Kajian Kegiatan Sosial Laporan Lapangan-4: Makassar
Site Report Tim (IV) Kegiatan Sosial Waktu : 17 Juni – 27 Juni 2009 Lokasi : Makasar– Sulawesi Selatan
A.
Ringkasan Hasil Sangat Sementara
Kelurahan Rappokaling, Makasar Sulawesi Selatan Sosialisasi program P2KP di kelurahan di Kelurahan Rappokaling dimulai pada tahun 2004. Prosesnya dimulai dengan rekrutmen relawan, pemetaan swadaya masyarakat dan kemudian pemilihan pengurus BKM. Setelah melalui berbagai prosedur standar, program kegiatan sosial baru efektif dilaksanakan mulai tahun 2006. Sampai saat ini koordinator BKM telah berganti dua kali, berarti koordinator yang sekarang menjabat adalah yang ketiga. Pergantian pertama disebabkan oleh alasan transparansi, sedang pergantian kedua karena alasan kesibukan koordinator pada pekerjaan dan tugas pokoknya. Wilayah Rappokalling terbagi dalam dua kawasan yang dibatasi oleh jalan raya dengan karakteristik yang agak berbeda. Salah satu kawasan dapat dikategorisasikan sebagai kawasan kumuh dengan penduduk mayoritas berada dalam kondisi miskin, perumahan yang tidak layak huni dan ada di atas lahan yang sebelumnya adalah rawa yang ditimbun. Kawasan kumuh terdiri dari 3 RW, sedang kawasan lainnya 2 RW. Penduduk kelurahan ini seluruhnya berjumlah 12 124 orang yang terdiri dari 6048 laki laki dan 6076 perempuan. Penduduk sebesar itu berasal dari 3006 kk terdiri dari 2792 laki laki dan 214 perempuan. Dari jumlah kk tersebut 1499 kk yang terdiri dari 1340 laki laki dan 159 perempuan tergolong miskin. Secara umum, mayoritas keluarga miskin tersebut menghuni kawasan kumuh. Keluarga miskin ini kebanyakan bermata pencaharian sebagai buruh harian, pemulung, penarik becak dan usaha kecil kecilan.. Kelurahan Bunga Ejaya, Makasar Sulawesi Selatan Sama halnya dengan di Kelurahan Rappokaling, Program P2KP di Kelurahan Bunga Ejaya, sudah berlangsung sejak tahun 2004, sejak tahun tersebut telah berdiri BKM Mitra Masyarakat. Pendirian BKM ini tidak terlepas dari dukungan program P2KP saat itu, Sampai saat ini BKM Mitra Masyarakat berkantor bersama dengan LPM Kelurahan Bungaejaya. Dalam kurun waktu tahun 2004 sampai sekarang kepengurusan sudah berganti dua kali, adapun kordinator kepengurusan saat ini adalah Bapak Djursum Kasim. Kelurahan Bungaejaya, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar terdiri dari 4 Rukun Warga dan 21 Rukun Tetangga. Adapun luas wilayahnya adalah 18 Hektar, dibandingkan dengan kelurahan lainnya, luas wilayah kelurahan bungaejaya tergolong kecil jika dibandingkan dengan kelurahan laiinya di Kota Makassar. Total Penduduk di Kelurahan Ini sebanyak 5423 Jiwa. Laki-laki sebanyak 2585 jiwa dan perempuan sebanyak 2838 Jiwa.Penduduk dewasa sebanyaknya 3596 Jiwa sisanya adalah anak-anak dan remaja.Sedangkan yang menjadi kepala keluarga sebanyak 997 Jiwa.Melihat data tersebut.Dan dibandingkan dengan luas wilayah, maka dapat disimpilkan bahwa Kelurahan Bungaejaya termasuk dalam kategori kelurahan padat penduduk.Selanjutnya, berdasarkan matapencaharian sebagian besar penduduk Bungaejaya adalah Karyawan swasta yakni sebesar 485
1
Kajian Kegiatan Sosial Laporan Lapangan-4: Makassar
orang.Sisanya adalah PNS, Buruh, Wiraswasta, tukang becak, Pensiunan dll, Masyarakat kelurahan bungaejaya terkategori menjadi masyarakat asli dan pendatang.Sebagain besar masyarakat asli tinggal di pedalaman kampung, sedangkan para pendatang tinggal di pinggiran jalan utama maupun kampung. Adapun tingkat pendiikan masyarakat terbanyak adalah lulusan SD sebanyak 1510 orang, kemudian lulusan SMP 1325 orang dan SMA 1100 orang.
Pertanyaan Penelitian. Pertanyaan Penelitian 1: Bagaimana Pola Kegiatan Sosial yang diprakarsasi dan dilaksanakan oleh BKM? Kegiatan sosial yang diselenggarakan oleh BKM Rappokalling meliputi bantuan bagi lanjut usia, bantuan pemugaran rumah dan bea siswa. Ketiga kegiatan tersebut dilaksanakan pada tahun 2006. Pada tahun 2007 tidak melaksanakan kegiatan sosial. Alasan yang disampaikan oleh BKM dan UPS adalah pada tahun itu belum ada pencairan dana untuk termin yang berjalan. Pada tahun 2008 program kegiatan sosial diisi dengan bantuan meja kursi untuk pos pelayanan terpadu (Posyandu). Dalam perkembangannya kemudian kegiatan pemberian sarana bagi pos yandu tersebut tidak diklasifikasikan sebagai kegiatan sosial melainkan dianggap lebih sesuai sebagai program infastruktur. Dengan demikain pada tahun 2008 program kegiatan sosial juga dapat dianggap kososng. Pada tahun 2009, program kegiatan sosial dilaksanakan dalam bentuk kursus komputer untuk para pemuda khususnya yang sudah tamat SMA dan tidak melanjutkan di samping belum mendapatkan pekerjaan. Program tersebut saat ini sedang berlangsung. Program beasiswa diberikan hanya sekali dalam bentuk uang tunai sebesar Rp 200.000,- kepada setiap siswa sebanyak 108 siswa. Bantuan pemugaran perumahan diberikan kepada 22 rumah keluarga miskin masing masing senilai Rp 500.000,-. Sementara bantuan lanjut usia diberikan kepada 10 orang masing masing sebesar Rp 200.000,-.. Bantuan untuk kursus komputer tidak diberikan kepada peserta kursus sebagai penerima manfaat, melainkan dibayarkan langsung oleh BKM kepada lembaga penyelenggara kursus. Jumlah peserta kursus 40 orang dan paket kursus sebanyak 30 kali pertemuan. Dalam program ini beaya kursus sepenuhnya ditanggung BKM, sementara beaya transportasi ditanggung peserta. Kegiatan Sosial di BKM Mitra Masyarakat Kelurahan Bungaejaya, kec. Bontoala, kota Makassar sebagian besar di inisiasi oleh pengurus BKM dan Fasilitator. Pada tahun 2004 kegiatan sosial di kelurahan ini lumayan banyak, mulai dari beasiswa sebesar Rp 100.000/anak untuk SD dan SMP, santunan untuk orang jompo dan cacat sebesar Rp 125.000/anak dan TPA (taman pengajian al Quran), memberi santunan guru mengaji Rp 125.000/guru ngaji. Santunan berupa uang ketiga kegiatan itu diberikan hanya satu kali dalam kurun waktu proyek.kemudian dihentikan sejak tahun 2006. Kegiatan sosial tersebut dihentikan karena dinilai oleh proyek hanya bersifat charity. Memasuki tahun 2007-2008, kegiatan sosial berganti menjadi kegiatan kursus komputer dengan materi internet dan instalasi software dan hardware bekerjasama dengan SMKN 4 yang lokasinya masih diwilayah kelurahan Bungaejaya. Kursus dilakukan selama 2 bulan 2 kali seminggu. Pada tahun 2008 kegiatan sosial berlanjut dengan kursus serupa plus perakitan komputer masih bekerjasama dengan SMKN 4, kursus ini dilakukan 2 bulan 2 kali, lama kursus 2 jam, dan kursus menjahit bekerjasama dengan LPK setempat. Kursus dilakukan selama 3
2
Kajian Kegiatan Sosial Laporan Lapangan-4: Makassar
bulan, 3 kali seminggu, rata-rata lama kursus selama 2 jam. Dengan alasan keterlambatan termin pencairan dana, kegiatan social kursus menjahit ini baru saja berakhir tanggal 23 juni 2009. Adapun biaya kursus untuk komputer dan perakitannya biaya yang dikeluarkan Rp.150.000/anak sebanyak 42 peserta.Sedangkan kursus menjahit sebesar 950.000/orang diikuti oleh 12 orang.Keseimbangan antara laki-laki dan perempuan cukup bagus, namun keterwakilan keluarga miskin masih diragukan. Kriteria pemilihan kegiatan oleh pengurus masih merujuk pada contoh yang diberikan faskel dan buku pedoman program, misalnya salah satu contoh kegiatan sosial adalah memberikan beasiswa dan santunan yang kemudian dinilai charity oleh proyek.Kegiatan tersebut telah diputus sejak tahun 2006. Namun, proses pemilihan peserta kegiatan sosial tahun 2004 sampai 2006 juga masih didominasi pengurus BKM sentris, ketika penerima manfaat ditanya bagaimana proses seleksinya semua penerima manfaat merujuk pada kenalan pengurus BKM khususnya ketua BKM. Tidak ada mekanisme seleksi yang jelas.“Semua mendaftar ke pengurus”, Bahkan beberapa peserta kegiatan social masih anggota keluarga dan kenalan dekat Pengurus BKM. Yang menarik adalah pemetaan sosial yang dilakukan oleh faskel di awal penerjunan faskel ternyata tidak mendapat respon yang bagus dari manajemen proyek, data tersebut hanya dijadikan dokumen laporan. Kondisi tersebut diperparah ketika setiap siklus baru masyarakat mengulang memetakan kembali kondisi sosialnya, bahkan mereka sudah tidak ingat lagi siapa masyarakat miskin yang pernah mereka petakan. Bahkan Tim pemetaan swadaya sudah tidak ingat siapa yang dibantu saat itu, ini terlihat pada saat dilakukan FGD mereka kembali menayakan apa tugas utama pemetaan swadaya. Pertanyaan 2: Prospek keberlanjutan pelayanan sosial sebagai prakarsa awal menuju the social safety net. Ketiga program yang dilaksanakan pada tahun 2006 dan juga kegiatan tahun 2008 di Kelurahaan Rappokaling yang kemudian dimasukkan sebagai program infrastruksur kesemuanya merupakan bentuk bantuan sekali habis dan tidak memiliki dampak pada peningkatan kapasitas penerima bantuan maupun efek bergulir. Dengan demikian dilihat dari dampak programnya, kegiatan ini dapat dikatakan tidak berkelanjutan. Hal yang sama juga terjadi dilihat dari keberlanjutan programnya, oleh karena kegiatan tersebut hanya diprogramkan pada tahun 2006 dan tidak dilanjutkan pada tahun tahun berikutnya baik atas dana dari BKM maupun dari lembaga lain. Sementara itu walaupun saat ini masih sedang berjalan, dampak program kursus komputer diharapkan lebih berkelanjutan. Hal tersebut berdasarkan perhitungan bahwa setelah mengikuti kursus, maka dengan ketrampilan yang diperoleh dapat digunakan untuk bekal kerja dan memperoleh penghasilan. Sebagian dari peserta kursus berencana untuk membentuk kelompok usaha rental komputer dengan modal pinjaman dari BKM setelah selesai kursus. Dilihat dari keberlanjutan program, kegiatan kursus ketrampilan ini direncanakan akan dilaksanakan pada tahun tahun berikutnya dengan alokasi dana kegiatan sosial BKM. Sudah tentu dengan jenis kursus ketrampilan yang lain. Jenis kursus yang sudah diinventarisasi untuk dilaksanakan di tahun tahun berikutnya adalah ketrampilan jahit, montir, daur ulang. Oleh sebab itu program kegiatan kursus ketrampilan ini mempunyai prospek berkelanjutan
3
Kajian Kegiatan Sosial Laporan Lapangan-4: Makassar
Untuk Kelurahan Bunga Ejaya, di tahun 2007-2008 Kegiatan sosial kursus komputer dan kursus menjahit jika dilihat dari kebutuhan masyarakat memang diperlukan, mengingat banyaknya masyarakat putus sekolah dan pengangguran di kelurahan Bungaejaya, namun dari sisi keterwakilan masyarakat miskin terkesan masih jauh dari harapan. Sebagai contoh: ketika masyarakat kelurahan bungaejaya banyak yang putus sekolah dan pengangguran justru peserta yang mengikuti kursus adalah mereka yang mahasiswa dan lulus sarjana. Meskipun kursus komputer tersebut dibutuhkan namun untuk sebagain besar masyarakat Bungaejaya masih belum dibutuhkan. Artinya, kegiatan sosial kursus komputer hanya dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat kelurahan tersebut.Kesan mendalam keberlanjutan dari kegiatan kursus komputer tersebut belum terlihat.Kegiatan tersebut hanya memfasilitasi kebutuhan sekelompok masyarakat, dan bersifat satu arah.Kondisi ini tentu saja tidak menjamin keberlanjutan yang signifikan untuk menyelesaikan persoalan sosial yang muncul. Tidak jauh berbeda dengan kursus komputer, kursus menjahit juga memperlihatkan tendensi serupa.Kursus menjahit yang cukup memakan biaya besar ternyata efeknya sangat kecil.Hal ini terbukti masih belum bisa mendorong sifat kewirausahaan.Sebagian besar peserta adalah ibu-ibu rumah tangga yang tergolong kecukupan karena dari 12 peserta hanya 5 orang diantaranya mempunyai mesin jahit.Artinya : yang mengikuti kursus menjahit adalah bukan mereka yang belum bisa menjahit. Namun justru mereka sudah bisa menjahit, namun kurang professional (tidak memakai hitungan).Bahkan ada peserta yang orang tuanya sudah menjadi penjahit.Biaya kursus gratis sebesar Rp 950.000 tersebut memang sangat mengiurkan mengigat di luar kursus menjahit sangat mahal. Meskipun keberadaan tempat kursus tersebut masih di kelurahan yang sama. Dari sisi keberlanjutan kegiatan tersebut masih diragukan.Bahkan ada kecenderungan kegiatan social hanya ditempelkan saja, mereka tidak berpikir keberlanjutan pasca kursus.Apakah mereka bisa melanjutkan pengetahuan yang mereka dapat, khususnya untuk mereka yang tidak mempunyai mesin jahit. Pertanyaan 3: Pilihan dukungan masyarakat (faktor dukungan internal dan eksternal) untuk mendukung kegiatan jangka panjang dan berkelanjutan. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, faktor dukungan penting bagi keberlanjutan program BKM di Kelurahan Rappokaling , khususnya program kegiatan sosial adalah keberadaan relawan yang sebagian di antara mereka juga menjadi anggota KSM yang melaksanakan kjegiatan sosial. Mereka pada umumnya adalah pegiat sosial yang sudah aktif dalam berbagai kegiatan sosial di Rakoppalling sejak sebelum BKM berdiri. Sebagian besar di antara mereka adalah kader pos yandu dan aktivis gerakan PKK. Nilai strategis mereka dalam pelaksanaan program kegiatan sosial ini adalah dedikasinya yang tinggi sebagai relawan. Di samping itu mereka relatif dekat dengan masyarakat kelompok sasaran, sehingga dapat dikatakan merupakan ujung tombak program serta dapat berfungsi sebagai mediator antara BKM/UPS dengan masyarakat sasaran. Dari mereka aspirasi dan permasalahan warga masyarakat terutama lapisan miskin dapat teridentifikasi, mengingat warga masyarakat miskin di Rappakalling pada umumnya lebih merupakan silent mass yang tidak terbiasa menyampaikan aspirasinya secara langsung. Para relawan yang juga anggota KSM tersebut tidak hanya berasal dari RW di kawasan kumuh yang mayoritas penduduknya miskin, akan tetapi tidak sedikit yang berasal dari kawasan seberang jalan. Mereka juga banyak terlibat dalam
4
Kajian Kegiatan Sosial Laporan Lapangan-4: Makassar
pelaksanaan program kegiatan sosial yang sebagian besar berlokasi di kawasan kumuh. Hal lain yang juga memberikan iklim yang lebih kondusif bagi pelaksanaan kegiatan sosial adalah bahwa warga masyarakat di seberang jalan tampaknya juga dapat memaklumi dan dapat menerima bahwa program tersebut sebagaian besar tidak ditujukan kepada penerima manfaat dari kawasan mereka. Faktor pendukung lain adalah adanya hubungan yang baik atau minimal tidak terjadi friksi dengan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat(LPM). Walaupun belum ditemukan program program yang sinergis apalagi terintegrasi di antara keduanya, akan tetapi sudah ada saling pengertian untuk menjaga agar tidak terjadi duplikasi program. Program yang sudah ditangani BKM tidak ditangani LPM dan sebaliknya.. Salah satu indikasi hubungan baik tersebut ditandai dengan keberadaan kantor BKM yang menempati bangunan milik LPM. Salah satu faktor yang menyebabkan terjalinnya komunikasi di antara dua lembaga yang di tempat lain tidak jarang terlibat ketegangan ini adalah, karena beberapa pengurus LPM juga menjadi anggota BKM.Walaupun masih tergolong jarang, dari penelitian ini ditemukan adanya lembaga dari luar BKM yang programnya dapat dinilai ikut mendukung kegitan BKM. Direktorat Jendral Cipta Karya mempunyai program untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah(MBR) dalam bentuk program pemugaran rumah. Di Kelurahan Rappakalling program ini mengalokasikan dana sebesar Rp 250.000.000,- untuk bantuan pemugaran rumah dengan sistem pinjaman lunak. Setiap keluarga penerima manfaat mendapat pinjaman sebesar Rp 5.000.000,- yang diangsur melalui BKM. Oleh sebab itu dengan adanya program ini BKM dapat melanjutkan program bantuan perumahan walaupun tidak didanai oleh BKM sendiri. Sayangnya, oleh karena program ini merupakan pinjamam yang harus diangsur pengembaliannya, maka tidak dapat menjangkau lapisan paling miskin, oleh karena mereka dianggap tidak mampu untuk mengembalikan pinjaman tersebut. Di Kelurahan Bungaejaya, masyarakat Kelurahan Bungaejaya sebenarnya sangat diuntungkan dengan lokasinya yang dekat dengan wilayah perekonomian dan industri di Makassar.Hal ini terlihat bahwa sebagaian besar masyarakat mata pencahariannya adalah wirausaha (perdagangan dll). Dalam rangka mendorong kegiatan sosial kursus komputer dan kursus menjahit mereka sangat sadar potensi bahwa disekitar mereka ada lembaga kompeten yang dapat memberikan kursus. Terkait dengan kegiatan sosial tersebut, dukungan eksternal terlihat ketika SMKN 4 makassar memberikan respon dalam memberikan pelatihan dengan potongan harga. Begitu juga untuk LPK tempat kursus menjahit, mereka sangat membantu menyelenggarakan kursus menjahit. Dukungan internal, sebagian pengurus BKM adalah adalah aktivis masyarakat, sebagian besar mereka adalah mantan ketua RT dan RW, yang juga tokoh masyarakat sehingga untuk melakukan negosiasi dengan lembaga-lembaga eksternal cukup mudah. Dengan pengalaman berorganisasi di tingkat RT dan RW tersebut mereka mampu menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Berdasarkan hasil wawancara, terlihat ada keseriusan pengurus BKM untuk melakukan kegiatan sosial. Faktor pendukung lain adalah adanya hubungan yang baik dengan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat(LPM). Bahkan BKM berkantor satu atap dengan LPM.Meskipun belum ditemukan program yang sinergis apalagi terintegrasi, akan tetapi sudah ada saling pengertian untuk menjaga agar tidak terjadi programsocial dengan pendanaan ganda. Pertanyaan Penelitian 4: Terkait dengan hambatan(yang diduga dan obyektif)dalam penggunaan pilihan dukungan yang tersedia.
5
Kajian Kegiatan Sosial Laporan Lapangan-4: Makassar
Program yang baik adalah program yang dapat memecahkan persoalan dan memenuhi kebutuhan dari kelompok sasaran. Oleh sebab itu penentuan jenis program secara normatif seharusnya merupakan perwujudan dari hasil identifikasi kebutuhan masyarakat calon penerima manfaat. Kendalanya adalah, bahwa masyarakat khususnya lapisan miskin tidak terbiasa mengungkapkan kebutuhan dan persoalan yang dirasakan. Oleh sebab itu, di kelurahan Rappokaling dalam hal ini para relawan dan ketua RT yang befungsi sebagai mediator. Oleh sebab itu apakah aspirasi, kebutuhan dan persoalan lapisan miskin teridentifikasi dan menjadi referensi penentuan program sangat tergantung bagaimana relawan memposisiskan diri. Apabila para relawan mau dan mampu memposisikan diri sebagai alat pendengar sekaligus pengeras suara bagi aspirasi lapisan miskin, maka aspirasi lapisan ini akan teridentifikasi dan menjadi rujukan penyusunan program. Sebaliknya apabila tidak, maka dapat menyebabkan program yang dibuat menjadi cenderung bersifat elitis. Sampai saat ini para relawan di Rappokalling masih memiliki dedikasi dan etikad untuk berusaha berempati dengan lapisan miskin. Walaupun demikian dalam jangka panjang persoalan ini perlu dilakukan antisipasi. BKM memililiki beberapa anggota yang dalam menjalankan tugasnya dikoordinasikan oleh seorang koordinator. Dari hasil pengamatan di lapangan, tidak semua anggota aktif . Di Kelurahan Rappokalling indikasi ini setidaknya tampak dalam beberapa acara yang diagendakan dengan BKM, baik wawancara maupun FGD. Dalam kesempatan tersebut memang sebagian besar anggota hadir. Walaupun demikian dari wawancara dan diskusi dalam FGD tampak hanya sebagian yang menguasai persolaan dan informasi yang dibutuhkan. Sebagian yang lain agaknya masih lebih berfungsi untuk memenuhi persyarakat formal jumlah keanggotaan BKM. Persoalan lain adalah bahwa pada era kepengurusan lama BKM Rappokalling pernah menghadapi masalah yang nyaris menimbulkan konflik di sekitar transparansi. Masalah ini yang kemudian menjadi penyebab pergantian koordinator yang pertama. Kegiatan sosial yang dilaksanakan BKM memang telah memanfaatkan institusi yang sudah ada dan melembaga seperti PKK dan Pos yandu. Walaupun demikian kegiatan institusi ini sejak awal memang didominasi oleh kaum perempuan. Hal ini kemudian juga tercermin dari program program kegiatan soisal BKM yang lebih banyak melibatkan lapisan ini. Dalam perkembangan berikutnya semestinya BKM juga dapat memanfaatkan potensi institusi sosial yang lain terutama yang memungkinkan melibatkan warga masyarakat laki laki dan program program yang lebih bervariasi. Dalam kenyataannya terdapat berbagai instansi khususnya dari dinas pemerintah yang melakukan program yang sejenis dengan program sosial BKM sampai ke masyarakat. Sebagai ilustrasi adalah program dari dinas sosial untuk lanjut usia dan program peningkatan ketrampilan. Walaupun demikian dalam pelaksaannya program ini sejak identifikasi masalah dan identifikasi kelompok sasaran sampai pelaksanaannya dikelola sendiri oleh dinas yang bersangkutan. Jangankan sinergi dan integrasi, koordinasi juga tidak dilakukan. Dampak negatifnya adalah terdapat warga masyarakat yang menerima manfaat dari BKM dan dari dinas sosial, sementara ada warga lain yang tidak menerima dari keduanya walaupunkodisinya sama sama miskin. Kelihatannya networking atau channeling masih belum tertangani secara optimal. Bagi program dari dinas pemerintah yang berusaha bersinergi dan diintegrasikan dengan program BKM baru program dari Departemen PU khususnya Ditjen Cipta Karya. Hal ini disebabkan karena sejak dari fasilitator, BKM, pemerintah kelurahan, sampai KMW belum secara optimal berusaha membangun networking dengan berbagai stakeholder.
6
Kajian Kegiatan Sosial Laporan Lapangan-4: Makassar
Dari hasil wawancara pula terlihat bahwa hubungan BKM di Kelurahan Bunga ejaya dengan pak lurah masih belum menemukan titik temu, ketika pak lurah menghendaki program BKM hendaknya in line dengan program pemerintah Kota. Meskipun hubungaan personal tidak bermasalah, namun dalam keseharian berorganisasi terlihat ada sekat.Hal ini dibuktikan dengan tingkat kordinasi yang kurang antara kelurahan, PJOK dan lembaga-pemerintah daerah.Ketidakharmonisan hubungan dengan struktur pemerintah terlihat ketika tidak adanya laporan secara rutin dilakukan BKM kepada PJOK.Ada kesalahpahaman memaknai tupoksi (tugas pokok dan fungsi) masing-masing dalam proyek ini.Misalnya : BKM merasa tidak perlu melaporkan karena mereka mempunyai otoritas penentuan program sendiri, sebaliknya PJOK merasa harus dilayani dan dikabulkan permintaannya. Hasil wawancara juga terlihat bahwa belum pernah pengurus BKM menginjakkan kakiknya ke kantor kecamatan, pemberitahuan kegiatan selama ini hanya melalui orang suruhan BKM. Persoalan tidak dihargai ini muncul ketika PJOK juga tidak pernah mengikuti rapat BKM dengan alasan rumah jauh. Meskipun menurut kasak kusuk pengurus BKM, PJOK tidak datang karena persoalan uang transport yang kecil. Setali tiga uang, aparat kelurahan juga mempunyai masalah yang sama, mereka tidak pernah datang ke rapat BKM karena merasa tidak dihargai (lebih karena ide-ide pak lurah tidak tersalurkan). Oleh sebab itu, kegiatan sosial di kelurahan Bungaejaya semua informasi berkaitan dengan pengurus BKM. Jika dilihat dari kondisi fisik kantor BKM juga dapat dilihat bahwa informasi yang tertempel dinding berkisar tahun 2006 yang lalu artinya, tidak ada aktifitas rutin di kantor tersebut, bahwa kondisi kantor sangat berdebu, sehingga mudah ditebak jika kegiatan harian tidak terjadi. Kondisi ini menegaskan bahwa proses pertemuan wargapun terlihat seporadik (sebatas diperlukan). Dengan demikian, bisa jadi subyektiftifitas program lebih dominan dari pada obyektifitas program. Faktor penghambat lainya adalah, keaktifan faskel selama dilapangan dinilai kecil dan frekuensi pergantian faskel sempat mengecewakan pengurus BKM, mengakibatkan terputusnya ide-ide kegiatan. Yang menarik ada dominasi faskel pertama, bahkan setelah berganti-ganti faskel mereka masih berhubingan dengan faskel pertama, bahkan mereka sangat memuja faskel pertama saat itu dan saat ini telah menjadi Senior faskel. Bahkan mereka tidak mau melepas senior faskel tersebut karena dinilai membantu kegiatan di BKM bunga ejaya.Dalam FGD Faskel dan wawancara dengan korkot terlihat bahwa Faskel tersebut cukup dominan mempengaruhi keputusan BKM.Pada skala kordinasi manajemen dengan askot dan korkot mereka lebih terkesan solid.Di satu sisi hal ini bisa dianggap positif karena hubungan BKM, faskel, askot dan korkot harmonis. Namun, sisi yang lain muncul ketika ketergantungan BKM terhadap faskel sangat tinggi.
Pertanyaan Penelitian 5 : Jenis perubahan rancangan program (termasuk pengembangan prosedur-prosedur standar dan kebijakan. Program PNPM yang ada di dua kelurahan tersebut merupakan lanjutan dari program P2KP yang dilaksanakan sejak tahun 2004. Dari paparan di atas terlihat bahwa masih banyak program-program yang berorientasi pada karitatif. Dalam proses pendampingannya Faskel saat ini sudah memulai menekankan tentang arti pentingnya keberlanjutan program dalam kegiatan-kegiatan sosial.
7
Kajian Kegiatan Sosial Laporan Lapangan-4: Makassar
Gambaran Informan 1. Korkot Makasar bidang Community Development. 2. Faskel di Kelurahan Rappokaling dan Bungaejaya untuk memperoleh gambaran secara detail sasaran dan mengetahui peran mereka dalam melakukan pendampingan kepada masyarakat. Peneliti melakukan kegiatan Focus Group Discussion kepada mereka. 3. Pemerintah Kelurahan di Rappokaling dan Bungaejaya untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi lokasi sasaran dan bagaimana peran pemerintah kelurahan dalam hubungannya dengan BKM dan pelaksanakan program PNPM. 4. BKM di dua kelurahan untuk memperoleh gambaran program BKM khususnya kegiatan Unit Pengelola Sosial. 5. KSM/Panitia di dua kelurahan untuk memperoleh data proses pelaksanaan kegiatan sosial BKM. 6. Masyarakat penerima manfaat program tersebut di Kelurahan Rappokaling dan Bungaejaya. 7. UPS di Kelurahan Rappokaling dan Bungaejaya untuk memperoleh data proses pelaksanaan kegiatan sosial BKM. 8. PJOK Kecamatan untuk memperoleh data mengenai peran PJOK dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan sosial di kedua kelurahan tersebut. 9. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Makasar dan Badan Pemberdayaan Masyarakat. Interview mengenai kebijakan pemerintah daerah dalam proses pengembangan program PNPM. 10. TL KMW Sulawesi Selatan
B. Kejadian dan hambatan tak terduga 1. KMW yang bertugas adalah KMW yang baru menjabat (terhitung aktif 1 Juni), sehingga tidak banyak informasi yang dapat diperoleh. Tim peneliti sudah berusaha untuk wawancara dengan KMW lama, akan tetapi sampai selesainya tugas lapangan KMW lama masih di luar kota dan belum kembali ke Makasar. Dari kontak telpon KMW lama bersedia memberikan informasi tertulis lewat panduan wawancara. Meskipun dibantu dengan TA yang lama, namun tidak cukup membantu karena lebih bercerita tentang keberhasilan proyek makassar. Meskipun sudah diarahkan kepertanyaan yang tersusun. 2. Untuk penerima manfaat bantuan lanjut usia, karena kondisinya agak sulit menggali informasi dari mereka. Lebih lebih sebagian besar mereka tidak dapat berbahasa Indonesia, sehingga harus menggunakan jasa penterjemah 3. Pimpinan formal lokal, khususnya lurah ternyata kurang dapat memberikan informasi tentang kegiatan dan perkembangan BKM, sehingga tidak optimal digunakan untuk media cross check terhadap informasi yang diperoleh dari sumber pelaksana kegiatan. 4. Untuk ketemu dengan PJOK, tim peneliti mengalami kesulitan, harus bolak balik hampir 4 kali. Banyak kegiatan selain dikecamatan, mulai dari bayar pajak dll. Pada saat ketemu, hambatan utama adalah PJOK tidak fokus, seperti orang yang lagi banyak pikiran. Tidak menatap peneliti tetapi sibuk bolak balik buku. Pertanyaan yang diajukan tidak mendapat jawaban yang 8
Kajian Kegiatan Sosial Laporan Lapangan-4: Makassar
memuaskan karena ibu ini tidak mengetahui kegiatan pnpm diwilayahnya. Menurut pengakuannya, menjadi pjok masih baru, sekitar 1 tahun. Sering melimpahkan tugas terkait dengan pertemuan2 pnpm kebada bawahanya. 5. Dokumen social mapping tidak ada, dokumen pemetaan swadaya juga hilang C. Komentar Lain 1. Dari hasil wawancara dan pengamatan, faskel yang aktif mendampingi dan banyak memberikan fasilitasi adalah faskel yang berspesialisai infrastruktur. Walaupun demikian faskel ini cukup dekat dengan masyarakat dan berusaha juga untuk memberikan dampingan bagi program kegiatan sosial. Sudah tentu karena latar belakang spesialisasinya, akan lebih optimal apabila faskel bidang sosial dapat memberikan dampingan langsung. 2. Perlu klarifikasi tentang cakupan bidang kegiatan sosial yang dimaksud dalam program BKM. Di Rappokalling pernah terjadi suatu program pemberian bantuan meja kursi untuk pos yandu yang tadinya merupakan kegiatan sosial, kemudian dimasukkan ke dalam kegiatan program infrastruktur, dengan alasan tidak langsung menyentuh aspek manusianya. 3. Di Kelurahan Rappokalling ditemukan kecenderungan yang sebetulnya positif yaitu reorientasi prioritas program dari yang bersifat bantuan sekali habis menjadi bantuan yang berdampak pengembangan kapasitas. Dalam praktik kecenderungan ini menghadapi dilemma. Hal itu disebabkan kelompok sasaran yang dipilih bukan lapisan masyarakat yang paling miskin. Mengingat program sosial diharapkan merupakan social safety net, agaknya perlu dikreasi program yang di satu sisi berdampak pengembangan kapasitas dan di sisi lain dapat mneyentuh lapisan yang paling miskin. 4. Terdapat Senior faskel menempel ketat saat wawancara dengan BKM, begitu juga dengan Pengurus BKM ketika wawancara dengan penerima manfaat. 5. Ada kecenderungan Pengurus BKM menutupi kondisi sebenarnya penerima manfaat. Ketika wawancara di arahkan pada rumah penduduk yang rumahnya sangat jelek.
9