SKRIPSI
PENYUSUNAN DRAF MANUAL PRE-REQUISITE HACCP DAN DRAF MANUAL HALAL UNTUK PKIS SEKAR TANJUNG
Oleh : RIZKI RAMADHANI F24102048
2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2
PENYUSUNAN DRAF MANUAL PRE-REQUISITE HACCP DAN DRAF MANUAL HALAL UNTUK PKIS SEKAR TANJUNG
Oleh : RIZKI RAMADHANI F24102048
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
3
Dipersembahkan untuk
Ayah dan ibu yang selalu menyemangatiku untuk menyelesaikan skripsi Skripsi ini kemenangan kita bertiga
Semua pihak yang berminat pada penulisan manual mutu Writing quality manual is more than just writing!
4
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENYUSUNAN DRAF MANUAL PRE-REQUISITE HACCP DAN DRAF MANUAL HALAL UNTUK PKIS SEKAR TANJUNG
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh RIZKI RAMADHANI F24102048
Dilahirkan pada tanggal 13 Juni 1984 Di Sungai Gerong, Sumatera Selatan
Tanggal lulus : 28 Juli 2006
Menyetujui, Bogor, 25 Agustus 2006
Ir. Darwin Kadarisman, MS Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Ketua Departemen ITP
5
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan pada tanggal 13 Juni 1984 di Sungai Gerong, Sumatera Selatan. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Syahrowardi dan Ibu Darmawati. Penulis menempuh jenjang pendidikan dasar hingga menengah atas di Sungai Gerong dan Plaju. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SD Taman Muda III Taman Siswa S. Gerong, Sekolah Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SMP YKPP 3 Sungai Gerong dan SMP YKPP 1 Plaju, Sekolah Menegah Atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMU YKPP I Plaju. Tahun 2002 penulis melanjutkan jenjang pendidikan di Perguruan tinggi negeri IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama masa perkuliahan di IPB penulis aktif di kegiatan kemahasiswaan diantaranya Koperasi Mahasiswa (KOPMA) IPB dan organisasi perkumpulan mahasiswa Sumatera Selatan IKAMUSI. Dalam lingkup depertemen ITP penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan diantaranya panitia BAUR dan LCTIP. Selain itu penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa bidang kewirausahaan (2005). Demi menambah wawasan sebagai bekal memasuki dunia luar kampus, tercatat berbagai seminar baik nasional maupun internasional, serta pelatihan di dalam dan di luar lingkup bidang pangan pernah penulis ikuti. Dan untuk menambah kesiapan memasuki dunia luar kampus, penulis memilih tugas magang di PKIS Sekar Tanjung sebagai tugas akhir. Tugas magang inilah yang kemudian diangkat menjadi topik skripsi penulis dalam rangka mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian.
6
Rizki Ramadhani. F24102048. Penyusunan Draf Manual Pre-requisite HACCP dan Draf manual Halal untuk PKIS Sekar Tanjung. Dibawah bimbingan Ir. Darwin Kadarisman, MS dan Hendri T. Priyo Handoko.
ABSTRAK Kegiatan yang dilakukan pada tugas magang di PKIS Sekar Tanjung adalah menyusun manual manajemen mutu berupa manual pre-requisite HACCP dan manual halal untuk PKIS Sekar Tanjung. Manual manajemen mutu dapat didefinisikan sebagai suatu ringkasan tertulis dari semua aktivitas manajemen mutu dalam organisasi. manual manajemen mutu memiliki dua peran : (1) sebagai simbol yang menunjukkan sistem manajemen mutu, (2) sebagai buku acuan praktis atau pedoman terhadap sistem manajemen mutu. Tahap pertama dari serangkaian tahap penyusunan manual adalah menetapkan konsep penyusunan manual berupa konsep sistem dan konsep manual. Konsep sistem yang digunakan dalam menyusun draf manual halal adalah konsep Sistem Jaminan Halal (SJH) sedangkan konsep sistem yang digunakan dalam menyusun draf manual pre-requisite HACCP adalah Good Manufacturing Practice (GMP) dan Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP). Konsep sistem inilah yang akan diterapkan pada konsep manual yang sama, yaitu manual manajemen mutu yang terdiri dari tiga level (kebijakan, prosedur, dan referensi). Konsep sistem yang telah ditetapkan harus dipadankan dengan persyaratan standar/regulasi tertentu sehingga sistem dapat dinilai efektifitasnya. Standar atau persyaratan yang dapat dijadikan acuan adalah standar yang dikeluarkan oleh lembaga yang diakui. Penyusunan manual pre-requisite HACCP mengacu pada persyaratan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 23/MenKes/SK/I/1978 tentang Pedoman Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) dan US FDA tentang Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP). Sedangkan penyusunan manual halal mengacu pada Panduan Penyusunan Sistem Jaminan Halal dari LPPOM MUI. Konsep manual manajemen mutu yang terdiri dari 3 tingkat (level) diwujudkan dalam kerangka manual yang terdiri dari 3 bab utama. Ketiga bab tersebut yaitu : kebijakan (bab 1), prosedur (bab 2), dan referensi (bab 3). Sebelum menulis isi manual, harus ditentukan terlebih dahulu desain manualnya. Tahap selanjutnya adalah menyusun informasi mengenai aktivitas manajemen mutu organisasi dan menuliskannya menjadi isi manual berdasarkan kerangka dan desain yang telah ditetapkan. Manual yang sudah selesai ditulis kemudian diserahkan pada tim manajemen sebagai hasil magang selama 4 bulan di PKIS Sekar Tanjung. Adapun hasil yang dicapai pada kegiatan magang di PKIS Sekar Tanjung adalah tersusunnya dokumen berupa draf manual halal dengan judul “Manual SJH untuk PKIS Sekar Tanjung” dan draf manual pre-requisite HACCP dengan judul “Manual GMP SSOP untuk PKIS Sekar Tanjung.” Penyerahan draf manual dilakukan dengan didahului presentasi di depan tim manajemen PKIS Sekar Tanjung. Draf manual tersebut baru bermanfaat dalam mendukung proses sertifikasi HACCP dan halal apabila telah disahkan oleh pihak manajemen PKIS Sekar Tanjung.
7
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas ridhoNya skripsi ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada Bapak Darwin Kadarisman, MS. Selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini. Ucapan yang sama penulis sampaikan kepada Ir. Tjahja Muhandri, MT dan Dr. Muhammad Arpah selaku dosen penguji. Penulis sampaikan juga ucapan terimakasih kepada Bapak H.M. Koesnan selaku ketua PKIS Sekar Tanjung beserta semua karyawan PKIS Sekar Tanjung, Bapak Hendri T.Priyo Handoko selaku pembimbing lapang, Bapak B.A. Manan selaku ketua tim HACCP sekaligus auditor halal internal, Bapak Andi M.Ketaren selaku Plant Manager, dan Ibu Dian selaku HRD Manager PKIS Sekar Tanjung yang telah memberikan kesempatan dan bantuan kepada penulis dalam penyusunan draf manual pre-requisite HACCP dan draf manual halal untuk PKIS Sekar Tanjung. Kepada teman – teman, Rury, Nissa, Ririen, Anna, teman-teman yang tergabung dalam kelompok praktikum B4, serta seluruh mahasiswa TPG’39 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas dukungan, kerjasama, dan motivasi yang diberikan. Akhirnya ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ayah dan Ibu beserta keluarga tercinta yang senantiasa memberikan dukungan doa, moril, dan materi hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan tingkat sarjana. Kepada Andi Dharmawan, seseorang yang istimewa di hati penulis, terimakasih untuk semua pengorbanan, perhatian, dan semangat yang memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amien.
Bogor, Agustus 2006 Penulis ii
8
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR....................................................................................... ii DAFTAR ISI.....................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL.............................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ vi DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
vii
I. PENDAHULUAN.......................................................................................
1
A. Latar Belakang........................................................................................
1
B. Tujuan dan Sasaran Magang....................................................................
2
C. Manfaat Magang...................................................................................... 2 II. KEGIATAN MAGANG............................................................................. 3 A. Waktu dan Tempat Magang.....................................................................
3
B. Keadaan Umum Industri.......................................................................... 3 III. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 5 A. Sistem Manajemen Mutu ........................................................................
iii
5
9
B. Jaminan Mutu...........................................................................................
6
1. Sistem Jaminan Keamanan Pangan HACCP........................................ 6 2. Sistem Jaminan Halal............................................................................ 11 C. Dokumentasi Sistem Manajemen Mutu.................................................... 17 IV. METODOLOGI.......................................................................................... 21 Metode Penyusunan Draf manual Pre-requisite HACCP dan Draf Manual Halal untuk PKIS Sekar Tanjung....................................... 21 V. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................... 25 A. Menetapkan konsep penyusunan manual................................................. 25 B. Menetapkan Acuan Penyusunan Manual................................................. 32 C. Menetapkan Kerangka Manual................................................................. 37 D. Menetapkan Desain Manual..................................................................... 41 E. Menyusun Menetapkan Struktur Isi Manual............................................ 46 F. Memberi Nomor Manual, Nomor Halaman, dan Menyusun Daftar Isi .. 53 G. Mengajukan Draf Manual........................................................................ 57 VI. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................... 58 A. Kesimpulan............................................................................................... 58 B. Saran......................................................................................................... 58 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 59 LAMPIRAN....................................................................................................... 61
iv
10
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Bahan pangan yang diharamkan termasuk produk turunannnya……….13 Tabel 2. Daftar isi draf manual halal………………….........................................53 Tabel 3. Daftar isi draf manual pre-requisite HACCP..........................................54
v
11
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Diagram alir penyusunan manual........................................................ 21 Gambar 2. Sistem Jaminan Halal pada rangkaian produksi...................................27 Gambar 3. Piramida keamanan pangan..................................................................28 Gambar 4. Piramida dokumentasi sistem manajemen mutu..................................29
vi
12
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.23/MenKes/SK/1978/tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan …………. 62
Lampiran 2.
Contoh sampul depan (cover) draf manual pre-requisite HACCP………………………………………………………... 77
Lampiran 3.
Contoh struktur organisasi PKIS Sekar Tanjung pada draf manual pre-requisite HACCP…………………................. 78
Lampiran 4.
Contoh denah lokasi PKIS Sekar Tanjung pada draf manual pre-requisite HACCP…………………………….. 79
Lampiran 5.
Contoh tata letak mesin dan peralatan di R. produksi pada draf manual pre-requisite HACCP…………………………….. 80
Lampiran 6.
Contoh tata letak mesin dan peralatan di R. gudang pada draf manual pre-requisite HACCP…………………………….. 81
Lampiran 7.
Contoh ringkasan informasi bab 1 pada draf manual pre-requisite HACCP………………………………………….. 82
Lampiran 8.
Contoh diagram proses manajemen pada draf manual pre-requisite HACCP……………………………. 83
Lampiran 9.
Contoh kontrol pasokan uap panas pada draf manual pre-requisite HACCP…………………………….. 84
Lampiran 10. Contoh SOP pengolahan susu pada draf manual pre-requisite HACCP……………………………. 85 Lampiran 11. Contoh SOP dokumentasi pada draf manual pre-requisite HACCP…………………………………………. 87 Lampiran 12. Contoh ringkasan informasi bab 2 pada draf manual pre-requisite HACCP………………………………… 94 Lampiran 13. Contoh ringkasan informasi bab 3 pada draf manual pre-requisite HACCP…………………………………………. 95 Lampiran 14. Contoh sampul depan (cover) draf manual halal……………… 96 Lampiran 15. Contoh daftar isi pada draf manual halal…………………….... 97 vii
13
Lampiran 16. Contoh lembar pengesahan dan pengendalian pada draf manual halal…………………………………………. 98 Lampiran 17. Contoh kebijakan, tujuan, dan ruang lingkup pada draf manual halal…………………………………………. 99 Lampiran 18. Contoh persyaratan yang diacu pada draf manual halal……….. 101 Lampiran 19. Contoh struktur organisasi manajemen halal pada draf manual halal…………………………………………102 Lampiran 20. Contoh ringkasan informasi bab 1 pada draf manual halal…….103 Lampiran 21. Contoh prosedur pembelian dan pengembalian bahan pada draf manual halal…………………………………………104 Lampiran 22. Contoh ringkasan informasi bab 2 pada draf manual halal…… 106 Lampiran 23. Contoh ringkasan informasi bab 3 Pada draf manual halal…… 107
viii
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Industri pangan, sebagaimana industri lainnya, merupakan industri yang
sarat dengan
persaingan.
Masing-masing perusahaan berusaha
menonjolkan keunggulan produk/jasanya baik dari segi mutu, harga, kemudahan didapat/disajikan, bahkan pelayanan bagi konsumennya. Pada akhirnya, perusahaan yang memiliki peluang untuk keluar sebagai pemenang adalah perusahaan yang mampu mengkomunikasikan keunggulan-keunggulan tersebut kepada konsumen. Sebuah sertifikat dinilai cukup ampuh untuk memberikan bukti tertulis yang valid berkaitan dengan keunggulan sistem yang digunakan ataupun produk/jasa yang dihasilkan perusahaan. Pada perkembangan selanjutnya, komunikasi melalui sertifikat ini semakin jamak dilakukan oleh produsen, tak terkecuali produsen pangan. Sertifikat yang dianggap valid adalah sertifikat yang dikeluarkan oleh badan sertifikasi yang valid juga, misalnya LPPOM MUI untuk sertifikasi halal ataupun PT. Sucofindo untuk sertifikasi mutu. Lembaga sertifikasi tersebut akan melakukan audit terlebih dahulu sebelum memberikan sertifikat kepada pihak yang mengajukan permintaan sertifikasi. Salahsatu bentuk audit adalah audit mutu. Pokok bahasan audit mutu tidak hanya sebatas mutu produk, tetapi juga meliputi seluruh spektrum fungsi mutu. Namun secara garis besar audit mutu dapat dikelompokkan menjadi (1) audit terhadap kebijakan dan sasaran-sasaran, (2) audit terhadap rencana, dan (3) audit terhadap pelaksanaan. Tunggal (1992) menjelaskan bahwa ada tiga pihak utama dalam setiap audit, yaitu auditee, klien, dan auditor. Auditee adalah orang yang diaudit, klien adalah orang dan kelompok yang meminta diadakannya audit, dan auditor adalah orang yang melakukan audit. Auditor inilah yang akan memeriksa kesesuaian antara kebijakan,
rencana, dan
prosedur-prosedur tersebut dengan kenyataannya di lapangan. Olehkarena itu penting untuk menuangkan dalam bentuk tertulis semua kebijakan, rencana, dan prosedur- prosedur tersebut kedalam suatu pedoman mutu (quality manual). Pentingnya penyusunan pedoman seperti
2
halnya dalam proses sertifikasi mutu ini juga berlaku untuk proses sertifikasi lainnya, misalnya sertifikasi halal yang dilakukan oleh LPPOM MUI. Berdasarkan latar belakang inilah maka perusahaan harus dan perlu memiliki suatu acuan tertulis dalam bentuk pedoman yang terdokumentasi sebagai acuan bagi auditor pada saat melakukan audit, selain tentu saja sebagai acuan bagi perusahaan dalam menjalankan kebijakannya.
B. Tujuan dan Sasaran Magang Tujuan Pelaksanaan
magang
ini
bertujuan
untuk
menerapkan
ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan dan memperoleh pengalaman bekerja pada industri pangan.
Sasaran Pelaksanaan magang memiliki sasaran : menyusun manual prerequisite HACCP dan menyusun manual halal untuk PKIS Sekar Tanjung.
C. Manfaat Magang 1. Mahasiswa
memperoleh
pengalaman
bekerja
di
industri
pangan
khususnya berkaitan dengan persyaratan dasar (pre-requisite) HACCP. 2. Industri memperoleh draf manual pre-requisite HACCP dan draf manual halal yang dapat digunakan untuk memenuhi persyaratan dalam sertifikasi HACCP dan sertifikasi halal.
3
II. KEGIATAN MAGANG
A.
Waktu dan Tempat Magang dilaksanakan selama 4 bulan , mulai bulan Febuari sampai dengan Mei 2006. Pelaksanaan magang bertempat di Pusat Koperasi Industri Susu “PKIS Sekar Tanjung” dengan alamat Jl. Raya Puntir, Desa Martopuro Purwosari-Pasuruan Jawa Timur.
B.
Keadaan Umum Industri Pusat Koperasi Industri Susu (PKIS) Sekar Tanjung dibentuk pada
tanggal
15
Desember
2000,
dengan
badan
hukum
No.
17/BH/KWK.13/II/2001. PKIS Sekar Tanjung adalah koperasi sekuder yang membawahi 6 koperasi, yaitu KPSP Setia Kawan, KUTT Suka Makmur , KUD Dadi Jaya, KUD Sembada Puspo, KUD DAU , dan koperasi SAE. Pendiriannya didorong oleh keinginan yang kuat dari koperasi-koperasi /KUD susu di wilayah Pasuruan dan sebagian Malang untuk mengembangkan usaha peternakan sapi perah yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan peternak. Untuk mencapai tujuan tersebut maka didirikan Industri susu Sekar Tanjung (Sekar Tanjung Dairy Industry) yang diresmikan pada tanggal 18 April 2005. Produk yang dihasilkan adalah susu UHT dengan pola usaha business to consumer dan business to business. Kapasitas produksi pabrik susu ini mencapai 30 ton susu/ hari dengan jumlah karyawan 166 orang. Karyawan
tersebut
tersebar
di
7
divisi/departemen,
diantaranya
Departemen Produksi, Departemen Logistik/Gudang, Departemen Sumber Daya Manusia, Departemen Utilitas, Departemen QC/QA, Departemen Filling & Packing, dan Departemen Marketing. Pembagian kerja dibagi atas 3 shift, yaitu shift I dengan jam kerja 06.00 – 14.00, shift II dengan jam kerja 14.00 – 22.00, dan shift III dengan jam kerja 22.00 – 06.00
4
Adapun visi dan misi PKIS Sekar Tanjung adalah sebagai berikut : •
Visi dan Misi PKIS Sekar Tanjung Visi 1. Ikut serta mendukung peningkatan gizi anak 2. Mengurangi ketergantungan pasar susu segar 3. Melestarikan peternakan sapi perah dan meningkatkan pendapatan petani peternak
•
Misi 1. Menampung semua produksi susu segar dari anggota 2. Memproses susu yang ditampung menjadi susu UHT dan atau produk lain 3. Memasarkan susu hasil produksi ke pasar publik dan pasar institusi (maklon) 4. Meningkatkan kualitas produk, diversifikasi produk, daya saing, serta membuka jaringan pemasaran baik domestik maupun asing 5. Memberikan bantuan teknis pada anggota untuk meningkatkan kualitas susu segar 6. Mendorong meningkatkan pendapatan anggota/peternak
C. Deskripsi Kegiatan Magang Kegiatan magang meliputi penyusunan draf manual pre-requisite HACCP dan draf manual halal. Penyusunan draf manual dilatarbelakangi kebijakan PKIS Sekar Tanjung untuk mendapatkan sertifikat HACCP dan sertifikat halal dimana suatu pedoman terdokumentasi dalam bentuk manual menjadi persyaratan sertifikasi kedua sistem tersebut. Pada penyusunan draf manual pre-requisite HACCP dan draf manual halal penulis bertanggung jawab kepada Bapak Handoko dari divisi Procurement selaku pembimbing lapang dan Bapak Manan dari divisi
5
QC/QA selaku ketua tim HACCP sekaligus auditor halal internal PKIS Sekar Tanjung.
III. TNJAUAN PUSTAKA
A.
Sistem Manajemen Mutu Sistem manajemen mutu merupakan bentuk perkembangan metode jaminan mutu mutakhir yang terus berkembang. Sistem manajemen mutu memadukan semua unsur yang diperlukan organisasi untuk meningkatkan kepuasan konsumen secara kontinyu melalui produk dan jasa yang lebih baik (Muhandri dan Kadarisman, 2005). Juran seperti dikutip oleh Muhandri dan Kadarisman. (2005) mendefinisikan mutu sebagai Fitness for use. Artinya suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan, sedangkan Philip B. Crosby seperti dikutip oleh Muhandri dan Kadarisman. (2005) mendefinisikan mutu sebagai conformance to requirement. Kegiatan mutu perusahaan dititikberatkan untuk (1) mencoba mengerti harapan-harapan konsumen, (2) memenuhi harapan-harapan tersebut, (3) perlu pandangan eksternal mengenai mutu agar penyusunan sasaran mutu lebih realistis dan sesuai dengan permintaan atau keinginan. ISO-9000 mendefinisikan mutu sebagai derajat dari serangkaian karakteristik produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan atau harapan yang dinyatakan. Menurut
Feigenbaum
seperti
dikutip
oleh
Muhandri
dan
Kadarisman. (2005), manajemen mutu merupakan pemanduan upaya-upaya pengembangan, pemeliharaan, dan perbaikan mutu dari berbagai kelompok dalam perusahaan, sehingga produk dan jasa mencapai tingkat yang ekonomis
dan
memuaskan
pelanggan.
Salahsatu
lembaga
yang
mengeluarkan sertifikat di bidang manajemen mutu adalah International Organization for Standardization (ISO). ISO 9000 versi 2000 menyatakan bahwa manajemen mutu adalah kegiatan kegiatan terorganisasi untuk mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan mengenai mutu. Pengarahan dan pengendalian mutu meliputi penyusunan :
6
1. Kebijakan mutu Kebijakan mutu yaitu keseluruhan arah dari suatu perusahaan berkaitan dengan mutu yang secara formal dinyatakan manajemen puncak. Manajemen puncak harus memastikan bahwa kebijakan mutu sejalan dengan tujuan perusahaan, mencakup komitmen untuk memenuhi persyaratan sistem manajemen mutu secara kontinyu perbaikan dan efektivitasnya, memberikan kerangka kerja untuk menyusun dan mereview seluruh
kebijakan mutu, dikomunikasikan dan dipahami oleh jajaran
perusahaan,
direview
untuk
kesinambungan
kelayakannya, 2. Tujuan mutu Tujuan mutu yaitu sesuatu yang akan dicapai yang berkaitan dengan mutu, umumnya didasarkan kepada kebijakan mutu dan dispesifikasikan untuk fungsi-fungsi yang relevan dalam perusahaan 3. Rencana mutu Rencana mutu difokuskan untuk menyusun tujuan dan sasaran mutu serta
melakukan
spesifikasi
proses-proses
operasi
penting
dan
sumberdaya yang diperlukan untuk memenuhi tujuan tersebut.
B.
Jaminan Mutu Jaminan mutu merupakan bagian dari manajemen mutu yang memfokuskan kepada pemberian keyakinan bahwa persyaratan mutu dipenuhi. Dalam ISO 9000 : 1994 disebutkan bahwa jaminan mutu merupakan seluruh perencanaan dan kegiatan sistematis yang diperlukan untuk memberi keyakinan bahwa produk atau jasa akan memenuhi persyaratan mutu. Contoh jaminan mutu diantaranya adalah sistem jaminan keamanan pangan Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) dan Sistem Jaminan Halal (SJH) (Muhandri dan Kadarisman, 2005).
1. Sistem Jaminan Keamanan Pangan HACCP Sistem HACCP adalah suatu sistem yang mengidentifikasi bahaya spesifik yang mungkin timbul dalam mata rantai produksi
7
makanan dan tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut, dengan tujuan untuk menjamin kemanan pangan (Fardiaz, 1996). HACCP adalah suatu sistem kontrol pangan yang berbasis pada usaha pencegahan. Dalam rangkaian proses produksi harus ditetapkan titik-titik proses yang kemungkinan menimbulkan bahaya. Pengawasan dan usahan pencegahan akan terjadinya bahaya perlu ditetapkan pada titik-titik kritis tersebut. Hal ini akan menjamin kestabilan kualitas produk, meringankan pekerjaan dalam hal inspeksi dan pengujian produk akhir (Mortimor dan Wallace, 1995). Keberhasilan penerapan HACCP memerlukan tanggung jawab perusahaan berupa keterlibatan manajemen dan tenaga kerja. Disamping itu, penerapannya juga memerlukan pendekatan yang integral dari berbagai disiplin ilmu. Dalam penerapannya sistem HACCP ini cocok dengan pelaksanaan sistem manajemen mutu seperti ISO seri 9000 dan merupakan yang dipilih untuk manajemen keamanan pangan (Thaheer, 2005). Sistem HACCP merupakan suatu sistem yang tidak dapat berdiri sendiri melainkan sistem ini dibangun melalui penerapan persyaratan dasar berupa GMP dan SSOP. Kedua persyaratan dasar atau pre-requisite ini akan memudahkan implementasi penerapan sistem HACCP yang efektif dan efisien. Dengan penerapan GMP dan SSOP yang baik, tidak akan banyak titik kendali kritis dalam sistem HACCP karena sudah dikendalikan oleh penerapan GMP dan SSOP yang baik. Target
penerapan
HACCP
adalah
keamanan
pangan
yang
implementasinya mengacu pada 12 langkah HACCP, pre-requisite program, dan universal program (Thaheer, 2005). Apalikasi HACCP menurut Codex seperti dikutip oleh Saepullah (1999) terdiri dari 12 langkah dan 7 prinsip, meliputi : Langkah 1 : Pembentukan tim HACCP Langkah 2 : Deskripsi produk Langkah 3 : Identifikasi cara penggunaan dan konsumennya
8
Langkah 4 : Menyusun diagram alir proses produksi Langkah 5 : Verifikasi diagram alir proses produksi Langkah 6 (Prinsip 1) : Analisa bahaya dan cara pencegahannya Langkah 7 (Prinsip 2) : Identifikasi CCP didalam proses Langkah 8 (Prinsip 3) : Menetapkan batas kritis untuk setiap CCP Langkah 9 (Prinsip 4) : Menetapkan cara pemantauan CCP Langkah 10 (Prinsip 5) : Menetapkan tindakan koreksi Langkah 11 (Prinsip 6) : Verifikasi Langkah 12 (Prinsip 7) : Menetapkan prosedur pencatatan yang efektif Sistem manajemen HACCP di Indonesia menggunakan dua standar dalam penerapannya, yakni SNI-01-4852-1998 dan pedoman BSN 1004:2002. Standar SNI 01-4852-1998 menjelaskan persyaratan industri pangan yang menerapkan sistem HACCP dan pedoman BSN 1004 : 2002. menjelaskan tentang rencana HACCP (Thaheer, 2005). Menurut Thaheer (2005), prinsip penilaian pada sertifikasi HACCP identik dengan sistem sertifikasi sistem manajemen lainnya. Kaidah yang harus dipenuhi meliputi beberapa hal berikut : 1.
Ketaatan (comply to regulation) adalah kemampuan sistem HACCP yang dibangun untuk menjamin bahwa perusahaan yang menerapkannya akan mampu memenuhi semua persyaratan hukum dan perundangan yang telah dipersyaratkan untuknya.
2.
Kecukupan (adequacy) adalah kemampuan sistem HACCP yang dibangun telah memenuhi seluruh persyaratan yang menjamin kemanan pangan secara administratif dokumen, meskipun pada praktiknya tidak hanya terbatas pada paper work saja.
3.
Kesesuaian (conformity) adalah kemampuan sistem HACCP yang dibangun untuk memenuhi semua persyaratan standar yang diacunya. Di Indonesia menggunakan standar acuan SNI-01-48521998 tentang Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman Penerapannya.
9
4.
Konsistensi (consistency) adalah kemampuan sistem HACCP yang dibangun untuk memenuhi konsistensi antara rancangan dan penerapannya dalam aktivitas keseharian.
5.
Keandalan (realibility) adalah kemampuan sistem HACCP yang dibangun untuk mampu merealisasikan keamanan pangan terhadap produk pangan yang dihasilkan. Thaheer (2005) menambahkan bahwa didalam praktiknya,
kelima prinsip penilaian diatas dievaluasi dengan tiga perangkat, yakni document review, site audit, dan laboratory testing. Beberapa lembaga sertifikasi menganggap permasalahan keamanan pangan dalam sistem HACCP hanyalah aspek manajerial sehingga tidak mewaijbkan pelanggannya untuk melakukan uji laboratorium. 1.
Document review Document review atau tinjauan dokumen adalah tahap awal dari pemeriksaan
terhadap
sistem
HACCP
suatu
perusahaan.
Perusahaan yang telah menerapkan HACCP akan disertifikasi, harus terlebih dahulu mengirimkan dokumen secara lengkap kepada lembaga sertifikasi. Dokumen yang akan diperiksa oleh lembaga sertifikasi meliputi dokumen GMP,SSOP, dan HACCP. 2.
Evaluasi pre-requisite atau persyaratan dasar adalah kelengkapan yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang ingin menerapkan sistem HACCP. Secara umum persyaratan dasar HACCP dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni : (1) Good Manufacturing Practices (GMP) (2) Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP)
3.
Audit lapang sistem HACCP Audit lapang sistem HACCP dilakukan dengan melakukan penilaian langsung penerapan sistem HACCP pada operasi pabrik. Penilaian ini dilakukan oleh auditor dengan mangacu kepada standar rujukan yang digunakan, misalnya SNI-01-4852-1998 tentang Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis serta Pedoman Penerapannya.
10
Urgensi pre-requisite HACCP sebagai perangkat evaluasi sistem HACCP menimbulkan kebutuhan akan pemahaman mengenai GMP dan SSOP.
Berikut adalah penjelasan mengenai aspek GMP dan SSOP
sebagai pre-requisite HACCP. Good manufacturing practices (GMP) atau Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratan – persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen (Thaheer, 2005). Secara umum, peraturan GMP terdiri dari desain dan konstruksi higienis untuk pengolahan produk makanan, desain dan konstruksi higienis untuk peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan, pembersihan dan desinfeksi peralatan, pemilihan bahan baku dan kondisi yang baik, pelatihan dan higienitas pekerja, serta dokumentasi yang tepat. (Thaheer, 2005). SSOP merupakan prosedur yang digunakan oleh industri untuk mencapai tujuan GMP melalui penerapan prinsip-prinsip sanitasi (Winarno dan Surono, 2002). Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktorfaktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut. Ilmu sanitasi adalah penerapan dari prinsip-prinsip tersebut yang akan
membantu
dalam
memperbaiki,
mempertahankan,
atau
mengembalikan kesehatan yang baik pada manusia. Dalam industri pangan, sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan secara aseptik dalam persiapan, pengolahan dan pengemasan produk pangan, pembersihan dan sanitasi pabrik termasuk lingkungannya, serta kesehatan pekerja (Jenie, 1988). Thaheer (2005) menyebutkan pada proses sanitasi, diperlukan suatu prosedur standar yang dapat mencakup seluruh area dalam memproduksi suatu produk pangan mulai dari kebijakan perusahaan,
11
tahapan kegiatan sanitasi, petugas yang bertanggung jawab melakukan sanitasi, cara pemantauan, sampai cara pendokumentasiannya. Prosedur standar yang digunakan adalah prosedur operasi standar untuk sanitasi (Standard Sanitation Operating Procedure). Prosedur ini dibuat untuk membantu industri pangan dalam mengembangkan dan menerapkan prosedur pengawasan sanitasi, melakukan monitoring sanitasi, serta memelihara kondisi dan praktek sanitasi. Menurut Jenie (1988), sumber kontaminasi dalam industri pangan adalah pekerja, hewan, dan lingkungan. Pada umumnya kontaminasi pada makanan dapat diamati berdasarkan perpindahan penyakit dari suatu sumber ke sumber lain. Perpindahan penyakit dapat berlangsung dari debu, tanah, udara, manuasia, bahan makanan, peralatan, air, binatang peliharaan, dan serangga. SOP akan memberikan manfaat bagi unit usaha dalam menjamin sistem keamanan produksi pangannya, antara lain : memberikan jadwal pada prosedur sanitasi, memberikan landasan program monitoring berkesinambungan, mendorong perencanaan yang menjamin dilakukan koreksi bila diperlukan, mengidentifikasi kecenderungan dan mencegah kembali terjadinya masalah, menjamin setiap personil mengerti sanitasi, memeberikan
sarana
pelatihan
yang
konsisten
bagi
personil,
mendemontrasikan komitmen kapada pembeli dan inspector, dan meningkatkan praktek sanitasi dan kondisi unit usaha (Thaheer, 2005).
2. Sistem Jaminan Halal Halal
adalah sesuatu yang diperkenankan dan diizinkan oleh
Allah Swt, sedangkan haram merupakan sesuatu yang dilarang oleh Allah Swt dengan larangan yang pasti, jika melanggar akan mendapat hukuman atau dosa (Qardhawi, 2002). Pangan halal adalah pangan yang tidak mengandung unsur atau bahan yang haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam dan yang pengelolaannya sesuai dengan ketentuan hukum agama Islam (PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan).
12
Menurut LPPOM MUI (2005), secara prinsip segala makanan dan minuman pada dasarnya dibolehkan (halal) kecuali ada larangan dari Al Quran dan As Sunnah. Kaidah tersebut didasari oleh firman Allah Swt antara lain QS. Al Baqarah : 29 dan QS. Al Jaatsiyah : 13. Sedangkan keharaman makanan dan minuman dapat dipandang dari dua aspek, yaitu haram secara substansial karena zatnya sendiri haram (li’anaihi) dan haram karena faktor eksternal (lighairihi). Makanan yang haram li’anaihi antara lain : (1) bangkai, darah, daging babi, sembelihan atas nama selain Allah, sembelihan untuk sesaji,
(2) potongan dari
binatang yang hidup, (3) binatang yang disembelih tanpa membaca basmalah, (4) khomr, (5) himar jinak, keledai, binatang buas yang bertaring, dan burung berkuku tajam, (6) segala yang menjijikkan dan kotor, (7) jallalah, (8) sesuatu yang membahayakan, (9) binatang yang diperintahkan membunuh, (10) binatang yang dilarang membunuhnya. Sedangkan makanan yang diharamkan karena faktor eksternal antara lain (1) hasil kejahatan, (2) tercampur dengan bahan haram/najis. Makanan dan minuman yang diharamkan untuk dikonsumsi menurut kitab perjanjian lama, yaitu anggur dan minuman yang memabukkan hal ini dinyatakan dalam Bilangan 6 : 2. Bahan pangan lainnya yang juga diharamkan, yaitu : darah, bangkai, binatang berkaki empat yang tidak berkuku belah atau tidak memamah biak seperti unta, babi, dan kelinci juga binatang yang menjjikkan. Codex Alimentarius Commission menerima persyaratan akan kehalalan produk jika pangsa pasarnya konsumen muslim. Menurut Codex Alimentarius Commission (1999), semua bahan pangan halal, kecuali bahan pangan yang ada pada tabel termasuk produk dan turunannya. Bahan pangan yang diharamkan termasuk produk turunannnya dapat dilihat pada Tabel 1.
13
Tabel 1. Bahan pangan yang diharamkan termasuk produk turunannnya Asal bahan pangan Hewan
Jenis yang diharamkan (a) Babi dan babi hutan (b) Anjing, ular, dan monyet (c) Hewan karnivora yang memiliki kuku dan taring seperti singa, harimau, beruang, dan binatang sejenisnya (d) Burung bercakar seperti elang dan burung sejenisnya (e) Binatang yang dilarang dibunuh dalam Islam seperti semut, lebah, dan binatang sejenisnya (f) Hama seperti tikus dan binatang sejenisnya (g) Binatang yang dianggap menjjikkan seperti lalat dan sejenisnya (h) Binatang yang hidup di dua alam, di darat dan di laut seperti buaya dan kodok (i) Binatang laut yang beracun dan berbahaya bagi manusia (j) Binatang yang disembelih tidak sesuai dengan hukum Islam (k) Darah (l) Jallah, yaitu binatang yang memakan kotoran, baik unta, kambing, sapi, dan lainnya, sehingga baunya berubah. Jika binatang itu dijauhkan dari kotoran dalam waktu lama dan diberi makanan yang suci, maka dagingnya menjadi baik dan halal.
14
Sambungan Tabel 1. Bahan pangan yang diharamkan termasuk produk turunannnya Asal bahan pangan Tumbuhan
Jenis yang diharamkan a. Tumbuhan yang beracun dan berbahaya bagi kesehatan, kecuali racun dan bahaya tersebut dapat dihilangkan selama proses
Minuman
a. Semua minuman yang memabukkan b. Semua minuman yang beracun dan berbahaya bagi manusia c. Minuman yang difermentasi lebih dari 3 hari
Sumber : Codex Alimentarius Commission (1999)
Menurut LPPOM MUI (1999) Sistem Jaminan Halal (SJH) merupakan sistem yang disusun dan dilaksanakan oleh perusahaan pemegang sertifikat halal yang dimaksudkan untuk memperoleh dan sekaligus menjamin kelangsungan produksi halal secara konsisten sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh LPPOM MUI/LPPOM MUI Daerah. Sertifikat halal yang dikeluarkan MUI masa berlakunya dua tahun. Dalam masa itu, memungkinkan perusahaan melakukan perubahanperubahan baik berkaitan dengan formula, bahan-bahan yang digunakan, pemasok/produsen bahan baku, maupun teknologi proses pengolahan yang kesemuanya terjadi tanpa sepengetahuan MUI yang menerbitkan sertifikat halal. Menurut Nasution seperti dikutip oleh Effendi (2005), SJH sangat penting dan diperlukan dalam menghasilkan dan mempertahankan produksi yang halal, antara lain karena beberapa faktor berikut ini : 1. Penggantian produsen, distributor, atau supplier
15
Meskipun pada umumnya status kehalalan suatu bahan tergantung pada produsennya, akan tetapi pihak supplier atau distributor dapat juga menjadi penyebab yang menimbulkan keraguan atas kehalalan suatu bahan. Dalam hal ini, supplier atau distributor dapat menjadi penyebab, akibat adanya peluang bahwa distributor/supplier yang bersangkutan mendapatkan bahan dari berbagai produsen, sehingga ada peluang bahwa produsen tersebut belum disertifikasi. Suatu bahan yang sama, yang termasuk bahan yang kritis dalam sistem jaminan halal, status kehalalannya akan berbeda apabila berasal dari produsen yang
berbeda.
Pergantian
produsen
ini,
seperti
juga
penggantian/substitusi bahan baku/tambahan perlu mendapatkan klarifikasi dari LPPOM MUI agar jelas statusnya. Walaupun status bahan substitusi jelas, namun tetap perlu dilaporkan, sehingga bahan tersebut tercatat dalam file LPPOM MUI untuk perusahaan yang bersangkutan. 2. Penggantian bahan baku, bahan tambahan atau penolong Pada saat pendaftaran, perusahaan diminta untuk membuat matriks produk vs bahan baku/tambahan/ pembantu. Bila selama
proses
pemeriksaan ada tambahan atau penggantian bahan-bahan tersebut, maka bahan pengganti ini harus dimasukkan ke dalam matriks itu terlebih dahulu, dan ini merupakan matriks akhir yang menjadi pegangan
LPPOM
MUI
saat
sertifikat
halal
diterbitkan.
Penggantian/penambahan bahan untuk produk yang sudah disertifikasi perlu mendapat klarifikasi dari LPPOM MUI, sehingga nama bahan pengganti tersebut dapat dimasukkan kedalam matriks yang sudah disetujui saat sertifikat halal diterbitkan. Seluruh persyaratan kehalalan untuk bahan pengganti ini harus dipenuhi untuk mendapatkan klarifikasi penggunaannya oleh LPPOM MUI. 3. Penggantian auditor halal internal Pergantian auditor halal internal perusahaan perlu dilaporkan ke LPPOM MUI sehingga contact person perusahaan di LPPOM MUI dapat juga diganti, dan bila perlu ada konsultasi khusus berkenaan
16
dengan auditor halal internal perusahaan yang baru itu ke LPPOM MUI. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesinambungan komunikasi antara LPPOM MUI dengan perusahaan, dan kesinambungan produksi halal dapat dipertahankan 4. Maklon Dalam produksi produknya, beberapa perusahaan menitipkan proses produksinya di perusahaan lain, baik secara keseluruhan maupun sebagian. Penitipan yang dilakukan sejak awal proses sertifikasi dan telah diperiksa oleh LPPOM MUI merupakan catatan khusus di dokumen LPPOM MUI untuk perusahaan yang bersangkutan saat sertifikat halal diterbitkan. 5. Penambahan/pengembangan produk baru Setelah sertifikat halal diterbitkan, terjadi pengembangan produk, baik sejenis maupun baru oleh perusahaan pemegang sertifikat halal. Untuk hal ini pendaftaran kembali perlu dilakukan dan proses pemeriksaan oleh
LPPOM
MUI
dilakukan
seperti
pada
saat
perusahaan
mendaftarkan produknya yang sudah mendapat sertifikat halal. Penemuan produk di luar yang tercantum dalam sertifikat halal akan menimbulkan konsekuensi bagi perusahaan yang bersangkutan. 6. Penggantian Merek produk/ nama perusahaan Selain pengembangan produk, terjadi juga penggantina merek produk ataupun nama perusahaan. Kasus seperti ini mengharuskan perusahaan untuk melaporkan hal tersebut ke LPPOM MUI dan LPPOM MUI perlu memeriksa ulang proses produksi tersebut untuk membuktikan adanya nama baru dengan bahan baku/tambahan/pembantu yang tidak berubah. 7. Coding Untuk
menjamin
kerahasiaan
formula,
perusahaan
melakukan
pengkodean terhadap bahan baku/tambahan yang dipergunakan. Pengkodean ini dapat dilakukan di perusahaan sendiri maupun di produsen/supplier/distributor bahan yang bersangkutan dan ini dilakukan baik selama proses sertifikasi maupun setelah proses
17
sertifikasi selesai dan sertifikat telah diterbitkan. Banyak masalah yang yang akan dihadapi dalam menelusuri asal usul/sumber bahan baku yang dicoding tersebut. Berbagai persyaratan harus dipenuhi dalam proses pengkodean bahan baku/pembantu ini. Pemeriksaan yang dilakukan oleh LPPOM MUI dilakukan baik di tingkat produsen maupun
di
distributor/supplier
tempat
proses
pengkodean
dilaksanakan. 8. Penutup Untuk menjamin produksi halal maka setiap perubahan bahan baku/tambahan/pembantu dan proses produksi harus dilaporkan ke LPPOM MUI. Demikian juga pengembangan produk/pergantian nama/kemasan harus dilaporkan ke LPPOM MUI. Penitipan proses produksi (maklon) baik seluruh produk maupun sebagian harus diperiksa ke tempat proses produksi tersebut. Pemeriksaan bahan baku/pembantu yang mengalami pengkodean harus dilakukan ditempat awal proses pengkodean dilakukan. Sistem Jaminan Halal mencakup 5 komponen, yaitu (1) kebijakan halal, (2) perencanaan, (3) pelaksanaan, (4) Evaluasi, dan (5) tindakan. Untuk menjamin pelaksanaan kebijakan halal perusahaan secara konsisten perlu ada perencanaan tertulis dalam bentuk pedoman (manual) Sistem Jaminan Halal. Manual Sistem Jaminan Halal mencakup tujuan dan ruang lingkup sistem jaminan halal, struktur organisasi manajemen halal, panduan halal, acuan teknis, sistem administrasi, dan sistem dokumentasi. Sedangkan panduan halal (halal guideline) dibagi lagi menjadi pengertian halal haram, ketentuan halal haram berkaitan dengan makanan dan minuman, fatwa MUI tentang pedoman fatwa produk halal, identifikasi titik kritis, pedoman halal haram bahan yang digunakan, pedoman perusahaan dalam melaksanakan produksi halal (LPPOM MUI, 2005).
C. Dokumentasi Sistem Manajemen Mutu Penerapan sistem mutu secara efektif di perusahaan memerlukan sistem yang terstruktur dan terdokumentasi dengan baik. Setiap perusahaan yang
18
mempunyai sistem manajemen mutu yang sudah berjalan dengan baik umumnya akan memiliki sistem dokumentasi penerapan sistem manajemen mutu yaitu memiliki, panduan mutu (manual mutu), panduan prosedur, panduan instruksi kerja, formulir, dan rekaman (Hadiwiardjo dan Wibisono, 2000). Menurut Susilo seperti dikutip oleh Santosa (1998), tujuan penyusunan dokumentasi sistem mutu adalah untuk menggambarkan kebijakan dan prosedur
secara
formal,
untuk
memperlihatkan
hubungan
antar
kegiatan/aktivitas yang dilaksanakan, untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai manajemen mutu yang ada, untuk mendefinisikan wewenang dan tanggung jawab secara jelas, untuk mempersiapkan dalam menghadapi audit/ asesmen eksternal, sebagai bahan pelatihan dan referensi kerja bagi karyawan, sebagai sarana untuk menjaga kesinambungan operasi, sebagai persyaratan ISO 9001/2/3 sub klausul 4.2.1. Susunan dari dokumentasi sistem manajemen mutu mengikuti prosesproses organisasi atau struktur yang sesuai dengan standar mutu, maupun kombinasi dari keduanya. Susunan lainnya yang dapat memenuhi kebutuhan organisasi juga dapat digunakan (ISO/TR 10013, 2001). Struktur dokumentasi yang digunakan pada sistem manajemen mutu dapat dijelaskan secara hierarkis. Struktur ini memfasilitasi distribusi, pemeliharaan,
dan
pengertian
dokumentasi.
Pengembangan
hierarki
tergantung pada kondisi organisasi (ISO/TR 10013, 2001). Ruang lingkup dokumentasi sistem manajemen mutu dapat berbeda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. Perbedaa tersebut dapat berupa perbedaan dalam hal (a) ukuran organisasi dan jenis aktivitas, (b) kompleksitas proses dan interaksinya, (c) kompetensi personil (ISO/TR 10013, 2001). Dokumentasi sistem manajemen mutu boleh memasukkan definisi. Perbendaharaan kata yang digunakan haruslah sesuai dengan standar definisi dan istilah yang mengacu pada ISO 9000 atau kamus umum lainnya (ISO/TR 10013, 2001).
19
Dokumentasi sistem manajemen mutu biasanya meliputi hal-hak sebagai berikut : (a) manual mutu dan tujuannya, (b) manual mutu, (c) prosedur terdokumentasi, (d) instruksi kerja, (e) formulir, (f) rencana mutu, (g) spesifikasi, (h) dokumen eksternal, (i) rekaman. Dokumentasi sistem manajemen mutu dapat berupa hard copy atau media elektronik. Beberapa keuntungan menggunakan media elektronik adalah sebagai berikut : (a) personil yang tepat dapat memiliki akses informasi yang up to date setiap waktu, (b) akses dan perubahan dapat dengan mudah dibuat dan dikendalikan, (c) distribusi cepat dan dapat dengan mudah dikontrol dengan banyak pilihan cetak hard copy, (d) terdapat akses ke dokumen dari daerah terpencil, (e) penarikan dokumen yang usang sederhana dan efektif (ISO/TR 10013, 2001). Kebijakan mutu dan tujuannya harus didokumentasikan dan dapat saja berupa dokumen terpisah atau termasuk dalam manual mutu. Manual mutu bersifat unik bagi tiap organisasi. ISO/TR 10013 (2001) memperbolehkan adanya fleksibilitas dalam mendefinisikan struktur, format, isi, atau metode penyajian dalam mendokumentasikan sistem manajemen mutu bagi semua tipe organisasi. Struktur dan format prosedur terdokumentasi (hard copy atau media elektronik) harus didefinisikan oleh organisasi dengan cara sebagai berikut : teks, bagan alir, tabel, kombinasi dari ketiganya, atau metode lainnya yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Prosedur terdokumentasi harus mengandung informasi penting seperti judul, tujuan, ruang lingkup, wewenang dan tanggung jawab, deskripsi aktivitas, rekaman, apendiks, review, persetujuan, revisi,
identifikasi perubahan, dan mengandung
identifikasi unik. Prosedur terdokumentasi dapat berlaku sebagai referensi bagi instruksi kerja yang mendefinisikan bagaiman sebuah aktivitas dijalankan. Prosedur terdokumentasi umumnya menjelaskan aktivitas yang terdiri
dari
banyak
fungsi,
sedangkan
instruksi
kerja
umumnya
mengaplikasikan tugas untuk satu fungsi saja (ISO/TR 10013, 2001). Instruksi kerja harus dikembangkan dan dipelihara untuk menjelaskan kinerja dari tiap pekerjaan dimana ketiadaan instuksi kerja dapat mengakibatkan kerugian. Ada banyak cara dalam mempersiapkan dan
20
menyajikan instruksi. Instruksi harus mengandung judul dan identifikasi unik, seperti jenis pekerjaan, review, persetujuan, revisi, rekaman, dan identifikasi perubahan. Instruksi kerja dapat dimasukkan dalam prosedur terdokumentasi atau hanya direferensikan didalamnya (ISO/TR 10013, 2001). Formulir dikembangkan dan dipelihara untuk merekam data yang menunjukkan kesesuaian dengan persyaratan sistem manajemen mutu. Formulir harus mengandung judul, nomor identifikasi, tingkat dan tanggal revisi. Formulir harus direferensikan atau dilampirkan dalam manual mutu, prosedur terdokumentasi, dan/atau instruksi kerja (ISO/TR 10013, 2001). Rencana mutu adalah bagian dari dokumentasi sistem manajemen mutu. Rencana mutu menunjukkan bagaimana rencana tersebut diaplikasikan terhadap
situasi
spesifik
dalam
pertanyaan,
mengidentifikasi
dan
mendokumentasikan bagaimana organisasi akan memenuhi persyaratan yang unik untuk masing-masing produk, proses, proyek, atau kontrak (ISO/TR 10013, 2001). Spesifikasi adalah dokumen yang menyatakan persyaratan (ISO/TR 10013, 2001). Spesifikasi tidak dijelaskan lebih lanjut oleh ISO/TR 10013 (2001) karena spesifikasi bersifat unik untuk produk atau organisasi. Organisasi harus menunjukkan dokumen ekternal dan kontrolnya dalam sistem manajemen mutu terdokumentasi. Dokumen eksternal dapat meliputi gambar dari pelanggan, spesifikasi, undang-undang dan persyaratan regulasi, standar, kode, dan manual pemeliharaan (ISO/TR 10013, 2001). Rekaman sistem manajemen mutu menyatakan hasil yang dicapai atau menyediakan bukti yang mengindikasikan bahwa aktivitas yang diindikasikan dalam prosedur terdokumentasi dan instruksi keja benar-benar berjalan (performed). Rekaman harus mengindikasikan pemenuhan persyaratan dari sistem manajemen mutu dan persyaratan yang spesifik untuk produk. Pertanggungjawaban dari persiapan rekaman harus dinyatakan dalam dokumentasi sistem manajemen mutu (ISO/TR 10013, 2001).
21
IV. METODOLOGI
Penyusunan Draf Manual Pre-requisite HACCP dan Draf Manual Halal Manual manajemen mutu merupakan kumpulan informasi tertulis mengenai aktivitas manajemen mutu dalam organisasi. Olehkarena itu kegiatan utama dalam penyusunan manual adalah mengumpulkan informasi kemudian menuliskan informasi tersebut dalam bentuk dokumen tertulis (manual). Adapun metode yang digunakan dalam mengumpulkan informasi disesuaikan dengan jenis informasi yang dibutuhkan pada tiap tahap penyusunan manual. Tahapan penyusunan manual dapat dilihat pada Gambar 1.
Menetapkan acuan penyusunan manual
Menetapkan kerangka manual
Menetapkan desain (layout dan format) manual
Menyusun dan menetapkan struktur isi manual
Memberi nomor manual (coding) dan halaman Menyusun daftar isi draf manual
Mengajukan draf manual (siap terbit)
Gambar 1. Diagram alir penyusunan manual
22
Menetapkan konsep penyusunan manual Konsep manual merupakan hal pertama yang harus ditetapkan, karena sebuah konsep akan menjiwai keseluruhan isi manual. Olehkarena itu Informasi yang dibutuhkan dalam menetapkan konsep manual juga harus bersifat menyeluruh (global) meliputi informasi dari dalam (internal) dan dari luar organisasi (eksternal). Informasi internal diperoleh melalui audit dokumen, wawancara, dan observasi lapang. Sedangkan informasi eksternal diperoleh melalui studi literatur dari buku dan modul pelatihan mutu. Adapun detail penerapan konsep dijabarkan pada tahapan berikutnya.
Menetapkan acuan penyusunan manual Standar atau persyaratan yang dapat dijadikan acuan haruslah standar yang dikeluarkan oleh lembaga yang diakui. Untuk produk yang dipasarkan didalam negeri dapat memakai standar yang dikeluarkan oleh pemerintah atau lembaga terkait, sedangkan untuk produk ekspor lebih baik memakai standar yang berlaku secara internasional. Olehkarena itu diperlukan informasi mengenai standar dan regulasi yang berlaku untuk suatu sistem mutu. Informasi ini diperoleh melalui studi literatur dari buku maupun modul pelatihan mutu yang memuat daftar standar atau regulasi yang berlaku untuk suatu sistem mutu beserta rincian isi standarnya. Rincian isi suatu standar juga dapat diunduh melalui internet pada situs lembaga yang mengeluarkan standar tersebut.
Menetapkan kerangka manual Setelah acuan ditetapkan maka langkah selanjutnya adalah menetapkan kerangka manual. Suatu kerangka menentukan aspek-aspek yang dibahas untuk menjadi isi manual. Aspek-aspek ini akan menjadi bab utama pada kerangka manual. Masing-masing bab utama terbagi lagi atas beberapa sub bab. Sub bab manual yang disebutkan pada kerangka manual hanyalah sub bab minimal yang harus ada pada tiap bab, sedangkan sub bab yang lebih terperinci ada pada struktur isi manual. Adapun struktur isi manual baru ditetapkan pada tahap selanjutnya (tahap menyusun dan menetapkan struktur isi manual).
23
Menetapkan desain manual Sebelum menyusun dan menuliskan informasi yang akan menjadi isi manual, terlebih dahulu harus ditentukan desain (layout dan format manual). Layout dan format harus memenuhi syarat desain yang baik, yaitu (1) membantu pengguna menemukan informasi, (2) membantu pengguna membaca informasi, dan (3) membantu pembaca memahami informasi yang disajikan pada manual. Informasi mengenai desain manual yang baik dapat diperoleh melalui studi literatur berupa buku yang mengupas tuntas mengenai desain manual yang baik. Selain studi literatur, metode lain yang dapat ditempuh adalah benchmarking aspek desain manual mutu. Benchmarking aspek desain manual dapat bersumber dari manual organisasi yang sudah berhasil mendapatkan sertifikat mutu maupun lampiran contoh desain manual pada buku yang membahas tentang penulisan manual. Hal yang harus diingat adalah desain yang digunakan harus sesuai dengan konsep manual yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Menyusun dan menetapkan struktur isi manual Setelah desain manual ditetapkan maka langkah selanjutnya adalah menuliskan aktivitas manajemen mutu organisasi berdasarkan kerangka dan struktur isi yang ditetapkan sebelumnya. Tahapan ini memerlukan interpretasi isi standar yang diacu sehingga aktivitas manajemen mutu perusahaan dapat memenuhi persyaratan yang diacu. Informasi mengenai aktivitas mananajemen mutu dalam organisasi diperoleh melalui observasi lapang dan wawancara semua pihak yang mewakili berbagai aktivitas manajemen mutu organisasi. Struktur isi manual harus disusun secara logis untuk memudahkan manual diingat dan dipahami. Informasi mengenai ciri kerangka dan struktur isi yang baik diperoleh melalui studi literatur yang membahas seluk-beluk menulis manual termasuk menyusun kerangka dan struktur isi manual dengan urutan yang logis.
Memberi nomor manual dan halaman Setelah draf manual selesai disusun, maka langkah selanjutnya adalah memberi nomor manual dan halaman. Wawancara dan audit dokumen internal
24
dilakukan untuk mengetahui sistem penomoran yang selama ini berlaku dalam organisasi. Studi literatur juga dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai metode penomoran halaman untuk manual.
Menyusun daftar isi dan mengajukan draf manual Daftar isi disusun dengan menuliskan judul tiap bab dan sub bab pada draf manual beserta nomor halamannya. Setelah daftar isi disusun, langkah selanjutnya adalah mengajukan draf manual melalui proses serahterima draf manual yang terlebih dahulu dipresentasikan didepan tim manajemen.
25
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan deskripsi kegiatan magang, manual yang disusun (dalam bentuk draf manual) pada tugas magang ini adalah draf manual pre-requisite HACCP dan draf manual halal untuk PKIS Sekar Tanjung. Tahap pertama dari serangkaian tahap penyusunan yang harus dilalui adalah menetapkan konsep penyusunan manual. Suatu konsep penyusunan manual berupa gambaran besar mengenai draf manual yang akan disusun. Konsep inilah yang menjadi dasar dalam melaksanakan tahap selanjutnya pada proses penyusunan manual.
A.
Menetapkan Konsep Penyusunan Manual Prinsip dalam menetapkan konsep penyusunan manual adalah menetapkan konsep sistem untuk selanjutnya diterapkan pada konsep manual. Konsep sistem berkaitan dengan sistem manajemen yang digunakan organisasi, penerapan sistem inilah yang nantinya akan menjadi isi manual. Perbedaan sistem dengan sendirinya akan menghasilkan manual dengan isi yang berbeda pula. Sedangkan konsep manual berkaitan dengan jenis manual. Suatu manual dengan sistem manajemen yang berbeda dapat memiliki jenis manual yang sama. Konsep
sistem ditetapkan
berdasarkan
kemampuan
sistem
manajemen tersebut untuk memenuhi kebutuhan organisasi. Sedangkan konsep manual ditetapkan berdasarkan aspek dokumentasi (dalam bentuk pedoman tertulis/manual) dari sistem manajemen yang telah ditetapkan pada konsep sistem. Suatu manual akan memberi manfaat maksimal bagi organisasi jika manual tersebut sesuai dengan kebutuhan organisasi yang akan menggunakan
manual (PKIS Sekar Tanjung). Berdasarkan hasil
wawancara dengan narasumber Bapak Fuad selaku Sect. Head PPIC sekaligus koordinator halal internal dan Bapak Manan selaku Sect. Head QA/QC sekaligus ketua tim HACCP PKIS Sekar Tanjung, diketahui bahwa saat ini PKIS Sekar Tanjung membutuhkan manual halal dan
26
manual pre-requisite HACCP untuk mendukung proyek sertifikasi halal dan sertifikasi HACCP PKIS Sekar Tanjung. Berdasarkan hasil obeservasi lapang, PKIS Sekar Tanjung telah menerapkan persyaratan dasar (pre-requisite) HACCP dan halal, tetapi sistem yang selama ini berjalan belum mengacu pada persyaratan standar tertentu sehingga sulit dinilai efektivitasnya. Padahal sistem manajemen yang akan diaudit dalam proses sertifikasi merupakan sistem manajemen yang mengacu pada persyaratan standar tertentu. Olehkarena itu PKIS Sekar Tanjung harus menetapkan suatu sistem yang dapat mengakomodasi kepentingan PKIS Sekar Tanjung dalam mendapatkan sertifikat sekaligus dapat direalisasikan dengan sumberdaya yang dimiliki PKIS Sekar Tanjung. Sesuai dengan kebutuhan PKIS Sekar Tanjung akan manual halal dan manual pre-requisite HACCP, maka penelusuran Informasi mengenai sistem manajemen difokuskan pada kedua sistem manajemen tersebut. Berdasarkan hasil studi literatur didapat informasi bahwa LPPOM MUI sebagai lembaga sertifikasi halal di Indonesia telah mengumumkan kewajiban pemberlakuan Sistem Jaminan Halal (SJH) pada Jurnal Halal No. 55/X/2005 dengan ketentuan : “Semua perusahaan bersertifikat halal MUI ataupun dalam proses sertifikasi diwajibkan untuk mempunyai dan menerapkan Sistem Jaminan Halal mulai bulan Juni 2005.” Menurut
LPPOM
MUI
(2005),
Sistem
Jaminan
Halal
mengelaborasikan dan mengintegrasikan konsep-konsep syariat Islam khususnya terkait dengan halal haram, etika usaha, dan prinsip-prinsip manajemen pada suatu rangkaian produksi/olahan bahan yang akan dikonsumsi umat Islam. Sistem ini dibuat untuk memperoleh dan sekaligus menjamin bahwa produk-produk tersebut halal. LPPOM MUI (2005) juga menambahkan bahwa prinsip SJH pada dasarnya mengacu pada konsep Total Quality Management (TQM), yaitu sistem manajemen kualitas terpadu yang menekankan pada pengendalian kualitas pada setiap tahap. Setiap tahap tersebut harus selalu dikendalikan sehingga masuknya bahan haram maupun najis kedalam produk tidak
27
sampai terjadi. Olehkarena itu aspek GMP juga termasuk aspek yang dinilai dalam audit halal. Adapun Sistem Jaminan Halal sebagai sebuah sistem pada suatu rangkaian produksi dapat dilihat pada Gambar 2.
Konsep Syariah
Etika Bisnis
• • • • • • • •
Kebijakan halal Perencanaan halal Pelatihan Implementasi dan Pelaksanaan Audit internal Evaluasi Tindakan koreksi Proses sertifikasi
Sertifikat halal
Gambar 2. Sistem Jaminan Halal pada rangkaian produksi (LPPOM MUI, 2005) Berdasarkan pengumuman pemberlakuan wajib SJH diatas, maka sebagai industri yang berdomisili di Indonesia, PKIS Sekar Tanjung wajib melaksanakan SJH. Adanya pengumuman ini ditindaklanjuti dengan menetapkan SJH sebagai konsep sistem yang akan digunakan dalam menyusun manual halal untuk PKIS Sekar Tanjung. Setelah konsep sistem untuk manual halal ditetapkan, maka konsep sistem berikutnya yang harus ditetapkan adalah sistem untuk manual persyaratan dasar (pre-requisite) HACCP. Menurut Thaheer (2005), persyaratan dasar (pre-requisite) sistem HACCP berisi petunjuk praktis manajemen yang baik, disesuaikan dengan tahap pada generasi pertanian. Beberapa petunjuk praktis manajemen yang baik dikenal dengan istilah tipikal seperti : (1) Good Farming Practices pada usaha pertanian, (2) Good Handling Practices pada kegiatan pasca panen, (3) Good Hygienic Practices pada semua penanganan bahan pangan, (4) Good Manufacturing Practices, (5) Good Distribution Practices pada kegiatan distribusi, (6) Good Retailing Practices bagi pengeceran barang, (7) Good Catering Practices sebagai petunjuk bagi konsumen. Semua sistem manajemen yang baik tersebut bagi industri pangan harus dipadukan dengan Good Hygienic Practices. Good Hygienic Practices
dikenal juga dengan istilah Standard Sanitation Operating
28
Procedure (SSOP). Prasojo (2005) menggambarkan persyaratan dasar HACCP dalam bentuk piramida. Piramida keamanan pangan dapat dilihat pada Gambar 3.
HACCP SSOP GMP
Gambar 3. Piramida kemanan pangan (Prasojo, 2005) PKIS Sekar Tanjung merupakan suatu industri manufaktur yang memproduksi susu UHT. Olehkarena itu konsep sistem yang digunakan pada penyusunan manual pre-requisite HACCP adalah gabungan konsep GMP dan SSOP. Penerapan GMP dan SSOP inilah yang akan menjiwai keseluruhan isi dari manual pre-requisite HACCP. Setelah
konsep sistem ditetapkan,
maka
perlu dipikirkan
pendokumentasiannya dalam bentuk konsep manual. Waller et al. (1994) telah mengingatkan bahwa tidak ada metode yang pasti benar atau pasti salah untuk menyusun manual selama dapat mencapai hasil yang diinginkan. Hal ini dipertegas oleh Sulistyo et al.(2005) yang mengatakan bahwa setiap badan usaha dapat mengkreasikan sendiri bentuk dan format prosedur serta instruksi kerja sesuai kebutuhan badan usaha. Adanya suatu rencana (konsep) yang jelas sangat potensial dalam mendukung keberhasilan meskipun tidak mengikuti metode yang lazim. Mengingat kentalnya unsur subyektivitas pada penetapan konsep manual, maka diperlukan informasi lain sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun manual. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah subyektivitas yang tidak berdasar dan cenderung merugikan. Sumber informasi yang menjadi pertimbangan dalam menetapkan konsep manual adalah hasil dari studi literatur. Waller et al. (1994) membagi manual manajemen mutu menjadi 3 tingkat (level). Ketiga tingkat manual tersebut digambarkan dalam bentuk piramida dokumentasi sistem manajemen
29
mutu. Piramida dokumentasi sistem manajemen mutu dapat dilihat pada Gambar 4.
Level 1 Manual Kebijakan Level 2 Manual Prosedur Level 3 Referensi tempat kerja
Gambar 4. Piramida dokumentasi sistem manajemen mutu (Waller et al., 1994)
Manual manajemen mutu digunakan sebagai istilah yang umum, berisi dokumentasi untuk kedua tingkat pertama dari sistem manajemen mutu dan sebuah pedoman untuk referensi kerja. Bagian pertama dari manual manajemen mutu disebut manual kebijakan mutu. Ini mencakup seluruh kebijakan mutu dan rencana yang datang dari pucuk pimpinan organisasi (Waller et al., 1994). Bagian kedua dari manual manajemen mutu disebut manual prosedur mutu karena mencakup semua prosedur yang dikembangkan dan diterapkan di tingkat madya dari organisasi. Sebagai tambahan pada manual manajemen mutu, hampir semua sistem manajemen mutu melibatkan bahan referensi, yang terdiri dari semua dokumen bagi seluruh orang di organisasi yang harus melaksanakan tugasnya. Referensi ini bukan hanya untuk tingkat ketiga dari organisasi, walaupun sebagian besar ditujukan kesana (Waller et al., 1994). Waller et al. juga (1994) membagi target pembaca manual menjadi empat yaitu target pembaca internal, target pembaca eksternal 1, target pembaca eksternal 2, dan target pembaca eksternal 3. Sedangkan gaya
30
manual
kebijakan
mutu
dibagi
berdasarkan
pengetahuan
teknis
manajemen, yaitu (1) manajer mutu (2) penilai (3) manajer dan (4) klien. Target pembaca internal untuk tingkat 1 manual kebijakan mutu adalah pembaca kebijakan mutu yang terdiri dari para manajer dan semua staff. Bab ini akan bertindak sebagai pedoman referensi bagi kebijakan organisasi dan sebagai pengingat pada standar manajemen yang harus dipenuhi (Waller et al, 1994). Target pembaca eksternal 1 adalah penilai sistem manajemen mutu. Dari manual manajemen mutu tersebut penilai eksternal akan membuat pertimbangan awal mengenai kesiapan untuk proses sertifikasi. Penilai sudah mengetahui persyaratan manajemen mutu, yang mereka perlu pelajari dari bab kebijakan adalah bagaimana organisasi menafsirkan persyaratan standar (Waller et al, 1994). Target pembaca eksternal 2 adalah klien dan pelanggan. Semakin penting atau semakin ingin tahu klien atau pelanggan maka mereka semakin tertarik untuk membaca bab kebijakan mutu. Manajemen mutu juga mencakup seleksi dan manajemen pemasok (target pembaca eksternal 3). Ini adalah bagian dari proses aliansi pemasok strategis. Pemasok mempunyai kepentingan langsung dalam manual kebijakan mutu karena akan mempengaruhi bisnisnya (Waller et al, 1994). Suatu analisis mengenai keempat target pembaca menunjukkan bahwa terdapat beberapa kegiatan bersama dari pengetahuan dan keahlian. Manajer ahli mengenai bagaimana organisasi mereka bekerja, namun mereka tidak harus tahu manajemen mutu. Penilai ahli dalam manajemen mutu namun hanya tahu sedikit mengenai organisasi. Klien dan pelanggan umumnya tidak ahli pada keduanya namun ingin mengetahui manual kebijakan mutu (Waller et al, 1994). Seperti halnya manual kebijakan mutu, manual prosedur mutu juga mempunyai dua target pembaca, internal dan eksternal. Namun karena manual prosedur terutama mengenai prosedur internal target pembaca utamanya sebagian besar juga internal. Target pembaca internal utama untuk manual prosedur mutu adalah manajemen madya, yaitu mereka yang
31
bekerja pada lapisan kedua dari organisasi. Mereka adalah orang – orang yang bertanggung jawab untuk mengembangkan prosedur dan memastikan bahwa prosedur tersebut diikuti (Waller et al, 1994). Bagi manual prosedur mutu, ada target pembaca eksternal , yaitu penilai eksternal yang akan berkepentingan dengan isinya. Mereka ingin memeriksa bahwa semua proses manajemen yang relevan telah diwakili. Gaya manual prosedur mutu harus pantas untuk manajemen madya, yang akan paling banyak memanfaatkannya. Karena manajer madya dalam suatu organisasi akan membentuk grup karyawan yang sejenis dan dapat diidentifikasi, yang akrab dengan masalah prosedural organisasi, atau sebagai pendatang baru yang akan menjadi seperti itu. Adapun bagian yang harus diuraikan pada bab ini mencakup (1) proses manajemen dalam organisasi (2) prosedur yang harus diikuti untuk membuat prosedur tersebut bekerja secara halus dan seragam (Waller et al, 1994). Konsep manual yang disusun untuk kedua manual (manual prerequisite HACCP dan manual halal) adalah konsep yang sama yaitu konsep manual manajemen mutu. Penggunaan konsep yang sama pada kedua manual dilakukan dengan pertimbangan untuk memberi kemudahan jika kedua manual tersebut akan dikembangkan menjadi manual mutu terintegrasi. Tentunya dengan penambahan beberapa sistem mutu yang lain, misalnya HACCP, proses bisnis dan aspek manajemen perusahaan. Adapun penggunaan manual manajemen mutu sebagai konsep manual dilatarbelakangi kebutuhan PKIS Sekar Tanjung akan suatu manual yang dapat dijadikan acuan bagi auditor pada proses sertifikasi. Auditor akan mengaudit ketiga tingkat sistem manajemen mutu. Selain itu, penyusunan manual halal dan manual pre-requisite HACCP juga ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keempat target pembaca seperti yang telah dikemukakan diatas. Olehkarena itu diperlukan manual yang merupakan gabungan dari ketiga tingkat sistem manajemen mutu. Mengenai masalah penggabungan dokumen ini, Thaheer (2005) telah menyebutkan beberapa manfaat penggabungan sistem dokumentasi dari beberapa sistem manajemen. Beberapa manfaat tersebut diantaranya :
32
(1) penggunaan personal didalam pengendalian sistem menjadi relatif sedikit, (2) menghindari tumpang-tindih pekerjaan yang tidak perlu, terutama pada fungsi pengendalian sistem manajemen dan administrasi, (3) mengurangi frekuensi audit, (4) menyederhanakan kerumitan pengelolaan dokumen, (5) menyederhanakan pengendalian distribusi dokumen, dan (6) menghemat biaya pengelolaan. Kedua konsep yang telah ditetapkan (konsep sistem dan konsep manual) akan menjadi pertimbangan pada tahap penyusunan manual selanjutnya.
Langkah penyusunan tersebut terdiri dari beberapa tahap
yang membentuk kesatuan metode penyusunan manual. Metode penyusunan manual yang berhasil disusun berdasarkan konsep yang telah ditetapkan dapat dilihat pada bab IV.
B.
Menetapkan Acuan Penyusunan Manual Konsep sistem yang telah ditetapkan harus dipadankan dengan persyaratan standar/regulasi tertentu sehingga sistem dapat dinilai efektifitasnya. Standar atau persyaratan yang dapat dijadikan acuan tentu saja standar yang dikeluarkan oleh lembaga yang diakui. Olehkarena itu diperlukan informasi mengenai persyaratan standar/regulasi yang berlaku untuk suatu sistem mutu dan pihak yang mengeluarkannya. Informasi mengenai persyaratan standar/regulasi pada penyusunan draf manual prerequisite HACCP dan draf manual halal diperoleh melalui studi literatur. Cara ini dinilai paling efisien karena dalam satu sumber pustaka/literatur dapat diperoleh informasi mengenai beberapa persyaratan standar sekaligus . Menurut Muhandri et al. (2005), standar dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Berdasarkan lingkungan penerapannya standar terdiri dari 4 jenis, yaitu standar internasional, standar regional, standar nasional, dan standar perusahaan. Berdasarkan cara penerapannya standar dibagi atas 2 jenis, yaitu standar wajib atau mandatory standard dan standar sukarela atau voluntary standard. Berdasarkan aspek standarisasi standar dibagi atas 3 jenis, yaitu standar terminologi, standar sampling, dan standar uji.
33
Berdasarkan kategori subyek standar dibagi atas 5 jenis, yaitu standar produk, standar bahan mentah, standar proses, standar kemasan, dan standar label. Pemilihan persyaratan standar yang akan diacu pada akhirnya akan sangat bergantung pada kebutuhan dan kemampuan perusahaan/industri yang akan menerapkan standar tersebut. Pada penyusunan draf manual halal untuk PKIS Sekar Tanjung konsep sistem yang telah ditetapkan adalah Sistem Jaminan Halal. Sistem Jaminan Halal (SJH) merupakan sistem yang disusun dan dilaksanakan oleh perusahaan pemegang sertifikat halal yang dimaksudkan untuk memperoleh dan sekaligus menjamin kelangsungan produksi halal secara konsisten. Pada perkembangannya SJH diterjemahkan dengan cara yang berbeda antar produsen maupun praktisi masalah kehalalan. Perbedaan ini muncul akibat ketiadaan suatu pedoman yang jelas yang dapat dijadikan standar dalam menerapkan sistem tersebut. Menurut Hardigaluh seperti dikutip oleh Firdaus (2004), SJH yang ada di PT Nestle meliputi : (1) adanya database bahan baku, (2) mengetahui titik kritis keharaman bahan baku, (3) adanya database hasil produk, (4) adanya internal auditor halal, (5) adanya kebijakan pembelian, (6) pelatihan karyawan tentang halal dan (7) metode analisis kimia. Sedangkan menurut Apriyantono seperti dikutip oleh Firdaus (2004), setidaknya ada lima komponen dalam SJH, yaitu : (1) standarisasi manajemen halal dan sistem halal, (2) standarisasi audit sistem halal, (3) Haram Analysis Critical Control Point, (4) guideline halal, dan (5) adanya database halal. Olehkarena itu LPPOM MUI sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan audit halal eksternal berinisiatif untuk menerbitkan buku panduan dengan judul “Panduan Penyusunan Sistem Jaminan Halal” pada tahun 2005. Berdasarkan panduan tersebut, SJH mencakup 5 komponen, yaitu (1) kebijakan halal, (2) perencanaan, (3) pelaksanaan, (4) Evaluasi, dan (5) tindakan. Untuk menjamin pelaksanaan kebijakan halal perusahaan secara konsisten perlu ada perencanaan tertulis dalam bentuk pedoman (manual) Sistem Jaminan Halal.
34
Menurut LPPOM MUI (2005), manual SJH mencakup tujuan dan ruang lingkup sistem jaminan halal, struktur organisasi manajemen halal, panduan halal, acuan teknis, sistem administrasi, dan sistem dokumentasi. Sedangkan panduan halal (halal guideline) dibagi lagi menjadi pengertian halal haram, ketentuan halal haram berkaitan dengan makanan dan minuman, fatwa MUI tentang pedoman fatwa produk halal, identifikasi titik kritis, pedoman halal haram bahan yang digunakan, pedoman perusahaan dalam melaksanakan produksi halal. Olehkarena persyaratan cara berproduksi halal telah dideskripsikan dengan jelas dalam Panduan Penyusunan Sistem Jaminan Halal. Panduan Penyusunan Sistem Jaminan Halal dari LPPOM MUI dijadikan acuan dalam menyusun manual halal untuk PKIS Sekar Tanjung. Pada penyusunan draf manual pre-requisite HACCP konsep sistem yang telah ditetapkan adalah GMP dan SSOP. Seperti halnya SJH, GMP dan SSOP juga memiliki banyak standar. Penelusuran informasi melalui studi
literatur menghasilkan daftar beberapa persyaratan standar yang
dapat dipertimbangkan untuk menjadi acuan untuk persyaratan dasar HACCP. Beberapa standar GMP dikeluarkan pemerintah masing-masing negara, seperti aturan GMP untuk Amerika Serikat, Australia, New Zealand. US-FDA mempublikasikan standar GMP pada tahun 1997 yang dirumuskan bersama para koalisi dari asosiasi industri perdagangan – The Council for Responsible Nutrition (CRN), National Nutrition Food Association, dan Consumer Health Care Products Association (CHPA). Selain itu, peraturan mengenai GMP dalam bentuk paktek yang higienis (codes of hygienic practices) dikembangkan oleh organisasi internasional seperti Food Hygiene Committee of The Food and Agriculture Organization,
World
Health
Organization
(WHO),
dan
Codex
Alimentarius Commission (Thaheer, 2005). Standar SSOP juga dikeluarkan oleh pemerintah masing-masing negara. Salahsatu yang cukup populer dan banyak dijadikan bahasan pada berbagai seminar dan pelatihan mengenai sistem jaminan keamanan
35
pangan adalah standar SSOP yang dikeluarkan oleh US-FDA (Amerika Serikat). US-FDA mengelompokkan prinsip-prinsip sanitasi untuk diterapkan dalam SSOP menjadi 8 kunci sanitasi, yaitu : 1. Keamanan air Keamanan suplai air yang kontak dengan produk pangan dan yang kontak langsung dengan permukaan peralatan harus
dijaga secara
konsisten dan efisien, terutama air yang digunakan untuk produksi pangan atau es. SSOP untuk keamanan air mencakup petugas dan prosedur standar yang digunakan untuk menjamin keamanan air. Didalamnya terdapat tahapan-tahapan perlakuan untuk air
yang
diterapkan agar diperoleh air dengan kualitas tertentu. 2. Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan. Tujuan kunci kedua dari prinsip sanitasi ini adalah memberikan jaminan bahwa permukaan yang kontak dengan pangan didesain untuk memfasilitasi proses sanitasi, serta dibersihkan secara rutin. 3. Pencegahan kontaminasi silang Pencegahan kontaminasi silang merupakan proesdur untuk mencegah kontaminasi silang dari benda yang tidak saniter ke makanan, bahan pengemas makanan, permukaan yang kontak dengan makanan, termasuk piranti pekerja. Pabrik yang baik dirancang untuk mencegah kontaminasi silang. 4. Menjaga fasilitas pencuci tangan Menjaga fasilitas kebersihan adalah prosedur yang mengatur tata cara perawatan fasilitas kebersihan seperti fasilitas cuci tangan,, fasilitas sanitasi tangan, dan fasilitas toilet. Tujuan SSOP ini adalah untuk mendukung program kebersihan pekerja dalam rangka mencegah penyebaran cemaran ke area pengolahan atau ke produk. 5. Pencegahan adulterasi Pencegahan adulterasi adalah prosedur untuk menjamin pangan, kemasan pangan, dan permukaan yang kontak dengan dengan makanan
36
terlindung dari berbagai cemaran mikrobiologi, kimia, dan fisik termasuk pelumas, bahan bakar, pestisida, senyawa pembersih, sanitaiser, kondensat, dan cipratan dari lantai. Makanan teradulterasi adalah makanan mengandung senyawa beracun yang mungkin membahayakan kesehatan atau makanan telah dipersiapkan, dikemas, atau disimpan, pada kondisi tidak saniter, sehingga mungkin tercemar kotoran dan menjadi berbahaya bagi kesehatan. 6. Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksik yang benar Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan senyawa kimia/toksik dengan benar
adalah prosedur untuk menjamin bahwa pelabelan,
penyimpanan, dan penggunaan senyawa kimia/toksik telah cukup untuk melindungi produk dari kontaminasi. Pemantauan dilakukan untuk menjamin bahwa senyawa-senyawa toksik telah dilabel dengan tepat, disimpan dengan tepat, dan digunakan dengan tepat. 7. Pengawasan kondisi kesehatan personil yang dapat mengakibatkan kontaminasi Pengawasan kondisi kesehatan personil adalah prosedur untuk mengelola pekerja yang didiagnosa dengan penyakit atau gejala penyakit, luka yang mungkin menjadi sumber Tujuan
utama
pengendalian
kesehatan
cemaran mikroba.
pekerja
adalah
untuk
mengendalikan kondisi yang dapat mengakibatkan kontaminasi mikrobiologi terhadap makanan, pengemas makanan, atau permukaan yang kontak dengan makanan. 8. Menghilangkan hama dari unit pengolahan Menghilangkan hama dari unit pengolahan adalah prosedur untuk mencegah dan mempertahankan agar tidak ada hama di fasilitas pengolahan. Pemantauan harus meyakinkan bahwa hama tidak dapat masuk ke area penting dan menjamin bahwa seluruh prosedur diikuti agar hama dapat dicegah. Mengenai persyaratan dasar HACCP di Indonesia, Thaheer (2005) menyebutkan bahwa didalam SNI 01-4852-1998 tentang Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis serta Pedoman Penerapannya,
37
persyaratan dasar sistem HACCP tidak dideskripsikan secara jelas sehingga berbagai acuan persyaratan dasar dapat saja diakomodasikan. Beberapa instansi teknis di Indonesia menerjemahkan persyaratan dasar (pre-requisite) menjadi program pembinaan, misalnya Cara Pengolahan Makanan yang Baik (CPMB) yang pernah dipopulerkan oleh Departemen Kesehatan PerMenkes Nomor 23/MenKes/Per/I/1978 yang hingga kini masih digunakan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan, atau Sertifikasi Kelayakan Pengolahan (SKP) yang pernah dikeluarkan oleh Dirjen Perikanan, Departemen Pertanian, dan sampai saat ini masih dipergunakan oleh Dirjen Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Setelah mempertimbangkan berbagai persyaratan standar/regulasi diatas maka diputuskan untuk menggunakan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 23/MenKes/SK/I/1978 tentang Pedoman Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) sebagai acuan penyusunan draf manual pre-requisite HACCP untuk PKIS Sekar Tanjung adalah CPMB yang berlaku secara nasional sangat sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan PKIS Sekar Tanjung sebagai badan usaha berskala nasional. Lagipula dalam CPMB sudah dimasukkan aspek-aspek GMP dan SSOP dalam butir persyaratannya.
Meskipun demikian, untuk menegaskan
kedudukan SSOP sebagai implementasi dari GMP maka standar SSOP dari US-FDA juga dijadikan acuan.
C.
Menetapkan Kerangka Manual Konsep manual manajemen mutu yang terdiri dari 3 tingkat (level) diwujudkan dalam kerangka manual yang terdiri dari 3 bab utama. Ketiga bab tersebut yaitu : kebijakan (bab 1), prosedur (bab 2), dan referensi (bab 3). Demi menegaskan sifat hierarkis manual sebagai buku pedoman, maka digunakanlah kata “level” pada manual untuk menggantikan kata “bab” yang biasa digunakan dalam buku-buku pada umumnya. Sebenarnya, sebelum bab 1 (kebijakan), manual memiliki beberapa bagian seperti halaman depan (cover), daftar isi, lembar pengesahan dan pengendalian
38
manual, serta lembar pengenalan manual. Bagian tersebut merupakan bagian yang harus ada dalam manual yang utuh namun tidak termasuk dalam ketiga bab (level) manual. Dengan kata lain, bagian ini dapat dianggap sebagai manual level 0 pada manual manajemen mutu. Penetapan kerangka manual selain bertujuan untuk merealisasikan konsep manual, juga bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan tidak adanya guideline atau pedoman untuk menyusun rencana tertulis berdasarkan persyaratan yang diacu. Langkah antisipasi ini diwujudkan dengan mencantumkan sub bab minimal yang harus ada pada tiap bab dalam kerangka. Adapun sub bab yang lebih rinci baru dapat ditentukan pada tahap menyusun dan menetapkan struktur isi manual (pembahasan bagian E. Menurut Waller et al (1994) setidaknya bab/level 1 (kebijakan) pada manual manajemen mutu memiliki 6 bagian yaitu (1) pendahuluan, (2) pernyataan kebijakan, (3) struktur organisasi, (4) wewenang dan tanggung jawab manajemen, (5) tinjauan manajemen, dan (6) sistem manajemen mutu dan hubungannya dengan persyaratan. Pada bagian pendahuluan diletakkan program mutu organisasi dalam konteksnya dengan memperkenalkan organisasi dan sistem manajemen mutunya. Pernyataan kebijakan meliputi pernyataan misi dan pernyataan kebijakan mutu. Pernyataan misi mengungkapkan sasaran perusahaan dan tindakan sebagai fokus bisnis inti, sedangkan pernyataan kebijakan mutu menyangkut pelanggan dan masalah mutu. Penandatangan pernyataan kebijakan mutu oleh eksekutif puncak diperlukan untuk menunjukkan bahwa gerakan manajemen mutu telah dipahami dan didukung oleh tingkat tertinggi dari organisasi. Struktur organisasi dibagi kedalam dua tipe. Tipe pertama yaitu struktur manajemen lini. Pada struktur ini wewenang turun ke bawah dari pucuk organisasi melalui suatu rantai atau lini manajer, ke tenaga kerja di bagian dasar. Secara potensial struktur manajemen lini membuat masalah pengendalian dan tanggung jawab menjadi jelas.
39
Tipe yang kedua adalah struktur berdasarkan proyek. Pada struktur ini hanya sebagian peran dan tanggung jawab dalam organisasi yang ditetapkan. Peran fungsional dalam suatu hierarki benar-benar muncul sampai batas waktu tertentu, namun staf tidak terikat oleh peran itu. Peran dan tanggung jawab individual juga ditetapkan sesuai proyek yang perlu ditangani. Struktur ini baik untuk memanajemeni pola kerja yang terdiri dari beberapa proyek terpisah, semuanya perlu suatu gabungan keterampilan yang berbeda. Struktur ini sangat fleksibel dan paling bisa memanfaatkan keterampilan dan pengalaman dalam organisasi. Bagan organisasi harus mengidentifikasi peran kunci dan menunjukkan hubungan diantara subyek dengan menuliskan uraian singkat dari hubungan tanggungjawab dan pelaporan. Tinjauan manajemen adalah suatu proses dimana manajemen senior secara teratur mengevaluasi semua aspek dari sistem manajemen mutu. Pernyataan kesesuaian dengan persyaratan berupa referensi silang terhadap prosedur khusus yang dimiliki untuk menunjukkan bagaimana persyaratan dari standar manajemen mutu telah dipenuhi oleh organisasi. Bab (level) 2 adalah prosedur kerja, disebut demikian karena mencakup semua prosedur yang dikembangkan dan diterapkan di tingkat madya organisasi. Prosedur adalah implementasi dari apa yang tertulis pada bab sebelumnya (kebijakan). Hal yang harus diperhatikan adalah bahwa prosedur kerja harus mengungkapkan : (1) bagaimana semua aktivitas manajemen dilaksanakan (2) siapa yang akan melaksanakan aktivitas, dan (3) bagaimana aktivitas didokumentasikan (Waller et al., 1994). Adapun prosedur yang digunakan pada penyusunan draf manual pre-requisite HACCP dan manual halal merupakan kombinasi prosedur enam bagian dan prosedur bagan alir. Prosedur enam bagian mencakup pengertian umum sebagai berikut : 1. Tujuan Berisi masalah spesifik yang ingin dicapai sehingga prosedur tersebut dibuat atau berisi alasan prosedur.
40
2. Ruang lingkup : Berisi penjelasan fungsi bidang atau personel didalam penerapan prosedur atau berisi mengenai ruang lingkup penerapan prosedur. 3. Acuan/referensi Berisi daftar dokumen yang berisi informasi yang diperlukan untuk memahami prosedur atau dapat berupa dokumen eksternal dan internal yang berhubungan dengan prosedur dan terkait dengan kegiatan prosedur. 4. Definisi Mendefinisikan istilah umum yang digunakan dalam prosedur atau penjelasan suatu pekerjaan yang tidak umum dimengerti atau yang menggunakan pengertian spesifik dalam prosedur. 5. Rincian prosedur : Rincian jenis pekerjaan yang harus dilaksanakan atau kerangka tindakan personel dan bidang/bagian yang dilibatkan didalam aktivitas tertentu dan berisi urutan aktivitas suatu proses berikut tanggungjawab, material dan peralatan yang diperlukan, sampai apabila memungkinkan mengenai proses pencatatannya. 6. Dokumentasi / lampiran Berisi formulir, rekaman atau rekaman-rekaman dan dokumen rujukan lainnya yang dibutuhkan melengkapi jalannya proses seperti yang digambarkan dalam prosedur. Atau setiap dokumen pendukung yang terkait dengan prosedur (instruksi kerja, formulir, form/checklist). Prosedur bagan alir menggambarkan aliran proses pekerjaan/kegiatan produksi. Bab (level 3) adalah referensi kerja. Referensi kerja setidaknya memiliki dua tipe referensi, yaitu referensi internal dan referensi eksternal. Pada akhir tiap bab dicantumkan ringkasan untuk masing-masing bab pada manual. Kerangka manual bersama dengan acuan dan aktivitas manajemen organisasi merupakan tiga aspek yang saling berinteraksi. Adapun hasil interaksi tersebut adalah output yang berupa isi manual. Lebih jauh
41
mengenai hubungan acuan dan kerangka manual dengan aktivitas manajemen mutu organisasi dapat dilihat pada pembahasan bagian E (menyusun draf dan menetapkan struktur isi manual). Hal yang perlu diingat adalah bahwa sebelum menulis isi manual, harus ditentukan terlebih dahulu desain manualnya.
D.
Menetapkan Desain (Layout dan Format) Manual Menurut Waller et al. (1994), ada tiga tahap dalam proses penetapan desain manual. Ketiga tahap tersebut diantaranya : (1) mengidentifikasi semua elemen yang harus didesain, (2) menentukan bagaimana memperlakukan berbagai elemen tersebut secara individual, dan (3) menentukan bagaimana desain untuk semua elemen akan bekerja sebagai suatu kelompok. Pada penyusunan draf manual halal dan draf manual pre-requisite HACCP identifikasi elemen dilakukan dengan menilai salinan manual dari berbagai sumber. Sumber yang dijadikan rujukan dapat berupa salinan manual dari organisasi yang telah berhasil mendapat sertifikat mutu maupun salinan manual pada lampiran berbagai literatur yang membahas masalah penulisan manual dan panduan penerapan manajemen mutu. Setelah semua salinan manual dinilai, kemudian dianalisis elemenelemen yang memerlukan sebuah gaya desain. Dari hasil analisis tersebut didapat beberapa elemen yaitu halaman depan (cover), daftar isi, lembar pengesahan dan pengendalian, tajuk di tiap halaman, dan bagan alir, dan referensi kerja. Gaya desain yang digunakan harus memenuhi kriteria desain yang baik. Menurut Waller et al. (1994), desain manual yang baik adalah desain yang memenuhi 3 kriteria, yaitu (1) membantu pembaca menemukan informasi, (2) membantu pembaca membaca informasi, dan (3) membantu pembaca memahami informasi yang disajikan pada manual. Ketiga kriteria tersebut diwujudkan dalam layout dan format manual pada masing-masing elemen yang telah disebutkan diatas.
42
Layout 1. Layout halaman depan (cover) Waller et al. (1994) menyebutkan bahwa cover harus memberi identifikasi pada manual tentang apa sebenarnya manual itu, sehingga bisa memberi gambaran umum mengenai isinya. Hal ini merupakan salahsatu perwujudan kriteria pertama dari desain yang baik (membantu pengguna menemukan informasi). Pada halaman depan draf manual halal dan draf manual prerequisite HACCP untuk PKIS Sekar Tanjung kriteria kemudahan menemukan informasi diwujudkan dengan mencantumkan judul utama, sub judul (terjemahan pendek dari judul utama), bab yang ada, kode manual dan keterangan industri (logo dan alamat). Layout cover draf manual pre-requisite HACCP dapat dilihat pada Lampiran 2. Judul adalah alat yang paling jelas untuk akses informasi. Hal yang juga harus dipertimbangkan adalah bagaimana judul berhubungan dengan teks yang mengikutinya. Jika judul difungsikan sebagai alat akses, maka sebaiknya judul memasukkan suatu terjemahan pendek dari istilah teknis atau pertanyaan yang mungkin telah dimiliki pembaca sebelum mereka membaca teks (Waller et al., 1994).
2.
Layout daftar isi Pada bagian daftar isi, semua judul yang ada dalam dokumen dicantumkan dengan nomor halaman. Karena daftar isi meringkas isi manual, maka daftar isi ditempatkan lebih dahulu sehingga mudah ditemukan. Menurut Waller et al. (1994), nomor halaman ditempatkan langsung setelah teks, sehingga pembaca tidak harus melompati suatu ruang untuk bisa mendapatkannya. Meletakkan nomor halaman segaris dengan teks, setelah melewati suatu senjang akan menyulitkan pembacaan. Hal ini penting dalam menunjang kemudahan akses menemukan informasi (kriteria pertama untuk desain yang baik). Tajuk/ Kop pada halaman daftar isi didesain tidak memiliki ruang untuk menulis keterangan nomor bab/level. Hal ini dikarenakan
43
daftar isi bersifat umum untuk semua bab, atau dengan kata lain daftar isi dapat diibaratkan sebagai level 0 pada draf manual. Selebihnya layout tajuk di halaman daftar isi sama dengan layout tajuk di setiap halaman. Layout daftar isi pada draf manual halal dapat dilihat pada Lampiran 15.
3.
Layout lembar pengesahan dan pengendalian Sebagaimana tajuk/kop pada halaman daftar isi, tajuk/kop pada lembar pengesahan dan pengendalian juga didesain tidak memiliki ruang untuk menulis keterangan nomor bab/level, dengan alasan yang sama. Hal yang membedakan adalah adanya penambahan ruang untuk menulis kode distribusi sebagai fungsi pengendalian serta ruang untuk menulis nama dan alamat perusahaan. Penyebutan perusahaan yang menerbitkan manual diperlukan untuk kepentingan manajerial karena pemakai dapat menghubungi pihak yang mengeluarkan manual. Sedangkan penyediaan ruang untuk menulis keterangan lainnya (No. dokumen, jenis dokumen, tanggal berlaku, revisi, halaman) sama dengan tajuk yang ada disetiap halaman. Fungsi pengesahan diwujudkan dengan adanya ruang untuk tandatangan. Menurut Thaheer (2005), pengesahan merupakan bukti bahwa dokumen sah untuk digunakan di lingkungan perusahaan. Pengesahan
dilakukan
oleh
pejabat
yang
berwenang
dengan
membubuhkan tandatangan pada lembar pengesahan. Penentuan pejabat yang berwenang disesuaikan dengan level dokumen yang disahkan. Layout lembar pengesahan dan pengendalian untuk draf manual halal dapat dilihat pada Lampiran 16.
4.
Layout pada tiap halaman (level 1, 2, 3 ) Pada layout tiap halaman terdapat tajuk/kop yang menyediakan ruang untuk mencantumkan keterangan perusahaan (logo perusahaan), klasifikasi subyek (bab/level), judul manual, judul lelar, kode dokumen
44
(document code), jenis dokumen (document type), tanggal berlaku efektif (effective date), revisi, dan halaman (page). Pada layout tiap halaman keterangan perusahaan hanya muncul dalam bentuk logo, karena nama dan alamat perusahaan telah ada pada halaman depan dan lembar pengesahan. Manual diberkaskan menurut kode klasifikasi sistem, olehkarena itu kode tersebut harus tampak pada sudut atas masing-masing halaman. Sedangkan sistem yang digunakan dijadikan sebagai judul manual. Sebuah
manual
berlaku
secara
efektif
sejak
tanggal
dikeluarkan. Pada saat membuat tanggal berlaku (effective date) harus dipertimbangkan waktu yang diperlukan untuk mencetak dan menyebarkannya. Olehkarena sebuah manual memiliki masa efektif berlaku maka sebuah manual juga harus direvisi jika masa efektif berlaku manual berakhir atau mengalami perubahan pada isinya. Manual juga harus dilengkapi dengan nomor halaman untuk memudahkan proses temu balik. Setiap manual memuat hal atau subyek untuk memudahkan identifikasinya. Penentuan hal atau subyek diupayakan sesuai dengan bagan klasifikasi subyek yang digunakan oleh perusahaan. Hal atau subyek ini dikenal dengan istilah judul lelar (running heads). Pencantuman judul lelar bertujuan untuk membantu pengguna agar pengguna dapat mengorientasikan diri dengan cepat ketika membalik halaman manual. Judul lelar pada draf manual pre-requisite HACCP dan draf manual halal menunjukkan nama bab pada setiap halaman manual. Contoh layout tiap halaman dapat dilihat pada Lampiran 22.
5.
Layout bagan alir /flow chart (level 2) Layout
bagan
alir
dirancang
sedemikian
rupa
untuk
memudahkan pengguna menemukan informasi yang diperlukan dalam melaksanakan kegiatan prosedural. Layout diagram alir terdiri dari kolom-kolom prosedur dimana masing-masing kolom dibagi atas 3 sub
45
kolom. Sub kolom pertama menunjukkan subyek (pelaku) kegiatan, sub kolom kedua menunjukkan kegiatan, sub kolom ketiga menunjukkan dokumentasi yang diperlukan dalam menjalankan kegiatan, baik dokumentasi yang harus diacu maupun dokumentasi yang harus dibuat oleh pelaku kegiatan. Kedua dokumentasi tersebut terdapat pada bagian kontrol proses pada bab prosedur.
Adapun
keterangan yang lebih rinci mengenai dokumen terdapat pada bab 3 (referensi). Layout prosedur pembelian pada draf manual halal dapat dilihat pada Lampiran 21.
6.
Layout referensi kerja (level 3) Layout referensi kerja berupa document masterlist dalam bentuk tabel tiga kolom yang berisi Nomor, nama dokumen, dan nomor (kode) dokumen.
Format Format penulisan yang digunakan pada draf manual pre-requisite HACCP dan draf manual halal adalah format outline. Sulistyo et al. (2003) menjelaskan bahwa format outline mengatur informasi dalam bentuk ringkasan dalam hierarki abjad atau numerik. Outline merupakan format sangat terstruktur dan banyak digunakan bila sebuah kebijakan atau prosedur harus dirinci menjadi bagian-bagian komponen, dimana masing-masing bagian dibuatkan deskripsi tersendiri. Format yang sangat terstruktur akan memudahkan pengguna dalam menemukan dan membaca informasi. Kemudahan
membaca
informasi
juga
diwujudkan
dengan
mengatur jenis ketikan, ukuran ketikan, panjang kalimat, dan spasi antar baris. Ada banyak pilihan jenis dan ukuran huruf pada ketikan. Akan tetapi secara umum dapat dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu jenis serif yang memiliki pengait kecil pada akhir huruf dan jenis sans serif yang tidak memiliki kait. Sebagai pedoman umum, ukuran terkecil dari ketikan yang harus digunakan pada isi teks adalah 9 pt, dan yang terbesar adalah 11 pt. Untuk judul dapat dipilih tipe 12 atau 14 pt, dan 18 atau 20 pt untuk judul
46
bagian utama. Sedangkan Panjang kalimat yang direkomendasikan adalah 812 kata per kalimat, atau 50-70 karakter. (Waller et al, 1994). Jenis huruf yang digunakan pada draf manual halal dan prerequisite HACCP adalah jenis sans serif yaitu arial ukuran 10 pt dengan pertimbangan kemudahannya untuk dibaca. Sedangkan Ukuran ketikan yang dipilih untuk judul utama adalah 20 pt. Sebagai perwujudan kriteria ketiga (membantu pembaca memahami isi manual), juga dicantumkan definisi dari simbol dan istilah yang digunakan serta catatan kaki (foot note) dalam manual. Kombinasi layout dan format penulisan akan membentuk desain manual yang utuh. Tahap selanjutnya yang harus dilakukan adalah menyusun informasi mengenai aktivitas manajemen mutu organisasi dan menuliskannya menjadi isi manual dalam layout dan format yang telah ditetapkan tersebut.
E.
Menyusun dan Menetapkan Struktur Isi Manual Informasi yang harus disusun menjadi isi manual adalah aktivitas manajemen halal, GMP, dan SSOP PKIS Sekar Tanjung. Informasi tersebut ditulis berdasarkan kerangka, acuan, dan desain yang ditetapkan sebelumnya. Menurut Waller et al. (1994), suatu manual manajemen mutu yang baik adalah manual yang mampu memenuhi peran sebagai simbol dan sebagai buku acuan bagi organisasi. Jika penyusun manual berkonsentrasi terlalu banyak pada manual sebagai simbol, penyusun akan meyeleweng dan mulai menerapkan suatu dunia impian teoritis yang semuanya ditetapkan secara logis dan diuraikan dengan cara yang ideal. Sebaliknya jika penyusun hanya menganggap manual manajemen mutu sebagai dokumen fungsional penyusun akan cenderung meremehkan pentingnya manual ini dan gagal untuk mengeksploitasi manfaatnya sebagai kesatuan simbol keberhasilan (Waller et al., 1994). Olehkarena itu dibutuhkan pengetahuan mengenai seni menyusun manual, yaitu seni dalam menyeimbangkan pemenuhan kedua peran tersebut.
47
Tahap ini dapat dikatakan sebagai tahap yang paling menarik dan menantang untuk dikerjakan selama proses penyusunan manual di PKIS Sekar Tanjung. Menarik karena pekerjaan menyusun manual dapat dinikmati sebagai suatu seni sebagaimana telah dijelaskan diatas. Menantang karena untuk menyusun manual dibutuhkan kemauan dan komitmen untuk bekerja keras, baik bekerja dengan otak maupun otot. Kerja otak dibutuhkan terutama dalam menginterpretasikan persyaratan yang ada dalam acuan, sedangkan kerja otot terutama dibutuhkan dalam mencari dan menuliskan (mengetik) semua informasi mengenai aktivitas manajemen mutu organisasi menjadi satu dokumen tunggal (manual) sesuai dengan sistem manajemen mutu yang diacu. Informasi mengenai aktivitas manajemen mutu PKIS Sekar Tanjung yang menjadi isi manual ditulis berdasarkan hasil audit dokumen, obesrvasi lapang, dan wawancara dengan tim manajemen PKIS Sekar Tanjung. Sebagai narasumber dari tim manajemen adalah para manajer dan supervisor dari tiap departemen di PKIS Sekar Tanjung. Wawancara dengan supervisor menghasilkan informasi berupa praktek kerja seharihari sebagai bahan untuk mengisi bab 2 pada manual, sedangkan wawancara dengan manager HRD, ketua tim HACCP, koordinator halal dan auditor halal internal mengahasilkan informasi berupa latar belakang organisasi termasuk kebijakan mutunya sebagai bahan untuk mengisi bab 1 pada manual. Audit dokumen menghasilkan informasi berupa dokumen yang digunakan PKIS Sekar Tanjung sebagai bahan untuk mengisi bab 3 pada manual. Semua informasi tersebut pada akhirnya harus diverifikasi melalui observasi lapang untuk selanjuntnya ditulis kedalam manual menurut kerangka dan desain yang telah ditetapkan. Pada proses penyusunan draf manual halal dan draf manual prerequisite HACCP ditemui beberapa kendala, namun dengan adanya konsep yang matang dan persiapan yang telah dilakukan sebelumnya, kendala tersebut dapat diatasi. Berikut adalah pemaparan mengenai proses penyusunan draf manual pre-requisite HACCP dan draf manual halal untuk PKIS Sekar Tanjung.
48
Pada penyusunan draf manual pre-requisite HACCP kendala pertama yang dihadapi adalah ketiadaan suatu panduan penyusunan rencana tertulis (guideline) untuk CPMB, padahal rencana tersebut diperlukan untuk memenuhi hal-hal yang dipersyaratkan dalam acuan (Kepmenkes RI No. 23 tahun 1978 tentang CPMB). Kendala ini dapat segera diatasi dengan adanya kerangka dan desain manual yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga dapat berfungsi sebagai panduan penyusunan rencana tertulis yang siap pakai. Suatu desain baru akan berfungsi dengan baik apabila ditunjang dengan gaya penulisan yang baik pula. Gaya penulisan ini sangat penting karena jika pengguna tidak menyukai gaya penulisan manual maka kemungkinan besar mereka tidak akan menggunakan manual itu sama sekali, atau paling tidak, menggunakannya secara tidak tepat. Ini tentu saja sangat beresiko karena jika manual tidak digunakan dengan tepat maka perusahaan beresiko gagal mendapatkan sertifikat karena yang dikatakan manual dengan yang mereka lakukan tidak konsisten. Salahsatu syarat gaya penulisan manual yang baik adalah mudah dimengerti (Waller et al.,1994). Hal tersebut hanya dapat dicapai dengan menerapkan aturan penulisan yang jelas. Aturan penulisan yang jelas dapat dibagi kedalam aturan kata dan struktur bahasa (aturan kalimat). Aturan kata mengupas unit dasar bahasa, yaitu kata berkaitan dengan bagaimana memilih dan menggunakannya. Berikut adalah aturan kata yang harus dipatuhi : (1) gunakan kata umum, (2) batasi jumlah kata yang digunakan, (3) menjelaskan istilah teknis dengan membuat daftar istilah, catatan kaki, ataupun penjelasan setelah istilah, (4) ungkapkan secara konsisten, (5) gunakan kata kerja sebenarnya (6) gunakan kata ganti personal. Aturan kalimat bergeser dari bagaimana menggunakan kata ke bagaimana sebaiknya kalimat-kalimat disatukan agar menjadi jelas. Berikut adalah aturan kalimat yang harus yang harus dipatuhi : (1) gunakan kalimat yang pendek, (2) gunakan daftar, (3) gunakan struktur paralel, (4) gunakan
49
konstruksi kalimat aktif, (4) menulis secara positif, (5) mengedit rancangan manual (Waller et al.,1994). Bab 1 (Kebijakan) pada draf manual pre-requisite HACCP diisi dengan syarat minimum manual kebijakan yang ada pada kerangka dan hasil interpretasi dari persyaratan yang ada dalam acuan. Sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan skripsi bagian C (menetapkan kerangka manual), setidaknya ada 6 aspek yang harus dibahas pada manual kebijakan, yaitu (1) pendahuluan, (2) pernyataan kebijakan, (3) struktur organisasi, (4) wewenang dan tanggung jawab manajemen, (5) tinjauan manajemen, dan (6) sistem manajemen mutu dan hubungannya dengan persyaratan. Pada bagian pendahuluan ditampilkan informasi yang berkaitan dengan latar belakang PKIS Sekar Tanjung seperti profil industri, visi, misi, karyawan, termasuk produk/jasa yang dihasilkan. Sedangkan bagian kebijakan ditampilkan dengan memperkenalkan organisasi dan kebijakan mutunya dalam konteks GMP dan SSOP. Masalah mulai muncul ketika akan mengisi bagian 3 dan 4 dari bab kebijakan. Kedua bagian tersebut menjadi kendala karena dari hasil audit dokumen tidak ditemukan adanya dokumen yang menjelaskan wewenang dan tanggung jawab manajemen dalam bentuk job description. Hal yang paling mendasar seperti struktur organisasi juga tidak relevan lagi karena belum pernah direvisi sejak diterbitkan pertama kali. Solusi yang digunakan untuk menghadapi masalah ini adalah dengan menuliskan informasi tersebut berdasarkan hasil observasi terhadap sistem yang selama ini berjalan. Tentu saja dengan catatan bahwa informasi yang ditulis harus segera disesuaikan dengan dokumen resmi apabila dokumen yang bersangkutan telah diterbitkan. Struktur organisasi yang ditampilkan pada manual pre-requisite HACCP adalah struktur organisasi tipe 1, karena program mutu GMP dan SSOP ini melibatkan peran fungsional yang kontinyu dari semua pihak yang terlibat dalam organisasi. Sedangkan bagian 6 (sistem manajemen mutu organisasi) baru dapat diisi setelah manual selesai disusun.
50
Selain keenam bagian dari manual kebijakan mutu diatas, isi dari manual kebijakan mutu untuk draf manual pre-requisite HACCP juga dikembangkan sesuai dengan hasil interpretasi dari persyaratan yang ada dalam acuan. Pada Kepmenkes RI No.23 tahun 1978 tentang CPMB, terdapat beberapa klausul yang kemudian diinterpretasikan dalam bentuk sub bab mengenai bangunan, lingkungan, peralatan, dan perlengkapan. Sub bab ini menjadi pelengkap keenam sub bab diatas sekaligus menjadi pembeda dari manual sistem mutu lainnya, misalnya manual halal. Bab 2 (Prosedur kerja) pada manual pre-requisite HACCP, merupakan inti operasional dari keseluruhan sistem GMP dan SSOP. Bagian ini menetapkan model rinci tentang bagaimana organisasi harus beroperasi, yang merupakan praktek nyata saat ini. Berdasarkan hasil audit dokumen, PKIS Sekar Tanjung telah memiliki manual prosedur dan instruksi kerja dalam menjalankan fungsi operasionalnya. Kendalanya adalah prosedur tersebut masih ditulis dengan gaya penulisan yang berbeda-beda sehingga sulit disatukan menjadi satu dokumen tunggal. Kendala ini diatasi dengan menggunakan satu gaya penulisan prosedur berdasarkan desain prosedur yang telah ditetapkan pada tahap sebelumnya (menetapkan desain manual). Bab ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu kontrol proses dan sanitasi, prosedur kerja, serta ringkasan informasi bab 2. Kontrol proses dan sanitasi berupa tabel yang berisikan parameter proses, sumberdaya pendukung proses dan sanitasi yang harus dikontrol. Kontrol ini merupakan pengembangan dari kerangka bab 2. Adanya pengembangan tersebut dikarenakan aspek manuafakturing memiliki banyak parameter yang harus dikontrol sehingga diperlukan satu sub bab khusus yang membahas mengenai kontrol proses. Kontrol ini menjadi acuan dalam melakukan tahapan-tahapan kerja yang tertuang dalam prosedur kerja. Persyaratan GMP pada acuan CPMB diterjemahkan kedalam prosedur kerja, sedangkan persyaratan SSOP pada CPMB diterjemahkan kedalam instruksi kerja. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan kedudukan SSOP sebagai bentuk implementasi dari program GMP. Instruksi kerja
51
tersebut tidak ditampilkan dalam manual karena konsep yang digunakan adalah konsep manual manajemen mutu menurut Waller et al. (1994). Berdasarkan konsep tersebut instruksi kerja dimasukkan pada bab 3 dalam bentuk masterlist (nama dan nomor dokumen) saja, sedangkan naskah aslinya tersedia di setiap stasiun kerja. Sulistyo et al. (2003), menambahkan bahwa posisi instruksi kerja hanya sebagai sisipan (ditampilkan hanya jika diperlukan), hal yang paling penting adalah tersedianya instruksi kerja tersebut di setiap stasiun kerja. Bab 3 adalah referensi kerja. Tipe referensi yang dicantumkan pada manual pre-requisite HACCP berupa dokumen internal dan eksternal. Waller et al. (1994) menjelaskan bahwa dokumen internal adalah referensi yang dihasilkan secara internal oleh subyek pekerjaan dan proses yang digunakan, sedangkan dokumen eksternal adalah referensi yang dihasilkan secara eksternal oleh pengaruh luar organisasi. Contoh referensi yang dihasilkan secara internal adalah formulir, manual teknis, instruksi teknis, gambar teknis, standar dan spesifikasi internal, instruksi dan daftar periksa, metodologi pengujian, materi referensi dan riset. Sedangkan contoh referensi yang dihasilkan secara eksternal adalah perundangundangan, standar industri, spesifikasi pelanggan, dan instruksi kerja dari kualifikasi nasional. Pada organisasi yang cukup besar seperti PKIS Sekar Tanjung tidak mungkin mengambil salinan dari refensi ke dalam manual. Salahsatu solusinya adalah dengan menyediakan suatu katalog atau indeks bagi referensi. Pada draf manual pre-requisite HACCP indeks ini diwujudkan dalam bentuk masterlist document yang berisi tipe referensi beserta nomor dokumennya. Setelah semua aktivitas manajemen mutu yang dipersyaratkan selesai ditulis, dilakukan tahapan penyuntingan akhir. Tahap ini dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa semua aktivitas manajemen mutu telah ditulis berdasarkan kerangka dan urutan yang tidak akan berubah lagi (final). Setelah tahap ini selesai barulah tabel kesesuaian dengan acuan yang terdapat pada bab 1 dapat diisi.
52
Semua proses penyusunan draf manual pre-requisite HACCP diatas juga berlaku pada penyusunan draf manual halal. Hal yang membedakan hanyalah dari segi penulisan isi manual, karena disesuaikan dengan sistemnya masing-masing. Draf manual halal disusun berdasarkan Panduan Penyusunan SJH yang diterbitkan LPPOM MUI, sehingga tidak ada kendala dalam penyusunannya. Apalagi Panduan SJH tersebut juga tidak bertentangan dengan kerangka manual yang ditetapkan sebelumnya, bahkan ditambah dengan penjelasan yang dapat mempermudah interpretasi persyaratan SJH. Sebagaimana draf manual pre-requisite HACCP, draf manual halal juga terdiri dari 3 bab. Bab 1 pada draf manual halal selain diisi dengan 6 aspek seperti yang ada pada kerangka untuk bab kebijakan, juga diisi dengan hasil interpretasi dari persyaratan standar, misalnya persyaratan untuk auditor halal internal. Bab 2 pada draf manual halal diisi dengan prosedur cara berproduksi halal berdasarkan Panduan Penyusunan SJH. Berdasarkan hasil observasi lapang sistem ini belum sepenuhnya dilaksanakan oleh PKIS Sekar Tanjung. Bahkan dari hasil audit dokumen juga diketahui bahwa banyak prosedur halal yang belum didokumentasikan. Adanya proyek penyusunan manual SJH ini merupakan langkah awal yang sangat baik untuk mulai menerapkan cara berproduksi halal berdasarkan acuan tertentu. Hal yang harus diingat adalah prosedur pada manual masih perlu diujucobakan sebelum disahkan menjadi manual. Bab 3 pada draf manual halal diisi dengan masterlist dokumen halal internal dan eksternal. Setelah semua aktivitas manajemen halal yang dipersyaratkan selesai ditulis, dilakukan tahapan penyuntingan akhir. Tahap ini dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa semua aktivitas manajemen halal telah ditulis berdasarkan kerangka dan urutan yang tidak akan berubah lagi (final) sehingga struktur isi dapat ditentukan. Setelah tahap ini selesai barulah tabel kesesuaian dengan acuan yang terdapat pada bab 1 dapat diisi dan nomor halaman dapat dicantumkan.
53
F.
Memberi Nomor Manual, Nomor Halaman, dan Menyusun Daftar Isi Setelah struktur isi ditetapkan langkah selanjutnya adalah memberi kode manual dan nomor halaman. Sistem pengkodean (coding) manual yang digunakan sesuai dengan posisi manual pada tingkat hierarkisnya. Olehkarena kedua draf manual berupa satu dokumen tunggal (manual manajemen mutu), maka kode yang digunakan pun sama untuk semua tingkatan (level) pada manual. Lain halnya apabila manual manajemen mutu
tersebut
kemudian
ingin
dipisahkan
berdasarkan
tingkat
hierarkisnya. Dalam hal ini kode manual harus disesuaikan berdasarkan tingkat hierarkis manual. Penjelasan mengenai sistem pengkodean pada draf manual pre-requisite HACCP dapat dilihat pada Lampiran 11. Waller et al. (1994) juga menyebutkan bahwa nomor halaman adalah hal mendasar dalam rangka membuat dokumen bisa diakses. Agar mudah memperbaruinya, seri nomor halaman baru dapat dimulai untuk setiap bagian utama dalam manual. Daftar isi draf manual halal dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Daftar isi draf manual halal Judul/subyek
Halaman
Lembar Pengesahan dan Pengendalian Manual
ii
Pengenalan Manual
iii
1.0.
Kebijakan
1-1
1.1.
Profil Industri
1-1
1.2.
Kebijakan Halal
1-3
1.3.
Tujuan dan Ruang Lingkup
1-3
1.4.
Persyaratan SJH LPPOM MUI
1-5
1.5.
Definisi – Definisi
1-6
1.6.
Struktur Organisasi Tim Manajemen Halal
1-7
1.7.
Persyaratan auditor halal internal
1-8
1.8.
Uraian Tugas Tim Manajemen Halal
1-8
1.9.
Tinjauan Manajemen
1-11
1.10. Ringkasan Informasi Level 1 : Kebijakan
1-13
54
Lanjutan Tabel 2. Daftar isi draf manual halal Judul/subyek
Halaman
2.0.0. Prosedur
2-1
2.1.0. SOP untuk Departemen Procurement
2-1
2.1.1. SOP Pembelian dan Pengembalian Bahan
2-1
2.2.0. SOP untuk Departemen Produksi
2-3
2.2.1. SOP Produksi Halal
2-3
2.3.0. SOP untuk Departemen QC/QA
2-5
2.3.1. SOP Penelitian dan Pengembangan
2-5
2.3.2. SOP Pemeriksaan Bahan dan Pemberian Status
2-7
“Halal Pass” 2.4.0. SOP untuk Departemen Logistik/Gudang
2-9
2.4.1. SOP penerimaan dan penyimpanan bahan
2-9
2.4.2. SOP pengeluaran bahan
2-12
2.4.3. SOP distribusi
2-14
2.5.0. SOP untuk Seluruh Departemen
2-17
2.5.1. SOP dokumentasi
2-17
2.6.0. Ringkasan Informasi Level 2 : Prosedur
2-24
3.0. Referensi
3-1
3.1. Daftar Dokumen Referensi (Masterlist)
3-1
3.2. Ringkasan Informasi Level 3 : Referensi
3-3
Tabel 3. Daftar isi draf manual pre-requisite HACCP Judul/subyek
Halaman
Lembar Pengesahan dan Pengendalian Manual
iv
Pengenalan Manual
v
1.0. Kebijakan
1-1
1.1. Profil Industri
1-1
1.2. Struktur Organisasi
1-3
1.3. Kebijakan GMP-SSOP
1-5
55
Lanjutan Tabel 3. Daftar isi draf manual pre-requisite HACCP Judul/subyek
Halaman
1.4. Tujuan dan Ruang Lingkup
1-5
1.5. Persyaratan yang Diacu
1-7
1.6. Definisi-Definisi
1-10
1.7. Lokasi Pabrik
1-11
1.8. Bangunan dan Fasilitas
1-13
1.9. Mesin dan Peralatan
1-14
1.10. Tinjauan Manajemen
1-27
1.11. Ringkasan Informasi Level 1 : Kebijakan
1-29
2.0.0.0.Prosedur
2-1
2.1.0.0.Proses Manajemen
2-1
2.1.1.0.Diagram Proses Manajemen
2-1
2.1.2.0.Kontrol Proses dan Sanitasi
2-2
2.1.2.1.Kontrol Sumber Daya Proses
2-2
2.1.2.2.Kontrol Proses Penerimaan Fresh Milk
2-15
2.1.2.3.Kontrol Proses Penerimaan Raw Material
2-19
2.1.2.4.Kontrol Proses Pasteurisasi
2-21
2.1.2.5.Kontrol Proses Intermediate
2-25
2.1.2.6.Kontrol Proses Blending
2-27
2.1.2.7.Kontrol Proses Intermediate
2-25
2.1.2.8.Kontrol Proses Sterilisasi
2-32
2.1.2.9.Kontrol Proses Intermediate
2-38
2.1.2.10.
Kontrol Proses Filling
2-40
2.1.2.11.
Kontrol Proses Inkubasi
2-51
2.1.2.12.
Kontrol Proses Penanganan
2-55
Unsterile/Defect Product 2.1.2.13.
Kontrol Proses Pengepakan (Packing)
2-57
2.1.2.14.
Kontrol Proses Penggudangan
2-58
2.1.2.15.
Kontrol Penanganan Produk Reject
2-61
56
Lanjutan Tabel 3. Daftar isi draf manual pre-requisite HACCP Judul/subyek
Halaman
2.1.2.16. Kontrol Sanitasi
2-64
2.2.0.0. Standard Operating Procedure (SOP)
2-80
2.2.1.0. SOP untuk Departemen Utilitas
2-80
2.2.1.1. SOP Persiapan Penyuplaian Sumberdaya Proses
2-81
2.2.1.2. SOP Penyuplaian Sumberdaya Proses
2-82
2.2.1.3. SOP Persiapan Pengolahan Limbah
2-84
2.2.1.4. SOP Pengolahan Limbah
2-86
2.2.2.0. SOP untuk Departemen QC/QA
2-88
2.2.2.1. SOP Persiapan Analisis Fresh Milk
2-88
2.2.2.2. SOP Persiapan Analisis Raw Material
2-90
2.2.2.3. SOP Persiapan Analisis Milk in Process
2-92
2.2.2.4. SOP Persiapan Analisis Produk Jadi
2-94
2.2.2.5. SOP Persiapan Analisis Produk Retur/Berstatus
2-96
Hold 2.2.2.6. SOP Analisis Fresh Milk
2-98
2.2.2.7. SOP Analisis Direct Raw Material
2-100
2.2.2.8. SOP Analisis Indirect Raw Material
2-102
2.2.2.9. SOP Analisis Milk in Process
2-104
2.2.2.10. SOP Analisis Produk jadi
2-106
2.2.2.11. SOP Analisis Produk Hold/Retur
2-108
2.2.3.0. SOP Departemen Produksi
2-110
2.2.3.1. SOP Persiapan Pengolahan Susu
2-110
2.2.3.2. SOP Pengolahan Susu
2-112
2.2.4.0. SOP Departemen Filling & Packing
2-114
2.2.4.1. SOP Persiapan Pengemasan Sterilized Milk
2-114
2.2.4.2. SOP Pengemasan Sterilized Milk
2-116
2.2.5.0. SOP Departemen Logistic/Warehouse
2-119
2.2.5.1. SOP Penimbangan Fresh Milk
2-119
2.2.5.2. SOP Persiapan Penerimaan Material
2-121
57
Lanjutan Tabel 3. Daftar isi draf manual pre-requisite HACCP Judul/subyek
Halaman
2.2.5.3. SOP Penerimaan Raw Material
2-123
2.2.5.4. SOP Penimbangan Raw Material
2-125
2.2.5.5. SOP Penerimaan Finish Good
2-127
2.2.5.6. SOP Pengeluaran Finish Good
2-129
2.2.5.7. SOP Penyimpanan Produk Retur
2-131
2.2.6.0. SOP untuk Departemen HRD
2-134
2.2.6.1. SOP Pengendalian Sanitasi Lingkungan dan
2-134
Pekerja
G.
2.2.7.0. SOP untuk Seluruh Departemen
2-136
2.2.7.1. SOP Dokumentasi
2-136
2.3.0.0. Ringkasan Informasi Level 2 : Prosedur
2-143
3.0.
Referensi
3-1
3.1.
Masterlist Document
3-1
3.2.
Ringkasan Informasi Level 3 : Referensi
3-7
Mengajukan Draf Manual Pengajuan draf manual dilakukan dengan didahului presentasi di depan tim manajemen. Pada presentasi tersebut dijelaskan mengenai isi draf manual termasuk saran-saran perbaikan dan pengembangan. Kesimpulan dan saran dapat dilihat pada bab VI. Adapun hasil yang dicapai pada kegiatan magang di PKIS Sekar Tanjung adalah tersusunnya dokumen berupa draf manual halal dengan judul “Manual SJH untuk PKIS Sekar Tanjung” dan draf manual prerequisite HACCP dengan judul “Manual GMP SSOP untuk PKIS Sekar Tanjung.”
58
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan Berdasarkan hasil magang, dapat disimpulkan bahwa : 1. PKIS Sekar Tanjung telah menerapkan aspek-aspek halal, GMP dan SSOP tetapi sulit dinilai efektivitasnya karena belum ada dokumen mutu yang mengacu pada persyaratan standar tertentu. 2. Pada penyusunan draf manual pre-requisite HACCP dan draf manual halal ditemui beberapa kendala antara lain : a. Beberapa aspek baik pada GMP, SSOP, maupun halal ada yang belum didokumentasikan. b. Dokumen yang ada belum terkendali seluruhnya. c. Gaya penulisan dokumen masih bervariasi. 3. Belum ada uraian tugas (job description) yang jelas.
B.
Saran 1. Perlu adanya uji coba sistem pada draf manual. 2. Perlu adanya audit internal untuk sistem yang berjalan. 3. Perlu adanya pembahasan draf manual pre-requisite HACCP dan draf manual halal untuk selanjutnya disahkan menjadi manual. 2. Perlu adanya penggabungan sistem GMP,SSOP, dan SJH menjadi satu sistem mutu terintegrasi.
59
DAFTAR PUSTAKA
Codex Alimentarius Commission. 1999. General Guidelines for Use of The Term “Halal”. The Secretariat of The Joint FAO/WHO Food Standards Programme, Rome. Effendi, U. 2005. Urgensi Sistem Jaminan Halal. Jurnal Halal LPPOM MUI No. 55 : 37-38. Fardiaz, S. 1996. Prinsip HACCP dalam Industri Pangan. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fateta, IPB, Bogor. Firdaus, M. 2004. Pengembangan Sistem Jaminan Produk Halal dan Implementasinya pada Industri Bakso Kusno, PT. Sari Lezat Perkasa, dan PT. Firmenich Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, IPB, Bogor. Hadiwiardjo, B.H dan Wibisono. 2000. ISO 9000 Sistem Manajemen Mutu Ghalia Indonesia, Jakarta. ISO/TR 10013. 2001. Guidelines for Quality Management Documentation. ISO Central Secretariat, Switzerland.
System
Jenie, B.S.L. 1988. Sanitasi dalam Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika. 2005. Panduan Penyusunan Sistem Jaminan Halal. Lembaga Pengkajian Pangan, Obatobatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia, Surabaya. Mortimor, S dan Carol Wallace. 1994. HACCP A Practical Approach. Chapman and Hall, London. Muhandri, T dan Kadarisman. 2005. Sistem Jaminan Mutu Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta, IPB, Bogor. Mulyo,S.S., Samuel B.S., Dewi P.H., Dyah, A., Agus, G.K., Suntana,S.D., Edy,R., Edi,G., Heriyanto, dan Aris S.H. 2005. Panduan Penerapan Manajemen Mutu ISO 9001:2000 Bagi Jasa Pelaksana Konstruksi dan Jasa Konsultasi Konstruksi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Prasojo, T. 2006. Standar Prosedur Operasi Pangan. Pelatihan Auditor Sistem HACCP XXXIX, Bogor. Qardhawi, Y. 2002. Halal dan Haram. Terjemahan A.S. Al-Falahi. Robbani Press, Jakarta.
60
Saepullah, A. 1999. Mempelajari Aplikasi Sistem HACCP Pada Proses Produksi Teh Botol Di PT. Sinar Sosro, Jakarta. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fateta, IPB, Bogor. Santosa, U.M. 1998. Penyusunan Dokumentasi Prosedur Operasi Sistem Pemeliharaan Preventif Peralatan Produksi Di Departemen Produksi PT. Pepsi Cola IndoBeverages, Ungaran. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fateta, IPB, Bogor. Sulistyo dan Basuki. 2003. Manajemen Arsip Dinamis. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Thaheer,H. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Bumi Aksara, Jakarta. Tunggal, A.W. 1992. Audit Mutu. Rineka Cipta, Jakarta. Waller, Derek Allen, dan Andrew Burns. 1994. Menulis Manual Manajemen Mutu : Desain ISO 9000. Terjemahan Djarot Suseno. PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Winarno, F.G. dan Surono. 2002. GMP Cara Pengolahan Pangan yang Baik. Mbrio Press, Bogor.
61
LAMPIRAN
62
Lampiran 1. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.23/MenKes/SK/1978/tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR : 23/MEN.KES/SK/I/1978 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI YANG BAIK UNTUK MAKANAN
Isi : 1. PENGERTIAN 2. LOKASI 3. BANGUNAN 3.0.Umum 3.1.Tata ruang 3.2.Lantai 3.3.Dinding 3.4.Atap dan langit 3.5.Pintu 3.6.Jendela 3.7.Penerangan 3.8.Ventilasi dan Pengatur suhu 4. FASILITAS SANITASI 4.0.Umum 4.1.Sarana penyediaan air 4.2.Sarana pembuangan 4.3.Sarana toilet 4.4.Sarana cuci tangan 5. ALAT PRODUKSI 6. BAHAN 7. PROSES PENGOLAHAN 7.0.Formula Dasar 7.1.Protokol Pembuatan 8. PRODUK AKHIR
63
9.
LABORATORIUM
10.
KARYAWAN
11.
WADAH DAN PEMBUNGKUS
12.
LABEL
13.
PENYIMPANAN
13.0. Bahan dan hasil produksi 13.1. Bahan berbahaya 13.2. Wadah 13.3. Label 13.4. Alat dan perlengkapan produksi 14.
PEMELIHARAAN
14.0. Bangunan 14.1. Pencegahan masuknya binatang 14.2. Pembasmian jasad renik, serangga dan binatang pengerat 14.3. Buangan 14.4. Alat dan perlengkapan
1. PENGERTIAN 1.1. Makanan adalah makanan dan minuman sebagaimana dimaksud dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No. 329/Men.Kes/Per/XII/76 tanggal 31 Desember 1976 1.2. Bangunan adalah tempat-tempat atau ruangan yang digunakan untuk melakukan kegiatan produksi atau penyimpanan makanan 1.3. Ruang pokok adalah ruangan yang digunakan sebagai tempat proses produksi makanan 1.4. Ruang pelengkap adalah ruangan yang digunakan sebagai tempat administrasi produksi dan pelayanan karyawan 1.5. Pencemaran makanan adalah peristiwa masuknya zat asing kedalam makanan yang mengakibatkan turunnya mutu makanan 1.6. Permukaan kerja adalah bidang dating tempat melaksanakan kegiatan produksi
64
1.7. Tingkat sanitasi adalah usaha yang dilakukan untuk memastikan jasad renik patogen dan mengurangi jumlah jasad renik lainnya, agar tidak membahayakan kesehatan manusia 1.8. Buangan adalah kotoran atau bahan sisa lain dalam rangka kegiatan produksi yang berbentuk padat, cair, atau gas 1.9. Buangan terolah adalah buangan yang telah diolah dengan sistem yang tepat sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. 1.10. Menteri adalah Menteri Kesehatan Republik Indonesia
2. LOKASI 2.1. Bagaimana harus berada di tempat yang bebas dari pencemaran 2.2. pencemaran yang tersebut dalam 2.1. dapat bersumber pada : a. Daerah persawahan atau rawa, daerah pembuangan kotoran sampah, daerah kering dan berdebu, daerah kotor, daerah berpenduduk padat, daerah penumpukan barang bekas, dan daerah lain yang diduga dapat mengakibatkan pencemaran b. Perusahaan lain yang dapat diduga mencemarkan hasil produksi c. Rumah atau tempat tinggal atau fasilitas lain yang bersamaan letak dan atau penggunaannya dengan bangunan d. Pekarangan yang tidak terpelihara, timbunan barang yang tidak teratur, tempat penimbunan bahan sisa atau sampah, tempat bersembunyi atau berkembangbiak serangga, binatang pengerat, dan/atau binatang lain e. Tempat yang kurang baik sistem saluran pembuangan airnya, sehingga terdapat genangan air yang dapat merupakan tempat serangga atau jasad renik berkembang biak
3. BANGUNAN 3.1.
Umum
3.1.1. Bangunan harus dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan hygiene sesuai dengan makanan yang
65
diproduksi, sehingga mudah dibersihkan, mudah dilaksanakan tindak sanitasi dan mudah dipelihara 3.2.
Tata ruang
3.2.1. Bangunan unit produksi harus terdiri atas ruangan pokok dan ruang pelengkap 3.2.2. Ruangan pokok dan ruangan pelengkap yang dimaksud dalam 3.2.1. harus terpisah sedemikian rupa, sehingga tidak mengakibatkan pencemaran terhadap makanan yang diproduksi. 3.2.3. Ruangan pokok harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Luasnya sesuai dengan jenis dan kapasitas produksi, jenis dan ukuran alat produksi serta jumlah karyawan yang bekerja b. Susunan bagian-bagiannya diatur sesuai dengan urutan proses produksi, sehingga tidak menimbulkan pencemaran terhadap makanan yang diproduksi 3.2.4. Ruangan pelengkap harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Luasnya sesuai dengan jumlah karyawan yang bekerja b. Susunan bagian-bagiannya sesuai dengan urutan kegiatan yang dilakukan dan tidak boleh menimbulkan lalu lintas yang simpang siur
3.3. Lantai 3.3.1. lantai ruangan pokok harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Rapat air b. Tahan terhadap air, garam, basa, asam atau bahan kimia lainnya c. Permukaan rata serta halus, tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan d. Untuk ruangan pengolahan yang memerlukan pembilasan air, mempunyai kelandaian secukupnya kearah saluran pembuangan dan mempunyai saluran tempat air mengalir atau lubang pembuangan yang dilengkapi dengan penahan bau, dengan memperhatikan pula nomor 14.2
66
e. Pertemuan antara lantai dengan dinding tidak boleh membentuk sudut mati dan harus melengkung serta rapat air
3.3.2. Lantai ruang pelengkap harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Rapat air b. Tahan terhadap air c. Permukaannya datar, rata, serta halus, tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan d. Ruangan untuk mandi, cuci dan sarana toilet harus mempunyai kehandalan secukupnya ke arah saluran pembuangan
3.4. Dinding 3.4.1. Dinding ruangan pokok harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Sekurang-kurangnya 20 cm di bawah dan 20 cm diatas permukaan lantai harus rapat air b. Permukaan bagian dalam harus halus, rata, dan berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas, mudah dibersihkan dan sekurang-kurangnya setinggi 2m dari lantai harus rapat air, tahan terhadap air, garam, basa, asam, atau bahan kimia lainnya c.
Pertemuan antara dinding dengan dinding dan antara dinding dengan lantai tidak
boleh membentuk sudut mati dan harus
melengkung serta rapat air
3.5. Atap dan langit-langit 3.5.1. Ruangan pokok harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Atap terbuat dari bahan tahan lama, tahan terhadap air dan tidak bocor b. Permukaan bagian dalam harus halus, rata, berwarna terang, tahan lama, tidak
mudah mengelupas dan mudah dibersihkan
c. Ruangan untuk mandi, cuci, dan sarana toilet, selain harus memenuhi syarat yang disebut huruf a dan b diatas, sekurangkurangnya setinggi 2 m dan lantai harus rapat air
67
3.5.2. Ruang pelengkap harus memenuhi syarat sebagai berikut : a.
Atas terbuat dari bahan tahan lama, tahan terhadap air dan tidak bocor
b.
Langit-langit (a) dibuat dari bahan yang tidak mudah melepaskan bagianbagiannya (b) tidak terdapat lubang dan tidak retak (c) tahan lama dan mudah dibersihkan (d) tinggi dari lantai sekurang-kurangnya 3 m (e) permukaan dalam harus rata dan berwarna terang
3.6. Pintu 3.6.1.Pintu ruangan harus memenuhi syarat sebagai berikut : a.
Dibuat dari bahan tahan lama
b.
Permukaan rata, halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan
c.
Dapat ditutup dengan baik
d.
Membuka ke luar
3.7.Jendela Jendela harus memenuhi syarat sebagai berikut : a.
Dibuat dari bahan tahan lama
b.
Permukaan rata, halus, berwarna terang, mudah dibersihkan
c.
Sekurang-kurangnya setinggi 1m dari lantai
d.
Luasnya sesuai dengan besarnya bangunan
3.8.Penerangan Permukaan kerja dalam ruangan pokok dan pelengkap harus terang sesuai dengan keperluan dan persyaratan kesehatan
3.9.Ventilasi dan pengatur suhu Ventilasi dan pengatur suhu ruangan pokok dan ruangan pelengkap, baik secara alami maupun buatan, harus memenuhi syarat sebagai berikut :
68
a.
Tutup menjamin peredaran udara dengan baik dan dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau, debu, dan panas yang dapat merugikan kesehatan
b.
Dapat mengatur suhu yang diperlukan
c.
Tidak boleh mencemari hasil produksi melalui udara yang dialirkan
d.
Lubang ventilasi harus dilengkapi dengan alat yang dapat mencegah
masuknya kotoran ke dalam ruangan serta sudah
dibersihkan
4.
FASILITAS SANITASI
4.1. Umum Bangunan yang dilengkapi dengan fasilitas sanitasi yang dibuat berdasarkan
perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan
hygiene
4.2. Sarana penyediaan air 4.2.1. Bangunan harus dilengkapi dengan sarana penyediaan air yang pada pokoknya terdiri dari : a. sumber air b. perpipaan pembawa c. tempat persediaan air d. perpipaan pembagi
4.2.2. Sarana penyediaan air harus dapat menyediakan air harus yang cukup bersih
sesuai dengan kebutuhan produksi pada khususnya dan
kebutuhan pada perusahaan pada umumnya.
4.2.3. Pemasangan dan bahan sarana penyediaan air harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
69
4.3.
Sarana pembuangan
4.3.1. Bangunan harus dilengkapi dengan sarana pembuangan yang pada pokoknya terdiri dari : a. Saluran dan tempat pembuangan buangan b. Tempat buangan padat c. Sarana pengolahan buangan d. saluran pembuangan buangan terolah
4.3.2. Sarana pembuangan harus dapat mengolah dan membuang buangan padat,
cair, dan/atau gas yang dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan 4.3.3. Pemasangan dan bahan sarana pembuangan harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan
4.4.
Sarana toilet a. Letaknya tidak terbuka langsung ke ruang proses pengolahan b. Dilengkapi dengan bak cuci tangan c. Diberi tanda pemberitahuan, bahwa setiap karyawan harus mencuci tangan dengan sabun atau detergen sesudah menggunakan toilet d. Disediakan dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jumlah karyawan
4.5. Sarana cuci tangan Sarana cuci tangan harus : 1.5.4.
Ditempatkan di tempat-tempat yang diperlukan, misalnya di tempat pintu masuk ruangan pokok
1.5.5.
Dilengkapi dengan air mengalir yang tidak boleh dipakai berulang kali, dengan sabun atau detergen, handuk, atau alat lain untuk mengeringkan tangan dan tempat sampah bertutup
1.5.6.
Disediakan dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jumlah karyawan.
70
5.
ALAT PRODUKSI
5.1. Alat dan perlengkapan yang dipergunakan untuk memproduksi makanan harus
dibuat perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan
hygiene 5.2. Alat dan perlengkapan yang disebut selama 5.1. harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. sesuai dengan jenis produksi b. permukaan yang berhubungan dengan makanan harus halus, tidak berlubang atau bercelah, tidak mengelupas, tidak menyerap air, dan tidak berkarat c. tidak mencemari hasil produksi dengan jasad renik, unsure atau fragmen logam yang lepas, minyak pelumas, bahan baker, dan lainlain d. mudah dibersihkan
6. BAHAN 6.1. Bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong yang digunakan untuk memproduksi makanan tidak boleh merugikan atau membahayakan kesehatan dan harus memenuhi standar mutu atau persyaratan yang Ditetapkan 6.2. Bahan tambahan yang standar mutu dan persyaratannya belum ditetapkan oleh Menteri hanya boleh digunakan dengan izin khusus menteri 6.3. Terhadap bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong yang disebut dalam nomor 6.1. sebelum digunakan harus dilakukan pemeriksaan secara organoleptik, fisika, kimia, mikrobiologi dan atau biologi
7. PROSES PENGOLAHAN 7.1. Formulasi dasar Untuk jenis produk harus ada formula dasar yang menyebutkan : a. jenis bahan yang digunakan, baik bahan baku, bahan tambahan, maupun bahan penolong, serta persyaratan mutunya b. jumlah bahan untuk satu kali pengolahan
71
c. tahap-tahap proses pengolahan d. langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama proses pengolahan dengan mengingat factor waktu, suhu, kelembaban, tekanan dan sebagainya, sehingga tidak mengakibatkan peruraian, pembusukan, kerusakan, dan pencemaran pada produk akhir e. jumlah hasil yang diperoleh untuk satu kali pengolahan f. uraian
mengenai
wadah,
label,
serta
cara
pewadahan
dan
pembungkusan g. cara pemeriksaan bahan, produk antara dan produk akhir h. hal lain yang dianggap perlu sesuai dengan jenis produk, untuk menjamin dihasilkannya produk yang memenuhi persyaratan
7.2. Protokol pembuatan Untuk setiap satuan pengolahan harus ada instruksi tertulis dalam bentuk protocol
pembuatan yang menyebutkan :
a. Nama makanan b. Tanggal pembuatan dan nomor kode c. Jenis dan jumlah bahan yang digunakan d. Tahap – tahap pengolahan dan hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengolahan e. Jumlah hasil pengolahan f. Hal lain yang dianggap perlu
8. PRODUK AKHIR 8.1.Produk akhir harus memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan
menteri dan tidak boleh merugikan atau membahayakan
kesehatan. 8.2. Produk akhir yang standar mutu atau persyaratnnya belum ditetapkan oleh Menteri, persyaratannya ditentukan sendiri oleh pabrik yang bersangkutan 8.3. Produk akhir sebelum diedarkan harus dilakukan pemeriksaan secara organoleptik, fisika, kimia, mikrobiologi, dan/atau biologi
72
9. LABORATORIUM 9.1.Perusahaan yang memproduksi jenis makanan tertentu yang ditetapkan Menteri, harus memiliki laboratorium untuk melakukan pemeriksaan terhadap bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong yang digunakan dan produk akhir. 9.2. Untuk setiap pemeriksaan yang dimaksud dalam 9.1. harus ada protocol pemeriksaan yang menyebutkan : a. Nama makanan b. Tanggal pembuatan c. Tanggal pengambilan contoh d. Jumlah contoh yang diambil e. Kode produksi f. Jenis pemeriksaan yang dilakukan g. Kesimpulan pemeriksaan h. Nama pemeriksaan i. Hal lain yang dianggap perlu
10. KARYAWAN 10.1. Karyawan yang berhubungan dengan produksi makanan harus a. Dalam keadaan sehat b.Bebas dari luka, penyakit kulit, atau hal lain yang diduga dapat mengakibatkan pencemaran terhadap hasil produksi c. Diteliti dan diawasi kesehatan secara berkala d. Mengenakan pakaian kerja, termasuk sarung tangan, tutup kepala dan sepatu yang sesuai e. Mencuci tangan di bak cuci tangan sebelum melakukan pekerjaan f. Menahan diri untuk tidak makan, minum, merokok, meludah atau melakukan tindakan lain selama melakukan pekerjaan yang dapat mengakibatkan pencemaran terhadap produk makanan dan merugikan karyawan lain.
73
10.2. Perusahaan yang memproduksi makanan harus menunjuk dan menetapkan
penanggung
jawab
untuk
bidang
produksi
dan
pengawasan mutu yang memiliki kualifikasi sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Seyogyanya penanggung jawab bidang produksi tidak merangkap sebagai penanggung jawab pengawasan mutu.
11. WADAH DAN PEMBUNGKUS 11.1. Wadah dan pembungkus untuk makanan harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Dapat melindungi dan mempertahankan mutu dan isinya terhadap pengaruh dari luar b. Tidak berpengaruh terhadap isi c. Dibuat dari bahan yang tidak melepaskan bagian atau unsur yang dapat mengganggu kesehatan atau mempengaruhi mutu makanan d. Menjamin keutuhan dan keaslian isinya e. Tahan terhadap perlakuan selama pengolahan, pengangkutan, dan peredaran f. Tidak boleh merugikan atau membahayakan konsumen
11.2. Sebelum digunakan wadah harus : a. Dibersihkan dan dikenakan tindak sanitasi b. steril bagi jenis produk yang akan diisi secara aseptic.
12. LABEL 12.1. Label makanan harus memenuhi ketentuan yang disebut dalam peraturan Menteri
Kesehatan tentang Label dan Periklanan Makanan.
12.2. Label makanan harus dibuat dengan ukuran,kombinasi warna dan/atau bentuk yang berbeda untuk tiap jenis makanan, agar mudah dibedabedakan.
13. PENYIMPANAN 1.1. Bahan dan hasil produksi
74
1.1.1. Bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong serta produk yang akhir harus disimpan terpisah dalam masing-masing ruangan yang bersih, bebas serangga, binatang pengerat dan/atau binatang lain, cukup penerangan, terjamin peredaran udara dan pada suhu yang sesuai.
1.1.2. Bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong serta produk akhir harus ditandai dan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga: a. jelas dibedakan antara yang belum diperiksa dan yang sudah diperiksa b. jelas dibedakan antara yang memenuhi persyaratan dan yang tidak memenuhi persyaratan c. bahan yang terdahulu diterima, digunakan terlebih dahulu. d. Produk akhir yang terdahulu dibuat, diedarkan terlebih dahulu
13.1.3. Bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong serta produk akhir harus disimpan dengan sistem kartu : a. Untuk bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong harus disebutkan nama, tanggal penerimaan, asal, jumlah penerimaan, asal, jumlah penerimaan, tanggal pengeluaran, jumlah pengeluaran, sisa akhir, tanggal pemeriksaan dan hasil pemeriksaan b. Untuk produk akhir harus disebutkan nama, tanggal pembuatan, kode produksi, tanggal penerimaan, jumlah penerimaan, tanggal pengeluaran, tujuan pengeluaran, jumlah pengeluaran, sisa akhir, tanggal pemeriksaan, dan hasil pemeriksaan
1.2.
Bahan berbahaya
1.2.1. Bahan seperti insektisida, rodetisida, desinfektan, bahan yang mudah meledak dan lain-lain harus disimpan dalam ruangan tersendiri dan diawasi sedemikian rupa, sehingga tidak membahayakan atau mencemari bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong dan produk akhir
75
1.3. Wadah Wadah dan pembungkus harus disimpan rapi ditempat yang bersih dan terlindung dari pencemaran
1.4. Label Label harus disimpan dengan baik dan diatur sedemikian rupa, hingga tidak terjadi kesalahan dalam penggunaan
1.5. Alat dan perlengkapan produksi Alat dan perlengkapan produksi yang telah dibersihkan dan kenakan tindak sanitasi yang belum digunakan harus disimpan sedemikian rupa hingga terlindung dari debu atau pencemaran lain
2.
PEMELIHARAAN
2.1. Bangunan Bangunan dan bagian-bagiannya harus dipelihara dan dikenakan tindak sanitasi secara teratur dan berkala, hingga selalu dalam keadaan bersih dan berfungsi dengan baik
2.2. Pencegahan masuknya binatang Harus dilakukan usaha pencegahan masuknya serangga, binatang pengerat, unggas dan binatang lainnya ke dalam bangunan
2.3. Pembasmian jasad renik, serangga dan binatang pengerat Pembasmian jasad renik, serangga dan binatang pengerat dengan menggunakan desinfektan, insektisida, atau rodentisida`harus dilakukan dengan hati-hati dan harus dijaga serta dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan gangguan terhadap kesehatan manusia dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong serta produk akhir.
76
2.4.
Buangan
2.4.1. Buangan padat harus dikumpullkan untuk dikubur, dibakar, atau diolah, sehingga aman 2.4.2. Buangan air harus diolah dahulu sebelum dialirkan ke luar 2.4.3. Buangan gas harus diatur atau diolah sedemikian rupa, sehingga tidak mengganggu kesehatan karyawan dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan
2.5.
Alat dan Perlengkapan
2.5.1. Alat dan perlengkapan yang digunakan untuk memproduksi makanan yang : a. Berhubungan langsung dengan makanan, harus di bersihkan dan dikenakan
tindak
sanitasi
secara
teratur,
sehingga
tidak
menimbulkan pencemaran terhadap produk akhir b. Tidak berhubungan langsung dengan makanan, harus selalu dalam keadaan bersih 2.5.2. Alat pengangkutan dan pemindahan barang dalambangunan unit produksi harus bersih dan tidak boleh merusak barang yang diangkut atau dipindahkan, baik bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong yang digunakan maupun produk akhir. 2.5.3. Alat pengangkutan untuk mengedarkan produk akhir harus bersih, dapat melindungi produk itu, baik fisik, maupun mutunya, sampai ketempat tujuan.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 24 januari 1978 Menteri Kesehatan Republik Indonesia
(G.A. Siwabessy)
1 Lampiran 2. Contoh sampul depan (cover) draf manual pre-requisite HACCP
MANUAL GMP - SSOP Untuk PKIS SEKAR TANJUNG (Sebagai Pre-requisite Sistem HACCP)
Level 1
:
Kebijakan
Level 2
:
Prosedur
Level 3
:
Referensi
QM-01-00-2006
Jl. Raya Puntir, Desa Martopuro Purwosari-Pasuruan Jawa timur 67162 Jawa Timur - Indonesia Ph. (hunting) (0343) 614 949 Fax 615 267 website : www.sekartanjung.com
77
1 Lampiran 3. Contoh Struktur organisasi PKIS Sekar Tanjung pada draf manual pre-requisite HACCP Doc. Code No. : QM-01-00-2006
GMP-SSOP Manual
Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date :
Level 1 1.2.
Page
Kebijakan
: 3 of 29
Struktur Organisasi
1.2.1. Struktur Organisasi PKIS Sekar Tanj
Penasehat Ketua
Sekretaris
Operational manager
Dept Head marketing/PPIC
Bendahara
Dept Head Procurement
Plant manager
Spv. utility
Spv. proses
Pengawas
Dept Head HRD
Spv. Kimia/fisik Spv.filling & packing
Dept Head QC/QA
Spv. mikro
Spv. logistic & warehouse
78
79 2 Lampiran 4. Contoh denah lokasi PKIS Sekar Tanjung pada draf manual Pre-requisite HACCP
Doc. Code No. : QM-01-00-2006
GMP SSOP MANUAL
Level 1
Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date :
Kebijakan
Page
: 11 0f 29
TO SBY
1. 7. Lokasi pabrik
S SMK 1 PRW
TO MALANG
TTT
Tradisional Market
Koramil
Jamur
PVC
Popan
City hall SMPN 1 PRW
Stadium Martopuro
Road
Plastic Mosque RAYA PUNTIR
SSL
Etira
Ranindo
Sekar Tanjung
Beton
Alternative Road
Text
Tradisional Market
Mosque
Petrol station
BMD TO PASURUAN
HIGHWAY ROAD
Sekar Tanjung Warehouse
Warehouse
Puntir Stadium PVC Welang River
Etika
Gambar 3. Denah lokasi pabrik
U
3 80 Lampiran 5. Contoh tata letak mesin dan peralatan di ruang produksi pada draf manual pre- requisite HACCP
GMP SSOP MANUAL
Level 1 1.9.
Kebijakan
Doc. Code No. : QM-01-00-2006 Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date : Page
: 22 0f 29
Mesin dan Peralatan
1.9.1. Tata letak mesin dan peralatan di R. produksi
Gambar 4. Tata letak mesin dan peralatan di R. produksi
4 Lampiran 6. Contoh tata letak mesin dan peralatan di ruang gudang pada draf manual pre-requisite HACCP Doc. Code No. : QM-01-00-2006
GMP SSOP MANUAL
Level 1
Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date :
Kebijakan
Page
: 23 0f 29
1.9.2. Tata letak mesin dan peralatan di R. gudang PACKING HALL
RACK 1
RACK 3
RACK 4
RACK 5
RACK 2
RACK 6A
RACBK 6B
1
2
1
2
RACK 5
RACK 1
RACK 2
RACK 4
Gambar 5. Tata letak mesin dan peralatan di gudang prod. Jadi
81
5
82
Lampiran 7. Contoh ringkasan informasi bab 1 pada draf manual pre-requisite HACCP
GMP SSOP MANUAL
Level 1
Kebijakan
Doc. Code No. : QM-01-00-2006 Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date : Page
: 29 0f 29
1.11. Ringkasan Informasi Level 1 : Kebijakan
Persyaratan yang diacu
Mesin dan peralatan
Tinjauan Manajemen
Tujuan dan Ruang Lingkup
Profil industri Level 1 : Kebijakan
Bangunan dan Fasilitas
Lokasi Pabrik
Kebijakan GMP-SSOP
Struktur Organisasi
Definisi-Definisi
Gambar 6. Ringkasan Informasi Level 1 : Kebijakan
83 6 Lampiran 8. Contoh diagram proses manajemen pada draf manual pre-requisite HACCP
Doc. Code No. : QM-01-00-2006
GMP SSOP MANUAL
Level 2 Prosedur
2.1.
Proses Manajemen PKIS Sekar Tanjung
2.1.1.
Diagram proses manajemen
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date :
Prosedur
2.
Doc. Type
Page
: 1 0f 143
Manajemen bisnis Pengembangan / rekayasa
Permintaan keterangan penjualan
Perencanaan Produksi
Produksi
Penjualan
Gambar 7. Diagram manajemen bisnis Manajemen mutu Dokumen Mutu
Pengendalian dokumen
Tinjauan manajemen
Inspeksi / Audit
Tindakan koreksi
Gambar 8. Diagram manajemen mutu Manajemen pasokan Perencanaan produksi
Penerbitan P.O ke supplier
Kedatangan barang
Analisa barang oleh QC
Penggudangan
Gambar 9. Diagram manajemen pasokan Realisasi produk (Manufacturing) Utilitas berfungsi dengan baik
RM handling
Pasteurized milk handling
Sterilized milk handling
Finish product handling
Return product handling
Gambar 10. Diagram realisasi produk (manufacturing)
7 84 Lampiran 9. Contoh kontrol pasokan uap panas pada draf manual pre-requisite HACCP
GMP SSOP MANUAL
Level 2
Prosedur
Doc. Code No. : QM-01-00-2006 Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date : Page
: 2 0f 143
2.1.2. Kontrol proses dan sanitasi 2.1.2.1. Kontrol sumber daya proses Tabel 22. Kontrol pasokan uap panas Siapa Opr. Boiler
Dimana boiler
Kapan 1x1jam
(Dept. utility)
Tindakan monitoring
Parameter 7-9 bar
Rujukan
Dokumentasi
Operation
daily boiler
Manual
report
Operation Manual
daily boiler
Operation Manual
daily boiler
Operation Manual
daily boiler
Operation Manual
daily boiler
40 - 70 cm
Operation Manual
daily boiler
7.5 – 8.5
Operation Manual
water report
< 70 ppm
Operation Manual
water report
normal
Operation Manual
water report
10.5 – 11.5
Operation Manual
water report
steam press. boiler boiler
1x1jam
monitoring
7-9 bar
steam press.
report
header boiler
1x1jam
monitoring
min. 200 liter
level tank
report
solar boiler
1x24 jam
monitoring
min. 60oC
suhu feed
report
water boiler
1x1 jam
membuka
min. 60oC
valve blow
report
down selama 3-4 detik boiler
1x24 jam
Boiler
1x24 jam
monitoring level water analisis pH feed water
Boiler
1x24 jam
analisis hardness
report
feed water Boiler
1x24 jam
analisis organoleptik feed water
Boiler
1x24 jam
analisis pH boiler water
8
85
Lampiran 10. Contoh SOP pengolahan susu pada draf manual pre-requisite HACCP
GMP SSOP MANUAL
Level 2
Prosedur
Doc. Code No. : QM-01-00-2006 Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date : Page
: 112 0f 143
2.2.3.2. SOP pengolahan susu (PRD 02) A. Tujuan Prosedur ini bertujuan untuk mengubah fresh milk menjadi produk susu UHT siap kemas yang aman untuk dikonsumsi B. Elemen GMP : 7 C. Ruang lingkup : Prosedur ini mencakup proses penerimaan fresh milk, proses pasteurisasi, proses sterilisasi, dan proses production aseptic tank D. Definisi : WI : Work Instruction KPPM : Kontrol Proses Penerimaan Fresh Milk KPP : Kontrol Proses Pasteurisasi KPS : Kontrol Proses Sterilisasi KPPAT : Kontrol Proses Production Aseptic Tank FM : Fresh milk PM : Pasteurized milk AT : Aseptic tank MRR : Milk reception report PR : Pasteurization report TFPR : Tetra Flex Production Report PDR : Production report E. Prosedur :
9 86
GMP SSOP MANUAL
Level 2
Prosedur
Doc. Code No. : QM-01-00-2006 Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date : Page
: 113 0f 143
@
PRD - 01
Persiapan Penerimaan FM
QC - 09
Analisis MiP QC - 06
Analisis FM
Opr. Reception tank Penerimaan FM + pencatatan data-data yang ada di road tanker, PHE cooler dan reception tank WI, KPPFM, MRR Opr. Pasteurizer Pasteurisasi FM + Pencatatan data-data indikator yang ada di homogenizer Alex 20, Pasteurizer, dan storage tank WI, KPP, PR
Opr. Sterilizer Sterilisasi PM + Pencatatan data-data indikator yang ada di sterilizer dan homogenizer II WI, KPS, TFPR Opr. Aseptic tank Menampung produk UHT dan menjaga produk dari penetrasi m.o. sebelum transfer Ke Filling machine + pencatatan datadata indikator yang ada di aseptic tank WI, KPPAT, PDR Opr PRD Stop pengolahan
QC - 09
WI Analisis MiP Opr PRD Opr. triblender Blending susu dgn ingredient + pencatatan data-data indikator WI
Sanitasi alat dgn CIP WI
Opr PRD Maintanance
@
WI
10
87
Lampiran 11. SOP Contoh dokumentasi pada draf manual Pre-requisite HACCP Doc. Code No. : QM -01-00-2006
GMP SSOP MANUAL
Level 2
Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date :
Prosedur
Page
: 136 0f 143
2.2.7.0. SOP untuk Seluruh Departemen 2.2.7.1. SOP Dokumentasi A. Tujuan : Untuk memastikan semua dokumen yang mempengaruhi mutu seperti quality manual, prosedur, dokumen pendukung, dan external document dapat dikendalikan dengan baik. B. Ruang lingkup : Prosedur
ini
mencakup
mulai
dari
identifikasi
kebutuhan,
pembuatan,
pembuatan revisi, persetujuan, pendistribusian hingga pengendaliannya C. Elemen GMP : 7 D. Definisi : DRF : Document Request Form ML : Master List MLE : master List of External Document E. Prosedur
11 88
Doc. Code No. : QM-01-00-2006
GMP SSOP MANUAL
Level 2
Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date :
Prosedur
Page
: 137 0f 143
Initiator Identifikasi
dokumen
baru/revisi/dari
luar & Draft pengembangan dokumen Information, Draft doc.
Dok. Luar/ External doc ? Tidak
Ya
A
Initiator Terbitkan formulair permintaan dokumen/ DRF Draft, DRF
Process/ Doc. owner
B
Verifikasi permintaan Process/ Doc. owner
Draft, DRF
Verifikasi permintaan Draft, DRF Process / Doc. owner Kembalikan DRF pada initiator
Tidak
Disetujui?
DRF Ya Initiator Ajukan pada document controller Draft, DRF
C
B
89 12
Doc. Code No. : QM-01-00-2006
GMP SSOP MANUAL
Level 2
Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date :
Prosedur
Page
: 138 0f 143
C
Document controller periksa kelekapan dan keabsahan dokumen Draft ; DRF ; ML
Tidak
Diterima? Revisi
ya
New
B
Document controller
Document controller
Terbitkan dokumen yang sudah siap
Terbitkan nomor dokumen
Draft ; Final doc. ; DRF
untuk dokumen baru
(note2)
Document controller Setujui dokumen baru / yang direvisi Draft ; DRF ; ML
(note 3)
A
(note1) Initiator
Document controller
Konfirmasikan dokumen luar pada
Setujui dokumen baru / yang direvisi
doc. Controller dan registrasi pada MLE
Draft ; DRF ; ML
External document Document controller Perbanyak/gandakan sesuai dengan daftar distribusi & beri cap “control copy” Final Doc. ; DRF ; ML ; RH
D
1390
GMP SSOP MANUAL
Level 2
Prosedur
Doc. Code No. : QM-01-00-2006 Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date : Page
: 139 0f 143
D
Document controller Receiver Distribusikan ke bagian yang terkait Final Doc. ; ML
Semua fungsi departemen
Document controller Pastikan pemilik proses melakukan sosialisasi dokumen Final Doc. ; ML
Document controller New document ?
Tidak
Ambil dokumen lama dan perlakukan dengan mengacu pada prosedur rekaman mutu Doc. ML, RH & DL
Ya Document controller
Document controller
Lakukan kontrol rekaman mutu
Lakukan kontrol rekaman mutu
Document
Document
QMS-05 Kontrol Catatan
File
1491
GMP SSOP MANUAL
Level 2
Prosedur
Doc. Code No. : QM-01-00-2006 Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date : Page
: 140 0f 143
6.Note Note 1 : semua external document harus didaftarkan pada document controller dengan menggunakan Master List of External Document Note 2 : Untuk dokumen baru, layoutnya harus mengikuti standar yang sudah ditetapkan dan pemberian nomor dokumennya sebagai berikut : •
Manual Manajemen Mutu (quality manual) QM –XX Artinya : QM – XX
Nomor urut (consecutive number) Manual mutu (Quality manual)
Contoh QM – 01 Æ
QM : Manual mutu (Quality Manual) (1) : Nomor urut (Consecutive number)
i.
Kebijakan (Policy) XXX- XX Artinya : XXX – XX Nomor urut (consecutive number) Kode Sistem (System Code)
Contoh GSS-01 Æ GSS : kode untuk sistem pre-requisite HACCP (GMP dan SSOP) 01
: nomor urut (consecutive number)
1592
Doc. Code No. : QM-01-00-2006
GMP SSOP MANUAL
Level 2 •
Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date :
Prosedur
Page
: 141 0f 143
Prosedur (Procedure) XXX – XX Artinya : XXX - XX
Nomor urut (Consecutive number) Kode departemen ( department code)
Contoh QAC – 01 Æ
QAC : Kode departemen QA 01 : nomor urut (consecutive number)
Kode untuk tiap-tiap departemen sebagai berikut : Human Resources & Administration : HRA Logistik/Warehouse
: LOG/WHS
Produksi
: PRD
Fillng/packing
: FILL
Utility
: UTL
QA/QC
: QAC
•
Dokumen Pendukung XX – XXX – XXX – XXX Artinya : XX – XXX – XXX – XXX
Nomor urut Dokumen pendukung
Kode aktivitas Kode departemen Kode Dokumen pendukung Contoh WI/QAC/SPL/001 Æ W1
: Instruksi kerja (work instruction)
QAC : Kode departemen QA/QC (QA/QC Department code) SPL
: Kode aktivitas sampling (sampling activity code)
1. : nomor urut instruksi kerja (W1 consecutive number)
1693
GMP SSOP MANUAL
Level 2
Prosedur
Doc. Code No. : QM-01-00-2006 Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date : Page
: 142 0f 143
Kode-kode dokumen pendukung (support documentation code) ¾
FR : Form
¾
CL : Check List
¾
ST : Standard
•
Dokumen luar (external document) XX – XXX – XXX Artinya : XX – XXX - XXX Nomor urut dokumen luar Kode Departemen Dokumen Luar
Semua dokumen luar dipastikan sudah dicek oleh pemakai dokumen -
Note 3 : Penandatangan dokumen dilakukan sebagai berikut : i.
ii.
iii.
Untuk kebijakan •
Kolom “checked by” ditandatangani oleh QMR
•
Kolom “approved by” ditandatangani oleh General manager
Untuk prosedur •
Kolom “checked by” ditandatangani oleh pemilik proses
•
Kolom “approved by” ditandatangani oleh QMR
Untuk instruksi kerja dan formulir •
Kolom “checked by” ditandatangani oleh pelaksana kerja
•
Kolom “approved by” ditandatangani oleh pemilik proses
17 94 Lampiran 12. Contoh ringkasan informasi bab 2 pada draf manual pre-requisite HACCP
GMP SSOP MANUAL
Level 2
Prosedur
Doc. Code No. : QM-01-00-2006 Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date : Page
: 143 0f 143
2.3.0.0. Ringkasan Informasi Level 2 : Prosedur
Standard Operating Procedure (SOP)
Kontrol Proses dan Sanitasi
Level 2 : Prosedur
Diagram Proses Manajemen
Gambar 11. Ringkasan Informasi Level 2 : Prosedur
18 95 Lampiran 13. Contoh ringkasan informasi bab 3 pada draf manual Pre-requisite HACCP
GMP SSOP MANUAL
Level 3
Referensi
Doc. Code No. : GS-01-00-2006 Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date : Page
: 7 0f 7
Ringkasan Informasi Level 3 : Referensi
Internal Document
Level 3 : Referensi
External Document
Gambar 12. Ringkasan Informasi Level 3 : Referensi
1996 Lampiran 14. Contoh sampul depan (cover) draf manual halal
MANUAL SJH PKIS SEKAR TANJUNG (Sebagai syarat pengajuan sertifikasi halal dari MUI)
Level 1
: Kebijakan
Level 2
: Prosedur
Level 3
: Referensi
QM - 02 - 00 - 2006
Jl. Raya Puntir, Desa Martopuro Purwosari-Pasuruan Jawa timur 67162 Jawa Timur - Indonesia Ph. (hunting) (0343) 614 949 Fax 615 267 website : www.sekartanjung.com
2097 Lampiran 15. Contoh daftar isi pada draf manual halal Doc. Code No. : QM-02-00-2006
MANUAL SJH
Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date : Page
Daftar Isi
:i
Isi Manual Sistem Jaminan Halal (SJH) PKIS Sekar Tanjung
Lembar Pengesahan dan Pengendalian Manual Pengenalan Manual 1. 0.Kebijakan
2
3
5
1.1. Profil industri
5
1.2. Kebijakan halal
7
1.3. Tujuan dan ruang lingkup
7
1.4. Persyaratan SJH LPPOM MUI 1.5. Definisi-definisi
9
10
1.6. Struktur organisasi tim manajemen halal 1.7. Persyaratan auditor halal internal
11
12
1.8. Uraian tugas (job description) tim manajemen halal 1.9. Tinjauan manajemen
2.0.0. Prosedur (SOP)
12
15
18
2.1.0. SOP untuk Departemen Procurement
18
2.1.1. SOP pembelian dan pengembalian bahan 2.2.0. SOP untuk Departemen Produksi 2.2.1. SOP produksi halal
18
20
20
2.3.0. SOP untuk Departemen QC/QA
22
2.3.1. SOP penelitian dan pengembangan
22
2.3.2. SOP pemeriksaan bahan dan pemberian status “halal pass” 2.4.0. SOP untuk Departemen Logistik/Gudang 2.4.1. SOP penerimaan dan penyimpanan bahan 2.4.2. SOP pengeluaran bahan 2.4.3. SOP distribusi
29
31
2.5.0. SOP untuk Seluruh Departemen 2.5.1. SOP dokumentasi
3.0. Referensi
42
34
34
26 26
24
2198 Lampiran 16. Contoh lembar 3.1. Daftar Dokumen 42 pengesahan dan pengendalian pada draf manual halal PKIS Sekar Tanjung Jl. Raya Puntir Desa Martopuro Purwosari Pasuruan – Jawa Timur Kode Pos 67162 Fax 615 267 website : www. Sekartanjung.com
LEMBAR PENGESAHAN DAN PENGENDALIAN Distribusi Doc. Code No. : QM-02-00-2006 Doc. Type : Manual Revisi : 00 Effective Date : Page : ii
AHI PRC QC/QA
√ √ √
PRD QAC WHS/LOG
√ √ √
MANUAL SJH UNTUK PROSES FABRIKASI DI PKIS SEKAR TANJUNG
Disiapkan Oleh
B.A. Manan Auditor Halal Internal
Disetujui Oleh
Fuad Ardiansyah Koordinator Halal Internal
Peringatan : Dilarang memperbanyak dan/atau menyalin sebagian atau keseluruhan dari dokumen dalam bentuk apapun tanpa seizin manajemen PKIS Sekar Tanjung
22 99 Lampiran 17. Contoh kebijakan, tujuan, dan ruang lingkup pada draf manual halal Doc. Code No. : QM-02-00-2006
MANUAL SJH
Level 1 1.2.
Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date : Page
Kebijakan
: 3 of 13
Kebijakan Halal Kebijakan halal industri yaitu : “PKIS Sekar Tanjung memiliki kebijakan hanya memproduksi produk dengan menggunakan bahan halal dan tidak bahan lain*
termasuk mencegah adanya kontaminasi yang dapat mengubah
status kehalalan produk yang dihasilkan.” *Yang dimaksud bahan lain disini adalah bahan-bahan yang diproduksi tanpa memperhatikan aspek halal (tidak disertifikasi halal). 1.3.
Tujuan dan Ruang Lingkup
1.3.1.
Tujuan Sistem Jaminan Halal ini disusun dengan tujuan sbb: a. Menjamin pelaksanaan kebijakan menyangkut kehalalan produk yang dihasilkan industri, yang dicanangkan industri secara konsisten dengan mengacu pada aturan yang telah ditetapkan oleh LPPOM-MUI. (m) Mampu berperan sebagai bentuk kepedulian industri terhadap kepentingan konsumen
terutama
konsumen
muslim
dalam
mengkonsumsi
hanya
makanan/minuman yang halal. (n) Sebagai salahsatu bentuk pelayanan dari PKIS Sekar Tanjung kepada konsumen perusahaan mitra menyangkut jaminan kehalalan produk yang dihasilkan. Hal ini berkaitan dengan kebijakan manajemen yang menerapkan sistem tailor made selain memproduksi produknya sendiri. 1.3.2.
Ruang Lingkup Ruang lingkup Sistem Jaminan Halal meliputi keseluruhan pabrik yang dimiliki dan mencakup semua lini produk pada pabrik tersebut.
23100
Doc. Code No. : QM-02-00-2006
MANUAL SJH
Level 1
Kebijakan
Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date : Page
Adapun lini Lini produk adalah sebagai berikut : 1. Susu UHT merek Idola® plain flavored 2. Susu UHT merek Idola®strawberry flavored 3. Susu UHT merek Idola® chocolate flavored 4. Susu UHT merek Juara® plain flavored 5. Susu UHT merek Juara® strawberry flavored 6. Susu UHT merek Juara® chocolate flavored 7. Susu UHT merek Sekar® plain flavored 8. Susu UHT merek Sekar® strawberry flavored 9. Susu UHT merek Sekar® chocolate flavored 10. Susu UHT merek Starkit® plain flavored 11. Susu UHT merek Starkit® strawberry flavored 12. Susu UHT merek Starkit® chocolate flavored 13. Susu UHT merek Real Good® plain flavored* 14. Susu UHT merek Real Good® cereal flavored* *diproduksi oleh PKIS Sekar Tanjung untuk PT. Greenfield
: 4 0f 13
24
Lampiran 18. Contoh persyaratan yang diacu pada draf manual halal
101
Doc. Code No. : QM-02-00-2006
MANUAL SJH
Level 1 1.4.
Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date :
Kebijakan
Page
: 5 0f 13
Persyaratan yang diacu : Panduan Penyusunan Sistem Jaminan Halal (PPSJH) LPPOM MUI Jawa Timur (Cetakan I, Agustus 2005)
1.4.1. Tabel 1. Kesesuaian dengan persyaratan yang diacu Subyek
PPSJH
Manual SJH
Kebijakan halal
1
1.2
Perencanaan
2
1.0
Tujuan dan ruang lingkup
2.1.
1.3
Struktur organisasi manajemen halal
2.2.
1.6
Persyaratan auditor halal internal
2.2.1.
1.7
Uraian tugas tim organisasi halal pada
2.2.2.
1.8
Panduan halal
2.3
3.0
Acuan teknis pelaksanaan SJH
2.4.
3.0
Sistem administrasi
2.5
2.5
Sistem dokumentasi
2.6.
3.0
Pelaksanaan
3
2.0
Evaluasi
4
1.9
Tindakan
5
1.9
industri pengolahan makanan
25 102 Lampiran 19. Contoh struktur organisasi manajemen halal pada draf manual halal Doc. Code No. : QM-02-00-2006
MANUAL SJH
Level 1
Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date : Page
Kebijakan
: 7 0f 13
1.6. Struktur Organisasi Manajemen Halal LPPOM - MUI
Koordinator Halal
Auditor Halal Internal
Bagian Pembelian
Bagian Produksi
QA
R&D (QC)
Penerimaan/ Gudang
Bagian Distribusi
Gambar 1. Organisasi Halal di PKIS Sekar Tanjung 1.6.1. Tabel 2. Personel Tim Manajemen Halal PKIS Sekar Tanjung No.
Nama
Jabatan
Bagian/Divisi
1
Fuad . A
Koordinator halal
Top management
2
B.A. Manan
Auditor halal internal
Bagian QA
3
Handoko
Anggota
Bagian Pembelian
4
Gunawan. W
Anggota
Bagian Gudang
5
B.A. Manan
Anggota
Bagian QA
6
Sukmana
Anggota
Bagian R&D (QC)
7
Nurman
Anggota
Bagian Produksi
103 26 Lampiran 20. Contoh ringkasan informasi halal 8 M. Wahyudi Anggota bab 1 pada draf manual Bagian distribusi Doc. Code No. : QM-02-00-2006
MANUAL SJH
Level 1
Kebijakan
Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date : Page
: 13 0f 13
1.10. Ringkasan informasi level 1 : Kebijakan
Kebijakan Halal
Job Description
Profil Industri
Tinjauan Manajemen
Level I Manual SJH : Kebijakan
Tujuan & Ruang Lingkup
Standar
Struktur organisasi
Definisi
Gambar 1. Ringkasan informasi level 1 : Kebijakan
27104 Lampiran 21. Contoh prosedur pembelian dan pengembalian bahan pada draf manual halal Doc. Code No. : QM-02-00-2006
MANUAL SJH
Level 2 2.
Prosedur
2.1.
Bagian Procurement
Prosedur
Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date : Page
: 1 0f 24
2.1.1. Prosedur pembelian dan pengembalian bahan (PRC 01) A. Tujuan : Prosedur ini bertujuan untuk menjamin semua bahan yang
dibeli berstatus
halal B. Ruang lingkup : Prosedur ini mencakup pengecekan spesifikasi bahan yang harus sesuai dengan daftar bahan yang disetujui LPPOM MUI, sertifikat halal, keterangan kemasan (nama merek/kode bahan, produsen, lokasi pabrik, serta adanya logo khusus), dan surat keterangan dari produsen apabila menggunakan kode internal perusahaan. C. Definisi : DB
: Daftar Bahan
NPB : Nota Pemesanan Bahan SH
: Sertifikat Halal
DLS : Daftar Lembaga Sertifikasi yang disetujui LPPOM MUI SKIB : Surat Keterangan Identitas Bahan SKS : Surat Keterangan Supplier BAP : Bukti Acara Pengembalian Bahan D. Prosedur :
105 28
Doc. Code No. : QM-02-00-2006
MANUAL SJH
Level 2
Prosedur
Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date : Page
: 2 0f 24
Staff Pembelian Pemesanan bahan + Permintaan sertifikat halal bahan pada supplier DB, NPB
QC/QA-02
Staff Pembelian
Pemeriksaan bahan
Pengecekan bahan + sertifikat halal bahan (Note 1)
SH, SKIB, DLS, SKP,SKS
Ok? Y
N
Staff Pembelian Pengembalian bahan ke supplier BAP
QC/QA-02
Pemberian status halal (Halal Pass)
WHS-01
Penerimaan dan penyimpanan bahan
Note 1 : SKIB berlaku untuk produsen/supplier yang menggunakan kode internal Perusahaan SKS berlaku untuk supplier yang merupakan penyalur.
Lampiran 22. Contoh ringkasan informasi bab 2 pada draf manual halal
106 29
Doc. Code No. : QM-02-00-2006
MANUAL SJH
Level 2
Prosedur Kerja
Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date : Page
Prosedur penelitian dan pengembangan
: 24 0f 24
Prosedur pemeriksaan bahan
Prosedur pembelian
Prosedur dokumentasi
Level 2 : Prosedur
Prosedur distribusi
Prosedur pengeluaran bahan
Prosedur produksi halal
Prosedur penyimpanan bahan
Gambar 2. Ringkasan informasi level 2 : Prosedur
30107 Lampiran 23. Contoh ringkasan informasi bab 3 pada draf manual halal Doc. Code No. : QM-02-00-2006
MANUAL SJH
Level 3
Referensi Kerja
Doc. Type
: Manual
Revisi
: 00
Effective Date : Page
: 3 0f 3
Dokumen internal
Level 3 : Referensi Kerja
Dokumen eksternal
Gambar 3. Ringkasan informasi level 3 : Referensi kerja