IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA DI KOTA YOGYAKARTA (STUDI PADA SMK NEGERI 2 YOGYAKARTA DAN SMA NEGERI 9 YOGYAKARTA)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Fitri Utami NIM 12110241012
PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA OKTOBER 2016
i
ii
iii
iv
MOTTO
“Ketergesaan dalam setiap usaha membawa kegagalan.” (Herodotus) “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (Terjemahan dari QS. Al-Insyirah: 6-8)
v
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan anugerahNya, skripsi ini saya persembahkan kepada: 1. Ayahanda, Ibunda, dan Kakak tercinta yang selalu mencurahkan cinta, kasih sayang, dukungan, doa serta pengorbanannya 2. Para Dosen yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing 3. Alamamater tercinta, Universitas Negeri Yogyakarta 4. Agama, Nusa dan Bangsa
vi
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA DI KOTA YOGYAKARTA (STUDI PADA SMK NEGERI 2 YOGYAKARTA DAN SMA NEGERI 9 YOGYAKARTA) Oleh Fitri Utami NIM 12110241012 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) Implementasi Kebijakan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja di Kota Yogyakarta; 2) Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pelaksanaan Implementasi Kebijakan Sekolah. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 2 Yogyakarta dan SMA Negeri 9 Yogyakarta dengan subyek penelitian adalah Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan, Guru, Wali Kelas, Karyawan, dan Siswa. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara, observasi dan studi dokumen. Teknik analisis data menggunakan model interaktif Milles and Hubberman yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teknik keabsahan data dengan triangulasi sumber dan teknik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Implementasi Kebijakan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja tersusun dalam upaya penanggulangan kuratif berupa sosialisasi yang diberikan dari Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta; Kepolisian; serta Badan Narkotika Nasional. Upaya penanggulangan representatif berupa aturan-aturan sekolah yang diterapkan dalam keseharian serta harus ditaati oleh peserta didik. Upaya penanggulangan preventif berupa teguran bagi siswa yang melanggar peraturan tata tertib sekolah. 2) Faktor Pendukung: komitmen tinggi dari semua warga sekolah dan orangtua, relasi yang dijalin, serta partisipasi aktif dari semua pihak. Faktor Penghambat: sumber daya yang belum optimal, perbedaan penanganan antar pendidik, dan hukuman yang kurang tegas. Kata kunci: Kebijakan Sekolah, Kenakalan Remaja, Upaya Penananggulangan.
vii
KATA PENGANTAR Puji
syukur
penulis
panjatkan
ataskehadirat
Allah
SWT,
yang
telahmelimpahkan rahmat, taufik, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja di Kota Yogyakarta (Studi Pada SMK Negeri 2 Yogyakarta dan SMA Negeri 9 Yogyakarta)”. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Program Studi Kebijakan Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis sangat menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan, bimbingan dan bantuan atau dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian. 2. Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Program Studi Kebijakan Pendidikan yang telah memberi kelancaran dalam pembuatan skripsi ini. 3. Bapak Joko Sri Sukardi, M. Si. pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan, arahan, motivasi, saran, masukan, dorongan serta dengan sabar membimbing sehingga terselesaikan skripsi ini. 4. Bapak I Made Suatera, M.Si. pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan motivasi dalam penyelesaian studi. 5. Seluruh Dosen Program Studi Kebijakan Pendidikan yang telah memberikan wawasan, ilmu dan pengalamannya selama penulis mengikuti perkuliahan. 6. Kepala Sekolah dan segenap keluarga besar SMK Negeri 2 Yogyakarta dan SMA Negeri 9 Yogyakarta yang telah bekerjasama dan memberikan izin dalam proses penelitian skripsi ini. 7. Kedua orangtua tersayang Ibu Kasinem dan Bapak Mustamarudin serta kakakku Riyan Hananta yang selalu memberikan motivasi, perhatian, kasih sayang doa yang luar biasa dan dukungan serta pengorbanan.
viii
8. Sahabat-sahabatku Rini, Kiki, Eka, Rima, Lia, Hasrul yang telah berbagi suka, duka dan pengalaman serta selalu memberikan dorongan motivasi. 9. Teman-teman Kebijakan Pendidikan angkatan 2012 terima kasih atas doa dan dorongan semangatnya. 10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam segala hal yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Dengan segala keterbatasan pengetahuan, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan dalam penelitian ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Yogyakarta, 24 Oktober 2016
Penulis
ix
DAFTAR ISI hal HALAMAN JUDUL………………….…………………………………………....i HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ii HALAMAN PERNYATAAN ............................... Error! Bookmark not defined. PENGESAHAN ..................................................... Error! Bookmark not defined. MOTTO ...................................................................................................................v PERSEMBAHAN .................................................................................................. vi ABSTRAK ............................................................................................................ vii KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii DAFTAR ISI ............................................................................................................x DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .......................................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ................................................................................................. 7 C. Batasan Masalah ....................................................................................................... 8 D. Rumusan Masalah .................................................................................................... 8 E. Tujuan Penelitian ...................................................................................................... 9 F. Manfaat Penelitian .................................................................................................... 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Kebijakan Pendidikan ............................................................................. 11 1. Kebijakan .................................................................................................. 11 2. Pendidikan ................................................................................................. 12 3. Kebijakan Pendidikan ............................................................................... 14 4. Pendekatan dalam Analisis Kebijakan ...................................................... 15 B. Implementasi Kebijakan Pendidikan ................................................................... 17 1. Pengertian Implementasi ........................................................................... 17 2. Implementasi Kebijakan Pendidikan ......................................................... 18
x
3. Teori Implementasi Kebijakan .................................................................. 20 4. Pendekatan dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan .......................... 25 5. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi Kebijakan ........ 28 C. Tinjauan Tentang Remaja...................................................................................... 30 1. Pengertian Remaja ..................................................................................... 30 2. Tugas Perkembangan Remaja ................................................................... 31 D. Tinjauan Tentang Kenakalan Remaja .................................................................. 33 1. Kenakalan Remaja ..................................................................................... 33 2. Bentuk Kenakalan Remaja ........................................................................ 35 3. Faktor-Faktor Terjadinya Kenakalan ......................................................... 36 4. Dasar Hukum Penanggulangan Kenakalan Remaja................................... 41 5. Upaya-Upaya dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja ........................ 42 E. Penelitian yang Relevan ........................................................................................ 48 F. Kerangka Berfikir ................................................................................................... 50 G. Pertanyaan Penelitian ............................................................................................. 53 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ............................................................................................ 54 B. Setting Penelitian .................................................................................................... 55 C. Subyek Penelitian ................................................................................................... 55 D. Teknik Pengumpulan Data .................................................................................... 56 E. Instrumen Penelitian............................................................................................... 58 F. Teknik Analisis Data .............................................................................................. 61 G. Teknik Keabsahan Data ......................................................................................... 63 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Sekolah Lokasi Penelitian.................................................................... 65 B. Hasil Penelitian ....................................................................................................... 90 1. Implementasi Kebijakan Sekolah dalam menanggulangi Kenakalan Remaja ....................................................................................................... 90 2. Faktor Pendukung dan Penghambat Proses Implementasi Kebijakan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja ................................ 135 C. Pembahasan …..............................................................................................142 1. Implementasi Kebijakan Sekolah dalam menanggulangi Kenakalan Remaja ..................................................................................................... 142
xi
2. Faktor pendukung dan penghambat proses implementasi kebijakan sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja ................................ 163 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan…...............................................................................................Err or! Bookmark not defined. B. Saran…..........................................................................................................169 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................171 LAMPIRAN .........................................................................................................173
xii
DAFTAR TABEL hal Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Wawancara ............................................................59 Tabel 2. Kisi-Kisi Instrumen Observasi...............................................................60 Tabel 3. Kisi-Kisi Instrumen Analisis Dokumentasi ...........................................60 Tabel 4. Jumlah Peserta Didik SMK Negeri 2 Yogyakarta .................................71 Tabel 5. Data Prestasi Siswa Tahun 2014/2015...................................................72 Tabel 6. Pendidikan Terakhir Tenaga pendidik ...................................................73 Tabel 7. Data Struktur Organisasi SMK Negeri 2 Yogyakarta ...........................74 Tabel 8. Kondisi Sarana dan Prasarana SMK Negeri 2 Yogyakarta ...................75 Tabel 9. Data Jumlah Peserta Didik angkatan 2015/1016 ...................................83 Tabel 10. Prestasi siswa tahun 2013/2014 SMA Negeri 9 Yogyakarta .................84 Tabel 11. Keadaan Guru SMA Negeri 9 Yogyakarta ............................................85 Tabel 12. Keadaan karyawan SMA Negeri 9 Yogyakarta .....................................85 Tabel 13. Keadaan Sarana dan Prasarana SMA Negeri 9 Yogyakarta .................87 Tabel 14. Poin Sanksi Bagi Pelanggar Tata Terti SMK N 2 Yogyakarta ..............91 Tabel 15. Peraturan Tata Tertib SMA Negeri 9 Yogyakarta .................................96 Tabel 16. Data Keterlambatan Siswa 3 Mei 2016 ...............................................110 Tabel 17. Data Keterlambatan Siswa 18 April 2016 ...........................................113
xiii
DAFTAR GAMBAR hal Gambar 1. Bagan Kerangka Berfikir .....................................................................52 Gambar 2. Model Analisis Interaktif Miles and Hubberman ................................61 Gambar 3. Struktur Organisasi SMA Negeri 9 Yogyakarta ..................................86 Gambar 4. Siswa sedang menunggu jemputan ......................................................98 Gambar 5. Siswa yang tidak memakai atribut lengkap (dasi) .............................111 Gambar 6. Siswa yang tidakberpakaian rapi........................................................111 Gambar 7. Siswa tidak memakai sepatu hitam pada hari senin ...........................114 Gambar 8. Pemantauan aktivas warga sekolah dengan CCTV ............................121
xiv
DAFTAR LAMPIRAN hal Lampiran 1. Pedoman Wawancara ......................................................................174 Lampiran 2. Hasil Data Observasi .......................................................................177 Lampiran 3. Hasil Data Dokumentasi ..................................................................179 Lampiran 4. Catatan Lapangan ............................................................................180 Lampiran 5. Transkrip Wawancara Setelah Reduksi ...........................................194
xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi
yang semakin
pesat
dapat
menimbulkan
permasalahan salah satunya pada dunia pendidikan. Masalah yang terjadi bersifat komplek dan permasalahan tersebut biasanya terjadi pada kalangan remaja. Remaja merupakan suatu tahapan kehidupan yang bersifat peralihan dan tidak mantap, masa remaja juga merupakan masa rawan oleh pengaruh-pengaruh negatif. Namun masa remaja ini juga merupakan masa yang baik dalam mengembangkan potensi-potensinya menurut Sofyan S. Willis (2012: 1). Masa remaja merupakan masa dimana sikap keingantahuan yang besar dalam upaya menggali potensi yang dimilikinya. Remaja usia sekolah atau pelajar adalah remaja yang rawan akan masalah, baik masalah yang timbul dari lingkungan maupun teman sebaya. Permasalahan yang dialami remaja usia sekolah yang dipengaruhi oleh hal-hal negatif nantinya akan menjadi penyimpangan perilaku. Masalah kenakalan remaja di Indonesia cukup meresahkan masyarakat. Kondisi ini memberikan dorongan kepada pihak yang bertanggung jawab mengenai permasalahan ini seperti lembaga pendidikan (sekolah). Peran sekolah sangat penting dalam melakukan pencegahan kenakalan remaja dengan memberikan bimbingan kepada peserta didik. Sekolah harus memberikan pembinaan terhadap siswanya terutama siswa yang masuk dalam kategori melakukan penyimpangan. Sekolah adalah lingkungan sekunder anak remaja, karena menghabiskan waktunya hampir tujuh jam di lingkungan sekolah.
1
Perilaku menyimpang yang dialami remaja usia sekolah antara lain seperti; merokok, minum-minuman keras, tawuran antar pelajar, keluar lingkungan sekolah tanpa izin atau membolos, mengambil barang milik orang lain serta melakukan tindak kekerasan baik yang nampak maupun tidak seperti bullying. Perilaku membolos di sekolah dimasukkan dalam kategori kekerasan pendidikan karena melanggar peraturan sekolah khususnya saat jam pelajaran. Perilaku membolos ini akan menimbulkan perilaku kekerasan seperti tawuran antar pelajar. “Di Yogyakarta sendiri sebanyak 34 siswa membolos saat jam belajar yang terjaring razia Dinas Ketertiban Kota Jogja, selama 2016 hingga bulan Februari 2016. Sebagian besar mereka dirazia di warnet, kios game online. Ada juga di tempat tongkrongan, di warung makan dan di lapangan” kata kepala seksi pembinaan, ketentraman, dan ketertiban, Dinas Ketertiban Kota Jogja, Murjoko, seusai menggelar razia. (Meidani Dyah Natalia, Harian Jogja, 23 Februari 2016). Kasus-kasus
penyimpangan
tersebut
meresahkan
masyarakat
pada
umumnya dan lembaga pendidikan pada khususnya. Perilaku menyimpang yang dilakukan pelajar tidak sejalan dengan tujuan pendidikan yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS menyatakan bahwa: “Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.” Tujuan pendidikan tersebut tidaklah sesuai dengan perilaku menyimpang yang terus menerus terjadi dikalangan remaja. Perilaku penyimpangan pada remaja disebabkan karena karakter dari remaja itu sendiri yang masih kurang.
2
Seperti kedisiplinan dan tanggung jawab yang dimiliki anak remaja (siswa) masih dirasa kurang. Lembaga pendidikan merupakan wahana bagi pendidikan karakter. Pendidikan karakter itu harus dimiliki terutama oleh tenaga pendidik karena merupakan faktor tepenting dalam pendidikan. Perlunya kesadaran pentingnya penanaman pendidikan karakter di lingkungan sekolah agar tidak hanya menjadi pengetahuan saja. Pendidikan karakter akan menyentuh nurani siswa sehingga dapat mencegah munculnya perilaku yang tidak diinginkan. Mengenai masalah kenakalan remaja sudah menjadi program pemerintah untuk menanggulanginya. Pemerintah menaruh perhatian dengan mengeluarkan Bakolak Inpres No. 6/1871 pedoman 8, tentang pola penanggulangan kenakalan remaja. Pedoman mengenai kenakalan remaja sebagai berikut: “Kenakalan remaja adalah kelainan tingkah laku, perbuatan atau tindakan remaja yang bersifat asosial bahkan anti sosial yang melanggar norma-norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat.” Dalam Sofyan S. Willis (2012: 89). Pendidikan merupakan kekuatan di setiap individu yang mempengaruhi perkembangan fisiknya, daya jiwanya (akal, rasa dan kehendak), sosialnya dan moralitasnya menurut Dwi Siswoyo (2011: 53). Dunia pendidikan memainkan peran penting dalam kehidupan manusia terutama untuk menumbuhkan kecerdasan anak bangsa. Kasus kenakalan remaja sendiri mengalami kenaikan setiap tahunnya, hal tersebut membuat peranan pendidikan tidak berjalan dengan semestinya. Padahal dalam UU No. 35 Tahun 2014 atas perubahan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 9 ayat 1 secara tegas menyatakan (a), “setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari
3
kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain”.Sementara pasal 54 menegaskan bahwa “anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain”. Namun, masih terdapat tindak penyimpangan yang terjadi di lingkungan sekolah dan pelakunya adalah peserta didik. Usia sekolah merupakan korban cukup besar dari kasus kekerasan yang ada. Tak jarang anak usia sekolah bukan hanya menjadi korban tetapi juga menjadi pelaku kekerasan. Fenomena kenakalan remaja ini jika terus dibiarkan akan mengarah pada tindakan kriminal. Tindakan kenakalan tidak hanya dilihat dari perbuatan yang melawan hukum tetapi juga suatu perbuatan yang menyimpang norma masyarakat. Tindakan menyimpang mengarah pada terganggunya keamanan, ketertiban dan kenyamanan masyarakat. Kondisi-kondisi yang menyimpang dari peraturan sekolah yang dilakukan oleh siswa akan menimbulkan kecemasan dan keresahan khususnya bagi orangtua dan guru di sekolah. Masalah kenakalan remaja perlu perhatian dan penanganan yang serius melalui kerjasama semua pihak dan ikut bertanggung jawab baik orangtua siswa, guru dan lingkungan sekolah. Anak-anak remaja yang melakukan kejahatan itu kebanyakan kurang mempunyai kontrol diri. Kejahatan yang dilakukan bersifat kekerasan, agresif dan subyektif. Kebanyakan remaja menyalahgunakan kontrol diri dan melebih-lebihkan dirinya sendiri.
4
Kondisi tersebut memerlukan perhatian dari lembaga pendidikan, dengan merumuskan kebijakan dan program dalam melakukan kebijakan dan penanganan kenakalan remaja. Dinas Pendidikan yang merupakan kendali dari lembaga sekolah harus membuat kebijakan yang nantinya bekerjasama dengan sekolahsekolah. Menurut Hugh Heclo (dalam Arif Rohman 2014: 108), kebijakan adalah cara bertindak yang disengaja untuk menyelesaikan beberapa permasalahan. Permendikbud Penanggulangan
Nomor
Tindak
82
Tahun
Kekerasan
di
2015
tentang
Lingkungan
Pencegahan
satuan
dan
pendidikan,
memaparkan dalam menangani kekerasan dimulai dari penanggulangan terhadap (1) tindak kekerasan terhadap siswa; (2) tindak kekerasan yang terjadi di sekolah; (3) tindak kekerasan dalam kegiatan sekolah yang diluar sekolah; dan (4) tawuran antar pelajar, pemberian sanksi, dan pencegahan oleh sekolah. Sekolah menengah mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam membentuk konsep dan perilaku remaja. Sekolah menengah merupakan jalan kearah yang lebih luas yang akan dimasuki remaja. Pengaruh lingkungan sekolah pun menjadi besar, pengaruh sekolah diharapkan positif. Akan tetapi faktor lingkungan masyarakat dan keluarga sangat berpengaruh pada perkembangan anak remaja. Faktor lingkungan masyarakat berpengaruh besar terhadap perkembangan anak remaja. Kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja termuat dalam peraturan tata tertib sekolah. Tata tertib sekolah dibuat sebagai rambu-rambu bagi siswa dalam bertingkah laku, bersikap, bertindak, bertutur kata dan melaksanakan
5
aktifitas sehari-hari di sekolah dalam menciptakan suasana dan kutur sekolah yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar yang efektif. Berdasarkan hasil pra observasi peneliti melakukan wawancara dengan salah satu Waka Sekolah SMK Negeri 2 Yogyakarta merupakan sekolah yang mempunyai jumlah murid paling banyak di sekolah se-Kota Yogyakarta sehingga perilaku menyimpang di sekolah ini sering dilakukan. Seperti yang dipaparkan oleh karyawan SMK N 2 Yogyakarta bahwa: kenakalan remaja (siswa) seperti berkelahi karena dipancing oleh sekolah lain, melanggar peraturan di sekolah seperti membolos juga sering terjadi karena dengan jumlah murid yang banyak walaupun sudah dengan pengawasan yang ketat masih tetap terjadi. SMK N 2 Yogyakarta berupaya untuk menanggulangi kenakalan remaja ini dengan membuat peraturan pintu gerbang ditutup pukul 07.45 WIB dan pukul 17.00 WIB siswa harus meninggalkan lingkungan sekolah. Saat ini sekolah melakukan kegiatan ekstrakurikuler seperti karawitan dan menari, hal tersebut dilakukan agar siswa mempunyai kegiatan yang positif diluar jam pelajaran. Perilaku kenakalan remaja tidak hanya terjadi di tingkat Sekolah Menengah Kejuruan tetapi juga terjadi di Sekolah Menengah Atas. SMA N 9 Yogyakarta dulunya pernah terlibat kasus tawuran. Nama GanZa atau Sagan Zatoe identik dengan geng pelajar SMAN 9 Yogyakarta. Namun sekarang sekolah berupaya merubah dengan mencintai seni dan budaya lokal. Upaya sekolah ini menjadikan SMA N 9 Yogyakarta sebagai sekolah berbasis seni dan budaya atau The Art and Culture School. Sekolah menyadari budaya lokal semakin ditinggalkan sebagai dampak globalisasi dan perkembangan teknologi, sehingga sekolah mengambil
6
sikap untuk menanamkan kecintaan siswa terhadap budaya lokal tanpa menghilangkan nilai-nilai akademis. Sekolah memberi ruang studi bidang seni budaya seperti karawitan dan membatik.Pihaknya pun mulai menjalin kerjasama dengan lembaga pendidikan di luar negeri karena ketertarikan pada kesenian. Salah satunya, dengan Albany Senior High School, Western dan College Lectures Melbourne di Australia. Sekolah mengirimkan lima anak dan satu guru College Lecture Melbourne dan sebanyak 23 siswa, dua guru dan kepala sekolah ke Albani High Schooldalam rangka melakukan kunjungan (Nina Atmasari, Harian Jogja.com, 29 Februari 2016). Dengan adanya kondisi tersebut sekolah menerapkan kebijakan dan program-program dalam menanggulangi kenakalan remaja di SMK Negeri 2 Yogyakarta dan SMA Negeri 9 Yogyakarta. Namun strategi tersebut belum banyak diketahui oleh sekolah-sekolah yang belum mampu menanggulangi kenakalan remaja (siswa), sehingga perlu adanya identifikasi kebijakan yang diterapkan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut: 1. Pengaruh teman sebaya yang membawa dampak pola pikir dan perilaku, sehingga teman sebaya yang negatif akan memberikan pengaruh negatif. 2. Masih banyaknya kasus kekerasan yang terjadi dilingkungan sekolah seperti keluar sekolah tanpa izin atau membolos, merokok, tawuran antar pelajar, dan tindak kekerasan bullying.
7
3. Masih kurangnya fasilitas-fasilitas sekolah yang memberi wadah siswa dalam mengekspresikan hobinya. 4. SMK Negeri 2 Yogyakarta masih terdapat perilaku kenakalan (ikut gang dan melanggar peraturan). 5. SMA Negeri 9 Yogyakarta pernah terlibat tawuran dan perilaku melanggar peraturan sekolah. 6. Saat ini SMK Negeri 2 Yogyakarta dan SMA Negeri 9 Yogyakarta belum optimal dalam menanggulangi kenakalan, namun belum banyak yang mengetahui strategi yang digunakan oleh sekolah tersebut. C. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah diatas tidak semua dibahas dalam penelitian ini sehingga perlu dibatasi permasalahannya, agar pembahasan masalah lebih terfokus dan mendalam pada implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di Kota Yogyakarta (Studi padaSMK N 2 Yogyakarta dan SMA N 9 Yogyakarta). D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remajadi Kota Yogyakarta (studi padaSMK N 2 Yogyakarta dan SMA N 9 Yogyakarta)?
8
2. Apa saja faktor pendukung dan faktor penghambat dalam implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di Kota Yogyakarta (studi padaSMK N 2 Yogyakarta dan SMA N 9 Yogyakarta)? E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di Kota Yogyakarta (studi pada SMK N 2 Yogyakarta dan SMA N 9 Yogyakarta). 2. Mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat dalam implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di Kota Yogyakarta (studi pada SMK N 2 Yogyakarta dan SMA N 9 Yogyakarta). F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam memberikan sumbangan pikiran atau ide untuk mengembangkan teori-teori yang relevan dan memberikan sumbangan ilmu pada teori-teori yang sejenis di masa yang akan datang. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Dinas Pendidikan Penelitian ini dapat diharapkan dapat membantu Dinas Pendidikan untuk mengetahui bagaimana kebijakan penanggulangan kenakalan remaja yang dilaksanakan di sekolah.
9
b. Bagi Sekolah Penelitian ini dapat membantu evaluasi pada sekolah tentang pelaksanaan kebijakan penanganan kenakalan remaja agar dalam pelaksanaan berikutnya lebih baik lagi. c. Bagi Guru Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat menjadi motivasi dan bahan dalam pengajaran tidak menggunakan kekerasan dan agar guru dalam memberikan materi pelajaran tidak hanya memberikan materi formal.
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Kebijakan Pendidikan 1. Kebijakan Kebijakan merupakan serangkaian tujuan dan sasaran dari programprogram pemerintah. Pengertian kebijakan menurut Kartasamita (Joko Widodo, 2008: 13), merupakan upaya untuk memahami dan mengartikan apa yang dilakukan (atau tidak dilakukan) oleh pemerintah mengenai suatu masalah; apa yang menyebabkan atau yang mempengaruhi; dan apa pengaruh dan dampak dari kebijakan tersebut. Kebijakan adalah sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman tersebut bisa yang berwujud amat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat menurut Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB) dalam Arif Rohman ( 2014: 108). Kebijakan merupakan suatu kata benda asli dari deliberasi mengenaai tindakan (behavior) dari sesorang atau sekelompok pakar mengenai ramburambu tindakan dari seseorang atau lembaga untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu kebijakan mempunyai makna intensional. Oleh sebab itu, kebijakan mengatur tingkah laku seseorang atau organisasi dan kebijakan meliputi pelaksanaan serta evaluasi tindakan tersebut (H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho, 2008: 140). Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan merupakan serangkaian program pemerintah yang dilakukan atau
11
tidak dilakukan untuk memecahkan masalah atau hambatan-hambatan untuk mencapai tujuan tertentu, sehingga diperlukan adanya pelaksaan program dan evaluasi tindakan. 2. Pendidikan Menurut Dwi Siswoyo (2011: 17) pendidikan memainkan peranan yang penting didalam drama kehidupan dan kemajuan umat manusia. Pendidikan merupakan suatu yang dinamis dalam kehidupan setiap individu, yang mempengaruhi perkembangan fisiknya, daya jiwanya (akal, rasa dan kehendak), sosialnya dan moralitasnya. Pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam mempengaruhi kemampuan, kepribadian dan kehidupan individu dalam pertemuan dan pergaulannya dengan sesama dan dunia, serta dalam hubungannya dengan Tuhan. Menurut Riant Nugroho (2008: 20), pendidikan adalah sebuah kegiatan yang melekat kepada setiap kehidupan bersama, atau dalam bahasa politik disebut sebagai “Negara-bangsa”, dalam rangka menjadikan kehidupan bersama
tersebut
mempunyai
kemampuan
untuk
beradaptasi
dan
mengantisipasi perkembangan kehidupan. Pendidikan menurut Redja Mudyahardjo (Rulam Ahmadi, 2014: 37) adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu. Tujuan pendidikan disesuaikan dengan dimensi-dimensi kehidupan manusia. Setiap dimensi kehidupan (pembangunan) memiliki tujuan masing-
12
masing dan semua dimensi itu motor penggeraknya adalah manusia yang memilih, menentukan, dan melaksanakan pilihannya guna untuk mencapai tujuan hidup, baik tujuan kehidupan manusia secara umum maupun tujuan hidup secara spesifik (Rulam Ahmadi, 2014: 49). Tujuan pendidikan menurut A Tresna Sastrawijaya (1991) dalam Abdullah Idi (2013: 61) adalah mencakup kesiapan jabatan, ketrampilan memecahkan masalah, penggunaan waktu senggang dan sebagainya, karena setiap siswa mempunyai harapan yang berbeda. Sementara itu, tujuan pendidikan dengan bidang studi dapat dinyatakan lebih spesifik. Misalnya, untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi secara lisan dan tulisan tujuannya untuk membantu siswa berpartisipasi dalam masyarakat. Pendidikan memegang peranan penting dalam membentuk dan menciptakan masyarakat sesuai
yang diharapkan. Pendidikan dapat
mewujudkan cita-cita masyarakat melalui anak didik sebagai penerus masa depan. Salah satu peranan pendidikan dalam masyarakat adalah fungsi sosial yakni merupakan salah satu sarana pendidikan yang diharapkan masyarakat. Sekolah dalam menanamkan nilai-nilai terhadap tatanan tradisional masyarakat
berfungsi
sebagai
pelayanan
sekolah
untuk
melakukan
mekanisme kontrol sosial. Pendidikan juga diharapkan untuk memupuk iman dan taqwa, meningkatkan kemajuan dan pembangunan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan. Pendidikan diharapkan dapat mengembangkan wawasan anak, sehingga dapat membawa kemajuan
13
individu, masyarakat dan Negara uintuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan kegiatan yang menumbuhkan pengalaman-pengalaman sehingga anak-anak mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dalam perkembangan kehidupannya dan dapat mencapai kebahagiaan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal diharapkan dapat berfungsi sebagai pengembangan karakter dan wawasan anak. 3. Kebijakan Pendidikan Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan, dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk kurun waktu tertentu (H.A.R Tilaar & Riant Nugroho, 2008: 140). Menurut Arif Rohman (2014: 108), kebijakan pendidikan adalah bagian dari kebijakan Negara atau kebijakan publik pada umumnya. Kebijakan pendidikan merupakan kebijakan publik yang mengatur regulasi berkaitan dengan penyerapan sumber, alokasi dan distribusi sumber, serta pengaturan perilaku dalam pendidikan. Margaret E. Goertz mengemukakan bahwa kebijakan pendidikan berkenaan dengan efisiensi dan efektivitas anggaran pendidikan. Isu ini menjadi penting dengan meningkatkannya kritisi publik terhadap biaya pendidikan. Kebijakan pendidikan sebagai bagian dari kebiajakan publik,
14
yaitu kebijakan publik dibidang pendidikan. Kebijakan pendidikan harus sebangun dengan kebijakan publik. Kebijakan publik yaitu kebijakan pembangunan, maka kebijakan merupakan bagian dari kebijakan publik. Kebijakan pendidikan sebagai kebijakan di bidang pendidikan, untuk mencapai tujuan pembangunan Negara-bangsa di bidang pendidikan sebagai salah satu bagian dari tujuan pembangunan Negara bangsa secara keseluruhan menurut Riant Nugroho (2008: 37). Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan pendidikan adalah bagian dari kebijakan publik dalam bidang pendidikan dalam perumusan visi dan misi pendidikan serta efisiensi biaya untuk mencapai tujuan pendidikan. Kebijakan pendidikan merupakan dasar bagi pelaksanaan pendidikan yang tujuannya untuk menjadi pedoman bagi aktor pendidikan termasuk masyarakat. 4. Pendekatan dalam Analisis Kebijakan Analisis kebijakan dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, Solichin Abdul Wahab (2014: 46-59) mengemukakan pendekatan-pendekatan analisis kebijakan sebagai berikut: a. Pendekatan Proses Pendekatan
yang
Melakukan
analisis
berupaya terhadap
mengidentifikasi faktor-faktor
proses kebijakan. penentudalam setiap
tahapan kebijakan. Beragam masalah sosial dikenalisebagai masalah
kebijakan
yang
harus
diseleksi
suatu
untuk dipilah,
diimplementasikan oleh aparat pemerintah dalamberbagai level dari
15
sejumlah
institusi tertentu,
lalu dievaluasi danakhirnya diubah
berdasarkan evaluasi tersebut. b. Pendekatan Substansif Pendekatan ini berusaha menganalisis kebijakan padabagian tahap tertentu.
Pendekatan
yang
sengaja
menganalisisfaktor-faktor
penentu/determinan pada segi formulasi,implementasi, atau perubahan tertentu yang terjadi pada kebijakandi sektor lingkungan hidup. c. Pendekatan Logis-Positivis Pendekatan yang dikenal dengan pendekatan perilaku ataupendekatan keilmuan,
umumnya
mendukung
penggunaan
teori-teori, model-
model, pengujian hipotesis, pengolahan data mentah,metode komparatif, dan analisis statistik kaku yang didasarkanatas logika deduktif. Kemudian dengan itu dilakukan verifikasidan klarifikasi terhadap konsep inti tertentu yang dipergunakandalam analisis kebijakan. d. Pendekatan Ekonometrik Pendekatan ini bersandar pada teori atau pendekatanekonomi yang dipakai untuk memahami masalah politik.Pendekatan ini mencoba mengintegrasikan substansi penelitiankebijakan publik dengan metode keuangan publik atau keuanganNegara. e. Pendekatan Fenomenologis Pendekatan ini menegaskan bahwa dalam menganalisiskebijakan perlu menggunakan intuisi yang cerdas. Analisiskebijakan perlu ditekankan pada pemahaman terhadap kondisisosial dengan hipotesis
16
yang berjalan, bukan hanya prediksidengan hipotesis kaku. Perlu meningkatkan interaksi timbal balik (dialogis)
antara
peneliti
dan
objek studi, bukan hanyapengamatan satu arah tetapi dengan intuisi dan keterlibatan sosialtotal dalam memperoleh informasi yang relevan. f. Pendekatan Partisipatif Pendekatan
ini
menekankan
perlunya
melibatkanpenyertaan
kepentingan dan nilai-nilai yang lebih luas dariberagam pemangku kepentingan (stakeholder), yang terlibatdalam proses pengambilan keputusan kebijakan. Tujuan utamadari analisis partisipatif ini adalah untuk mengumpulkaninformasi yang berimbang (balance), sehingga para
pembuatkebijakan
komprehensif danmembuat
dapat
memikirkan
keputusan
yang
rekomendasi
yang
jauh
arif.
lebih
Pendekatan inimenekankan perlunya pelibatan seluruh aktor, berikut keberagaman nilai-nilai (preferensi, kepentingan ideologi) merekadalam proses pembuatan kebijakan. B. Implementasi Kebijakan Pendidikan 1. Pengertian Implementasi Implementasi merupakan proses penerimaan sumber daya tambahan sehingga dapat menghitung apa yang harus dikerjakan. Implementasi memerlukan dua tindakan yang harus dikerjakan secara berurutan. Pertama, merumuskan tindakan yang akan dilakukan dan kedua, melaksanakan tindakan yang sudah dirumuskan menurut Jones (Joko Widodo, 2008: 86).
17
Kamus Webster dalam Arif Rohman (2014:
134), implementasi
diartikan sebagai to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu), to give practical effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Sehingga implementasi adalah sebagai proses menjalankan keputusan kebijakan dan wujud keputusan kebijakan biasanya berupa undang-undang, instruksi presiden, peraturan pemerintah, peraturan menteri dan sebagainya. Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan biasanya berbentuk undang-undang atau berbentuk perintah-perintah atau keputusankeputusan yang penting. Keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin di atasi, menyebutkan sasaran/tujuan yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk mengatur proses implementasinya Mazmanian dan Sabatier (dalam Joko Widodo, 2008: 88). Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan sarana pelaksana keputusan yang berupa peraturanperaturan dengan melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan tahapan yaitu merumuskan tindakan dan kemudian melaksanakannya. 2. Implementasi Kebijakan Pendidikan Implementasi kebijakan menekankan pada suatu tindakan baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun individu (atau kelompok) yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan kebijakan sebelumnya. Pada tindakan ini berusaha menjalankan keputusan untuk mencapai perubahan dalam keputusan kebijakan tertentu menurut
18
Donald S. Van Mater dan Carl E. Va (Joko Widodo 2008: 86-87). Berdasarkan sumber yang sama Mazmanian dan Sabatier, implementasi kebijakan adalah memahami apa yang terjadi setelah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Pemahaman yang mencakup usahausaha untuk mengadministrasikannya dan menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian. Menurut Van Mater dan Van Horn (Arif Rohman, 2009: 134), implementasi kebijakan adalah keseluruhan tindakan yang dilakukan oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada pencapaian tujuan kebijakan yang telah ditentukan terlebih dahulu. Yakni tindakan-tindakan yang merupakan usaha sesaat untuk mentransformasikan keputusan kedalam istilah operasional, maupun usaha berkelanjutan untuk mencapai perubahan-perubahan besar atau kecil yang diamanatkan oleh keputusan-keputusan kebijakan. Selanjutnya, implementasi kebijakan pendidikan menurut Arif Rohman (2014: 135), merupakan proses yang tidak hanya menyangkut perilakuperilaku badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan kepada kelompok sasaran (target groups), melainkan juga menyangkut faktor-faktor hukum, politik, ekonomi, sosial yang langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku dari berbagai pihak yang terlibat dalam program. Yang kesemuanya itu menunjukkan secara spesifik dari proses implementasi yang sangat berbeda dengan proses formulasi kebijakan pendidikan.
19
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan pendidikan merupakan seluruh proses tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun individu atau kelompok untuk mencapai tujuan kebijakan yang telah ditetapkan. 3. Teori Implementasi Kebijakan Aktivitas
implementasi
dipengaruhi
beberapa
variabel
dalam
keberhasilannya. Teori implementasi menurut Hogwood dan Gun (Arif Rohman, 2001: 86), pencetus teori dengan menggunakan pendekatan “the top down approach”. Menurut kedua ahli ini, untuk dapat mengimplementasikan suatu kebijakan secara sempurna (perfect implementation) maka dibutuhkan banyak syarat. Syarat-syarat tertentu adalah: a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan/kendala yang serius. b. Untuk pelaksanaan suatu program, harus tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai. c. Perpaduan sumber – sumber yang diperlukan harus benar-benar ada atau tersedia. d. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang handal. e. Hubungan kausalitas tersebut hendaknya bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya. f. Hubungan saling ketergantungan harus kecil. g. Adanya pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. h. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat. i. Adanya komunikasi dan koordinasi yang sempurna. j. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna. Teori implementasi yang lain menurut Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (Subarsono, 2005: 99) ada lima variabel yang mempengaruhi
20
kinerja implementasi, yakni: (1) standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga kebijakan tidak kabur, sehingga tidak menimbulkan konflik di antara para agen implementasi; (2) sumber daya, implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya baik sumber daya manusia maupun sumber
daya
non-manusia;
(3)
hubungan
antar
organisasi,
dalam
implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instalasi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program; (4) karakteristik agen pelaksana, yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup birokrasi, normanorma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang sempurna itu akan memengaruhi implementasi suatu program;(5) kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak. Sedangkan, teori implementasi kebijakan dikemukakan oleh George C. Edwads III (1980)(dalam Subarsono, 2008: 90-92) Edwards mengajukan empat faktor atau variabel yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan yakni: a. Komunikasi. Keberhasilan kebijakan memasyarakatkan agar implementator mengetahui apa yang harus dilakukan. Informasi kebijakan publik perlu disampaikan kepada pelaku agar para pelaku kebijakan dapat mengetahui, memahami apa yang menjadi isi, tujuan, arah, kelompok sasaran (target
21
groups) kebijakan, agar para pelaku kebijakan dapat mempersiapkan dengan benar apa yang harus dipersiapkan dan lakukan untuk melaksanakan kebijakan publik agar apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai yang diharapkan. Sehingga akan mengurangidistorsi (penyimpangan) implementasi. Apabila suatu tujuan dan sasaran tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran kemungkinan akan terjadi resistensi (pertentangan) dari kelompok sasaran. b. Sumber Daya. Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementator kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sember daya tersebutberwujud sumber daya manusia, sumber daya keuangan dan sumber daya peralatan (gedung, peralatan, tanah dan suku cadang lain) yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan. 1. Sumber Daya Manusia Sumber
daya
(resources)
manusia
yakni
kompetensi
implementor merupakan salah satu variabel yang memengaruhi keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kebijakan.sumber daya manusia tersebut harus mengetahui apa yang harus dilakukan. Oleh karena itu, sumber daya manusia pelaku kebijakan (implementors) tersebut juga membutuhkan informasi yang cukup tidak saja berkaitan dengan bagaimana cara melaksanakan kebijakan, tetapi juga
22
mengetahui arti penting data mengenai kepatuhan pihak lain yang terlibat terhadap peraturan dan pengaturan berlaku. 2. Sumber Daya Anggaran Sumber daya anggaran mempengaruhi efektivitas pelaksanaan kebijakan, selain sumber daya manusia adalah dana (anggaran) dan peralatan
yang
pelaksanaan
diperlukan
untuk
membiayai
operasionalisasi
anggaran
menyebabkan
kebijakan.Keterbatasan
pelayanan juga terbatas kondisi tersebut juga menyebabkan para pelaku kebijakan tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal. 3. Sumber Daya Peralatan Sumber daya peralalatan merupakan sarana yang digunakan untuk operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang meliputi gedung, tanah, dan sarana yang semuanya akan memudahkan dalam memberikan pelayanan dalam implementasi kebijakan.Terbatasnya fasilitas dan peralatan yang diperlukan dalam pelaksanaan kebijakan, menyebabkan gagalnya pelaksanaan kebijakan. Terutama fasilitasfasilitas yang usang dalam teknologi informasi akan sulit untuk mendapatkan informasi yang akurat, tepat, andal, dan dapat dipercaya akan sangat merugikan pelaksanaan akuntabilitas. Terbatasnya fasilitas yang tersedia, kurang menunjang efisiensi dan tidak mendorong
motivasi
para
pelaku
dalam
melaksanakan
kebijakan.Sumber daya adalah faktor penting untuk implementasi
23
kebijakan agar efektif,tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal dikertas menjadi dokumen saja. c. Disposisi. Disposisi
adalah
watak
dan
karakteristik
yang
dimiliki
implementator seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementator memiliki disposisi yang baik, maka dia akan menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementator memiliki sikap yang berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi kebijakan tidak efektif. Terdapat tiga macam elemen respon yang dapat memengaruhi keinginan dan kemauan untuk melaksanakan suatu kebijakan, antara lain terdiri atas pengetahuan (cognitive), pemahaman dan pendalaman (comprehension and understanding) terhadap kebijakan; arah respon mereka apakah menerima, netral atau menolak (acceptance, neutrality, and rejection); intensitas terhadap kebijakan. d. Struktur Birokrasi. Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu kebijakan cukup dan para pelaksana (implementor) mengetahui apa dan bagaimana cara melakukannya, serta mereka mempunyai keinginan untuk melakukannya. Namun implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif karena adanya tidak efisiennya struktur birokrasi. Struktur birokrasi ini mencakup aspek-aspek seperti struktur organisasi, pembagian
24
kewenangan, hubungan antara unit-unit organisasi yang ada dalam organisasi yang bersangkutan, dan hubungan organisasi dengan dengan organisasi luar dan sebagainya. Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah prosedur operasi yang standar (standar operating procedures
atau SOP). SOP
menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak. Keempat variabel tersebut juga saling berhubungan satu sama lain. Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa teori implementasi
kebijakan
merupakan
aktivitas
implementasi
yang
dipengaruhi oleh beberapa variabel dalam mencapai keberhasilan. Teori implementasi kebijakan yang dipakai dalam proses implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja adalah teori Edward III, karena di dalam teori ini mencakup aspek komunikasi, sumber daya, disposisi atau karakteristik dan struktur birokrasi dalam pelaksanaan kebijakan. 4. Pendekatan dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Beberapa ahli ilmu sosial menyebutkan ada empat pendekatan dalam proses implementasi kebijakan umumnya dan kebijakan pendidikan khususnya sebagaimana telah diungkapkan Solichin yaitu : (a) pendekatan structural, (b) pendekatan prosedural dan manajerial, (c) pendekatan perilaku,
25
dan (d) pendekatan politik. Adapun pendekatan yang disebutkan Solichin (Arif Rohman, 2014: 140-145) adalah: a) Pendekatan Struktural (Structural Approach) Pendekatan ini memandang bahwa kebijakan pendidikan harus dirancang, di implementasikan di kendalikan dan di evaluasi secara struktural. Pendekatan ini menekankan pentingnya komando dan pengawasan menurut tahapan atau tingkatan dalam struktur masingmasing organisasi. Namun titik lemah dari pendekatan struktural ini ini adalah, proses pelaksanaan implementasi menjadi kaku, terlalu birokratis dan kurang efisien. b) Pendekatan Prosedural dan Manajerial (Procedural and Managerial Approach) Pendekatan prosedural dan manajerial ini tidak mementingkan penataan struktur-struktur birokrasi pelaksana yang cocok bagi implementasi program, melainkan dengan upaya mengembangkan proses-proses dan prosedur-prosedur manajerial beserta teknik-teknik manajemen yang tepat. Ada tiga prosedur langkah-langkah yang tepat didalam
proses
implementasi
kebijakan.
Setelah
dilakukannya
identifikasi masalah serta pemilihan kebijakan yang dilihat dari sudut biaya dan efektifitasnya paling memenuhi syarat. Ketiga prosedur tersebut meliputi: 1) Membuat desain program beserta perincian tugas dan perumusan tujuan yang jelas, penentuan ukuran prestasi kerja, biaya, dan waktu;
26
2) Melaksanakan program kebijakan dengan cara mendayagunakan struktur-struktur dan personalia, dana dan sumber-sumber, prosedurprosedur dan metode-metode yang tepat; 3) Membangun sistem penjadwalan, monitoring, dan sarana-sarana pengawasan yang tepat guna menjamin bahwa tindakan-tindakan yang tepat dan benar dapat segera dilaksanakan. c) Pendekatan Perilaku Pendekatan perilaku meletakkan dasar semua orientasi dari kegiatan implementasi kebijakan pada perilaku manusia sebagai pelaksana, bukan pada organisasinya sebagaimana pendekatan struktural atau pada teknik manajemennya sebagaimana pendekatan prosedural dan manajerial di atas. Pendekatan perilaku ini berasumsi bahwa upaya implementasi kebijakan yang baik adalah bila perilaku manusia beserta segala sikapnya juga harus dipertimbangkan dan dipengaruhi agar proses implementasi kebijakan tersebut dapat berlangsung baik. d) Pendekatan Politik Pendekatan ini lebih melihat pada faktor-faktor politik atau kekuasaan
yang
dapat
memperlancar
atau
menghambat
proses
implementasi kebijakan. Pendekatan politik dalam proses implementasi kebijakan, memungkinkan digunakannya paksaan dari kelompok dominan. Proses implementasi kebijakan tidak bisa hanya dilakukan dengan
komunikasi
interpersonal
sebagaimana
disyaratkan
oleh
pendekatan perilaku, bila problem konflik dalam organisasi tadi bersifat
27
endemik. Maka hadirnya kelompok dominan dalam organisasi akan sangat membantu, apalagi kelompok yang berkuasa/dominan tadi akan sangat diperlukan. Apabila tidak ada kelompok dominan, mungkin implementasi kebijakan akan berjalan secara lambat dan bersifat inkremental. Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pendekatan implementasi kebijakan pendidikan dapat dilakukan dengan pendekatan struktural, pendekatan prosedural dan manajerial, pendekatan perilaku dan pendekatan politik. 5. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi Kebijakan Proses implementasi kebijakan merupakan proses yang menentukan sekaligus menengangkan. Proses ini menjadi penting disebabkan menjadi akhir dari semua kebijakan yang sudah diambil selalu pada tahap implementasi. Dalam implementasi ini, menurut Arif Rohman (2009: 147149) perlu kiranya dianalisis faktor-faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi proses kegagalan dan keberhasilan implementasi kebijakan. Bagaimana meminimalkan kegagalan dan memaksimalkan keberhasilan dalam proses implementasi. Ada tiga faktor yang biasanya menjadi sumber kegagalan dan keberhasilan, yaitu: (a) faktor yang terletak pada rumusan kebijakan, (b) faktor yang terletak pada personil pelaksana, dan (c) faktor yang terletak pada sistem organisasi pelaksana. Faktor pertama berkaitan dengan rumusan kebijakan yang telah dibuat oleh para pengambil keputusan (decicion maker). Menyangkut apakah
28
rumusan kalimatnya jelas tau tidak, tujuannya tepat atau tidak, sasarannya tepat atau tidak, mudah difahami atau tidak, terlalu sulit dilaksanakan atau tidak, dan sebagainya. Pembuat kebijakan harus terlebih dahulu mencapai beberapa konsensus diantara mereka mengenai tujuan-tujuan, serta informasi yang cukup untuk mencapai tujuan. Faktor kedua dari penentu kegagalan dan keberhasilan implementasi adalah pada personil pelaksananya. Yakni yang menyangkut tingkat pendidikan, pengalaman, motivasi, komitmen, kesetiaan, kinerja, kepercayaan diri, kebiasaan-kebiasaan, serta kemampuan kerjasama dari para pelaku pelaksana kebijakan tersebut. termasuk dalam faktor personil pelaksana adalah latar belakang budaya, bahasa, serta ideologi kepartaian dari masingmasing. Kesemuanya itu akan sangat mempengaruhi cara kerja mereka secara kolektif dalam menjalankan misi implementasi kebijakan. Faktor implementasi
ketiga
yang
kebijakan
menyangkut jaringan
menentukan
adalah
faktor
kegagalan
dan
keberhasilan
organisasi
pelaksana.
Yakni
sistem, hirarki, kewenangan masing-masing peran,
model distribusi pekerjaan, gaya kepemimpinan dari pimpinan organisasinya, aturan main organisasi, target masing-masing tahap yang ditetapkan, model monitoring yang biasa dipakai, serta evaluasi yang dipilih. Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan dan keberhasilan implementasi kebijakan ada tiga faktor yakni: faktor rumusan kebijakan, personil pelaksana dan faktor organisasi pelaksana.
29
C. Tinjauan Tentang Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja adalah perkembangan manusia dari masa kanak-kanak menuju dewasa yang disebut juga sebagai usia transisi. Seorang individu, telah meninggalkan usia kanak-kanak yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu keusia yang kuat dan penuh tanggung jawab, baik terhadap dirinya maupun terhadap masyarakat. Banyaknya masa transisi ini bergantung kepada keadaan dan tingkat sosial masyarakat dimana ia hidup. Semakin maju masyarakat semakin panjang usia remaja, karena ia harus mempersiapkan diri untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat yang banyak syarat dan tuntutannya, menurut Zakiah Daradjat dalam Sofyan S. Willis (2012: 23). Remaja adalah masa transisi/ peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial. Secara kronologis yang tergolong remaja ini berkisar antara usia 12/13 -21 tahun. Untuk menjadi orang dewasa, mengutip pendapat Erikson, maka remaja akan melalui masa krisis dimana remaja berusaha untuk mencari identitas diri (Agoes Dariyo, 2004: 13-14). Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja menurut Hurlock dalam Rita Eka I. (208: 124), masa remaja awal berlangsung pada usia 13 tahun sampai 16 tahun dan masa remaja akhir berusia 17 tahun sampai 18 tahun. Masa remaja merupakan masa sebagai mencari identitas diri sehingga remaja ingin menunjukkan siapa
30
dirinya dan peranannya di dalam masyarakat. Usia bermasalah juga merupakan sebutan bagi remaja terutama pada remaja akhir yang akan memasuki masa dewasa sehingga mereka berperilaku seperti orang dewasa. Sekolah menengah merupakan masa remaja akhir yaitu usia 16 sampai 18 tahun. Masa remaja ditinjau dari rentang kehidupan manusia merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Sifat-sifat remaja sebagian sudah tidak menunjukkan sifat kanak-kanak, tetapi juga belum menunjukkan sifat-sifat sebagai orang dewasa.Masa remaja merupakan salah satu fase dalam rentang perkembangan manusia yang terentang sejak masih dalam kandungan sampai meninggal dunia. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa tersebut anak akan mengalami gejolak sehingga perlu adanya perhatian dan pengarahan dari orang yang lebih dewasa agar anak dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. 2. Tugas Perkembangan Remaja Masa remaja seringkali disebut masa terombang-ambing dimana anak mau masuk ke dewasa masih sulit. Remaja meninggalkan masa kanak-kanak dan sedang berkembang menuju masa dewasa mengalami beberapa masalah yang menyangkut pertumbuhan jasmani dan perkembangan jiwanya. Remaja sebagai periode transisi antara masa kanak-kanak ke masa dewasa. Robert Havighurst (1972) dalam Sarlito Wirawan (2005: 40-41) mengemukakan
31
suatu teori yang dinamakan teori tugas perkembangan. Dalam teori ini dikatakan bahwa setiap individu, pada setiap tahap usianya mempunyai tujuan untuk mencapai suatu kepandaian, ketrampilan, pengetahuan, sikap, dan fungsi tertentu. Adapun tugas-tugas perkembangan menurut Robert Havighurst dalam Sarlito Wirawan Sarwono (2005: 40-41), yaitu (1) menerima kondisi fisik dan memanfaatkan tubuhnya secara efektif, (2) menerima hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya dari jenis kelamin yang manapun, (3) menerima peran jenis kelamin masing-masing (laki-laki atau perempuan), (4) berusaha melepaskan diri dari ketergantungan emosi terhadap orangtua atau orang dewasa lainnya, (5) mempersiapkan karir ekonomi, (6) mempersiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga, (7) merencanakan tingkah laku sosial yang bertanggung jawab, dan (8) mencapai sistem nilai dan etika tertentu sebagai pedoman tingkah lakunya. Masa remaja mempunyai ciri yang berbeda dengan masa sebelumnya dan sesudahnya. Hurlock (1991: 207-209) dalam Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 124-126) menjelaskan ciri-ciri tersebut yakni (1) masa remaja sebagai periode penting, (2) masa remaja sebagai periode peralihan, (3) masa remaja sebagai periode perubahan, (4) masa remaja sebagai masa mencari identitas, (5) usia bermasalah, (6) usia yang menimbulkan ketakutan/kesulitan, (7) masa yang tidak realistik, dan (8) masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa masa remaja merupakan masa individu mempersiapkan untuk hidup dan berguna bagi
32
masyarakat dan bangsa. Adapun tugas perkembangan remaja dimana setiap tahap usianya mempunyai tujuan untuk mencapai kepandaian, ketrampilan dan pengetahuan. Tugas perkembangan remaja antara lain; remaja dapat menerima kondisi fisiknya, hubungan yang lebih matang, peranannya, tidak bergantung, mempersiapkan karir, dan kehidupan selanjutnya. D. Tinjauan Tentang Kenakalan Remaja 1. Kenakalan Remaja Kenakalan remaja atau juvenile delinquency berasal dari kata Juvenile dari bahasaLatin Juvenilis artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode muda. Delinquent berasal dari kata Latin “delinquere”, yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas menjadi jahat, kriminal, pelanggar aturan, pembuat rebut.Juvenile Delinquency ialah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda yang disebabkan oleh satu bentuk pengabdian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk-bentuk perilaku yang menyimpang menurut Kartini Kartono (2013: 6). Cavan (1962) (dalam Sofyan S. Willis, 2012: 88-89), kenakalan anak dan remaja disebabkan kegagalan mereka dalam memperoleh penghargaan dari masyarakat tempat mereka tinggal. Penghargaan yang mereka harapkan ialah tugas dan tanggung jawab seperti orang dewasa. Mereka menuntut suatu peranan sebagaimana dilakukan orang dewasa. Tetapi orang dewasa tidak dapat memberikan tanggung jawab dan peranan tersebut, karena belum
33
adanya rasa kepercayaan. Perasaan kurang dihargai tersebut membuat penyimpangan-penyimpangan perilaku terhadap remaja. Menurut Kusumanto, juvenile delinquency atau kenakalan anak dan remaja adalah tingkah laku individu yang bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat umum yang dianggap sebagai acceptable dan baik oleh semua lingkungan
atau
hukum
yang
berlaku
disuatu
masyarakat
yang
berkebudayaan. Menurut Sofyan S. Willis (2012: 90) kenakalan remaja ialah tindak perbuatan remaja yang bertentangan
dengan hukum, agama dan norma-
norma masyarakat, sehingga akibatnya akan merugikan orang lain, mengganggu ketentraman umum dan merusak dirinya sendiri. Menurut B. Simanjutak, pengertian “juvenille deliquency” ialah: Suatu perbuatan disebut delinquent apabila perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat dimana ia hidup, suatu perbuatan yang anti sosial dimana di dalamnya terkandung unsur anti normatif. Sedangkan Bimo Walgito (1982: 2), merumuskan arti selengkapnya dari “juvenille deliquency” yakni: Tiap perbuatan yang bila dilakukan oleh orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan kejahaatan, jadi perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh anak , khususnya remaja. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja adalah perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum, agama dan peraturan-peraturan serta norma yang dapat menimbulkan keresahan bagi
34
masyarakat, kenakalan pelajar ialah perbuatan-perbuatan peserta didik yang menyimpang dari aturan-aturan sekolah seperti keluar lingkungan sekolah tanpa izin saat jam kegiatan pembelajaran berlangsung, membolos dan melanggar peraturan sekolah seperti tidak disiplin dalam berpakaian. 2. Bentuk Kenakalan Remaja Tindakan kenakalan yang terjadi pada remaja memiliki kategori yang berbeda-beda. perbedaan tersebut dikarenakan oleh banyak hal seperti; ekonomi,
sosio-kultural,
norma,
dan
kehidupan
masyarakat.Delinkuenmerupakan produk konstitusi mental serta emosi yang sangat labil dan detektif, sebagai akibat dari pengkondisisan lingkungan yang buruk terhadap pribadi anak. Wujud perilaku delinkuen ini menurut Kartini Kartono (2013: 21-22) adalah: 1. Kebut-kebutan di jalanan yang mengganggu keamanan lalu lintas, membahayakan jiwa sendiri serta orang lain 2. Perilaku ugal-ugalan, berandalan, urakan yang mengacaukan ketentraman lingkungan sekitar. Tingkah laku ini bersumber pada kelebihan energi dan dorongan yang tidak terkendali serta kesukaan menteror lingkungan. 3. Perkelahian yang kadang-kadang memakan korban jiwa. 4. Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan atau bersembunyi ditempat-tempat terpencil sambil melakukan tindakan negatif. 5. Kriminalitas anak dan remaja antara lain berupa pengancaman, memeras, mencuri, tindak kekerasan dan pelanggaran lainnya. 6. Berpesta pora, sambil mabuk-mabukan, melakukan hubungan seks bebas yang menganggu lingkungan. 7. Kecanduan dan ketagihan narkotika yang erat bergandengan dengan kejahatan. Menurut Imam Musbikin yang dikutip Ike Wulandari dalam Imam Musbikin (2013: 15), bentuk kenakalan yang sering dilakukan oleh siswa remaja
diantaranya
membolos,
ngobrol/ramai
35
pada
jam
pelajaran
berlangsung, merokok, tidak mengerjakan PR sekolah, tidak memakai ikat pinggang dan kaos kaki, sering terlambat datang kesekolah dan pacaran. Sedangkan menurut Sarlito Wirawan Sarwono (2005: 209), terdapat empat bentuk kenakalan remaja antara lain: a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain seperti: perkelahian, pemerkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain; b. Kenakalan yang menimbulkan korban materi, seperti: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain; c. Kenakalan sosial yan tidak menimbulkan korban, seperti: pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks tanpa pernikahan, dan sebagainya. d. Kenakalan yan melawan status, seperti: sebagai pelajar sering membolos, sebagai anak melawan orangtua, dan lain sebagainya. Bentuk-bentuk kenakalan remaja (siswa) di atas dapat disimpulkan bahwa kenakalan dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang, dan berat. Bentuk kenakalan lainnya seperti kenakalan yang menimbulkan korban fisik, korban materi, kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban, dan kenakalan melawan status. 3. Faktor-Faktor Terjadinya Kenakalan Perkembangan remaja dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa mengalami permasalahan baik dalam pertumbuhan jasmani maupun kejiwaannya, sehingga perlu mendapat bimbingan. Bimbingan berupa pengarahan anak pada pilihannya yang cocok untuk mendapat moral yang lebih baik. Masalah remaja terjadi tidak hanya dari dalam individu itu sendiri tetapi juga dari faktor luar termasuk lingkungan atau masyarakat setempat.
36
Kanakalan
remaja
merupakan
tindakan
penyimpangan
yang
mempunyai sebab-sebab tertentu. Berikut teori-teori sebab terjadinya kenakalan remaja menurut Kartini Kartono (2013: 25-31) antara lain adalah: a. Teori biologis, tindakan penyimpangan pada anak-anak dan remaja muncul karena faktor jasmani yang dibawa sejak lahir. Melalui pewarisann dari gen orangtua. b. Teori psikogenis, penyebab tidakan penyimpangan pada anak atau remaja bisa juga dari faktor dari aspek kejiwaannya. Kecenderungan pada sikapsikap motivasi, fantasi dan ciri kepribadian. Anak delinkuen ini banyak dilakukan karena dorongan konflik batin. c. Teori Sosiogenis, pendapat sosiolog, anak delinkuen dipengaruhi karena pengaruh struktur sosial peranan sosial, maupun tekanan dari kelompok. Hal ini mudah terjadi karena remaja memiliki struktur kejiwaan yang sangat labil. d. Teori Subkultur Delinkuensi, kebudayaan yang menyangkut norma dan nilai yang membentuk tingkah laku. Perilaku delinkuen ini muncul karena kehidupan masyarakat yang padat. Permasalahan kasus sosialekonomi, lingkungan perkampungan yang buruk juga menimbulkan kenakalan remaja. Menurut Soerjono Soekamto (Emile H Tambunan, 1987: 23-24) masalah kenakalan bukanlah masalah yang berdiri sendiri, akan tetapi merupakan bagian dari masalah-masalah sosial lainnya yang dihadapi oleh masyarakat.
37
Faktor penyebab kenakalan remaja tidak terlepas dari keadaan masyarakat, terkadang masyarakat itulah yang membentuk baik buruknya manusia. Masyarakat yang menjunjung tinggi nilai moral, hal tersebut tentu berpengaruh pada anak-anak. Nilai-nilai moral itu akan mendidik anak menjadi manusia yang berakhlak dan suka menjunjung tinggi kesusilaan. Tetapi sering terjadi hal-hal yang tidak diinginkan akibat tindakan anak-anak nakal hingga masyarakat lain merasa terganggu, sehingga kenakalan menjadi masalah sosial. Kenakalan remaja terjadi terutama karena tidak sesuainya cita-cita remaja dengan sarana-sarana untuk mencapai cita-cita tersebut. Kenakalan remaja merupakan masalah sosial yang tidak harus dihadapi oleh masyarakat, tetapi
peran
orangtua
sangat
penting
untuk
membimbing
dan
mempertahankan nilai-nilai moral serta pengarahan pada hal-hal yang positif. Kejahatan anak-anak remaja bisa berasal dari; pendidikan yang tidak menekankan pendidikan watak dan kepribadian anak, kurangnya usaha orangtua dalam menanamkan moralitas dan kenyakinan bergama bagi anakanak, dan kurang ditumbuhkannya tanggung jawab sosial pada remaja. Anakanak remaja yang melakukan kejahatan itu kebanyakan kurang mempunyai kontrol diri. Kejahatan yang dilakukan bersiftat kekerasan, agresif dan subyektif. Kebanyakan remaja menyalahgunakan kontrol diri dan melebihlebihkan dirinya sendiri. Faktor lingkungan sekolah juga merupakan penyebab terjadinya kenakalan siswa remaja, dimana lingkungan sekolah yang membuat tidak
38
nyaman siswa selama berada di sekolah. Hal ini membuat siswa akan merasa malas untuk pergi kesekolah atau memasuki kelas, membolos, ingin meninggalkan sekolah lebih dini (putus sekolah), tidak mempunyai tujuan dan dan cita-citanya menjadi kabur. Ada beberapa faktor di lingkungan sekolah yang tidak menyenangkan siswa antara lain adalah: a. Peranan guru, guru memegang peranan penting dalam usaha membina anak-anak remaja. fungsi guru bukan hanya sebagai pembagi ilmu atau pendidik yang bukan saja bertanggung jawab dalam pembinaan mental, fisik, dan sosial tetapi guru ikut serta membangun manusia seutuhnya. b. Fasilitas sekolah, sekolah harus melengkapi fasilitas dengan alat peraga, olahraga, laboratorium, kegiatan-kegiatan yang dapat menyalurkan bakat dan kegemaran anak yang semua itu untuk membuat anak senang tinggal di sekolah dan suka belajar berkat suasana dan fasilitas-fasilitas yang cukup. Selain bahaya yang muncul dimasa remaja, remaja juga sering melakukan perilaku antisosial atau yang biasa dikenal dengan kenakalan remaja yaitu tindakan pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan remaja yang menjurus ke dalam pelanggaran hukum. Adapun sebab-sebab terjadinya kenakalan yaitu: (1) kepribadian yang lemah; (2) pendendam, remaja yang terlalu percaya diri, kontrol batin yang kurang; (3) tidak suka menaati norma (membolos, merokok, pelanggaran norma sekitar; dan (4) IQ rendah sehingga sukar dididik. 39
Kenakalan remaja yang dirasakan sangat menganggu kehidupan masyarakat, sebenarnya bukanlah suatu keadaan yang berdiri sendiri. Kenakalan remaja akan muncul karena beberapa sebab menurut Sudarsono (1989: 19-27) antara lain adalah: a. Keadaan Keluarga, di dalam keluarga anak mendapatkan pendidikan dan bimbingan pertama kalinya. Kondisi keluarga yang menyebabkan timbulnya kenakalan anak atau remaja bersifat kompleks salah satunya keadaan keluarga yang tidak semestinya. b. Keadaan sekolah, sekolah merupakan tempat kedua setelah keluarga dalam mendidik dan pembinaan. Tidak jarang di lingkungan pendidikan ini terjadi perilaku menyimpang yang disebabkan karena pengaruh negatif pada anak yang timbul karena perbuatan pendidik. Kondisi negatif tersebut memberi pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap anak, sehingga dapat menimbulkan kenakalan remaja. c. Keadaan Masyarakat, keadaan masyarakat dan kondisi lingkungan dalam betbagai corak dan bentuknya akan berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap anak-anak remaja di mana mereka hidup berkelompok. Faktor terjadinya kenakalan yang dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab terjadinya kenakalan tidak seluruhnya disebabkan oleh individu itu sendiri melainkan juga karena keadaan keluarga, keadaan sekolah seperti peran guru dan fasilitas sekolah, dan keadaan masyarakat.
40
4. Dasar Hukum Penanggulangan Kenakalan Remaja Penanggulangan kenakalan remaja berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagai berikut: a. UU No. 35 Tahun 2014 atas perubahan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 9 ayat 1 secara tegas menyatakan (a), “setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain”.Sementara pasal 54 menegaskan bahwa “anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain”. b. Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasa di Lingkungan satuan pendidikan, memaparkan dalam menangani kekerasan dimulai dari penanggulangan terhadap (1) tindak kekerasan terhadap siswa; (2) tindak kekerasan yang terjadi di sekolah; (3) tindak kekerasan dalam kegiatan sekolah yang diluar sekolah; dan (4) tawuran antar pelajar, pemberian sanksi, dan pencegahan oleh sekolah. c. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 57 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Sekolah. Ruang lingkup yang diatur dalam peraturan Walikota ini adalah sebagai pedoman penyususnan tata tertib
41
peserta didik pada setiap sekolah yang meliputi: waktu pembelajaran, pakaian sekolah, kartu pelajar, penggunaan kendaraan, dan upacara bendera. d. SK No. 188/ 716 tentang Pembentukan Tim Pelaksana Kegiatan Jembatan Persahabatan. e. Seksi Kurikulum dan Kesiswaan sebagai Tim Diklat Pengembangan Karakter di Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. 5. Upaya-Upaya dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja Kenakalan
remaja
yang bersifat
komplek
dan
berbeda-beda
memerlukan penanganan yang berbeda pula. Dalam penanggulangan kenakalan remaja (siswa) dibutuhkan kerjasama antar semua pihak, baik pemerintah; lembaga pendidikan dan orangtua. Dalam hal ini menteri pendidikan dan kebudayaan mengeluarkan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penenggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan satuan pendidikan, memaparkan komponen pendekatan penanganan kekerasan sebagai berikut: a. Penanggulangan, upaya ini mengharuskan sekolah, guru dan pemerintah daerah untuk secara tertata melakukan langkah penanggulangan terhadap tindak kekerasan yang telah terjadi; b. Pemberian sanksi, baik berupa teguran lisan maupun tertulis; dan c. Pencegahan, dengan membentuk tim pencegahan kekerasan. Peranan orangtua dan sekolah sangat penting karena usia remaja merupakan usia belum matang untuk bermasyarakat. Sehingga dibutuhkan bimbingan dari guru dan orangtua, sehingga anak remaja tidak salah langkah. 42
Upaya-upaya dalam menanggulangi kenakalan remaja dibagi menjadi tiga bagian yaitu; upaya preventif (pencegahan), upaya kuratif (penanganan), dan representatif (upaya pembinaan atau penyembuhan). Upaya-upaya tersebut akan dijelaskan dibawah ini: 1) Upaya Preventif (Pencegahan) Upaya preventif adalah kegiatan yang sistematis, berencana dan terarah untuk menjaga agar kenakalan tidak timbul. Upaya preventif dapat dilakukan di dalam keluarga dan sekolah. Mengingat sekolah merupakan tempat kedua setelah keluarga dan remaja banyak menghabiskan waktunya di sekolah sehingga sekolah berperan penting dalam menentukan pembinaan sikap dan kecerdasan anak didik. a. Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dimana anak-anak memperoleh pendidikan. Anak hidup dan berkembang dari pergaulan keluarga yaitu hubungan antara orangtua dengan anak. Upaya preventif dari keluarga yaitu; (1) Orangtua menciptakan kehidupan rumah tangga yang beragama, (2) menciptakan kehidupan keluarga yang harmonis, (3) adanya kesamaan norma yang dipegang antara ayah, ibu dan keluarga lainnya dirumah tangga dalam mendidik anak, (4) memberikan kasih sayang, (5) memberikan perhatian, dan (6) memberikan pengawasan terhadap pergaulan anak remaja di lingkungan masyarakat. Pada masa remaja kebutuhan beragama ini menonjol, akan tetapi didasarkan atas didikan dari kecil. Agama merupakan benteng diri
43
remaja dalam menghadapi berbagai cobaan yang datang pada dirinya. Selain itu kasih sayang yang diberikan orangtua bukanlah materi yang berlebihan, tetapi hubungan psikologis orangtua dengan anak. Kasih sayang yang diberikan orangtua bersifat emosional akan memberikan rasa aman pada diri anak. b. Sekolah Upaya preventif di sekolah tidak kalah penting dari upaya di keluarga. Sekolah merupakan tempat pendidikan kedua bagi anak setelah keluarga. Sekolah memberikan pendidikan formal dengan kegiatan belajar anak diatur, namun jika proses belajar tidak berjalan semestinya akan menimbulkan perilaku menyimpang bagi anak remaja (siswa). Sehingga perlu adanya upaya preventif dari sekolah yaitu; (1) Guru memahami psikis murid, guru harus dapat memahami keadaan siswanya agar dapat memberikan bantuan kepada muridnya, (2) mengintensifkan bagian bimbingan dan konseling di sekolah, (3) melengkapi sarana dan prasarana sekolah seperti laboratorium alat olahraga, masjid, kesenian alat-alat ketrampilan. Upaya yang dilakukan sekolah dalam menaggulangi kenakalan remaja, sejak awal sekolah melakukan langkah-langkah yaitu:
(a)
sosialisasi kepada orangtua pada waktu PPDB; (b) membuat surat pernyataan tidak boleh melanggar peraturan sekolah saat diterima di sekolah; dan (c) membuat tim di kesiswaan (majelis pembimbing Osis,
44
Bimbingan dan Konseling, dan tim budaya) hal tersebut dibuat untuk menegakkan peraturan sekolah. Kegiatan bimbingan
dan penyuluhan
merupakan kegiatan
membantu mengatasi persoalan-persoalan yang timbul terutama dilingkungan sekolah. Pembimbing di sekolah menyelenggarakan bimbingan terhadap anak-anak yang bersifat preventif. Kegiatan ini bertujuan menjaga jangan sampai anak-anak mengalami kesulitan dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Menurut
Bimo Walgito (1995:
29) kegiatan bimbingan dan
penyuluhan tersebut antara lain: a) Mengadakan papan bimbingan untuk berita-berita atau pedoman yang perlu mendapatkan dari anak-anak b) Mengadakan kotak masalah atau tanya untuk menampung segala persoalan atau pertanyaan yang diajukan secara tertulis, sehingga masalah dapat di atasi c) Menyelenggrakan kartu pribadi sehingga pembimbing dan staf pengajar dapat mengetahui data anak d) Memberikan penjelasan atau ceramah seperti cara belajar efisien e) Mengadakan kelompok belajar sebagai cara belajar yang baik f) Megadakan diskusi kelompok dengan siswa atau individu mengenai cita-cita atau lanjutan studi serta pemilihan jabatan kelak g) Mengadakan hubungan yang harmonis dengan orangtua atau wali murid, agar ada kerjasama antara sekolah dan rumah. Kegiatan bimbingan ini dapat dilakukan oleh orang yang khusus dididik menjadi konselor yang merupakan tenaga khusus untuk pekerjaan tersebut dan tidak menjabat pekerjaan lain atau guru pembimbing di sekolah atau kelas.
45
Selain itu, penanaman karakter pada siswa sangat dibutuhkan dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa). Guru merupakan faktor penting yang besar pengaruhnya terhadap keberhasilan pendidikan karakter di sekolah, bahkan sangat menentukan berhasil tidaknya peserta didik dalam mengembangkan pribadinya secara utuh. Tugas guru yang paling utama dalam pendidikan karakter di sekolah adalah bagaimana mengkondisikan lingkungan belajar yang berkarakter, menyenangkan, agar dapat membangkitkan rasa ingin tahu peserta didik sehingga tumbuh minat dan karakter baiknya. Guru hendaknya memposisikan diri sebagai fasilitator, yang tugas utamnya memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik tanpa ada pemaksaan dan kekerasan. Sebab pemaksaan dan kekerasan akan memberi pengalaman yang kurang positif di dalam peserta didik yang nantinya akan membentuk karakter mereka. 2) Upaya Kuratif (Penanganan) Upaya kuratif yang dilakukan dalam menanggulangi kenakalan remaja ialah upaya antisipasi terhadap gejala-gejala kenakalan tersebut, supaya tidak meluas dan merugikan masyarakat. Hal ini dilakukan dalam rangka mengatasi kenakalan remaja, Sofyan Willis (2012: 140) menjelaskan bahwa ketika anak melakukan tindak kenakalan kategori berat maka kemungkinan yang dapat dilakukan sebagai berikut: Anak itu dikembalikan kepada orangtua atau walinya, anak dijadikan anak Negara, dan anak dijatuhi hukuman dengan dikurangi sepertiganya.
46
Tindakan hukuman bagi anak remaja delinkuen antara lain berupa menghukum mereka sesuai dengan perbuatannya sehingga dirasa adil dan bisa menggugah hati nurani sendiri untuk hidup susila dan mandiri. Pihak sekolah membuat peraturan dan jika peraturan tersebut dilanggar maka peserta didik yang melanggar peraturan akan mendapatkan sanksi berupa; 1) jika peserta didik melanggar peraturan sekolah mendapatkan poin, 2) poin yang sudah berjumlah 100 maka anak dikembalikan ke orangtua, dan 3) pembinaan terhadap anak yang melanggar peraturan sekolah. 3) Upaya Representatif (Pembinaan atau Pencegahan) Mengenai upaya representatifdalam menanggulangi kenakalan remaja ialah: a) Pembinaan terhadap remaja yang tidak melakukan kenakalan. Pembinaan seperti ini telah diungkapkan pada upaya preventif yaitu upaya jangan sampai terjadi kenakalan remaja. b) Pembinaan terhadap remaja yang telah mengalami tingkah laku kenakalan atau yang telah menjalani sesuatu hukuman karena kenakalannya. Upaya pembinaan anak-anak nakal juga telah dilakukan oleh pemerintah seperti mengadakan lembaga pemasyarakatan khusus anakanak
nakal.
Upaya
yang
47
dilakukan
pemerintah
ini
untuk
memasyarakatkan kembali anak-anak yang telah melakukan tindakan kejahatan agar mereka kembali menjadi manusia yang wajar. Pembinaan dapat diarahkan kedalam beberapa aspek: 1. Pembinaan mental dan kepribadian beragama 2. Pembinaan mental dengan menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam asas-asas pancasila. 3. Pembinaan kepribadian yang wajar untuk mencapai kepribadian yang stabil dan sehat 4. Pembinaan ilmu pengetahuan 5. Pembinaan ketrampilan khusus 6. Pengembangan bakat-bakat khusus. Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa upayaupaya dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa) diantaranya adalah upaya preventif yang berasal dari keluarga dan sekolah. Upaya preventif ini dilakukan untuk menhindari atau menjaga anak agar tidak terjerumus dalam perilaku menyimpang, dengan memberikan bimbingan dan penyuluhan. Selain itu, ada upaya kuratif dimana upaya ini dilakukan untuk mengantisipasi agar kenakalan tidak meluas. Upaya terakhir adalah upaya pembinaan atau penyembuhan dengan membina mental, ilmu pengetahuan dan bakat-bakat khusus. E. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan topik ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ike Wulandari, pada tahun 2014 dari Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul “ Kebijakan Sekolah dalam Mengatasi Kenakalan Remaja di SMA N 6 Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam mengatasi kenakalan remaja sekolah membuat peraturan yang tegas,
48
namun jika siswa masih membangkang maka siswa dikembalikakan ke orangtua berdasarkan data yang akurat. Sekolah juga membatasi jam siswa berada dilingkungan sekolah, agar siswa tidak melakukan tindakan kenakalan dalam bentuk ringan. Dalam implementasinya masih terdapat bentuk-bentuk kenakalan remaja yang dikategorikan ringan. Pelaksanaan kebijakan sekolah mendapat faktor pendukung yaitu peran komite sekolah yang selalu membantu siswa menyelesaikan masalah, sedangkan faktor penghambat yaitu citra lama sebagai sekolah yang suka tawuran yang masih melekat pada sekolah dan alumni mencari celah untuk mempengaruhi siswa. Adapun persamaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah kebijakan sekolah dalam mengatasi kenakalan remaja. Perbedaanya adalah peneliti berfokus pada kebijakan dan kendala sekolah dalam mengatasi kenakalan remaja, sedangkan penelitian ini berfokus pada implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja. Setting tempat penelitian juga berbeda. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Yuli Eka Indah Lestari, pada tahun 2015 dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dengan judul “Upaya Mencegah Kenakalan Siswa di SMA N 5 Yogyakarta (Analisis Sekolah Berbasis Afeksi)”. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tindak kenakalan yang terjadi di SMA N 5 Yogyakarta ini dikategorikan ringan seperti menyontek, membolos, dan tidak memakai atribut yang lengkap. Meskipun beberapa tahun yang lalu terjadi tawuran pelajar dan kasus pencurian, namun hal tersebut dapat diminimalisir dengan program-program sekolah berbasis afeksi
49
keagamaan. Program-program tersebut program program afeksi tersebut bertujuan untuk menanamkan siswa agar menjadi pribadi yang islami yaitu dengan berbusana islami, berdoa dan tadarus Al Qur’an dipandu dari sentral, mengawali dan mengakhiri dengan doa, solat berjamaah mentoring, MABIT, dan lain-lain. Semua program tersebut bertujuan untuk membentuk karakter siswa dan dapat mengalihkan waktu bermain anak untuk hal hal yang tidak bermanfaat kepada kegiatan yang lebih bermafaat, dengan tujuan agar siswa dapat konsisten dalam mengimplementasikanya sehingga dapat membentengi dirinya dari tindakan-tindakan yang tidak baik. Adapun hasil penelitian yang dibuat oleh Yuli Eka Indah Lestari adalah mencegah kenakalan remaja, adapun persamaan yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai upaya pencegahan kenakalan remaja. Perbedaannya adalah penelitian ini berfokus pada pencegahan kenakalan remaja, sedangkan peneliti implementasi kebijakan dan kendala sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja. F. Kerangka Berfikir Kenakalan remaja atau junvenile delinquency merupakan tindakan penyimpangan nilai atau norma. Kasus kenakalan tersebut terjadi karena adanya faktor internal maupun eksternal. Bentuk dari kenakalan itu sendiri adalah kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu pada suatu perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan di sekolah), pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah), tindakantindakan kriminal (seperti mencuri).
50
Masalah kenakalan remaja perlu perhatian dan penanganan yang serius melalui kerjasama semua pihak dan ikut bertanggung jawab baik orangtua siswa, guru dan lingkungan sekolah. Anak-anak remaja yang melakukan kejahatan itu kebanyakan kurang mempunyai kontrol diri. Kejahatan yang dilakukan bersiftat kekerasan, agresif dan subyektif. Kebanyakan remaja menyalahgunakan kontrol diri dan melebih-lebihkan dirinya sendiri. UU No. 35 Tahun 2014 atas perubahan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 9 ayat 1 secara tegas menyatakan (a), “setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain”.Sementara pasal 54 menegaskan bahwa “anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain”. Selain itu, Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penenggulangan memaparkan
Tindak komponen
Kekerasan
di
pendekatan
Lingkungan
satuan
pendidikan,
penanganan
kekerasan
berupa
penanggulangan, pemberian sanksi dan pencegahan. Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta yang sebagai penggerak dari lembaga pendidikan (sekolah), mempunyai peran penting dalam menanggulangi kenakalan remaja. Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta mempunyai kebijakan Diklat Pengembangan Karakter, dimana diklat tersebut melakukan bimbingan bagi siswa yang bermasalah di sekolah-sekolah se-Kota Yogyakarta.
51
Sekolah merupakan tempat pendidikan kedua setelah rumah karena itu sekolah berperan penting dalam membina anak menjadi dewasa dan bertanggung jawab.Dalam rangka pembinaan anak didik kearah kedewasaan kadang-kadang sekolah juga penyebab dari timbulnya kenakalan. Hal ini mungkin bersumber dari guru, fasilitas pendidikan, norma tingkah laku, kekompakan guru dan suasana interaksi guru dan murid. Sekolah harus membuat kebijakan dalam menanggulangi kenakalan remaja. Kebijakan sekolah merupakan langkah untuk memperbaiki tujuan pendidikan dan pembuatan program untuk mananggulangi kenakalan remaja. Dalam implementasi terdapat faktor pendukung dan penghambat, sehingga perlu adanya monitoring. Kerangka berfikir dapat digambarkan sebagai berikut: Kenakalan Remaja
Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan satuan pendidikan
Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 57 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Sekolah
SK No. 188/ 716 tentang Pembentukan Tim Pelaksana Kegiatan Jembatan Persahabatan dan Seksi Kurikulum dan Kesiswaan sebagai Tim Diklat Pengembangan Karakter
Kebijakan Sekolah
Implementasi Kebijakan
Faktor Pendukung
Faktor Penghambat
Gambar 1. Bagan Kerangka Berfikir
52
G. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan permasalahan, kajian teori dan kerangka berfikir di atas, maka diharapkan dapat menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apa saja upaya preventif(pencegahan), represif (pembinaan), dan kuratif (penanganan) yang dilakukan SMK N 2 Yogyakarta dan SMA N 9 Yogyakarta dalam menangulangi kenakalan remaja? 2. Apa saja bentuk-bentuk kenakalan yang terjadi di SMK N 2 Yogyakarta dan SMA N 9 Yogyakarta? 3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan anak-anak melakukan tindakan kenakalan? 4. Bagaimana implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di SMK N 2 Yogyakarta dan SMA N 9 Yogyakarta? a. Bagaimana komunikasi dalam pelaksanaan kebijakan? b. Bagaimana sumber dayadalam pelaksanaan kebijakan? c. Bagaimana sikap dari agen pelaksanana kebijakan? d. Bagaimana struktur birokrasi dalam pelaksanaan kebijakan? 5. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di SMK N 2 Yogyakarta dan SMA N 9 Yogyakarta?
53
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Berdasarkan permasalahan yang diajukan pada identifikasi serta rumusan masalah dalam penelitian, maka penelitian ini untuk menjelaskan dan mendorong pemahaman tentang data di lapangan. Menurut Sugiyono (2010: 1), menjelaskan bahwametode penelitian dengan pendekatan kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen), dimana peneliti sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif deskriptif karena bermaksud untuk mendeskripsikan keterangan-keterangan tentang data yang didapat dari lapangan berupa data tertulis ataupun lisan (wawancara) dari informan saat pelaksanaan penelitian. Menurut Bogdan dan Tylor dalam Moleong (2010: 4), metode deskriptif yaitu metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian sehingga metode ini berkehendak mengadakan akumulasi data dasar belaka. Penelitian deskriptif ini melihat sesuatu yang terjadi saat itu dan bagaimana peneliti dapat menguraikan suatu kejadian pada saat itu kedalam tulisan yang dijabarkan menjadi suatu kalimat. Dengan penelitian kualitatif peneliti dapat mengetahui gambaran fisik maupun non fisik pada saat peneliti
54
melakukan penelitian mengenai bagaimana implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja (studi pada SMK Negeri 2 Yogyakarta dan SMA Negeri 9 Yogyakarta). Sehingga melalui metode deskriptif ini penelitian bisa mengetahui dengan jelas data yang dicari dilapangan. B. Setting Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 2 Yogyakarta yang berlokasi di Jalan A.M Sangaji No. 47 Yogyakarta dan SMA Negeri 9 Yogyakarta yang berlokasi di Jalan Sagan No. 1 Yogyakarta. Peneliti mengambil lokasi tersebut karena ingin mengetahui peran nyata dari sekolah dalam mengatasi kenakalan remaja yang banyak terjadi di Kota Yogyakarta yang dikenal sebagai Kota Pelajar. Peneliti juga memilih setting penelitian ini atas rekomendasi dari Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, karena sekolah tersebut dinilai sudah berhasil dalam menanggulangi kenakalan remaja. C. Subyek Penelitian Subyek penelitian merupakan sesuatu yang kedudukannya sentral karena pada subyek penelitian itulah data tentang variabel yang diteliti berbeda dan diamati oleh peneliti. Pada umumnya peneliti menginginkan untuk mempunyai subyek penelitian yang cukup banyak gambaran kesimpulannya menjadi mantap (Suharsimi Arikunto, 2005: 90). Dalam penentuan subyek pada penelitian ini adalah menggunakan metode purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan
55
sehingga memudahkan peneliti menjelajahi obyek yang diteliti (Sugiyono, 2010: 54). Subyek dalam penelitian ini adalah : (1) Wakil Kepala Bidang Kesiswaan, (2) Guru Bimbingan dan Konseling, (3) Beberapa Guru/ Wali Kelas, dan (4) Beberapa Siswa yang melanggar peraturan sekolah. D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka penelitian tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono, 2013: 224). Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan data adalah metode observasi, wawancara, dan kajian dokumen. Dengan teknik tersebut peneliti akan mendapatkan data tentang implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja (studi pada SMK Negeri 2 Yogyakarta dan SMA Negeri 9 Yogyakarta). Berikut ini penjelasan masing-masing teknik penelitian yang digunakan: 1. Observasi Teknik observasi mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain. Menurut Sugiyono (2010: 313) mengungkapkan bahwa data observasi merupakan data yang faktual, cermat dan terinci mengenai keadaan lapangan, kegiatan manusia dan situasi sosial serta dimana kegiatan itu terjadi.
56
Peneliti akan melakukan pengamatan terhadap perilaku remaja di lingkungan sekolah, fasilitas sekolah serta warga sekolah yakni guru dan karyawan. Observasi merupakan teknik yang sentral dalam penelitian ini, namun
diperlukan
kemampuan
yang
optimal
dari
peneliti
untuk
mengungkapkan makna dari obyek yang sedang diamati. 2. Wawancara Mendalam Wawancara adalah tatap langsung antara peneliti dengan responden. Dalam melakukan teknik wawancara peneliti menggunakan wawancara mendalam karena peneliti belum mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh. Wawancara mendalam adalah bersifat terbuka dimana pelaksanaan wawancara tidak hanya sekali atau dua kali, melainkan berulang-ulang dengan intensitas yang tinggi. Peneliti tidak hanya percaya dengan begitu saja pada apa yang dikatakan informan, melainkan perlu mencek dalam kenyataan melalui pengamatan. Itulah sebabnya cek dan recek dilakukan secara silih berganti dari hasil wawancara kepengamatan lapangan atau informan yang satu ke informan yang lain (Burhan Bungin, 2004: 62). Dalam melaksanakan wawancara peneliti dipandu dengan pedoman wawancara yang berisi tentang garis besar materi yang akan ditanyakan pada informan. 3. Kajian Dokumen Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Menurut Sugiyono (2013: 240) dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karyakarya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya
57
catatan harian, sejarah kehidupan, cerita, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar sketsa dan sebagainya. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni yang dapat berupa patung, film, dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. E. Instrumen Penelitian Penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Disini peneliti menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data dan membuat simpulan atas temuannya (Sugiyono, 2013: 222). Adapun yang menjadi instumen dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara, pedoman observasi, dan dokumentasi yang fokus pada kenakalan remaja. Berikut adalah pedoman kisi-kisi dalam mencari data dilapangan, yaitu: 1. Pedoman Wawancara Pedoman wawancara berarti garis besar dari pertanyaan-pertanyaan dalam kegiatan wawancara, yang kemudian akan berkembang saat proses wawancara berlangsung. Pedoman wawancara dibuat dengan pertanyaan penelitian terbuka, sehingga informan dapat memberikan informasi selengkap-lengkapnya.
58
Adapun aspek yang ingin diketahui oleh peneliti yaitu sebagai berikut: Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Wawancara No. Aspek yang ditanyakan 1.
Indikator yang dicari
Kebijakan sekolah dalam a. Program menanggulangi
yang
dibuat a. Kepala
sekolah
kenakalan remaja
Sumber Data
Sekolah
b. Partisipasi siswa, orang b. Wakil tua, dan warga sekolah c. penanganan
sekolah
Kepala Sekolah
terhadap pelanggaran. d. hukuman yang diberikan 2.
Implementasi kebijakan a. pemahaman siswa dan a. Guru sekolah
dalam
guru tentang kebijakan b. Siswa
menanggulangi
dalam menananggulangi
kenakalan remaja
kenakalan remaja b. jenis
atau
bentuk
kenakalan c. partisipasi
komite
sekolah 3.
Faktor pendukung dan a. faktor internal penghambat
dalam b. faktor eksternal
implementasi kebijakan
a. Kepala Sekolah b. Guru c. Siswa
2. Pedoman Observasi Pedoman observasi merupakan acuan terkait apa saja yang akan diteliti, kemudian akan dikembangkan selama proses penelitian berlangsung. Pedoman observasi ini digunakan peneliti untuk mengamati implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja.
59
Aspek-aspek yang ingin diamati dalam observasi adalah sebagai berikut: Tabel 2. Kisi-Kisi Instrumen Observasi. No. Aspek yang diamati Indikator yang dicari 1.
Interaksi
siswa
lingkungan sekolah
Sumber Data
di a. Interaksi siswa dengan siswa
a. Siswa
b. Interaksi siswa dengan guru/ karyawan 2.
Sarana dan prasarana
a. Fasilitas
dan
sarana a. Guru
prasarana yang mewadai b. Siswa b. Iklim/
kultur
sekolah c. Kondisi
yang kondusif
sekolah
3. Analisis Dokumentasi Analisis dokumentasi digunakan oleh peneliti untuk menggambarkan data dari hasil analisis terhadap dokumen-dokumen, arsip serta foto terkait dengan kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja. Adapun komponen yang ingin dikaji dalam analisis dokumentasi adalah sebagai berikut: Tabel 3. Kisi-Kisi Instrumen Analisis Dokumentasi No. Aspek yang dikaji Indikator yang dicari
Sumber Data
1.
a. Dokumen/arsip
Profil Sekolah
a. Sejarah sekolah b. Letak
geografis b. Foto
sekolah 2.
Implementasi
a. Peraturan sekolah
Kebijakan
b. Data
penanggulangan
siswa
yang
melanggar peraturan
kenakalan remaja
60
a. Dokumen/arsip
F. Teknik Analisis Data Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif. Milles dan Hubberman (1992: 16-20) mengatakan bahwa aktivitas dalam analisis kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan data. Penyajian Data
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan
Gambar 2. Model Analisis Interaktif Miles and Hubberman Langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah mencari data dan mengumpulkan semua data secara obyektif apa adanya. Data yang berhasil dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi dicatat dalam bentuk catatan lapangan (field notes). Catatan lapangan tersebut berisi apa yang dikemukakan oleh informasi dan juga catatan tentang tafsiran peneliti terhadap informasi yang diberikan oleh informasi yang berkaitan dengan
61
implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa) di Kota Yogyakarta (studi pada SMK Negeri 2 Yogyakarta dan SMA Negeri 9 Yogyakarta), serta faktor penghambat dan pendukung dalam pelaksanaanya. 2. Reduksi Data (Data Reduction) Reduksi data adalah proses merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting. Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara rinci, semakin lama peneliti kelapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data hal-hal yang terkait dengan implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa) di Kota Yogyakarta (studi pada SMK Negeri 2 Yogyakarta dan SMA Negeri 9 Yogyakarta), serta faktor penghambat dan pendukung dalam pelaksanaanya. 3. Penyajian Data (Data Display) Pada tahap ini peneliti menyajikan data secara deskriptif tentang apa yang ditemukan dalam analisis. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya. Dengan penyajian data maka akan mempermudah untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami. Dalam tahap
ini peneliti dituntut untuk melakukan penafsiran data. Data yang
bersifat naratif tentang informasi mengenai implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa) di Kota Yogyakarta (studi
62
pada SMK Negeri 2 Yogyakarta dan SMA Negeri 9 Yogyakarta), serta faktor penghambat dan pendukung dalam pelaksanaanya. 4. Penarikan Kesimpulan Dan Verifikasi (Conclusion Drawing/ Verification) Penarikan kesimpulan adalah tahap terakhir dalam analisis data. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Dengan demikian kesimpulan alam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak karena penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan. G. Teknik Keabsahan Data Untuk menguji keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik trianggulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lain (Moleong, 2014: 330). Triangulasi sebagai teknik pemeriksaan memanfaatkan penggunaan sumber, teknik dan teori menurut Denzin (Moleong, 2014: 330-331). Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dengan waktu yang berbeda. Pada triangulasi teknik dilakukan dengan mengecek kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan
63
beberapa sumber data dengan metode yang sama. Sedangkan triangulasi dengan teori yaitu beranggapan fakta tidak dapat diperiksa kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Peneliti
melakukan
pengecekan
data,
hal
ini
dilakukan
dengan
membandingkan hasil wawancara dari beberapa sumber. Hasil perbandingan tersebut di deskripsikan dan dibedakan antara pandangan yang sama dengan yang beda. Data yang telah dianalisis lalu ditarik kesimpulan oleh peneliti, selain itu peneliti melakukan triangulasi teknik yaitu dengan cara mengecek data yang diperoleh dengan wawancara dicek menggunakan observasi langsung.
64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Sekolah Lokasi Penelitian Yogyakarta sebagai Kota pelajar yang mempunyai kepedulian tinggi terhadap pendidikan. Pendidikan tidak hanya bersifat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi juga menanamkan kepribadian yang baik melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter berfungsi untuk mempengaruhi siswa melalui kesadaran diri siswa. Penanaman karakter sangat dibutuhkan dalam menanggulangi atau mengatasi kenakalan remaja (siswa). Kota Yogyakarta sangat memperdulikan penanaman karakter, oleh karena itu
Dinas
Pendidikan
Kota
Yogyakarta
mempunyai
program
Diklat
Pengembangan Karakter. Kebijakan ini mempunyai tujuan untuk menanggulangi kenakalan remaja (siswa), mengingat banyaknya sekolah-sekolah di daerah Yogyakarta dari yang berkualitas tinggi hingga yang biasa. Tidak semua sekolah dapat menanamkan karakter terhadap warga sekolah, namun sekolah juga dapat menjadi faktor utama timbulnya perilaku menyimpang. Jiwa karakter tidak hanya dimiliki oleh siswa, namun juga pendidik karena sebagai fasilitator dalam penanaman karakter. Minimya karakter pada diri siswa menimbulkan banyaknya kasus kenakalan remaja (siswa) yang bersifat ringan hingga berat. Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta mempunyai program berupa Diklat Pengembangan Karakter dan Jembatan Persahabatan serta Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta mempunyai Pedoman dalam penyusunan tata tertib sekolah. Bidang Pendidikan Menengah di Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta mempunyai fungsi penyelenggaraan dan penjaminan mutu pendidikan menengah. 65
Salah satu bidang pendidikan menengah adalah Seksi Kurikulum Kesiswaan yang mempunyai tugas menyiapkan bahan kebijakan; bimbingan dan pembinaan, melaksananakan sosialisasi, koreksi tata tertib sekolah dan lain-lain yang berkaitan dengan pengembangan kurikulum pendidikan menengah. SMK Negeri 2 Yogyakarta yang mempunyai peserta didik terbanyak di Kota Yogyakarta. SMA Negeri 9 Yogyakarta yang dirasa sudah mampu menanggulangi kenakalan remaja seperti tawuran yang dulu terjadi. Dengan demikian, peneliti mencoba untuk menggali bagaimana implementasi kebijakan penanggulangan kenakalan remaja di Kota Yogyakarta dengan mengambil sampel SMK Negeri 2 Yogyakarta dan SMA Negeri 9 Yogyakarta atas rekomendasi dari Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. 1. Profil SMK Negeri 2 Yogyakarta a. Sejarah berdirinya SMK Negeri 2 Yogyakarta SMK Negeri 2 Yogyakarta dibangun pada tahun 1919. Pada masa penjajahan Belanda gedung ini dipakai sebagai gedung sekolah PJS (Prince Juliana School) karena merupakan peninggalan sejarah, maka gedung ini oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata melalui Peraturan Menteri Nomor.PM.25/PW.007/MKP/2007 ditetapkan sebagai cagar budaya. Sekolah Teknik Negeri yang pertama di Indonesia adalah Sekolah Teknik Menengah di Jogjakarta. Ijazah pertama Sekolah Teknik Menengah di Jogjakarta dikeluarkan tahun 1951. Jurusan yang ada pada Sekolah ini adalah Teknik Civil, Teknik Listrik, dan Teknik Mesin.
66
Di samping digunakan untuk Sekolah Teknik Menengah, Paska kemerdekaan sampai dekade 80-an, komplek Jetis juga dipergunakan sebagai tempat kuliah Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada dan Akademi Teknik Negeri Yogyakarta. Pada tahun 1952 Sekolah Teknik Menengah di Jogjakarta dipecah menjadi dua sekolah, yaitu STM Negeri 1 (Jurusan Bangunan dan Kimia), STM Negeri II (Jurusan Listrik dan Mesin), keduanya menjadi kompleks Jetis karena semakin banyaknya kebutuhan tenaga teknik menengah yang trampil dengan berbagai kompetensi, maka dikompleks Jetis ini didirikan beberapa STM dengan jurusan baru. Dengan berdirinya sekolah baru, maka pada dekade 70-an kompleks Jetis terdapat beberapa sekolah dengan jurusan bervariasi, antara lain STM Negeri I (Jurusan Bangunan dan Kimia), STM Negeri II (Jurusan Listrik dan Mesin), STM Khusus Instruktur (Jurusan Bangunan, Listrik, Diesel dan Mesin), STM Geologi Pertambangan, STM Metalurgi, STM Pertanian, STM Percobaan I dan STM Percobaan II. Pada tahun 1975, melalui Keputusan Mendikbud No. 019/O/1975, semua STM di kompleks Jetis digabung menjadi satu dengan nama STM Yogyakarta I. Terhitung mulai 11 April 1980 nama sekolah diubah menjadi STM I Yogyakarta, seusai keputusan Mendikbud Nomor. 090/O/1979 tertanggal 26 Mei 1979. Perubahan nama sekolah dari STM I Yogyakarta menjadi SMK Negeri 2 Yogyakarta terhitung mulai 7 Maret 1997, melalui keputusan Mendikbud Nomor. 036/O/1997 tanggal 7 Maret
67
1997. Sampai saat ini SMK Negeri 2 Yogyakarta tetap eksis sebagai sekolah perintis dan melakukan inovasi diberbagai bidang. b. Lokasi dan Keadaan SMK Negeri 2 Yogyakarta SMK Negeri 2 Yogyakarta beralamat di jalan A.M Sangaji 47 Yogyakarta, lebih dikenal dengan nama STM Jetis (STM 1 Yogyakarta). SMK Negeri 2 Yogyakarta merupakan salah satu sekolah menengah tertua di Indonesia dan cukup punya nama di dunia industri maupun pemerintahan. Banyak lulusannya tersebar di semua wilayah Indonesia, mampu memimpin di bidang industri maupun pemerintahan. Tuntutan dan perkembangan teknologi, memerlukan fasilitas gedung dan peralatan yang memadai, maka pada tahun 1929, 1950, dan 1954 dilakukan renovasi dan penambahan ruangan sehingga luas bangunan menjadi 16.000 m2 atas tanah 5,5 He. Selain bangunan untuk ruang teori, banyak tersedia fasilitas lainnya antara lain ruang praktek (bengkel atau laboratorium), tempat ibadah, aula, lapangan sepak bola, lapangan tenis, lapangan volley ball, dan lapangan olahraga lainnya. Secara fisik, SMK Negeri 2 Yogyakarta memiliki gedung yang angun dan berwibawa. Di sekolah terdapat slogan-slogan yang dipasang ditempat-tempat tertentu yang berisi motivasi dan berisi untuk turut serta dalam penyelenggaraan sekolah yang berkarakter dan menjaga lingkungan sekolah. Hal ini berguna untuk terus mengingatkan warga sekolah agar tidak lupa untuk menanamkan karakter di dalam dirinya. Lokasi SMK
68
Negeri 2 Yogyakarta yang strategis dan berada di tengah kota sehingga mudah untuk menemukan alamat SMK Negeri 2 yogyakarta. c. Visi, Misi dan Motto SMK Negeri 2 Yogyakarta Visi dari SMK Negeri 2 Yogyakarta adalah “Menjadi lembaga pendidikan
dan
pelatihan
kejuruan
berkarakter
dan
berwawasan
lingkungan yang menghasilkan tamatan profesional, mampu berwirausaha, beriman dan bertaqwa”. Sedangkan Misi dari SMK Negeri 2 Yogyakarta adalah: 1) Melaksanakan Sistem Manajemen Mutu (SMM) berbasis ICT dan berkelanjutan. 2) Meningkatkan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan yang memenuhi kualifikasi profesional berkarakter budaya lokal. 3) Meningkatkan fasilitas dan lingkungan belajar yang nyaman memenuhi standar kualitas dan kuantitas. 4) Mengembangkan kurikulum, metodologi pembelajaran dan sistem penilaian berbasis kompetensi yang berkarakter. 5) Menyelenggarakan pembelajaran sistem CBT (Competency-Based Training) dan PBE (Production-Based Education) menggunakan bilingual dengan pendekatan ICT. 6) Membangun kemitraan dengan lembaga yang relevan baik dalam maupun luar negeri. 7) Menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler agar peserta didik mampu mengembangkan kecakapan hidup (life skill) dan berakhlak mulia.
69
SMK Negeri 2 Yogyakarta merupakan sekolah kejuruan yang berkarakter maka sekolah memasukkan professional berkarakter budaya lokal pada visi dan misi sekolah. Karena visi dan misi sekolah juga menjadi hal penting dalam mewujudkan sekolah yang berkarakter. Motto SMK 2 Negeri Yogyakarta yaitu: “Pelayanan prima, unggul dalam mutu, tinggi dalam prestasi”. d. Sumber Daya yang dimiliki SMK Negeri 2 Yogyakarta Sumber daya sekolah adalah salah satu komponen yang menjadi daya tarik orangtua siswa untuk menitipkan anaknya supaya dididik menjadi manusia yang lebih baik dan berbudi pekerti. Berikut adalah sumber daya dari SMK Negeri 2 Yogyakarta baik dari peserta didik, tenaga pendidik maupun sarana dan prasarana. 1) Data siswa SMK Negeri 2 Yogyakarta Peserta didik merupakan komponen utama dalam memajukan kualitas suatu sekolah. Melalui sekolah peserta didik diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dari segi kompetensi akademik maupun non akademik yang dimiliki setiap peserta didik. SMK Negeri 2 Yogyakarta merupakan sekolah yang mempunyai peserta didik paling banyak di Yogyakarta. Berikut tabel jumlah speserta didik pada tahun pelajaran 2015/2016:
70
Tabel 4. Jumlah Peserta Didik SMK Negeri 2 Yogyakarta Siswa Siswa Siswa Kompetensi Jumlah Kelas Kelas XI Kelas Total Siswa Keahlian Rombel X XII L P L P L P L P Jml TSP 1 13 17 15 16 17 13 45 46 91 TGB 3 55 38 58 25 59 27 172 90 262 TKBB 1 25 3 30 0 20 1 75 4 79 TITL 4 111 9 107 5 104 10 322 24 346 TAV 2 41 19 34 25 45 16 120 60 180 TP 4 124 0 116 0 119 0 359 0 359 TKR 4 121 0 110 0 105 0 336 0 336 TKJ 2 47 16 50 14 46 16 143 46 189 TMM 2 31 31 32 28 39 22 102 81 183 Jumlah 23 568 133 552 113 554 105 1674 351 2025 Sumber: Dokumen Profil SMK Negeri 2 Yogyakarta Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa dilihat jumlah peserta didik SMK Negeri 2 Yogyakarta lebih banyak berjenis kelamin laki-laki. Dari jumlah keseluruhan peserta didik tahun pelajaran 2015/2016 sebanyak 2025 jumlah ini merupakan jumlah peserta ddik terbanyak se-Kota Yogyakarta terdiri dari kelas X,XI, dan XII, sebanyak 1674 adalah siswa berjenis kelamin laki-laki sedangkan siswa yang berjenis kelamin perempuan adalah 351 siswa. Hal ini dikarenakan kompetensi keahlian di SMK Negeri 2 Yogyakarta cenderung untuk laki-laki, antara lain Teknik Kendaraan Ringan (TKR), Teknik Pemesinan (TP), Teknik Konstruksi Batu dan Beton (TKBB), dan Teknik Instalasi Tenaga Listrik (TITL). SMK Negeri 2 Yogyakarta sebagai sekolah kejuruan Negeri memiliki banyak prestasi yang diraih oleh peserta didik. Prestasi yang diraih tidak hanya prestasi akademik saja namun juga prestasi non
71
akademik. Berikut tabel prestasi siswa SMK Negeri 2 Yogyakarta pada tahun 2013/2014 adalah sebagai berikut: Tabel 5. Data Prestasi Siswa Tahun 2014/2015 No. Tahun Jenis/ Lingkup kejuruan 1 2013 Juara II Produk Ekonomikreatif tingkat provinsi 2 2013 Juara I Refrigeneration Tingkat Provinsi 3 2013 Juara II Panjat Tebing Tingkat Provinsi 4 2013 Juara III Mekatronika tingkat provinsi 5 2013 Juara II pembicara Terbaik Tingkat Provinsi 6 2013 Juara I Electronik Aplication Tingkat Provinsi 7 2013 Juara II Bahasa Indonesia Tingkat Kota 8 2013 Juara I Bricklaying tingkat Provinsi 9 2013 Juara I Debat Bahasa Ingris Tingkat Kota 10 2013 Juara I Best Speaker Debat Bahasa Inggris 11 2013 Juara I Lomba Komik tata Ruang 12 2013 Juara I Information Technologi tingkat Provinsi 13 2013 Juara II Automotif Technologi tingkat provinsi 14 2013 Juara II Cadd Mesin 15 2014 Juara IV Debat Bahasa Inggris 16 2014 Juara III Mobile Robotik 17 2014 Juara IV Festifal Seni 18 2014 Juara I Debat Bahasa Indonesia tingkat Provinsi 19 2014 Juara I Debat Bahasa Inggris Sumber: Dokumen Profil SMK Negeri 2 Yogyakarta Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa prestasi yang diraih siswa SMK Negeri 2 Yogyakarta pada tahun 2013-2014 banyak prestasi yang diraih sesuai dengan program keahlian di sekolah. Prestasi lain yang diperoleh peserta didik adalah debat bahasa inggris pada tahun 2013 dan 2014 mendapatkan juara I tingkat provinsi, festival seni juara IV, dan lomba keolahragaan seperti panjat tebing dan lari estafet. Hal ini membuktikan bahwa peserta didik melakukan kegiatan yang positif dengan meraih beberapa prestasi.
72
2) Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidik merupakan komponen dalam membantu kelancaran proses belajar mengajar. Untuk menghasilkan peserta didik yang berkualitas, maka diperlukan tenaga pendidik yang berkualitas pula dan professional dalam bidangnya. Adapun keadaan tenaga pendidik di SMK Negeri 2 Yogyakarta adalah sebagai berikut: Tabel 6. Pendidikan Terakhir Tenaga pendidik No. Jenjang Pendidikan Guru Karyawan 1 SD 5 2 SLTP 5 3 SLTA 1 46 4 DIPLOMA 1 3 5 DIPLOMA 2 1 6 SARJANA MUDA/ D3 8 4 7 SARJANA/ S1 184 6 8 MAGISTER/ S2 16 9 DOKTOR/ S3 1 Jumlah 210 70 Sumber: Dokumen Profil SMK Negeri 2 Yogyakarta Berdasarkan tabel jenjang pendidikan guru dan karyawan SMK Negeri 2 Yogyakarta, dapat disimpulkan bahwa dari segi kualitas guru sudah baik. Tenaga pendidik yang jenjang pendidikan paling banyak adalah Sarjana (S1) sebanyak 184 orang dan ada juga yang berpendidikan Magister (S2) adalah 16 guru. Karyawan SMK Negeri 2 Yogyakarta kebanyakan berjenjang pendidikan SLTA yaitu sebanyak 46 orang dari 70 orang karyawan. Dalam setiap organisasi seperti sekolah memiliki struktur organisasi, sehingga dapat diketahui pembagian tugas dan tanggung
73
jawab masing-masing dibagian dalam organisasi. Adapun struktur organisasi di SMK Negeri 2 Yogyakarta adalah sebagai berikut: Tabel 7. Data Struktur Organisasi SMK Negeri 2 Yogyakarta No. Nama Jabatan 1 Drs.Sentot Haryadi. MM Kepala Sekolah 2 Sudiyono, S.Pd Wakil Kesiswaan 3 Drs.Muh. Kharis Waka I Bidang Kurikulum 4 Rohmadi Hidayat, S.Pd, MT Waka II Bidang Kesiswaan 5 Wahyu Isti Hartono, S.Pd Waka III Bidang Sarpras 6 Drs.Antonius Aswurtono Waka IV Humas 7 Drs.Sukisno Kepala Laboratorium 8 Sapto Angkasa, S.Si Kepala Laboratorium 9 Maryuwono, S.Pd Kepala Laboratorium 10 Slamet Sunaryo, S.Pd Kepala Tata Usaha 11 Arif Sujatmika, S.Pd Ketua Program Keahlian 12 Drs.Winarto, M. Eng Ketua Program Keahlian 13 Budi Wiratma, S.Pd Ketua Program Keahlian 14 Untung Suprapto, S. Pd Ketua Program Keahlian Sumber: Dokumen Profil SMK Negeri 2 Yogyakarta Peserta didik merupakan tanggung jawab semua warga sekolah SMK Negeri 2 Yogyakarta. Seluruh kegiatan dan proses belajar mengajar disekolah adalah tanggung jawab pendidik. Ketika siswa mengalami kesulitan atau permasalahan semua komponen sekolah mencari
alternatif
solusi.
Siswa
dapat
berkonsultasi
terkait
permasalahan atau bahkan kelanjutan studi siswa dapat berkonsultasi dengan Bimbingan dan Konseling. 3) Data Sarana dan Prasarana Selain sumber daya manusia, sarana dan prasarana juga menjadi sumber daya yang penting sebagai penunjang berjalannya proses belajar mengajar peserta didik dalam meningkatkan kualitas pendidikan di
74
sekolah. Berdasarkan observasi di lapangan diperoleh data mengenai sarana dan prasarana dilihat pada tabel berikut: Tabel 8. Kondisi Sarana dan Prasarana SMK Negeri 2 Yogyakarta No. Jenis Ruang Jumlah Luas (M²) 1 Ruang Teori 50 3.600 2 Ruang Gambar 5 540 3 Ruang Praktik Kerja 13 3.045 4 Ruang Kepala Sekolah 15 81 5 Ruang TU 1 80 6 Ruang BP/BK 1 81 7 Ruang Perpustakaan Konvensional 1 72 8 Ruang Guru 1 150 10 Ruang UKS 1 36 11 Ruang Ibadah 1 254 12 Ruang OSIS 1 20 13 Ruang Koperasi 1 27 14 Ruang Kantin 1 120 15 Gudang 2 54 16 Ruang Serbaguna/ Aula 1 428 17 Ruang Diesel 1 9 18 Ruang Unit Produksi 1 54 19 Ruang Pameran 1 144 20 Ruang Olah Raga 1 200 21 Kamar Mandi/ WC 65 264 22 Taman Sekolah 1 9.000 23 Ruang Tempat Sepeda Motor 2 1.575 24 Halaman Sekolah 1 1.972 25 Ruang Perpustakaan 1 288 26 Ruang Laboratorium 13 936 Sumber: Dokumen Profil SMK Negeri 2 Yogyakarta Sarana dan prasarana SMK Negeri 2 Yogyakarta sudah lengkap, hal tersebut dilihat berdasarkan observasi di lapangan. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh SMK Negeri 2 Yogyakarta adalah ruang teori yang merupakan saran prasarana utama guna menunjang keberlangsungan kegiatan belajar mengajar didalam kelas. Jumlah ruang teori yang dimiliki oleh SMK Negeri 2 Yogyakarta adalah
75
sebanyak 50 ruang. Semua ruang kelas kondisinya sangat bagus dan bersih. Selain ruang kelas juga terdapat ruang praktik kerja untuk mempraktekkan teori yang
telah mereka dapat didalam kelas dan
mengasah ketrampilan kerja sesuai jurusan masing-masing. SMK Negeri 2 Yogyakarta memiliki 2 ruang perpustakaan yaitu ruang perpustakaan
konvensional
dan
perpustakaan
digital.
Ruang
perpustakaan berfungsi sebagai tempat penyediaan buku dan membaca pagi siswa dan guru. Kondisi ruang perpustakaan luas, bersih dan bukubuku yang tertata rapi membuat pembaca merasa nyaman dan memudahkan siswa untuk mencari buku. SMK Negeri 2 Yogyakarta mempunyai media yang berfungsi untuk menunjang kegiatan belajar mengajar serta kegiatan lain, yaitu TV, VCD, tape recorder, komputer, LCD, handycame, dan alat karawitan. e. Program Ekstrakurikuler Program ekstrakurikuler merupakan media untuk membantu peserta didik dalam rangka mengembangkan bakat, minat, dan potensinya. Dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler yang beraneka ragam harapannya dapat menjadi wadah dalam meraih prestasi. Program ekstarkurikuler ini dikembangkan oleh sekolah karena dapat mengalihkan siswa agar menggunakan waktu siswa untuk kegiatan yang bermanfaat. Adapun program ekstrakurikuler di SMK Negeri 2 Yogyakarta adalah Palang Merah
76
Remaja (PMR), tonti, PKS (Patroli Keamanan Sekolah), TMC (Technical Mountanering Club), Sepak Bola/ Futsal, bola basket, bola voli, karate, karawitan, paduan suara, seni tari, teater, seni rupa, seni musik/ band, jurnalistik, KIR (Kelompok Ilmiah Remaja), Kulitinta, Bahasa asing, Matematika sains, fisika terapan, roboti, dan animasi. Ekatrakurikuler Pramuka yang merupakan ekstrakurikuler wajib di SMK Negeri 2 Yogyakarta, kegiatan ini berfungsi sebagai penanaman karakter kepada siswa dan menumbuhkan jiwa kepemimpinan serta kemandirian. Kegiatan ekstrakurikuler tersebut dilaksanakan setiap hari rabu, kamis, jumat, dan sabtu. Dan untuk kegiatan pramuka dilaksanakan pada dua hari yaitu jumat dan sabtu mengingat jumlah peserta didik yang banyak sehingga dibagi menjadi dua bagian. Kegiatan ekstrakurikuler tersebut dapat dilakukan siswa untuk kegiatan yang positif, yang tujuannya untuk memaksimalkan prestasi siswa. 2. Profil SMA Negeri 9 Yogyakarta a. Sejarah SMA Negeri 9 Yogyakarta Pada awalnya sekolah ini bernama SMA ABC Paedagogik, yang didirikan oleh beberapa tokoh dari Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada Jurusan Paedagogik, yaitu tanggal 1 Sepetember 1952 dengan SK Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia no 38115/Kab, pada tanggal 21 Oktober 1952. Kemudian sekolah ini berkembang sehingga dapat menempati gedung milik Yayasan Pancasila.
77
Pada awal berdirinya, kepemimpinan dipegang oleh Prof. DRS. Sutedjo Brojonegoro dan tokoh-tokoh lainnya antara lain Prof. Drs. Abdullah Sigit. Tahun 1956 pimpinan digantikan oleh Broto Hamidjojo. Tahun 1958 jurusan B dipindahkan ke Sekip, sehubungan dengan perkembangan sekolah, jurusan AC tetap di Jalan Sagan dipimpin oleh Broto Hamidjojo sampai tahun 1966. Tahun 1960 SMA AC Paedagogik dipimpin oleh SUtanto dan tahun 1963 digantikan oleh Drs. Ramelan, kemudian pada tahun 1964 SMA Paedagogik ini berganti nama menjadi SMA FIP UGM dan mengikuti program gaya baru jurusan PasPal SosBud. Pada tahun 1965 berganti nama lagi menjadi SMA FIP IKIP Yogyakarta dan tahun 1967 dipimpin Sukardjo. Pada tahun 1969 berganti nama lagi menjadi SMA Percobaan I IKIP, hal ini dikarenakan Sekolah Percobaan ujian seperti halnya 8 SMA IKIP lainnya di Indonesia. Tahun 1971 dengan SK Menteri No. 172/1971 berganti nama menjadi SMA Pembangunan dan melaksanakan tugas Proyek Perintis Sekolah Menengah Pembangunan (PPSP) yang dimulai tahun 1972 dan mendapat jalus steam Akademik, stream Vokasional, Stream Kesekretariatan, Stream Tata Niaga, dan Stream Ketehnikan. Tahun 1973 sekolah dipimpin oleh Dra. Sartati Satmoko dan pada tahun 1974 berganti nama menjadi SMA I IKIP Jurusan Eksakta dan Non Eksakta masih dengan program PPSP. Pada tahun 1975 ketika dilingkungan Kanwil P dan K menggunakan Kurikulum 1975 dengan PPSP, maka SMA I IKIP memakai kurikulum PPSP Klasikal dengan jurusan Palma (Pengetahuan Alam Matematika) IPA
78
dan Sosba (Sosial Bahasa IPS) hingga tahun 1983. Dengan SK Mendikbud No. 0709/B/1986 tanggal 10 Oktober 1986, SMA I IKIP berubah nama menjadi SMA Negeri 9 Yogyakarta. Rektor IKIP Yogyakarta pada tanggal 22 Januari 1987 menyerahkan kepada Kepala Kanwil Depdikbud Propinsi Yogyakarta. Kemudian pada tanggal 1 Februari 1987 sekolah resmi menggunakan nama SMA Negeri 9 Yogyakarta. Perlu dicatat pula bahwa secara bertahap mulai tahun pelajaran 1983 sampai tahun 1993 diterapkan kurikulum 1984. Mulai tahun 1994 telah dilaksanakan kurikulum 1994, dan terakhir kurikulum 1994 telah disempurnakan. Tahun 1997 sejalan dengan perubahan program pendidikan menengah yang terbagi menjadi 2 program, yaitu SMU dan SMK maka SMA Negeri 9 Yogyakarta berubah nama menjadi SMU Negeri 9 Yogyakarta. Mulai 1 April 2004 berubah nama kembali menjadi SMA Negeri 9 Yogyakarta. b. Lokasi dan Keadaan SMA Negeri 9 Yogyakarta SMA Negeri 9 Yogyakarta beralamat di Jalan Sagan No. 1 Yogyakarta
Kelurahan
Terban,
Kecamatan
Gondokusuman,
Kota
Yogyakarta. SMA Negeri 9 Yogyakarta menempati tanah seluas 3.200 m², luas bangunan 1.700 m², luas halaman sekolah 900 m², dan lain-lain seluas 600 m². Luas tanah yang dimiliki SMA Negeri 9 Yogyakarta sempit, namun pihak sekolah memanfaatkan tanah kosong disekitar gedung sekolah dengan membuat taman sekolah. SMA Negeri 9 Yogyakarta terlihat mewah, bersih,
79
dan nyaman dengan adanya taman sekolah yang membuat kondisi sekolah menjadi sejuk dan asri. Sebagai sekolah yang berbasis seni dan budaya SMA Negeri 9 Yogyakarta memamerkan hasil karya peserta didik dilobbi SMA Negeri 9 Yogyakarta. Lorong-lorong sekolah dihiasi dengan tanaman yang ditaruh di pot dan terdapat slogan-slogan yang berisi motivasi, himbauan untuk mencintai lingkungan, serta mengingatkan untuk menjadi manusia yang berkarakter. Tiang-tiang yang berada di depan ruang kelas juga dibalut dengan corak kain batik dari berbagai daerah di Indonesia. Selain itu setiap memasuki gerbang sekolah harus mematikan mesin sepeda motor untuk mengurangi polusi udara. c. Visi, Misi, dan Tujuan SMA Negeri 9 Yogyakarta Visi dari SMA Negeri 9 Yogyakarta adalah: “Arif terhadap lingkungan, unggul dalam ipteks, ber-akhlakulkarimah, menjadi idaman dan terpercaya”. Sedangkan Misi SMA Negeri 9 Yogyakarta adalah: 1) Mengembangkan lingkungan belajar yang bersih, sehat, nyaman, aman, tertib dan menyenangkan 2) Membudayakan sikap dan perilaku peduli lingkungan 3) Memberdayakan lingkungan sekolah sebagai media dan sumber belajar 4) Mengembangkan potensi kecerdasan intelektual, emosial, spiritual dan ketrampilan peserta didik. 5) Membudayakan senyum, salam, sapa, santun dan ibadah
80
6) Mengembangkan sistem pengelolaan sekolah yang akuntabel, terbuka, berorientasi pelayanan. Tujuan pendidikan sekolah di SMA Negeri 9 Yogyakarta adalah: a. Tujuan Umum Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepaa Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. b. Tujuan Pendidikan SMA Negeri 9 Yogyakarta 1) Tujuan Umum Meningkatkan mutu atau kualitas pendidikan di SMA Negeri 9 Yogyakarta sebagai Sekolah Standar Nasional Pendidikan dengan meningkatkan pencapaian delapan Standar Nasional Pendidikan dalam rangka pencapaian tujuan
pendidikan
nasional
dan
tujuan
pendidikan
menengah umum untuk mempersiapkan peserta didik melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. 2) Tujuan Khusus a) Menyelenggarakan proses pembelajaran dan administrasi pengelolaan sekolah berbasis teknologi informasi
81
b) Mempersiapkan peserta didik yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa dan berakhlak mulia c) Mempersiapkan peserta didik agar menjadi manusia yang berkepribadian, cerdas, berkualitas, dan berprestasi dalam bidang seni, olahraga, iptek, dan imtaq d) Membekali peserta didik agar memiliki ketrampilan teknologi informasi dan komunikasi serta mampu mengembangkan diri secara mandiri e) Menanamkan kepada peserta didik sikap ulet dan gigih dalam berkompetensi, beradaptasi dengan lingkungan dan mengembangkan sikap sportivitas f) Membekali peserta didik dengan ilmu dan teknologi agar mampu bersaing dan melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi g) Meningkatkan kinerja, profesionalisme, tanggung jawab sebagai guru dan karyawan SMA Negeri 9 Yogyakarta merupakan sekolah yang berbasis seni dan budaya, sehingga visi dan misi sekolah memuat kearifan terhadap lingkungan dan berakhlakhul karimah serta bertaqwa kepata Tuhan Ynag Mahaesa. Tujuan sekolah yang dibuat terarah pada penanaman karakter kepada siswa yaitu siswa dipersiapkan untuk menjadi manusia yang berkepribadian, berkualitas, dan berprestasi dalam iptek maupun imtaq.
82
c. Sumber Daya yang dimiliki SMA Negeri 9 Yogyakarta 1. Keadaan Siswa SMA Negeri 9 Yogyakarta Tabel 9. Data Jumlah Peserta Didik angkatan 2015/1016 Jenjang Jumlah Jumlah siswa Total rombel
L
P
X
6
76
115
191
XI
7
75
116
191
XI
7
73
116
189
Jumlah
20
204
367
571
Sumber: Dokumen Profil SMA Negeri 9 Yogyakarta Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah pesera didik perempuan lebih banyak dibanding dengan jumlah peserta didik laki-laki. Jumlah peserta didik setiap tahunnya mengalami perubahan, karena jumlah peserta didik yang diterima sesuai dengan jumlah rombel SMA Negeri 9 Yogyakarta. Dapat dilihat bahwa jumlah peserta didik perempuan rata-rata 116 orang dan jumlah peserta didik laki-laki ratarata berjumlah 75 siswa. Peserta didik SMA Negeri 9 Yogyakarta aktif dalam mengikuti berbagai macam perlombaan. Berbagai jenis prestasi yang di dapatkan oleh SMA Negeri 9 Yogyakarta dan meraih banyak kejuaraan. Program ekstrakurikuler yang diikuti oleh peserta didik sebagai pengembangan bakat dan minat, serta berbagai prestasi juga diraih peserta didik.
83
Berikut tabel prestasi siswa SMA Negeri 9 Yogyakarta tahun 2013/2014: Tabel 10. Prestasi siswa tahun 2013/2014 SMA Negeri 9 Yogyakarta No. Tahun Jenis/ lingkup Kejuruan 1 2013 Juara I Essay dan Presentasi Bhs. Perancis 2 2013 Juara II Olympiade Statistika Matematika 3 2013 Juara II Orasi Budaya 4 2013 Juara II Baca Puisi Bhs. Perancis tingkat Provinsi 5 2013 Juara II Debat Bahasa Inggris 6 2013 Juara III Olympiade Matematika 7 2013 Juara II pencak silat tingkat kota 8 2013 Juara II cerdas cermat PMR WIIRA 9 2013 Juara I English debate competition 10 2013 Juara I cipta puisi tingkat Kota 11 2013 Juara I Pidato Bahasa Inggris tingkat provinsi 12 2013 Juara III Olimpiade Biologi tingkat Nasional 13 2014 Juara III Cerdas Cermat Matematika 14 2014 Juara I foto pengelolaan air sekolah tingkat prov. 15 2014 Juara III simulasi Pilah Sampah tingkat Kota 16 2014 Juara I Apoteker Remaja tingkat Provinsi 17 2014 Juara II kebersihan dan Menghias Tenda 18 2014 Juara II karawitan Jenjang SMA tingkat Kota 19 2014 Juara I majalah dinding tingkat Provinsi Sumber: Dokumen Profil SMA Negeri 9 Yogyakarta 2. Keadaan Guru SMA Negeri 9 Yogyakarta Pendidik dan tenaga kependidikan merupakan salah satu aspek yang penting dalam mewujudkan sekolah yang unggul dan berkualitas baik di bidang akademik maupun administratif. Pendidik merupakan faktor penting dalam kegiatan proses belajar mengajar di lembaga pendidikan. Jumlah tenaga pengajar di SMA Negeri 9 Yogyakarta adalah 46 orang, dan 21 orang tenaga kependidikan (Pegawai Tata Usaha, teknisi, petugas perpustakaan, pengelola UKS, pengelola
84
Laboratorium, dan Satpam), yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan sekolah. Adapun penjelasannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 11. Keadaan Guru SMA Negeri 9 Yogyakarta Pendidikan Jumlah Terakhir GT GTT G.Honda S3 0 0 0 S2 3 0 0 S1 37 2 2 Sarjana muda/D3 1 0 0 Jumlah 41 2 2 Sumber: Dokumen profil SMA Negeri 9 Yogyakarta
DPK 0 1 0 0 1
Selain peran penting tenaga pendidik proses kegiatan belajar mengajar selama dikelas, siswa dibantu oleh tenaga kependidikan yang mempunyai peranan dalam menjalankan tugas administratif di sekolah. Adapun data tenaga kependidikan SMA Negeri 9 Yogyakarta adalah sebagai berikut: Tabel 12. Keadaan karyawan SMA Negeri 9 Yogyakarta No. Nama Gol Tugas/Urusan 1 Dra. Dihari Kartini IIId KTU 2 H. Samsuri Jamalin IIIb Bendahara Sekolah 3 Wardani IIIb Pengadministrasian Brg Investaris 4 Sri Muryani IIIb Bendahara Komite 5 Hj. Ndari Sayekti, ST. IIIa Bendahara Pemasukan Komite 6 Mugi Subiyastini PTT Pengelola Perpustakaan 7 Hendri Sugiyanto PTT Penata Laksana Kepegawaian 8 Mariyah PTT Pengelola UKS 9 Sugiyarti PTT Pengadministrasian Umum 10 Sarengat PTT Operator Mesin Penggandaan 11 Agus Sugiyanto PTT Pengadministrasi Barang Investaris 12 Triyadi PTT Pegelola Lab Komputer 13 /Tri Susanto PTT Pegelola Lab Fisika 14 Ratih Suncani PTT Pegelola Lab Kimia 15 Sarbini PTT Caraka/Pengemudi 16 Sri Lestari, S.Si. PTT Pegelola Lab Biologi 17 Muh. Asngari PTT Petugas Kebersihan 18 Siyamto PTT Satpam 85
Lanjutan tabel 12. Keadaan Karyawan SMA Negeri 9 Yogyakarta No. Nama Gol. Tugas/Urusan 19 Agus Suharyanto PTT Satpam 20 Eko Winardi PTT Satpam 21 Sukardiyana PTT Satpam Sumber: Dokumen Profil SMA Negeri 9 Yogyakarta Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa hanya ada lima tenaga kependidikan yang bestatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 16 pegawai tidak tetap (PTT). Tenaga kependidikan yang berstatus PNS yakni Ketua Tata Usaha dan Bendahara di SMA negeri 9 Yogyakarta. Sedangkan pengelolaan perpustakaan, pengelolaan laboratorium, pengelola UKS dan penjaga sekolah/ satpam merupakan pegawai tidak tetap. Setiap lembaga mempunyai struktur organisasi yang bertujuan untuk memudahkan akses komunikasi. Struktur organisasi SMA Negeri 9 Yogyakarta mempunyai tugas dan tanggung jawab masing-masing. Stuktur organisasi sekolah SMA Negeri 9 Yogyakarta, sebagai berikut: Komite Sekolah
Wakasek Kurikulum
Kepala Lab. Sekolah
Kepala Sekolah
Wakasek Kesiswaan
Wakasek Sar-Pras
Wali Kelas Guru Mapel Guru pembimbing
Siswa Gambar 3. Struktur Organisasi SMA Negeri 9 Yogyakarta
86
Wakasek Tata Usaha
Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa siswa merupakan tanggung jawab dari semua warga sekolah termasuk Kepala Sekolah, Wali kelas, guru Mapel, dan guru pembimbing. Berbagai tugas dari tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang sudah sesuai dengan fungsinya masing-masing apabila dikerjakan dengan bersamasama akan membentuk suasana belajar yang kondusif dan kegiatan belajar mengajar akan berjalan dengan lancar. 3. Keadaan Sarana dan Prasarana SMA Negeri 9 Yogyakarta Sumber daya sarana dan prasarana merupakan aspek yang penting selain sumber daya manusia. Sarana-prasarana dibutuhkan oleh semua warga sekolah untuk menunjang keberlangsungan proses belajar mengajar di sekolah. Sarana dan prasarana sekolah berfungsi sebagai media penunjang kegiatan belajar mengajar dan memperlancar kesiatan pendidikan. Adapun data sarana dan prasarana SMA Negeri 9 Yogyakarta adalah sebagai berikut: Tabel 13. Keadaan Sarana dan Prasarana SMA Negeri 9 Yogyakarta No. Jenis Ruang Jumlah Luas (m²) 1 Ruang Kelas 19 1080 2 Lab Biologi 1 56 3 Lab Kimia 1 56 4 Lab Fisika 1 56 5 R. Perpustakaan 1 112 6 Lab Komputer 1 46 7 R. UKS 1 24 8 R. Kepala Sekolah 1 12 9 R. Guru 1 90 10 R. BP 1 72 11 R. TU 1 80 12 R. OSIS 1 72 13 R. Pend Agama 1 72 87
Lanjutan tabel 13. Keadaan Sarana dan Prasarana SMA Negeri 9 Yogyakarta No. Jenis Ruang Jumlah Luas (m²) 14 R. Kopsis 1 18 15 R. Pramuka 1 18 16 R.Trapsila HC 1 8 17 Musholla 1 60 18 KM/WC 10 60 19 Rumah Jaga 1 18 20 R. Tamu 1 80 21 Parkir Kendaraan Siswa 1 500 22 Parkir Kendaraan Guru 1 90 23 Pintu Gerbang 2 10 24 Pos Satpam 1 6 25 Kantin 6 26 Lapangan Upacara 1 540 27 Lapangan Bulu Tangkis 2 200 28 Lapangan Basket 1 200 Sumber: Dokumen Profil SMA Negeri 9 Yogyakarta Sarana dan Prasarana di SMA Negeri 9 Yogyakarta sudah cukup lengkap. Terdapat beberapa sarana prasarana seperti ruang guru, parkir kendaraan siswa, dan kantin kurang luas. Sebagai sarana penunjang pembelajaran SMA Negeri 9 Yogyakarta memiliki Komputer sejumlah 60, OHP sebanyak 12, TV 7 unit, Laptop 6 unit, LCD 24 yang terpasang disemua ruang kelas, Mesin Ketik 12 unit, dan sound system 2 unit semua sarana tersebut berkeadaan baik. d. Program Ekstrakurikuler Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, SMA Negeri 9 Yogyakarta memiliki berbagai program kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler berfungsi sebagai wadah penyaluran bakat dan minat peserta didik. Banyak jenis program ekstrakurikuler di SMA Negeri 9 Yogyakarta adalah Pramuka, Bulu Tangkis, Futsal,
88
Tonti, Karya Ilmiah Remaja(KIR)/ Jurnalistik, Trappsila English Club, Paduan suara, Basket, Seni Baca Al-Quran, Trappsila Hiking Club, Karawitan, Desain Web dan Desain Grafis, Robotik, PMR, dan Seni Tari Kegiatan
ekstrakurikuler
pramuka
merupakan
kegiatan
ekstrakurikuler wajib bagi kelas X. Pramuka bertujuan untuk mengenalkan peserta didik sikap kepemimpinan dan kemandirian. Kegiatan ekstrakurikuler pramuka juga berfungsi sebagai penanaman pendidikan karakter. SMA Negeri 9 Yogyakarta dulunya hanya memiliki 4 cabang kegiatan ekstrakurikuler pramuka, namun siswa memiliki banyak waktu luang sehingga peserta didik dapat melakukan hal negatif. Oleh karena itu SMA Negeri 9 Yogyakarta menambah program ektrakurikuler. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak EW sebagai berikut: “…dulunya SMA Negeri 9 ini hanya memiliki 4 kegiatan ekstra yaitu pramuka, PMR, Tonti, dan bulu tangkis. Sekarang sudah menjadi banyak itu saat banyaknya aksi tawuran, sekolah mengatasinya dengan menambah kegiatan ekstra seperti English Club, yang olah raga seperti bola basket dan futsal. Sekolah ini juga menjadi sekolah yang berbasis seni dan budaya program ekstra dalam mendorong itu dibentuk program ekstrakurikuler karawitan dan seni tari.”(W/EW, 25 April 2016) Kegiatan ekstrakurikuler juga merupakan penyaluran peserta didik dalam meraih berbagai prestasi. Ekstakurikuler dilaksanakan setiap hari Rabu, Kamis, dan Sabtu setelah jam kegiatan belajar mengajar
selesai.
Sekolah
menyiapakan
dana
lebih
untuk
melaksanakan program ekstrakulikuler yang tidak bersifat negatif.
89
B. Hasil Penelitian Hasil penelitian ini berdasarkan observasi dan wawancara secara langsung yang dilakukan oleh peneliti kepada Waka Kesiswaan, guru, wali kelas, guru BK, satpam, dan siswa. Wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti membahas terkait implementasi kebijakan penanggulangan kenakalan remaja (siswa) dan faktor pendukung serta faktor penghambat dalam pelaksanaannya. Fokus penelitian ini terhadap implementasi kebijakan penanggulangan kenakalan remaja (siswa) dengan menggunakan teori Edward III, yaitu Komunikasi, sumber daya, sikap, dan struktur birokrasi. Hasil observasi dan wawancara di SMK Negeri 2 Yogyakarta dan SMA Negeri
9
Yogyakarta
terkait
implementasi
kebijakan
sekolah
dalam
menanggulangi kenakalan remaja (siswa), maka dapat dilihat implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di Kota Yogyakarta (studi pada SMK Negeri 2 Yogyakarta dan SMA Negeri 9 Yogyakrta) serta faktor pendukung dan penghambat. 1. Implementasi Kebijakan Sekolah dalam menanggulangi Kenakalan Remaja Kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di Kota Yogyakarta adalah berupa aturan tertulis yang ada di dalam buku pedoman peraturan tata tertib sekolah. Upaya penanggulangan kenakalan remaja dalam pelaksanaannya di dukung dengan adanya komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi agar pelaksanaan kebijakan sekolah tersebut dapat berjalan secara efektif.
90
a. Upaya Penanggulangan Kenakalan Remaja Upaya penanggulanagan kenakalan remaja terbagi menjadi tiga cara yaitu secara kuratif, represif dan preventif adalah sebagai berikut: 1) Upaya kuratif (penanganan) a) SMK Negeri 2 Yogyakarta Dalam rangka menanggulangi kenakalalan remaja (siswa), sekolah membuat beberapa kebijakan diantaranya melalui: 1. Peraturan Tata Tertib Sekolah Adapun tahapan pembinaan dan sanksi yang diberikan oleh pihak sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 2 Yogyakarta yang melanggar peraturan tata tertib sekolah adalah sebagai berikut: Tabel 14. Poin Sanksi Bagi Pelanggar Tata Terti SMK N 2 Yogyakarta No. Poin Pembinaan Sanksi 1 1-15 Guru, Wali Kelas, Peringatan lisan, terdokumentasi dan Orangtua. 2 16-30 Wali Kelas, Guru Skorsing selama 1 hari dan BK, dan Orangtua pernyataan secara tertulis di atas kertas, diketahui kajur, wali kelas serta guru BK. 3 31-60 Wali kelas, guru Skorsing selama 3 hari dan BK, tim tatib, pernyataan secara tertulis di atas orangtua. kertas bermaterai diketahui kajur, wali kelas guru BK serta tim tatib 4 61-90 Wali kelas, guru Skorsing selama 6 hari dan BK, waka pernyataan secara tertulis di atas kesiswaan, waka kertas bermaterai diketahui kurikulum, kajur, wali kelas guru BK, tim orangtua. tatib serta kesiswaan 5 91-100 Wali kelas, guru Skorsing selama 8 hari, BK, waka pernyataan secara tertulis di atas keiswaan, waka kertas bermaterai diketahui 91
kurikulum, kepala kajur, wali kelas guru BK, tim sekolah, oang tua tatib, kesiswaan, kurikulum, serta kepala sekolah, dan siswa dinyatakan tidak akan naik kelas dan tidak boleh mengulang 6 >101 Kepala sekolah dan Siswa dikembalikan/dikeluarkan orangtua dari sekolah. Sumber: Buku Pedoman Tata Tertib Siswa SMK N 2 Yogyakarta Dalam rangka melakukan kontrol dan penegakan tata tertib SMK Negeri 2 Yogyakarta membentuk tim tatib yang bertanggung jawab dalam ketertiban seluruh siswa. Tim tatib terdiri dari kepala sekolah, waka kesiswaan, guru BK, dan 14 orang guru. Namun diperlukan kepekaan dan peran serta dari semua guru agar penanggulangan kenakalan remaja (siswa) berjalan secara optimal. Pelaksanaan pembinaan dan penertiban siswa, pertanggungjawabannya berada diwali kelas, guru BK, Tim Budaya, staff kesiswaan atau tim khusus yang dibentuk dengan
kewenangan
masing-masing.
Selain
itu,
dalam
menegakkan tata tertib sekolah , tentunya dibutuhkan peran serta dari seluruh pihak, baik guru, karyawan, komite sekolah, orangtua siswa , maupun masyarakat sekitar. 2. Pembatasan jam siswa berada di lingkungan sekolah Pembatasan jam dilakukan secara bertahap hingga sekarang pembatasan jam siswa berada dilingkungan sekolah sampai dengan jam 17.00 WIB. Namun, khusus untuk jurusan tertentu pembatasan waktu sampai jam 19.00 WIB dikarenakan ada praktik kejuruan. Adapun strategi yang dilakukan sekolah 92
untuk mendukung keterlaksanaan kebijakan yaitu siswa diperbolehkan berada dilingkungan sekolah dan di dampingi oleh guru pembimbing kegiatan. Hal
tersebut
sesuai
dengan
pernyataan
yang
disampaikan oleh Bapak RH, adalah sebagai berikut: “…dulunya itu tidak ada pembatasan jam siswa berada dilingkungan sekolah. Jadi anak itu boleh berada dilingkungan sampai malam sekitar jam 19.00 atau jam 20.00. Namun, itu menimbulkan perilaku menyimpang di siswanya sehingga memicu adanya tawuran. Sehingga kita membuat siswa maksimal berada dilingkungan sekolah itu sampai dengan jam 17.00 itu maksimal dan masuk jam 06.45 WIB, hal tersebut untuk menghindari adanya konflik antar sekolah. Kecuali untuk jurusan TKR itu tidak pulang jam 17.00 soalnya ada praktik dan juga ada kegiatan ekstra itu harus ada guru pendampingnya.” (W/ RH, 02 Mei 2016) Hal serupa disampaikan oleh SR (salah satu guru Bimbingan dan Konseling), sebagai berikut: “…dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar siswa itu masuk pada jam 6.45 lalu pulang jam 14.00 tetapi kan itu juga masih ada kegiatan diluar jam sekolah jadi pihak sekolah memaksimalkan jam 17.00 WIB semua siswa tidak boleh berada dilingkungan sekolah. Hal tersebut sudah disampaikan oleh pihak sekolah kepada orantua atau wali murid, tetapi untuk jurusan tertentu dan jikalau ada kegiatan diluar jam tersebut itu pasti ada guru pembimbingnya jadi siswa tidak bisa seenaknya berada dilingkungan sekolah melebihi jam tersebut tanpa mengikuti kegiatan apa-apa karena ada guru pembimbingnya tadi, takutnya siswa menyalahgunakan waktu-waktu tersebut untuk kegiatan negatif kalau tidak ada pendampingan.” (W/SR, 03 Mei 2016)
93
Berdasarkan pernyataan di atas dapat dilihat bahwa kegiatan yang berada di waktu yang ditentukan yaitu sampai jam 17.00 maka harus ada guru pendamping atau pembimbing. Sekolah melakukan pentutupan gerbang sekolah pada pukul 6.45 nanti pada saat istirahat pintu gerbang tutup buka. siswa yang izin keluar sekolah harus memberikan surat izin dari BK kepada security. Bagi siswa yang terlambat akan dilakukan pencatatan pelanggaran dan boleh mengikuti kegiatan belajar mengajar setelah mendapat izin dari guru BK. Hal tersebut dilakukan agar kebijakan tersebut berjalan optimal. 3. Pemberian Sanksi Berdasarkan wawancara dengan SR
sanksi
yang
diberikan sekolah dalam upaya pemberian efek jera di SMK Negeri 2 Yogyakarta adalah sebagai berikut: “…, terlambat itu nanti di kumpulin dihalaman depan sekolah diberi pembinaan selanjutnya di beri sanksi bersih-bersih kamar mandi sambil didampingi dan diberi nasihat-nasihat. Tetapi kalau siswa terlambat 3 kali berturut-turut itu nanti pihak sekolah memanggil orangtua. Siswa yang bermainan HP saat pelajaran berlangsung itu nanti saya nasehati dan menyuruh HPnya di silent, memang tidak saya suruh matikan karena takutnya nanti ada keluarga yang menghubungi padahal itu informasi penting takutnya seperti itu.” (W/ SR, 03 Mei 2016) Hal yang mendukung pernyataan tersebut di atas, sesuai dengan pernyataan NR sebagai berikut: “Terlambat 3 kali berturut-turut nanti orangtua dipanggil mbak. membolos misalnya pada mata pelajaran pertama siswa ikut namun pada mata pelajaran ketiga dan empat
94
siswa tersebut tidak ikut nanti guru lapor ke wali kelas bahwa siswa ini tidak ikut mapel ini. Nanti saya nasehati selaku wali kelas Saya tanya kenapa tidak ikut seperti itu.” (W/ NR, 13 Mei 2016) Berdasarkan pernyataan di
atas diketahui
bahwa
pendidik akan melakukan penanganan kepada siswa yang melanggar peraturan ditangani sesuai dengan tingkat kenakalan siswa. Bagi siswa yang masih bisa dinasihati maka pendidik akan
menasehati
agar
siswa
menyadari
kesalahannya.
Pemberian sanksi yang berat biasanya dilakukan ketika siswa melakukan kenakalan berat pula, dan terdapat pembinaan yang melibatkan orangtua. 4. Mengembalikan Anak Kepada Orangtua Adapun prosedur pengembalian siswa kepada orangtua di SMK Negeri 2 Yogyakarta memiliki prosedur yang panjang dan melibatkan semua pihak terkait, seperti yang dinyatakan oleh SR sebagai berikut: “…pengembalian siswa kepada orangtuanya itu melalui prosedur yang panjang dan rapat bersama antar semua pihak yang terkait. Keputusan tersebut diambil berdasarkan berbagai pertimbangan seluruh warga sekolah. Pengembalian siswa itu juga yang memang benar-benar merugikan dan sulit untuk dibenahi.” (W/ SR, 03 Mei 2016) Hal lain yang mendukung pernyataan di atas, RH menyebutkan sebagai berikut: “…anak atau siswa dikembalikan kepada orangtua itu untuk menyelamatkan anak itu sendiri agar tidak semakin terjerumus. Biasanya anak dikembalikan keorangtua itu ketika anak melakukan kenakalan yang
95
sifatnya sangat berat dan tidak biasa ditoleransi. Pengembalian siswa itu juga didasarkan bukti yang akurat hlo dan itu juga didukung bukti dari kepolisian juga jadi tidak sepihak hanya sekolah tetapi lembaga terkait.” (W/ RH, 02 Mei 2016) Siswa yang dikembalikan kepada orangtua merupakan kebijakan sekolah yang dibuat untuk memberikan pendidikan kedisiplinan dan tanggung jawab kepada siswa. Hal tersebut dilakukan ketika siswa sudah diberikan nasihat dan pembinaan, namun sudah tidak dapat diterima. b) SMA Negeri 9 Yogyakarta 1. Peraturan Tata Tertib Sekolah Berikut adalah tahapan pembinaan dan pemberian sanksi pelanggaran tata tertib sekolah di SMA Negeri 9 Yogyakarta. Tabel 15. Peraturan Tata Tertib SMA Negeri 9 Yogyakarta No Nilai Tahapan Pembinaan dan sanksi Petugas Pelanggaran 1 1–5 Teguran Lisan Tim Ketertiban, Guru, Wali Kelas 2 6 – 20 Pembinaan/teguran Lisan + Tim Ketertiban, Guru, Wali membuat Surat Pernyataan Kelas 3 21 – 50 1. Peringatan tertulis bermetarai Tim Ketertiban, Wali 2. Pemanggilan orangtua Kelas, Guru BK, 3. Skorsing 2 hari Kesiswaan 4 51 – 75 1. Peringatan tertulis bermetarai Tim Ketertiban, Wali 2. Pemanggilan orangtua Kelas, Guru BK, 3. Skorsing 4 hari Kesiswaan 5 76 – 90 1. Peringatan tertulis bermetarai Tim Ketertiban, Wali 2. Pemanggilan orangtua Kelas, Guru BK, 3. Skorsing 6 hari Kesiswaan 6 91 – 100 1. Peringatan tertulis bermetarai Tim Ketertiban, Wali 2. Pemanggilan orangtua Kelas, Guru BK, 3. Skorsing 2 minggu Kesiswaan, Kepala Sekolah 7 > 101 Dikembalikan ke orangtua Wali Kelas, Guru BK, Kesiswaan, Kepala Sekolah Sumber: Buku Pedoman Sasana Warga SMA N 9 Yogyakarta
96
Rancangan tata tertib SMA Negeri 9 Yogyakarta atau “Sasana
Warga”
ditetapkan dengan mempertimbangkan
masukan dari komite sekolah dan perwakilan siswa. “Sasana Warga” ini bertujuan untuk menciptakan situasi kehidupan sekolah yang dapat menunjang terlaksananya wawasan wiyata mandala dan tujuan pendidikan nasional. penegakan sasana warga dilakukan oleh kepala sekolah, tim tata tertib, guru BK, wali kelas, guru dan karyawan SMA negeri 9 Yogyakarta. Selain itu, dalam menegakkan tata tertib sekolah , tentunya dibutuhkan peran serta dari seluruh pihak, baik guru, staff karyawan,
komite
sekolah,
orangtua
siswa,
maupun
masyarakat sekitar. 2. Pembatasan jam siswa berada di lingkungan sekolah Dalam menanggulangi kenakalan remaja, SMA N 9 Yogyakarta membuat kebijakan pembatasan jam bagi siswa tujuannya untuk mengurangi tindak kenakalan. Dari siswa masuk sekolah sampai siswa harus meninggalkan lingkungan sekolah semua sudah diatur dari jam 07.15 sampai dengan 17.00. Namun, bagi kelas XI ada kegiatan pendalaman materi (jam ke-0) mulai dari 06.30. Selain itu terdapat beberapa siswa yang masih berada di lingkungan sekolah karena ada kegiatan ekstrakurikuler. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bapak EW, adalah sebagai berikut:
97
“…siswa masuk itu pukul 07.15 tetapi untuk yang Pendalaman Materi itu masuk jam ke-0 pukul 06.30. Gerbang ditutup pukul 07.15 sampai pukul 07.30 nanti setelah pukul 07.15 itu siswa sudah dicatat terlambat. Untuk siswa berada dilingkungan sekolah sampai jam 17.00 tetapi terkadang masih ada kegiatan ekstrakurikuler dan ada juga siswa yang menunggu jemputan.”(W/ EW, 25 April 2016) Hal yang mendukung pernyataan di atas, diungkapkan oleh Bapak BS adalah: “Pembatasan jam siswa itu untuk mengatasi kenakalan tetapi ada juga yang melebihi jam tersebut, misalkan ada kegiatan ekstrakurikuler yang sampai jam 17.00 lebih. Jam 17.00 itu siswa harus meninggalkan lingkungan sekolah tetapi karena ada kegiatan jadi lebih dari waktu yang ditentukan tidak apa-apa asalkan ada guru pendampingnya tetapi diusahakan jangan sampai melebihi. Terus juga ada yang menunggu jemputan itu juga diawasi oleh security karena disini kelas X itu kan belum boleh bawa motor jadi antar jemput.”(W/ BS, 18 April 2016)
Siswa berada di lingkungan sekolah dibatasi dari jam 07.15 sampai dengan jam 17.00 WIB. Namun, masih ada siswa yang melebihi pada jam 17.00 WIB dengan alasan menunggu jemputan. Hal tersebut seperti pada gambar dibawah ini:
Gambar 4. Siswa sedang menunggu jemputan
98
Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa di SMA Negeri 9 Yogyakarta gerbang sekolah ditutup jam 07.15, jika ada siswa ada yang berangkat melebihi waktu 07.15 maka dicatat sebagai siswa terlambat. Peserta didik harus meninggalkan area sekolah pukul 17.00 itu merupakan waktu maksimal yang ditentukan sekolah. Namun, ada kegiatan ekstrakurikuler yang melebihi waktu yang ditentukan itu diperbolehkan dengan didampingi oleh seorang guru. Ada juga siswa yang masih berada di lingkungan sekolah melebihi waktu yang ditentukan karena menunggu jemputan dan harus dengan pengawasan security. 3. Sanksi sebagai upaya pemberian efek jera Menurut Bapak BS pemberian sanksi bagi peserta didik yang melanggar peraturan tata tertib sekolah akan dikenakan poin, jika poin sudah melebihi 101 maka peserta didik dikembalikan kepada orangtua. Hal tersebut diungkapkan Bapak BS sebagai berikut: “pemberian sanksi itu ka nada patokan poin-poin, jadi pelanggaran apa di beri poin sekian. Jika kalau poin sudah terkumpul sebanyak 101 itu nanti peserta didik serta orangtua dipanggil. Kalau ada siswa yang melanggar peraturan sekolah itu nanti diberi arahan kalau memang harus melibatkan orangtua nanti dikomunikasikan dengan orangtua dan membuat surat pernyataan di atas materai.”(W/ BS, 18 April 2016)
99
Hal yang mendukung pernyataan di atas diungkapkan oleh Bapak TR, sebagai berikut: “sanksi terberat dikembalikan kepada orangtua. Jika ada pelanggaran baik itu ringan misalnya terlambat nanti akan di beri pembinaan dan pengarahan dari BK dan diberi poin sesuai dengan ketentuan. Terlambat misalkan nanti suruh bersih-bersih atau menyiram tanaman.”(W/TR, 20 April 2016)
Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa peserta didik yang melanggar peraturan sekolah akan diberikan sanksi berupa poin. Pembinaan dan pengarahan juga dilakukan oleh pihak BK agar peserta didik tidak melakukan tindak penyimpangan. Pemberian sanksi disesuaikan dengan tingkat kenakalan anak jika kenakalan siswa sudah dikategorikan berat maka pihak sekolah harus melibatkan orangtua, peserta didik juga membuat surat pernyataan di atas materai. 4. Mengembalikan anak kepada orangtua berdasarkan data yang akurat Peserta didik dikembalikan kepada orangtua karena melakukan tindak penyimpangan yang dikategorikan pada kenakalan yang bersifat berat. Sebagaimana diungkapkan oleh Bapak AR, sebagai berikut: “Peserta didik yang dikembalikan kepada orangtua itu sudah tidak bisa diberi pembinaan dan pengarahan serta jenis kenakalan yang berat. Siswa dapat dikembalikan itu harus ada buktinya yang jelas. Untuk prosedurnya nanti bisa melibatkan pihak Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah, serta orangtua nanti diadakan diskusi. Namun,
100
sudah beberapa tahun ini tidak ada siswa yang dikembalikan kepada orangtua.”(W/ AR, 25 April 2016)
Senada dengan pernyataan yang diungkapakan oleh Bapak BS, sebagai berikut: “Kasus kenakalan kategori berat itu akan melibatkan orangtua. Kemungkinan anak dikembalikan kepada orangtua karena anak snediri melakukan tindak kenakalan berulang-ulang bahkan kategori berat serta sudah tidak dapat diberi pembinaan dari BK. Pengembalian siswa harus ada bukti yang akurat tentang tindak penyimpangan misalkan anak yang melakukan tawuran dan memakan korban nanti harus ada dat yang jelas dari kepolisisan juga. Sekolah melakukan rapat yang melibatkan seluruh pihak terkait dan dari Dinas Pendidikan juga.”(W/ BS, 18 April 2016) Berdasarkan pernyataan yang diungkapkan oleh Bapak AR dan Bapak BS, dapat diketahui bahwa mengembalikan peserta didik kepada orangtua harus disertai dengan bukti yang akurat bahkan kalau tindak kenakalan sudah dikategorikan tindak kriminal harus disertai bukti dari kepolisian. Kebijakan sekolah ini dilakukan agar peserta didik tidak semakin terjerumus dan bahkan menjadi contoh bagi peserta didik lain yang akan mengikuti perilaku negatif. 2) Upaya represif (Penyembuhan) Sekolah merupakan rumah kedua bagi siswa dimana hampir 7 jam siswa menghabiskan waktunya disekolah. Oleh karena itu, sekolah mempunyai kewajiban untuk mengarahkan dan memberikan
101
pembinaan terhadap siswa menuju kearah yang lebih baik. bagi siswa yang melakukan bentuk kenakalan remaja maka sekolah harus melakukan penyadaran
diri
kepada siswa,
pembinaan, dan
pencegahan agar perilaku menyimpang itu tidak dilakukan lagi. a) SMK Negeri 2 Yogyakarta 1. Layanan Bimbingan Konseling Adapun
program
yang
dilaksanakan
Bimbingan
Konseling di SMK Negeri 2 Yogyakarta sesuai dengan pernyataan SR (salah satu guru BK), sebagai berikut: “…masing-masing dari bapak ibu BK dalam kegiatan memberikan layanan klasikal itu selalu mengadakan pembinaan baik itu terkait kenakalan remaja baik itu dengan teman dan lebih-lebih dari luar sekolah. Kalau lebih khusus lagi ada bimbingan kelompok untuk siswa yang memiliki kasus sama. Konseling kelompok kalau lebih kecil ya layanan individu. Perbedaan itu sifatnya perkasus. Kalau layanan rutin itu rutin karena dijadwalkan 2 jam per minggunya.” (W/ SR, 03 Mei 2016) Hal serupa diungkapkan oleh AS, adalah sebagai berikut: “… ada bimbingan siswa sesuai dengan kejadian yang terjadi, bimbingan kelompok, semua anak anak ini diberi gambaran kenakalan-kenakalan yang terjadi saat ini harapannya agar anak-anak tersebut tidak terjerumus dalam tindakan kenakalan dan maksimalnya jangan jadi pelaku. Kegiatan dari BK itu bimbingan klasikal dan pendampingan dari anak-anak yang terkena itu. Setelah melakukan kesalahan itu harus didampingi degan tuntas kemudian akan dibimbing untuk menyadari kesalahaannya. Bimbingan yang dilakukan juga ada yang sifatnya kelompok ya, bimbingan kelompok dan
102
ditindak lanjut dengan konseling individu dan juga mediasi dengan guru.” (W/ AS,17 Mei 2016 ) Berdasarkan
pernyataan
tersebut
terlihat
bahwa
program yang dilakukan oleh BK berupa bimbingan baik individu maupun kelompok. BK juga dijadwalkan 2 jam perminggu sehingga BK bisa memanfaatkan waktu tersebut untuk memberikan motivasi serta memberikan gambarangambaran tentang kasus kenakalan remaja. hal tersebut dilakukan oleh BK agar menjadi rambu-rambu bagi siswa agar tidak terjerumus. BK tidak terlibat dalam pemberian sanksi atau hukuman kepada siswa yang melanggar peraturan sekolah. Hal tersebut disampaikan oleh SR, sebagai berikut: “BK itu menempatkan diri dalam memberikan pengarahan dan melakukan pembinaan, selain itu juga BK berfungsi sebagai motivator. Ketika terdapat pelanggaran tata tertib sekolah maka penanganan akan dilakukan oleh wali kelas, tim tatib, dan waka kesiswaan. Namun, jika perlu anak itu dibina maka diserahkan ke BK untuk selanjutnya dilakukan pembinaan dan pengarahan. Setelah itu, siswa membuat surat pernyataan secara tertulis.” (W/ SR, 03 Mei 2016) Berdasarkan pernyataan tersebut diketahui bahwa BK melakukan pembinaan, pengarahan, dan memotivasi siswa yang melakukan pelanggaran. Ketika terdapat siswa yang melakukan bentuk pelanggaran tata tertib guru BK akan memberikan pembinaan melalui surat pernyataan.
103
2. Pengembangan karakter SMK Negeri 2 Yogyakarta melakukan penanaman pendidikan karakter melalui Panca T (5 T), yaitu tepat waktu, tepat pakaian, tepat bicara, tepat belajar, dan tepat bekerja; adanya budaya 3 S (senyum, sapa, salam); setiap pagi siswa dibiasakan dengan kedisiplinan, siswa setiap pagi harus berjabat tangan dengan guru saat memasuki lingkungan sekolah; menyanyikan lagu Indonesia Raya dan dilanjutkan dengan berdoa sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Setiap pagi sembari berjabat tangan guru atau tim tatib mengontrol
kedisiplinan
siswa
dan
membudayakan
berperilaku sopan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan AS, sebagai berikut: “setiap pagi Bapak dan Ibu guru menyalami anak-anak didepan, hal itu dilakukan untuk penanaman karakter agar siswa memiliki rasa sopan santun dan kedisiplinan. Didepan tidak hanya menyalami saja tetapi juga mengontrol kerapian seragam. Dari dasi, rambut, kalau yang perempuan make up, sepatu dan celana mbak. nanti kalau ada yang kurang rapi atau tidak sesuai akan disendirikan dan setelah masuk akan diberi peneguran dan pengarahan yang dilakukan oleh tim tatib”. (W/ AS, 17 Mei 2016) Berdasarkan pernyataan di atas diketahui bahwa dalam penanaman nilai-nilai karakter dilakukan oleh semua warga sekolah. Pendidikan karakter dilakukan sebagai upaya penyadaran kepada siswa. Tim tatib yang bertugas bertujuan
104
untuk mengontrol siswa agar tertib dan disiplin ketika berada dilingkungan sekolah. b) SMA Negeri 9 Yogyakarta 1. Layanan Bimbingan dan Konseling Bimbingan Konseling di SMA Negeri 9 Yogyakarta mempunyai
program
yang
telah
dilakukan
untuk
menananggulangi kenakalan remaja (siswa). BK bertindak sebagai
pencegahan
agar
anak
tidak
melakukan
penyimpangan. Sesuai dengan pernyataan Ibu NH, sebagai berikut: “Programnya melakukan pembinaan yang dilakukan wali kelas setiap 2 minggu sekali. Mengingatkan siswa dengan metode ceramah dan tanya jawab. Melakukan pembinaan dengan cara konseling, konsultasi dan layanan pembinaan bagi yang bermasalah.”(W/ NH, 16 April 2016)
Hal
lain
yang
medukung
pernyataan
di
atas,
diungkapkan oleh Bapak AR sebagai berikut: “programnya itu terintegrasi dengan program lain, kalau kasus kenakalan lebih utama yang dilakukan BK sendiri adalah pencegahan. Bimbingan klasikal yaitu guru BK masuk ke kelas dengan memberikan bimbingan-bimbingan kepada siswa, entah itu bimbingan dari keluhan-keluhan siswa atau misal yang kelas tiga itu lanjut kuliah dimana jadi sharing-sharing gitu dan ada juga pembinaan wali kelas setiap 2 minggu sekali. Tapi kan sekarang BK sudah tidak masuk ke kelas secara rutin”(W/ AR, 25 April 2016) Pernyataan di atas dapat diketahui bahwa layanan BK dilakukan
untuk
pencegahan
105
kenakalan
siswa
dan
pembimbing. Program yang dilakukan BK terintegrasi program lain yang dibentuk sekolah. kegiatan pembinaan BK dilakukan untuk mengingatkan siswa baik denganmetode ceramah atau Tanya jawab. BK bertugas untuk memberikan bimbingan dan pengarahan sebagai pencegahan tindak kenakalan bukan memberikan hukuman kepada peserta didik. BK juga merupakan wadah konsultasi siswa dalam memilih program berikutnya setelah lulus. 2. Pengembangan pendidikan karakter SMA Negeri 9 Yogyakarta melakukan penanaman pendidikan karakter melalui budaya 3 S (senyum, sapa, salam), setiap pagi siswa dibiasakan dengan kedisiplinan, menyanyikan lagu Indonesia Raya dan dilanjutkan dengan berdoa sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Terdapat kegiatan IMTAQ di hri Jumat yang dilakukan pada jam pelajaran ketiga dan empat. Hal tersebut diungkapkan oleh Ibu SE, sebagai berikut: “… pada hari jumat itu ada kegiatan IMTAQ dan dilaksanakan pada jam ketiga dan empat itu kegiatannya nanti dikelompokkan per agama masingmasing sebagai tameng agama. Kegiatan pramuka juga sebagai penanaman karakter siswa kegiatan wajib pramuka sebagai pengenalan tanggung jawab dan kedisiplinan.”(W/ SE, 23 April 2016) Hal serupa diungkapkan oleh Bapak AR, sebagai berikut:
106
“program keagamaan (IMTAQ). Pengoptimalan disiplin siswa dengan anak yang berpotensi dalam melakukan kenakalan itu di atasi sebelumnya dan berbagai macam kegiatan yang berkaitan dengan karakter siswa yaitu pendidikan berbasis seni dan budaya, hal ini bukan untuk kenaklan kita harap anakanak mempunyai kepribadian yang baik. Ektrakurikuler wajib pramuka sebagai pengenalan tanggung jawab dan disiplin.”(W/ AR, 25 April 2016). Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa penanaman pendidikan karakter dilakukan dengan berbagai program yaitu dengan IMTAQ dan Ekstrakurikuler wajib pramuka.
Penanaman
nilai
karakter
dilakukan
untuk
menyadarkan peserta didik untuk bertanggung jawab dan disiplin. Penanaman karakter juga dilakukan pada jumat bersih dan karakter siswa dibentuk melalui pembiasaan sapa, senyum, dan salam. 3) Upaya Preventif (Pencegahan) Sekolah perlu melakukan upaya pencegahan agar bentukbentuk kenakalan remaja yang pernah terjadi tidak kembali lagi. Sekolah berupaya untuk menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif untuk memberikan kenyamanan terhadap siswa. Siswa akan merasa nyaman berada di sekolah ketika lingkungan sekolah indah dan memiliki fasilitas sekolah yang memadai. a) SMK Negeri 2 Yogyakarta SMK Negeri 2 Yogyakarta merupakan sekolah yang berbudaya lingkungan dan berkarakter. Sehingga pihak sekolah
107
memanfaatkan tanah lapang disekitar sekolah kemudian dijadikan taman-taman yang hijau. Lingkungan SMK Negeri 2 Yogyakarta yang luas dan dibuat taman-taman di beberapa bagian membuat suasana sekolah asri, hal tersebut menyebabkan suasana belajar lebih kondusif dan menyenangkan. Sarana dan prasarana di SMK Negeri 2 Yogyakarta yang lengkap dan memadai mempermudah proses kegiatan belajar mengajar peserta didik. Lingkungan sekolah yang kondusif akan membuat peserta didik tidak merasa tertekan di dalam lingkungan sekolah. lingkungan sekolah
yang kondusif,
ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai, serta pendidik yang profesional akan membuat peserta didik merasa nyaman hal tersebut dapat mendorong untuk melakukan kegiatan yang positif. b) SMA Negeri 9 Yogyakarta SMA Negeri 9 Yogyakarta merupakan sekolah berbasis seni dan budaya serta sekolah berwawasan lingkungan hidup. Sekolah memanfaatkan lahan kosong untuk penghijauan sehingga sekolah lebih terasa asri. Ketersediaan ruang kelas yang kurang menyebabkan proses kegiatan belajar mengajar kurang kondusif. Menurut AD ketersediaan ruang kelas yang kurang menyebabkan proses belajar mengajar terganggu karena
108
koordinasi saat moving class pernah tidak mendapat ruang kelas, sehingga terpaksa kegiatan belajar mengajar dilakukan di kantin. SMA Negeri 9 Yogyakarta sebagai sekolah berbasis seni dan budaya diperlihatkan pada setiap ruang dan lorong dihiasi corak batik karya siswa serta karawitan sebagai tanda pergantian jam pelajaran. Karya batik siswa yang dipamerkan dilobbi sekolah menambah dorongan siswa untuk lebih menyukai membatik. Mata pelajaran Seni Budaya yang lebih menonjolkan pada permainan musik Karawitan
dapat menumbuhkan rasa
kebudayaan. Hal tersebut merupakan nilai positif karena dapat menanamkan nilai kebudayaan serta peserta didik dapat mengisi waktu luang dengan kegiatan membatik dan karawitan. b. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja 1. SMK Negeri 2 Yogyakarta SMK Negeri 2 Yogyakarta pernah mengalami permasalahan kenakalan remaja yang dikategorikan dalam tingkat berat bahkan kriminal. Namun, permasalahan tersebut sudah dapat ditanggulangi. Adapun jenis kenakalan yang sudah dapat ditanggulangi yaitu tawuran, memicu aksi tawuran, dan vandalisme. Berdasarkan hasil penelitian bahwa bentuk kenakalan siswa di SMK Negeri 2 Yogyakarta sekarang masih berada dikategori sedang bahkan ringan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak RH, sebagi berikut:
109
“kasus kenakalan itu penyimpangan peraturan ya mbak, itu masih ada. Kategori kenakalannya pun tidak seperti dulu yang tawuran kasus kenakalannya lebih ke yang sedang bahkan ringan, ya sangat bersyukur dengan mempunyai peserta didik yang banyak masih dapat dikendalikan.”(W/ RH, 02 Mei 2016) Hal lain juga sesuai dengan pernyataan di atas diungkapkan oleh Bapak SM, sebagai berikut: “masih, saya kira hampir semua sekolah itu masih ada kasus penyimpangan tapi dalam skala ringan. Memang ya dulu sekolah disini terlibat konflik jadi memicu tawuran tetapi sekarang sudah tidak ada tawuran yang terjadi ya kenakalan ringan seperti membolos, terlambat, mencontek, tidak disiplin seperti itu saja ya masih dalam kategori ringan.”(W/ SM, 16 Mei 2016) Kasus kenakalan yang terjadi salah satunya kasus keterlambatan sekolah. Siswa terlambat dengan kurun waktu 10-20 menit, siswa yang terlambat datang kesekolah dengan berbagai alasan. Hal tersebut sesuai dengan data sebagai berikut: Tabel 16. Data Keterlambatan Siswa 3 Mei 2016 Jenis Kelamin No.
Nama
Kelas
L
1. MN X TP 1 2. ER X TP 1 3. TN XI TAV 4. TF X TKJ 5. LN XII TGB 1 6. AM XII TAV 1 7. AR X TKR 1 8. IA X TMM 9. FDR XI TKR 1 Sumber: Dokumentasi Piket Pagi
P
1 1
1
Alasan Ban Bocor Ngisi Bensin Bangun Kesiangan Bensin Habis Nganter Ibu Bangun Kesiangan Nunggu angkot Bangun Kesiangan Bangun Kesiangan
Berdasarkan hasil data keterlambatan siswa di atas diketahui bahwa siswa yang terlambat adalah kelas X dengan alasan keterlambatan bangun kesiangan. Namun, upaya penanggulangan
110
keterlambatan siswa ini belum optimal walaupun sudah ada sanksi yang diberikan. Hal tersebut diungkapkan oleh Bapak AS, adalah sebagai berikut: keterlambatan ini yang masih sulit diatasi mbak, karena terdapat perbedaan masuk kelas jadi ada siswa yang masuk pada jam 6.45 WIB dan ada juga yang masuk pada jam kedua”. (W/ AS, 17 Mei 2016). Selain itu juga kenakalan siswa yang sering terjadi adalah siswa yang berpakaian tidak rapi seperti baju tidak dimasukkan. Hal ini terjadi saat siswa masih berada di dalam lingkungan sekolah pada saat jam belajar sekolah. Seperti yang peneliti lihat pada saat peneliti melakukan observasi di SMK N 2 Yogyakarta peneliti melihat ada siswa yang berpakaian tidak rapi. Seperti pada gambar dibawah ini:
Gambar 5. Siswa yang tidak memakai atribut lengkap (dasi)
111
Gambar 6. Siswa yang tidak berpakaian rapi
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kasus kenakalan yang terjadi di SMK Negeri 2 Yogyakarta berbeda-beda setiap peserta didiknya. Adapun jenis kenakalan siswa yang masih terjadi di SMK Negeri 2 Yogyakarta diantaranya ikut geng, membolos, corat-coret (vandalism), terlambat masuk sekolah, tidak berangkat tanpa ijin, merokok, tidak memakai dasi sesuai tingkat, tidak memakai sepatu hitam, tidak memakai seragam sesuai aturan, mencontek, model pakaian yang tidak formal, rambut gondrong, bergurau saat pelajaran, bermain HP saat proses kegiatan belajar mengajar berlangsung, tidak mengerjakan tugas, tidak ikut kegiatan ekstrakurikuler wajib (pramuka), dan membuang sampah tidak pada tempatnya. Hal ini tentunya memerlukan perhatian khusus dari sekolah agar tidak menjadi permasalahan yang serius. 2. SMA Negeri 9 Yogyakarta SMA Negeri 9 Yogyakarta masih terdapat kasus kenakalan yang dikategorikan sedang bahkan mendekati ringan. Berdasarkan hasil penelitian bentuk kenakalan yang terjadi tidak dalam kategori berat seperti tawuran, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bapak TR, sebagai berikut: “tindakan kenakalan itu secara praktis tidak ada, ada tetapi tidak seperti dulu. Tahun 2004 atau tahun 2005 itu SMA sini pernah terlibat tawuran sam SMA Muhamadiyah 1 hingga memakan korban. Mulai dari situ juga sekolah gencar dalam menghimbau peserta didik agar tidak terjadi hal seperti itu lagi. Kalau kenakalan sekarang itu ringan-ringan saja seperti membolos, 112
tidak disiplin dalam memakai seragam itu juga hanya beberapa.”(W/ TR, 20 April 2016) Hal lain yang mendukung pernyataan di atas diungkapkan oleh Ibu NH, sebagai berikut: “permasalahan kenakalan masih ada hanya saja yang kenakalankenakalan ringan saja, kasus kenakalan tersebut tidak terjadi dilingkungan sekolah tetapi diluar jam sekolah. jarang kasus kenakalan terjadi di sekolah. kalau untuk bentuknya seperti bullying yang dijadikan lelucon atau gurauan, mengejek, menekan temannya, terus tidak disiplin dalam berpakaian dari baju tidak dimasukan, tidak pakai ikat pinggang, sepatu tidak warna hitam pada hari senin jadi tidak sesuai dengan peraturan sekolah.”(W/ NH, 16 April 2016) Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa kasus kenakalan yang terjadi di SMA Negeri 9 Yogyakarta sifatnya sedang bahkan ringan. Kasus kenakalan siswa yang sering terjadi adalah keterlambatan siswa masuk di kelas. hal tersebut sesuai dengan tabel dibawah ini: Tabel 17. Data Keterlambatan Siswa 18 April 2016 Jenis Kelamin No.
Nama
Kelas
L
1. AD XI IPS 1 2. DV XI IPA 1 3. MR XII IPS 1 4. RK XI IPS Sumber: Dokumentasi Piket Pagi
P
1
Alasan Ban Bocor Bangun Kesiangan Bangun Kesiangan Bensin Habis
Kasus keterlambatan siswa diatas adalah keterlambatan siswa dalam kurun waktu 15 menit. Ada beberapa siswa yang dilihat oleh peneliti pada saat observasi terlambat dalam kurun waktu dibawah 5 menit langsung diperbolehkan masuk ke dalam kelas. Kasus
113
kenakalan yang terjadi saat peneliti melakukan observasi pada hari Senin tanggal 18 April 2016 pada saat jam istirahat peneliti melihat ada siswa yang tidak memakai sepatu warna hitam. Hal tersebut terlihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 7. Siswa tidak memakai sepatu hitam pada hari senin Adapun jenis kenakalan remaja (siswa) di SMA Negeri 2 Yogyakarta yang masih terjadi diantaranya membolos, terlambat, bullying yang dijadikan lelucon atau gurauan untuk mengejek teman, terlambat masuk sekolah, tidak berangkat sekolah tanpa ijin, tidak disiplin dalam berpakaian seperti tidak memakai sepatu hitam pada hari senin; baju tidak dimasukan; serta tidak memakai ikat pinggang. Hal ini tentunya mendapat perhatian khusus dari sekolah agar tidak terjadi kasus kenakalan yang lebih berat. c. Faktor Penyebab Terjadinya Kenakalan Remaja 1. SMK Negeri 2 Yogyakarta Banyak faktor yang menyebabkan peserta didik terjerumus dalam perilaku menyimpang karena dipengaruhi faktor internal maupun eksternal. Misalnya keluarga, rasa ingin tahu yang tinggi, teman
114
sebaya, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bapak SR, sebagai berikut: “Yang pertama faktor keluarga, jika anak itu dari keluargayang harmonis maka anak juga akan berperilaku baik tetapi jika siswa yang latarbelakangya maaf keluarga brokenhome maka anak itu akan mencari perhatian di dalam dan diluar sekolah. Untuk faktor sekolah sendiri selama siswa mengikuti peraturan tata tertib tidak akan bermasalah. Masalahnya sekolah itu dibingkai dengan aturan tata tertib berangkat dari siswa yang berkeluarga harmonis akan mengikuti tata tertib jika dari yang kurang harmonis maka akan melanggar peraturan sekolah.”(W/ SR, 03 Mei 2016) Pernyataan lain yang mendukung pernyataan di atas, diungkapkan oleh Bapak AS sebagai berikut: “Kalau faktor itu ya lembaga sekolah sebagai lembaga pendidikan dan kekurangan itu pasti wajar ditambah lagi sekolah ini kan paling banyak jumlah peserta didiknya, jadi ya ada kepincangan. Kalau dari masing-masing individu itu kurang peduli misal unggah ungguh berkurang karena perkembangan teknologi dan komunikasi itu kadang penggunaannya negatif kurang adanya filter karena anak merasa sudah dewasa dan berfikir bahwa anak itu merasa dewasa dan sudah bebas itu membuat kontradiktif yang tidak bisa menguatkan generasi sekarang. Faktor keluarga yang brokenhome gitu biasanya kurang memperhatikan anaknya sehingga anak mencari perhatian dengan perilaku menyimpang. Alumni juga kadang ada yang berusaha menekan adik adik tingkatnya.”(W/ AS, 17 Mei 2016) Pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja adalah faktor dari sekolah, faktor lingkungan, faktor keluarga, dan alumni. Walaupun tingkat kenakalan yang terjadi berada di dalam kategori ringan hingga sedang apabila dibiarkan akan meningkat dan menuju pada kenakalan dalam skala berat. Tentunya sekolah tidak menginginkan hal itu terjadi, sehingga
115
sekolah meminta agar semua warga sekolah mendukung dan ikut berperan serta. 2. SMA Negeri 9 Yogyakarta Kenakalan remaja merupakan tindakan penyimpangan yang mempunyai sebab-sebab tertentu. Kenakalan remaja tidak hanya terjadi dari dalam individu itu sendiri tetapi juga dari faktor luar termasuk lingkungan atau masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bapak AR, sebagai berikut: “faktor dari dalam diri mungkin kepribadian siswa yang ingin tahu itu sehingga mudah terpancing. Faktor dari luar ya seperti lingkungan anak tinggal, lingkungan keluarga. Tergantung siswa mengolah hal-hal tersebut.”(W/ AR, 25 April 2016) Senada dengan pernyataan di atas, diungkapkan oleh Ibu NH adalah sebagai berikut: “penyebab terjadinya kenakalan paling utama lingkungan entah lingkungan tempat tinggal atau dalam lingkungan bergaul. Lingkungan pergaulan dengan teman, kondisi keluarga dirumah dimana orangtua yang tidak memberikan keharmonisan bagi anak. Apalgi kalau tempat tinggal anak saja tidak baik untuk pertumbuhan anak ditambah lagi dengan faktor keluarga yang bisa dikatakan kurang harmonislah, pasti mbak, anak atau siswa itu untuk melakukan tindak kenakalan itu sangat mudah.”(W/ NH, 16 April 2016) Berdasarkan pernyataan diatas dapat diketahui bahwa faktor eksternal sangat mempengaruhi perilaku menyimpang pada peserta didik. Faktor lingkungan keluarga yang kurang harmonis dapat memicu anak melakukan tindak kenakalan karena merasa kurang perhatian. Lingkungan pergaulan dengan teman juga menyebabkan perilaku menyimpang sehingga perlu adanya kesadaran dari dalam diri 116
peserta didik agar dapat menyaring dan mengontrol pengaruhpengaruh yang di dapat dari faktor eksternal tersebut. d. Pelaksanaan Kebijakan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja 1. SMK Negeri 2 Yogyakarta a) Komunikasi Proses komunikasi yang berlangsung dalam implementasi penanggulangan kenakalan remaja di SMK Negeri 2 Yogyakarta antara pihak-pihak terkait yang terlibat yaitu Kepala Sekolah, Waka Kesiswaan, Waka Kurikulum, Waka Sarana dan Prasarana, Waka Humas, Pendidik dan peserta didik. Dalam proses komunikasi terjadi sosialisasi, sosialisasi tersebut ditujukan khususnya kepada peserta didik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan RH, sebagai berikut: “Sejak awal disaat siswa baru masuk kesini, orangtua juga diundang dan diberi pengarahan jadi terkait dari tata terib sekolah yang intinya itu bahwa nanti memberikan wacana atau gambaran sekolah di SMK Negeri 2 Yogyakarta itu seperti ini. Dan pada waktu MOS (Masa Orientasi Siswa itu juga kembali diingatkan tentang peraturan tata tertib disekolah ini. Pada waktu siswa diterima disekolah ini siswa juga membuat pernyataan terkait mematuhi peraturan sekolah”. (W/ RH, 02 Mei 2016) Hal tersebut senada seperti apa yang dinyatakan oleh SR, adalah sebagai berikut: “Siswa pertama diawal tahun harus mengisi formulir surat pernyataan yang di dalamnya terdapat pernyataan untuk tidak melanggar peraturan tata tertib sekolah. Dan pada saat MOS itu siswa-siswa diberikan sosialisasi terkait hal tersebut tentang peraturan bersekolah di SMK Negeri 2 Yogyakarta”.(W/ SR, 03 Mei 2016) 117
Berdasarkan pernyataan tersebut komunikasi yang dilakukan dalam menanggulangi kenakalan remaja di SMK Negeri 2 Yogyakarta adalah sosialisasi kepada peserta didik baru. Sosialisasi dilakukan pada saat MOS (Masa Orientasi Siswa) dengan memberikan gambaran dan peraturan di SMK Negeri 2 Yogyakarta. Selain itu, peserta didik baru wajib mengisi formulir berupa pernyataan untuk tidak melanggar peraturan tata tertib sekolah. Hal tersebut dilakukan pihak sekolah untuk memberikan rambu-rambu kepada peserta didik agar tidak melakukan tindakan menyimpang. Pelaksanaan bentuk kebijakan tidak terlepas dari kerjasama dan peran serta pada semua pihak. Penyampaian informasi kepada pihakpihak terkait harus dilakukan agar tujuan dan sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai harapan. Dalam hal ini adanya dukungan dan keterlibatan aktif dari pelaksana kebijakan merupakan upaya dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa). SMK Negeri 2 Yogyakarta membangun kerjasama dari berbagai pihak baik dari dalam maupun luar. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bapak AS, sebagai berikut: “Komunikasi yang dilakukan ya dengan pihak disekolah ini, missal ada yang mengetahui siswa melanggar itu nanti ditegur atau dinasehati. Komunikasi dengan orangtua, tim budaya, Dinas dan kepolisian. Kita juga berkomunikasi dengan sekolahsekolah lain di Kota.Dalam menanggulangi kenakalan tidak bisa jika hanya misal tim budaya saja yang menangani, semua warga sekolah ya ikut terlibat.”(W/ AS, 17 Mei 2016)
118
Bapak SM mengungkapkan bahwa komunikasi yang terjadi di semua pihak saling terjaga baik dari dalam maupun dari luar. Semua pihak terkait seperti Waka Kesiswaan, Tim Tata Tertib, ataupun BK, serta melibatkan semua warga sekolah dan orangtua (W/ SM, 16 Mei 2016). Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan kebijakan dibutuhkan adanya komunikasi yang baik dari semua pihak. Sekolah menjalin kerjasama dengan pihak dalam sekolah maupun luar seperti kepolisian, orangtua, antar sekolah dan Dinas.Komunikasi yang dilakukan oleh pihak sekolah terus dilakukan agar tindak kenakalan dapat ditanggulangi. Dinas Pendidikan sebagai lembaga yang membawahi sekolah melakukan kegiatan atau program dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa). Dinas mengundang peserta didik yang berpengaruh untuk mangikuti diklat yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Kota. Hal tersebut diungkapkan oleh Bapak SR sebagai berikut: “…Dinas memiliki program untuk mengatasi kenakalan siswa, yaitu mengundang siswa-siswa tertentu untuk mengikuti semacam diklat atau seminar di daerah tertentu. Ada juga semacam persahabatan dari SMA dan SMK se-Kota Yogyakarta istilahnya untuk mendamaikan.”(W/ SR, 03 Mei 2016) Upaya penanggulangan kenakalan remaja (siswa) dilakukan sekolah bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dengan berperan aktif untuk mengirim siswa yang diundang oleh Dinas pendidikan Kota Yogyakarta. Harapan sekolah setelah siswa mengikuti seminar atau 119
diklat tersebut peserta didik dapat berpengaruh dan mempengaruhi peserta didik yang lain dalam hal-hal yang positif. b) Sumber Daya Sumber daya yang dimiliki SMK Negeri 2 Yogyakarta untuk mendukung implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa) yang tersedia adalah sumber daya manusia, metode, sumber daya anggaran, serta sumber daya sarana dan prasarana yang ada di sekolah. Pihak sekolah selalu memperhatikan sumber daya yang dimiliki seperti sumber daya manusia, anggaran, sarana dan prasarana, serta metode atau teknik yang digunakan dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Bapak RH, sebagai berikut: “Sumber daya yang digunakan ya mbak, baik dari sumber daya manusianya, metode yang digunakan entah pembinaan ataupun peneguran, anggarannya untuk melaksanakan suatu kegiatan atau program biasanya pada program-program ekstrakurikuler,… selanjutnya sarana dan prasarana atau alatnya. Itu tidak bisa sumber daya yang digunakan berdiri sendiri-sendiri atau hanya satu saja apalagi SDM itu harus ada kerjasama namun juga tidak mengesampingkan sumber daya penunjangnya.”(W/ RH, 02 Mei 2016 )
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kelengkapan sumber daya itu sangat dibutuhkan dalam proses implementasi suatu kebijakan. Sumber daya tidak dapat dimanfaatkan dengan baik apabila tidak ada sumber daya pendukung lainnya seperti anggaran serta sarana dan prasarana. Sumber daya manusia merupakan pelaksana kebijakan tersebut, yang terdiri dari Kepala
120
Sekolah, Waka Kesiswaan, Guru BK, Pendidik, dan Peserta didik. Sarana dan prasarana, serta metode/ teknik yang digunakan merupakan sumber daya penunjang implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa), seperti yang dijelaskan oleh Bapak SR, sebagai berikut: “…fasilitas pendukung disini setiap sudut-sudut sekolah dipasangi CCTV tujuannya memantau kegiatan-kegiatan yang berlangsung dilingkungan sekolah ngawekani ada penyimpangan mbak nantikan bisa tahu. Sistem gerbang tutup buka setelah bel tanda masuk itu juga metode dari pihak sekolah agar siswa tidak seenaknya kluyuran diluar lingkungan sekolah selama kegiatan pembelajaran disekolah berlangsung.”(W/ SR, 03 Mei 2016) Pemantauan aktivitas warga sekolah selama berada di lingkungan sekolah menggunakan CCTV yang berada di ruang Kepala Sekolah. CCTV tersebut dipasang disetiap sudut sekolah, dan sebagai alat yang paling menunjang dalam memantau aktivitas siswa.
Gambar 8. Pemantauan aktivas warga sekolah dengan CCTV
121
Sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah seperti CCTV merupakan fasilitas penunjang dalam memantau kegiatan peserta didik didalam lingkungan sekolah. Sehingga, ketika ada bentuk perilaku menyimpang yang dilakukan oleh siswa dapat langsung diketahui. Security yang berada di depan gerbang sekolah juga mempunyai peran penting dalam mengawasi siswa yang keluar lingkungan sekolah, mencatat dan meneliti surat izin siswa. Sekolah mendukung setiap kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam
program
ekstrakurikuler
yang
bersifat
positif
dan
mengembangkan bakat peserta didik. Usaha melengkapi sarana prasarana yang diperlukan pada setiap kegiatan ekstrakurikuler dilakukan oleh sekolah. Hal tersebut dilakukan agar peserta didik dapat memanfaatkan waktunya dengan hal-hal yang positif. Hal tersebut diungkapkan oleh Bapak AS, sebagai berikut: “…anggaran dari APBD dan APBN atau dari siswa itu dimanfaatkan untuk kegiatan siswa juga, misalnya dalam ekstrakurikuler membutuhkan dana untuk program ini selagi itu positif sekolah mendukung. Ekstra juga untuk menanggulangi agar siswa tidak melakukan hal-hal yang negatif, yaa…setidaknya mengurangi mbak. Jadi siswa dapat menumbuhkan minat dan bakatnya dan juga memanfaatkan waktu luang dengan positif intinya itu.”(W/ AS, 16 Mei 2016) Hal tersebut senada dengan pernyataan MN, adalah sebagai berikut: “Banyaknya pilihan ekstrakurikuler yang banyak jadi itu kita bisa mengisi waktu luang dengan mengikuti kegiatan ekstra. Pokonya sekolah itu mendukung kegiatan ekstra kok mbak program-programnya.Trus fasilitas juga mbak lengkap ada wifi jadi kita bisa saat istirahat gitu Googling nyari materi gitu.”(W/ MN, 11 Mei 2016 )
122
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa, sekolah mendukung kegiatan-kegiatan yang ada pada program ekstrakurikuler yang positif. Sekolah memberikan fasilitas penunjang dan sarana serta prasarana yang lengkap dalam kegiatan siswa. Usaha sekolah dalam melengkapi sumber daya yang ada dan dimiliki SMK Negeri 2 Yogyakarta seperti manusia, metode, anggaran, serta sarana dan prasarana untuk menunjang proses implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa). c) Disposisi Sikap ketersediaan yang berkenaan terhadap pelaksana kebijakan dalam melaksanakan proses implementasi suatu kebijakan. Sikap
komitmen
dan
konsisten
sangat
diperlukan
untuk
melaksanakan suatu kebijakan. Respon positif dari berbagai pihak menunjukkan bahwa pihak terkait mendukung bentuk kebijakan yang dilaksanakan sekolah. hal tersbut sesuai dengan pernyataan Bapak NR, sebagai berikut: “…responya ya baik itu juga untuk kebaikan bersama. Saya sebagai seorang guru menempatkan diri tidak hanya sebagai pendidik tetapi juga sebagai pamong. Sehingga memiliki kewajiban dalam mengawasi, menegur, dan mengarahkan peserta didik saat di lingkungan sekolah dan juga menanamkan kedisiplinan”.(W/ NR, 13 Mei 2016)
Hal lain yang mendukung pernyataan di atas, sesuai dengan pernyataan Bapak AW (salah satu karyawan sekolah), sebagai berikut:
123
“Saya mendukung program-program yang dilakukan sekolah kan itu membawa nama baik sekolah kalau programnya bagus. …dukungannya itu seperti, kalau saya misalnya itu lihat atau mengetahui ada siswa yang melanggar peraturan ya nanti saya laporkan ke BK mbak.”(W/ AW, 10 Mei 2016) Hal yang senada dengan pernyataan di atas, diungkapkan oleh VA, sebagai berikut: “Semua warga sekolah itu mendukung mbak dan responnya juga baik mendukung gitu. Tapi ya masih ada satu dua orang yang melanggar tapi tidak sadar-sadar. Kalau Saya tahu gitu mbak lapor keguru apa langsung ke BK biar segera ditangani tapi kadang-kadang saya juga menegur.”(W/ VA, 11 Mei 2016) Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat diketahui bahwa, semua warga sekolah mendukung program-program yang dibuat sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa). Keterlibatan langsung ditunjukkan dengan memberikan informasi terkait bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh peserta didik kepada pelaksana kebijakan. Respon yang baik dan mendukung tersebut memberikan dampak positif terhadap bentuk kebijakan yang dilaksanakan, sehingga kebijakan tersebut dapat berjalan sesuai harapan. d) Struktur Birokrasi Implementasi kebijakan akan menjadi efektif apabila terdapat efisien struktur birokrasi. Struktur birokrasi mencakup setiap unitunit pelaksana kebijakan saling berhubungan serta bekerjasama. Perumusan kebijakan mengacu pada peraturan pemerintah, Wali Kota serta Dinas Pendidikan. Perumusan kebijakan di SMK Negeri 2 Yogyakarta sesuai dengan prosedur, pengelola sekolah menyusun
124
rencana program sekolah, kemudian koordinasi dengan komite sekolah terkait rencana tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Bapak RH, yaitu: “Seluruh warga sekolah terlibat dalam perumusan kebijakan baik kepala sekolah, komite sekolah, pihak Dinas terkait, wakil kepala sekolah, pendidik, karyawan, dan orangtua siswa. Kebijakan sekolah dibuat dan disesuaikan dengan kondisi yang ada di sekolah,”(W/ RH, 02 Mei 2016)
Hal serupa juga diungkapkan oleh NR, bahwa: “Perumusan kebijakan sekolah itu dilihat dari kondisi yang ada disekolah. Itu biasanya dilakukan atau mengadakan rapat, pertama rapat kecil untuk selanjutnya rapat besar melibatkan elemen-elemen sekolah yang berhubungan langsung dengan masalah, seperti tim tatib atau BK.”(W/ NR, 13 Mei 2016)
Berdasarkan pernyataan di atas jelas bahwa dalam perumusan kebijakan sekolah mengacu pada peraturan pemerintah dan melibatkan peran serta dari pengelola sekolah, guru, karyawan, pihak Dinas terkait, komite sekolah, dan orangtua siswa. Selain itu, keberhasilan dan perkembangan sekolah tidak terlepas dari peran serta orangtua siswa dalam mendukung kebijakan-kebijakan yang disusun oleh sekolah. Terkait struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa) kaitannya dengan komunikasi baik dengan pihak di dalam lingkungan sekolah maupun dengan instansi luar sekolah, peneliti menanyakan kepada Waka kesiswaan RH dan SR. Bapak RH menyatakan:
125
“…sekolah itu mempunyai tim yaitu tim budaya, MPO, dan BK. Nah MPO menangani kegiatan siswa baik Osis maupun Ekstrakurikuler atau bersifat non akademis. Kedua tim budaya seperti tim tatib yang tugasnya menegakkan aturan kedisiplinan siswa. Terkait BK, BK itu tugasnya pembinaan atau sebagai konselor. Kerjasama lain diluar sekolah yaitu dengan jelas orangtua itu harus adanya saling komunikasi terus kepolisisan dan juga koramil. Dinas pendidikan sebagai orangtua sekolah ini, itu komunikasi terus. Dinas mempunyai program dalam membina karakter siswa dan mendamaikan siswa, jika disini ada siswa yang diundang ya sekolah akan mengirim anak tersbut. Selain itu kerjasama antar sekolahsekolah di Kota Yogyakarta ini antar waka-waka.”(W/ RH, 02 Mei 2016) Hal yang mendukung pernyataan di atas, diungkapkan oleh Bapak SR, sebagai berikut: “…semua warga sekolah dan tim budaya itu dari dalam, sedangkan dari luar kepolisian Kecamatan Jetis. BNK Kota dalam menanggulangi pencegahan terkait kenakalan dikhususkan narkotika. Laboratorium klinik untuk mengetahui diawal tahun pelajaran bagi kelas XI kemungkinan ada yang memakai dapat terjaring. Dan juga bentuk kerjasama dengan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta setiap tahunnya ada semacam persahabatan nanti antar SMA dan SMK se-Kota Yogyakarta itu yang dilaksanakan oleh Dinas, namun tempatnya diluar Dinas. Itu yang diundang siswa yang memerlukan pembinaan dan yang dianggap dapat menjadi kader-kader untuk membawa informasi di sekolah.”(W/ SR, 03 Mei 2016) Menurut RH dan SR pihak yang terkait berasal dari dalam lingkungan sekolah, yaitu Tim Budaya, MPO (Majelis Pembina Osis), dan BK. Namun, keterlibatan aktif semua pihak warga sekolah dalam mendukung atau membantu tim tersebut. Sedangkan, dari pihak luar yang terkait berasal dari Kepolisian dan Koramil Kecamatan Jetis, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Sekolahsekolah se-Kota Yogyakarta, laboratorium Klinik, dan BNK.
126
Dapat
disimpulkan
bahwa
struktur
birokrasi
dalam
implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa) di SMK Negeri 2 Yogyakarta berjalan sesuai dengan tujuan sekolah, ada koordinasi dan kontrol dari pihak terkait. Selain itu terdapat dukungan dari pihak luar sekolah yang terkait dengan implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa). 2. SMA Negeri 9 Yogyakarta a) Komunikasi Menurut Bapak BS proses komunikasi penanggulangan kenakalan remaja dilakukan melalui sosialisasi pada waktu Masa Orientasi Siswa (MOS). Sosialisasi berisi tentang peraturan tata tertib yang harus dipatuhi, jika melanggar peserta didik mendapat konsekuensinya. Hal tersebut diungkapkan oleh Bapak BS, sebagai berikut: “Diawal peserta didik diberitahu begitu diterima di hari tertentu dan dihari berikutnya pada saat daftar ulang pihak sekolah mengkomunikasikan pada saat Masa Orientasi Siswa (MOS) juga. Komunikasi berupa sosialisasi tentang tata tertib sekolah di SMA N 9 Yogyakarta kalau siswa bisa menerima itu menandatangani pernyataan nanti kalau melanggar itu ada konsekuensi kalau ada pelanggaran yang nantinya akan dikembalikan ke siswa yang bersangkutan.”(W/ BS, 18 April 2016)
Sosialisasi yang dilakukan oleh pihak sekolah merupakan stategi dan upaya yang diterapkan dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa) di SMA Negeri 9 Yogyakarta. Sosialisasi dilakukan secara berkelanjutan untuk mengingatkan peserta didik sehingga dapat
127
mengurangi tindak kenakalan siswa. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ibu NH, adalah: “Sosialisasi terhadap siswa khususnya peserta didik baru tentang peraturan tata tertib di SMA Negeri 9 Yogyakarta. Sosialisasi juga berlanjut pada setiap tahun ajaran baru yaitu diawal kelas X, XI, dan XII. Dikelas X itu sosialisasi dilakukan pada saat Masa Orientasi Siswa (MOS). Soaialisasi itu dilakukan untuk mengingatkan lagi takutnya anak-anak lupa dan melanggar walaupun hanya hal kecil. Takutnya dari yang kecil itu tidak ditangani nanti jadi kebiasaan buruk untuk anak itu sendiri.”(W/ NH, 16 April 2016) Berdasarkan pernyataan diatas dapat diketahui bahwa SMA Negeri 9 Yogyakarta dalam mengkomunikasikan suatu kebijakan melalui sosialisasi kepada pelaku dan sasaran kebijakan. Sosialisasi dilakukan sebagai upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja yang dilakukan pada saat siswa diterima di SMA Negeri 9 Yogyakarta saat Masa Orientasi Siswa (MOS). Siswa diingatkan kembali terkait peraturan tata tertib sekolah bagi kelas XI dan XII melalui sosialisasi pada tahun ajaran baru. Stategi tersebut dilakukan sekolah untuk mengingatkan kembali agar tindak kenakalan tidak terjadi walaupun dalam skala ringan. b) Sumber Daya Sumber daya yang efektif dan efisien dapat mendukung proses implementasi kebijakan sehingga proses tersebut dapat berjalan secara efektif pula. Sumber daya dalam proses implementasi kebijakan berwujud sumber daya manusia, sumber daya keuangan, dan sumber daya peralatan atau sarana prasarana. Sumber daya yang dimilik SMA Negeri 9 Yogyakarta berupa sumber daya manusia, anggaran, dan
128
peralatan.
Sumber
daya
manusia
yang
bertanggung
jawab
melaksanakan kebijakan sesuai tugas dan fungsinya agar berjalan dengan tepat. Sumber daya manusia di SMA Negeri 9 Yogyakarta adalah kepala sekolah, waka kesiswaan, guru BK, wali kelas, guru, dan peserta didik sebagai pihak terkait dalam menanggulangi kenakalan remaja. Hal tersebut sesuai dengen pernyataan TR, sebagai berikut: “sumber daya manusia semua ikut terlibat dari kepala sekolah, waka-waka kalau kasus kenakalan lebih dominan waka kesiswaan, guru BK sebagai pembimbing, guru mata pelajaran, wali kelas, karyawan, dan siswa. Semua dilibatkan dan melibatkan diri dalam menanggulangi kenakalan remaja.”(W/ TR, 20 April 2016)
Hal yang mendukung pernyataan di atas diungkapkan oleh SE, sebagai berikut: “Sumber daya manusia di SMA Negeri 9 yogyakarta ini adalah semua warga sekolah kepala sekolah, waka kesiswaan, guru BK, guru mata pelajaran, wali kelas, karyawan termasuk security, dan siswa. Terutama yang terlibat itu BK, kesiswaan, dan wali kelas.”(W/ SE, 23 April 2016) Berdasarkan pernyataan diatas dapat diketahui bahwa sumber daya manusia di SMA Negeri 9 Yogyakarta terdiri dari kepala sekolah, waka kesiswaan, guru BK sebagai pembimbing, guru mata pelajaran, wali kelas, karyawan termasuk security, dan siswa. Keterlibatan yang lebih banyak yaitu guru BK, waka kesiswaan, dan wali kelas. Semua warga sekolah berperan aktif dan mendukung
129
dalam proses implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa). Selain sumber daya manusia dalam proses implementasi dibutuhkan juga sumber daya anggaran. Sumber daya anggaran dibutuhkan dalam pelaksanaan suatu pogram yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam rangka menanggulangi kenakalan remaja. Anggaran yang didapat yaitu dari APBN dan APBD, anggaran tersebut dapat dikeluarkan oleh pihak sekolah bila digunakan untuk kegiatan yang positif. Hal tersebut diungkapkan oleh Bapak BS, sebagai berikut: “…sekolah dapat memberikan dana untuk kegiatan siswa biasanya dalam kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan yang didanai itu juga harus yang bersifat positif. Dana tersebut diperoleh dari APBN dan APBD yang diterima sekolah. Sekolah memberikan dana dalam kegiatan itu untuk menunjang prestasi anak dibidang yang digelutinya dan memeberikan manfaat positif bagi anak itu sendiri maupun sekolah.”(W/ BS, 18 April 2016) Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa sumber daya anggaran di SMA Negeri 9 Yogyakarta berasal dari dana APBN dan
APBD.
penanggulangan
Anggaran
tersebut
kenakalan
remaja
digunakan salah
untuk
program
satunya
kegiatan
ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler ini berfungsi sebagai wadah penyaluran bakat dan minat siswa. Harapan sekolah siswa dapat meraih prestasi melalui kegiatan ektrakurikuler di SMA Negeri 9 Yogyakarta. Sekolah memberikan dana kepada siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat positif.
130
Sumber daya manusia dan sumber daya anggaran penting dalam proses implementasi, tetapi sumber daya peralatan juga penting sebagai penunjang proses implementasi kebijakan sekolah. Sumber daya peralatan berupa sarana dan prasarana yang akan memudahkan proses implementasi kebijakan. Sarana dan prasarana dalam menunjang implementasi penanggulangan kenakalan remaja di SMA Negeri 9 Yogyakarta, BS menjelaskan sebagai berikut: “ada CCTV untuk memantau warga sekolah khususnya peserta didik, sehingga mengetahui kegiatan yang dilakukan. Pencatatan terhadap prestasi dan pelanggaran siswa dilakukan dengan menggunakan Sistem Komputerisasi berbasis Barcode. Sekolah ini berbasis budaya dan seni sehingga ada alat karawitan itu siswa dapat mengisi waktu luangnya.” (W/ BS, 18 April 2016)
Sarana dan prasarana penunjang menurut BS antara lain ada CCTV, komputer dan laptop sekolah, perangkat alat karawitan, dan ruang karawitan. Sarana prasarana yang dimiliki SMA Negeri 9 Yogyakarta memadai serta sarana penunjang penanggulangan kenakalan remaja sudah ada. c) Disposisi Sikap komitmen dan konsisten sangat diperlukan untuk melaksanakan suatu kebijakan. Ketersediaan dari pelaksana kebijakan dapat dilihat dari keterlibatan aktif pelaksana kebijakan dalam proses implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa).
Penerapan kebijakan penanggulangan kenakalan
remaja di SMA Negeri 9 Yogyakarta, respon dari warga sekolah baik
131
dalam mendukung kebijakan sekolah. Dampak yang ditimbulkan dari kebijakan penanggulangan kenakalan remaja sangat terlihat dan dirasakan oleh semua warga sekolah. Hal ini diungkapkan oleh Bapak TR: “untuk respon dari warga sekolah sangat baik dan mendukung, serta partisipasi aktif dalam melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan penanggulangan kenakalan siswa entah itu dari siswa maupun pendidik. Terkait dampak itu juga dirasakan oleh semua pihak, karena lebih merasa aman dan nyaman.”(W/ TR, 20 April 2016) Respon siswa terhadap kebijakan penanggulangan kenakalan remaja baik. Siswa menjadi lebih nyaman dan aman saat berada dilingkungan sekolah. Sesuai dengan pernyataan wali kelas, Ibu SE bahwa siswa-siswa SMA Negeri 9 Yogyakarta merespon positif dan mendukung. Dukungan yang dilakukan siswa dengan menegur teman yang melakukan tindakan penyimpangan disekolah (W/ SE, 23 April 2016). Sependapat dengan Ibu SE, diungkapkan pula oleh DV yaitu, responnya mendukung karena ini juga untuk kebaikan bersama. Mendukungnya itu kalau ada teman yang ingin melakukan kenakalan itu ditegur kalau tidak berani nanti bilang ke guru BK (W/ DV, 28 April 2016). Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa respon dari warga sekolah mendukung dan ikut berpartisipasi aktif. Hal tersebut ditunjukan ketika terdapat peserta didik yang akan melakukan tindak penyimpangan maka teman atau guru akan menegur.
132
Mengingat kebijakan penanggulangan kenakalan remaja memberikan dampak yang baik serta menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif, aman, dan nyaman. d) Struktur Birokrasi Terjalinnya hubungan dari pihak-pihak terkait baik dari luar maupun dari dalam lingkungan sekolah, akan mempermudah proses implementasi kebijakan. Peraturan dan program sekolah dibuat dengan didasarkan landasan hukum. Dasar hukum dalam pembuatan kebijakan di SMA Negeri 9 Yogyakarta adalah Undang-undang SisdikNas,
Keputusan
Menteri
pendidikan
dan
kebudayaan,
Peraturan Wali Kota Yogyakarta, serta Visi dan Misi sekolah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bapak BS adalah: “perumusan kebijakan dibuat atas kesepakatan bersama semua pihak. Dalam pembuatannya sekolah mempunyai acuan terutama tujuan pendidikan nasional, keputusan menteri, peraturan walikota, dan juga dinas pendidikan. Perumusan kebijakannya juga disesuaikan dengan visi dan misi sekolah agar tujuannya dapat berjalan baik. Kebijakan yang dibentuk melibatkan semua pihak baik guru maupun siswa.”(W/ BS, 18 April 2016)
Perumusan kebijakan sekolah di SMA Negeri 9 Yogyakarta berlandaskan
peraturan
pemerintah,
Dinas
Pendidikan
Kota
Yogyakarta, serta disesuaikan dengan visi dan misi sekolah. Koordinasi dilakukan dengan mengadadakan rapat secara bersama pihak Dinas, komite sekolah, kepala sekolah, guru, karyawan, dan orangtua siswa untuk membahas program yang akan dibentuk. Hal
133
ini dilakukan agar semua pihak turut serta bertanggung jawab dalam mengembangkan sekolah. SMA Negeri 9 Yogyakarta dalam pelaksanaan implementasi kebijakan penanggulangan kenakalan remaja menjalin kerjasama dari berbagai pihak. Kerjasama yang dibangun dari berbagai pihak terkait baik internal maupun eksternal. Kerjasama dari dalam yaitu dengan warga sekolah, sedangkan relasi yang dibangun dari luar seperti KUA, Kepolisian, serta Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. Sesuai dengan pendapat Bapak BS, sebagai berikut: “iya, dari kepolisian memberikan penyuluhan , dari KUA (untuk menghindari pernikahan dini),dari psikologi jadi program psikologi UGM itu sudah kerja sama dengan BK SMA N 9.”(W/ BS, 18 April 2016) Hal lain diungkapkan oleh SE adalah: “sekolah itu menjalin kerjasama dengan kepolisian, psikologi UGM, KUA. Selain itu kerjasama antar sekolah-sekolah di Kota Yogyakarta ini antar waka-waka. Kerjasama dengan masyarakat sekitar sekolah dan juga orangtua siswa.”(W/ SE, 23 April 2016)
Berdasarkan pernyataan di atas relasi yang dibangun oleh SMA Negeri 9 Yogyakarta adalah kepolisian setempat, KUA, Psikologi UGM, antar Waka Kesiswaan se-Kota Yogyakarta, Masyarakat sekitar sekolah, dan orangtua. Apabila kerjasama yang dibangun dapat berpartisipasi aktif dan saling menjaga komunikasi maka kebijakan penanggulangan kenakalan remaja akan terlaksana dengan baik.
134
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Proses Implementasi Kebijakan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja a. Faktor
Pendukung
Proses
Implementasi
Kebijakan
dalam
Menanggulangi Kenakalan Remaja 1) SMK Negeri 2 Yogyakarta Faktor pendukung proses implementasi di SMK Negeri 2 Yogyakarta,
menurut
AS
dapat
diketahui
faktor
pendukung
implementasinya sebagai berikut: “komite sekolah mendukung setiap program yang dilaksanakan dan orangtua ada yang ikut partisipasi langsung dalam mengontrol anak sampai-sampai orangtua rela untuk berpatroli yang biasanya untuk dipakai nongkrong”.(W/ AS, 17 Mei 2016) Hal lain yang mendukung pernyataan AS yang disampaikan oleh RH sebagai berikut: “..ya semua warga sekolah, orangtua mendukung Dinas Pendidikan juga mendukung. Untuk fasilitas ya sudah lengkap sudah mencukupi jadi tidak ada kendala untuk fasilitasnya. Terdukung semua baik internal maupun eksternalnya.”(W/ AS, 17 Mei 2016)
Hal lain yang mendukung pernyataan di atas diungkapkan oleh SM, sebagai berikut: “semua warga sekolah mendukung, orangtua, komite sekolah mendukung program yang dilaksankan oleh sekolah terutama dalam menanggulangi kenakalan siswa mengingat disini itu kan siswanya banyak jadi gak bisa kalau selalu mengawasi satu persatu, semua pihak itu saling berkomitmen demi kelancaran program.”(W/ SM, 16 Mei 2016)
135
Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa orangtua, komite sekolah, dan warga sekolah berperan aktif dalam menertibkan siswa. Mereka semua mempunyai tujuan yang sama yaitu mengembangkan SMK Negeri 2 Yogyakarta menjadi sekolah yang lebih baik. 2) SMA Negeri 9 Yogyakarta Faktor pendukung proses implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di SMA Negeri 9 Yogyakarta, menurut NH adalah sebagai berikut: “untuk faktor pendukungnya adanya sikap positif dari orangtua, adanya keterbukaan dari orangtua. siswa yang menyadari kesalahan dan memperbaiki perilaku serta dapat berkomitmen. Dukungan dari semua pihak warga sekolah , masyarkat, alumni dan semua elemen-elemen. Alumni disini yaitu alumni yang memberikan motivasi positif.”(W/ NH, 16 April 2016) Hal lain yang mendukung pernyataan Ibu NH, diungkapkan oleh Bapak BS sebagai berikut: “lingkungan sekolah yang kondusif sehingga tidak ada gangguan dari luar yang itu dapat memicu aksi kenakalan, orangtua yang ikut serta berpartisipasi dengan keterbukaan orangtua siswa, dari diri anak yang mempunyai dorongan untuk berubah untuk kearah baik, lingkungan sekitar sekolah juga jika melihat ada siswa sini membuat resah langsung melaporkan.”(W/ BS, 18 April 2016) Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa faktor pendukung pelaksanaan implementasi adanya dukungan positif dari semua pihak, warga sekolah, orangtua siswa, masyarakat, diri siswa sendiri, serta alumni. Selain itu fasilitas yang lengkap dan mencukupi dapat membuat kegiatan belajar mengajar berjalan dengan lancar.
136
b. Faktor
Penghambat
Proses
Implementasi
Kebijakan
dalam
Menanggulangi Kenakalan Remaja 1) SMK Negeri 2 Yogyakarta Di samping adanya faktor pendukung dalam menegakkan kedisiplinan tentunya juga masih terdapat faktor penghambat dalam pelaksana kebijakan. Adapun faktor penghambat tersebut di SMK Negeri 2 Yogyakarta, sesuai dengan pernyataan ER sebagai berikut: “kesadaran dari siswa yang masih kurang sehingga siswa mudah terpengaruh dan ikut-ikutan. Guru yang kadang bikin males hanya power point ok tanpa dijelasin mbak, mengajarnya ngantuk sehingga motivasinya kurang dan menurunkan nilai.”(W/ ER, 11 Mei 2016)
Hal lain yang mendukung pernyataan di atas diungkapkan oleh NR, sebagai berikut: “satu atau dua guru yang kadang cuek misal mengetahui anak yang melanggar peraturan tapi tidak mengingatkan karena merasa bukan kewajibannya karena itu hanya tugasnya tim budaya dan ada peserta didik yang tidak perduli dan kurang kesadarannya dari siswanya sendiri.”(W/ NR, 13 Mei 2016)
Hal serupa dengan pernyataan di atas, diungkapkan oleh Bapak RH, sebagai berikut: “kendalanya yang pertama kurangnya koordinasi dari tim dan yang kedua ada warga sekolah yang tidak peduli atau kurang peduli dengan masalah yang terjadi. Contohnya ada kejadian dan melihat tetapi tidak menegur atau melaporkan missal ada siswa yang melanggar peraturan tidak ditangani.”(W/ RH, 02 Mei 2016)
137
Hal senada dengan pernyataan di atas diungkapkan oleh Bapak SR, sebagai berikut: “untuk kendalanya ini ada sebagian Mapel yang diampu Bapak Ibu guru bidang studi itu belum memperhatikan siswa artinya apa, ada siswa yang tidak mengikuti mapel itu tidak ditanya sehingga akan memberikan efek bagi siswa misal “saya pergi di biarin aja kok” hal itu nanti akhirnya anak menjadi suka membolos. Jika yang begitu kan nanti BK pembinaannya juga agak sulit kecuali jika sudah sejak awal diberitahu. Jadi yaa bisa dikatakan kurangnya kepedulian dari guru maple tapi tidak semuanya.”(W/ SR, 03 Mei 2016) Hal lain yang mendukung juga disampaikan oleh Bapak SM, sebagai berikut: “kurang kepedulian dari beberapa warga sekolah sehingga cuek terhadap apa yang dilakukan oleh siswa padahal itu negatif tapi ya tetep dibiarin. Kadang juga ada satu dua orang gitu mbak bilang kesel-kesel ngurusi bocah do ndableg kok, jadi tidak ada tindakan hanya yasudahlah itu yang menjadi penghambatnya mbak. kurang perhatian dari orangtuanya atau dari keluarga yang maaf brokenhome itu yang kurang bisa mengontrol dirinya jadi mencari perhatian dengan melakukan tindakan yang menyimpang.”(W/ SM, 16 Mei 2016) Berdasarkan pernyataan beberapa kutipan wawancara di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan kebijakan sekolah berjalan kurang optimal karena terhambat oleh kesadaran peserta didik yang masih kurang dan belum semua guru peduli terhadap permasalahan siswa serta terdapat orangtua yang kurang perhatian kepada anaknya. 2) SMA Negeri 9 Yogyakarta Faktor penghambat proses implementasi di SMA Negeri 9 Yogyakarta, sesuai dengan pernyataan MR adalah sebagai berikut: “hukumannya kurang tegas jadi kadang tidak ada hukuman dan kurangnya kesadaran dari siswanya. Masih ada anak-anak yang suka nongkrong, trus juga masih ada anak-anak yang terlambat itu dibiarkan saja.”(W/ MR, 28 April 2016) 138
Hal lain yang mendukung pernyataan di atas diungkapkan oleh Ibu NH sebagi berikut: “kendalanya yaa.. dari kurang komunikasi terhadap sebagian orangtua. Dengan kata lain sekolah melakukan komunikasi dengan orangtua tetapi orangtua yang kurang peduli sehingga tidak ada “gayung bersambut” antara pihak sekolah dan orangtua. Selain itu dukungan dari satu dua pihak dari elemen sekolah yaa… tantangannya itu mbak.”(W/ NH, 16 April 2016) Selain itu guru Bimbingan dan Konseling juga mengalami hambatan dalam mendukung proses implementasi kebijakan sekolah, hal tersebut disampaikan oleh Bapak AR sebagai berikut: “kebetulan BK tidak mempunyai jam masuk kelas sehingga tidak mempunyai akses berinteraksi langsung dengan siswa hal itulah merupakan kesulitan bagi kita selaku BK sehingga tidak bisa mengimplementasikan apa yang kita ingin sampaikan sehingga BK hanya memanfaatkan media yang ada missal saat Upacara Bendera.”(W/ AR, 25 April 2016) Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa hambatan yang dihadapi oleh SMA Negeri 9 Yogyakarta adalah hukuman yang diberikan kurang tegas yang diberikan kepada sekolah, kurangnya komunikasi, serta kurangnya rasa peduli. Bimbingan dan Konseling mengalami
hambatan
dalam
berinteraksi
dan
mengkomunikasikan
permasalahan yang sedang terjadi kepada peserta didik, sehingga guru BK memanfaatkan waktu luang untuk mengkomunikasikannya.
139
c. Solusi
untuk
mengatasi
Hambatan
Implementasi
Kebijakan
Penanggulangan Kenakalan Remaja a. SMK Negeri 2 Yogyakarta Kendala-kendala yang muncul itu tentunya tidak semata-mata dibiarkan oleh pihak sekolah. sekolah sudah berupaya untuk mengurangi faktor penghambat tersebut. Adapun solusi yang sudah diterapkan di SMK Negeri 2 Yogyakarta selama ini sesuai dengan pernyataan RH, sebagai berikut: “komunikasi yang selalu dilakukan oleh semua pihak. Sosialisasi juga dilakukan dengan melibatkan bapak ibu guru. Selanjutnya juga bapak ibu guru selalu memberi motivasi kepada siswa atau menyadarkan siswa dengan sentuhan rohani seperti itu.”(W/ RH, 02 Mei 2016)
Hal lain yang mendukung pernyataan di atas diungkapkan oleh Bapak SR, sebagai berikut: “Baik disetiap rapat di Dinas dari BK selalu menginformasikan atau meminta kepedulian Bapak dan Ibu guru yang mengampu Mapel di kelas dari kehadirannya, cara berpakaian, kelengkapannya baik itu dalam mengerjakan tugas maupun penampilanpeserta didik. Jadi kadang guru mapel dalam menangani anak yang membolos itu nanti disampaikan kepada wali kelas tapi jika nanti ketemunya dulu dengan BK ya langsung disampaikan. Jadi nanti siapa yang bertemu duluan entah wali kelas atau guru BK nanti langsung disampaikan permasalahannya yang terjadi dikelas.”(W/ SR, 03 Mei 2016)
Sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Bapak RH dan Bapak SR sekolah sudah mengadakan sosialisasi antar Bapak dan Ibu guru. Selalu menjaga komunikasi dan saling mengingatkan baik dari Kepala sekolah, Wakil kepala sekolah, pendidik, Karyawan, peserta didik untuk kelancaran
140
program. Bapak dan Ibu guru yang mengampu mata pelajaran tidak hanya memberikan materi pelajaran tetapi juga memotivasi siswa. b. SMA Negeri 9 Yogyakarta Solusi yang diterapkan di SMA Negeri 9 Yogyakarta dalam mengatasi hambatan proses implementasi, diungkapkan oleh Ibu NH sebagai berikut: “Solusinya yaa... membuka komunikasi dengan orangtua, mengkomunikasikan kepada elemen yang ada disekolah agar semua elemen dapat mendukung dengan memebrikan komunikasi yang tepat agar tidak terjadi salah persepsi atau salah komunikasi yang nantinya tidak bisa maksimal dalam benar-benar menanggulangi kenakalan.”(W/ NH, 16 April 2016) Hal lain diungkapkan oleh Bapak BS, sebagai berikut: “solusinya lebih menegakkan peraturan tata tertib, bimbingan wali kelas pada awal tahun pelajaran serta mengundang orangtua siswa. Orangtua juga diberi sosialisasi terkait peraturan sekolah. pada kelas X diberikan sosialisasi untuk menyamakan persepsi, orangtua menandatangi surat pernyataan. Jika ada siswa yang melanggar diberi pembinaan kalau masih ngeyel diundang orangtua untuk diajak komunikasi terkait kenakalan anaknya.”(W/ BS, 18 April 2016) Solusi yang diungkapkan Ibu NH dan Bapak BS komunikasi sudah dilakukan baik dengan orangtua maupun kepada elemen sekolah. sosialisasi diberikan setiap awal tahun pelajaran kepada siswa dan orangtua. pemberian sanksi yang tegas dengan lebih menegakkan peraturan tata tertib sekolah dilakukan guna meminimalisir tindak penyimpangan.
141
B. Pembahasan Berdasarkan dari hasil penelitian yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi, maka dapat dikaji pembahasan terhadap beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Implementasi Kebijakan Sekolah dalam menanggulangi Kenakalan Remaja Kebijakan merupakan serangkaian program yang dilakukan untuk memecahkan masalah atau hambatan-hambatan untuk mencapai tujuan. Kebijakan sekolah merupakan tindakan yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam upaya mengembangkan dan menyelesaikan permasalahan sekolah. penentuan kebijakan dilakukan berdasarkan pada peraturan pemerintah, namun secara khusus pennetutan kebijakan disepakati bersama antar pihak sekolah. Kebijakan sekolah tertulis secara jelas pada buku pedoman peraturan tata tertib sekolah. Kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja sudah tertulis dalam buku pedoman peraturan tata tertib sekolah. Ruang lingkup yang diatur dalam pedoman tata tertib sekolah meliputi: kegiatan akademik, kegiatan non akademik, MOP, pakaian sekolah, tata laksana pembinaan dan penertiban siswa, pelanggaran, sanksi, mekanisme pembinaan siswa, serta mekanisme penandatanganan tata tertib sekolah. Peraturan tata tertib sekolah ini merujuk pada Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 57 tahun 2011 tentang pedoman peraturan tata tertib sekolah.
142
a. Upaya Penanggulangan Kenakalan Remaja Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan. Komponen pendekatan penanganan kekerasan adalah penanggulangan, pemberian sanksi, dan pencegahan. Kebijakan merupakan serangkaian program yang dilakukan untuk memecahkan masalah atau hambatan-hambatan untuk mencapai tujuan. Kebijakan mengatur tingkah laku seseorang atau organisasi dan kebijakan meliputi pelaksaan dan evaluasi tindakan tersebut (H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho, 2008:140). Kebijakan sekolah merupakan tindakan yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam upaya mengembangkan dan menyelesaikan permasalahan sekolah. penentuan kebijakan dilakukan berdasarkan pada peraturan pemerintah, namun secara khusus penentuan kebijakan disepakati bersama antar pihak sekolah. Faktor pertama dalam keberhasilan kebijakan berkaitan dengn rumusan kebijakan yang telah dibuat oleh para pengambil keputusan. Menyangkut kejelasan tujuan dan sasaran. Kemudahan pemahaman dan kemudahan pelaksanaan (Arif Rohman, 2009: 147-149). Berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakukan SMK Negeri 2 Yogyakarta dan SMA Negeri 2 Yogyakarta dalam rangka menanggulangi kenakalan remaja terbagi menjadi tiga cara yaitu secara kuratif, represif dan preventif, adalah sebagai berikut: 1) Upaya Kuratif (Penanganan) Upaya kuratif dalam menanggulangi kenakalan remaja yaitu upaya antisipasi terhadap tindakan penyimpangan agar tidak meluas dan
143
merugikan masyarakat (Sofyan Willis, 2012: 140). Kebijakan yang bersifat kuratif atau penanganan dari sekolah diantaranya melalui peraturan tata tertib sekolah yang tujuannya sebagai kontrol bagi siswa dalam mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di sekolah. a) SMK Negeri 2 Yogyakarta 1. Peraturan Tata Tertib Sekolah Pedoman peraturan tata tertib tersebut setiap tahun diperbaruhi sesuai dengan kondisi sekolah. buku tata tertib berisi pedoman umum, penilaian terhadap siswa klasifikasi dan bobot pelanggaran, jenis sanksi dan bentuk pembinaan yang dilakukan, penghargaan siswa baik prestasi akademik maupun non akademik. Hukuman diberikan sesuai dengan perbuatannya sehingga dirasa adil dan dapat menyadarkan peserta didik. Ketika peserta didik melakukan tindak kenakalan maka sekolah akan menanggani sesuai dengan tingkat kenakalan anak. Kenakalan yang dilakukan jika dikategorikan berat maka pihak sekolah akan mengembalikan anak kepada orangtua atau walinya. 2. Pembatasan Jam Siswa berada di Sekolah SMK Negeri 2 Yogyakarta memulai kegiatan belajar mengajar jam 06.45 sampai dengan jam 17.00, namun masih ada jurusan tertentu yang melaksanakan praktik kejuruan melebihi waktu yang ditentukan. Startegi yang dilakukan sekolah dalam
144
mendukung keterlaksanaan kebijakan yaitu siswa diperbolehkan berada dilingkungan sekolah harus ada pendampingan dari guru pembimbing kegiatan. 3. Sanksi sebagai Upaya Pemberian Efek Jera Sanksi diberikan kepada siswa bersifat mendidik dan tidak bersifat kekerasan. Bagi siswa yang masih bisa dinasehati maka pendidik akan menasihati agar siswa menyadari kesalahannya. Jika terdapat siswa yang melanggar peraturan sekolah, maka siswa diberi sanksi sebagai hukuman berupa poin. 4. Mengembalikan anak kepada orangtua berdasarkan data yang akurat Siswa yang dikembalikan kepada orangtua merupakan kebijakan sekolah yang dibuat untuk memberikan pendidikan kedisiplinan dan tanggung jawab kepada siswa.. Pengembalian anak kepada orangtua juga dilakukan jika anak tersebut melakukan pelanggaran yang poinnya sudah melebihi 101 dan melakukan tindak kriminal atau tawuran. Upaya kuratif di SMK Negeri 2 Yogyakarta sebagai bentuk penanganan kenakalan remaja berupa peraturan tata tertib sekolah. Peserta didik mematuhi tata tertib karena takut hukuman yang diberikan kepada siswa. Jika siswa melanggar peraturan tata tertib sekolah dengan skala poin yang melebihi 101, maka siswa tersebut dikembalikan kepada orangtua. Namun masih terdapat siswa yang melanggar peraturan seperti
145
terlambat dan tidak memakai seragam sesuai aturan. Bagi siswa yang terlambat mendapat poin 1, tetapi jika siswa tersebut terlambat selama tiga hari berturut-turut, orangtua siswa dipanggil pihak sekolah untuk memberikan nasihat agar siswa tersebut tidak terlambat lagi. Siswa yang melanggar peraturan tata tertib dengan skor poin melebihi 101, siswa tersebut dikembalikan kepada orangtua. SMK Negeri 2 Yogyakarta pada tahun ajaran 2014/2015 tidak mengembalikan anak kepada orangtua. Pada
tahun
sebelumnya
SMK
Negeri
2
Yogyakarta
pernah
mengembalikan peserta didik kepada orangtua karena terlibat dalam kasus tawuran. Pengembalian siswa tersebut terpaksa dilakukan agar tindak kenakalan tidak meluas dan mempengaruhi peserta didik yang lain. Berdasarkan hasil tersebut SMK Negeri 2 Yogyakarta membuat peraturan tata tertib sekolah untuk mendisiplinkan siswa. Upaya kuratif yang dilakukan pihak sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja sudah optimal dan dapat meningkatkan kedisiplinan siswa. b) SMA Negeri 9 Yogyakarta 1. Peraturan Tata Tertib Rancangan tata tertib SMA Negeri 9 Yogyakarta atau “Sasana Warga” ditetapkan dengan mempertimbangkan masukan dari komite sekolah dan perwakilan siswa. Sasana Warga ini bertujuan untuk menciptakan situasi kehidupan sekolah yang dapat menunjang terlaksananya wawasan wiyata mandala dan tujuan pendidikan nasional. penegakan sasana warga dilakukan oleh
146
kepala sekolah, tim tata tertib, guru BK, wali kelas, guru dan karyawan SMA Negeri 9 Yogyakarta. Selain itu, dalam menegakkan tata tertib sekolah , tentunya dibutuhkan peran serta dari seluruh pihak, baik guru, karyawan, komite sekolah, orangtua siswa , maupun masyarakat sekitar. 2. Pembatasan Jam Siswa Berada dilingkungan Sekolah Pembatasan jam berada dilingkungan sekolah merupakan penanganan
yang
dilakukan
sekolah
yang
tujuannya
menanggulangi dan mengurangi resiko terjadinya kenakalan remaja (siswa). SMA N 9 Yogyakarta sudah mengatur dari siswa masuk sampai siswa harus meninggalkan lingkungan sekolah yaitu dari jam 07.15 sampai dengan 17.00. Namun, bagi kelas XI ada kegiatan pendalaman materi (jam ke-0) mulai dari 06.30. Selain itu terdapat beberapa siswa yang masih berada di lingkungan sekolah karena ada kegiatan ekstrakurikuler, dengan pengawasan guru. Ada juga siswa yang masih berada di lingkungan sekolah melebihi waktu yang ditentukan karena menunggu jemputan dan harus dengan pengawasan security. 3. Sanksi sebagai Upaya Pemberian Efek Jera Pemberian sanksi sebagai upaya pemebrian efek jera kepada peserta didik dilakukan oleh sekolah. Sekolah memberikan sanksi kepada peserta didik sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh peserta didik. Peserta didik yang melanggar
147
peraturan sekolah akan diberikan sanksi berupa poin. Pembinaan dan pengarahan juga dilakukan oleh pihak BK agar peserta didik tidak
melakukan
tindak
penyimpangan.
Pemberian
sanksi
disesuaikan dengan tingkat kenakalan anak jika kenakalan siswa sudah dikategorikan berat maka pihak sekolah harus melibatkan orangtua, peserta didik juga membuat surat pernyataan di atas materai. 4. Mengembalikan anak kepada orangtua berdasarkan data yang akurat Mengembalikan peserta didik kepada orangtua berdasarkan data yang akurat, hal tersebut merupakan pilihan terakhir sekolah dalam
menangani
siswa
yang
bermasalah
sebagai
upaya
penyalamatan siswa agar tidak semakin terjerumus ke dalam perilaku menyimpang yang lebih berat. Mengembalikan peserta didik kepada orangtua harus disertai dengan bukti yang akurat bahkan kalau tindak kenakalan sudah dikategorikan tindak kriminal harus disertai bukti dari kepolisian. SMA Negeri 9 Yogyakarta dalam menangani kenakalan remaja berupa penegakan tata tertib, namun sayangnya hukuman yang ditegakkan di sekolah ini kurang tegas. Tata tertib sekolah bukan lagi sebagai ancaman. Peserta didik di sekolah ini mempunyai kesadaran yang tinggi, sehingga kasus kenakalan di sekolah ini jarang terjadi. Kasus kenakalan yang biasanya terjadi yaitu ada siswa terlambat. Siswa yang
148
terlambat kurang dari 5 menit tidak mendapat hukuman, sehingga langsung diperbolehkan masuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Penanggulangan kenakalan remaja melalui upaya tata tertib, pembatasan jam siswa berada disekolah, sanksi yang mendidik, serta pengembalian anak kepada orangtua sudah berjalan optimal dan dapat menanggulangi kenakalan siswa di sekolah. 2) Upaya Represif (Penyembuhan) Sekolah merupakan rumah kedua bagi siswa dimana hampir 7 jam siswa menghabiskan waktunya disekolah. Oleh karena itu, sekolah mempunyai kewajiban untuk mengarahkan dan memberikan pembinaan terhadap siswa menuju kearah yang lebih baik. Upaya represif (penyembuhan) sekolah yaitu dengan layanan bimbingan konseling dan penanaman nilai karakter. a) SMK Negeri 2 Yogyakarta 1. Layanan Bimbingan Konseling Bimbingan Konseling di sekolah mempunyai tugas untuk menyembuhkan dan memberi motivasi belajar kepada siswa. Bimbingan Konseling di sini menjadi pembina agar siswa tidak melakukan kenakalan. Bimbingan Konseling memiliki program-program dalam menanggulangi kenakalan remaja. Bimbingan Konseling di SMK Negeri 2 Yogyakarta mempunyai tugas untuk menyembuhkan dan memberi motivasi
149
belajar kepada siswa. Bimbingan Konseling di sini menjadi pembina agar siswa tidak melakukan kenakalan. BK juga dijadwalkan 2 jam perminggu sehingga BK bisa memanfaatkan waktu tersebut untuk memberikan motivasi serta memberikan gambaran-gambaran tentang kasus kenakalan remaja. hal tersebut dilakukan oleh BK agar menjadi rambu-rambu bagi siswa agar tidak terjerumus. BK tidak terlibat dalam pemberian sanksi atau hukuman kepada siswa yang melanggar peraturan. 2. Penamanan Pendidikan Karakter Penanaman pendidikan karakter di SMK Negeri 2 Yogyakarta ini bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai moral kepada peserta didik. Penanaman pendidikan karakter melalui Panca T (5 T), yaitu tepat waktu, tepat pakaian, tepat bicara, tepat belajar, dan tepat bekerja; adanya budaya 3 S (senyum, sapa, salam); setiap pagi siswa dibiasakan dengan kedisiplinan, siswa setiap pagi harus berjabat tangan dengan guru saat memasuki lingkungan sekolah; menyanyikan lagu Indonesia Raya dan dilanjutkan dengan berdoa sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Setiap pagi sembari berjabat tangan guru atau tim tatib mengontrol kedisiplinan siswa dan membudayakan berperilaku sopan. Bimbingan dan Konseling bukan sebagai tempat untuk anak yang bermasalah. Bimbingan dan Konseling merupakan pembina dan
150
pengarah bagi semua peserta didik. Bagi siswa yang bermasalah dalam akademik maupun siswa yang ingin melanjutkan jenjang berikutnya bisa berkonsultasi di bagian Bimbingan dan Konseling. Pengembangan karakter di sekolah melalui panca T dan 3 S yang wajib dilakukan oleh peserta didik. Setiap pagi guru di SMK Negeri 2 Yogyakarta menyalami peserta didik sekaligus mengecek ketertiban pakaian siswa.
Sehingga upaya represif dalam menanggulangi
kenakalan remaja sudah berjalan dengan baik. b) SMA Negeri 9 Yogyakarta 1. Bimbingan Konseling Bimbingan Konseling di SMA Negeri 9 Yogyakarta mempunyai
program
yang
telah
dilakukan
untuk
menananggulangi kenakalan remaja (siswa). BK bertindak sebagai pencegahan agar anak tidak melakukan penyimpangan. Program yang dilakukan BK terintegrasi program lain yang dibentuk sekolah. Kegiatan pembinaan BK dilakukan untuk mengingatkan siswa baik dengan metode ceramah atau Tanya jawab. BK bertugas untuk memberikan bimbingan dan pengarahan sebagai pencegahan tindak kenakalan bukan memberikan hukuman kepada peserta didik. 2. Penanaman Pendidikan Karakter Penanaman karakter kepada siswa sangat dibutuhkan dalam menanggulangi kenakalan remaja. Penanaman pendidikan
151
karakter di sekolah ini bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai moral kepada peserta didik. Penanaman karakter lebih menyadarkan siswa dengan tanggung jawab yang dimilikinya. memberikan kesadaran siswa, kesadaran siswa yang tinggi itu akan baik untuk mengembalikan posisi kearah yang lebih baik. SMA Negeri 9 Yogyakarta melakukan penanaman pendidikan karakter melalui budaya 3 S (senyum, sapa, salam), setiap pagi siswa dibiasakan dengan kedisiplinan, menyanyikan lagu Indonesia Raya dan dilanjutkan dengan berdoa sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Terdapat kegiatan IMTAQ di hari Jumat yang dilakukan pada jam pelajaran ketiga dan empat. Penanaman nilai karakter dilakukan untuk menyadarkan peserta didik untuk bertanggung jawab dan disiplin. BK bertugas untuk memberikan bimbingan dan pengarahan sebagai pencegahan tindak kenakalan bukan memberikan hukuman kepada peserta didik. Upaya penyembuhan ini dilakukan oleh BK berupa pembinaan-pembinaan dan penanaman karakter berupa kegiatan 3 S dan IMTAQ. Kesadaran di sekolah ini sudah tinggi pada saat jam istirahat kedua siswa saling mengingatkan untuk shalat dzuhur berjamaah. Penyembuhan kenakalan remaja ini dilakukan oleh pihak sekolah yaitu dengan membatasi jumlah peserta didik laki-laki lebih sedikit dibanding dengan perempuan. Upaya yang dilakukan oleh sekolah ini sudah berhasil dalam menanggulangi kenakalan siswa di sekolah.
152
3) Upaya Preventif (Pencegahan) Sekolah perlu melakukan upaya pencegahan agar bentuk-bentuk kenakalan remaja yang pernah terjadi tidak kembali lagi. Sekolah berupaya untuk menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif untuk memberikan kenyamanan terhadap siswa. Siswa akan merasa nyaman berada di sekolah ketika lingkungan sekolah indah dan memiliki fasilitas sekolah yang memadai. a) SMK Negeri 2 Yogyakarta SMK Negeri 2 Yogyakarta merupakan sekolah yang berbudaya lingkungan dan berkarakter. Sarana dan prasarana di SMK
Negeri
2
Yogyakarta
yang
lengkap
dan
memadai
mempermudah proses kegiatan belajar mengajar peserta didik. Lingkungan sekolah yang kondusif akan membuat peserta didik tidak merasa tertekan di dalam lingkungan sekolah. lingkungan sekolah yang kondusif, ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai, serta pendidik yang professional akan membuat peserta didik merasa nyaman hal tersebut dapat mendorong untuk melakukan kegiatan yang positif. b) SMA Negeri 9 Yogyakarta SMA Negeri 9 Yogyakarta merupakan sekolah berbasis seni dan budaya serta sekolah berwawasan lingkungan hidup. Sekolah memanfaatkan lahan kosong untuk penghijauan sehingga sekolah lebih
terasa
asri.
Ketersediaan
153
ruang
kelas
yang
kurang
menyebabkan proses kegiatan belajar mengajar kurang kondusif. SMA Negeri 9 Yogyakarta sebagai sekolah berbasis seni dan budaya diperlihatkan pada setiap ruang dan lorong dihiasi corak batik karya siswa serta karawitan sebagai tanda pergantian jam pelajaran. b. Bentuk-bentuk Kenakalan Bentuk kenakalan yang terjadi pada remaja yaitu kebut-kebutan, perkelahian, membolos sekolah, terlambat, dan tindak kriminalitas seperti pencurian (Kartini Kartono, 2013: 21-22). Bentuk kenakalan remaja ini bersifat ringan, sedang, dan berat sehingga dapat menimbulkan korban baik korban materi maupun fisik.Ada kecenderungan siswa melanggar aturan tata tertib sekolah. 1. SMK Negeri 2 Yogyakarta Jenis kenakalan siswa yang masih terjadi di SMK Negeri 2 Yogyakarta diantaranya ada beberapa siswa yang ikut geng, membolos, terlambat masuk sekolah, tidak berangkat tanpa ijin, merokok, beberapa siswa tidak memakai seragam sesuai aturan setiap harinya, rambut gondrong, bergurau saat pelajaran, bermain HP saat proses kegiatan belajar mengajar berlangsung, tidak mengerjakan tugas, dan tidak ikut kegiatan ekstrakurikuler wajib (pramuka). 2. SMA Negeri 9 Yogyakarta Jenis kenakalan remaja (siswa) di SMA Negeri 2 Yogyakarta yang masih terjadi diantaranya sekitar empat sampai lima siswa yang terlambat, bullying yang dijadikan lelucon atau gurauan untuk
154
mengejek teman, terlambat masuk sekolah, tidak berangkat sekolah tanpa ijin, tidak disiplin dalam berpakaian seperti tidak memakai sepatu hitam pada hari senin; baju tidak dimasukan; serta tidak memakai ikat pinggang. c. Faktor Penyebab Terjadinya Kenakalan Kenakalan remaja merupakan tindakan penyimpangan yang mempunyai sebab-sebab tertentu. Perilaku menyimpang terjadi karena remaja yang masih labil dan pengaruh permasalahan sosial-ekonomi dan lingkungan masyarakat (Kartini Kartono, 2013: 25-31). Terjadinya kenakalan tidak seluruhnya disebabkan oleh individu itu sendiri melainkan faktor eksternal. 1. SMK Negeri 2 Yogyakarta Faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja adalah faktor dari sekolah, faktor lingkungan, faktor keluarga, dan alumni. Walaupun tingkat kenakalan yang terjadi berada di dalam kategori ringan hingga sedang apabila dibiarkan akan meningkat dan menuju pada kenakalan dalam skala berat. Tentunya sekolah tidak menginginkan hal itu terjadi, sehingga sekolah meminta agar semua warga sekolah mendukung dan ikut berperan serta. 2. SMA Negeri 9 Yogyakarta Faktor eksternal sangat mempengaruhi perilaku menyimpang pada peserta didik. Faktor lingkungan keluarga yang kurang harmonis dapat memicu anak melakukan tindak kenakalan karena merasa kurang perhatian. Lingkungan pergaulan dengan teman juga menyebabkan
155
perilaku menyimpang sehingga perlu adanya kesadaran dari dalam diri peserta didik agar dapat menyaring dan mengontrol pengaruh-pengaruh yang di dapat dari faktor eksternal tersebut. d. Pelaksanaan Kebijakan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja 1. SMK Negeri 2 Yogyakarta a) Komunikasi Komunikasi merupakan penyampaian informasi yang kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Penyampaian informasi tersebut tidak hanya diberikan kepada pelaksana tetapi juga diberikan kepada kelompok sasaran. Proses komunikasi yang berlangsung dalam implementasi penanggulangan kenakalan remaja di SMK Negeri 2 Yogyakarta antara pihak-pihak terkait yang terlibat yaitu Kepala Sekolah, Waka Kesiswaan, Waka Kurikulum, Waka Sarana dan Prasarana, Waka Humas, Pendidik dan peserta didik. Dalam proses komunikasi terjadi sosialisasi, sosialisasi tersebut ditujukan khususnya kepada peserta didik. Sosialisasi dilakukan pada saat MOS (Masa Orientasi Siswa) dengan memberikan gambaran dan peraturan di SMK Negeri 2 Yogyakarta. Selain itu, peserta didik baru wajib mengisi formulir berupa pernyataan untuk tidak melanggar peraturan tata tertib sekolah. Hal tersebut dilakukan pihak sekolah untuk memberikan rambu-rambu kepada peserta didik agar tidak melakukan tindakan menyimpang.
156
Pelaksanaan kebijakan dibutuhkan adanya komunikasi yang baik dari semua pihak. Sekolah menjalin kerjasama dengan pihak dalam sekolah maupun luar seperti kepolisian, orangtua, antar sekolah dan Dinas. Komunikasi yang dilakukan oleh pihak sekolah terus dilakukan agar tindak kenakalan dapat ditanggulangi. Dinas Pendidikan sebagai lembaga yang membawahi sekolah melakukan kegiatan atau program dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa). Dinas mengundang peserta didik yang berpengaruh untuk mangikuti diklat yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Kota. Harapan sekolah setelah siswa mengikuti seminar atau diklat tersebut peserta didik dapat berpengaruh dan mempengaruhi peserta didik yang lain dalam hal-hal yang positif. b) Sumber Daya Sumber
daya
merupakan
faktor
penting
dalam
proses
implementasi kebijakan. Sumber daya yang efektif dan efisien dapat mendukung proses implementasi kebijakan sehingga proses tersebut dapat berjalan secara efektif. Sumber daya dalam proses implementasi kebijakan berwujud sumber daya manusia, sumber daya keuangan, dan sumber daya peralatan atau sarana prasarana. Sumber daya yang dimiliki SMK Negeri 2 Yogyakarta untuk mendukung implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa) yang tersedia adalah sumber daya manusia, metode, sumber daya anggaran, serta sumber daya sarana dan
157
prasarana yang ada di sekolah. Sumber daya manusia merupakan pelaksana kebijakan tersebut, yang terdiri dari Kepala Sekolah, Waka Kesiswaan, Guru BK, Pendidik, dan Peserta didik. Sarana dan prasarana, serta metode/ teknik yang digunakan merupakan sumber daya
penunjang
implementasi
kebijakan
sekolah
dalam
menanggulangi kenakalan remaja (siswa). Sarana dan prasarana yang dimiliki SMK Negeri 2 Yogyakarta sudah melengakapi serta ada sarana penunjang implementasi dan menunjang kegiatan belajar mengajar serta kegiatan lain, yaitu TV, VCD, tape recorder, komputer, LCD, handycame, dan alat karawitan. Sekolah mendukung setiap kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam program ekstrakurikuler yang bersifat positif dan mengembangkan bakat peserta didik. Usaha melengkapi sarana prasarana dan menyediakan anggaran yang diperlukan pada setiap kegiatan ekstrakurikuler dilakukan oleh sekolah. sekolah jugam menyediakan anggaran dalam melaksanaka kegiatan-kegitaan tersebut. Hal tersebut dilakukan agar peserta didik dapat memanfaatkan waktunya dengan hal-hal yang positif. c) Disposisi Sikap ketersediaan yang berkenaan terhadap pelaksana kebijakan dalam melaksanakan proses implementasi suatu kebijakan. Sikap
komitmen
dan
konsisten
sangat
diperlukan
untuk
melaksanakan suatu kebijakan. Berdasarkan hasil observasi dan
158
wawancara dapat diketahui bahwa semua warga sekolah di SMK Negeri 2 Yogyakarta mendukung program-program yang dibuat sekolah
dalam
menanggulangi
kenakalan
remaja
(siswa).
Keterlibatan langsung ditunjukkan dengan memberikan informasi terkait bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh peserta didik kepada pelaksana kebijakan. Respon yang baik dan mendukung tersebut memberikan dampak positif terhadap bentuk kebijakan yang dilaksanakan, sehingga kebijakan tersebut dapat berjalan sesuai harapan. d) Struktur Birokrasi Implementasi kebijakan akan menjadi efektif apabila terdapat efisien struktur birokrasi. Struktur birokrasi mencakup setiap unitunit pelaksana kebijakan saling berhubungan serta bekerjasama. Perumusan kebijakan di SMK Negeri 2 Yogyakarta sesuai dengan prosedur, pengelola sekolah menyusun rencana program sekolah, kemudian koordinasi dengan komite sekolah terkait rencana tersebut. Koordinasi dilakukan dengan mengadadakan rapat secara bersama pihak Dinas, komite sekolah, kepala sekolah, guru, karyawan, dan orangtua siswa untuk membahas program yang akan dibentuk. Hal ini dilakukan agar semua pihak turut serta bertanggung jawab dalam mengembangkan sekolah. 2. SMA Negeri 9 Yogyakarta a) Komunikasi
159
Komunikasi
yang
dilakukan
bisa
disampaikan
melalui
sosialisasi atau workshop kepada semua pihak terkait secara jelas. Penyampaian tersebut dilakukan agar pihak-pihak terkait mengetahui maksud dan tujuan dari kebijakan yang dibuat sekolah sehingga dapat mendukung kebijakan sekolah. SMA Negeri 9 Yogyakarta dalam mengkomunikasikan suatu kebijakan melalui sosialisasi kepada pelaku dan sasaran kebijakan. komunikasi penanggulangan kenakalan remaja dilakukan melalui sosialisasi pada waktu Masa Orientasi Siswa (MOS). Sosialisasi berisi tentang peraturan tata tertib yang harus dipatuhi, jika melanggar peserta didik mendapat konsekuensinya. Siswa diingatkan kembali terkait peraturan tata tertib sekolah bagi kelas XI dan XII melalui sosialisasi pada tahun ajaran baru. Stategi tersebut dilakukan sekolah untuk mengingatkan kembali agar tindak kenakalan tidak terjadi walaupun dalam skala ringan. b) Sumber Daya Sumber daya merupakan faktor penting dalam proses implementasi kebijakan. Sumber daya dalam proses implementasi kebijakan berwujud sumber daya manusia, sumber daya keuangan, dan sumber daya peralatan atau sarana prasarana. Sumber daya yang dimilik SMA Negeri 9 Yogyakarta berupa sumber daya manusia, anggaran, dan peralatan. Sumber daya manusia yang bertanggung jawab melaksanakan kebijakan sesuai tugas dan fungsinya agar berjalan dengan tepat. Sumber daya manusia di SMA Negeri 9
160
Yogyakarta adalah kepala sekolah, waka kesiswaan, guru BK, wali kelas, guru, dan peserta didik sebagai pihak terkait dalam menanggulangi kenakalan remaja. Selain sumber daya manusia dalam proses implementasi dibutuhkan juga sumber daya anggaran. Sumber daya anggaran dibutuhkan dalam pelaksanaan suatu pogram yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam rangka menanggulangi kenakalan remaja. Anggaran yang didapat yaitu dari APBN dan APBD, anggaran tersebut dapat dikeluarkan oleh pihak sekolah bila digunakan untuk kegiatan yang positif. Sumber daya manusia dan sumber daya anggaran penting dalam proses implementasi, tetapi sumber daya peralatan juga penting sebagai penunjang proses implementasi kebijakan sekolah. Sumber daya peralatan berupa sarana dan prasarana yang akan memudahkan proses implementasi kebijakan. Sarana dan prasarana dalam menunjang implementasi penanggulangan kenakalan remaja. Sarana dan prasarana penunjang antara lain ada CCTV, komputer dan laptop sekolah, perangkat alat karawitan, dan ruang karawitan. Sarana prasarana yang dimiliki SMA Negeri 9 Yogyakarta memadai serta sarana penunjang penanggulangan kenakalan remaja sudah ada. c) Disposisi Ketersediaan dari pelaksana kebijakan dapat dilihat dari keterlibatan aktif pelaksana kebijakan dalam proses implementasi
161
kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja. Dampak yang ditimbulkan dari kebijakan penanggulangan kenakalan remaja sangat terlihat dan dirasakan oleh semua warga sekolah. Respon siswa terhadap kebijakan penanggulangan kenakalan remaja baik. Siswa menjadi lebih nyaman dan aman saat berada dilingkungan sekolah. peserta didik yang akan melakukan tindak penyimpangan maka teman atau guru akan menegur. Mengingat kebijakan penanggulangan kenakalan remaja memberikan dampak yang baik serta menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif, aman, dan nyaman. d) Struktur Birokrasi Struktur birokrasi mencakup setiap unit-unit pelaksana kebijakan saling berhubungan serta bekerjasama. Terjalinnya hubungan dari pihak-pihak terkait baik dari luar maupun dari dalam lingkungan sekolah, akan mempermudah proses implementasi kebijakan. Dasar hukum dalam pembuatan kebijakan di SMA Negeri 9 Yogyakarta adalah Undang-undang SisdikNas, Keputusan Menteri pendidikan dan kebudayaan, Peraturan Wali Kota Yogyakarta, serta Visi dan Misi sekolah. Koordinasi dilakukan dengan mengadadakan rapat secara bersama pihak Dinas, komite sekolah, kepala sekolah, guru, karyawan, dan orangtua siswa untuk membahas program yang akan dibentuk. Hal ini dilakukan agar
162
semua pihak turut serta bertanggung jawab dalam mengembangkan sekolah. SMA implementasi
Negeri
9
kebijakan
Yogyakarta penanggulangan
dalam
pelaksanaan
kenakalan
remaja
menjalin kerjasama dari berbagai pihak. Kerjasama yang dibangun dari berbagai pihak terkait baik internal maupun eksternal. Kerjasama dari dalam yaitu dengan warga sekolah, sedangkan relasi yang dibangun dari luar seperti KUA, Kepolisian, serta Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. 2. Faktor pendukung dan penghambat proses implementasi kebijakan sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja a) Faktor Pendukung Sekolah dalam melaksanakan proses implementasi kebijakan, tentu saja masih menemui hal yang mendukung dan menghambat proses implementasi kebijakan. Faktor yang mendukung implementasi harus tetap dipertahankan, sedangkan kendalanya harus segera mendapat solusi agar tidak menjadi penghambat sekolah dalam mewujudkan visi serta misi sekolah. 1) SMK Negeri 2 Yogyakarta Keberhasilan SMK Negeri 2 Yogyakarta dalam rangka menanggulangi kenakalan remaja diwujudkan melalui berbagai program, kegiatan, serta strategi yang dirumuskan atas kesepakatan bersama. Sekolah dalam melaksanakan proses implementasi
163
kebijakan, tentu saja masih menemui hal yang mendukung dan menghambat. Faktor pendukung prose implementasi kebijakan di SMK Negeri 2 Yogyakarta yaitu: 1. Komite sekolah yang berkomitmen terhadap kemajuan sekolah, yaitu komite memberikan motivasi kepada peserta didik baru dan selalu mendukung program-program yang dilakukan sekolah. 2. Partisipasi aktif orangtua siswa, yaitu dengan membantu mengontrol dan ikut patroli langsung. 3. Masyarakat yang turut mendukung kemajuan sekolah, serta turut aktif melaporkan kejadian dilingkungan sekolah yang berkaitan dengan peserta didik kepada pihak sekolah. 4. Adanya forum pembinaan dan pengembangan karakter dari Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. 5. Relasi yang dibangun SMK Negeri 2 Yogyakarta baik dan saling berkoordinasi baik pihak sekolah maupun di luar sekolah. 6. Adanya forum yang dibentuk dengan melibatkan semua Wakil kepala sekolah bagian kesiswaan se-Kota Yogyakarta. 2) SMA Negeri 9 Yogyakarta Faktor
pendukung
proses
implementasi
kebijakan
penanggulangan kenakalan remaja di SMA Negeri 9 Yogyakarta sebagai berikut: 1. Komitmen tinggi dari semua warga sekolah dan orangtua.
164
2. Keterbukaan orangtua terhadap sekolah. 3. Semua pihak terkait seperti warga sekolah, masyarakat, dan orangtua siswa ikut berpartisipasi aktif. 4.
Dukungan motivasi positif dari alumni.
5. Relasi yang dibangun SMK Negeri 2 Yogyakarta baik dan saling berkoordinasi baik pihak sekolah maupun di luar sekolah. 6. Adanya forum yang dibentuk dengan melibatkan semua Wakil kepala sekolah bagian kesiswaan se-Kota Yogyakarta. b) Faktor Penghambat Di samping adanya faktor pendukung dalam menegakkan kedisiplinan tentunya juga masih terdapat faktor penghambat dalam pelaksana kebijakan. 1) SMK Negeri 2 Yogyakarta SMK Negeri 2 Yogyakarta dalam rangka menanggulangi kenakalan remaja, adalah: 1. Sumber daya yang belum optimal, sehingga belum semua bentuk kenakalan remaja dapat dihilangkan di SMK Negeri 2 Yogyakarta. 2. Masih terdapat perbedaan penanganan masalah antar pendidik. 3. Kepedulian warga sekolah yang belum maksimal. 4. Alumni yang mempunyai sejarah kurang baik, berusaha untuk mempengaruhi siswa melalui berbagai kegiatan.
165
2) SMA Negeri 9 Yogyakarta Faktor penghambat dalam proses implementasi kebijakan penanggulangan kenakalan remaja di SMA Negeri 9 Yogyakarta adalah: 1. Hukuman yang dilaksanakan kurang tegas 2. Komunikasi yang terjalin kepada beberapa orangtua kurang mendapat respon. 3. Tidak ada jam masuk kelas untuk guru Bimbingan dan Konseling. C. KETERBATASAN PENELITI Keterbatasan yang dihadapi peneliti dalam penelitian ini adalah masih terdapat data yang belum bisa terungkap karena kurang transparansi dari pihak sekolah, kondisi sekolah yang menutupi permasalahan yang terjadi. Pada
penelitian
selanjutnya
dapat
dilaksanakan
penelitian
dengan
membandingkan kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja pada daerah pedesaan dan perkotaan serta sekolah berstatus negeri dengan sekolah berstatus swasta.
166
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan secara keseluruhan mengenai implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di Kota Yogyakarta (studi pada SMK Negeri 2 Yogyakarta dan SMA Negeri 9 Yogyakarta), maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Implementasi Kebijakan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja a. Upaya penanggulangan kenakalan remaja dibagi menjadi tiga upaya yaitu kuratif, represif, dan preventif. Adapun kebijakan yang telah diterapkan di SMK Negeri 2 Yogyakarta dan SMA Negeri 9 Yogyakarta dalam menanggulangi kenakalan remaja yaitu: peraturan sekolah, pembatasan jam siswa berada dilingkungan sekolah, pengembalian siswa kepada orang tua dengan bukti yang kuat, pemberian sanksi yang mendidik sebagai efek jera, pengembangan pendidikan karakter, menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif dan layanan Bimbingan dan Konseling. b. Pelaksanaan implementasi kebijakan penanggulangan kenakalan remaja dilakukan dengan menggunakan teori Edward III yaitu, komunikasi, sumber daya, sikap warga sekolah, dan struktur birokrasi. Komunikasi dilakukan melalui MOS (Masa Orientasi Siswa), sedangkan SMK N 2 Yogyakarta selain melalui MOS yaitu adanya diklat dari Dinas Pendidikan. Sumber daya dalam menunjang proses implementasi yaitu 167
Sumber daya manusia, sumber daya keuangan, serta sumber daya peralatan. Dampak yang ditimbulkan dari kebijakan sekolah ini positif sehingga sikap warga sekolah mendukung program-program sekolah. Sekolah menjalin kerjasama baik dengan pihak luar seperti kepolisian dan Dinas Pendidikan sekolah juga menjalin kerjasama dengan KUA. 2. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Proses Implementasi Kebijakan dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja a. Faktor
Pendukung
Proses
Implementasi
Kebijakan
dalam
Menanggulangi Kenakalan Remaja 1) SMK Negeri 2 Yogyakarta a) Komite sekolah yang berkomitmen b) Masyarakat yang turut mendukung c) Adanya forum pembinaan dan pengembangan karakter d) Relasi yang dibangun 2) SMA Negeri 9 Yogyakarta a) Komitmen tinggi b) Keterbukaan orangtua c) Dukungan motivasi positif dari alumni d) Adanya forum yang dibentuk dengan melibatkan semua Wakil kepala sekolah bagian kesiswaan se-Kota Yogyakarta.
168
b. Faktor
Penghambat
Proses
Implementasi
Kebijakan
dalam
Menanggulangi Kenakalan Remaja 1) SMK Negeri 2 Yogyakarta a) Masih terdapat perbedaan penanganan masalah antar pendidik b) Kepedulian warga sekolah yang belum maksimal c) Alumni yang berusaha untuk mempengaruhi siswa melalui berbagai kegiatan. 2) SMA Negeri 9 Yogyakarta a) Hukuman yang dilaksanakan kurang tegas b) Komunikasi yang terjalin kepada beberapa orang tua kurang mendapat respon c) Tidak ada jam masuk kelas untuk guru Bimbingan dan Konseling. B. Saran Berdasarkan hambatan yang timbul dalam rangka mengatasi kenakalan remaja di SMK Negeri 2 Yogyakarta dan SMA Negeri 9 Yogyakarta, maka diajukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Sekolah perlu mengadakan pertemuan rutin bersama seluruh warga sekolah, dalam rangka membahas pelaksanaan kebijakan dan program dalam menanggulangi kenakalan remaja agar tidak terjadi perbedaan penanganan karena akan menimbulkan kebingungan terhadap siswa. 2. Sosialisasi secara rutin terhadap orang tua dan masyarakat tentang peraturan dan kebijakan sekolah. 169
3. Pembinaan dilakukan oleh guru BK minimal dilaksanakan dua minggu sekali di dalam kelas, mengingat layanan BK sebagai pencegahan dan pembinaan kenakalan remaja.
170
DAFTAR PUSTAKA Abdullah Idi. (2013). Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat, dan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press. ABD. Rahman Assegaf. (2004). Pendidikan Tanpa Kekerasan. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogyakarta. Agoes Dariyo. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia. Arif Rohman. (2009). Politik Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Laksbang Mediatama. ____________. (2014). Kebijakan Pendidikan Analisis Dinamika Formulasi dan Implementasi. Yogyakarta: Aswaja Pressindo. Bimo Walgito. (1995). Bimbingan dan Penyuluhan Disekolah. Yogyakarta: Andi Offset. Burhan
Bungin. (2004). Metodologi RajaGrafindo Persada.
Penenelitian
Kualitatif.
Jakarta:
Dwi Siswoyo, dkk. (2011). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. Emil H. Tambunan. (1987). Mencegah Kenakalan Remaja. Bandung: Indonesia Publishing House. HAR Tilaar & Riant Nugroho. (2008). Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Joko Widodo. (2008). Analisis Kebijakan Publik Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia Publishing. Kartini Kartono. (2013). Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Lexy J. Moleong. (2014). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Meidani Dyah Natalia. (2016). 34 Siswa Bolos Sekolah Terjaring di Warnet Hingga Warung Makan. Harian Jogja.com. Miles. B. mattew & Michael Hubberman. (1992). Anslisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press. Mulyasa. (2013). Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara. Nina Atmasari. (2013). SMA N 9 Yogyakarta, Dulu Tawuran, Sekarang Suka Seni dan Budaya. Harian Jogja.com.
171
Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Profil Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015. Profil Sekolah Menengah Atas Negeri 9 Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015. Riant Nugroho. (2008). Kebijakan Pendidikan yang Unggul. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rita Eka Izzaty, dkk. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press. Rulam Ahmadi. (2014). Pengantar Pendidikan Asas & Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Sarlito Wirawan Sarwono. (2005). Psikologi Remaja. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Sofyan S. Willis. (2005). Remaja dan Masalahnya Mengupas Berbagai Bentuk Kenakalan Remaja seperti Narkoba, Free sex dan Pemecahannya. Bandung: Alfabeta. Subarsono. (2008). Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sudarsono. (1989). Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja. Jakarta: PT. Bina Aksara. ________. (2004). Kenakalan Remaja Prevensi, Rehabilitasi dan Resosialisasi. Jakarta: PT RINEKA CIPTA. Sugiyono. (2010). Memahami Penenelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. ________. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suharsimi Arikunto. (2005). Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.
172
LAMPIRAN
173
Lampiran 1. Pedoman Wawancara PEDOMAN WAWANCARA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA DI KOTA YOGYAKARTA (STUDI PADA SMK N 2 YOGYAKARTA DAN SMA N 9 YOGYAKARTA) Sumber Data/Informan: Kepala sekolah dan Guru 1. Kebijakan apa saja yang diterapkan disekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di SMK N 2 Yogyakarta dan SMA N 9 Yogyakarta? Aturan tata tertibnya seperti apa? 2. Program apa saja yang dilakukan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di SMK N 2 Yogyakarta dan SMA N 9 Yogyakarta? 3. Apakah terdapat tim khusus dalam menangani kasus kenakalan remaja? seperti BK dan tim Budaya Tata Tertib? 4. Apakah saat ini masih terdapat tindakan kenakalan remaja? seperti apa bentuk kenakalan yang terjadi? 5. Bagaimana hukuman yang dilakukan pihak sekolah terhadap anak yang melanggar peraturan? 6. Bagaimana tindakan sekolah agar anak tidak terjerumus dalam tindak kenakalan? 7. Dalam penanggulanagan apakah pihak sekolah bekerjasama dengan pihak luar? Siapa saja? 8. Bagaimana peran orang tua dalam berpartisipasi mengatasi kenakalan (siswa)? 9. Apa saja faktor penghambat dan pendukung dalam proses implementasi kebijakan? 10. Apa saja solusi yang diterapkan oleh sekolah untuk mengatasi hambatan dalam proses implementasi?
174
PEDOMAN WAWANCARA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA DI KOTA YOGYAKARTA (STUDI PADA SMK N 2 YOGYAKARTA DAN SMA N 9 YOGYAKARTA)
Sumber Data/Informan: Bimbingan dan Konseling 1. Upaya apa saja yang diterapkan BK dalam menanggulangi kenakalan remaja? 2. Penanganan seperti apa yang diberikan siswa dalam mencegah kenakalan? 3. Apakah sekolah ini mengalami permasalahan kenakalan (siswa)? Seperti apa bentuknya? Bagaimana hukumannya? 4. Kegiatan apa saja yang diberikan BK dalam menanggulangi kenakalan remaja? 5. Bagaimana tindakan BK agar anak tidak terjerumus dalam tindak kenakalan? 6. Apa penyebab terjadinya kenakalan di sekolah? 7. Bagaimana bentuk kerjasama orang tua dengan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa)? 8. Apa faktor pendukung dalam proses implementasi program yang diterapkan BK? 9. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam menanggulangi kenakalan remaja(siswa)? 10. Apa saja upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala-kendala tersebut?
175
PEDOMAN WAWANCARA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA DI KOTA YOGYAKARTA (STUDI PADA SMK N 2 YOGYAKARTA DAN SMA N 9 YOGYAKARTA)
Sumber Data/Informan: Siswa A. Identitas Informan Nama
:
Kelas/jurusan
:
B. Daftar Pertanyaan 1. Kebijakan apa saja yang diterapkan di sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di SMK N 2 Yogyakarta dan SMA N 9 Yogyakarta? 2. Program apa saja yang dilakukan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di SMK N 2 Yogyakarta dan SMA N 9 Yogyakarta? 3. Apakah ada mata pelajaran khusus yang diberikan kepada siswa dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa)? 4. Siapa saja yang berpartisipasi dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa)? 5. Menurut saudara apakah SMK N 2 Yogyakarta dan SMA N 9 Yogyakarta masih terjadi kenakalan? Seperti apa saja bentuknya? 6. Sanksi apa yang diberikan bagi siswa ketika melakukan tindakan kenakalan ? apa contoh kasusnya? 7. Menurut saudara apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan? 8. Apa saja faktor penghambat dan pendukung dalam proses implementasi kebijakan? Solusi apa yang diberikan dalam mengatasi hambatan tersebut?
176
Lampiran 2. Hasil Data Observasi
HASIL OBSERVASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA DI KOTA YOGYAKARTA (STUDI PADA SMK N 2 YOGYAKARTA DAN SMA N 9 YOGYAKARTA) NO.
ASPEK YANG DIAMATI
1.
OBSERVASI FISIK a. Keadaan Sekolah
DESKRIPSI HASIL PENGAMATAN
Kondisi sekolah baik dan bagunan yang megah dan anggun. Dan setiapa lorong terdapat slogan dan tanaman-tanaman yang tertata
dengan
rapi,
sehingga
dapat
membuat warga sekolah merasa nyaman b. Sarana Sekolah dalam
dan
Prasarana sarana dan prasarana di SMK N 2
yang
terkait Yogyakarta serta SMK N 9 Yogyakarta
menanggulangi sudah cukup lengkap. Namun, SMA N 9
kenakalan remaja
Yogyakarta terdapat ruangan yang kurang karena kondisi lingkungan sekolah yang kurang luas.
c. Fasilitas Penunjang
Terdapat
fasilitas
penunjang
dalam
penanggulangan kenakalan remaja salah satunya CCTV. SMA N 9 Yogyakarta dalam menggunakan sistem komputerasi dalam tata tertib sekolah. 2.
OBSERVASI NON FISIK a. Sikap Siswa
dan
Perilaku Masih terdapat kasus penyimpangan yang dilakukan oleh siswa, ada yang berkata kurang sopan sehingga dapat menimbulkan kegaduhan. Namun, hanya beberapa siswa
177
saja. b. Interaksi siswa dengan Interaksi yang terjadi antar siswa baik. antar siswa
teman mereka saling memberikan dukungan dan motivasi.
c. Interaksi siswa dengan Interaksi antar guru dan siswa baik, ketika guru/karyawan
siswa
bertemu
dengan
menyapa dan tersenyum.
178
guru
mereka
Lampiran 3. Hasil Data Dokumentasi HASIL DOKUMENTASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA DI KOTA YOGYAKARTA (STUDI PADA SMK N 2 YOGYAKARTA DAN SMA N 9 YOGYAKARTA) NO.
Aspek yang diamati
1.
Profil Sekolah
Ada
a. Visi dan Misi Sekolah
b. Sejarah Sekolah
c. Tenaga Pendidik dan
Kependidikan
d. Perkembangan Jumlah Siswa
e. Sarana dan prasarana yang berkaitan dengan penanggulangan kenakalan remaja (siswa)
f. Prestasi siwa 2.
Kebijakan Sekolah
a. Buku Peraturan (TataTertib) Sekolah
b. Catatan pelanggaran peraturan
c. Kegiatan ekstrakurikuler
179
Tidak Ada
Lampiran 4. Catatan Lapangan CATATAN LAPANGAN I Hari/ Tanggal: Rabu/13 April 2016 Tempat
: SMA Negeri 9 Yogyakarta dan SMK Negeri 2 Yogyakarta
Kegiatan
: Mengantar surat ijin penelitian
Pagi itu sekitar pukul 09:00 WIB, peneliti datang ke SMA Negeri 9 Yogyakarta dengan berbekal surat ijin penelitian dari Dinas Perizinan Kota Yogyakarta. Peneliti bermaksud untuk melaksanakan penelitian dengan judul “Implementasi Kebijakan Sekolah dalam menanggulangi Kenakalan Remaja di Kota Yogyakarta (Studi pada SMK Negeri 2 Yogyakarta dan SMA Negeri 9 Yogyakarta. Peneliti kemudian menuju kantor Tata Usaha (TU), untuk memmberikan surat ijin penelitian. Salah satu Kepala karyawan TU memberikan waktu 3 hari untuk konfirmasi surat kembali. Setelah itu peneliti berpamitan pulang. Peneliti selanjutnya datang ke SMK Negeri 2 Yogyakarta dengan maksud untuk memberikan surat izin penelitian. Peneliti menuju kantor Tata Usaha (TU) untuk memberikan surat izin penelitian. Kemudian salah satu Kepala karyawan TU mengarahkan untuk konfirmasi surat izin penelitian selama 2 hari dibagian Humas. Ketika peneliti berniat untuk berpamitan pulang kepada petugas keamanan, petugas keamanan bertanya maksud peneliti datang ke SMK Negeri 2 Yogyakarta kemudian peneliti menyampaikan maksud dan tujuan peneliti. Berdasarkan pertanyaan tersebut akhirnya dapat membuka celah bagi peneliti dan
180
petugas keamanan untuk bercerita terkait kenakalan remaja di SMK Negeri 2 Yogyakarta. CATATAN LAPANGAN II Hari/ Tanggal: Jumat/15 April 2016 Tempat
: SMK Negeri 2 Yogyakarta
Kegiatan
: Konfirmasi surat izin penelitian dan observasi
Pagi itu sekitar pukul 07:30 WIB, peneliti datang ke SMK Negeri 2 Yogyakarta kembali untuk mengetahui lebih dekat SMK Negeri 2 Yogyakarta dan mengkonfirmasi surat izin penelitian di Humas SMK Negeri 2 Yogyakarta. Peneliti diberi izin penelitian di SMK Negeri 2 Yogyakarta, kemudian peneliti diberikan surat dari Humas untuk diberikan kepada Waka Kesiswaan. Peneliti menemui Waka Kesiswaan, namun Waka Kesiswaan sedang mengikuti rapat diluar sekolah sehingga peneliti diminta untuk datang kembali dilain hari. Peneliti berinisiatif untuk berkeliling di lingkungan SMK Negeri 2 Yogyakarta dengan harapan mendapatkan data tambahan terkait kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja. berbagai slogan yang berisi motivasi dan pengingat bagi seluruh warga sekolah terpasang di lorong-lorong sekolah. kemudian peneliti berpamitan pulang kepada petugas keamanan.
181
CATATAN LAPANGAN III Hari/ Tanggal : Sabtu/16 April 2016 Tempat
: SMK Negeri 2 Yogyakarta dan SMA Negeri 9 Yogyakarta
Kegiatan
: Koordinasi pelaksanaan penelitian danWawancara
Pada pukul 07:30 WIB, peneliti datang ke SMK N 2 Yogyakarta untuk menemui Waka Kesiswaan untuk melakukan koordinasi dan persetujuan tanggal untuk melakukan wawancara dengan beliau. Peneliti diminta untuk menemui beliau satu minggu lagi karena beliau sedang sibuk mengurusi Kunjungan Industri (KI) SMK Negeri 2 Yogyakarta. Sesuai dengan kesepakatan sebelumnya, pukul 09:00 WIB peneliti datang ke SMA Negeri 9 Yogyakarta untuk konfirmasi surat izin penelitian di Tata Usaha (TU). Peneliti ditemani Kepala Humas menuju BK untuk menemui salah satu guru BK. Peneliti melakukan wawancra dengan Ibu Nur (salah satu guru BK) terkait dengan implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja. setelah kurang lebih 50 menit akhirnya wawancara selesai. Sebelum pulang, peneliti melakukan observasi dengan berjalan mengamati lingkungan sekolah, kelas, gedung sekolah dan interaksi warga sekolah. setelah itu peneliti berpamitan dengan Kepala Humas dan guru sembari berkoordinasi mengenai jadwal wawancara selanjutnya dengan Waka Kesiswaan. Sebelum pulang peneliti mengucapkan terimakasih kepada Kepala Humas dan guru karena sudah menyempatkan waktunya dan memberikan ijin wawancara dengan peneliti.
182
CATATAN LAPANGAN IV Hari/ Tanggal : Senin/18 April 2016 Tempat
: SMA Negeri 9 Yogyakarta
Kegiatan
: Wawancara dan Observasi
Pagi itu sekitar pukul 09:00 WIB, peneliti datang ke SMA Negeri 9 Yogyakarta untuk kembali melakukan wawancara dengan Waka Kesiswaan. Setelah melakukan wawancara selama kurang lebih satu jam dengan Bapak Budi, peneliti kembali melakukan observasi. Bapak Budi mempersilahkan peneliti untuk melihat berbagai sarana yang dimiliki oleh SMA Negeri 9 Yogyakarta. Sebelum berpamitan, peneliti meminta dokumen tata tertib sekolah dan kasus pelanggaran tata tertib. Kemudian peneliti dipersilahkan menuju ke receiptionist untuk melihat jumlah siswa izin dan yang terlambat. Setelah itu peneliti berpamitan pulang kepada Kepala Humas dan Bapak Budi serta tak lupa mengucapkan terimakasih. CATATAN LAPANGAN V Hari/ Tanggal : Rabu/20 April 2016 Tempat
:SMA Negeri 9 Yogyakarta
Kegiatan
: Wawancara dan Observasi
Pukul 09:00 WIB, peneliti datang kesekolah dan menemui Kepala Humas untuk melakukan observasi serta wawancara dengan guru terkait implementasi kebijkan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di SMA Negeri 9 Yogyakarta. Peneliti diminta untuk melakukan wawancara pada saat jam istirahat, dikarenakan guru terkait sedang mengajar. Sambil menunggu, peneliti berinisiatif untuk melakukan observasi di sekolah ini dengan melakukan pengamatan
183
terhadap kondisi dan kultur sekolah. Bel berbunyi instrument karawitan tanda waktu istirahat, peneliti menunggu diruang tamu untuk melakukan wawancara dengan salah satu guru sekaligus wali kelas X IPS 2. Setelah berlangsung sekitar 40 menit wawancara dengan guru selesai. Peneliti berpamitan dan mengucapkan terimakasih kepada beliau karena telah bersedia meluangkan waktu untuk diwawancarai. CATATAN LAPANGAN V Hari/ Tanggal : Sabtu/23 April 2016 Tempat
:SMA Negeri 9 Yogyakarta
Kegiatan
: Wawancara dan Observasi
Pada pukul 08:00 WIB, peneliti tiba di SMA Negeri 9 Yogyakarta untuk kembali melakukan wawancara dengan guru. Pada saat itu peneliti melihat ada siswa yang sedang mengikuti kegiatan olahraga dilapangan depan sekolah. Peneliti memperhatikan bahwa dalam kegiatan mereka saling memberikan semangat dan dukungan kepada teman-temannya. Saat itu sedang berlangsung olahraga bola volley dan ada teman yang tidak dapat menangkap bola sehingga menimbulkan kegaduhan serta terdapat teman yang menyoraki “huu…” dan teman-teman yang lainnya memberikan dukungan. Sehingga terlihat kekompakan dan interaksi yang positif ke sesama teman. Kemudian peneliti menemui Kepala Humas untuk melakukan wawancara selanjutnya dengan salah satu guru. Setelah menunggu kurang lebih 30 menit, akhirnya
peneliti
melakukan
wawancara
dengan
guru
Pendidikan
Kewarganegaraan sekaligus sebagai wali kelas. setelah kurang lebih satu jam 184
akhirnya wawancara selesai. Peneliti berpamitan pulang dan mengucapkan terimakasih. CATATAN LAPANGAN VI Hari/ Tanggal : Kamis/21 April 2016 Tempat
:SMA Negeri 9 Yogyakarta
Kegiatan
: Observasi
Pagi itu sekitar pukul 09:00 WIB peneliti datang kembali ke SMA Negeri 9 Yogyakarta untuk mencari data tambahan berupa observasi dan wawancara. Peneliti menemui Kepala Humas untuk meminta izin melakukan wawancara dengan guru kembali, namun sayangnya Kepala Humas sedang keluar. Sehingga peneliti menunggu beliau, sembari menunggu peneliti meminta izin di bagian receiptionistuntuk berkeliling lingkungan sekolah melihat interaksi siswa dan kondisi sekolah. Sekitar pukul 10:30 WIB peneliti menemui Kepala Humas dan menjelaskan maksud peneliti. Akhirnya, peneliti bertemu dengan salah satu guru Bimbingan dan Konseling. Karena guru tersebut tidak dapat melakukan wawancara hari ini, peneliti membuat kesepakatan untuk melakukan wawancara lain hari.
185
CATATAN LAPANGAN VII Hari/ Tanggal : Senin/25 April 2016 Tempat
:SMA Negeri 9 Yogyakarta
Kegiatan
: Wawancara
Sesuai dengan kesepakatan peneliti datang pukul 08:00 WIB untuk melakukan wawancara dengan guru Bimbingan dan Konseling.Kemudian peneliti menemui Kepala Humas untuk meminta izin melakukan wawancara dengan guru. Peneliti diantar ke BK untuk melakukan wawancara dengan guru BK lainnya. Wawancara berlangsung sekitar 45 menit, setelah itu peneliti mengucapkan terima kasih telah meluangkan waktu untuk diwawancarai. Kemudian peneliti menemui staf Humas untuk meminta izin melakukan wawancara dengan securitydan siswa. Setelah jam istirahat peneliti dipertemukan dengan siswa dan membuat kesepakatan waktu dan tanggal untuk melakukan wawancara. Peneliti melanjutkan wawancara dengan petugas keamanan SMA Negeri 9 Yogyakarta yang sedang jaga saat itu. Pada saat peneliti melakukan wawancara terdapat siswa kelas XII yang datang ke sekolah namun memakai baju bebas, akhirnya petugas keamanan memberhentikan dan menegur siswa tersebut. alasan siswa tersebut seragamnya ada di dalam tas nanti setelah masuk akan ganti baju. Petugas keamanan tetap tidak memperbolehkan siswa tersebut dan siswa itupun ganti baju di luar gerbang sekolah. Kurang lebih 1 jam wawancara dengan petugas keamanan selesai dan peneliti berpamitan serta mengucapkan terimakasih.
186
CATATAN LAPANGAN VIII Hari/ Tanggal : Kamis/28 April 2016 Tempat
:SMA Negeri 9 Yogyakarta
Kegiatan
: Wawancara dan Observasi
Pagi itu sekitar pukul 09:00 WIB, peneliti bertemu lagi dengan Kepala Humas untuk meminta izin melakukan wawancara dengan siswa-siswi. Setelah kurang lebih 50 menit wawancara peneliti dengan siswa selesai. Peneliti menemui Kepala Humas untuk meminta data jumlah siswa dan tenaga pendidik, peneliti diantar ke ruang Tata Usaha. Setelah selesai peneliti berpamitan untuk pulang dan mengucapkan terimakasih serta akan datang kembali ke SMA Negeri 9 Yogyakarta. CATATAN LAPANGAN IX Hari/ Tanggal : Senin/2 Mei 2016 Tempat
:SMK Negeri 2 Yogyakarta
Kegiatan
: Wawancara dan Observasi
Pagi itu sekitar pukul 09:00 WIB peneliti datang ke SMK Negeri 2 Yogyakarta untuk melakukan wawancara dengan Waka Kesiswaan. Setelah menunggu 30 menit akhirnya peneliti bertemu dengan Waka Kesiswaan untuk melakukan wawancara. Setelah kurang lebih 1 jam wawancara selesai. Kemudian, peneliti meminta izin untuk melakukan wawancara dengan guru BK. Peneliti diantar ke ruang BK untuk bertemu dengan Koor BK, namun beliau sedang keluar sehingga peneliti diminta untuk menemui lain hari. Peneliti meminta izin untuk melakukan wawancara dengan guru, siswa, dan petugas keamanan. Peneliti
187
diarahkan untuk ke ruang Kurikulum untuk meminta izin melakukan wawancara dengan Guru. Sedangkan wawancara dengan siswa dan petugas keamanan peneliti diminta untuk mencari sendiri. Peneliti datang ke ruang Kurikulum berniat untuk meminta izin melakukan wawancara dengan guru, tetapi Koor Kurikulum sedang tidak datang kesekolah sehingga peneliti diminta untuk menemui Koor Kurikulum minggu depan. Kemudian peneliti berpamitan untuk pulang sembari berjalan menuju parkiran peneliti melihat-lihat kondisi sekolah dan interaksi warga sekolah SMK Negeri 2 Yogyakarta. CATATAN LAPANGAN X Hari/ Tanggal : Selasa/3 Mei 2016 Tempat
:SMK Negeri 2 Yogyakarta
Kegiatan
: Wawancara dan Observasi
Pagi itu sekitar pukul 08:00 WIB peneliti datang kembali di SMK Negeri 2 Yogyakarta dengan niat untuk melakukan wawancara. Peneliti datang ke ruang BK untuk menemui Koor BK dan melakukan wawancara. Peneliti bertemu dengan Bapak Sudi untuk melakukan wawancara terkait implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di SMK Negeri 2 Yogyakarta. Setelah kurang lebih 1 jam wawancara peneliti dengan Bapak Sudi selesai. Kemudian peneliti meminta data kasus pelanggaran tata tertib sekolah di SMK Negeri 2 Yogyakarta. Peneliti hanya mendapatkan data kasus keterlambatan siswa saja. Kemudian peneliti berpamitan dan mengucapkan terimaksih sudah meluangkan waktu untuk diwawancarai. 188
CATATAN LAPANGAN XI Hari/ Tanggal : Selasa/10 Mei 2016 Tempat
:SMK Negeri 2 Yogyakarta
Kegiatan
: Wawancara
Sesuai dengan kesepakatan pukul 08:00 WIB peneliti datang ke SMK Negeri 2 Yogyakarta untuk melakukan koordinasi dengan Koor Kurikulum terkait siapa, waktu dan tanggal peneliti bertemu dan melakukan wawancra. Setelah bertemu dengan Bapak Nurhadi dan membuat kesepakatan waktu dan tanggal penelitian. Setelah itu peneliti berinisiatif untuk melakukan wawancara dengan petugas kemanan SMK Negeri 2 Yogyakarta. Setelah kurang lebih 50 menit akhirnya wawancra selesai. Kemudian peneliti berpamitan untuk pulang dan mengucapkan terimakasih dan akan datang kembali untuk melakukan wawancara. CATATAN LAPANGAN XII Hari/ Tanggal : Rabu/11 April 2016 Tempat
:SMK Negeri 2 Yogyakarta
Kegiatan
: Wawancara dan Observasi
Sekitar pukul 08:00 peneliti datang kembali ke SMK Negeri 2 Yogyakarta untuk melakukan wawancara dengan siswa. Saat peneliti datang tanpa sengaja peneliti melihat terdapat sekitar 7 siswa diberi pembinaan di halaman depan sekolah. Sambil menunggu siswa istirahat peneliti malakukan observasi dengan berkeliling lingkungan sekolah dan melihat kultur sekolah.
189
Setelah bel tanda istirahat berbunyi peneliti mencari siswa yang dapat diwawancarai. Peneliti menemui 5 siswa-siswi yang sedang duduk-duduk dilorong sekolah dan peneliti meminta waktunya untuk melakukan wawancara. Setelah selesai wawancara peneliti mengucapkan terimakasih karena sudah meluangkan waktunya untuk diwawancarai. CATATAN LAPANGAN XIII Hari/ Tanggal : Kamis/12 Mei 2016 Tempat
:SMK Negeri 2 Yogyakarta
Kegiatan
: Wawancara
Pada pukul 09:00 WIB peneliti bertemu dengan Bapak Nurhadi untuk melakukan
wawancra
terkait
implementasi
kebijakan
sekolah
dalam
menanggulangi kenakalan remaja di SMK Negeri 2 Yogyakarta.Namun, karena Bapak Nurhadi sedang mengajar maka peneliti diminta menunggu. Sambil menunggu peneliti melakukan pengamatan dengan berkeliling sekolah. Hari itu adalah Kamis Pahing sehingga semua guru karyawan dan siswa harus memakai pakaian jawa. Terdapat siswa yang sedang duduk bergerombol hanya memakai celana abu-abu serta terdapat juga siswa yang memakai sepatu bukan sandal selop, saat itu ada guru yang sedang lewat hanya membiarkan saja. Namun, selang beberapa menit ada salah satu guru melewati gerombolan anak tersebut menegur untuk memakai pakaian adat jawa dengan benar dan sepatu yang sesuai. Sekitar pukul 11:00 WIB peneliti menemui Bapak Nurhadi untuk melakukan wawancara. Setelah berlangsung sekitar 45 menit wawancara dengan guru wali kelas selesai. Setelah itu beliau mengantarkan untuk bertemu dengan 190
guru yang akan diwawancarai, namun guru tersebut sedang mengajar. Peneliti berpamitan dan mengucapkan terimaksih dengan Bapak Nurhadi karena telah meluangkan waktunya untuk diwawancarai. CATATAN LAPANGAN XIV Hari/ Tanggal : Senin/16 Mei 2016 Tempat
:SMK Negeri 2 Yogyakarta
Kegiatan
: Wawancara dan Observasi
Pada pukul 08:00 WIB peneliti datang kembali ke SMK Negeri 2 Yogyakarta untuk melakukan wawancara dengan guru. Sambil menunggu guru bisa diwawancarai, peneliti melakukan observasi di sekolah dengan melakukan pengamatan terhadap kondisi sekolah dan berjalan-jalan di lorong sekolah serta melihat slogan-slogan yang ditempel di dinding lorong sekolah. Kemudian peneliti duduk di dekat pos penjaga keamanan sekolah, peneliti melihat ada siswa yang parkir tidak sesuai dengan tempatnya secara tegas penjaga keamanan menegur untuk parkir sesuai tempatnya. Pada pukul 11:00 WIB peneliti menemui Bapak Rahman (salah satu guru mata pelajaran) untuk melakukan wawancara. Setelah berlangsung sekitar 45 menit wawancara dengan Bapak rahman selesai. Peneliti berpamitan dan mengucapkan terimaksih dengan Bapak Rahman karena telah meluangkan waktunya untuk diwawancarai.
191
CATATAN LAPANGAN XV Hari/ Tanggal : Rabu/18 Mei 2016 Tempat
:SMK Negeri 2 Yogyakarta
Kegiatan
: Wawancara dan Observasi
Pagi itu pukul 08:00 WIB peneliti datang kembali ke SMK Negeri 2 Yogyakarta untuk bertemu dan melakukan wawancra dengan guru BK. Peneliti diminta menemui Bapak Agus untuk melakukan wawancara terkait implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di SMK Negeri 2 yogyakarta. Sekitar pukul 10:00 WIB peneliti menemui Bapak Agus untuk melakukan wawancara. Setelah kurang Setelah berlangsung sekitar satu jam wawancara dengan Bapak Agus selesai. Peneliti menanyakan bahwa peneliti melihat ada siswa yang dikumpulkan didepan halaman sekolah, ternyata adalah siswa yang terlamabat. Peneliti berpamitan dan mengucapkan terimaksih dengan Bapak Agus karena telah meluangkan waktunya untuk diwawancarai.
192
CATATAN LAPANGAN XVI Hari/ Tanggal : Kamis/19 Mei 2016 Tempat
:SMK Negeri 2 Yogyakarta
Kegiatan
: Dokumentasi dan Observasi
Pagi itu peneliti datang mengunjungi SMK Negeri 2 Yogyakarta untuk melakukan observasi sekaligus meminta dokumen berupa profil sekolah, data guru dan karyawan, sejarah, sarana dan prasarana, kegiatan ekstrakurikuler, serta prestasi yang pernah diraih sekolah. ketika peneliti melakukan observasi, peneliti juga berbicang-bincang dengan siswa di SMK Negeri 2 Yogyakarta dan menanyakan apakah siswa tersebut pernah melakukan tindakan penyimpangan dan penanganannya seperti apa. CATATAN LAPANGAN XVII Hari/ Tanggal : Jumat/20 Mei 2016 Tempat
:SMA Negeri 9 Yogyakarta
Kegiatan
: Observasi dan Dokumentasi
Peneliti datang ke SMA Negeri 9 Yogyakarta untuk melakukan observasi dan meminta dokumentasi sekolah berupa profil sekolah yaitu identitas sekolah, data siswa, data guru dan karyawan, prestasi, kegiatan ekstrakurikuler, dan sarana prasarana sekolah.
193
Lampiran 5. Transkrip Wawancara Setelah Reduksi HASIL WAWANCARA SETELAH DIREDUKSI SMK NEGERI 2 YOGYAKARTA Sumber Data: 1. 2. 3. 4.
Waka Kesiswaan Guru BK Wali Kelas/ Guru Mapel Karyawan
1. Kebijakan apa saja yang telah diterapkan di sekoah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa) di SMK Negeri 2 Yogyakarta? Untuk menanggulangi kenakalan remaja dalam arti siswa yang pertama diawal tahun mengisis formulir surat pernyataan yang di dalamnya terdapat pernyataan untuk tidak melanggar peraturan tata tertib sekolah. Sedangkan untuk kesehariannya ada peraturan tata tertib yang harus ditaati oleh siswa yang kemudian nanti kalau ada siswa yang, melanggar siswa tersebut harus menyodorkan surat pernyataan bahwa siswa tersebut telah melanggar peraturan tata tertib sekolah. Selain itu jika ada pembinaan lanjutan maka dilakukan pembinaan yang melibatkan BK dan Tim Budaya kalau harus ada pembinaan lanjutan bersama orang tua maka dipanggil orang tua untuk pembinaan bersama. Dan juga penanaman karakter kepada siswa dengan membiasakan siswa berdisiplin dengan tidak melanggar peraturan tata tertib jika melanggar akan dikenakan sanksi. (SR, 03 Mei 2016) 2. Program apa saja yang telah dilakukan oleh pihak sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa)? Adanya tata tertib sekolah, ada juga program yang diterapkan seperti pembatasan jam masuk dulunya itu tidak ada pembatasan jam siswa berada dilingkungan sekolah. Jadi anak itu boleh berada dilingkungan sampai malam sekitar jam 19.00 atau jam 20.00. Namun, itu menimbulkan perilaku menyimpang di siswanya sehingga memicu adanya tawuran. Sehingga kita membuat siswa maksimal berada dilingkungan sekolah itu sampai dengan jam 17.00 itu maksimal dan masuk jam 06.45 WIB, hal tersebut untuk menghindari adanya konflik antar sekolah. Kecuali untuk jurusan TKR itu tidak pulang jam 17.00 soalnya ada praktik dan juga ada kegiatan ekstra itu harus ada guru pendampingnya. (RH, 02 Mei 2016) 3. Apakah saat ini SMK Negeri 2 Yogyakarta masih terdapat kasus kenakalan? masih, saya kira hampir semua sekolah itu masih ada kasus penyimpangan tapi dalam skala ringan. Memang ya dulu sekolah disini terlibat konflik jadi memicu tawuran tetapi sekarang sudah tidak ada tawuran yang terjadi ya
194
kenakalan ringan seperti membolos, mencontek, tidak disiplin seperti itu saja ya masih dalam kategori ringan.”(SM, 16 Mei 2016) Bentuk pelanggaran atau penyimpangan yang masih dilakukan seperti apa pak? kasus kenakaln itu penyimpangan peraturan ya mbak, itu masih ada. Kategori kenakalannya pun tidak seperti dulu yang tawuran kasus kenakalannya lebih ke yang sedang bahkan ringan, ya sangat bersyukur dengan mempunyai peserta didik yang banyak masih dapat dikendalikan.”(RH, 02 Mei 2016) Sanksi apa yang diberikan ketika siswa melakukan pelanggaran tata tertib sekolah? Terlambat 3 kali berturut-turut nanti orang tua dipanggil mbak. membolos misalnya pada mata pelajaran pertama siswa ikut namun pada mata pelajaran ketiga dan empat siswa tersebut tidak ikut nanti guru lapor ke wali kelas bahwa siswa ini tidak ikut mapel ini. Nanti saya nasehati selaku wali kelas Saya tanya kenapa tidak ikut seperti itu. (NR, 13 Mei 2016) Sanksi terberat itu pengembalian siswa kepada orang tuanya itu melalui prosedur yang panjang dan rapat bersama antar semua pihak yang terkait. Keputusan tersebut diambil berdasarkan berbagai pertimbangan seluruh warga sekolah. Pengembalian siswa itu juga yang memang benar-benar merugikan dan sulit untuk dibenahi.” (SR, 03 Mei 2016) Faktor apa saja yang mempengaruhi hal tersebut? Kalau faktor itu ya lembaga sekolah sebagai lembaga pendidikan dan kekurangan itu pasti wajar ditambah lagi sekolah ini kan paling banyak jumlah peserta didiknya, jadi ya ada kepincangan. Kalau dari masing-masing individu itu kurang peduli misal unggah ungguh berkurang karena perkembangan teknologi dan komunikasi itu kadang penggunaannya negatif kurang adanya filter karena anak merasa sudah dewasa dan berfikir bahwa anak itu merasa dewasa dan sudah bebas itu membuat kontradiktif yang tidak bisa menguatkan generasi sekarang. Faktor keluarga yang brokenhome gitu biasanya kurang memperhatikan anaknya sehingga anak mencari perhatian dengan perilaku menyimpang. Alumni juga kadang ada yang berusaha menekan adik adik tingkatnya. (AS, 17 Mei 2016) 4. Apakah ada sosialisasi terkait kebijakan penanggulangan kenakalan remaja (siswa) di SMK Negeri 2 Yogyakarta? Sejak awal disaat siswa baru masuk kesini, orangtua juga diundang dan diberi pengarahan jadi terkait dari tata terib sekolah yang intinya itu bahwa nanti memberikan wacana atau gambaran sekolah di SMK Negeri 2 Yogyakarta itu seperti ini. Dan pada waktu MOS (Masa Orientasi Siswa itu juga kembali diingatkan tentang peraturan tata tertib disekolah ini. Pada waktu siswa diterima disekolah ini siswa juga membuat pernyataan terkait mematuhi peraturan sekolah. (RH, 02 Mei 2016)
195
Komunikasi yang dilakukan ya dengan pihak disekolah ini, missal ada yang mengetahui siswa melanggar itu nanti ditegur atau dinasehati. Komunikasi dengan orang tua, tim budaya, Dinas dan kepolisian. Kita juga berkomunikasi dengan sekolah-sekolah lain di Kota.Dalam menanggulangi kenakalan tidak bisa jika hanya misal tim budaya saja yang menangani, semua warga sekolah ya ikut terlibat. (AS, 17 Mei 2016) Siapa saja yang terlibat dalam program tersebut? Komunikasi saling terjaga baik dari dalam maupun dari luar. Semua stakeholder disini terlibat tidak hanya waka, tatib, atau BK jadi melibatkan semua warga sekolah dan orang tua juga.(SM, 16 Mei 2016) Dinas memiliki program untuk mengatasi kenakalan siswa, yaitu mengundang siswa-siswa tertentu untuk mengikuti semacam diklat atau seminar di daerah tertentu. Ada juga semacam persahabatan dari SMA dan SMK se-Kota Yogyakarta istilahnya untuk mendamaikan.(SR, 03 Mei 2016) 5. Bagaimana sumber daya yang dimiliki SMK Negeri 2 Yogyakarta dalam proses implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja? Sumber daya yang digunakan ya mbak, baik dari sumber daya manusianya, metode yang digunakan entah pembinaan ataupun peneguran, anggarannya untuk melaksanakan suatu kegiatan atau program biasanya pada programprogram ekstrakurikuler,… selanjutnya sarana dan prasarana atau alatnya. Itu tidak bisa sumber daya yang digunakan berdiri sendiri-sendiri atau hanya satu saja apalagi SDM itu harus ada kerjasama namun juga tidak mengesampingkan sumber daya penunjangnya.(RH, 02 Mei 2016 ) fasilitas pendukung disini setiap sudut-sudut sekolah dipasangi CCTV tujuannya memantau kegiatan-kegiatan yang berlangsung dilingkungan sekolah ngawekani ada penyimpangan mbak nantikan bisa tahu. Sistem gerbang tutup buka setelah bel tanda masuk itu juga metode dari pihak sekolah agar siswa tidak seenaknya kluyuran diluar lingkungan sekolah selama kegiatan pembelajaran disekolah berlangsung.”(W/ SR, 03 Mei 2016) anggaran dari APBD dan APBN atau dari siswa itu dimanfaatkan untuk kegiatan siswa juga, misalnya dalam ekstrakurikuler membutuhkan dana untuk program ini selagi itu positif sekolah mendukung. Ekstra juga untuk menanggulangi agar siswa tidak melakukan hal-hal yang negatif, yaa…setidaknya mengurangi mbak. Jadi siswa dapat menumbuhkan minat dan bakatnya dan juga memanfaatkan waktu luang dengan positif intinya itu.(AS, 16 Mei 2016) 6. Apakah ada tim khusus yang dibentuk dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa)? sekolah itu mempunyai tim yaitu tim budaya, MPO, dan BK. Nah MPO menangani kegiatan siswa baik Osis maupun Ekstrakurikuler atau bersifat
196
non akademis. Kedua tim budaya seperti tim tatib yang tugasnya menegakkan aturan kedisiplinan siswa. Terkait BK, BK itu tugasnya pembinaan atau sebagai konselor. Kerjasama lain diluar sekolah yaitu dengan jelas orang tua itu harus adanya saling komunikasi terus kepolisisan dan juga koramil. Dinas pendidikan sebagai orang tua sekolah ini, itu komunikasi terus. Dinas mempunyai program dalam membina karakter siswa dan mendamaikan siswa, jika disini ada siswa yang diundang ya sekolah akan mengirim anak tersbut. Selain itu kerjasama antar sekolah-sekolah di Kota Yogyakarta ini antar waka-waka.(RH, 02 Mei 2016) 7. Siapa saja yang berpartisipasi dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa)? semua stakeholder disini terlibat tidak hanya waka-waka dan tim tatib saja. Selain itu partisispasinya dari guru, wali kelas, karyawan, siswa, orang tua, dan masyarakat. (AS, 17 Mei 2016) 8. Bagaimana pemahaman warga sekolah terhadap kebijakan penanggulangan kenakalan remaja (siswa) di SMK Negeri 2 Yogyakarta? responya ya baik itu juga untuk kebaikan bersama. Saya sebagai seorang guru menempatkan diri tidak hanya sebagai pendidik tetapi juga sebagai pamong. Sehingga memiliki kewajiban dalam mengawasi, menegur, dan mengarahkan peserta didik saat di lingkungan sekolah dan juga menanamkan kedisiplinan.(NR, 13 Mei 2016) 9. Bagaimana respon warga sekolah terhadap kebijakan penanggulangan kenakalan remaja (siswa) di SMK Negeri 9 Yogyakarta? Saya mendukung program-program yang dilakukan sekolah kan itu membawa nama baik sekolah kalau programnya bagus. dukungannya itu seperti, kalau saya misalnya itu lihat atau mengetahui ada siswa yang melanggar peraturan ya nanti saya laporkan ke BK mbak.(AW, 10 Mei 2016) 10. Apakah pengurus komite sekolah ikut terlibat dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa) di SMK Negeri 2 Yogyakarta? komite sekolah mendukung setiap program yang dilaksanakan dan orang tua ada yang ikut partisipasi langsung dalam mengontrol anak sampai-sampai orang tua rela untuk berpatroli yang biasanya untuk dipakai nongkrong”.(W/ AS, 17 Mei 2016) 11. Motivasi seperti apa yng diberikan pihak sekolah kepada anak agar tidak terjerumus dalam tindak kenakalan? Untuk motivasi siswa agar tidak terjerumus dalam kenakalan yaitu selalu menganjurkan dan mengingatkan untuk masing-masing siswa dalam menjalankan ibadah sesuai agama masing-masing untuk yang beragama islam itu menjalankan salat wajib 5 waktu agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Begitu juga dengan agama lain kalau rutin sembahyang menurut
197
agama yang dianut masing-masing siswa maka akan mempunyai perilaku yang baik nantinya. Karena itu merupakan penanaman karakter bagi siswa berupa tanggung jawab dan kedisiplinan.(SR, 03 Mei 2016) 12. Bagaimana peran orang tua dalam berpartisipasi menanggulangi kenakalan remaja (siswa)? Jadi bentuk kegiatan pembinaan bersama nanti kalau tim budaya menjaring siswa yang melakukan tindakan kenakalan nanti siswa diperintahkan atau mengundang oran tuauntuk mengadakaan pembinaan bersama disekolah. Nanti diwakili tim budaya dan BK . untuk orang tua siswa yang dipanggil kesekolah itu point yang melampaui batas atau terlambat 3 kali, yang tertangkap atau ketahuan berkelahi baik dengan teman sekolah maupun luar sekolah.(SR, 03 Mei 2016) 13. Bagaimana proses perumusan kebijakan sekolah dalam mengatasi kenakalan remaja? Perumusan kebijakan sekolah itu dilihat dari kondisi yang ada disekolah. Itu biasanya dilakukan atau mengadakan rapat, pertama rapat kecil untuk selanjutnya rapat besar melibatkan elemen-elemen sekolah yang berhubungan langsung dengan masalah, seperti tim tatib atau BK.(NR, 13 Mei 2016) Apakah orang tua, komite dan siswa ikut dilibatkan? Seluruh warga sekolah terlibat dalam perumusan kebijakan baik kepala sekolah, komite sekolah, pihak Dinas terkait, wakil kepala sekolah, pendidik, karyawan, dan orang tua siswa. Kebijakan sekolah dibuat dan disesuaikan dengan kondisi yang ada di sekolah,(RH, 02 Mei 2016) 14. Apakah sekolah ini bekerjasama dengan pihak lain dalam upaya penanggulangan kenakalan remaja (siswa)? semua warga sekolah dan tim budaya itu dari dalam, sedangkan dari luar kepolisian Kecamatan Jetis. BNK Kota dalam menanggulangi pencegahan terkait kenakalan dikhususkan narkotika. Laboratorium klinik untuk mengetahui diawal tahun pelajaran bagi kelas XI kemungkinan ada yang memakai dapat terjaring. Dan juga bentuk kerjasama dengan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta setiap tahunnya ada semacam persahabatan nanti antar SMA dan SMK se-Kota Yogyakarta itu yang dilaksanakan oleh Dinas, namun tempatnya diluar Dinas. Itu yang diundang siswa yang memerlukan pembinaan dan yang dianggap dapat menjadi kader-kader untuk membawa informasi di sekolah.(SR, 03 Mei 2016) 15. Apa saja faktor pendukung peruses implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa) di SMK Negeri 2 Yogyakarta? ya semua warga sekolah, orang tua mendukung Dinas Pendidikan juga mendukung. Untuk fasilitas ya sudah lengkap sudah mencukupi jadi tidak ada
198
kendala untuk fasilitasnya. Terdukung semua baik internal maupun eksternalnya.(AS, 17 Mei 2016) semua warga sekolah mendukung, orang tua, komite sekolah mendukung program yang dilaksankan oleh sekolah terutama dalam menanggulangi kenakalan siswa mengingat disini itu kan siswanya banyak jadi gak bisa kalau selalu mengawasi satu persatu, semua pihak itu saling berkomitmen demi kelancaran program.(SM, 16 Mei 2016) 16. Apa saja faktor penghambat peruses implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa) di SMK Negeri 2 Yogyakarta? satu atau dua guru yang kadang cuek missal mengetahui anak yang melanggar peraturan tapi tidak mengingatkan karena merasa bukan kewajibannya karena itu hanya tugasnya tim budaya dan ada peserta didik yang tidak perduli dan kurang kesadarannya dari siswanya sendiri.(NR, 13 Mei 2016) kendalanya yang pertama kurangnya koordinasi dari tim dan yang kedua ada warga sekolah yang tidak peduli atau kurang peduli dengan masalah yang terjadi. Contohnya ada kejadian dan melihat tetapi tidak menegur atau melaporkan missal ada siswa yang melanggar peraturan tidak ditangani.(RH, 02 Mei 2016) untuk kendalanya ini ada sebagian Mapel yang diampu Bapak Ibu guru bidang studi itu belum memperhatikan siswa artinya apa, ada siswa yang tidak mengikuti maple itu tidak ditanya sehingga akan memberikan efek bagi siswa missal “saya pergi di biarin aja kok” hal itu nanti akhirnya anak menjadi suka membolos. Jika yang begitu kan nanti BK pembinaannya juga agak sulit kecuali jika sudah sejak awal diberitahu. Jadi yaa bisa dikatakan kurangnya kepedulian dari guru maple tapi tidak semuanya.”(W/ SR, 03 Mei 2016) kurang kepedulian dari beberapa warga sekolah sehingga cuek terhadap apa yang dilakukan oleh siswa padahal itu negatif tapi ya tetep dibiarin. Kadang juga ada satu dua orang gitu mbak bilang kesel-kesel ngurusi bocah do ndableg kok, jadi tidak ada tindakan hanya yasudahlah itu yang menjadi penghambatnya mbak. kurang perhatian dari orang tuanya atau dari keluarga yang maaf brokenhome itu yang kurang bisa mengontrol dirinya jadi mencari perhatian dengan melakukan tindakan yang menyimpang.(SM, 16 Mei 2016)
17. Apa solusi yang diterapkan dalam mengatasi hambatan dalam implementasi penanggulangan kenakalan remaja (siswa)? komunikasi yang selalu dilakukan oleh semua pihak. Sosialisasi juga dilakukan dengan melibatkan bapak ibu guru. Selanjutnya juga bapak ibu guru selalu memberi motivasi kepada siswa atau menyadarkan siswa dengan sentuhan rohani seperti itu.(RH, 02 Mei 2016) 199
Baik disetiap rapat di Dinas dari BK selalu menginformasikan atau meminta kepedulian Bapak dan Ibu guru yang mengampu Mapel di kelas dari kehadirannya, cara berpakaian, kelengkapannya baik itu dalam mengerjakan tugas maupun penampilanpeserta didik. Jadi kadang guru mapel dalam menangani anak yang membolos itu nanti disampaikan kepada wali kelas tapi jika nanti ketemunya dulu dengan BK ya langsung disampaikan. Jadi nanti siapa yang bertemu duluan entah wali kelas atau guru BK nanti langsung disampaikan permasalahannya yang terjadi dikelas.(SR, 03 Mei 2016).
200
HASIL WAWANCARA YANG TELAH DIREDUKSI SMK NEGERI 2 YOGYAKARTA Tanggal Wawancara
: 11 Mei 2016
Waktu Wawancara
: 50 Menit
A. Identitas Informan Nama : MN, ER, VIA, NK, LN B. Daftar Pertanyaan 1. Kebijakan apa saja yang telah diterapkan di sekoah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa)? sosialisasi tentang tata tertibnya gitu mbak pas MOS. Kebijakannya ada kegiatan ekstrakurikuler itu ada yang kerohanian sama jasmani. Trus juga itu mbak kalo kita berangkat gitu di depan ada guru yang menyalami dan mengecek kedisiplinan dan kerapian siswanya. Dan ada juga ini mbak guru BK yang masuk ke kelas memberikan materi ataupun motivasi yang rutin seminggu sekali Mbak. 2. Program apa saja yang telah dilakukan oleh pihak sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa)? itu tadi mbak kegiatan ekstrakurikurer TMC (bahasa jepang), Pramuka setiap jumat dan sabtu terus rohis, terus pembatasan jam dilingkungan sekolah. Tapi itu kurang efektif mbak karena kadang itu sudah dipaksa ikut tapi awalnya saja pada ikut nanti kalau udah beberapa kali pertemuan siswa-siswanya tidak berangkat karena deadline tugas termasuk saya. 3. Apa ada mata pelajaran khusus yang diberikan kepada siswa untuk menunjang upaya penanggulangan kenakalan remaja (siswa)? mapel bimbingan dan konseling masuk kelas mbak rutin seminggu sekali, selain memberikan materi kadang juga menanyakan ketuntasan nilai, nanti kalau siswanya ada yang belum tuntas nanti diberi bimbingan seperti itu mbak. 4. Menurut saudara apakah masih terdapat masalah kenakalan remaja (siswa)? masih mbak Seperti apa bentuknya? kaya membolos gitu, nongkrong-nongkrong, terlambat, tidak bawa sim, tidak memakai seragam dengan benar terus juga coret-coret tembok diarea sekolahan gitu mbak. 5. Apa saudara pernah melakukan bentuk kenakalan? pernah mbak
201
Bentuknya seperti apa? terlambat sekali, tidak memakai dasi, tidak ikut pramuka sampai dipanggil guru mbak, terus membolos nongkrong gitu bareng temen-temen alasannya apa? jalannya macet mbak, belum saya pakai mbak dasinya masih di dalam tas, karena teman sekelas juga tidak pada berangkat mbak nantikan malu kalau satu kelompok yang cewek Cuma saya saja dan juga deadline tugas. 6. Siapa saja yang berpartisipasi dalam penanggulangan dan penanganan kenakalan remaja (siswa)? semua warga sekolah itu mendukung mbak dan responnya juga baik mendukung gitu. Tapi ya masih ada satu dua orang yang tidak mbak yang melanggar peraturan itu tapi tidak sadar-sadar kalau itu salah. 7. Apakah sanksi yang diberikan kepada siswa ketika melakukan bentuk kenakalan remaja (siswa)? diberi poin mbak selain itu juga biasanya bikin surat perjanjian kalau tidak melakukan pelanggaran lagi. Apa contoh kasusnya? misalnya mbak kalau tidak pakai seragam dengan benar entah tidak pakai dasi dan sepatu hitam itu didepan kan sudah ada yang mengontrol tim budaya atau tatib itu mengecek setiap pagi. Nanti kalau ada yang melanggar diberi binaan mbak diruangan khusus kaya ruang diskusi. Kalau yang tidak memakai sepatu hitam itu nanti sepatunya diambil satu jadi siswanya hanya memakai satu sepatu saja nanti diambil di BK dengan membuat surat pernyataan. Geng juga masih ada mbak dari semua sekolah-sekolah dan alumni-alumni. Kalau yang coret-coret tembok itu disuruh ngecat kembali mbak. sedangkan kalau terlambat dikumpulkan dihalaman depan terus disuruh bersih-bersih selsesai bersih-bersih nanti ke BK diberi nasihat-nasihat dan membuat surat ijin masuk kelas. 8. Apa saja faktor yang mendorong siswa terlibat kenakalan remaja? pengaruh teman, kakak kelas, alumni yang mengajari tidak baik seperti ngajak nongkrong tidak jelas diarea sekolah dan gurunya juga mencari-cari dan sudah diberi bimbingan dan pembinaan sampai anaknya sadar. 9. Apa saja faktor pendukung dalam pelaksanaan program penanggulangan kenakalan remaja(siswa)? banyak pilihan ekstrakurikuler yang banyak jadi itu kita bisa mengisi waktu luang dengan mengikuti ekstrakurikuler. Kesadaran dari siswanya tapi ya tidak semua siswa kadang ada yang malas, misalnya “ayo ikut ekstra” jawabnya “males mau pulang saja” gitu mbak. faktor guru juga mbak kalau gurunya galak gitu gak pada berani bolos mbak jadi pada rajin.
202
10. Faktor penghambat dalam pelaksanaan program penanggulangan kenakalan ? ya itu mbak kesadaran yang kurang jadi itu nanti temen-temenya pada terpengaruh dan ikut-ikutan. Trus sama gurunya yang bikin males karena mengajarnya bikin ngantuk mbak sehingga motivasinya kurang dan dapat menimbulkan menurunkan nilai. 11. Bagaimana mengatasi faktor penghambat tersebut? harusnya kalau ada permasalan kaya gitu adaa siswa yang tau harus datang ke BK mbak apa kesiswaan memberitahu gitu
203
HASIL WAWANCARA SETELAH DIREDUKSI SMA NEGERI 9 YOGYAKARTA Sumber Data: 1. 2. 3. 4.
Waka Kesiswaan Guru BK Wali Kelas/ Guru Mapel Karyawan
1. Kebijakan apa saja yang telah diterapkan di sekoah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa) di SMK Negeri 2 Yogyakarta? penanaman karakter kepada siswa, kegiatan ekstrakurikuler. Ektrakurikuler wajib pramuka sebagai pengenalan tanggung jawab dan disiplin. Di SMA 9 ini juga ada batasan jam berada di lingkungan sekolah yaitu siswa masuk itu pukul 07.15 tetapi untuk yang Pendalaman Materi itu masuk jam ke-0 pukul 06.30. Gerbang ditutup pukul 07.15 sampai pukul 07.30 nanti setelah pukul 07.15 itu siswa sudah dicatat terlambat. Untuk siswa berada dilingkungan sekolah sampai jam 17.00 tetapi terkadang masih ada kegiatan ekstrakurikuler dan ada juga siswa yang menunggu jemputan.(EW, 25 April 2016) 2. Program apa saja yang telah dilakukan oleh pihak sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa)? Programnya ya, BK melakukan kerjasama dengan pihak di SMA N 9 Yk dengan melibarkan seluruh elemen di SMA N 9 Yk. Kalau ada masalah atau tindakan pelanggaran tata tertib ya ditangani sesuai kewenangan. Program yang dilakukan kerjasama dan sosialisasi. Baik itu dilakukan kerjasama dengan orang tua. Peran orang tua yang besar dalam menangani permasalahan anak. Komunikasi dengan orang tua yang baik untuk mensinergi siswa. Melakukan pembinaan yang dilakukan walikelas setiap 2 minggu sekali. Mengingatkan siswa dengan metode ceramah dan tanya jawab. Melakukan pembinaan dengan cara konseling, konsultasi dan layanan pembinaan bagi yang bermasalah. Kalau sudah terjadi maka akan bekerjasama dengan orang tua.(NR, 16 April 2016) 3. Apakah saat ini SMK Negeri 2 Yogyakarta masih terdapat kasus kenakalan? kenakalan pada umumnya itu masih yaitu penyimpangan-penyimpangan tata tertib sekolah sebagai patokan walaupun intensitas kenakalan itu tidak berat hanya sifatnya ringan.(AR, 25 April 2016) Bentuk pelanggaran atau penyimpangan yang masih dilakukan seperti apa? permasalahan kenakalan masih ada hanya saja yang kenakalan-kenakalan ringan saja, kasus kenakalan tersebut tidak terjadi dilingkungan sekolah tetapi diluar jam sekolah. jarang kasus kenakalan terjadi di sekolah. kalau untuk bentuknya seperti bullying yang dijadikan lelucon atau gurauan, mengejek, 204
menekan temannya, terus tidak disiplin dalam berpakaian dari baju tidak dimasukan, tidak pakai ikat pinggang, sepatu tidak warna hitam pada hari senin jadi tidak sesuai dengan peraturan sekolah.(NH, 16 April 2016) tindakan kenakalan itu secara praktis tidak ada, ada tetapi tidak seperti dulu. Tahun 2004 atau tahun 2005 itu SMA sini pernah terlibat tawuran sam SMA Muhamadiyah 1 hingga memakan korban. Mulai dari situ juga sekolah gencar dalam menghimbau peserta didik agar tidak terjadi hal seperti itu lagi. Kalau kenakalan sekarang itu ringan-ringan saja seperti membolos, tidak disiplin dalam memakai seragam itu juga hanya beberapa.(TR, 20 April 2016) Sanksi apa yang diberikan ketika siswa melakukan pelanggaran tata tertib sekolah? pemberian sanksi itu ka nada patokan poin-poin, jadi pelanggaran apa di beri poin sekian. Jika kalau poin sudah terkumpul sebanyak 101 itu nanti peserta didik serta orang tua dipanggil. Kalau ada siswa yang melanggar peraturan sekolah itu nanti diberi arahan kalau memang harus melibatkan orang tua nanti dikomunikasikan dengan orang tua dan membuat surat pernyataan diatas materai.(BS, 18 April 2016) sanksi terberat dikembalikan kepada orang tua. Jika ada pelanggaran baik itu ringan misalnya terlambat nanti akan di beri pembinaan dan pengarahan dari BK dan diberi poin sesuai dengan ketentuan. Terlambat misalkan nanti suruh bersih-bersih atau menyiram tanaman.(TR, 20 April 2016) Faktor apa saja yang mempengaruhi hal tersebut? penyebab terjadinya kenakalan paling utama lingkungan entah lingkungan tempat tinggal atau dalam lingkungan bergaul. Lingkungan pergaulan dengan teman, kondisi keluarga dirumah dimana orang tua yang tidak memberikan keharmonisan bagi anak. Apalgi kalau tempat tinggal anak saja tidak baik untuk pertumbuhan anak ditambah lagi dengan faktor keluarga yang bisa dikatakan kurang harmonislah, pasti mbak, anak atau siswa itu untuk melakukan tindak kenakalan itu sangat mudah.(NH, 16 April 2016) 4. Apakah ada sosialisasi terkait kebijakan penanggulangan kenakalan remaja (siswa) di SMK Negeri 2 Yogyakarta? Diawal peserta didik diberitahu begitu diterima di hari tertentu dan dihari berikutnya pada saat daftar ulang pihak sekolah mengkomunikasikan pada saat Masa Orientasi Siswa (MOS) juga. Komunikasi berupa sosialisasi tentang tata tertib sekolah di SMA N 9 Yogyakarta kalau siswa bisa menerima itu menandatangani pernyataan nanti kalau melanggar itu ada konsekuensi kalau ada pelanggaran yang nantinya akan dikembalikan ke siswa yang bersangkutan.(BS, 18 April 2016) Sosialisasi terhadap siswa khususnya peserta didik baru tentang peraturan tata tertib di SMA Negeri 9 Yogyakarta. Sosialisasi juga berlanjut pada setiap 205
tahun ajaran baru yaitu diawal kelas X, XI, dan XII. Dikelas X itu sosialisasi dilakukan pada saat Masa Orientasi Siswa (MOS). Soaialisasi itu dilakukan untuk mengingatkan lagi takutnya anak-anak lupa dan melanggar walaupun hanya hal kecil. Takutnya dari yang kecil itu tidak ditangani nanti jadi kebiasaan buruk untuk anak itu sendiri.(NH, 16 April 2016) Siapa saja yang terlibat dalam program tersebut? ya yang terlibat semuanya dari siswa, guru, wali kelas, karyawan, kepala sekolah. Semua dilibatkan mbak.(SE, 23 April 2016) 5. Bagaimana sumber daya yang dimiliki SMK Negeri 2 Yogyakarta dalam proses implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja? sumber daya manusia semua ikut terlibat dari kepala sekolah, waka-waka kalau kasus kenakalan lebih dominan waka kesiswaan, guru BK sebagai pembimbing, guru mata pelajaran, wali kelas, karyawan, dan siswa. Semua dilibatkan dan melibatkan diri dalam menanggulangi kenakalan remaja.(TR, 20 April 2016) sekolah dapat memberikan dana untuk kegiatan siswa biasanya dalam kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan yang didanai itu juga harus yang bersifat positif. Dana tersebut diperoleh dari APBN dan APBD yang diterima sekolah. Sekolah memberikan dana dalam kegiatan itu untuk menunjang prestasi anak dibidang yang digelutinya dan memeberikan manfaat positif bagi anak itu sendiri maupun sekolah.(BS, 18 April 2016) ada CCTV untuk memantau warga sekolah khususnya peserta didik, sehingga mengetahui kegiatan yang dilakukan.Pencatatan terhadap prestasi dan pelanggaran siswa dilakukan dengan menggunakan Sistem Komputerisasi berbasis Barcode. Sekolah ini berbasis budaya dan seni sehingga ada alat karawitan itu siswa dapat mengisi waktu luangnya.(BS, 18 April 2016) 6. Apakah ada tim khusus yang dibentuk dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa)? Tim tata tertib, dari BK dan wali kelas, seluruh guru dan karyawan waka kesiswaan semua bekerjasama. Tim tatib itu dipilih untuk memantau kedisiplinan siswa.(BS, 18 April 2016) 7. Siapa saja yang berpartisipasi dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa)? orang tua, guru, wali kelas, dan semua warga sekolah baik itu dengan peserta didik, masyarakat. (AR, 25 April 2016)
206
8. Bagaimana pemahaman warga sekolah terhadap kebijakan penanggulangan kenakalan remaja (siswa) di SMK Negeri 9 Yogyakarta? pemahamannya baik, semua paham dan mendukung. Guru karyawan juga mendukung.(SE, 23 April 2016) 9. Bagaimana respon warga sekolah terhadap kebijakan penanggulangan kenakalan remaja (siswa) di SMK Negeri 9 Yogyakarta? untuk respon dari warga sekolah sangat baik dan mendukung, serta partisipasi aktif dalam melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan penanggulangan kenakalan siswa entah itu dari siswa maupun pendidik. Terkait dampak itu juga dirasakan oleh semua pihak, karena lebih merasa aman dan nyaman.(TR, 20 April 2016) responnya dari siswa itu bagus, mendukung juga missal ada siswa yang mengetahui ada temannya yang melakukan tindak penyimpangan itu ditegur.(SE, 23 April 2016) 10. Apakah pengurus komite sekolah ikut terlibat dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa) di SMK Negeri 2 Yogyakarta? secara langsung tidak mbak. perannya dalam kebijakannya kalau prakteknya tidak mbak.(TR, 20 April 2016) 11. Motivasi seperti apa yng diberikan pihak sekolah kepada anak agar tidak terjerumus dalam tindak kenakalan? memberikan kesadaran siswa, kesadaran siswa yang tinggi itu akan baik untuk mengembalikan posisi kearah yang lebih baik, sehingga dapat meminimalisisr dan bahkan mencegah anak melakukan tindak kenakalan atau perilaku penyimpangan yang itu melanggar peraturan sekolah.(AR, 25 April 2016) 12. Bagaimana peran orang tua dalam berpartisipasi menanggulangi kenakalan remaja (siswa)? Untuk kerjasama dengan pihak oran tua siswa ya saling komunikasi dan keterbukaan dari orang tua siswa kepada pihak sekolah. Sehingga jika terjadi hal-hal yang menyimpang semua pihak mengetahuinya.(NH, 16 April 2016) 13. Bagaimana proses perumusan kebijakan sekolah dalam mengatasi kenakalan remaja? perumusan kebijakan dibuat atas kesepakatan bersama semua pihak. Dalam pembuatannya sekolah mempunyai acuan terutama tujuan pendidikan nasional, keputusan menteri, peraturan walikota, dan juga dinas pendidikan. Perumusan kebijakannya juga disesuaikan dengan visi dan misi sekolah agar tujuannya dapat berjalan baik. Kebijakan yang dibentuk melibatkan semua pihak baik guru maupun siswa.(BS, 18 April 2016)
207
14. Apakah sekolah ini bekerjasama dengan pihak lain dalam upaya penanggulangan kenakalan remaja (siswa)? sekolah itu menjalin kerjasama dengan kepolisian, psikologi UGM, KUA. Selain itu kerjasama antar sekolah-sekolah di Kota Yogyakarta ini antar waka-waka. Kerjasama dengan masyarakat sekitar sekolah dan juga orang tua siswa.(SE, 23 April 2016) 15. Apa saja faktor pendukung peruses implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa) di SMK Negeri 2 Yogyakarta? untuk faktor pendukungnya adanya sikap positif dari orang tua, adanya keterbukaan dari orangtua. siswa yang menyadari kesalahan dan memperbaiki perilaku serta dapat berkomitmen. Dukungan dari semua pihak warga sekolah, masyarkat, alumni dan semua elemen-elemen. Alumni disini yaitu alumni yang memberikan motivasi positif.(NH, 16 April 2016) lingkungan sekolah yang kondusif sehingga tidak ada gangguan dari luar yang itu dapat memicu aksi kenakalan, orang tua yang ikut serta berpartisipasi dengan keterbukaan orang tua siswa, dari diri anak yang mempunyai dorongan untuk berubah untuk kearah baik, lingkungan sekitar sekolah juga jika melihat ada siswa sini membuat resah langsung melaporkan.(BS, 18 April 2016) 16. Apa saja faktor penghambat peruses implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa) di SMK Negeri 2 Yogyakarta? kendalanya yaa.. dari kurang komunikasi terhadap sebagian orang tua. Dengan kata lain sekolah melakukan komunikasi dengan orang tua tetapi orang tua yang kurang peduli sehingga tidak ada “gayung bersambut” antara pihak sekolah dan orang tua. Selain itu dukungan dari satu dua pihak dari elemen sekolah yaa… tantangannya itu mbak.(NH, 16 April 2016) kebetulan BK tidak mempunyai jam masuk kelas sehingga tidak mempunyai akses berinteraksi langsung dengan siswa hal itulah merupakan kesulitan bagi kita selaku BK sehingga tidak bisa mengimplementasikan apa yang kita ingin sampaikan sehingga BK hanya memenafaatkan media yang ada missal saat Upacara Bendera.(AR, 25 April 2016) 17. Apa solusi yang diterapkan dalam mengatasi hambatan dalam implementasi penanggulangan kenakalan remaja (siswa)? Solusinya yaa... membuka komunikasi dengan orang tua, mengkomunikasikan kepada elemen yang ada disekolah agar semua elemen dapat mendukung dengan memebrikan komunikasi yang tepat agar tidak terjadi salah persepsi atau salah komunikasi yang nantinya tidak bisa maksimal dalam benar-benar menanggulangi kenakalan.(NH, 16 April 2016)
208
solusinya lebih menegakkan peraturan tata tertib, bimbingan wali kelas pada awal tahun pelajaran serta mengundang orang tua siswa. Orangtua juga diberi sosialisasi terkait peraturan sekolah. pada kelas X diberikan sosialisasi untuk menyamakan persepsi, orangtua menandatangi surat pernyataan. Jika ada siswa yang melanggar diberi pembinaan kalau masih ngeyel diundang orangtua untuk diajak komunikasi terkait kenakalan anaknya.(BS, 18 April 2016)
209
HASIL WAWANCARA YANG TELAH DIREDUKSI SMA NEGERI 9 YOGYAKARTA Tanggal Wawancara
: 28 April 2016
Waktu Wawancara
: 45 Menit
A. Identitas Informan Nama : AD, DV, MR, LA, RK B. Daftar Pertanyaan 1. Kebijakan apa saja yang telah diterapkan di sekoah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa)? Tata tertib. kalau ada siswa yang melanggar itu dikasih poin. Tingkat poinnya itu tergantung tingkat pelanggaran. 2. Program apa saja yang telah dilakukan oleh pihak sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa)? banyak pembinaan wali kelas tiap hari senin dua minggu sekalianak-anak dibina wali kelas dengan waktu 45 menit mengantikan upacara bendera. Kemudian siswa juga diarahkan ke kegiatan yang mendidik seperti ekstrakurikurer seperti itu. Apalagi sekarang mbak lagi musim-musimnya sekolah sedang giat-giatnya penghijauan jadi diarahkan kesitu. Ada yang mentoring pembinaan bagi muslim ya dengan pengarahan dan pembiasaan mbak. 3. Apa ada mata pelajaran khusus yang diberikan kepada siswa untuk menunjang upaya penanggulangan kenakalan remaja (siswa)? BK itu jarang masuk kelas, mungkin lewat PKN maupun agama 4. Menurut saudara apakah masih terdapat masalah kenakalan remaja (siswa)? Seperti apa bentuknya? ada, bolos, terlambat, tidak memakai seragam dengan benar 5. Apa saudara pernah melakukan bentuk kenakalan? Bentuknya seperti apa? pernah terlambat dan bolos, tidak masuk sekolah tapi tanpa surat hanya suruh mengijinkn temen. 6. Siapa saja yang berpartisipasi dalam penanggulangan penanganan kenakalan remaja (siswa)? semua warga sekolah guru, siswa, karyawan, BK, kesiswaan Mbak.
210
dan
7. Apakah sanksi yang diberikan kepada siswa ketika melakukan bentuk kenakalan remaja (siswa)? Apa contoh kasusnya? Point mbak, tapi nanti kalau terlambat disuruh bersih-bersih dan menyiram tanaman. Missal merusak sarana dan prasarana itu disuruh ganti. Kalau telat itu nanti disuruh bersih-bersih atau nyiramtanaman , saya pernah terlambat itu bangun kesiangan 8. Apa saja faktor yang mendorong siswa terlibat kenakalan remaja? pergaulan dan ortu. Kadang ortu yang sibuk sampai anaknya tidak diperhatikan. 9. Apa saja faktor pendukung dalam penanggulangan kenakalan remaja(siswa) fasilitas dan sosialisasi
pelaksanaan
program
10. Faktor penghambat dalam pelaksanaan program penanggulangan kenakalan ? hukumannya kurang tegas jadi kadang tidak ada hukuman. Kurangnya kesadaran dari siswanya. 11. Bagaimana mengatasi faktor penghambat tersebut? Harus ada hukumannya maksudnya kalau ada yang salah langsung diberi hukuman walaupun itu kecil dan komunikasi terus
211
Lampiran 6. Surat Ijin Penelitian
212
213
214
215