TUGAS AKHIR – TM 141585
SIMULASI PENGUJIAN IMPACT DROP-TEST BERDASARKAN STANDARISASI SNI DAN ANALISA PERUBAHAN DESAIN PELEK MOBIL PENUMPANG DENGAN METODE ELEMEN HINGGA
MUCH. NABILLAH AKBAR NRP 2111 100 102 Dosen Pembimbing Dr. Ir. Agus Sigit Pramono. DEA JURUSAN TEKNIK MESIN Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
TUGAS AKHIR – TM141585
SIMULASI PENGUJIAN IMPACT DROP-TEST BERDASARKAN STANDARISASI SNI DAN ANALISA PERUBAHAN DESAIN PELEK MOBIL PENUMPANG DENGAN METODE ELEMEN HINGGA
MUCH. NABILLAH AKBAR 2111100102
Dosen Pembimbing Dr.Ir. Agus Sigit Pramono. DEA
PROGRAM STUDI SARJANA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
FINAL PROJECT – TM141585
IMPACT DROP-TEST SIMULATION BASED ON SNI STANDARDIZATION AND REDESIGN ANALYSIS OF CAR PASSENGER’S RIM WITH FINITE ELEMENT METHOD
MUCH. NABILLAH AKBAR 2111100102
Faculty Advisor Dr.Ir. Agus Sigit Pramono. DEA
DEPARTMENT OF MECHANICAL ENGINEERING FACULTY OH INDUSTRIAL TECHNOLOGY SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY SURABAYA 2017
SIMULASI PENGUJIAN IMPACT DROP-TEST BERDASARKAN STANDARISASI SNI DAN ANALISA PERUBAHAN DESAIN PELEK MOBIL PENUMPANG DENGAN METODE ELEMEN HINGGA Nama Mahasiswa : Much. Nabillah Akbar NRP : 2111100102 Jurusan : Teknik Mesin FTI-ITS Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Agus Sigit Pramono. DEA ABSTRAK Industri pelek sangat berkembang pesat di Indonesia. Pelek dengan design yang menarik kebanyakan jenis material dan design bentuknya belum diketahui apakah pelek tersebut diproduksi dengan perhitungan. Perencanaan produksi pelek tanpa perhitungan akan mengakibatkan kegagalan setiap pengujiannya. Semakin banyak melakukan pengujian maka akan semakin biaya yang sangat banyak, dan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu tugas akhir ini bertujuan untuk mengurangi biaya dan waktu yang terbuang dengan sia-sia akibat proses pengujian pelek dan melakukan simulasi pengujian pelek tersebut. Pada tugas akhir kali ini simulasi pengujian impact droptest dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahap pertama adalah melakukan analisa pada studi literatur atau jurnal yang terdahulu. Pengujian ini mengacu pada standar SNI 1896:2008. Selanjutnya adalah pengambilan data untuk penelitian. Pada pengambilan data design awal pelek dibuat pada software SOLIDWORK. Pengambilan data lain yaitu initial velocity yang terjadi saat beban impact akan mengenai pelek. Tahap berikutnya adalah pemberian beban pada pelek. Pada tugas akhir ini pembebanan yang terjadi meliputi tiga pembebanan. Pembebanan akibat beban impact, pembebanan akibat tekanan inflasi ban, dan pembebanan akibat kekencangan baut. Pada penelitian ini simulasi dilakukan pada iii
iv software explicit dynamics dan menggunakan meshing dengan metode elemen tetrahedron. Lalu pemberian fixed support pada landasan penyangga. Setalah pemrograman selesai maka langkah selanjutnya adalah processing. Setelah program ini selesai maka akan diperoleh data-data dalam bentuk tabel yang nantinya akan dijadikan sebuah data grafik untuk digunakan dalam tahap analisa. Hasil yang didapatkan dari tugas akhir yaitu nilai tegangan equivalen von misses dan total deformation pada desain awal pelek pada daerah jari-jari pelek sebesar 137 MPa. Kemudian akan dilakukan perubahan desain dengan memvariasikan ketebalan dan lebar jari-jari pelek. Dan hasil yang didapatkan dari perubahan desain variasi 1 nilai tegangan equivalen von misses terbesar 143,6 MPa. Hasil yang didapatkan dari perubahan desain variasi 2 nilai tegangan equivalen von misses terbesar 147,9 MPa. Dengan hasil tegangan ini maka pelek masih dikategorikan aman. Kata Kunci : Pelek , Pengujian Impact Drop-Test , Tegangan equivalen von misses, Teori Distorsi-Energi Maksimum , metode elemen hingga
IMPACT DROP-TEST SIMULATION BASED ON SNI STANDARDIZATION AND REDESIGN ANALYSIS OF CAR PASSENGER’S RIM WITH FINITE ELEMENT METHOD Student Name NRP Department Lecturer
: Much. Nabillah Akbar : 2111100102 : Teknik Mesin FTI-ITS : Dr. Ir. Agus Sigit Pramono. DEA ABSTRACT
Rim’s industrial in indonesia are growing rapidly. Mostly, rim with a good design is not known to be produced by engineering calculation. Without engineering calculation, rim production planning will result in failure at each testing. The more tests are done, the more expensive it gets and the more time it consumes. Therefore, the aim of this final project is to lessen the cost and time as a result of the testing process of rim and for that rim simulation is the solutions for this problem. For this final project, the impact drop-test simulation is done by several steps. The first step is to analyze study literatures or journals from the previous research. This test refers to the standard SNI 1896:2008. The next step is collecting data for the study. Solidwork is used to collect data for the early design of rim. Other data are collected from the initial velocity when the impact striker are about to collide with rim. The next stage is to distribute the load to the rim. There are three types of load distribution which are the load from impact striker, the load from tire pressure inflation, and the load from bolt tension. In this study, the simulation is done by explicit dynamics software and the used of meshing process with tetrahedron element. And then fixed support v
vi is determined at the rim base. After all the programming are done, the next step is processing stage. Once the program is completed it will obtain the data in tables that will be used graphical data for the analysis stage. Results obtained from this final project are the equivalent von mises stress and the total deformation from the early design of rim at the spoke area about 137 MPa. And then the rim will be redesign with thickness and width variation of spoke rim. And the results from this redesign are equivalent von mises stress at redesign of variation 1 have a maximum value of 143,6 MPa. Whereas redesign of variation 2 have a maksimum value of 147,9 MPa. With this results of stress, therefore the rim still categorized as safe. Keywords: Equivalent Von Mises Stress, Finite Element Method, Impact Drop-Test, Maximum Distortion Energy Theory, Rim,
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas anugerah, berkah, dan hidayah-Nya laporan Tugas Akhir yang berjudul “Simulasi Pengujian Impact Drop-Test Berdasarkan Standarisasi SNI dan Analisa Perubahan Desain Pelek Mobil Penumpang dengan Metode Elemen Hingga” ini dapat diselesaikan. Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan syafaat kepada seluruh umat manusia di dunia. 2. Bapak Dr.Ir. Agus Sigit Pramono DEA selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu ditengah kesibukannya untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. 3. Ibuku Siti Nur Chasanah yang selalu memberikan doa setiap kali penulis merasa tidak bersemangat dan semangat yang tersirat ataupun tersurat pada penulis sehingga dapat diberikan kelancaran dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 4. Ayahku Drs Riduan yang selalu memberikan doa setiap kali penulis merasa tidak bersemangat dan memberikan semangat yang tersirat ataupun tersurat pada penulis sehingga dapat diberikan kelancaran dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 5. Adik-adikku Ria Riskiyatul B. dan M. Farhan yang selalu meberikan keceriaan dalam hari-hari penulis berada di kampung halaman. 6. Abah Firman yang selalu memberikan doa dan memberikan semangat pada penulis sehingga dapat diberikan kelancaran dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 7. Reza Alvionita yang selalu memberikan warna dalam hidup penulis sehari-hari selama 10 tahun terakhir 8. Mas Iqbal jiben, Alm. Mas Robit, Okak, Billydiaz, dan khususnya Eyang Rumbi, Mbah Srono, Mbah Sampurno dan Raden Adipati Suryo dan seluruh jamaah musola Arvii
viii
9.
10.
11.
12. 13.
Rozaq baik yang berwujud ataupun yang goib yang senantiasa memberikan masukan, semangat yang tersirat dan tersurat kepada penulis dalam menjalani kehidupan yang fana. Teman-temanku Hisyam, Zaldy, Kenyet, Tohir, Satpam aka Ario, Najihung, Pevindra, PakWo dan lainnya yang membantu dalam proses pengerjaan tugas akhir. Teman-temanku MBP Squad lutung aka kukuh, brother in two days aka pimen kardus aka aufar, bayi tatan aka santusi, gopel aka ardika, king may, raja, gandung, roy, husen, mbeng, esya, helboy, tito, dan wira yang memotivasi penulis. Teman-temanku LBMM 2011 Cemet, gopel, Ateng, Brah, Gafar, Gayuh, Gjx, Botol, hasfos, Junta, Moreng, Said Opik, Oci, Kunam, Verdi, vikbet, dan Pentol yang selalu memberikan motivasi untuk cepat mengerjakan tugas akhir ini. Seluruh Bengkelerz yang selalu memberi semangat dan dukungan dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-satu.
Penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih belum sempurna, baik dari analisis yang penulis lakukan maupun dalam penulisan laporan. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis khususnya.
Surabaya, 5 Januari 2017
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.............................................................. i LEMBAR PENGESAHAN ................................................... ii ABSTRAK.............................................................................. iii ABSTRACT ........................................................................... v KATA PENGANTAR ........................................................... vii DAFTAR ISI .......................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ............................................................. xiii DAFTAR TABEL .................................................................. xvii BAB I PENDAHULUAN ...................................................... 1 I.1. Latar Belakang ........................................................ 1 I.2. Rumusan Masalah ................................................... 5 I.3. Batasan Masalah ..................................................... 6 I.4. Tujuan Penelitian .................................................... 6 I.5. Manfaat Penelitian .................................................. 6 I.6. Sistematika Penelitian ............................................. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................... 9 II.1. Pelek ...................................................................... 9 II.1.1. Jenis-jenis Pelek ................................................. 9 Wire Spoke Wheel ............................................... 10 Steel Disc Wheel.................................................. 10 Light Alloy Wheel ................................................ 11 Aluminium Alloy Wheel ........................................ 11 Forged Wheel ....................................................... 12 Low Pressure Cast Wheel .................................... 13 Gravity Cast Wheel .............................................. 14 II.1.2. Bagian-Bagian Pelek .......................................... 15 Pitch Circle Diameter .......................................... 16 Offset .................................................................... 17 II.2. Impact Test ............................................................ 18 II.2.1. Spesifikasi Alat................................................... 19 II.2.2. Metoda Pengujian ............................................... 20 II.3. Teori Kegagalan .................................................... 21 II.4. Teori Impact .......................................................... 23 II.5. Finite Elemen Analysis (FEA) ............................... 27 ix
x II.5.1. Elemen Satu Dimensi ......................................... 29 II.5.2. Elemen Dua Dimensi .......................................... 29 II.5.3. Elemen Tiga Dimensi ......................................... 30 II.6. Teori Gerak Lurus Berubah Beraturan .................. 31 II.7. Studi Literatur ........................................................ 31 BAB III METODOLOGI...................................................... 37 III.1. Diagram Alir Pengujian ....................................... 37 III.2. Pengumpulan Data Teknis ................................... 40 III.3. Pembeban ............................................................. 43 III.3.1. Pembebanan Akibat Beban Impact ................... 43 III.3.2. Pembebanan Akibat Tekanan Inflasi Ban ......... 44 III.3.3. Pembebanan Akibat Pengencangan Baut .......... 44 III.4. Boundary Condition ............................................. 46 III.5. Meshing ................................................................ 47 III.6. Simulasi ................................................................ 48 III.7. Desain Eksperimen ............................................... 48 III.8. Validasi Simulasi.................................................. 48 BAB IV HASIL DAN ANALISA ......................................... 53 IV.1. Pemodelan Material ............................................. 53 IV.1.1. Pemodelan Material Elastis ............................... 53 IV.1.2. Pemodelan Material Plastis ............................... 55 IV.2. Pemodelan Pembebanan ...................................... 56 IV.2.1. Pemodelan Pembebanan Elastis ........................ 56 IV.2.2. Pemodelan Pembebanan Plastis ........................ 58 IV.3. Hasil Simulasi Desain Awal................................. 60 IV.3.1. Hasil Simulasi Tegangan Desain Awal dengan Analisa Static Structrual......................... 60 IV.3.2. Hasil Simulasi Deformasi Desain Awal dengan Analisa Static Structural......................... 64 IV.3.3. Hasil Simulasi Tegangan Desain Awal dengan Analisa Explicit Dynamics ..................... 65 IV.3.4. Perbandingan Simulasi dengan Analisa Static Structural dengan Analisa Explicit Dynamics............................................................. 69
xi IV. 3. 5. Validasi Simulasi Hasil Analisa Explicit Dynamics ................................................................. .... 71 IV.4. Hasil Simulasi Desain Variasi 1 .......................... 72 IV.4.1. Hasil Simulasi Tegangan dan Regangan Desain Variasi 1 .................................................. 74 IV.4.2. Hasil Simulasi Deformasi Desain Variasi 1 ...... 79 IV.5. Hasil Simulasi Desain Variasi 2 .......................... 80 IV.5.1. Hasil Simulasi Tegangan Desain Variasi 2 ....... 81 IV.5.2. Hasil Simulasi Deformasi Desain Variasi 2 ...... 87 IV.6. Analisa Perbandingan Desain Awal, Desain Variasi 1, dan Desain Variasi 2 .......................... 87 BAB V KESIMPULAN ......................................................... 91 V.1. Kesimpulan ........................................................... 91 V.2. Saran...................................................................... 92 DAFTAR PUSTAKA ............................................................ 93 LAMPIRAN ........................................................................... 95 BIODATA PENULIS ............................................................ 103
xii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Hasil Simulasi pada ketiga pengujian pelek . 3 Gambar 2.1 Jenis Pelek Wire Spoke Wheel ...................... 10 Gambar 2.2 Jenis Pelek Steel Disc Wheel......................... 11 Gambar 2.3 Jenis Pelek Light Alloy Wheel ....................... 11 Gambar 2.4 Jenis Pelek Aluminium Alloy Wheel .............. 12 Gambar 2.5 Proses Pembuatan pada Forged Wheel ......... 13 Gambar 2.6 Proses Pembuatan pada Low Pressure Cast Wheel .................................................................................. 14 Gambar 2.7 Proses Pembuatan pada Gravity Cast Wheel 15 Gambar 2.8 Bagian-Bagian Pelek ..................................... 16 Gambar 2.9 PCD 5 Baut pada Pelek Mobil ...................... 17 Gambar 2.10 Offset pada Pelek Mobil .............................. 18 Gambar 2.11 Impact Test 130Methods .............................. 19 Gambar 2.12 Set-Up for Impact Test 130Machine ............ 21 Gambar 2.13 Tensor Tegangan Tiga Dimensi .................. 22 Gambar 2.14 Urutan Terjadinya Gelombang Kejut Pada Impact ................................................................................. 23 Gambar 2.15 Graphic Solution untuk kecepatan impact 1200m/s pada tungsten karbida proyektil dan target permukaan besi ................................................................... 27 Gambar 2.16 Free body diagram batang .......................... 28 Gambar 2.17 Elemen Satu Dimensi, a. Kubik b. Kuadratik c. Linier ......................................................... 29 Gambar 2.18 Elemen Dua Dimensi Segitiga dan Segiempat .................................................................... 30 Gambar 2.19 Elemen Tiga Dimensi Tetrahedron dan Balok............................................................................ 30 Gambar 2.20 Elemen Tetrahedron ................................... 30 Gambar 2.21 Hasil Simulasi pada Aluminium Alloy 2024T351.................................................................................... 32 Gambar 2.22 Hasil Simulasi pada Ketebalan (a) 3,5 mm (b) 4,7 mm (c) 5,9 mm ..................................... 34 Gambar 2.23 Perbandingan Permodelan Pelek................. 35 xiii
xiv Gambar 3.1 Diagram alir Perbandingan Beban Ekuivlaen dan Beban Dinamis .......................................... 38 Gambar 3.2 Diagram alir Analisa Dinamis ...................... 39 Gambar 3.3 Konstruksi Peralatan pada Impact Drop Test 130Methods ........................................................................ 41 Gambar 3.4 Posisi dan Penentuan Ketinggian pada Impact Drop Test 130 Methods .......................................... 42 Gambar 3.5 Initial Condition Velocity 2,1243 m/s .......... 43 Gambar 3.6 Beban Impact yang digunakan ..................... 44 Gambar 3.7 Pembebanan Akibat Tekanan Ban ............... 44 Gambar 3.8 Pembebanan Akibat Kekencangan Baut ...... 45 Gambar 3.9 Boundary Condition pada beban impact ...... 46 Gambar 3.10 Fixed Support yang digunakan pada pelek 46 Gambar 3.11 Meshing Pada Elemen Tetrahedron ........... 47 Gambar 3.12 Sizing Pada Menu SubMeshing .................. 47 Gambar 3.13 Jumlah Nodes Dan Elemen Pada Proses Meshing ............................................................................. 47 Gambar 4.1 Kurva Stress-Strain Diagram ....................... 54 Gambar 4.2 Gambar Grafik Bilinear Kinematic Hardening .......................................................................... 55 Gambar 4.3 Gambar Grafik Bilinear Kinematic Hardening .......................................................................... 56 Gambar 4.4 (a) Impact loading pada balok dengan striker (b) Pemodelan impact elastis dengan memberikan gaya ekuivalen pada balok........ .................... 56 Gambar 4.5 Impact yang terjadi pada dua buah material (a) Kondisi striker saat jatuh dari suatu ketinggian dari keadaan diam. (b) Kondisi dua buah material yang bertumbukan dan terjadi kontak pada masing-masing material .............. 58 Gambar 4.6 Boundary Conditions pada pelek dengan memberikan fixed support ................................................. 61 Gambar 4.7 Pemberian gaya ekuivalen pada pelek ......... 62 Gambar 4.8 Tegangan yang terjadi pada pelek dengan simulasi static structural ................................................... 63
xv Gambar 4.9 Elastic Strain yang terjadi pada pelek dengan simulasi static structural ........................................ 63 Gambar 4.10 Deformasi Total yang terjadi pada pelek dengan simulasi static structural .............................. 64 Gambar 4.11 Posisi Probe 1 ............................................. 73 Gambar 4.12 Posisi Probe 2 ............................................. 73 Gambar 4.13 Tegangan yang terjadi pada probe 1 ........... 74 Gambar 4.14 Tegangan yang terjadi pada probe 2 ........... 75 Gambar 4.15 Deformasi total yang terjadi pada pelek desain variasi 1 ......................................................... 79 Gambar 4.16 Posisi Probe 1 ............................................. 80 Gambar 4.17 Posisi Probe 2 ............................................. 81 Gambar 4.18 Tegangan pada probe 1 ............................... 82 Gambar 4.19 Tegangan pada probe 2 ............................... 82 Gambar 4.20 Deformasi total yang terjadi pada pelek desain variasi 2 ......................................................... 87
xvi
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Spesifikasi Mesin Impact................................... 19 Tabel 4.1 Tabel Parameter pada pemodelan material elastis .................................................................... 54 Tabel 4.2 Hasil Simulasi pada Tiga Posisi Pelek............... 55 Tabel 4.3 Hasil Tegangan, Regangan dan Deformasi pada Setiap Posisi Pelek ..................................................... 66 Tabel 4.4 Perbandingan Simulasi dengan Analisa Static Structural dengan Analisa Explicit Dynamics.......... 67 Tabel 4.5 Perbedaan Desain awal dengan desain Variasi 1 ............................................................................. 69 Tabel 4.6 Tegangan Regangan pada Probe Desain Variasi 1 ............................................................................. 73 Tabel 4.7 Hasil Simulasi pada Tegangan Normal pada perbedaan Pengurangan Tebal atau Lebar (2mm) ..... 75 Tabel 4.8 Hasil Simulasi pada Perbedaan Pengurangan Tebal atau Lebar (4mm) ............................... 76 Tabel 4.9 Perbedaan Desain Awal dengan desain Variasi 2 ............................................................................. 78 Tabel 4.10 Tegangan Regangan pada Probe Desain Variasi 2 ............................................................................. 81 Tabel 4.11 Hasil Simulasi pada Tegangan Normal pada perbedaan Pengurangan Tebal atau Lebar (4mm) ..... 83 Tabel 4.12 Hasil Simulasi pada Perbedaan Pengurangan Tebal atau Lebar (4mm) ............................... 84 Tabel 4.13 Perbandingan Tegangan, Regangan dan Deformasi pada setiap desain yang dilakukan ............. 86 Tabel 4.14 Perbandingan Tegangan, Regangan dan Deformasi pada setiap desain yang dilakukan ............. 88
xvii
xviii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pelek sangat berkembang pesat di Indonesia. Jumlah permintaan pelek terus meningkat, mengakibatkan banyak perusahaan pelek berlomba lomba untuk memenuhi kebutuhan pasar. Kebutuhan konsumen pelek biasanya meminta untuk memodifikaasi pelek. Pelek yang dihasilkan sangat beragam tergantung dari produk setiap perusahaan. Pelek dengan desain baru dibuat oleh perusahaan pelek dengan mengikuti style sesuai keinginan pasar. Pelek ini harus mengikuti standar yang ada di Indonesia, agar pelek yang dibuat tidak mengganggu keamanan dan kenyamanan para konsumen. Pelek dengan desain baru sangat diminati konsumen. Pelek dengan desain yang menarik ini, kebanyakan jenis material dan bentuknya belum diketahui apakah pelek tersebut diproduksi dengan perhitungan. Perencanaan produksi pelek tanpa perhitungan akan mengakibatkan kegagalan setiap pengujiannya. Semakin banyak melakukan pengujian maka akan semakin banyak pula waktu dan biaya yang terbuang. Pelek yang akan dipasarkan harus memenuhi standar dalam pengujiannya. Pelek yang tidak sesuai dengan standarisasi akan mengakibatkan adanya keretakan pelek. Sedikit keretakan pada pelek sangat mempengaruhi distribusi tegangan material pelek. Pembuatan pelek harus disesuaikan dengan standar mutu dan kualitas setiap standarisasi yang ada. Pelek merupakan komponen yang sangat penting untuk kendaraan berfungsi sebagai penyalur energi dan penyangga beban dari kendaraan. Beban yang terjadi pada pelek dapat dibedakan menjadi beban statik dan beban dinamik. Beban dinamik pada pelek menjadi pengujian yang di standarisasi oleh badan standarisai nasional (BSN). Pengujian pelek ini memiliki standar mutu masing masing, dari standar mutu kualitas, standar mutu pembebanan, standar mutu kelayakan, dan standar mutu geometri. Standar mutu ini telah banyak dipakai di berbagai negara. 1
2 Pengujian impact merupakan suatu bentuk pengujian material dengan cara memberi beban kejut. Beban kejut yang diberikan akan berdampak kerusakan pada material spesimen uji. Material spesimen uji tidak dapat digunakan kembali. Proses pengujian yang bersifat destructive ini memerlukan perencanaan produksi pelek dengan perhitungan yang sangat matang. Produksi pelek tanpa perhitungan akan mengakibatkan kegagalan setiap pengujiannya. Semakin banyak melakukan pengujian maka akan menghabiskan biaya yang sangat banyak, dan waktu yang cukup lama. Hal ini dikarenakan material pelek yang gagal tidak bisa digunakan kembali dan ketika melakukan pengujian, pelek harus didaftarkan dan perlu mengantri saat pengujian pelek. Pengujian ini memerlukan suatu simulasi analisa permodelan pengujian terlebih dahulu agar biaya, dan waktu dapat diminimalisir secara efektif. Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan suatu standarisasi yang mengatur segala aspek standarisasi nasional. Salah satunya, mengatur standarisasi pelek motor kendaraan. Semua pelek yang dipasarkan di Indonesia harus memiliki logo SNI didalamnya. Logo SNI ini digunakan sebagai bukti bahwa pelek tersebut telah lulus dalam pengujiannya. Standarisasi pelek motor kendaraan diatur dalam SNI 1896:2008 yang merupakan perkembangan dari jenis kendaraan dan perkembangan standarisasi internasional. SNI 1896:2008 juga mengacu pada JASO C 614-87 Disc Wheel for Automobile, JIS D 4103-1998 Disc Wheel for Automobile, dalam beberapa syarat mutu dan kualitas. Pengujian impact pelek mengacu pada ISO 7141-2005 Road Vehicle Wheel Impact Test Procedure. Proses pengujian pelek terdiri atas 3 macam yaitu dynamic radial fatigue, cornering fatigue dan impact drop-test. Pengujian dynamic radial fatigue merupakan pengujian pada pelek yang dilakukan untuk mengetahui kekuatan fatigue pada struktur pelek terhadap beban radial. Pengujian dynamic cornering fatigue test merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui kekuatan fatigue pelek terhadap beban yang diterima pelek saat kondisi jalan
3 menikung. Pengujian impact drop-test merupakan pengujian pada pelek untuk mengetahui kekuatan suatu pelek terhadap beban kejut yang diterima. Kegagalan pada masing-masing pengujian ini memiliki daerah-daerah tertentu. Proses pengujian pelek terdiri atas 3 macam yaitu dynamic radial fatigue, cornering fatigue dan impact drop-test. Pengujian dynamic radial fatigue merupakan pengujian pada pelek yang dilakukan untuk mengetahui kekuatan fatigue pada struktur pelek terhadap beban radial. Pengujian dynamic cornering fatigue test merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui kekuatan fatigue pelek terhadap beban yang diterima pelek saat kondisi jalan menikung. Pengujian impact drop-test merupakan pengujian pada pelek untuk mengetahui kekuatan suatu pelek terhadap beban kejut yang diterima. Kegagalan pada masing-masing pengujian ini memiliki daerah-daerah tertentu.
(a)
(b)
(c) Gambar 1.1 Hasil Simulasi Pada Ketiga Pengujian Pelek (a) Pengujian Dynamics Radial Fatigue[20] (b) Pengujian Cornering Fatigue[21] (c) Pengujian Impact Drop-Test[22]
4 Pada ketiga gambar dapat dilihat daerah-daerah yang mengalami kegagalan. Pada pengujian pelek dynamic radial fatigue daerah kritis terjadi pada bagian jari-jari pelek yang terkena akibat pembebanan dari drum.. Hal ini dikarenakan pembebanan yang dialami saat pengujian. Pada pengujian ini pelek diberi beban radial. Pada pengujian pelek cornering fatigue daerah yang memiliki kegagalan terjadi daerah jari-jari pelek dan daerah kritis daerah lubah baut. Pembebanan yang terjadi yaitu pembebanan akibat momen bending yang dihubungkan ke bagian hub dari pelek. Pada pengujian impact drop test daerah yang sering terjadi gagal adalah daerah flens dan jari-jari pelek. Pembebanan yang dialami saat pengujian diberikan ke arah samping pelek. Proses pengujian impact pelek memiliki metode pengujian yang berbeda-beda sesuai jenis kendaraan yang ada. Kendaraan niaga mengacu pada metode pengujian 300 methods. Kendaraan roda dua menggunakan metode pengujian 900 methods. Dan untuk kendaraan penumpang menggunakan metode pengujian impact 130 methods. Pengujian ini merupakan representasi dari kondisi aktual ketika pelek terpasang pada suatu kendaraan. Pada kondisi aktual, pelek pada kendaraan sering mengalami kondisi dimana jalan yang buruk. Kodisi jalan yang berlubang, tabrakan dengan trotoar jalan dan hambatan dari kondisi jalan yang buruk lain mengakibatkan kerusakan dan keretakan pada pelek. Pada proses simulasi pengujian impact pelek yang penulis ambil mengacu pada metode 130 untuk kendaraan penumpang. Simulasi pengujian impact disesuaikan dengan pengujian yang nyata. Pengujian impact harus sesuai dengan standarisasi yang ada. BSN sudah memiliki syarat pengujian impact pelek. Standar pengujian mengacu pada standar otomotif yang ada didunia seperti Society of Automotive Engineering (SAE), Japanese Automotive Society Organisation, (JASO), (Japanese Industrial Society (JIS), dan ISO. Pengujian impact pelek mengacu pada SAE J175 1996 Wheel for Passenger, JASO C 614-87 Disc Wheel for Automobile, JIS D 4103-1998 Disc Wheel for
5 Automobile, dan ISO 7141-2005 Road Vehicle Wheel Impact Test Procedure. Simulasi pengujian impact menggunakan software. Software yang dapat digunakan adalah software finite element analysis. Software ini memiliki kelebihan yaitu metode yang digunakan metode elemen hingga atau finite element analysis. Metode ini dapat menyelesaikan struktur komplek pada mekanika benda padat. Metode elemen hingga pada finite element analysis memiliki batasan dalam hal pengukuran suhu, efek korosi dan kekerasan komponen benda. Simulasi ini dapat membantu dalam memodelkan suatu struktur, dapat menganalisa tegangan dan regangan yang terjadi pada struktur dan dengan simulasi ini biaya dan waktu dapat diminimalisir dengan efektif. Berdasarkan latar belakang ini penulis menawarkan alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan cara memvisualisasikan pelek beserta perangkat lain dalam pengujian impact drop test 130 methods menggunakan SOLIDWORKS, kemudian menganalisa tegangan regangan yang terjadi dengan mensimulasikan part yang telah dibuat di SOLIDWORKS pada software metode elemen hingga. 1.2 Perumusan Masalah Pengujian impact merupakan suatu bentuk pengujian material dengan cara memberi beban kejut. Proses pengujian yang bersifat destructive ini memerlukan perencanaan produksi pelek dengan perhitungan yang sangat matang. Produksi pelek tanpa perhitungan akan mengakibatkan kegagalan setiap pengujiannya. Semakin banyak melakukan pengujian maka akan menghabiskan biaya yang sangat banyak, dan waktu yang cukup lama. Pengujian ini memerlukan suatu simulasi analisa permodelan pengujian terlebih dahulu agar biaya, dan waktu dapat diminimalisir secara efektif. Adapun rumusan masalah dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
6 1. Bagaimana memvisualisasikan bentuk dan proses pengujian yang telah mengacu pada SNI 1896:2008 dengan permodelan metode elemen hingga. 2. Bagaimana respon-respon pelek yang diuji akibat pembebanan impact 3. Bagaimana menganalisa tegangan yang terjadi pada pelek tersebut menggunakan teori yang sudah ada 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah yang akan diambil pada penulisan Tugas Akhir dengan adanya permasalah diatas adalah 1. Proses pengujian yang akan disimulasikan akan mengikuti standar yang telah ada yaitu standar SNI 1896:2008 Pelek kendaraan bermotor kategori M, N, dan O: Impact Drop Test 2. Pengaruh suhu, dan efek korosi tidak dimodelkan 3. Pengaruh damping dan gesekan tidak dimodelkan 4. Tidak menganalisa pengurangan tekanan pada ban 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah 1. Menganalisa desain pelek yang telah ada sesuai dengan proses pengujian aktual. 2. Memprediksikan respon pelek yang diuji akibat pembebanan impact yang mengacu pada standar SNI 1896:2008 Pelek kendaraan bermotor kategori M, N, dan O: Impact Drop Test. 3. Memberikan informasi tegangan yang terjadi pada pelek dan jika terjadi kerusakan yang signifikan maka dilakukan perubahan desain pada pelek. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan penelitian ini adalah
oleh
penulis
mengenai
7 1. Dapat mengurangi resiko jumlah material benda uji, biaya dan tenaga yang dilakukan pada pengujian impact drop test aktual. 2. Dapat digunakan sebagai referensi pengujian impact drop test. 3. Dapat menjadi pertimbangan untuk perusahaan pelek dalam hal desain pelek. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini berisi mengenai latar belakang dilakukannya penulisan tugas akhir ini, rumusan masalah yang muncul, tujuan dan manfaat penelitian, serta batasan masalah dalam pengerjaan tugas akhir ini. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini berisi uraian dasar teori maupun sumber pendukung yang digunakan penulis yang berhubungan dengan masalah pengujian impact dalam pengerjaan tugas akhir ini. BAB 3 METODOLOGI Pada bab ini berisi data masukan mengenai pelek yang akan disimulasi serta berisi simulasi permodelan metode elemen hingga yang akan digunakan. BAB 4 HASIL DAN ANALISA Pada bab ini berisi pembahasan dari simulasi yang telah dilakukan pada pelek serta perbaikan desain dari pelek tersebut. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini berisi beberapa kesimpulan yang didapat berdasar pada tujuan awal dilakukannya tugas akhir ini. Pada bab ini juga berisi saran terhadap pengerjaan tugas akhir ini sebagai bahan perbaikan yang dapat digunakan untuk pengerjaan tugas akhir sejenis berikutnya.
8
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan tentang dasar teori dan tinjauan pustaka yang berkaitan dengan simulasi pengujian impact drop test. Pembahasan pertama dalam dasar teori tugas akhir ini adalah fungsi pelek secara umum dilanjutkan dengan jenis pelek secara umum dan bagian-bagian pelek. Pembahasan selanjutnya adalah mengenai pengertian pengujian impact secara umum, spesifikasi alat yang digunakan, dan penjelasan metode pengujian dimana sesuai dengan standarisasi yang digunakan. Lalu dilanjutkan dengan teori-teori yang yang berhubungan dengan impact drop test. Teori tersebut diantaranya adalah teori kegagalan, teori tumbukan impact, dan teori metode elemen hingga yang dibagi menjadi beberapa macam yaitu elemen satu dimensi, elemen dua dimensi, dan elemen tiga dimensi. Dan teori gerak lurus berubah beraturan dan studi literatur sebagai referensi tambahan. II.1 Pelek Pelek merupakan komponen penting bagi setiap kendaraan berfungsi pada sistem suspensi kendaraan yang menumpu beban statik dan beban dinamik pada suatu kendaraan. Kendaraan seperti mobil yang berjalan, komponen pelek sangat penting sekali untuk keselamatan dan kenyamanan penumpang. Faktor keselamatan dan biaya ekonomis merupakan hal yang perlu diperhatikan untuk melakukan desain struktur mekanika pada sebuah pelek. Beban, style, tingkat kemampuan proses manufaktur, dan performa dari pelek merupakan hal pokok dari pengoptimalan desain baru pelek. Pelek terbuat dari baja atau alumunium alloy tergantung kebutuhan. Aluminium alloy sering dipilih karena tahan korosi, sangat ringan dan mudah untuk dibentuk. II.1.1 Jenis Pelek Aluminium dan baja sering dipakai pada produksi pelek oleh perusahaan tertentu. Bahan dasar ini akan ditambahkan dengan material yang lain seperti silicon, zinc, copper, magnesium 9
10 dan material lain. Penambahan material lain ini untuk kebutuhan dari perusahaan yang menginginkan bagaimana produksi pelek akan dipasarkan. Penambahan ini juga bertujuan menambah kekuatan, sifat tahan korosi, dan sifat-sifat material yang lain. Berdasarkan campuran bahannya jenis-jenis pelek[9] dibedakan menjadi 4 yaitu Wire Spoke Wheel, Steel Disc Wheel, Light Alloy Wheel, dan Aluminum Alloy Wheel. Wire Spoke Wheel Wire Spoke Wheel adalah jenis pelek dimana luar tepi bagian pelek dan as dari pelek dihubungkan dengan banyak kawat yang disebut spokes. Jenis pelek wire spoke wheel diproduksi bagi kalangan konsumen yang mengedepankan style pada kendaraannya. Jenis pelek ini biasanya digunakan pada motor klasik dan jenis pelek ini telah dikembangkan dari tahun ke tahun.
Gambar 2.1 Jenis Pelek Wire Spoke Wheel[10] Steel Disc Wheel Steel Disc Wheel merupakan jenis pelek dimana bagian luar tepi dan bagian dalam dari pelek disambung dengan bantuan las. Jenis pelek ini biasanya digunakan pada kendaaraan penumpang dan sudah menjadi pelek bawaan dari perusahaan.
11
Gambar 2.2 Jenis Pelek Steel Disc Wheel[11] Light Alloy Wheel Light Alloy Wheel merupakan pelek yang terbuat dari logam ringan campuran seperti aluminium dan magnesium. Produk ini sudah berkembang pesat di pasaran Eropa pada tahun 1960 an dan di Amerika pada tahun 1970 an.
Gambar 2.3 Jenis Pelek Light Alloy Wheel[12] Aluminum Alloy Wheel Aluminum Alloy Wheel merupakan jenis pelek yang terbuat dari aluminium alloys (campuran aluminium). Aluminium alloys ini sering digunakan dipasaran karena sifat material dari aluminiumnya. Aluminium alloy sering dipilih karena sangat ringan daripada pelek yang telah dijelaskan sebelumnya, tahan korosi, proses machining yang sangat mudah untuk dibentuk, dan
12 mudah untuk di recycle. Keuntungan utama logam ini sangat berguna untuk mengurangi berat dan sangat mudah untuk didaur ulang.
Gambar 2.4 Jenis Pelek Aluminum Alloy Wheel[13] Berdasarkan proses pembuatannya jenis pelek yang ada dipasaran dibagi menjadi 3 yaitu Forged Wheel, Low Pressure Cast Wheel dan Gravity Cast Wheel. Forged Wheel Forged Wheel adalah Proses memampatkan billet aluminium solid yang diberi tekanan yang sangat tinggi. Proses forged wheel ini merupakan proses yang menghasilkan pelek yang sangat kuat, padat dan sangat ringan jika dibandingkan dengan proses yang lain. Proses pemampatan ini memerlukan peralatan yang cukup mahal, biaya perawatan mesin yang tinggi dan pengembangan proses membutuhkan biaya yang sangat tinggi. Biaya yang sangat mahal ini membuat perusaahaan meninggikan harga jual pada pelek dengan proses forged ini.
13
Gambar 2.5 Proses Pembuatan pada Forged Wheel[14] Low Pressure Cast Wheel Low Pressure Cast Wheel merupakan proses penuangan aluminium cair kedalam moulding dengan alat yang menghasilkan tekanan low pressure untuk menciptakan produk akhir yang mempunyai tingkat kepadatan yang tinggi dibandingkan gravity casting. Low pressure cast menggunakan tekanan tambahab untuk menuangkan lelehan aluminium ke dalam cetakan. Proses penuangan dengan menggunakan tekanan ini merupakan proses yang umum dilakukan untuk memproduksi pelek Original Equipment Manfactured (OEM). Proses penuangan ini lebih cepat daripada proses gravity casting dan kondisi aluminium akan lebih padat. Proses ini juga memerlukan biaya yang lebih tinggi daripada gravity casting.
14
Gambar 2.6 Proses Pembuatan pada Low Pressure Cast Wheel[15] Gravity Cast Wheel. Gravity Cast Wheel merupakan proses casting yang sangat dasar. Proses ini menuangkan lelehan aluminium kedalam cetakan dengan memanfaaatkan grafitasi bumi untuk memenuhi cetakannya. Desain cetakan harus memperhitungkan arah grafitasi sehingga kepadatan bentuk dapat dihasilkan. Keuntungan menggunakan proses ini adalah harga produksi yang sangat murah. Tetapi harga produksi yang murah ini tidak dapat memudahkan proses desain pada pelek, dikarenakan kepadatan hasil grafitasi membutuhkan lelehan aluminium cair dalam jumlah banyak. Lelahan yang banyak ini mengakibatkan penambahan berat pada pelek itu sendiri. Pada proses ini kepadatan aluminium tidak bisa diatur sedemikian rupa karna udara luar mudah untuk ikut bercampur dengan lelehan logam cair tersebut. Proses gravity cast wheel akan bertambah kekuatannya jika berat pelek ikut bertambah.
15
Gambar 2.7 Proses Pembuatan pada Gravity Cast Wheel[16] II.1.2 Bagian – Bagian Pelek Pelek memiliki sistim penamaan dalam bagian-bagiannya. Setiap bagian dari pelek tersebut memiliki fungsi masing-masing. Perusahaan pelek biasanya membuat kode tersendiri dalam menamai suatu bagian pelek. Berikut ini penjelasan mengenai bagian-bagian pelek.
16
Gambar 2.8 Bagian-bagian Pelek[17] Keterangan gambar : 1. Diameter lingkar pelek (Rim diameter) 2. Lebar lingkar pelek (Rim width) 3. Flensa (Flange) 4. Diameter Sumbu Dudukan Mur (Pitch Circle Diameter) 5. Diameter lubang baut (Bolt hole diameter) 6. Offset Diameter Sumbu Dudukan Mur (Pitch Circle Diameter) Diameter sumbu dudukan mur adalah diameter lingkaran yang diambil melalui pusat lubang baut pada roda. PCD ini diukur dalam milimeter dan juga menunjukkan jumlah baut roda yang ada. Pengukuran PCD dengan mengambil titik terlurus dari masingmasing lubang baut roda. Dipasaran biasanya terdapat pelek
17 dengan 4 baut dan 5 baut. Jika 4 baut maka pengukurannya diukur antara titik bersebrangan dan dalam satuan milimeter. jika 5 baut maka pengukurannya penarikan garis PCD ada diantara dua titik lubang baut yang ada diseberang lubang baut roda yang ditarik ukurannya.
Gambar 2.9 PCD 5 Baut pada Pelek Mobil[17] Offset Offset merupakan ukuran besar penampang atau permukaan tengah pelek bagian dalam yang ke luar ataupun ke dalam. Semakin kecil ukuran offset maka penampang dalamnya semakin tebal, sehingga membuat pelek apabila terpasang di mobil akan semakin keluar dari fender. Offset menunjukkan jarak dari titik tengah pelek ke bagian dudukan baut as roda dan menggunakan satuan milimeter. Offset memiliki nilai "+" (positif) jika permukaan yang menyentuh dudukan as roda melampaui garis tengah pelek, dan "-" (negatif) ketika lebih dalam daripada garis tengah pelek. Pemilihan jenis offset ini perlu diperhatikan agar ban tidak terlalu masuk ke dalam dan pelek dapat menyentuh atau menabrak kaliper rem.
18
Gambar 2.10 Offset Pada Pelek Mobil[17] II.2 Impact Test Impact test merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui kekuatan, tegangan dan regangan suatu pelek terhadap beban impact atau beban kejut yang diterima. Pada pengujian ini pelek yang sudah dipasang ban dipasang pada pemegang (wheel mount) yang membentuk sudut tertentu dari bidang vertikal. Kemudian beban diatur ketinggiannya yang sesuai dengan standar pengujian. Lalu beban dijatuhkan secara bebas mengenai pelek. Pada pengujian impact test metoda yang digunakan sangat beragam. Metoda-metoda ini digunakan sesuai jenis kendaraan. Metoda ini antara lain impact test 130methods untuk pelek mobil dengan jenis kendaraan penumpang, impact test 300 methods untuk pelek mobil dengan jenis kendaraan niaga dengan konstruksi peralatan uji yang membentuk sudut 300 antara pelek yang sudah dipasang ban dengan pemegang pelek tersebut, dan impact test 900 methods untuk pelek sepeda motor. Pada pengujian inpact test yang akan dibahas menggunakan pengujian dengan metoda impact test 130methods.
19
Gambar 2.11 Impact Test 130 Methods[18] II.2.1 Spesifikasi Alat Spesifikasi alat pengujian impact test ini sesuai dengan mesin[7] dari PT MORINDO ENGINEERING. Mesin pengujian ini merupakan "Special purpose machine" sehingga semua spesifikasi disesuaikan dengan permintaan dan standar untuk pengetesan pelek. Tabel 2.1 Spesifikasi Mesin Impact 130 SPESIFICATION MACHINE MACHINE
IMPACT TEST 13 MACHINE FOR CAR WHEEL
MERK
ME - ITM13
SERIAL YEAR OF MFG.
ITM 13 - DPl 002 NOV 15
20 MAX DROP HEIGHT RIM DIAMETER MAX WEIGHT CAPACITY VOLTAGE
600 mm
12" - 24" 1215 Kg 380 V
FREQUENCY 50 Hz II.2.2 Metoda Pengujian Pada pengujian impact test metoda yang digunakan adalah impact test 130methods. Pada metoda ini pelek yang digunakan adalah pelek mobil penumpang (passenger car). Pengujian ini digunakan untuk menguji daya tahan terhadap benturan atau beban kejut (impact test) untuk kendaraan penumpang. Peralatan uji harus mempunyai konstruksi dimana pelek yang sudah dipasang ban dipasang pada pemegang yang membentuk sudut 130±10dari bidang vertikal. Syarat lolos uji dari SNI 1896:2008 adalah pelek harus bebas dari keretakan yang diperiksa dengan cairan penetran (dye liquid penetrant) dan bebas dari kebocoran cepat. Untuk kendaraan penumpang (metoda 130) tekanan udara ban tidak boleh berkurang 100% dalam waktu 60 detik.
21
Gambar 2.12 Set-Up for Impact Test 130 Machine[6] II.3
Teori Kegagalan Kegagalan dari suatu komponen yang dikenai oleh suatu pembebanan[1] dapat dianggap sebagai perilaku dari komponen tersebut yang membuat komponen tersebut tidak sesuai lagi dengan tujuan fungsi yang ditujukan untuk komponen tersebut. Berdasaarkan teori tersebut maka dapat dibedakan mejadi dua kategori dasar yaitu : 1. Distorsi atau deformasi plastis Kegagalan oleh distorsi didefinisikan setelah terjadinya deformasi plastik yang mencapai titik standar 0,2 % offset yield. Kegagalan akibat distorsi dinyatakan gagal apabila tegangan tersebut melebihi batas yield strength dari komponen tersebut. 2. Fracture atau patah Kegagalan dimana suatu komponen sudah terbagi menjadi dua atau lebih potongan dari komponen tersebut. Berdasarkan kedua kategori tersebut maka yang sesuai dengan pengujian ini adalah kriteria distrosi atau deformasi plasatis. Dari sekian banyak teori kegagalan yang tersedia, maka akan digunakan teori Von Mises mengenai Maximum Distortion
22 Energy Failure Theory. Teori ini dipilih karena teori ini adalah pembaharuan dari teori teori sebelumnya. Selain itu, teori Von Mises juga mencakup teori-teori sebelumnya dalam hal tegangan regangan, energi dan distorsi. Pada tugas akhir ini benda yang di teliti memiliki tiga dimensi, jadi dilakukan analisa tiga dimensi. Tegangan dilihat pada sebuah titik apabila diperbesar berupa bentuk kubus yang memiliki dimensi dx, dy dan dz seperti pada gambar 2.13. Dengan mengambil suatu sumbu refensi orthogonal (Cartesian) maka kubus tersebut akan memiliki 9 komponen sebagai berikut :
x yx zx
xy xz y yz zy z
Gambar 2.13 Tensor tegangan tiga dimensi[3] Dimana memiliki Tegangan Prinsipil yang didapat dari persamaan : 3 - I1 2 + I2 - I3=0.......................................(1) sehingga diperoleh 1, 2 dan 3 dimana, I1 =x+y +z.........................................................(2) I2 =x .y +y .z +x . z - xy2- yz2 - xz2.............(3)
23 I3= x .y .z + 2. xy. yz . xz - x .yz2 - y . xz2 - z .xy2.................(4) Sedangkan tegangan equivalennya didapat dari persamaan :
eqv eqv
1 1 2 2 2 3 2 3 1 2 2
1
2
.....(5) atau
1 x y 2 y z 2 z x 2 6 xy 2 yz 2 zx2 2
1
2
.(6) Persamaan ini merupakan persamaan Maximum Distortion Energy Theory (MDET). II.4
Teori Impact Pada teori ini dijelaskan apa saja yang terjadi pada dua buah material yang mengalami impact. Dua buah material[4] yang bertumbukan akan menghasilkan suatu gelombang kejut pada masing material tersebut. Impact adalah salah satu dari bentuk sederhana dari metode gelombang kejut yang sering digunakan. Suatu benda yang bergerak dan menumbuk suatu permukaan, dimana benda yang bergerak tersebut tegak lurus dengan permukaannya disebut normal impact. Untuk lebih mengetahui mengenai gelombang kejut dapat dilhat dari gambar dibawah ini.
Gambar 2.14. Urutan terjadinya Gelombang Kejut pada Impact[4]
24 Sebelum terjadinya impact, benda bergerak (proyektil 1) menuju permukaan target yang diam (benda 2). Proyektil memiliki kecepatan V menuju permukaan target. (gambar 2.14.a). Kondisi dimana proyektil sesaat sebelum menumbuk permukaan target inilah yang disebut impact. (gambar 2.14.b). Setelah impact, terdapat dua gelombang kejut yang terjadi. Gelombang kejut yang menuju ke permukaan target dengan kecepatan Us2 dan gelombang kejut yang lain bergerak menuju proyektil dengan kecepatan Us1. Daerah yang diarsir adalah daerah yang terkena kompresi dari proyektil 1, dan daerah yang lain adalah daerah yang tidak terdapat kompresi. (gambar 2.14.c). Daerah yang tidak terdapat kompresi pada proyektil 1 masih bergerak dengan kecepatan V. Dan pada permukaan target, daerah yang tidak terkompresi masih diam. Untuk mengetahui formulasi yang akan memprediksikan tekanan yang terjadi pada kedua benda tersebut adalah salah satunya dengan menyamakan tekanan pada permukaan target dan tekanan pada proyektil. P1 = P2 ........................................(1) , Keterangan: P1 = tekanan yang terjadi pada proyektil 1 P2 = tekanan yang terjadi pada permukaan target. Perumusan ini juga dilakukan dengan mengamati kecepatan partikel. Sebelum impact, kecepatan partikel pada semua partikel proyektil 1 memiliki kecepatan yang sama yaitu V. Sesaat sebelum impact, kecepatan partikel pada daerah yang terkompresi oleh proyektil adalah hasil dari pengurangan kecepatan Up , jadi resultan dari kecepatan partikelnya adalah VUp1. Pada permukaan target, kecepatan partikel pada daerah yang terkompresi adalah Up2. Hal ini dapat dirumuskan dengan 𝑉 − 𝑈𝑃1 = 𝑈𝑃2 ........................(2) Untuk menjelaskan tekanan yang terjadi, maka formulasi yang digunakan adalah formulasi conservation of momentum. Pada proyektil : 𝑃1 = 𝜌01 𝑈𝑆1 𝑈𝑃1 .........................(3)
25 Pada permukaan target : 𝑃2 = 𝜌02 𝑈𝑆2 𝑈𝑃2 ........................(4) Equations Of State (EOS) pada kedua material tersebut adalah 𝑈𝑆1 = 𝐶1 + 𝑆1 𝑈𝑃1 .............................(5) 𝑈𝑆2 = 𝐶2 + 𝑆2 𝑈𝑃2 .............................(6) Keterangan: proyektil 1
V
= kecepatan partikel pada semua partikel
Up1 = kecepatan partikel pada daerah terkompresi proyektil 1 Up2 = kecepatan partikel pada daerah terkompresi permukaan target Us1 = gelombang kejut yang lain bergerak menuju proyektil 1 Us2 = gelombang kejut yang lain bergerak menuju permukaan target ρ = density (g/cm3) C1 = kecepatan suara pada material 1(km/s) C2 = kecepatan suara pada material 2 (km/s) S = empirical parameters Substitusikan formulasi (3) dan (4) dengan EOS 𝑃1 = 𝜌01 (𝐶1 + 𝑆1 𝑈𝑃1 ) 𝑈𝑃1 = 𝜌01 𝐶1 𝑈𝑃1 + 2 𝜌01 𝑆1 𝑈𝑃1 .............(7) 𝑃2 = 𝜌02 (𝐶2 + 𝑆2 𝑈𝑃2 ) 𝑈𝑃2 .........................................................(8) Karena P1 = P2 , maka 𝑈𝑃1 sebagai fungsi dari 𝑈𝑃2 , diubah menjadi 𝑉 − 𝑈𝑃2 . 𝑃1 = 𝜌01 𝐶1 (𝑉 − 𝑈𝑃2 ) + 𝜌01 𝑆1 (𝑉 − 𝑈𝑃2 )2 ...............................(9) Kemudian jika P1 = P2 maka persamaan (8) dan persamaan (9) menjadi : 2 (𝜌 𝑈𝑃2 02 𝑆2 − 𝜌01 𝑆1 ) + 𝑈𝑃2 (𝜌02 𝐶2 + 𝜌01 𝐶1 + 2𝜌01 𝑆1 𝑉) − 𝜌01 (𝐶1 𝑉 + 𝑆1 𝑉 2 ) = 0...(10)
26
Jika material permukaan target dan material proyektil 1 menggunakan jenis material yang sama maka (𝜌02 𝑆2 − 𝜌01 𝑆1 ) = 0 2 (𝜌 𝑈𝑃2 02 𝑆2 − 𝜌01 𝑆1 ) + 𝑈𝑃2 (𝜌02 𝐶2 + 𝜌01 𝐶1 + 2𝜌01 𝑆1 𝑉) − 𝜌01 (𝐶1 𝑉 + 𝑆1 𝑉 2 ) = 0......(11) 𝑈𝑃2 (𝜌02 𝐶2 + 𝜌01 𝐶1 + 2𝜌01 𝑆1 𝑉) − 𝜌01 (𝐶1 𝑉 + 𝑆1 𝑉 2 ) = 0........(12) Sehingga 𝑈𝑃2 =
(𝜌02 𝐶2 +𝜌01 𝐶1 + 2𝜌01 𝑆1 𝑉) 𝜌01 (𝐶1 𝑉+𝑆1 𝑉 2 )
=
0................................................(13) karena 𝜌01 =𝜌02 = 𝜌0 , 𝐶1 = 𝐶2 = 𝐶 , dan 𝑆1 = 𝑆2 = 𝑆 , maka kecepatan projektil akan diketahui sebagai 𝑈𝑃 = 1 𝑉................................................(14) 2 Perhitungan diatas dapat diselesaikan dengan teknik impedance matching. Formulasi (8) dan (9) dapat dinyatakan dalam sebuah grafik. Pada gambar grafik ditunjukkan bahwa kurva hubungan antara tekanan dengan kecepatan partikel untuk material tungsten karbida sebagai proyektil dan material besi sebagai sebagai target permukaan. Kurva hubungan antara tekanan dan kecepatan partikel dapat digunakan pada semua material dimana EOS telah diketahui.
27
Gambar 2.15. Graphic solution untuk kecepatan impact 1200 m/s pada tungsten karbida proyektil dan target permukaan besi.[4] II.5
Finite Elemen Analysis (FEA) Metode Elemen Hingga[2] (Finite Element Method) adalah salah satu metode numerik untuk menyelesaikan berbagai problem matematis dari suatu gejala phisis, seperti mekanika struktur, mekanika tanah, mekanika batuan, mekanika fluida, hidrodinamik, aerodinamik, medan magnet, perpindahan panas, dinamika struktur, mekanika nuklir, aeronautika, akustik, mekanika kedokteran dan sebagainya. Dasar dari metode elemen hingga adalah membagi benda kerja menjadi elemen-elemen kecil yang jumlahnya berhingga sehingga dapat menghitung reaksi akibat beban (load) pada kondisi batas (boundary condition) yang diberikan. Dari elemen-elemen tersebut dapat disusun persamaan-persamaan matrik yang bisa diselesaikan secara numerik dan hasilnya menjadi jawaban dari kondisi beban yang diberikan pada benda kerja tersebut. Dari
28 penyelesaian matematis dengan menghitung inverse matrik akan diperoleh persamaan dalam bentuk matrik untuk satu elemen dan bentuk matrik total yang merupakan penggabungan (assemblage) matrik elemen. Dengan pendekatan secara sederhana sebagai berikut:
Gambar 2.16 free body diagram batang[2] Keterangan: L : Panjang batang. A : Luas penampang batang E : Modulus elastisitas u = u(x) : Perpindahan ε = ε(x) : Regangan σ = σ(x) : Tegangan Hubungan regangan dengan perpindahan: 𝑑𝑢 ε = 𝑑𝑥 ...............................................................(1) Hubungan tegangan dengan regangan: σ = E. ε...............................................................(2) Dengan menggunakan metode matriks kekakuan langsung, maka: 𝑢 −𝑢 𝛥 ε = 𝑓𝐿 𝑖 = 𝐿 ...................................................(3) 𝐸𝛥
σ = Eε = 𝐿 .....................................................(4) Dimana tegangan sama dengan gaya dibagi dengan luasan: 𝐹 σ = 𝐴................................................................(5) maka: 𝐸𝐴 F = 𝐿 𝛥 = 𝑘𝛥..................................................(6)
29 Dimana k = EA/L adalah kekakuan dari batang tersebut. Jadi untuk mencari gaya, dan juga tegangan dan regangan dibutuhkan data tentang perpindahan (Δ) dari tiap tiap elemen yang ada pada batang tersebut. Terdapat berbagai tipe bentuk elemen dalam metode elemen hingga yang dapat digunakan untuk memodelkan kasus yang akan dianalisis, yaitu : II.5.1.
Elemen Satu Dimensi Elemen satu dimensi terdiri dari garis (line). Tipe elemen ini yang paling sederhana, yakni memiliki dua titik nodal, masing-masing pada ujungnya, disebut elemen garis linier. Dua elemen lainnya dengan orde yang lebih tinggi, yang umum digunakan adalah elemen garis kuadratik dengan tiga titik nodal dan elemen garis kubik dengan empat buah titik nodal seperti pada gambar 2.17.
a.
b.
c. Gambar 2.17 Elemen Satu Dimensi[2] a. Kubik b. Kuadratik c. Linier II.5.2.
Elemen Dua Dimensi Elemen dua dimensi terdiri dari elemen segitiga (triangular) dan elemen segiempat (quadrilateral) seperti gambar 2.18. Elemen orde linier pada masing-masing tipe ini memiliki sisi berupa garis lurus, sedangkan untuk elemen dengan orde yang lebih tinggi dapat memiliki sisi berupa garis lurus, sisi yang berbentuk kurva ataupun dapat pula berupa kedua-duanya.
30
Gambar 2.18 Elemen Dua Dimensi Segitiga Dan Segiempat[19] II.5.3.
Elemen Tiga Dimensi Elemen tiga dimensi terdiri dari elemen tetrahedron dan elemen balok seperti gambar 2.19.
Gambar 2.19 Elemen Tiga Dimensi Tetrahedron Dan Balok[19] Adapun elemen yang digunakan dalam penelitian ini adalah elemen tetrahedron seperti gambar 2.20. Elemen tetrahedron adalah elemen yang paling mudah untuk dibentuk dalam suatu modal matematika.
Gambar 2.20 Elemen Tetrahedron[19]
31
Struktur pelek yang digunakan dalam penelitian ini terbuat dari bahan aluminium alloy. Struktur pelek ini memiliki struktur yang rumit. Pelek akan dikenai beban kejut sehingga elemen tersebut dapat diberlakukan sebagai elemen hingga. Struktur dari pelek cukup rumit sehingga akan susah apabila dimodelkan kedalam suatu model matematika. Oleh karena itu peneliti menggunakan elemen tetrahedron untuk memodelkan struktur pelek. Elemen ini memiliki empat titik nodal dikeempat titik sudutnya. II.6
Teori Gerak Lurus Berubah Beraturan Pada pembahasan Tugas akhir ini, kecepatan dari beban impact bergerak dipengaruhi oleh percepatan grafitasi, dimana percepatan grafitasi yang terjadi digunakan untuk menentukan kecepatan dari beban impact. Gerak lurus berubah beraturan (GLBB) diartikan gerak benda dengan lintasan garis lurus dan memiliki kecepatan setiap saat berubah secara teratur. Rumus GLBB ada 3, yaitu: 𝑣𝑡 = 𝑣0 + 𝑎. 𝑡...................................................(1) 1 𝑠 = 𝑣0 . 𝑡 + 2 𝑎. 𝑡 2 ............................................(2) 𝑣𝑡2 = 𝑣02 + 2. 𝑎. 𝑠..............................................(3) Dengan keterangan: vt = kecepatan akhir atau kecepatan setelah t sekon (m/s). v0 = kecepatan awal (m/s). a = percepatan (m/s2) t = selang waktu (s) s = jarak tempuh (m) II.7.
Studi Literatur Studi literatur pada pada jurnal internasional[9] yang berjudul IMPACT ANALYSIS OF ALUMINIUM ALLOY WHEEL karya Shivakrisna V melakukan simulasi pengujian impact drop test sekaligus pengujian fatigue pada dua material
32 pelek aluminium untuk mobil Hyundai dan Ford (aluminium alloy 2024-T351 dan aluminium alloy 2064-T6). Tujuan dari penelitian tersebut yaitu untuk merangkum penerapan teknik finite element menggunakan software transient structural analysis. Pada penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisa tegangan dan defleksi pada kedua jenis pelek dan membandingkan antar pelek. Dalam penelitian ini pengujian dilakukan untuk mensimulasikan pelek aluminium menggunakan standar SAE J175 1996 dan ISO 7141-2005 Road Vehicle Wheel Impact Test Procedure. Pada simulasi pengujian tersebut proses pembuatan pelek yang disimulasi menggunakan software CATIA dan untuk membantu proses meshing pada proses simulasi menggunakan ANSYS Workbench.
Gambar 2.21 Hasil Simulasi Pada Aluminium Alloy 2024-T351[9] Pada simulasi pengujian ini menggunakan metode penelitian dengan melakukan mapping pada proses meshing menggunakan elemen tetrahedron dengan tipe elemen 6 nodes. Analisa yang digunakan pada proses ini dipilih analisa linier elastik dengan kondisi isotropik. Beban impact yang dijatuhkan memiliki dimensi 125mm x 375mm deengan berat yang sesuai dengan ISO 𝐹 7141-2005 dengan formulasi 𝐷 = 0,6 𝑥 𝑣⁄𝑔 + 180 , dimana D
33 𝐹 merupakan berat beban impact dalam kg, dan 𝑣⁄𝑔 merupakan beban statik maksimum yang dimiliki oleh ban dalam kg. Daerah paling kritis yang terjadi pada kedua pelek adalah didaerah disekitar flange. Berdasarkan penelitian tersebut disimpulkan bahwa aluminium alloy 2024-T351 lebih baik daripada aluminium alloy 2064-T6. Ini dapat diketahui dari tabel hasil simulasi. Pada aluminium alloy 2064-T6 dikatakan lebih baik dari segi nilai tegangan, regangan, total life, dan nilai faktor kerusakan. Studi literatur berikutnya adalah diambil dari jurnal internasional[8] yang berjudul topology optimization of aluminium alloy wheel karya Ch. P. V. Ravi Kumar yang melakukan pengujian impact pada pelek yang memiliki variasi ketebalan yang berbeda-beda. Jurnal ini bertujuan untuk memprediksikan plastic strain yang terjadi saat pengujian impact. Plastic strain yang terjadi harus kurang dari 4%. Pelek yang digunakan adalah pelek tipe casting. Casting aluminium alloy wheel (aluminium alloy A356) yang digunakan tidak diketahui secara jelas apakah telah diproduksi atau belum diproduksi. Dalam penelitian ini pengujian dilakukan untuk mensimulasikan pelek aluminium menggunakan standar ISO 7141-2005 Road Vehicle Wheel Impact Test Procedure. Pada meshing yang dilakukan menggunakan hypermesh V10.0 dengan elemen hexahedron element dan menggunakan software explicit dynamics. Tipe elemen yang digunakan adalah tipe 8 node. Hasil yang ditemukan dari simulasi menunjukkan bahwa daerah kritis yang terjadi terdapat pada daerah flange dan jari-jari pelek. Dari hasil simulasi tersebut ketebalan rim pelek yang terdapat keretakan terjadi pada ketebalan rim 3,5 mm dan 4,7 mm masing-masing nilai plastic strain lebih dari 4% yaitu sebesar 5,4% dan 4,4%. Ketebalan rim yang kurang dari 4% terjadi pada ketebalan 5,9 mm.
34
(a)
(b)
(c) Gambar 2.22 Hasil Simulasi pada Ketebalan (a) 3,5 mm (b) 4,7 mm (c) 5,9 mm[8] Dari kedua jurnal tersebut maka penelitian yang akan dilakukan menggunakan metode yang digunakan sebelumnya yaitu metode elemen hingga menggunakan software explicit dynamics. Namun yang membedakan yaitu proses permodelan pada saat meshing. Pada Pada kedua literatur tersebut dilakukan mapping pada proses meshingnya sedangkan untuk penelitian ini proses meshing akan dilakukan secara otomatis dengan menggunakan bentuk meshing yang dapat diatur sehingga lebih rapat. Selain proses meshing yang berbeda, pembebanan yang dilakukan juga berbeda. Pada kedua literatur pembebanan yang dilakukan diperoleh dari pembebanan impact saja. Pembebanan yang akan dilakukan pada penelitian ini melakukan 3 pembebanan yaitu pembebanan yang diakibatkan oleh gravitasi atau beban impact, pembebanan yang diakibatkan fluida dalam ban dan pembebanan akibat torsi pengencangan baut. Untuk standar uji yang digunakan pun berbeda. Pada penelitian yang akan dilakukan
35 akan menggunakan standar uji SNI 1896:2008. Pada kedua literatur sebelumnya menggunakan standarisasi ISO 7141-2005. Permodelan pelek yang digunakan pada penelitian sebelumnya juga berbeda. Permodelan pelek pada jurnal sebelumya menjeaskan bahwa aluminium alloy 2024-T351 lebih baik daripada aluminium alloy 2064-T6. Aluminium alloy 2024T351 memiliki tegangan yield sebesar 310MPa. Untuk pelek pada studi literatur selanjutnya menggunakan aluminium alloy A356 memiliki tegangan yield sebesar 218 MPa. Pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan material aluminium alloy A356-T61 memiliki tegangan yield 179 MPa. Untuk nilai density pada masing-masing material adalah untuk aluminium alloy 2064-T6 sebesar 2,78 g/cc pada aluminium alloy A356 dan aluminium alloy A356-T61 sebesar 2,67 g/cc.
(a)
(b)
(c) Gambar 2.23 Perbandingan Permodelan Pelek
36
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB III METODOLOGI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai diagram alir dari pengujian yang dimulai dengan mendapatkan data pada pengujian impact drop-test. Data-data pengujian pelek ini diambil dari standar SNI 1896:2008. Data-data yang meliputi antara lain ketinggian beban impact, posisi beban impact terhadap pelek, dan pembebanan pada pengujian impact drop-test. Selanjutnya penjelasan mengenai spesifikasi pelek yang akan digunakan dimana pelek yang digunakan adalah pelek yang belum diproduksi massal oleh salah satu pabrik pelek di Indonesia. Berikutnya penjelasan mengenai pembebanan yang terjadi pada pengujian impact. Setelah itu akan dijelaskan mengenai simulasi pengujian impact drop-test dengan menggunakan software explicit dynamics. Yang terakhir akan dijelaskan mengenai data-data yang diperoleh dari proses simulasi dengan mendapatkan tegangan equivalent von misses yang nantinya akan dianalisa dalam bab berikutnya. III.1
Diagram Alir Pengujian
37
38
Gambar 3.1 Diagram Alir Perbandingan Beban Ekuivalen Dan Beban Dinamis
39
Gambar 3.2 Diagram Alir Analisa Dinamis
40
Pada gambar 3.1. dapat dijelaskan bahwa penelitian dimulai dari studi literatur pada berbagai sumber dan pengumpulan data teknis. Desain pelek dengan menggunakan software SOLIDWORKS. Langkah selanjutnya adalah perhitungan beban yang meliputi beban impact, dan beban akibat tekanan inflation ban. Setelah itu proses meshing dari desain menjadi elemen hingga sampai konvergen, selanjutnya menentukan boundary condition pada pengujian impact drop-test setelah itu bisa disimulasikan. Hasil simulasi tersebut dinyatakan berhasil jika tegangan equivalent yang dihasilkan oleh proses simulasi harus lebih kecil dari pada tegangan yield material. Jika terjadi suatu kegagalan pada material pelek maka akan dilakukan re-design pada pelek. Berdasarkan tujuan dari tugas akhir ini, diharapkan penelitian ini akan mampu menganalisa tegangan yang terjadi pada pelek dengan pengujian impact drop-test. III.2
Pengumpulan Data Teknis Pada sub bab ini dijelaskan mekanisme pengujian impact drop-test secara aktual. Dalam pengujian impact yang dilakukan, mekanisme standar pengujian disesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan oleh SNI 1896:2008[6]. Pada pengujian impact peralatan uji harus mempunyai konstruksi, dimana pelek yang sudah dipasangi ban dipasang pada pemegang yang membentuk sudut (13±1)0 dari bidang. Peralatan uji harus mempunyai kekakuan serta kekuatan yang cukup sehingga beban dapat dijatuhkan secara bebas mengenai pelek. Pelek yang dipasangi ban diletakan pada landasan penyangga yang membentuk sudut (13±1)0. Pelek tersebut ditentukan posisi relatifnya sehingga ujung terendah dari beban (25±1) mm dari bagian luar flensa lingkar pelek ke arah pusat dari roda.
41
Gambar 3.3 Konstruksi Peralatan pada Impact Drop Test 130 Methods Beban impact juga diatur ketinggiannya[6] (230±2) mm dari ujung flensa roda. Beban impact dipasang pada katrol pengait yang dikendalikan secara pneumatis sehingga pada saat pengait ter sebut dibuka, beban impact akan jatuh bebas dan mengenai roda. Setelah beban impact tersebut berhenti maka dapat dilihat efek proses pengujian impact ini terhadap pelek. Syarat mutu untuk pengujian impact pelek harus bebas dari keretakan yang diperiksa dengan cairan penetran (dye liquid penetrant) dan bebas dari kebocoran cepat. Untuk kendaraan penumpang (metoda 130) tekanan udara ban tidak boleh berkurang 100% dalam waktu 60 detik.
42
Gambar 3.4 Posisi dan Penentuan Ketinggian pada Impact Drop Test 130 Methods Pada pengujian impact, beban impact dijatuhkan secara bebas (free fall) dengan tanpa kecepatan (V0= 0) dan beban impact hanya dipengaruhi oleh percepatan grafitasi (g = 9,81 m/s2). Beban impact tersebut jatuh bebas dengan panjang lintasan sebesar (h0 = 230 mm= 0,23 m ). Dengan asumsi beban impact jatuh bebas tanpa efek-efek gesekan udara. Kecepatan beban impact pada saat tepat akan menyentuh pelek adalah 𝑣𝑡2 = 𝑣02 + 2. 𝑎. 𝑠, dengan asumsi diatas maka 𝑣𝑡2 = 0 + 2. 𝑔. ℎ0 𝑣𝑡 = √2 𝑥 9,81 𝑚/𝑠 2 𝑥 0,23 𝑚 = 2,1243 m/s Waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak ketinggian tersebut adalah 𝑣𝑡 = 𝑣0 + 𝑎. 𝑡 , dengan asumsi diatas maka 𝑣 −𝑣 2,1243 𝑚 𝑡 = 𝑡 𝑔 0 = 9,81 𝑚/𝑠2 = 0,2165 s
43
Gambar 3.5 Initial Condition Velocity 2,1243 m/s III.3
Pembebanan Pembebanan yang terjadi pada penelitian ini merupakan pembebanan yang diakibatkan oleh gravitasi, tekanan yang diakibatkan fluida dalam ban dan torsi pengencangan baut. Pembebanan akibat gravitasi ini diperoleh dari beban impact yang jatuh bebas pada ketinggian yang sudah ditetapkan. Berikut ini penjabaran masing-masing pembebanan. III.3.1 Pembebanan Akibat Beban Impact Beban impact yang terjadi disesuaikan pada SNI 1896:2008. Pada standar SNI telah ditetapkan bahwa beban impact 𝐷 = 0,6 𝑥 𝑊 + 180 , dimana D adalah beban impact dalam kg dan W adalah nilai terbesar beban maksimum dari ban yang dipergunakan. Beban impact ini dapat dicari menggunakan rumus tersebut. Beban W diketahui dari beban ban yang diijinkan dengan tekanan ban. Ban yang digunakan adalah tipe tubeless tyre dengan spesifikasi 265/70 R15 110S. Pada spesifikasi ban[5] tersebut dapat ditentukan bahwa beban yang diijinkan pada ban tersebut senilai 1005 kg. Beban yang diijinkan sebesar 1005 kg maka beban impact adalah 783 kg. Untuk dimensi luas permukaan beban impact yang berhubungan dengan pelek disesuaikan standar SNI adalah berukuran 125 mm x 375 mm. Dari dimensi tersebut dapat
44 ditentukan tinggi dari beban impact. Tinggi dari beban impact ini dapat ditentukan apabila data dari property of material beban impact diketahui. Property of material beban impact yang digunakan pada penelitian adalah structural steel.
Gambar 3.6 Beban Impact yang Digunakan III.3.2 Pembebanan Akibat Tekanan Inflasi Ban Pada tekanan ban yang dimiliki oleh ban tipe tubeless tyre 265/70 R15 110S[5] ini maka dapat diketahui bahwa tekanan ban yang terjadi sebesar 32 Psi atau 2,2 kgf/cm2 . Tekanan pada ban ini dapat dikonversikan menjadi 220.632 Pa.
Gambar 3.7 Pembebanan Akibat Tekanan Ban III.3.3 Pembebanan Akibat Pengencangan Baut Pelek yang terpasang pada landasan penyangga menerima beban dari pengencangan baut. Hal ini bertujuan untuk pelek yang diuji tidak terlepas dari landasan penyangga. Pemasangan pelek
45 pada landasan penyangga ditentukan besar torsi pengencangan baut. Menurut standarisasi SNI yang digunakan besar torsi pengencangan baut disesuaikan pada ketentuan roda yang diuji. Besar torsi yang digunakan sebesar 115 Nm. Besar torsi ini dikonversikan menjadi gaya lateral atau gaya distribusi yang menekan permukaan baut dan besarnya konstan.
Gambar 3.8 Pembebanan Akibat Kekencangan Baut Besarnya beban lateral yang diterima permukaan kontak antara mur dan pelek diperoleh dari persamaan berikut. 𝑑𝑝 ΣM0 = MR - fg x 2 , dengan ΣM0= 0 ; fg = µ x N ; dan Nlateral = N cosθ Keterangan : M0 : Momen pada pusat perputaran baut MR : Momen kekencangan baut dp : Diameter pitch baut fg : Gaya gesekmur dan permukaan pelek µ : Koefisien gesek mur dan permukaan pelek N : Gaya netral Nlateral : Gaya lateral yang diberikan baut terhadap permukaan pelek θ : Sudut kemiringan permukaan pelek Besar momen pengencangan baut (MR) sebesar 115 N.m. besar koefisien gesek antara mur dengan permukaan pelek yaitu 0,5. Besar diameter pitch (dp) yaitu 15 mm dan sudut kemiringan permukaan baut yaitu 50. Dengan memasukkan nilai-nilai yang
46 diketahui maka, ΣM0 = MR - (fg x 1,5 10−2 𝑚 ) 2
𝑑𝑝 ) 2
; 0 = 115 - (0,5 x N x
, gaya lateral yang ditemukan pada baut terhadap permukaan pelek yaitu sebesar 3.433,5 N. III.4
Boundary Condition Kondisi-kondisi batas akan diberikan pada proses simulasi. Untuk beban impact yang diberikan kondisi batas tersebut, akan diberikan constraint dalam arah translasi dan rotasi. Pada arah translasi beban impact akan diberikan Displacement dalam arah X dan Z sebesar “0” dan arah Y diberikan kondisi “free”. Pada arah rotasi beban impact tidak diijinkan untuk terjadi. Untuk pelek akan diberikan fixed support agar bidang kontak pelek tidak terjadi displacement ke semua arah.
Gambar 3.9 Boundary Condition pada beban impact
Gambar 3.10 Fix support yang digunakan pada pelek
47 III.5
Meshing Pada proses meshing ini akan menggunakan elemen tetrahedron 4 node dan 3 dof. Elemen ini telah tersedia pada software explicit dynamics yang digunakan. Pada proses meshing ini akan dapat diketahui jumlah nodes dan jumlah elemen pada masing-masing geometri yang diberikan. Elemen-elemen ini nantinya akan diolah pada proses simulasi sesuai dengan model matematika yang terdapat pada software explicit dynamics.
Gambar 3.11 Meshing pada Pelek Elemen Tetrahedron
Gambar 3.12 Sizing Pada Menu Sub-Meshing
Gambar 3.13 Jumlah Nodes Dan Elements Pada Proses Meshing
48 III.6
Simulasi Pada sub bab kali ini akan dijelaskan tahap-tahap yang ada pada proses simulasi. Ada tiga tahapan pada proses simulasi yaitu tahap preprocessor, tahap processor dan tahap postprocessor. Pada tahap preprocessor akan dijelaskan mengenai persiapan dalam memasukkan properti material, geometri benda yang akan disimulasi, permodelan benda yang akan diuji, dan mengatur constraint yang akan digunakan pada simulasi. Tahap selanjutnya adalah tahap processor dimana pada tahap ini persiapan pada tahap selanjutnya akan diolah dengan permodelan matematika yang telah disediakan oleh perangkat lunak tersebut. Berikutnya adalah tahap postprocessor merupakan tahap dimana data hasil simulasi akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Pada simulasi ini pembebanan yang terjadi pada pengujian impact ada tiga yaitu pembebanan akibat beban impact, pembebanan akibat tekanan ban, dan pembebanan akibat kekencangan baut. Data yang diinginkan dari proses simulasi ini adalah tegangan equivalent von misses dan total deformation. III.7
Desain Eksperimen Setelah mendapatkan data tegangan equivalent von misses dan total deformation pada proses simulasi, maka proses selanjutnya adalah menganalisa tegangan-tegangan yang terjadi pada pelek. Dari hasil simulasi tersebut akan ditemukan beberapa daerah yang memiliki daerah kritis. Daerah kritis dengan tegangan paling besar inilah yang akan mengalami crack. Perubahan desain pelek yang memiliki daerah kritis ini yang nantinya dijadikan variasi-variasi tertentu. Perubahan desain pelek juga divariasikan menurut daerah kritis atau bagian overdesign yang terjadi pada bagian-bagian pelek. III.8
Validasi Simulasi Setiap simulasi yang digunakan dalam proses menemukan data, harus mempunyai data primer dari pengujian aktual. Data primer dari pengujian impact drop-test aktual diperoleh ketika
49 pelek yang diujikan menghasilkan data tegangan dan regangan dari proses pengujian aktual. Data primer yang dihasilkan harus dibandingkan dengan data hasil simulasi untuk memvalidasi hasil data simulasi pengujian. Karena desain pelek yang digunakan adalah desain pelek dari salah satu perusahaan pelek didaerah sidoarjo dan desain pelek tersebut masih dalam proses desain belum sampai pada proses produksi dari perusahaan tersebut, maka data primer pada pengujian impact drop-test desain pelek tersebut belum dapat dibandingkan antara data primer dan hasil data simulasi. Oleh karena itu validasi yang dilakukan pada penelitian kali ini lebih bersifat komparasi hasil. Validasi simulasi pengujian juga dapat dilakukan dengan membandingkan dengan simulasi pengujian impact drop-test dari studi literatur yang terdahulu. Simulasi penelitian terdahulu juga dapat digunakan sebagai referensi dalam penentuan titik lokasi terjadinya keretakan. Menurut Ravi Kumar[8], kriteria kegagalan akibat crack pada simulasi pengujian impact drop-test terjadi pada daerah jari-jari pelek dan dapat dilakukan dengan membandingkan regangan yang terjadi pada hasil simulasi dengan regangan maksimum saat fracture. Regangan saat fracture ini dapat dilihat pada data properti material yaitu data properti material elongation at break. Menurut Ravi Kumar material AC4C dengan data material elongation at break sebesar 0,059. Pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan membandingkan data regangan hasil simulasi dengan data properti material yaitu elongation at break, retak yang terjadi pada jari-jari pelek pengujian aktual sesuai dengan retak yang terjadi pada jari-jari pelek pengujian hasil simulasi.
50
Gambar 3.14 Hasil Simulasi Yang Didapatkan Pada Pelek
Gambar 3.15 Retak yang terjadi pada pelek pengujian aktual Akurasi hasil simulasi juga dapat dilakukan dengan melakukan mesh convergent test. Mesh convergent test ini merupakan tindakan yang dilakukan pada proses simulasi untuk mengetahui apakah meshing yang dilakukan sudah benar. Hal tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap besarnya data hasil simulasi yang ditampilkan.
51
Tegangan Maksimum
Mesh Convergent Test 3,50E+08 2,50E+08 1,50E+08 5,00E+07 -5,00E+07
91453
146805
Jumlah Elemen
Gambar 3.16 Grafik Mesh convergent test pada jumlah elemen tertentu Gambar 3.16 merupakan grafik hasil convergent test yang dilakukan pada desain awal pelek. Grafik tersebut menunjukkan perubahan tegangan maksimal yang dipengaruhi penambahan jumlah elemen. Percobaan pertama dilakukan dengan jumlah elemen 91.453 didapatkan tegangan tegangan maksimal yang bekerja pada velg sebesar 277,07 MPa. Kemudian meningkat dan konvergen mulai dari titik dengan jumlah elemen 146805 dengan nilai tegangan maksimal sebesar 293,38 MPa. Dari kedua proses mesh convergent test ini dapat dilihat bahwa perbedaan jumlah elemen yang besar tidak mengakibatkan perubahan tegangan yang signifikan. Dengan jumlah perbedaan elemen yaitu 55.352 didapatkan tegangan maksimum yang terjadi tidak berubah terlalu besar. Prosentase perbedaan tegngan maksimum dari kedua proses tersebut yaitu 5,9%. Oleh karena itu proses tersebut telah convergent.
52
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB IV HASIL DAN ANALISA Pada bab ini akan dijelaskan tentang perbedaan pemodelan dalam analisa simulasi pengujian, hasil dan analisa setelah pengujian. Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan pengumpulan data teknis hingga awal pemrosesan simulasi. Pembahasan pertama dalam bab ini adalah pemodelan material yang digunakan. Salah satunya akan dijelaskan parameterparameter pengujian yang digunakan dalam simulasi. Pembahasan selanjutnya adalah pembahasan pemodelan pembebanan. Pembahasan ini digunakan untuk membedakan analisa yang dilakukan dengan metode pemodelan beban elastis dengan pemodelan beban plastis. Pembahasan selanjutnya adalah analisa hasil data simulasi yang dilakukan. IV.1 Pemodelan Material IV. 1. 1. Pemodelan Material Elastis Pada proses simulasi diperlukan parameter-parameter tertentu yang digunakan untuk pemodelan. Pada proses pemodelan, umumnya parameter yang digunakan hanya beberapa saja. Hal ini dikarenakan pemodelan tersebut hanya menggunakan pemodelan sampai batas didaerah elastis saja. Pemodelan sampai daerah elastis sebenarnya telah memenuhi berbagai macam bentuk simulasi. Akan tetapi, jika penelitian yang dilakukan membutuhkan data dari daerah setelah daerah elastis maka parameter-parameter yang digunakan harus dilengkapi. Pemodelan yang menggunakan parameter-parameter daerah elastis saja disebut pemodelan material elastis dan pemodelan yang menggunakaan parameter-parameter daerah elastis dan daerah plastis disebut pemodelan material plastis. Perbedaan pada pemodelan material elastis dan pemodelan material plastis adalah terletak pada parameter-parameter yang digunakan. Pada pemodelan elastis parameter yang digunakan adalah sebagai berikut : 53
54
Gambar 4.1 Kurva Stress-Strain Diagram Tabel 4.1 Tabel Parameter pada pemodelan material elastis Parameter yang Simbol Harga Satuan digunakan Modulus Young E N/m2 72,4 𝑥 109 Massa Jenis ρ 2689 Kg/m Material Poisson Ratio Υ 0,33 Shear Modulus N/m2 27,2 𝑥 108 Pada kurva stress-strain diatas dapat dilihat bahwa parameter yang digunakan hanya sebatas daerah elastis dimana E (Modulus Young) dirumuskan dengan 𝐸 = σ⁄ε dimana σ (stress) dan ε (strain) pada daerah elastis saja. Hubungan antara E dan ρ adalah sebagai berikut : 𝑣 = √𝐸⁄ρ , dimana 𝑣 adalah kecepatan rambat suara pada material. Kondisi tersebut belum mewakili parameter-parameter yang digunakan pada pembahasan bab ini. Dibutuhkan parameter lain untuk menerjemahkan kondisi pada daerah setelah daerah elastis. Dengan demikian diperlukan kriteria parameter daerah plastis. Pemodelan ini dirasa belum cukup memenuhi kriteria deformasi plastis, karena pada pengujian aktual impact drop test, pelek yang terdeformasi sampai pada crack. Dengan kondisi seperti ini perlu adanya parameter-parameter yang lain.
55 IV. 1. 2. Pemodelan Material Plastis Pemodelan material plastis menggunakan tambahan parameter-parameter lain yang digunakan untuk mengekspresikan pemodelan tersebut dalam bentuk simulasi. Parameter ini digunakan untuk mengetahui kurva setelah melewati titik yield (daerah elastis). Pada parameter ini akan menjadikan kurva stress strain yang terjadi akan tidak linier kembali. Parameter ini mendefinsikan yield stress sebagai fungsi linier pada plastic strain. Parameter Bilinier Kinematic Hardening memasukkan dua properti yang sudah ada yaitu yield strength dan tangent modulus. Kedua parameter ini yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana perubahan material menghasilkan deformasi plastis. Kedua parameter tersebut menjelaskan jika material mendapatkan beban terus menerus setelah titik yield dari material tersebut.
Gambar 4.2. Gambar grafik bilinier kinematic hardening Tabel 4.2 Tabel Parameter pada pemodelan material plastis Parameter yang Harga Satuan digunakan N/m2 Yield Strength 1,5x108 N/m2 Tangent Modulus 1,330x109 0,059 m/m Elongation at break 2,17 Gruneissen Coefficient 5041 m/s Parameter C1 1,49 Parameter S1 0 s/m Parameter Quadratic S2
56 Bilinier Kinematic Hardening memiliki kondisi dimana permukaan yield material akan mengalami perluasan secara uniform. Pengertian kinematic ini mengacu pada perluasan yang seragam pada yield surface bukan pada yield criteria. Pada parameter ini total stress range akan berubah menjadi dua kali dari maksimum tegangan yield nya.
Gambar 4.3. Gambar grafik bilinier kinematic hardening IV. 2. Pemodelan Pembebanan IV. 2. 1. Pemodelan Pembebanan Elastis Pada pemodelan pembebanan elastis dijelaskan pembebanan impact terjadi ketika gaya yang besar bertumbukan diantara dua material pada waktu yang singkat. Pembebanan impact elastis ini mengasumsikan dua buah material yang bertumbukan adalah material yang rigid dan material yang terjadi pada kondisi impact adalah linier elastic.
Gambar 4.4. (a) Impact loading pada balok dengan striker (b) Pemodelan impact elastis dengan memberikan gaya ekuivalen pada balok
57 Dengan mengasumsikan tidak ada energi yang hilang[23] saat terjadinya impact, maka mekanisme impact dapat dijabarkan menggunakan conservation of energy. Saat striker jatuh bebas dengan ketinggian h , dan striker menumbuk balok dengan menekan balok sebesar Δmax sesaat sebelum striker berhenti. Dengan mengabaikan massa balok dan respon balok saat terjadinya tumbukan adalah respon elastis, maka conservation of energy dari energi striker yang jatuh menuju balok dapat ditransformasikan ke strain energy pada balok. Dengan kata lain berat dari striker yang jatuh sebesar h+ Δmax sama dengan energi yang digunakan untuk menekan balok sebesar Δmax. 𝑈𝑠 = 𝑈𝑖 𝑊(h + Δmax ) = 1⁄2 (k Δmax ) Δmax W W 2 W + √( ) + 2 ( ) h k k k Jika berat W dari striker digunakan sebagai elastis pada balok, maka akhir perpindahan dari balok adalah Δst = 𝑊 ⁄𝑘 . Dengan demikian Δmax , menjadi Δmax
=
Δmax
h = Δst [1 + √1 + 2 ( ) ] Δst
Saat Δmax diketahui nilainya maka gaya maksimum yang terjadi pada balok dapat dirumuskan dengan : Weq = k Δmax Weq
= 𝑊 ⁄Δst Δmax
Weq
= W [1 + √1 + 2 (Δst) ]
h
58 dengan mengasumsikan gelombang getaran yang melalui balok dan tegangan pada balok konstan, maka rumus Weq dapat digunakan. IV. 2. 2. Pemodelan Pembebanan Plastis Pada bab sebelumnya telah dijelaskan impact yang terjadi pada dua buah material yang bertumbukan akan menghasilkan gelombang kejut dari setiap material. Pada pemodelan pembebanan plastis ini gelombang kejut dapat diketahui pula dengan memasukkan parameter-parameter yang telah ada pada software explicit dynamics. Parameter ini digunakan untuk mengetahui perilaku plastis dari sebuah material. Pada proses simulasi, shock EOS linier, parameter pemodelan pembebanan plastis ini didapatkan pada material yang termasuk dalam Explicit Material. Parameter ini digunakan untuk mengetahui gelombang kejut yang terjadi akibat tekanan yang terjadi ketika dua buah material bertumbukan.
Gambar 4.5. Impact yang terjadi pada dua buah material (a) Kondisi striker saat jatuh dari suatu ketinggian dari keadaan diam. (b) Kondisi dua buah material yang bertumbukan dan terjadi kontak pada masing-masing material Pada impact dengan pembebanan plastis, faktor tekanan yang terjadi pada kontak antara dua buah material, gelombang kejut yang terjadi pada material, dan faktor pembebanan plastis lainnya sangat diperhitungkan. Impact yang terjadi pada dua buah material ini akan menimbulkan tekanan yang besar akibat dari
59 kecepatan yang sangat tinggi. Dengan kecepatan yang sangat tinggi dan waktu yang singkat akan mengakibatkan gelombang kejut, kecepatan partikel dan tekanan antara dua buah material tersebut. Saat terjadi impact, tekanan yang terjadi pada dua buah material adalah P1 dan P2. Tekanan pada material striker (P1) harus sama dengan tekanan pada material target (P2) seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelemunya. Dengan kondisi seperti maka diperlukan parameterparameter dari shock EOS linier. Parameter ini juga digunakan untuk mengetahui perilaku plastis dari material. Parameter shock EOS linier memiliki 4 properti yaitu Gruneisen Coefficient, Parameter C1, Parameter S1, dan Parameter Quadratic S2. Shock EOS linier salah satu dari bentuk parameter Rankine-Hugoniot Equations yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara ρ (massa jenis), P (tekanan), e (energi), Up (kecepatan partikel), Us (kecepatan gelombang kejut). Hubungan ini dapat dirumuskan dalam : 𝑈𝑠 = 𝐶1 + 𝑆1 𝑥 𝑈𝑝 Γ = 2 x S1 − 1 Dimana: Us = kecepatan gelombang kejut Up = kecepatan partikel Γ = Gruneisen Coefficient Pada proses simulasi parameter-parameter yang digunakan adalah parameter-parameter pemodelan material plastis. Data dibawah ini merupakan engineering data untuk material Al 356 F. Data ini dimasukkan pada data yang dimasukkan pada proses simulasi adalah sebagai berikut: Density = 2685 kg/m3 Yield Strength = 150 106 Pa Tangent Modulus = 1330 106 Pa Shear Modulus = 27200 106 Pa Gruneissen Coefficient = 2,1 Parameter C1 = 5041 m/s Parameter S1 = 1,42
60 Parameter Quadratic S2 Untuk material SS 304 memasukkan sebagai berikut : Density Shear Modulus Gruneissen Coefficient Parameter C1 Parameter S1 Parameter Quadratic S2
= 0 s/m data pada proses simulasi = 7999,49 kg/m3 = 81000 106 Pa = 2,17 = 4569 m/s = 1,49 = 0 s/m
IV. 3. Hasil Simulasi Desain Awal Pada simulasi pengujian impact drop test akan dilakukan analisa pada software static structurals dan analisa pada software explicit dynamics. Kedua analisa ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah masing-masing parameter yang digunakan pada setiap jenis analisa tersebut memiliki perbedaan pada hasil yang dilakukan dengan analisa yang lainnya. Selain itu, untuk mengetahui perbedaan tegangan dan deformasi yang terjadi pada kedua analisa ini . Dan kedua analisa ini dilakukan untuk memverifikasi apakah software explicit dynamics sudah mewakili simulasi pengujian ini. IV. 3. 1. Hasil Simulasi Tegangan Desain Awal dengan Analisa Static Structural Pada analisa static structural, proses processor digunakan untuk memasukkan parameter-parameter, meshing dan boundary untuk mendapatkan hasil pada proses post-processor. Untuk boundary condition dan parameter-parameter yang digunakan pada analisa statis structural ini berbeda dengan analisa explicit dynamics. Perbedaan tersebut untuk membuktikan bahwa analisa statis structural dan analisa explicit dynamics memiliki suatu perumusan yang berbeda pula sesuai dengan yang dijelaskan pada bab sebelumnya. Dan setelah dilakukan proses processor maka akan didapatkan hasil simulasi pada proses post-processor. Hasil simulasi tersebut akan dianalisa pada bab ini.
61
Gambar 4.6 Boundary Conditions pada pelek dengan memberikan fixed support Boundary condition pada analisa statis structural sangat berbeda dengan boundary condition pada analisa explicit dynamics. Perbedaan tersebut adalah parameter elastis yang terjadi pada pelek tidak terpengaruh oleh parameter plastis. Kemudian, gaya yang terjadi pada pelek didapatkan dari hasil perhitungan manual yang dimasukkan dalam boundary condition untuk proses processor pada simulasi. Gaya tersebut diperoleh dari perhitungan energi yang diasumsikan energi tersebut tidak ada yang hilang. Dengan mengasumsikan pembebanan yang terjadi adalah bertahap[23] dan berat yang ditransformasikan terhadap energi elastic strain maka dapat dirumuskan: 𝑈𝑒 = 𝑈𝑖 2 1⁄ W𝑝𝑒𝑙𝑒𝑘 Δst = W𝑠𝑟𝑖𝑘𝑒𝑟 𝐿 2 2𝐴𝐸 W𝑝𝑒𝑙𝑒𝑘 2 𝐿 𝑆𝑖𝑛 770 𝑚 Δst = W𝑠𝑟𝑖𝑘𝑒𝑟 𝑥 𝐴 𝑥 𝐸 (7681,23 𝑁)2 𝑥 152 𝐶𝑜𝑠 130 𝑚 Δst = 69,9963 𝑁 𝑁 𝑥 12,814 𝑥 10−3 𝑚2 𝑥 72,4 𝑥 109 𝑁/𝑚2 134558,1568 Δst = 64937,91939 𝑥 106 Δst = 134,558 𝑚𝑚 Jika Δst telah didapatkan, maka Weq dapat dihitung dengan perumusan yang telah dibahas diatas
62
Weq
h
= W [1 + √1 + 2 (Δst) ]
= 7681.23 N [2,00171] Weq = 15375 N Weq adalah gaya ekuivalen yang terjadi pada pelek. Gaya tersebut adalah gaya yang dimasukkan dalam proses simulasi. Weq
Gambar 4.7 Pemberian gaya ekuivalen pada pelek Sebelum langkah proses processor pelek harus diberikan properti material sesuai dengan data yang telah ada. Lalu, proses meshing diberikan kondisi yang sama dengan kondisi yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Proses selanjutnya adalah pemberian boundary condition. Pemberian boundary condition adalah memberi constrain pada simulasi pelek. Constrain ini memberikan fixed support pada pelek yang sama dengan simulasi yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Pemberian gaya ekuivalen diberikan pada pelek sesuai dengan luasan daerah yang terkena striker. Setelah proses processor selesai, maka dilanjutkan proses post-processor untuk dianalisa hasil simulasi tersebut.
63
Gambar 4.8 Tegangan yang terjadi pada pelek dengan simulasi static structural
Gambar 4.9 Elastic Strain yang terjadi pada pelek dengan simulasi static structural Pada pengujian impact drop-test dengan standarisasi SNI 1896:2008, pelek uji masuk dalam kriteria gagal atau tidak aman jika terjadi crack pada pelek uji yang diberi cairan penetran. Kondisi crack pada simulasi dapat dilihat dari tegangan dan regangan elastis nya. Untuk kondisi crack pada simulasi tegangan ekuivalen pada pelek yang terjadi, harus lebih kecil dari pada tegangan Ultimate Tensile Stress (UTS). Nilai tegangan maksimum (UTS) pada pelek sebesar 220 106 Pa. Tegangan yang melebihi UTS memiliki kecenderungan untuk mengalami crack. Kondisi crack pada simulasi regangan elastis ekuivalen pada pelek yang terjadi harus memiliki nilai yang lebih kecil dari nilai regangan elastis saat fracture (elongation at break). Nilai regangan
64 elastis fracture ini didapatkan dari regangan plastis material sebesar 0,059 untuk material A356- F. Dengan kondisi tersebut, gambar 4.8 menunjukkan adanya tegangan yang terjadi setelah dilakukan simulasi. Tegangan ekuivalen yang terjadi menunjukkan angka 158,5 106 Pa pada bagian jari jari pelek. Nilai tegangan maksimum (UTS) pada pelek sebesar 220 106 Pa. Untuk kondisi kedua, pada regangan elastis ekuivalen gambar 4.9 menunjukkan angka 0,0022. Tegangan yield dan Tegangan UTS pada material ini adalah 150 MPa dan 220 MPa. Dari nilai properties material tersebut dibanding dengan tegangan dan regangan ekuivalen hasil simulasi masih dibawah nilai UTS, dimana hasil simulasi ini menunjukkan bahwa pelek tersebut masih aman. Begitu pula dengan nilai regangan elastis maksimum pada hasil simulasi. Jika regangan elastis dibandingkan dengan regangan elastis ketika fracture maka regangan elastis maksimum hasil simulasi lebih kecil daripada 0,059. Hal ini menunjukkan bahwa pelek yang disimulasikan dengan analisa static structurals tersebut aman. IV. 3. 2. Hasil Simulasi Deformasi Desain Awal dengan Analisa Static Structural
Gambar 4.10 Deformasi Total yang terjadi pada pelek dengan simulasi static structural
65 Pada gambar 4.10 pelek mengalami deformasi yang kecil. Deformasi yang terjadi pada pelek sebesar 0,9 mm. Deformasi yang terjadi dinilai tidak berarti untuk skala pelek yang memiliki dimensi 15 inch. Deformasi yang cukup besar sangat tidak diharapkan, karena jika terjadi akan memungkinkan adanya pergeseran antara pelek dan ban pada pengujian aktual. IV. 3. 3. Hasil Simulasi Tegangan Desain Awal dengan Analisa Explicit Dynamics Pada pengujian aktual impact drop-test, pelek yang dikenai oleh beban striker tidak boleh ada keretakan pada pelek sesuai dengan standar SNI 1896:2008. Pelek uji masuk dalam kriteria gagal atau tidak aman jika terjadi crack pada pelek uji yang diberi cairan penetran. Hasil simulasi yang didapatkan harus disesuaikan dengan tegangan maksimum (UTS) material tersebut. Kondisi crack pada simulasi dapat dilihat dari tegangan dan regangan elastis nya. Untuk kondisi crack pada simulasi tegangan ekuivalen pada pelek yang terjadi, harus lebih kecil dari pada tegangan Ultimate Tensile Strength (UTS). Nilai tegangan maksimum (UTS) pada materisl pelek sebesar 220 106 Pa. Tegangan yang melebihi UTS, memiliki kecenderungan untuk mengalami crack. Kondisi crack pada simulasi regangan elastis ekuivalen pada pelek yang terjadi harus memiliki nilai yang lebih kecil dari nilai regangan plastis saat fracture. Nilai regangan elastis fracture ini didapatkan dari regangan plastis material sebesar 0,059 untuk material A356- F. Hasil simulasi tegangan ekuivalen (von misses) terjadi pada bagian-bagian pelek yang mendapatkan tegangan terbesar yaitu pada bagian flange. Tegangan yang terjadi tersebut telah melebihi tegangan yield sebesar 150 106 Pa dan melebihi tegangan maksimum (UTS) sebesar 220 106 Pa. Akan tetapi, menurut standarisasi SNI 1896:2008 menyebutkan bahwa keretakan yang terjadi dibagian flange yang terkena langsung dengan beban bentur masih diperbolehkan.
66 Pada simulasi desain awal dengan analisa explicit dynamics, dilakukan dengan mengubah posisi pelek yang akan mengalami pembebanan akibat benturan dengan striker. Pada posisi awal disesuaikan dengan kondisi aktual pengujian. Untuk pelek pada posisi satu disesuaikan dengan posisi pelek yang langsung terkena jari-jari pelek. Pada posisi dua diputar dengan menyesuaikan bagian dari flange yang tidak langsung mengenai jari-jari pelek. Tabel 4.3 Hasil Simulasi Pada Tiga Posisi Pelek Hasil Simulasi Posisi Awal Posisi Satu Posisi Dua Posisi
Posisi awal
Posisi satu
Posisi dua
Ekuiv. Stress max = 293,2 Mpa
Ekuiv. Stress max = 277,1 Mpa
Ekuiv. Stress max = 330,8 Mpa
Elastic Strain max = 0,0159
Elastic Strain max = 0,0141
Elastic Strain max = 0,0288
Equiv. Stress
Elastic Strain
67 Total Defor masi
Deformasi max = 1,7023mm
Deformasi max = 1,715mm
Deformasi max = 1,785mm
Tabel 4.4. Hasil Tegangan, regangan dan deformasi pada setiap posisi pelek Posisi Posisi Posisi dua awal satu Ekuivalen 293,2 277,1 330,8 MPa stress MPa MPa maksimum Ekuivalen 127 MPa 118,5 137 MPa stress jariMPa jari pelek Elastic strain 0,0159 0,0141 0,0288 ekuivalen maksimum Elastic strain 0,00179 0,00167 0,00197 jari-jari pelek Deformasi 1,702mm 1,715mm 1,785mm Total Pada tabel hasil simulasi diatas dilakukan 3 kali simulasi dengan kondisi perubahan posisi yang berbeda-beda. Posisi ini antara lain posisi awal, posisi satu, posisi dua. Ketiga posisi ini mendapatkan hasil simulasi yang berbeda-beda. Pada posisi awal dihasilkan tegangan ekuivalen maksimum pada daerah flange
68 dengan nilai 293 MPa, regangan elastis ekuivalen dengan nilai 0,0159, dan deformasi total sebesar 1,702 mm. Pada posisi satu dihasilkan tegangan ekuivalen maksimum pada daerah flange dengan nilai 277,1 MPa, regangan elastis ekuivalen dengan nilai 0,0141, dan deformasi total sebesar 1,715 mm. Pada posisi dua dihasilkan tegangan ekuivalen maksimum pada daerah flange dengan nilai 330,8 MPa, regangan elastis ekuivalen dengan nilai 0,0288, dan deformasi total sebesar 1,785 mm. Tegangan ekuivalen maksimum pada ketiga posisi pelek terjadi paling besar pada pelek posisi dua sebesar 330,8 MPa. Begitu pula dengan regangan ekuivalen maksimum dan deformasi total paling besar terjadi pada pelek posisi dua sebesar 0,0288 dan 1,785 mm. Pada posisi dua terlihat bahwa bagian pelek yang terkena beban striker tidak secara langsung mengenai jari-jari pelek. Dari ketiga posisi pelek yang berbeda tersebut dapat dilihat bahwa tegangan ekuivalen maksimum pada ketiga kondisi itu lebih besar dari pada nilai Ultimate Tensile Strength (UTS). Nilai UTS yang dimiliki oleh material A356 ini sebesar 220 MPa. Sedangkan dari keseluruhan hasil simulasi didapatkan tegangan ekuivalen maksimum sebesar 293 MPa, 277,1 MPa, dan 330,8 MPa yang terjadi pada bagian flange pada pelek. Untuk regangan elastis ketika fracture (elongation at break) sebesar 0,059. Keseluruhan hasil regangan elastis maksimum pada ketiga posisi adalah 0,0159, 0,0141, dan 0,0288. Hasil simulasi pada bagian flange tersebut terjadi kontak langsung antara striker dan pelek. Standarisasi SNI 1896:2008 menyatakan bahwa “keretakan yang terjadi dibagian flange yang terkena langsung dengan beban bentur masih diperbolehkan”. Posisi dua memiliki tegangan dan regangan yang paling besar dari pada yang lain. Pada posisi dua ini memang terlihat bahwa beban striker yang mengenai pelek berada pada posisi terjauh dari jari-jari pelek. Dan pada ketiga posisi tersebut dipilih posisi dua sebagai acuan posisi untuk menganalisa desain variasi pelek yang lain. Desain variasi ini digunakan karena kemungkinan terdapat overdesign pada pembuatan desain pelek tersebut. Pada
69 standarisasi SNI 1896:2008 menyatakan bahwa keretakan yang terjadi dibagian flange yang terkena langsung dengan beban bentur masih diperbolehkan, maka analisa yang akan dilakukan didaerah sekitar jari-jari pelek. IV. 3. 4. Perbandingan Simulasi dengan Analisa Static Structural dengan Analisa Explict Dynamics. Tabel 4.5 Perbandingan Simulasi Analisa Static Structural dengan Analisa Explict Dynamics. Analisa Static Analisa Explict Structural Dynamics Posisi Pembebanan
Tegangan Ekuivalen
70 Regangan Elastic Ekuivalen
Deformasi
Pada tabel 4.5 dapat diketahui bahwa tabel perbandingan antara simulasi analisa static structural dengan analisa explict dynamics. Kedua analisa ini dilakukan pada posisi yang sama yaitu posisi dimana beban yang diterima pelek mengenai kedua jari-jari pelek. Pada tegangan ekuivalen maksimum yang dihasilkan oleh analisa static structural dan analisa explict dynamics berturut-turut sebesar 158,5 MPa pada bagian jari-jari pelek dan 277,1 MPa pada bagian flange dan 118,5 MPa pada jari-jari pelek. Dari kedua hasil ini menunjukkan bahwa tegangan ekuivalen yang terjadi pada bagian pelek terutama bagian jari-jari tidak terjadi adanya sebuah kegagalan fracture. Hal ini dikarenakan tegangan UTS pada material ini sebesar 220 MPa. Pada regangaan elastis ekuivalen maksimum yang dihasilkan oleh analisa static structural sebesar 0,0022 pada bagian jari-jari pelek dan 0,0141 pada flange dan analisa explict dynamics sebesar 0,0018 pada bagian jari-jari pelek. Dengan nilai regangan ketika fracture sebesar 0,059 maka nilai regangan elastis maksimum pada bagian jari-jari pelek untuk kedua
71 pelek dengan analisa yang berbeda tersebut masih dalam kategori aman. Dari kedua analisa tersebut membuktikan bahwa pelek tersebut masih aman dengan tegangan dan regangan yang telah didapatkan dari hasil simulasi. Pada analisa static structural tegangan yang terjadi adalah 158,5 MPa dan pada explict dynamics 118,5 MPa pada jari-jari pelek. Kedua hasil ini memiliki perbedaan dikarenakan pada analisa static structural mengasumsikan gelombang kejut pada material, respon yang diterima adalah elastis dan energi yang dihasilkan oleh benda yang jatuh bebas ditransformasikan terhadap strain energy adalah diabaikan. Parameter-paramter ini dibutuhkan untuk pendekatan dengan pengujian simulasi. Maka, untuk simulasi ini digunakan analisa explicit dynamics. IV. 3. 5. Validasi Simulasi Hasil Analisa Explicit Dynamics Setiap simulasi yang digunakan dalam proses menemukan data, harus mempunyai data primer dari pengujian aktual. Data primer dari pengujian impact drop-test aktual diperoleh ketika pelek yang diujikan menghasilkan data tegangan dan regangan dari proses pengujian aktual. Data primer yang dihasilkan harus dibandingkan dengan data hasil simulasi untuk memvalidasi hasil data simulasi pengujian. Karena desain pelek yang digunakan adalah desain pelek dari salah satu perusahaan pelek didaerah sidoarjo dan desain pelek tersebut masih dalam proses desain belum sampai pada proses produksi dari perusahaan tersebut, maka data primer pada pengujian impact drop-test desain pelek tersebut belum dapat dibandingkan antara data primer dan hasil data simulasi. Oleh karena itu validasi yang dilakukan pada penelitian kali ini lebih bersifat komparasi hasil. Validasi yang pertama yaitu komparasi antara hasil dari penelitian yang dilakukan dengan penelitian oleh Ravi Kumar. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ravi Kumar regangan yang terjadi pada saat fracture adalah saat 0,059. Data ini disesuaikan dengan hasil simulasi dan hasil pengujian aktual. Pada hasil
72 simulasi yang dilakukan terjadi regangan ekuivalen von mises yang terjadi pada pelek sebesar 0,028 dan tegangan yang terjadi sebesar 330,8 MPa. Dengan hasil yang dilakukan pada penelitian ini maka jika dikomparasi dengan penelitian yang dilakukan oleh Ravi Kumar, maka penelitian ini masih bisa dikategorikan aman. Validasi kedua yaitu dengan komparasi dengan membandingkan hasil simulasi tegangan yang terjadi dengan rumusan yang ada. Pada penelitian kali ini perumusan yang telah ada yaitu rumus tegangan bending pada beam. Dengan rumus tegangan beam yang telah ada yaitu σ= 𝑀𝑐⁄𝐼 , dengan rumus inersia 1
I= 12 𝑙𝑡 3 . Rumusan tegangan bending ini digunakan sebagai komparasi dengan hasil simulasi yang dilakukan karena beban impact yang terjadi pada pelek mengalami deformasi yang sama dengan perilaku tegangan bending. Untuk penentuan rumusan yang digunakan nanti akan dibahas lebih lanjut pada bab selanjutnya.
IV. 4. Hasil Simulasi Desain Variasi 1 Pada analisa yang dilakukan pada desain variasi 1 ini akan diberikan titik analisa atau probe. Penentuan probe disesuaikan dengan tegangan dan regangan pada design awal yang paling tinggi nilai tegangan dan regangan pada jari jari pelek. Penentuan probe sama dengan penentuan sebelumnya, dimana nantinya akan menjadi acuan untuk dilakukan perbandingan antara desain awal, desain variasi 1, dan desain variasi 2. Probe yang digunakan terdapat pada dua titik yang berbeda yaitu pada probe 1 dan probe 2. Pada probe 1 didefinisikan pada titik koordinat (-6,691;0,596;1,364). Pada probe 2 didefinisikan pada titik koordinat (0,118;0,596;-1,422). Setiap probe ini akan dicari tegangan dan regangan yang terjadi. Untuk desain variasi 1 perubahan yang dilakukan ada pada lebar dan tebal jari-jari pelek masing-masing sebesar kurang lebih 2 mm. Perubahan desain tersebut dapat dijelaskan pada tabel 4.5.
73
Gambar 4.11. Posisi probe 1
Gambar 4.12. Posisi probe 2 Tabel 4.6. Perbedaan desain awal dengan desain variasi 1 Jari-Jari Pelek Bagian dalam JariJari Pelek Desain Awal
Desain Var. 1
74 IV. 4. 1. Hasil Simulasi Tegangan Desain Variasi 1 Pada simulasi tegangan dan regangan desain variasi 1 ini digunakan posisi probe 1 dan probe 2 sebagai titik analisa. Pada titik probe ini akan dilakukan analisa untuk menentukan tegangan pada desain variasi yang digunakan telah memenuhi tegangan yang diijinkan. Pemilihan titik analisa ini disesuaikan dengan pemilihan posisi pelek yang memiliki tegangan paling besar. Pada sub-bab sebelumnya telah dilakukan perbandingan posisi pelek yang meliliki nilai terbesar dan telah ditentukan posisi dua adalah posisi yang digunakan sebagai acuan variasi yang selanjutnya. Pada pengujian aktual impact drop-test, pelek yang dikenai oleh beban striker tidak boleh ada keretakan pada pelek dengan standar SNI 1896:2008. Pelek uji masuk dalam kriteria gagal atau tidak aman jika terjadi crack pada pelek uji yang diberi cairan penetran. Hasil simulasi yang didapatkan harus disesuaikan dengan tegangan maksimum (UTS) material tersebut. Kondisi crack pada simulasi dapat dilihat dari tegangan dan regangan elastis nya. Untuk kondisi crack pada simulasi tegangan ekuivalen pada pelek yang terjadi, harus lebih kecil dari pada tegangan Ultimate Tensile Strength (UTS). Nilai tegangan maksimum (UTS) pada material pelek sebesar 220 106 Pa. Tegangan yang melebihi UTS, memiliki kecenderungan untuk mengalami crack.
Gambar 4.13. Tegangan pada probe 1
75
Gambar 4.14. Tegangan pada probe 2 Tabel 4.7. Tegangan Regangan pada probe desain variasi 1 Tegangan Regangan Total Ekuivalen Ekuivalen von Deformasi von mises mises (m/m) (m) (MPa) Probe 143,6 0,002115 0,001991 1 Probe 139,1 0,002105 2 Pada gambar 4.13. dan gambar 4.14. diatas didapatkan bahwa tegangan yang terjadi pada probe 1 dan probe 2 berbeda. Tegangan yang terjadi pada probe disesuaikan dengan persamaan rumus tegangan ekuvalen von mises. Dengan persamaan tegangan ekuivalen von mises
eqv
1 x y 2 y z 2 z x 2 6 xy 2 yz 2 zx2 2
1
2
dihasilkan pada probe 1 tegangan ekuivalen von mises yang terjadi adalah 143,6 MPa. Pada probe 2 didapatkan tegangan ekuivalen von mises yang terjadi adalah 139,1 MPa. Kedua hasil ini masih pada daerah elastis material pelek. Hasil tersebut dapat dikatakan masih pada daerah elastis karena data propertis material pelek tersebut memiliki nilai Ultimate Tensile Strength sebesar 220 MPa
76 dan Yield Strength sebesar 150 MPa. Ketika tegangan yang dihasilkan masih dibawah nilai yield strength material maka tegangan tersebut masih terjadi didaerah elastis. Pelek dikatakan tidak aman ketika tegangan yang dihasilkan melebihi batas Ultimate Tensile Strength. Karena pada pengujian aktual, pelek dikatakan gagal apabila pelek tersebut tidak terjadi crack pada pelek. Dengan kedua hasil probe tersebut maka desain pelek tersebut dapat dikatakan aman. Untuk mengetahui perubahan pengurangan tebal dan lebar dilakukan secara sekaligus pada desain variasi 1 sebesar 2 mm lebih berpengaruh pada pengurangan tebal atau pengurangan lebar maka perlu dilakukan analisa kembali dengan variasi pengurangan tebal 2 mm dengan lebar yang tetap pada desain awal, dan analisa dengan variasi pengurangan lebar 2mm dengan tebal yang tetap pada desain awal. Hal ini dilakukan untuk mengetahui lebih dominan pada pengurangan tebal atau pengurangan lebar. Pada analisa pengurangan tebal 2mm dengan lebar tetap dilakukan pada titik yng telah ditentukan. Penentuan titik analisa atau probe ini juga disamakan dengan titik probe yang telah dijelaskan sebelumnya. Boundary condition yang dilakukan pada analisa pengurangan tebal 2mm dengan lebar tetap maupun analisa pengurangan lebar 2mm dengan tebal tetap diperlakukan sama dengan analisa yang dilakukan sebelumnya yaitu dengan analisa explicit dynamics. Dibawah ini merupakan tabel dari hasil simulasi yang dilakukan antara analisa pengurangan tebal 2mm dengan lebar tetap dan analisa pengurangan lebar 2mm dengan tebal tetap. Tabel 4.8. Hasil Simulasi Tegangan Normal pada Perbedaan Pengurangan Tebal atau Lebar (2mm) Parameter Pengurangan Pengurangan Tebal 2mm Lebar 2mm dengan Lebar dengan tetap Tebal tetap Normal X Probe (MPa) 1 29.16 34.466
77
Normal Y (MPa)
Normal Z (MPa)
Probe 2 Probe 1 Probe 2 Probe 1 Probe 2
33.398
38.265
9.4002 13.774
8.715 8.6764
128.57 133.62
126.69 130.98
Pada tabel 4.8 didapatkan tegangan normal X terbesar terjadi pada pengurangan lebar 2mm dengan tebal tetap pada probe 2 sebesar 38,265 MPa. Pada tegangan normal Y terbesar terjadi pada pengurangan tebal 2mm dengan lebar tetap pada probe 2 sebesar 13,774 MPa. Untuk tegangan normal Z terbesar terjadi pada pengurangan tebal 2mm dengan lebar tetap pada probe 2 sebesar 133,62 MPa. Pada masing-masing tegangan normal yang memiliki nilai terbesar yaitu pada tegangan normal Z pada probe 2 sebesar 133,62 MPa. Jika ditinjau berdasarkan rumus tegangan bending saja, tegangan yang terjadi pada sebuah benda yaitu σ= 𝑀𝑐⁄𝐼 , karna tegangan dan inersia berbanding terbalik dengan inersinya maka, ketika inersia nya kecil maka tegangan yang terjadi harus besar, begitu pula sebaliknya jika inersianya besar maka tegangan yang terjadi harus kecil. Jika titik probe pada pelek diasumsikan seperti balok dengan lebar l dan tebal t maka rumus inersia adalah 1 I= 𝑙𝑡 3 . Rumus inersia ini akan membuktikan bahwa jika 12 pengurangan tebal atau lebar dilakukan, maka tegangan normal terbesar akan didapatkan pada pengurangan tebal. Karena jika inersia semakin kecil maka tegangannya semakin besar. Rumus tegangan bending tersebut hanya berlaku pada tegangan normal Z saja. Tegangan normal X, dan tegangan normal Y yang terjadi pada pelek kemungkinan terjadi yang berasal dari
78 akibat pembebanan tekanan ban yang terjadi kesegala arah. Selain itu konstruksi pelek yang miring terhadap pemegang pelek sebesar 130 juga memungkinkan adanya pengaruh tegangan yang terjadi pada tegangan normal X dan tegangan normal Y. Jika dilihat pada vektor yang terjadi pada tegangan normal tersebut, tegangan normal X dan tegangan Y dapat terjadi dikarenakan koordinat dari probe memiliki sudut yang kecil sehingga tegangan X dan tegangan Y terjadi dengan tegangan yang cukup kecil. Pada tabel 4.8 telah dibuktikan dengan rumus bahwa jika pengurangan tebal dengan lebar tetap maka yang terjadi adalah tegangan yang semakin meningkat. Tabel 4.9. Hasil Simulasi pada Perbedaan Pengurangan Tebal atau Lebar (2mm) Parameter Tebal 2mm Lebar 2mm dengan Lebar dengan Tebal tetap tetap Stress Probe 129.9 138.3 Ekuivalen 1 Von mises Probe 131.7 137.8 (MPa) 2 Strain Probe 0.0020018 0.0020922 Ekuivalen 1 Von mises Probe 0.0020520 0.0021070 (m/m) 2 Deformasi (mm) 1.9396 1.9997 Pada tabel 4.9. didapatkan tegangan ekuivalen von mises terbesar pada pengurangan tebal 2mm dengan lebar tetap sebesar 131,7 MPa pada titik probe 2 lebih besar dari pada probe 1. Regangan ekuivalen von mises terbesar pada pengurangan tebal 2mm dengan lebar tetap sebesar 0.0020520 pada titik probe 2 lebih besar dari pada probe 1. Untuk tegangan ekuivalen von mises terbesar pada pengurangan lebar 2mm dengan tebal tetap sebesar 138,3 MPa pada titik probe 1 lebih besar dari pada probe 2.
79 Regangan tegangan ekuivalen von mises terbesar pada pengurangan lebar 2mm dengan tebal tetap sebesar 0.0021070 pada titik probe 2 lebih besar dari pada probe 1. Pada tabel 4.9. juga didapatkan tegangan ekuivalen von mises terbesar diantara kedua pengurangan tersebut terjadi pada pengurangan lebar 2mm dengan tebal tetap pada probe 1 sebesar 138,3 MPa. Regangan ekuivalen von mises terbesar diantara kedua pengurangan tersebut terjadi pada pengurangan lebar 2mm dengan tebal tetap pada probe 2 sebesar 0,0021070. Begitu pula pada deformasi terbesar yang terjadi diantara kedua pengurangan tersebut yaitu terjadi pada pengurangan lebar 2mm dengan tebal tetap sebesar 1,9997 mm. Dari hasil tersebut maka pengurangan lebar 2mm dengan tebal tetap lebih dominan dari pada pengurangan tebal 2mm dengan lebar tetap. IV. 4. 2. Hasil Simulasi Deformasi Desain Variasi 1
Gambar 4.15. Deformasi total yang terjadi pada pelek desain variasi 1 Pada gambar 4.15. terlihat bahwa dengan pengujian impact drop-test dengan beban striker sebesar 783 kg, deformasi yang terjadi pada desain variasi 1 memiliki nilai sebesar 0,001991 m atau 1,991 mm. Deformasi ini terjadi pada keseluruhan bodi dari pelek atau Total deformation. Deformasi yang sangat besar tidak
80 dianjurkan pada pengujian aktual karena kemungkinan akan menyebabkan pergesaran antara ban dan pelek tersebut. IV. 5. Hasil Simulasi Desain Variasi 2 Pada analisa yang dilakukan pada desain variasi 2 ini akan diberikan titik analisa atau probe. Penentuan probe disesuaikan dengan tegangan dan regangan pada design awal yang paling tinggi nilai tegangan dan regangan pada jari jari pelek. Penentuan probe ini nantinya akan menjadi acuan untuk dilakukan perbandingan antara desain awal, desain variasi 1, dan desain variasi 2. Probe yang digunakan terdapat pada dua titik yang berbeda yaitu pada probe 1 dan probe 2. Pada probe 1 didefinisikan pada titik koordinat (-6,691;0,596;-1,364). Pada probe 2 didefinisikan pada titik koordinat (-0,118;0,596;-1,422). Setiap probe ini akan dicari tegangan dan regangan yang terjadi. Untuk desain variasi 1 perubahan yang dilakukan ada pada lebar dan tebal jari-jari pelek masing-masing sebesar kurang lebih 4 mm. Perubahan desain tersebut dapat dijelaskan pada tabel 4.8.
Gambar 4.16. Posisi probe 1
81
Gambar 4.17. Posisi probe 2 Tabel 4.10. Perbedaan desain awal dengan desain variasi 2 Lebar Jari-Jari Tebal (Bagian Dalam) Pelek Jari-Jari Pelek Desain Awal
Desain Var. 1
IV. 5. 1. Hasil Simulasi Tegangan dan Regangan Desain Variasi 2 Pada simulasi tegangan dan regangan desain variasi 2 ini digunakan posisi probe 1 dan probe 2 sebagai titik analisa. Pada titik probe ini akan dilakukan analisa untuk menentukan tegangan
82 pada desain variasi yang digunakan telah memenuhi tegangan yang diijinkan. Pemilihan titik analisa ini disesuaikan dengan pemilihan posisi pelek yang memiliki tegangan paling besar. Pada sub-bab sebelumnya telah dilakukan perbandingan posisi pelek yang meliliki nilai terbesar dan telah ditentukan posisi dua adalah posisi yang digunakan sebagai acuan variasi yang selanjutnya. Pada pengujian aktual impact drop-test, pelek yang dikenai oleh beban striker tidak boleh ada keretakan pada pelek dengan standar SNI 1896:2008. Pelek uji masuk dalam kriteria gagal atau tidak aman jika terjadi crack pada pelek uji yang diberi cairan penetran. Hasil simulasi yang didapatkan harus disesuaikan dengan tegangan maksimum (UTS) material tersebut. Kondisi crack pada simulasi dapat dilihat dari tegangan dan regangan elastis nya. Untuk kondisi crack pada simulasi tegangan ekuivalen pada pelek yang terjadi, harus lebih kecil dari pada tegangan Ultimate Tensile Strength (UTS). Nilai tegangan maksimum (UTS) pada material pelek sebesar 220 106 Pa. Tegangan yang melebihi UTS, memiliki kecenderungan untuk mengalami crack.
Gambar 4.18. Tegangan yang terjadi pada probe 1
Gambar 4.19. Tegangan yang terjadi pada probe 2
83 Tabel 4.11. Tegangan Regangan pada probe desain variasi 2 Tegangan Regangan Total Ekuivalen Ekuivalen Deformasi von mises von mises (m) (MPa) (m/m) Probe 147,9 0,0021245 0,0022968 1 Probe 140,5 0,002114 2 Pada gambar 4.18 dan gambar 4.19 diatas didapatkan bahwa tegangan yang terjadi pada probe 1 dan probe 2 berbeda. Tegangan yang terjadi pada probe disesuaikan dengan persamaan rumus tegangan ekuvalen von mises. Dengan persamaan tegangan ekuivalen von mises
eqv
1 x y 2 y z 2 z x 2 6 xy 2 yz 2 zx2 2
1
2
dihasilkan pada probe 1 didapatkan tegangan ekuivalen von mises yang terjadi adalah 147,9 MPa. Pada probe 2 didapatkan tegangan ekuivalen von mises yang terjadi adalah 140,5 MPa. Kedua hasil ini masih pada daerah elastis material pelek. Hasil tersebut dapat dikatakan masih pada daerah elastis karena data propertis material pelek tersebut memiliki nilai Ultimate Tensile Strength sebesar 220 MPa dan Yield Strength sebesar 150 MPa. Ketika tegangan yang dihasilkan masih dibawah nilai yield strength material maka tegangan tersebut masih terjadi didaerah elastis. Pelek dikatakan tidak aman ketika tegangan yang dihasilkan melebihi batas Ultimate Tensile Strength. Karena pada pengujian aktual, pelek dikatakan gagal apabila pelek tersebut tidak terjadi crack pada pelek. Dengan kedua hasil probe tersebut maka desain pelek tersebut dapat dikatakan aman. Untuk mengetahui perubahan pengurangan tebal dan lebar dilakukan secara sekaligus pada desain variasi 2 sebesar 4 mm lebih berpengaruh pada pengurangan tebal atau pengurangan lebar
84 maka perlu dilakukan analisa kembali dengan variasi pengurangan tebal 4 mm dengan lebar yang tetap pada desain awal, dan analisa dengan variasi pengurangan lebar 4mm dengan tebal yang tetap pada desain awal. Hal ini dilakukan untuk mengetahui lebih dominan pada pengurangan tebal atau pengurangan lebar. Pada analisa pengurangan tebal 4mm dengan lebar tetap dilakukan pada titik yng telah ditentukan. Penentuan titik analisa atau probe ini juga disamakan dengan titik probe yang telah dijelaskan sebelumnya. Boundary condition yang dilakukan pada analisa pengurangan tebal 4mm dengan lebar tetap maupun analisa pengurangan lebar 4mm dengan tebal tetap diperlakukan sama dengan analisa yang dilakukan sebelumnya yaitu dengan analisa explicit dynamics. Dibawah ini merupakan tabel dari hasil simulasi yang dilakukan antara analisa pengurangan tebal 4mm dengan lebar tetap dan analisa pengurangan lebar 4mm dengan tebal tetap. Tabel 4.12. Hasil Simulasi Tegangan Normal pada Perbedaan Pengurangan Tebal atau Lebar (4mm) Parameter Pengurangan Pengurangan Tebal 4mm Lebar 4mm dengan Lebar dengan Tebal tetap tetap Normal Probe 43.23 X 1 45.6047 Probe 38.609 2 42.858 Normal Probe 18.902 Y 1 11.66 Probe 11.878 7.3232 2 Normal Probe 137.72 133.28 Z 1 Probe 139.29 138.88 2
85 Pada tabel 4.12 didapatkan tegangan normal X terbesar terjadi pada pengurangan lebar 4mm dengan tebal tetap pada probe 1 sebesar 45,6047 MPa. Pada tegangan normal Y terbesar terjadi pada pengurangan tebal 4mm dengan lebar tetap pada probe 1 sebesar 18,902 MPa. Untuk tegangan normal Z terbesar terjadi pada pengurangan tebal 2mm dengan lebar tetap pada probe 2 sebesar 139,29 MPa. Pada masing-masing tegangan normal yang memiliki nilai terbesar yaitu pada tegangan normal Z pada probe 2 sebesar 139,29 MPa. Jika ditinjau berdasarkan rumus tegangan bending saja, tegangan yang terjadi pada sebuah benda yaitu σ= 𝑀𝑐⁄𝐼 , karna tegangan dan inersia berbanding terbalik dengan inersinya maka, ketika inersia nya kecil maka tegangan yang terjadi harus besar, begitu pula sebaliknya jika inersianya besar maka tegangan yang terjadi harus kecil. Jika titik probe pada pelek diasumsikan seperti balok dengan lebar l dan tebal t maka rumus inersia adalah 1 I= 𝑙𝑡 3 . Rumus inersia ini akan membuktikan bahwa jika 12 pengurangan tebal atau lebar dilakukan, maka tegangan normal terbesar akan didapatkan pada pengurangan tebal. Karena jika inersia semakin kecil maka tegangan nya semakin besar. Rumus tegangan bending tersebut hanya berlaku pada tegangan normal Z saja. Tegangan normal X, dan tegangan normal Y yang terjadi pada pelek kemungkinan terjadi yang berasal dari akibat pembebanan tekanan ban yang terjadi kesegala arah. Selain itu konstruksi pelek yang miring terhadap pemegang pelek sebesar 130 juga meungkinkan adanya pengaruh tegangan yang terjadi pada tegangan normal X dan tegangan normal Y. Jika dilihat pada vektor yang terjadi pada tegangan normal tersebut, tegangan normal X dan tegangan Y dapat terjadi dikarenakan koordinat dari probe memiliki sudut yang kecil sehingga tegangan X dan tegangan Y terjadi dengan tegangan yang cukup kecil.Pada tabel 4.12 telah dibuktikan dengan rumus bahwa jika pengurangan tebal dengan lebar tetap maka yang terjadi adalah tegangan yang semakin meningkat.
86 Tabel 4.13. Hasil Simulasi pada Perbedaan Pengurangan Tebal atau Lebar (4mm) Parameter Tebal 4mm Lebar 4mm dengan Lebar dengan Tebal tetap tetap Stress Probe 135.7 140.7 Ekuivalen 1 Von mises Probe 137.7 144.98 (MPa) 2 Strain Probe 0.0020887 0.0020940 Ekuivalen 1 Von mises Probe 0.0020968 0.0021061 (m/m) 2 Deformasi (mm) 1.9747 2.0024 Pada tabel 4.13. didapatkan tegangan ekuivalen von mises terbesar pada pengurangan tebal 4mm dengan lebar tetap sebesar 137,7 MPa pada titik probe 2 lebih besar dari pada probe 1. Regangan ekuivalen von mises terbesar pada pengurangan tebal 4mm dengan lebar tetap sebesar 0,0020968 pada titik probe 2 lebih besar dari pada probe 1. Untuk tegangan ekuivalen von mises terbesar pada pengurangan lebar 4mm dengan tebal tetap sebesar 144,98 MPa pada titik probe 2 lebih besar dari pada probe 1. Regangan tegangan ekuivalen von mises terbesar pada pengurangan lebar 4mm dengan tebal tetap sebesar 0,0021061pada titik probe 2 lebih besar dari pada probe 1. Pada tabel 4.13 juga didapatkan tegangan ekuivalen von mises terbesar diantara kedua pengurangan tersebut terjadi pada pengurangan lebar 4mm dengan tebal tetap pada probe 2 sebesar 144,98 MPa. Regangan ekuivalen von mises terbesar diantara kedua pengurangan tersebut terjadi pada pengurangan lebar 4mm dengan tebal tetap pada probe 2 sebesar 0,0021061. Begitu pula pada deformasi terbesar yang terjadi diantara kedua pengurangan tersebut yaitu terjadi pada pengurangan lebar 4mm dengan tebal tetap sebesar 2,0024 mm. Dari hasil tersebut maka pengurangan
87 lebar 4mm dengan tebal tetap lebih dominan dari pada pengurangan tebal 4mm dengan lebar tetap. IV. 5. 2. Hasil Simulasi Deformasi Desain Variasi 2
Gambar 4.20. Deformasi total yang terjadi pada pelek desain variasi 2 Pada gambar 4.20. terlihat bahwa dengan pengujian impact drop-test dengan beban striker sebesar 783 kg, deformasi yang terjadi pada desain variasi 2 memiliki nilai sebesar 0,002297 m atau 2,297 mm. Deformasi ini terjadi pada keseluruhan bodi dari pelek atau Total deformation. Deformasi yang sangat besar tidak dianjurkan pada pengujian aktual karena kemungkinan akan menyebabkan pergesaran antara ban dan pelek tersebut. IV. 6. Analisa Perbandingan Desain Awal, Desain Variasi 1, dan Desain Variasi 2 Proses simulasi yang dilakukan terhadap desain awal pelek, desain variasi 1, serta desain variasi 2 dengan menggunakan analisa software explicit dynamics dengan tiga pembebanan yaitu beban akibat kekencangan baut, beban akibat impact striker, dan beban akibat tekanan ban. Dari hasil simulasi didapatkan
88 perbandingan hasil seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.13 berikut. Tabel 4.14. Perbandingan tegangan regangan dan deformasi pada setiap desain yang dilakukan. Parame Desain Awal Desain variasi 1 Desain variasi 2 ter (2mm) (4mm) Probe Probe Probe Probe Probe Probe 1 2 1 2 1 2 Tegang 133,6 137,3 143,6 139,07 147,9 140,5 an ekuival en von mises Regang 0,001 0,002 0,0021 0,0021 0,0021 0,0021 an 97 09 15 05 24 14 ekuival en von mises Deform 1,785mm 1,9905mm 2,2968mm asi Total Pada tabel 4.14 dapat dilihat bahwa pada parameter pertama yaitu tegangan ekuivalen von mises tegangan paling besar terjadi pada desain variasi 2 pada titik probe 1 yaitu sebesar 147,9 MPa dan tegangan ekuivalen yang paling kecil terjadi pada desain awal pada titik probe 1 yaitu sebesar 133,6 MPa. Desain variasi 2 memiliki tegangan ekuivalen terbesar pada titik probe 1 yaitu sebesar 147,9 MPa nilai tegangan yang terjadi pada desain variasi 2 masih aman, karena masih tidak melebihi kekuatan yield strength yang dimiliki material tersebut sebesar 150 MPa. Pada parameter kedua yaitu regangan ekuivalen von mises regangan paling besar terjadi pada desain variasi 1 pada titik probe 1 yaitu sebesar 0,002124 dan regangan paling kecil terjadi pada
89 desain awal pada titik probe 1 yaitu sebesar 0,00197. Desain variasi 2 memiliki regangan ekuivalen terbesar pada titik probe 1 yaitu sebesar 0,002124 nilai regangan yang terjadi pada desain variasi 2 tersebut masih aman, karena masih tidak melebihi regangan pada saat crack yaitu sebesar 0,059. Dan untuk deformasi yang terjadi pada masing- masing desain, desain yang memiliki deformasi yang paling kecil sampai yang paling besar berturut-turut adalah desain awal sebesar 1,785 mm, lalu desain variasi 1 sebesar 1,9905 mm dan desain variasai 2 sebesar 2,2968 mm. Dapat dilihat dari tabel 4.14 bahwa semua desain yang telah dilakukan simulasi menghasilkan data tegangan dan regangan yang masih pada batas daerah elastis. Daerah elastis yang masih dibawah nilai yield dari properti materialnya yaitu nilai yield strength sebesar 150 MPa dan nilai Ultimate Tensile Strength sebesar 220 MPa. Dan berdasarkan SNI 1896:2008 hasil simulasi desain awal, desain variasi 1, dan desain variasi 2 bisa dikatakan aman untuk simulasi pengujian impact drop-test.
90
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.I. Kesimpulan Dari analisa yang telah dilakukan pada simulasi pengujian, didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil simulasi pengujian impact drop-test dilakukan dua kali analisa yaitu analisa static structural dan analisa explicit dynamics dan dihasilkan tegangan ekuivalen von mises pada analisa static structural sebesar 158,5 MPa pada bagian jari-jari pelek dan dihasilkan tegangan ekuivalen von mises pada analisa explicit dynamics sebesar 118,5 MPa pada bagian jarijari pelek. 2. Dari tiga posisi yang telah dianalisa maka, posisi dua dipilih menjadi posisi acuan dalam melakukan analisa lebih lanjut pada pemodelan variasi tebal dan lebar pelek. Posisi dua diambil karena memiliki posisi yang jauh dari tumpuan jari-jari pelek dan memiliki nilai tegangan dan regangan yang paling besar terdapat pada daerah flange, yaitu tegangan ekuivalen von mises pada 330,8 MPa, regangan ekuivalen von mises 0,0288. 3. Pada analisa deformasi total yang dilakukan pada ketiga posisi tersebut posisi dua memiliki nilai yang terbesar dari posisi yang lain yaitu sebesar 1,785 mm. 4. Pada analisa variasi desain pelek terdapat tiga variasi yang telah dianalisa yaitu analisa pada desain awal, desain variasi 1 dan desain variasi 2 dengan nilai tegangan dan regangan paling besar terjadi pada desain variasi 1 pada titik analisa probe 1 yaitu sebesar 147,9 MPa dan 0,002124. 5. Pada analisa desain variasi 1 didapatkan deformasi total pada pelek sebesar 2,297 mm
91
92 6. Pada analisa pengurangan tebal atau lebar dengan pengurangan 2mm pada tebal atau lebar, tegangan normal terbesar didapatkan pada tegangan normal Z titik probe 2 sebesar 133,62 MPa dan analisa pengurangan tebal atau lebar dengan pengurangan 4mm, tegangan normal terbesar didapatkan pada tegangan normal Z titik probe 2 sebesar 139,29 MPa. 7. Pada analisa pengurangan tebal atau lebar dengan pengurangan 2mm dan 4mm didapatkan tegangan ekuivalen von mises terbesar diantara kedua pengurangan tebal atau lebar 2mm terjadi pada pengurangan lebar 2mm dengan tebal tetap pada probe 1 sebesar 138,3 MPa dan didapatkan tegangan ekuivalen von mises terbesar diantara kedua pengurangan tebal atau lebar 4mm terjadi pada pengurangan lebar 4mm dengan tebal tetap pada probe 2 sebesar 144,98 MPa. 8. Berdasarkan pada standar mutu SNI 1896:2008, pelek yang memiliki crack dianggap gagal pengujian. Pada analisa simulasi yang telah dilakukan, desain awal, desain variasi 1 dan desain variasi 2 memenuhi syarat standar pengujian dan dapat dikatakan aman. V.II. Saran Hasil simulasi ini merupakan sarana pendukung dalam proses pembuatan desain pelek. Proses ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengoptimalan perancangan sehingga dapat mengoptimalkan perencanaan desain pelek. Untuk lebih mengoptimalkan simulasi impact drop test perlu adanya simulasi pengujian pengurangan tekanan angin pada pelek dan ban. Untuk melakukan perubahan desain pada pelek yang overdesign tanpa merubah geometri awal sebaiknya melakukan perubahan lebar daripada tebal karena lebih aman. Proses pengujian secara aktual tetap perlu dilakukan untuk mengetahui hasil secara sesungguhnya dari desain hasil simulasi.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2] [3] [4] [5] [6] [7] [8]
[9]
[10]
[11] [12] [13]
Juvinall, C., Robert, 1967. Engineering Considerations Of Stress, Strain, And Strength. McGRAW-HILL BOOK COMPANY. United State Of America Susatio, Yerri , Ir. MT. 2004. Dasar-Dasar Metode Elemen Hingga. Penerbit Andi, Yogyakarta Cook, Robert, 1995. Finite Element Modeling For Stress Analysis. John Wiley and Sons. New York Meyers, A., Marc, 1994. Dynamic Behaviour Of Materials. John Wiley and Sons. New York Standart Nasional Indonesia. 06-0098. 2002. Indonesia Standart Nasional Indonesia. 1896. 2008. Indonesia 2015. Manual Book Impact 13 For Car Wheel. Jakarta. PT. Morindo Engineering Kumar, Ravi, V., P., Ch., Meher, Satya, R., Prof., 2013. Topology Optimization Of Aluminium Alloy Wheel. Andhra Pradesh. International Journal Of Modern Engineering Research. Vol 3. Issue 3. V., Shivakrisna, J., Bashker, Bala, 2014. Impact Analysis Of Aluminium Alloy Wheel. Sarada. International Journal & Magazine of Engineering , Technology, Management, and Research. Vol 1. Issue 12. Wire Spoke Wheel. Diakses tanggal 6 April 2016. http://www.truespoke.net/True-spoke-50-spoke-wirewheel-home.html. Steel Disc Wheel. Diakses tanggal 6 April 2016. http://www.britishv8.org/other/mikepugh.html. Light Alloy Wheel. Diakses tanggal 6 April 2016. http://www.racingline-aus.com/parts/7300-2/.html. Aluminium Alloy. Diakses tanggal 6 Aprl 2016. http://www.japanesesportcars.com/photos/desktopwallpapers/mazda/2012-mazda3-4door/2012-mazda316inch-aluminum-alloy-wheel.jpg.html. 93
94 [14]
[15]
[16]
[17]
[18]
[19]
[20]
[21]
[22]
[23]
Forged Wheel. Diakses tanggal 4 Mei 2016. https://dejeautodistro. wordpress.com/2012/04/06/berbagai-prosespembuatan-velg/.html. Low Pressure Wheel. 4 Mei 2016. http://www.themetalcasting.com/pressure-diecasting.html. Gravity Cast Wheel. 4 Mei 2016. http://www.kurtznorthamerica.com/index. php?modul=static&id=719&max=1.html. Chapter II. Diakses tanggal 2 Mei 2016. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40429/ 3/Chapter%20II.pdf Impact Test 130 Methods. Diakses tanggal 2 Mei 2016. http://jiurongwheel.com/Product_Show.asp?ID=151.h tml. Moaveni, Saeed, 1999. Finite Element Analysis Theory and Application with ANSYS. Prentince Hall. New Jersey Topac, M., M., Ercan, S., Kuralay, S., N., 2012. Fatigue Life Prediction Of a Heavy Vehicle Steel Wheel Under Radial Loads By Using Finite Element Analysis. Turkey. Elsevier Ltd. Wang, Liangmo, Chen, Yufa, Wang, Chenzi, Wang, Qingzheng, 2011. Fatigue Life Analysis Of Aluminium Wheels By Simulation Of Rotary Fatigue Testl. China. Journal Of Mechanical Engineering 57. Chang, Chia-Lung, Yang, Shao-Huei, 2009. Simulation Of Wheel Impact Test Using Finite Element Methods. Elsevier Ltd. Taiwan. Hibbeler, C., Russell, 2013. Mechanics of Materials. Pearson Education Centre. Singapore.
LAMPIRAN LAMPIRAN 1 Desain Pelek dan Material Properti Pelek Desain Pelek :
Data Material Aluminium A356 Ultimate Strength = 220 106 Pa Modulus Young = 72400 106 Pa Poisson Ratio = 0,33 Shear Modulus = 27200 106 Pa Density = 2685 kg/m3 Yield Strength = 150 106 Pa Tangent Modulus = 1330 106 Pa Shear Modulus = 27200 106 Pa Gruneissen Coefficient = 2,1 Parameter C1 = 5041 m/s Parameter S1 = 1,42 Parameter Quadratic S2 = 0 s/m Data Material Aluminium Structural Steel Density = 7999,49 kg/m3 Shear Modulus = 81000 106 Pa Gruneissen Coefficient = 2,17 95
96
Parameter C1 Parameter S1 Parameter Quadratic S2
= 4569 m/s = 1,49 = 0 s/m
LAMPIRAN 2 STANDARISASI SNI 1896:2008, Pelek Kendaraan Bermotor Kategori M, N dan O 6.1 6.1
Syarat Mutu Sifat Tampak Persyaratan-persyaratan sifat tampak: 1) Permukaan bagian dalam katup pelek tanpa ban dalam (tubeless) harus halus, minimal 25% dari luas permukaan dudukan katup bagian dalam. 2) Bila dilakukan pengecetan (coating) atau pelapisan (plating), permukaan tersebut harus bebas dari penampakkan material dasar, karat, pengelupasan lelehan yang terlihat. 3) Permukaan pelek tidak boleh terdapat retak akibat cacat produksi dan permukaan yang tajam. 4) Pelek tidak boleh memiliki goresan yang dapat mengurangi kekuatan. 5) Lubang katup harus bebas dari sisa material yang tajam (burr) yang dapat melukai ban dalam (tube), sabuk ban (flaps) dan katup (valve). 6) Ujug flense dari tipe DC dan WDC tidak boleh ada sisa material yang tajam (burr) agar tidak melukai pada saat pemasangan dan pelepasan roda. 7) Paku keeling, bila digunakan, tidak boleh tajam agar tidak melukai ban, dan sebagainya. 8) Pelek yang dilas tidak boleh ada kaah (crater), goresan atau sisa potong yang megurangi kekuatan. 9) Permukaan yang dilapisi cat tidakmenunjukkan permukaan yang tidak tertutupi. 10) Tidak boleh ada bagian penandaan (marking) yang hilang atau tidak jelas.
97
6.4 Daya tahan terhadap benturan untuk pelek logam paduan ringan (Impact Test). Pelek harus bebas dari keretakan yang diperiksa dengan cairan penetran (dye liquid penetrant) dan bebas dari keocoran cepat: 1) Untuk kendaraan penumpang (metoda 13o) tekanan udara ban tidak boleh berkurang 100% dalam waktu 60 detik. 2) Untuk kendaraan niaga (metoda 30o) tekanan udara ban tidak boleh berkurang 50% atau lebih dalam waktu 30 detik setelah uji selesai. Keretakan yang terjadi di bagian flense (flange) yang terkena langsung dengan beban bentur masih diperbolehkan. Uji harus sesuai dengan ketentuan pada pasal 8.4 8.4 Daya tahan terhadap benturan (Impact Test) 8.4.1 Uji daya tahan terhadap benturan (Impact Test) untuk kendaraan penumpang (metoda 13o). 8.4.1.1. Alat uji daya tahan terhadap benturan (Impact Test) untuk kendaraan penumpang (metoda 13o). Peralatan uji harus mempunyai konstruksi, dimana pelek yang sudah dipasangi ban dipasang pada pemegang yang membentuk sudut (13+/-1)o dari bidang radial dan mempunyai kekakuan serta kekuatan yang cukup sehingga beban dapat dijatuhkan secara bebas mengenai pelek. Contoh alat uji seperti Gambar 15.
98 LAMPIRAN 3 GRAFIK Perbandingan Tegangan Vs Waktu Desain Awal, Desain Variasi 1, Dan Desain Variasi 2
PROBE 1 160000000 140000000 120000000 100000000 80000000 60000000 40000000 20000000 0 0,00E+00 2,00E-04 4,00E-04 6,00E-04 8,00E-04 1,00E-03 1,20E-03 DESAIN AWAL
DESAIN VARIASI 1
DESAIN VARIASI 2
Perbandingan Tegangan Vs Waktu Desain Awal, Desain Variasi 1, Dan Desain Variasi 2
PROBE 2 160000000 140000000 120000000 100000000 80000000
60000000 40000000 20000000 0 0,00E+002,00E-04 4,00E-04 6,00E-04 8,00E-04 1,00E-03 1,20E-03 DESAIN AWAL
DESAIN VARIASI 1
DESAIN VARIASI 2
99 LAMPIRAN 4 GAMBAR VECTOR PRINCIPAL Ansys Lebar 2mm Tebal Tetap Probe 1
Ansys Lebar 2mm Tebal Tetap Probe 2
100 Ansys Tebal 2mm Lebar Tetap Probe 1
Ansys Tebal 2mm Lebar Tetap Probe 2
101
Ansys Lebar 4mm Tebal Tetap Probe 1
Ansys Lebar 4mm Tebal Tetap Probe 2
102 Ansys Tebal 4mm Lebar Tetap Probe 1
Ansys Tebal 4mm Lebar Tetap Probe 2
104
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BIODATA PENULIS
Much.
Nabillah
Akbar
dilahirkan di Jember, 10 Oktober 1992. Anak pertama dari Riduan dan Siti Nur Chasanah.
Penulis
menyelesaikan
masa studi di MIMa KH. SHIDDIQ pada 2006, dilanjutkan ke SMP Negeri 01 Jember pada tahun 2008, dan SMA Negeri 1 Jember pada tahun 2011. Selepas SMA penulis melanjutkan studinya di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jurusan Teknik Mesin pada tahun ajaran 2011/2012. Selama menempuh kuliah di kampus perjuangan Teknik Mesin ITS penulis aktif mengikuti organisasi Lembaga Bengkel Mahasiswa Mesin. Dalam organisasi penulis memiliki jabatan sebagai Ketua Divisi Kewirausahaan periode 2013-2014. Selain aktif dalam organisasi penulis juga aktif dalam berbagai event yang salah satunya menjadi Racing Comitte IEMC 2015 dan Mechanics Team pada event Enginte Tune Up 2015. Di Teknik Mesin ITS penulis memilih untuk masuk Laboratorium Mekanika Benda Padatdan mengerjakan tugas akhir dibawah bimbingan Dr.Ir. Agus Sigit Pramono DEA. Pada tahun 2017 penulis menyelesaikan studi S1-nya.
103