SISTEM PENGAWASAN PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) PADA KANTOR PERTANAHAN KOTA TEGAL Tegar Indit Priambodo, Hesti Widianti, Novian Ardyansyah Yusuf DIII Akuntansi Politeknik Harapan Bersama Jln. Mataram No.09 Tegal Telp/Fax (0283) 352000 ABSTRAK Tegar Indit Priambodo, Program Studi Akuntansi Politeknik Harapan Bersama, Sistem Pengawasan Bea perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) Pada Kantor Pertanahan Kota Tegal. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai sistem pengawasan pembayaran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan yaitu apa aja fungsi yang terkait, dokumen yang digunakan, jaringan prosedur yang membentuk sistem pengawasan pembayaran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan digunakan dan pengendalian intern yang digunakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sistem pengawasan pembayaran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan Kantor Pertanahan Kota Tegal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pengawasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) pada Kantor Pertanahan Kota Tegal sudah cukup baik karena pengawasan pembayaran bukan hanya satu bagian saja jadi kesalahan atau penyalahgunaan dapat diminimalisasi. Suatu sistem sangat berpengaruh terhadap penyelesaian pembayaran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan perlu disosialisasikan agar dalam pembayaran pajak yang menggunakan asas self assessment ini tingkat kesalahan bisa diminimalisasi. Kata Kunci: Sistem Pengawasan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan.
A. Pendahuluan Tujuan nasional yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, sejahtera lahir dan batin, meliputi berbagai aspek kehidupan. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dilakukan pembangunan yang melibatkan pemerintah dan seluruh potensi masyarakat secara terpadu dan berkesinambungan. Pembangunan akan berjalan lancar jika didukung sumber daya alam dan sumber pendanaan atau keuangan yang memadai. Dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 disebutkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Dari ketentuan diatas dapat diketahui bahwa pada hakikatnya negara menguasai kekayaan alam untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf kehidupan rakyat dalam berbagai sektor kehidupan antara lain kebutuhan akan papan, sandang, pangan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya. Sumber keuangan negara berasal dari berbagai sektor pendapatan, diantaranya adalah dari pajak, yang merupakan kewajiban masyarakat sebagai warga negara guna menunjang pembangunan. Pajak menurut
Mardiasmo (2011:1) “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum” (dalam Swadari Handayani :2007). Tanah sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup manusia sebagai tempat tinggal dan lahan usaha, disamping itu tanah juga banyak memberikan manfaat ekonomis bagi pemiliknya dan merupakan salah satu alat investasi yang sangat menguntungkan. Oleh karena itu adalah wajar apabila bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan diwajibkan menyerahkan sebagian nilai ekonominya kepada negara melalui pembayaran pajak, dalam hal ini pajak yang dimaksud adalah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pada masa lalu dikenal adanya Bea Balik Nama yaitu biaya yang dipungut atas setiap perjanjian pemindahan hak atas harta tetap yang ada di wilayah Indonesia, termasuk juga peralihan harta karena hibah wasiat yang ditinggalkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal terakhir di Indonesia yang diatur dalam Ordonansi Bea Balik Nama Staarsblad 1924 Nomor 291. Adapun dasar hukum pemungutan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB) ini adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997, sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sebagai salah satu sumber pendapatan negara, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) mempunyai peran yang besar bagi pembangunan daerah. Adapun penggunaan dana dari hasil penerimaan BPHTB ini dibagi untuk pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan daerah dengan perimbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk pemerintah daerah. Dari hasil penerimaan daerah sebesar 80% tersebut, dibagi untuk provinsi dan kabupaten/kota dengan perimbangan 16% untuk provinsi dan 64% untuk kabupaten/kota pengahasil BPHTB. Dari hasil penerimaan BPHTB ini diarahkan untuk pembangunan daerah, khususnya untuk mendukung perkembangan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab, dalam rangka mendukung perkembangan ekonomi daerah dan mendorong masyarakat untuk memenuhi kewajiban perpajakannya, sebagai cermin peran serta masyarakat dalam pembangunan di daerah. Sistem adalah sekelompok unsur yang erat berhubungan satu dengan lainnya, yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan istilah pengawasan dikenal dan dikembangkan dalam ilmu manajemen, karena memang pengawasan ini merupakan salah satu unsur dalam kegiatan pengelolaan. Wajarlah apabila pengertian tentang istilah ini lebih banyak diberikan oleh ilmu manajemen dari pada ilmu hukum, Pengawasan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan yang semesti atau tidak, dapat disimpulkan bahwa pengawasan adalah kegiatan untuk menilai suatu pelaksanaan tugas secara de facto, sedangkan tujuan pengawasan hanyalah terbatas pada pencocokan apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan tolok ukur yang telah ditentukan sebelumnya (dalam hal ini suatu rencana). Dengan demikian dalam kegiatan pengawasan tidak terkandung kegiatan yang bersifat korektif ataupun pengarahan, tapi sesuai dengan sistem yang ada. Pengawasan terhadap perbuatan aparat pemerintah dapat dilakukan oleh sesama aparat pemerintah atau aparat lain diluar tubuh
eksekutif secara fungsional, dapat pula dilakukan oleh kekuasaan kehakiman. Secara skematis, pengawasan ini dapat dibedakan dalam 2 (dua) jenis, yakni: Pengawasan administratif yang bentuk pengawasan melekat pada pengawasan fungsional dan Pengawasan oleh kekuasaan kehakiman, baik secara keperdataan maupun secara administratif. Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tegal merupakan kantor intansi yang salah satu tugasnya berfungsi sebagai Pengawasan pemungutan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Dalam rangka penyelenggaran pemerintah daerah khususnya Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Daerah (DPPKAD) selaku pengeloalaan sumber pendapatan daerah berupa pajak negara hasil pemungutan dan Badan Pertanahan (BPN) Kota Tegal selaku tempat pengawasan harus lebih optimal dalam pengelolaan dan pengawasan sumber-sumber pendapatan tersebut yang seharusnya diharapkan dapat dilakukan tanpa hambatan tapi melalui sosialisasi, tata cara pemungutan, memperkecil jumlah tunggakan. Berdasarkan latar belakang diatas maka mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian dengan judul “Sistem Pengawasan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) pada Kantor Pertanahan Kota Tegal “. B. Landasan Teori Pengertian Pajak Mardiasmo (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut berdasarkan normanorma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Jadi, Pajak merupakan hak prerogatif pemerintah, iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung berdasarkan undang-undang. Fungsi dan Jenis Pajak a. Fungsi Pajak 1). Fungsi Anggaran (Budgetair) Pajak berfungsi sebagai alat untuk menarik dana dari masyarakat atau sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaranpengeluarannya. 2). Fungsi Mengatur (Regulation)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang social dan ekonomi. b. Jenis Pajak Secara umum pajak dapat dibagi menjadi dua jenis: 1). Berdasarkan Golongan a). Pajak Langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan kepada pihak atau orang lain, misalnya Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). b). Pajak Tidak Langsung yaitu pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak atau orang lain, misalnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Pembangunan (PP-1). 2). Berdasarkan Sifat a). Pajak Subyektif yaitu pajak yang berkaitan erat dengan keadaan masing masing orang atau pribadi selaku subyek, besarnya pajak sangat dipengaruhi oleh keadaan wajib pajak, misal Pajak Penghasilan (PPh). b). Pajak Obyektif yaitu pajak yang berkaitan erat dengan obyek pajak, sehingga besar pajak tergantung kepada obyek tanpa dipengaruhi keadaan subyek, misal Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Cukai Rokok, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 3). Berdasarkan Lembaga Pemungutan a). Pajak Pusat atau Pajak Negara yaitu pemungutan pajak oleh aparat pemerintah pusat sebagai sumber devisa negara, missal Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN), Bea Meterai. b). Pajak Daerah yaitu pemungutan pajak oleh aparat pemerintah daerah sebagai sumber pendapatan daerah, misal: Pajak Kendaraan Bermotor (Pajak Propinsi dan Kabupaten atau Kota), Pajak Pembangunan I (Pajak Kabupaten dan Kota), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Ada beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan hak kepada negara untuk memungut pajak, antara lain : a. Teori Asuransi Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda dan hak-hak rakyat, oleh karena itu membayar pajak diibaratkan suatu premi asuransi yang harus dibayar untuk memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
b. Teori Kepentingan Pembagian beban pajak masyarakat didasarkan pada kepentingan masing- masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, semakin besar pajak yang harus dibayar. c. Teori Daya Pikul Beban pajak yang sesuai daya pikul masingmasing orang, untuk mengukur daya pikul dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan seseorang. d. Teori Bakti Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negara. Sebagai warga negara yang berbakti pada negara, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban. e. Teori Daya Beli Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya Negara akan menyalurkannya kembali untuk masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan masyarakat lebih diutamakan. Dalam melakukan pemungutan pajak dapat dilakukan dengan beberapa sistem yaitu: a. Official Assessment System Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan kepada pemerintah (fiscus) untuk menentukan besar pajak terutang yang menjadi tanggung jawab wajib pajak. Ciriciri dalam sistem ini antara lain: 1). Wewenang menentukan besar pajak terutang ada pada pemerintah, sedangkan wajib pajak bersifat pasif. 2). Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak dari pemerintah, misal PBB, PKB. b. Self Assessment System Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besar pajak terutang. Sistem ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1). Wewenang menentukan besar pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri. 2). Melalui sistem ini wajib pajak dimungkinkan untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri besar pajak terutang berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, misal : PPh , BPHTB. c. With Holding System
Yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiscus dan bukan wajib pajak) untuk menentukan besar pajak yang terutang oleh wajib pajak. Sistem ini mempunyai ciri-ciri wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga (pihak selain fiscus dan wajib pajak). Pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Pengertian BPHTB Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 yang telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), bahwa yang dimaksud dengan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan pajak yang harus dibayar sebagai akibat dari diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan yang meliputi : hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun dan hak pengelolaan. C. Metode Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di bagian HTPT ( Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah ) pada Kantor Pertanahan Kota Tegal yang beralamatkan di Jalan Hangtuah No. 13 Kota Tegal Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Sumber Data Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung seperti tugas dan wewenang, struktur organisasi, fungsi yang terkait, dokumen yang digunakan dalam sistem pengawasan pembayaran BPHTB Data Sekunder yaitu data yang diproleh secara tidak langsung, seperti laporan penelitian terdahulu, dokumen lainnya yang mendukung penelitian seperti dasar hukum BPHTB Metode Analisis Data Pada prinsipnya metode analisa data digunakan untuk mengelola data dengan menggunakan metode untuk menarik kesimpulan. Menurut Sugiyono (2003:14) Deskriptif Kualitatif merupakan Analisa data yang berbentuk kata, skema dan gambar. Pada Penelitian ini peneliti menggunakan deskriptif
kualitatif yaitu analisis yang tidak didasarkan pada perhitungan statistik yang berbentuk angka, dengan cara membandingkan antara teori dengan fakta yang terjadi dalam perusahaan mengenai sistem pengawasan pembayaran bea perolehan hak atas tanah (BPHTB) pada Kantor Pertanahan Kota Tegal. D. Hasil Dan Pembahasan Sistem Pengawasan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) pada Kantor Pertanahan Kota Tegal Unsur- unsur yang terkait a. Fungsi yang terkait Sistem Pengawasan oleh pejabat yang berwenang Undang Undang BPHTB menentukan beberapa pejabat yang berwenang dalam pemenuhan ketentuan BPHTB atas suatu perolehan hak atas tanah dan bangunan. Pejabat tersebut ditunjuk karena kewenangannya dalam pembuatan akta dan pengesahan terjadinya perolehan hak. Adapun pejabat tersebut adalah : 1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Fungsi ini berkewajiban untuk memastikan bahwa pembayaran BPHTB yang terutang sudah dilunasi oleh wajib pajak dengan memperlihatkan bukti Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSB), barulah pembuatan dan penandatanganan akta tersebut dapat dilaksanakan. 2. Pejabat Lelang Fungsi ini berwenang menerbitkan Akta Pemindahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. 3. Pejabat Pertanahan Para pejabat ini diberi kewenangan untuk memeriksa apakah BPHTB terutang sudah dibayar oleh pihak yang memperoleh hak sebelum ia menandatangani dokumen yang berkenaan dengan perolehan hak dimaksud. Ketentuan ini harus dipatuhi karena apabila terjadi pelanggaran pejabat bersangkutan diberi sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Dokumen yang digunakan Dokumen yang digunakan dalam sisstem pengawasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) pada Kota Tegal adalah sebagai berikut : 1.Kendali Berkas Kendali berkas digunakan untuk mencatat berkas masuk dari pemohon. (Lampiran 1) 2. Kwitansi
Kwitansi digunakan untuk mencatat bukt pembayaran pembuatan hak dan sebagai bukti untuk pengambilan hak, bilamana hak/ sertifikat sudah jadi. (Lampiran 2) 3. Surat Perintah Setor Surat perintah setor digunakan sebagai Tanda Terima Dokumen yang berisi jumlah biaya yang harus dibayar dan bukti telah diterimanya pendaftaran dari Kantor Pertanahan untuk pemohon (Lampiran 3) 4. Tanda Terima Dokumen c. Prosedur Jaringan yang membentuk sistem pengawasan pembayaran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. 1. Pemohon datang mengisi data dari pihak Kantor Petanahan, selanjutnya menyerahkan syarat-syarat / warkah yang telah ditandatangani PPAT, dan diserahkan ke Loket. 2. Petugas Loket mengecek data dan syaratsyarat yang di bawa pemohon dengan isi yang lengkap. 3. Apabila tidak lengkap berkas masuk akan dibebankan kembali kepada pemohon atau yang dikuasakan (PPAT). 4. Apabila lengkap berkas masuk akan diteruskan ke bagian selanjutnya. 5. Proses Pembuatan Hak atau Sertipikat. d. Pengendalian Intern Sistem Pengawasan Pembayaran BPHTB 1. Pengendalian intern digunakan untuk menghindari kecurangan dalam pelaksanaan pemungutan BPHTB. 2. Adanya kualitas sumber daya manusia yang berkualitas dibidang pengawasan dalam memeriksa berkas/ warkah yang dijadikan syarat dalam pembuatan hak/ sertipikat, sehingga tidak adanya pekerjaan yang berganda saat masuk ke tahap berikutnya. 3. Adanya sistem pengawasan antar bagian/ seksi yang menangani berkas masuk sehingga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan saat berkas masuk ke tahap berikutnya. 4. internal check, yaitu prosedur-prosedur mekanisme untuk memeriksa ketelitian datadata administrasi seperti mencocokkan penjumlahan horisontal dengan penjumlahan vertikal, apakah jumlah pajak uang dibayarkan sesuai dengan aturan yang ditentukan atau tidak. 5. Verifikasi atas bukti pembayaran BPHTB dengan tujuan a. Mencocokkan NOP yang dicantumkan dalam SSPD BPHTB dengan NOP yang tercantum dalam fotokopi SPPT atau bukti bukti pembayaran PBB lainnya
b. Mencocokkan NJOP bumi per meter persegi yang dicantumkan dalam SSPD BPHTB dengan NJOP bumi per meter persegi pada basisi data PBB. c. Mencocokkan NJOP bangunan per meter persegi yang dicantumkan dalam SSPD BPHTB dengan NJOP bangunan per meter persegi pada basisi data PBB. d. Meneliti kebenaran perhitungan BPHTB terutang yang meliputi dasar pengenaan (NPOP/NJOP), NPOPTKP, tariff pengenaan atas objek tertentu, BPHTB terutang yang harus dibayar. e. Meneliti kebenaran perhitungan BPHTB yang disetor, termasuk besarnya pengurangan yang dihitung sendiri. E. Kesimpulan
Dari hasil penelitian di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a. Fungsi yang terkait Sistem Pengawasan oleh pejabat yang berwenang Undang Undang BPHTB menentukan beberapa pejabat yang berwenang dalam pemenuhan ketentuan BPHTB atas suatu perolehan hak atas tanah dan bangunan. Pejabat tersebut ditunjuk karena kewenangannya dalam pembuatan akta dan pengesahan terjadinya perolehan hak. Adapun pejabat tersebut adalah : 1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) 2. Pejabat Lelang. 3. Pejabat Pertanahan b. Dokumen yang digunakan Dokumen yang digunakan dalam sisstem pengawasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) pada Kota Tegal adalah sebagai berikut : 1. Kendali Berkas 2. Kwitansi 3. Surat Perintah Setor 4. Tanda Terima Dokumen, meliputi : 1. Sertipikat Hak Tanah 2. Akta Jual Beli 3. Fotokopi Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) 4. Surat Permohonan 5. Fotokopi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 6. Surat Setoran Pajak 7. Fotokopi KTP Pemohon (bila dikuasakan)
8. Fotokopi KTP pemilik Hak. c. Verifikasi atas bukti pembayaran BPHTB a. Mencocokkan NOP yang dicantumkan dalam SSPD BPHTB dengan NOP yang tercantum dalam fotokopi SPPT atau bukti bukti pembayaran PBB lainnya b. Mencocokkan NJOP bumi per meter persegi yang dicantumkan dalam SSPD BPHTB dengan NJOP bumi per meter persegi pada basis data PBB. c. Mencocokkan NJOP bangunan per meter persegi yang dicantumkan dalam SSPD BPHTB dengan NJOP bangunan per meter persegi pada basis data PBB. d. Meneliti kebenaran perhitungan BPHTB terutang yang meliputi dasar pengenaan (NPOP/NJOP), NPOPTKP, tarif pengenaan atas objek tertentu, BPHTB terutang yang harus dibayar.
e. Meneliti kebenaran perhitungan BPHTB yang disetor, termasuk besarnya pengurangan yang dihitung sendiri. Daftar Pustaka [1] http://www.journal.uny.ac.id, diakses 15 Februari 2014 [2] SK DIR BI No.31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 Tentang Kualitas Aktiva Produktif. [3] Surat Edaran Bank Indonesia No. 30/3/UPBB tanggal 30 April 1997 Tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. [4] Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No.30/12/KEP/DIR/1997 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat. [5] Taufik, Dharnaeny. (2012). Analisis Penilaian Kesehatan BPR Hasa Mitra Dengan Metode Camel. Skripsi. FE Universitas Hassanudin, Makasar. 107 hal. http://www.journal.unhas.ac.id, diakses 15 Februari 2014