SISTEM PERINGKAT BAHAYA KEBAKARAN HUTAN DI HTI PT SEBANGUN BUMI ANDALAS WOOD INDUSTRIES KABUPATEN OKI, SUMATERA SELATAN
MUH TAUFIK
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran Hutan di HTI PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industires Kabupaten OKI, Sumatera Selatan” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2010
Muh Taufik NRP. F152080031
ABSTRACT
MUH TAUFIK. Forest Fire Danger Rating System on Sebangun Bumi Andalas Wood Industries, OKI District, South Sumatra. Under supervison of BUDI I. SETIAWAN, LILIK B. PRASETYO, and NORA H. PANDJAITAN. KBDI could be used as a tool for early fire detection as it is capable of providing daily fire danger information. However, KBDI is not a good indicator of fire danger for region with climate and soil conditions different from Florida, USA where it was firstly developed. This study aimed to: (a) determine the optimum model parameters of KBDI for SBAWI, South Sumatra, (b) develop FDRS information systems based on Geographic Information System, and (c) apply KBDI model for other locations in the SBAWI. Several data were observed during period of 1 April 2009 – 11 May 2010 including rainfall, air temperature, water table depth, and soil water content in hourly basis. The data were used to obtain new, optimum KBDI parameter values for wetland in the region through optimization process. The process was done using Solver to obtain minimum of root mean square error (RMSE) between measured dryness index and KBDI calculation. The process produced several equations for calculating KBDI in the region. Water table depth was very critical for forest fire as it influences soil water content in upper soil layer. By maintaining water table depth at least 0,659 m, the fire danger in the region would be reduced. The results showed that if water table depth was more than 0.659 m, the KBDI would increase rapidly. The study developed FDRS information system that provided several facilities among others for: (a) calculating KBDI at other stations in the region, (b) providing information about spatial distribution of fire danger at 1 km resolution, (c) updating daily observed data, and (d) providing information of daily charts of rainfall, KBDI, air temperature and water table depth. Overall the FDRS information system was able to detect fire danger level throughout the SBAWI region. Keywords: KBDI, optimization, FDRS, water table depth, GIS, wetland
RINGKASAN
MUH TAUFIK. Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran Hutan di HTI PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries Kabupaten OKI, Sumatera Selatan. Dibimbing oleh BUDI I. SETIAWAN, LILIK B. PRASETYO, dan NORA H. PANDJAITAN. Kelembaban tanah sangat berpengaruh terhadap kekeringan bahan bakar di hutan. Secara ilmiah sangat menarik untuk mengetahui bagaimana kandungan air tanah dapat mempengaruhi kejadian kebakaran hutan, bagaimana mengembangkan metode peringkat kebakaran hutan yang efektif untuk deteksi potensi kebakaran hutan di lahan basah, dan dengan cara bagaimana teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat diintegrasikan dalam mengembangkan sistem peringkat bahaya kebakaran hutan. KBDI adalah indeks kekeringan yang dikembangkan untuk pengendalian kebakaran hutan. KBDI dapat digunakan sebagai alat untuk deteksi dini kebakaran karena informasi yang dihasilkan berupa informasi harian bahaya kebakaran hutan. Nilai KBDI ditentukan oleh faktor kekeringan, nilai KBDI hari sebelumnya dan faktor curah hujan. Pada kondisi iklim dan tanah yang berbeda, KBDI tidak bisa menjadi indikator kebakaran hutan yang akurat. Penelitian ini dilakukan di lahan basah di kawasan HTI Sebangun Bumi Andalas dengan tujuan untuk: (a) menentukan parameter model KBDI yang optimum untuk kawasan HTI – SBAWI, Sumatra Selatan, (b) menyusun sistem informasi FDRS di HTI – SBAWI berbasis Sistem Informasi Geografis, dan (c) menerapkan model KBDI di lokasi lain di kawasan HTI – SBAWI. Penelitian ini menggunakan data pengamatan jam-jaman yang meliputi data: curah hujan, suhu udara maskimum, kedalaman muka air tanah (MAT) dan kadar air tanah (KAT) pada periode pengamatan 1 April 2009 – 11 Mei 2010. Data tersebut diolah untuk mendapatkan data harian yang digunakan untuk mengembangkan model KBDI di lahan basah. Parameter KBDI yang optimum diperoleh melalui proses optimisasi dengan Solver untuk memperoleh nilai error yang minimum dari data indeks kekeringan pengukuran ( ) dan data model . Nilai Indeks kekeringan diperoleh dari pengukuran KAT yang KBDI dinyatakan dalam kisaran nilai 0 – 2000. Nilai 0 berarti KAT pada titik layu permanen sedangkan 2000 berarti KAT pada kondisi jenuh. Proses kalibrasi hasil model KBDI dilakukan untuk mendapatkan nilai KBDI untuk Stasiun HQ Baung yang selanjutnya dinyatakan dalam empat kelas kriteria bahaya kebakaran. Informasi bahaya kebakaran di HTI – SBAWI lebih menarik disajikan secara spasial dengan integrasi SIG ke dalam sistem informasi FDRS. Sebanyak sembilan titik stasiun digunakan untuk mendapatkan informasi spasial bahaya kebakaran di kawasan dengan teknik inverse distance weight. Perhitungan KBDI di stasiun lain menggunakan persamaan KBDI yang dihasilkan dari proses optimisasi parameter untuk Stasiun HQ Baung dengan input data pengamatan harian curah hujan, suhu udara maksimum, dan MAT yang diamati secara manual. Sistem informasi FDRS dikembangkan dengan program Ms. Visual Basic 6 dan Map Object 2.0 yang didesain untuk menyediakan: (a) basis data cuaca dan hidrologi tiap stasiun, (b) informasi spasial harian KBDI, curah hujan, suhu udara
maksimum dan kedalaman MAT, (c) informasi grafik harian KBDI, curah hujan, suhu udara maksimum dan kedalaman MAT, dan (d) fasilitas untuk memperbarui data pengamatan harian. Curah hujan selama periode pengamatan lapang (406 hari) di Stasiun HQ Baung sebesar 2854 mm dengan curah hujan harian tertinggi sebesar 107 mm. Pola curah hujan mengikuti tipe monsun dengan musim penghujan jatuh pada bulan November – April, dan musim kemarau pada bulan Mei – Oktober. Pola suhu udara maksimum mengikuti pola curah hujan dimana pada musim hujan, suhu udara cenderung lebih rendah. Kisaran suhu udara maksimum yang tercatat yaitu antara 26,6 – 34,9 0C. Fluktuasi KAT dan kedalaman MAT di Stasiun HQ Baung muka air tanah mengikuti pola curah hujan. KAT pada kisaran 0,289 m3/m3 hingga 0,627 m3/m3. Pada musim kemarau antara bulan Juli – September, MAT turun hingga mendekati kedalaman 1 m. Proses optimisasi parameter menghasilkan persamaan baru untuk menghitung faktor kekeringan, faktor curah hujan dan faktor muka air tanah. di Stasiun Persamaan untuk menghitung faktor kekeringan (dQ) dan KBDI ( HQ Baung yaitu: , , , , 10 ,
0,884
,
84
Persamaan tersebut kemudian digunakan untuk menghitung KBDI di stasiun lain di HTI SBAWI. Penelitian ini mendapatkan kedalaman MAT yang efektif dalam mengurangi nilai KBDI yaitu pada kedalaman MAT di atas 0,659 m. Pada kedalaman di atas 0,659 m menyebabkan faktor MAT ( ) bernilai negatif sehingga meningkatkan maksimum sebesar 102 angka sama dengan nilai faktor nilai KBDI. Nilai hujan maksimum. Kedalaman muka air tanah merupakan variabel yang dapat dikelola dalam pengelolaan hutan. Dengan mampu mempertahankan kedalaman MAT hutan pada level di atas 0,659 m maka bahaya kebakaran dapat ditekan. Informasi penting dari dinamika KBDI harian yaitu laju peningkatan KBDI yang diperoleh dengan analisis kurva intensitas waktu (time intensity curve). Laju peningkatan KBDI yaitu sebesar 12/hari. Dengan informasi ini pengelola hutan dapat merencanakan kegiatan untuk mengantisipasi dan atau mengurangi laju peningkatan KBDI. Pengelolaan air merupakan kegiatan yang bisa dilakukan seperti dengan: teknik pembendungan air di kanal untuk mengurangi hilangnya air lahan pada musim kemarau, dan meningkatkan tinggi dari muka air di kanal di sekitar lahan. Sistem informasi FDRS yang diperoleh digunakan untuk menghitung KBDI di stasiun lain di HTI – SBAWI dengan parameter dan persamaan yang dihasilkan dari Stasiun HQ Baung. Sistem ini mampu memberikan informasi spasial bahaya kebakaran hutan dengan resolusi 1 km. Sistem FDRS lebih menarik dengan adanya fasilitas untuk input data harian dimana setiap ada perubahan data, sistem akan melakukan perhitungan KBDI di stasiun terpilih. Dari hasil pengamatan sistem ini mampu dengan akurat mendeteksi dini bahaya kebakaran hutan di seluruh kawasan HTI – SBAWI.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
SISTEM PERINGKAT BAHAYA KEBAKARAN HUTAN DI HTI PT SEBANGUN BUMI ANDALAS WOOD INDUSTRIES KABUPATEN OKI, SUMATERA SELATAN
MUH TAUFIK
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Penguji luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Soewarso, MSi.
Judul Penelitian
:
Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran Hutan di HTI PT Sebangun Bumi Andalas Wood Indutries, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan
Nama
:
Muh Taufik
NIM
:
F152080031
Program Studi
:
Teknik Sipil dan Lingkungan
Disetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Budi I. Setiawan, MAgr. Ketua
Dr. Ir. Lilik B. Prasetyo, MSc.
Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA Anggota
Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Teknik Sipil dan Lingkungan
Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
Tanggal Ujian: 30 Juli 2010
Tanggal Lulus:
PRAKATA Kebakaran hutan merupakan problem tahunan yang terjadi di wilayah ekuator dengan perbedaan musim kemarau dan musim hujan yang jelas. Sistem informasi tentang potensi kebakaran hutan dalam bentuk informasi spasial sangat diperlukan dalam mengantisipasi kejadian kebakaran. Dalam penelitian ini, disusun sistem peringkat bahaya kebakaran hutan untuk kondisi lahan basah. Diharapkan, hasil penelitian ini dapat menyediakan sistem informasi spasial tentang peringkat bahaya kebakaran hutan di HTI SBAWI, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan. Pada kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Budi I. Setiawan sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Lilik B. Prasetyo dan Dr. Nora H. Pandjaitan sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan, masukan dan saran dalam penelitian. Ucapan terima kasih penulis sampaikan untuk I Putu Santikayasa, M.Sc. yang banyak memberikan pengajaran dalam penyusunan sistem informasi FDRS. Kepada PT SBA terutama rekan-rekan di Research and Development Department (RDD) yaitu Mas Andrean, Efra, Ali, Slamet, dan Safiq, disampaikan penghargaan atas kerjasama dan bantuan yang diberikan. Untuk sahabat di SBAWI, Bapak Miran di Bagian Fire Protection Department, terima kasih atas kerjasama yang telah diberikan, juga kepada rekanrekan lain di SBAWI yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu. Penulis sangat berterima kasih untuk istriku tercinta Hermi dan putri kecilku Hana yang telah meluangkan waktu bersama. Untuk waktu bersama keluarga yang banyak tersita dalam penyusunan laporan ini, saya sampaikan permohonan maaf yang tulus. Untuk teman-teman angkatan I SIL: Tusi, Dona, Titin, Suci dan Wakhid, terima kasih banyak atas kerjasamanya selama ini. Akhirnya Penulis sampaikan puji syukur kepada Yang Maha Kuasa atas selesainya laporan penelitian ini.
Bogor, Agustus 2010
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kudus pada tanggal 3 Maret 1981 sebagai anak ke-4 dari enam bersaudara dari Ayah Asrodi dan Ibu Sudarmi. Tahun 1998 penulis lulus dari SMU Negeri I Bae Kudus dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program studi Agrometeorologi, Fakultas Matematika dan IPA, dan menyelesaikan studi S1 pada tahun 2003. Penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan ke program magister pada Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan – FATETA IPB pada tahun 2008. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari DIKTI Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Selama mengikuti program S2, penulis pernah mengikuti short course tentang GeonetCast ToolBox yang diselenggarakan oleh LabMath Indonesia dan ITC-UTWENTE. Penulis juga mengikuti research workshop tentang Satellite Based Water Balance Computation and Modeling yang diselenggarakan oleh lembaga yang sama. Penulis
bekerja
sebagai
Asisten
Peneliti
pada
Laboratorium
Hidrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi – IPB sejak lulus program S1. Minat penelitian pada bidang sumberdaya air, fungsi hidrologi DAS dan perubahan iklim terkait dengan sumberdaya air. Saat ini Penulis bekerja sebagai Dosen pada Departemen Geofisika dan Meteorologi – IPB. Sejak tahun 2009, Penulis aktif sebagai anggota Tim Redaksi Jurnal Agrometeorologi yang diterbitkan oleh Himpunan Profesi Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (PERHIMPI).
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................xv DAFTAR ISTILAH DAN SIMBOL ................................................................... xvi I.
PENDAHULUAN ............................................................................................1 1.1. Latar Belakang .........................................................................................1 1.2. Tujuan Penelitian .....................................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................4 2.1. Kekeringan...............................................................................................4 2.2. Kebakaran Hutan .....................................................................................5 2.3. KBDI .......................................................................................................7 2.4. Perkembangan Model KBDI ...................................................................9 2.5. Integrasi SIG untuk Monitoring Kekeringan .........................................12 III. METODE PENELITIAN ...............................................................................13 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian................................................................13 3.2. Bahan dan Alat ......................................................................................14 3.3. Monitoring Data Cuaca, Kandungan Air Tanah dan Water ..................14 3.4. Pengembangan Model Modified-KBDI ................................................15 3.5. Pengembangan Sistem Informasi FDRS ...............................................18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................21 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian..........................................................21 4.2. Pengaruh Hujan terhadap Dinamika KAT dan MAT ............................23 4.3. Parameter Model KBDI di Lahan Basah ...............................................24
xi
4.4. KBDI Harian S. Baung ..........................................................................28 4.5. Aspek Pengelolaan Air Terkait KBDI ...................................................32 4.6. Sistem Informasi FDRS .........................................................................34 V. KESIMPULAN ...............................................................................................40 5.1. Kesimpulan ............................................................................................40 5.2. Saran ......................................................................................................40 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................42 LAMPIRAN ...........................................................................................................46
xii
DAFTAR TABEL Halaman 1. Rincian kebakaran pada tahun 1997 di Sumatera Selatan .................................. 7 2. Nilai parameter untuk menghitung faktor kekeringan ...................................... 10 3. Perkembangan nilai faktor hujan dalam KBDI ................................................. 11 4. Nilai parameter untuk menghitung faktor kekeringan KBDI ........................... 16 5. Metode untuk menghitung faktor hujan dan muka air tanah ............................ 17 6. Kelas Indeks Bahaya Kebakaran ....................................................................... 18 7. Hasil optimasi parameter KBDI ........................................................................ 26 8. Kelas KBDI berdasarkan periode kejadianya untuk Model 1 ........................... 29 9. Kelas KBDI berdasarkan periode kejadianya untuk Model 2. .......................... 29 10. Jumlah kelas bahaya kebakaran Model 1 dan Model 2. .................................. 29 11. Pengelolaan air berdasarkan kelas KBDI ........................................................ 34
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Peta lokasi HTI-SBAWI di Kabupaten OKI, Sumatera Selatan. ................... 13
2.
Curah hujan bulanan di Stasiun HQ Baung, HTI - SBAWI, OKI – Sumsel. (untuk bulan Mei 2010 hanya 11 hari pengamatan) ...................................... 21
3.
Dinamika harian (a) curah hujan, (b) suhu udara maksimum, (c) KAT, dan (d) MAT di Stasiun HQ Baung, HTI-SBAWI. .................................................... 22
4.
Grafik hubungan antara
dengan curah hujan untuk Model 1 dan Model 2.
........................................................................................................................ 27 5.
Pengaruh MAT terhadap Indeks KBDI pada Model 1 dan Model 2. ............ 27
6.
Curah hujan dan KBDI harian di Sungai Baung. ........................................... 28
7.
Kurva intensitas waktu KBDI harian di Sungai Baung untuk Model 1 ......... 32
8.
Modul Utama sistem Informasi FDRS .......................................................... 35
9.
Sebaran spasial KBDI pada tanggal 1 Januari 2010 di HTI-SBAWI. ........... 36
10. Tampilan modul update data untuk lokasi Stasiun S. Beyuku ...................... 37 11. Grafik harian KBDI untuk Lokasi Stasiun Bagan Rame. .............................. 38 12. Tabulasi perhitungan KBDI untuk lokasi Sungai Riding .............................. 39
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Penggunaan model KBDI dari berbagai sumber ............................................... 47 2 Contoh format data dalam Ms. Excel ................................................................ 50 3 Tabulasi perhitungan KBDI di Stasiun HQ Baung untuk Model 1 .................. 51 4 Tabulasi perhitungan KBDI di Stasiun HQ Baung untuk Model 2 .................. 60
xv
DAFTAR ISTILAH DAN SIMBOL
DAFTAR ISTILAH FDRS
Fire Danger Rating System
HTI
Hutan Tanaman Industri
IDW
Inverse Distance Weight
KAT
Kadar Air Tanah
KBDI
Keetch Byram Drought Index
MAT
Muka Air Tanah
SBAWI
PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries
SIG
Sistem Informasi Geografis
DAFTAR SIMBOL Simbol
Keterangan
, n, m
,
Nilai KBDI pada saat t
-
Nilai KBDI hari sebelumnya
-
Faktor kekeringan KBDI
-
Faktor curah hujan
-
Faktor kedalaman muka air tanah
-
Parameter faktor muka air tanah
,
,
Dimensi
,
,
3
Kadar air tanah residu, dihitung sebagai titik layu permanen
m /m3
Kadar air tanah jenuh
m3/m3
Hisapan matriks dalam hal ini kedalaman muka air tanah
m
Parameter Genucthen berturutan besarnya adalah 0,122; 1,811; 0,153
-
Indeks kekeringan hasil pengukuran kadar air tanah
-
Nilai maksimum KBDI sebesar 2000
-
Parameter suhu udara maksimum perhitungan faktor kekeringan
dalam
-
Parameter curah hujan tahunan dalam perhitungan faktor kekeringan
-
xvi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kandungan air pada tanah lapisan atas sangat penting dalam menekan terjadinya kebakaran hutan. Permukaan tanah hutan kaya akan serasah dan kayu yang rentan terhadap kebakaran pada kondisi kering. Pada musim kemarau dimana tanah hutan lapisan atas mengandung sedikit air menjadikan kawasan hutan sangat rentan terhadap kebakaran. Kondisi tersebut semakin parah dan rentan pada kondisi fisiografis tanah gambut. Keadaan tersebut secara nyata selalu terjadi di hutan hujan tropis P. Sumatera yang bertanah gambut. Pada periode musim kemarau dimana curah hujan rendah, potensi kemunculan titik api pada kawasan hutan ini sangat tinggi yang menyebabkan frekuensi kebakaran hutan meningkat. Secara ilmiah sangat menarik untuk mengetahui bagaimana kandungan air tanah dapat mempengaruhi kejadian kebakaran hutan, bagaimana mengembangkan metode peringkat kebakaran hutan yang efektif untuk deteksi potensi kebakaran hutan di lahan basah, dan dengan cara bagaimana teknologi SIG dapat diintegrasikan dalam mengembangkan sistem peringkat bahaya kebakaran hutan. Kebakaran hutan memberikan dampak yang luar biasa terhadap lingkungan yang dapat memicu terjadinya degradasi hutan. Pada musim kemarau, Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor asap karena seringnya kejadian kebakaran hutan di P. Sumatera dan P. Kalimantan. Schweithhelm dan Glover (2002) mengemukakan potensi kebakaran hutan tergantung pada tingkat bahaya api (fire danger) dan resiko api (fire risk). Bahaya api adalah suatu ukuran tentang jumlah, jenis, dan kekeringan bahan bakar potensial yang ada di hutan. Sedangkan resiko api adalah ukuran kemungkinan tersulutnya api yang secara umum berhubungan dengan tindakan manusia. Kawasan hutan tanaman industri yang berkembang pesat di P. Sumatera sangat rentan dengan kejadian kebakaran hutan mengingat fisiografi tanah didominasi oleh gambut. Gambut merupakan jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang membusuk. Dengan karakteristik tersebut potensi kebakaran hutan pada tanah gambut sangat tinggi.
1
Dampak kebakaran lahan gambut lebih mengerikan daripada lahan kering yang lain karena menciptakan asap tebal dan emisi karbon yang tinggi Untuk mengetahui potensi kekeringan pada lahan hutan, Keetch dan Byram (1968) di Amerika mengembangkan indeks kekeringan (drought index) yaitu angka yang mewakili pengaruh evapotranspirasi dan presipitasi terhadap defisiensi kelembaban kumulatif pada lapisan atas tanah untuk mengontrol kebakaran hutan. Untuk penggunaan di Indonesia, Keetch Byram Drought Index (KBDI) sebagai sistem peringkat kebakaran hutan perlu dimodifikasi mengingat adanya perbedaan jenis iklim, tanah dan kondisi fisiografis kawasan hutan di Indonesia dengan di Amerika Serikta. Pada periode el-nino 1997, bencana kebakaran hutan tropis gambut yang melanda kawasan hutan di Sumatera Selatan telah menyebabkan degradasi hutan yang parah dengan akumulasi bahan bakar yang tinggi. Kondisi ini menyebabkan tingkat bahaya api yang tinggi dan menyebabkan kerentanan kebakaran hutan meskipun pada musim kering yang normal. Untuk mengetahui tingkat bahaya kebakaran hutan perlu dikembangkan suatu sistem peringatan dini bahaya kebakaran dengan tujuan dapat menumbuhkan kesadaran yang lebih besar bagi masyarakat, pengelola HTI dan instansi terkait, tentang potensi kebakaran hutan dan agar respon untuk mencegah, mengurangi dan menanggulangi kebakaran lebih baik di masa yang akan datang. Sistem peringatan dini dapat diaplikasikan dalam bentuk sistem peringkat bahaya kebakaran hutan (Fire Danger Rating System, FDRS). Pengembangan FDRS pada lahan gambut tropis merupakan suatu tantangan. Dinamika kekeringan dalam skala ruang dan waktu perlu dipertimbangkan dalam prediksi dan monitoring dampak kekeringan di suatu wilayah. Oleh karena itu perlu memperbaiki alat dan ketersediaan data untuk pemetaan dan monitoring fenomena tersebut. Integrasi teknologi SIG ke dalam sistem peringkat bahaya kebakaran hutan diperlukan untuk melihat penyebaran kekeringan pada lahan hutan secara spasial. Penelitian ini berupaya untuk mencoba menjawab permasalahan tersebut dengan studi kasus di HTI-SBAWI yang berlokasi di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan.
2
1.2. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk: a. Menentukan parameter model KBDI yang optimum untuk kawasan HTI – SBAWI, Sumatra Selatan. b. Menyusun sistem informasi FDRS di HTI – SBAWI berbasis Sistem Informasi Geografis c. Menerapkan model KBDI di lokasi lain di kawasan HTI – SBAWI
3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kekeringan Kekeringan adalah suatu periode dalam kurun bulan atau tahun dimana suatu daerah kekurangan air. Sumber utama dari ketersediaan air yaitu curah hujan. Jika curah hujan yang diterima suatu wilayah secara konsisten lebih rendah dari jumlah evapotranspirasi maka akan terjadi kekeringan dan dalam jangka panjang akan terbentuk pola iklim kering/arid. Kekeringan berdampak pada sendisendi kehidupan masyarakat terutama terkait dengan ketahanan pangan, ketersediaan air bersih dan dapat menjadi pemicu migrasi. Kegiatan manusia dapat menjadi faktor pemicu terjadinya kekeringan seperti pemberian irigasi yang berlebihan dan kegiatan deforestasi. Kekeringan merupakan fenomena alam yang bervariasi dalam skala ruang dan waktu sesuai dengan variabilitas iklim. Pada kondisi lahan hutan yang kaya akan serasah, bahan organik dan kayu bakar, kekeringan dapat menimbulkan masalah yang serius berupa kebakaran hutan. Kekeringan pada lapisan atas tanah menyebabkan peningkatan jumlah bahan bakar potensial yang rentan terhadap sulutan api. Secara konseptual, Pusat Mitigasi Kekeringan Nasional University of Nebraska mendefiniskan tiga tipe kekeringan (Gutzler 2003): (a) kekeringan meteorologi, yaitu kondisi dengan periode yang panjang curah hujan lebih rendah dari curah hujan normal; (b) kekeringan pertanian, yaitu terjadi stress air pada tanaman; dan (c) kekeringan hidrologi, yaitu kekurangan suplai air permukaan. Selain definisi konseptual, terdapat definisi operasional yang menggunakan indeks kekeringan sehingga lebih mudah dan bersifat aplikabel. Definisi operasional lebih penting karena berguna untuk menentukan awal, keparahan, sebaran spasial, dan akhir dari keadaan kekeringan. Indeks kekeringan yang dikenal antara lain: the Palmer Drought Severity Index (PDSI), Crop Moisture Index (CMI), dan Standardized Precipitation Index (SPI). Indeks menggabungkan informasi hujan, kelembaban tanah, atau pasokan air di suatu wilayah. Kekeringan terkait dengan kandungan air dalam tanah. Berdasarkan kandungan air tanah, regim evapotranspirasi dapat digolongkan menjadi tiga (Seneviratne et al. 2010) yaitu: 4
Regim kelembaban tanah basah (
). Pada regim ini,
evapotranspirasi tidak sensitif terhadap kelembaban tanah. Sebaliknya limpasan permukaan sangat terpengaruh meskipun dengan variasi curah hujan rendah.
Regim kelembaban tanah transisional (
). Pada
regim ini evapotranspirasi sensitif terhadap kelembaban tanah.
Regim kelembaban tanah kering (
). Pada regim ini
evapotranspirasi sangat sensitif terhadap kelembaban tanah meskipun sangat terbatas karena kondisi kering. 2.2. Kebakaran Hutan Kebakaran hutan dapat terjadi karena tersedianya bahan bakar yang cukup di dalam hutan. Ketersediaan bahan bakar dipengaruhi faktor iklim berupa curah hujan dan suhu udara dengan pengaruh berbeda. Adanya hujan akan meningkatkan kelembaban tanah sehingga jumlah bahan bakar berkurang, sedangkan peningkatan suhu udara akan meningkatkan kekeringan tanah bagian atas sehingga jumlah bahan bakar meningkat. Fenomena ini terjadi di kawasan hutan hujan tropis basah Sumatera Selatan. Kawasan hutan basah yang sebagian merupakan lahan gambut selalu mengalami penurunan muka air yang signifikan sehingga mengakibatkan kekeringan pada musim kemarau. Kondisi ini ideal untuk terjadinya kebakaran mengingat bahan bakar yang tersedia melimpah. Kandungan air pada bahan bakar merupakan faktor utama yang menentukan berapa banyak bahan bakar yang akan terbakar. Pada lahan gambut, kekeringan menyebabkan gambut tercerai berai dan rentan terhadap sulutan api. Fenomena kekeringan pada lahan basah yang berpotensi menimbulkan kebakaran mendapatkan tekanan tambahan berupa pembakaran hutan karena alasan ekonomi dan kebutuhan hidup rumah tangga. Masyarakat lokal menggunakan pembakaran sebagai alat untuk mendapatkan akses sumberdaya alam (Chokkalingam et al. 2004) seperti; untuk mendapatkan kayu komersial, untuk keperluan mencari ikan yang terjebak dalam rawa yang kering, dan untuk keperluan pertanian padi sonor. Cara pembakaran yang digunakan sering tidak
5
terkontrol sehingga menyebar ke berbagai kawasan hutan. Setijono (2004) menguraikan kegiatan sosial ekonomi masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ilir terkait dengan pembakaran lahan sebagai berikut: Budaya pembakaran ladang di darat Dilakukan dengan cara pembakaran terkendali untuk pembukaan atau peremajaan pada kebun karet. Kegiatan ini dilakukan di Kecamatan Tulung Selapan dan
Pampangan. Tradisi pembakaran terkendali
berlangsung pada desa-desa yang telah berkembang khususnya di daerah darat yang memiliki tata kepemilikan lahan dengan batas yang jelas. Pada sistem ini diberlakukan sistem sanksi jika pembakaran lahan menyebabkan kebakaran di lahan orang lain. Sanksi dapat berupa denda uang dan memelihara lahan. Budaya pembakaran lahan rawa gambut untuk sawah sonor Musim kemarau menyebabkan penurunan air pada lahan rawa secara drastis. Dengan sistem pembakaran, lahan rawa yang kering siap ditanami untuk lahan pertanian. Masyarakat lokal biasanya menanam padi dengan cara ditugal agar padi memiliki perakaran yang dalam. Untuk mempercepat pengeringan rawa, masyarakat biasanya membangun kanalkanal drainase. Pembakaran dapat meningkatkan pH lahan gambut, dan membunuh hama dan penyakit. Budaya pembakaran lahan rawa gambut untuk mencari ikan Pembakaran dilakukan pada musim kemarau ketika akses terhadap ikan sulit karena air sungai yang surut. Dengan pembakaran, nelayan dapat menemukan lebak/cekungan rawa yang masih ada air tempat ikan terjebak. Penggunaan api yang tidak terkontrol telah menimbulkan kebakaran yang parah di lahan basah Sumatera Selatan. Kebakaran yang berulang-ulang telah menjadi ancaman besar bagi konservasi lahan basah, pemanfaatan yang lestari dan pemulihan areal yang rusak. Kebakaran pada lahan gambut menimbulkan masalah asap, kesehatan dan jarak pandang di wilayah Asean. Tacconi (2003) menyebutkan kebakaran yang terjadi pada tahun El-Nino 1997 di Sumatera
6
Selatan seluas 2,798 jt ha dengan prosentasi kebakaran pada lahan non-hutan dan hutan berturut-turut sebesar 75% dan 25% (Tabel 1).
Tabel 1. Rincian kebakaran pada tahun 1997 di Sumatera Selatan Status lahan dan tataguna lahan Lahan non-hutan
Kawasan yang terbakar Ha
%
2.097.050
75
1.501.000
54
596.050
21
700.988
25
70.000
2.5
630.988
22.5
Total kebakaran yang dikendalikan
1.571.000
56
Total kebakaran yang tidak dikendalikan
1.227.038
44
Total kebakaran
2.798.038
100
Kebakaran yang dikendalikan
Kebakaran yang tidak dikendalikan
Lahan hutan
Kebakaran yang dikendalikan
Kebakaran yang tidak dikendalikan
Sumber: Tacconi (2003)
Untuk mengatasi kebakaran dapat dilakukan prediksi daerah kekeringan yang rawan kebakaran. Untuk mengurangi dampak dari kekeringan diperlukan pengembangan kemampuan untuk meramal karakteristik dari kekeringan yang meliputi: durasi kekeringan, intensitas kekeringan (tingkat keparahan) dan periode ulang dari kekeringan tersebut. 2.3. KBDI Potensi kebakaran lahan hutan dapat dinilai dengan menggunakan data jangka panjang (statis) dan data jangka pendek (dinamis) atau dengan integrasi keduanya yang menghasilkan sistem peringkat bahaya kebakaran hutan. Indeks kebakaran yang dinamis dibangun berdasarkan variabel meteorologi dan kondisi aktual vegetasi (Snyder et al. 2006) yaitu kondisi kelembaban tanah dan struktur vegetasi yang berpengaruh terhadap kemunculan dan penyebaran api. KBDI merupakan indeks kekeringan meteorologi untuk menilai defisiensi kelembaban tanah hutan. KBDI dikembangkan JJ Keetch dan GM Byram pada tahun 1968 di
7
Florida untuk menentukan potensi kebakaran hutan. Nilai indeks kekeringan berkisar pada angka 0-800, dimana indeks 0 berarti tidak ada defesiensi kelembaban dan indeks 800 menunjukkan tanah dalam kondisi kering. Indeks dihitung harian berdasarkan data pengukuran suhu udara maksimum dan curah hujan harian. KBDI mampu menggambarkan ketersediaan bahan bakar dan juga menggambarkan defisit air pada tanaman hidup (Xanthopoulos et al. 2008). Dalam pengembangan indeks, Keetch dan Byram (1968) menggunakan beberapa asumsi: a. Tingkat kehilangan kelembaban tanah di area berhutan akan bergantung pada kerapatan tutupan vegetasi. Kerapatan vegetasi merupakan fungsi curah hujan tahunan rata-rata. b. Hubungan curah hujan-vegetasi diduga dengan kurva eksponensial dimana tingkat hilangnya kelembaban adalah fungsi curah hujan tahunan rata-rata, sehingga penurunan curah hujan tahunan rata-rata menyebabkan penurunan kerapatan vegetasi. c. Tingkat
kehilangan
kelembaban
dari
tanah
ditentukan
oleh
evapotranspirasi. d. Pengurangan kelembaban tanah terhadap waktu didekati dengan kurva eksponensial dimana titik layu permanen merupakan level kelembaban terendah. e. Kedalaman lapisan tanah dimana kejadian kekeringan berlangsung adalah kondisi tanah dengan kapasitas lapang sebesar 200 mm.
Indeks kekeringan KBDI dihitung dengan rumus berikut: ………Pers. 1 adalah faktor kekeringan (drought factor) yang tergantung pada suhu udara maksimum dan curah hujan tahunan, .
. .
dihitung dengan Persamaan (2). .
.
10
……… Pers. 2
8
adalah suhu udara maksimum harian (0F) dan
dimana
adalah curah
hujan rerata tahunan (dalam inci). Persamaan (2) menunjukkan bahwa kelembaban tanah akan berkurang dengan peningkatan suhu udara dan bertambah dengan adanya hujan. Faktor kekeringan merupakan penduga evapotranspirasi potensial sebagai rasio antara fungsi eksponensial suhu udara harian dengan fungsi eksponensial curah hujan tahunan (Brolley et al. 2007).
merupakan
pengurang nilai KBDI yang diperhitungkan jika curah hujan melebihi 0,2 inch (Persamaan 3). 0 0,2
0,2 0,2
……… Pers. 3
2.4. Perkembangan Model KBDI Model KBDI dikembangkan oleh Keetch dan Byram (1968) untuk pengendalian kebakaran hutan di Florida, Amerika dengan kondisi iklim dan tanah setempat. Model ini telah digunakan secara luas di Amerika dan Australia (lihat Lampiran 1) mengingat input data yang dibutuhkan sedikit dan relatif mudah untuk diperoleh. Burgan (1988) mengintroduksi KBDI sebagai penduga ketersediaan bahan bakar dalam National Fire Danger Rating System (NFDRS) untuk Amerika. Di Australia, McArthur mengintroduksi model KBDI untuk perhitungan drought factor pada Forest Fire Danger Index (Sullivan 2001). Koreksi terhadap model KBDI dikemukakan oleh Crane (1982, dalam Alexander 1990) yaitu adanya typographical error pada persamaan yang digunakan untuk menghitung faktor kekeringan indeks. Alexander (1992) juga mengemukakan hal yang sama. Untuk mempermudah bahasan tentang perkembangan model KBDI, Persamaan (2) selanjutnya ditulis dalam bentuk yang lebih umum (Persamaan 4). Selain menyebutkan typographical error pada model KBDI, Crane (1982, dalam Alexander 1990) mengkonversi KBDI ke dalam unit metrik dengan nilai maksimum indeks sebesar 203,2. Perubahan unit KBDI ini banyak diikuti oleh peneliti dari luar Amerika (Fairfax et al. 2009, Hudon et al. 2005, Finkele et al. 2006, Penman et al. 2007).
9
10 Perkembangan nilai parameter
……… Pers. 4
dirangkum dalam Tabel 2. Di Indonesia, KBDI
telah digunakan oleh Buchholz dan Weidemenn (2000) untuk menilai potensi kebakaran hutan di Kalimantan Timur, dengan memodifikasi nilai maksimum indeks menjadi 2000 (Tabel 2). Tabel 2. Nilai parameter untuk menghitung faktor kekeringan Parameter
Ketch dan Byram
Crane (1982 dalam
Buchholz dan
(1968)
Alexander 1990)
Weidemenn (2000)
Unit: British
Metric
Metric
800
203,2
2000
0,9680
0,9680
0,9680
0,0486
0,0875
0,0875
0,8300
8,3000
8,2990
-
1,5552
1,5552
10,8800
10,8800
10,8800
0,0441
0,0017
0,0017
Faktor kekeringan mencerminkan defisiensi kelembaban tanah melalui proses evapotranspirasi. Keetch dan Byram (1968) menggunakan asumsi besarnya evapotranspirasi tergantung pada suhu udara maksimum dan curah hujan tahunan untuk daerah Florida, Amerika. Liu et al. (2010a, 2010b) mengindikasikan formulasi dalam menghitung
perlu dikaji untuk daerah dengan kondisi iklim
berbeda mengingat tingkat kekeringan (drying rate) sebagai fungsi dari curah hujan tahunan berbeda-beda untuk tiap lokasi. Snyder et al. (2006) melakukan perbaikan terhadap perhitungan faktor kekeringan dengan menggunakan model evapotranspirasi Hargreaves–Samani. Perbedaan iklim dan tanah menyebabkan model KBDI harus dimodifikasi untuk dapat diterapkan di lokasi dengan iklim dan tanah yang berbeda dengan daerah Florida, Amerika. Reardon et al. (2009) yang melakukan penelitian di lahan basah North Carolina, menyebutkan perbedaan properti tanah menyebabkan KBDI tidak sensitif untuk prediksi potensi kebakaran. Hal senada juga telah 10
dilaporkan oleh Cooke et al. (2007) dan Choi et al. (2009) untuk daerah Mississippi, Chan et al. (2004) untuk daerah Georgia, Amerika dan Sparks et al. (2002) untuk daerah Arkansas, Amerika. Sparks et al. (2002) menyebutkan KBDI bukan indikator yang tepat untuk potensi kebakaran daerah iklim Arkansas dengan tipe tanah berpasir, dan Reardon et al. (2009) menyarankan perbaikan untuk model KBDI dengan mengintroduksi faktor hidrologi yang mencerminkan simpanan dan pergerakan air (water storage and movement) dalam tanah. Terlepas dari kritik terhadap kelemahan KBDI dalam prediksi kebakaran hutan untuk lokasi yang berbeda, KBDI banyak digunakan untuk menduga potensi kebakaran hutan di Amerika (terutama untuk daerah tenggara Amerika), dan Australia (lihat Lampiran 1). KBDI banyak digunakan karena mudah dalam proses perhitunganya (Dimitrakopoulos dan Bemmerzouk 2003). Banyak peneliti yang menggunakan KBDI dalam mengkaji pengaruh perubahan iklim terhadap potensi kebakaran hutan di masa depan. Groisman et al. (2007) mengkaji perubahan KBDI pada abad 20 di Northern Eurasia, dan terakhir Liu et al. (2010a) dan Liu et al. (2010b) melakukan prediksi KBDI akibat perubahan iklim secara berturutan dengan Regional Climate Model (RegCM) dan Global Climate Model (GCM). Tabel 3. Perkembangan nilai faktor hujan dalam KBDI Peneliti Keetch dan Byram (1968) Crane (1982) Buchholz dan Weidemenn (2000) Setiawan et al. (2009) Brolley et al. (2007) Ket:
curah hujan hari ini,
Unit
Nilai faktor hujan (
British
100*(R – 0,2)
SI
R – 5,1
SI
10*(R – 5.1 )
1
SI British
)
100 100
, 0,2 ,
0,2 0,2
0,2
.
curah hujan sebelumnya
11
Faktor hujan dalam KBDI juga mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan. Dalam model Keetch dan Byram (1968), faktor hujan diperhitungkan jika melebihi 0,2 inch (dalam unit SI setara 5,1 mm). Besarnya pengurangan disajikan dalam Tabel 3. Brolley et al. (2007) melakukan modifikasi untuk
perhitungan faktor hujan dengan mempertimbangkan curah hujan hari ini dan curah hujan hari kemarin (antecedent precipitation). 2.5. Integrasi SIG untuk Monitoring Kekeringan
KBDI dikembangkan berbasis data stasiun iklim. Defesiensi kelembaban tanah yang dihasilkan dari perhitungan tidak mengungkap detil spasial dari nilai indeks tersebut (satu angka biasanya menggambarkan kondisi satu wilayah). Karena berbasis pada stasiun iklim yang berada pada lokasi tertentu, maka informasi yang dihasilkan secara spasial bersifat diskontinu dan hanya valid untuk lokasi tertentu. Sebagai informasi tambahan, indeks meteorologi bergantung pada data harian yang dikumpulkan di stasiun cuaca yang keberadaannya tidak merata di setiap wilayah sehingga akan berpengaruh terhadap konsistensi indeks kekeringan. Dengan realita tersebut, perlu dikembangkan sistem peringkat kebakaran yang memperhitungkan sebaran spasial. Janis et al. (2002) menyusun peta KBDI untuk daerah tenggara Amerika. Dengan penyusunan peta KBDI tersebut KBDI menjadi alat monitoring yang menarik untuk pemantauan potensi kebakaran hutan (Janis et al. 2002). Pembangunan sistem peringkat bahaya kebakaran hutan berbasis spasial sangat berguna bagi pengelolaan kebakaran hutan dalam hal antisipasi dan pencegahan kebakaran (Carlson dan Burgan 2003). Untuk mengembangkan indeks berbasis spasial, integrasi dengan teknik SIG mutlak diperlukan. Nantinya monitoring dalam skala regional dapat dilakukan dengan peta kekeringan.
12
III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan – FATETA IPB dimulai bulan Februari hingga bulan Juli 2010. Data pengamatan lapang yang digunakan yaitu periode 1 April 2009 – 11 Mei 2010 diperoleh dari Stasiun Head Quarter (HQ) Baung, di kawasan HTI SBAWI, Kabupaten OKI – Sumatra Selatan. HQ Baung merupakan kantor pusat PT SBAWI terletak pada koordinat geografis 105,30BT dan 2,740LS. SBAWI memperoleh lisensi untuk mengelola hutan tanaman industri pada lahan basah di Kabupaten OKI pada tahun 2004. Tanaman HTI yang diusahakan yaitu Acacia crassicarpa. Untuk lokasi lain di HTI menggunakan data pengamatan periode 1 Januari – 30 April 2010 yang meliputi Stasiun Air Sugihan, Sungai Beyuku, Bagan Rame, Sungai Penyabungan, Lebong Hitam, Sungai Riding, Teluk Pulai, dan Teluk Daun. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1 dan lokasi terletak sekitar dua jam perjalanan melalui sungai dari Kota Palembang
Gambar 1. Peta lokasi HTI-SBAWI di Kabupaten OKI, Sumatera Selatan.
13
3.2. Bahan dan Alat Penelitian ini menggunakan seperangkat alat (software dan hardware) sebagai berikut: a. Ms. Office 2003 (License: MBG2X-K7D2F-99JDG-Q4TB3-GVQHQ) b. ArcView 3.3 c. Ms. Visual Basic 6.0 d. MapObject 2.0 e. Logger HIOKI 3641 f. Logger Decagon Em50 g. TD Diver h. Meteran Untuk membangun sistem berbasis spasial, peta yang dibutuhkan yaitu: peta batas HTI, peta distrik HTI dan peta lokasi stasiun pengamatan. Logger Hioki digunakan untuk monitoring suhu udara maksimum. Logger Decagon Em50 digunakan untuk mengukur curah hujan dan kadar air tanah, sedangkan TD Diver digunakan untuk mengukur kedalaman muka air tanah. 3.3. Monitoring Data Cuaca, Kandungan Air Tanah dan Water Pengembangan sistem peringkat bahaya kebakaran hutan di HTI-SBAWI memerlukan seperangkat alat yang telah dijelaskan pada Sub Bab 3.2. Alat-alat tersebut dilengkapi dengan sensor dan logger yang mampu memonitor data pengamatan dengan resolusi satu jam. Data pengamatan tersebut diunduh setiap bulan untuk diolah dalam MS. Excel agar mendapatkan format data yang diinginkan. Data pengamatan diolah berdasarkan bulan pengamatan. Data curah hujan diakumulasikan selama periode 24 jam (00.00 – 23.00) untuk mendapatkan data curah hujan harian pada hari tersebut. Suhu udara maksimum pada hari tersebut digunakan sebagai input model KBDI yang diperoleh dengan mencari suhu tertinggi yang terjadi selama periode 24 jam. Data ketinggian muka air tanah dan kadar air tanah yang digunakan yaitu data pada pengamatan pukul 23.00 sebagai data input model untuk hari tersebut. Data tersebut diolah dalam MS. Excel dengan VBA for Excel. Contoh format data tersedia di Lampiran 2.
14
Untuk lokasi pengamatan di distrik lain dalam HTI-SBAWI menggunakan peralatan manual. Data curah hujan diamati dengan ombrometer dengan waktu pencatatan pada pukul 07.00 waktu setempat. Data kedalaman muka air tanah diukur dengan meteran pada pukul 07.00 waktu setempat. Sedangkan suhu udara maksimum diukur dengan termometer pada pukul 13.30 waktu setempat. 3.4. Pengembangan Model Modified-KBDI a.
Model KBDI Lahan Basah KBDI dikembangkan dengan asumsi defesiensi kelembaban tanah
tergantung pada evapotranspirasi (Keetch dan Byram 1968). Besarnya kelembaban tanah tergantung pada dua variabel yaitu suhu udara maksimum dan curah hujan tahunan. KBDI dapat menjadi prediktor kebakaran hutan yang tidak akurat pada kondisi iklim dan tanah yang berbeda dari Florida. Liu et al. (2010a, 2010b) mengindikasikan formulasi dalam penghitungan
perlu dikaji untuk
daerah dengan kondisi iklim berbeda mengingat tingkat kekeringan (drying rate) sebagai fungsi dari curah hujan tahunan berbeda-beda untuk tiap lokasi. Reardon et al. (2009) memberikan argumen keterbatasan model KBDI yaitu hanya bergantung pada parameter meteorologi semata, sehingga sensitifitas KBDI terhadap tanah dan pengaruh hidrologi menjadi terbatas. Pada kasus lahan basah di North Carolina, Reardon et al. (2009) menyebutkan kelembaban tanah dan muka air tanah inkonsisten dengan potensi kebakaran hutan. Penelitian ini dilakukan di lahan basah dimana posisi muka air tanah dekat dengan permukaan tanah. Adanya pengaruh kenaikan air kapiler menyebabkan kelembaban tanah akan meningkat apabila posisi muka air tanah dekat dengan permukaan. Sebaliknya kelembaban tanah berkurang dengan penurunan muka air tanah. Melihat fenomena tersebut, Setiawan et al. (2009) menambahkan faktor kedalaman muka air tanah (variable
) sebagai pengaruh muka air tanah
terhadap kelembaban tanah. Faktor
berperilaku seperti curah hujan yang
membasahi tanah dari atas. Maka, faktor
berperan dalam mengurangi nilai
KBDI harian (Persamaan 5).
15
……… Pers. 5 Faktor muka air tanah dihitung dengan Persamaan 6 - 8. ……… Pers. 6 .
……… Pers. 7
1
Dimana,
……… Pers. 8 adalah kadar air tanah basis volume (m3/m3). Paramaeter
adalah parameter baru untuk faktor
dan
.
Tabel 4 menampilkan perkembangan nilai dari parameter
. Untuk
penelitian ini, parameter-parameter tersebut diperoleh melalui proses optimasi. Selanjutnya
dihitung menggunakan Persamaan (4). Faktor curah hujan (
)
dihitung dengan dua cara (Tabel 5) yaitu menggunakan metode Crane (1982) dan metode yang dikembangkan oleh Setiawan et al. (2009). Tabel 4. Nilai parameter untuk menghitung faktor kekeringan KBDI Parameter
Keetch dan
Crane (1982 dalam
Buchholz dan
Penelitian
Byram (1968)
Alexander 1990)
Weidemenn (2000)
ini*
Unit: British
Metric
Metric
Metric 2000
800
203,2
2000
0,9680
0,9680
0,9680
Optimasi
0,0486
0,0875
0,0875
Optimasi
0,8300
8,3000
8,2990
Optimasi
-
1,5552
1,5552
Optimasi
10,8800
10,8800
10,8800
Optimasi
0,0441
0,001736
0,001736
Optimasi
* Nilai parameter diperoleh melalui proses optimisasi
16
Tabel 5. Metode untuk menghitung faktor hujan dan muka air tanah Variable
Keetch dan
Crane (1982 dalam
Byram (1968)
Alexander 1990)
100*(R – 0,2)
R – 5,1
Penelitian ini
Model 1: R – 5,1 1
Model 2: -
-
Catatan: parameter
,
,
dan
diperoleh melalui proses optimisasi.
b. Optimisasi Parameter dan Kalibrasi Model KBDI Penghitungan KBDI menggunakan parameter-parameter model yang dirangkum dalm Tabel 4 dan 5. Dalam proses perhitungan, nilai parameter model Buchholz dan Weidemenn (2000, Tabel 4) digunakan sebagai nilai default model untuk proses optimisasi parameter. Sedangkan untuk nilai parameter muka air tanah ( ,
), menggunakan pendekatan trial error untuk mendapatkan angka
yang mendekati curah hujan maksimum selama tahun tersebut. Nilai indeks yang diperoleh dari Persamaan (5) perlu diverifikasi dengan data pengukuran kandungan air tanah. Hubungan antara kadar air tanah dengan indeks kekeringan dinyatakan dengan Persamaan (9). 1 dimana
.
……… Pers. 9
adalah kadar air tanah (m3/m3),
kadar air residual (didekati dengan
titik layu permanen, besarnya= 0.3205 m3/m3), (besarnya 0.634 m3/m3),
kadar air pada kondisi jenuh
adalah nilai maksimum indeks sebesar 2000.
Optimasi parameter dengan menggunakan Solver dalam Ms. Excel 2003 dilakukan untuk memperoleh
yang memberikan beda nilai terkecil atau Root
Mean Squared Error (RMSE) dengan
. Proses kalibrasi nilai indeks dilakukan
dengan mencari hubungan linear antara
dan
sehingga diperoleh nilai
intersepsi (a) dan slope (b) yang digunakan untuk menghitung KBDI kalibrasi (Persamaan 10). .
……… Pers. 10
17
merupakan nilai KBDI di lokasi penelitian HTI-SBAWI yang diklasifikasikan menjadi empat kriteria tingkat bahaya kebakaran seperti yang dijelaskan oleh Buchholz dan Weidemenn (2000) pada Tabel 6. Nilai indeks maksimum sebesar 2000 yang menunjukkan tanah dalam keadaan kering. Tabel 6. Kelas Indeks Bahaya Kebakaran Kelas Minimum Maksimum 1 0 999 2 1000 1499 3 1500 1749 4 1750 2000
Kriteria Rendah Sedang Tinggi Ekstrim
3.5. Pengembangan Sistem Informasi FDRS a.
Desain Sistem Informasi FDRS Pengembangan sistem informasi FDRS untuk lokasi di HTI-SBAWI,
Kabupaten OKI menggunakan indeks kekeringan KBDI. KBDI yang digunakan telah dimodifikasi oleh Setiawan et al. (2009) untuk lokasi lahan basah. Aspek penting dalam desain sistem FDRS yaitu interaksi dengan pengguna yang akan memanfaatkan sistem tersebut. Informasi yang ada dalam sistem harus relevan dengan keperluan pengguna dan format yang disusun sesuai dengan yang dibutuhkan (Fraisse et al. 2006). Tidak semua proses pengembangan sistem FDRS melibatkan pengguna seperti dalam proses optimisasi parameter model KBDI. Pengembangan sistem informasi FDRS didesain untuk menyediakan informasi sebagai berikut: Basisdata cuaca dan hidrologi tiap stasiun Informasi spasial bahaya kebakaran, curah hujan, suhu udara maksimum dan kedalaman MAT. Informasi grafik harian KBDI, curah hujan, suhu udara maksimum dan kedalaman MAT. Fasilitas untuk updating data pengamatan yang dapat diperbarui setiap hari. b. Sistem Informasi FDRS Sistem ini dibangun dengan menggunakan bahasa pemograman Visual Basic 6.0. Perangkat lunak yang terlibat dalam penyusunan model spasial yaitu
18
Map Object 2.0. Sistem Informasi FDRS terdiri dari; (1) modul utama, (2) modul update data, (2) modul grafik, (3) modul tabel data dan, (4) modul spasial. Modul update data berisi tentang informasi stasiun pengamatan dan fasilitas pengisian data curah hujan, suhu udara maksimum dan kedalaman muka air tanah harian. Dalam modul ini, proses perhitungan KBDI dikerjakan untuk tiap stasiun. Modul grafik menyajikan informasi visual grafik suhu udara, curah hujan, muka air tanah dan KBDI time series harian. Modul tabel data menyajikan informasi tabulasi perhitungan KBDI. Terakhir, modul spasial digunakan untuk proses interpolasi data. Interpolasi data dilakukan dengan menggunakan metode IDW. Dalam membangun
Dynamic Drought Index Tool untuk North Carolina dan South
Carolina, Dow et al. (2009) mengemukakan metode IDW menghasilkan distribusi frekwensi kekeringan yang lebih konsisten daripada metode lain. Dow et al. (2009) tidak merinci metode interpolasi yang digunakan dan diperbandingkan. Prinsip dari sistem informasi FDRS yang dibangun sebagai berikut: i.
Pembangunan basisdata. Data pengamatan tiap stasiun disusun dalam format text dengan susunan urutan data sebagai berikut: tanggal, curah hujan, suhu udara maksimum, dan kedalaman muka air tanah. Data ini disimpan dalam format text dengan nama “data + nama stasiun”
ii. Penyiapan peta kerja. Peta kerja menggunakan dua peta dasar yaitu peta batas HTI dan peta lokasi stasiun. Peta kawasan HTI dalam format shapefile seluas 479400 Ha disusun dalam format grid 1 km2. Proses ini menghasilkan 4794 grid yang kemudian tiap grid diberi atribut koordinat grid (X,Y). Tiap lokasi stasiun pada peta lokasi stasiun juga diberi atribut koordinat grid (X,Y). iii. Pembangunan Sistem Informasi FDRS. Sistem informasi FDRS dibangun dan dikembangkan dengan perangkat lunak Ms. Visual Basic 6. Integrasi dengan Map Object 2.0 memungkinkan sistem informasi FDRS untuk menampilkan peta spasial.
19
iv. Perhitungan model KBDI di lahan basah. Proses perhitungan dikerjakan dengan sistem informasi FDRS yang telah dikembangkan. Model KBDI yang telah dihasilkan untuk lokasi Stasiun HQ Baung digunakan dalam penghitungan KBDI di stasiun lain di seluruh kawasan HTI-SBAWI. Sistem didesain secara otomatis untuk menghitung KBDI jika ada input data baru. Tabulasi data perhitungan disimpan dalam format text dengan nama stasiun yang bersangkutan. Data ini digunakan dalam proses-proses selanjutnya termasuk dalam proses interpolasi. v.
Proses interpolasi data. Prinsip proses interpolasi yang dibangun yaitu memanggil tabulasi perhitungan KBDI kalibrasi (prinsip iv) untuk tiap stasiun berdasarkan tanggal dan variabel yang dipilih. Setelah data terpilih, proses interpolasi dikerjakan dengan metode IDW untuk menghasilkan peta KBDI, peta curah hujan, peta suhu udara maksimum, dan peta kedalaman muka air tanah. Hasil interpolasi disimpan dengan nama “variabel & tanggal.shp”.
vi. Tampilan data. Modul KBDI menampilkan data dalam tiga format yaitu: peta, tabel, dan grafik. Format peta menampilkan distribusi spasial tiap variabel. Format tabel menampilkan tabulasi perhitungan KBDI, dan format grafik menyajikan grafik harian tiap variabel. Untuk peta sebaran KBDI, legenda peta dikelompokkan menjadi empat berdasarkan kelas indeks kebakaran seperti pada Tabel 6.
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian a.
Curah Hujan Hasil pengamatan curah hujan harian di Stasiun pengamatan HQ Baung
pada periode 1 April 2009 – 11 Mei 2010 diperoleh curah hujan yang tinggi. Total curah hujan selama 406 hari pengamatan yaitu 2854 mm. Secara umum curah hujan tinggi terjadi pada musim penghujan yaitu periode bulan November – April mengikuti pola curah hujan monsunal di Indonesia (Gambar 2). Pada bulan-bulan tersebut curah hujan bulanan melebihi 200 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan April 2010 sebesar 384 mm. Periode kering terjadi pada bulan Mei – Oktober 2009 dengan curah hujan bulanan terendah pada bulan September 2009 sebesar 22,6 mm. 450 400
Curah Hujan (mm)
350 300 250 200 150 100 50
Gambar 2.
May-10
Apr-10
Mar-10
Feb-10
Jan-10
Dec-09
Nov-09
Oct-09
Sep-09
Aug-09
Jul-09
Jun-09
May-09
Apr-09
0
Curah hujan bulanan di Stasiun HQ Baung, HTI - SBAWI, OKI – Sumsel. (untuk bulan Mei 2010 hanya 11 hari pengamatan)
Selama periode pengamatan tercatat jumlah hari hujan sebanyak 197 hari. Sebaran jumlah hari hujan dengan hari hujan terbanyak berdasarkan bulan yaitu Bulan Desember 2009 dengan 23 hari hujan, Bulan Januari 2010 dengan 21 hari hujan, dan Bulan Maret 2010 dengan 20 hari hujan. Pada Bulan September 2009, jumlah hari hujan hanya 3 hari. Curah hujan tertinggi selama pengamatan tercatat sebesar 107 mm pada tanggal 12 April 2009. Gambar 3(a) menyajikan dinamika curah hujan di Stasiun HQ Baung untuk periode pengamatan tersebut.
21
Gambar 3.
Dinamika harian (a) curah hujan, (b) suhu udara maksimum, (c) KAT, dan (d) MAT di Stasiun HQ Baung, HTI-SBAWI.
22
b. Suhu Udara Maksimum Kisaran suhu udara maksimum di Stasiun HQ Baung selama pengamatan yaitu antara 26.6 – 34.90C dengan rata-rata Tmax sebesar 32,50C. Suhu udara maksimum tertinggi sebesar 34.90C terjadi pada 21 September 2009 dan terendah sebesar 26.60C pada 8 Januari 2010. Gambar 3(b) menyajikan dinamika suhu udara maksimum harian di Stasiun HQ Baung. c.
Kadar Air Tanah (KAT) KAT di Stasiun HQ Baung berfluktuasi pada kisaran 0,289 m3/m3 hingga
0,627 m3/m3. KAT tertinggi terjadi pada tanggal 9 April 2009 dan terendah pada tanggal 3 Oktober 2009. Pada bulan-bulan basah KAT mendekati KAT jenuh sebesar 0,634 m3/m3, sedangkan pada bulan-bulan kering KAT mendekati level titik layu permanen. Bahkan, level KAT pernah di bawah titik layu permanen seperti KAT pada tanggal 1 – 4 Oktober 2009. Dinamika KAT di HQ Baung selama pengamatan disajikan pada Gambar 3(c). d. Muka Air Tanah (MAT) MAT di Stasiun HQ Baung berfluktuasi hingga kedalaman 1 m. Selama periode pengamatan, ditemukan penyimpangan pada kedalaman MAT seperti yang terjadi pada tanggal 4 Agustus 2009 dimana kedalaman MAT hingga lebih dari 1 m. Disebut sebagai penyimpangan karena kedalaman MAT pada 3 Agustus 2009 yaitu 0,6 m dan kedalaman MAT pada 5 Agustus 2009 yaitu 0,63 m. Perubahan drastis MAT untuk lokasi Baung dengan tekstus tanah liat sepertinya sulit terjadi. Penyimpangan data MAT disebabkan alat ukur MAT berada di atas permukaan tanah. Kondisi serupa untuk MAT tanggal 22 April 2009. Secara umum MAT pada musim penghujan akan dekat permukaan tanah dan bahkan bisa menggenangi tanah. Gambar 3(d) menyajikan dinamika MAT di lokasi HQ Baung selama periode pengamatan. 4.2.
Pengaruh Hujan terhadap Dinamika KAT dan MAT Curah hujan sangat berpengaruh terhadap KAT dan MAT. Fluktuasi
keduanya sangat dipengaruhi oleh dinamika curah hujan yang turun dan membasahi tanah. Pada musim penghujan seperti pada Bulan April, KAT
23
mendekati level jenuh hingga mencapai KAT 0,627 m3/m3, sedangkan MAT dekat permukaan tanah hingga pada kedalaman 0,1 m. KAT mulai berkurang dengan berakhirnya musim penghujan di bulan Mei 2009. Bahkan KAT mencapai titik layu permanen pada tanggal 12 September 2009 sebesar 0,32 m3/m3. Selanjutnya KAT meningkat menjadi 0,335 m3/m3 pada tanggal 15 September 2009 dengan adanya hujan sebesar 10,2 mm. KAT kemudian mencapai titik terendah sebesar 0,289 m3/m3 pada tanggal 3 Oktober 2009. Dengan adanya hujan sebesar 2 mm (4 Oktober 2010), KAT naik menjadi 0,299 m3/m3. Selanjutnya hujan hari berikutnya sebesar 45,6 mm (5 Oktober 2009) menyebabkan KAT naik menjadi 0,415 m3/m3 dan MAT naik dari -0,744 m menjadi -0,125 m. Dengan masuknya musim hujan, KAT selalu berada diatas 0,4 m3/m3. Sedangkan pada musim hujan, MAT meningkat hingga terjadi genangan seperti pada tanggal 31 Desember 2009 genangan mencapai 0,139 m. 4.3. Parameter Model KBDI di Lahan Basah Perhitungan KBDI dimulai pada KAT maksimum terukur yaitu pada tanggal 9 April 2010. Pada tanggal tersebut KAT sebesar 0.627 m3/m3 atau setara dengan indeks kekeringan sebesar 43. Secara konseptual Keetch dan Byram (1968) menyarankan perhitungan KBDI dimulai pada KBDI 0 yaitu pada kondisi curah hujan mingguan lebih dari 150 mm. Penelitian ini memulai perhitungan KBDI dengan KBDI awal sebesar 43 (
) pada kondisi kadar air tanah maksimum
terukur. Angka tersebut diperoleh melalui Persamaan 9 (lihat Bab III, sub bahasan Metode). Perhitungan KBDI selanjutnya menggunakan Persamaan 5. Berdasarkan faktor hujan, pengembangan model KBDI menggunakan dua metode: a. Model 1 (
= R – 5,1)
Optimasi dengan Solver dalam Ms. EXCEL antara
dengan
menghasilkan nilai RMSE sebesar 16 dengan R2 sebesar 0,694. Hasil optimasi parameter model KBDI disajikan pada Tabel 7. Secara umum, parameter untuk menghitung
tidak banyak berubah seperti
parameter aT berubah dari 0,968 menajdi 1,1714.
Hasil optimasi
menghasilkan persamaan baru untuk menghitung faktor kekeringan
24
(
) wilayah Baung, OKI (Persamaan 11). Persamaan (12) selanjutnya
digunakan untuk menghitung KBDI Model 1 di Sungai Baung. Data untuk Model 1 disertakan pada Lampiran 2.
,
,
,
,
0,884
b. Model 2 [
,
10
,
84
…..… Pers. 12
1
=
…… Pers. 11
]
Optimasi dengan Solver dalam Ms. EXCEL antara
dengan
menghasilkan nilai RMSE sebesar 14 dengan R2 sebesar 0,7546 (lihat Tabel 7). Hasil optimasi parameter model KBDI disajikan pada Tabel 7. Hasil optimasi menghasilkan persamaan baru untuk menghitung faktor kekeringan (
) wilayah Baung, OKI (Persamaan 13).
Persamaan (14) selanjutnya digunakan untuk menghitung KBDI model 2 di Sungai Baung. Data untuk Model 1 disertakan pada Lampiran 3.
,
0,9099
,
, ,
,
,
10
36
… Pers. 13 …… Pers. 14
Optimasi parameter model KBDI memberikan nilai parameter yang berbeda. Untuk Model 2, parameter perhitungan
(yaitu sebesar 0,001, Tabel 7) dalam
(lihat Persamaan 13) cenderung meminimalkan peranan suhu
udara maksimum dibandingkan dengan parameter Nilai maksimum
(0,0572) pada Model 1.
untuk Model 1 yaitu 80, sedangkan Model 2 yaitu 62. Angka
ini menunjukkan Model 1 lebih sensitif terhadap perubahan suhu udara maksimum. Pada penghitungan
untuk Model 2, nilai maksimum dari
nilai minimum yaitu 0. Nilai
yaitu 26 dan
maksimum yaitu pada saat curah hujan
maksimum sebesar 107 mm pada tanggal 12 April 2009. Nilai ini berbeda dengan
25
Model 1 yang memberikan
sebagai curah hujan netto sebesa 101,9 pada saat
curah hujan mencapai 107 mm. Dengan demikian Model 2 cenderung untuk mengurangi pengaruh curah hujan terhadap kelembaban tanah. Gambar 4 menyajikan hubungan antara faktor curah hujan (
dengan curah hujan. Pada
Model 1, nilai
berbanding lurus dengan besarnya curah hujan. Sedangkan pada
Model 2 nilai
cenderung bertambah secara eksponensial terhadap jumlah curah
hujan pada hari tersebut. Tabel 7. Hasil optimasi parameter KBDI Penelitian ini
Buchholz dan Variabel
Parameter
Model 1
Model 2
2000
2000
2000
0,9680
1,1714
0,6995
0,0875
0,0572
0,0010
8,3000
8,2750
8,2954
1,5552
1,7588
3,9932
10,8800
10,8804
10,8800
0,001736
0,0046
0,0079
-
-
106,9342
-
-
0,0027
-
120
120,0700
-
0,2160
0,2170
-
0,8840
0,9099
-
84
36
-
16
14
-
0,6940
0,7546
Weidemenn (2000)
RMSE
R
2
Hasil optimasi pada Model 1 memberikan nilai parameter baru untuk variable
dimana parameter
Faktor muka air tanah (
dan
berturutan bernilai 120 dan 0,216.
) memberikan pengurangan maksimum sebesar 102
setara dengan pengurangan maksimum KBDI karena faktor hujan. Kondisi ini terjadi pada tanggal 11 April 2010 dimana terjadi genangan setinggi 4,6 cm. Untuk Model 2, parameter
dan
berturutan bernilai 120,07 dan 0,217.
26
Model 2 memberikan nilai yang relatif setara dengan Model 1. Nilai maksimum dan minimum dari
Gambar 4.
yaitu 102 dan -21 untuk kedua Model.
Grafik hubungan antara Model 2.
dengan curah hujan untuk Model 1 dan
Pada MAT dengan kedalaman lebih dari 0.659 m (lihat Gambar 5), memberikan nilai negatif sehingga berdampak pada nilai KBDI semakin meningkat. Nilai ini dapat memberikan jawaban bagaimana cara menjaga hutan dari bahaya kebakaran. Jika dalam pengelolaan hutan mampu mempertahankan kedalaman MAT di atas -0,659 m, maka kemungkinan bahaya kebakaran hutan akan berkurang. Angka -0,659 m merupakan kedalaman kritis untuk pengelolaan air pada lahan basah.
Gambar 5.
Pengaruh MAT terhadap Indeks KBDI pada Model 1 dan Model 2.
27
4.4.
KBDI Harian S. Baung Nilai KBDI untuk Model 1 meningkat secara alami dengan datangnya
musim kemarau dan turun dengan datangnya musim penghujan. Berdasarkan kriteria bahaya kebakaran seperti pada Tabel 6, KBDI Baung terbagi menjadi 4 kelas (Lihat Gambar 6). Nilai KBDI mencapai maksimum 2000 pada tanggal 4 Oktober 2009 dimana kadar air tanah terendah kedua yaitu 0,299 m3/m3. Adanya hujan deras sebesar 45,6 mm pada hari berikutnya mampu mengurangi KBDI hingga turun menjadi 1892. Sejak 22 November 2009 nilai KBDI tergolong dalam kelas bahaya kebakaran Rendah (lihat Tabel 9). Gambar 6 menyajikan dinamika KBDI untuk daerah HQ Baung. Model 2 cenderung memberikan nilai KBDI yang lebih rendah dari Model 1. Hal ini dapat disebabkan nilai
pada Model 1 lebih besar dari Model 2. Dengan peningkatan
suhu udara maksimum harian, maka Model 1 akan lebih sensitif untuk merespon perubahan tersebut dengan peningkatan nilai
dibanding dengan Model 2.
Untuk mencapai kelas KBDI Sedang, Model 1 memerlukan waktu 96 hari sedangkan Model 2 memerlukan waktu yang lebih panjang yaitu 106 hari (lihat Tabel 9 dan 10). Model 1 hanya memerlukan waktu 147 hari untuk mencapai kelas KBDI Ekstrim. Sedangkan Model 2 memerlukan waktu 151 hari.
Gambar 6. Curah hujan dan KBDI harian di Sungai Baung. 28
KBDI mencapai kelas Ekstrim pada bulan September. Hal ini dapat difahami mengingat curah hujan di bulan Agustus sangat rendah (lihat Gambar 3). Total curah hujan di Bulan Agustus yaitu 30,4 mm. Total curah hujan di Bulan September hanya 22.6 mm sehingga nilai KBDI terus meningkat ke kelas bahaya kebakaran Ekstrim. Tabel 8. Kelas KBDI berdasarkan periode kejadianya untuk Model 1 Kelas KBDI
Periode I (hari)
Periode II (hari)
Total
Rendah
9 Apr – 13 Jul 2009 (96)
22 Nov 2009 – 11 Mei 2010 (171)
267
Sedang
14 Jul – 13 Agu 2009 (31)
13 Okt – 21 Nov 2009 (40)
71
Tinggi
14 Agu – 2 Sep 2009 (20)
8 – 12 Okt 2009 (5)
25
Ekstrim
3 Sep – 7 Okt 2009 (35)
35
Tabel 9. Kelas KBDI berdasarkan periode kejadianya untuk Model 2. Kelas KBDI
Periode I (hari)
Periode II (hari)
Tot al
Rendah
9 Apr – 23 Jul 2009 (106)
22 Nov 2009 – 11 Mei 2010 (171)
277
Sedang
24 Jul – 20 Agu 2009 (28)
14 Okt – 21 Nov 2009 (39)
67
Tinggi
21 Agu – 6 Sep 2009 (17)
9 – 13 Okt 2009 (5)
22
Ekstrim
32
7 Sep – 7 Okt 2009 (32)
Tabel 10. Jumlah kelas bahaya kebakaran Model 1 dan Model 2. Kelas KBDI
Model 1
Model 2
Jumlah hari
Prosentase (%)
Jumlah hari
Prosentase (%)
Rendah
267
67
277
70
Sedang
71
18
67
17
Tinggi
25
6
22
6
Ekstrim
35
9
32
8
Tabel 10 menyajikan proporsi kelas bahaya kebakaran. Secara umum, lokasi penelitian di Sungai Baung tergolong ke dalam kelas KBDI Rendah yaitu sebanyak 267 hari (Model 1) dan 277 hari (Model 2). Kondisi rentan terhadap kebakaran hutan (Kelas KBDI Tinggi dan Ekstrim) hanya sebesar 15% (Model 1) dan 14 % (Model 2).
29
a.
Pengaruh hujan terhadap KBDI Hujan memberikan pengaruh pada penurunan nilai KBDI. Dalam periode
waktu, penurunan KBDI dapat berlangsung dalam waktu yang lama dan mungkin hanya sesaat saja. Pada musim penghujan, pengaruh hujan menyebabkan tingkat bahaya kebakaran KBDI di HQ Baung pada level yang aman (rendah). Sebaliknya pada musim kemarau pengaruh hujan hanya bersifat sesaat (beberapa hari) dalam menurunkan KBDI seperti pada kejadian hujan 5 Juli 2009 sebesar 46 mm tidak mampu menahan laju KBDI ke tingkat selanjutnya. Kondisi serupa dengan kejadian hujan pada tanggal 26 Juli 2009 yang tidak mampu menahan laju KBDI untuk masuk ke kelas bahaya kebakaran Tinggi. Rendahnya curah hujan di Bulan Agustus yaitu sebesar 30,4 mm menyebabkan nilai KBDI pada level Tinggi (> 1500) dan bahkan di akhir bulan, kelas bahaya kebakaran termasuk kelas Ekstrim. Bulan September merupakan puncak kekeringan yang ditunjukkan dengan nilai KBDI di atas 1750 sepanjang hari. Nilai KBDI mencapai intensitas maksimum 2000 pada tanggal 4 Oktober 2009. Pada tanggal 5 Oktober 2009 nilai KBDI turun dengan adanya hujan sebesar 46 mm. Pengaruh serupa ditunjukkan dengan adanya hujan sebesar 44 mm pada tanggal 8 Oktober 2009. Kedua curah hujan ini merupakan curah hujan buatan yang sangat signifikan dalam menurunkan nilai KBDI ke level yang lebih rendah. Dengan masuknya musim penghujan, nilai KBDI berada pada level yang aman (rendah) mulai tanggal 22 November 2009. b. Pengaruh Kedalaman MAT Terhadap KBDI Dinamika KBDI di lahan basah sangat dipengaruhi oleh dinamika MAT sepanjang tahun. Pada musim-musim penghujan dengan kondisi kedalaman MAT yang dekat dengan permukaan, nilai KBDI pada posisi kelas bahaya kebakaran Rendah. Sebaliknya pada musim kemarau dengan kondisi MAT jauh dari permukaan menyebabkan nilai KBDI cenderung pada kelas bahaya kebakaran Tinggi dan Ekstrim. Pengaruh kedalaman MAT terhadap KBDI dinyatakan dengan faktor MAT (
).
Nilai faktor MAT pada rentang angka -21 hingga 102 tergantung pada kedalaman MAT (lihat Gambar 5). Dalam penelitian ini diperoleh kedalaman
30
MAT yang tidak berpengaruh terhadap nilai KBDI yaitu pada kedalaman MAT 0,659 m. Pada kedalaman ini nilai
adalah 0. Jika MAT lebih dalam maka akan
menyebabkan peningkatan nilai KBDI sebaliknya jika MAT lebih dangkal maka akan terjadi penurunan KBDI yang proporsional dengan nilai
. Pada periode
pengamatan tanggal 10 Agustus 2009 hingga 4 Oktober 2009, kedalaman MAT melebihi 0,695 m. Pada kondisi ini, faktor MAT bernilai negatif (-) sehingga semakin meningkatkan nilai KBDI. Puncaknya Nilai KBDI mencapai indeks 2000 yaitu pada tanggal 4 Oktober 2009. Setelah periode ini MAT lebih dekat dengan permukaan sehingga nilai KBDI pada akhir pengamatan pada level bahaya kebakaran yang aman. c.
Kurva Intensitas waktu (time intensity curve) Informasi penting dari dinamika KBDI sebagaimana tersaji pada Tabel 8
dan 9 dan yaitu kapan kriteria Tinggi dan Ekstrim akan tercapai setiap tahunnya. Informasi tersebut sangat penting untuk perencanaan pengelolaan hutan yang lesatari. Dinamika KBDI harian memberikan informasi laju peningkatan KBDI per hari. Gambar 7 menjelaskan teknik untuk mendapatkan laju peningkatan (onset rate) KBDI yaitu dengan metode kurva intensitas-waktu untuk Model 1. Kurva ini memberikan informasi intensitas KBDI maksimum, waktu yang diperlukan untuk mencapai intensitas KBDI maksimum (T-max), waktu yang diperlukan untuk mencapai 50% dari intensitas KBDI maksimum (T50 inc), waktu yang diperlukan untuk mencapai 75% dari intensitas KBDI maksimum (T75 inc), dan waktu yang diperlukan untuk mencapai 25% dari intensitas KBDI maksimum (T25 inc). Laju peningkatan KBDI dihitung dengan: Laju peningkatan KBDI= KBDI max * 0,5/( T75 inc – T25 inc) = 2000*0,5 (128-46) = 12/hari Informasi laju peningkatan KBDI sebesar 12 /hari memberikan prediksi waktu tempuh KBDI di setiap tingkatan bahaya kebakaran. Sebagai ilustrasi, misalkan pada suatu hari nilai KBDI adalah 1000, maka untuk mencapai kriteria bahaya kebakaran Tinggi memerlukan waktu tempuh 41 hari, dan untuk mencapai kriteria Ekstrim memerlukan waktu tempuh 62 hari. Dalam periode waktu tempuh
31
tersebut, pihak pengelola hutan dapat menyiapkan logistik untuk menghadapi kemungkinan kebakaran dalam waktu 41 hari ke depan.
Gambar 7. Kurva intensitas waktu KBDI harian di Sungai Baung untuk Model 1 4.5.
Aspek Pengelolaan Air Terkait KBDI Faktor yang berpengaruh terhadap KBDI lahan basah yaitu curah hujan,
suhu udara maksimum, dan kedalaman MAT. Dua peubah yang disebutkan lebih dulu adalah bersifat pemberian (given) yang tidak bisa diubah dan dikelola. Sehingga dalam aplikasi di lapangan, pengelola hutan tidak bisa mengatur dan merencanakan kegiatan antisipasi kebakaran dengan baik mengingat kedua peubah tersebut tidak dapat dikelola. Dalam tataran praktis pengelola hutan selalu berharap hujan akan segera turun untuk mengurangi bahaya kebakaran hutan yang akan terjadi. Kedalaman MAT merupakan peubah yang dapat dikelola oleh pengelola hutan secara baik. Gambar 5 memberikan ilustrasi pengaruh MAT dalam mengurangi dan menambah nilai KBDI sehingga diperoleh kedalaman kritis
32
sebesar 0,659 m. Pada kedalaman lebih dari nilai kritis, maka nilai KBDI akan meningkat dan sebaliknya. Secara teoritis, MAT dapat dikendalikan melalui proses irigasi dan drainase yang dirancang dengan benar dan tepat untuk mengendalikan kebakaran hutan di HTI-SBAWI. Pada musim kemarau Mei - Oktober, curah hujan sangat sedikit sehingga MAT lebih dalam. Aktivitas pengelolaan hutan ditinjau dari aspek pengelolaan air disajikan pada Tabel 11. Pada musim penghujan, aktivitas drainase diperlukan untuk mengurangi air di lahan agar pertumbuhan dan perkembangan
tanaman
tetap
terjaga.
Bendung-bendung
dibuka
untuk
mengalirkan air ke sungai. Jika level KBDI meningkat ke kelas bahaya kebakaran Sedang, maka tindakan yang harus dilakukan yaitu mengatur ketinggian water level di kanal pada ketinggian tertentu yang tidak membahayakan perkembangan tanaman misal pada kedalaman 0,5 m. Harapannya kedalaman MAT masih dekat dengan permukaan. Kedalaman water level juga bisa lebih tinggi lagi untuk mengantisipasi peningkatan KBDI di musim kemarau yang berlangsung mulai bulan Mei. Dengan laju peningkatan KBDI sebesar 12 /hari hanya memerlukan waktu 41 haru untuk mencapai kelas Tinggi, maka pengaturan water level di kanal sangat penting untuk mencegah aliran air bawah tanah dari lahan. Sehingga MAT bisa dipertahankan di atas kedalaman kritis. Pada musim kemarau, kegiatan pengelolaan air yang dapat dilakukan yaitu dengan pembendungan kanal untuk mempertahankan water level di kanal yang mampu menahan laju aliran air bawah tanah dari lahan. Kegiatan lainnya yaitu irigasi ke lahan dengan cara mengalirkan air dari Sungai-sungai di sekitar dan kawasan HTI-SBAWI ke kanal-kanal yang telah di bendung. Kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan muka air di kanal yang akan berdmpak pada peningkatan MAT di lahan. Taknik terakhir yang dapat dilakukan untuk meningkatkan MAT yaitu di lahan sekaligus menurunkan nilai KBDI yaitu dengan curah hujan buatan. Kegiatan ini dilakukan di HTI-SBAWI yaitu pada tanggal 5 – 8 Oktober 2009 yang efektif menurunkan nilai KBDI dari kelas Ekstrim ke kelas Sedang.
33
Tabel 11. Pengelolaan air berdasarkan kelas KBDI Kelas KBDI
Musim kemarau
Rendah
-
Musim hujan Proses drainase Pembukaan bendung
Sedang
Penutupan bendung di kanal
Pembendungan kanal
Tinggi
Pengaturan water level di kanal untuk transportasi dan menjaga MAT di lahan -
Proses irigasi dari Sungai Curah hujan buatan Ekstrim
Pembendungan kanal
-
Proses irigasi dari Sungai Curah hujan buatan
4.6.
Sistem Informasi FDRS Sistem Informasi FDRS didesain untuk menyajikan informasi tentang
tingkat bahaya kebakaran hutan di HTI-SBAWI. Dalam penyusunanya, sistem FDRS terdiri dari lima modul yaitu: modul utama, modul spasial, modul update data, modul grafik, dan modul tabel data. a.
Modul Utama Sistem Informasi FDRS Modul utama merupakan tampilan pertama dari sistem ini yang terdiri dari
tiga menu yang meliputi menu file, menu view dan menu spatial (Gambar 8). Menu-menu tersebut disusun untuk menghubungkan dengan modul yang ada dalam sistem. Pada menu file, terdapat pilihan untuk pindah ke modul update data. Pada menu view terdapat pilihan untuk pindah ke modul grafik dan modul tabel data. Pada menu spasial menghubungkan modul ke modul spasial. Modul menyediakan pilihan untuk menampilkan peta spasial variabel KBDI, curah hujan, Tmax, dan kedalaman MAT berdasarkan pilihan tanggal dari 1 Januari – 30 April 2010. Peta-peta spasial tersebut berformat ArcView shapefile. Pengguna hanya perlu meng-klik pilihan tanggal saja dan peta spasial akan tampil. 34
Untuk variabel KBDI, legenda peta dikelompokkan menjadi 4 berdasarkan kelas bahaya kebakaran seperti pada Tabel 6. Kemudian luasan tiap kelas disajikan dalam hektar. Informasi tentang nilai KBDI harian rata-rata juga disajikan.
Gambar 8. Modul Utama sistem Informasi FDRS b.
Modul Spasial Sistem Informasi FDRS Modul Spasial merupakan modul untuk proses interpolasi data berbasis grid.
Untuk interpolasi data, pengguna dapat memilih menu interpolation yang menyediakan empat submenu: Rainfall, Water Level, Tmax, dan KBDI. Pengguna dapat memilih tanggal yang diinginkan untuk proses interpolasi. Setelah proses interpolasi selesai, data interpolasi akan disimpan sesuai dengan nama variabel dan tanggal yang dipilih dalam format ArcView shapefile. Data format ini yang selanjutnya akan dibaca dalam modul utama. Gambar 9 menampilkan contoh tampilan modul spasial yang menampilkan informasi KBDI. Modul spasial menyajikan informasi sebaran KBDI berdasarkan kriteria bahaya kebakaran
35
sesuai Tabel 6 dan berikut luasannya. Modul spasial mampu menggambarkan sebaran spasial KBDI di kawasan HTI-SBAWI, OKI. Untuk tanggal 1 Januari 2010, KBDI di HTI-SBAWI sebesar 636.
Gambar 9. Sebaran spasial KBDI pada tanggal 1 Januari 2010 di HTI-SBAWI. c.
Modul Update Data Sistem Informasi FDRS Modul update data menyediakan layanan untuk memperbarui data
pengamatan dan tabulasi data pengamatan (Gambar 10). Setiap ada perubahan data pengamatan, secara otomatis modul akan melakukan proses perhitungan KBDI untuk lokasi yang dipilih berdasarkan masukan parameter KBDI. Modul ini juga menyediakan informasi nilai parameter yang digunakan untuk proses perhitungan KBDI.
36
Gambar 10. Tampilan modul update data untuk lokasi Stasiun S. Beyuku d.
Modul Grafik dan Modul Tabel Data Data perhitungan KBDI di tiap stasiun pengamatan kemudian disajikan
dalam bentuk grafik dan tabel, secara berturutan, melalui modul grafik (Gambar 11) dan modul tabel data (Gambar 12). Modul grafik menyajikan informasi grafik harian dari KBDI, curah hujan, suhu udara, dan kedalaman MAT. Pengguna dapat memilih informasi grafik untuk seluruh data pengamatan dan juga untuk sebagian
37
data pengamatan. Sebagai contoh pengguna dapat memilih menampilkan grafik harian dari periode tanggal pengamatan 8 Januari 2010 hingga 2 Maret 2010. Modul juga memungkinkan bagi pengguna untuk menampilkan seluruh data pengamatan.
Gambar 11. Grafik harian KBDI untuk Lokasi Stasiun Bagan Rame.
Modul tabel data menyajikan informasi hasil perhitungan KBDI untuk tiap stasiun. Tabulasi data meliputi data: tanggal, curah hujan, suhu udara maksimu, kedalaman muka air tanah, faktor suhu udara, faktor curah hujan, faktor kekeringan, faktor hujan, faktor muka air tanah, KBDI, dan KBDI kalibrasi (Gambar 12).
38
Gambar 12. Tabulasi perhitungan KBDI untuk lokasi Sungai Riding
39
V. KESIMPULAN 5.1.
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu a. Besarnya parameter KBDI untuk Model 1 yaitu:
=8,275 ,
=1,7588 ,
=10,8804 ,
=1,1714 ,
=0,0046 ,
=0,0572 , =120 , dan
=0,216. b. Besarnya parameter KBDI untuk Model 2 yaitu:
=8,2954 ,
=3,9932 ,
=10,8800 ,
=0,6995 ,
=0,0079,
=0,001,
=120,07 , dan
=0,217. c. Faktor muka air tanah berperan besar dalam menurunkan KBDI d. Sistem informasi FDRS untuk HTI-SBAWI berhasil disusun dan dapat digunakan untuk perhitungan KBDI di setiap stasiun pengamatan cuaca. e. Sistem Informasi FDRS berbasis SIG mampu menggambarkan sebaran spasial bahaya kebakaran untuk seluruh wilayah HTI-SBAWI. f. Sistem Informasi FDRS menyediakan fasilitas untuk update data pengamatan harian. 5.2.
Saran
Saran yang dapat diberikan antara lain: a. Sistem Informasi FDRS ini perlu dikembangkan lebih lanjut untuk mengakomodir metode FDRS yang lain seperti Fire Weather Index, dan McArthur Forest Fire Danger Meter. b. Optimisasi parameter KBDI perlu dilakukan jika model ini diaplikasikan di lokasi lain mengingat tiap lokasi memiliki karakteristik iklim dan sifat fisik tanah yang berbeda.
40
UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini didanai oleh Hibah Kompetensi DIREKTORAT PENDIDIKAN TINGGI – DEPDIKNAS dengan No. Kontrak: 219/SP2H/PP/DP2M/V/2009. Ucapan terima kasih juga disampaikan untuk HTI Sebangun Bumi Andalas Wood Industries yang telah memberikan ijin dalam monitoring data cuaca dan hidrologi.
41
DAFTAR PUSTAKA Alexander ME. 1990. Computer calculation of the Keetch-Byram Drought Index – programmers beware! Fire Management Notes 51 (4): 23-25. Alexander ME. 1992. The Keetch-Byram drought index: A Corrigendum. Bulletin of American Meteorological Society, 73(1): 61. Boer MM, RJ Sadler, RS Wittkuhn, L McCaw, PF Grierson. 2009. Long-term impacts of prescribed burning on regional extent and incidence of wildfires—Evidence from 50 years of active fire management in SW Australian forests. Forest Ecology and Management 259:132–142 Brolley JM, JJ O’Brien, J Schoof, D Zierden. 2007. Experimental drought threat forecast for Florida. Agricultural and Forest Meteorology 145: 84–96 Buchholz G, D Weidemann. 2000. The Use of simple Fire Danger Rating Systems as a Tool for Early Warning in Forestry. International Forest Fire News No. 23, 32-36. Burgan RE, 1988. 1988 Revisions to the 1978 national fire-danger rating system. Research Paper RP-SE-273. U.S. Department of Agriculture, Forest Service, Southeastern Forest Experiment Station, Asheville, NC, 39 p. Butry DT, M Gumpertz, MG Genton. 2008. The Production of Large and Small Wildfires. In: T. P. Holmes et al. (eds.), The Economics of Forest Disturbances: Wildfires, Storms, and Invasive Species, 79–106. Springer Science + Business Media B.V. Carlson JD, Burgan RE. 2003. Review of users’ needs in operational fire danger estimation: the Oklahoma example. Int. J. Remote Sensing 24(8): 16011620 Chan DW, JT Paul, A Dozier. 2004. Keetch–byram drought index: can it help predict wildland fires? Fire Management Today 64(2): 39 – 42 Choi
J, WH Cooke, MD Stevens. 2009. Development of a Water Budget Management System for Fire Potential Mapping. GIScience & Remote Sensing, 46(1): 39–53. DOI: 10.2747/1548-1603.46.1.39
Chokkalingam U, Suyanto, RP Permana, I Kurniawan, J Mannes, A Darmawan, N Khususyiah, RH Susanto. 2004. Pengelolaan Api, Perubahan Sumberdaya Alam dan Pengaruhnya terhadap Kehidupan Masyarakat di Areal Rawa/Gambut – Sumatera Bagian Selatan. Dalam: Suyanto, U Chokkalingam, dan P Wibowo (Editor). Prosiding Semiloka: Kebakaran di Lahan Rawa/Gambut di Sumatera: Masalah dan Solusi. Palembang, Sumatera Selatan, 10 - 11 Desember 2003. CIFOR Cooke W, V Anantharaj, C Wax, J Choi, K Grala, M Jolly, GP Dixon, J Dyer, DL Evans, GB Goodrich. 2007. Integrating Climatic and Fuels Information into National Fire Risk Decision Support Tools. USDA Forest Service Proceedings RMRS-P-46CD. Page 555 – 569.
42
Crane WJB. 1982. Computing grassland and forest fire behavior, relative humidity and drought index by pocket calculator. Australian Forestry 45(2): 89-97. Dimitrakopoulos AP, AM Bemmerzouk. 2003. Predicting live herbaceous moisturecontent from a seasonal drought index. Int J Biometeorol, 47:73– 79. doi 10.1007/s00484-002-0151-1 Dolling K, P-S Chu, F Fujioka. 2005. A climatological study of the Keetch/Byram drought index and fire activity in the Hawaiian Islands. Agricultural and Forest Meteorology 133: 17–27. Dow K, RL Murphy, and GJ Carbone, 2009. Consideration of User Needs and Spatial Accuracy in Drought Mapping. Journal of the American Water Resources Association (JAWRA) 45(1):187-197. doi: 10.1111 ⁄ j.17521688.2008.00270.x Fairfax R, R Fensham, D Butler, K Quinn, B Sigley, J Holman. 2009. Effects of multiple fires on tree invasion in montane grasslands. Landscape Ecol, 24:1363–1373 Finkele K, GA Mills, G Beard, DA Jones. 2006. National gridded drought factors and comparison of two soil moisture deficit formulations used in prediction of Forest Fire Danger Index in Australia. Aust. Met. Mag. 55: 183-197 Fraisse CW, NE Breuer, D Zierden, JG Bellow, J Paz, VE Cabrera, A Garcia, Y Garcia, KT Ingram, U Hatch, G Hoogenboom, JW Jones, JJ O’Brien. 2006. AgClimate: A climate forecast information system for agricultural risk management in the southeastern USA .Computers and Electronics in Agriculture 53 (2006) 13–27. Goodrick SL. 2002. Modification of the Fosberg fire weather index to include drought. International Journal of Wildland Fire, 11: 205-211 Groisman PY, RW Knight, TR Karl, DR Easterling, B Sun, JH Lawrimore. 2004. Contemporary Changes of the Hydrological Cycle over the Contiguous United States: Trends Derived from In Situ Observations. Journal of Hydrometeorology 5: 64 – 85 Groisman PY, BG Sherstyukov, VN Razuvaev, RW Knight, JG Enloe, NS Stroumentova, PH Whitfield, E Førland, I Hannsen-Bauer, H Tuomenvirta, H Aleksandersson, AV Mescherskaya, TR Karl. 2007. Potential forest fire danger over Northern Eurasia: Changes during the 20th century. Global and Planetary Change 56: 371–386 Gutzler DS. 2003. Drought in New Mexico: History, Causes, and Future Prospects. DECISION-MAKERS FIELD GUIDE 2003. Page 101 - 105 Hudon C, P Gagnon, J-P Amyot, G Le´tourneau, M Jean, C Plante, D Rioux, M Deschênes. 2005. Historical changes in herbaceous wetland distribution induced by hydrological conditions in Lake Saint-Pierre (St. Lawrence River, Quebec, Canada). In: Coops H. and K.E. Havens (eds). Role of Water-level Fluctuations in Lakes and Wetlands. Hydrobiologia, 539:205– 224. doi 10.1007/s10750-004-4872-5
43
Janis MJ, Johnson MB, Forhun G. 2002. Near-real time mapping of Keetch– Byram drought index in the south-eastern United States. International Journal of Wildland Fire 11, 281–289. doi:10.1071/WF02013 Keetch JJ, GM Byram. 1968. A drought index for forest fire control. USDA Forest Service Reseearch Paper SE-38. pp. 1-33 Liu Y, J Stanturf, S. Goodrick. 2010a. Wildfire potential evaluation during a drought event with a regional climate model and NDVI. Ecological Informatics xxx (2010) xxx–xxx. In press Liu Y, J. Stanturf, S Goodrick. 2010b. Trends in global wildfire potential in a changing climate. Forest Ecology and Management 259: 685–697. Malevsky-Malevich SP, EK Molkentin, ED Nadyozhina, OB Shklyarevich. 2008. An assessment of potential change in wildfire activity in the Russian boreal forest zone induced by climate warming during the twenty-first century. Climatic Change (2008) 86:463–474. doi 10.1007/s10584-007-9295-7 Penman TD, RP Kavanagh, DL Binns, DR Melick. 2007. Patchiness of prescribed burns in dry sclerophyll eucalypt forests in South-eastern Australia. Forest Ecology and Management 252: 24–32 Preisler HK, DR Brillinger, RE Burgan, and JW Benoit. 2004. Probability based models for estimation of wildfire risk. International Journal of Wildland Fire, 13: 133-142. Reardon J, G Curcio, R Bartlette. 2009. Soil moisture dynamics and smoldering combustion limits of pocosin soils in North Carolina, USA. Int. J.Wildland Fire 18, 326–335 Schweithhelm J dan D Glover. 2002. Penyebab dan dampak Kebakaran. Di dalam: D Glover dan T Jessup (Editor): Mahalnya harga sebuah bencana: Kerugian Lingkungan akibat kebakaran dan asap di Indonesia. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan Seneviratne SI, T Corti, EL Davin, M Hirschi, EB Jaeger, I Lehner, B Orlowsky, AJ Teuling. 2010. Investigating soil moisture–climate interactions in a changing climate: A review. Earth-Science Reviews 99:125–161. doi:10.1016/j.earscirev.2010.02.004 Setiawan BI, M Taufik, S Afianto, Soewarso, J Ginting, A Harisman. 2009. Modification of Keetch Byram Model to Forecast Fire Risk in South Sumatra, Indonesia. Paper presented at International Seminar on Achieving Resilient Agriculture to Climate Change through the Development of Climate based Management Scheme. Bogor, 17-19 November 2009. Setijono D. 2004. Kehidupan Masyarakat dan Kaitannya dengan Kebakaran Lahan Rawa/Gambut di Kabupaten Ogan Komering Ilir – Propinsi Sumatera Selatan. Dalam: Suyanto, U Chokkalingam, dan P Wibowo (Editor). Prosiding Semiloka: Kebakaran di Lahan Rawa/Gambut di Sumatera: Masalah dan Solusi. Palembang, Sumatera Selatan, 10 - 11 Desember 2003. CIFOR
44
Snyder RL, D Spano, P Duce, D Baldocchi, L Xu, KT Paw U. 2006. A fuel dryness index for grassland fire-danger assessment. Agricultural and Forest Meteorology 139 (2006) 1–11 Sparks JC, RE Masters, DM Engle, GA Bukenhofer. 2002. Season of Burn Influences Fire Behavior and Fuel Consumption in Restored Shortleaf Pine– Grassland Communities. Restoration Ecology Vol. 10 No. 4, pp. 714–722. Sullivan A. 2001. Review of the Operational Calculation of McArthur’s Drought Factor. CSIRO Forestry and ForestProducts Client Report No. 921, 46 pp. Tacconi L. 2003. Kebakaran Hutan di Indonesia: Penyebab, Biaya dan Implikasi Kebijakan. CIFOR Occasional Paper No. 38(i) Williams AA, DJ Karoly, N Tapper. 2001. The sensitivity of Australian fire danger to climate change. Climatic Change 49: 171–191 Xanthopoulos G, G Maheras, V Gouma, and M Gouvas. 2008. Is the Keetch– Byram drought index (KBDI) directly related to plant water stress? [abstract]. Forest Ecology and Management 234S: S27.
45
LAMPIRAN
46
Lampiran 1. Penggunaan model KBDI dari berbagai sumber
Peneliti
Lokasi
Keterangan
Sullivan (2001)
Australia
KBDI merupakan sub-model perhitungan Drought factor untuk Mcarthur’s Forest Fire Danger Index
Williams et al.
Australia
(2001)
KBDI sebagai input untuk perhitungan drought factor pada Forest Fire Danger Index untuk menilai sensifitas bahaya kebakaran terhadap perubahan iklim
Goodrick (2002)
Florida, USA
KBDI sebagai input dalam perhitungan Forsberg Fire Weather Index untuk menghitung ketersediaan bahan bakaran
Janis et al. (2002)
Sparks et al.
South-eastern
261 stasiun, pemetaan spasial menggunakan
USA
IDW
Arkansas, USA
KBDI bukan indikator yang tepat untuk potensi
(2002)
kebakaran daerah iklim Arkansas dengan tipe tanah berpasir
Carlson and
Oklahoma, USA
dengan grid 1 Km2
Burgan (2003) Dimitrakopoulos
Komponen dalam Oklahoma fire danger model
Yunani
KBDI mencerminkan kelembaban tanah lapisan
and Bemmerzouk
atas tapi tidak mencerminkan kandungan air
(2003)
tanah pada lapisan yang lebih dalam
Groisman et al.
USA
(2004) Preisler et al.
Menggunakan 4150 stasiun untuk melihat perubahan KBDI di Amerika
Oregon, USA
Grid 1 Km2
(2004)
47
Lampiran 1. Lanjutan Dolling et al.
Hawaii, USA
KBDI berkorelasi kuat dengan kebakaran hutan
Fraisse et al.
Southeastern
Membangun Sistem informasi iklim untuk
(2006)
USA
pengelolaan resiko bidang pertanian. Sub
(2005)
prediksi potensi aktivitas kebakaran dengan KBDI Snyder et al.
Ione, California,
Modifikasi perhitungan dQ dengan ET
(2006)
USA
Hargreaves Samani
Molder (2008)
Alaska, USA
Weather forecast untuk menduga KBDI
Butry et al. (2008)
Northeast Florida,
KBDI digunakan sebagai input dalam
USA
pengelolaan hutan
World
Prediksi KBDI dengan input data GCM
Liu et al. (2010a)
KBDI dapat menjadi alat untuk menilai dampak perubahan iklim terhadap potensi kebakaran Liu et al. (2010b)
Choi et al. (2009)
Northern United
Regional Climate Model menyediakan input T
States
dan CH
Missisipi USA
Water budget model lebih bagus dari KBDI dalam model potensi kebakaran
Brolley et al.
Southeastern,
Prediksi probabilitas KBDI dengan data
(2007)
USA
bangkitan stochastic weather generator
Groisman et al.
Northern Eurasia
1961– 1990, tren peningkatan potensi kebakaran
(2007)
48
Lampiran 1. Lanjutan Finkele et al.
Australia
(2006)
KBDI digunakan untuk menghitung drought factor pada Forest Fire Danger Index . grid 25 Km
Cooke et al. (2007)
Mississippi, USA
KBDI merupakan prediktor frekwensi kebakaran hutan yang buruk untuk Southern Mississippi
Malevsky-
Rusia
Malevich et al.
Potensi perubahan potensi kebakaran karena climate warming
(2008) Boer et al. (2009)
South Western
Analisis data 50 tahun menunjukkan KBDI
Australia
berkorelasi dengan kejadian kebakaran
Reardon et al.
North Carolina,
Lokasi wetland. KBDI bukan predictor yang
(2009)
USA
bagus untuk potensi kebakaran
49
Lampiran 2. Contoh format data dalam Ms. Excel
50
Lampiran 3. Tabulasi perhitungan KBDI di Stasiun HQ Baung untuk Model 1 R (mm)
Tgl
Tmx (0C)
Qu
TF
RF
dQ
QR
QH
Q
KBDI
Min
0
26.6
43
23
1.00
-6
0
-21
-46
43
Max
107
34.9
2000
42
1.00
80
101.9
102
2166
2000
01-Apr-09
11.4
33.3
02-Apr-09
0.0
33.6
03-Apr-09
29.4
33.9
04-Apr-09
7.9
33.5
05-Apr-09
0.7
33.4
06-Apr-09
0.0
32.8
43
122
76
0.0
49
70
146
07-Apr-09
0.0
33.6
08-Apr-09
56.7
33.5
09-Apr-09
36.8
33.5
43
10-Apr-09
2.0
33.9
170
38.94
1.00
11-Apr-09
46.0
34.0
79
39.21
1.00
76
40.9
63
41
120
12-Apr-09
107.0
34.6
84
40.87
1.00
80
101.9
65
-46
43
13-Apr-09
0.0
33.0
201
36.68
1.00
75
0.0
51
-21
65
14-Apr-09
0.5
33.3
221
37.35
1.00
75
0.0
50
4
87
15-Apr-09
18.1
33.2
201
37.01
1.00
74
13.0
62
2
86
16-Apr-09
1.2
33.3
213
37.40
1.00
75
0.0
68
9
92
17-Apr-09
0.0
33.5
247
37.80
1.00
75
0.0
57
27
108
18-Apr-09
0.3
33.4
280
37.68
1.00
74
0.0
58
44
123
19-Apr-09
3.5
31.3
259
32.42
1.00
63
0.0
53
55
132
20-Apr-09
6.7
33.8
145
38.77
1.00
75
1.6
55
74
149
21-Apr-09
0.0
33.1
295
36.96
1.00
71
0.0
52
93
166
22-Apr-09
24.0
33.3
178
37.46
1.00
71
18.9
0
145
213
23-Apr-09
1.0
33.7
287
38.40
1.00
71
0.0
23
193
255
24-Apr-09
0.3
33.1
356
36.73
1.00
66
0.0
22
237
294
25-Apr-09
0.0
33.3
381
37.29
1.00
66
0.0
21
282
333
26-Apr-09
0.0
33.6
379
38.20
1.00
66
0.0
38
310
358
27-Apr-09
0.0
33.7
379
38.31
1.00
65
0.0
54
321
367
28-Apr-09
0.0
34.6
391
40.87
1.00
69
0.0
52
338
382
29-Apr-09
0.7
33.9
379
38.89
1.00
65
0.0
55
347
391
30-Apr-09
0.0
33.8
429
38.60
1.00
64
0.0
43
368
409
01-May-09
0.3
34.2
453
39.71
1.00
65
0.0
56
377
417
02-May-09
19.7
33.3
298
37.40
1.00
61
14.6
77
346
390
03-May-09
2.6
33.2
352
37.12
1.00
61
0.0
76
332
377
04-May-09
0.0
33.3
367
37.35
1.00
62
0.0
68
326
372
05-May-09
0.3
33.0
358
36.62
1.00
61
0.0
67
320
367
06-May-09
0.0
33.5
376
37.97
1.00
64
0.0
67
316
364
07-May-09
0.0
33.4
376
37.63
1.00
63
0.0
55
325
371
08-May-09
2.0
33.8
379
38.77
1.00
65
0.0
51
339
384
09-May-09
0.3
33.2
402
37.09
1.00
62
0.0
51
350
394
10-May-09
5.9
33.3
274
37.35
1.00
62
0.8
53
358
401
11-May-09
25.2
32.7
216
35.80
1.00
59
20.1
78
319
366
12-May-09
0.5
33.4
341
37.52
1.00
63
0.0
62
321
368
13-May-09
0.0
33.3
351
37.46
1.00
63
0.0
53
331
376
14-May-09
0.0
33.3
343
37.23
1.00
62
0.0
55
338
383
51
Lampiran 3. Tgl
Lanjutan
R (mm)
Tmx (0C)
Qu
TF
RF
dQ
QR
QH
Q
KBDI
15-May-09
0.7
33.2
343
37.18
1.00
62
0.0
46
354
397
16-May-09
1.8
33.5
348
37.97
1.00
62
0.0
59
358
400
17-May-09
1.1
33.1
348
36.90
1.00
61
0.0
57
361
403
18-May-09
1.4
32.1
356
34.32
1.00
56
0.0
54
363
405
19-May-09
0.0
33.3
379
37.40
1.00
61
0.0
49
376
416
20-May-09
2.8
33.2
351
37.09
1.00
60
0.0
44
392
431
21-May-09
0.7
33.7
381
38.31
1.00
62
0.0
45
409
446
22-May-09
0.0
33.3
412
37.40
1.00
60
0.0
33
435
469
23-May-09
0.0
33.6
493
38.20
1.00
60
0.0
32
463
493
24-May-09
0.0
33.8
569
38.54
1.00
59
0.0
32
490
517 542
25-May-09
0.3
33.8
633
38.60
1.00
58
0.0
30
518
26-May-09
24.0
33.5
341
37.91
1.00
56
18.9
59
496
523
27-May-09
0.0
33.0
391
36.68
1.00
55
0.0
55
496
523
28-May-09
0.3
33.2
407
37.07
1.00
56
0.0
52
500
526
29-May-09
0.0
33.5
414
37.80
1.00
57
0.0
54
503
528
30-May-09
0.3
33.4
435
37.68
1.00
56
0.0
50
509
534
31-May-09
0.0
33.9
440
38.83
1.00
58
0.0
49
518
542
01-Jun-09
31.0
33.4
445
37.52
1.00
56
25.9
46
501
527
02-Jun-09
9.0
33.7
381
38.48
1.00
58
3.9
51
505
530
03-Jun-09
0.0
32.9
427
36.35
1.00
54
0.0
52
507
532
04-Jun-09
0.0
31.4
427
32.65
1.00
49
0.0
43
512
537
05-Jun-09
0.0
33.1
447
36.79
1.00
55
0.0
27
540
561
06-Jun-09
0.0
33.4
490
37.68
1.00
55
0.0
24
571
589
07-Jun-09
0.0
33.5
508
37.97
1.00
54
0.0
26
599
613
08-Jun-09
20.7
33.2
277
37.07
1.00
52
15.6
40
595
610
09-Jun-09
0.3
32.7
335
35.81
1.00
50
0.0
36
609
623
10-Jun-09
0.0
33.5
341
37.87
1.00
53
0.0
33
629
640
11-Jun-09
0.3
33.4
361
37.52
1.00
51
0.0
31
650
659
12-Jun-09
28.2
32.5
280
35.31
1.00
48
23.1
42
633
643
13-Jun-09
0.0
33.2
310
37.09
1.00
51
0.0
34
649
658
14-Jun-09
0.0
33.1
323
36.96
1.00
50
0.0
32
667
673
15-Jun-09
4.4
33.1
221
36.84
1.00
49
0.0
32
684
689
16-Jun-09
7.6
31.3
302
32.42
1.00
43
2.5
32
692
696
17-Jun-09
0.9
34.2
310
39.76
1.00
52
0.0
29
715
717
18-Jun-09
0.0
33.6
335
38.14
1.00
49
0.0
29
735
734
19-Jun-09
0.3
33.0
348
36.57
1.00
46
0.0
27
754
751
20-Jun-09
0.3
34.3
353
40.03
1.00
50
0.0
25
780
773
21-Jun-09
0.0
33.1
363
36.84
1.00
45
0.0
22
802
793
22-Jun-09
0.0
33.3
379
37.29
1.00
45
0.0
24
823
812
23-Jun-09
0.0
33.3
407
37.46
1.00
44
0.0
20
847
833
24-Jun-09
16.3
33.0
305
36.62
1.00
42
11.2
32
846
832
25-Jun-09
0.3
33.0
330
36.62
1.00
42
0.0
32
856
841
26-Jun-09
3.8
33.9
300
38.94
1.00
45
0.0
31
869
852
27-Jun-09
0.3
33.3
323
37.35
1.00
42
0.0
26
885
866
52
Lampiran 3. Lanjutan Tgl
R (mm)
Tmx (0C)
Qu
TF
RF
dQ
QR
QH
Q
KBDI
28-Jun-09
0.0
33.1
333
36.73
1.00
41
0.0
29
896
877
29-Jun-09
7.0
33.6
254
38.14
1.00
42
1.9
30
907
886
30-Jun-09
0.0
32.9
328
36.40
1.00
40
0.0
30
917
895
01-Jul-09
0.0
33.0
346
36.46
1.00
39
0.0
23
933
909
02-Jul-09
29.9
32.2
259
34.57
1.00
37
24.8
38
907
886
03-Jul-09
0.0
30.8
280
31.27
1.00
34
0.0
44
897
877 896
04-Jul-09
0.0
33.0
325
36.51
1.00
40
0.0
19
918
05-Jul-09
45.9
33.1
158
36.79
1.00
40
40.8
45
872
855
06-Jul-09
0.0
33.7
292
38.40
1.00
43
0.0
33
882
864
07-Jul-09
3.7
33.2
285
37.09
1.00
41
0.0
24
899
879
08-Jul-09
3.1
32.8
267
36.13
1.00
40
0.0
26
913
892
09-Jul-09
0.3
33.0
323
36.68
1.00
40
0.0
26
927
904
10-Jul-09
5.7
33.1
297
36.84
1.00
40
0.6
31
935
911
11-Jul-09
0.0
33.3
325
37.35
1.00
40
0.0
12
962
935
12-Jul-09
0.0
33.1
343
36.83
1.00
38
0.0
12
988
958
13-Jul-09
0.0
33.2
366
37.09
1.00
38
0.0
10
1016
983
14-Jul-09
0.0
33.2
384
37.09
1.00
36
0.0
11
1042
1005
15-Jul-09
0.0
33.1
407
36.96
1.00
35
0.0
14
1063
1024
16-Jul-09
0.0
33.3
447
37.35
1.00
35
0.0
18
1079
1038
17-Jul-09
0.0
33.3
513
37.40
1.00
34
0.0
11
1102
1059
18-Jul-09
0.0
33.1
526
36.96
1.00
33
0.0
10
1125
1079
19-Jul-09
0.3
33.3
541
37.40
1.00
33
0.0
9
1150
1101
20-Jul-09
0.0
33.8
592
38.67
1.00
33
0.0
8
1174
1123
21-Jul-09
0.0
33.2
679
37.07
1.00
31
0.0
5
1200
1145
22-Jul-09
0.0
33.1
709
36.90
1.00
30
0.0
4
1226
1168
23-Jul-09
15.0
33.0
691
36.46
1.00
28
9.9
26
1218
1161
24-Jul-09
1.0
33.5
844
37.87
1.00
30
0.0
23
1225
1167
25-Jul-09
1.0
33.1
826
36.79
1.00
29
0.0
15
1238
1179
26-Jul-09
28.0
34.3
628
40.03
1.00
30
22.9
20
1225
1168
27-Jul-09
2.0
33.9
1006
38.94
1.00
30
0.0
25
1231
1172
28-Jul-09
0.0
33.5
1090
37.87
1.00
29
0.0
13
1247
1187
29-Jul-09
1.0
32.9
1133
36.40
1.00
27
0.0
11
1264
1201
30-Jul-09
1.0
33.0
1197
36.51
1.00
27
0.0
4
1286
1221
31-Jul-09
1.0
33.0
1276
36.46
1.00
26
0.0
9
1303
1236
01-Aug-09
0.0
32.9
1332
36.40
1.00
25
0.0
9
1320
1251
02-Aug-09
1.0
33.1
1367
36.83
1.00
25
0.0
7
1338
1267
03-Aug-09
1.0
33.2
1459
37.07
1.00
25
0.0
5
1357
1284
04-Aug-09
1.0
33.2
1512
37.01
1.00
24
0.0
-21
1402
1324
05-Aug-09
0.0
33.4
1540
37.52
1.00
22
0.0
3
1421
1341
06-Aug-09
0.0
33.2
1568
37.18
1.00
22
0.0
1
1442
1359
07-Aug-09
1.0
33.3
1596
37.23
1.00
21
0.0
0
1463
1378
08-Aug-09
0.0
33.4
1659
37.63
1.00
20
0.0
-2
1485
1397
09-Aug-09
0.0
33.3
1670
37.29
1.00
19
0.0
0
1504
1414
10-Aug-09
0.0
33.3
1680
37.35
1.00
19
0.0
-3
1525
1433
11-Aug-09
0.0
33.5
1713
37.74
1.00
18
0.0
-5
1548
1453
12-Aug-09
0.0
33.4
1741
37.63
1.00
17
0.0
-8
1573
1475
53
Lampiran 3. Lanjutan Tgl
R (mm)
Tmx (0C)
Qu
TF
RF
dQ
QR
QH
Q
KBDI
13-Aug-09
0.0
33.1
1769
36.83
1.00
16
0.0
-9
1598
1497
14-Aug-09
0.0
33.8
1797
38.67
1.00
16
0.0
-9
1623
1519
15-Aug-09
8.6
32.4
1571
35.06
1.00
13
3.5
-9
1642
1536
16-Aug-09
0.2
32.4
1734
35.06
1.00
13
0.0
-10
1664
1556
17-Aug-09
0.0
32.8
1751
36.06
1.00
12
0.0
-4
1680
1570
18-Aug-09
0.0
33.2
1761
37.09
1.00
12
0.0
-1
1693
1581
19-Aug-09
0.2
32.6
1767
35.56
1.00
11
0.0
2
1701
1589
20-Aug-09
0.2
32.5
1774
35.31
1.00
11
0.0
1
1711
1597
21-Aug-09
0.0
33.9
1827
38.94
1.00
11
0.0
-3
1725
1609
22-Aug-09
0.0
32.9
1837
36.32
1.00
10
0.0
-4
1739
1622
23-Aug-09
0.0
33.3
1842
37.35
1.00
10
0.0
-4
1752
1633
24-Aug-09
0.0
32.6
1858
35.56
1.00
9
0.0
-3
1764
1644
25-Aug-09
0.0
32.6
1858
35.56
1.00
8
0.0
-8
1780
1658
26-Aug-09
15.4
33.1
1581
36.83
1.00
8
10.3
-8
1786
1663
27-Aug-09
1.8
31.8
1784
33.60
1.00
7
0.0
-3
1796
1672
28-Aug-09
0.0
33.9
1812
38.94
1.00
8
0.0
-6
1810
1685
29-Aug-09
0.0
33.1
1835
36.83
1.00
7
0.0
-5
1823
1696
30-Aug-09
0.0
32.6
1845
35.56
1.00
6
0.0
-6
1834
1706
31-Aug-09
0.0
33.1
1855
36.83
1.00
6
0.0
-7
1847
1717
01-Sep-09
0.0
33.7
1903
38.40
1.00
6
0.0
-10
1863
1731
02-Sep-09
0.0
33.1
1909
36.83
1.00
5
0.0
-11
1879
1745
03-Sep-09
0.0
33.6
1924
38.14
1.00
5
0.0
-9
1892
1757
04-Sep-09
0.0
33.7
1949
38.40
1.00
4
0.0
-8
1905
1768
05-Sep-09
0.0
33.4
1939
37.61
1.00
4
0.0
-19
1927
1788
06-Sep-09
0.0
33.1
1947
36.83
1.00
3
0.0
-18
1947
1806
07-Sep-09
0.0
32.8
1967
36.06
1.00
2
0.0
-18
1968
1824
08-Sep-09
0.0
33.9
1990
38.94
1.00
1
0.0
-18
1988
1842
09-Sep-09
0.0
33.6
1992
38.14
1.00
0
0.0
-19
2007
1859
10-Sep-09
0.0
32.8
2000
36.06
1.00
0
0.0
-19
2026
1876
11-Sep-09
3.6
33.5
1975
37.87
1.00
-1
0.0
-19
2044
1891
12-Sep-09
0.0
34.1
2000
39.48
1.00
-2
0.0
-12
2054
1901
13-Sep-09
0.0
33.7
2000
38.40
1.00
-2
0.0
-13
2065
1910
14-Sep-09
0.0
33.9
2000
38.94
1.00
-3
0.0
-9
2072
1916
15-Sep-09
10.2
30.0
1906
29.50
1.00
-2
5.1
-10
2074
1918
16-Sep-09
0.2
31.8
1964
33.60
1.00
-2
0.0
-10
2081
1925
17-Sep-09
8.6
32.5
1875
35.31
1.00
-3
3.5
-9
2084
1927
18-Sep-09
0.0
33.2
1949
37.09
1.00
-3
0.0
-9
2090
1932
19-Sep-09
0.0
33.4
1985
37.61
1.00
-3
0.0
-9
2096
1938
20-Sep-09
0.0
34.2
2000
39.76
1.00
-4
0.0
-10
2102
1943
21-Sep-09
0.0
34.9
2000
41.72
1.00
-4
0.0
-10
2107
1947
22-Sep-09
0.0
34.2
2000
39.76
1.00
-4
0.0
-10
2113
1953
23-Sep-09
0.0
33.1
2000
36.83
1.00
-4
0.0
-10
2118
1958
24-Sep-09
0.0
33.3
2000
37.35
1.00
-4
0.0
-11
2125
1964
25-Sep-09
0.0
34.8
2000
41.43
1.00
-5
0.0
-10
2130
1968
26-Sep-09
0.0
34.4
2000
40.31
1.00
-5
0.0
-12
2137
1974
27-Sep-09
0.0
33.1
2000
36.83
1.00
-5
0.0
-12
2144
1980
54
Lampiran 3. Lanjutan Tgl
R (mm)
Tmx (0C)
Qu
TF
RF
dQ
QR
QH
Q
KBDI
28-Sep-09
0.0
32.1
2000
34.32
1.00
-5
0.0
-13
2152
1987
29-Sep-09
0.0
32.6
2000
35.56
1.00
-5
0.0
-11
2157
1992
30-Sep-09
0.0
33.1
2000
36.83
1.00
-6
0.0
-9
2161
1995
01-Oct-09
1.4
30.9
2000
31.50
1.00
-5
0.0
-6
2162
1996
02-Oct-09
0.0
31.8
2000
33.60
1.00
-5
0.0
-9
2165
1999
03-Oct-09
0.0
33.4
2000
37.61
1.00
-6
0.0
-6
2165
1998
04-Oct-09
2.0
28.2
2000
25.81
1.00
-4
0.0
-6
2166
2000
05-Oct-09
45.6
33.0
1398
36.57
1.00
-6
40.5
76
2044
1892
06-Oct-09
7.2
31.8
1743
33.60
1.00
-1
2.1
44
1997
1850
07-Oct-09
0.4
34.6
1766
40.87
1.00
0
0.0
42
1955
1813
08-Oct-09
44.0
33.1
1438
36.83
1.00
2
38.9
57
1861
1730
09-Oct-09
0.0
33.2
1525
37.09
1.00
5
0.0
48
1818
1692
10-Oct-09
0.2
31.7
1532
33.36
1.00
6
0.0
60
1764
1644
11-Oct-09
0.0
33.8
1543
38.67
1.00
9
0.0
53
1721
1606
12-Oct-09
1.8
29.6
1510
28.65
1.00
8
0.0
52
1677
1567
13-Oct-09
25.6
32.3
1375
34.81
1.00
11
20.5
71
1596
1496
14-Oct-09
1.6
30.9
1408
31.50
1.00
13
0.0
67
1542
1448
15-Oct-09
0.2
32.4
1441
35.06
1.00
16
0.0
58
1500
1410
16-Oct-09
0.0
33.4
1456
37.61
1.00
19
0.0
52
1466
1381
17-Oct-09
0.0
34.7
1469
41.15
1.00
22
0.0
36
1452
1368
18-Oct-09
0.0
33.4
1474
37.61
1.00
21
0.0
35
1437
1355
19-Oct-09
0.2
33.7
1474
38.40
1.00
22
0.0
34
1425
1344
20-Oct-09
3.6
31.4
1441
32.65
1.00
19
0.0
34
1410
1331
21-Oct-09
0.2
33.6
1484
38.14
1.00
23
0.0
28
1404
1326
22-Oct-09
0.0
32.9
1494
36.32
1.00
22
0.0
29
1397
1319
23-Oct-09
0.2
33.9
1507
38.94
1.00
23
0.0
32
1388
1312
24-Oct-09
0.0
33.6
1360
38.14
1.00
23
0.0
23
1388
1312
25-Oct-09
1.2
33.1
1276
36.83
1.00
23
0.0
22
1389
1312
26-Oct-09
0.2
34.0
1311
39.21
1.00
24
0.0
20
1393
1316
27-Oct-09
0.4
30.1
1299
29.72
1.00
18
0.0
19
1391
1315
28-Oct-09
0.2
33.4
1316
37.61
1.00
23
0.0
19
1396
1318
29-Oct-09
0.2
33.3
1339
37.35
1.00
23
0.0
17
1401
1323
30-Oct-09
0.0
32.5
1352
35.31
1.00
21
0.0
14
1409
1330
31-Oct-09
0.0
34.2
1398
39.76
1.00
23
0.0
9
1423
1342
01-Nov-09
0.0
33.1
1416
36.83
1.00
21
0.0
6
1438
1356
02-Nov-09
14.2
31.9
1024
33.84
1.00
19
9.1
49
1399
1321
03-Nov-09
32.4
30.9
1032
31.50
1.00
19
27.3
41
1350
1277
04-Nov-09
40.0
31.0
798
31.73
1.00
21
34.9
50
1286
1221
05-Nov-09
0.0
32.9
1070
36.32
1.00
26
0.0
35
1276
1213
06-Nov-09
0.0
34.0
1090
39.21
1.00
28
0.0
32
1273
1210
07-Nov-09
0.2
33.2
1098
37.18
1.00
27
0.0
32
1269
1206
08-Nov-09
4.0
33.5
1067
37.74
1.00
28
0.0
31
1265
1203
09-Nov-09
20.6
33.0
920
36.68
1.00
27
15.5
34
1242
1183
10-Nov-09
1.4
33.7
996
38.40
1.00
29
0.0
31
1240
1181
11-Nov-09
0.2
33.3
1034
37.40
1.00
28
0.0
39
1230
1171
12-Nov-09
33.8
32.6
745
35.56
1.00
27
28.7
56
1172
1121
55
Lampiran 3. Lanjutan Tgl
R (mm)
Tmx (0C)
Qu
TF
RF
dQ
QR
QH
Q
KBDI
13-Nov-09
17.4
33.0
864
36.57
1.00
30
12.3
42
1148
1100
14-Nov-09
4.2
31.7
915
33.36
1.00
28
0.0
33
1144
1096
15-Nov-09
0.2
33.4
953
37.57
1.00
32
0.0
34
1142
1094
16-Nov-09
41.8
32.8
399
36.18
1.00
31
36.7
59
1076
1036
17-Nov-09
0.0
31.7
887
33.36
1.00
31
0.0
31
1076
1035
18-Nov-09
0.2
29.2
910
27.82
1.00
26
0.0
33
1069
1029
19-Nov-09
0.0
31.8
958
33.60
1.00
31
0.0
31
1069
1030
20-Nov-09
0.0
32.3
971
34.81
1.00
32
0.0
29
1073
1033
21-Nov-09
16.4
31.4
920
32.65
1.00
30
11.3
31
1060
1022
22-Nov-09
43.8
31.3
122
32.42
1.00
30
38.7
86
966
938
23-Nov-09
0.8
31.4
806
32.65
1.00
34
0.0
36
963
936
24-Nov-09
0.0
33.2
869
37.09
1.00
38
0.0
33
968
940
25-Nov-09
22.4
30.3
811
30.16
1.00
31
17.3
37
946
920
26-Nov-09
0.2
29.9
849
29.29
1.00
31
0.0
36
941
916
27-Nov-09
2.0
27.3
851
24.10
1.00
26
0.0
38
928
905
28-Nov-09
0.2
30.7
879
31.05
1.00
33
0.0
39
923
900
29-Nov-09
3.2
32.1
887
34.32
1.00
37
0.0
40
920
897
30-Nov-09
0.0
32.3
910
34.81
1.00
38
0.0
95
862
846
01-Dec-09
3.0
30.1
910
29.72
1.00
34
0.0
37
859
843
02-Dec-09
64.0
33.3
175
37.35
1.00
43
58.9
84
758
754
03-Dec-09
0.2
31.6
1001
33.12
1.00
41
0.0
35
765
760
04-Dec-09
2.2
33.0
971
36.57
1.00
45
0.0
36
774
769
05-Dec-09
0.2
33.2
989
37.09
1.00
45
0.0
31
788
781
06-Dec-09
3.4
29.4
973
28.23
1.00
34
0.0
34
788
781
07-Dec-09
4.8
30.2
950
29.94
1.00
36
0.0
37
787
780
08-Dec-09
0.0
31.7
991
33.36
1.00
40
0.0
35
793
785
09-Dec-09
7.2
31.8
973
33.60
1.00
41
2.1
34
797
789
10-Dec-09
0.6
31.3
981
32.42
1.00
39
0.0
31
805
796
11-Dec-09
0.0
32.4
1006
35.06
1.00
42
0.0
25
822
811
12-Dec-09
0.6
31.8
1014
33.60
1.00
40
0.0
25
836
824
13-Dec-09
0.2
33.1
1032
36.83
1.00
43
0.0
24
856
841
14-Dec-09
11.6
31.2
978
32.19
1.00
37
6.5
32
854
839
15-Dec-09
32.4
29.1
724
27.61
1.00
32
27.3
33
826
814
16-Dec-09
3.0
30.1
801
29.72
1.00
35
0.0
32
829
817
17-Dec-09
68.4
27.6
694
24.66
1.00
29
63.3
32
763
758
18-Dec-09
0.0
31.8
742
33.60
1.00
42
0.0
31
774
768
19-Dec-09
10.2
31.3
679
32.42
1.00
40
5.1
34
774
768
20-Dec-09
1.0
31.3
757
32.42
1.00
40
0.0
31
783
776
21-Dec-09
0.6
31.3
770
32.42
1.00
39
0.0
29
793
785
22-Dec-09
0.8
31.1
783
31.96
1.00
39
0.0
26
806
796
23-Dec-09
25.6
30.0
671
29.50
1.00
35
20.5
32
788
781
24-Dec-09
0.2
32.1
732
34.32
1.00
42
0.0
72
757
754
25-Dec-09
0.2
31.6
755
33.12
1.00
41
0.0
66
733
732
26-Dec-09
1.4
28.4
760
26.20
1.00
33
0.0
29
738
736
27-Dec-09
26.2
29.8
656
29.08
1.00
37
21.1
33
720
721
28-Dec-09
22.4
30.3
600
30.16
1.00
39
17.3
34
707
709
56
Lampiran 3. Lanjutan Tgl
R (mm)
Tmx (0C)
Qu
TF
RF
dQ
QR
QH
Q
KBDI
29-Dec-09
36.0
30.3
109
30.16
1.00
39
30.9
77
638
648
30-Dec-09
7.0
27.8
661
25.04
1.00
34
1.9
27
643
652
31-Dec-09
12.4
30.7
419
31.05
1.00
42
7.3
38
640
649
01-Jan-10
3.0
31.2
694
32.19
1.00
44
0.0
58
625
637
02-Jan-10
0.0
31.7
701
33.36
1.00
46
0.0
62
609
622
03-Jan-10
3.2
31.4
706
32.65
1.00
45
0.0
64
590
606
04-Jan-10
0.8
33.5
712
37.87
1.00
53
0.0
44
600
614
05-Jan-10
49.4
28.1
666
25.62
1.00
36
44.3
29
562
581
06-Jan-10
0.0
30.7
694
31.05
1.00
45
0.0
62
545
566
07-Jan-10
49.0
30.4
343
30.38
1.00
44
43.9
48
497
523
08-Jan-10
2.6
26.6
648
22.83
1.00
34
0.0
31
500
526
09-Jan-10
5.2
27.1
635
23.73
1.00
36
0.1
35
501
527
10-Jan-10
0.2
31.2
689
32.19
1.00
48
0.0
70
479
507
11-Jan-10
0.0
31.8
709
33.60
1.00
51
0.0
62
467
497
12-Jan-10
19.6
30.3
602
30.16
1.00
46
14.5
40
459
490
13-Jan-10
0.6
29.0
666
27.41
1.00
42
0.0
36
465
495
14-Jan-10
27.2
28.8
51
27.00
1.00
41
22.1
72
413
449
15-Jan-10
0.4
29.1
679
27.61
1.00
44
0.0
21
436
469
16-Jan-10
0.0
30.2
724
29.94
1.00
47
0.0
51
432
466
17-Jan-10
0.0
30.3
745
30.16
1.00
47
0.0
49
430
464
18-Jan-10
13.8
29.8
722
29.08
1.00
46
8.7
53
413
449
19-Jan-10
10.8
29.3
712
28.02
1.00
44
5.7
19
433
467
20-Jan-10
19.0
32.3
635
34.81
1.00
55
13.9
20
454
486
21-Jan-10
0.0
30.5
719
30.60
1.00
47
0.0
20
481
510
22-Jan-10
0.2
32.8
770
36.06
1.00
55
0.0
37
499
526
23-Jan-10
3.6
30.3
727
30.16
1.00
45
0.0
54
491
518
24-Jan-10
7.0
30.3
719
30.16
1.00
46
1.9
55
479
508
25-Jan-10
6.0
29.6
727
28.65
1.00
44
0.9
55
467
497
26-Jan-10
3.0
31.4
742
32.65
1.00
50
0.0
51
466
496
27-Jan-10
27.2
28.4
714
26.20
1.00
40
22.1
21
463
493
28-Jan-10
2.4
29.7
701
28.86
1.00
44
0.0
56
452
483
29-Jan-10
0.2
30.9
760
31.50
1.00
49
0.0
46
455
486
30-Jan-10
26.6
29.4
729
28.23
1.00
44
21.5
53
424
459
31-Jan-10
1.6
30.4
745
30.38
1.00
48
0.0
46
425
460
01-Feb-10
0.4
29.2
795
27.82
1.00
44
0.0
45
425
459
02-Feb-10
30.2
31.2
780
32.19
1.00
51
25.1
43
407
444
03-Feb-10
10.6
32.0
795
34.08
1.00
54
5.5
37
419
455
04-Feb-10
21.6
30.4
704
30.38
1.00
48
16.5
48
403
440
05-Feb-10
22.6
28.8
760
27.00
1.00
43
17.5
56
373
414
06-Feb-10
0.0
32.9
846
36.32
1.00
59
0.0
37
395
433
07-Feb-10
2.4
31.0
813
31.73
1.00
51
0.0
43
403
440
08-Feb-10
0.2
30.8
846
31.27
1.00
50
0.0
40
413
449
09-Feb-10
0.0
32.1
882
34.32
1.00
54
0.0
35
432
466
10-Feb-10
0.8
32.6
897
35.56
1.00
56
0.0
32
456
487
11-Feb-10
2.8
33.7
854
38.40
1.00
59
0.0
27
488
515
12-Feb-10
0.4
31.4
920
32.65
1.00
49
0.0
32
505
531
57
Lampiran 3. Lanjutan Tgl
R (mm)
Tmx (0C)
Qu
TF
RF
dQ
QR
QH
Q
KBDI
13-Feb-10
5.0
32.6
826
35.56
1.00
53
0.0
30
528
551
14-Feb-10
3.2
31.4
920
32.65
1.00
48
0.0
31
545
566 590
15-Feb-10
0.4
32.8
978
36.06
1.00
52
0.0
25
572
16-Feb-10
26.6
32.6
775
35.56
1.00
51
21.5
42
560
579
17-Feb-10
0.2
31.4
930
32.65
1.00
47
0.0
34
573
591
18-Feb-10
63.6
29.1
663
27.61
1.00
39
58.5
58
496
523
19-Feb-10
9.8
29.9
752
29.29
1.00
44
4.7
46
490
517
20-Feb-10
34.6
29.1
483
27.61
1.00
42
29.5
50
452
483
21-Feb-10
0.0
31.1
892
31.96
1.00
49
0.0
39
462
493
22-Feb-10
0.0
31.1
928
31.96
1.00
49
0.0
33
479
507
23-Feb-10
16.6
32.7
737
35.81
1.00
54
11.5
37
485
513
24-Feb-10
30.6
31.7
712
33.36
1.00
51
25.5
47
463
493
25-Feb-10
7.2
29.1
783
27.61
1.00
42
2.1
42
462
492
26-Feb-10
1.0
32.7
882
35.81
1.00
55
0.0
31
486
514
27-Feb-10
0.6
32.7
900
35.81
1.00
54
0.0
38
503
529
28-Feb-10
2.4
34.0
869
39.21
1.00
59
0.0
31
530
553
01-Mar-10
15.0
33.2
783
37.09
1.00
55
9.9
38
537
559
02-Mar-10
1.8
30.3
849
30.16
1.00
44
0.0
43
539
560
03-Mar-10
1.0
32.8
879
36.06
1.00
53
0.0
39
553
573
04-Mar-10
66.0
33.4
628
37.61
1.00
54
60.9
41
505
530
05-Mar-10
0.8
32.4
884
35.06
1.00
52
0.0
39
518
542
06-Mar-10
0.0
30.4
910
30.38
1.00
45
0.0
47
517
541
07-Mar-10
0.2
33.8
971
38.67
1.00
57
0.0
35
539
561
08-Mar-10
0.6
33.8
958
38.67
1.00
56
0.0
35
561
580
09-Mar-10
1.2
32.2
1011
34.57
1.00
50
0.0
28
583
599
10-Mar-10
49.2
32.2
513
34.57
1.00
49
44.1
70
518
542
11-Mar-10
0.2
33.8
943
38.67
1.00
57
0.0
41
533
556
12-Mar-10
0.6
33.9
1006
38.94
1.00
57
0.0
34
557
576
13-Mar-10
1.2
33.4
945
37.61
1.00
54
0.0
34
577
594
14-Mar-10
33.6
33.6
1001
38.14
1.00
54
28.5
32
570
588
15-Mar-10
0.0
32.9
803
36.32
1.00
52
0.0
45
578
595
16-Mar-10
14.6
32.1
767
34.32
1.00
49
9.5
42
575
593
17-Mar-10
0.2
30.9
940
31.50
1.00
45
0.0
41
579
596
18-Mar-10
0.2
31.7
991
33.36
1.00
47
0.0
35
592
607
19-Mar-10
0.2
31.5
1009
32.89
1.00
46
0.0
32
606
620
20-Mar-10
30.6
33.3
551
37.35
1.00
52
25.5
36
597
612
21-Mar-10
50.0
29.9
874
29.29
1.00
41
44.9
33
560
579
22-Mar-10
0.0
33.8
986
38.67
1.00
56
0.0
21
595
610
23-Mar-10
3.8
33.1
989
36.84
1.00
52
0.0
23
623
635
24-Mar-10
0.0
33.3
1014
37.29
1.00
51
0.0
22
652
661
25-Mar-10
1.0
32.0
1006
34.08
1.00
46
0.0
25
673
679
26-Mar-10
0.0
33.5
1044
37.97
1.00
50
0.0
20
704
706
27-Mar-10
0.0
33.8
1070
38.60
1.00
50
0.0
20
734
733
28-Mar-10
39.0
31.3
976
32.42
1.00
41
33.9
29
712
714
29-Mar-10
4.0
33.3
1034
37.35
1.00
48
0.0
30
730
729
30-Mar-10
4.8
33.2
981
37.07
1.00
47
0.0
27
750
747
58
Lampiran 3. Lanjutan Tgl
R (mm)
Tmx (0C)
Qu
TF
RF
dQ
QR
QH
Q
KBDI
31-Mar-10
2.6
32.9
976
36.35
1.00
45
0.0
32
764
759
01-Apr-10
6.6
32.6
989
35.56
1.00
44
1.5
36
770
765
02-Apr-10
2.4
32.8
1004
36.06
1.00
44
0.0
35
780
774
03-Apr-10
8.8
32.1
956
34.32
1.00
42
3.7
35
784
777
04-Apr-10
12.0
33.3
961
37.35
1.00
45
6.9
33
789
781
05-Apr-10
37.0
30.4
879
30.38
1.00
37
31.9
40
754
750
06-Apr-10
53.8
31.2
844
32.19
1.00
40
48.7
41
704
706
07-Apr-10
33.0
31.9
620
33.84
1.00
44
27.9
56
664
671
08-Apr-10
5.8
32.5
859
35.31
1.00
47
0.7
46
665
672
09-Apr-10
0.0
31.2
892
32.19
1.00
43
0.0
44
664
671
10-Apr-10
0.0
30.2
902
29.94
1.00
40
0.0
43
661
669
11-Apr-10
96.6
34.2
208
39.76
1.00
53
91.5
102
521
544
12-Apr-10
10.4
33.3
638
37.35
1.00
55
5.3
71
499
526
13-Apr-10
3.8
31.9
706
33.84
1.00
51
0.0
73
477
506
14-Apr-10
0.0
33.6
821
38.14
1.00
58
0.0
57
478
506
15-Apr-10
5.0
33.4
826
37.61
1.00
57
0.0
62
473
502
16-Apr-10
23.8
29.2
722
27.82
1.00
42
18.7
73
424
459
17-Apr-10
0.2
33.2
1316
37.09
1.00
58
0.0
59
423
458
18-Apr-10
23.4
31.4
1075
32.65
1.00
51
18.3
66
391
429
19-Apr-10
0.2
33.5
1103
37.87
1.00
61
0.0
55
396
434
20-Apr-10
23.8
32.8
940
36.06
1.00
58
18.7
66
369
410
21-Apr-10
0.2
33.3
889
37.35
1.00
61
0.0
65
365
407
22-Apr-10
0.4
32.4
983
35.06
1.00
57
0.0
58
365
406
23-Apr-10
0.2
33.4
1050
37.61
1.00
61
0.0
60
366
408
24-Apr-10
0.0
33.3
1078
37.35
1.00
61
0.0
53
374
414
25-Apr-10
24.8
34.0
895
39.21
1.00
64
19.7
73
345
389
26-Apr-10
0.0
33.1
1037
36.84
1.00
61
0.0
58
348
392
27-Apr-10
0.2
33.7
1088
38.34
1.00
63
0.0
46
365
407
28-Apr-10
11.2
31.7
694
33.42
1.00
55
6.1
59
355
398
29-Apr-10
0.2
32.9
1032
36.25
1.00
60
0.0
51
364
405
30-Apr-10
0.2
34.1
1060
39.48
1.00
65
0.0
43
386
425
01-May-10
0.0
31.1
1105
31.96
1.00
52
0.0
30
407
444
02-May-10
3.8
32.7
1113
35.81
1.00
57
0.0
30
434
467
03-May-10
4.2
33.9
1052
38.94
1.00
61
0.0
35
460
491
04-May-10
2.4
34.0
1032
39.31
1.00
61
0.0
36
485
512
05-May-10
0.2
32.8
1131
36.06
1.00
55
0.0
29
510
535
06-May-10
0.8
34.0
1161
39.21
1.00
58
0.0
30
539
561
07-May-10
1.6
34.1
1151
39.48
1.00
58
0.0
30
567
585
08-May-10
0.6
33.8
1177
38.67
1.00
55
0.0
27
595
610
09-May-10
3.0
33.3
1151
37.35
1.00
52
0.0
33
615
627
10-May-10
0.0
32.4
1189
35.06
1.00
49
0.0
27
636
647
11-May-10
5.0
33.8
1141
38.67
1.00
53
0.0
32
657
665
59
Lampiran 4. Tabulasi perhitungan KBDI di Stasiun HQ Baung untuk Model 2 Tgl Min Max 01-Apr-09 02-Apr-09 03-Apr-09 04-Apr-09 05-Apr-09 06-Apr-09 07-Apr-09 08-Apr-09 09-Apr-09 10-Apr-09 11-Apr-09 12-Apr-09 13-Apr-09 14-Apr-09 15-Apr-09 16-Apr-09 17-Apr-09 18-Apr-09 19-Apr-09 20-Apr-09 21-Apr-09 22-Apr-09 23-Apr-09 24-Apr-09 25-Apr-09 26-Apr-09 27-Apr-09 28-Apr-09 29-Apr-09 30-Apr-09 01-May-09 02-May-09 03-May-09 04-May-09 05-May-09 06-May-09 07-May-09 08-May-09 09-May-09 10-May-09 11-May-09 12-May-09 13-May-09 14-May-09 15-May-09 16-May-09 17-May-09 18-May-09 19-May-09
R (mm)
Tmx (0C)
0 107 11.4 0.0 29.4 7.9 0.7 0.0 0.0 56.7 36.8 2.0 46.0 107.0 0.0 0.5 18.1 1.2 0.0 0.3 3.5 6.7 0.0 24.0 1.0 0.3 0.0 0.0 0.0 0.0 0.7 0.0 0.3 19.7 2.6 0.0 0.3 0.0 0.0 2.0 0.3 5.9 25.2 0.5 0.0 0.0 0.7 1.8 1.1 1.4 0.0
26.6 34.9 33.3 33.6 33.9 33.5 33.4 32.8 33.6 33.5 33.5 33.9 34.0 34.6 33.0 33.3 33.2 33.3 33.5 33.4 31.3 33.8 33.1 33.3 33.7 33.1 33.3 33.6 33.7 34.6 33.9 33.8 34.2 33.3 33.2 33.3 33.0 33.5 33.4 33.8 33.2 33.3 32.7 33.4 33.3 33.3 33.2 33.5 33.1 32.1 33.3
Qu
TF
RF
43 2000
30.66 30.99
1 1.00
dQ -5 62
QR 0 26
QH -21 102
Q 8 2158
KBDI 43 2000
43 170 79 84 201 221 201 213 247 280 259 145 295 178 287 356 381 379 379 391 379 429 453 298 352 367 358 376 376 379 402 274 216 341 351 343 343 348 348 356 379
30.95 30.95 30.98 30.92 30.93 30.92 30.93 30.93 30.93 30.85 30.95 30.92 30.93 30.94 30.92 30.93 30.94 30.94 30.98 30.95 30.94 30.96 30.93 30.92 30.93 30.92 30.94 30.93 30.95 30.92 30.93 30.90 30.93 30.93 30.92 30.92 30.94 30.92 30.88 30.93
1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
61 60 61 62 61 61 61 61 61 61 61 61 60 59 58 57 55 55 55 55 55 54 54 55 56 56 57 57 57 57 56 56 57 57 57 57 57 57 57 57
1 12 26 0 0 5 0 0 0 1 2 0 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 1 0 0 0 0 1 0 2 7 0 0 0 0 1 0 0 0
49 63 65 50 50 62 68 57 57 52 54 52 0 23 22 21 37 54 51 55 43 56 76 76 68 67 67 54 50 50 53 78 61 53 55 45 59 57 54 48
43 54 39 8 19 30 24 17 22 25 33 38 46 101 136 172 208 226 227 230 230 242 241 213 192 180 169 158 161 167 173 175 147 143 148 151 162 160 160 162 171
75 85 71 43 54 64 58 52 56 59 66 70 78 128 160 192 225 242 242 246 246 256 255 230 211 199 190 180 183 188 194 196 170 166 171 173 184 182 181 184 191
60
Lampiran 4. Tgl 20-May-09 21-May-09 22-May-09 23-May-09 24-May-09 25-May-09 26-May-09 27-May-09 28-May-09 29-May-09 30-May-09 31-May-09 01-Jun-09 02-Jun-09 03-Jun-09 04-Jun-09 05-Jun-09 06-Jun-09 07-Jun-09 08-Jun-09 09-Jun-09 10-Jun-09 11-Jun-09 12-Jun-09 13-Jun-09 14-Jun-09 15-Jun-09 16-Jun-09 17-Jun-09 18-Jun-09 19-Jun-09 20-Jun-09 21-Jun-09 22-Jun-09 23-Jun-09 24-Jun-09 25-Jun-09 26-Jun-09 27-Jun-09 28-Jun-09 29-Jun-09 30-Jun-09 01-Jul-09 02-Jul-09 03-Jul-09 04-Jul-09 05-Jul-09 06-Jul-09 07-Jul-09 08-Jul-09
Lanjutan R (mm)
Tmx (0C)
2.8 0.7 0.0 0.0 0.0 0.3 24.0 0.0 0.3 0.0 0.3 0.0 31.0 9.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 20.7 0.3 0.0 0.3 28.2 0.0 0.0 4.4 7.6 0.9 0.0 0.3 0.3 0.0 0.0 0.0 16.3 0.3 3.8 0.3 0.0 7.0 0.0 0.0 29.9 0.0 0.0 45.9 0.0 3.7 3.1
33.2 33.7 33.3 33.6 33.8 33.8 33.5 33.0 33.2 33.5 33.4 33.9 33.4 33.7 32.9 31.4 33.1 33.4 33.5 33.2 32.7 33.5 33.4 32.5 33.2 33.1 33.1 31.3 34.2 33.6 33.0 34.3 33.1 33.3 33.3 33.0 33.0 33.9 33.3 33.1 33.6 32.9 33.0 32.2 30.8 33.0 33.1 33.7 33.2 32.8
Qu 351 381 412 493 569 633 341 391 407 414 435 440 445 381 427 427 447 490 508 277 335 341 361 280 310 323 221 302 310 335 348 353 363 379 407 305 330 300 323 333 254 328 346 259 280 325 158 292 285 267
TF
RF
30.92 30.94 30.93 30.94 30.94 30.94 30.93 30.92 30.92 30.93 30.93 30.95 30.93 30.94 30.91 30.85 30.92 30.93 30.94 30.92 30.90 30.93 30.93 30.89 30.92 30.92 30.92 30.85 30.96 30.94 30.91 30.97 30.92 30.93 30.93 30.92 30.92 30.95 30.93 30.92 30.94 30.91 30.91 30.88 30.83 30.91 30.92 30.94 30.92 30.91
1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
dQ 57 56 56 55 54 54 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 53 52 51 50 50 50 49 49 49 48 48 47 47 46 46 45 44 44 43 42 42 42 42 41 41 40 40 40 40 40 39 40 40 39
QR 1 0 0 0 0 0 7 0 0 0 0 0 8 3 0 0 0 0 0 6 0 0 0 8 0 0 1 2 0 0 0 0 0 0 0 5 0 1 0 0 2 0 0 8 0 0 12 0 1 1
QH 44 45 33 31 32 30 59 55 52 53 50 48 46 50 52 43 27 24 26 40 35 33 30 41 34 32 32 31 29 29 26 24 22 23 19 32 32 31 26 29 29 29 23 37 44 19 45 32 24 26
Q 183 194 217 241 263 287 275 273 274 274 278 282 281 281 283 292 319 347 372 377 392 408 427 427 441 458 473 486 504 522 541 562 584 605 628 634 644 654 670 682 691 702 720 713 709 730 712 719 734 747
KBDI 202 213 234 255 276 298 286 284 286 286 289 293 292 292 293 302 326 352 375 379 392 408 425 425 438 453 466 479 495 511 528 547 568 586 608 613 622 631 645 656 665 675 691 685 681 700 684 691 704 715
61
Lampiran 4. Tgl 09-Jul-09 10-Jul-09 11-Jul-09 12-Jul-09 13-Jul-09 14-Jul-09 15-Jul-09 16-Jul-09 17-Jul-09 18-Jul-09 19-Jul-09 20-Jul-09 21-Jul-09 22-Jul-09 23-Jul-09 24-Jul-09 25-Jul-09 26-Jul-09 27-Jul-09 28-Jul-09 29-Jul-09 30-Jul-09 31-Jul-09 01-Aug-09 02-Aug-09 03-Aug-09 04-Aug-09 05-Aug-09 06-Aug-09 07-Aug-09 08-Aug-09 09-Aug-09 10-Aug-09 11-Aug-09 12-Aug-09 13-Aug-09 14-Aug-09 15-Aug-09 16-Aug-09 17-Aug-09 18-Aug-09 19-Aug-09 20-Aug-09 21-Aug-09 22-Aug-09 23-Aug-09 24-Aug-09 25-Aug-09 26-Aug-09 27-Aug-09 28-Aug-09 29-Aug-09
Lanjutan R (mm)
Tmx (0C)
0.3 5.7 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.3 0.0 0.0 0.0 15.0 1.0 1.0 28.0 2.0 0.0 1.0 1.0 1.0 0.0 1.0 1.0 1.0 0.0 0.0 1.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 8.6 0.2 0.0 0.0 0.2 0.2 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 15.4 1.8 0.0 0.0
33.0 33.1 33.3 33.1 33.2 33.2 33.1 33.3 33.3 33.1 33.3 33.8 33.2 33.1 33.0 33.5 33.1 34.3 33.9 33.5 32.9 33.0 33.0 32.9 33.1 33.2 33.2 33.4 33.2 33.3 33.4 33.3 33.3 33.5 33.4 33.1 33.8 32.4 32.4 32.8 33.2 32.6 32.5 33.9 32.9 33.3 32.6 32.6 33.1 31.8 33.9 33.1
Qu
TF
RF
323 297 325 343 366 384 407 447 513 526 541 592 679 709 691 844 826 628 1006 1090 1133 1197 1276 1332 1367 1459 1512 1540 1568 1596 1659 1670 1680 1713 1741 1769 1797 1571 1734 1751 1761 1767 1774 1827 1837 1842 1858 1858 1581 1784 1812 1835
30.92 30.92 30.93 30.92 30.92 30.92 30.92 30.93 30.93 30.92 30.93 30.95 30.92 30.92 30.91 30.93 30.92 30.97 30.95 30.93 30.91 30.91 30.91 30.91 30.92 30.92 30.92 30.93 30.92 30.92 30.93 30.93 30.93 30.93 30.93 30.92 30.95 30.89 30.89 30.91 30.92 30.90 30.89 30.95 30.91 30.93 30.90 30.90 30.92 30.87 30.95 30.92
1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
dQ 39 38 38 37 37 36 35 34 34 33 32 32 31 30 29 29 29 29 29 28 28 27 27 26 26 25 24 23 22 22 21 20 20 19 18 17 17 16 15 14 14 13 13 12 12 11 11 11 10 9 9 9
QR 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 8 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 1 0 0
QH 25 31 12 12 9 11 14 18 11 10 8 8 4 3 26 23 15 20 25 12 10 4 8 8 7 4 -21 2 1 -1 -3 -1 -3 -6 -8 -10 -10 -10 -10 -4 -1 2 1 -3 -4 -4 -3 -8 -9 -4 -7 -6
Q 760 766 792 817 845 870 891 907 930 954 978 1002 1028 1055 1055 1061 1075 1076 1079 1095 1113 1136 1154 1172 1191 1211 1256 1277 1299 1321 1344 1365 1388 1413 1439 1466 1493 1516 1541 1559 1574 1586 1598 1613 1630 1645 1660 1678 1693 1706 1722 1736
KBDI 728 733 757 780 805 828 847 862 882 904 926 948 972 996 996 1002 1014 1015 1018 1033 1049 1070 1086 1102 1119 1138 1179 1198 1218 1238 1259 1278 1299 1321 1345 1370 1394 1415 1438 1455 1468 1479 1490 1504 1519 1533 1546 1563 1576 1588 1602 1616
62
Lampiran 4. Tgl 30-Aug-09 31-Aug-09 01-Sep-09 02-Sep-09 03-Sep-09 04-Sep-09 05-Sep-09 06-Sep-09 07-Sep-09 08-Sep-09 09-Sep-09 10-Sep-09 11-Sep-09 12-Sep-09 13-Sep-09 14-Sep-09 15-Sep-09 16-Sep-09 17-Sep-09 18-Sep-09 19-Sep-09 20-Sep-09 21-Sep-09 22-Sep-09 23-Sep-09 24-Sep-09 25-Sep-09 26-Sep-09 27-Sep-09 28-Sep-09 29-Sep-09 30-Sep-09 01-Oct-09 02-Oct-09 03-Oct-09 04-Oct-09 05-Oct-09 06-Oct-09 07-Oct-09 08-Oct-09 09-Oct-09 10-Oct-09 11-Oct-09 12-Oct-09 13-Oct-09 14-Oct-09 15-Oct-09 16-Oct-09 17-Oct-09 18-Oct-09 19-Oct-09 20-Oct-09
Lanjutan R (mm)
Tmx (0C)
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3.6 0.0 0.0 0.0 10.2 0.2 8.6 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1.4 0.0 0.0 2.0 45.6 7.2 0.4 44.0 0.0 0.2 0.0 1.8 25.6 1.6 0.2 0.0 0.0 0.0 0.2 3.6
32.6 33.1 33.7 33.1 33.6 33.7 33.4 33.1 32.8 33.9 33.6 32.8 33.5 34.1 33.7 33.9 30.0 31.8 32.5 33.2 33.4 34.2 34.9 34.2 33.1 33.3 34.8 34.4 33.1 32.1 32.6 33.1 30.9 31.8 33.4 28.2 33.0 31.8 34.6 33.1 33.2 31.7 33.8 29.6 32.3 30.9 32.4 33.4 34.7 33.4 33.7 31.4
Qu
TF
RF
1845 1855 1903 1909 1924 1949 1939 1947 1967 1990 1992 2000 1975 2000 2000 2000 1906 1964 1875 1949 1985 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 1398 1743 1766 1438 1525 1532 1543 1510 1375 1408 1441 1456 1469 1474 1474 1441
30.90 30.92 30.94 30.92 30.94 30.94 30.93 30.92 30.91 30.95 30.94 30.91 30.93 30.96 30.94 30.95 30.80 30.87 30.89 30.92 30.93 30.96 30.99 30.96 30.92 30.93 30.98 30.97 30.92 30.88 30.90 30.92 30.83 30.87 30.93 30.73 30.91 30.87 30.98 30.92 30.92 30.86 30.95 30.78 30.89 30.83 30.89 30.93 30.98 30.93 30.94 30.85
1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
dQ 8 8 7 7 6 6 5 4 4 3 2 2 1 0 0 0 -1 -1 -1 -1 -2 -2 -2 -2 -3 -3 -3 -3 -4 -4 -4 -4 -5 -5 -5 -5 -5 -2 -1 1 3 4 6 7 9 11 13 14 15 16 16 17
QR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 3 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 12 2 0 12 0 0 0 1 7 0 0 0 0 0 0 1
QH -6 -7 -11 -11 -9 -9 -19 -19 -19 -19 -19 -20 -19 -13 -13 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -11 -10 -12 -11 -13 -12 -13 -12 -10 -7 -9 -6 -7 75 44 42 57 48 59 52 52 71 67 58 52 36 35 33 34
Q 1750 1765 1783 1801 1816 1831 1855 1878 1901 1923 1945 1967 1986 1999 2013 2022 2029 2038 2044 2053 2061 2069 2077 2085 2093 2102 2109 2119 2128 2137 2144 2150 2151 2156 2157 2158 2066 2018 1976 1908 1863 1808 1762 1716 1647 1591 1545 1507 1487 1468 1451 1433
KBDI 1628 1642 1658 1674 1689 1702 1724 1745 1766 1786 1806 1826 1843 1855 1867 1876 1882 1890 1896 1904 1911 1918 1926 1933 1940 1948 1955 1964 1972 1980 1987 1992 1993 1997 1999 2000 1916 1872 1834 1772 1731 1681 1639 1598 1535 1484 1442 1408 1389 1372 1356 1340
63
Lampiran 4. Tgl 21-Oct-09 22-Oct-09 23-Oct-09 24-Oct-09 25-Oct-09 26-Oct-09 27-Oct-09 28-Oct-09 29-Oct-09 30-Oct-09 31-Oct-09 01-Nov-09 02-Nov-09 03-Nov-09 04-Nov-09 05-Nov-09 06-Nov-09 07-Nov-09 08-Nov-09 09-Nov-09 10-Nov-09 11-Nov-09 12-Nov-09 13-Nov-09 14-Nov-09 15-Nov-09 16-Nov-09 17-Nov-09 18-Nov-09 19-Nov-09 20-Nov-09 21-Nov-09 22-Nov-09 23-Nov-09 24-Nov-09 25-Nov-09 26-Nov-09 27-Nov-09 28-Nov-09 29-Nov-09 30-Nov-09 01-Dec-09 02-Dec-09 03-Dec-09 04-Dec-09 05-Dec-09 06-Dec-09 07-Dec-09 08-Dec-09 09-Dec-09 10-Dec-09 11-Dec-09
Lanjutan R (mm)
Tmx (0C)
0.2 0.0 0.2 0.0 1.2 0.2 0.4 0.2 0.2 0.0 0.0 0.0 14.2 32.4 40.0 0.0 0.0 0.2 4.0 20.6 1.4 0.2 33.8 17.4 4.2 0.2 41.8 0.0 0.2 0.0 0.0 16.4 43.8 0.8 0.0 22.4 0.2 2.0 0.2 3.2 0.0 3.0 64.0 0.2 2.2 0.2 3.4 4.8 0.0 7.2 0.6 0.0
33.6 32.9 33.9 33.6 33.1 34.0 30.1 33.4 33.3 32.5 34.2 33.1 31.9 30.9 31.0 32.9 34.0 33.2 33.5 33.0 33.7 33.3 32.6 33.0 31.7 33.4 32.8 31.7 29.2 31.8 32.3 31.4 31.3 31.4 33.2 30.3 29.9 27.3 30.7 32.1 32.3 30.1 33.3 31.6 33.0 33.2 29.4 30.2 31.7 31.8 31.3 32.4
Qu
TF
RF
1484 1494 1507 1360 1276 1311 1299 1316 1339 1352 1398 1416 1024 1032 798 1070 1090 1098 1067 920 996 1034 745 864 915 953 399 887 910 958 971 920 122 806 869 811 849 851 879 887 910 910 175 1001 971 989 973 950 991 973 981 1006
30.94 30.91 30.95 30.94 30.92 30.95 30.80 30.93 30.93 30.89 30.96 30.92 30.87 30.83 30.84 30.91 30.95 30.92 30.93 30.92 30.94 30.93 30.90 30.91 30.86 30.93 30.91 30.86 30.77 30.87 30.89 30.85 30.85 30.85 30.92 30.81 30.79 30.69 30.82 30.88 30.89 30.80 30.93 30.86 30.91 30.92 30.77 30.80 30.86 30.87 30.85 30.89
1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
dQ 18 18 18 19 19 19 19 19 19 19 19 18 18 19 20 21 22 22 22 22 23 23 24 25 26 26 26 28 28 28 28 28 28 30 31 30 31 31 31 32 32 34 34 36 36 36 36 36 36 36 36 36
QR 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 9 11 0 0 0 1 6 0 0 9 5 1 0 11 0 0 0 0 5 12 0 0 6 0 1 0 1 0 1 17 0 1 0 1 1 0 2 0 0
QH 27 29 32 23 21 20 19 18 16 13 9 6 49 41 49 35 31 31 31 34 31 39 56 41 33 34 59 31 33 30 28 31 86 36 33 36 35 38 38 40 95 37 84 34 35 31 34 37 34 34 31 25
Q 1423 1412 1398 1394 1391 1390 1390 1390 1393 1398 1408 1421 1386 1355 1315 1301 1292 1282 1273 1256 1247 1232 1190 1169 1161 1153 1109 1105 1100 1097 1097 1089 1019 1013 1011 999 994 987 980 970 907 903 836 838 838 842 843 841 842 842 847 858
KBDI 1330 1320 1308 1304 1302 1301 1300 1301 1303 1308 1317 1329 1297 1269 1232 1220 1211 1203 1194 1179 1171 1157 1119 1100 1093 1085 1045 1041 1037 1035 1034 1027 963 958 956 945 941 934 927 919 861 858 797 798 798 802 803 801 802 802 807 816
64
Lampiran 4. Tgl 12-Dec-09 13-Dec-09 14-Dec-09 15-Dec-09 16-Dec-09 17-Dec-09 18-Dec-09 19-Dec-09 20-Dec-09 21-Dec-09 22-Dec-09 23-Dec-09 24-Dec-09 25-Dec-09 26-Dec-09 27-Dec-09 28-Dec-09 29-Dec-09 30-Dec-09 31-Dec-09 01-Jan-10 02-Jan-10 03-Jan-10 04-Jan-10 05-Jan-10 06-Jan-10 07-Jan-10 08-Jan-10 09-Jan-10 10-Jan-10 11-Jan-10 12-Jan-10 13-Jan-10 14-Jan-10 15-Jan-10 16-Jan-10 17-Jan-10 18-Jan-10 19-Jan-10 20-Jan-10 21-Jan-10 22-Jan-10 23-Jan-10 24-Jan-10 25-Jan-10 26-Jan-10 27-Jan-10 28-Jan-10 29-Jan-10 30-Jan-10 31-Jan-10 01-Feb-10
Lanjutan R (mm)
Tmx (0C)
0.6 0.2 11.6 32.4 3.0 68.4 0.0 10.2 1.0 0.6 0.8 25.6 0.2 0.2 1.4 26.2 22.4 36.0 7.0 12.4 3.0 0.0 3.2 0.8 49.4 0.0 49.0 2.6 5.2 0.2 0.0 19.6 0.6 27.2 0.4 0.0 0.0 13.8 10.8 19.0 0.0 0.2 3.6 7.0 6.0 3.0 27.2 2.4 0.2 26.6 1.6 0.4
31.8 33.1 31.2 29.1 30.1 27.6 31.8 31.3 31.3 31.3 31.1 30.0 32.1 31.6 28.4 29.8 30.3 30.3 27.8 30.7 31.2 31.7 31.4 33.5 28.1 30.7 30.4 26.6 27.1 31.2 31.8 30.3 29.0 28.8 29.1 30.2 30.3 29.8 29.3 32.3 30.5 32.8 30.3 30.3 29.6 31.4 28.4 29.7 30.9 29.4 30.4 29.2
Qu
TF
RF
1014 1032 978 724 801 694 742 679 757 770 783 671 732 755 760 656 600 109 661 419 694 701 706 712 666 694 343 648 635 689 709 602 666 51 679 724 745 722 712 635 719 770 727 719 727 742 714 701 760 729 745 795
30.87 30.92 30.84 30.76 30.80 30.70 30.87 30.85 30.85 30.85 30.84 30.80 30.88 30.86 30.73 30.79 30.81 30.81 30.71 30.82 30.84 30.86 30.85 30.93 30.72 30.82 30.81 30.66 30.68 30.84 30.87 30.81 30.76 30.75 30.76 30.80 30.81 30.79 30.77 30.89 30.82 30.91 30.81 30.81 30.78 30.85 30.73 30.79 30.83 30.77 30.81 30.77
1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
dQ 35 35 35 34 35 35 35 35 35 35 35 34 35 36 37 36 36 37 38 38 38 39 39 40 40 40 41 41 41 41 42 43 43 42 44 43 43 43 44 43 42 42 42 42 42 43 43 43 43 43 44 44
QR 0 0 3 9 1 18 0 3 0 0 0 7 0 0 0 7 6 10 2 3 1 0 1 0 13 0 13 1 1 0 0 5 0 7 0 0 0 4 3 5 0 0 1 2 2 1 7 1 0 7 0 0
QH 25 23 32 32 31 31 30 34 31 29 26 32 72 65 28 33 34 77 27 38 58 62 64 44 29 61 48 30 35 70 62 40 36 72 20 51 49 53 18 19 20 36 54 55 55 51 21 55 46 53 46 44
Q 868 880 879 873 875 861 866 864 868 874 883 878 841 811 819 815 812 761 770 767 747 723 698 694 692 671 651 661 666 637 617 614 621 584 607 599 594 580 602 621 644 649 636 621 607 599 614 600 598 581 578 578
KBDI 826 837 836 830 832 819 824 822 825 831 839 835 801 774 781 778 775 729 737 734 715 694 671 668 666 647 628 638 642 616 597 595 601 568 588 582 576 564 584 601 622 627 615 602 589 581 595 582 580 565 562 562
65
Lampiran 4. Tgl 02-Feb-10 03-Feb-10 04-Feb-10 05-Feb-10 06-Feb-10 07-Feb-10 08-Feb-10 09-Feb-10 10-Feb-10 11-Feb-10 12-Feb-10 13-Feb-10 14-Feb-10 15-Feb-10 16-Feb-10 17-Feb-10 18-Feb-10 19-Feb-10 20-Feb-10 21-Feb-10 22-Feb-10 23-Feb-10 24-Feb-10 25-Feb-10 26-Feb-10 27-Feb-10 28-Feb-10 01-Mar-10 02-Mar-10 03-Mar-10 04-Mar-10 05-Mar-10 06-Mar-10 07-Mar-10 08-Mar-10 09-Mar-10 10-Mar-10 11-Mar-10 12-Mar-10 13-Mar-10 14-Mar-10 15-Mar-10 16-Mar-10 17-Mar-10 18-Mar-10 19-Mar-10 20-Mar-10 21-Mar-10 22-Mar-10 23-Mar-10 24-Mar-10 25-Mar-10
Lanjutan R (mm)
Tmx (0C)
30.2 10.6 21.6 22.6 0.0 2.4 0.2 0.0 0.8 2.8 0.4 5.0 3.2 0.4 26.6 0.2 63.6 9.8 34.6 0.0 0.0 16.6 30.6 7.2 1.0 0.6 2.4 15.0 1.8 1.0 66.0 0.8 0.0 0.2 0.6 1.2 49.2 0.2 0.6 1.2 33.6 0.0 14.6 0.2 0.2 0.2 30.6 50.0 0.0 3.8 0.0 1.0
31.2 32.0 30.4 28.8 32.9 31.0 30.8 32.1 32.6 33.7 31.4 32.6 31.4 32.8 32.6 31.4 29.1 29.9 29.1 31.1 31.1 32.7 31.7 29.1 32.7 32.7 34.0 33.2 30.3 32.8 33.4 32.4 30.4 33.8 33.8 32.2 32.2 33.8 33.9 33.4 33.6 32.9 32.1 30.9 31.7 31.5 33.3 29.9 33.8 33.1 33.3 32.0
Qu
TF
RF
780 795 704 760 846 813 846 882 897 854 920 826 920 978 775 930 663 752 483 892 928 737 712 783 882 900 869 783 849 879 628 884 910 971 958 1011 513 943 1006 945 1001 803 767 940 991 1009 551 874 986 989 1014 1006
30.84 30.88 30.81 30.75 30.91 30.84 30.83 30.88 30.90 30.94 30.85 30.90 30.85 30.91 30.90 30.85 30.76 30.79 30.76 30.84 30.84 30.90 30.86 30.76 30.90 30.90 30.95 30.92 30.81 30.91 30.93 30.89 30.81 30.95 30.95 30.88 30.88 30.95 30.95 30.93 30.94 30.91 30.88 30.83 30.86 30.86 30.93 30.79 30.95 30.92 30.93 30.88
1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
dQ 44 44 44 44 45 45 44 44 44 44 43 43 42 42 42 42 41 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 42 42 42 42 43 42 43 42 42 42 43 43 43 42 42 42 42 42 42 42 42 42 41 41 40
QR 8 3 6 6 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 7 0 17 3 9 0 0 5 8 2 0 0 1 4 1 0 17 0 0 0 0 0 13 0 0 0 9 0 4 0 0 0 8 13 0 1 0 0
QH 43 36 48 55 36 43 40 35 31 27 32 30 30 25 41 33 58 45 50 39 32 36 47 41 30 37 31 37 42 38 41 39 46 35 34 28 70 41 34 34 32 44 41 41 35 31 36 33 21 23 22 25
Q 571 576 566 548 557 558 562 571 584 600 611 623 634 651 644 653 620 614 597 602 613 615 602 602 615 620 631 632 631 635 619 623 619 627 635 649 608 610 619 627 629 627 624 626 634 644 642 638 660 677 696 711
KBDI 555 560 551 535 543 543 548 556 567 582 592 603 613 629 622 630 600 595 580 584 594 595 584 584 595 600 610 611 610 614 599 603 599 606 614 627 589 591 599 607 609 607 604 606 613 622 620 617 636 652 670 683
66
Lampiran 4. Tgl 26-Mar-10 27-Mar-10 28-Mar-10 29-Mar-10 30-Mar-10 31-Mar-10 01-Apr-10 02-Apr-10 03-Apr-10 04-Apr-10 05-Apr-10 06-Apr-10 07-Apr-10 08-Apr-10 09-Apr-10 10-Apr-10 11-Apr-10 12-Apr-10 13-Apr-10 14-Apr-10 15-Apr-10 16-Apr-10 17-Apr-10 18-Apr-10 19-Apr-10 20-Apr-10 21-Apr-10 22-Apr-10 23-Apr-10 24-Apr-10 25-Apr-10 26-Apr-10 27-Apr-10 28-Apr-10 29-Apr-10 30-Apr-10 01-May-10 02-May-10 03-May-10 04-May-10 05-May-10 06-May-10 07-May-10 08-May-10 09-May-10 10-May-10 11-May-10
Lanjutan R (mm)
Tmx (0C)
0.0 0.0 39.0 4.0 4.8 2.6 6.6 2.4 8.8 12.0 37.0 53.8 33.0 5.8 0.0 0.0 96.6 10.4 3.8 0.0 5.0 23.8 0.2 23.4 0.2 23.8 0.2 0.4 0.2 0.0 24.8 0.0 0.2 11.2 0.2 0.2 0.0 3.8 4.2 2.4 0.2 0.8 1.6 0.6 3.0 0.0 5.0
33.5 33.8 31.3 33.3 33.2 32.9 32.6 32.8 32.1 33.3 30.4 31.2 31.9 32.5 31.2 30.2 34.2 33.3 31.9 33.6 33.4 29.2 33.2 31.4 33.5 32.8 33.3 32.4 33.4 33.3 34.0 33.1 33.7 31.7 32.9 34.1 31.1 32.7 33.9 34.0 32.8 34.0 34.1 33.8 33.3 32.4 33.8
Qu
TF
RF
1044 1070 976 1034 981 976 989 1004 956 961 879 844 620 859 892 902 208 638 706 821 826 722 1316 1075 1103 940 889 983 1050 1078 895 1037 1088 694 1032 1060 1105 1113 1052 1032 1131 1161 1151 1177 1151 1189 1141
30.94 30.94 30.85 30.93 30.92 30.91 30.90 30.91 30.88 30.93 30.81 30.84 30.87 30.89 30.84 30.80 30.96 30.93 30.87 30.94 30.93 30.77 30.92 30.85 30.93 30.91 30.93 30.89 30.93 30.93 30.95 30.92 30.94 30.86 30.91 30.96 30.84 30.90 30.95 30.95 30.91 30.95 30.96 30.95 30.93 30.89 30.95
1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
dQ 40 39 38 39 38 38 38 38 38 38 38 38 39 39 40 40 40 43 43 44 45 45 46 47 48 48 49 49 49 50 50 51 51 51 51 51 51 50 50 49 49 48 48 47 46 46 45
QR 0 0 11 1 1 1 2 1 2 3 10 14 9 2 0 0 24 3 1 0 1 7 0 6 0 7 0 0 0 0 7 0 0 3 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1
QH 19 19 29 30 26 31 36 34 34 33 40 41 56 45 44 42 102 71 73 57 61 73 58 66 55 66 64 58 60 53 73 58 46 58 51 42 30 30 34 36 29 29 30 26 33 26 31
Q 732 752 751 759 769 775 776 779 780 781 769 751 725 718 714 711 625 593 562 550 532 497 485 460 452 427 411 403 392 389 359 352 357 347 347 355 376 395 410 423 443 461 479 500 512 532 544
KBDI 702 720 720 727 736 742 742 744 745 747 735 720 696 689 686 683 604 576 548 536 520 488 478 454 447 425 410 403 393 390 363 357 361 352 351 359 378 396 409 421 439 456 472 491 502 520 531
67