Berita SLP
EDISI NO.1 2014
Sustainable Landscapes Partnership
DAFTAR ISI
PESAN DARI KETUA MC
Pesan dari COP SLP (Halaman 2)
B
uletin perdana Sustainable Landscapes Partnership (SLP) ini kami hadirkan sebagai sebuah media komunikasi yang mendukung program dan kegiatan SLP. Buletin SLP ini berisi informasi mengenai program-program dan aktivitas yang sedang dilaksanakan, serta artikel seputar isu-isu terkait dengan pembangunan berkelanjutan di Indonesia secara luas. Hal-hal yang termasuk di dalamnya antara lain namun tidak terbatas pada: kehutanan, tambang, agribisnis, isu kebijakan, rencana tata ruang, dan hubungan dengan pengelolaan sumber daya alam dan penggabungan pertimbangan-pertimbangan lingkungan.
SLP Tandatangani Kesepakatan dengan Tapanuli Selatan (Halaman 8) Mengeksplorasi Peran Potensial Associates Committee (AC) SLP untuk Mendukung dan Mengembangkan Pembangunan Bisnis Hijau (Halaman 10) Lokakarya Sosialisasi Inisiatif Kajian Lingkungan Hidup Strategis di Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal (Halaman 14) Satu Kebijakan, Satu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu (Halaman 15) SLP MendukungPengembangan Komoditas Karet di Mandailing Natal (Halaman 18)
Publikasi ini bertujuan untuk membangun komunikasi yang intensif serta kerjasama dan kemitraan di antara para pemangku kepentingan yang tertarik dengan pendekatanpendekatan pengelolaan bentang alam, dan termasuk diantaranya: kehutanan, agribisnis, tambang, dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Keterlibatan seluruh pemangku kepentingan akan memastikan terciptanya intervensi-intervensi yang dapat diterapkan dan didukung sepenuhnya, serta aktivitas-aktivitas lain yang mendukung serta mempromosikan bentang alam berkelanjutan. Kami dengan senang hati menerima masukan dan saran dari pembaca agar publikasi ini semakin berkualitas dari edisi ke edisi. Harapan kami, publikasi ini dapat memberikan manfaat bagi pembangunan bentang alam berkelanjutan di Sumatera Utara dan di Indonesia. Hormat saya, Iman Santoso Ketua Management Council (MC) Sustainable Landscapes Partnership
Teman-teman SLP yang kami hormati,
M
erupakan kehormatan bagi saya untuk menulis pengantar pertama untuk buletin dua bulanan program Sustainable Landscapes Partnership (SLP). Saya harap berita dan informasi yang ada dalam buletin ini dapat memberikan manfaat serta menarik bagi pembaca. Fokus utama Conservation International (CI) secara luas, maupun program SLP adalah mewujudkan Masyarakat Madani Sejahtera yang didukung oleh konservasi cadangan modal alam, dan tata kelola yang efektif serta sistem produksi yang berkelanjutan.
PESAN DARI COP SLP
SLP adalah kemitraan publik dan swasta antara United States Agency for International Development (USAID), Walton Family Foundation, dan CI, sebuah kolaborasi yang inovatif dalam hal peningkatan risiko ketahanan pangan, air, dan energi bagi pembangunan ekonomi dan kesejahteraan manusia, serta tantangan-tantangan terkait perubahan iklim dan fragmentasi ekosistem di tingkat bentang alam. Kunci sukses dari SLP adalah kemitraan serta partisipasi aktif para pemangku kepentingan lokal (pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta) untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Saat ini SLP bekerja di dua kabupaten, Mandailing Natal (Madina) dan Tapanuli Selatan (TapSel), Sumatera Utara. Pemerintah Indonesia, USAID, dan CI merupakan mitra pelaksana awal program SLP, dan duduk bersama di dalam Management Council (MC) SLP. Selain itu, ada juga Associates Committee (AC) SLP, yang pada tanggal 22 Januari akan mengadakan pertemuan, yang memberi kesempatan bagi para mitra sektor swasta untuk berpartisipasi dan terlibat dalam sejumlah investasi potensial serta aktivitas di wilayah kerja SLP, termasuk, namun tidak terbatas pada: dukungan pembangunan rendah emisi, konservasi hutan dan lahan gambut, perlindungan wilayah bernilai konservasi tinggi, jasa lingkungan, dan produksi serta mata pencaharian yang berkelanjutan. Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan terimakasih kepada Pemerintah Kabupaten Madina dan Pemerintah Kabupaten TapSel untuk dukungan dan komitmen yang terus menerus diberikan sepanjang tahun 2013, dan memasuki tahun 2014, dan seterusnya. Sekali lagi, dukungan dan komitmen yang telah diberikan kepada CI dan SLP oleh para pemangku kepentingan (pemerintah, LSM, dan sektor swasta) di Kabupaten Madina dan TapSel sudah sangat luar biasa, dan karenanya kami ingin terus melanjutkan kolaborasi ini di masa depan. Dalam kesempatan ini, izinkan saya menyampaikan harapan agar Anda dan keluarga senantiasa bahagia dan dalam lindungan Tuhan di tahun baru ini. Semoga kita dapat terus bekerjasama di 2014. Hormat saya, Simon Badcock Chief-of-Party Sustainable Landscapes Partnership
2
@SLP
Sekilas Program Sustainable Landscapes Partnership (SLP)
Bentang alam subur di Mandailing Natal, salah satu lokasi kerja SLP di Sumatera Utara
Indonesia terpilih sebagai lokasi percontohan untuk SLP karena hutannya berada pada titik kritis dalam proses pembangunan.
P
rogram Sustainable Landscapes Partnership (SLP) merupakan sebuah inisiatif multi-pemangku kepentingan yang dilakukan oleh Conservation International (CI) untuk mengkombinasikan dana publik dan sektor swasta demi peningkatan investasi di bentang alam tertentu, dimulai di Indonesia. SLP bertujuan untuk mendukung investasi dalam aktivitas-aktivitas pembangunan rendah karbon dan model-model bisnis yang membantu mengurangi deforestasi selain tetap mendorong pertumbuhan ekonomi, membuktikan bahwa pembangunan tidak harus merusak lingkungan. Pendanaan SLP didukung oleh USAID dan Walton Family Foundation. Sebagai panduan atas investasi pendanaan ini, CI menyiapkan Sustainable Investment Action Plan (SIAP) yang membantu menyiapkan konsep
untuk pembangunan bisnis hijau dan konservasi hutan. Di dalam SIAP juga tercantum ikhtisar ekologi, sosioekonomi, kondisi pasar, serta uraian peluang-peluang yang ada untuk pembangunan dan bisnis hijau di lokasilokasi kerja SLP. Dengan kata lain, SIAP merupakan sebuah rencana bisnis berbasis ekosistem, alat pendukung pengambilan keputusan, dan paket komunikasi yang dapat menarik investor dan membangun kepercayaan diri investor. SLP bermitra dengan sektor swasta yang menunjukkan ketertarikan dalam SIAP, baik perusahaan berskala besar, koperasi bisnis, atau usaha berskala kecil. Ketika SIAP diimplementasikan di Indonesia, CI akan secara seksama meninjau dan mengevaluasi kesuksesan program. Dengan “bukti dari konsep”, model pembangunan bisnis hijau dari SLP kemudian dapat direplikasikan dimana saja.
3
Apakah yang dimaksud pembangunan hijau?
keterampilan teknis. Dengan bekerja bersama pemangku kepentingan lokal, SLP akan memastikan bahwa mitra sektor swasta mereka memperlakukan masyarakat lokal dengan jujur dan setara, khususnya dalam melibatkan perempuan dan kelompok rentan lainnya. SLP bertujuan untuk menciptakan model usaha yang menunjukkan bahwa pembangunan bisnis hijau memiliki kekuatan untuk membantu banyak orang keluar dari kemiskinan dan meningkatkan standar hidup mereka. 2. Menjaga hutan Hutan menyediakan pangan, energi, air, dan tempat tinggal bagi bermilyar manusia dan hewan, serta penyedia elemen-elemen yang dibutuhkan untuk membuat obatobatan. Hutan juga berperan sebagai simpanan karbon, penyimpan CO2. Ketika hutan rusak, CO2 akan kembali ke atmosfir. Deforestasi mengeluarkan lebih banyak CO2 di udara dibandingkan dengan gabungan dari CO2 yang dikeluarkan oleh pesawat, kereta, mobil, truk, maupun kapal. Oleh sebab itu melindungi hutan merupakan komponen penting untuk mengatasi perubahan iklim.
@SLP
Indonesia terpilih sebagai situs percontohan untuk SLP karena hutannya berada pada titik kritis dalam proses pembangunan. Oleh sebab itu, intervensi harus dilakukan saat ini untuk membuktikan bahwa ada alternatif pembangunan ekonomi sebelum kekayaan bumi benarbenar hilang selamanya.
I
3. Membangun pendekatan berbasis pasar Untuk memastikan aktivitas ekonomi yang berkelanjutan, SLP akan membuat praktik di mana produk-produk yang ada memenuhi kebutuhan pasar. Konsep sederhana ini akan mengurangi risiko yang dihadapi proyek dan meningkatkan mata pencaharian dalam menarik modal dari luar. Aktivitas SLP akan didukung oleh tim peneliti dan tim ahli CI di lapangan untuk bidang perubahan iklim, ekologi, dan keuangan ekosistem untuk memastikan pengurangan emisi bersifat nyata dan dapat terukur.
SLP memiliki empat tujuan utama: 1. Meningkatkan kesejahteraan manusia Melalui program SLP, masyarakat mendapatkan akses ke pasar, dan kesempatan untuk belajar keterampilan-
4. Membangun kemitraan SLP akan membangun kemitraan dan komunikasi antara sektor swasta, pemerintah, masyarakat untuk berbagi pengetahuan. SLP juga bekerja untuk membangun kesadaran dan kapasitas pemangku kepentingan, dan akan memprioritaskan kolaborasi dengan kelompok masyarakat sipil, termasuk dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan universitas lokal. Perusahaan-perusahaan yang menunjukkan potensi kepemimpinan dalam bidang bisnis hijau akan diundang untuk bergabung dalam SLP Associates Committee (AC). Associates Committee akan memainkan peran aktif dalam mendukung pembangunan proyek SLP, mendampingi dalam mengidentifikasi kesempatan bisnis rendah karbon, dan memberikan sudut pandang sektor swasta global kepada Management Council (MC) SLP. (Simon Badcock)
Sebuah pembangunan hijau dikembangkan melalui kemitraan di antara para pemangku kepentingan
de untuk sebuah ekonomi yang sehat dan berkelanjutan (misalnya ‘hijau’) adalah bahwa modal alam dikelola dengan cara yang memungkinkan munculnya jasa ekosistem berkelanjutan yang menguntungkan manusia, mendorong pembangunan ekonomi, sekaligus menjaga alam. Sebuah model pembangunan bisnis hijau menjaga kontribusi alam yang terus menerus untuk kesejahteraan manusia dengan menggabungkan konservasi dan nilai ekosistem dan keanekaragaman hayati dalam pengambilan keputusan. Hal ini termasuk, namun tidak terbatas pada: komitmen global untuk ekosistem yang sehat dan pertumbuhan yang berkelanjutan; praktik-praktik bisnis yang inovatif yang mengurangi jejak karbon ekologi perusahaan, dan investasi strategis dalam kesempatan-kesempatan konservasi.
4
Manusia Butuh Alam Untuk Hidup Visi CI yang baru
T
antangan-tantangan terhadap lingkungan global dan kebutuhan populasi manusia dunia tidak pernah sebesar ini; masa depan, secara harfiah terletak pada keseimbangan.
Setiap orang di dunia berhak atas lingkungan yang sehat dan manfaat-manfaat fundamental yang disediakan alam. Akan tetapi planet kita mengalami sebuah eksploitasi sumber daya alam, dan hanya dengan melindungi alam serta anugerahnya – sebuah iklim yang stabil, air bersih, samudera yang sehat, dan bahan makanan yang tersedia – yang dapat memastikan kehidupan yang lebih baik bagi setiap orang, dimana saja.
upaya-upaya kami, baik di darat maupun laut, dan bahwa kolaborasi internasional semacam ini dibutuhkan untuk membantu masyarakat mencapai model ekonomi yang berkelanjutan. Logo CI yang baru menggambarkan capaian yang kami harapkan: sebuah planet biru yang sehat didukung oleh pembangunan hijau. Keberhasilan yang telah dicapai CI selama bertahun-tahun menjadikannya sebesar ini, sebuah lingkaran biru kehidupan; pasar kita, pekerjaan kebijakan, dan usaha pelibatan publik saat ini sedang merencanakan sebuah jalan hijau yang menggabungkan usaha-usaha ini. Manusia tidak dapat hidup tanpa ekosistem yang sehat. Dengan adanya logo ini, CI akan terus memperluas upaya-upaya kami untuk membuat konservasi sebagai sebuah landasan pembangunan ekonomi untuk menguntungkan setiap orang, dimana saja.
“Logo baru kami menggambarkan misi dan strategi baru, dan – yang lebih penting – visi kami untuk planet biru yang sehat didorong oleh pembangunan hijau yang lebih berkelanjutan.”
Peter Seligmann, Chairman and CEO of Conservation International
Perubahan Logo CI: Sebuah Planet Biru didukung oleh Pembangunan Hijau Berkelanjutan Logo baru ini mencerminkan perkembangan realisasi Conservation International (CI) yang perlu kita lakukan. Kesuksesan hanya akan bisa dicapai ketika pegawai pemerintah, pemimpin bisnis, anggota masyarakat lokal, dan pembuat keputusan lainnya di dunia sadar mengenai hubungan yang dalam antara alam dan kesejahteraan manusia – dan pertukarannya – melekat dalam keputusankeputusan mereka. Hal yang lebih penting adalah kita perlu membuktikan bahwa model pembangunan yang menjaga keanekaragaman hayati tidak hanya mungkin, namun juga penting. Logo CI yang baru adalah sebuah logo yang modern, gambaran jelas yang menggambarkan luasan dan skala
Dimana CI bekerja saat ini? Saat ini CI memiliki kantor di 31 negara, dan bekerja dengan ribuan mitra pada lebih dari 40 proyek. Di Kepulauan Pasifik, staf lapangan bekerja dengan pemerintah negara kepulauaan untuk memastikan perlindungan wilayah laut terbesar di dunia: Pacific Oceanscape. Center for Environmental Leadership in Business (CELB) atau pusat kepemimpinan lingkungan dalam bisnis di dalam organisasi kami membantu perusahaan-perusahaan besar untuk ‘hijau’ dalam rantai suplai mereka, serta berkomitmen pada perlindungan ekosistem. Di Tanzania, ahli biologi dari CI dan mitranya juga menilai hubungan antara ekosistem alam dengan praktik-praktik pertanian untuk memberikan masukan bagi pembangunan pertanian. Pada pertemuan perubahan iklim di Copenhagen hingga Cancun, ahli-ahli kebijakan CI mendukung para pemimpin dunia untuk mencapai kesepakatan internasional perubahan iklim.
5
Program CI di Indonesia
CI sudah bekerja di Indonesia sejak tahun 1992. CI Indonesia bekerja di kawasan terpilih yang tidak hanya mewakili keanekaragaman hayati yang melimpah, jasa ekosistem, dan kontribusi bagi kesejahteraan manusia, namun juga menggambarkan kesempatan untuk perubahan yang transformatif. CI Indonesia memiliki dua wilayah prioritas: Program Sumatera Utara dan Program Papua. Program-program lapangan (kelautan dan terestorial) ada di 9 lokasi di Indonesia: Aceh Tengah, Pakpak Bharat Sumatera Utara, Mandailing Natal dan Tapanuli Selatan Sumatera Utara, Sukabumi Jawa Barat, Bali, Anambas, Mamberamo Papua Barat, dan Bentang Laut Kepala Burung (BLKB), Papua.
@SLP
Program-program kami saat ini antara lain: Kopi konservasi di Aceh Tengah, Sustainable Agriculture di Pakpak Bharat, Sustainable Landscapes Partnership di Mandailing Natal dan Tapanuli Selatan, Program Reforestasi di Sukabumi, Pembangunan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) dengan konsep Ridge to Reef (darat laut) di Bali, Pembangunan KKP ekowisata di Anambas, Program Konservasi dan Pembangunan di Mamberamo, dan BKLB di Papua Barat (Kaimana, Raja Ampat, dan Manokwari).
Peta lokasi kerja CI di Indonesia
6
@SLP
Kantor SLP atau Rumah Putih, berlokasi di Padang Sidimpuan, TapSel
Rumah Putih: Tempat Berkumpul dan Berdiskusi Bersama
“Wah, kantornya nyaman. Saya pasti betah ngobrol dan berdiskusi dengan teman-teman di sini,” kata Parlindungan Purba ketika melangkah masuk ke rumah dengan cat putih di Jalan Kenangan Nomor 51, Padang Sidimpuan. Anggota DPR yang juga Koordinator Kajian Lingkungan Hi-dup Strategis (KLHS) Nasional itu tidak salah. Rumah yang hanya berjarak 300 meter dari kantor Bupati Tapanuli Selatan itu dari luar sudah terlihat nyaman, dengan naungan pohon rambutan besar di halaman depan. Masuk ke dalam, kita akan disambut ruangan-ruangan besar dengan jendela yang menghantar udara sejuk. Sejak 3 Oktober lalu, rumah putih itu resmi menjadi kantor program Sustainable Landscapes Partnership (SLP) di Tapanuli Selatan (TapSel). Kantor ini diharapkan tidak
saja menjadi tempat bekerja staf SLP di TapSel tapi juga menjadi ajang berkumpul, berdiskusi dan bertukar pikiran bagi mitra-mitra SLP di kabupaten itu. “Kegiatan seperti rapat koordinasi dan pembelajaran mengenai KLHS, diskusi media atau perencanaan kegiatan lapangan dengan Lembaga Swadaya masyarakat (LSM) dan kelompok tani bisa dilakukan di kantor ini. Karena memang itu yang diharapkan dari kantor baru ini, sebuah tempat yang terbuka bagi siapa saja yang ingin membahas semua hal demi kemajuan Tapanuli Selatan,” kata Simon Badcock, Chief of Party (COP) SLP. Kepala Badan Lingkungan Hidup Tapanuli Selatan Ali Syahrudin juga menyambut baik dibukanya kantor baru SLP ini. “Koordinasi dan komunikasi seringkali menjadi tantangan utama keberhasilan sebuah program. Dengan adanya kantor SLP, saya berharap kedua hal tersebut dapat berjalan lancar, sehingga SLP dapat mencapai tujuan program yang dinginkan.” Oleh karena itu, dengan senang hati kami menerima kehadiran Anda untuk berkunjung ke “Rumah Putih SLP” untuk berbincang-bincang, mendiskusikan isu terbaru, atau sekedar makan durian bersama. (Primatmojo Djanoe)
7
SLP Tandatangani Kesepakatan dengan Tapanuli Selatan masyarakat, pengembangan konservasi habitat dan kegiatan keanekaragaman hayati melalui program penyimpanan karbon, peningkatan kapasitas aparat pemerintah untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, dan pemberdayaan dan pembangunan kapasitas masyarakat melalui pengembangan program ekonomi alternatif serta peningkatan kepedulian dan pendidikan konservasi.
@SLP
Penandatanganan Nota Kesepahaman dihadiri oleh staf pemerintah daerah Tapanuli Selatan, Direktur
Vice President CI Indonesia Ketut Sarjana Putra menandatangani MoU di kantor Bupati
S
ustainable Landscapes Partnership (SLP), sebuah program lima tahun yang dilaksanakan oleh Conservation International (CI) untuk menjawab tantangan perubahan iklim melalui kemitraan dengan pemangku kepentingan lokal di Indonesia, bergerak maju untuk mempercepat kegiatan program di lapangan. Pada tanggal 24 Juni 2013, SLP memantapkan kemitraan dengan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara melalui Nota Kesepahaman di Kantor Bupati Tapsel.
Nota kesepahaman ini berfokus pada lima tema utama termasuk pengembangan model pembangunan rendah karbon yang berkontribusi pada perbaikan kualitas hidup
8
@SLP
Nota Kesepahaman ini memungkinkan SLP, yang pendanaannya didukung oleh United States Agency for International Development (USAID) dan The Walton Family Foundation, bekerjasama dengan pemangku kepentingan tingkat kabupaten melalui kegiatan lapangan yang tidak hanya melindungi hutan dan keanakeragaman hayati di Tapsel, tapi juga memberi nilai tambah ekonomi bagi masyarakat setempat.
Eksekutif CI Indonesia Ketut Sarjana Putra, Senior Director of Food Security CI John Buchanan, serta perwakilan dari USAID dan kantor-kantor dinas. Dalam sambutannya, Bupati Tapanuli Selatan H. Syahril M. Pasaribu menekankan bahwa program konservasi yang baik di wilayah yang kaya modal alam seperti TapSel akan menarik minat sektor swasta untuk berinvestasi karena program konservasi yang baik adalah salah satu indikator pembangunan berkelanjutan sedang dipromosikan dan didukung di wilayah itu. Bupati menambahkan bahwa meski tujuan utama dari kerjasama ini adalah melindungi hutan di TapSel dan berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca, harapan beliau kemitraan CI dan TapSel akan memberi manfaat nyata bagi masyarakat sebagai salah satu pemangku kepentingan utama program bentang alam ini. Sebelum penandatanganan Nota Kesepahaman, tim dari USAID yang terdiri dari Koordinator Perubahan Iklim Global Kit Batten, Environment Officer Heather
D’Agnes, dan Manajer Program Nassat Idris mengunjungi sejumlah tempat di TapSel dan Mandailing Natal (Madina) untuk melihat kondisi dan tantangan lingkungan hidup di dua kabupaten tersebut. Salah satu area yang dikunjungi oleh tim USAID dan SLP adalah desa konservasi Sibanggor Julu yang berlokasi di dalam area Taman Nasional Batang Gadis di Madina. Dalam pertemuan dengan tokoh masyarakat di desa itu, terungkap fakta bahwa kegigihan warga desa melaksanakan kearifan lokal dengan tidak mengeskploitasi hutan lebih dari yang mereka butuhkan untuk hidup sehari-hari terbukti menjadikan hutan tetap hijau dan terlindungi sampai sekarang, sehingga sumber daya hutan tetap lestari sampai saat ini. Untuk meningkatkan perikehidupan masyarakat desa Sibanggor Julu, SLP telah mengidentifikasi sejumlah kegiatan kolaboratif termasuk pelatihan untuk petani untuk meningkatkan kualitas dan produksi komoditas lokal seperti karet, cokelat, dan kopi. (Primatmojo Djanoe)
Diskusi antara tim CI dan USAID dengan komunitas lokal di Desa Sibanggor Julu, Mandailing Natal
9
@SLP
Mengeksplorasi Peran Potensial Associates Committee (AC) SLP untuk Mendukung dan Mengembangkan Pembangunan Bisnis Hijau
Associates Committee bertujuan untuk mengembangkan kemitraan antara komunitas lokal, sektor swasta, dan pemerintah lokal
Melalui Associates Committee (AC), Sustainable Landscapes Partnership (SLP) ingin mengembangkan kolaborasi yang lebih besar antara sektor publik dan swasta.
S
ebuah babak baru kemitraan publik dan swasta di Sumatera Utara sedang dimulai. Sustainable Landscapes Partnership (SLP) bertujuan mengembangkan kolaborasi yang lebih besar antara sektor publik dan swasta untuk mengindektifikasi, mengembangkan, dan menghasilkan solusi-solusi baru dalam mencegah deforestasi dan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Hal ini akan dicapai dengan mengembangkan bisnis hijau rendah emisi dan beralih dari praktik-praktik bisnis umum ke kegiatan pengelolaan berkelanjutan. Proyek
10
percontohan akan dimulai di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) dan Tapanuli Selatan (TapSel). Diharapkan Associates Committee (AC) yang dibentuk oleh SLP akan berfungsi sebagai sebuah wadah konsultasi SLP yang terbentuk dari mitra-mitra sektor swasta potensial yang tertarik berinvestasi secara langsung di bentang alam SLP, atau memberikan pendampingan strategis untuk mendukung pembangunan rendah emisi berkelanjutan. Ada sejumlah alasan mengapa perusahaan perlu terlibat, mulai dari identifikasi bisnis rendah karbon bagi proyekproyek, dan memberikan sudut pandang sektor swasta global atas investasi potensial dan komoditas ‘hijau’; untuk membangun, mengembangkan, menginvestasikan, mengoperasikan, atau membeli keluaran dari investasi program SLP di lokasi kerja.
Peluang lain bagi AC adalah berperan aktif dalam aspekaspek beraneka ragam atas kemitraan publik dan swasta untuk pembangunan ‘hijau’ di Sumatera Utara. Sebagai contoh, peran penasihat yang akan dijalankan oleh AC dapat termasuk dukungan untuk membuat studi-studi kelayakan, investasi-investasi strategis, dan kelayakan rencana bisnis, membuat kebijakan pendukung di lokasilokasi SLP, memampukan kondisi dan meningkatkan investasi yang sukses. Sebuah kunci fokus adalah programprogram atau investasi-investasi yang memimpin pasar dan berdasarkan ‘konsep yang terbukti’ yang dapat direplikasi serta dibawa ke tingkat lebih tinggi.
AC akan memulai programnya melalui sebuah pertemuan yang dilakukan pada 22 Januari 2014 di Medan, Sumatera Utara. Sekitar 40 peserta dari sektor publik dan swasta diharapkan hadir pada pertemuan ini, fokus pada 2-3 sektor perkebunan. Agenda awal pertemuan AC adalah: penjelasan SLP, memberikan update dimana SLP bekerja saat ini, dan memilih anggota AC yang akan terlibat dalam meninjau, memberikan umpan balik, dan mendorong kemajuan bersama dengan pemangku kepentingan lokal dalam keputusan-keputusan investasi yang diusulkan SLP. (Hendry Yang)
@SLP
AC akan diarahkan untuk mendukung penjangkauan, mengindentifikasi mitra-mitra investasi, dan membangun kemitraan dengan pemerintah Indonesia dan/atau produsen-produsen skala kecil, dan memberikan kesempatan unik untuk berkontribusi dalam program visioner yang mendemonstrasikan kesuksesan model pembangunan rendah emisi yang dapat direplikasikan di seluruh In-
donesia. SLP juga mendorong dan mendukung AC untuk berperan dalam meningkatkan keterkaitan rantai nilai, membudayakan dan meningkatkan inisiatif komoditas khusus yang fokus pada rantai nilai tertentu, secara efektif mendefinisikan peran-peran aktif sejumlah perusahaan berbeda, dan secara ideal membentuk pengaturan pembelian yang dilakukan secara langsung.
Seorang petani merawat kebun kopi mereka. Peningkatan kualitas komoditas merupakan salah satu program intervensi SLP
11
COP SLP Berpartisipasi dalam Panel Kunci pada Forum Tahunan Kedua Tanggung jawab Bisnis dalam Pembangunan Berkelanjutan Forum tahunan kedua tanggungjawab bisnis dalam pembangunan berkelanjutan memberikan rekomendasi tentang bagaimana menggabungkan nilai dari modal alam.
P
ada tahun 2050, populasi dunia akan mencapai 9 milyar orang dan kebutuhan akan air, makanan dan energi akan melampaui kapasitas ketersediannya. Ini akan menjadi salah satu tantangan terbesar abad ke-21, tapi juga menjadi sebuah peluang ekonomi untuk menyelaraskan solusi bisnis dengan kerangka kebijakan untuk sebuah dunia yang berkelanjutan. Para pemimpin industri dan pembuat kebijakan yang tidak menyambut transformasi ekonomi untuk menjadi lebih global dan hijau niscaya akan tertinggal dalam tatanan dunia baru ini. Kegiatan “2nd Annual Responsible Business Forum on Sustainable Development” mencoba menjawab tantangantantangan ini. Diadakan di Singapura pada 25-26 November 2013, forum ini dihadiri lebih dari 500 industri, pemerintah, dan LSM dan menghasilkan sejumlah rekomendasi bagi para pembuat keputusan di sektor industri, terutama yang berfokus pada cara-cara menggabungkan berbagai nilai modal alam. Chief of Party (COP) Sustainable Landscapes Partnership (SLP) Simon Badcock berpartisipasi dan berbicara dalam panel kunci yang berjudul Pendorong Perubahan: Tindakan dan Komitmen Bisnis tentang pendekatan CI untuk produksi berkelanjutan, namun juga fokus dalam kebutuhan untuk menyeimbangkannya dengan perlindungan reservoirs modal alam yang dieksplorasi. Pesan kuncinya fokus pada kebutuhan untuk bekerjasama dengan pemain-pemain kunci.
12
Selain itu, beberapa rekomendasi yang ditawarkan dari agenda tersebut adalah poin-poin kunci berikut: Pertanian dan Kehutanan • Mengintegrasikan solusi-solusi yang sudah ada dalam konteks pasar dan kebijakan ke dalam berbagai kolaborasi lintas sektoral; • Mengkombinasikan modal alam dalam model risiko kredit, analisis dan kemitraan swasta-publik. Hal ini memungkinkan bank memitigasi risiko dengan klien korporat dan memungkinkan investasi bagi pengusaha kecil; • Menempatkan petani sebagai salah satu faktor utama pembuatan keputusan dan memastikan adanya pembangunan berkelanjutan yang ditujukan bagi kesejahteraan mereka. Hal ini diwujudkan dalam bentuk kegiatan terarah bidang pendidikan, pemberdayaan, pengayaan dan wirausaha untuk petani. • Selain itu, petani juga sebaiknya diberikan insentif sebagai bagian dari praktik usaha berkelanjutan yang mensyarakatkan kebutuhan petani untuk me miliki standar hidup yang baik. Produk-Produk Konsumen • Dunia industri harus menyelesaikan konflik melalui kolaborasi dan berbagi praktik-praktik dan pembelajaran terbaik; • Memastikan komunikasi bersifat inklusif bagi pemangku kepentingan dari berbagai latar belakang (misalnya seperti para pemangku kepentingan di lapangan), dan bahasa yang dipakai dapat dimengerti semua pihak; • Diskusi global seputar kebutuhan modal alam harus diubah untuk mengantisipasi kompleksitas dan mendorong kemudahan serta solusi rendah biaya bagi semua perusahaan;
yang sama agar dunia usaha dapat menciptakan keputusan investasi dengan lebih percaya diri; • Dorongan untuk menampilkan proyek-proyek yang berhasil untuk menginspirasi dan mendorong solusi berkelanjutan bagi masyarakat madani, sektor swasta, dan publik.
@SLP
Layanan Keuangan • Bank membutuhkan sebuah mekanisme yang menilai kinerja baik dalam bidang ESG (lingkungan, sosial, dan tata kelola), yang merupakan tiga wilayah utama yang perlu diperhatikan serta dibuat sebagai faktor sentral dalam menilai keberlanjutan dan dampak etis atas investasi perusahaan atau bisnis, yang juga termasuk matriks umum serta transparansi. Hal ini seyogyanya mendorong kegiatan berbagi antar kelompok untuk mendorong lebih banyak diskusi, khususnya di wilayah Asia Pasifik (APAC). • Perhitungan asuransi premium harus menyertakan risiko ESG dan tindakan-tindakan mitigasi; • Perhitungan firma akuntansi sebaiknya mengedukasi dan mempengaruhi para Chief Financial Officer (CFO) terhadap isu-isu modal alam untuk mendorong agenda keberlanjutan • Agensi pemeringkat kinerja Tanggungjawab Sosial Perusahaan (CSR) dapat memperkuat pengaruh faktor-faktor ESG terhadap penilaian peringkat.
Forum merekomendasikan insentif bagi petani untuk mendapatkan manfaat dari penggunaan praktik bisnis berkelanjutan
• Peranan layanan komunikasi bagi konsumen harus ditinjau kembali karena mereka enggan dengan layanan pengaduan konsumen berbayar. Energi • Kepedulian harus muncul pada semua tingkatan untuk membuat keputusan yang informatif dan mendorong siklus perbaikan yang berkelanjutan; • Menciptakan lingkungan yang inklusif bagi semua pemangku kepentingan untuk menciptakan dan memberdayakan masyarakat madani serta sektor swasta dan publik; • Kejelasan dan arahan dari pembuat kebijakan serta pemerintah untuk menciptakan tataran pemahaman
Kelapa Sawit • Meningkatkan kualitas dan kuantitas informasi yang ada untuk menciptakan transparansi data dari proses dan produk yang ada saat ini. Hal ini juga akan membantu meningkatkan kepedulian konsumen terhadap kualitas kelapa sawit; • Menciptakan insentif untuk perkebunan berkelanjutan bagi para pemain kunci di sektor ini, dengan: - Pemerintah meningkatkan insentif untuk kelapa sawit berkelanjutan dan memastikan sertifikasi yang dibutuhkan bersifat universal, bukan spesifik untuk wilayah atau negara tertentu - Institusi keuangan membuat batasan-batasan untuk skema pembiayaan dan mendorong investasi berkelanjutan • Mendorong peran usaha kecil yang mewakili 40-50 persen dari asupan minyak kelapa sawit. (Primatmojo Djanoe) Sumber: Dari berbagai sumber
13
“Pembuatan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) merupakan sebuah pembelajaran yang bernilai. Melalui diskusi lintas sektor serta sejumlah pertemuan, kami memperoleh masukan mengenai apa yang terbaik bagi masyarakat di dua kabupaten”, Bupati Tapanuli Selatan H. Syahril M. Pasaribu
S
ebagai bagian dari upaya mempromosikan pembangunan berkelanjutan melalui peningkatan rencana tata ruang, program Sustainable Landscapes Partnership (SLP) dan pemerintah kabupaten Tapanuli Selatan (TapSel) dan Mandailing Natal (Madina) melaksanakan lokakarya setengah hari untuk sosialisasi KLHS pada 3 dan 4 Oktober 2013 di ibukota kabupaten, Padang Sidimpuan dan Panyabungan. Tujuan dari lokakarya ini adalah untuk memperkenalkan konsep KLHS kepada para pemangku kepentingan lokal, serta mekanisme KLHS dan bagaimana KLHS dapat membantu peningkatan rencana tata ruang serta mempercepat pembangunan berkelanjutan. Dua pembicara dari lokakarya tersebut adalah anggota DPRD sekaligus Koordinator KLHS Parlindungan Purba dan Kepala Dinas Lingkungan Sumatera Utara Hidayati. Pada sosialisasi di Tapanuli Selatan, Bupati Tapanuli Selatan H. Syahril M. Pasaribu menekankan perlunya segera memiliki KLHS di Kabupaten yang dipimpinnya. Bupati menyatakan, sebagai sebuah dokumen strategis, KLHS dapat mendorong pembangunan di TapSel yang lebih ramah lingkungan, dengan eksplorasi sumber daya alam yang cerdas. Ia menyatakan: “Pembuatan KLHS sendiri merupakan sebuah pembelajaran yang bernilai. Melalui diskusi lintas sektor serta sejumlah pertemuan, kami memperoleh masukan mengenai apa yang terbaik bagi masyarakat di dua kabupaten. Setelah dokumen KLHS selesai, semua pemangku kepentingan terkait dapat mempercepat pekerjaan mereka, serta menjadikan KLHS sebagai referensi inti dalam membuat programprogram taktis yang juga ramah lingkungan”. Bupati juga menambahkan dengan dukungan dari SLP, TapSel
14
@SLP
Lokakarya Sosialisasi Inisiatif Kajian Lingkungan Hidup Strategis di TapSel dan Madina
Lokakarya sosialisasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) akan memulai proses kolaborasi di antara para pemangku kepentingan lokal di Madina dan TapSel
akan menjadi kabupaten pertama di Sumatera Utara yang telah menyelesaikan KLHS. Dalam presentasinya, Parlindungan Purba menjelaskan salah satu fungsi kunci KLHS untuk menciptakan keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian alam. Sementara itu, di akhir presentasi aspek teknis KLHS, Hidayati merekomendasikan sejumlah langkah untuk mempercepat proses pembuatan KLHS, termasuk di antaranya membuat kelompok kerja yang anggotanya terdiri dari perwakilan sejumlah pemangku kepentingan, serta pemetaan pemangku kepentingan. Di Madina, lokakarya sosialisasi KLHS dibuka oleh Bupati Madina Dahlan Hasan Nasution yang menyatakan bahwa KLHS merupakan sebuah instrumen yang wajib dalam perencanaan lingkungan bagi pemerintah lokal di Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 32/2009. Peran penting yang akan SLP lakukan melalui proses KLHS ini akan berupa dukungan dan pendampingan kepada pemerintah kabupaten dan juga para pemangku kepentingan kunci. Hal yang penting bagi SLP adalah bahwa KLHS bukan sekedar produk dan laporan yang dihasilkan oleh konsultan maupun SLP, namun proses, dokumen, dan strategi yang dibentuk mencerminkan aspirasi dari pemerintah lokal dan para pemangku kepentingan serta para perwakilan dari dua kabupaten. Oleh karena itu, kami menerima masukan, rekomendasi, maupun partisipasi Anda saat program ini berjalan. (PrimatmojoDjanoe)
@SLP
Satu Kebijakan, Satu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu
Sungai Batang Gadis di Mandailing Natal
Data Kementerian Kehutanan RI (2012) menyebutkan terdapat 108 Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam status kritis, dari 17.000 DAS yang ada di seluruh Indonesia. DAS sangat penting bagi manusia sebagai penyedia air bersih bagi pertanian, pembangunan, perikanan, dan sebagainya.
D
i Madina, DAS Batang Gadis juga merupakan satu dari 108 DAS Prioritas dalam SK Menteri Kehutanan No: SK. 328/Menhut II/2009. Studi dari Conservation International (CI) Indonesia (Midora & Anggraeni, 2006) menyebutkan bahwa DAS ini memiliki nilai ekonomi senilai Rp 44,4 miliar per tahun (atau sekitar 4 juta USD), termasuk di dalamnya potensi untuk memberikan pengairan kepada sektor pertanian/perkebunan, perikanan, dan mencegah berbagai bencana seperti banjir, longsor, dan erosi. Kunci untuk fungsi daerah aliran sungai yang efektif seperti DAS Batang Gadis adalah kondisi dan kemampuan hutannya untuk melindungi wilayah bernilai konservasi tinggi di dalam wilayah DAS, namun juga kemampuan DAS dalam mengurangi longsor dan banjir.
Dalam upaya menjaga DAS Batang Gadis, program SLP yang bekerja di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) dan Kabupaten Tapanuli Selatan (TapSel) berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Madina untuk mewujudkan wilayah DAS Batang Gadis yang berkelanjutan melalui model “Satu kebijakan, satu pengelolaan DAS Terpadu”. Program ini dimulai pada September 2013. Sejumlah kegiatan yang sudah dilakukan antara lain pembuatan pemetaan hutan dan sungai, serta perencanaan anggaran untuk aktivitas pengelolaan DAS yang sudah dilakukan oleh SLP, berkolaborasi dengan forum DAS. Potensi DAS Batang Gadis Kabupaten Madina memiliki enam sub-DAS penting yaitu sub-DAS Batang Gadis, Batang Natal, Batahan, Aek Pohon, Hulu Pangkat, dan Muara Sada. Sub-DAS Batang Gadis adalah yang terbesar dan terpanjang di Kabupaten Madina. DAS ini sangat bernilai karena menyuplai air kepada lebih dari 400.000 orang (untuk kebutuhan rumah tangga) dan lebih dari 42.100 hektar lahan padi dan 108.320,12 hektar tanaman perkebunan komersial seperti kopi, karet, cengkeh, cokelat, kelapa
15
@SLP
Peta sub-DAS Batang Gadis
sawit, dan jahe. Sub-DAS ini memberikan nilai ekonomi langsung untuk konsumsi domestik, perkebunan, dan perikanan sekitar Rp 20 miliar per tahun (sekitar 2 juta USD); belum termasuk total valuasi ekonomi tidak langsung sebagai manfaat dari upaya pengurangan potensi banjir, longsor, dan erosi yang timbul dari kerusakan lingkungan yang telah terjadi (biaya kerusakan) sekitar Rp 25 miliar per tahun (sekitar 2,5 juta USD). Akibat Pengelolaan DAS yang Kurang Berkelanjutan. Walupun nilai ekonomi sub-DAS Batang Gadis sangat besar, akan tetapi kondisi (termasuk wilayah bernilai konservasi tinggi) dan kapasitas fungsi DAS batang Gadis justru semakin kritis. Hal ini terlihat dari banyaknya longsor dan banjir setiap tahun di Madina. Pada April 2013, 12 desa di Kabupaten Madina mengalami banjir setinggi dua meter, sedangkan di bulan Februari 2013, banjir bandang merusak 412 rumah dan merendam ribuan hektar lahan pertanian. Menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Madina Risfan
16
Juliardi, kerugian akibat kedua banjir tersebut mencapai Rp 44 miliar (sekitar 4 juta USD). Kerusakan hutan dan riparian di hulu sungai adalah salah satu penyebab banjir tersebut. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Anggota DPRD Kabupaten Madina Iskandar Hasiboan yang menyebutkan bahwa 90% hutan-hutan di hulu sungai yang ada telah berubah menjadi areal perkebunan rakyat. Oleh sebab itu, upaya kolaborasi semua pihak dibutuhkan dalam membuat kebijakan konservasi hutan dan pengelolaan DAS yang terpadu, yang dapat mengatur penggunaan lahan dan aktivitas yang diperbolehkan di wilayah DAS dan daerah penyangganya. Melalui cara ini, bencana alam dapat dihindari, dan masyarakat Madina dapat menikmati suplai air bersih yang berkelanjutan untuk mendukung penyediaan jasa ekosistem di masa depan. (Linda Chalid) Sumber: Dari berbagai sumber
SLP Mendukung Industri Kelapa Sawit yang Berkelanjutan
S
eperti pemerintah Indonesia, CI percaya bahwa perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan adalah solusi jangka panjang industri kelapa sawit di Indonesia. Perkebunan kelapa sawit berkelanjutan sejalan dengan mandat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) oleh Pemerintah yang diwajibkan kepada seluruh industri perkebunan kelapa sawit pada 2014. Sebagai lembaga yang mendukung inisiatif berkelanjutan bagi kesejahteraan manusia dan keberlangsungan alam, CI mendukung sepenuhnya mandat ISPO oleh Pemerintah RI dan karenanya CI ingin menjadi penasihat terpercaya bagi industri sawit dalam mencapai ISPO. Kami ingin membantu dan mendukung perusahaan-perusahaan mengimplementasikan kewajiban-kewajiban mereka dalam ISPO. Melalui program Sustainable Landscapes Partnership (SLP), CI bermitra dengan pemangku kepentingan kunci di bidang kelapa sawit untuk membantu menciptakan industri kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan yang menguntungkan perusahaan, masyarakat, dan pemerintah. Upaya menjaga lingkungan merupakan bagian dari peraturan kelapa sawit Indonesia dan harus diikuti oleh semua perkebunan kelapa sawit untuk memastikan pembangunan kelapa sawit berkelanjutan serta keuntungan bisnis. CI mengutamakan kemitraan dengan pemangku kepentingan lokal, termasuk pemerintah dan swasta dalam semua program konservasi dan pembangunan berkelanjutan. Berbekal pengalaman dan keahlian tim di Indonesia dan global, CI dapat membantu peningkatan produksi sawit dan keberlanjutan perkebunan jangka panjang yang memberikan keuntungan bagi perusahaan. Dukungan CI antara lain dengan membantu peningkatan hasil petani, pemilihan area yang tepat untuk perkebunan, mengatur wilayah yang tidak sesuai untuk perkebunan, peningkatan kualitas herbisida dan pestisida yang digunakan, peningkatan pengelolaan air, dan mendukung
@SLP
Conservation International (CI) bekerjasama dengan perusahaan kelapa sawit, pemerintah nasional dan lokal, serta masyarakat untuk menciptakan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang ramah lingkungan.
Pemain kelapa sawit (small holder) di Tapanuli Selatan
perusahaan-perusahaan dalam kewajiban-kewajiban lingkungan mereka yang diatur dalam ISPO. CI percaya bahwa pengelolaan lingkungan hidup yang lebih baik akan menghasilkan perekonomian yang lebih baik bagi keberlanjutan jangka panjang industri kelapa sawit. Sebagai contoh, pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang baik dapat mengurangi masalah air, serta menjamin pasokan air dalam jangka panjang bagi perkebunan sawit. Selain itu, pelatihan petani penyedia tandan buah segar dalam praktikpraktik perkebunan serta praktik-praktik pengelolaan lingkungan yang lebih baik akan meningkatkan keuntungan. CI juga percaya bahwa memiliki hubungan yang baik dengan masyarakat lokal dapat mengurangi potensi konflik, sehingga meningkatkan produktivitas dan dukungan masyarakat terhadap aktivitas bisnis. CI sudah berpengalaman lebih dari 25 tahun bekerjasama dengan pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat di Indonesia. Dalam bidang perkebunan, CI telah melakukan program budidaya kopi di Aceh bekerjasama dengan Starbucks, restorasi ekosistem di Taman Nasional Gedepangrango di Jawa Barat bekerjasama dengan Daikin, pemantauan kebakaran hutan di Riau bekerjasama dengan Kementerian Kehutanan, dan programprogram kolaborasi lainnya dengan banyak perusahaan selama lebih dari dua dasawarsa. CI berkomitmen menjadi “penasihat terpercaya” bagi sektor swasta untuk perekonomian yang lebih baik dan peningkatan kualitas lingkungan hidup. Oleh karena itu, mendukung industri kelapa sawit merupakan salah satu aktivitas program SLP untuk meningkatkan bisnis kelapa sawit, sekaligus tetap menjaga modal alam untuk keberlanjutan bisnis di masa depan. (Linda Chalid)
17
SLP MendukungPengembangan Komoditas Karet di Mandailing Natal dan pelatihan tersebut berguna untuk peningkatan kesadaran petani mengenai hubungan antara jasa ekosistem, modal alam, daearah aliran sungai, dan kawasan lindung sebagai elemen kunci dalam mendukung produksi jangka panjang yang berkelanjutan. SLP akan menggunakan informasi dan pengetahuan yang ada dan menerjemahkannya menjadi materi-materi relevan yang mengidentifikasi isu-isu kunci dan hubungan yang ada. Kegiatan ini merupakan bagian dari dasar intervensi tim SLP untuk bersama dengan komunitas lokal menghasilkan kesepakatan konservasi yang bertujuan menjaga konservasi modal alam dan jasa ekosistem.
Indonesia punya potensi besar untuk menjadi produsen karet terkemuka karena potensi produksinya belum dioptimalkan, di tengah trend peningkatan konsumsi karet dunia dalam beberapa tahun terakhir.
M
enteri Perindustrian MS Hidayat menyatakan bahwa Indonesia menempati posisi pertama untuk luas areal karet di dunia (3,4 juta hektar), diikuti oleh Thailand (2,6 juta hektar), dan Malaysia (1,02 juta hektar). Akan tetapi, produksi karet Indonesia masih jauh tertinggal dari ke-dua negara tersebut (Thailand: 1,9 juta ton, Malaysia: 1,3 juta ton, Indonesia: 1 juta ton; per hektar/tahun).
Sebagai sebuah program yang memilih Madina sebagai salah satu lokasi terpilih, program Sustainable Landscapes Partnership (SLP) memprioritaskan kegiatan “livelihood” sebagai elemen program, melalui peningkatan kapasitas dan dukungan pelatihan terhadap komoditas karet, selain intervensi-intervensi lainnya. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani karet. Selain itu, kegiatan ini juga ditujukan tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan petani karet, namun juga mendorong praktik-praktik pertanian ramah lingkungan yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal maupun ekonomi daerah. Penekanan utama dan titik perbedaan yang SLP lakukan adalah bahwa melalui SLP, program peningkatan kapasitas dan pelatihan yang dilakukan akan didukung dengan pendidikan serta pelatihan kepada petani. Pendidikan
18
@SLP
Kabupaten Mandailing Natal (Madina) merupakan daerah dengan areal perkebunan rakyat terluas di Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data statistik tahun 2008, luas lahan yang digunakan oleh masyarakat untuk perkebunan karet mencapai 71.015 hektar dengan produksi 34.615 ton, dan lebih dari 40% penduduk bertani karet. Sayangnya, sejumlah masalah masih dihadapi para petani, antara lain rendahnya kualitas dan kuantitas produksi karet, tingginya proporsi areal tanaman karet tua, dan keterbatasan modal untuk membeli bibit unggul, keterbatasan praktik-praktik pasca panen, serta koneksi ke pasar yang transparan.
Pelatih SLP menunjukkan teknik penyadapan pohon karet yang tepat
@SLP
Praktik di lapangan membantu petani untuk melihat bagaimana teknik penyadapan yang tepat berdampak pada produksi karet
Teknik Sadap Pohon Karet Untuk Meningkatkan Produksi Karet Pada tanggal 5-9 November 2013, SLP mengadakan kegiatan pelatihan karet pada empat desa di Kabupaten Madina. Pelatihan diikuti oleh 125 orang petani dari desa Sibangor Julu, Aek Banir, Hatupangan, dan Aek Nabara. Pelatihan karet yang pertama oleh SLP ini fokus pada peningkatan teknik penyadapan pada pohon-pohon karet non produktif termasuk penggunaan alat sadap yang efektif untuk meningkatkan produksi getah karet. Didukung oleh dua orang pelatih yang berpengalaman, pelatihan teknik sadap ini adalah yang pertama kali diadakan oleh SLP untuk mendukung peningkatan produksi karet di Madina. Berdasarkan pada survey awal yang dilakukan CI, produksi karet yang rendah di Madina merupakan akibat dari teknik penyadapan dan waktu yang kurang tepat oleh petani. Pada akhir pelatihan,untuk memperlihatkan pengelolaan pohon karet yang tepat, dua demo plot dibuat di lahan milik petani pada masingmasing desa yang menerima pelatihan. Demo plot ini akan membantu petani membandingkan teknik tradisional dengan teknik baru dalam penyadapan pohon karet, serta dampaknya terhadap produksi karet. Manager Livelihood Development SLP Ade Budi Kurniawan mengatakan tindak lanjut pelatihan karet ini tidak hanya
sebatas meningkatkan kuantitas produksi, namun juga kualitas produksi karet, serta membangun kemampuan petani dalam mengelola dan mengembangkan kebun karet mereka tanpa harus melakukan pembukaan lahan baru. Selain itu, SLP akan meningkatkan kesadaran petani karet dan masyarakat lokal dalam menjaga keanekaragaman hayati di desa mereka. “Untuk berikutnya, SLP akan memberikan pelatihan untuk peningkatan kualitas bibit karet dan pengolahan pascapanen. Selain itu, upaya untuk mendapatkan sertifikasi terhadap kebun entres karet dan akses ke pasar juga ada dalam program SLP” katanya. “Selain di Madina, program pelatihan karet akan dilaksanakan juga di Kabupaten Tapanuli Selatan pada awal “Pelatihan ini memberikan pemahaman baru kepada saya mengenai teknik menyadap yang tepat, serta waktu penyadapan terbaik. Sekarang saya bangun lebih pagi untuk menyadap sehingga kuantitas yang dihasilkan akan lebih banyak. Mudah-mudahan program ini terus berjalan sehingga kami bisa menerapkan ilmu yang diperoleh untuk meningkatkan pendapatan dan usaha dari kebun karet ini.”
Kamal, Petani Karet, Desa Hatupangan, Mandailing Natal
19
FAKTA KARET • Pohon karet adalah tanaman hutan, karenanya penanaman pohon karet sama dengan upaya reforestasi. • Waktu terbaik untuk menyadap karet adalah dari sore sampai pukul 09.00, sebab pohon karet menghasilkan produksi dengan optimal pada rentang waktu tersebut. • Pada tahun 2010, konsumsi karet dunia mencapai 10,6 juta ton, namun produksi karet mentah dunia hanya 10,2 juta ton, atau kurang 445 juta ton dari kebutuhan. • Berdasarkan Kebijakan Industri Nasional dalam Peraturan Presiden No.28/2008, Industri karet dan plastik merupakan bagian dari kelompok industri yang diprioritaskan pengembangannya. Desember 2013. SLP melihat Sumatera Utara memiliki kesempatan untuk menjadi sumber karet utama Indonesia. Merupakan tanggungjawab kami untuk berkontribusi pada upaya ini dengan memberikan dukungan kegiatan-kegiatan yang bertujuan meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi karet di propinsi ini,” kata Ade. (Linda Chalid)
Sumber : Dari berbagai sumber “Sebelum pelatihan ini, kami hanya bisa memproduksi 16 kg karet per minggu dari 300 pohon karet. Namun, setelah pelatihan, kami membuktikan dampak dari teknik penyadapan yang tepat pada 50 pohon (kami sebut sebagai demo plot), dan kemudian kami bisa produksi 16 kg per minggu. Saya dapat membayangkan, bila kami terapkan teknik sadap yang tepat pada 300 pohon, saya dapat memproduksi 96 kg per minggu, atau 384 kg per bulan. Pelatihan ini sangat membantu saya untuk meningkatkan pendapatan.” Tambat, Petani Karet, Desa Aek Banir, Mandailing Natal
20
Kegiatan SLP Mendatang, Januari - Februari Pertemuan Associates Committee (AC) pertama di Medan, 22 Januari. Intervensi komoditas SLP: Pelatihan karet di Madina dan TapSel. Proses Konsultasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis dimulai di Madina dan TapSel.
Hubungi Kami Simon Badcock Chief of Party, SLP Email:
[email protected]
Primatmojo Djanoe Terrestrial Communications Manager Email:
[email protected] Kantor SLP
Jakarta JalanPejaten Barat 16 A Kemang, Jakarta 12550 Phone 62 21 7883 8626 Sumatera utara
Medan Komplek Bukit Johor Mas Blok C No.1 Medan 20143 Phone 62 61 8880 7701 Tapanuli Selatan Jalan Kenanga 51 Padang Sidimpuan Phone 62 63 427 972
Mandailing Natal Perumahan Cemara Madina Blok A/14 Desa Sipapaga Panyabungan Phone 62 83 632 870