PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MELALUI MEDIA AUDIOVISUAL TENTANG SHAKEN BABY SYNDROME TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DI POSYANDU DAHLIA SUKOHARJO
SKRIPSI “Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”
Oleh : Pramita Windi Astuti NIM S11030
PROGRAM STUDI S S-1 1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Pramita Windi Astuti NIM
: S11030
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1) Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Sarjana), baik di STIkes Kusuma Husada Surakarta maupun di perguruan tinggi lain. 2) Skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim Penguji. 3) Dalam Skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka. 4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini. Surakarta, 28 Juli 2015 Yang membuat pernyataan,
Materai Rp 6.000
Pramita Windi Astuti NIM. S11030
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah mencurahkan rahmat dan hidayahNya. Pada akhirnya penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalui Media Audiovisual Tentang Shaken Baby Syndrome Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu Di Posyandu Dahlia, Sukoharjo” Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, arahan, dan masukan yang sangat membangun dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M.Si selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku ketua program Studi S1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. Ibu Happy Indri Hapsari, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, masukan, serta arahan, sehingga skripsi dapat terselesaikan dengan baik. 4. Ibu Alfyana Nadya Rachmawati, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan, masukan, serta arahan, sehingga skripsi dapat terselesaikan dengan baik. 5. Ibu Anita Istiningtyas S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku penguji yang telah memberikan masukan serta arahan saat sidang sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 6. Ibu Hj Bambang Wibisono selaku kepala Posyandu Dahlia yang telah memberikan ijin melakukan penelitian di posyandu dahlia. 7. Bapak ibu dosen dan staf STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini .
8. Orang tuaku tercinta Alm. Bapak Sutarno dan Ibu Sri Utami yang selalu memberikan dukungan, doa, materi dan kasih sayangnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 9. Andreas Kandhi Cahya yang selalu mendukung dan memberikan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi ini. 10. Sahabat-sahabat seperjuangan S-1 (Destri, Berlianti, Sri Ayu, Ayu Wulandari dan Lyla) yang selalu memberikan tawa, semangat, dan bantuan kepada penulis. 11. Teman-teman seperjuangan S-1 Keperawatan angkatan 2011 yang selalu mendukung dan membantu dalam proses pembuatan skripsi ini. 12. Sahabat-sahabat (Angga, Desy, Asty) yang selalu mendukung dan memberikan semangat kepada penulis. 13. Responden yang telah berpartisipasi dalam proses penelitian. 14. Semua pihak yang telah memberikan dukungan moral maupun material dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala bantuan dan kebaikan, menjadi amal sholeh yang akan mandapat balasan yang lebih baik. Pada akhirnya penulis bersyukur pada Allah SWT semoga skripsi ini dapat bermanfaat kepada banyak pihak dan tidak lupa penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Surakarta, 28 Juli 2015
Pramita W.A
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................i LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii SURAT PERNYATAAN.................................................................................... iii KATA PENGANTAR ........................................................................................iv DAFTAR ISI .......................................................................................................vi DAFTAR TABEL ............................................................................................... x DAFTAR SKEMA ............................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 5 1.3 Tujuan............................................................................................... 6 1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................... 6 1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 6 1.4 Manfaat............................................................................................. 7 1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti ........................................................... 7 1.4.2 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan ....................................... 7 1.4.3 Manfaat Bagi Rumah Sakit .................................................. 7 1.4.4 Manfaat Bagi Peneliti Lain .................................................. 7
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Konsep Teori.................................................................................. 8 2.1.1 Teori shaken baby syndrome ................................................ 8 2.1.2 Pendidikan kesehatan .......................................................... 15 2.1.3 Pengetahuan......................................................................... 21 2.1.4 Sikap (Attitude).................................................................... 25 2.2 Kerangka Teori.............................................................................. 27 2.3 Kerangka Konsep.......................................................................... 28 2.4 Hipotesis Penelitian....................................................................... 29 2.5 Keaslian Penelitian........................................................................ 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ......................................................................... 32 3.2 Populasi dan Sampel Penelitian .................................................. 34 3.3 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian .................................... 35 3.3.1 Tempat Penelitian .............................................................. 35 3.3.2 Waktu Penelitian ............................................................... 36 3.4 Definisi Operasional ................................................................... 36 3.5 Alat dan Cara Pengumpulan Data .............................................. 38 3.5.1 Alat Penelitian.................................................................... 38 3.5.2 Prosedur Pengumpulan Data ............................................. 41 3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ....................................... 42 3.6.1 Teknik Pengolahan Data..................................................... 42
3.6.2 Analisa Data........................................................................ 44 3.7 Etika Penelitian ........................................................................... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Analisa Univariat .......................................................................... 49 4.2 Analisa Bivariat ............................................................................ 51
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden ................................................................55 5.2 Gambaran pengetahuan responden kelompok kontrol dan perlakuan sebelum penkes .............................................................................. 57 5.3 Gambaran pengetahuan responden kelompok kontrol dan perlakuan setelah penkes ................................................................................ 57 5.4 Gambaran sikap responden kelompok kontrol dan perlakuan sebelum penkes ........................................................................................... 58 5.5 Gambaran sikap responden kelompok kontrol dan perlakuan setelah penkes ............................................................................................ 59 5.6 Beda tingkat pengetahuan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan setelah dilakukan penkes .............................................. 59 5.7 Beda sikap responden pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan setelah dilakukan penkes ............................................... 61 5.8 Perbedaan tingkat pengetahuan setelah penkes antara kelompok kontrol dan perlakuan ................................................................... 63
5.9 Perbedaan sikap setelah dilakukan penkes antara kelompok kontrol dan perlakuan ............................................................................... 64 5.10 Keterbatasan Penelitian ............................................................... 66
BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan ...................................................................................... 67 6.2 Saran ............................................................................................ 68
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No
Judul
Hal
2.5 Keaslian penelitian
30
3.1 Definisi operasional
36
4.1 Distribusi responden menurut usia
49
4.2 Distribusi responden menurut tingkat pendidikan
50
4.3 Distribusi responden menurut pekerjaan
50
4.4 Nilai tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah penkes pada kelompok kontrol
51
4.5 Nilai tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah penkes pada kelompok perlakuan
52
4.6 Nilai sikap sebelum dan sesudah penkes pada kelompok kontrol
52
4.7 Nilai sikap sebelum dan sesudah penkes pada kelompok perlakuan
53
4.8 Beda tingkat pengetahuan setelah penkes pada kelompok kontrol dan perlakuan 4.9 Beda sikap setelah penkes pada kelompok kontrol dan perlakuan
53 53
DAFTAR SKEMA
No
Judul
Hal
2.2
Kerangka Teori
27
2.3
Kerangka Konsep
28
3.1
Rancangan Penelitian
32
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Jadwal penelitian
Lampiran 2
: Usulan topik penelitian
Lampiran 3
: Pengajuan judul skripsi
Lampiran 4
: Pengajuan ijin study pendahuluan
Lampiran 5
: Surat pengantar ijin study pendahuluan
Lampiran 6
: Surat balasan study pendahuluan
Lampiran 7
: Lembar oponent
Lampiran 8
: Lembar audience
Lampiran 9
: Surat ijin uji validitas
Lampiran 10
: Surat balasan uji validitas
Lampiran 11
: Surat pengajuan ijin penelitian
Lampiran 12
: Surat ijin penelitian
Lampiran 13
: Surat balasan ijin penelitian
Lampiran 14
: Surat permohonan menjadi responden
Lampiran 15
: Lembar persetujuan menjadi responden
Lampiran 16
: Leaflet
Lampiran 17
: Kuesioner tingkat pengetahuan dan sikap
Lampiran 18
: SAP shaken baby syndrome
Lampiran 19
: Hasil uji statistik
Lampiran 20
: Dokumentasi
Lampiran 21
: Lembar konsultasi
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
Pramita Windi Astuti Pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalui Media Audiovisual Tentang Shaken Baby Syndrome Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu Di Posyandu Dahlia Sukoharjo ABSTRAK
Shaken baby syndrome (SBS) adalah cedera otak pada bayi akibat diguncang terlalu keras dan merupakan bentuk kekerasanterhadap anak, sehingga peran orang tua dalam mengasuh bayi diperlukan pengetahuan, agar tercipta sikap positif dalam mengasuh bayi. Pendidikan kesehatan melalui media audiovisual lebih efektif, karena melibatkan semua alat indera pembelajaran, sehingga semakin banyak alat indera yang terlibat, semakin besar kemungkinan isi informasi dapat dimengerti. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan melalui media audiovisual tentang SBS terhadap tingkat pengetahuan dan sikap ibu. Penelitian ini menggunakan metode quasy experiment pretest and posttest with control group design. Sampel penelitian ini berjumlah 40 responden ibu yang mempunyai anak berumur kurang dari 1 tahun. Penelitian ini menggunakan uji paired sample t test dan independent t test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan dan sikap sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan dengan p value 0,00 pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Pendidikan kesehatan melalui media audiovisual dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu tentang SBS karena menggunakan alat indera mata dan telinga yang menampilkan gerak, gambar dan suara sehingga informasi yang tersalur lebih banyak yaitu 75%-87%. Kata kunci : pendidikan kesehatan, audiovisual, pengetahuan, sikap, shaken baby syndrome Daftar pustaka : 42 (2003-2014)
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA 2015 Pramita Windi Astuti Effect of Health Education of Shaken Baby Syndrome through Audiovisual Media on Mothers’ Knowledge Level and Behavior in Dahlia Integrated Health Post of Sukoharjo ABSTRACT Shaken baby syndrome (SBS) is baby’s brain injury which happens because the baby is shaken too hard, and the result is a form of violence against children. Therefore, the parents need knowledge in nurturing their babies as to make a positive attitude in nurturing them. Health education through audiovisual media is more effective because it involves all of learning sense organs. The more sense organs are involved, the larger the chance to understand the information is. The objective of this research is to investigate the effect of the health education of the SBS through audiovisual media on the mothers’ knowledge level behavior. This research used the quasi experimental method with the pretest and posttest with control group design. The samples of research consisted of 40 respondents. They were mothers who had babies aged under 1 year old. The data of research were analyzed by using the paired sample t test and independent t test. The result of this research shows that there was a difference of mothers’ knowledge and behavior prior to and following the health education between the experimental group and the control group as indicated by the p-value 0.00. Thus, the health education of SBS through audiovisual media could improve the mothers’ knowledge and behavior the SBS as the information as much as 75%87% was channeled through the use of vision and hearing organs which showed motions, pictures, and sounds. Keywords: Health education, audiovisual, knowledge, behavior, shaken baby syndrome References: 42 (2003-2014)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sindrom Bayi Terguncang/SBS (Shaken Baby Syndrome) adalah kejadian yang dapat dicegah, ini merupakan bentuk child abuse terhadap anak akibat mengguncang bayi terlalu keras dengan bahu, lengan, atau kaki. Shaken Baby Syndrome bukan hanya kejahatan, Shaken Baby Syndrome merupakan masalah kesehatan masyarakat yang dapat dicegah (Carbaugh, 2004). Shaken Baby Syndrome dimaknai sebagai salah satu bentuk kekerasan terhadap anak, kelalaian yang membahayakan fisik, emosi dan perkembangan anak, sehingga anak tersebut kehilangan kesempatan untuk mengembangkan potensinya (Salmiah, 2009). American Academy of Pediatric(AAP) dan Center For Health Control And Prevention (CDC) (2010) melaporkan bahwa penganiayaan menyebabkan tingkat cedera tinggi dan 25 persen menyebabkan kematian pada bayi. Shaken Baby Syndrome merupakan penyebab utama kematian kekerasan terhadap anak di negara-negara Amerika. Hampir semua korban Shaken Baby Syndrome menderita masalah kesehatan yang serius dan setidaknya satu dari setiap empat bayi yang meninggal akibat terguncang keras merupakan bentuk dari penganiayaan anak. Bayi baru lahir sampai 4 bulan berada pada risiko terbesar dari cedera akibat mengguncang. Penelitian menunjukkan bahwa mengguncang bayi paling sering terjadi sebagai respons terhadap bayi menangis atau faktor-faktor lain yang dapat memicu orang tua ketika merawat bayinya menjadi frustasi atau marah (Carbaugh,
2004). Faktanya adalah bahwa menangis termasuk pertarungan panjang tangisan bayi dan merupakan perilaku perkembangan yang normal pada bayi. Masalahnya tidak pada bayi menangis, melainkan bagaimana pengasuh mengatasinya. Mengambil bayi dan mengguncang, melempar, memukul, atau menyakiti bayi, tidak pernah melakukan respon yang tepat (CDC, 2010). Hal ini sering dilakukan orang tua karena saat mengasuh bayi, ketika bayi menangis mereka menjadi frustasi yang berlebihan dan mereka kelelahan, faktor ini yang dapat menyebabkan individu melakukan Shaken Baby Syndrome (Hoffman, 2005; Black, 2001; Keenan et al., 2003). Shaken Baby Syndrome berdampak pada bayi yaitu menyebabkan kematian, retardasi mental atau keterlambatan perkembangan, cerebral palsy, disfungsi parah motorik, kebutaan, dan kejang (Carbaugh, 2004). Sebagian besar orang tua atau pengasuh tidak mengerti bahaya dari melakukan Shaking terhadap bayi yang kemudian menyebabkan SBS (Shaken Baby Syndrome) (Hoffman, 2005; Black, 2001; Keenan et al., 2003). Peran orang tua dalam mengasuh bayi diperlukan pengetahuan, karena pengetahuan merupakan salah satu komponen faktor predisposisi yang penting dalam
pencegahan
Shaken
Baby
Syndrome.
Peningkatan
pengetahuan
menyebabkan terjadinya perubahan sikap dan perilaku maka pengetahuan orangtua sangat penting. Orang tua merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi seorang bayi. Peran seorang ibu sangat penting, terutama sebagai agen kesehatan bagi anak dan keluarga dalam upaya memenuhi kebutuhan asah, asuh, asih pada bayi. Setiap ibu yang memiliki bayi harus memerlukan pengetahuan,
sikap dan keterampilan yang benar serta memiliki kepercayaan diri yang tinggi tentang hal mengasuh bayi (Mercer, 2006). Perubahan pengetahuan pada pedidikan kesehatan akan merangsang perubahan sikap (Dewi, 2008). Sikap seseorang sangat mempengaruhi perilaku sehatnya. Perilaku yang sehat
dan
kemampuan
masyarakat
untuk
memilih
dan
mendapatkan
pelayanankesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan (Sirlan, 2006). Sikap dan perilaku orang tua disamping berpengaruh terhadap kesehatannya sendiri, juga berpengaruh terhadap anak-anaknya yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung jawab sendiri terhadap kesehatannya. Sikap dan perilaku orang tua yang baik tentang perkembangan anak, akan dapat mencegah kelainan perkembangan dan pertumbuhan anak (Levine, 2007). Perspektif kesehatan masyarakat menciptakan kesadaran masyarakat, khususnya orang tua dan pengasuh bayi yang lebih besar tentang Shaken Baby Syndrome sangat penting. Melakukan pendidikan kesehatan kepada masyarakat, dapat membantu orang memahami bahaya keras mengguncang bayi faktor risiko yang terkait dengan Shaken Baby Syndrome pemicu untuk itu dan cara-cara untuk mencegah hal itu dapat membantu mengurangi jumlah bayi yang terkena Shaken Baby Syndrome (CDC, 2010). Peningkatan pengetahuan orang tua mengenai Shaken Baby Syndrome akan menghindari sikap orang tua mengguncang ketika bayi menangis. Pemberian informasi dan kebutuhan informasi pada orang tua dapat melalui berbagai cara termasuk pendidikan kesehatan. Kebutuhan akan informasi dan pengetahuan haruslah disampaikan oleh orang yang tepat dengan informasi yang benar. Hal ini
untuk mencegah supaya orangtua tidak bertanya kepada sumber yang salah (Rotegarad, 2007). Pendidikan kesehatan akan lebih efektif dan sesuai sasaran serta tujuan, maka diperlukan media yang menarik dan lebih mudah diterima oleh sasaran. Salah satu media yang dapat digunakan adalah media audiovisual. Media audiovisual mengandalkan pendengaran dan penglihatan dari sasaran. Penggunaan audiovisual melibatkan semua alat indra pembelajaran, sehingga semakin banyak alat indra yang terlibat untuk menerima dan mengolah informasi, semakin besar kemungkinan isi informasi tersebut dapat dimengerti dan dipertahankan dalam ingatan (Widia dkk, 2012). Film, cerita, iklan, video adalah contoh media audiovisual yang lebih menonjolkan fungsi komunikasi. Informasi akan tersimpan sebanyak 20% bila disampaikan melalui media visual, 50% bila menggunakan media audiovisual, 70% bila dilaksanakan dalam praktek nyata (Notoadmodjo, 2007). Hasil studi pendahuluan pada tanggal 18 Desember 2014 di Desa Pucangan, Kelurahan Kartasura, Kecamatan Kartasura, terdapat 45 jumlah ibu yang mempunyai bayi dibawah 1 tahun. Hasil wawancara didapatkan 5 orang tua yang memiliki anak usia kurang dari 1 tahun pernah melakukan gerakan mengguncang bayi mereka. Contoh gerakannya seperti mengangkat badan bayi sambil digoyang tanpa menyangga kepala bayi, atau melempar bayi ke udara dengan tujuan menghibur bayi.Para orang tua khususnya ibu, tidak mengetahui resiko dari perilaku tersebut. Orang tua menganggap bahwa hal tersebut tidak beresiko menyakiti anaknya. Para orang tua melakukan gerakan mengguncang
tujuannya untuk menenangkan bayi ketika bayi menangis, atau hanya sekedar menghibur bayi agar tidak rewel, atau karena mereka merasa frustasi ketika bayi mereka menangis terus menerus. Kejadian mengguncang bayi di Desa Pucangan sering terjadi ketika bayi menangis terus menerus. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh pendidikan kesehatan dengan audiovisual terhadap tingkat pengetahuan dan sikap orang tua tentang Shaken Baby Syndrome.
1.2 Rumusan Masalah Shaken baby syndrome dimaknai sebagai salah satu bentuk child abuse (penyiksaan anak) dengan cara mengguncang-guncang bayi itu dengan keras. Peran seorang ibu sangat penting, terutama sebagai agen kesehatan bagi anak dan keluarga dalam upaya memenuhi kebutuhan asah, asuh, asih pada bayi. Setiap ibu yang memiliki bayi diharapkan memerlukan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang benar serta memiliki kepercayaan diri yang tinggi tentang hal mengasuh anak (Mercer, 2006). Bertambah pengetahuan orangtua mengenai Shaken baby syndrome akan menghindari sikap orangtua mengguncang bayi ketika bayi menangis. Pemberian informasi dan kebutuhan informasi pada orangtua dapat melalui berbagai cara termasuk pendidikan kesehatan (Rotegarad, 2007). Dari rumusan masalah yang telah dijelaskan diatas maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut, adakahpengaruhpendidikan kesehatan media audiovisualterhadap tingkat pengetahuan dan sikap orang tua tentang shaken baby syndrome?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan dengan media audiovisual terhadap pengetahuan dan sikap orang tua tentang shaken baby syndrome.
1.3.2 Tujuan Khusus 1) Untuk mengetahui karakteristik responden. 2) Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap responden sebelum dilakukan pendidikan kesehatan media audiovisual pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. 3) Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap responden setelah dilakukan pendidikan kesehatan media audiovisual pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. 4) Untuk mengetahui beda tingkat pengetahuan dan sikap responden pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. 5) Untuk mengetahui beda tingkat pengetahuan dan sikap setelah dilakukan perlakuan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang shaken baby syndrome. 1.4.1 Manfaat bagi institusi pendidikan Menambah pustaka, wawasan dan pengetahuan mengenai shaken baby syndrome. 1.4.2 Manfaat bagi peneliti lain Hasil penelitian ini diharapkan dijadikan sebagai referensi bila diadakan penelitian lebih lanjut khususnya tentang shaken baby syndromedengan menggunakan variabel yang berbeda serta jumlah sampel yang lebih banyak. 1.4.3 Manfaat bagi peneliti Menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman peneliti tentang shaken baby syndrome. 1.4.4 Manfaat bagi perawat Penelitian ini diharapkan perawat dapat melaksanakan peran perawat yaitu sebagai pendidik atau pemberi pendidikan kesehatan bagi masyarakat, agar meningkatkan angka kesehatan dimasyarakat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Shaken Baby Syndrome (SBS) 2.1.1.1 Definisi SBS (sindrom bayi terguncang) juga dikenal sebagai trauma kepala serius, sindrom dari dampak terguncang, cedera kepala yang ditimbulkan atau sindrom guncanganwhiplash adalah cedera otak serius akibat diguncang terlalu keras pada bayi atau balita. Sindrom bayi terguncang menghancurkan sel-sel otak anak dan mencegah otaknya mendapatkan oksigen yang cukup. Sindrom bayi terguncang adalah bentuk
kekerasan
terhadap
anak
(child
abuse)
yang
dapat
mengakibatkan kerusakan otak permanen atau kematian (Christian & Block, 2009).
2.1.1.2 Penyebab 1. Tangisan bayi yang panjang sehingga membuat orang tua frustasi atau pengasuh, sehingga orang tua melakukan gerakan mengguncang bayi (Carbaugh, 2004) 2. Sindrom bayi terguncang adalah hasil dari guncangan yang keras pada bayi biasanya sekitar 5-20 detik (Carbaugh, 2004).
3. Kepala bayi yang lebih berat 8 dibandingkan dengan seluruh tubuh dan otot leher belum kuat, kepala bayi bisa terguncang bolak-balik sebanyak 40-80 kali hanya dalam hitungan detik (Carbaugh, 2004). 4. Memantulkan anak pada lutut orang tua atau pengasuh dengan keras, sehinggan bayi jatuh pelan (MayoClinic, 2014).
2.1.1.3Tanda dan gejala 1. Bayi yang menderita kerusakan yang lebih rendah akibat dari Shaken baby syndrome a. Perubahan pola tidur atau ketidakmampuan untuk dibangunkan b. Muntah c. Kejang d. Iritabilitas e. Tak terkendali menangis f. Ketidakmampuan untuk dihibur g. Ketidakmampuan untuk menyusu atau makan (Mielh, 2005). 2. Bayi yang menderita lebih parah akibat dari Shaken baby syndrome a. Tidak responsif b. Kehilangan kesadaran c. Masalah pernapasan (pernapasan tidak teratur) d. Tidak ada nadi ( Miehl 2005; Carbaugh 2004)
2.1.1.4 Dampak Shaken Baby Syndrome a. Kematian b. Kebutaan c. Retardasi mental atau penundaan perkembangan (setiap kelambanan signifikan dalam anak yaitu fisik, kognitif, perilaku, emosi, atau perkembangan sosial, dan ketidakmampuan belajar ( CDC, 2010). d. Cerebral palsy e. Disfungsi motorik parah (otot kelemahan atau kelumpuhan) f. Spastisitas (suatu kondisi dimana otot tertentu mengalami kontraksi terus menerus, kontraksi ini menyebabkan kekakuan atau ketetatan daro otot dan mungkin mengganggu gerakan, ucapan, dan cara berjalan) g. Kejang (CDC, 2010)
2.1.1.5 Faktor pemicu Tangisan, pemicu utama untuk melakukan SBS dan faktor risiko SBS pada orang tua dan bayi.Pada umur kurang dari 1 tahun, bayi memang sering banyak menangis, orang tua mungkin menjadi sangat frustrasi. Tetapi faktanya adalah bahwa menangis termasuktangisan berkepanjangan pada bayi dan merupakan perilaku perkembangan yang normal pada bayi. Tangisan pada bayi sebagai salah satu cara bayi berkomunikasi. Penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar bayi
yang menangis banyak yang sehat dan berhenti menangis untuk jangka waktu yang lama setelah 4 bulan usia. Penelitian
terbaru
menunjukkan
bahwa
menangis
mulai
meningkat sekitar usia 2 sampai 3 minggu, danpuncaknya sekitar usia 6 sampai 8 minggu. Kemudian berangsur-angsur berkurang, danbiasanya berakhir saat bayi berusia 3 sampai 4 bulan. Period Of Purple CEBC telah ditunjuk period of purple, sebagai program yang memiliki bukti penelitian menjanjikan. Program ini dikembangkan oleh Dr Ronald Barr dan rekan-rekannya di National Center on shaken baby syndrome (NCSBS). Dua percobaan terkontrol acak dari program menunjukkan peningkatan pengetahuan tentang bayi menangis dan shaken baby syndrome dan "perilaku acuh tak acuh ketika ibu frustrasi." (NCSBS, 2010). Sebagai bagian dari penelitian CDC, Dr Desmond K. Runyan menguji program di utara Carolina. Program negara ini akan mendidik orang tua tentang pola yang normal pada bayi menangis, bagaimana menanggapi tangisan bayi, dan bahaya bayi terguncang. Perawat akan mendidik setiap orang tua dari bayi yang baru lahir yang berjumlah 86 rumah sakit / yang melahirkan di utara Carolina, dengan menggunakan diskusi, video, dan sebuah buku tentang bayi menangis (CDC, 2010). Period Of PURPLE merupakan singkatan dari: P (peak pattern) : puncak menangis sekitar 2 bulan kemudian meurun.
U (unpredicable) : menangis untuk waktu yang lama bisa datang dan pergi tanpa alasan. R (resistant to soothing) : bayi dapat terus menangis untuk waktu yang lama. P (pain-like look on face) : nyeri seperti terlihat di wajah. L (long bouts of crying) : menangis dapat berlangsung berjam-jam. E (evening crying) : bayi menangis lebih banyak pada waktu sore dan malam hari.
2.1.1.6 Faktor-faktor yang menempatkan bayi berisiko Faktor-faktor berikut meningkatkan risiko dari bayi yang terguncang : 1. Umur kurang dari 1 tahun, a. bayi kurang dari 1 tahun berada pada risiko terbesar, tapi shaken baby syndrome telah dilaporkan pada anak-anak sampai usia 5 tahun. b. bayi (terutama bayi usia 2 sampai 4 bulan) sangat beresiko terkena cedera dari guncangan, karena mereka kecil dalam kaitannya dengan ukuran orang dewasa yang mungkin mengambil mereka dan mengguncang mereka, dan mereka cenderung menangis lebih sering dan lebih lama dari bayi yang lebih tua. 2. Bayi prematur atau cacat 3. Menjadi salah satu dari kelahiran ganda 4. Dihibur dan / atau sering menangis
5. Kebanyakan korban SBS adalah laki-laki (Hoffman, 2005).
2.1.1.7 Faktor-faktor yang bisa meningkatkan risiko orangtua atau pengasuh untuk merugikan bayi : 1.Frustrasi atau kemarahan yang dihasilkan dari bayi menangis terlalu lama 2.Orang tua atau pengasuh yang kelelahan mengasuh bayi yang menangis 3.Memiliki manajemen kemarahan yang terbatas atau mengatasi keterampilan mengasuh yang terbatas 4. Dukungan sosial yang terbatas 5. Usia muda orangtua 6. Lingkungan keluarga yang tidak stabil 7. Status sosial ekonomi rendah 8.Harapan yang tidak realistis tentang perkembangan anak dan membesarkan anak (Miehl, 2005).
2.1.1.8 Mendiagnosis Shaken Baby Syndrome Untuk mendiagnosis sindrom bayi terguncang, dokter akan mencari tiga kondisi yang sering menunjukkan sindrom tersebut. Ini adalah: a. Pembengkakan otak (ensefalopati) b. Pendarahan di otak (subdural perdarahan) c. Pendarahan di bagian mata yang disebut retina (perdarahan retina)
Untuk membuat diagnosis dan memeriksa tanda-tanda kerusakan otak, dokter akan memberikan berbagai tes. Tes-tes ini mungkin termasuk: a. Computed tomography (CT) scan (menciptakan citra penampang otak bayi Anda) b. Magnetic resonance imaging (MRI) scan (menggunakan gelombang radio yang kuat untuk membuat gambar otak bayi Anda) c. Survei skeletal (memeriksa tulang belakang, tulang rusuk, dan patah tulang tengkorak menggunakan sinar-X) d. Ujian oftalmologi (memeriksa pendarahan dan cedera mata) Beberapa kondisi medis lainnya dapat meniru gejala sindrom bayi terguncang. Ini termasuk kelainan genetik tertentu (seperti osteogenesis imperfecta, yang menyebabkan tulang bayi mudah pecah) dan gangguan perdarahan. Sebelum mengkonfirmasi sindrom bayi terguncang, dokter akan memberikan tes darah untuk menyingkirkan penyebab lain (Valencia, 2012).
2.1.1.9 Pengobatan untuk Shaken Baby Syndrome Tidak ada obat untuk mengobati sindrom bayi terguncang. Pada kasus yang parah, pembedahan mungkin diperlukan untuk mengobati pendarahan di otak. Ini mungkin melibatkan penempatan shunt (tabung tipis) untuk mengalirkan kelebihan darah dan cairan dan mengurangi tekanan. Operasi mata mungkin juga diperlukan untuk menghilangkan
darah sebelum secara permanen mempengaruhi penglihatan (John, 2014).
2.1.1.10 Cara menenangkan bayi menangis Bayi bisa menangis yang lama dalam beberapa bulan pertama kehidupan dan ini bisa membuat orang tua atau pengasuh frustasi. Tapi ada beberapa cara untuk menenangkan agar bayi tidak menangis: 1. Menggosok punggung bayi 2. Menggoyang badan bayi dengan pelan 3. Memberikan botol susu atau ASI kepada bayi 4. Menyanyi atau mengajak bicara bayi 5. Berjalan-jalan menggunakan kereta dorong 6. Periksa tanda-tanda sakit atau ketidaknyamanan seperti ruam popok, gigi, atau pakaian ketat (CDC, 2010).
2.1.2Pendidikan Kesehatan Memahami
fakta
tentang
shaken
baby
syndrome,
dengan
memberikan promosi kesehatandapat membantu membangun kesadaran masyarakat terutama orang tua, dan membantu masyarakat memahami shaken baby syndrome. Menggunakan kontakprofesi kesehatan dengan orang tua dan anggota masyarakat lainnya untuk mempromosikan fakta, faktor risiko dan pemicu, dan cara-cara untuk mencegah shaken baby syndrome adalah
langkah pertama dalam mengatasi hal itu sebagai masalah kesehatan masyarakat yang dapat dicegah, dan bukan hanya kejahatan yang harus dihukum. 2.1.2.1Definisi pendidikan kesehatan Pendidikan kesehatan merupakan bagian dari promosi kesehatan yaitu suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau mencegah hal – hal yang merugikan kesehatan mereka dan kesehatan orang lain, kemana seharusnya
mencari
pengobatan
jika
sakit,
dan
sebagainya
(Notoatmodjo, 2007). Salah satu kegiatan promosi kesehatan adalah pemberian informasi atau pesan kesehatan berupa kesehatan untuk memberikan atau meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan agar memudahkan Penyuluhan
terjadinya kesehatan
perilaku adalah
sehat
(Notoatmodjo,
penambahan
pengetahuan
2005). dan
kemampuan seseorang melalui teknik belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia baik secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk meingkatkan kesadaran akan nilai kesehatan sehingga dengan sadar mau mengubah perilakunya menjadi perilaku sehat (Munijaya, 2004).
2.1.2.2Tujuan Pendidikan Kesehatan Tujuan pendidikan kesehatan secara umum adalah mengubah pengetahuan, sikap dan keterampilan individu atau masyarakat di bidang kesehatan, yang dapat dirinci sebagai berikut (Maulana, 2009): menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat, menolog individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat dan mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada. Pendidikan kesehatan merupakan suatu komunikasi untuk mencapai
tujuan kesehatan
yang positif dan mencegah
atau
meminimalkan sakit sehat baik dalam individu maupun kelompok yang dipengaruhi oleh kepercayaan, tingkah laku dan kebiasaan yang dapat diajadikan kekuatan untuk komunitas yang lebih besar (Smith, 1979 dalam Moules & Ramsay, 2008).
2.1.2.3Manfaat pendidikan kesehatan Pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh perawat merupakan suatu upaya meningkatkan kesejahteraan anak di dalam keluarga. Orangtua yang telah diberikan pendidikan kesehatan akan lebih mudah dalam merawat anak. Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses dan tanggung jawab secara bersama antara individu, keluarga dan komunitas serta memiliki manfaat untuk meningkatkan kontrol terhadap
kesehatan dan kesakitan terhadap diri sendiri (WHO, 1986 dalam Moules & Ramsay, 2008).
2.1.2.4Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan dilihat dari sasarannya dapat diberikan pada individu, kelompok dan masyarakat, sedangkan dilihat dari tempatnya pendidikan kesehatan dapat dilakukan disekolah, di rumah sakit, dan tempat-tempat kerja yang lain (Notoatmodjo, 2007). Pendidikan kesehatan yang diberikan di rumah sakit mempunyai sasaran klien atau keluarga klien di rumah sakit maupun Puskesmas.
2.1.2.5Metode Pendidikan Kesehatan 1. Metode pendidikan individual (perorangan) Bentuk dari metode individual ada 2 (dua) bentuk: a. Bimbingan dan Penyuluhan (guidace and conseling) b. Wawancara (Interview) 2. Metode Pendidikan kelompok Metode pendidikan
kelompok harus
memperhatikan
apakah
kelompok itu besar atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektivitas metodenya pun akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan
.
a. Kelompok besar 1) Ceramah: metode yang cocok untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. 2) Seminar: hanya cocok untuk sasaran yang berpendidikan menengah
keatas.
Seminar
adalah
suatu
penyajian
(presentasi) dari satu ahli atau beberapa dan biasanya dianggap hangat di masyarakat. b. Kelompok kecil 1) Diskusi kelompok: dibuat sedemikian rupa sehingga saling berhadapan, pimpinan diskusi/penyuluh duduk diantara peserta agar tidak ada kesan lebih tinggi, tiap kelompok punya kebebasan mengeluarkan pendapat. 2) Curah pendapat (Brain Storming): merupakan modifikasi diskusi kelompok, dimulai dengan memberikan satu masalah, kemudian
peserta
memberikan
jawaban/tanggapan,
tanggapan/jawbaban tersebut ditampung dan ditulis dalam flipchart/papan
tulis,
sebelum
semuanya
mencurahkan
pendapat tidak boleh ada komentar dari siapapun, baru setalah semuanya mengemukakan pendapat, tiap anggota mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi. 3) Kelompok kecil-kecil (Buzz group): kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil, kemudian dilontarkan suatu permasalahan sama/tidak sama dengan kelompok lain,
dan masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok tersebut. 4) Memainkan peranan (Role play): beberapa anggota kelompok ditunjuk
sebagai
pemegang
peranan
tertentu
untuk
memainkan peranan tertentu, misalnya sebagai dokter puskesmas, sebagai perawat atau bidan, dll, sedangkan anggota lainnya sebagai pasien/anggota masyarakat. Mereka memperagaka bagaimana interaksi/komunitas sehari-hari dalam melaksanakan tugas. 5) Permainan simulasi (Simulation game): merupakan gambaran role play dan diskusi kelompok. Pesan-pesan disajikan dalam bentuk permainan seperti permainan monopoli. Beberapa orang menjadi pemain, dan sebagian lagi berperan sebagai narasumber. 3. Metode pendidikan massa Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) ini adalah tidak langsung. Biasanya menggunakan atau melalui media massa.
2.1.2.6Alat Bantu Media 1. Alat bantu lihat (visual aids) Alat bantu lihat berguna dalam membantu menstimulasi indra penglihatan pada waktu terjadinya proses penerimaan pesan. Alat bantu lihat dibagi dua bentuk yaitu alat bantu yang diproyeksikan
(slide, film, dan film strip) dan alat bantu yang tidak diproyeksikan (Notoatmodjo, 2012). 2. Alat bantu dengar (audio aids) Alat bantu dengar adalah alat yang membantu untuk menstimulasi indra pendengar pada waktu proses penyampaian bahan pendidikan/pengajaran, misalnya piringan hitam, radio, pita suara dan lain-lain (Notoatmodjo, 2012). 3. Alat bantu lihat-dengar (audio visual-aids) Alat bantu audio visual aids adalah alat yang digunakan oleh petugas dalam menyampaikan bahan, materi atau pesan kesehatan melalui alat bantu lihat-dengar, seperti televisi, video cassette, film dan DVD. Indra yang paling banyak menyalurkan pengetahuan kedalam otak adalah mata. Kurang lebih 75%-87% pengetahuan manusia diperoleh melalui mata sedangkan 13%-25% lainnya tersalur melalui indra yang lain (Notoatmodjo, 2012).Penggunaan audiovisual melibatkan semua alat indra pembelajaran, sehingga semakin banyak alat indra yang terlibat untuk menerima dan mengolah informasi, semakin besar kemungkinan isi informasi tersebut dapat dimengerti dan dipertahankan dalam ingatan (Widia dkk, 2012).
2.1.3 Pengetahuan Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Pengetahuan dan sikap yang didasarkan pada pengetahuan akan lebih langgeng daripada pengetahuan dan sikap yang tidak didasari pengetahuan.
2.1.3.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui
pancaindera
manusia,
yakni:
indra
penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. 2.1.3.2 Proses mengadopsi pengetahuan dan sikap (Rogers dalam Notoatmodjo, 2007): 1.Awareness (kesadaran), Kesadaran adalah dimana seseorang menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus. 2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. 3.Evaluation
(menimbang-nimbang).
Seseorang
akan
mempertimbangkan atau menilai baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. 4. Trial (mencoba), dimana seseorang mulai mencoba melakukan sesuatu dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5. Adaption, dimana seseorang telah berpengetahuan, bersikap dan mempunyai keterampilan dan sikapnya terhadap stimulus.
2.1.3.3 Pengetahuan mengenai domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkat (Rogers dalam Notoatmodjo, 2007) yaitu: 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari
antara
lain:
menyebutkan,
menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. 2. Memahami (comprehension) Memahami adalah suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang suatu materi yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah memahami terhadap suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh dan menyimpulkan materi yang dipelajari. 3. Aplikasi (Application) Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini
dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum. Rumus, metode, prinsip dan sebagainya. 4. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat meggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. 5. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Kata kerja yang digunakan untuk sintesis adalah dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penelitian-penelitian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ditemukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2.1.4 Sikap (Attitude) 2.1.4.1 Definisi Sikap (Attitude) menurut Rogers dalam Notoatmodjo, 2007: Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap mempunyai 3 (tiga) komponen pokok yaitu: 1.
Kepercayaan (keyakinan) ide dan konsep terhadap suatu objek.
2.
Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
3.
Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).
2.1.4.2 Tingkatan sikap Sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu: 1.
Menerima (Receiving) Seseorang diartikan menerima jika orang tersebut mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.
2.
Merespon (Responding) Sikap dari seseorang merespon dapat dengan cara memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
3.
Menghargai (Valuing) Sikap seseorang diartikan menghargai orang lain jika orang tersebut mau mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah.
4.
Bertanggung jawab (Responsible) Sikap yang paling tinggi pada seseorang adalah bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko. Pengukuran secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan terhadap suatu objek.
2.2 Kerangka Teori
Bayi menangis
Bayi diguncang keras oleh orang tua atau pengasuh
Otot leher bayi yang masih lemah
Shaken baby syndrome
Pencegahan shaken baby syndrome
Dampak Shaken Baby Syndrome : Perilaku ibu yang positif
a. kematian b. kebutaan c. retardasi mental atau penundaan perkembangan d. cerebral palsy e. disfungsi motorik parah (otot kelemahan atau kelumpuhan)
Perubahan sikap ibu
f. spastisitas g. kejang Peningkatan pengetahuan ibu Yang mempengaruhi tingkat pengetahuan dan sikap Pendidikan kesehatan dengan audiovisual
a. Tingkat pendidikan b. usia c. pekerjaan
(Sumber: Carbaugh 2004; CDC 2010; Christian & Block, 2009; Notoatmodjo 2007) Skema 2.1 Kerangka Teori
2.3Kerangka Konsep
Variabel Independen Pendidikan kesehatan dengan audiovisual
Variabel Dependen
Variabel Dependen
Kelompok perlakuan Tingkat pengetahuan dan sikap
Kelompok kontrol Tingkat pengetahuan dan sikap
Variabel perancu 1. Tingkat pendidikan 2. Umur 3. pekerjaan
Skema 2.2KerangkaKonsepPenelitian
2.4 Hipotesis penelitian Menurut Nasir dkk (2011) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Hipotesis menyatakan hubungan apa yang kita cari atau ingin kita pelajari. Hipotesis adalah keterangan sementara dari hubungan fenomena-fenomena yang kompleks 1. H pada penelitian ini adalah tidak ada pengaruh pendidikan kesehatan dengan audiovisual terhadap tingkat pengetahuan dan sikap orang tua tentang shaken baby syndrome 2. Hୟ pada penelitian ini adalah ada pengaruh pendidikan kesehatan dengan audiovisual terhadap tingkat pengetahuan dan sikap orang tua tentang shaken baby syndrome
2.5 Keaslian penelitian Tabel 2.3 Keaslian Penelitian Nama peneliti
Judul penelitian
Metode
Hasil
Ronald G. Barr, Frederick P.Rivara, Marilyn Barr, PeterCummings, James Taylor, Liliana J. Lengua and Emily Meredith-Benitz
Effectiveness of Educational Materials Designed to Change Knowledge and Behaviors Regarding Crying and Shaken-Baby Syndrome in Mothers of Newborns: A Randomized, Controlled Trial
This randomized, controlled trial was approved by the institutional review boards of all participating institutions. Individual mothers of newborns were chosen as the unit of randomization. Both study arms received booklets and a DVD. The intervention group received the PURPLE materials; the control group received injuryprevention materials. We performed a retrospective chart review, for the years 1988-1998, of the cases of shaken baby syndrome that were reported to the child protection teams of 11 pediatric tertiary care hospitals in Canada.
The mean infant crying knowledge score was greater in the intervention group (69.5) compared with controls (63.3). Mean shaking knowledge was greater for intervention subjects (84.8) compared with controls (83.5).
King MacKay Sirnick A
WJ1, Shaken baby M, syndrome in Canada: clinical characteristics and outcomes of hospital cases.
The median age of subjects was 4.6 months (range 7 days to 58 months), and 56% were boys. Presenting complaints for the 364 children identified as having shaken baby syndrome were nonspecific (seizure-like episode [45%], decreased level of consciousness [43%] and respiratory difficulty [34%]), though bruising was noted on examination in 46%. A history and/or clinical evidence of previous maltreatment was noted in 220 children (60%), and 80 families (22%) had had previous involvement with child welfare authorities. As a
direct result of the shaking, 69 children died (19%) and, of those who survived, 162 (55%) had ongoing neurological injury and 192 (65%) had visual impairment. Mega Agustiningrum
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah Dengan Media Audio Visual AIDS Terhadap Perilaku Ibu Untuk Meningkatkan Status GiziBalita
In this research use Quasy Experiment design, all of sample is 30 people who is taken with inclusion criteria. They are divided treatment group and control group so it has is mother in each group
Result of Wilcoxon Signed Rank Test in treatment group showed that health education speech method which use audio visual AIDS media has influence to mother knowledge to increase baby nutrient status (p=0,001), attitude (p=0,005) and practice (p=0,001). Mann Whitney U-Test to knowledge (0,000), attitude (0,000) and practice (0,000).
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini yaitu penelitian kuantitatif, eksperimen semu yang bertujuan untuk menyelidiki ada tidaknya hubungan sebab akibat serta seberapa besar hubungan sebab akibat tersebut dengan cara memberikan perlakuan- perlakuan tertentu pada beberapa kelompok eksperimental untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian quasy experiment dengan Pre and post test with control group design. Yang artinya peneliti melakukan intervensi pada dua kelompok pembanding (Dharma 2011).
Skema 3.1 Rancangan penelitian Kelompok A
Pre test O1
B
Perlakuan X
O2
Post test O3
O4
32
Keterangan : A
: Kelompok perlakuan
B
: Kelompok kontrol
O1 : Tingkat pengetahuan dan sikap sebelum diberi perlakuan pada kelompok perlakuan O2 : tingkat pengetahuan dan sikap sebelum diberi perlakuan pada kelompok kontrol O3 : tingkat pengetahuan dan sikap sesudah diberi perlakuan pada kelompok perlakuan O4 : tingkat pengetahuan dan sikap setelah dilakukan perlakuan pada kelompok kontrol X
: perlakuan (pendidikan kesehatan)
3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi Populasi adalah unit dimana suatu hasil penelitian akan diterapkan (Dharma 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak kurang dari 1 tahun di Desa pucangan Kelurahan Kartasura Kecamatan Kartasura, yang berjumlah 45 orang. 3.2.2 Sampel Sampel adalah sekelompok individu yang merupakan bagian dari populasi terjangkau dimana peneliti langsung mengumpulkan data atau melakukan pengamatan pada unit ini (Dharma, 2011). 1. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : a. Semua ibu yang memiliki bayi dibawah 1 tahun. b. Responden yang bisa baca tulis 2. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah : a. Responden yang sedang sakit 3. Besar Sampel Tahap selanjutnya yaitu menghitung besar sampel yang akan diambil. Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus (Notoatmodjo, 2012), yaitu: n=
N 1+N (d)2
Keterangan : N
: Besar Populasi
n
: Besar Sampel
d
: Derajat Kepercayaan (5%)
Penggunaan rumus diatas dikarenakan jumlah populasi kurang dari 10.000 (Notoatmodjo, 2012). =
45 1+ 45 (0,0025)
=
45 1 + 0,1125
= 40,44 Dibulatkan menjadi 40 orang. Untuk mengatasi resiko drop out, maka ditambah 10% dari jumlah sampel menjadi 44 responden. Teknik pengumpulan sampel menggunakan consecutive sampling yaitu suatu metode pemilihan sampel yang dilakukan dengan memilih semua individu yang ditemui dan memenuhi kriteria pemilihan, sampai jumlah sampel yang di inginkan terpenuhi (Dharma, 2011).Sampel pada penelitian ini adalah para ibu yang mempunyai bayi yang berumur kurang dari 1 tahun yaitu sebanyak 40 responden.
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian 3.3.1 Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Posyandu Dahlia Kartasura Sukoharjo.
3.3.2 Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 25 Februari – 1 Maret 2015.
3.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian Variabel Penelitian Pendidikan kesehatan
Tingkat Pengetahuan ibu
Sikap ibu
Definisi Operasional
Alat ukur
Proses pemberian Pemutaran video informasi kepada berdurasi 10 responden menit tentang shaken baby syndrome
Pemahaman ibu tentang shaken baby syndrome
Kuesioner Pernyataan sebanyak 25 item dengan jawaban benar atau salah, jawaban benar mempunyai skor 1 dan jawaban salah mempunyai skor 0 Respon dari ibu Kuesioner dalam melakukan Pernyataan pencegahan sebanyak 25 item shaken baby dengan pilihan syndrome jawaban menggunakan skala likert: Skor 1-4 untuk pertanyaan positif 1 : sangat tidak setuju 2 : tidak setuju 3 : setuju 4 : sangat setuju Untuk pertanyaan
Hasil Ukur 1. Tidak diberikan pendidikan kesehatan
Skala Data Nominal
2. Diberikan pendidikan kesehatan Skor tertinggi 25 dan terendah 0
Rasio
Skor tertinggi 100 dan terendah 25
Interval
negatif 1 : sangat setuju 2 : setuju 3 : tidak setuju 4 : sangat tidak setuju
Variabel Perancu
Definisi
Usia
Umur responden dihitung dalam tahun.
Tingkat pendidikan
Sekolah formal yang diselesaikan responden.
Pekerjaan
Suatu kegiatan atau aktifitas responden seharihari.
Alat ukur
Hasil Ukur
Skala Data
Peneliti mengisi format data demografi sesuai hasil wawancara dengan responden. Peneliti mengisi format data demografi sesuai hasil observasi
17-25 tahun 26-30 tahun 36-45 tahun
Ordinal
1. Pendidikan dasar
Ordinal
Peneliti mengisi format data demografi sesuai hasil wawancara dengan responden.
2. Pendidikan Menengah 3. Pendidikan Tinggi 1. Ibu rumah tangga 2. Wiraswasta 3. Swasta
Nominal
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 3.5.1 Alat Penelitian Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data adalah kuesioner.Kuesioner
yang
digunakan
adalah
lembar
kuesioner
pengetahuan dan sikap yang dibuat oleh peneliti dan alat bantu audio visual seperti laptop, LCD, Speaker aktif, dan video untuk kelompok perlakuan dan leaflet untuk kelompok kontrol. Kuesioner ini terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu data demografi, pengetahuan dan sikap. Pertanyaan untuk kuesioner pengetahuan terdiri dari 25 pertanyaan dengan pilihan jawaban benar atau salah, untuk pernyataan positif (favorable) sebanyak 17 soal yaitu nomor 1, 4, 5, 7, 8, 10, 11, 16, 17, 18, 20, 22, 25, 26, 27, 29, 30 dan negatif (unfavorable) sebanyak 8 soal pernyataan yaitu 2, 3, 6, 9 12, 14, 15, 28. Kuesioner sikap terdiri dari 25 pernyataan. Pernyataan sikap menggunakan skala likert dengan pilihan jawaban sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju. Pernyataan positif (favorable) mempunyai nilai 1 untuk pilihan sangat tidak setuju, nilai 2 jika tidak setuju, nilai 3 jika responden setuju, nilai 4 jika responden sangat setuju, sebanyak 16 soal yaitu nomor 1, 2, 4, 5, 7, 9, 10, 17, 20, 22, 23, 25, 26, 27, 28, 30. Pernyataan negatif (Unfavorable) mempunyai nilai 1 jika responden sangat setuju, nilai 2 jika responden setuju, nilai 3 jika responden tidak setuju, nilai 4 jika responden sangat tidak setuju, sebanyak 9 soal yaitu nomer 3, 8, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 29.
Kuesioner akan berkualitas dengan dilakukan uji validitas dan reabilitas dengan karakteristik yang sejenis diluar lokasi penelitian. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada 30 responden (Agus, 2013). Dilakukan di Posyandu Cempakasari 2 Kartasura, karena karakteristik responden yaitu usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan di Posyandu Cempakasari sama dengan Posyandu Dahlia.
Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang dapt menunjukkan tingkat kevalidan atau keaslian suatu instrumen (Arikunto, 2010). Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang seharusnya hendak diukur. Penelitian ini menggunakan uji validitas dengan rumus product moment :
N.∑XY - ∑Y.∑Y
rhitung
√{N ∑X2 – (∑X)2 }.{N∑Y2 – (∑Y)2} Keterangan : N
: Jumlah responden
rhitung
: Koefisien korelasi product moment
∑x : Skor pertanyaan ∑y : Skor total (item) xy
: Skor pertanyaan dikalikan skor total
Rumus uji t thitung
r√(n-2) =
√(1-r2) Keterangan: t
: nilai thitung
r
: koefisien korelasi hasil rhitung
n
: jumlah responden
Instrument dikatakan valid jika nilai thitung>ttabel (0,361) (Aziz, 2014). 2. Uji Reliability Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius, mengarahkan responden memilih jawaban-jawaban tertentu. Apabila datanya memang benar sesuai dengan keyataannya, maka berapa kalipun diambil tetap akan sama hasilnya (Arikunto, 2006). Untuk menguji reliabilitas instrumen, peneliti menggunakan Alpha Chronbach dengan bantuan program komputer SPSS. Rumus Alpha Chronbach sebagai berikut:
┌
k
r11 = └
k-1
┐ 1─ ┘
∑σb2 σ2t
Keterangan : r11 : Reliabilitas instrumen k
: Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑σb2 : Jumlah varian butir σ2t : Varian total
3.5.2 Prosedur Pengumpulan Data 1.Pelaksanaan a. Penelitian dilakukan di Posyandu Dahlia pada saat posyandu berlangsung. b. Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan peneliti kepada responden. c. Peneliti memberikan informasi tentang penelitian dan meminta kesediaan responden untuk terlibat dalam penelitian. d. Peneliti memberikan lembar persetujuan bagi responden yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian. e. Peneliti melakukan proses pengambilan data dengan mengisi data karakteristik responden bagi responden yang mau berpartisipasi. f. Peneliti membagi dua kelompok yaitu 20 kelompok perlakuan dan 20 kelompok kontrol. g. Sebelum dilakukan pendidikan kesehatan peneliti mengukur tingkat pengetahuan dan sikapresponden pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (pre test), dengan cara memberikan responden kuesioner pengetahuan dan sikap masing-masing 25 pernyataan,
dengan memberikan tanda (√) pada jawaban benar. Responden mengisi kuesioner dengan ditunggu peneliti. h. Peneliti melakukan pendidikan kesehatan melalui media audiovisual dengan video yang berdurasi 8 menit kepada kelompok perlakuan. Sedangkan kelompok kontrol hanya diberi leaflet. Kemudian peneliti melakukan kontrak waktu untuk pertemuan berikut pada kedua kelompok dalam jangka waktu 7 hari di Posyandu Dahlia. i. Setelah 7 hari peneliti mengukur kembali tingkat pengetahuan dan sikapresponden setelah dilakukan pendidikan kesehatanpada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol yang hanya diberi leaflet, data ini digunakan sebagai data post test. Responden mengisi kuesioner dengan ditunggu peneliti. h. Peneliti
mengucapkan
terimakasih
kepada
responden
atas
keterlibatannya dalam penelitian.
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data 3.6.1 Teknik Pengolahan Data 1. Editing Kegiatan melakukan pengecekan kelengkapan, kejelasan, relevansi dan konsistensi isi jawaban kuesioner atau instrument.Dalam penelitian ini, editing dilakukan oleh peneliti dengan memeriksa kuesioner dan instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat pendidikan dan
sikap.Dalam teknik editing dilakukan selama 2 hari dan tidak ada kendala dalam proses editing. 2. Coding Kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka.Pada tahap ini diberikan kode atau nilai pada tiap jenis data untuk mnghindari kesalahan dan memudahkan pengolahan data. Variabel yang dikategorikan dengan koding adalah usia, dengan kode 17-25, 26-35, 3645 tahun. Saat proses coding peneliti tidak mengalami kesulitan. 3. Tabulating Data dikelompokan kedalam kategori yang telah ditentukan dan dilakukan tabulasi kemudian diberikan kode untuk kemudahan pengolahan data. Proses tabulasi data meliputi : a. Mempersiapkan table dengan kolom dan baris yang telah disusun dengan cermat sesuai kebutuhan menggunakan microsoft exel. b. Menghitung banyaknya frekuensi untuk tiap kategori jawaban c. Menyusun distribusi dan table frekuensi dengan tujuan agar data dapat tersusun rapi, mudah dibaca dan dianalisis. 4. Entry Data Data yang telah terkumpul kemudian dimasukan dalam program analisis dengan menggunakan program SPSS. 5. Cleaning Merupakan kegiatan pengecekan data yang sudah dimasukan untuk diperiksa ada tidaknya kesalahan
3.6.2 Analisa Data 3.6.2.1 Analisa Univariat
Analisis univariat adalah analisa yang menganalisis tiap variabel darihasil penelitian(Notoatmodjo2005). Analisis univariat dilakukan untuk mendiskripsikan setiap variabel yang diteliti yaitu dengan melihat semua distribusi data dalam penelitian. Analisis univariat digunakan untuk menganalisis variabel yang bersifat kategorik yaitu tingkat pendidikan, pekerjaan, usia dan variabel yang bersifat numerik yaitu tingkat pengetahuan dan sikap. Data kategorik menggunakan frekuensi dan prosentase. Data numeric menggunakan mean, standar deviasi dan nilai maksimum minimum.
3.6.2.2 Analisis Bivariat Analisis data bivariat adalah analisa yang dilakukan lebih dari dua variabel (Notoatmodjo, 2005).Analisa ini digunakan untuk menguji pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap. Cara menganalisis data secara bivariat dilakukan uji normalitas data menggunakan Shapiro-Wilk yang bertujuan mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Menganalisis hasil eksperimen yang menggunakan pre-test dan post-test designwith control group peneliti menggunakan uji Paired t-test untuk mengetahui beda tingkat pengetahuan dan sikap pada kedua kelompok.Peneliti juga menggunakan uji Independen T test untuk
mengetahui beda tingkat pengetahuan dan sikap antara kedua kelompok setelah diberi perlakuan. Dengan tingkat kepercayaan 95% / α= 5% dengan ketentuan sebagai berikut: Jika P value > α (0,05) maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti pendidikan kesehatan tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan dan sikap serta jika P value ≤ α (0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti pendidikan kesehatan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan sikap.
3.7 Etika Penelitian Penelitian Keperawatan pada umumnya melibatkan manusia sebagai subyek penelitian.Penelitian mempunyai resiko ketidaknyamanan atau cedera pada subyek mulai dari resiko ringan sampai dengan berat.Manusia sebagai subyek penelitian adalah makhluk yang holistik, merupakan integrasi aspek fisik, psikologis, sosial dan spiritual yang tidak bisa dipisahkan. Masalah yang terjadi pada salah satu aspek yang lain sehingga penelitian keperawatan harus dilandasi dengan etika penelitian yang memberikan jaminan bahwa keuntungan yang di dapat dari penelitian jauh melebihi efek samping yang ditimbulkan (Dharma, 2011). Dalam melakukan penelitian ini, peneliti meminta rekomendasi dari Prodi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta dan meminta izin kepada kepala Desa Pucangan
Kartasura. Setelah mendapat persetujuan peneliti melakukan penelitian dengan memenuhi prinsip etik sebagai berikut : 1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity). Penelitian dilaksanakandengan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.Responden memiliki hak asasi dan kebebasan untuk menentukan pilihan ikut untuk menolak penelitian (autonomy). Peneliti tidak memaksa atau memberikan penekanan pada responden untuk bersedia
ikut
dalam
penelitian
dan
responden
berhak
untuk
mengundurkan diri sewaktu – waktu tanpa sanksi apa pun. Prinsip ini diaplikasikan melalui penjelasan secara singkat dan jelas oleh peneliti kepada responden tentang tujuan, prosedur, durasi keterlibatan responden, hak responden dan manfaat penelitian.Setelah diberikan penjelasan, responden secara suka rela memberikan tanda tangan pada lembar persetujuan.Selama penelitian semua responden bersedia untuk dilibatkan dalam penelitian. 2. Menghormati
prinsip
kerahasiaan
(respect
for
privacy
and
confidentiality). Responden sebagai subyek penelitian memiliki privasi dan hak asasi unuk mendapatkan kerahasiaan informasi.Namun tidak bisa dipungkiri bahwa penelitian menyebabkan terbukanya informasi tentang responden. Peneliti perlu merahasiakan berbagai informasi yang menyangkut privasi responden yang tidak ingin identitasnya dan
segala informasi tentang dirinya diketahui oleh orang lain. Prinsip ini ditrapkan pada penelitian ini dengan cara meniadakan identitas seperti nama dan alamat responden di ganti dengan kode no dan inisial nama responden. 3. Menghormati
keadilan
dan
inklusivitas
(respect
for
justice
inclusiveness) Prinsip keterbukaann dalam penelitian mengandung makna bahwa penelitian dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan secara professional.Prinsip keadilan mengandung makna bahwa penelitian memberikan keuntungan dan beban secara merata sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan responden. Pada saat penelitian berlangsung terjadi masalah etik dimana dalam satu ruangan terdapat responden yang belum mengerti informasi pendidikan kesehatan (pre) dan terdapat responden yang akan dilakukan tindakan pendidikan kesehatan. Solusi untuk mengatasi masalah ini adalah memberikan informasi kepada responden yang belum dilakukan pendidikan kesehatan bahwa pendidikan kesehatan ini akan dilakukan sesuai jadual yang sudah disepakati. 4. Beneficence Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap penelitian harus mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya
bagi subjek
penelitian dan populasi dimana hasil penelitian diterapkan dan meminimalisir dampak yang merugikan bagi subjek penelitian.
5. Right to protection from discomfort Hak untuk mendapatkan perlindungan dari ketidaknyamanan dan kerugian mengharuskan agar responden dilindungi dari eksploitasi dan peneliti harus menjamin bahwa semua usaha dilakukan meminimalkan bahaya atau kerugin dari suatu penelitian. Prinsip ini diaplikasikan dan cara melakuakn akupresurdengan hati-hati sehingga tidak menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien, pengaturan lingkungan yang nyaman dan penyediaan alat yang cukup.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Analisa Univariat 4.1.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden meliputi usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dan sikap. Variabel pengetahuan, sikap, usia, tingkat pendidikan, dan pekerjaan dijelaskan menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran presentase.
4.1.1.1 Usia Responden Tabel 4.1 Distribusi responden menurut usia Variabel Perlakuan Kontrol Total (n=20) (n=20) (n=40) Usia F % F % F % 17-25 6 30% 8 40% 14 35% 26-35 11 55% 9 45% 20 50% 36-45 3 15% 3 15% 6 15% Total
20
100
20
100
40
100
Dari hasil analisa yang didapatkan dari 40 responden, sebagian besar responden berusia 26-35 tahun.
4.1.1.2 Tingkat Pendidikan Tabel 4.2 Distribusi responden menurut tingkat pendidikan Variabel Perlakuan Kontrol Total (n=20) (n=20) (n=40) Tingkat F % F % F % pendidikan Pendi. Dasar 2 10% 2 10% 4 10% (SD&SMP) Pendi. Menengah 15 75% 15 75% 30 75% (SMA) Pendi. Tinggi 3 15% 3 15% 6 15% Total
20
100
20
100
40
100
Dari hasil analisa yang didapatkan dari 40 responden, sebagian besar responden berpendidikan menengah (SMA).
4.1.1.3 Pekerjaan Tabel 4.3 Distribusi responden menurut pekerjaan Variabel Perlakuan Kontrol Total (n=20) (n=20) (n=40) Pekerjaan F % F % F % IRT Swasta Wiraswasta Total
9 8 3 20
45% 40% 15% 100
10 6 4 20
50% 30% 20% 100
19 14 7 40
47,5% 35% 17,5% 100
Dari hasil analisa yang didapatkan dari 40 responden, sebagian besar responden mempunyai pekerjaan ibu rumah tangga.
4.2 Analisa Bivariat 4.2.1 Uji Normalitas Analisa bivariat dalam penelitian ini menggambarkan hubungan antara nilai tingkat pengetahuan dan sikap sebelum dan setelah intervensi. Sebelum melakukan analisa bivariat, asumsi normalitas data harus dipenuhi untuk menentukan uji sebelumnya agar mengetahui data terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji Shapiro-Wilk. Uji shapiro-wilk menunjukkan p value pada data pengetahuan pada kelompok perlakuan adalah 0,323 sehingga p value > 0,05 maka data tersebut terdistribusi normal, dan untuk kelompok kontrol adalah 0,356 sehingga p value> 0,05 maka data terdistribusi normal. Hasil uji normalitas data sikap pada kelompok perlakuan adalah 0,099 sehingga p value > 0,05 maka data tersebut terdistribusi normal, dan untuk kelompok kontrol adalah 0,774 sehingga p value > 0,05 maka data terdistribusi normal.
4.2.2 Uji Analisa Data Tabel 4.4 Tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan pada kelompok kontrol Kontrol Pengetahuan/ P Nilai Kelompok value Mean Median St.dev Min Max Pre 12,00 11,00 3,026 7 18 0,00 Post 15,15 15,00 2,033 10 19
Tabel 4.4 uji paired t-test menunjukkan nilai tingkat pengetahuan pada kelompok kontrol pre dan post intervensi dengan p value 0,00 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya ada perbedaan antara nilai pengetahuan kelompok kontrol sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan.
Tabel 4.5 Tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan pada kelompok perlakuan Perlakuan P Pengetahuan Nilai value / Kelompok Mean Median St.dev Min Max Pre 12,15 12,50 2,519 8 16 0,00 Post 22,05 23,00 3,034 17 25 Tabel 4.5 uji paired t-test menunjukkan nilai tingkat pengetahuan pada kelompok perlakuan pre dan post intervensi dengan p value 0,00 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya ada perbedaan antara nilai pengetahuan kelompok perlakuan sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan.
Tabel 4.6 Nilai sikap sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan pada kelompok kontrol Kontrol P Sikap/ Nilai value Kelompok Mean Median St.dev Min Max Pre 78,15 77,50 4,660 68 88 0,00 Post 84,70 85,00 4,669 73 93 Tabel 4.6 uji paired t-test menunjukkan nilai sikap pada kelompok kontrol pre dan post intervensi dengan p value 0,00 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya ada perbedaan antara nilai sikap kelompok kontrol sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan.
Tabel 4.7 Nilai sikap sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan pada kelompok perlakuan Perlakuan Sikap/ P Nilai Kelompok value Mean Median St.dev Min Max Pre 78,05 76,50 7,037 66 95 0,00 Post 95,85 97,00 3,924 85 100 Tabel 4.7 uji paired t-test menunjukkan nilai sikap pada kelompok perlakuan pre dan post intervensi dengan p value 0,00 <0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya ada perbedaan anatara nilai sikap kelompok perlakuan sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan.
Tabel 4.8 Beda tingkat pengetahuan setelah pendidikan kesehatan pada kelompok kontrol dan perlakuan Pengetahuan/ Mean N St. Deviasi P value Kelompok Kelompok kontrol 15,15 20 2,033 0,00 Kelompok perlakuan 22,05 20 3,034 Tabel 4.8 uji independent sample t test menunjukkan nilai pengetahuan pada kelompok kontrol dan perlakuan setelah dilakukan pedidikan kesehatan dengan p value 0,00 < 0,05 maka Ho ditolak, artinya ada perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
Tabel 4.9 Beda sikap setelah pendidikan kesehatan pada kelompok kontrol dan perlakuan Sikap/ Mean N St. Deviasi P value Kelompok Kelompok kontrol 84,70 20 4,669 0,00 Kelompok perlakuan 95,85 20 3,924
Tabel 4.9 uji independent sample t testmenunjukkan nilai sikap pada kelompok kontrol dan perlakuan setelah dilakukan pedidikan kesehatan dengan p value 0,00 < 0,05 maka Ho ditolak, artinya ada perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Usia Dari hasil penelitian ini bahwa kategori usia paling tinggi adalah 26 sampai 35 tahun sebanyak 17 responden. Kategori usia sebagian besar responden yaitu berada pada kategori masa dewasa awal, yang artinya cukup matang dalam berfikir (Depkes, 2009). Secara biologis merupakan masa puncak pertumbuhan fisik yang prima, karena didukung oleh kebiasaan-kebiasaan yang positif (Desmita, 2009). Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Dewi & Wawan, 2011). Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik (Notoatmodjo, 2005).
5.1.2 Tingkat Pendidikan Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan kedua kelompok sebagian besar berpendidikan menengah (SMA) yaitu sebanyak 75% dengan jumlah 30 responden. Dilihat dari level pendidikan,
55
pendidikan SMA bukan termasuk kategori pendidikan yang rendah tetapi menengah, hal ini kemungkinan disebabkan oleh ibu pada level pendidikan ini lebih cepat tanggap dan memilih untuk mencari pertolongan kefasilitas kesehatan yang lebih lengkap dibangdingkan dengan ibu dengan tingkat pendidikan rendah. Pendidikan perlu diidentifikasi untuk memastikan bahwa kelompok yang akan dibandingkan pada penelitian ini bersifat setara atau homogen. Tingkat
pendidikan
dipertimbangkan pengetahuan
menjadi
karena
seseorang
penting
tingkat (Dewi,
untuk
pendidikan 2008).
diidentifikasi dapat
Tingkat
atau
mempengaruhi
pendidikan
akan
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, karena semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi tingkat pengetahuannya (Oktarina, Hanafi & Budisuari, 2009).
5.1.3 Pekerjaan Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden bekerja sebagai ibu rumah tangga yaitu 47,5%, swasta 35% dan wiraswasta 17,5%. Mayoritas pekerjaan ibu adalah ibu rumah tangga, sehingga ibu memiliki waktu yang cukup untuk merawat anaknya. Secara naluri keinginan untuk merawat anak sangat tinggi, dimana ibu sebagai tokoh utama bagi anak. Keingintahuan cara merawat anak merupakan proses orangtua untuk mencari tahu melalui media seperti majalah, radio, televisi, dan koran (Gupta et al, 2005). Ibu yang bekerja akan berpengaruh
terhadap kehidupannya sehingga ibu yang bekerja tidak mempunyai waktu yang banyak untuk mendapatkan informasi (Notoatmodjo, 2005).
5.2 Gambaran pengetahuan responden kelompok kontrol dan perlakuan sebelum dilakukan pendidikan kesehatan Hasil analisa menunjukkan rerata pengetahuan sebelum dilakukan pendidikan kesehatan adalah 12,00 dengan SD=3,026 pada kelompok kontrol dan 12,15 dengan SD=2,519 pada kelompok perlakuan menunjukkan pengetahuan responden pada penelitian ini masih rendah, karena para responden belum mengetahui tentang shaken baby syndrome. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Pengetahuan
akan
terbentuk
setelah
orang
melakukan
penginderaan terhadap suatu objek atau informasi yang di dapat dari sumber informasi (Notoatmodjo, 2007).
5.3 Gambaran pengetahuan responden kelompok kontrol dan kelompok perlakuan setelah dilakukan pendidikan kesehatan Hasil analisa menunjukkan rerata pengetahuan setelah dilakukan pendidikan kesehatan adalah 15,15 dengan SD=2,033 pada kelompok kontrol dan 22,05 dengan SD=3,034 pada kelompok perlakuan menunjukkan pengetahuan responden pada penelitian ini meningkat. Sebelum pendidikan kesehatan rerata nilai pengetahuan 12,00 kelompok kontrol dan 12,15
kelompok perlakuan meningkat menjadi 15,15 kelompok kontrol dan 22,05 kelompok perlakuan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pengetahuan adalah pendidikan, informasi/media massa, lingkungan, pengalaman dan usia (Notoatmodjo, 2007). Pemberian informasi seperti pendidikan kesehatan dapat mengubah pengetahuan individu. Pendidikan kesehatan merupakan penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik belajar dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku seseorang (Munijaya, 2004). Penelitian lain dilakukan oleh Dewi menjelaskan bahwa pendidikan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang.
5.4 Gambaran sikap responden kelompok kontrol dan kelompok perlakuan sebelum dilakukan pendidikan kesehatan Hasil analisa menunjukkan rerata sikap sebelum dilakukan pendidikan kesehatan adalah 78,15 dengan SD=4,660 pada kelompok kontrol dan 78,05 dengan SD=7,037 pada kelompok perlakuan menunjukkan sikap responden pada penelitian ini masih rendah, karena responden belum dilakukan pendidikan
kesehatan,
responden
belum
mengetahui
dampak
dari
mengguncang bayi. Sikap adalah suatu reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007). Terbentuknya sikap seseorang didasarkan pada pengetahuan seseorang menerima informasi, semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki akan memberikan kontribusi
terhadap terbentuknya sikap yang baik (Djannah, Suryani & Purwati, 2009). Seseorang mempunyai sikap yang baik akan mempengaruhi perilaku seseorang baik secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan nilai kesehatan (Munijaya, 2004).
5.5 Gambaran sikap responden kelompok kontrol dan kelompok perlakuan setelah dilakukan pendidikan kesehatan Hasil analisa menunjukkan rerata sikap setelah dilakukan pendidikan kesehatan adalah 84,70 dengan SD=4,669 pada kelompok kontrol dan 95,85 dengan SD=3,924 pada kelompok perlakuan menunjukkan sikap responden pada penelitian ini meningkat. Sebelum dilakukan pendidikan kesehatan nilai rerata sikap responden adalah 78,15 kelompok kontrol dan 78,05 kelompok perlakuan, meningkat menjadi 84,70 kelompok kontrol dan 95,85 kelompok perlakuan. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, informasi/media massa, serta faktor emosional dari individu (Djannah, Suryani & Purwati, 2009). Sikap individu biasanya akan berubah setelah mendapatkan informasi dari orang lain.
Informasi
yang
bersifat
persuasif,
akan
menumbuhkan
mengembangkan sikap positif terhadap individu (Simamora, 2009).
dan
5.6 Beda tingkat pengetahuan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan setelah dilakukan pendidikan kesehatan Hasil analisa menggunakan paired sample t test menunjukkan nilai tingkat pengetahuan kelompok kontrol sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan adalah nilai p value 0,00 < 0,05 yang berarti terjadi perbedaan pada kelompok kontrol setelah dilakukan pendidikan kesehatan, namun tidak terjadi perbedaan yang signifikan karena rerata sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan hanya selisih angka yang sedikit yaitu 12,00 menjadi 15,15. Leaflet dapat membantu dengan melihat saja. Seseorang belajar sangat sedikit ketika mereka melihat media saja, tetapi mereka lebih mengerti ketika melihat dan mendengar apa yang harus mereka pelajari. Media leaflet disertai dengan gambar-gambar yang membantu kejelasan isi pesan dan menambah unsur menarik sebuah pesan kesehatan, tapi media ini belum mampu memberikan pengalaman yang nyata karena sifatnya yang statis (Zulkarnain, Yusi & Farida 2011). Hasil analisa dengan menggunakan paired sample t test nilai tingkat pengetahuan kelompok perlakuan sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan adalah nilai p value 0,00 < 0,05 yang berarti terjadi perbedaan pada kelompok perlakuan setelah dilakukan pendidikan kesehatan, hasil ini menunjukkan perbedaan yang signifikan karena rerata sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan selisih angka yang tinggi yaitu 12,15 menjadi 22,05.
Pengetahuan merupakan domain
yang sangat
penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2007). Peningkatan ranah pengetahuan (kognitif) terjadi karena ibu mendapatkan masukan informasi melalui dua indera sekaligus, yaitu penglihatan dan pendengaran. Perpaduan saluran informasi melalui mata mencapai 75% dan telinga 13% akan memberikan rangsangan yang cukup baik, sehingga dapat memberikan hasil yang optimal (Rinik, 2010). Penelitian lain dilakukan oleh Hodikoh 2003 menjelaskan bahwa pendidikan kesehatan dengan media ceramah dan media booklet dapat meningkatkan pengetahuan secara bermakna dengan nilai p < 0,05.
5.7 Beda sikap responden pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan setelah dilakukan pendidikan kesehatan Hasil analisa menggunakan paired sample t test menunjukkan nilai sikap kelompok kontrol sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan adalah nilai p value 0,00 < 0,05 yang berarti terjadi perbedaan pada kelompok kontrol setelah dilakukan pendidikan kesehatan, namun tidak terjadi perbedaan yang signifikan karena rerata sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan hanya selisih angka yaitu 78,15 menjadi 84,70. Peningkatan sikap responden yang tidak signifikan pada penelitian ini sejalan dengan penelitian Azwar (2003) yang menyatakan bahwa pesan yang ditunjukkan untuk mengubah sikap secara halus biasanya lebih berhasil
daripada pesan yang tampak berusaha memanipulasi responden, sehingga apabila responden menyadari usaha yang sengaja ingin mengubah sikap seseorang, maka orang tersebut akan berupaya menolaknya. Hasil analisa dengan menggunakan paired sample t test nilai sikap kelompok perlakuan sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan adalah nilai p value 0,00 < 0,05 yang berarti terjadi perbedaan pada kelompok perlakuan setelah dilakukan pendidikan kesehatan, hasil ini menunjukkan perbedaan yang signifikan karena rerata sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan selisih angka yang tinggi yaitu 78,05 menjadi 95,85. Efektivitas pendidikan kesehatan dapat dilihat dari adanya perubahan pengetahuan dan sikap individu setelah dilakukan pendidikan kesehatan (Maulana, 2009). Alasan terjadinya peningkatan skor sikap pada kelompok perlakuan disini adalah karena terjadi peningkatan aspek afektif (sikap) ibu yang diberi pendidikan kesehatan menggunakan media audio visual. Informasi yang mempengaruhi sikap tergantung dengan isi, sumber dan media informasi yang bersangkutan. Dalam pengertian, pesan yang disampaikan dalam proses informasi haruslah memiliki kemampuan untuk mempengaruhi keyakinan sasaran didik (Simamora, 2009). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Zulkarnaen, Yusi & Farida (2011) yang mengatakan bahwa penyuluhan dengan audio visual dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap pada ibu balita dibandingkan dengan ibu yang mengikuti penyuluhan dengan modul dan kontrol. Penyuluhan menggunakan audio visual seluruh responden 100% mengalami peningkatan
sikap terhadap IMD pada ibu hamil. Perubahan sikap dipengaruhi sejauh mana isi komunikasi atau rangsangan diperhatikam, dipahami dan diterima, sehingga memberi respon positif (Rahmawati dkk, 2007).
5.8 Perbedaan tingkat pengetahuan setelah dilakukan pendidikan kesehatan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan Hasil
analisa
menggunakan
independent
sample
t
test
menunjukkan nilai pengetahuan kelompok kontrol dan kelompok perlakuan setelah dilakukan pendidikan kesehatan menunjukkan nilai p 0,00 < 0,05 yang artinya Ho ditolak, artinya ada perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan setelah dilakukan pendidikan kesehatan. Rata-rata (mean) untuk kelompok kontrol adalah 15,15 dan untuk kelompok perlakuan adalah 22,05, artinya bahwa rata-rata nilai kelompok perlakuan lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Pada penelitian ini peneliti menggunakan alat bantu pendidikan kesehatan yaitu alat bantu lihat dan dengar (audio visual aids) pada kelompok perlakuan dan alat bantu leaflet pada kelompok kontrol. Penggunaan audio visual aids melibatkan semua alat indra, sehingga semakin banyak alat indra yang terlibat untuk menerima dan mengolah informasi, semakin besar kemungkinan isi informasi yang didapat dan dimengerti (Widia, 2012). Indera yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke dalam otak adalah mata. Kurang lebih 75%-87% pengetahuan manusia diperoleh melalui mata sedangkan 13%-25% lainnya tersalur melalui
alat indra yang lain. Media seharusnya mampu merangsang atau memasukkan informasi melalui indera, semakin banyak yang dirangsang maka masuknya informasi akan semakin mudah. Pemilihan audiovisual sebagai media pendidikan kesehatan dapat diterima baik oleh responden, media ini menggunakan alat indera yaitu mata dan telinga yang menampilkan gerak dan suara sehingga lebih menarik dan tidak monoton. Penelitian lain yang mendukung adalah terdapat pengaruh pemberian pendidikan kesehatan dengan media audio visual terhadap pengetahuan dan sikap ibu dalam penatalaksanaan balita dengan diare (Kapti, 2010). Leaflet adalah media yang berbentuk selembar kertas yang diberi gambar dan tulisan pada kedua belah sisi serta dapat dilipat sehingga praktis dan
mudah
dibawa,
tetapi
media
ini
hanya
dapat
diulang-ulang
pemahamannya dan tidak memilki efek gerak dan suara (Simamora, 2009). Berbeda dengan media audiovisual, leaflet hanya bisa diterima satu indera yaitu penglihatan sedangkan audiovisual mampu diterima oleh indera penglihatan sedangkan audiovisual mampu diterima oleh indera penglihatan dan pendengaran (Notoatmodjo, 2012).
5.9
Perbedaan sikap setelah dilakukan pendidikan kesehatan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan Hasil
analisa
menggunakan
independent
sample
t
test
menunjukkan nilai sikap kelompok kontrol dan kelompok perlakuan setelah dilakukan pendidikan kesehatan menunjukkan nilai p 0,00 < 0,05
yang artinya Ho ditolak, artinya ada perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan setelah dilakukan pendidikan kesehatan. Ratarata (mean) untuk kelompok kontrol adalah 84,70 dan untuk kelompok perlakuan adalah 95,85 artinya bahwa rata-rata nilai kelompok perlakuan lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Penelitian lain oleh Zulkarnaen (2009) yang mendukung adalah terdapat perbedaan sikap sebelum
dan sesudah dilakukan penyuluhan
menggunakan media video dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap IMD. Perubahan sikap dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu: sumber pesan, isi pesan dan penerima pesan. Sumber pesan dapat berasal dari seseorang, kelompok, institusi yang dapat dipercaya oleh penerima pesan, semakin percaya dengan orang yang mengirim pesan maka semakin mudah untuk dipengaruhi pemberi pesan. Sebagai contoh video adalah gabungan dari kata-kata, tulisan dan gambar yang disajikan dalam bentuk gerak sehingga pesan dapat mudah diterima karena lebih menarik dan tidak monoton (Notoatmodjo, 2012). Peningkatan sikap pada kelompok kontrol lebih sedikit, hal ini dipengaruhi dengan penggunaan media. Penggunaan media leaflet dirasa kurang menarik karena tidak mempunyai efek visual dan cenderung membosankan.
Seseorang
belajar
sangat
sedikit
ketika
mereka
mendengarkan atau melihat saja, tetapi mereka belajar sedikit lebih ketika melihat dan mendengar apa yang mereka harus pelajari (Efendi & Makhfudli, 2009). Leaflet dapat menimbulkan kesadaran akan suatu
persoalan umum tetapi tidak akan mengakibatkan perubahan karena orang yang membacanya tidak akan mengingat pesan tersebut dengan lingkungan pribadi mereka sendiri (Gibney dkk, 2009).
5.10 Keterbatasan Penelitian Kesulitan pada penelitian ini terletak pada pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan di Posyandu Dahlia dengan mengumpulkan para responden dalam satu tempat. Hal itu sulit karena banyaknya responden dan kesibukan responden saat proses pemeriksaan bayinya di Posyandu. Peneliti berusaha agar responden mau dikumpulkan jadi satu tempat. Jika proses pendidikan kesehatan berada dalam satu tempat, akan lebih mudah dalam menyalurkan informasi kepada responden, sehingga responden memahami apa yang disampaikan oleh peneliti.
BAB VI PENUTUP
6.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh pendidikan kesehatan melalui audiovisual tentang shaken baby syndrome terhadap tingkat pengetahuan dan sikap ibu. 1. Karakteristik ibu dengan anak berumur kurang dari 1 tahun berusia 26-30 tahun, sebagian besar pekerjaan ibu adalah ibu rumah tangga dan rata-rata tingkat pendidikan ibu adalah pendidikan menengah (SMA). 2. Sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan dan sikap yang masih rendah pada kedua kelompok sebelum dilakukan pendidikan kesehatan. 3. Sebagian besar responden terdapat peningkatan tingkat pengetahuan dan sikap setelah dilakukan pendidikan kesehatan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. 4. Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap ibu setelah dilakukan pendidikan kesehatan pada kelompok perlakuan dengan p value 0,00. Kelompok kontrol juga terdapat perbedaan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap ibu setelah dilakukan pendidikan kesehatan dengan p value 0,00.
67
5. Terdapat perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap ibu antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol setelah dilakukan pendidikan kesehatan dengan p value 0,00.
6.2 Saran 6.2.1 Masyarakat Masyarakat dapat memberikan gambaran dan mengaplikasikan pencegahan gerakan mengguncang pada bayi agar tidak terjadi shaken baby syndrome, dan dapat memberikan informasi kepada saudara atau tetagga yang lain. 6.2.2 Tenaga Kesehatan Perawat, tim medis atau tenaga kesehatan yang lain dapat menggunakan media
audiovisual
dalam
memberikan
penyuluhan
dalam
upaya
meningkatkan derajat kesehatan anak dan ibu. 6.2.3 Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat dimasukkan ke dalam materi tentang media pendidikan kesehatan sehingga meningkatkan praktikum tentang pendidikan kesehatan dengan berbagai jenis media dan pembuatan media yang sesuai dengan sasaran penyuluhan. 6.2.4 Peneliti Lain Peneliti lain sebaiknya melakukan penelitian saat responden mempunyai waktu luang diluar waktu posyandu, agar mempermudah peneliti mengambil data dan melakukan pendidikan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, R. 2013. Statistik Deskriptif Untuk Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika American Academy of Pediatric Committe on Child Abuse and Neglec. 2010 Shaken Baby Syndrome: Rotational cranial injuries-technical report. becoming a mother. AWHONN. JOGNN. Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Aziz, AH. 2014. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika Azwar, S. (2003). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Black DA, Heyman RE, Smith Slep AM. 2001. Risk factors for child physical abuse. Aggress Violent Behav. Carbaugh SF. 2004. Understanding shaken baby syndrome. Adv Neonatal Care Center for Disease Control and Prevention. 2010. National Center for Injury Prevention and Control, Division of Violence Prevention. Shaken Baby Syndrome. Christian, CW & Block, R ; Committen on Child Abuse and Neglect.”American Academy of Pediatric (May 2009).” Abusive head trauma in infants and children.”Pediatrics 123 (5) : 1409-11 Depkes, RI 2009, Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Dewi, NS 2008, ‘Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perubahan pengetahuan dan sikap dalam mencegah HIV/AIDS pada pekerja seks komersial’, Media Ners, Vol. 2, No. 1, Hal 15-22, diakses 16 Desember 2014, http://ejournal.undip.ac.id/index.php/medianers/articels. Dharma, Kusuma Kelana (2011).Metodologi Penelitian Keperawatan : Panduan Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta : Trans InfoMedia. Djannah S, Suryani D, Purwati D.A, 2009. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Pencegahan Penularan TBC pada Mahasiswa di Asrama Manokwari Sleman Yogyakarta, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Efendi, F & Makhfudli (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta : Salemba Medika Gipney, M.J dkk (2009). Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta : ECG Gupta, R.S., et.al (2005). Opportunities for health promotion education in child care. Official Journal of the American Academy of Pediatric, 4 (116), 449-505. Hodikoh, A (2003). Efektivitas Edukasi Post Natal dengan Metode Ceramah dan Media Booklet terhadap Peningkatan Pengetahuan, dan Perilaku Ibu tentang ASI dan Menyusui dalam Konteks Keperawatan Maternitas di Bogor Jawa Barat. Tesis tidak dipublikasikan
Hoffman, JM. A case of shaken baby syndrome after discharge from the newborn intensive care unit. Adv Neonatal Care. 2005. John Mercsh, MD. (2014). Shaken Baby Syndrome (Abusive Head Trauma), dibuat 20 Maret. complications and long-term effects of shaken baby syndrome.
Diakses
4
Januari
2015,
dari
http://www.medicinenet.com/shaken_baby_syndrome_abusive_head_tra uma/page5.htm Kapti, E.R (2010). Efektivitas Audiovisual sebagai Media Penyuluhan Kesehatan terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Ibu dalam Tatalaksana Balita dengan Diare di dua Rumah Sakit Kota Malang, tesis. Universitas Indonesia. Depok Keenan HT, Runyan DK, Marshall SW, Nocera MA, Merten DF, Sinal SH. A population-based study of inflicted brain injury in young children. JAMA 2003. Levine DA. Growth and development. In : Kliegman RM, Marcdante KJ, Jenson HB, Behrman RE. Nelson-essentials of pediatrics 5th edition. Philadelphia: Elsevier. 2007 Maulana, H.D.J. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta : ECG Mayo clinic. (2014). Shaken Baby Syndrome. Diakses 3 Januari 2015, dari http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/shakenbaby/syndrome/basics/risk-factors/con-20034461 Mercer, T.R. and Walker, L.O. (2006). A review of nursing intervention to foster Miehl NJ. (2005). Shaken Baby Syndrome. J Forensic Nurs
Moules, T & Ramsay, T. (2008). The textbook of children’s and young people’s nursing. (2nd ed). Victoria : Blackwell Notoatmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi . Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, S. (2007). Kesehatan Masyarakat : Ilmu dan Kiat. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo. S. (2012). Promosi kesehatan & ilmu perilaku. Jakarta: RinekaCipta. Oktarina, Hanafi & Budiasuari, M.A. 2009. Hubungan antara karakteristik responden, keadaan wilayah dengan pengetahuan, sikap terhadap HIV/AIDS pada masyarakat indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Volume 12 no.4, Oktober 2009. Rahmawati, Ira, Sudargo, Toto & Pramastri. (2007). Pengaruh Penyuluhan dengan Media Audiovisual tehadap Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Balita Gizi Kurang. Jurnal Gizi Klinik Indonesia (Vol 4, No 2). Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada. Rotegarad, A. (2007).Children in an isolation unit parent’s informational need. Nursing science Salmiah. S., 2009. Child Abuse . Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Simamora, H.R (2009). Buku Ajar Pendidikan dalam Kperawatan. Jakarta : ECG
Sirlan F. Survey pengetahuan, sikap dan praktek masyarakat di Jawa Barat terhadap kesehatan mata, tahun 2005. Ophthalmologica Indonesiana 2006 Valencia, H. (2012). Shaken Baby Syndrome, 05 Juli. Diagnosing Shaken Baby Syndrome.
Diakses
4
Januari
2015,
dari
http://www.healthline.com/health/shaken-baby-syndrome#Symptoms2 Wawan, A & Dewi (2010). Teori dan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika Widia lestari, NekaRitaAmelia, Siti Rahmalia, (2012). Efektifitas Pendidikan Kesehatan Tentang Asi Terhadap Tingkat Pengetahuan, Kemampuan Dan Motivasi Menyusui Primipara. PSIK Universitas Riau Zulkarnain, E dkk, (2010). Perbedaan Efektivitas antara Metode Penyuluhan dengan Flipchart dan Menggunakan Video Compact Disc (DVD) dalam Meningkatkan Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil terhadap Inisiasi Menyusui Dini. Diseminar nasional jampersal, Jember 26 November 2011.