ISBN 978-979-028-272-8
Prosiding Seminar Nasional Sains 2010 “OPTIMALISASI SAINS UNTUK MEMBERDAYAKAN MANUSIA”
SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS BESI(III)-EDTA 1.Harsasi Setyawati,S.Si 2. Dr. rer. nat. Irmina Kris Murwani JURUSAN KIMIA ITS SURABAYA
KIM-03
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis dan mengkarakterisasi senyawa kompleks besi(III)-EDTA. Senyawa kompleks ini disintesis dengan mereaksikan besi(III) dari senyawa FeCl3.6H2O dan ligan EDTA dari Na-EDTA. Dari penentuan stoikiometri diperoleh hasil bahwa perbandingan stoikiometri senyawa kompleks = 1: 1. Proses pembentukan senyawa kompleks dilakukan pada pH 6. Dari hasil sintesis ini diperoleh padatan berwarna kuning. Senyawa hasil sintesis ini akan dianalisis karakterisasinya dengan spektroskopi UV-VIS, Infrared (IR) dan Magnetic Susceptibility Balance. Dari hasil analisis spektroskopi UV-VIS diperoleh bahwa nilai panjang gelombang maksimumnya sebesar 398 nm. Spektrum IR senyawa ini menunjukkan serapan khas vibrasi logam-ligan muncul pada serapan di bawah 500 cm-1. Analisis dengan Magnetic Susceptibility Balance dilakukan untuk menganalisa sifat kemagnetan senyawa kompleks hasil sintesis. Kata kunci : Besi(III)-EDTA, Sintesis, Karakterisasi PENDAHULUAN Senyawa koordinasi adalah salah satu senyawa yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Senyawa ini terbentuk karena adanya ikatan antara ligan yang berperan sebagai donor pasangan elektron (basa lewis) dengan ion pusat (logam) yang berperan sebagai akseptor pasangan elektron (asam lewis). Dewasa ini perkembangan ilmu senyawa koordinasi semakin pesat. Kajian dan penelitian tentang sintesis senyawa koordinasi juga semakin beragam. Salah satunya adalah penelitian tentang senyawa kompleks sebagai katalis. Dari beberapa penelitian telah dilaporkan bahwa senyawa kompleks besi memiliki peranan penting pada proses katalitik, yaitu sebagai active site katalis (Bauer, dkk 2008). Besi(III)-trifluoroasetat merupakan katalis dan baik digunakan pada reaksi diasetilasi aldehid dan tioasetilasi senyawa karbonil (Adibi, dkk 2008). Senyawa kompleks besimonoethanolamine dengan support silika baik digunakan sebagai katalis pada reaksi adisi 1oktena, dimana semakin banyak kandungan besi pada senyawa kompleks akan meningkatkan aktivitas katalitiknya (Smirnov, dkk 2007). Silika yang diimpregnasi dengan senyawa kompleks [(η5C5H5)Fe(CO)2(THF)]+[BF4]+ memiliki daya katalitik yang lebih baik pada reaksi pembentukan siklopropana, atau aziridine dari senyawa diazo, olefin dan imina dibandingkan silika yang tidak diimpregnasi dengan senyawa kompleks (Redlich, dkk 2000). Senyawa kompleks yang bisa dijadikan sebagai katalis harus memiliki sifat yang stabil. Salah satu senyawa kompleks yang sangat stabil adalah senyawa kompleks yang membentuk khelat. Salah satu senyawa kompleks yang memiliki tingkat kestabilan tinggi adalah senyawa kompleks besi(III)-EDTA yang memiliki Kstab = 25,1 (Svenson, dkk 1989) Oleh karena itu pada penelitian ini disintesis dan dikarakterisasi senyawa kompleks besi(III)EDTA sehingga nantinya bisa dimanfaatkan sebagai katalis. Selain murah dan mudah didapat, ion besi
(III) memungkinkan untuk membentuk senyawa oktahedral jika berikatan dengan ligan EDTA. Sistem oktahedral senyawa koordinasi dari logam besi(III) ini mudah untuk dipelajari dan dikaji karakteristiknya.
METODE PENELITIAN
Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah bahan-bahan kimia yang memiliki kemurnian pro analisis (p.a) meliputi besi(III) triklorida heksahidrat FeCl3.6H2O, Na2H2EDTA.2H2O, dan akuades. Selanjutnya akan dilakukan analisis UV-VIS, FTIR, serta MSB. Sebelum melakukan sintesis senyawa kompleks maka dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum, perbandingan stoikiometri, serta pengaruh pH pada pembentukan senyawa kompleks. Dari hasil tersebut akan disintesis senyawa kompleks dengan melarutkan NaH2EDTA·H2O ke dalam 10 mL air. Kemudian larutan dipanaskan sampai terbentuk larutan bening.Untuk menghilangkan kation Na+ maka larutan tersebut dilewatkan pada resin penukar kation Na+ sehingga didapatkan senyawa HEDTA. Larutkan besi(III) klorida heksa hidrat ke dalam 10 mL air kemudian tambahkan ke dalam larutan EDTA dan diaduk. Kemudian larutan dipanaskan sampai terbentuk endapan. Selanjutnya larutan didinginkan dan endapan disaring dengan corong buchner. Endapan yang terbentuk dicuci dengan air dingin untuk menghilangkan ion Fe(III) yang tersisa. Kemudian produk dicuci dengan etanol dan dikeringkan pada kertas saring Whetman. HASIL dan PEMBAHASAN Penentuan Panjang Gelombang Senyawa Kompleks [Fe(EDTA)]Pada penelitian ini telah dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum senyawa kompleks dengan mencampurkan larutan Fe3+ ke dalam larutan EDTA kemudian diukur panjang gelombangnya menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 200-780 nm. Dari hasil analisis diperoleh bahwa panjang gelombang maksimum senyawa kompleks [Fe(EDTA)]- adalah 398 nm seperti terlihat pada Gambar 1. Pada gambar 1 terlihat bahwa absorbansi maksimum terletak pada panjang gelombang 398 nm. Hal ini sesuai dengan teori warna yang menyebutkan bahwa suatu senyawa yang berwarna akan menyerap panjang gelombang pada warna komplementer warna senyawanya. Senyawa kompleks [Fe(EDTA)]- memiliki warna kuning, sehingga senyawa kompleks tersebut menyerap panjang gelombang di warna komplementer kuning yaitu ungu (380-450 nm).
Gambar 1. Panjang Gelombang Maksimum Senyawa Kompleks [Fe(EDTA)]Pengaruh pH Pada Pembentukan Senyawa Kompleks [Fe(EDTA)]Pembentukan senyawa kompleks sangat dipengaruhi oleh pH. Pada penelitian ini telah dilakukan pembentukan senyawa kompleks pada pH yang bervariasi, yaitu dari pH 2 sampai pH 11 dengan menambahkan NH4OH dan HOAc untuk mengontrol pHnya.. Hasil pembentukan senyawa kompleks berdasarkan pengaruh pH tertera pada Gambar 2. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa absorbansi maksimum pembentukan senyawa kompleks terdapat pada pH 6. Hal ini berarti pada pH 6 konsentrasi senyawa kompleks [Fe(EDTA)]- yang terbentuk paling banyak dibandingkan pH lainnya. Dengan perubahan pH larutan, konsentrasi senyawa kompleks yang terbentuk juga mengalami perubahan. Dari gambar di atas terlihat bahwa pada pH 5-7 pembentukan senyawa kompleks [Fe(EDTA)]- terjadi secara maksimal (Nowack dan Sigg, 1996). Senyawa kompleks terbentuk optimum pada pH 6 ditandai dengan nilai absorbansi yang paling tinggi pada λmaks 398 nm. Pada pH yang lebih tinggi dari pH optimum, absorbansi senyawa kompleks semakin turun karena senyawa kompleks yang terbentuk semakin sedikit.
Gambar 2. Pengaruh pH Pada Pembentukan Senyawa Kompleks [Fe(EDTA)]Penentuan Rumus Senyawa Kompleks dengan Metode Perbandingan Mol Untuk dapat mensintesis senyawa koordinasi besi(III)-EDTA, terlebih dulu dilakukan penentuan stoikiometri antara besi(III) dengan ligan EDTA. Dari penentuan stoikiometri ini kita akan mendapatkan perbandingan mol antara besi(III) dan ligan EDTA yang digunakan untuk mensintesis senyawa koordinasi besi(III)-EDTA. Selain itu kita juga akan mengetahui jumlah ligan EDTA yang terikat pada ion pusat besi(III) sehingga akan memudahkan proses pengkajian secara teoritis. Hasil penentuan stoikiometri tertera pada Gambar 3. Pada gambar tersebut garis melewati titik potong garis singgung kurva dengan sumbu X pada fraksi mol EDTA 0,5, sehingga diperoleh perbandingan fraksi mol antara Fe3+ dan EDTA sebesar 1:1. Hasil perbandingan ini terlihat bahwa satu mol ligan EDTA dapat berikatan dengan satu mol besi(III) sesuai dengan perbandingan mol besi(III) : EDTA = 1 : 1 dan membentuk senyawa koordinasi [Fe(EDTA)]- (Svenson, dkk. 1989).
Gambar 3. Penentuan Stoikiometri Senyawa Kompleks [Fe(EDTA)]Identifikasi Senyawa Kompleks dengan Spektrofotometer Inframerah Analisis FTIR senyawa kompleks ini dilakukan pada bilangan gelombang 300-4000 cm-1 untuk mengetahui gugus fungsi senyawa kompleks dan interaksi yang terjadi antara logam dan ligan. Pada identifikasi ini dibandingkan spektra antara senyawa kompleks yang terbentuk [Fe(EDTA)]-, senyawa kompleks dalam bentuk garamnya Na[Fe(EDTA)], dan ligan EDTA. EDTA Pada spektra EDTA (Gambar 4) dapat dilihat bahwa terdapat serapan N-H terlihat pada 3387 dan 3525 cm-1. Sedangkan bilangan gelombang 3032cm-1 menunjukkan adanya vibrasi OH. Gugus fungsi C=O terlihat pada 1620 cm-1 sedangkan vibrasi COO- yang berasal dari ester pada 1396 cm-1. Frekuensi vibrasi C-C untuk alkana muncul pada serapan 1200-800 cm-1.
Gambar 4. Spektra inframerah EDTA Na[Fe(EDTA)] Pada spektra Na[Fe(EDTA)] (Gambar 5) dapat dilihat bahwa terdapat serapan N-H pada 3479 cm-1. Serapan C=O muncul pada 1627 cm-1 sedangkan vibrasi C-O yang berasal dari ester muncul pada 1381 cm-1. Vibrasi C-O yang berasal dari ester ini bergeser ke arah bilangan gelombang yang lebih rendah karena vibrasi dari C-O pada senyawa ini terikat pada logam Fe sehingga vibrasinya berkurang. Frekuensi vibrasi C-C untuk alkana muncul pada serapan 1200-800 cm-1. Serapan vibrasi ikatan antara logam Fe dengan ligan atau Fe-N (dari EDTA) terdapat pada daerah 347 cm-1. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa vibrasi ikatan logam dengan gugus N dari ligan akan muncul pada bilangan gelombang 300-390 cm-1 (Nakamoto, 1978)
Gambar 5. Spektra inframerah Na[Fe(EDTA)] [Fe(EDTA)]Pada spektra [Fe(EDTA)]- (Gambar 6) dapat dilihat bahwa terdapat serapan N-H pada 3487 cm-1. Serapan C=O muncul pada 1635 cm-1 sedangkan vibrasi C-O yang berasal dari ester pada 1381 cm-1. Sama seperti vibrasi C-O yang berasal dari ester pada senyawa Na[Fe(EDTA)], vibrasi C-O ini bergeser ke arah bilangan gelombang yang lebih rendah karena vibrasi dari C-O pada senyawa ini terikat pada logam Fe sehingga vibrasinya berkurang. Frekuensi vibrasi C-C untuk alkana muncul pada serapan 1200-800 cm-1. Serapan vibrasi ikatan antara logam Fe dengan ligan terlihat pada bilangan gelombang 300-600 cm1 , vibrasi ikatan Fe-N terlihat pada bilangan gelombang 347 nm. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa vibrasi ikatan logam dengan gugus N dari ligan akan muncul pada bilangan gelombang 300-390 cm-1. Sedangkan vibrasi Fe-O dari ligan EDTA muncul pada bilangan gelombang 470 cm-1. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa vibrasi logam dengan gugus O dari ligan akan muncul pada bilangan gelombang 600-400 cm-1 (Nakamoto, 1978).
Gambar 6. Spektra inframerah [Fe(EDTA)]Penentuan Sifat Kemagnetan Senyawa Kompleks Besi(III)-EDTA Dari hasil pengukuran dengan MSB (Magnetic Susceptibility Balance) diperoleh bahwa senyawa kompleks besi(III)-EDTA memiliki sifat kemagnetan 5,1 BM. EDTA merupakan ligan kuat, seharusnya bisa mendesak elektron pada orbital d besi untuk berpasangan. Namun kenyataannya tidak demikian. Hal ini bisa dijelaskan bahwa meskipun EDTA termasuk ligan kuat tetapi bentuk molekul EDTA besar dan bulky sehingga pasangan elektron bebas dari ligan lebih memilih masuk pada outer orbital atom pusat. KESIMPULAN Senyawa kompleks besi(III)-EDTA telah brhasil disintesis dengan perbandingan mol ligan dan atom pusat = 1:1. pH maksimum pembentukan senyawa kompleks ini adalah pH 6. Hasil analisis FTIR mampu dibuktikan adanya vibrasi logam besi ke ligan EDTA. Sifat magnet senyawa kompleks besi(III)EDTA adalah 5 BM.
DAFTAR PUSTAKA Adibi, H., Samimi, H.A., Iranpoor, N. (2008), Iron(III)trifluoroacetate: Chemoselective and Recyclabe Lewis Acid Catalyst for Diacetylation of Aldehydes, Thioacetalization and Transthioacetalization of Carbonyl Compounds and Aerobic Coupling of Thiols, Chinese Journal of Chemistry, Vol. 26, hal. 2086-2092. Bauer, I., Knölker, H.J. (2008), Iron Complexes in Organic Chemistry, WILEY-VCH Verlag GmbH & Co.KGaA, Weinheim. Nakamoto K., 1978, Infrared and Raman Spectra of Inorganic and Coordination Compound, Third Edition., John Wiley and Sons Inc, New York. Redlich, M., Mahmood, J.S., Mayer, M.F., Hossain, M.M (2000), Silica Supported Catalysis: A Practical use of an Iron Lewis Acid, Synthetic Communications, Vol. 30, hal. 1401-1411. Smirnov, V.V., Tarkhanova, I.G., Tsvetkov, D.S. (2007), Heterogeneous iron-containing catalysts for the reaction of CCl4 addition to a multiple bond, Kinetics and Catalysis, Vol. 48, No. 2, hal. 271-275. Svenson, A., Kaj, L., Björndal, H. (1989), Aqueous Photolysis of Iron(III) complexes of NTA, EDTA and DTPA, Chemosphere, Vol. 18, No. 9, hal. 1805-1808.