Presentator Moderator
: Ernest Yoice Yuana : dr. Taufiqurrahman
Sinonasal Anatomy, Function, and Evaluation
Perkembangan
embriologi cavitas nasi & sinus nasalis -> bentuk anatomis SPN 1. kepala embrio -> struktrur 2 cavitas nasi yang dapat dibedakan
Embriologi 2. dinding nasal lateral berinvaginasi -> lipatan dan celah
Minggu ke-4 sd ke-8 kehamilan -> Perkembangan bag. cavitas nasi yang terpisah sbg processus frontonasal & processus maxillaries
Processus frontonasal tumbuh di atas forebrain yang sedang tumbuh & ikut membentuk lempeng (placode) olfaktori nasal
Prominencia nasalis medial et lateral berkembang pada sisi yang sama dengan lempeng olfaktori nasi -> nares
Lempeng nasal berinvaginasi -> meatus nasi (nasal pit) & kemudian saccus nasi
Fusi antara prominencia nasi medial dengan processus maxillaris membentuk maxilla bagian atas dan philtrum (cekungan kecil antara hidung dan bibir atas) dari bibir atas
Septum berkembang dari pertumbuhan linea mediana posterior dari processus frontonasal dan perluasan linea mediana dari mesoderm processus maxillaris
Palatum
primer & sekunder berfusi pada bidang axial -> memisahkan cavitas nasi & nasopharynx dari cavitas oral dan oropharynx.
Septum
descenden menyatu dengan palatum yang berfusi -> membentuk dua cavitas nasi yang dapat dibedakan
Kegagalan fusi dari prominensia nasi medial dengan procesuss maxillaris atau kegagalan fusi dari palatum
celah bibir (labioschisis) atau deformitas palatum
Minggu
ke-6 -> mesenkim akan membentuk dinding nasi lateral yang simpleks (sederhana)
Minggu
ke-7 -> terbentuk tiga alur axial, yang berkembang (meninggi) membentuk tiga struktur seperti turbin
Minggu ke-10 -> perkembangan sinus maxillaris diawali dengan invaginasi dari meatus media Processus uncinatus dan bulla ethmoidalis membentuk celah sempit yang disebut hiatus semilunaris
Minggu ke-14 -> cellulae ethmoidalis anterior muncul sbg beberapa bentuk invaginasi pada meatus media bagian atas & cellulae ethmoidalis posterior membentuk lantai dari meatus nasi superior
Minggu ke-36: -Dinding nasal lateral berkembang dengan baik & concha telah menyerupai proporsi dewasa - Semua sinus paranasal tampak dalam berbagai derajat perkembangan yang berbeda (Sinus ethmoidalis -> sinus maxillaris -> sphenoidalis -> sinus frontalis)
Sinus
ethmoidalis -> struktur sentral dari hidung dengan anatomi yang kompleks Bagian lateralnya : membentuk dinding medial orbital Facies posterior: sinus sphenoidalis Facies superior : basis cranii pada fossa cranii anterior
Dinding lateral sinus ethmoidalis (lamina papiracea) -> membentuk dinding setipis kertas pada sisi medial orbital Lamina vertikal pada linea mediana os ethmoidal tersusun atas pars superior dari fossa cranii anterior -> crista galli pars inferior dari cavitas nasi yang disebut lamina perpendicular os ethmoidal turut membentuk septum nasi
Atap ethmoidalis berartikulasi dengan lamina cribiformis pada lamella lateral dari lamina cribiformis ( lapisan tulang tertipis di seluruh basis cranii)
Panjang dari lamella lateralis tergantung pada posisi lamina cribiformis pada bagian atap ethmoidalis
1. Keros tipe 1: lamina terletak 1 - 3 mm di bawah atap ethmoidal, (membentuk lamella lateral yang pendek atau tidak ada sama sekali ) 2. Pada Keros tipe 2 : jarak 4 - 7 mm. 3. Keros tipe 3 : jarak 8 16 mm, yang membentuk lamella lateralis vertikal yang panjang
B: Keros 1 skull base with the uncinate processes attaching superiorly to the skull base. 14, left uncinate process attaching superiorly to the skull base. C: Keros 3 skull base with uncinate processes attaching laterally to the lamina papyracea
Sinus ethmoidalis terbagi oleh satu seri recessus (cekungan) yang dibatasi oleh 5 bagian tulang / lamella; 1. Processus uncinatus 2. Bulla ethmoidalis 3. Lamella basalis 4. Concha superior 5. Concha suprema
Perkembangan
aerasi selama perkembangan fetus -> cellulae etmoidalis. Penonjolan aerasi ke anterior pada perlekatan turbinasi/concha media,cellulae udara -> agger nasi. Processus uncinatus merupakan tulang berbentuk “L” berjalan -> anterosuperior ke posteroinferior.
Bulla
ethmoidalis / lamella sekunder -> cellulae ethmoidalis anterior yang paling konstan ukurannya dan biasanya terbesar. Ke arah superior, bulla dapat mencapai atap ethmoidal dan membentuk dinding posterior dari recessus frontalis. Dapat terjadi pneumatisasi bulla ethmoidal minimal atau tidak terjadi sama sekali -> 8% individu
Lamella
basalis menandai garis pembagi antara sinus ethmoidalis anterior & posterior. Bag. inferior dari lamella basalis -> konka media di dinding nasal lateral pada bidang axial & berperan dalam stabilisasi konka pada bedah endoskopik sinus. Varian perkembangan ini dikenal sebagai cellulae Onodi (menyebabkan tereksposenya nervus optikus dalam lumen sinus ethmoidalis)
Lamella
-
-
sinus ethmoidalis dipisahkan oleh satu seri yang terdiri atas empat recessus: recessus frontalis Infundibulum sinus lateral recessus spheno-ethmoidalis
Ostium sinus maxillaris terletak profunda terhadap infundibulum ethmoidalis di bagian lateral processus uncinatus Kompleks osteomeatal (OMC) merupakan area yang dilingkupi konka media di sisi medial, lamina papiracea di sisi lateral , lamella basalis di bagian posterior & superior Recessus spheno-ethmoidalis terletak pada ujung posterior dari meatus superior yang mengalirkan cairan sinus ethmoidalis posterior dan sinus sphenoidalis secara terpisah, diluar OMC
Arteri
ethmoidalis anterior dari a.ophtalmica pada orbital & melintas melalui foramen ethmoidalis anterior -> cellulae ethmoidalis anterior. Arteri tsb khas melintasi ethmoidal -> dekat dengan basis cranii Area dimana a. ethmoidalis anterior memasuki fossa cranii anterior melalui lamella lateralis -> bag. terlemah dari basis cranii, yang memiliki 1/10 dari kekuatan atap ethmoidalis
Sinus maksilla –> ruang terpneumatisasi dalam os maxilla & merupakan sinus paranasal terbesar
Dinding anterior -> membentuk permukaan facialis dari maxilla Dinding posterior -> membatasi fossa infratemporal Dinding medial -> membentuk dinding lateral cavitas nasi Lantai dari sinus maxillaris -> processus alveolaris Dinding superiornya -> lantai orbital
N. infraorbitalis
melintasi lantai orbital kemudian keluar dari pars anterior maxilla melalui foramen infraorbitalis Kanal n. infraorbitalis berhubungan dengan sinus maksilla pada 14% kasus & beresiko cedera pada bedah endoskopik sinus. Radiks dens molar I & II -> berhubungan dengan sinus maksillapada 2% kasus (beresiko mengalami fistula oroantral )
Ostium alami dari sinus maxillaris membuka pada bagian superior dinding medial dan bermuara pada infundibulum ethmoidalis
Kadang-kadang cellulae Haller (cellulae ethmoidalis yang mengalami pneumatisasi ke lateral diantara sinus maksilla & lantai orbita) -> menimbulkan potensi gangguan drainase sinus
Ukuran sinus frontalis bervariasi tgt derajat pneumatisasi
Bag.anterior
sinus frontalis 2x ketebalan bagian posterior
Aliran
ostium -> di bag. posteromedial dari dasar sinus
Variasi aliran keluar sinus frontal tgt pada pneumatisasi sel udara ethmoid di sekitarnya & posisi procesus uncinatus Sel agger nasi atau bulla ethmoid dapat mengobstruksi aliran sinus frontal melalui penyempitan recesus frontalis
Sinus sphenoidalis memiliki banyak kaitan neurovascular yang penting
Arteri karotis interna berjalan di lateral sinus sphenoidalis -> timbulnya prominensia (tonjolan) pada sisi lateral dinding sinus sphenoidalis pada 65% individu Sekitar 25% dari kapsula ossea yang memisahkan a. karotis interna dari sinus sphenoidalis secara parsial berhubungan secara anatomis
Derajat
pneumatisasi diklasifikasikan menjadi tiga tipe;
1. 2. 3.
Tipe sellar (86%), Tipe presellar (11%) Tipe conchal (3%)
Tipe presellar & conchal -> banyak tjd pada anak-anak karena perkembangan normal sinus sphenoidal lengkap/sempurna pada usia 20 tahun
Tipe sellar, -> dinding superior menonjol ke inferior melalui sella turcica dan kelejar pituitary
Ostium
sinus sphenoidalis bermuara ke recessus sphenoethmoidalis Suatu studi anatomis mengenai ostium sinus sphenoidalis mengidentifikasi -> ujung posteroinferior konka superior sbg penanda terbaik untuk mengidentifikasi asal ostium sinus sphenoidalis Ostium -> medial terhadap konka superior pada 83% kasus & lateralnya pada 17% kasus
Konka inferior tumbuh secara bilateral dari dinding lateral cavitas nasal dari skeleton tulang sentral yang dilingkupi lapisan mukosa Masing-masing turbinasi inferior berartikulasi dengan lamina perpendicular os palatine dan facies nasalis os maksilla Turbinasi/concha inferior membantu regulasi temperature dan kelembapan nasal melalui anyaman (arcade) vaskular
Septum -
nasi :
memisahkan 2 cavitas nasi menyokong struktur hidung mempengaruhi aliran udara pada cavitas nasi
Septum
membranacea menghubungkan columella dengan kartilago quadrangulare. Kartilago quadrangulare menyusun sebagian besar septum anterior
Lamina perpendicular os ethmoidal membentuk tulang bagian 1/3 atas dari septum nasi Os vomer -> menyusun tulang bag. Posteroinferior Os nasal, os frontal, os maxilla, dan os palatine masing-masing memberikan bag. krista nasi pada bagian tepi septum
Valvula
nasi merupakan -> bag. yang bebas bergerak (mobile) -> mengatur aliran udara & ‘jembatan’ skeleton- ujung hidung Bag. tersempit & memiliki resistensi/tahanan udara terbesar Valvula nasal -> area antara ujung kaudal dari kartilago lateralis nasi bag atas & septum superior. (biasanya membentuk sudut 10 ˚-15˚)
Akhiran saraf n. trigeminus di kavum nasi memberikan sensasi pada aliran udara nasal Blokade reseptor ini mengakibatkan hilangnya sensasi terhadap obstruksi hidung Beberapa macam deformitas intranasal menyebabkan obstruksi nasal Evaluasi penyebab anatomis -> membimbing ahli bedah u/ menentukan prosedur terbaik untuk megkoreksi obstruksi
Evaluasi: Anamnesis riwayat penyakit secara seksama ○ Kongesti hidung ○ Tersumbat ○ Kualitas tidur yang jelek atau susah bernafas saat tidur ○ Perlu dianamnesis juga mengenai penyebab lain dari obstuksi nasal: rinitis alergi, sinusitis akut atau kronik, atau obat-obatan yang menginduksi rhinitis
Pemeriksaan fisik ○ Pemeriksaan eksternal dan internal dengan rhinoskopi anterior ○ Endoskopi ○ Pemeriksaan diulangi setelah dilakukan dekongesti hidung ○ Obstruksi yang hilang setelah dengosti disebabkan oleh kelainan mukosa
Pasien deviasi septum -> kel. obstruksi kronis ,biasanya unilateral, mungkin disertai riwayat trauma nasal sebelumnya Pemeriksaan rhinoskopi anterior & endoskopi nasal mencatat adanya deviasi septal serta derajatnya. Evaluasi columella dari bawah -> evaluasi defleksi septal kaudal (bisa tidak terevaluasi dengan tepat pada rhinoskopi standar)
Treatment pada obstruksi nasal akibat deviasi septum -> septoplasty
Pasien dengan deviasi septum yang dilakukan septoplasty secara umum melaporkan perbaikan yang signifikan pada obstruksi nasal dalam 3 - 6 bulan & menggunakan medikasi yang lebih sedikit daripada pasien lainnya
Tidak ada test tunggal preoperatif yang dapat memprediksi kesuksesan outcome Rinomanometri digunakan sebagai terapi tambahan untuk mencatat adanya obstruksi & derajat perbaikan postoperatif tidak digunakan secara luas di klinik Lokasi deformitas septum berkaitan dengan outcome bedah & resistensi jalan nafas post operasi
Katup
nasal adalah bagian tersempit dari jalan nafas di hidung dan menjadi resistensi terbesar aliran udara nasal
Abnormalitas
pada bagian ini menyebakan obstruksi
Dua tipe disfungsi katup nasal: • Disfungsi pada regio katup nasal • Colapsnya struktur katup nasi
Tipe
obstruksi katup nasal:
• Tipe I disebabkan oleh: Hipertrofi konkha Deviasi septum • Tipe II disebabkan oleh: Kolapsnya struktur katup nasal itu sendiri
Kolapsnya katup nasal disebabkan oleh: Sebagian besar iatrogenik Sebagian keciil kongenital
Penemuan fisik yang khas : bentuk hidung seperti jam pasir atau terjepit Kolapsnya kartilago alar pada sat inspirasi kuat Lekukan alar yang dalam
Pada rinoplasti kolapsnya katup nasal disebabkan : Penyempitan ujung hidung yang agresif Overreseksi dari crus lateral Displasmen kartilago alar yang lemah Penyempitan yang berlebihan dorsum nasi overreseksi kartilago lateral Displasmen dari os nasal pendek
Koreksi
:
• Spreader graft • Alar batten graft • Flaring suture • Overlay graft • Lateral suture suspension • Cottle manouver • Modified cottle manouver
konkha inferior berefek pada aliran udara pada katup nasal tergantung pada derajat pembesaran konkha Selama inspirasi ujung anterior konkha inferior pada bagian katup nasal menghasilkan sampai 2/3 resistensi di saluran dafas atas Pembesaran konkha inferior dapat menyebabkan obstruksi nasal akibat peningkatan resistensi
Penyebab
inflamasi konkha: • Rhinitis alergi • Rhinitis non alergi • Rhinitis medikamentosa
Inflamasi yang menetap
glandula mukosa membesar & kolagen terkumpul di dasar membran mukosa nasal
ireversibel hipertrofi
Terapi
hipertrofi konka:
• Antihistamin • Decongestan • Intranasal steroid • Injeksi steroid intra konkha • Stabilizer sel mast • Imunoterapi • pembedahan
Konkha bulosa adalah pneumatisasi dari konkha media Adalah variasi anatomi yang paling sering dengan incidensi >25% lapisan dalam konkha bulosa adalah epitel respirasi drainase melalui ostium ke resesus frontalis atau hiatus semilunaris Perkembangan konkha media obstuksi nasal menutup OMC predisposisi infeksi sinus
Jika
ditemukan pembesaran konkha saat endoskopi suspek konka bulosa
Ditegakan
dengan CT scan pneumatisasi konkha media
Terapi
eksisi endoskopi dinding lateral konkha yang mengalami pneumatisasi
Kegagalan khoana untuk tumbuh dengan baik Insidensi 1 per 5000 kelahiran Perbandingan perempuan dan laki-laki 2:1 Pada bayi atresia bilateral menyebabkan obstuksi berat segera terjadi distres respirasi Bila salah satu sisi hidung tidak bisa dimasuki cateter atau NGT suspek atresia Atresia unilateral tidak mengancam kehidupan bayi mengganggu saat masa akhir anak-anak atau remaja
Gejala atresia khoana: Sumbatan pada hidung unilateral Rhinorhea Obstukif sleep apnea
Diagnosis CT scan &endoskopi Bila terjadi atresia khoana mungkin terdapat kelainan lain:
OME Penyakit saluran nafas atas dan bawah Kelainan jantung Kelainan gastrointestinal
Atresia
Khona bilateral dapat disertai dengan: • Kelainan jantung • CHARGE syndrome (colobomas, herat defect,
choanal atresia, retarded growth, genitourinary hipoplasi and ear anomalies) • Obstruktif sleep apnea • Gangguan hematologi • Gagal tumbuh
Penatalaksanaan
• Sebagian besar dengan transnasal repair dengan
• • • •
atau tanpa stenting Posterior septal window Dilatasi khoana Transpalatal repair dengan stenting Penggunaan inhibitor trofoblas topikal (mitomycin) saat pembedahan dapat meningkatkan patensi khoana
Merupakan kelainan multifaktorial
Ditandai dengan: Massa edematosa di kavum nasi memicu drainase sinus Kehilangan penciuman Obstruksi
Penyebab belum jelas Diterapkan di beberapa penelitian: Alergi Asma RSK Intoleransi aspirin Cystuc fibrosis
Pada
sebagian besar Polip nasi (80 – 90 %) adanya eosinofil jaringan mukosa dan faktor yang potensial memicu pengeluaran eosinofil - diduga sebagi agen etiologi Inflamasi sinonasal polip membesar dan bertambah jumlahnya obstruksi nasi blokade ostium infeksi sinus
Terapi polip nasi: Steroid sistemik Antibiotik jika dijumpai skret yang purulen Bedah endoskopi pada polip yang berat dan
resisten terhadap pengobatan yang maksimal
Polip nasi yang berhubungan dengan asma cenderung berat terutama pada aspirin-sensitive asthmstic sukar disembuhkan dengan terapi obat dan pembedahan
Tiga
fungsi mayor hidung adalah: Penghidu Respirasi Proteksi
•
•
•
Hidung menghangatkan udara yang diinspirasi sampai dengan suhu 370 C untuk memfasilitasi pertukaran gas di alveolus Kelembabapan yang diciptakan oleh sistem sinonasal pada udara pernafasan dapat mencapai sekitar 85%, mengurangi efek pengeringan udara pernafasan dan secara bermakna menguntungkan pertukaran gas di saluran nafas bagian bawah Pelembab tersebut berasal dari kandungan air yang berada pada mukus hasil transudasi dari pembuluh darah dan disuplai oleh glandula nasalis.
•
Mukosa sinonasal normal tersusun atas: – lapisan epitelial, – lamina propria, – submukoksa dan periostium.
•
•
Sel epitelial hidung sel columner pseudostratifikasi bersilia, dengan variasi jumlah sel goblet Di bawah epitelium terdapat : – limfosit – sel plasma – makrofag – anyaman vaskuler dan glandula
Vibrissae
menyaring partikel besar masuk ke hidung Partikel yang lebih kecil menabrak mukosa sebagai akibat dari turbulensi aliran menempel pada mukosa hidung Partikel yang berukuran < 0,5 mikromilimeter lewat dari saringan hidung saluran nafas bawah
•
Laipisan mukous dibagi menjadi 2 – lapisan luar – lapisan dalam
•
•
• •
Sel goblet memproduksi glikoprotein yang menjadikan viskositas dan elastisitas dari lapisan luar dari mukus hidung Lapisan luar terletak pada bagian atas dari silia hidung Lapisan dalam terletak di sekitar silia Lapisan dalam dari mukus sangat kurang kental gerakan silia dapat dengan mudah mendorong lapisan luar mukus di atasnya yang berisi partikel yang terjebak
•
Lapisan mukosa dibersihkan ke arah nasofaring setiap 10-15 menit – gerakan silia – diganti oleh sekresi mukus baru oleh mukosa
cavum nasi dan sinus
Aktivitas silia dapat diperburuk oleh: penurunan kelembaban penurunan temperatur perlengketen dengan permukaan mukosa yang berhadapan •
Waktu
transit dari mukosilier diukur dengan saccharin test • Butir sakarin diletakkan di bagian anterior
cavum nasi larut dan ditranspor oleh sistem mukosilier ke nasofaring kemudian ke orofaring dimana rasa manis dapat dirasakan • Waktu transport normal adalah kurang dari 20 menit sebagian besar subyek mendeteksi rasa manis dalam 10 menit.
Infeksi sinus berulang akibat peningkatan waktu transit mukosiliari paling banyak berkaitan dengan disfungsi silia primer maupun sekunder. Diskinesia silia primer (PCD) merupakan kelainan autosom resesif akibat defek struktur dan fungsi silia. 50% pasien dengan PCD juga menderita Sindrom Kartagener dengan bronkiektasis, sinusitis, dan situs inversus
PCD
didiagnosis berdasarkan tanda-tanda klinis dengan pengukuran nitric oxide nasal dan evaluasi ultrastruktur silia. Pada studi mikroskop elektron, silia dari pasien PCD menunjukkan : - Presentase tinggi anomali silia dengan penurunan atau tidak adanya lengan dynein (dynein arms) - Tidak adanya radial spokes - Tanslokasi sepasang mikrotubular atau perubahan pasangan sentral
PCD
dan diskinesia silia sekunder (SCD) secara fungsional sama tetapi secara ultrastruktur berbeda.
SCD
biasanya muncul selama atau setelah infeksi saluran respirasi dan biasanya bersifat reversibel.
SCD
-
-
dikarakterisasi dengan presentase rendah anomali silia dan oleh pola perubahan ultrastruktural sekunder: kelompok silia penambahan atau delesi mikrotubul perifer disorganisasi aksonema disorientasi silia diskontinuitas membrane aksonema silia membengkak dengan sitoplasma yang berlebih
Sistem
imun bawaan merupakan resistensi yang dibawa saat lahir yang telah ada saat terjadi paparan pathogen pertama kali. Epitel respirasi menjadi lini pertama pertahanan nasal dengan membentuk barier fisik yang dihubungkan oleh tight junction (taut erat). Mukosa nasal mensekresi enzim dan antibiotik peptide dengan efek antimikrobial langsung pada mukus
Neutrofil
dan makrofag, yang memfagosit mikroba, membentuk pertahanan tingkat lanjut. Epithelium & fagosit membedakan self (bagian inang) dan non-self dengan reseptor pengenalan -> tipe yang larut atau terikat membran yang mengenali pola molekular terkait patogen(PAMPs) yang ditemukan pada parasit, virus, bakteri, jamur dan mikobakteria.
Respon imun-dapatan pada traktus sinonasal dimediasi oleh sel-sel dendritik (DCs), yang merupakan sel pengenalan antigen (APCs) yang terdapat dalam jumlah besar pada jaringan limfoid terkait nasofaring (NALT).
Respon imun-dapatan pada hidung dimulai dengan memproses dan mengenalkan antigen kepada sel Thelper oleh DCs
Interaksi antara DCs, sel T dan sel B merupakan kunci utama NALT
sel T dan B diangkut bersama drainase limfonodi dan kembali ke sisi efektor pada mukosa melalui aliran darah
Mohon Asupan