ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS BUAH NAGA TERHADAP KOMODITAS HORTIKULTURA LAIN DI DESA PAKEMBINANGUN, KECAMATAN PAKEM, SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SKRIPSI
DWI ENDAH WAHYUNI H34080154
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN DWI ENDAH WAHYUNI. Analisis Daya Saing Komoditas Buah Naga terhadap Komoditas Hortikultura Lain di Desa Pakembinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Dibawah bimbingan BAYU KRISNAMURTHI) Buah naga merupakan salah satu jenis buah tropis yang berasal Amerika Tengah dan Amerika Utara yang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Salah satu sentra pengembangan buah naga di Indonesia adalah di Yogyakarta. Produktivitasbuah naga di Kabupaten Sleman, Yogyakarta mencapai 68 ton/ha dengan urutan kedua di bawah Kabupaten Ponorogo yang sebesar 72 ton/ha. Sabila Farm merupakan salah satu kebun di Sleman yang mengembangkan komoditasbuah-buahan termasuk buah naga. Namun, petani lain pada wilayah tersebut belum banyak yang mengembangkan komoditas buah naga dan memilih untuk mengusahakan komoditas hortikultura lainnya. Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis daya saing buah naga pada perusahaan Sabila Farm, (2) menganalisis daya saing buah naga dibandingkan komoditas hortikultura lain yang diusahakan dalam wilayah Desa Pakembinangun, (3) menganalisis kondisi pasar buah naga. Metode yang digunakan adalah analisis pendapatan usahatani, analisis efisiensi usahatani melalui R/C rasio dan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan analisis pendapatan dan efisiensi usahatani pada Sabila Farm, buah naga memiliki pendapatan dan efisiensi yang lebih tinggi dari pepaya dan lebih rendah dibandingkan srikaya. R/C rasio atas biaya tunai dari usahatani buah naga sebesar 9.92 sedangkan rasio atasbiaya total sebesar 10.26. R/C rasio atas biaya tunai dari usahatani srikaya sebesar 19.70 dan pepaya sebesar 4.31 sedangkan R/C rasio atasbiaya total usahatani srikaya sebesar 23.94 dan pepaya sebesar 4.18. Walaupun demikian, buah naga tetap menjadi prioritas utama bagi Sabila Farm karena sudah memiliki pangsa pasar yang jelas dengan permintaan konsumen yang terus meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa buah naga memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan kedua komoditaslainnya. Pada wilayah Desa Pakembinangun, komoditas buah naga memberikan pendapatan dan efisiensi yang paling tinggi dibandingkan tiga komoditas lainnya yaitu caisin, selada dan cabai. Komoditas buah naga memberikan pendapatan yang paling tinggi dan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sedangkan bagi komoditas hortikultura lainnya, pendapatan dalam setiap tahunnya relatif sama dikarenakan umur produksinya yang lebih singkat. Rasio R/C atas biaya total dari komoditas caisin, selada dan cabai secara berturut-turut adalah 2.19, 2.54, dan4.97. Berdasarkan analisa visual dalam penempatan buah naga baik di kios buah tradisional maupun di supermarket, buah naga ditempatkan pada posisi atau letak yang tidak menonjol (outstanding). Hal ini menunjukkan bahwa buah naga bagi distributor dan pengecer menjadikan buah naga sebagai produk yang ingin tidak ditonjolkan dibandingkan jenis buah lainnya seperti durian, mangga dan jeruk. Saran yang dapat diberikan kepada Sabila Farm sebagai produsen buah naga sebaiknya bekerja sama dengan Dinas Pertanian setempat untuk melakukan ii
pelatihan dan penyuluhan kepada petani di wilayah Desa Pakembinangun agar mengusahkan komoditas yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Selain itu, juga perlu melakukan pemasaran mengenai keunggulan buah naga lokal sehingga masyarakat lebih mengenal produk lokal baik dari segi manfaat maupun kualitasnya.
iii
ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS BUAH NAGA TERHADAP KOMODITAS HORTIKULTURA LAIN DI DESA PAKEMBINANGUN, KECAMATAN PAKEM, SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
DWI ENDAH WAHYUNI H34080154
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
iv
Judul Skripsi : Analisis Daya Saing Komoditas Buah Naga terhadap Komoditas Hortikultura Lain di Desa Pakembinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Nama
: Dwi Endah Wahyuni
NRP
: H34080154
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi, MS NIP. 19641018 198903 1001
Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
v
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Daya Saing Komoditas Buah Naga terhadap Komoditas Hortikultura Lain di Desa Pakembinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta” adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka pada bagian akhir skripsi.
Bogor, Juli 2012
Dwi Endah Wahyuni H34080154
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kebumen pada tanggal 29 Desember 1989 sebagai anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Akhmad Ikhsan dan Ibu Endang Iriyawati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Langenrejo, Kecamatan Butuh, Purworejo pada tahun 2002, lalu menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Purworejo pada tahun 2005. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA N 1 Purworejo pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa mayor Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN. Selanjutnya pada tingkat 2 penulis mengambil minor Program Studi Komunikasi.
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat, taufik, hidayah serta karunianya kepada kita semua serta shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW
sebagai uswatun hasanah, sahabat,
keluarga serta para pengikutnya sampai akhir zaman. Judul penelitian didasarkan atas ketertarikan yang besar dari penulis terhadap pengusahaan komoditas buah naga di Indonesia secara umum. Rasa tertarik ini tidak terlepas dari besarnya potensi dari komoditas buah naga, baik dari segi petani sebagai produsen, permintaan konsumen yang tinggi di pasar maupun khasiat buah naga bagi kesehatan. Akhirnya, skripsi ini merupakan hasil maksimal dari penulis walaupun sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan yang dihadapi. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan sebagai bahan referensi dan dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai salah satu produk hortikultura bagi para pembaca.
Bogor, Juli 2012
Dwi Endah Wahyuni
viii
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur atas rahmat dan karunia Allah SWT akhirnya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Penyelesaian skripsi ini tidaklah terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada bagian ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan sebesarbesarnya kepada : 1. Kedua orang tua tercinta, Akhmad Ikhsan dan Endang Iriyawati atas kasih
sayang, nasihat, doa tiada henti serta dukungan dalam bentuk apapun sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi, MS sebagai dosen pembimbing skripsi atas
bimbingan, nasihat, teladan, kesempatan serta kesabaran yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Ir. Lusi Fausia, MEc sebagai dosen penguji utama atas nasihat, saran dan
masukan yang diberikan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi. 4. Dra. Yusalina, MSi sebagai dosen penguji wakil departemen dalam sidang
skripsi yang telah memberikan saran untuk perbaikan skripsi. 5. Dra. Yusalina, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahannya. 6. Mbak Tanti Setyarini, mas Harno, dan ponakan tercinta Sahda Qonita atas doa
dan dukungannya 7. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku Ketua Departemen Agribisnis dan seluruh
dosen Departemen Agribisnis atas ilmu dan nasehat yang diberikan selama perkuliahan. 8. Feriyanto, W.K, SP. MSi atas bimbingan, saran dan masukan yang telah
diberikan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi. 9. Bapak Gun Soetopo dan ibu Elly sebagai pemilik Sabila Farm atas
kesempatan, ilmu, dan informasi yang telah diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 10. Seluruh staf Departemen Agribisnis Ibu Ida, Pak Yusuf, Pak Arif atas bantuan
selama kuliah dan dalam penyelesaian tugas akhir ini. 11. Pak Mul dan Ibu Mar serta semua karyawan dari Sabila Farm atas semua
bantuannya
ix
12. Sahabat–sahabatku di Agribisnis 45 Fiqhi Fadillah, Pingkan Octavia,
Marosimy Millaty, Putri Nursakinah, Teresa MGH, Gebyar Surya, dan mbakyu Karisma Kamila atas persahabatan, dukungan dan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini. 13. Sahabatku Batildis Irma untuk semua bantuannya selama di Yogyakarta. 14. Untuk teman–teman kost Al- Khafia Ponda, Hasrat, Afifah dan Sri terima
kasih untuk persahabatan selama ini. 15. Untuk Bowo atas semua bantuan dan waktu yang diberikan. 16. Teman-teman Gladikarya Kecamatan Kebon Pedes, khususnya Desa
Jambenenggang Annisa Kusuma Wardani, Jauhar, Restika dan Helma. 17. Untuk teman-teman dari Purworejo terutama Gamapuri 45 terima kasih
banyak atas persahabatan dan persaudaraanya selama ini. 18. Teman seperjuangan di lokasi penelitian Riska dan juga Mas Adi atas
bantuannya. 19. Teman–teman seperjuangan AGB 45, terima kasih karena penulis telah
menjadi bagian dari keluarga besar Agribisnis 45, semoga kita bisa sukses di masa mendatang. 20. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
terselesaikannya skripsi ini.
Bogor, Juli 2012
Dwi Endah Wahyuni
x
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ...................................................................................................
i
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
iv
I.
PENDAHULUAN ............................................................................... 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 1.4. Manfaat Penulisan ......................................................................... 1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ................................
1 1 6 8 8 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 2.1. Buah Naga ..................................................................................... 2.1.1. Sejarah Penyebaran Buah Naga ........................................... 2.1.2. Karakteristik Buah Naga ...................................................... 2.2. Karakteristik Buah Srikaya ........................................................... 2.3. Karakteristik Pepaya ..................................................................... 2.4. Karakteristik Caisin....................................................................... 2.5. Karakteristik Selada ...................................................................... 2.6. Karakteristik Cabai........................................................................ 2.7. Penelitian Terdahulu .....................................................................
10 10 10 11 12 14 15 16 17 18
III. KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................
25
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ......................................................... 3.1.1 Definisi Daya Saing .............................................................. 3.1.1.1 Keunggulan Kompetitif............................................. 3.1.1.2 Keunggulan Komparatif ............................................ 3.1.2. Hubungan antara Efisiensi dan Daya Saing ......................... 3.1.3. Konsep Usahatani................................................................. 3.1.4. Kondisi Pasar Komoditas Buah-Buahan .............................. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ..................................................
25 26 28 30 31 32 34 35
IV. METODE PENELITIAN .....................................................................
38
4.1 Lokasi dan Waktu .......................................................................... 4.2 Metode Penentuan Sampel ............................................................. 4.3 Data dan Instrumentasi................................................................... 4.4 Metode Pengumpulan Data ............................................................ 4.5 Metode Pengolahan Data ............................................................... 4.5.1 Analisis Pendapatan Usahatani ............................................. 4.5.2 Analisis Efisiensi Usahatani .................................................. 4.5.3 Analisis Kondisi Pasar Buah Naga ....................................... 4.6. Definisi Operasional......................................................................
38 38 38 38 39 39 40 41 41
V. GAMBARAN UMUM..............................................................................
45
5.1. Gambaran Umum Desa Pakembinangun………………… .......... 5.2. Gambaran Umum Sabila Farm………………………………......
45 46
i
5.2.1. Strategi Pemasaran STP .......................................................
49
VI. PEMBAHASAN .......................................................................................
51
6.1. Penerapan Usahatani pada Wilayah Desa Pakembinangun .......... 6.1.1. Sistem Usahatani Buah Naga ............................................. 6.1.2. Sistem Usahatani Srikaya ................................................... 6.1.3. Sistem Usahatani Pepaya .................................................... 6.1.4. Sistem Usahatani Caisin ..................................................... 6.1.5.Sistem Usahatani Selada ...................................................... 6.1.6. Sistem Usahatani Cabai ...................................................... 6.2. Analisis Daya Saing Buah Naga pada Sabila Farm. ..................... 6.2.1. Analisis Pendapatan Usahatani Buah Naga ........................ 6.2.2. Analisis Pendapatan Usahatani Srikaya ............................. 6.2.3. Analisis Pendapatan Usahatani Pepaya .............................. 6.2.4. Analisis Daya Saing Buah Naga Berdasarkan Tingkat Perbandingan Pendapatan Usahatani Pada Sabila Farm. .. . 6.3. Analisis Daya Saing Buah Naga pada Wilayah Desa Pakembinangun .............................................................................. 6.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani Caisin ............................... 6.3.2. Analisis Pendapatan Usahatani Selada ............................... 6.3.3. Analisis Pendapatan Usahatani Cabai ................................ 6.4.4. Analisis Daya Saing Buah Naga Berdasarkan Tingkat Perbandingan Pendapatan Usahatani pada Wilayah Desa Pakembinangun .................................................................. 6.5. Analisis Daya Saing Buah Naga Berdasarkan Kondisi Pasar ......
51 51 57 60 65 69 73 77 77 79 80 81 83 83 83 84
85 88
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ................................................................................... 7.2. Saran ..............................................................................................
90 91
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
93
LAMPIRAN ....................................................................................................
96
ii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2007-2010 (Miliar Rupiah)………………………………………………… 1 2. Produksi, Luas Panen dan Produktifitas Buah–buahan di Indonesia Tahun 2007 – 2010…………………………………………… ....... 1 3. Perkiraan Konsumsi dan Permintaan Buah-buahan di Indonesia Tahun 2000–2015………………………………………………… ............. 2 4. Pendapatan Usahatani Buah naga Setiap Hektar ............................. 78 5. Pendapatan Usahatani Srikaya Setiap Hektar ................................... 79 6. Pendapatan Usahatani Pepaya Setiap Hektar .................................... 82 7. Pendapatan Usahatani Caisin Setiap Hektar ..................................... 83 8. Pendapatan Usahatani Selada Setiap Hektar ..................................... 84 9. Pendapatan Usahatani Cabai Setiap Hektar ...................................... 85
iii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional .......................................... 36 2. Usahatani Melon ............................................................................... 48 3. Pelepasan Bibit Sabila sebagai Bibit Unggul oleh Kementan .......... 48 4. Kebun Terdaftar oleh Pemerintah Daerah......................................... 49 5. Kunjungan Menteri Pertanian RI ...................................................... 49 6. Pelatihan PNS Kementan .................................................................. 49 7. Kunjungan Kelompok Tani ............................................................... 49 8. Pembibitan Buah Naga ...................................................................... 56 9. Pembuatan Lubang Tanam ................................................................ 56 10. Tiang Panjatan ................................................................................... 56 11. Penanaman Bibit ............................................................................... 56 12. Pengikatan Cabang ............................................................................ 56 13. Bunga Buah Naga ............................................................................. 56 14. Pemanenan ........................................................................................ 57 15. Grading dan Pengemasan .................................................................. 58 16. Bibit Srikaya ..................................................................................... 60 17. Penanaman Srikaya ........................................................................... 60 18. Tanaman Srikaya ............................................................................... 60 19. Buah Srikaya ..................................................................................... 60 20. Buah Srikaya Siap Panen .................................................................. 60 21. Pengemasan Srikaya.......................................................................... 60 22. Tanaman Pepaya ............................................................................... 65 23. Pepaya California .............................................................................. 65 24. Pepaya Hawai .................................................................................... 65 25. Sortasi dan Grading Pepaya .............................................................. 65 26. Penyemaian Benih ............................................................................. 69 27. Bibit Caisin ....................................................................................... 69 28. Tanaman Caisin Umur 15 HST ......................................................... 69 29. Babycaisin ......................................................................................... 69 30. Penanaman Bibit Selada.................................................................... 73
iv
31. Selada Siap Panen ............................................................................. 73 32. Perangkap Lalat Buah ....................................................................... 76 33. Tanaman Cabai Mulai Berbuah ........................................................ 76 34. Perbandingan Tingkat Pendapatan Tunai Usahatani di Sabila Farm 81 35. Perbandingan Tingkat Pendapatan Total Usahatani di Desa Pakembinangun ................................................................................. 86 36. Perbandingan Nilai R/C rasio Usahatani Buah Naga terhadap Komoditas Hortikultura lain ……………………………………. 87 .
v
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Analisis Pendapatan Usahatani Buah Naga ................................
96
2. Analisis Pendapatan Usahatani Srikaya ......................................
98
3. Analisis Pendapatan Usahatani Pepaya .......................................
99
4. Penyusutan Investasi Alat pada Sabila Farm ..............................
100
5. Analisis Pendapatan Usahatani Caisin ........................................
101
6. Penyusutan Alat pada Usahatani Caisin ......................................
102
7. Analisis Pendapatan Usahatani Selada........................................
103
8. Penyusutan Alat pada Usahatani Selada .....................................
104
9. Analisis Pendapatan Usahatani Cabai .........................................
105
10. Penyusutan Alat pada Usahatani Cabai.......................................
106
vi
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang selama ini masih diandalkan oleh negara Indonesia karena sektor ini mampu memberikan pemulihan dalam mengatasi krisis yang sedang terjadi. Selain itu, sektor pertanian sebagai salah satu sektor penting dan mempunyai potensi besar untuk berperan sebagai pemicu pemulihan ekonomi nasional. Hal ini terbukti bahwa sektor pertanian masih memperlihatkan pertumbuhan yang positif yaitu sebesar 0.26 persen pada saat perekonomian nasional mengalami krisis (Dillon 2004). Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang berperan cukup besar dalam pembangunan perekonomian bangsa dan peningkatan devisa negara. Produk hortikultura meliputi tanaman buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan biofarmaka. Tanaman buah-buahan merupakan salah satu komoditi hortikultura yang berpotensi untuk dikembangkan. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa buah-buahan merupakan penyumbang terbesar pada Produk Domestik Bruto (PDB) hortikultura nasional. Pada tahun 2010, PDB tanaman buah-buahan menyumbang sebesar 52.91 persen dari total PDB hortikultura. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2007–2010 (Milyar rupiah) Tahun No Komoditas 2007 2008 2009 2010 1. Buah-buahan 42,362 47,060 48,437 45,482 2. Sayuran 25,587 28,205 30,506 31,244 3. Tanaman Hias 4,741 5,085 5,494 6,174 4. Tanaman Biofarmaka 4,105 3,853 3,897 3,665 Total 76,795 84,202 88,334 85,958 Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) Produksi buah-buahan di Indonesia setiap tahun terus menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan produksi buah-buahan tersebut sejalan dengan adanya peningkatan luas areal tanam. Walaupun mengalami penurunan produksi dan luas areal tanam pada tahun 2010, namun penurunan tersebut diimbangi
1
dengan peningkatan produktivitas. Perkembangan produksi, luas panen, dan produktivitas buah-buahan di Indonesia tahun 2007–2010 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2.Produksi, Luas Areal Tanam, dan Produktivitas Buah-buahan di Indonesia Tahun 2007-2010 No Tahun Produksi (ton) Luas areal tanam (ha) Produktivitas (ton/ha) 1. 2007 17,116,622 756,766 22.62 2. 2008 18,027,889 781,333 23.07 3. 2009 18,653,900 826,430 22.57 4. 2010 15,490,373 667,872 23.19 Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) Pada Tabel 2 menunjukkan adanya peningkatan produktivitas buah-buahan di Indonesia yaitu sebesar 23.19 ton/ha pada tahun 2010 dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya yang hanya sebesar 22.62 ton/ha pada tahun 2007. Peningkatan tersebut juga diikuti dengan peningkatan konsumsi buah-buahan seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Selain itu juga adanya peningkatan pendapatan dan kualitas pendidikan sehingga meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya komposisi gizi yang seimbang.Data perkiraan peningkatan jumlah konsumsi dan permintaan buah-buahan seiring dengan peningkatan penduduk di Indonesia pada kurun waktu 2000-2015 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perkiraan Konsumsi dan Permintaan Buah-buahan di Indonesia Tahun 2000-2015 Tahun Jumlah Konsumsi per Peningkatan Permintaan Penduduk Kapita Konsumsi (Ribu Ton) (Juta) (Kg/Thn) (persen) 2000 213 36.76 7,830 2005 227 45.70 32.50 10,375 2010 240 57.92 34.00 13,900 2015 254 78.74 34.50 20,000 Sumber : Badan Pusat Statistik (2011) Peningkatan permintaan dan konsumsi akan buah-buahan belum diimbangi dengan kebutuhan gizi masyarakat Indonesia karena secara umum masih di bawah standar kebutuhan minimal. Ditinjau dari jumlah penduduk Indonesia yang sekitar 220 juta jiwa, berarti penyediaan bahan pangan termasuk
2
buah-buahan cukup besar pula. Menurut Departemen Kesehatan, setiap jiwa memerlukan sedikitnya 2,200 kkal/kapita/tahun dimana energi tersebut berasal dari berbagai sumber bahan pangan, misalnya karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Selain standar minimal kebutuhan gizi yang masih belum terpenuhi, nilai pemenuhan gizi berdasarkan kelompok pangan yang dikonsumsi sangat bervariasi. Kebutuhan sumber energi dari kelompok pangan biji-bijian dan gula sudah cukup baik, yaitu hampir 100 persen. Sedangkan untuk konsumsi kelompok sayuran dan buah-buahan rata-rata penduduk Indonesia masih sekitar 50 persen dari kebutuhan kalori yang disarankan (Ashari 2006). Kebutuhan untuk konsumsi buah-buahan yang disarankan FAO adalah 70 kg/kapita/tahun. Sedangkan konsumsi buah-buahan rata-rata penduduk Indonesia pada tahun 2011 baru mencapai 34.55 kg/kapita/tahun (Direktorat Jenderal Hortikultura 2011). Jika dibandingkan negara lain yaitu penduduk Thailand sekitar 70 kg/kapita/tahun bahkan konsumsi penduduk Jepang yaitu 95 kg/kapita/tahun atau sekitar 135 persen dari rekomendasi FAO. Berdasarkan tabel 3, Indonesia diperkirakan dapat mencapai konsumsi buah-buahan yang direkomendasikan FAO pada tahun 2015 yaitu sebesar 78.74 kg/kapita/tahun. Dengan demikian, jelas bahwa peluang memproduksi buah-buahan untuk konsumsi dalam negeri masih memiliki potensi. Hingga saat ini, untuk mencukupi permintaan buah dalam negeri, Indonesia masih harus impor buah dari berbagai negara lainnya baik Australia, Amerika, Thailand, Taiwan dan negara lainnya. Permintaan pasar domestik maupun pasar internasional terhadap komoditas hortikultura di masa mendatang diperkirakan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan tingkat pendapatan. Sejalan dengan liberalisasi perdagangan yang membawa implikasi semakin ketatnya persaingan pasar, diperlukan peningkatan efisiensi dalam upaya peningkatan daya saing. Di sisi lain, antisipasi terhadap kontinuitas pasokan produk baik dalam jumlah maupun mutu sesuai preferensi konsumen dan ketepatan waktu penyediaan juga merupakan unsur prioritas untuk dapat bersaing di pasar dunia (Irawan et al 2001, dalam Rachman et al 2004). Buah naga (Inggris: pitaya) adalah buah dari beberapa jenis kaktus dari marga Hylocereus dan Selenicereus. Buah naga merupakan salah satu jenis buah
3
tropis yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Utara yang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Buah naga mulai dibudidayakan di Indonesia pada tahun 2001 dengan varietas buah naga putih di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur seluas tiga ha1. Saat ini, buah naga juga dibudidayakan di beberapa negara Asia seperti Thailand, Vietnam, Filipina dan Malaysia. Bagi masyarakat di negara tersebut, usaha budidaya tanaman buah naga terus dilakukan karena memiliki potensi dan sangat menguntungkan. Trend buah naga bukan saja hanya dimiliki masyarakat Jakarta, tetapi lambat laun memasuki hingga ke daerah-daerah lain di Indonesia. Di beberapa kota besar Indonesia sudah terlihat kecenderungan permintaan akan buah naga seperti Surabaya (Jawa Timur), Denpasar (Bali) dan Semarang (Jawa Tengah). Pasar swalayan terkemuka di Tanjungkarang, Bandar Lampung, pada akhir tahun 2002 juga sudah mulai dipenuhi buah naga walaupun masyarakat belum begitu mengenalnya. Namun, buah tersebut bukan produksi dalam negeri, melainkan impor dari Thailand. Melihat dari perkembangan produksi dan penjualan di pasar swalayan masih sering terjadi kekosongan. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa prospek usaha buah naga ini masih memiliki potensi (Kristanto 2010). Buah naga merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan di Indonesia. Dengan meningkatnya pendidikan masyarakat akan pentingnya kesehatan, masyarakat menyadari manfaat dari mengkonsumsi buah naga. Namun hal ini terkendala bahwa buah naga di Indonesia sebagian besar masih merupakan produk impor, sehingga peningkatan produksi dan peningkatan daya saing harus dilakukan oleh produsen buah naga di Indonesia agar tidak kalah dengan jenis buah lain terutama produk impor. Kendala utama dalam pengembangan tanaman buah naga di Indonesia adalah kurangnya informasi dalam hal pembudidayaan dan pasar sasaran bagi petani. Salah satu sentra pengembangan buah naga di Indonesia yaitu di Yogyakarta. Produktivitas buah naga di Kabupaten Sleman, Yogyakarta mencapai 68 ton/ha dengan urutan kedua di bawah Kabupaten Ponorogo yang sebesar 72 ton/ha (Direktorat Jenderal Hortikultura 2011). Sabila Farm merupakan salah satu 1
Cahyani. Oktober 2010. Liuk Naga di Tanah Air. Trubus : Halaman 16
4
kebun yang mengembangkan komoditas buah-buahan termasuk buah naga. Komoditas lain yang diusahakan di Sabila Farm diantaranya pepaya, srikaya, delima, jambu dan sirsak. Komoditas lain yang diusahakan dan juga merupakan komoditas unggulan bagi Sabila Farm adalah srikaya dan pepaya. Srikaya dipilih untuk diusahakan karena memiliki potensi dan juga memiliki nilai jual yang tinggi. Lahan yang digunakan untuk mengusahakan srikaya sebesar 2,500 m2. Pepaya juga merupakan salah satu komoditas unggulan dari Sabila Farm. Walaupun demikian, lahan yang digunakan untuk usahatani buah naga paling luas yaitu sebesar empat ha. Sabila Farm mulai membudidayakan buah naga pada tahun 2005. Lahan yang dimiliki Sabila Farm saat ini mencapai tujuh hektar. Walaupun masih tergolong baru, namun buah naga yang dihasilkan sangat terkenal dan sudah didistribusikan ke wilayah Yogyakarta, wilayah Jabodetabek, Makasar, Pontianak dan beberapa daerah lainnya. Sabila Farm terletak di Desa Pakembinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Komoditas buah-buahan, khususnya buah naga di Desa Pakembinangun masih tergolong langka karena hanya Sabila Farm yang mengusahakan buah naga secara komersial. Desa Pakembinangun merupakan salah satu desa yang memiliki kondisi agroekologi yang baik untuk mengusahakan komoditas hortikultura. Jenis komoditas hortikultura yang diusahakan oleh petani di desa Pakembinangun sebagian besar merupakan komoditas sayuran yaitu berupa caisin, selada, cabai dan tomat. Buah naga sebagai buah baru di Indonesia khususnya Yogyakarta sehingga diperlukan suatu proses pengenalan dalam pemasarannya. Sebagian petani sebagai produsen buah naga kini masih memproduksi dalam jumlah kecil. Walaupun dapat dikatakan bahwa pasar mencari produk, namun masalah kualitas harus tetap diperhatikan. Semakin baik mutu buah naga yang dihasilkan maka akan semakin tinggi nilai jual dan semakin cepat terserap pasar (Kristanto 2010). Selain itu, buah naga yang dihasilkan di Indonesia diharapkan tidak hanya dapat memenuhi kontinuitas saja namun juga memiliki keunggulan baik dalam kualitas, rasa, tampilan dan harga sehingga mampu bersaing dengan produk impor.
5
1.2 Rumusan Masalah Salah satu kebun yang mengembangkan komoditas buah naga adalah Sabila Farm. Sabila Farm terletak di Dusun Kertodadi, Desa Pakembinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman DIY. Selain buah naga, komoditas lain yang juga diusahakan di Sabila Farm adalah srikaya dan pepaya. Pemilihan komoditas tersebut karena memiliki prospek yang baik dan nilai jual yang tinggi. Desa Pakembinangun termasuk salah satu desa yang memiliki agroekologi yang baik dalam mengembangkan komoditas hortikultura. Dilihat dari kondisi geografis, Desa Pakembinangun merupakan desa yang strategis dan merupakan pusat kehidupan bagi desa-desa disekitarnya pada wilayah Kecamatan Pakem. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, sebagian petani di Desa Pakembinangun dalam mengusahakan komoditas hortikultura lebih memilih komoditas sayuran. Beberapa komoditas yang diusahakan diantaranya cabai, tomat, sawi dan selada. Adanya kebijakan pemerintah dengan bergabung menjadi salah satu negara anggota WTO akan berimplikasi pada kemudahan produk impor masuk ke Indonesia sehingga produk lokal harus memiliki keunggulan agar tidak kalah dengan produk impor. Selain itu, dalam pemilihan komoditas yang diusahakan harus didasarkan pada komoditas yang memiliki potensi dan nilai ekonomis yang tinggi. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan daya saing dalam mengusahakan suatu komoditas. Sabila Farm sebagai salah satu produsen komoditas hortikultura perlu meningkatkan pendapatan dan efisiensi dalam menjalankan usahanya. Untuk mengukur efisiensi salah satunya dengan efisiensi usahatani. Efisiensi usahatani dapat dilakukan dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio).Rasio R/C menunjukkan besarnya penerimaan untuk setiap rupiah biaya yang dilakukan dalam suatu usahatani. Produktitivitas rata-rata buah naga di Yogyakarta khususnya Kabupaten Sleman cukup tinggi dikarenakan kondisi cuaca dan iklim, serta kesesuaian lahan yang cocok untuk pengembangan budidaya buah naga. Selain itu, prospek pembudidayaan buah naga juga memiliki potensi yang baik karena dapat memberikan pendapatan yang cukup tinggi dibandingkan pembudidayaan komoditas hortikultura lainnya. Namun, buah naga belum banyak diusahakan oleh
6
petani di
Yogyakarta
dikarenakan belum
tersedianya informasi
dalam
pembudidayaan dan informasi pasar yang cukup baik bagi petani. Selain itu, petani khususnya di wilayah desa Pakembinangun lebih memilih mengusahakan komoditas hortikultura lain terutama sayur-sayuran. Pemilihan komoditas tesebut didasarkan karena umur produksi komoditas yang relatif pendek dan tidak memerlukan modal yang besar. Untuk itu, perlu dilakukan analisis daya saing komoditas buah naga terhadap komoditas hortikultura lainnya melalui analisis pendapatan dan efisiensi usahatani. Dari uraian di atas, dalam melihat daya saing suatu komoditas dapat ditelusuri melalui tingkat pendapatan dan efisiensi usahataninya terhadap komoditas yang lain. Pada akhirnya apabila telah terlihat gambaran menyeluruh dari suatu sistem komoditas buah naga, maka dapat dikatakan bahwa tingkat pendapatan dan efisiensi berkaitan dengan peningkatan daya saing. Efisiensi suatu komoditas akan menyebabkan penurunan biaya produksi yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saingnya terhadap komoditas lain. Dalam analisis ini, untuk keunggulan kompetitif didasarkan pada tingkat pendapatan atau keuntungan dan efisiensi yang diperoleh Sabila Farm dari pengusahaan buah naga dibandingkan dengan komoditas lain, dalam hal ini yaitu srikaya dan pepaya. Untuk keunggulan komparatif, menggunakan analisis tingkat pendapatan dan efisiensi pegusahaan buah naga dibandingkan komoditas hortikultura yang diusahakan dalam suatu wilayah, dalam hal ini Desa Pakembinangun dibandingkan komoditas caisin, selada dan cabai. Berdasarkan permasalahan yang diuraikan diatas, maka dalam penelitian ini perlu dianalisis 1. Bagaimana kondisi daya saing buah naga berdasarkan analisis tingkat pendapatan dan efisiensi usahatani buah naga dibandingkan srikaya dan pepaya pada Sabila Farm? 2. Bagaimana kondisi daya saing buah naga melalui analisis tingkat pendapatan dan efisiensi usahatani buah naga dibandingkan komoditas lain yang diusahakan dalam wilayah
Desa Pakembinangun yaitu komoditas caisin,
selada dan cabai? 3. Bagaimana kondisi aspek pasar buah naga dibandingkan komoditas buahbuahan lainnya di Yogyakarta?
7
1.3 Tujuan Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis tingkat pendapatan dan efisiensi usahatani dari pengusahaan komoditas buah naga dibandingkan srikaya dan pepaya pada Sabila Farm. 2. Menganalisis daya saing pengusahaan komoditas buah naga melalui analisis tingkat
pendapatan
dan
efisiensi
usahatani
dibandingkan
komoditas
hortikultura lain yang diusahakan dalam wilayah Desa Pakembinangun yaitu komoditas caisin, selada dan cabai. 3. Menganalisis kondisi aspek pasar buah naga dibandingkan komoditas buahbuahan lainnya di Yogyakarta. 1.4 Manfaat Penulisan Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : 1. Para pengambil keputusan dan pelaku ekonomi dalam sektor hortikultura sebagai upaya untuk merekomendasikan konsep pengembangan produk hortikultura terutama komoditas buah naga. 2. Masyarakat akademik, penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk meneliti lebih lanjut mengenai kondisi pengusahaan dan perdagangan komoditas buah naga di Indonesia. 3. Penulis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan
dalam
mengidentifikasi
dan
menganalisis
permasalahan
komoditas pertanian terutama hortikultura serta sebagai aplikasi teori yang diperoleh selama ini. 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini yaitu terutama diarahkan untuk menganalisis daya saing pengusahaan komoditas buah naga melalui pendapatan dan efisiensi usahatani. Penelitian ini meliputi kegiatan yang terdiri dari (1) analisis perbandingan tingkat pendapatan dan efisiensi usahatani buah naga dibandingkan komoditas lain yang diusahakan dalam kebun Sabila Farm yaitu srikaya dan pepaya pada kurun waktu enam tahun, (2) analisis daya saing buah naga dibandingkan dengan komoditas hortikultura lainnya yang diusahakan dalam wilayah Desa Pakembinangun yaitu komoditas caisin, selada dan cabai dan (3) analisis kondisi pasar komoditas buah naga di Yogyakarta.
8
Penelitian dilakukan di wilayah Desa Pakembinangun dan juga Sabila Farm. Objek penelitian ini antara lain pemilik kebun Sabila Farm, Manajer kebun Sabila Farm, beberapa petani yang mengusahakan komoditas hortikultura dalam wilayah Desa Pakembinangun dan juga beberapa pedagang yang memiliki kios buah di wilayah Samirono dan Gentan. Selain buah naga, jenis komoditas hortikultura dalam penelitian ini dibatasi pada komoditas pepaya, srikaya, caisin, selada dan cabai. Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis pendapatan usahatani diperoleh melalui penerimaan dikurangi biaya produksi. Periode analisis pendapatan usahatani yang dilakukan berdasarkan pada umur buah naga yaitu enam tahun. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini berdasarkan harga yang berlaku pada saat penelitian dilakukan yaitu pada tahun 2012. Untuk komoditas caisin, selada dan cabai tidak memiliki dimensi waktu sehingga hasil produksi diasumsikan sama. Pada kondisi aktual produksi sayuran dapat dipengaruhi oleh musim dan penggunaan input yang berbeda. Sedangkan analisis efisiensi usahatani berupa R/C rasio yang diperoleh melalui penerimaan dibagi biaya produksi. Analisis kondisi pasar dari buah naga di Yogyakarta dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif. Kondisi pasar didasarkan pada pengamatan peneliti secara visual pada kios-kios buah tradisional yang berada di Samirono dan Gentan, Yogyakarta dan juga dibeberapa supermarket yang terdapat buah naga.
9
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Buah Naga 2.1.1 Sejarah Penyebaran Buah Naga Tanaman buah naga berasal dari Amerika Utara dan Amerika Tengah. Pada awalnya tanaman ini ditujukan sebagai tanaman hias, karena bentuk batangnya segitiga dan berduri pendek serta memiliki bunga yang indah mirip dengan bunga Wijayakusuma berbentuk corong dan mulai mekar disenja dan akan mekar sempurna pada malam hari. Karena itulah tanaman ini juga dijuluki night blooming cereus. Nama buah naga atau dragon fruit disebabkan karena buah ini memiliki warna merah menyala dan memiliki kulit dengan sirip hijau yang mirip dengan sosok naga dalam imajinasi di negara Cina. Masyarakat Cina kuno menganggap buah naga membawa berkah, sehingga sering diletakkan di antara dua ekor patung naga berwarna hijau di atas meja altar persembahan kepada dewa. Warna merah buah menjadi mencolok di antara warna naga yang hijau sehingga memunculkan estetika. Dalam perkembangannya, buah naga lebih dikenal sebagai tanaman dari Asia karena sudah dikembangkan secara besar-besaran di beberapa negara Asia terutama negara Vietnam dan Thailand. Seperti didaerah asalnya Meksiko, Amerika Tengah, maupun Amerika Utara meskipun awalnya tanaman ini ditujukan untuk tanaman hias dalam perkembangannya masyarakat Vietnam mulai mengembangkan sebagai tanaman buah, karena memang bukan hanya dapat dimakan, rasa buah ini juga enak dan memiliki kandungan yang bermanfaat dan berkhasiat. Maka tanaman ini mulai dibudidayakan dikebun-kebun sebagai tanaman yang diambil buahnya. Buah naga mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 2000 dan bukan dari budidaya sendiri melainkan diimpor dari Thailand. Tanaman ini mulai dikembangkan sekitar tahun 2001, dibeberapa daerah di Jawa Timur di antaranya Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Jember dan sekitarnya. Hingga kini luas areal penanaman tanaman ini masih terbatas. Hal ini disebabkan karena buah naga masih tergolong baru dan langka (Kristanto 2010).
10
2.1.2.Karateristik Buah Naga Buah naga merupakan kelompok tumbuhan biji tertutup yang berkeping dua. Species dari tanaman buah naga ada empat yaitu Hylocereus undatus (daging putih), Hylocereus polyrhizus ( daging merah), Hylocereus costaricensis (daging merah super) dan Selenicereus megalanthus (kulit kuning, tanpa sisik). Tanaman buah naga termasuk tanaman tropis dan sangat mudah beradaptasi pada berbagai lingkungan tumbuh dan perubahan cuaca seperti sinar matahari, angin dan curah hujan. Curah hujan yang ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman ini sekitar 60 mm/bulan atau 720 mm/tahun. Sementara itu, intensitas matahari yang disukai sekitar 70-80 persen. Oleh karena itu, tanaman ini sebaiknya ditanam di lahan yang tidak terdapat naungan dengan sirkulasi udara yang baik.Pertumbuhan dan perkembangan tanaman buah naga dapat tumbuh dengan baik, baik ditanam di daerah dataran rendah maupun dataran tinggi antara 0-1000 m dpl. Suhu udara yang ideal bagi tanaman ini antara 26-36 0
C dan kelembaban 70-90 persen. Tanah harus berareasi baik dan derajat
keasaman (pH) tanah yang disukai bersifat sedikit alkalis 6.5-7. Tanaman buah naga merupakan jenis tanaman memanjat. Pada habitat aslinya tanaman ini memanjat tanaman lainnya untuk menopang dan bersifat epifit. Secara morfologis tanaman ini termasuk tanaman tidak lengkap karena tidak memiliki daun. Morfologi tanaman buah naga teridi dari akar, batang dan cabang, bunga, buah dan biji. Perakaran buah naga bersifat epifit, merambat dan menempel pada tanaman lain. Dalam pembudidayaannya, dibuat tiang penopang untuk merambatkan batang tanaman buah ini. Perakaran buah naga tahan terhadap kekeringan tetapi tidak tahan dalam genangan air yang terlalu lama. Meskipun akar dicabut dari tanah, tanaman ini masih bisa hidup dengan menyerap makanan dan air dari akar udara yang tumbuh pada batangnya. Batang buah naga berwarna hijau kebiru-biruan atau keunguan. Batang tersebut berbentuk siku atau segitiga dan mengandung air dalam bentuk lendir dan berlapiskan lilin bila sudah dewasa. Dari batang ini tumbuh cabang yang bentuk dan warnanya sama dengan batang dan berfungsi sebagai daun untuk proses asimilasi dan mengandung kambium yang berfungsi untuk pertumbuhan tanaman.
11
Pada batang dan cabang tanaman ini tumbuh duri-duri yang keras dan pendek. Letak duri pada tepi siku-siku batang maupun cabang dan terdiri 4-5 buah duri disetiap titik tumbuh. Buah berbentuk bulat panjang dan biasanya terletak mendekati ujung cabang atau batang. Pada cabang atau batang bisa tumbuh lebih dari satu dan terkadang berdekatan. Ketebalan kulit buah sekitar 1-2 cm dan pada permukaan kulit buah terdapat sirip atau jumbai berukuran sekitar 2 cm. Buah naga mempunyai khasiat yang bermanfaat bagi kesehatan manusia diantaranya sebagai penyeimbang kadar gula darah, pelindung kesehatan mulut, pencegah kanker usus, mengurangi kolesterol, pencegah pendarahan dan mengobati keluhan keputihan. Buah naga biasanya dikonsumsi dalam bentuk buah segar sebagai penghilang dahaga, karena buah naga mengandung kadar air tinggi sekitar 90 persen dari berat buah. Buah naga atau dragon fruit diklasifikasikan sebagai buah eksotik di Indonesia karena harganya cukup mahal dan ketersediaannya masih langka. Prospek buah naga di pasar domestik cukup baik karena penggemarnya semakin meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dengan semakin banyaknya buah naga di supermarket atau pasar swalayan di beberapa kota di Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut sekarang telah berkembang sentra produksi buah naga di beberapa daerah. Namun, produsen buah naga di Indonesia belum mampu memenuhi permintaan domestik sehingga masih harus melakukan impor. Untuk itu, pengusahaan buah naga memiliki potensi pasar yang cukup baik. 2.2. Karakteristik Buah Srikaya Pohon buah srikaya berbentuk perdu dengan ketinggian 3-7 m. Daun memanjang sampai bentuk lanset, dengan panjang 3.5-7 cm, lentur dan bertepi rata. Bunga dalam karangan yang pendek berbunga 2–10. Daun kelopak waktu kuncup tersusun secara katup, segitiga kecil, pada pangkalnya bersatu. Daun mahkota terluar berdaging sangat tebal dengan panjang 2-3 cm, dari dalam putih kekuningan dan pangkalnya berongga. Daun mahkota dalam sangat kecil dengan dasar buah meninggi. Benang sari berwarna putih dan berjumlah banyak. Srikaya dapat tumbuh pada semua jenis tanah. Akan tetapi jenis tanah yang paling baik adalah tanah yang mengandung pasir dan kapur. Srikaya dapat 12
tumbuh baik pada derajat keasaman tanah (pH) antara 6–6.5 dengan ketinggian tempat antara 100–1,000 m dpl (di atas permukaan laut). Pada ketinggian di atas 1,000 m dpl atau dataran tinggi dan pegunungan, tanaman srikaya tumbuh lambat dan enggan berbuah. Iklim yang dibutuhkan tanaman srikaya harus sesuai. Komponen iklim meliputi curah hujan, suhu udara dan angin. Suhu udara yang sesuai dengan tanaman srikaya antara 20–25 °C dan curah hujan yang dibutuhkan tanaman srikaya antara 1,500–3,000 mm/tahun. Sebaiknya curah hujan merata sepanjang tahun. Walaupun tanaman srikaya tahan terhadap kekeringan, tetapi untuk pertumbuhan bunga sampai buah matang perlu kelembaban yang cukup di sekitar sistem perakarannya. Srikaya merupakan buah yang mengandung vitamin C (mencegah asma) dan beberapa manfaat lain diantaranya mengontrol kadar gula darah, menjaga kesehatan jantung, menurunkan tekanan darah, membantu memproduksi energi, memelihara cadangan vitamin B di dalam tubuh yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan fungsi-fungsi tubuh, menjaga kekuatan tulang, membantu menurunkan kadar kolesterol, memelihara kesehatan tiroid, vitamin B9. Daerah pengembangan tanaman srikaya sampai saat ini masih terbatas, hal ini dikarenakan masih sedikit masyarakat yang mengusahakan srikaya secara komersil dan adanya persepsi masyarakat, bahwa srikaya hanya ditanam sebagai tanaman perkarangan saja namun tidak dilihat dari sisi bisnis usaha srikaya. Oleh karena itu, buah srikaya sulit sekali ditemukan di pasar dan hal ini dapat menjadi suatu prospek bisnis bagi pengusaha agribisnis. Beberapa pertimbangan yang menjadikan srikaya berpotensi untuk diusahakan dengan tujuan komersial antara lain, buah srikaya merupakan komoditas buah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki nilai jual yang tinggi (Sakina 2009). 2.3. Karakteristik Buah Pepaya Pepaya adalah tanaman yang berasal dari Amerika Tengah, pusat penyebarannya diduga berada di Meksiko bagian Selatan dan Nikaragua, sekitar abad ke-15 dan ke-17 menyebar ke berbagai negara tropis di benua Asia, Afrika dan pulau–pulau di lautan Pasifik.
13
Pepaya dapat tumbuh dengan baik di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi yang memiliki ketinggian 1,000 m di atas permukaan laut. Keadaan iklim dan lahan di Indonesia sangat cocok untuk budidaya pepaya.Pohon pepaya umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit, dengan tinggi 5–10 m. Daun–daunnya membentuk serupa spiral pada batang pohon bagian atas. Daunnya menyirip lima dengan tangkai yang panjang dan berlubang dibagian tengah. Pepaya memiliki karakteristik monodioecious (berumah tunggal sekaligus berumah dua) dengan tiga kelamin yaitu tumbuhan jantan, betina dan banci. Walaupun tumbuhan jantan seringkali dapat menghasilkan buah secara „partenogenesi‟, namun tumbuhan jantan dikenal sebagai „pepaya gantung‟. Bunga pepaya memiliki mahkota bunga berwarna kuning pucat dengan tangkai atau duduk pada batang. Bunga jantan pada tumbuhan jantan tumbuh pada tangkai panjang dan biasanya ditemukan pada daerah sekitar pucuk. Bentuk buah bulat hingga memanjang dengan ujung meruncing. Buah berwarna hijau gelap ketika muda dan setelah masak menjadi hijau muda hingga berwarna kuning. Daging buah berasal dari karpela yang menebal, berwarna kuning hingga memerah tergantung dari varietasnya. Bagian tengah buah berongga dengan biji berwarna hitam atau kehitaman dan terbungkus semacam lapisan berlendir (pulp) untuk mencegah dari kekeringan. Pepaya (Carita papaya L.) merupakan salah satu tanaman buah yang popular di masyarakat. Pepaya merupakan komoditas hortikultura yang penting karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Buah pepaya dapat disebut buah rakyat karena disukai oleh semua lapisan masyarakat. Pepaya di Indonesia merupakan salah satu komoditas unggulan dan komoditas ekspor. Kecenderungan pola makan yang tidak seimbang menyebabkan ketersediaan buah pepaya semakin dibutuhkan sebagai sumber serat dengan harga relatif lebih murah. Budidaya pepaya umumnya ditunjukkan untuk dijual dalam bentuk buah segar. Daya serap pasar cenderung masih memiliki potensi. Ini ditunjukkan oleh konsumsi per kapita sebesar 2.86 kg pepaya pertahun. Prediksi angka tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun (PT. Cakrawala Pengembangan Agro Sejahtera 2003, diacu dalam Haposan 2006).
14
Proyeksi permintaan pasar terhadap pepaya mencapai 0.77 juta ton pada tahun 2010, sementara itu data produksi pepaya di Indonesia tecatat di Biro Pusat Statistik (BPS) menunjukkan produk rata-rata pada tahun 1992-1998 baru mencapai 0.43 juta ton sehingga Indonesia masih berpeluang untuk meningkatkan produksi pepaya sekitar 0.34 juta ton (79 persen) untuk memenuhi proyeksi permintaan pada tahun 2010 (Sawit et al 1997 diacu dalam Haposan 2006). Pepaya merupakan salah satu buah tropis yang banyak diminati konsumen baik di dalam negeri maupun diluar negeri. Kegunaan pepaya cukup beragam dan hampir semua bagian pepaya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Daun mudanya dapat digunakan sebagai lalapan, bahan baku tradisonal dan lain-lain. Selain itu getah pepaya yang mengandung enzim papain juga dapat diolah menjadi produk perdagangan yang banyak digunakan dalam berbagai makanan, minuman dan industri farmasi. Buahnya selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga juga mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi (Direktorat Jenderal Hortikultura 2005). 2.4. Karakteristik Caisin Tanaman caisin dapat tumbuh baik di tempat berudara panas maupun berudara dingin sehingga dapat diusahakan baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Meskipun demikian tanaman caisin akan lebih baik jika ditanam di dataran tinggi. Daerah penanaman yang cocok yaitu mulai dari ketinggian 5–1200 m di atas permukaan laut. Tanaman caisin dapat tahan terhadap air hujan sehingga dapat ditanam sepanjang tahun. Pada musim kemarau, jika penyiraman dilakukan dengan teratur dan dengan air yang cukup, tanaman akan tumbuh sebaik musim penghujan. Walaupun
demikian,
tanaman
caisin
tidak
senang terhadap
air
yang
menggenang.Tanah yang cocok untuk ditanami caisin adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, subur, serta pembuangan airnya baik. Derajat keasaman (pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya berkisar 6–7. Caisin merupakan tanaman sayuran dengan iklim subtropis, namun mampu beradaptasi dengan baik pada iklim tropis. Caisin tergolong tanaman yang tahan terhadap suhu tinggi (panas). Saat ini, kebutuhan akan caisin semakin lama semakin meningkat seiring dengan peningkatan populasi manusia dan manfaat 15
mengkonsumsi bagi kesehatan. Rukmana (1994) dalam Fahrudin (2009) menyatakan caisin mempunyai nilai ekonomi tinggi setelah kubis crop, kubis bunga dan brokoli. Sebagai sayuran, caisin atau dikenal dengan sawi hijau mengandung berbagai khasiat bagi kesehatan. Kandungan yang terdapat pada caisin adalah protein, lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B, dan Vitamin C. Permintaan masyarakat terhadap caisin semakin lama semakin meningkat. Dengan permintaan caisin yang semakin meningkat, maka untuk memenuhi kebutuhan konsumen, baik dalam segi kualitas maupun kuantitas, perlu dilakukan peningkatan produksi. 2.5. Karakteristik Selada Selada merupakan sayuran yang termasuk ke dalam family Caompositae dengan nama latin Lactuca sativa L. Tanaman selada dapat tumbuh di dataran tinggi maupun dataran rendah, namun lebih baik jika diusahakan di dataran tinggi. Tanaman selada merupakan tanaman yang tidak tahan terhadap hujan dan juga tidak tahan terhadap sengatan matahari langsung yang terlalu panas. Tanaman selada tumbuh baik pada tanah yang subur dan banyak mengandung humus. Tanah yang banyak mengandung pasir dan lumpur juga sangat cocok bagi pertumbuhan tanaman selada. Derajat keasaman tanah (pH) yang ideal untuk pertumbuhan tanaman ini adalah berkisar 6.5–7. Selada merupakan tanaman setahun polimorf (memiliki banyak bentuk), khususnya dalam hal bentuk daunnya. Tanaman ini cepat menghasilkan akar tunggang dalam yang diikuti dengan penebalan dan perkembangan ekstensif akar lateral yang kebanyakan horizontal. Daun selada sering berjumlah banyak, tersusun berbentuk spiral dalam susunan padat. Selada merupakan sayuran yang mempunyai nilai komersial dan prospek yang cukup baik. Ditinjau dari aspek klimatologis, aspek teknis, ekonomis dan bisnis, selada layak diusahakan untuk memenuhi permintaan konsumen yang cukup tinggi dan peluang pasar internasional yang cukup besar (Haryanto dkk, 2003). Tanaman selada merupakan sayuran yang dikonsumsi karena kelembutan, kerenyahan dan karakteristiknya yang berair (Denisen 1979 diacu dalam Prawoto 16
2012). Selada (Lactuca sativa) merupakan sayuran yang sering dimanfaatkan untuk menghias masakan. Selada dihidangkan sebagai pendamping makanan seperti gado-gado, salad, burger, ataupun lalap. Harga sayuran selada cukup tinggi dan pemasarannya cukup mudah. (Saparinto 2011). Untuk itu, seiring dengan pertumbuhan usaha kuliner, maka permintaan selada akan terus meningkat. 2.6. Karakteristik Cabai Secara umum cabai dapat ditanam di areal sawah maupun pekarangan tegal, di dataran rendah hingga dataran tinggi. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu. Tanaman ini berakar tunggang dengan banyak akar samping yang dangkal. Batangnya tidak berbulu, tetapi banyak cabang. Daunnya panjang dengan ujung runcing (oblongusacutus). Cabai berbunga sempurna dengan benang sarinya tidak berlekatan (lepas). Umumnya bunga berwarna putih, namun ada pula yang ungu dan bunga cabai berbentuk terompet kecil. Ada dua golongan tanaman cabai yang terkenal yaitu cabai besar (Capisicum annuum L.) dan cabai kecil (Capisicum frutescens L.). Jenis cabai yang termasuk ke dalam golongan cabai
besar adalah cabai
merah
(Capisicumannum L. var longum L. Sendt). Cabai tersebut buahnya panjang dengan ujungnya runcing dan posisinya menggantung pada ketiak daun. Ketika muda warna buahnya hijau, setelah tua berubah menjadi merah. Cabai dapat dengan mudah ditanam, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Syarat agar tanaman cabai tumbuh baik adalah tanah berhumus (subur), gembur, bersarang, dan pH tanahnya antara 5-6. Tanaman cabai tidak tahan hujan, terutama pada waktu berbunga, karena bunga-bunganya akan mudah gugur. Jika pada tanahnya terlalu banyak air atau becek, tanaman mudah terserang penyakit layu. Oleh karena itu, waktu tanam cabai yang baik adalah pada awal musim kemarau. Namun cabai juga dapat ditanam pada saat musim penghujan dengan syarat drainasenya baik. Tanaman cabai merupakan salah satu sayuran yang memiliki peluang bisnis yang baik. Besarnya kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri menjaadikan cabai sebagai komoditas yang menjanjikan. Permintaan cabai yang tinggi untuk kebutuhan bumbu masakan, industri makanan, dan obat-obatan merupakan potensi untuk mendapatkan keuntungan. Hal ini juga salah satu sebab 17
cabai merupakan komoditas hortikultura yang mengalami fluktuasi harga paling tinggi di Indonesia (Hapernas, dan Dermawan 2011). Kebutuhan masyarakat terhadap komoditas cabai semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Selain itu, semakin bervariasinya jenis dan menu makanan yang memanfaatkan cabai turut membuat kebutuhan cabai meningkat. Permintaan cabai semakin tinggi karena digalakkannya ekspor komoditas nonmigas, seperti tanaman produk pertanian. Oleh karena itu, peluang pengembangan usaha agribisnis cabai memiliki potensi yang tinggi. 2.7. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai buah naga dilakukan oleh Istianingsih (2010) mengenai Pengaruh Umur Panen dan Suhu Simpan terhadap Umur Simpan Buah Naga Super Red (Hylocereus costaricensis). Hasil dari penelitian tersebut yaitu berdasarkan hasil dari peubah yang diuji pada lokasi kebun buah naga Sentul, umur panen yang lebih disarankan untuk buah naga adalah saat 35 HSA. Hal ini disebabkan kesegaran buah lebih terjaga dengan warna kulit buah yangsudah seragam, dan nilai padatan terlarut total yang cukup tinggi. Suhu simpan 150C memiliki kemampuan untuk menyimpan buah lebih lama serta menjaga kandungan kimia buah seperti padatan terlarut total dan asam tertitrasi total agar tidak turun secara drastis selama penyimpanan. Buah nagasuper red dapat disimpan pada suhu ruang selama ± 7 hari dan pada suhu 150C selama ± 14 hari. Penelitian selanjutnya dilakukan dilakukan oleh Puspita (2011) dengan judul Pengaruh Pengemasan dan Suhu terhadap Daya Simpan Buah Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pengemasan dan suhu penyimpanan terhadap daya simpan buah naga super merah yang dilaksanakan di kebun buah naga Indian Hills Sentul, Bogor dan PostharvestLaboratory, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa perlakuan suhu 15 0C dapat memperpanjang daya simpan buah naga super merah hingga 15 hari. Perlakuan pengemasan yang dikombinasikan dengan suhu kamar maupun suhu dingin, tidak berpengaruh nyata terhadap mutu buah naga super merah.
18
Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti komoditas buah naga, namun perbedaannya pada penelitian tersebut hanya terfokus pada buah naga super red sedangkan pada penelitian ini meneliti buah naga terutama varietas buah naga putih. Penelitian mengenai daya saing dilakukan oleh Rohman (2008) dengan judul Analisis Daya Saing Beras Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru (Oryza sativa). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan analisis Policy Analysis Matrix (PAM) Beras Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru di Desa Bunikasih, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur memiliki keunggulan baik secara kompetitif maupun komparatif. Hal ini ditunjukkan dengan nilai indikator efisiensi pengusahaan kedua varietas yaitu nilai PCR dan DRC yang bernilai kurang dari satu. Selain itu, pengusahaan kedua komoditi tersebut memberikan keuntungan baik secara finansial dan ekonomi yang tercermin dari nilai KS dan KP yang positif. Nilai KP untuk Pandan Wangi adalah Rp 19,435,791.94 per ha per tahun sedangkan untuk beras Varietas Unggul Baru adalah Rp 6,608,066.69 per ha per tahun. Nilai KS untuk Pandan Wangi Rp 91,299,286.92 per ha per tahun, sedangkan pada beras Varietas Unggul Baru mencapai Rp 42,280,563.87 per ha per tahun. Analisis dampak kebijakan pemerintah terhadap input dan output secara keseluruhan berdampak menghambat produsen untuk berproduksi atau dengan kata lain kebijakan yang ada belum berjalan secara efektif. Hal tersebut tercermin dari nilai EPC kedua komoditas yang kurang dari satu. Nilai EPC untuk beras Pandan Wangi adalah 0.50 dan untuk beras Varietas Unggul Baru adalah 0.73. Secara keseluruhan komoditas beras Pandan Wangi memiliki daya saing yang lebih baik jika dibandingkan dengan komoditas beras Varietas Unggul Baru. Selain itu, berdasarkan simulasi-simulasi yang dilakukan daya saing beras Pandan Wangi lebih tahan terhadap perubahan jika dibandingkan dengan Varietas Unggul Baru. Kondisi demikian terjadi akibat harga output Pandan Wangi yang lebih tinggi dari harga beras Varietas Unggul Baru dan disebabkan pula oleh besarnya biaya total yang digunakan dalam pengusahaan beras Varietas Unggul Baru selama satu tahun lebih tinggi dari biaya total pengusahaan beras Pandan Wangi.
19
Penelitian lainnya yaitu Analisis Daya Saing Buah-buahan Tropis Indonesia oleh Mudjayani (2008). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif menggunakan analisis dengan pendekatan Teori Berlian Porter (Porter’s Diamond Theory). Sedangkan analisis kuantitatif untuk menjelaskan kekuatan daya saing dilakukan dengan analisis RCA (Revealed Comparative Advantage) untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing buah-buahan tropis Indonesia (komoditas yang diteliti manggis, nenas, pepaya, pisang), dengan metode regresi linear berganda yaitu menggunakan model analisis OLS (OrdinaryLeast Square). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa berdasarkan analisis keunggulan kompetitif (Porter’s Diamond) dengan menganalisis kondisi eksternal serta kondisi internal, buah-buahan tropis Indonesia (manggis. nenas, pepaya, pisang) memiliki keunggulan kompetitif.Berdasarkan analisis keunggulan komparatif (Revealed Comparative Analysis) dari hasil perhitungan nilai RCA, buah-buahan tropis Indonesia memiliki keunggulan komparatif terlihat dari hasil nilai RCA (RCA>1) buah-buahan tropis Indonesia memiliki daya saing kuat. Faktor-faktor yang
mempengaruhi
daya
saing
buah-buahan
tropis
Indonesia
adalah
produktivitas yang berpengaruh positif terhadap daya saing, nilai ekspor yang berpengaruh positif terhadap daya saing, harga ekspor yang berpengaruh negatif terhadap daya saing, dan dummy krisis yang berpengaruh negatif terhadap daya saing. Selain variabel dummy krisis, semua variabel regresi berpengaruh signifikan pada taraf nyata 10 persen. Dari hasil penelitian strategi yang dapat dilakukan untuk peningkatan daya saing buah-buahan tropis Indonesia adalah : (1) menjaga kualitas buah-buahan tropis Indonesia dengan memperbaiki infrastruktur yaitu dengan pengadaan alat pendingin, pemberantasan hama penyakit, dan konsistensi dalam hal pemasokan buah-buahan ke pasar. (2) meningkatkan kinerja ekspor buah-buahan tropis Indonesia. (3) meningkatkan produktivitas buah-buahan tropis Indonesia (dalam penelitian ini adalah manggis, nenas, pepaya, pisang), peningkatan produktivitas dapat meningkatkan jumlah produksi yang berarti meningkatkan daya saing buahbuahan tropis Indonesia. (4) meningkatkan volume ekspor buah-buahan tropis
20
Indonesia yang dapat meningkatkan nilai ekspor buah-buahan tropis sehingga dapat meningkatkan daya saing buah-buahan tropis Indonesia. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Aliyatillah (2009) mengenai Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditas Kakao. Pada penelitian teersebut, alat analisis yang digunakan adalah metode Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa komoditas kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif. Keuntungan privat yang diterima perkebunan sebesar Rp 5,736,356.50 per ha. Dengan demikian, kegiatan pengusahaan kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala layak untuk dijalankan dan dapat bersaing pada tingkat harga privat. Keuntungan sosial yang diperoleh pada pengusahaan kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala adalah Rp 3,016,772.92 per ha, yang berarti pengusahaan kakao tersebut menguntungkan secara ekonomi walaupun tanpa adanya kebijakan pemerintah. Dampak kebijakan pemerintah yang memberikan dukungan terhadap daya saing kakao adalah dengan menetapkan harga output di atas harga efisiennya atau dengan kata lain perkebunan Afdeling Rajamandala menerima insentif dari konsumen. Hal ini ditunjukkan nilai EPC yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah lebih dari satu yaitu 1.12 yang menunjukkan bahwa proteksi pemerintah dalam sistem produksi kakao di perkebunan Rajamandala sudah menunjukkan adanya proteksi. Berdasarkan analisis sensitivitas yang dilakukan, kurs mata uang cukup berpengaruh terhadap daya saing komoditas kakao karena kakao merupakan komoditas internasional. Untuk meningkatkan dayasaing komoditas kakao khususnya di perkebunan Afdeling Rajamandala, upaya yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan kontrak kerjasama dengan negara importir kakao agar fluktuasi niai tukar rupiah tidak menyebabkan daya saing kakao menurun. Adanya penurunan produktivitas lebih dari 10 persen dan penurunan harga kakao sebesar 5 persen akan menyebabkan komoditas kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala tidak berdayasaing baik dari segi keunggulan komparatif maupun kompetitifnya.
21
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Safarudin (2012) dengan judul Analisis Daya Saing Komoditas Gula di Kabupaten Lampung Utara. Penelitian ini secara umum bertujuan menganalisis daya saing komoditas gula di Lampung Utara dan merumuskan alternatif strategi pengembangan komoditas gula di Lampung Utara. Hasil analisis daya saing menggunakan Teori Berlian Porter yang menunjukkan bahwa masing-masing komponen daya saing telah berjalan relatif baik. Analisis keterkaitan antar tiap komponen daya saing menunjukkan keterkaitan yang saling mendukung dan tidak saling mendukung. Keterkaitan yang saling mendukung lebih dominan sehingga dapat disimpulkan bahwa daya saing komoditas gula di Kabupaten Lampung Utara dibandingkan daerah lain di Indonesia relatif kuat. Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa strategi yang dapat dirumuskan untuk meningkatkan daya saing gula di Kabupaten Lampung Utara antara lain (1) melakukan perbanyakan usahatani tebu dengan memanfaatkan lahan yang belum terpakai dan sumber daya pendukung lainnya, (2) meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi produksi gula, (3) pembentukan kluster industri, (4) pengaturan produksi dan impor gula, (5) perbaikan sarana dan prasarana penunjang PG, (6) peningkatan produksi tebu dan gula melalui pemanfaatan teknologi, (7) meningkatkan sosialisasi dan promosi tenang produk gula dari Kabupaten Lampung dan (8) konsolidasi antar tiap pihak dalam agribisnis pergulaan di Kabupaten Lampung Utara. Penelitian yang mengaitkan antara efisiensi dan daya saing dilakukan oleh Kurniawan (2008) dengan judul Analisis Efisiensi dan Daya Saing Usahatani Jagung pada Lahan Kering di Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis produksi, efisiensi, keunggulan kompetitif dan komparatif jagung di lahan kering Kalimantan Selatan. Secara rinci tujuan penelitian adalah: (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jagung dan tingkat efisiensi teknis dan alokatif usahatani lahan kering dengan menggunakan fungsi produksi stochastic frontier dan fungsi biaya dual, dan (2) menganalisis daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif) usahatani jagung lahan kering dan pengaruh efisiensi terhadap daya saing di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan dengan menggunakan PAM.
22
Hasil penelitian menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa secara statistik variabel luas lahan, benih, pupuk organik, pupuk P, pestisida, tenaga kerja dan pengolahan tanah ditemukan berpengaruh nyata terhadap produksi jagung pada taraf α=15 persen, sedangkan pupuk N dan K tidak berpengaruh nyata. Ini diduga karena penggunaan pupuk N diduga sudah berlebihan. Rata-rata penggunaan urea di daerah penelitian adalah 447.5 kg per ha, sedangkan rekomendasi penggunaan pupuk urea adalah 350–400 kg per ha. Efisiensi teknis dianalisis dengan menggunakan model fungsi produksi stochastic frontier. Nilai indeks efisiensi teknis hasil analisis dikategorikan efisien jika lebih besar dari 0.8 karena daerah penelitian merupakan sentra produksi jagung di Kalimantan Selatan. Rata-rata efisiensi teknis petani di daerah penelitian adalah 0.887. jumlah petani memiliki nilai efisiensi teknis lebih besar dari 0.8 adalah 89.48 persen sehingga sebagian besar usahatani jagung yang diusahakan telah efisien secara teknis. Jadi, karena sebagian besar petani telah efisien secara teknis, maka untuk meningkatkan output perlu dilakukan introduksi teknologi baru seperti benih unggul yang lebih sesuai dengan kondisi agroklimat dan mekanisasi pertanian. Efisiensi alokatif dianalisis dengan menggunakan model fungsi biaya dual frontier yang diturunkan dari fungsi produksi frontier. Petani responden di daerah penelitian belum efisien secara alokatif. Rata-rata efisiensi alokatif adalah 0.566. Rendahnya efisiensi alokatif ini menyebabkan efisiensi ekonomis juga rendah, yaitu 0.498. Salah satu penyebab rendahnya efisiensi alokatif ini adalah penggunaan pupuk urea yang berlebihan. Penurunan penggunaan pupuk urea dari 447.51 kg per ha menjadi 400 per ha menyebabkan kenaikan efisiensi alokatif menjadi 0.518 dan efisiensi ekonomis menjadi 0.512. Analisis daya saing dilakukan dengan menggunakan kriteria PCR dan DRC. Berdasarkan nilai PCR dan DRC yang kurang dari satu, artinya jagung di daerah penelitian memiliki daya saing sebagai substitusi impor. Ini dapat dilihat dari terserapnya semua hasil poduksi jagung di pasar lokal, sedangkan jagung impor hanya masuk ke pasar lokal saat paceklik saja. Harga jagung impor lebih mahal daripada harga jagung lokal dengan selisih harga Rp 100/kg.
23
Persamaan penelitian diatas dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang daya saing suatu komoditas. Namun, dalam penelitian ini menggunakan metode yang mengaitkan antara daya saing dengan tingkat pendapatan usahatani, efisiensi usahatani dan kondisi pasar komoditas buah naga. Penelitian yang mengaitkan antara pendapatan buah naga dan daya saing suatu komoditas (buah naga) sampai saat ini belum ada. Penelitian ini akan mencoba mengaitkan antara tingkat pendapatan dan efisiensi usahatani terhadap daya saing suatu komoditas, dalam hal ini adalah komoditas buah naga.
24
III.
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pada setiap negara umumnya pemerintah memiliki andil yang cukup besar dalam melakukan intervensi baik dalam hal produksi maupun perdagangan komoditas pertanian yang pada akhirnya dapat menyebabkan pasar produk-produk pertanian mengalami distorsi (gangguan) (Indriyati 2007). Perubahan lingkungan strategis seperti globalisasi ekonomi menuntut adanya perubahan kebijakan pengembangan agribisnis yang berdaya saing. Peningkatan dayasaing komoditas pertanian sangat dituntut, karena sebagai negara anggota World Trade Organization (WTO) Indonesia harus bisa menghadapi persaingan dunia yang telah mendorong kondisiperekonomian menjadi
semakin kompleks
dan
kompetitif. Upaya peningkatankeunggulan kompetitif, keunggulan komparatif, dan fasilitas kemudahanekspor diharapkan akan mampu meningkatkan dayasaing produk buah Indonesia di pasar internasional (Suherman 2008). Dalam menghadapi pasar bebas (ekonomi pasar global) sesuai dengan kesepakatan bersama dalam World Trade Organization (WTO) yang berlaku mulai tahun 2003, hasil buah-buahan tropis Indonesia menghadapi banyak persaingan yang tidak ringan. Menurut Sunarjono (1998), pasar menghendaki hasil buah-buahan dengan kriteria berikut : 1. Bermutu tinggi sesuai dengan standar mutu dan bebas dari residu pestisida. 2. Volume buah bermutu tersebut harus dapat memenuhi kebutuhan pasar (konsumen). 3. Buah-buahan tersebut harus tiba tepat pada waktu yang diperlukan oleh pelanggan. 4. Buah-buahan tersebut harus kontinu, terus-menerus tersedia bagi pemesan (pelanggan). Pada kenyataannya menurut Rukmana (2008), pengembangan tanaman buah-buahan di Indonesia untuk memenuhi permintaan pasar dalam negeri dan luar negeri masih mengalami banyak hambatan terutama menyangkut rendahnya kuantitas dan kualitas produksi, serta lemahnya jaminan pasar. Berbagai masalah yang perlu mendapat perhatian dalam pengembangan tanaman buah-buahan adalah :
25
1.
Usaha meningkatkan pendapatan petani berlahan sempit melalui peningkatan produksi.
2.
Perbedaan tingkat pendapatan petani dalam menerapkan teknologi produksi menyebabkan produksi yang beragam baik dalam hal kuantitas maupun kualitas.
3.
Penyakit masih merupakan kendala terbesar dalam usahatani buah-buahan di daerah yang lembab atau pada musim hujan. Hal ini mengakibatkan penggunaan pestisida yang tinggi, baik macam maupun jenis bahan aktifnya.
4.
Penanganan pascapanen buah-buahan merupakan faktor penting, namun dengan kurangnya pengetahuan para pelaku tataniaga dalam penanganan buah segar sering menyebabkan kerugian bagi semua pihak. Indonesia sebagai salah satu negara anggota WTO harus meningkatkan
daya saing produk-produk pertanian yang berorientasi ekspor maupun tidak, sehingga bisa menghadapai persaingan dunia yang telah mendorong kondisi perekonomian menjadi semakin kompleks dan kompetitif. Komoditi yang mampu bersaing di era global adalah komoditi yang mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif serta mampu mengenali pasarnya. Selain itu, komoditi tersebut juga harus efisien dalam berproduksi dan dalam kegiatan pemasaran produknya. 3.1.1. Definisi Daya Saing Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1995) menyebutkan bahwa daya saing adalah kemampuan komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk bertahan didalam pasar tersebut. Daya saing sering diidentikan dengan produktifitas (tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit input yang digunakan). Peningkatan produktifitas meliputi peningkatan jumlah input fisik (modal dan tenaga kerja), peningkatan kualitas input yang digunakan dan peningkatan teknologi (total faktor produktifitas) (Mudjayani 2008). Daya saing diidentikkan dengan produktivitas atau tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Peningkatan daya saing dapat dilakukan
dengan
mentransformasikan
keunggulan
komparatif
menjadi
keunggulan kompetitif. Seperti halnya dalam pembangunan agribisnis yang dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing, dimana suatu komoditi memiliki daya saing jika menghasilkan keuntungan yang maksimum. 26
Institut of Management Development (IMD), mendefinisikan daya saing nasional sebagai kemampuan suatu negara dalam menciptakan nilai tambah dalam rangka menambah kekayaan nasional dengan cara aset dan proses, daya tarik dan agresivitas, globality dan proximity serta dengan mengintegrasikan hubunganhubungan tersebut kedalam suatu model ekonomi dan sosial. Dengan kata lain, daya
saing
nasional
adalah
suatu
konsep
yang
diharapkan
dapat
mengidentifikasikan peranan negara dalam memberikan iklim yang kondusif kepada perusahaan-perusahaan dalam rangka mempertahankan daya saing domestik dan global (Safarudin 2012). Esterhuizen et al (2008) diacu dalam Daryanto (2009) mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan suatu sektor, industri, atau perusahaan untuk bersaing dengan sukses untuk mecapai pertumbuhan yang berkelanjutan didalam lingkungan global selama biaya imbangannya lebih rendah daripenerimaan sumber daya yang digunakan. Daya saing menggambarkan kemampuan produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan mutu yang baik dan biaya produksi yang serendahrendahnya. Sehingga pada tingkat harga yang terjadi di pasar, petani dapat memperoleh keuntungan dan dapat mempertahankan kelanjutan produksinya. Daya saing suatu komoditas akan tercermin pada harga jual yang murah di pasar dan mutu yang tinggi. Untuk analisis daya saing suatu komoditas biasanya ditinjau dari sisi penawaran karena struktur biaya produksi merupakan komponen utama yang akan menentukan harga jual komoditas tersebut (Salvatore 1997, diacu dalam Kurniawan 2008). Esensi dari daya saing suatu industri, perusahaan, atau komoditas adalah efisiensi dan produktivitas. Nilai produktivitas pertanian yang masih berada jauh di bawah dibandingkan dengan negara-negara yang lebih maju merupakan pencerminan dari kapasitas ekonomi petani, yang pada gilirannya akan menentukan daya serap petani terhadap teknologi, manajemen, dan input-input moder
lainnya
yang
diperlukan
dalam
meningkatkan
pendapatan
dan
kesejahteraannya. Dalam menghadapi tantangan eksternal dalam era globalisasi yang ditandai dengan persaingan dan perdaganagn bebas, petani dituntut untuk
27
meningkatkan daya saing dan kemandiriannya. Daya saing dalam artian penerapan manajemen dan teknologi yang lebih efisien, produk yang bermutu serta memenuhi selera dan permintaan pasar (Gani 1996). Peningkatan daya saing pertanian dari perspektif mikro dapat dilakukan dengan peningkatan efisiensi dan produktivitas, mendorong investasi, mendorong transformasi pertanian serta melalui kebijakan kondusif bagi pengembangan komoditas pertanian (Daryanto2009). Dalam daya saing produk pertanian yang penting adalah pada tingkat konsumen yang semakin bebas memilih antara hasil produksi dalam negeri maupun impor baik dari segi harga maupun kualitasnya. Permasalahan yang sering terjadi adalah harga yang dibeli konsumen terlalu mahal namun sebaliknya harga yang diterima oleh petani seringkali terlalu rendah. Selain itu, saran produksi dan kebutuhan petani lainnya harus dibayar oleh petani dengan harga yang tinggi (Kartasasmita 1996). Salah satu upaya dalam meningkatkan daya saing suatu komoditas pertanian adalah dengan meningkatkan efisiensinya dalam budidaya atau usahataninya. Dengan efisiensi yang tinggi maka akan berpenagruh terhadap peningkatan daya saing suatu komoditas. Dari beberapa pengertian daya saing, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat konsesus yang secara tegas mendefinisikan daya saing. Oleh karena itu, masih terdapat banyak kemungkinan bagi para ahli dan peneliti untuk mengeksplorasi hal-hal apa saja yang menjadi faktor-faktor penentu daya saing suatu negara (PPSK Bank Indonesia 2008). 3.1.1.1.Keunggulan Kompetitif Keunggulan
kompetitif
merupakan
kemampuan
untuk
memasok
barangdan jasa pada waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen. Barang danjasa tersebut dipasarkan di pasar domestik maupun internasional, pada harga yangsama atau lebih baik dari yang ditawarkan pesaing (Simatupang 1988, diacu dalam Winandi 2009). Keunggulan kompetitifmerupakan indikator efisiensi suatu komoditas secara privat berdasarkan hargapasar komoditi tersebut dan nilai uang yang berlaku saat itu di suatu negara. Keunggulan kompetitif dapat carameningkatkan
produktivitas
dicapai
sumberdaya
dan dipertahankan dengan yang
digunakan.
Apabila 28
suatukomoditas tidak memiliki keunggulan kompetitif, artinya di negara penghasilkomoditas tersebut terjadi distorsi pasar atau terdapat hambatan yang merugikanprodusen. Konsep keunggulan kompetitif digunakan untuk mengukur kelayakan suatu aktivitas atau keuntungan privat yang dihitung berdasarkan harga pasar yang berlaku (analisis finansial).Suatu komoditi dapat mempunyai keunggulan komparatif
dan
kompetitif
sekaligus
yang
berarti
komoditi
tersebut
menguntungkan untuk diproduksi atau diusahakan dan dapat bersaing di pasar. Keunggulan kompetitif suatu komoditi adalah suatu keunggulan yang dapat dikembangkan, jadi keunggulan ini harus diciptakan untuk dapat memilikinya.Dalam mengukur keunggulan kompetitif suatu komoditas dapat menggunakan analisis keuntungan privat pengusahaan antar komoditas dalam suatu usaha. Dalam penelitian ini digunakan analisis pendapatan dari usahatani komoditas tersebut. Dalam analisis finansial pengusahaan suatu komoditasterdapat beberapa analisis yaitu analisis biaya produksi usahatani dan analisis pendapatan usahatani. Biaya produksi atau biaya usaha adalah semua pengeluaran yang dipergunakan selama dalam usaha budidaya.Penggolangan biaya produksi berdasarkan sifatnya dibagi menjadi biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh besarnya atau jumlah produksi. Petani maupun pemilik usaha harus membayarnya berapapun jumlah komoditi yang dihasilkan usahataninya.Biaya tetap terdiri dari pajak, penyusutan alat-alat produksi, bunga pinjaman, sewa tanah, bangunan dan sebagainya.Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang berubah sesuai dengan besarnya produksi.Biaya ini ada apabila ada sesuatu barang yang diproduksi.Biaya variabel terdiri dari bibit, pupuk, makanan ternak, biaya mengembalakan, pembelian sarana produksi, dan lain-lain. Menurut Soekartawi et al (1986), ada beberapa istilah yang digunakan untuk melihat ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani yaitu pendapatan kotor usahatani dan pendapatan bersih usahatani. Pendapatan kotor usahatani yaitu ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai
29
produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual.Dalam menafsirkan pendapatan kotor, semua komponen yang tidak dijual harus dinilai berdasarkan harga pasar.Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor dengan pengeluaran usahatani untuk mengukur imbalan
yang
diperoleh
petani
akibat
dari
penggunaan
faktor-faktor
produksi.Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diterima yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor - faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. 3.1.1.2. Keunggulan Komparatif Keunggulan
komparatif
dapat
diartikan
sebagai
perdagangan
komoditasantar daerah. Suatu daerah yang memiliki hasil pertanian unggul dan dibutuhkanoleh daerah lain dapat menjual komoditasnya tersebut, kemudian outputnya digunakan untuk membeli komoditas yang tidak secara efisien dihasilkannya. Keunggulan
komparatif
merupakan
indikator
daya
saing
suatu
komoditasdalam menghadapi kendala kebijakan pemerintah dan kegagalan pasar.Keunggulan komparatif dapat digunakan untuk mengukur efisiensi usahatanisuatu komoditas berdasarkan analisis ekonomi. Perhitungan tersebut menggunakan harga sosial atau harga bayangan yang menggambarkan biaya imbangan dari pengeluaran dan penerimaan dalam pasar persaingan sempurna. Dalam prinsip keunggulan komparatif menjelaskan lokasi produksi pertanian.Berbagai jenis tanaman dan ternak dengan syarat-syaratnya yang berbeda, harus diusahakan di daerah-daerah atau pada usahatani yang keadaan fisiknya dan sumberdaya lainnya secara ekonomi sangat sesuai.Karena itu, usahatani dengan sumberdaya yang sangat miskin sekalipun dapat mempunyai keunggulan komparatif untuk beberapa komoditi.Prinsip keunggulan komparatif berlaku untuk wilayah yang luas (dunia, negara) ataupun untuk perbandingan antar usahatani. Menurut Soekartawi et al (1986) beberapa faktor yang dapat mengubah keunggulan komparatif, yang penting di antaranya adalah : 1. Pengembangan pola usahatani baru atau perbaikan teknologi 30
2. Perubahan biaya produksi dan harga relatif berbagai komoditi usahatani 3. Perubahan biaya angkutan seperti yang terjadi bila jalan diperbaiki atau rusak 4. Perbaikan kualitas lahan karena drainase, irigasi, dan sebagainya 5. Pengembangan produk subtitusi yang lebih murah Dalam setiap daerah dapat memperbaiki posisi ekonominya dengan komoditi tanaman atau ternak tertentu ataupun kehilangan posisi ekonominya. Untuk mengetahui keunggulan komparatif usahatani suatu komoditas dapat menggunakan analisis efisiensi usahatani. 3.1.2. Hubungan antara Efisiensi dan Daya Saing Menurut Saragih
(1996) diacu
dalam
Kaeruman
(1996) dalam
meningkatkan daya saing ditentukan oleh kemampuan menghasilkan suatu komoditas yang lebih murah dari pesaing, produksinya sesuai dengan preferensi konsumen yang berkembang secara dinamis serta memiliki kemampuan mendayagunakan keunggulan komparatif dari industri hulu sampai hilir. Dalam perekonomian, daya saing dihasilkan melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi (Kartasasmita 1996). Suatu komoditas akan mampu bersaing di pasar bila memiliki daya saing tinggi. Daya saing yang tinggi dicerminkan dengan harga dan kualitas yang baik. Dalam upaya meningkatkan daya saing pertanian perlu dipilih dan dikembangkan produk-produk unggulan yang mampu bersaing di pasar, baik domestik maupun internasional. Pengembangan produk-produk unggulan dilaksanakan melalui serangkaian proses yang saling terkait dan membentuk suatu sistem agribisnis yang terdiri atas subsistem pra produksi, produksi, pengolahan dan pemasaran (Kartasasmita 1996). Dalam menghasilkan suatu komoditas yang berdaya saing, subsistem produksi atau usahatani merupakan subsistem yang berperan sangat penting. Untuk itu, perlu adanya peningkatan efisiensi dalam menghasilkan suatu komoditas tersebut. Salah satu indikator dari efisiensi adalah jika atau sejumlah output tertentu dapat dihasilkan dengan menggunakan sejumlah kombinasi input yang lebih sedikit dan dengan kombinasi input-input tertentu dapat meminimumkan biaya produksi tanpa mengurangi output yang dihasilkan.
31
Dengan biaya produksi yang minimum akan diperoleh harga output yang lebih kompetitif. Salah satu pendekatan daya saing adalah berdasarkan ide umum bahwa daya saing berarti keberhasilan dalam meraih tujuan-tujuan ekonomi di pasar, yang diterjemahkan sebagai peningkatan profitabilitas, dan juga kesejahteraan dalam sudut pandang sosial. Keuntungan privat dan sosial yang positif menggambarkan daya saing tingkat produksi dalam pasar domestik maupun internasional (Curtiss 2001, diacu dalam Kurniawan 2008). 3.1.3. Definisi Usahatani Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan atau mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan factor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan yang maksimal. (Suratiyah 2008). Tujuan utama dari usahatani adalah untuk memperoleh laba yang sebesarbesarnya (Simatupang 2003). Usahatani harus dikelola secara rasional yaitu menggunakan input usahatani secara optimal dengan memperhatikan teknologi dan harga input-output. Dengan demikian, maka perencanaan usahatani harus berorientasi pada pasar output dan dengan mempertimbangkan pasar input (Kasryono et al 1993 diacu dalam Simatupang 2010). Agar dapat mewujudkan usahatani yang berorientasi pasar tersebut, maka petani harus dipandang sebagai seorang manajer usaha bisnis yang otonom dalam arti bebas mengambil keputusan berkaitan dengan penetapan jenis komoditas yang diusahakan, target volume produksi atau skala usaha komposisi input yang digunakan dalam proses produksi (Simatupang 2010). Suatu usahatani sebagai bisnis menjadi lebih efisien dan menguntungkan seringkali disebabkan oleh perubahan-perubahan yang dilaksanakan dalam rangka pengembangan usahatani. Untuk itu, dalam mengembangkan usahatani diperlukan adanya perencanaan. Definisi perencanaan usahatani adalah proses pengambilan keputusan tentang segala sesuatu yang akan dilakukan dalam usahatani yang akan 32
datang dan rencana-rencana usahatani yang memuat sesuatu yang akan dikerjakan pada periode waktu tertentu untuk tujuan tertentu. Untuk itu, petani dapat menentukan komoditas yang akan diusahakan dan juga faktor-faktor produksi yang akan digunakan (Suratiyah 2008). Hernanto (1996) berpendapat bahwa keadaan usahatani yang satu dengan yang lain berbeda dari segi luas, kesuburan, tanaman yang ditanam serta hasilnya. Setiap bagian lahan berbeda kemampuan dan variasinya. Hal ini membuat usahatani yang ada di atasnya juga bervariasi. Demikian juga manusia yang beragam
menyebabkan
beragam
juga
putusan
yang
ditetapkan
untuk
usahataninya. Secara umum beragamnya usahatani dipengaruhi oleh aspek-aspek sosial, ekonomi dan politik yang ada di lingkungan usahataninya. Tujuan
produsen
untuk
mengelola
usahataninya
adalah
untuk
meningkatkan produksi dan keuntungan. Asumsi dasar dari efisiensi adalah untuk mencapai keuntungan maksimum dengan biaya minimum. Kedua tujuan tersebut merupakan faktor penentu bagi produsen dalam pengambilan keputusan untuk usahataninya. Dalam pengambilan keputusan usahatani, seorang petani yang rasional akan bersedia menggunakan input selama nilai tambah yang dihasilkan oleh tambahan input tersebut sama atau lebih besar dengan tambahan biaya yang diakibatkan oleh tambahan input itu. Efisiensi merupakan perbandingan output dengan input yang digunakan dalam suatu proses produksi. Definisi pendapatan usahatani adalah keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dengan penerimaan. Tujuan utama dari analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan dan tindakan. Bentuk dan jumlah pendapatan ini mempunyai fungsi yang sama, yaitu memenuhi keperluan sehari-hari dan memberikan kepuasan petani agar dapat melanjutkan kegiatannya (Soeharjo dan Patong 1973). Soeharjo dan Patong (1973) juga menyatakan bahwa pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak juga dianalisis efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (revenue- cost ratio atau R/C ratio). Jadi analisis R/C ratio dapat dipakai untuk pengujian keuntungan suatu cabang usahatani.
33
Analisis R/C ratio digunakan untuk menguji sebarapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan cabang usahatani bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Semakin tinggi nilai R/C ratio berarti semakin besar penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dan semakin baik kedudukan suatu usahatani. Suatu usahatani dinilai layak apabila memiliki nilai R/C ratio lebih dari satu atau sama dengan satu (Hernanto 1991). 3.1.4. Kondisi Pasar Komoditas Buah-buahan Pada dasarnya pasar dapat diartikan sebagai tempat pertemuan antara penjual dan pembeli atau terdapatnya kekuatan-kekuatan permintaan dan penawaran yang saling bertemu untuk membentuk harga. Dalam pemasaran barang terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui yang biasa disebut bauran pemasaran dan terdiri dari empat komponen, yaitu produk, harga, distribusi dan promosi. Produk adalah suatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapat perhatian, untuk dibeli, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memenuhi suatu keinginan atau kebutuhan. Sedangkan harga adalah sejumlah nilai yang ditukarkan konsumen dengan manfaat dari memiliki atau menggunakan produk yang nilainya ditetapkan oleh pembeli dan penjual melalui tawar menawar atau ditetapkan oleh penjual untuk satu harga yang sama terhadap semua pembeli. Untuk distribusi, sebagian besar produsen menggunakan perantara pemasaran untuk memasarkan produknya khususnya barang dengan membangun suatu saluran distribusi.Pemasaran tidak hanya membicarakan mengenai produk, harga produk dan mendistribusikan produk, tetapi juga mengkomunikasikan produk kepada masyarakat agar produk tersebut dikenal dan ujung-ujungnya dibeli. Didalam pemasaran, penentuan pasar dalam rangka penawaran produk adalah penting yang merupakan konsep STP (segmentating, targetting dan positioning dalam pasar).Dalam segmentasi pasar, pasar terdiri dari banyak sekali pembeli yang berbeda dalam beberapa hal, misalnya keinginan, kemampuan keuangan, lokasi, sikap pembelian dan praktek-praktek pembeliannya. Setelah segmen-segmen pasar diketahui, selanjutnya perlu mengevaluasi dan dilanjutkan dengan memutuskan berapa segmen pasar yang akan dicakup, lalu memilih mana 34
yang akan dilayani. Mengevaluasinya dengan menelaah tiga faktor, yaitu ukuran dan pertumbuhan segmen, kemenarikan struktural segmen serta sasaran dan sumberdaya yang dimiliki.Selanjutnya dalam menentukan posisi pasar, terlebih dahulu perlu mengidentifikasi dan memilih keunggulan kompetitif. Pemasaran merupakan proses yang penting setelah proses produksi pertanian. Kondisi pemasaran menimbulkan suatu siklus atau lingkaran pasar suatu komoditas. Apabila pemasaran suatu komoditas tidak lancar dan tidak memberikan harga yang layak bagi petani maka kondisi ini akan mempengaruhi motivasi petani. Petani kurang semangat dalam merawat maupun memanen hasil produksinya. Akibatnya penawaran akan berkurang, dan menimbulkan kenaikan harga. Setelah harga naik, petani memliki motvasi kembali untuk melakukan pemeliharaan dengan baik. Hal ini menimbulkan penawaran menigkat dan harga kembali turun. Pemasaran yang kurang baik pada suatu komoditas bisa disebabkan oleh beberapa hal yaitu daerah produsen terisolasi, tidak ada pasar, rantai pemasaran terlalu panjang. Pemasaran yang baik akan memberikan dampak dalam peningkatan pendapatan bagi petani karena adanya informasi pasar yang sempurna dan harga yang sesuai. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang telah menjadisalah satu komoditas perdagangan, termasuk buah-buahan. Buah naga merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki prospek yang baik untuk di kembangkan di Indonesia.Hal ini didasarkan karena masih kurangnya produsen buah naga lokal dan semakin meningkatnya permintaan pasar.Untuk memenuhi permintaan konsumen tersebut, Indonesia masih harus mengimpor dari Thailand dan Vietnam. Komoditi yang mampu bersaing diera global adalah komoditi yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif (berdayasaing) serta mampu mengenali pasarnya. Upaya meningkatkan persaingan buah naga dengan buah impor di pasar domestik masih terdapat kendala diantaranya penyebaran produksi buah naga yang dihasilkan tidak merata hanya terpusat pada wilayah tertentu sehingga dalam pendistribusiannya juga mengalami kendala, dan luas areal penanamannya masih tergolong sangat sedikit serta kegiatan pembudidayaan buah 35
naga di Indonesia masih diusahakan dalam skala kecil, petani belum menggunakan teknologi serta masih sedikit wilayah yang dijadikan kebun buah naga berpola agribisnis. Hal ini menyebabkan kuantitas, kontinuitas dan kualitas buah naga yang dihasilkan belum dapat memenuhi permintaan pasar dan kalah bersaing dengan komoditas buah lainnya. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu wilayah penghasil buah naga dengan kondisi agroklimat yang cocok untuk pengusahaan buah naga.Dalam upaya pembudidayaan buah naga memiliki prospek yang baik dan menjanjikan keuntungan.Analisis pendapatan usahatani merupakan analisis yang digunakan pada saat harga yang benar-benar terjadi dan diterima oleh produsen dan konsumen.Analisis ini menunjukkan tingkat pengembalian/keuntungan atas biaya yang sudah dikeluarkan atau selisih antara penerimaan dan biaya. Analisis keunggulan kompetitif dilihat dengan menggunakan analisis tingkat keuntungan pengusahaan buah naga dalam perusahaan tersebut. Dalam hal ini, membadingkan antara komoditas buah naga dengan komoditas lain yaitu srikaya dan pepaya. Analisis untuk menunjukkan keunggulan komparatif menggunakan analisis tingkat pendapatan usahatani dalam suatu wilayah. Dalam hal ini mengambil beberapa komoditas yang diusahakan di Desa Pakembinangun. Komoditas hortikultura yang dipilih sebagai pembanding yaitu komoditas caisin, selada dan cabai. Analisis yang digunakan meliputi analisis pendapatan dan efisiensi usahatani. Efisiensi dalam pengusahaan komoditas maka akan berpengaruh terhadap pendapatan dan daya saing komoditas tersebut, karena efisien akan menurunkan biaya produksi yang akhirnya akan meningkatkan daya saing. Langkah terakhir yaitu melalui analisis kondisi aspek pasar buah naga di Yogyakarta.Skema kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
36
Buah naga merupakan komoditas baru yang dikembangkan di Yogyakarta, khususnya Desa Pakembinangun Petani lebih memilih mengusahakan komoditas hortikultura lain, selain buah naga Pengusahaan buah naga dianggap kurang menjanjikan atau menguntungkan dibandingkan komoditas hortikultura lain Sabila Farm merupakan kebun yang mengusahakan komoditas buah-buahan, salah satunya adalah buah naga
Analisis daya saing buah naga pada Sabila Farm terhadap komoditas lain
Analisis tingkat pendapatan buah naga di Sabila Farm dibandingkan dengan pepaya dan srikaya
Analisis tingkat pendapatan dan efisiensi pengusahaan buah naga dalam wilayah desa Pakembinangun dibandingkan dengan caisin, selada dan cabai
Analisis kondisi aspek pasak buah naga di Yogyakarta
Gambar 1 : Kerangka Pemikiran Operasional
37
IV.
METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Sabila Farm dan wilayah Desa Pakembinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengambilan data primer dilaksanakan pada bulan Maret-April 2012. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilaksanakan mulai bulan Desember 2011. 4.2 Metode Penentuan Sampel Pemilihan
lokasi
dilakukan
secara
sengaja
(purposive)
dengan
pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu produsen buah naga. Pertimbangan lainnya yaitu pada Sabila Farm belum diteliti mengenai daya saing komoditas buah naga dari aspek pendapatan, efisiensi usahatani terhadap komoditas lainnya dan aspek pasarnya sehingga perlu dilakukan kajian untuk pembuktian secara ilmiah. 4.3 Data dan Instrumentasi Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung dan wawancara mendalam terhadap pemilik Sabila Farm, wawancara dengan petani komoditas hortikultura selain buah naga di Desa Pakembinangun, wawancara dengan manajer kebun dan wawancara denganbeberapa pedagang buah naga. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui Perpustakaan LSI IPB, Perpustakaan FEM, Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementrian Pertanian, Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian dan Lembaga Penelitian Pertanian. Data sekunder yang digunakan merupakan data yang berkaitan dengan topik skripsi dan juga data mengenai beberapa komoditas yang dianalisis dalam penelitian ini. 4.4 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri. Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui observasi, wawancara langsung dan wawancara mendalam kepada pemilik dan manajer kebun, wawancara dengan petani lain di wilayah Desa Pakembinangun yang mengusahakan komoditas
38
hortikultura selain buah naga. Wawancara dengan pemilik kebun dilaksanakan untuk memperoleh informasi mengenai biaya yang dikeluarkan untuk sarana produksi, biaya tenaga kerja, manajemen dan struktur organisasi dan juga strategi pemasaran yang digunakan oleh Sabila Farm. Wawancara dengan petani di wilayah Desa Pakembinangun berjumlah lima orang dan dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai biaya sarana produksi, teknik budidaya, biaya tenaga kerja dan pemasaran komoditas yang diusahakan. Pemilihan petani dilakukan secara sengaja oleh peneliti dengan melakukan observasi sebelumnya. Wawancara dengan manajer kebun dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai teknik dan proses budidaya usahatani pada Sabila Farm. Data sekunder diperoleh dari data-data perusahaan, Direktorat Jenderal Hortikultura, Badan Pusat Statistik, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Perpustakaan IPB, dan Perpustakaan FEM, buku-buku, penelitian terdahulu, dan informasiinformasi dari internet yang sesuai dan berkaitan dengan topik penelitian. 4.5 Metode Pengolahan Data Analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan pengkajian tentang gambaran umum Desa Pakembinangun, gambaran umum Sabila Farm, gambaran umum budidaya beberapa komoditas yang dianalisis dan tentang kondisi dari aspek pasar buah naga dibandingkan dengan jenis buah lainnya. Sedangkan analisis kuantitatif untuk menjelaskan kekuatan daya saing melalui analisis tingkat pendapatan dan efisisensi usahatani dari pengusahaan buah naga pada Sabila Farm dibandingkan dengan komoditas srikaya dan pepaya. Selain itu, juga membandingkan tingkat pendapatan dan efisiensi usahatani buah naga dengan komoditas hortikultura lain yang diusahakan di wilayah Desa Pakembinangun yaitu komoditas caisin, selada dan cabai. 4.5.1 Analisis Pendapatan Usahatani Secara
umum
pendapatan
merupakan
hasil
pengurangan
antara
penerimaan total (Total Revenue), dengan sejumlah biaya yang dikeluarkan. Penerimaan usahatani merupakan nilai dari penjualan produksi total yang
39
dihasilkan. Penerimaan untuk komoditas berasal dari penjualan hasil produksi. Untuk memperoleh analisis usahatani maka dapat digunakan rumus berikut ini : Y = TR – BT – BD ……………………………………….
(1)
TR = P x Q ……………………………………………….
(2)
Dimana : Y = Pendapatan Total TR = Total Penerimaan BT = Biaya Tunai BD = Biaya yang diperhitungkan P = Harga jual Q = Jumlah yang dijual Biaya tunai terdiri dari sarana produksi, tenaga kerja luar keluarga dan pajak lahan. Dalam usahatani beberapa komoditas hortikultura diantaranya buah naga, pepaya, srikaya, caisin, selada dan cabai, biaya tunai berasal dari biaya sarana produksi, tenaga kerja luar keluarga, dan sewa lahan. Sedangkan biaya yang diperhitungkan hanya berasal dari penyusutan alat, karena pada baik pada Sabila Farm mauun petani (pemilik usahatani) tidak terdapat tenaga kerja dalam keluarga. Biaya
penyusutan
alat-alat
pertanian
diperhitungkan
dengan
membagiselisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanyamodal pakai. Metode yang digunakan ini adalah metode garis lurus. Metode inidigunakan karena jumlah penyusutan alat tiap tahunnya dianggap sama dandiasumsikan tidak laku bila dijual. Rumus yang digunakan yaitu (Soekartawi 2006). Rumus yang digunakan adalah : Biaya Penyusutan = (Nb-Ns) ………………………………………. n Keterangan :
(3)
Nb = Nilai pembelian (Rp) Ns = Nilai sisa (Rp) n = Umur ekonomis (tahun) 4.5.2 Analisis Efisiensi Usahatani Untuk mengetahui efisiensi kegiatan usahatani dapat menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio). Analisis R/C dapat diketahui dengan melalui perbandingan antara total penerimaan pada masing-
40
masing usahatani dengan total biaya. Analisis R/C rasio secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : R/C = Total Peneriman …………………………………… Biaya R/C = Q x Pq …….……………………… TFC + TVC Keterangan :
(4) (5)
R = Penerimaan (Revenue) C = Biaya (Cost) Q = Total Produksi (kg) Pq = Harga persatuan produk (Rp) TFC = Biaya tetap (total fixed cost) TVC = Biaya variabel (total variable cost) Rasio R/C menunjukkan besarnya penerimaan untuk setiap rupiah biaya yang dilakukan dalam suatu usahatani. Semakin tinggi nilai R/C, maka usahatani tersebut semakin menguntungkan. Jika nilai R/C ratio lebih dari satu (R/C >1) maka usahatani tersebut menguntungkan untuk diusahakan, sementara jika R/C ratio kurang dari satu (R/C <1) maka usahatani tersebut tidak menguntungkan. Analisis R/C rasio dalam penelitian ini merupakan jumlah penerimaan dibagi dengan biaya produksi selama periode analisis yang digunakan yaitu enam tahun. 4.5.3. Analisis Kondisi Pasar Buah naga Metode yang digunakan dalam analisis ini menggunakan metode deskriptif yaitu dengan menggambarkan bagaimana kondisi aspek pasar buah naga melalui posisi display buah naga di kios buah tradisional maupun supermarket. Peneliti melakukan pengamatan dibeberapa kios buah tradisional maupun supermarket yang terdapat buah naga dan mendiskripsikan bagaimana daya saing buah naga melalui penempatan atau posisi display buah naga dibandingkan jenis buah lainnya. 4.6. Definisi Operasional 1. Lahan yang digunakan merupakan lahan sewa dengan biaya sewa setiap tahunnya
Rp 5,000,000.00 untuk setiap ha dan tidak terdapat biaya Pajak
Bumi dan Bangunan.
41
2. Modal yang digunakan merupakan modal petani sendiri sehingga tidak terdapat bunga pinjaman. 3. Komoditas yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu buah naga, pepaya, srikaya, caisin, selada dan cabai. 4. Periode waktu analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah enam tahun berdasarkan umur buah naga yang telah diusahakan di Sabila Farm. 5. Harga yang digunakan adalah harga yang berlaku pada saat penelitian dilaksanakan yaitu awal tahun 2012. Buah Naga Putih 1. Dalam satu tiang panjatan terdapat empat tanaman buah naga dengan jarak tanam 2.5x 2.5m dan populasi dalam satu ha adalah 1,600 tiang. 2. Buah naga dapat mulai dipanen pada tahun pertama setelah tanam (tahun kedua) dengan hasil produksi sebesar tujuh kg untuk setiap tiang atau 11.2 ton per ha. Sedangkan tahun ketiga sebesar 24 ton dan tahun-tahun berikutnya mengalami peningkatan sebesar delapan ton untuk setip ha. Pembagian grade dan harga berdasarkan berat buah yaitu sebagai berikut : Grade A : >0.5 kg = Rp 20,000/kg dengan presentase 60 persen Grade B : 0.35 – 0.6 kg = Rp 15,000/kg dengan presentase 20 persen Grade C : <0.35 dan buah pecah/rusak = Rp 10,000/kg dengan presentasi 5 persen 3. Buah naga panen secara berturut–turut pada bulan November–April setiap tahunnya. 4. Pada setiap musim panen buah naga yang dikonsumsi sendiri sebesar 10 persendari total produksi 5. Buah naga yang tidak lolos grading dan tidak layak jual sebesar 5 persen Pepaya 1. Jenis pepaya yang dianalisis dalam penelitian ini adalah pepaya Hawai dan pepaya California. 2. Populasi pepaya dalam satu hektar adalah 1,600 tanaman dengan jarak tanam 2.5x 2.5 m. 3. Pepaya dapat mulai dipanen pada umur tujuh bulan setelah tanam dan menghasilkan produksi sampai umur empat tahun. 42
4. Produksi antara pepaya Hawai dan California setiap tahunnya sama yaitu untuk tahun pertama sebesar 32 ton. Pada tahun kedua produksinya sebesar 80 ton, tahun ketiga 48 ton dan tahun keempat mengalami penurunan hasil dengan produksi sebesar 16 ton setiap hektar. 5. Pembagian grade dalam penjualan pepaya adalah sebagai berikut : Grade A : 35 persen dengan harga Rp 5,000.00/kg Grade B : 40 persendengan harga Rp 4,000.00/kg Grade C : 20 persendengan harga Rp 2,500.00/kg 6. Buah yang tidak lolos grading dan tidak layak jual sebesar 5 persen dari total produksi. 7. Buah pepaya merupakan buah yang tidak musiman sehingga panen dapat dilakukan setiap minggu. Srikaya 1. Srikaya yang dianalisis dalam penelitian ini adalah varietas srikaya jumbo/Australia. 2. Srikaya dapat mulai dipanen pada umur dua tahun setelah tanam (tahun ke tiga). 3. Jarak antar tanaman yaitu 2.5 x 2.5m dan populasi dalam satu hektar adalah 1,600 tanaman. 4. Produksi yang dihasilkan pada tahun ketiga sebesar 24 ton, tahun keempat sebesar 40 ton, tahun kelima sebesar 56, tahun keenam sebesar 72 ton 5. Presentase buah yang dikonsumsi sendiri sebesar 20 persen dari total produksi sedangkan buah yang tidak layak jual (tidak lolos grading) sebesar 20 persen 6. Harga jual yang ditetapkan untuk komoditas srikaya yaitu Rp 50,000.00 per kg untuk grade A dengan presentasi 10 persen dan grade B dengan harga Rp 40,000.00 per kg dengan presentasi 50 persen Sawi 1. Sawi yang dianalisis dalam penelitian ini adalah jenis caisin 2. Produksi yang dihasilkan rata–rata setiap satu kali produksi sebesar 7.2 ton. 3. Caisin dapat di panen pada umur 25-30 hari setelah tanam (HST). 4. Dalam satu tahun, caisin dapat berproduksi sebanyak delapan periode tanam.
43
5. Harga jual caisin berkisar Rp 2,500.00-3,500.00 per kg. Dalam penelitian ini menggunakan harga rata–rata yaitu Rp 3,000.00 per kg. Selada 1. Jenis selada yang digunakan dalam penelitian ini adalah selada keriting 2. Produksi yang dihasilkan rata–rata dalam setiap kali produksi adalah enam ton. 3. Selada dapat dipanen pada umur 40–50 HST (hari setelah tanam). 4. Dalam satu tahun, selada dapat berproduksi sebanyak enam kali periode tanam. 5. Harga jual selada berkisar Rp 4,000.00–6,000.00 per kg. Dalam analisis penelitian ini menggunakan harga rata–rata yaitu Rp 5,000.00 per kg. Cabai 1. Jenis cabai yang dianalisis dalam penelitian ini adalah cabai keriting. 2. Populasi cabai dalam satu ha yaitu 14,400 tanaman dengan produksi 0.7 kg. tiap tanaman sehingga produksinya sebesar 10.08 ton setiap ha. 3. Cabai dapat mulai dipanen pada umur tiga bulan 10 hari setelah tanam. 4. Dalam satu tahun cabai dapat berproduksi sebanyak dua kali periode tanam. 5. Harga cabai keriting di tingkat petani berkisar antara Rp 20,000.00–30,000.00 per kg, dalam penelitian ini harga yang digunakan adalah harga rata–rata yaitu Rp 25,000.00 per kg
44
V. GAMBARAN UMUM 5.1. Gambaran Umum Desa Pakembinangun Desa Pakembinangun, terletak Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Desa Pakembinangun berada pada ketinggian
sekitar 500 m di atas permukaan laut yang merupakan kawasan yang dekat dengan Gunung Merapi. Hal ini yang menyebabkan wilayah tersebut memiliki kondisi agroklimat yang baik dan udara yang sejuk. Luas wilayah Desa pakembinangun 451 ha dengan klasifikasi kota kecil dan merupakan desa terkecil dibandingkan desa-desa diwilayah Kecamatan Pakem
yaitu Desa
Purwobinangun, Candibinangun, Harjobinangun dan
Hargobinangun. Namun, Desa Pakembinangun memiliki lokasi yang strategi dan kondisi infrastruktur yang sudah baik sehingga mobiitas masyarakat lebih mudah. Desa Pakembinangun merupakan pusat kehidupan dari Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terutama karena di desa ini terletak beberapa prasarana ekonomi dan sosial yang melayani desadesa lain sekitarnya, antara lain kantor pos, dua rumah sakit besar (RS Grahasia dan RS Panti Nugraha), pasar tradisional terbesar di sepanjang Jalan Raya Kaliurang bagian atas, kantor cabang beberapa bank, kantor pegadaian, terminal angkutan umum, dan hanya sekitar 2-3 kilometer dari Kampus Utara Universitas Islam Indonesia (UII) dan Pusat Pelatihan Pegawai Bank Rakyat Indonesia (BRI). Beberapa pusat seni dan budaya, seperti Galeri Kartika Affandi, juga terletak di desa ini. Puluhan restoran besar dan warung, toko dan gerai, wisma tamu, penginapan dan hotel juga berjajar sepanjang jalan-jalan utama yang melintasinya. Jaringan transportasi di desa Pakembinangun cukup baik, kondisi jalan yang baik dan sebagian besar telah beraspal menunjukkan bahwa desa ini memiliki fasilitas infrastruktur yang baik. Berdasarkan keadaan geografis lokasi pengusahaan komoditas hortikultura memiliki prospek yang cukup baik. Jika dilihat dari kondisi fisik, Desa Pakembinangun berada pada kondisi yang sesuai dengan kriteria tumbuh tanaman hortikultura, sehingga komoditas-komoditas tersebut dapat berproduksi sesuai dengan yang diharapkan oleh petani. Apabila dilihat dari sarana dan prasarana,
45
lokasi usaha berada dekat jalan Raya Kaliurang sehingga tidak ada hambatan pada akses jalan yang memudahkan konsumen untuk datang. 5.2. Gambaran Umum Sabila Farm Kebun Sabila Farm merupakan usaha perseorangan yang memiliki badan Hukum Usaha Dagang dan bergerak dalam bidang pengusahaan buah-buahan. Usaha ini didirikan oleh Pak Gun Soetopo yang akrab dipanggil Pak Gun dengan modal usaha pribadi pada tahun 2004. Pada awal usahanya, Pak Gun menyewa lahan desa dengan menanam berbagai jenis komoditas seperti melon, semangka, ketimun dan tomat. Pemilihan jenis komoditas tersebut dengan tujuan untuk mengaktifkan unsur hara didalamnya dikarenakan lahan tersebut sebelumnya merupakan lahan kritis dan tidak dimanfaatkan. Pada bulan April 2005, Pak Gun bersama dengan istrinya, Ibu Elly memulai menanam buah naga sebanyak 850 tiang atau 3,400 bibit dengan bibit yang berasal dari Surabaya. Buah naga tersebut terdiri dari 800 tiang buah naga putih dan 50 tiang buah naga merah. Lahan desa yang di sewa tersebut pada awalnya merupakan lahan kritis yang tidak dimanfaatkan. Kemudian Pak Gun mengoptimalkan lahan tersebut untuk usahatani buah naga tanpa mengolah lahan secara keseluruhan. Lahan tersebut kemudian digali dengan ukuran 30 x 60 x 60 cm untuk lubang pertama, dan lubang kedua ukuran 10 x 10cm dengan kedalaman 50 cm pada bagian tengah pada lubang pertama sebagai tempat berdirinya tiang panjatan. Pada prinsipnya, buah naga merupakan keluarga kaktus yang tidak terlalu membutuhkan air, yang terpenting adalah unsur hara yang terdapat disekitarnya dapat mencukupi sehingga tidak perlu mengolah tanah secara keseluruhan. Pada tahun 2006, Pak Gun menambah jumlah pengusahaan buah naga dengan menanam 1,200 tiang. Pada penanaman tersebut, bibit yang digunakan adalah milik sendiri yaitu merupakan hasil stek pada tanaman sebelumnya. Sedangkan tiang panjatannya menggunakan tanaman „jaran‟ (glyricidea) yang didapat dari Probolinggo dengan harga Rp 15,000.00 per bibit ukuran dua meter. Sampai saat ini, Sabila Farm memiliki lahan seluas tujuh hektar dengan komoditas lain yang diusahakan diantaranya adalah srikaya, pepaya, sirsak, pisang, delima, jambu biji merah dan jambu kristal. 46
Pada Mei tahun 2010, bibit buah naga hasil dari Sabila Farm berupa stek mendapat ijin dari Kementerian Pertanian RI sebagai varietas unggul yang dinamakan Sabila Putih untuk buah naga putih dan Sabila Merah untuk buah naga berwarna merah. Sampai saat ini, bibit Sabila merupakan satu-satunya bibit lokal di Indonesia yang berlabel dan dilepas oleh Kementerian Pertanian. Hal ini merupakan kepuasan tersendiri bagi pemilik karena proses tersebut tidak mudah dan harus dilakukan berbagai pengujian baik dari pemerintahan maupun perguruan tinggi. Dengan adanya ijin tersebut Pak Gun juga berhasil membuktikan apabila diusahakan dengan tepat dan benar maka produk lokal dapat memiliki daya saing lebih tinggi dibanding produk impor. Luas lahan yang digunakan untuk pengusahaan buah-buahan oleh Sabila Farm sebesar tujuh hektar. Lebih dari setengahnya digunakan untuk mengusahakan komoditas buah naga. Komoditas lain yang diusahakan terdiri dari pepaya, srikaya, delima, sirsak dan jambu. Dalam manajemen organisasi, Pak Gun selaku pemilik sekaligus pimpinan selalu memberikan pengarahan kepada karyawan dan tenaga kerjanya. Pengarahan itu berupa tanggungjawab dari masing–masing tenaga kerja serta dampak yang akan diterima apabila para tenaga kerjanya bekerja secara tidak jujur. Pimpinan juga memberikan kebebasan dalam penentuan hari libur. Selain itu, Pak Gun juga menerapkan sistem reward dan punishment. Reward diberikan kepada para tenaga kerja yang bekerja dengan benar dan sungguh-sungguh sesuai tanggungjawabnya dan diberikan terutama pada saat Hari Raya Idul Fitri dan juga pada saat panen raya. Sedangkan punishment, diberikan kepada para tenaga kerja yang bekerja secara tidak jujur. Sebagai contoh, hukuman diberikan apabila ada tenaga kerja/karyawan yang menjual hasil kebun tanpa ada catatan dan sepengetahuan dari pemilik. Bentuk hukuman yang diberikan adalah langsung dikeluarkan dan tidak dipekerjakan lagi. Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Sabila Farm selain pengadaan bibit dan budidaya adalah memberikan pelatihan baik kepada petani, mahasiswa, dosen maupun dinas pertanian berbagai wilayah. Selain itu, Sabila Farm juga sering mendapat kunjungan dari berbagai lembaga baik dari pemerintahan, swasta maupun perguruan tinggi yang akan mengajak untuk bekerjasama.
47
Dalam setiap kegiatannya, terutama sebagai motivator bagi petani lainnya, Pak Gun mengajarkan bagaimana menjadi petani yang inovatif. Inovatif disini bermakna bahwa hasil dari pertaniannya harus memiliki kualitas dan inovasi tesendiri sehingga tidak kalah dengan produk lain terutama produk impor pada komoditas yang sama. Inovasi ini dapat dicapai dalam hal budidaya usahatani dengan memanfaatkan dan menerapkan ilmu dan teknologi yang ada. Hal ini bertujuan agar para petani dapat menerima teknologi baru dan tidak terpaku pada cara budidaya yang lama dan konvensional. Dalam pengusahaan buah naga, Sabila Farm tergabung dalam ABNI yaitu Asosiasi Buah Naga Indonesia dan Pak Gun didaulat sebagai ketua ABNI. Beberapa peran ABNI diantaranya yaitu pertukaran informasi baik dari segi peraturan dalam penggunaan benih berlabel, kebun terdaftar dalam pemerintah daerah dan juga budidaya agar sesuai SOP. Dengan adanya ABNI tersebut, hasil produksi buah naga memiliki kualitas yang baik dan petani memiliki bargaining position yang tinggi karena tidak akan menjatuhkan harga jualnya.
Gambar 2 : Usahatani melon
Gambar 3 : Pelepasan Bibit Sabila sebagai Bibit Unggul oleh Kementrian Pertanian
48
Gambar 4 : Kebun Terdaftar oleh Pemda
Gambar 5 : Kunjungan Menteri Pertanian
Gambar 6 : Pelatihan PNS KementanGambar 7 : Kunjungan Kelompok Tani 5.2.1. Strategi Pemasaran STP 1.Segmentasi Pada sistem pemasarannya, Sabila Farm lebih fokus kepada beberapa kelompok pilihan konsumen saja, bukan kepada keseluruhan pasar dengan meninggalkan mass marketing. Sabila Farm lebih menerapkan individual marketing dimana mencoba menganggap setiap individu memiliki keinginan sendiri–sendiri dan produsen harus mampu melayani dengan produk yang ditawarkan. Sabila Farm menganggap bahwa setiap individu adalah unik dan spesial sehingga harus dilayani dengan baik. Segmentasi yang dilakukan adalah 49
berdasarkan tingkat pendapatan dari konsumen yang berpengaruh kepada gaya hidup dan perilaku pembelian. Segmentasi yang dilakukan berdasarkan demografi dengan alasan keinginan, preferensi, dan tingkat penggunaan sangat berkaitan erat dengan variabel demografi. 2. Targetting Target konsumen yang dibidik
untuk pemasaran buah naga adalah
konsumen rumah tangga yang terdidik dan memiliki kepedulian terhadap lingkungan serta memiliki kesukaan terhadap buah tersebut. Terdidik dalam artian disini adalah konsumen yang memiliki kesadaran yang tinggi akan kesehatan dan produk yang berkualitas. Apabila di kaitkan dengan promosi yang didasarkan atas manfaat buah–buahan terhadap kesehatan maka akan lebih mudah diterima. Konsumen yang menjadi sasaran merupakan masyarakat menengah ke atas dengan tingkat pendapatan yang tinggi dan bersedia mengeluarkan biaya yang tinggi untuk produk buah–buahan khususnya buah naga, srikaya dan pepaya. 3. Positioning Penentuan posisi merupakan usaha menanamkan persepsi yang positif bagi produk perusahaan ke dalam benak konsumen. Dengan semakin banyaknya masyarakat yang berpendididkan tinggi maka kesadaran akan kesehatan juga semakin meningkat. Oleh karena itu, produk perusahaan dapat diposisikan sebagai produk yang mempunyai kualitas tinggi dan bermanfaat bagi kesehatan. Penentuan posisi (positioning) sebuah produk adalah bagaimana sebuah produk dapat dirumuskan secara berbeda leh konsumen atas atribut–atribut yang di anggapnya penting, relatif disbanding dengan produk pesaing. Positioning bertujuan bagaimana membuat dan menggiring anggapan konsumen kepada anggapan yang perusahaan harapkan. Dalam hal ini, Sabila Farm mencoba membidik dan mengedukasi konsumennya dengan memberikan brosur dan menjelaskan mengenai nilai gizi dari buah naga dan manfaatnya bagi kesehatan. Selain itu, Pak Gun juga memberikan edukasi bagaimana memilih produk komoditas pertanian yang berkualitas, tidak hanya dari segi fisik produk tersebut melainkan juga proses produksi (budidayanya). Hal ini didasarkan karena setiap proses budidaya yang dilakukan akan berpengaruh terhadap kualitas produk yang dihasilkan.
50
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Penerapan Sistem Usahatani pada Wilayah Desa Pakembinangun 6.1.1. Sistem Usahatani Buah Naga Pengusahaan buah naga di Sabila Farm dilakukan pada lahan bukan sawah dengan jarak tanam 2.5 m x 2.5 m dengan populasi adalah 1,600 tiang atau 6,400 tanaman per ha. Buah naga mengalami musim berbuah sekitar bulan November sampai Mei setiap tahunnya. Buah naga yang di analisis dalam penelitian ini lebih berfokus pada buah naga berdaging putih. Sarana produksi yang digunakan dalam usahatani buah naga terdiri dari bibit, tiang panjatan, lahan, pupuk dan media tanam, tenaga kerja dan alat-alat pertanian. Pembibitan tanaman merupakan upaya untuk memperbanyak tanaman. Bibit yang akan digunakan dalam pengusahaan buah naga putih awalnya diperoleh dari Surabaya, sedangkan untuk penanaman periode berikutnya menggunakan bibit yang telah dihasilkan sendiri dengan tujuan untuk mengurangi biaya produksi. Pembibitan buah naga putih dilakukan dengan menggunakan stek batang, sehingga tanaman akan lebih cepat dan seragam dalam pertumbuhannya. Stek yang digunakan untuk bibit diambil dari sulur yang telah berproduksi minimal dua kali. Caranya yaitu dipotong sepanjang 20-30 cm dan ujung bawahnya dibuat meruncing sepanjang 1–2 cm pada salah satu sisi batang dipotong miring kearah batang pokok agar memudahkan pertumbuhan akar. Stek kemudian dikeringkan dan dianginkan agar getah mengering. Stek tersebut selanjutnya ditanam tanah bedengan langsung atau pada polybag yang sudah diberi media tanam berupa campuran tanah, sekam bakar, dolomit/kapur tani dan pupuk kandang matang. Setelah keluar sulur/anakan sepanjang kurang lebih 25 cm maka bibit stek siap untuk ditanam. Pembuatan tiang panjatan tanaman buah naga dapat menggunakan tiang beton atau kayu jaranan (glyricidea). Untuk tiang panjatan berupa tiang beton dibuat berbentuk segi empat dengan ukuran 10 x 10 cm dengan tinggi 180-200 cm. Tiang beton harus dibuat dari bahan yang berkualitas dan adukan semen, koral/split, pasir dengan proporsi 1:3:5 dan besi rangka dengan ukuran 8mm. Hal
51
ini sangat diperlukan karena umur tanaman buah naga mencapai 15–20 tahun dan tiang beton akan menyangga beban sulur cabang yang banyak dan berat. Untuk tiang panjatan berupa tanaman hidup dapat menggunakan kayu jaran (glyricidea). Pemilihan tanaman tersebut dikarenakan dapat
bertahan
terhadap pemangkasan berat dengan tujuan agar buah naga dapat terus terkena sinar matahari. Selain itu, pertumbuhan tanaman panjatan lurus dengan tinggi minimal 2 m dan diameter batang minimal 10 cm. Tanaman panjatan ditanam sebelum bibit ditanam. Teknik budidaya merupakan kegiatan yang penting dalam suatu sistem usahatani karena sangat menentukan jumlah dan kualitas produk yang dihasilkan. Berikut ini adalah teknik budidaya tanaman buah naga putih di Sabila Farm : 1)Persiapan Lahan Persiapan lahan dilakukan dengan pembuatan lubang tanam sebagai tempat berdirinya tiang panjatan dengan ukuran kedalaman lubang sekitar 30 x 60 x 60 cm. Kemudian membuat lagi lubang kedua berukuran 10 x 10 cm dengan kedalaman 50 cm pada bagian tengah dari lubang pertama. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar tiang beton yang ditanam dapat berdiri kokoh dan tegak. Sedangkan untuk jarak tanamnya yaitu 2.5 x 2.5 m. Pengaturan jarak harus dilakukan dengan tepat karena pada prinsipnya hanya cabang yang terkena matahari langsung yang akan menghasilkan buah. Setelah itu membuat alur atau parit diantara lubang antar baris sedalam 20 cm, agar air dapat mengalir dan tidak tergenang di lahan. Untuk media tanam, dilakukan dengan mencampurkan tanah galian lubang dengan pupuk kandang sebanyak 10 kg, kapur tani atau dolomite sebanyak 2 kg dan sekam bakar 1 kg per tiang kemudian dimasukkan ke dalam lubang tanam. Selajutnya sekitar 3 hari sebelum tanam bibit diberi kurang lebih 100-200 gram pupuk NPK mutiara pada setiap lubang secara merata melingkari tiang panjatan. 2) Penanaman Penanaman dilakukan dengan menanam empat batang stek di setiap tiang panjatan. Selanjutnya memasukkan bibit stek sedalam 5 cm merapat pada tiang panjatan secara melingkar pada setiap sisi. Jarak setiap stek dengan pangkal tiang panjatan sekitar 10 cm. Posisi merapat pada tiang panjatan dilakukan dengan
52
tujuan agar sulur tanaman memeluk tiang panjatan. Stek diikat menggunakan tali rafia atau tali plastik bagasi agar tidak mudah jatuh. Pengikatan bibit tersebut dilakukan tidak terlalu erat karena akan merusak permukaan dan daging bibit. 3) Penyulaman Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati dengan tujuan untuk menghasilkan produksi yang optimal. Penyulaman biasa dilakukan seminggu setelah tanam. Umumnya pada budidaya buah naga sering terjadi busuk pada pangkal batang stek. Stek-stek tersebut dicabut kemudian stek baru ditanam dengan perlakuan yang sama pada proses penanaman. 4) Pengaturan Letak dan Pengikatan cabang atau batang Pengikatan cabang dilakukan dengan tujuan agar batang atau cabang dapat diarahkan pertumbuhannya sehingga pertumbuhan tanaman menjadi normal dan membentuk kanopi yang baik. Pengikatan cabang dilakukan setiap pertambahan sekitar 30 cm. Pengikatan tidak terlalu kencang agar cabang tidak terjepit atau patah. 5) Pemupukan Pemupukan dilakukan setiap empat bulan sekali dengan pemberian pupuk kandang sebanyak 10 kg, dolomite 2 kg dan arang sekam 1 kg untuk setiap tiangnya. Pemupukan yang dilakukan berkaitan erat dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta kualitas dan produktivitas buah. Hal ini disebabkan karena tanaman buah naga merupakan jenis tanaman kaktus yang sangat banyak membutuhkan hara untuk hidupnya, tetapi pemberiannya harus seimbang dan sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman. 6) Pemangkasan Pemangkasan tanaman bertujuan untuk memperoleh keseimbangan pertumbuhan. Pemangkasan pada tanaman buah naga dilakukan sejak masa vegetatif untuk membentuk percabangan dan pada masa produktif untuk membentuk cabang yang produktif. Pemangkasan dilakukan pada cabang sekunder yang tumbuh di bawah tajuk, cabang-cabang yang tidak produktif, cabang yang telah berusia lebih dari 2 tahun dan juga pada sulur-sulur yang terhalang sinar matahari.
53
7) Pengendalian Hama Penyakit Tanaman (HPT) Pengendalian HPT dilakukan dengan pembersihan lahan dan pengendalian gulma agar tidak menganggu pertumbuhan tanaman. Beberapa jenis HPT utama pada tanaman buah naga yaitu : a. Busuk Pangkal Batang Penyakit busuk pangkal batang disebabkan oleh kelembaban tanah yang berlebihan sehingga muncul jamur penyebab penyakit ini yaitu Sclerotium rolfsii Sacc. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan penyemprotan fungisida terutama pada bagian pangkal batang. b. Busuk Bakteri Penyakit busuk bakteri disebabkan oleh jamur Pseudomonas sp dengan gelaja tanaman tampak layu, kusam, dan terdapat lendir putih kekuningan di batang yang berwarna cokelat atau batang pokok. Pengendalian penyakit ini yaitu dengan mencabut tanaman yang sakit. c. Fusarium Penyakit Fusarium disebabkan oleh Fusarium oxysporium Schl dengan gejala cabang tanaman berkerut, layu dan berwarna busuk cokelat. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara menyemprot fungisida berkonsentrasi 2 gram/liter air. d. Tungau (Tetranychus sp.), Kutu Putih, Kutu batok (Aspidiotus sp.) dan kutu sisik (Pseudococcus sp) Hama pada tanaman buah naga di atas biasanya menyerang pada permukaan kulit cabang dan cabangnya sehingga permukaannya menjadi berubah warna. Pengendalian yang dilakukan dapat menyemprot menggunakan insektisida. e. Bekicot Bekicot menyerang pada tunas tanaman yang menyebabkan menjadi rusak karena digerogoti, bahkan terkadang tunas menjadi membusuk. Pengendalian yang dilakukan dengan cara sanitasi kebun. Apabila kebersihan kebun terjaga terutama keberadaan gulma harus disingkirkan, karena gulma akan menjadi sarang hama untuk berkembang biak.
54
f. Semut Semut biasa bermunculan pada saat tanaman buah naga mulai muncul kuntum bungan mengakibatkan buah menjadi bintik-bintik kasar yang berwarna cokelat. 8) Panen Untuk pemilihan buah siap panen memiliki ciri yaitu kulit buah sudah berubah warna menjadi merah tua atau merah mengkilap, sulur pada tangkai buah telah retak dan umur buah 40-60 hari sejak kuntum bunga. Pemanenan dilakukan dengan cara memotong buah pada tangkai tanpa merusak sulur yang merupakan tempat tumbuh buah. Buah yang akan dipetik dipegang lalu digunting pada bagian atas dan bawah tangkai buah. Buah naga yang telah dipanen kemudian dipisahkan antara yang rusak, busuk, atau cacat dan yang utuh. Buah yang utuh dipisahkan berdasarkan ukuran dengan standar grade A dengan bobot >500 gram, grade B dengan bobot 350-500 gram dan grade C yaitu buah yang cacat atau pecah. Harga yang ditetapkan untuk buah naga putih grade A adalah Rp 20,000.00/kg sedangkan untuk grade B sebesar Rp 15,000.00 dan grade C dengan harga Rp 10,000.00/kg. Pada awalnya panen sekitar tahun 2006, buah naga tergolong sebagai buah yang masih baru di Indonesia khususnya Yogyakarta sehingga diperlukan pemasaran yang ekstra untuk memperkenalkannya. Pemasaran dilakukan dengan menawarkan buah naga kepada pedagang-pedagang yang memiliki kios buah dengan sistem konsingasi. Walaupun demikian, masih banyak pedagang yang tidak mau mendisplay buah naga di kiosnya karena harganya yang relatif mahal. Saat ini, pemasaran buah naga dilakukan pada kebun itu sendiri dan didistribusikan kepada pedagang kios-kios buah di wilayah Yoyakarta. Selain itu, untuk pemasaran juga di luar wilayah Yogyakarta terutama wilayah Jabodetabek. Untuk pemasaran jarak jauh, pengemasan dapat menggunakan kardus karton yang berventilasi. Pada umumnya untuk satu kardus karton memiliki kapasitas lima kg. Untuk buah sudah dipanen dan belum dikemas dapat diletakkan dalam keranjang buah.
55
Gambar 8 : Pembibitan Buah Naga Gambar 9 : Pembuatan Lubang Tanam
Gambar 10 : Tiang Panjatan
Gambar 11 : Penanaman Bibit
Gambar 12 : Pengikatan Cabang
Gambar 13 : Bunga Buah Naga 56
Gambar 13 : Pemanenan
Gambar 14 : Grading dan Pengemasan
6.1.2. Sistem Usahatani Srikaya Srikaya yang dianalisis dalam penelitian ini adalah srikaya varietas jumbo. Jarak tanam srikaya yaitu 2.5 x 2.5 m. Luas lahan yang digunakan oleh Sabila Farm untuk membudidayakan srikaya saat ini sekitar 2,500 m2. Terdapat beberapa sarana produksi dalam budidaya srikaya. Sarana produksi yang digunakan diantaranya bibit, lahan, pupuk, tenaga kerja dan alatalat pertanian. Bibit srikaya yang diusahakan yaitu srikaya varietas Australia atau srikaya jumbo dan diperoleh dengan membeli. Bibit yang digunakan merupakan bibit unggul dan bersertifikat atau berlabel sehingga dapat dijamin keunggulan dan kualitas buah yang akan dihasilkan. Beberapa proses budidaya dalam usahatani srikaya meliputi : 1)Persiapan Lahan Budidaya Pengolahan tanah dilakukan pada lahan yang akan ditanami srikaya. Setelah diolah, lahan dibuat lubang tanam 50 x 50 x 50 cm dengan jarak tanam 2.5 x 2.5 m. 2) Penanaman Setelah lubang tanam jadi, pupuk organik dan bibit telah tersedia maka penanaman bibit dapat segera dilakukan. Bibit srikaya dengan tinggi 70–100 cm dimasukkan ke dalam lubang tegak lurus dengan batas sambungan sekitar 10 cm di atas permukaan tanah atau 10 cm masuk dalam lubang. Selanjutnya lubang
57
ditimbun dengan tanah lapisan atas sambil ditekan agar tidak ada rongga-rongga di sekitar akar. 3) Pemupukan Pada budidaya srikaya di Sabila Farm, pupuk yang digunakan berupa pupuk organik, yaitu pupuk kandang atau kompos. Banyaknya pupuk kandang yang digunakan yaitu 10–20 kg per lubang tanam. Pemberian pupuk kandang dilakukan dua kali dalam setahun. Selain itu, juga ditambahkan kapur tani/dolomite dan pupuk NPK untuk hasil yang maksimal. 4) Pemangkasan Pemangkasan cabang dilakukan pada waktu tanaman mencapai tinggi 1.5 m. Sebaiknya, setelah pemangkasan berat atau pemangkasan untuk mempermuda tanaman, tanaman diberi pupuk kandang lagi sebanyak 10 kg per pohon agar berbuah lebat. Dalam pemangkasan cabang pada tanaman srikaya ada dua tujuan. Pertama, pemangkasan mempermudakan tanaman kembali setelah berbuah lebat. Caranya semua cabang yang lemah akibat kandungan buahnya lebat dipotong atau dipangkas agar bertunas yang sehat dan kekar. Kedua, pemangkasan bertujuan agar tanaman cepat berbunga dengan cara ujung cabang dipotong yang diikuti dengan perontokan daunnya. 5) Penyerbukan dan Penjarangan Buah Penyerbukan pada tanaman srikaya secara alamiah kurang sempurna. Penyebabnya, sifat bunga yang proterogyme, yakni masaknya putik lebih dulu dari tepung sarinya. Akibatnya pertumbuhan buah tidak sempurna. Agar buah lebat dan normal, diperlukan penyerbukan buatan. Penjarangan buah pada tanaman srikaya dilakukan pada tanaman yang penyerbukannya dilakukan secara buatan, karena biasanya buah yang terbentuk banyak dan ada yang berdesakan atau rapat. Buah yang berdesakan akan tumbuh tidak normal. Oleh karena itu, perlu dilakukan penjarangan agar buah berukuran besar dan bermutu tinggi. 6) Panen Tanaman srikaya dapat menghasilkan buah pada umur dua tahun. Panen pada srikaya harus dilakukan pada saat yang tepat, sesuai dengan tujuan pemasaran dan penggunaannya. Biasanya srikaya dipanen pada kematangan
58
mencapai 80 persen. Ciri buah srikaya yang siap panen adalah benjolan buah renggang, lapisan bedak tebal, dan tercium aromanya. Srikaya dapat panen sepanjang tahun namun, panen raya terjadi pada bulan Agustus-September. Penanganan hasil panen buah srikaya dilakukan untuk mempertahankan kualitas buah agar memiliki nilai jual yang tinggi. Pascapanen buah srikaya meliputi kegiatan pembersihan buah, pemilihan buah serta pengemasan. Hasil panen dikumpulkan pada tempat yang bersih dan tidak terkena sinar matahari langsung. Hal ini bertujuan menghindarkan kelayuan pada buah akibat laju respirasi yang tinggi dan memudahkan penanganan selanjutnya. Buah dibersihkan dari segala kotoran terutama hama kutu putih yang menempel diantara sisik buah. Pembersihan dilakukan menggunakan kuas kering dan bersih, serta diusahakan tidak terkena air yang dapat menyebabkan busuk buah. Buah srikaya yang telah dibersihkan kemudian dipisahkan antara yang rusak atau cacat dan yang utuh. Kemudian buah yang utuh dipisahkan berdasarkan grade. Buah yang memenuhi grade A dan B kemudian dikemas dalam karton berventilasi dengan kapasitas lima kg. Buah dapat diletakkan dalam kernjang buah yang besar sebelum di lakukan pengemasan. Pemasaran buah srikaya yang dihasilkan di Sabila Farm masih dapat dikatakan secara langsung yaitu langsung kepada konsumen akhir. Hal ini disebabkan karena srikaya yang dihasilkan masih belum kontinu sehingga belum dapat di distribusikan secara luas baik ke kios-kios tradisional maupun supermarket. Selain itu, hingga saat ini permintaan akan srikaya varietas jumbo masih relatif sedikit. Harga yang ditetapkan untuk srikaya terbagi menjadi dua grade yaitu Rp 50,000.00 untuk grade A dan Rp 40,000.00 untuk grade B.
59
Gambar 16 : Bibit Srikaya
Gambar 17 : Penanaman Srikaya
Gambar 18 : Tanaman srikaya
Gambar 19 : Buah Srikaya
Gambar 20 : Ciri srikaya siap panen Gambar 21 : Pengemasan Srikaya
60
6.1.3. Sistem Usahatani Pepaya Jenis pepaya yang di analisis dalam penelitian ini adalah pepaya California dan Hawai. Lahan pada Sabila Farm yang digunakan untuk pengusahaan pepaya adalah 0.9 ha dengan jarak tanam 2.5 x 2.5 m. Beberapa tahapan dalam budidaya pepaya diantaranya : 1) Persiapan Lahan Lahan yang digunakan untuk penanaman pepaya umumnya adalah lahanlahan yang datar (kurang dari 3 persen). Apabila lahan yang tersedia adalah lahan yang berlereng/miring maka diperlukan upaya konservasi tanah (mengikuti kaidah konservasi tanah). Rumput atau semak serta pohon kecil dipotong sampai pangkal batang, sedangkan cabang atau ranting pohon yang sudah besar dipotong sampai pangkal cabang atau ranting dan pangkal batang. Selanjutnya tanah dicangkul sedalam 30 cm dan diratakan. Pengukuran pH tanah bertujuan untuk menentukan dosis aplikasi kapur pertanian, untuk mencapai pH tanah lebih dari 5.5 (taksiran 1 ton/ha untuk menaikkan pH 1 poin). Lubang tanam dibuat 1 minggu sebelum tanam dengan kedalaman 20–30 cm yang langsung diisi dengan pupuk kandang sebanyak 10-20 kg perlubang, jarak antar lubang 3 m dalam barisan. 2) Penyemaian Benih Penyemaian benih dilakukan dengan pemberian kapur pertanian (dolomit) ke tanah, dicampur dengan pupuk kandang dengan kandungan sedikit jerami dan dibiarkan selama 10 hari. Tanah yang digunakan sebaiknya tidak berasal dari kebun pepaya. Biji pepaya yang telah terpilih sebagai benih sebanyak 3 biji dimasukkan ke dalam media tumbuh pada polybag. Setelah benih tumbuh mencapai tinggi 15–20 cm atau 30–40 hari setelah semai, benih siap dipindahkan ke lubang tanam. 3) Penanaman Penanaman dilakukan dengan memilih benih yang sehat, tidak menunjukkan penyimpangan bentuk. Bibit yang terdapat dalam polybag kemudian ditanam hingga permukaan tanah dari persemaian tertutup.
61
4) Pemupukan Waktu pemupukan pada tanaman pepaya dilakukan setiap 4 bulan sekali. Dosis yang digunakan yaitu pupuk kandang 15 kg untuk setiap tanaman, dan pupuk NPK sebanyak 200 gram. 5) Pengguludan dan Penyiangan Pengguludan dan penyiangan dilakukan setiap enam bulan sekali. Penyiangan dilakukan dengan hati-hati terutama disekitar tanaman agar tidak merusak/melukai akar tanaman. Tanah disekitar batang tanaman digemburkan, lalu bentuk timbunan tanah disekitar batang tanaman. 6) Pengendalian HPT Pengendalian HPT dilakukan dengan pembersihan lahan dan pengendalian gulma agar tidak menganggu pertumbuhan tanaman. Beberapa jenis HPT utama pada tanaman pepaya yaitu a. Antraknose Penyakit Antraknose atau cacar buah disebabkan oleh jamur Colletotrichum gleosporiades.Gejalanya yaitupada buah muda berbentuk luka kecil ditandai oleh adanya getah yang keluar dan mengental. Pada buah menjelang masak tampak berupa bulatan-bulatan kecil berwarna gelap. Bila buah bertambah masak, bulatan-bulatan tadi semakin membesar dan busuk cekung kearah dalam buah.Cara yang dianjurkan untuk pengendaliannya adalah sanitasi kebun. b.Phytophthora parasitiaca Penyakit ini disebabkan oleh cendawan yang dapat menyerang batang, buah dan leher akar tanaman pepaya. Gejalanya yaitubatang yang terserang menjadi seperti tersiram air panas menjalar ke seluruh batang tanaman pepaya, pucuk tanaman menjadi layu, daun-daun berguguran dan akibat lebih lanjut pucuk tanaman mati dan akhirnya tanaman tumbang (roboh). Buah pepaya yang terserang penyakit ini menunjukkan gejala bintik-bintik berwarna putih, selanjutnya buah menjadi kisut dan makin lama makin mengeras, warna buah menjadi hitam dan akhirnya gugur. Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan cara penyemprotan fungisida dengan dosis 0,2 persen serta perbaikan irigasi bedengan.
62
c. Penyakit Bercak Cincin/Pepaya Ring Spot Virus (PRSV) Pepaya Ring Spot Virus (PRSV), merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh sejenis kutu Myzuz pesircae.Serangan penyakit ini menyebabkan daun muda, sisi bagian atas diantara tulang daun mengerut dan berbintik-bintik, daundisepanjang garis pinggir menggulung keatas berwarna hijau terang. Secara visual bentukdan warna daun yang terserang nampak berbeda dengan daun sehat. Serangan pada batang biasanya 2/3 bagian batang atas timbul bercak-bercak (diameter sekitar 1.6 mm) atau garis hijau hitam mengkilat, pada serangan hebat/akut bercak-bercak menyatu menjadi garis besar yang lonjong. Pada buah yang terserang tampak bercak-bercak berwarna kuning (diameter 1.6–3 mm) atau berbentuk cincin (diameter 3–18.8 mm) dengan warna kuning. Tanaman yang terserang produksinya menurun drastis dengan buah yang rendah kualitasnya (kurang menarik).Penyakit ini pengendaliannya dilakukan dengan menggunakan benih pepaya yang bebas virus dan mengeradikasi tanaman sakit (dicabut/bongkar lalu dibakar) pada gejala awal serangan. d. Kutu Daun (Myzuz persicae) Kutu daun (Myzuz persicae) merupakan jenis kutu yang paling menonjol serangannya diantara beberapa jenis kutu yang dapat menyerang dan merusak tanaman pepaya. Kutu ini hidup bersimbiosis dengan semut, melalui hasil sekresinya. Hama kutu hidup di bawah daun pepaya dan menyerang tanaman dengan cara meghisap cairan sel tanaman, terutama sel jaringan daun. Serangan kutu daun ditandai dengan timbulnya bercak-bercak pada daun dan daun menjadi keriput. Selain berperan sebagai hama, kutu daun juga dapat berperan sebagai perantara penyakit virus mozaik pepaya.Hama kutu daun dapat dikendalikan dengan cara penyemprotan insektisida. e. Tungau Merah(Tetranychus sp.) Gejala awaladalah timbulnya bintik-bintik putih pada daun. Pada serangan berat seluruh daun terselaput bintik-bintik putih. Pengendaliannyadapat dilakukan dengan menggunakan akarisida decofol 0,2%. f. Lalat buah(Dacus dorsalis dan Dacus cucurbitae)
63
Kedua jenis lalat tersebut menyerang buah pepaya yang matang di pohon. Buah-buah yang masih mentah tidak akan diserang oleh hama ini karena getah pada buah mentah diperkirakan menjadi penyebab lalat takut bertelur.Untuk menghindari serangan lalat ini buah sebaiknya dipetik saat tingkat kematangan buah menjelang buah masak mengkal. 7) Panen Umur buah dari saat bunga mekar adalah 5.5 bulan. Buah yang sudah dapat dipetik yaitu untuk penampakan warna kulit buah, semburat merah 25 persen. Untuk jarak angkut jauh buah dipetik dengan warna hijau kekuningan (semburat merahnya kurang dari 25 persen). Namun, tingkat kematangan buah yang akan di panen biasanya disesuaikan dengan daerah tujuan pemasaran buah. Panen buah pepaya biasanya dilakukan secara rutin yaitu 5-7 hari sekali atau tergantung pada tingkat kematangan buah, permintaan pasar, dan tujuan penggunaan. Pemanenan dilakukan setelah jam 9.00 pagi dalam keadaan cerah untuk mengurangi getah yang keluar.Potong tangkai buah dengan pisau, hindari buah luka atau bonyok, usahakan buah tersebut tidak sampai jatuh.Letakkan buah pada keranjang atau wadah yang telah disiapkan dengan posisi terbalik agar getah tidak mengenai kulit buah. Kualitas buah yang tinggi pada tahap produksi harus diikuti dengan kegiatan pascapanen yang baik. Hal ini bertujuan agar mutu buah yang berkualitas dapat dipertahankan sampai di pasar atau distributor dan terutama pada saat berada di tangan konsumen dalam keadaan prima. Memilih dan memisahkan antara buah pepaya yang baik dan yang tidak baik, cacat, rusak atau busuk. Dipilih buah yang bentuknya sempurna, selanjutnya dipisahkan berdasarkan ukuran sesuai standar yang ditetapkan (dilakukan penimbangan buah untuk menetapkan bobot buah). Kemudian buah siap untuk dipasarkan. Apabila akan dilakukan pengiriman jarak jauh maka buah disusun miring dengan posisi tangkai dibawah. Perkembangan budaya konsumsi masyarakat menyebabkan perubahan tuntutan kualitas buah pepaya di pasar. Pemasaran buah pepaya dapat dikatakan mudah. Hal ini disebabkan karena pepaya merupakan komoditas unggulan dan harganya dapat dijangkau oleh semua kalangan. Selain itu, di dalam negeri konsumsi pepaya menempati urutan kedua setelah pisang. Harga yang ditetapkan
64
untuk komoditas pepaya di kebun yaitu Rp 5,000.00 untuk grade A, Rp 3,500 untuk grade B dan 2,500.00 untuk grade C masing-masing untuk setiap kg.
Gambar 22 : Tanaman Pepaya
Gambar 23 : Pepaya California
Gambar 24 : Pepaya Hawai
Gambar 25 : Sortasi dan Grading
6.1.4. Penerapan Sistem Usahatani Caisin Caisin merupakan salah satu sayuran dari jenis sawi-sawian. Caisin mengalami produksi delapan kali dalam satu tahun. Lahan yang digunakan untuk mengusahakan caisin adalah 1,000 m2. Namun, dalam analisis ini menggunakan satuan ha. Benih yang digunakan dalam budidaya caisin merupakan benih unggul yang diperoleh dengan membeli. Kebutuhan benih bermacam-macam tergantung dari penggunaan dalam kerapatan jarak tanam. Pupuk yang digunakan dalam budidaya caisin meliputi pupuk organik dan pupuk kimia. Pupuk organik berasal
65
dari pupuk kandang sedangkan pupuk kimia terdiri dari pupuk urea. Selain itu juga digunakan media tanam sebagai penyeimbang ph tanah yaitu kapur tani. Sedangkan beberapa jenis pestisida yang digunakan yaitu obat jamur dan obat ulat jenis proclaim. Tanaman caisin merupakan tanaman yang tidak tahan terhadap genangan air. Untuk itu diperlukan adanya naungan agar air hujan tidak langsung mengenai tanaman dan tidak menggenang pada bedengan. Bambu digunakan sebagai peyangga naungan tersebut. Sedangkan plastik putih digunakan sebagai naungannya baik dari sinar matahari langsung maupun dari air hujan. Berikut beberapa teknik budidaya dalam usahatani caisin meliputi : 1) Persiapan Lahan Lahan yang akan digunakan dibersihkan dari gulma dan sisa dari periode tanaman sebelumnya hingga lahan bersih. Kemudian dicangkul untuk membalik dan memecah agregat tanah. Bedengan dibuat dengan lebar 100-120 cm dan tinggi bedengan 20 cm sedangkan jarak antar bedengan yaitu 30-50 cm. Sebelum ditanami, dilakukan pemupukan dasar menggunakan pupuk kandang dan urea. Kemudian bedengan dinaungi menggunakan plastik putih, untuk penyangganya menggunakan bambu. 2) Penyemaian Benih Penyemaian dapat dilakukan pada bedengan dengan syarat, tekstur tanah harus gembur, mudah dalam pengawasan serta pada lokasi terbuka yang mendapat sinar matahari langsung. Pada persemaian, tambahkan pupuk kandang yang sudah matang pada bagian permukaan dengan dosis 2-3kg setiap satu m2. Kemudian tambahkan sekam padi secukupnya. Tanam benih dengan kerapatan sekitar 4-5 benih setiap satu cm panjang alur. 3) Penanaman Sebelum dipindahkan, persemaian disiram dengan air bersih hingga basah untuk memudahkan pencabutan bibit beserta akarnya. Penanaman dilakukan pada kondisi tanah di bedengan yang lembab. Bibit ditanam dengan dengan jarak 25x 25 cm dan dalam setiap lubang hanya diisi satu bibit.
66
4) Penyulaman Pada umur lima hari setelah tanam, seluruh tanaman diperiksa. Jika terdapat tanaman yang mati atau layu maka harus segera diganti dengan bibit yang baru. Biasanya tanaman yang mati ini disebabkan karena kegagalan adaptasi tanaman pasca transplanting maupun oleh serangan hama. 5) Pemupukan Pada umur 5-7hari setelah tanam (HST) , pemupukan dilakukan dengan mengaplikasikan sebanyak 1 sendok makan tiap tanaman.
Selanjutnya
pemupukan dilakukan secara teratur setiap 1 minggu sampai tanaman berumur 20 hari. 6)Penyiraman Penyiraman dilakukan secara rutin 2-3 hari sekali. Hal ini didasarkan karena pemupukan yang dilakukan lebih optimal jika kondisi tanah dalam keadaan lembab. 7) Pengendalian HPT a. Ulat Tanah (Agrotis sp.) Ulat yang berwarna cokelat sampai coklat kehitaman menyerang tanaman kecil setelah dipindahkan ke lahan. Serangan biasanya dilakukan pada malam hari, karena ulat ini takut sinar matahari. Pangkal batang tanaman yang masih sangat sukulen digerek hingga putus sehingga menyebabkan tanaman mati karena sudah tidak memiliki titik tumbuh. Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan sanitasi lahan secara benar termasuk di galengan parit di sekitar lokasi lahan. Jika ditemukan gejala awal serangan, pemberantasan dapat dilakukan dengan insektisida granul. b. Ulat Grayak (Spodoptera litura dan Spodoptera exigua) Spodoptera litura berwarna hijau tua kecoklatan dengan totol- totol hitam di setiap ruas buku badannya sedangkan Spodoptera exigua berwarna hijau sampai hijau muda tanpa totol-totol hitam di ruas buku badannya. Kedua jenis ulat sering menyerang tanaman dengan cara memakan daun hingga menyebabkan daun berlubang–lubang, terutama pada daun muda. Pencegahan dapat dilakukan dengan sanitasi lahan yang baik. Sedangkan untuk
67
pemberantasannya disemprot dengan insektisida yang tepat sesuai dosis anjuran pada label kemasan. c. Penyakit Busuk Daun (Phytoptora sp.) Gejala serangan ditandai dengan bercak basah cokelat kehitaman di daun. Bentuk bercak tidak beraturan, awalnya kecil, lalu melebar hingga akhirnya busuk basah. Kondisi ini biasanya terjadi ketika hujan sehari diikuti panas atau terik selama beberapa hari berikutnya. Pencegahan selain melakukan sanitasi lahan yang baik juga dengan membuat selokan lebih dalam dan lebar terutama pada saat musim hujan. d. Penyakit Busuk Lunak (Erwinia sp.) Penyakit ini menyerang tunas pucuk tanaman dan kadang-kadang batang selada. Gejala penyakit ini ditandai dengan bercak basah di tunas pucuk atau batang hingga kedalam batang tanaman serta berbau tidak sedap. Jika gejala serangan mulai tampak, lakukan penyemprotan dengan fungisida yang tepat dan mata spray mengarah lebih banyak ke tunas pucuk tanaman. 8) Panen Tanaman caisin dapat dipanen setelah umur 25-30 hari setelah tanam. Pemanenan dilakukan dnegan menggunakan pisau kecil yang tajam dengan memotong pada pangkal batangnya. Tanaman caisin yang telah dipanen kemudian dikumpulkan di tempat pencucian. Kemudian caisin dicuci dan dibersihkan dari bekas-bekas tanah sekaligus membuang daun dan tangkai yang tua, kuning, berwarna, dan rusak. Untuk sayuran caisin yang telah ditiriskan kemudian dikemas dengan mengikat menggunakan label isolasi dengan berat sekitar 250-300 gram setiap kemasan atau sesuai dengan permintaan distributor. Pemasaran caisin di Desa Pakembinangun tergolong mudah. Hal ini dikarenakan permintaan caisin terus meningkat baik oleh rumah makan, catering maupun dari supermarket. Pemasaran caisin dilakukan langsung pada tempat pemanenan. Untuk caisin yang sudah mendapat kontrak baik dari supermarket maupun rumah makan, umur pemanenan dan kualitas produk harus dilakukan sesuai permintaan distributor. Harga yang ditetapkan untuk komoditas caisin sekitar Rp 2,500.00 – 3,500.00 per kg.
68
Gambar 26 : Penyemaian Benih
Gambar 27 : Penanaman Bibit
Ganbar 28 : Caisin Umur 15 HST
Gambar 29 : Baby caisin
6.1.5. Sistem Usahatani Selada Pada dasarnya terdapat beberapa jenis selada di antaranya yaitu crisphead, butterhead, cos, selada daun/selada potong, selada batang dan selada latin. Dalam penelitian ini jenis selada yang di analisis adalah selada keriting. Selada jenis ini helaian daunnya lepas dan tepiannya berombak atau bergerigi serta berwarna hijau. Benih yang digunakan untuk budidaya selada merupakan benih unggul yang diperoleh dengan membeli. Kebutuhan benih berbeda-beda tergantung dari kerapatan atau jarak tanam.Lahan yang digunakan dalam budidaya selada merupakan lahan sawah dengan status penguasaannya adalah sewa. Pupuk yang digunakan dalam budidaya selada meliputi pupuk organik dan pupuk kimia. Pupuk organik berasal dari pupuk kandang sedangkan pupuk kimia terdiri dari pupuk urea. Selain itu juga digunakan media tanam sebagai
69
penyeimbang ph tanah yaitu kapur tani. Tanaman selada yang dibudidayakan terdapat beberapa hama dan penyakit yang ada sehingga perlu adanya pencegahan dan pemberantasan. Jenis hama utama yang menyerang adalah ulat. Beberapa jenis pestisida yang digunakan yaitu obat jamur dan obat ulat jenis proclaim. Tanaman selada merupakan tanaman yang tidak tahan terhadap genangan air dan juga sinar matahari langsung. Untuk itu diperlukan adanya naungan agar air hujan tidak langsung mengenai tanaman dan tidak menggenang pada bedengan. Bambu digunakan segabai peyangga naungan tersebut. Sedangkan plstik putih digunakan sebagai naungannya baik dari sinar matahari langsung maupun dari air hujan. Teknik budidaya dalam usahatani selada meliputi beberapa tahap diantaranya : 1) Persiapan Lahan Lahan dibersihkan dengan melakukan pencangkulan sedalam 2–40 cm. Kemudian pemberian pupuk dasar dengan memberikan pupuk kandang. Bedengan dibuat dengan lebar 100-120 cm dan tinggi 20–30 cm. Jarak antar bedeng 30–50 cm dengan tujuan agar dapat dilewati pada saat melakukan perawatan. Setelah bedengan
selesai,
selanjutnya
dilakukan
pemasangan
naungan
dengan
menggunakan plastik bening dan bambu sebagai penyangganya. 2) Persemaian Benih Benih disemai pada bedengan khusus yang tanahnya gembur. Pada persemaian, tambahkan pupuk kandang yang sudah matang pada bagian permukaan dengan dosis 2-3kg per 1m2. Tanam benih dengan kerapatan sekitar 45 benih per 1 cm panjang alur. 3) Penanaman Bibit yang telah berdaun 3-5 helai siap untuk dipindahkan. Satu lubang berisi satu bibit dengan jarak lubang tanam 20 x 20 cm. 4) Penyulaman Pada tanaman selada dengan persemaian, biasanya selalu ada tanaman yang mati baik karena gagal beradaptasi setelah ditanam dilahan maupun akibat serangan hama, terutama ulat tanah Agrotis sp. Untuk itu, perlu dilakukan penyulaman untuk menggantikan tanaman yang mati tersebut.
70
5) Pengairan Penyiraman atau pengairan secara rutin sangat diperlukan agar hasil pemupukan menjadi lebih optimal. 6) Pemupukan Pemupukan dasar dilakukan pada saat bibit belum ditanamkan.sedangkan pemupukan susulan dapat dilakukan pada saat tanaman selada berumur 10-12 HTS dan umur 17-20 HTS. 7) Pengendalian HPT a. Ulat Tanah (Agrotis sp.) Ulat yang berwarna cokelat sampai coklat kehitaman menyerang tanaman kecil setelah dipindahkan ke lahan. Serangan biasanya dilakukan pada malam hari, karena ulat ini takut sinar matahari. Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan sanitasi lahan secara benar termasuk di galenganparit di sekitar lokasi lahan. b. Ulat Grayak (Spodoptera litura dan Spodoptera exigua) Spodoptera litura berwarna hijau tua kecoklatan dengan totol-totol hitam di setiap ruas buku badannya sedangkan Spodoptera exigua berwarna hijau sampai hijau muda tanpa totol–totol hitam di ruas buku badannya. Kedua jenis ulat sering menyerang tanaman dengan cara memakan daun hingga menyebabkan daun berlubang–lubang, terutama pada daun muda. Pencegahan dapat dilakukan dengan sanitasi lahan yang baik. Sedangkan untuk pemberantasannya disemprot dengan insektisida sesuai osis anjuran pada label kemasan. c. Penyakit Busuk Daun (Phytoptora sp.) Gejala serangan ditandai dengan bercak basah cokelat kehitaman di daun. Bentuk bercak tidak beraturan, awalnya kecil, lalu melebar hingga akhirnya busuk basah. Kondisi ini biasanya terjadi ketika hujan sehari diikuti panas atau terik selama beberapa hari berikutnya. Pencegahan selain melakukan sanitasi lahan yang baik juga dengan membuat selokan lebih dalam dan lebar terutama pada saat musim hujan.
71
d. Penyakit Busuk Lunak (Erwinia sp.) Penyakit ini menyerang tunas pucuk tanaman dan kadang-kadang batang selada. Gejala penyakit ini ditandai dengan bercak basah di tunas pucuk atau batang hingga kedalam batang tanaman serta berbau tidak sedap. Jika gejala serangan mulai tampak, lakukan penyemprotan dengan fungisida yang tepat dan mata spray mengarah lebih banyak ke tunas pucuk tanaman. 8) Panen Cara panen selada dengan memotong bagian tanaman di atas permukaan tanah (pangkal batang) menggunakan pisau kecil yang tajam. Pemanenan juga bisa dilakukan dengan mencabut semua bagian termasuk akar.. Pemanenan dilakukan ketika tanaman selada berumur 40–50 hari setelah tanam. Tanaman selada yang telah dipanen kemudian dikumpulkan di tempat pencucian. Kemudian selada dicuci dan dibersihkan dari bekas-bekas tanah sekaligus membuang daun dan tangkai yang tua dan rusak. Tanaman selada kemudian ditiriskan dan dikemas dengan mengikat menggunakan plastik transparan dengan berat sekitar 250-300 gram setiap kemasan atau sesuai dengan permintaan distributor. Pemasaran selada di wilayah Pakembinangun juga tergolong mudah. Hal ini disebabkan karena selada merupakan komoditas yang diperlukan untuk berbagai macam menu makanan. Pemasaran dilakukan langsung pada tempat pemanenan yang sebelumnya telah melakukan kontrak. Komoditas selada yang sudah mendapat kontrak dari distributor supermarket, sehingga kualitas yang dihasilkan harus sesuai permintaan. Harga yang ditetapkan untuk selada berkisar antara Rp 4,000.00 sampai Rp 6,000.00 untuk setiap kg.
72
Gambar 29 : Penanaman Bibit Selada
Gambar 30 : Selada Siap Panen
6.1.6. Sistem Usahatani Cabai Cabai yang diananlisis dalam penelitian ini adalah cabai keriting. Cabai keriting tergolong cabai merah biasa namun memiliki penampilan yang khas dan permukaan buah bergelombang. Kulit buah tipis dan pangkal buah rata dan meruncing ke ujungnya. Ukuran buah lebih kecil dari cabai merah biasa tetapi rasanya sangat pedas (Nazaruddin 1999). Penyediaan benih merupakan rangkaian kegiatan menyediakan benih cabai merah bermutu dari varietas yang dianjurkan dalam jumlah cukup dan pada waktu yang tepat.Benih yang bermutu tinggi merupakan benih yang berdaya kecambah di atsa 80%, mempunyai vigor yang baik, murni, bersih dan sehat. Pupuk yang digunakan merupakan pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik digunakan untuk memperbaiki tekstur dan struktur tanah. Sdangkan pupuk anorganik digunakan sebagai tambahan hara yang dibutuhkan tanaman dalam bentuk tunggal maupun majemuk. Selain itu, juga digunakan pupuk daun untuk mengatasi kekurangan jumlah unsur hara mikro yang diperlukan tanaman. Jenis pupuk orgnik yang digunakan merupakan pupuk kandang sedangkan pupuk kimia yang digunakan yaitu NPK, ZA, urea dan pupuk borate. Pestisida digunakan untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman dengan menurunkan populasi dan intensitas penyeranganya. Selain itu, juga digunakan perangkap lalat buah yang berisi kapas dan lem atau vaselin. Beberapa tahapan dalam budidaya cabai diantaranya yaitu :
73
1) Persiapan Lahan Satu minggu sebelum tanam lahan sudah siap, meliputi pencangkulan atau bajak dan pembuatan bedengan. Ukuran bedengan tinggi kurang lebih 60 cm, dengan lebar 120 cm dan panjang sesuai kebutuhan petakan dengan jarak antar bedengan sekitar 50–60 cm. 2) Pemupukan Pemupukan pertama diberikan pada saat lahan belum ditanami setelah dibuat menjadi bedengan. Diberikan pupuk kandang dengan dosis sekitar 2 ton untuk setiap 1,000 m2. Mulsa dari plastik dapat dipasang setelah dilakukan pemupukan pertama pupuk kandang. Selain pupuk kandang, juga di ditambahkan pupuk kimia, yaitu pupuk urea, pupuk ZA dan Phonska. 3) Penyulaman dan Pemasangan Ajir Pemeliharaan dapat dilakukan dengan penyulaman, pemasangan ajir pada saat penanaman atau setelah tanaman setinggi 30 sampai 50 cm dan langsung diikat. Ajir dibuat dari bambu dengan panjang sekitar satu m. 4) Penyiraman dan Pendangiran Tanaman cabai sangat memerlukan penyiraman terutama pada saat musim kemarau. Penyiraman intensif dapat dilakukan setiap tiga hari atau seminggu sekali sampai berumur 70 hari. Karena sering disiram, maka tanah disekitar dapat tanaman menjadi padat dan mengeras. Untuk itu, perlu dilakukan pendangiran atau pembubunan di sekitar tanaman. Dengan cara ini, tanah yang padat dapat digemburkan lagi sekaligus dapat memusnahkan atau mematikan rumput yang merugikan tanaman. Selain itu, dapat memperlancar jalannya air siraman sehingga tanaman terhindar dari genangan air dan sirkulasi oksigen dalam tanah menjadi lancar. 5) Pengendalian HPT a. Ulat Tanah (Agrotis ipsilon) Hama ini aktif malam hari untuk kopulasi, makan dan bertelur. Ulat makan tanaman muda dengan jalan memotong batang atau tangkai daun. Siang hari sembunyi dalam tanah disekitar tanaman terserang. Setiap ulat yang ditemukan dikumpulkan lalu dibunuh, serangan berat semprot dengan pestisid yang tepat.
74
b. Ulat Grayak (Spodoptera litura&S. exigua ) Ciri ulat yang baru menetas atau masih kecil berwarna hijau dengan bintik hitam di kedua sisi dari perut atau badan ulat, terdapat bercak segitiga pada bagian punggungnya (seperti bulan sabit). Gejala serangan, larva memakan permukaan bawah daun dan daging buah dengan kerusakan berupa bintil-bintil atau lubang-lubang besar. Serangan parah, daun cabai gundul sehingga tinggal ranting-rantingnya saja. Telur dikumpulkan lalu dimusnahkan, menyiangi rumput di sekitar tanaman yang digunakan untuk persembunyian. c. Penyakit Busuk Buah Antraknosa (Colletotrichum gloeosporioides) Gejala serangan mula-mula bercak atau totol-totol pada buah yang membusuk melebar dan berkembang menjadi warna orange, abu-abu atau hitam. Bagian tengah bercak terlihat garis-garis melingkar penuh titik spora berwarna hitam. Serangan berat menyebabkan seluruh bagian buah mengering. Pengamatan dilakukan pada buah merah dan hijau tua. Buah terserang dikumpulkan dan dimusnahkan pada waktu panen dipisahkan. d. Lalat Buah (Dacus dorsalis) Gejala serangan buah yang telah berisi belatung akan menjadi keropos karena isinya dimakan, buah sering gugur muda atau berubah bentuknya. Lubang buah memungkinkan bakteri pembusuk mudah masuk sehingga buah busuk basah sebagai vektor Antraknose. Pengamatan ditujukan pada buah cabai busuk, kemudian dikumpulkan dan dimusnahkan. Lalat buah dipantau dengan perangkap berbahan aktif Metil Eugenol 40 buah/ha. 6) Panen Pemanenan pada tanaman cabai keriting pertama kali dapat dilakukan ketika berumur 3 bulan 10 hari. Selanjutnya pemanenan dapat dilakukan setiap 35 hari sekali secara terus menerus, namun umumnya yang dilakukan petani yaitu setiap satu minggu sekali sampai tanaman tidak menghasilkan. Untuk satu kali periode tanam, pemanenan dapat dilakukan sampi 25–30 kali. Cabai dipanen dengan cara dipetik hati-hati atau dipotong tangkai buahnya sehingga meminimumkan patah batang. Sewaktu panen tangkai buahnya juga disertakan, dilakukan secara selektif dan hati–hati agar bunga, batang tidak rontok atau rusak. Menjaga agar cabai tetap bertangkai adalah penting, karena apabila
75
tidak akan menyebabkan lubang lekatan tangkai buah cenderung mengering dan mudah terserang patogen. Kegiatan penangan pascapanen dilakukan setelah panen hingga siap didistribusikan ke konsumen. Kegiatan pascapanen betujuan untuk menjamin keseragaman ukuran dan mutu buah sesuai dengan permintaan konsumen. Kegiatan pascapanen dimulai dengan melakukan sortasi dan pengkelasan sesuai dengan criteria yang dikehendaki pasar. Kemudian keringanginkan hasil buah untuk mencegah pembusukan dengan membuang panas lapang sebelum dijual ke pasar. Pengemasan dilakukan sesuai dengan permintaan konsumen dengan kemasan yang memiliki daya lindung tinggi terhadap kerusakan, aman dan ekonomis. Pemasaran komoditas cabai dilakukan di pasar tradisional atau melalui pedagang pengumpul. Pemasaran cabai tergolong mudah karena cabai merupakan salah satu komoditas yang diperlukan oleh seluruh konsumen rumah tangga. Harga yang ditetapkan mengikuti harga pasar dengan rentang Rp 20,000.00 – 30,000.00 di tingkat petani.
Gambar 31 : Perangkap Lalat Buah Gambar 32 : Cabai Mulai Berbuah 6.2. Analisis Daya Saing Buah Naga pada Sabila Farm Pendekatan yang digunakan untuk mengukur dayasaing suatu komoditi dalam penelitian ini adalah analisis perbandingan tingkat pendapatan dan efisiensi pengusahaan komoditas dalam suatu perusahaan.
76
Dalam
analisis
usahatani
dilakukan
dengan
menghitung
tingkat
pendapatan usahatani buah naga dalam periode waktu selama enam tahun. Analisis usahatani yang dilakukan dalam penelitian ini adalah membandingkan tingkat pendapatan dari komoditas buah naga dibandingkan komoditas lain yang terdapat pada kebun Sabila Farm yaitu komoditas pepaya dan srikaya. Pemilihan kedua komoditas ini berdasarkan atas pertimbangan bahwa kedua komoditi tersebut telah diusahakan relatif lama sehingga produksi dan produktivitasnya sudah terlihat. Selain itu, kedua komoditas tersebut sudah memiliki potensi yang baik dan memiliki pangsa pasar tersendiri. Periode waktu yang digunakan dalam analisis pendapatan usahatani yaitu selama enam tahun. 6.2.1. Analisis Pendapatan Usahatani Buah Naga Analisis pendapatan usahatani buah naga menggambarkan secara sederhana bagaimana tingkat kelayakan usahatani buah naga di Sabila Farm. Hasil analisis finansial atau pendapatan buah naga dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa hasil panen buah naga pada tahun kedua adalah sebesar 11.2 ton per ha. Secara finansial, harga jual buah naga terbagi menjadi tiga grade dengan rentang harga Rp 10,000.00-20,000.00 per kg, sehingga diperoleh penerimaan sebesar Rp 190,400,000.00 per ha pada tahun kedua. Penerimaan buah naga terus meningkat seiring dengan peningkatan hasil produksi. Hal ini dikarenakan semakin bertambah umur maka semakin banyak jumlah sulur atau cabang pada buah naga yang dapat menghasilkan buah. Penerimaan pada tahun kelima dalam usahataninya terdapat tambahan dari stek yang dijual dengan harga Rp 10,000.00 per stek batang. Dalam satu tiang panjatan dapat menghasilkan ratarata 60 stek dalam satu tahun. Secara finansial, biaya total tunai yang dikeluarkan pada usahatani buah naga tahun pertama adalah Rp 225,976,000.00per ha sedangkan total biaya yang dikeluarkan adalah Rp227,294,000.80 per ha. Komponen biaya terbesar yang harus dibayarkan untuk usahatani buah naga adalah untuk biaya tiang panjatan pada tahun pertama dan juga biaya tenaga kerja luar keluarga.
77
Tabel 4. Analisis Pendapatan Usahatani Buah Naga Setiap Hektar Selama Enam Tahun Uraian 1 Penerimaan Grade A Grade B Grade C Stek Penerimaan Tunai Total Penerimaan Outflow Biaya Tunai Biaya Diperhitung kan Biaya Total Pendapatan Pendapatan Tunai Pendapatan Total R/C tunai R/C Total
2
Tahun (Ribu Rupiah) 3 4
6
5
134,400.00
288,000.00
384,000.00
480,000.00
576,000.00
33,600.00
72,000.00
96,000.00
120,000.00
144,000.00
5,600.00
12,000.00
16,000.00
20,000.00
32,000.00
173,600.00
372,000.00
496,000.00
620,000.00
752,000.00
960,000.00
960,000.00
173,600.00
372,000.00
496,000.00
1,580,000.00
1,712,000.00
16,800.00
36,000.00
48,000.00
60,000.00
72,000.00
190,400.00
408,000.00
544,000.00
1,640,000.00
1,784,000.00
225,976.00
34,381.00
36,976.00
39,376.00
48,976.00
51,376.00
1,318.80
1,318.80
1,318.80
1,318.80
1,318.80
1,318.80
227,294.80
35,699.80
38,294.80
40,694.80
50,294.80
52,694.80
-225,976.00
139,219.00
335,024.00
456,624.00
1,531,024.00
1,660,624.00
-227,294.80 9.92 10.26
154,700.20
369,705.20
503,305.20
1,589,705.20
1,731,305.20
Pendapatan total usahatani diperoleh dari selisih antara penerimaan hasil produksi dengan pengeluaran total usahatani (total farm expenses).
Suatu
usahatani dikatakan menguntungkan jika selisih antara penerimaan dengan pengeluarannya bernilai positif. Selisih tersebut akan dinamakan pendapatan atas biaya tunai jika penerimaan totalnya dikurangkan dengan pengeluaran tunai. Dalam analisis pendapatan juga terdapat pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai pada tahun pertama masih bernilai negatif, hal ini dikarenakan buah naga belum berproduksi atau menghasilkan buah. Penerimaan dimulai pada tahun kedua dan meningkat drastis pada tahun kelima yang berasal dari penjualan bibit stek. Analisis rasio R/C tunai dalam usahatani buah naga sebesar 9.92. Sedangkan analisis rasio R/C total 10.26. Rasio R/C yang positif menunjukkan 78
bahwa usahatani buah naga menguntungkan untuk diusahakan. Rasio R/C total lebih besar dibandingkan rasio tunai disebabkan karena penerimaan buah naga yang diperhitungkan lebih besar dibandingkan biaya yang diperhitungkan. 6.2.2. Analisis Pendapatan Usahatani Srikaya Tabel 5. Pendapatan Usahatani Srikaya Setiap Hektar Selama Enam Tahun Uraian 1 Penerimaan Grade A Grade B Penerimaan Tunai Penerimaan Diperhitun gkan Penerimaan Total Biaya Produksi Biaya Tunai Biaya Diperhitun gkan Biaya Total Pendapatan Pendapatan Tunai Pendapatan Total R/C tunai R/C Total
2
Tahun (Ribu Rupiah) 3 4
5
6
120,000.00 480,000.00
200,000.00 800,000.00
280,000.00 1,120,000.00
360,000.00 1,440,000.00
600,000.00
1,000,000.00
1,400,000.00
1,800,000.00
192,000.00
320,000.00
448,000.00
576,000.00
792,000.00
1,320,000.00
1,848,000.00
2,376,000.00
69,134.00
23,744.00
32,144.00
38,144.00
43,904.00
49,664.00
1,318.80 70,452.80
1,318.80 25,062.80
1,318.80 33,462.80
1,318.80 39,462.80
1,318.80 45,222.80
1,318.80 50,982.80
-69,134.00
-23,744.00
567,856.00
961,856.00
1,356,096.00
1,750,336.00
-70,452.80 18.70 23.94
-25,062.80
758,537.20
1,280,537.20
1,802,777.20
2,325,017.20
Srikaya mulai berbuah pada umur dua tahun setelah tanam. Produksi buah srikaya yang dihasilkan pada tahun ketiga sebesar 15 kg per tanaman. Sedangkan pada tahun–tahun berikutnya mengalami peningkatan 10 kg setiap pohon atau tanaman. Banyaknya populasi srikaya dalam satu ha adalah 1600 tanaman. Dalam penjualan srikaya hanya terdapat 2grade, yaitu grade A dengan presentase 10 persen dengan harga Rp 50,000.00 sedangkan grade A degan presentase 50 persen dengan harga yang ditetapkan adalah Rp 40,000.00 per kg. Biaya tunai yang dikeluarkan dalam usahatani srikaya pada tahun pertama sebesar Rp 69,134,000.00sedangkan biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp 70,452,000.80 untuk setiap ha.
79
Pendapatan usahatani srikaya pada tahun pertama dan kedua bernilai negatif. Hal ini dikarenakan tanaman srikaya belum mneghasilkan buah sehingga tidak ada penerimaan. Pendapatan dalam usahatani ini bernilai tinggi karena harga jual srikaya yang ditetapkan juga relatif tinggi. Analisis rasio R/C tunai dalam usahatani srikaya cukup tinggi yaitu 18.70 sedangkan rasio R/C total sebesar 23.94. Analisis rasio R/C total nilainya lebih tinggi dibandingkan rasio R/C tunai. Hal ini dikarenakan penerimaan yang diperhitungkan nilainya lebih tinggi dibandingkan biaya diperhitungkan. 6.2.3. Analisis Pendapatan Usahatani Pepaya Tabel 6. Pendapatan Usahatani Pepaya Setiap Hektar Selama Enam Tahun Uraian 1 Penerimaan Grade A Grade B Grade C Total Penerimaan Biaya Produksi Biaya Tunai Biaya Diperhitun gkan Biaya Total Pendapatan Pendapatan Tunai Pendapatan Total R/C tunai R/C Total
2
Tahun (Ribu Rupiah) 3 4
5
6
56,000.00 51,200.00 16,000.00
140,000.00 128,000.00 40,000.00
84,000.00 76,800.00 24,000.00
28,000.00 25,600.00 8,000.00
56,000.00 51,200.00 16,000.00
140,000.00 128,000.00 40,000.00
123,200.00
308,000.00
184,800.00
61,600.00
123,200.00
308,000.00
43,986.00
47,796.00
40,596.00
33,396.00
43,986.00
47,796.00
1,318.80 45,304.80
1,318.80 49,114.80
1,318.80 41,914.80
1,318.80 34,714.80
1,318.80 45,304.80
1,318.80 49,114.80
79,214.00
260,204.00
144,204.00
28,204.00
79,214.00
260,204.00
77,895.20 4.31 4.18
258,885.20
142,885.20
26,885.20
77,895.20
258,885.20
Pepaya mengalami masa produksi empat tahun. Penerimaan dalam usahatani pepaya berasal dari penjualan buahnya. Dalam penjualan pepaya terdapat tiga pembagian grade. Untuk grade A dengan presentase 35 persen dari total produksi, grade B dengan presentase 40 persen sedangkan grade C dengan presentase sebesar 20 persen. Sedangkan buah yang tidak lolos grading dan tidak layak jual sebesar 5 persen. Buah pepaya dapat dipanen pada umur tujuh bulan
80
setelah tanam dengan hasil produksi 32 ton pada tahun pertama, 80 ton pada tahun kedua, 48 ton tahun ketiga dan 16 ton pada tahun ke empat. Pendapatan usahatani pepaya sudah bernilai positif pada tahun pertama yaitu sebesar Rp 79,214,000.00 untuk pendapatan tunai dan Rp 77,895,000.20 untuk pendapatan total. Analisis rasio R/C tunai dalam usahatani pepaya sebesar 4.31 sedangkan rasio R/C total sebesar 4.18. Dalam analisis ini, rasio R/C tunai lebih tinggi dibandingkan rasio R/C total karena tidak terdapat penerimaan diperhitungkan. 6.2.4. Analisis Daya Saing Buah Naga Berdasarkan Tingkat Perbandingan Pendapatan Usahatani Pada Sabila Farm Gambar 34. Perbandingan Tingkat Pendapatan Tunai Usahatani Setiap Hektar pada Sabila Farm Selama Enam Tahun (Ribu rupiah) 2,000,000.00
1,500,000.00
1,000,000.00
Buah Naga Pepaya Srikaya
500,000.00
0.00 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 -500,000.00
Berdasarkan gambar diatas, pendapatan tunai yang paling tinggi berasal dari srikaya, diikuti buah naga dan yang terakhir adalah pepaya. Srikaya dapat memiliki pendapatan yang tinggi dikarenakan harga jual srikaya Australia atau srikaya jumbo yang tinggi. Walaupun demikian, permintaan pasar untuk komoditas srikaya masih kurang dan karena harga jual yang tinggi maka hanya kelompok tertentu yang dapat menjangkaunya. Permintaan srikaya Australia biasanya hanya berasal dari konsumen yang memiliki kesukaan terhadap srikaya dan mampu untuk membayarnya.
81
Pendapatan tunai dari srikaya berasal dari produksi buah dan setiap tahun mengalami peningkatan sebesar 10 kg per tanaman sehingga penerimaannya juga meningkat sebesar Rp 400,000,000.00 untuk setiap ha. Pada komoditas buah naga, pendapatan berasal dari penjualan buah dan stek. Produksi buah naga dimulai pada tahun kedua dengan produksi sebesar tujuh kg dan penerimaan sebesar Rp 173,600,000.00. Produksi buah naga mengalami peningkatan pada tahun-tahun berikutnya yaitu sebesar delapan kg pada tahun ketiga dan lima kg pada tahun keempat dan seterusnya. Pendapatan buah naga mengalami peningkatan drastis pada tahun kelima, hal ini dikarenakan adanya tambahan penerimaan yang berasal dari stek yaitu sebesar Rp 960,000,000.00 per ha untuk setiap tahun. Sedangkan untuk komoditas pepaya sudah mulai panen pada tahun pertama sehingga nilai pendapatannya sudah positif. Pepaya menghasilkan produksi sebesar 32 ton per ha dengan penerimaan sebesar Rp 123,200,000.00 pada tahun pertaman. Pepaya mengalami puncak produksi pada tahun keduasebesar 80 ton dan kembali menurun pada tahun ketiga dan keempat yaitu sebesar 48 ton dan 16 ton per ha. Masa produktif pepaya sampai empat tahun sehingga pada tahun kelima berproduksi kembali. Berdasarkan analisis efisiensi usahatani melalui R/C rasio, komoditas srikaya memiliki tingkat efisiensi atau nilai yang paling tinggi yaitu 18.70 untuk biaya tunai dan 23.94 atas biaya total. Sedangkan nilai R/C rasio komoditas buah naga adalah 9.92 biaya tunai dan 10.26 atas biaya total. Untuk komoditas pepaya memiliki R/C rasio paling kecil dibandingkan kedua komoditas lainnya yaitu 4.31 untuk biaya tunai dan 4.18 atas biaya total. Walaupun tingkat pendapatan dan efisiensi buah naga masih dibawah srikaya, namun buah naga sudah memiliki pangsa pasarnya tersendiri sehingga produksinya akan terserap pasar dengan baik. Dalam pemilihan komoditas pengusahaan, Pemilik Sabila Farm juga lebih memilih untuk menambah areal tanam buah naga dibandingkan srikaya. Untuk itu, bagi Sabila Farm buah naga tetap memiliki daya saing yang lebih tinggi dibandingkan srikaya dan pepaya. Hal ini menunjukkan bahwa buah naga memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan dengan srikaya.
82
6.3. Analisis Daya Saing Buah Naga dalam Wilayah Desa Pakembinangun 6.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani Caisin Penerimaan dalam usahatani caisin berasal dari penjualan caisim itu sendiri. Dalam penjualannya tidak terdapat pembagian grade. Dalam satu tahun caisim dapat mengalami delapan periode tanam. Harga jual rata–rata yang digunakan dalam analisis penelitian ini adalah Rp 3.000,00 per kg. Dalam setiap periode tanam, caisin dapat menghasilkan 7200 kg per ha. Tabel 7. Pendapatan Usahatani Caisin Setiap Hektar Selama Enam Tahun Uraian Penerimaan Total Penerimaan Biaya Produksi Biaya Tunai Biaya Diperhitun gkan Biaya Total Pendapatan Pendapatan Tunai Pendapatan Total R/C tunai R/C Total
Tahun (Ribu Rupiah) 3 4
1
2
5
6
172,800.00
172,800.00
172,800.00
172,800.00
172,800.00
172,800.00
81,366.80
76,566.80
78,366.80
76,566.80
78,366.80
76,566.80
1,040.00 82,406.80
1,040.00 77,606.80
1,040.00 79,406.80
1,040.00 77,606.80
1,040.00 79,406.80
1,040.00 77,606.80
91,433.20
96,233.20
94,433.20
96,233.20
94,433.20
96,233.20
90,393.20
95,193.20
93,393.20
95,193.20
93,393.20
95,193.20 2.22 2.19
Penerimaan dari usahatani caisin sama setiap tahunnya yaitu sebesar Rp 172,800,000.00. Biaya tunai yang dikeluarkan untuk usahatani caisin pada tahun pertama sebesar Rp 81,366,800.00, sedangkan biaya totalnya sebesar Rp 82,406,800.00 Pendapatan tunai dalam usahatani caisin pada tahun pertama sebesar
Rp
91,433,200.00
sedangkan
pendapatan
totalnya
sebesar
Rp
90,393,200.00. Analisis rasio R/C tunai dalam usahatani caisin sebesar 2.22 dan analisis rasio R/C total sebesar 2.19. Dengan nilai R/C lebih dari satu maka usahatani caisin dikatakan menguntungkan.
83
6.3.2. Analisis Pendapatan Usahatani Selada Penerimaan selada berasal dari penjualan selada tanpa adanya pembagian grade. Harga rata-rata penjualan selada di tingkat petani yang digunakan dalam analisis penelitian ini adalah Rp 5.000,00.Dalam satu tahun selada mengalami enam kali masa produksi. Hasil produksi dari selada tiap hektar adalah 6,400 kg satu kali periode tanam. Penerimaan setiap tahunnya adalah Rp 180,000,000.00. Biaya produksi dalam usahatani selada hampir sama dengan usahatani caisim. Biaya pada tahun pertama adalah Rp 74,585,000.00 untuk biaya tunai dan Rp 75,370,000.00 untuk biaya total. Pendapatan yang diperoleh dalam usahatani selada adalah sebesar Rp 105,415,000.00 untuk pendapatan tunai dan Rp 104,630,000.00 untuk pendapatan total. Analisis rasio R/C tunai sebesar 2.56 dan rasio R/C total sebesar 2.54. Rasio R/C baik tunai maupun total meununjukkan nilai lebih dari satu sehingga menunjukkan bahwa usahatani selada menguntungkan untuk diusahakan. Tabel 8. Pendapatan Usahatani Selada Setiap Hektar Selama Enam Tahun Uraian Penerimaan Total Penerimaan Biaya Produksi Biaya Tunai Biaya Diperhitung kan Biaya Total Pendapatan Pendapatan Tunai Pendapatan Total R/C tunai R/C Total
Tahun (Ribu Rupiah) 3 4
1
2
5
6
180,000.00
180,000.00
180,000.00
180,000.00
180,000.00
180,000.00
74,585.00
68,585.00
70,385.00
68,585.00
70,385.00
68,585.00
785.00 75,370.00
785.00 69,370.00
785.00 71,170.00
785.00 69,370.00
785.00 71,170.00
785.00 69,370.00
105,415.00
111,415.00
109,615.00
111,415.00
109,615.00
111,415.00
104,630.00
110,630.00
108,830.00
110,630.00
108,830.00
110,630.00 2.56 2.54
84
6.3.3. Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Dalam usahatani cabai, penerimaan berasal dari penjualan cabai itu sendiri. Dalam analisis ini cabai yang digunakan adalah cabai keriting. Cabai dapat mulai di panen pada umur 3 bulan 15 hari. Namun pada awal–awal produksinya masih relatif kecil. Masa produksi cabai keriting dapat mencapai delapan bulan. Hasil produksi cabai keriting dalam satu hektar mencapai 10,080 kg. Harga yang digunakan dalam penelitian ini merupakan harga rata–rata di tingkat petani yaitu Rp 25,000.00. Dalam satu tahun, cabai hanya mengalami satu kali periode tanam. Biaya produksi tunai yang digunakan dalam usahatani cabai sebesar Rp 53,040,000.00 sedangkan biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp 54,974,00.00. Pendapatan tunai usahatani cabai pada tahun pertama sebesar Rp 198,960,000.00 dan Rp 197,026,000.00 untuk pendapatan total. Rasio R/C tunai usatani cabai sebesar 5.17 dan rasio R/C total sebesar 4.97. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani cabai menguntungkan untuk diusahakan. Tabel 9. Pendapatan Usahatani Cabai Setiap Hektar Selama Enam Tahun Uraian Penerimaan Total Penerimaan Biaya Produksi Biaya Tunai Biaya Diperhitung kan Biaya Total Pendapatan Pendapatan Tunai Pendapatan Total R/C tunai R/C Total
Tahun (Ribu Rupiah) 1 2
3
4
5
6
252,000.00
252,000.00
252,000.00
252,000.00
252,000.00
252,000.00
53,040.00
47,190.00
47,190.00
50,640.00
47,190.00
47,190.00
1,934.00 54,974.00
1,934.00 49,124.00
1,934.00 49,124.00
1,934.00 52,574.00
1,934.00 49,124.00
1,934.00 49,124.00
198,960.00
204,810.00
204,810.00
201,360.00
204,810.00
204,810.00
197,026.00
202,876.00
202,876.00
199,426.00
202,876.00
202,876.00 5.17 4.97
85
6.3.4. Analisis Daya Saing Melalui Perbandingan Tingkat Pendapatan Total Usahatani Buah Naga dalam Wilayah Desa Pakembinangun Untuk komoditas caisin, selada dan cabai, pendapatan setiap tahunnya relatif hampir sama karena ketiga komoditas tersebut termasuk komoditas hortikultura yang memiliki umur pendek. Sedangkan untuk komoditas buah naga, pendapatannya semakin lama semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena buah naga merupakan tanaman tahunan dan produksi setiap tahunnya meningkat dalam kurun waktu tertentu. Gambar 35. Analisis Perbandingan Tingkat Pendapatan Tunai Usahatani di Desa Pakembinangun 2,000,000.00
1,500,000.00
Buah Naga
1,000,000.00
Caisin Selada 500,000.00
Cabai
0.00 Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Tahun 4
Tahun 5
Tahun 6
-500,000.00
Pada gambar diatas menunjukkan bahwa pendapatan total usahatani buah naga pada tahun pertama masih bernilai negatif sedangkan pada pendapatan usahatani komoditas lain sudah bernilai positif. Namun, apabila dihitung dan dibandingkan selama enam tahun maka pendapatan buah naga relatif meningkat sedangkan pada komoditas lain dalm hal ini caisin, selada dan cabai relatif sama. Hal ini didasarkan karena tanaman buah naga merupakan tanaman tahunan sedangkan untuk caisin dan selada merupakan tanaman berumur pendek sehingga dalam satu tahun dapat mengalami beberapa periode tanam. Untuk tanaman cabai, dalam satu tahun hanya mengalami satu kali periode tanam.
86
Apabila dilihat dari tingkat pendapatan, maka buah naga yang paling menguntungkan dan memiliki daya saing yang tinggi. Walaupun demikian, beberapa alasan petani mengusahakan komoditas hortikultura yang berupa sayuran
adalah
karena
umurnya
yang
relatif
pendek
sehingga
perputaran/pengembalian modalnya juga cepat. Selain itu, untuk komoditas caisim, selada dan cabai tidak memerlukan biaya investasi awal yang tinggi sehingga petani tidak perlu untuk meminjam modal kepada pihak lain agar dapat menjalankan usahataninya. Berdasarkan analisis efisiensi usahatani maka nilai dari komoditas buah naga memiliki R/C rasio yang paling tinggi dibandingkan ketiga komoditas lainnya. Buah naga memiliki nilai R/C rasio 9.92 atas biaya tunai dan 10.26. Untuk komoditas caisin, selada dan cabai secara berturut-turut memiliki nilai R/C rasio atas biaya tunai sebesar 2.22, 2.56 dan 5.17. Sedangkan nilai R/C rasio atas biaya total untuk ketiga komoditas masing-masing adalah 2.19, 2.54 dan 4.97. 6.4. Analisis Daya Saing Buah Naga Terhadap Komoditas Hortikultura Lain Berdasarkan Nilai R/C Tunai dan R/C Total Nilai R/C digunakan untuk mengukur efisiensi dan keberhasilan suatu usahtani. merupakan hasil dari penerimaan dibagi dengan biaya produksi. Nilai R/C menunjukkan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar R/C rasionya. Suatu usahatani dikatakan efisien dan menguntungkan apabila nilai R/C rasionya lebih dari satu (R/C rasio > 1), semakin tinggi nilai R/C rasionya berarti penerimaan yang diperoleh semakin besar. Apabila nilai R/C rasionya lebih kecil dari satu (R?C rasio < 1) maka usahatani tersebut dikatakan tidak menguntungkan sehingga tidak efisien jika dilakukan sedangkan apabila nilai R/C rasio sama dengan nol (R/C rasio = 0) artinya usahatani tersebut tidak untung dan tidak rugi.
87
Gambar 36 : Perbandingan Nilai R/C Tunai Dan R/C Total Usahatani Buah Naga terhadap Komoditas Hortikultura Lain
30 25 20 15
R/C Tunai R/C total
10 5 0
Buah Naga Srikaya
Pepaya
Caisin
Selada
Cabai
Berdasarkan pada Gambar36 menunjukkan bahwa pengusahaan keenam komoditas hortikultura efisien dan menguntungkan. Komoditas srikaya memiliki nilai R/C rasio yang paling tinggi baik R/C rasio tunai maupun R/C rasio total. Nilai R/C rasio buah naga walaupun berada dibawah srikaya namun nilainya R/C rasio dapat dikatakan tinggi jika dibandingkan komoditas pepaya, caisin, selada dan cabai. Namun demikian, karena buah naga sudah memiliki pasar sasaran yang tepat sehingga buah naga lebih memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan srikaya sehingga buah naga tetap menjadi prioritas utama bagi Sabila Farm untuk terus dikembangkan. 6.5. Analisis Daya Saing Buah Naga Berdasarkan Kondisi Pasar Di Yogyakarta Pemasaran merupakan proses sosial di mana individu atau kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran yang bebas atas produk dan jasa yang bernilai dengan orang lain. Dalam pemasaran pertanian menyangkut perilaku konsumen dan keputusan–keputusan produsen dalam produksi dan penentuan harga. Kegiatan
88
para konsumen dan produsen dalam usaha memaksimalisasikan kegunaan dan keuntungan, menemukan wujudnya dalam penemuan harga produk dan masukan serta penentuannya dalam pasar. Buah naga merupakan buah yang tergolong masih baru di Indonesia. Buah naga mulai masuk ke Indonesia sekitar tahun 2000. Buah naga di Indonesia pada awalnya dipenuhi dengan buah naga impor yang berasal dari Thailand dan Vietnam. Buah naga booming bagi masyarakat luas karena zat gizi yang dikandung serta manfaatnya bagi kesehatan. Sebagai buah pendatang, buah naga belum sepenuhnya dikenal oleh masyarakat luas termasuk di Yogyakarta. Selain itu, karena harga yang relatif tinggi Konsumen yang dijadikan pasar untuk buah naga adalah konsumen rumah tangga yang memiliki kesadaran yang tinggi akan kesehatan dan kepedulian terhadap lingkungan serta memiliki kesukaan terhadap buah tersebut. Konsumen yang menjadi sasaran merupakan masyarakat menengah ke atas dengan tingkat pendapatan yang tinggi dan bersedia mengeluarkan biaya yang tinggi untuk produk buah–buahan khususnya buah naga. Dalam pemasaran komoditas buah–buahan, buah naga termasuk buah yang harus dipasarkan secara ekstra agar dapat meyakinkan dan diterima oleh konsumen dengan baik. Hal ini disebabkan karena selain sebagai buah yang tergolong baru, juga manfaatnya belum dapat dibuktikan karena masih jarang yang mengkonsumsinya. Posisi pasar buah naga di Yogyakarta masih belum menonjol dibandingkan jenis buah–buahan lainnya seperti apel, jeruk, durian dan lainnya. Di lihat secara visual dari display buah naga baik di kios–kios buah maupun supermarket, buah naga masih diletakkan di belakang atau tidak terletak pada posisi strategis (depan) yang langsung dapat terlihat oleh konsumen. Hal ini menyebabkan posisi buah naga di pasar masih rendah dibandingkan buah lainnya seperti durian, apel, jeruk, mangga dan sebagainya. Dengan posisi display tersebut, menunjukkan bahwa buah naga di Indonesia belum memiliki posisi secara outstanding. Selain dari posisi display, preferensi dan selera konsumen untuk buah naga belum terbentuk.
89
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bagi pihak distributor dan pengecer dalam hal ini pedagang kios buah tradisional maupun supermarket belum menempatkan buah naga sebagai komoditas yang diunggulkan atau buah yang yang ingin ditonjolkan. Bagi distributor, adanya buah naga hanya sebagai pelengkap jenis buah-buahan saja. Untuk itu, dapat dikatakan bahwa pada tingkat distributor daya saing pasar buah naga masih rendah.
90
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil analisis daya saing buah naga melalui perbandingan tingkat pendapatan dan efisiensi serta analisis kondisi pasar maka kesimpulan yang dapat diperoleh sebagai berikut 1. Berdasarkan perbandingan tingkat pendapatan dan efisiensi usahatani pada Sabila Farm, diperoleh bahwa srikaya memiliki pendapatan dan nilai efisiensi yang paling tinggi dibandingkan dengan buah naga dan pepaya. Hal tersebut menunjukkan bahwa srikaya memiliki nilai efisiensi lebih tinggi dibandingkan buah naga. Walaupun demikian, pemilik Sabila Farm belum mengusahakan srikaya secara luas dan lebih memilih menambah areal pengusahaan untuk buah naga. Hal ini dikarenakan pemasaran srikaya masih harus dilakukan secara langsung kepada kensumen dan belum dapat di distribusikan secara luas sehingga target pasarnya kecil. Hal ini menjadikan buah naga masih menjadi prioritas utama untuk terus dikembangkan dalam Sabila Farm. Untuk itu, bagi Sabila Farm komoditas buah naga memiliki daya saing yang lebih tinggi dibandingkan srikaya dan pepaya. 2. Berdasarkan perbandingan tingkat pendapatan dan efisisensi usahatani hortikultura di Desa Pakembinangun dalam hal ini yaitu caisin, selada dan cabai, maka buah naga memberikan pendapatan dan efisiensi usahatani yang paling tinggi. Sehingga buah naga memiliki daya saing yang paling tinggi dibandingkan ketiga komoditas tersebut. Namun, beberapa alasan petani lain tidak mengusahakan buah naga adalah karena biaya investasi awal yang tinggi dan petani tidak memliki cukup modal. Selain itu, apabila menanam sayuran maka umur produksinya lebih pendek sehingga pengembalian modalnya juga lebih cepat. 3. Dalam aspek pasar, secara visual melalui display baik di kios–kios buah tradisional maupun supermarket, posisi buah naga di Yogyakarta belum menonjol dibandingkan jenis buah lain. Dengan posisi display tersebut, menunjukkan bahwa buah naga bagi distributor dan pengecer di Yogyakarta
91
belum menempatkan pada posisi menonjol atau secara outstanding dibandingkan buah lain seperti durian, jeruk dan mangga. 7.2. Saran 1. Sabila Farm sebagai produsen buah naga sebaiknya bekerjasama dengan Dinas Pertanian setempat sehingga dapat terus melakukan pelatihan dan penyuluhan kepada petani di wilayah Desa Pakembinangun untuk mengusahakan komoditas yang memiliki nilai tinggi 2. Sabila Farm sebagai salah satu produsen buah naga sebaiknya terus melakukan pemasaran mengenai keunggulan buah naga lokal sehingga masyarakat lebih mengenal produk lokal baik dari segi manfaat maupun kualitasnya.
92
DAFTAR PUSTAKA Aliyatillah. 2009. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Kakao di Ptpn VIII Kebun Cikumpay Afdeling Rajamandala [Skripsi]. Bogor : FakultasEkonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Anonim. 2009. Buku Pintar Budi Daya Tanaman Buah Unggul Indonesia. Jakarta: PT AgroMedia Pustaka Ashari.
2006. Meningkatkan Keunggulan Yogyakarta: Penerbit Andi
Bebuahan
Tropis
Indonesia.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Perkiraan Konsumsi dan Permintaan Buahbuahan di Indonesia Tahun 2000-2015. Jakarta : BPS Basri F, Munandar H. 2010. Dasar-dasar Ekonomi Internasional; Pengenalan dan Aplikasi Metode Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Cahyana et al. Oktober 2010. Liuk Naga di Tanah Air. Trubus : 16 (Kolom 1) Dillon. 2004. Pertanian Membangun Bangsa. Husodo et al. Pertanian Mandiri. Jakarta: Penebar Swadaya [Ditjen Hortikultura] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2011. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2007–2010 (Milyar rupiah). Jakarta : Departemen Pertanian. [Ditjen Hortikultura] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2011. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Buah–buahan di Indonesia Tahun 2007–2010. Jakarta : Departemen Pertanian. [Ditjen Hortikultura] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2011. Sentra Produksi Buah Naga di Indonesia. Jakarta : Departemen Pertanian. Daryanto, Arif. 2009. Posisi Daya Saing Pertanian Indonesia dan Upaya Peningkatannya. Bogor : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Gany, Rady. 1996. Meningkatkat Kemandirian dan Daya Saing Pertanian Indonesia Suatu Tinjauan dari Perspektif Pengembangan Teknologi Tepat Guna dan Dampak Produktivitas Pertanian. Di dalam Prosiding Koferensi Nasional XII Perhepi: Membangun Kemandirian dan Daya Saing Nasional dalam Menghadapi Era Industrialisasi dan Perdagangan Bebas. Seminar Nasional; Denpasar, Bali 19 Agustus 1996 Haeruman, Maman. 1996. Masalah Pengembangan Teknologi dan Produksi Pertanian Dalam Menghadapi Era Globalisasi. Di dalam Prosiding Koferensi Nasional XII Perhepi: Membangun Kemandirian dan Daya Saing Nasional dalam Menghadapi Era Industrialisasi dan Perdagangan Bebas. Seminar Nasional; Denpasar, Bali 19 Agustus 1996 Hapernas, Asep dan Dermawan. 2011. Budidaya Cabai Unggul. Jakarta : Penebar Swadaya Haposan, Edwin. 2006. Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Pepaya (Carica Papaya) Dengan Metode ActivityBased Costing Pada Pt. Cipta Daya Agri
93
Jaya Di Bogor Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Haryanto, Eko et al. 2003. Sawi dan Selada. Jakarta : Penebar Swadaya Hernanto. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya Indriyati S. 2007. Analisis Daya Saing Buah Nenas Model Tumpang Sari Dengan Karet di Desa Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Prabumulih dan di Desa Payaraman, Kecamatan Tanjung Batu, Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Istianingsih. 2010. Pengaruh Umur Panen dan Suhu Simpan terhadap Umur Simpan Buah Naga Super Red (Hylocereus costaricensis) [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian.Institut Pertanian Bogor Kartasasmita, Ginandjar. 1996. Meningkatkan Daya Saing Pertanian Dalam Rangka Mewujudkan Kemandirian Ekonomi Nasional. Di dalam Prosiding Koferensi Nasional XII Perhepi: Membangun Kemandirian dan Daya Saing Nasional dalam Menghadapi Era Industrialisasi dan Perdagangan Bebas. Seminar Nasional; Denpasar, Bali 19 Agustus 1996 Kristanto, D. 2010. Buah Naga; Pembudidayaan di Pot dan di Kebun. Jakarta: Penebar Swadaya Kurniawan. 2008. Analisis Efisiensi Ekonomi Dan Daya Saing Usahatani Jagung Pada Lahan Kering Di Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan [Tesis]. Bogor : Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor Mudjayani WY. 2008. Analisis Daya Saing buah-buahan Tropis Indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Nazaruddin. 1999. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah. Jakarta : Penebar Swadaya Prajnanta, Final. 1999. Agribisnis Cabai hibrida. Jakarta: Penebar Swadaya Prawoto, BR. 2012. Pengelolaan Proses Produksi dan Pasca Panen Selada (Lactuca sativa L.) Secara Aeroponik dan Hidroponik Deep Flow Technique di Amazing Farm, Lembang, Bandung [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Puspita, P. 2011. Daya Simpan Buah Naga Super Merah (Hylocereus costaricensis) [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian.Institut Pertanian Bogor Rachman et al. 2004. Efisiensi dan Daya Saing Usahatani Hortikultura. Bogor : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Rohman RE. 2008.Analisis Daya Saing Beras Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru (Oryza sativa) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Rukmana. 2008. Bertanam Buah-buahan di Pekarangan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
94
Safarudin, Mahardi. 2012. Analisis Daya Saing Komoditas Gula di Kabupaten Lampung Utara [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Sakina, Tiara. 2009. Analisis Kelayakan Usaha Srikaya Organik pada Perusahaan Wahana Cory Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Saparinto, Cahyo. 2011.79 Bisnis Pertanian Menguntungkan.Jakarta : Penebar Swadaya Simatupang, Pantjar. 2010. Introduksi dan Praksis Paradigma Agribisnis di Indonesia. Di dalam Krisnamurthi et al, editor. Kontribusi Profesor Bungaran Saragih. Bogor : IPB Press. Halaman 26 Siregar, FM. 2008. Analisis Usahatani Cabai Merah Organik (Studi Kasus Kelompok Tani ”Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Bogor) [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sobir. 2010. Sukses Bertanam Pepaya Unggul Kualitas Supermarket. Jakarta : Agromedia Pustaka Soekarwati et al. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia Sunarjono, Hendra.1998. Prospek Berkebun Buah. Bogor : Penebar Swadaya Suratiyah, Ken. 2008. Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya Wahyudi. 2010. Petunjuk Praktis Bertanam Sayuran. Jakarta : AgroMedia Pustaka Widianingsih, Artati. 2008.Analisis Usahatani dan Pemasaran Pepaya California Berdasarkan Standar Prosedur Operasional (Kasus di Desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Winandi. 2009. Pemasaran Produk-Produk Pertanian. Di dalam Kusnadi et al, editor. Bunga Rampai Agribisnis Seri Pemasaran Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor : IPB Press : Halaman 20
95
LAMPIRAN
96
Lampiran 1. Analisis Pendapatan Usahatani Buah Naga Uraian Penerimaan Grade A Grade B Grade C Total Penjualan Buah Naga Stek Total Penerimaan Tunai Penerimaan di perhitungkan Total Penerimaan Outflow Biaya Tunai Sewa lahan Bibit Ukuran 20cm Bibit untuk penyulaman Tiang Panjatan Ban Pupuk Kandang Dolomit/Kapur tani Arang Sekam Pupuk NPK Tali plasik bagasi Lubang tanam160 HOK
1
5,000.00 64,000.00 3,200.00 112,000.00 8,000.00 2,400.00 1,536.00 7,200.00 2,240.00 150.00 4,800.00
2
Tahun (Ribu Rupiah) 3 4
5
6
134,400.00 33,600.00 5,600.00
288,000.00 72,000.00 12,000.00
384,000.00 96,000.00 16,000.00
480,000.00 120,000.00 20,000.00
576,000.00 144,000.00 32,000.00
173,600.00
372,000.00
496,000.00
620,000.00 960,000.00
752,000.00 960,000.00
173,600.00
372,000.00
496,000.00
1,580,000.00
1,712,000.00
16,800.00 190,400.00
36,000.00 408,000.00
48,000.00 544,000.00
60,000.00 1,640,000.00
72,000.00 1,784,000.00
5,000.00
5,000.00
5,000.00
5,000.00
5,000.00
2,400.00
2,400.00
2,400.00
2,400.00
2,400.00
1,536.00 7,200.00 2,240.00 45.00
1,536.00 7,200.00 2,240.00
1,536.00 7,200.00 2,240.00
1,536.00 7,200.00 2,240.00
1,536.00 7,200.00 2,240.00
97
pemasangan tiang Penanaman bibit Penyulaman Pengikatan cabang Pemupukan Penyiangan Pemangkasan Pengendalian HPT Pemanenan Pascapanen Pembuatan stek Total Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Penyusutan Alat Biaya Total Pendapatan Tunai Pendapatan Total
32 HOK 3 HOK 100 &40 HOK 150 HOK 112 HOK 54 HOK 64 HOK
960.00 90.00 3,000.00 4,500.00 3,360.00 1,620.00 1,920.00
1,200.00 4,500.00 3,360.00 1,620.00 1,920.00 1,680.00 1,680.00
4,500.00 3,360.00 1,620.00 1,920.00 3,600.00 3,600.00
4,500.00 3,360.00 1,620.00 1,920.00 4,800.00 4,800.00
4,500.00 3,360.00 1,620.00 1,920.00 6,000.00 6,000.00 7,200.00
4,500.00 3,360.00 1,620.00 1,920.00 7,200.00 7,200.00 7,200.00
225,976.00
34,381.00
36,976.00
39,376.00
48,976.00
51,376.00
1,318.80
1,318.80
1,318.80
1,318.80
1,318.80
1,318.80
227,294.80
35,699.80
38,294.80
40,694.80
50,294.80
52,694.80
-225,976.00 -227,294.80
139,219.00 154,700.20
335,024.00 369,705.20
456,624.00 503,305.20
1,531,024.00 1,589,705.20
1,660,624.00 1,731,305.20
240 HOK
98
Lampiran 2. Analisis Pendapatan Usahatani Srikaya 1
Uraian
2
Inflow Grade A Grade B Penerimaan Tunai Penerimaan diperhitungkan Penerimaan Total Outflow Sewa Lahan Bibit buah Bibit untuk Penyulaman Pupuk Kandang Dolomit/Kapur tani Pupuk NPK Pembuatan lubang tanam Penyulaman Pemupukan Penyiangan&Penggemburan Pengendalian HPT Pemangkasan Daun Pembungkusan buah Panen Pascapanen
110 HOK 3 HOK 100 HOK 112 HOK 56 HOK 64 HOK
5,000.00 40,000.00 2,000.00 1,600.00 1,024.00 4,480.00 3,300.00 90.00 3,000.00 3,360.00 3,360.00 1,920.00
Tahun ( Ribu Rpiah) 3 4
5
6
120,000.00 480,000.00 600,000.00 192,000.00 792,000.00
200,000.00 800,000.00 1,000,000.00 320,000.00 1,320,000.00
280,000.00 1,120,000.00 1,400,000.00 448,000.00 1,848,000.00
360,000.00 1,440,000.00 1,800,000.00 576,000.00 2,376,000.00
5,000.00
5,000.00
5,000.00
5,000.00
5,000.00
1,600.00 1,024.00 4,480.00
1,600.00 1,024.00 4,480.00
1,600.00 1,024.00 4,480.00
1,600.00 1,024.00 4,480.00
1,600.00 1,024.00 4,480.00
3,000.00 3,360.00 3,360.00 1,920.00
3,000.00 3,360.00 3,360.00 1,920.00 1,200.00 3,600.00 3,600.00
3,000.00 3,360.00 3,360.00 1,920.00 2,400.00 6,000.00 6,000.00
3,000.00 3,360.00 3,360.00 1,920.00 3,360.00 8,400.00 8,400.00
3,000.00 3,360.00 3,360.00 1,920.00 4,320.00 10,800.00 10,800.00
99
Total Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Penyusutan Alat Biaya Total Pendapatan Tunai Pendapatan Total
69,134.00
23,744.00
32,144.00
38,144.00
43,904.00
49,664.00
1,318.80 70,452.80
1,318.80 25,062.80
1,318.80 33,462.80
1,318.80 39,462.80
1,318.80 45,222.80
1,318.80 50,982.80
-69,134.00 -70,452.80
-23,744.00 -25,062.80
567,856.00 758,537.20
961,856.00 1,280,537.20
1,356,096.00 1,802,777.20
1,750,336.00 2,325,017.20
100
Lampiran 3. Analisis Pendapatan Usahatani Pepaya Uraian
1
Inflow Grade A Grade B Grade C Total Inflow Outflow Sewa Lahan Benih Pupuk Kandang Dolomite Arang Sekam Pupuk NPK Herbisida Persiapan Lahan-bedengan Semai biji Penanaman Penyulaman Pemupukan Penyiangan Pengendalian HPT Panen Pascapanen Total Biaya Tunai Penyusutan Alat Biaya Total
120 HOK 20 HOK 40 HOK 3 HOK 150 HOK 112 HOK 56 HOK
2
Tahun (Ribu Rupiah) 3 4
5
6
56,000.00 51,200.00 16,000.00 123,200.00
140,000.00 128,000.00 40,000.00 308,000.00
84,000.00 76,800.00 24,000.00 184,800.00
28,000.00 25,600.00 8,000.00 61,600.00
56,000.00 51,200.00 16,000.00 123,200.00
140,000.00 128,000.00 40,000.00 308,000.00
5,000.00 1,500.00 3,600.00 1,536.00 2,400.00 6,720.00 1,000.00 3,600.00 600.00 1,200.00 90.00 4,500.00 3,360.00 1,680.00 4,800.00 2,400.00 43,986.00 1,318.80 45,304.80
5,000.00
5,000.00
5,000.00
5,000.00
3,600.00 1,536.00 2,400.00 6,720.00 1,000.00
3,600.00 1,536.00 2,400.00 6,720.00 1,000.00
3,600.00 1,536.00 2,400.00 6,720.00 1,000.00
4,500.00 3,360.00 1,680.00 12,000.00 6,000.00 47,796.00 1,318.80 49,114.80
4,500.00 3,360.00 1,680.00 7,200.00 3,600.00 40,596.00 1,318.80 41,914.80
4,500.00 3,360.00 1,680.00 2,400.00 1,200.00 33,396.00 1,318.80 34,714.80
5,000.00 1,500.00 3,600.00 1,536.00 2,400.00 6,720.00 1,000.00 3,600.00 600.00 1,200.00 90.00 4,500.00 3,360.00 1,680.00 4,800.00 2,400.00 43,986.00 1,318.80 45,304.80
3,600.00 1,536.00 2,400.00 6,720.00 1,000.00
4,500.00 3,360.00 1,680.00 12,000.00 6,000.00 47,796.00 1,318.80 49,114.80
101
Pendapatan Tunai Pendapatan Bersih
79,214.00 77,895.20
260,204.00 258,885.20
144,204.00 142,885.20
28,204.00 26,885.20
79,214.00 77,895.20
260,204.00 258,885.20
Lampiran4. Penyusutan Investasi Alat pada Sabila Farm Alat yang digunakan Parang Cangkul Gunting pemotong buah Angkong Mesin pemotong rumput Alat penyemprot hama Sabit Linggis Keranjang buah Timbangan Kendaraan Operasional Total Penyusutan
Nilai Beli (Ribu Rupiah) 20.00 80.00
14 5
5 5
Penyusutan pertahun (Ribu Rupiah) 4.00 16.00
85.00 400.00
5 3
5 5
17.00 80.00
85.00 240.00
1,500.00
2
10
150.00
300.00
350.00 60.00 80.00 40.00 100.00
2 2 2 30 2
5 5 5 3 5
70.00 12.00 16.00 13.30 20.00
140.00 24.00 32.00 399.00 40.00
19,000.00
1
10
1,900.00
1,900.00
Jumlah
Umur Pakai
Total Penyusutan (Ribu Rupiah) 56.00 80.00
3,297.00
102
Lampiran 5. Analisis Pendapatan Usahatani Caisin URAIAN INFLOW Penjualan Caisim OUTFLOW Sewa Lahan Benih sawi Pupuk Kandang Kapur tani (dolomite) Pupuk Urea Obat Jamur Obat Ulat (Proklim) Plastik untuk naungan Bambu Paku Persiapan Lahan-Bedengan Pemasangan naungan plastik Penanaman benih Penanaman bibit Penyulaman Penyiangan dan pendakiran Pengendalian HPT Pemupukan Penyiraman Pemanenan&pascapanen Total Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan
1
2
Tahun (Ribu Rupiah) 3 4
5
6
172,800.00
172,800.00
172,800.00
172,800.00
172,800.00
172,800.00
5,000.00 2,880.00 4,800.00 1,280.00 1,440.00 2,320.00 720.00 2,476.80 7,500.00 150.00 3,000.00
5,000.00 2,880.00 4,800.00 1,280.00 1,440.00 2,320.00 720.00 2,476.80 7,500.00 150.00
5,000.00 2,880.00 4,800.00 1,280.00 1,440.00 2,320.00 720.00 2,476.80 7,500.00 150.00
5,000.00 2,880.00 4,800.00 1,280.00 1,440.00 2,320.00 720.00 2,476.80 7,500.00 150.00
5,000.00 2,880.00 4,800.00 1,280.00 1,440.00 2,320.00 720.00 2,476.80 7,500.00 150.00
5,000.00 2,880.00 4,800.00 1,280.00 1,440.00 2,320.00 720.00 2,476.80 7,500.00 150.00
1,920.00 7,200.00 480.00 9,600.00 4,800.00 7,200.00 9,600.00 7,200.00 76,566.80
1,800.00 1,920.00 7,200.00 480.00 9,600.00 4,800.00 7,200.00 9,600.00 7,200.00 78,366.80
1,920.00 7,200.00 480.00 9,600.00 4,800.00 7,200.00 9,600.00 7,200.00 76,566.80
1,800.00 1,920.00 7,200.00 480.00 9,600.00 4,800.00 7,200.00 9,600.00 7,200.00 78,366.80
1,920.00 7,200.00 480.00 9,600.00 4,800.00 7,200.00 9,600.00 7,200.00 76,566.80
1,800.00 1,920.00 7,200.00 480.00 9,600.00 4,800.00 7,200.00 9,600.00 7,200.00 81,366.80
103
Penyusutan Alat Total Biaya Pendapatan Tunai Pendapatan Total
1,040.00 82,406.80 91,433.20 90,393.20
1,040.00 77,606.80 96,233.20 95,193.20
1,040.00 79,406.80 94,433.20 93,393.20
1,040.00 77,606.80 96,233.20 95,193.20
1,040.00 79,406.80 94,433.20 93,393.20
1,040.00 77,606.80 96,233.20 95,193.20
Lampiran 6. Penyusutan alat pada Usahatani Caisin Alat yang Digunakan Cangkul Gembor Cengkrong (Gejug) Tangki Penyemprot Pisau Total Penyusutan (1000 m2) Penyusutan per tahun/ hektar
Jumlah 1 2 2 1 2
Harga/Satuan (Ribu Rupiah) 70.00 15.00 15.00 350.00 10.00
Umur Pakai (tahun) 5 3 5 5 5
Penyusutan per tahun (Ribu Rupiah) 14.00 10.00 6.00 70.00 4.00 104.00 1,040.00
104
Lampiran 7. Analisis Pendapatan Usahatani Selada Uraian
1
2
Tahun (Ribu Rupiah) 3 4
5
6
Inflow Penjualan Selada Outflow Sewa Lahan Benih Selada Pupuk Kandang Dolomit Pupuk Urea Plastik Penutup Bambu Pestisida Jamur Paku Pestisida Ulat Tenaga Kerja Persiapan lahan-bedengan Pemasangan plastik Putih Penanaman Benih Penanaman Bibit Penyulaman Pemupukan Penyiraman Penyiangan&Pendakiran
140 HOK 60 HOK 10 HOK 30 HOK 2 HOK 10 HOK 60 HOK 6 HOK
180,000.00
180,000.00
180,000.00
180,000.00
180,000.00
180,000.00
5,000.00 2,700.00 7,200.00 1,200.00 3,240.00 1,620.00 7,500.00 1,140.00 150.00 675.00
5,000.00 2,700.00 7,200.00 1,200.00 3,240.00 1,620.00 7,500.00 1,140.00 150.00 675.00
5,000.00 2,700.00 7,200.00 1,200.00 3,240.00 1,620.00 7,500.00 1,140.00 150.00 675.00
5,000.00 2,700.00 7,200.00 1,200.00 3,240.00 1,620.00 7,500.00 1,140.00 150.00 675.00
5,000.00 2,700.00 7,200.00 1,200.00 3,240.00 1,620.00 7,500.00 1,140.00 150.00 675.00
5,000.00 2,700.00 7,200.00 1,200.00 3,240.00 1,620.00 7,500.00 1,140.00 150.00 675.00
1,800.00 5,400.00 360.00 5,400.00 9,000.00 7,200.00
1,800.00 1,800.00 5,400.00 360.00 5,400.00 9,000.00 7,200.00
1,800.00 5,400.00 360.00 5,400.00 9,000.00 7,200.00
1,800.00 1,800.00 5,400.00 360.00 5,400.00 9,000.00 7,200.00
1,800.00 5,400.00 360.00 5,400.00 9,000.00 7,200.00
4,200.00 1,800.00 1,800.00 5,400.00 360.00 5,400.00 9,000.00 7,200.00
105
Pengendalian HPT Pemanenan Total Biaya Tunai Penyusutan Alat Biaya Total Pendapatan Tunai Pendapatan Total
2 HOK 2 HOK
4,500.00 4,500.00 74,585.00 785.00 75,370.00 105,415.00 104,630.00
4,500.00 4,500.00 68,585.00 785.00 69,370.00 111,415.00 110,630.00
4,500.00 4,500.00 70,385.00 785.00 71,170.00 109,615.00 108,830.00
4,500.00 4,500.00 68,585.00 785.00 69,370.00 111,415.00 110,630.00
4,500.00 4,500.00 70,385.00 785.00 71,170.00 109,615.00 108,830.00
4,500.00 4,500.00 68,585.00 785.00 69,370.00 111,415.00 110,630.00
Lampiran 8. Penyusutan Alat pada Usahatani Selada Alat yang digunakan Cangkul Tangki penyemprot Gejug Sabit Gembor air Pisau Total Penyusutan (2000 m2) Total Penyusutan per Hektar
Jumlah (buah) 1 1 3 1 3 2
Harga/satuan (Ribu Rupiah) 150.00 350.00 15.00 50.00 15.00 10.00
Umur Ekonomis 5 5 5 5 3 5
Penyusutan Per Tahun 30.00 70.00 9.00 10.00 15.00 4.00 138.00 690.00
106
Lampiran 9. Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Uraian Inflow Penjualan Cabai Outflow Sewa Lahan Benih Mulsa Pupuk Kandang Dolomit Pupuk NPK Pupuk Za Pupuk Urea Borate Insektisida Fungisida Perangkap Lalat buah Bambu Tali Rafia Tenaga Kerja Persiapan lahanBedengan Pemasangan mulsa Pembuatan lubang mulsa plastik Penanaman cabai Perempelan
1
2
Tahun (Ribu Rupiah) 3 4
5
6
252,000.00
252,000.00
252,000.00
252,000.00
252,000.00
252,000.00
5,000.00 1,280.00 2,200.00 3,200.00 480.00 3,500.00 700.00 480.00 300.00 4,500.00 3,500.00
5,000.00 1,280.00 2,200.00 3,200.00 480.00 3,500.00 700.00 480.00 300.00 4,500.00 3,500.00
5,000.00 1,280.00 2,200.00 3,200.00 480.00 3,500.00 700.00 480.00 300.00 4,500.00 3,500.00
5,000.00 1,280.00 2,200.00 3,200.00 480.00 3,500.00 700.00 480.00 300.00 4,500.00 3,500.00
5,000.00 1,280.00 2,200.00 3,200.00 480.00 3,500.00 700.00 480.00 300.00 4,500.00 3,500.00
5,000.00 1,280.00 2,200.00 3,200.00 480.00 3,500.00 700.00 480.00 300.00 4,500.00 3,500.00
600.00 5,400.00 150.00
600.00 5,400.00 150.00
600.00 5,400.00 150.00
600.00 5,400.00 150.00
600.00 5,400.00 150.00
600.00 5,400.00 150.00
1,200.00 1,500.00
1,200.00 1,500.00
4,200.00 900.00 750.00 1,200.00 1,500.00
1,800.00 900.00
1,200.00 1,500.00
1,200.00 1,500.00
750.00 1,200.00 1,500.00
107
Pemupukan Penyiraman Penyiangan Pemasangan ajir Pengendalian HPT Panen&pascapanen Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Penyusutan alat Biaya Total
1,350.00 3,600.00 1,350.00 1,500.00 1,800.00 3,600.00 53,040.00
1,350.00 3,600.00 1,350.00 1,500.00 1,800.00 3,600.00 47,190.00
1,350.00 3,600.00 1,350.00 1,500.00 1,800.00 3,600.00 47,190.00
1,350.00 3,600.00 1,350.00 1,500.00 1,800.00 3,600.00 50,640.00
1,350.00 3,600.00 1,350.00 1,500.00 1,800.00 3,600.00 47,190.00
1,350.00 3,600.00 1,350.00 1,500.00 1,800.00 3,600.00 47,190.00
1,934.00 54,974.00
1,934.00 49,124.00
1,934.00 49,124.00
1,934.00 52,574.00
1,934.00 49,124.00
1,934.00 49,124.00
Pendapatan Tunai Pendapatan Total
198,960.00 197,026.00
204,810.00 202,876.00
204,810.00 202,876.00
201,360.00 199,426.00
204,810.00 202,876.00
204,810.00 202,876.00
Lampiran 10. Penyusutan Alat pada Usahatani Cabai Alat yang Digunakan Cangkul Parang Sabit Sprayer Gembor Air Ember Total penyusutan (1500 m2) Total Penyusutan Per Hektar
Jumlah 2 2 2 2 4 2
Umur Ekonomis 5 5 5 5 3 3
Harga/satuan ( Ribu Rupiah) 50.00 50.00 50.00 450.00 30.00 15.00
Penyusutan 20.00 20.00 20.00 180.00 40.00 10.00 290.00 1,934.00
108