SIKAP DAN PERILAKU GURU TERHADAP SUPERVISI YANG KOOPERATIF PADA SD DI KABUPATEN POHUATO PROVINSI GORONTALO UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO Djotin Mokoginta Dosen FIP UNG
ABSTRAK Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keterlibatan guru dalam pelaksanaan supervisi yang kooperatif pada SD di Kabupaten Pohuato belum maksimal yang ditunjukkan dengan minimnya partisipasi guru dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan umpan balik supervisi. Minimal keterlibatan guru karena adanya kesalahan prosedur yang dilakukan dalam pelaksanaan supervisi yang kooperatif. Hal ini merupakan suatu harapan yang dapat dimanfaatkan dalam penerapan supervisi yang kooperatif. Khusus bagi pengembangan model supervisi yang kooperatif dapat di lakukan dengan memposisikan guru sebagai mitra supervisi dalam setiap kegiatan supervisi. Kata Kunci : Sikap, Perilaku, Guru, Supervisi, Kooperatif Pendahuluan Supervisi merupakan bentuk layanan profesional yang dilakukan untuk meningkatkan profesionalime guru dalam menjalankan tugasnya. Implikasi dari supervisi diharapkan terbangunnya profesionalitas jabatan guru dalam mengimplementasikan tugas-tugasnya. Terbangunnya perilaku profesionalitas tersebut diharapkan mampu meningkatkan kinerja guru. Peningkatan kinerja guru merupakan hal yang sangat substansial. Meningkat bahwa masyarakat Indonesia telah memebei kepercayaan dan memposisikan guru sebagai pilar terdepan yang berfungsi untuk mentransfer ilmu ilmu dan teknologi, ketrampilan hidup (Life skille) serta penanaman etika dan moral kepada peserta didik. Kondisi tersebut mengharuskan adanya supervisi yang dilakukan secara kontinu dan terprogram guna memaksimalkan kemampuan guru. Secara implisit kontribusi supervisi sangat diperlukan dalam rangka mendorong dan menstimulir pertumbuhan guru sehingga memiliki kapasitas yang handal dalam membelajarkan peserta didik. Dalam konteks yang bersamaan kegiatan supervisi akan memutahirkan kemampuan profesionalisme guru. Karena melalui supervisi guru akan mendapatkan pembinaan tentang berbagai inovasi serta strategi pembelajaran yang optimal, maupun hal-hal yang terkait dengan paradikma baru pendidikan. Dengan demikian maka kompetensi guru akan terbina secara dinamis sehingga memacu peningkatan profesionalitasnya. Untuk mencapai hasil supervisi yang maksimal hendaknya terjalin hubungan yang bersifat terbuka antara supervisor dengan guru. Jika perlu diciptakan hubungan yang bersifat informal sehingga guru tidak merasa terbebani dalam pelaksanaan supervisi. Bentuk supervisi yang mengarah pada pendekatan direktif dipandang kurang efektif dan cenderung menimbulkan masalah dalam proses pelaksanaannya. Kegiatan supervisi yang dilakukanpun harus menghindari kontrol dan kritik yang terlalu tajam dan cenderung merusak hubungan dalam pelaksanaannya. Langkah yang paling efektif dilakukan yaitu supervisor harus berusaha menempuh jalan kuratif dengan membina guru agar meminimalisir kekeliruan dalam mendidik dan membelajarkan siswa. Untuk dapat melaksanakan kegiatan supervisi dengan baik maka supervisor perlu memahami kepribadian guru. Karena guru merupakan personalia sekolah yang unik dan supervisor perlu memahami keunikan setiap guru yang dibinanya, Pirdata (1992:37) mengemukakan bahwa pemahaman terhadap kepribadian guru merupakan strategi bagi supervisor dalam sksinya mepengaruhi, mengarahkan, dan memotivasi para guru. Adanya pemahaman terhadap kepribadian guru merupakan hal yang sangat primitif mengingat bahwa setiap guru membutuhkan teknik pembinaan tersendiri sesuai dengan karakteristiknya masing-masing, kegiatan supervisi yang dilaksanakan seperti ini dapat menghindari adanya pandangan yang negatif tentang supervisi, bahkan akan muncul keyakina bahwa kegiatan supervisi yang dilakukan sangat positip untuk membantu meningkatkan kinerja dan performans guru dalam membelajarkan siswa. Namun demikian beberapa indikasi menunjukkan bahwa pelaksanaan supervisi tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Guru asih berperilaku skeptis terhadap supervisi mereka menganggap supervisi sebagai sesuatu yang
menakutkan sehingga guru selalu berupaya menghindarinya. Untuk keberhasilan supervisi langkahlangkah strategis yang perlu dilakukan adalah menumbuh kembangkan perilaku positip guru terhadap supervisi. Terbangunnya perilaku positif guru akan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya supervisi dalam menigkatkan profesionalise. Perlunya perilaku positif guru dalam pelaksanaan supervisi, karena perilaku positif guru sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan supervisi. Sementara kondisi dilapangan menunjukkan bahwa pengembangan perilaku positif (respon) guru terhadap supervisi kurang dilakukan pra kondisi untuk keberhasilan pelaksanaan supervisi. Selama ini terdapa kecenderungan masih antipati terhadap pelaksanaan supervisi, guru takut di supervisi, guru menghindar untuk di supervisi dengan berbagai alasan dan enggan disupervisi dengan alasan kurang jelas. Perilaku guru yang demikian itu akan menghambat pencapaian tujuan supervisi secara efektif sehingga langkah utama yang seharusnya di lakukan adalah membangun perilaku positif guru dalam arti guru merasa senang di supervisi karena mereka membutuhkan. Bola dan Joni (1982 : 2) mengemukakan bahwa pada umumnya secara diam-diam guru menentang supervisi dan berpendapat bahwa hal tersebut tidak banyak membantu. Mereka sebenarnya tidak membenci supervisi itu sendiri melainkan gaya supervisi yang mereka terima. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut : (1) Supervisi dengan cara tradisional cernderung tidak menyenangkan sehingga interaksi antara guru dan supervisor cenderung dihindari atau dikurangi,(2) Supervisi lebih banyak memberikan pengarahan daripada menanyakan hal-hal yang menjadi pusat perhatian (conserri) serta kebutuhan guru dalam mengajar. Supervisor lebih banyak mengawasi (controlling) dari pada memberikan ide dan pengalaman (skorring of indeas and experiences), pengawas cenderung tidak mempercayai kemampuan yang dimiliki guru-guru, (3) supervisi yang dilakukan bukan karena sesuatu kebutuhan yang diperlukan guru-guru melainkan kerena kepala sekolah sendiri harus melaksaakanya karena sudah menjadi tugasnya, (4) supervisi masih disamakan dengan penilaian guru cenderung menjadi resah apabila mereka mengetahui bahwa dirinya dinilai terutama penilaian yang bersifat negatif, (5) supervisi sendiri dalam pelaksanaan tugasnya mungkin tidak tahu apa yang akan diamati dan dinilainya, sedangkan guru tidak tahu apa yang akan diamati dan dinilai oleh kepala sekolah. Akibatnya ialah data pengamatan dalam kelas tidak jelas, tidak sistematis, dan bersifat subyektif. Jika kondisi tersebut etap berlangsung maka pelaksanaan supervisi pendidikan disekolah tidak akan memberikan kontribusi yang berarti dalam peningkatan mutu pendidikan disekolah bahkan akan menjadi beban berat bagi guru-guru. Untuk itulah perlu dilakukan pengkajian tentang bagaimana model supervisi yang kooperatif yang dikehendaki oleh guru-guru. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan model kerja sama antara guru dan supervisor (kooperatif) dalam pelaksanaan supervisi di sekolah. B. Kajian Teroritis Hakekat supervisi pendidikan Hakekat supervisi adalah pelayanana dan bantuan yang dibrikan secara terus menerus dalam usaha menstimulir, membimbing, dan mengkoordinir guru-guru dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya agar mereka dapat berinisiatif, kreatif, dan konstruktif dalam mengembangkan dan meninkatkan proses belajar mengajar disekolah. Dengan demikian dalam supervisi itu terdapat pengakuan terhadap potensi yang dimiliki oleh guru-guru. Potensi-potensi tersebut harus dikembangkan untuk dapat menemukan dirinya sendiri sehingga dapat menumbuhkan potensi kreatif, inisiatif, dan kontruktif dalam pencapaian tujuan pengajaran di sekolah atau dengan kata lain bahwa supervisi itu adalah penerapan prinsip-prinsip kerja sama (kooperatif) yang memungkinkan potensi-potensi yang di miliki guru-guru dapat berkembang secara optimal. Sasaran utama dalam pengembangan dan proses belajar mengajar adalah guru-guru sebagai pelaksana utama dalam pengembangandan peningkatan proses belajar mengajar adalah guru-guru sebagai pelaksana utama dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Oleh karena itu pada hakekatnya tugas kepala sekolah sebagai supervisor ialah memberikan pelayanan dan bantuan berupa bimbingan dan pembinaan terhadap guruguru secara terus menerus. Untuk lebih jelsnya sebagai pengertian supervisi dikemukakan pendapat dari beberapa penulis berikut ini : Nawawi (1981 103) mengemukakan bahwa secara etimologi supervisi (supervison) berarti melihat atau meninjau dari atas atau menilik dan menilai dari atas yang dilakukan oleh pihak atasan (orang yang memiliki kelebihan) terhadap perwujudan kegiatan dan hasil kerja bawahan. Supervisor harus mempunyai kelebihan-kelebihan dibanding dengan orang disupervisi. Kelebihan-kelebihan itu selain karena posisi atau kedudukan yang ditempatina tetapi juga kaena pengalaman-penalamnnya,
pendidikannya, kecakapan, atau keterampilannya, atau mempunyai sifat-sifat khusus, atau kepribadian yang menonjol, hal ini dimaksudkan agar lebih mudah memberikan pengawasan terhadap bawahannya. Jadi tampaknya supervisi itu masi disamakan dengan impeksi yang lebih menekanka pada aspek pemeriksaan dan mencari kesalahan-kesalahan yang diperbuat guru. Semua batasan pengertian supervisi yang menekankan pada aspek pembinaan serta dilandasi dengan prinsip demokrasi yang bersifat kooperatif tercermin pada pengertian supervisi sebagai berikut : Sahertian dan Mataheru (1998 : 9) supervisi adalah suatu usaha menstimulir, mengkoordinir, dan membimbing secara kontinyu pertumbuhan guru-guru di sekolah secara individual maupun kelompok agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam meujudkan seluru fungsi pengajaran, dengan demikian mereka dapat menstimulirkan membimbing pertumbuhan murid secara kontinyu dengan demikian mereka lebih mampu dan cakap berpartisipasi dalam masyarakat demokrasi, moderen. Supervisi sebagai pelayan yang disediakan oleh pemimpin untuk membantu guru-guru dalam meningkatkan profesionalismenya (Nawawi,1984. Willes, 1980. Batasan ini dikemukakan Good (1973 : 574) mengemukakan bahwa supervisi adalah usaha dari petugas -petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas lainnya dalam memperbaiki pengajaran termasuk menstimulir, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan. Bahan-bahan pengajaran, metode mengajar dan evaluasi pengajaran. Kimbal Willes (dalam Sutisna 2000 : 264) mengartikan supervisi sebagai bantuan dalam menembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik melalui suatu kegiatan pelayanan yang di sediakan untuk membantu para guru menjalan pekerjaan mereka dengan lebih baik. Sedangkan Purwanto (1998:76) mengemukakan bahwa supervisi adalah aktifitas perencanaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan secara efektif. (Pidarta (1992 : 5) memandang supervisi sebagai suatu proses pembimbingan dari pihak atasan kepada guru-guru dan personalia sekolah lainnya yang laingsung menangani belajar para siswa untuk memperbaiki situasi belajar mengajar agar para siswa dapat belajar secara efektif dan efisien dengan prestasi belajar yang semakin meningkat. Sahertian (2000 : 17) mengeukakan supervisi sebagai usaha menstimulasi, mengkoordinasi, dan membimbing secara kontinyu pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individual maupun secara kolektif agar lebih mengenai dan lebih efektif dalam meujudkan seluruh fungsi pengajaran. Berdasarkan perhatian yang dikemukakan diatas ada beberapa aspek penting supervisi yaitu : (1) supervisi merupakan usaha untuk menstimulir pertumbuhan jabatan uru, (2) supervisi merupakan usaha untuk pengembangan kualitas dari guru, (3) supervisi merupakan bentuk bantuan dan layanan untuk pengembangan profesi guru, (4) supervisi memotivasi guru menuju profesionalitas. Dengan demikian maka supervisi dapat diartikan sebagai suatu bentuk layanan dan bimbingan yang diberikan pada guru untuk menstimulir penumbuhan jabatan guru untuk mencapai profesionalisme terutama dalam membelajarkan peserta didik. Tujuan dan fungsi supervisi pendidikan Supervisi pendidikan merupakan alat penunjang dalam mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Sekolah merupakan suatu tempat yang esensial dalam pencapaian tujuan pendidikan. Salah satu kegiatan di sekolah merupakan salah suatu sistem pendidikan nasional yaitu kegiatan proses belajar mengajar. Tujuan utama supervisi adalah mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik melalui pembinaan dan peningkatan provesi mengajar guru. Sergiofanni (dalam Fidarta, 1992 : 20) mengemukakan tujuan supervisi sebagai berikut : 1) mencapai pertumbuhan daan perkembangan para siswa secara total. Dengan demikian sekaligus akan dapat memperbaiki masyarakat 2) membantu kepala sekolah dalam menyesuaikan program pendidikan dari waktu kewaktu secara kontinyu, 3) bekerja sama mengembangkan proses belajar mengajar yang tepat, 4) membina guru-guru agar dapat mendidik para siswa dengan baik atau menegakkan disiplin kerja yang manusiawi. Secara operasional dan terinci mengenai tujuan supervisi pendidikan dapat dijabarkan sebagai berikt : (a) membantu guru-guru untuk lebih memahami tujuan pendidikan dan peranan sekolah dalam pencapaian tujuan tersebut, (b) membantu guru-guru untuk lebih menyadari dan memahami kebutuhankebutuhan dan kesulitan-kesulitan dan dapat mengatasinya, membantu guru-guru untuk dapat menilai aktifitas-aktifitasnya dan perkembangan murid, (c) membantu guru untuk dapat mendiagnosis secara kritis mengenai kesulitan-kesulitan belajar mengajar dan membantu mencari usaha-usaha perbaikannya, (d) memperbesar kesadaran guru terhadap tata kerja yang demokratis dan kooperatif, memperbesar
kesediaan unuk salingbtolong-menolong, (e) memupuk dan memperbesar ambisi guru untuk mempertinggi keahlian dan kerjanya , (f) membantu guru untuk lebih memahami dan memanfaatkan pengalaman-pengalamannya. Baik pengalaman positif (keberhasilan) maupun negatif (kegagalan) sebagai bahan komparasi dan pendorong kearah perbaikan, (g) membantu untuk mempopulerkan sekolah kepada masyarakat, agar bertambah simpatinya untuk membantu sekolah, (h) membantu kariawan baru selama masa orientasinya membantu guru lebih menyadari kewajiban hak dan tanggung jawabnya sebagai pendidik. Mengenai fungsi supervisi pendidikan secara umum meliputi seluruh kegiatan yang dilakukan oleh supervisor dalam bidang pendidikan. Karena fungsi supervisi pendidikan dapat diartikan sebagai tugas pokok dan tanggung jawab yang akan dipercayakan kepada kepala sekolah dalam rangka memperbaiki dan menigkatkan proses belajar mengajar disekolah yang dibinanya dan memajukan secara umum. Dalam suatu analisis fungsi supervisi (Sahertian dan Malaheru, 1981 : 125 mengemukakan beberapa fungsi supervisi sebagai berikut : (a) mengkoordinir semua usaha sekolah, (b) memperlengkapi kepemimpinan kepala sekolah, (c) memperluas pengalaman guru-guru, (d) menstimulir usaha-usaha yang kreatif, (e) memberikan fasilitas dan penilaian yang terus menerus, (f) menganalisis situasi belajar mengajar, (g) memberikan pengetahuan dan skill kepada setiap anggota staf, (h) mengintegrasi tujuan pendidikan dan membantu meningkatkan kemampuan mengajar guru-guru. Berdasarkan uraian fungsi yang telah dikemukakan tersebut diatas tampaklah tugas pokok dan tangung jawab supervisor cukup kompleks dan meliputi seluruh kegiatan dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu untuk melaksanakan fungsi tersebut supervisor dituntut memiliki seperangkat pengalaman dan keterampilan. Keterampilan yang dimaksud adalah sebagai berikut : (a) keterampilan dalam kepemimpinan, (b) keteramplan dalam hubungan kemanusiaan, (c) keterampilan dalam proses kelompok, (d) keterampilan dalam administrasi, (e) keterampilan dalam evaluasi (Willes, 1980 : 5). Prinsip-prinsip supervisi pendidikan Maslah-masalah yang dihadapi dalam supervisi banyak sekali macam dan ragamnya dengan gejala-gejala yang berlainan dan faktor-faktor pengaruh yang berbeda pula. Oleh karena itu supervisor perlu memiliki pedoman-pedoman tertentu yang disebut dengan prinsip supervisi. Prinsip-prinsip supervisi merupakan landasan, pegangan dan pedoman bagi tindakan dan kebijaksanaan yang perlu ditempuh. Prinsip itu perlu dipegang teguh dan menjiwai seluruh kegiatan yang dilakkan oleh supervisor pendidikan demi terwujudnya tujuan supervisi yang dicita-citakan. Supervisi pendidikan sebagai bagaian integral pendidikan tidaklah terlepas daripada dasar pendidikan nasional Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila merupakan prinsip yang fundamentil daripada supervisi pendidikan. Ametembun (1975 : 13) mengemukakan bahwa pancasila merupakan dasar atau prinsip fundamentil bagi setiap supervisor pendidikan Indonesia. Bahwa seorang supervisor pendidikan Indonesia harus pancasila sejati. Adapun prinsip praktis dalam kegiatan supervisi pendidikan menurut Rivai (1982 : 55-63) terdiri dari dua prinsip yaitu prinsip positif dan prinsif negatif. Prinsip-prinsip positif yaitu (a) supervisi harus konstruktif dan kreatif, supervisi harus lebih berdasarkan sumber kolektif dari kelompok daripada usaha-usaha supervisor sendiri (c) supervisi harus didadasarkan atas hubungan profesional,bukan atas dasar hubungan pribadi, (d) supervisi harus dapat mengembangkan segi-segi kelebihan pada yang di pimpin, (e) supervisi harus dapat memberi perasaan aman pada anggotaanggota kelompok nya, (f) supervisi harus progresif, (g) supervisi harus didasarkan pada keadaan yang riil dan sebenarnya, (h) supervisi harus sederhana dan informal dalam pelaksanaannya, (i) supervisi harus objektif dan sanggup mengadakan “self evaluation”. “Prinsif-prinsif negatif “terdiri atas : (a) Supervisi tidak boleh bersifat mendesak/ direktif; (b) supervisi tidak boleh didasarkan atas kekuasaan, pangkat/kedudukan atas kekuasaan peribadi (c) supervisi tidak boleh dilepaskan dari tujuan pendidikan dan pengajaran (the ultimate educative goals). (d) supervisi tidak boleh mengenai soal-soal yang mendetail yang mengenai cara-cara mengajar dan bahan pengajaran. Kalau dilihat antara prinsip positif dan prinsip negatif merupakan dua hal yang kontradiksi. Hendaknya supervisor berpedoman pada prinsip positif dan menghindarkan pada prinsip negatif dalam setiap kegiatan supervisi. Supervisi yang kooperatif Supervisi bukan merupakan masalah perorangan, pembinaan dan peningkatan proses belajar mengajar di sekolah merupakan tanggung jawab bersama antara guru, kepala seklah, dan staf sekolah
lainnya.Kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan harus bekerja sama dengan guru, kepala sekolah dan staf sekolah lainnya. Kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan harus bekerja sama dengan guru-gur dalam usaha meningkatkan proses belajar mengajar. Kepala sekolah harus menghargai potensi-potensi guru serta herus mendorong guru untuk aktif, berinisiatif, kreatif, dan konstruktif dalam menciptakan situasi belajar mengajar yang lebih baik, serta timbulnya kesadaran untuk mengembagkan diri sendiri secara optimal. Kepala sekolah bersama dengan guru mencari jalan untuk mengurangi hal yang cenderung pada aspek negatif dan berusaha memperhatikan aspek-aspek yang positif. Kepala sekolah harus pandai menstimulir dan merangsang para guru unuk aktif dalam menjalankan tugastugasnya. Hal itu bisa terwujud bila kepala sekolah sebagai pemimpin dapat menghimpun dan mengembangkan potensi-potensi para guru dan penuh rasa tanggung jawab unuk bekerja sama dalam pencapaian tujuan secara efektif. Sutisna (1985 : 243) mengemukakan bahwa : supervsi hendaknya menyediakan kepemimpinan yang sanggup menigkatkan efisiensi dan efektifitas program sekolah secara keseluruhan, serta memperkaya lingkungan semua guru, mengadakan kesempatan-kesempatan dimana guru dapat bekerja sama dalam mengidentifikasi dan memecahkan kesulitan yang mereka hadapi, menyertakan guru-guru dalam merumuskan tujuan yang dicapai dan dalam mengatur langkah tercapainya tujuan-tujuan dan segala penyesuaian pengajaran dengan kebutuhan dan tuntutan baru. Sikap dan Perilaku Guru Terhadap Supervisi Thurstone (Walgito, 1990 : 108) mengemukakan bahwa sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang muncul melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu obyek. Bokowitz, (Azwar, 2000 : 5) mengemukakan bahwa sikap seseorang pada suatu obyek adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respons atau kecenderungan untuk bereaksi. Sebagai suatu reaksi sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif yaitu senang, atau tidak senang. Pelaksanaan supervisi kepala sekolah diharapkan dapat memotivasi guru-guru untuk berperan aktif dalam kegiatan supervisi, oleh karena itu kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan perlu menciptakan situasi yang memungkinkan guru dapat berpartisipasi dalam setiap kegiatan supervisi. Kepala sekolah harus dapat meyakinkan bahwa perubahan-perubahan kearah peningkatan proses belajar mengajar dapat meyakinkan bahwa keberhasilannya merupakan tanggung jawab bersama sehingga diharapkan dengan penuh kesadaran akan bersama-sama kepada setiap proses kegiatan supervisi di sekolah. Dengan uraian yang elah di kemukakan sebelumnya sebagai abahn komparasi akan dikutip beberapa batasan pengertian perilaku menurut para ahli sebagai berikut: Masri (1974 : 96) mengemukakan bahwa : sikap dapat diartikan sebagai suatu perilaku yang diarahkan untuk menilai dan menanggapi suatu obyek tertentu, obyek yang dimaksudkan dapat dibentuk person atau situasi bagaimana respon yang dapat kita berikan. Gorungan (1981 : 151) mengemukakan bahwa pengertian atitude itu dapat kita terjemahkan dengan kata perilaku terhadap obyek tertentu, yang merupakan perilaku pengertian tertentu atau perasaan, tetapi perilaku mana disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan perilaku terhadap obyek tadi itu. Jadi antitude lebih tepat diterjemahkan sebagai perilaku dan kesediaan bereaksi terhadap suatu hal. Berdasarkan penertian sikap dan perilaku yang telah dikemukakan maka perilaku dipandang sebagai suatu tingkatan efek dalam memberikan respon baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan oyek-obyek psikologi. Efek yang bersifat positif yaitu efek perasaan senang, dengan demikian adanya perilaku menolak atau tidak. Terbentuknya perilaku pada seseorang akan menentukan terhadap perbuatan sekarang dan mencerminkan pula perbuatan pada masa akan datang. Ballachey (1962 : 134) mengemukakan : As the individual develop, his cognition fellings actions tendeces wit respon to the varius objects in his warl be come organized in to enduring system colledattitude. Sejalan dengan perilaku tersebut diatas, Ma,rat (1982 : 13) mengemukakan tiga komponen perilaku yaitu : (a) komponen kognisi yang hubungannya dengan belecefs ide dan konsep, (b) komponen afeksi yang menyangkut kehidupan emosional, dan (c) komponen konasi yang merupakan kecenderungan bertindak kaku. C. Pembahasan Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka proses kuantifikasi terhadap data yang terkumpul lewat kuesioner sangat penting dalam mendeskripsikan perilaku guru terhadap supervisi yang kooperatif pada SD Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo.
Tabel 1. Supervisor bersama guru membuat perencanaan yang jelas tentang prosedur dan mekanisme yang dilakukan dalam kegiatan supervisi. Kategori
Bobot
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah Jumlah
4 3 2 1 -
Frekuensi (f) 10 12 28 52 102
Prosentase (%) 9,80 11,76 27,45 50,98 100
Nilai 40 36 56 52 184
Berdasarkan pada tabel I menunjukkan bahwa sebanyak 52 responden atau 50,98% yang menyatakan tidak pernah supervisor bersama guru membuat perencanaan yang jelas tentang prosedur dan mekanisme yang dilakukan dalam kegoiatan supervisi. Responden yang menyatakan kadangkadang sebanyak 28 orang atau 27,45%. Responden yang menyatakan sering sebanyak 12 orang atau sebesar 11,76%. Sedangkan responden yang menyatakan selalu sebanyak 10 orang atau sebesar 9,80%. Kondisi tersebut sekaligus menunjukkan bahwa perencanaan supervisi yang berlangsung pada SD di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo pada umumnya belum maksimal atau belum mencapai hasil yang diharapkan. Dalam konteks ini guru belum dilibatkan secara langsung dalam perumusan rencana supervisi. Minimnya keterlibatan guru dalam perencanaan supervisi ini mengakibatkan kurang maksimalnya hasil yang akan dicapai dalam pelaksanaan supervisi. Tabel 2. Perencanaan supervisi mempunyai tujuan yang jelas untuk memperbaiki perfomance guru dalam proses pembelajaran. Kategori Bobot Frekuensi Prosentase Nilai (f) (%) Selalu 4 19 18,63 76 Sering 3 45 44,12 135 Kadang-kadang 2 31 30,39 62 Tidak pernah 1 7 6,86 7 JUmlah 102 100 280 Tingkat prosentase yang ditunjukkan pada tabel 2 menunjukkan bahwa sebanyak 45 orang atau 44,12% responden yang menyatakan sering, perncanaan supervisi memiliki tujuan yang jelas untuk memperbaiki performance guru dalam proses pembelajaran. Sebanyak 31 orang atau 30,39% responden yang menyatakan kadang-kadang. Kemudian sebanyak 19 atau 18,63% responden yang menyatakan selalu. Sedangkan responden ang menyatakan tidak pernah sebanyak 7 orang atau 6,86%. Prosentase pada tabel diatas menunjukkan bahwa supervisi yang dilakukan memiliki tujuan yang jelas dalam memperbaiki performance guru dalam proses pembelajaran, meskipun sebahagian besar guru mengakui kurang dilibatkan dalam penyusunan rencana supervisi yang dilaksanakan memiliki tujuan yang jelas untuk memperbaiki performance guru dalam kegiatan pembelajaran. Tabel 3. Supervisor memiliki format observasi yang jelas sebagai panduan dalam setiap kunjungan kelas. Katerori Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah Jumlah
Bobot 4 3 2 1 -
Frekuensi (f) 9 11 47 35 102
Prosentase (%) 8,82% 10,78 46,08 34,31 100
Nilai 36 33 94 35 198
Tingkat prosentase yang ditunjukkan diatas pada tabel 3 menunjukkan bahwa sebanyak 47 orang atau 46,08% responden yang menyatakan kadang supervisor memiliki format observasi yang jelas sebagai panduan dalam setiap kunjungan kelas sebanyak 35 atau 34,31% responden yang menyatakan tidak pernah, dan sebanyak 11 orang atau 10,78% responden yang menyatakan sering. Sedangkan
responden yang menyatakan selalu sebanyak 9 orang atau 8,82%. Prosentase yang ditunjukkan oleh tabel diatas mengilustrasikan bahwa sebahagian supervisor belum memiliki format observasi yang jelas sebagai panduan dalam setiap kunjungan kelas kondisi ini memilikidampak yang kurang baik terhadap pelaksanaan supervisi karena format observasi yang jelas menjadi panduan yang akurat dalam pelaksanaan supervisi di sekolah. Hal ii terkait laingsung dengan kemampuan supervisor dalam membuat format supervisi. Tabel 4 : Fokus utama kegiatan perencanaan supervisi yang dilakukan supervisor yaitu indentifikasi performance guru sebelum mengadakan supervisi dikelas. Kategori
Bobot
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah
4 3 2 1
Jumlah
-
Frekuensi (f) 16 18 27 40 102
Prosentase (%) 15,69 17,65 26,47 39,22
Nilai
100
212
64 54 54 40
Tabel 4 tersebut menjelaskan bahwa sebanyak 40 responden atau 39,32% yang menyatakan tidak pernah fokus utama kegiatan perencanaan supervisi yang dilakukan supervisor adalah identifikasi performance guru sebelum melaksanakan supervisi dikelas. Kemudian sebanyak 27 responden atau 26,47% yang menyatakan kadang-kadang, dan sebanyak 18 orang atau 17,65% yang sering, serta yang menyatakan selalu sebanyak 16 orang atau 15,67%. Persentase diatas menunjukkan bahwa identifikasi terhadap performance guru dalam perencanaan kegiatan supervisi belum dilaksanakan secara maksimal. Dalam konteks ini perencanaan supervisi belum dilaksanakan sepenuhnya difokuskan pada identifikasi terhadap performance guru dalam membelajarkan peserta didik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan supervisi kooperatif pada SD diKabupaten Pohuato Provinsi Gorontalo berada pada ktegori kurang kooperatif dengan prosentase 44,88%. Kondisi empirik dilapangan menunjukkan bahwa perncanaan, pelaksanaan dan umpan balik supervisi belum berjalan dengan baik. Dalam penyusunan rencana supervisi yang terjadi bahwa supervisor menyusun rencana program supervisi secara sepihak, sehingga program yang telah disusun tersebut jarang, bahkan sama sekali tidak diketahui guru. Kurangnya keterlibatan guru dalam perencanaan supervisi ini menyebabkan proses identifikasi tentang kebutuhan guru dalam proses pembelajaran tidak terakomodasi dalam rencana supervisi. Sehingga seringkali rencana supervisi yang dibuat kurang menyentuh permasalahan dan dinamika kebutuhan guru dilapangan. Fokus rencana supervisor hanya terpaku pada supervisi administrasi sehingga cenderung mengabaikan perkembangan profesionalisme guru. Dampak buruk lainnya dari rencana yang ditetapkan sepihak oleh supervisi yaitu kurang dapat dibangunnya komitmen bersama dalam implementasi program tersebut. Kondisi diatas yang menyebabkan dalam implementasi program supervisi tersebut. Kondisi tersebut menyebabkan supervisi menjadi hal yang kurang disukai, bahkan sebagai uru diantaranya bersikap acuh tak acuh dan berusaha menghindar dari kegiatan supervisi. Kondisi lainnya yang menunjukkan bahwa belum maksimalnya pelaksanaan supervisi yang kooperatif pada SD di Kabupaten Pohuwato provinsi Gorontalo yaitu suasana yang tercipta dalam supervisi dirasakan kuran kondusif. Suasana formal dirasakan yang sangat mendominasi hubungan antara supervisor dan guru. Suasana formal dalam supervisi dapat menyebabkan kekakuan sehingga hubungan antara guru dan supervisor menjadi kuarang akrab. Temuan penelitian lainnya menunjukkan bahwa pelaksanaan umpan balik dalam kegiatan supervisi berjalan maksimal. Hal tersebut dapat dilihat dari minimnya otonomi yang diberikan kepada guru untuk membuat keputusan akhir atas tindak lanjut dari pelaksanaan supervisi. Kurangnya otonomi tersebut menyebabkan guru merasakan haknya menjadi terpasung karena kurang diberi kebebasan untuk secara mandiri membuat keputusan akhir dalam kegiatan pembelajaran dikelas. Realita lainnya menunjukkan bahwa hasil supervisi ternyata belum sepenuhnya dibahas secara individual dengan guru. Biasanya supervisor hanya mengemukakan secara sepintas hal-hal yang perlu diperbaiki guru. Hal ini yang menyebabkan guru kurang memahami kekurangannya dalam pembelajaran setelah kegiatan supervisi dilakukan. Kondisi ini jelas sangat bertentangan dengan konsep supervisi yang dikemukakan oleh Suhertian (2000 : 17) bahwa supervisi pada sdasarnya usaha menstimulasi,
mengkoordinasi, dan membimbing secara kontinyu pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individual, maupun secara kolektif agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran. Mengacu pada konsep dasar supervisi tersebut jelaslah perlu adanya diskusi atau konsultasi yang dilakukan antara supervisor dan guru sebgai langkah pro aktif mencapai supervisi yang maksimal. Karena melalui diskusi tersebut maka akan tercipta interaksi yang positif antara guru dan supervisor sebagai salah satu kunci sukses pelaksanaan supervisi kooperatif. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya guru memiliki sikap positif terhadap pelaksanaan supervisi kooperatif. Tetapi situasi ril supervisi di lapangan yang diakui guru sangat mempengaruhi sikap positif mereka. Dalam konteks ini perilaku supervisor serta strategi yang diharapkan kurang kooperatif menyebabkan sebagian dianaranya memilih menghindar dan antipati terhadap kegiatan supervisi. Statemen guru tersebut menunjukkan bahwa supervisor harus profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai mitra guru. Profesionalisme supervisor dalam pelaksanaan supervisi yang kooperatif perlu di tunjukkan dalam keseluruhan rangkaian. D. Penutup Sebagai kristalisasi dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Tingkat keterlibatan guru dalam pelaksanaan supervisi yang koo[eratif pada SD di Kabupaten Pohuwato Kabupaten Gorontalo belum maksimal yang ditunjukkan dengan minimnya partisipasi guru dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan umpan balik supervisi. Minimnya keterlibatan guru karena kesalahan prosedur yang dilakukan dalam kegiatan supervisi kooperatif. 2. Guru pada umumnya memiliki sikap dan perilaku yang responsif terhadap supervisi yang kooperatif. 3. Pengembangan model supervisi yang koperatif dapat dilakukan dengan memposisikan guru sebagai mitra supervisor dalam setiap pelaksanaan supervisi. DAFTAR PUSTAKA Bolla,J.L.Joni, Raka. 1981. Supervisi Klinis. Jakarta: P3LP Glickman, C.D, 1981. Developmental Supervision. Alexandria: ASCD Efendy, Uchana Onong.1981. Psikologi Manajemen Bandung: Alumni Imron,1995. Pembinaan Guru Di Indonesia. Jakarta PT Dunia Pustaka Jaya Owens, R.G.1987. Organization Behavior In Education (Third Education). New York: Kogakusha Company LTD. Ma’rat. 1981. Sikap Manusia Perubahan, Serta Pengukuran. Indonesia: Chalia Nawawi, Hadari, 1981. Administrasi Pendidikan Jakarta : Gunung Agung Polak, Mayor J.B.A.F.1960. Sosiologi. Jakarta: Balai Ihtiar Pidarta, Made. 1986. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Sarana Pres Rivay,M.1982. Supervisi Pendidikan. Bandung. Lenmars Sahertian, Piet A. Mataheru. Frans. 1981. Prinsip Dan Teknik Supervisi Pendidikan. Surabaya. Usaha Nasional Singarimbun, Masri. Enfendi, Sofian. 1981. Metode Penelitian Survai. Jakarta. LP3ES Sutisna, Oteng. 1981. Administrasi Pendidikan. Bandung: Aksara