Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2010/2011
SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS LOGAM KOBALT(II) DENGAN 2-FENILETILAMIN Wihda Illiya*, Dr. Fahimah Martak, M. Si.1 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
ABSTRAK
Kompleks kobalt(II) dengan 2-feniletilamin telah disintesis melalui reaksi antara kobalt klorida heksahidrat dan 2-feniletilamin dengan perbandingan mol logam dan mol ligan 1:1 dalam metanol. Dari hasil sintesis ini diperoleh padatan kristal berwarna biru keunguan dengan rumus molekul [Co(II)-(2-feniletilamin)2(H2O)4]Cl2.4H2O. Rumus ini diperoleh dari hasil penentuan kadar (%) : Co = 11.29, C = 37.8963, H = 7.8135 dan N = 5.876. Kompleks bersifat paramagnetik dengan µeff sebesar 5,13 BM dan memiliki perbandingan muatan kation : anion = 2:1. Analisis termogravimetri menunjukkan bahwa kompleks Co(II)-2-feniletilamin mengandung empat molekul H2O. Senyawa kompleks ini memiliki nilai panjang gelombang maksimum sebesar 515 nm, spektrum IR menunjukkan serapan khas vibrasi logam Co dengan ligan 2-feniletilamin yang muncul pada bilangan gelombang di bawah 500 cm-1. Kata Kunci: senyawa kompleks, paramagnetik, ligan 2-feniletilamin, logam kobalt
I. PENDAHULUAN
Material magnetik merupakan hal yang sangat penting dalam dunia elektronik atau segala hal yang berkaitan dengan listrik. Penelitian tentang magnet baik secara teori maupun eksperimen terus-menerus dilakukan sampai saat ini. Studi senyawa magnetik berbasis molekular terus dikembangkan untuk mendapatkan material feromagnetik. Material magnetik berbasis senyawa kompleks yang telah diteliti menggunakan ion–ion logam transisi dan berbagai jenis ligan. Interaksi antar ion-ion logam yang terjadi pada kompleks polimer adalah interaksi inter dan intra molekular, sehingga dihasilkan senyawa dengan sifat magnetik yang unggul. *Corresponding author e-mail :
[email protected] 1 Alamat sekarang : Jur Kimia, Fak MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Senyawa kompleks dapat menunjukkan sifat feromagnetik. Sifat ini timbul akibat adanya interaksi antar elektron tidak berpasangan pada ion-ion logam. Interaksi feromagnetik pada senyawa kompleks umumnya ditunjukkan pada temperatur rendah. Oleh karena itu, yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah upaya apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan temperatur terjadinya interaksi feromagnetik. Salah satu upaya yang dilakukan adalah merancang kompleks polimer yang dapat terjadi interaksi coulomb dan ikatan hidrogen sehingga menaikkan nilai Temperatur Curie Weiss (TCW) senyawa. TCW adalah temperatur dimana mulai terjadi perubahan sifat bahan dari paramagnetik menjadi feromagnetik. Temperatur Curie Weiss pada bahan merupakan indikasi bahwa senyawa memiliki interaksi feromagnetik. Interaksi feromagnetik dapat diidentifikasi melalui pengukuran nilai suseptibilitas magnetik dengan variasi temperatur. Nilai suseptibilitas magnetik senyawa feromagnetik meningkat tajam di bawah
Temperatur Curie Weiss. Interaksi ini dapat dihasilkan dengan pemilihan ligan yang tepat. Penelitian tentang sintesis senyawa kompleks menggunakan ligan oksalat telah dilakukan oleh Martak, 2008. Namun, senyawa kompleks polimer yang dihasilkan menunjukkan interaksi feromagnetik pada temperatur di bawah 15 K. Sehingga pada penelitian ini dikembangkan sintesis senyawa kompleks polimer dengan menggunakan ligan 2-feniletilamin dan logam kobalt. Gugus amin pada ligan tersebut dapat diubah menjadi ammonium, diharapkan atom hidrogen yang terikat pada ammonium dapat berikatan hidrogen pada ligan yang terkoordinasi pada ion logam kobalt. Untuk mengetahui kemampuan senyawa kompleks dengan ligan 2-feniletilamin maka perlu dilakukan penelitian meliputi sintesis dan karakterisasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan interaksi inter dan intramolekular senyawa kompleks sehingga sifat magnetik dari suatu material magnetik meningkat.
II. EKSPERIMEN
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Kompleks logam kobalt(II) dengan ligan 2-feniletilamin diukur panjang gelombang maksimumnya. Logam dan ligan masing-masing dilarutkan terlebih dahulu dalam aquades dengan tiga macam variasi perbandingan mol logam dan ligan yaitu 1:1, 1:2 dan 1:3. Selanjutnya larutan logam dan ligan dicampur kemudian diukur panjang gelombang maksimumnya pada tiap perbandingan mol logam dan ligan. 2.1
2.2 Metode Variasi Kontinu Panjang gelombang maksimum senyawa kompleks logam kobalt dan ligan 2feniletilamin yang diperoleh digunakan untuk metode variasi kontinu. Sederet larutan logam dan larutan ligan yang bervariasi konsentrasinya dengan jumlah antara mol ligan dan mol logam tetap dibuat 10 mL. kemudian diukur absorbansi tertinggi pada panjang gelombang maksimum senyawa kompleks.
2.3 Sintesis Senyawa Kompleks Logam Co(II) dengan ligan 2-feniletilamin Sebanyak 0,4618 gram CoCl2.6H2O dan 0,3022 gram ligan 2-feniletilamin masing-masing dilarutkan dalam 10 ml metanol. Kedua larutan direaksikan dalam satu wadah. Larutan ini diaduk beberapa menit dan selanjutnya dipanaskan sambil diaduk dengan magnetic stirrer selama 2 jam pada suhu 40 °C dan kecepatan 300 rpm. Larutan yang diperoleh ditutup dengan aluminium foil dan disimpan dalam desikator selama 7 hari hingga terbentuk kristal. 2.3 Karakterisasi Hasil Sintesis 2.3.1 Penentuan Kadar Ion Logam Larutan standard ion logam kobalt dibuat dengan melarutkan 0,0415 gram CoCl2.6H2O dan ditambah 2 ml HCl pekat dalam aquades pada labu ukur 100 ml. Penambahan aquades sampai tanda batas sehingga diperoleh konsentrasi larutan 100 ppm. Selanjutnya dibuat larutan standard kobalt dengan konsentrasi 2; 4 ; 6; 8 dan 10 ppm dengan cara mengambil 1 ; 2; 3; 4 dan 5 ml dari larutan standard 100 ppm ke dalam labu ukur 50 ml kemudian diencerkan dengan aquades yang telah ditambah dengan 1 ml HCl pekat sampai tanda batas. Larutan sampel disiapkan dengan metode pengenceran sebagai berikut senyawa kompleks hasil sintesis ditimbang sebanyak 0,0883 gram dan ditambah 2 ml HCl pekat dilarutkan dalam aquades pada labu ukur 100 ml. Penambahan aquades sampai tanda batas sehingga diperoleh konsentrasi larutan 100 ppm. Kemudian, larutan tersebut diencerkan hingga konsentrasi 6 dan 8 ppm dengan cara mengambil 3 dan 4 ml dari larutan sampel 100 ppm ke dalam labu ukur 50 ml dan ditambah 1 ml HCl pekat dengan pelarut aquades sampai tanda batas. 2.2.2 Penentuan Kandungan C, H dan N dalam Senyawa Alat untuk analisis mikrounsur C, H, N, S distandarisasi dengan L-Cistina Standard (C6H12N2O4S2, C = 29,99 %, H = 5,03 %, N = 11,66 % S= 26,69 % dan O = 26,63 %) sebelum digunakan. Sebanyak 2.83 mg sampel ditempatkan dalam alumunium foil, kemudian ditambahkan vanadium(V) oksida untuk menyempurnakan reaksi oksidasi. Sampel tersebut dimasukkan dalam
pelat berlubang untuk dilakukan pembakaran dengan gas oksigen. Selanjutnya alat mikrounsur dijalankan dan komposisi C, H, N dan S yang terkandung pada senyawa terbaca pada layar monitor komputer. 2.2.3 Penentuan Gugus Fungsi dengan Spektroskopi Inframerah Gugus fungsi ligan yang terkoordinasi dalam ion logam ditentukan dengan spektrofotometer infra merah. Sampel senyawa kompleks dikirim ke Labotarorium Kimia Organik Fakultas MIPA UGM untuk dibuat spektrumnya dengan mengunakan Spektrofotometer FTIR pada daerah bilangan gelombang 4000-300 cm-1. 2.2.4 Pengukuran Daya Hantar Listrik Larutan Analisis hantaran listrik dilakukan dengan menggunakan konduktometer. Larutan standard yang digunakan dalam analisis ini ialah KCl, MgCl2 dan FeCl3 yang dilarutkan dalam metanol. Larutan sampel juga dilarutkan dalam metanol. Seluruhnya dibuat dengan konsentrasi yang sama yaitu 10-2 M kemudian masing-masing diukur daya hantar listriknya dengan konduktometer. 2.2.5. Penentuan Strukur dengan Difraksi Sinar-X Powder Sampel hasil sintesis diukur menggunakan alat difraktometer sinar-X untuk mengtahui struktur kristal yang terbentuk. Sampel disinari dengan sinar-X yang dihasilkan dari logam Cu-Kα (λ = 1.54 Å) dengan sudut difraksi (2θ) antara 5-90° dan interval sebesar 0,02°/step. Selanjutnnya, diperoleh difraktogram antara sudut difraksi (2θ) dan intensitas puncak (counts). 2.2.6 Pengukuran Suseptibilitas Magnetik pada Suhu Ruang Pengukuran momen magnetik pada suhu ruang dilakukan dengan menggunakan alat Magnetic Susceptibility Balance (MSB). Tabung MSB kosong ditimbang, massanya dinyatakan sebagai m0 dalam satuan gram yaitu sebesar 0,8028 gram. Kemudian tabung tersebut dimasukkan ke dalam tempat khusus dalam alat MSB dan nilai R yang muncul dicatat sebagai R0 yaitu sebesar -029. Selanjutnya, tabung MSB diisi dengan sampel dan ditimbang kembali, beratnya
ditimbang sebagai m1 yakni sebesar 0,9036 gram. Ketinggian sampel dalam tabung diukur dan dicatat sebagai l yakni setinggi 2,0 cm. Tabung berisi sampel dimasukkan kembali ke dalam alat MSB dan harga pembacaannya dicatat sebagai R. Nilai R yang diperoleh sebesar 1003. Temperatur saat pengukuran dicatat dan dikonversi ke dalam satuan Kelvin. Dari data tersebut kemudian dilakukan perhitungan nilai momen magnetik senyawa kompleks yang telah disintesis dengan rumus : Momen massa ( ) :
Momen molar (Xm) : Xm = Xg x Mr Momen terkoreksi (XA) : XA = Xm - XD (
2.3.7. Pengukuran DTA/TGA Termogravimetri (TGA) merupakan teknik untuk mengukur perubahan berat dari suatu senyawa sebagai fungsi dari temperatur ataupun waktu. Pada temperatur tertentu terjadi dekomposisi senyawa sampel. Spesi yang terdekomposisi ataupun yang tersisa diketahui dengan cara membandingkan berat sampel pada temperatur tersebut terhadap berat awal. Sebanyak 5,7036 mg sampel diletakkan pada cawan platina, dipanaskan pada laju konstan sebesar 10 °C/menit dengan menggunakan atmosfer udara. Pengukuran dilakukan pada kisaran temperatur 20-600 °C.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Metode Variasi Kontinu Untuk mendapatkan kristal yang stabil, maka dicarilah kondisi optimum reaksi pembentukan kristal komplek. Salah satunya ialah dengan cara menentukan panjang gelombang maksimum serta menentukan pada perbandingan mol logam dan ligan 3.1
berapa yang memiliki absorbansi tertinggi. Hasil yang diperoleh ialah panjang gelombang maksimum senyawa kompleks sebesar 515 nm seperti pada Gambar 3.1. 515 nm
Absorbansi
0.020
0.015
0.010
0.005
0.000
440
460
480
500
520
540
560
Panjang Gelombang (nm)
Gambar 3.1 Kurva Panjang Gelombang dan Absorbansi Senyawa Kompleks Panjang gelombang maksimum tersebut digunakan untuk metode variasi kontinu. Perbandingan mol logam dan ligan senyawa kompleks adalah 1:1 yang ditunjukkan pada Gambar 4.2. Hasil ini selanjutnya digunakan sebagai acuan komposisi logam dan ligan dalam sintesis kompleks.
pada hasil metode variasi kontinu yang telah dilakukan sebelumnya. Pelarut yang digunakan yaitu metanol. Pemilihan metanol sebagai pelarut pada sintesis senyawa kompleks ini karena metanol merupakan pelarut organik yang lebih mudah menguap daripada air. Selain itu untuk mencegah kemungkinan air berikatan koordinasi dengan logam. Larutan logam dan ligan yang berwarna biru keunguan diaduk sambil dipanaskan untuk mempercepat tercapainya reaksi yang sempurna. Larutan tersebut kemudian ditutup dengan kertas aluminium foil dan disimpan dalam desikator selama 7 hari agar terhindar dari zat-zat pengotor serta untuk menghilangkan kadar air dan metanol dalam kompleks. Senyawa yang dihasilkan berbentuk kristal berwarna biru keunguan dengan rendemen sebesar 58,6147%. Kristal yang telah terbentuk kemudian dikarakterisasi untuk mengetahui komponen kristal senyawa kompleks tersebut. Karakterisasi yang dilakukan antara lain adalah analisis mikrounsur C, H dan N, DTA/TGA, AAS, FTIR, XRD, UV-Vis, analisis daya hantar listrik, dan analisis suseptibilitas magnetik.
0,5
0.12
0,5
Absorbansi
0.10 0.08 0.06 0.04
Gambar 3.3 Hasil sintesis logam Co dengan ligan 2-feniletilamin
0.02 0.00
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Fraksi Mol 2-Feniletilamin
Gambar 3.2 Kurva Metode Variasi Kontinu 3.2 Sintesis Kompleks Logam Co(II) dengan 2-feniletilamin Kompleks antara CoCl2.6H2O (berbentuk kristal ungu gelap) dengan ligan 2-feniletilamin (berbentuk kristal putih) disintesis dengan komposisi 1:1, berdasarkan
3.3 Karakterisasi 3.3.1 Analisa Unsur C, H, N Analisis menggunakan C, H, N Micro Analyzer digunakan untuk menentukan komposisi relatif atom karbon, hidrogen dan nitrogen yang terdapat dalam senyawa kompleks. Analisis ini memiliki keakuratan yang cukup baik untuk menentukan kadar komposisi unsur dalam suatu senyawa. Hasil analisis yang diperoleh kemudian
Tabel 3.1 Data hasil analisis unsur dan perhitungan rumus molekul kompleks % Rumus Molekul %H %N C Sampel (eksperimen) 37,8 7,81 5,86 963 35 76 [CoL2(H2O)4]Cl2 37,2 5,81 5,42 144 47 71 [CoL2(H2O)4]Cl2.H2 37,2 6,20 5,42 O 144 24 71 [CoL2(H2O)4]Cl2.2H2 37,2 6,59 5,42 O 144 00 71 [CoL2(H2O)4]Cl2.2,5 37,2 6,78 5,42 H2O 144 39 71 [CoL2(H2O)4]Cl2.3H2 37,2 6,97 5,42 O 144 77 71 [CoL2(H2O)4]Cl2.4H2 37,2 7,36 5,42 O 144 53 71 [CoL3(H2O)3]Cl2.4H2 46,5 7,59 6,78 O 319 4 60 [CoL4(H2O)2]Cl2.4H2 50,6 7,91 7,38 O 643 63 85 Keterangan : L = 2-feniletilamin Dari Tabel3.1 diperoleh rumus molekul yang paling mendekati kadar C,H dan N pada sampel ialah [CoL2(H2O)4]Cl2.4H2O. 3.3.2 Analisis Termogravimetri Termogravimetri (TGA) merupakan teknik untuk mengukur perubahan berat dari suatu senyawa sebagai fungsi dari temperatur ataupun waktu. Pada temperatur tertentu terjadi dekomposisi senyawa sampel. Spesi yang terdekomposisi ataupun yang tersisa diketahui dengan cara membandingkan berat sampel pada temperatur tersebut terhadap berat awal. Hasil analisis dengan Thermal Gravimetric Analyser (TGA) senyawa kompleks Co(II)-2-feniletilamin ditunjukkan oleh Gambar 3.4.
100
90
37,7397%
80 Massa (%)
dibandingkan dengan hasil perhitungan secara teoritis untuk menentukan rumus molekul kompleks yang paling sesuai. Data kedua hasil ditampilkan pada Tabel 3.1 dan perhitungan selengkapnya diberikan pada lampiran.
70
3,6645%
60 50 26,9454%
40 30 20 100
200
300
400
500
600
0
Suhu ( C)
Gambar 4.3 Kurva TGA Kompleks Pada gambar terlihat bahwa dekomposisi berlangsung melalui 4 tahap. Dapat dilihat pada kurva tersebut tahap pertama terjadi pengurangan berat sampel sebanyak 13,11% pada suhu 80-120 °C. Rentang suhu 100-200 °C biasanya menunjukkan menguapnya air hidrat (Susnandar, 2008), sehingga dari hasil perhitungan diketahui bahwa 13,11% ini merupakan 4 molekul air yang hilang pada suhu tersebut. Pada suhu yang lebih tinggi, yakni 120 °C hingga 310 °C terjadi dekomposisi senyawa organik terbesar yang terdapat dalam sampel yang dianalisis yakni ligan 2-feniletilamin. Penurunan berat yang dialami oleh sampel sebesar 37,7391%. Selanjutnya, sampel masih terus kehilangan massa pada suhu 310-320 °C, di daerah ini sampel kehilangan air yang berperan sebagai ligan sebanyak 3,6645%. Pada tahap terakhir produk yang tersisa ialah kobalt oksida, karena pada pemanasan di atas 400 °C yang umumnya terjadi ialah pembentukan oksida, berat sampel berkurang hingga 26,9454%. Dari hasil analisis ini, didapatkan jumlah hidrat yang terdapat pada senyawa kompleks sebanyak 4 molekul. Dengan demikian, rumus molekul senyawa kompleks yang sesuai ialah [Co(II)(2feniletilamin)2(H2O)4]Cl2.4H2O. 3.3.3 Analisis Daya Hantar Listrik Penelitian ini menggunakan beberapa larutan standard yaitu larutan KCl sebagai standard muatan +1, larutan MgCl2 sebagai standard muatan +2 dan larutan FeCl3 yang merupakan standard muatan +3. Seluruh larutan memiliki konsentrasi 10-2 M dan
hantarannya diukur pada suhu ruang. Perhitungan selengkapnya ditampilkan pada lampiran. Tabel 4.3 menampilkan hantaran molar larutan kompleks Co(II)-2feniletilamin di dalam pelarut metanol yang diukur pada suhu ruangan. Dengan membandingkan daya hantar molar larutan sampel dengan larutan standard, terlihat bahwa sampel larutan kompleks Co(II)-2feniletilamin bersifat elektrolit, dengan perbandingan muatan kation : anion = 2:1. Tabel 3.2 Data hantaran molar Co(II)-2-feniletilamin dan beberapa senyawa pembanding Rumus Λm Tipe Senyawa (S.cm2.mol-1) elektrolit Metanol 0,245 KCl dalam 16,775 1:1 metanol MgCl2 dalam 95,755 2:1 metanol FeCl3 dalam 61,055 3:1 metanol Co(II)-2100,455 2 : 1` feniletilamin dalam metanol Keterangan : L = 2-feniletilamin 3.3.4 Analisis dengan AAS Kadar kobalt dalam senyawa hasil sintesis ditentukan dengan instrumen SSA. Cuplikan yang dapat diukur dengan metode ini harus dalam bentuk larutan. Oleh karena itu, kristal kompleks yang berbentuk padat diencerkan terlebih dahulu dengan pelarut air. Logam kobalt didestruksi dengan larutan HCl pekat agar konsentrasi logam dapat terukur. Hasil pengukuran kadar kobalt dalam kompleks pada konsentrasi 6 dan 8 ppm masing-masing sebesar 10,85% dan 11,29%. Jika hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan kadar kobalt secara teoritis pada berbagai kemungkinan rumus kompleks seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Kadar kobalt dalam kompleks secara teoritis Rumus molekul Mr % Co [Co(II)-(2443,9 13,2 feniletilamin)2(H2O)4]Cl2 3 8 [Co(II)-(2470,9 12,5 feniletilamin)2(H2O)4]Cl2.1. 3 1 5H2O [Co(II)-(2479,9 12,2 feniletilamin)2(H2O)4]Cl2.2 3 8 H2O [Co(II)-(2488,9 12,0 feniletilamin)2(H2O)4]Cl2.2. 3 5 5H2O [Co(II)-(2497,9 11,8 feniletilamin)2(H2O)4]Cl2.3 3 4 H2O [Co(II)-(2506,9 11,6 feniletilamin)2(H2O)4]Cl2.3. 3 3 5H2O [Co(II)-(2515,9 11,4 feniletilamin)2(H2O)4]Cl2.4 3 2 H2O Tabel 3.3 memperlihatkan bahwa hasil perhitungan teoritis yang paling mendekati kadar logam kobalt dari hasil pengukuran ialah senyawa kompleks dengan rumus molekul [Co(II)-(2feniletilamin)2(H2O)4]Cl2.4H2O. 3.3.5 Analisis Suseptibilitas Magnetik Harga momen magnet efektif (µeff) hasil pengukuran kompleks Co(II)-2feniletilamin adalah 5,13 BM (perhitungan secara lengkap terdapat pada lampiran). Hasil ini menunjukkan adanya tiga elektron yang tidak berpasangan sehingga kompleks berada pada keadaan spin tinggi dan bersifat paramagnetik. Menurut Szafran (2001), harga momen magnet efektif (µeff) kompleks Co(II) dengan struktur oktahedral umumnya berada pada daerah 4,3-5,2 BM. Dengan demikian kompleks Co(II)-2-feniletilamin juga diperkirakan memiliki struktur oktahedral.
3.3.6 Analisis dengan FTIR
Gambar 4.4 Spektrum inframerah Co(II)-2feniletilamin Gambar 4.4 merupakan spektrum infra merah kompleks Co(II)-2feniletilamin yang diukur pada bilangan gelombang 4000– 300 cm-1. Spektrum ini digunakan untuk mengetahui adanya gugus-gugus fungsi dalam senyawa kompleks. Tujuannya ialah untuk mengetahui apakah rumus molekul yang terbentuk sudah sesuai ditinjau dari gugus-gugus fungsi yang saling berikatan. Puncak khas yang melebar pada bilangan gelombang 3410,15 cm-1 menunjukkan bahwa terdapat gugus O-H sebagai ligan yang terikat pada logam Co. Puncak yang tampak pada bilangan gelombang 3186,40-3147,83 cm-1 merupakan puncak dari gugus =C–H sp2 pada benzena. Bilangan gelombang yang menunjukkan adanya gugus amina yang terdapat pada ligan 2-feniletilamin muncul pada bilangan gelombang 1319,31 cm-1 dan 1265,30 cm-1. Selain itu, puncak gugus benzena dengan substitusi mono terlihat pada panjang gelombang 702,09 cm-1. Alkil halida yang diperkirakan atom –Cl dari logam CoCl2.6H2O juga terdapat pada bilangan gelombang 594,08 cm-1. Ikatan logam cobalt dengan ligan ditunjukkan padapuncak yang muncul pada bilangan gelombang 486,06316,33 cm-1. 3.3.7 Analisis dengan XRD Pada penelitian ini senyawa hasil sintesis dikarakterisasi dengan difraksi sinar-
X. Dari hasil XRD, diperoleh difraktogram sampel yang diukur pada sudut theta (2θ) 590°, senyawa kompleks yang terbentuk berbentuk kristal. Program WinPLOTR (FullProf) digunakan untuk mengetahui bentuk kristal, unit sel dan space group senyawa kompleks. Hasil yang diperoleh ialah kristal kompleks berbentuk orthorhombic dengan space group PMMM, unit selnya a = 12,311, b = 8,2003 dan c = 7,6928 serta nilai α = β = γ= 90°. Selanjutnya, data tersebut diolah dengan menggunakan program Retica Rietveld. Data XRD pembanding yang digunakan ialah data XRD dari senyawa kompleks N-2pyridilmethylidene-1-phenylethylaminePdCl2. Data ini dipilih karena memiliki kemiripan ligan yang dipakai dalam sintesis dengan 2-feniletilamin. Difraktogram hasil pengolahan program Retica Rietveld ditunjukkan pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Difraktogram dengan program Retica Rietveld antara kompleks Co(II)-2feniletilamin dengan N-2-pyridilmethylidene1-phenylethylamine-PdCl2 Grafik yang berwarna merah merupakan difraktogram pembanding yaitu senyawa kompleks N-2-pyridilmethylidene-1phenylethylamine-PdCl2., sedangkan grafik yang berwarna hijau menunjukkan bahwa difraktogram hasil sintesis memiliki beberapa ketidaksesuaian dengan difraktogram pembanding. 3.3.8 Prediksi Struktur Berdasarkan seluruh rangkaian analisis dan karakterisasi yang telah dilakukan, struktur senyawa koordinasi [Co(II)-(2feniletilamin)2(H2O)4]Cl2.4H2O
bisa dipastikan berbentuk octahedral. Senyawa kompleks koordinasi [Co(II)-(2feniletilamin)2(H2O)4]Cl2.4H2O mempunyai sifat magnetik yang tinggi yang dapat diaplikasikan sebagai material magnetik.
NH HO
OH
Co HO
OH NH
Gambar 4.6 Prediksi struktur senyawa kompleks [Co(II)-(2feniletilamin)2(H2O)4]Cl2.4H2O
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan karakterisasi UV-Vis, SSA, XRD, FTIR, konduktometer, MSB, analisis unsur dan analisis termogravimetri disimpulkan bahwa kompleks antara Co(II) dengan 2-feniletilamin yang terbentuk memiliki rumus molekul [Co(II)-(2feniletilamin)2(H2O)4]Cl2.4H2O. Sintesis dilakukan dengan perbandingan komposisi mol logam dan mol ligan = 1:1 sebagai kondisi optimum reaksi. Kompleks yang terbentuk bersifat paramagnetik dengan nilai momen magnetik yang tinggi yaitu 5,13 BM.
Basolo,
F., R. C. Johnson, (1964), Coordination Chemistry, The Chemistry of Metal Complexes, W.A. Benjamin Inc., California.
Christian, Gary D., (2004), Analytical Chemistry, sixth edition, John Wiley and Sons, Inc., United State of America, 469-501. Coronado, E. Galán Mascarós, J.R., Gómez Garzia, C. J. dan Martinez Agudo, J.M., (2001), Layered MoleculeBased Magnets Formed by Decamethylmetallcenium Cations and Two-Dimensional Bimetallic Complexes [MIIRuIII(ox)] - (MII = Mn, Fe, Co, Cu and Zn; ox = oxalate), Journal of Solid State Chemistry, 159, 391- 402. Cotton
dan Wilkinson, (1989), Kimia Anorganik Dasar, UI-Press, Jakarta.
Cotton, F. A., G. Wilkinson, (1988), Advanced Inorganic Chemistry, Fifth edition, Jhon Wiley and Sons, New York. Cotton, F. A., G. Wilkinson, P. L. Gauss, (1995), Inorganic Chemistry, 3rd edition, Jhon Wiley and Sons, New York. Day, M. C., Selbin, J., (1985), Theoritical Inorganic Chemistry, Second Edition, East-West Press, New Delhi.
V. UCAPAN TERIMA KASIH
Greenwood, N. N., Earnshaw, A., (1984), Chemistry of the Elements, Pergamon Press, Tokyo.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Gudasi, K. B., Patil, S. A., Vadavi, R. S., Shenoy, R. V., and Patil, M. S., (2006), Synthesis and Spectral Studies of Cu(II), Ni(II), Co(II), Mn(II), Zn(II) and Cd(II) Complexes of a New Macrocyclic Ligand N,N’bis(2-benzothiazolyl)-2,6pyridinedicarboxamide. Journal Serb. Chem. Soc. 71. (5). 529-542.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Fahimah Martak, M.Si. atas bimbingannya sampai terselesainya penelitian ini. Orang tua yang tiada henti mendukung dan mendoakan anak-anaknya. Bu Yulfi Zetra selaku koordinator TA serta semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini Atkins, P.W., (1990), Physical Chemistry, Oxford University Press, Oxford.
Guzar, S. H., and Qin-Han J. I. N., (2008), Synthesis, Characterization and
Spectral Studies of New Cobalt(II) and Copper(II) Complexes of Pyrrolyl-2-Carboxaldehyde Isonicotinoylhydrazone, Journal of Applied Sciences, 8, (13), 24802485. Hendayana, S., Kadarohmah, A., Sumarna, A. A., dan Supriatna, A., (1994), Kimia Analitik Instrumen. Edisi Kesatu, IKIP Semarang Press, Semarang. Huheey, J. E., Keither, R. L., (1993), Inorganic Chemistry, Fourth Edition, Hamper Collins College Publisher, New York. Inczedy, (1976), Analytical Application of Complex Equilibria, first edition, Coll. House, Westergrade, England. Kriley, C. E., Majireck, M. M., Tobolewski, J. M., Kelvington, L. E., Cummings, S. H., Hershberger, S. J., Link, J. D., Silverio, A. L., Fanwick, P. E., and Rothwell, I. P., (2005), Synthesis and characterization of two novel cobalt(II) phosphine complexes: crystal structures of [CoCl3(Cy2PCH2 PCy2H)] and [Co(NO3)2(Cy2PCH2PCy2O)]. Cy = cyclohexyl, C6H11. Inorganica Chimica Acta. 358. 57-62. Lee, J. D., (1994), Concise Inorganic Chemistry, Fourth Edition, Chapmann and Hall, London. Martak, F., Onggo, D. J., Ismunandar, Gutlich, P., Real, J. A., (2008), Synthesis, Crystal Structure and Magnetic Properties of The Spin Crossover System [Fe(pq)3]2+, Inorganic Chimica Acta, 361, 40474054. Merck, (2011), MSDS 2-Phenylethylamine for Synthesis, Merck KGaA, Germany. Miessler, G. L., Tarr, D. A., (1991), Inorganic Chemistry, Prentice Hall, New Jersey.
Ovanesyan, N.S., Shilov, G.V., Pyalling, A. A., Train C., Gredin, P., Gruselle, M., Kiss, L.F. dan Bottyan, L., (2004), Structural and Magnetic Properties of Two- and Threedimensional molecule-based magnets (cat)+[MIIMIII(C2O4)3] -, Journal of Magnetism and Magnetic Materials, 272-276, 1089-1090. Pavia, L., Lampman, G., and Goerge, S. K., (2001), Introduction to Spectroscopy : a Guide for Students or Organic Chemistry, Harcourt College, Philadhelphia. Porterfield, W. W., (1984), Inorganic Chemistry, Addison-Weslet Publishing Company Inc., Canada. Putri, Sekarayu Dianing, (2010), Sintesis Kompleks Binuklir [N(nC4H9)4][MnIIFeII(ox)3], Jurusan Kimia FMIPA ITS, Surabaya. Rivai, H., (1995), Asas Pemeriksaan Kimia, UI-Press, Jakarta. Saito, Taro, (1996), Inorganic Chemistry, Iwanami Shoten, Tokyo. Sharpe, G., (1992), Inorganica Chemistry, Third Edition, Oxford University Pres, Oxford. Sibilia, P., (1996), Guide to Material Characterization and Chemical Analysis, 2nd Edition, John WilleyVCH, New York. Singh, P., Das, S., Dhakarey, R., (2009), Bioinorganic Relevance of Some Cobalt(II) Complexes with Thiophene-2-glyoxal Derived Schiff Bases. E-Journal of Chemistry, 6, (1), 99-105. Sonmez, M., (2001), Synthesis and characterization of copper(II), nickel(II), cadmium(II), cobalt(II) and zinc(II) complexes with 2Benzoyl-3-hydroxy-1 naphthylamino3-phenyl-2-propen-1-on, Turk J Chem, 25, 181-185.
Sunandar, Djaka, (2008), Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Koordinasi Besi(II) dengan Ligan Basa Schiff N,N’-bis-(2asetilpiridin)etilendiimino dan Tiosianat, Skripsi, ITB, Bandung. Susilowati, E., (2002), Differential Thermal Analysis (DTA) Tinjauan Teori dan Aplikasi, Laboratorium Pusat Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Syarifuddin, N., (1994), Ikatan kimia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Szafran, Z., Pie, R., Singh, M., (1991), Microscale Inorganic Chemistry, John Willey and Sons Inc., Canada. Umiyati, Nurhalimah, (2009), Sintesis dan Karakterisasi Kompleks Kobal (II) dengan Pirazinamida, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Viswanadham, N., Raviraj, K., Madhulika, S., Manoj, K., Murali, D., (2008), Catalytic properties of nano-sized ZSM-5 aggregates, Catalysis Today, Vol. 141, 182-186. Ziegleder G., Stojacic E., Stumpf B. Fraunhofer, (1992), Occurrence of beta-phenylethylamine and its derivatives in cocoa and cocoa products, Institut fur Lebensmitteltechnologie und Verpackung, Munchen, Bundesrepublik Deutschland Z Lebensm Unters Forsch, 195(3), 235-8.