SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT DIABETES MELITUS (DM) DAERAH PERKOTAAN DI INDONESIA TAHUN 2007 (ANALISIS DATA SEKUNDER RISKESDAS 2007)
OLEH: SRI WAHYUNI 106101003357
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/ 2010 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya asli yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 24 September 2010
Sri Wahyuni
i
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, 24 September 2010 Sri Wahyuni, NIM:106101003357 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT DIABETES MELITUS (DM) DAERAH PERKOTAAN DI INDONESIA TAHUN 2007 (ANALISIS DATA SEKUNDER RISKESDAS 2007) xix + 136 halaman, 31 tabel, 2 bagan, 3 gambar, 3 lampiran ABSTRAK Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan atau resistensi insulin. DM dapat menimbulkan komplikasi seperti hipertensi, infark miokard, insufiensi koroner, retinopati diabetika, katarak, neropati diabetika dll. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit diabetes melitus adalah umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, obesitas, aktivitas fisik, hipertensi, konsumsi lemak, merokok, konsumsi alkohol, konsumsi kafein dan kurang konsumsi buah dan sayur. Hasil penelitian menunjukkan 4,5% penduduk daerah perkotaan di Indonesia mengalami diabetes melitus dan 95,5% yang tidak mengalami diabetes melitus. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa umur, jenis kelamin, pekerjaan, obesitas, hipertensi, konsumsi lemak, merokok, konsumsi alkohol dan konsumsi kafein berhubungan dengan penyakit diabetes melitus (Pvalue ≤0,005). Sedangkan pendidikan, aktivitas fisik, dan konsumsi buah dan sayur tidak berhubungan dengan penyakit diabetes melitus. Berdasarkan hasil uji multivariat diketahui bahwa faktor yang paling dominan berhubungan dengan penyakit diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia secara berturut adalah obesitas, pendidikan, hipertensi, umur, konsumsi kafein dan konsumsi alkohol. Disarankan bagi bagian JIPP Kemetrian Kesehatan agar melakukan penyebaran informasi kesehatan terkait penyakit degeneratif khususnya diabetes melitus melalui penyuluhan kesekolah-sekolah dan orang tua, media cetak dan elektronik seperti di majalah, koran, televisi (TV) dan internet sedini mungkin, mempromosikan dan melakukan pendidikan kesehatan terkait dengan gaya hidup sehat, dan membuat program jumat sehat pada penduduk perkotaan. Bagi para peneliti selanjutnya agar meneliti variabel-variabel yang tidak diteliti seperti riwayat keluarga, diabetes gestasional (kehamilan) dan dislipidemia, serta penelitian diabetes melitus selanjutnya menggunakan disain case control atau kohort untuk melihat apakah faktor risiko benar-benar memiliki korelasi dengan faktor efek dan untuk melihat hubungan sebab akibat secara jelas. Daftar Bacaan: (1983 - 2010)
ii
SYARIEF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH DEPARTMENT Undergraduate Thesis, September 24th 2010 Sri Wahyuni, NIM 106101003357 THE FACTORS RELATED WITH DIABETES MELLITUS (DM) URBAN AREA IN INDONESIA YEAR 2007 (ANALYSIS OF SECONDARY DATA RISKESDAS 2007) xix+ 136 pages, 31 tables, 2 charts, 3 pictures, 3 attachments ABSTRACT Diabetes Mellitus (DM) is a collection of health disorders symptoms caused by elevated levels of sugar (glucose), blood deficiency or insulin resistance. DM can cause complications such as hypertency, myocardial infarction, coronary incipiency, diabetic retinopathy, cataracts, diabetic neuropathy etc. Factors related with diabetes mellitus are age, sex, education, occupation, obesity, physical activity, hypertency, fat intake, smoking, alcohol consumption, caffeine consumption and concluded less consumption of fruits and vegetables. The research showed 4.5% of urban population in Indonesia suffers diabetes mellitus and 95.5% haven’t diabetes mellitus. Based on a statistical test showed that age, sex, occupation, obesity, hypertency, fat intake, smoking, alcohol and caffeine consumption is related with diabetes mellitus (p value ≤ 0.005). While the fruits and vegetables consumption, education, and physical activity isn’t related with diabetes mellitus. Based on the results of multivariate test, it’s known that the most dominant factor related to diabetes mellitus in population of urban areas in Indonesia respectively are obesity, education, hypertency, age, caffeine and alcohol consumption. It’s suggested to the JIPP of Health Ministry (MenKes) for dissemination of health information related to degenerative diseases, especially diabetes mellitus through counseling to schools and parents, printed media and electric media such as magazines, newspapers, radio, television (TV) and Internet as soon as possible, promoting and doing health education related to healthy lifestyles, and making healthy Friday program on urban population. For the next researchers to observe the variables that had not been examined such as family history, gestational diabetes (pregnancy) and dyslipidemia, and diabetes mellitus, further research using case control or cohort design to see whether risk factors really have a correlation with the factor effects and to see truth causal relationship. References: (1983 - 2010)
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Judul Skripsi
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT DIABETES MELITUS (DM) DAERAH PERKOTAAN DI INDONESIA TAHUN 2007 (ANALISIS DATA SEKUNDER RISKESDAS 2007)
Telah diperiksa, disetujui, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 24 September 2010
Mengetahui
Raihana Nadra Alkaff, M.MA Pembimbing Skripsi I
Febrianti, M.Si Pembimbing Skripsi II
iv
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 24 September 2010
Penguji I
Raihana Nadra Alkaff, M.MA
Penguji II
Febrianti, M.Si
Penguji III
Meilani Anwar, M.Epid
v
Lembar Persembahan Puji Syukur Ku Panjatkan Kepada Mu Ya Rob Tuhan Semeseta Alam, Atas Rahmat Mu Yang Tak Terhingga Aku Dapat Menyelesaikan Skripsi Ini. Allah Engkau Membalas Segala Jerih Payah Hamba Mu. Engkau Mengabulkan Doa Orang-Orang Yang Berusaha. Kau Berikan Aku Kekuatan Untuk Tetap Bersabar. Tak Kusangka Kerja Keras Selama Ini Berujung Kepada Kebahagian Yang Tak Ternilai Harganya. Tak Mampu Ku Ucapkan Kata Yang Pantas Untuk Menggambarkan Kebahagian Yang Ku Rasa. Semoga Ilmu Yang Aku Dapat Menjadi Ilmu Yang Bermanfaat. Skripsi Ini Ku Persembahkan Kepada Mama, Papa, Ayah, Bunda, Kakak, Adik, Dan Semua Orang Yang Menyayangi Ku I
Love You…..
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap
: Sri Wahyuni
Tempat, Tanggal Lahir
: Lampung, 26 April 1987
Alamat
: Komp. Kedaung Rindang No.38 Bambu Apus Ciputat Tangerang
Jenis Kelamin
: Perempuan
Kewarganeraan
: Indonesia
Agama
: Islam
Email
:
[email protected]
Telepon
: 0852 791 21 820
Riwayat Pendidikan 1992 – 1993
TK Mukti Tama Bandar Lampung
1993 – 1999
SDN 04 Pardasuka Lampung Selatan
1999 – 2002
SMP Al-Kautsar Bandar Lampung
2002 – 2006
SMA Pondok Pesantren La-Tansa
2006 – sekarang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vii
KATA PENGANTAR السال م عليكن ورحمة ا هلل و بر كا ته
Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah SWT yang maha segalanya, syukur penulis ucapkan karena akhirnya penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang membawa umatnya dari alam kejahiliyaan menuju alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Dengan penuh kesadaran penulis yakin bahwa masih banyak yang harus diperbaiki dalam penyusunan skripsi yang berjudul “ Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ( Analisis Data Sekunder Riskesdas 2007)”. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, petunjuk, bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepatutnya penulis mengucap rasa syukur sebagai implementasi dari rasa terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua saya tercinta, H. Herman Agusli yang telah memberikan bantuan moril maupun materil yang tak terhingga serta ibunda terkasih Hj. Netty Herawati yang selalu menjadi sumber inspirasi dan kekuatan. 2. Prof. DR (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. dr Yuli Prapanca, MARS selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staf serta segenap Bapak/Ibu Dosen Jurusan Kesehatan Masyarakat, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis.
viii
4. Ibu Raihana N. Alkaff M.MA dan ibu Febrianti, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, pikiran, dan arahan kepada penyusun dalam menyelesaikan penyusunan skripsi. 5. Kedua adikku M. Nur Chaniago dan Hervina Novitasari serta saudara-saudara ku yang selalu memberikan motivasi, dukungan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, I love u all. 6. Ayah dan Bunda Dasmin yang selalu memberikan motivasi moril yang sangat berarti bagi penulis selama proses penyusunan skripsi. 7. Sahabat-sahabat terbaikku TOA Duma , Syifa, Keke, Alin, Yosi dan Yunci, yang telah memberikan motivasi, semangat selama proses penyusunan skripsi. 8. Seluruh teman-teman seperjuangan ku angkatan 2006 yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu. Tetapi sungguh aku sayang kalian, sukses untuk kita semua. 9. Dan seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dalam menambah wawasan mengenai penyakit diabetes melitus baik bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Penulis mohon maaf apabila dalam penyusunan laporan ini terdapat kekurangan dan kesalahan baik sengaja maupun tidak disengaja. و ا لسال م عليكن ورحمة ا هلل و بر كا ته
Jakarta, 24 September 2010
Penulis
ix
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................
i
ABSTRAK ............................................................................................................
ii
ABSTRACT..........................................................................................................
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN .......................................................................
iv
LEMBAR PERSEMBAHAN...............................................................................
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................
vii
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ................................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................
xviii
DAFTAR BAGAN................................................................................................
xix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................
xx
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................
1
A. Latar Belakang .......................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................
4
C. Pertanyaan Penelitian .............................................................................
5
D. Tujuan Penelitian ..................................................................................
6
1. Tujuan umum ....................................................................................
6
2. Tujuan khusus ...................................................................................
6
E.
Manfaat Penelitian ................................................................................
7
F.
Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................
9
A. Diabetes Melitus (DM) ...........................................................................
9
1. Definisi ..............................................................................................
9
2. Patofisiologi .......................................................................................
10
3. Tipe Diabetes Melitus ........................................................................
13
4. Pemeriksaan Diabetes .........................................................................
15
B. Gejala dan Tanda-Tanda Awal DM ........................................................
17
x
C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) ......................................................................................................
18
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi ........................................
18
a. Usia/Umur > 45 tahun ....................................................................
18
b. Riwayat keluarga diabetes melitus (DM) ........................................
20
c. Riwayat pernah menderita diabetes gestasional ..............................
20
d. Jenis kelamin .................................................................................
21
e. Pendidikan ....................................................................................
22
f. Pekerjaan ........................................................................................
23
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi .................................................
25
a. Kegemukan/Obesitas ......................................................................
25
d. Aktivitas fisik ................................................................................
28
e. Hipertensi, tekanan darah diatas 140/90 mmHg ..............................
31
f. Dislipidemia ...................................................................................
33
g. Pola Hidup tidak sehat ...................................................................
36
1) Merokok....................................................................................
36
2) Konsumsi alkohol......................................................................
38
3) Konsumsi kafein ........................................................................
39
4) Konsumsi buah dan sayur ..........................................................
42
D. Komplikasi Diabetes Melitus (DM) ........................................................
44
E.
Pencegahan Diabetes Melitus (DM) .......................................................
45
F.
Teori Tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) ..........................................................................
47
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ..............
48
A. Kerangka Konsep .........................................................................................
48
B. Definisi Operasional .....................................................................................
50
C. Hipotesis ........................................................................................................
55
BAB IV METODELOGI PENELITIAN ..........................................................
56
A. Jenis dan Disain Penelitian .....................................................................
56
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................
56
C. Populasi dan Sampel ..............................................................................
56
xi
1. Populasi..............................................................................................
56
2. Sampel ...............................................................................................
57
D. Instrumen Penelitian ...............................................................................
61
1. Scoring (Penilaian) .............................................................................
62
E. Pengumpulan Data Biomedis dan Tekanan Darah ..................................
66
1. Pengumpulan Data Biomedia Diabetes Melitus ..................................
66
2. Pengumpulan Data Tekanan Darah Hipertensi ....................................
67
Pengolahan Data ....................................................................................
68
G. Analisis Data ..........................................................................................
68
BAB V Hasil .......................................................................................................
71
A. Gambaran Umum Daerah Perkotaan di Indonesia ...................................
71
B. Gambaran Penyakit Diabetes Melitus (DM) ...........................................
72
C. Gambaran Faktor Risiko Penyakit Diabetes Melitus (DM) .....................
73
1. Gambaran Umur ................................................................................
73
2. Gambaran Jenis Kelamin ...................................................................
73
3. Gambaran Pendidikan .......................................................................
74
4. Gambaran Pekerjaan ..........................................................................
74
5. Gambaran Obesitas............................................................................
75
6. Gambaran Aktivitas Fisik ..................................................................
76
7. Gambaran Hipertensi .........................................................................
76
8. Gambaran Konsumsi Lemak..............................................................
77
9. Gambaran Merokok ...........................................................................
78
10. Gambaran Konsumsi Alkohol...........................................................
78
11. Gambaran Konsumsi Kafein .............................................................
79
12. Gambaran Konsumsi Buah dan Sayur ...............................................
80
F.
D. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM)
81
1. Hubungan Antara Umur dengan Penyakit DM ...................................
81
2. Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Penyakit DM .......................
81
3. Hubungan Antara Pendidikan dengan Penyakit DM ...........................
82
4. Hubungan Antara Pekerjaan dengan Penyakit DM..............................
83
5. Hubungan Antara Obesitas dengan Penyakit DM ...............................
84
xii
6. Hubungan Antara Aktivitas Fisik dengan Penyakit DM .....................
85
7. Hubungan Antara Hipertensi dengan Penyakit DM ............................
86
8. Hubungan Antara Konsumsi Lemak dengan Penyakit DM ................
87
9. Hubungan Antara Merokok dengan Penyakit DM..............................
88
10. Hubungan Antara Konsumsi Alkohol dengan Penyakit DM..............
89
11. Hubungan Antara Konsumsi Kafein dengan Penyakit DM ................
90
12.Hubungan Antara Konsumsi Buah dan Sayur dengan Penyakit DM...
91
E. Faktor yang Paling Dominan Mempengaruhi Kejadian Penyakit DM .....
91
1. Model Akhir Multivariat ....................................................................
93
BAB VI PEMBAHASAN ...................................................................................
98
A. Keterbatasan Penelitian ..........................................................................
98
B. Analisis Univariat...................................................................................
100
1. Gambaran Penyakit DM Daerah Perkotaan di Indonesia .....................
100
C. Analisis Bivariat .....................................................................................
102
1. Analisis Hubungan Umur dengan Penyakit DM..................................
102
2. Analisis Hubungan Jenis Kelamin dengan Penyakit DM.....................
104
3. Analisis Hubungan Pendidikan dengan Penyakit DM .........................
105
4. Analisis Hubungan Pekerjaan dengan Penyakit DM ...........................
107
5. Analisis Hubungan Obesitas dengan Penyakit DM .............................
109
6. Analisis Hubungan Aktivitas Fisik dengan Penyakit DM ....................
111
7. Analisis Hubungan Hipertensi dengan Penyakit DM ..........................
113
8. Analisis Hubungan Konsumsi Lemak dengan Penyakit DM ...............
114
9. Analisis Hubungan Merokok dengan Penyakit DM ............................
117
10. Analisis Hubungan Konsumsi Alkohol dengan Penyakit DM ...........
119
11. Analisis Hubungan Konsumsi Kafein dengan Penyakit DM..............
120
12. Analisis Hubungan Konsumsi Buah dan Sayur dengan Penyakit (DM)
123
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .................................................................
127
A. Simpulan ................................................................................................
127
B. Saran ......................................................................................................
129
xiii
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
132
LAMPIRAN .........................................................................................................
137
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Tabel 2.1 Kategori Ambang Batas IMT Untuk Indonesia ................................. 26 Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian .......................................... 50 Tabel 4.1 Variabel Penelitian dan Instrumen Penelitian ................................... 61 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Penyakit Diabetes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 72 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Umur Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ................................................................. 73 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 .................................................................. 73 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007...................................... 74 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Pekerjaan Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007...................................... 75 Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Obesitas Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 .................................................................. 75 Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 .................................................................. 76 Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Hipertensi Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 .................................................................. 77 Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Konsumsi Lemak Pada Penduduk Derah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ....................................... 77 Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Perokok Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 .................................................................. 78 Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Alkohol Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007...................................... 79
xv
Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Kafein Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007...................................... 79 Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Buah dan Sayur Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 80 Tabel 5.14 Rata-rata Umur dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 81 Tabel 5.15 Distribusi Jenis Kelamin dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 82 Tabel 5.16 Distribusi Pendidikan dengan Penyakit Diabtes Melitus(DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 83 Tabel 5.17 Distribusi Pekerjaan dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 83 Tabel 5.18 Distribusi Obesitas dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 84 Tabel 5.19 Distribusi Aktivitas Fisik dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 85 Tabel 5.20 Distribusi Hipertensi dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 86 Tabel 5.21 Distribusi Konsumsi Lemak dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 87 Tabel 5.22 Distribusi Perokok dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 88 Tabel 5.23 Distribusi Konsumsi Alkohol dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 89 Tabel 5.24 Distribusi Konsumsi Kafein dengan Penyakit Diabtes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 90 Tabel 5.25 Distribusi Konsumsi Buah dan Sayur dengan Penyakit Diabtes Melitus Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 ............. 91
xvi
Tabel 5.26 Variabel-variabel yang Menjadi Kandidat Model ............................. 92 Tabel 5.27 Model Prediksi Multivariat .............................................................. 93 Tabel 5.28 Model Prediksi Diabetes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007...................................... 93
xvii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
Gambar 2.1
Kerangka Teori ......................................................................... 47
Gambar 3.1
Kerangka Konsep ...................................................................... 49
Gambar 4.1
Alur Pengambilan Sampel Biomedis Pemeriksaan Gula Darah Riskesdas 2007………………………………………………….58
xviii
DAFTAR BAGAN
Nomor
Halaman
Bagan 2.1
Pemeriksaan Gula Darah Puasa ................................................. 15
Bagan 2.2
Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu ............................................. 16
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran 1
Surat Izin Pengambilan Data Skripsi
Lampiran 2
Kuesioner Penelitian
Lampiran 3
Analisis Data
xx
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Transisi epidemiologi penyakit saat ini dan masa yang akan datang di masyarakat cenderung beralih dari penyakit menular ke penyakit tidak menular. Menurut WHO tahun 2000 bahwa dari statistik kematian di dunia, 57 juta kematian yang terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit tidak menular (Non Communicable Disease).1 Penyakit tidak menular (PTM) tersebut adalah penyakit jantung, stroke,
diabetes melitus (DM) dan penyakit metabolik. Menurut WHO
tahun 2005 bahwa Diabetes melitus menduduki peringkat ke 7 dari total kematian penyakit tidak menular, dan angka kesakitan diabetes melitus telah mencapai 171 juta di dunia dan diperkirakan akan mencapai 366 juta pada tahun 2030. Menurut International Diabetes Federation (IDF) bahwa pada tahun 2005 di dunia terdapat 200 juta (5,1%) orang dengan diabetes (diabetesi) dan diduga 20 tahun kemudian yaitu tahun 2025 akan meningkat menjadi 333 juta (6,3%) orang. Peningkatan kasus ini akan melebihi 40% di Negara maju dan 170% di Negara berkembang.1,2 Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang mengalami peningkatan kasus diabetes melitus yang cukup tinggi seperti laporan hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2004 bahwa penderita diabetes
1
2
di Indonesia sebesar 0,4%, dari data tersebut penderita diabetes lebih banyak ditemukan di daerah perkotaan yaitu sebesar 0,6% dibanding di daerah pedesaan yang hanya sebesar 0,2%. Sedangkan pada RISKESDAS tahun 2007 prevalensi DM pada penduduk usia ≥ 15 tahun di Indonesia sebesar 1,1% dan pada penduduk perkotaan sebesar 5,7%. Berdasarkan Penelitian DM pada Riskesdas tahun 2007 dipilih ibukota/ kabupaten kota hal ini terkait dengan kecenderungan beberapa penyakit menular dan tidak menular yang semakin meningkat di daerah perkotaan. Dari data Penyakit tidak menular penyebab kematian terbesar diabetes menempati urutan kedua sebesar (9,7%) setelah stroke yang menempati urutan pertama (19,4%) di susul hipertensi sebesar (7,5%).3,4 Banyak sejumlah kasus diabetes di dunia ditemukan di daerah perkotaan, sebagaimana halnya yang dikemukakan oleh Mohan dkk tahun 2008, dalam penelitiannya mengenai Urban rural differences in prevalence of self-reported diabetes in India—The WHO–ICMR Indian NCD risk factor surveillance di wilayah utara, selatan, timur dan barat India, mengatakan bahwa kasus diabetes tertinggi ditemukan di daerah perkotaan yaitu sebesar 7,3% dan terendah di daerah pedesaan sebesar 3,1%. Beliau juga mengatakan bahwa ada hubungan antara daerah perkotaan dengan kasus diabetes melitus dengan OR sebesar 2,48. Penduduk perkotaan, obesitas abdominal dan kurang aktivitas merupakan faktor risiko penyakit diabetes melitus. 5
3
Menurut Aditama tahun 2010 Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan yang dikutip dari Menteri Kesehatan, bahwa makin lama akan semakin banyak masyarakat tinggal di perkotaan. Hal itu akan berpengaruh pada status kesehatan masyarakat, khususnya masalah polusi dan limbah, juga pada ketersediaan air minum. Jika polusi makin tinggi, maka berbagai penyakit menular dan tidak menular akan mudah timbul. Dibandingkan dengan masyarakat pedesaan, penyebab utama kematian pada masyarakat perkotaan banyak disebabkan oleh penyakit tidak menular (degeneratif) salah satunya adalah penyakit diabetes melitus. Faktor risiko yang mempermudah seseorang terkena diabetes melitus antara lain keturunan, stres kronis, usia di atas 40 tahun, obesitas, hipertensi, perilaku (kebiasaan) merokok dan minum alkohol, pola aktivitas fisik yang cenderung jauh dari olahraga, pola makan yang tinggi lemak dan rendah serat. 6, 7 Diabetes Melitus atau disingkat (DM) adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan atau resistensi insulin. Adapun keluhan khas DM menurut drvegan (2010) adalah poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan. Dan keluhan tidak khas DM adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita. 8 DM dapat menimbulkan komplikasi hampir pada seluruh sistem tubuh manusia, mulai dari kulit sampai jantung. Bentuk-bentuk komplikasi tersebut
4
yaitu komplikasi pada sistem kardiovaskuler seperti hipertensi, infark miokard, dan insufiensi koroner, komplikasi pada mata seperti retinopati diabetika dan katarak, komplikasi pada saraf seperti neropati diabetika, komplikasi pada paru-paru seperti TBC, komplikasi pada ginjal seperti pielonefritis dan glomeruloskelrosis, komplikasi pada hati seperti sirosis hepatitis dan komplikasi pada kulit seperti gangren, ulkus dan furunkel. 8 Tingginya peningkatan kasus DM dari tahun 2004 sampai 2007 khususnya daerah perkotaan di Indonesia serta komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit diabetes melitus yang cukup mengkhawatirkan merupakan masalah kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit diabetes melitus (DM) daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007 sehingga kasus DM dapat dicegah sejak dini.
B. Rumusan Masalah Penyakit diabetes melitus adalah suatu penyakit menahun, tidak dapat disembuhkan, bermasalah karena penyakit ini tidak dirasakan oleh seseorang pada stadium awal sehingga tidak diketahui lebih dini dan baru terdiagnosa setelah timbul komplikasi. Prevalensi nasional penyakit diabetes melitus di Indonesia adalah 1,1%. Tetapi pada faktanya prevalensi diabetes melitus daerah perkotaan melebihi prevalensi nasional yaitu sebesar 5,7%. Oleh karena itu, dengan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
5
penyakit DM diharapkan dapat menurunkan bahkan mencegah peningkatan kasus melalui interversi terhadap faktor risiko diabetes melitus di Indonesia.
C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimanakah gambaran penyakit DM daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007 ? 2. Bagaimanakah gambaran faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan) daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007? 3. Bagaimanakah gambaran faktor risiko yang dapat dimodifikasi (obesitas, aktivitas fisik, hipertensi, konsumsi lemak, merokok, konsumsi alkohol, konsumsi kafein dan kurang konsumsi buah dan sayur) daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007? 4. Apakah ada hubungan antara faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan) dengan penyakit DM daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007? 5. Apakah ada hubungan antara faktor risiko yang dapat dimodifikasi (obesitas, aktivitas fisik, hipertensi, konsumsi lemak, merokok, konsumsi alkohol, konsumsi kafein dan kurang konsumsi buah dan sayur) dengan penyakit DM daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007? 6. Faktor apakah yang paling dominan mempengaruhi kejadian penyakit diabetes melitus (DM) daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007?
6
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit diabetes melitus (DM) daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui gambaran penyakit DM daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. b. Untuk mengetahui gambaran faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan) daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. c. Untuk mengetahui gambaran faktor risiko yang dapat dimodifikasi (obesitas, aktivitas fisik, hipertensi, konsumsi lemak, merokok, konsumsi alkohol, konsumsi kafein dan kurang konsumsi buah dan sayur) daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. d. Untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan) dengan penyakit DM daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. e. Untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko yang dapat dimodifikasi (obesitas, aktivitas fisik, hipertensi, konsumsi lemak, merokok, konsumsi alkohol, konsumsi kafein dan kurang konsumsi buah dan sayur) dengan penyakit DM daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.
7
f. Untuk mengetahui faktor-faktor yang paling dominan mempengaruhi kejadian penyakit diabetes melitus (DM) daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.
E. Manfaat Penelitian 1. Menjadi informasi untuk bagian Jaringan Informasi dan Publikasi Penelitian (JIPP) di Kementrian Kesehatan Republik Indonesia mengenai penyakit DM di Indonesia tahun 2007, yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit diabetes melitus (DM) daerah perkotaan di Indonesia . 2. Dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian selanjutnya. 3. Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti khusus mengenai penyakit DM maupun faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah tersebut.
F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit diabetes melitus daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007, dilakukan oleh Mahasiswa Kesehatan Masayarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Mei 2010. Populasi penelitian ini adalah masyarakat Indonesia yang berusia 15 tahun keatas, dengan sampel penelitian yang berjumlah 17.641 orang. Alasan penelitian ini adalah
8
tingginya kasus DM daerah perkotaan di Indonesia sebesar 5,7% yang melebihi prevalensi nasional sebesar 1,1%. Penelitan ini menggunakan disain cross sectional. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Puslitbang Pemberantasan Penyakit Kementrian Kesehatan RI.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus (DM) 1. Definisi Diabetes Melitus (DM) atau disingkat Diabetes adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan atau resistensi insulin.8 Menurut Sustrani dkk (2006) Diabetes adalah suatu penyakit, dimana tubuh penderitanya tidak bisa secara otomatis mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya. Pada tubuh yang sehat, pankreas melepas hormon insulin yang bertugas mengangkut gula melalui darah ke otot-otot dan jaringan lain untuk memasok energi. 9 Sedangkan menurut Depkes (2007) Diabetes melitus adalah Penyakit dengan kadar gula darah yang melebihi normal dan menunjukan gejala cepat lapar, cepat haus, sering buang air kecil terutama di malam hari. 1 Dapat ditarik kesimpulan dari definisi diatas bahwa penyakit diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit degeneratif akibat peningkatan kadar glukosa darah yang melebihi batas normal atau ambang batas yang dianjurkan. Peningkatan kadar glukosa dalam darah dakibatkan resistensi insulin.
10
Pada penderita diabetes, terjadi gangguan keseimbangan antara glukosa ke dalam sel, glukosa yang disimpan di hati, dan glukosa yang dikeluarkan dari hati. Keadaan ini menyebabkan kadar glukosa dalam darah meningkat dan kelebihannya akan keluar melalui urin. Jumlah urin banyak dan mengandung gula. Penyebab keadaan ini hanya dua. Pertama, pankreas tidak mampu lagi membuat insulin. Kedua, sel tubuh tidak memberi respons terhadap kerja insulin sebagai kunci untuk membuka pintu sel sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. 7
2. Patofisiologi Gula dari makanan yang masuk melalui mulut dicerna di usus, kemudian diserap ke dalam aliran darah. Glukosa ini merupakan sumber energi utama bagi sel tubuh di otot dan jaringan. Agar dapat melakukan fungsinya, glukosa membutuhkan “teman” yang disebut insulin. Hormon insulin ini diproduksi oleh sel beta di pulau Langerhans (islets of Langerhans) dalam pankreas. Setiap kali kita makan, pankreas memberi respon dengan mengeluarkan insulin ke dalam aliran darah. Ibarat kunci, insulin membuka pintu sel agar glukosa masuk. Dengan demikian, kadar glukosa dalam darah menjadi turun. 7 Hati merupakan tempat penyimpanan sekaligus pusat pengolahan glukosa. Pada saat kadar insulin meningkat seiring dengan makanan yang
11
masuk ke dalam tubuh, hati akan menimbun glukosa, yang nantinya dialirkan ke sel-sel tubuh bilamana dibutuhkan. 7 a. Fisiologi sekresi insulin Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar pakreas, dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada reticulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida- C (C- peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel. Insulin berperan penting pada berbagai proses biologis dalam tubuh terutama menyangkut metabolisme karbohidrat. 10 b. Efek metabolisme insulin Pada orang normal, setiap hari insulin dikeluarkan oleh sel beta pankreas sebanyak 20-60 unit. Bila kebutuhan insulin sehari melebihi 60 unit maka ada kemungkinan terjadi resistensi insulin. Beberapa
12
penyebab terjadinya resistensi insulin antara lain menurunnya jumlah reseptor insulin, adanya anti-insulin, perusakan yang cepat di jaringan yang membutuhkan, dan sebagainya.11 Apabila ada gangguan pada mekanisme kerja insulin, menimbulkan hambatan dalam utilisasi glukosa serta peningkatan kadar glukosa darah. Secara klinis, gangguan tersebut dikenal sebagai diabetes melitus. Khusus pada diabetes melitus tipe 2 (DMT2), yakni jenis diabetes yang paling sering ditemukan, gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua faktor: tidak adekuatnya sekresi insulin secara kuantitatif (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). Sedangkan pada diabetes tipe 1 (DMT1), gangguan tersebut mutlak hanya disebabkan defisiensi insulin. 10 Efek dari metabolisme insulin juga dapat menyebabkan hiperglikemia, hal ini terjadi akibat gangguan kinerja insulin (defisiensi dan resistensi), selanjutnya memberi berbagai dampak metabolisme dan kerusakan jaringan lainnya secara langsung atau tidak langsung. Hiperglikemia terjadi tidak hanya disebabkan oleh gangguan sekresi insulin (defisiensi insulin), tapi pada saat bersamaan juga oleh rendahnya respons jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). Gangguan metabolisme glukosa akan berlanjut pada gangguan metabolisme lemak dan protein serta proses kerusakan berbagai jaringan tubuh. 10
13
3. Tipe Diabetes Melitus a. Diabetes Melitus Tipe I, Tergantung pada Insulin Kebanyakan diabetes tipe 1 adalah anak-anak dan remaja yang pada umumnya tidak gemuk. Setelah penyakitnya diketahui mereka harus langsung menggunakan insulin. Pankreas sangat sedikit atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin. 9 b. Diabetes Melitus Tipe II, Tidak Tergantung pada Insulin Diabetes tipe II terjadi jika insulin hasil produksi pankreas tidak cukup atau sel lemak dan otot tubuh menjadi kebal terhadap insulin, sehingga terjadilah gangguan pengiriman gula ke sel tubuh. Diabetes tipe II ini merupakan tipe diabetes yang paling umum dijumpai, juga sering disebut diabetes yang dimulai pada masa dewasa, dikenal sebagai NIDDM (Non Insulin Dependent Diebetes Mellitus). 9 Diabetes tipe II ini dapat menurun dari orang tua yang penderita diabetes. Tetapi risiko terkena penyakit ini akan semakin tinggi jika memiliki kelebihan berat badan dan memiliki gaya hidup yang membuat anda kurang bergerak. Dahulu umumnya penderita diabetes tipe ini berusia 40 tahun ke atas atau usia lanjut. Namun dari diagnosa akhir-akhir ini menunjukkan bahwa anak-anak pun sudah banyak yang menderita Diabetes tipe II ini. 9
14
Diabetes tipe II terbagi menjadi dua yaitu penderita tidak gemuk (non-obese) dan penderita gemuk (obese).
11
sekitar 80% penderita
diabetes tipe II adalah mereka yang tergolong gemuk. 9 Diabetes tipe II ini yang terjadi pada lansia karena faktor resistensi insulin yang bertambah dan faktor hidup yang lebih santai pada lansia. 12 c. Diabetes Melitus Tipe Lain Kelainan pada diabetes tipe lain ini adalah akibat kerusakan atau kelainan fungsi kelenjar pankreas yang dapat disebabkan oleh bahan kimia, obat-obatan atau penyakit pada kelenjar tersebut.
12
Penyebab
diabetes tipe lain ditambahkan dengan penyakit hormonal, kelainan insulin atau reseptornya, sindrom genetik tertentu dan lain-lain yang belum diketahui. 11 d. Diabetes Gestasional (Kehamilan) Diabetes hanya terjadi pada saat kehamilan dan menjadi normal kembali setelah persalinan. Karena lebih dari 95% diabetisi adalah diabetes tipe II maka selanjutnya yang diperluas bahasannya adalah: Diabetes Mellitus tipe II. 12
15
4. Pemeriksaan Diabetes a. Pemeriksaan gula darah puasa Bagan 2.1 Pemeriksaan Gula Darah Puasa
Keluhan DM (-)
GDP*
≥ 126
100-125 Keluhan Klasik (-)
Ulang GDP*
≥ 126
<100
< 126
TTGO**
GD 2 jam pasca pembebanan
≥ 200
DIABETES MELITUS
140-199
< 140
TGT
GDPT
Nomal
Sumber: Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Diabetes Melitus.13
16
b. Pemeriksaan gula darah sewaktu Bagan 2.2 Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu
Keluhan DM (-)
GDS*
≥ 200
140-199
<140
Ulang GDS*
≥ 200
< 200
TTGO**
GD 2 jam pasca pembebanan
≥ 200
DIABETES MELITUS
140-199
TGT
< 140
Nomal
Sumber: Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Diabetes Melitus. 13
17
Kategori diabetes melitus menurut WHO (1999), (ADA 2003)
4
yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Normal (Non DM) < 140 mg/dl. b. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) 140 - < 200 mg/dl. c. Diabetes Melitus (DM) ≥ 200 mg/dl. B. Gejala dan Tanda-Tanda Awal DM Gejala diabetes melitus muncul secara perlahan-lahan sampai menjadi gangguan yang jelas, yaitu: 1. Penurunan berat badan (BB) 2. Cepat lelah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit. 3. Sering buang air kecil 4. Terus-menerus lapar dan haus 5. Kelehan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya 6. Mudah sakit yang berkepanjangan 7. Gangguan saraf tepi/ kesemutan 8. Gangguan penglihatan 9. Gatal/ bisul 10. Luka yang lama sembuh 11. Keputihan pada wanita 12. Impotensi pada pria 13. Biasanya terjadi pada mereka yang berusia diatas 40. 9
18
C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) 1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi a. Usia/Umur > 45 tahun Menurut Depkes (2007) umur adalah Masa hidup responden dalam tahun dengan pembulatan ke bawah atau umur pada waktu ulang tahun yang terakhir.14 Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan-penyelidikan
epidemiologi.
Angka-angka
kesakitan
maupun kematian di dalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur. 15 Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun pada mereka yang berat badannya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka lagi terhadap insulin.9 Menurut Waspadji tahun 2008 dibandingkan dengan usia yang lebih muda, usia lanjut mengalami peningkatan produksi insulin glukosa dari hati (hepatic glucose production), cenderung mengalami resistensi insulin, dan gangguan sekresi insulin akibat penuaan dan apoptosis sel beta pankreas. Bagi usia lanjut dengan indeks massa tubuh normal, gangguan lebih banyak pada sekresi insulin di sel beta pankreas, sementara pada usia lanjut dengan obesitas, gangguan lebih banyak
19
pada resistensi insulin di jaringan perifer seperti sel otot, sel hati, dan sel lemak (adiposit). 16 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bener dkk pada tahun 2007-2008 mengenai Prevalence of Diagnosed and Undiagnosed Diabetes Mellitus and Its Risk Factors in a Population-Based Study of Qatar pada populasi orang dewasa di Qatar menyatakan bahwa kasus DM lebih tinggi ditemukan pada usia 40-49 tahun sebesar 31.2%.17 Menurut Harding et al dalam jurnal penelitiannya tentang Diet Lemak dan Risiko Klinik Pada Diabetes Tipe 2, bahwa umur mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 0. 84 kali. 18 Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Adi, dkk dalam
Buletin Kesihatan Masyarakat tentang Prevalens Diabetes Melitus dan Faktor-Faktor yang Berkaitan Dikalangan Penduduk Bukit Badong, Kuala Selangor di Malaysia, bahwa umur mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian diabetes melitus, semakin tinggi umur seseorang maka orang tersebut berisiko untuk terkena diabetes melitus.19 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lely S dan Indrawati T dalam Media Litbang Kesehatan (2004) menyebutkan bahwa penderita diabetes tertinggi pada usia 61-65 tahun yaitu sebesar 32.5% dan terendah pada usia kurang dari 40 tahun yaitu sebesar 4%.
20
b. Riwayat keluarga diabetes melitus (DM) Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes, karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tak dapat menghasilkan insulin dengan baik. Tetapi risikonya terkena diabetes juga tergantung pada faktor kelebihan berat badan, stress, dan kurang bergerak.9 Riwayat keluarga memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian diabetes melitus. 17
c. Riwayat pernah menderita diabetes gestasional Diabetes melitus pada kehamilan atau gestasional diabetes melitus adalah seseorang yang baru menderita penyakit diabetes melitus setelah ia menjadi hamil. Sebelumnya, kadar glukosa darah selalu normal.11 Menurut
Damayanti
ketidakseimbangan
wanita
hormonal,
yang
sedang
progesteron
hamil tinggi,
terjadi sehingga
meningkatkan sistem kerja tubuh untuk merangsang sel-sel berkembang (termasuk pada janin), tubuh akan mamberikan sinyal lapar dan pada puncaknya menyebabkan sistem metabolisme tubuh tidak bisa menerima langsung asupan kalori dan menggunakannya secara total sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah saat kehamilan. 20
21
d. Jenis kelamin Jenis kelamin adalah Perbedaan seks yang di dapat sejak lahir yang dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Baik pria maupun wanita memiliki risiko yang sama besar untuk mengidap diabetes sampai usia dewasa awal. Setelah usia 30 tahun, wanita memiliki risiko yang lebih tinggi dibanding pria. 14,21 Menurut Damayanti wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita diabetes melitus tipe 2. 20 Proporsi DM lebih tinggi pada wanita sebesar 53.2% dibanding laki-laki sebesar 46.8%.17 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lely S dan Indrawati T dalam Media Litbang Kesehatan (2004) menyebutkan bahwa penderita diabetes tertinggi pada perempuan yaitu sebesar 62% dan terendah pada laki-laki yaitu sebesar 38%. Jenis kelamin mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 0. 87 kali. 18
22
e. Pendidikan Pendidikan adalah suatu proses pembentukan kecepatan seseorang secara intelektual dan emosional kearah dalam sesama manusia. Pendidikan juga diartikan sebagai suatu usaha sendiri untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat-tempat pelayanan kesehatan semakin diperhitungkan. 15 Menurut azwar (1983), pendidikan merupakan suatu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan seseorang serta berprilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat.22 Dengan pendidikan yang tinggi seseorang diharapkan dapat berprilaku sehat yaitu mencegah penyakit diabetes melitus pada dirinya dan menghindari faktor-faktor risiko diabetes melitus. Orang yang memiliki pendidikan tinggi mempunyai hubungan yang signifikan untuk tidak mengalami kejadian diabetes melitus dibanding orang yang berpendidikan rendah. Hal ini disebabkan karena orang yang berpendidikan tinggi lebih mengetahui faktor-faktor risiko diabetes sehingga dapat berjaga-jaga untuk tidak terkena diabetes melitus. 19
23
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lely S dan Indrawati T dalam Media Litbang Kesehatan (2004) menyebutkan bahwa penderita diabetes tertinggi pada pendidikan SMA yaitu sebesar 29.7% dan terendah pada pendidikan tidak sekolah yaitu sebesar 1.3%.
f. Pekerjaan Menurut Arikunto tahun 2000 dalam tawi (2008) pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan seseorang tiap hari dalam
kehidupannya.
Seseorang yang bekerja dapat terjadi sesuatu kesakitan, misalnya dari situasi lingkungan dan juga dapat menimbulkan stres dalam bekerja sehingga kondisi pekerjaannya pada umumnya diperlukan adanya hubungan sosial yang baik dengan orang lain, setiap orang harus dapat bergaul dengan teman sejawat. Jenis pekerjaan dapat berperan di dalama timbulnya penyakit melalui beberapa jalan yakni: 15 1) Adanya faktor-faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan kesakitan seperti bahan-bahan kimia, gas-gas beracun, radiasi, benda-benda fisik yang dapat menimbulkan kecelakaan dan sebagainya. 2) Situasi pekerjaan yang penuh dengan stres (yang telah dikenal sebagai faktor yang berperan dalam timbulnya hipertensi, ulcus lambung).
24
3) Ada tidaknya “gerak badan” di dalam pekerjaan; di Amerika Serikat ditunjukan bahwa penyakit jantung koroner sering ditemukan di kalangan mereka yang mempunyai pekerjaan di mana kurang adanya “ gerak badan”. 4) Karena berkerumun dalam satu tempat yang relatif sempit, makan dapat terjadi proses penularan penyakit antara para pekerja. 5) Penyakit karena cacing tambang telah lama diketahui terkait dengan pekerjaan di tambang. 15 Penelitian mengenai hubungan jenis pekerjaan dan pola kesakitan banyak dikerjakan di Indonesia terutama pola penyakit kronis misalnya penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan kanker. 15 Jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan penyakit diabetes melitus seperti dalam Penelitian yang dilakukan oleh Nyenwe dkk tahun 2003 di Port Harcourt, Nigeria mendapatkan 44,2% orang yang pekerjaannya berat menderita diabetes melitus dan 55,8% orang yang pekerjaannya ringan menderita diabetes melitus. 16 Penelitian lain oleh Yusmayanti tahun 2008 mendapatkan 66,0% orang yang bekerja menderita diabetes dan 34% orang yang tidak bekerja menderita diabetes, namun tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan kejadian diabetes melitus. 20
25
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi a. Kegemukan/Obesitas Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu masalah kelebihan gizi yang penting, masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun keatas) merupakan masalah penting, karena selain mempunyai risiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. 23 Indeks Masa Tubuh (IMT) merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang. 23 Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut: IMT =
Berat badan (kg) Tinggi badan(m) X Tinggi badan(m)
26
Tabel. 2.1 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia Kategori
IMT
Kekurangan berat badan tingkat berat
< 17, 0
Kekurangan berat badan tingkat ringan
17, 0 – 18,5
Kurus Normal
> 18,5- 25,0 Kelebihan berat badan tingkat ringan
> 25,0-27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat
> 27,0
Gemuk Sumber: Depkes, 1994. Pedoman Praktis Pemantauan Status Gizi orang Dewasa, Jakarta. hlm 4. 23
Untuk menentukan seseorang obesitas atau normal dilakukan dengan cara menghitung IMT, seseorang disebut normal jika IMT < 25 dan disebut obesitas jika IMT ≥ 25.24 Gemuk atau obesitas akan menyebabkan resistensi insulin sehingga insulin tidak dapat bekerja dengan baik dan kadar gula darah bisa naik. Gemuk juga mempermudah munculnya hipertensi dan lemak darah yang tinggi. Hal ini akan memicu gangguan ginjal, sakit jantung, dan stroke. Orang gemuk yang menderita diabetes lebih mudah terkena komplikasi.
7
Hampir 80% orang yang terkena diabetes melitus pada
usia lanjut biasanya kelebihan berat badan. Kelebihan berat badan meningkatkan kebutuhan tubuh akan insulin. Orang dewasa yang kegemukan memiliki sel-sel lemak yang lebih besar pada tubuh mereka.
27
Diyakini bahwa sel-sel lemak yang lebih besar tidak merespon insulin dengan baik. 21 Kegemukan dapat menyebabkan insulin yang beredar di dalam darah menjadi tidak efektif. Insulin yang ada tidak dapat lagi menghantar seluruh
glukosa darah masuk ke dalam sel. Mungkin
sebagian lubang kunci pada sel jaringan berubah, sehingga tidak cocok lagi dengan kunci insulin. Keadaan ini disebut resistensi insulin. Adanya resistensi insulin menyebabkan kelenjar pankreas terpacu untuk menghasilkan lebih banyak lagi insulin, dengan maksud menurunkan kadar glukosa darah. Akibatnya, kadar insulin di dalam darah menjadi berlebihan. Keadaan ini disebut hiperinsulinemia, dan ini berbahaya. Dengan mengukur kadar insulin darah dalam keadaan puasa, maka kadar yang melebihi 30 mU/ml atau lebih 20 mU/ml menunjukkan adanya hiperinsulinemia. Keadaan hiperinsulinemia akan menimbulkan penyakit diabetes melitus, gangguan kadar lemak darah (dislipidemia), atau tekanan dara tinggi (hipertensi), tergantung pada gen yang dimiliki penderita. Kesemua penyakit yang timbul ini akhirnya akan merusak lapisan dalam pembuluh darah (endothelium) dengan berbagai akibatnya. 11 Obeitas mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian diabetes melitus, 80-85% penderita diabetes tipe 2 mengidap kegemukan. Tentu saja tidak semua orang yang kegemukan menderita
28
diabetes, tetapi penyakit ini mungkin muncul 10-20 tahun kemudian. Dikatakan obesitas jika seseorang kelebihan 20% dari berat badan normal. Pada usia lebih tua (41- 64 tahun), obesitas ditemukan sebagai faktor yang mempercepat peningkatan laju insidensi DM tipe 2.17, 12, 25 Orang yang memiliki lemak berlebihan pada batang tubuh, terutama jika itu berada pada bagian perut, lebih mungkin terkena diabetes yang tidak tergantung pada insulin. Ini karena lemak pada organ-organ perut tampaknya lebih mudah diolah untuk memperoleh energi. Ketika lemak diolah untuk memperoleh energi, kadar asam lemak di dalam darah meningkat. Tingginya asam lemak di dalam darah meningkatkan resistensi terhadap insulin melalui aksinya terhadap hati dan otot-otot tubuh. 21
b. Aktivitas fisik Menurut Almatsier aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya,26 dan menurut Tandra Aktivitas fisik adalah semua gerakan tubuh yang membakar kalori, misalnya menyapu, naik turun tangga, menyetrika, berkebun, dan berolahraga tentunya. Olahraga aerobik yang mengikuti serangkaian gerak berurutan akan menguatkan dan mengembangkan otot dan semua bagian tubuh. Termasuk didalamnya adalah jalan, berenang, bersepeda,
29
jogging, atau senam. Semua aktivitas dan olahraga berguna untuk kesehatan Anda.7 Olahraga teratur akan lebih banyak memberi keuntungan, yaitu: 1) Memperbaiki kontrol glukosa darah, pada saat berolahraga 2) Mengurangi risiko sakit jantung 3) Menurunkan berat badan.7 Aktivitas fisik secara teratur bermanfaat untuk mengatur berat badan dan menguatkan sistem jantung dan pembuluh darah. Dikumpulkan data frekuensi beraktivitas fisik dalam seminggu terakhir untuk penduduk 10 tahun ke atas. Kegiatan aktivitas fisik dikategorikan cukup apabila kegiatan dilakukan terus-menerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara kumulatif 150 menit selama lima hari dalam satu minggu, dan kategori kurang apabila kegiatan dilakukan terus-menerus kurang dari 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara kumulatif tidak mencapai 150 menit selama lima hari dalam satu minggu.4 Segala aktivitas fisik yang dilakukan terus-menerus selama 10 menit atau lebih dalam setiap kali kegiatan baik yang berkaitan dengan pekerjaan, waktu segang dan perjalanan . Kategori aktivitas fisik adalah aktivitas berat dan sedang yang dilakukan dalam 30 menit setiap hari. Contoh aktivitas berat adalah mengangkut/memikul kayu, beras, batu, pasir, mencangkul, angkat besi. Tenis tunggal, bulutangkis tunggal, lari
30
cepat, maraton, mengayuh becak, mendaki gunung, bersepeda membawa beban, dll. Contoh aktivitas sedang adalah menyapu halaman, mengepel, mencuci baju, menimba air, bercocok tanam, membersihkan, kamar mandi/kolom, tenis ganda, bulutangkis ganda, senam aerobik, senam tera, renang, basket, bola voli, jogging, sepak bola, dll (Depkes, 2007).27 Beberapa penelitian dewasa ini telah menunjukkan bahwa orang yang memiliki gaya hidup kurang aktif lebih mungkin terkena diabetes dibandingkan mereka yang hidupnya aktif. Diyakini bahwa olahraga dan akitivitas fisik meningkatkan pengaruh insulin atas sel-sel. 21 Latihan jasmani pada diabetesi akan menimbulkan perubahan metabolik, yang dipengaruhi selain oleh lama, berat latihan dan tingkat kebugaran, juga oleh kadar insulin plasma, kadar glukosa darah, kadar benda keton dan imbangan cairan tubuh. Pada diabetisi dengan gula darah tak terkontrol, latihan jasmani akan menyebabkan terjadi peningkatan kadar glukosa darah dan benda keton yang dapat berakibat fatal. Satu penelitian mendapati bahwa pada kadar glukosa darah sekitar 332 mg/dl, bila tetap melakukan latihan jasmani, akan berbahaya bagi yang bersangkutan. Jadi sebaliknya, bila ingin melakukan latihan jasmani, seorang diabetisi harus mempunyai kadar glukosa darah tak lebih 250 mg/dl. 28
31
Prinsip latihan jasmani bagi diabetisi, persis sama dengan prinsip latihan jasmani secara umum, yaitu memenuhi beberapa hal, seperti : frekuensi, intensitas, durasi dan jenis. 1) Frekuensi : jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali per minggu. 2) Intensitas : ringan dan sedang (60-70% Maximum Heart Rate) 3) Durasi
: 30-60 menit.
4) Jenis
: latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi
seperti jalan,
jogging,
berenang dan bersepeda. 28 Aktivitas fisik mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 0. 89 kali.18 Aktivitas fisik dengan indeks aktivitas 120 menit lebih per hari mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan ditemukan dapat mencegah DM sebesar 0,15-0,22 kali. 25
c. Hipertensi, tekanan darah diatas 140/90 mmHg Telah dibuktikan pada penyelidikan Framingham bahwa hipertensi merupakan suatu faktor risiko penting pada diabetes melitus. Hipertensi merupakan suatu “acceleration‖ pada komplikasi kardiovaskular dan mempunyai pengaruh buruk pada mikroangiopati (retina, ginjal). Prevalensi hipertensi pada DM dua kali lebih banyak daripada
32
penduduk umum. 80% pasien diabetes menderita hipertensi, di Indonesia diketemukan 12-26.8% penderita hipertensi oleh karena diabetes. 29 Christlieb membagi hipertensi dalam 3 kategori: a. Hipertensi yang dapat disembuhkan dengan pembedahan: Renal artery stenosis, coarctatio Aorta, pheochromocytoma, Syndrome Cushing, Hiperaldosteronism primer. b. Hipertensi tanpa nefropati: Essential, sistolik, kalau ada neuropati, Supine Hypertension dengan ortostatik Hypertansion. c. Hipertensi dengan nefropati (Diabetic Hypertension). 29 Hipertensi tanpa nefropati lebih umum ditemukan pada diabetes tipe 2 sebelum atau sesudah didiagnosis diabetes. Hipertensi dapat dikaitkan dengan aktivitas plasma renin yang normal, tinggi atau rendah seperti pada hipertensi esensial. Hipertensi diabetes merupakan komplikasi berat bagi Diabetes tipe 1 (30-35%) dan juga untuk diabetes tipe 2. 25% diantaranya meninggal karena nefropati. 29 Menurut Sandeep tahun 2009 menyatakan bahwa hipertensi merupakan komorbiditas penting dalam diabetes, hipertensi dapat menjadi penyulit maupun sebagai faktor prediksi diabetes. Hal ini disebabkan perannya yang sangat penting dalam proses perkembangan sindrom metabolik. Chuang dkk tahun 2004 menyebutkan bahwa
33
hipertensi sebagai bagian dari sindrom metabolik merupakan faktor risiko penting bagi penyakit diabetes melitus tipe 2.16 Hipertensi memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian diabetes melitus.17 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Adi, dkk dalam Buletin Kesihatan Masyarakat tentang Prevalens Diabetes Melitus dan Faktor-Faktor yang Berkaitan Dikalangan penduduk Bukit Badong, Kuala Selangor di Malaysia, bahwa hipertensi mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian diabetes melitus, dan prevalensi diabetes melitus ditemukan lebih tinggi dikalangan penderita hipertensi dibanding tidak hipertensi, dan hasil ini di dukung dengan penelitian sebelumnya bahwa hipertensi menyumbang kejadian diabetes melitus sebesar 20%.19
d. Dislipidemia, kadar lipid (Kolesterol HDL = 35 mg/dl dan atau Trigliserida ≥ 250 mg/dl) Konsumsi lemak adalah mengkonsumsi makanan yang lebih dominan kandungan lemak seperti sop buntut, sate, pizza, burger, makanan gorengan dll.14 Sumber utama lemak adalah mentega, margarin, lemak hewan (lemak daging, dan ayam), dan minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung dan sebagainya). Sumber lemak lain adalah kekacangan, bebijian, daging
34
dan ayam gemuk, krim, susu, keju, dan kuning telur, serta makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak. Sayur dan buah (kecuali alpukat) sangat sedikit mengandung lemak. 25 Lemak mempunyai kandungan energi sebesar 9 kilokalori pergramnya. Bahan makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, dan K. berdasarkan ikatan rantai karbonnya, lemak dikelompokan menjadi lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolesterol sangat disarankan bagi diabetes karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal yang sering dijumpai pada diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid = MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki kadar glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi dapat menurunkan kadar trigliserida, kolesterol total, kolesterol VLDL, dan meningkatkan kadar kolesterol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid = PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PIFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesi VLDL di dalam hati dan meningkatkan
aktivitas
enzim
lipoprotein
lipase
yang
dapat
menurunkan kadar VLDL di jaringan perifer, sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol. 28
35
Rekomendasi pemberian lemak : 1) Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan kalori per hari. 2) Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai maksimal 7% dari total kalori per hari. 3) Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, maka maksimal kolesterol yang dapat dikonsumsi 200 mg/hari. 4) Batasi asupan asam lemak bentuk trans. 5) Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai panjang. 6) Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori per hari. 28 Konsumsi saturated fat yang tinggi menyebabkan timbulnya resistensi insulin dan dislipidemia. Saturated fat dapat menyebabkan resistensi insulin karena perubahan komposisi phospholipid dalam membran sel, perubahan sinyal insulin dapat menghambat sintesis glikogen, atau mekanisme lainnya.30 Orang yang memiliki lemak berlebihan
pada
batang
tubuh,
terutama
bagian
perut
lebih
memungkinkan terkena diabetes yang tidak tergantung pada insulin. Ini karena lemak pada organ-organ perut tampaknya lebih mudah diolah untuk memperoleh energi. Ketika lemak diolah untuk memperoleh
36
energi, kadar asam lemak di dalam darah meningkatkan resistensi terhadap insulin melalui aksinya terhadap hati dan otot-otot tubuh. 21 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bener dkk bahwa ada hubungan yang signifikan antara trigliserida dan HDL dengan kejadian diabetes melitus.17 Orang yang mengkonsumsi lemak jenuh mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 0. 88 kali. 18 dan orang yang mengkonsumsi lemak ≥40 gr per hari mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 2,07 kali, dan dengan menggunakan analisis multinominal logistik bahwa mengkonsumsi lemak ≥40 gr per hari memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 4,43 kali. 25
e. Pola hidup tidak sehat 1) Merokok Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim ditemui dalam kehidupan sehari- hari. Gaya hidup/ life style ini menarik sebagai suatu masalah kesehatan masyarakat, minimal dianggap sebagai faktor risiko dari berbagai macam penyakit.15 Merokok merupakan salah satu kegiatan yang akan memberikan banyak dampak negatif terhadap kesehatan. Merokok adalah faktor risiko
37
dari beberapa penyakit, diantaranya kanker, jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi, katarak, dan lain sebagainya. 31 Menurut Tsiara kebiasaan merokok secara mekanisme biologi dapat meningkatkan radikal bebas dalam tubuh yang menyebabkan kerusakan fungsi sel endotel dan merusak sel beta di pankreas.16 Menurut Bustan tahun 1997 jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per hari. Jenis rokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu: a) Perokok ringan, jika merokok kurang dari 10 batang perhari. b) Perokok sedang, jika merokok 10-20 batang perhari. c) Perokok berat, jika merokok lebih dari 20 batang perhari.32 Menurut Bustan tahun 1997 merokok dimulai sejak umur < 10 tahun atau lebih dari 10 tahun. Semakin awal seseorang merokok makin sulit untuk berhenti merokok. Rokok juga punya dose-response effect, artinya semakin muda usia merokok, akan semakin besar pengaruhnya. Apabila perilaku merokok dimulai sejak usia remaja, merokok sigaret dapat berhubungan dengan tingkat arterosclerosis. Risiko kematian bertambah sehubungan dengan banyaknya merokok dan umur awal merokok yang lebih dini. 32
38
Ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan kejadian diabetes melitus.17 dan merokok memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 0. 89 kali. 18
2) Konsumsi alkohol Alkohol mengandung banyak karbohidrat dan kalori. Pengaturan
glukosa
darah
menjadi
labih
sulit
apabila
mengkonsumsi alkohol. Pecandu alkohol yang berhenti minum bisa mengalami hipoglikemia. Alkohol menghambat hati melepaskan glukosa ke darah sehingga kadar glukosa darah bisa turun. Bila seseorang mengkonsumsi obat diabetes atau melakukan suntik insulin, hipoglikemia bisa timbul bila seseorang peminum alkohol. Oleh karena itu, batasi minum alkohol atau jangan minum alkohol pada saat perut kosong dan glukosa darah sedang turun.7 Menurut Suyanto alkohol dapat menghambat proses oksidasi lemak dalam tubuh, yang menyebabkan proses pembakaran kalori dari lemak dan gula terhambat dan akhirnya berat badan akan bertambah.
Menurut
Rahatta
dalam
juga
alkohol
dapat
mempengaruhi kelenjar endokrin, dengan melepaskan epinefrin yang mengarah kepada hiperglikemia transient dan hiperlipidemia sehingga konsumsi alkohol kotraindikasi dengan diabetes.20 Orang yang mengkonsumsi alkohol
mempunyai hubungan yang
39
signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 0. 88 kali.18
3) Konsumsi kafein Kafein merupakan stimulan ringan, termasuk zat psikoaktif yang paling banyak digunakan di dunia. Kafein terdapat di dalam kopi, teh, minuman ringan, kokoa, cokelat, serta berbagai resep dan obat-obat yang dijual bebas. Kafein meningkatkan sekresi norepinefrin dan meningkatkan aktifitas syaraf pada berbagai area di otak. Kafein diabsorbsi dari traktus digestivus, dan segera didistribusikan ke seluruh jaringan kafein mempunyai efek antagonis kompetitif terhadap reseptor adenosin.
Adenosin
merupakan neuromodulator yang mempengaruhi sejumlah fungsi pada susunan syaraf pusat.33 Kafein diduga dapat meningkatkan kadar gula darah, sehingga perlu diwaspadai untuk para penderita diabetes melitus (kencing manis). Menurut Goodman dan Gilman‟s tahun 1996 dari beberapa penelitian fisiologi diketahui bahwa, konsumsi kafein dengan konsentrasi yang tinggi (4 sampai 8 mg per kg berat badan) diketahui mempunyai efek meningkatkan FFA (free fatty acid) dalam
plasma
darah,
merangsang
lipolisis,
meningkatkan
40
konsentrasi serum gliserol, dan mengganggu pengambilan dan penyimpanan Ca++ oleh sarcoplasmic reticulum pada otot lurik.25 Boden dan Chen tahun 2000 mengatakan bahwa peningkatan FFA dalam plasma diketahui merupakan penyebab resistensi insulin, karena penguraian jaringan adiposa atau penyerapan lemak yang tinggi akan melemahkan stimulasi insulin pada otot rangka dan liver, yang pada akhirnya akan menyebabkan gangguan sensitivitas insulin. Peningkatan FFA dalam plasma juga dapat menyebabkan perubahan pada cairan membran sel dan struktur membran sel, sehingga reseptor insulin mengalami perlekatan dengan lemak bilayer dan plasma membran, yang pada akhirnya akan mengganggu jalan masuk reseptor insulin, pengikatan insulin pada sel dan reaksi insulin. 25 Penelitian yang dilakukan oleh Rahajeng tahun 2004 bahwa ada hubungan antara konsumsi kopi dengan penyakit diabetes melitus, semakin tinggi konsumsi kopi, besarnya risiko DM tipe 2 semakin meningkat. Semakin tinggi konsumsi kopi, laju insidensi DM tipe 2 semakin meningkat. Seperti penelitian yang dilakukan olehnya mengenai ―Risiko Kebiasaan Minuman Kopi pada Kasus Toleransi Glukosa Terganggu Terhadap Terjadinya DM Tipe 2‖ ditemukan bahwa mengkonsumsi kopi tinggi (240-359,9 mg kafein per hari), memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 2, 31 kali,
41
dan konsumsi kopi sangat tinggi (360 mg kafein lebih perhari) memberikan risiko kejadian sebesar 2, 92 kali dibanding konsumsi kopi rendah (< 184,6 mg kafein per hari). 25 Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Ärnlöv7 tahun 2004 tentang konsumsi kopi pada orang sehat yang tidak menderita diabetes ternyata memperlihatkan hasil yang sebaliknya. Ärnlöv7 menemukan bahwa konsumsi kopi dan teh dapat meningkatkan sensitifitas insulin. Setelah melakukan penyesuaian terhadap konsumsi teh, jumlah gula dan krim yang digunakan di dalam kopi, kue dan biskuit yang dimakan bersamaan dengan kopi, konsumsi alkohol, indeks massa tubuh, beratnya aktivitas fisik, dan status merokok, Ärnlöv7 menemukan bahwa peningkatan konsumsi 1 gelas kopi sehari berhubungan dengan peningkatan sensitifitas insulin sebesar 0,16 unit. Dengan demikian konsumsi kopi dan teh secara independen berhubungan dengan peningkatan sensitifitas insulin. Karena kafein telah dilaporkan dapat mengganggu kerja insulin, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa mungkin terdapat unsur lain dalam kopi dan teh yang berperan dalam meningkatkan
sensitifitas
insulin.
Baik
kopi
maupun teh
mengandung senyawa fenol yang mempunyai aktivitas antioksidan. Terdapat kemungkinan antioksidan di dalam kopi ini dapat meningkatkan sensitifitas insulin karena telah dilaporkan bahwa
42
antioksidan dapat meningkatkan sensitifitas insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2.33 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tjekyan tahun 2007 dalam jurnal Makara Kesehatan mengenai ―Risiko Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalangan Peminum Kopi di Kotamadya Palembang
Tahun
206-2007‖,
bahwa
terdapat
hubungan
penurunan risiko kejadian DM Tipe 2 pada kelompok peminum kopi dengan OR 0,75 artinya kebiasan minum kopi merupakan faktor protektif sebesar 0.75 kali terhadap kejadian DM Tipe 2. Frekuensi, kekentalan kopi, jenis kopi, lamanya minum kopi yang tinggi merupakan faktor protektif terhadap DM tipe 2. 33
4) Kurang Konsumsi buah dan sayur Sejak tahun 1990, telah dicanangkan dalam Dietary for American bahwa rekomendasi minimal untuk mengkonsumsi buah adalah 2 porsi/hari dan 3 porsi/hari untuk konsumsi sayur atau setara dengan konsumsi buah dan sayur 5 porsi/hari. Menurut WHO/FAO (2003), yang dimaksud dengan satu porsi sayur adalah 1 mangkuk sayur segar atau ½ mangkuk sayur masak dan satu porsi buah adalah 1 potongan sedang atau 2 potongan kecil buah atau 1 mangkuk buah irisan. Konsumsi buah dan sayur dianggap „cukup‟ apabila asupan buah dan sayur 5 porsi atau lebih per hari.
43
Sedangkan yang dianggap „kurang‟ apabila asupan buah dan sayur kurang dari 5 porsi sehari. 14 Konsumsi buah dan sayur menurut adalah frekuensi rata-rata dan porsi asupan buah dan sayur responden dalam sehari selama seminggu.14 buah dan sayur banyak mengandung serat yang berguna untuk menurunkan absorbsi lemak dan kolesterol darah. Pada umumnya, makanana serat tinggi mengandung energi rendah, dengan demikan dapat membantu menurunkan berat badan. Serat makanan adalah polisakarida nonpati yang terdapat dalam semua makanan nabati. Serat tidak dapat dicerna oleh enzim cerna tapi berpengaruh baik untuk kesehatan. 26 Menurut Sukardji tahun 2007 konsumsi serat terutama insoluble fiber (serat tidak larut) yang terdapat biji-bijian dan beberapa tumbuhan, dapat membantu mencegah terjadinya diabetes dengan cara meningkatkan kerja hormon insulin dalam mengatur gula darah di dalam tubuh.20 Serat terdiri atas dua golongan, yaitu serat larut air dan tidak larut air. Serat tidak larut air adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang banyak terdapat dalam dedak beras, gandum, sayuran, dan buah-buahan. Serat golongan ini dapat melancarkan defekasi sehingga mencegah obtipasi, hemoroid, dan diverticulosis. Serat larut air yaitu pektin, gum, dan mukilase yang banyak terdapat dalam havermout, kacang-
44
kacangan, sayur, dan buah-buahan. Serat golongan ini dapat mengikat empedu sehingga dapat menurunkan absorbsi lemak dan kolesterol darah, sehingga menurunkan risiko, mencegah, atau meringankan penyakit jantung koroner dan dislipidemia.26 Pada Studi yang dilakukan terhadap 84.000 perawat wanita yang mulai diteliti oleh peneliti Harvard pada tahun 1980 mendapatkan hubungan antara konsumsi kekacangan dan risiko DM tipe 2. Jika dibandingkan dengan wanita yang jarang makan kacang, mereka yang makan satu sampai dengan 4 ons setiap minggu mempunyai pengurangan 16% insiden DM tipe 2 , dan mereka yang makan sedikitnya 5 ons perminggu memperlihatkan pengurangan 27%. Para peneliti berpendapat, bahwa meskipun kekacangan dapat memberikan 80% kalori lemak, lemak itu adalah lemak jenis unsaturated yang dapat mengontrol hormon insulin dan glukosa. Ditemukan bahwa mengkonsumsi serat ≥25 gr per hari mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan dapat mencegah kejadian DM tipe 2 sebesar 0,29- 0,42 kali.25
D. Komplikasi Diabetes Melitus Komplikasi yang disebabkan dari penyakit diabetes adalah dehidrasi, napas berbau, mual, muntah, napas dalam dan semakin cepat, keadaan yang sangat lemah, penyakit arteri koroner, nefropati, neuropati, dan retinopati. 21
45
DM dapat menyerang hampir seluruh sistem tubuh manusia, mulai dari kulit sampai jantung. Bentuk-bentuk komplikasi itu bisa berupa, masingmasing pada sistem: 1. Sistem kardiovaskuler : hipertensi, infark miokard, dan insufiensi koroner. 2. Mata: retinopati diabetika dan katarak. 3. Saraf: neropati diabetika. 4. Paru-paru: TBC. 5. Ginjal: pielonefritis dan glomeruloskelrosis. 6. Hati: sirosis hepatitis. 7. Kulit: gangren, ulkus dan furunkel.8
E. Pencegahan Diabetes Melitus (DM) Pada penyakit diabetes melitus (DM) seperti juga pada penyakit lain usaha pencegahan terdiri dari: 1. Pencegahan primer, yaitu mencegah agar tidak timbul penyakit DM, meliputi penyuluhan mengenai perlunya pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin dengan memberikan pedoman untuk mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang (meningkatkan konsumsi sayuran dan buah, membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana, melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan kemampuan, serta menghindari obat yang bersifat diabetogenik.11
46
2. Pencegahan sekunder, yaitu sejak awal sudah harus dicegah kemungkinan timbulnya komplikasi kronis sehingga penderita dapat hidup sehat dan wajar berdampingan dengan penyakitnya. Peningkatan nilai kualitas hidup penderita lebih ditekankan dan juga diupayakan selama mungkin timbulnya komplikasi kronis. Pilar utama pengelolaan penyakit diabetes melitus sampai saat ini tetap berdasarkan perencanaan makan, latihan jasmani, obat hipoglikemik, penyuluhan, dan pemantauan mandiri kadar glukosa darah atau urin.11
47
F. Teori Tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) Gambar 2.1 Kerangka Teori Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
1. Kegemukan/obesitas
1. Usia/Umur > 45 tahun
2. Aktivitas fisik
2. Riwayat keluarga DM
3. Hipertensi, tekanan darah diatas 140/90 mmHg
3. Riwayat diabetes gestasional
4. Konsumsi lemak
4. Jenis kelamin
5. Pola hidup tidak sehat:
5. Pendidikan
a. Merokok 6. Pekerjaan b. Konsumsi alkohol c. Konsumsi kafein d. Kurang konsumsi buah
dan sayur
Diabetes Melitus
Sumber: Modifikasi Teori Depkes (2006)34, Depkes (2008)13, Notoatmodjo (2003)15, Rahajeng (2004)25
48
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan pedoman untuk penelitian dan merupakan model yang menunjukan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, dimana masing-masing variabel tersebut sudah dapat dioperasionalkan dan diukur oleh peneliti. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit diabetes melitus yang meliputi faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang dapat dimodifikasi yaitu obesitas, aktivitas fisik, hipertensi, konsumsi lemak, diet tidak sehat (merokok, konsumsi alkohol, konsumsi kafein dan kurang konsumsi buah dan sayur), dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi yaitu usia, riwayat keluarga DM, riwayat diabetes gestasional, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan. Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini, namun dalam penelitian ini ada beberapa variabel yang tidak diteliti oleh peneliti karena pada penelitian RISKESDAS 2007 variabel tersebut tidak tersedia. Variabel tersebut yaitu riwayat keluarga DM dan riwayat diabetes gestasional yang termasuk ke dalam faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi.
49
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi: 1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Pedidikan 4. Pekerjaan Faktor risiko yang dapat dimodifikasi: 1. Obesitas 2. Aktivitas fisik 3. Hipertensi 4. Konsumsi lemak 5. Merokok 6. Konsumsi alkohol 7. Konsumsi kafein 8. Kurang konsumsi buah dan sayur
Penyakit Diabetes Melitus
50
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
1.
Diabetes Melitus (DM)
2.
3.
Skala
Penyakit dengan kadar gula darah yang melebihi normal dengan kadar glukosa ≥ 200 mg/dl setelah dua jam pembebanan.27
Pengambilan spesimen darah responden
Alat-alat medis untuk pengambilan spesimen darah
0. Diabetes Melitus, jika ≥ 200 mg/dl 1. Non diabetes melitus, jika < 200 mg/dl.
Ordinal
Umur
Masa hidup responden dalam tahun dengan pembulatan ke bawah atau umur pada waktu ulang tahun yang terakhir.14
Angket Riskesdas 2007
Kuesioner Riskesdas B4K5
Umur responden dalam tahun
Ratio
Jenis Kelamin
Perbedaan seks yang di dapat sejak lahir yang dibedakan antara laki-laki dan perempuan.14
Angket Riskesdas 2007
Kuesioner Riskesdas B4K4
0. Perempuan 1. Laki-laki.15
Nominal
51
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian (Lanjutan) No
Variabel
4.
Pendidikan
5.
Pekerjaan
6.
Obesitas
7.
Aktivitas fisik
Definisi Operasional Tingkat pendidikan tertinggi yang telah dicapai responden.15 Pekerjaan yang menggunakan waktu terbanyak responden atau pekerjaan yang memberikan penghasilan terbesar.14 Berdasarkan perhitungan IMT, yaitu BB (kg)/TB2(m).4 Segala aktivitas fisik yang dilakukan terus-menerus selama 10 menit atau lebih dalam setiap kali kegiatan baik yang berkaitan dengan pekerjaan, waktu segang dan perjalanan.14
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
Angket Riskesdas 2007 Angket Riskesdas 2007
Kuesioner Riskesdas kolom 7 Kuesioner Riskesdas kolom 8
0. Rendah, jika ≤ SMP 1. Tinggi, jika ≥ SMA.20
Ordinal
0. Tidak bekerja 1. Bekerja. 15
Ordinal
Angket Riskesdas 2007 Angket Riskesdas 2007
Kuesioner Riskesdas U1 dan U2A Kuesioner Riskesdas D22-D30
0. Obesitas/kegemukan, jika IMT ≥ 25 1. Normal, jika IMT < 25.4 0. Kurang, jika < 150 menit selama lima hari dalam seminggu. 1. Cukup, jika ≥ 150 menit selama lima hari dalam seminggu.4
Ordinal
Ordinal
52
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian (Lanjutan) No
Variabel
8.
Hipertensi
9.
Konsumsi lemak
Definisi Operasional Hasil pengukuran tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg .36 Konsumsi makanan berlemak, yaitu makanan yang lebih dominan kandungan lemak seperti sop buntut, sate, pizza, burger, makanan gorengan dll.14
Cara Ukur
Alat Ukur
Pengukuran tekanan darah
Tensimeter digital
Angket Riskesdas 2007
Kuesioner Riskesdas D35
Hasil Ukur 0. Ya, jika tekanan darah ≥ 140/90 mmHg. 1. Tidak, jika tekanan darah < 140/90 mmHg.36 0. Sering, jika mengkonsumsi 1 kali atau > 1 kali per hari 1. Jarang, jika mengkonsumsi 3-6 kali, 1-2 kali per minggu dan ≤ 3 kali per bulan 2. Tidak pernah, jika tidak pernah mengkonsumsi makanan berlemak.4
Skala Ordinal
Ordinal
53
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian (Lanjutan) No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
10. Merokok
Kebiasaan merokok sekarang meliputi jumlah batang rokok yang biasa dihisap setiap hari sesuai jenis.14
Angket Riskesdas 2007
Kuesioner Riskesdas D11
0. Perokok berat, jika merokok Ordinal > 20 batang perhari. 1. Perokok sedang, jika merokok 10-20 batang perhari. 2. Perokok ringan, jika merokok < 10 batang perhari. 3. Tidak pernah merokok.
11. Konsumsi alkohol
Minuman yang mengandung alkohol antara lain adalah bir, wine, anggur sprit, fermentasi sari buah atau minuman setempat seperti tuak, poteng cap tikus, topi miring.14
Angket Riskesdas 2007
Kuesioner Riskesdas D18-D19
0. Ya, jika konsumsi alkohol dalam 1 bulan terkahir 1. Tidak, jika tidak konsumsi alkohol dalam 1 bulan terakhir dan tidak pernah konsumsi alkohol.4
Ordinal
54
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian (Lanjutan) No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
12.
Konsumsi kafein
Minuman yang mengandung kafein seperti kopi, coca cola, keratingdaeng .14
Angket Riskesdas 2007
Kuesioner Riskesdas D35
13.
Kurang konsumsi buah dan sayur
Frekuensi rata-rata dan porsi asupan buah dan sayur responden dalam sehari selama seminggu.14
Angket Riskesdas 2007
Kuesioner Riskesdas D31-D34
Hasil Ukur 0. Sering, jika mengkonsumsi 1 kali atau > 1 kali per hari 1. Jarang, jika mengkonsumsi 3-6 kali, 1-2 kali per minggu dan ≤ 3 kali per bulan 2. Tidak pernah, jika tidak pernah mengkonsumsi minuman berkafein.14 0. Kurang, jika konsumsi buah dan sayur < 5 porsi sehari selama seminggu. 1. Cukup, jika konsumsi buah dan sayur ≥ 5 porsi sehari selama minggu.14
Skala Ordinal
Ordinal
55
C. Hipotesis 1. Ada hubungan antara umur dengan penyakit DM pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. 2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan penyakit DM pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. 3. Ada hubungan antara pendidikan dengan penyakit DM pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. 4. Ada hubungan antara pekerjaan dengan penyakit DM pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. 5. Ada hubungan antara obesitas dengan penyakit DM pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. 6. Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan penyakit DM pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. 7. Ada hubungan antara hipertensi dengan penyakit DM pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. 8. Ada hubungan antara konsumsi lemak dengan penyakit DM pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. 9. Ada hubungan antara merokok dengan penyakit DM pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. 10. Ada hubungan antara konsumsi alkohol dengan penyakit DM pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. 11. Ada hubungan antara konsumsi kafein dengan penyakit DM pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. 12. Ada hubungan antara kurang konsumsi buah dan sayur dengan penyakit DM pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.
56
BAB IV METODELOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Disain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan disain studi cross sectional, dimana variabel independen sebagai faktor risiko
dan
variabel dependen sebagai penyakit diambil dalam waktu bersamaan.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di bagian Jaringan Informasi dan Publikasi Penelitian (JIPP) berdasarkan data Riskedas (riset kesehatan dasar) 2007 di Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2010.
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Riskesdas bidang Biomedis dilakukan di 33 provinsi di Indonesia dengan populasi penduduk di daerah urban di Indonesia yang berusia 15 tahun keatas, jumlah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas dan tinggal di daerah perkotaan adalah 162,98 juta jiwa.37
57
2. Sampel Sampel untuk Riskesdas adalah rumah-tangga terpilih di BS terpilih menurut sampling yang dilakukan oleh BPS untuk Susenas 2007. Seluruh anggota rumah-tangga terpilih merupakan unit observasi/ pengamatan dalam rumah-tangga, sesuai dengan kuesioner yang telah disiapkan. Instrumen untuk wawancara, pemeriksaan antropometri dipergunakan untuk seluruh anggota rumah tangga terpilih. Kerangka pengambilan sampel (sampling frame) menggunakan blok sensus (BS) dari Badan Pusat Statistik (BPS). Cara pengambilan sampel adalah cluster sampling dengan menggunakan blok sensus BPS. Rancangan sampel 2 tahap di daerah perkotaan. Untuk rancangan sampel 2 tahap, tahap-1 dari kerangka sampel BS dipilih sejumlah BS secara probability proportional to size (PPS) sampling, artinya penentuan banyaknya blok sensus disesuaikan dengan jumlah penduduk secara proporsional. Jumlah blok sensus dalam Riskesdas 2007 adalah 17.150 blok sensus dari 440 kabupaten/kota. Pada tahap-2, dari setiap blok sensus terpilih kemudian dipilih 16 rumah tangga secara acak sederhana (linear systematic sampling). Sampel Riskesdas bidang biomedis adalah seluruh anggota rumah tangga (RT) dari RT terpilih di blok sensus terpilih di daerah urban sesuai Susenas Kor 2007 yang berjumlah 6.474 blok sesnsus. Jumlah sampel yang diambil adalah 15% daerah urban di Indonesia secara systematic
58
random sampling. Besar sampel adalah 15.536 RT dari 971 BS. Jumlah rumah tangga yang terpilih sebanyak 15.536 rumah tangga dan anggota rumah tangga yang diambil sampel gula darahnya berjumlah 24.417 individu, setelah dilakukan proses cleaning data jumlah sampel tersisa yang siap dianalisis berjumlah 17.641 individu. Gambar 4.1 Alur Pengambilan Sampel Biomedis Pemeriksaan Gula Darah Riskesdas 2007
Propisnsi
33propinsi
Kabupaten/Kota
440 kabupaten/kota
Blok sensus
17.150 blok sensus
Blok sensus perkotaan
6.474 blok sensus
Blok sensus perkotaan terpilih (15%)
971 blok sensus terpilih
Sampel RT terpilih
Anggota RT usia ≥ 15 thn terpilih Sumber:
15.536 RT
Pencacahan 24.417 individu
Pedoman Pengambilan, Penyimpanan, Pengemasan dan Pengiriman Spesimen Darah dan Metodelogi Penelitian Riskesdas 2007. 38, 35
59
Kriteria inklusi pemeriksaan glukosa darah adalah usia 15 tahun keatas, tidak hamil (alasan medis dan etika), tercantum dalam daftar responden
Kesehatan Masyarakat,
bersedia
menandatangani
surat
pernyataan ikutserta (informed consent) dalam penelitian. Dan kriteria eksklusi pemeriksaan glukosa darah adalah riwayat perdarahan (hemofili, ITP) penyakit kronis yang menggunakan obat pengencer darah (asam asetil salisilat: asetosal, aspirin, aspilet, ascardia) secara rutin. 38 Untuk kepentingan analisis penelitian, maka perhitungan sampel minimal disesuaikan dengan rumus uji yang akan digunakan yaitu rumus uji hipotesis beda dua proporsi (two-tail) (Ariawan,1998) sebagai berikut: [ Z
1-α/2 √
2P(1-P ) + Z
1-β √P1(1-P1)
+ P2(1-P2)] 2
n=
X deff (P1 - P2)
Keterangan : n
2
= Jumlah sampel penelitian
Z1-α/2
= Derajat kemaknaan, 5%
Z1-β
= Kekuatan Uji, 99%
P1
= Proporsi kejadian diabetes di Indonesia (pada jenis kelamin laki-laki), SKRT (2004) ; P1 = 12,9% = 0,129
60
P2
= Proporsi kejadian diabetes di Indonesia (pada jenis kelamin perempuan), SKRT (2004) ; P2 = 9,7% = 0,097
P
= Rata-rata pada populasi
P=
P1+P2 P2
Berdasarkan rumus diatas, di dapatkan jumlah sampel minimal yang dibutuhkan yaitu 4151, dikalikan dengan disain efek (dua) 2, maka jumlah sampel yang dibutuhkan 8302 orang. Untuk menghindari drop out atau missing jawaban dari responden maka perlu ditambahkan 10% dari jumlah sampel yang di dapat sehingga jumlah sampel secara keseluruhan sebanyak 9133 orang. Jumlah sampel minimal ini digunakan oleh peneliti untuk menilai kecukupan dan melihat apakah jumlah sampel tersebut memenuhi syarat untuk dilakukan uji hipotesis. Adapun jumlah sampel yang dianalisis berjumlah 17.641 orang. Oleh karena itu, dapat disimpulkan jumlah sampel yang didapatkan sudah memenuhi syarat untuk dilakukan uji hipotesis. Kemudian dari jumlah sampel tersebut, dilakukan perhitungan kekuatan uji untuk melihat kemampuan atau mendeteksi adanya perbedaan antara dua variabel yang diteliti. Setelah dilakukan perhitungan kekuatan uji menggunakan rumus di atas didapatkan didapatkan hasil Z 1-β adalah 99%.
61
D. Instrumen Penelitian Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner RISKESDAS 2007. Dibawah ini adalah beberapa variabel yang diteliti oleh peneliti: Tabel 4.1 Variabel Penelitian dan Instrumen Penelitian No. Variabel Penelitian 1. Diabetes Melitus (DM)
Instrument Penelitian Alat kimia klinis otomatis atau fotometri
2.
Umur
Kuesioner Riskesdas kolom 5
3.
Jenis Kelamin
Kuesioner Riskesdas kolom 4
4.
Pendidikan
Kuesioner Riskesdas kolom 7
5.
Pekerjaan
Kuesioner Riskesdas kolom 8
6.
Obesitas
Timbangan Digital dan Microtoise
7.
Aktivitas fisik
Kuesioner Riskesdas D22-D30
8.
Hipertensi
Digital Sphygmomanometer
9.
Konsumsi lemak
Kuesioner Riskesdas D35
10. Merokok
Kuesioner Riskesdas D11-D17
11. Konsumsi alkohol
Kuesioner Riskesdas D18-D21b
12. Konsumsi kafein
Kuesioner Riskesdas D35
13. Kurang konsumsi buah dan Kuesioner Riskesdas D31-D34 sayur Sumber : Pedoman Pengisian Kuesioner RISKESDAS 2007, Pedoman Pengukuran dan Pemeriksaan RISKESDAS 2007, Pedoman Pengambilan, Penyimpanan, Pengemasan dan Pengriman Spesimen Darah.14, 36, 28 Keterangan: D: Kode kuesioner pertanyaan prilaku U: Kode kuesioner pengukuran
62
1. Scoring (Penilaian) a. Umur Masa hidup responden dalam tahun dengan pembulatan ke bawah atau umur pada waktu ulang tahun yang terakhir. Dalam penelitian ini dilihat dari rata-rata umur responden. b. Jenis kelamin Perbedaan seks yang di dapat sejak lahir yang dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Dalam penelitian ini jenis kelamin dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu perempuan dengan nilai 0 (nol) dan laki-laki dengan nilai 1 (satu). c. Pendidikan Pendidikan di ukur berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi yang telah dicapai responden, dalam penelitian ini pendidikan dikategorikan menjadi dua yaitu rendah dan tinggi. Penilaian rendah dilakukan dengan memberikan nilai 0 (nol) jika ≤ SMP, dan penilaian tinggi dilakukan dengan memberikan nilai 1 (satu) ≥ SMA. d. Pekerjaan Pekerjaan di ukur berdasarkan pekerjaan yang menggunakan waktu terbanyak responden atau pekerjaan yang memberikan penghasilan terbesar. Dalam penelitian ini pekerjaan dikategorikan menjadi dua yaitu tidak bekerja dan bekerja. Penilaian tidak bekerja dilakukan dengan memberikan nilai 0 (nol) dan bekerja diberikan nilai 1 (satu).
63
e. Obesitas Obesitas di ukur berdasarkan hasil pengukuran IMT, obestitas dikategorikan menjadi dua yaitu obesitas dan normal. Penilaian obesitas dilakukan dengan memberikan nilai 0 (nol) untuk IMT ≥ 25, dan penilaian normal dilakukan dengan memberikan nilai 1 (satu) untuk IMT < 25. f. Aktivitas fisik Aktivitas fisik adalah semua gerakan tubuh yang membakar kalori, misalnya menyapu, mengepel, mencuci baju, menimba air, bercocok tanam dll. Aktivitas fisik dikategorikan menjadi dua yaitu aktivitas kurang dan aktivitas cukup. Penilaian aktivitas kurang dilakukan dengan memberikan nilai 0 (nol) jika < 150 menit selama lima hari dalam seminggu dan penilaian aktivitas cukup dilakukan dengan memberikan nilai 1 (satu) jika ≥ 150 menit selama lima hari dalam seminggu. g. Hipertensi Hipertensi di ukur berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Penilaian hipertensi dilakukan dengan memberikan nilai 0 (nol) jika tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, dan penilaian tidak hipertensi dilakukan dengan memberikan nilai 1 (satu) jika tekanan darah < 140/90 mmHg.
64
h. Konsumsi lemak Konsumsi makanan berlemak, yaitu makanan yang lebih dominan kandungan lemak seperti sop buntut, sate, pizaa, burger, makanan gorengan dll. Penilaian dilakukan dengan memberikan kategori sering dengan nilai 0 (nol) jika mengkonsumsi 1 kali atau > 1 kali per hari, kategori jarang dengan nilai 1 (satu) jika mengkonsumsi 3-6 kali, 1-2 kali per minggu dan < 3 kali per bulan dan kategori tidak pernah dengan nilai 2 (dua) jika tidak pernah mengkonsumsi makanan berlemak. i. Merokok Merokok adalah kebiasaan merokok sekarang meliputi jumlah batang rokok yang biasa dihisap setiap hari sesuai jenis. Merokok dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu perokok berat, sedang dan ringan. Penilaian perokok berat dilakukan dengan memberikan nilai 0 (nol) jika merokok > 20 batang per hari, penilaian perokok sedang dilakukan dengan memberikan nilai 1 (satu) jika merokok 20-10 batang per hari, penilaian perokok ringan dilakukan dengan memberikan nilai 2 (dua) jika merokok < 10 batang per hari, dan penilaian tidak pernah merokok dengan memberikan nilai 3 (tiga). j. Konsumsi alkohol Konsusmi alkohol adalah konsumsi minuman yang mengandung alkohol antara lain adalah bir, wine, anggur sprit, fermentasi sari buah atau minuman setempat seperti tuak, poteng cap tikus, topi miring.
65
Konsumsi alkohol dikategorikan menjadi dua kategori yaitu kategori konsumsi dan tidak konsumsi alkohol. Penilaian konsumsi alkohol dengan memberikan nilai 0 (nol) jika konsumsi alkohol dalam 1 bulan terakhir dan memberikan nilai 1 (satu) jika tidak konsumsi alkohol dalam 1 bulan terakhir dan tidak pernah konsumsi alkohol. k. Konsumsi kafein Konsumsi kafein adalah konsumsi minuman yang mengandung kafein seperti kopi, coca cola, keratingdaeng. Konsumsi kafein dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu kategori sering, jarang dan tidak pernah. Penilaian sering dilakukan dengan memberikan nilai 0 (nol) jika mengkonsumsi 1 kali atau > 1 kali per hari, jarang dengan nilai 1 (satu) jika mengkonsumsi 3-6 kali, 1-2 kali per minggu dan < 3 kali per bulan dan tidak pernah dengan nilai 2 (dua) jika tidak pernah mengkonsumsi minuman berkafein. l. Kurang konsumsi buah dan sayur Konsumsi buah dan sayur dilihat dari frekuensi rata-rata dan porsi asupan buah dan sayur responden dalam sehari selama seminggu. Konsumsi buah dan sayur dikategorikan menjadi dua kategori yaitu kurang dan cukup. Penilaian konsumsi kurang dilakukan dengan memberikan nilai 0 (nol) jika konsumsi buah dan sayur < 5 porsi sehari selama seminggu, dan penilaian konsumsi cukup dilakukan dengan
66
memberikan 1 (satu) jika konsumsi buah dan sayur sayur ≥ 5 porsi sehari selama minggu.
E. Pengumpulan Data Biomedis dan Tekanan Darah 1. Pengumpulan Data Biomedis Diabetes Melitus Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder RISKESDAS 2007. Data yang dikumpulkan adalah hasil pemeriksaan biomedis. Pengumpulan data biomedis berupa spesimen darah dilakukan di 33 provinsi di Indonesia dengan populasi penduduk di blok sensus perkotaan di Indonesia. Pengambilan sampel darah dilakukan dari anggota rumah tangga yang berumur ≥ 15 tahun, kecuali wanita hamil (alasan etika). Responden terpilih memperoleh pembebanan sebanyak 75 gram glukosa oral setelah puasa 10-14 jam. Khusus untuk responden yang sudah diketahui positif menderita diabetes melitus (berdasarkan konfirmasi dokter) hanya diberi pembebanan sebanyak 300 kalori (alasan medis dan etika). Pengambilan darah vena dilakukan setelah 2 jam pembebanan. Darah didiamkan selama 20-30 menit, disentrifius sesegera mungkin untuk dijadikan serum. Serum segera diperiksa dengan menggunakan alat kimia klinis otomatis.35
67
2. Pengumpulan Data Tekanan Darah Hipertensi Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder RISKESDAS 2007. Data yang dikumpulkan adalah hasil pengukuran tekanan darah. Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah, responden menghindari kegiatan aktivitas fisik seperti olah raga, merokok, dan makan, minimal 30 menit sebelum pengukuran. Dan juga duduk beristirahat setidaknya 5-15 menit sebelum pengukuran. Pengukuran dilakukan pada responden dalam kondisi tenang tidak stress, dalam ruangan yang tenang dan dalam posisi duduk. Kemudian responden duduk dengan posisi kaki tidak menyilang tetapi kedua telapak kaki datar menyentuh lantai dan meletakkan lengan kanan responden di atas meja sehinga mancet yang sudah terpasang sejajar dengan jantung responden. Lalu menyingsingkan lengan baju pada lengan bagian kanan responden dan memintanya untuk tetap duduk tanpa banyak gerak, dan tidak berbicara pada saat pengukuran.36 Pengukuran tekanan darah dilakukan sampai denyut tidak terdeteksi dan tekanan udara dalam mancet berkurang, angka sistolik, diastolik dan denyut nadi akan muncul. Pengukuran dilakukan dua kali, jarak antara dua pengukuran sebaiknya antara 2 menit dengan melepaskan mancet pada lengan. Apabila hasil pengukuran satu dan kedua terdapat selisih > 10 mmHg, ulangi pengukuran ketiga setelah istirahat selama 10 menit dengan melepaskan mancet pada lengan. Apabila responden tidak bisa duduk,
68
pengukuran dapat dilakukan dengan posisi berbaring, dan catat kondisi tersebut di lembar catatan. 36
F. Pengolahan Data Pengolahan data merupakan proses yang sangat penting dalam penelitian. Oleh karena itu, harus dilakukan dengan baik dan benar. Kegiatan dalam proses pengolahan data adalah editing, coding dan entry data.39 Adapun proses tersebut telah dilakukan oleh Tim manajemen dan kuesioner Riskesdas 2007. Sedangkan pengolahan data yang dilakukan oleh peneliti adalah cleaning data, cleaning data merupakan
proses yang amat
menentukan kualitas hasil RISKESDAS 2007. Pada tahap ini dilakukan pengecekan kembali terhadap data-data yang missing sebelum data-data tersebut dianalisis.
G. Analisis Data Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan komputer, yaitu dengan menggunakan program stata. Adapun analisis data yang digunakan adalah: 1. Univariat Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel dependen dan variabel independen. Variabel tersebut adalah penyakit DM, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
69
obesitas, aktivitas fisik, hipertensi, konsumsi lemak, merokok, konsumsi alkohol, konsumsi kafein dan kurang konsumsi buah dan sayur di Indonesia. 2. Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel independen (umur, jenis kelamin, obesitas, kurang aktivitas, hipertensi, konsumsi lemak, merokok, konsumsi alkohol, konsumsi kafein dan kurang konsumsi buah dan sayur) dengan variabel dependen (penyakit DM) yang diteliti, analisis ini menggunakan dua uji, yaitu uji Chi-square Test dan Independen T-tes, dengan Pvalue ≤ 0,05 artinya ada hubungan signifikan secara statistik antara variabel independen dan dependen, dan Pvalue ≥ 0,05 yang artinya tidak ada hubungan signifikan secara statistik antara variabel independen dan dependen. Untuk melihat besarnya hubungan dilihat dari nilai odds rasio (OR). Rumus uji Chi-square adalah sebagai berikut: X2 = ∑ (0-E) 2 E Keterangan: X2 = statistic chi-square 0 = nilai observasi E = nilai yang diharapkan. 40
70
3. Multivariat Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui faktor yang paling dominan mempengaruhi kejadian penyakit DM daerah perkotaan di Indonesia. Analisis ini menggunakan uji regresi logistik berganda karena variabel dependennya berbentuk kategorik dengan model prediksi yang bertujuan untuk memperoleh model yang terdiri dari beberapa variabelindependen yang dianggap baik untuk memprediksi kejadian variabel dependen, prosedur permodelan multivariat sebagai berikut: a. Pemilihan kandidat dengan melakukan analisis bivariat antara masingmasing variabel independen dengan variabel dependennya. Apabila hasil uji bivariat mempunyai nilai Pvalue < 0,25, maka variabel tersebut menjadi kandidat model dan dapat masuk model multivariat, tetapi jika Pvalue > 0,25 maka tidak masuk model multivariat. b. Melakukan analisis variabel yang masuk ke dalam kandidat model secara bersamaan, kemudian variabel yang memiliki Pvalue ≤ 0,05 masuk kedalam model, dan sebaliknya untuk variabel yang Pvalue ≥ 0,05 dikeluarkan dari model satu persatu di mulai dari pvalue yang paling besar. c. Melakukan tahap model matematis untuk memprediksi variabel dependennya.
71
BAB V HASIL
A. Gambaran Umum Daerah Perkotaan di Indonesia Perkotaan (urban) adalah suatu karakteristik sosio ekonomik dari unit wilayah administratif terendah. Suatu wilayah dikatakan sebagai perkotaan jika memenuhi persyaratan tertentu dalam hal kepadatan penduduk, kegiatan ekonomi utama, dan tersedianya fasilitas perkotaan seperti sekolah, rumah sakit, jalan sepal, dan listrik.41 Perkiraan jumlah penduduk Indonesia tahun 2007 adalah sebesar 225,18 juta jiwa dan persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan menurut umur penduduk diatas 15 tahun sebesar 72,38 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di daerah pedesaan sebesar 69,40 persen.37 Menurut Aditama tahun 2010 Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan yang dikutip dari Menteri Kesehatan, bahwa makin lama akan semakin banyak masyarakat tinggal di perkotaan. Hal itu akan berpengaruh pada status kesehatan masyarakat, khususnya masalah polusi dan limbah, juga pada ketersediaan air minum. Jika polusi makin tinggi, maka berbagai penyakit menular dan tidak menular akan mudah timbul. Dibandingkan dengan masyarakat pedesaan, penyebab utama kematian pada masyarakat perkotaan banyak disebabkan oleh penyakit tidak menular (degeneratif) salah satunya adalah penyakit diabetes melitus. 6
72
Faktor risiko yang mempermudah seseorang terkena diabetes melitus antara lain keturunan, stres kronis, usia di atas 40 tahun, obesitas, hipertensi, perilaku (kebiasaan) merokok dan minum alkohol, pola aktivitas fisik yang cenderung jauh dari olahraga, pola makan yang tinggi lemak dan rendah serat.6
B. Gambaran Penyakit Diabetes Melitus (DM ) Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data penyakit DM pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia sebagai berikut: Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Penyakit Diabetes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 Penyakit DM DM Non DM Total Sumber: Data Primer
Frekuensi Jumlah (n) 792 16.849 17.641
Persen (%) 4,5 95,5 100
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui jumlah penduduk yang mengalami diabetes melitus di Indonesia khususnya daerah perkotaan sebanyak 792 orang (4,5%), dan penduduk yang tidak mengalami diabetes melitus sebanyak 16.849 orang (95,5%).
73
C. Gambaran Faktor Risiko Penyakit Diabetes Melitus (DM) 1. Gambaran Umur Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data umur pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia sebagai berikut: Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Umur Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 Umur Umur
Mean 50,04
SD 115,2
Min-Max 15-99
95% CI Interval 48,34112 – 51,74164
Sumber: Data Primer Berdasarkan tabel 5.2 diketahui rata-rata umur penduduk di Indonesia khususnya daerah perkotaan adalah 50,04 tahun, umur minimum penduduk perkotaan adalah 15 tahun dan maksimum 99 tahun dan berada pada interval 48,34112 sampai 51,74164 tahun.
2. Gambaran Jenis kelamin Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data jenis kelamin pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia sebagai berikut: Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 Jenis kelamin Perempuan Laki-laki Total Sumber: Data Primer
Jumlah (n) 9.545 8.096 17.641
Persen (%) 54,1 45,9 100
74
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui jumlah jenis kelamin perempuan di Indonesia khususnya daerah perkotaan sebanyak 9.545 orang (54,1%), dan jenis kelamin laki-laki sebanyak 8.096 orang (45,9%).
3. Gambaran Pendidikan Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data tingkat pendidikan pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia sebagai berikut: Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 Tingkat Pendidikan Rendah Tinggi Total Sumber: Data Primer
Jumlah (n) 10.542 7.099 17.641
Persen (%) 59,8 40,2 100
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui jumlah penduduk yang berpendidikan rendah di Indonesia khususnya daerah perkotaan sebanyak 10.542 orang (59,8%), dan penduduk yang berpendidikan tinggi sebanyak 7.099 orang (40,2%).
4. Gambaran Pekerjaan Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data tingkat pekerjaan pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia sebagai berikut:
75
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Pekerjaan Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 Pekerjaan Tidak bekerja Bekerja Total Sumber: Data Primer
Jumlah (n) 1.651 15.990 17641
Persen (%) 9,4 90,6 100
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui jumlah penduduk yang tidak bekerja di Indonesia khususnya daerah perkotaan sebanyak 1.651 orang (9,4%), dan penduduk yang bekerja sebanyak 15.990 orang (90,6%).
5. Gambaran Obesitas Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data obesitas pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia sebagai berikut: Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Obesitas Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 Obesitas Obesitas Normal Total Sumber: Data Primer
Jumlah (n) 4.455 13.186 17.641
Persen (%) 25,3 74,7 100
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui jumlah penduduk yang mengalami obesitas pada penduduk perkotaan di Indonesia sebanyak 4.455 orang (25,3%), dan penduduk yang normal atau tidak mengalami obesitas sebanyak 13.186 orang (74,7%). Dari penduduk yang obesitas didapatkan
76
penduduk yang mengalami obesitas berat sebesar 14,2% (IMT >27) dan penduduk yang mengalami obesitas ringan sebesar 11% (IMT 25-27).
6. Gambaran Aktivitas Fisik Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data aktivitas fisik pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia sebagai berikut: Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Akitivitas Fisik Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 Aktivitas fisik Kurang Cukup Total Sumber: Data Primer
Jumlah 8.822 8.819 17.641
Persen (%) 50 50 100
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui jumlah penduduk yang kurang aktivitas fisik di Indonesia khususnya daerah perkotaan sebanyak 8.822 orang (50%), dan penduduk yang cukup aktivitas fisik sebanyak 8.819 orang (50%).
7. Gambaran Hipertensi Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data hipertensi pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia sebagai berikut:
77
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Hipertensi Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 Hipertensi Ya Tidak Total Sumber: Data Primer
Jumlah 3.214 14.427 17.641
Persen (%) 18,2 81,8 100
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui jumlah penduduk yang mengalami hipertensi di Indonesia khususnya daerah perkotaan sebanyak 3.124 orang (18,2%), dan penduduk yang tidak hipertensi sebanyak 14.427 orang (81,8%).
8. Gambaran Konsumsi Lemak Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data konsumsi lemak pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia sebagai berikut: Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Lemak Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 Konsumsi lemak Sering Jarang Tidak pernah Total Sumber: Data Primer
Jumlah 2.847 9.010 5.724 17.641
Persen (%) 16,1 51,4 32,4 100
Berdasarkan tabel 5.9 diketahui jumlah penduduk yang sering mengkonsumsi lemak di Indonesia khususnya daerah perkotaan sebanyak
78
2.847 orang (16,1%), jarang konsumsi lemak sebanyak 9.010 orang (51,4%) dan tidak pernah konsumsi lemak sebanyak 5.724 orang (32,4%).
9. Gambaran Merokok Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data penduduk yang merokok pada daerah perkotaan di Indonesia sebagai berikut: Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Perokok Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 Perokok Berat Sedang Ringan Tidak pernah Total S umber: Data Primer
Jumlah 498 2.451 2.430 12.260 17.641
Persen (%) 2,8 13,9 13,8 69,5 100
Berdasarkan tabel 5.10 diketahui jumlah perokok berat di Indonesia khususnya daerah perkotaan sebanyak 498 orang (2,8%), perokok sedang sebanyak 2.451 orang (13,9%), perokok ringan sebanyak 2.430 (13,8%) dan tidak pernah merokok sebanyak 12.260 (69,5%).
10. Gambaran Konsumsi Alkohol Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data konsumsi alkohol pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia sebagai berikut:
79
Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Alkohol Dalam 1 Bulan Terakhir Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 Konsumsi alkohol Ya Tidak Total Sumber: Data Primer Berdasarkan
tabel
Jumlah 476 17.165 17.641
5.11
diketahui
Persen (%) 2,7 97,3 100
jumlah
penduduk
yang
mengkonsumsi alkohol dalam 1 bulan terakhir di Indonesia khususnya daerah perkotaan sebanyak 476 orang (2,7%), dan orang yang tidak konsumsi alkohol dalam 1 bulan terakhir sebanyak 17.165 orang (97,3%).
11. Gambaran Konsumsi kafein Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data konsumsi kafein pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia sebagai berikut: Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Kafein Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 Konsumsi kafein Sering Jarang Tidak pernah Total Sumber: Data Primer
Jumlah 5.984 2.795 8.862 17.641
Persen (%) 33,9 15,8 50,2 100
Berdasarkan tabel 5.12 diketahui jumlah penduduk yang sering mengkonsumsi kafein di Indonesia khususnya daerah perkotaan sebanyak
80
5.984 orang (33,9%), jarang konsumsi kafein sebanyak 2.795 orang (15,8%) dan tidak pernah konsumsi kafein sebanyak 8.862 orang (50,2%).
12. Gambaran Konsumsi Buah dan Sayur Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan sebaran data konsumsi buah dan sayur pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia sebagai berikut: Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Tingkat Konsumsi Buah dan Sayur Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 Konsumsi buah dan sayur Kurang Cukup Total Sumber: Data Primer
Jumlah 17.172 469 17.641
Persen (%) 97,3 2,7 100
Berdasarkan tabel 5.13 diketahui jumlah penduduk yang kurang konsumsi buah dan sayur di Indonesia khususnya daerah perkotaan sebanyak 17.172 orang (97,3%), dan orang yang cukup konsumsi buah dan sayur sebanyak 469 orang (2,7%).
81
D. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diabetes Melitus 1. Hubungan Antara Umur dengan Penyakit DM Hubungan antara umur dengan penyakit diabetes melitus (DM) dapat dilihat dalam tabel 5.14 berikut: Tabel 5.14 Rata-rata Umur dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 Umur Status DM DM
Mean
SD
95% CI Interval
59,30
106,854
51.9 - 66.7
Non DM 49,61 115,575 Sumber: Data Primer
47.9 - 51.4
Pvalue
n
0,021
792 16849
Berdasarkan tabel 5.14 rata-rata umur penduduk yang mengalami diabetes melitus adalah 59,30 tahun berada pada interval 51,9 sampai 66,7 tahun dan rata-rata penduduk yang tidak mengalami diabetes melitus (DM) adalah 49,61 tahun berada pada interval 47,9 sampai 51,4 tahun. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,021 artinya pada α 5% ada hubungan signifikan antara umur dengan penyakit diabetes melitus.
2. Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Penyakit DM Hubungan antara jenis kelamin dengan penyakit diabetes melitus (DM) dapat dilihat dalam tabel 5.15 berikut:
82
Tabel 5.15 Distribusi Jenis Kelamin dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 Penyakit DM DM Non DM n % n % Perempuan 489 5,1 9.065 94,9 Laki-laki 303 3,7 7.793 96,3 Total 792 4,5 16.849 95,5 Sumber: Data Primer Jenis kelamin
Total n 9545 8095 17641
% 100 100 100
Pvalue 0,000
Berdasarkan tabel 5.15 diketahui diabetes melitus pada jenis kelamin perempuan sebanyak 489 orang (5,1%) dan laki-laki sebanyak 303 orang (3,7%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,000 artinya pada α 5% ada hubungan signifikan antara jenis kelamin dengan penyakit diabetes melitus. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 1,39 artinya jenis kelamin perempuan memiliki kecenderungan 1,39 kali untuk terkena penyakit diabetes melitus dibanding jenis kelamin laki-laki.
3. Hubungan Antara Pendidikan dengan Penyakit DM Hubungan antara pendidikan dengan penyakit diabetes melitus (DM) dapat dilihat dalam tabel 5.16 berikut:
83
Tabel 5.16 Distribusi Pendidikan dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 Penyakit DM Pendidikan DM Non DM n % n % Rendah 469 4,4 10.073 95,6 Tinggi 323 4,5 6.776 95,5 Total 792 4,5 16.849 95,5 Sumber: Data Primer
Total n 10.542 7.099 17.641
% 100 100 100
Pvalue 0,751
Berdasarkan tabel 5.16 diketahui diabetes melitus pada penduduk yang berpendidikan rendah sebanyak 469 orang (4,4%) dan penduduk yang berpendidikan tinggi sebanyak 323 orang (4,5%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,751 artinya pada α 5% tidak ada hubungan signifikan antara pendidikan dengan penyakit diabetes melitus.
4. Hubungan Antara Pekerjaan dengan Penyakit DM Hubungan antara pekerjaan dengan penyakit diabetes melitus (DM) dapat dilihat dalam tabel 5.17 berikut: Tabel 5.17 Distribusi Pekerjaan dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007
Pekerjaan
Penyakit DM DM Non DM n % n % 95 5,7 1.556 94,2
Tidak bekerja Bekerja 697 4,4 Total 792 4,5 Sumber: Data Primer
15.293 16849
95,6 95,5
Total n 1.651
% 100
15.990 17.641
100 100
Pvalue 0,009
84
Berdasarkan tabel 5.17 diketahui diabetes melitus pada penduduk yang tidak bekerja sebanyak 95 orang (5,7%) dan penduduk yang bekerja sebanyak 697 orang (4,4%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,009 artinya pada α 5% ada hubungan signifikan antara pekerjaan dengan penyakit diabetes melitus. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 1,34 artinya penduduk yang tidak bekerja memiliki kecenderungan 1,34 kali untuk mengalami penyakit diabetes melitus dibanding penduduk yang bekerja.
5. Hubungan Antara Obesitas dengan Penyakit DM Hubungan antara obesitas dengan penyakit diabetes melitus (DM) dapat dilihat dalam tabel 5.18 berikut: Tabel 5.18 Distribusi Obesitas dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 Penyakit DM Obesitas DM Non DM n % n % Obesitas 344 7,7 4.111 92,3 Normal 448 3,4 12.738 96,6 Total 792 4,5 16.849 95,5 Sumber: Data Primer
Total n 4.455 13.186 17.641
% 100 100 100
Pvalue 0,000
Berdasarkan tabel 5.18 diketahui diabetes melitus pada penduduk yang obesitas sebanyak 344 orang (7,7%) dan penduduk yang normal atau tidak obesitas sebanyak 448 orang (3,4%). Pada penduduk diabetes melitus
85
yang mengalami obesitas berat (IMT > 27) sebesar 8,7% dan yang mengalami obesitas ringan (IMT 25-27) sebesar 6,4%. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,000 artinya pada α 5%
ada hubungan signifikan antara obesitas dengan
penyakit diabetes melitus. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 2,38 artinya penduduk yang kegemukan memiliki kecenderungan 2,38 kali untuk mengalami penyakit diabetes melitus dibanding penduduk yang normal atau tidak kegemukan.
6. Hubungan Antara Aktivitas Fisik dengan Penyakit DM Hubungan antara aktivitas fisik dengan penyakit diabetes melitus (DM) dapat dilihat dalam tabel 5.19 berikut: Tabel 5.19 Distribusi Aktivitas Fisik dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 Penyakit DM DM Non DM n % n % Kurang 383 4,3 8.439 95,6 Cukup 409 4,6 8.410 95,4 Total 792 4,5 16.849 95,5 Sumber: Data Primer Aktivitas fisik
Total n 8.822 8.819 17.641
% 100 100 100
Pvalue 0,342
Berdasarkan tabel 5.19 diketahui diabetes melitus pada penduduk yang kurang aktivitas fisik sebanyak 383 orang (4,3%) dan penduduk yang cukup aktivitas fisik sebanyak 409 orang (4,6%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,342 artinya pada α 5%
86
tidak ada hubungan signifikan antara aktivitas fisik dengan penyakit diabetes melitus.
7. Hubungan Antara Hipertensi dengan Penyakit DM Hubungan antara hipertensi dengan penyakit diabetes melitus (DM) dapat dilihat dalam tabel 5.20 berikut: Tabel 5.20 Distribusi Hipertensi dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 Penyakit DM Hipertensi DM Non DM n % n % Ya 168 5,2 3.046 94,8 Tidak 624 4,3 13.803 95,7 Total 792 4,5 16.849 100 Sumber: Data Primer
Total n 3.214 14.427 17.641
% 100 100 100
Pvalue 0,026
Berdasarkan tabel 5.20 diketahui diabetes melitus pada penduduk yang mengalami hipertensi sebanyak 168 orang (5,2%), dan penduduk yang tidak mengalami hipertensi sebanyak 624 orang (4,3%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,026 artinya pada α 5% ada hubungan signifikan antara hipertensi dengan penyakit diabetes melitus. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 1,2 artinya penduduk yang mengalami hipertensi memiliki kecenderungan 1,2 kali untuk mengalami penyakit diabetes melitus dibanding penduduk yang tidak hipertensi.
87
8. Hubungan Antara Konsumsi Lemak dengan Penyakit DM Hubungan antara konsumsi lemak dengan penyakit diabetes melitus (DM) dapat dilihat dalam tabel 5.21 berikut: Tabel 5.21 Distribusi Konsumsi Lemak dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 Konsumsi Lemak
Penyakit DM DM Non DM n % n % 130 4,6 2.717 95,4 370 4,1 8.700 96 292 5,1 5.432 95
Sering Jarang Tidak pernah Total 792 4,5 Sumber: Data Primer
16.849
95,5
Total n 2.847 9.070 5.724
% 100 100 100
17.641
100
Pvalue 0,014
Berdasarkan tabel 5.21 diketahui diabetes melitus pada penduduk yang sering mengkonsumsi lemak sebanyak 130 orang (4,6%), penduduk yang jarang mengkonsumsi lemak sebanyak 370 orang (4,1%) dan penduduk yang tidak pernah mengkonsumsi lemak sebanyak 292 orang (5,1%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,014 artinya pada α 5% ada hubungan signifikan antara konsumsi lemak dengan penyakit diabetes melitus. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 0,91 artinya penduduk yang sering mengkonsumsi lemak memiliki kecenderungan 0,91 kali untuk mengalami penyakit diabetes melitus dibanding penduduk yang jarang dan tidak pernah mengkonsumsi lemak .
88
9. Hubungan Antara Merokok dengan Penyakit DM Hubungan antara merokok dengan penyakit diabetes melitus (DM) dapat dilihat dalam tabel 5.22 berikut: Tabel 5.22 Distribusi Perokok dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007
Perokok
Penyakit DM DM Non DM n % n % 27 5,4 471 94,6 86 3,5 2.365 96,5 88 3,6 2.342 96,4 591 4.8 11.671 95,2
Berat Sedang Ringan Tidak pernah Total 792 4,5 Sumber: Data Primer
16.849
95,5
Total n 498 2.451 2.430 12.262
% 100 100 100 100
17.641
100
Pvalue 0,003
Berdasarkan tabel 5.22 diketahui diabetes melitus pada penduduk yang perokok berat
dengan rata-rata >20 batang perhari sebanyak 27
orang (5,4%), pada penduduk yang perokok sedang dengan rata-rata 20-10 batang perhari sebanyak 86 orang (3,5%), penduduk yang perokok ringan dengan rata-rata < 10 batang perhari sebanyak 88 orang (3,%) dan tidak pernah merokok sebanyak 591 orang (4,8%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,003 artinya pada α 5% ada hubungan signifikan antara perokok dengan penyakit diabetes melitus. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 0,89 artinya penduduk yang perokok berat memiliki kecenderungan 0,89 kali untuk mengalami penyakit diabetes melitus dibanding penduduk yang perokok sedang, ringan dan tidak pernah merokok.
89
10. Hubungan Antara Konsumsi Alkohol dengan Penyakit DM Hubungan antara konsumsi alkohol dengan penyakit diabetes melitus (DM) dapat dilihat dalam tabel 5.23 berikut: Tabel 5.23 Distribusi Konsumsi Alkohol dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 Penyakit DM DM Non DM n % n % Ya 9 1,9 467 98,1 Tidak 783 4,6 16.382 95,4 Total 792 4,5 16.849 95,5 Sumber: Data Primer Konsumsi alkohol
Total n 476 17.165 17.641
% 100 100 100
Pvalue 0,005
Berdasarkan tabel 5.23 diketahui diabetes melitus pada penduduk yang mengkonsumsi alkohol sebanyak 9 orang (1,9%) sedangkan penduduk yang tidak mengkonsumsi alkohol sebanyak 783 orang (4,6%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,005 artinya pada α 5% ada hubungan signifikan antara konsumsi alkohol dengan penyakit diabetes melitus. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 0,40 artinya penduduk yang mengkonsumsi alkohol memiliki kecenderungan 0,40 kali untuk mengalami penyakit diabetes melitus dibanding penduduk yang tidak mengkonsumsi alkohol.
90
11. Hubungan Antara Konsumsi Kafein dengan Penyakit DM Hubungan antara konsumsi kafein dengan penyakit diabetes melitus (DM) dapat dilihat dalam tabel 5.24 berikut: Tabel 5.24 Distribusi Konsumsi Kafein dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 Konsumsi kafein
Penyakit DM DM Non DM n % n % 223 3,7 5.761 96,3 114 4,1 2.681 95,9 445 5,1 8.407 94,9
Sering Jarang Tidak pernah Total 792 4,5 Sumber: Data Primer
16.849
95,5
Total n 5.984 2.795 8.862
% 100 100 100
17.641
100
Pvalue 0,000
Berdasarkan tabel 5.24 diketahui diabetes melitus pada penduduk yang sering mengkonsumsi kafein sebanyak 223 orang (3,7%), pada penduduk yang jarang mengkonsumsi kafein sebanyak 114 orang (4,1%) dan pada penduduk yang tidak pernah mengkonsumsi kafein sebanyak 445 orang (5,1%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,000 artinya pada α 5% ada hubungan signifikan antara konsumsi kafein dengan penyakit diabetes melitus. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 0,84 artinya penduduk yang sering mengkonsumsi kafein memiliki kecenderungan 0,84 kali untuk mengalami penyakit diabetes melitus dibanding penduduk yang jarang dan tidak pernah mengkonsumsi kafein.
91
12. Hubungan Antara Konsumsi Buah dan Sayur dengan Penyakit DM Hubungan antara konsumsi buah dan sayur dengan penyakit diabetes melitus (DM) dapat dilihat dalam tabel 5.25 berikut: Tabel 5.25 Distribusi Konsumsi Buah dan Sayur dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 Penyakit DM Konsumsi buah dan DM Non DM sayur n % n % Kurang 764 4,5 16.408 95,6 Cukup 28 6 441 94 Total 792 4,5 16.849 95,5 Sumber: Data Primer
Total n 17.172 469 17.641
% 100 100 100
Pvalue 0,116
Berdasarkan tabel 5.25 diketahui diabetes melitus pada penduduk yang sering kurang konsumsi buah dan sayur yang menderita diabetes melitus sebanyak 764 orang (4,5%) dan penduduk yang cukup konsumsi buah dan sayur sebanyak 28 orang (6%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,116 artinya pada α 5% tidak ada hubungan signifikan antara konsumsi buah dan sayur dengan penyakit diabetes melitus.
E. Faktor yang Paling Dominan Mempengaruhi Kejadian Penyakit DM Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui variabel independen mana yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel dependen. Analisis ini menggunakan regresi logistik berganda karena variabel dependen adalah variabel kategorik, menggunakan model prediksi dengan asumsi bahwa semua
92
variabel independen sejajar mempengaruhi variabel dependen. Tahap pertama dalam analisis multivariat adalah pemilihan kandidat model dengan Pvalue < 0,25. Variabel yang masuk dalam kandidat model adalah sebagai berikut: Tabel 5.26 Variabel-Variabel yang Menjadi Kandidat Model Variabel Pendidikan
Pvalue 0,751
Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Obesitas Aktivitas Fisik Hipertensi Konsumsi Lemak Merokok Konsumsi Alkohol Konsumsi Kafein Konsumsi Buah dan Sayur Sumber: Data Primer
0,021 0,000 0,009 0,000 0,342 0,026 0,014 0,003 0,005 0,000 0,116
Keterangan Tidak masuk kandidat model Masuk kandidat model
Berdasarkan tabel 5.26 Pvalue yang diberi cetak tebal adalah Pvalue < 0,25 yang masuk dalam kandidat model, walaupun variabel aktivitas fisik memiliki Pvalue ≥ 0,25 variabel aktivitas fisik tetap dimasukkan ke dalam kandidat model karena secara teori variabel tersebut mempunyai hubungan dengan kejadian diabetes melitus. Untuk tahap selanjutnya adalah tahap permodelan dengan syarat Pvalue ≤ 0,05 dapat dilihat pada tabel 5.26 dibawah ini:
93
Tabel 5.27 Model Prediksi Multivariat Variabel
Model I 0,006 0,175 0,002 0,000 0,142 0,048 0,085 0,183 0,040 0,007 0,251*
Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Obesitas Aktivitas Fisik Hipertensi Konsumsi Lemak Merokok Konsumsi Alkohol Konsumsi Kafein Konsumsi Buah dan Sayur Sumber: Data Primer
Model II 0,006 0,175 0,002 0,000 0,148 0,047 0,094 0,175* 0,042 0,007 -
Model Model III IV 0,006 0,005 0,167 0,171* 0,002 0,002 0,000 0,000 0,192* 0,043 0,046 0,097 0,077 0,037 0,040 0,004 0,006 -
Model V 0,005 0,002 0,000 0,046 0,079* 0,026 0,001 -
Model VI 0,004 0,002 0,000 0,050 0,025 0,001 -
Keterangan: * : Pvalue > 0,05
Berdasarkan tabel 5.27 Pvalue yang > 0,05 dikeluarkan satu persatu dari pvalue yang paling besar, hingga tidak ada lagi variabel yang > 0,05. Pada model keenam semua variabel memiliki pvalue ≤ 0,05 variabel tersebut adalah umur, pekerjaan, obesitas, hipertensi dan konsumsi kafein. 1. Model Akhir Multivariat Tabel 5.28 Model Prediksi Diabetes Melitus (DM) Pada Penduduk Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 Variabel B Umur 0,000 Pekerjaan 0,352 Obesitas 0,856 Hipertensi 0,176 Konsumsi alkohol -0,767 Konsumsi kafein -0,143 Constant 2,992 Sumber: Data Primer
Wald 4,991 9,609 132,903 3,857 5,099 11,614 67,428
Pwald 0,004 0,002 0,000 0,050 0,025 0,001 0,000
OR 0,999 (0,999-1,000) 1,421 (1,138-1,775) 2,353 (2,034-2,721) 1,193 (1,000-1,422) 0,464 (0,238-0,904) 0,867 (0,799-0,941) 19,918
94
Berdasarkan hasil analisis diketahui variabel umur, pekerjaan, obesitas, hipertensi, konsumsi alkohol, dan konsumsi kafein terbukti berhubungan signifikan dengan kejadian penyakit diabetes melitus. Dari keenam variabel diatas variabel obesitas merupakan variabel pertama yang paling besar mempengaruhi kejadian diabetes melitus karena memiliki nilai OR yang paling besar dari variabel lainnya yaitu 2,353 artinya orang yang obesitas mempunyai peluang untuk mengalami kejadian diabetes melitus sebesar 2,353 kali
dibandingkan
orang
yang
tidak
obesitas/normal
setelah
dikontrol/dipengaruhi dengan variabel umur, pekerjaan, hipertensi, konsumsi alkohol dan konsumsi kafein. Variabel pekerjaan merupakan variabel kedua yang paling besar mempengaruhi kejadian diabetes melitus dengan nilai OR sebesar 1,421 artinya orang yang tidak bekerja mempunyai peluang untuk mengalami kejadian diabetes melitus sebesar 1,421 kali dibandingkan orang yang bekerja setelah dikontrol dengan variabel umur, pekerjaan, obesitas, hipertensi, konsumsi alkohol dan konsumsi kafein. Variabel hipertensi merupakan variabel ketiga yang paling besar mempengaruhi kejadian diabetes dengan nilai OR sebesar 1,193 artinya orang yang hipertensi mempunyai peluang untuk mengalami kejadian diabetes melitus sebesar 1,193 kali dibandingkan orang yang tidak hipertensi setelah dikontrol dengan variabel umur, pekerjaan, obesitas, konsumsi alkohol, dan konsumsi kafein.
95
Selanjutnya adalah variabel umur dengan nilai OR sebesar 0,999 artinya semakin tua umur seseorang mempunyai peluang untuk mengalami kejadian diabetes melitus sebesar 0,999 kali dibandingkan dengan orang yang berusia muda setelah dikontrol dengan variabel pekerjaan, obesitas, hipertensi, konsumsi alkohol dan konsumsi kafein. Variabel konsumsi kafein dengan nilai OR sebesar 0,867 artinya orang yang sering mengkonsumsi kafein mempunyai peluang untuk mengalami kejadian diabetes melitus sebesar 0,867 kali dibandingkan orang yang jarang dan tidak pernah mengkonsumsi kafein setelah dikontrol dengan variabel umur, pekerjaan, obesitas, hipertensi dan konsumsi alkohol. Terakhir adalah variabel konsumsi alkohol dengan OR sebesar 0,464 artinya orang yang mengkonsumsi alkohol mempunyai peluang untuk mengalami kejadian diabetes melitus sebesar 0,464 kali dibandingkan orang yang tidak mengkonsumsi alkohol setelah dikontrol dengan variabel umur, pekerjaan, obesitas, hipertensi dan konsumsi kafein. Nilai OR pada variabel umur, dan konsumsi alkohol memiliki nilai yang rendah yaitu dibawah nilai satu yang artinya ketiga variabel tersebut merupakan faktor pencegah dari kejadian diabetes melitus. Hal ini diasumsikan bahwa jumlah sampel yang besar menyebabkan data bersifat homogen seperti pada variabel umur dibawah 60 tahun (93,8%) lebih banyak dibandingkan umur diatas 60 tahun (6,2%) (penderita diabetes melitus), data yang homogen dapat mempengaruhi hasil analisis penelitian. Begitupula dengan variabel konsumsi alkohol dan konsumsi kafein didapatkan penduduk
96
yang mengkonsumsi alkohol 2,7% lebih rendah dibandingkan dengan penduduk yang tidak mengkonsumsi alkohol yaitu sebanyak 97,3% dan konsumi kafein 33,9% lebih rendah dibandingkan dengan penduduk yang jarang dan tidak pernah konsumsi kafein 66,1%. Dari hasil analisis multivariat secara keseluruhan, maka persamaan regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut: Logit penyakit diabetes melitus = 2,992 + (0,856 x obesitas) + (0,352 x pekerjaan) + (0,176 x hipertensi) + (0,000 x umur) – (0,143 x konsumsi kafein) – (0,767 x konsumsi alkohol). Persamaan tersebut menunjukkan bahwa orang yang obesitas menaikkan 0,856 kali kejadian diabetes melitus, orang yang tidak bekerja menaikkan 0,352 kali kejadian diabetes melitus, orang yang hipertensi menaikkan 0,176 kali kejadian diabetes melitus, semakin tua umur seseorang akan menaikkan 0,000 kali kejadian diabetes melitus, orang yang mengkonsumsi kafein dengan frekuensi sering menurunkan 0,143 kali kejadian diabetes melitus dan orang yang mengkonsumsi alkohol menurunkan 0,767 kali kejadian diabetes melitus. Berdasarkan analisis
yang
dilakukan,
didapatkan
nilai
koefisien
determinan (R square) adalah 0,031 artinya bahwa model model regresi yang diperoleh dapat menjelaskan 3,1% variasi variabel dependen diabetes melitus. Dengan demikian, variabel umur, pekerjaan, obesitas, hipertensi, konsumsi kafein dan konsumsi alkohol hanya dapat menjelaskan variasi variabel
97
diabetes melitus sebesar 3,1%. Sedangkan 96,9% dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak diteliti.
98
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder Riskesdas 2007, itu berarti data tersebut tidak dirancang untuk menjawab pertanyaan penelitian ini. Sebagai akibatnya, beberapa variabel yang diperlukan dan diduga berhubungan dengan penyakit diabetes melitus (DM) tidak bisa diteliti seperti riwayat keluarga DM dan riwayat pernah menderita diabetes gestasional. Pada penelitian ini menggunakan disain studi cross sectional dimana variabel-variabel yang termasuk faktor risiko dan variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama, penelitian ini cocok sekali untuk penelitian survei. Disain ini memiliki kekurangan seperti tidak dapat menggambarkan perkembangan penyakit
secara akurat, tidak
valid untuk meramalkan suatu kecenderungan, kesimpulan korelasi faktor risiko dengan faktor efek paling lemah dan hubungan sebab akibat tidak tergambar dengan jelas. Instrumen penelitian yang digunakan pada variabel tingkat konsumsi lemak sebatas pertanyaan frekuensi makan tanpa mengukur seberapa banyak jumlah lemak yang dikonsumsi individu per hari. Sehingga tidak dapat mengukur jumlah dan kadar lemak yang dikonsumsi per hari, karena dengan
99
mengetahui konsumsi lemak individu perhari terutama konsumsi lemak ≥ 40 gram per hari dapat memberikan risiko kejadian DM tipe 2. Bias pada penelitian seperti pada variabel aktivitas fisik, dimana pertanyaan pada kuesioner aktivitas fisik adalah recall/mengingat kembali aktivitas fisik yang dilakukan seseorang sehingga terkadang orang sulit mengingat kembali aktivitas fisik yang dilakukan selama seminggu dan dilakukan terus menerus selama 10 menit atau lebih dalam setiap kali kegiatan, bisa saja responden menjawab dengan mengira-ngira sehingga hasil yang di dapatkan tidak valid dan diperlukan kesabaran bagi peneliti dalam menunggu setiap kali jawaban dari responden, dengan sampel yang besar pada penelitian ini memiliki bias yang sangat besar pula. Telah dijelaskan diatas berbagai keterbatasan pada penelitian ini, tetapi penelitian ini memiliki beberapa kelebihan yaitu pada penelitian ini adalah penelitian survei pada populasi yang besar dan sampel yang besar, dengan sampel yang besar lebih bisa menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya dan juga pada penelitian ini adalah penelitian biomedis dengan pengambilan spesimen darah untuk pemeriksaan diabetes melitus, dengan dilakukannya pemeriksaan darah bisa dipastikan secara jelas apakah responden menderita diabetes melitus atau tidak dan pada penelitian ini orang yang tidak menyadari bahwa dirinya telah menderita diabetes bisa dipastikan dengan pemeriksaan sampel darah yang dilakukan.
100
B. Analisis Univariat 1. Gambaran Penyakit DM Daerah Perkotaan di Indonesia Diabetes Melitus atau disingkat Diabetes adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan atau resistensi insulin. 8 Menurut Depkes (2007) Diabetes melitus adalah Penyakit dengan kadar gula darah yang melebihi normal dan menunjukan gejala cepat lapar, cepat haus, sering buang air kecil terutama di malam hari. 1 DM dapat menimbulkan komplikasi hampir pada seluruh sistem tubuh manusia, mulai dari kulit sampai jantung. Bentuk-bentuk komplikasi tersebut yaitu komplikasi pada sistem kardiovaskuler seperti hipertensi, infark miokard, dan insufiensi koroner, komplikasi pada mata seperti retinopati diabetika dan katarak, komplikasi pada saraf seperti neropati diabetika, komplikasi pada paru-paru seperti TBC, komplikasi pada ginjal seperti pielonefritis dan glomeruloskelrosis, komplikasi pada hati seperti sirosis hepatitis dan komplikasi pada kulit seperti gangren, ulkus dan furunkel.8 Berdasarkan hasil penelitian jumlah penyakit diabetes melitus di Indonesia tahun 2007 khususnya daerah perkotaan adalah sebanyak 792 orang dengan persentase 4,5%, dan jumlah orang yang tidak menderita diabetes melitus sebanyak 16.849 orang dengan persentase 95,5%. Jika
101
dibandingkan dengan prevalensi kasus diabetes melitus tahun 2004, kasus diabetes melitus daerah perkotaan tahun 2007 jauh lebih tinggi. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mohan dkk tahun 2008, dalam penelitiannya mengenai Urban Rural Differences in Prevalence of Self-Reported Diabetes in India—The Who–ICMR Indian NCD Risk Factor Surveillance di wilayah utara, selatan, timur dan barat India, mengatakan bahwa kasus diabetes tertinggi ditemukan di daerah perkotaan yaitu sebesar 7,3% dan terendah di daerah pedesaan sebesar 3,1%.5 Menurut Aditama tahun 2010 Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan yang dikutip dari Menteri Kesehatan, bahwa makin lama akan semakin banyak masyarakat tinggal di perkotaan. Hal itu akan berpengaruh pada status kesehatan masyarakat, khususnya masalah polusi dan limbah, juga pada ketersediaan air minum. Jika polusi makin tinggi, maka berbagai penyakit menular dan tidak menular akan mudah timbul. Dibandingkan dengan masyarakat pedesaan, penyebab utama kematian pada masyarakat perkotaan banyak disebabkan oleh penyakit tidak menular (degeneratif) salah satunya adalah penyakit diabetes melitus. Faktor risiko yang mempermudah seseorang terkena diabetes melitus antara lain keturunan, stres kronis, usia di atas 40 tahun, obesitas, hipertensi, perilaku (kebiasaan) merokok dan minum alkohol, pola
102
aktivitas fisik yang cenderung jauh dari olahraga, pola makan yang tinggi lemak dan rendah serat.6, 7
C. Analisis Bivariat 1. Anilisis Hubungan Umur dengan Penyakit DM Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang
secara
drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun pada mereka yang berat badannya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka lagi terhadap.9 Berdasarkan
hasil
penelitian
rata-rata
umur
penduduk
yang
mengalami diabetes melitus (DM) adalah 59,30 (60 tahun) tahun dan ratarata penduduk yang tidak mengalami diabetes melitus (DM) adalah 49,61 tahun (50 tahun). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,021 artinya pada α 5% ada hubungan signifikan antara umur dengan penyakit diabetes melitus. Kemudian berdasarkan analisis uji multivariat di dapatkan bahwa umur mempengaruhi kejadian diabetes melitus setelah dikontrol oleh variabel pekerjaan, obesitas, hipertensi, konsumsi alkohol dan konsumsi kafein dengan OR keempat terbesar setelah obesitas, pekerjaan dan hipertensi. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Harding et al (2003) bahwa umur mempunyai hubungan yang signifikan dengan
103
kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 0. 84 kali.18 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lely S dan Indrawati T dalam Media Litbang Kesehatan (2004) menyebutkan bahwa penderita diabetes tertinggi pada usia 61-65 tahun yaitu sebesar 32.5% dan terendah pada usia kurang dari 40 tahun yaitu sebesar 4%. Menurut Waspadji tahun 2008 dibandingkan dengan usia yang lebih muda, usia lanjut mengalami peningkatan produksi insulin glukosa dari hati (hepatic glucose production), cenderung mengalami resistensi insulin, dan gangguan sekresi insulin akibat penuaan dan apoptosis sel beta pankreas. Bagi usia lanjut dengan indeks massa tubuh normal, gangguan lebih banyak pada sekresi insulin di sel beta pankreas, sementara pada usia lanjut dengan obesitas, gangguan lebih banyak pada resistensi insulin di jaringan perifer seperti sel otot, sel hati, dan sel lemak (adiposit). 16 Sebagai usaha untuk mengurangi kejadian diabetes melitus di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan penyebaran informasi kesehatan terkait penyakit degeneratif khususnya diabetes melitus melalui penyuluhan kesekolah-sekolah, media cetak dan elektronik seperti di majalah, koran, televisi (TV) dan internet sedini mungkin, penyebaran informsi difokuskan pada usia remaja atau dewasa.
104
2. Analisis Hubungan Jenis Kelamin dengan Penyakit DM Baik pria maupun wanita memiliki risiko yang sama besar untuk mengidap diabetes sampai usia dewasa awal. Setealah usia 30 tahun, wanita memiliki risiko yang lebih tinggi dibanding pria.21 Berdasarkan hasil penelitian diabetes pada perempuan sebesar 5,1% dan pada laki-laki sebesar 3,7%. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,000 artinya pada α 5% ada hubungan signifikan antara jenis kelamin dengan penyakit diabetes melitus, jenis kelamin perempuan memiliki memiliki kecenderungan 1,39 kali untuk mengalami kejadian diabetes melitus dibanding jenis kelamin laki-laki. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Harding et al (2003) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin perempuan dengan penyakit diabetes melitus tipe 2 dengan risiko kecenderungan 0. 87 kali untuk terkena diabetes melitus tipe 2.18 Adanya hubungan antara jenis kelamin dengan penyakit diabetes melitus, dan cenderung perempuan lebih berisiko dibanding laki-laki adalah karena pada perempuan banyak mengalami obesitas seperti pada penelitian RISKESDAS 2007 bahwa obesitas pada perempuan sebesar (23,8%) lebih tinggi dibanding laki-laki sebesar (13,9%). Seperti halnya yang dikatakan oleh Damayanti bahwa wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual
105
syndrome), pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita diabetes melitus tipe 2. 20 Namun, ketika jenis kelamin masuk kedalam model multivariat, hasil uji tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel jenis kelamin dengan diabetes melitus. Hal ini dikarenakan adanya interaksi antara variabel independen dalam uji multivariat. Dengan demikian pengaruh variabel jenis kelamin tertutupi oleh variabel lainnya yaitu variabel umur, pekerjaan, obesitas, hipertensi, konsumsi alkohol, dan konsumsi kafein. Sebagai usaha untuk mengurangi kejadian diabetes melitus pada perempuan di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan penyebaran informasi kesehatan terkait dengan penyakit diabetes melitus melalui penyuluhan kesekolah-sekolah, media cetak dan elektronik seperti di majalah, koran, televisi (TV) sedini mungkin, penyebaran informasi difokuskan pada perempuan.
3. Analisis Hubungan Pendidikan dengan Penyakit DM Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempattempat pelayanan kesehatan semakin diperhitungkan.15 Dengan pendidikan yang tinggi biasanya seseorang memiliki banyak pengetahuan tentang
106
kesehatan. Oleh karena itu seseorang diharapkan dapat berprilaku sehat seperti mencegah dirinya dari suatu penyakit seperti diabetes melitus. Berdasarkan hasil penelitian, diabetes melitus pada penduduk yang berpendidikan
rendah
sebesar
4,5%
dan
pada
penduduk
yang
berpendidikan tinggi sebesar 4,0%. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,291 artinya pada α 5% tidak ada hubungan signifikan antara pendidikan dengan penyakit diabetes melitus. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Adi, dkk (1994) bahwa orang yang memiliki pendidikan tinggi mempunyai hubungan yang signifikan untuk tidak mengalami kejadian diabetes melitus dibanding orang yang berpendidikan rendah. Hal ini disebabkan karena orang yang berpendidikan tinggi lebih mengetahui faktor-faktor risiko diabetes sehingga dapat berjaga-jaga untuk tidak terkena diabetes melitus. 19 Walaupun secara statistik pendidikan tidak berhubungan dengan penyakit diabetes melitus, tetapi diabetes melitus paling tinggi dialami oleh orang yang tidak tamat SD (7,1%) hal ini kemungkinan disebabkan orang yang tidak tamat SD adalah orang yang berpendidikan rendah memiliki pengetahuan yang rendah pula, termasuk pengetahuan tentang kesehatan sehingga mempengaruhi prilaku hidup sehatnya. Seperti halnya yang dikatakan oleh Berg tahun 1986 tingkat pengetahuan seseorang sangat berpengaruh pada perilaku dan sikap dalam memilih jenis makanan
107
dan selanjutnya
akan
berpengaruh terhadap
keadaan gizi
yang
bersangkutan. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin tinggi tingkat pengetahuan gizi dan kesehatannya yang dapat berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan yang akan dikonsumsi. 42
4. Analisis Hubungan Pekerjaan dengan Penyakit DM Menurut Almatsier aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya,26 dan menurut Tandra Aktivitas fisik adalah semua gerakan tubuh yang membakar kalori, misalnya menyapu, naik turun tangga, menyetrika, berkebun, dan berolahraga tentunya. Olahraga aerobik yang mengikuti serangkaian gerak berurutan akan menguatkan dan mengembangkan otot dan semua bagian tubuh. Termasuk didalamnya adalah jalan, berenang, bersepeda, jogging, atau senam. Semua aktivitas dan olahraga berguna untuk kesehatan Anda. 7 Berdasarkan hasil penelitian, diabetes melitus pada penduduk yang tidak bekerja sebesar
5,7% sedangkan pada penduduk yang bekerja
sebesar 4,4%. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,009 artinya pada α 5% ada hubungan signifikan antara pekerjaan dengan penyakit diabetes melitus, orang yang tidak bekerja memiliki kecenderungan 1,39 kali untuk mengalami kejadian diabetes melitus dibanding orang yang bekerja. Kemudian berdasarkan analisis uji multivariat di dapatkan bahwa pekerjaan mempengaruhi kejadian diabetes
108
melitus setelah dikontrol oleh variabel umur, obesitas, hipertensi, konsumsi alkohol dan konsumsi kafein dengan OR kedua terbesar setelah obesitas. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nyenwe dkk tahun 2003) di Port Harcourt Nigeria bahwa pekerjaan memiliki hubungan dengan penyakit diabetes melitus dan mendapatkan 44,2% orang yang pekerjaannya berat menderita diabetes melitus dan 55,8% orang yang pekerjaannya ringan menderita diabetes melitus. Tetapi penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yusmayanti tahun 2008 bahwa tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan kejadian diabetes melitus.20 Diasumsikan bahwa orang yang tidak bekerja memiliki gaya hidup yang kurang aktif dan setelah dianalisi ternyata orang yang tidak bekerja mengalami kurang aktivitas fisik sebesar 55%. Beberapa penelitian dewasa ini telah menunjukkan bahwa orang yang memiliki gaya hidup kurang aktif lebih mungkin terkena diabetes dibandingkan mereka yang hidupnya aktif. Diyakini bahwa olahraga dan akitivitas fisik meningkatkan pengaruh insulin atas sel-sel.21
109
5. Analisis Hubungan Obesitas dengan Penyakit DM Kegemukan dapat menyebabkan insulin yang beredar di dalam darah menjadi tidak efektif. Insulin yang ada tidak dapat lagi menghantar seluruh glukosa darah masuk ke dalam sel. Adanya resistensi insulin menyebabkan kelenjar pankreas terpacu untuk menghasilkan lebih banyak lagi insulin, dengan maksud menurunkan kadar glukosa darah. Akibatnya, kadar insulin di dalam darah menjadi berlebihan. Keadaan ini disebut hiperinsulinemia, dan ini berbahaya. Dengan mengukur kadar insulin darah dalam keadaan puasa, maka kadar yang melebihi 30 mU/ml atau lebih 20 mU/ml menunjukkan adanya hiperinsulinemia. Keadaan hiperinsulinemia akan menimbulkan penyakit diabetes melitus. 11 Berdasarkan hasil penelitian, diabetes melitus pada penduduk yang obesitas sebesar 7,7% sedangkan pada penduduk yang normal atau tidak obesitas sebesar 3,4%. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,000 artinya pada α 5% ada hubungan signifikan antara penduduk yang obesitas dan penduduk yang normal atau tidak obesitas dengan penyakit diabetes melitus. Penduduk yang obesitas memiliki kecederungan 2,38 kali untuk mengalami penyakit diabetes melitus dibanding penduduk yang normal atau tidak obesitas. Kemudian berdasarkan analisis uji multivariat di dapatkan bahwa obesitas mempengaruhi kejadian diabetes melitus setelah dikontrol oleh variabel umur, pekerjaan, hipertensi, konsumsi alkohol dan konsumsi kafein
110
dengan OR terbesar diantara variabel lainnya. Dengan demikian obesitas adalah variabel yang paling dominan mempengaruhi kejadian diabetes melitus di daerah perkotaan. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Benner dkk tahun 2008 pada populasi orang dewasa di Qatar menyatakan bahwa mempunyai hubungan yang signifikan antara obesitas dengan kejadian diabetes melitus.17 Adannya hubungan antara obesitas dengan penyakit diabetes melitus adalah karena orang yang kegemukan (obesitas) memiliki sel-sel lemak yang lebih besar pada tubuh mereka. Diyakini bahwa sel-sel lemak yang lebih besar tidak merespon insulin dengan baik. 21 Prevalensi obesitas (kegemukan) untuk daerah perkotaan adalah sebesar 23,8% melebihi angka prevalensi nasional sebesar 19,1%,4 tingginya obesitas di daerah perkotaan disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat seperti kurang aktivitas fisik, pola konsumsi dan gaya hidup yang tidak sehat sebagaimana yang dikatakan oleh Ramaiah tahun 2008 bahwa gaya hidup yang minim gerak pada masyarakat perkotaan dan pasokan energi yang berlebihan meningkatkan risiko terkena diabetes melitus yang tidak tergantung pada insulin. 21 Sebagai usaha untuk mengurangi kejadian obesitas di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan membuat program jumat sehat, dengan menggerakkan warga kota/kabupaten untuk melakukan olahraga setiap
111
hari jumat. Dengan harapan dapat menurunkan kejadian obesitas di daerah perkotaan.
6. Analisis Hubungan Aktivitas Fisik dengan Penyakit DM Latihan jasmani pada diabetesi akan menimbulkan perubahan metabolik, yang dipengaruhi selain oleh lama, berat latihan dan tingkat kebugaran, juga oleh kadar insulin plasma, kadar glukosa darah, kadar benda keton dan imbangan cairan tubuh. Pada diabetisi dengan gula darah tak terkontrol, latihan jasmani akan menyebabkan terjadi peningkatan kadar glukosa darah dan benda keton yang dapat berakibat fatal. 10 Keuntungan latihan jasmani dapat memberikan kesegaran tubuh, glukosa darah lebih terkontrol, mengurangi kebutuhan obat atau insulin, mencegah terjadinya DM dini, menurunkan tekanan darah tinggi, mengurangi resistensi insulin pada orang yang kegemukan, dan memperbaiki profil lemak darah yang terganggu.11 Berdasarkan hasil penelitian, diabetes melitus pada penduduk yang kurang aktivitas fisik
sebesar
4,7% sedangkan pada penduduk yang
cukup aktivitas fisik sebesar 4,3%. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitas sebesar 0,218 artinya pada α 5% tidak hubungan signifikan antara aktivitas fisik dengan penyakit diabetes melitus. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Harding et al tahun 2003 bahwa aktivitas fisik mempunyai hubungan yang
112
signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 0. 89 kali. 18 Tidak ada hubungan antara variabel aktivitas fisik dengan diabetes melitus dimungkinkan terjadi bias penelitian dimana pertanyaan pada kuesioner aktivitas fisik adalah recall/mengingat kembali aktivitas fisik yang dilakukan seseorang sehingga terkadang orang sulit mengingat kembali aktivitas fisik yang dilakukan selama seminggu dan dilakukan terus menerus selama 10 menit atau lebih dalam setiap kali kegiatan, bisa saja responden menjawab dengan mengira-ngira sehingga hasil yang di dapatkan tidak valid dan diperlukan kesabaran bagi peneliti dalam menunggu setiap kali jawaban dari responden, dengan sampel yang besar pada penelitian ini memiliki bias yang sangat besar pula. Walaupun secara statistik aktivitas fisik tidak berhubungan dengan penyakit diabetes melitus, tetapi setelah dianalisis aktivitas fisik berhubungan dengan obesitas, obesitas merupakan faktor langsung yang dapat mempengaruhi kejadian diabetes melitus seseorang, orang yang obesitas memiliki distribusi lemak yang berlebih di dalam tubuhnya seperti yang dikatakan oleh Ramaiah tahun 2008 orang yang memiliki lemak berlebihan pada batang tubuh, terutama bagian perut lebih memungkinkan terkena diabetes yang tidak tergantung pada insulin. Ini karena lemak pada organ-organ perut tampaknya lebih mudah diolah untuk memperoleh energi. Ketika lemak diolah untuk memperoleh energi, kadar asam lemak
113
di dalam darah meningkatkan resistensi terhadap insulin melalui aksinya terhadap hati dan otot-otot tubuh. 21
7. Analisis Hubungan Hipertensi dengan Penyakit DM Menurut
Sandeep tahun 2009
menyatakan bahwa hipertensi
merupakan komorbiditas penting dalam diabetes, hipertensi dapat menjadi penyulit maupun sebagai faktor prediksi diabetes. Hal ini disebabkan perannya yang sangat penting dalam proses perkembangan sindrom metabolik. Chuang dkk tahun 2004 menyebutkan bahwa hipertensi sebagai bagian dari sindrom metabolik merupakan faktor risiko penting bagi penyakit diabetes melitus tipe 2.16 Berdasarkan analisis penelitian diketahui diabetes melitus pada penduduk yang mengalami hipertensi sebanyak 168 orang (5,2%), dan penduduk yang tidak mengalami hipertensi sebanyak 624 orang (4,3%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,026 artinya pada α 5% ada hubungan signifikan antara hipertensi dengan penyakit diabetes melitus. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 1,2 artinya penduduk yang mengalami hipertensi memiliki kecenderungan 1,2 kali untuk mengalami penyakit diabetes melitus dibanding penduduk yang tidak hipertensi. Kemudian berdasarkan analisis uji multivariat di dapatkan bahwa hipertensi mempengaruhi kejadian diabetes melitus setelah dikontrol oleh variabel umur, pekerjaan, obesitas, konsumsi
114
alkohol dan konsumsi kafein dengan OR terbesar ketiga setelah variabel obesitas, dan pekerjaan. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bener dkk pada tahun 2008 kepada populasi orang dewasa di Qatar menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan kejadian diabetes melitus.17 Sebagai usaha untuk mengurangi kejadian hipetensi di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan mempromosikan gaya hidup sehat seperti menghindari stress, rokok, diet tinggi garam, konsumsi kopi yang berlebih, dan kejadian obesitas.
8. Analisis Hubungan Konsumsi Lemak dengan Penyakit DM Konsusmsi saturated fat yang tinggi menyebabkan timbulnya resistensi insulin dan dislipidemia. Saturated fat
dapat menyebabkan
resistensi insulin karena perubahan komposisi phospholipid dalam membran sel, perubahan sinyal insulin dapat menghambat sintesis glikogen, atau mekanisme lainnya.30 Orang yang memiliki lemak berlebihan pada batang tubuh, terutama bagian perut lebih memungkinkan terkena diabetes yang tidak tergantung pada insulin. Ini karena lemak pada organ-organ perut tampaknya lebih mudah diolah untuk memperoleh energi. Ketika lemak diolah untuk memperoleh energi, kadar asam lemak di dalam darah meningkatkan resistensi terhadap insulin melalui aksinya terhadap hati dan otot-otot tubuh.21
115
Berdasarakan hasil penelitian, diabetes melitus pada penduduk yang sering mengkonsumsi lemak sebesar 4,6%, penuduk yang jarang mengkonsumsi lemak sebesar 4,1% dan penduduk yang tidak pernah mengkonsumsi lemak sebesar 5,1%. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,014 artinya pada α 5% ada hubungan signifikan antara konsumsi lemak dengan penyakit diabetes melitus. Penduduk yang sering mengkonsumsi lemak memiliki kecenderungan 0,91 kali untuk mengalami penyakit diabetes melitus dibanding penduduk yang jarang dan tidak pernah mengkonsumsi lemak. Variabel konsumsi lemak memiliki OR yang rendah yaitu kurang dari nilai satu artinya variabel konsumsi lemak merupakan faktor pencegah dari kejadian diabetes melitus hal ini disebabkan data pada variabel konsumsi lemak yang homogen terlihat dari persentase penduduk yang konsumsi lemak hanya 16,1% dan penduduk yang jarang serta tidak pernah mengkonsumsi lemak 83,4%, data yang homogen dapat mempengaruhi hasil analisis penelitian. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bener dkk tahun 2008 kepada populasi orang dewasa di Qatar menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara trigliserida dan HDL dengan kejadian diabetes melitus. Sama halnya penelitian yang dilakukan Rahajeng tahun 2004 bahwa mengkonsumsi lemak ≥ 40 gr per hari mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 4,43 kali. 17
116
Menurut tipe daerah pada Riskesdas 2007 prevalensi penduduk yang mengkonsumsi makanan berlemak lebih tinggi di daerah perkotaan (14,8%) dibanding daerah pedesaan (11,7%). Hal ini dimungkin karena di kota besar banyak ditemukan tempat-tempat penjual makanan siap saji (fast food) yang tinggi lemak dan miskin serat dan konsumen banyak yang memilih menu fast food, karena keterbatasan waktu maupun fasilitas untuk menyiapkan makanannya sendiri. Selain itu pada kalangan tertentu mengkonsumsi fast food juga menjadi bagian dari gaya hidup. Namun, ketika konsumsi lemak masuk kedalam model multivariat, hasil uji tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel konsumsi lemak dengan diabetes melitus. Hal ini dikarenakan adanya interaksi antara variabel independen dalam uji multivariat. Dengan demikian pengaruh variabel konsumsi lemak tertutupi oleh variabel lainnya yaitu variabel umur, pekerjaan, obesitas, hipertensi, konsumsi alkohol, dan konsumsi kafein. Sebagai usaha untuk mengurangi konsumsi lemak yang tinggi di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan mempromosikan gaya hidup sehat dengan menghindari konsumsi makanan siap saji (fast food) dan junk food yang tinggi lemak dan miskin serat. Kemudian bekerja sama dengan lintas sektoral dalam izin mendirikan tempat-tempat penjual makanan siap saji (fast food) dan junk food demi mengurangi menjamurnya tempattempat penjualan fast food dan junk food dengan harapan hal tersebut
117
dapat menurunkan konsumsi lemak yang tinggi pada penduduk di daerah perkotaan.
9. Analisis Hubungan Merokok dengan Penyakit DM Menurut Tsiara kebiasaan merokok secara mekanisme biologi dapat meningkatkan radikal bebas dalam tubuh yang menyebabkan kerusakan fungsi sel endotel dan merusak sel beta di pankreas. 16 Telah diketahui bahwa hormone insulin diproduksi oleh sel beta di pulai Langerhans (islets of Langerhans) dalam pankreas, jika terjadi kerusakan pada pankreas maka akan mempengaruhi produksi insulin yang akan menghambat jalan masuk glukosa kedalam sel dan akhirnya akan menimbulkan kadar glukosa yang meningkat dalam darah dan menyebabkan terjadinya diabetes melitus. 28 Berdasarkan hasil penelitian, diabetes melitus pada penduduk yang perokok berat sebesar 5,4%, pada penduduk yang perokok sedang sebesar 3,5%, penduduk yang perokok ringan sebesar 3,6% dan pada penduduk yang tidak pernah merokok sebesar 4,8%. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,003 artinya pada α 5% ada hubungan siginifikan antara perokok dengan penyakit diabetes melitus. Penduduk yang perokok berat memiliki kecenderungan 0,89 kali untuk mengalami penyakit diabetes melitus dibanding penduduk yang perokok sedang, ringan dan tidak pernah merokok. Variabel merokok memiliki OR yang rendah yaitu kurang dari nilai satu artinya variabel merokok
118
merupakan faktor pencegah dari kejadian diabetes melitus hal ini disebabkan data pada variabel merokok yang homogen terlihat dari persentase perokok hanya 2,8% dan perokok sedang, ringan dan tidak pernah merokok 97,2%, data yang homogen dapat mempengaruhi hasil analisis penelitian. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bener dkk tahun 2008 bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan kejadian diabetes melitus, dan penelitian yang dilakukan oleh Harding et al tahun 2003 menyatakan bahwa merokok mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 0. 89 kali.18 Namun, ketika merokok masuk kedalam model multivariat, hasil uji tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel merokok dengan diabetes melitus. Hal ini dikarenakan adanya interaksi antara variabel independen dalam uji multivariat. Dengan demikian pengaruh variabel merokok tertutupi oleh variabel lainnya yaitu variabel umur, pekerjaan, obesitas, hipertensi, konsumsi alkohol, dan konsumsi kafein. Sebagai usaha untuk mengurangi jumlah perokok di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan penyuluhan dan promosi kesehatan mengenai bahaya dan dampak yang ditimbulkan dari rokok. Dengan harapan hal tersebut dapat menurunkan jumlah perokok di daerah perkotaan.
119
10. Analisis Hubungan Konsumsi Alkohol dengan Penyakit DM Alkohol mengandung banyak karbohidrat dan kalori. Pengaturan glukosa darah menjadi labih sulit apabila mengkonsumsi alkohol. Pecandu alkohol yang berhenti minum bisa mengalami hipoglikemia. 7 Berdasarkan hasil penelitian, diabetes melitus pada penduduk yang mengkonsumsi alkohol sebesar
1,9% sedangkan penduduk yang tidak mengkonsumsi
alkohol sebesar 4,6%. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,005 artinya pada α 5% ada hubungan signifikan antara konsumsi alkohol dengan penyakit diabetes melitus. Penduduk yang mengkonsumsi alkohol memiliki kecenderungan 0,40 kali untuk mengalami penyakit diabetes melitus dibanding penduduk yang tidak mengkonsumsi alkohol. Kemudian berdasarkan analisis uji multivariat di dapatkan bahwa konsumsi alkohol mempengaruhi kejadian diabetes melitus setelah dikontrol oleh variabel umur, pekerjaan, obesitas, dan konsumsi kafein dengan OR terendah dari variabel lainnya. Dengan demikian variabel konsumsi alkohol merupakan variabel yang paling rendah mempengaruhi kejadian diabetes melitus dibanding dengan variabel obesitas, pekerjaan, hipertensi, umur dan konsumsi kafein. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Harding et al tahun 2003 bahwa konsumsi alkohol
mempunyai hubungan yang
signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 0. 88 kali.18 Menurut Suyanto alkohol dapat menghambat
120
proses oksidasi lemak dalam tubuh,
yang
menyebabkan proses
pembakaran kalori dari lemak dan gula terhambat dan akhirnya berat badan akan bertambah.20 Telah dijelaskan diatas bahwa berat badan yang berlebih merupakan faktor pencetus diabetes melitus. Sebagai usaha untuk mengurangi konsumsi alkohol pada penduduk di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan penyuluhan dan promosi kesehatan mengenai bahaya dan dampak yang ditimbulkan dari konsumsi alkohol. Dengan harapan hal tersebut dapat menurunkan jumlah penduduk yang mengkonsumsi alkohol di daerah perkotaan.
11. Analisis Hubungan Konsumsi Kafein dengan Penyakit DM Kafein merupakan stimulan ringan, termasuk zat psikoaktif yang paling banyak digunakan di dunia. Kafein terdapat di dalam kopi, teh, minuman ringan, kokoa, cokelat, serta berbagai resep dan obat-obat yang dijual bebas. Kafein meningkatkan sekresi norepinefrin dan meningkatkan aktifitas syaraf pada berbagai area di otak. Kafein diabsorbsi dari traktus digestivus, dan segera didistribusikan ke seluruh jaringan kafein mempunyai efek antagonis kompetitif terhadap reseptor adenosin. Adenosin merupakan neuromodulator yang mempengaruhi sejumlah fungsi pada susunan syaraf pusat.33 Kafein diduga dapat meningkatkan kadar gula darah, sehingga perlu diwaspadai untuk para penderita diabetes melitus (kencing manis).
121
Berdasarkan hasil penelitian diabetes melitus pada penduduk yang sering mengkonsumsi kafein sebesar 3,7%, pada penduduk yang jarang mengkonsumsi kafein sebesar 4,1% dan pada penduduk yang tidak pernah mengkonsumsi kafein sebesar 5,1%. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,000 artinya pada α 5% ada hubungan signifikan antara konsumsi kafein dengan penyakit diabetes melitus. Penduduk yang sering mengkonsumsi kafein memiliki kecenderungan 0,84 kali untuk mengalami penyakit diabetes melitus dibanding penduduk jarang dan tidak pernah mengkonsumsi kafein. Kemudian berdasarkan analisis uji multivariat di dapatkan bahwa konsumsi kafein mempengaruhi kejadian diabetes melitus setelah dikontrol oleh variabel umur, pekerjaan, obesitas, hipertensi dan konsumsi alkohol dengan OR terbesar kelima setelah variabel obesitas, pekerjaan, hipertensi dan umur. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahajeng tahun 2004 bahwa ada hubungan antara konsumsi kopi dengan penyakit diabetes melitus, ditemukan bahwa mengkonsumsi kopi tinggi (240-359,9 mg kafein per hari), memberikan risiko kejadian DM tipe 2 sebesar 2, 31 kali, dan konsumsi kopi sangan tinggi (360 mg kafein lebih perhari) memberikan risiko kejadian sebesar 2, 92 kali dibanding konsumsi kopi rendah (< 184,6 mg kafein per hari).25 Menurut Goodman dan Gilman‟s tahun 1996 dari beberapa penelitian fisiologi diketahui bahwa, konsumsi kafein dengan konsentrasi yang tinggi
122
(4 sampai 8 mg per kg berat badan) diketahui mempunyai efek meningkatkan FFA (free fatty acid) dalam plasma darah, merangsang lipolisis, meningkatkan konsentrasi serum gliserol, dan mengganggu pengambilan dan penyimpanan Ca++ oleh sarcoplasmic reticulum pada otot lurik.25 Boden dan Chen tahun 2000 mengatakan bahwa peningkatan FFA dalam plasma diketahui merupakan penyebab resistensi insulin, karena penguraian jaringan adiposa atau penyerapan lemak yang tinggi akan melemahkan stimulasi insulin pada otot rangka dan liver, yang pada akhirnya akan menyebabkan gangguan sensitivitas insulin. Peningkatan FFA dalam plasma juga dapat menyebabkan perubahan pada cairan membran sel dan struktur membran sel, sehingga reseptor insulin mengalami perlekatan dengan lemak bilayer dan plasma membran, yang pada akhirnya akan mengganggu jalan masuk reseptor insulin, pengikatan insulin pada sel dan reaksi insulin.25 Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tjekyan tahun 2007 dalam jurnal Makara Kesehatan mengenai ―Risiko Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalangan Peminum Kopi di Kotamadya Palembang Tahun 206-2007‖, bahwa terdapat hubungan penurunan risiko kejadian DM Tipe 2 pada kelompok peminum kopi dengan OR 0,75 artinya kebiasan minum kopi merupakan faktor protektif sebesar 0.75 kali terhadap kejadian DM Tipe 2. Frekuensi, kekentalan
123
kopi, jenis kopi, lamanya minum kopi yang tinggi merupakan faktor protektif terhadap DM tipe 2.33 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ärnlöv7 tahun 2004 dalam Tjekyan (2007) tentang konsumsi kopi pada orang sehat yang tidak menderita diabetes ternyata memperlihatkan hasil yang sebaliknya. Ärnlöv7 menemukan bahwa konsumsi kopi dan teh dapat meningkatkan sensitivitas (kepekaan) terhadap insulin. 33 Sebagai usaha untuk mengurangi konsumsi kafein pada penduduk di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan mempromosikan kesehatan mengenai bahaya dan dampak dari konsumsi kafein yang berlebih.
12. Analisis Hubungan Konsumsi Buah dan Sayur dengan Penyakit DM Menurut Almatsier (2006) asupan serat yang dianjurkan untuk penderita diabetes melitus adalah 25 g/hari dengan mengutamakan serat larut air yang terdapat di dalam sayur dan buah. Serat larut air yaitu pektin, gum, dan mukilase yang banyak terdapat dalam havermout, kacangkacangan, sayur dan buah-buahan. Serat larut air dapat mengikat asam empedu sehingga dapat menurunkan absorbsi lemak dan kolesterol darah.26 Menurut Ali Khomsan, cara menakar 20-30 gram serat adalah jika seseorang makan sayur dan buah lima porsi (sayur 3 porsi dan buah 2 porsi, atau sebaliknya), kemudian makan nasi cukup tiga kali sehari,
124
makan kacang-kacangan, tahu, tempe, maka itu bisa mencukupi kebutuhan serat. Jadi, untuk memenuhi kebutuhan serat tidak hanya tercukupi dengan mengkonsumsi buah dan sayur saja tetapi juga harus dikombinasikan dengan makanan yang lain. Serat yang terbaik adalah serat yang terdapat dalam agar-agar karena dalam 100 gram agar-agar terdapat 81,29% serat atau 81,29 gram serat di dalamnya.52 Berdasarkan hasil analisis penelitian diketahui diabetes melitus pada penduduk yang sering kurang konsumsi buah dan sayur yang menderita diabetes melitus sebesar
4,5% sedangkan pada penduduk yang cukup
konsumsi buah dan sayur sebesar 6%. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai probabilitasnya sebesar 0,116 artinya pada α 5% tidak ada hubungan siginifikan antara konsumsi buah dan sayur dengan penyakit diabetes melitus. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahajeng (2004) bahwa mengkonsumsi serat ≥ 25 gr per hari mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 dan dapat mencegah kejadian DM tipe 2 sebesar 0,29- 0,42 kali. 25 Adapun Tidak ada hubungan antara variabel konsumsi buah dan sayur dengan kejadian diabetes melitus dimungkinkan karena pada instrumen kartu peraga yang digunakan adalah kombinasi dari jenis buah dan sayur yang tergolong serat larut air dan tidak larut air, padahal menurut Almatsier (2006) anjuran serat bagi penderita diabetes adalah serat larut
125
air. Dimungkinkan pada penelitian ini terjadi bias penelitian dimana pertanyaan
pada
kuesioner
konsumsi
buah
dan
sayur
adalah
recall/mengingat kembali konsumsi buah dan sayur yang dikonsumsi selama satu minggu beserta ukuran porsi perhari, bisa saja pada penelitian ini responden menjawab dengan mengira-ngira sehingga hasil yang di dapatkan tidak valid dan diperlukan kesabaran bagi peneliti dalam menunggu setiap kali jawaban dari responden, dengan sampel yang besar pada penelitian ini memiliki bias yang sangat besar pula. 26 Sebenarnya kebutuhan serat individu tidak dapat tercukupi dengan mengkonsumsi buah dan sayur saja seperti yang dikatakan oleh Khomsan yang dikutip dari majalah Ummi Online Edisi 6 tahun 2010 bahwa konsumsi buah dan sayur 5 porsi dan kemudian makan nasi cukup tiga kali sehari, makan kacang-kacangan, tahu, tempe, maka itu bisa mencukupi kebutuhan serat. 52 Walaupun secara statistik konsumsi buah dan sayur tidak berhubungan dengan penyakit diabetes melitus, tetapi setelah dilakukan analisis konsumsi buah dan sayur terhadap obesitas keduanya memiliki hubungan yang signifikan. Menurut Almatsier (2006) bahwa buah dan sayur banyak mengandung serat yang berguna untuk menurunkan absorbsi lemak dan kolesterol darah. Pada umumnya, makanana serat tinggi mengandung energi rendah, dengan demikan dapat membantu menurunkan berat badan. Serat makanan adalah polisakarida nonpati yang terdapat dalam semua
126
makanan nabati. Serat tidak dapat dicerna oleh enzim cerna tapi berpengaruh baik untuk kesehatan.26
127
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN 1. Diketahui terdapat 792 orang (4,5%) yang mengalami diabetes melitus dan 16.849 orang (95,5%) yang tidak mengalami diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. 2. Diketahui ada hubungan yang bermakna antara umur dengan penyakit diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. 3. Diketahui ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan penyakit diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. 4. Diketahui tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan penyakit diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. 5. Diketahui ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan penyakit diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. 6. Diketahui ada hubungan yang bermakna antara obesitas dengan penyakit diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. 7. Diketahui tidak ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan penyakit diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007.
128
8. Diketahui ada hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan penyakit diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. 9. Diketahui ada hubungan yang bermakna antara konsumsi lemak dengan penyakit diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. 10. Diketahui ada hubungan yang bermakna antara merokok dengan penyakit diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. 11. Diketahui ada hubungan yang bermakna antara konsumsi alkohol dengan penyakit diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. 12. Diketahui ada hubungan yang bermakna antara konsumsi kafein dengan penyakit diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. 13. Diketahui tidak ada hubungan yang bermakna antara konsumsi buah dan sayur dengan penyakit diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. 14. Diketahui faktor yang paling dominan mempengaruhi penyakit diabetes melitus pada penduduk daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007 secara berurutan adalah obesitas, pekerjaan, hipertensi, umur, konsumsi kafein dan konsumsi alkohol.
129
B. Saran 1. Bagian Jaringan Informasi dan Publikasi Penelitian (JIPP) Kementrian Kesehatan agar melakukan intervensi kepada masing-masing variabel yang berhubungan dengan diabetes melitus seperti: a. Umur dan Jenis kelamin
: Melakukan penyebaran informasi kesehatan terkait penyakit degeneratif khususnya diabetes melitus melalui penyuluhan kesekolah-sekolah dan orang tua, media cetak dan elektronik seperti di majalah, koran, televisi (TV) dan internet. Melakukan promosi kesehatan dan pendidikan kesehatan sedini mungkin.
b. Obesitas
:Membuat program jumat sehat, dengan menggerakkan
warga
kota/kabupaten
untuk
melakukan olahraga setiap hari jumat. c. Hipertensi
:Mempromosikan gaya hidup sehat dan pendidikan kesehatan seperti menghindari stress, rokok, diet tinggi garam, konsumsi kopi yang berlebih, dan kejadian obesitas.
d. Konsumsi lemak
: Mempromosikan gaya hidup sehat dan pendidikan kesehatan dengan menghindari konsumsi makanan siap saji (fast food) dan junk food
yang tinggi
lemak dan miskin serat. Kemudian bekerja sama
130
dengan lintas sektoral dalam izin mendirikan tempat-tempat penjual makanan siap saji (fast food)
dan
junk
food
demi
mengurangi
menjamurnya tempat-tempat penjualan fast food dan junk food dengan harapan hal tersebut dapat menurunkan konsumsi lemak yang tinggi pada penduduk di daerah perkotaan. e. Merokok
: Penyuluhan, promosi dan pendidikan kesehatan mengenai bahaya dan dampak yang ditimbulkan dari rokok.
f. Konsumsi alkohol : Penyuluhan, promosi dan pendidikan kesehatan mengenai bahaya dan dampak yang ditimbulkan dari konsumsi alkohol. g. Konsumsi kafein
:Promosi dan pendidikan kesehatan mengenai bahaya dan dampak dari konsumsi kafein yang berlebih.
2. Peneliti selanjutnya a. Agar meneliti variabel-variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini karena secara teori variabel tersebut berhubungan dengan penyakit diabetes
melitus
(kehamilan).
seperti
keturunan
dan
diabetes
gestasional
131
b. Agar meneliti variabel dislipidemia dengan melihat kadar lipid (Kolesterol HDL = 35 mg/dl dan atau Trigliserida ≥ 250 mg/dl) karena dalam penelitian ini untuk variabel dislipidemia tidak di ukur dari kadar lipidnya hanya dilihat dari tingkat konsumsi lemak saja. Secara teori variabel tersebut berhubungan dengan penyakit diabetes melitus. c. Agar pada penelitian diabetes melitus selanjutnya menggunakan disain case control atau kohort untuk melihat apakah faktor risiko benar-benar memiliki korelasi dengan faktor efek dan untuk melihat hubungan sebab akibat secara jelas.
132
DAFTAR PUSTAKA 1.
Departemen Kesehatan R.I. “Pedoman Surveilans Epidemiologi Diabetes Melitus‖. Direktorat Jendral PP & PL. Jakarta: 2007
2.
“Petunjuk Teknis Pengukuran Faktor Risiko Diabetes Melitus”. Ditjen PP & PL. Jakarta: 2008
3.
“Survei Kesehatan Nasional (SKRT: Survei Kesehatan Rumah Tangga 2004) Sudut Pandang Masyarakat Mengenai Status, Cakupan, Ketanggapan dan Pelayanan Kesehatan‖. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Volume 3. Jakarta: 2005
4.
“Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) Indonesia Tahun 2007‖. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta: 2008
5.
Mohan, Viswanathan et al. “Urban rural differences in prevalence of selfreported diabetes in India—The WHO–ICMR Indian NCD risk factor surveillance‖ Vol. 80, Issue 1, April 2008. Diakses dari http://www.diabetesresearchclinicalpractice.com/article/S01688227%2807%2900617-1/pdf
6.
Aditama, Tjandra Yoga. Kemenkes Ri : Urbanisasi Jadi Masalah Kesehatan Paling Utama Di Dunia. Diakses dari http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/kemenkes-ri-urbanisasijadi-masalah-kesehatan-paling-utama-di-dunia/. Tanggal 26-08-2010, pukul 01:11
7.
Tandra, Hans. “Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes: Panduan Lengkap Mengenal dan Mengatasi Diabetes dengan Cepat dan Mudah‖. PT: Gramedia. Jakarta: 2008
8.
Bustan, M. N. ―Epidemiologi: Penyakit Tidak Menular‖. Rineka Cipta. Jakarta: 2007
9.
Sustrani, Lanny dkk. “Diabetes‖. PT: Gramedia Pustaka Utama. Jakarta: 2006
10. Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, Edisi IV. Cet. II. FKUI, Jakarta. 2007 11. Dalimartha, Setiawan. ― Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Diabetes Melitus‖. Penebar Swadaya. Jakarta: 2005
133
12. Soegondo, Sidartawan. ―Hidup Secara Mandiri dengan: Diabetes Mellitus, Kencing Manis, Sakit Gula‖. FKUI. Jakarta: 2008 13. Departemen Kesehatan R.I. “Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Diabetes Melitus‖. Direktorat Jendral PP & PL. Jakarta: 2008 14.
“Pedoman Pengisian Kuesioner RISKESDAS 2007‖. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta: 2007
15. Notoatmodjo, Soekidjo. “Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-prinsip Dasar‖. PT. Rineka Cipta. Jakarta: 2003 16. Pramono, Laurentius Aswin. “Prevalensi dan Faktor-faktor Prediksi Diabetes Melitus Tidak Terdiagnosa pada Penduduk Usia Dewasa di Indonesia‖. Tesis FKMUI. Jakarta: 2010 17. Banner, Abdulbari et al. “Prevalence of Diagnosed and Undiagnosed Diabetes Mellitus and Its Risk factors in a Population-Based Study of Qatar‖ Vol. 84, Issue 1, April 2009. Diakses dari http://www.diabetesresearchclinicalpractice.com/article/S01688227%2809%2900067-9/pdf 18. Harding, Anne Helen et al. “Dietary Fat and The Risk of Clinic Type 2 Diabetes‖. American Journal Of Epidemiology. Vol. 159, No. 1. 2003 19. Adi, O dkk. “Prevalens Diabetes Melitus dan Faktor-Faktor yang Berkaitan Dikalangan penduduk Bukit Badong‖ Buletin Kesihatan Masyarakat. Jilid 1. Bil. 1 tahun 1994 20. Irawan, Dedi. “Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Daerah Urban di Indonesia‖. Tesis FKMUI. Jakarta: 2010 21. Ramaiah, Savitri. “Diabetes: Cara Mengetahui Gejala Diabetes dan Mendetksinya Sejak Dini‖. PT. Bhuana Ilmu Populer. Jakarta: 2008 22. Azwar, Azrul. Pengantar Pendidikan Kesehatan. Jakarta, Sastra Hudaya, 1983 23. Supariasa, I Dewa Nyoman. “Penilaian Status Gizi‖. EGC. Jakarta: 2001
134
24. Rahajeng, Ekowati. ― Buku Panduan Prediksi Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Sistem Skor‖. FKUI. Jakarta: 2003 25.
”Risiko Kebiasaan Minum Kopi pada Kasus Toleransi Glukosa Terganggu Terhadap Terjadinya DM tipe 2‖. Disertasi FKMUI. Jakarta: 2004
26. Almatsier, Sunita. ―Penuntun Diet‖. PT. Ikrar Mandiri Abadi. Jakarta: 2006 27. Departemen Kesehatan R.I. “Kartu Peraga RISKEDAS 2007‖. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta: 2007 28. Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, Edisi IV. Cet. II. FKUI, Jakarta. 2007 29. Sukaton, Utojo. “Diabetes Melitus dan Hipertensi‖. Indonesiana. No.5 Vol. XVIII Bag. II. 1986
Acta Medica
30. Soeyono, Slamet. “Patofisiologi Diabetes Melitus. Dalam: Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu‖. Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo FKUI. Jakarta: 1999 31. Mujibatur, Rohmah “Hubungan Merokok Dengan Terjadinya Katarak : Studi Kasus Pada Pasien Rumah Sakit Mata Undaan Tahun 2006‖. Diakses dari http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2006-rohmahmuji. Tanggal 18-08-2010, pukul 02:15 WIB 32. Suheni, Yuliana “Skripsi: Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Hipertensi Pada Laki-laki Usia 40 Tahun ke Atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu 2007‖ Diakses dari http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives. /HAS... - 39k. tanggal 17-08-2010, pukul 05:00 WIB 33. Tjekyan, Suryadi R.M. “Risiko Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 di Kalangan Peminum Kopi di Kotamadya Palembang Tahun 2006-2007‖ Makara Kesehatan, Vol. 11, No. 2, Desember 2007: 54-60 34. Departemen Kesehatan R.I. “Metode Pencegahan dan Penanggulangan Faktor Risiko Diabetes Melitus Tahun 2006‖. Direktorat Jendral PP & PL. Jakarta: 2006
135
35.
“Metodelogi Penelitian Riskesdas 2007”. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta: 2007
36.
“Pedoman Pengukuran dan Pemeriksaan RISKESDAS 2007‖. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta: 2007
37. Badan Pusat Statistik. ― Statistik Kesejahteraan Rakyat 2007 Welfare Statistics 2007‖. CV: Prodata Nusaraya, 2008 38.
“Pedoman Pengambilan, Penyimpanan, Pengemasan dan Pengiriman Spesimen Darah”. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta: 2007
39. Budiarto, Eko. “ Biostatistika: Masyarakat”. EGC, Jakarta: 2001
Untuk Kedokteran
dan
Kesehatan
40. Sabri, Lubis dkk. “Statistik Kesehatan‖. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta: 2006 41. Siswanto, Hadi dkk “Data/Informasi Kependudukan Menurut Sensus Tahun 1971, 1980, 1990 SUPAS 1995, dan Proyeksinya‖ Depkes 2000 42. Berg, Alan. 1986. Peran Gizi dalam Pembangunan. Jakarta : Rajawali. 43.
―Prinsip Dasar Ilmu Gizi‖.PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta: 2001
44. Anonim. “Ruang Sehat Untuk Warga Pekotaan Hari Kesehatan Sedunia Ke62‖ Diakses dari http://www.kaskus.us/showthread.php. Tanggal 27-06-2010, pukul 08:48 WIB 45. Ariawan. Iwan. “ Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan. Jurusan Biostatik dan Kependudukan. FKM, UI Depok: 1998 46. Johanes, Chandrawlnata.” 10 Penyakit Mengancam Gaya Hidup Tidak Sehat‖. Diakses http://bataviase.co.id/node/158061. Tanggal 30-08-2010, pukul: 22:41 47. Kompas, “Makan Sehat Hidup Sehat‖. PT. Kompas Media Nusantara. Jakarta: 2006 48. Simarmata, Martha Adelina. “Perilaku Pegawai PT. Bank Kesawan Tbk, Cabang Pematang Siantar Terhadap Pencegahan Penyakit Degeneratif Tahun 2006‖ Skripsi FKM USU. 2006
136
49. Soewondo, Pradana dkk. ―Buku Acuan Penatalaksanaan Diabetes Melitus Bagi Dokter Puskesmas, Dokter Praktek Umum dan Edukator Diabetes‖. FKUI. Jakarta: 1988 50. Takasihaeng, Jan. ―Hidup Sehat dengan Problem Penyakit‖. Kompas. Jakarta: 2000 51. Wijayanti, Siwi Praptining. “Hubungan Antara Tingkat Pendapatan Keluarga dan Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu Dengan Kejadian Obesitas Anak Pada Siswa SD Islam Terpadu Ihsanul Fikri Magelang Tahun Ajaran 2006/2007‖ Skripsi FIK UNNES. Diakses dari http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH019c/b899cf5a.di r/doc.pdf. Tanggal 31-08-2010, pukul 2:30 52. Ummmi Online. “Sehat dengan Serat‖ Edisi: No. 6 Tahun XXI. Diakses dari http://www.ummi-online.com/artikel-4-sehat-dengan-serat.html. Tanggal 1211-2010, pukul 16:52
Kuesioner Identitas Responden
Kuesioner Pengukuran dan Pemeriksaan (Obesitas dan Hipertensi)
Kuesioner Aktivitas Fisik (D22-D30)
Kuesioner Konsumsi Buah dan Sayur (D31-D34)
Kuesioner Merokok (D11-D17)
Kuesioner Konsumsi Alkohol (D18-D21b)
Kuesioner Konsumsi Kafein dan Konsumsi Makanan Berlemak (D35)
Kartu Peraga
A. Analisis univariat svy: proportion dm jk didik kerja obes aktvts hiprtnsi lemak rokoklg alkohol kafein buahsayu (running proportion on estimation sample) Survey: Proportion estimation Number of strata = Number of PSUs =
1 17641
Number of obs Population size Design df
= = =
17641 17641 17640
_prop_2: dm = non dm _prop_4: jk = laki-laki _prop_7: kerja = tidak bekerja _prop_17: lemak = tidak pernah _prop_21: rokoklg = tidak merokok _prop_26: kafein = tidak pernah -------------------------------------------------------------| Linearized Binomial Wald | Proportion Std. Err. [95% Conf. Interval] -------------+-----------------------------------------------dm | dm | .0448954 .0015591 .0418394 .0479514 _prop_2 | .9551046 .0015591 .9520486 .9581606 -------------+-----------------------------------------------jk | perempuan | .5410691 .0037519 .533715 .5484232 _prop_4 | .4589309 .0037519 .4515768 .466285 -------------+-----------------------------------------------didik | rendah | .5975852 .0036922 .5903481 .6048223 tinggi | .4024148 .0036922 .3951777 .4096519 -------------+-----------------------------------------------kerja | _prop_7 | .0935888 .0021929 .0892904 .0978872 bekerja | .9064112 .0021929 .9021128 .9107096 -------------+-----------------------------------------------obes | obesitas | .2525367 .0032712 .2461248 .2589486 normal | .7474633 .0032712 .7410514 .7538752 -------------+-----------------------------------------------aktvts | kurang | .500085 .0037646 .492706 .507464 cukup | .499915 .0037646 .492536 .507294 -------------+-----------------------------------------------hiprtnsi | ya | .1821892 .0029063 .1764926 .1878858 tidak | .8178108 .0029063 .8121142 .8235074 -------------+------------------------------------------------
lemak
| sering | .1613854 .0027699 .1559561 .1668147 jarang | .5141432 .0037631 .5067671 .5215193 _prop_17 | .3244714 .003525 .317562 .3313808 -------------+-----------------------------------------------rokoklg | berat | .0262457 .0012037 .0238864 .028605 sedang | .1353098 .0025754 .1302617 .1403578 ringan | .1320787 .0025492 .127082 .1370754 _prop_21 | .7063659 .003429 .6996447 .7130871 -------------+-----------------------------------------------alkohol | ya | .0269826 .00122 .0245913 .0293739 tidak | .9730174 .00122 .9706261 .9754087 -------------+-----------------------------------------------kafein | sering | .3392098 .0035646 .3322227 .3461969 jarang | .1584377 .0027493 .1530488 .1638266 _prop_26 | .5023525 .0037646 .4949735 .5097314 -------------+-----------------------------------------------buahsayu | kurang | .9734142 .0012112 .9710401 .9757883 cukup | .0265858 .0012112 .0242117 .0289599 svy:mean umr (running mean on estimation sample) Survey: Mean estimation Number of strata = Number of PSUs =
1 17641
Number of obs Population size Design df
= = =
17641 17641 17640
-------------------------------------------------------------| Linearized | Mean Std. Err. [95% Conf. Interval] -------------+-----------------------------------------------umr | 50.04138 .8674354 48.34112 51.74164 --------------------------------------------------------------
B. Analisis bivariat 1. Hubungan Umur dengan DM svy: mean umur, over( dm) running mean on estimation sample) Survey: Mean estimation Number of strata = 1 Number of obs Number of PSUs = 1764 Population size Design df = 17640 P = 0.021 dm: dm = dm
= =
17641 17641
_subpop_2: dm = non dm -----------------------------------------------------------| Linearized Over | Mean Std. Err. [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------umur | dm | 59.29672 3.794603 51.85892 66.73451 _subpop_2 | 49.60633 .8903817 47.86109 51.35156 2. Hubungan jk dengan DM svy:tabulate jk dm, obs row percent (running tabulate on estimation sample) Number of strata Number of PSUs Design df
= = =
1 17641 17640
Number of obs = Population size =
17641 17641
------------------------------------| dm jk | dm non dm Total ----------+-------------------------perempua | 5.123 94.88 100 | 489 9056 9545 | laki-lak | 3.743 96.26 100 | 303 7793 8096 | Total | 4.49 95.51 100 | 792 1.7e+04 1.8e+04 ------------------------------------Key: row percentages number of observations Pearson: Uncorrected Design-based
chi2(1) F(1, 17640)
= =
19.4693 19.4682
P = 0.0000
. svy:logit dm jk, or (running logit on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata Number of PSUs
= =
1 17641
Number of obs = Population size = Design df =
17641 17641 17640
F(1, 17640) Prob > F
= =
19.32 0.0000
----------------------------------------------------------------------------| Linearized dm | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+--------------------------------------------------------------jk | 1.388783 .103782 4.39 0.000 1.199557 1.607859
3. Hubungan didik dengan DM svy:tabulate didik dm, obs row percent (running tabulate on estimation sample) Number of strata Number of PSUs
= =
1 17641
Number of obs = 17641 Population size= 17641 Design df = 17640
------------------------------------| dm didik | dm non dm Total ----------+-------------------------rendah | 4.449 95.51 100 | 469 1.0e+04 1.1e+04 | tinggi | 4.55 95.45 100 | 319 6776 7099 | Total | 4.49 95.51 100 | 792 1.7e+04 1.8e+04 ------------------------------------Key: row percentages number of observations Pearson: Uncorrected Design-based
chi2(1) F(1, 17640)
= =
0.1011 0.1010
P = 0.7506
4. Hubungan kerja dengan DM svy:tabulate kerja dm, obs row percent (running tabulate on estimation sample) Number of strata = Number of PSUs =
1 17641
Number of obs = Population size= Design df =
17641 17641 17640
------------------------------------| dm kerja | dm non dm Total ----------+-------------------------tidak be | 5.754 94.25 100 | 95 1556 1651 | bekerja | 4.359 95.64 100 | 697 1.5e+04 1.6e+04 | Total | 4.49 95.51 100 | 792 1.7e+04 1.8e+04 ------------------------------------Key: row percentages number of observations Pearson: Uncorrected chi2(1) = Design-based F(1, 17640) = svy:logit dm kerja, or (running logit on estimation sample)
6.7926 0.7923
P = 0.0092
Survey: Logistic regression Number of strata Number of PSUs
= =
1 17641
Number of obs Population size Design df F(1, 17640) Prob > F
= = = = =
17641 17641 17640 137.58 0.0000
----------------------------------------------------------------------------| Linearized dm | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+--------------------------------------------------------------kerja| 1.339596 .1507853 2.60 0.009 1.074375 1.67029 5. Hubungan obesitas dengan DM svy:tabulate obes dm, obs row percent (running tabulate on estimation sample) Number of strata Number of PSUs
= =
1 17641
Number of obs = 17641 Population size = 17641 Design df = 17640
------------------------------------| dm obes | dm non dm Total ----------+-------------------------obesitas | 7.722 92.28 100 | 344 4111 4455 | normal | 3.398 96.6 100 | 448 1.3e+04 1.3e+04 | Total | 4.49 95.51 100 | 792 1.7e+04 1.8e+04 ------------------------------------Key: row percentages number of observations Pearson: Uncorrected Design-based
chi2(1) F(1, 17640)
= =
145.2044 145.1962
P = 0.0000
. svy:logit dm obes, or (running logit on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata Number of PSUs
= =
1 17641
Number of obs Population size Design df F(1, 17640) Prob > F
= = = = =
17641 17641 17640 137.58 0.0000
----------------------------------------------------------------------------| Linearized dm | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+--------------------------------------------------------------obes | 2.379218 .1758183 11.73 0.000 2.058393 2.750047 6. Hubungan hipertensi dengan DM svy:tabulate hiperten dm, obs row percent (running tabulate on estimation sample) Number of strata Number of PSUs Design df
= = =
1 17641 17640
Number of obs = 17641 Population size= 17641
------------------------------------| dm hiperten | dm non dm Total ----------+-------------------------ya | 5.227 94.77 100 | 168 3046 3214 | tidak | 4.325 95.67 100 | 624 1.4e+04 1.5e+04 | Total | 4.49 95.51 100 | 792 1.7e+04 1.8e+04 ------------------------------------Key: row percentages number of observations Pearson: Uncorrected Design-based
chi2(1) F(1, 17640)
= =
4.9862 4.9859
P = 0.0256
. svy:logit dm hiperten, or (running logit on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = Number of PSUs =
1 17641
Number of obs = Population size= Design df = F(1, 17640) = Prob > F =
17641 17641 17640 4.97 0.0258
----------------------------------------------------------------------------| Linearized dm | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+--------------------------------------------------------------hiperten | 1.220024 .1088227 2.23 0.026 1.024326 1.453109 7. Hubungan lemak dengan DM svy:tabulate lemak dm, obs row percent (running tabulate on estimation sample) Number of strata = Number of PSUs =
1 17641
Number of obs = Population size= Design df =
17641 17641 17640
------------------------------------| dm lemak | dm non dm Total ----------+-------------------------sering | 4.566 95.43 100 | 130 2717 2847 | jarang | 4.079 95.92 100 | 370 8700 9070 | tidak pe | 5.101 94.9 100 | 292 5432 5724 | Total | 4.49 95.51 100 | 792 1.7e+04 1.8e+04 ------------------------------------Key: row percentages number of observations Pearson: Uncorrected Design-based
chi2(2) = F(2.00, 35280.00)=
8.5937 4.2966
P = 0.0136
. svy:logit dm lemak, or (running logit on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = Number of PSUs =
1 17641
Number of obs pulation size Design df F(1, 17640) Prob > F
= = = = =
17641 17641 17640 2.87 0.0904
----------------------------------------------------------------------------| Linearized dm | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+--------------------------------------------------------------lemak | .9092209 .0510945 -1.69 0.090 .8143893 1.015095 8. Hubungan rokok dengan DM svy:tabulate rokoklg dm, obs row percent (running tabulate on estimation sample) Number of strata = Number of PSUs =
1 17641
Number of obs = Population size =
17641 17641
Design df
=
17640
------------------------------------| dm rokoklg | dm non dm Total ----------+-------------------------berat | 5.616 94.38 100 | 26 437 463 | sedang | 3.519 96.48 100 | 84 2303 2387 | ringan | 3.734 96.27 100 | 87 2243 2330 | tidak me | 4.775 95.23 100 | 595 1.2e+04 1.2e+04 | Total | 4.49 95.51 100 | 792 1.7e+04 1.8e+04 ------------------------------------Key: row percentages number of observations Pearson: Uncorrected Design-based
chi2(3) = F(3.00, 52920.00)=
12.0809 4.0267
P = 0.0071
. svy:logit dm rokoklg, or (running logit on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = Number of PSUs =
1 17641
Number of obs = Population size= Design df = F(1, 17640) = Prob > F =
17641 17641 17640 4.18 0.0408
----------------------------------------------------------------------------| Linearized dm | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+--------------------------------------------------------------rokoklg | .9051101 .044118 -2.05 0.041 .822637 .9958514
9. Hubungan alkohol dengan DM svy:tabulate alkohol dm, obs row percent (running tabulate on estimation sample) Number of strata = Number of PSUs =
1 17641
Number of obs = 17641 Population size= 17641 Design df = 17640
------------------------------------| dm alkohol | dm non dm Total ----------+-------------------------ya | 1.891 98.11 100 | 9 467 476 | tidak | 4.562 95.44 100 | 783 1.6e+04 1.7e+04 | Total | 4.49 95.51 100 | 792 1.7e+04 1.8e+04 ------------------------------------Key: row percentages number of observations Pearson: Uncorrected chi2(1) = Design-based F(1, 17640) = svy:logit dm alkohol, or (running logit on estimation sample)
7.7050 7.7046
P = 0.0055
Survey: Logistic regression Number of strata = Number of PSUs = Design df =
1 17641 17640
Number of obs = Population size=
17641 17641
F(1, 17640) Prob > F
7.20 0.0073
= =
----------------------------------------------------------------------------| Linearized dm | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+--------------------------------------------------------------alkohol | .4032095 .1364953 -2.68 0.007 .2076637 .7828903
10. Hubungan kafein dengan DM svy:tabulate kafein dm, obs row percent (running tabulate on estimation sample) Number of strata = Number of PSUs =
1 17641
Number of obs = Population size = Design df =
17641 17641 17640
------------------------------------| dm kafein | dm non dm Total ----------+-------------------------sering | 3.727 96.27 100 | 223 5761 5984 | jarang | 4.079 95.92 100 | 114 2681 2795 | tidak pe | 5.134 94.87 100 | 455 8407 8862 | Total | 4.49 95.51 100 | 792 1.7e+04 1.8e+04 ------------------------------------Key: row percentages number of observations Pearson: Uncorrected Design-based
chi2(2) F(2, 35280)
= =
17.8142 8.9066
P =0.0001
. svy:logit dm kafein, or (running logit on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = Number of PSUs =
1 17641
Number of obs = Population size= Design df = F(1, 17640) = Prob > F =
17641 17641 17640 16.84 0.0000
----------------------------------------------------------------------------| Linearized dm | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]
-------------+--------------------------------------------------------------kafein | .8422475 .0352361 -4.10 0.000 .7759372 .9142246 ----------------------------------------------------------11. Hubungan sayur dan buah dengan DM svy:tabulate buahsayu dm, obs row percent (running tabulate on estimation sample) Number of strata = Number of PSUs =
1 17641
Number of obs = Population size= Design df =
17641 17641 17640
------------------------------------| dm buahsayu | dm non dm Total ----------+-------------------------kurang | 4.449 95.55 100 | 764 1.6e+04 1.7e+04 | cukup | 5.97 94.03 100 | 28 441 469 | Total | 4.49 95.51 100 | 792 1.7e+04 1.8e+04 ------------------------------------Key: row percentages number of observations Pearson: Uncorrected Design-based
chi2(1) F(1, 17640)
= =
2.4632 2.4631
P = .1166
. svy:logit dm buahsayu, or (running logit on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata Number of PSUs
= =
1 17641
F(
=
2.44
1,
17640)
Number of obs = Population size= Design df =
17641 17641 17640
Prob > F
0.1180
=
----------------------------------------------------------------------------| Linearized dm | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]
-------------+--------------------------------------------------------------buahsayu | .7333618 .145483 -1.56 0.118 .4971035 1.081906 12. Hubungan aktivitas fisik dengan DM svy:tabulate aktvts dm, obs row percent (running tabulate on estimation sample) Number of strata = Number of PSUs =
1 17641
Number of obs = 17641 Population size = 17641 Design df = 17640
------------------------------------| dm aktvts | dm non dm Total ----------+-------------------------kurang | 4.341 95.6 100 | 383 8439 8822 | cukup | 4.638 95.36 100 | 409 8410 8819 | Total | 4.49 95.51 100 | 792 1.7e+04 1.8e+04 ------------------------------------Key: row percentages number of observations Pearson: Uncorrected Design-based
chi2(1) F(1, 17640)
= =
0.9029 0.9029
P =0.3420
C. Multivariat 1. Model 1 svy:logistic dm umur jk kerja obes aktvts hiprtnsi lemak rokoklg alkohol kafein buahsayu (running logistic on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata Number of PSUs
= =
1 7641
Number of obs = Population size= Design df = F(11, 17630) = Prob > F =
17641 17641 17640 17.09 0.0000
----------------------------------------------------------------------------| Linearized dm | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+--------------------------------------------------------------umur | .9994452 .0002013 -2.76 0.006 .9990507 .9998398 jk | 1.119176 .0924426 1.36 0.173 .951887 1.315866 kerja | 1.430868 .1630981 3.14 0.002 1.144375 1.789085 obes | 2.298677 .1737357 11.01 0.000 1.982161 2.665733 aktvts | .8973867 .0678175 -1.43 0.152 .7738344 1.040666 hiprtnsi | 1.195635 .1075571 1.99 0.047 1.002353 1.426186 lemak | .9085908 .0508753 -1.71 0.087 .8141477 1.01399 rokoklg | .9491697 .0469221 -1.06 0.291 .8615131 1.045745 alkohol | .4907756 .1696501 -2.06 0.040 .2492422 .9663722 kafein | .8827997 .0406937 -2.70 0.007 .8065334 .9662777 buahsayu | .79394 .1581278 -1.16 0.247 .537333 1.173091 2. Model 2 svy:logistic dm umur jk kerja obes aktvts hiprtnsi lemak rokoklg alkohol kafein (running logistic on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = Number of PSUs =
1 17641
Number of obs = Population size= Design df = F(10, 17631) = Prob > F =
17641 17641 17640 18.59 0.0000
----------------------------------------------------------------------------| Linearized dm | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------
umur | .999441 .9990468 .9998353 jk | 1.121093 .9532931 1.31843 kerja | 1.434682 1.147426 1.793852 obes | 2.30423 1.987587 2.671318 aktvts | .9050048 .781152 1.048495 hiprtnsi | 1.197896 1.004315 1.42879 lemak | .9086788 .8142387 1.014073 alkohol | .4836236 .2455546 .9525044 kafein | .8781811 .8031671 .9602012 buahsayu | .7895355 .534146 1.167034
.0002011
-2.78
0.005
.0927356
1.38
0.167
.1635323
3.17
0.002
.1737788
11.07
0.000
.0679507
-1.33
0.184
.1077205
2.01
0.045
.0508733
-1.71
0.087
.1672335
-2.10
0.036
.0400045
-2.85
0.004
.157406
-1.19
0.236
3. Model 3 svy:logistic dm umur jk kerja obes aktvts hiprtnsi lemak alkohol kafein (running logistic on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata = Number of PSUs =
1 17641
Number of obs Population size Design df F(9, 17632) Prob > F
= = = = =
17641 17641 17640 20.52 0.0000
----------------------------------------------------------------------------| Linearized dm | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+--------------------------------------------------------------umur | .9994437 .000201 -2.77 0.006 .9990497 .9998378 jk | 1.121085 .092763 1.38 0.167 .9532395 1.318485 kerja | 1.434835 .1635012 3.17 0.002 1.147624 1.793924 obes | 2.312526 .1745772 11.11 0.000 1.994451 2.681328
aktvts | .9067427 .7826299 1.050538 hiprtnsi | 1.199338 1.005462 1.430599 lemak | .9112552 .8164718 1.017042 alkohol | .486142 .2467601 .957748 kafein | .8775775 .8025687 .9595966
.0680943
-1.30
0.192
.1078881
2.02
0.043
.0510606
-1.66
0.097
.1681778
-2.08
0.037
.0400029
-2.86
0.004
4. Model 4 svy:logistic dm umur jk kerja obes hiprtnsi lemak alkohol kafein (running logistic on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata Number of PSUs
= =
1 17641
Number of obs Population size Design df F(8, 17633) Prob > F
= = = = =
17641 17641 17640 22.96 0.0000
----------------------------------------------------------------------------| Linearized dm | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+--------------------------------------------------------------umur | .9994334 .0002004 -2.83 0.005 .9990407 .9998263 jk | 1.11995 .0926354 1.37 0.171 .9523302 1.317072 kerja | 1.417318 .1609524 3.07 0.002 1.134481 1.770669 obes | 2.319177 .1749833 11.15 0.000 2.000349 2.688821 hiprtnsi | 1.19603 .10752 1.99 0.046 1.002804 1.426488 lemak | .9058278 .0505773 -1.77 0.077 .8119236 1.010593 alkohol | .4910755 .1696885 -2.06 0.040 .2494594 .9667108 kafein | .882727 .0397709 -2.77 0.006 .8081151 .9642277
5. Model 5 svy:logistic dm umur kerja obes hiprtnsi lemak alkohol kafein (running logistic on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata Number of PSUs
= =
1 17641
Number of obs = 17641 Population size = 17641 Design df = 17640 F(7, 17634) = 25.47 Prob > F = 0.0000 ----------------------------------------------------------------------------| Linearized dm | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+--------------------------------------------------------------umur | .9994362 .0002001 -2.82 0.005 .999044 .9998285 kerja | 1.420732 .1613239 3.09 0.002 1.137239 1.774895 obes | 2.357715 .1751379 11.55 0.000 2.03825 2.727253 hiprtnsi | 1.196216 .1075269 1.99 0.046 1.002976 1.426687 lemak | .9066253 .0506601 -1.75 0.079 .8125712 1.011566 alkohol | .4671114 .1597206 -2.23 0.026 .238972 .9130488 kafein | .8682008 .0365925 -3.35 0.001 .7993586 .9429718
6. Model 6 svy:logistic dm umur kerja obes hiprtnsi alkohol kafein (running logistic on estimation sample) Survey: Logistic regression Number of strata Number of PSUs
= =
1 17641
Number of obs Population size Design df F(6, 17634) Prob > F
= = = = =
17641 17641 17640 29.40 0.0000
----------------------------------------------------------------------------| Linearized dm | Odds Ratio Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+--------------------------------------------------------------umur | .9994255 .0001993 -2.88 0.004 .9990349 .9998162 kerja | 1.421418 .161328 3.10 0.002 1.137904 1.775571 obes | 2.352823 .1747043 11.52 0.000 2.034139 2.721434 hiprtnsi | 1.192758 .1071773 1.96 0.050 1.00014 1.422472 alkohol | .4642022 .1586863 -2.24 0.025 .2375233 .9072107 kafein | .8669509 .0365767 -3.38 0.001 .7981414 .9416927