PERSEPSI, SIKAP dan PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KELESTARIAN HUTAN (Studi Kasus di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
SKRIPSI
WINANTI MEILIA RAHAYU
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
PERSEPSI, SIKAP dan PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KELESTARIAN HUTAN (Studi Kasus di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
SKRIPSI
WINANTI MEILIA RAHAYU E14063264
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Penelitian
: Persepsi, Sikap dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kelestarian Hutan.(Studi Kasus di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat).
Nama Mahasiswa
: Winanti Meilia Rahayu
NRP
: E14063264
Departemen
: Manajemen Hutan
Fakultas
: Kehutanan
Menyetujui: Dosen Pembimbing,
Handian Purwawangsa, S.Hut, M.Si NIP: 19790101 200501 1 003
Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Hutan IPB,
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP : 19630401 199403 1 001
Tanggal lulus:
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi, Sikap, dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kelestarian Hutan (Studi Kasus di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) adalah benarbenar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi maupun lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2010
Winanti Meilia Rahayu NRP E14063264
RINGKASAN WINANTI MEILIA RAHAYU.E14063264. Persepsi, Sikap dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kelestarian Hutan (Studi Kasus di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Di bawah bimbingan HANDIAN PURWAWANGSA S.Hut, MSi. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengukur dan membandingkan tingkat persepsi, sikap dan perilaku masyarakat Model Desa Konservasi (MDK) dan non Konservasi di daerah penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2010 dengan pemilihan responden menggunakan metode Purposive sampling. Jumlah responden yang diambil adalah 30 responden tiap desa sehingga keseluruhan berjumlah 60 responden. Penyajian secara deskriptif digunakan untuk menjelaskan tanggapan yang diberikan berdasarkan nilai persentase jumlah responden. Penentuan nilai persepsi dan sikap untuk setiap tanggapan dilakukan dengan menggunakan Metoda Likert. Untuk mengetahui peubah yang mempengaruhi persepsi dan sikap dengan analisis regresi logistik biner program SPSS 15.0 Hasil penelitan menunjukan Desa Cinagara sebesar 76,67% mempunyai persepsi tinggi (positif) dan sebesar 23,33% mempunyai persepsi sedang (diantara positif dan negatif). Pada Desa Pasir Buncir sebesar 90%.mempunyai persepsi tinggi dan 10% mempunyai persepsi sedang. Persepsi yang berbeda pada kedua desa tersebut dibarengi dengan persentase sikap yang sama yaitu kategori sikap yang positif (tinggi) sebesar 83,33% dan sisanya 16,67% mempunyai sikap sedang (netral). Walaupun persepsi dan sikap masyarakat pada kedua desa berada pada kategosi tinggi tetapi masih bersifat antroposentrik yaitu lebih kepada kepentingan pribadi masyarakat dalam memanfaatkan hutan bukan atas kesadaran pribadi masyarakat terhadap hutan, sehingga kepedulian terhadap hutan masih kurang Perilaku masyarakat pada kedua desa menunjukan ketergantungan yang tinggi terhadap hutan dilihat dari total hasil hutan yang diambil tetapi ketergantungan masyarakat pada Desa Pasir Buncir (93,33%) lebih tinggi dari Desa Cinagara (86,67%). Perbedaan perilaku yang berarti terlihat pada keikutsertaan dalam program penyuluhan atau penghijauan. Pada dasarnya persepsi dan sikap merupakan dasar pembentukan perilaku, tetapi ada kalanya sikap tidak sesuai dengan perilakunya. Perilaku masyarakat pada kedua desa yang masih bergantung pada hutan disebabkan mereka tidak punya pilihan lain, sulitnya mencari pekerjaan, tidak memiliki lahan lain dan merupakan kebiasaan orang tua dari dulu. Dapat dikatakan adanya Model Desa Konservasi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan persepsi dan sikap masyarakat terhadap keberadaan hutan Karakteristik responden berupa umur, pendidikan, jarak, pekerjaan, pendapatan, luas lahan, jumlah keluarga dan jenis kelamin berpengaruh signifikan pada persepsi dan sikap pada Desa Pasir Buncir. Karakteristik responden berpengaruh signifikan pada sikap di Desa Cinagara kecuali pendapatan dan tidak berpengaruh signifikan pada persepsinya. Kata kunci : Ketergantungan terhadap hutan, Model Desa Konservasi, Daerah penyangga
SUMMARY WINANTI MEILIA RAHAYU.E14063264. Perceptions, attitudes and behavior local community about sustainable of forest in Cinagara Village and Pasir Buncir Village, Caringin Distric, Bogor Regency, West Java. Under Supervision of HANDIAN PURWAWANGSA S.Hut, MSi. This study generally aims to determine and compare the level of perception, attitude and behavior Conservation Village Model (MDK) and non-conservation in the buffer zone of Mount Gede Pangrango National Park and determine the factors that influence it. This research was conducted in June-July 2010 with the selection of respondents using purposive sampling method. The number of respondents who were taken were 30 respondents per village so that the whole of 60 respondents. Presentation by descriptive used to describe the responses given by the percentage of total respondents. Determination of value perceptions and attitudes to each comment made by using the Likert method. To determine variables that influence perceptions and attitudes with binary logistic regression analysis SPSS 15.0 Research results show Cinagara Village of 76.67% have a high perception (positive)) and amounted to 23.33% have a medium perception (between positive and negative). In the village of Pasir Buncir by 90% have high perception and 10% had a medium perception. Different perception in the two villages is accompanied by the percentage of the same attitude that is a positive attitude category (high) of 83.33% and the remaining 16.67% have a medium attitude. Although the perceptions and attitudes of society in these two villages are at high kategori antroposentris but is still more to the personal interests of the community in utilizing the forest rather than on personal awareness of society on forests, so that concern for the forests is still lacking People's behavior in the two villages showed a high dependence on forest seen from the total forest products are taken but the dependence of society on Pasir Buncir Village (93.33%) higher than the Village Cinagara (86.67%). Significant differences in behavior seen in participation in education programs or reforestation. Basically, perception and attitude formation is the basis of behavior, but there are times when the attitude is not in accordance with the behavior. People's behavior in the two villages that still depend on the forest because they have no other choice, hard to find a job, have no other land and the habits of the parents of the first It can be said of Conservation Model Village had no significant effect in improving public perceptions and attitudes towards the existence of forests . Characteristics of respondents of age, education, distance, occupation, income, land area, number of family and gender have a significant effect on perceptions and attitudes on Buncir Pasir Village. Characteristics of respondents have a significant effect on attitudes in the village of Cinagara except income and has no significant effect on perceptions.
Key word : Forest dependency, Conservation Village Model, Buffer Zone
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan sebuah kota kecil di Jawa Tengah, Cilacap pada tanggal 16 Mei 1987 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Sudirman S.Pd dan Ibu Waryati. Jenjang pendidikan yang dilaluinya adalah di Sekolah Dasar SDN Bengbulang 03, SLTP N 1 Majenang tahun 2000. Penulis lulus dari SMA N 1 Purwokerto tahun 2006 dan pada tahun yang sama masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama satu tahun penulis mengikuti Tingkat Persiapan Bersama (TPB IPB) dan memilih Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan pada tahun kedua. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Taekwondo dan Bola Voli tahun 2006-2008, anggota Himpunan Profesi bidang Politik, Sosial, Ekonomi Kehutanan Mahasiswa Manajemen Hutan (FMSC) tahun 2007, dan anggota bidang Village Concept Program International Forestry Student Assosiation (VCP IFSA) tahun 2007 serta menjadi asisten praktikum Inventarisasi Sumberdaya Hutan tahun 2008. Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan kampus yakni, sebagai, panitia Bina Desa FMSC tahun 2007 dan 2008, peserta dan panitia seminar Worldwide Student Mobility in Agricultural and Related Sciences tahun 2008, panitia Temu Manajer tahun 2008, panitia Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) divisi pertandingan tahun 2008, Panitia Forester Cup divisi acara dan pertandingan tahun 2009, Panitia Ospek Fakultas (Bina Corp Rimbawan) divisi Komdis tahun 2009 dan Panitia seminar rotan tahun 2010. Penulis juga aktif dalam kegiatan olahraga yakni, juara 3 voli Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) tahun 2007, juara 1 voli OMI tahun 2008, juara 1 catur putri Forester Cup tahun 2008, juara 2 voli Forester Cup tahun 2008, juara 1 voli dan juara 3 catur putri Forester Cup tahun 2009, serta juara 2 voli OMI tahun 2009. Penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di BKPH Sancang dan BKPH Kamojang tahun 2008, Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat tahun 2009, serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT.Sari
Bumi
Kusuma,
Kalimantan
Tengah-Barat
pada
tahun
2010.
i
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian berjudul Persepsi, Sikap, dan Perilaku Masyarakat Terhadap Kelestarian Hutan (Studi Kasus di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat). Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia ke era penuh dengan kemajuan dan ilmu pengetahuan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan karya tulis ini, sehingga dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pembaca. Akhirnya dengan kemampuan yang terbatas dan dengan segala kekurangan, penulis memiliki harapan, semoga karya kecil ini bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca, dunia pendidikan yang tak pernah lekang ditelan waktu serta dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat sehingga dapat lebih bijak dalam pemanfaatan hutan. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.
Bogor, Desember 2010
Penulis
ii
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan masukan, dukungan dan semangat, baik selama penyusunan proposal, penelitian di lapangan, hingga penyusunan karya tulis ini. Rasa terimakasih yang tulus penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Handian Purwawangsa S.Hut, M.Si sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan, nasihat serta dukungan dalam penyusunan karya tulis ini. 2. Ayahku Sudirman S.Pd dan Ibuku Waryati serta Adik-adiku tercinta Banjar Mustika Hening dan Respati Megantara Bayuningrat yang telah memberikan dukungan, semangat, nasihat,harapan, dan doanya setiap waktu. 3. Rizki Amelgia yang telah berkenan memberikan kepercayaan untuk mengambil data dilapangan dan dijadikan penelitian saya. 4. Masyarakat Desa Cinagara dan Pasir Buncir atas kesediaannya dijadikan tempat penelitian. 5. Bpk. Ervizal A.M. Zuhud yang telah memberikan nasihat , motivasi ,dan nilai-nilai religius, serta meminjamkan Disertasinya kepada saya. 6. Bpk. Ervizal Amzu, Bpk.Trisna Priadi, dan Ibu Oemijati Rachmatsyah selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan, nasihat dan penyempurnaan bagi skripsi saya. 7. Inhutani IV (RIAU) yang telah memberikan beasiswa selama saya kuliah. 8. Teman-teman satu pembimbing (Linda dan Deden) yang telah membantu dalam pengambilan data di lapangan. Seluruh Teman-teman MNH 43 yang selalu kompak dan membantu saya dalam penyusunan skripsi terutama (Andi, Ayu, Suke, Zi, Iffah, Wowo, Andre, Yayat, Hania, Iyis, Dika). Kepada gang pece-pece dan firework enterprise terimakasih.. 9.
Seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian di lapangan dan
dalam penulisan skripsi ini . Bogor, Desember 2010 Penulis
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.....................................................................................….i i DAFTAR ISI......................................................................................................iv iii DAFTAR TABEL .............................................................................................vii vi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................viii vii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................ix viii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...............................................................................….1 1 1.2 Tujuan Penelitian ...........................................................................….3 3 1.3 Manfaat Penelitian .........................................................................….4 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Persepsi .............................................................................….5 5 2.2 Konsep Sikap .................................................................................….6 6 2.3 Konsep Perilaku ............................................................................….8 8 2.4 Hubungan Persepsi Sikap dan Perilaku…………………………..….10 10 2.5 Persepsi Sikap dan Perilaku Terhadap Keberadaan SDH.. .................12 12 2.6 Kelestarian Hutan.............................................................................14 14 2.7 Masyarakat Sekitar Hutan ................................................................15 15 2.8 Model Desa Konservasi....................................................................15 15 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat.. ..........................................................................17 17 3.2 Alat dan Bahan.................................................................................17 17 3.3 Sasaran Penelitian ............................................................................17 17 3.4 Jenis Data ........................................................................................17 17 3.5 Metode Pengambilan responden........................................................19 19 3.6 Metode Pengumpulan Data...............................................................19 19 3.7 Metode Pengolahan dan Analisis Data..............................................20 20 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Cinagara............................................................................................23 23 4.1.1 Letak Geografis dan Kondisi umum ........................................23 23
iv
4.1.2 Kependudukan ........................................................................24 24 4.1.3 Sarana dan Prasarana...............................................................26 26 4.2 Pasir Buncir.. ....................................................................................27 27 4.2.1 Letak Geografis dan Kondisi umum ........................................27 27 4.2.2 Kependudukan ........................................................................27 27 4.2.3 Sarana dan Prasarana...............................................................29 29 4.3 Hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.. ............................30 30 4.3.1 Sejarah Kawasan .....................................................................30 30 4.3.2 Letak dan Luas Kawasan .........................................................32 32 4.3.3 Iklim dan Hidrologi .................................................................32 32 4.3.4 Geologi dan Tanah ..................................................................32 32 4.3.5 Tofografi .................................................................................33 33 4.3.6 Flora........................................................................................33 33 4.3.7 Fauna ......................................................................................35 35 4.3.8 Kondisi Sosial Ekonomi Daerah Penyangga ............................35 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Terpilih.. ....................................................37 37 5.1.1 Umur.......................................................................................39 38 5.1.2 Pendidikan Formal ..................................................................40 38 5.1.3 Jumlah Anggota Keluarga .......................................................41 39 5.1.4 Pekerjaan.................................................................................42 40 5.1.5 Jarak........................................................................................43 41 5.1.6 Pendapatan ..............................................................................44 42 5.1.7 Kepemilikan Lahan .................................................................45 43 5.1.8 Jenis Kelamin..........................................................................46 44 5.2 Persepsi.............................................................................................47 45 5.3 Sikap.................................................................................................50 48 5.4 Perilaku.............................................................................................53 51 5.5 Peubah yang Mempengaruhi Persepsi dan Sikap.. .............................64 62 5.5.1 Persepsi ...................................................................................65 63 5.5.1.1 Uji Ketepatan Model Regresi......................................68 66 5.5.1.2 Uji Koefisien Regresi .................................................68 66
v
5.5.1.3 Uji Koefisien Determinasi ..........................................69 67 5.5.2 Sikap .......................................................................................69 67 5.5.2.1 Uji Ketepatan Model Regresi......................................72 70 5.5.2.2 Uji Koefisien Regresi .................................................72 70 5.5.2.3 Uji Koefisien Determinasi ..........................................73 71 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 Kesimpulan......................................................................................74 72 3.2 Saran................................................................................................74 72 DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................75 74 LAMPIRAN....................................................................................................76 76
vi
DAFTAR TABEL No. 1.
Halaman Perbandingan antara sifat dan sikap …………………………………. 7 7
2.
Tingkat persepsi dan sikap berdasarkan interval nilai tanggapan......
3.
2020 Pengggunaan lahan Desa Cinagara …………………………………... 2424
4.
Sebaran penduduk Cinagara berdasarkan umur …………………….
5. 6.
2424 Sebaran penduduk Cinagara menurut tingkatan pendidikan…………. 2525
7.
Sebaran penduduk Cinagara menurut pekerjaan ……………………. 2525 Jumlah ternak di Desa Cinagara ……………………………….…… 2626
8.
Kelompok Tani di Desa Cinagara…………………………………….. 2626
9.
Penggunaan lahan di Desa Pasir Buncir………………..…………….. 2727 10. Sebaran penduduk Pasir Buncir berdasar usia…………...………….. 2828 11. Distribusi penduduk Pasir Buncir berdasar mata pencaharian……….. 2828 12. Jumlah ternak penduduk di Pasir Buncir……………………………….. 29 13. Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Pasir Buncir………...….. 3030 14. Karakteristik responden Desa Cinagara………………………………..……37 37 15. Tingkat persepsi responden terhadap hutan………………………….. 4745 16. Tingkat sikap responden terhadap hutan…………………………….. 5250 17. Perilaku responden terhadap sumberdaya hutan…………………….. 5452 18. Peubah yang diduga mempengaruhi persepsi……………………….. 6664 19. Peubah yang diduga mempengaruhi sikap. ………………………….. 7068
vii
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1.
Proses terbentuknya persepsi model Literre ...….……………...…… 10
2.
Bagan hubungan sikap dan perilaku ……….….……………...……….. 11 12 Histogram untuk umur responden ..……………….……………...…… 38
3. 4.
Histogram untuk pendidikan formal responden .….……………...……… 39
5.
Histogram untuk jumlah keluarga responden .….……………...………. 40 4
6.
Histogram untuk pekerjaan responden ……….….……………...……… 41
7.
Histogram untuk jarak responden ….……………….……………...…42
8.
Histogram untuk pendapatan responden ……….……………...………. 43
9.
Histogram untuk luas lahan responden ……..….……………...……… 44
10.
Histogram untuk jenis kelamin responden …….……………...………44 46
11.
Histogram untuk persepsi responden ……….….……………...……… 46
12.
Histogram untuk sikap responden..................….……………...………51
13.
Bagan hubungan persepsi, sikap, dan perilaku di Cinagara….…...……… 61
14.
Bagan hubungan persepsi, sikap, dan perilaku di Pasir Buncir........... 62
viii
DAFTAR LAMPIRAN No. 1.
Halaman
Kuesioner Penelitian…………………………………………………….76
2. Hasil coding dan scoring data karakteristik, persepsi, dan sikap..............82 3. Peta Kawasan TNGP.................................................................... 4.
86 Dokumentasi peneltian………………………………………………....187
5. Hasil print out SPSS regresi logistik biner……...……………............... 90 43 44 45 46 46 48 53 63 64
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan anugerah Allah SWT yang tidak ternilai harganya. Hutan adalah sumber daya alam yang mempunyai manfaat yang begitu besar terhadap kelangsungan hidup manusia, baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang. Manfaat yang dihasilkan berupa manfaat yang dapat dirasakan secara langsung (tangible), maupun yang dirasakan secara tidak langsung (intangible). Dalam hal ini manusia sebagai bagian dari makhluk hidup memegang peranan penting dalam menentukan kelestarian dan keseimbangan ekosistem hutan. Pada umumnya masyarakat di sekitar hutan mempunyai andil besar dalam menentukan kelestarian hutan karena seluruh kegiatan masyarakatnya yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari sangat bergantung terhadap keberadaan hutan. Kegiatan tersebut seperti mengambil kayu bakar dan daun-daun, menyadap getah, bercocok tanam, dan kegiatan lainnya yang dilakukan di areal hutan. Dalam melakukan seluruh kegiatan tersebut, masyarakat di sekitar hutan kerap tidak memperhitungkan bahaya yang akan muncul berupa banjir, erosi, dan tanah longsor akibat dari kegiatan yang berlebihan dalam memanfaatkan sumberdaya hutan. Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 1993 oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) dan Taman Nasional (TN) melalui pengembangan daerah penyangga. Karena hasilnya belum maksimal, maka sejak tahun 2006 pola pemberdayaan masyarakat
tersebut
diubah
melalui
Model
Desa
Konservasi
(MDK).
Pembangunan MDK merupakan upaya nyata pemberdayaan masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan konservasi yang dilakukan secara terintegrasi dengan pengelolaan kawasan konservasi. Pembangunan MDK meliputi 3 kegiatan pokok yaitu pemberdayaan masyarakat,
penataan
ruang/wilayah
pedesaan
berbasis
konservasi
dan
pengembangan ekonomi pedesaan berbasis konservasi. Perbedaan mendasar
2
antara Model Desa Konservasi (MDK) dan non Konservasi adalah peluang masyarakat yang tinggal di sekitar hutan untuk terlibat aktif dalam pengelolaan kawasan dan mendapatkan akses yang aman dalam pemanfaatan kawasan sehingga dapat menjamin komitmen jangka panjang mereka untuk mendukung konservasi kawasan hutan. Model ini menekankan dua prinsip yaitu partisipatif dan kolaboratif. Tujuan pembangunan MDK di sekitar Kawasan Konservasi (KK) yaitu dari aspek ekologi/lingkungan, MDK dapat menyangga KK dari berbagai gangguan, memperluas habitat flora dan fauna yang ada di KK, menambah areal serapan air jika terletak di bagian hulu sungai, menangkal bencana alam berupa banjir, erosi, angin serta bencana lainnya. Dari aspek ekonomi, melalui MDK diharapkan pendapatan masyarakat dapat meningkat, tercipta berbagai aktivitas masyarakat untuk menambah pendapatan, potensi SDA yang ada dapat bernilai ekonomi melalui pengelolaan dengan teknologi yang sesuai, dan diharapkan roda perekonomian pedesaan dapat berputar. Dari aspek sosial, dengan pemberdayaan masyarakat melalui MDK pengetahuan dan keterampilan masyarakat dapat meningkat, masyarakat diharapkan dapat bersikap positif dan mendukung pengelolaan kawasan konservasi, kesehatan masyarakat dapat meningkat karena kondisi lingkungan pedesaan yang sehat dan diharapkan ketergantungan masyarakat terhadap kawasan berkurang. Perilaku masyarakat dalam kaitannya dengan pemeliharaan lingkungan berkaitan dengan persepsi mereka mengenai lingkungan alam dalam hal ini hutan. Sikap masyarakat dalam memperlakukan alam lingkungannya juga dipengaruhi pengalaman dan pengetahuan mereka mengenai isi dan kekayaan yang dimilikinya. Masyarakat pedesaan yang tinggal di sekitar hutan yang umumnya mempunyai pekerjaan dibidang pertanian mempunyai hubungan yang erat, dengan lingkungannya. Disamping itu masyarakat umumnya mengenal sikap dan pola fikir serta bertindak masih berpegang teguh pada norma, adat serta tradisi yang diwarisi secara turun menurun. Hal ini tidak saja dalam kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat, namun juga nampak dalam perilaku sosial ekonominya dalam menghadapi lingkungan hidup.
3
Menurut Taryono (1991) dalam Harihanto (2001) sikap sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan manusia. Sikap sangat menentukan perilaku seseorang. Sikap juga sangat mempengaruhi tanggapan seseorang terhadap masalah kemasyarakatan serta masalah lingkungan. Disini terdapat spekulasi jika sikap seseorang terhadap suatu hal dapat diketahui, maka dapat diduga tindakan yang dapat dilakukannya. Namun, dalam hal ini tidak tertutup kemungkinan bahwa tindakan yang dilakukan seseorang tidak sejalan dengan sikapnya oleh karena itu muncul keraguan terhadap konsistensi hubungan antara sikap dan perilaku seseorang. Dari konsep persepsi, sikap dan perilaku masyarakat tersebut dapat diambil tindakan untuk mengatasi ketergantungan masyarakat terhadap hutan dengan menganalisis karakteristik masyarakat yang melekat pada faktor–faktor yang mempengaruhinya sehingga kelestarian hutan dapat tercapai tanpa mengesampingkan nilai nilai karakteristik dari individu itu sendiri .Karakteristik individu tersebut nantinya dapat dibuatkan suatu model persamaan untuk menduga persepsi dan sikap masyarakat sehingga pengelola dapat mengetahui apa yang diharapkan oleh individu-individu yang nantinya tentu saja akan berperan dalam
meningkatkan
kerjasama
yang
harmonis
diantara
pihak
yang
berkepentingan. Model Desa Konservasi yang selama ini dianggap efektif dan paling tepat untuk mengatasi permasalahan ketergantungan masyarakat terhadap hutan juga dapat diketahui tingkat keberhasilannya dengan membandingkan tingkat persepsi, sikap dan perilaku dari desa konservasi itu sendiri dengan desa non konservasi. Bertolak dari uraian di atas maka maka dikaji lebih lanjut mengenai persepsi, sikap, dan perilaku masyarakat sekitar hutan antara Model Desa Konservasi (MDK) dan non Konservasi melalui penelitian yang berjudul PERSEPSI,
SIKAP
dan
PERILAKU
MASYARAKAT
TERHADAP
KELESTARIAN HUTAN (Studi Kasus di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
4
1.2 Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah :. 1. Mengukur dan membandingkan tingkat persepsi, sikap dan perilaku masyarakat Model Desa Konservasi dan non Konservasi di daerah penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, sikap, dan perilaku masyarakat sekitar hutan baik Model Desa Konservasi maupun non Konservasi.
1.3 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian, pertama hasil penelitian ini diharapkan dapat memecahkan masalah ketergantungan masyarakat terhadap hutan dengan melihat dari sudut pandang persepsi ,sikap, dan perilaku masyarakat terhadap hutan. Kedua, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran seberapa besar pengaruh atau efektifitas Model Desa Konservasi (MDK) dalam meningkatkan persepsi, sikap dan perilaku masyarakat sekitar hutan Taman Nasional Gunung Gede pangrango. Ketiga, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kerja sama yang saling harmonis antara Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, masyarakat sekitar hutan, Pemerintah Daerah serta pihak yang terkait dalam rangka mengelola dan melestarikan sumber daya hutan.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Persepsi Menurut Langevelt (1966) dalam Harihanto (2001) persepsi sebagai pandangan individu terhadap suatu obyek atau stimulus. Akibat adanya stimulus, individu memberikan reaksi (respon) berupa penerimaan atau penolakan terhadap stimulus tersebut. Persepsi berhubungan dengan pendapat dan penilaian individu terhadap suatu stimulus yang akan berakibat terhadap menurunnya kemauan dan perasaan terhadap stimulus tersebut. Persepsi berhubungan dengan pendapat dan penilaian individu terhadap suatu stimulus yang akan berakibat terhadap motivasi, kemauan dan perasaan terhadap stimulus tersebut. Stimulus dapat berupa benda, isyarat, informasi, maupun situasi dan kondisi tertentu. Dalam konteks persepsi terhadap sumberdaya hutan dan kondisinya dapat berlaku sebagai stimulus yang dapat menimbulkan persepsi pada individu yang melihat, mencium, dan ,merasakan. Thoha (1988) dalam Harihanto (2001) mendefinisikan persepsi sebagai proses kognitif yang bisa terjadi pada setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungan yang dapat diperoleh melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, maupun penciuman. Persepsi merupakan penafsiran untuk terhadap suatu situasi, bukan merupakan suatu pencarian yang sebenarnya dari situasi tersebut. Definisi ini secara implisit menyebutkan bahwa informasi dan situasi dapat berfungsi sebagai stimulus bagi terbentuknya suatu persepsi, walaupun informasi tentang lingkungan itu juga bisa berupa situasi tertentu (tidak harus berupa rangkaian kalimat atau isyarat lain). Harihanto (2001) menyatakan bahwa persepsi pada hakekatnya adalah pandangan, interpretasi, penilaian, harapan dan atau inspirasi seseorang terhadap obyek. Persepsi dibentuk melalui serangkaian proses (kognisi) yang diawali dengan menerima rangsangan atau stimulus dari obyek oleh indra (mata, hidung, telinga, kulit, dan mulut) dan dipahami dengan interpretasi atau penafsiran tentang obyek yang dimaksud. Jadi persepsi merupakan respon terhadap rangsangan yang datang
6
dari suatu obyek. Respon ini berkaitan dengan penerimaan atau penolakan oleh individu terhadap obyek yang dimaksud. Menurut Calhoun dan Acocella (1990) persepsi yang kita kenal memiliki tiga dimensi yang sama menandai konsep diri : 1. Pengetahuan : Apa yang kita ketahui (atau kita anggap tahu) tentang pribadi lain wujud lahiriah, perilaku, masa lalu, perasaan, motif dan sebagainya. 2. Pengharapan : Gagasan kita tentang orang itu menjadi apa dan melakukan apa yang dipadukan dengan gagasan kita tentang seharusnya dia menjadi apa dan melakukan apa. 3. Evaluasi : Kesimpulan kita tentang seseorang didasarkan pada bagaimana seseorang (menurut pengetahuan kita tentang mereka) memenuhi pengharapan kita tentang dia). Berdasarkan Tampang (1999) dalam Baskoro (2008) persepsi dipengaruhi oleh variable-variabel yang berkombinasi satu dengan yang lainnya yaitu;(1) pengalaman masa lalu, apa yang pernah dialami, (2) indoktinasi budaya, bagaimana menerjemahkan apa yang dialami. (3) sikap pemahaman, apa yang diharapkan dan apa yang dimaksud dengan hal tersebut. Persepsi dipengaruhi oleh faktor-faktor intern yang ada dalam individu tersebut. Bakat, minat, kemauan, perasaan, fantasi, kebutuhan, motivasi, jenis kelamin, umur, kepribadian, kebiasaan dan lain lain serta sikap lain yang khas dimiliki seseorang termasuk juga pengetahuan. Persepsi juga dipengaruhi faktor sosial budaya dan sosial ekonomi seperti pendidikan lingkungan tempat tinggal, suku bangsa dan lainnya.
2.2 Konsep Sikap Definisi sikap itu menggambarkan bahwa sikap adalah kesiapan, kesediaan untuk bereaksi terhadap suatu objek, jadi masih berupa kecenderungan dalam bertindak demi seseorang. Sarwono (2002) menyatakan bahwa ciri khas dari sikap adalah mempunyai obyek tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi, benda) juga mengandung penilaian setuju–tidak setuju, suka– tidak suka. Perbedaan terletak pada proses selanjutnya dan penerapan konsep tentang sikap mengenai proses terjadinya
7
sebagian besar pakar berpendapat bahwa sikap adalah sesuatu yang dipelajari (bukan bawaan). Oleh karena itu dapat dibentuk, dikembangkan, dipengaruhi dan diubah. Sikap berbeda dengan sifat yang lebih merupakan bawaan yang sulit untuk diubah. Tabel 1
Perbandingan antara sikap dan sifat menurut Ajzen (1988) dalam Sarwono (2002)
Sikap
Sifat
Laten
Laten (tidak tampak dari luar)
Mengarah perilaku
Mengarah perilaku
Ada unsur penilai terhadap
Tidak terlalu menilai, cenderung konsisten
objek sikap
pada berbagai situasi, tidak tergantung penilaian sesaat
Lebih bisa diubah
Menolak permintaan
Sikap adalah kesiapan, kesediaan untuk bertindak yang terdiri dari tiga komponen sikap yaitu : a. Kognitif : berhubungan dengan keyakinan b. Afektif : Berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang c. Konasi : Merupakan kecenderungan bertingkah laku Berdasarkan ketiga komponen tersebut dapat dikatakan bahwa sikap merupakan kumpulan dari berfikir, keyakinan dan pengetahuan serta memiliki evaluasi positif maupun negatif yang berakar emosi. Myers (1996) dalam Sarwono (2002) memberikan istilah yang lebih mudah diingat yaitu afektif (perasaan), behaviour (perilaku), dan kognitif (kesadaran) disingkat ABC. Triandis (1971) dalam Sarwono (2002) menyatakan kognitif komponen adalah ide yang umum dari beberapa kategori yang digunakan manusia unntuk berfikir. Kategori ini berarti kontensi respons untuk menerangkan stimuli yang berbeda. Afektif komponen adalah emosi yang berupa ide. Jika orang merasa baik atau buruk ketika dia berfikir tentang kategori yang mengatakan dia memiliki perasaan positif atau negatif dalam kategori ini. Behaviour komponen yaitu kecenderungan untuk berperilaku.
8
Ada beberapa alasan orang memiliki sikap yaitu : 1. Menolong mereka untuk mengerti keadaan sekitar mereka. 2. Melindungi mereka 3. Menolong mereka dalam mengatur kondisi yang kompleks 4. Memberikan kebebasan untuk berekspresi Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan bahwa suatu sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang obyek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tersebut dengan cara tertentu. Berdasarkan definisi tersebut suatu sikap mengandung tiga komponen (1) Komponen kognitif atau keyakinan: (2) Komponen emosi/perasaan :(3) Komponen perilaku/tindakan. Sikap juga mempunyai tiga fungsi yaitu : 1. Sikap punya fungsi organisasi, keyakinan yang terkandung dalam sikap kita memungkinkan kita mengorganisasikan pengalaman sosial kita. 2. Sikap memberikan fungsi kegunaan, kita menggunakan sikap untuk menegaskan sikap orang lain dan selanjutnya memperoleh persetujuan sosial. 3. Sikap itu memberikan fungsi perlindungan, sikap menjaga kita dari ancaman terhadap harga diri kita.
2.3 Konsep Perilaku Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1988 ). Menurut Sumardi (1997), dinyatakan bahwa perilaku seseorang terhadap keberadaan suatu obyek, dalam hal ini sumberdaya hutan dipengaruhi beberapa faktor, yaitu faktor individu baik dari dalam maupun dari luar. Faktor individu meliputi keadaan seseorang terdiri status sosial, ekonomi, dan budaya. Sedangkan yang berasal dari faktor luar meliputi segala sesuatu yang ada disekitarnya yang mampu mempengaruhi seseorang untuk berperan terhadap suatu kegiatan tertentu, seperti masyarakat atau kebijakan pemerintah.
9
Soekanto (1990) dalam Gunawan (1999) menyatakan bahwa masyarakat dan kebudayaan sebenarnya merupakan perwujudan atau abstraksi perilaku manusia. Kepribadian mewujudkan perilaku manusia. Perilaku manusia dapat dibedakan dengan kepribadiannya, karena kepribadian merupakan latar belakang perilaku yang ada dalam diri seorang individu. Kekuatan kepribadian bukanlah terletak pada jawaban atau tanggapan manusia terhadap suatu keadaan, akan tetapi justru pada kesiapannya didalam memberikan jawaban dan tanggapan. Jawaban dan tanggapan ini merupakan perilaku seseorang. Schiffman L G dan Kanuk (2004) menyatakan bahwa teori pemenuhan kebutuhan (Satisfaction of Needs Theory) yang dikemukakan oleh Abraham Maslow beranggapan bahwa perilaku manusia pada hakekatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Maslow menyusun lima jenjang kebutuhan pokok manusia sebagai berikut : 1.
Kebutuhan mempertahankan hidup (physiological needs) Manifestasi kebutuhan ini tampak pada 3 hal, yaitu : sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan primer untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan biologis.
2.
Kebutuhan rasa aman (safety needs) Manifestasi kebutuhan ini antara lain adalah kebutuhan akan keamanan jiwa, dimana manusia berada, kebutuhan keamanan harta, perlakuan yang adil, pensiun dan jaminan hari tua.
3. Kebutuhan sosial (sosial needs) Manifestasi kebutuhan ini tampak pada kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain (sense of belonging), kebutuhan untuk maju dan tidak gagal (sense of achievement), kekuatan ikut serta (sense of participation). 4. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs) Semakin tinggi status seseorang semakin tinggi juga prestisenya. 5. Kebutuhan mempertinggi kapasitas kerja (self actualization) Kebutuhan ini manifestasinya tampak pada keinginan mengembangkan kapasitas mental dan kapasitas kerja.
10
2.4
Hubungan Persepsi, Sikap, dan Perilaku Menurut Taryono (1991) dalam Harihanto (2001) sikap sangat besar
pengaruhnya dalam kehidupan manusia. Sikap sangat menentukan perilaku seseorang. Sikap juga sangat mempengaruhi tanggapan seseorang terhadap masalah kemasyarakatan serta masalah lingkungan. Di sini terdapat spekulasi bahwa jika sikap seseorang terhadap suatu hal dapat diketahui, maka dapat di duga tindakan yang dapat dilakukannya. Namun dalam hal ini tidak tertutup kemungkinan bahwa tindakan yang dilakukan seseorang tidak sejalan dengan sikapnya oleh karena itu muncul keraguan terhadap konsistensi hubungan antara sikap dan perilaku seseorang. Persepsi yang benar terhadap suatu obyek diperlukan, sebab persepsi merupakan dasar pembentukan sikap dan perilaku Asngari (1994) dalam Harihanto (2001) mengatakan bahwa persepsi individu terhadap lingkungannya merupakan faktor penting karena akan berlanjut dalam menentukan tindakan individu tersebut. Pengalaman
Penafsiran
Informasi sampai ke
Persepsi Seleksi
individu Perilaku Pengorganisasian
Gambar 1
Proses terbentuknya persepsi model Literre (dimodifikasi) (Asngari,1984) dalam Harihanto (2001).
Menurut Kelman (1974) dalam Harihanto (2001) ada 3 aturan yang menyebabkan perilaku seseorang tidak sesuai dengan sikapnya. Pertama adalah ketidaksesuaian antara sikap orang tersebut dengan informasi mengenai kenyataan sesungguhnya atau kenyataan yang terjadi. Kedua adalah ketidaksesuaian antara
11
sikap orang tersebut dengan sikap panutannya (significant other). Ketiga adalah karena terpaksa. Sikap menunjuk pada perbuatan seseorang atau beberapa masyarakat berdasarkan
kepercayaan,
pendirian,
atau
keyakinan
yang
dimilikinya.
Sebagaimana sikap yang ditunjukan oleh seseorang terhadap sesuatu hal yang memang selaras dengan apa yang diyakininya tentang hal tersebut. Begitu pula halnya dengan apa yang mereka percayai tentang sesuatu itu. Namun ada kalanya deviasi atau penyimpangan terjadi di dalam suatu masyarakat tertentu. Seseorang atau lebih melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan apa yang diyakini oleh masyarakat tertentu (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998). Menurut Sarwono (2002) setiap perilaku yang benar yang ditentukan oleh kemampuan sendiri selalu didahului oleh niat. Niat untuk berperilaku tersebut ditentukan oleh dua hal yaitu kepercayaan atau keyakinan tentang konsekuensi dan evaluasi terhadap konsekuensi tersebut untuk diri subyek (orang yang diteliti itu sendiri). Faktor lain yang mempengaruhi yaitu kendala kendala yang dipersepsikan
oleh
orang
yang
bersangkutan
yang
diperkirakan
dapat
menghambat perilakunya yang disebut persepsi kendala perilaku (precived behaviour control). Berikut bagan hubungan sikap dan perilaku model literre :
Keyakinan
tentang
konsekuensi perilaku Penilaian
Sikap
tentang
keyakinan Intensitas
untuk
berperilaku Tokoh Panutan
Norma subjektif Motivasi
mengikuti
tokoh panutan
Kendala yang dipersiapkan
Gambar 2 Bagan hubungan sikap dan perilaku menurut Ajzen ( 1988,1991 ) dalam Sarwono (2002).
PERILAKU
12
Perilaku seseorang tidak selalu konsisten dengan sikapnya karena itu perlu kehati-hatian menggunakan sikap sebagai prediksi perilaku (Taryono, 1991 dalam Harihanto (2001) . Keterkaitan antara sikap dan perilaku dibatasi oleh berbagai keadaan dan obyek dari sikap dan perilaku tersebut. Oleh karena itu Schuman dan Jhonson menyarankan perlu identifikasi faktor-faktor lain sebagai faktor antara (intervening faktor ) yang bisa mempengaruhi konsistensi hubungan antara sikap dan perilaku. Faktor-faktor lain adalah kebiasaan (habits), norma-norma (social norm) dan pandangan mengenai akibat dari perilaku yang dilakukan (expected consequent of behaviour).
2.5 Persepsi, Sikap, Perilaku Terhadap Keberadaan Sumberdaya Hutan Pengetahuan dan pengalaman manusia yang diperoleh selama beradaptasi dengan lingkungannya. Dari pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh tersebut, manusia menjadi tahu tentang lingkunganya yang tercermin dalam perilaku masyarakat. Menutut Departemen Pendidikan dan kebudayaan (1994) dalam Beno (2007) Perilaku masyarakat dalam kaitannya dengan pemeliharaan lingkungan berkaitan dengan persepsi mereka mengenai lingkungan alam. Sikap masyarakat dalam memperlakukan alam lingkungannya, juga dipengaruhi pengalaman dan pengetahuan mereka mengenai isi dan kekayaan yang dimilikinya Untuk memahami sikap manusia secara lebih kontekstual, dengan konteks manusia Indonesia, maka sistematisasinya dikombinasikan dengan periode perkembangan manusia dan kebudayaan. Dengan demikian maka akan kita dapatkan beberapa sikap terhadap alam yang juga sikap terhadap lingkungan selama ini sebgai berikut : (1). Pendewaan terhadap alam dan lingkungan ; (2). Ketergantungan terhadap alam dan lingkungan; (3). Pengurasan terhadap alam dan lingkungan;(4). Persahabatan dengan alam dan lingkungan. (Sastrosupeno, 1994) dalam Sumardi et al (1997) menyatakan bahwa masyarakat pedesaan yang tinggal dikawasan hutan yang umumnya punya pekerjaan dibidang pertanian memperlihatkan hubungan yang erat dengan lingkungan hidupnya. Disamping itu masyarakat di kawasan hutan umumnya mengenal sikap dan pola berfikir serta bertindak masih berpegang teguh pada norma, adat serta tradisi yang diwarisi secara turun-
13
temurun. Hal ini tidak saja dalam kaitan dalam kehidupan bermasyarakat, namun juga nampak dari perilaku sosial ekonominya dalam menghadapi lingkungan hidup. Menurut Djayahadikusuma (1994) dalam Sumardi (1997) dinyatakan bahwa berawal dari persepsi seseorang terhadap hutan, besar pengaruhnya pada wujud hubungan manusia dengan hutan, yang dapat dibedakan menjadi seseorang menolak lingkungan, bekerjasama atau menguras lingkungan (mengeksploitasi). Seseorang menolak lingkungan, disebabkan seseorang mempunyai pandangan yang tidak sesuai dengan keadaan yang diinginkan, sehingga seseorang bersangkutan dapat memberikan bentuk tindakan terhadap hutan sesuai apa yang dikehendaki. Sebaliknya bagi petani yang mempunyai sikap menerima lingkungan, seseorang dapat memanfaatkan hutan dan sekaligus menjaga dan menyelamatkan hutan dari kerusakan, sehingga hutan memberi manfaat yang terus-menerus. Dengan demikian lingkungan hutan yang selalu menjaga kelestariannya dari kerusakan, akan memberi manfaat kepada masyarakat disekitar kawasan hutan dan terutama negara yaitu berupa devisa.
2.6 Kelestarian Hutan Kelestarian adalah keadaan yang tetap seperti semula atau keadaan yang tidak berubah-ubah (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1988). Adapun kelestarian hutan merupakan suatu keadaan hutan yang tetap mampu menjalankan fungsi dan manfaatnya bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya baik pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang. Menurut Sumardi (1997), dinyatakan bahwa kelestarian hutan dalam suatu daerah mempunyai peranan sangat penting untuk mencukupi semua kebutuhan penduduk di sekitar hutan, seperti kayu bakar, rumput untuk ternak, dan sebagainya. Hal ini penting tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan generasi mendatang. Selain dapat mencukupi terhadap kebutuhan penduduk pada waktu sekarang dan yang akan datang, juga akan memberi peluang terhadap penerimaan devisa negara dari hasil hasil hutan yang dapat diekspor ke luar negeri. Dengan demikian hasil hutan memiliki cakupan yang sangat luas, tidak hanya
14
pertimbangan ekologis, namun menyangkut permasalahan ekonomis di sekitarnya dan pemerintah. Manan (1997) dalam Gunawan (1999), menyatakan bahwa pelestarian pemanfaatan (sustainable utilization) dapat diartikan sebagai mengkonsumsi bunga (interest) sedangkan modal tetap utuh. Dalam kaitannya dengan dengan sumberdaya hutan, berarti hasil kayu , hasil non kayu atau hasil hutan ikutan dan kegunaan lainnya misalnya mengatur air, habitat satwa, rekreasi di alam terbuka, sumber plasma nutfah, penghasil obat-obatan dan perlindungan lingkungan lainnya. Secara sederhana, dijabarkan agar pemanenan sama dengan riap. Upaya melestarikan jenis dan ekosistem sangat erat kaitannya dengan masyarakat, terutama yang hidup di sekitar kawasan konservasi dan kawasan hutan produksi. Gangguan terhadap keberadaan kehidupan liar dan kekayaan hutan, dapat berupa perburuan liar, perambahan hutan, dan kebakaran hutan. Hasil penyuluhan terhadap masyarakat tentang pentingnya melestarikan hutan masih belum memadai dan meyakinkan mereka akan perlunya keberadaan kawasan konservasi maupun produksi. Rasa ikut mempunyai dan tanggung jawab untuk melindungi sumberdaya dari gangguan yang merusak masih harus dimasyarakatkan.
2.7 Masyarakat Desa Sekitar Hutan Masyarakat adalah kelompok atau himpunan orang-orang yang hidup bersama dan terjalin satu sama lainnya sehingga menghasilkan kebudayaan. Sedangkan pengertian dari desa merupakan himpunan penduduk yang cenderung homogen dengan sifat kegotongroyongan dan kekeluargaan yang tinggi serta bermata pencaharian utama dari sektor pertanian. Sehingga masyarakat desa adalah himpunan penduduk agraris cenderung homogen yang menempati wilayah tertentu
dan
memiliki
kebudayaan
dengan
sifat
kekeluargaan
dan
kegotongroyongan yang tinggi. Masyarakat desa umumnya bermata pencaharian dari sektor pertanian sehingga pekerjaan-pekerjaan disamping pertanian hanya merupakan sambilan saja, sehingga di saat masa panen atau masa menanam padi tiba maka pekerjaan-pekerjaan sambilan tersebut ditinggalkan Soekanto( 1982) dalam Junianto (2007).
15
2.8 Model Desa Konservasi Desa Konservasi adalah sebuah pendekatan model konservasi yang memberi peluang pada masyarakat yang tinggal disekitar kawasan konsevasi untuk terlibat aktif dalam pengelolaan kawasan konservasi. Tujuan pembangunan MDK disekitar Kawasan Konservasi (KK) yaitu dari aspek ekologi/lingkungan, MDK dapat menyangga KK dari berbagai gangguan, memperluas habitat flora dan fauna yang ada di KK, menambah areal serapan air jika terletak dibagian hulu sungai, menangkal bencana alam berupa banjir, erosi, angin serta bencana lainnya. Dari aspek ekonomi, melalui MDK diharapkan pendapatan masyarakat dapat meningkat, tercipta berbagai aktivitas masyarakat untuk menambah pendapatan, potensi SDA yang ada dapat bernilai ekonomi melalui pengelolaan dengan teknologi yang sesuai, dan diharapkan roda perekonomian pedesaan dapat berputar. Dari aspek sosial, dengan pemberdayaan masyarakat melalui MDK pengetahuan dan ketrampilan masyarakat dapat meningkat, masyarakat diharapkan dapat bersikap positif dan mendukung pengelolaan kawasan konservasi, kesehatan masyarakat dapat meningkat karena kondisi lingkungan pedesaan yang sehat dan diharapkan ketergantungan masyarakat terhadap kawasan berkurang. Menurut data dari PHKA (Perlindungan Hutan dan konservasi Alam) saat ini terdapat sekitar 2.040 desa didaerah penyangga kawasan konservasi yang sebagian penduduknya sangat tergantung pada sumberdaya alam di kawasan hutan. Oleh karena itu, upaya pendekatan pengelolaan kawasan konservasi yang kolaboratif dan partisipatif merupakan alternatif jawaban dari tantangan masalah konservasi. Dalam kurun waktu 2005-2009 PHKA, Departemen Kehutanan berencana mengembangkan 132 Model Desa Konservasi di sekitar 77 UPT balai BKSDA/Balai
Taman
Nasional.
Sejalan
dengan
komitmen
ini
ESP
(Environmental Service Program) telah menginisasi beberapa desa konservasi yang tersebar di 5 provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Utara, dan Aceh. Rambu rambu dalam mengembangkan Model Desa Konservasi adalah sebagai berikut : (1) Tidak mengubah fungsi kawasan. (2) Tidak memberikan hak kepemilikan
terhadap
lahan
(3)
Diberikan
hak
pemanfaatan
kawasan.
16
(4)Terintegrasi dengan program pembangunan daerah setempat (5) Adanya komitmen para pihak terkait (6) Masyarakat dilibatkan dalam pengelolaan kawasan (7) Masyarakat mendapat manfaat baik langsung ataupun tidak langsung. ( TNGHS 2009)
17
BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cinagara dan Desa Pasir Buncir , Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2010.
3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, panduan wawancara, alat perekam suara, kalkulator, dan laptop dengan aplikasi software microsoft excel dan SPSS (Statistics Program for Social Science) .Selain itu, sebagai data penunjang/pendukung bahan dan alat yang dibutuhkan antara lain demografi/monografi desa yang bersangkutan, dan segala informasi lainnya yang terkait dalam penelitian .
3.3 Sasaran Penelitian Sasaran atau objek penelitian adalah masyarakat Model Desa Konservasi dan non Konsevasi (berbatasan secara langsung dengan kawasan hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango).
3.4 Jenis Data Dalam penelitian ini dikumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang berasal dari sumber asli atau pertama ( Sarwono 2006) dalam hal ini adalah responden berdasar kuesioner . Data tersebut berupa data karakteristik responden dan data yang digunakan secara langsung untuk pengujian analisis regresi logistik, sedangkan untuk data sekunder adalah data yang digunakan untuk menunjang kegiatan penelitian yang diperoleh dari kantor desa, internet , dan instansi terkait lainnya. Peubah atau parameter yang diukur dalam penelitian ini : 1. Umur Responden
18
Umur responden adalah digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu sebagai berikut : a. <25 tahun b. 25-50 tahun c. >50 tahun 2. Tingkat pendidikan formal, ialah jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti responden. Dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan tingkat pendidikan, yaitu : a. Tidak tamat/tidak mengikuti Sekolah Dasar. b. Tamat Sekolah Menengah Tingkat Pertama atau tamat Sekolah Menengah Atas. c. Tamat Perguruan Tinggi atau Akademi. 3. Jumlah anggota keluarga. Dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : a. Kecil : < 5 orang b. Sedang : 5-7 orang c. Besar : > 7 orang 4. Pekerjaan/mata pencaharian utama, ialah pekerjaan utama yang dilakukan oleh responden dalam mencari nafkah. Dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : a. Berhubungan dengan hutan secara langsung b. Berhubungan tidak langsung c. Tidak berhubungan 5. Jarak tempat tinggal dari hutan, ialah jarak yang ditempuh oleh responden dari tempat tinggal ke kawasan hutan dengan berjalan kaki. Dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : a. Jauh : > 2 kilometer, b. Sedang : 1 kilometer - 2 kilometer c. Dekat : < 1 kilometer. 6. Tingkat pendapatan ialah ukuran besarnya pendapatan rumah tangga yang diperoleh oleh seluruh anggota rumah tangga.Dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : a.
Rendah :
b.
Sedang : Rp 500.000,- sampai Rp 1.000.000,-/bulan
19
c. Tinggi : > 1.000.000,-/bulan. 7. Luas kepemilikan lahan, ialah ukuran luasan lahan yang dimiliki oleh responden. Dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori yaitu : a. rendah : <0,25 hektar b. sedang : 0,25 hektar - 0,5 hektar c. Tinggi : > 0,5 hektar 8. Jenis Kelamin. a. Laki- laki b. Perempuan
3.5 Metode Pengambilan Responden Pemilihan responden sebagai unit contoh dilakukan dengan metode purposive sampling, dimana penentuan contoh atas pertimbangan pribadi peneliti (Purwanto 2007). Pertimbangan dalam penentuan responden dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan di lapangan yaitu pengambilan responden yang jaraknya paling dekat atau berbatasan langsung dengan hutan. Jumlah responden yang diambil adalah 30 responden baik pada Model Desa Konservasi maupun non-Konservasi sehingga secara keseluruhan berjumlah 60 responden.
3.6 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara : 1. Pengamatan (observasi), yaitu dilakukan dengan pengamatan kepada aktivitas masyarakat. 2. Studi Pustaka, yaitu dengan mencatat dan mempelajari studi yang telah dilakukan dan berhubungan dengan penelitian. 3. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara terstruktur dengan kuisioner
tertutup
(menggunakan
daftar
pertanyaan
yang
telah
dipersiapkan pilihan jawaban) dan dilakukan pula wawancara tak terstruktur
untuk
melengkapi
informasi-informasi
lainnya
yang
mendukung. Kuesioner terdiri dari 2 bagian yaitu identitas responden dan pertanyaan utama dari aspek yang dikaji. 4. Data sekunder yang mendukung penelitian.
20
3.7 Metode Pengolahan Data dan Analisis Data Kegiatan ini dilakukan setelah pengumpulan data di lapangan. Sebelum masuk pada pengujian data, terlebih dahulu dilakukan analisis deskriptifnya. Analisis ini bertujuan untuk mengubah kumpulan data mentah menjadi bentuk informasi yang mudah dipahami dengan bentuk yang lebih ringkas. Analisis deskriptif nilai diwakili oleh tabel frekuensi, persentase, dan berbagai grafik.
Tabel frekuensi tingkat persepsi, sikap, dan perilaku menggambarkan besarnya kemunculan data pada tingkat tertentu.
Presentase merupakan tingkat penyebaran data terhadap populasinya.
Grafik digunakan sebagai visualisasi hasil perhitungan data untuk membantu dalam interpretasi nilai yang diperoleh
3.7.1 Tingkat persepsi dan sikap Penyajian secara deskriptif digunakan untuk menjelaskan tanggapan yang diberikan berdasarkan nilai persentase jumlah responden. Nilai persentase tersebut diperoleh dengan cara membagi jumlah responden berdasarkan tanggapannya dengan jumlah keseluruhan responden. Untuk mengetahui tingkat persepsi dan sikap responden, tanggapan selanjutnya diberikan nilai (score). Masing-masing tanggapan (setuju, ragu-ragu, dan tidak setuju) secara berturut bernilai 3, 2, dan 1. Berdasarkan hasil kuesioner dicari nilai total score dari setiap pertanyaan dengan cara menjumlahkan nilai dari setiap jawaban responden dan membaginya dengan jumlah pertanyaan. Penentuan tingkat persepsi dan sikap dikelompokan secara ordinal dengan menggunakan Metoda Likert menjadi tiga kategori yakni, tinggi, sedang, dan rendah seperti Tabel 2 : Tabel 2 Tingkat persepsi dan sikap berdasarkan interval nilai tanggapan No Interval nilai tanggapan
Tingkat persepsi dan sikap
1
2,34 - 3,00
Tinggi
2
1,67 - 2,33
Sedang
3
1,00 - 1,66
Rendah
21
3.7.2
Perilaku Untuk perilaku responden terhadap hutan tidak menggunakan skala Likert
tetapi menggunakan analisis deskriptif dengan penyajian data berupa frekuensi, dan persentase berdasarkan hasil tabulasi untuk mendukung penjelasan dan melihat kecenderungan dari berbagai kondisi yang ada, sehingga didapatkan informasi dan gambaran yang diinginkan.
3.7.3 Mengetahui peubah yang mempengaruhi persepsi dan sikap. Data yang diperoleh diolah melalui tahap tahap editing, coding, scoring, entri data kekomputer dan analisis data dilakukan dengan analisis regresi logistik biner menggunakan program SPSS 15.0 FOR WINDOWS. Jika variabel yang merupakan skala ordinal adalah variabel dependen, maka regresi yang digunakan adalah regresi logistik. ( Santosa 2006). Variabel independen penelitian ini adalah umur, pendidikan, jarak , pekerjaan, pendapatan, luas lahan, jumlah keluarga dan jenis kelamin, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini menggunakan variabel persepsi dan sikap dengan skala biner (bernilai 0 dan 1). Model regresi binary logistic dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut ini (Rachmini 1999)
= β0+ β1X1+ β2 X2+ β3X3 + ............+ βkXk
D = β0 + β1Umur + β2Pendidikan + β3Jarak + β4Pekerjaan + β5Pendapatan
+
β6Luas_lahan+
β7Jumlah_keluarga
+
β8Jenis_kelamin
Dimana D adalah persepsi dan atau sikap masyarakat terhadap keberadaan hutan, dengan konstanta β0, koefisien regresi βi, dan variabel-varibel prediktor X j dengan jumlah k prediktor (j= 1,2,3,....,8)).
22
Data yang telah disusun dan diolah dalam bentuk tabulasi dan gambar dianalsisis secara deskriptif untuk mendapatkan informasi dan gambaran yang diinginkan.
23
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Cinagara, Kabupaten Bogor 4.1.1 Letak Geografis dan Kondisi Umum Desa Cinagara terletak di wilayah Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat dengan luas 496,515 ha. Desa Cinagara terletak di kawasan penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Desa Cinagara ini merupakan salah satu Model Desa konservasi (MDK) Batas Desa Cinagara secara geografis adalah sebagai berikut :
Sebelah Timur
: Berbatasan dengan hutan dan perkebunan
Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Desa Muara Jaya
Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Desa Tangkil
Sebelah Selatan
: Berbatasan dengan Desa Pasir buncir
Desa Cinagara memiliki jarak 5 km dari pusat pemerintahan kecamatan, 45 km dari pusat pemerintahan kota administratif, 32 km dari ibukota Kabupaten dan 120 km dari ibukota provinsi. Desa Cinagara memiliki kondisi geografis yang berupa dataran tinggi dengan ketinggian rata rata 629 meter dpl, memiliki curah hujan 5000 mm pertahun, suhu rata rata 20-25 ºC dan memiliki tofografi yang bergelombang memanjang dari Barat ke Timur dengan kelerengan 45º. Penggunaan lahan Desa Cinagara dapat dilihat pada Tabel 3.
24
Tabel 3 Penggunaan lahan Desa Cinagara No Penggunaan Lahan
Luas lahan (ha)
1
Jalan
2
0,40
2
Sawah dan Ladang
298,50
60,12
3
Bangunan Umum
1,00
0,20
4
Empang/Kolam
2,50
0,50
5
Perumahan/Pemukiman
33,00
6,65
6
Perkuburan
3,00
0,60
7
Kehutanan
150,00
30,20
8
Lain-lain
6,52
1,31
496,52
100,00
Jumlah
Persentase (%)
Sumber : Monografi Desa Cinagara 2009
4.1.2 Kependudukan Penduduk di Desa Cinagara berdasarkan data monografi tahun 2009 berjumlah 9.214 orang yang terdiri atas 5.004 orang laki laki dan 4.210 orang perempuan.Berdasarkan usianya penduduk Desa Cinagara dikelompokan menjadi tiga kelompok yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Sebaran penduduk Cinagara berdasarkan umur. No
Umur
Jumlah Penduduk
(tahun)
Laki-laki
Perempuan
1
1-14
1157
1129
2
15-55
3108
2500
3
>55
739
581
5004
4210
Total Jumlah Total semua
9214
Sumber : Monografi Desa Cinagara 2009
Jumlah penduduk Cinagara menurut tingkat pendidikan dibagi menjadi delapan kategori yang secara rinci disajikan pada Tabel 5.
25
Tabel 5 Sebaran penduduk Cinagara menurut tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan
Jumlah Penduduk Laki-laki
Perempuan
a) Belum Sekolah
591
1270
b) Masih Sekolah Dasar
888
593
c) Tamatan SD
1118
746
d) SMP/SLTP
722
480
e) SMA/SLTA
686
457
f) Akademi/D1-D3
403
268
g) Sarjana (S1-S3)
397
264
h) Tidak Tamat SD
199
132
5004
4210
Jumlah Jumlah Total semua
9214
Sumber : Monografi Desa Cinagara 2009
Jumlah penduduk Desa Cinagara yang tercatat dalam monografi Desa tahun 2009 menurut pekerjaannya berjumlah 2332 orang terbagi dalam beberapa jenis pekerjaan yang tersaji pada Tabel 6 . Tabel 6 Sebaran penduduk Cinagara menurut pekerjaan No Mata pencaharian
Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
1
PNS
62
2,65
2
ABRI/TNI/Polisi
10
0,43
3
Petani/Buruh tani
1002
42,97
4
Tukang
85
3,64
5
Pedagang
105
4,50
6
Wiraswasta
725
31,09
7
Swasta/Buruh pabrik
343
14,71
2332
100
Jumlah Sumber : Monografi Desa Cinagara 2009
Desa Cinagara juga mempunyai beberapa komoditi peternakan seperti kambing, kerbau, sapi, dan ayam/unggas seperti yang tersaji pada Tabel 7:
26
Tabel 7 Jumlah ternak Desa Cinagara No Jenis ternak
Jumlah (ekor)
Persentase (%)
1
Kambing
1032
3,32
2
Kerbau
9
0,03
3
Sapi
-
-
4
Ayam/Unggas
30000
96,64
31041
100
Jumlah Sumber : Monografi Desa Cinagara 2009
Sebagai Desa Konservasi membuat Desa Cinagara menjadi sebuah Desa yang partisipatif. Hal ini dapat dilihat dari aktifnya kelompok tani di Desa tersebut. Ada beberapa kelompok tani yang terdapat pada desa tersebut dan programnya masih berjalan dengan baik. Kelompok tani ini tidak saja bergerak dalam bidang pertanian tapi juga peternakan dan perikanan/ (Tabel 8) Tabel 8 Kelompok tani di Desa Cinagara No Nama
Alamat
Nama ketua
Kelompok Tani
Jumlah
Kegiatan
Anggota
Kelompok
1
Sari Mekar
Kp.Cibeling
Nurasiah
25
Pertanian
2
Sagara 1
Kp.Cisalopa
Miming N.
25
Pertanian
3
Anugrah Setia Wargi
Kp.Leuwikopo Adah
50
Pertanian
4
Mandiri
Kp.Cisempur
Abas
20
Domba
5
Mekar
Kp.Cisalopa
Yayat R
20
Domba
6
Karya Mandiri
Kp.Cinagara
Muhdor Kelana
20
Pertanian
Sumber : Monografi Desa Cinagara 2009
4.1.3 Sarana dan Prasarana Sarana pendidikan di Desa Cinagara terdiri dari fasilitas pendidikan, ekonomi dan kesehatan. Untuk sarana ekonomi masih berupa warung/toko/kios yang berjumlah 149 unit. Terdapat 1 Puskesmas dan 12 Posyandu dengan 2 Dokter dan 3 Bidan sebagai fasilitas kesehatan di Desa Cinagara.
27
4.2. Pasir Buncir, Kabupaten Bogor 4.2.1 Letak Geografis dan Kondisi Umum Desa Pasir Buncir terletak di wilayah Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah kurang lebih 509 ha. Terbagi menjadi 5 RW dan 22 RT. Luas wilayah 509 ha tersebut terdiri dari 323 ha wilayah pemukiman, 45 ha wilayah persawahan, dan 141 ha wilayah perkebunan. Dengan batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Kecamatan Pangrango(Hutan)
Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Desa Ciburuy
Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Desa Cinagara
Sebelah Selatan
: Berbatasan dengan Desa Wates Jaya
Desa Pasir Buncir berjarak 7 km dari pusat pemerintahan kecamatan, 32 km dari ibukota kabupaten dan 132 km dari ibukota provinsi. Desa Pasir Buncir terletak pada daerah dataran tinggi dengan suhu rata-rata 21,32 derajat C, dengan ketinggian 600 m dari permukaan laut dan curah hujan 6000 mm per tahun. Dengan bentuk wilayah datar sampai berombak
25%, berombak sampai
berbukit 50% dan berbukit sampai bergunung 25%. Penggunaan lahan Desa Pasir Buncir dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Penggunaan Lahan Desa Pasir Buncir No Penggunaan
Luas lahan (ha)
Persentase (%)
1
Sawah
981
69,31
2
Ladang
338,2
23,90
3
Perkebunan
95,9
6,780
4
Padang rumput/ternak
Jumlah
0,20
1415,3
0,014
100,00
Sumber : Monografi Desa Pasir Buncir 2009 4.2.2
Kependudukan Berdasarkan data monografi desa tahun 2009, Desa Pasir Buncir
mempunyai penduduk berjumlah 6825 orang dengan jumlah laki laki 3564 orang
28
dan perempuan 3261 orang. Berdasarkan usia kerjanya jumlah penduduk di Desa Pasir Buncir bejumlah 6864 dengan rincian seperti dalam Tabel 10. Tabel 10 Sebaran penduduk Pasir Buncir berdasar usia kerja No. Usia kerja
Jumlah Penduduk
Persentase(%)
1
Penduduk bukan usia kerja
2354
33,87
2
Penduduk usia kerja yang bekerja
2525
36,79
3
Penduduk usia kerja yang belum kerja
1985
28,92
Total
6864
100
Sumber : Monografi Desa Pasir Buncir 2009
Mata pencaharian penduduk Pasir Buncir mayoritas adalah petani yaitu sebanyak 2788 orang. Secara rinci distribusi mata pencaharian penduduk Desa Pasir Buncir dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Distribusi Penduduk Desa Pasir Buncir berdasar mata pencaharian No Mata Pencaharian . 1 Petani/buruhtani
Jumlah Penduduk
Persentase
2788
76,25
2
Pengusaha
1
0,003
3
Buruh /swasta
510
13,95
4
Pertukangan
200
5,47
5
Pedagang
57
1,56
6
Pengemudi jasa
20
0,55
7
PNS
72
1,97
8
TNI/ POLRI
2
0,005
9
Pensiunan/ Purnawirawan Total
6 3656
0.160 100
Sumber : Monografi Desa Pasir Buncir 2009
Peternakan di Desa Pasir Buncir meliputi ternak kambing, kerbau, sapi, ayam kuda, domba,itik dan angsa. Keadaan tersebut didukung oleh ketersediaan
29
kawasan pemeliharaan ternak yaitu kawasan milik masyarakat seluas 4,6 ha, kawasan milik perusahaan peternakan seluas 22 ha, kawasan perorangan seluas 2,3 ha dan kawasan sewa pakai seluas 1,4 ha. Ketersediaan hijauan makanan ternak cukup memadai di desa ini. Untuk mekanisme pemasaran ternak sendiri dijual kekonsumen langsung, kepasar, ke pengecer atau melalui tengkulak. Setidaknya ada 97 orang peternak di desa ini meliputi 3 peternak sapi, 27 peternak kambing, 8 peternak ayam dan 6 peternak kerbau. Berikut tabel jumlah ternak yang dimilik masyarakat. Tabel 12 Jumlah ternak penduduk Pasir Buncir No
Jenis ternak
Jumlah (ekor)
1
Kambing
3000
2
Kerbau
35
3
Sapi
50
4
Ayam/Unggas
7500
5
Kuda
15
6
Domba
4000
7
Itik
120
8
Angsa
20
Sumber : Monografi Desa Pasir Buncir 2009
4.2.3 Sarana dan Prasarana Jalan Desa Pasirbuncir yang panjangnya lebih kurang 5 km, 55% beraspal dan sisanya berupa jalan tanah, jalan tanah dengan pengerasan (bersemen) dan berbatu. Listrik sudah masuk di desa Pasirbuncir, akan tetapi belum seluruh wilayah Desa Pasirbuncir, menikmati fasilitas listrik. Faktor biaya yang membuat masyarakat Desa Pasirbuncir tidak mampu untuk memasang listrik. Salah satunya diwilayah RT4 RW1 sebagian masyarakat tidak mampu dalam pemasangan biaya listrik . Berikut tabel sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Pasir Buncir.
30
Tabel 13 Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Pasir Buncir. Jenis
Ukuran
Masjid
8x8
Kondisi Bisa dipakai
Kantor/ Balai Desa
6x4 a
Bisa dipakai
TPA
3x3
Baik Baik
Balai Pengajian 3x3 Pertanian
Baik 300 hektar
Pertambangan
2 hektar
Ditutup
Poskamling
2x2
Rusak
Sekolah
10x8
Bisa dipakai
Universitas
2 hektar
Baik
Lapangan Voli
4x3
Bisa dipakai
Komplek snakma
1 hektar
Baik
3x3
Posyandu
5 tempat
Peternakan
Bisa dipakai Baik
Sumber : Monografi Desa Pasir Buncir 2009
4.3 Hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango 4.3.1 Sejarah Kawasan Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) mempunyai arti penting dalam sejarah konservasi dan penelitian botani Indonesia. Kawasan ini merupakan kawasan pertama yang ditetapkan sebagai Taman Nasional di Indonesia yaitu berdasarkan Pengumuman Menteri Pertanian tanggal 6 Maret 1980. Landasan hukum status kawasan sejak pemerintah Hindia Belanda sampai kawasan ini menjadi taman nasional yaitu : 1. Besluit van den Gouvernur General van Nederlandsch Indie 17 Mei 1889 No. 50 tentang Kebun Raya Cibodas dan areal hutan di atasnya ditetapkan sebagai contoh flora pegunungan Pulau Jawa dan
31
merupakan cagar alam dengan luas keseluruhan 240 ha. Selanjutnya dengan Besluit van den Gouvernur General van Nederlandsch Indie 11 Juni 1919 No 33 Staatblad No.392-15 yang memperluas areal dengan areal hutan di sekitar Air Terjun Cibeureum. 2. Tahun 1919 dengan Besluit van den Gouvernur General van Nederlandsch Indie 11 Juli No 83 Staatblad No. 392-11 menetapkan areal hutan lindung di lereng Gunung Pangrango dekat Desa Caringin sebagai Cagar Alam Cimungkat seluas 56 ha. 3. Sejak tahun 1925 dengan Besluit van den Gouvernur General van Nederlandsch Indie 15 Januari 1925 No 7 Staatblad 15 dan menarik kembali berlakunya peraturan tahun 1889, menetapkan daerah puncak Gunung Gede, Gunung Gumuruh, Gunung Pangrango serta DAS Ciwalen, Cibodas sebagai Cagar Alam Cibodas / Gunung Gede dengan luas ± 1.040 ha. 4. Daerah Situ Gunung, lereng Selatan Gunung Gede Pangrango dan bagian Timur Cimungkat, berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 461/Kpts/Um/31/1975 tanggal 27 Desember 1975 telah ditetapkan sebagai Taman Wisata dengan luas ± 100 ha. 5. Bagian-bagian lainnya seperti komplek hutan Gunung Gede, Gunung Pangrango Utara, Gegerbentang, Gunung Gede Timur, Gunung Gede Tengah, Gunung Gede Barat dan Cisarua Selatan telah ditetapkan tahun 1978 sebagai Cagar Alam Gunung Pangrango dengan luas 14.000 ha. 6. Dengan diumumkannya 5 (lima) buah taman nasional di Indonesia oleh Menteri Pertanian tanggal 6 Maret 1980, maka kawasan Cagar Alam Cibodas, Cagar Alam Cimungkat, Cagar Alam Gunung Gede Pangrango, Taman Wisata Situgunung dan hutan-hutan di lereng Gunung Gede Pangrango diumumkan sebagai kawasan TNGP dengan luas 15.196 ha. 7. Berdasarkan SK Menhut No 174/Kpts-II/tanggal 10 Juni 2003 kawasan TNGP diperluas menjadi 21.975 ha.
32
4.3.2 Letak dan Luas Kawasan Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) secara geografis terletak di titik 106º51’-107 º 02’ BT dan 6 º 41’-6 º 51’ LS.TNGP yang awalnya memiliki luas 15.196 hektar dan terletak di 3 (tiga) wilayah kabupaten yaitu Cianjur (3.599,29 Ha), Sukabumi (6.781,98 ha) dan Bogor (4.514,73 ha), saat ini sesuain SK Menhut No 174/Kpts-II/tanggal 10 Juni 2003 kawasan TNGP diperluas menjadi 21.975 ha. Sesuai ketentuan pasal 32 dan 33 dalam undang-undang No 5 tahun 1990, maka Zonasi di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terdiri dari Zona Inti (7.400 ha), zona rimba (6.848,30 ha) dan zona pemanfaatan (948,7 ha). Secara administratif pemerintahan, wilayah TNGP termasuk ke dalam 3 kabupaten, yaitu Kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi. 4.3.3 Iklim dan Hidrologi Iklim di kawasan ini berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson termasuk tipe iklim A, dengan nilai Q berkisar antara 11.30%-33.30%. Suhu udara berkisar antara 10º-18º C. Kelembaban relatif sepanjang tahun berkisar dari 80%-90%. Daerah ini termasuk daerah terbasah di Pulau Jawa dengan rata-rata curah hujan tahunan 3.000-4.200 mm. Bulan basah terjadi pada bulan Oktober– Mei, dengan rata-rata curah hujan bulanan 200 mm. Bulan kering biasanya terjadi pada bulan Juni-September dengan rata-rata curah hujan bulanan kurang dari 100 mm Kawasan Gunung Gede Pangrango memiliki banyak sumber air. Sumber air tersebut mengalir dan bersatu membentuk sungai-sungai besar di sekitar kawasan tersebut. Terdapat 60 aliran sungai besar dan kecil, yang berhulu di Gunung Gede dan Pangrango. Dua puluh sungai mengalir ke Kabupaten Cianjur, 23 sungai mengalir ke Kabupaten Sukabumi, dan 17 sungai mengalir ke Kabupaten Bogor. 4.3.4 Geologi dan Tanah. Geologi kawasan ini berupa batuan vulkanik seperti andesit, tuff, basalt, lava breksi, breksi mekanik dan proklastik.
33
Jenis tanahnya adalah: 1. Tanah regosol dan litosol terdapat pada lereng pegunungan yang lebih tinggi dan berasal dari lava dan batuan hasil kegiatan gunung berapi. Jenis tanah seperti ini sangat peka terhadap erosi. 2. Tanah asosiasi andosol dan regosol terdapat pada lereng gunung yang lebih rendah dan agak peka terhadap erosi. Jenis ini mengalami pelapukan lanjut. 3. Tanah latosol coklat terdapat pada lereng paling bawah. Tanah ini mengandung liat dan lapisan subsoilnya gembur, mudah ditembus air, serta lapisan bawahnya yang mudah melapuk. Tanah seperti ini sangat subur dan dominan, serta agak peka terhadap erosi. 4.3.5 Tofografi Topografi kawasan ini bervariasi, terdiri dari lahan datar, dataran tinggi dan bukit sedang sampai terjal. Ketinggian kawasan ini berada pada 1000 m dpl yaitu di sekitar Kebun Raya Cibodas, 2.985 m dpl (puncak Gn. Gede) sampai 3019 m dpl (puncak Gn. Pangrango). Kedua gunung ini dihubungkan oleh lereng dengan ketinggian 2.500 m dpl. Gunung Gede Pangrango termasuk dalam rangkaian jalur gunung berapi dari pulau Sumatera sampai Nusa Tenggara. 4.3.6 Flora TNGP dikenal dan banyak dikunjungi karena memiliki potensi hayati yang tinggi, terutama keanekaragaman jenis flora. Dikawasan ini hidup lebih dari 1.000 jenis flora, yang tergolong tumbuhan berbunga ( Spermatophyta) sekitar 900 jenis, tumbuhan paku lebih dari 250 jenis, lumut lebih dari 123 jenis, ditambah berbagai jenis ganggang, Spagnum, jamur dan jenis-jenis Thalophyta lainnya. Secara umum jenis vegetasi tersebut dapat di bagi dalam tiga zona hutan. Urutan ketinggian dari ketiga zona hutan tersebut adalah zona hutan Sub Montana, zona hutan Montana, dan zona hutan Sub Alpin.
1. Hutan Sub Montana Zona ini merupakan batas terluar taman nasional. Hutan di kawasan ini berupa hutan produksi monokultur dari jenis rasamala (Altingia excelsa). Hutan ini ditandai dengan tiga lapisan tajuk. Lapisan tajuk teratas didominasi oleh jenis Rasamala (Altingia excelsa). Tinggi tajuk teratas jenis tumbuhan ini dapat
34
mencapai 60 m. Jenis lainnya yang menonjol berturut-turut adalah Saninten (Castanopsis argentea), dan Antidesma tentandrum. Lapisan tajuk kedua berupa jenis perdu dan semak diantaranya Ardisia fulginosa, Dichera febrifuga, randanus laizrox, Pinanga sp dan Lapotea stimulans. Pada lapisan tajuk ketiga terdapat berbagai jenis tumbuhan bawah, epifit, dan lumut antara lain Begonia, pakupakuan, anggrek dan Lumut Merah (Sphagnum gedeanum). 2. Hutan Montana Zona ini dicirikan oleh adanya dominasi pohon bertajuk besar. Pohon pada lapisan atas mempunyai pertumbuhan yang jarang. Sedangkan lapisan tajuk tumbuhan bawah mempunyai pertumbuhan yang rapat. Lapisan tajuk tumbuhan bawah ini berupa semak rendah, sedang dan tinggi. Jenis tumbuhan yang mudah dikenal yaitu Puspa (Schima walichii), tumbuhan berdaun jarum (Dacrycarpus imbricatus dan Podocarpus neriifolius), Jamuju (Podocarpus imbricatus), Rasamala (Altingia excelsa), dan Kiracun (Macropanax dispernum). Untuk jenis tumbuhan bawah berupa paku-pakuan, epifit, seperti Dendrobium sp, Arundina sp, Cymbiddum- spp dan Calanthe spp. 3. Hutan Sub Alpin Zona ini merupakan zona hutan teratas pada taman nasional. Ciri yang menonjol adalah keanekaragaman tumbuhannya semakin berkurang seiring dengan bertambahnya ketinggian tempat. Kerapatan tumbuhan pada zona ini sangat tinggi. Lapisan tajuk pada zona ini terdiri dari satu lapis dan didominasi oleh
pohon-pohon
pendek,
antara
lain
Cantigi
Gunung
(Vaccinium
varingiaefolium), Rhododendron resutum, dan Myrsine avenis. Jenis tumbuhan lain yang mudah ditemukan adalah lumut. Tumbuhan lumut banyak terdapat pada batang pohon, permukaan batuan, dan di tanah. Jenis lumut yang hidup pada batang pohon adalah lumut janggut. Di daerah puncak terdapat jenis tumbuhan yang khas, yaitu Edelweis Jawa (Anaphalis javanica) yang sangat terkenal di kalangan pecinta alam, karena bunganya terlihat tidak pernah layu Taman nasional TNGP memiliki beberapa flora endemik yang langka dan beberapa tanaman introduksi. Jenis tumbuhan endemik dan langka antara lain anggrek Liparis bilobulata, Malaxis sagittata, Pachicentria varingiaefolia, dan Corrybas mucronatus, sedangkan tanaman yang diintroduksi antara lain
35
Dendrobium jecobsoni, Agathis loranthifolia, Pinus merkusii dan Maesopsis emini. Tanaman introduksi tersebut sengaja dimasukkan oleh para peneliti ke dalam kawasan. 4.3.7 Fauna Di tinjau dari potensi keanekaragaman satwa liarnya, TNGP merupakan kawasan yang memiliki jenis burung tertinggi di Pulau Jawa. Sekitar 53% atau 260 jenis dari 460 jenis burung di Jawa dapat ditemukan dikawasan ini. Disamping itu, 19 dari 20 jenis burung endemik di pulau Jawa hidup di kawasan ini. Kawasan TNGP mempunyai beberapa jenis satwa, baik dari jenis primata, mamalia, burung, dan bermacam satwa kecil. Beberapa jenis satwa di kawasan TNGP sudah tergolong langka . Jenis satwa langka antara lain: 1. Jenis primata seperti Gibbon Jawa (Hylobates moloch) dan Surili Jawa (Dresbytis aygula), 2. Jenis mamalia seperti macan tutul (Panthera pardus), anjing hutan (Cuonalpinus), dan trenggiling (Manis javanica), 3. Jenis burung seperti alap-alap (Accipiter soloensis), betet (Lanios scaeh), dan kutilang (Pycnonotus aurigaster). Jenis satwa yang populasinya masih banyak antara lain: 1. Jenis primata seperi kera ekor panjang (Macaca fascicularis) dan Lutung(Presbytis cristata), 2. Jenis mamalia besar seperti kancil (Tragulus javanicus), babi hutan (Susschrofa), dan muncak (Muntiacus muntjak). 3. Jenis mamalia kecil seperti sigung (Mydaus javanensis), kucing hutan (Felix bengalensis), tikus hutan (Rattus lepturus), dan bajing terbang (Galeopterus varegatus).
4.3.8 Kondisi Sosial Ekonomi Daerah Penyangga Sebagian besar masyarakat ( kurang lebih 75%) di sekitar kawasan TNGP bermata pencaharian di bidang pertanian (land based activity), sehingga memerlukan lahan dalam pelaksanaan kegiatannya sehari-hari. Namun, sekitar 40% diantaranya adalah buruh tani yang tidak mempunayai lahan garapan dan
36
tergantung pada lahan orang lain. Disamping itu, tingkat pemilikan lahan rata-rata perkeluarga relative kecil, yaitu < 0,25 ha sehingga intensitas garapan sangat tinggi. Tingkat pendidikan sebagian besar masyarakat tersebut (70%) hanya sampai tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang demikian menimbulkan berbagai permasalahan yang merupakan tekanan terhadap kawasan dan sumberdaya alam TNGP.
37
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Terpilih Responden yang dipilih dalam penelitian ini berjumlah 30 responden yaitu yang menempati Desa Cinagara maupun Desa Pasir Buncir dengan karakteristik responden yang terpilih adalah seperti Tabel dibawah ini : Tabel 14 Karakteristik responden Desa Cinagara (MDK) dan Pasir Buncir (non MDK) No
Karakteristik
1
Umur < 25 25-50 >50 Pendidikan formal Tidak tamat/tamat SD SLTP/SMU PT/Akademi Jumlah anggota keluarga Kecil : < 5 orang Sedang : 5-7 orang Besar : > 7 orang Pekerjaan Berhubungan dengan hutan Berhubungan tidak langsung Tidak berhubungan
2
3
4
5
6
7
8
Jarak Dekat Sedang Jauh Tingkatpendapatan per-bulan