PERANCANGAN PERAKITAN ALAT PRODUKSI BIODIESEL DENGAN METODE DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA) (Studi kasus: Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN), Serpong, Tangerang)
Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
HERMAN DWI PRANOWO I 1304012
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
II-1
LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi :
PERANCANGAN PERAKITAN ALAT PRODUKSI BIODIESEL DENGAN METODE DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA) (Studi kasus: Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN), Serpong, Tangerang) Ditulis oleh: Herman Dwi Pranowo I 1304012
Mengetahui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Ir. Lobes Herdiman, MT NIP 19641007 199702 1 001
Taufiq Rochman, STP, MT NIP 19701030 199802 1 001
Ketua Program S-1 Non Reguler Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UNS
Taufiq Rochman, STP, MT NIP. 19701030 199802 1 001 Pembantu Dekan I Fakultas Teknik
Ketua Jurusan Teknik Industri UNS
Ir. Noegroho Djarwanti, MT NIP 19561112 198403 2 007
Ir. Lobes Herdiman, MT NIP 19641007 199702 1 001
II-2
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH Saya mahasiswa Jurusan Teknik Industri UNS yang bertanda tangan di bawah ini, Nama
: Herman Dwi Pranowo
Nim
: I 1304012
Judul tugas akhir
: Perancangan Perakitan Alat Produksi Biodiesel Dengan Metode Design for Assembly (DFA) (Studi Kasus: Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN), Serpong, Tangerang)
Menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun tidak mencontoh atau melakukan plagiat dari karya tulis orang lain. Jika terbukti bahwa Tugas Akhir yang saya susun mencontoh atau melakukan plagiat dapat dinyatakan batal atau gelar Sarjana yang saya peroleh dengan sendirinya dibatalkan atau dicabut. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila dikemudian
hari
terbukti
melakukan
kebohongan
maka
saya
sanggup
menanggung segala konsekuensinya.
Surakarta, Juli 2010
Herman Dwi Pranowo I 1304012
II-3
KATA PENGANTAR Assalamu ‘alaikum Wr.Wb Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam kepada Rasulullah Muhammad SAW, Al Amin suri tauladan kita. Pada kesempatan yang sangat baik ini, dengan segenap kerendahan hati dan rasa yang setulus-tulusnya, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua orang tua tercinta, bapak dan ibuku yang telah memberikan doa, kasih sayang dan dukungan kupersembahkan karyaku untuk kedua orang tuaku tercinta. 2. Ir. Noegroho Djarwanti, M.T. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Bapak Ir. Lobes Herdiman, MT. selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Bapak Ir. Lobes Herdiman, MT. dan Taufiq Rochman STP, MT selaku dosen pembimbing yang telah sabar dalam memberikan pengarahan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. 5. Retno Wulan Damayanti, STP, MT selaku dosen penguji skripsi I dan Ilham Priadhytama, ST, MT selaku dosen penguji skripsi II yang berkenan memberikan saran dan perbaikan terhadap skripsi ini. 6. Bapak Eko Liquiddanu, ST, MT selaku pembimbing akademis. Terima kasih atas bimbinganya selama ini. 7. Dosen-dosen Teknik Industri yang memberikan ilmu dan nilai yang bagus selama ini. 8. Para staf dan karyawan Jurusan Teknik Industri (mba’ Yayuk, mba’ Rina, pak Agus, mba’Tutik), atas segala kesabaran dan pengertiannya dalam memberikan bantuan demi kelancaran penyelesaian skripsi ini. 9. Para staf dan karyawan PTBIN yang telah menerima saya dengan baik dan memberikan bantuan beserta fasilitas selama melakukan penelitian.
II-4
10. Kedua saudaraku tersayang, Achid dan Izhar yang selalu memberiku semangat untuk terus berkarya dan berbuat yang lebih baik. 11. ”Neng” (Tika Widyana Pratiwi) yang selalu memberikan semangat, perhatian, dan ajaran tentang pentingnya tanggungjawab terhadap diri sendiri. 12. Teman kos ”Dewantoro” Masruri (Culuq), Mas Esti, Novian, Doni, Tomi, Thitut, Ebbi, Supri, Mas Indro, Baskoro, Yudi, Mas Aries, Nova, Lek Kunto, Koplo dan lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu tetep berjuang kawan ”keep on spirit” dan tetap ”sombong”. 13. Teman sekelas dan seperjuangan Teknik Industri ekstensi angkatan ’04 Vicky, Nova, Brama, Danang, Angga Megantoro, Gloria, Miono, Ike, Indri, Siti Dewi, Yaning, Adi, Julius, Hajar, Dhita, Bambang, Fuad, Aam, Seto, Sakun, Darno, Hirmanto, bangga bisa kenal dengan kalian. Kalianlah bagian penting dari semua kisah sedih dan bahagia perjalananku di kota Solo yang tak akan terlupakan. 14. Seluruh teman Teknik Industri angkatan ’04 UNS yang bersama berjuang dalam
menyelesaikan
studi
Strata-1.
Atas
semua
bantuannya
saya
mengucapkan banyak terima kasih. 15. B 5429 QH motor Honda Grand tersayangku terima kasih berkatmu aku melangkah sampai sejauh ini, tetap kuatkan kakimu. 16. Celeron 2.0 Ghz dan Pentium 4 2.4 Ghz komputerku tercepat dalam aksess, biarkan orang lain menghinamu tetapi bagiku kau tetap komputer tercepatku. 17. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan dalam kata pengantar ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa maupun siapa saja yang membutuhkannya. Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, dengan senang hati dan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik yang membangun.
Surakarta, Juli 2010
Penulis
II-5
ABSTRAK Herman Dwi Pranowo, NIM: I1304012. PERANCANGAN PERAKITAN ALAT PRODUKSI BIODIESEL DENGAN METODE DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA). (STUDI KASUS: PUSAT TEKNOLOGI BAHAN INDUSTRI NUKLIR (PTBIN), SERPONG, TANGERANG). Skripsi. Surakarta: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, April 2010.
Desain produk yang kurang tepat menyebabkan perancangan menjadi tidak efisien, sehingga mengurangi keandalan dari produk tersebut dan meningkatkan biaya proses perakitan. Oleh karena itu, industri perlu mendesain produk sebaik mungkin baik agar dapat meningkatkan daya saing produknya. Metode design for assembly (DFA) dengan memperhatikan terhadap masalah biaya produksi suatu produk yang dapat disederhanakan tanpa mengurangi fungsi produk. Desain yang awalnya rumit dan tidak mobile, menjadi lebih sederhana dan mampu digunakan ditempat manapun. Penelitian ini merupakan pengembangan alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel dengan mempertimbangkan metode design for assembly. Perancangan ulang mengarah pada penggunaan teknologi ultrasonik dalam pengolah minyak nabati menjadi biodiesel. Teknologi ultrasonik dalam pengolah minyak nabati menjadi biodiesel digunakan pada proses reaction dan proses washing. Penggunaan teknologi ultrasonik dapat mengeliminasi penggunaan boiler pada alat pengolah minyak nabati desain awal. Analisis DFA pada alat pengolah minyak nabati, total waktu perakitan untuk desain awal memerlukan waktu 204 menit dengan nilai efisiensi 0.44 dan biaya perancangan Rp 305.100.000, total waktu perakitan untuk desain perancangan ulang adalah 36 menit dengan nilai efisiensi 0.83 dan biaya perancangan Rp 74.100.000. Kata kunci: Metode design for assemby (DFA), biodiesel, boiler, teknologi ultrasonik. xvii + 128 halaman, 38 tabel, 33 gambar, 3 lampiran Daftar pustaka: 26 (1944-2008)
II-6
ABSTRACT Herman Dwi Pranowo, NIM: I1304012. ASSEMBLING DESIGN PROCESSING BIODIESEL EQUIPMENT WITH METHOD OF DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA). (CASE STUDY: PUSAT TEKNOLOGI BAHAN INDUSTRI NUKLIR (PTBIN), SERPONG, TANGERANG). THESIS. Surakarta : Industrial Engineering Department, Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, April 2010.
Product design that is less precise cause of design is not efficient, thus reducing the reliability of these products and increase the assembly cost. Therefore, the industry needs to design the best possible products both in order to improve the competitiveness of its products. Method of design for assembly (DFA) with attention to the problem of the production costs of a product which can be simplified without reducing the functionality of the product. Initially complicated design and are not mobile, it becomes more simple and can be used in place anywhere. This research is the development of vegetable oil processing equipment to biodiesel by considering the method of design for assembly. Redesign leads to the use of ultrasonic technology in the processing of vegetable oils into biodiesel. Ultrasonic technology in the processing of vegetable oil into biodiesel is used in the process of reaction and washing process. The use of ultrasonic technology can eliminate the use of boilers in vegetable oil processing devices initial design. DFA analysis of edible oil processing devices, the total assembly time for the initial design takes 204 minutes to 0.44 and cost-efficiency value of design Rp 305.100.000, total assembly time for the design redesign is 36 minutes with an efficiency score of 0.83 and design costs Rp 74.100. 000. Keywords: Method of design for assemby (DFA) method, biodiesel, boiler, ultrasonic technology. xvii + 128 pages, 38 table, 33 drawings, 3 attachments Bibliography: 26 (1944-2008)
II-7
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL....................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................
ii
LEMBAR VALIDASI.................................................................................. iii SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH............... iv SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH......................
v
KATA PENGANTAR.................................................................................. vi ABSTRAK....................................................................................................
viii
ABSTRACT.................................................................................................. ix DAFTAR ISI................................................................................................. x DAFTAR TABEL........................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.................................................................................
I-1
1.2 Perumusan Masalah.........................................................................
I-2
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................
I-3
1.4 Manfaat Penelitian...........................................................................
I-3
1.5 Batasan Masalah..............................................................................
I-3
1.6 Asumsi Penelitian............................................................................
I-4
1.7 Sistematika Penulisan .....................................................................
I-4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Design For Assembly (DFA)...........................................................
II-1
2.1.1 Langkah-langkah pengerjaan DFA........................................
II-2
2.1.2 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam DFA.........................
II-5
2.1.3 Macam-macam perakian........................................................
II-7
2.2 Panduan Design For Assembly (DFA)............................................
II-7
2.3 Model Pemilihan Alternatif.............................................................
II-9
2.3.1 Perbandingan pasangan (pairwise comparison).....................
II-10
2.3.2 Skala persepsi alternatif.........................................................
II-14
2.4 Rekayasa Nilai.................................................................................
II-15
II-8
2.5 Bioenergi..........................................................................................
II-17
2.5.1 Biodiesel................................................................................. II-18 2.6 Biodiesel Sebagai Energi Alternatif................................................. II-24 2.6.1 Perbandingan biodiesel dengan minyak solar........................
II-24
2.6.2 Syarat mutu biodiesel............................................................. II-27 2.7 Alat Pengolah Minyak Nabati Menjadi Biodiesel...........................
II-28
2.7.1 Diagram alir proses (process flow diagram)..........................
II-28
2.7.2 Spesifikasi peralatan..............................................................
II-32
2.7.3 Prosedur pengoperasian.........................................................
II-35
2.8 Boiler................................................................................................ II-40 2.8.1 Jenis boiler.............................................................................
II-41
2.8.2 Komponen utama dalam boiler..............................................
II-45
2.9 Ultrasonik Untuk Proses Pengolahan Biodiesel............................... II-47 2.10 Penelitian Penunjang........................................................................ II-48 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Studi Pendahuluan............................................................................ III-2 3.2 Pengumpulan Data...........................................................................
III-3
3.3 Pengolahan Data..............................................................................
III-4
3.4 Analisa dan Interpretasi Hasil..........................................................
III-7
3.5 Kesimpulan dan Saran.....................................................................
III-7
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data...........................................................................
IV-1
4.1.1 Perbandingan teknologi ultrasonik dan boiler.......................
IV-1
4.1.2 Identifikasi komponen alat pengolah minyak nabati.............
IV-2
4.1.3 Permasalahan dalam proses perancangan alat pengolah minyak nabati......................................................................... IV-8 4.1.4 Pemilihan komponen assembly alat pengolah minyak nabati..................................................................................... IV-10 4.1.5 Bill of material (BOM)..........................................................
IV-12
4.2 Pengolahan Data..............................................................................
IV-19
4.2.1 Membangkitkan alternatif atas fungsi alat pengolah minyak nabati...................................................................................... IV-19 4.2.2 Morfologi chart alat pengolah minyak nabati........................ IV-23
II-9
4.2.3 Mengevaluasi elemen komponen dalam fungsi alat pengolah minyak nabati......................................................... IV-25 4.2.4 Stimulasi atas waktu penyelesaian.........................................
IV-28
4.2.5 Performansi alat perancangan ulang......................................
IV-31
4.2.6 Menentukan biaya design for assembly (DFA) ....................
IV-36
4.2.7 Pemilihan alternatif alat pengolah minyak nabati.................. IV-44 4.2.8 Rekayasa nilai alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel................................................................................. IV-54 4.2.9 Spesifikasi komponen alat pengolah minyak nabati..............
IV-55
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL 5.1 Analisis Hasil Penelitian..................................................................
V-1
5.1.1 Analisis identifikasi komponen alat pengolah minyak nabati...................................................................................... V-1 5.1.2 Analisis pembangkitan alternatif atas fungsi alat pengolah minyak nabati......................................................................... V-1 5.1.3 Analisis evaluasi komponen dalam fungsi alat pengolah minyak nabati......................................................................... V-2 5.1.4 Analisis pemilihan alternatif alat pengolah minyak nabati.... V-2 5.2 Interpretasi Hasil Penelitian.............................................................
V-3
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan......................................................................................
VI-1
6.2 Saran................................................................................................. VI-2 DAFTAR PUSTAKA
II-10
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian, tujuan dan manfaat penelitian yang dilakukan. Selanjutnya diuraikan mengenai batasan masalah, asumsi dalam permasalahan dan sistemastika penulisan untuk menyelesaikan penelitian. 1.1 LATAR BELAKANG Desain produk yang kurang tepat menyebabkan perancangan menjadi tidak efisien, sehingga mengurangi keandalan dari produk dan meningkatkan biaya proses perakitannya (Wahjudi D., 1999). Suatu industri perlu mendesain produk dengan baik agar dapat meningkatkan daya saingnya. Menggunakan metode design for assembly (DFA), biaya produksi produk dapat disederhanakan tanpa mengurangi fungsi produk. Desain yang pada awalnya rumit dan tidak mobile, menjadi lebih sederhana dan mampu digunakan ditempat. Analisis DFA mengacu pada meminimasi komponen pada produk. Alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel saat ini telah berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan bahan bakar alternatif karena semakin menipisnya cadangan minyak bumi dunia. Salah satu contoh alat pengolah minyak nabati yang ada di Indonesia yaitu alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel yang dimiliki oleh Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi – BPPT, Serpong. Alat pengolah minyak nabati dioperasikan secara kontinu dan mampu memproduksi lebih dari 1 ton biodiesel per hari. Alat ini memiliki dimensi ukuran 3 x 3 m, sehingga kesulitan untuk dipindahkan mendekati bahan bakunya. Proses pengolahan minyak nabati menjadi biodiesel dilakukan melalui 4 tahap proses yaitu proses pretreatment, proses reaction, proses washing, dan proses drying. Tiap tahap proses dilakukan menggunakan komponen yang berbeda yang terdiri dari 7 komponen untuk proses pretreatment, 9 komponen untuk proses reaction, dan 7 komponen untuk proses washing dan drying. Alat pengolah minyak nabati menggunakan boiler sebagai penghasil uap air untuk menguapkan excess metanol yang masih tercampur dari hasil reaksi. Biaya pengadaan alat pengolah minyak nabati berkisar antara 300 – 310 juta
II-11
rupiah. Faktanya alat pengolah minyak nabati memerlukan biaya yang mahal baik dalam pengadaan alat ataupun pengoperasiannya, sehingga petani penghasil minyak nabati sebagai pengguna alat menjadi kesulitan dalam memproduksi biodiesel. Berdasarkan gambaran permasalahan diperlukan perancangan ulang alat pengolahan minyak nabati menjadi biodiesel yang mampu dioperasikan di lingkungan petani penghasil minyak nabati. Alat perancangan ulang pengolah minyak nabati menjadi biodiesel harus menjawab permasalahan pada alat sebelumnya. Perancangan ulang ini mengarah pada objek penggunaan teknologi ultrasonik dalam pengolahan minyak nabati menjadi biodiesel. Teknologi ultrasonik dalam pengolah minyak nabati menjadi biodiesel digunakan dalam proses reaction antara minyak nabati dengan katalis, selain itu digunakan dalam proses washing. Perancangan ulang alat pengolah minyak nabati dengan menggunakan ultrasonik dapat dirancang lebih sederhana dalam 1 alat dapat mengerjakkan 2 proses secara serentak. Teknologi ultrasonik mengkonversi penggunaan boiler pada alat sebelumnya, penggunaan bahan metanol yang lebih sedikit menyebabkan excess metanol yang tercampur berkurang. Keuntungan lain dari teknologi ultrasonik dalam perancangan ulang alat pengolahan minyak nabati meliputi proses reaksi lebih cepat, digunakan untuk produksi skala kecil, dan mudah untuk dipindah-pindahkan (mobile). Pengadaan alat pengolah minyak nabati menggunakan teknologi ultrasonik tidak memerlukan biaya yang besar berkisar 60 – 70 juta rupiah. Penggunaan metode design for assembly (DFA) dalam perancangan ulang alat pengolah minyak nabati bertujuan untuk mengevaluasi alternatif rancangan agar mendapatkan desain alat pengolah minyak nabati yang lebih efisien dioperasikan untuk skala kecil.
1.2 PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalahnya adalah bagaimana merancang ulang alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel menggunakan metode design for assembly (DFA), agar diperoleh spesifikasi ukuran dimensi alat yang dioperasikan dilingkungan petani dan mobile.
II-12
1.3 TUJUAN PENELITIAN Perancangan
ulang
alat
pengolah
minyak
nabati
merupakan
pengembangan alat sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai, yaitu: 1. Mengidentifikasi fungsi alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel desain awal dengan bill of material (BOM). 2. Menentukan simplikasi dan kombinasi komponen perancangan ulang alat pengolah minyak nabati dengan morfologi chart. 3. Menentukan nilai tambah (added value) rancangan alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel. 1.4 MANFAAT PENELITIAN Perancangan ulang alat pengolah minyak nabati diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu: 1.
Menghasilkan rancangan alat pengolah minyak nabati yang lebih efisien digunakan untuk skala kecil.
2.
Memperoleh ukuran alat yang lebih rigidtable.
3.
Memperoleh desain rancangan yang dapat digunakan dilingkungan petani penghasil minyak nabati.
1.5 BATASAN MASALAH Dalam upaya memperjelas tujuan yang dicapai, maka batasan masalah ini dirancang untuk perancangan ulang alat pengolah minyak nabati, sebagai berikut: 1. Alat perancangan ulang memiliki kapasitas 100 liter/batch. 2. Spesifikasi alat pengolah minyak nabati digunakan untuk bahan baku minyak goreng bekas yang memiliki kandungan FFA < 0,5 %. 3. Menggunakan proses pengolahan transesterifikasi dengan pemisahan FFA secara penyabunan. 4. Frekuensi gelombang ultrasonik memiliki rentang 20 kHz sampai 100 kHz. 5. Kualitas biodiesel memenuhi spesifikasi SNI 04-7182-2006. 6. Waktu operasi perakitan diukur dari waktu handling dan insertion. 7. Biaya perancangan ditentukan dari biaya bahan baku dan biaya operasi perakitan.
II-13
1.6 ASUMSI PENELITIAN Asumsi-asumsi yang digunakan pada perancangan ulang alat pengolah minyak nabati, sebagai berikut: 1. Volume bahan baku ekuivalen terhadap waktu. 2. Bahan baku tidak dipengaruhi oleh masa simpan. 3. Komponen dalam perancangan ulang memiliki fungsi yang sama. 1.7 SISTEMATIKA PENULISAN Dalam penyusunan tugas akhir ini terbagi menjadi beberapa bab yang berisi uraian yang dibagi lagi dalam beberapa sub bab. Secara garis besar mengenai isi bab-bab tersebut disajikan dalam sistematika. BAB I
PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi dan sistematika penulisan. Uraian bab ini dimaksudkan untuk menjelaskan latar belakang penelitian yang dilakukan sehingga dapat memberikan manfaat sesuai dengan tujuan penelitian dengan batasan-batasan dan asumsi yang digunakan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan tentang uraian teori, landasan konseptual dan informasi yang diambil dari literatur yang ada serta hasil penelitian lain yang berhubungan dengan laporan tugas akhir. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisikan uraian-uraian tahapan yang dilakukan dalam melakukan penelitian mulai dari identifikasi masalah hingga diperoleh kesimpulan. BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini berisikan uraian mengenai data-data penelitian yang digunakan dalam proses pengolahan data dan hasil pengolahan yang digunakan sebagai rekomendasi. BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini berisi tentang analisis dan interpretasi hasil terhadap pengumpulan dan pengolahan data.
II-14
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menguraikan dari tujuan penelitian dan kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan sebelumnya berupa pembahasan kesimpulan hasil yang diperoleh dan memberikan saran perbaikan yang dilakukan untuk penelitian selanjutnya.
II-15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam proses perancangan alat pengolah minyak nabati diperlukan dasar teori untuk menunjang pembahasan masalah. Pengetahuan mengenai konsep dan definisi dari perancangan produk diperlukan untuk memperoleh informasi tentang dasar perancangan produk. Perancangan pengembangan alat pengolah minyak nabati dilakukan dengan metode design for assembly (DFA), sehingga membantu dalam meminimasi penggunaan komponen dan memperkecil dimensi ukuran yang secara simultan akan mempersingkat waktu proses dan mengurangi biaya pengembangan.
2.1 DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA) Design for assembly (DFA) yaitu sebuah proses untuk meningkatkan desain produk agar mudah dirakit dan dengan biaya perakitan rendah, terfokus pada aspek fungsional dan perakitan suatu produk. DFA memperkenalkan adanya kebutuhan dalam analisis desain komponen dan produk untuk berbagai masalah perakitan yang sering terjadi (Bootroyd G., 1994). Tujuan dari DFA yaitu untuk menyederhanakan suatu produk sehingga biaya perakitan akan berkurang. Disamping itu konsekuensi dari pemakaian DFA termasuk peningkatan kualitas dan reabilitas produk dan reduksi dalam peralatan produksi dan komponen produk. Ada dua alasan digunakan metode DFA dalam perancangan produk, yaitu: 1. Biaya perubahan desain. Adanya iklim pasar yang kompetitif telah mengubah pasar yaitu dengan semakin pendeknya umur produk dengan harga murah. Tujuan dari DFA adalah desain dengan komponen yang minimal sehingga biaya produksi yang rendah.
II-16
Gambar 2.1 Grafik perubahan design vs cost Sumber: Boothroyd G., Dewhurst D., dan Knight W., 1994
2. Konsekuensi dari komponen yang berorientasi pada desain. Banyaknya komponen dalam suatu produk mengindikasikan besarnya biaya dan lamanya proses perakitan dari suatu produk. Desain yang minimal memberikan proses perakitan yang cepat dan mudah.
2.1.1 Langkah-Langkah Pengerjaan DFA Menurut Boothroyd G. (1994), dalam pengerjaan DFA ada beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan, sebagai berikut: 1. Tahap identifikasi produk. Pada tahap ini rancangan produk awal diidentifikasi dengan menggunakan histogram untuk mencari penyebab yang paling dominan sehingga dapat memprioritaskan penyelesaian masalah. Histogram adalah sebuah grafik yang mengelompokkan data-data ke dalam sel atau kategori tertentu dengan tujuan untuk mengetahui lokasi data dan penyebaran karakteristik. Histogram berbentuk diagram grafik balok yang dibentuk dari distribusi frekuensi untuk menggambarkan penyebaran atau distribusi data yang ada. Histogram terdiri dari dua tipe yaitu frequency count histogram dan relative frequency atau proportion histogram. 2. Tahap pemilihan komponen assembly. Pada tahap ini masalah yang telah teridentifikasi kemudian di pilih berdasarkan komponen assembly (perakitan) rancangan produk awal menggunakan bill of material (BOM). BOM adalah daftar jumlah komponen,
II-17
campuran bahan, dan bahan baku yang diperlukan untuk membuat suatu produk. BOM tidak hanya menspesifikasikan kebutuhan produksi, tetapi juga berguna untuk pembebanan biaya, dan dapat dipakai sebagai daftar bahan yang harus dikeluarkan oleh karyawan produksi atau perakitan. 3. Tahap membangkitkan alternatif atas fungsi. Pada tahap ini mencari alternatif rancangan produk yang baru dengan cara mengeliminasi komponen yang tidak fungsional pada rancangan awal sehingga dapat mengurangi jumlah komponen yang digunakan ketika perakitan. Maksud dari tidak fungsional adalah komponen tersebut tidak mempengaruhi feature yang ada dalam membangun suatu produk. 4. Tahap mengevaluasi elemen komponen dalam fungsi. Pada tahap ini mengevaluasi efisiensi rancangan awal dengan rancangan baru menggunakan metode design for assembly (DFA), dimana pada metode ini didasarkan pada hubungan antara karakteristik bagian-bagian kerja (seperti: volume, berat, permukaan area, dan sebagainya) dan parameter biaya proses spesifik, yang pada akhirnya merupakan perkiraan biaya manufaktur dengan dasar informasi atas komponen. Rumus metode design for assembly (DFA). E=
dengan;
3 x NM ……...................….......……………persamaan 2.1 TM
NM = Total banyaknya komponen yang dibutuhkan secara teoritis TM = Total waktu operasi handling dan insertion
Menghitung efisiensi (E) tersebut dapat dilakukan dengan menemukan kode dan waktu baik handling dan insertion, yang kemudian dimasukkan dalam suatu tabel analisis DFA. Formulasi efisiensi perakitan tersebut pada dasarnya adalah rasio antara waktu perakitan ideal dan waktu perakitan riil. Waktu ideal diatas ditentukan oleh banyaknya komponen minimum yang menjadi faktor dalam meminimalkan biaya.
II-18
No komponen
Banyaknya Komponen
Kode Handling
Waktu Handling
Kode insertion
Waktu insertion
Waktu operasi (2)((4)+(6))
Biaya operasi
Komponen yang dibutuhkan secara teoritis
Nama komponen
Tabel 2.1 Analisis DFA
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1 2 3
N Jumlah :
TM
CM
NM
E=
3 xNM TM
Sumber: Boothroyd G., Dewhurst D., dan Knight W., 1994
Mendapatkan jumlah komponen minimum, ada tiga pertanyaan yang dapat digunakan, yaitu: a. Apakah komponen tersebut bergerak relatif terhadap komponen lain yang telah dirakit selama operasi normal produk akhir ? b. Haruskah komponen tersebut mempunyai bahan bahan atau terisolasi dan seluruh komponen lain yang telah dirakit ? c. Haruskah komponen tersebut dipisahkan dari komponen terakit lainnya? Jika ada paling tidak satu jawaban “ya” dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka komponen tersebut dipertahankan sebagai komponen terpisah, sebaliknya, jika seluruhnya dijawab dengan “tidak” maka komponen tersebut dapat dihilangkan atau digabungkan dengan komponen lain. Hal ini akan menjadi dasar untuk mengarahkan perancangan ulang dan produk dengan pengurangan komponen. 5. Tahap stimulasi atas waktu penyelesaian. Pada tahap ini hasil rancangan baru dianalisis berdasarkan waktu penyelesaiannya. Mengetahui dampak dari eliminasi komponen pada rancangan awal, kemudian waktu penyelesaian pada rancangan baru dan rancangan awal dibandingkan.
II-19
6. Tahap analsis biaya yang dikeluarkan. Tahap analisis biaya dilakukan untuk mengetahui apakah dengan adanya analisis DFA akan menjadikan biaya pembuatan produk berkurang atau tidak. Didalam analisis biaya yang diperhatikan yaitu biaya produksi anatara lain berupa biaya bahan baku dan pengadaan komponen yang digunakan. 7. Tahap pemilihan alternatif. Pada tahap ini alternatif rancangan dipilih dengan memperhatikan tingkat efisiensi pada perancangan produk baik dari waktu penyelesaian, biaya produksi, serta fungsional produk. Pemilihan alternatif dapat menggunakan model pengambilan keputusan yang ada saat ini.
2.1.2 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam DFA Perakitan menurut jenisnya dibagi dua yaitu: perakitan manual dan perakitan otomatis. Dalam DFA terdapat pembedaan aturan dalam dua model perakitan ini, sebagai berikut: 1. Hal-hal yang harus diperhatikan pada perakitan manual, yaitu: a. Menghilangkan masalah yang membuat pekerja harus membuat keputusan atau perbaikan b. Perhatikan akesibilitas dan visibilitas rancangan c. Menghilangkan kebutuhan akan peralatan yang lain. d. Komponen dapat dirakit dengan tool standar. e. Minimasi jumlah komponen dalam produk. f. Gunakan komponen yang mudah dibawa dengan tangan. 2. Hal-hal yang harus diperhatikan pada perakitan otomatis, yaitu: a. Mengurangi jumlah komponen yang berbeda dengan ·
Membuat agar komponen satu dan yang lain saling berhubungan.
·
Komponen yang diisolasi disendirikan
·
Bagian yang tersebar untuk perakitan perlu diperhatikan.
b. Menggunakan pengaturan proses perakitan dengan memperhatikan jalur komponen dan memperhatikan digunakanya sekrup atau tidak.
II-20
c. Menggunakan bagian paling besar dan penting dari komponen produk sebagai basis perakitan. Perakitan sebenarnya memerankan posisi utama/kunci dalam proses fabrikasi dari suatu produk. Pada fase perakitan ini seluruh elemen akan digabungkan dan seluruh kesalahan ataupun kelemahan dari proses proses terdahulu akan terlihat. Contoh, jika rancangan tidak baik maka perakitan akan sulit dilakukan. Jika toleransi dari komponen tidak ditepati, komponen tidak akan dapat dirakit dengan komponen, penerapan DFA dapat menghasilkan penurunan jumlah komponen rata rata lebih dan 50 % (Boothroyd G., 1994), sehingga biaya perancangan dan pengembangan produk dan fabrikasinya dapat diturunkan. Pada gambar 2.2, terlihat bahwa DFA dilakukan pertama kali dalam perancangan ulang suatu produk. Setelah analisis DFA tersebut baru dilakukan estimasi awal dan biaya-biaya yang dibutuhkan, meliputi pemilihan material dan DFM. Analisis DFA akan menentukan rancangan dasar dan struktur produk dan kemudian baru analisis DFM menentukan rancangan rinci komponen. Konsep Rancangan
Design For Assembly
Saran untuk penyederhanaan Struktur produk
Pemilihan proses bahan dan Estimasi Biaya Awal
Saran untuk proses dan bahan yang lebih hemat
Konsep Rancangan Teknik
Design For Manufacture
Rancangan rinci untuk biaya manufaktur minimum
Prototype
Produk
Gambar 2.2 Alur proses perancangan ulang suatu produk Sumber: Boothroyd G., Dewhurst D., dan Knight W., 1994
II-21
2.1.3 Macam-Macam Perakitan Secara umum operasi perakitan dapat dibedakan menjadi tiga tipe yang diklasifikasikan berdasarkan level automasinya, yaitu perakitan manual (manual assembly), perakitan terotomasi (automatic assembly), dan perakitan robotik (robotic assembly). Ketiga tipe perakitan akan mempengaruhi metode yang dipakai yaitu pada analisis cara perakitan dan evaluasi biaya. Oleh karena itu, analisis DFA akan berbeda untuk masing-masing tipe perakitan. Pemilihan metode perakitan umumnya didasarkan pada aspek ekonomi dengan dasar volume, payback periods, biaya peralatan, alat dan tenaga kerja. Perakitan manual terlihat mendekati independen terhadap volume, sedangkan perakitan terotomasi sangat mahal untuk kasus volume produksi yang rendah. Berdasarkan
studi
empirik
dari
operasi
perakitan,
Boothroyd
G.
mengembangkan suatu metode analisis DFA. Metode ini ditujukan untuk mendefinisikan parameter operasional yang akan berpengaruh pada waktu dan biaya perakitan yang dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu total banyaknya komponen dalam suatu produk dan kemudahan dalam handling, insertion, dan fastening. Tujuan lain dari DFA adalah untuk mendapatkan suatu ukuran yang mengekspresikan kedua faktor tersebut untuk penilaian akhir suatu produk. Waktu penanganan komponen sangat dipengaruhi oleh ke-simetri-an komponen, ukuran, ketebalan, berat, fleksibelitas, kelicinan, fragility, keharusan menggunakan 2 tangan, keharusan menggunakan alat pemegang (grasping tool). Sedangkan kategori insertion dan fastening akan dipengaruhi oleh pengaksesan lokasi perakitan, kemudahan operasi alat perakitan, pandangan ke lokasi perakitan, kemudahan penggabungan dan positioning selama perakitan dan kedalaman insertion.
2.2 PANDUAN DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA) Dalam design for assembly (DFA) biaya perakitan ditentukan oleh banyaknya komponen yang bisa ditangani dan disisipi dalam perakitan. Mengurangi jumlah komponen yang digunakan dapat diperoleh dengan mengeliminasi komponen, contoh, menggantikan sekrup dan washers dengan
II-22
snap atau press fits, dan dengan mengkombinasikan beberapa komponen menjadi satu komponen. Mengurangi handling dan insertion dapat dicapai dengan perancangan komponen yang sederhana dan perancangan komponen yang simetris. Komponen tidak membutuhkan orientasi utama end-to-end untuk insertion, seperti sekrup dapat digunakan bila dibutuhkan. Komponen yang mampu berotasi penuh disekitar poros dari insertion adalah yang paling baik. Untuk mengurangi insertion komponen dapat dilakukan dengan menggunakan chamfers atau recesses dalam mengurangi kelurusan dan melakukan pemeriksaan yang teliti dalam mengurangi perakitan. Self-locating feature sangat penting sebagai penyedia ruang untuk tangan mengakses. Panduan dalam penggunaan metode DFA, yaitu: 1. Minimalkan total jumlah part (minimize the total number of parts). Menghilangkan komponen yang tidak dibutuhkan oleh desain yaitu komponen yang tidak butuh untuk dirakit. Buatlah daftar komponen dalam perakitan dan identifikasi komponen yang penting dan cocok dalam fungsi produk. Kriteria untuk komponen yang penting, adalah: ·
Komponen harus menunjukkan hubungan yang penting dengan komponen lain.
·
Ada alasan penting kenapa komponen dibuat menggunakkan material yang berbeda dari komponen lain.
·
Tidak mungkin untuk merakit atau membongkar komponen lain kecuali dengan memisahkan komponen tersebut.
·
Komponen digunakan untuk mengikat dan menghubungkan komponen lain yang akan dihilangkan.
2. Minimalkan pemasangan permukaan (minimize the assemble surfaces). Menyederhanakan desain sehingga permukaan yang harus dipersiapkan dalam proses lebih sedikit dan menyelesikan semua pekerjaan yang dilakukan pada satu permukaan sebelum berpindah pada tahap selanjutnya. 3. Menghindari pengancingan terpisah (avoid separate fasteners). Penggunaan snap fits seharusnya memungkinkan digunakan kapan saja karena penggunaan sekrup yang mahal. Ketika sekrup harus digunakan, kualitas dari
II-23
resiko dapat dikurangi dengan minimasi jumlah, ukuran, dan variasi dari pengaitan dan dengan menggunakan pengaitan standar. 4. Minimalkan arah perakitan (minimize assembly direction). Komponen seharusnya didesain sehingga dapat dirakit dari satu arah. Kebutuhan rotasi dalam perakitan membutuhkan waktu dan gerak tambahan dan mungkin membutuhkan perpindahan stasiun dan peralatan tambahan. Situasi terbaik dalam perakitan adalah ketika komponen ditambahkan dalam cara top-down untuk menghasilkan tumpukan z-axis. 5. Maksimalkan pemenuhan perakitan (maximize compliance in assembly). Perakitan yang berlebihan mungkin dibutuhkan ketika komponen tidak identik atau tidak sempurna. Satu komponen dari produk dapat didesain sebagai komponen untuk setiap komponen yang ditambahkan (komponen base) dan sebagai peralatan dalam perakitan. 6. Minimalkan penanganan perakitan (minimize handling in assembly). Komponen seharusnya didesain untuk membuat kebutuhan posisi mudah untuk dicapai. Sejak jumlah posisi dibutuhkan dalam menyamakan perakitan untuk mengurangi peralatan dan dampak resiko, kualitas komponen harus dibuat dalam simetris sebagai fungsi yang mengikutinya. Orientasinya dapat dibantu oleh feature desain
yang menolong untuk memandu dan
menempatkan komponen dalam posisi yang sesuai.
2.3 MODEL PEMILIHAN ALTERNATIF Pemilihan alternatif yang ada saat ini cukup beragam diantaranya, yaitu: 1. Electre dikembangkan oleh Bernard Roy pada tahun 1968 sampai 1991. 2. Promethee dikembangkan oleh Alexandre Cvetkovic dan Guy Arsenault. 3. AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1970-an. Pada metode electre, memerlukan pihak luar sebagai expert untuk melakukan subjective mapping, tidak ada penetapan skala perbandingan alternatif terhadap kriteria bagi pengambil keputusan (dalam pemberian nilai indifference threshold, preference threshold, dan veto threshold) sehingga pengambil keputusan akan mengalami kesulitan dalam penentuan skala dan dalam grup pengambilan keputusan harus memberikan satu ketetapan nilai indifference
II-24
threshold, preference threshold, dan veto threshold melalui konsensus yang dapat diterima oleh grup tersebut serta tidak bersifat resiprokal. Metode promethee (preference ranking organization method for enrichment evaluations) digunakan untuk memfasilitasi hasil keputusan setiap pengambil keputusan dalam grup. Jadi, setiap pengambil keputusan harus memiliki kriteria penilaian masing-masing kemudian digabungkan dengan metode promethee. Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil akhir akan lama selain itu hasil ranking setiap alternatif diukur dengan kriteria yang berbeda-beda. AHP (analytical hierarchy process), merupakan satu bentuk model pengambilan keputusan yang pada dasarnya berusaha menutupi semua kekurangan dari model-model sebelumnya. Dengan AHP, suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur dipecah ke dalam, kelompok-kelompoknya dan kemudian kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki. Model AHP (analitycal hierarchy process) menggunakan persepsi manusia yang dianggap expert sebagai input utamanya. Kriteria expert di sini adalah orang yang mengerti benar permasalahan yang diajukan, merasakan akibat suatu masalah atau yang memiliki kepentingan masalah tersebut. Prosedur normal AHP dalam mengembangkan keputusan dengan menggunakan skala perbandingan yang jelas (1-9).
2.3.1 Perbandingan Pasangan (Pairwise Comparison) Perbandingan pasangan (pairwise comparison) merupakan bagian dari metode AHP dalam membandingkan tiap-tiap alternatif keputusan. Perbandingan pasangan
(pairwise
comparisons)
dapat
memberikan
judgement
dalam
memecahkan problem terhadap adanya komponen yang tidak terukur yang mempunyai peran yang cukup besar sehingga tidak dapat diabaikan. Karena tidak semua problem sistem dapat dipecahkan melalui komponen yang dapat diukur, maka dibutuhkan skala yang dapat membedakan setiap pendapat, serta mempunyai keteraturan, sehingga memudahkan untuk mengaitkan antara judgement dengan skala-skala yang tersedia. Ketidakseragaman pengaruh dan kaitan berbagai elemen dalam suatu level dengan elemen lainnya, membuat perlunya dilakukan identifikasi terhadap
II-25
intensitasnya, yang sering disebut dengan menyusun prioritas, yang bisa juga berarti melihat faktor-faktor dominan. Semua ini dilakukan melalui penggunaan teknik perbandingan pasangan yaitu dengan memberikan angka komparasi sesuai dengan judgement, sehingga membentuk suatu matriks bujursangkar (n x n). Adapun langkah-langkah perbandingan pasangan (pairwise comparison), sebagai berikut: 1. Menyusun kriteria masalah, Kriteria disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan yang memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Dalam menyusun suatu kriteria tidak terdapat suatu pedoman tertentu yang harus diikuti, semuanya tergantung kepada kemampuan dari penyusun dalam memahami masalah. 2. Penyusunan prioritas, Setiap kriteria harus diketahui prioritasnya dengan cara menyusun perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh kriteria. Perbandingan tersebut kemudian ditransformasikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan untuk analisis numerik. Misalkan terdapat suatu kriteria C dan sejumlah n kriteria dibawahnya, Ai sampai An. Perbandingan antar kriteria tersebut dapat dibuat dalam bentuk matriks n x n, seperti pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Matriks perbandingan berpasangan C
A1
A2
A3
....
An
A1
a11
a12
a13
....
a1n
A2
a21
a22
a23
....
a2n
A3
a31
a32
a33
....
a3n
....
....
....
....
....
....
An
an1
an2
an3
....
ann
Sumber: Saaty Thomas L., 1991
Nilai a11 adalah nilai Ai (baris) terhadap Aj (kolom) yang menyatakan hubungan, yaitu:
II-26
a. Seberapa jauh kepentingan A1 (baris) terhadap kriteria C dibandingkan dengan A1 (kolom) atau, b. Seberapa jauh dominasi A1 (baris) terhadap A1 (kolom) atau, c. Seberapa banyak sifat kriteria C terdapat pada A1 (baris) dibandingkan dengan A1 (kolom). Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan pada tabel 2.4. Angka-angka absolut pada skala tersebut merupakan pendekatan yang amat baik terhadap perbandingan bobot elemen Ai terhadap elemen Aj. 3. Eigenvalue dan eigenvektor, Apabila seseorang sudah memasukkan persepsinya untuk setiap perbandingan antara kriteria-kriteria yang berada dalam satu level atau yang dapat diperbandingkan, maka untuk mengetahui kriteria mana yang paling disukai atau paling penting disusun sebuah matriks perbandingan. Bentuk matriks ini adalah simetris atau disebut dengan matriks bujur sangkar. Apabila ada tiga kriteria dibandingkan dalam satu level matriks maka matriks yang terbentuk adalah matriks 3 x 3. Ciri utama dari matriks perbandingan pasangan (pairwise comparison) adalah kriteria diagonalnya dari kiri ke kanan bawah adalah satu karena yang dibandingkan adalah dua kriteria yang sama. Selain itu, sesuai dengan sistematika berpikir otak manusia, matriks perbandingan yang dibentuk bersifat matriks resiprokal misalnya kriteria A lebih disukai dengan skala 3 dibandingkan kriteria B maka kriteria B lebih disukai dengan skala 1/3 dibandingkan A. Setelah matriks perbandingan untuk sekelompok kriteria telah selesai dibentuk maka langkah berikutnya adalah mengukur bobot prioritas setiap kritcria tersebut dengan dasar persepsi seorang ahli yang telah dimasukkan dalam matriks tersebut. Hasil akhir perhitungan bobot prioritas tersebut merupakan suatu bilangan desimal di bawah satu dengan total prioritas untuk kriteriakriteria dalam satu kelompok sama dengan satu. Penghitungan bobot prioritas dipakai cara yang paling akurat untuk matriks perbandingan yaitu dengan operasi matematis berdasarkan operasi matriks dan vektor yang dikenal dengan nama eigenvektor.
II-27
Eigenvektor adalah sebuah vektor apabila dikalikan sebuah matriks hasilnya adalah vektor itu sendiri dikalikan dengan sebuah bilangan skalar atau parameter yang tidak lain adalah eigenvalue, persamaannya sebagai berikut: A . w = l . w ....................................................................persamaan 2.2
dengan;
w = Eigenvektor
l = Eigenvalue A = Matriks bujursangkar Eigenvektor disebut sebagai vektor karakteristik dari sebuah matriks bujursangkar sedangkan eigenvalue merupakan akar karakteristik dari matriks tersebut. Metode ini yang dipakai sebagai alai pengukur bobot prioritas setiap matriks
perbandingan
pasangan
karena
sifatnya
lebih
akurat
dan
memperhatikan semua interaksi antar kriteria dalam matriks. Kelemahan metode ini adalah sulit dikerjakan secara manual terutama apabila matriksnya terdiri dari tiga kriteria atau lebih sehingga memerlukan bantuan program komputer untuk memecahkannya. 4. Konsistensi, Matriks perbandingan pasangan (pairwise comparison) yang memakai persepsi responden sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam persepsinya secara konsistcn. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak. Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigenvalue maksimum. Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang dihasilkan matriks perbandingan dapat diminimumkan. Bentuk persamaannya sebagai berikut: CI =
dengan;
(lmak - n) ..................................................................persamaan 2.3 (n - 1)
CI
= Indeks konsistensi
l mak = Eigenvalue maksimum n
= Orde matriks
Eigenvalue dan n merupakan ukuran matriks. Eigenvalue maksimum suatu matriks tidak akan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak mungkin ada nilai CI
II-28
yang negatif. Makin dekat eigenvalue maksimum dengan besarnya matriks maka makin konsisten matriks tersebut dan apabila sama besarnya maka matriks tersebut konsistensi 100 %, atau inkonsistensi 0 %. Dalam pemakaian sehari-hari CI tersebut biasa disebut indeks inkonsistensi karena persaman 2.3 di atas memang lebih cocok untuk mengukur inkonsistensi suatu matriks. Indeks inkonsistensi di atas kemudian dirubah ke dalam bentuk rasio inkonsistensi dengan cara membaginya dengan suatu indeks random. Indeks random menyatakan rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan berukuran 1 sampai 10. Tabel 2.3 Pembangkitan Random (RI) N
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
RI
0
0
0.58
0.9
1.12
1.24
1.32
1.41
1.45
1.49
Sumber: Saaty Thomas L., 1991
CR =
dengan;
CI ......................................................................persamaan 2.4 RI
CI = Rasio konsistensi RI = Indeks random
Selanjutnya konsistensi
responden dalam mengisi kuesioner diukur.
Pengukuran konsistensi ini dimaksudkan untuk melihat ketidakkonsistenan respon yang diberikan responden. Saaty (1980) telah menyusun nilai CR (consistency ratio) yang diijinkan adalah CR < 0,1.
2.3.2 Skala Persepsi Alternatif Perbandingan dua hal merupakan proses perhitungan paling mudah yang mampu dilakukan manusia dan keakuratannya dapat dipertanggungjawabkan. Kondisi seseorang harus memilih antara dua elemen, misalnya w1 dan w2 dengan dasar suatu kriteria maka otaknya secara otomatis membentuk suatu skala rasio antara w1 dan w2 atau w1/w2. Bentuk skala rasio inilah yang menjadi input dasar perbandingan pasangan yang sekaligus menyatakan bagaimana persepsi seseorang dalam menghadapi suatu masalah pengambilan keputusan. Karena otak manusia pun ada batasnya, maka skala rasio itu juga harus mempunyai batas tertentu yang tidak terlampau besar tetapi cukup menampung persepsi manusia. Dalam
II-29
perbandingan pasangan digunakan batas 1 sampai 9 yang dianggap cukup mewakili persepsi manusia.
Tabel 2.4 Skala penilaian untuk perbandingan pasangan Tingkat Kepentingan Definisi Keterangan 1 Sama pentingnya Kedua elemen/kriteria mempunyai pengaruh yang sama. 3
Sedikit lebih penting
Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen/kriteria dibandingkan dengan pasangannya.
5
Satu elemen/kriteria sangat disukai dan secara praktis Lebih penting dominasinya sangat dibandingkan dengan elemen nyata, pasangannya.
7
Satu elemen/kriteria terbukti sangat disukai dan secara Sangat penting praktis dominasinya sangat nyata, dibandingkan dengan elemen pasangannya.
9
Mutlak lebih penting
Satu elemen/kriteria terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan tertinggi.
2,4,6,9
Nilai tengah
Diberikan bila terdapat keraguan penilaian diantara dua tingkat kepentingan yang berdekatan.
Aji = 1/aij
Kebalikan
Diberikan apabila elemen/kriteria pada kolom j lebih disukai dibandingkan pasangannya.
Sumber: Saaty Thomas L., 1991
2.4 REKAYASA NILAI Nilai adalah kegunaan dari suatu produk atau jasa. Sehingga nilai dapat berupa kegunaan (use value), kebanggan (esteem value), nilai tukar (exchange value), dan biaya (cost value). Nilai juga sering diartikan sebagai rasio antara performansi produk dengan biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan performansi, persamaannya sebagai berikut: V=
dengan;
P .........................................................................persamaan 2.5 C
P = Performansi produk C = Biaya produk
Performansi yang baik dari suatu produk belum tentu akan menghasilkan nilai yang tinggi jika biaya yang dibutuhkan untuk membuat produk tersebut sangat tinggi. Sehingga untuk meningkatkan nilai dari suatu produk dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
II-30
1. Mengurangi biaya dengan tetap menjaga performansi. 2. Meningkatkan performansi dengan tetap mempertahankan biaya. 3. Meningkatkan performansi dan menurunkan biaya. Dengan pengertian nilai tersebut maka usaha untuk meningkatkan nilai (added value) merupakan inti yang dibahas dalam rekayasa nilai. Rekayasa nilai menurut Lawrence D. (1972) adalah suatu pendekatan yang bersifat kreatif dan sistematis dengan tujuan mengurangi atau menghilangkan biaya yang tidak diperlukan. Zimmerman dan Hart (1982) mendefinisikan bahwa rekayasa nilai adalah suatu teknik manajemen yang menggunakan pendekatan untuk mencapai keseimbangan fungsional terbaik antara biaya, keandalan, dan penampilan dari suatu sistem atau produk. Sedangkan Seller mendefinisikan rekayasa nilai sebagai suatu penerapan sistematik dari sejumlah teknik untuk mengidentifikasi fungsi suatu benda atau jasa dengan memberikan nilai terhadap masing-masing fungsi serta mengembangkan sejumlah alternatif yang memungkinkan tercapainya fungsi dengan biaya minimum. Dari beberapa definisi tersebut rekayasa nilai dapat diartikan sebagai suatu teknik manajemen yang kreatif dan sistematis dengan mengidentifikasi dan mengembangkan fungsi suatu benda atau jasa untuk mencapai keseimbangan antara biaya, keandalan, dan penampilan suatu sistem atau produk. Berdasarkan definisi diatas maka Zimmerman dan Hart (1982) menyatakan karakteristik dari rekayasa nilai, yaitu: 1. Berorientasi pada fungsi. Fungsi adalah apapun yang membuat sesuatu dapat bekerja atau bernilai sehingga rekayasa nilai menempatkan fungsi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam mencapai nilai yang diinginkan. 2. Berorientasi pada sistem. Segala proses perbaikan yang dilakukan mengikuti suatu rencana kerja formal untuk mengidentifikasi dan menghilangkan biaya yang tidak perlu. 3. Berorientasi pada siklus hidup produk. Rekayasa nilai berkembang mulai dari perancangan produk, produk mulai diperkenalkan, produk dewasa sampai produk mengalami masa kemunduran sehingga perlu dipertimbangkan biaya dan pengoperasian peralatan terlibat.
II-31
4. Multi disiplin. Pelibatan semua elemen perusahaan dalam suatu tim menjadi suatu keharusan untuk menyukseskan perancangan produk tersebut. 5. Rekayasa nilai merupakan suatu teknik manajemen yang dapat dibuktikan dan mengakomodasi pola pikir kreatif terhadap hal baru dan bersifat inovatif. 6. Bukan merupakan review desain atau perbaikan kalkulasi yang dilakukan oleh perancang. 7. Pengurangan biaya proses tidak berarti mengorbankan realibilitas dan keandalan. Disamping rekayasa nilai juga dikenal istilah analisis nilai (value analysis). Perbedaan antara keduanya terletak pada penggunaannya. Rekayasa nilai digunakan untuk produk/rancangan baru sedangkan analisis nilai digunakan untuk mengevaluasi dan mengembangkan produk atau rancangan yang telah ada.
2.5 BIOENERGI Bioenergi adalah energi alternatif terbarukan yang dapat digunakan sebagai pengganti energi fosil yang diperkirakan akan habis dalam waktu 20 hingga 30 tahun mendatang. Terbatasnya ketersediaan energi fosil membuat bioenergi menjadi salah satu energi alternatif yang banyak dikembangkan. Ketersediaan energi fosil di Indonesia dapat dilihat pada tabel 2.5. Tabel 2.5 Ketersediaan energi fosil di Indonesia Energi Fosil Sumber daya Cadangan (proven+possible) Produksi per tahun Ketersediaan (tanpa eksplorasi cadangan/ produksi) per tahun
Minyak Bumi
Gas
Batu Bara *)
86,9 miliar barel 9 miliar barel 500 juta barel
384,7 TSCF 182 TSCF*) 3,0 TSCF*)
57 miliar ton 19,3 miliar ton 130 juta ton
23 miliar barel
62 TSCF*)
146 miliar ton
*)
TSCF (Trillion Standard Cubic Feet) Sumber: Direktorat Jendral Minyak dan Gas Bumi, 2007
Bioenergi yaitu material yang dihasilkan oleh makhluk hidup (tanaman, hewan, dan mikroorganisme). Kelebihan bioenergi selain dapat diperbaharui adalah bersifat ramah lingkungan, dapat terurai, mampu mengeliminasi efek rumah kaca, dan kontinuitas bahan baku terjamin. Bioenergi mempunyai dua bentuk, yaitu tradisional dan modern. Bioenergi tradisional yang sering kita temui
II-32
yaitu kayu bakar, sedangkan bioenergi yang lebih modern di antaranya bioetanol, biodiesel, PPO atau SVO, dan biogas. Jalur konversi biomassa ditunjukkan di gambar 2.3.
Gambar 2.3 Jalur konversi biomassa menjadi bioenergi Sumber: Soerawidjaja Tatang H., 2006
2.5.1 Biodiesel Pengertian ilmiah paling umum dari istilah ”biodiesel” mencakup sembarang (dan semua) bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari sumber daya hayati atau biomassa. Sekalipun demikian, definisi pengertian biodiesel yang lebih sempit dan telah diterima luas di dalam industri, yaitu bahwa “biodiesel adalah bahan bakar mesin atau motor diesel yang terdiri atas ester alkil dari asam-asam lemak” (Soerawidjaja Tatang H., 2006), yaitu: 1. Sumber bahan baku biodiesel. Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, lemak binatang, dan ganggang. Biasanya bahan baku pembuatan biodiesel yang lazim digunakan adalah minyak nabati, karena sumber minyak nabati mudah untuk diperoleh. a. Minyak kelapa.
II-33
Minyak kelapa dihasilkan dari buah kelapa tua yakni diperoleh dari daging buah kelapa yang diekstrak melalui pembuatan santan dan akhirnya menjadi minyak. Atau, dihasilkan melalui proses pengeringan buah kelapa menjadi kopra dan selanjutnya diolah untuk mendapatkan minyaknya. Berdasarkan kandungan asam lemak, minyak kelapa digolongkan ke dalam minyak asam laurat karena komposisi asam tersebut paling besar dibandingkan dengan asam lemak lainnya. b. Minyak kelapa sawit. Dari kelapa sawit dapat dihasilkan minyak kelapa sawit (biasa disebut dengan palm oil) yang sangat potensial untuk digunakan sebagai pengganti bahan bakar diesel. Keunggulan palm oil sebagai bahan baku biodiesel adalah kandungan asam lemak jenuh yang tinggi sehingga akan menghasilkan angka setana yang tinggi. Selain itu palm oil mempunyai perolehan biodiesel yang tinggi per hektar kebunnya. Kelapa sawit merupakan sumber bahan baku penghasil minyak terefisien dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Secara garis besar, buah kelapa sawit terdiri dari daging buah yang dapat diolah menjadi CPO (crude palm oil) dan inti (kernel) yang dapat diolah menjadi PKO (palm kernel oil). Minyak CPO dan PKO memiliki perbedaan, baik dalam komposisi asam lemak yang terkandung maupun sifat fisikokimianya. Selain dari dua jenis minyak sawit yang telah disebutkan diatas, terdapat juga fraksi minyak sawit turunan CPO yang sudah dimurnikan yaitu Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO). Perbedaannya adalah pada RBDPO kandungan asam lemak bebas sudah sangat kecil, sehingga tidak diperlukan lagi tahap pre-esterifikasi.
II-34
Gambar 2.4 Beberapa gambar kelapa sawit (elaeis guineensis) Sumber: Zandy A., 2007
c. Minyak jarak. Minyak jarak dihasilkan dengan mengekstrak biji jarak. Biasanya, cara yang digunakan adalah pengepresan mekanik. Cara ekstraksi ini paling sesuai untuk memisahkan minyak dari bahan yang kadar minyaknya di atas 10 %. Pengepresan mekanik menggunakan dua teknik, yaitu pengepresan hidrolik dan pengepresan berulir. Minyak jarak memiliki komposisi trigliserida yang mengandung asam lemak oleat dan linoleat. d. Minyak goreng bekas (minyak jelantah). Minyak jelantah adalah minyak yang dihasilkan dari sisa penggorengan, baik dari minyak kelapa maupun minyak sawit. Minyak jelantah dapat menyebabkan minyak berasap atau berbusa pada saat penggorengan, meninggalkan warna cokelat, serta flavor yang tidak disukai dari makanan yang digoreng. Dengan meningkatnya produksi dan konsumsi minyak goreng, ketersediaan minyak jelantah kian hari kian melimpah. Sampai saat ini, minyak jelantah belum dimanfaatkan dengan baik dan hanya
dibuang sebagai
limbah
rumah
tangga
ataupun
industri.
Meningkatnya produksi dan konsumsi nasional minyak goreng, akan berkorelasi dengan ketersediaan minyak jelantah yang semakin meningkat meningkat pula. Oleh karena itu, pemanfaatan minyak goreng bekas sebagai bahan baku biodiesel akan memberikan nilai tambah bagi minyak jelantah.
II-35
2. Proses pengolahan biodiesel. Proses pengolahan minyak nabati menjadi biodiesel dapat dilakukan melalui dua proses yaitu esterifikasi dan transesterifikasi. a. Esterifikasi. Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester. Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat dan, karena ini, asam sulfat, asam sulfonat organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktek industrial (Soerawidjaja Tatang H., 2006). Agar reaksi dapat berlangsung ke konversi yang sempurna pada temperatur rendah (misalnya paling tinggi 120o C), reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih (biasanya lebih besar dari 10 kali nisbah stoikhiometrik) dan air produk ikutan reaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. Melalui kombinasikombinasi yang tepat dari kondisi-kondisi reaksi dan metode penyingkiran air, konversi sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya dapat dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam. b. Transesterifikasi. Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi disebut metanolisis). Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik dengan ester metil asam-asam lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME).
Gambar 2.5 Reaksi transesterifikasi dari trigliserida menjadi biodiesel Sumber: Mittlebatch M. dan Remschmidt C., 2004
II-36
Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum tetapi reaksi berjalan dengan lambat (Mittlebatch, 2004). Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi. Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung dalam 3 tahap, sebagai berikut:
Gambar 2.6 Tahapan reaksi transesterifikasi Sumber: Mittlebatch M. dan Remschmidt C., 2004
Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam-asam lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu: a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi, b. Memisahkan gliserol, c. Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm). 3. Hal-hal yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi. Pada intinya, tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui transesterifikasi (Freedman, 1984), sebagai berikut: a. Pengaruh air dan asam lemak bebas, Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5% (<0.5%). Semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus
II-37
terhindar dari kontak dengan udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida. b. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah, Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan konversi 98% (Bradshaw dan Meuly, 1944). Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98% - 99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74% - 89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi yang maksimum. c. Pengaruh jenis alkohol, Pada rasio 6 : 1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi dibandingkan dengaan menggunakan etanol atau butanol. d. Pengaruh jenis katalis, Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida (KOCH3). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi adalah 0,5%-b minyak nabati untuk natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati untuk natrium hidroksida. e. Metanolisis crude dan refined Minyak Nabati, Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan getahnya dan disaring. f. Pengaruh temperatur.
II-38
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30° C – 65° C (titik didih metanol sekitar 65° C). Untuk waktu 6 menit, pada temperatur 60o C konversi telah mencapai 94 % sedangkan pada 45o C yaitu 87 % dan pada 32o C yaitu 64 %. Temperatur yang rendah akan menghasilkan konversi yang lebih tinggi namun dengan waktu reaksi yang lebih lama. 4. Asam lemak bebas (free fatty acid). Asam lemak bebas adalah asam lemak yang terpisahkan dari trigliserida, digliserida, monogliserida, dan gliserin bebas. Hal ini dapat disebabkan oleh pemanasan dan terdapatnya air sehingga terjadi proses hidrolisis. Oksidasi juga dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam minyak nabati. Dalam proses konversi trigliserida menjadi alkil esternya melalui reaksi transesterifikasi dengan katalis basa, asam lemak bebas harus dipisahkan atau dikonversi menjadi alkil ester terlebih dahulu karena asam lemak bebas akan mengkonsumsi katalis. Kandungan asam lemak bebas dalam biodiesel akan mengakibatkan terbentuknya suasana asam yang dapat mengakibatkan korosi pada peralatan injeksi bahan bakar, membuat filter tersumbat dan terjadi sedimentasi pada injektor (www.journeytoforever.com).
2.6 BIODIESEL SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF Biodiesel sebagai energi alternatif pengganti solar memiliki beberapa kelebihan, yaitu: 1. Bahan bakar ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih baik (free sulphur, smoke number rendah) sesuai dengan isu-isu global. 2. Cetane number lebih tinggi (>57) sehingga efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan dengan minyak kasar. 3. Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin dan dapat terurai (biodegradable). 4. Merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat diperbaharui. 5. Meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat diproduksi secara lokal.
II-39
Pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel memiliki beberapa kelebihan, diantaranya sumber minyak nabati mudah diperoleh, proses pembuatan biodiesel dari minyak nabati mudah dan cepat, serta tingkat konversi minyak nabati menjadi biodiesel tinggi (mencapai 95 %). 2.6.1 Perbandingan Biodiesel Dengan Minyak Solar Biodiesel memiliki sifat fisis yang sama dengan solar sehingga bisa dipergunakan sebagai bahan bakar pengganti untuk kendaraan bermesin diesel. Secara komposisi kimia, biodiesel berbeda dengan minyak solar. Pada umumnya minyak solar terdiri atas 30-35% senyawa hidrokarbon aromatik dan 65-70% parafin disertai sedikit olefin. Sementara biodiesel sebagian besar terdiri atas C16-C18 fatty acid methyl ester dengan 1-3 ikatan rangkap untuk setiap molekulnya. Karakteristik yang menjadi kelebihan biodiesel bila dibandingkan dengan minyak solar adalah pada emisi gas buang, kadar sulfur, angka setana, keteruraian dan stabilitas, serta pelumasan dan pembersihan mesin. 1. Emisi gas buang, Secara kimia, pembakaran adalah proses oksidasi yang memerlukan oksigen cukup agar tercapai pembakaran sempurna yang menghasilkan gas karbon dioksida (CO2) dan uap air (H2O). Pembakaran yang tidak sempurna akan menghasilkan gas karbon monoksida (CO) atau residu (C). Biodiesel adalah oxygenated fuel, yaitu bahan bakar yang mengandung oksigen yang kemudian ikut terbakar selama proses oksidasi sehingga menghasilkan emisi yang lebih baik karena ada tambahan pasokan oksigen tersebut. Pemakaian biodiesel melalui pencampuran dengan minyak solar dalam jumlah tertentu (misalnya sampai dengan 30% biodiesel atau dikenal dengan sebutan B30) akan memperbaiki emisi gas buang secara signifikan, seperti ditunjukkan pada tabel 2.6 dan tabel 2.7. Tabel 2.6 Penurunan emisi regulasi B30 Emisi Regulasi
Penurunan Emisi Rata-rata (%)
CO (g/km)
25,35
NOx+THC
10,82
Partikulat
42,02
II-40
Opasitas
23,5
Sumber: Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi BPPT, 2005
Tabel 2.7 Emisi senyawa aromatik dengan solar dan B30 Jarak 0 km
Parameter (µg/gram)
Jarak 20.000 km
Solar
B30
∆%
Solar
B30
∆%
Benzene
113
99
-12
186
168
-10
Toluene
83
56
-33
274
260
-5
Xylene
31
19
-39
113
96
-15
Ethyl Benzena
22
13
-41
86
73
-15
Sumber: Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi BPPT, 2005
2. Kadar sulfur, Seperti ditunjukkan pada tabel 2.8, kadar sulfur dalam biodiesel lebih rendah daripada minyak solar. Kadar sulfur ini berpengaruh terhadap kandungan SOx dalam gas buang hasil pembakaran.
Tabel 2.8 Perbandingan spesifikasi minyak solar dan biodiesel No 1
Parameter Massa jenis pada (kg/m3)
2
Viskositas kinematik pada 40º C, mm2/s (cSt) Angka setana Titik nyala (mangkok tertutup), (o C) Titik kabut (o C) Titik tuang (o C) Korosi bilah tembaga (3 jam, 50o C) Residu karbon, %-berat, · Dalam contoh asli · Dalam 10 % ampas distilasi Air dan sedimen, % vol. Temperatur distilasi 90 %, (o C) Temperatur distilasi 95 %, (o C) Abu tersulfatkan (% massa) Belerang, (ppm (mg/kg)) Fosfor, (ppm (mg/kg)) Angka asam (mg-KOH/g) Gliserol bebas (% massa) Gliserol total (% massa)
3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14 15 16
II-41
Minyak solar 820-870 (15º C)
Biodiesel 850-890 (15º C)
1,6-5,8
2,3-6,0
min. 45 min. 60 maks. 18 maks. No. 1
min. 51 min. 100 maks. 18 maks. No. 3
maks. 0,1
maks. 0,05 (maks 0,03) maks. 0,05 maks. 360 maks. 0,02 maks. 100 maks. 10 maks. 0,8 maks. 0,02 maks. 0,24
maks. 0,05 maks. 370 maks. 0,01 maks. 5000 maks. 0,6 -
17 18 19
Kadar ester alkyl (% massa) Angka iodium (% massa) Uji Halphen
-
min. 96,5 maks. 115 negatif
Sumber: Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi, 2008
3. Angka setana, Angka setana merupakan ukuran kualitas pembakaran bahan bakar. Angka setana yang lebih tinggi akan menghasilkan pembakaran dengan kualitas lebih baik. Biodiesel memiliki angka setana yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak solar dapat dilihat pada tabel 2.8. 4. Keteruraian dan stabilitas, Biodiesel terurai 4 kali lebih cepat dibandingkan dengan minyak solar. Pencampuran biodiesel dengan minyak solar dapat mempercepat keteruraian campuran tersebut dibandingkan dengan minyak solar murni. 5. Pelumasan dan pembersihan mesin, Biodiesel secara alami lebih kental daripada minyak solar sehingga sifat pelumasan (lubrikasi) terhadap mesin lebih baik daripada minyak solar. Biodiesel juga memiliki kemampuan untuk membersihkan ruang pembakaran dan komponen mesin. 2.6.2 Syarat Mutu Biodiesel Persyaratan mutu biodiesel di Indonesia sudah dibakukan dalam SNI-04-7182-2006, yang telah disahkan dan diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) tanggal 22 Februari 2006 (Soerawidjaja Tatang H., 2006). Tabel 2.9 menyajikan persyaratan kualitas biodiesel yang diinginkan. Tabel 2.9 Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI-04-7182-2006 Parameter dan satuannya
Batas nilai 850-890
Metode uji ASTM D 1298
Metode setara ISO 3675
2,3-6,0
ASTM D 445
ISO 3104
Angka setana Titik nyala (mangkok tertutup), o C Titik kabut, o C Korosi bilah tembaga (3 jam, 50o C)
min. 51 min. 100 maks. 18 maks. No. 3
ASTM D 613 ASTM D 93 ASTM D 2500 ASTM D 130
ISO 5165 ISO 2710 ISO 2160
Residu karbon, %-berat, · Dalam contoh asli Dalam 10 % ampas distilasi
maks. 0,05 (maks 0,03)
ASTM D 4530
ISO 10370
o
3
Massa jenis pada 40 C, kg/m Viskositas kinematik pada 40º C, mm2/s (cSt)
·
II-42
Air dan sedimen, % vol. Temperatur distilasi 90 %, o C Abu tersulfatkan, %-berat Belerang, ppm-b (mg/kg) Fosfor, ppm-b (mg/kg) Angka asam, mg-KOH/g Gliserol bebas, %-berat Gliserol total, %-berat Kadar ester alkil, %-berat Angka iodium, g-I2/(100 g) Uji Halphen
maks. 0,05 maks. 360 maks. 0,02 maks. 100 maks. 10 maks. 0,8 maks. 0,02 maks. 0,24 min. 96,5 maks. 115 negatif
ASTM D 2709 ASTM D 1160 ASTM D 874 ASTM D 5453 AO CS Ca 12 AO CS Cd 3 AO CS Ca 14 AO CS Ca 14 dihitung*) AO CS Cd 1-25 AO CS Cb 1-25
ISO 3987 prEN ISO 20884 FBI-A05-03 FBI-A01-03 FBI-A02-03 FBI-A02-03 FBI-A03-03 FBI-A04-033 FBI-A06-0
*) berdasarkan angka penyabunan, angka asam, serta kadar gliserol total dan gliserol bebas; rumus
perhitungan dicantumkan dalam FBI-A03-03 Sumber: Soerawidjaja Tatang H., 2006
Parameter yang menunjukkan keberhasilan pembuatan biodiesel dapat dilihat dari kandungan gliserol total dan gliserol bebas (maksimal 0,24%-b dan 0,02%-b) serta angka asam (maksimal 0,8) dari biodiesel hasil produksi. Terpenuhinya semua persyaratan SNI-04-7182-2006 oleh suatu biodiesel menunjukkan bahwa biodiesel tersebut tidak hanya telah dibuat dari bahan mentah yang baik, melainkan juga dengan tatacara pemrosesan serta pengolahan.
2.7 ALAT PENGOLAH MINYAK NABATI MENJADI BIODIESEL Acuan alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel yang digunakan sebagai subjek penelitian adalah alat hasil pengembangan di Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi-BPPT, Serpong. Proses pengolahan biodiesel dalam alat pengolahan minyak nabati menggunakan proses transesterifikasi dengan pemisahan FFA secara penyabunan. Alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel tersebut dapat memproduksi biodiesel murni mencapai 1 ton per hari dengan kapasitas 150 liter/batch dan waktu proses 8 sampai 9 jam/batch. Tiap tahap proses dalam alat pengolahan minyak nabati dilakukan dengan beberapa peralatan utama. 2.7.1 Diagram Alir Proses (Process Flow Diagram) Diagram alir proses (process flow diagram) pengolahan minyak nabati menjadi biodiesel, sebagai berikut:
II-43
1. Proses persiapan awal (pretreatment) minyak goreng bekas yang berada dalam tangki minyak kotor adalah dengan melakukan penyaringan, yaitu dipompa dan dilewatkan ke sebuah filter tekan (press filter). Proses ini membersihkan minyak goreng bekas dari komponenikelkomponenikel pengotor seperti sisa-sisa makanan. Hasil penyaringan disimpan di dalam tangki minyak bersih. Jika bahan baku yang dipergunakan adalah minyak nabati kasar, seperti CPO atau CJO, maka persiapan awalnya adalah melalui proses degumming dengan cara mencampurkan CPO dengan bentonit dan asam fosfat (H3PO4) di dalam tangki degumming. Asam fosfat akan mengikat fosfor gum/getah yang terkandung dalam CPO. Ikatan asam fosfat dengan gum ini kemudian ditangkap oleh bentonit. Proses ini dilakukan di dalam tangki minyak kotor yang didesain mampu melakukan proses degumming. Hasil degumming kemudian disaring dengan memakai filter tekan. Setelah melewati penyaring, minyak nabati kasar yang telah bersih (degummed vegetable oil) ini kemudian ditampung di dalam tangki minyak bersih dan siap untuk direaksikan di dalam reaktor.
2. Katalis natrium hidroksida (NaOH) dilarutkan dengan metanol di dalam tangki pencampuran katalis (catalyst mixing tank) dengan cara diaduk dan disirkulasikan dengan bantuan pompa. Pencampuran katalis tidak dilakukan langsung di dalam reaktor karena NaOH yang berbentuk serpihan tidak akan larut dengan bahan baku minyak. Mengingat reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol adalah reaksi dapat balik (reversible) maka jumlah metanol dibuat berlebih dari kebutuhan sebenarnya agar reaksi dapat terns berlangsung ke arah kanan (pembentukan biodiesel).
3. Bahan baku minyak bersih direaksikan dengan campuran metanol dan NaOH dengan cara diaduk dan disirkulasikan dengan bantuan pompa sambil dipanaskan pada temperatur sekitar 70 oC di dalam tangki reaktor. Reaksi ini akan menghasilkan biodiesel (fatty acid methyl ester, FAME), gliserin, dan sedikit sabun. Selain itu, terdapat sisa metanol yang tidak bereaksi (excess methanol) karena jumlah metanol dalam reaktor sengaja dibuat berlebih. Setelah pengadukan dalam reaktor, campuran dalam reaktor didiamkan (settling) selama beberapa saat sampai terbentuk beberapa lapisan cairan di dalam tangki reaktor. Lapisan yang paling dominan jumlahnya adalah biodiesel yang terletak di bagian paling atas, kemudian diikuti oleh gliserin di bagian paling bawah reaktor. Selain itu, terdapat sedikit lapisan sabun di antara lapisan biodiesel dan gliserin. Lapisan paling bawah (gliserin bercampur metanol) dikeluarkan dari reaktor dan dimasukkan ke tangki penguapan 1 (evaporator 1), sedangkan lapisan paling atas yaitu biodiesel dialirkan ke tangki penguapan 2 (evaporator 2). Setelah reaktor dikosongkan, bisa diisi lagi dengan bahan baku untuk proses batch berikutnya.
4. Larutan gliserin dan metanol kemudian dipanaskan dengan menggunakan uap air di dalam evaporator 1 sehingga excess metanol yang masih tercampur akan teruapkan
II-44
untuk kemudian dikondensasikan dalam kondenser dan dialirkan kembali ke mixing catalyst tank untuk proses batch berikutnya. Sementara larutan gliserin bercampur sedikit dengan sabun yang tidak teruapkan ditampung di dalam tangki gliserin (crude glycerine tank) sebagai produk samping.
5. Bersamaan dengan proses No. 4, kemudian biodiesel yang juga masih tercampur dengan excess metanol dipanaskan di dalam evaporator 2 untuk dipisahkan dari metanol. Biodiesel ini kemudian dipompakan ke tangki pencuci (washing tank) untuk dicuci.
6. Pencucian (washing) biodiesel dilakukan menggunakan air panas yang berasal dari tangki air panas. Biodiesel diaduk dengan air dan kemudian didiamkan (settling) selama beberapa saat sehingga akhirnya terbentuk dua lapisan cairan di dalam tangki reaktor. Lapisan bagian atas adalah biodiesel yang relatif bersih, sedangkan lapisan bagian bawah adalah waste water yang berupa campuran antara air dengan sisa-sisa metanol, gliserin, dan sabun. Lapisan bagian bawah ini kemudian dialirkan ke unit pengelolaan limbah (waste water treatment, WWT), sedangkan biodieselnya kemudian dialirkan ke tangki pengering vakum (vacuum dryer tank).
7. Biodiesel dipanaskan sambil disirkulasikan di dalam vacuum dryer tank yang secara kontinu divakum dengan mempergunakan pompa oakum. Tujuan pemanasan yaitu untuk menguapkan air sisa pencucian yang masih tercampur dengan biodiesel. Uap air sisa pencucian ini dibuang ke luar dengan pompa vakum.
8. Biodiesel dari vacuum dryer tank dipompakan melewati penyaring (filter) biodiesel untuk menghilangkan komponenikel-komponenikel fisik yang mungkin masih tersisa sehingga diperoleh biodiesel yang benar-benar bersih.
9. Biodiesel bersih ini ditampung di dalam tangki penyimpanan (storage tank).
II-45
Gambar 2.7 Diagram alir proses produksi biodiesel Sumber: Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi, 2008
II-31
2.7.2 Spesifikasi Peralatan Spesifikasi peralatan utama alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel, sebagai berikut:
a. Boiler. Diperlukan dengan kapasitas minimal 150 kg uap per jam, tekanan maksimal 8 kgf/cm2, dan bahan bakar solar. Boiler dilengkapi dengan pompa air umpan (feedwater pump), katup pengaman, level control, pressure gauge, pressure switch, panel box, dan cerobong. b. Pompa. Spesifikasi pompa ditentukan berdasarkan fluida kerja dan kebutuhan
debit. Elemen-elemen pompa yang terbuat dari baja tahan karat (SUS, stainless steel) dipakai untuk fluida yang bersifat korosif. Sementara untuk fluida nonkorosif dipakai bahan besi biasa (CS, carbon steel). Untuk bahan mudah terbakar, dipakai pompa jenis explosion proof. c. Tangki. Tangki-tangki proses dibuat berdasarkan kebutuhan volume fluida
yang diproses. Untuk fluida korosif, dipakai bahan tangki/plat baja tahan karat. Sementara untuk fluida nonkorosif, dipakai carbon steel. Mengingat tekanan operasi yang berada pada kisaran 1 bar Berta volume fluida yang relatif sedikit (bobotnya relatif ringan) maka cukup dipakai plat dengan ketebalan 3 mm. Untuk tangki penyimpanan, cukup menggunakan tangki fiber untuk air yang tersedia di toko-toko bangunan. Mengingat metanol biasa dijual dalam kemasan drum maka tidak diperlukan tangki khusus, cukup dituang langsung dari drumnya. Produk samping gliserin cukup disimpan di dalam drum-drum yang bisa dengan mudah ditemui di pasaran.
II-32
Tabel 2.10 Spesifikasi pompa pabrik biodiesel Tag P&ID
Spesifikasi Motor
Spesifikasi Motor Nama
Fluida Kerja
Jenis
Head (m)
Debit (m3/j)
Temp (oC)
Casing
Impeller
Seal
Phase
20
1,0
25-100
Cast iron
-
-
3
10
1,0
35
SUS 304
SUS 304
Viton
3
10
1,0
80-90
SUS 304
SUS 316
Viton
3
P-101
Pompa minyak
Minyak goreng bekas
P-102
Pompa pencampur katalis
Metanol katalis
P-201
Pompa reaktor
Biodiesel metanol gliserin
Sentri-fugal explosion proof Sentri-fugal explosion proof
Gliserin metanol
Sentrifugal
10
1,0
90-100
Cast iron
SUS 316
Viton
3
Biodiesel metanol
Sentrifugal
15
2,0
90-100
Cast iron
SUS 316
Viton
3
Biodiesel air
Sentrifugal
10
1,0
90-100
Cast iron
SUS 304
Viton
3
Biodiesel
Sentrifugal
20
1,0
100-120
Cast iron
SUS 304
Viton
3
Udara, uap air, uap metanol
Liquid ring
Min 33 mbar vakum
100
Cast iron
-
-
Air
Sentrifugal
30
5,0
35
Cast iron
Cast iron
E
3
Air
Sentrifugal
10
1,0
90
Cast iron
Cast iron
E
3
P-202 P-301 P-302 P-401 P-402 P 601 P 602
Pompa evaporator 1 Pompa evaporator 2 Pompa pencuci Pompa pengering Pompa vakum Pompa air pendingin Pompa air panas
Gear pump
Sumber: Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi, 2008
II-33
Tabel 2.11 Spesifikasi tangki-tangki pabrik biodiesel Tag P&ID V-101 V-102 V-103 V-201 V-202 V-301 V-302 V-401 V-601 -
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama
Bahan
Tangki minyak kotor Tangki minyak bersih Tangki pencampur katalis Tangki reaktor Evaporator 1 Evaporator 2 Tangki pencucian Tangki pengering vakum Tangi air panas Tangki gliserin Tangki metanol Tangki penyimpanan biodiesel
CS CS SUS 304 SUS 304 SUS 304 SUS 304 SUS 304 SUS 304 CS Drum Drum Fiber
Volume (liter) 300 300 200 300 300 200 200 300 300 -
Sumber: Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi, 2008
d. Pengaduk. Agar proses reaksi dapat berlangsung baik maka tangki
degumming, pencampuran katalis, dan reaktor dilengkapi dengan pengaduk. Tabel 2.12 Spesifikasi pengaduk No 1 2 3
Tag P&ID MX-101 MX-102 MX-201
Nama Oil mixer + Motor Catalyst mixer + Motor Reactor mixer + Motor
Putaran (rpm) 200 100 200
Sumber: Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi, 2008
e. Filter. Filter bahan baku CPO mempergunakan tipe tekan (press filter) yang berupa lembaran-lembaran kain screen yang disusun secara seri. Untuk filter produk biodiesel, dipakai filter dengan porositas 0,2 mikrometer. f. Penukar panas (HE, heat exchanger) Tabel 2.13 Spesifikasi alat penukar panas No 1 2 3 4 5 6 7
Tag P&ID E-101 E-102 E-103 E-201 E-202 E-301 E-401
Nama Pemanas minyak Pemanas minyak bersih Kondensor pencampur katalis Kondensor reaktor Kondensor evaporator 1 Kondensor evaporator 2 Pendingin pompa vakum
Tipe Double pipe Double pipe Shell-coil Shell-coil Shell-tube Shell-tube Shell
Sumber: Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi, 2008
Pemanas double pipe adalah pipa dengan diameter kecil (1") yang diletakkan di dalam pipa dengan diameter besar (2") yang kemudian diberi insulator di
IV-34
bagian luar pipa diameter besar. Fluida kerja berada di dalam pipa kecil, sedangkan fluida pemanas—yaitu uap air—berada di dalam anulus. Pemanas ini digunakan jika bahan baku yang dipergunakan adalah minyak nabati kasar (CPO/CJO) yang akan membeku pada suhu kamar. Untuk bahan baku minyak goreng bekas, E-10l dan 102 dapat tidak dipergunakan. g. Pendistribusi
uap
(steam
header).
Steam
header
dipakai
untuk
mendistribusikan uap dari boiler ke peralatan-peralatan proses. Tekanan operasi pada steam header ini adalah sekitar 3 bar sehingga dipakai plat besi carbon steel dengan ketebalan 4 mm.
2.7.3 Prosedur Pengoperasian Prosedur pengoperasian alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel dari persiapan bahan baku sampai menjadi biodiesel disusun, sebagai berikut: 1. Sistem penyiapan minyak, Sistem ini berfungsi untuk menyiapkan bahan baku minyak goreng bekas (sebelum direaksikan dengan metanol) yang berupa pemanasan dan penyaringan/filtrasi, kemudian mengalirkannya ke tangki minyak bersih (clean oil tank). Adapun tahapannya, sebagai berikut: a. Masukkan minyak goreng bekas dari tangki penampung ke dalam V-101 tangki minyak melalui VL-117. b. Buka VL-502 dan VL-515 untuk mengalirkan steam ke dalam V-101 dan perhatikan TI-101. Atur bukaan VL-515 untuk mengatur suhu dalam V-101 hingga suhunya mencapai 90o C. c. Matikan MX-101, buka VL-101 dan VL-106. d. Nyalakan P-101 pompa minyak (oil pump) untuk menyaring kotoran dalam minyak goreng bekas dengan F-101 filter tekan. Buka VL-511 untuk memanaskan double pipe E-101. Lakukan sirkulasi selama 10 menit dan pastikan pada PI-101 terbaca 0,4 MPa. Buka VL-107 mulai dari VL-107 I—VL-107 A. VL-107 A—VL-107 I adalah katup-katup tempat keluar minyak bersih yang terdapat di filter tekan dan jumlahnya bervariasi. Katup A terletak dekat dengan inlet fluida (minyak kotor), sedangkan katup paling akhir, yaitu katup I terletak di ujung yang lainnya.
IV-35
e. Dari F-101, minyak bersih akan mengalir ke V-102 clean oil tank hingga penuh. Buka VL-513 untuk mengalirkan steam ke V-102. Atur bukaan VL-513 supaya suhu pada TI-102 terjaga 40o C.
f. Buka VL-512 untuk mengalirkan steam ke pipa double pipe E-102. g. Buka VL-203 dan VL-205. Nyalakan P-201 pompa reaktor untuk mengalirkan minyak bersih dari V-102 ke V-201 reaktor, kemudian matikan P-201, tutup VL-203, dan VL-205. h. Kembali ke langkah a-h untuk persiapan bahan baku pada batch operasi berikutnya. 2. Sistem penyiapan metanol, Sistem
ini
berfungsi
untuk
menyiapkan
larutan
methoxide
dengan
menambahkan metanol sesuai dengan perbandingan stoikiometri reaksi transesterifikasi dengan penambahan flakes NaOH. Adapun langkahnya, sebagai berikut: a. Pastikan air pendingin pada E-103 mengalir. b. Masukkan NaOH flakes (98%) sebanyak 1,5 kg melalui nozzle N2 pada V-103. c. Buka VL-110 dan VL-112, sambungkan selang dari drum metanol, lalu nyalakan P-102 miring catalyst pump untuk memasukkan metanol dari metanol drum ke dalam V-103 mixing catalyst tank hingga mencapai volume 75 liter. d. Tutup VL-110 dan buka VL-111 untuk melakukan sirkulasi. e. Nyalakan motor pengaduk MX-01 selama 30 menit untuk melarutkan NaOH dalam metanol. 3. Sistem reaksi dan pencucian (washing), Sistem ini berfungsi untuk mereaksikan minyak bersih dengan larutan methoxide (metanol + NaOH). Biodiesel (methyl ester) yang dihasilkan akan membentuk lapisan atas pada waktu settling, sedangkan gliserin akan membentuk lapisan bawah. a. Reaksi. Adapun proses reaksinya, sebagai berikut:
IV-36
·
Pastikan air pendingin pada E-201, E-202, dan E-301 mengalir.
·
Buka VL-208.
·
Setelah P- 201 menyala untuk mengisikan clean oil ke dalam V-201 hingga terisi 150 liter (dalam keadaan VL-201 tertutup), buka VL-507 dan VL-516 untuk mengalirkan steam ke dalam coil pemanas hingga suhunya sekitar 50o C.
·
Buka VL-113, lalu tutup VL-112 untuk mengalirkan larutan metanol dan NaOH ke dalam V-201 hingga habis, kemudian matikan P 102.
·
Setelah larutan metanol–NaOH masuk ke reaktor, nyalakan motor pengaduk MX-201 untuk mengaduk campuran dalam V- 201.
·
Buka VL-201, VL-202, dan VL-205, lalu nyalakan P-201 untuk sirkulasi.
·
Atur bukaan VL-516 untuk menjaga suhunya tetap 65o C dengan memperhatikan TI-201.
·
Tutup VL-208.
·
Lakukan reaksi selama 1 jam (catat waktunya), dimulai saat suhu pertama kali mencapai 65o C.
·
Setelah 1 jam, tutup VL-201, matikan MX-201 dan P-201.
·
Tambahkan air panas sebanyak + 10 liter dengan membuka VL-6o8 dan VL-611, kemudian menyalakan pompa P-602 (VL-610 terbuka).
·
Diamkan atau lakukan settling selama 1 jam. Tutup VL-205.
·
Setelah dilakukan settling (settling 0), buka VL-201, VL-202, dan VL-206.
·
Buka VL-208. Nyalakan P-201 untuk mengalirkan fase bawah reaktor ke evaporator 1 tank V-202. Jika ketinggian interface telah mencapai batas bawah tangki (perhatikan sight glass), segera matikan P-201.
·
Tutup VL-206.
·
Buka VL-207, kemudian nyalakan P-201 untuk mengalirkan fase atas reaktor (fase biodiesel) ke evaporator tank 2 V-301.
·
Setelah kosong, matikan P-201, lalu tutup VL-201, VL-202, dan VL-207.
IV-37
b. Evaporasi Tahap I. Evaporasi tahap I dilakukan dengan langkah, sebagai berikut: ·
Panaskan isi dalam evaporator tank 1 hingga mencapai suhu 80o C dengan mengatur VL-517, sambil dilakukan sirkulasi dengan menyalakan pompa P-202 dan membuka VL-209 dan VL-210.
·
Lakukan sirkulasi selama 1 jam (catat waktunya).
·
Setelah 1 jam, tutup VL-210 dan buka VL-212 untuk mengeluarkan gliserol menuju kontainer.
c. Evaporasi tahap II. Evaporasi tahap II dilakukan dengan langkah, sebagai berikut: ·
Panaskan isi dalam evaporator tank 2 hingga mencapai suhu 80o C dengan mengatur VL-518 sambil dilakukan sirkulasi dengan menyalakan pompa P-301 dan membuka VL-302 dan VL-303.
·
Lakukan sirkulasi selama 1 jam (catat waktunya).
·
Setelah 1 jam, tutup VL-303 dan buka VL-305 untuk mengalirkan biodiesel ke washing tank V-302.
d. Pencucian tahap I. Pencucian tahap I dilakukan dengan langkah, sebagai berikut: ·
Perhatikan sight glass pada V-302 dan catat volume cairan yang tersisa di dalamnya (dalam keadaan VL-306 tertutup).
·
Buka VL-608, VL-610, dan VL-612.
·
Nyalakan P-602 hot water pump untuk mengalirkan hot water ke dalam V-201 sebanyak 75 liter, kemudian matikan P-602 dan tutup kembali VL-612.
·
Atur bukaan VL-516 untuk menjaga suhunya tetap 80º C.
·
Diamkan atau lakukan settling selama 1/2 jam (settling 1).
·
Setelah dilakukan settling, buka VL-306, VL-307, dan VL-310.
·
Nyalakan P-302 untuk mengalirkan fase bawah ke drain. Jika ketinggian interface telah mencapai batas bawah tangki (perhatikan sight glass), segera tutup VL-307 dan matikan P-302.
·
Tutup VL-306, VL-307, dan VL-310.
IV-38
e. Pencucian tahap II. Pencucian tahap II dilakukan dengan langkah, sebagai berikut: ·
Perhatikan sight glass pada V-201 dan catat volume cairan yang tersisa di dalamnya (dalam. keadaan VL-201 tertutup).
·
Buka VL-608, VL-610, dan VL-612.
·
Nyalakan P-602 hot water pump untuk mengalirkan hot water ke dalam V-201 sebanyak 150 liter, kemudian matikan P-602 Berta tutup kembali VL-608, VL-610, dan VL-612.
·
Atur bukaan VL-516 untuk menjaga suhunya 80o C.
·
Diamkan atau lakukan settling selama 1/2 jam (settling 2).
·
Setelah dilakukan settling, buka VL-306, VL-307, dan VL-310.
·
Nyalakan P-302 untuk mengalirkan fase bawah ke drain. Jika ketinggian interface telah mencapai batas bawah tangki (perhatikan sight glass), segera tutup VL-307 dan matikan P-302.
·
Tutup VL-310.
·
Buka VL-311. Nyalakan P-302 untuk mengalirkan biodiesel ke drying tank V-401.
·
Jika tak ada fluida yang lewat, matikan P-302, tutup VL-306, VL-307, dan VL-311.
f. Sistem pemurnian biodiesel. Sistem ini dimaksudkan untuk memurnikan/memisahkan biodiesel dari gliserin, metanol yang masih tersisa, air, dan impurities sehingga sesuai dengan standar SNI 04-7182-2006. Adapun tahapannya, sebagai berikut: ·
Setelah V-401 drying tank terisi biodiesel dari V-302 , buka VL-401, VL-404, dan VL-406.
·
Nyalakan P-401 drying circulation pump untuk mensirkulasi biodiesel dalam V-401.
·
Buka VL-519 dan VL-520. Atur bukaan VL-519 untuk menjaga suhunya > 90 OC dengan memperhatikan TI-301.
·
Buka VL-606. Atur bukaan value tersebut hingga ketinggian air dalam E-401 di atas nozzle outlet cooling water.
·
Buka VL-407, lalu nyalakan P-402 vacuum pump.
IV-39
·
Tutup VL 406 sedikit demi sedikit hingga tekanan pada PI-401 tercapai –70 cmHg dan pastikan sirkulasi melalui P-401 tetap berjalan.
·
Lakukan drying selama 1 jam pada tekanan –70 cmHg, catat waktunya.
·
Tutup VL-407, matikan P-402 dan VL-606. Buka VL-406 hingga
tekanan
dalam
V-401
kembali
atmosferik
dengan
memperhatikan PI-301. ·
Buka VL-402 untuk mengambil sampel biodiesel dan uji kadar airnya secara berkala.
·
Tutup VL-519 dan VL-520, kemudian buka VL-609 dan VL-610 untuk mendinginkan cairan dalam V-401. Atur bukaan VL-609 untuk mengatur aliran tersebut hingga suhunya 50o C dengan memperhatikan TI-301.
·
Setelah suhu tercapai, tutup VL-609 dan VL-610.
·
Buka VL-401 dan VL-405, lalu nyalakan P-401 untuk memfilter biodiesel dengan F-401 filter biodiesel dan langsung mengalirkan biodiesel ke biodiesel storage.
·
Operator mengamati sight glass. Jika sudah tak ada fluida yang lewat, matikan P-301 , lalu tutup VL-301 dan VL-305.
·
Drying tank siap melakukan proses drying berikutnya, lalu kembali ke langkah 1.
·
Amati PI-402, jika tekanan yang ditunjukkan lebih besar dari 4 bar maka sudah waktunya F-401 dibersihkan.
2.8 BOILER Boiler adalah bejana tertutup dimana panas pembakaran dialirkan ke air sampai terbentuk steam. Steam pada tekanan tertentu kemudian digunakan untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Air adalah media yang berguna dan murah untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Jika air dididihkan sampai menjadi steam, volumnya akan meningkat sekitar 1.600 kali, menghasilkan tenaga yang menyerupai bubuk mesiu yang mudah meledak, sehingga boiler merupakan peralatan yang harus dikelola dan dijaga dengan sangat baik.
IV-40
Sistem boiler terdiri dari, sistem air umpan, sistem steam dan sistem bahan bakar. Sistem air umpan menyediakan air untuk boiler secara otomatis sesuai dengan kebutuhan steam. Berbagai kran disediakan untuk keperluan perawatan dan perbaikan. Sistem steam mengumpulkan dan mengontrol produksi steam dalam boiler. Steam dialirkan melalui sistem pemipaan ke titik pengguna. Pada keseluruhan sistem, tekanan steam diatur menggunakan kran dan dipantau dengan alat pemantau tekanan. Sistem bahan bakar adalah semua peralatan yang digunakan untuk menyediakan bahan bakar untuk menghasilkan panas yang dibutuhkan. Peralatan yang diperlukan pada sistem bahan bakar tergantung pada jenis bahan bakar yang digunakan pada sistem. Air yang disuplai ke boiler untuk dirubah menjadi steam disebut air umpan. Dua sumber air umpan adalah: kondensat atau steam yang mengembun yang kembali dari proses dan air makeup (air baku yang sudah diolah) yang harus diumpankan dari luar ruang boiler dan plant proses. Untuk mendapatkan efisiensi boiler yang lebih tinggi, digunakan economizer untuk memanaskan awal air umpan menggunakan limbah panas pada gas buang.
2.8.1 Jenis Boiler Bagian ini menerangkan tentang berbagi jenis boiler: Fire tube boiler, Water tube boiler, paket boiler, fluidized bed combustion boiler, atmospheric fluidized bed combustion boiler, pressurized fluidized bed combustion boiler, circulating fluidized bed combustion boiler, stoker fired boiler, pulverized fuel boiler, boiler pemanas limbah (waste heat boiler) dan pemanas fluida thermis, yaitu: 1. Fire tube boiler, Pada fire tube boiler, gas panas melewati pipa-pipa dan air umpan boiler ada didalam shell untuk dirubah menjadi steam. Fire tube boilers biasanya digunakan untuk kapasitas steam yang relative kecil dengan tekanan steam rendah sampai sedang. Fire tube boilers kompetitif untuk kecepatan steam sampai 12.000 kg/jam dengan tekanan sampai 18 kg/cm2. Fire tube boilers dapat menggunakan bahan bakar minyak bakar, gas atau bahan bakar padat dalam operasinya.
IV-41
2. Water tube boiler, Pada water tube boiler, air umpan boiler mengalir melalui pipa-pipa masuk kedalam drum. Air yang tersirkulasi dipanaskan oleh gas pembakar membentuk steam pada daerah uap dalam drum. Boiler ini dipilih jika kebutuhan steam dan tekanan steam sangat tinggi seperti pada kasus boiler untuk pembangkit tenaga. Water tube boiler yang sangat modern dirancang dengan kapasitas steam antara 4.500 – 12.000 kg/jam, dengan tekanan sangat tinggi. 3. Paket boiler, Disebut boiler paket sebab sudah tersedia sebagai paket yang lengkap. Pada saat dikirim ke pabrik, hanya memerlukan pipa steam, pipa air, suplai bahan bakar dan sambungan listrik untuk dapat beroperasi. Paket boiler biasanya merupakan tipe shell and tube dengan rancangan fire tube dengan transfer panas baik radiasi maupun konveksi yang tinggi. 4. Boiler pembakaran dengan fluidized bed (FBC), Pembakaran dengan fluidized bed (FBC) muncul sebagai alternatif yang memungkinkan dan memiliki kelebihan yang cukup berarti dibanding sistim pembakaran yang konvensional dan memberikan banyak keuntungan rancangan boiler yang kompak, fleksibel terhadap bahan bakar, efisiensi pembakaran yang tinggi dan berkurangnya emisi polutan yang merugikan seperti SOx dan NOx. Bahan bakar yang dapat dibakar dalam boiler ini adalah batubara, barang tolakan dari tempat pencucian pakaian, sekam padi, bagas, dan limbah pertanian lainnya. Boiler fluidized bed memiliki kisaran kapasitas yang luas yaitu antara 0.5 T/jam sampai lebih dari 100 T/jam. 5. Atmospheric fluidized bed combustion (AFBC) boiler, Kebanyakan boiler yang beroperasi untuk jenis ini adalah atmospheric fluidized bed combustion (AFBC) Boiler. Alat ini hanya berupa shell boiler konvensional biasa yang ditambah dengan sebuah fluidized bed combustor. Sistim seperti telah dipasang digabungkan dengan water tube boiler atau boiler pipa air konvensional.
IV-42
6. Pressurized fluidized bed combustion (PFBC) boiler, Pada tipe pressurized fluidized bed combustion (PFBC), sebuah kompresor memasok udara forced draft (FD), dan pembakarnya merupakan tangki bertekanan. Laju panas yang dilepas dalam bed sebanding dengan tekanan bed sehingga bed yang dalam digunakan untuk mengekstraksi sejumlah besar panas. Hal ini akan meningkatkan efisiensi pembakaran dan peyerapan sulfur dioksida dalam bed. Steam dihasilkan didalam dua ikatan pipa, satu di bed dan satunya lagi berada diatasnya. Gas panas dari cerobong menggerakan turbin gas pembangkit tenaga. Sistim PFBC dapat digunakan untuk pembangkitan kogenerasi (steam dan listrik) atau pembangkit tenaga dengan siklus gabungan atau combined cycle. Operasi combined cycle (turbin gas & turbin uap) meningkatkan efisiensi konversi keseluruhan sebesar 5 hingga 8 %. 7. Atmospheric circulating fluidized bed combustion boilers (CFBC), Boiler CFBC pada umumnya lebih ekonomis daripada boiler AFBC, untuk penerapannya di industri memerlukan lebih dari 75 – 100 T/jam steam. Untuk unit yang besar, semakin tinggi karakteristik tungku boiler CFBC akan memberikan penggunaan ruang yang semakin baik, komponenikel bahan bakar lebih besar, waktu tinggal bahan penyerap untuk pembakaran yang efisien dan penangkapan SO2 yang semakin besar pula, dan semakin mudah penerapan teknik pembakaran untuk pengendalian NOx daripada pembangkit steam AFBC. 8. Stoker fired boilers, Stokers diklasifikasikan menurut metode pengumpanan bahan bakar ke tungku dan oleh jenis grate nya. Klasifikasi utama nya adalah spreader stoker dan chain-gate atau traveling-gate stoker. 9. Spreader stokers, Spreader stokers memanfaatkan kombinasi pembakaran suspensi dan pembakaran grade. Batubara diumpankan secara kontinu ke tungku diatas bed pembakaran batubara. Batubara yang halus dibakar dalam suspensi; komponenikel yang lebih besar akan jatuh ke grade, dimana batubara ini akan dibakar dalam bed batubara yang tipis dan pembakaran cepat. Metode pembakaran ini memberikan fleksibilitas yang baik terhadap fluktuasi beban,
IV-43
dikarenakan penyalaan hampir terjadi secara cepat bila laju pembakaran meningkat. Karena hal ini, spreader stoker lebih disukai dibanding jenis stoker lainnya dalam berbagai penerapan di industri. 10. Chain-grate atau traveling-grate stoker, Batubara diumpankan ke ujung grade baja yang bergerak. Ketika grade bergerak sepanjang tungku, batubara terbakar sebelum jatuh pada ujung sebagai abu. Diperlukan tingkat keterampilan tertentu, terutama bila menyetel grate, damper udara dan baffles, untuk menjamin pembakaran yang bersih serta menghasilkan seminimal mungkin jumlah karbon yang tidak terbakar dalam abu. 11. Pulverized fuel boiler, Teknologi ini berkembang dengan baik dan diseluruh dunia terdapat ribuan unit dan lebih dari 90 % kapasitas pembakaran batubara merupakan jenis ini. Untuk batubara jenis bituminous, batubara digiling sampai menjadi bubuk halus, yang berukuran +300 micrometer (µm) kurang dari 2 persen dan yang berukuran dibawah 75 microns sebesar 70% - 75%. Harus diperhatikan bahwa bubuk yang terlalu halus akan memboroskan energi penggilingan. Pembakaran berlangsung pada suhu dari 1300° - 1700° C, tergantung pada kualitas batubara. Waktu tinggal komponenikel dalam boiler biasanya 2 detik hingga 5 detik, dan komponenikel harus cukup kecil untuk pembakaran yang sempurna. Sistim ini memiliki banyak keuntungan seperti kemampuan membakar berbagai kualitas batubara, respon yang cepat terhadap perubahan beban muatan, penggunaan suhu udara pemanas awal yang tinggi dan lain-lain. 12. Boiler limbah panas, Dimanapun tersedia limbah panas pada suhu sedang atau tinggi, boiler limbah panas dapat dipasang secara ekonomis. Jika kebutuhan steam lebih dari steam yang dihasilkan menggunakan gas buang panas, dapat digunakan burner tambahan yang menggunakan bahan bakar. Jika steam tidak langsung dapat digunakan, steam dapat dipakai untuk memproduksi daya listrik menggunakan generator turbin uap. Hal ini banyak digunakan dalam pemanfaatan kembali panas dari gas buang dari turbin gas dan mesin diesel.
IV-44
13. Pemanas fluida thermis, Pemanas fluida thermis modern berbahan bakar minyak terdiri dari sebuah kumparan ganda, konstruksi tiga pass dan dipasang dengan sistim jet tekanan. Fluida termis, yang bertindak sebagai pembawa panas, dipanaskan dalam pemanas dan disirkulasikan melalui peralatan pengguna. Disini fluida memindahkn panas untuk proses melalui penukar panas, kemudian fluidanya dikembalikan ke pemanas. Aliran fluida termis pada ujung pemakai dikendalikan oleh katup pengendali yang dioperasikan secara pneumatis, berdasarkan suhu operasi. Pemanas beroperasi pada api yang tinggi atau rendah tergantung pada suhu minyak yang kembali yang bervariasi tergantung beban sistim. 2.8.2 Komponen Utama Dalam Boiler Bagian ini menerangkan beberapa komponen utama dalam boiler, yaitu: 1. Water system, a. Economizer : peralatan pada system boiler yang di gunakan untuk pemanasan awal air dari BFWP (boiler feed water pump) sebelum masuk kedalam siklus pemasakan air dalam boiler. b. Steam drum : tempat penampung siklus pemanasan air dalam boiler system, yang digunakan untuk memisahkan wujud fluida, antara yang berwujud air dengan yang berwujud uap (steam). c. Down comer : pipa dari steam drum yang di gunakan untuk mengalirkan air ke water wall dalam siklus pemanasan air boiler. d. Header : pipa penampung pipa-pipa yang lebih kecil penampangnya. e. Water wall : dinding yang berupa deretan pipa tegak yang mengelilingi ruang bakar (furnace), sebagai tempat pemanasan air boiler. 2.
Air and flue gas flow system, a. Furnace : ruangan tempat berlangsungnya pembakaran bahan bakar (batu bara atau solar). b. Air preheater : alat penukar panas yang memanfaatkan flue gas (gas hasil pembakaran), yang digunakan untuk memanaskan udara dari FDF “forced draft fan” sebelum di gunakan untuk proses pembakaran dalam furnace.
IV-45
c. ESP (electro-static presipitator) : alat yang di gunakan untuk menangkap debu-debu batu bara yang terikut dalam hasil pembakaran di furnace batu bara sebelum di buang ke udara bebas. d. Cerobong : alat untuk membuang gas hasil pembakaran ke udara bebas. 3.
Fuel system, a. Coal system. ·
Coal bunker : tempat penampungan batu bara sebelum di masukkan ke proses penggilingan.
·
Feeders : tempat masuknya batu bara, dengan kapasitas yang telah di tentukan.
·
Fan mill : alat yang digunakan untuk proses penggilingan batu bara.
·
Separator : tempat yang digunakan untuk memisahkan antara ukuran batu bara yang dapat di masukkan ke furnace dengan, batu bara yang tidak dapat terbawa hembusan udara panas sehingga akan tergiling kembali di fan mill.
b. Oil system. ·
Oil gun : alat yang di gunakan untuk menembakkan solar dengan cara dikabutkan ke dalam furnace.
·
Ignition Gun : alat yang di gunakan untuk memantikkan api pada kabut solar dalam proses pembakaran awal.
4.
Steam system, a. Superheter : tempat berupa jalur pipa-pipa sebagai proses lanjut dalam pengolahan steam yang memanfaatkan flue gas hasil pembakaran, sehingga di dapat steam untuk proses ke turbin yang sesuai dengan standard yang telah di tentukan. b. First superheter : langkah awal proses pengolahan steam. c. Spraying water desuperheater : alat yang di gunakan untuk mengabutkan air dalam proses pengolahan steam, agar di peroleh temperatur steam yang sesuai dengan ketentuan. d. Secondary superheater : proses lanjut pengolahan steam setelah di semprot dengan air di spraying water desuperheater sehingga temperatur yang disyaratkan supply ke turbin yaitu pada temperatur 420o C - 440o C.
IV-46
2.9 ULTRASONIK UNTUK PROSES PENGOLAHAN BIODIESEL Suara dapat digunakan untuk mempercepat dan mengoptimalkan proses transesterifikasi tanpa pemanasan, sehingga dihasilkan produk biodiesel yang lebih berkualitas karena proses lebih sempurna dan hasil biodiesel lebih besar. Suara dapat digunakan untuk proses kimia dikenal sebagai gelombang ultrasonik dengan rentang frekuensi antara 20 kHz s/d 100 kHz. Gelombang ultrasonik menghasilkan efek kimia dan fisika diakibatkan oleh meledaknya gelembung kavitasi mikro yang disebabkan getaran ultrasonik. Penggunaan ultrasonik dalam produksi biodiesel selain untuk proses transesterifikasi dapat digunakan untuk proses pemisahannya. Tabel 2.14 Perbandingan proses konvensional dengan ultrasonik KONDISI
KONVENSIONAL
ULTRASONIK
Waktu Reaksi
1-6 jam
5-10 menit
Agitasi
Perlu
Tidak perlu
% Methanol
15-20 wt-%
12.5-15 wt-%
% Katalis
1.5-3.0 wt-%
0.5-1.5 wt-%
Sumber: Untoro P., 2008
Teknologi ultrasonik dalam produksi biodiesel memiliki banyak keuntungan yaitu, proses reaksi lebih cepat, proses dingin (tanpa pemanasan), bahan baku yang digunakan lebih sedikit, dan menggunakan energi yang lebih kecil. Secara keseluruhan akan berdampak pada proses produksi yang lebih ekonomis. Proses ultrasonik dalam reaksi transesterifikasi digunakan untuk mempercepat proses menghomogenkan minyak nabati dengan katalis melalui efek kavitasi akibat frekuensi gelombang ultrasonik. Proses pengolahan biodiesel secara konvensional untuk menghomogenkan minyak nabati dengan katalis dilakukan dalam tangki reaktor berpengaduk. Gelombang ultrasonik menciptakan gelembung kecil atau kavitasi mikro yang digunakan untuk menghancurkan komposisi dioksin dan racun mematikan lainnya ketika kavitasi pecah. Pecahnya kavitasi akibat frekuensi tinggi terjadi pada temperatur lebih dari 1.000o C dan tekanan 100 bar. Temperatur dan tekanan yang sangat tinggi dapat menjadi sarana inti untuk mengubah suatu material jauh lebih cepat dibandingkan dengan proses kovensional menggunakan panas dan
IV-47
tekanan tinggi. Teknologi ultrasonik dalam pembuatan biodiesel memerlukan waktu sekitar 10 menit, sedangkan dengan teknik konvensional berlangsung selama 5 jam. Penggunaan reaktor ultrasonik bentuk pipa menyebabkan aliran dan reaksi bahan dapat dilakukan secara kontinyu. Kelebihan tersebut dapat digunakan untuk memproduksi jumlah biodiesel yang sama sehingga dimensi sistem fabrikasi biodiesel dapat direduksi beberapa kali dari sistem yang ada. Proses transesterifikasi bahan-bahan yang memiliki nilai FFA tinggi dapat dilakukan secara berulang ulang dalam bentuk siklus tertutup dan dalam banyaknya siklus yang diinginkan.
2.10 PENELITIAN PENUNJANG Dalam penelitian yang dilakukan oleh Danardono AS, Nandy Putra dan Rita Maria Veranika dalam perancangan dan pengembangan produk vaccine carrierbox dengan mempertimbangkan metode product design dan design for assembly (DFA) pada perancangannya yang bertujuan untuk mendapatkan sejumlah perubahan desain yang secara tidak langsung dapat mengurangi biaya dan waktu, sekaligus memenuhi kebutuhan pelanggan. Hasil perancangan dan analisa DFA pada produk vaccine carrier box, didapatkan total waktu perakitan untuk desain awal adalah sekitar 519 detik dengan nilai efisiensi sekitar 18 % sedangkan total waktu perakitan untuk produk redesain adalah sekitar 405 detik dengan nilai efisiensi 24%. Pada tahun 2008, Adi Pracoyo K. mengembangkan desain sepeda fleksibel atau yang dikenal dengan sepeda flexi. Evaluasi dari desain sepeda flexi sebelumnya memiliki banyak kelemahan yaitu jumlah komponen penyusun terlalu banyak, sehingga bila dilakukan proses perakitan masih membutuhkan waktu yang cukup lama, hal ini mengakibatkan biaya produksi keseluruhan menjadi tinggi. Dalam mengatasi permasalahan tersebut dilakukan perancangan ulang komponen tertentu dengan menggunakan metode design for assembly (DFA). Hasil penelitian ini didapatkan sebuah desain sepeda flexi yang memiliki jumlah komponen 53 komponen, total waktu operasi 447.43 detik, total biaya operasi operator untuk perakitan Rp 1033.29 dan efisiensi desain sebesar 0.315.
IV-48
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bambang Susilo, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang, menerangkan efek aplikasi gelombang ultrasonik untuk transesterifikasi minyak nabati. Dengan menurunkan persamaan simultan laju perubahan trigliserida, digliserida, monogliserida, dan metil ester sebagai fungsi dari waktu, maka prediksi konversi minyak tanaman menjadi biodiesel pada proses transesterifikasi dengan gelombang ultrasonik bisa didapatkan. Model kinetika yang dibangun cukup baik untuk digunakan sebagai model untuk memprediksi konversi minyak sawit menjadi biodiesel. Pengujian dengan data hasil percobaan menunjukkan koefisien determinasi sebesar 97%, di mana nilai tersebut menunjukkan nilai yang cukup baik dari suatu model yang dikembangkan. Hasil penelitian menunjukkan gelombang ultrasonik meningkatkan laju transesterifikasi minyak tanaman menjadi biodiesel. Konversi minyak tanaman menjadi biodiesel dengan penggunaan gelombang ultrasonik lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan pengaduk mekanis. Konversi bisa mencapai 100% dengan waktu proses 1 menit. Konversi tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan pengaduk mekanis yang hanya mampu pada kisaran konversi sekitar 96% dan waktu proses antara 30 menit hingga 2 jam. Laju reaksi transesterifikasi penggunaan gelombang ultrasonik lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan pengaduk mekanis.
IV-49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian ini merupakan proses yang terkait satu sama lain secara sistematis dapat dilihat pada gambar 3.1.
Gambar 3.1 Metodologi penelitian 3.1 STUDI PENDAHULUAN
IV-50
Pada tahap ini diuraikan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, studi pustaka, dan studi lapangan yang dijelaskan, yaitu: 1. Latar belakang, Latar belakang permasalahan pada perancangan ulang alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel yaitu agar dihasilkan rancangan yang mampu dioperasikan secara mobile dan dalam skala kecil. Pemilihan perancangan ulang alat pengolah minyak nabati disebabkan karena alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel berukuran besar sehingga sangat sulit untuk dipindahkan mendekati bahan baku. Selain itu biaya pengadaan maupun pengoperasiannya alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel yang mahal membuat pengguna alat ini yaitu kalangan petani penghasil minyak nabati mengalami kesulitan dalam memproduksi biodiesel. Dalam perancangan ulang alat pengolah minyak nabati ini menggunakan teknologi ultrasonik sehingga dapat meminimasi penggunaan komponen dan dapat menyederhanakan proses perakitan alat. 2. Perumusan masalah, Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalahnya adalah bagaimana merancang ulang alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel menggunakan metode design for assembly (DFA), agar diperoleh spesifikasi ukuran dimensi alat yang dapat dioperasikan dilingkungan petani dan lebih mobile sehingga dapat digunakan di lingkungan petani. 3. Tujuan dan manfaat penelitian, Tujuan penelitian yang telah ditetapkan berdasarkan permasalahan yaitu, mengidentifikasi fungsi alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel desain awal dengan bill of material (BOM), menentukan simplikasi dan kombinasi komponen perancangan ulang alat pengolah minyak nabati dengan morfologi chart, dan menentukan nilai tambah (added value) rancangan alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel. Manfaat penelitian dalam perancangan ulang alat pengolah minyak nabati yang ingin dicapai yaitu, menghasilkan rancangan alat pengolah minyak nabati yang lebih efisien digunakan untuk skala kecil, memperoleh ukuran alat
IV-51
yang lebih rigidtable, dan memperoleh desain rancangan yang dapat digunakan dilingkungan petani penghasil minyak nabati. 4. Studi pustaka, Berdasarkan permasalahan yang telah teridentifikasi pada tahap identifikasi masalah, maka kemudian dilakukan studi pustaka. Studi pustaka dilakukan dengan
membaca
dan
mempelajari
literatur
yang
relevan
dengan
permasalahan yang ada. Studi pustaka dilakukan agar dapat digunakan sebagai panduan informasi untuk mendukung penyelesaian pengolahan data penelitian terhadap studi lapangan. Informasi studi pustaka sangat diperlukan untuk perancangan ulang alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel. 5. Studi lapangan, Studi lapangan dalam perancangan ulang alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel dilakukan selama penelitian, yang dilaksanakan di Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi – BPPT, Serpong. Studi lapangan ini bertujuan untuk mendapatkan data parameter kuantitatif yang digunakan pada pengolahan data selanjutnya, dan juga untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap mengenai alat pengolah minyak nabati.
3.2 PENGUMPULAN DATA Pada tahap ini dilakukan proses pengumpulan data yang digunakan untuk perancangan ulang alat pengolah minyak nabati yang dijelaskan, yaitu: 1. Perbandingan teknologi ultrasonik dan boiler, Perbandingan dilakukan dengan menganalisa teknologi ultrasonik dan boiler dalam proses pengolahan biodiesel hasil pengujian di laboratorium, sehingga akan diketahui teknologi terbaik yang digunakan dalam perancangan ulang alat pengolah minyak nabati. 2. Identifikasi komponen, Identifikasi komponen dilakukan dengan mengamati alat pengolah minyak nabati desain awal yang digunakan di Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi – BPPT, Serpong beserta serangkaian proses operasinya yang kemudian diidentifikasi sebagai acuan dalam perancangan ulang.
IV-52
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data tentang komponen yang digunakan dalam desain awal dan komponen yang dibutuhkan dalam perancangan ulang, mengukur waktu yang dibutuhkan dalam proses perakitannya, dan mencari besarnya prioritas waktu perakitan per komponen. 3. Histogram, Histogram digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang ada dalam alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel, sehingga akan diketahui masalah apa yang paling dominan. Permasalahan-permasalahan tersebut dibagi dalam 4 parameter, yaitu komponen alat pengolah minyak nabati, kapasitas input alat pengolah minyak nabati, proses dari waktu pengolahan, dan pengolah bahan baku minyak nabati. 4. Pemilihan komponen assembly, Pemilihan komponen assembly digunakan untuk mengidentifikasi komponen yang dapat kerjakan untuk mencapai tujuan penelitian dalam perancangan ulang. Intinya adalah mendefinisikan secara jelas komponen apa saja yang dibutuhkan dalam perancangan. 5. Bill of material (BOM), Bill of material dibutuhkan untuk mengidentifikasi komponen alat pengolah minyak
nabati
menjadi
biodiesel
desain
awal
dengan
cara
mengelompokkannya menjadi beberapa kepentingan peralatan.
3.3. PENGOLAHAN DATA Pada tahap ini diuraikan mengenai proses pengolahan data dalam perancangan ulang alat pengolah minyak nabati dengan metode design for assembly (DFA), yaitu: 1. Membangkitkan alternatif atas fungsi, Fungsi operasional yang dibutuhkan selanjutnya dibentuk dari beberapa alternatif perancangan ulang. Alternatif dibentuk dari ide-ide atau kombinasi dari ide-ide. Ide-ide yang tidak memenuhi prasyarat perancangan dibuang. Kombinasi dari
ide menghasilkan beberapa alternatif desain perancangan
ulang alat pengolah minyak nabati yang dapat melaksanakan fungsi untuk mengolah minyak nabati menjadi biodiesel.
IV-53
2. Morfologi chart, Morfologi chart digunakan untuk merumuskan kombinasi yang mungkin dari beberapa komponen perancangan ulang alat pengolah minyak nabati, sehingga akan memunculkan alternatif-alternatif perancangan ulang alat pengolah minyak nabati. 3. Mengevaluasi elemen komponen dalam fungsi, Desain awal yang telah teridentifikasi dibandingkan dengan desain perancangan ulangnya dengan metode design for assembly (DFA). Metode design for assembly (DFA) digunakan untuk menghitung efisiensi desain rancangan, sehingga dapat diketahui tingkat efisiensi desain rancangan. Persamaan tersebut pada dasarnya adalah rasio antara waktu perakitan ideal dan waktu perakitan riil. Waktu ideal ditentukan oleh banyaknya komponen minimum pada rancangan yang baru dalam meminimalkan biaya. 4. Stimulasi atas waktu penyelesaian, Stimulasi atas waktu penyelesaian membandingkan waktu proses penyelesaian perakitan perancangan ulang alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel dan alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel desain awal, sehingga dapat diketahui waktu penyelesaian perakitan rancangan yang lebih cepat. 5. Performansi, Performansi diukur berdasarkan atas tingkat kelebihan dan kekurangan dari alternatif-alternatif perancangan ulang alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel yang dipilih. 6. Menentukan biaya design for assembly (DFA), Pada tahap menentukan biaya design for assembly (DFA) dilakukan dengan membandingkan biaya perancangan alat pengolah minyak nabati desain awal dan alternatif perancangan ulangnya. Biaya perancangan meliputi biaya bahan baku dan biaya operasi perakitan. 7. Pemilihan alternatif, Ukuran performansi fungsi dan masing-masing alternatif alat pengolah minyak nabati dapat diketahui dengan menggunakan efisiensi, selanjutnya dapat dihitung nilai (value) dan masing-masing alternatif alat pengolah minyak nabati. Tahap ini diperlukan informasi tambahan untuk memperkuat
IV-54
ide-ide kreatif dan membuat evaluasi dari seorang pakar. Pemilihan alternatif tersebut menggunakan matriks perbandingan pasangan (pairwise comparison), Langkah-langkah dalam tahap pemilihan alternatif, sebagai berikut: a. Menyusun kriteria desain, Krieria desain disusun berdasarkan hasil penelitian yang disetujui pihak pakar. Pihak pakar adalah orang ahli dalam bidang pengolahan minyak nabati menjadi biodiesel dari Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir – BATAN, Serpong. Penyusunan kriteria digunakan sebagai pertimbangan dalam pemilihan desain alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel. b. Menyusun matrik perbandingan pasangan kriteria desain, Penyusunan matrik perbandingan pasangan dengan menilai tiap pasangan kriteria desain berdasarkan data kuesioner dari pihak pakar. Penilaian menggunakan ukuran skala 1 sampai 9 yang ditransformasikan dalam bentuk matrik untuk analisis numerik. Analisis numerik dilakukan dengan menghitung bobot dan uji konsistensi matrik tersebut. Perhitungan bobot melalui beberapa langkah yaitu, menjumlahkan tiap kolom matrik, mencari matrik normalisasi, dan mencari nilai eigenvector. Uji konsistensi matrik melalui beberapa langkah yaitu, menghitung λmak, menghitung CI, dan menghitung CR. Matrik dinyatakan konsisten bila nilai CR kurang dari 10%. c. Menyusun matrik perbandingan pasangan alternatif, Penyusunan matrik perbandingan pasangan dengan menilai tiap pasangan alternatif berdasarkan kriteria desain yang telah disusun. Penilaian menggunakan ukuran skala 1 sampai 9 yang ditransformasikan dalam bentuk matrik untuk analisis numerik. Analisis numerik dilakukan dengan menghitung bobot dan uji konsistensi matrik tersebut. Perhitungan bobot melalui beberapa langkah yaitu, menjumlahkan tiap kolom matrik, mencari matrik normalisasi, dan mencari nilai eigenvector. Uji konsistensi matrik melalui beberapa langkah yaitu, menghitung λmak, menghitung CI, dan menghitung CR. Matrik dinyatakan konsisten bila nilai CR kurang dari 10%. Nilai bobot alternatif tersebut kemudian diringkas dalam matrik preferensi.
IV-55
d. Menghitung bobot keseluruhan alternatif, Menghitung bobot keseluruhan untuk mencari nilai performansi alternatif dengan cara mengalikan bobot kriteria desain dengan matriks preferensi alternatif. e. Merangking alternatif keputusan, Bobot keseluruhan alternatif diketahui maka selanjutnya merangking alternatif berdasarkan nilai terbesar ke nilai terkecil, sehingga didapatkan alternatif desain dengan nilai performansi terbaik. Desain tersebut selanjutnya dipilih sebagai desain rancangan alat pengolah minyak nabati. 8. Rekayasa nilai, Perancangan produk terbaik selesai dalam pengertian bahwa tahap rancangan akan memasuki tahap implementasi, maka dilakukan estimasi dan analisa nilai. Estimasi nilai ini dilakukan untuk menaksir seberapa besar tingkat nilai tambah (added value) rancangan yang dipilih untuk memenuhi efisiensi.
3.4 ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada tahap ini dilakukan analisis dan interpretasi hasil penelitian untuk menelaah hasil yang telah diperoleh dari penelitian. Analisis dan interpretasi hasil penelitian dilakukan terhadap hasil pengumpulan dan pengolahan data pada perancangan ulang alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel yang telah dilakukan.
3.5 KESIMPULAN DAN SARAN Pada tahap ini akan membahas kesimpulan dari hasil pengolahan data dengan memperhatikan tujuan penelitian dan saran yang disampaikan untuk alat pengolah minyak nabati dan praktisi yang tertarik dalam bidang pengembangan alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel.
IV-56
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 PENGUMPULAN DATA Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data perbandingan teknologi ultrasonik dan boiler, identifikasi komponen alat pengolah minyak nabati, permasalahan dalam proses perancangan alat pengolah minyak nabati, dan pemilihan komponen assembly alat pengolah minyak nabati. Pengumpulan data dijelaskan lebih jelas pada sub-sub bab berikut.
4.1.1 Perbandingan Teknologi Ultrasonik Dan Boiler Berdasarkan pada metodologi penelitian langkah awal dalam perancangan ulang alat pengolah minyak nabati, terlebih dahulu melakukan perbandingan teknologi ultrasonik dan boiler dalam proses pengolahan biodiesel. Perbandingan teknologi ultrasonik dan boiler selanjutnya akan menentukan teknologi terbaik yang akan digunakan dalam perancangan ulang alat pengolah minyak nabati. Adapun data teknologi ultrasonik dan boiler diperoleh dari hasil penelitian pada proses pengolahan dan produk biodiesel skala laboratorium yang dilakukan di Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi – BPPT, Serpong. Data perbandingan teknologi ultrasonik dan boiler dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Perbandingan teknologi ultrasonik dan boiler Kondisi
Ultrasonik
Boiler
5-10 menit
1-5 jam
% Metanol
12.5-15 wt-%
15-20 wt-%
% Katalis
0.5-1.5 wt-%
1.5-3.0 wt-%
Dingin
Panas
Tidak perlu
Perlu
Kebutuhan daya
500 W
5 kW
Energi yang dikeluarkan Kualitas biodiesel yang dihasilkan: · Nilai viskositas · Angka asam · Gliserol total · Gliserol bebas
20 kHz
150 kg uap/jam
5.218 cSt 0.0963 mg 0.24 % 0.018 %
5.745 cSt 0.501 mg 0.24 % 0.019 %
Waktu reaksi
Proses reaksi Agitasi
Sumber: Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi, 2008
IV-57
Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa teknologi ultrasonik memiliki keunggulan dari boiler diantaranya yaitu, teknologi ultrasonik memiliki waktu reaksi yang lebih singkat, penggunaan metanol dan katalis yang lebih sedikit, kebutuhan daya yang lebih kecil, dan kualitas biodiesel yang dihasilkan lebih baik. Sedangkan parameter keunggulan kualitas biodiesel yang dihasilkan dengan teknologi ultrasonik dapat dilihat dari nilai viskositas, angka asam, dan gliserol bebasnya.
4.1.2 Identifikasi Komponen Alat Pengolah Minyak Nabati Identifikasi komponen yang menjadi dasar dalam penentuan langkah penelitian dengan mendeskripsikan komponen pada alat pengolah minyak nabati desain awal dan menentukan komponen yang digunakan pada perancangan alat pengolah minyak nabati, sebagai berikut: 1. Boiler, Boiler ditempatkan dalam ruangan yang terpisah dari alat utama karena harus dijauhkan dari bahan yang mudah terbakar, seperti metanol. Sedangkan uap air yang diproduksi boiler didistribusikan melalui pipa ke steam header yang selanjutnya didistribusikan ke peralatan-peralatan proses. Boiler yang digunakan memiliki kapasitas minimal 150 kg uap/jam, tekanan maksimal 8 kgf/cm2, dan bahan bakar solar. Boiler dilengkapi dengan pompa air umpan (feedwater pump), katup pengaman, level control, pressure gauge, pressure switch, panel box, dan cerobong. Pada diagram alir proses (proses flow diagram) pada bab 2, alat pengolah minyak nabati yang digunakan sebagai acuan adalah alat yang dikembangkan di Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi – BPPT, Serpong. Gambar struktur alat pengolah minyak nabati dapat dilihat pada gambar 4.1 dan gambar 4.2.
IV-58
Gambar 4.1 Struktur alat pengolah minyak nabati desain awal (tampak depan) Sumber: Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi, 2008
Gambar 4.2 Struktur alat pengolah minyak nabati desain awal (tampak belakang) Sumber: Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi, 2008
Keterangan gambar 4.1 dan gambar 4.2 beserta fungsinya, yaitu: 1. Tangki minyak kotor, berfungsi sebagai tempat penyimpanan minyak nabati yang masih kotor. 2. Pompa minyak, berfungsi untuk mengalirkan minyak pada proses pretreatment minyak nabati. 3. Press filter, berfungsi untuk menyaring kotoran-kotoran dalam minyak nabati yang masih kotor.
IV-59
4. Tangki minyak bersih, berfungsi sebagai tempat penyimpanan minyak nabati setelah melalui press filter. 5. Tangki katalis, berfungsi sebagai tempat penyimpanan dan pencampuran katalis (metanol dan NaOH). 6. Pompa katalis, berfungsi untuk mengalirkan katalis pada proses pretreatment katalis. 7. Kondenser katalis, berfungsi sebagai alat penukar panas yang terjadi pada tangki katalis. 8. Tangki reaktor, berfungsi sebagai tempat berlangsungnya reaksi antara minyak nabati dan katalis yang menghasilkan biodiesel dan gliserol. 9. Pompa reaktor, berfungsi untuk mengalirkan minyak dan katalis pada proses reaction. 10. Kondenser reaktor, berfungsi sebagai alat penukar panas yang terjadi pada tangki reaktor. 11. Tangki evaporator 1, berfungsi sebagai tempat penguapan excess metanol yang masih terbawa oleh gliserol. 12. Pompa evaporator 1, berfungsi untuk mengalirkan gliserol pada proses evaporasi tahap 1. 13. Kondenser evaporator 1, berfungsi sebagai alat penukar panas yang terjadi pada tangki evaporator 1. 14. Tangki evaporator 2, berfungsi sebagai tempat penguapan excess metanol yang masih terbawa oleh biodiesel. 15. Pompa evaporator 2, berfungsi untuk mengalirkan biodiesel pada proses evaporasi tahap 2. 16. Kondenser evaporator 2, berfungsi sebagai alat penukar panas yang terjadi pada tangki evaporator 2. 17. Tangki pencuci, berfungsi sebagai tempat pencucian biodiesel. Pencucian dilakukan menggunakan air panas. 18. Pompa pencuci, berfungsi untuk mengalirkan biodiesel pada proses washing. 19. Tangki pengering, berfungsi sebagai tempat pengeringan biodiesel setelah melalui proses washing.
IV-60
20. Pompa pengering, berfungsi untuk mengalirkan biodiesel pada proses drying. 21. Pompa vakum, berfungsi untuk mengalirkan air yang tercampur dalam biodiesel ke kondenser vakum. 22. Kondenser vakum, berfungsi sebagai alat pelepas butiran-butiran air ke udara dari proses drying. 23. Product filter, berfungsi untuk membersihkan biodiesel hasil proses sebelum ditampung dalam tangki penyimpanan biodiesel. 24. Tangki air panas, berfungsi sebagai tempat penyimpanan air panas. 25. Pompa air panas, berfungsi untuk mengalirkan air panas pada proses washing. 26. Steam header, berfungsi untuk mendistribusikan uap air dari boiler ke peralatan proses. Waktu perakitan tiap komponen alat pengolah minyak nabati didapatkan dari waktu riil perakitan di tempat penelitian dengan menggunakan alat ukur stopwatch. Kemudian dicari prioritas waktu perakitan tiap komponen agar diketahui komponen mana yang memiliki prioritas waktu perakitan yang terbesar. Waktu riil perakitan diukur dari waktu handling sampai waktu insertion tiap komponen. Komponen dan waktu perakitan alat pengolah minyak nabati dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Komponen dan waktu perakitan alat pengolah minyak nabati desain awal No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Komponen Boiler Rangka utama Tangki minyak kotor Tangki minyak bersih Filter tekan Pompa minyak Tangki pencampuran katalis Kondensor pencampur katalis Pompa pencampur katalis Tangki reaktor Kondensor reaktor
Waktu perakitan (menit) 25.35 25.35 4.55 4.55 4.55 2.15
Prioritas waktu perakitan per komponen 0.12 0.12 0.02 0.02 0.02 0.01
4.55
0.02
2.15
0.01
2.15
0.01
4.55 2.15
0.02 0.01
IV-61
Lanjutan tabel 4.2 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Pompa reaktor Tangki evaporator 1 Pompa evaporator 1 Kondensor evaporator 1 Tangki evaporator 2 Pompa evaporator 2 Kondensor evaporator 2 Tangki pencuci Pompa tangki pencuci Tangki pengering vakum Pompa pengering Pompa vakum Kondensor vakum Filter produk Tangki air panas Pompa air panas Pompa air pendingin Steam header Pemipaan Subdistribution panel Total :
2.15 4.55 2.15 2.15 4.55 2.15 2.15 4.55 2.15
0.01 0.02 0.01 0.01 0.02 0.01 0.01 0.02 0.01
4.55
0.02
2.15 2.15 2.15 4.55 4.55 2.15 2.15 2.15 43.70 25.35 204
0.01 0.01 0.01 0.02 0.02 0.01 0.01 0.01 0.21 0.12 1
Perhitungan prioritas waktu perakitan per komponen didapatkan dari hasil pembagian waktu operasi perakitan per komponen dengan total waktu perakitan. Contoh perhitungan: Prioritas waktu operasi perakitan per komponen =
=
Waktu peraki tan boiler Total waktu peraki tan 25.35 204
= 0.12 2. Ultrasonik, Konsep desain perancangan alat pengolah minyak biodiesel dengan ultrasonik bekerja secara kontinyu mulai dari tangki bahan hingga pemisahan produk (biodiesel) dengan gliserol dan sisa-sisa bahan katalis dengan kapasitas produksi 100 liter/batch. Konsep desain perancangan alat pengolah minyak nabati dapat dilihat pada gambar 4.3.
IV-62
Gambar 4.3 Konsep desain perancangan alat pengolah minyak nabati Pada gambar 4.3 dapat dilihat bahwa konsep desain alat pengolah minyak nabati mengeliminasi penggunaan boiler
pada alat sebelumnya dan
menggantikannya dengan teknologi ultrasonik. Sehingga komponen-komponen tangki evaporator, pompa evaporator, kondensor, dan steam header dapat dihilangkan. Penggunaan teknologi ultrasonik dapat juga digunakan dalam proses washing dan proses drying sehingga komponen pada proses tersebut dapat dihilangkan. Berbeda dengan alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel dengan menggunakan boiler, dalam sistem ini energi terkonsentrasi pada volume bahan baku dalam reaktor sehingga dalam waktu yang sama produk yang dihasilkan berlipat. Dalam pengoperasian maksimum panas yang dihasilkan tidak lebih dari 80o C. Bagian utama perancangan alat pengolah minyak nabati adalah reaktor ultrasonik. Energi kavitasi yang dihasilkan ultrasonik pada frekuensi hingga 20 kHz dapat membuat bahan minyak dengan katalisator secara cepat bereaksi membentuk biodiesel dan gliserol yang kemudian dipisahkan pada proses selanjutnya.
IV-63
Berdasarkan konsep desain perancangan ulang alat pengolah minyak nabati, komponen-komponen yang digunakan dideskripsikan menjadi 4 macam meliputi mekanik, kontrol, elektrik, dan plumbing. Deskripsi komponen perancangan ulang alat pengolah minyak nabati dapat dilihat pada tabel 4.3. Tabel 4.3 Komponen perancangan alat pengolah minyak nabati dengan ultrasonik
Mekanik Kode Kontrol Feedstock tank M1 Sight glass indicator Catalyst tank M2 Termokopel Ultrasonik reaktor M3 Kontrol motor DC Pompa M4 Kontrol motor AC Static stirrer M5 Pressure gauge Rangka M6 Kontrol fluida
Kode C1 C2 C3 C4 C5 C6
Elektrik Distribution panel Adaptor Motor DC Heater Trafo step down Motor AC Tranduser ultrasonik
Kode E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7
Plumbing Kode Selang P1 Pipa SS P2 Shock sambungan P3 Shock L P4 Shock T P5 Kran P6
Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa komoponen mekanik terdiri dari komponen tangki minyak, tangki katalis, reaktor ultrasonik, pompa, stirrer, dan rangka utama. Untuk komponen kontrol terdiri dari komponen sight glass indicator, termokopel, kontrol motor DC, kontrol motor AC, pressure gauge, dan kontrol fluida. Untuk komponen elektrik terdiri dari komponen distribution panel, adaptor, motor DC, heater, trafo step down, motor AC, dan tranduser ultrasonik. Sedangkan untuk komponen plumbing terdiri dari komonen selang, pipa, shock sambungan, shock L, shock T, dan kran.
4.1.3 Permasalahan Dalam Proses Perancangan Alat Pengolah Minyak Nabati Sebelum sampai pada tahap perancangan, sebaiknya dibuat tabel permasalahan yang mendukung untuk perancangan ulang alat pengolah minyak nabati, agar diketahui permasalahan yang terjadi dalam pengoperasian alat pengolah minyak nabati. Parameter permasalahan dalam alat pengolah minyak nabati, yaitu:
IV-64
1. Komponen alat pengolah minyak nabati, ·
Kesulitan dalam pengoperasian, penggunaan komponen yang berbeda dalam tiap proses pengolahan pada alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel membuat alat rumit untuk dioperasikan karena pengaturan tiap komponen tidak mudah.
·
Tidak mobile, ukuran alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel yang besar membuat alat ini tidak mudah dipindah-pindahkan.
·
Pengadaan peralatan tidak murah, pengadaan alat pengolahan minyak nabati menjadi biodiesel membutuhkan biaya sebesar 300 – 310 juta rupiah.
2. Kapasitas input alat pengolah minyak nabati , ·
Membutuhkan energi besar, pengoperasian alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel membutuhkan daya listrik sebesar 15 kW.
3. Proses dari waktu pengolahan, ·
Proses pengolahan panjang, proses pengolahan biodiesel pada alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel ini membutuhkan waktu selama 8-9 jam/batch.
·
Proses perakitan lama, penggunaan komponen proses yang banyak membuat proses perakitan pada alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel ini menjadi lama.
4. Pengolah bahan baku minyak nabati, ·
Bahan baku tidak mudah diperoleh, lokasi pabrik pengolah biodiesel yang tidak berdekatan dengan lingkungan petani pengolah minyak nabati.
Permasalahan pada alat pengolah minyak nabati ditinjau dari segi kemudahan dirakit dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4 Daftar tingkat masalah pada perancangan alat pengolah minyak nabati No
Parameter
Resistensi Alat Terhadap Memudahkan Alat Dalam Perakitan 3
1
Komponen alat pengolah minyak nabati
2
Kapasitas input alat pengolah minyak nabati
1
3 4
Proses dari waktu pengolahan Pengolah bahan baku minyak nabati
2 1
IV-65
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa permasalahan pada perancangan alat pengolah minyak nabati ditinjau dari segi kemudahan perakitan yang paling dominan adalah parameter komponen alat pengolah minyak nabati dengan 3 resistensi, sedangakan parameter proses dari waktu pengolahan berada di urutan kedua dengan 2 resistensi yang diikuti oleh parameter kapasitas input alat pengolah minyak nabati dan parameter pengolah bahan baku minyak nabati di urutan ketiga dan keempat dengan 1 resistensi. Pada gambar 4.4 ditampilkan grafik histogram permasalahan dalam proses perancangan alat pengolah minyak nabati untuk memperjelas dan mempermudah pembacaan data. Permasalahan Dalam Proses Perancangan Alat Pengolah Minyak Nabati
Frekuensi
4 3 2 1 0 Komponen
Kapasitas input
Proses dari waktu
Bahan baku
Parameter
Gambar 4.4 Histogram permasalahan alat pengolah minyak nabati Gambar 4.4 menunjukkan bahwa permasalahan tertinggi pada perancangan alat pengolah minyak nabati yaitu pada komponen alat pengolah minyak nabati dengan 3 resistensi. Data permasalahan tersebut digunakan untuk menentukan langkah penyelesaian dalam perbaikan perancangan alat pengolah minyak nabati.
4.1.4 Pemilihan Komponen Assembly Alat Pengolah Minyak Nabati Berdasarkan identifikasi komponen perancangan alat pengolah minyak nabati yang telah terdeskripsi, langkah selanjutnya adalah menganalisa dan memilih komponen dalam suatu perakitan (assembly). Pemilihan komponen assembly perancangan ulang alat pengolah minyak nabati dapat dilihat pada tabel 4.5.
IV-66
Tabel 4.5 Pemilihan komponen assembly perancangan alat pengolah minyak nabati
IV-67
Sebelum melakukan tahap perancangan alat pengolah minyak nabati sebaiknya mengetahui hubungan tiap komponen dalam perancangan, sehingga akan didapatkan komponen yang sesuai untuk dikembangkan. Keputusan pemilihan
berdasarkan
perakitan
(assembly)
antar
komponen,
dengan
pertimbangan apakah komponen tersebut memiliki hubungan dengan komponen lain ketika dirakit. Contoh untuk komponen tangki minyak ketika dirakit dengan komponen kontrol pemanas, komponen heater, dan komponen kran memiliki hubungan yang kuat sehingga keputusan yang diambil adalah ”dipilih”.
4.1.5 Bill of Material (BOM) Material penyusun produk (bill of material) pada alat pengolah minyak nabati desain awal terdiri dari komponen boiler, peralatan utama, peralatan pendukung, komponen kelistrikan, pemipaan, dan rangka utama. Seluruh komponen tersebut dirangkai menjadi satu. Bill of material alat pengolah minyak nabati dapat dilihat pada gambar 4.5.
Gambar 4.5 Bill of material alat pengolah minyak nabati
IV-68
Gambar 4.5 bill of material alat pengolah minyak nabati dijelaskan dari setiap komponen penyusun beserta fungsinya, yaitu: 1. Alat pengolah minyak nabati, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun yang berfungsi sebagai alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel. 2. Rangka utama, berfungsi sebagai penyangga komponen penyusun alat pengolah minyak nabati. Rangka utama alat pengolah minyak nabati dapat dilihat pada gambar 4.5. 3. Pemipaan, serangkaian gabungan beberapa komponen yang berfungsi sebagai penghubung antar peralatan proses. 4. Kelistrikan, serangkaian komponen yang berfungsi untuk menyalurkan tenaga listrik ke peralatan-peralatan proses dari sumber listrik. 5. Boiler, berfungsi sebagai komponen penghasil uap air dalam proses. Bill of material boiler dapat dilihat pada gambar 4.6.
Gambar 4.6 Rangka utama alat pengolah minyak nabati 6. Peralatan utama, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun alat pengolah minyak nabati digunakan secara langsung dalam proses. Peralatan utama terbagi dalam 4 macam yaitu, pretreatment system, reaction system, washing system, dan drying system. Bill of material dari komponen pretreatment system dapat dilihat pada gambar 4.8. Bill of material dari komponen reaction system dapat dilihat pada gambar 4.9. Bill of material dari komponen washing system dan drying system dapat dilihat pada gambar 4.10. 7. Peralatan pendukung, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun alat pengolah minyak nabati yang digunakan sebagai pendukung peralatan utama. Bill of material peralatan pendukung dapat dilihat pada gambar 4.11.
IV-69
Gambar 4.7 Bill of material boiler Gambar 4.7 bill of material boiler dijelaskan dari masing-masing komponen penyusun beserta fungsinya, yaitu: 1. Water system, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun boiler yang berfungsi dalam penanganan air. 2. Air and flue system, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun boiler yang berfungsi untuk mengeluarkan udara panas. 3. Fuel system, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun boiler yang berfungsi dalam penanganan bahan bakar. 4. Steam system, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun boiler yang berfungsi dalam penanganan uap air. 5. Safety system, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun boiler yang berfungsi untuk keamanan.
IV-70
Gambar 4.8 Bill of material pretreatment system
IV-71
Gambar 4.9 Bill of material reaction system
IV-72
Gambar 4.8 bill of material pretreatment system dijelaskan dari masingmasing komponen penyusun beserta fungsinya, yaitu: 1. Oil system, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun pretreatment system yang berfungsi dalam penanganan bahan baku minyak nabati. 2. Catalyst system, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun pretreatment system yang berfungsi dalam penanganan bahan baku katalis metanol dan NaOH. Gambar 4.9 bill of material reaction system dijelaskan dari masing-masing komponen penyusun beserta fungsinya, yaitu: 1. Reaction system, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun reaction system yang berfungsi dalam proses reaksi minyak nabati dan katalis. 2. Evaporasi 1 system, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun reaction system yang berfungsi dalam penanganan excess metanol yang masih tercampur dalam gliserol. 3. Evaporasi 2 system, serangkaian gabungan beberapa komponen penyusun reaction system yang berfungsi dalam penanganan excess metanol yang masih tercampur dalam biodiesel.
Gambar 4.10 Bill of material washing system dan drying system
IV-17
Gambar 4.11 Bill of material peralatan pendukung Gambar 4.11 bill of material peralatan pendukung dijelaskan dari masingmasing komponen penyusun beserta fungsinya, yaitu: 1. Storage system, serangkaian gabungan beberapa komponen pendukung yang berfungsi sebagai tampat penyimpanan bahan baku dan biodiesel. 2. Hot water system, serangkaian gabungan beberapa komponen pendukung yang berfungsi
dalam
penanganan
hot
water
dari
penyimpanan
sampai
distribusinya. 3. Cooling water system, serangkaian gabungan beberapa komponen pendukung yang berfungsi dalam penanganan cooling water dari penyimpanan sampai distribusinya. 4. Steam header system, komponen pendukung yang berfungsi untuk mendistribusikan uap air ke peralatan-peralatan proses.
IV-18
4.2 PENGOLAHAN DATA Pada tahap ini diuraikan mengenai proses pengolahan data dalam perancangan ulang alat pengolah minyak nabati dengan metode design for assembly (DFA).
4.2.1 Membangkitkan Alternatif Atas Fungsi Alat Pengolah Minyak Nabati Alternatif perancangan ulang alat pengolah minyak nabati selanjutnya diseleksi. Pencarian alternatif ini dilakukan dengan mengadakan diskusi dengan pakar alat pengolah minyak nabati. Setelah dilakukan penelitian di lapangan, diperoleh pembangkitan alternatif komponen perancangan ulang alat pengolah minyak nabati dapat dilihat pada tabel 4.6. Tabel 4.6 Pembangkitan alternatif komponen perancangan ulang alat pengolah minyak nabati Komponen Tangki minyak Komponen Tangki katalis Komponen Pompa
Solusi 1 Solusi 1 Solusi 1 2 Solusi 1 2
Kapasitas dan bahan tangki minyak 100 liter stainless steel Kapasitas dan bahan tangki katalis 25 liter stainless steel Klasifikasi dan bahan pompa Sentrifugal kapasitas rendah stainless steel Sentrifugal kapasitas tinggi stainless steel Model dan bahan reaktor ultrasonik Single pipe stainless steel Double pipe stainless steel
Komponen Stirrer Komponen Pipa
Solusi 1 Solusi 1 2
Model dan bahan stirrer Static stirrer stainless steel Bahan pipa Stainless steel Galvanis
Komponen
Solusi
Komponen Reaktor ultrasonik
Rangka
Bahan rangka
1
Apollo steel
Komponen perancangan ulang alat pengolah minyak nabati disesuaikan dengan kondisi di lingkungan petani. Pembangkitan alternatif komponen perancangan ulang alat pengolah minyak nabati dijelaskan, sebagai berikut: 1. Komponen tangki minyak Komponen tangki minyak diperlukan sebagai tempat penyimpan minyak nabati yang diproses menjadi biodiesel. Konstruksi tangki yang dipilih terbuat
IV-19
dari pelat stainless steel dengan kapasitas maksimum tangki sebesar 100 liter ini disebabkan karena pelat stainles steel dapat tahan terhadap karat dan mudah untuk dibentuk. Agar menjamin suhu optimal minyak nabati sebelum dicampur dengan katalis didalam tangki dipasangkan sebuah pemanas (heater) yang dikontrol secara otomatis dengan temperatur berkisar 70o C hingga 80o C. 2. Komponen tangki katalis Komponen tangki katalis didesain sama dengan tangki minyak dengan konstruksi tangki terbuat dari pelat stainless steel dengan kapasitas maksimum tangki sebesar 25 lt ini disebabkan karena pelat stainles steel dapat tahan terhadap karat dan mudah untuk dibentuk. Berbeda dengan tangki minyak, didalam tangki katalis ini tidak dilengkapi dengan pemanas ini disebabkan karena katalis yang digunakan dapat bereaksi dengan suhu panas. Homogenisasi
campuran
katalis
didalam
tangki
dilakukan
dengan
menggunakan dinamik stirrer yang dapat dikontrol baik mode gerakan maupun kecepatan rotasinya. 3. Komponen pompa Komponen pompa yang diusulkan dalam perancangan ulang alat pengolah minyak nabati ini yaitu jenis pompa sentrifugal stainless steel dengan dua klasifikasi pilihan meliputi kapasitas rendah dan tinggi. Keuntungan menggunakan pompa sentrifugal dibandingkan jenis pompa lain yaitu harga lebih murah, operasional paling mudah, aliran fluida seragam dan halus, kehandalan dalam operasi, dan biaya pemeliharaan rendah. Alasan penggunaan bahan stainless steel karena bahan ini mempunyai sifat kuat, tahan lama, dan tidak mudah berkarat. Tetapi bahan stainless steel mempunyai berat yang hampir sama dengan besi. Komponen pompa yang diusulkan dalam penelitian ini, yaitu: a. Pompa sentrifugal kapasitas rendah, Komponen dalam pompa sentrifugal kapasitas rendah ini didesain dari bahan stainless steel, sehingga cocok digunakan untuk fluida yang bersifat korosit. Pompa ini memiliki kapasitas untuk mengalirkan fluida kurang dari 20 m3/jam sehingga daya listrik yang dibutuhkan pompa ini kecil.
IV-20
b. Pompa sentrifugal kapasitas tinggi, Komponen dalam pompa sentrifugal kapasitas tinggi ini didesain dari bahan stainless steel sehingga cocok digunakan untuk fluida yang bersifat korosit. Kelebihan pompa ini, yaitu dapat lebih banyak mengalirkan fluida dengan kapasitas lebih dari 60 m3/jam. Tetapi pompa ini memerlukan daya listrik yang besar untuk mengoperasikannya. 4. Komponen reaktor ultrasonik Komponen reaktor ultrasonik dalam perancangan ulang alat pengolah minyak nabati sangat penting karena berfungsi dalam proses reaksi minyak nabati dengan katalis yang merupakan proses utama dari alat ini. Komponen reaktor ultrasonik yang diusulkan dalam penelitian ini, yaitu: a. Reaktor ultrasonik single pipe, Reaktor ini hanya terdiri dari satu pipa tunggal yang merupakan konstruksi utama dalam komponen ini. Pada bagian ini terjadi proses kavitasi dalam minyak yang diakibatkan oleh getaran ultrasonik pada ujung probe yang tidak lain adalah proses reaksi pembentukan biodiesel. Kelebihan reaktor ultrasonik single pipe adalah proses reaksi lebih cepat karena tidak melalui pipa pendingin. Kekurangannya adalah biodiesel yang dihasilkan memiliki suhu yang berbeda-beda. b. Reaktor ultrasonik double pipe, Reaktor ini terdiri dari dua bagian yang memiliki fungsi tertentu. Bagian bawah merupakan konstruksi dua pipa stainless steel yang dipasangkan secara konsentris. Pipa terluar membentuk heat exchanger dengan aliran fluida pendingin berlawanan arah dengan aliran minyak. Bagian kedua terdiri dari pipa tunggal berfungsi dalam proses kavitasi yang diakibatkan oleh getaran ultrasonik merupakan proses pembentukan biodiesel.. Kelebihan reaktor ultrasonik double pipe adalah biodiesel yang dihasilkan memiliki suhu yang seragam. Kekurangan reaktor ultrasonik double pipe adalah reaksi lebih lama karena melalui pipa pendingin terlebih dahulu. 5. Komponen stirrer Komponen stirrer yang diusulkan yaitu terbuat dengan bahan stainless steel dengan ketebalan 1,5 mm ini disebabkan karena bahan stainless steel tahan
IV-21
terhadap karat dan mudah untuk dibentuk. Stirrer ini didesain khusus dimana dalam operasinya tidak menggunakan energi dari luar (static). Keunggulan penggunaan static stirrer adalah proses pencampuran bahan baku dapat mencapai lebih dari 75 % dan dilengkapi dengan kain screen yang berfungsi sebagai filter, tetapi dalam proses pembuatannya sangat sulit serta memerlukan suatu ketelitian dan ketepatan. 6. Komponen pipa Komponen pipa yang diusulkan terbuat dari bahan stainless steel atau galvanis. Alasan penggunaan bahan ini adalah karena besi mudah berkarat, tidak tahan lama, dan untuk segi kosmetik tidak bagus. Pipa stainless steel mempunyai sifat kuat, tahan lama, dari segi kosmetik bagus (mengkilap) dan tidak mudah berkarat, tetapi disamping itu bahan ini mempunyai berat yang hampir sama dengan besi. Pipa galvanis mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pipa stainles steel, yaitu lebih tahan terhadap suhu panas dan mempunyai berat yang lebih ringan, tetapi disamping itu bahan ini mempunyai harga yang lebih mahal dibandingkan stainless steel. Komponen pipa yang diusulkan dalam penelitian ini, yaitu: a. Pipa, Komponen ini dibuat dari bahan stainless steel atau galvanis dengan panjang 13 cm, diameter 1.5 inchi, schedule 18, dan pada bagian ujung pipa dibuat ulir dengan panjang 1.5 cm agar mudah dipasangkan dengan shock. b. Shock T, Komponen ini dibuat dari bahan stainless steel atau galvanis dengan diameter 1.5 inchi dan schedule 18. Shock digunakan sebagai sambungan pipa agar mudah dirakit yang berbentuk T. c. Shock L, Komponen ini dibuat dari bahan stainless steel atau galvanis dengan diameter 1.5 inchi dan schedule 18. Shock ini digunakan sebagai penghubung pipa agar mudah dirakit yang berbentuk L.
IV-22
d. Shock sambungan, Komponen ini dibuat dari bahan stainless steel atau galvanis dengan diameter 1.5 inchi dan schedule 18. Shock sambungan digunakan sebagai sambungan pipa agar mudah untuk dirakit. 7. Rangka Komponen rangka yang diusulkan dalam perancangan ulang alat pengolah minyak nabati terbuat dari bahan apollo steel. Alasan penggunaan bahan ini adalah karena apollo steel mudah untuk dibentuk sesuai dengan kebutuhan, kuat menahan beban yang berat, dan mudah untuk didapat selain itu harganya cukup terjangkau bagi para petani.
4.2.2 Morfologi Chart Alat Pengolah Minyak Nabati Alternatif komponen perancangan ulang alat pengolah minyak nabati yang telah dimunculkan tersebut kemudian dikombinasikan sehingga akan didapatkan alternatif-alternatif perancangan ulang alat pengolah minyak nabati yang baru. Kombinasi
dari
alternatif-alternatif
tersebut
akan
menghasilkan
1 x 1 x 2 x 2 x 1 x 2 x 1 = 8 alternatif desain pengembangan alat pengolah minyak nabati dapat dilihat pada tabel 4.7. Tabel 4.7 Alternatif desain pengembangan alat pengolah minyak nabati No 1
Alternatif Alternatif I
2
Alternatif II
3
Alternatif III
4
Alternatif IV
5
Alternatif V
Keterangan Tangki minyak stainless steel-tangki katalis stainless steel -pompa sentrifugal kapasitas rendah-reaktor ultrasonik single pipe stainless steel-static stirrer stainless steel-pipa stainless steel- rangka apollo steel Tangki minyak stainless steel-tangki katalis stainless steel -pompa sentrifugal kapasitas tinggi-reaktor ultrasonik single pipe stainless steel-static stirrer stainless steel-pipa stainless steel-rangka apollo steel Tangki minyak stainless steel-tangki katalis stainless steel -pompa sentrifugal kapasitas rendah-reaktor ultrasonik double pipe stainless steel-static stirrer stainless steel-pipa stainless steel-rangka apollo steel Tangki minyak stainless steel-tangki katalis stainless steel -pompa sentrifugal kapasitas tinggi-reaktor ultrasonik double pipe stainless steel-static stirrer stainless steel-pipa stainless steel-rangka apollo steel Tangki minyak stainless steel-tangki katalis stainless steel -pompa sentrifugal kapasitas rendah-reaktor ultrasonik single pipe stainless steel-static stirrer stainless steel-pipa galvanisrangka apollo steel
IV-23
Lanjutan tabel 4.7 6
Alternatif VI
7
Alternatif VII
8
Alternatif VIII
Tangki minyak stainless steel-tangki katalis stainless steel -pompa sentrifugal kapasitas tinggi-reaktor ultrasonik single pipe stainless steel-static stirrer stainless steel-pipa stainless galvanis-rangka apollo steel Tangki minyak stainless steel-tangki katalis stainless steel -pompa sentrifugal kapasitas rendah-reaktor ultrasonik double pipe stainless steel-static stirrer stainless steel-pipa galvanisrangka apollo steel Tangki minyak stainless steel-tangki katalis stainless steel -pompa sentrifugal kapasitas tinggi-reaktor ultrasonik double pipe stainless steel-static stirrer stainless steel-pipa galvanisrangka apollo steel
Setelah kedelapan alternatif tersebut diperoleh maka langkah selanjutnya adalah memilih alternatif mana yang dapat direalisasikan dalam pembuatan desain baru alat pengolah minyak nabati. Pemilihan alternatif perancangan ulang alat pengolah minyak nabati menggunakan morfologi chart. Tabel 4.8 Morfologi chart
Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa dari delapan alternatif pengembangan alat pengolah minyak nabati dipilih empat alternatif yang mungkin untuk direalisasikan yaitu alternatif III, IV, VII, dan VIII. Alternatif
IV-24
pengembangan diterima adalah alternatif yang menggunakan desain reaktor double pipe sedangkan alternatif tidak diterima adalah alternatif yang menggunakan desain reaktor single pipe. Pemilihan alternatif dipengaruhi oleh beberapa faktor pertimbangan, yaitu: a. Desain reaktor ultrasonik double pipe mudah difabrikasikan. b. Suhu dalam reaktor ultrasonik double pipe dapat dikontrol karena terdapat pipa pendingin. Untuk alternatif yang tidak diterima dipengaruhi aleh beberapa faktor, yaitu: a. Desain reaktor ultrasonik single pipe sulit difabrikasikan. b. Suhu dalam reaktor ultrasonik single pipe tidak dapat dikontrol karena tidak terdapat pipa pendingin.
4.2.3 Mengevaluasi Elemen Komponen Dalam Fungsi Alat Pengolah Minyak Nabati Perhitungan efisiensi komponen menggunakan metode design for assembly (DFA) seperti yang telah dijelaskan pada bab 2. Metode ini dikembangkan oleh Boothroyd dan Dewhurst, dimana pada metode ini didasarkan pada hubungan antara karakteristik bagian-bagian kerja (seperti: volume, berat, permukaan area, dan sebagainya) dan parameter biaya proses spesifik, yang pada akhirnya merupakan perkiraan biaya manufaktur dengan dasar informasi atas komponen. Tahap mengevaluasi elemen komponen dalam fungsi alat pengolah minyak nabati, sebagai berikut: 1. Boiler, Komponen dalam alat pengolah minyak nabati desain awal yang telah terdeskripsi kemudian dianalisis dengan metode design for assembly (DFA) untuk mencari nilai efisiensi rancangan. Analisis komponen alat pengolah minyak nabati dapat dilihat pada tabel 4.9.
IV-25
Waktu insertion
Waktu operasi
Biaya operasi
Komponen yang dibutuhkan secara teoritis
Nama komponen
8
9
10
10.25
15.1
25.35
633.8
1
Boiler
1
10.25
15.1
25.35
633.8
1
Rangka utama
3
1
2.05
2.5
4.55
113.8
1
4
1
2.05
2.5
4.55
113.8
1
5
1
2.05
2.5
4.55
113.8
1
Filter tekan
6
1
0.65
1.5
2.15
53.75
1
Pompa minyak
7
1
2.05
2.5
4.55
113.8
1
8
1
0.65
1.5
2.15
53.75
1
9
1
0.65
1.5
2.15
53.75
1
10
1
2.05
2.5
4.55
113.8
1
Tangki reaktor
11
1
0.65
1.5
2.15
53.75
1
Kondensor reaktor
12
1
0.65
1.5
2.15
53.75
1
Pompa reaktor
13
1
2.05
2.5
4.55
113.8
1
Tangki evaporator 1
14
1
0.65
1.5
2.15
53.75
1
Pompa evaporator 1
15
1
0.65
1.5
2.15
53.75
1
16
1
2.05
2.5
4.55
113.8
1
Kondensor evaporator 1 Tangki evaporator 2
17
1
0.65
1.5
2.15
53.75
1
Pompa evaporator 2
18
1
0.65
1.5
2.15
53.75
1
19
1
2.05
2.5
4.55
113.8
1
20
1
0.65
1.5
2.15
53.75
1
21
1
2.05
2.5
4.55
113.8
1
22
1
0.65
1.5
2.15
53.75
1
Kondensor evaporator 2 Tangki pencuci Pompa tangki pencuci Tangki pengering vakum Pompa pengering
23
1
0.65
1.5
2.15
53.75
1
Pompa vakum
24
1
0.65
1.5
2.15
53.75
1
Kondensor vakum
25
1
2.05
2.5
4.55
113.8
1
Filter produk
26
1
2.05
2.5
4.55
113.8
1
Tangki air panas
27
1
0.65
1.5
2.15
53.75
1
Pompa air panas
Waktu Handling
7
Kode Handling
6
Banyaknya Komponen
5
No komponen
Kode insertion
Tabel 4.9 Analisis komponen alat pengolah minyak nabati desain awal
1
2
3
4
1
1
2
IV-26
Tangki minyak kotor Tangki minyak bersih
Tangki pencampuran katalis Kondensor pencampur katalis Pompa pencampur katalis
Lanjutan tabel 4.9 28
1
0.65
1.5
2.15
53.75
1
29 30
1 190
0.65 0.08
1.5 0.15
2.15 43.70
53.75 1093
1 0
31
1
10.25
15.1
25.35
633.8
1
204
5100
30
Jumlah :
Pompa air pendingin Steam header Pemipaan Subdistribution panel 0.44
Tabel 4.9 diketahui bahwa nilai efisiensi alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel desain awal adalah sebesar 0.44. Menghitung nilai efisiensi dengan menggunakan persamaan 2.1, dengan demikian nilai E dapat dicari: E=
3 x NM TM
E=
3 x 30 204
= 0.44 2. Ultrasonik, Nilai efisiensi perancangan ulang alat pengolah minyak nabati digunakan sebagai pembanding dalam pemilihan rancangan.
Waktu insertion
Waktu operasi
Biaya operasi
Komponen yang dibutuhkan secara teoritis
Nama komponen
8
9
10
2.05 2.05 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.08 2.05
2.5 2.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 0.15 2.5
4.55 4.55 2.15 2.15 2.15 2.15 2.15 2.15 2.76 4.55
113.8 113.8 53.75 53.75 53.75 53.75 53.75 53.75 69 113.8
1 1 1 1 1 1 1 1 0 1
Tangki minyak Tangki katalis Reaktor ultrasonik Pompa Stirrer Adaptor Tranduser ultrasonik Trafo step down Pemipaan Distribution panel
2.5
4.5
7
175
1
Rangka utama
36
900
10
Waktu Handling
7
Kode Handling
6
Banyaknya Komponen
5
No komponen
Kode insertion
Tabel 4.10 Analisis komponen perancangan ulang alat pengolah minyak nabati
1
2
3
4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 1 1 1 1 1 1 1 12 1
11
1
Jumlah :
IV-27
0.83
Tabel 4.10 diketahui bahwa nilai efisiensi perancangan ulang alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel adalah sebesar 0.83. Menghitung nilai efisiensi dengan menggunakan persamaan 2.1, dengan demikian nilai E dapat dicari: E=
3 x NM TM
E=
3 x 10 36
= 0.83 Tabel 4.9 dan 4.10 dapat dilihat nilai efisiensi (E) untuk perancangan ulang alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel memiliki hasil yang lebih besar yaitu 0.83 dibandingkan alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel desain awal yaitu 0.44, menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan komponen yang lebih baik.
4.2.4 Stimulasi Atas Waktu Penyelesaian Pada tahap ini membandingkan waktu penyelesaian alat pengolah minyak nabati desain awal dan perancangan ulang alat pengolah minyak nabati dengan menganalisa waktu operasi perakitan tiap komponen, sebagai berikut: 1. Boiler, Proses perakitan alat pengolah minyak nabati desain awal memerlukan waktu yang lama karena komponen yang digunakan banyak. Estimasi waktu proses alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel dapat dilihat pada tabel 4.11. Tabel 4.11 Estimasi waktu proses alat pengolah minyak nabati desain awal Jumlah Proses
Estimasi waktu per proses
Total waktu proses per komponen
Boiler
1
25.35
25.35
Rangka utama
1
25.35
25.35
Tangki minyak kotor
1
4.55
4.55
Tangki minyak bersih
1
4.55
4.55
Filter tekan
1
4.55
4.55
Pompa minyak
1
2.15
2.15
Tangki pencampuran katalis
1
4.55
4.55
Nama komponen
IV-28
Lanjutan tabel 4.11 Kondensor pencampur katalis Pompa pencampur katalis Tangki reaktor Kondensor reaktor Pompa reaktor Tangki evaporator 1
1
2.15
2.15
1 1 1 1 1
2.15 4.55 2.15 2.15 4.55
2.15 4.55 2.15 2.15 4.55
Pompa evaporator 1 Kondensor evaporator 1
1 1
2.15 2.15
2.15 2.15
Tangki evaporator 2 Pompa evaporator 2 Kondensor evaporator 2
1 1 1
4.55 2.15 2.15
4.55 2.15 2.15
Tangki pencuci
1
4.55
4.55
Pompa tangki pencuci
1
2.15
2.15
Tangki pengering vakum
1
4.55
4.55
Pompa pengering
1
2.15
2.15
Pompa vakum
1
2.15
2.15
Pendingin pompa vakum
1
2.15
2.15
Filter produk
1
4.55
4.55
Tangki air panas
1
4.55
4.55
Pompa air panas
1
2.15
2.15
Pompa air pendingin
1
2.15
2.15
Steam header
1
2.15
2.15
190
0.23
43.7
1
25.35
25.35
Pemipaan Subdistribution panel
Total waktu penyelesaian :
204
Tabel 4.11 dapat dilihat bahwa waktu total operasi perakitan alat pengolah minyak nabati desain awal sebesar 204 menit. Pemipaan merupakan komponen yang memerlukan waktu operasi perakitan lama dibandingkan komponen lainnya yaitu 43.7 menit. 2. Ultrasonik, Analisis waktu proses operasi perancangan ulang alat pengolah minyak nabati terlebih dahulu mengetahui proses perakitannya. Proses operasi perakitan perancangan ulang alat pengolah minyak nabati dapat dilihat pada gambar 4.12.
IV-29
Gambar 4.12 Peta proses operasi perancangan ulang alat pengolah minyak nabati Gambar 4.12 dapat dilihat dalam perancangan ulang alat pengolah minyak nabati memerlukan tiga kali proses perakitan yaitu perakitan rangka, perakitan peralatan, dan perakitan kelistrikan. Peta proses operasi ini dibutuhkan untuk menyusun estimasi waktu proses perancangan ulang alat pengolah minyak nabati. Berdasarkan peta proses operasi perancangan ulang alat pengolah minyak nabati estimasi waktu proses alat pengolah minyak nabati dapat dilihat pada tabel 4.12.
IV-30
Tabel 4.12 Estimasi waktu proses perancangan alat pengolah minyak nabati Jumlah Proses
Estimasi waktu per proses
Total waktu proses per komponen
Tangki minyak Tangki katalis Reaktor ultrasonik Pompa
1 1 1 1
4.55 4.55 2.15 2.15
4.55 4.55 2.15 2.15
Stirrer Adaptor Tranduser ultrasonik Trafo step down
1 1 1 1
2.15 2.15 2.15 2.15
2.15 2.15 2.15 2.15
Pemipaan Distribution panel
12 1
0.23 4.55
2.76 4.55
Rangka utama
1
7
7
Nama komponen
Total waktu penyelesaian :
36
Tabel 4.12 dapat dilihat bahwa waktu total operasi perakitan perancangan ulang alat pengolah minyak nabati adalah sebesar 36 menit. Rangka merupakan komponen yang membutuhkan waktu operasi perakitan paling lama dibandingkan komponen-komponen lain yaitu 7 menit. Tabel 4.11 dan tabel 4.12 dapat dilihat total waktu operasi penyelesaian perancangan ulang alat pengolah minyak nabati memiliki nilai yang lebih kecil sebesar 36 menit dibandingkan desain awal alat pengolah minyak nabati sebesar 204 menit, ini menunjukkan bahwa alat pengolah minyak nabati memiliki waktu proses perakitan yang lebih cepat.
4.2.5 Performansi Alat Perancangan Ulang Alternatif perancangan ulang alat pengolah minyak nabati yang dipilih, diukur berdasarkan performansinya. Performansi diukur dari nilai kelebihan dan kelemahan alternatif perancangan yang diterima. Tahap performansi alat dijelaskan, sebagai berikut: 1. Alternatif III. Desain alternatif III merupakan kombinasi dari komponen-komponen tangki minyak stainless steel, tangki katalis stainless steel, pompa sentrifugal kapasitas rendah stainless steel, reaktor ultrasonik double pipe stainless steel,
IV-31
static stirrer stainless steel, pipa stainless steel, dan rangka apollo steel. Keterangan komponen-komponen alternatif III, yaitu: 1. Komponen tangki minyak stainless steel, a. Tebal tangki
: 1.5 mm
b. Tinggi tangki
: 100 cm
c. Diameter tangki
: 50 cm
d. Volume tangki
: 100 liter
2. Komponen tangki katalis stainless steel, a. Tebal tangki
: 1.5 mm
b. Tinggi tangki
: 50 cm
c. Diameter tangki
: 20 cm
d. Volume tangki
: 50 liter
3. Pompa sentrifugal kapasitas rendah stainless steel, ·
Kapasitas pompa : < 20 m3/jam
4. Reaktor ultrasonik double pipe stainless steel, 5. Static stirrer stainless steel, 6. Pipa stainless steel, a. Diameter pipa
: 1.5 inchi
b. Panjang pipa
: 13 cm
c. Panjang ulir
: 1.5 cm
7. Rangka, ·
Ukuran rangka
: 60 x 60 x 100 cm
Desain alternatif III mempunyai kelebihan dan kelemahan, yaitu: Kelebihan
Kelemahan
a. Daya yang dibutuhkan kecil
a. Biodiesel yang dihasilkan sedikit
b. Tahan karat
b. Proses reaksi lama
c. Mudah dipindah-pindahkan
c. Tidak tahan api
d. Mudah untuk diopersikan
d. Pengoperasian alat di tempat
e. Proses perakitan cepat
terbuka
f. Harga lebih murah dari alternatifalternatif yang lain
IV-32
2. Alternatif IV. Desain alternatif IV merupakan kombinasi dari komponen-komponen tangki minyak stainless steel, tangki katalis stainless steel, pompa sentrifugal kapasitas tinggi stainless steel, reaktor ultrasonik double pipe stainless steel, static stirrer stainless steel, pipa stainless steel, dan rangka apollo steel. Keterangan komponen-komponen alternatif IV, yaitu: 1. Komponen tangki minyak stainless steel, a. Tebal tangki
: 1.5 mm
b. Tinggi tangki
: 100 cm
c. Diameter tangki
: 50 cm
d. Volume tangki
: 100 liter
2. Komponen tangki katalis stainless steel, a. Tebal tangki
: 1.5 mm
b. Tinggi tangki
: 50 cm
c. Diameter tangki
: 20 cm
d. Volume tangki
: 50 liter
3. Pompa sentrifugal kapasitas tinggi stainless steel, ·
Kapasitas pompa : > 60 m3/jam
4. Reaktor ultrasonik double pipe stainless steel, 5. Static stirrer stainless steel, 6. Pipa stainless steel, a. Diameter pipa
: 1.5 inchi
b. Panjang pipa
: 13 cm
c. Panjang ulir
: 1.5 cm
7. Rangka, ·
Ukuran rangka
: 60 x 60 x 100 cm
Desain alternatif IV mempunyai kelebihan dan kelemahan, yaitu:
IV-33
Kelebihan
Kelemahan
a. Proses reaksi cepat
a. Daya yang dibutuhkan besar
b. Biodiesel yang dihasilkan banyak
b. Tidak tahan api
c. Tahan karat
c. Biaya pengadaan pompa mahal
d. Proses perakitan cepat
d. Pengoperasian alat di tempat
e. Mudah dipindah-pindahkan
terbuka
f. Mudah untuk dioperasikan 3. Alternatif VII. Desain alternatif VII merupakan kombinasi dari komponen-komponen tangki minyak stainless steel, tangki katalis stainless steel, pompa sentrifugal kapasitas rendah stainless steel, reaktor ultrasonik double pipe stainless steel, static stirrer stainless steel, pipa galvanis, dan rangka apollo steel. Keterangan komponen-komponen alternatif VII, yaitu: 1. Komponen tangki minyak stainless steel, a. Tebal tangki
: 1.5 mm
b. Tinggi tangki
: 100 cm
c. Diameter tangki
: 50 cm
d. Volume tangki
: 100 liter
2. Komponen tangki katalis stainless steel, a. Tebal tangki
: 1.5 mm
b. Tinggi tangki
: 50 cm
c. Diameter tangki
: 20 cm
d. Volume tangki
: 50 liter
3. Pompa sentrifugal kapasitas rendah stainless steel, ·
Kapasitas pompa : < 20 m3/jam
4. Reaktor ultrasonik double pipe stainless steel, 5. Static stirrer stainless steel, 6. Pipa galvanis, a. Diameter pipa
: 1.5 inchi
b. Panjang pipa
: 13 cm
c. Panjang ulir
: 1.5 cm
IV-34
7. Rangka, ·
Ukuran rangka
: 60 x 60 x 100 cm
Desain alternatif VII mempunyai kelebihan dan kelemahan, yaitu: Kelebihan
Kelemahan
a. Daya yang dibutuhkan kecil
a. Biodiesel yang dihasilkan sedikit
b. Tahan karat
b. Proses reaksi lama
c. Tahan api
c. Proses persiapan pipa rumit
d. Mudah dipindah-pindahkan
d. Biaya pengadaan pipa mahal
e. Mudah untuk dioperasikan f. Biaya pengadaan pompa murah g. Dapat
diopersikan
didalam
ruangan 4. Alternatif VIII. Desain alternatif VII merupakan kombinasi dari komponen-komponen tangki minyak stainless steel, tangki katalis stainless steel, pompa sentrifugal kapasitas tinggi stainless steel, reaktor ultrasonik double pipe stainless steel, static stirrer stainless steel, pipa galvanis, dan rangka apollo steel. Keterangan komponen-komponen alternatif VII, yaitu: 1. Komponen tangki minyak stainless steel, a. Tebal tangki
: 1.5 mm
b. Tinggi tangki
: 100 cm
c. Diameter tangki
: 50 cm
d. Volume tangki
: 100 liter
2. Komponen tangki katalis stainless steel, a. Tebal tangki
: 1.5 mm
b. Tinggi tangki
: 50 cm
c. Diameter tangki
: 20 cm
d. Volume tangki
: 50 liter
3. Pompa sentrifugal kapasitas tinggi stainless steel, ·
Kapasitas pompa : > 60 m3/jam
4. Reaktor ultrasonik double pipe stainless steel, 5. Static stirrer stainless steel,
IV-35
6. Pipa galvanis, a. Diameter pipa
: 1.5 inchi
b. Panjang pipa
: 13 cm
c. Panjang ulir
: 1.5 cm
7. Rangka, ·
Ukuran rangka
: 60 x 60 x 100 cm
Desain alternatif VIII mempunyai kelebihan dan kelemahan, yaitu: Kelebihan
Kelemahan
a. Proses reaksi cepat
a. Daya yang dibutuhkan besar
b. Biodiesel yang dihasilkan banyak
b. Proses persiapan pipa rumit
c. Tahan karat
c. Harga lebih mahal dari alternatif-
d. Tahan api
alternatif lain
e. Mudah dipindah-pindahkan f. Mudah untuk diopersikan g. Dapat
diopersikan
didalam
ruangan Keempat
alternatif
tersebut
merupakan
penyelesaian
yang
dapat
direalisasikan dalam pembuatan alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel, mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan desain awal, baik dari segi efisiensi dan mobilitas.
4.2.6 Menentukan Biaya Design For Assembly (DFA) Biaya yang dianalisis merupakan biaya bahan baku dan biaya operasi perakitan alat pengolah minyak nabati. Tahap ini menganalisa biaya alat pengolah minyak nabati desain awal dan alternatif perancangan ulang alat pengolah minyak nabati yang diterima, sebagai berikut: 1. Boiler, Harga material alat pengolah minyak nabati didapat dari harga material alat yang berlaku pada bulan Desember 2009. Biaya alat pengolah minyak nabati desain awal dapat dilihat pada tabel 4.13.
IV-36
Tabel 4.13 Biaya alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel desain awal Komponen
Material
Biaya bahan baku Boiler Boiler 150 kg/jam Rangka utama Besi siku Baut Tangki minyak Pelat CS (4'x8') kotor Heater Pengaduk Motor DC Temperature gauge Tangki minyak Pelat CS (4'x8') bersih Heater Pengaduk Motor DC Temperature gauge Filter tekan Filter tekan Pressure gauge Pompa minyak Casing Motor AC Tangki Pelat SUS 304 (4'x8') pencampuran Pengaduk katalis Motor DC Kondensor Pelat SUS 304 pencampur Shell coil katalis Pompa Casing pencampur Motor AC katalis Tangki reaktor Pelat SUS 304 (4'x8') Heater Pengaduk Motor DC Temperature gauge Kondensor Pelat SUS 304 reaktor Shell coil Pompa reaktor Casing Motor AC Tangki Pelat SUS 304 (4'x8') evaporator 1 Heater Temperature gauge Pompa Casing evaporator 1 Motor AC Kondensor Pelat SUS 304 evaporator 1 Shell tube Tangki Pelat SUS 304 (4'x8') evaporator 2 Heater Temperature gauge Pompa Casing evaporator 2 Motor AC Kondensor Pelat SUS 304 evaporator 2 Shell tube Tangki pencuci Pelat SUS 304 (4'x8')
Kebutuhan
Harga satuan (Rp)
1 unit 800 kg 100 buah 1 lembar 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 lembar 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 lembar 1 unit 1 unit 1 lembar
50,000,000.00 50,000.00 15,000.00 2,000,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00 500,000.00 2,000,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00 500,000.00 5,000,000.00 500,000.00 2,500,000.00 5,000,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00 1,800,000.00
50,000,000.00 40,000,000.00 1,500,000.00 2,000,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00 500,000.00 2,000,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00 500,000.00 5,000,000.00 500,000.00 2,500,000.00 5,000,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00 1,800,000.00
1 unit
2,500,000.00
2,500,000.00
1 unit
2,500,000.00
2,500,000.00
1 unit
5,000,000.00
5,000,000.00
1 lembar 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 lembar 1 unit 1 unit 1 unit 1 lembar 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 lembar 1 unit 1 lembar 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 lembar 1 unit 1 lembar
2,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00 500,000.00 1,800,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 5,000,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 500,000.00 2,500,000.00 5,000,000.00 1,800,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 500,000.00 2,500,000.00 5,000,000.00 1,800,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00
2,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00 500,000.00 1,800,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 5,000,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 500,000.00 2,500,000.00 5,000,000.00 1,800,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 500,000.00 2,500,000.00 5,000,000.00 1,800,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00
IV-37
Jumlah (Rp)
Lanjutan tabel 4.13 Pompa tangki pencuci Tangki pengering vakum Pompa pengering Pompa vakum Kondensor vakum Filter produk
Tangki air panas Pompa air panas Pompa air pendingin Steam header Pemipaan
Subdistribution panel
Biaya operasi Pemasangan peralatan
Casing Motor AC Pelat SUS 304 Heater Pressure gauge Temperature gauge Casing Motor AC Casing Motor AC Pelat SUS 304 Shell Pelat SUS 304 Filter Pressure gauge Pelat CS (4'x8') Heater Casing Motor AC Casing Motor AC Steam header Pressure gauge Steam trap SS Valve SS Flange SS Reducer SS Tee SS Elbow SS Kabel NYY (4x6) mm2 Kabel NYYHY (4x2.5) mm Kontaktor 3 Phase Tombol tekan Pengaman MCB 3 Phase Pengaman MCCB 3 Phase TOR
Perkakas perakitan
1 unit 1 unit 1 lembar 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 lembar 1 unit 1 lembar 1 unit 1 unit 1 lembar 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 15 unit 60 unit 60 unit 5 unit 5 unit 60 unit
2,500,000.00 5,000,000.00 1,800,000.00 2,500,000.00 500,000.00 500,000.00 2,500,000.00 5,000,000.00 2,500,000.00 5,000,000.00 1,800,000.00 2,500,000.00 1,800,000.00 5,000,000.00 500,000.00 2,000,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 5,000,000.00 2,500,000.00 5,000,000.00 5,000,000.00 500,000.00 260,000.00 100,000.00 100,000.00 500,000.00 500,000.00 100,000.00
2,500,000.00 5,000,000.00 1,800,000.00 2,500,000.00 500,000.00 500,000.00 2,500,000.00 5,000,000.00 2,500,000.00 5,000,000.00 1,800,000.00 2,500,000.00 1,800,000.00 5,000,000.00 500,000.00 2,000,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 5,000,000.00 2,500,000.00 5,000,000.00 5,000,000.00 500,000.00 3,900,000.00 6,000,000.00 6,000,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 6,000,000.00
100 meter
22,500.00
2,250,000.00
100 meter
25,000.00
2,500,000.00
13 unit 14 unit
50,000.00 50,000.00
650,000.00 700,000.00
1 unit
50,000.00
50,000.00
13 unit
50,000.00
650,000.00
14 unit 50,000.00 Jumlah biaya bahan baku :
700,000.00 300,000,000.00
204 menit
25,000.00
5,100,000.00
Jumlah biaya operasi : Total biaya bahan baku + biaya operasi :
5,100,000.00 305,100,000.00
Tabel 4.13 dapat dilihat biaya alat pengolah minyak nabati desain awal yaitu sebesar Rp 305.100.000 yang didapat dari biaya bahan baku sebesar Rp 300.000.000 dan biaya operasi sebesar Rp 5.100.000.
IV-38
2. Ultrasonik, Harga material perancangan ulang alat pengolah minyak nabati didapat dari harga material alat yang berlaku pada bulan Desember 2009. Analisis biaya perancangan ulang alat pengolah minyak nabati dibuat berdasarkan empat alternatif yang diterima, yaitu: a. Alternatif III, Alternatif III merupakan kombinasi komponen tangki minyak stainless steel, tangki katalis stainless steel, pompa sentrifugal kapasitas rendah stainless steel, reaktor ultrasonik double pipe stainless steel, static stirrer stainless steel, pipa stainless steel, dan rangka apollo steel. Biaya perancangan ulang alat pengolah minyak nabati alternatif III dapat dilihat pada tabel 4.14. Tabel 4.14 Biaya perancangan (alternatif III) Komponen
Material
Biaya bahan baku Tangki minyak Pelat SUS 304 Heater Pengaduk Motor DC Temperature gauge Tangki katalis Pelat SUS 304 Pengaduk Motor DC Reaktor Double pipe SS ultrasonik Pompa Casing sentrifugal kapasitas Motor AC rendah Stirrer Static stirrer SS Adaptor Adaptor Tranduser Tranduser ultrasonik ultrasonik Trafo step Trafo step down down Pemipaan Selang Pipa SS 13 cm Shock sambungan SS Shock siku SS Shock T SS Kran Pressure gauge Distribution Kabel NYY (4x6) panel mm2
ulang
alat
Kebutuhan
pengolah Harga satuan (Rp)
minyak
nabati
Jumlah (Rp)
1 lembar 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 lembar 1 unit 1 unit
2,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00 500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00
2,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00 500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00
1 unit
5,000,000.00
5,000,000.00
1 unit
2,500,000.00
2,500,000.00
1 unit
5,000,000.00
5,000,000.00
1 unit 1 unit
5,000,000.00 2,500,000.00
5,000,000.00 2,500,000.00
1 unit
20,000,000.00
20,000,000.00
1 unit
2,500,000.00
2,500,000.00
5 meter 12 unit 8 unit 12 unit 1 unit 3 unit 1 unit
20,000.00 50,000.00 50,000.00 50,000.00 50,000.00 50,000.00 500,000.00
100,000.00 600,000.00 400,000.00 600,000.00 50,000.00 150,000.00 500,000.00
10 meter
22,500.00
225,000.00
IV-39
Lanjutan tabel 4.14
Rangka utama
Biaya operasi Pemasangan peralatan
Kabel NYYHY (4x2.5) mm Kontaktor 3 Phase Tombol pengaman Termokpel Ampere rmeter Volt meter Kontrol motor Pengaman MCB 3 Phase Besi apollo Baut besi
Perkakas perakitan
17 meter
25,000.00
425,000.00
3 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit
50,000.00 50,000.00 500,000.00 500,000.00 500,000.00 1,000,000.00
150,000.00 50,000.00 500,000.00 500,000.00 500,000.00 1,000,000.00
3 unit
50,000.00
150,000.00
100 kg 25,000.00 60 unit 5,000.00 Jumlah biaya bahan baku :
2,500,000.00 300,000.00 68,200,000.00
36 menit
25,000.00
900,000.00
Jumlah biaya operasi : Total biaya bahan baku + biaya operasi :
900,000.00 69,100,000.00
Tabel 4.14 dapat dilihat biaya perancangan ulang alat pengolah minyak nabati alternatif III yaitu sebesar Rp 69.100.000 yang didapat dari biaya bahan baku sebesar Rp 68.200.000 dan biaya operasi sebesar Rp 900.000. b. Alternatif IV, Alternatif IV merupakan kombinasi komponen tangki minyak stainless steel, tangki katalis stainless steel, pompa sentrifugal kapasitas tinggi stainless steel, reaktor ultrasonik double pipe stainless steel, static stirrer stainless steel, pipa stainless steel, dan rangka apollo steel. Biaya perancangan ulang alat pengolah minyak nabati alternatif IV dapat dilihat pada tabel 4.15. Tabel 4.15 Biaya perancangan (alternatif IV) Komponen Biaya bahan baku Tangki minyak
Tangki katalis
Reaktor ultrasonik Pompa sentrifugal kapasitas tinggi
Material Pelat SUS 304 Heater Pengaduk Motor DC Temperature gauge Pelat SUS 304 Pengaduk Motor DC Double pipe SS Casing Motor AC
ulang
alat
Kebutuhan 1 lembar 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 lembar 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit
IV-40
pengolah
minyak
Harga satuan (Rp) 2,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00 500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00 5,000,000.00 5,500,000.00 7,000,000.00
nabati
Jumlah (Rp) 2,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00 500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00 5,000,000.00 5,500,000.00 7,000,000.00
Lanjutan tabel 4.15 Stirrer Adaptor Tranduser ultrasonik Trafo step down Pemipaan
Distribution panel
Rangka utama
Static stirrer SS Adaptor
1 unit 1 unit
5,000,000.00 2,500,000.00
5,000,000.00 2,500,000.00
Tranduser ultrasonik
1 unit
20,000,000.00
20,000,000.00
1 unit 5 meter 12 unit
2,500,000.00 20,000.00 50,000.00
2,500,000.00 100,000.00 600,000.00
8 unit
50,000.00
400,000.00
12 unit 1 unit 3 unit 1 unit
50,000.00 50,000.00 50,000.00 500,000.00
600,000.00 50,000.00 150,000.00 500,000.00
10 meter
22,500.00
225,000.00
17 meter
25,000.00
425,000.00
3 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit
50,000.00 50,000.00 500,000.00 500,000.00 500,000.00 1,000,000.00
150,000.00 50,000.00 500,000.00 500,000.00 500,000.00 1,000,000.00
3 unit
50,000.00
150,000.00
100 kg
25,000.00
2,500,000.00
60 unit
5,000.00
300,000.00
Jumlah biaya bahan baku :
73,200,000.00
Trafo step down Selang Pipa SS 13 cm Shock sambungan SS Shock siku SS Shock T SS Kran Pressure gauge Kabel NYY (4x6) mm2 Kabel NYYHY (4x2.5) mm Kontaktor 3 Phase Tombol pengaman Termokpel Ampere rmeter Volt meter Kontrol motor Pengaman MCB 3 Phase Besi apollo Baut besi
Biaya operasi Pemasangan peralatan
Perkakas perakitan
36 menit
25,000.00
900,000.00
Jumlah biaya operasi : Total biaya bahan baku + biaya operasi :
900,000.00 74,100,000.00
Tabel 4.15 dapat dilihat biaya perancangan ulang alat pengolah minyak nabati alternatif IV yaitu sebesar Rp 74.100.000 yang didapat dari biaya bahan baku sebesar Rp 73.200.000 dan biaya operasi sebesar Rp 900.000. c. Alternatif VII, Alternatif VII merupakan kombinasi komponen tangki minyak stainless steel, tangki katalis stainless steel, pompa sentrifugal kapasitas rendah stainless steel, reaktor ultrasonik double pipe stainless steel, static stirrer stainless steel, pipa galvanis, dan rangka apollo steel. Biaya alat pengolah minyak nabati alternatif VII dapat dilihat pada tabel 4.16.
IV-41
Tabel 4.16 Biaya perancangan (alternatif VII) Komponen
Material
Biaya bahan baku Tangki minyak Pelat SUS 304 Heater Pengaduk Motor DC Temperature gauge Tangki katalis Pelat SUS 304 Pengaduk Motor DC Reaktor ultrasonik Double pipe SS Pompa sentrifugal Casing kapasitas rendah Motor AC Stirrer Static stirrer SS Adaptor Adaptor Tranduser Tranduser ultrasonik ultrasonik Trafo step down Trafo step down Pemipaan Selang Pipa galvanis 13 cm Shock sambungan galvanis Shock siku galvanis Shock T galvanis Kran Pressure gauge Distribution panel Kabel NYY (4x6) mm2 Kabel NYYHY (4x2.5) mm Kontaktor 3 Phase Tombol pengaman Termokpel Ampere rmeter Volt meter Kontrol motor Pengaman MCB 3 Phase Rangka utama Besi apollo Baut besi Biaya operasi Pemasangan peralatan
Perkakas perakitan
ulang
alat
Kebutuhan
pengolah
minyak
Harga satuan (Rp)
nabati
Jumlah (Rp)
1 lembar 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 lembar 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit
2,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00 500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00 5,000,000.00 2,500,000.00 5,000,000.00 5,000,000.00 2,500,000.00
2,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00 500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00 5,000,000.00 2,500,000.00 5,000,000.00 5,000,000.00 2,500,000.00
1 unit
20,000,000.00
20,000,000.00
1 unit 5 meter 12 unit
2,500,000.00 20,000.00 200,000.00
2,500,000.00 100,000.00 2,400,000.00
8 unit
200,000.00
1,600,000.00
12 unit 1 unit 3 unit 1 unit
200,000.00 200,000.00 100,000.00 500,000.00
2,400,000.00 200,000.00 300,000.00 500,000.00
10 meter
22,500.00
225,000.00
17 meter
25,000.00
425,000.00
3 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit
50,000.00 50,000.00 500,000.00 500,000.00 500,000.00 1,000,000.00
150,000.00 50,000.00 500,000.00 500,000.00 500,000.00 1,000,000.00
3 unit
50,000.00
150,000.00
100 kg 25,000.00 60 unit 5,000.00 Jumlah biaya bahan baku :
2,500,000.00 300,000.00 73,300,000.00
36 menit
25,000.00
900,000.00
Jumlah biaya operasi : Total biaya bahan baku + biaya operasi :
900,000.00 74,200,000.00
IV-42
Tabel 4.16 dapat dilihat biaya perancangan ulang alat pengolah minyak nabati alternatif VII yaitu sebesar Rp 74.200.000 yang didapat dari biaya bahan baku sebesar Rp 73.300.000 dan biaya operasi sebesar Rp 900.000. d. Alternatif VIII, Alternatif VIII merupakan kombinasi komponen tangki minyak stainless steel, tangki katalis stainless steel, pompa sentrifugal kapasitas tinggi stainless steel, reaktor ultrasonik double pipe stainless steel, static stirrer stainless steel, pipa galvanis, dan rangka apollo steel. Biaya perancangan ulang alat pengolah minyak nabati alternatif VIII dapat dilihat pada tabel 4.17. Tabel 4.17 Biaya perancangan (alternatif VIII) Komponen
Material
Biaya bahan baku Tangki minyak Pelat SUS 304 Heater Pengaduk Motor DC Temperature gauge Tangki katalis Pelat SUS 304 Pengaduk Motor DC Reaktor ultrasonik Double pipe SS Pompa sentrifugal Casing kapasitas tinggi Motor AC Stirrer Static stirrer SS Adaptor Adaptor Tranduser Tranduser ultrasonik ultrasonik Trafo step down Trafo step down Pemipaan Selang Pipa galvanis 13 cm Shock sambungan galvanis Shock siku galvanis Shock T galvanis Kran Pressure gauge Distribution panel Kabel NYY (4x6) mm2 Kabel NYYHY (4x2.5 )mm Kontaktor 3 Phase Tombol pengaman Termokpel Ampere rmeter
ulang
alat
Kebutuhan
pengolah
minyak
Harga satuan (Rp)
nabati
Jumlah (Rp)
1 lembar 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 lembar 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit
2,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00 500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00 5,000,000.00 5,500,000.00 7,000,000.00 5,000,000.00 2,500,000.00
2,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00 500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,000,000.00 5,000,000.00 5,500,000.00 7,000,000.00 5,000,000.00 2,500,000.00
1 unit
20,000,000.00
20,000,000.00
1 unit 5 meter 12 unit
2,500,000.00 20,000.00 200,000.00
2,500,000.00 100,000.00 2,400,000.00
8 unit
200,000.00
1,600,000.00
12 unit 1 unit 3 unit 1 unit
200,000.00 200,000.00 100,000.00 500,000.00
2,400,000.00 200,000.00 300,000.00 500,000.00
10 meter
22,500.00
225,000.00
17 meter
25,000.00
425,000.00
3 unit 1 unit 1 unit 1 unit
50,000.00 50,000.00 500,000.00 500,000.00
150,000.00 50,000.00 500,000.00 500,000.00
IV-43
Lanjutan tabel 4.17
Rangka utama
Biaya operasi Pemasangan peralatan
Volt meter Kontrol motor Pengaman MCB 3 Phase Besi apollo Baut besi
Perkakas perakitan
1 unit 1 unit
500,000.00 1,000,000.00
500,000.00 1,000,000.00
3 unit
50,000.00
150,000.00
100 kg 25,000.00 60 unit 5,000.00 Jumlah biaya bahan baku :
2,500,000.00 300,000.00 78,300,000.00
36 menit
25,000.00
900,000.00
Jumlah biaya operasi : Total biaya bahan baku + biaya operasi :
900,000.00 79,200,000.00
Tabel 4.17 dapat dilihat biaya perancangan ulang alat pengolah minyak nabati alternatif VII yaitu sebesar Rp 79.200.000 yang didapat dari biaya bahan baku sebesar Rp 78.300.000 dan biaya operasi sebesar Rp 900.000. Dari keempat alternatif biaya perancangan ulang alat pengolah minyak nabati, alternatif VIII memiliki biaya yang paling mahal yaitu Rp 79.200.000 dan alternatif III memiliki biaya yang paling murah yaitu Rp 69.100.000.
4.2.7 Pemilihan Alternatif Alat Pengolah Minyak Nabati Beberapa alternatif perancangan alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel telah diterima, maka perlu dilakukan penyelidikan untuk setiap alternatif perancangan alat pengolah minyak nabati secara menyeluruh. Tahap pemilihan alternatif menggunakan matrik perbandingan pasangan (pairwise comparison) dijelaskan, sebagai berikut: 1. Menyusun kriteria desain, Krieria desain disusun berdasarkan hasil penelitian yang disetujui pihak pakar. Terdapat 3 kriteria desain yang digunakan sebagai pertimbangan, sebagai berikut: a. Kemudahan dalam pengoperasian, b. Kecepatan waktu pengoperasian, c. Pelaksanaan proses, Pihak pakar adalah orang ahli dalam bidang pengolahan minyak nabati menjadi biodiesel dari Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir – BATAN, Serpong.
IV-44
2. Menyusun matrik perbandingan pasangan kriteria desain, Matrik perbandingan pasangan diperoleh dari penilaian pihak pakar melalui kuesioner mengenai tingkat kepentingan beberapa pasangan kriteria desain. Skala penilaian untuk perbandingan pasangan dapat dilihat pada tabel 2.4. Nilai yang diperoleh dari hasil perbandingan ditabelkan dalam matrik. Tabel 4.18 Matrik perbandingan pasangan kriteria desain Kriteria Desain
Kemudahan dalam pengopersian
Kecepatan waktu pengoperasian
Pelaksanaan proses
1
2
3
0.5
1
2
0.33
0.5
1
Kemudahan dalam pengopersian Kecepatan waktu pengoperasian Pelaksanaan proses
Perhitungan dilakukan dengan menjumlahkan tiap kolom matrik kemudian mencari matrik normalisasi dengan membagi tiap matrik dengan nilai jumlah kolom tersebut. Matrik normalisasi digunakan untuk mencari nilai eigenvector dengan merata-ratakan baris dari matrik normalisasi tersebut. a. Menjumlahkan tiap kolom matrik, Penjumlahan tiap kolom matriks kriteria desain. 1 0.5 0.333
2 1 0.5
3 2 1
1.833
3.5
6
b. Mencari matrik normalisasi, Matriks normalisasi untuk kriteria desain. 1/1.83 = 0.545 0.5/1.83 = 0.273 0.33/1.83 = 0.182
2/3.5 = 0.571 1/3.5 = 0.286 0.5/3.5 = 0.143
3/6 = 0.5 2/6 = 0.333 1/6 = 0.167
c. Mencari nilai eigenvector, Nilai eigenvector untuk kriteria desain. 0.545 0.273 0.182
0.571 0.286 0.143
0.5 0.333 0.167
0.539 0.297 0.164 1
IV-45
Matrik perbandingan pasangan dipertimbangkan sebagai cukup konsisten jika CR (rasio konsistensi) kurang dari 10%. Untuk mendapatkan CR terlebih dahulu harus diketahui λmak. λmak didapatkan dari hasil jumlah kolom matrik perbandingan pasangan dengan nilai eigenvector tiap kriteria desain. λmak = (1.83x0.539) + (3.5x0.297) + (6x0.164) = 3.011 Berdasarkan hasil perhitungan λmak diperoleh nilai 3.01, sehingga nilai indeks konsistensi (CI) yang diperoleh: CI = =
3.011 - 3 3 -1
= 0.005 Batas inkonsistensi diukur dengan menggunakan rasio konsistensi (CR) yaitu perbandingan indeks konsistensi dengan nilai pembangkitan random (RI) yang ditabelkan pada tabel 2.3. Nilai ini bergantung pada orde matrik n. Nilai matrik n = 3 maka nilai RI = 0.58, nilai rasio konsistensi (CR) yang diperoleh: CR = =
CI RI 0.005 0.58
= 0.0086 (konsisten) Berdasarkan hasil perhitungan nilai CR adalah 0.0086, bahwa data hasil kuesioner konsisten. Bobot kriteria desain dapat dilihat pada tabel 4.19. Tabel 4.19 Bobot kriteria desain Kriteria Desain
Bobot
Kemudahan dalam pengopersian
0.539
Kecepatan waktu pengoperasian
0.297
Pelaksanaan proses
0.164
3. Menyusun matrik perbandingan pasangan alternatif, Alternatif perancangan alat pengolah minyak nabati yang dipilih adalah desain awal, alternatif III, alternatif IV, alternatif VII, dan alternatif VIII. Perhitungan
IV-46
dilakukan seperti pada langkah 2 dalam menghitung bobot kriteria desain. Perhitungan bobot alternatif berdasarkan kriteria desain, sebagai berikut: ·
Kemudahan dalam pengoperasian
Penentuan nilai di dalam setiap kolom matrik meminta penilaian dari pihak pakar berdasarkan keterangan, sebagai berikut: 1. Desain awal memiliki kemudahan dalam pengoperasian yang lebih rumit dibandingakan semua alternatif desain. 2. Alternatif VIII memiliki kemudahan dalam pengoperasian yang lebih mudah dibandingkan desain awal. 3. Alternatif III, IV, dan VII memiliki kemudahan dalam pengoperasian yang lebih mudah dibandingkan alternatif VIII. Sedangakan ketiga alternatif tersebut memiliki kemudahan dalam pengoperasian yang sama. Matrik perbandingan pasangan alternatif berdasarkan kriteria kemudahan dalam pengoperasian dapat dilihat pada tabel 4.20. Tabel 4.20 Matrik perbandingan pasangan alternatif berdasarkan kriteria kemudahan dalam pengoperasiaan
Desain awal
Desain awal 1
Alternatif III 0.2
Alternatif IV 0.2
Alternatif VII 0.2
Alternatif VIII 0.333
Alternatif III
5
1
1
1
2
Alternatif IV
5
1
1
1
2
Alternatif VII
5
1
1
1
2
Alternatif VIII
3
0.5
0.5
0.5
1
Desain
a. Menjumlahkan tiap kolom matriks, Penjumlahan tiap kolom matriks untuk kriteria kemudahan dalam pengoperasian. 1 5 5 5 3 19
0.2 1 1 1 0.5 3.7
0.2 1 1 1 0.5 3.7
0.2 1 1 1 0.5 3.7
0.333 2 2 2 1 7.333
b. Mencari matriks normalisasi, Matriks normalisasi untuk kriteria kemudahan dalam pengoperasian.
IV-47
1/19 = 0.053 5/19 = 0.263 5/19 = 0.263 5/19 = 0.263 3/19 = 0.158
0.2/3.7 = 0.054 1/3.7 = 0.270 1/3.7 = 0.270 1.0/3.7 = 0.270 0.5/3.7 = 0.135
0.2/3.7 = 0.054 1/3.7 = 0.270 1/3.7 = 0.270 1/3.7 = 0.270 0.5/3.7 = 0.135
0.2/3.7 = 0.054 1/3.7 = 0.270 1/3.7 = 0.270 1/3.7 = 0.270 0.5/3.7 = 0.135
0.333/7.333 = 0.045 2/7.333 = 0.273 2/7.333 = 0.273 2/7.333 = 0.273 1/7.333 = 0.136
c. Mencari nilai eigenvector, Eigenvector untuk kriteria kemudahan dalam pengoperasian. 0.053 0.263 0.263 0.263 0.158
0.054 0.270 0.270 0.270 0.135
0.054 0.270 0.270 0.270 0.135
0.054 0.270 0.270 0.270 0.135
0.045 0.273 0.273 0.273 0.136
0.052 0.269 0.269 0.269 0.140 1
λmak = (19x0.052) + (3.7x0.269) + (3.7x0.269) + (3.7x0.269) + (7.333x0.14) = 5.001 Berdasarkan hasil perhitungan λmak diperoleh nilai 5.001, sehingga nilai indeks konsistensi (CI) yang diperoleh: CI = =
5.001 - 5 5 -1
= 0.00025 Nilai RI untuk n = 5 adalah 1.12, nilai rasio konsistensi (CR) yang diperoleh: CR = =
CI RI 0.00025 1.12
= 0.00022 (konsisten) Berdasarkan hasil perhitungan nilai CR adalah 0.00022, bahwa data untuk kriteria kemudahan dalam pengoperasian konsisten. ·
Kecepatan waktu pengoperasian
Penentuan nilai di dalam setiap kolom matrik meminta penilaian dari pihak pakar berdasarkan keterangan, sebagai berikut: 1. Desain awal memiliki kecepatan waktu pengoperasian yang lebih lama dibandingakan semua alternatif desain.
IV-48
2. Alternatif III dan VII memiliki kecepatan waktu pengoperasian yang lebih cepat dibandingkan desain awal. Sedangakan kedua alternatif tersebut memiliki kecepatan waktu pengoperasian yang sama. 3. Alternatif IV dan VIII memiliki kecepatan waktu pengoperasian yang lebih cepat dibandingkan alternatif III dan VII. Sedangakan kedua alternatif tersebut memiliki kecepatan waktu pengoperasian yang sama. Matrik perbandingan pasangan alternatif berdasarkan kriteria kecepatan waktu pengoperasian dapat dilihat pada tabel 4.21. Tabel 4.21 Matrik perbandingan pasangan alternatif berdasarkan kriteria kecepatan waktu pengoperasiaan
Desain awal
Desain awal 1
Alternatif III 0.333
Alternatif IV 0.2
Alternatif VII 0.333
Alternatif VIII 0.2
Alternatif III
3
1
0.6
1
0.6
Alternatif IV
5
1.667
1
1
1
Alternatif VII
3
1
1
1
0.6
Alternatif VIII
5
1.667
1
1.667
1
Desain
a. Menjumlahkan tiap kolom matriks, Penjumlahan tiap kolom matriks untuk kriteria kecepatan waktu pengoperasian. 1 3 5 3 5 17
0.333 1 1.667 1 1.667 5.667
0.2 0.333 0.6 1 1 1 1 1 1 1.667 3.8 5
0.2 0.6 1 0.6 1 3.4
b. Mencari matriks normalisasi, Matriks normalisasi untuk kriteria kecepatan waktu pengoperasian. 1/17 = 0.059 3/17 = 0.176 3/17 = 0.294 3/17 = 0.176 5/17 = 0.294
0.333/5.67 = 0.059 1/5.667= 0.176 1.67/5.667= 0.294 1/5.667 = 0.176 1.67/5.667= 0.294
0.2/3.8 = 0.053 0.6/3.8= 0.158 1/3.8 = 0.263 1/38 = 0.263 1/3.8 = 0.263
0.333/5 = 0.067 1/5 = 0.2 1/5 = 0.2 1/5 = 0.2 1.667/5 = 0.333
c. Mencari nilai eigenvector, Eigenvector untuk kriteria kecepatan waktu pengoperasian.
IV-49
0.2/3.4 = 0.059 0.6/3.4 = 0.176 1/3.4 = 0.294 0.6/3.4 = 0.176 1/3.4 = 0.294
0.059 0.176 0.294 0.176 0.294
0.059 0.176 0.294 0.176 0.294
0.053 0.158 0.263 0.263 0.263
0.067 0.2 0.2 0.2 0.333
0.059 0.176 0.294 0.176 0.294
0.059 0.177 0.269 0.199 0.296 1
λmak = (17x0.059) + (5.667x0.177) + (3.8x0.269) + (5x0.199) + (3.4x0.296) = 5.032 Berdasarkan hasil perhitungan λmaks diperoleh nilai 5.032, sehingga nilai indeks konsistensi (CI) yang diperoleh: CI = =
5.032 - 5 5 -1
= 0.008 Nilai RI untuk n = 5 adalah 1.12, nilai rasio konsistensi (CR) yang diperoleh: CR = =
CI RI 0.008 1.12
= 0.007 (konsisten) Berdasarkan hasil perhitungan nilai CR adalah 0.007, bahwa data untuk kriteria kecepatan waktu pengoperasian konsisten. ·
Pelaksanaan proses
Penentuan nilai di dalam setiap kolom matrik meminta penilaian dari pihak pakar berdasarkan keterangan, sebagai berikut: 1. Desain
awal
memiliki
pelaksanaan
proses
yang
lebih
rendah
dibandingakan semua alternatif desain. 2. Alternatif III dan VII memiliki pelaksanaan proses yang lebih tinggi dibandingkan desain awal. Sedangakan kedua alternatif tersebut memiliki pelaksanaan proses yang sama. 3. Alternatif IV dan VIII memiliki pelaksanaan proses yang lebih tinggi dibandingkan alternatif III dan VII. Sedangakan kedua alternatif tersebut memiliki pelaksanaan proses yang sama.
IV-50
Matrik perbandingan pasangan alternatif berdasarkan kriteria pelaksanaan proses dapat dilihat pada tabel 4.22. Tabel 4.22 Matrik perbandingan pasangan alternatif berdasarkan kriteria pelaksanaan proses
Desain awal
Desain awal 1
Alternatif III 0.333
Alternatif IV 0.2
Alternatif VII 0.333
Alternatif VIII 0.2
Alternatif III
3
1
0.6
1
0.6
Alternatif IV
5
1.667
1
1
1
Alternatif VII
3
1
1
1
0.6
Alternatif VIII
5
1.667
1
1.667
1
Desain
a. Menjumlahkan tiap kolom matriks, Penjumlahan tiap kolom matriks untuk kriteria pelaksanaan proses. 1 3 5 3 5 17
0.333 1 1.667 1 1.667 5.667
0.2 0.6 1 1 1 3.8
0.333 1 1 1 1.667 5
0.2 0.6 1 0.6 1 3.4
b. Mencari matriks normalisasi, Matriks normalisasi untuk kriteria pelaksanaan proses. 1/17 = 0.059 3/17 = 0.176 3/17 = 0.294 3/17 = 0.176 5/17 = 0.294
0.333/5.67 = 0.059 1/5.667= 0.176 1.67/5.667= 0.294 1/5.667 = 0.176 1.67/5.667= 0.294
0.2/3.8 = 0.053 0.6/3.8= 0.158 1/3.8 = 0.263 1/38 = 0.263 1/3.8 = 0.263
0.333/5 = 0.067 1/5 = 0.2 1/5 = 0.2 1/5 = 0.2 1.667/5 = 0.333
0.2/3.4 = 0.059 0.6/3.4 = 0.176 1/3.4 = 0.294 0.6/3.4 = 0.176 1/3.4 = 0.294
c. Mencari nilai eigenvector, Eigenvector untuk kriteria pelaksanaan proses. 0.059 0.176 0.294 0.176 0.294
0.059 0.176 0.294 0.176 0.294
0.053 0.158 0.263 0.263 0.263
0.067 0.2 0.2 0.2 0.333
0.059 0.176 0.294 0.176 0.294
0.059 0.177 0.269 0.199 0.296 1
λmak = (17x0.059) + (5.667x0.177) + (3.8x0.269) + (5x0.199) + (3.4x0.296) = 5.032
IV-51
Berdasarkan hasil perhitungan λmaks diperoleh nilai 5.032, sehingga nilai indeks konsistensi (CI) yang diperoleh: CI = =
5.032 - 5 5 -1
= 0.008 Nilai RI untuk n = 5 adalah 1.12, nilai rasio konsistensi (CR) yang diperoleh: CR = =
CI RI 0.008 1.12
= 0.007 (konsisten) Berdasarkan hasil perhitungan nilai CR adalah 0.007, bahwa data untuk kriteria pelaksanaan proses konsisten. Bobot alternatif kemudian diringkas dalam matrik preferensi. Matrik preferensi alternatif berdasarkan kriteria desain dapat dilihat pada tabel 4.23. Tabel 4.23 Matrik preferensi alternatif berdasarkan kriteria desain Desain Desain awal Alternatif III Alternatif IV Alternatif VII Alternatif VIII
Kriteria Desain Kemudahan dalam Kecepatan waktu pengopersian pengoperasian 0.052 0.059 0.269 0.177 0.269 0.269 0.269 0.199 0.140 0.296
Pelaksanaan proses 0.059 0.177 0.269 0.199 0.296
4. Menghitung bobot keseluruhan alternatif, Menghitung bobot keseluruhan alternatif dengan cara mengalikan bobot kriteria desain (tabel 4.19) dengan matrik preferensi (tabel 4.23) kemudian menjumlahkan bobot keseluruhannya. Desain awal
= (0.539x0.052) + (0.297x0.059) + (0.164x0.059) = 0.0552
Alternatif III
= (0.539x0.269) + (0.297x0.177) + (0.164x0.177) = 0.2267
Alternatif IV
= (0.539x0.269) + (0.297x0.269) + (0.164x0.269) = 0.2692
Alternatif VII = (0.539x0.269) + (0.297x0.199) + (0.164x0.199) = 0.2369 Alternatif VIII = (0.539x0.140) + (0.297x0.296) + (0.164x0.296) = 0.2119
IV-52
Grafik hasil perhitungan bobot keseluruhan alternatif dapat dilihat pada gambar 4.13.
Gambar 4.13 Bobot keseluruhan alternatif Gambar 4.13 menunjukkan bahwa alternatif IV memiliki bobot keseluruhan tertinggi dengan nilai 0.2692 dan desain awal memiliki bobot keseluruhan terendah dengan nilai 0.0552. 5. Merangking alternatif keputusan, Bobot keseluruhan alternatif diketahui maka selanjutnya merangking alternatif berdasarkan nilai terbesar ke nilai terkecil. Rangking alternatif desain dapat dilihat pada tabel 4.24. Tabel 4.24 Rangking alternatif desain
Alternatif IV Alternatif VII
Bobot Keseluruhan 0.2692 0.2369
Alternatif III
0.2267
Alternatif VIII
0.2119
Desain awal
0.0552
Desain
Berdasarkan tabel 4.24 diatas dapat dilihat bahwa alternatif IV berada di rangking pertama dengan skor 0.2692, diikuti oleh alternatif VII dengan skor 0.2369 pada rangking kedua, alternatif III dengan skor 0.2267 pada rangking ketiga, alternatif VIII dengan skor 0.2119 pada rangking keempat, dan desain awal dengan skor 0.0552 pada rangking terakhir. Alternatif yang dipilih dalam perancangan ulang adalah alternatif IV.
IV-53
4.2.8 Rekayasa Nilai Alat Pengolah Minyak Nabati Menjadi Biodiesel Perancangan alat pengolah minyak nabati terbaik selesai dalam pengertian bahwa tahap perancangan akan memasuki tahap implementasi, maka dilakukan estimasi dan analisa nilai. Estimasi nilai untuk menaksir tingkat nilai tambah (added value) desain alat pengolah minyak nabati, sebagai berikut: 1. Boiler, Manfaat fungsi performansi, keuntungan atau kebanggaan yang dinyatakan dengan nilai moneter alat pengolah minyak nabati desain awal, yaitu: Manfaat fungsi performansi = 0.0552 V= =
P C 0.0552 305100000
= 1.81 x 10-10 2. Ultrasonik, Manfaat fungsi performansi, keuntungan atau kebanggaan yang dinyatakan dengan nilai moneter alternatif desain alat pengolah minyak nabati, yaitu: Manfaat fungsi performansi = 0.2692 V= =
P C 0.2692 74100000
= 3.63 x 10-9 Pada perhitungan diatas alat pengolah minyak nabati desain awal (boiler) mendapat nilai 1.81 x 10-10. Sedangakan alternatif desain alat pengolah minyak nabati (ultrasonik) mendapat nilai 3.63 x 10-9. Sehingga tingkat nilai tambah alternatif desain alat pengolah minyak nabati (ultrasonik) lebih baik daripada desain awal (boiler). Perbandingan added value alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel dapat dilihat pada gambar 4.13.
IV-54
Gambar 4.14 Perbandingan added value alat pengolah minyak nabati Gambar 4.14 dapat dilihat bahwa alternatif desain alat pengolah minyak nabati (ultrasonik) lebih tinggi dibandingkan desain awal (boiler) dengan nilai 3.63 x 10-9.
4.2.9 Spesifikasi Komponen Alat Pengolah Minyak Nabati Spesifikasi komponen penyusun alternatif desain alat pengolah minyak nabati yang dipilih dijelaskan, sebagai berikut: 1. Tangki minyak Fungsi
: Menyimpan bahan baku minyak nabati
Bentuk
: Tangki silinder tegak berpengaduk, berpenutup datar, dan berdasar torispherical dengan dilengkapi heater
Bahan material
: Pelat stainless SUS 304
Jumlah
: 1 unit
Tinggi tangki
: 100 cm
Diameter
: 50 cm
Kapasitas tangki
: 100 liter
Jenis heater
: electric heater
Daya heater
: 1500 Watt
Temperatur operasi : 70o C – 80o C Pengontrol suhu
: programmable temperature control Autronics
Jenis pengaduk
: dinamik stirrer dengan penggerak motor
Kecepatan putaran : 10 rpm
IV-55
5
6
7
8
1
2
3 4
Gambar 4.15 Spesifikasi tangki minyak Keterangan gambar 4.15 beserta fungsinya, yaitu: 1. Motor, digunakan sebagai penggerak pengaduk dan berdaya listrik. 2. Pengaduk, digunakan untuk menghomogenkan minyak dalam tangki. 3. Kontrol suhu, digunakan untuk mengatur suhu dalam tangki. 4. Pemanas (heater), digunakan sebagai pemanas dan berdaya listrik. 5. Kontrol fluida, digunakan untuk mengendalikan banyaknya minyak yang masuk dalam tangki. 6. Baling-baling pengaduk, digunakan untuk mengaduk minyak dalam tangki. 7. Inlet fluida, digunakan untuk memasukkan minyak dalam tangki. 8. Pipa keluar (outlet pipe), digunakan untuk mengeluarkan minyak dari tangki. 2. Tangki katalis Fungsi
: Menyimpan dan mencampur bahan baku katalis (metanol dan NaOH)
Bentuk
: Tangki silinder tegak berpengaduk, berpenutup datar, dan berdasar torispherical dengan dilengkapi heater
Bahan material
: Pelat stainless SUS 304
Jumlah
: 1 unit
IV-56
Tinggi tangki
: 50 cm
Diameter
: 30 cm
Kapasitas tangki
: 25 liter
Jenis pengaduk
: dinamik stirrer dengan penggerak motor
Kecepatan putaran : 10 rpm 4
5
6
1
2
3
Gambar 4.16 Spesifikasi tangki katalis Keterangan gambar 4.16 beserta fungsinya, yaitu: 1. Motor, digunakan sebagai penggerak pengaduk dan berdaya listrik. 2. Pengaduk, digunakan untuk menghomogenkan minyak dalam tangki. 3. Kontrol fluida, digunakan untuk mengendalikan banyaknya minyak yang masuk dalam tangki. 4. Baling-baling pengaduk, digunakan untuk mengaduk minyak dalam tangki. 5. Inlet fluida, digunakan untuk memasukkan minyak dalam tangki. 6. Pipa keluar (outlet pipe), digunakan untuk mengeluarkan minyak dari tangki. 3. Pompa Fungsi
: Mempercepat pengaliran fluida dalam komponen proses
Jenis
: Pompa sentrifugal
Jumlah
: 1 unit
Daya pompa
: 220 V, 4.3 A
IV-57
Kecepatan putaran : 1500 rpm Kapasitas pompa
: > 60 m3 /jam
Gambar 4.17 Spesifikasi pompa 4. Reaktor ultrasonik Fungsi
: Tempat terjadinya proses reaksi.
Jenis
: Double pipe
Bahan material
: Stainless SUS 304
Jumlah
: 1 unit
Daya ultrasonik
: 500 W
Frekuensi ultrasonik : 20 kHz Amplitudo
: 220 V
4
3
2
1
Gambar 4.18 Spesifikasi reaktor ultrasonic
IV-58
Keterangan gambar 4.18 beserta fungsinya, yaitu: 1. Inlet pipe, digunakan untuk memasukkan minyak dalam reaktor. 2. Pipa pendingin, digunakan untuk mendinginkan minyak dalam reaktor. 3. Pipa kavitasi, digunakan untuk proses kavitasi oleh ultrasonik yang tidak lain adalah proses reaksi pembentukkan biodiesel. 4. Outlet pipe, digunakan untuk mengeluarkan minyak dalam reaktor. 5. Stirrer Fungsi
: Tempat pencampuran bahan baku minyak nabati dan katalis
Jenis
: Static stirrer
Bahan material
: Plat stainless SUS 304
Jumlah
: 1 unit
Efisiensi campuran : 75 %
Gambar 4.19 Spesifikasi stirrer 6. Pipa Fungsi
: Menghubungkan dan mengalirkan fluida ke komponen proses
Bahan material
: Pipa Stainless SUS 304
Jumlah
: 12 unit
IV-59
Gambar 4.20 Spesifikasi pipa 7. Shock siku Fungsi
: Menghubungkan dan mengalirkan fluida ke komponen proses
Bahan material
: Pipa Stainless SUS 304
Jumlah
: 12 unit
Gambar 4.21 Spesifikasi shock siku 8. Shock T Fungsi
: Menghubungkan dan mengalirkan fluida dari tangki minyak dan tangki katalis ke stirrer
Bahan material
: Pipa Stainless SUS 304
Jumlah
: 1 unit
Gambar 4.22 Spesifikasi shock T
IV-60
9. Kran Fungsi
: Mengatur banyaknya fluida yang masuk dan keluar
Bahan material
: Stainless SUS 304
Jumlah
: 3 unit
Sistem kerja
: Manual dengan tuas
Gambar 4.23 Spesifikasi kran 10. Rangka Fungsi
: Tempat penyangga komponen-komponen proses
Bentuk
: Persegi panjang dengan dilengkapi roda
Bahan material
: Besi apollo
Jumlah
: 1 unit
Tebal rangka
: 5 cm
Diameter roda
: 6 cm
Ukuran siku
: 4 x 6 cm
Alas
: Triplek dengan ketebalan 1 cm
IV-61
Gambar 4.24 Spesifikasi rangka Penyesuaian dimensi disesuaikan kebutuhan alat pengolah minyak nabati dengan ultrasonik. Alternatif desain alat pengolah minyak nabati dapat dilihat pada gambar 4.25.
Gambar 4.25 Alternatif desain alat pengolah minyak nabati
IV-i
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
Bab ini membahas tentang analisis dan interpretasi hasil penelitian yang telah dikumpulkan dan diolah pada bab sebelumnya. Analisis dan interprestasi hasil tersebut diuraikan dalam sub bab dibawah ini. 5.1 ANALISIS HASIL PENELITIAN Analisis hasil penelitian perlu dilakukan untuk menelaah hasil yang telah diperoleh dari penelitian. Pada sub bab ini diuraikan mengenai analisis terhadap hasil pengumpulan dan pengolahan data penelitian. 5.1.1 Analisis Identifikasi Komponen Alat Pengolah Minyak Nabati Pada tahap identifikasi alat pengolah minyak nabati desain awal (boiler) terdapat 31 komponen dengan total waktu perakitan 204 menit dan total prioritas waktu perakitan 1. Sedangkan untuk identifikasi perancangan ulang alat pengolah minyak nabati menghasilkan 4 macam komponen yaitu komponen mekanik, komponen kontrol, komponen elektrik, dan komponen plumbing. Tahap mengidentifikasi komponen perancangan ulang alat pengolah minyak nabati dilakukan dengan mensubtitusi penggunaan boiler dan ultrasonik sehingga komponen yang berfungsi menguapkan excess metanol dalam minyak seperti, tangki evaporator, pompa evaporator, kondensor, dan steam header dihilangkan. Komponen proses washing dan proses drying juga dihilangkan karena ultrasonik dapat digunakan dalam proses washing dan proses drying. 5.1.2 Analisis Pembangkitan Alternatif Atas Fungsi Alat Pengolah Minyak Nabati Pembangkitan alternatif atas fungsi menghasilkan alternatif komponen perancangan alat pengolah minyak nabati. Alternatif komponen dibangkitkan dan disesuaikan dengan teknologi yang digunakan dalam perancangan ulang. Tahap
pembangkitan
alternatif
atas
komponen
dalam
penelitian
menghasilkan 7 alternatif komponen dan bahan yang dapat dikembangkan yaitu, komponen tangki minyak, komponen tangki katalis, komponen pompa, komponen reaktor ultrasonik, komponen stirrer, komponen pipa, dan komponen rangka.
IV-ii
5.1.3 Analisis Evaluasi Komponen Dalam Fungsi Alat Pengolah Minyak Nabati Nilai efisiensi untuk alat pengolah minyak desain awal (boiler) yaitu 0.44 dan nilai efisiensi untuk perancangan ulang alat pengolah minyak nabati (ultrasonik) yaitu 0.83. Nilai ini menunjukkan bahwa desain perancangan ulang lebih baik dari desain awal berdasarkan nilai efisiensinya. Metode design for assembly nilai efisiensi rancangan didapat dengan mempertimbangkan waktu operasi dan komponen yang ada. Waktu operasi diperoleh dari hasil pengukuruan waktu handling dan waktu insertion secara manual dengan menggunakan alat ukur waktu (stopwatch). Implementasi penggunaan metode design for assembly untuk penelitian ini kurang efektif karena perancangan ulang alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel ini masih bersifat usulan sehingga dalam menentukkan waktu operasi dengan diseragamkan waktu operasi pada desain awal dan mempertimbangkan bentuk dan ukuran komponen. Biaya perancangan alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel desain awal (boiler) yaitu sebesar Rp 305.100.000. Biaya perancangan ulang alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel (ultrasonik) alternatif III yaitu sebesar Rp 69.100.000, untuk alternatif IV yaitu sebesar Rp 74.100.000, untuk alternatif VII yaitu sebesar Rp 74.200.000, dan untuk alternatif VIII yaitu sebesar Rp 79.200.000. 5.1.4 Analisis Pemilihan Alternatif Alat Pengolah Minyak Nabati Ada 3 kriteria yang menjadi dasar dalam pemilihan alternatif alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel yaitu, kemudahan dalam pengoperasian, kecepatan waktu pengoperasian, dan pelaksanaan proses. Kriteria kemudahan dalam pengoperasian merupakan kriteria yang paling dominan dengan nilai bobot 0.539. Alternatif IV menempati peringkat pertama dengan nilai bobot keseluruhan 0.2692, alternatif VII dengan nilai bobot keseluruhan 0.2369 pada rangking kedua, alternatif III dengan nilai bobot keseluruhan 0.2267 pada rangking ketiga, alternatif VIII dengan nilai bobot keseluruhan 0.2119 pada rangking keempat, dan desain awal dengan nilai bobot keseluruhan 0.0552 pada rangking terakhir. Alternatif yang dipilih dalam perancangan ulang adalah alternatif IV.
IV-iii
Implementasi penggunaan matriks perbandingan pasangan (pairwise comparison) dalam penelitian ini belum sesuai karena hanya menggunakan satu responden. Dasar dari matrik perbandingan pasangan itu sendiri adalah membandingakan tiap alternatif keputusan berdasarkan beberapa responden untuk mencari alternatif keputusan yang konsistensi. Hal ini bukan masalah serius karena sedikit nilai konsistensi masih dapat diterima selama memenuhi syarat CR kurang dari 10%.
5.2 INTERPRETASI HASIL PENELITIAN Hasil perancangan ulang alat pengolah minyak nabati dengan ultrasonik dapat memudahkan pengoperasian, mempercepat waktu pengoperasian, dan memudahkan pelaksanaan proses. Nilai efisiensi (E) alat pengolah minyak desain awal adalah 0.44 dengan waktu perakitan 204 menit dan biaya perakitan Rp 5.100.000. Nilai efisiensi perancangan ulang alat pengolah minyak nabati adalah 0.83 dengan waktu perakitan 36 menit dan biaya perakitan Rp 900.000. Hal ini menunjukkan bahwa perancangan ulang alat pengolah minyak nabati memiliki
tingkat
kemudahan
pengoperasian,
waktu
pengoperasian,
dan
pelaksanaan proses yang lebih baik dibandingkan desain awal. Biaya perancangan alat pengolah minyak nabati desain awal sebesar Rp 305.100.000 sedangkan biaya perancangan ulang alat pengolah minyak nabati alternatif IV sebesar Rp 74.100.000. Hal ini menunjukkan bahwa perancangan ulang alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel memiliki biaya perancangan lebih murah. Interpretasi hasil perhitungan added value untuk alat pengolah minyak desain awal (boiler) adalah 1.81 x 10-10 sedangkan perancangan ulang alat pengolah minyak nabati (ultrasonik) adalah 3.63 x 10-9. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penambahan nilai untuk desain perancangan ulang alat pengolah minyak nabati lebih baik dari desain awal.
IV-iv
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bagian terakhir yang membahas tentang kesimpulan yang diperoleh serta usulan atau saran untuk pengembangan penelitian lebih lanjut. Penjelasan dari kesimpulan dan saran tersebut diuraikan pada pada sub bab di bawah ini.
6.1 KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini merupakan jawaban atas tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya, berdasarkan hasil pengumpulan, pengolahan, dan analisis data yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut: 1. Alat yang dirancang dalam penelitian ini adalah alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel menggunakan metode design for assembly (DFA). Dengan metode design for assembly (DFA) penggunaan komponen yang banyak dalam desain awal dapat diminimasi, sehingga biaya perancangan lebih murah dan waktu perakitan lebih singkat. Dalam metode design for assembly (DFA) ini juga mensubtitusi penggunaan boiler dengan teknologi ultrasonik. 2. Pada desain awal alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel didapatkan nilai efisiensi yaitu 0.44, waktu perakitan 204 menit, dan biaya perancangan Rp 305.100.000. Perancangan ulang alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel didapatkan nilai efisiensi yaitu 0.83, waktu perakitan 36 menit, dan biaya perancangan Rp 74.100.000. Alternatif desain pengembangan alat pengolah minyak nabati yang dipilih yaitu desain alternatif IV, karena desain tersebut memiliki nilai performansi yang lebih baik dibandingkan desain alternatif lainnya dengan nilai performansi 0.2692 sedangkan desain awal memiliki nilai performansi 0.0552. Hasil perhitungan added value didapatkan nilai (V) untuk perancangan ulang alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel yaitu 3.63 x 10-9 sedangakan untuk desain awal yaitu 1.81 x 10-10.
6.2 SARAN
IV-v
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian untuk langkah pengembangan atau penelitian selanjutnya, sebagai berikut: 1. Perancangan alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel ini masih bersifat usulan, sehingga masih perlu dilakukan penelitian dan pengujian lebih lanjut terhadap alat ini setelah diaplikasikan. 2. Penelitian selanjutnya disarankan merancang alat pengolah minyak nabati menjadi biodiesel yang lebih detail mengenai spesifikasi peralatan, proses pengoperasian, dan mekanisme alat tersebut.
IV-vi
DAFTAR PUSTAKA
Adi Kurniawan P., 2008. Pengembangan Sepeda Flexi Dengan Metode DFA. Thesis Sarjana-2: Jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya. Danardono AS., dkk, 2008. Perancangan dan Pengembangan Vaccine Carrier Box Menggunakan Model Design For Assembly (DFA). Jurnal Teknologi: Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Jakarta. Balai Riset Desain dan Sistem Teknologi, 2005. Laporan Akhir Kajian Strategi Pengembangan Industri Biodiesel dalam Rangka Pemenuhan Target Penggunaan Biodiesel Sebagai Landmark Energi. Jakarta: Balai Riset Desain dan Sistem Teknologi, BPPT. Balai Riset Desain dan Sistem Teknologi, 2008. Membangun Pabrik Biodiesel Skala Kecil. Jakarta: Penebar Swadaya. Boothroyd G., Dewhurst D., dan Knight W., 1994. Product Design for Manufacture and Assembly, Wakefield: Marcel Dekker. Bradshaw G.B. dan Meuly W.C., 1944. Preparation of Detergent. US Patent Office 2,360,844. Direktorat Jendral Minyak dan Gas Bumi, 2007. Kebijakan Subtitusi BBM dengan Biofuel. Presentasi Seminar Biofuel Expedition 2007, Yogyakarta. Freedman B., Pryde E.H., dan Mounts T.L., 1984. Variables Affecting The Yields of Fatty Esters from Transesterfied Vegetable Oils. Lewis W. dan Samuel A., 1989. Fundamentals of Engineering Design, Tokyo: Prentice Hall. Miles Lawrence D., 1972. Techniques of Value Analysis and Engineering, 2nd Edition. New York: Mc Graw – Hill Book Company. Mittlebatch M. dan Remschmidt C., 2004. Biodiesel, The Comprehensive Handbook. Vienna: Boersedruck Ges.m.b.H. Paramita D., 2007. Usulan Perancangan Pada Desain Knee Ankle Foot Orthosis (KAFO) Dengan Pendekatan Metode FAST (Function Analysis System Technique). Skripsi Sarjana-1: Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
IV-vii
Roy Bernard, 1991. The Outrangking Approach The Foundations of Electre Methods. Journal Theory and Decision: Springer Netherlands. Saaty Thomas L., 1991. The Analytic Hierarchy Process: Planning, Priority Setting, Resource Alocation, 2nd Edition. Pennsylvania: RWS Publications. Soerawidjaja Tatang H., 2006. Fondasi - Fondasi Ilmiah dan Keteknikan dari Teknologi Pembuatan Biodiesel. Handout Seminar Nasional “Biodesel Sebagai Energi Alternatif Masa Depan”: Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Susilo Bambang, 2008. Model Kinetik Aplikasi Gelombang Ultrasonik untuk Produksi Biodiesel. Makalah Oral: Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Susilo Bambang, 2008. Aplikasi Gelombang Ultrasonik Untuk Pengolahan Biodiesel Dari Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.). Malang: Bayumedia Publishing. Untoro
P., Teknologi Ultrasonik Untuk Biodiesel, URL: http:// (http://pudjiuntoro.wordpress.com/). [Online, accessed 3 April 2009].
Wahjudi D., 1999. Penilaian Desain Produk Dengan Assembly Analysis and Line Balancing Spreadsheet dan Ullman 13 Guidelines Untuk Meningkatkan Kinerja Perakitan. Jurnal Teknik Mesin 1: Universitas Kristen Petra, Surabaya. Widodo I.D., 2005. Perencanaan Dan Pengembangan Produk. Yogyakarta: UII Press. Zandy A., dkk, 2007. Intensifikasi Proses Produksi Biodiesel. Lomba Karya Ilmiah Mahasiswa ITB Bidang Energi Penghargaan PT. Rekayasa Industri, Bandung. Zimmerman L.W., dan Hart G.D., 1982. Value Engineering: Apractical Approach For Owwer, Designers and Contractors. New York: Van Nostrand Reinhold Company. Standar Nasional Indonesia SNI 04-7182-2006 http://www.energyefficiencyasia.org/ http://www.journeytoforever.com/ http://www.ulrich-eppinger.net/
IV-viii