SINTESIS DAN PENCIRIAN KOMPLEKS Fe(III)-KUERSETIN
SUHERMANSYAH
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis dan Pencirian Kompleks Fe(III)-Kuersetin adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2013
Suhermansyah
ABSTRAK SUHERMANSYAH. Sintesis dan Pencirian Kompleks Fe(III)-Kuersetin. Dibimbing oleh SRI SUGIARTI dan BUDI ARIFIN. Kuersetin merupakan senyawa flavonol yang dapat mengelat berbagai ion logam. Kuersetin dapat mengelat ion logam pada tapak 3’,4’-katekol, 3- atau 5hidroksikromon. Dalam penelitian ini, kompleks kuersetin dibentuk dengan ion Fe(III). Kompleks kuersetin dengan ion Fe(III) yang berasal dari FeCl3·6H2O lebih stabil dibandingkan dengan yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O. Kuersetin berwarna kuning dan memiliki panjang gelombang maksimum (λ ) pada 250 dan 370 nm. Kompleks Fe(III)-kuersetin dari Fe(NO3)3·9H2O berwarna hijau kekuning-kuningan dengan λ pada 280 dan 420 nm, sedangkan kompleks dari FeCl3·6H2O berwarna hijau tua dengan λ pada 280 dan 430 nm. Pergeseran λ tersebut menunjukkan bahwa kompleks terbentuk pada tapak 3hidroksikromon. Berdasarkan analisis dengan spektrofotometer serapan atom, kompleks Fe(III)-kuersetin terbentuk dengan nisbah mol 1:1 logam-ligan, dan difraktogram sinar-X menunjukkan derajat kristalinitas kompleks sebesar 37%. Kata kunci: Fe(III), kuersetin, senyawa kompleks
ABSTRACT SUHERMANSYAH. Synthesis and Characterization of Fe(III)-Quercetin Complex. Supervised by SRI SUGIARTI and BUDI ARIFIN. Quercetin belongs to flavonols which is able to chelate metal ions. Quercetin may chelate metal ions at 3’,4’-catechol, 3- or 5-hydroxycromone sites. In this study, quercetin was complexed with Fe(III). The complex with Fe(III) ions from FeCl3·6H2O was more stable than the complex derived from Fe(NO3)3·9H2O. The quercetin was yellow in color and showed maximum wavelengths (λ ) at 250 and 370 nm. The Fe(III)-quercetin complex from at 280 and 420 nm, whereas that Fe(NO3)3·9H2O was yellowish green with from FeCl3·6H2O was dark green with at 280 and 430 nm. The shift indicated that the complex was formed at 3-hydroxychromone site. The Fe(III)quercetin complex was formed with 1:1 metal-ligand mole ratio based on atomic absorption spectrophotometry analysis and the X-ray diffractogram showed that the crystallinity of the complex was 37%. Key words: complex compound, Fe(III), quercetin
SINTESIS DAN PENCIRIAN KOMPLEKS Fe(III)-KUERSETIN
SUHERMANSYAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Sintesis dan Pencirian Kompleks Fe(III)-Kuersetin Nama : Suhermansyah NIM : G44070098
Disetujui oleh
Sri Sugiarti, PhD Pembimbing I
Budi Arifin, SSi, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS Ketua Departemen Kimia
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT penulis ucapkan atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul ”Sintesis dan Pencirian Kompleks Fe(III)-Kuersetin” yang dilaksanakan bulan Februari sampai Desember 2012 di Laboratorium Kimia Anorganik dan Laboratorium Bersama Departemen Kimia FMIPA IPB. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Sri Sugiarti, PhD dan Bapak Budi Arifin, SSi, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingannya kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan kedua kakak atas nasihat, doa, dan kasih sayang yang tiada terkira. Penghargaan turut penulis sampaikan kepada Staf Laboratorium Kimia Anorganik, Pusat Studi Biofarmaka, dan Laboratorium Terpadu. Tidak lupa ungkapan terima kasih dihaturkan kepada rekan-rekan mahasiswa di Departemen Kimia (Kimia 44 dan Kimia 45) atas motivasi, kebersamaan, serta diskusi singkat yang kerap terjadi selama penulis menempuh studi dan menjalani penelitian. Semoga mendapat balasan terbaik dari Allah SWT. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Februari 2013
Suhermansyah
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Preparasi Larutan Pembuatan Kompleks Fe(III)-Kuersetin Kristalisasi Kompleks Fe(III)-Kuersetin HASIL DAN PEMBAHASAN Larutan Kompleks Fe(III)-Kuersetin Endapan Kompleks Fe(III)-Kuersetin Kristalinitas Kompleks Fe(III)-Kuersetin SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
viii viii 1 2 2 3 3 3 5 7 8 8 8 13
DAFTAR GAMBAR 1 Struktur kuersetin 1 2 Spektrum serapan kuersetin (a) dan kompleks Fe(III)-kuersetin yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O (b) 4 3 Perkiraan kompleks Fe(III)-kuersetin yang terbentuk 5 4 Spektrum larutan kuersetin (a), endapan awal kompleks Fe(III) dari Fe(NO3)3·9H2O dengan kuersetin (b), endapan hasil pemanasan (c) dan pendinginan (d) kompleks terlarut 6 5 Spektrum larutan kuersetin (a), endapan Fe(III)-kuersetin hasil pemanasan kompleks terlarut (b), dan endapan awal Fe(III)-kuersetin (c) dari FeCl3·6H2O 6 6 Difraktogram kompleks Fe(III)-kuersetin (a) dan FeCl3·6H2O (b) 7
DAFTAR LAMPIRAN 1 Diagram alir penelitian 2 Penentuan nisbah mol Fe dengan kuersetin 3 Data kristalinitas Fe(III)-kuersetin
10 11 12
3
viii
PENDAHULUAN Kuersetin (Gambar 1) merupakan senyawa flavonol yang dapat membentuk kompleks dengan berbagai ion logam. Kuersetin berperan sebagai ligan dengan menyumbangkan pasangan elektron bebas pada gugus fungsi karbonil dan hidroksil. Terdapat 3 kemungkinan tapak pengompleksan ion logam, yaitu gugus 3’,4’-dihidroksil pada cincin B (tapak katekol), gugus 3-hidroksil dengan gugus 4karbonil pada cincin C (tapak 3-hidroksikromon), dan gugus 5-hidroksil pada cincin A dengan gugus 4-karbonil pada cincin C (tapak 5-hidroksikromon) (Cornard dan Merlin 2002, Ryan dan Hynes 2007). Penggunaan kuersetin sebagai ligan bidentat berukuran besar diharapkan dapat menstabilkan ion logam yang dikelatnya. Kuersetin juga dapat menstabilkan ion logam karena kemampuan delokalisasi elektron oleh sistem terkonjugasi yang dimilikinya (Dehghan dan Khoshkam 2013). Beberapa kompleks ion logam dengan kuersetin telah dilaporkan, di antaranya Cr(VI) (Alvarez et al. 1989), Fe(II) (Ferrali et al.1997), Al(III) (Cornard dan Merlin 2002), Fe(III) (Marković et al. 2011; Ryan dan Hynes 2007), dan Sn(II) (Dehghan dan Khoshkam 2013). Pada beberapa kasus, logam lain ditambahkan ke dalam sistem sebagai oksidator untuk menjaga agar bilangan oksidasi ion logam pusat pada senyawa kompleks tidak menjadi nol setelah mengoksidasi spesies lain. Kuersetin dapat digunakan untuk menggantikan peran logam lain tersebut, dengan cara mengompleks logam (0) sehingga tidak terdeposisi.
Gambar 1 Struktur kuersetin (Pekal et al. 2010) Alvarez et al. (1989) mengompleks kuersetin dengan logam Cr(VI). Kondisi yang dioptimumkan dalam reaksi pengompleksan tersebut meliputi media miselar, konsentrasi kuersetin, pH yang digunakan, dan waktu reaksi. Kondisi optimum diperoleh pada konsentrasi kuersetin 2.95 10 M, pH 4.6, dan media miselar setiltrimetilamonium bromida (CTAB) dengan waktu reaksi 40 menit. Kuersetin juga telah dikomplekskan dengan ion Fe(II) yang berasal dari FeSO4. Kompleksasi dilakukan pada kondisi basa, yaitu pH 7.4 dengan bantuan bufer fosfat (Ferrali et al. 1997). Semakin besar konsentrasi Fe(II) yang digunakan dalam penelitian tersebut, pergeseran batokromik puncak serapan semakin besar pula. Ryan dan Hynes (2007) mengompleks kuersetin dengan menggunakan Fe(III) dari Fe(NO3)3·9H2O pada kondisi asam. Kompleks Fe(III)-kuersetin terbentuk dengan nisbah 2:1 ligan:logam pada panjang gelombang maksimum ( ) 420 nm dan diperoleh bahwa pada kondisi asam, ion Fe(III) lebih banyak
terkompleks dengan tapak 3-hidroksikromon. Pekal et al. (2010) mengompleks kuersetin dengan logam Cu(II) dan melaporkan nisbah 1:1 logam terhadap ligan dengan panjang gelombang maksimum 436 nm. Pengompleksan juga terjadi pada tapak 3-hidroksikromon. Fajrin (2010) telah berhasil menentukan kondisi optimum pembentukan kompleks Fe(III)-kuersetin dalam media miselar pada pH 4.5 dan menggunakannya untuk menentukan kadar Fe(III) dengan spektrofotometer ultraviolet (UV)-tampak. Namun, kompleks Fe(III)-kuersetin yang didapatkan belum dapat dikristalkan. Dalam penelitian ini, kuersetin dikompleks dengan ion Fe(III) yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O dan FeCl3·6H2O dengan mengikuti metode Fajrin (2010). Kompleks Fe(III)-kuersetin yang dihasilkan kemudian dikristalisasi sebagai upaya agar dapat dimanfaatkan sebagai katalis, dan puncak serapan kristal kompleks dibandingkan dengan kompleks dalam larutan. Selain itu, penelitian ini juga menentukan efek penggunaan ion Fe(III) yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O dan FeCl3·6H2O terhadap pembentukan kompleks.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah Fe(NO3)3·9H2O, FeCl3·6H2O, kuersetin (Sigma-Aldrich), etanol (p.a), dietil eter (p.a), air bebas-ion, heksana (p.a), CH3COOH 0.1 M, CH3COONa 0.1 M, dan setiltrimetilamonium bromida (CTAB) (AppliChem). Alat-alat yang digunakan adalah peralatan kaca yang lazim digunakan di laboratorium, pelat pemanas berpengaduk, spektrofotometer UV-tampak 1701-PC (Shimadzu), spektrofotometer serapan atom 3300-ICE (Thermo), dan difraktometer sinar-X 7000 (Shimadzu). Preparasi Larutan Larutan induk standar Fe(III) dengan konsentrasi 500 ppm disiapkan dengan cara menimbang 0.3607 g Fe(NO3)3·9H2O dan 0.2415 g FeCl3·6H2O, lalu masing-masing dilarutkan dengan air bebas-ion dalam labu 100 mL. Larutan induk kuersetin dengan konsentrasi 5.91 10-2 M disiapkan dengan melarutkan 0.0200 g kuersetin dengan campuran etanol-air bebas ion 1:1 (v/v) dalam labu 10 mL. Larutan induk CTAB 1.37 10-2 M disiapkan dengan melarutkan 0.4493 g CTAB dengan air bebas-ion dalam labu 100 mL. Larutan bufer asetat disiapkan dari campuran 25 mL asam asetat 0.1 M dengan 25 mL natrium asetat 0.1 M pada pH 4.6.
Pembuatan Kompleks Fe(III)-Kuersetin (Fajrin 2010) Larutan induk standar Fe(III) 500 ppm sebanyak 0.50 mL, 1 mL larutan bufer asetat pH 4.6, 0.10 mL larutan induk kuersetin 5.91 10-2 M, dan 0.60 mL larutan induk CTAB 1.37 10-2 M dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL kemudian ditera dengan air bebas-ion. Setelah itu, larutan dihomogenkan dengan pengaduk magnetik selama 45 menit. Kompleks Fe(III)-kuersetin kemudian dianalisis puncak serapannya dengan spektrofotometer UV-tampak.
Kristalisasi Kompleks Fe(III)-Kuersetin Kompleks Fe(III)-kuersetin yang dikristalisasi berasal dari Fe(NO3)3·9H2O dan FeCl3·6H2O. Kristalisasi dilakukan dengan mengganti pelarut kompleks dengan pelarut yang tidak atau sedikit melarutkan kompleks. Kompleks Fe(III)kuersetin pada fase air dipindahkan ke fase dietil eter dengan metode partisi caircair. Nisbah air dengan dietil etil sebesar 1:1 (v/v). Endapan kompleks yang terbentuk pada fase dietil eter dipisahkan dari kompleks yang terlarut, kemudian ditambahkan heksana sekitar 10 mL dan didinginkan. Kompleks Fe(III)-kuersetin yang masih terlarut ditambahkan heksana dengan nisbah dietil eter:heksana 1:2 (v/v). Setelah itu, dilakukan 2 perlakuan. Pada perlakuan pertama, kompleks dipanaskan pada suhu mendekati titik uap dietil eter. Setelah dietil eter habis menguap, kompleks akan mengendap pada fase heksana. Pelarut heksana kemudian diuapkan. Perlakuan kedua ialah mendinginkan kompleks terlarut selama ±1 hari hingga terbentuk endapan, kemudian pelarut diuapkan. Endapan kompleks Fe(III)-kuersetin, kompleks terlarut pada fase dietil eter yang dipanaskan dan yang didinginkan masingmasing dianalisis puncak serapannya dengan spektrofotometer UV-tampak. Diagram alir penelitian selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN Larutan Kompleks Fe(III)-Kuersetin Kompleks Fe(III)-kuersetin yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O berwarna hijau kekuning-kuningan dan hampir larut sempurna dalam air. Kompleks yang berasal dari FeCl3·6H2O memiliki warna yang sama, tetapi ketika didiamkan terbentuk endapan. Pembentukan endapan kompleks ini disebabkan kelarutan FeCl3·6H2O dalam air lebih rendah dibandingkan dengan Fe(NO3)3·9H2O. Tyagi dan Mathur (2011) melarutkan FeCl3·6H2O dengan metil sianida, sedangkan Mlandĕnka (2011) menggunakan dimetil sulfoksida (DMSO). Homogenisasi larutan kompleks Fe(III)-kuersetin dilakukan dengan menggunakan surfaktan CTAB, yang berfungsi menyatukan ion logam yang relatif tidak larut dalam air dengan senyawa kuersetin yang larut air. Kemampuan ini disebabkan CTAB memiliki gugus yang bersifat hidrofilik dan hidrofobik. Gugus hidrofilik akan berikatan dengan kuersetin, sedangkan gugus hidrofobik
4
akan berikatan dengan ion Fe(III). Alvarez et al. (1989) mengungkapkan bahwa penggunaan CTAB dalam pengompleksan ion logam dengan kuersetin dapat meningkatkan intensitas puncak serapan. Fajrin (2010) mengungkapkan bahwa CTAB memiliki aktivitas penurunan tegangan permukaan dan antarmuka yang paling tinggi dibandingkan dengan media miselar lainnya, seperti natrium dodesil sulfat (NDS) dan Triton X-100. Perbedaan aktivitas tersebut dipengaruhi oleh nilai konsentrasi misel kritis (KMK). Semakin kecil nilai KMK, misel semakin mudah terbentuk sehingga akan mempermudah penurunan tegangan permukaan dan antarmuka. Nilai KMK dari CTAB, NDS, dan Triton X-100 berturut-turut adalah 9.2 10 , 8.3 10 , dan 8.5 10 M (Hummel 2002) Kuersetin menunjukkan puncak serapan pada 250 nm untuk kromofor benzoil dan 370 nm untuk kromofor sinamoil (Gambar 2a). Hal ini sesuai dengan literatur bahwa kuersetin memiliki 2 puncak serapan: gugus sinamoil berada pada kisaran panjang gelombang 300–400 nm, sedangkan gugus benzoil pada 240–300 nm (Dehgan dan Khoshkam 2011, Marković et al. 2011, Markham 1988). Ketika ditambahkan Fe(III), puncak serapan gugus sinamoil mengalami pergeseran batokromik dari 370 nm ke 420 nm disertai penurunan intensitas, sedangkan puncak serapan gugus benzoil tidak bergeser (Gambar 2b). Pergeseran batokromik ini mengidentifikasikan bahwa telah terjadi pengompleksan antara kuersetin dan Fe(III) pada tapak 3-hidroksikromon yang meningkatkan delokalisasi elektron pada sistem terkonjugasi sinamoil (Ferrali et al. 1997, Dehghan dan Khoshkam 2011).
Gambar 2 Spektrum serapan kuersetin (a) dan kompleks Fe(III)-kuersetin yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O (b) Kompleks terbentuk pada tapak 3-hidroksikromon diduga karena keasaman gugus 3-hidroksil yang memiliki nilai pKa sebesar 6.74 (Ryan dan Hynes 2008). Menurut Cornard dan Merlin (2002), kompleks dengan 3-hidroksikromon lebih kuat dibandingkan dengan 5-hidroksikromon dan delokalisasi elektron oksigen pada posisi tersebut lebih besar. Kompleks pada tapak 5-hidroksikromon tidak terbentuk karena kalah bersaing dengan kompleks pada tapak 3-hidroksikromon. Ketika kompleks pada tapak 3-hidroksikromon sudah terbentuk, akan terjadi efek sterik (Dehghan dan Khoshkam 2012). Ren (2007) secara komputasi menjelaskan
5
bahwa kompleks pada tapak 5-hidroksikromon secara termodinamika kurang stabil dan juga tidak disukai secara kinetika. Kompleks Fe(III)-kuersetin terbentuk dengan nisbah mol 1:1 (Fe-kuersetin) (Lampiran 2). Hasil ini sesuai dengan nisbah mol yang didapatkan oleh Marković et al. (2011) serta Cornard dan Merlin (2003). Gambar 3 menunjukkan perkiraan kompleks yang terbentuk antara Fe(III) dan kuersetin.
Gambar 3 Perkiraan kompleks Fe(III)-kuersetin yang terbentuk
Endapan Kompleks Fe(III)-Kuersetin Kompleks Fe(III)-kuersetin diendapkan dengan pemindahan ke pelarut yang lebih nonpolar, melalui partisi cair-cair dari fase air ke dietil eter. Endapan kompleks yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O berwarna kuning kehitaman, endapan pada fase dietil eter yang dipanaskan maupun yang didinginkan berwarna kuning. Endapan kompleks yang berasal dari FeCl3·6H2O berwarna hijau pekat, endapan pada fase dietil eter yang dipanaskan berwarna kuning, dan pada fase dietil eter yang didinginkan tidak terbentuk endapan. Gambar 4 menunjukkan spektrum endapan kompleks yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O, dibandingkan dengan spektrum kuersetin mula-mula. Endapan kompleks Fe(III)-kuersetin awal (b) maupun yang berasal dari fase dietil eter yang ditambahkan heksana dan dipanaskan (c) atau didinginkan (d) memiliki puncak serapan yang sama dengan kuersetin awal (a), yaitu di sekitar 380 dan 280 nm. Hal ini menunjukkan bahwa ion Fe(III) memisah kembali dari kompleks. Pemisahan kompleks ini diduga disebabkan oleh pemindahan pelarut dari air ke dietil eter. Fe(III) yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O lebih bersifat ionik, maka lebih larut dalam air dibandingkan dengan dalam dietil eter. Hasil ini bersesuaian dengan yang dilakukan Mladĕnka et al. (2011) bahwa kompleks dari Fe(NO3)3·9H2O kurang stabil dibandingkan dengan kompleks dari FeCl3·6H2O pada pelarut organik. Tyagi dan Mathur (2011) juga membandingkan kompleks dari Fe(NO3)3·9H2O dengan kompleks dari FeCl3·6H2O berdasarkan nilai potensial reduksinya. Nilai potensial reduksi Cl (400 mV) lebih besar daripada (200 mV), dan didapati bahwa semakin besar nilai potensial reduksi, NO kompleks yang terbentuk semakin stabil pula.
6
Gambar 4 Spektrum larutan kuersetin (a), endapan awal kompleks Fe(III) dari Fe(NO3)3·9H2O dengan kuersetin (b), endapan hasil pemanasan (c) dan pendinginan (d) kompleks terlarut Endapan Fe(III)-kuersetin yang berasal dari FeCl3·6H2O juga diukur puncak serapannya (Gambar 5). Spektrum endapan kompleks Fe(III)-kuersetin pada fase dietil eter yang dipanaskan (b) memiliki puncak serapan di sekitar 330, 290, dan 250 nm. Puncak serapan ini pernah dilaporkan oleh Bodini et al. (1999) sebagai puncak serapan kuersetin 0.3 mM pada pelarut DMSO. Puncak serapan ini mungkin dipengaruhi oleh pelarut. Namun, tidak bisa dipastikan senyawa apa yang terbentuk. Fase dietil eter yang didinginkan tidak membentuk endapan, maka tidak dapat diukur puncak serapannya.
Gambar 5
Spektrum larutan kuersetin (a), endapan Fe(III)-kuersetin hasil pemanasan kompleks terlarut (b), dan endapan awal Fe(III)kuersetin (c) dari FeCl3·6H2O
Spektrum endapan awal Fe(III)-kuersetin (c) memiliki puncak serapan pada 430 dan 280 nm. Puncak serapan ini sesuai dengan puncak serapan Fe(III)kuersetin pada Gambar 2b dan puncak serapan Fe(III)-kuersetin yang didapatkan
7
oleh Ferrali (1997), Ryan dan Hynes (2007), serta Fajrin (2010). Hal ini berarti kompleks Fe(III)-kuersetin dari FeCl3·6H2O tidak terlepas kembali pada saat pemindahan pelarut. Senyawa FeCl3·6H2O larut dalam air panas sehingga mudah mengendap dalam air suhu ruang. Selain itu, FeCl3·6H2O dapat larut pada pelarut organik seperti DMSO (Ferrali et al. 2001 dan Mladĕnka 2011), dan metil sianida (Tyagi dan Mathur 2011). Menurut Mladĕnka (2011), kompleks Fe(III)-kuersetin dari FeCl3·6H2O yang terbentuk pada kondisi asam lebih stabil dibandingkan dengan kompleks dari Fe(NO3)3·9H2O pada kondisi yang sama.
Kristalinitas Kompleks Fe(III)-Kuersetin Endapan kompleks Fe(III)-kuersetin dianalisis menggunakan difraktometer sinar-X untuk menentukan apakah Fe(III) masih terkompleks dan mengetahui derajat kristalinitasnya. Derajat kristalinitas menunjukkan nisbah antara bentuk kristalin dan amorf di dalam kompleks Fe(III)-kuersetin. Difraktogram endapan kompleks dibandingkan dengan FeCl3·6H2O ditunjukkan pada Gambar 6.
(a)
(b) Gambar 6 Difraktogram kompleks Fe(III)-kuersetin (a) dan FeCl3·6H2O (b)
Gambar 6 memperlihatkan beberapa pergeseran akibat terjadinya pengompleksan dengan kuersetin. Puncak 2 15° bergeser menjadi 13°, puncak 33° bergeser menjadi 30°, dan puncak 37° bergeser menjadi 32°. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kompleks terdapat Fe(III) yang tetap terkompleks dengan kuersetin. Sementara itu, puncak 2 pada 44°, 64°, dan 77° berasal dari wadah aluminium sampel. Puncak ini muncul karena jumlah sampel yang relatif sedikit. Derajat kristalinitas kompleks didapatkan sebesar 37% (perhitungan diberikan di Lampiran 3). Hasil ini menunjukkan bahwa dalam kompleks, bentuk kristalin lebih sedikit daripada bentuk amorf (Adianti 2007). Namun, hasil ini telah menunjukkan bahwa dalam endapan tersebut terdapat kristal kompleks Fe(III)-kuersetin.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Senyawa kompleks Fe(III)-kuersetin berhasil terbentuk dengan menggunakan ion Fe(III) yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O maupun FeCl3·6H2O. Kompleks terbentuk pada tapak 3-hidroksikromon dengan nisbah mol 1:1 (Fe:kuersetin). Endapan Fe(III)-kuersetin yang diperoleh dengan menggunakan ion Fe(III) dari FeCl3·6H2O lebih stabil dibandingkan dengan yang berasal dari Fe(NO3)3·9H2O, diperoleh dengan metode penurunan suhu. Derajat kristalinitas kompleks Fe(III)-kuersetin diperoleh sebesar 37% bentuk kristalin di dalam endapan. Saran Perlu dilakukan pembentukan kompleks pada berbagai kisaran pH, penentuan nisbah dengan Job’s methode, dan penambahan rendemen kompleks Fe(III)-kuersetin agar dapat dilakukan analisis lebih lanjut, serta optimisasi kondisi reaksi pembentukan kompleks.
DAFTAR PUSTAKA Adianti EF. 2007. Pencirian poliblen polikaprolakton, poliasamglikolat, dan poliasamlaktat dengan difraksi sinar-X dan spektrometer inframerah. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Alvarez MJ, Garcia ME, Medel AS. 1989. The complexation of Cr(III) and Cr(VI) with flavones in micellar media and its use for the spectrophotometric determination of chromium. Talanta. 36:919-923. Bodini EM, Copia G, Tapia R, Leighton F, Herrera L. 1999. Iron complexes of quercetin in aprotic medium. Redox chemistry and interaction with superoxide anion radical. Polyhedron. 18:2233-2239. Cornard JP, Merlin JC. 2003. Comparison of the chelating power of hydroxyflavones. J Mol Struct. 651-653:381-387.
9
Cotton FA, Wilkinson G. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Suharto, penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Basic Anorganic Chemistry. Dehghan G, Khoshkam Z. 2013. Tin(II)-quercetin complex: synthesis, spectral characterization and antioxidant activity. Food Chem. 131:422-426. Fajrin R. 2010. Kompleksasi Fe(III)-kuersetin pada media miselar dan penggunaannya untuk penentuan Fe(III) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ferrali M, Donati D, Bambagioni S, Fontani M, Giorgi G, Pietrangilo A. 2001. 3Hydroxy-(4H)-benzopyran-4-ones as potential iron chelating agents in vivo. Bioorg Med Chem. 9:3041-3047. Ferrali M, Signorini C, Caciotti B, Sugherini L, Ciccoli L, Giachetti D, Comporti M. 1997. Protection against oxidative damage of erythrocyte membrane by the flavonoid quercetin and its relation to iron chelatin activity. FEBS Lett. 416:123-129. Hummel DO. 2002. Handbook of Surfactant Analysis. New York:J Wiley. Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Padmawinata K, penerjemah. Bandung: ITB Pr. Terjemahan dari: Identification of Flavonoid. Marković JMD, Marković ZS, Brdarić TP, Pavelkić VM, Jadranin MB. 2011. Iron complexes of dietary flavonoids: combined spectroscopic and mechanistic study of their free radical scavenging activity. Food Chem. 129:1567-1577. Mladĕnka P, Macáková K, Filipský T, Zatloukalová L, Jahodář L, Bovicelli P, Silvestri IP, Hrdina R, Saso L. 2011. In vitro analysis of iron chelating activity of flavonoids. J Inorg Biochem. 105:693-701. Pekal A, Biesaga M, Pyrzynska K. 2010. Interaction of quercetin with copper ions: complexation, oxidation and reactivity towards radical. Biometals. 24:41-49. Ren J, Meng S, Lekka CHE, Kaxiras E. 2007. Complexation of flavonoids with iron: structure and optical signatures. J Phys Chem B. 112:1845-1850. Ryan P, Hynes MJ. 2007. The kinetics and mechanisms of the reactions of iron(III) with quercetin and morin. J Inorg Biochem. 102:127-136. Tyagi N, Mathur P. 2011. Interaction of catechin with an iron(III) bisbenzimidazole diamide complex. Indian J Chem. 50A:1703-1708.
10
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Pembuatan larutan standar Fe(III) dari Fe(NO3)3·9H2O dan FeCl3·6H2O serta larutan standar kuersetin
Pembuatan kompleks Fe(III)-kuersetin
Analisis kompleks Fe(III)-kuersetin dengan spektrofotometer UV-Vis
Partisi cair-cair kompleks Fe(III)-kuersetin ke dalam dietil eter 1:1 (v/v) Kompleks Fe(III)-kuersetin pada fase dietil eter + heksana 1:2 v/v (dietil eter:heksana)
dipanaskan
didinginkan
Endapan kompleks Fe(III)-kuersetin + heksana 10 mL
didinginkan
Endapan Fe(III)-kuersetin
Endapan Fe(III)-kuersetin
Pelarut diuapkan
Pelarut diuapkan
Analisis endapan kompleks Fe(III)-kuersetin dengan spektrofotometer UV-Vis, AAS, dan difraktometer sinar-X
11
Lampiran 2 Penentuan nisbah mol Fe dengan kuersetin Pengukuran standar Fe(III) Konsentrasi (ppm) 0.1929 0.3945 0.6194 0.7890 1.2007
Absorbans 0.0157 0.0312 0.0504 0.0642 0.0977
Ulangan
Absorbans
Kadar Fe(III) sebelum dikali fp (ppm)
Kadar Fe sebenarnya (ppm)
Sampel awal 1 2 3 Rata-rata Sampel Perlakuan
0.0264 0.0290 0.0276 0.0277
0.3244 0.3564 0.3392 0.3404
405.5488 445.4892 423.9829 425.5190
1 2 3 Rata-rata
0.0250 0.0266 0.0266 0.0261
0.3072 0.3269 0.3269 0.3208
304.1920 323.6603 323.6603 317.5765
Contoh perhitungan kadar Fe: Berdasarkan pengukuran standar Fe(III) didapatkan persamaan garis y = 2.5313 10 + 0.0813x Untuk sampel awal ulangan 1 y = 2.5313 10 + 0.0813x 0.0264 = 2.5313 10 + 0.0813x x = 0.3244 ppm Perhitungan mol Fe: Kadar Fe rata-rata = 317.5765 ppm Kadar Fe = V
317.5765 mg
= . L = 31.7576 mg
g Fe
=
F
g FeCl3·6H2O
0.0318 = g FeCl3·6H2O . g FeCl3·6H2O = 0.1536 g mol Fe
= .
= . = 5.6786 10
mol
12
Perhitungan mol kuersetin: g kuersetin = 0.2 g Mr kuersetin = 338.27 g⁄mol mol kuersetin = .
= . = 5.9124 10
mol
Nisbah mol Fe dengan mol kuersetin: mol Fe : mol kuersetin 5.6786 10 : 5.9124 10 1: 1 Lampiran 3 Data kristalinitas Fe(III)-kuersetin
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, lahir di Cianjur, 27 Desember 1988 dari pasangan Bapak Madratam dan Ibu Tiyah. Penulis menyelesaikan studi di SMA Negeri 1 Cilegon pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (FMIPA-IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis merupakan salah satu aktivis kampus pada Dewan Perwakilan Mahasiswa FMIPA IPB tahun 2008–2010 dan Dewan Pengawas Imasika tahun 2010. Selain itu, penulis pernah dipercaya menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Anorganik pada tahun 2010/2011. Penulis juga berkesempatan melaksanakan kegiatan praktik lapangan di Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir Badan Tenaga Atom Nasional (PTRKN BATAN) Puspiptek Serpong pada tahun 2011.