SKRIPSI
PEMETAAN KARAKTERISTIK KOMPONEN POLIFENOL UNTUK MENCEGAH KERUSAKANNYA PADA MINUMAN TEH Ready to Drink (RTD)
Oleh : DINI KUSUMANINGRUM F24104096
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Dini Kusumaningrum. F24104096. Pemetaan Karakteristik Komponen Polifenol untuk Mencegah Kerusakannya pada Minuman Teh Ready To Drink (RTD). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Muhammad Arpah, MSi. dan Rahadi Kusuma, STP.
Ringkasan Teh merupakan salah satu minuman yang paling populer di dunia. Menurut data Head of Researcher Brand Research Indonesia, konsumsi teh orang Amerika, Jepang, dan Eropa mencapai hampir 2.5 kg/kapita/tahun. Sementara itu, konsumsi teh orang Indonesia hanya mencapai 0.8 kg/kapita/tahun (Machmud, 2006). Rendahnya konsumsi teh di Indonesia bukan disebabkan karena orang Indonesia kurang gemar mengkonsumsi teh. Akan tetapi lebih disebabkan oleh rendahnya angka produksi teh dalam negeri bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia. Hal ini mendorong para industri pangan untuk menyajikan produk minuman teh dalam kemasan yang ready to drink dan praktis. Selain praktis, minuman teh dalam kemasan juga mengandung berbagai macam komponen aktif yang mempunyai fungsi tertentu di dalam tubuh. Menurut Miean dan Mohamed (2001), komponen aktif dalam teh yang mempunyai kemampuan antioksidan paling efektif adalah polifenol. Akan tetapi, komponen polifenol tersebut mudah rusak oleh panas, oksigen, cahaya, logam dan bahan kimia lain. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah memetakan karakteristik komponen polifenol yang terdapat dalam teh dan beberapa perlakuan untuk mengetahui penyebab kerusakan komponen polifenol sehingga dapat dicegah kerusakannya. Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri dari verifikasi tahapan pembuatan minuman teh dalam kemasan, penentuan formulasi teh, dan pengukuran laju distribusi dan penetrasi panas. Penelitian utama terdiri dari tiga perlakuan yaitu pengaruh pasteurisasi, pengaruh konsentrasi kesadahan air (0 ppm, 50 ppm, dan 100 ppm), dan pegaruh jenis kemasan (cup putih dan cup bening) terhadap stability. Analisis yang dilakukan yaitu analisis total fenol, analisis kadar theaflavin dan thearubigin, serta uji hedonik. Verifikasi tahapan proses pembuatan minuman teh dalam kemasan dilakukan untuk menentukan tahapan apa saja yang harus diperhatikan dalam pembuatan minuman teh agar produk yang dihasilkan tidak berbeda dalam setiap kali produksi. Penentuan formulasi teh dilakukan untuk mendapatkan formulasi yang disukai konsumen. Formulasi yang terpilih pada teh pH netral adalah N4 (bubuk teh 0.15 %, gula 8 %, dan flavor 0.1 %). Sedangkan untuk teh dengan pH asam, formulasi yang terpilih adalah A3 (bubuk teh 0.2 %, gula 8 %, flavor 0.1 %, dan asam sitrat 0.06 %). Pada pengukuran laju distribusi panas diperoleh hasil bahwa daerah yang paling lambat menerima panas adalah bagian tengah waterbath. Pengukuran laju penetrasi panas dilakukan dengan dua suhu pemanasan yang berbeda, yaitu 85 oC dan 95 oC. Hasil analisis pada pengaruh pasteurisasi menunjukkan bahwa kadar total fenol sesudah pasteurisasi lebih rendah jika dibandingkan dengan sebelum pasteurisasi. Sedangkan kadar theaflavin dan thearubigin sesudah pasteurisasi
lebih tinggi jika dibandingkan dengan sebelum pasteurisasi. Hal ini terjadi karena selama proses pasteurisasi, katekin teroksidasi menjadi theaflavin dan thearubigin. Pada pH asam, selisih kadar total fenol, kadar theaflavin, dan kadar thearubigin lebih kecil dibandingkan pada pH netral. Hal ini disebabkan pada pH asam, oksidasi katekin menjadi theaflavin dan thearubigin ditekan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa komponen polifenol lebih stabil pada pH asam. Hasil analisis pada pengaruh konsentrasi kesadahan air menunjukkan bahwa nilai pH teh dan kadar total fenol yang diseduh dengan air sadah 0 ppm lebih stabil selama penyimpanan dibandingkan dengan konsentrasi kesadahan yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat dari nilai slope, dimana nilai slope pada konsentrasi kesadahan 0 ppm lebih kecil dibandingkan konsentrasi kesadahan yang lain. Semakin kecil nilai slope, maka kecepatan perubahan pH dan total fenol juga semakin kecil. Penelitian yang terakhir adalah pengaruh jenis kemasan dan lama penyimpanan terhadap stabilitas komponen polifenol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pH dan total fenol pada teh cup putih dan cup bening mengalami penurunan selama penyimpanan. Sedangkan pada pengukuran kadar theaflavin dan thearubigin, hasil menunjukkan peningkatan kadar theaflavin dan thearubigin selama penyimpanan. Berdasarkan analisis sidik ragam, interaksi pengaruh jenis kemasan dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap nilai pH, total fenol, kadar theaflavin dan thearubigin. Berdasarkan uji lanjut Duncan, tedapat perbedaan yang sangat nyata setiap sampel. Uji hedonik dilakukan terhadap parameter aroma, rasa, dan aftertaste selama penyimpanan satu bulan. Hasil menunjukkan bahwa pada cup putih, perlakuan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap ketiga parameter. Sedangkan pada teh cup bening, perlakuan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata pada terhadap ketiga parameter. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kemasan cup putih lebih baik digunakan sebagai kemasan minuman teh dibandingkan kemasan cup bening.
PEMETAAN KARAKTERISTIK KOMPONEN POLIFENOL UNTUK MENCEGAH KERUSAKANNYA PADA MINUMAN TEH Ready to Drink (RTD)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : DINI KUSUMANINGRUM F24104096
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PEMETAAN KARAKTERISTIK KOMPONEN POLIFENOL UNTUK MENCEGAH KERUSAKANNYA PADA MINUMAN TEH Ready to Drink (RTD)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : DINI KUSUMANINGRUM F24104096 Dilahirkan pada tanggal 29 Agustus 1986 Di Jakarta Tanggal Lulus : 22 Agustus 2008
Bogor,
Agustus 2008
Menyetujui,
Dr. Ir. M. Arpah, MSi. Dosen Pembimbing
Iwan Surjawan, Ph.D Pembimbing Lapang I
Rahadi Kusuma, STP Pembimbing Lapang II
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Agustus 1986. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Dariyo dan Siti Muslichah. Jenjang pendidikan yang telah ditempuh oleh penulis adalah Sekolah Dasar di SD Angkasa IX (1992-1998), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 81 Jakarta (1998-2001), dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 48 Jakarta (2001-2004). Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa baru (SPMB). Selama kuliah, penulis aktif dalam berbagai kepanitian kegiatan di kampus, diantaranya Seminar Nasional Pangan Halal (2005), National Student Paper Competition on Food Issues (2006), Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan (2006), dan Masa Perkenalan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (2006). Selain itu, penulis juga aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (2005-2007). Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Fisika dan Kimia pada tahun 2006. Penulis melakukan kegiatan magang sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana
Teknologi
Pertanian
dengan
judul
PEMETAAN
KARAKTERISTIK KOMPONEN POLIFENOL UNTUK MENCEGAH KERUSAKANNYA PADA MINUMAN TEH READY TO DRINK (RTD) di bawah bimbingan Dr. Ir. Muhamad Arpah, MSi. dan Rahadi Kusuma, STP.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia, hidayah, dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan magang yang berjudul Pemetaan Karakteristik Komponen Polifenol untuk Mencegah Kerusakannya pada Minuman Teh Ready to Drink (RTD). Skripsi ini disusun oleh penulis dibawah bimbingan Dr. Ir. Muhamad Arpah, MSi dan Rahadi Kusuma, STP. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada sejumlah pihak yang telah berkontribusi secara langsung maupun tak langsung dalam penyelesaian laporan magang ini. Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang senantiasa membimbing, membantu, dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan kegiatan magang dan penyusunan laporan magang ini. Ucapan terima kasih ingin penulis sampaikan kepada: 1. Bapak, Ibu, dan adikku Yudha yang telah memberikan begitu banyak dukungan baik secara moril maupun materiil. Terima kasih atas semua kesabaran, doa, dan dorongannya sehingga penulis tetap bersemangat dan dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Dr. Ir. Muhammad Arpah, Msi selaku dosen pebimbing yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan bimbingan sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan. 3. Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc yang telah bersedia menjadi dosen penguji dan memberikan masukan dalam perbaikan skripsi ini. 4. Prof. Dr. Ir. Rizal Sjarief, DESS yang telah bersedia menjadi dosen penguji dan memberikan masukan dalam perbaikan skripsi ini. 5. Ir. Betty E. Silalahi, MS yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan kegiatan magang. 6. Iwan Surjawan Ph.D yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis selama kegiatan magang. 7. Rahadi Kusuma, STP selaku pembimbing lapang yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis selama kegiatan magang.
i
8. Teman-teman Joker (Tenni, Lia, Wulan, dan Netha) terima kasih atas kebersamaannya selama ini. 9. Teman-temanku tercinta Inke, Ririn, Ofa, Tika oneng, Nene, Dyah, dan Rani, terima kasih buat semua waktu dan hiburannya. 10. Teman-teman satu tempat magang (Lia, Gina, Rapper, Uke, Mayland, Jambroz, Iqbal, dan Andri) terima kasih buat semua bantuan dan dukungannya selama magang. 11. Teman-teman satu divisi : Mbk Ririn, Mbk Tuti, Indah, Yuni, Vita, Nanda, Eni, dan Irna. Teman-teman lab central : Mbk Ratih, Mbk Tri, Mas Wili, Mbk Susan, dan Shanti. Teman-teman SE : Mbk Sesil, Mbk Lia, Kristin, dan Ranto. Terima kasih buat semua bantuan dan ilmu yang telah diberikan selama magang. 12. Teman-temanku : Mbk Wati, Mas Yuda, Mas Cahyo, Mbk Septi, Mbk Nita, Mbk Titi, Herlina, Lince, Haris, Mas No, Wenda, Putry, Mbk Maya, Mbk Lidya, Mbk Susi, Mas Falik, Mbk Fitri, dll. Terima kasih atas semua dukungan dan kebersamaannya selama magang. 13. Teman-teman mainku Sukma, Arum, Bima, Kani, Jamz, Dikin, Hans CW, Rhais, Mpus, Wachu, dll, terima kasih buat dukungan dan kebersamaannya selama ini. 14. Teman satu bimbinganku Citra PL atas semua dukungan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis. 15. Terima kasih buat Riska yang udah jadi teman kelompok praktikumku seumur hidup. Juga buat anak-anak golongan D : Tika A, Erma, Vera lisnan, Sherly, Rapper, Prita, Jamz, Gema, Ety, Lia, Maylan, Mpus, Wacyu, Hans CW, Rhais, Hesti, Willine. 16. Terima kasih buat semua anak-anak TPG 41 atas kebersamaannya selama ini baik dalam suka maupun duka. 17. Terima kasih buat Hesti (42) atas semua waktu dan kebersamaannya selama ini untuk mendengar semua keluh kesah penulis. Terima kasih juga buat anakanak ITP 42 Nina, Fera, Wiwi, Haris, Nanda, Jakau, Aji, Venty, Cany, Anjun, Midun, dll atas semua dukungan kepada penulis.
ii
18. Teman-teman kosanku Fina, Sisi, Mequ, Cici, Dadut, mbak Ema, teh Ijonk, teh Devi, teh Wulan, Ambar, Devi, Wini, Sally, Uci, dll terima kasih buat kebersamaannya selama satu tahun terakhir ini. 19. Terima kasih buat Intan (AGB 41) dan Feni (UI) atas semua kebaikan dan persahabatannya selama ini. 20. Terima kasih buat Amy STK 41 yang telah membantu penulis dalam mengolah data. 21. Terima kasih juga buat semua pihak yang telah membantu penulis. Mohon maaf jika ada yang terlupa, karena manusia tempatnya salah dan lupa.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi, khususnya di bidang teknologi pangan.
Bogor, Agustus 2008 Penulis
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR..............................................................................
i
DAFTAR ISI.............................................................................................
iv
DAFTAR TABEL.....................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................
viii
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG.................................................................
1
B. TUJUAN......................................................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEH...............................................................................................
3
1. Aspek Botani...........................................................................
3
2. Kandungan Kimia...................................................................
3
3. Pengolahan Teh.......................................................................
4
B. POLIFENOL.................................................................................
8
1. Flavonoid..................................................................................
9
2. Theaflavin.................................................................................
10
3. Thearubigin...............................................................................
12
C. AIR................................................................................................
13
D. KEMASAN...................................................................................
16
E. PROSES TERMAL.......................................................................
17
III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT..................................................................
21
1. Bahan........................................................................................
21
2. Alat............................................................................................
21
B. METODE PENELITIAN.............................................................
21
1. Penelitian Pendahuluan.............................................................
21
a. Verifikasi tahapan pembuatan minuman teh.........................
21
b. Formulasi minuman teh........................................................
21
c. Pengukuran laju distribusi dan penetrasi panas.....................
22
iv
2. Penelitian Utama.......................................................................
22
a. Pengaruh pasteurisasi............................................................
22
b. Pengaruh kesadahan air dan lama penyimpanan…..............
22
c. Pengaruh perlakuan kemasan dan lama penyimpanan…......
23
3. Metode Analisis........................................................................
25
a. Nilai pH.................................................................................
25
b. Analisis total fenol................................................................
25
c. Anlisis kadar theaflavin dan thearubigin...............................
26
d. Uji organoleptik....................................................................
27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN................................................
29
1. Verifikasi Tahapan Pembuatan Minuman Teh.........................
29
2. Formulasi Minuman Teh...........................................................
30
3. Pengukuran Laju Distribusi dan Penetrasi Panas......................
33
B. PENELITIAN UTAMA................................................................
36
1. Pengaruh Pasteurisasi................................................................
36
2. Pengaruh Kesadahan Air dan Lama Penyimpanan...................
39
3. Pengaruh Kemasan dan Lama Penyimpanan............................
42
a. Nilai pH.................................................................................
43
b. Total fenol.............................................................................
44
c. Kadar theaflavin....................................................................
46
d. Kadar thearubigin..................................................................
48
e. Uji rating hedonik..................................................................
49
(i) Aroma..............................................................................
49
(ii) Rasa.................................................................................
50
(iii) Aftertaste.........................................................................
52
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN.............................................................................
55
B. SARAN.........................................................................................
56
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
57
LAMPIRAN..............................................................................................
60
v
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Klasifikasi teh Camellia sinensis var. Assamica……................
3
Tabel 2. Komposisi kimia daun teh dan teh hitam ..................................
4
Tabel 3. Perbedaan sistem Orthodox dan CTC........................................
7
Tabel 4. Komposisi polifenol pada daun teh............................................
8
Tabel 5. Komposisi polifenol pada teh hitam (Assamica) .......................
9
Tabel 6. Standar air minum……………………………………………..
14
Tabel 7. Pembagian kesadahan air……………………………………...
15
Tabel 8. Rancangan percobaan pengaruh kesadahan dan lama penyimpanan..............................................................................
23
Tabel 9. Tabulasi data pengaruh kesadahan dan lama penyimpanan .….
23
Tabel 10. Rancangan percobaan pengaruh jenis kemasan dan lama penyimpanan............................................................................
24
Tabel 11. Tabulasi data pengaruh kemasan dan lama penyimpanan........
24
Tabel 12. Hasil in-depth interview formulasi teh pH netral.....................
31
Tabel 13. Hasil in-depth interview formulasi teh pH asam......................
32
Tabel 14. Hasil analisis kadar total fenol sebelum dan sesudah pasteurisasi...............................................................................
37
Tabel 15. Hasil analisis kadar theaflavin sebelum dan sesudah pasteurisasi...............................................................................
38
Tabel 16. Hasil analisis kadar thearubigin sebelum dan sesudah pasteurisasi...............................................................................
39
Tabel 17. Spesifikasi kemasan.................................................................
43
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Flow chart proses produksi teh........……………………….
6
Gambar 2. Struktur kimia katekin...........................................................
10
Gambar 3. Oksidasi katekin (atas) dan gallokatekin (bawah) menjadi o-quinone...............................................................................
11
Gambar 4. Pembentukan theaflavin........................................................
11
Gambar 5. Struktur kimia thearubigin.....................................................
13
Gambar 6. Struktur kimia polipropilen...................................................
17
Gambar 7. Diagram alir proses pembuatan minuman teh.......................
30
Gambar 8. Diagram hasil pemilihan formulasi teh pH netral…………..
31
Gambar 9. Diagram hasil pemilihan formulasi teh pH asam..................
32
Gambar 10. Posisi thermocouple di waterbath.......................................
33
Gambar 11. Laju distribusi panas pada 5 titik berbeda...........................
34
Gambar 12. Laju penetrasi panas pada suhu 85 oC.................................
35
Gambar 13. Laju penetrasi panas pada suhu 95 oC.................................
35
Gambar 14. Kurva perubahan nilai pH selama penyimpanan pada berbagai konsentrasi kesadahan...........................................
40
Gambar 15. Kurva perubahan total fenol selama penyimpanan pada berbagai konsentrasi kesadahan...........................................
41
Gambar 16. Cup putih dan cup bening....................................................
42
Gambar 17. Kurva perubahan nilai pH teh selama penyimpanan...........
44
Gambar 18. Kurva perubahan kadar total fenol selama penyimpanan....
45
Gambar 19. Kurva perubahan kadar theaflavin selama penyimpanan....
47
Gambar 20. Kurva perubahan kadar thearubigin selama penyimpanan..
48
Gambar 21. Grafik skor hedonik untuk parameter aroma.......................
49
Gambar 22. Grafik skor hedonik untuk parameter rasa...........................
51
Gambar 23. Grafik skor hedonik untuk parameter aftertaste..................
53
vii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Kurva standar total fenol....................................................
60
Lampiran 2. Laju distribusi panas……………………………………...
61
Lampiran 3. Laju penetrasi panas pada suhu 85 oC................................
62
Lampiran 4. Nilai Fo Suhu 85 oC pada berbagai waktu..........................
63
Lampiran 5. Laju penetrasi panas pada suhu 95 oC................................
66
o
Lampiran 6. Nilai Fo Suhu 95 C pada berbagai waktu.........................
67
Lampiran 7. Laju penetrasi dan nilai Fo teh pH netral…………………
70
Lampiran 8. Laju penetrasi dan nilai Fo teh pH asam............................
72
Lampiran 9. Hasil analisis pH teh selama penyimpanan dengan air sadah 0 ppm.....................................................................
74
Lampiran 10. Hasil analisis pH teh selama penyimpanan dengan air sadah 50 ppm...................................................................
74
Lampiran 11. Hasil analisis pH teh selama penyimpanan dengan air sadah 100 ppm.................................................................
74
Lampiran 12. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan dan kesadahan terhadap nilai pH teh...............................
75
Lampiran 13. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan dan kesadahan terhadap total fenol teh............................
76
Lampiran 14. Hasil analisis stability teh kemasan cup putih…………..
77
Lampiran 15. Hasil analisis stability teh kemasan cup bening………...
77
Lampiran 16. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan dan jenis kemasan terhadap nilai pH.................................
78
Lampiran 17. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan dan jenis kemasan terhadap total fenol.............................
79
Lampiran 18. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan dan jenis kemasan terhadap kadar theaflavin....................
80
Lampiran 19. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan dan jenis kemasan terhadap kadar thearubigin..................
81
Lampiran 20. Form uji hedonik teh.........................................................
82
Lampiran 21. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan terhadap skor hedonik aroma teh cup putih......................
83
Lampiran 22. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan terhadap skor hedonik rasa teh cup putih.........................
83
viii
Lampiran 23. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan terhadap skor hedonik aftertaste teh cup putih.................
84
Lampiran 24. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan terhadap skor hedonik aroma teh cup bening....................
84
Lampiran 25. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan terhadap skor hedonik rasa teh cup bening.......................
85
Lampiran 26. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan terhadap skor hedonik aftertaste teh cup bening..............
86
Lampiran 27. Korelasi antara komponen polifenol dengan parameter aroma.................................................................................
87
Lampiran 28. Korelasi antara komponen polifenol dengan parameter rasa………………………………………………………
88
Lampiran 29. Korelasi antara komponen polifenol dengan parameter aftertaste............................................................................
89
ix
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Teh merupakan salah satu minuman yang paling populer di dunia. Menurut data Head of Researcher Brand Research Indonesia, konsumsi teh orang Amerika, Jepang, dan Eropa mencapai hampir 2.5 kg/kapita/tahun. Sementara itu, konsumsi teh orang Indonesia hanya mencapai 0.8 kg/kapita/tahun (Machmud, 2006). Rendahnya konsumsi teh di Indonesia bukan disebabkan karena orang Indonesia kurang gemar mengkonsumsi teh. Akan tetapi lebih disebabkan oleh rendahnya angka produksi teh dalam negeri bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia. Hal ini mendorong para industri pangan untuk menyajikan produk minuman teh dalam kemasan yang ready to drink dan praktis. Selain praktis, minuman teh dalam kemasan juga mengandung berbagai macam komponen aktif yang mempunyai fungsi tertentu di dalam tubuh. Menurut Miean dan Mohamed (2001), komponen aktif dalam teh yang mempunyai kemampuan antioksidan paling efektif adalah polifenol. Akan tetapi, komponen polifenol tersebut mudah rusak. Kerusakan tersebut bisa disebabkan oleh panas, oksigen, cahaya, logam berat, maupun zat kimia lain. Oleh karena itu, produsen minuman teh dalam kemasan harus mengetahui karakteristik komponen polifenol yang terkandung dalam teh sehingga dapat mencegah kerusakannya. Kualitas minuman teh dalam kemasan dipengaruhi oleh perlakuan panas. Perlakuan panas yang berbeda akan mempengaruhi hasil seduhan teh. Menurut Sanderson et al. (1977), pada suhu yang lebih tinggi kandungan kimia dalam teh lebih mudah terekstrak dibandingkan dengan suhu yang lebih rendah. pH air juga berpengaruh terhadap minuman teh. Menurut Rohdiana (2006), air dengan pH lebih dari 7, cenderung menghasilkan warna seduhan teh yang lebih gelap. Kemasan juga menentukan kualitas dari minuman teh. Kemasan yang mempunyai barrier oksigen lebih besar, dapat mencegah oksidasi polifenol dalam teh. Jika proses oksidasi terjadi, polifenol akan teroksidasi menjadi
theaflavin. Jika proses berlanjut maka theaflavin akan teroksidasi menjadi thearubigin. Terbentuknya theaflavin dan therubigin dalam jumlah berlebih akan menyebabkan rasa teh menjadi lebih sepat dan warnanya menjadi lebih gelap (Vuataz dan Vevey, 1968). Air yang digunakan untuk menyeduh teh juga berpengaruh terhadap kualitas minuman teh. Air yang mengandung mineral Ca/Mg atau air sadah, lebih sulit digunakan untuk mengekstrak teh dibandingkan dengan air lunak. Sehingga proses ekstrak teh menjadi tidak maksimal dan hasilnya menjadi kurang pekat (Rohdiana, 2006). Pada penelitian ini, komponen polifenol yang akan dianalisis adalah total fenol, kadar theaflavin dan kadar thearubigin. Analisis dilakukan sebelum perlakuan, sesudah perlakuan, dan selama penyimpanan. Selain analisis terhadap komponen polifenol, dilakukan juga uji organoleptik untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap produk.
B. TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah : a. Mengetahui karakteristik komponen polifenol. b. Mengetahui pengaruh perlakuan panas, kemasan, dan mutu air terhadap komponen polifenol dalam teh. c. Mengetahui stabilitas komponen polifenol dalam teh selama penyimpanan. d. Memberikan guidance kepada pihak industri dalam memproduksi minuman teh dalam kemasan.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TEH 1. Aspek Botani Salah satu dari beberapa minuman penyegar yang terkenal di Indonesia adalah teh. Teh (Camellia sinensis) merupakan tanaman asli Asia Tenggara dan kini telah ditanam di lebih dari 30 negara. Menurut Herbal (2008), tanaman teh dapat tumbuh dengan baik di daerah pegunungan beriklim sejuk pada ketinggian lebih dari 1.800 meter di atas permukaan laut (dpl). Saat ini sudah ada 3000 jenis teh yang berasal dari satu jenis tanaman dengan hasil perkawinan silangnya (Pambudi, 2004). Varietas teh yang terkenal adalah Camellia sinensis var. Assamica. Pengklasifikasian teh varietas Assamica dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi teh varietas Camellia sinensis var. Assamica Divisi Spermatophyta (tumbuhan biji) Sub divisi
Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)
Kelas
Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah)
Sub Kelas
Dialypetalae
Ordo (bangsa)
Guttiferales (Clusiales)
Familia (suku)
Camelliaceae (Theaceae)
Genus (marga)
Camellia
Spesies (jenis)
Camellia sinensis
Varietas
Assamica
Sumber : Tuminah (2004)
2. Kandungan Kimia Nasution dan Tjiptadi (1975) menyatakan bahwa pada dasarnya daun teh mengandung air dan bahan-bahan selain air atau sering disebut bahan-bahan kering. Komposisi kimia daun teh sangat berpengaruh terhadap bubuk teh yang dihasilkan. Hal ini adalah sebagai akibat dari pengaruh reaksi-reaksinya selama proses pengolahan. Komponenkomponen ini berpengaruh langsung terhadap strength, warna, flavour,
rangsangan seduhan teh tersebut. Presentase komposisi kimia daun teh dan teh hitam dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi kimia daun teh dan teh hitam Komponen Daun segar (%) Selulosa dan serat kasar 34 Protein 17 Klorofil dan pigmen 1,5 Pati 8,5 Tanin teh 25 Tanin teroksidasi 0 Kafein 4 Asam amino 8 Mineral 4 Abu 5,5 Sumber: Nasution dan Tjiptadi (1975)
Teh hitam (%) 34 16 1 0,25 18 4 4 9 4 5,5
Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975), daun teh mengandung beberapa zat kimia yang dapat digolongkan menjadi tujuh. Ketujuh golongan itu adalah bahan-bahan anorganik (Al, Mn, P, Ca, Mg, Fe, Se, Cu, dan K), ikatan-ikatan nitrogen (protein, asam-asam amino, alkaloid, dan kafein), karbohidrat dan ikatannya (gula, pati, dan pektin), polifenol dan turunannya (asam-asam galat, katekin, tanin, theaflavin, dan thearubigin), pigmen (klorofil, anthosianin, dan flavon), enzim (polifenol oksidase, peroksidase, dan pektase), dan vitamin (vitamin C, vitamin E).
3. Pengolahan Teh Menurut Eden (1976), proses pembuatan teh terdiri dari beberapa tahapan, yaitu : 1. Pelayuan Pelayuan merupakan tahapan pertama dalam proses pengolahan teh hitam yang bertujuan untuk mengeluarkan sebagian cairan sel, merubah susunan sel, dan untuk menciptakan kondisi yang baik untuk proses penggilingan. Proses pelayuan berlangsung selama 10-20 jam, dengan suhu tidak lebih dari 35 oC.
4
2. Pengulungan Penggulungan bertujuan untuk menggulung, memecah sel-sel daun, dan mengeluarkan cairan sel. Oksidasi berlangsung pada saat katekin dan enzim berhubungan dengan oksigen dari udara luar yang menimbulkan berubahnya warna daun menjadi kecoklatan. Oksigen mempengaruhi proses fermentasi yang menimbulkan perubahan warna daun. 3. Sortasi basah Sortasi basah bertujuan untuk memperoleh hasil olahan yang seragam ukurannya, menurunkan suhu, dan menganginkan daun. 4. Fermentasi Pada tahap pertama proses fermentasi terbentuk theaflavin dan berkurangnya jumlah polifenol (epigalokatekin, epigalokatekin galat, atau epikatekin galat). Pada akhir tahap fermentasi, sebagian theaflavin dirubah menjadi thearubigin dimana kecepatan perubahan theaflavin semakin
menurun
sedangkan
dengan
pembentukan
menurunnya
thearubigin
konsentrasi
tetap
hingga
polifenol, konsentrasi
theaflavin menurun. 5. Pengeringan Pengeringan bertujuan menghentikan aktivitas enzim sehingga proses fermentasi terhenti dan menurunkan kandungan air sampai kirakira 3 % basis basah. Pengeringan berperan pula dalam menentukan mutu teh hitam. Dengan mengeringkan pada suhu tinggi, flavor teh akan berkurang tetapi mutu lebih terpelihara. Pengeringan pada suhu 70 oC menghasilkan mutu dan flavor yang baik, tetapi akan mengalami penurunan mutu yang cepat selama penyimpanan. 6. Sortasi kering Sortasi kering bertujuan memisahkan teh kering pada fraksifraksi yang seragam ukurannya dan mengecilkan hasil olahan yang masih terlalu besar.
5
Daun teh segar
Sortasi
Penguapan
Pengeringan
Teh putih
Pelayuan
Pelayuan
Penguapan
Pemanasan suhu 160-240 o C, 3-7 menit
Pelayuan
Penggulungan
Penggulungan
Fermentasi pada 22-28 o C, 2-4 jam
Pengeringan
Pengeringan
Pengeringan
Teh hijau
Teh oolong
Teh hitam
Penggulungan
Gambar 1. Flow chart proses produksi teh (Anonim, 2006)
Pada dasarnya, teh diproses menjadi tiga jenis yaitu teh hijau, teh hitam, dan teh oolong. Lebih dari tiga perempat teh dunia diolah menjadi teh hitam, yang merupakan salah satu jenis yang paling digemari di Amerika, Eropa, dan Indonesia. Teh hitam dibuat dari daun teh yang difermentasi secara sempurna. Secara tradisional, proses fermentasi terjadi selama dua minggu sampai satu bulan. Cara pengolahannya, daun dirajang dan dijemur dibawah panas matahari sehingga mengalami perubahan kimiawi sebelum dikeringkan. Perlakuan tersebut akan menyebabkan warna daun menjadi coklat dan memberikan cita rasa teh hitam yang khas (Pambudi, 2004).
6
Secara modern proses pembuatan teh terdiri dari dua sistem, yaitu sistem orthodox dan sistem CTC (Crushing, Tearing, and Curling). Perbedaan kedua sistem tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perbedaan sistem Orthodox dan CTC No. Sistem orthodox 1
Derajat layu pucuk 44-46 %
2
Ada sortasi bubuk basah
3 4 5 6 7
Sistem CTC
Derajat layu pucuk 32-35%
Tanpa dilakukan sortasi bubuk basah Tangkai/tulang terpisah Bubuk basah ukuran hampir sama Diperlukan pengeringan ECP Pengeringan cukup FBD (Fluid (Endless Chain Pressure) Bed Dryer) Cita rasa air seduhan kuat Cita rasa kurang kuat, air seduhan cepat merah Tenaga kerja banyak Tenaga kerja sedikit Tenaga listrik besar
Tenaga listrik kecil
8
Sortasi kering kurang Sortasi kering sederhana sederhana 9 Fermentasi bubuk basah 105- Fermentasi bubuk basah 65 – 80 120 menit menit 10 Waktu proses pengolahan Proses pengolahan waktunya lebih dari 20 jam cukup pendek (< 20 jam) Sumber : Robertson (1992)
Teh hijau merupakan jenis teh tertua yang disukai oleh negara Jepang dan Cina. Pengolahan teh hijau dimulai dengan pemetikan daun teh hijau dan secepat mungkin dipanaskan dengan uap untuk menonaktifkan enzim, kemudian dikeringkan. Dengan demikian proses fermentasi (peragian) dapat dicegah. Teh hijau mengandung epikatekin sebagai komponen polifenol utama, yang memiliki aroma dan karakteristik dari teh hijau (Anonim, 2007). Teh oolong lebih merupakan jenis peralihan antara teh hitam dan teh hijau. Umumnya teh oolong diproduksi dan dikonsumsi di selatan Cina dan Taiwan. Pada teh oolong, dengan adanya proses fermentasi, terdapat cita rasa dan karakteristik tersendiri. Meskipun demikian, ketiga jenis teh tersebut memiliki khasiat dan potensi kesehatan yang sama (Pambudi, 2004).
7
B. POLIFENOL Teh sebagian besar mengandung ikatan biokimia yang disebut polifenol. Polifenol merupakan suatu kelompok antioksidan yang secara alami terdapat pada sayur-sayuran, buah-buahan, dan minuman seperti teh dan anggur
(Pambudi,
2004).
Polifenol
mempunyai
kemampuan
untuk
menghambat reaksi oksidasi dan menangkap radikal bebas. Selain itu, polifenol juga mempunyai aktivitas sebagai antioksidan dan antiradikal (Burda dan Oleszek, 2001). Menurut Cadensas dan Parker (2002), polifenol terbagi menjadi 3 grup, yaitu polifenol non-flavonoid (hydrolyzable tannins), flavonoid, dan asam fenolat (hydroxy benzoates dan hydroxy cinnamates). Jenis polifenol yang paling banyak terdapat di tanaman adalah flavonoid. Ada sekitar 4000 jenis polifenol yang masuk ke dalam grup flavonoid (Seeram dan Nair, 2002). Menurut Shahidi dan Naczk (2004), kandungan polifenol yang terdapat pada daun teh sekitar 35 % berat kering. Polifenol yang terdapat di dalam teh ada 4 subkelas,
yaitu flavanol/katekin [(-)-epicatechin gallate, (-)-
epigallocatechin, (-)-epigallocatechin gallate, dan (+)-catechin], flavonol (quercetin, kaempferol, dan glikosida), flavon (vitexin dan isovitexin), flavanon, phenolic acid dan depsides (gallic acids, chlorogenic acids, dan theogallin). Komposisi polifenol yang terkandung dalam teh tergantung dari 4 faktor, yaitu varietas teh, kondisi lingkungan, situasi agronomi, dan kondisi geografis. Komposisi polifenol yang terkandung pada varietas daun teh dan teh hitam C. Sinenis var. Assamica dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Tabel 4. Komposisi polifenol pada daun teh Komponen Polifenol Komposisi (%) Daun Teh 1. Flavanol (katekin dan gallokatekin) 2. Flavonol + Flavonol glikosida 3. Flavandiol 4. Phenolic acids + Depsides
17 – 30 3–4 2–3 5
Sumber : Shahidi dan Naczk (2004)
8
Tabel 5. Komposisi polifenol pada teh hitam (Assamica) Komponen Polifenol Komposisi (%) Teh Hitam 1. Dialyzable thearubigins + bisflavanol 2–4 2. Soluble thearubigins 1,5 3. Theaflavin 1–2 4. Phenolic acids + Depsides 4 5. Flavanol 1–3 6. Flavonol + Flavonol glikosida 2–3 Sumber : Shahidi dan Naczk (2004)
1. Flavonoid Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang terdapat pada teh, buah-buahan, sayuran, anggur, bir dan kecap. Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2-. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk pencegahan atau terapi terhadap penyakitpenyakit yang diasosiasikan dengan radikal bebas (Sofia, 2002). Menurut Miean dan Mohamed (2001), flavonoid mempunyai kemampuan untuk menghambat kerja enzim lipoksigenase, prostaglandin synthase, dan cyclooxygenase. Flavonoid juga berperan sebagai antikarsinogen dan antimutagen (Seeram dan Nair, 2002). Flavonoid terbagi menjadi 6 subkelas, yaitu flavanol, flavon, flavonol, isoflavon, flavanon, dan anthocyanin (Cadensas dan Parker, 2002). Flavonoid yang banyak terdapat di teh adalah flavanol/katekin dan flavonol. Katekin merupakan komponen utama polifenol dalam minuman teh yang berperan sebagai agen pelindung penyakit jantung dan kanker. Akan tetapi, jumlah katekin yang terkandung dalam teh hitam jauh lebih rendah dibandingkan dalam daun teh karena telah mengalami oksidasi. Stabilitas katekin dipengaruhi oleh suhu dan pH. Semakin tinggi suhu maka jumlah katekin akan menurun, begitu pula yang terjadi pada pH tinggi. Jika katekin teroksidasi, maka EGCG, ECG, EGC, dan GC akan mengalami epimerisasi menjadi GCG, CG, GC, dan C (Chen et al., 2001). Struktur kimia katekin dapat dilihat pada Gambar 2.
9
Gambar 2. Struktur kimia katekin (Spiller, 1998)
Katekin teh stabil dalam air pada suhu kamar. Kadar katekin menurun sebesar 20 % jika dipanaskan pada suhu 98 oC selama 20 menit. Saat dipanaskan dalam autoclave pada suhu 120 oC, terjadi epimerisasi dari (-)- EGCG menjadi (-)-GCG dan kadar katekin menurun hingga 24%. Katekin bisa menururn drastis hingga 50 % jika dipanaskan selama 2 jam (Trubus, 2006). Jenis flavonoid yang lain adalah flavonol, tetapi jumlahnya lebih sedikit dibandingkan flavanol. Flavonol merupakan jenis antioksidan alami yang paling efektif dan 20 kali lebih kuat jika dibandingkan dengan vitamin C. Flavonol yang terdapat di dalam teh adalah quercetin, myricetin, dan kaempferol. Berbeda dengan katekin, flavonol tidak dipengaruhi oleh enzim polifenol oksidase. Sehingga jumlah flavonol yang terkandung dalam teh hitam sama dengan yang terkandung dalam daun teh (Miean dan Mohamed, 2001). 2. Theaflavin Theaflavin merupakan komponen polifenol yang dihasilkan dari proses fermentasi. Fermentasi daun teh akan menyebabkan epimerisasi epikatekin dan epigallokatekin menjadi katekin dan gallokatekin. Kedua hasil epimerisasi tersebut akan mengalami oksidasi dengan bantuan katekol oksidase dan masing-masing akan menghasilkan o-quinone. Proses pembentukan o-quinone dapat dilihat pada Gambar 3. Quinone yang dihasilkan dari oksidasi katekin dan gallokatekin akan membentuk kompleks yang disebut theaflavin (Shahidi dan Naczk, 2004). Reaksi pembentukan theaflavin dapat dilihat pada Gambar 4.
10
Gambar 3. Oksidasi katekin (atas) dan gallokatekin (bawah) menjadi o-quinone (Shahidi dan Naczk, 2004)
Gambar 4. Pembentukan theaflavin (Shahidi dan Naczk, 2004)
Menurut Feng et al. (2002), theaflavin yang terdapat dalam teh hitam ada 4 jenis, yaitu theaflavin bebas (TF1), theaflavin monogallat A (TF2A), theaflavin monogallat B (TF2B), dan theaflavin digallat (TF3). Semua jenis theaflavin tersebut dibentuk dari proses fermentasi teh hijau yang berpengaruh terhadap warna dan flavor teh hitam. Selain itu, theaflavin juga berpengaruh pada kejernihan dan memberikan warna kuning cerah pada seduhan teh. Theaflavin juga mempengaruhi karakteristik seduhan teh, meliputi warna, rasa, dan aroma (Nasution dan Tjiptadi, 1975). Theaflavin mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Sejumlah penelitian menyatakan bahwa aktivitas antioksidan theaflavin setara dengan katekin, bahkan lebih potensial dibanding katekin. Hal itu
11
disebabkan struktur theaflavin yang lebih potensial dibanding katekin. Theaflavin memliki gugus hidroksi (OH) yang lebih banyak dibandingkan katekin. Semakin banyak gugus hidroksi suatu senyawa, maka kemampuannya sebagai antioksidan semakin baik (Rohdiana, 2007). Theaflavin
mempunyai
tetapan
laju
penangkapan
radikal
superoksida lebih tinggi dibandingkan dengan EGCG (Epigallo catechin gallate). Tetapan laju theaflavin adalah 1 x 107/MS sedangkan tetapan laju EGCG adalah 1 x 105/MS. Sebagai antioksidan, theaflavin mampu mencegah terjadinya oksidasi lipid atau memotong reaksi berantai oksidasi lipid lebih efektif dari pada EGCG (Rohdiana, 2007). Theaflavin juga mempunyai kemampuan untuk melawan oksidasi lipid pada eritrosit kelinci dan oksidasi LDL pada sel makrofag tikus (Feng et al., 2002), serta menghambat kanker (Nasution dan Tjiptadi, 1975). Jumlah theaflavin akan meningkat selama proses oksidasi dan akan menurun drastis jika proses oksidasi berlangsung terlalu lama. Jika suhu fermentasi dipertahankan pada suhu 15
o
C, jumlah theaflavin akan
meningkat. Jumlah theaflavin juga akan meningkat jika fermentasi terjadi pada pH yang rendah, sekitar 4,5-4,8. Kualitas teh hitam ditentukan oleh jumlah theaflavin yang dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan. Jumlah theaflavin akan menurun jika disimpan pada suhu rendah, tingkat kelembaban yang rendah, dan ketersediaan oksigen yang rendah juga. Aktivitas dari enzim peroksidase yang tersisa, juga akan mempercepat penurunan jumlah theaflavin pada saat penyimpanan (Spiller, 1998). Derajat dan kecepatan oksidasi theaflavin dalam teh tergantung pada pH air yang akan digunakan untuk menyeduh. Bila pH>7, air cenderung menghasilkan seduhan dengan warna gelap. Adanya logamlogam alkali atau garam bikarbonat diduga menjadi penyebab tingginya pH. Air yang bersifat basa atau mengandung besi dalam jumlah tertentu akan memberikan warna seduhan teh yang gelap (Rohdiana, 2006). 3. Thearubigin Thearubigin dapat ditemukan saat teh diseduh dengan air panas. Thearubigin mempunyai fungsi yang sama dengan theaflavin, yaitu
12
mempengaruhi karakteristik seduhan teh, meliputi warna, rasa, dan aroma. Perbedaannya, thearubigin memberikan warna coklat tua pada seduhan teh (Nasution dan Tjiptadi, 1975). Thearubigin merupakan kompleks yang terdiri dari beberapa grup flavonoid yang dihasilkan dari berbagai reaksi oksidasi katekin. Degradasi oksidatif theaflavin merupakan reaksi utama dalam pembentukan thearubigin. Oleh karena itu, jumlah theaflavin yang terdapat dalam teh akan berkurang jika proses oksidasi berlangsung terlalu lama. Sebagian theaflavin yang terbentuk akan bereaksi dengan katekin quinone dan menjadi bagian dari kompleks thearubigin (Varnam dan Sutherland, 1994). Stuktur kimis thearubigin dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Struktur kimia thearubigin (Davidek et al., 1990) Menurut Rohdiana (2006), dalam seduhan teh, thearubigin berada dalam bentuk bebas yang bersifat asam atau sebagai garam netral dari K dan Ca. Thearubigin dalam bentuk garam berwarna lebih tua daripada thearubigin dalam bentuk bebas. Jika air yang digunakan untuk menyeduh bersifat sadah sementara, maka Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2 akan bereaksi dengan thearubigin yang bersifat asam dan membentuk garam-garam Ca dan Mg dengan melepaskan CO2 sehingga warna seduhan menjadi lebih gelap.
C. AIR Bahan baku air yang digunakan untuk produksi minuman teh dalam kemasan harus sama dengan standar air minum. Syarat-syarat air untuk minum
13
secara fisik adalah tidak boleh mempunyai warna, bau, dan rasa, serta tidak keruh. Air untuk minum juga harus bebas dari kontaminasi kotoran (sampah), patogenik, dan organisme-organisme yang dapat hidup di dalam usus manusia, yaitu E. Coli. Coliform yang terkandung dalam air minum tidak boleh lebih dari 2.2 (Statistical unit) per 100 ml (Winarno, 1973). Standar air minum menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Standar Air Minum No. Uraian 1. Keadaan 1.1 Bau 1.2 Rasa 1.3 Warna 2. pH 3. Kekeruhan 4. Kesadahan, dihitung CaCO3 5. Zat yang terlarut 6. Zat organik (sebagai angka KMnO4) 7. Nitrat (NO3-) 8. Nitrit (NO2-) 9. Amonium (NH4-) 10. Sulfat (SO4-) 11. Klorida (Cl-) 12. Fluorida (F) 13. Sianida (CN-) 14. Besi (Fe) 15. Mangan (Mn) 16. Klor bebas 17. Cemaran logam : 17.1 Timbal (Pb) 17.2 Tembaga (Cu) 17.3 Cadmium (Cd) 17.4 Raksa (Hg) 18. Cemaran Arsen (As) 19. Cemaran mikroba 19.1 Angka lempeng total awal 19.2 Angka lempeng total akhir 19.3 Bakteri bentuk coli 19.4 C. Perfringens 19.5 Salmonella Sumber : SNI 01-3553-1996
Satuan
Persyaratan
NTU mg/l mg/l mg/l
Tidak berbau Normal Maks 2.5 6.5 – 8.5 Maks. 5 Maks. 170 Maks. 500 Maks. 1.0
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
Maks. 45 Maks. 0.005 Maks. 0.15 Maks. 200 Maks. 250 Maks. 1.0 Maks. 0.05 Maks. 0.3 Maks. 0.05 Maks. 01
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
Maks. 0.05 Maks. 0.5 Maks. 0.01 Maks. 0.001 Maks. 0.5
Koloni/ml Koloni/ml APM/100 ml Koloni/ml -
Maks. 1.0 x 102 Maks. 1.0 x 105 <2 nol negatif/100 ml negatif/100 ml
Unit pt.Co
14
Winarno (1973) menjelaskan bahwa dalam pengolahan pangan, pH air atau larutan sangat menentukan mutu, daya awet, dan warna bahan pangan. Selain pH, kandungan mineral dalam air juga dapat mempengaruhi mutu dari produk minuman teh dalam kemasan. Kandungan mineral yang terdapat dalam air berasal dari air itu sendiri dan akibat dari penambahan bahan kimia ke dalam air. Kandungan mineral dalam air dapat menyebabkan kesadahan. Kesadahan disebabkan oleh ion-ion kalsium dan magnesium yang dinyatakan sebagai kalsium karbonat yang terdapat dalam air. Kesadahan dalam air terbagi menjadi dua, yaitu kesadahan sementara dan kesadahan tetap. Kesadahan sementara disebabkan oleh kandungan garam karbonat (CO3) dan bikarbonat (HCO3) dari kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Kesadahan tetap disebabkan oleh kandungan garam klorida (Cl) dan sulfat (SO4) dari kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Jika air yang mengandung Ca(HCO3)2 dipanaskan maka CO2 akan dibebaskan dari komponen ini, dan karena kelarutan dari Ca(HCO3)2 dipengaruhi oleh adanya gas CO2, maka CaCO3 akan mengendap (tidak larut) segera setelah gas CO2 hilang. Oleh karena itu, kesadahan sementara dapat dihilangkan dengan pemanasan. Kesadahan tetap disebabkan oleh kandungan garam klorida (Cl) dan sulfat (SO4) dari kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Kalsium sulfat terdapat dalam bentuk anhidrid (CaSO4). Kesadahan tetap tidak dapat dihilangkan dengan pemanasan. Untuk menghilangkan kesadahan tetap harus dilakukan proses pelunakkan air. Derajat kesadahan air dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Pembagian Kesadahan Air Derajat Kesadahan Kalsium Karbonat (ppm) Lunak
Ion Ca2+
< 50
< 2.9
Agak sadah
50 – 100
2.5 – 5.9
Sadah
100 – 200
5.9 – 11.9
> 200
> 11.8
Sangat sadah
Sumber : Heild dan Joslyn dikutip oleh Winarno (1973)
15
Menurut Rohdiana (2006), komponen kimia dalam teh lebih cepat larut dalam air lunak dibandingkan dengan air yang bersifat sadah. Selain itu, penyeduhan teh dengan menggunakan air sadah akan menyebabkan warna seduhan menjadi lebih gelap karena Ca(HCO3)2 akan beraksi dengan thearubigin dan melepaskan CO2.
D. KEMASAN Kemasan memegang peranan penting dalam pengawetan suatu produk pangan. Bahan kemasan, baik logam maupun bahan lain seperti bermacammacam plastik, gelas, kertas, dan karton seharusnya mempunyai enam fungsi utama, yaitu: (a) menjaga produk pangan tetap bersih, (b) melindungi makanan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air, dan penyinaran, (c) mempunyai fungsi yang baik, efisien, dan ekonomis, (d) memberikan kemudahan dalam membuka, menutup, mencetak, serta menangani distribusi, (e) mempunyai ukuran, bentuk, dan bobot yang sesuai dengan standar yang ada, dan (f) menampakkan identifikasi, informasi, dan penampilan yang jelas (Arpah, 2006). Jenis kemasan yang sering digunakan pada produk pangan adalah kemasan plastik. Kemasan plastik memiliki beberapa keunggulan yaitu sifatnya kuat tetapi ringan, inert, tidak karatan, dan bersifat termoplastis, serta dapat diberi warna. Sedangkan kelemahannya adalah adanya zat-zat monomer dan molekul kecil lain yang terkandung dalam plastik yang dapat melakukan migrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas (Winarno, 1994). Menurut Rahayu dan Arpah (2004), sebagian besar cup dan botol plastik terbuat dari polipropilen (PP), sebagian lainnya terbuat dari polietilen terftalat (PET) dan High Density Polyethylene (HDPE). Polipropilen merupakan jenis termoplastik yang memiliki densitas rendah. PP dibuat melalui proses polimerisasi dengan bantuan katalisator pada monomer propilen di bawah panas dan tekanan. Ciri utama cup yang terbuat dari PP dalah sifatnya yang transparan, lebih tahan pada temperatur tinggi, sehingga kadang-kadang dapat dicelupkan pada air mendidih tanpa mengalami pengerutan. Struktur kimia polipropilen dapat dilihat pada Gambar 6.
16
Gambar 6. Struktur kimia polipropilen (Anonim, 2008)
Polipropilen termasuk jenis plastik poliolefin dan merupakan polimer dari propilen yang dikembangkan sejak 1950. Polipropilen merupakan jenis termoplastik yang memiliki densitas rendah. PP merupakan bahan yang memiliki kegunaan dan banyak aplikasinya, seperti untuk transportasi, alat tekstil, film, dan kemasan. Sifat-sifat umum dari polipropilen menurut Syarief (1989) adalah :
Memiliki permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, tidak baik untuk makanan yang peka terhadap O2.
Tahan terhadap suhu tinggi sampai 150 oC, sehingga dapat dipakai untuk makanan yang disterilisasi.
Titik leburnya tinggi, sehingga sulit dibuat kantung dengan sifat kelim panas yang baik dan mengeluarkan benang-benang plastik pada suhu tinggi.
Tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak. Baik untuk kemasan sari buah dan minyak. Tidak terpengaruh pada suhu kamar, kecuali HCl.
Pada suhu tinggi, PP akan bereaksi dengan benzen, siklen, toluen, terpentin, asam sitrat kuat.
E. PROSES TERMAL Pengolahan pangan dengan suhu tinggi atau proses termal adalah penggunaan panas untuk membunuh atau menginaktifkan mikroorganisme yang dapat menyebabkan kebusukan produk pangan yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Berdasarkan pada kriteria suhu, waktu, dan tujuan pemanasan, proses pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat dibagi menjadi beberapa operasi, yaitu proses blansir, proses pasteurisasi, sterilisasi, dan hot filling (Hariyadi et al., 2006). Proses termal yang digunakan pada pengolahan produk minuman teh dalam kemasan adalah pasteurisasi.
17
Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan pada suhu yang relatif rendah yaitu suhu di bawah 100 oC. Pada bahan pangan yang tergolong asam (pH < 4,5), pasteurisasi bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dan membunuh mikroorganisme pembusuk seperti kapang dan khamir, serta untuk menginaktivasi enzim yang terdapat dalam bahan pangan tersebut (Fellow, 2000). Pasteurisasi dapat dilakukan pada suhu yang relatif rendah dalam waktu yang relatif lama yaitu suhu 65 oC selama 30 menit atau pada suhu tinggi dalam waktu singkat yaitu 72 oC selama 15 detik. Semakin tinggi suhu pasteurisasi, semakin singkat proses pemanasannya. Beberapa bakteri vegetatif yang tahan panas (termofilik) dan spora tahan terhadap proses pasteurisasi. Oleh karena itu, produk harus didinginkan dengan cepat untuk mencegah pertumbuhan bakteri termofilik (Hariyadi et al., 2006). Keberhasilan penuh dari proses yang melibatkan panas pada produk pangan adalah terpenuhinya kecukupan panas untuk inaktivasi mikroba yang menyebabkan kebusukan dan keracunan. Untuk itu perlu diketahui sejauh mana ketahanan mikroba terhadap panas untuk dapat tercapai pada kombinasi suhu dan waktu yang tepat (Holdworth dikutip oleh Sari, 2007). Ketahanan panas mikroorganisme biasanya dinyatakan dengan istilah waktu reduksi termal (decimal reduction time) atau waktu yang dibutuhkan pada suhu tertentu untuk menurunkan jumlah sel atau spora sebesar satu siklus log, atau waktu yang diperlukan pada suhu tertentu untuk membinasakan organisme atau sporanya yang disebut dengan nilai D. Sedangkan nilai z suatu organisme adalah selang suhu terjadinya penambahan atau pengurangan sepuluh kali lipat dalam waktu yang dibutuhkan, baik untuk menurunkan sampai 90 % atau pembinasaan seluruhnya (Heldman dan Singh dikutip oleh Sari, 2007). Parameter kecukupan proses termal dinyatakan dengan nilai sterilitas (Fo). Secara umum nilai Fo didefinisikan sebagai waktu (biasanya dalam menit) yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba target hingga mencapai level tertentu pada suhu tertentu. Apabila prosesnya adalah sterilisasi, maka nilai Fo diartikan sebagai nilai sterilitas, sedangkan apabila prosesnya adalah
18
pasteurisasi, maka nilai Fo diartikan sebagai nilai pasteurisasi (Hariyadi et al., 2006). Pada proses pasteurisasi, konsep yang digunakan adalah konsep 5D. Konsep 5D banyak diterapkan untuk produk pangan yang dipasteurisasi, karena target mikroba yang dibunuh lebih rendah dibanding pada produk yang disterilisasi komersial. Dalam konsep 5D diterapkan 5 siklus logaritma, yang artinya telah terjadi pengurangan sebanyak 5 desimal atau pembunuhan mikroba mencapai 99.999%. Dengan kata lain pemanasan pada suhu dan waktu tertentu telah menginaktivasi mikroorganisme berbahaya sebanyak 5 desimal atau peluang terjadinya kebusukan produk dalam kemasan adalah sebesar 10-5. Misalnya, bila digunakan mikroba target untuk pasteurisasi adalah Bacillus polymyxa (D=0.5 menit), maka nilai F dengan menerapkan konsep 5D harus ekuivalen dengan pemanasan pada 85oC selama 2.5 menit (Hariyadi et al., 2006). Menurut Hariyadi et al. (2006), efek letalitas dari proses pemanasan bahan selama proses termal akan berbeda pada suhu yang berbeda. Pada kenyataannya, dalam proses termal suhu akan berubah selama waktu pemanasan atau pendinginan, dan berkontribusi dalam pembunuhan mikroorganisme. Untuk menentukan efek letalitas pada suatu suhu, maka didefinisikan nilai letal rate (LR). Nilai LR adalah efek letalitas pada suhu tertentu dibandingkan dengan suhu standar. Nilai LR suatu proses sterilisasi dapat dihitung dengan mengkonversikan waktu proses pada suhu-suhu tertentu ke waktu ekuivalen pada suhu standar. Secara matematis, nilai LR dihitung dengan persamaan 1. Nilai letal rate pada suhu standar adalah 1. Pada suhu > suhu standar maka nilai LR > 1, sedangkan bila suhu < suhu standar maka nilai LR < 1.
….... (1)
Nilai sterilitas dari proses dengan menggunakan metode trapesium dihitung dari luasan daerah di bawah kurva. Luasan di bawah kurva dianggap trapesium, sehingga titik-titik yang terdapat dalam kurva dianggap sebagai
19
titik-titik sudut trapesium. Untuk menghitung luas trapesium tersebut, maka luas area trapesium dibagi menjadi sejumlah trapesium pada interval waktu tertentu (∆t). Kemudian luasan di bawah kurva untuk masing-masing luasan dihitung dengan rumus trapesium, yaitu rata-rata tinggi trapesium dikalikan dengan lebar (∆t) (persamaan 2). Hasil perkalian ini menunjukkan nilai letalitas atau sterilitas parsial (Fo parsial) pada ∆t tersebut. Nilai letalitas = Fo parsial = Luas trapesium = ½ (Lo + L1) ∆t
...(2)
Selanjutnya masing-masing letalitas atau Fo parsial tersebut dijumlahkan (persamaan 3). Hasil penjumlahan nilai Fo parsial ini menunjukkan nilai sterilisasi total (Fo total) dari proses yang dilakukan. Fo= ½ ∆t(LRo+LR1) + ½ ∆t(LR1+LR2) + ½ ∆t(LRn-1+LRn) ...(3) Untuk mengetahui kecukupan panas pada proses termal, harus dibandingkan nilai Fo hasil perhitungan menggunakan metode trapesium dengan nilai Fo standar. Bila Fo hitung ≥ Fo standar, maka proses termal mencukupi, sedangkan bila Fo hitung
20
III. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan-bahan yang akan digunakan selama magang penelitian ini adalah teh, gula, dan air. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis adalah aquades, reagen folin ciocalteau, Na2CO3 7.5 %, asam tanat, etil asetat, metil alkohol, asam oksalat 0.1 N, dan NaHCO3 2.5 %.
2. Alat Alat-alat yang digunakan selama magang penelitian adalah erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, spatula, neraca analitik, pipet mohr, labu takar, spektrofotometer, penangas air, oven, desikator, gegep, pipet tetes, kemasan cup, waterbath, thermocouple, dan lain-lain.
B. METODE PENELITIAN 1. Penelitian Pendahuluan a. Verifikasi tahapan pembuatan minuman teh dalam kemasan Tahapan ini dilakukan untuk melakukan verifikasi tahapan dalam proses pembuatan minuman teh dalam kemasan. Tujuannya adalah untuk menentukan tahapan apa saja yang harus diperhatikan dalam proses pembuatan minuman teh dalam kemasan yang baik dan benar, sehingga hasil yang diperoleh tidak berbeda pada setiap kali produksi.
b. Formulasi minuman teh Formulasi
minuman
teh
dilakukan
untuk
memperoleh
formulasi teh yang disukai oleh konsumen. Ada dua jenis formulasi yang dibuat, yaitu teh pH netral dan teh pH asam. Penentuan formulasi terpilih dilakukan melalui in-depth interview terhadap 20 orang panelis. Penguji melakukan interview terhadap masing-masing panelis mengenai tingkat kesukaan dari produk.
c. Pengukuran laju distribusi dan penetrasi panas Pengukuran distribusi panas bertujuan untuk mengetahui daerah yang paling lambat mencapai suhu proses di dalam waterbath. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan termometer di lima titik berbeda. Pengukuran penetrasi panas bertujuan untuk mengetahui daerah yang paling lambat menerima panas dalam kemasan. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan thermocouple yang dipasang pada titik terdingin dari produk di dalam kemasan yang diletakkan pada daerah yang paling lambat mencapai suhu proses di dalam waterbath.
2. Penelitian Utama a. Pengaruh pasteurisasi Penelitian
ini
dilakukan
untuk
mengetahui
pengaruh
pasteurisasi terhadap komponen polifenol dalam teh pada beberapa perlakuan. Perlakuan yang dilakukan ada empat, yaitu pH netral-suhu 85 oC, pH netral-suhu 95 oC, pH asam-suhu 85 oC, dan pH asam-suhu 95
o
C. Analisis yang dilakukan adalah kadar total fenol, kadar
theaflavin, dan kadar thearubigin. Analisis dilakukan sebelum dan sesudah pasteurisasi.
b. Pengaruh kesadahan air dan lama penyimpanan Konsentrasi kesadahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0 ppm, 50 ppm, dan 100 ppm. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kesadahan dan lama penyimpanan selama seminggu terhadap komponen polifenol dalam teh. Suhu pasteurisasi yang digunakan adalah 85
o
C dan kemasan yang
digunakan adalah cup bening. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan faktorial RAL. Penelitian ini terdiri dari 2 faktor yang berpengaruh, yaitu kesadahan air (S1, S2, S3) dan lama penyimpanan (H1, H2, H3) dengan 2 ulangan. Dengan demikian banyaknya perlakuan yang dilakukan sebanyak 3x3x2 = 18
22
kombinasi perlakuan. Rancangan percobaan dan tabulasi data pada tahap ini dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9. Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali pengamatan, yaitu H-1, H-3, dan H-7. Pengamatan yang dilakukan adalah ada tidaknya perubahan nilai pH dan kandungan total fenol dalam minuman teh dalam kemasan. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan program SPSS 15. Tabel 8. Rancangan percobaan pengaruh kesadahan dan lama penyimpanan 1 4 7 10 13 16 H2S2 H3S1 H2S1 H1S1 H3S1 H1S1 2
5 H3S1
3
8 H3S2
6 H1S2
11 H2S2
9 H2S1
14 H1S2
12 H1S1
17 H3S2
15 H3S2
H2S1 18
H2S2
H1S2
Tabel 9. Tabulasi data pengaruh kesadahan dan lama penyimpanan Ulangan 1 2 Total (Yij.) 1 2 Total (Yij.) 1 2 Total (Yij.)
H1
H2
H3
Total (.j.)
S1 Y111 Y112
S2 Y121 Y122
S3 Y131 Y132
Total (i..)
Y11.
Y12.
Y13.
Y1..
Y211 Y212
Y221 Y222
Y231 Y232
Y21.
Y22.
Y23.
Y2..
Y311 Y312 Y31
Y321 Y322 Y32.
Y331 Y332 Y33.
Y3..
Y.1.
Y.2.
Y.3.
Y...
Keterangan : H1 = pengamatan hari ke-1 H2 = pengamatan hari ke-3 H3 = pengamatan hari ke-7 S1 = konsentrasi kesadahan 0 ppm S2 = konsentrasi kesadahan 50 ppm S3 = konsentrasi kesadahan 100 ppm c. Pengaruh perlakuan kemasan dan lama penyimpanan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan kemasan yang digunakan terhadap komponen polifenol dalam teh.
23
Selain itu diamati pula stabilitas komponen polifenol di suhu ruang selama 4 minggu, dimana pengamatan dilakukan setiap minggu. Perlakuan kemasan dilakukan dengan menggunakan 2 jenis kemasan plastik yaitu cup putih dan cup bening. Kedua kemasan tersebut termasuk jenis Polipropilen (PP). Suhu pasteurisasi yang digunakan pada penelitian ini adalah 85 oC. Rancangan percobaan pada penelitian ini adalah rancangan faktorial RAL 2 faktor, yaitu jenis kemasan (C1, C2) dan lama penyimpanan (M1, M2, M3, M4, M5) dengan 2 ulangan. Dengan demikian jumlah perlakuan yang dilakukan sebanyak 5x2x2 = 20 kombinasi perlakuan. Rancangan percobaan dan tabulasi data dapat dilihat pada Tabel 10 dan Tabel 11. Tabel 10. Rancangan percobaan pengaruh jenis kemasan dan lama penyimpanan 1 5 9 13 17 M4C1 M5C1 M1C2 M3C2 M1C2 2 6 10 14 18 M3C1 M2C1 M4C2 M4C1 M2C2 3 7 11 15 19 M5C2 M1C1 M3C1 M1C1 M4C2 4 8 12 16 20 M2C2 M3C2 M2C1 M5C1 M5C2 Tabel 11. Tabulasi data pengaruh kemasan dan lama penyimpanan M1
M2
M3
M4
M5
Total (.j.)
Ulangan 1 2 Total (Yij.) 1 2 Total (Yij.) 1 2 Total (Yij.) 1 2 Total (Yij.) 1 2 Total (Yij.)
C1 Y111 Y112 Y11. Y211 Y212 Y21. Y311 Y312 Y31 Y411 Y412 Y41. Y511 Y512 Y51. Y.1.
C2 Y121 Y122 Y12. Y221 Y222 Y22. Y321 Y322 Y32. Y421 Y422 Y42. Y521 Y522 Y52. Y.2.
Total (i..)
Y1..
Y2..
Y3..
Y4..
Y5.. Y...
24
Keterangan : M1 = pengamatan minggu ke-1 M2 = pengamatan minggu ke-2 M3 = pengamatan minggu ke-3 M4 = pengamatan minggu ke-4 M5 = pengamatan minggu ke-5 C1 = cup putih C2 = cup bening Pengamatan dilakukan sebanyak lima kali pengamatan, yaitu minggu 1, minggu 2, minggu 3, minggu 4, dan minggu 5. Pengamatan dilakukan terhadap perubahan kandungan total fenol dalam minuman teh dan uji hedonik terhadap parameter aroma, rasa, dan aftertaste. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan program SPSS 15.
3. Metode Analisis a. Nilai pH (AOAC, 1995) Sebelum digunakan, pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan buffer pH 7 dan pH 4. Sampel diletakkan dalam wadah sampel kemudian elektroda ditempatkan dalam sampel (hingga elektroda cukup tercelup) sehingga dapat terbaca nilai pH yang diukur. Elektroda diangkat dan dibilas dengan akuades.
b. Analisis total fenol (Shahidi dan Naczk, 2004) Pengujian total fenol dilakukan dengan uji spektrofotometer dengan menggunakan reagen folin ciocalteau pada panjang gelombang 740 nm. i. Reagen folin ciocalteau Reagen folin ciocalteau diencerkan 1:10 dengan aquades ii. Na2CO3 7.5 % Timbang Na2CO3 padat sebanyak 7.5 gram, kemudin masukkan ke dalam labu takar 100 ml. Tambahkan aquades sampai tanda tera. Kocok hingga tercampur sempurna. iii. Sampel Sampel teh yang akan dianalisis diencerkan terlebih dahulu dengan aquades (1:10)
25
iv. Analisis sampel Sebanyak 1 ml sampel dipipet ke dalam labu takar 10 ml. Kemudian tambahkan reagen folin ciocalteu sebanyak 5 ml, diamkan selama 5-8 menit. Tambahkan Na2CO3 7.5 % sebanyak 4 ml. Diamkan selama 2 jam di ruang gelap. Setelah itu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 740 nm. Hasil pengukuran absorbansi diplotkan pada kurva standar sehingga dapat ditentukan besar konsentrasi fenol. v. Kurva standar Pembuatan kurva standar menggunakan langkah yang sama dengan pengukuran
sampel.
Pembuatan
kurva
standar
dilakukan
menggunakan asam tanat dengan beberapa seri konsentrasi. Pada penelitian ini konsentrasi asam tanat yang diukur adalah 0 ppm, 10 ppm, 25 ppm, 50 ppm, dan 100 ppm
c. Analisis
kadar
theaflavin
dan
thearubigin (Nasution dan
Tjiptadi, 1975) Penentuan kadar theflavin dan thearubigin didasarkan pada prinsip pemisahan dan penguapan, dimana pemisahan pertama untuk analisis theaflavin dan pemisahan kedua untuk analisis tharubigin. i. Analisis kadar theaflavin Sebelum dilakukan analisis terhadap kadar theaflavin, perlu dilakukan pemisahan terlebih dahulu. 50 ml sampel diambil dan ditambahkan 50 ml etil asetat dan dikocok selama 10 menit. Bagian air teh dipisahkan dari bagian etil asetat (pemisahan I). Sebanyak 4 ml bagian etil asetat + metil alkohol sehingga volume menjadi 25 ml. Kemudian ditambahkan 2 ml asam oksalat 0.1 N, 6 ml air destilasi, dan 15 ml metil alkohol. Campuran ini kemudian diuapkan di atas penangas air di dalam gelas piala 100 ml yang telah diketahui beratnya terlebih dahulu. Selanjutnya gelas piala ini dikeringkan dan dimasukkan ke dalam oven yang
26
dipanaskan sampai suhu 100 oC selama 10 menit, dan ditimbang kembali. Perhitungan : Kadar theaflavin = Berat sisa penguapan x 6.25 x 100 % Berat sampel ii. Analisis kadar thearubigin Sebanyak 25 ml bagian dari etil asetat (dari pemisahan I) ditambahkan 25 ml NaHCO3 2.5 % dan dikocok selama 1 menit. Bagian air teh dipisahkan dari bagian etil asetat (pemisahan II). Dari hasil pemisahan ini diambil 4 ml bagian etil asetat dan ditambahkan 21 ml metil alkohol. Campuran ini diuapkan di atas penangas air di gelas piala 100 ml yang telah diketahui beratnya terlebih sdahulu. Selanjutnya dikeringkan di dalam oven dengan suhu 100 oC selama 10 menit (penguapan I). Kemudian dihitung berat sisa penguapan dalam persen berat sampel. Selanjutnya, sebanyak 4 ml bagian etil asetat (dari pemisahan I) ditambahkan 21 ml metil alkohol. Campuran ini diuapkan di atas penangas air di dalam gelas piala 100 ml yang telah diketahui beratnya terlebih dahulu (penguapan II). Kemudian dihitung berat sisa penguapan dalam persen. Perhitungan : z = 6.25 x (a + b ) Keterangan : z = kadar thearubigin dalam persen berat a = jumlah 2 kali berat sisa penguapan analisa theaflavin b = selisih berat penguapan II dengan penguapan I
d. Uji Organoleptik (Meilgaard et al., 1999) Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui stabilitas aroma, rasa, dan aftertaste produk teh penyimpanan 1 bulan (diamati setiap minggu). Uji yang digunakan adalah uji rating hedonik untuk mengetahui tingkat penerimaan produk minuman teh. Skala hedonik
27
yang digunakan adalah skala 1 hingga 5 (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= netral, 4= suka, dan 5= sangat suka). Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan program SPSS 15.
28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
C. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Verifikasi Tahapan Pembuatan Minuman Teh Minuman teh dibuat dari beberapa bahan, yaitu bubuk teh, gula, asam sitrat, dan flavor. Untuk menghasilkan minuman teh yang baik dan enak dikonsumsi dibutuhkan suatu tahapan yang jelas. Oleh karena itu, verifikasi metode ini diperlukan untuk menetapkan tahapan-tahapan apa saja yang harus dilakukan dalam proses pembuatan minuman teh dalam kemasan. Proses pembuatan minuman teh dalam kemasan diawali dengan penimbangan bahan-bahan yang diperlukan. Kemudian disiapkan air di dalam gelas piala dan dipanaskan di atas hot plate. Setelah suhu air meningkat, ditambahkan gula dan bubuk teh secara perlahan-lahan, kemudian diaduk. Setelah gula dan teh tercampur merata, ditambahkan asam sitrat dan flavor lalu aduk hingga tercampur merata. Alasan penambahan flavor dilakukan paling akhir adalah untuk mencegah menguapnya komponen volatil dari flavor. Tahapan selanjutnya adalah pengisian teh ke dalam cup. Proses pengisian teh ke dalam cup dilakukan dengan hot filling untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Setelah itu cup diseal dan di pasteurisasi dengan menggunakan waterbath pasteurizer. Menurut Fellow (2000), proses
pasteurisasi
dilakukan
untuk
membunuh
mikroorganisme
pembusuk, seperti kapang dan khamir, serta memperpanjang umur simpan. Tahapan terakhir adalah proses pendinginan. Proses pendinginan dilakukan secepatnya untuk mencegah bakteri tumbuh kembali, terutama bakteri termofilik. Proses ini dinyatakan selesai jika suhu air telah mencapai suhu 38-42 oC (Hariyadi et al., 2006). Diagram alir proses pembuatan minuman teh dalam kemasan dapat dilihat pada Gambar 7.
Aquades
Dimasukkan ke gelas piala Dipanaskan di atas hot plate Ditambahkan gula dan teh Ditambahkan asam sitrat dan flavor Diamkan sampai mendidih Minuman teh Dimasukkan ke dalam cup, kemudian di seal Dipasteurisasi Didinginkan
Minuman teh dalam kemasan Gambar 7. Diagram alir proses pembuatan minuman teh dalam kemasan
2. Formulasi Minuman Teh Formulasi teh dilakukan untuk mencari dan menentukan formulasi teh yang disukai oleh konsumen. Penentuan formulasi teh ditentukan melalui in-depth interview. In-depth interview merupakan salah satu uji kesukaan secara kualitatif. Uji ini biasanya dilakukan oleh produsen terhadap konsumen untuk mengetahui kebutuhan konsumen (Meilgaard et al., 1999). Teh dengan pH asam rendah diformulasi dari beberapa bahan, yaitu bubuk teh, gula, dan flavor. Air yang digunakan adalah aquades dengan nilai TDS = 50 ppm dan pH = 5.67. Formulasi yang dihasilkan ada 4, yaitu N1, N2, N3, dan N4, dengan perbedaan konsentrasi teh dan gula.
30
Hasil in-depth interview formulasi teh pH netral dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil in-depth interview formulasi teh pH netral Bahan-bahan N1 N2 N3 Bubuk teh
N4
0.1 %
0.2 %
0.2 %
0.15 %
8%
8%
10 %
8%
Flavor
0.1 %
0.1 %
0.1 %
0.1 %
pH
5.24
5.38
5.45
5.33
2 panelis
2 panelis
5 panelis
11 panelis
memilih
(10 %)
(10 %)
(25 %)
(55 %)
Deskripsi
Rasa teh
Agak pahit
Terlalu
Rasa teh
kurang
dan ada
manis
dan manis
Gula
Panelis yang
aftertaste
cukup
10% 10% N1 N2 N3
55%
N4
25%
Gambar 8. Diagram hasil pemilihan formulasi teh pH netral
Berdasarkan tabulasi data pada Gambar 8, formulasi yang terpilih adalah N4 karena 55 % dari 20 orang panelis memilih formulasi tersebut. Formulasi N4 menghasilkan rasa teh yang tidak terlalu pahit dan rasa manisnya juga cukup. Selain itu, warna tehnya juga tidak terlalu pekat dan aroma melatinya cukup terasa. Berdasarkan nilai pH produk N4, yaitu 5.33, perlakuan panas yang akan diterapkan adalah pasteurisasi 5D untuk membunuh semua sel vegetatif dan spora bakteri.
31
Teh dengan pH asam diformulasi dari beberapa bahan, yaitu bubuk teh, gula, flavor, dan asam sitrat. Penggunaan asam sitrat bertujuan untuk menurunkan pH sampai di bawah 4.5 sehingga bisa dikategorikan sebagai acidified food dan mencukupi standar pasteurisasi. Formulasi yang dihasilkan ada 5, yaitu A1, A2, A3, A4, dan A5. Hasil in-depth interview formulasi teh pH asam dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Hasil in-depth interview formulasi teh pH asam Bahan-bahan A1 A2 A3 A4 Bubuk teh
A5
0.15 %
0.15 %
0.2 %
0.15 %
0.15 %
8%
8%
8%
8%
8%
Flavor
0.1 %
0.1 %
0.1 %
0.1 %
0.06 %
Asam sitrat
0.2 %
0.1 %
0.1 %
0.06 %
0.06 %
pH
2.83
3.14
3.28
3.43
3.37
Gula
Panelis yang
1 panelis
3 panelis 9 panelis 2 panelis 5 panelis
memilih
(5 %)
(15 %)
(45 %)
(10 %)
(25 %)
Deskripsi
Rasa asam
Agak
Rasa teh
Rasa
Rasa
terlalu
asam,
dan
asam
asam
menye-
rasa teh
asam
berlebih,
berlebih,
ngat
tertutup
cukup
rasa teh
flavor
oleh
dan
tidak
asam
manis
terasa
kurang
25%
5%
15% A1 A2 A3 A4
10%
A5
45%
Gambar 9. Diagram hasil pemilihan formulasi teh pH asam
32
Berdasarkan hasil tabulasi pada Gambar 9, formulasi yang terpilih adalah formulasi A3 karena 45 % dari 20 orang panelis memilih formulasi tersebut. Formulasi A3 menghasilkan teh dengan rasa asam yang tidak berlebih sehingga rasa teh tidak tertutupi. pH produk yang dihasilkan juga sudah sesuai dengan standar pasteurisasi, yaitu di bawah 4.5 (3.28). Menurut Fellow (2000), pada bahan pangan asam/diasamkan, pasteurisasi bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dan untuk membunuh mikroorganisme pembusuk seperti kapang dan khamir, serta untuk menginaktivasi enzim yang terdapat dalam bahan pangan tersebut.
3. Pengukuran Laju Distribusi dan Penetrasi Panas Pengukuran laju distribusi dan penetrasi panas sangat penting dilakukan dalam proses pengolahan pangan yang menggunakan proses termal. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kecukupan panas yang diterima oleh produk. Apabila kecukupan panas yang diterima kurang dari standar yang ditentukan, maka produk terebut tidak aman untuk dikonsumsi (Hariyadi et al., 2006) Laju distribusi diukur menggunakan thermocouple yang diletakkan pada lima titik berbeda di dalam alat pemanas (waterbath). Dari kelima titik tersebut dapat diketahui titik mana yang menerima panas paling lambat. Titik-titik peletakan thermocouple di dalam waterbath dapat dilihat pada Gambar 10.
T1
T2
T4
T3
T5
Gambar 10. Posisi thermocouple di dalam waterbath
33
95.0 94.0
Suhu (C)
93.0
T1 T2
92.0 91.0
T3
90.0
T4 T5
89.0 88.0 87.0
11 5
10 5
95
85
75
65
55
45
35
25
15
5
86.0
Waktu Proses (menit)
Gambar 11. Laju distribusi panas pada 5 titik berbeda
Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa titik yang paling lambat menerima panas adalah T4, yaitu titik pada bagian tengah waterbath. Hal ini disebabkan karena titik yang berada di bagian tengah paling sulit mendapatkan panas yang berasal dari elemen pemanas di sisi-sisi waterbath. Pada prinsipnya, jika produk pada titik terdingin telah menerima panas yang cukup, maka produk yang berada di titik-titik yang lain juga telah menerima panas yang cukup. Sehingga pada pengukuran laju penetrasi panas, pengukuran dilakukan pada titik terdingin tersebut (T4). Pengukuran laju penetrasi panas dilakukan untuk mengetahui laju penetrasi panas dari kemasan ke produk. Pengukuran dilakukan menggunakan thermocouple pada titik yang paling lambat menerima panas yang diperoleh dari data pengukuran laju distribusi panas. Pengukuran laju penetrasi panas dilakukan pada dua suhu pemanasan yang berbeda, yaitu 85 oC dan 95 oC. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui perbedaan waktu yang dibutuhkan oleh produk untuk mencapai suhu proses. Pada Gambar 12 dan Gambar 13 dapat diketahui bahwa dengan suhu pasteurisasi 85 oC, produk mencapai suhu proses pada menit ke-16. Sedangkan dengan suhu 95 oC, produk telah mencapai suhu proses pada menit ke-11. Hal ini disebabkan pada suhu yang lebih tinggi, penetrasi
34
panas ke dalam produk lebih cepat, sehingga produk lebih cepat mencapai suhu proses.
90 80
Suhu (oC)
70 60 50 40 30 20 10 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42
Waktu (menit)
Gambar 12. Laju penetrasi panas pada suhu 85 oC
S uhu (oC )
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42
Waktu (menit)
Gambar 13. Laju penetrasi panas pada suhu 95 oC Data laju penetrasi panas yang diperoleh dapat digunakan untuk menghitung nilai Fo yang merupakan parameter kecukupan panas. Menurut Hariyadi et al. (2006), nilai Fo didefinisikan sebagai waktu (biasanya dalam menit) yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba target hingga mencapai level tertentu pada suhu tertentu. Perhitungan nilai Fo pada proses pasteurisasi menggunakan prinsip 5D dengan mikroba target Bacillus polymyxa. Suhu referensi adalah 185
35
o
F, dengan nilai D = 0.5 menit, dan nilai z = 16 oF. Untuk memenuhi
konsep 5D maka nilai Fo harus ≥ 2.5 menit. Hasil perhitungan nilai Fo dapat di lihat pada Lampiran 4 dan 6. Nilai Fo pada suhu pemanasan 85 oC adalah 10.14, sedangkan pada suhu 95 oC nilai Fo mencapai 139.37. Kedua nilai tersebut lebih besar daripada nilai Fo standar sehingga dapat dikatakan bahwa proses pemanasan sudah cukup. Bahkan pada suhu 95 oC proses pemanasan tersebut terlalu berlebih. Proses pemanasan yang terlalu berlebih juga tidak baik karena dapat merusak nilai organoleptik produk tersebut. Penelitian selanjutnya dilakukan untuk mengetahui berapa lama waktu pemanasan yang dibutuhkan oleh produk teh untuk mencapai nilai Fo standar, yaitu 2.5 menit. Tahap ini dilakukan pengukuran nilai Fo pada berbagai waktu pemanasan. Suhu pemanasan yang digunakan adalah suhu 85 oC dan suhu 95 oC. Berdasarkan data yang terdapat di Lampiran 4, waktu yang dibutuhkan produk untuk mencapai nilai Fo standar dengan suhu pemanasan 85 oC adalah 15-17 menit. Sedangkan Lampiran 6 menunjukkan bahwa pada suhu pemanasan 95 oC, waktu yang dibutuhkan produk untuk mencapai nilai Fo standar adalah 6-7 menit. Hasil di atas menjelaskan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan, semakin cepat produk tersebut mencapai nilai Fo standar. Hal itu disebabkan pada pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi, produk akan lebih cepat menerima panas dan semakin cepat pula mencapai suhu proses. Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai nilai Fo standar juga semakin cepat (Hariyadi et al., 2006).
D. PENELITIAN UTAMA 1. Pengaruh Pasteurisasi Proses pemanasan dapat menyebabkan oksidasi dari komponen polifenol di dalam teh. Komponen polifenol, seperti katekin dapat teroksidasi menjadi theaflavin. Jika proses oksidasi berlanjut, theaflavin juga akan teroksidasi menjadi thearubigin. Hal itu dapat menyebabkan menurunnya pH teh karena thearubigin bersifat asam kuat (Lelani, 1995).
36
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan kadar total fenol, kadar theaflavin, dan kadar thearubigin sebelum dan sesudah pasteurisasi. Pada tahapan ini terdiri dari empat perlakuan, yaitu pH netralsuhu 85 oC, pH netral-suhu 95 oC, pH asam-suhu 85 oC, dan pH asam-suhu 95 oC. Hasil analisis kadar total fenol dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil analisis kadar total fenol sebelum dan sesudah pasteurisasi pH teh pH netral pH asam
Suhu (oC) 85 95 85 95
Total fenol (ppm) Sebelum Sesudah Selisih pasteurisasi pasteurisasi 411.74 405.30 6.44 394.96 385.42 9.54 537.77 533.90 3.87 613.94 605.98 7.96
Tabel 14 juga menunjukkan perbedaan kadar total fenol sebelum dan sesudah pasteurisasi. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa kadar total fenol sesudah pasteurisasi lebih rendah dibandingkan dengan sebelum pasteurisasi. Hal ini disebabkan adanya perlakuan panas yang dapat menyebabkan proses oksidasi komponen polifenol (katekin) menjadi theaflavin. Semakin lama proses pemanasan maka semakin banyak katekin yang teroksidasi menjadi theaflavin (Vuataz et al., 1969). Pada teh pH asam, selisih kadar total fenol lebih kecil jika dibandingkan dengan teh pH netral. Hal ini disebabkan karena pada pH yang lebih rendah, oksidasi katekin menjadi theaflavin ditekan, sehingga selisih kadar total fenol sebelum dan sesudah pasteurisasi pada teh pH asam lebih kecil dibandingkan pada teh pH netral (Vuataz dan Vevey, 1968). Hasil analisis kadar theaflavin sebelum dan sesudah pasteurisasi dapat dilihat pada Tabel 15. Data pada tabel tersebut menunjukkan peningkatan kadar theaflavin sesudah proses pasteurisasi. Hal ini disebabkan adanya proses oksidasi katekin menjadi theaflavin selama proses pasteurisasi berlangsung. Semakin lama proses pemanasan, semakin tinggi kadar theaflavin dalam teh (Vuataz et al., 1969).
37
Tabel 15. Hasil analisis kadar theaflavin sebelum dan sesudah pasteurisasi Kadar theaflavin (%) Suhu pH teh Sebelum Sesudah (oC) Selisih Pasteurisasi pasteurisasi pH 85 5.52 6.88 1.36 netral 95 5.89 6.93 1.04 85 5.14 6.08 0.94 pH asam 95 5.35 6.15 0.80 Data pada Tabel 15 juga menunjukkan perbedaan kadar theaflavin pada pH berbeda. Pada pH asam, selisih kadar theaflavin cenderung lebih kecil jika dibandingkan pH netral. Hal ini disebabkan pada pH asam, oksidasi katekin menjadi theaflavin ditekan, sehingga selisih kadar theaflavin lebih kecil dibandingkan pada pH netral (Vuataz dan Vevey, 1968). Pada suhu pasteurisasi yang berbeda, selisih kadar theaflavin sebelum dan sesudah juga berbeda. Pada teh pH netral, selisih kadar theaflavin pada suhu 85 oC lebih besar dibandingkan pada suhu 95 oC, yaitu 1.36 %. Pada teh pH asam, selisih kadar theaflavin pada suhu 85 oC lebih besar dibandingkan pada suhu 95 oC, yaitu 0.94 %. Perbedaan itu terjadi karena pada suhu pemanasan yang lebih rendah, waktu pemanasan menjadi lebih lama. Akibatnya, selisih kadar theaflavin sebelum dan sesudah pasteurisasi menjadi lebih besar (Vuataz et al., 1969) Hasil analisis kadar thearubigin sebelum dan sesudah pasteurisasi dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasarkan data pada Tabel 16 dapat diketahui bahwa kadar thearubigin mengalami peningkatan sesudah proses pasteurisasi. Hal ini disebabkan adanya proses oksidasi theaflavin menjadi thearubigin selama proses pasteurisasi. Semakin lama proses pemanasan, maka semakin tinggi kadar thearubigin dalam teh (Vuataz et al., 1969). Menurut Vuataz et al. (1969), waktu pasteurisasi yang lebih pendek lebih diinginkan, karena waktu fermentasi yang lebih lama akan menghasilkan thearubigin lebih banyak sehingga akan meningkatkan rasa sepat dari produk. teh.
38
Tabel 16. Hasil analisis kadar thearubigin Kadar thearubigin (%) Suhu pH teh Sebelum Sesudah (oC) Selisih pasteurisasi pasteurisasi pH 85 12.28 16.94 4.66 netral 95 14.44 17.16 2.72 85 16.88 19.94 3.06 pH asam 95 17.38 20.03 2.65 Data pada Tabel 16 juga menunjukkan perbandingan kadar thearubigin pada pH berbeda. Pada pH asam, selisih kadar thearubigin cenderung lebih rendah jika dibandingkan pada pH netral. Hal ini disebabkan pada pH asam, oksidasi theaflavin menjadi thearubigin ditekan, sehingga selisih kadar thearubigin lebih kecil dibandingkan pada pH netral (Vuataz dan Vevey, 1968). Pada suhu pasteurisasi yang berbeda, selisih kadar thearubigin sebelum dan sesudah juga berbeda. Pada teh pH netral, selisih kadar thearubigin pada suhu 85 oC lebih besar dibandingkan pada suhu 95 oC, yaitu 4.66 %. Pada teh pH asam, selisih kadar thearubigin pada suhu 85 oC lebih besar dibandingkan pada suhu 95 oC, yaitu 3.06 %. Perbedaan itu terjadi karena pada suhu pemanasan yang lebih rendah, waktu pemanasan menjadi lebih lama. Akibatnya, selisih kadar thearubigin sebelum dan sesudah pasteurisasi menjadi lebih besar (Vuataz et al., 1969)
2. Pengaruh Kesadahan Air dan Lama Penyimpanan Kesadahan air adalah air yang mengandung garam-garam Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg). Air sadah tidak berbahaya untuk diminum. Akan tetapi, jika air yang digunakan untuk menyeduh teh bersifat sadah sementara, maka Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2 akan bereaksi dengan thearubigin yang bersifat asam dan membentuk garam-garam Ca dan Mg dengan melepaskan CO2 sehingga warna seduhan menjadi lebih gelap (Rohdiana, 2006). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kesadahan air terhadap kelarutan komponen polifenol dalam teh. Menurut Rohdiana
39
(2006), komponen teh lebih mudah larut bila diseduh dengan air lunak. Pada tahap ini digunakan tiga jenis air dengan konsentrasi kesadahan yang berbeda, yaitu 0 ppm, 50 ppm, dan 100 ppm. 0 ppm
5.00
50 ppm
4.90
100 ppm
N ilai p H
4.80
Linear (0 ppm)
4.70
Linear (50 ppm)
4.60
Linear (100 ppm)
4.50
y = -0.0151x + 4.9488
4.40
R2 = 0.9884
4.30 4.20
y = -0.0162x + 4.8641
4.10
R2 = 0.9754
4.00 0
1
2
3
4
5
6
7
8 y = -0.0329x + 4.7964
Hari ke-
R2 = 0.9432
Gambar 14. Kurva perubahan nilai pH selama penyimpanan pada berbagai konsentrasi kesadahan Pada tahap ini dilakukan pengukuran nilai pH dan total fenol selama penyimpanan satu minggu. Gambar 14 menunjukkan grafik perbandingan nilai pH selama penyimpanan dengan kesadahan air yang berbeda. Berdasarkan gambar tersebut, nilai pH teh yang diseduh dengan air sadah 0 ppm lebih stabil selama penyimpanan jika dibandingkan dengan dua jenis konsentrasi kesadahan yang lain. Hal ini dapat dilihat dari nilai slope pada kurva di atas. Nilai slope pada kesadahan 0 ppm ½ kali lebih kecil dibandingkan pada kesadahan 100 ppm. Semakin kecil nilai slope maka perubahan nilai pH semakin rendah. Untuk memperkuat hasil di atas, dilakukan analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan. Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa lama penyimpanan dan konsentrasi kesadahan berpengaruh nyata terhadap penurunan nilai pH dimana nilai Sig (0.000) < α (0.05). Pada uji lanjut Duncan, ada perbedaan nyata nilai pH setiap sampel karena faktor lama penyimpanan dan konsentrasi kesadahan. Hal
40
ini ditunjukkan pada tabel Homogeneous Subsets dimana nilai pH setiap sampel berada pada subset yang berbeda. Nilai pH terbesar adalah 4.95 yang diperoleh dari perlakuan kesadahan 0 ppm pada hari ke-0. Selain pengukuran terhadap nilai pH, juga dilakukan pengukuran terhadap total fenol. Gambar 15 menunjukkan grafik perbandingan total fenol selama penyimpanan dengan kesadahan air yang berbeda. Berdasarkan gambar tersebut, kandungan total fenol pada teh yang diseduh dengan air sadah 100 ppm paling tidak stabil selama penyimpanan dibandingkan dengan dua konsentrasi kesadahan yang lain. Hal itu dapat dilihat pada Gambar 15, dimana grafik total fenol pada teh dengan air sadah 100 ppm membentuk garis linier menurun paling curam dengan nilai slope paling besar. Nilai slope menunjukkan tingkat kecepatan perubahan total fenol. Semakin besar nilai slope, maka tingkat kecepatan perubahan total fenol semakin tinggi. Nilai slope pada kesadahan 100 ppm 4 kali lebih besar dibandingkan pada kesadahan 0 ppm. 0 ppm
520.00
50 ppm
500.00
100 ppm
T o ta l f e n o l ( p p m )
480.00
Linear (0 ppm)
460.00
Linear (50 ppm)
440.00
Linear (100 ppm)
420.00 400.00
y = -2.7416x + 418.36 R2 = 0.9893
380.00 360.00 340.00
y = -2.6817x + 423.42 R2 = 0.9747
320.00 300.00 0
1
2
3
4
Hari ke-
5
6
7
8
y = -11.713x + 484.3 R2 = 0.8244
Gambar 15. Kurva perubahan total fenol selama penyimpanan pada berbagai konsentrasi kesadahan Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 13 menunjukkan bahwa lama penyimpanan dan konsentrasi kesadahan berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar total fenol dengan nilai Sig (0.000) < α (0.05). Kemudian
41
dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui perbedaan tiap sampel. Berdasarkan uji lanjut Duncan dapat diketahui bahwa ada perbedaan nyata kadar total fenol karena faktor lama penyimpanan dan konsentrasi kesadahan, dimana kadar total fenol setiap sampel berada pada subset yang berbeda. Kadar total fenol terbesar adalah 496.99 ppm dari perlakuan kesadahan 100 ppm pada hari ke-0.
3. Pengaruh Kemasan Terhadap Stabilitas Komponen Polifenol Komponen polifenol mudah teroksidasi oleh cahaya, oksigen, panas, logam, dan lain-lain. Pada tahap ini akan dilihat oksidasi komponen polifenol yang terjadi akibat terkena paparan sinar/cahaya. Semakin banyak cahaya yang kontak dengan minuman teh, semakin banyak pula komponen polifenol yang teroksidasi. Oleh karena itu, diperlukan suatu barrier yang dapat membatasi jumlah cahaya yang kontak dengan teh. Salah satu barrier yang dapat digunakan adalah kemasan cup plastik. Pada penelitian ini digunakan dua jenis cup plastik Polipropilen (PP) yang memiliki barrier yang sama terhadap oksigen, tetapi memiliki transparansi berbeda. Cup plastik yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 16 dan spesifikasinya dapat dilihat pada Tabel 17. Pengamatan dilakukan setiap minggu selama satu bulan untuk mengetahui perbedaan pengaruh kedua kemasan tersebut terhadap parameter pH, total fenol, kadar theaflavin, dan kadar thearubigin, serta organoleptik (aroma, rasa, dan aftertaste).
(a)
(b)
Gambar 16. (a) Cup putih; (b) Cup bening
42
Tabel 17. Spesifikasi kemasan SPESIFIKASI Spesifikasi bahan Berat per pcs (gr) Tinggi (mm) Leher (mm Diameter cup Bibir (mm) Bibir (mm) Tebal cup Dinding (mm) Dasar (mm)
CUP PUTIH Polipropilen (PP) 4.8 – 5.0 91.4 73.5 65.5 Min. 1.2 Min. 0.3 Min. 0.6
CUP BENING Polipropilen (PP) 4.8 – 4.9 87,8 - 88,2 62,8 - 63,2 73.9 – 74.1 Min. 1.2 Min. 0.3 Min. 0.6
a. Nilai pH Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion hidrogen yang menggambarkan tingkat keasaman. Semakin tinggi nilai pH berarti tingkat keasaman akan semakin rendah dan sebaliknya, semakin rendah pH berarti semakin tinggi tingkat keasamannya. Selama penyimpanan, nilai pH teh akan mengalami perubahan, baik dengan kemasan cup putih maupun cup bening. Berdasarkan Gambar 17 dapat dilihat bahwa nilai pH mengalami penurunan selama penyimpanan. Hal ini terjadi akibat adanya proses oksidasi dari komponen polifenol. Komponen polifenol yang teroksidasi akan menghasilkan theaflavin. Jika oksidasi berlanjut, maka theaflavin akan berubah menjadi thearubigin. Semakin banyak thearubigin yang terbentuk selama penyimpanan maka pH produk akan semakin turun, karena theaflavin bersifat asam lemah dan thearubigin bersifat asam kuat (Lelani, 1995). Walaupun pada kedua perlakuan terlihat adanya perubahan pH yang sangat nyata, namun ada perbedaan antara kedua perlakuan tersebut. Pada Lampiran 15, teh dengan kemasan cup bening mengalami penurunan pH yang lebih signifikan, yaitu dari 3.63 (minggu 0) menjadi 2.98 (minggu 4). Sedangkan pada Lampiran 14, perubahan pH pada teh kemasan cup putih yaitu 3.53 (minggu 0) menjadi 3.14 (minggu 4). Hal ini juga dapat dilihat pada Gambar 21. Kurva perubahan nilai pH pada cup bening memiliki slope yang lebih curam jika dibandingkan dengan cup putih. Hal ini terjadi karena pada
43
kemasan cup bening, teh lebih mudah terkena cahaya dan panas sehingga lebih banyak komponen polifenol yang teroksidasi menjadi
N ilai p H
theaflavin dan thearubigin. 4.00
Cup putih
3.50
Cup bening
3.00
Linear (Cup putih) Linear (Cup bening)
2.50 2.00
y = -0.1045x + 3.57 R2 = 0.9167
1.50 1.00
y = -0.1735x + 3.542 R2 = 0.8575
0.50 0.00 0
1
2
3
4
5
Minggu ke-
Gambar 17. Kurva perubahan nilai pH teh selama penyimpanan
Berdasarkan analisis sidik ragam dengan menggunakan SPSS 15.0, lama penyimpanan dan jenis kemasan memberikan pengaruh yang sangat nyata (p < 0.05) terhadap nilai pH. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 16 dimana semua nilai pada kolom Sig menunjukkan nilai Sig (0.000) < α (0.05). Nilai tersebut mengindikasikan bahwa ada perbedaan rata-rata nilai pH karena faktor lama penyimpanan dan jenis kemasan. Pada hasil uji lanjut Duncan dapat dilihat adanya perbedaan nyata nilai pH sampel karena pengaruh interaksi antara jenis kemasan dengan lama penyimpanan. Nilai pH terbesar adalah 3.63 pada teh cup bening minggu ke-0.
b. Total fenol Polifenol merupakan salah satu komponen aktif yang terdapat di dalam teh. Polifenol mempunyai aktivitas sebagai antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas. Akan tetapi, komponen polifenol mudah teroksidasi menjadi bentuk lain yang dapat mengurangi kemampuannya sebagai antioksidan (Shahidi dan Naczk, 2004).
44
Komponen polifenol yang dihitung pada penelitian ini adalah komponen polifenol keseluruhan yang terdapat di dalam teh sehingga disebut sebagai total fenol. Analisis dilakukan dengan metode spektrofotometri pada panjang gelombang 740 nm dengan reagen folin ciocalteau. Prinsip dari metode ini adalah terbentuknya senyawa kompleks berwarna biru yang dapat diukur pada panjang gelombang 740 nm. Kompleks tersebut dihasilkan dari reduksi asam fosfat fosfotungstomolibdat yang terdapat dalam pereaksi folin ciocalteau oleh polifenol dalam suasana alkali. Semakin tinggi komponen polifenol yang terdapat di dalam teh, maka semakin besar nilai absorbansinya, dan sebaliknya. Pada tahap ini dilakukan perhitungan kadar total fenol yang terdapat dalam teh selama satu bulan penyimpanan. Perlakuan yang digunakan adalah perbedaan kemasan cup, yaitu cup putih dan cup bening. Hasil pengukuran kadar total fenol selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar tersebut menunjukkan perbandingan kurva perubahan kadar total fenol antara cup putih dengan cup bening. Kedua kurva tersebut menunjukkan adanya penurunan kadar total fenol selama penyimpanan. Hal itu disebabkan adanya oksidasi komponen polifenol (katekin) menjadi theaflavin akibat terpapar oleh cahaya (Vuataz dan Vevey, 1968). 450.00
Cup putih Cup bening
T o ta l fe n o l (p p m )
400.00
Linear (Cup putih) Linear (Cup bening)
350.00
y = -5.3826x + 431.19
300.00
R2 = 0.9683
250.00
y = -4.2576x + 420.23 R2 = 0.9037
200.00 0
1
2
3
4
5
Minggu ke-
Gambar 18. Kurva perubahan kadar total fenol selama penyimpanan
45
Berdasarkan analisis sidik ragam dengan menggunakan program SPSS 15.0, lama penyimpanan dan jenis kemasan berpengaruh sangat nyata (p < 0.05) terhadap kadar total fenol. Hasil tersebut dapat dilihat pada Lampiran 17. Pada tabel Tests of BetweenSubjects Effects, nilai Sig (0.000) < α (0.05). Nilai ini mengindikasikan bahwa lama penyimpanan dan jenis kemasan berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan kadar total fenol. Uji lanjut Duncan dilakukan untuk mengetahui perbedaan pengaruh lama penyimpanan terhadap perubahan kadar total fenol. Pada tabel Homogenous Subsets dapat dilihat bahwa kadar total fenol setiap minggu berada pada subsets yang berbeda. Hal itu menunjukkan bahwa kadar total fenol setiap minggu sangat berbeda nyata. Kadar total fenol terbesar 432.50 ppm pada teh cup putih minggu ke-0.
c. Kadar theaflavin Theaflavin merupakan salah satu komponen polifenol yang dihasilkan dari oksidasi katekin dan gallokatekin dengan bantuan katekol oksidase (Shahidi dan Nackz, 2004). Theaflavin berperan dalam memberikan karakteristik rasa sepat pada minuman teh. Semakin banyak kandungan theaflavin, rasa teh akan semakin sepat (Vuataz dan Vevey, 1968). Penentuan kadar theaflavin pada penelitian ini dilakukan dengan metode gravimetri. Prinsip dari metode ini adalah menghitung bobot dari ekstrak theaflavin. Menurut Robertson (1992), ekstrak theaflavin dapat diperoleh dengan cara mengekstrak teh menggunakan etil asetat. Penambahan etil asetat ke dalam teh akan membentuk dua lapisan bening dan keruh. Lapisan atas itulah yang kemudian digunakan untuk menentukan kadar theaflavin. Selama penyimpanan, kadar theaflavin semakin meningkat. Hal ini disebabkan adanya proses oksidasi katekin dan gallokatekin menjadi theaflavin. Akibatnya jumlah theaflavin yang terkandung di dalam teh semakin banyak (Vuataz dan Vevey, 1968). Hasil penentuan
46
kadar theaflavin dalam teh selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar tersebut menunjukkan kurva perbandingan peningkatan kadar theaflavin antara cup putih dengan cup bening. Peningkatan yang terjadi diantara keduanya tidak terlalu jauh berbeda. Pada cup putih terjadi peningkatan kadar theaflavin dari 2.69 % (minggu 0) menjadi 3.64 % (minggu 4). Sedangkan cup bening peningkatan terjadi dari 2.58 % (minggu 0) menjadi 3.83 % (minggu 4). Perbedaan antara keduanya terletak pada nilai slope, dimana pada cup putih nilai slope lebih kecil dibandingkan dengan cup bening. Hal ini mengindikasikan laju perubahan pada cup putih lebih lambat. 4.50 Cup putih
K ad ar T h eaflavin (% )
4.00
Cup bening
3.50
Linear (Cup putih)
3.00
Linear (Cup bening)
2.50 2.00
y = 0.2323x + 2.5979 R2 = 0.9261
1.50 1.00 0.50
y = 0.274x + 2.9313
0.00
R2 = 0.7118 0
1
2
3
4
5
Minggu ke-
Gambar 19. Kurva perubahan kadar theaflavin selama penyimpanan
Analisis sidik ragam juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan dan jenis kemasan terhadap kadar theaflavin. Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 18, tabel Tests of Between-Subjects Effects menunjukkan nilai Sig (0.000) < α (0.05). Nilai tersebut mengindikasikan bahwa lama penyimpanan dan jenis kemasan berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan kadar theaflavin. Untuk mengetahui pengaruhnya lebih lanjut, dilakukan uji lanjut Duncan. Berdasarkan uji lanjut Duncan, kadar theaflavin tiap sampel berbeda nyata. Kadar theaflavin terbesar adalah 3.83 % pada teh cup bening minggu ke-4.
47
d. Kadar thearubigin Thearubigin juga merupakan salah satu komponen polifenol. Thearubigin dihasilkan dari oksidasi theaflavin dengan bantuan katekol oksidase. Thearubigin berperan dalam memberikan warna merah kecoklatan pada minuman teh (Vuataz dan Vevey, 1968). Analisis thearubigin merupakan tahap lanjutan dari analisis theaflavin. Hasil ekstrak theaflavin yang telah diperoleh, diekstrak kembali dengan menggunakan NaHCO3. Hasil ekstrak tersebut kemudian ditambahkan metanol kemudian diuapkan. Hasil penguapan itulah yang merupakan ekstrak thearubigin.
K a d a r T h e a ru b ig in (% )
30.00
Cup putih Cup bening
25.00
Linear (Cup putih)
20.00
Linear (Cup bening)
15.00
y = 1.4094x + 15.913 R2 = 0.9223
10.00 5.00
y = 1.7469x + 17.863
0.00 0
1
2
3
4
5
R2 = 0.7104
Minggu ke-
Gambar 20. Kurva perubahan kadar thearubigin selama penyimpanan
Selama penyimpanan, kadar thearubigin juga mengalami peningkatan seperti kadar theaflavin. Hal ini disebabkan theaflavin mengalami oksidasi menjadi thearubigin, sehingga kadar thearubigin mengalami peningkatan. Kurva peningkatan kadar thearubigin selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 20. Kurva tersebut menunjukkan perbandingan antara cup putih dan cup bening. Peningkatan yang terjadi diantara keduanya tidak terlalu jauh berbeda. Pada cup putih terjadi peningkatan kadar thearubigin dari 16.47 % (minggu 0) menjadi 22.12 % (minggu 4). Sedangkan cup bening mengalami perningkatan dari 15.66 % (minggu 0) menjadi 23.53 %
48
(minggu 4). Perbedaan nilai slope cup putih dan cup bening juga tidak jauh berbeda, tetapi nilai slope cup bening lebih besar. Nilai ini mengindikasikan bahwa perubahan kadar thearubigin lebih cepat pada cup bening. Analisis sidik ragam dengan program SPSS 15.0 dapat dilihat pada Lampiran 19. Tabel Tests of Between-Subjects Effects menunjukkan
nilai
Sig
(0.000)
<
α
(0.05).
Nilai
tersebut
mengindikasikan bahwa lama penyimpanan dan jenis kemasan berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan kadar thearubigin. Berdasarkan uji lanjut Duncan, dapat diketahui bahwa kadar thearubigin berbeda nyata setiap sampel. Kadar thearubigin terbesar adalah 23.54 % pada teh cup bening minggu ke-5.
e. Uji Rating Hedonik (1) Aroma Aroma adalah odor yang keluar dari produk makanan (Meilgaard et al., 1999). Odor dari produk terdeteksi ketika komponen volatil memasuki bagian nasal dan diterima oleh sistem olfaktori. Nilai kesukaan panelis untuk parameter aroma teh selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 21. 3.80
S k o r h e d o n ik a ro m a
3.70 3.60 3.50 3.40
Cup putih
3.30
Cup bening
3.20 3.10 3.00 2.90 2.80 0
1
2
3
4
Minggu ke-
Gambar 21. Grafik skor hedonik untuk parameter aroma
49
Gambar di atas menunjukkan adanya perbedaan nilai kesukaan panelis terhadap kedua perlakuan. Nilai kesukaan panelis terhadap aroma teh cup putih cenderung tidak mengalami perubahan. Sedangkan nilai kesukaan panelis terhadap aroma teh cup bening mengalami penurunan. Berdasarkan analisis sidik ragam dan uji lanjut duncan pada Lampiran 21, pengaruh perlakuan kemasan cup putih tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kesukaan panelis untuk parameter aroma setiap minggu. Sedangkan pada Lampiran 24, perlakuan kemasan cup bening berpengaruh nyata terhadap nilai kesukaan panelis untuk parameter aroma (p < 0.05). Pengaruh kemasan cup bening selama penyimpanan, mulai terlihat pada minggu 1. Pada minggu 0 rata-rata nilai kesukaan panelis terhadap parameter aroma sebesar 3.750, sedangkan pada minggu 1 nilai kesukaan panelis menurun menjadi 3.375. Hasil ini mengindikasikan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap parameter aroma pada teh cup putih cenderung tidak berubah jika dibandingkan dengan teh cup bening. Skor kesukaaan terbesar adalah 3.750 pada minggu ke-0. Penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma teh disebabkan oleh perubahan komponen polifenol dalam teh. Jika skor hedonik aroma dihubungkan dengan hasil analisis komponen polifenol, ternyata terdapat hubungan linier diantara keduanya. Hasil tersebut dapat dilihat pada Lampiran 27. Nilai R2 yang paling besar ditunjukkan pada grafik korelasi antara kadar thearubigin dengan skor aroma, yaitu 0.9301. Sedangkan yang paling rendah ditunjukkan pada grafik korelasi antara kadar total fenol dan skor aroma, yaitu 0.6857. Hasil ini menunjukkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi aroma teh adalah thearubigin.
(2) Rasa Rasa
merupakan
parameter
yang
terpenting
dalam
pemilihan produk minuman seperti minuman teh dalam kemasan.
50
Rasa pada minuman teh dipengaruhi adanya rasa manis, asam, dan sepat. Nilai kesukaan panelis terhadap parameter rasa teh selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 22. Nilai kesukaan panelis terhadap rasa teh cup putih cenderung tidak berubah setiap minggu. Perubahan drastis baru terlihat pada minggu ke-4 (minggu terakhir), dimana nilai kesukaan menurun dari 3.25 menjadi 2.96. Nilai kesukaan panelis terhadap rasa teh cup bening cenderung menurun setiap minggu. Pada minggu 1, nilai kesukaan sudah menurun dari 3.33 menjadi 3.13. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa rasa teh dengan kemasan cup putih lebih stabil dibandingkan dengan kemasan cup bening. Hal ini disebabkan komponen polifenol pada cup
bening
lebih
mudah
teroksidasi
menjadi
theaflavin.
Peningkatan kadar theaflavin menyebabkan minuman teh menjadi lebih sepat dan mempengaruhi kesukaan panelis terhadap rasa teh. 3.40
S k o r h e d o n ik ra s a
3.30 3.20 3.10 3.00
Cup putih
2.90
Cup bening
2.80 2.70 2.60 2.50 0
1
2
3
4
Minggu ke-
Gambar 22. Grafik skor hedonik untuk parameter rasa
Berdasarkan analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan pada Lampiran 22, pengaruh perlakuan kemasan cup putih tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kesukaan panelis untuk parameter rasa karena nilai Sig (0.085) > α (0.05). Sedangkan pada Lampiran 25, perlakuan kemasan cup bening berpengaruh nyata terhadap
51
nilai kesukaan panelis untuk parameter rasa (p < 0.05). Pengaruh kemasan cup bening selama penyimpanan mulai terlihat pada minggu 3. Pada minggu 2 rata-rata nilai kesukaan panelis terhadap parameter rasa sebesar 3.104, sedangkan pada minggu 3 nilai kesukaan panelis menurun menjadi 2.854. Hasil di atas mengindikasikan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap rasa teh cup putih cenderung tidak berubah jika dibandingkan teh cup bening. Skor kesukaan terbesar adalah 3.330 pada minggu ke-0. Penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa teh dipengaruhi oleh perubahan komponen polifenol. Jika skor hedonik rasa dihubungan dengan hasil analisis komponen polifenol, ternyata terdapat hubungan linier diantara keduanya. Hasil tersebut dapat dilihat pada Lampiran 28. Nilai R2 yang paling besar ditunjukkan pada grafik korelasi antara kadar theaflavin dan skor hedonik rasa dengan nilai R2 0.8166. Sedangkan nilai R2 paling rendah ditunjukkan pada grafik korelasi antara total fenol dan skor hedonik rasa dengan nilai R2 0.7455. Nilai tersebut menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap rasa adalah kadar theaflavin. Hal ini disebabkan theaflavin memberikan karakteristik rasa sepat pada minuman teh. Semakin besar kadar theaflavin,maka teh akan semakin sepat (Vuataz dan Vevey, 1968).
(3) Aftertaste Parameter uji rating hedonik yang terakhir adalah aftertaste. Gambar 23 menunjukkan nilai kesukaan panelis terhadap aftertaste dari teh. Nilai kesukaan panelis terhadap parameter aftertaste mengalami penurunan setiap minggu. Pada teh dengan kemasan cup putih, nilai kesukaan panelis cenderung tidak berubah. Sedangkan cup bening, nilai kesukaan panelis cenderung menurun setiap minggu. Perubahan nilai kesukaan terhadap aftertaste cukup signifikan, yaitu 3.313 (minggu 0) menjadi 2.771 (minggu 1).
52
Hasil di atas menunjukkan bahwa aftertaste teh pada cup putih lebih stabil dibandingkan teh cup bening. Hal itu disebabkan teh dengan kemasan cup bening lebih mudah terpapar oleh cahaya sehingga komponen polifenol lebih mudah teroksidasi menjadi theaflavin. Semakin tinggi kadar theaflavin dalam teh maka teh akan semakin sepat sehingga aftertaste teh menjadi lebih pahit. Hal ini akan mempengaruhi penilaian panelis terhadap aftertaste teh.
Sko r h ed o n ik aftertaste
3.40 3.30 3.20 3.10 3.00
Cup putih
2.90
Cup bening
2.80 2.70 2.60 2.50 0
1
2
3
4
Minggu ke-
Gambar 23. Grafik skor hedonik untuk parameter aftertaste
Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 23, pengaruh perlakuan kemasan cup putih tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kesukaan panelis untuk parameter aftertaste karena nilai Sig (0.271) > α (0.05). Pada uji lanjut Duncan juga terlihat bahwa penilaian aftertaste setiap minggu tidak berbeda nyata. Sedangkan pada Lampiran 26, perlakuan kemasan cup bening berpengaruh nyata terhadap nilai kesukaan panelis untuk parameter aftertaste dengan nilai Sig. (0.01) < α (0.05). Pada uji lanjut Duncan, penilaian panelis terhadap aftertaste berbeda nyata setiap minggu. Hasil ini mengindikasikan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap aftertaste teh cup putih cenderung tidak berubah jika dibandingkan teh cup bening. Skor kesukaan terbesar adalah 3.310 pada minggu ke-0.
53
Penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap aftertaste teh juga dipengaruhi oleh perubahan komponen polifenol dalam teh. Jika skor hedonik aftertaste dihubungan dengan hasil analisis komponen polifenol, ternyata terdapat hubungan linier diantara keduanya. Hasil tersebut dapat dilihat pada Lampiran 29. Nilai R2 yang paling besar ditunjukkan pada grafik korelasi antara nilai pH dan skor hedonik aftertaste dengan nilai R2 0.8652. Sedangkan nilai R2 paling rendah ditunjukkan pada grafik korelasi antara total fenol dan skor hedonik aftertaste dengan nilai R2 0.6852. Nilai tersebut menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap rasa adalah nilai pH.
54
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Kandungan polifenol yang terdapat dalam teh mempunyai aktivitas antioksidan yang sangat tinggi. Akan tetapi, komponen polifenol tersebut mudah rusak oleh panas, oksigen, cahaya, logam dan bahan kimia lain. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah memetakan karakteristik komponen polifenol yang terdapat dalam teh dan beberapa perlakuan untuk mengetahui penyebab
kerusakan
komponen
polifenol
sehingga
dapat
dicegah
kerusakannya. Hasil analisis pada pengaruh suhu pasteurisasi dan pH menunjukkan bahwa kadar total fenol sesudah pasteurisasi lebih rendah jika dibandingkan dengan sebelum pasteurisasi. Sedangkan kadar theaflavin dan thearubigin sesudah pasteurisasi lebih tinggi jika dibandingkan dengan sebelum pasteurisasi. Hal ini terjadi karena selama proses pasteurisasi, katekin teroksidasi menjadi theaflavin dan thearubigin. Pada pH asam, selisih kadar total fenol, kadar theaflavin, dan kadar thearubigin lebih kecil dibandingkan pada pH netral. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa komponen polifenol pada teh pH asam lebih stabil dibandingkan pada teh pH netral. Hasil analisis pada pengaruh konsentrasi kesadahan air menunjukkan bahwa nilai pH teh dan kadar total fenol yang diseduh dengan air sadah 0 ppm lebih stabil selama penyimpanan dibandingkan dengan konsentrasi kesadahan yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat dari nilai slope, dimana nilai slope pada konsentrasi kesadahan 0 ppm lebih kecil dibandingkan konsentrasi kesadahan yang lain. Semakin kecil nilai slope, maka kecepatan perubahan pH dan total fenol juga semakin kecil. Hasil ini mengindikasikan bahwa air dengan konsentrasi kesadahan yang lebih rendah dapat menjaga kestabilan komponen polifenol. Penelitian yang terakhir adalah pengaruh jenis kemasan dan lama penyimpanan terhadap stabilitas komponen polifenol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pH dan total fenol pada teh cup putih dan cup
bening mengalami penurunan selama penyimpanan. Sedangkan pada pengukuran kadar theaflavin dan thearubigin, hasil menunjukkan peningkatan kadar theaflavin dan thearubigin selama penyimpanan. Berdasarkan analisis sidik ragam, interaksi pengaruh jenis kemasan dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap nilai pH, total fenol, kadar theaflavin dan thearubigin. Berdasarkan uji lanjut Duncan, tedapat perbedaan yang sangat nyata setiap sampel. Nilai pH Uji hedonik dilakukan terhadap parameter aroma, rasa, dan aftertaste selama penyimpanan satu bulan. Hasil menunjukkan bahwa pada cup putih, perlakuan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap ketiga parameter. Sedangkan pada teh cup bening, perlakuan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata pada terhadap ketiga parameter. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kemasan cup putih lebih baik digunakan sebagai kemasan minuman teh dibandingkan kemasan cup bening.
B. SARAN Penelitian ini masih sangat terbatas. Masih banyak perlakuan lain yang dapat dilakukan untuk melihat pengaruhnya terhadap komponen polifenol dalam teh. Pengaruh jenis kemasan yang mempunyai perbedaan barrier oksigen dapat dilakukan untuk mengetahui pengaruh oksigen terhadap oksidasi komponen polifenol. Pengaruh logam berat seperti Fe dan Mn juga dapat dilakukan karena logam berat dapat mengkelat komponen polifenol, sehingga dapat mempengaruhi kadar total fenol. Untuk uji in-depth-interview, seharusnya dibuat kuesioner agar uji lebih terkontrol.
56
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Tea Processing Flowchart. www.planet-tea.com/tea_processing_ flowchart.html [8 Agustus 2008] Anonim. 2007. Teh Hijau untuk Kemoterapi. http://rezakur.wordpress.com/2007/ 12/07/teh-hijau-untuk-kemoterapi/ [30 Januari 2008] Anonim. 2008. Polipropilen. http://id.wikipedi.org/wikipedia/Polipropilen/ [14 Juni 2008] AOAC. 1995. Method of Analysis. Assosiation of Official Analytical Chemistry. Washington D.C. Arpah, M. 2006. Penetapan Kadaluwarsa Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB, Bogor. Badan Standardisasi Nasional. 1996. Air Minum dalam Kemasan. SNI 01-35531996. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. Burda, S. dan W. Oleszek. 2001. Antioxidant and Antiradical Activities of Flavonoids. Journal of Agricultural and Food Chemistry 49 : 2774-2779. Cadensas, E. dan L. Parker. 2002. Handbook of Antioxidants (2nd Ed.). Marcell Dekker, Inc., New York, USA. Chen, Z.Y., Q.Y. Zhu, D. Tsang, dan Y. Huang. 2001. Degradation of Green Tea Catechins in Tea Drinks. Journal of Agricultural and Food Chemistry 49 : 477-482. Davidek, J., J. Velisek, dan J. Pokorny. 1990. Chemical Changes During Food Processing. Elsevier Science Publishing Company, Inc. New York. Eden. 1976. Tea. Longman Group Limited 3rd Edition, London. Fellow, P.J. 2000. Food Processing Technology. CRC Press, New York. Feng, Q., Y. Torii, K. Uchida, Y. Nakamura, Y. Hara, dan T. Osawa. 2002. Black Tea Polyphenols, Theaflavins, Prevent Cellular DNA Damage by Inhibiting Oxidative Stress and Suppressing Cytochrome P450 1A1 in Cell Cultures. Journal Agricultural and Food Chemistry 50 : 213-220. Hariyadi, P., F. Kusnandar, dan N. Wulandari. 2006. Teknologi Pengalengan Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB, Bogor.
57
Heldman, S.D. dan R. P. Singh. 2001. Introduction of Food Engineering. Di dalam : Sari, M.P. 2007. Evaluasi Pengawet dan Perlakuan Panas Terhadap Mutu Minuman Kopi dalam Kemasan Cup di PT. Garudafood. Skripsi. FATETA, IPB, Bogor. Herbal, L. 2008. Teh Hijau Sebagai Antioksidan Alami. http://www.mailarchive.com/
[email protected]/msg00097.html [17 Juni 2008] Holdworth, S.D. 1997. Thermal Processing of Packaging Food. Di dalam : Sari, M.P. 2007. Evaluasi Pengawet dan Perlakuan Panas Terhadap Mutu Minuman Kopi dalam Kemasan Cup di PT. Garudafood. Skripsi. FATETA, IPB, Bogor. Lelani Y.R. 1995. Optimasi Kondisi Ekstraksi Teh Wangi pada Industri Teh Botol. FATETA, IPB, Bogor. Machmud, I. 2006. Cerita Tentang Teh di Indonesia: Peluang Terbuka Luas. http://www.rsi.sg/indonesian/ruangbisnis/view/20060713201700/1/.html [17 Juni 2008] Meilgaard, M., Gail V.C., dan B.T Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques. 3rd Edition. CRC Press, New York. Miean, K.H. dan S. Mohamed. 2001. Flavonoid (Myricetin, Quercetin, Kaempferol, Luteolin, and Apigenin) Content of Edible Tropical Plants. Journal of Agricultural and Food Chemistry 49 : 3106-3112. Nasution, M.Z. dan W. Tjiptadi. 1975. Pengolahan Teh. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, FATEMETA, IPB, Bogor. Pambudi, J. 2004. Potensi Teh Sebagai Sumber Zat Gizi dan Perannya dalam Kesehatan. http://www.ipard.com/art_perkebun/Jul04-06_jp.asp [30 Januari 2008] Rahayu, W.P. dan M. Arpah. 2004. Pengetahuan Kemasan Plastik (Produk Industri Pangan dan Jasaboga). Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, FATETA, IPB, Bogor. Robertson, A. 1992. The Chemistry and Biochemistry of Black Tea Production – The Non-Volatiles. Di dalam: Wilson, K.C. dan M.N. Clifford. Tea Cultivation to Consumption. Chapman and Hall, London. Rohdiana, D. 2006. Menyeduh Teh dengan Baik, Benar, dan Menyehatkan. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/122006/07/cakrawala/lainnya 02.htm [30 Januari 2008]
58
Rohdiana, D. 2007. Teh Hitam dan Antioksidan. www.ritc.or.id/files/rohdiana_ Teh_Hitam_dan_Antioksidan.pdf [14 Juni 2008] Sanderson, G.W., A.C. Hoefler, H.N. Graham, dan P. Coggon. Thomas J. Lipton, Inc. 27 September 1977. Cold Water Extractable Tea Leaf and Process. US Patent 4.051.264. Seeram, N.P. dan M.G. Nair. 2002. Inhibition of Lipid Peroxidation and Structure – Activity-Related Studies of The Dietary Constituents Anthocyanins, Anthocyanidins, and Catechins. Journal of Agriculture and Food Chemistry 50 : 5308-5312. Shahidi, F. dan M. Naczk. 2004. Phenolics in Food and Nutraceuticals. CRC Press LLC, USA. Sofia, D. 2002. Antioksidan dan Radikal Bebas. http://www.chem-is-try.org/?sect =artikel&ext=81 [14 juni 2008] Spiller, G.A. 1998. Caffeinne. CRC Press LLC, USA. Syarief, R. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, FATETA, IPB, Bogor. Trubus. 2006. Ritual Demi Katekin. http://www.trubus-online.co.id/mod.php? mod=publisher&op= viewarticle&cid=8&artid=162 [14 juni 2008] Tuminah, S. 2004. Teh [Camellia sinensis O.K. var Assamica (Mast)] Sebagai Salah Satu Sumber Antioksidan.http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/ 144_16AntioxidantTea.pdf/144_16 AntioxidantTea.html [14 Juni 2008] Varnam, A.H. dan J.P. Sutherland. 1994. Beverages : Technology, Chemistry, and Microbiology. Chapman and Hall, London, UK. Vuataz, L., Vevey, dan A. Giddey. Swiss Company. 11 November 1969. Preparation of Tea Extract From Unfermented Tea.. US Patent 3.477.854. Vuataz, L. dan Vevey. Corporation of Switzerland. 9 Juli 1968. Fermentation of Tea. US Patent 3.392.028. Winarno, F.G. 1973. Air untuk Industri Pangan. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, FATEMETA, IPB, Bogor. ____________. 1994. Sterilisasi Komersial Produk Pangan. PT. Gramedia, Jakarta.
59
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kurva standar total fenol [Asam tanat] Ulangan Absorbansi ppm 1 0.1031 10 2 0.1031 3 0.1033 1 0.2469 25 2 0.2469 3 0.2469 1 0.4824 50 2 0.4830 3 0.4827 1 0.8982 100 2 0.8984 3 0.8984
Rata2 0.1032
0.2469
0.4827
0.8983
1.0000 0.9000
Absorbansi
0.8000 0.7000 0.6000 0.5000 0.4000
y = 0.0088x + 0.0255
0.3000
R 2 = 0.9987
0.2000 0.1000 0.0000 0
20
40
60
80
100
120
[Asam tanat] ppm
60
Lampiran 2. Laju distribusi panas Waktu (menit) 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 110 115
T1 86.0 88.0 89.8 91.9 91.2 91.9 91.9 92.0 92.0 92.0 92.0 92.0 92.0 92.0 92.3 92.5 92.8 92.8 92.5 92.5 92.0 92.0 92.0
T2 87.0 89.0 91.0 91.9 92.0 92.0 92.3 92.5 92.5 92.1 92.0 92.0 91.0 92.0 92.1 92.5 92.5 92.5 92.5 92.3 92.0 92.0 92.0
Suhu (˚C) T3 88.0 90.0 91.5 92.2 92.8 93.0 93.1 93.3 93.3 93.5 93.1 93.3 93.0 93.5 94.0 94.0 94.1 94.1 94.0 94.0 94.0 94.0 94.0
T4 85.5 88.5 90.0 90.3 90.8 91.0 91.2 91.4 91.5 91.8 91.8 91.9 91.0 92.0 92.3 92.8 92.9 92.9 92.2 92.1 92.0 92.0 92.0
T5 86.8 88.0 90.0 91.2 91.8 92.0 92.0 92.0 92.0 92.0 92.0 92.3 92.0 92.9 93.0 93.1 93.1 93.1 93.0 92.0 92.9 92.9 93.0
Posisi termometer : T2
T1 T4
T3
T5
61
Lampiran 3. Laju penetrasi panas pada suhu 85 oC Waktu (menit) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Suhu (oC) 25 57 67 71 74 76 77 78 79 79 80 80 81 81 81 82 82 82 82 82 82
Waktu (menit) 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Suhu (oC) 82 82 82 82 82 83 82 82 82 83 52 49 44 39 36 34 32 31 30 29
Keterangan : Suhu awal = 25 oC Jumlah cup = 5 cup @ 200 ml ∆t = 1 menit
62
Lampiran 4a. Nilai Fo Suhu 85 oC pada berbagai waktu Waktu 40 menit Waktu (menit) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Suhu (oC) 25 57 67 71 74 76 77 78 79 79 80 80 81 81 81 82 82 82 82 82 82 82 82 82 82 82 83 82 82 82 83 52 49 44 39 36 34 32 31 30 29 Total Fo
Suhu (oF) 77.0 134.6 152.6 159.8 165.2 168.8 170.6 172.4 174.2 174.2 176.0 176.0 177.8 177.8 177.8 179.6 179.6 179.6 179.6 179.6 179.6 179.6 179.6 179.6 179.6 179.6 181.4 179.6 179.6 179.6 181.4 125.6 120.2 111.2 102.2 96.8 93.2 89.6 87.8 86.0 84.2
LR
∆t
0.0000001778 0.0007079458 0.0094406088 0.0266072506 0.0578761988 0.0971627952 0.1258925412 0.1631172909 0.2113489040 0.2113489040 0.2738419634 0.2738419634 0.3548133892 0.3548133892 0.3548133892 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.5956621435 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.5956621435 0.0001938653 0.0000891251 0.0000244062 0.0000066834 0.0000030726 0.0000018302 0.0000010902 0.0000008414 0.0000006494 0.0000005012 10.1434509030
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Fo 0.0003541 0.0050743 0.0180239 0.0422417 0.0775195 0.1115277 0.1445049 0.1872331 0.2113489 0.2425954 0.2738420 0.3143277 0.3548134 0.3548134 0.4072702 0.4597270 0.4597270 0.4597270 0.4597270 0.4597270 0.4597270 0.4597270 0.4597270 0.4597270 0.4597270 0.5276946 0.5276946 0.4597270 0.4597270 0.5276946 0.2979280 0.0001415 0.0000568 0.0000155 0.0000049 0.0000025 0.0000015 0.0000010 0.0000007 0.0000006 10.1434506
63
Lampiran 4b. Nilai Fo Suhu 85 oC pada berbagai waktu Waktu 30 menit Waktu (menit) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Suhu (oC) 25 57 67 71 74 76 77 78 79 79 80 80 81 81 81 82 82 82 82 82 82 82 82 82 82 82 83 82 82 82 83 Total Fo
Suhu (oF) 77.0 134.6 152.6 159.8 165.2 168.8 170.6 172.4 174.2 174.2 176.0 176.0 177.8 177.8 177.8 179.6 179.6 179.6 179.6 179.6 179.6 179.6 179.6 179.6 179.6 179.6 181.4 179.6 179.6 179.6 181.4
LR
∆t
0.0000001778 0.0007079458 0.0094406088 0.0266072506 0.0578761988 0.0971627952 0.1258925412 0.1631172909 0.2113489040 0.2113489040 0.2738419634 0.2738419634 0.3548133892 0.3548133892 0.3548133892 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.5956621435 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.5956621435 10.1431288381
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Fo 0.0003541 0.0050743 0.0180239 0.0422417 0.0775195 0.1115277 0.1445049 0.1872331 0.2113489 0.2425954 0.2738420 0.3143277 0.3548134 0.3548134 0.4072702 0.4597270 0.4597270 0.4597270 0.4597270 0.4597270 0.4597270 0.4597270 0.4597270 0.4597270 0.4597270 0.5276946 0.5276946 0.4597270 0.4597270 0.5276946 9.8452977
64
Lampiran 4c. Nilai Fo suhu 85 oC pada berbagai waktu Waktu 20 menit Waktu (menit) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Suhu (oC) 25 57 67 71 74 76 77 78 79 79 80 80 81 81 81 82 82 82 82 82 82 Total Fo
Suhu (oF) 77.0 134.6 152.6 159.8 165.2 168.8 170.6 172.4 174.2 174.2 176.0 176.0 177.8 177.8 177.8 179.6 179.6 179.6 179.6 179.6 179.6
LR 0.0000001778 0.0007079458 0.0094406088 0.0266072506 0.0578761988 0.0971627952 0.1258925412 0.1631172909 0.2113489040 0.2113489040 0.2738419634 0.2738419634 0.3548133892 0.3548133892 0.3548133892 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 5.2739886428
∆t 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Fo 0.0003541 0.0050743 0.0180239 0.0422417 0.0775195 0.1115277 0.1445049 0.1872331 0.2113489 0.2425954 0.2738420 0.3143277 0.3548134 0.3548134 0.4072702 0.4597270 0.4597270 0.4597270 0.4597270 0.4597270 5.0441251
Waktu 15 menit Waktu (menit) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Suhu (oC) 25 57 67 71 74 76 77 78 79 79 80 80 81 81 81 82 Total Fo
Suhu (oF) 77.0 134.6 152.6 159.8 165.2 168.8 170.6 172.4 174.2 174.2 176.0 176.0 177.8 177.8 177.8 179.6
LR
∆t
0.0000001778 0.0007079458 0.0094406088 0.0266072506 0.0578761988 0.0971627952 0.1258925412 0.1631172909 0.2113489040 0.2113489040 0.2738419634 0.2738419634 0.3548133892 0.3548133892 0.3548133892 0.4597269885 2.9753537001
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Fo 0.0003541 0.0050743 0.0180239 0.0422417 0.0775195 0.1115277 0.1445049 0.1872331 0.2113489 0.2425954 0.2738420 0.3143277 0.3548134 0.3548134 0.4072702 2.7454901
Keterangan : T ref = 85 oC = 185 oF Nilai Z = 16 oF Waktu ref = 0.5 menit x 5D = 2.5 menit 65
Lampiran 5. Laju penetrasi panas pada suhu 95 oC Waktu (menit) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Suhu (oC) 26 60 73 78 82 84 86 88 88 89 90 91 91 92 91 92 92 92 92 92 92
Waktu (menit) 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Suhu (oC) 92 92 92 93 92 93 92 93 92 93 77 69 56 50 45 43 37 36 34 33
Keterangan : Suhu awal produk = 26 oC Jumlah cup = 5 cup besar @ 200 ml ∆t = 1 menit
66
Lampiran 6a. Nilai Fo Suhu 95 oC pada berbagai waktu Waktu 40 menit Waktu (menit) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Suhu (oC) 26 60 73 78 82 84 86 88 88 89 90 91 91 92 91 92 92 92 92 92 92 92 92 92 93 92 93 92 93 92 93 77 69 56 50 45 43 37 36 34 33 Total Fo
Suhu (oF) 78.8 140.0 163.4 172.4 179.6 183.2 186.8 190.4 190.4 192.2 194.0 195.8 195.8 197.6 195.8 197.6 197.6 197.6 197.6 197.6 197.6 197.6 197.6 197.6 199.4 197.6 199.4 197.6 199.4 197.6 199.4 170.6 156.2 132.8 122.0 113.0 109.4 98.6 96.8 93.2 91.4
LR
∆t
0.0000002304 0.0015399265 0.0446683592 0.1631172909 0.4597269885 0.7717915156 1.2956866975 2.1752040340 2.1752040340 2.8183829313 3.6517412725 4.7315125896 4.7315125896 6.1305579215 4.7315125896 6.1305579215 6.1305579215 6.1305579215 6.1305579215 6.1305579215 6.1305579215 6.1305579215 6.1305579215 6.1305579215 7.9432823472 6.1305579215 7.9432823472 6.1305579215 7.9432823472 6.1305579215 7.9432823472 0.1258925412 0.0158489319 0.0005463865 0.0001154782 0.0000316228 0.0000188365 0.0000039811 0.0000030726 0.0000018302 0.0000014125 139.3644475113
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Fo 0.0007701 0.0231041 0.1038928 0.3114221 0.6157593 1.0337391 1.7354454 2.1752040 2.4967935 3.2350621 4.1916269 4.7315126 5.4310353 5.4310353 5.4310353 6.1305579 6.1305579 6.1305579 6.1305579 6.1305579 6.1305579 6.1305579 6.1305579 7.0369201 7.0369201 7.0369201 7.0369201 7.0369201 7.0369201 7.0369201 4.0345874 0.0708707 0.0081977 0.0003309 0.0000736 0.0000252 0.0000114 0.0000035 0.0000025 0.0000016 139.3644467
67
Lampiran 6b. Nilai Fo Suhu 95 oC pada berbagai waktu Waktu 20 menit Waktu (menit) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Suhu (oC) 26 60 73 78 82 84 86 88 88 89 90 91 91 92 91 92 92 92 92 92 92 Total Fo
Suhu (oF) 78.8 140.0 163.4 172.4 179.6 183.2 186.8 190.4 190.4 192.2 194.0 195.8 195.8 197.6 195.8 197.6 197.6 197.6 197.6 197.6 197.6
LR
∆t
0.0000002304 0.0015399265 0.0446683592 0.1631172909 0.4597269885 0.7717915156 1.2956866975 2.1752040340 2.1752040340 2.8183829313 3.6517412725 4.7315125896 4.7315125896 6.1305579215 4.7315125896 6.1305579215 6.1305579215 6.1305579215 6.1305579215 6.1305579215 6.1305579215 70.6655064999
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
LR
∆t
0.0000002304 0.0015399265 0.0446683592 0.1631172909 0.4597269885 0.7717915156 1.2956866975 2.1752040340 2.1752040340 2.8183829313 3.6517412725 13.5570632806
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Fo 0.0007701 0.0231041 0.1038928 0.3114221 0.6157593 1.0337391 1.7354454 2.1752040 2.4967935 3.2350621 4.1916269 4.7315126 5.4310353 5.4310353 5.4310353 6.1305579 6.1305579 6.1305579 6.1305579 6.1305579 67.6002274
Waktu 10 menit Waktu (menit) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Suhu (oC) 26 60 73 78 82 84 86 88 88 89 90 Total Fo
Suhu (oF) 78.8 140.0 163.4 172.4 179.6 183.2 186.8 190.4 190.4 192.2 194.0
Fo 0.0007701 0.0231041 0.1038928 0.3114221 0.6157593 1.0337391 1.7354454 2.1752040 2.4967935 3.2350621 11.7311925
68
Lampiran 6c. Nilai Fo Suhu 95 oC pada berbagai waktu Waktu 7 menit Waktu (menit) 0 1 2 3 4 5 6 7
Suhu (oC) 26 60 73 78 82 84 86 88 Total Fo
Suhu (oF) 78.8 140.0 163.4 172.4 179.6 183.2 186.8 190.4
LR
∆t
0.0000002304 0.0015399265 0.0446683592 0.1631172909 0.4597269885 0.7717915156 1.2956866975 2.1752040340 4.9117350427
1 1 1 1 1 1 1 1
Fo 0.0007701 0.0231041 0.1038928 0.3114221 0.6157593 1.0337391 1.7354454 3.8241329
Waktu 6 menit Waktu (menit) 0 1 2 3 4 5 6
Suhu (oC) 26 60 73 78 82 84 86 Total Fo
Suhu (oF) 78.8 140.0 163.4 172.4 179.6 183.2 186.8
LR
∆t
0.0000002304 0.0015399265 0.0446683592 0.1631172909 0.4597269885 0.7717915156 1.2956866975 2.7365310087
1 1 1 1 1 1 1
Fo 0.0007701 0.0231041 0.1038928 0.3114221 0.6157593 1.0337391 2.0886875
Keterangan : T ref = 85 oC = 185 oF Nilai Z = 16 oF Waktu ref = 0.5 menit x 5D = 2.5 menit
69
Lampiran 7a. Laju penetrasi dan nilai Fo teh pH netral Suhu 85 oC Waktu (menit)
Suhu (oC)
Suhu (oF)
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5 9 9.5 10 10.5 11 11.5 12 12.5 13 13.5 14 14.5 15 15.5
25 43 56 62 66 70 72 74 75 76 77 78 78 79 79 79 80 80 80 80 81 81 81 81 81 82 82 82 82 82 82 82 Total Fo
77.0 109.4 132.8 143.6 150.8 158.0 161.6 165.2 167.0 168.8 170.6 172.4 172.4 174.2 174.2 174.2 176.0 176.0 176.0 176.0 177.8 177.8 177.8 177.8 177.8 179.6 179.6 179.6 179.6 179.6 179.6 179.6
LR
∆t
0.0000001778 0.0000188365 0.0005463865 0.0025852348 0.0072861817 0.0205352503 0.0344746607 0.0578761988 0.0749894209 0.0971627952 0.1258925412 0.1631172909 0.1631172909 0.2113489040 0.2113489040 0.2113489040 0.2738419634 0.2738419634 0.2738419634 0.2738419634 0.3548133892 0.3548133892 0.3548133892 0.3548133892 0.3548133892 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 2.8318302212
0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
Fo
0.0000048 0.0001413 0.0007829 0.0024679 0.0069554 0.0137525 0.0230877 0.0332164 0.0430381 0.0557638 0.0722525 0.0815586 0.0936165 0.1056745 0.1056745 0.1212977 0.1369210 0.1369210 0.1369210 0.1571638 0.1774067 0.1774067 0.1774067 0.1774067 0.2036351 0.2298635 0.2298635 0.2298635 0.2298635 0.2298635 0.2298635 3.6196546
70
Lampiran 7b. Laju penetrasi dan nilai Fo teh pH netral Suhu 95 oC Waktu (menit)
Suhu (oC)
Suhu (oF)
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6
27 51 62 70 75 79 81 83 84 85 86 87 87 Total Fo
80.6 123.8 143.6 158.0 167.0 174.2 177.8 181.4 183.2 185.0 186.8 188.6 188.6
LR
∆t
0.0000002985 0.0001496236 0.0025852348 0.0205352503 0.0749894209 0.2113489040 0.3548133892 0.5956621435 0.7717915156 1.0000000000 1.2956866975 1.6788040181 1.6788040181 7.6851705142
0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
Fo
0.0000375 0.0006837 0.0057801 0.0238812 0.0715846 0.1415406 0.2376189 0.3418634 0.4429479 0.5739217 0.7436227 0.8394020 3.4228842
71
Lampiran 8a. Laju penetrasi dan nilai Fo teh pH asam Suhu 85 oC Waktu (menit)
Suhu (oC)
Suhu (oF)
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5 9 9.5 10 10.5 11 11.5 12 12.5 13 13.5 14 14.5 15 15.5 16
26 37 50 57 62 66 69 71 73 75 76 77 78 78 79 79 80 80 80 81 81 81 81 81 81 82 82 82 82 82 82 82 82 Total Fo
78.8 98.6 122.0 134.6 143.6 150.8 156.2 159.8 163.4 167.0 168.8 170.6 172.4 172.4 174.2 174.2 176.0 176.0 176.0 177.8 177.8 177.8 177.8 177.8 177.8 179.6 179.6 179.6 179.6 179.6 179.6 179.6 179.6
LR
∆t
0.0000002304 0.0000039811 0.0001154782 0.0007079458 0.0025852348 0.0072861817 0.0158489319 0.0266072506 0.0446683592 0.0749894209 0.0971627952 0.1258925412 0.1631172909 0.1631172909 0.2113489040 0.2113489040 0.2738419634 0.2738419634 0.2738419634 0.3548133892 0.3548133892 0.3548133892 0.3548133892 0.3548133892 0.3548133892 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 0.4597269885 2.6759534096
0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
Fo
0.0000011 0.0000299 0.0002059 0.0008233 0.0024679 0.0057838 0.0106140 0.0178189 0.0299144 0.0430381 0.0557638 0.0722525 0.0815586 0.0936165 0.1056745 0.1212977 0.1369210 0.1369210 0.1571638 0.1774067 0.1774067 0.1774067 0.1774067 0.1774067 0.2036351 0.2298635 0.2298635 0.2298635 0.2298635 0.2298635 0.2298635 0.2298635 3.7715796
72
Lampiran 8b. Laju penetrasi dan nilai Fo teh pH asam Suhu 95 oC Waktu (menit)
Suhu (oC)
Suhu (oF)
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7
27 43 56 64 70 74 77 79 81 83 84 85 86 87 87 Total Fo
80.6 109.4 132.8 147.2 158.0 165.2 170.6 174.2 177.8 181.4 183.2 185.0 186.8 188.6 188.6
LR
∆t
0.0000002985 0.0000188365 0.0005463865 0.0043401026 0.0205352503 0.0578761988 0.1258925412 0.2113489040 0.3548133892 0.5956621435 0.7717915156 1.0000000000 1.2956866975 1.6788040181 1.6788040181 6.1173162825
0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
Fo
0.0000048 0.0001413 0.0012216 0.0062188 0.0196029 0.0459422 0.0843104 0.1415406 0.2376189 0.3418634 0.4429479 0.5739217 0.7436227 0.8394020 3.4783591
73
Lampiran 9. Hasil analisis pH teh selama penyimpanan dengan air sadah 0 ppm Pengamatan
Nilai pH
Total fenol (ppm)
Hari 0
4.95
419.02
Hari 3
4.91
408.98
Hari 7
4.84
399.66
Lampiran 10. Hasil analisis pH teh selama penyimpanan dengan air sadah 50 ppm Pengamatan
Nilai pH
Total fenol (ppm)
Hari 0
4.87
422.42
Hari 3
4.81
417.12
Hari 7
4.76
403.90
Lampiran 11. Hasil analisis pH teh selama penyimpanan dengan air sadah 100 ppm Pengamatan
Nilai pH
Total fenol (ppm)
Hari 0
4.82
496.78
Hari 3
4.67
427.31
Hari 7
4.58
411.67
74
Lampiran 12. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan dan kesadahan terhadap nilai pH teh Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: pH Type III Sum of Squares
Source Model
df
Mean Square
414.362(a)
9
46.040
Waktu
.062
2
.031
F 115100.55 6 77.042
Sig.
Hardness
.141
2
.070
176.167
.000
Waktu * Hardness
.015
4
.004
9.521
.003
Error
.004
9
.000
.000 .000
Total
414.366 18 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
Waktu*Hardness Homogeneous Subsets pH Duncan N Sampel I
Subset
1
2 2
3
4
5
1
4.5800
F
2
H
2
E
2
4.8050
C
2
4.8150
B
2
4.8400
G
2
4.8400
D
2
A
2
Sig.
4.6650 4.7550
4.9200 4.9500 1.000
1.000
1.000
.136
.168
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .000. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
Keterangan : A = pengamatan hari ke-0 pada hardness 0 ppm B = pengamatan hari ke-0 pada hardness 50 ppm C = pengamatan hari ke-0 pada hardness 100 ppm D = pengamatan hari ke-3 pada hardness 0 ppm E = pengamatan hari ke-3 pada hardness 50 ppm F = pengamatan hari ke-3 pada hardness 100 ppm G = pengamatan hari ke-7 pada hardness 0 ppm H = pengamatan hari ke-7 pada hardness 50 ppm I = pengamatan hari ke-7 pada hardness 100 ppm
75
Lampiran 13. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan dan kesadahan terhadap kadar total fenol teh Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Fenol Type III Sum of Squares
Source Model
5304.143
2
2652.071
Hardness
4569.736
2
2284.868
F 14755316. 408 108889.79 2 93813.006
Waktu * Hardness
3684.878
4
921.219
37823.789
.024
Waktu
df
Mean Square
3234365.357(a)
9
359373.929
Error
.219
9
Total
3234365.576
18
Sig. .000 .000 .000 .000
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
Tests Waktu*Hardness Homogeneous Subsets Fenol Duncan N Sampel G
Subset
1
2 2
H
2
D
2
I
2
E
2
A
2
B
2
F
2
C
2
Sig.
3
4
5
6
7
8
9
1
399.7200 403.7500 409.0300 411.7050 417.1050 419.0350 422.3850 427.3300 496.9900 1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .024. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
76
Lampiran 14. Hasil analisis stability teh kemasan cup putih Pengamatan
Nilai pH
Total fenol (ppm)
Kadar Theflavin (%)
Kadar Thearubigin (%)
Minggu 0
3.53
432.31
2.69
16.47
Minggu 1
3.48
425.83
2.82
17.28
Minggu 2
3.44
417.77
2.92
17.72
Minggu 3
3.22
415.80
3.25
20.06
Minggu 4
3.14
410.42
3.64
22.12
Lampiran 15. Hasil analisis stability teh kemasan cup bening Pengamatan
Nilai pH
Total fenol (ppm)
Kadar Theflavin (%)
Kadar Thearubigin (%)
Minggu 0
3.63
419.85
2.58
15.66
Minggu 1
3.38
418..30
3.54
21.53
Minggu 2
3.05
410.38
3.66
22.81
Minggu 3
2.95
404.73
3.78
23.25
Minggu 4
2.98
405.34
3.83
23.53
77
Lampiran 16. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan dan jenis kemasan terhadap nilai pH Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: pH Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
215.984(a)
10
21.598
89993.250
.000
Waktu
.807
4
.202
840.490
.000
Cup
.138
1
.138
574.083
.000
Waktu * Cup
.133
4
.033
139.031
.000
Error
.002
10
.000
Total
215.986 20 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
Waktu*Cup Homogeneous Subsets pH Duncan N Waktu*Cup H
Subset 2
2 2.9450
J
2
2.9750
F
2
I
2
G
2
D
2
E
2
C
2
A
2
B
2
Sig.
1
3
4
5
6
7
8
9
1
3.0500 3.1400 3.2150 3.3800 3.4400 3.4800 3.5300 3.6250 .082
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .000. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
78
Lampiranv 17. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan dan jenis kemasan terhadap total fenol Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Fenol Source Model
Type III Sum of Squares 3463472.091(a)
10
346347.209
Waktu
970.430
4
242.607
F 11385509. 832 7975.259
Cup
378.798
1
378.798
12452.271
.000
37.676
4
9.419
309.631
.000
.304
10
.030
Waktu * Cup Error
df
Mean Square
Sig. .000 .000
Total
3463472.395 20 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
Waktu*Cup Homogeneous Subsets Fenol Duncan N Sampel H
Subset
1 2
2 404.7750
3
4
J
2
F
2
410.2850
I
2
410.4550
G
2
E
2
D
2
B
2
C
2
A
2
Sig.
5
6
7
8
9
1
405.3400
1.000 1.000 .353 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .030. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
415.8000 417.5000 418.3000 419.8300 425.7950 432.5000 1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
79
Lampiran 18. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan dan jenis kemasan terhadap kadar theaflavin Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Theaflavin Source Model
Type III Sum of Squares 218.040(a)
10
Mean Square 21.804
2.727
4
.682
35.841
.000
Cup
.861
1
.861
45.263
.000
Waktu * Cup
.528
4
.132
6.934
.006
Error
.190
10
.019
Waktu
df
F 1146.069
Sig. .000
Total
218.230 20 a R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .998)
Waktu*Cup Homogeneous Subsets Theaflavin Duncan N Waktu*Cup B
Subset 2 2.5850
3
2
A
2
2.6900
2.6900
C
2
2.8250
2.8250
E
2
G
2
3.2500
D
2
3.5400
I
2
3.6350
F
2
3.6550
H
2
3.7800
J
2
Sig.
1
4
1
2.9150
.127 .150 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .019. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
3.5400
3.8300 .062
.082
Keterangan : A = pengamatan minggu ke -0 pada cup putih B = pengamatan minggu ke -0 pada cup bening C = pengamatan minggu ke -1 pada cup putih D = pengamatan minggu ke -1 pada cup bening E = pengamatan minggu ke -2 pada cup putih F = pengamatan minggu ke -2 pada cup bening G = pengamatan minggu ke -3 pada cup putih H = pengamatan minggu ke -3 pada cup bening I = pengamatan minggu ke -4 pada cup putih J = pengamatan minggu ke -4 pada cup bening
80
Lampiran 19. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan dan jenis kemasan terhadap kadar thearubigin Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Thearubigin Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
8198.262(a)
10
819.826
1078.584
.000
106.582
4
26.646
35.056
.000
Cup
34.506
1
34.506
45.396
.000
Waktu * Cup
7.347
.005
Waktu
22.336
4
5.584
Error
7.601
10
.760
Total
8205.863
20
a R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .998)
Waktu*Cup Homogeneous Subsets Thearubigin Duncan N Waktu*Cup B
Subset
1
2
3
1
2
15.6600
A
2
16.4700
C
2
17.2800
E
2
17.7150
G
2
20.0600
D
2
21.5300
I
2
22.1250
F
2
22.8100
H
2
23.2500
J
2
Sig.
21.5300
23.5350 .052
.123
.061
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .760. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
Keterangan : A = pengamatan minggu ke -0 pada cup putih B = pengamatan minggu ke -0 pada cup bening C = pengamatan minggu ke -1 pada cup putih D = pengamatan minggu ke -1 pada cup bening E = pengamatan minggu ke -2 pada cup putih F = pengamatan minggu ke -2 pada cup bening G = pengamatan minggu ke -3 pada cup putih H = pengamatan minggu ke -3 pada cup bening I = pengamatan minggu ke -4 pada cup putih J = pengamatan minggu ke -4 pada cup bening
81
Lampiran 20. Form uji hedonik teh
Nama : Tanggal : Produk : Blackcurrant Tea Instruksi : Nyatakan kesukaan Anda pada produk dengan skor : 1= Sangat tidak suka 4= Suka 2= Tidak suka 5= Suka sekali 3= Antara suka dan tidak suka Kode
Aroma
Rasa keseluruhan
Aftertaste
Nama : Tanggal : Produk : Blackcurrant Tea Instruksi : Nyatakan kesukaan Anda pada produk dengan skor : 1= Sangat tidak suka 4= Suka 2= Tidak suka 5= Suka sekali 3= Antara suka dan tidak suka Kode
Aroma
Rasa keseluruhan
Aftertaste
Ketepatan Rasa Manis = ( ) Kurang (
) tepat (
) berlebih
Ketepatan Rasa Manis = ( ) Kurang (
) tepat (
Ketepatan Rasa Asam = ( ) Kurang (
) Tepat ( ) berlebih
Ketepatan Rasa Asam = ( ) Kurang (
) Tepat ( ) berlebih
Ketepatan Rasa Sepet = ( ) Kurang ( ) tepat ( ) berlebih Komentar : ………………………………………………………………… ………………………………………………………………… ………… Terimakasih atas partisipasinya. : )
) berlebih
Ketepatan Rasa Sepet = ( ) Kurang ( ) tepat ( ) berlebih Komentar : …………………………………………………………………… …………………………………………………………………… …… Terimakasih atas partisipasinya. : )
82
Lampiran 21. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan terhadap skor hedonik aroma teh cup putih Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor aroma Type III Sum of Squares 1503.512(a)
Source Model
df 28
Mean Square 53.697
F 282.494
Sig. .000
PANELIS
4.367
23
.190
.999
.475
SAMPEL
1.013
4
.253
1.332
.264
.190
Error
17.488
92
Total
1521.000
120
a R Squared = .989 (Adjusted R Squared = .985)
Lampiran 22. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan terhadap skor hedonik rasa teh cup putih Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor rasa Type III Sum of Squares 1253.308(a)
Source Model
df 28
Mean Square 44.761
F 175.671
Sig. .000
PANELIS
6.298
23
.274
1.075
.388
SAMPEL
2.158
4
.540
2.118
.085
.255
Error
23.442
92
Total
1276.750
120
a R Squared = .982 (Adjusted R Squared = .976)
Sampel Homogeneous Subsets Skor rasa N SAMPEL Minggu 4
a,b
Duncan
Subset
1 24
2 2.958
1
Minggu 3
24
3.250
Minggu 2
24
3.271
Minggu 1
24
3.292
Minggu 0
24
Sig.
3.333 1.000
.609
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .255. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000. b Alpha = .05.
83
Lampiran 23. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan terhadap skor hedonik aftertaste teh cup putih Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor aftertaste Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1138.383(a)
28
40.657
160.074
.000
11.581
23
.504
1.983
.012
1.333
4
.333
1.312
.271
23.367
92
.254
PANELIS SAMPEL Error Total
1161.750 120 a R Squared = .980 (Adjusted R Squared = .974)
Lampiran 24. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan terhadap skor hedonik aroma teh cup bening Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor aroma Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1376.217(a)
28
49.151
184.315
.000
7.748
23
.337
1.263
.216
4.967
4
1.242
4.656
.002
24.533
92
.267
PANELIS SAMPEL Error Total
1400.750 120 a R Squared = .982 (Adjusted R Squared = .977)
Sampel Homogeneous Subsets Skor aroma N SAMPEL Minggu 4
a,b
Duncan
Subset
1
2
1
24
3.146
Minggu 3
24
3.292
Minggu 2
24
3.292
Minggu 1
24
3.375
Minggu 0
24
Sig.
3.750 .166
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .267. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000. b Alpha = .05.
84
Lampiran 25. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan terhadap skor hedonik rasa teh cup bening Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor rasa Type III Sum of Squares 1117.854(a)
Source Model
df 28
Mean Square 39.923
F 224.017
Sig. .000
PANELIS
5.781
23
.251
1.410
.127
SAMPEL
4.904
4
1.226
6.880
.000
.178
Error
16.396
92
Total
1134.250
120
a R Squared = .986 (Adjusted R Squared = .981)
Sampel Homogeneous Subsets Skor rasa N SAMPEL Minggu 4
a,b
Duncan
Subset 24
2 2.771
Minggu 3
24
2.854
Minggu 2
24
3.104
Minggu 1
24
3.125
Minggu 0
24
3.333
Sig.
1
.496 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .178. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000. b Alpha = .05.
1
.078
85
Lampiran 26. Hasil analisis sidik ragam pengaruh lama penyimpanan terhadap skor hedonik aftertaste teh cup bening Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor aftertaste Type III Sum of Squares 1085.904(a)
Source Model
df 28
Mean Square 38.782
F 182.078
Sig. .000
PANELIS
7.592
23
.330
1.550
.074
SAMPEL
4.304
4
1.076
5.052
.001
.213
Error
19.596
92
Total
1105.500
120
a R Squared = .982 (Adjusted R Squared = .977)
Sampel Homogeneous Subsets Skor aftertaste N SAMPEL Minggu 4
a,b
Duncan
Subset 2 2.771
3
24
Minggu 3
24
2.875
2.875
Minggu 2
24
2.917
2.917
Minggu 1
24
Minggu 0
24
Sig.
1
.307 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .213. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 24.000. b Alpha = .05.
1
3.083
3.083 3.313
.144
.089
86
Lampiran 27. Korelasi antara komponen polifenol dengan parameter aroma 3.80
3.80 y = 0.6951x + 1.1756 R2 = 0.8433
3.70
3.70 3.60 Skor Aroma
Skor Aroma
3.60 3.50 3.40
3.50
3.30
3.30
3.20
3.20
3.10 2.80
3.00
3.20
3.40
3.60
3.10 400.00
3.80
y = 0.0175x - 3.8394 R2 = 0.6857
3.40
410.00
3.80
3.80
3.70
3.70 y = -0.372x + 4.6708 R2 = 0.9278 Skor Aroma
Skor Aroma
3.40
3.50 3.40
3.30
3.30
3.20
3.20
2.75
3.00
3.25 TF (%)
440.00
3.50
3.75
y = -0.0593x + 4.6425 R2 = 0.9301
3.60
3.50
3.10 2.50
430.00
Total fenol
pH
3.60
420.00
4.00
3.10 15.00
17.50
20.00
22.50
25.00
TR (%)
87
4.00
4.00
3.50
3.50
3.00
3.00
2.50
Skor Rasa
Skor Rasa
Lampiran 28. Korelasi antara komponen polifenol dengan parameter rasa
y = 0.741x + 0.7001 R2 = 0.7825
2.00 1.50
2.50
1.50
1.00
1.00
0.50
0.50
0.00 2.80
3.00
3.20
3.40
3.60
y = 0.0202x - 5.2871 R2 = 0.7455
2.00
0.00 400.00 405.00 410.00 415.00 420.00 425.00 430.00 435.00
3.80
Total fenol
4.00
4.00
3.50
3.50
3.00
3.00
2.50
2.50
Skor Rasa
Skor Rasa
pH
2.00 y = -0.3862x + 4.3924 R2 = 0.8166
1.50
2.00 1.50
1.00
1.00
0.50
0.50
0.00 2.50
2.75
3.00
3.25 TF (%)
3.50
3.75
4.00
0.00 15.00
y = -0.0607x + 4.3467 R2 = 0.7971
17.50
20.00
22.50
25.00
TR (%)
88
3.40
3.40
3.30
3.30
3.20
y = 0.6302x + 0.9613 R2 = 0.8652
Skor Aftertaste
Skor Aftertaste
Lampiran 29. Korelasi antara komponen polifenol dengan parameter aftertaste
3.10 3.00 2.90
3.20
y = 0.0157x - 3.4987 R2 = 0.6852
3.10 3.00 2.90 2.80
2.80 2.70 2.80 2.90 3.00 3.10 3.20
2.70 400.00
3.30 3.40 3.50 3.60 3.70
410.00
3.40
440.00
3.40
y = -0.3044x + 4.0227 R2 = 0.7755
3.30
y = -0.0487x + 4.0031 R2 = 0.7831
3.30
3.20
3.20 Skor Aftertaste
Skor Aftertaste
430.00
Total fenol
pH
3.10 3.00 2.90 2.80 2.70 2.50
420.00
3.10 3.00 2.90 2.80
2.75
3.00
3.25 TF (%)
3.50
3.75
4.00
2.70 15.00
17.50
20.00
22.50
25.00
TR (%)
89