SISTEM NAFKAH BERKELANJUTAN PADA RUMAH TANGGA (Kasus Daerah Lingkar Tambang PT Arutmin Indonesia Desa Dukuhrejo, Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan)
SITI ANISAH MAEMONAH I34080145
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
ABSTRACT SITIANISAH MAEMONAH, Sustainable Livelihood Systems of Households. (Case in Mine PT Arutmin Indonesia Area on the Village Dukuhrejo, Subdistrict Mantewe, Distric Tanah Bumbu South Kalimantan). (Supervised by SOERYO ADIWIBOWO) The purpose of this study was to determine the household livelihood strategy in the village of Dukuhrejo. In addition, to find out how far activities of the respondent can build sustainable livelihood systems for households in the village of Dukuhrejo. This study uses a quantitative approach that is supported by qualitative data. Quantitative data obtained through a questionnaire to 40 household activities who were respondents in this study. While the qualitative approach was done through observation, dept interviews, and search related documents or literary study. The sources of livelihoods were found in the village Dukuhrejo. That are cultivation of agriculture dry land, logging in the forest, oil palm, stall of business, coal mining, informal sector trade, construction services, and education services. That are giving the impacts or the influence of the structure a living community of Dukuhrejo village. The livelihood strategies were used with the household in the village of Dukuhrejo that are single livelihood and straddle activity (dual livelihood and multi livelihood). Looking the fact that happens in the village of Dukuhrejo on the activities of logging in the forest and coal mining in the framework of sustainable livelihood systems was lead to unsustainable livelihood. Because of that livelihood depend on the availability. The physical landscape and water system in the local area has been changed. The most evident impact was felt in the community of Dukuhrejo village were water pollution (especially turbidity) and floods in the rainy season. Key words: livelihood strategies, sources of livelihoods , and sustainable livelihood.
RINGKASAN SITI ANISAH MAEMONAH. Sistem Nafkah Berkelanjutan pada Rumah Tangga (Kasus Daerah Lingkar Tambang PT Arutmin Indonesia Desa Dukuhrejo, Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan) (di bawah bimbingan SOERYO ADIWIBOWO). Desa Dukuhrejo merupakan daerah transmigrasi yang arealnya relatif luas, terletak di pedalaman, dikelilingi oleh kawasan tambang batubara dan kawasan hutan. Sejarah desa mencatat bahwa 15 tahun yang lalu masyarakat Desa Dukuhrejo menggantungkan hidupnya pada bidang pertanian. Akan tetapi kemudian bergeser menjadi penebang kayu hutan dan penambang batubara, yang mengakibatkan eksploitasi pada sumberdaya tambang dan hutan bergeser menjadi nafkah utama penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur nafkah rumah tangga Desa Dukuhrejo terkait dengan sumber nafkah yang ada, mengetahui strategi nafkah rumah tangga Desa Dukuhrejo terkait dengan struktur nafkah yang ada, serta untuk menelaah keberlanjutan nafkah rumah tangga Desa Dukuhrejo terkait dengan sumber, struktur, dan strategi nafkah yang terjadi.
Untuk menjawab
permasalahan tersebut digunakan metode penelitian kuantitatif dengan kuesioner didukung dengan data kualitatif melalui observasi, wawancara mendalam, dan penulusuran dokumen yang terkait dengan pembahasan. Pendekatan kuantitatif ditujukan untuk 40 responden yang diperoleh dengan metode purposive (secara sengaja) yaitu dengan memilih secara sengaja 40 rumah tangga yang bekerja sebagai petani, penebang kayu hutan, dan penambang batubara dari 300 kerangka sampling. Hasil penelitian menunjukkan ada delapan sumber nafkah rumah tangga responden Desa Dukuhrejo sekarang ini adalah bekerja sebagai petani lahan kering, penebang kayu hutan, penambang batubara, pengusaha warung, pekerja perkebunan, pedagang sayur, buruh bangunan, dan guru TK (Taman Kanakkanak). Dari 40 responden yang diteliti sebanyak 42,5 persen sepenuhnya mengandalkan nafkah dari on farm (penebangan kayu hutan, pertanian lahan kering, dan perkebunanan kelapa sawit). Adapun yang sepenuhnya mengandalkan
nafkah dari off farm (penambangan batubara) hanya satu orang responden. Sementara sisanya mengandalkan hidupnya dari kombinasi dual nafkah dan multi nafkah dari on farm dan off farm. Strategi nafkah yang dilakukan oleh responden Desa Dukuhrejo terdiri atas strategi nafkah tunggal, strategi nafkah ganda, dan strategi nafkah multi. Lapangan pekerjaan budidaya pertanian lahan kering masih merupakan sandaran mata pencaharian responden Desa Dukuhrejo. Ada sebanyak 33 dari 40 responden rumah tangga Desa Dukuhrejo masih mengandalkan nafkah sebagai petani lahan kering. Namun bekerja di pertanian lahan kering tidak mampu mencukupi bagi kehidupan rumah tangga mereka. Sehingga untuk keberlanjutan kehidupan mereka harus melakukan berbagai aneka nafkah ganda atau multi. Hanya 7 responden yang tidak mengandalkan nafkah sebagai petani lahan kering. Mereka mengandalkan nafkah tunggal atau ganda pada beberapa lapangan pekerjaan. Diantaranya yakni penebangan kayu di hutan, penambangan batubara, usaha warung, perdagangan, dan jasa konstruksi untuk mempertahankan keberlanjutan hidup rumah tangga. Luas lahan garapan petani merupakan potensi atau modal dalam berusaha tani bagi rumahtangga yang bermata pencaharian sebagai petani. Akan tetapi yang terjadi di Desa Dukuhrejo semakin besar golongan luas tanah yang dikuasai oleh responden, semakin besar pula luas tanah yang tidak produktif. Sebagai contoh pada golongan luas tanah 2 sampai 3 ha luas tanah yang tidak produktif 1/3 dari luas total tanah yang dikuasai. Sedangkan pada golongan luas tanah 5 sampai 6 ha luas tanah yang tidak produktif mencapai separuh dari luas total tanah yang dikuasai. Strata pendapatan terjadi pada 40 responden yaitu, terdapat enam strata pendapatan. Persentase kontribusi pendapatan terendah terdapat pada kontribusi pendapatan nafkah sebagai petani lahan kering. Sedangkan persentase tertinggi pada kontribusi pendapatan rumah tangga terdapat pada nafkah sebagai penebang kayu dan penambang batubara yakni, tiga atau empat kali lebih besar dari pada responden yang bekerja sebagai petani lahan kering. Struktur dan strategi nafkah yang terjadi di Desa Dukuhrejo tersebut dapat dikatakan tergolong sebagai straddle activity yang mengandalkan pada ekstraksi
sumberdaya alam (hutan, tambang, dan lahan pertanian) dengan cara menggerakkan tenaga kerja rumah tangga untuk menjamin keberlanjutan nafkah rumah tangga. Perubahan sumber, struktur, dan strategi nafkah yang berubah dalam 15 tahun terakhir di Desa Dukuhrejo disebabkan karena dua hal utama. Pertama, surutnya kegiatan usaha HPH (Hak Pengusahaan Hutan) PT Kodeco mulai tahun 2000. Kedua, berkembangnya usaha-usaha penambangan batubara di areal konsesi IUP (Izin Usaha Pertambangan) PT Arutmin Indonesia Site Batulicin. Usaha penambangan batubara tersebut dilakukan oleh penambang batubara individu atau kelompok yang tidak mempunyai izin usaha namun bekerja di areal IUP PT Arutmin Indonesia. Penebangan kayu dan penambangan batubara menjadi daya tarik kuat yang dimanfaatkan para transmigran. Usaha tani lahan kering sudah tidak menjadi prioritas utama. Sumber nafkah dari prespektif hukum pada kegiatan usaha penebangan kayu dan penambangan batubara di Desa Dukuhrejo tergolong sebagai usaha yang ilegal. Namun demikian, kedua kegiatan usaha ini tetap menjadi daya tarik usaha karena memberikan kontribusi pendapatan pada rumah tangga yang lebih besar dari sebelumnya. Usaha penambangan batubara dan kegiatan eksploitasi hutan telah mengubah lanskap alam sekitar Desa Dukuhrejo. Beberapa tahun terakhir ini minimum sekali dalam setahun Desa Dukuhrejo rutin digenangi banjir. Usaha pertanian lahan kering dan pemukiman penduduk tergenang air hingga sekitar satu meter. Tampak jelas bahwa lanskap ekosistem hutan telah mengancam keberlanjutan usaha pertanian di Desa Dukuhrejo. Usaha penambangan batubara dan eksploitasi hutan juga telah mendorong meningkatkan konsumsi rumah tangga Desa Dukuhrejo. Akibat dari hal ini rumah tangga responden banyak yang terlibat dalam kredit barang-barang konsumsi seperti kredit motor, mesin cuci, baju, dan sebagainya. .
SISTEM NAFKAH BERKELANJUTAN PADA RUMAH TANGGA (Kasus Daerah Lingkar Tambang PT Arutmin Indonesia Desa Dukuhrejo, Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan)
SITI ANISAH MAEMONAH I34080145
SKRIPSI
Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini kami menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama : Siti Anisah Maemonah NRP
: I34080145
Judul : Sistem Nafkah Berkelanjutan Pada Rumah Tangga (Kasus Daerah Lingkar Tambang PT Arutmin Indonesia Desa Dukuhrejo, Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan) Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198 103 1 003
Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198 103 1 003 Tanggal Lulus Ujian:
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”SISTEM NAFKAH BERKELANJUTAN PADA RUMAH TANGGA (KASUS DAERAH LINGKAR TAMBANG PT ARUTMIN INDONESIA DESA DUKUHREJO, KECAMATAN MANTEWE, KABUPATEN TANAH BUMBU, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN)” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
DAN
TIDAK
MENGANDUNG
BAHAN-BAHAN
YANG
PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA BERTANGGUNG JAWAB AKAN PERNYATAAN INI.
Bogor, November 2012
Siti Anisah Maemonah I34080145
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Moch. Maemun Zubair dan Ibu Anis Masrifah. Penulis lahir di Rembang pada tanggal 14 Oktober 1989. Penulis menamatkan pendidikan SD Negeri I Kragan (1996-2002), SMP Negeri 1 Krgan (2002-2005), dan SMA Unggulan BPPT AL Fattah Lamongan (2005-2008). Kemudian pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswi Tingkat Persiapan Bersama (TPB), Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Prestasi Internasional dan Nasional (PIN) dan pada tahun 2009 diterima sebagai mahasiswi di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama di IPB, penulis tergabung dalam Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama IPB sebagai Bendahara periode 2008-2009. Kemudian penulis ikut bergabung pada BEM Fakultas Ekologi Manusia sebagai anggota divisi sosial dan lingkungan pada periode 2009-2010. Selanjutnya penulis menambah pengalaman dan kontribusinya dengan bergabung dalam Himpunan Mahasiswa Peminat Ekologi Manusia (IMPEMA) sebagai Ketua Divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia periode 2010-2011-2012. Penulis juga aktif mengikuti berbagai pelatihan, seminar, dan kepanitiaan dalam kegiatan internal IPB dan di luar IPB, terutama hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan. Penulis mendapatkan berbagai beasiswa selama kuliah di IPB seperti Beasiswa Prestasi, Supersemar, Kosgoro, dan BRI dengan periode beasiswa yang berbeda. Prestasi yang diperoleh peneliti selama studi di IPB antara lain: juara I penulisan artikel kategori topik perikanan Indonesia di IPB tahun 2008, juara I PKM Generation IPB bidang penelitian tahun 2008, penerima dana DIKTI untuk PKM pengabdian masyarakat tahun 2010, penerima dana Dikti PKM teknologi tahun 2011 dan finalis 20 besar climate smart leader 2010 bidang youth and biodeversity di tingkat nasional.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT pengatur dan pelancar segala urusan. Atas rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa shalawat dan salam terhaturkan ke hadirat Nabi Muhammad SAW utusan dan suri tuladan yang baik. Skripsi dengan judul “Sistem Nafkah Berkelanjutan pada Rumah Tangga (Kasus Daerah Lingkar Tambang PT Arutmin Indonesia Desa Dukuhrejo, Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan)” ini disusun sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Melalui skripsi ini, penulis mendeskripsikan tentang strategi nafkah rumah tangga dalam bidang pertanian dan non pertanian. Selain itu juga mendeskripsikan keberlanjutan sistem nafkah tersebut. Penulis mengharapkan bahwa penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi khasanah ilmu pengetahuan dan mampu dijadikan sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya. Semoga melalui penelitian ini penulis bisa berbagi kebaikan untuk banyak pihak dan mampu memberikan sumbangsih pemikiran bagi dunia pendidikan di Indonesia.
Bogor, November 2012
Penulis
xi UCAPAN TERIMAKASIH Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan karunia yang telah diberikannya-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-Nya skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Soeryo Adiwibowo selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan, informasi dan curahan waktu dan pikiran dalam pembuatan skripsi ini. Terimaksih atas bimbingannya. 2. Dr. Styawan Sunito dan Dr. Ir. Anna Fatchiya, MSi selaku dosen penguji utama dan dosen penguji wakil departemen yang telah memberikan kritik dan saran untuk melengkapi hasil skripsi ini. 3. Ibu dan bapak (Anis Masrifah dan Maemun Zubair), adikku Fadhilla, dan kakak-kakakku (Ubab, Ulfa, Syamsudin, Miftah, dan Syafi’i) yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis. 4. Kak Ardhiwijaya, kak Nuriska, kak Andi I, kak Putri, dan kak Turasih yang telah memberikan kritik, saran, dan dukungan kepada penulis hingga skripsi ini diselesaikan. 5. Bapak Aripin, Ibu Sutekmi, Mas Wawan, Fira, Vina, Dini, Pi’i, Merin, dan seluruh warga masyarakat Desa Dukuhrejo yang telah membantu, mendukung, dan memberikan keceriaan selama penelitian ini dilakukan. Terimaksih atas semua kebaikan dan kasih sayang yang telah diberikan. 6. Mas Ibnu Wahyu Hidayat selaku CDO PT Arutmin Indonesia yang telah membantu, mengarahkan, dan memberikan dukungan pada saat penelitian dilakukan sampai pada penulisan skripsi ini diselesaikan. 7. Masyarakat dan perangkat Desa Dukuhrejo yang telah banyak membantu memberikan informasi terkait penelitian ini. 8. Pak Edi, Pak Elmi, Pak Suwandi, dan Pak Zainuddin yang banyak membantu dan memberikan informasi serta memberikan kritik dan saran kepada penulis selama penelitian dilakukan.
xii 9. Bank BRI yang telah memberikan beasiswa selama penulis menjalankan pendidikan di Institut Pertanian Bogor dan PT Arutmin Indonesia yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. 10. Galih Riyadi teman satu peneitian, Dini dan Chika teman satu bimbingan yang selalu membantu dan memberikan semangat kepada penulis. 11. Semua anak kosan Jaika dan Puri Prasetya yang telah memberikan dukungan dan kebersamaan yang luar biasa kepada penulis. 12. Sahabat seperjuangan: Asgar, Andin, Ninda, Syakir, Nadia, Bejo, Shela, Dinda, Oji, Ahoung, Jabar, Giway, Keboth, Lina, Dhanti, dan Risna yang telah memberikan semangat dan keceriaan selama menempuh aktivitas di Departemen SKPM. Terimakasih atas kebersamaan . 13. Sahabat Edvand, Hasti, Viranti, Fadil, Nora, Arbay, Tomi, Yuan, Rista, Ami, Bayu, Ardini, dan Asa yang telah memberikan dukungan dan semangat. 14. Semua Teman-teman SMA: Nizam, Rois, Rizal, Faroha, Baihaqi, mama Rika, Dita, Ramdan, kak Rian, kak Mirzan, mbk Ipeh, dan mbk Fayik walaupun dari jauh selalu mendukung dan memberikan semangat kepada penulis. 15. Semua Teman-Teman SKPM 45 yang telah memberikan pengalaman, keceriaan, kebersamaan, dan perjuangan selama menjalani kuliah. 16. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan kerjasama selama pengerjaan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini dapat memberikan rmanfaat bagi banyak pihak, bagi khasanah ilmu pengetahuan, serta tanah kelahiran, bangsa, dan negara Republik Indonesia.
Penulis
xiii DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL.....................................................................................
xvi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................
xviii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................
xix
PENDAHULUAN.....................................................................................
1
Latar Belakang....................................................................................
1
Perumusan Masalah............................................................................
3
Tujuan penelitian................................................................................
4
Kegunaan penelitian...........................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................
5
Konsep Nafkah (Livelihood)…........................................................
5
Konsep Nafkah Berkelanjutan..........................................................
7
Teknik Rasionalitas Sistem nafkah...................................................
10
Karekteristik Rumahtangga Petani...................................................
11
Pendapatan Rumahtangga.................................................................
12
Dampak Pertambangan ....................................................................
13
Kerangka Pemikiran.........................................................................
14
Hipotesis...........................................................................................
15
Definisi Operasinal...........................................................................
16
PENDEKATAN LAPANG.......................................................................
19
Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................
19
Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data......................................
19
Teknik Pengambilan Sampel...........................................................
20
Teknik Pengolahan dan Analisis Data..............................................
21
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN....................................
22
Lokasi penelitian...............................................................................
22
1. Kondisi Geografis....................................................................
22
xiv 2. Jumlah Penduduk dan Mata Pencaharian…............................
23
3. Pendidikan…..……..................................................................
24
4. Sarana dan Prasarana………...................................................
25
5. Kondisi Sosial Masyarakat Desa Dukuhrejo………………………............................................
26
Pertambangan Batubara PT Arutmin Indonesia………………......
29
Pengusahaan Hutan PT Kodeco…. …….........................................
30
Karakteristik Responden..................................................................
31
1. Umur........................................................................................
31
2. Pendidikan Formal……..……………………………………
31
3. Jumlah Tanggungan..……………………………………….
32
4. Jumlah Persil dan Luas Lahan..…………………………......
33
5. Lama Tinggal…………………...…. ……..............................
34
SUMBER, STRUKTUR DAN STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA DESA DUKUHREJO……………………………………....
36
1. Sumber Lapangan Pekerjaan dan Struktur Nafkah Rumah Tangga………………………………………………………..
36
2. Strategi Nafkah Rumah Tangga Dukuhrejo……………………...................................................
38
3. Penguasaan dan Luas Tanah Rumah Tangga Responden Desa Dukuhrejo……...........................................................................
42
4. Pendapatan Rumah Tangga Responden………………………………………………........
45
KEBERLANJUTAN NAFKAH RUMAHTANGGA DESA DUKUHREJO………………………………………………………….
54
1. Perubahan Kondisi Lingkungan Fisik………………………..
54
2. Prospek Pemanfaatan Sumberdaya Alam………………...
57
xv PENUTUP.................................................................................................
61
Kesimpulan ......................................................................................
61
Saran ................................................................................................
62
DAFTAR PUSTAKA................................................................................
64
LAMPIRAN..............................................................................................
68
xvi DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5.
Tabel 6.
Tabel 7.
Tabel 8.
Tabel 9.
Tabel 10. Tabel 11.
Tabel 12.
Tabel 13.
Indikator Keberlanjutan Nafkah Menurut Cambell et al, Shivakoti, Shrestha (2003) dalam Mahdi et al (2009)…….
10
Luas Lahan Menurut Peggunaanya di Desa Dukuhrejo Tahun 2011…………………………………………...…...
23
Jumlah Penduduk Berdasarkan Daerah Asal Atau Suku Tahun 2011………………………………………………..
23
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Desa Dukuhrejo Tahun 2011……………………………………
24
Jumlah dan Persentase Responden Desa Dukuhrejo, Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan Tahun 2011…………………………
31
Jumlah dan Persentase Responden Desa Dukuhrejo Kalimantan Selatan Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2012..................................................................................
32
Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jumlah Tanggungan dalam Rumahtangga Desa Dukuhrejo Tahun 2012...................................................................................
33
Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jumlah Persil Lahan yang Dimiliki Rumahtangga Desa Dukuhrejo Tahun 2012.......................................................................
34
Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jumlah Luas Lahan yang Dimiliki Rumahtangga Desa Dukuhrejo Tahun 2012……...............................................................
34
Jumlah dan Persentase Responden Menurut Lama Tinggal di Desa Dukuhrejo Tahun 2012……………………..…....
35
Jenis Lapangan Pekerjaan dan Profesi Responden Rumah tangga Desa Dukuhrejo Tahun 2012………….…….......
37
Jumlah Responden Rumah tangga Desa Dukuhrejo Menurut Aneka Nafkah On farm dan Off Farm Tahun 2012………………………………………….……..…......
38
Jumlah Rumah Tangga Responden Menurut Aneka Strategi Nafkah Tahun 2012……………..…………….....
40
xvii Tabel 14.
Tabel 15.
Tabel 16.
Tabel 17.
Tabel 18.
Jumlah Rumah tangga Responden Petani Lahan Kering dan Responden Penebang Kayu dengan Aneka Nafkah, Desa Dukuhrejo Tahun 2012….........................................
41
Responden dengan Budidaya Pertanian Lahan Kering Sebagai Salah Satu Sumber Nafkah Menurut Golongan Luas Tanah yang Dikuasai Tahun 2012..…………….......
43
Responden dengan Usaha Penebangan Kayu Di Hutan dan Lapangan Pekerjaan Non Pertanian Menurut Golongan Luas Tanah yang Dikuasai Tahun 2012…………………..
43
Responden dengan Nafkah Tunggal di On farm dan Off Farm Menurut Golongan Luas Tanah yang Dikuasai Tahun 2012……………………………………………….
44
Jumlah Responden dengan Status Penguasaan Tanah Menurut Golongan Luas Tanah Tahun 2012…………….
45
Tabel 19.
Besar Pendapatan Responden Menurut Aneka Strategi Nafkah Rumah tangga Desa Dukuhrejo Tahun 2012 …...
47
Tabel 20.
Besar Pendapatan Responden Menurut Aneka Strategi Nafkah Rumah tangga, Desa Dukuhrejo, Rp/Rumah Tangga/Bulan Tahun 2012.…………………………….....
48
Besar Pendapatan Responden Nafkah Tunggal Rumah tangga, Desa Dukuhrejo, Rp/Rumah tangga/Bulan Tahun 2012……………………………………………………….
48
Tabel 21.
Tabel 22.
Penuturan Responden Terhadap Resiko Lingkungan Hidup di Desa Dukuhrejo Tahun 2012……………………
55
xviii DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Kerangka Pemikiran..................................................
15
Gambar 2.
Persentase Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Dukuhrejo Tahun 2011……………………………
25
Grafik Peresentase Pendapatan Responden Nafkah Ganda Tahun 2012……………………………......
49
Grafik Peresentase Pendapatan Responden Nafkah Multi Tahun 2012………………………………...
51
Gambar 5.
Peta Lokasi Penelitian Tahun 2012 ……………..
56
Gambar 6.
Peta Desa DukuhrejoTahun 2012………….……
56
Gambar 3. Gambar 4.
xix DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Peta Administrasi Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan………………….
67
Peta Kawasan Hutan Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan………………….
68
Peta Desa Dukuhrejo Kecamatan Mantewe Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan.............................................................
69
Foto Dokumentasi Penelitian Sistem Nafkah Berkelanjutan Pada Rumahtangga Desa Dukuhrejo Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan…………………………..
70
1. Kuesioner…………………………………
73
2. Panduan Pertanyaan Kualitatif…………..
82
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kekayaan sumberdaya alam senantiasa dibanggakan sebagai salah satu keunggulan komparatif bangsa, namun dewasa ini kebanggaan tersebut mulai dipertanyakan kesahihannya, seiring dengan eksploitasi sumberdaya alam yang dilakukan secara besar-besaran tanpa memperhatikan aspek lingkungan dan keberlanjutannya. Tanpa sumberdaya alam yang terjaga dengan baik, tentu upaya pencapaian keunggulan kompratif bangsa akan mustahil terjadi. Oleh sebab itu kesejahteraan di desa atau daerah dapat dilakukan melalui pendekatan penilaian terhadap tersedianya stok volume sumberdaya alam di suatu daerah atau desa tersebut. Desa sesungguhnya memiliki fungsi sebagai tempat tinggal (menetap) dari sekelompok masyarakat yang relatif kecil. Dengan kata lain, masyarakat desa memiliki keterkaitan warganya terhadap suatu wilayah tertentu. Keterkaitan terhadap wilayah ini, disamping untuk tempat tinggal, juga untuk menyangga kehidupan mereka. Pengelolaan dan penentuan SDA memiliki beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu efisiensi dan efektifitas pemanfaatan secara optimal sesuai dengan daya dukung lingkungan, tidak mengurangi potensi dan kelestarian sumberdaya lain yang berkaitan dengan suatu ekosistem, serta memberikan kemungkinan alternatif pemanfaatan di masa depan sehingga ekosistem tidak dirombak secara drastis (Nugraheni 2010). Hal ini penting, sebab SDA memiliki kemampuan untuk dipergunakan sesuai kapasitas daya dukungnya sehingga pemanfaatannya perlu dilakukan secara bijaksana agar memberikan manfaat secara seimbang dan berkelanjutan bagi kehidupan manusia. Menurut Hasyim (2007) secara alamiah keberadaan deposit sumberdaya tambang dan hutan selalu berinteraksi dan kait-mengkait dalam lingkungan habitatnya sendiri, seperti tanah, air, dan tumbuh-tumbuhan. Untuk itu salah satu faktor mendasar yang tidak bisa dihindarkan pada saat dilakukan eksploitasi deposit tambang dan hutan tersebut adalah terjadinya kerusakan lingkungan. Apabila melewati ambang batas terpulihkan akan berakibat pada kerusakan permanen dengan akibat terjadinya degraasi lingkungan yang permanen.
2 Desa Dukuhrejo merupakan daerah transmigrasi yang arealnya relatif luas, terletak di pedalaman, dikelilingi oleh kawasan tambang batubara dan kawasan hutan. Sejarah desa mencatat bahwa 15 tahun yang lalu masyarakat Desa Dukuhrejo menggantungkan hidupnya pada bidang pertanian. Akan tetapi kemudian bergeser menjadi penebang kayu hutan dan penambang batubara, yang mengakibatkan eksploitasi pada sumberdaya tambang dan hutan bergeser menjadi nafkah utama penduduk. Sumber nafkah dari perspektif hukum, warga Desa Dukuhrejo (dan juga warga desa lain yang masuk ke wilayah ini) tidak memiliki legalitas untuk melakukan aktivitas penebangan kayu dan penambangan batubara. Berdasarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diterbitkan oleh pemerintah pusat kawasan pertambangan tersebut milik PT Arutmin Indonesia Site Batulicin. Sedangkan kawasan hutan pada aktivitas penebangan kayu hutan termasuk kedalam HPH PT Kodeco. Akibatnya sumberdaya alam di wilayah ini menjadi sumberdaya alam yang bersifat bebas akses (open access resource). Hal ini berakibat keberlanjutan nafkah warga desa menjadi terancam sebagai akibat susutnya secara drastis sumberdaya hutan dan tambang. Perubahan ini tentu saja disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah tuntutan bertahan hidup dan pilihan-pilihan nafkah yang secara rasional akan mendukung kebutuhan kehidupan rumah tangga Desa Dukuhrejo. Pada saat yang sama, setiap individu rumah tangga juga membangun berbagai strategi yang diperlukan untuk membawa pada mata pencaharian anggotanya, terutama dalam menghadapi kesulitan, ketidakpastian ekonomi, dan bersiap-siap untuk setiap keadaan darurat (Mukbar 2009). Boleh dikatakan rumah tangga di Desa Dukuhrejo menerapkan strategi nafkah yang berbeda antara satu dengan yang lain. Strategi nafkah rumah tangga ini bersifat spesifik tergantung pada kondisi ekologi, sosio-kultural, dan transformasi ekonomi yang dihadapi. Oleh karena itu, strategi mata pencaharian pada lokasi tertentu dalam arti yang berbeda daerah menyediakan masyarakat dengan kemungkinan-kemungkinan yang berbeda untuk melakukan tindakan kelangsungan hidup. Konsep berbagai strategi mata pencaharian dapat dipahami sebagai beragam tindakan ekonomi yang berorientasi terhadap kebutuhan yang kompleks
3 dan saling terkait, mulai dari memanipulasi sumberdaya alam menggunakan teknik-teknik khusus sampai membangun mekanisme mengatur kelembagaan pada tingkat yang berbeda dari sistem sosial masyarakat (Purnomo 2006). Dengan kata lain, penghidupan dapat dipahami sebagai ketahanan untuk menunjang pemulihan atau perbaikan dari goncangan atau tekanan, kemampuan memelihara atau meningkatkan aset, dan ketahanan menyediakan peluang penghidupan untuk menyokong manfaat penghidupan yang lebih baik (Chambers & Conway 1991 dalam Mukbar 2009). Perumusan Masalah Pergeseran nafkah dari pertanian ke usaha yang bersifat ekstraktif (hutan dan tambang) membawa pengaruh besar terhadap keberlanjutan mata pencaharian penduduk Desa Dukuhrejo. Terlebih kedua sumberdaya alam tersebut (hutan dan tambang) diakses secara terbuka oleh berbagai pihak. Sehingga besar kemungkinan akan terjadi fenomena tragedy of the common, dimana tidak hanya sumberdaya hutan dan tambang yang akan mengalami degradasi ekologi tetapi sendi-sendi kehidupan warga desa yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya tersebut juga akan runtuh. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mendalami: 1. Bagaimana struktur nafkah rumah tangga Desa Dukuhrejo saat ini terkait dengan sumber nafkah yang ada? 2. Bagaimana strategi nafkah rumah tangga Desa Dukuhrejo terkait struktur nafkah yang ada? 3. Sejauh mana keberlanjutan strategi nafkah warga desa Dukuhrejo di masa mendatang terkait sumber, struktur, dan strategi nafkah yang terjadi?
4 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian adalah: 1. Menggali informasi struktur nafkah rumah tangga Desa Dukuhrejo terkait dengan sumber nafkahnya. 2. Menggali informasi strategi nafkah rumah tangga Desa Dukuhrejo terkait dengan struktur nafkah yang terjadi. 3. Menelaah keberlanjutan nafkah rumah tangga masyarakat Desa Dukuhrejo di masa mendatang terkait dengan sumber, struktur, dan strategi nafkah yang terjadi. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai pihak, diantaranya adalah: 1. Akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan literatur untuk kajian lebih lanjut dalam topik livelihood, selain itu penelitian ini diharapkan menjadi proses pembelajaran dalam memahami fenomena sosial di lapangan. 2. Bagi Masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi wacana dan menambah pengetahuan bagi masyarakat umum terkait dengan kondisi masyarakat Dukuhrejo. 3. Bagi Pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan menjadi suatu sarana informasi dan data yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan yang terkait.
5
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Nafkah (Livelihood) Livelihood secara sederhana didefinisikan sebagai cara dimana orang memenuhi kebutuhan mereka atau peningkatan hidup (Chamber et al dalam Dharmawan 2001). Dalam pandangan yang sangat sederhana livelihood terlihat sebagai aliran pendapatan berupa uang atau sumberdaya yang dapat digunakan oleh seseorang untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Definisi lain dinyatakan oleh Ellis (2000) bahwa livelihood mencakup pendapatan cash (berupa uang) dan in end (pembayaran dengan barang atau hasil bumi) maupun dalam bentuk lainnya seperti institusi (saudara, kerabat, tetangga, desa), relasi gender, dan hak milik yang dibutuhkan untuk mendukung dan untuk keberlangsungan standar hidup yang sudah ada. Dharmawan (2006) menjelaskan dalam sosiologi nafkah bahwa livelihood memiliki pengertian yang lebih halus daripada sekedar means of living yang bermakna sempit mata pencaharian. Dalam sosiologi nafkah, pengertian strategi nafkah lebih mengarah pada pengertian livelihood strategy (strategi kehidupan) dari pada means of living strategy (strategi cara hidup). Pengertian livelihood strategy yang disamakan pengertiannya menjadi strategi nafkah (dalam bahasa Indonesia), sesungguhnya dimaknai lebih besar dari pada sekedar “aktivitas mencari nafkah” belaka. Sebagai strategi membangun sistem penghidupan, maka strategi nafkah bisa didekati melalui berbagai cara atau manipulasi aksi individual maupun kolektif. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu
maupun
kelompok
dalam
rangka
mempertahankan
eksisitensi
infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang berlaku. Selanjutnya, Dharmawan (2001) menyebutkan bahwa secara umum strategi nafkah dapat dikasifikasikan menjadi dua bentuk, yaitu strategi nafkah normatif dan strategi nafkah yang illegal. Strategi nafkah normatif berbasiskan pada kegiatan sosial ekonomi yang tergolong ke dalam kegiatan positif, seperti kegiatan produksi, sistem pertukaran, migrasi, maupun strategi sosial dengan pembangunan jaringan sosial. Strategi ini disebut peaceful ways atau sah dalam melaksanakan strategi nafkah. Sedangkan strategi nafkah illegal di dalamnya
6 termasuk tindakan sosial ekonomi yang melanggar hukum dan illegal. Seperti penipuan, pencurian, perampokan, pelacuran, dan sebagainya. Kategori ini disebut sebagai non peaceful, karena cara yang ditempuh biasanya menggunakan cara kekerasan atau kriminal. Pilihan strategi nafkah sangat ditentukan oleh kesediaan akan sumberdaya dan kemampuan mengakses sumber-sumber nafkah rumah tangga yang sangat beragam (multiple source of livelihood), karena jika rumah tangga tergantung hanya pada satu pekerjaan dan satu sumber nafkah tidak dapat memenuhi semua kebutuhan rumah tangga. Secara konseptual menurut Chambers dan Conway dalam Ellis (2000), terdapat lima tipe modal yang dapat dimiliki atau dikuasai rumah tangga untuk pencapaian nafkahnya yaitu: 1. Modal manusia yang meliputi jumlah (populasi manusia), tingkat pendidikan, dan keahlian yang dimiliki dan kesehatannya. 2. Modal
alam
yang
meliputi
segala
sumberdaya
yang
dapat
dimanfaatkan manusia untuk keberlangsungan hidupnya. Wujudnya adalah air, tanah, hewan, udara, pepohonan, dan sumber lainnya. 3. Modal sosial yaitu, modal yang berupa jaringan sosial dan lembaga dimana seseorang berpartisipasi dan memperoleh dukungan untuk kelangsungan hidupnya. 4. Modal finansial yang berupa kredit dan persediaan uang tunai yang bisa diakses untuk keperluan produksi dan konsumsi. 5. Modal fisik yaitu, berbagai benda yang dibutuhkan saat proses produksi, meliputi mesin, alat-alat, instrument dan berbagai benda fisik. Merujuk pada Scoones (1998), penerapan strategi nafkah pada rumah tangga petani dengan cara memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimiliki dalam upaya untuk dapat bertahan hidup. Scoones membagi tiga klasifikasi strategi nafkah (livelihood strategy) yang mungkin dilakukan oleh rumah tangga petani, yaitu: 1. Rekayasa
sumber
nafkah
pertanian,
yang
dilakukan
dengan
memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien baik melalui penambahan input eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja
7 (intensifikasi),
maupun
dengan
memperluas
lahan
garapan
(ekstensifikasi). 2. Pola
nafkah
ganda,
yang
dilakukan
dengan
menerapkan
keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk menambah pendapatan, atau dengan mengerahkan tenaga kerja keluarga (ayah, ibu, dan anak) untuk ikut bekerja pertanian dan memperoleh pendapatan. 3. Rekayasa spasial (migrasi), merupakan usaha yang dilakukan dengan melakukan mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara permanen maupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan.
Konsep Nafkah Berkelanjutan Meikle, Ramasut dan Walker (2001) menggambarkan inti untuk memahami konsep nafkah berkelanjutan adalah apresiasi bahwa kemiskinan bukanlah kondisi stabil, permanen, dan statis. Terkait dengan gambaran tersebut, maka gambaran dari nafkah berkelanjutan oleh ketiga ahli tersebut adalah sebagai berikut: 1. Memberikan kemampuan, aset (materi dan sosial) dan aktivitas yang dapat diakses oleh laki-laki dan perempuan miskin yang hidup bersama. Banyaknya kesempatan yang ada berbeda menurut orang yang hidup dan atau memiliki akses kepada sumberdaya di kampung, sub-urban, dan kota. 2. Dinamis dan mudah diadaptasi. Nafkah berkelanjutan memiliki kemampuan untuk merespons perubahan dan secara berlanjut diperbaharukan melalui pengembangan dari strategi adaptif kemudian, dapat bangkit dari tekanan dan kejutan, stabil dan berlanjut dalam jangka panjang. 3. Berhubungan ke prioritas, interpretasi dan kemampuan masyarakat miskin. Masyarakat di pusat kerangka nafkah dianggap sebagai aktor yang
mampu,
bukan
korban
yang
tidak
berdaya.
Nafkah
menggambarkan kemakmuran, pengetahuan, strategi adaptif dan orang miskin. Ketika nafkah berkelanjutan mencerminkan prioritas dari
8 masyarakat miskin, perlu dicatat bahwa terdapat perbedaan diantara jangka pendek, prioritas pragmatis yang mengarah kepada bertahan hidup, yang bertujuan untuk pembangunan dari nafkah berkelanjutan. 4. Rumah tangga dan komunitas terpusat pada alokasi sensitif. Anggota rumah tangga berkontribusi pada berbagai cara tergantung peran, tanggungjawab, dan kemampuan. Rumah tangga memiliki modal sosial dan hutang. Mereka terintegrasi kepada bahan sosial yang lebih luas, dan menggambarkan kepada hubungan dengan bermacam-macam individu dan kelompok dalam komunitas seperti, kesempatan pada bisnis lokal dan pemerintahan. Hal ini juga dapat dicatat bahwa sebagian strategi nafkah mungkin berdasarkan kepada individu dari pada aktivitas rumah tangga dan lainnya dapat melihat dari hubungan diantara anggota rumah tangga yang tidak hidup bersama. 5. Meraih komponen yang disebutkan di atas tanpa merongrong dasar sumberdaya alam. Selain itu menurut Saragih, Lassa, dan Ramli (2007) keberlanjutan mempunyai banyak dimensi yang semuanya penting bagi pendekatan sustainable livelihoods. Penghidupan dikatakan berkelanjutan jika: - Elastis dalam menghadapi kejadian-kejadian yang mengejutkan dan tekanan-tekanan dari luar. - Tidak tergantung pada bantuan dan dukungan luar (atau jika tergantung bantuan itu sendiri secara ekonomi dan kelembagaan harus sustainable. - Mempertahankan produktivitas jangka panjang sumberdaya alam. - Tidak merugikan penghidupan dari, atau mengorbankan pilihan-pilihan penghidupan yang terbuka bagi orang lain. Menurut
Saragih,
Lassa,
dan
Ramli
(2007)
cara
lain
untuk
mengkonseptualisasi berbagai dimensi keberlanjutan adalah membedakan antara aspek-aspek lingkungan, ekonomi, sosial, dan institusional dari sistem-sistem yang
sustainable.
Pendekatan
livelihood
ini
bersifat
fleksibel
dalam
penerapannya, tetapi tidak lantas berarti bahwa prinsip-prinsip intinya harus dikorbankan.
9 Selanjutnya Suzuki (1997) dalam Sunito (2007) memberikan gagasan tentang prinsip-prinsip berkelanjutan yang kemudian terkenal dengan istilah natural step yaitu: pertama, alam tidak dapat menanggung beban dari penimbunan secara sistematis dari hasil-hasil penambangan dari kulit bumi (seperti mineral, minyak, dsb). Kedua, alam tidak dapat menanggung beban dari perusakan secara sistematis dari bahan-bahan rekayasa permanen buatan manusia. Ketiga, alam tidak dapat menanggung beban dari perusakan secara sistematis dari kemampuannya untuk memperbarui dirinya (misalnya memanen ikan lebih cepat dari kemammpuannya untuk memulihkan polusi atau mengkonversi tanah subur menjadi gurun pasir). Dengan demikian, bila kehidupan ingin lestari, maka kita harus efisien memanfaatkan sumberdaya dan menegakkan keadilan, karena kemiskinan akan membawa pada usaha dengan perspektif jangka pendek yang merusak lingkungan (misalnya hutan) yang diperlukan oleh semua untuk kehidupan jangka panjang. Selanjutnya Gips (1986) dalam Reijntjes et al (1992) menerangkan bahwa terdapat persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh sistem berkelanjutan yaitu: a. Mantap secara ekologis: kualitas sumberdaya dipertahankan. b. Layak secara ekonomi: hasil produksi harus mencukupi kebutuhan, menutupi biaya produksi, serta kemampuan melestarikan sumberdaya dan meminimalkan resiko. c. Adil: sumberdaya dan kekuasaan didistribusikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan pokok dan hak-hak anggota masyarakat untuk memperoleh akses pada tanah, modal, dukungan teknologi dan informasi terpenuhi. d. Manusiawi: semua bentuk kehidupan (manusia, tanaman, alam, hewan) dihargai. Integritas budaya dan spiritual masyarakat dipelihara. Untuk nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar: kepercayaan, kejujuran, harga diri, dan rasa sayang harus diperjuangkan. e. Luwes: harus mampu menyesuaikan usahanya dengan perubahanperubahan yang terjadi. Penyesuaian ini menyangkut dimensi teknologi maupun sosial.
10 Berdasarkan Cambell et al (2003), Shivakoti dan Shrestha dalam Mahdi et al (2009) menjelaskan bahwa terdapat 4 aspek yang bisa dijadikan indikator sistem nafkah yang berkelanjutan yaitu aspek lingkungan, ekonomi, sosial, dan kelembagaan. Tabel 1. Indikator Keberlanjutan Nafkah Menurut Cambell et al, Shivakoti, Shrestha (2003) dalam Mahdi et al (2009). No 1.
Aspek Sistem Nafkah Berkelanjutan Lingkungan
2.
Ekonomi
Mempertahankan tingkat pengeluaran rumah tangga.
3.
Sosial
Meminimalkan pengucilan sosial memaksimalkan keadilan sosial.
4.
Kelembagaan
Kapasitas struktur yang berlaku dan proses untuk melanjutkan.
Indikator Melestarikan atau memberikan nilai tambah daya dukung sumberdaya alam.
dan
Teori Rasionalitas Sistem Nafkah Teori rasionalitas merupakan bentuk perkembangan dari teori pertukaran yang berbasis ilmu ekonomi. Teori pilihan rasional lahir karena pengaruh sosiologi dalam teori pertukaran. Teori pilihan rasional memberi perhatian pada konteks sosial yang mempengaruhi pilihan tindakan aktor dalam hubungan pertukaran (Turner 1998). Pengaruh ekonomi dalam teori pertukaran ditunjukan dengan fokus perhatian teori pertukaran yang terfokus pada maksimisasi kepuasan pada pilihan mereka yang lebih baik (preferences). Teori pertukaran menjelaskan keputusan individu sebagai hubungan sederhana antara biaya yang dikeluarkan dan keuntungan yang akan diperoleh. Setiap orang diasumsikan akan mempertentangkan biaya dan keuntungan dahulu sebelum membuat keputusan. Aras analisis teori pertukaran berada di tingkat individu atau di tingkat mikro. Rasionalitas sistem nafkah melihat individu akan mempertimbangkan sumberdaya yang penting bagi rumah tangganya. Sumberdaya efektif yang digunakan akan dibangun dan dipelihara sedangkan, sumberdaya yang dianggap tidak efektif akan diganti. Pertimbangan efektifitas diukur dengan menggunakan
11 efektivitas produksi, peranan sumberdaya dalam menghasilkan pendapatan atau keuntungan yang penting bagi tujuan keberlanjutan penghidupan rumah tangga. Dasar bagi semua bentuk pilihan rasional adalah asumsi bahwa fenomena sosial yang kompleks bisa dijelaskan dalam bentuk dasar tindakan individu di mana fenomena sosial tersebut tersusun. Individual merupakan aspek utama yang menjadi dasar metode penelitian teori pilihan rasional. Individu sebagai aktor hanya memperhatikan dirinya sendiri dan kesejahteraannya sendiri. Dari dasar teori pilihan rasional memperlihatkan bagaimana berbagi, kerjasama, dan kemunculan norma-norma tetapi tetap dasar penjelasannya di tataran individu. Karakteristik Rumah Tangga Petani Wolf (1985) dalam Lestari (2005) mendefinisikan petani sebagai pencocok tanam pedesaan yang surplus produksinya dipindahkan ke kelompok penguasa melalui mekanisme sistematis seperti upeti, pajak, atau pasar bebas. Menurut Shanin seperti dikutip oleh Subali (2005), terdapat empat karakteristik utama petani. Pertama, petani adalah pelaku ekonomi yang berpusat pada usaha milik keluarga. Kedua, selaku petani mereka menggantungkan hidup mereka pada lahan. Bagi petani lahan pertanian adalah segalanya yakni, sebagai sumber yang diandalkan untuk menghasilkan bahan pangan keluarga, harta benda yang bernilai tinggi, dan ukuran terpenting bagi status sosial. Ketiga, petani memiliki budaya yang spesifik yang menekankan pada pemeliharaan tradisi dan konformitas serta solidaritas sosial mereka kental. Keempat, cenderung sebagai pihak selalu kalah (tertindas) namun tidak mudah ditaklukkan oleh kekuatan ekonomi, budaya dan politik eksternal yang mendominasi mereka. Rumah tangga petani menurut Sensus Pertanian 2000 adalah rumah tangga yang sekurang-kurangnya satu anggota rumah tangganya melakukan kegiatan bertani atau berkebun, menanam tanaman kayu-kayuan, beternak ikan di kolam, karamba maupun tambak, menjadi nelayan, melakukan perburuan atau penangkapan satwa liar, mengusahakan ternak/unggas, atau berusaha dalam jasa pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual guna memperoleh pendapatan/keuntungan atas resiko sendiri.
12 Menurut BPS (2004) secara umum rumah tangga diartikan sebagai seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik atau sensus dan umumnya tinggal bersama seta makan dari satu dapur. Yang dimaksud dengan satu dapur adalah pembiayaan keperluan juga pengurusan kebutuhan sehari-hari dikelola bersama-sama. Adapun White dan Benjamin (1978) mengemukakan bahwa rumah tangga pedesaan Jawa merangkap fungsi-fungsi sebagai unit produksi, unit konsumsi, unit reproduksi, dan untuk interaksi sosial ekonomi dan politik, dimana keberlangsungan beragam fungsi tersebut dilandasi prinsip safety first. Prinsip ini mendahulukan selamat yang berimplikasi kepada kondisi dimana keputusan rumah tangga bertujuan utama lebih kepada untuk menghindari kemungkinan gagal daripada mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Prinsip ini juga berimbas kepada kebiasaan dalam perilaku rumah tangga miskin di pedesaan dalam penerimaan mereka terhadap teknik-teknik pertanian, pranata-pranata sosial dan cara merespon terhadap proyek-proyek pembangunan. Sebagai unit ekonomi yang merangkap banyak fungsi, menurut White dan Benjamin (1978), rumah tangga pedesaan Jawa harus mengalokasikan curahan waktu mereka diantara berbagai jenis kegiatan, yang mencakup: (a) pekerjaan yang tidak semuanya menghasilkan pendapatan secara langsung, khususnya pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan rumah tangga, seperti mengurus rumah tangga, mengasuh anak, memasak, mencuci, mengambil air, mencari kayu bakar, dan memperbaiki rumah, (b) pekerjaan yang merupakan kewajiban sebagai anggota masyarakat seperti kerja bakti, gotong royong, dan sambutan, serta, (c) pekerjaan yang langsung menghasilkan pendapatan. Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan mengacu pada keuntungan (reward, advantages) yang dapat diperoleh rumah tangga dari aktivitas nafkah yang dilakukan rumah tangga. Pendukung utitarian seperti Blau, Emerson dalam Turner (1998) memperkenalkan pendapatan non material atau pendapatan berupa simbolik. Pemaknaan material atau non material sebagai suatu pendapatan dibangun oleh konteks sosial masyarakat. Perhatian terhadap konteks sosial masyarakat ini juga melekat pada pendapatan material. Weber (1968) memperkenalkan konsep validitas subtantif
13 yang menentukan nilai tukar (means of payment) suatu barang. Weber juga menekankan bahwa pertukaran dapat berupa barang atau jasa. Ellis (2000) mengelompokkan pendapatan menjadi pendapatan uang tunai (in cash) atau bentuk kontribusi lain (in kind) untuk kesejahteraan material individu atau keluarga yang diperoleh dari berbagai kegiatan memenuhi nafkah. Bentuk pendapatan tunai meliputi penjualan tanaman atau ternak, gaji atau upah, sewa, dan kiriman uang (remittance). Pendapatan dalam bentuk lain mengacu pada konsumsi pada produk tanaman sendiri, pembayaran dalam bentuk barang, dan transfer atau pertukaran barang konsumsi antar rumah tangga dalam komunitas desa atau antar rumah tangga desa dan kota. Dampak Pertambangan Ekploitasi deposit tambang yang tidak memperhatikan aspek-aspek pelestarian dapat mengakibatkan terganggunya sistem alam yang akan berdampak pada sistem sosial ekonomi (Salim 1991 dalam Hasyim 2007). Perlu ada keselarasan antara pembangunan ekonomi dengan aspek lingkungan dan antara lingkungan dengan faktor sosial budaya (Sahlins 1968 dalam Hasyim 2007). Pembangunan membutuhkan pencapaian keberlanjutan pada dimensi sosial, ekonomi, dan ekologi (Djajadiningrat 2001). Menurut Haeruman (1983) meskipun kawasan pertambangan terletak di daerah yang umumnya dihuni penduduk berpendapatan rendah, namun kegiatan ini tetap bersifat padat modal yang dapat mengancam kepunahan sumberdaya hayati dan satwa. Keberlanjutan kehidupan masyarakat di lokasi lingkar tambang dapat dipertahankan dengan keseimbangan antara eksploitasi sumberdaya alam tidak terbarukan dengan sistem alam dan sistem yang ada. Daerah pertambangan mulanya merupakan wilayah terpencil yang sulit dijangkau oleh budaya modern karena hanya didiami masyarakat asli, namun dengan kehadiran perusahaan kemudian menjadi penarik gerak masuk penduduk (Hasyim 2007). Menurut Haswanto (2000) yang dikutip oleh Hasyim (2007) bagi masyarakat setempat, setiap kegiatan yang menggunakan peralatan teknologi dan tenaga kerja yang berdatangan dari luar wilayah tambang dapat memberikan pengaruh pada pola sosial budaya masyarakat asli.
14 Hasil sebuah penelitian yang dilakukan di area pertambangan batubara di Keman Iran pada tahun 1995-2005 menunjukkan bahwa terdapat 3.500 pekerja tambang
kehilangan
pekerjaannya
yang
diakibatkan
adanya
penutupan
pertambangan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap angka pengangguran naik satu persen yang diakibatkan oleh penutupan batubara akan meningkatkan kerawanan sosial berupa 11 persen kasus obat terlarang; 6,1 persen kasus terkait dengan pembunuhan; dan 5,2 persen mengalami
penyakit jiwa
(Soelarno dalam Yunianto 2010).
Kerangka Pemikiran Penelitian ini menguji hubungan antar variabel yang secara ringkas digambarkan dalam kerangka pemikiran seperti Gambar 1 dalam konteks rumah tangga. Pilihan strategi nafkah yang diterapkan dipengaruhi oleh kondisi ekologis Desa Dukuhrejo. Pengambilan kayu hutan dan penambangan batubara bukanlah strategi nafkah abadi yang mampu bertahan di semua kondisi. Sebagai sebuah strategi nafkah yang menjadi tonggak kehidupan rumah tangga, kedua bidang ini harus terus beradaptasi dalam berbagai situasi. Beberapa kondisi mampu membuat aktivitas sistem nafkah pada kedua sektor ini terancam. Maka tidak lagi cukup bertumpu pada satu aktivitas nafkah yaitu, penambang batubara atau penebang kayu hutan. Sistem nafkah rumah tangga Desa Dukuhrejo harus mampu menyesuaikan perubahan-perubahan yang terjadi untuk mampu bertahan hidup. Penelitian ini akan mengkaji pengaruh operasi pertambangan PT Arutmin Indonesia Site Batulicin dan operasi HPH PT Kodeco terhadap perubahan-perubahan pada sumber nafkah, struktur nafkah (petani, penebang kayu, dan penambang batubara), dan strategi nafkah rumah tangga Desa Dukuhrejo. Perubahan-perubahan pada sumber, struktur, dan strategi nafkah tersebut akan ditelaah keberlanjutan nafkahnya.
15 Sumber nafkah
Operasi HPH PT Kodeco
Operasi pertambangan batubara PT Arutmin Indonesia Site Batulicin
Struktur nafkah: sektor on farm (petani, penebang kayu hutan), sektor off farm (penambang batubara)
Strategi Nafkah Untuk Survival: -
Nafkah Tunggal
-
Nafkah Ganda
-
Nafkah Multi
Keberlanjutan Nafkah Rumah Tangga: - Ancaman keberlanjutan - Dorongan keberlanjutan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Keterangan: : mempengaruhi Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas diajukan hipotesis berikut: 1. Kehadiran pertambangan batubara PT Arutmin Indonesia Site Batulicin dan operasi HPH PT Kodeco diduga menjadi penyebab tumbuhnya sumber-sumber nafkah baru di Desa Dukuhrejo yang selanjutnya mengakibatkan perubahan pada struktur dan strategi nafkah rumah tangga Desa Dukuhrejo. 2. Strategi nafkah rumah tangga Desa Dukuhrejo diduga sulit berkelanjutan karena rapuhnya sumber nafkah baru rumah tangga Desa Dukuhrejo.
16 Definisi Operasional Definisi operasional untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut: 1. Rumah tangga menurut Kahrs (1991) dalam Dharmawan (2001) adalah organisasi sekelompok manusia yang mengumpulkan sumberdaya dan menggunakannya untuk tujuan reproduktif dan meningkatkan pendapatan. 2. Kepala rumah tangga adalah seseorang dari sekelompok anggota rumah tangga yang bertanggung jawab atas kebutuhan sehari-hari rumah tangga (BPS 2009). 3. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu maupun kelompok dalam rangka mempertahankan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang berlaku (Dharmawan 2006). 4. Pendapatan yaitu meliputi upah dan gaji atas jam kerja atau pekerjaan yang telah diselesaikan, upah lembur, semua bonus dan tunjangan, perhitungan waktu-waktu tidak bekerja, bonus yang dibayarkan tidak teratur, penghargaan, dan nilai pembayaran sejenisnya. Pendapatan dikategorikan rendah, sedang dan tinggi berdasarkan kriteria garis kemiskinan (BPS 2009). 5. Berdasarkan BPS (2009) pendidikan adalah pendidikan formal melalui jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi, meliputi SD/MI/sederajat, SMP/MTs/sederajat, SM/MA/sederajat dan PT. Terdiri dari: a.
Tidak/belum pernah sekolah adalah tidak/belum pernah terdaftar dan aktif mengikuti pendidikan di suatu jenjang pendidikan, termasuk mereka yang tamat/belum tamat Taman Kanak-kanak yang tidak melanjutkan ke Sekolah Dasar.
b.
Tidak tamat SD adalah tidak menyelesaikan pelajaran pada kelas/tingkat terakhir suatu jenjang pendidikan di sekolah dasar negeri maupun swasta dan tidak mendapatkan tanda tamat/ijazah.
17 c.
Tamat SD, menyelesaikan pelajaran pada tingkat akhir meliputi Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah dan sederajat.
d.
Tamat SMP, menyelesaikan pelajaran pada tingkat akhir meliputi
jenjang
pendidikan
SMP
Umum,
Madrasah
Tsanawiyah, SMP kejuruan dan sederajat. e.
Tamat SMA,
menyelesaikan pelajaran pada tingkat akhir
meliputi jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menegah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah dan sederajat. f.
Tamat PT atau sedang mengikuti jenjang pendidikan Diploma I, II, III dan IV dan sederajat.
6. Usia menurut BPS (2009) adalah informasi tentang tanggal, bulan dan tahun dari waktu kelahiran responden tersebut menurut sistem kalender Masehi. Informasi ini digunakan untuk mengetahui usia dari responden tersebut. Usia tersebut dibulatkan kebawah, dalam arti usia tersebut merujuk saat ulang tahun terakhir dari responden. 7. Status penguasaan tanah adalah bentuk hak kuasa seseorang atas tanah dimana pada lokasi penelitian bentuknya berupa tanah milik, sewa, dan bagi hasil. 8. Luas tanah adalah ukuran tanah yang dikuasai oleh responden dan dihitung dalam satuan hektar. Luas tanah diukur dari tanah yang paling sempit hingga paling luas dan diklasifikasikan menjadi: a. Tanah dengan luas 2≥ x ≥1 ha b. Tanah dengan luas 3≥ x >2 ha c. Tanah dengan luas 4≥ x >3 ha d. Tanah dengan luas 5≥ x >4 ha e. Tanah dengan luas 6≥ x >5 ha f. Tanah dengan luas x >6 ha 9. Strategi nafkah untuk survival dikategorikan sebagai berikut: - Nafkah tunggal yaitu, rumah tangga dengan satu macam pekerjaan.
18 - Nafkah ganda yaitu, rumah tangga dengan dua macam pekerjaan. - Nafkah multi yaitu, rumah tangga dengan tiga macam pekerjaan atau lebih. 10. Keberlanjutan nafkah rumah tangga dalam penelitian ini dengan menggunakan ukuran sustainable livelihood berdasarkan Saragih, Lassa, dan
Ramli
(2007)
yaitu,
mengkonseptualisasi
berbagai
dimensi
keberlanjutan dengan membedakan antara aspek-aspek lingkungan, ekonomi, sosial, dan institusional dari sistem-sistem yang sustainable.
19 PENDEKATAN LAPANG Lokasi dan Waktu Penelitian Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive), yaitu, Desa Dukuhrejo, Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. Alasan dipilihnya lokasi tersebut adalah berdasarkan data yang diperoleh sebagian besar masyarakat pada lokasi ini menggantungkan hidupnya pada sektor pertambangan dan penebangan kayu hutan. Sebelum menentukan lokasi penelitian, peneliti melakukan studi penjajagan berupa observasi lapang dan melakukan wawancara dengan beberapa narasumber yang bisa memberikan informasi mengenai lokasi ini. Studi lapangan dilaksanakan pada bulan Maret-April 2012. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner yang berisi sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan karakteristik rumah tangga, struktur nafkah rumah tangga, strategi nafkah rumah tangga, kalender musim nafkah, lahan pertanian, biaya produksi, ancaman dan dorongan keberlanjutan nafkah. Data primer didapat melalui penelitian langsung dengan menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam, sementara data sekunder berupa data monografi desa, peta lokasi penelitian, peta desa, peta administrasi Tanah Bumbu, peta kawasan hutan Tanah Bumbu, dan luas hutan Tanah Bumbu didapat dari kantor Desa Dukuhrejo, kantor Bappeda, PT Arutmin Indonesia Site Batulicin, dan kantor Dinas Kehutanan Tanah Bumbu.
Metode yang dipakai dalam
penelitian ini adalah menggunakan kuesioner, wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan didukung oleh beberapa data kualitatif untuk mendukung penelitian yang dilakukan. Pendekatan kuantitatif yang digunakan adalah penelitian survey yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Efendi 2008).
20 Teknik Pengambilan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah rumah tangga yang tinggal menetap di Desa Dukuhrejo, Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan, yang berjumlah 316 rumah tangga. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh rumah tangga yang bekerja sebagai petani, penebang kayu hutan, dan penambang batubara. Unit analisis dalam penelitian ini adalah kepala rumah tangga yang bekerja sebagai petani, penebang kayu hutan, dan penambang batubara. Responden merupakan orang-orang yang memberikan informasi mengenai dirinya sendiri (Wahyuni dan Muldjono 2009). Pemilihan responden dilakukan dengan metode pengambilan sampel gugus bertahap dan secara purposive (sengaja) yaitu dengan memilih secara sengaja 40 kepala rumah tangga yang bekerja sebagai petani, penebang kayu hutan, dan penambang batubara. Kedua metode tersebut dilaksanakan melalui tiga tahap, yaitu: 1. Data tentang rumah tangga berdasarkan jenis pekerjaan sebagai penebang kayu hutan dan penambang batubara tidak tersedia di kantor desa. Klasifikasi jumlah data rumah tangga berdasarkan jenis pekerjaan diperoleh melalui diskusi dengan pamong Desa Dukuhrejo, sehingga diperoleh 16 rumah tangga yang tidak bekerja sebagai petani, penebang kayu hutan, dan penambang batubara dari 316 rumah tangga. 300 rumah tangga sisanya diasumsikan sebagai rumah tangga yang bekerja sebagai petani, penebang kayu hutan, dan penambang batubara. 2. Di desa terdapat sebanyak 300 rumah tangga yang bekerja sebagai petani, penebang kayu hutan, dan penambang batubara dipilih sebagai kerangka sampling penelitian. Unit analisis diambil berdasarkan sub RT yang mayoritas bekerja sebagai petani, penebang kayu hutan, dan penambang batubara pada 13 RT. Untuk jenis pekerjaan sebagai petani ada pada RT 1 dan 9. Sedangkan untuk jenis pekerjaan sebagai penebang kayu hutan ada pada RT 2, 3, 4, 5, 7, 11, dan 13 serta untuk jenis pekerjaan sebagai penambang batubara ada pada RT 6, 8, 10, dan 12. 3. Responden yang dipilih sebagai sampel sebanyak 40 orang ditetapkan berdasarkan keberadaan responden dirumah untuk responden penebang
21 kayu hutan dan penambang batubara, dikarenakan pada responden ini sulit untuk ditemui jika sedang bekerja. Sedangkan untuk responden petani ditetapkan berdasarkan keberadaan responden di lokasi lahan usaha taninya. Selain dari responden, informasi juga diperoleh dari kepala desa, bappeda, tokoh masyarakat (ketua LPM, ketua kepemudaan), pengurus YGU (Yayasan Gada Ulin), PT Arutmin Indonesia Site Batulicin, Dinas Kehutanan Tanah Bumbu, dan masyarakat Dukuhrejo. Metode secara sengaja dalam pemilihan responden dipilih dikarenakan data monografi jenis pekerjaan penebang kayu hutan dan penambang batubara di Desa Dukuhrejo tidak tersedia. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini secara kuantitatif diolah dengan merekapitulasi kuesioner responden dan ditabulasi silang, yang kemudian dianalisis untuk mendapatkan sebaran berbagai variabel dan hubungannya untuk menjelaskan sumber nafkah, srtuktur nafkah, strategi nafkah, luas tanah yang dikuasai, luas tanah produktif, luas tanah tidak produktif, pendapatan rumah tangga, dan keberlanjutan nafkah rumah tangga. Data kualitatif dari wawancara mendalam dan observasi disajikan secara deskriptif untuk mendukung dan memperkuat analisis data kuantitatif. Gabungan dari data kuantitatif dan kualitatif diolah dan dianalisis yang disajikan dalam bentuk tabel, teks naratif, dan gambar. Kemudian ditarik kesimpulan dari semua data yang telah diolah dan dipaparkan melalui penjelasan ilmiah.
22 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Penelitian 1.
Kondisi Geografis Desa Dukuhrejo merupakan bagian dari wilayah lingkar tambang PT
Arutmin Indonesia Site Batulicin yang termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan dengan luas sekitar 1.134 Ha. Jarak dari desa ke kota provinsi sekitar ± 300 km yang dapat ditempuh dengan perjalanan darat sekitar ± 420 menit, sedangkan jarak dari desa ke kota kabupaten sekitar ± 65 km yang dapat ditempuh dengan perjalanan darat sekitar ± 90 menit dan dari kota kecamatan jaraknya sekitar ± 7 km dapat ditempuh ± 15 menit. Desa Dukuhrejo ini berbatasan dengan: Utara
: Desa Hampang
Selatan
: Desa Mantawakan Mulia
Barat
: Desa Rejosari
Timur
: Desa Mantawakan Mulia Desa Dukuhrejo merupakan daerah yang memiliki topografi lahan yang
berbukit dan bergunung yang mengakibatkan suhu di daerah ini cukup kering dan dingin. Ada sekitar 40 persen dari total luas lahan Desa Dukuhrejo berbukit dan bergunung sedangkan, 60 persen merupakan dataran. Desa Dukuhrejo dikelilingi oleh Kawasan Budidaya Hutan Produksi Tetap (KBHP), Kawasan Hutan Produksi Terbatas (KBHPT), Kawasan Budidaya Lahan Kering (KBLK), Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan (KBTT), kawasan hutan lindung, dan kawasan pertambangan batubara PT Arutmin Indonesia Site Batulicin. Desa Dukuhrejo ini terdiri dari 3 dusun dengan 13 RT, terdapat 4 atau 5 RT disetiap dusunnya. Sebagian kecil lahan Desa Dukuhrejo ini dimanfaatkan penduduk sebagai area pertanian dan peternakan lepas. Luas lahan yang digunakan untuk pertanian hanya sekitar 399 Ha atau sebesar 35,18 persen dari total luas lahan Desa Dukuhrejo. Sedangkan hewan ternak seperti sapi, kerbau, kambing, dan ayam digembalakan secara lepas di sekitar desa. Pada umumnya
23 usaha pertanian yang dijalankan di Desa Dukuhrejo adalah padi dan palawija lahan kering. Tabel 2. Luas Lahan Menurut Peggunaanya di Desa Dukuhrejo Tahun 2011 No 1 2 3 4 5 6 7
Peruntukan Lahan Sawah tadah hujan Perkebunan Pemukiman Fasilitas umun Hutan Pertambangan Galian C: pasir Lahan tidak produktif
Luasan (Ha) 10 389 150 5 180 2 398
Sumber: Data Desa Dukuhrejo tahun 2011
2.
Jumlah Penduduk dan Mata Pencaharian Berdasarkan data monografi Desa Dukuhrejo tahun 2011, penduduk Desa
Dukuhrejo adalah masyarakat transmigran tahun 1981 dari daerah Jawa. Jumlah penduduk di Desa Dukuhrejo adalah 1.488 jiwa terdiri dari 813 jiwa laki-laki dan 675 jiwa perempuan. Total jiwa tersebut terbagi kedalam 316 Kepala Keluarga. Populasi penduduk Desa Dukuhrejo terbagi kedalam empat kategori suku, yaitu suku jawa, banjar, dayak, dan bugis. Suku jawa menjadi mayoritas wilayah ini dengan presentasi 93 persen dari total jumlah penduduk, hal ini dikarenakan wilayah Desa Dukuhrejo merupakan daerah trans tahun 1981. Beberapa kategori populasi menurut daerah asal seperti tercantum dalam Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Daerah Asal Atau Suku Tahun 2011 No 1. 2. 3. 4.
Daerah Asal/Suku Jawa Banjar Dayak Bugis
Jumlah Penduduk (Jiwa) 1384 89 3 12
Presentasi (%) 93,0 6,0 0,2 0,8
Sumber: Data Desa Dukuhrejo tahun 2011
Berdasarkan kelompok umur jumlah usia produktif (usia kerja) lebih banyak dari pada usia non produktif. Berdasarkan BPS Survei Angkatan Nasional (Sakernas) tahun 2011 populasi terbagi kedalam dua kelompok umur yaitu bukan usia produktif kelompok umur dibawah 15 tahun dan usia produktif kelompok umur 15 tahun keatas. Tidak semua penduduk di desa lokasi penelitian termasuk dalam usia kerja yang tergolong dalam angkatan kerja yang aktif secara ekonomi.
24 Masyarakat Desa Dukuhrejo jika dilihat dari jumlah usia produktifnya menunjukkan sumber tenaga kerja yang cukup banyak, sehingga memungkinkan dilakukannya pembangunan di bidang pertanian khususnya sektor perkebunan yang sesuai dengan keadaan alam wilayah ini. Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Desa Dukuhrejo Tahun 2011 No 1. 2. 3. 4. 5. Total
Kelompok Umur (tahun) 0-14 15-39 40-64 65-74 74 keatas
Laki-laki 200 381 197 28 7 813
Perempuan 176 321 151 24 3 675
Jumlah Jiwa 376 702 348 52 10 1488
Sumber: Data Desa Dukuhrejo tahun 2011
Berdasarkan data dari desa sejarah mata pencaharian penduduk Desa Dukuhrejo diawali dengan kedatangan masyarakat trans jawa pada tahun 1981. Pada tahun 1981- 1995 sekitar 60 persen masyarakat Desa Dukuhrejo sepenuhnya bekerja sebagai petani. Sedangkan pada tahun 1997 sudah mulai terjadi pergeseran mata pencaharian yaitu sekitar 60 persen masyarakat Desa Dukuhrejo bekerja sebagai penebang kayu hutan. Selanjutnya pada tahun 2005 masyarakat Desa Dukuhrejo sekitar 70 persen bekerja sebagai penambang batubara. Namun pada tahun 2011 masyarakat Desa Dukuhrejo sekitar 90 persen bekerja sebagai penebang kayu dan penambang batubara. Hanya sekitar 10 persen masyarakat Desa Dukuhrejo yang pekerjaan utamanya sebagai petani, itu pun dengan ditopang oleh pekerjaan sebagai penebang kayu dan penambang batubara. 3.
Pendidikan Komposisi penduduk menurut jenjang pendidikan menggambarkan tingkat
kemajuan suatu wilayah dalam pembangunan terutama terkait dengan kualitas sumberdaya manusia. Adapun dari 1488 jumlah penduduk yang tercatat dalam data Desa Dukuhrejo, sebanyak 13,22 persen penduduk Desa Dukuhrejo tidak sekolah; 19,0 persen penduduk Desa Dukuhrejo tidak tamat Sekolah Dasar; 54,66 persen penduduk Desa Dukuhrejo tamat Sekolah Dasar atau setaranya; 9,52 persen penduduk Desa Dukuhrejo tamat SLTP atau setaranya; 1,42 persen penduduk Desa Dukuhrejo tamat PT atau setaranya; dan 2,13 persen tamat
25 pesantren. Kondisi pendidikan masyarakat yang tergolong rendah tersebut mengakibatkan rendahnya kualitas sumberdaya manusia yang tinggal di Desa Dukuhrejo. Meskipun pada saat sekarang kondisi sudah semakin berkembang, namun hanya sebagian kecil penduduk yang sadar pendidikan hingga jenjang menengah dan tinggi.
Sumber: Data Desa Dukuhrejo tahun 2011
Gambar 2. Persentase Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Dukuhrejo Tahun 2011 Masyarakat Desa Dukuhrejo beranggapan bahwa tanpa ijazah siapa pun bisa mencari nafkah dengan menebang kayu di hutan atau sebagai penambang batubara dengan hasil yang sangat menjanjikan. Filosofi “sing penting awak fisik sehat”1 menjadi landasan mereka untuk mencari nafkah sebagai penebang kayu hutan dan penambang batubara. Kondisi ini memunculkan pandangan di masyarakat bahwa sekolah bukanlah hal yang krusial, karena untuk bisa mengambil kayu hutan dan menambang batubara bukan membutuhkan ijazah. 3.
Sarana dan Prasarana Desa Secara umum sarana dan prasarana penunjang kegiatan sehari-hari
masyarakat Desa Dukuhrejo masih sangat terbatas. Jalan yang menghubungkan di dalam desa tersebut adalah jalan batu dan jalan tanah sepanjang 7,8 km. Jalan batu merupakan jalan yang kondisinya paling aman dibandingkan jalan yang masih berupa jalan tanah, karena jika musim hujan jalan yang berupa tanah liat tersebut rawan menimbulkan kecelakaan. Jalan yang menghubungkan antara desa dengan 1
Yang penting secara fisik badan sehat
26 kota kecamatan adalah sebagian jalan aspal yang baru dibangun setahun yang lalu dan sebagian masih jalan batu. Sedangkan jalan yang menghubungkan antar desa atau antar blok adalah jalan aspal yang juga baru dibangun setahun yang lalu. Sarana transportasi yang digunakan oleh masyarakat untuk kota kabupaten adalah angkot atau disana disebut “taksi”2. Taksi ini biasanya hanya beroperasi sekali ke Desa Dukuhrejo untuk mengangkut warga Dukuhrejo yang ingin ke pasar di kecamatan Simpang Empat atau ke kota kabupaten. Waktu beroperasi yaitu, pada pagi hari antara jam 07.00-08.00 WIT. Sarana di bidang pendidikan di Desa Dukuhrejo adalah satu Taman Kanak-kanak (TK), satu Sekolah Dasar (SD), dan satu Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada sarana keagamaan terdapat satu buah masjid, 10 buah langgar atau surau. Sarana kesehatan yang terdapat di Desa Dukuhrejo yaitu satu buah posyandu, satu bidan desa, 7 kader posyandu aktif, satu dukun bayi yang sudah terlatih dan 5 dukun bayi yang belum terlatih. Selain itu, kondisi PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat) tatanan rumah tangga jika diamati masih banyak keluarga yang belum menjalankan PHBS tersebut secara benar dan menyeluruh, terutama dalam hal merokok, kebiasaan hidup bersih dan penggunaan jamban sehat. Pada bidang pemerintahan, sarana yang ada adalah sebuah balai desa, sedangkan untuk fasilitas olahraga terdapat tiga buah yaitu lapangan sepak bola, lapangan bulu tangkis, dan lapangan volly. Sarana listrik di Desa Dukuhrejo baru terpasang pada tahun 2009 dengan kapasitas 900 KVA, sedangkan untuk sarana jembatan ada 7 buah jembatan yang terbuat dari kayu ulin dan 1 buah jembatan dari beton. 5.
Kondisi Sosial Masyarakat Desa Dukuhrejo Kegiatan sosial budaya di Desa Dukuhrejo tidak terlalu beragam.
Kebanyakan masyarakat Desa Dukuhrejo merupakan masyarakat trans tahun 1981 dari daerah jawa seperti, jawa tengah dan jawa timur sehingga meminimalisir konflik di desa. Masyarakat jawa mendominasi jumlah penduduk yaitu 93 persen dari total penduduk. Sedangkan suku banjar, dayak, dan bugis hanya 6,8 persen 2
Nama angkot yang dimanfaatkan penduduk Desa Dukuhrejo untuk ke pasar di Kec. Simpang Empat atau ke kota kabupaten. Biasanya hanya beropersi ke Dukuhrejo pada pagi hari antara pukul 07.00-08.00 yang hanya satu-tiga angkot saja setiap harinya.
27 dari total jumlah penduduk. Berbeda dengan kasus masyarakat trans lainnya, di Desa Dukuhrejo kekeluargaannya sangat kuat. Bahu membahu satu sama lain menjadi perhatian mereka terutama dalam hal bertahan hidup di DesaDukuhrejo. Desa Dukuhrejo notabenya merupakan lokasi baru bagi mereka dengan kondisi lingkungan yang cukup berbeda dari daerah asal. Biasanya mereka saling bahu membahu dalam hal kesempatan bekerja. Kesamaan nasib perjuangan sebagai masyarakat trans yang harus memilih untuk meninggalkan daerah asal dan keluarga menyebabkan kehidupan bertetangga menjadi seperti dengan saudara sendiri. Hal tersebut yang membentuk kehidupan sosial diantaranya terasa solid dan memiliki rasa kebersamaan yang tinggi. Malam hari pada sekitar pukul 21.00 WIT toko-toko dan warung sudah tutup dan suasana di Desa Dukuhrejo mulai sepi. Hanya beberapa warung saja yang masih buka. Warung tersebut merupakan tempat para pemuda dan warga Desa Dukuhrejo yang pulang dari bekerja menebang kayu hutan dan menambang batubara. Berkumpul untuk bersosialisasi sekaligus menjaga keamanan daerah mereka sendiri. Sebanyak 99,43 persen dari jumlah total penduduk Desa Dukuhrejo beragama Islam. Sisanya sebesar 0,57 persen dari jumlah total penduduk Desa Dukuhrejo beragama katolik. Setiap hari Jum’at pada jam 14.00-17.00 WIT ibu-ibu di Desa Dukuhrejo melakukan “hafsian”3 rutin per dusun. Lokasi pengajian ditentukan dari hasil kocokan arisan yang telah dibuat. Berbeda dengan ibu-ibu, untuk bapak-bapak di Desa Dukuhrejo melakukan kegiatan rutin yasinan pada malam hari yaitu, jam 19.00-22.00 WIT. Metode yang digunakan untuk menentukan lokasi yasinan sama yaitu dengan pengocokan. Selain itu, pada hari rabu jam 14.00-17.00 WIT ibu-ibu di Desa Dukuhrejo melakukan kegiatan rutinitas latihan menggunakan rebana dengan beberapa lagu baru. Pelatih rebana didatangkan dari blok atau desa tetangga. Lokasi pelatihan juga dipilih dengan cara dikocok menggunakan sistem arisan. Masjid yang ada di Desa Dukuhrejo mempunyai Dewan Keluarga Masjid (DKM). Tanggung jawab
3
Pengajian yasinan secara rutin setiap hari jum’at yang dilakukan oleh ibu-ibu di Desa Dukuhrejo dilengkapi dengan penampilan kelompok rebana.
28 DKM adalah mengurusi kegiatan-kegiatan masjid, keuangan, serta pembangunan sarana dan prasarana masjid tersebut. Lembaga Pengembangan Masyarakat (LPM) di Desa Dukuhrejo kurang aktif sepenuhnya dalam membantu perkembangan desa atau tidak sepenuhnya melakukan peranan yang cukup bagi penduduk desa. Hal ini dikarenakan ketua LPM kurang memiliki kemampuan untuk memimpin dan memahami tugas atau perannya. Pelatihan yang diadakan oleh Corpoporate Social Responsibility (CSR) PT Arutmin Indonesia Site Batulicin sebagai ketua LPM kurang berhasil, sehingga setiap diadakan program-program pemberdayaan masyarakat oleh CSR PT Arutmin Indonesia mengalami kegagalan atau kurang berhasil sepenuhnya. Kepala Desa Dukuhrejo dipilih oleh masyarakat. Tidak ada warga yang berminat untuk mencalonkan diri. Sehingga warga meminta kepada Aripin sebagai lurah desa kembali. Walaupun pada saat pendaftaran pencalonan kepala desa telah diperpanjang, tidak ada juga warga yang mendaftar. Hal ini terjadi juga pada perangkat desa, tidak ada pengganti atau penerusnya. Masyarakat Desa Dukuhrejo masih menggunakan bahasa jawa. Dalam kehidupan sehari-hari bahasa jawa tersebut dikombinasikan dengan bahasa banjar. Bahasa jawa masih digunakan dalam kehidupan sehari-hari dikarenakan mayoritas yang tinggal di Desa Dukuhrejo adalah masyarkat yang berasal dari jawa. Penduduk Desa Dukuhrejo tidak terstrata kedalam beberapa lapisan masyarakat. Meskipun pemasukan pendapatan antara masyarakat yang bekerja sebagai petani dengan masyarakat yang bekerja sebagai penebang kayu hutan dan penambang batubara secara signifikan sangat berbeda. Warga Desa Dukuhrejo sangat membaur dan tidak ada perbedaan antara yang berpenghasilan rendah dan tinggi. Bentuk rumah dan kepemilikan barangbarang pun tidak berbeda secara signifikan atau hampir memiliki kemiripan. Sehingga tidak bisa dibedakan antara warga yang berpenghasilan tinggi dengan yang berpenghasilan rendah.
29 Pertambangan Batubara PT Arutmin Indonesia PT Arutmin Indonesia mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari pemerintah
Republik
Indonesia
melalui
Perjanjian
Karya
Pengusahaan
Pertambangan Batubara (PKP2B) No.J2/Ji.DU/45/1981 pada tanggal 2 November 1981 mencakup 19 daerah usaha dengan luas area pertambangan 70.153,25 ha. Sedangkan untuk luas pertambangan PT Arutmin Indonesia Site Batulicin menurut Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara adalah seluas 10.893 ha. Berdasarkan Kepmenhut No: SK469/Menhut-II/2008 tanggal 23 Desember 2008, PT Arutmin Indonesia diberikan izin pinjam pakai kawasan penunjangnya seluas 3.291,30 ha dan jalan angkutan batubara 41,16 ha. Berdasarkan peta RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Provinsi Kalimantan Selatan (Perda Provinsi Nomor 9 Tahun 2000) sebagian besar wilayah tambang PKP2B PT Arutmin Indonesia Site Batulicin berada dalam kawasan hutan produksi, selebihnya ada juga yang termasuk dalam kawasan hutan produksi konversi, kawasan budidaya tanaman perkebunan, serta kawasan budidaya tanaman perkebunan lahan kering. Areal pertambangan batubara PT Arutmin Indonesia Site Batulicin berdasarkan Peta Kawasan hutan Produksi Kalimantan Selatan (SK Menhutbun Nomor 453/Kpts/-II/1999) terdiri atas kawasan budidaya hutan produksi tetap, kawasan budidaya hutan produksi terbatas, kawasan hutan produksi konversi, serta sebagian kecil merupakan areal penggunaan lain. Keadaan lahan dalam kawasan tersebut sebelum dilakukan proses pertambangan telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk bercocok tanam padi, berkebun, dan lainnya. Dalam proses pembukaan tambang terlebih dahulu harus melakukan pembebasan lahan tersebut dari masyarakat terkait berdasarkan peraturan pemerintah Indonesia. PT Arutmin Indonesia Site Batulicin mulai melakukan aktivitas pertambangan pada tahun 2005. Desa Dukuhrejo termasuk ke dalam wilayah ring 2 dari kawasan lingkar tambang PT Arutmin Indonesia Site Batulicin. Kegiatan penambangan tidak hanya dilakukan oleh PT Arutmin Indonesia, akan tetapi dilakukan juga oleh puluhan perusahaan yang tidak memiliki IUP yang beroperasi secara illegal di area IUP PT Arutmin Indonesia Site Batulicin. Aktivitas
30 pertambangan tanpa izin (Peti) tersebut dilakukan juga dalam skala perorangan di dalamnya termasuk penduduk Desa Dukuhrejo. Masyarakat Desa Dukuhrejo tersebut melakukan aktivitas pertambangan batubara secara illegal pada KM 17, KM 25, dan KM 47 dimulai dari tahun 2005. Pengusahaan Hutan PT Kodeco PT Kodeco beroperasi dari tahun 1970 di kawasan hutan Kalimantan Selatan berdasarkan SK HPH No. 339/Kpts/Um/12/1968 pada tanggal 11 Desember 1968. Luas areal sebesar 99.570 ha pada kawasan hutan BatulicinBangkalan. Pada tahun 2003 PT Kodeco mengalami pailit atau kebangkrutan. Hal ini sesuai dengan keputusan Mahkamah Agung RI No. 010 PK/N/ 2003 tanggal 20 Oktober 2003 PT Kodeco Batulicin Plywood telah dinyatakan dalam keadaan pailit. Rekapitulasi hasil inventarisasi tegakan kayu sebelum penebangan untuk tahun 2002 pada hutan tanah kering yaitu: 1. Kelas diameter 20-29 cm
: 3.552 Pohon = 1.175,66 m3
2. Kelas diameter 30-39 cm
: 3.261 Pohon = 2.635,30 m3
3. Kelas diameter 40-49 cm
: 3.064 Pohon = 4.811,03 m3
4. Kelas diameter ≥ 60 cm
: 4.114 Pohon = 22.672,01 m3
Jenis pohon dibedakan menjadi dua yaitu jenis pohon yang dilindungi dan jenis pohon yang dapat ditebang. Jenis pohon yang dilindungi diantaranya adalah mengaris, durian dan petai. Sisanya adalah jenis pohon yang dapat ditebang yaitu kelompok pohon meranti (meranti, keruing, nyatoh, mersawa, anglai), kelompok pohon kayu indah (sinampar, sumpung, sungkai, ulin), dan kelompok pohon rimba campuran (binuang, medang, tarap, kuranji, putat, bayur, kasai, dan kayu lainnya). Pada tahun 2003 jumlah masyarakat Desa Dukuhrejo semakin bertambah dalam kegiatan penebangan hutan. Pada tahun 2007 PT Kodeco sudah tidak beroperasi. Hal ini dikarenakan sudah tidak ada tegakan kayu dengan diameter di atas 70 cm. Namun demikian sisa-sisa tegakan kayu berdiameter ≤ 70 cm masih merupakan daya tarik ekonomi bagi warga Desa Dukuhrejo.
31 Aktivitas penebangan hutan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Dukuhrejo termasuk ke dalam kegiatan illegal, karena kawasan hutan yang digunakan adalah kawasan hutan (produksi) negara. Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Bappeda, masyarakat Desa Dukuhrejo melakukan kegiatan penebangan hutan pada kawasan hutan diantaranya di Kawasan Budidaya Hutan Produksi Tetap (KBHP) dan Kawasan Budidaya Hutan Produksi Terbatas (KBHPT). Karakteristik Responden 1.
Umur Data primer yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa umur
responden beragam antara 26 sampai dengan 64 tahun. Klafisikasi responden berdasarkan umur tersaji dalam tabel di bawah ini: Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden Desa Dukuhrejo, Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan Tahun 2012 No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1. 26-34 10 25,0 2. 35-44 13 32,5 3. 45-64 17 42,5 Total 40 100 Umur maksimal responden di Desa Dukuhrejo yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 64 tahun. Menurut Rusli (1995), penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur antara 10-64 tahun. Merujuk dari pengertian tersebut maka seluruh responden dalam penelitian di Desa Dukuhrejo 100 persen tergolong dalam penduduk angkatan kerja yang aktif secara ekonomi (economically active population). 2.
Pendidikan Formal Tingkat pendidikan responden yang dimaksud dalam penelitian ini diukur
berdasarkan tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti. Kategori tingkat pendidikan responden di Desa Dukuhrejo terbagi menjadi lima kelompok yaitu: tidak bersekolah, SD tapi tidak tamat, tamat SD, tamat SMP, dan tamat SMA.
32 Data lengkap tentang pendidikan responden Desa Dukuhrejo dipaparkan dalam Tabel 6. Mayoritas responden Desa Dukuhrejo adalah hanya sampai pada tamat SD atau termasuk kategori tingkat pendidikan rendah. Jika dipersentasekan yaitu 77,5 persen responden mengenyam pendidikan rendah dan hanya 22,5 persen yang mengenyam pendidikan menengah keatas. Profesi sebagai petani, penebang kayu hutan, dan penambang batubara merupakan pekerjaan yang tidak memandang dari tingginya tingkat pendidikan yang dimiliki penduduk, tetapi lebih pada kesehatan dan kemampuan secara fisik untuk dapat bertahan pada medan yang keras. Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden Desa Dukuhrejo Kalimantan Selatan Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2012 No
Tingkat Pendidikan
1. 2. 3. 4. 5. Total
Tidak Bersekolah SD Tidak Tamat Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA
Jumlah (Orang) 3 6 22 8 1 40
Persentase (%) 7,5 15,0 55,0 20,0 2,5 100
Penduduk disana beranggapan bahwa pendidikan itu mahal dan lebih baik langsung bekerja membantu keluarga. Dengan demikian dapat memberikan kontribusi pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Seperti dikatakan seorang responden yang bernama Bapak Hsn (37 tahun) berikut ini: “ Mbak, jar urang sakulah itu larang banar tebaik bagawi gasan keluarga wan kebutuhan sehari-hari.” (sekolah itu mahal lebih baik langsung bekerja saja membantu keluarga di rumah dengan begitu bisa langsung menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari). 3.
Jumlah Tanggungan Pengklafikasian jumlah tanggungan dalam keluarga responden Desa
Dukuhrejo dikelompokkan menjadi empat kategori berdasarkan lapangan. Keempat kategori tersebut yaitu
rata-rata
di
jumlah tanggungan satu, jumlah
tanggungan dua, jumlah tanggungan tiga, dan jumlah tanggungan empat sampai dengan enam. Klafisikasi responden berdasarkan jumlah tanggungan rumah tangganya dipaparkan pada Tabel 7.
33 Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jumlah Tanggungan dalam Rumah Tangga Desa Dukuhrejo Tahun 2012 No 1. 2. 3. 4. Total
Jumlah Tanggungan (Orang) 1 2 3 4-6
Jumlah Responden 8 12 15 5 40
Persentase (%) 20,0 30,0 37,5 12,5 100
Berdasarkan pada tabel di atas diketahui bahwa sebaran jumlah yang menjadi tanggungan responden hampir merata. Perbedaan antar kategori tidak terlalu jauh. Responden dengan jumlah tanggungan satu orang berjumlah 20 persen. Sedangkan responden dengan jumlah tanggungan dua orang berjumlah 30 persen dan responden dengan jumlah tanggungan tiga orang sebesar 37,5 persen. Sisanya sebesar 12,5 persen merupakan responden yang memiliki jumlah tanggungan empat sampai dengan enam orang. Banyaknya anggota rumah tangga yang ditanggung menjadi salah satu alasan yang menuntut kepala rumah tangga untuk dapat meningkatkan pendapatannya dari hasil penebangan kayu
4
dan Penambangan batubara5. Selain
itu juga dengan meningkatkan hasil produksi pertaniannya. Selain jumlah tanggungan, pola konsumsi rumah tangga juga menjadi pengaruh pola nafkah masyarakat Dukuhrejo. 4.
Jumlah Persil dan Luas Tanah Pengklasifikasian jumlah persil dan luas tanah rumah tangga responden
dikelompokkan atas tiga kategori berdasarkan rata-rata di lapangan. Jumlah persil kurang dari sama dengan dua, jumlah persil tiga sampai dengan lima, dan jumlah persil lebih dari lima. Pada pengklasifikasian luas tanah responden rumah tangga yaitu, luas tanah produktif dan tidak produktif kedalam tiga kelompok. Pengkelompokan luas tanah produktif yaitu kurang dari sama dengan satu, luas tanah dua hektar, dan luas tanah lebih besar dari dua hektar. Sedangkan pada pengelompokan luas tanah tidak produktif yaitu luas tanah kurang dari sama 4
Suatu pekerjaan menebang kayu di hutan, kemudian melanjutkan dengan memotong kayu menjadi bagian-bagian tertentu agar dapat dimuat kedalam truk. 5 Suatu pekerjaan mengambil batubara denagn menggunakan peralatan tradisional seperti cangkul dan linggis.
34 dengan dua hektar, luas tanah tiga sampai dengan empat hektar, dan luas tanah lebih dari empat hektar. Klasifikasi responden berdasarkan jumlah persil dan luas tanah rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9. Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jumlah Persil Lahan yang Dimiliki Rumah Tangga Desa Dukuhrejo Tahun 2012 No Jumlah Persil Jumlah Responden Persentase (%) 1. ≤ 2 23 57,5 2. 3-5 15 37,5 3. >5 2 5,0 Total 40 100 Rumah tangga pada responden memiliki persil lahan lebih dari satu persil. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan lahan tidak menjadi masalah bagi rumah tangga untuk melakukan usaha pertanian, akan tetapi sebagian besar dari mereka tidak memilih usaha pertanian tersebut (Tabel 8). Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jumlah Luas Lahan yang Dimiliki Rumah Tangga Desa Dukuhrejo Tahun 2012 Jumlah Persentase No Kategori Lahan Luas Lahan Responden (%) 1. Lahan Produktif ≤ 1 ha 11 27,5 1ha < L ≤ 2ha 10 25,0 >2 ha 19 47,5 2.
Lahan Tidak Produktif
Total
≤ 2ha 2ha < L ≤ 4ha >4ha
11 16 13 40
27,5 40,0 32,5 100
Rata-rata luas lahan yang tidak produktif lebih besar atau lebih luas dari pada lahan yang produktif. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pertanian tidak menjadi pilihan utama bagi masyarakat Desa Dukuhrejo (Tabel 9). 4.
Lama Tinggal Lama tinggal menunjukan berapa lama seseorang masyarakat telah
tinggal dan menetap sebagai penduduk Desa Dukuhrejo yang dihitung dalam satuan tahun. Pengklasifikasian lama tinggal responden dikelompokkan menjadi empat bagian yaitu: kurang dari sama dengan 10 tahun, 11-20 tahun, 21-30 tahun,
35 dan lebih dari 30 tahun. Adapun secara lengkap tentang lama tinggal responden disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Lama Tinggal di Desa Dukuhrejo Tahun 2012 No 1. 2. 3. 4. Total
Lama Tinggal (Th) ≤10 11-20 21-30 >30
Jumlah Responden 4 1 22 13 40
Persentase (%) 10,0 2,5 55,0 32,5 100
Mayoritas responden di Desa Dukuhrejo termasuk kedalam kategori lama tinggal antara 21 tahun sampai dengan 30 tahun sebanyak 22 orang atau 55 persen. Klasifikasi paling lama tinggal di Desa Dukuhrejo ada pada rentang waktu 21-30 tahun. Kondisi yang menyebabkan banyaknya pada rentan kurun waktu tersebut adalah masyarakat Desa Dukuhrejo merupakan masyarakat trans pada tahun 1981-an. Meskipun sekarang ada yang keluar masuk, tetapi tidak terlalu banyak.
36 SUMBER, STRUKTUR DAN STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA DESA DUKUHREJO 1. Sumber Lapangan Pekerjaan dan Struktur Nafkah Rumah Tangga Desa Dukuhrejo Ada delapan sumber nafkah rumah tangga responden Desa Dukuhrejo sekarang ini adalah lapangan pekerjaan budidaya pertanian lahan kering, penebangan kayu di hutan, penambangan batubara, usaha warung, perkebunan kelapa sawit, perdagangan (sektor informal), jasa konstruksi, dan jasa pendidikan. Seluruh sumber nafkah tersebut tergolong dalam dua struktur nafkah: (i) nafkah dari sumber-sumber pertanian (pertanian lahan kering, penebangan kayu dan Perkebunan kelapa sawit), atau yang disebut sebagai nafkah yang bersumber dari on farm; (ii) nafkah dari sumber-sumber non pertanian (penambangan batubara, usaha warung, Perdagangan (sektor informal), Jasa konstruksi, dan Jasa pendidikan); atau yang disebut sebagai nafkah yang bersumber dari off farm (Tabel 11). Nafkah on farm dan off farm tersebut merupakan ciri struktur nafkah masyarakat Desa Dukuhrejo yang ditunjukkan oleh 40 responden (Tabel 12). Struktur nafkah
dual
dan
multi
tersebut
merupakan penopang untuk
mempertahankan keberlanjutan hidup rumah tangga masyarakat Desa Dukuhrejo. Pada Tabel 11 dipaparkan beberapa profesi responden Desa Dukuhrejo. Profesi responden tersebut meliputi lapangan pekerjaan pertanian dan non pertanian. Ada 8 jenis profesi responden Desa Dukuhrejo, yakni petani lahan kering, penebang kayu, pekerja perkebunan, pengusaha warung, penambang batubara, pedagang sayur, buruh bangunan, dan guru TK. Lapangan pekerjaan pertanian berjumlah 3 profesi, sedangkan pada lapangan pekerjaan non pertanian berjumlah 5 profesi seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa responden Desa Dukuhrejo tidak hanya terpaku pada satu jenis lapangan pekerjaan saja. Namun mereka membuka diri
untuk
juga
mengandalkan
jenis
lapangan
pekerjaan
lain
dalam
mempertahankan keberlanjutan hidup rumah tangga. Hal ini menunjukkan responden Desa Dukuhrejo memiliki kepekaan terhadap beberapa jenis lapangan pekerjaan yang terdapat di Desa Dukuhrejo.
37 Sebanyak 17 responden (42,5 persen) dari 40 responden yang diteliti sepenuhnya mengandalkan nafkah dari on farm (penebangan kayu hutan, pertanian lahan kering, dan perkebunanan kelapa sawit). Adapun yang sepenuhnya mengandalkan nafkah dari off farm (penambangan batubara) hanya 1 responden (2,5 persen). Sementara sisanya
mengandalkan hidupnya
dari
kombinasi dual nafkah dan multi nafkah dari on farm dan off farm (Tabel 12). Boleh dikatakan warga masyarakat Desa Dukuhrejo bekerja dalam dualisme sistem ekonomi sebagaimana ditengarai oleh Boeke (1953). Dualisme sosial adalah bentroknya sistem sosial yang diimpor dengan sistem sosial asli yang jenisnya berbeda. Seringkali sistem sosial yang diimpor merupakan kapitalisme yang tinggi. Dualisme ekonomi Desa Dukuhrejo ditandai dengan mulai beroperasinya HPH (Hak Pengusahaan Hutan) PT Kodeco dan IUP (Izin Usaha Pertambangan) PT Arutmin Indonesia Site Batulicin sekitar tahun 19972005. Tabel 11. Jenis Lapangan Pekerjaan dan Profesi Responden Rumah tangga Desa Dukuhrejo Tahun 2012 No 1.
2.
Lapangan Pekerjaan
Profesi Responden Desa Dukuhrejo
Pertanian (On Farm) Budidaya pertanian lahan kering Penebangan kayu di hutan Perkebunan kelapa sawit
Petani lahan kering Penebang kayu Pekerja perkebunan
Non Pertanian (Off Farm) Usaha warung Penambangan batubara Perdagangan (sektor informal) Jasa konstruksi Jasa pendidikan
Pengusaha warung Penambang batubara Pedagang sayur Buruh bangunan Guru TK
38 Tabel 12. Jumlah Responden Rumah tangga Desa Dukuhrejo Menurut Aneka Nafkah On farm dan Off Farm Tahun 2012 On Farm
Tidak Bekerj a di On Farm
Petani lahan kering
Penebang Kayu Hutan
Petani dan pekerja perkebunan
Penebang Kayu dan Petani
Penebang kayu, Petani, dan pekerja perkebunan
Penamban g Batubara
1
1
1
5
1
1
10
Pengusaha Warung
1
2
0
2
0
0
5
Pedagang Sayur
2
1
0
1
0
0
4
Buruh Bangunan
1
1
0
0
0
0
2
Guru TK
0
0
0
1
0
0
1
Penamban g Batubar & Pengusaha Warung
0
0
0
1
0
0
1
Tidak bekerja di Off Farm
3
1
1
11
1
0
17
Total
8
6
2
21
2
1
40
Off Farm
Total
2. Strategi Nafkah Rumah Tangga Desa Dukuhejo Strategi nafkah ganda dan multi dilakukan oleh masyarakat Desa Dukuhrejo untuk keberlanjutan hidup rumah tangga. Sebagian besar responden atau 21 dari 40 responden melakukan strategi nafkah ganda (11 responden) dan strategi naafkah multi (10 responden) (Tabel 12). Mereka yang melakukan strategi nafkah ganda, sebagai penebang kayu dan petani lahan kering, tidak mencari nafkah di off farm. Sedangkan sebanyak 5 responden dari 21 responden melakukan strategi nafkah multi sebagai penebang kayu, petani lahan kering dan penambang batubara (on farm dan off farm). Hal penting selanjutnya yang dapat dilihat dari hasil perhitungan pada Tabel 12 bahwa dari 8 responden (20 persen) ada 3 responden diantaranya yang sepenuhnya mengandalkan keberlanjutan kehidupan dari bernafkah sebagai petani lahan kering. Adapun 5 responden selebihnya adalah responden petani lahan
39 kering yang melakukan nafkah ganda di usaha penambangan batubara, atau pengusaha warung, atau pedagang sayur, dan atau buruh bangunan. Lapangan pekerjaan budidaya pertanian lahan kering masih merupakan sandaran mata pencaharian responden Desa Dukuhrejo. Terlihat pada Tabel 12 dijelaskan bahwa ada sebanyak 33 dari 40 responden (82,5 persen) rumah tangga Desa Dukuhrejo yang masih mengandalkan nafkah sebagai petani lahan kering. Namun bekerja di pertanian lahan kering tidak mampu mencukupi bagi kehidupan rumah tangga mereka. Sehingga untuk keberlanjutan kehidupan mereka harus melakukan berbagai aneka nafkah ganda atau multi yang sudah disebutkan di atas. Hanya 7 responden (17,5 persen) yang tidak mengandalkan nafkah sebagai petani lahan kering. Mereka mengandalkan nafkah tunggal atau ganda pada beberapa lapangan pekerjaan. Diantaranya yakni penebangan kayu di hutan, penambangan batubara, usaha warung, perdagangan, dan jasa konstruksi untuk mempertahankan keberlanjutan hidup rumah tangga (lihat Tabel 12). Sebanyak 17 responden (42,5 persen) menerapkan strategi nafkah hanya di on farm. Sebanyak 3 responden bernafkah tunggal sebagai petani lahan kering dan seorang responden bernafkah sebagai penebang kayu. Adapun sebanyak 13 responden selebihnya mengandalkan nafkah ganda sebagai petani lahan kering dan melakukan usaha penebangan kayu dan atau pekerja perkebunan. Situasi yang berbeda dijumpai, hanya ada seorang responden yang tidak mengandalkan nafkah di on farm (bekerja sebagai penambang batubara) (lihat Tabel 12). Sebanyak 10 responden (25 persen) dari 40 responden terlihat bekerja di lapangan pekerjaan on farm dengan nafkah ganda atau multi dengan bekerja sebagai penambang batubara yang dapat dilihat pada kolom terakhir Tabel 12. Dari Tabel 12 selanjutnya dapat dideskripsikan lebih detail mengenai nafkah tunggal, nafkah ganda, dan nafkah multi seluruh responden yang dipaparkan pada Tabel 13 dan 14.
40 Tabel 13. Jumlah Rumah Tangga Responden Menurut Aneka Strategi Nafkah Tahun 2012 No
Strategi Nafkah
Jumlah Responden
Nafkah Tunggal: 1. 2. 3.
Petani lahan kering Penebang kayu Penambang batubara Total Responden Nafkah Tunggal
3 1 1 5
Nafkah Ganda (2 mata pencaharian): 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Petani lahan kering dan penambang batubara Petani lahan kering dan pengusaha warung Petani lahan kering dan pekerja perkebunan Petani lahan kering dan pedagang sayur Petani lahan kering dan buruh bangunan Penebang kayu dan penambang batubara Penebang kayu dan pengusaha warung Penebang kayu dan pedagang sayur Penebang kayu dan buruh bangunan Penebang kayu dan petani lahan kering Total Responden Nafkah Ganda
1 1 1 2 1 1 2 1 1 11 22
Nafkah Multi (3-4 mata pencaharian): 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Penebang kayu, petani lahan kering dan pengusaha warung Penebang kayu, petani lahan kering dan penambang batubara Penebang kayu, petani lahan kering dan pedagang Penebang kayu, petani lahan kering dan guru TK Penebang kayu, petani lahan kering dan pekerja perkebunan Petani lahan kering, pekerja perkebunan dan penambang batubara Penebang kayu, petani lahan kering, penambang batubara dan pengusaha warung Petani lahan kering, penebang kayu, dan pekerja perkebunan dengan penambang batubara Total Responden Multi Nafkah Total Responden
2 5 1 1 1 1 1 1 13 40
41 Tabel 14. Jumlah Rumah Tangga Responden Petani Lahan Kering dan Responden Penebang Kayu dengan Aneka Nafkah, Desa Dukuhrejo Tahun 2012 No. Strategi Nafkah 1. Responden dengan budidaya pertanian lahan kering sebagai salah satu sumber nafkah 2.
∑ Responden
Responden dengan usaha penebangan kayu di hutan dan lapangan pekerjaan non pertanian Total Responden
30 5 35
Sebanyak 22 responden (55 persen) mengandalkan aneka nafkah ganda di on farm dan off farm. Sedangkan sebanyak 13 responden (32,5 persen) mengandalkan nafkah multi 3-4 mata pencaharian di on farm dan off farm. Sisanya sebanyak 5 responden (12,5 persen) mengandalkan strategi nafkah tunggal di on farm (petani lahan kering, penebang kayu) dan off farm (penambang batubara). Hal ini menunjukkan bahwa strategi nafkah yang dilakukan oleh responden Desa Dukuhrejo terdiri dari strategi nafkah tunggal, strategi nafkah ganda, dan strategi nafkah multi (lihat Tabel 13). Secara umum dapat dikatakan ada 21 jenis strategi bertahan hidup. Dari 21 macam strategi bertahan hidup yang diandalkan oleh 40 responden tersebut sebanyak 10 jenis strategi bertahan hidup responden tergolong ke dalam strategi nafkah ganda di on farm dan off farm. Sedangkan sebanyak 8 jenis strategi bertahan hidup responden tergolong ke dalam strategi nafkah multi 3-4 mata pencaharian di on farm dan off farm. Sisanya sebanyak 3 jenis strategi bertahan hidup responden tergolong ke dalam strategi nafkah tunggal (Tabel 13). Pemaparan di atas menunjukkan bahwa aneka nafkah responden tersebut terdiri dari 1-4 jenis mata pencaharian atau pekerjaan. Sebanyak 10 macam strategi bertahan hidup 22 responden (52,5 persen) tersebut terdiri dari 2 jenis mata pencaharian atau pekerjaan. Sedangkan sebanyak 5 macam strategi bertahan hidup 11 responden lainnya (27,5 persen) terdiri dari 3 jenis mata pencaharian atau pekerjaan. Selanjutnya sebanyak 3 macam strategi bertahan hidup 2 responden (5 persen) terdiri dari 4 jenis mata pencaharian atau pekerjaan. Sisanya sebanyak 3 macam strategi bertahan hidup 5 responden (12,5 persen) terdiri dari 1 jenis mata pencaharian atau pekerjaan (Tabel 13).
42 Ada sebanyak 30 responden (75 persen) dari 35 responden mengandalkan nafkah sebagai petani lahan kering dengan aneka nafkah ganda atau multi di penebangan
kayu/pekerja
perkebunan/penambangan
batubara/pengusaha
warung/buruh bangunan/pedagang sayur dan atau guru TK. Sedangkan sisanya sebanyak 5 responden (12,5 persen) lainnya mengandalkan nafkah sebagai penebang kayu dengan aneka nafkah ganda atau multi di penambangan batubara/pengusaha warung/pedagang sayur dan atau buruh bangunan (lihat Tabel 14). Hal penting yang dapat dilihat dari hasil perhitungan pada Tabel 13 dan 14 bahwa sebagian besar (35 responden dari 40) responden rumah tangga Desa Dukuhrejo
tidak
mengandalkan
nafkah
tunggal
untuk
mempertahankan
keberlanjutan hidup rumah tangga. Melainkan mereka mengandalkan nafkah ganda dan nafkah multi yang terdiri dari 2-4 mata pencaharian atau pekerjaan seperti yang sudah disebutkan di atas. 3. Penguasaan dan Luas Tanah Rumah Tangga Responden Desa Dukuhrejo Sebanyak 19 responden (63,33 persen) dari 30 responden petani lahan kering menguasai tanah seluas 4 sampai 5 ha dengan rata-rata luas tanah yang dikuasai 4,5 ha yang terdiri atas 3 persil (lihat Tabel 15). Rata-rata luas tanah produktif yang diusahakan oleh golongan responden ini sebesar 3 ha dan yang tidak produktif 1/3 dari total luas tanah yang dikuasai. Sedangkan sebanyak 4 responden (13,33 persen) lainnya termasuk ke dalam golongan luas tanah 5 sampai 6 ha dengan rata-rata luas tanah yang dikuasai 6,1 ha yang terdiri atas 4 persil. Rata-rata luas tanah produktif yang diusahakan oleh golongan responden ini sebesar 3,3 ha dan yang tidak produktif mencapai separuh dari total luas tanah yang dikuasai (Tabel 15). Pemaparan di atas menunjukkan bahwa tanah yang dimiliki oleh suatu rumah tangga tidak semua produktif. Tabel 15 menunjukkan pula bahwa semakin besar golongan luas tanah yang dikuasai maka akan semakin besar pula luas tanah yang tidak produktif. Sebagai contoh pada golongan luas tanah 2 sampai 3 ha luas tanah yang tidak produktif 1/3 dari luas total tanah yang dikuasai. Sedangkan pada
43 golongan luas tanah 5 sampai 6 ha luas tanah yang tidak produktif mencapai separuh dari luas total tanah yang dikuasai (Tabel 15). Tabel 15. Responden dengan Budidaya Pertanian Lahan Kering Sebagai Salah Satu Sumber Nafkah Menurut Golongan Luas Tanah yang Dikuasai Tahun 2012 Golongan Luas Tanah (Ha)
N
2> x ≥1 3> x >2 4> x >3 5> x >4 6> x >5 x >6 ∑ Responden
0 3 3 19 4 1 30
Luas Total Rata-rata (Ha) 0 2,8 3,7 4,5 6,1 26
Rata-rata Luas Tanah Responden (Ha) Produktif Tidak Produktif 0 0 2,6 0,2 2,2 1,5 3,0 1,5 3,3 2,8 17 9
Rata-rata Jumlah Persil Tanah 0 2 3 3 4 5
Sebanyak 5 responden penebang kayu yang bernafkah ganda atau nafkah multi sebagai penambang batubara, /pengusaha warung, /pedagang sayur, dan atau buruh bangunan; juga menguasai lahan pertanian. Sebanyak 3 dari 5 responden menguasai tanah seluas 1 sampai 2 ha dengan rata-rata 1,5 ha per rumah tangga. Tanah yang dikuasai terdiri dari 1 persil saja. Sisanya sebanyak 2 responden menguasai tanah seluas 2 sampai 3 ha dengan rata-rata 2,4 ha yang terdiri dari 2 persil. Namun demikian, tanah yang dikuasai oleh 5 responden ini tidak ada yang produktif (Tabel 16). Tabel 16. Responden dengan Usaha Penebangan Kayu di Hutan dan Lapangan Pekerjaan Non Pertanian Menurut Golongan Luas Tanah yang Dikuasai Tahun 2012 Golongan Luas Tanah (Ha)
N
2> x ≥1 3> x >2 4> x >3 5> x >4 6> x >5 x >6 ∑ Responden
3 2 0 0 0 0 5
Luas Total Rata-rata (Ha) 1,5 2,4 0 0 0 0
Rata-rata Luas Tanah Responden (Ha) Produktif Tidak Produktif 0 1,5 0 2,4 0 0 0 0 0 0 0 0
Rata-rata Jumlah Persil Tanah 1 2 0 0 0 0
44 Sebanyak 5 responden mengandalkan nafkah tunggal di on farm (petani lahan kering, penebang kayu) dan off fram (penambang batubara) dalam mempertahankan keberlanjutan nafkah rumah tangga. Dari 5 responden tersebut sebesar 3 responden (60 persen) termasuk ke dalam golongan luas tanah 4 sampai 5 ha dengan luas total rata-rata yang dikuasai sebesar 4,3 ha yang tersebar ke dalam 3 persil. Rata-rata luas tanah produktif yang diusahakan oleh golongan responden ini sebesar 1,8 ha dan rata-rata luas tanah yang tidak produktif 1∕2 dari total luas tanah yang dikuasai. Sedangkan sisanya sebanyak 2 responden (40 persen) termasuk ke dalam golongan luas tanah 1 sampai 2 ha dengan luas total rata-rata yang dikuasai sebesar 1,5 ha yang tersebar di dalam 1 persil. Golongan responden ini 100 persen tanah yang dikuasai merupakan tanah tidak produktif (lihat Tabel 17). Tabel 17. Responden dengan Nafkah Tunggal di On farm dan Off Farm Menurut Golongan Luas Tanah yang Dikuasai Tahun 2012 Golongan Luas Tanah (Ha)
N
2> x ≥1 3> x >2 4> x >3 5> x >4 6> x >5 x >6 ∑ Responden
2 0 0 3 0 0 5
Luas Total Rata-rata (Ha) 1,5 0 0 4,3 0 0
Rata-rata Luas Nafkah Tunggal (Ha) Produktif Tidak Produktif 0 1,5 0 0 0 0 1,8 2,5 0 0 0 0
Rata-rata Jumlah Persil Tanah 1 0 0 3 0 0
Hal penting lainnya yang dapat dilihat dari Tabel 15, 16, dan 17 adalah luas total tanah yang dikuasai 40 responden sebesar 52,8 ha. Dari luas total tanah tersebut yang produktif hanya sekitar 30 ha selebihnya tidak produktif. Luasnya tanah yang tidak produktif ini menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga yang diperoleh dari nafkah ganda dan nafkah multi jauh lebih besar dari pada bila responden sepenuhnya mengusahakan lahan yang dikuasainya. Pada sub bab tentang pendapatan responden dijelaskan lebih lanjut tentang hal ini. Padi, kacang tanah, sawi, buncis, bayam, terung, jagung, kacang panjang, bawang pre, timun, gambas, cabe, dan sebagainya, serta beberapa hasil perkebunan seperti pisang, mangga, rambutan, karet dan kelapa sawit adalah produksi pertanian responden Desa Dukuhrejo.
45 Tabel 18. Jumlah Responden dengan Status Penguasaan Tanah Menurut Golongan Luas Tanah Tahun 2012 Golongan Luas Tanah (Ha)
N
2≥ x ≥1 3> x >2 4> x >3 5> x >4 6> x >5 x >6 ∑ Responden
11 7 9 2 6 5 40
Luas Total Rata-rata (Ha) 1,6 2,9 3,8 4,9 5,9 14,5
∑ Responden Menurut Status Penguasaan Tanah Tanah Tanah Tanah Milik Sewa Sakap 11 2 0 7 2 0 9 2 0 2 0 0 6 1 1 5 2 0 40 9 1
Rata-rata Jumlah Persil Tanah 2 3 3 2 4 5
Status penguasaan tanah pada 40 responden Desa Dukuhrejo dibedakan menjadi tiga; yakni tanah milik, tanah sewa, dan tanah sakap. Sebanyak 40 responden (100 persen) memiliki status penguasaan tanah milik, sedangkan untuk status penguasaan tanah sewa hanya sebanyak 9 responden (22,5 persen) dan hanya 1 responden (0,025 persen) yang memiliki status penguasaan tanah sakap (bagi hasil) (lihat Tabel 18). Penjelasan di atas menunjukkan bahwa sudah pasti dalam rumah tangga responden Desa Dukuhrejo memiliki status penguasaan tanah milik. Beberapa diantaranya tidak hanya memiliki status penguasaan tanah milik, akan tetapi juga memiliki status penguasaan tanah sewa dan tanah sakap sehingga rata-rata jumlah persil tanah mereka lebih dari satu. Tanah sewa yang dimaksud pada responden Desa Dukuhrejo adalah tanah hasil dari menyewa secara gratis atau tidak bayar pada desa. 4. Pendapatan Rumah Tangga Responden Desa Dukuhrejo Pendapatan tertinggi terdapat pada strategi nafkah multi sebagai penebang kayu, petani lahan kering dan pekerja perkebunan yakni sebesar Rp 7.904.000,- (1 responden). Disusul dengan strategi nafkah multi sebagai penebang kayu, petani lahan kering, pekerja perkebunan dan penambang batubara yaitu sebesar Rp 7.527.000,- (1 responden). Pendapatan terendah terdapat pada strategi nafkah tunggal sebagai petani lahan kering (tidak bekeja di off farm) sebanyak 3 responden yaitu sebesar Rp 1.164.000,- (Tabel 19).
46 Hal utama yang dapat dilihat pada Tabel 19 menunjukkan adanya strata pendapatan. Dari 40 responden tersebut terdapat enam strata pendapatan: 1. Strata pendapatan tertinggi (Rp 7.000.000 sampai Rp 8.000.000 per rumah tangga per bulan) dijumpai pada responden penebang kayu, petani lahan kering, dan atau pekerja perkebunan dan atau penambang batubara, pengusaha warung. 2. Strata pendapatan kedua (Rp 6.000.000 sampai Rp 7.000.000 per rumah tangga per bulan) dijumpai pada responden penebang kayu dan pengusaha warung; penebang kayu, petani lahan kering dan pengusaha warung; penebang kayu dan pedagang. 3. Strata pendapatan ketiga (Rp 5.000.000 sampai Rp 6.000.000 per rumah tangga per bulan) dijumpai pada responden penambang batubara dan penebang kayu; penebang kayu, petani lahan kering, pekerja perkebunan dan penambang batubara. 4. Strata pendapatan keempat (Rp 4.000.000 sampai Rp 5.000.000 per rumah tangga per bulan) dijumpai pada responden penambang batubara, petani lahan kering dan penambang batubara; penebang kayu, petani lahan kering dan penambang batubara atau guru TK, dan responden bernafkah sebagai penebang kayu. 5. Strata pendapatan kelima (Rp 3.000.000 sampai Rp 4.000.000 per rumah tangga per bulan) dijumpai pada responden penebang kayu, petani lahan kering dan pedagang; petani lahan kering, pekerja perkebunan dan penambang batubara, dan pada responden petani lahan kering dan pengusaha warung. 6. Strata pendapatan keenam atau terendah (kurang dari Rp 3.000.000 per rumah tangga per bulan) dijumpai pada responden petani lahan kering, pekerja perkebunan dan atau pedagang sayur, buruh bangunan, serta responden bernafkah sebagai petani lahan kering.
47 Tabel 19. Besar Pendapatan Responden Menurut Aneka Strategi Nafkah Rumah tangga Desa Dukuhrejo Tahun 2012 Pendapatan Rata-rata per Rumah Tangga per Bulan (Rp/Rt/Bulan) On Farm
Penebang Kayu
Petani dan Pekerja Perkebunan
Penebang Kayu dan Petani
Penebang Kayu, Petani, dan Pekerja Perkebunan
Tidak Bekerja di On Farm
4.660.834 (n: 1)
5.800.000 (n: 1)
3.813.000 (n:1)
4.706.200 (n: 5)
5.352.000 (n:1)
4.208.333 (n: 1)
Pengusaha Warung
3.988.000 (n: 1)
6.188.334 (n: 2)
0
6.620.000 (n: 2)
0
0
Pedagang Sayur
2.347.000 (n: 2)
6.180.000 (n: 1)
0
3.502.167 (n: 1)
0
0
Buruh Bangunan
2.913.000 (n: 1)
4.280.000 (n: 1)
0
0
0
0
Guru TK
0
0
0
4.767.000 (n: 1)
0
0
Penambang Batubar & Pengusaha Warung
0
0
0
7.527.000 (n: 1)
0
0
Tidak Bekerja di Off Farm
1.164.000 (n:3)
4.450.000 (n: 1)
2.154.000 (n:1)
6.772.727 (n: 11)
7.904.000 (n:1)
0
Off Farm
Petani Lahan Kering
Penambang Batubara
Kontribusi pendapatan per rumah tangga per bulan pada petani lahan kering
dengan nafkah
ganda
atau
multi
di
penebangan kayu/pekerja
perkebunan/penambang batubara/pengusaha warung/buruh bangunan/pedagang dan atau guru TK, yaitu sebesar Rp 5.282.361,- (30 responden). Lebih rendah dari pada pendapatan per rumah tangga per bulan pada penebang kayu dengan nafkah ganda atau multi di penambang batubara/usaha warung/pedagang dan atau buruh bangunan, yaitu sebesar Rp 5.727.333,- sebanyak 5 responden (Tabel 20).
48 Tabel 20. Besar Pendapatan Responden Menurut Aneka Strategi Nafkah Rumah tangga, Desa Dukuhrejo, Rp/Rumah Tangga/Bulan Tahun 2012 No. 1.
2.
Strategi Nafkah Ganda dan Nafkah Multi
∑ Responden
Pendapatan Ratarata (Rp/Rumah Tangga/Bulan)
30
Rp 5.282.361,-
5
Rp 5.727.333,-
Petani dengan aneka nafkah di penebangan kayu/ pekerja perkebunan/penambang batubara/pengusaha warung/buruh bangunan/pedagang dan atau guru TK. Penebang kayu dengan aneka nafkah di penambang batubara/usaha warung/pedagang dan atau buruh bangunan Total Responden
35
Sedangkan kontribusi pendapatan tertinggi per rumah tangga per bulan pada nafkah tunggal di on farm
dan off farm terdapat pada nafkah sebagai
penebang kayu sebesar Rp 4.450.000,- (1 reponden). Disusul dengan kontribusi pendapatan per rumah tangga per bulan pada nafkah tunggal sebagai penambang batubara yakni sebesar Rp 4.208.333,- (1 responden). Kontribusi pendapatan terendah terdapat pada nafkah tunggal sebagai petani lahan kering sebesar Rp 1.164.000,- sebanyak 3 responden (Tabel 21). Tabel 21. Besar Pendapatan Responden Nafkah Tunggal Rumah Tangga, Desa Dukuhrejo, Rp/Rumah Tangga/Bulan Tahun 2012 No 1. 2. 3.
Nafkah Tunggal Petani Penebang kayu Penambang batubara
∑ Responden 3 1
Total Responden
1 5
Pendapatan Ratarata (Rp/Rumah Tangga/Bulan) Rp 1.164.000,Rp 4.450.000,Rp 4.208.333,-
Hal penting yang dapat dilihat dari Tabel 19, 20, dan 21 adalah secara umum strategi nafkah yang bertumpu pada penebangan kayu dan penambangan batubara hampir memiliki kontribusi penuh bagi pendapatan rumah tangga per bulan dibandingkan pada nafkah budidaya pertanian lahan kering yang hanya memiliki kontribusi lebih kecil bagi rumah tangga Desa Dukuhrejo.
49 Berdasarkan penjelasan di atas besarnya pendapatan per rumah tangga per bulan responden dipengaruhi oleh 3 sampai dengan 4 jenis mata pencaharian atau pekerjaan. Kurang dari tiga jenis mata pencaharian yang diterapkan termasuk kedalam kategori pendapatan sedang dan pada responden yang mengandalkan satu jenis pekerjaan saja atau nafkah tunggal mendapatkan kontribusi pendapatan yang lebih kecil dibandingkan dengan mengandalkan nafkah ganda atau nafkah multi.
Gambar 3. Grafik Peresentase Pendapatan Responden Nafkah Ganda Tahun 2012 Keterangan Jenis Pekerjaan Kategori 1-10 Nafkah Ganda (2 mata pencaharian): Kategori 1: Kategori 2: Kategori 3: Kategori 4: Kategori 5: Kategori 6: Kategori 7: Kategori 8: Kategori 9: Kategori 10:
Petani lahan kering dan penambang batubara (1) Petani lahan kering dan pedagang sayur (2) Petani lahan kering dan pengusaha warung (1) Petani lahan kering dan buruh bangunan (1) Petani lahan kering dan pekerja perkebunan (1) Penebang kayu dan penambang batubara (1) Penebang kayu dan pengusaha warung (2) Penebang kayu dan buruh bangunan (1) Penebang kayu dan pedagang sayur (1) Penebang kayu dan petani lahan kering (11)
Pada kategori 1, 2, 3, 4, 5, dan 10 menunjukkan bahwa petani lahan kering masih berkontribusi pada pendapatan per rumah tangga Desa Dukuhrejo. Pada kategori 5 presentase kontribusi pendapatan terbesar pada responden nafkah sebagai pekerja perkebunan yakni sebesar 53,4 persen. Sisanya 46,6 persen merupakan nafkah sebagai petani lahan kering (lihat Gambar 3).
50 Pada kategori 2, 3, dan 4 persentase kontribusi pendapatan terbesar pada responden rumah tangga ditunjukkan pada lapangan pekerjaan “jasa dan perdagangan”. Hasil perhitungan pada kategori 2 nafkah sebagai pedagang sayur sebesar 72 persen, sisanya 28 persen merupakan nafkah sebagai petani lahan kering. Kategori 3 nafkah sebagai pengusaha warung sebesar 64 persen, sisanya 36 persen merupakan nafkah sebagai petani lahan kering. Kategori 4 nafkah sebagai buruh bangunan sebesar 58,2 persen, sisanya 41,8 persen merupakan nafkah sebagai petani lahan kering (lihat Gambar 3). Situasi berbeda ditunjukkan pada Gambar 3, yakni pada kategori 1 dan 6. Persentase kontribusi pendapatan terbesar pada responden rumah tangga ditunjukkan pada lapangan pekerjaan “penambangan batubara”. Hasil perhitungan pada kategori 1 nafkah sebagai penambang batubara sebesar 77,8 persen, sisanya 22,2 persen merupakan nafkah sebagai petani lahan kering. Kategori 6 nafkah sebagai penambang batubara sebesar 53,4 persen, sisanya 46,6 persen merupakan nafkah sebagai penebang kayu. Pada kategori 7, 8, 9, dan 10 juga menunjukkan situasi yang berbeda. Persentase kontribusi pendapatan terbesar pada responden rumah tangga ditunjukkan pada lapangan pekerjaan “penebangan kayu”. Hasil perhitungan pada kategori 7 nafkah sebagai penebang kayu sebesar 67 persen, sisanya 33 persen merupakan nafkah sebagai pengusaha warung. Kategori 8 nafkah sebagai penebang kayu sebesar 81,3 persen, sisanya 18,7 persen merupakan nafkah sebagai buruh bangunan. Kategori 9 nafkah sebagai penebang kayu sebesar 85,8 persen, sisanya 14,2 persen merupakan nafkah sebagai pedagang sayur. Kategori 10 nafkah sebagai penebang kayu sebesar 94,7 persen, sisanya 5,3 persen merupakan nafkah sebagai petani lahan kering (lihat Gambar 3). Hal utama dari persentase kontribusi pendapatan pada Gambar 3 menunjukkan bahwa persentase terendah terdapat pada kontribusi pendapatan nafkah sebagai petani lahan kering. Sedangkan persentase tertinggi pada kontribusi pendapatan rumah tangga terdapat pada nafkah sebagai penebang kayu dan penambang batubara, menikmati kenaikan pendapatan rumah tangga Desa Dukuhrejo tiga atau empat kali lebih besar dari pada responden yang bekerja sebagai petani lahan kering.
51
Gambar 4. Grafik Peresentase Pendapatan Responden Nafkah Multi Tahun 2012 Keterangan Jenis Pekerjaan Kategori 1-8 Nafkah Multi (3-4 mata pencaharian): Kategori 1: Penebang kayu, petani lahan kering, penambang batubara dan pengusaha warung (1) Kategori 2: Penebang kayu, petani lahan kering dan penambang batubara (5) Kategori 3: Petani lahan kering, penebang kayu, dan pekerja perkebunan dan penambang batubara (1) Kategori 4: Penebang kayu, petani lahan kering dan pekerja perkebunan (1) Kategori 5: Penebang kayu, petani lahan kering dan pengusaha warung (2) Kategori 6: Penebang kayu, petani lahan kering dan pedagang sayur (1) Kategori 7: Penebang kayu, petani lahan kering dan guru TK (1) Kategori 8: Petani lahan kering, pekerja perkebunan dan penambang batubara (1)
Kategori 1 sampai dengan 8 menunjukkan bahwa petani lahan kering masih berkontribusi untuk pendapatan rumah tangga. Pada kategori 1, 2, dan 8 persentase kontribusi pendapatan terbesar pada responden rumah tangga ditunjukkan pada lapangan pekerjaan “penambangan batubara”. Hasil perhitungan pada kategori 1 nafkah sebagai penambang batubara sebesar 50,7 persen; sisanya terbagai ke dalam 3 nafkah lainnya; yakni 30 persen bernafkah sebagai penebang kayu, 14 persen bernafkah sebagai pekerja perkebunan, dan 5,3 persen bernafkah sebagai petani lahan kering. Kategori 2 nafkah sebagai penambang batubara sebesar 52,8 persen, sisanya 44,4 persen merupakan nafkah sebagai penebang kayu dan 2,8 persen bernafkah sebagai petani lahan kering. Kategori 8 nafkah sebagai penambang batubara sebesar 54,2 persen, sisanya 30,2 persen merupakan
52 nafkah sebagai pekerja perkebunan dan 15,6 persen bernafkah sebagai petani lahan kering (lihat Gambar 4). Situasi berbeda ditunjukkan pada Gambar 4, yakni kategori 3, 4, 5, 6, dan 7. Persentase kontribusi pendapatan terbesar pada responden rumah tangga ditunjukkan pada lapangan pekerjaan “penebangan kayu”. Hasil perhitungan pada kategori 3 nafkah sebagai penebang kayu sebesar 62,8 persen; sisanya terbagai ke dalam 3 nafkah lainnya; yakni 24,6 persen bernafkah sebagai penambang batubara, 7,2 persen bernafkah sebagai pengusaha warung, dan 5,4 persen bernafkah sebagai petani lahan kering. Kategori 4 nafkah sebagai penebang kayu sebesar 66,1 persen, sisanya 19,3 persen merupakan nafkah sebagai petani lahan kering dan 14,6 persen bernafkah sebagai pekerja perkebunan. Kategori 5 nafkah sebagai penebang kayu sebesar 70,7 persen, sisanya 25,4 persen merupakan nafkah sebagai petani lahan kering dan 3,9 persen bernafkah sebagai petani lahan kering. Kategori 6 nafkah sebagai penebang kayu sebesar 74,2 persen, sisanya 20,7 persen merupakan nafkah sebagai pedagang sayur dan 5,1 persen bernafkah sebagai petani lahan kering. Kategori 8 nafkah sebagai penebang kayu sebesar 82,2 persen, sisanya 14,7 persen merupakan nafkah sebagai guru tk dan 3,1 persen bernafkah sebagai petani. Hal utama dari persentase kontribusi pendapatan pada Gambar 4 juga menunjukkan bahwa persentase terendah terdapat pada kontribusi pendapatan nafkah sebagai petani lahan kering. Sedangkan persentase tertinggi pada kontribusi pendapatan rumah tangga terdapat pada nafkah sebagai penebang kayu dan penambang batubara. Dengan adanya kontribusi dari dua sumber nafkah ini pendapatan rumah tangga dapat meningkat 3 sampai 4 kal I lebih besar dari pada bila hanya bersandar tunggal pada pertanian lahan kering. Sekarang menjadi jelas latar belakang strategi nafkah yang ditempuh oleh para responden Desa Dukuhrejo. Para responden memilih strategi nafkah ganda atau multi karena dua pertimbangan. Pertama, meminimumkan pengeluaran dan memaksimumkan pendapatan. Usaha penebangan kayu dan penambangan batubara tidak memerlukan dana atau modal untuk input produksi seperti pada usaha pertanian lahan kering (biaya produksi pupuk, benih, pestisida, tenaga
53 upahan). Kedua, memperoleh uang kontan dalam waktu yang relatif singkat. Usaha penebangan kayu dan penambangan batubara hanya membutuhkan waktu minimal satu minggu untuk memperolah uang kontan, sedangkan pada usaha petani lahan kering membutuhkan waktu empat sampai enam bulan untuk memperoleh uang kontan.
54
KEBERLANJUTAN NAFKAH RUMAH TANGGA DESA DUKUHREJO 1. Perubahan Kondisi Lingkungan Fisik Desa Dukuhrejo berada di tengah-tengah wilayah yang kaya oleh sumberdaya alam. Di sebelah timur terdapat kawasan tambang batubara PT Arutmin Indonesia Site Batulicin (blok tambang batubara DU-311 Kalsel). Di sebelah utara, timur, dan barat Desa Dukuhrejo adalah kawasan ex HPH PT Kodeco. Operasi penebangan hutan oleh HPH PT Kodeco dan penambangan batubara oleh PT Arutmin Indonesia tidak hanya menimbulkan dampak negatif terhadap lanskap fisik dan tata air daerah setempat pada saat operasi. Dampak negatif tersebut ternyata terus berlanjut hingga masa kini, karena masuknya warga masyarakat untuk menebang kayu dan atau menambang batubara. Dampak yang paling nyata dirasakan oleh masyarakat Desa Dukuhrejo adalah pencemaran air (terutama kekeruhan) dan banjir di musim hujan. Akhirakhir ini frekuensi banjir yang melanda Desa Dukuhrjeo mencapai 1 sampai 2 kali dalam setahun. Posisi geografi Desa Dukuhrejo yang nyaris diapit oleh dua anak sungai dimana pada bagian hulunya mengalami kerusakan hutan (akibat operasi HPH eks PT Kodeco dan penebangan kayu oleh warga masyarakat; serta operasi penambangan batubara PT Arutmin Indonesia dan penambangan batubara rakyat); menyebabkan Desa Dukuhrejo dilanda banjir 1 sampai 2 kali dalam setahun (lihat Tabel 22, Gambar 5 dan 6). Bapak Rzn (45 tahun) dari Bappeda Kabupaten Tanah Bumbu menegaskan perubahan lingkungan di wilayah Mantewe (termasuk Desa Dukuhrejo) tersebut adalah: Desa Dukuhrejo mengalami trend perubahan lahan dari hutan menjadi kawasan perkebunan. Sehingga ketika hujan turun sering terjadi banjir, karena tanaman perkebunan hanya bersifat menyerap air dan tidak menahan air……………………………………………............................................ ...............................................Berdasarkan data yang ada pada kami luas hutan memang sudah berkurang secara signifikan, akan tetapi untuk memastikan berapa tahun lagi hutan akan habis secara tepat kami tidak ada. Namun jika hanya perkiraan mungkin bisa sampai 10 atau 15 tahun lagi. Menurut Perda 435 tahun 2003 kawasan
55 hutan di Desa Dukuhrejo sebelum kodeco termasuk hutan sekunder. Sedangkan mengenai illegal loging yang terjadi, rata-rata ada pada jenis hutan KBHPT (Kawasan Budidaya Hutan Produksi Tetap), KBPLK, dan KBTTP (Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Perkebunan), dan tidak pada kawasan hutan lindung. Penuturan Bapak Rzn tersebut memperkuat keterangan mengenai daya dukung lingkungan yang semakin berkurang pada Desa Dukuhrejo. Penurunan daya dukung lingkungan tersebut beresiko tinggi terhadap lapangan pekerjaan penduduk di Desa Dukuhrejo, yakni ketidakberlanjutan nafkah. Terutama pada nafkah sebagai penebang kayu dan penambang batubara. Meskipun kedua nafkah tersebut memberikan kontribusi pendapatan yang tinggi, sehingga mampu menyokong ekonomi rumah tangga. Akan tetapi, kemampuan kedua nafkah ini dalam menyokong ekonomi rumah tangga berbatas waktu dan akan berakhir pada lemahnya ekonomi rumah tangga tersebut. Bila sinyalemen Bapak Rzn yang menyatakan bahwa 10-15 tahun mendatang kawasan hutan di sekitar Desa Dukuhrejo akan habis itu benar; maka kondisi ini akan berdampak negatif terhadap pendapatan rumah tangga, khususnya rumah tangga Desa Dukuhrejo yang mengandalkan nafkah dari penebangan kayu dan penambangan batubara. Tabel 22. Penuturan Responden Terhadap Resiko Lingkungan Hidup di Desa Dukuhrejo Tahun 2012 No 1. 2.
Jenis Resiko Lingkungan Hidup Pencemaran Air (kekeruhan sungai) Banjir
∑ Responden 32 40
Faktor Penyebab 1. Pertambangan batubara oleh PT Arutmin Indonesia dan rakyat 2. Penebangan kayu hutan oleh rakyat di kawasan hutan ex HPH PT Kodeco
56
Sumber: Data PT Arutmin Indonesia Site Batulicin 2011
Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian Tahun 2012
Sumber: Data Desa Dukuhrejo 2011
Gambar 6. Peta Desa Dukuhrejo Tahun 2012
57 Posisi Desa Dukuhrejo berada diantara area penambangan batubara oleh PT Arutmin Indonesia dan rakyat; serta penebangan kayu hutan oleh rakyat di kawasan hutan ex HPH PT Kodeco. Pada Gambar 6 “Peta Desa Dukuhrejo” dijelaskan bahwa lokasi lahan usaha pertanian berada di RT 5, 10, 11, dan 12. Dilihat pada Gambar 6 bahwa garis yang menunjukkan sungai selain berada pada kawasan pemukiman penduduk juga sampai pada kawasan lahan usaha pertanian. Apabila terjadi banjir, pemukiman penduduk dan lahan usaha pertanian digenangi oleh air (lihat Gambar 5 dan 6). Banjir yang melanda Desa Dukuhrejo membawa pengaruh terhadap nafkah rumah tangga dalam bentuk hilangnya sebagian atau hasil produksi pertanian dan hilangnya curahan kerja di kegiatan pertanian, penambangan batubara, dan penebangan kayu hutan. Dalam penelitian di lapangan analisis secara rinci perihal dampak banjir terhadap produksi pertanian dan pendapatan rumah tangga tidak ditelusuri secara mendalam. Namun demikian pernyataan Bapak Spm (45 tahun) selaku warga Desa Dukuhrejo kiranya dapat menggambarkan keadaan yang mereka hadapi: “Pada saat banjir melanda Desa Dukuhrejo, sawah-sawah tergenang oleh air, yang sering menyebabkan gagalnya panen. Pada saat seperti itu, saya tidak bisa bekerja juga. Karena saya sangat takut. Ketika hujan turun saja saya tidak berani bekerja apalagi banjir. Ketika hujan turun saya tidak berani bekerja menambang batubara karena, saya takut kalau terkubur di dalam lubang. Sama halnya dengan bekerja menebang kayu. Ketika hujan tanahnya licin dan kayunya sulit untuk diangkut ke truk”. 2. Prospek Pemanfaatan Sumberdaya Alam Mata pencaharian pada responden Desa Dukuhrejo adalah sebagai petani lahan kering, penebang kayu, pekerja perkebunan, penambang batubara, pengusaha warung, pedagang sayur, buruh bangunan, dan guru TK. Nafkah sebagai penebang kayu dan penambang batubara yang dilakukan oleh responden Desa Dukuhrejo merupakan sisa sumber daya hutan dan batubara yang tidak ekonomis untuk skala perusahaan. Akan tetapi, untuk skala rakyat kecil masih bersifat ekonomis. Kedua nafkah ini memberikan kontribusi pendapatan yang tinggi pada rumah tangga Desa Dukuhrejo, seperti yang sudah dijelaskan pada sub bab pendapatan rumah tangga.
58 Prospek mata pencaharian penebang kayu dan penambang batubara dalam kerangka sistem nafkah berkelanjutan pada rumah tangga Desa Dukuhrejo yakni mengarah kepada ketidakberlanjutan nafkah. Meskipun kontribusi pendapatan bagi rumah tangga sangat tinggi, akan tetapi sangat bergantung dengan ketersediaanya. Misalnya nafkah sebagai penebang kayu, pendapatan diperoleh berdasarkan jumlah tegakan kayu yang dihasilkan. Ketersediaan sumberdaya hutan dan batubara akan semakin menipis dan habis. Berbeda dengan nafkah sebagai petani lahan kering yang mengarah kepada keberlanjutan nafkah. Ketersediaan sumberdaya hutan dan batubara menjadi ancaman bagi keberlanjutan nafkah responden rumah tangga Desa Dukuhrejo. Apabila kedua sumber daya ini habis maka responden terancam kehilangan pekejaan dan kontribusi pendapatan bagi rumah tangga berkurang. Salah satu tumpuhan yang masih bisa dipertahankan atau berlanjut adalah lapangan pekerjaan budidaya lahan pertanian. Namun demikian, nafkah sebagai petani lahan kering hanya mampu memberikan kontribusi pendapatan yang masih rendah bagi rumah tangga. Berkurangnya pendapatan tentunya mempengaruhi responden untuk memperoleh tambahan pendapatan. Perolehan pendapatan ini dapat dilakukan dengan peningkatan pendapatan melalui lapangan pekerjaan budidaya pertanian atau bermigrasi ke luar desa. Sebagian besar responden yang bekerja pada kedua nafkah ini masih mengusahakan lahan pertanian untuk mendukung keberlanjutan hidup rumah tangga. Misalnya dengan menanam padi dan sayuran. Sebagian kecil responden Desa Dukuhrejo juga sudah mulai menanam tanaman perkebunan seperti kelapa sawit dan karet. Hal ini dilakukan karena mengingat hutan dan batubara semakin berkurang. Pilihan menanam tanaman tahunan seperti kelapa sawit dan karet diharapkan dapat menolong ekonomi mereka ketika dalam kondisi kritis. Kelapa sawit dan karet dipilih karena memiliki prospek yang bagus di Desa Dukuhrejo. Tingginya pendapatan yang diperoleh dari hasil bekerja sebagai penebang kayu dan penambang batubara mendorong meningkatnya konsumsi rumah tangga Desa Dukuhrejo. Sebagian besar warga masyarakat Desa Dukuhrejo memiliki barang-barang seperti TV, Kulkas, Handphone, dan motor. Bahkan cukup banyak
59 yang memliki mesin cuci. Persaingan pemilikan barang-barang kosumtif ini acap kali terjadi. Barang-barang konsumsi tersebut dibeli dengan cara kredit. Tidak hanya barang elektronik yang masyarakat beli melalui kredit. Melainkan baju, seprai, perawatan tubuh, perlengkapan dapur juga dibeli melalui kredit. Hal ini disebabkan kemudahan uang yang mereka peroleh dari hasil bekerja sebagai penebang kayu dan penambang batubara. Gaya konsumtif rumah tangga Desa Dukuhrejo ini juga dituturkan oleh ketua Yayasan Gada Ulin (YGU) milik PT Arutmin Indonesia Site Batulicin Bapak Swd (38 tahun): Sikap Konsumerisme rumah tangga Desa Dukuhrejo ini dipengaruhi oleh pendapatan yang tinggi dan masuknya listrik pada tahun 2009 lalu. Terjadi euphoria pada masyarakat Desa Dukuhrejo dengan mengaktualisasikan diri pada kepemilikan barang-barang elektronik. Hal ini dikarenakan Desa Dukuhrejo merupakan desa yang paling terakhir menerima fasilitas listrik dibandingkan desa yang lain, sehingga euphoria pun terjadi. Awalnya masyarakat Desa Dukuhrejo mengalokasikan uangnya dengan membeli sapi sebagai tabungan. Namun, hal ini sekarang menjadi tidak dilakukan atau mereka saat ini tidak memiliki keinginan untuk menyimpannya dalam bentuk sapi. Pola pikir rumah tangga Desa Dukuhrejo berubah menjadi pragmatis. Keadaan pasar yang ada di sekitar Desa Dukuhrejo tidak kompetitif. Hasil usaha tani memiliki harga yang sangat rendah. Maka dari itu sebagian masyarakat Desa Dukuhrejo meninggalkan pertanian dan memilih sektor lain yang lebih menguntungkan. Warga masyarakat Desa Dukuhrejo belum berpikir mengenai simpanan atau tabungan jangka panjang. Kemudahan dalam memperoleh uang dan masuknya
listrik
pada
tahun
2009
tampaknya
merupakan
pendorong
meningkatnya barang-barang konsumsi. Uang yang diperoleh rumah tangga lebih banyak teralokasikan untuk membayar kredit barang-barang tersebut. Tidak hanya kredit, rumah tangga juga banyak memanfaatkan jasa pegadaian yang ada di Desa Dukuhrejo untuk mendapatkan uang secara cepat. Contohnya seperti pada pegadaian mandala atau pegadaian lain yang ada di Desa Dukuhrejo. Seperti pada penuturan Bapak Ndh (40 tahun) sebagai masyarakat Desa Dukuhrejo: Kredit motor bagi bubuhan kami masyarakat Desa Dukuhrejo sudah lawas menjadi budaya mbak, misalnya gasan kredit motor buhan kami umpamanya talu sampai dengan lima tahun lawan perbulannya Rp 550.000,-. Amun bubuhan kami lagi parlu duit
60 jumlah banyak biasanya bubuhan kami tulak ke pegadaian. Kadang bubuhan kami menggadaikan BPKB dihargai lima juta sampai dengan sepuluh juta bisa kami mabayar sampai dengan talu tahun. (Kredit motor bagi kami masyarakat Desa Dukuhrejo sudah menjadi budaya. Misalnya untuk kredit motor biasanya kami mengambil tiga sampai lima tahun dengan mengangsur setiap bulannya Rp 550.000,-. Kalau kami lagi butuh uang dalam jumlah banyak biasanya kami pergi ke pegadaian. Kadang kami menggadai BPKB yang dihargai lima sampai sepuluh juta yang bisa kami bayar sampai dengan tiga tahun). Penuturan di atas memperjelas bahwa kegiatan kredit barang dan berhutang di pegadaian sudah menjadi kebiasaan bagi rumah tangga Desa Dukuhrejo. Selain itu Desa Dukuhrejo tidak memiliki sarana fisik pasar. Adapun sarana fisik pasar berlokasi di desa sebelah yang hanya beroperasi sekali dalam seminggu. Kondisi pasar yang berlokasi di desa sebelah (sekali dalam seminggu) dan kebiasaan kredit masyarakat tersebut telah dimanfaatkan oleh para penjual barang (sales). Ada juga sales yang berdatangan dari daerah jawa. Beberapa jenis barang dagangan seperti perlengkapan dapur, make up, perawatan tubuh, pakaian, barangbarang elektronik, dll ditawarkan pada rumah tangga Desa Dukuhrejo dengan sistem pembayaran kredit. Harga yang dianggap masyarakat Desa Dukuhrejo lebih murah, akan tetapi jika ditotal lebih mahal. Meskipun barang-barang yang dibeli belum tentu menjadi kebutuhan mendesak. Gaya hidup yang cukup konsumtif, pola pikir pragmatis, kebiasaan meminjam uang pada pegadaian, dan kebiasaan kredit barang pada rumah tangga Desa Dukuhrejo merupakan gambaran terkini tentang kehidupan warga di pedalaman Kalimantan Selatan yang tengah dalam transisi dari pertanian ke non pertanian. Dari kehidupan yang agraris ke kehidupan yang ditopang pertambangan dan jasa. Transisi ini dengan segera bisa berubah lagi ketika tidak ada lagi sumberdaya hutan dan tambang yang layak untuk dijadikan sandaran hidup. Hal ini dikarenakan lapangan pekerjaan budidaya lahan pertanian belum tentu menjadi sandaran yang kuat untuk menghidupi rumah tangga warga Desa Dukuhrejo.
61 PENUTUP Kesimpulan Kehadiran pertambangan PT Arutmin Indonesia Site Batulicin dan operasi HPH PT Kodeco menyebabkan perubahan sumber nafkah di Desa Dukuhrejo. Perubahan pada sumber nafkah ini mengakibatkan rumah tangga Desa Dukuhrejo tidak lagi menggantungkan hidupnya pada pertanian lahan kering sebagai mata pencaharian utama. Peluang pekerjaan yang muncul yang berupa pekerjaan penebangan kayu hutan dan penambangan batubara. Perubahan ini mempengaruhi strategi nafkah rumah tangga Desa Dukuhrejo. Ada 16 strategi nafkah rumah tangga baru yang muncul akibat dari perubahan ini. Selain bekerja sebagai penebang kayu hutan dan penambang batubara, responden juga melakukan aneka nafkah ganda atau multi sebagai pengusaha warung; pekerja perkebunan; pedagang sayur; buruh bangunan dan guru TK. hasil kajian menunjukkan responden yang memiliki nafkah ganda atau multi pada pekerjaan penebangan kayu hutan dan penambangan batubara menikmati kenaikan pendapatan rumah tangga Desa Dukuhrejo tiga atau empat kali lebih besar dari pada responden yang bekerja sebagai petani lahan kering. Berkaitan dengan hasil kajian diatas menunjukkan pula terdapat enam strata pendapatan responden yaitu: (1) Strata pendapatan tertinggi dijumpai pada responden penebang kayu, petani lahan kering, dan atau pekerja perkebunan dan atau penambang batubara, pengusaha warung, yaitu sebesar Rp 7.000.000 sampai Rp 8.000.000 per rumah tangga per bulan; (2) Strata pendapatan kedua dijumpai pada responden penebang kayu dan pengusaha warung; penebang kayu, petani lahan kering dan pengusaha warung; penebang kayu dan pedagang, yaitu sebesar Rp 6.000.000 sampai Rp 7.000.000 per rumah tangga per bulan; (3) Strata pendapatan ketiga dijumpai pada responden penambang batubara dan penebang kayu; penebang kayu, petani lahan kering, pekerja perkebunan dan penambang batubara, yakni sebesar Rp 5.000.000 sampai Rp 6.000.000 per rumah tangga per bulan; (4) Strata pendapatan keempat dijumpai pada responden penambang batubara, petani lahan kering dan penambang batubara; penebang kayu, petani lahan kering dan penambang batubara atau guru TK, dan responden bernafkah sebagai penebang kayu yang mencapai Rp 4.000.000 sampai Rp 5.000.000 per
62 rumah tangga per bulan; (5) Strata pendapatan kelima dijumpai pada responden penebang kayu, petani lahan kering dan pedagang; petani lahan kering, pekerja perkebunan dan penambang batubara, dan pada responden petani lahan kering dan pengusaha warung, yakni sebesar Rp 3.000.000 sampai Rp 4.000.000 per rumah tangga per bulan; (6) Strata pendapatan keenam atau terendah dijumpai pada responden petani lahan kering, pekerja perkebunan dan atau pedagang sayur, buruh bangunan, serta responden bernafkah sebagai petani lahan kering yang pendapatannya kurang dari Rp 3.000.000 per rumah tangga per bulan. Ada dua hal yang mendasari terbentuknya strategi nafkah responden Desa Dukuhrejo.
Pertama
meminimumkan
pengeluaran
dan
memaksimumkan
pendapatan. Kedua memperoleh uang kontan dalam waktu yang relatif singkat. Usaha penebangan kayu dan penambangan batubara tidak memerlukan modal dan hanya membutuhkan waktu minimal satu minggu untuk memperoleh uang kontan. Usaha lahan kering menunjukkan situasi yang berbeda, memerlukan modal untuk input produksi dan membutuhkan waktu empat sampai enam bulan untuk memperoleh uang kontan. Keberlanjutan nafkah rumah tangga Desa Dukuhrejo terancam tidak berlanjut, apabila sumber daya hutan dan batubara semakin terus menipis dan habis. Hilangnya kedua sumber nafkah tersebut berakibat pada berkurangnya kontribusi pendapatan bagi rumah tangga. Salah satu tumpuan yang masih bisa dipertahankan atau berlanjut adalah lapangan pekerjaan budidaya lahan pertanian. Namun demikian, nafkah sebagai petani lahan kering hanya mampu memberikan kontribusi pendapatan yang rendah bagi rumah tangga. Saran Kekayaan sumberdaya alam yang senantiasa melekat pada daerah Provinsi Kalimantan Selatan yang di dalamnya termasuk Desa Dukuhrejo, menyebabkan masyarakat Desa Dukuhrejo memiliki kecenderungan sikap yang tergantung pada alam. Begitupula dengan sistem pencaharian nafkah rumah tangganya. Aktivitas nafkah yang sudah dilakukan terlalu berorientasi pada materi atau perolehan uang. Aspek-aspek lain yang seharusnya diperhatikan justru terabaikan. Masyarakat pun melakukan segala upaya untuk meningkatkan pendapataan melalui eksploitasi sumberdaya alam, yang semakin menurunkan daya dukung sumberdaya alam
63 tersebut. Dalam jangka panjang jika kondisi tersebut terus berlanjut, maka aktivitas nafkah yang dijalaninya tersebut, yang menjadi tumpuhan rumah tangga mereka lambat laun akan mati. Oleh sebab itu, peneliti memberikan saran sebagai berikut: 1. Pemerintah daerah sebaiknya bekerjasama dengan pemerintah desa untuk merencanakan pembangunan pertanian berkelanjutan yang disesuaikan dengan komoditas unggulan di desa tersebut. 2. Agar budidaya pertanian di Desa Dukuhrejo mulai dikonsentrasikan pada budidaya tanaman tahun (kelapa sawit, karet, coklat, dsb). Namun, budidaya ini menuntut pengetahuan, keterampilan, dan modal yang cukup. Dalam mewujudkan upaya ini diperlukan kerjasama antara pihak pemerintah daerah (khususnya dinas pertanian) dengan pihak perusahaan (melalui program CSR) dan lembaga swadaya masyarakat yang sesuai.
64 DAFTAR PUSTAKA Alfiasari, Martianto D, Dharmawan AH. 2009. Modal Sosial dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin Di Kecamatan Tanah Sareal dan Kecamatan Bogor Timur. Sodality Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. 03 (01): 125-152. Badan Pusat Statistik. 2004. Sensus Pertanian (ST) 2000. Jakarta: BPS. Badan Pusat Statistik. 2009. Sosial dan Kependudukan. [internet]. [Dikutip 27 Februari 2011]. Dapat diunduh dari: http://demografi.bps.go.id. Boeke JH. 1947. Indische Economie, cetakan ulang ke-2 (diperbarui). [Internet]. [diunduh 22 September 2012]. Dapat diunduh dari: http://books.google.co.id. Dharmawan AH. 2001. Farm Household Livelihood Strategies and Socieconomic Changes in Rural Indonesia. [Disertasi]. Germany: the Georg-August University of Gottingen. Dharmawan AH. 2006. Sistem Penghidupan dan Nafkah Pedesaan Pandangan Sosiologi Nafkah (Livelihood Sociology) Mazhab Barat dan Mazhab Bogor. Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia, Vol. 01, No.02 Agustus 2007. Dharmawan AH. 2007. Sistem Penghidupan dan Nafkah Pedesaan: Pandangan Sosiologi Nafkah (Livelihood Sociology) Mazhab Barat dan Mazab Bogor. Sodality Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. 01 (02): 169-192. Djajadinigrat ST. 2001. Pemikiran Tantangan dan Permasalahan Lingkungan Studio Tekno Ekonomi. Bandung: ITB. Ellis F. 2000 (Mei). The Determinants of Rural Livelihood Diversification in Developing Countries. Journal of Agriculural Economics. [Internet]. [dikutip 12 Mei 2011]. Dapat diunduh dari: http://onlinelibrary.wiley.com. Haeruman J. 1983. Manusia dalam Keserasian Lingkungan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. Hasyim AW. 2007. Keberlanjutan Kehidupan Sosial Ekonomi Mayarakat, Tanpa Tambang Nikel (Studi Kasus di Pulau Gebe Propinsi Maluku Utara). [Disertasi]. Bogor [ID]: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 217 hal. Hefner R. 1999. Geger Tengger : Perubahan Sosial dan Perkelahian Politik. Yogyakarta: LKIS. Lestari D. 2005. Strategi Nafkah Rumah Tangga Nelayan Pantai Utara dan Pantai Selatan Jawa (Studi Kasus Komunitas Nelayan Banyuwoto, Jawa Tengah
65 dan Komunitas Nelayan Cipatuguran, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Mahdi, et al. 2009. Livelihood Change and Livelihood Sustainability in the Uplands of Lembang Subwatersheld, West Sumatra, Indonesia, in a Changing Natural Resource Management Context. Environmental management (2009) 43:84-99. Malanuang L. 2002. Analisis Dampak Ekonomi dan Sosial Tambang Emas dan Tembaga Bagi Masyarakat Komunal dan Pembangunan. Wilayah Propinsi NTB (Studi Kasus Proyek batu Hijau PT Newmont Nusa Tenggara di Kabupaten Sumbawa). [Tesis]. Bogor [ID]: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 373 hal. Mantra, Ida B, Kasto. 2008. “Penentuan Sampel”, dalam Singarimbun, Masri. dan Efendi, Sofian. (ed.). 2008. Metode Penelitian Survei. (cetakan kesembilanbelas). Jakarta: LP3ES. Meikle S, Ramasut T, Walker J. 2001 ((Januari). Sustainable Urban Livelihoods: Concepts ang Implications for Policy. [Working Paper]. [Internet]. [dikutip 12 Mei 2011]. 9 Endsleigh Gardens London WC1H OED. Dapat diunduh dari: http://eprints.ucl.ac.uk/35/1/wp112.pdf. Mukbar D. 2009. Perdesaan, Migrasi, dan Perubahan Penghidupan: Sebuah Kajian Literatur. From Rural to Global Labor: Transnational Migration and Agrarian Change in Indonesia and the Philippines. Yayasan AKATIGA Bandung dan Department of Geography University of the Philippines. Nugraheni T. 2010. Kelayakan Ekonomi Kegiatan Pertambangan Dikawasan Hutan Produksi: Studi Kasus di PT Tambang Semen Suka Bumi KPH Sukabumi Propinsi Jawabarat. [Tesis]. Bogor [ID]: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 90 hal. Pasya RGK. 2007 (Desember). Strategi Hidup Komunitas Baduy di Kabupaten Lebak-Banten: Sebuah Kajian Sosial-Budaya. Journal of Historical Studies. [Internet]. [dikutip 13 November 2011]. VIII (02): 103-118. Doi: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/8207103118.pdf. Purnomo AM. 2006. Strategi Nafkah. Rumah Tangga Desa Sekitar Hutan Studi Kasus Desa Peserta PHBM di Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. [Tesis]. Bogor [ID]: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 218 hal. Purnomo AM, Dharmawan AH, Agusta I. 2007. Transformasi Struktur Nafkah Pedesaan: Pertumbuhan Modal Sosial Bentukan Dalam Skema Pengelolaan Hutan Bersama. Sodality Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. 01 (02): 193-216. Purwanto. 2003. Perubahan Pola Pencaharian Nafkah Masyarakat Petani Disekitar
66 Kawasan Industri (Kasus di Desa Ngoro, Kaupaten Mojokerto, Jawa Timur). [Tesis]. Bogor [ID]: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 149 hal. Rajati T, Kusmana C, Darusman D, Sefudin A. 2006. Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Kehutanan Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Lingkungan dan Kesejahteraan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sekitar Hutan; Studi Kasus di kabupaten Sumedang. Jurnal Manajemen Hutan. XII (01): 38-50. Reintjes, Coen, Bertus H, Ann WB. 1992. Pertanian Masa Depan Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah. Y. Sukoco, SS, (terj.). Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Rusli S. 1995. Pengantar Ilmu Kependudukan Edisi Revisi (cetakan ketujuh). Jakarta: LP3ES. Saharuddin. 1989. Gejala-Gejala Penyesuaian Petani dan Sistem Pengelolaan Sumberdaya Hutan Sekitar Waduk Kedungombo. Prosiding Seminar Penelitian Perhutanan, Semarang 7 Nopember 1989. Semarang [ID]. [Internet]. [diunduh 16 November 2011]. Dapat diunduh dari: repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789. Saragih, Lassa, Ramli. 2007. Kerangka Penghidupan Berkelanjutan (Sustainable Livelihood Framework). Indonesia: Hivos Circle Indonesia. Scoones, Ian. 1998. Sustainable Rural Livelihoods a Framework for Analysis. IDS Working Paper 72. Brighton: IDS. Singarimbun M dan Efendi S. (ed.). 2008. Metode Penelitian Survei. (cetakan kesembilanbelas). Jakarta: LP3ES. Subali A. 2005. Pengaruh Konversi Lahan Terhadap Pola Nafkah Rumah Tangga Petani. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. IPB. Sumarti T. 2007. Kemiskinan Petani dan Strategi Nafkah Ganda Rumah Tangga Pedesaan. Sodality Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. 01 (02). 217-232. Sunarsih. 2004. Strategi Nafkah Rumah Tangga Petani lahan Kering (Studi Kasus Komunitas Lahan kering di Desa Loliang, kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan). [Tesis]. Bogor [ID]: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 178 hal. Sunito S. 2007.“Pertanian Berkelanjutan”. dalam Adiwibowo S (ed.). 2007. Ekologi Manusia. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia. IPB Turner, Jonathan H. 1998. The Structure of Sociological Theory, Sixth Edition. Belmont California: Wadsworth publishing Company.
67 Wahyuni ES dan Muldjono P. 2009. Bahan Kuliah Metode Penelitian Sosial (KPM 398). Bogor: Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. IPB. Weber M. 1968. Economy and Society: An Outline of Interpretatif Sociology, Guenther Roth and Claus Wittich (eds.). London: University of California Press. White dan Benjamin. 1978. “Rumah Tangga Sebagai Unit Analisa‟. Dipresentasikan pada Lokakarya Studi Dinamika Pedesaan Jawa Timur. Survey Agro Ekonomi Universitas Brawijaya. Widiono S. 2008. Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Dampaknya Terhadap Pelapisan Sosial dan Strategi Nafkah. [Tesis]. Bogor [ID]: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 141 hal. Widiyanto. 2009. Strategi Nafkah Rumah Tangga Petani Tembakau di Lereng Gunung Sumbing (Studi Kasus di Desa Wonotirto dan Campursari Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung). [Tesis]. Bogor [ID]: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 137 hal. Yulita. 2011. Perubahan Penggunaan Lahan Dalam Hubungannya Dengan Aktivitas Pertambangan di Kabupaten Bangka Tengah. [Tesis]. Bogor [ID]: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 110 hal. Yunianto H. 2010. Perencanaan Reklamasi Tambang Batubara Dalam Kawasan Hutan Untuk Pengembangan Wilayah Desa Lingkar Tambang (Studi Kasus PT Arutmin Indonesia tambang batulicin Kalimantan Selatan). Bogor [ID]: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 153 hal. Wikipedia. 2012. Pengertian pendapatan. [internet]. [Dikutip 12 Maret 2012]. Dapat diunduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Pendapatan. Wikipedia. 2012. Pengertian pengalaman. [internet]. [Dikutip 12 Maret 2012]. Dapat diunduh dari: http://id.wikipedia.org/wiki/Pengalaman.
68 LAMPIRAN Peta Administrasi Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan
69 Peta Kawasan Hutan Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan
70 Peta Desa Dukuhrejo Kecamatan Mantewe Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan
71 Foto Dokumentasi Penelitian Sistem Nafkah Berkelanjutan Pada Rumah Tangga Desa Dukuhrejo Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan
Kondisi Usaha Tani di Desa Dukuhrejo
Masyarakat Desa Dukuhrejo dari pulang bekerja sebagai penebang kayu hutan dan penambang batubara.
Kondisi jalan di Desa Dukuhrejo, akan lebih parah ketika ada banjir
72
Kondisi pasar yang ada di desa sebelah (sekali dalam satu minggu)
Keadaan isi rumah di Desa Dukuhrejo (penuh dengan barang elektronik)
Suasana wawancara dengan responden petani
73
Suasana wawancara dengan responden selain petani
Kegiatan yasinan ibu-ibu di Desa Dukuhrejo
Suasana kebersamaan di Desa Dukuhrejo
Suasana wawancara ketika waktunya untuk listrik di Desa Dukuhrejo padam
74 Kuesioner Lampiran 1. Kuesioner “SISTEM NAFKAH BERKELANJUTAN PADA RUMAH TANGGA (Kasus Daerah Lingkar Tambang PT Arutmin Indonesia Desa Dukuhrejo, Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan)
Responden yang terhormat, Saya, S Anisah Maemonah adalah mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB) yang sedang melakukan penelitian tentang “SISTEM NAFKAH BERKELANJUTAN PADA RUMAH TANGGA (Kasus Daerah Lingkar Tambang PT Arutmin Indonesia Desa Dukuhrejo, Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan)”. Penelitian ini merupakan bagian dari skripsi yang akan saya kerjakan. Demi tercapainya hasil yang diharapkan, saya memohon kesediaan anda untuk ikut berpartisipasi mengisi kuesioner ini secara lengkap dan benar. Informasi dalam kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademis. Atas perhatian dan bantuannya saya ucapkan terima kasih.
No Kuesioner
:
Tanggal Wawancara : Nama Responden
:
Alamat Responden
:
1.
Karakteristik Responden a. Jenis kelamin b. Umur c. Status dalam rumah tangga d. Pendidikan trakhir e. Jumah tanggungan dalam keluarga f. Lama tinggal di lokasi (tahun)
: a. Laki-laki b. Perempuan :.....................................tahun :………………………………….. :………………………………….. :......................................orang :......................................tahun
75 2. Struktur Nafkah Rumah Tangga No.
Nama
Umur (Thn)
Status dlm Rt
Pendidikan Terakhir A
b c
d e
f
Jenis Pekerjaan G On Non farm Farm
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Keterangan : d. tamat SLTP e. tamat SMA f. Perguruan tinggi
a. Tidak Sekolah b. Tidak tamat SD c. Tamat SD
3. Strategi Nafkah Rumah Tangga
Nama
Status Pencari Nafkah 1
2
Keterangan: 1. Kepala Keluarga
3
2. Istri
Jenis Pekerjaan Utama
3. Anak
Sampingan
76 4. Kalender Musim Nafkah Jenis Nafkah
Frekuen si Panen
1
2
3
4
5
Bulan 6 7 8 9
10
11
1. On Farm: a. Padi b. Kelapa Sawit c. Karet d. Kakao e. Buruh Tani f. Ternak g. Pengambil Kayu 2.Off Farm: a. Penamban g Batubara
5. Lahan Yang Digunakan Persil/Bidang Tanah Jenis Lahan
Total Persil I
1. Lahan Milik Sendiri 2. Lahan Sakap (Bagi Hasil) 3. Lahan Sewa Total Lahan Yang Dikuasai
Persil II
12
77 6.
Jumlah Produksi (Dorongan Keberlanjutan Nafkah 1)
A. Persil: 1/2, Status Lahan: Milik/Garap/Sewa, Musim: Kemarau/Hujan Jenis Tanaman Luas/∑ Prod Total Konsu Jual Tanama uk Produksi/Pe msi n rsil/Musim a. Padi b. Kelapa Sawit c. Karet d. kakao B. Persil: 1/2, Status Kemarau/Hujan Jenis Tanaman Luas/∑ Prod Tanama uk n a. Padi b. Kelapa Sawit c. Karet d. kakao
Lahan:
C. Persil: 1/2, Status Kemarau/Hujan Jenis Tanaman Luas/∑ Prod Tanama uk n a. Padi b. Kelapa Sawit c. Karet d. kakao
Lahan:
D. Persil: 1/2, Status Kemarau/Hujan Jenis Tanaman Luas/∑ Prod Tanama uk n a. Padi b. Kelapa Sawit c. Karet d. kakao
Lahan:
Milik/Garap/Sewa,
Total Produksi/Pe rsil/Musim
Konsu msi
Jual
Milik/Garap/Sewa,
Total Produksi/Pe rsil/Musim
Konsu msi
Jual
Milik/Garap/Sewa,
Total Produksi/Pe rsil/Musim
Konsu msi
Jual
Harga Jual (Rp/Kg)
Musim: Harga Jual (Rp/Kg)
Musim: Harga Jual (Rp/Kg)
Musim: Harga Jual (Rp/Kg)
78 E. Persil: 1/2, Status Kemarau/Hujan Jenis Tanaman Luas/∑ Prod Tanama uk n a. Padi b. Kelapa Sawit c. Karet d. kakao
7.
Lahan:
Milik/Garap/Sewa,
Total Produksi/Pe rsil/Musim
Konsu msi
Jual
Musim: Harga Jual (Rp/Kg)
Biaya Produksi
A. Biaya Produksi; Persil 1/2, Status Lahan: Milik/Garap/Sewa, Musim: Kemarau/Hujan Jenis Tanaman Uraian Ekuivalen (≡) Beras (Kg) Padi: … ∑ Buruh Biaya/upah tanam Rp…/org/hari kerja (buruh) b. Biaya Panen … ∑ buruh Bawon=1:5 c. Pupuk dan Rp…/musim Pestisida d. Bibit (..Kg) Rp… e. Pestisida 2. Kelapa Sawit 1. a.
3. Karet
4. Kakao
79
1. a. b. c. d. e. 2.
B. Biaya Produksi; Persil 1/2, Status Lahan: Milik/Garap/Sewa, Musim: Kemarau/Hujan Jenis Tanaman Uraian Ekuivalen (≡) Beras (Kg) Padi: … ∑ Buruh Biaya/upah Rp…/org/hari kerja tanam (buruh) Biaya Panen … ∑ buruh Bawon=1:5 Pupuk dan Rp…/musim Pestisida Bibit (..Kg) Rp… Pestisida Kelapa Sawit
3. Karet
4. Kakao
C. Biaya Produksi; Persil 1/2, Status Lahan: Milik/Garap/Sewa, Musim: Kemarau/Hujan Jenis Tanaman Uraian Ekuivalen (≡) Beras (Kg) 1. Padi: … ∑ Buruh a. Biaya/upah Rp…/org/hari kerja tanam (buruh) b. Biaya Panen … ∑ buruh Bawon=1:5 c. Pupuk dan Rp…/musim Pestisida d. Bibit (..Kg) Rp… e. Pestisida 2. Kelapa Sawit
3. Karet
4. Kakao
80 D. Biaya Produksi; Persil 1/2, Status Lahan: Milik/Garap/Sewa, Musim: Kemarau/Hujan Jenis Tanaman Uraian Ekuivalen (≡) Beras (Kg) 1. Padi: … ∑ Buruh a. Biaya/upah tanam Rp…/org/hari kerja (buruh) b. Biaya Panen … ∑ buruh Bawon=1:5 c. Pupuk dan Rp…/musim Pestisida d. Bibit (..Kg) Rp… e. Pestisida 2. Kelapa Sawit 3. Karet 4. Kakao E. Biaya Produksi; Persil 1/2, Status Lahan: Milik/Garap/Sewa, Musim: Kemarau/Hujan Jenis Tanaman Uraian Ekuivalen (≡) Beras (Kg) 1. Padi: … ∑ Buruh a. Biaya/upah tanam Rp…/org/hari kerja (buruh) b. Biaya Panen … ∑ buruh Bawon=1:5 c. Pupuk dan Rp…/musim Pestisida d. Bibit (..Kg) Rp… e. Pestisida 2. Kelapa Sawit 3. Karet 8. Pendapatan Luar Usaha Tani Pertanian dan Pendapatan Luar Pertanian Sektor Uraian Upah/Pen ∑ Hari Kerja (Bulan) ghasilan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 ( Rp/hari/o rng) Pertani 1. Buruh an Tani 2. Peneba ng kayu Luar Penambang Pertani Batubara an
81
9.
Ancaman keberlanjutan Nafkah a. Gangguan Lingkungan Hidup dalam Setahun Terakhir Gangguan Lingkungan Hidup dalam Setahun Terakhir Jenis Gangguan Ada Jika Ya Bila Ada Karena Apa Tidak Pengaduan (Penyebab) ke Kelurahan (Ada Tidak) 1. Pencemaran air 2. Pencemaran tanah b. Bencana Alam dalam 3 Tahun Terakhir Bencana Alam dalam 3 Tahun Terakhir Jenis Bencana Ada Tidak Jika Ya Berapa Kali Terjadi 1.
Banjir
c. Rawan Bencana Ya 1.
Tidak
Jika Ya Berapa Kali Terjadi
Apakah desa ini rawan bencana banjir? d. Kawasan Desa Ada/Tidak
1.
Apakah ada lahan yang tidak produktif ? 2. Bila ada berapa jumlah keluarga yang tinggal? 3.
4.
Jenis bahan tambang/galian , Yaitu: a. Batubara b. Pasir
Letak desa atau kelurahan di dalam hutan, di tepi hutan, atau diluar hutan 5. Potensi kehutanan di desa ini selama 3 tahun terakhir?
Keterangan (berapa luasnya)
Sudah Dieksploitasi atau belum
82
No. 1.
10. Dorongan Keberlanjutan Nafkah 2 Uraian Perubahan penggunaan lahan selama 3 tahun terakhir, tegalan/ladang berubah menjadi: a. b.
Perumahan Perkebunan
2.
Perubahan penggunaan lahan selama 3 tahun terakhir, hutan berubah menjadi: a. Lahan sawah b. Perkebunan c. Penggembalaan
3.
Potensi perkebunan di desa ini selama 3 tahun terakhir:
a.
Jumlah keluarga …………. Keluarga
11. Catatan
usaha
perkebunan
Luas Lahan
83 Lampiran 2. Panduan Pertanyaan Kualitatif Informan Masyarakat Desa
Aspek Yang Ditanya Sejarah Pertanian
Pertanyaan 1. Sejak kapan anda mulai menjadi petani? 2. Apa yang mendasari anda menjadi petani? 3. Komoditas apa yang anda tanam? 4. Dari siapa anda tahu tentang komoditas tersebut? 5. Dari mana anda memperoleh bibit komoditas tersebut? 6. Bagaimana dengan jumlah produksinya?
Sejarah Penambangan dan Penebang kayu
Strategi Nafkah
1.
2. 3.
4.
5. 6. Lingkungan Hidup
1. Sejak kapan anda mulai melakukan pekerjaan itu? 2. Apa yang mendasari anda? 3. Dari siapa anda tahu tentang penambangan dan pengambilan kayu hutan? Dalam rentang waktu menunggu panen/upah apakah ada pekerjaan lain yang anda lakukan? Mengapa anda memilih pekerjaan tersebut? Apakah anda melibatkan anggota keluarga dalam pilihan pekerjaan tersebut? Menurut anda, apakah pekerjaan tersebut membantu untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga? Bagaimana alokasi pendapatan pekerjaan tersebut? Untuk kebutuhan apa saja? 1. Apakah desa ini rawan dengan bencana?
84
Tokoh Masyarakat
Sejarah Pertanian
Sejarah Penambangan dan Penebang kayu
Lingkungan Hidup
Aparat Desa
Sejarah Pertanian
2. Bencana apakah? 3. Berapa kali terjadi dalam 3 tahun terakhir? 4. Bagaimanakah kondisi air, udara, dan tanah di desa ini? 1. Sejak kapan anda tinggal di lokasi ini? 2. Apakah anda mengetahui bagaimana pertanian diterapkan di daerah ini? 3. Bagaimana kondisi pertanian sebelum perkebunan? 4. Bagaimana kondisi pertanian saat ini? Apakah ada perubahan dibanding 10 tahun yang lalu? Mengapa? 5. Menurut anda apakah pertanian di lokasi ini semakin meningkat? Jika iya/tidak, mengapa? 1. Sejak kapan penambangan batubara dan penebang kayu menjadi pekerjaan masyarakat Desa Dukuhrejo? 2. Apa yang mempengaruhinya? 1. Apakah desa ini rawan dengan bencana? 2. Bencana apakah? 3. Berapa kali terjadi dalam 3 tahun terakhir? 4. Bagaimanakah kondisi air, udara, dan tanah di desa ini? 5. Apakah ada lahan kritis ? 6. Bila ada berapa jumlah keluarga yang tinggal? 7. Dan berapa luasnya? 1. Sejak kapan anda tinggal di lokasi ini? 2. Sejak kapan anda menjabat sebagai aparat desa? 3. Apakah jabatan anda?
85
Sejarah Penambangan dan Penebang kayu
Lingkungan Hidup
Badan Pertanian dan Kehutanan
Alokasi dan Penguasaan lahan
4. Apakah anda mengetahui bagaimana pertanian diterapkan di daerah ini? 5. Bagaimana kondisi pertanian sebelum perkebunan? 6. Bagaimana kondisi pertanian saat ini? Apakah ada perubahan dibanding 10 tahun yang lalu? Mengapa? 7. Menurut anda apakah pertanian di lokasi ini semakin meningkat? Jika iya/tidak, mengapa? 1. Sejak kapan penambangan batubara dan penebang kayu menjadi pekerjaan masyarakat Desa Dukuhrejo? 2. Apa yang mempengaruhinya? 1. Apakah desa ini rawan dengan bencana?? 2. Bencana apakah? 3. Berapa kali terjadi dalam 3 tahun terakhir? 4. Bagaimanakah kondisi air, udara, dan tanah di desa ini? 5. Apakah ada lahan kritis ? 6. Bila ada berapa jumlah keluarga yang tinggal? 7. Berapa luasnya? 1. Adakah data tentang alokasi lahan dan penguasaan lahan di Desa Dukuhrejo? 2. Apakah ada lahan kritis ? 3. Bila ada berapa jumlah keluarga yang tinggal? 4. Dan berapa luasnya? 5. Apakah ada penduduk di desa ini tinggal di kawasan hutan lindung? 6. Berapa jumlah keluarga? 7. Berapa jumlah keluarga
86
PT Arutmin Indonesia dan Yayasan Gada Ulin (YGU)
Sejarah Penambangan dan Penebang kayu
1.
2.
Lingkungan Hidup
3. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
usaha pemanfaatan hutan? Sejak kapan penambangan batubara dan penebang kayu menjadi pekerjaan masyarakat Desa Dukuhrejo? Apa yang mempengaruhinya? Peta Desa Dukuhrejo Apakah desa ini rawan dengan bencana?? Bencana apakah? Berapa kali terjadi dalam 3 tahun terakhir? Bagaimanakah kondisi air, udara, dan tanah di desa ini? Apakah ada lahan kritis ? Bila ada berapa jumlah keluarga yang tinggal? Berapa luasnya?
87