perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BUSANA SEBAGAI IDENTITAS (Kajian Fenomenologi tentang Cara Berbusana Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS)
Skripsi
Oleh: Diah Andarini NIM. K8408032
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BUSANA SEBAGAI IDENTITAS (Kajian Fenomenologi tentang Cara Berbusana Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS)
Oleh: Diah Andarini NIM. K8408032
Skripsi Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama
: Diah Andarini
NIM
: K8408032
Jurusan/Program Studi
: P.IPS/Pendidikan Sosiologi Antropologi
Menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “BUSANA SEBAGAI IDENTITAS” (Kajian Fenomenologi tentang Cara Berbusana Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS) ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka. Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, 10 Juli 2012 Yang membuat pernyataan
Diah Andarini
commit to user iii i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Zaini Rohmad , M. Pd
Drs. Soeparno, M.Si
NIP. 195811171986011001
NIP. 194812101979031002
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Pada Hari
:
Tanggal
:
Tim Penguji Skripsi Nama Terang
Tanda Tangan
Ketua
: Drs. MH. Sukarno M.Pd
------------------
Sekertaris
: Drs. Slamet Subagya M.Pd
------------------
Anggota I
: Dr. Zaini Rohmad, M. Pd
------------------
Anggota II
: Drs. Soeparno, M. Si
------------------
Disahkan Oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan ub. Pembantu Dekan I
Prof. Dr. rer.nat. Sajidan, M.Si NIP. 19660415 199103 1 002
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Diah Andarini. K8408032, BUSANA SEBAGAI IDENTITAS (Kajian Fenomenologi tentang Cara Berbusana Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS). Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) busana yang dapat menunjukkan identitas mahasiswa pendidikan sosiologi antropologi FKIP UNS, (2) alasan fashion dalam berbusana diikuti para mahasiswa pendidikan sosiologi antropologi FKIP UNS, (3) dampak yang ditimbulkan dari cara berbusana mahasiswa pendidikan sosiologi antropologi FKIP UNS. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan deskriptif kualitatif dengan strategi kajian fenomenologi. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari kata-kata, dan tindakan informan serta data tambahan yaitu dokumen. Sampling diambil dengan teknik purposive sampling dan snowball sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi langsung, wawancara mendalam (in depth interiview) dan dokumentasi. Validitas data diuji menggunakan teknik trianggulasi yaitu trianggulasi sumber. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif yang meliputi dilakukan melalui empat komponen yaitu tahap pengunpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan serta verifikasinya. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) Busana dapat menunjukkan identitas mahasiswa yaitu busana sebagai cerminan kepribadian, busana mencerminkan suasana hati orang yang memakainya, busana dijadikan sarana oleh seseorang untuk menunjukkan identitas, busana dapat dijadikan sebagai tempat berlindung seseorang, busana dapat menggambarkan status sosial seseorang apakah ia dari golongan atas atau bawah, (7) Cara berbusana yang sebaiknya dipakai oleh mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS yaitu yang sopan dan memenuhi aturan. (8) Asal mula darimana mahasiswa berbusana dan mengikuti fashion, yaitu dari lingkungan keluarga, teman baik itu, dari media massa, dari mall (butik), (9) Alasan Fashion diikuti oleh Mahasiswa. Fashion peting bagi mahasiswa agar tidak ketinggalan jaman, tidak dikatakan kuper (kurang pergaulan), untuk menarik perhatian lawan jenis, agar terlihat cantik dan tampan, dan menmpilkan yang terbaik melalui tampilanny.
Kata Kunci: Busana dan fashion, Identitas dan Mahasiswa.
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Diah Andarini. K8408032. FASHION AS IDENTITY (A Phenomenological study on Stuents’ fashion in Sociology Antrhopology Education of Teacher Training and education Faculty of sebelas Maret University). Thesis. Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, sebelas Maret University, 2012. This research aims to find out (1) the fashion that could show the student identity of Sociology Anthtropology Education of Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University, (2) the reason of why the fashion is followed by the students of Sociology Anthtropology Education of Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University, and (3) the effect generated by the students’ fashion in Sociology Anthtropology Education of Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University. This study employed a descriptive qualitative approach with phenomenological study strategy. The data source in this research was obtained from words, and informant action as well as secondary data, namely document. The sampling techniques used were purposive sampling and snowball samplings. Technique of collecting data used was direct observation, in depth interview, and documentation. Data validity was tested using triangulation technique, namely source triangulation. Technique of analyzing data use in this research was an interactive of analysis encompassing four components: data collection, data reduction, data display and conclusion drawing as well as verification. Based on the result o research, it could be concluded that (1) fashion showed students’ identity that is fashion served as the reflection of personality, fashion reflected the situation of individual wear it, fashion can be made someones’ ways of showing identity, fashion could be an individuals’ shelter, fashion could represent and individuals’ social status weather he/she was from upper or lower class (2) The fashion the students of Sociology Antrhopology Education of FKIP UNS should wear was the one that was modest and made the rule (3) The origin of Students fashion and following fashion was from family environment, friends, mass media, and mall (boutique) (4) The reason of why the students followed fashion. Fashion was important to the students in order to keep update, not labeled as outdate, to attract the opposite sex, to be apparently beautiful and handsome, and to show the best thorough appearance. Keywords: dressing and fashion, identity and students
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak Perempuan dan isteriisteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan Jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S Al-Ahzab Ayat 59)
Pakaian tidak bisa mengukur kepribadian tetapi bisa mencerminkan kepribadian. (Inneke Koesherawati)
ABSTRACT
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yPERSEMBAHAN Dengan segenap rasa syukur kepada Allah SWT, kupersembahkan karya kecil ini kepada:
1. Ibu Fitriah .S. dan Bapak Aris .P. tercinta yang telah memberikan cinta dan kasih sayang tanpa pamrih kepada ananda. Terima Kasih atas segala cinta, kasih sayang, pengorbanan, motivasi, pelajaran dan hikmah yang telah engkau ajarkan selama ini kepadaku ananda. Terima kasih atas doadoa yang selalu engkau panjatkan disetiap sujudmu. 2. Andaraschi Higuain Yuswantadi dan Aktis Maulana Yuswantadi, yang menjadi semangat terbesar dalam hidupku. 3. Almamater
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ghufronudin. K8408043, E KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Kami haturkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga proses penelitian dan penyusunan skripsi ini berjalan dengan cukup baik. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah dan terlimpahkan pada junjungan Kita Rasullulah SAW. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi- Antropologi Jurusan Imu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Selama masa penyelesaian skripsi ini, cukup banyak hambatan, dan berkat karunia Allah SWT dan peran berbagai pihak, kesulitan yang pernah timbul dapat diatasi. Tidak lupa, ucapan terima kasih diucapkan kepada yang terhormat: 1. Dekan, Pembantu Dekan I, II dan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Drs. Saiful Bachri, M.Pd Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial. 3. Drs. MH Sukarno, M.Pd Ketua Program Pendidikan Sosiologi-Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Dr. Zaini Rohmad , M.Pd Pembimbing I dan Drs. Soeparno, M.Pd Pembimbing II yang telah memberikan motivasi, masukan dan saran dalam penyusunan skripsi, 5. Berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Semoga segala amal baik dan keikhlasan membantu penulis tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT dan semoga hasil penelitian yang sederhana ini dapat bermanfaat Surakarta, 10 Juli 2012
Penulis commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
This study aims to determine (1) strategies that made by employers of metal handicraft in Tumang village in gaining market opportunities by eDAFTAR ISI
JUDUL
i
PERNYATAAN
ii iii
PENGAJUAN SKRIPSI
iv
PERSETUJUAN PENGESAHAN
v
ABSTRAK
vi viii
MOTTO
ix
PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR
x
DAFTAR ISI
xi
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang Masalah
1
B. Rumusan Masalah
4
C. Tujuan Penelitian
5
D. Manfaat Penelitian
5
BAB II LANDASAN TEORI
7
A. Tinjauan Pustaka
commit to user xii
7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Konsep Busana yang Menunjukkan Identitas
7
2. Konsep Fashion yang Mempengaruhi Pembentukan 22
Identitas 3. Konsep Mahasiswa Berkarakter Kuat, Cerdas dan Berakhlak Mulia
29
B. Hasil Penelitian yang Relevan
36
C. Kerangka Berfikir
36
BAB III METODE PENELITIAN
38
A. Tempat dan Waktu Penelitian
38
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
39 38
C. Sumber Data
41 42 39
D. Teknik Cuplikan
43
E. Teknik Pengumpulan Data
44
F. Validitas Data
46 44 47 45
G. Teknik Analisis Data
48 47 49
H. Prosedur Penelitian
51 49 50
BAB IV HASIL PENELITIAN
51 53 52
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
53
1. Sejarah dan Perkembangan FKIP UNS
53
2. Visi dan Misi FKIP UNS
55
3. Unsur Pelaksana Akademis FKIP UNS
55
4. Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi
57
5. Visi dan Misi
57
to user 6. Struktur Organisasi Programcommit Studi Pendidikan xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sosiologi Antropologi
59
7. Tenaga Pengajar
59
8. Mahasiswa
60 60
B. Deskripsi Temuan Penelitian 1. Pandangan Mahasiswa Tentang Cara Berbusana Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi
62
2. Alasan Mahasiswa Mengikuti Fashion dalam Berbusana
76
3. Dampak Cara Berbusana bagi Mahasiswa
86
C. Pembahasan Hasil Penelitian
90
1. Busana Bagi Mahasiswa
90
2. Busana sebagai Cerminan Kepribadian
91
3. Busana Mencerminkan Suasana Hati
92
4. Busana Menegaskan Identitas
93
5. Busana sebagai Tempat Berlindung
94
6. Busana Menunjukkan Status Sosial
95
7. Aturan Berbusana bagi Mahasiswa
97
8. Asal Mula Mahasiswa mengetahui Fashion dan Berbusana
98
9. Alasan Fashion diikuti oleh Mahasiswa
100
10. Dampak Positif bagi Mahasiswa
101
11. Dampak Negatif bagi Mahasiswa
102
BAB V PENUTUP
104
A. Kesimpulan
104
B. Implikasi
105
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Saran
106
DAFTAR PUSTAKA
108
LAMPIRAN
111
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
1.
Tabel Waktu Penelitian ............................................................................. 39
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
1.
Gambar Kerangka Pemikiran .................................................................... 37
2.
Gambar Analisis Data Model Interaktif (Interactive Model).................... 49
commit to user xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Pedoman Wawancara (Interview Guides) dan Observasi ......................... 111
2.
Catatan Lapangan (Fieldnote)................................................................... 113
3.
Dokumentasi Penelitian ............................................................................ 145
4.
Surat Permohonan Izin Menyusun Skripsi ............................................... 149
5.
Surat Keputusan Dekan FKIP UNS .......................................................... 150
6.
Surat Permohonan Izin Observasi ............................................................. 151
commit to user xviii
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan jaman, orang memakai busana bukan hanya sebagai kebutuhan pokok bagi manusia saja, misalnya hanya dianggap sebagai penutup tubuh tetapi juga merupakan suatu perwujudan dari ekspresi identitas, Lurie mengungkapkan “memilih pakaian, baik di toko maupun di rumah, berarti mendefinisikan dan menggambarkan diri kita sendiri”(2006: ix) misalnya saja ketika kita memilih pakaian ditoko akan berbeda ketika ketika kita memilih di mall atau di butik, hal tersebut secara tidak langsung menunjukkan identitas dan menggambarkan siapa mereka. Jika jaman dahulu busana hanya digunakan sebagai penutup tubuh saja, maka saat ini fungsinya mengalami pergeseran. Pergeseran ini ditandai dengan adanya kebudayaan-kebudayaan modern dari luar yang masuk ke kebudayaan lokal sehingga memberikan peran besar dalam menentukan citra seseorang. Lebih dari pada itu busana adalah cermin dari identitas, status, hierarki, gender, memiliki nilai simbolik dan merupakan ekspresi cara hidup tertentu. Hal ini dapat kita lihat bagaimana orang-orang tidak menggunakan pakaian yang sama ketika mereka keluar melakukan aktivitas, misalnya ketika mereka bekerja busana yang mereka kenakan akan berbeda ketika mereka di rumah. Busana juga mencerminkan sejarah, hubungan kekuasaan, serta perbedaan dalam pandangan sosial, politik dan religius hal ini dapat dilihat ketika seseorang memutuskan memakai busana muslim maka hal tersebut akan menunjukkan bahwa agama mereka adalah islam atau contoh lain adalah ketika mereka bekerja akan sangat terlihat perbedaannya bagaimana orang yang bekerja di kalangan elit seperti di DPR atau bekerja di kantor pemda misalnya. Melalui busana proses diskriminasi dan hegemoni berlangsung. Sejak masa kolonial, Belanda dengan sengaja memolitisasi Busana, membedakan antara orang yang berkulit putih dan orang commit to dengan user pribumi serta antara orang pribumi satu yang lain. Setiap suku wajib
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengenakan pakaian suku masing-masing yang tinggal di daerah tertentu. Nordholt menyatakan “dengan aturan yang rumit, mereka tidak diizinkan bertempat tinggal di luar daerah yang telah ditentukan oleh penguasa Belanda” (2005: ix-xi). Busana orang-orang Belanda menjadi sesuatu yang terlarang dikenakan oleh orang pribumi. Busana golongan ningrat tentu tidak diperkenankan dipakai oleh rakyat jelata. Pada masa yang lebih baru, busana yang digunakan oleh pemerintah Indonesia yang sedang berkuasa untuk mengontrol kekuasaannya, melalui seragam. Arti penting busana sendiri akan terlihat jelas ketika dikaitkan dalam konteks sosial bagaimana kita membayangkan jika orang-orang yang berada disekitar kita tidak berbusana atau telanjang. Mereka akan kehilangan penampilan akrab dan dengan demikian akan kehilangan sebagian besar identitas. Dengan kata lain busana adalah kulit sosial dan kebudayaan. Sedangkan Wilson dalam Nordholt, menyatakan “Pakaian dapat dilihat sebagai perpanjangan tubuh, namun bukan benar-benar bagian dari tubuh yang tidak saja menghubungkan tubuh dengan dunia sosial, tetapi juga memisahkan keduanya” (2005: 1). Laurie dalam Nordholt menyatakan “pakaian merupakan ekspresi dari identitas seseorang karena pada saat memilih pakaian kita akan mendeskripsikan diri kita ketika kita memakainya” (2005: 1). Tetapi hal ini akan tidak berlaku ketika kita dipaksa untuk memakai jenis busana tertentu yang ditujukan untuk mengurangi individualitas, dari situlah terdapat pemaksaan identitas bersama. Jika kita berbicara tentang busana kita juga tidak bisa terlepas dari yang namanya fashion (fashion), seperti yang diungkapkan Chaney, “ Sehingga kini kita bisa lihat dari dunia fashion menunjukkan beberapa tesis tersebut. Barangbarang yang sesuai dengan fashion mutakhir, baik itu busana, perabot rumah tangga, maupun tempat-tempat tujuan hari libur, prestisenya tidak berasal dari pekerjaan yang mereka lakukan tetapi dari cara mereka melakukanya”(1996: 106). Dari hal tersebut bisa kita lihat cara berbusana masyarakat itu merupakan perubahan dari fashion yang selalu berputar atau mengikuti fashion mutakhir atau yang terbaru. commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perkembangan
fashion
pun
tidak
berhenti
disitu
saja
didalam
perkembangannya fashion dalam hal berbusana juga melanda orang-orang dalam institusi pendidikan, dalam hal ini adalah mahasiswa yang kita ketahui dalam hal berbusana mahasiswa tidak terikat dalam hal berbusana mereka dibebaskan dengan busana yang mereka kenakan, tidak terkecuali dengan mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS, meskipun setiap senin dan selasa diwajibkan memakai busana bawahan gelap dan atasan putih tetapi mereka masih diberi kebebasan dalam berbusana. Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS dididik untuk menjadi pendidik yang unggul seperti visi FKIP tersebut yang sesungguhnya berkepribadian dan berakhlak mulia. Tetapi seiring dengan perkembangan fashion yang semakin mutakhir tersebut maka mahasiswa saat ini sering memakai baju-baju yang ketat, yang tipis, celana jeans yang menonjolkan lekuk tubuh, bahkan busana-busana yang memperlihatkan kemolekan tubuh. Walaupun bukan hanya wanita saja tetapi pria juga meskipun tidak berlebih seperti wanita. Kampus yang sejatinya adalah mendidik mahasiswa sebagai calon guru seolah menjadi ajang untuk memamerkan busana yang mereka kenakan walaupun busana tersebut diluar ketentuan yang diharapkan oleh fakultas sebagai calon guru. Seperti yang diungkapkan oleh Baudrillard yang menyatakan bahwa fashion adalah salah satu bidang yang dicirikan dengan “permainan” ketimbang “kerja”: ia adalah dunia ilusi. Ia bermain dengan sesuatu misalnya kebaikan dan kejahatan, rasionalitas dan irrasionalitas. “Fashion ini mengendalikan orang muda zaman sekarang, sebagai perlawanan bagi setiap bentuk perintah, perlawanan tanpa ideologi, tanpa tujuan” (2003: 161). Busana yang dipakai oleh mahasiswa sekarang ini tidak mencerminkan aturan yang telah dibuat oleh fakultas yang ditandai dengan visi tersebut tetapi mereka berusaha melanggarnya demi fashion yang sekarang sedang berkembang, mereka saling memamerkan busana yang mereka kenakan tanpa melihat aturan yang telah dibuat. Busana yang mereka kenakan ketika kuliah tersebut menunjukkan identitas mereka sebagai seorang mahasiswa. Dalam hal ini persoalan yang sangat problematik dalam perkembangan konteks fashionisasi. Hal ini disebabkan bahwa commit to user tidak ada kesatuan konsep dalam memaknai identitas itu sendiri.
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Secara prinsipil yang ditulis oleh Yasraf Amir Piliang dalam buku Menggeledah Hasrat, identitas dibangun oleh dua konsep yang keterkaitan satu sama lainnya, yaitu konsep persamaan (sameness) dan perbedaan (difference). Konsep yang pertama menjelaskan hubungan vertikal sebuah entitas (spesies) dengan entitas lain yang lebih bersifat umum darinya (genus), dan hubungan tersebut selalu berupa hubungan kesamaan (resemblance) dengan genus tersebut dan konsep kedua menjelaskan hubungan horizontal diantara berbagai spesies secara sinkronik didalam ruang tertentu, dan hubungan tersebut selalu berupa hubungan perbedaan diantara species-species secara diakronik.(2006 : 9). Hal tersebut menunjukkan bahwa cara mereka berbusana mereka dapat menunjukkan dua konsep karena mereka ingin sama dengan yang lainnya atau mereka ingin berbeda dengan yang lainnya. Dari permasalahan yang sudah dikemukakan bahwa saat ini busana yang mahasiswa pakai tidak menunjukkan busana yang menunjukkan bahwa mereka adalah calon guru yang memiliki visi berkarakter kuat, cerdas dan berakhlak mulia. Mereka seolah hanya mengikuti fashion (fashion) yang sesuai dengan perkembangan zaman tetapi tidak memikirkan tentang busana yang pantas dan sesuai dengan pakaian yang harus dipakai oleh mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “BUSANA SEBAGAI IDENTITAS (Kajian Fenomenologi Tentang Cara Berbusana Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS).”
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana busana yang dapat menunjukkan identitas mahasiswa pendidikan sosiologi antropologi FKIP UNS? 2. Mengapa fashion diikuti mahasiswa Pendidikan sosiologi antropologi FKIP UNS dalam berbusana? 3. Apakah yang menjadi dampak dari cara berbusana mahasiswa pendidikan sosiologi antropologi FKIP UNS?to user commit
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian Dari uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui busana yang dapat menunjukkan identitas mahasiswa pendidikan sosiologi antropologi FKIP UNS. 2. Untuk mengetahui alasan fashion dalam berbusana diikuti para mahasiswa pendidikan sosiologi antropologi FKIP UNS. 3. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari cara berbusana mahasiswa pendidikan sosiologi antropologi FKIP UNS.
D. Manfaat Penelitian Nilai dari suatu penelitian adalah ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari penelitian tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Secara Teoritis a. Bila terbukti, dapat memperoleh pengetahuan tentang busana dapat menunjukkan identitas mahasiswa pendidikan sosiologi antropologi FKIP UNS. b. Bila
terbukti,
dapat
memperoleh
pengetahuan
fashion
mempengaruhi pembentukan identitas mahasiswa pendidikan sosiologi antropologi FKIP UNS. c. Bila terbukti, dapat memperoleh pengetahuan tentang dampak yang ditimbulkan dari cara berbusana mahasiswa pendidikan sosiologi antropologi FKIP UNS. 2. Secara Praktis a. Memberikan pengetahuan tentang cara berbusana yang menjadi identitas mahasiswa pendidikan sosiologi antropologi FKIP UNS. commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Memberikan motivasi bagi mahasiswa untuk berbusana yang mencerminkan identitas diri sebagai mahasiswa pendidikan sosiologi antropologi FKIP UNS.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka Penelitian yang akan dilaksanakan antara lain untuk menerangkan fenomena sosial yang dijadikan pusat penelitian, sedangkan untuk menerangkan fenomena tersebut perlu mengkaji pustaka. Dari pustaka terdapat teori yang dapat digunakan sebagai pendukung bagi peneliti untuk mengungkapkan permasalahan dan mencoba menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian. Adapun fungsi utama dari suatu teori adalah memberi landasan penjelasan untuk melakukan prediksi. Adapun teori yang relevan dari penelitian yang akan dilaksanakan yaitu: 1. Konsep Busana yang menunjukkan identitas a.
Pengertian Busana Kata ”busana” diambil dari bahasa Sansekerta ”bhusana”. Namun dalam
bahasa Indonesia terjadi penggeseran arti ”busana” menjadi ”padanan busana”. Meskipun demikian pengertian busana dan pakaian merupakan dua hal yang berbeda. Busana merupakan segala sesuatu yang kita pakai mulai dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Menurut Modul Dasar Busana 1 yang ditulis oleh Arifah A. Riyanto dan Liunir Zulbahri dari Universitas Pendidikan Indonesia busana melingkupi beberapa cakupan yang menampilkan keindahan yaitu : a) Busana pokok yang meliputi kebaya dan kain panjang, sarung rok, blus, blaser, bebe, celana rok, celana pendek atau celana panjang (pantalon), sporthem, kemeja, T-Shirt, piyama, singlet, kutang, BH, rok dalam, bebe dalam. b) Busana pelengkap (milineris dan aksesories) yang meliputi alas kaki (khususnya sepatu, sandal, selop), kaus
kaki,
tas,
topi,
peci,
selendang, kerudung, dasi, scarf, syaal, stola, ikat pinggang, sarung tangan, payung, yang dalam istilah asing disebut millineries. commit to user 7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
c) Busana tambahan (tata rias) yang meliputi
pita rambut, sirkam,
bondu, jepit hias, penjepit dasi, kancing manset (manchet), jam tangan, kaca mata, giwang, anting, kalung dan liontin, gelang tangan, gelang kaki, cincin, bros, mahkota, yang dalam istilah asing disebut accessories. Sedangkan pakaian merupakan bagian dari busana yang tergolong pada busana pokok. Jadi busana merupakan busana pokok yang digunakan untuk menutupi bagian-bagian tubuh. Manusia yang beradab, dalam kehidupannya tidak dapat melepaskan diri dari busana. Busana berarti sebagai salah satu kebutuhan manusia yang setiap hari diperlukan atau dipergunakan sebagai alat penunjang untuk berkomunikasi dengan orang lain. Busana dalam lingkup Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, merupakan satu di antara lingkup yang lainnya, yang di dalamnya mencakup ilmu,seni dan keterampilan. Dari definisi tentang ”home economics” atau ilmu kesejahteraan keluarga, didalamnya tercakup ”clothing” atau sandang yang dapat diartikan secara luas, yaitu semua kebutuhan untuk penutup tubuh atau yang disebut busana. Berbicara sandang
berarti berbicara tentang bahan yang
dipergunakan untuk menjadi busana, sedangkan busana yaitu barang yang sudah
siap
berkaitan
untuk
dengan
dipergunakan.
Dalam
ilmu kesejahteraan
keluarga
pemilihan dan penyediaan busana. Untuk pemilihan dan
penyediaan busana akan berkaitan dengan ilmu, seni dan keterampilan. Lingkup bidang busana, secara lebih luas tidak hanya berbicara tentang yang berkaitan dengan busana yang dipergunakan seseorang untuk penutup tubuhnya, tetapi termasuk segala sesuatu yang terkait dengan kain, benang, bahan pelengkap busana. Yang termasuk di dalam lingkup ini, yaitu dasar desain lenan rumah tangga, berbagai jenis lenan rumah tangga dengan berbagai hiasan (sulaman, bordir,
aplikasi,
penerapan
payet, mute, sablon, batik, jumputan,
dan
sebagainya), pengetahuan dan praktek pembuatan hiasan dinding dengan berbagai hiasan seperti berbagai sulaman tangan dan bordir. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
Busana ditinjau dari kehidupan masyarakat akan menunjukkan gambaran tentang tingkatan sosial ekonomi. Di samping itu, busana pun akan menunjukkan tingkatan budaya masyarakat. Berbicara mode (fashion) berkaitan dengan selera individu, masyarakat yang akan dipengaruhi oleh lingkungan budaya tertentu, khususnya selera dalam mode busana. Kebutuhan akan busana pada individu atau sekelompok orang akan ditentukan oleh aktivitas yang dilakukan, perhatian akan berbusana, kondisi ekonomi, dan semakin kuatnya perkembangan mode busana, serta perkembangan teknologi. Menurut Koentjaraningrat (2002: 180) teknologi merupakan salah satu unsur dari 7 unsur kebudayaan yang universal, yaitu : (1) sistem religi dan upacara keagamaan, (2) sistem dan organisasi kemasyarakatan, (3) sistem pengetahuan, (4) bahasa, (5) kesenian, (6) sistem dan pencaharian hidup, serta (7) sistem teknologi dan peralatan. Dengan perkembangan teknologi salah satunya akan mempunyai dampak pada hasil teknologi tekstil. Perkembangan teknologi berkaitan dengan busana, yaitu teknologi pembuatan tekstil, yang akan mempunyai dampak pada perkembangan busana. Soerjono Soekanto (2003: 176 ) mengungkapkan, teknologi tersebut pada hakikatnya meliputi paling sedikit tujuh unsur, yaitu : (1) alat-alat produktif, (2) senjata, (3) wadah, (4) makanan dan minuman, (5) busana dan perhiasan, (6) tempat berlindung dan perumahan, serta (7) alat-alat transportasi. Menurut Soerjono Soekanto tersebut di atas busana (busana) merupakan salah satu unsur dari teknologi. Untuk terealisasi adanya bahan untuk busana diperlukan teknologi pembuatan tekstil. Dalam studi mengenai difusi, tokoh utama aliran difusi dari Amerika Serikat Frans Boas (1858-1942) mengemukakan konsep tentang marginal survival. Konsep mengenai marginal survival itu merupakan benih bagi berkembangnya konsep mengenai Cultural Area yang dilakukan oleh Clark Wisaler (1877-1947). Perhatian terhadap busana/busana sudah ada sejak lama, bahkan sejajar dengan kebudayaan dalam unsur kebendaan dan yang abstrak yang lain seperti alatalat pertanian dan alat-alat transport, sistem organisasi, sistem perekonomian. Dari sejak itu pula orang-orang dulu sudah commit to user mengerjakan pekerjaan tenun, yang berarti teknologi pembuatan tekstil sudah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
dilakukan sejak empat ribu tahun yang lalu, yang secara bertahap teknologi pembuatan tekstil atau kain, bahan busana/busana berkembang. Dari teknologi tekstil yang sudah cukup berkembang menghasilkan berbagai produk bahan busana yang beragam dalam jenis dan sifat kain, warna, corak atau motif kain. Produk teknologi tekstil akan mendorong munculnya berbagai model busana yang dibutuhkan oleh individu atau kelompok masyarakat tertentu dalam lingkungan tertentu. Dari teknologi yang berkaitan dengan busana, akan muncul, berkembang berbagai usaha bidang busana, seperti garment, konfeksi, sanggar busana, atelier, butik, modiste. Ditinjau dari segi agama, busana juga terkait dengan kehidupan beragama, seperti dalam ritual-ritual keagamaan. Dalam agama Islam untuk kaum hawa atau perempuan menggunakan busana muslimah. Bahkan mengenai busana muslimah ini berkembang studi busana muslimah, pendidikan (formal dan nonformal) busana muslimah, pelatihan busana muslimah, modiste busana muslimah, tailor dan atelier busana muslimah, perancang (designer) busana muslimah, butik busana muslimah, toko busana muslimah, fashion show busana muslimah.
c. Fungsi Busana Busana dalam kehidupan manusia pada umumnya tidak dapat dilepaskan dari manusia sebagai makhluk yang berbudaya, yang realitanya selalu berkembang dari suatu periode ke periode berikutnya. Kebudayaan bersifat akumulatif, artinya makin lama bertambah kaya, karena manusia pemikirannya tambah berkembang, bertambah maju, sehingga relatif banyak menghasilkan sesuatu yang berguna yang dapat dimanfaatkan oleh manusia yang lainnya. Menurut Harsojo dalam modul II bab hakikat dan fungsi busana, karena sifat-sifat dan kemampuan manusia diberi sebutan berbagai macam yaitu manusia sebagai homo sapiens (makhluk biologis yang dapat berpikir), sebagai homo faber (makhluk yang pandai membuat alat dan mempergunakannya), sebagai homo loquens (makhluk yang dapat berbicara untuk mengadakan komunikasi sosial), sebagai homo socialis (makhluk yang dapat hidup bermasyarakat), sebagai homo commit to user economicus (makhluk yang dapat mengorganisasikan segenap usahanya untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
memenuhi kebutuhan hidupnya), sebagai homo religiousus (makhluk yang berpikir mengenai tempatnya di dunia dan menyadari akan adanya kekuatan gaib yang lebih tinggi), sebagai homo delegans (makhluk yang tidak selalu mengerjakan sendiri pekerjaannya, tetapi mampu menyerahkan tugas kepada yang lain), sebagai homo legatus (makhluk yang diwariskan kebudayaannya kepada generasi berikutnya). Dalam kaitan manusia sebagai makhluk homo sapiens dan homo faber berkenaan dengan keberadaan busana, manusia dengan hasil pemikiran dan keterampilannya telah berupaya membuat busana pada periode tertentu. Apabila dilihat dari perkembangan busana dari awal sampai sekarang, busana berkembang dari mulai yang paling sederhana, seperti dari daun-daun, kulit pohon kayu, kulit binatang yang diproses dengan alat yang sangat sederhana yang ada pada saat itu, atau dari kulit binatang, kulit kerang yang diuntai, yang saat itu belum ada pemikiran membuat kain dengan ditenun atau dirajut. Selanjutnya, manusia sebagai makhluk homo faber ini terus menyempurnakan busana yang sangat primitif, sederhana, dengan membuat busana atau bahan busana dari serat pohon atau bulu binatang yang diproses sedemikian rupa, misalnya dengan membuat alat tenun sederhana dan menenunnya menjadi kain. Kain itu kemudian dibuat busana dengan model yang sangat sederhana, sesuai dengan hasil pemikiran dan peralatan yang tersedia saat itu. Dengan hasil pemikiran manusia yang terus berkembang, ilmu pengetahuan dan teknologi juga lebih maju lagi, maka pembuatan busana pun mempergunakan alat teknologi yang lebih canggih lagi, sehingga manusia juga telah dapat membuat busana yang lebih bervariasi. Kemajuan ini disebabkan manusia dikaji dari antropologi sebagai makhluk biologis dan sebagai makhluk yang berpikir atau disebut homo sapiens. Dari makhluk yang berpikir ini manusia salah satunya dapat membuat busana dengan alat-alat yang tersedia pada zamannya masing-masing, sehingga model busana berkembang dari mulai zaman prasejarah sampai dengan zaman modern sekarang ini. Makhluk yang pandai membuat dengan mempergunakan alat ini (homo faber) dapat memunculkan keberadaan busana untuk memenuhi kebutuhan manusia commit to user menutup badannya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
Kebutuhan busana di zaman primitif, di zaman prasejarah dan di zaman modern yang penuh dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks) tentu berbeda sesuai dengan kondisi alam dan manusia pada masanya. Busana sebagai kebutuhan manusia dapat diklasifikasikan sebagai kebutuhan-kebutuhan primer, sekunder, dan tertier. Sesuai dengan kebutuhan ini, pada awalnya sangat tergantung dari alam, maka fokus kegunaan busana dapat dikatakan merata, dalam arti untuk menutup aurat, melindungi badan agar tetap sehat, dan untuk penampilan yang serasi. Sesuai dengan perkembangan zaman, perkembangan budaya yang datang dari perkembangan hasil pemikiran manusia yang di antaranya menghasilkan teknologi yang lebih tinggi, maka saat ini busana bukan hanya menutup aurat, melindungi kesehatan, tetapi sudah menambah fokus perhatiannya pada penampilannya, yang dengan kata lain orang telah memperhatikan tentang keserasian dari berbusana itu. Semua itu dipikirkan karena pada hakekatnya kegunaan busana sudah lebih meluas, yang tadinya hanya menutup aurat dan memelihara kesehatan, menjadi bertambah kegunaannya, yaitu dengan berbusana untuk tampil serasi, menjadi lebih cantik atau lebih tampan atau minimal kelihatan serasi.
Seperti
yang diungkapkan dalam modul
II
(http://dahlanforum.wordpress.com/2009/11/28/pengertian-busana-tata-busanadari-buku-sekolah/) tentang hakekat dan fungsi busana dibawah ini.
a. Busana Sebagai Alat Pelindung Mempertahankan diri dari berbagai tantangan alam, misalnya dari angin, panas, hujan, sengatan binatang dan sebagainya. Salah satu yang dapat dijadikan alat untuk dapat melindungi badan agar tetap sehat yaitu busana, apabila bahan, model, warna sesuai dengan iklim atau cuaca, kondisi lingkungan di mana busana itu dipergunakan. Dapat dicontohkan untuk daerah yang beriklim panas, kita harus dapat memilih bahan, warna, model yang tidak menyebabkan kita lebih kepanasan, misalnya dipilih bahan dari katun (batik, poplin, voile), model dengan kerah yang tidak menutup leher, lengan pendek dan warna yang muda. Dari segi keamanan diri, manusia melindungi dirinya commit to user dengan pakaian besi (di zaman Yunani dan Romawi), pakaian rompi anti
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
peluru (digunakan oleh para kepala negara/pemerintahan dan para detektif), topi baja (helm baja) dipergunakan oleh para serdadu di medan perang. Busana yang dapat menunjang agar seseorang tetap sehat, yaitu : 1) Bahan harus dipilih sesuai dengan iklim di mana busana itu dipakai, karena bahan pakaian mempunyai sifat yang berbeda. 2) Model busana pun harus disesuaikan dengan iklim yaitu misalnya model, busana yang berlengan panjang, dengan kerah tegak menutup leher akan lebih sesuai untuk dipergunakan di iklim yang dingin. Untuk daerah yang iklim panas sebaiknya dipilih model yang tidak menambah kepanasan bagi tubuh kita. 3) Warna yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan iklim dan waktu pemakaian. 4) Selanjutnya, yang sangat perlu diperhatikan adalah pemeliharaannya. Bagaimanapun serasinya, bagus atau indahnya busana, apalagi yang dipergunakan sehari-hari kalau kurang terpelihara dapat menimbulkan sakit. 5) Waktu perlu diperhatikan dalam pemilihan, mempergunakan busana, karena kadang-kadang ada model-model busana yang sesuai dipergunakan hanya untuk siang atau malam hari.
b. Busana Sebagai Alat Penunjang Komunikasi Seperti kita ketahui dalam komunikasi terdapat pernyataan antarmanusia. Komunikasi
merupakan
proses
penyampaian
pesan
(message)
dari
komunikator (communicator) kepada komunikan (communicant). Pada umumnya, salah satu yang dipakai pada waktu berkomunikasi itu adalah busana. Dengan demikian, busana dapat dikatakan sebagai salah satu alat penunjang yang dipergunakan dalam berkomunikasi. Agar busana dapat menjadi alat penunjang yang memadai dalam berkomunikasi, maka perlu diperhatikan beberapa hal : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
(1) Kebersihan dan Kerapihan Dengan busana yang rapi dan bersih, masyarakat disekeliling di mana busana dipakai akan mudah menerimanya karena busananya tidak berbau yang tidak enak, serasi dipandang, sehingga tidak mengganggu dalam pergaulan. (2) Kesopanan, Kesusilaan, atau Peradaban Hal tersebut perlu diperhatikan, karena dengan berbusana yang sopan, memenuhi kesusilaan, sesuai dengan peradaban, norma agama, sesuai dengan lingkungan setempat, sesuai dengan harapan masyarakat, sehingga cenderung akan dapat memudahkan seseorang untuk berkomunikasi. (3) Keseragaman Busana Berbusana yang sesuai dengan tata tertib setempat, misalnya berbusana seragam akan dapat memudahkan berkomunikasi karena dia merasa tidak ada ganjalan dalam dirinya misalnya merasa takut dimarahi, malu tidak sama busananya dengan yang lain, takut dihukum, takut diketahui sebagai siswa yang melanggar tata tertib atau ada perasaan tidak percaya diri. Hal tersebut dapat mengganggu kelancaran berkomunikasi. (4) Keserasian Keserasian akan menimbulkan rasa kagum, enak bagi yang melihatnya dan dapat menunjukkan status sosial seseorang serta dapat memperlancar dalam berkomunikasi. Dapat dikemukakan contoh, bahwa orang akan lebih mudah diterima oleh seseorang atau lingkungan jika busananya serasi dari pada berbusana kumal, berbusana asal, tanpa memperhatikan keserasian model, warna dengan dirinya. Jadi keserasian dalam berbusana sebagai salah satu yang harus diperhatikan agar dapat memperlancar seseorang untuk berkomunikasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
c. Busana Sebagai Alat Memperindah Pada dasarnya bahwa manusia adalah mahluk yang senang pada sesuatu yang serasi, bagus dan indah. Dapat dikatakan bahwa manusia membutuhkan sesuatu yang indah atau senang melihat yang indah. Sebelum manusia mempergunakan bahan tekstil, manusia melumuri badannya dengan lumpur berwarna, menghias badannya dengan tattoo atau menutup badannya dengan rantai dari kerang, manik-manik, daun-daunan, kulit kayu yang dipukul-pukul. Selain dari pada itu mereka melubangi telinga atau hidungnya untuk menggantungkan perhiasan, menata rambut, kuku dan bermake up. Semuanya itu bermaksud supaya lebih baik, cantik atau indah. Setelah lebih berkembang pemikirannya, manusia mulai belajar menenun sehingga dapat menghasilkan bahan pakaian yang dinamakan tekstil. Dengan makin meningkatnya produksi tekstil pada setiap waktu, setiap orang dapat mempergunakannya dengan leluasa. Sebagai orang yang belajar Ilmu Kesejahteraan Keluarga khususnya dan mempergunakan bahan umumnya diharapkan dapat memanfaatkannya semaksimal mungkin, sehingga bahan tekstil atau busana ini dapat betul-betul berfungsi untuk dirinya. Supaya busana ini dapat berfungsi untuk keindahan kalau seseorang terampil memilih warna, corak, dan model yang disesuaikan dengan pemakai, sehingga dengan busana itu dapat : 1) Menutupi Kekurangan Pada Tubuh Seseorang Busana dapat berfungsi untuk menutupi kekurangan pada tubuhnya seperti orang yang gemuk agar tampak langsing perlu memilih model atau corak yang banyak menggunakan garis vertikal. Contoh lain bahu yang terlalu miring, dapat diperbaiki melalui busana yaitu dengan memakai bantalan bahu; pinggang yang terlalu atas (badan atas terlalu pendek) pilihlah model bebe tanpa sambungan pinggang tetapi bebe dengan model bawah pinggang; panggul yang terlalu besar, pilihlah model rok yang tidak berkerut, lipit yang tidak terlalu banyak dan dijahit sampai di panggul, misalnya rok lipit hadap, rok lipit sungkup, rok suai.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
2) Membuat Seseorang Lebih Cantik, Tampan. Dengan pemilihan warna/corak, model yang sesuai dengan pemakai, juga perlengkapan busana yang sesuai dengan busananya, kesempatan pemakaian akan menambah seseorang lebih menarik, cantik atau tampan. Orang yang tadinya tidak tahu berbusana yang rapi, serasi kemudian dia sekarang punya pengetahuan dan mau mengaplikasikannya pada dirinya, maka seseorang itu dapat kelihatan lebih menarik cara berbusananya atau penampilannya dari pada biasanya. Selain itu juga terdapat konsep dari fungsi busana yang akan dijelaskan berikut ini, 1) Perlindungan Flugel dalam Malcolm Barnard menyatakan “busana menawarkan perlindungan dan sebagai perlindungan terhadap ketidakbersahabatan dunia secara umum atau sebagai jaminan atas kurangnya cinta” (2006: 73). Kebutuhan dasar manusia sehingga busana menjadi satu respon kultural. Salah satu masalah adalah perbedaan budaya melahirkan perbedaan respon terhadap kebutuhan-kebutuhan tersebut. Salah satunya kebutuhan dasar untuk memperoleh perlindungan. 2) Kesopanan dan Penyembunyian Argumen kesopanan beredar di seputar ide bahwa bagian tubuh tertentu tidak senonoh atau memalukan dan hendaknya ditutupi sehingga tidak kelihatan. Menyembunyikan tubuh melalui sarana busana jadi berasosiasi dengan hasrat untuk menghindari rasa berdosa dan malu. Rouse dalam Malcolm Barnard menyatakan “kesopanan merupakan hasil dari mengenakan busana dan bukan hasil dari alasan mengapa mengapa mengenakan busana” (2006: 78). Selain itu Holman menyatakan beberapa busana atau busana menunjukkan fungsi kamuflase. 3) Ketidaksopanan dan Daya Tarik Motivasi mengenakan busana adalah tepatnya ketidaksopanan atau ekshibisionisme. Orang menegaskan bahwa tugas busana adalah untuk commit to user menarik perhatian pada tubuh dan bukan mengalihkan atau menolak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
perhatian karena tubuh menjadi lebih terbuka sesuai dengan argumen ketidaksopanan dan bukannya disembunyikan atau disamarkan, seperti menurut argumen kesopanan. Laver dalam Malcolm Barnard (2006: 80) menggunakan apa yang disebutnya prinsip godaan, prinsip utilitas, dan prinsip hierarkis dalam upaya tersebut. Prinsip pertama dan terakhir dari prinsip-prinsip yang digunakan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan dalam bentuk memamerkan tercapai oleh busana pria dan wanita. Busana wanita diatur oleh prinsip godaan dan busana pria diatur oleh prinsip hierakis. Oleh sebab itu, busana wanita dimaksudkan sepanjang sejarah dan prasejarah untuk membuat busananya lebih menarik bagi lawan jenisnya karena pria memilih pasangan hidupnya berdasarkan daya tarik wanita. Namun, busana pria dimaksudkan untuk memamerkan dan meningkat status sosial karena wanita untuk sebagian besar sejarah manusia memilih pasangan hidupnya berdasarkan kemampuan untuk menjaga dan melindungi keluarga. Jadi, busana wanita menunjukkan daya tarik seksual dan busana pria menunjukkan status sosial. 4) Komunikasi Roach dan Eicher menunjukkan bahwa fashion dan busana secara simbolis mengikat satu komunitas. Kesepakatan sosial atas apa yang akan dikenakan merupakan ikatan sosial itu sendiri yang pada giliranya akan memperkuat ikatan sosial lainnya. Fungsi mempersatukan dari fashion dan busana yang berlangsung untuk mengkomunikasikan keanggotaan satu kelompok kultural baik pada orang–orang yang menjadi anggota kelompok tersebut maupun bukan. Perlindungan, kamuflase, kesopanan, dan ketidaksopanan semuanya mengkomunikasikan suatu posisi dalam suatu tatanan sosial dan kultural, baik pada anggota tatanan maupun yang berada di luar tatanan. Bagian tersebut akan melihat fashion, busana, dan busana dalam artian fungsi–fungsi komunikasi. Holman dalam Malcolm Barnard (2006: 84) memberikan taksonomi fungsi-fungsi busana yang cukup mendalam, meski tidak begitu rinci, dan commit to user ditulis dari sudut pandang psikologi sosial. Komunikasi dan busana dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
sudut pandang antropologis. Kajian berikutnya sangat banyak meminjam dari Roach dan Eicher, yag mengidentifikasi sepuluh jenis informasi yang menggunakan busana mungkin digunakan untuk mengkomunikasikannya. 5) Ekspresi Individualistik Tidak bisa disangkal bahwa busana dan fashion mungkin digunakan untuk merefleksikan, meneguhkan, menyembunyikan atau membangun suasana hati. Mengenakan busana yang dipersepsi sebagai garis-garis atau warna-warna kesenangan dan kegembiraan mungkin digunakan dalam upaya untuk mengubah suasana hati. Roach dan Eicher dalam Malcolm Barnard menyatakan
bahwa
“individu-individu
pun
mungkin
memperoleh
kesenangan estetis baik dari penciptaan pameran pribadi maupun dari apresiasi dari orang lain” (2006: 85). Busana dan fashion adalah cara yang digunakan individu untuk membedakan dirinya sendiri sebagai individu dan menyatakan beberapa bentuk keunikannya. Busana yang langka, baik yang sudah sangat tua atau sangat baru, misalnya mungkin digunakan untuk menciptakan dan mengekspresikan keunikan individu. 6) Nilai Sosial dan Status Status bisa merupakan hasil atau berkembang dari berbagai sumber, dari jabatan, keluarga, jenis kelamin, gender, usia atau ras. Nilai sosial bisa tetap atau juga diubah. Nilai sosial yang tetap berasal dari warisan dan yang diubah melalui usaha. 7) Definisi dan Peran Sosial Peran sosial seseorang diproduksi oleh statusnya dan mengacu pada sejumlah cara yang diekspektasikan dilakukannya. Busana dan fashion pun digunakan atau mendefinisikan diproduksi oleh statusnya dan mengacu pada sejumlah cara yang diekspektasikan dilakukannya. Busana dan fashion digunakan atau mendefinisikan peran sosial yang dimiliki seseorang dan diambil sebagai tanda bagi orang yang menjalankan peran sehingga diharapkan berperilaku dalam cara tertentu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
8) Nilai Ekonomi atau Status Status ekonomi berkaitan dengan posisi di dalam perekonomian. Busana dan fashion menunjukkan peran-peran produktif atau kedudukan di dalam suatu ekonomi. Roach dan Eicher dalam Malcolm Barnard menyatakan ”menghias seseorang bisa merefleksikan hubungan dengan sistem produksi yang merupakan karakteristik ekonomi tertentu
yang di
dalamnya orang itu tinggal“ ( 2006: 90). 9) Simbol Politis Bekerjanya kekuasaan jelas sangat erat terkait pada status sosial dan ekonomi. Roach dan Eicher dalam Malcolm Barnard ( 2006: 92) menunjukkan bahwa dandanan sudah sejak lama memiliki tempat di istana kekuasaan. 10) Kondisi Magis-Religius Busana dan busana pun menandakan status atau posisi di dalam kelompok atau jamaah, dan menunjukkan kekuatan atau ke dalam keyakinan atau tingkat partisipasi. 11) Ritual Sosial Fashion dan busana akan dipandang hanya dalam artian cara yang digunakan untuk menandai awal dan akhir ritual, dan untuk membuat perbedaan antara yang ritual dan nonritual. Pada banyak ritual di barat diharapkan, meski ritualnya sedang berlangsung, orang-orang yang terlibat akan mengenakan sesuatu yang berbeda dari yang biasa dipakainya. Orang tidak biasa mengenakan busana yang biasanya dipakainya sehari-hari saat menghadiri perkawinan atau pemakaman. Orang biasanya mengenakan busana yang lebih baru atau lebih bagus dibandingkan dengan yang dipakainya sehari-hari 12) Rekreasi Rekreasi bisa dipandang sebagai bagian depan, atau bagian lain, dari ritual. Bila ritual itu formal dan mengikuti aturan, rekreasi dipandang lebih informal dan tidak diatur. Fashion dan busana yang mungkin commit to user digunakan sebagai rekreasi atau menunjukkan awal atau akhir masa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
rekreasi yang membutuhkan waktu dan uang akan mulai menjadi indikator kelas sosial.
Didalam pembentukannya identitas seseorang dibangun secara bertahap melalui suatu interaksi dengan orang-orang di sekitarnya untuk mendapatkan konsep diri yang tidak didapatkan serta merta ketika dia lahir. Konsep diri tersebut kemudian akan dapat dilihat ketika mereka bereaksi akan perilaku merka sendiri dan hal tersebut tidaklah kelihatan jika kita tidak mengadakan interaksi dan kemudian bereaksi. Konsep diri tersebut pada dasarnya adalah jawaban mengenai “siapa aku?”. Mead mengemukakan bahwa konsep diri terdiri dari kesadaran individu mengenai keterlibatannnya yang khusus dalam seperangkat hubungan sosial yang sedang berlangsung atau dalam suatu komunitas yang terorganisasi. Kesadaran ini merupakan hasil dari suatu proses reflektif yang tidak kelihatan di mana individu itu melihat tindakan – tindakan pribadi atau yang bersifat potensial dari titik pandangan orang lain dengan siapa individu itu berhubungan. Dengan kata lain individu menjadi obyek dirinya sendiri dengan mengambil posisi orang lain dan menilai perilakunya sendiri seperti yang mereka inginkan (Paul Johnson, 1990:18). Dalam hal ini Mead mengatakan bahwa penialian merupakan usaha untuk meramalkan respons orang lain dan mengartikannya sendiri terhadap individu tersebut, misalnya saja di sini ketika mahasiswa saling berinteraksi dengan mahasiswa lain mereka akan mencari tahu dan meyakinkan kepada orang lain bahwa dia tidak ketinggalan jaman dan terlihat cantik atau tampan di depan semua mahasiswa lain dengan cara mereka berbusana yang semakin mengikuti jaman sehingga terciptalah suatu identitas yang dibangun dari mahasiswa tersebut. Identitas dibangun dari interpretasi atau penafsiran orang lain tentang diri kita dengan menggunakan simbol-simbol. Guna mempertahankan keberlangsungan suatu kehidupan sosial, maka para aktor harus menghayati simbol – simbol dengan arti yang sama. hal itu berarti bahwa mereka harus mengerti bahasa yang sama. Proses – proses berpikir, bereaksi, dan berinteraksi menjadi mungkin karena simbol – simbol yang penting dalam kelompok commit sosial itu mempunyai arti yang sama dan to user membangkitkan reaksi yang sama pada orang yang menggunakan simbol –
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21 simbol itu maupun pada orang yang bereaksi terhadap simbol – simbol itu (Bernard, 2007:100-101). Misalnya saja di sini ketika kita berbicara tentang busana yang dikenakan di FKIP ketika setiap hari senin dan selasa diwajibkan untuk memakai atasan putih dan bawahan hitam sehingga ketika orang lain atau mahasiswa dari fakultas lain melihat kita maka mereka akan langsung tahu bahwa orang tersebut adalah mahasiswa FKIP. Jadi di dalam interaksi seseorang dengan orang lain tidak hanya untuk menunjukkan identitasnya tetapi juga untuk
berkomunikasi
dengan dirinya
sendiri agar terbentuk yang namanya konsep diri seperti yang dia dan masyarakat inginkan melalui simbol-simbol yang terdapat didalam perilakunya hal ini terkait dengan konsep “I” dan “Me” menurut mead pada umumnya orang bertindak berdasarkan “Me”nya yakni berdasarkan norma – norma, generalized other, atau harapan – harapan orang lain. Namun dalam bertindak, seorang aktor tidak seluruhnya dipengaruhi oleh ”Me” dengan refleksi dan pertimbangan – pertimbangannya itu. “I” adalah juga aspek diri di mana ada ruang untuk spontanitas. Itu sebabnya ada tingkah laku sepontan atau kreatifitas. Spontanitas dan kreatifitas tidak muncul dari “Me”. Dia muncul di luar harapan – harapan orang lain, di luar norma – norma yang sudah tersenyawa dalam “me”(Bernard, 2007:104-105)”. “I” atau Aku disini adalah subjek yang mengetahui adanya orang lain disekitar dirinya dalam hal ini ketika seorang mahasiswa berinteraksi dengan orang lain maka dia akan melakukan suatu identifikasi untuk menermati dan membandingkan orang lain disekitar mereka yang kemudian akan membentuk citra baru sebagai identitas dari perbandingan tersebut. Selain itu seseorang bisa menjadi “Me” atau diriku ketika mereka menginginkan menjadi diri mereka sendiri, kadang seseorang bisa cepat berubah dari “I” menjadi “Me” dan sebaliknya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
2. Konsep Fashion yang mempengaruhi pembentukan identitas a. Pengertian Fashion Secara etimologi fashion bersal dari bahasa Latin yaitu factio yang artinya membuat atau melakukan (dan dari kata inilah, kita memperoleh kata faksi, yang memiliki arti kata politis), facere yang artinya membuat atau melakukan. Kaena itu arti asli fashion mengacu pada kegiatan; fashion merupakan sesuatu yang dilakukan oleh seseorang, tak seperti dewasa ini, yang memaknai fashion sebagai sesuatu yang dikenakan seseorang. Artian asli fashion pun mengacu pada ide tentang fetish, facere pun menjadi kata fetish. OED menyusun daftar sembilan arti kata berbeda dari kata fashion, mulai dari tindakan atau proses membuat, potongan atau bentuk tertentu, bentuk hingga tata cara atau cara bertindak dan berbusana menjadi konvensi. Kesembilan arti tersebut dapat dikelompokan menjadi dua arti utama, kata kerja dan kata benda, meski sulit untuk dipastikan, kedua arti itu muncul menjadi kata baku dalam bahasa inggris pada abad pertengahan ketujuh belas. Sebagai kata benda fashion berarti sesuatu seperti bentuk dan jenis, atau buata dan bentuk tertentu, seperti dalam definisi sebagai tata cara atau cara bertindak yang dikemukakan tadi. Disini fashion pun bisa familiar bagi kita dalam ungkapan bahasa prancis, facon de parler yang artinya cara bicara itu padaku. Sebagai kata kerja, fashion memiliki arti kegiatan membuat atau melakukan. Ini mungkin dalam artian bahwa orang jangan menggunakan kata tersebut sebagai kata kerja sesering mereka menggunakan kata benda. Sebagai jawaban atas pertanyaan, “ Apa yang kau lakukan?” orang mungkin akan mendengar jawaban, “ saya sedang membuat lipatan kotak”, dan bukannya “ Saya mencari cara melipat kotak”. Namun keadaan yang dihadapi makna kata fashion masih jauh dari gamblang. Sebagai tambahan atas nilai positif dan negatif bisa dilengkapi dengan ide dan praktik fashion, dalam masyarakat kontemporer barat, istilah fashion fashion sering digunakan sebagai sinonim dari istilah dandanan, gaya dan busana (Polhemus Procter ,2006:13). Disini juga ada yang menggunakan kata ini sebagai sinonim dengan busana atau mengenakan busana. Hendaknya commit to user ditunjukan juga , meski tak digunaka sebagai sinonim, bahwa kata fashion muncul
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
diantara jaringan relasi dengan kata-kata tersebut dan dengan kata-kata lain. Relasi dengan yag lain itu, kata-kata lain yang kurang begitu halus perbedaanya daqn mengubah makna fashion. Bila bab ini dimulai dengan merumuskan apa yang dimaksud dengan kata fashion, maka relasi diantara istilah-istilah tersebut, apa yang membuat istilah-istilah itu cocok digunakan sebagai sinonim dan apa yang membuat kata-kata tersebut berbeda harus dikaji. Aspek fashion semakin menyentuh kehidupan sehari-hari setiap orang. Fashion mempengaruhi apa yang kita kenakan, kita makan, bagaiman kita hidup, dan bagaimana kita memandang diri sendiri. Fashion juga memicu pasar dunia untuk terus berkembang, produse untuk berproduksi, pemasar untuk menjual dan konsumen untuk membeli. Cara berbusana yang mengikuti fashion juga memperlihatkan kepribadian dan idealisme kita. Arti kata fashion juga meiliki banyak sisi. Menurut Troxell dan Stone dalam bukunya merchandising. Fashion didefinisikan sebagai gaya yang diterima dan digunakan oleh mayoritas anggota kelompok dalam satu waktu tertentu. Dari definisi-definisi tersebut dapat terlihat bahwa fashion erat kaitannya dengan gaya yang digemari, epribadian seseorang, dan rentang waktu. Maka bisa dimengerti mengapa sebuah gaya yang digemari bulan ini bisa dikatakan ketinggalan jaman beberapa bulan kemudian Fashion system mencakup semua orang-orang dan organisasi yang terlibat dalam menciptakan arti simbolis dan mengubah arti tersebut dalam bentuk barang. Walaupun orang seringkali menyamakan fashion dengan busana, baik itu busana sehari-hari atau busana pesta yang eksklusif. Penting untuk diingat bahwa proses fashion mempengaruhi semua tipe fenomena budaya, seperti musik, kesenian arsitektur, bahkan sains. Fashion dianggap sebagai kode, atau bahasa yang membantu kita memahami arti-arti tersebut. Namun fashion sepertinya cenderung lebih contextdependent daripada bahasa. Maksudnya adalah sebuah hal yang sama dapat diartikan dengan cara yang berbeda oleh konsumen yang berada dan dalam situasi yang berbada. Sehingga tidak ada arti yang pasti namun menyisakan kebebasab commit to user bagi penerjemah dalam mengartikannya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
Fashion sering diartikan dengan gaya namun sebenarnya berbeda gaya atau style adalah sebuah karakteristik dalam mempresentasikan sesuatu. Dalam lingkup busana, gaya adalah karakteristik dalam mempresentasikan sesuatau. Dalam lingkup busana, gaya adalah karakteristik penampilan bahan busana, kombinasi fitur-fiturnya yang membuatnya berbeda dengan busana lain. Contohnya, rok sebagai salah satu gaya berbusana bagi wanita, pilihannya adalah celana. Jas pria adalah salah satu gaya berbusana pria, pilihan lainnya adalah jaket olahraga. Gaya suau saat bisa diterima dan suatu saat bisa pergi, namun gaya yang spesifik akan tetap diingat, entah itu dikatakan fashion atau tidak. Dalam hal ini cara berbusana mahasiswa dipengaruhi oleh fasion yang sedang berkembang saat ini mereka mnegikuti perkembangan fashion saat ini, selain fashion juga ada beberapa yang mampengaruhi perkembangan dari cara berbuasana yag membentuk identitas mereka antara lain
lingkungan hidup.
Apabila seseorang membicarakan lingkungan hidup, maka biasanya yang dipikirkan adalah hal-hal atau apa-apa yang berada di sekitar manusia, baik sebagai individu maupun dalam pergaulan hidup. Lingkungan hidup dalam Soerjono Soekanto
(2003: 387) dibedakan dalam kategori-kategori sebagai
berikut: a. Lingkungan fisik, yakni semua benda mati yang ada di sekeliling manusia. b. Lingkungan biologis, yakni segala sesuatu di sekeliling manusia yang berupa organisme yang hidup (di samping manusia itu sendiri). c. Lingkungan sosial, yang terdiri dari orang-orang baik individual maupun kelompok yang berada di sekitar manusia. Menurut Nasution (1999: 154-155) lingkungan sekitar tempat tinggal anak sangat mempengaruhi perkembangan pribadi anak. Di situlah anak memperoleh pengalaman bergaul dengan teman-teman di luar rumah dan sekolah. Kelakuan anak harus disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan. Penyimpangan akan segera mendapat teguran agar disesuaikan. Lingkungan sekitar rumah memberikan pengaruh sosial pertama kepada anak di luar keluarga. Anak akan mendapat pengalaman untuk mengenal commit to user lingkungan sosial baru yang berlainan dengan yang dikenalnya di rumah. Kata-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
kata yang diucapkan, tindakan yang diambil, cara-cara memperlakukan orang lain berbeda dengan apa yang telah dikenalnya. Lingkugan hidup dibagi menjadi beberapa komponen yaitu sebagai berikut: a. Lingkungan Keluarga Di dalam Gerungan dinyatakan bahwa “keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial di dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya” (2000: 180). Segala yang telah diuraikan mengenai interaksi kelompok berlaku pula bagi interaksi kelompok keluarga yang merupakan kelompok primer, termasuk
pembentukan
norma-norma
sosial,
internalisasi
norma-norma,
terbentuknya frame of reference, sense of belongingness, dan lain-lain. Di dalam keluarganya yang interaksi sosialnya berdasarkan simpati, pertama-tama memperhatikan keinginan-keinginan orang lain, belajar bekerja sama, bantumembantu dengan kata lain belajar memegang peranan sebagai makhluk sosial yang
memiliki
norma-norma
dan
kecakapan-kecakapan
tertentu
dalam
pergaulannya dengan orang lain. Pengalaman-pengalamannya dalam interaksi sosial dalam keluarga turut menentukan pula cara-cara tingkah laku terhadap orang lain dalam pergaulan sosial di luar keluarga, di dalam masyarakat pada umumnya. Anak yang baru lahir (bayi) mengalami proses sosialisasi yang paling pertama adalah di dalam keluarga. Dari sinilah anak pertama kali mengenal lingkungan sosial-budaya, juga mengenal seluruh anggota keluarganya; ayah, ibu, dan saudara-saudara sampai akhirnya anak mengenal dirinya sendiri. Dalam pembentukan sikap dan kepribadian anak sangat dipengaruhi oleh bagaimana cara dan corak orang tua dalam memberikan pendidikan anak-anaknya baik melalui kebiasaan, teguran, nasihat, perintah, atau larangan. Menurut Dwinarwoko & Bagong Suyanto (2004: 72) keluarga merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi manusia. Hal ini dimungkinkan karena berbagai kondisi yang dimiliki oleh keluarga. commit to user Pertama, keluarga merupakan kelompok primer yang selalu tatap muka di antara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
anggotanya, sehingga dapat selalu mengikuti perkembangan anggota-anggotanya. Kedua, orang tua mempunyai kondisi yang tinggi untuk mendidik anak-anaknya, sehingga menimbulkan hubungan emosional yang sangat diperlukan dalam proses sosialisasi. Ketiga, adanya hubungan sosial yang tetap, maka dengan sendiri orang tua mempunyai peranan yang penting terhadap proses sosialisasi anak. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan organisasi yang terkecil yang merupakan lembaga pertama dan utama dalam proses terjadinya sosialisasi. Keluarga dikatakan sebagai lembaga pertama karena sosialisasi terjadi pertama kali di dalam keluarga dan dikatakan sebagai lembaga utama karena sosialisasi dalam keluarga menanamkan nilai-nilai moral yang akan dibawa ke masyarakat. Keluarga dan lingkungan sosial di sekitar manusia tinggal memberikan pengaruh yang sangat besar dalam membentuk karakter individu. Anak yang terlahir dari keluarga mencerminkan siapa orang tuanya. Ketika keluar dari rumah anak membawa hasil didikan orang tuanya. Bila nilai-nilai telah tertanam kuat maka hal itu merupakan permulaan yang baik bagi anak sebagai modal untuk berbaur dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Anak yang baik akan mudah diterima di dalam pergaulan dan tidak mudah terkontaminasi oleh hal-hal yang tidak baik karena telah memiliki pegangan yaitu nilai-nilai yang telah tertanam kuat sejak lahir.
b. Kelompok Bermain Kelompok bermain baik yang berasal dari kerabat, tetangga maupun teman sekolah merupakan agen sosialisasi yang pengaruhnya besar dalam membentuk pola-pola perilaku seseorang. Di dalam kelompok bermain individu mempelajari berbagai kemampuan baru yang acapkali berbeda dengan apa yang mereka pelajari dari keluarganya. Menurut Dwinarwoko & Bagong Suyanto (2004: 74) di dalam bermain individu mempelajari norma, nilai kultural, peran, dan persyaratan lainya yang dibutuhkan individu untuk memungkinkan partisipasinya yang efektif di dalam kelompok permainannya. Singkatnya, kelompok bermain ikut menentukan dalam commit to user pembentukan sikap untuk perilaku yang sesuai dengan perilaku kelompoknya. Di
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
dalam kelompok bermain pola sosialisasi bersifat ekualitas karena kedudukan para pelaku relatif sederajat. Kelompok bermain tidak bisa dianggap sepele karena memberikan pengaruh dan warna dalam individu. Bisa saja individu yang dididik dengan baik dalam keluarga tetapi menjadi berubah karena kelompok bermain. Dalam periode umur tertentu anak akan lebih betah bermain bersama teman-temannya dibanding dengan orang tuanya. Apalagi jika orang tuanya sibuk maka anak cenderung akan lebih banyak berinteraksi dengan teman-temannya sehingga nilai-nilai yang ada dari teman-temanya dengan mudah dapat diadopsi. Anak-anak yang belum bisa berpikir kritis otomatis akan mudah terpengaruh. Bagi yang sudah remaja ada perkembangan dalam taraf berpikir tetapi nyatanya teman tetap menjadi bagian yang tidak dapat dilepaskan dalam transmitter nilai-nilai.
c. Media Massa Media massa adalah sarana komunikasi sosial sebagai kelanjutan dari komunikasi interpersonal. Pada mulanya komunikasi interpersonal berlangsung secara tatap muka. Menurut B. Aubrey Fisher dalam Sam Abede Pareno (2002: 101) menyatakan bahwa “kadang-kadang para ahli yang ingin membedakan secara jelas antara komunikasi interpersonal dan komunikasi massa akan melontarkan konsep “komunikasi media” (mediated communication) untuk membuat perbedaan”. Fisher menjelaskan sebagai berikut dalam komunikasi interpersonal, kontak tatap muka memungkinkan adanya hubungan langsung di antara para komunikator adanya perantara suatu harian, majalah, buku, pesawat televisi atau radio, penerima atau sumber dan penerima meniadakan pencapaian hubungan tersebut. Sebagai konsekuensinya, sumber pesan (pengarang, prosedur, pembuat berita, dan sebagainya) tetap tinggal sebagai sumber, dan si penerima (penonton, pendengar, pembaca dan semacamnya), tetap berperan sebagai penerima. Dalam kehidupan masyarakat modern, komunikasi merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting terutama untuk menerima dan menyampaikan commit to user informasi dari satu pihak ke pihak lain. Akibat pengaruh kemajuan ilmu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
pengetahuan dan teknologi dalam waktu yang sangat singkat, informasi-informasi tentang peristiwa-peristiwa, pesan, pendapat, berita, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya dengan mudah diterima oleh masyarakat, sehingga media massa, surat kabar, TV, Film, radio, majalah dan lainnya mempunyai peranan penting dalam proses transformasi nilai-nilai dan norma-norma baru kepada masyarakat. Di samping itu, media massa juga mentransformasikan simbol-simbol atau lambang tertentu dalam suatu konteks emosional. Dwinarwoko & Bagong Suyanto (2004: 76) menyatakan media massa khususnya televisi merupakan media sosialisasi yang kuat dalam membentuk keyakinan-keyakinan baru atau mempertahankan keyakinan yang ada. Bahkan proses sosialisasi melalui media televisi ruang lingkupnya lebih luas dari media sosialisasi yang lainnya. Iklan-iklan yang ditayangkan media televisi disinyalir telah menyebabkan terjadinya perubahan pola konsumsi, bahkan gaya hidup warga masyarakat. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa media massa khususnya televisi memberikan informasi tentang peristiwa-peristiwa dan memiliki peranan penting dalam proses transformasi nilai-nilai dan norma-norma baru kepada individu. Media televisi merupakan sarana menciptakan ikon baru untuk kepentingan pasar. Gaya konsumerisme merupakan salah satu akibat dari propaganda media massa. Melalui media televisi informasi dengan cepat tersebar dan dengan mudah bisa diterima masyarakat.
d. Lingkungan Kampus Lingkungan kampus mempunyai potensi yang pengaruhnya cukup besar dalam pembentukan sikap dan perilaku seorang mahasiswa salah satunya dalam berbusana. Di dalam berbusana mahasiswa cenderung mengikuti trend yang sedang marak. Terkadang bahkan sering terjadi mahasiswa melanggar aturan demi sebuah trend. Selama mahasiswa berada di kampus, harus mengikuti ketentuan yang telah dibuat oleh dekanat. Ketentuan tersebut yaitu sebagai berikut : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
a. Kuliah Teori Mahasiswa : Berbusana rapi dan sopan. Bercelana dan memakai hem (kemeja), bersepatu dan berkaos kaki. Mahasiswi : Berbusana rapi, sopan, dan bersepatu. b. Kuliah Praktek, Pratikum, Atau Olahraga Pada Program study masing-masing. c. Ujian Skripsi, Kolokium, Tugas Akhir Berbusana atas putih berdasi dan bawah gelap bersepatu. d. Upacara Bendera, wisuda, dan lain-lain Menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. e. Kegiatan Lain (Seminar, rapat, penataran, dll) Berbusana rapi, sopan, dan bersepatu, berbusana seragam pada hari-hari tertentu yang sudah ditentukan dengan aturan-aturan. (menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku) (FKIP-UNS, 2004-2005 :26). Apabila mahasiwa melanggar aturan busana yang dibuat oleh dekanat maka mahasiswa akan mendapatkan sanksi. Sanksi tersebut yaitu berupa di usir secara tidak hormat untuk keluar ruangan dan tidak dilayani konsultasi atau urusan dalam bentuk apapun. Walaupun demikian masih banyak mahasiswa yang berbusana semaunya saja karena ada mahasiswa yang menganggap peraturan dibuat untuk dilanggar.
3. Konsep Mahasiswa berkarakter kuat, cerdas dan berakhlak mulia Mahasiswa FKIP UNS dicetak sebagai calon guru, mereka dicetak agar mampu menjadi guru yang berkompeten yaitu yang memiliki karakter yang kuat, cerdas dan berakhlak mulia. Guru yang berkarakter kuat , ia bukan hanya mampu mengajar tetapi ia juga mampu mendidik. Ia bukan hanya mampu mentransfer pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi ia juga mampu menanamkan nilainilai yang diperlukan untuk mengarungi hidupnya (Furqon Hidayatullah, 2009: 3). Dan salah satu dari penanaman nilai tersebut adalah melalu busana mereka. Mahasiswa yang memiliki karakter kuat oleh karena itu mereka diharapkan commit to user menggunakan busana yang longgar dan tidak memperlihatkan lekuk tubuh.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
Guru yang cerdas menurut Furqon Hidayatullah bukan hanya memiliki kemampuan yang bersifat intelektual tetapi yang memiliki kemampuan secara emosi dan spiritual sehingga guru mampu membuka mata hati peserta didik untuk belajar, yang selanjutnya ia mampu hidup dengan baik ditengah-tengah masyarakat(2009:3) Sosok guru yang berkarakter kuat dan cerdas diharapkan mampu mengem,ban amanah dalam mendidik peserta didiknya. Untuk menjadi guru atau tenaga pendidik yang handal harus memilki seperangkat kompetensi. Kompetensi utama yang harus melekat pada tenaga pendidik adalah nilai-nilai keamanahan, keteladanan dan mampu melakukan pendekatan paedagogis serta mampu berpikir dan bertindak cerdas. Selain itu Mahasiswa sebagai calon guru harus memiliki akhlak yang mulia harus mampu mengemban amanah, jujur dan memiliki sopan santun dalam hal ini terutama pertama kali dapat dilihat melalui busana yang mencerminkan diri mereka. Mahasiswa FKIP yang berkarakter kuat, cerdas dan berakhlak mulia dididik untuk menjadi pendidikan yang unggul seperti visi FKIP tersebut yang sejatinya mereka akan menjadi seorang guru. Dalam usaha untuk menjadi pendidik yang unggul setidak- tidaknya ada tiga hal seperti yang diungkapkan oleh M. Furqon Hidayatullah (2003 : 167), (1) penampilan terbaik (The Best Appearance); (2) sikap terbaik (The Best Attitude); (3) prestasi terbaik ( The best Achivement). Dalam point pertama yaitu penampilan terbaik cara berbusana menjadi salah satu yang paling penting, cara berbusana yang mencerminkan mahasiswa sebagai seorang guru yang memilki karakter kuat, cerdas dan berakhlak mulia dalm hal ini cara berbusana yang sesuai dengan syariat (hukum agama); bersih dan pantas. Dalam hal berbusana mahasiswa juga harus tetap menggunakan yang namanya etika Poerwadarminta dalam K. Bertens berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia yang lama etika dijelaskan sebagai “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)” (1997: 4-6). Jadi, kamus lama hanya mengenal satu arti, yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang commit to user baru, etika dijelaskan dengan membedakan tiga arti: “(1) Ilmu tentang apa yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). (2) Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. (3) Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau bermasyarakat” (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988). Dengan demikian etika adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidup. Sebagai cabang filsafat, etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat dan menggumuli nilai dan norma moral serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan norma moral. Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok. Menurut Magnis Suseno dalam Burhanuddin Salam”etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran, yang memberikan norma tentang bagaimana harus hidup adalah moralitas” (1997: 1-2). Sedangkan etika justru hanya melakukan refleksi kritis atas norma atau ajaran moral tersebut. Bisa juga dikatakan bahwa moralitas adalah petunjuk konkret yang siap pakai tentang bagaimana harus hidup. Sedangkan etika adalah perwujudan dan pengejawantahan secara kritis dan rasional ajaran moral yang siap pakai. Keduanya mempunyai fungsi yang sama, yaitu memberi bagaimana dan ke mana harus melangkah dalam hidup. Tetapi bedanya, moralitas langsung mengatakan: ”Inilah cara harus melangkah.” Sedangkan etika justru mempersoalkan: ”Apakah harus melangkah dengan cara itu? dan “Mengapa harus dengan cara itu?”. M. Yatimin Abdullah (2006: 5-6) membedakan arti mengenai definisi etika sebagai berikut: 1) Etika dapat dipakai dalam arti nilai-nilai yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. 2) Etika dapat dipakai dalam arti asas norma tingkah laku, tata cara melakukan, sistem perilaku, tata krama. Lebih tegasnya lagi ialah kode etik. 3) Etika dapat dipakai dalam arti perilaku baik-buruk, boleh tidak boleh, suka commit to user tidak suka, senang tidak senang.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
4) Etika dapat dipakai dalam arti ilmu tentang perbuatan yang baik atau buruk. Etika baru menjadi ilmu bila disusun secara metodologis dan sistematis yang terdiri asas-asas dan nilai-nilai baik dan buruk. Etika yang didefinisikan oleh Poerwadarminta dan Yatimin Abdullah memiliki persamaan yaitu sama-sama mendefinisikan etika dalam kajian dan perspektif yang luas yaitu etika mencakup ilmu, nilai, norma dan perilaku. Sedangkan Magnes Suseno mendefinisikan etika hanya dalam satu perspektif yaitu etika sebagai ilmu. Dari berbagai pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa etika dapat dibagi menjadi dua kajian yaitu etika sebagai ilmu dan etika sebagai perilaku. Etika sebagai ilmu apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Disusun secara metodologis. 2) Sistematis. 3) Berisi asas-asas. 4) Mengandung nilai-nilai baik dan buruk. Sedangkan etika sebagai perilaku apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Memiliki tata cara melakukan. 2) Memiliki sistem perilaku. 3) Memiliki tata krama. 4) Ada kode etik yang jelas. Kajian etika busana mahasiswa merupakan etika perilaku karena membahas mengenai cara berbusana, norma tingkah laku, tata krama serta kode etik sebagai akademisi. Setelah membahas mengenai etika maka selanjutnya akan dijelaskan juga mengenai moral. Alasannya karena etika merupakan kata yang cukup dekat dengan kata moral. Bertens (1997: 5&7) menyatakan moral berasal dari bahasa Latin mos (jamak: mores) yang bearti kebiasaan, adat. Dalam bahasa Inggris dan banyak bahasa lain, termasuk bahasa Indonesia (pertama kali dimuat dalam kamus besar bahasa Indonesia 1988), kata mores masih dipakai dalam arti yang sama. commit to user Jadi etimologi kata etika sama dengan etimologi kata moral, karena keduanya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Hanya bahasa asalnya yang berbeda yang pertama etika berasal dari bahasa Yunani dan kedua moral berasal dari bahasa Latin. Moralitas (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan moral, hanya ada nada yang lebih abstrak. Jika berbicara tentang moralitas suatu perbuatan, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. Burhanuddin Salam menyatakan bahwa “moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana harus hidup secara baik sebagai manusia” (1997: 3). Sistem nilai yang terkandung dalam ajaran berbentuk petuah-petuah, nasihat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang diwariskan secara turun temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik agar benar-benar menjadi manusia yang baik. Moralitas adalah tradisi kepercayaan, dalam agama atau kebudayaan, tentang perilaku yang baik dan buruk. Moralitas memberi manusia aturan atau petunjuk konkret tentang bagaimana harus hidup, bagaimana harus bertindak dalam hidup sebagai manusia yang baik, dan bagaimana menghindari perilaku-perilaku yang tidak baik. Jean Piaget dalam Kohlberg, “...setiap kemampuan mental yang baru bermula dengan memasukkan dunia ke dalam suatu proses asimilasi egosentris. Barulah kemudian kesanggupan
itu
mencapai
keseimbangan
melalui
penyesuaian
yang
menyeimbangi realitas” (1995: 97). Remaja yang mampu berfikir, hidup dalam suatu dunia kemungkinan antara tatanan konkret dan tradisional yang mematok masa dewasanya, terletaklah cakrawala luas dari yang hipotesis. Rasa terpesona beralih dari apa yang ada kepada apa yang dapat ada. Ketika seluruh alternatif berlipat ganda, menjadi jelaslah bahwa cara berfikir dapat menghantar dari masa remaja menuju ketakterbatasan, atau barangkali, menuju pada masa remaja yang tak terbatas. Berdiri pada puncak asimilasi kognitif, remaja disebut sebagai filsuf, kanak-kanak lagi, tetapi ia belum dewasa, dan minat
bukan
terletak pada hakikat
peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa sebagaimana yang terjadi pada commit to user bidang moral. Beranjak dari tempat dalam proses perkembangan di mana pikiran
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
deduktif hipotesis remaja beralih pada moralitas dan bukan saja mempertanyakan isi, melainkan juga seluruh premis filsafat moral konvensional. Perhatian menyangkut hakikat dari semua pertanyaan dengan bermacam-macam bentuk pemecahannya. Memulai dengan melihat kembali hasil-hasil penelitian terbaru mengenai hubungan antara pemikiran operasional formal dan perkembangan moral, kemudian
mempertimbangkan
masalah
relativisme
moral
dan
hakikat
pertimbangan moral pasca-konvensional, dan akhirnya membahas hubungan antara perkembangan moral dan perkembangan ego pada masa remaja akhir. Horton dalam Kohlberg (1995: 97-98) mempersoalkan apa yang diandaikan sebagai lazim, kesadaran mengenai alternatif-alternatif bagi sistem kenyakinan yang mapan, membedakan suatu budaya yang berorientasi pada ilmu dari budaya tradisional. Namun di dalam suatu budaya yang terorientasi pada ilmu pengetahuan, kesadaran bergantung pada perkembangan pemikiran operasional formal. Walaupun pertimbangan moral tidak semata-mata merupakan pengetrapan logika terhadap berbagai situasi konflik antarpribadi, struktur-struktur logis Piaget memang memberikan batasan pada pertimbangan moral. Maka pencapaian suatu tahap khusus kegiatan logis justru merupakan syarat yang perlu, walaupun tidak cukup, bagi perkembangan struktur paralel di dalam bidang moral. Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang dengan berkata bahwa perbuatan benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup pengertian tentang baik-buruk perbuatan manusia. Moralitas dapat objektif atau subjektif. Moralitas objektif memandang perbuatan semata sebagai suatu perbuatan yang telah dikerjakan, bebas lepas dari pengaruh-pengaruh sukarela pihak perilaku. Lepas dari segala keadaan khusus pelaku yang dapat mempengaruhi atau mengurangi penguasaan diri dan bertanya apakah orang yang sepenuhnya menguasai dirinya diijinkan dengan sukarela menghendaki macam perbuatan tersebut. Moralitas subjektif adalah moralitas yang memandang perbuatan sebagai perbuatan yang dipengaruhi pengertian dan persetujuan pelaku sebagai individu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
Menurut Poespoprodjo (1988: 102-103) moralitas dapat intrinsik atau ekstrinsik. Moralitas intrinsik memandang perbuatan menurut hakikatnya bebas lepas dari setiap bentuk hukum positif. Hal yang dipandang adalah; apakah perbuatan baik atau buruk pada hakikatnya, bukan apakah seseorang telah memerintahkannya atau telah melarangnya. Moralitas ekstrinsik adalah moralitas yang memandang perbuatan sebagai sesuatu yang diperintahkan atau dilarang oleh seseorang yang kuasa, atau oleh hukum positif, baik dari manusia asalnya maupun dari Tuhan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa etika dan moral memiliki persamaan yaitu: 1) Berasal dari etimologi kata yang sama karena berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. 2) Nilai dan norma yang menentukan perilaku manusia dalam hidup. Selain memiliki persamaan etika dan moral memiliki perbedaan pada asal bahasa yaitu etika berasal dari bahasa Yunani dan moral berasal dari bahasa Latin. Dalam hal ini seorang calon guru juga harus memiliki etika, bukan hanya dalam hal berperilaku saja tetapi juga dalam hal penampilan terutama dalam hal ini adalah busana, busana yang dikenakan calon guru harus sopan sesuai dengan nilai dan norma yang seharusnya, tidak memakai celana ketat, kemudian baju mini dan transparan. Dari beberapa uraian di atas dapat dijelaskan bahwa busana bagi manusia pada umumnya dan mahasiswa pada khusunya, bahwa busana bagi manusia yang memakainya mengandung makna, a) Menunjukkan identitas pisik bagi kelompok manusia yang berada dalam tempat atau wilayah yang sama. b) Menunjukkan identitas kejiwaan pribadi manusia individu. Busana menunjukkan identitas pisik manusia dalam wilayah yang sama misalnya pakaian adat Surakjarta dan Yogyakarta berbeda seragam maka siswa FKIP UNS berbeda dengan Fakultas lain. Pakaian oprang besar (raja lain dengann masyarakat biasa), sedangkan yang menunjukkan identitas kejiwaan pribadi commit to user manusia dapat dilihat dengan cara-cara berpakaian, ada yang berpakaian rapi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
trendi, ada yang berpakaian asal-asalan masa bodoh yang tidak menunjukkan kerapaian, keindahan, dengan cara-cara yang demikian ini akan dapat menentukan kejiwaan kepribadiannya.
B. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian mengenai cara berbusana memiliki kaitan dengan penelitian dari Maharomiyati, mahasiswa FKIP UNS Pendidikan Sosiologi Antropologi debgab judul “ Etika Berbusana Mahasiswa FKIP UNS”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku mahasiswa FKIP UNS dalam hal berbusana dan tentang peraturan yang telah dibuat dalam hal etika cara berbusana mahasiswa FKIP sebagai calon guru. Dalam hal penelitian tersebut terdapat hasil mengenai Etika Mahasiswa FKIP UNS dalam hal berbusana. Ada bermacam-macam jawaban mengenai etika berbusana mahasiswa FKIP UNS. Dari hasil ini, peneliti ingin meengkajinya dari perspektif identitas. Bagaimana cara berbusana mahasiswa FKIP UNS peneliti ingin mencari bagaimana busana itu dapat membentukl identitas mahasiswa melalui teori interaksionisme simbolik.
C. Kerangka Berpikir Manusia dan busana saat ini tidak dapat dipisahkan hal ini terkait dengan fashion yang berkembang karena secara tidak langsung dengan kita berbusana kita juga menyesuaikannya dengan fashion yang berkembang saat ini. Sama halnya seperti mahasiswa, model busana yang mereka kenakan juga sekarang ini selalu mengikuti fashion yang berkembang saat ini. Tetapi cara berbusana tersebut kadang tidak sesuai dengan aturan yang seharusnya, terutama di lingkungan mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS. Cara berbusana mahasiswa sebagai identitas mahasiswa FKIP adalah hal yang menarik untuk diteliti hal ini sesuai dengan visi yaitu berkarakter kuat, cerdas dan berakhlak mulia. FKIP UNS bertanggungjawab untuk mencetak caloncalon guru yang berkualitas baik dari segi kognitif, afektif dan psikomotorik. commit to user Tugas seorang guru sangatlah berat selain menyampaikan pengetahuan/ transfer
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
of knowledge; a matter of having (mengajar) seorang guru juga bertugas untuk menyampaikan nilai-nilai / transfer of value; a matter of being (mendidik). FKIP
UNS
menetapkan
berbagai
aturan
salah
satunya
adalah
mengenai busana. Namun, antara aturan yang dibuat dengan realita yang ada sangatlah kontras. Setiap mahasiswa pasti memiliki beragam alasan mengapa mengunakan busana yang dikenakan. Dari alasan tersebut akan muncul suatu persepsi selain itu sosialisasi yang dilakukan oleh fakultas / dekanat mengenai aturan berbusana, serta bentuk sanksi yang diberikan kepada mahasiswa yang melanggar aturan berbusana yang dibuat sehingga akan dapat mengidentifikasi mengapa aturan busana kurang efektif. Untuk memperjelas keterangan di atas, berikut ini skema kerangka berpikir yang akan mempermudah dalam memahaminya.
Fashion
Busana
Mahasiswa FKIP SosAnt
Cara Berbusana
Identitas mahasiswa
Gambar 1 . Skema Kerangka Berpikir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38 BAB III METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang harus dilakukan secara sistematis, tertib dan teratur, baik mengenai prosedur maupun dalam proses berpikirnya. Sifat ilmiah menitikberatkan kegiatan penelitian sebagai usaha menemukan kebenaran yang objektif. Kebenaran dapat berbentuk hasil pemecahan masalah atau pengujian hipotesis yang mungkin pula berupa pembuktian tentang adanya sesuatu yang semula belum ada tetapi diduga mungkin ada. Kebenaran yang objektif disatu pihak memerlukan dukungan data atau informasi yang bersifat empiris sebagai bukti ilmiah. Sedang dipihak lain kebenaran dapat diterima bila prosedur mengungkapkan materi disesuaikan dengan akal sehat. Dalam mendapatkan data kebenaran dari suatu pengetahuan diperlukan adanya metodologi. Metodologi adalah suatu keseluruhan metode-metode, prosedur, konsep-konsep kerja, aturan-aturan dan postulat-postulat yang digunakan oleh ilmu pengetahuan, seni atau disiplin keilmuan. Metodologi menunjuk kepada proses, prinsip, serta prosedur yang digunakan untuk mendekati masalah dan mencari jawaban atas suatu masalah. Metodologi dalam kenyataannya juga merupakan pola yang berfungsi untuk mengarahkan proses berpikir agar penelitian menghasilkan kebenaran yang objektif dan dapat mengantarkan peneliti ke arah tujuan yang diinginkan yaitu hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan.
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret Surakarta, Jl Ir. Sutami 36 A Kelurahan Kentingan Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Lokasi tersebut dipilih dengan pertimbangan tempat kuliah peneliti sehingga dapat menghemat biaya, waktu dan tenaga. Selain commit to userbesar dan prosedur ijin penelitian itu FKIP mempunyai jumlah mahasiswa yang 38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39 yang mudah. Dengan demikian, peneliti dapat memperoleh data dan gambaran yang jelas sesuai dengan tujuan dan pokok permasalahan yang akan diteliti, yaitu BUSANA SEBAGAI IDENTITAS (Kajian Fenomenologi Tentang Cara Berbusana Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS).
2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan setelah mendapat ijin penelitian dari pihak yang terkait yaitu Ketua Program, Dekan, dan Rektor. Penelitian di lapangan dilakukan selama lebih kurang dua bulan terhitung sejak dikeluarkannya ijin penelitian. Tabel 1. Waktu dan Kegiatan Penelitian No.
Tahun 2012
Kegiatan
Januari
1.
Pengajuan judul
2.
Penyusunan proposal
3.
Perijinan
4.
Pengumpulan data
5.
Analisis data
6.
Penyusunan Laporan
Februari
Maret
April
Mei
B. Bentuk dan Strategi Penelitian 1. Bentuk Penelitian Dalam penelitian ilmiah ada dua macam bentuk penelitian yaitu penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Adapun maksud dari penelitian kualitatif adalah menitikberatkan pada proses yang diambil dari fenomena-fenomena yang ada kemudian ditarik suatu kesimpulan. Dalam penelitian ini, penulis memilih penelitian kualitatif karena dengan penelitian kualitatif maka peneliti dapat menggambarkan objek penelitian secara holistik berdasarkan realitas sosial yang ada di lapangan. Menurut Moleong (2006: 3) mengutip pendapat Bodgan dan Taylor (1975: 5) “Metode kualitatif sebagai commit prosedurto user penelitian yang menghasilkan data
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40 deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Sutopo mengatakan bahwa “penelitian kualitatif adalah suatu kegiatan untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang bagaimana dan mengapa (proses dan makna) dalam pernyataan nyatanya meliputi sejauh mana” (2002: 89). Sedangkan Sugiyono (2005: 1) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) di mana peneliti sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Sesuai pendapat tersebut di atas maka bentuk penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang mengambil masalah-masalah yang ada pada masa sekarang dengan menggambarkan objek yang menjadi pokok permasalahannya dengan mengumpulkan,
menyusun,
mengklasifikasikan
lalu
menganalisa
dan
menginterpretasikan. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan strategi kajian fenomenologi agar dapat menangkap fenomena-fenomena yang ada di lapangan kemudian dikaji lebih mendalam lagi. Realitas yang ada di lapangan kemudian dikontruksi secara sosial dan tidak bebas nilai. Informasi yang diperoleh di lapangan tersebut kemudian disusun ke dalam teks yang menekankan pada masalah proses dan makna. Informasi atau data tersebut berupa keterangan, pendapat, konsep, pandangan, tanggapan/respon yang berhubungan dengan cara berbusana mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS. Penelitian ini menggunakan desain penelitian yang bersifat lentur dan terbuka, disesuaikan dengan kondisi yang dijumpai di lapangan. Peneliti terjun langsung ke lapangan berinteraksi dengan informan sampai mendapatkan informasi yang lengkap. Semuanya disesuaikan dengan fakta/realitas lapangan sehingga setiap saat data dapat berubah sesuai dengan pengetahuan baru yang ditemukan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41 Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan busana sebagai identitas
mahasiswa
Pendidikan
Sosiologi
Antropologi
FKIP
UNS,
mengidentifikasi alasan mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS memilih busana yang dikenakan, mendeskripsikan pengaruh mode busana terhadap identitas mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS yang berkarakter kuat, cerdas dan berakhlak mulia, mendeskripsikan dampak yang ditimbulkan dari cara berbusana mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS. Adapun tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut; (a) melakukan observasi dengan mengamati secara langsung ke lokasi penelitian, (b) menetapkan informan, (c) melakukan wawancara dengan para informan, (d) membuat catatan lapangan (field note), (e) menyajikan dan menganalisis data yang diperoleh, (f) menarik kesimpulan.
2. Strategi Penelitian Strategi merupakan bagian dari desain penelitian yang dapat menjelaskan bagaimana tujuan penelitian akan dicapai dan bagaimana masalah yang dihadapi di dalam penelitian akan dikaji dan dipecahkan untuk dipahami. Menurut HB. Sutopo
(2002:
123)
”Strategi
adalah
metode
yang
digunakan
untuk
mengumpulkan dan menganalisa data”. Dalm penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi. Peerspektif ini mengarahkan bahwa apa yang dicari peneliti dalam kegiatan penelitiannya dan bagaiamana melakukan kegiatan dalam situai penelitian, serta bagaimana peneliti menafsir beragam informan yang telah digali dan dicatat, semuanya sangat bergantung pada perspektif teoritis yang digunakannya (Bogdan & Tayloor, 1975). Fenomenologi memandang perilaku manusia, apa yang mereka katakana, pa yang mereka lakukan, adalah sebagai suatu produk dari bagaimana orang melakukan tafsir terhadap dunia mereka sendiri. Tugas peneliti kualitatif adalah untuk menangkap proses tersebut, dan untuk itu diperlukan apa yang disebut verstehen oleh weber, atau pemahaman Empatik. Dengan cara merasa user berada didalam diri orang laincommit yaitu to kemampuan untuk merreproduksi diri
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42 didalam pikiran orang lain, perasaan, motif, yang menjadi latar belakang kegiatannya. Dengan kata lain untuk menangkap makna perilaku seseorang, peneliti harus berupaya untuk melihat segalanya dari pandangan orang yang terlibat dalam situasi yang menjadi sasaran studynya tersebut (participant’s point of view) Peneliti dengan pendekatan fenomenologis berusaha untuk memahami maknadari berbagai peristiwa dan interaksi manusia didalam situasinya yang khusus. Penelitian dengan cara ini dimulai dengan sikap diam dan terbuka tanpa prasangka. Artinya, peneliti tidak menganggap dirinya mengetahui makna dari barbagai hal yang terjadi dan ada pada orang-orang yang dipelajarinya. Sikap diam dan terbuka ini merupakan usaha untuk bisa menangkap segala kemungkinan (dengan pikiran tanpa prasangka dan tidak berpikir produktif) dari apa yang sedang dipelajari. Dengan demikian cara fenomenologis menekankan pada berbagai aspek subjektif dari perilaku manusia supaya dapat memahami tentang bagaimana dan apa makna yang mereka bentuk dari berbagai peristiwa didalam kehidupan mereka sehari-hari.
C. Sumber Data Sumber data merupakan segala sesuatu yang digunakan sebagai data dalam suatu penelitian. Ada empat sumber data penting yang dijadikan sasaran penggalian informasi dalam penelitian. Sumber tersebut meliputi: (1) Subjek penelitian, (2) informan, (3) peristiwa dan tempat, (4) dokumen dan arsip, (5) studi pustaka. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah mahasiswa FKIP Pendidikan Sosiologi Antropologi UNS. Informan yang dipilih dalam penelitian adalah orang yang dapat memberikan keterangan yang diperlukan dalam penelitian. Informan tersebut meliputi : 1. Mahasiswa FKIP UNS Prodi Pendidikan Sosiologi Antropologi 2. Dosen FKIP UNS Pendidikan Sosiologi Antropologi 3. Dekan FKIP UNS 4. Keluarga Informan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43 5. Pegawai Tempat Perbelanjaan Sumber data peristiwa atau aktivitas dalam penelitian berupa busana yang dikenakan mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS. Sedangkan sumber data tempat adalah kampus I Kentingan di FKIP UNS merupakan lokasi utama penelitian. Dokumen yang merupakan sumber data dalam penelitian berupa buku pedoman FKIP UNS yang diperoleh dari Dekanat. Selain itu, beragam foto dan catatan lapangan mengenai busana mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS yang dipakai saat di kampus. Sedangkan studi pustaka dilakukan dibeberapa perpustakaan FKIP UNS, perpustakaan UNS dan perpustakaan yang mendukung lainnya yang mempunyai referensi yang berkaitan dengan cara berbusana mahasiswa.
D. Teknik Cuplikan Di dalam penelitian kualitatif teknik yang digunakan untuk menarik sampel penelitian bersifat selektif. Sampel yang dimaksud dalam penelitian kualitatif merupakan sampel yang berfungsi untuk menggali beragam informasi penting dan jumlah sampel yang diambil bukan untuk mewakili populasi melainkan untuk menggali beragam informasi sebanyak-banyaknya sesuai dengan yang dibutuhkan sehingga pengambilan sampel harus dilakukan sevariatif mungkin. Sugiyono
menyatakan “teknik cuplikan/sampling adalah merupakan
teknik pengambilan sampel untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian” (2005: 52). Teknik cuplikan/sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling dengan snowball sampling. Goetz Le Compte dalam Sutopo menyatakan “purposive sampling yaitu teknik mendapatkan
sample
dengan
memilih
individu-individu
yang dianggap
mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data” (2002: 185). Dalam teknik purposive sampling, peneliti tidak menjadikan semua orang sebagai informan, tetapi peneliti memilih informan yang dipandang tahu dan cukup memahami tentang cara berbusana commitAntropologi to user mahasiswa FKIP Pendidikan Sosiologi UNS yang berkarakter kuat,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44 cerdas dan mulia yang bisa diajak kerjasama, misalnya bersikap terbuka dalam menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Menurut James A. Black & Dean J.Champion “snowball sampling adalah mendapatkan semua individu dalam organisasi atau kelompok terbatas yang dikenal sebagai teman dekat/kerabat dan kemudian teman tersebut memperoleh teman-teman kerabat lainnya, sampai peneliti menemukan konstelasi persahabatan berubah menjadi pola sosial yang lengkap” (1992: 267). Peneliti menemukan informan dengan cara bertanya pada orang pertama untuk selanjutnya bergulir ke orang kedua, kemudian orang ketiga dan seterusnya sehingga diperoleh data yang lengkap, akurat dan mendalam. Dalam metode ini beberapa objek penelitian dipilih, kemudian dari yang dipilih tersebut dijadikan sebagai sumber data yang akan membantu dalam mengungkap permasalahan yang telah dirumuskan. Snowball sampling digunakan peneliti untuk mencari informan kunci (key informan) yaitu peneliti mengambil orang-orang kunci untuk dijadikan sebagai sumber data yang dapat dipercaya sehingga menghasilkan informasi yang jelas. Informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa, dosen, dan pimpinan FKIP (dekanat).
E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
wawancara
semiterstruktur/mendalam
(in-depth
interview),
teknik
pengamatan langsung dan teknik analisis dokumen. 1. Wawancara mendalam (in-depth interview) Esterberg dalam Sugiyono mendefinisikan interview sebagai berikut, “ a meeting of two persons to exchange information and idea throught queation and responses, resulting in communication and joint construktion of meaning about particular topic” (2005: 72) . Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Tujuan wawancara semistruktur/mendalam
(in-depth interview) commit to user
adalah
untuk
menemukan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45 permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam penelitian, sumber data yang paling penting adalah informan. Wawancara dilakukan secara bebas, dalam suasana informal dan pertanyaan tidak terstruktur namun tetap mengarah pada fokus masalah penelitian. Informan yang dipilih adalah informan yang dianggap tahu tentang topik permasalahan yang bersangkutan. Peneliti menerapkan teknik face to face sehingga peneliti dapat mengungkap secara langsung keterangan dari informan tanpa melalui perantara. Kedudukan peneliti dalam penelitian ini adalah partisipatif artinya peneliti mencatat informasi yang diberikan oleh informan dan mendiskusikan informasi yang belum jelas tanpa memberikan pengaruh terhadap informan mengenai jawaban yang diberikan. Fungsi utama dari wawancara adalah deskripsi dan eksplorasi. Deskripsi di sini adalah informasi yang diperoleh dari wawancara bermanfaat dalam menetapkan pemahaman ke dalam lingkungan terbatas dari realitas sosial. Data yang diperoleh dari wawancara sangat berguna sebagai alat pengurai dan memperluas wawasan sosiologis terhadap fakta-fakta dari data yang ada. Sedangkan eksplorasi di sini adalah memberikan pemahaman dalam dimensidimensi yang belum tergali dari suatu topik. Jadi, di sini peneliti bertugas untuk mengeksplorasi suatu topik yang belum tergali dan terkesan ditutupi sehingga akan mendapatkan informasi baru yang sangat mendukung data yang diperoleh. Dalam penelitian ini, informan yang dapat memberikan keterangan secara langsung antara lain mahasiswa, dosen, pimpinan FKIP (dekanat), keluarga informan dan pegawai tempat perbelanjaan.
2. Pengamatan langsung (Participant Observation) Marshall dalam Sugiyono menyatakan bahwa “ through observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached to those behavior” (2005: 64). Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut. Kegiatan observasi dilakukan untuk memperoleh pemahaman commit user diteliti yaitu manusia, tempat dan mengenai proses dan tindakan suatu objektoyang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46 situasi sosial. Sutopo menjelaskan bahwa “teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data berupa peristiwa, tempat/lokasi, benda dan rekaman gambar”(2002: 64). Dalam penelitian ini peneliti mengunakan teknik observasi partisipan atau peneliti berperan serta dan terlibat secara lansung dalam kegiatan yang dilakukan oleh objek penelitian. Observasi partisipan dimaksudkan untuk memperkuat data hasil wawancara, data yang didapat dari observasi partisipan meliputi: a. Penampilan fisik informan b. Tingkah laku dan ekspresi subjek penelitian pada saat penelitian dilakukan. Susan Stainback dalam Sugiyono menyatakan “in participant observation, the researches observes what people do, listent to what they say, and participates in their activities”(2005: 65) . Dalam observasi partisipatif, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang diucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka.
3. Teknik Analisis Dokumen Sugiyono (2005: 82) menyatakan dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen berbentuk karya misalnya karya seni dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Sama halnya dengan Sutopo (2002: 54) yang mendefinisikan dokumen atau data sekunder merupakan bahan tertulis yang berhubungan dengan sesuatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Ia merupakan rekaman tetapi juga berupa gambar atau benda peninggalan yang berkaitan dengan suatu aktivitas/peristiwa tertentu. Sumber data sekunder pribadi dalam penelitian ini adalah rekaman hasil wawancara. Sedangkan sumber data sekunder masyarakat yaitu buku pedoman commit to user FKIP UNS dan buku-buku lain yang relevan dan mendukung penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
F. VALIDITAS DATA Dalam penelitian kualitatif data atau informasi yang berhasil dikumpulkan perlu diuji kebenarannya. Oleh karena itu, setelah data terkumpul lalu diadakan pemeriksaan keabsahannya atau validitas data. Validitas data adalah pengujian data dalam penelitian agar dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya atau tidak Untuk meningkatkan kesahihan data, peneliti menggunakan teknik trianggulasi data dan review informan. Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan di bawah ini:
1. Trianggulasi Trianggulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Menurut Moleong “Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan/sebagai pembanding terhadap data itu” (2001: 178). artinya bahwa data yang diperoleh akan diuji keabsahannya dengan cara mengecek kepada sumber lain sehingga dihasilkan suatu kebenaran. Selanjutnya Mathinson dalam Sugiyono mengemukakan bahwa “The value of trianggulation lies in providing evidence-whether convergent, inconsitent, or concracdictory” (2005: 85). Nilai dari teknik pengumpulan data dengan trianggulasi adalah untuk mengetahui data yang diperoleh convergent (meluas), tidak konsisten atau kontradiksi. Trianggulasi merupakan teknik yang didasarkan pola pikir fenomenologis yang bersifat multiperspektif, artinya untuk menarik kesimpulan yang mantap diperlukan tidak hanya satu cara pandang tetapi dibutuhkan beragam pandangan. Dengan kata lain trianggulasi merupakan pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau berbagai perbandingan terhadap data. Dengan menggunakan trianggulasi maka hasil penelitian dapat ditingkatkan dan dijamin validitasnya. Penelitian ini menggunakan trianggulasi sumber dan teknik. Trianggulasi sumber yaitu dengan mewawancarai informan yang mengetahui permasalahan commit to user yang diteliti yaitu mahasiswa, dosen, ketua program serta menggunakan berbagai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48 literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Sedangkan trianggulasi teknik dalam penelitian ini dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan analisis dokumen.
2. Review Informan Laporan penelitian direview oleh informan (khususnya key informan) untuk mengetahui apa yang ditulis merupakan suatu yang dapat disetujui oleh mereka. Hal ini kadang-kadang menyebabkan diskusi untuk mendapatkan pengertian dari kedua belah pihak.
G. TEKNIK ANALISIS DATA Analisis
Data
dalam
penelitian
kualitatif,
dilakukan
pada
saat
pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel. Miles dan Huberman (1992:20) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Ada dua model pokok dalam melaksanakan analisis data di dalam penelitian kualitatif yaitu model analisis jalinan mengalir/ flow model of analysis dan model analisis interaktif atau interaktif model of analysis. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model analisis interaktif yang meliputi empat komponen yaitu pengumpulan data, reduksi data (reduction), sajian data (display) dan verifikasi data/penarikan kesimpulan (conclusion drawing). Keterkaitan empat komponen itu dilakukan secara interaktif dengan proses pengumpulan data yang dilakukan secara kontinyu sehingga proses analisis merupakan rangkaian interaktif yang bersifat siklus. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49 Selanjutnya model interaktif dalam model analisa data ditunjukkan pada gambar 2. berikut :
Data Collection
Data Display
Data Reduction Clonclusions: Drawing/veryfying Gambar 2. analisis data model interaktif
Adapun tahapan analisis interaktif adalah sebagai berikut: 1. Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dari berbagai sumber antara lain buku-buku yang relevan, informasi, dan peristiwa di lapangan. Sedangkan pengumpulan data melalui teknik observasi, dan wawancara. 2. Reduksi Data (Reduction) Tahap ini merupakan proses seleksi, pemofokusan, penyederhanaan dan abstraksi data kasar yang terdapat field note. Dengan reduksi data, data kualitatif dapat disederhanakan dan ditransformasikan dalam berbagai cara, seperti melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan/uraian singkat, menggolongkan dalam suatu uraian yang lebih luas, abstraksi data kasar dari field note, dan sebagainya. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian baik sebelum atau sesudah pengumpulan data. Reduksi data berlangsung sejak peneliti mengambil keputusan tentang kerangka kerja konseptual, pemilihan kasus, menyusun pertanyaan penelitian sampai pada proses verifikasi data. Pada saat reduksi data, peneliti menentukan commit to user beberapa informan untuk mendeskripsikan cara berbusana sebagai identitas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50 mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS, mengidentifikasi alasan mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS memilih busana yang dikenakan, mendeskripsikan pengaruh mode busana mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS terhadap identitas, mendeskripsikan bentuk sosialisasi yang dilakukan oleh fakultas/dekanat mengenai aturan berbusana, mendeskripsikan dampak yang ditimbulkan dari cara berbusana mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS. Selain itu peneliti juga mendapatkan data dari buku-buku yang relevan dengan masalah penelitian.
3. Sajian Data (Display) Sajian data dilakukan merangkai data atau informasi yang telah direduksi dalam bentuk narasi kalimat, gambar/skema, maupun tabel yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data ini merupakan rangkaian kalimat yang disusun secara logis dan sistematis sehingga bila dibaca akan mudah dipahami mengenai berbagai hal yang terjadi dalam penelitian, yang memungkinkan peneliti untuk melakukan sesuatu pada analisis/tindakan lain berdasarkan pemahaman tersebut. Pada awal pengumpulan data hingga penyajian data, peneliti melakukan pencatatan dan membuat pernyataan untuk membuat kesimpulan. Penyajian data dalam penelitian ini diperoleh melalui pengamatan langsung (observasi) dan wawancara mendalam (in-depth interview). Adapun penyajian data untuk mendeskripsikan cara berbusana sebagai identitas mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS, mengidentifikasi alasan mahasiswa Pendidikan Sosiologi
Antropologi
FKIP
UNS
memilih
busana
yang
dikenakan,
mendeskripsikan pengaruh mode busana mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS terhadap identitas, mendeskripsikan bentuk sosialisasi yang
dilakukan
oleh
fakultas/dekanat
mengenai
aturan
berbusana,
mendeskripsikan dampak yang ditimbulkan dari cara berbusana mahasiswa FKIP Pendidikan Sosiologi Antropologi UNS yang berkarakter kuat, cerdas dan commit to user berakhlak mulia.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51 4. Verifikasi Data/Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing) Penarikan kesimpulan merupakan rangkaian pengolahan data yang berupa gejala kasus yang terdapat di lapangan. Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai waktu proses pengumpulan data berakhir. Kesimpulan harus diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Untuk itu peneliti melakukan aktivitas pengulangan untuk tujuan pemantapan, penelusuran data kembali, melihat lagi field note sehingga kesimpulan penelitian menjadi kokoh dan lebih bisa dipercaya.
H. PROSEDUR PENELITIAN Sutopo (2002: 187-190) menyatakan “prosedur penelitian adalah rangkaian tahap demi tahap kegiatan penelitian dari awal sampai akhir penelitian”. Prosedur penelitian yang dilakukan meliputi empat tahap, yaitu: persiapan, pengumpulan data, analisis data, dan penyusunan laporan penelitian. Untuk lebih jelas akan diuraikan sebagai berikut: 1. Persiapan a. Mengajukan judul penelitian kepada pembimbing. b. Mengumpulkan bahan/sumber materi penelitian. c. Menyusun proposal penelitian. d. Mengurus perijinan penelitian. e. Menyiapkan instrumen penelitian/alat observasi. 2. Pengumpulan Data (Observasi) a. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara mendalam, dan teknik analisis dokumen. b. Membuat field note. c. Memilah dan mengatur data sesuai kebutuhan. 3. Analisis Data a. Menentukan teknik analisis data yang tepat sesuai proposal penelitian. b. Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian di recheckkan dengan temuan di lapangan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52 c. Melakukan verifikasi dan pengayaan dengan pembimbing. d. Membuat simpulan akhir sebagai temuan penelitian. 4. Penyusunan Laporan Penelitian a. Penyusunan laporan awal. b. Review laporan yaitu mendiskusikan laporan yang telah disusun dengan orang yang cukup memahami penelitian. c. Melakukan perbaikan laporan sesuai hasil diskusi d. Penyusunan laporan akhir.
commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Sejarah dan Perkembangan FKIP UNS Sejak tahun 1951, pemerintah dalam hal ini Kementrian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan telah mendirikan lembaga pendidikan yang menghasilkan guru untuk Sekolah Menengah atas (SMA) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hal ini dibuktikan dengan didirikannya kursuskursus B.I. di beberapa tempat diwilayah tanah air. Pada tahun 1951 di Surakarta didirikan kursus B.I. membina satu jurusan dengan nama Jurusan Tata Negara. Disamping itu, pada tahun 1951 atas prakarsa para guru pendidikan Jasmani dan bekerja sama dengan Inspeksi pendidikan Jasmani Surakarta dibentuklah kursus B.I. Pendidikan Jasmani. Dua lembaga tersebut semakin lama semakin berkembang dan melalui berbagai macam pengelolaan akhirnya berdirilah IKIP Negeri Surakarta berdasarkan SK Menteri PTIP No.5 Tahun 1966 tertanggal 22 Januari 1966 dan Sekolah Tinggi Olahraga Surakarta berdasarkan SK Menteri Olahraga no.40 tahun 1967 tertanggal 1 April 1967. Berdasarkan SK Presiden RI No 10 Tahun 1976 Tanggal 8 Maret 1976 didrikan sebuah Universitas Negeri Surakarta dengan nama Universitas Negeri Surakarta Sebelas Maret disingkat UNS. UNS merupakan penyatuan dari 5 perguruan tinggi yang ada di Surakarta pada waktu itu yaitu : (a) Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Negeri Surakarta; (b) Sekolah Tinggi Olahraga (STO) Negeri Surakarta; (c) Akademi Administrasi Niaga (AAN) Negeri Surakarta; (d) Universitas Gabungan Surakarta (UGS); (e) Fakultas Kedokteran Perguruan Tinggi Pembangunan Nasional Veteran (PTPN Veteran) cabang Surakarta. Pada awal kelahiran Universitas Negeri Surakarta Sebelas Maret terdiri atas 9 (Sembilan) Fakultas : (a)Fakultas Ilmu Pendidikan; (b) Fakultas user Keguruan; (c) Fakultas Sastra commit Budaya;to(d) Fakultas Sosial Politik; (e) Fakultas 53
perpustakaan.uns.ac.id
54 digilib.uns.ac.id
Hukum; (f) Fakultas Ekonomi; (g)Fakultas Kedokteran; (h) Fakultas Pertanian; (i) Fakultas Teknik. Lahirnya Universitas Negeri Surakarta Sebelas Maret tersebut IKIP Negeri Surakarta dan STO Negeri Surakarta ditutup dan selanjutnya menjadi Fakultas dilingkungan Universitas Negeri Surakarta Sebelas Maret (UNS) yang tergabung dalam Fakultas Ilmu Pendidikan dan Fakultas Kegururan. Berdasarkan SK Presiden No.55 Tahun 1982 Fakultas Ilmu Pendidikan dan Fakultas Keguruan digabung menjadi satu fakultas dengan nama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Dalam perjalanan program studi yang terdapat di FKIP UNS mengalami beberapa perubahan. Pada tahun akademik 1997/1998 program studi yang ada di FKIP UNS. Mengacu pada SK Dirjen Dikti No.222/dikti/kep/1966 tanggal 11 Juli 1996 Program Studi dilingkungan FKIP UNS sebanyak 16. Pada bulan Desember tahun 2000 berdasarkan SK Dikti Depdiknas no.442/dikti/kep/2000 tanggal 20 desember tentang pembentukan Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi di UNS, maka mulai tahun akademik 2001/2002 secara resmi Pendidikan Sosiologi Antropologi dibuka dibawah jurusan P.IPS FKIP UNS. Sesuia dengan Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 400a/Dikti/Kep/1992 dan No. 400b/Dikti/Kep/1992 FKIP UNS merupakan salah satu Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) di Indonesia yang mendapat tugas menyelenggarakan Program D-2 PGSD baik guru kelas maupun guru pendidikan jasmani. Berdasarkan surat Dirjen Dikti No. 4856/D/T/2004 FKIP UNS diijinkan menyelenggarakan Program Pendidikan Guru Taman Kanak – Kanak jenjang D-2. Dengan demikian di FKIP sekarang ada 19 program studi, yaitu : (a) Pendidilan Luar Biasa; (b) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah; (c) Pendidikan Bahasa Inggris; (d) Pendiidkan Seni Rupa; (e) Pendidikan Matematika; (f) Pendidikan Fisika; (g) Pendidikan Kimia; (h) Pendiidikan Biologi; (i) Pendidikan Sejarah; (j) Pendidikan Geografi; (k) Pendidikan Kewarganegaraan; (l) Pendidikan Ekonomi; (m) Pendidikan Sosiologi Antropologi; (n) Pendidikan Tekhnik Bangunan; (o) Pendidikan commitJasmani, to user Kesehatan dan Rekreasi; (q) Tekhnik Mesin; (p) Pendidikan
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pendiidikan Kepelatihan Olahraga; (r) PGSD; (s) Pendidikan Guru Taman Kanak – Kanak. 2. Visi dan Misi FKIP UNS a.
Visi Sebagai Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret mempunyai Visi yang searah dengan visi Universitas Sebelas Maret yaitu menyiapkan tenaga kependidikan (guru) plus (yang tidak hanya mampu menjadi guru) yang mampu bersaing baik ditingkat regional maupun ditingkat nasional serta senantiasa berusaha meningkatkan kualitas lulusan sehingga lulusannya ini mampu mnegantisipasi perkembangan tuntutan masyarakat dan tuntutan era globalisasi.
b. Misi Untuk merealisasikan visi tersebut diatas maka misi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan adalah : 1) Menghasilkan tenga kependidikan (guru) yang professional. 2) Menghasilkan produk-produk penelitian yang berguna untuk meningkatkan kualitas lembaga pendidikan. 3) Melatih mahasiswa untuk mendapatkan nilai tambah yang mampu bersaing didunia pasaran kerja setelah lulus. 4) Meningkatkan kualitas lulusan dan dalam jangka waktu perkuliahan yang makin pendek serta mengusahakan lulusan supaya dapat memperoleh pekerjaan dsalam waktu secepatnya sesuai prinsip Teaching University.
3. Unsur Pelaksana Akademis FKIP UNS 1) Jurusan Jurusan adalah unsur pelaksana akademik pada fakultas dibidang studi tertentu yang berada di bawah Dekan. Jurusan dipimpin oleh seorang ketua Jurusan dipilih dari antara tenaga pengajar commityang to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang
bertanggung
jawab
langsung
kepada
Dekan.
Dalam
melaksanakan tugas sehari-hari ketua jurusan dibantu oleh sekretaris jurusan.
Jurusan
mempunyai
tugas
melaksanakan
pendidikan
akademik, dan / atau professional sebagian atau cabang ilmu pendidikan teknologi atau kesenian tertentu. Untuk melaksanakan tugas tersebut jurusan mempunyai fungsi : 1) Melaksanakan pendidikan dan pengajaran dalam sebagian atau cabang ilmu, teknologi atau seni tertentu bagi program pendidikan yang ada. 2) Melakukan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni tertentu 3) Melakukan pengabdian kepada masyarakat 4) Melakukan pembinaan civitas akademika tingkat jurusan. 2) Program Studi Program studi adalah unsur pelaksana akademik pada jurusan di bidang studi tertentu yang berada di bawah ketua jurusan. Program studi dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih di antara para pengajar dan bertanggung jawab langsung kepada ketua jurusan. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari ketua program dibantu oleh seorang sekretaris program. Program studi mempunyai tugas melaksanakan pendidikan dalam sebagian atau cabang ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian tertentu sesuai dengan program pendidikannya. Untuk melaksanakan tugas tersebut, program studi mempunyai fungsi: a) Melakukan pendidikan dan pengajaran dalam sebagian atau cabang ilmu, teknologi atau seni tertentu bagi programnya. b) Melakukan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni bagi programnya. c) Melakukan pengabdian kepada masyarakat. d) Melakukan pembinaan civitas akademika tingkat program studi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
57 digilib.uns.ac.id
(Buku Pedoman Akademik, FKIP UNS, Tahun 2008)
4. Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi merupakan program studi yang tergolong baru dalam kancah pendidikan tinggi di Indonesia. Dulu sebelumnya yang ada hanya jurusan sosiologi ataupun antropologi murni, bukan kependidikan. Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi di FKIP UNS Surakarta merupakan Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi pertama di Indonesia, jadi UNS merupakan perguruan tinggi yang pertama kali membuka jurusan ini berdasarkan SK Dirjen Dikti Depdiknas No 422/Dikti/kep/2000 tanggal 20 Desember Tahun 2000. Sejak pertamakali berdiri program studi ini belum mengalami perubahan nama. Namun telah mengalami beberapa perkembangan dari segi kualitas maupun kuantitas. Program studi ini pertamakali membuka penerimaan mahasiswa baru pada tahun angkatan 2001 dan hingga sekarang. Program studi membuka penerimaan mahasiswa baru melalui 2 jalur, yaitu PMDK, SNMPTN dan status mahasiswa berdasarkan jalur penerimaan SNMPTN terdiri dari dua jenis yaitu regular dan non regular namun untuk jalur non regular hanya terdapat pada mahasiswa angkatan 2006 sedangkan tahun 2008-2011 menerima mahasiswa jalur swadana. Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi bertempat di gedung C FKIP UNS tepatrnya di lantai 1. Memiliki 1 ruang utama sebagai ruang kelas yang terletak di gedung B lantai 2. Selain itu juga menempati 3 ruang di gedung A yang dulunya merupakan ruang bagian pendidikan fakultyas sebelum ruang ini pindah ke gedung baru yaitu gedung F FKIP UNS.
5. Visi dan Misi a. Visi Menjadi Program Studi yang menghasilkan Tenaga Kependidikan dengan Kompetensi Pendidikan Sosiologi-antropologi yang mampu melaksanakan to user pendidikan, pengajaran dan commit pengabdian pada masyarakat berbasis teknologi
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
informasi, menyesuaikan diri serta mampu berkompetisi di pasar kerja regional, nasional dan internasional.
b. Misi Untuk merealisasikan visi tersebut di atas maka misi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan adalah: 1. Mendidik calon tenaga guru / instruktur Pendidikan Sosiologi Antropologi yang profesional berahlak mulia, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2. Mengembangkan landasan keilmuan pendidikan dan pembelajaran sosiologi antropologi sesuai dengan kompetensinya. 3. Mendidik calon tenaga guru / instruktur Pendidikan sosiologi antropologi yang mampu merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, membimbing, melatih dan melakukan proses pembelajaran. 4. Melaksanakan penelitian dan pengabdian pada masyarakat yang berorentasi pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEKS)
sesuai
dengan
kebutuhan
masyarakat
serta
mampu
berkompetisi dan berkolaborasi di lapangan kerja tingkat regional, nasional dan internasional.
c. Tujuan Umum Menghasilkan tenaga kependidikan (guru, instruktur) yang profesional, mandiri dan mampu mengimplementasikan Tri Dharma Perguruan tinggi (Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat) di bidang pendidikan sosiologi, antropologi serta dapat berkompetisi dan berkolaborasi pada tingkat regional, nasional dan internasional.
d. Tujuan Khusus 1) Mempersiapkan tenaga guru / Instruktur di bidang Pendidikan Sosiologi Antropologi Sesuai kualifikasi akademik. commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Mempersiapkan tenaga penelitian dan pengabdian pada masyarakat serta mengembangkan
keilmuan di
bidang
pendidikan, sosiologi
di
Pendidikan
dan
antropologi. 3) Melakukan
sertifikasi
keahlian
bidang
Sosiologi
antropologi. 4) Mengadakan kerjasama dengan lembaga pemerintahdan swasta yang bergerak dalam bidangpendidikan khsusunya Pendidikan SosiologiAntropologi
6. Struktur Organisasi Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi Sejak tahun akademik 2011, Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi dipimpin oleh Drs. MH Sukarno, M.Pd. Adapun struktur organisasi di program studi ini adalah sebagai berikut: Kaprodi Drs. MH Sukarno, M.Pd Sekretaris Prodi Ketua Laboratorium
Drs. Slamet Subagyo,
Drs. Haryono M.Si.
mMmMMM.Pd Karyawan IPS Dewan Dosen
HIMADIKSAN Mahasiswa Gambar 4. Struktur Organisasi Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi
7. Tenaga Pengajar Kualifikasi tenaga pengajar yang ada di Program Studi Pendidikan Sosiologi-Antroplogi sbb: a. Guru besar b. Doktor
: 1 Orang, Bidang Teknologi Pendidikan. commit to user : 1 Orang Bidang Studi Pembangunan Lulusan IPB.
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Magister
: 2 orang bidang antropologi, Lulusan UGM.
d. Magister
: 2 orang bidang Sosiologi, Lulusan UGM Yogyakarta.
e. Magister
: 1 orang bidang komunikasi Lulusan UNS.
f. Magister
: 1
orang
Bidang
Manajemen
Pembangunan
Masyarakat UNS g. Magister
: 1 orang bidang Pendidikan Luar Sekolah UPI Bandung
h. Magister
: 2 orang Bidang Studi PKLH UNS & UNJ Jakarta
i. Magister
: 6 orang bidang Studi Pendidikan Sejarah UNJ Jakarta.
Sedang studi Program Doktor 1 orang di Austria bidang Sosiologi, dan dosen yang telah lulus sertifikasi dosen : 11 orang
8. Mahasiswa Mahasiswwa yang masih aktif kuliah pada tahun akademik 2011/2012 ini sejumlah 220
mahasiswa terdiri dari angkatan 2009-2011 sedangkan
angkatan 2007-2008 sampai saat ini sedang menyelesaikan skripsi. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi terdiri dari 2 jenis regular dan swadana. Penerimaan mahasiswa baru tahun 2001 sebanyak 43 mahasiswa, tahun 2002 sejumlah 47 mahasiswa, tahun 2003 sejumlah 44, tahun 2004 sejumlah 42, tahun 2005 sejumlah 38, tahun 2006 sejumlah 56, tahun 2007 sejumlah 35, tahun 2008 sejumlah 92, tahun 2009 sejumlah 72 mahasiswa. .
B. Deskripsi Temuan Penelitian Banyak tulisan yang ada saat ini berdasarkan penelitian atau kajian tentang dunia mahasiswa. Tulisan-tulisan tersebut biasanya memusatkan pada seputar analisis moral dan perilaku mahasiswa yang dianggap menyimpang atau keluar dari aturan yang semestinya. Kebanyakan mahasiswa digambarkan sebagai kelompok usia yang waktunya dihabiskan untuk hura-hura tidak lagi commit tosemata-mata user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memegang norma yang diyakini masyarakat. Gaya hidup glamor dan serba enak tanpa usaha dan waktunya dihabiskan bukan untuk belajar kerap kali dilabelkan pada kehidupan keseharian mahasiswa. Mahasiswa yang seharusnya menjadi agen perubah tetapi malah menjadi sosok yang acuh tak acuh. Mereka terjebak pada gaya hidup yang konsumtif yang disajikan oleh media yang ada baik itu media cetak maupun elektronik. Keterbukaan terhadap hal yang baru menjadi rawan dan rapuh sehingga dimanfaatkan oleh beragam industri sebagai konsumen yang paling potensial dan menguntungkan. Salah satu contoh dunia fashion dan segala pernak-perniknya dalam hal ini ada busana dan aksesorisnya. Mahasiswa FKIP diharapkan nantinya bisa menjadi pendidik sehingga harus memiliki karakteristik sendiri. Mereka dididik dengan cara dan pola yang berbeda dengan mahasiswa fakultas lain. Tujuannya adalah agar mahasiswa FKIP memiliki kompetensi yang handal untuk membentuk generasi penerus yang cerdas dan berkarakter selain itu juga yang berakhlak mulia. Tugas seorang guru tidak hanya menyampaikan pengetahuan tetapi menyampaikan nilai-nilai salah satunya lewat busana. Busana memang tidak bisa mengukur kepribadian tetapi bisa menjadi cerminan kepribadian. Berdasarkan dari hal di atas penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji “Busana dan Identitas” (Kajian Fenomeologi tentang Cara Berbusana Mahasiswa FKIP Pendidikan Sosiologi Antropologi UNS). Deskripsi temuan penelitian dimaksudkan menyajikan data yang dimiliki sesuai dengan pokok permasalahan yang akan dikaji pada penelitian ini yaitu cara berbusana mahasiswa, busana yang dapat menunjukkan identitas mahasiswa pendidikan sosiologi antropologi yang berkarakter kuat, cerdas dan berakhlak mulia. Fashion diikuti mahasiswa Pendidikan sosiologi antropologi dalam berbusana yang berkarakter kuat, cerdas dan berakhlak mulia dan dampak dari cara berbusana mahasiswa pendidikan sosiologi antropologi mengikuti fashion sehingga dapat dikatakan berkarakter kuat, cerdas, dan berakhlak mulia. Adapun nama dari subjek penelitian di bawah ini merupakan nama yang tidak sebenarnya (nama samaran). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
1. Pandangan Mahasiswa Tentang Cara Berbusana Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS. Setiap individu memiliki pandangan yang berbeda dalam memandang busana. Pendapat ada dalam pikiran individu sehingga untuk mengetahuinya harus digali dengan metode yang ilmiah untuk mendapatkan informasi yang valid. Di bawah ini akan dijelaskan mengenai dari mahasiswa tentang pakaian. Dibawah ini akan dijelaskan tentang beberapa pengertian busana dan fashion menurut mahasiwa. Seperti yang diungkapkan oleh Mulya “Busana kue baju sing dingo dewek mba tapi men keton menarik, dadi ora asal nganggo nek asal ngganggo jenenge pakaian kue. Nek fashion aku ngertine gur penampilan tok mba kue fashion. (Busana itu baju yang dipakai oleh kita agar terlihat menarik, jadi tidak asal pakai, jika asal pakai namanya pakaian itu. Jika fashion saya tahunya hanya penampilan saja itu fashion)’.(W/Mulya/10/04/12) Menurut Mulya busana itu adalah sesuatu yang kita pakai agar terlihat menarik, jadi menurut Mulya busana itu tidak asal, jika asal maka busana itu lebih disebut dengan pakaian. Selain itu Mulya juga mengungkapkan bahwa dia tidak terlalu mengerti dengan arti fashion sendiri karena baginya fashion adalah penampilan. Hal yang senda juga diungkapkan oleh Sifa berikut ini ”kalau busana menurutku sesuatu yang kita pakai dan enak dipandang, kalau fashion itu ya sesuatu yang kita pakai itu bermerk atau branded mbak.”(W/Sifa/11/04/12) Ratna senada dengan penuturan diatas juga mengungkapkan hal yang melengkapi dengan penuturan diatas “busana kui sesuatu sing dewek nggo tapi lewih disesuaikan waktu karo tempate wae, misale neng kantor yo busanane beda pas dewe meng sekolah opo beribadah ngono, nek fashion yo kui sesuatu sing mengikuti perkembangan jaman, up to date terus booming. (buasana itu sesuatu yang dipakai tapi lebih disesuaikan waktu dan tempatnya saja misalnya dikantor ya busananya akan berbeda dengan ketika kita kesekolah atau beribadah Fashion yaitu sesuatu yang mengikuti jaman, up to date dan terkenal)”(W/Ratna/13/04/12). commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurt Ratna busana itu lebih kepada sesuatu yang kita pakai tetapi disesuaikan oleh tempat dan waktunya, jadi busana itu tidak dapat dipakai sembarangan. Jika fashion menurut Ratna lebih kepada perkembangan jaman artinya ketika sesuatu yang dipakai uptodate dan terkenal hal tersebut merupakan fashion. Hal senada juga diungkapkan oleh Isti berikut ini “busana kue ya sing dinggo dewek, sekang duwur nganti ngisor , aksesorise mbarang kue busana dadi ora mung klambine tok, terus ya ora sembarangan klambi, klambi nggo turu ya ora dinggo meng kampus kaya kue. (busana itu ya yang dipakai kita, dari atas sampai bawah, aksesorisnya juga jadi bukan hanya busana saja, terus juga tidak sembarangan baju, baju buat tidur ya tidak dipakai ke kampus seperti itu)”. (W/Isti/18/05/12) Sedangkan fashion sendiri menurut Isti sebgai berikut “ fashion kue lewih meng gaya kayane lo ya selalu melu trend lah misale kaya siki lagi trend korea-koreaan ya wong pada melu-melu.(fashion itu lebih ke gaya sepertinya ya selalu mengikuti trend lah gitu, misalnya saja seperti sekarang sedang trend bergaya korea-koreaan ya orang-orang ikutikutan)”.(W/Isti/18/05/12) Menurut Isti busana adalah sesuatu yang dipakai oleh sesorang dari atas sampai bawah beserta aksesorisnya, dan busana ketika ke kampus itu berbeda dengan busana yang dipakai ketika tidur. Mirip dengan penjelasan dari Ratna, Isti juga mengungkapkan bahwa fashion itu lebih kepada sesuatu yang sedang trend saat ini, misalnya trend gaya korea. Hal tersebut dapat dilihat dari orang-orang sekarang mengikuti trend tersebut. Hal senada juga diungkapkan oleh Fia mengenai pengertian busana dan fashion sendiri. “lebih ke gaya kayae lo mba, gaya kita dalam berpakaian dan rambut gitu yang lagi trend menurutku si sesuatu yang trend itu fashion gitu mungkin ya mba”.(W/16/05/12) Menurut Fia seperti yang dituturkannya diatas lebih kepada gaya yang sedang trend saat ini. Gaya tersebut adalah dalam hal rambut, berbusana dan lainnya. Dia juga mengikuti fashion seperti yang diungkapkannya berikut ini commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
64 digilib.uns.ac.id
“aku ya ngikuti gaya tapi gak yang gimana-gimana mba. Maksudnya yang standar aja tapi tetep shar’e tetep berjilbab mba ya menutup auratku”.(W/Fia/16/05/12) Fia yang selalu mengenakan jilbab mengaku mengikuti fashion, tetapi yang menurutnya tidak berlebihan, tetap terlihat shar’e. Selain itu jilbab tidak boleh terlepas dari dirinya. Menurutnya dalam berbusana tetap harus menutup semua auratnya. Bukan hanya mahsiswa perempuan yang berbicara tentang busana tetapi mahasiswa laki-laki juga berbicara tentang busana. Seperti yang diungkapkan oleh Adi berikut ini. “sebenernya arti busana dan pakaian menurutku secara harfiah itu sama saja yaitu sesuatu yang kita pakai untuk menutupi tubuh, sedangkan jika busana sendiri menurutku lebih ke image kayanya atau penampilan seseorang, baik dalam berpakaian itu tadi, berdandan dan memakai atribut tambahan ya misalnya seperti krudung, jepit rambut”(W/Adi/14/04/12) bahwa menurutnya arti busana secara harfiah sama dengan pakaian tetapi busana lebih ke image (penampilan), misalnya dalam berdandan dan memakai perlengkapan tambahan seperti kerudung dan jepit rambut. Jika fashion sendiri dia tidak pernah mengikuti begitupun saat ke kampus ataupun main. Adi menuturkan “aku gak terlalu ngerti arti fashion sendiri ya dan gak pernah ngikutin. Pokoknya kalau aku nyaman dan suka ya aku pakai tetapi jika tidak ya tidak aku pakai, selama itu masih sopan dan memenuhi aturan kampus”(W/Adi/14/04/12). Adi tidak terlalu mengetahui arti fashion, dia menuturkan tidak terlalu senang bergaya yang macam-macam dan tidak mengikuti fashion. Selain Adi, Ikmal juga menuturkan pernyataan sebagai berikut “Busono iku yo sing dingo dewek to yo, tapi neng kene busono kui lewih spesifik ngono, misale nek kantor kui yo bedo karo nggo dolan. Busono pengantin o pora, yo bedo karo busono nggo ibadah ho o to, nel commit user saat ini wae neng kehidupan fashion kui yo sesuatu sing lagito trend
perpustakaan.uns.ac.id
65 digilib.uns.ac.id
masyarakat. (Busana itu ya yang kita pakai, tetapi disini busana itu lebih spesifik, misalnya saja kekantor itu berbeda dengan busana main. Busana pengantin akan berbeda dengan busana ketika beribadah)”. (W/Ikmal/15/04/12) Menurut Ikmal busana merupakan sesuatu yang dipakai tetapi lebih spesifik lagi, misalnya ketika ke kantor akan berbeda ketika bermain. Busana pengantin juga akan berbeda dengan ketika beribadah. Jika fashion sendiri menurutnya lebih kepada sesuatu yang sedang trend didalam masyarakat Seperti yang telah diungkapkan sebagian besar informan bahwa busana adalah sesuatu yang dipakai oleh seseorang disesuaikan dengan waktu dan tempat. Menurut sebagian besar informan mengatakan busana itu adalah sesuatu yang kita pakai dari atas sampai bawah, yaitu baju dan segala macam atribut yang dikenakan misalnya, jilbab, sepatu, ikat rambut dan sebagainya. Hal tersebut menurut mereka adalah bagian dari busana. Pandangan informan mengenai fashion adalah sesuatu yang sedang trend dan terkenal dikalangan masyarakat saat ini. Misalnya sekarang sedang ramai orang berdandan dan berbusana seperti artis korea maka, hampir sebagian besar orang-orang mengikutinya. Informan lain mengatakan bahwa fashion itu lebih kepada barang-barang branded dan terkenal, sehingga fashion merupakan segala sesuatu yang sedang trend dan terkenal dikalangan masyarakat termasuk didalamnya barang-barang bermerk dan terkenal. Fashion diikuti oleh sebagian besar masyarakat dalam hal berbusana dan semua atributnya. Selain pengertian dari fashion dan busana maka kita akan mengetahui menurut para mahasiswa fungsi dari busana. Berdasarkan uraian diatas maka akan dapat diketahui pendapat informan tentang fungsi berbusana. Kartini Kartono dan Dali Gulo dalam Sjarkawim (2006) mengemukakan bahwa “sifat dan tingkah laku khas seseorang yang membedakannya dengan orang lain, integrasi karakteristik dari struktur-struktur, pola tingkah laku, minat, pendiriran, kemampuan dan potensi yang dimiliki seseorang, segala sesuatu mengenai diri seseorang sebagaimana diketahui oleh orang lain”. Ketika awal commitkarena to user bertemu pasti hal itu sangat penting biasanya dari melihat busana yang
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dia kenakan pasti mampu dilihat bagaimana kepribadiannya. Berikut ini salah satu penuturan informan “Busana merupakan cerminan pribadi bagi pemakai artinya apabila orang yang memakai acak-acakan biasanya orang tersebut malas. Sebaliknya kalau orang yang senang memakai baju rapi biasanya rajin” (W/Mulya/10/04/12). Hal yang sama dikemukakan oleh Adi yang juga mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi: “… dari busanalah seseorang mampu menunjukkan siapa dirinya jika kesan pertama sudah tidak baik misanya kenalan bajunya acak-acakkan ya dikira cowok gak bener, kalau rapih kan enak mereka ngeliat kita rajin terus rapih”(W/Adi/14/04/12). Hal senada juga diungkapkan oleh Fia bahwa: “busana itu ya menurut aku sebagai tempat cerminan kepribadian seseorang, kalau pake baju rapih berarti dia memiliki kepribadian yang rajin, dan sebaliknya….”. (W/Fia /16/05/12) Selain itu juga seperti penuturan Riza berikut ini “Yo kui misale nek wonge rapih yo berarti kui iso dinilai nek deweke kui wong apik. Trus sebalike wae nek wonge ki klambine sembarangan yo wong ugal-ugalan. (Ya itu misalnya jika orangnya rapih ya berarti bisa dinilai jika dia itu orang baik. Trus sebaliknyasaja jika orang itu bajunya sembarangan ya bisa dinilai bahwa dia itu orang yang ugalugalan)”.(W/Riza/09/05/12) Menurut informan setiap busana yang dipakai itu dapat mencerminkan kepribadian dari orang tersebut, misalnya jika busana yang dia kenakan acakacakan maka orang tersebut terlihat adalah orang yang malas, sedangkan jika dia rapi maka seseorang itu bisa disimpulkan bahwa dia adalah rajin. Informan lain mengatakan bahwa kesan pertama dapat dilihat dari busananya, jika pakaian yang dikenakan sudah acak-acakan maka dapat disimpulkan bahwa dia adalah cowok yang tidak baik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
67 digilib.uns.ac.id
Tidak bisa disangkal bahwa busana dan fashion mungkin digunakan untuk merefleksikan, meneguhkan, menyembunyikan atau membangun suasana hati. Mengenakan busana yang dipersepsikan sebagai garis-garis atau warna kesenangan dan kegembiraan dapat digunakan dalam upaya untuk mengubah suasana hati orang dari bersedih atau melankolis. Membeli dan memakai baju baru semakin banyak didokumentasikan dengan baik seolaholah hal tersebut kelihatannya membuat lebih banyak orang yang menjadi kecanduan pada perasaan yang diperoleh pada saat mengenakan sesuatu yang baru. Perasaan-perasaan itu bisa saja ditingkatkan atau diperkuat oleh keunikan atau kesenangan dalam menunjukkan penampilan yang berbeda kepada lingkungan dan tidak sukar untuk memahami daya tarik perasaan seperti pada orang-orang tertentu. Berikut penuturan informan yang mengatakan busana sebagai cerminan atau suasana hati. “nek aku lagi sedih yo biasane aku nganggo klambi sing warnane gelap mbuh nengopo tapi pengen wae, nek lagi seneng yo nganggo klambi sing cerah rasane seneng. (jika saya sedang sedih saya memakai baju yang berwarna gelap tidak tahu kenapa, jika sedang senang memakai baju yang cerah rasanya senang saja)”.(W/Ratna/13/04/12) Menurut informan diatas dari busanalah cerminan orang tersebut dapat dilihat menurutnya apakah orang sedang sedih atau senang dapat dilihat dari warna busana. Hal yang sama dikemukakan oleh Ikmal sebagai berikut “Biasanya orang yang sedih tu pakai baju yang gelap-gelap atau yang polos”(W/Ikmal/15/04/12). Lain halnya dengan penuturan informan berikut ini “kadang aku seneng nganggo klambi sing suwe-suwe nek kelingan masa lalu, yo misale nek lagi kangen seseorang aku sok nganggo klambi sing mantanku seneng. (kadang saya senang memakai baju yang lama jika mengigat masa lalu, misalkan jika sedang rindu dengan seseorang saya terkadang memakai baju yang dia sukai)”.(W/Riza/09/05/12) Lewat busana mampu mencerminkan suasana hati pemakai, dapat dilihat misalnya ketika kita sedang pergi ke Mall ada salah satu Store yang commit yang to user menjual barang- barang aksesoris pegawainya mengenakan seragam
perpustakaan.uns.ac.id
68 digilib.uns.ac.id
yang sangat cerah untuk membuat suasana yang ceria, atau misalnya dilihat didalam kampus bagaimana raut muka seseorang akan berbeda ketika mengenakan pakaian yang gelap dan cerah. Busana sebagai cerminan hati memang sesuatu yang relatif tetapi terkadang lewat busana, lawan bicara senang menghubungkan pakaian dengan suasana hati yang memakai pakaian. Busana yang cerah dan ceria biasanya dikenakan dalam suasana yang sedang berbahagia misalnya acara pernikahan. Ketika ada yang meninggal dunia atau pergi melayat dengan mengenakan busana bewarna hitam. Busana juga merupakan cara yang digunakan individu untuk membedakan dirinya sebagai individu dan menyatakan beberapa bentuk keunikannya. Busana yang langka, baik yang sudah sangat tua atau sangat baru lebih tepat digunakan untuk menciptakan dan mengekspresikan keunikan individu. Sebagian besar manusia menjadikan busana sebagai landasan pertama kali untuk memberikan penilaian kepada lawan bicaranya. Melalui busana identitas diri seseorang dapat diketahui dari dan golongan mana seseorang berasal. Berikut penuturan informan yaitu Bu. Ani yang merupakan dosen dari pendidikan sosiologi Antropologi “dulu sebelum saya pakai jilbab saya dikira non muslim walaupun saya memakai baju lengan panjang dan celana panjang, tapi sejak saya pakai jilbab teman saya banyak yang kaget dikira saya baru pindah agama”(W/Ani/09/05/12). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Isti berikut ini “ya misale aku nganggo jilbab kan aku mesti langsung dikira wong muslim, nek sing nganggo aksesoris kalung salib mesti langsung dikira wong kristiani.(ya misanya saya pakai jilbab kan orang pasti sudah bisa menebak bahwa saya seorang islam, jika yang memakai aksesoris kalung salib orang pasti sudah bisa menebak bahwa dia seorang kristiani)”.(W/Isti/18/05/12) Seperti Bu Ani dan Isti yang mengatakan bahwa, ketika mereka berbusana yang melambangkan agama tertentu seperti jilbab maka orang-orang sudah dapat menebak bahwa mereka seorang muslim. Hal ini juga serupa seperti commit to user yang dituturkan Fia berikut ini
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“…selain itu juga menentukan identitas seseorang, kaya aku kan pakai jilbab, maka orang ketika melihatku pasti langsung dapat menebak bahwa aku muslim”. (W/Fia /16/05/12) Menurut informan diatas yang mengungkapkan bahwa busana adalah meninjukkan identitas seseorang melalui agama tertentu,seperti jibab yang mereka pakai. Hal yang berbeda diungkapkan oleh Sifa berikut ini “busana adalah sesuatu yang mampu menunjukkan identitas kita misalnya saja anak-anak FKIP pasti bisa langsung dilihat dari busananya”(W/Sifa/1/04/12). Sifa sendiri mengungkapkan bahwa busana itu mampu menunjukkan identitas melalui golongan kelompok tertentu, misalnya saja ketika FKIP menerapkan aturan senin dan selasa (hitam dan putih) maka orang-orang sudah pasti akan menilai bahwa mereka berasal dari FKIP. Busana juga mampu mencirikan agama tertentu, misalnya jilbab, jubah biksu, kemudian aksesoris seperti kalung salib maka orang-orang sudah dapat melihat identitas mereka terutama dari agama mereka. Selain itu seragam yang dipakai mahasiswa FKIP UNS setiap senin dan selasa mampu menunjukkan golongan kelompok mereka karena berbeda dengan fakultas lain. Fungsi lain dari berbusana yaitu untuk mempertahankan diri dari berbagai tantangan alam, misalnya dari angin, panas, hujan, sengatan binatang dan sebagainya. Salah satu yang dapat dijadikan alat untuk dapat melindungi badan agar tetap sehat yaitu busana, apabila bahan, model, warna sesuai dengan iklim atau cuaca, kondisi lingkungan di mana busana itu dipergunakan. Dapat dicontohkan untuk daerah yang beriklim panas, kita harus dapat memilih bahan, warna, model yang tidak menyebabkan kita lebih kepanasan, misalnya dipilih bahan dari katun (batik, poplin, voile), model dengan kerah yang tidak menutup leher, lengan pendek dan warna yang muda. Dari segi keamanan diri, manusia melindungi dirinya dengan pakaian besi (di zaman Yunani dan Romawi), pakaian rompi anti peluru (digunakan commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
oleh para kepala negara/pemerintahan dan para detektif), topi baja (helm baja) dipergunakan oleh para serdadu di medan perang Busana dapat menjadi tempat berlindung dari berbagai gangguan akibat ketidakbersahabatan lingkungan, baik yang berkaitan dengan cuaca, dari orang-orang jahat, dari pelanggaran aturan. Berikut ini penuturan informan Mulya yang merupakan mahasiswa semester 6 Pendidikan Sosiologi Antropologi ”misale aja mbak nek ngganggo klambi ketutup kaya aku nganggo krudung kan ayem ora ana sing wani nyolek mba. (Misalnya saja mba kalau memakai pakaian tertutup seperti aku memakai jilbab kan tenang tidak ada yang berani mencolek mba)”(W/Mulya/10/04/12). Menurut Mulya dengan dia memakai pakaian yang tertutup seprti jilbab, dia mengaku hal tersebut membuatnya tenang dan tidak ada yang berani mencoleknya. Hal senada juga diungkapkan oleh Isti yang mengatakan bahwa dengan busana dan jilbab yag dipakainya maka dia akan merasa terlindungi dari orang jahil. Selain itu melindungi dirinya dari panas, dan dari teguran dosen ketika mereka tidak memakai busana yang sebenarnya. Hal tersebut seperti yang dituturkannya berikut ini “Busana kue nggo tempat berlindung ya misale sekang wong jail, nek ana sing wani-wani jahil kan perkewuh disit ndeleng klambine dewek sing bener. Selain kue yo nggo tempat berlindung sekang panas, nganggo jilbab kan dadi ra panas, selain kue sekang omelan dosen nek nang kampus kan nek dewek memenuhi aturan kan ora diomeih.(Busana itu untuk tempat berlindung misalnya dari orang jahil, jika ada yang berani jahil kan segan dulu jika melihat bajunya yang benar. Selain itu juga berlindung dari panas, jika pakai jilbab kan jadi tidak panas, selain itu berlindung dari teguran dosen, jika memakai baju yang benar kan tidak akan ditegur oleh dosen)”.(W/Isti/18/05/12) Hal senada juga diungkapkan oleh Sifa “Ya mba soale kan kalau pakai hem berkerah trus baju sopan apalagi keprodi itu gak akan dimarahi mba itu kan juga salah satu bentuk dari perlindungan diri juga mba biar gak dimarahin sama dosen mba”(W/Sifa/11/04/12) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
71 digilib.uns.ac.id
Busana sering juga digunakan untuk menunjukkan status sosial. Orang membuat penilaian terhadap status sosial berdasarkan apa yang dipakai orang tersebut. Status bisa merupakan hasil atau berkembang dari berbagai sumber, dari jabatan, keluarga, jenis kelamin, gender, usia atau ras. Nilai sosial bisa tetap atau juga diubah. Nilai sosial yang tetap berasal dari warisan dan yang diubah melalui usaha.Seperti halnya busana yang orang pakai, yang ditunjukkan melalui merk yang dipakai ataupun harganya dan dimana mereka belanja maka dapat diketahui status social seseorang. Berikut adalah penuturan beberapa informan, salah satunya adalah Sifa “Busana juga mampu nunjukkin status seseorang lo mba misale nek bajunya branded gitu pasti orang punya gitu mba atau misale pake bajune biasa aja gitu ya berarti orang biasa aja bukan orang kaya”(W/Sifa/11/04/2). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Mulya berikut ini “Selain itu juga busana menunjukkan siapa diri kita, ketika terlalu mewah kita pasti akan dikira orang kaya, bajunya jelek gak mecing atau kumuh ya berarti orang biasa-biasa mba, ka nada lo mba sing pake baju sobek gitu ada mba” (W/Mulya/10/04/12). Riza mengungkapkan pernyataan yang berbeda mengenai status sosial yang ditunjukkan oleh busana berikut ini “Busonone wong ningrat kan mesti bedo karo busonone wong bioso, deleng wae neng keraton saiki, busonone bangsawan kan yo mesti bedo. Sing liyane saiki koyo wong sugih jarang sing gelem nganggo sandal jepit nek lungo-lungo. (Busana orang ningrat pasti berbeda dengan busananya orang biasa, lihat saja dikeraton sekarang, busananya bangsawan kan pasti berbeda. Yang lainnya sekarang seperti orang orang kaya sedikit yang mau memakai sandal jepit kalau pergi-pergi)”.(W/Riza/09/05/12) Menurut informan di atas bahwa busana mampu menunjukkan siapa diri kita, baju yang terlalu mewah seperti baju-baju dari merk ternama yang sudah terkenal misalnya, akan mampu menunjukkan siapa diri kita, darimana status sosial seeorang. Seseorang yang berasal dari golongan bangsawan atau ningrat yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
72 digilib.uns.ac.id
salah satunya dapat kita lihat di keraton akan berebda dengan para abdi dan dayang-dayangnya. Busana yang dikenakan seseorang di kampus terutama oleh mahasiswa sangat terlihat jelas perbedaan status sosial yang dimilikinya. Menurut informan di atas dapat diketahui bahwa seseorang yang memakai baju bagus dan bermerk, dapat disimpulkan bahwa dia merupakan orang yang punya, dan sebaliknya juga bahwa seseorang yang memakai baju yang kurang bagus bahkan sobek itu akan terlihat orang yang tidak punya. Dari busana yang dipakai oleh mahasiswa juga dapat menunjukkan jenis pekerjaan orangtua mereka. Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS juga memiliki cara tersendiri dalam berbusana. Cara mahasiswa berbusana saat ini sangat beragam hal itu juga menimbulkan berbagai macam komentar tentang cara mereka berbusana seperti yang diungkapkan oleh Pak Furqon berikut “busana yang dikenakan mahasiswa FKIP itu masih banyak yang harus dipakai menurut beliau apabila tidak memakai makromah diharapkan roknya tidak terlalu ketat dan pendek”(W/Furqon/16/04/12). Selain itu juga diungkapkan oleh mahasiswa Sosiologi Antropologi Ikmal berikut “wah cah-cah ki yo akeh sing ngganggo klambi seksi jane yo ra apik dinggo neng kampus, nek cah lanang si jarang cah wedok kui walah, aku si le ndelok seneng ae,he..he..tapi yo salah sui risih mbarang”. (wah anakanak itu ya banyak yang pakai baju seksi sebetulnya ya tidak bagus dipakai kekampus, kalau laki-laki jarang, anak perempuan tu , saya yang lihat siseneng saja, sambil tertawa, tapi kadang ya risih juga)”(W/15/04/12).
Sama halnya seperti yang diungkapkan oleh Adi berikut ini “ya ada yang sudah baik banyak juga, tetapi gak sedikit yang memakai baju yang tidak sesuai terutama mahsiswa perempuan banyak yang berpenampilan yang berlebihan, aku agak risih juga sih kalau liat apalagi banyak bange yang memakai baju mini jika merunduk punggungnya terlihat”.(W/Adi/14/04/12) Bu. Ani selaku dosen juga mengungkapkan “Sing penting ra keterlaluan, pengalaman, pakai mascara tapi pakai dress yang diatas lutut, tiap kuliah hanya ngaca dan memilincommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
73 digilib.uns.ac.id
milin rambut bagi saya tidak salah tapi kan rugi diri kita sampai diomong oleh teman-temannya”(W/Ani/09/05/12). Hal senada juga diungkapkan oleh Pak furqon “masih banyak sekali yang harus dibenahi dalam cara berbusana mahasiswa FKIP sendiri berpakaian, bajunya yang ketat, celana jins itukan celana setan, jadi yo gak patut dipakai. Saya itu juga punya celana jins dirumah tetapi tidak pernah saya pakai kekampus, menurut saya sebaiknya jika mahasiswa terutama mahasiswa perempuan tidak memakai makromah ya diusahakan roknya tidak terlalu pendek”.(W/Furqon/16/04/12) Berdasarkan penuturan beberapa informan di atas ada yang menuturkan bahwa sekarang ini masih banyak mahasiswa terutama perempuan yang memakai busana yang seharusnya tidak dipakai oleh maahsiswa ketika mereka berada di kampus. Baju yang ketat sehingga jika merunduk punggungnya terlihat, kemudian celana yang ketat seperti celana jins pensil. Selain itu masih ada mahasiswa yang memakai dandanan dan perilaku yang berlebihan. Misalnya memilin-milin rambut ketika berada didalam kelas, hal ini mengganggangu proses perkuliahan dia sendiri, karena secara otomatis dia tidak focus terhadap belajarnya. Selain itu masih banyak yang harus dibenahi karena masih ada saja mahasiwa yang memakai baju yang ketat, celana ketat, kemudian juga memakai celana jins yang menurut beliau tidak pantas dipakai oleh mahasiswa di FKIP ketika mereka kuliah. Berdasarkan beberapa informan tersebut masih banyak yang harus dibenahi dari cara berbusana mahasiswa FKIP Program Studi Sosiologi Antropologi sebagai calon guru. Busana yang mereka pergunakan terlihat sangat tidak tepat ketika di kampus, memang pakaian itu membuat mereka percaya diri dan sesuai dengan diri mereka tetapi ketika dikampus malah membuat diri mereka tidak nyaman karena mereka berbeda dengan yang lain maka yang rugipun mahasiswa itu sendiri. Dapat diketahui pakaian yang seharusnya dipakai oleh mahasiswa commit to user di kampus dan di luar kampus seperti yang diungkapkan oleh Mulya
perpustakaan.uns.ac.id
74 digilib.uns.ac.id
“sing sopan artine ra ketat, nganggo sepatu, kerudung yo sing wajar, trus ra transparan, nek neng kost ya beda sekepenake trud beda maning nek lunga kudu sing fashionable kan ra kudu mikr aturan”.(yang sopan dalam arti tidak ketat, memakai sepatu, kerudung juga sewajarnya dan tidak terbuka busananya atau transparan. Sedangkan jika dikost bisa memakai baju seenaknya dan berbeda lagi ketika sedang pergi memakai baju yang fashionable karena tidak harus memikirkan aturan)”(W/Mulya/0/04/12). Hal ini juga diungkapkan oleh Sifa berikut “tetep harus mematuhi aturan mba, walaupun aku pengen tampil modis tapi tetep pakai baju berkerah biar sopan”(W/Sifa/11/04/12). Hal senada juga diungkapkan oleh Ratna “Yo bedo no nek neng kampus kan busonone kudu sopan kudu tertutup, ra perlu sing larang opo apik banget ngono ora, podo ae nek dolan yo koyo meng kampus sing bedo kan nek lagi nangumah kui karo katok pendek. ( Ya berbeda jika dikampus kan busananya harus sopan harus tertutup, tidak perlu yang mahal atau yang bagus sekali, sama saja ketika bermain yang berbeda hanya ketika dirumah itu pakai celana pendek)”. (W/Ratna/13/04/12) Isti juga mengungkapkan “nek nang njaba ya beda karo nang kampus , nek nang kampus kan kudu sing sopan nyesuekna diri karo aturan, klambi sing sopan terus karo rok apike, nek nang njaba aku lewih seneng karo katok jins.(jika diluar ya berbeda dengan didalam kampus, jika dikampus kan harus sopan dan menyesuaikan diri dengan aturan, baju yang sopan dan memakai rok bagusnya, jika diluar saya lebih senang memakai celana jins)”.(W/Isti/18/05/12) Informan di atas mengungkapkan busana yang seharusnya dipakai di kampus dan ketika mereka berada di luar kampus. Seperti yang diungkapkan oleh informan bahwa ketika di kampus sebaiknya mahasiswa itu berbusana yang tidak ketat, kemudian memakai sepatu, jika memakai kerudung juga yang wajar tidak terbuka dan tidak menerawang. Hal itu juga senada seperti yang diungkapkan oleh informan lain yang walaupun harus commit to user tetap tampil modis tetapi tetap harus memakai baju yang berkerah, hal itu
perpustakaan.uns.ac.id
75 digilib.uns.ac.id
bertujuan agar tetap sopan. Selain juga mengungkapkan hal yang sama bahwa ketika didalam kampus itu harus memakai pakaian yang sopan. Selain itu tidak perlu yang mahal tetapi yang penting adalah tertutup, tidak seperti mereka berada di luar kampus misalnya ketika mereka berada di rumah mereka akan berpenampilan sesuka hati mereka karena memang tidak ada aturan yang mengatur mereka seperti ketika mereka berada di luar kampus. Misalnya seperti beberapa informan di atas yang mengungatakan bahwa ketika di dalam rumah dia biasa memakai celana pendek, atau ketika pergi harus berpenampilan yang fashionable. Selain itu ketika diluar kampus memakai celana jins. Hal di atas juga sesuai dengan pernyataan dari Pak Furqon ketika ditanya tentang seputar busana yang sebaiknya dipakai oleh mahasiswa di lingkungan FKIP “syarat busana kui ono telu, syar’e, sehat lan bersih kemudian patut lan layakaman wis kue, saiki ngene wong ngganggo makromah terus resik tapi sing dinggo mantol yo ra patut, jadi share kui berkaitan dengan haram, halal etika berkaitan dengan patut dan tidak patut. (syarat busana itu ada tiga, syar’e, sehat dan bersih kemudian layak dan patut, aman sudah itu, sekarang begini orang memakai makromah (kerudung) terus bersih tapi yang dipakai mantol ya tidak patut, jadi share berkaitan dengan haram, halal etika berkaitan dengan patut dan tidak patut)”.(W/Furqon/16/04/12). Menurut beliau busana yang seharusnya dipakai itu ada 3 syaratnya yaitu , pertama syar’e artinya adalah sesuai dengan agama yang dianut misalnya islam memakai jilbab. Kedua sehat dan bersih artinya pakaian yang dikenakan itu harus sehat dan bersih dari segala kotoran, tidak kumuh. Ketiga adalah patut dan layak artinya sesuai dengan waktu dan tempat. Menurut beliau ketika ketiga syarat itu terpenuhi maka menurutnya mahasiswa itu sudah aman dari yang namanya disebut mahasiswa yang berpakaian tidak sopan. Berdasarkan uraian penuturan beberapa informan di atas dapat diambil kesimpulan mengenai arti busana,commit fungsi,to dan tata cara berbusana bagi mahasiswa user
perpustakaan.uns.ac.id
76 digilib.uns.ac.id
Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS. Dalam hal ini pengertian busana adalah sesuatu yang dipakai oleh seseorang disesuaikan dengan waktu dan tempat. Menurut sebagian besar informan mengatakan busana itu adalah sesuatu yang kita pakai dari atas sampai bawah, yaitu baju dan segala macam atribut yang dikenakan misalnya, jilbab, sepatu, ikat rambut dan sebagainya. Fungsi busana adalah menunjukkan sifat, karakter, dan kepribadian yang ada di dalam diri seseorang. Setiap individu menjadikan busana sebagai pijakan awal untuk melihat kepribadian seseorang. Sifat dan karakter itu misalnya, orang yang malas, rajin dan teliti. Busana juga mampu mencerminkan suasana hati orang yang memakainya dengan pemilihan warna yang terang ataupun gelap, dengan corak dan motif polos ataupun yang bermacam-macam. Busana juga dapat digunakan untuk menegaskan agama dan golongan, sehingga terbentuklah identitas mereka. Identitas kelompok dapat mempengaruhi individu-individu yang ada didalamnya. Identitas akan menjadi ciri khas dan akan melekat sebuah stigma dari orang lain kepada orang yang memakai pakaian. Tempat berlindung dari ketidakbersahabatan lingkungan juga merupakan fungsi busana. Keadaan lingkungan yang tidak mendukung misalnya, seperti cuaca panas dan dingin, dari orang yang ingin menganggu, serta dari teguran oleh para dosen ketika masuk ke ruang program studi. Fungsi lain dari busana yaitu dapat menampakan status sosialnya. Orang lain akhirnya akan mendefinisikan pemakai busana dari kelas atas atau kelas bawah tergantung dari busana yang dipakainya. Dalam menyikapi perkembangan busana dan fashion saat ini, sebaiknya mahasiswa memiliki cara pandang yang bijak dalam memandang perkembangan fasion itu sendiri. Tidak serta merta menerima secara keseluruhan tanpa mempertimbangkan dampak positif atau negative bagi dirinya.
2. Alasan Mahasiswa mengikuti fashion dalam berbusana Busana tidak bisa dilepaskan dari perkembangan sejarah kehidupan dan budaya manusia. Studi tentang busana dan fashon sudah banyak dilakukan dari berbagai perspektif misalnya peran dan makna busana dalam tindakan user sosial. Pentingnya busana commit dalamto konteks sosial menjadi jelas jika
perpustakaan.uns.ac.id
77 digilib.uns.ac.id
membayangkan bagaimana sebuah jalan atau rumah akan terlihat bila orangorang didalamnya tanpa busana tentu akan berakibat hilangnya penampilan dan identitas. Selain itu busana merupakan ekspresi identitas pribadi sehingga dari busanalah dapat memberi definisi dan menggambarkan diri seseorang. Setiap orang yang mengenakan busana atau sesuatu di tubuh pasti memiliki alasan walaupun mungkin hanya sekedar ikut-ikutan saja. Berikut ini akan dipaparkan beberapa pendapat mahasiswa tentang darimana mereka tahu tentang fashion busana yang dikenakan ketika mereka berada di dalam kampus ataupun ketika mereka berada di luar kampus. Di dalam Gerungan dinyatakan bahwa “keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial di dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya” (2000: 180). Segala yang telah diuraikan mengenai interaksi kelompok berlaku pula bagi interaksi kelompok keluarga yang merupakan kelompok primer, termasuk pembentukan norma-norma sosial, internalisasi norma-norma, terbentuknya frame of reference, sense of belongingness, dan lain-lain. Di dalam keluarganya yang interaksi sosialnya berdasarkan simpati, pertama-tama memperhatikan keinginan-keinginan orang lain, belajar bekerja sama, bantu-membantu dengan kata lain belajar memegang peranan sebagai makhluk sosial yang memiliki norma-norma dan kecakapan-kecakapan tertentu dalam pergaulannya dengan orang lain. Pengalaman-pengalamannya dalam interaksi sosial dalam keluarga turut menentukan pula cara-cara tingkah laku terhadap orang lain dalam pergaulan sosial di luar keluarga, di dalam masyarakat pada umumnya. Anak yang baru lahir (bayi) mengalami proses sosialisasi yang paling pertama adalah di dalam keluarga. Dari sinilah anak pertama kali mengenal lingkungan sosial-budaya, juga mengenal seluruh anggota keluarganya; ayah, ibu, dan saudara-saudara sampai akhirnya anak mengenal dirinya sendiri. Dalam pembentukan sikap dan kepribadian anak sangat dipengaruhi oleh commit user memberikan pendidikan anakbagaimana cara dan corak orang tuato dalam
perpustakaan.uns.ac.id
78 digilib.uns.ac.id
anaknya baik melalui kebiasaan, teguran, nasihat, perintah, atau larangan. Oleh karena itu keluarga menjadi salah satu faktor mahasiswa dalam berbusana, seperti yang diungkapkan oleh Mulya “sekang ibuku mbak kan dodol klambi nang pasar dadi ngerti endi sing anyar karo lagi model”.(dari ibuku mba yang jualan baju di pasar jadi tau mana yang baru dan sedang model)”.(W/Mulya/10/04/12). Selain Mulya yang mengaku mengetahui fashion dan cara berbusana dari ibunya, Ratna juga mengakui “aku ki ngerti gaya ki soko cah-cah ae nek lagi mlaku-mlaku ngono terus yo soko mbakku sering ditukoke klambi model iki iku” ( saya ini tahu gaya ya dari anak-anak saja kalu sedang jalan-jalan gitu terus dari kakakku sering dibelikan baju yang model ini itu)”(W/Ratna/13/04/12). Ratna mengakui bahwa selain dari teman-temannya dia tahu fashion dari kakak perempuannya yang sering membelikannya baju. Lain halnya dengan penuturan ikmal berikut ini “aku nganggo klambi kui yo dibiasake karo wong tuaku sing bener dadi yo nganti saiki nek milih klambi sig kiro-kiro apik terus sopan”.(saya memakai baju itu ya dibiasakan sama orangtuaku yang bener jadi ya sampai sekarang kalau memililih baju kira - kira bagus dan sopan)” (W/Ikmal/15/04/12). Selain itu juga seperti yang dituturkan oleh Isti “…Sing ketelu sekang wong tuaku kan kabeh keluargaku berjilbab dadi aku ya iya, nek aku bali mesti dikandani ibuku kon nganggo rok kan wis gede, trus sing trakhir sekang aku dewek ya motivasi diri sendiri. (Yang ketiga dari orang tuaku kan semua keluarga saya berjilbab jadi saya juga, kalau asaya pulang pasti dinasehati ibu saya memakai rok kan sudah besar, terus yang terakhir motivasi dari diri sendiri)”.(W/Isti/18/05/12) Senada seperti yang diungkapkan oleh Riza bahwa keluarga berpengaruh dalam cara seseorang berbusana seperti yang diungkapkan berikut ini “Paklik-paklik (adik-adik ibu) kalau ngenggo kelambi pas disawang apik terus tekok karo pakliku kui tukune neng endi terus model sing liyane apikapik opo ora. (Paman-paman (adik-adiknya ibu) kalau memakai baju pas dilihat bagus dan enak, kemudian saya tanya beli dimana terus model yang lainnya bagus-bagus atau tidak)” (W/Riza/08/05/12). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
79 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan penuturan informan di atas keluarga menjadi salah satu faktor seseorang itu berbusana. Ketika manusia itu lahir mereka berada didalam lingkungan keluarga mereka. Mereka mendapatkan asuhan dan pola pendidikan dari orang tua tidak terkecuali dengan cara berbusana mereka. Seperti yang telah diungkapkan oleh informan bahwa mereka mengetahui busana yang pertama kali itu dalam keluarga. Jadi keluarga merupakan agen sosialisasi pertama yang membentuk cara berbusana mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS. Teman atau yang merupakan kelompok bermain baik yang berasal dari kerabat, tetangga maupun teman sekolah juga merupakan agen sosialisasi yang pengaruhnya besar dalam membentuk pola-pola perilaku seseorang. Di dalam kelompok bermain individu mempelajari berbagai kemampuan baru yang acapkali berbeda dengan apa yang mereka pelajari dari keluarganya. Menurut Dwinarwoko & Bagong Suyanto (2004: 74) di dalam bermain individu mempelajari norma, nilai kultural, peran, dan persyaratan lainya yang dibutuhkan individu untuk memungkinkan partisipasinya yang efektif di dalam kelompok permainannya. Singkatnya, kelompok bermain ikut menentukan dalam pembentukan sikap untuk perilaku yang sesuai dengan perilaku kelompoknya. Di dalam kelompok bermain pola sosialisasi bersifat ekualitas karena kedudukan para pelaku relatif sederajat. Menurut mahasiswa mereka mengetaui arti fashion dan berbusana dari lingkungan teman-teman disekitar mereka terutama saat mereka ada di dalam kampus. Di dalam kampus sendiri memang tidak terdapat aturan untuk memakai seragam yang sama ketika mereka ada di dalam kampus, hal tersebut mendororng mahasiswa memakai baju yang mereka kenakan. Seperti yang diungkapkan oleh beberapa informan, salah satunya adalah Mulya “yo aku ngerti sekang cah-cah nang kampus baen mba kan nek pada nganggo klambi kaya model anyar ngganggo kabeh (ya aku tau dari anak-anak dikampus mba kalau memakai baju model baru pakai semua)”(W/Mulya/10/04/12). Selain itu juga seperti yang dituturkan oleh commit toSifa userberikut ini
perpustakaan.uns.ac.id
80 digilib.uns.ac.id
“aku tau yo dari temen-temenku mbak yang pasti, kan kadang kita suka sharing to mba masalah fashion jadi tau trus ikutikutan.(Saya tahu ya dari teman-teman saya mba yang pasti, terkadang kita suka sharing (cerita) mba masalah fashion jadi terus ikut-ikutan)”(W/Sifa/11/04/12).
Hal senada juga diungkapkan oleh Isti beriku ini “…terus sing keloro sekang bocah-bocah bae ora kur bocahbocah kampus tapi ya kontrakan mbarang ya sok pada cerita…. ( yang kedua dari anak-anak bukan hanya teman-teman kampus saja tetapi juga teman-teman kontarakan kan senang bercerita)”.(W/Isti/18/05/12) Hal serupa juga dituturkan oleh Fia “…Trus juga dari lingkungan sekitar terutama dari temen-temen dikampus kan aku ikut organisasi yang semuanya pakai jilbab jadi ya aku semakin bersemangat pakai jilbab”.(W/Fia/16/05/12) Dari informan di atas semuanya menyatakan bahwa lingkungan teman-teman memberikan kontribusi yang cukup besar dalam cara mereka berbusana. Misalnya mengetahui fashion dan cara berbusana dengan melihat apa yang sedang ramai dipakai dikampus oleh teman-temannya, kemudian sharing tentang gaya berbusana mereka, dan mendapatkan inspirasi dari teman-teman satu organisasinya yang semuanya berjilbab. Lingkungan sekitar atau teman-teman memang sangat berpengaruh bagi seseorang dalam berbusana seperti yang diungkapkan oleh informan di atas yang mengatakan bahwa teman-teman merupakan salah satu faktor yang paling besar dalam seseorang itu berbusana. Ketika seseorang bergaul secara tidak langsung mereka pasti akan mengikuti cara berbusana dari teman-temannya. Ketika temannya memakai baju yang sedang trend atau mode pasti akan diikuti oleh teman yang lain. Faktor lain darimana mahasiswa mengetahui fashion yaitu melalui media massa yang merupakan sarana komunikasi sosial sebagai kelanjutan commit to user dari komunikasi interpersonal. Pada mulanya komunikasi interpersonal
perpustakaan.uns.ac.id
81 digilib.uns.ac.id
berlangsung secara tatap muka. Menurut B. Aubrey Fisher dalam Sam Abede Pareno (2002: 101) menyatakan bahwa “kadang-kadang para ahli yang ingin membedakan secara jelas antara komunikasi interpersonal dan komunikasi massa akan melontarkan konsep “komunikasi media” (mediated communication) untuk membuat perbedaan”. Fisher menjelaskan sebagai berikut dalam komunikasi interpersonal, kontak tatap muka memungkinkan adanya hubungan langsung di antara para komunikator adanya perantara suatu harian, majalah, buku, pesawat televisi atau radio, penerima atau sumber dan penerima meniadakan pencapaian hubungan tersebut. Sebagai konsekuensinya, sumber pesan (pengarang, prosedur, pembuat berita, dan sebagainya) tetap tinggal sebagai sumber, dan si penerima (penonton, pendengar, pembaca dan semacamnya), tetap berperan sebagai penerima. Seperti yang telah diuraikan tentang pengertian media massa diatas seperti Televisi, Majalah terutama yang berkaitan dengan fashion memiliki kontribusi yang cukup besar dalam mempengaruhi mahasiswa ketka mereka berbusana, seperti yang diungkapkan oleh Mulya berikut ini “…Sing ketelu sekang tivi nek ana sing apik aku melu nek ora ana ya ora mba kan aku nyadar diri nek ora pantes dipeksa ya dadi wagu. (Yang ketiga dari televisi jika ada yang bagus ya iku pakai jika tidak ya tidak kan saya sadar diri kalu dipaksa jadi wagu)”.(W/Mulya/10/04/12) Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Sifa berikut ini “ya dari tivi tu mba kan artis-atis mesti selalu update mba, kalau gak misalya lagi liat sinetron mba, atau gosip-gosip, ih bagus juga jadi kadang ikut-ikutan selama itu masih sopan”(W/Sifa/11/04/12). Seperti yang diungkapkan juga oleh Ratna juga berikut ini “aku iki ngerti yo soko majalah ae, kui soko katalog-katalog kan klambine apk-apik ngono”.(saya ini tahu ya dari majalah saja, itu dari katalog-katalog kan bajunya bagus-bagus begitu)”(W/Ratna/13/04/12). Media massa dan juga televisi seperti yang telah diungkapkan diatas telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam mempengaruhi orangcommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
82 digilib.uns.ac.id
orang dalam berbusana seperti yang telah diungkapkan oleh informan diatas. Menurut informan diatas diketahui bahwa slah satu penyebab seseorang itu berbusana karena mereka ikut-ikutan di media massa, media massa merupakan salah satu faktor yang berpengaruh, terutama dari televisi dan majalah- majalah fashion lainnya. Faktor berikutnya yaitu mall. Mall menurut Nadine Bednington adalah suatu kelompok perbelanjaan (pertokoan) terencana yang dikelola oleh suatu manajemen pusat, yang menyewakan unit-unit kepada pedagang dan mengenai hal-hal tertentu pengawasannya dilakukan oleh manajer yang sepenuhnya bertanggungjawab kepada pusat perbelanjaan tersebut. (1982). Di dalam mall menjual bermacam-macam barang, salah satunya adalah busana. Oleh karena itu di mall selalu menampilkan produk-produk terbaru, hal itu dimaksudkan untuk menjual busana tersebut. Mall dan tempat tempat yang menjual barang-barang fashion menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi mahasiswa dalam berbusana. Seperti yang diungkapkan berikut ini oleh Sifa “dari mall gitu mbak kalo dateng kematahari misalnya kan kita bisa liat tu baju model apa yang baru berarti itu yang lagi trend”.(W/Sifa/11/04/12). Hal senada juga diungkapkan dari Mulya “sekang mall kaya kae mba nek sing paling akeh dipajang nang mall ya berarti kue sing lagi model mba.(dari mall begitu mba kalau yang paling banyak ditampilkan ya itulah yang sedang model)”.(W/Sifa/10/04/12) Selain itu Isti juga menuturkan berikut ini “ya aku si kenal fashion berbusana kue sekang majalah ya kan mesti uptodate kue model-modele dadi melu-melu, terus sing keloro sekang bocah-bocah bae ora kur bocah-bocah kampus tapi ya kontrakan mbarang ya sok pada cerita. Sing ketelu sekang wong tuaku kan kabeh keluargaku berjilbab dadi aku ya iya, nek aku bali mesti dikandani ibuku kon nganggo rok kan wis gede, trus sing trakhir sekang mall nek arep ndeleng produk terbaru ya nang mall tak jamin uptodate .(ya saya kenal fashion berbusana itu dari to user majalah kan pasticommit uptodate itu modelnya jadi ikut-ikutan, yang
perpustakaan.uns.ac.id
83 digilib.uns.ac.id
kedua dari anak-anak bukan hanya teman-teman kampus saja tetapi juga teman-teman kontarakan kan senang bercerita. Yang ketiga dari orang tuaku kan semua keluarga saya berjilbab jadi saya juga, kalau asaya pulang pasti dinasehati ibu saya memakai rok kan sudah besar, terus yang terakhir dari mall saya jamin pasti uptodate”.(W/Isti/18/05/12)
Dari informan di atas dapat disimpulkan bahwa mall adalah salah satu faktor mahasiswa berbusana. Mall yang selama ini berfungsi sebagai tempat berbelanja, juga digunakan untuk mencari tahu tentang fashion yang sedang berkembang saat ini. Mall terutama yang berkaitan dengan busana dan segala aksesorisnya memang selalu up to date agar produk yang mereka jual laris. Seseorang mendapat inspirasi berbusana melalui mall dan dimulai yang namanya persaingan gaya. Hal ini bisa dilihat ketika seseorang akan pergi ke mall pasti mereka memakai baju yang bagus dan keren pastinya yang disesuaikan dengan tujuan masing-masing. Informan juga mempunyai pandangan sendiri mengenai alasan mereka mengikuti fashion dalam hal berbusana. Mulya menuturkan sebagai berikut “ mbak nek meng kampus ya iya mesti kudu update men ora keton aneh bae mbak. (Mba kalau ke kampus ya mesti harus update agar tidak terlihat aneh saja mba)”(W/Mulya/10/04/12). Menurutnya fashion itu penting untuk menunjang penampilan pada dirinya sebagai mahsiswa, hal senada juga diungkapkan oleh Sifa berikut ini “aku ya suka ngikutin fashion untuk menunjang penampilan biar uptodate sama gak ketinggalan jaman, biasanya aku beli produk “Matahari” aku suka soale bagus-bagus mba terus banyak diskon jadi sesuai kantong mahasiswa”(W/Sifa11/04/12) Seperti yang diungkapkan di atas bahwa fashion itu sangat penting bagi Sifa untuk menunjang penampilan, dia senang membeli produk Matahari karena barangnya bagus-bagus dan banyak diskon jadi sesuai dengan keunangannya sebagai mahasiswa. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Isti berikut ini “fashion yo penting nggo mahasiswa menurutku nek dewek nganggo commit to user klambi mengikuti fashion kue dadi pede kan ana sisi positive dadi nggo
perpustakaan.uns.ac.id
84 digilib.uns.ac.id
menunjang proses perkuliahan apa maning pas lagi presentasi kan dadi pusat perhatian. (fashion ya penting buat mahasiswa menurut saya jika kita pakai baju mengikuti fashion itu jadi percaya diri kan ada sisi posititifnya jadi untuk menunjang proses perkuliqahan apa lagi jika sedang presentasi kan jadi pusat perhatian)”.(W/Isti/18/05/12) Fashion bagi Isti penting karena dengan berbusana mengikuti fashion itu akan menunjang proses perkuliahan, jika kita nyaman dengan busana yang dikenakan maka akan merasa pede dan dampaknya akn memperlancar proses belajar itu sendiri. Bagi ketiga Informan diatas fasion menjadi sangat penting untuk menunjang penampilan mereka agar mereka percaya diri. Semua informan mengatakan bahwa fasion itu untuk menunjang penampilan. Hal ini juga dikuatkan oleh penuturan Bu ani berikut ini “saya gak begitu mengikuti fashion karena disini ada perbedaan usia, kalau dulu aktu muda ya ikutin terus, seperti dulu ketika saya masih kuliah dan kemudian konsul skripsi dosen saya muda fashion menjadi begitu penting tetapi sekarang bagi saya fasion itu tidak terlalu penting karena yang penting itu bagaimana penampilan saya ketika berada didepan mahasiswa saya kan tidak harus mengikuti fashion to”(W/Ani/09/05/12). Menurut Bu Ani fashion itu penting bagi mahasiswa seperti halnya beliau yang dahulu ketika menjadi mahasiswa selalu mengikuti fashion. Menurutnya terdapat perbedaan usia ketika seseorang itu mengikuti fashion, seperti yang juga dijelaskan olehnya bagaimana ketika sekarang dia sudah menjadi seorang dosen yang paling penting adalah bagaimana busana itu ketika dia mengajar. Secara otomatis ketika seseorang seperti bu Ani itu mengajar didalam kelas pasti akan dilihat oleh mahasiswanya dan fashion tidak menjadi penting paling-paling hanya persoalan warna yang senada misalnya. Tidak seperti penuturan informan berikut yang mengatakan hal berbeda dengan informan diatas seperti yang diungkapkan oleh Adi berikut ini berikut ini “aku gak terlalu ngerti arti fashion sendiri ya dan gak pernah ngikutin. Pokoknya kalau aku nyaman dan suka ya aku pakai tetapi jika tidak ya tidak aku pakai, selama itu masih sopan dan memenuhi aturan kampus”(W/Adi/14/04/12). commit to user Hal yang senada dengan adi juga diungkapkan oleh Ikmal berikut ini
perpustakaan.uns.ac.id
85 digilib.uns.ac.id
“aku ki jarang melu-melu fashion paling kasual wae penampilanku kui baju kaos opo hem, celana jins karo sepatu cat yo to wis ketok gaul,he..he..he”. “saya itu jarang ikut-ikutan fashion paling kasual saja penampilan saya pakai baju kaos atau kemeja, celana jins sama sepatu cat ya kan sudah terlihat gaul, sambil tertawa”(W/Ikmal 15/04/12). Bagi
mereka tidak terlalu penting karena bagi mereka asalkan busana yang
mereka pakai itu nyaman maka akan mereka pakai selama hal itu sopan dan memenuhi aturan ketika mereka berada dikampus tentunya seperti yang diungkapkan. Sedangkan menurut sendiri yang mengaku jarang mengikuti fasion karena dia suka dengan penampilan yang biasa-biasa saja seperti memakai celana jins kemudian menggunakan sepatu cat, baginya tampilan seperti itu sudah membuatnya terlihat gaul. Hal tersebut dikuatkan oleh penuturan Pak Furqon mengenai penting atau tidaknya busana itu bagi mahasiswa “tidak penting sebenarnya fashion itu untuk mahasiswa terutama dalam proses perkuliahan, yang penting busana yang mereka kenakan itu pantas dan sesuai dipakai ketika mereka belajar”.(W/Furqon16/04/12) Menurut beliau fashion itu tidak terlalu penting bagi mahasiswa karena yang paling penting ketika busana yang mereka kenakan itu sesuai dengan mahasiswa ketika mahasiswa itu belajar didalam kelas. Mahasiswa ketika berbusana memiliki alasan tersendiri dalam penerapan fashion. Salah satunya adalah menunjang penampilan agar terlihat percaya diri dan nyaman. Fashion mampu memberikan perasaan yang nyaman ketika belajar di kampus. Ketika seseorang mengikuti fashion terdapat tujuan dalam diri mereka salah satunya agar mampu menarik perhatian lawan jenis. Walaupun ada beberapa yang menyatakan bahwa fasion itu tidak terlalu penting. Berdasarkan beberapa informan di atas maka dapat disimpulkan ada 4 alasan dari mana mereka berbusana dan juga mendapatkan ide tentang fashion yang pertama dari keluarga, kedua dari teman-teman, ketiga dari media massa, keempat dari mall. Keluarga menjadi salah satu faktor seseorang itu berbusana. Ketika manusia itu lahir mereka berada didalam lingkungan keluarga mereka. Mereka mendapatkan asuhan dancommit pola pendidikan to user dari orang tua tidak terkecuali
perpustakaan.uns.ac.id
86 digilib.uns.ac.id
dengan cara berbusana mereka. Teman menjadi agen sosialisasi kedua yang mampu menetukan cara berbusana seseorang. Hal tersebut dibuktikan dari penuturan informan yang menyatakan bawa teman merupakan tempat untuk bertukar pendapat tentang cara berbusana. Dari lingkungan teman-teman dapat mempengaruhi cara seseorang berbusana seperti lingkungan teman dalam organisasi tertentu. Faktor berikutnya yaitu Media massa yang pada dasarnya dilihat oleh public ini selalu dituntut untuk tampil sempurna, baik itu terlihat cantik dan tampan kemudian terlihat menarik salah satunya adalah dari busana yang mereka kenakan. Pengaruh terakhir berasal dari mall, dimana mall terutama yang berkaitan dengan busana dan segala aksesorisnya memang selalu up to date agar produk yang mereka jual laris. Seseorang mendapat inspirasi berbusana melalui mall dan dimulai yang namanya persaingan gaya. Jadi fashion diikuti oleh mahasiswa karena fashion merupakan sesuatu yang sedang trend saat ini. Fashion bagi mahasiswa penting karena untuk menunjang penampilan mereka. Fashion selalu berubah-ubah sesuai dengan waktunya. Model dalam fashion saat ini belum tentu juga model pada saat berikutnya. Dan dari sinilah dapat diketahui bagaimana terdapat perbedaan kepentingan ketika seseorang itu mengikuti fashion dari segi umur. Fashion dapat diartikan juga sebagai sesuatu yang berkaitan dengan penampilan yang mengikuti perkembangan jaman dan sedang trend saat itu. Penting atau tidaknya fashion dalam cara berbusana mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi tergantung dari cara pandang mereka ketika berbusana di kampus, dan fashion paling banyak diikuti oleh mahasiswa perempuan.
3. Dampak Cara Berbusana bagi Mahasiswa Ketika mereka memakai busana seperti apa yang mereka pilih pasti terdapat dampaknya baik itu dampak negatif atau positifnya. Dampak itu nantinya lah yang akan mempengaruhi cara belajar mereka ketika mereka berada di dalam kampus. Dari cara mereka berbusana juga terdapat dampak negatif dan positifnya bagi mahasiswa seperti yang diungkapkan oleh bebrapa informan salah satunya Mulya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
87 digilib.uns.ac.id
“dadi pede bae mba lagi kuliah ngganggo klambi sing dewek senengi, nek negatife ya nek senin slasa kae lo mba ngganggo seragam dadi ra pede temenan ra nyaman”.(jadi pede aja mba pakai baju yang kita senangi, kalau negatifnya ya senin selasa itu mba pakai seragam jadi tidak pede beneran tidak nyaman)”(W/Mulya/10/04/12). Hal itu juga diungkapkan oleh Sifa berikut ini “ada dampak positif dan negatifnya yang pertama dengan cara berbusananya tersebut aku jadi pede dan tampak lebih dewasa sedangkan negatifnya ketika ada aturan senin selasa saja jadi merasa tidak nyaman dengan mahasiswa lain diluar FKIP karena selalu menjadi pusat perhatian dan dianggap aneh oleh mereka”(W/Sifa/11/04/12). Hal itu juga senada dengan penuturan Isti berikut ini “wah akeh-akehe positife yo soale aku ra terlalu masalah karo aturan sing ana, dadi nek aku nggaya kaya kie malah dadi percaya diri, isa tambah semangat belajare, nek negatife ora ana paling ya mau marakna kantong bolong anu pengen modis bae sih.(wah kebanyakan positifnya ya soalnya saya tidak terlalu masalah dengan aturan yang ada, jadi kalau saya bergaya seperti ini malah jadi percaya diri, dapat menambah semangat belajar, jika negatifnya tidak ada paling ya paling membuat uang habis karena ingin modis saja sih)”.(W/Isti/18/05/12) Menurut informan diatas dengan cara berbusana seperti itu mereka jadi merasa percaya diri, hal itu juga berdampak kepada belajar mereka semakin semangat dan tidak memikirkan penampilan karena menuurut mereka tidak ada masalah pada pakaiian mereka. Tetapi terdapat dampak negatifnya bagi mereka yaitu ketika mereka harus mengenakan seragam senin dan selasa mereka merasa tidak nyaman selain itu seperti penuturan Isti yang mengatakan bahwa dampak negatifnya adalah ketika uangnya habis untuk dibelanjakan busana maka dia harus berpuasa. Berdasarkan informan tersebut terdapat terdapat dampak positif dan dampak negatif ketika mereka harus menggunakan seragam hitam putih setiap senin dan selasa. Menurut mereka seragam hitam putih setiap senin dan selasa itu membuat para mahasiswa menjadi tidak percaya diri mereka merasa sangat berbeda dengan mahasiswa dari fakultas lain. Hal ini berbeda dengan penuturan Ratna commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
88 digilib.uns.ac.id
”sebenere aku ra patek nggagas, aku manut ae soale ya ora ono rugine to nggo dewe, tetep iso modis tapi yo ojo keterlaluan nek keterlaluan kudune tetep ono sangsine, la saiki sangsine yo ra tegas dadi disepeleke yo po ra”. ( Sebenarnya saya tidak terlalu peduli, saya menurut saja soalnya ya tidak ada ruginya buat kita, tetap bisa modis tapi ya jangan keterlaluan kalau keterlaluan harusnya tetap ada sangsinya, sekarang sanksinya saja tidak tegas jadi dianggap tidak penting, ya atau tidak)”(W/Ratna/13/04/12). Hal senada juga diungkapkan oleh Fia yang mengungkapkan bahwa tidak ada dampak negatifnya yang ada hanya dampak positifnya saja “dampak negatife kayae gak ada mba buat aku, kalau positifnya banyak banget mba, dari busana kayagini aku ngrasa nyaman, comfort gitu mba udah gitu kalo yang mau jahatin aku kan udah minder duluan, (sambil tertawa)”.(W/Fia/16/05/12) Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ikmal “aku gak masalahi yo asalkan itu baik buat pembentukan karakter yo ra gak apa-apa”(W/Ikmal/15/04/12). Berbeda dengan mahasiswa yang lain yang tidak senang dengan adanya kebijakan dari fakultas yaitu seragam hitam dan putih. Beberapa mahasiswa mengaku tidak mempermasalahkan adanya seragam tersebut, mereka mengaku dengan seragam tersebut dapat menumbuhkan dampak yang positif bagi mahasiswa. Menurut penuturan informan mengungkapkan bahwa, dia merasa nyaman ketika harus berbusana seperti itu. Dia merasa jika ada orang yang akan berbuat jahat kepadanya maka orang tersebut sudah merasa minder terlebih dahulu. Dengan adanya seragam tersebut menurut mereka tidak ada ruginya karena, dengan pakaian hitam putihpun mereka tetap dapat modis. Berdasarkan penuturan informan di atas dapat disimpulkan, adanya aturan berbusana tersebut seharusnya, membuat mereka bangga karena dapat memberikan identitas sebagai mahasiswa FKIP UNS yang mereka pilih. Dari beberapa informan tersebut dapat diketahui dampak negatif dan positif. Dampak tersebut berasal dari cara pandang mereka menyikapi aturan yang telah dibuat oleh Dekanat. Jadi, ketika seseorang mengenakan busana terdapat commitDampak to user negatifnya adalah ketika mereka dampak negatif dan dampak positif.
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
harus memakai busana yang telah diterapkan oleh Dekanat yaitu hitam dan putih. Dengan adanya aturan tersebut membuat mereka merasa kurang pede, kurang gaul dan malu. Dampak positifnya adalah mampu menumbuhkan karakter seorang guru. Melalui pembiasaan melalui seragam maka diharapkan karakert seorang guru dapat dibangun sehingga, identitas seseorang sebagai seorang dapat dibangun.
Hasil Temuan Lapangan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap subjek yang diteliti mengenai busana yang dipakai oleh mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi dapat disimpulkan temuan data di lapangan adalah sebagai berikut: Berdasarkan uraian penuturan beberapa informan di atas dapat diambil kesimpulan mengenai arti busana, fungsi, dan tata cara berbusana bagi mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS. Dalam hal ini pengertian busana adalah sesuatu yang dipakai oleh seseorang disesuaikan dengan waktu dan tempat. Fungsi busana adalah sebagai cerminan kepribadian, mencerminkan suasana hati, untuk menegaskan identitas, sebagai tempat berlindung, dan menampakan status sosial seseorang. Menurut mahasiswa cara berbusana yang baik ketika di kampus itu ada dua yaitu sopan dan memenuhi aturan. Sopan adalah busana yang memenuhi etika berbusana, sedangkan yang berkaitan dengan aturan adalah tata cara berbusana yang telah ditetapkan dekanat. Berdasarkan beberapa informan di atas maka dapat disimpulkan ada 4 alasan dari mana mereka berbusana dan juga mendapatkan ide tentang fashion yang pertama dari keluarga, kedua dari teman-teman, ketiga dari media massa, keempat dari mall (butik). Dari sinilah maka akan dapat diketahui mengapa fashion itu diikuti oleh mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS. Fashion diikuti oleh mahasiswa karena fashion merupakan sesuatu yang sedang trend saat ini. Fashion bagi mahasiswa penting karena untuk menunjang penampilan mereka. Fashion selalu berubah-ubah sesuai dengan waktunya. Model dalam fashion saat ini belum tentu juga model pada saat berikutnya, oleh karena commit to userkepentingan ketika seseorang itu itu dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengikuti fashion dari segi umur. Fashion dapat diartikan juga sebagai sesuatu yang berkaitan dengan penampilan yang mengikuti perkembangan jaman dan sedang trend saat itu. Penting atau tidaknya fashion dalam cara berbusana mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi tergantung dari cara pandang mereka ketika berbusana di kampus, dan fashion paling banyak diikuti oleh mahasiswa perempuan. Dampak dari cara mahasiswa berbusana sebagian menuturkan bahwa dampak positifnya adalah mereka merasa nyaman dan percaya diri ketika mereka berbusana seperti yang mereka senangi, sedangkan dampak negatifnya ketika sedang menggunakan seragam senin selasa. Sebagian juga mengatakan tidak mempermasalahkan adanya dampak dari aturan tersebut, namun pada kenyataanya masih banyak yang melanggar
C. Pembahasan Hasil Penelitian Pada sub bab sebelumnya telah dijelaskan deskripsi hasil dan adanya penyajian data serta temuan penelitian saat berada di lapangan. Pada sub bab berikut ini akan dibahas lebih lanjut tentang hasil penelitian. Pembahasan ini dimaksudkan untuk memperoleh makna yang mendasari temuan-temuan penelitian berkaitan dengan teori-teori yang relevan dan dapat menjadi penemuan teori baru dari hasil penelitian kemudian dinyatakan dalam bentuk kesimpulan. Temuan-temuan data yang dihasilkan dari penelitian ini kemudian dianalisis berdasarkan teori-teori atau pendapat yang ada atau sedang berkembang. Lebih jelasnya berikut ini akan dilakukan pembahasan secara rinci.
1. Busana bagi Mahasiswa Busana adalah sesuatu yang dipakai oleh seseorang disesuaikan dengan waktu dan tempat. Menurut sebagian besar informan mengatakan busana itu adalah sesuatu yang kita pakai dari atas sampai bawah, yaitu baju dan segala macam atribut yang dikenakan misalnya,
jilbab, sepatu, ikat rambut dan
sebagainya. Hal tersebut menurut mereka adalah bagian dari busana. Hal commit to usermenurut Modul Dasar Busana 1 tersebut sesuai dengan yang diungkapkan
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang ditulis oleh Arifah A. Riyanto dan Liunir Zulbahri dari Universitas Pendidikan Indonesia Meskipun demikian pengertian busana dan pakaian merupakan dua hal yang berbeda. Busana merupakan segala sesuatu yang kita pakai mulai dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Busana melingkupi beberapa cakupan yang menampilkan keindahan yaitu busana pokok, busana pelengkap (milineris dan aksesoris), busana tambahan (tatarias). Sedangkan pakaian merupakan bagian dari busana yang tergolong pada busana pokok. Jadi busana merupakan busana pokok yang digunakan untuk menutupi bagian-bagian tubuh. Busana di dalam Modul Dasar 1 merupakan sesuatu yang dipakai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Busana yang dipakai dari ujung rambut sampai ujung kaki itu bermacam-macam sesuai dengan jenisnya. Busana tersebut biasanya terdiri dari busana pokok misalnya, pakaian dan celana. Busana pelengkap misalnya saja jilbab, syal, rompi. Busana tambahan misalnya bros yang dipakai untuk menghias jilbab, gelang, anting dan lain-lain. Busana yang berbeda artinya dengan pakaian ini disesuaikan dengan waktu dan tempatnya. Ketika seseorang berada dikantor, busana yang dia kenakan pasti akan berbeda ketika berada di rumah. Hal itu sama ketika seseorang itu belajar di kampus, busana yang dipakai juga tidak asal. Selain harus berkaitan denngan etika, busana yang dikenakan juga harus sesuai aturan yang telah diterapkan oleh dekanat. Aturan tersebut misalnya, setiap seninselasa (hitam-putih) dan rabu – jumat berwarna.
2.
Busana sebagai Cerminan Kepribadian Ketika awal bertemu pasti hal itu sangat penting karena biasanya dari melihat busana yang dia kenakan pasti mampu dilihat bagaimana kepribadiannya. Setiap individu menjadikan busana sebagai pijakan awal untuk melihat kepribadian seseorang. Kesan yang timbul dari penilaian awal biasanya memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung kepada pemakai. Sikap yang muncul merupakan akibat dari kesan yang ada dalam pikiran walaupun nanti bisa berubah setelah mengenal orang tersebut. commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Melalui busana image (pandangan) mengenai orang yang memakainya
dapat
dirubah.
Selain
itu
melalui
busana
mampu
menyembunyikan siapa dia yang sebenarnya, yang tidak bisa selamanya yang seperti diungkapkan di atas kadang akan berubah sering dengan perkembangan waktu. Kadang kepribadian yang diperlihatkan pertama melalui busana bukanlah yang sesungguhnya. Menurut teori interaksi simbolik George Herbet Mead yaitu interaksi dapat berlangsung tidak hanya melalui gerak-gerak saja tetapi melalui simbol-simbol dalam hal ini yaitu busana. Manusia banyak berharap dari busana yang dikenakan. Busana sebagai budaya materi bisa berbicara dan bermakna. Ketika bertemu orang, pertama kali biasanya yang dilihat adalah fisiknya melalui pakaian atau apa saja yang dikenakan di tubuh. Seperti yang dikemukakan oleh informan mengenai pendapat mereka yang dirangkum yaitu busana sabagai cerminan kepribadian. Kesan yang timbul dari penilaian awal biasanya memberikan pengaruh terhadap proses interaksi baik secara langsung maupun tidak langsung. Walaupun kesan pertama bisa berubah setelah mengenal lebih dekat lawan bicaranya. Kepribadian yang ditampilkan melalui busana yang dipakai saat bertemu seseorang pertama kali biasanya akan mempengaruhi interaksi orang tersebut
3.
Busana Mencerminkan Suasana Hati Mengenakan busana yang dipersepsikan sebagai garis-garis atau warna kesenangan dan kegembiraan dapat digunakan dalam upaya untuk mengubah suasana hati orang dari bersedih atau melankolis. Membeli dan memakai baju baru semakin banyak didokumentasikan dengan baik seolaholah hal tersebut kelihatannya membuat lebih banyak orang yang menjadi kecanduan pada perasaan yang diperoleh pada saat mengenakan sesuatu yang baru. Perasaan-perasaan itu bisa saja ditingkatkan atau diperkuat oleh keunikan atau kesenangan dalam menunjukkan penampilan yang berbeda commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
93 digilib.uns.ac.id
kepada lingkungan dan tidak sukar untuk memahami daya tarik perasaan seperti pada orang-orang tertentu. Roach dan Eicher dalam Malcolm Barnard menyatakan bahwa “individu-individu pun mungkin memperoleh kesenangan estetis baik dari penciptaan pameran pribadi maupun dari apresiasi dari orang lain” (2006: 85). Seperti yang telah diungkapkan oleh informan warna baju, ataupun busana yang baru atau lama mampu menciptakan ekspresi sendiri, mencerminkan suasana hati seseorang hal itu ditunjukkan melalui busana yang dikenakan oleh orang tersebut. Ketika seseorang merasa rindu terhadap masa lalunya, maka busana yang lama tidak dipakai akan mampu memberikan perasaan yang senang terhadap pemakai. Busana sebagai cerminan hati memang suatu yang relatif tetapi terkadang lewat busana, lawan bicara senang menghubungkan pakaian dengan suasana hati yang memakai pakaian. Busana yang cerah dan ceria biasanya dikenakan dalam suasana yang sedang berbahagia misalnya acara pernikahan sedangkan ketika ada yang meninggal dunia pergi melayat dengan mengenakan busana bewarna hitam. Busana mampu mencerminkan suasana orang yang memakainya. Melalui warna busana, corak dan motif, kemudian busana yang memiliki kenangan tertentu dari pemakai.
4. Busana Menegaskan Identitas Sebagian besar manusia menjadikan busana sebagai landasan pertama kali untuk memberikan penilaian kepada lawan bicaranya. Melalui busana identitas diri seseorang dapat diketahui dari mana dan golongan mana seseorang berasal. Guna mempertahankan keberlangsungan suatu kehidupan sosial, maka para aktor harus menghayati simbol – simbol dengan arti yang sama. hal itu berarti bahwa mereka harus mengerti bahasa yang sama. Proses – proses berpikir, bereaksi, dan berinteraksi menjadi mungkin karena simbol – simbol yang penting dalam kelompok sosial itu mempunyai arti yang sama dan commit to user membangkitkan reaksi yang sama pada orang yang menggunakan simbol –
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
simbol itu maupun pada orang yang bereaksi terhadap simbol – simbol itu (Bernard, 2007:100-101). Seperti yang diungkapkan oleh Malcoln Bernard bahwa symbol-simbol yang ditunjukkan oleh seseorang melalui busananya merupakan suatu bentuk penegasan dari identitas seperti yang telah dijelaskan. Busana dapat dijadikan individu untuk menegaskan dari agama dan golongan mana. Identitas kelompok dapat mempengaruhi individu-individu yang ada didalamnya. Identitas akan menjadi ciri khas dan akan melekat sebuah stigma dari orang lain kepada orang yang memakai busana. Busana dijadikan sarana oleh seseorang untuk menunjukkan identitas. Identitas yang ditujukkan melalui busana dapat berupa agama dan golongan kelompok tertentu. Misalnya, melalui jilbab dan seragam seperti di FKIP.
5. Busana sebagai Tempat Terlindung Busana juga bisa untuk berlindung dari berbagai gangguan akibat ketidakbersahabatan lingkungan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Flugel dalam
Malcolm
Barnard
yang
menyatakan
“busana
menawarkan
perlindungan dan sebagai perlindungan terhadap ketidakbersahabatan dunia secara umum atau sebagai jaminan atas kurangnya cinta” (2006: 73). Busana dapat dijadikan sebagai tempat berlindung dari ketidakbersahabatan dunia misalnya dari cuaca panas dan dingin serta gangguan–gangguan orang jahil. Misalnya saja ketika seseorang wanita memakai makromah maka lelaki akan lebih memiliki rasa malu dan takut untuk mengganggu mereka. Berbeda sebaliknya apabila eseorang memakai busana yang seksi dan terbuka maka para lelaki akan lebih senang untuk mengganggu mereka. Selain itu busana juga dapat melindungi mahasiswa dari teguran dosen-dosen ketika mereka masuk ke ruang program studi ataupun mereka sedang menjalani aktivitas kuliah. Pada kenyataanya sekarang Dosen sudah mulai risih dengan penampilan para mahasiswanya yang keluar masuk ruangan prodi dengan memakai celana pensil, sehingga akan dibuat aturan commit to user yang isinya melarang mahasiswa masuk ke ruang prodi dengan menggunakan
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
celana pensil. Jadi bagi mahasiswa busana itu mampu melindungi mereka dari pelanggaran aturan. Busana dapat dijadikan sebagai tempat berlindung seseorang. Mahasiswa
menggunakan
busana
sebagai
tempat
berlindung
dari
ketidakbersahabatan dunia, dari orang lain yang ingin berbuat jahat dan dari sangsi dosen ketika memakai busana yang tidak pantas.
6. Busana Menunjukkan Status Sosial Busana sering juga digunakan untuk menunjukkan status sosial dan orang membuat penilaian terhadap status sosial berdasarkan apa yang dipakai orang tersebut. Seseorang biasa menampakan status sosial lewat apa yang dipakainya. Orang lain akhirnya akan mendefinisikan pemakai busana dari kelas atas atau kelas bawah. Busana yang meiliki branded terkenal biasanya akan membuat si pemakainya dianggap sebagai orang kaya, kemudian dari model baju tersebut, baju-baju yang memiliki model yang nyeleneh biasanya juga mampu untuk memberikan status sosial yang lebih tinggi dibanding yang lain, Busana yang mampu memberikan kesan yang elegant, lewat harganya yang mahal dan lewat perpaduan yang indah. Tetapi berbeda juga dengan seseorang yang memakai busana yang biasa saja atau tidak memiliki branded maka orang tersebut dianggap biasa saja. . Roach dan Eicher dalam Malcolm Barnard (2006: 90) menyatakan menghias sesorang bisa merefleksikan hubungan dengan sistem produksi yang merupakan karakteristik ekonomi tertentu yang didalamnya orang tinggal. Gaya hidup lain yang tidak sama antara kelas sosial satu dengan yang lain dalam hal berbusana. Atribut-atribut yang sifatnya massal dan dianggap berselera rendahan pakaian kodian, misalnya selalu dihindari oleh orang-orang yang secara ekonomi mapan atau berada. Menurut Audifax dalam Alfathri Adlin (2006: 92) arus kultur kontemporer, gaya hidup memegang peran penting dalam membangun eksistensi manusia yang hidup di dalam kultur. Gaya hidup dalam arus kultur kontemporer kemudian commit user memunculkan dua hal sama yang tosekaligus berbeda yaitu alternatif dan
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diferensiasi. Kedua hal itu bisa jadi esensinya sama tetapi berbeda manifestasi eksistensinya. Alternatif lebih bermakna resistensi atau perlawanan terhadap arus budaya mainstream, sedangkan diferensiasi justru sebaliknya, mengikuti arus budaya mainstream dengan membangun identitas diri yang berbeda dari yang lain. Diferensiasi adalah suatu pilihan untuk membuat diri berbeda dengan mengonsumsi barang-barang yang ditawarkan pemegang modal, sedangkan alternatif adalah sebuah bentuk resistensi untuk tidak mengikuti arus kapitalisme. Perbedaan gaya hidup juga memberikan warna yang berbeda pada setiap mahasiswa. Bagi mahasiswa
yang
berasal
dari
status
sosial
atas
tentu
ia
akan
mempresentasikan dirinya sebagai orang yang borju dan akan menampilkan hal yang berbeda dari individu yang berasal dari kelas bawah. Golongan status sosial atas merupakan golongan pencipta gaya karena mereka setiap saat berusaha untuk menciptakan aikon baru agar bisa menunjukkan siapa diri mereka dan selain itu dapat mengganti gaya yang sudah ditiru oleh golongan bawah. Selain itu juga terdapat perbedaan busana ketika seseorang itu menjadi atasan, atau pemimpin dan seseorang yang menjadi bawahan, misalnya saja seseorang mahasiswa maka busananya akan berbeda dengan dosen dan anggota dekanat dan sebaiknya. Hal ersebut bisa dilihat di sekitar kalangan mahasiswa dan dosen FKIP Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi sendiri, setiap senin dan selasa mahasiswanya memakai pakaian atasan putih dan bawahan hitam sedangkan para dosen memakai pakaian atasan biru muda dan bawahan gelap. Busana dapat menggambarkan status sosial seseorang apakah ia dari golongan atas atau bawah. Status sosial biasanya identik dengan jabatan atau posisi ekonomi. Busana menunjukkan peran-peran produktif atau kedudukan di dalam suatu ekonomi. Hal ini juga dilihat ketika berada di kampus, terdapat perbedaan antara dosen dengan mahasiswa dan antar mahasiswa. commit to user
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7. Aturan Berbusana bagi Mahasiswa Dari beberapa informasi dapat kita simpulkan tentang busana yang mampu menunjukkan identitas dari mahasiswa, menurut mereka dapat disimpulkan berikut ini a. Sopan artinya busana itu menutup bagian-bagian yang vital dari diri mereka. Ketika di kampus maka akan berbeda halnya ketika mereka berrada di luar kampus, misalkan dirumah, ataupun ketika mereka pergi jalan-jalan bersama teman-teman mereka, ketika mereka di rumah mereka akan memakai baju yang seenaknya artinya walaupun memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh itu tidak akan menjadi masalah tetapi hal tersebut akan berbeda lagi ketika mereka pergi keluar bersama teman-teman mereka maka akan lebih fashionable karena tidak harus memikirkan aturan-aturan apakah hal tersebut harus berkerah ataupun tidak. Hal tersebut sesuai dengan teori dramaturgi yang dikemukakan oleh Erving Gofman mengenai fronstage dan backstage bahwa Dalam interaksi, terkadang orang menampilkan kondisi ideal (+) di depan umum dan menyembunyikan keburukan (-) dengan alasan (2010). Jika dikaitkan dengan penuturan informan maka, dapat diketahui busana merupakan alat untuk menyembunyikan kekurangan mereka, sedangkan ketika mereka berada di dalam kampus ataupun di luar kampus hal yang berbeda akan ditunjukkan oleh mereka, seperti misalnya celana pendek, kemudian memakai celana jins sedangkan di kampus mereka memakai rok dan pakaian tertutup. Ketika mereka di dalam kampus maka harus disesuaikan dengan aturan yang sudah ada baik itu yang tertulis ataupun tidak, meskipun di dalam ranah universitas dibebaskan untuk memakai baju bebas tidak seperti masa SD-SMA, walaupun diterapkan aturan tentang seragam senin dan selasa yang mengharuskan mahasiswanya memakai busana hitam putih mereka harus tetap memperhitungkan etika yang pantas ketika di dalam kampus. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
98 digilib.uns.ac.id
b. Yang memenuhi aturan ketika di kampus, di kampus menerapkan aturan yang berkaitan dengan etika yaitu menggunakan celana panjang yang tidak ketat, kemudian rok yang di bawah lutut jika tidak memakai makromah dan yang pasti tidak terlalu mini. Terdapat beberapa pengalaman dari para pengajar di kampus bahwa masih banyak sekali mahasiswa yang memakai baju tidak semestinya seharusnya mereka bisa menempatkan diri, jika dikampus ya mahasiswa harus mencerminkan busana yang seharusnya yang mencerminkan karakter mereka sebagai calon guru. Selain kedua hal tersebut menurut Furqon Hidayatulah terdapat tiga syarat dalam berbusana seperti berikut, pertama syar’e artinya adalah sesuai dengan agama yang dianut misalnya islam memakai jilbab. Kedua sehat dan bersih artinya pakaian yang dikenakan itu harus sehat dan bersih dari segala kotoran, tidak kumuh. Ketiga adalah patut dan layak artinya sesuai dengan waktu dan tempat. Busana merupakan sesuatu yang dipakai busana bukan saja halnya baju saja tetapi beserta atributnya dari atas sampai bawah, ssebagai mahasiswa yang berkarakter kuat, cerdas dan berakhlak mulia, seharusnya mampu menempatkan diri bagaimana berbusana, ketika dikampus busana yang dikenakan beserta atributnya hars disesuaikan, tidak memakai sandal ketika di kampus walaupun pada kenyataanya banyak mhasiswa yang memakai sandal ketika di kampus, Ketika memakai jilbab tidak berlebihan.
8. Asal Mula Mahasiswa mengetahui Fashion dan Berbusana Setiap manusia pasti berbusana. Tanpa berbusana pasti setiap manusia tidak dapat melakukan aktivitas social, begitu juga dengan para mahasiswa. Banyak alasan darimana mahasiswa berbusana dan mengikuti fashion. Pertama, lingkungan keluarga oleh Gerungan (2000: 180) dinyatakan bahwa “keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial di commit to user dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya”. Segala yang telah diuraikan
perpustakaan.uns.ac.id
99 digilib.uns.ac.id
mengenai interaksi kelompok berlaku pula bagi interaksi kelompok keluarga yang merupakan kelompok primer, termasuk pembentukan dan internalisasi norma-norma sosial. Di dalam keluarga interaksi sosial berdasarkan identifikasi, pertama-tama memperhatikan keinginan-keinginan orang lain, belajar bekerja sama, bantu-membantu dengan kata lain belajar memegang peranan sebagai makhluk sosial yang memiliki norma-norma dan kecakapankecakapan tertentu dalam pergaulan dengan orang lain. Pengalamanpengalaman interaksi sosial di keluarga turut menentukan cara-cara tingkah laku terhadap orang lain dalam pergaulan sosial di luar keluarga dan masyarakat pada umumnya. Anak yang baru lahir (bayi) mengalami proses sosialisasi yang pertama adalah di dalam keluarga. Dalam pembentukan sikap dan kepribadian anak sangat dipengaruhi oleh cara dan corak orang tua dalam memberikan pendidikan anak-anaknya baik melalui kebiasaan, teguran, nasihat, perintah, atau larangan. J.Dwinarwoko & Bagong Suyanto (2004: 72) menyatakan bahwa keluarga merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi manusia. Hal ini dimungkinkan karena berbagai kondisi yang dimiliki oleh keluarga. Pertama, keluarga merupakan kelompok primer yang selalu tatap muka di antara anggotanya, sehingga dapat selalu mengikuti perkembangan anggota-anggotanya. Kedua, orang tua mempunyai kondisi yang tinggi untuk mendidik anak-anak, sehingga menimbulkan hubungan emosional yang sangat diperlukan dalam proses sosialisasi. Ketiga, adanya hubungan sosial yang tetapi sehingga orang tua mempunyai peranan yang penting terhadap proses sosialisasi anak. Seperti yang dikemukakan oleh informan yang mengaku bahwa mereka mengetahui fashion dan cara berbusana dari keluarga yang salah satunya adalah pembiasaan dari keluarga. Kedua adalah dari teman baik itu teman dikampus ataupun teman bermain merupakan agen sosialisasi yang besar pengaruhnya dalam membentuk pola-pola perilaku seseorang. Di sini individu mempelajari berbagai kemampuan baru yang acapkali berbeda dengan apa yang mereka commit user pelajari dari keluarga. Di sini akan ikuttomenentukan dalam pembentukan sikap
perpustakaan.uns.ac.id
100 digilib.uns.ac.id
untuk perilaku yang sesuai dengan perilaku kelompok. J.Dwinarwoko & Bagong Suyanto (2004: 74) menyatakan di dalam kelompok bermain pola sosialisasi bersifat ekualitas karena kedudukan para pelaku relatif sederajat. Hal yang sama terjadi pada informan yang mengaku mereka mengetahui fashion dalam berbusana itu dari teman-temannya dengan melihat cara berbusana teman-temannya dan jika cocok akan diikuti. Ketiga adalah media massa khususnya televisi dan majalah merupakan media sosialisasi yang kuat dalam membentuk keyakinan-keyakinan baru atau mempertahankan keyakinan yang ada. Bahkan proses sosialisasi melalui media televisi ruang lingkupnya lebih luas dari media sosialisasi yang lainnya. Iklan-iklan yang ditayangkan media televisi disinyalir telah menyebabkan terjadinya perubahan pola konsumsi, bahkan gaya berbusana mahasiswa. Keempat adalah dari mall seperti yang diungkapkan oleh informan yang mengatakan mereka mengetahui fashion dan kemudian menerapkannya dalam hal berbusana itu adalah dari mall, mall yang merupakan tempat untuk berbelanja segala macam kebutuhan selalu menampilkan produk-produk yang paling baru. Produk-produk terbaru itu akan di pajang disudut-sudut yang dijangkau oleh mata sehingga orang akan dengan mudah mengetahui produk yang terbaru dan yang ter-uptodate.
9. Alasan Fashion diikuti oleh Mahasiswa Arti kata fashion juga meiliki banyak sisi. Menurut Troxell dan Stone dalam bukunya merchandising. Fashion didefinisikan sebagai gaya yang diterima dan digunakan oleh mayoritas anggota kelompok dalam satu waktu tertentu. Dari definisi-definisi yang telah diungkapkan oleh mahasiswa mengenai fashion tersebut dapat terlihat bahwa fashion erat kaitannya dengan gaya yang digemari, kepribadian seseorang, dan rentang waktu. Maka bisa dimengerti mengapa sebuah gaya yang digemari bulan ini bisa dikatakan ketinggalan jaman beberapa bulan kemudian Fashion peting bagi mahasiswa karena bagi sebagian anak muda commit to usertidak akan ketinggalan jaman ada dengan mengikuti fashion maka mahasiswa
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
beberapa hal yang berkaitan dengan mengapa mahasiswa tertarik untuk mengikuti fashion. Karena mereka mengikuti perkembangan jaman, menurut para mahasiswa dengan mengikuti fashion mereka tidak dikatakan kuper (kurang pergaulan), fashion sendiri hampir diikuti oleh hampir setiap lapisan masyarakat bukan hanya oleh anak yang masih terbilang remaja saja tetapi juga dari anak-anak sampai orangtua mereka mengetahui fashion, tetapi tujuan dari fashion itu memang berbeda. Salah satu tujannya bagi mahasiswa adalah untuk menarik perhatian lawan jenis, agar terlihat cantik dan tampan, dan menmpilkan yang terbaik melalui tampilannya. Fashion menjadi tidak begitu penting ketika seseorang itu sudah dewasa artinya atau ketika mereka menjadi salah satu panutan di dalam dunia pendidikan, misalnya ketika seseorang tersebut menjadi dosen atau tenaga pengajar maka mereka akan dilihat oleh mahasiswa maka tujuan fashion akan bergeser, kepentingan fashion bukan menjadi penarik lawan jenis tetapi untuk memberikan kesan yang baik bagi mahasiswa sehingga diharapkan proses tersebut perkuliahan akan berjalan lancar. Selain itu ada juga beberapa pihak yang tidak menganggap fashion itu penting bagi mereka kebanyakan adalah laki-laki, menurut mereka fashion itu tidak harus ada dilingkungan kampus FKIP terutama di Program Studi Sosiologi Antropologi. Karena yang terpenting adalah bagaimna kita membangun identitas sebagai calon guru yang memiliki karakter yang kuat, cerdas dan berakhlak mulia seperti yang diharapkan sebagai calon pendidik. Fashion
dipergunakan
tidak
untuk
gaya-gayaan
saja
tetapi
untuk
menampilkan kesan yang berwibawa dan tidak dianggap guru yang tidak modern.
10. Dampak Positif bagi mahasiswa Dampak positif dari cara mahasiswa Program Studi Sosiologi Antropologi sendiri adalah merasa pede dengan tampilan mereka yang mereka sesuaikan dengan busana yang mereka suka. Dengan kebebasan commit to user berbusana yang diberikan oleh civitas akademika sendiri mampu membuat
perpustakaan.uns.ac.id
102 digilib.uns.ac.id
busana yang dipakai oleh mahasiswa menjadi beragam, walaupn begitu didalam FKIP sendiri khususnya terdapat penambahan aturan setiap senin dan selasa, yaitu seragam dengan atasan putih dan bawahan hitam, hal tersebut memiliki tujuan “Mendidik Kebersamaan, Karakter Calon Guru dan Agar Mahasiswa Mampu Berbusana Sopan”. Walaupun memang tidak terdapat aturan yang tertulis, tetapi hal tersebut adalah pembiasaan yang dibuat oleh civitas akademika yang memiliki kewenangan atas hal tersebut. Selain itu bukan hanya mahasiswa saja yang diharuskan memakai pakaian seragam seperti itu, tetapi juga seluruh anggota civitas akademika FKIP UNS tidak terkecuali Progam Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi. Hal yag berkaitan dengan dampak positif juga dapat dianalis melalui pandangan dan tujuan dari mana mahasiswa berbusana berikut ini.
11. Dampak Negatif bagi Mahasiswa Terdapat dampak negatif ketika mahasiswa harus menggunakan seragam yang telah ditentukan oleh Dekanat, yaitu seragam hitam putih. Hal ini dikarenakan ketika mahsiswa menggunakan seragam tersebut maka akan menjadi pusat perhatian dari mahasiswa Fakultas lain. Seragam tersebut telah melekat pada mahasiswa FKIP tidak terkecuali mahasiswa Progam Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi sendiri. Seragam tersebut dibuat dan ada memang untuk mendidik mahasiswa FKIP kebersamaan artinya dengan adanya seragam tersebut maka tidak ada perbedaan dari setiap mahasiswa, diharapkan dengan adanya sergam tersebut mereka memiliki rasa kesederhanaan yang tinggi dan mampu membiasakan diri yang baik lewat busana tersebut. Pada kenyataanya di lapangan masih banyak sekali mahasiswa yang memakai busana yang tidak diharapkan, memang busana yang mereka pakai memiliki warna yang seuai tetapi tidak bisa dipungkiri fashion sanat melekat erat dan tidak bisa dihilangkan dari cara berbusana mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi sendiri. Bisa dilihat dengan celana jeans commit to user
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang ketat kemudian celana pensil bahkan tidak sedikit yang memakai legging ketika mereka ke kampus. Bukan hanya dilihat dari bajunya saja tetapi dari atribut yang mereka kenakan, seperti misalnya make-up yang terlalu tebal, kemudian memakai sandal jepit, atau memakai high heels yang sangat tinggi. Mahasiswa lakilakinya walaupun jarang sekali yang terlihat melanggar tetapi ada beberapa yang mengikuti fashion dan melanggar juga. Dapat dilihat dengan penggunaan kaos tanpa krah ketika mereka ke kampus, menggunakan celana jeans yang sangat pensil.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
104 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan deskripsi dan analisis data yang diperoleh tentang busana adalah berfungsi untuk menunjukkan identitas (kajian fenomenologi tentang cara berbusana mahasiswa Pendidikan sosiologi Antropologi FKIP UNS) maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Busana dapat menunjukkan identitas manusia. a. Busana sebagai cerminan kepribadian. b. Busana mencerminkan suasana orang yang memakainya. c. Busana dijadikan sarana oleh seseorang untuk menunjukkan identitas. d. Busana dapat dijadikan sebagai tempat berlindung seseorang. 1) dari kesehatan. 2) dari kejahatan oranglain. 3) sebagai alat untuk memperindah tubuh/alat memepercantik tubuh. e. Busana dapat menggambarkan status sosial seseorang apakah ia dari golongan atas atau bawah. 2. Cara berbusana yang sebaiknya dipakai oleh mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS yaitu yang sopan dan memenuhi aturan. Sopan artinya busana itu menutup bagian-bagian yang vital dari diri mereka dan memenuhi aturan ketika dikampus. 3. Asal mula darimana mahasiswa berbusana dan mengikuti fashion, yaitu dari lingkungan keluarga, teman baik itu teman dikampus ataupun teman bermain, dari media massa khususnya televisi dan majalah, dari mall (butik) 4. Alasan Fashion diikuti oleh Mahasiswa. Fashion peting bagi mahasiswa agar tidak ketinggalan jaman, tidak dikatakan kuper (kurang pergaulan), untuk menarik perhatian lawan jenis, agar terlihat cantik dan tampan, dan menmpilkan yang terbaik melalui tampilannya. commit104 to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
105
B. Implikasi Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan yang telah diuraikan diatas, maka penelitian ini memiliki beberapa implikasi yang diuraikan sebagai berikut: 1. Implikasi Teoritis Konsep dramaturgi adalah sebuah analogi kreatif dari seorang Erving Goffman, dimana ia memandang kehidupan sosial merupakan pertunjukan drama pentas. Goffman mengambil analogi teatrikal front stage dan back stage. Orang pada umumnya mencoba mempertunjukkan gambaran yang sempurna mengenai diri
mereka
sendiri
di
hadapan
umum,
sehingga
terkadang
mereka
menyembunyikan rahasia pribadi dari hadapan orang banyak. Hal ini terlihat dari cara mahasiswa Pendidikan Sosioligi Antropologi FKIP UNS berbusana. Cara berbusana mereka ketka di dalam kampus berbeda dengan ketika mereka berada di luar kampus. Mahasiswa dalam berbusana memiliki tujuan untuk menutupi kekurangannya. Dengan itu dapat diketahui bagaimana busana bagi mahasiswa dan mempunyai tindakan khusus untuk penelitian yang berkelanjutan
2. Implikasi Metode Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kajian fenomenologi yang dilakukan pada mahasiswa program studi Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS. Hal ini dikarenakan terdapat fenomena yang menarik di lingkungan mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS dalam hal berbusana. Banyak mahasiswa yang memakai busana yang tidak pantas ketika di dalam kampus, terutama ketika hari senin-selasa yang mengharuskan mahasiswa menggunakan busana hitam putih. Dari fenomena tersebut, peneliti ingin menggali lebih mendalam untuk mengetahui semua hal yang berkaitan dengan fenomena busana yang dipakai oleh mahasiswa.
3. Implikasi Praktis Aturan tentang cara berbusana mahasiswa FKIP dibuat untuk membangun commitditerapkan to user melalui seragam hitam putih karakter dari calon guru, salah satunya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
106 setiap hari senin dan selasa. Kenyataanya, masih benyak sekali mahasiswa yang memakai busana yang melanggar aturan. Pelanggaran itu dapat dilihat bukan hanya ketika memaki seragam, tetapi juga ketika memakai pakaian bebas, hal. Hal ini salah satunya adalah pengaruh fashion, oleh karena itu dekanat perlu membuat sangsi agar tujuan dari aturan tersebut berjalan baik.
C. Saran Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut, kepada: 1. Mahasiswa a. Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS diharapkan memiliki kesadaran akan statusnya sebagai calon guru sehingga selalu berhati-hati dalam bertingkah laku termasuk di dalam berbusana dan menerapkan fashion ketika mereka berbusana. b. Mahasiswa FKIP UNS hendaknya menjalankan aturan dalam hal berbusana ketika berada di kampus. c. Mahasiswa FKIP UNS diharapkan dapat menyikapi aturan berbusana secara positif dan menjalankannya dengan baik.
2. Dosen a. Dosen diharapkan bisa bekerja sama, menjadi teladan dan bersikap tegas serta memberikan perhatian kepada performan mahasiswa. b. Dosen diharapkan mampu untuk memberikan penjelasan tentang cara berbusana yang baik sebelum memberikan sangsi kepada mahasiswa yang melanggar.
3. Pimpinan Fakultas a. Diharapkan antara program, jurusan dan fakultas ada sinkronisasi aturan dan sanksi yang tegas kepada mahasiswa yang melanggar aturan. b. Fakultas hendaknya menerapkan aturan berbusana secara sungguhcommit to efektif. user sungguh agar dapat berjalan dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
107 c. Fakultas diharapkan mampu memahami keinginan mahasiswa dalam berbusana sehingga nantinya ada keseimbangan antara keinginan dan aturan. Oleh karena itu, pelanggaran mampu dikurangi.
commit to user