BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Obat Obat adalah zat aktif berasal dari nabati, hewani, kimiawi alam maupun sintetis dalam dosis atau kadar tertentu dapat berguna untuk preventif (profilaksis), rehabilitasi, terapi, diagnose terhadap suatu keadaan penyakit pada manusia maupun hewan (Jas, 2004).
2.1.1. Klasifikasi Obat Obat dapat diklasifikan berdasarkan sistem fisiologi tubuh yang menjadi terapi obat maupun kesamaan efek farmakologi. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut: 1.
Obat yang mempengaruhi sistem syarat otonom
2.
Obat yang mempengaruhi sistem syaraf pusat
3.
Obat yang bekerja pada sistem kardiovaskuler
4.
Obat yang bekerja pada sistem endokrin
5.
Analgetik dan antiinflamasi, imunosupresan dan antihistamin
6.
Kemoterapeutika (Nugroho, 2012).
2.1.2. Bentuk-bentuk Sediaan Obat 1.
Sediaan cair per-oral: solutions, sirupus, susupensi, emulsi, guttae
2.
Sediaan padat per-oral: pilulae, tablet, pulveres, pulvis, kapsul
3.
Sediaan yang digunakan pada mukosa tubuh:
Universitas Sumatera Utara
•
Mata : tetes mata, salep mata, cuci mata, kompres mata
•
Telinga: tetes telinga, pulvis auric,
•
Hidung: Guttae nasals, Nasal spray
•
Mulut dan tenggorokan: Collutorium, Gargarism
4.
Sediaan obat topical: Pulvis, Pasta, Cream, Jelly, Lotiones
5.
Sediaan parental (Injectionem): Solusio, Suspensi, Emulsi (Jas, 2004).
2.2
Tablet Asam Mefenamat
2.2.1
Tablet Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata
atau cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat tau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pembasah (Anief, 1994). Untuk membuat tablet digunakan zat tambahan berupa : 1.
Zat pengisi dimasukkan untuk memperbesar volume tablet. Biasanya digunakan saccharum lactis, amylum manihot, calcii phoshas, calcii carbonas dan zat lain yang cocok.
2.
Zat pengikat dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat. Biasanya yang digunakan adalah mucilage gummi arabici 10-20% (panas), solutio methyl cellulosum 5%.
3.
Zat penghancur, dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam perut. Biasanya yang digunakan adalah amylum manihot kering, gelatium, agar-agar, natrium alginat.
Universitas Sumatera Utara
4.
Zat pelicin, dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan. Biasanya digunakan
talcum
5%,
Magnesii
stearas,
Acidum
Stearinicum
(Anief, 1994). Tablet terdiri dari beberapa bentuk, antara lain: Bentuk bulat dan rata (bikonvek), Bentuk cembung (bikonkaf), Bentuk oval (bulat telur), Bentuk triangle (segitiga), segi lima dan seterusnya, Bentuk kapsul disebut kaplet (Jas, 2004). Untuk menjamin mutu sediaan obat, maka tablet harus memenuhi persyaratan, antara lain: 1.
Memenuhi keseragaman ukuran Diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3 tebal tablet.
2.
Memenuhi keseragaman bobot
3.
Memenuhi waktu hancur Bila tidak dinyatakan lain waktu tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut gula atau salut selaput.
4.
Memenuhi keseragaman isi zat berkhasiat
5.
Memenuhi waktu larut (dissolution test) Penyimpanan tablet dilakukan dalam wadah tertutup rapat, ditempat yang
sejuk dan terlindung cahaya. Wadah yang digunakan harus diberi etiket. Dalam etiket wadah atau kemasan tablet harus disebutkan: 1.
Nama tablet atau nama zat berkhasiat
2.
Jumlah zat atau zat-zat yang berkhasiat dalam tiap tablet (Anief, 1994).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2
Asam Mefenamat
Rumus umum
: COOH
NH
CH3
CH3
Rumus molekul : C15H15NO2 Nama Kimia
: Asam N-2,3-xililantranilat (61-68-7)
Berat molekul
: 241,29
Pemerian
: Serbuk hablur, putih atau hamper putih, melebur pada suhu lebih kurang 230° disertai peruraian
Kelarutan
: Larut dalam larutan alkali hidroksida, agak sukar larut dalam kloroform, sukar larut dalam metanol dan etanol, praktis tidak larut dalam air (Depkes RI, 1995).
Asam mefenamat dan asam flufenamat, serta asam tofenamat merupakan obat kelompok asam fenamat. Obat-obat ini termasuk obat pereda nyeri yang digolongkan sebagai NSAID (Non steroidal anti-inflammatory drugs). Obat ini digunakan untuk mengatasi berbagai jenis rasa nyeri, namun lebih sering diresepkan untuk mengatasi sakit gigi, nyeri otot, nyeri sendi dan sakit kepala atau menjelang haid. Asam bekerja dengan cara menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga mempunyai efek analgetik, anti-inflamasi dan antipiretik (Rohman, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Efek samping dari asam mefenamat dapat berupa diare, memperhebat gejala
asma,
dan
kemungkinan
gangguan
ginjal
dan
sumsum
tulang
(FK USU, 1973). Asam mefenamat merupakan turunan dari asam antranilat. Asam antranilat yang disubtitusikan dengan aromatik pada N telah digunakan dalam terapi sebagai anti flogistika dan analgetika bertahun-tahun yang lalu. Turunan ini dapat dianggap sebagai perkembangan lanjut dari turunan anilin yang bekerja analgetika klasik. Asam mefenamat digunakan sebagai analgetika (Parkemed®), dan antireumatika (Ponalar®), dengan dosis harian 1500 mg (Mutschler, 1991). Asam mefenamat, mempunyai tiga efek farmakologi, yaitu: 1.
Anti-inflamasi Asam mefenamat adalah salah satu obat yang tergolong kedalam obat anti-
inflamasi non steroid (NSAID). Mekanisme kerja NSAID didasarkan atas penghambatan isoenzim siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Enzim siklooksigenase berperan dalam menghasilkan prostaglandin dan tromboksan dari asam arakidonat. Prostaglandin merupakan mediator pada proses inflamasi (radang) (Nugroho, 2012). Obat antiinflamasi utama adalah non steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) dan glukokortikoid. NSAIDs merupakan obat antiinflamasi yang paling banyak digunakan. Obat NSAIDs mempunyai tiga tipe efek farmakologi yaitu antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik. Obat ini bereaksi dengan menghambat enzim siklooksigenase, selanjutnya terjadi penghambatan pada produksi prostaglandin dan trombosan. Obat NSAIDs generasi awal menghambat baik pada
Universitas Sumatera Utara
COX-1 dan COX-2, bahkan lebih dominan menghambat COX-1. Ini mempunyai konsekuensi menghasilkan efek samping iritasi lambung. Perkembangan berikutnya diarahkan NSAIDs yang bekerja lebih selektif terhadap COX-2, yang hanya terekspresi pada sel inflamasi (Nugroho, 2012). Efek antiinflamasi berkaitan dengan penghambatan pada manifestasi inflamasi yaitu vasodilatasi, edema dan nyeri. Manifestasi inflamasi tersebut diperantarai oleh mediator-mediator yang merupakan produk dari aksi COX-2. NSAIDs
beraksi
menghambat
COX
menurunkan
produksi
vasodilator
prostaglandin (PGE2 dan PGI2), sehingga menurunkan vasidilatasi, kemudian menurunkan edema yang terjadi. Lebih lanjut, akumulasi sel inflamasi akan berkurang (Nugroho, 2012).
2.
Analgesik (analgetik) Analgesik (analgetik) merupakan obat mengurangi rasa nyeri. Nyeri yang
bersifat akut juga dinamakan dengan nosisepsi. Nyeri sendiri merupakan perasaan dan pengalaman emosional yg tidak menyenangkan yg berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan. Nyeri merupakan gejala suatu penyakit atau adanya kerusakan jaringan dalam tubuh. Nyeri disebabkan karena stimulasi mekanik, kimia, panas, listrik yang menyebabkan kerusakan sel yang kemudian melepaskan mediator nyeri. Bila rangsangan tersebut melampaui ambangan nyeri maka penderita akan merasakan nyeri. Nyeri bersifat subjektif, artinya kualitas dan tingkatan nyeri tiap indivindu berbeda-beda. Hal ini berkaitan dengan nilai ambang nyeri tiap indivindu. Analgesik
merupakan obat yang berfungsi
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan ambang nyeri penderita sehingga memungkinkan penderita untuk tidak merasakan nyeri. Namun, sebenarnya nyeri merupakan sinyal bagi tubuh atau otak bahwa telah terjadi kerusakan jaringan (Nugroho, 2012). Asam mefenamat yang tergolong dalam NSAIDs termasuk analgesik karena menghambat salah satu manifestasi yaitu nyeri. Pada reaksi inflamasi, prostaglandin mensensitisasi nosiseptor (reseptor nyeri) terhadap mediator nyeri yaitu bradikinin atau 5-hidroksitriptamin. Secara klinik NSAIDs digunakan untuk kasus nyeri ringan hingga moderat seperti arthritis, sakit gigi, pusing, dismenorea (haid) (Sudjadi dan Rohman, 2012).
3.
Antipiretik Suhu tubuh diatur oleh pusat keseimbangan panas di hipotalamus. Pusat
keseimbangan tersebut ibarat suatu thermostat. Kondisi demam (panas) diakibatkan terjadinya gangguan pengaturan keseimbangan panas di hipotalamus tersebut mengakibatkan kenaikan suhu tubuh. Pada reaksi inflamasi, bakteri endotoksin menyebabkan pelepasan pirogen yaitu IL-1 dan makrofag, yang menyebabkan produksi PGE yang dapat mengubah pengaturan suhu menjadi meningkat. Berkaitan dengan produksi PGE tersebut, COX-2 dan COX-3 berperan dalam patofisiologis demam. NSAIDs berperan menurunkan panas dengan menghambat produksi PGE tersebut, namun, pada kondisi normal NSAIDs
tersebut
berperan
dalam
tidak
menurunkan
mengatur
kembali
suhu
tubuh.
keseimbangan
Artinya,
panas
pada
NSAIDs demam
(Sudjadi dan Rohman, 2012).
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Persyaratan kadar Tablet asam mefenamat mengandung asam mefenamat, C15H15NO2 tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (DepKes RI, 2009).
2.3
Penetapan kadar asam mefenamat
2.3.1 Titrimetri Titrimetri atau analisis volumetri adalah salah satu cara pemeriksaan jumlah zat kimia yang luas pemakaiannya. Hal ini disebabkan karena beberapa alasan. Pada satu segi cara ini menguntungkan karena pelaksanaanya mudah dan cepat, ketelitian, dan ketepatannya cukup tinggi. Pada segi lain cara ini menguntungkan karena dapat digunakan untuk menentukan kadar berbagai zat yang mempunyai sifat yang berbeda-beda (Rivai, 1995). Pada dasarnya cara titrimetri ini terdiri dari pengukuran volume larutan pereaksi yang dibutuhkan untuk bereaksi secara stoikiometri dengan zat yang akan ditentukan. Larutan pereaksi itu biasanya diketahui kepekatannya dengan pasti, dan disebut pentiter atau larutan baku. Sedangkan proses penambahan pentiter dengan kedalam larutan zat yang akan ditentukan disebut titrasi. Dalam proses satu bagian demi bagian pentiter ditambahkan kedalam larutan zat yang akan ditentukan dengan bantuan alat yang disebut biuret sampai tercapai titik kesetaraan. Titik kesetaraan adalah titik pada saat pereaksi dan zat yang ditentukan bereaksi sempurna secara stoikiometri. Titrasi harus dihentikan pada atau dekat titik kesetaraan ini. Jumlah volume pentiter yang dipakai untuk
Universitas Sumatera Utara
mencapai titik kesetaraan disebut volume kesetaraan. Dengan mengetahui volume kesetaraan, kadar pentiter dan stoikiometri, maka jumlah zat yang ditentukan dapat dihitung dengan mudah (Rivai, 1995). Disekitar titik kesetaraan, sebagai akibat dari interaksi antara zat yang ditentukkan dan pentiter, sifat-sifat sistem berubah dengan tajam. Sifat-sifat yang berubah itu dapat berupa sifat optik, sifat kimia atau sifat elektrokimia. Perubahan sifat-sifat itu dapat digunakan untuk menetapkan letak titik kesetaraan tersebut. Dalam praktik titik kesetaraan itu ditentukan dengan berbagai cara, tergantung pada sifat reaksinya. Biasanya, titik kesetaraan tidak disertai oleh perubahan sifat yang daapat dilihat. Karena itu diperlukan zat tambahan yang dapat menunjukkan perubahan yang dapat dilihat pada atau dekat titik kesetaran. Zat tambahan itu disebut indikator. Indikator ini berubah warnanya disekitar titik kesetaraan (Rivai, 1995). Karena biasanya indikator adalah senyawa yang sangat jelas warnanya, maka ia harus ditambahkan dalam bentuk larutan yang sangat encer. Dengan demikian kehadiran indikator dalam sistem tidak atau hanya sedikit berpengaruh pada volume kesetaraan titrasi. Saat terjadi perubahan wana indikator dalam proses titrasi disebut titik akhir titrasi. Pada saat titik akhir ini tercapai, titrasi harus dihentikan. Biasanya titik akhir titrasi tidak tepat sama dengan titik kesetaraan. Maka kecil perbedaan antara titik akhir titrasi dan titik kesetaraan, makin kecil kesalahan titrasi (Rivai, 1995). Dalam pemeriksaan kimia secara titrimetri, dapat digolongkan menjadi empat, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1.
Titrasi asam-basa didasarkan pada reaksi perpindahan proton antar senyawa yang mempunyai sifat-sifat asam atau basa (protolisis) (Rivai, 1995). Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawasenyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa (Rohman, 2007). Untuk titrasi basa digunakan baku asam kuat, misalnya HCl, H2SO4, HClO4, sedangkan asam dititrasi dengan larutan baku basa kuat, misalnya NaOH, KOH, tetra-alkilamonium hidroksida. Dengan cara titrasi asam-basa, berbagai senyawa organik dan senyawa anorganik dapat ditentukan dengan mudah. Penentuan senyawa-senyawa tersebut biasanya dilakukan dalam larutan berair, tetapi larutan nirair dapat juga digunakan, terutama untuk analisis senyawa-senyawa organik. Titik akhir titrasi ditetapkan dengan bantuan indikator asam-basa yang sesuai.
2.
Titrasi kompleksometri didasarkan pada reaksi zat-zat pengompleks organik tertentu dengan ion-ion logam, menghasilkan senyawa kompleks yang mantab. Zat pengompleks yang paling sering digunakan adalah asam etilendiaminatetra-asetat (EDTA), yang membentuk senyawa kompleks yang mantab dengan beberapa ion logam.
3.
Titrasi pengendapan didasarkan pada pembentukan endapan yang sukar larut. Misalnya, ion-ion halida (kecuali fluorida) sering digunakan dengan cara titrasi dengan larutan perak nitrat.
Universitas Sumatera Utara
4.
Titrasi oksidasi-reduksi didasarkan pada proses perpindahan elektron antara zat pengoksidasi dengan zat pereduksi. Zat Na2S2O3, asam askorbat. Sebaliknya, zat pereduksi dititrasi dengan larutan baku zat pengoksidasi kuat, misalnya KMnO4, KBrO3, K2Cr2O7 (Rivai, 1995).
2.3.1.1 Titrasi Asam-basa (Asidi-alkalimetri) a.
Titrasi asam kuat/basa kuat Pada titrasi asam kuat dengan basa kuat pH tetap rendah sampai tetap
sebelum titik ekuivalen, ketika pH meningkat dengan cepat kenilai yang tinggi. Pada banyak titrasi, suatu indikator bewarna. Digunakan, meskipun metode elektrokimia untuk mendeteksi titik akhir juga digunakan. Suatu indikator merupakan asam lemah atau basa lemah yang berubah warna diantara bentuk terionisasi dan bentuk tak terionisasi, rentang yang berguna sebagai suatu indikator adalah 1 pH pada kedua sisi nilai pKa-nya. Sebagai contoh fenolftalein pKa 9,4 (warnanya berubah antara pH 8,4 dan pH 10,4) mengalami pengaturan ulang struktur karena satu proton dihilangkan dari saalah satu gugus fenolnya seiring dengan meningkatnya pH dan hal ini menyebabkan perubahan warna. Jingga metal pKa 3,7 (berubah antara pH 2,7 dan pH 4,7) mengalami perubahan struktur tergantung pH yang sama (Watson, 2010).
b. Titrasi asam lemah/basa kuat dan basa lemah/basa kuat Pada penambahan asam kuat atau basa kuat bervolume kecil kelarutan basa lemah atau asam lemah, pH meningkat atau menurun secara cepat sekitar 1 unit
Universitas Sumatera Utara
pH dibawah atau diatas nilai pKa asam atau basa. Pelarut organik campur-air seperti etanol sering digunakan untuk melarutkan analit sebelum penambahan titran berair (Watson, 2010). Beberapa asam dan basa dapat menyumbangkan atau menerima lebih dari satu proton, contohnya 1 mol analit setara dengan lebih dari 1 mol titran. Jika nilai pKa semua gugus asam atau basa berbeda lebih dari sekitar 4, senyawa tersebut akan memiliki lebih dari satu infleksi dalam kurva titrasinya (Watson, 2010).
2.3.1.2 Larutan Baku Baku primer dalah senyawa-senyawa kimia stabil yang tersedia dalam kemurnian tinggi dan yang dapat digunakan untuk membakukan larutan baku yang digunakan dalam titrasi. Titran seperti natrium hidroksida atau asam klorida tidak dapat dianggap sebagai baku primer karena kemurniannya cukup bervariasi. Jadi contohnya larutan baku natrium hidroksida dapat dibakukan terhadap kalium hidrogen ftalat, yang memiliki kemurnian yang tinggi. Larutan natrium hidroksida yang telah dibakukan (baku sekunder) kemudian dapat digunakan untuk membakukan larutan baku asam klorida (Watson, 2010).
2.3.2
Spektrometri Visibel Metode spektrofotometri yang sederhana, selektif dan sensitif telah sukses
digunakan untuk analisis asam enfenamat dan asam mefenamat dalam bahan ruah dan dalam sediaan farmasetik. Metode ini didasarkan pada reaksi antara asamasam ini dengan p-N,N-dimetilfenilendiamin (DMPD) dengan adanya persulfat
Universitas Sumatera Utara
atau kromium (IV) membentuk warna yang intens yang ddapat diukur pada
panjang
gelombang
740
nm
(asam
mefenamat).
Metode
yang
dikembangkan ini dapat mendeterminasi 0,25-4,0 µg asam mefenamat (Sastry, 1989).
2.3.3
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik sukses digunakan
untuk analisis asam mefenamat. Kolom yang digunakan adalah µBondapak (300x3,9;10µm). Fase gerak yang digunakan adalah metanol-asam asetat glasialair (85:2:15v/v/v) dan dihantarkan secara isokratik dengan kecepatan alir 1 mL/menit. Detector UV diatur pada panjang gelombang 278 nm (Rohman, 2012). Rouini, dkk (2004) menggunakan KCKT untuk analisis asam mefenamat dalam serum menggunakan natrium diklofenak sebagai standar internal. Analit dieluasi dengan fase gerak asetonitril-air (50:50 v/v) yang pH-nya diatur 3 dengan asam fosfat. Proses kromatografi dilakukan secara isokratik menggunakan kolom C8 Techsphere (150 mm x 4,6 mm; 3 µm) pada kecepatan alir fase gerak 1 mL/menit. Pada suhu kamar. Analit dideteksi dengan detector UV pada panjang gelombang 280 nm) (Rohman, 2012).
Universitas Sumatera Utara