IMPLEMENTASI METODE DEMONSTRASI DALAM PEMBELAJARAN FIQIH BAB SHALAT KELAS III SEMESTER GASAL DI SDN 02 NGROTO KECAMATAN GUBUG KABUPATEN GROBOGAN TAHUN AJARAN 2009/2010 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam
Oleh :
_Nur Kholipah_ NIM: 3104123
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2009
PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp : 4 (empat) eks Hal : Naskah Sripsi a.n Nur Kholipah Kepada Yth. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo di Semarang Assalamu’alaikum Wr. Wb. Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya,maka bersama ini saya kirim naskah skripsi saudari : Nama : Nur Kholipah NIM
: 3104123
Fak / Jurusan
: Tarbiyah / Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi
: IMPLEMENTASI
METODE
DEMONSTRASI
DALAM PEMBELAJARAN FIQIH BAB SHALAT KELAS III SEMESTER GASAL DI SDN 02 NGROTO KECAMATAN GUBUG KABUPATEN GROBOGAN TAHUN AJARAN 2009/2010 Dengan ini, saya mohon sekiranya skripsi saudari tersebut dapat segera dimunaqasahkan. Demikian harap menjadi maklum. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Semarang, Desember 2009
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dra. Nur Uhbiyati, M.Pd NIP. 19520208 1976122001
Drs. Darmuin, M.Ag NIP.
ii
iii
MOTTO
%4Ü ´ % Íp¯PoÙÉe y xJ´ ... Ü1³R«Æá5 ´ % Íp¯PoÙÉe ¹/` ... …Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri… (Q.S. ar-Ra'du : 11).∗
∗
Soenarjo, Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag, 1992), hlm. 331.
iv
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan teruntuk: 1) Dzat Yang Maha Kasih, Allah SWT, Gusti yang Maha Kasih yang senantiasa mencintaiku dan kucoba untuk selalu mencintai-Nya. 2) Bapak dan Mamakku yang tiada pernah berhenti memberikan doa dan semangat. 3) Kakakku yang telah rela terputus hubungan kasih sayang adik kakak beberapa waktu 4) Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, semoga karya ini menjadi bukti cinta dan pengabdianku kepadamu dan bukan pertanda perpisahanku denganmu
v
KATA PENGANTAR
Ucap syukur alhamdulillah mungkin adalah ungkapan utama yang patut peneliti haturkan atas seluruh kemurahan dan karunia Allah SWT sehingga penulisan hasil penelitian dengan judul Implementasi Metode Demonstrasi Dalam Pembelajaran Fiqih Bab Shalat Kelas III Semester Gasal Di SDN 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan Tahun Ajaran 2009/2010 selesai tanpa hambatan yang berarti. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw yang penuh kesabaran dan keikhlasan menghantarkan Islam kepada umat manusia. Penelitian ini tentu tidak akan dapat berjalan secara maksimal tanpa adanya dukungan dari banyak pihak. Oleh sebab itu, peneliti bermaksud mengucapkan ungkapan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis, baik bantuan materiil maupun immaterial sebagai berikut: 1. Dekan Fakultas Tarbiyah Bapak Prof. DR. Ibnu Hajar, M.Ed 2. Ibu Dra. Nur Uhbiyati, M.Pd dan Bapak Drs Darmuin, M.Ag selaku Pembimbing I dan II yang dengan penuh kesabaran dan keteladanan telah mau memberikan waktu dan pemikirannya untuk membimbing dan mengarahkan peneliti dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan hasil penelitian. 3. Para Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang telah memberikan bekal ilmu kepada peneliti selama peneliti menuntut ilmu di Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang sangat bermanfaat dan menjadi pendukung dalam penelitian. 4. Pihak SDN 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan yang telah memberikan izin penelitian sebagai lokasi yang dijadikan penelitian oleh peneliti. 5. Seluruh pihak yang tidak mungkin dapat disebutkan satu persatu dalam lembar ini.
vi
Peneliti hanya mampu mengucapkan terima kasih dan do’a semoga Allah memberikan balasan yang setimpal atas seluruh bantuan yang telah diberikan kepada peneliti. Akhirnya, semoga karya ini mampu menjadi pelita kecil bagi keilmuan Tarbiyah dan menjadi bahan pengembangan penelitian di masa yang akan datang.
Semarang, Desember 2009
Peneliti
vii
PERNYATAAN
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, Desember 2009 Deklarator
Nur Kholipah NIM. 3104123
viii
ABSTRAK Nur Kholipah (3104123), Implementasi Metode Demonstrasi Dalam Pembelajaran PAI Di SDN 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan Tahun Ajaran 2009/2010. Skripsi. Semarang: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2009. Penelitian ini merupakan Lapangan yang bersifat kualitatif. Penelitian ini memiliki rumusan masalah bagaimana implementasi metode demonstrasi dalam pembelajaran PAI di SDN 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1) Jenis penelitian adalah penelitian lapangan kualitatif; 2) Sumber data primer penelitian adalah guru PAI dengan data primernya adalah metode demonstrasi dalam PBM PAI di SDN Ngroto 2 Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan; 3) pengumpulan data menggunakan teknik observasi, dokumentasi dan wawancara; 4) teknik analisisnya menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwasanya 1) Implementasi metode demonstrasi yang dilaksanakan pada pembelajaran materi fiqih bab shalat masih hanya terbatas pada konsep dasar dari metode demonstrasi itu sendiri. Akan tetapi jika dikaji dalam konteks hubungan kondisi siswa dengan pola kelompok, maka implementasi metode demonstrasi dalam pembelajaran materi fiqih bab shalat di SD N 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan masih kurang memperhatikan aspek kemampuan siswa. Hal ini ditunjukkan dengan kontadiksi hasil evaluasi, khususnya kelompok siswa dengan kemampuan rendah, antara evaluasi pada tiap pertemuan dengan evaluasi pada pertemuan akhir; 2) Dengan melihat hasil akhir dari evaluasi pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa implementasi metode demonstrasi yang dilaksanakan pada pembelajaran materi fiqih bab shalat di SD N 02 Ngroto Kecamatan gubug Kabupaten Grobogan masih kurang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Hal ini dikarenakan dua faktor yakni: Pertama, faktor yang berhubungan dengan perbedaan kemampuan siswa kaitannya dengan pola pembentukan kelompok. Kedua tidak adanya metode pendukung yang dapat mengantisipasi resiko karakteristik bermain pada fase anak. Pada satu sisi karakter ini dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk menentukan metode yang berkesesuaian dengan keadaan siswa. Namun di sisi lain, kekhawatiran akan muncul manakala karakteristik bermain dengan teman sebaya pada fase anak cenderung lebih besar. Maksudnya adalah manakala karakteristik bermain dengan teman sebaya lebih besar, maka dikhawatirkan anak akan lebih senang bermain dengan teman sebaya selepas atau setelah selesai jam sekolah sehingga mereka akan melupakan materi pembelajaran karena keasyikan bermain dengan teman sebaya. Oleh sebab itu, perlu adanya metode lainnya sebagai pendukung untuk suksesnya metode demonstrasi. Dengan demikian, keberhasilan implementasi metode demonstrasi dapat diperoleh apabila memperhatikan kedua faktor tersebut. Melihat hasil tersebut, maka perlu adanya pengembangan dalam implementasi metode demonstrasi pada pembelajaran materi fiqih di SD N 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
iii
HALAMAN MOTTO ....................................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................
v
HALAMAN KATA PENGANTAR ..............................................................
vi
HALAMAN PERNYATAAN........................................................................
viii
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................
ix
HALAMAN DAFTAR ISI.............................................................................
x
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang .........................................................................
1
B. Penegasan Istilah ......................................................................
4
C. Perumusan Masalah .................................................................
5
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................
6
E. Kajian Pustaka..........................................................................
6
F. Metode Penelitian ....................................................................
7
METODE DEMONSTRASI DALAM PEMBELAJARAN PAI A. Metode Demonstrasi ................................................................
12
1. Pengertian Metode Demonstrasi ........................................
12
2. Tujuan dan Fungsi Metode Demonstrasi ...........................
14
3. Prinsip-prinsip dan Langkah-langkah Metode Demonstrasi
15
4. Kelebihan Metode Demonstrasi .........................................
16
5. Kelemahan Metode Demonstrasi .......................................
17
B. Pembelajaran Fiqih...................................................................
18
1. Pengertian Pembelajaran Fiqih ..........................................
18
2. Fungsi Pembelajaran Fiqih.................................................
20
3. Tujuan Pembelajaran Fiqih ................................................
21
x
BAB III
4. Ruang Lingkup Pembelajaran Fiqih ..................................
21
C. Metode Demonstrasi dalam Pembelajaran Fiqih .....................
23
IMPLEMENTASI
METODE
PEMBELAJARAN
FIQIH
DEMONSTRASI
BAB
SHALAT
DALAM
KELAS
III
SEMESTER GASAL DI SDN 02 NGROTO KECAMATAN GUBUG KABUPATEN GROBOGAN A. Situasi Umum SDN 02 Ngroto ................................................
28
1. Sejarah Berdirinya SDN 02 Ngroto ...................................
28
2. Letak Geografis ..................................................................
28
3. Struktur Organisasi ............................................................
30
4. Sistem Pendidikan ..............................................................
31
5. Visi dan Misi ......................................................................
31
6. Keadaan Guru dan Murid ...................................................
31
7. Keadaan Sarana dan Prasarana...........................................
33
B. Implementasi Metode Demonstrasi dalam Pembelajaran Fiqih di Bab Shalat Kelas III Semester Gasal SDN 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan ...................................................
34
1. Perencanaan Pembelajaran Fiqih .......................................
34
2. Implementasi Metode Demonstrasi dalam Pembelajaran Fiqih di SDN 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan 36 BAB IV
ANALISIS
IMPLEMENTASI
METODE
DEMONSTRASI
DALAM PEMBELAJARAN FIQIH BAB SHALAT KELAS III SEMESTER GASAL DI SDN 02 NGROTO KECAMATAN GUBUG KABUPATEN GROBOGAN A. Analisis PBM Fiqih ..................................................................
49
B. Relevansi Implementasi Metode Demonstrasi dengan Tujuan Pembelajaran ................................................................
xi
54
BAB V
PENUTUP A. Simpulan ..................................................................................
59
B. Saran.........................................................................................
60
C. Penutup.....................................................................................
61
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam upaya pemberdayaan manusia. Melalui pendidikan kepribadian siswa dibentuk dan diarahkan sehingga dapat mencapai derajat kemanusiaan sebagai makhluk berbudaya. Untuk itu, idealnya pendidikan tidak hanya sekedar sebagai transfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan, tetapi lebih dari itu adalah transfer perilaku. Pendidikan agama pada berbagai jalur pendidikan adalah merupakan hal yang penting karena pengajaran agama akan menghasilkan pengetahuan agama sekaligus menjadikan pengalaman, sehingga akan terwujud diri seseorang ilmu, amal dan taqwa, atau kata lain arah pendidikan agama adalah untuk membina peserta didik agar menjadi warga negara yang baik dan sekaligus menjadi umat yang taat beragama. Dapat juga dikatakan bahwa arah pendidikan agama adalah untuk membina manusia beragama yang mampu melaksanakan ajaran agama Islam dengan baik dan sempurna, sehingga tercermin sikap dan tindakan dalam seluruh kehidupan, dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.1 Telah dijelaskan bahwa diwajibkan bagi kita untuk belajar, terutama untuk belajar agama. Dalam firman-Nya: x´ I´
`´ Ü ¬µ% Aß `ZÜs % Ü1³RÜp´ 8¹]5 A`G³s ²oÞµL y#ÝK ;Î Ù{ß ³²® IÍ+!ÝÎ" y Ù2Í*@Ê “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali rang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”2 1
Marasudin Siregar, Metodologi Pengajaran Agama (MPA), (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo). hlm. 1 2 Al-Qur'an dan Terjemahan, Wakaf dari Khadim al-Haramain Asy Syarifain (pelayan kedua Tanah Suci) Fahd ibn’ Abd al-Áziz Al Saúd., (Saudi Arabia: Percetakan Al-Qurán Raja
1
2
Proses pembelajaran merupakan bagian dari pendidikan di mana proses dan tujuan pembelajaran yang baik dan sesuai dengan rencana adalah hal yang sangat diharapkan. Untuk itu perlulah didukung sarana dan prasarana yang memadai baik yang bersifat material dan immaterial. Hal ini tak terkecuali dalam pembelajaran materi fiqih. Materi fiqih merupakan bagian dari Pendidikan Agama Islam (PAI) di Sekolah Dasar yang membutuhkan proses pembelajaran yang mumpuni. Hal ini tidak berlebihan karena pada dasarnya materi fiqih berhubungan erat dengan syari’at dalam agama Islam baik yang berkaitan dengan ibadah maupun muamalah.3 Materi fiqih yang berhubungan dengan syari’at dan praktek dari syari’at itu sendiri (ibadah dan muamalah) secara otomatis mengindikasikan adanya materi-materi yang berkaitan dengan perbuatan manusia. Oleh sebab itu, dalam penyampaiannya tidak dapat hanya mengandalkan metode pembelajaran klasik yang cenderung satu arah dengan guru sebagai sumber pengetahuan tanpa adanya peran aktif peserta didik. Tanpa adanya peran aktif peserta didik, khususnya yang berhubungan dengan aplikasi dalam perbuatan dari materi yang disampaikan, dapat menyebabkan kekurangmaksimalan pencapaian tujuan pembelajaran. Salah satu contoh materi fiqih yang mungkin tidak akan maksimal jika hanya mengandalkan metode klasik karena adanya unsur praktek di dalamnya adalah materi yang berkaitan dengan shalat. Untuk menjembatani kebutuhan ketepatan metode dan materi-materi yang terkandung dalam fiqih, metode demonstrasi dapat menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan metode yang berkesesuaian dengan materi fiqih. Demonstrasi merupakan salah satu wahana untuk memberikan pengalaman belajar agar anak dapat menguasai materi pelajaran dengan lebih baik. Karena demonstrasi adalah salah satu teknik mengajar yang dilakukan guru atau orang lain yang dengan sengaja diminta atau siswa sendiri ditunjuk untuk
Fahd,1424 H), hlm 408. *yakni: orang-orang yang mempunyai pengetahuan tentang nabi dan kitab-kitab. 3 Terkait dengan ruang lingkup materi pembelajaran fiqih dapat dilihat dalam A. Syafi’i Karim, Fiqh Ushul Fiqh, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 11; M. Khalid Mas’ud, Shatibi’s Phylosophy of Islamic Law, (Malaysia: Islamic Book Trust, 2001), hlm. 18.
3
memperlihatkan kepada kelas tentang suatu proses atau cara melakukan sesuatu.4 Penyampaian materi fiqih dengan menggunakan metode demonstrasi ini akan lebih mudah diterima oleh siswa dan siswa dapat menirukan apa yang telah diperagakan sehingga siswa menjadi jelas. Dengan demikian pengajaran dikatakan efektif, karena seorang guru dapat membimbing anak-anak untuk memasuki situasi yang memberikan pengalaman-pengalaman yang dapat menimbulkan kegiatan belajar siswa. Metode demonstrasi ini dilakukan oleh guru dalam pembelajaran fiqih sedemikian rupa, kapan saja yang memungkinkan kepada siswa. Salah satu sekolah yang menggunakan metode demonstrasi sebagai metode pembelajaran pada materi fiqih adalah Sekolah Dasar Negeri (SD N) 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan. Meski menggunakan metode demonstrasi pada proses pembelajaran materi fiqih, menurut penulis, implementasi dari metode demonstrasi di SD N 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan dapat dikatakan masih mengalami “stagnasi”. Hal ini didasarkan temuan penulis di lapangan yang menunjukkan tidak adanya perubahan perkembangan implementasi metode demonstrasi yang digunakan. Guru PAI, yakni Bapak Tasmi’an, yang selalu menerapkan metode demonstrasi yang sama dari tahun ke tahun sepanjang beliau menjadi guru PAI di SD N 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan. Padahal jika mengacu pada hasil belajar secara global, metode demonstrasi yang diterapkannya belum dapat mencapai tujuan yang maksimal. Indikasi ini didasarkan pada realita di mana hasil belajar tidak mengalami perubahan kualitas nilai di kalangan siswa yang memiliki kemampuan rendah. Memperhatikan permasalahan sebagaimana tersebut di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan sebuah penelusuran yang mendalam terkait dengan fenomena yang terjadi di SD N 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan. Hasil penelitian tersebut kemudian penulis paparkan dalam sebuah laporan berbentuk skripsi dengan judul “Implementasi Metode 4
M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajran Agama Islam, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), hlm. 45
4
Demonstrasi dalam Pembelajaran Fiqih Bab Salat Kelas III Semester Gasal di SDN 02 Ngroto Gubug Grobogan Tahun Ajaran 2009-2010”.
B. Penegasan Istilah 1. Implementasi Berasal dari kata dasar bahasa Inggris yaitu Implement yang berarti melaksanakan. Jadi implementation yang kemudian di Indonesiakan menjadi implementasi berarti pelaksanaan.5 2. Metode Demonstrasi Metode atau methode berasal dari bahsa Yunani (Greek) yaitu metha dan hodos, metha berarti : melalui atau melewati, dan hodos berarti : jalan atau cara. Jadi, metode berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.6 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud, cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu Kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.7 Menurut Dr. Ahmad Tafsir dalam buku Metodologi Pengajaran Agama Islam, metode ialah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan pengertian “ cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu”.8 Sedangkan demonstrasi pengertiannya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah peragaan atau pertunjukan tata cara melakukan atau mengerjakan sesuatu.9 Menurut Dr. Nana Sudjana dalam buku Dasar-dasar
5
Nadjib Zuhdi, Kamus Lengkap Praktis Inggris-Indonesia Indonesia-Inggris (Surabaya: Fajar Mulia,1993), hlm. 231 6 H. Zuhairini dkk, Metodologi Pendidikan Agama, (Solo : Ramadhani, 1993), cet.1, hlm. 66 7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Bandung : Balai Pustaka, 1990), hlm. 652 8 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung : Rosdakarya, 1995), hlm. 9 9 Departemen pendidikan dan kebudayaan, op.cit., hlm. 221
5
Proses Belajar Mengajar, demonstrasi adalah suatu metode mengajar yang memperlihatkan bagaimana proses terjadinya sesuatu.10 Jadi yang dimaksud metode demonstrasi disini adalah penerapan metode dalam pembelajaran materi Fiqh Bab Sholat melalui metode demonstrasi yang dilakukan oleh guru PAI SD N 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan. 3. Pembelajaran Fiqih Pembelajaran fiqih adalah suatu upaya membuat peserta didik dapat belajar, butuh belajar, terdorong belajar, mau belajar, dan tertarik untuk terus menerus mempelajari ilmu yang mempelajari syari’at Islam yang bersifat praktis yang bersumber pada dalil-dalil yang terinci dalam ilmu tersebut.11 Lingkup pembelajaran Fiqih yang diteliti dalam penelitian ini adalah materi fiqih bab salat.
C. Perumusan Masalah Untuk menghindari meluasnya masalah penelitian ini, maka penulis perlu untuk memberi batasan terhadap permasalahan yang akan diteliti. Berdasarkan pada latar belakang dan penegasan istilah diatas, maka yang akan dibahas yaitu : pelaksanaan metode demonstrasi dalam pembelajaran fiqih, khususnya pada materi shalat. Untuk itu yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana implementasi metode demonstrasi dalam pembelajaran materi Fiqih bab salat di SD N 02 Ngroto Gubug Grobogan? 2. Bagaimana relevansi metode demonstrasi dalam pembelajaran materi Fiqih bab salat di SD N 02 Ngroto Gubug Grobogan dengan tujuan pembelajaran?
10 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1995), cet. III, hlm. 83 11 A. Syafi’i Karim, Fiqh Ushul Fiqh, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 11.
6
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan tersebut, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : a. Untuk
mengetahui
implementasi
metode
demonstrasi
dalam
pembelajaran materi Fiqih bab salat di SD N 02 Ngroto Gubug Grobogan. b. Untuk mengetahui relevansi metode demonstrasi dalam pembelajaran materi Fiqih bab salat di SD N 02 Ngroto Gubug Grobogan dengan tujuan pembelajaran. 2. Manfaat Penelitian Sedangkan manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Secara teoritik diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi pengembangan IPI (Ilmu Pendidikan Islam) khususnya metodologi pendidikan agama. b. Secara metodik diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi perbaikan metode pembelajaran materi fiqih di SD N 02 Ngroto Gubug Grobogan.
E. Kajian Pustaka Sebelumnya telah ada kajian atau karya tulis yang relevan dengan bahasan penulis atau tentang judul skripsi penulis. Pertama, skripsi yang ditulis saudari Azwirotul Mubarokah dengan judul “Pelaksanaan Metode Demonstrasi dalam Pembelajaran PAI pada Anak Autisme di SLB Negeri Semarang Tahun Ajaran 2004/2005”. Skripsi tersebut
menjelaskan
tentang
bagaimana
anak-anak
autisme
harus
memerlukan perlakuan khusus, karena dalam kehidupannya mereka sulit untuk berkomunikasi dengan orang lain. Begitu juga dalam pembelajaran pun mereka sulit untuk menyerapnya/memahaminya. Sehingga harus memerlukan
7
metode khusus dalam menyampaikannya. Dan dalam hal ini dipilihlah metode demonstrasi dalam pembelajarannya. Kedua, skripsi saudari Astrea Ulfa yang berjudul “Pelaksanaan Metode Demonstrasi dalam Pembelajaran Fiqih di MI Wonorejo Dusun Panggangayom Kaliwungu Kendal Tahun 2008”. Skripsi ini menjelaskan tentang pelaksanaan metode demonstrasi yang dilakukan dalam pembelajaran Fiqih. Ketiga, skripsi saudara Nur Sholeh yang berjudul “Implementasi Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam di SMP N 16 Semarang Tahun 2003/2004”. Menjelaskan tentang bagaimana eksistensi PAI dan mengetahui implementasi proses belajar mengajar dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan pada peserta didik. Dari beberapa skripsi diatas mempunyai keterkaitan dengan skripsi yang peneliti buat yaitu metode demonstrasi dan pembelajaran PAI. Namun dapat peneliti sampaikan bahwa penelitian ini tentu berbeda dengan yang lain, karena yang menjadi obyek peneliti adalah peserta didik SD N 02 Ngroto Gubug Grobogan dan intinya yaitu bagaimana pelaksanaan metode demonstrasi dalam pembelajaran Fiqh Bab Sholat.
F. Metode Penelitian 1. Fokus Penelitian Fokus penelitian adalah apa-apa yang akan diteliti dalam sebuah kegiatan penelitian untuk menghindari permasalahan yang terlalu luas. Karena permasalahan biasanya sangat komplek dan tidak mungkin diteliti secara serempak dari semua segi secara serentak. Seringkali permasalahan melibatkan begitu banyak variabel dan faktor, sehingga berada diluar jangkauan
kemampuan
seorang
peneliti
dan
dapat
memberikan
kesimpulan yang bermakna dalam.12 Fokus dalam penelitian ini yaitu
12
Saifudin Azwar, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 12
8
bagaimana proses pelaksanaan metode demonstrasi dalam pembelajaran fiqih materi shalat itu dapat direalisasikan. 2. Pendekatan Penelitian Pendekatan
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
pendekatan penelitian naturalistik atau yang sering disebut juga dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini memandang kenyataan sebagai suatu yang berdimensi jamak, utuh atau merupakan kesatuan. Karena itu tidak mungkin disusun rancangan yang terinci sebelumnya. Rancangan penelitian berkembang selama proses penelitian berlangsung.13 Bentuk penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, yaitu penelitian yang bersifat mendeskripsikan makna atau fenomena yang dapat ditangkap oleh peneliti, dengan menunjukkan bukti-buktinya.14 3. Sumber Data dan Data Penelitian a. Sumber data Sumber data adalah “subyek dari mana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden“.15 Sedangkan sumber data menurut sifatnya (ditinjau dari tujuan penyelidikan) dapat digolongkan menjadi dua golongan.16 Sumber primer (sumber-sumber yang memberikan data langsung dari tangan pertama) dan sumber sekunder (sumber yang mengutip dari sumber lain). Dalam buku yang lain disebutkan bahwa sumber data adalah “benda, hal atau tempat peneliti mengamati, membaca, atau bertanya tentang data. Secara umum sumber dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis yakni person (orang), paper (kertas atau dokumen), dan place
13
Nana Sudjana, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung : Sinar Baru, 1989),
hlm. 7 14
Muhammad Ali, Strategi Penelitian Pendidikan, (Bandung : Angkasa, 1993), hlm. 161 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktiek, edisi Revisi VI (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm.129 16 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik, (Bandung: Tersito, 1980), edisi VII, Hlm. 134 15
9
(tempat) yang disingkat 3P.17 Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan hanyalah person dan paper dengan penjelasan sebagai berikut: 1). Person (orang). Sumber data ini adalah orang yang kompeten dalam pelaksanaan metode demonstrasi dalam pembelajaran materi fiqih bab shalat yang meliputi; Kepala Sekolah, dan Guru PAI di SD N 02 Ngroto Gubug Grobogan. 2). Paper (kertas atau dokumen). Sumber ini berupa dokumen/arsip sekolah di SD N 02 Ngroto Gubug Grobogan. b. Data Data adalah “hasil pencatatan penelitian, baik yang berupa fakta ataupun angka”.18 Data dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni: 1). Data Primer Adalah “data yang berlangsung dan segera diperoleh dari sumber data oleh penyelidik untuk tujuan yang khusus”.19 Data ini meliputi metode demonstrasi dalam pembelajaran fiqih bab shalat di SD N 02 Ngroro serta data kepustakaan yang berkaitan dengan materi penelitian. 2). Data Sekunder Adalah “data yang telah dahulu dikumpulkan dengan dilaporkan oleh orang di luar diri peneliti sendiri, walaupun yang telah dikumpulkan itu sesungguhnya adalah data yang asli”.20 Data ini dapat diperoleh dari sumber-sumber buku, majalah, artikel atau bukti-bukti yang dipandang relevan.
17
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003) cet. II, hlm.
116 18
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, op.cit. hlm 99 Winarno Surakhmad, op.cit. hlm 163 20 ibid 19
10
4. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Metode observasi yaitu metode pengumpulan data yang menggunakan pengamatan terhadap obyek penelitian. Observasi dapat dilaksanakan dengan dua cara, yang kemudian digunakan untuk menyebut jenis observasi,21 yaitu : 1). Observasi non–sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan instrument pengamatan. 2). Observasi sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrument pengamatan. Metode ini penulis gunakan untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran yang dilaksanakan serta hal-hal lain yang dapat memberikan data atau informasi bagi penulis dalam penulisan skripsi. b. Interview Metode interview atau wawancara yaitu alat pengumpulan informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan juga.22 Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh informasi tentang apa, bagaimana pelaksanaan metode tersebut dan respon siswa terhadap pembelajaran fiqih bab shalat. c. Dokumentasi Metode dokumentasi adalah mencari data-data mengenai halhal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, lengger, agenda dan sebagainya.23 Metode ini digunakan peneliti untuk memperoleh data mengenai tinjauan historis, visi dan misi serta keadaan sekolahnya baik sarana maupun prasarana dan keadaan guru/siswanya.
21
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, op.cit. hlm157 Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hlm. 165 23 Suharsimi Arikunto, op.cit. hlm. 231 22
11
5. Teknik Analisis Data Proses analisa data merupakan suatu proses penelaahan data secara mendalam. Menurut. Moleong proses analisa dapat dilakukan pada saat yang bersamaan dengan pelaksanaan pengumpulan data meskipun pada umumnya dilakukan setelah data terkumpul.24 Guna memperoleh gambaran yang jelas dalam memberikan, menyajikan, dan menyimpulkan data, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisa deskriptif kualitatif, yakni suatu analisa penelitian yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan suatu situasi tertentu yang bersifat faktual secara sistematis dan akurat.25 Penggunaan metode ini memfokuskan penulis pada adanya usaha untuk menganalisa seluruh data (sesuai dengan pedoman rumusan masalah) sebagai satu kesatuan dan tidak dianalisa secara terpisah.
24
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002, hlm. 103. 25 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: CV Pustaka Setia, 2002, hlm. 41
BAB II METODE DEMONSTRASI DALAM PEMBELAJARAN FIQIH
A. Metode Demonstrasi 1. Pengertian Metode Demonstrasi Penjabaran tentang pengertian metode demonstrasi dapat dilakukan dengan mengurai kata yang membentuknya, yakni “metode” dan “demonstrasi”. Oleh sebab itu, sebelum menjelaskan secara lebih jauh perihal landasan teori yang berkaitan dengan metode demonstrasi, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu pengertian secara bahasa maupun istilah dari metode demonstrasi. Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani “metodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata: yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, “metode” adalah: “Cara yang teratur dan terpikir
baik-baik
untuk
mencapai
maksud”.1
Sedangkan
istilah
“demonstrasi” secara bahasa dapat disandarkan pada istilah dalam bahasa Inggris yakni “demonstration” yang berarti “memperagakan” atau “memperlihatkan”.2 Berdasarkan pemaknaan secara bahasa terhadap istilah metode demonstrasi di atas, maka pengertian demonstrasi secara bahasa dapat dijabarkan sebagai “cara atau jalan yang dilakukan dengan memperagakan atau memperlihatkan sesuatu kepada orang atau pihak lain agar orang atau pihak tersebut memahami maksud tertentu yang ingin disampaikan oleh peraga”. 1
Dalam konteks bahasa Arab, istilah metode dapat disandarkan pada kata thariqah. Hal ini sebagaimana dikutip dalam Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), cet. I, hlm. 40 2 Sebagaimana dikutip dalam Tayar Yusuf, dkk., Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 45.
12
13
Sedangkan penjelasan tentang pengertian metode demonstrasi secara istilah dapat dijabarkan melalui pendapat para tokoh terkait pengertian metode demonstrasi. Menurut para ahli, definisi metode demonstrasi di antaranya adalah sebagai berikut: a. Syaiful Bahri Djamarah menjelaskan bahwa “metode demonstrasi adalah suatu metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran”.3 b. Menurut Ramayulis, metode demonstrasi dalam proses pengajaran merupakan “metode atau cara mengajar yang menggunakan suatu kerja fisik atau pengoperasian peralatan atau benda untuk menjelaskan sesuatu materi ajar”.4 c. Menurut Nana Sudjana, metode demonstrasi adalah “metode mengajar yang memperlihatkan bagaimana proses terjadinya sesuatu”.5 d. Sedangkan Muhammad Zein menjelaskan bahwa metode demonstrasi adalah suatu metode mengajar di mana seorang guru, murid, ataupun pihak lain yang sengaja diminta dengan sendirinya memperlihatkan kepada seluruh peserta belajar tentang sesuatu proses atau suatu kaifiyah melakukan sesuatu.6 Jadi, bisa dikatakan metode demonstrasi adalah metode mengajar di mana pelaksanaannya dilakukan dengan cara memperagakan atau mendemonstrasikan apa yang bisa diperagakan oleh guru atau siswa itu sendiri yang sesuai dengan materi yang disampaikan. Dengan demikian, dari pengertian secara harfiah dan istilah di atas, dapat dijabarkan bahwasanya dalam metode demonstrasi terkandung karakteristik dasar sebagai berikut: 3
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), cet. I, hlm. 201 4 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Radar Jaya Offset, 2005), cet. IV, hlm. 245 5 Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995), cet. III, hlm. 83 6 Muhammad Zein, Methodologi pengajaran Agama, (ogyakarta: AK Group dan Indra Buana, 1995), cet. VIII, hlm. 177
14
a. Pihak yang memperagakan b. Tujuan yang diharapkan c. Obyek informasi yang menjadi peragaan d. Alat bantu peraga e. Pihak yang menerima 2. Tujuan dan Fungsi Metode Demonstrasi Demonstrasi adalah sebuah peragaan yang dilakukan guru maupun orang lain atau siswa yang ditunjuk yang bertujuan untuk memberikan penjelasan dengan peragaan tersebut agar siswa lebih paham dan mengerti tentang materi yang disampaikan. Penerapannya dalam pendidikan agama metode ini lebih banyak digunakan untuk memperjelas cara mengerjakan atau kaifiyat suatu proses pelaksanaan ibadah, misalnya tata cara berwulu, shalat, haji, dan mteri-materi lain yang bersifat motorik.7 Dari penggunaan demonstrasi dapat ditarik beberapa fungsi atau manfaat bagi kepentingan pengajaran, diantaranya: a. Perhatian murid dapat dipusatkan kepada hal-hal yang dianggap penting oleh guru, sehingga murid dapat mengamati hal-hal itu seperlunya yang berarti perhatian murid menjadi terpusat kepada proses belajar semata-mata. b. Dapat mengurangi kesalahan-kesalahan dalam “menangkap dan mencerna” bila dibandingkan dengan hanya membaca di dalam buku, karena murid telah memperoleh gambaran yang jelas dari hasil pengamatannya. c. Beberapa masalah yang menimbulkan pertanyaan atau masalah dalam diri murid dapat terjawab pada waktu murid mengamati proses demonstrasi. d. Menghindari “coba-coba dan gagal” yang banyak memakan waktu belajar, disamping praktis dan fungsional, khususnya bagi murid-
7
83
Zuhairini, dkk., Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), cet. I hlm.
15
murid yang ingin berusaha mengamati secra lengkap dan teliti atau jalannya sesuatu.8 3. Prinsip-prinsip dan Langkah-langkah Metode Demonstrasi Dalam metode demonstrasi posisi guru dituntut untuk lebih aktif daripada
siswanya,
walaupun
siswa
juga
bisa
ditunjuk
untuk
mendemonstrasikan sesuatu. Karena guru adalah pendidik atau pengajar yang tentu lebih memahami (materi) apa yang disampaikan. Melalui demonstrasi, seorang guru ingin menyampaikan sesuatu pada siswa, melalui demonstrasi yang baik, berarti guru telah mengadakan komuniksai yang dengan para siswanya. Sehingga siswa mengerti apa yang ingin guru sampaikan.9 Beberapa prinsip demonstrasi antara lain: a. Menciptakan suasana dan hubungan yang baik dengan siswa sehingga ada keinginan dan kemauan dari siswa untuk menyaksikan apa yang hendak didemonstrasikan. b. Mengusahakan agar demonstrasi itu jelas bagi siswa yang sebelumya tidak memahami, mengingat siswa belum tentu dapat memahami apa yang dimaksudkan dalam demonstrasi karena keterbatasan daya pikirnya. c. Memikirkan dengan cermat sebelum mendemonstrasikan suatu pokok bahasan atau topic bahasan tertentu tentang adanya kesulitan yang akan ditemui siswa sambil memikirkan dan mencari cara untuk mengatasinya. Dengan berpedoman pada tiga prinsip di atas, maka kegiatan demonstrasi tidak akan kehilangan arah dan lepas kendali sehingga dapat berjalan terarah seiring dengan tujuan yang telah digariskan sebelumnya.10
8
Zakiah Darajat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1982),
hlm. 116 9
Suharyono, Stategi Belajar Mengajar, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1991), hlm. 35 Zuhairini, dkk., Metodik khusus pendidikan Agama, (Malang: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1977), hlm. 297 10
16
Sedangkan langkah-langkah demonstrasi yaitu : a. Guru merencanakan dan menetapkan urutan-urutan penggunaan bahan dan alat yang sesuai dengan urutan pekerjaan yang harus dilakukan. b. Guru menunjukkan cara metode demonstrasi. c. Guru menetapkan perkiraan waktu yang diperlukan oleh anak untuk meniru. d. Anak memperhatikan dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar. e. Guru memberikan motivasi atau penguat-penguat yang diberikan, baik bila anak berhasil maupun kurang berhasil.11 4. Kelebihan Metode Demonstrasi Menurut
Ramayulis,
diantara
kelebihan-kelebihan
metode
demonstrasi yaitu: a. Keaktifan peserta didik akan bertambah, lebih-lebih kalau peserta didik diikut sertakan. b. Pengalaman peserta didik bertambah karena peserta didik turut membantu pelaksanaan suatu demonstrasi sehingga ia menerima pengalaman yang bisa mengembangkan kecakapannya. c. Pelajaran yang diberikan lebih tahan lama. d. Pengertian lebih cepat dicapai. e. Perhatian peserta didik dapat dipusatkan dan titik yang dianggap penting oleh guru dapat diamati oleh peserta didik seperlunya. f. Mengurangi kesalahan-kesalahan. g. Beberapa masalah yang menimbulkan pertanyaan atau masalah dalam diri peserta didik dapat terjawab pada waktu peserta didik mengamati proses demonstrasi. h. Menghindari “coba-coba dan gagal” yang banyak memakan waktu belajar, di samping praktis dan fungsional, khususnya bagi peserta
11
Moeslichatoen R., Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 123-124
17
didik yang ingin berusaha mengamati secara lengkap dan teliti atau jalannya sesuatu.12 Sedangkan menurut Syaiful Bahri Djamarah, kelebihan metode demonstrasi adalah sebagai berikut: a. Membantu anak didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau kerja suatu benda. b. Memudahkan berbagai jenis penjelasan, sebab penggunaan bahasa dapat lebih terbatas. c. Kesalahan-kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki melalui pengamatan dan contoh konkret, dengan menghadirkan objek sebenarnya.13 5. Kelemahan Metode Demonstrasi Kelemahan metode demonstrasi seperti yang disampaikan oleh Syaiful Bahri Djamarah dalam bukunya yang berjudul Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif yaitu: a. Anak didik terkadang sukar melihat dengan jelas benda yang akan dipertunjukkan. b. Tidak semua benda dapat didemonstrasikan. c. Sukar mengerti bila didemonstrasikan oleh guru yang kurang menguasai apa yang didemonstrasikan.14 Selain pendapat di atas, kelemahan metode demonstrasi lainnya yaitu: a. Metode ini membutuhkan kemampuan yang optimal dari pendidik untuk itu perlu persiapan yang matang. b. Sulit dilaksanakan kalau tidak ditunjang oleh tempat, waktu dan peralatan yang cukup.15
12
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Radar Jaya Offset, 2005), cet. IV, hlm. 246 13 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), cet. I, hlm. 201 14 Ibid., hlm 201 15 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama, op.cit., hlm246
18
B. Pembelajaran Fikih 1. Pengertian Pembelajaran Fikih Seperti halnya dalam menguraikan pengertian tentang metode demonstrasi, maka dalam menjabarkan pengertian pembelajaran fikih penulis juga akan menguraikannya sesuai dengan susunan kata yang membentuknya, yakni “pembelajaran” dan “fikih”. Dalam
Undang-Undang
Sistem
Pendidikan
Nasional
(UU
Sisdiknas) Tahun 2003 Bab I Pasal 1 dijelaskan bahwa “pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.16 Meski telah memiliki pengertian tertentu dalam peraturan perundang-undangan, di kalangan tokoh pendidikan terdapat perbedaan penjabaran mengenai pengertian dari pembelajaran. Menurut E. Mulyasa, pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya yang bertujuan untuk menghasilkan perubahan perilaku. Dalam interaksi tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor internal yang datang dari individu maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan.17 Sementara itu, pengertian yang berbeda dengan pengertian di atas, khususnya dalam konteks tujuan pembelajaran, diberikan S. Nasution. Menurutnya pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dengan siswa atau sekelompok siswa dengan tujuan untuk memperoleh ketrampilan, sikap, serta menetapkan apa yang dipelajari.18 Sedangkan Dimyati dan Mudjiono, sebagaimana dikutip oleh Syaiful Sagala, lebih menekankan pengertian pembelajaran pada proses belajar yang dibangun oleh guru untuk meningkatkan kreatifitas berfikir
16
Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) 2003, (UU RI No. 20 Tahun 2003), (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hlm. 4. 17 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep Karakteristik dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002) hlm. 100. 18 S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), hlm. 102.
19
siswa sehingga dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa yang dapat meningkatkan penguasaan terhadap materi pelajaran.19 Beralih ke pengertian “fikih”, secara bahasa memiliki artai “tahu atau paham”.20 Pengertian ini disandarkan pada salah satu firman Allah dalam surat at-Taubah ayat 87 berikut ini: y Ù2ÅNß Ü1³R³Î Î t"É `Ò´ÎÁ ... ·¶® [JÅN Þáe “….dan hati mereka telah dikunci mati maka mereka tidak mengetahui” (Q.S. at-Taubah: 87) Sedangkan dalam konteks istilah, seperti halnya pengertian “pembelajaran”, juga terdapat perbedaan penjabaran redaksional mengenai pengertian “fikih” di kalangan tokoh yang berkompeten dalam bidang pendidikan. Perbedaan tersebut dapat dilihat dalam tiga pendapat berikut ini: a. Abdul Wahhab Khalaf mendefinisikan fikih sebagai hukum-hukum syara’ yang bersifat praktis yang bersumber dari dalil-dalil yang rinci.21 b. A. Syafi’i Karim memperjelas pengertian fikih sebagai ilmu yang mempelajari syari’at Islam yang bersifat praktis yang bersumber pada dalil-dalil yang terinci dalam ilmu tersebut.22 c. Muhammad Khalid Mas’ud menjelaskan pengertian fikih sebagai “In discussion of the nature of the law and practice what is implied by Islamic law”.23 (Pembahasan mengenai hukum asal dan praktek yang terkandung dalam hukum Islam)
19
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: CV Alpabheta, 2003),
hlm. 212. 20 T.M. Hasbi ash-Shiddieq, Pengantar Ilmu Fiqh, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997), hlm. 15. 21 Sebagaimana dikutip dalam A. Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 5. 22 A. Syafi’i Karim, Fiqh Ushul Fiqh, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 11. 23 M. Khalid Mas’ud, Shatibi’s Phylosophy of Islamic Law, (Malaysia: Islamic Book Trust, 2001), hlm. 18.
20
Meskipun terdapat perbedaan dalam konteks redaksi, namun secara substansi, ketiga pendapat di atas bermuara pada satu pengertian tentang fikih yakni sebagai ilmu yang mempelajari syari’at Islam baik dalam konteks asal hukum maupun praktek dari syari’at Islam itu sendiri. Berdasarkan penjelasan mengenai pengertian pembelajaran dan fikih di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dari pembelajaran fikih adalah proses interaksi antara guru dan siswa yang bertujuan untuk mengembangkan kreatifitas berfikir siswa dalam bidang syari’at Islam, baik dalam konteks asal hukumnya maupun praktiknya sehingga siswa mampu menguasai materi tersebut. 2. Fungsi Pembelajaran Fikih Pada dasarnya pembelajaran memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut: a. Menanamkan nilai-nilai dan kesadaran beribadah peserta didik kepada Allah SWT, sebagai pedoman untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. b. Membiasakan pengalaman terhadap hukum Islam pada peserta didik dengan ikhlas dan perilaku yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di sekolah dan lingkungan. c. Membentuk kedisiplinan dan rasa tanggung jawab social di sekolah dan masyarakat d. Meneguhkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta menanamkan akhlak peserta didik seoptimal mungkin, melanjutkan upaya yang terlebih dahulu dilakukan dalam lingkungan keluarga. e. Membangun mental peserta didik dalam menyesuaikan diri dalam lingkungan fisik dan sosialnya. f. Memperbaiki kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam pelaksanaan ibadah dan muamalah dalam kehidupan sehari-hari.
21
g. Membekali peserta didik akan bidang fiqih atau hukum Islam untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.24 3. Tujuan Pembelajaran Fikih Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain. Di samping itu, tujuan dapat membatasi ruang gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicitacitakan, dan yang terpenting lagi adalah dapat memberi penilaian atau evaluasi pada usaha-usaha pendidikan.25 Tujuan pembelajaran fikih merupakan dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Memberikan bekal kemampuan dasar kepada warga belajar untuk mengembangkan kehidupan sebagai: 1) Pribadi muslim yang beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia 2) Warga negara yang berkepribadian, percaya kepada diri sendiri, sehat jasmani dan rohaninya b. Membina warga belajar agar memiliki pengalaman, pengetahuan, ketrampilan beribadah, dan sikap terpuji yang berguna bagi pengembangan pribadinya. c. Mempersiapkan warga negara belajar untuk mengikuti pendidikan lanjutan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.26 5. Ruang Lingkup Pembelajaran Fikih Secara garis besar, ruang lingkup fikih mencakup tiga dimensi, yaitu:27 a. Dimensi pengetahuan fiqih (knowledge) yang mencakup bidang ibadah dan muamalah. Materi pengetahuan fiqih dalam dua bidang tersebut 24
Depag RI Kurikulum 2004, Pedoman Umum Pengembangan Silabus Madrasah Ibtidaiyyah, (Jakarta: Direktoral Jenderal Pengembangan Kelembagaan Agama Islam, 2004), hlm. 2. 25 Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), ed. I, hlm. 71 26 CD KTSP Materi Fiqih 27 Depag RI Kurikulum 2004, op. cit., hlm. 1.
22
meliputi pengetahuan tentang thaharah, shalat, dzikir, puasa, haji, umroh, makanan, minuman, binatang halal dan haram, qurban dan aqiqah. b. Dimensi ketrampilan fiqih (fiqh skill) meliputi ketrampilan melakukan ibadah mahdlah, memilih dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal, melakukan kegiatan muamalah dan sesama manusia berdasarkan syari’at Islam, memimpin, dan memelihara lingkungan. c. Dimensi nilai-nilai fiqih (fiqh values) mencakup penghambaan kepada Allah yang meliputi ta’abud, penguasaan atas nilai religius, disiplin, percaya diri, komitmen, norma dan moral, nilai keadilan, demokrasi, toleransi, kebebasan individual. Adapun penjabaran bidang kajian fiqih dari dimensi pengetahuan dan ketrampilan fikih dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Dimensi ibadah 1) Melakukan thaharah atau bersuci 2) Melakukan shalat wajib 3) Melakukan adzan dan iqamah 4) Melakukan shalat jum’at 5) Macam-macam shalat sunnah 6) Melakukan puasa 7) Melakukan zakat 8) Melakukan shadaqah dan infaq 9) Memahami hukum Islam tentang makanan dan minuman 10) Memahami ketentuan aqiqah dank urban 11) Memahami ibadah haji dan umroh 12) Melakukan dzikir dan doa 13) Memahami khitan b. Dimensi muamalah 1) Memahami ketentuan jual beli 2) Memahami pinjam dan sewa 3) Memahami ketentuan upah
23
4) Memahami ketentuan riba 5) Memahami ketentuan barang temuan Dari dimensi dan lingkup kajian mata pelajaran fikih di atas, maka dapat disimpulkan bahwasanya tujuan utama dari pembelajaran fikih adalah adanya penguasaan materi teoritis dan praktek ibadah dan muamalah sesuai dengan syari’at Islam. C. Metode Demonstrasi dalam Pembelajaran Fiqih Metode mengajar merupakan salah satu hal yang penting dalam proses pembelajaran. Ketepatan penggunaan metode dalam proses pembelajaran akan dapat memudahkan terwujudnya tujuan pembelajaran seperti yang telah direncanakan dan diinginkan. Pemilihan metode mengajar dalam proses pembelajaran tidak dapat dilepaskan dari kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik, baik dalam lingkup jasmani maupun rohaninya.28 Jenis dan bentuk metode mengajar beraneka ragam dan pengajar dapat mengeksplorasi metode-metode tersebut dalam mengajar. Termasuk dalam lingkup pembelajaran fiqih. Dalam sejarah Islam, Rasulullah SAW pun juga menerapkan beberapa metode dalam upaya dakwah beliau. Salah satu metode yang digunakan oleh Rasulullah SAW adalah metode demonstrasi. Rasulullah SAW tidak jarang memperagakan materi dakwahnya.29 Bahkan keberadaan metode demonstrasi sebagai metode dakwah dapat dikuatkan dari salah satu hadits beliau yang berbunyi:
ﺻﻠﹼﻮ ﻛﻤﺎ ﻭﺃﻳﺘﻤﻮﱏ:ﻭﻋﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﺍﺑﻦ ﺍﳊﻮﻳﺮﺙ ﺍﻥ ﺍﻟﻨﱮ ﺻﻞ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ (ﺍﺻﻠﹼﻰ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ “Dan dari Malik bin al-Hawairits: Sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda: shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat.” (H.R. Ahmad dan Bukhari)30
28
A.D. Rooljakers, Mengajar dengan Sukses, (Jakarta: Gramedia, 1989), hlm. 20. Heri J.M., Fiqih Pendidikan, (Bandung: remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 230. 30 Abi Abdillah Muhammad Ibnu Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari Juz I, (Semarang: Toha Putra, t.t), hlm. 155. 29
24
Menurut Rooljakers, metode pembelajaran dapat mencapai hasil pembelajaran yang maksimal asalkan memberikan ruang yang cukup leluasa kepada peserta didik untuk melatih kemampuannya dalam berbagai macam kegiatan. Istilah lainnya adalah adanya keseimbangan antara aspek teoritis dan aspek praktis dalam pembelajaran atau sering juga disebut dengan belajar sambil berbuat.31 Berdasarkan penjelasan tersebut dan disandarkan pada pengertian dari demonstrasi, maka dapat disimpulkan bahwasanya metode demonstrasi berpeluang untuk mewujudkan tercapainya tujuan pembelajaran secara maksimal. Penerapan metode demonstrasi, terkait dengan proses pembelajaran fiqih pada tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD), tentu tidak dapat dilepaskan dari materi-materi yang diajarkan. Karena tidak semua materi pelajaran dapat dijelaskan dengan menggunakan metode demonstrasi. Hanya materi yang berkaitan dengan gerakan atau perbuatan yang dapat dijelaskan dengan menggunakan bantuan metode demonstrasi. Terkait dengan penerapan metode demonstrasi pada mata pelajaran fiqih pada pendidikan tingkat Sekolah Dasar dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Kelas I semester gasal dengan materi mengenal tata cara bersuci Penerapan metode demonstrasi dapat dilaksanakan dengan cara: a. Guru mempersiapkan alat bantu atau alat peraga berupa poster bacaan yang terdapat dalam proses thaharah b. Guru menjelaskan terlebih dahulu teori thaharah c. Guru kemudian membaca bacaan dalam thaharah dan disertai dengan memperagakan cara-cara thaharah d. Guru menginstruksikan peserta didik untuk menirukan bacaan dan gerakan dalam thaharah 2. Kelas I semester genap dengan materi membiasakan thaharah Penerapan metode demonstrasi dapat dilaksanakan dengan cara:
31
A.D. Rooljakers, op. cit., hlm. 21.
25
a. Guru mengulas kembali tentang tata cara thaharah b. Guru kembali memberikan contoh bacaan dan gerakan-gerakan dalam thaharah c. Guru menginstruksikan peserta didik untuk menirukan bacaan dan gerakan dalam thaharah d. Guru memberikan tugas kelompok untuk mempraktekkan materi yang telah diberikan yang berhubungan dengan bacaan dan gerakan dalam thaharah 3. Kelas II semester gasal dengan materi menghafal bacaan shalat Penerapan metode demonstrasi dapat dilaksanakan dengan cara: a. Guru mempersiapkan alat bantu atau alat peraga berupa poster bacaan dan gerakan yang terdapat dalam shalat b. Guru menjelaskan terlebih dahulu teori tentang shalat c. Guru memberikan contoh bacaan shalat dengan disertai peragaan gerakan yang sesuai dengan bacaan tersebut. d. Guru menginstruksikan peserta didik untuk menirukan bacaan dan gerakan dalam shalat 4. Kelas II semester genap dengan materi membiasakan shalat dengan tertib Penerapan metode demonstrasi dapat dilaksanakan dengan cara: a. Guru mengulas kembali tentang bacaan-bacaan dalam shalat b. Guru memperagakan gerakan-gerakan dalam shalat secara urut c. Guru menginstruksikan peserta didik untuk menirukan gerakangerakan shalat secara urut d. Guru memberikan tugas kelompok untuk mempraktekkan materi yang telah diberikan yang berhubungan dengan bacaan dan gerakan dalam shalat secara urut 5. Kelas III semester gasal dengan materi melaksanakan shalat dengan tertib Penerapan metode demonstrasi dapat dilaksanakan dengan cara: a. Guru menjelaskan perbedaan bacaan nyaring dan pelan dalam shalat b. Guru memperagakan teori tersebut dalam shalat maghrib dan shalat ashar sebanyak satu rakaat
26
c. Guru menginstruksikan peserta didik untuk menirukan bacaan dan gerakan yang telah diperagakannya d. Guru memberikan tugas kelompok untuk mempraktekkan materi yang telah diberikan yang berhubungan dengan bacaan yang nyaring dan pelan dalam shalat 6. Kelas III semester genap dengan materi melakukan shalat fardlu Penerapan metode demonstrasi dapat dilaksanakan dengan cara: a. Guru mempersiapkan alat peraga berupa poster gerakan shalat secara utuh dari takbirotul ihram hingga salam dan penataan ruang kelas b. Guru menjelaskan secara teoritis tata cara pelaksanaan shalat fardlu dari niat hingga salam c. Guru kemudian memperagakan bacaan dan gerakan dalam shalat fardlu dari niat hingga salam d. Guru kemudian menginstruksikan peserta didik untuk menirukan bacaan dan gerakan shalat fardlu yang telah diperagakan e. Guru memberikan tugas kelompok untuk mempraktekkan materi yang telah diberikan yang berhubungan dengan tata cara shalat fardlu secara lengkap dari niat hingga salam 7. Kelas IV semester genap dengan materi dzikir dan do’a Penerapan metode demonstrasi dapat dilaksanakan dengan cara: a. Guru mempersiapkan alat peraga berupa poster yang berisikan tata urutan dzikir setelah shalat b. Guru menjelaskan secara teoritis tentang dzikir dan doa setelah shalat c. Guru memperagakan dzikir secara urut d. Guru menginstruksikan peserta didik untuk menirukan peragaannya e. Guru memberikan tugas kelompok untuk mempraktekkan materi yang telah diberikan yang berhubungan dengan tata urut dzikir setelah shalat 8. Kelas V semester gasal dengan materi adzan dan iqamah Penerapan metode demonstrasi dapat dilaksanakan dengan cara: a. Guru mempersiapkan alat peraga berupa poster yang berisikan urutan lafadz dalam adzan dan iqamah
27
b. Guru menjelaskan secara teoritis tentang adzan dan iqamah c. Guru memperagakan adzan dan iqamah d. Guru menginstruksikan peserta didik untuk menirukan peragaan adzan dan iqamah e. Guru memberikan tugas kelompok untuk mempraktekkan materi yang telah diberikan yang berhubungan dengan adzan dan iqamah Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada materi fiqih tingkat sekolah dasar, penerapan metode demonstrasi dapat dilaksanakan pada materi yang berhubungan dengan thaharah, shalat, dzikir dan doa, dan adzan dan iqamah.
BAB III IMPLEMENTASI METODE DEMONSTRASI DALAM PEMBELAJARAN FIQIH BAB SHOLAT KELAS III SEMESTER GASAL DI SD N 02 NGROTO KECAMATAN GUBUG KABUPATEN GROBOGAN
A. Situasi Umum SD N 02 Ngroto 1. Sejarah Berdirinya SD N 02 Ngroto Sekolah ramah anak adalah sekolah yang mengedepankan rasa aman, nyaman dan mampu menciptakan suasana yang damai bagi setiap warga sekolah terutama pada peserta didik tanpa adanya kekerasan. SD Negeri 2 Ngroto adalah sebuah sekolah yang terletak di desa Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan Jawa Tengah. Dengan lokasi yang jauh dari keramaian kota mejadikan sekolah ini lebih tenang dalam melaksanakan proses Kegiatan belajar mengaajar. Berbagai fasilitas baik fisik gedung, media pembelajaran dan managemen sekolah yang teratur dapat meraih berbagai prestasi dalam setiap event di tingkat Dabin, Kecamatan bahkan sampai ke Kabupaten. Hal ini didukung dengan adanya staf yang hampir semua berpredikat Sarjana (S1). SD Negeri 2 Ngroto Gubug Grobogan merupakan lembaga pendidikan yang bisa dikatakan relativ tua. Dimana ia telah berdiri sejak tahun 1982. 2. Letak Geografis a. Letak Daerah SD N 2 Ngroto Gubug Grobogan terletak di desa Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan b. Batas Areal Karena SD N 2 Ngroto Gubug Grobogan terbagi menjadi dua bagian, yaitu bgian kantor, ruang kelas (1, 2, dan 6), serta gudang itu terletak di sebelah utara jalan (gedung A) dan ruang kelas (3, 4, dan 5)
28
29
terletak di sebelah selatan jalan (gedung B). Maka batas-batas wilayahnya adalah :
Sebelah Timur : Gedung A berbatasan dengan SD N 1 Ngroto dan gedung B berbatasan dengan pemukiman penduduk
Sebelah Selatan : Gedung A berbatasan dengan jalan desa Ngroto dan gedung B berbatasan dengan pemukiman penduduk
Sebelah Barat
: Gedung A berbatasan dengan pemukiman penduduk dan gedung B berbatasan dengan Lapangan Sepak Bola Ngroto
Sebelah Utara
: Gedung A berbatasan dengan jalan desa Ngroto dan gedung B berbatasan dengan jalan desa Ngroto
c. Luas Wilayah Luas yang dimiliki SD N 2 Ngroto Gubug Grobogan yaitu : 1.040 m2 dengan perincian sebagai berikut: 1)
886 m2 luas bangunan, yakni luas tanah yang di atasnya didirikan bangunan ruang-ruang di SD N 2 Ngroto Gubug Grobogan.
2)
154 m2 luas halaman, yakni luas tanah yang tidak didirikan bangunan di atasnya yang digunakan sebagai lapangan sekolah.
30
3. Struktur Organisasi STRUKTUR PERSONALIA TAHUN 2009/2010 SD NEGERI 2 NGROTO KECAMATAN GUBUG KAB GROBOGAN
KEPALA SEKOLAH S. SUDEWO, S. Pd
GURU KELAS I TARMIYATI
GURU KELAS V AAS ASMANAH
GURU KELAS II TARMIYATI
GURU KELAS VI DWI LISTIYANI B.R.
GURU KELAS III ALI SODIKIN
GURU PAI Drs. TASMIAN
PENJAGA SEKOLAH HARNOMO
GURU KELAS IV HARYANTI
GURU PENJASKES -
31
4. Sistem Pendidikan Sistem pendidikan di SD Negeri 2 Ngroto yang berkualitas dititikberatkan pada pembentukan watak dan pribadi yang mandiri dan siap belajar di jenjang selanjutnya. Sehingga pembelajaran anak selalu berprinsip pada konsep “the time of science” (waktu adalah ilmu), jadi setiap kegiatan di sekolah merupakan ilmu, pengetahuan serta pengalaman yang tidak sia-sia bagi siswa. 5. Visi dan Misi Visi SD N 02 Ngroto Gubug Grobogan yaitu: Terbentuknya peserta didik yang berkepribadian, berbudi pekerti, berbudaya serta unggul dalam prestasi dengan dilandasi keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan misi dari SD N 02 Ngroto Gubug Grobogan yaitu : Melaksanakan proses pembelajaran yang terprogram dengan menghasilkan aspek pengalaman, pengalaman yang mendidik secara luas, utuh dan bulat serta terciptanya suasana sekolah yang kondusif. Selain visi dan misi di atas, SD N 02 juga mempunyai motto yaitu : “meniti ilmu, berbudi pekerti, meraih prestasi serta memajukan bangsa”. 6. Keadaan Guru dan Murid a. Keadaan Guru Tenaga didik dan karyawan yang bertugas di SD N 2 Ngroto secara keseluruhan berjumlah 8 (delapan) orang. Yang terdiri dari tujuh orang guru dan satu PTT (Pegawai Tidak Tetap). Dari jumlah guru yang ada terdapat satu guru yang wiyata.
28
32
Tabel I Daftar Guru dan Karyawan SD N 2 Ngroto Tahun Ajaran 2009/2010
No
1
Nama/NIP
S. Sudewo, S. Pd.
L/
Tempat
P
Tgl. Lh.
L
NIP 19551111 197701 1 002 2
Tarmiyati
P
Drs. Tasmian
Dwi Listiyani Budi R.
L
Haryanti
P
P
Aas Asmanah
Ali Sodikin
Islam
Surakarta
Sleman
P
Grobogan
Islam
Islam
Islam
25 Agt. 1969 L
NIK 051022008
Grobogan
S.1
Kep.Sek
SPG
Guru
1973
Kelas
S.1
GPAI
1991
21 Juni 1954
Nip 19690825 200701 2 004 7
Islam
14 April 1962
NIP 19540621 198304 2 001 6
Grobogan
Jabatan
2001
5 Juli 1956
NIP 19620414 198304 2 006 5
Kristen
18 Juni 1953
NIP 19560705 198201 1 005 4
Bantul
Ijazah Tahun
11 Nop. 1955
NIP 19530617 197811 2 002 3
Salatiga
Agama
Islam
30 Mei 1984
D II
Guru
2000
Kelas
D II
Guru
2000
Kelas
SPG
Guru
1998
Kelas
PGKS
GTT
D 2005
8
Harnomo NIP -
L
Grobogan
Islam
12 Nop. 1978
Sumber : Laporan SD N 2Ngroto bulan Juli 2009
MTs. 1992
PTT
33
b. Keadaan Murid Jumlah murid SD N 2 Ngroto pada Tahun Ajaran 2009/2010 yaitu sebanyak 148 anak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2 Keadaan Murid SD N 2 Ngroto Tahun Ajaran 2009/2010
Banyak
Murid
No
Kelas
Kelas
L
P
Jumlah
1
I
1
9
13
22
2
II
1
15
9
24
3
III
1
17
10
27
4
IV
1
18
12
30
5
V
1
13
9
22
6
VI
1
11
12
23
Jumlah
6
83
65
148
Sumber : Laporan SD N 2Ngroto bulan Juli 2009 7. Keadaan Sarana dan Prasarana Dari penelitian yang dilakukan terdapat beberapa sarana prasarana yang ada di SD N 2 Ngroto. Sarana dan prasarana tersebut yaitu : i. Ruang pendidikan, yang berjumlah 6 kelas ii. Ruang kantor/administrasi berjumlah 1 ruang iii. Ruang barang/gudang berjumlah 1 yang berisikan perabot, serta perpustakaan. iv. Halaman sekolah yang berfungsi sebagai lapangan olahraga 1 lokal
34
B. Implementasi Metode Demonstrasi dalam Pembelajran PAI Materi Salat dengan Tertib di SD N 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan 1. Gambaran Umum Materi Fiqih Bab Salat Kelas III SD N 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan Salat merupakan salah satu materi PAI yang diberikan kepada siswa tingkat Sekolah Dasar (SD), termasuk di SD N 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan. Secara keseluruhan, materi fiqih yang diberikan di SD N 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan meliputi materi rukun Islam, thaharah (bersuci), salat, dzikir dan do’a, adzan dan iqamat, puasa ramadlan, dan zakat.1 Pemberian materi salat di SD N 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan tidak dilakukan secara langsung dan menyeluruh pada satu level kelas tertentu namun dilakukan secara bertahap dalam beberapa level kelas. Pemberian materi salat dilakukan sejak level SD kelas II semester genap dengan materi awal menghafal bacaan salat. Sedangkan materi akhir tentang salat diberikan pada level SD kelas IV semester gasal dengan materi mengenal ketentuan-ketentuan dalam salat. Secara lebih jelasnya, materi-materi fiqih yang diajarkan di SD N 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan akan penulis paparkan sebagai berikut:2
No
Materi
Kelas
Semester
1
Menghafal bacaan-bacaan salat dan gerakan salat Mempraktekkan gerakangerakan salat dengan benar Melaksanakan salat dengan tertib Melaksanakan salat fardlu Mengenal ketentuan-
II
Gasal
II
Genap
III
Gasal
III IV
Genap Gasal
2 3 4 5 1
KTSP PAI SD N 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan tahun 2009 Dijabarkan oleh penulis berdasarkan KTSP PAI SD N 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan tahun 2009 2
35
ketentuan Allah yang berhubungan dengan salat seperti rukun salat, sunah salat, syarat sah dan syarat wajib salat, dan hal-hal yang membatalkan salat. Sedikit melebar, sebelum adanya penyampaian materi tentang salat, pada level kelas sebelumnya siswa diberikan materi tentang rukun Islam dan thaharah (bersuci). Pemberian kedua materi tersebut sebelum adanya materi salat tentu menjadi penanda bahwasanya pemberian materi fiqih di SD N 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan bertujuan agar siswa mampu memahami bacaan dan gerakan salat sehingga pada saat siswa telah menyelesaikan pendidikan di SD N 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan mereka telah mampu melaksanakan dan membiasakan melaksanakan salat fardlu secara baik dan benar. Kembali ke obyek penelitian, materi yang akan dijadikan sebagai obyek penelitian ini adalah materi fiqih kelas III semester gasal yang isi materinya adalah melaksanakan salat dengan tertib. Pemberian materi ini dilakukan sebanyak 12 jam yang terbagi ke dalam enam pertemuan. Dalam enam pertemuan tersebut guru menjelaskan seluruh materi yang berhubungan dengan melaksanakan salat dengan tertib dengan klasifikasi pertemuan dan materi ajar sebagai berikut: Deskripsi Penyampaian Materi Fiqih Bab Salat Sub Bab Salat Dengan Tertib Kelas III Semester Gasal SD N 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan No 1
Pertemuan ke1
Alokasi waktu 2x35 menit
Materi ajar - Menjelaskan macam-macam bacaan pada salat; niat, takbirotul ikhram, ruku’, dan sebagainya - Menjelaskan urutan bacaan pada salat
36
2
2
2x35 menit
3
3
2x35 menit
4
4
2x35 menit
5
5
2x35 menit
6
6
2x35 menit
- Menirukan bacaan pada salat - Menjelaskan kembali bacaanbacaan pada salat - Menirukan kembali bacaan pada salat - Menjelaskan bacaan salat yang dibaca nyaring dan dibaca pelan pada waktu salat fardlu - Memberi contoh pada salat maghrib dan ashar - Praktikum siswa - Menjelaskan keserasian gerakan dan bacaan dalam salat - Menirukan gerakan dan bacaan salat - Praktikum kelompok salat maghrib rakaat pertama dari niat sampai sujud - Memberikan tugas rumah (PR) - Menjelaskan gerakan takbir, rukuk, sujud, duduk takhiyat awal dan takhiyat akhir yang benar - Mendemonstrasikan bacaan salat dan gerakan salat - Membenarkan bacaan yang kurang benar - Memberikan tes uji kompetensi - Memandu aktifitas dan kegiatan siswa
2. Implementasi Metode Demonstrasi dalam Pembelajaran Materi Fiqih Bab Salat SD N 2 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang tidak dapat dilepaskan dari adanya perencanaan dari guru pengajar. Hal inilah yang kemudian dikenal dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Terkait dengan rencana pelaksanaan pembelajaran tersebut, sebagaimana
37
dijelaskan oleh Bapak Tasmi’an sebagai guru PAI, dapat penulis paparkan sebagai berikut: RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Kelas/Semester Alokasi Waktu Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Indikator Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran
Alokasi waktu Materi Ajar Metode
: SD N 02 Ngroto Kec. Gubug Kab. Grobogan : PAI : III / Gasal : 2 x 40 menit : Mengetahui dan memahami salat dengan tertib : - Melafalkan bacaan salat - Menampilkan keserasian gerakan salat dengan benar dan tertib 1. Melakukan gerakan salat dengan : benar 2. Menampilkan bacaan salat dengan benar 3. Mempraktekkan salat fardlu dengan benar 4. Menyebutkan rakaat dan waktu salat : Mampu menghafal bacaan shalat dan menampilkan keserasian gerakan salat dengan benar dan tertib 12 jam (6 x 2 jam pertemuan) - Bacaan salat : - Keserasian gerakan salat Demonstrasi, praktek, dan pemberian : tugas
Langkah-langkah Pembelajaran Pertemuan Pertama3 Sebelum memulai pelajaran pada pertemuan pertama, guru PAI, yakni Bapak Tasmi’an terlebih dahulu mengondisikan kelas agar tercipta suasana pembelajaran yang kondusif. Langkah-langkah yang dilakukan dalam mempersiapkan kelas belajar adalah sebagai berikut:
3
Hasil pemaparan pertemuan ketiga didasarkan dan dikembangkan oleh penulis berdasarkan hasil observasi penulis pada tanggal 2 September 2009.
38
a. Mengatur bangku kelas lebih menjorok ke belakang agar tercipta ruangan yang agak luas untuk mendemonstrasikan materi. Siswa yang bangkunya dimundurkan duduk dengan teman-teman lainnya dengan satu bangku untuk tiga siswa. Bagan pengaturan bangku dapat penulis gambarkan sebagai berikut:
Sebelum pengaturan
sesudah pengaturan A
A
B
B
C
D
E
F
C
D
E
F
C
D
E
C
D
E
F
C
D
E
F
C
D
E
F
F
…… dst … dst
Keterangan: A = Papan tulis B = Meja guru C-D-E-F = bangku siswa
b. Mempersiapkan alat bantu berupa poster posisi gerakan salat di papan tulis. Setelah kondisi kelas telah tertata dan alat Bantu berupa poster telah terpasang, maka guru bersiap untuk memulai pelajaran. Kegiatan awal dimulai dengan membaca do’a. Setelah berdo’a, guru mengajak siswa untuk memusatkan perhatiannya ke poster yang telah terpasang di papan tulis. Kemudian guru memberikan apersepsi berupa pertanyaan
39
yang berhubungan dengan poster yang dipasang. Guru memberikan pertanyaan awal sebanyak empat buah dan bersifat kolektif. Pertanyaanpertanyaan tersebut adalah: a. Apakah anak-anak tahu gerakan-gerakan dalam salat? Pertanyaan tersebut dijawab secaraa koor oleh siswa dengan jawaban “sudah tahu, Pak”.
Setelah
mendengar
jawaban
tersebut,
kemudian
guru
memberikan pertanyaan yang kedua. b. Apakah gerakan yang dilakukan dalam poster ini? (sambil menunjuk gambar poster yang berupa posisi orang sedang takbirotul ihram). Pertanyaan tersebut dijawab secara bersama-sama oleh siswa dengan jawaban “takbirotul ihram, Pak”. Guru pun membenarkan jawaban dari para siswa. c. Apakah gerakan yang dilakukan dalam poster ini? (sambil menunjuk gambar poster yang berupa posisi orang sedang ruku’). Pertanyaan tersebut dijawab secara bersama-sama oleh siswa dengan jawaban “gerakan ruku’, Pak”. Guru pun membenarkan jawaban dari para siswa. d. Apakah gerakan yang dilakukan dalam poster ini? (sambil menunjuk gambar poster yang berupa posisi orang sedang sujud). Pertanyaan tersebut dijawab secara bersama-sama oleh siswa dengan jawaban “gerakan sujud, Pak”. Guru pun membenarkan jawaban dari para siswa. Setelah memberikan pertanyaan sebagai apersepsi, guru kemudian menjelaskan tentang bacaan-bacaan yang dibaca dalam salat, mulai dari takbirotul ihram sampai pada sujud. Untuk mempermudah penerimaan siswa, guru menggunakan alat bantu peraga berupa poster yang terdapat tulisan bacaan-bacaan dalam salat. Dalam memberikan penjelasan tersebut, guru melibatkan siswa untuk ikut mendemonstrasikan bacaanbacaan dalam salat. Caranya adalah guru yang memulai pertama membaca bacaan-bacaan dalam salat, kemudian diikuti oleh siswa. Agar siswa lebih
40
mudah memahami, guru juga mendemonstrasikan gerakan-gerakan yang dilakukan dalam salat sesuai dengan bacaan yang dibaca. Usai menjelaskan secara keseluruhan materi ajar pada pertemuan pertama, kemudian guru memberikan pertanyaan lisan kepada siswa. Pertanyaan yang diberikan terkait dengan bacaan-bacaan salat yang telah diberikan, yakni berupa bacaan setelah takbirotul ihram, bacaan saat ruku’, bacaan saat sujud, dan bacaan duduk di antara dua sujud. Setelah itu, kemudian guru mengajak siswa untuk merefleksikan proses pembelajaran secara
keseluruhan,
khususnya
terkait
dengan
penerimaan
dan
pemahamanan siswa tentang materi yang telah diberikan. Kemudian, setelah refleksi, pertemuan pertama berakhir dan diakhiri dengan doa bersama dan salam penutup oleh guru.
Pertemuan Pertama 1 .
Kegiatan Awal -
2 .
Salam, berdo’a, membaca surat pendek pilihan Memberi pertanyaan berkaitan dengan materi yang akan diajarkan Kegiatan Inti
3
Alokasi Waktu
Menjelaskan bacaan-bacaan dalam shalat Memperagakan bacaan-bacaan dalam shalat
Kegiatan Akhir Siswa dikelompokkan ke dalam empat kelompok untuk membaca bacaan salat per rekaat Berdo’a akhir pelajaran, salam
Sumber dan Bahan Penilaian
: : : :
Buku Pelajaran PAI Kelas III Modul dan poster posisi salat Tes lisan Tes praktek
5 menit
55 menit
10 menit
41
Pertemuan Kedua4 Pertemuan kedua masih merupakan kelanjutan dari pertemuan pertama. Disebut kelanjutan karena pada pertemuan kedua, guru PAI mengulang kembali materi yang telah disampaikan pada pertemuan pertama. Pada pertemuan ini tidak diberlakukan pengaturan bangku karena lebih cenderung pada pendalaman materi yang telah disampaikan pada pertemuan
pertama.
Pertemuan
kedua
langsung
dimulai
dengan
memberikan pertanyaan pembuka yang berhubungan dengan materi yang telah disampaikan pada pertemuan pertama. Jumlah pertanyaan yang diberikan sebanyak dua pertanyaan, yakni: a. Bacaan “subhana rabbiyal a’la wa bihamdihi” adalah bacaan salat yang dibaca pada saat apa? Kemudian, pertanyaan tersebut dijawab secara koor oleh siswa dengan jawaban “sujud”. Guru membenarkan jawaban dari para siswa. b. Bacaan yang dibaca setelah ruku’ juga disebut dengan bacaan apa? Kemudian pertanyaan tersebut dijawab secara koor oleh siswa dengan jawaban “bacaan i’tidal”. Guru membenarkan jawaban tersebut. Setelah memberikan pertanyaan, kemudian guru memulai materi pendalaman. Proses pendalaman materi ini diawali dengan penjelasan ulang guru kepada para siswa tentang materi bacaan-bacaan salat seperti yang telah disampaikan pada pertemuan pertama. Kemudian para siswa diinstruksikan untuk menirukan bacaan-bacaan salat yang dibaca oleh guru. Hal itu dilakukan sebanyak dua kali. Setelah itu, guru kemudian berdiri di depan kelas bagian tengah dan mendemonstrasikan gerakangerakan salat, para siswa ditugaskan untuk membaca bacaan salat sesuai dengan gerakan yang didemonstrasikan oleh guru. Demonstrasi gerakan salat dilakukan oleh guru secara acak dan tidak berurutan. Gerakangerakan yang didemonstrasikan oleh guru adalah sebagai berikut: a. Gerakan ruku’ 4
Hasil pemaparan pertemuan ketiga didasarkan dan dikembangkan oleh penulis berdasarkan hasil observasi penulis pada tanggal 2 September 2009.
42
b. Gerakan duduk di antara dua sujud c. Gerakan takbirotul ihram d. Gerakan setelah ruku’ e. Gerakan sujud Kemudian setelah selesai, guru kemudian memanggil lima orang siswa untuk maju ke depan dan melafadzkan bacaan salat sesuai dengan instruksi dari guru. Proses ini dilakukan sebanyak empat kali. Kemudian sebelum mengakhiri pertemuan, guru menginstruksikan para siswa untuk membaca bacaan salat secara bersama-sama dari takbirotul ihram hingga duduk di antara dua sujud. Pertemuan kedua kemudian di akhiri dengan membaca doa dan salam oleh guru.
Pertemuan Kedua 1 .
2 .
3
Alokasi Waktu
Kegiatan Awal -
Salam, berdo’a, membaca surat pendek pilihan Memberi pertanyaan berkaitan dengan materi yang telah diajarkan Kegiatan Inti
5 menit
-
55 menit
Menjelaskan bacaan-bacaan dan gerakan dalam shalat Memperagakan bacaan-bacaan dan gerakan dalam shalat Kegiatan Akhir Siswa dikelompokkan ke dalam empat kelompok untuk membaca bacaan salat per rekaat Berdo’a akhir pelajaran, salam
Sumber dan Bahan
Penilaian
10 menit
: Buku Pelajaran PAI Kelas III : Modul dan poster bacaan dan gerakan salat : Tes lisan : Tes praktek
43
Pertemuan Ketiga5 Pertemuan ketiga hampir memiliki kesamaan dengan pertemuan pertama, yakni adanya tata ruang kelas dengan memundurkan bangku deret depan. Pada kegiatan pertemuan ketiga ini, guru kelas memberikan demonstrasi tentang bacaan yang dibaca keras dan pelan dalam salat fardlu. Demonstrasi tersebut terkait dengan cara membaca pelan dan keras yang sebelumnya didahului dengan penjelasan batasan membaca keras dan pelan bacaan salat. Bacaan salat keras dibaca dengan batasan dapat didengar oleh orang yang menjadi makmum (jika salat berjamaah). Sedangkan pada salat asar bacaan dibaca pelan dan hanya didengar oleh orang yang membacanya, meskipun dalam salat berjamaah. Namun jika salat maghrib dilaksanakan sendiri, maka bacaan yang tadinya keras harus dibaca pelan. Untuk memudahkan demonstrasi tersebut, guru mengajak beberapa siswa untuk ikut terlibat sebagai makmum. Pada demonstrasi pertama, guru mendemonstrasikan cara membaca bacaan-bacaan salat yang harus nyaring pada saat salat maghrib secara berjamaah. Kemudian, guru mendemonstrasikan juga bacaan salat ketika salat ashar berjamaah. Setelah mendemonstrasikan bacaan salat yang keras dan pelan dalam salat maghrib dan ashar yang dilaksanakan secara berjamaah, kemudian guru juga memberikan demonstrasi bacaan salat pada salat maghrib dan ashar jika dilaksanakan secara individu (sendirian atau tidak berjamaah). Setelah melakukan demonstrasi, kemudian guru mengulang kembali penjelasan yang telah disampaikan pada awal pertemuan ketiga. Pengulangan kembali tentang materi awal pertemuan ketiga dilakukan dengan memberikan selingan pertanyaan ringan kepada siswa. Langkah selanjutnya dalam pertemuan ketiga adalah memberikan tugas praktek kepada siswa secara berkelompok. Guru membagi siswa dalam lima
5
Hasil pemaparan pertemuan ketiga didasarkan dan dikembangkan oleh penulis berdasarkan hasil observasi penulis pada tanggal 9 September 2009.
44
kelompok dengan tiga kelompok masing-masing beranggotakan lima siswa dan dua kelompok lainnya beranggotakan enam siswa. Pada saat praktek kelompok, secara keseluruhan kelompok dapat mempraktekkan apa yang telah didemonstrasikan oleh guru PAI. Meski berjalan lancar, ada sedikit “gangguan” dalam pelaksanaan berupa keributan yang ditimbulkan oleh siswa. Namun begitu, siswa dapat menirukan kembali apa yang telah didemonstrasikan oleh guru walaupun masih ada unsur mengikuti gerakan teman lainnya.
Pertemuan Ketiga 1 .
Kegiatan Awal Salam, berdo’a, membaca surat pendek pilihan Memberi pertanyaan berkaitan dengan materi yang akan diajarkan Kegiatan Inti
5 menit
-
45 menit
2 .
3
Alokasi Waktu
Menjelaskan bacaan salat yang dibaca nyaring dan pelan Memberi contoh pada salat maghrib dan ashar
Kegiatan Akhir Siswa dikelompokkan ke dalam empat kelompok untuk membaca bacaan salat per rekaat Berdo’a akhir pelajaran, salam
Sumber dan Bahan Penilaian
: : : :
Buku Pelajaran PAI Kelas III Modul dan poster posisi salat Tes lisan Tes praktek
20 menit
45
Pertemuan Keempat6
Pada pertemuan keempat, guru memberikan demonstrasi tentang shalat maghrib pada rakaat pertama. Demonstrasi yang dilakukan oleh guru PAI meliputi seluruh gerakan dan bacaan yang ada dalam rakaat pertama salat maghrib. Saat melakukan demonstrasi, guru PAI meminta beberapa siswa untuk maju ke depan untuk membantu demonstrasi sebagai makmum karena yang didemonstrasikan pertama kali adalah salat maghrib berjamaah. Sedangkan demonstrasi berikutnya adalah demonstrasi salat maghrib rakaat pertama jika salat dilakukan secara sendirian. Di sela peralihan demonstrasi salat maghrib berjamaah ke salat maghrib yang dilaksanakan sendirian, guru memanggil beberapa siswa maju
ke
depan
kelas
untuk
menirukan
gerakan
salat
yang
didemonstrasikannya. Demikian juga setelah demonstrasi salat maghrib secara sendirian, guru juga mengajak beberapa siswa untuk meniru secara langsung demonstrasi yang diperagakannya. Pada akhir pertemuan, guru memberikan tugas rumah berupa pertanyaan seputar materi yang telah diajarkan. Pertanyaan-pertanyaan yang dijadikan tugas rumah tersebut adalah sebagai berikut: 1) Tuliskan niat salat maghrib! 2) Jelaskan waktunya bacaan salat dibaca dengan keras dan pelan! 3) Gerakan apa yang dilakukan setelah ruku’? 4) Tuliskan bacaan pada saat ruku’ dan sujud! 5) Pada salat maghrib yang dilakukan secara berjamaah, pada rakaat berapa bacaan surat al-fatihah dibaca secara pelan?7
6
Hasil pemaparan pertemuan ketiga didasarkan dan dikembangkan oleh penulis berdasarkan hasil observasi penulis pada tanggal 4 Oktober 2009 7 Hasil pemaparan pertemuan ketiga didasarkan dan dikembangkan oleh penulis berdasarkan hasil observasi penulis pada tanggal 11 Oktober 2009.
46
Pertemuan Keempat 1 .
Kegiatan Awal -
2 .
Alokasi Waktu
Salam, berdo’a, membaca surat pendek pilihan Apersepsi mengulang pelajaran yang lalu tentang bacaan salat Kegiatan Inti
5 menit
-
55 menit
Menjelaskan keserasian gerakan dan bacaannya Menirukan gerakan dan bacaan salat
3
Mempraktekkan perkelompok, salat maghrib mulai niat hingga sujud, pada rakaat pertama Kegiatan Akhir Memberi tugas PR tertulis Berdo’a, akhiri pelajaran, salam
Sumber dan Bahan Penilaian
10 menit
: Buku Pelajaran PAI Kelas III : Modul : Tes praktek :
Pertemuan Kelima8 Sama seperti pada pertemuan-pertemuan sebelumnya, guru juga memberikan demonstrasi salat maghrib secara utuh dari niat hingga salam. Pada saat demonstrasi, guru juga melibatkan siswa untuk menjadi makmum. Setelah mendemonstrasikan gerakan salat, guru kemudian menggilir dua orang siswa untuk menirukan gerakan yang telah didemonstrasikan tersebut. Setelah materi ajar tentang salat dengan tertib disampaikan secara menyeluruh oleh guru PAI, maka pada pertemuan berikutnya guru memberikan tes praktek kepada para siswa. Dalam tes praktek ini, siswa dibagi ke dalam 13 kelompok di mana masing-masing kelompok terdiri 8
Hasil pemaparan pertemuan ketiga didasarkan dan dikembangkan oleh penulis berdasarkan hasil observasi penulis pada tanggal 18 Oktober 2009.
47
atas dua orang, kecuali kelompok ke-13 yang terdiri dari tiga orang. Pelaksanaan praktek dilakukan secara bergilir. Jadi dalam satu kelompok, anggota kelompok secara bergantian praktek menjadi imam dan makmum. Hasil praktek – sesuai dengan pengamatan penulis – menunjukkan bahwa siswa secara umum mampu memahami bacaan salat sekaligus juga menselaraskan bacaan dengan gerakan salat. Kalaupun ada kekurangan, hal itu terletak pada beberapa siswa yang kurang lancer dalam membaca bacaan salat, khususnya bacaan takhiyat awal dan takhiyat akhir. Sedangkan dalam lingkup gerakan salat, seluruh siswa telah mampu mempraktekkan gerakan salah secara urut dan tertib.
Pertemuan Kelima 1 .
Kegiatan Awal Salam, berdo’a, membaca surat pendek pilihan Apersepsi: bertanya kepada para siswa tentang pelajaran minggu lalu Kegiatan Inti
5 menit
-
55 menit
2 .
Alokasi Waktu
Mendemonstrasikan bacaan salat dan gerakan salat Membenarkan bacaan yang kurang benar
3
Menjelaskan gerakan takbir rukuk, sujud, duduk takhiyat awal dan takhiyat akhir Kegiatan Akhir Menjelaskan kembali bacaan dan gerakan salat yang benar dan tertib Berdo’a, akhiri pelajaran, salam
Sumber dan Bahan Penilaian
: Buku Pelajaran PAI Kelas III : Modul : Tes praktek :
10 menit
48
Pertemuan Keenam9 Pertemuan keenam adalah pertemuan terakhir dan merupakan pertemuan yang digunakan untuk melakukan uji kompetensi terhadap hasil belajar peserta didik. Uji kompetensi tersebut dilakukan dengan memberikan soal kepada peserta didik. Soal yang diberikan berbentuk pertanyaan esai dan uraian. Soal yang berbentuk esai diberikan sebanyak 20 soal sedangkan soal uraian diberikan sebanyak 10 soal. Penilaian uji kompetensi dilakukan oleh guru PAI dan hasil penilaian baru diberikan dua hari setelah uji kompetensi. Nilai yang diperoleh peserta didik menunjukkan bahwasanya dominasi nilai yang baik masih menjadi milik siswa yang berkemampuan lebih. Sedangkan siswa yang berkemampuan rendah masih berkisar pada nilai maksimal 6,5.
9
Hasil pemaparan pertemuan ketiga didasarkan dan dikembangkan oleh penulis berdasarkan hasil observasi penulis pada tanggal 25 Oktober 2009
BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI METODE DEMONSTRASI DALAM PEMBELAJARAN MATERI FIQIH BAB SALAT DI SDN 2 NGROTO KECAMATAN GUBUG KABUPATEN GROBOGAN
A. Analisis Proses Belajar Mengajar Proses belajar mengajar merupakan sebuah proses yang bertujuan dasar untuk melakukan perubahan terhadap jiwa seseorang melalui transformasi keilmuan.1 Adanya perpindahan ilmu pengetahuan kepada siswa, sehingga memunculkan proses mengetahui dari ketidaktahuan dan berlanjut pada proses memahami dari ketidakpahaman akan menjadi dasar siswa dalam menentukan sikap dan perilaku dalam kehidupan mereka. Terkait dengan proses belajar mengajar materi fiqih di SDN Ngroto 2 yang menggunakan metode demonstrasi, maka dapat dijelaskan bahwasanya proses belajar mengajar tersebut memiliki tujuan untuk mempermudah pemindahan (transfer) keilmuan dari aspek teoritis wacana ke dalam aspek kognitif dan psikomotorik melalui maksimalisasi aspek afektif. Maksudnya adalah bahwasanya dengan penerapan metode demonstrasi, siswa akan dapat lebih cepat memahami materi ajar. Pada implementasi metode demonstrasi dalam pembelajaran materi ajar fiqih bab salat, guru menerapkan tahapan sebagai berikut: 1) Pemberian wacana teoritis 2) Demonstrasi oleh guru 3) Demonstrasi oleh siswa 4) Evaluasi dengan memberikan tugas rumah dan praktikum Berdasarkan penjelasan di atas, maka jelas sekali bahwasanya proses belajar mengajar materi fiqih di SDN Ngroto 2 melalui metode demonstrasi diawali dengan pemberian wacana secara teoritis. Hal ini menurut penulis 1
Shalih Abdul Aziz dan Abdul Aziz Abdul Majid, al-Tarbiyah wa al-Thariqa al-Tadris, Mesir: Daar Ma’arif, t.th., hlm. 19
49
50
merupakan langkah yang tepat karena wacana tersebut akan menjadi bekal awal kognitif anak sebelum menerima pengetahuan yang lebih jauh lagi. Sehingga pada saat demonstrasi dilakukan oleh guru, anak tidak akan hampa wacana. Salah satu contoh adalah bagaimana guru terlebih dahulu memberikan wacana tentang batasan bacaan salat yang dibaca dengan keras dan pelan kepada siswa sebelum kemudian guru mendemonstrasikan materi tersebut kepada siswa. Atau pada materi gerakan-gerakan salat yang didahului dengan penjabaran teoritis oleh guru tentang tata urut gerakan dalam salat. Dengan adanya materi secara teoritis terlebih dahulu, otomatis siswa akan memperoleh gambaran awal tentang bacaan maupun gerakan salat yang akan dipelajari dengan bantuan metode demonstrasi. Dengan begitu, siswa akan lebih mudah mencerna dan menerima materi ajar yang diberikan oleh guru PAI. Melihat penerapan metode demonstrasi dalam PBM materi fiqih di atas, menurut penulis memiliki relevansi dengan dua fungsi dari pembelajaran PAI, yakni fungsi pengembangan dan penyaluran.2 Maksud dari fungsi pengembangan adalah dengan menggunakan metode demonstrasi anak lebih dapat berkembang kemampuan pemahaman secara kognitif terkait dengan materi yang diberikan. Maksud dari fungsi penyaluran adalah dengan adanya metode demonstrasi, anak akan dapat memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu perilaku belajar. Hal ini tidak berlebihan karena melalui metode demonstrasi, anak dapat dikembangkan bakatnya, baik dalam menulis, membaca, maupun perilakunya sehingga akan memberikan manfaat dalam ranah praktek bakat mereka. Dengan demikian dapat diketahui bahwasanya penerapan metode demonstrasi dalam PBM materi fiqih di SDN Ngroto 2 tidak hanya memiliki fungsi pengembangan dan penyaluran semata namun juga dapat menjadikan anak mengetahui wawasan dalam konteks teori dan praktek. Sehingga tujuan utama pembelajaran fiqih akan lebih mudah diwujudkan, yakni membentuk 2
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Radar Jaya Offset, 2001), cet. III, hlm. 103
51
manusia yang iman dan taqwa dan menurut ajaran Islam. Kadang-kadang ada juga yang menyebut semua itu dengan “keutamaan akhlakul karimah”.3 Meskipun secara teoritis memiliki kesesuaian dengan tujuan PAI, namun jika melihat dari proses praktikum, menurut penulis masih kurang maksimal. Kekurangmaksimalan tersebut terdapat pada pola pengelompokan yang digunakan oleh guru PAI. Pengelompokan yang dilakukan oleh guru PAI cenderung berdasar pada asas acak (random). Maksudnya adalah dalam menentukan
kelompok,
guru
kurang
memperhatikan
heterogenitas
kemampuan peserta didik. Bahkan guru hanya menentukan kelompok berdasarkan deret bangku dari siswa. Model pengelompokan tersebut tentu tidak menyalahi tata aturan pengelompokan karena tidak adanya ketentuan yang bersifat resmi dalam dunia pendidikan tentang pengelompokan siswa dalam proses belajar mengajar. Akan tetapi jika mengacu pada tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran, maka model pengelompokan yang dilakukan oleh guru PAI SD N 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan kurang dapat mendukung tercapainya pemahaman materi ajar secara merata bagi semua siswa. Terlebih lagi dalam proses belajar mengajar, tugas yang diberikan kelompok dikerjakan secara bersama-sama sehingga sulit membedakan tingkat pemahaman setiap siswa. Hal ini penulis ketahui sendiri manakala memperhatikan praktek yang dilakukan oleh para siswa. Siswa yang memiliki kemampuan kurang cenderung hanya mengikuti ucapan dan gerakan dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi. Keadaan ini tentu akan mempengaruhi hasil siswa pada saat evaluasi akhir. Memang pada evaluasi yang dilakukan pada setiap pertemuan secara global siswa telah mampu menunjukkan hasil yang “dapat” dianggap sebagai hasil yang positif. Namun kenyataannya pada saat evaluasi akhir, kelemahan dalam penerapan metode demonstrasi terlihat dengan adanya dominasi siswa yang berkemampuan lebih dan hasil “evaluasi” pada setiap pertemuan yang 3
Muhammad Zein, Methodologi pengajaran Agama, (Yogyakarta: AK Group dan Indra Buana, 1995), cet. VIII, hlm. 166
52
dianggap “menggembirakan” terkesan kontra dengan hasil yang diperoleh siswa yang berkemampuan rendah. Padahal jika mengamati proses evaluasi PBM di SDN Ngroto 2, menurut penulis memang evaluasi PBM lebih dipusatkan pada obyek siswa. Maksudnya adalah evaluasi (penilaian) berhasil atau tidaknya suatu proses pembelajaran tergantung dari tingkat pemahaman siswa. Hal ini, menurut penulis sangat tepat dibandingkan dengan evaluasi yang terpusat pada teknik penerapan. Karena dengan adanya evaluasi yang berpusat pada siswa (student centre) akan lebih dapat menjadi ukuran keberhasilan dari proses pembelajaran. Hal ini tidak berlebihan jika disandarkan kembali pada hakekat pembelajaran itu sendiri. Menurut M. Arifin, sebagimana dikutip dalam Ramayulis,4 belajar adalah suatu kegiatan anak didik dalam menerima, menanggapi serta menganalisa bahan-bahan pelajaran yang disajikan oleh pengajar, yang berakhir pada kemampuan untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan itu. Pengertian ini menunjukkan bahwasanya tujuan akhir pembelajaran adalah penguasaan bahan belajar oleh siswa. Secara proses, model evaluasi yang dilaksanakan sudah ideal untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman siswa. Namun jika melihat hasil dari evaluasi yang menunjukkan bahwa belum beranjaknya nilai dari siswa yang berkemampuan rendah dan dominasi siswa berkemampuan tinggi, maka akan muncul sebuah asumsi adanya kekurangtepatan dalam penerapan metode demonstrasi. Sebenarnya masalah di atas (kontradiksi hasil evaluasi pada setiap pertemuan dengan evaluasi akhir pertemuan) dapat diatasi dengan jalan guru lebih memusatkan pada peranan siswa yang berkemampuan kurang dalam setiap kelompok sebagai wakil kelompok pada kegiatan praktek kelompok. Apabila ini dilaksanakan, maka bisa jadi siswa yang berkemampuan kurang akan lebih memiliki rasa tanggung jawab dan tidak hanya mengikuti ucapan dan gerakan dari siswa yang berkemampuan lebih. Model evaluasi yang 4
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Radar Jaya Offset, 2001), cet. III, hlm. 76
53
dipusatkan pada siswa yang berkemampuan kurang pada setiap pertemuan, menurut penulis juga merupakan sebuah keniscayaan dalam proses pembelajaran. Terlebih lagi, masih menurut penulis, model pemusatan pada siswa yang berkemampuan kurang akan lebih berpeluang untuk menciptakan keberhasilan belajar secara merata atau dalam istilah lain pemerataan pengetahuan. Selain itu, dengan pemusatan pada siswa yang berkemampuan rendah, akan menimbulkan motivasi bagi siswa tersebut untuk dapat menguasai materi ajar sehingga nantinya pada evaluasi akhir semester – yang ujiannya merupakan ujian tertulis – siswa dengan kemampuan rendah telah berubah menjadi siswa yang mampu memahami dan menguasai materi ajar. Dengan demikian, akan diperoleh hasil belajar yang bagus dan merata pada siswa. Dengan demikian siswa yang berkemampuan kurang atau rendah akan memiliki kesempatan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan penguasaan materi pelajaran yang diterimanya, baik ketika dilakukan evaluasi pada tiap pertemuan maupun evaluasi akhir. Berdasarkan
penjelasan
di
atas
dapat
diketahui
bahwasanya
implementasi metode demonstrasi pada pembelajaran materi fiqih bab shalat masih hanya terbatas pada konsep dasar dari metode demonstrasi itu sendiri. Maksudnya adalah implementasi metode demonstrasi masih hanya sebatas pada pelaksanaan semata dan belum menyentuh aspek-aspek lain yang sebenarnya dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu metode. Aspek yang kurang diperhatikan pada permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah aspek kemampuan siswa. Secara pelaksanaannya, implementasi metode demonstrasi dalam pembelajaran materi fiqih bab shalat telah memiliki kesesuaian dengan prosedur pelaksanaan demonstrasi. Kesesuaian tersebut terlihat dari langkahlangkah persiapan yang dilakukan oleh guru, peragaan oleh guru yang kemudian diikuti oleh siswa, hingga penilaian melalui praktikum kelompok telah dilaksanakan oleh guru PAI. Akan tetapi jika dikaji dalam konteks hubungan kondisi siswa dengan pola kelompok, maka implementasi metode
54
demonstrasi dalam pembelajaran materi fiqih bab shalat di SD N 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan masih kurang memperhatikan aspek kemampuan siswa. B. Relevansi
Implementasi
Metode
Demonstrasi
dengan
Tujuan
Pembelajaran Sekolah Dasar merupakan tingkat kependidikan awal yang menjadi dasar bagi kelangsungan dan keberhasilan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Oleh karenanya, proses pembelajaran pada tingkat pendidikan dasar seharusnya dilaksanakan secara maksimal. Tanpa adanya maksimalisasi pembelajaran tingkat pendidikan dasar, dikhawatirkan akan berdampak kurang baik bagi siswa di tingkat pendidikan yang lebih tinggi nantinya. Kegagalan pendidikan tingkat dasar akan menjadikan siswa mengalami kesulitan untuk mengembangkan kemampuan pendidikannya di tingkat yang lebih tinggi. Sebaliknya, keberhasilan dalam pendidikan tingkat dasar akan dapat menjadikan siswa mudah dalam menyambut dan memahami materi pembelajaran di tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Mendidik siswa yang sedang dalam fase anak-anak memang tidaklah sama dengan mendidik siswa yang telah berada di jenjang fase yang lebih tinggi (fase remaja). Hal itu dikarenakan adanya perbedaan karakter psikologi yang berdampak pada perilaku mereka. Fase anak-anak adalah fase ketiga yang dilalui manusia setelah mereka terlahir ke dunia. Fase ini merupakan lanjutan dari fase kanak-kanak dan hampir memiliki kemiripan karakter dengan fase kanak-kanak. Kemiripan tersebut terletak pada kebiasaan bermain, sedangkan perbedaan yang mencolok adalah berkembangnya aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.5 5
Fase pertama dan kedua adalah fase bayi dan fase kanak-kanak. Untuk lebih jelasnya mengenai kedua fase ini serta fase anak-anak dapat dilihat dalam F.J. Monks, dkk., Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya, hasil penerjemahan, penyesuaian, dan penulisan kembali oleh F.J. Monks, A.M.P. Knoers, dan Siti Rahayu Haditono (F.J. Monks, dkk) dari buku asli Ontwikkelings Psychologie Inleiding tot de Verschillende Deelgebieden karya F.J. Monks, A.M.P. Knoers Dekker, dan Van de Vegt, (Yogyakarta: UGM Press, 2004), Cet. Ke-15, hlm. 251; Desmita, Psikologi Perkembangan., (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 179; Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), Cet. Ke-3, hlm. 7.
55
Berdasar pada karakteristik yang dimiliki anak-anak, maka sangat jelas bahwasanya seluruh elemen proses pembelajaran, khususnya metode penyampaian materi, terhadap mereka haruslah memiliki kesesuaian dengan karakter mereka. Tidak adanya kesesuaian antara metode dengan karakteristik akan dapat memberikan dampak negatif dengan kurang maksimalnya hasil pembelajaran yang dicapai. Salah satu dari dua materi pembelajaran yang tidak dapat dianggap enteng dalam proses pembelajaran siswa usia pendidikan dasar adalah Pendidikan Agama Islam (PAI)6, khususnya materi fiqih. Materi ini tidak dapat dianggap enteng karena materi fiqih merupakan materi pembelajaran yang dapat membentuk moralitas dan religiusitas siswa Sekolah Dasar. Hal ini tidak berlebihan karena dalam materi fiqih terkandung materi yang berhubungan dengan pelaksanaan syari’at Islam dalam konteks ibadah maupun muamalah. Sehingga kegagalan dalam pembelajaran materi fiqih bukan hanya akan menyebabkan kegagalan dalam proses pendidikan semata namun juga akan menimbulkan problematika religiusitas siswa didik dalam hidup dan kehidupannya.7 Oleh karena memiliki posisi penting dalam perkembangan diri siswa, maka metode yang digunakan dalam pembelajaran fiqih haruslah tepat dan sesuai dengan obyek materi pembelajaran dan obyek siswa belajarnya. Menurut penulis, salah satu metode yang relevan dengan obyek materi pembelajaran dan obyek siswa belajar dalam proses pembelajaran fiqih tingkat Sekolah Dasar adalah metode demonstrasi. Untuk
mempermudah
proses
pembelajaran
dan
keberhasilan
pemahaman dalam teoritis dan prakteknya, maka perlu diberikan contohcontoh tata cara melakukan atau mengerjakan kepada siswa dalam proses
6 Satu materi pembelajaran lainnya adalah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Akan tetapi jika dibuat perbandingan, maka materi PAI lebih utama dan penting karena lebih terfokus pada moralitas religiusitas sedangkan PKn cenderung pada moralitas bervisi nasionalisme. 7 Hal ini berkaitan erat dengan tujuan dan fungsi pembelajaran PAI itu sendiri. Secara lebih jelas mengenai tujuan pembelajaran PAI dapat dilihat dalam Muhammad Abdul Qadir dkk., loc. cit. Sedangkan terkait dengan fungsi pembelajaran PAI dapat dilihat dalam Ramayulis, “Metodologi Pengajaran Agama Islam”, loc. cit.
56
pembelajaran materi fiqih bab salat. Hal ini tidak berlebihan karena pada dasarnya materi-materi ajar yang terkandung dalam materi fiqih akan berakhir pada tujuan adanya kemauan dan kemampuan siswa untuk melakukan atau mempraktekkan materi ajar dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya tujuan akhir tersebut, maka sangat jelas bahwasanya dengan adanya penggunaan metode demonstrasi, siswa akan lebih dapat memahami materi ajar sehingga akan semakin memupuk pengetahuan siswa akan ketentuan bacaan dan gerakan dalam salat. Selain karena kesesuaian dengan tujuan akhir dari materi ajar fiqih tentang pemahaman bacaan dan gerakan salat, penerapan metode demonstrasi juga memiliki kesesuaian dengan kondisi perkembangan psikologi siswa usia Sekolah Dasar. Di atas telah dijelaskan bahwasanya karakteristik siswa fase anak-anak tidak lepas dari permainan. Oleh sebab itu, untuk menarik kesenangan atau ketertarikan siswa kepada materi pelajaran, seorang guru harus memperhatikan karakteristik dasar tersebut, atau secara tidak langsung, guru harus mampu menciptakan kemudahan dalam penerimaan materi ajar melalui sistem permainan. Maksud dari sistem permainan itu menurut penulis adalah guru harus mampu
membangkitkan
semangat
bermain
siswa.
Salah
satu
cara
membangkitkan semangat tersebut adalah dengan menggunakan metode demonstrasi. Hal ini tidak berlebihan karena pada dasarnya, fase anak-anak, aspek afektif cenderung lebih besar peranannya dibandingkan dengan aspek kognitif dan psikomotorik. Apabila aspek afektif siswa dapat tumbuh secara positif, maka siswa akan mau menerima materi ajar dengan senang. Kondisi senang inilah yang nantinya dapat meningkatkan kemampuan pemahaman siswa baik dalam lingkup kognitif maupun psikomotoriknya. Hal ini tidak berlebihan karena kondisi hati dan perasaan senang dalam diri siswa akan mempengaruhi
proses
penerimaan
mereka
secara
kognitif
dan
psikomotoriknya. Jadi, metode demonstrasi secara tidak langsung oleh guru dapat dijadikan sebagai media bermain anak sehingga akan meningkatkan pemahaman dan kreatifitas praktikum mereka.
57
Akan tetapi, meskipun memiliki kesesuaian dengan keadaan psikologi siswa usia Sekolah Dasar, metode demonstrasi tidak dapat diimplementasikan secara mandiri. Hal ini, menurut penulis, lebih dikarenakan adanya dua faktor. Pertama, faktor yang berhubungan dengan perbedaan kemampuan siswa kaitannya dengan pola pembentukan kelompok. Hal ini seperti yang telah terjadi dalam implementasi metode demonstrasi pada materi fiqih bab shalat. Akibat kurang memperhatikan perbedaan kemampuan siswa pada pola pengelompokan dan pola evaluasi setiap pertemuan, hasil yang diperoleh siswa yang berkemampuan rendah tidak maksimal karena kurangnya aspek prioritas praktek bagi kelompok siswa tersebut. Kedua, karakteristik bermain pada fase anak seperti pisau bermata dua. Pada satu sisi karakter ini dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk menentukan metode yang berkesesuaian dengan keadaan siswa. Namun di sisi lain, kekhawatiran akan muncul manakala karakteristik bermain dengan teman sebaya pada fase anak cenderung lebih besar. Maksudnya adalah manakala karakteristik bermain dengan teman sebaya lebih besar, maka dikhawatirkan anak akan lebih senang bermain dengan teman sebaya selepas atau setelah selesai jam sekolah sehingga mereka akan melupakan materi pembelajaran karena keasyikan bermain dengan teman sebaya. Oleh sebab itu, perlu adanya metode lainnya sebagai pendukung untuk suksesnya metode demonstrasi. Metode yang dimaksud oleh penulis tidak lain adalah adanya metode pembiasaan dan metode kontrol. Metode pembiasaan dapat dilakukan dengan membiasakan siswa – tentunya setelah mereka mendapatkan materi melalui metode demonstrasi – untuk senantiasa mengulang materi ajar yang telah diberikan. Contoh kecilnya adalah membiasakan siswa untuk melaksanakan shalat jama’ah setelah mereka menerima materi demonstrasi shalat. Sedangkan metode kontrol akan menjadi metode pendukung untuk mengetahui hasil pembelajaran siswa manakala mereka tidak lagi berada pada jam sekolah. Metode kontrol ini dapat dilaksanakan dengan menjalin komunikasi dengan orang tua atau wali dari siswa. Orang tua atau wali siswa dapat diminta untuk memperhatikan perilaku siswa, baik perilaku ibadah
58
maupun perilaku sosialnya untuk kemudian diberikan kepada guru sebagai bahan kontrol untuk mengetahui keberhasilan metode demonstrasi. Terkait dengan materi yang erat hubungannya dengan hasil pada aspek psikomotorik, siswa memang diharapkan mendapatkan percontohan tentang materi ajar. Dengan adanya percontohan tersebut siswa akan lebih dapat menerima materi untuk kemudian mendukung proses kognitifnya untuk menyimpan memori materi tersebut. Jadi dengan demikian, melalui indera pendengar dan penglihat (untuk mendengarkan dan melihat proses demonstrasi materi ajar), siswa berpeluang untuk mendapatkan rekam materi yang lebih banyak karena berfungsinya dua indera sebagai media penerima rekam materi ajar. Sehingga aspek kognitif akan lebih mudah menerima dan mencerna untuk kemudian diaplikasikan dalam aspek psikomotoriknya. Berdasarkan pada hasil evaluasi akhir dari proses pembelajaran materi fiqih bab shalat, maka dapat diketahui bahwasanya implementasi metode demonstrasi yang dilaksanakan dalam pembelajaran tersebut belum dapat memenuhi standar tujuan pembelajaran karena tidak adanya hasil belajar yang positif. Hal ini ditunjukkan dengan kontadiksi hasil evaluasi, khususnya kelompok siswa dengan kemampuan rendah, antara evaluasi pada tiap pertemuan dengan evaluasi pada pertemuan akhir.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Implementasi metode demonstrasi yang dilaksanakan pada pembelajaran materi fiqih bab shalat masih hanya terbatas pada konsep dasar dari metode demonstrasi itu sendiri. Secara pelaksanaannya, implementasi metode demonstrasi dalam pembelajaran materi fiqih bab shalat telah memiliki
kesesuaian
dengan
prosedur
pelaksanaan
demonstrasi.
Kesesuaian tersebut terlihat dari langkah-langkah persiapan yang dilakukan oleh guru, peragaan oleh guru yang kemudian diikuti oleh siswa, hingga penilaian melalui praktikum kelompok telah dilaksanakan oleh guru PAI. Akan tetapi jika dikaji dalam konteks hubungan kondisi siswa dengan pola kelompok, maka implementasi metode demonstrasi dalam pembelajaran materi fiqih bab shalat di SD N 02 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan masih kurang memperhatikan aspek kemampuan siswa. Hal ini ditunjukkan dengan kontadiksi hasil evaluasi, khususnya kelompok siswa dengan kemampuan rendah, antara evaluasi pada tiap pertemuan dengan evaluasi pada pertemuan akhir. 2. Dengan melihat hasil akhir dari evaluasi pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa implementasi metode demonstrasi yang dilaksanakan pada pembelajaran materi fiqih bab shalat di SD N 02 Ngroto Kecamatan gubug Kabupaten Grobogan masih kurang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Hal ini dikarenakan dua faktor yakni: Pertama, faktor yang berhubungan dengan perbedaan kemampuan siswa kaitannya dengan pola pembentukan kelompok. Hal ini seperti yang telah terjadi dalam implementasi metode demonstrasi pada materi fiqih bab shalat. Akibat kurang
memperhatikan
perbedaan
kemampuan
siswa
pada
pola
pengelompokan dan pola evaluasi setiap pertemuan, hasil yang diperoleh
59
60
siswa yang berkemampuan rendah tidak maksimal karena kurangnya aspek prioritas praktek bagi kelompok siswa tersebut. Kedua tidak adanya metode pendukung yang dapat mengantisipasi resiko karakteristik bermain pada fase anak yang seperti pisau bermata dua. Pada satu sisi karakter ini dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk menentukan metode yang berkesesuaian dengan keadaan siswa. Namun di sisi lain, kekhawatiran akan muncul manakala karakteristik bermain dengan teman sebaya pada fase anak cenderung lebih besar. Maksudnya adalah karakteristik
bermain
dengan
teman
sebaya
lebih
manakala
besar,
maka
dikhawatirkan anak akan lebih senang bermain dengan teman sebaya selepas atau setelah selesai jam sekolah sehingga mereka akan melupakan materi pembelajaran karena keasyikan bermain dengan teman sebaya. Oleh sebab itu, perlu adanya metode lainnya sebagai pendukung untuk suksesnya
metode
demonstrasi.
Dengan
demikian,
keberhasilan
implementasi metode demonstrasi dapat diperoleh apabila memperhatikan kedua faktor tersebut. B. Saran-saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, terdapat beberapa
catatan
yang
mungkin
akan
memiliki
kegunaan
dalam
pengembangan implementasi metode demonstrasi sebagai berikut: 1. Untuk institusi tempat penulis belajar, perlu adanya pertimbangan untuk mengembangkan pembelajaran metode demonstrasi sehingga kelak mahasiswa
mampu
mengembangkan
mengejawantahkan
proses
pembelajaran,
hasil
pembelajaran
khususnya
terkait
untuk dengan
Pendidikan Agama Islam (PAI). 2. Untuk SDN 2 Ngroto Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan, dengan adanya hasil penelitian ini, ada baiknya jika implementasi metode demonstrasi dikembangkan dan juga diterapkan pada pembelajaran mata pelajaran yang lain, khususnya yang di dalamnya ada materi yang
61
berkaitan dengan praktek dalam kehidupan sehari-hari seperti mata pelajaran PKn. 3. Meskipun memiliki kesesuaian dengan tujuan pembelajaran, metode demonstrasi
tidak
dapat
diimplementasikan
secara
mandiri
dan
membutuhkan metode pendukung lainnya, khususnya metode pembiasaan dan metode kontrol. Selain itu aspek kemampuan siswa juga harus dipertimbangkan khususnya dalam pengelolaan kelompok praktek. C. Penutup Demikian hasil penelitian berupa skripsi yang dapat penulis susun. Bercermin pada kata bijak bahwa “tidak ada gading yang tak retak”, maka saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan karya ilmiah ini dan karya-karya ilmiah penulis selanjutnya. Akhirnya, semoga di balik ketidaksempurnaannya, karya ilmiah ini dapat memberikan secercah manfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bukhari, Abi Abdillah Muhammad Ibnu Ismail, Shahih Bukhari Juz I, Semarang: Toha Putra, t.t Ali, Muhammad, Strategi Penelitian Pendidikan, Bandung : Angkasa, 1993. Al-Qur'an dan Terjemahan, Wakaf dari Khadim al-Haramain Asy Syarifain (pelayan kedua Tanah Suci) Fahd ibn’ Abd al-Áziz Al Saúd., Saudi Arabia: Percetakan Al-Qurán Raja Fahd, 1424 H. Arief,
Armai, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2000. Arikunto, Suharsimi , Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 2003. _________________, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktiek, edisi Revisi VI Jakarta: Rineka Cipta, 2006. Azwar, Saifudin, Metodologi Penelitian, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997. Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002. Darajat, Zakiah ,Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1982. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Bandung : Balai Pustaka, 1990. Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: Rineka Cipta, 2000. F.J. Monks, dkk., Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya, Yogyakarta: UGM Press, 2004. J.M., Heri, Fiqih Pendidikan, Bandung: remaja Rosdakarya, 2005. Koonts, Harold, Management, Tokyo: Mc Graw Hill Kogakusha, Seventh Edition, 1980. Majid, Abdul, Perencanaan Pembelajaran, Bandung: Rosdakarya, 2006, cet. II. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta, 2000. Moeslichatoen R., Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak, Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Monks, F.J., A.M.P. Knoers, Psikologi Perkembangan., Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005. Muchtar, H. Isfandi, PBM-PAI Di Sekolah Eksistensi dan Proses BelajarMengajar PAI, Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Pustaka Pelajar dan ,1998. Muhaimin dkk, et. al, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: Rosdakarya, 2008. _____________, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002. Mujib, Abdul, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2006. Muliawan, Jasa Ungguh, Pendidikan Islam Integratif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Pedoman Kegiatan Belajar Mengajar Madrasah Diniyah, Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pesantren, Dir Jend Kelembagaan Islam Departemen Agama RI, 2003. Qadir
Muhammad Abdul, dkk., Metodologi Pengajaran Pendidikan Islam, Jakarta: Dir Jend Kelembagaan Islam,1985.
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Radar Jaya Offset, 2001. Rooljakers, A.D., Mengajar dengan Sukses, Jakarta: Gramedia, 1989. Saifudin Azwar, Metodologi Penelitian, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997. Sarwono, Sarlito Wirawan, Psikologi Remaja, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994. Shalih Abdul Aziz dan Abdul Aziz Abdul Majid, Al-Tarbiyah wa al-Thariqat alTadris, Mesir: Dar al-Ma’arif, t.th.. Siregar, Marasudin, Metodologi Pengajaran Agama MPA, Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisong. Sudjana, Nana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1995, Cet. III. _____________, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung : Sinar Baru, 1989. Suharyono, Stategi Belajar Mengajar, Semarang: IKIP Semarang Press, 1991. Sukmadinata, Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005.
Surakhmad, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik, Bandung: Tarsito, 1980, edisi VII. Tafsir, Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung : Rosdakarya, 1995. Usman, M. Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta : Ciputat Pers, 2002. Zein, H. Muhammad, Methodologi pengajaran Agama, Yogyakarta: AK Group dan Indra Buana, 1995. Zuhairini dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Malang: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1977. ___________, Metodologi Pendidikan Agama, Solo : Ramadhani, 1993, cet.1. Zuhdi, Nadjib, Kamus Lengkap Praktis Inggris-Indonesia Indonesia-Inggris Surabaya: Fajar Mulia,1993.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Nur Kholipah
Tempat/ tanggal lahir : Grobogan, 6 September 1986 Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: RT 01 RW V Ngroto Kec. Gubug Kab. Grobogan
Alamat sekarang
: RT 01 RW V Ngroto Kec. Gubug Kab. Grobogan
No. Telepon/ HP
: 081326788326
Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri 02
: Lulus Tahun 1998
2. MTs Yaspia
: Lulus Tahun 2001
3. MA Yaspia
: Lulus Tahun 2004
4. Sejak Tahun 2004 Sampai Dengan Sekarang Terdaftar Sebagai Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
Demikian riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Semarang, 21 Desember 2009
Nur Kholipah