan setelah digunakan. 4. Menjaga kebersihan area dapur/tempat pengolahan dari hewan/serangga lainnya. 5. Pisahkan wadah pangan matang dengan pangan mentah. 6. Mengonsumsi air yg telah dididihkan sempurna. 7. Memasak pangan sampai matang sempurna (suhu ≥70°C). 8. Pertahankan suhu pangan matang >60°C sebelum disajikan. 9. Menyimpan produk sesuai sifat bahan. 10. Tidak mengonsumsi pangan kadaluarsa/kaleng menggembung. 11. Tidak mengonsumsi pangan off odor/off flavor. 12. Tidak memberikan madu pada bayi <1th (menghindari keracunan C. botulinum). 13. Tidak membiarkan pangan matang berada terlalu lama pada suhu ruang (maksimal 2 jam). 14. Tidak membiarkan pangan beku mencair/terlalu lama terpapar suhu ruang. 15. Hindari penggunaan peralatan rumah tangga yang mengandung bahan-bahan logam tertentu.
Semua peserta terlibat aktif dalam diskusi materi yang disampaikan dan terlihat antusias mengajukan pertanyaan ditengah penjelasan. Ungkapan senang karena memperoleh pengetahuan baru dan mendapatkan informasi yang lebih jelas diungkapkan peserta saat diskusi. II. Simulasi Pembuatan Menu Sehat Setelah acara diskusi, peserta diajak untuk melakukan pembuatan pangan sehat. Pembuatan pangan sehat ini berfokus pada hasil pertanian daerah setempat dengan tujuan agar warga dapat memanfaatkan lebih maksimal hasil panennya sehingga menambah nilai ekonomisnya. Sebelum simulasi dilakukan terlebih dahulu diberikan pengetahuan mengenai 494
Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X
kriteria dan kebersihan bahan yang akan digunakan, memastikan kebersihan alat-alat yang akan digunakan serta kebersihan diri (personal hygiene) orang yang akan mengolah. Kriteria bahan pangan utama yang akan diolah harus segar, daun, kuntum, dan batang utuh, bebas ulat/hama dan noda coklat apapun, tidak cacat atau memar. Untuk bahan pendamping lainnya seperti telur ayam, susu cair, dan sebagainya harus menggunakan bahan segar dan bersih. Peralatan masak yang akan digunakan dipastikan kebersihannya terlebih dahulu dan disiapkan semuanya. Dapur tempat menyiapkan dan memasak makanan juga dibersihkan dulu sebelum digunakan untuk memasak. Sebelum bahan pangan diolah, sipengolah terlebih dahulu harus mencuci tangan menggunakan sabun dibawah air mengalir. Selain itu dianjurkan meringkas rambut (terutama bagi kaum perempuan) untuk mencegah rambut rontok yang dapat masuk ke dalam masakan. Saat masakan sudah matang sebaiknya segera dikonsumsi, dan tidak menunggu hingga dingin terlalu lama. Kegiatan simulasi pembuatan menu sehat dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2. Simulasi Pembuatan Menu Sehat Manfaat yang dapat diperoleh dari sesi ini bagi peserta kegiatan adalah menambah pengetahuan peserta akan cara pengolahan sayuran menjadi menu sehat dan beragam sehingga dapat meningkatkan gizi keluarga dan dapat menjadi bahan untuk berwirausaha penduduk setempat. Menu sehat yang disimulasikan yaitu nugget brokoli, cake labu kukus, dan pasta tomat. Menu ini dipilih untuk menyesuaikan hasil panen setempat, bahan pendamping mudah ditemukan, alat dan bahan yang digunakan sederhana dan umum dimiliki setiap rumah tangga pedesaan, serta cara pembuatan mudah. Brokoli, labu kuning, dan tomat merupakan komoditas dominan di lahan pertanian setempat. Menu nugget berbahan dasar brokoli dipilih untuk menyiasati anak yang kurang menyukai makan sayur. Selain itu, brokoli diketahui mengandung kalsium yang baik untuk kekuatan tulang. Cake berbahan dasar labu selain dapat sebagai menu sajian yang berkelas saat disajikan, juga mengandung vitamin A yang cukup tinggi untuk menunjang kesehatan mata. Pasta tomat dipilih sebagai bahan pendamping saat mengonsumsi nugget atau gorengan tertentu. Pasta dari tomat asli akan lebih sehat sebab mengandung likopen dan tanpa tambahan pengawet. Pasta ini dapat diberi tambahan bumbu lain seperti cabe rawit dalam jumlah tertentu bila menginginkan pasta berasa pedas. Bahan pendamping yang digunakan 495
Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X
juga mudah ditemukan didaerah sekitar seperti, telur ayam, gula pasir, susu cair, minyak goreng, terigu, dan sebagainya. Alat yang digunakan mudah diperoleh karena lazim dimiliki oleh rumah tangga pedesaan seperti dandang, blender, pisau, talenan, serbet, dan sebagainya. Semua peserta terlibat aktif dalam kegiatan ini mulai dari penyiapan alat-alat yang akan digunakan, kebersihan ruangan yang dibutuhkan, pengolahan hingga penyajian. Setelah penyajian baru dilakukan diskusi hal-hal yang belum jelas saat pengolahan. Ungkapan senang karena memperoleh pengetahuan baru mengenai diversifikasi menu dari sayuran panen sendiri dan dapat dijadikan ide dasar berwirausaha.
KESIMPULAN DAN SARAN Semua peserta menyatakan sangat senang dengan adanya kegiatan semacam ini sebab materi dan simulasi yang diberikan sangat mengena kebutuhan mereka sehingga mereka menjadi sadar bahwa sangat penting memperhatikan kebersihan dapur dan mengonsumsi makanan dalam keadaan hangat. Mereka berharap akan ada lagi kegiatan semacam ini yang dapat membantu membangun kesejahteraan mereka. Kegiatan pengabdian ini sebaiknya rutin dilakukan berkala untuk kebaikan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. (2004). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.28 Tahun 2004 Tentang Kemanan, Mutu dan Gizi Pangan. http://codexindonesia.bsn. go.id/uploads/download/PP.pp2804%20Keamanan%20pangan.pdf. Diakses pada tanggal 28 September 2016. Fardiaz, Srikandi. (1992). Organisme Patogen. Materi Pelatihan Singkat Keamanan Pangan, Standart dan Peraturan Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Krisnamurni,S. (2007). Keamanan Pangan pada Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit.. Dibawakan pada Pertemuan Ilmiah Nasional Asosiasi Dietisien Indonesia ke III, Semarang, Indonesia, 19–21 Juli 2007. Marwanti. (2010). Keamanan Pangan dan Penyelenggaraan Makanan. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Keamanan%20Pangan.pdf. Diakses pada tanggal 26 September 2016. Nurlaela, Euis. (2011). Keamanan Pangan dan Perilaku Penjamah Makanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit. Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 1,No. 1,Agustus 2011 : 1-7. Diakses pada tanggal 26 September 2016. Widiastuti, Kadek. (2015). Menyambut Hari Kesehatan Sedunia 2015 "Pilih dan Konsumsi Pangan yang Aman dan Sehat. Artikel HKS. Diakses pada tanggal 26 September 2016.
496
Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X
SESI TANYA JAWAB Nama Pemakalah
Nama Penanya
Sarlina Palimbong
Imelda Damanik
Asal Institusi
UKDW
Isi Pertanyaan
Adakah Korelasi langsung antara keberadaan kandang di dekat rumah / dapur dengan jenis penyakit tertentu di desa Batur ?
497
Jawaban
Secara keilmuan tentu saja ada pengaruhnya, apabila kandang hanya dibatasi bambu.ada beberapa ketika survey ada anak2nya ini merupakan budaya bahwa hewan ditempatkan serumah dengan pemiliknya.