1 Redaksi Penanggung Jawab: Dody Budi Waluyo Pemimpin Redaksi: Difi A. Johansyah Redaksi Pelaksana: Harymurthy Gunawan, Rizana Noor, Tutut Dewanto, Dedy Irianto, Diyah Woelandari, Wahyu Indra Sukma, Risanthy Uli N Alamat Redaksi Humas Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin 2 - Jakarta Telp. : 021 - 3817317, 3817187 email :
[email protected], website : www.bi.go.id
Edisi 32 | Nopember 2012 | Tahun 3 | Newsletter Bank Indonesia
Foto: “Rumah Adat Batak” oleh: DR. Hendro Heryanto
MEJA REDAKSI Setiap menjelang tutup tahun, Bank Indonesia menyampaikan arah kebijakannya memasuki tahun yang baru. Paparan arah kebijakan itu disampaikan Gubernur BI kepada para bankir di acara bertajuk Pertemuan Tahunan Perbankan. Ada beberapa kebijakan penting yang akan diambil bank sentral memasuki 2013. Misalnya, memperkuat upaya Keuangan Inklusif (Financial Inclusion) melalui kebijakan branchless banking. BI juga mempersiapkan kebijakan multilicensing terkait pembukaan kantor cabang bank yang merujuk modal inti. Kebijakan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) khususnya kredit mikro dipersiapkan agar bank lebih terbuka dalam hal penetapan suku bunga kredit. Pada intinya, BI menyiapkan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial guna merespons perkembangan makro ekonomi dunia dan nasional agar terciptanya stabilitas dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Salam, Difi A. Johansyah Kepala Grup Humas Bank Indonesia Redaksi menerima kiriman naskah dan mengedit naskah sebelum dipublikasikan.
Arah Kebijakan BI 2013 :
Bauran Kebijakan Demi
Pertumbuhan Ekonomi Inklusif & Berkelanjutan
S
etiap menjelang tutup tahun, biasanya Bank Indonesia (BI) menggelar acara Pertemuan Tahunan Perbankan atau dikenal dengan Bankers’ Dinner. Acara yang mayoritas dihadiri oleh pelaku industri perbankan di dalam negeri ini, dimanfaatkan BI untuk menyampaikan tantangan, arah kebijakan dan prospek kedepan yang menjadi rujukan para bankir. GBI mengawali paparannya dengan menggambarkan kondisi terkini perekonomian dunia yang masih diselimuti krisis utang di Eropa dan masalah fiskal di Amerika Serikat, yang belum jelas kapan mereda. Menurut GBI, memasuki 2013, ada dua tantangan besar yang dihadapi perekonomian dalam negeri. Tantangan itu adalah bagaimana mengalokasikan sumber daya ekonomi secara lebih efisien dan tepat sasaran, serta meningkatkan kapasitas inovasi dan kesiapan teknologi. Dibutuhkan kecepatan merespons agar mampu menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi secara berkeseimbangan. Keseimbangan yang dimaksud adalah ‘keseimbangan internal’ yaitu keseimbangan pertumbuhan dan inflasi, dan ‘keseimbangan eksternal’ yaitu keseimbangan neraca pembayaran. Kedua keseimbangan ini ibarat bejana berhubungan, jika salah satu mengalami gangguan, ekonomi pun akan kehilangan tenaga. BI sebagai otoritas moneter dan perbankan mengemban tugas utama menjaga stabilitas nilai tukar yang tercermin dari angka inflasi. BI berupaya menjaga keseimbangan pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang rendah agar memberi ruang untuk menggenjot daya beli masyarakat dan lonjakan investasi. Begitu pula ketika BI ikut mengawal keseimbangan eksternal melalui stabilitas nilai tukar sebagai ‘garis pertahanan pertama’ dalam memelihara stabilitas makro dan sistem keuangan. Untuk menjaga kedua keseimbangan tersebut, banyak tantangan harus dihadapi. Tantangan itu, misalnya, bagaimana menggenjot pertumbuhan ekonomi melalui daya beli dan investasi tak lepas dari keterbukaan akses masyarakat terhadap sektor perbankan. Semakin luas akses itu terbuka, akan semakin besar masyarakat yang dapat layanan perbankan. Hasil survei rumah tangga yang dilakukan BI pada 2010 menunjukkan 62% rumah tangga tidak memiliki rekening tabungan. Begitu pula rasio kredit yang dikucurkan bank terhadap angka Produk Domestik Bruto (PDB) hanya 31,7% atau terendah di ASEAN. Tantangan lainnya, bagaimana mendorong
sektor perbankan berkontribusi dalam pembangunan melalui pembiayaan yang efektif dan efisien. Untuk merespons tantangan tersebut, GBI menyampaikan arah kebijakan bank sentral memasuki 2013. Misalnya, untuk menjaga stabilitas sistem keuangan diterbitkan bauran kebijakan suku bunga, nilai tukar dan makroprudential. Sedangkan respons kebijakan untuk membuka akses layanan jasa perbankan ke seluas mungkin masyarakat, BI menggulirkan kebijakan keuangan inklusif (financial inclusion) melalui branchlessbanking. Kebijakan ini berupaya menjangkau masyarakat yang belum terlayani jasa perbankan melalui kantor pos dan super market yang punya jalur distribusi, serta memanfaatkan teknologi telekomunikasi. Respons kebijakan BI lainnya adalah multilicensing. Kebijakan ini menyangkut pengaturan terhadap kegiatan usaha dan perluasan jaringan kantor bank dengan menggunakan besaran modal inti. Setiap pembukaan kantor cabang mesti memperhitungkan kemampuan modal. Namun demikian, bagi bank yang berorientasi pada pembiayaan UMKM dan ingin membuka cabang di lokasi terpencil, akan diberi insentif dan kemudahan. Kebijakan ini ingin memastikan fungsi intermediasi berada pada jalur yang benar dan berkontribusi secara optimal pada perekonomian nasional. BI menetapkan besaran target kredit produktif yang berbeda angka prosentasenya tergantung kelompok bank. Kebijakan ini juga menyasar penyaluran kredit kepada UMKM yang dipatok sebesar 20% dari total portfolio kredit. Sedangkan respons kebijakan terkait pembiayaan kredit yang efisien dan efektif diperlihatkan dengan mewajibkan bank mempublikasikan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK). Sejak dirilis Maret 2011, kebijakan ini memperlihatkan penurunan suku bunga kredit dari rata-rata 13,08% (Maret 2011) menjadi 12,22% (September 2012). Penurunan yang belum signifikan disebabkan masih ada segmen kredit yang SBDK-nya belum ditransparansikan yaitu kredit mikro. Dari paparan tersebut, BI menyadari bahwa pengelolaan ekonomi makro ke depan masih akan berhadapan dengan risiko global, dan kompleksitas permasalahan domestik. Bank sentral akan terus melakukan kalibrasi ‘bauran kebijakan’ antara moneter dan makroprudensial guna menjaga pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Pasalnya, “strong growth is not necessarily inclusive. But, inclusive growth is a more sustained and optimal growth.” Newsletter Bank Indonesia | Tahun 3 | Nopember 2012 | Edisi 32
2
IKHTISAR
Manuver BI
Mengelola Perekonomian S
ampai dimana ujung krisis utang di Eropa dan krisis fiskal di Amerika Serikat, memang sulit untuk memperkirakannya. Yang bijak adalah menyiapkan langkah antisipasi. Lalu bagaimana Bank Indonesia (BI) mengantisipasi krisis yang berkepanjangan dan tetap memelihara iklim perekonomian agar tetap kondusif. Setidaknya inilah paparannya. BI selaku otoritas moneter melakukan kalibrasi bauran kebijakan antara suku bunga, nilai tukar, dan makroprudensial. Namun begitu, BI memandang perlu tetap luwes menghadapi tantangan global dan domestik. BI berupaya fokus menjaga agar kebijakan moneter berperan kontra-siklikal, misalnya, dengan langkah penurunan BI Rate 25 basis poin menjadi 5,75 persen pada 9 Pebruari 2012. Untuk mengamankan nilai tukar, bank sentral melakukan intervensi terukur agar pasokan
tetap berimbang. Guna memperkuat struktur pasok devisa, secara regular digelar lelang Term Deposit (TD) Valas sejak Juni 2012. Lelang ini mengisi kelangkaan instrument valas di domestik, termasuk dengan mengoptimalkan valas yang bersumber dari Devisa Hasil Ekspor (DHE). Untuk penguatan struktur pasokan devisa yang bersumber dari DHE, termasuk DHE migas, terbitlah ketentuan tentang ‘Kegiatan Usaha Bank berupa Penitipan dengan Pengelolaan (Trust)’. Kebijakan ini dimaksudkan untuk member landasan hukum kegiatan trust oleh perbankan domestik dalam mengelola devisa atau harta yang dititipkan sehingga DHE dapat tetap tinggal di dalam negeri. Langkah-langkah bank sentral melakukan kalibrasi kebijakan moneter, nilai tukar dan makroprudensial tersebut telah memperlihatkan dampak pada perekonomian. Salah satunya
angka inflasi yang terkendali di level rendah dan laju pertumbuhan ekonomi yang relatif terjaga. Kedepan, BI akan terus mengambil kebijakan untuk mendorong pertumbuhan perekonomian inklusif dan berkelanjutan. Kebijakan tersebut mencakup juga melanjutkan kebijakan penguatan ketahanan dan daya saing perbankan dan kebijakan memperluas akses jasa keuangan. Contoh kebijakan penguatan daya saing dan ketahanan perbankan antara lain dengan implementasi kebijakan multilicensing. Sedangkan kebijakan memperkuat akses jasa keuangan akan dilakukan dengan merilis beleid terkait branchless banking dan SBDK mikro. Nah, dengan respons kebijakan yang telah ditempuh dan arah kebijakan yang akan dilakukan memasuki 2013, itulah gambaran manuver bank sentral yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan.
Memilih Fengshui Bank D
alam suatu acara, saya sempat ditanya oleh beberapa orang yang pengen tahu soal kebijakan perbankan nasional. Mereka bertanya, “apa sih multilicense itu?” Wahh … duh repot nih ngejelasinya bisa panjang lebar. Pikir punya pikir mesti nyari analogi yang pas agar kawan saya ini cepat nangkep inti sari kebijakan Bank Indonesia mengenai multilicense itu. Sekilas muncul ide saya, begini. Bicara multilicense saya jadi inget waktu milih sekolah yakni antara yang bersifat umum dan kejuruan. Yang jelas pilihan tergantung pada visi kita masing-masing dan juga kemampuan, ke depan maunya jadi apa? Kalo mau jadi dokter, insiyur, ekonom atau pengamat sosial,
Edisi 32 | Nopember 2012 | Tahun 3 | Newsletter Bank Indonesia
pilihlah sekolah yang bersifat umum yang dulu namanya SMA paspal atau sosial. Tapi, kalau dari sononya emang sudah doyan yang bersifat kejuruan dan ketrampilan, yaa … silahkan saja pilih sekolah kejuruan pula seperti SMEA atau STM yang sekarang namanya SMK. Begitu pula pada waktu kita ngomongin soal multilicense, ingetan saya pun seperti terseret ke masa lalu ketika memilih jurusan sekolah. Kebijakan multilicense boleh dibilang bank kudu milih apa yang menjadi kejuruannya. Bank bisa memilih mau jadi spesialis sebagai bank berskala kecil, atau sebagai bank berskala besar. Itu tergantung pilihan masing-masing
bank. Itulah gampangnya ngomong multilicensing, ada penjenjangan bank. Ini bukan sesuatu yang aneh, di negara lain pun spesilisasi dan penjenjangan bank sesuatu yang jamak saja. Jadi, pada dasarnya bank untuk hidup kedepan kudu punya keyakinan yang kuat, dan mencari fengshui yang pas sesuai porsinya. Besar dan kecil masing masing punya fengshuinya. BI dan OJK sebagai regulator boleh dibilang hanya memainkan peran selaku penyedia kios untuk berusaha, urusan memilih kios yang mana dan sebesar apa kios itu, atau letak yang paling hoki, itu sih terpulang keyakinan fengshui bank masingmasing.
WAWASAN
3
Kehandalan Ekonomi Bermesin Konsumsi:
Mampukah Bertransformasi?
Nanang Hendarsah, Staf Gubernur Bank Indonesia
D
alam delapan tahun terakhir, Indonesia mampu mencetak pertumbuhan ekonomi 6,1 persen per tahun. Majalah ternama The Economist pun menyebut Indonesia sebagai negara dengan perekonomian terstabil di dunia. Sukses itu ditorehkan ketika banyak negara maju tertatih-tatih, berusaha keluar dari jurang krisis. Mengapa Indonesia bisa stabil? Ibarat pesawat yang tengah terbang tinggi, ia ditopang mesinnya yang tahan banting, yaitu mesin konsumsi. Bahkan dalam tiga tahun terakhir, pesawat dapat terbang dengan dua mesin yang cukup handal, yaitu konsumsi dan investasi. Di tengah melesunya ekonomi global, bagaimana jadinya konsumsi dan investasi bisa menopang ekonomi kita? Pertama, di Indonesia tengah tumbuh kelompok masyarakat kelas menengah berusia produktif. Kelompok ini adalah masyarakat yang berhasil keluar dari jerat kemiskinan. Pendapatan per kapita pun telah mencapai USD 3,000, atau naik enam kali lipat dari periode krisis 1997/1998. Ini sekaligus menempatkan Indonesia ke dalam kategori “middle income country”. Kedua, kondisi makro dan sistem keuangan terus terjaga stabil, sehingga menumbuhkan gairah berinvestasi. Ketiga, berkembangnya ekspor komoditi berbasis sumber daya alam. Minyak kelapa sawit (CPO) dan batu bara menjadi primadona ekspor daerah, sehingga muncullah sentra-sentra baru pertumbuhan di luar Jawa. Keempat, postur belanja fiskal yang secara menetap mengedepankan belanja rutin dan subsidi. Ke depan, apakah pola pertumbuhan berbasis konsumsi dan investasi ini akan
mampu membawa pesawat ekonomi terus melaju kencang dan terbang tinggi? Semua itu berpulang pada kemampuan kita, bagaimana mengatasi berbagai tantangan ke depan, jangka pendek maupun jangka panjang. Tantangan jangka pendek yakni bagaimana mengalokasikan sumber daya ekonomi secara efisien dan efektif. Contohnya, bagaimana agar anggaran belanja Pemerintah lebih terdistribusi untuk penyediaan infrastruktur dasar, ketimbang tersedot banyak untuk subsidi BBM. Berpuluh-puluh tahun kita dininabobokan dengan kenyamanan rezim subsidi. Kita pun menikmati harga BBM jauh lebih murah dibandingkan dengan negara tetangga. Memang, dengan membayar harga BBM yang lebih murah, kita dapat bertahan untuk terus berkonsumsi. Namun, selisih antara harga minyak di pasar internasional dan harga BBM yang kita bayar menjadi beban negara, yang seharusnya digunakan untuk membangun infrastruktur. Celakanya, konsumsi BBM pun dari tahun ke tahun terus naik seiring penambahan jumlah kendaraan, yang berujung pada peningkatan impor BBM. Akibatnya, sejak tahun 2004 defisit neraca perdagangan minyak kian membengkak. Situasi ini diperparah dengan kenaikan impor bahan baku, karena lemahnya kemandirian industri kita. Neraca perdagangan pun beralih defisit ketika pesawat ekonomi melaju dengan kecepatan tinggi. Di pasar keuangan, defisit ini terasakan dalam bentuk tekanan pada nilai tukar rupiah. Ini berakibat kebijakan moneter menjadi tidak memiliki ruang untuk mendorong ekonomi. Padahal, daya dorong kebijakan moneter diperlukan untuk menangkis krisis global. Ketersediaan infrastruktur menjadi prasyarat yang perlu dipenuhi apabila ekonomi kita ingin tumbuh berkelanjutan. Ketersediaan sarana jalan, misalnya, akan meningkatkan keterhubungan (konektivitas) antarwilayah, sehingga distribusi barang lancar dan harga-harga pun menjadi stabil. Begitu pula, ketersediaan angkutan massal akan mengurangi kemacetan dan menghilangkan insentif penambahan jumlah kendaraan pribadi, yang dengan sendirinya mengurangi impor BBM. Sampai di sini, kita harus menentukan sikap. Ceteris paribus, mengurangi subsidi BBM memang akan menjadi pil pahit saat
ini, tetapi membuka kesempatan untuk dapat menikmati ketersediaan infrastruktur. Short term pain, for long term happiness. Persoalannya, bagaimana pemangkasan subsidi dilakukan sedemikian rupa sehingga kenaikkan harga BBM berjalan secara bertahap, tanpa terlalu menggerus daya beli masyarakat. Terlepas dari perlunya mengatasi tantangan jangka pendek, kita juga jangan kehilangan arah jangka panjang. Yakni, bagaimana mempersiapkan membawa ekonomi kita masuk ke dalam lingkungan yang kompetitif di masa depan. Saat ini, kita hidup dalam zona kenyamanan berkat melimpahnya sumber daya alam. Dengan keberuntungan kenaikkan harga komoditi di pasar global, kita menuai sukses sebagai eksportir sumber daya alam. Tapi jangan bangga dulu, karena dalam sepuluh tahun ke depan kita akan hidup dalam kawasan ekonomi yang semakin menantang. Negara-negara tetangga sedang berlari kencang, dan akan menempatkan kemajuan teknologi sebagai basis pertumbuhan. Kawasan Asia pun diperoyeksikan akan menjadi garda terdepan pertumbuhan ekononi global, di mana perdagangan antarnegara Asia pun akan meningkat. Kita perlu berhitung dari sekarang, apakah kita ingin menjadi bagian dari mata rantai produksi Asia? Untuk menjadi bagian dari mata rantai produksi Asia yang diperhitungkan, perekonomian kita tidak cukup hanya efisien, tetapi juga harus berbasis inovasi. Sedangkan, untuk meretas jalan transformasi ekonomi menuju ekonomi berbasis efisiensi, mutlak diperlukan keberanian untuk melangkah. Paling kurang, melangkah untuk segera membangun infrastruktur dasar, mengharmonisasikan seluruh regulasi, melakukan reformasi birokrasi, dan tentunya melenyapkan praktik korupsi. Lebih lanjut, untuk dapat bertransformasi menjadi ekonomi berbasis inovasi, pengembangan sumber daya manusia yang terampil dan handal mutlak diperlukan. Sebagai penutup, dalam membawa perekonomin menjadi ekonomi berbasis efisiensi dan inovasi, kita tidak dapat melupakan bahwa pertumbuhan ekonomi harus dipetik manfaatnya secara inklusif oleh seluruh masyarakat. Pertumbuhan ekonomi inklusif akan menumbuhkan harmoni di masyarakat, sehingga tercipta stablitas dan kesinambungan. So, getting growth right, getting growth inclusive. Newsletter Bank Indonesia | Tahun 3 | Nopember 2012 | Edisi 32
4
EDUKASI
Branchless Banking :
Solusi Jitu Mengatasi
Keterbatasan Akses Jasa Keuangan kebijakan yang bersifat nonkonvensional sebagaimana yang dilakukan Brazil, Filipina, dan Kenya untuk mengakomodir seluruh segmen masyarakat. Kebijakan nonkonvensional tersebut diterapkan dengan skema branchless banking, sehingga tidak lagi mengandalkan jaringan fisik kantor bank untuk memperluas layanan kepada masyarakat, namun dengan Pungky Purnomo Wibowo, mengoptimalkan penggunaan teknologi Peneliti Senior Focus Group Arsitektur Perbankan Indonesia telekomunikasi dan jaringan yang dimiliki pihak Departemen Penelitian & Pengaturan ketiga (misalnya, supermarket, kantor pos). Keterbatasan Perbankan Perbankan BI Branchless banking dapat dilakukan dengan Sementara itu, hambatan dari sisi dua pendekatan yaitu yang melibatkan bank penawaran terhadap akses ke jasa keuangan terjadi karena keterbatasan layanan jasa (bank based model) dan yang tidak melibatkan Terbatasnya infrastruktur, bank (nonbank based model). Dalam bank based asil survei rumah tangga yang keuangan. dilakukan Bank Indonesia (BI) pada geografis dan kondisi alam Indonesia yang model, ada kerjasama antara bank dengan 2010 menunjukkan 62% rumah tangga berkepulauan menjadi kendala bagi bank agen dan perusahaan telekomunikasi. Bank tidak memiliki rekening tabungan. Data itu untuk memberikan pelayanan ke masyarakat menciptakan produk dan jasa keuangan mengindikasikan lebih dari setengah penduduk daerah terpencil maupun daerah pedesaan. serta berperan dalam proses perizinan Indonesia tidak memiliki akses pada lembaga Pasalnya, pembukaan setiap kantor cabang awal, pelaksanaan operasional, pengelolaan keuangan formal. Jumlah kepemilikan bank memperhitungkan skala ekonomis, yakni finansial, dan penyediaan teknologi system rekening masyarakat Indonesia masih di indikator jumlah kantor cabang dan ATM informasi. Distribusi transaksi produk dan bawah 50% total penduduk. Hasil survei untuk setiap 1.000 km2 , dan rasio antara layanan perbankan akan dilakukan melalui agen atau perusahaan telekomunikasi dengan Bank Dunia juga memperlihatkan indikasi layanan perbankan dengan luasan wilayah. Mengacu data BI per Maret 2012, kantor menggunakan infrastruktur yang dimilikinya. yang sama. Jika saat ini jumlah penduduk Pada nonbank based model, seluruh proses Indonesia sekitar 237 juta, diperkirakan hanya bank masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan 50-60 juta orang Indonesia yang memiliki Sumatera. Sementara wilayah lainnya masih perizinan dan operasional branchless banking rekening bank. Saat ini hanya sekitar 19,6% terbatas. Bayangkan saja, di Maluku, setiap dilakukan oleh institusi nonbank. Institusi nonbank ini menyediakan masyarakat Indonesia berusia di jasa perbankan yang paling atas 15 tahun yang mempunyai Perbandingan Tingkat Penggunaan Layanan Keuangan tahun 2010 dasar dan bank tidak terlibat rekening tabungan. Sementara langsung dalam operasional itu, jumlah rekening di Malaysia bisnis. Nasabah tidak memiliki sudah 66,2%, Thailand 72,7%, hubungan kontraktual dengan Singapura 98,2%. bank seperti kepemilikan Sampai di sini wajar bila rekening. Dalam model ini, muncul pertanyaan, kenapa produk yang ditawarkan berupa hal itu bisa terjadi? Dari hasil uang elektronik (e-money), yakni diagnosa sisi permintaan dan nilai uang yang tersimpan dalam penawaran terhadap masalah bentuk elektronik yang bias rendahnya akses terhadap dipakai melakukan transaksi jasa keuangan ditemukan tiga faktor penyebab. Dua faktor penyebab dari 253 kilometer persegi wilayah hanya dilayani pembayaran. Kedua model tersebut di atas memang sisi permintaan, yaitu rendahnya pendapatan satu kantor bank dan di Papua setiap 17.000 masyarakat dan kurangnya edukasi keuangan penduduk dilayani satu kantor bank. Selain bisa menjadi solusi mengatasi kesenjangan bagi masyarakat pendapatan rendah. itu, perbankan juga memiliki tantangan antara kebutuhan masyarakat dan keterbatasan Sedangkan dari sisi penawaran disebabkan dalam menciptakan produk jasa keuangan jaringan kantor bank. Namun masing-masing faktor keterbatasan jasa layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat model memiliki keunggulan dan kelemahan. berpendapatan rendah. Selama ini perbankan Kebijakan yang dipilih tentu mestilah yang tersedia saat ini. Menurut survei Bank Dunia, 79% masih mengandalkan produk tabungan yang mempertimbangkan aspek keamanan dan masyarakat, upaya mendorong kebiasaan masyarakat tak punya tabungan karena relatif berbiaya tinggi. menabung, dan perlindungan nasabah, selain rendahnya penghasilan terutama masyarakat pertimbangan akselerasi perluasan akses jasa Mengatasi Kesenjangan di pedesaan. Pendapatan yang diterima habis keuangan bagi masyarakat. Nah, branchless Keterbatasan akses masyarakat terhadap untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Keterbatasan terhadap jasa keuangan akan jasa perbankan tentu membutuhkan terobosan banking memang bisa diharapkan jadi solusi. menghalangi kesinambungan pemenuhan kebutuhan pokok (consumption smoothing) di masyarakat karena pendapatan rendah dan fluktuatif. Rendahnya akses jasa keuangan juga membatasi aktivitas masyarakat untuk melakukan investasi pada kesehatan dan pendidikan. Hal ini menciptakan keterbatasan bagi masyarakat untuk dapat terhubung dengan kegiatan produktif lainnya.
H
Edisi 32 | Nopember 2012 | Tahun 3 | Newsletter Bank Indonesia
EDUKASI
5
Transparansi SBDK Kredit Mikro :
Keberpihakan Kepada UMKM B Januar Hafidz, Peneliti Focus Group Peneliti Departemen Penelitian & Pengaturan Perbankan BI
“BI sebagai regulator perlu mengambil kebijakan yang mendorong bank agar memberikan suku bunga kredit mikro yang wajar kepada masyarakat.”
ank Indonesia (BI) telah mengeluarkan kebijakan transparansi informasi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) pada Februari 2011 yang mulai berlaku pada akhir Maret 2011. SDBK adalah paparan cara bank menghitung tingkat bunga kredit yang akan dikenakan kepada debiturnya. Kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan good governance dan mendorong persaingan yang sehat dalam industri perbankan melalui terciptanya disiplin pasar (market discipline) yang lebih baik. Semua bank umum konvensional wajib menyampaikan laporan perhitungan SDBK ke BI. Bank juga diwajibkan mempublikasikan SBDK di papan pengumuman kantor bank, situs bank dan surat kabar yang hanya berlaku bagi bank yang memiliki total aset lebih dari Rp10 triliun. Setidaknya ada empat segmen kredit yang wajib dilaporkan dan dipublikasikan oleh bank yakni kredit korporasi, ritel, konsumsi KPR, dan konsumsi non KPR. Setelah satu setengah tahun sejak dirilisnya kebijakan SBDK, rata-rata suku bunga kredit perbankan cenderung menurun walaupun belum terlalu besar, yakni dari rata-rata 13,08% (Maret 2011) menjadi 12,22% (September 2012). Penurunan yang belum terlalu signifikan tersebut antara lain karena masih ada segmen kredit yang SBDK-nya belum ditransparansi kan yaitu segmen kredit mikro. Tapi tak usah khawatir, transparansi SBDK kredit mikro merupakan suatu keniscayaan. Hal ini mengingat kredit mikro menyentuh kegiatan usaha yang paling kecil dan mendasar dalam kegiatan perekonomian masyarakat luas. Selain itu, data menunjukkan bahwa walaupun dari sisi nominal pangsa kredit mikro masih relatif rendah yakni hanya sebesar 4% dari total kredit perbankan, namun dari sisi pangsa jumlah rekening, peranan kredit mikro cukup besar
yakni 19% dari total rekening kredit perbankan. Hal ini cukup ironis dengan kenyataan bahwa suku bunga kredit mikro merupakan yang tertinggi dibandingkan segmen kredit lainnya. Berbagai upaya dilakukan BI agar transparansi SDBK kredit mikro bias terlaksana. Misalnya, BI menggelar diskusi dengan 15 bank penyalur kredit mikro terbesar, yang ditindaklanjuti survey kepada nasabah kredit mikro di 15 bank tersebut. Dari hasil diskusi, kajian dan analisa, terungkap bahwa masih terbuka peluang penurunan suku bunga kredit mikro antara lain melalui aspek transparansi pricing. Sementara itu, hasil survey cenderung menunjukkan bahwa sebagian besar nasabah kredit mikro lebih mengutamakan aspek akses kemudahan dan pelayanan dalam
mendapatkan kredit dibandingkan dengan suku bunga kredit. Sehingga diperlukan “fairness” dan perlindungan bagi nasabah kredit mikro untuk mendapatkan suku bunga kredit mikro yang wajar. Menyimak hasil diskusi dan survei tersebut, BI sebagai regulator perlu mengambil kebijakan yang mendorong bank agar memberikan suku bunga kredit mikro yang wajar kepada masyarakat mengingat sector UMKM merupakan sektor usaha mayoritas yang ada di Indonesia yang menjadi pendukung perekonomian nasional. Dalam hal
ini kebijakan transparansi SBDK kredit mikro diharapkan dapat mencegah kemungkinan adanya eksploitasi terhadap nasabah kredit mikro melalui penetapan suku bunga kredit yang terlalu tinggi atau tidak wajar. Sejatinya, kebijakan transparansi SBDK kredit mikro sejalan dengan rencana BI yang akan mengeluarkan peraturan untuk mewajibkan bank umum menyalurkan kredit kepada UMKM minimal sebesar 20% dari total kreditnya. Hal ini sejalan juga dengan salah satu arah kebijakan BI di 2013 di bidang perbankan yaitu perluasan akses masyarakat ke layanan jasa perbankan dengan biaya yang lebih terjangkau melalui program keuangan inklusif. Dengan arah kebijakan seperti itu, diharapkan pasok kredit kepada UMKM yang diiringi dengan pemberian suku bunga kredit mikro yang wajar akan meningkat. Selanjutnya, mengingat kredit mikro tidak hanya disalurka bank umum namun juga oleh BPR, maka transparansi SBDK kredit mikro di BPR juga perlu dilakukan. Adapun definisi kredit usaha mikro yang digunakan mengacu kepada Undang-Undang No.20 Tahun 2008 tanggal 4 Juli 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Lalu bagaimana agar implemen tasi kebijakan transparansi informasi SBDK lebih efektif kedepannya? Memang diperlukan kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak untuk melakukan sosialisasi dan komunikasi kepada masyarakat luas. Hanya dengan cara itu kebijakan transparansi SBDK kredit mikro dapat lebih cepat dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat. Nah, inilah yang diharapkan akan mempermudah perbankan dalam menjalankan tugasnya, khususnya dalam mendukung pertumbuhan perekonomian nasional melalui penyaluran kredit. Tentu, kredit yang berorientasi produktif dengan harga yang lebih kompetitif dan transparan pula. Newsletter Bank Indonesia | Tahun 3 | Nopember 2012 | Edisi 32
6
EDUKASI
Kebijakan Multilicensing :
Memperkuat Ketahanan,
Meningkatkan Daya Saing Bank K
Bambang Ariyanto, Peneliti Senior Focus Group Arsitektur Perbankan Indonesia Departemen Penelitian & Pengaturan Perbankan BI
risis yang masih berlanjut di kawasan Eropa serta permasalahan ekonomi di Amerika yang masih belum selesai, secara langsung maupun tidak langsung memiliki pengaruh kepada stabilitas ekonomi dan stabilitas sistem keuangan Indonesia. Demikian pula halnya dengan rencana penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN mulai 2015 yang membawa konsekuensi pada semakin bebasnya arus barang, jasa, modal dan tenaga kerja terdidik keluar masuk negaranegara ASEAN. Hal ini semakin kritikal ketika integrasi sektor keuangan ASEAN mulai berlaku pada 2020 nanti dan di kawasan ASEAN yang memenuhi kriteria sebagai Qualified ASEAN Banks (QAB) bisa beroperasi secara bebas di negara-negara ASEAN layaknya domestik.
Dari dalam negeri sendiri juga ada tantangan-tantangan yang tidak kalah beratnya bagi industri perbankan. Rasio kredit terhadap Produk Domestik Bruto yang baru mencapai sekitar 32% dengan kegiatan ekonomi yang terpusat di Pulau Jawa dan sebagian Sumatera serta layanan jasa keuangan formal yang belum merata dan belum sampai menyentuh separuh penduduk harus segera disikapi dengan kebijakan yang bersifat fundamental dan extraordinary terhadap struktur perbankan di Indonesia. Karena itulah diperlukan kebijakan penguatan ketahanan dan daya saing perbankan. Kita sudah memiliki Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang diterbitkan 2004 silam. Edisi 32 | Nopember 2012 | Tahun 3 | Newsletter Bank Indonesia
API tetap menjadi dasar utama untuk menentukan kearah mana perbankan kita akan dibawa. Multilicensing sebagai salah satu perangkat implementasi Pilar 1 API, diharapkan bisa mendorong peningkatan ketahanan dan daya saing perbankan. Mengapa Multilicensing ? Multilicensing pada intinya adalah melakukan pengaturan terhadap kegiatan usaha dan perluasan jaringan kantor dengan menggunakan besaran modal inti sebagai kriteria utama. Pengaturan ini penting dilakukan untuk menyesuaikan kegiatan usaha dan jaringan kantor bank dengan kapasitas dasar yang dimiliki bank, yaitu modal. yang beroperasi sesuai dengan kapasitasnya dipercaya dapat memiliki ketahanan yang lebih baik karena risiko-risiko yang dihadapi dapat diserap dengan baik oleh modal yang dimiliki dan akan lebih efisien karena kegiatannya terfokus pada produk dan aktivitas yang memang menjadi keunggulannya. Selain itu, multilicensing mengarahkan bank untuk beroperasi pada skala ekonomisnya. Untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perbankan secara luas, akan mencapai skala yang ekonomis jika memiliki modal inti setidaknya Rp1 triliun. Jumlah ini semakin bertambah hingga mencapai setidaknya Rp5 triliun jika bank ingin melakukan kegiatan usaha secara penuh pada skala yang ekonomis. Dengan beroperasi pada skala ekonomis, akan dapat mencapai tingkat efisiensi yang optimum karena perolehan keuntungan akan lebih ditentukan oleh volume aktiva produktifnya dan tidak lagi terpaku pada “pricing” atau suku bunga kredit/pembiayaan yang disalurkan bank. Multilicensing dari sisi kegiatan usaha diterapkan dengan
mengelompokkan kegiatan usaha bank umum menjadi empat kelompok dan besaran modal inti suatu bank umum pada prinsipnya akan menentukan apakah bank tersebut berada pada kelompok Bank Umum Kegiatan Usaha 1 (BUKU 1), BUKU 2, BUKU 3, atau BUKU 4. Sejalan dengan besaran modal inti, kegiatan usaha yang terdapat pada BUKU 1 lebih bersifat layanan dasar perbankan (basic banking services). Kegiatan usaha pada BUKU 2 lebih luas daripada BUKU 1 dan demikian seterusnya hingga BUKU 4 yang mencakup kegiatan usaha penuh dan kompleks. Untuk memastikan fungsi intermediasi berada pada jalur yang benar dan berkontribusi secara optimal pada perekonomian nasional, pada masing-masing kelompok kegiatan usaha ditetapkan besaran target kredit produktif yang harus dipenuhi setiap bank, mulai dari 55% untuk BUKU 1 sampai dengan 70% untuk BUKU 4. Persentase tersebut dihitung dari total portofolio kredit bank dan didalamnya termasuk kewajiban penyaluran kredit UMKM sebesar 20% dari total portofolio kredit. Multilicensing dari sisi perluasan jaringan kantor bank diimplementasikan dengan melakukan pengaturan kembali mekanisme pembukaan jaringan kantor bank dalam rangka pemerataan dan perluasan wilayah layanan perbankan serta untuk mendorong pembangunan ekonomi di wilayah yang selama ini kurang terlayani oleh perbankan. Ada dua persyaratan utama dalam multilicensing perluasan jaringan kantor, yaitu tingkat kesehatan serta alokasi modal inti. Persyaratan tingkat kesehatan sudah tidak asing dalam perluasan jaringan kantor. Namun pemberlakuan alokasi modal inti merupakan hal baru. Esensinya, persyaratan alokasi modal inti dalam perluasan jaringan kantor ditujukan agar pembukaan
7 kantor bank senantiasa didukung dengan modal inti yang cukup agar perluasan jaringan kantor tersebut tidak terlalu membebani biaya operasional bank. Dalam perhitungan alokasi modal inti, setiap jenis kantor bank (Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, maupun Kantor Kas) memiliki besaran nilai yang berbeda. Demikian pula lokasi dimana kantor bank berada memiliki faktor pengali (koefisien) yang berbeda. Untuk mempermudah perhitungan alokasi modal inti, wilayah Indonesia dibagi kedalam enam zona, mulai dari zona I yang merupakan zona padat dengan koefisien tinggi sampai dengan zona VI yang merupakan zona dengan jumlah bank masih sedikit dan koefisien terendah. Jika bank akan membuka jaringan kantor baru, maka jaringan kantor bank yang sudah ada saat ini diperhitungkan terlebih dahulu dengan modal inti bank, baru kemudian sisanya akan menentukan berapa banyak, jenis kantor apa, dan dimana lokasi kantor bank yang baru bisa dibuka. Bagi yang telah menunjukkan keberpihakannya kepada usaha mikro, kecil, dan menengah, akan ada perlakuan khusus (insentif) dalam persyaratan pembukaan jaringan kantor bank agar layanan pembiayaan kepada masyarakat kecil yang produktif tetap dapat dilakukan. Selain mekanisme insentif dan disinsentif diatas, faktor efisiensi dan pemupukan modal bank dari laba bersih juga akan menjadi pertimbangan dalam perluasan jaringan kantor. Intinya, selain menggunakan pendekatan regulasi juga akan digunakan pendekatan pengawasan agar perluasan jaringan kantor dapat berjalan selaras dengan upaya mendorong peningkatan efisiensi. Dampak bagi Perbankan dan Perekonomian Kebijakan multilicensing pastinya merupakan kebijakan yang bersifat jangka panjang karena akan membentuk struktur baru industri perbankan nasional. Kebijakan ini
diharapkan mampu memperkuat ketahanan perbankan karena akan beroperasi sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Selain itu, kebijakan ini dalam jangka panjang juga akan meningkatkan efisiensi dan skala ekonomis karena ekspansi fisik maupun perluasan kegiatan usaha hanya dapat dilakukan jika bank memiliki kapasitas permodalan yang mendukung. Ketahanan dan daya saing perbankan ini pun akan menjadi modal untuk dapat bersaing dengan dari kawasan ASEAN, baik di dalam negeri maupun di negaranegara tetangga. Lantas bagaimana dengan konsolidasi p e r b a n k a n ? Ko n s o l i d a s i perbankan tetap menjadi tujuan, namun pelaksanaan nya dilakukan secara tidak langsung melalui dorongan kepada bank untuk meningkatkan permodalannya jika ingin memperluas usahanya. Peningkatan permodalan ini bisa dilakukan dengan penambahan modal, mengundang strategic investor, atau melakukan merger/ konsolidasi. Konsolidasi dalam hal ini pun perlu dilihat dalam konteks yang lebih luas, yaitu adanya sinergi antara besar yang ceruk pasarnya lebih terarah pada nasabah besar dan menengah dan kecil yang memilih pasar segmen masyarakat tertentu (niche market). Lalu bagaimana dampaknya pada perekonomian Indonesia? Dengan adanya kebijakan untuk memperbesar porsi kredit perbankan untuk pembiayaan kegiatan produktif, niscaya industri dalam negeri akan lebih maju dan wirausahawanwirausahawan baru yang jeli dengan potensi pasar berbasis ekonomi kreatif akan terdorong
untuk lebih mengembangkan usahanya, yang berarti memperluas kesempatan kerja. Lebih jauh lagi, potensi-potensi ekonomi di daerah yang selama ini belum tersentuh pembiayaan perbankan akan menjadi sektor unggulan daerah yang dapat memberikan kontribusi tidak sedikit bagi pertumbuhan ekonomi daerah dan membantu pemerataan pembangunan keseluruh pelosok Indonesia. Alokasi Modal Inti Dasar Untuk Setiap Jenis Kantor Bank
Nah, dengan potensi-potensi hasil yang akan dicapai diatas, tidak berlebihan jika dikatakan kebijakan multilicensing akan membantu mewujudkan sistem perbankan yang efisien, sehat, dan stabil untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dan lebih merata melalui pembiayaan yang mudah, aman, dan terjangkau dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak. Pembagian Zona dan Penetapan Koefisien
Newsletter Bank Indonesia | Tahun 3 | Nopember 2012 | Edisi 32
8
REHAT Menuju 2013
Wah... Kondisi dunia masih tidak menentu.
Kita mesti hatihati mengelola bank...
Apa ya kata BI?
Tapi, kita juga mesti ambil peran donk!
Yuk, kita bantu rakyat kecil melek bank!
ARAH KEBIJAKAN BI 2013 1. Bauran Kebijakan 2. Keuangan Inklusif 3. Multilicensing
Agar masyarakat kecil terlayani bank.
Ya... Keuangan Inklusif jawabannya !!!
Truk Pemadam Kecelakaan Heli
Dalam sebuah kecelakaan helikopter, sang pilot dan penumpangnya selamat. Tapi karena terjadinya didaerah yang padat penduduknya, dengan segera lokasi tersebut sudah dikerubungi nyamuk pers. Sang pilot ditanya wartawan : “Apa yang menyebabkan kecelakaan ini terjadi, apa karena cuaca buruk, atau ada kerusakan mesin atau kesalahan menara kontrol ?” Si pilot membantah “Sebenarnya cuaca cerah saat itu, dan tidak ada kerusakan mesin, karena sebelum berangkat mekanik saya sudah memeriksa semua peralatan...dan OK ! Juga bukan karena menara kontrol salah memberi informasi.” Si wartawan khan penasaran...”lalu apa sebabnya ?” kejarnya lagi. Si pilot ngejawab...”mula-mula kami terbang rendah...makin lama makin tinggi, koq semakin dingin. Akhirnya saya matiin aja fan yang ada di atas.”
Pertama Kali Naik Pesawat
Sinta baru pertama kalinya naik pesawat terbang duduk dekat jendela di atas sayap. Ketika pesawat lepas landas menembus kabut tebal dan terus naik, pilot membiarkan lampu jelajahnya tetap menyala. Selama setengah jam wanita ini memandangi lampu yang berkedip-kedip di ujung sayap dan kemudian dia membunyikan bel memanggil pramugari. Setelah pramugari datang Sinta berkata : “ Maaf, Nona, tolong beri tahu Pilot dia lupa mematikan lampu sein kanannya.“
Edisi 32 | Nopember 2012 | Tahun 3 | Newsletter Bank Indonesia
Di negeri Kuwait, ada sumur minyak terbesar yang terbakar. Lalu para petinggi negara memanggil ahli pemadam kebakaran dari seluruh penjuru dunia, tapi karena api yang begitu besar tak ada satupun tim pemadam yang sanggup memadamkan api. Semua tim yang dilengkapi peralatan canggih hanya berani mendekat sampai jarak 500 meter dari pusat kebakaran. Di tengah keputusasaan, seorang petinggi negara memanggil tim pemadam kebakaran lokal, tak berapa lama kemudian sebuah truk pemadam yang sudah butut/tua datang dengan kecepatan cukup tinggi langsung menuju pusat kebakaran, 500 meter dari pusat kebakaran tetap melaju….300 meter makin mendekat….100 meter makin dekat….(orang-orang dibuat kagum atas keberanian truk pemadam itu). Akhirnya Truk pemadam berhenti pada jarak 10 meter, lalu para petugas langsung turun dari truk dan menyemprotkan air. Api tersebut berhasil dipadamkan, meskipun baju para petugas tersebut ikut habis terbakar. Seminggu kemudian, tim pemadam lokal tersebut di undang pada acara pemberian hadiah oleh pemimpin negara. Pemimpin negara memberikan hadiah uang sebesar 100 Juta Dolar pada pemimpin tim pemadam lokal, lalu pemimpin negara bertanya : “Akan kamu gunakan untuk apa uang sebanyak itu?”. Pemimpin tim pemadam menjawab : “Pertama-tama sekali, kami akan gunakan untuk memperbaiki rem truk pemadam sialan itu.”
PERISTIWA Pertemuan G-20:
Mendorong Pertumbuhan Global Yang Kuat,
Berkelanjutan dan Berimbang
M
enteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara-negara G-20 (MGM) menggelar pertemuan di Mexico City, Meksiko, 4-5 Nopember 2012. Krisis di Eropa dan masalah fiskal di negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang menjadi bingkai yang mewarnai beragam agenda pembahasan MGM. Pertemuan menegaskan tekadnya untuk memperkuat serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, Negaranegara G-20 berkoordinasi untuk memulihkan kepercayaan terhadap sistem keuangan, dan mengurangi risiko serta gejolak di pasar keuangan internasional. Selain itu, G-20 juga berkontribusi kepada pemulihan ekonomi yang lebih cepat dan penciptaan lapangan kerja, serta memperkuat dasar bagi pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan serta berimbang.
G-20 juga terus melakukan upaya untuk memperkuat proses koordinasi kebijakannya dengan memperkuat proses diskusi yang akan membahas implementasi komitmen kebijakan anggota G-20. Untuk itu, pertemuan MGM terakhir ini telah menyepakati seperangkat indikator kebijakan fiskal, moneter dan nilai tukar yang akan digunakan untuk memperkuat proses peer review negara anggota G-20, sebagai bagian dari Accountability Assessment Framework. G-20 juga menyepakati implementasikan agenda reformasi regulasi sepenuhnya secara tepat waktu dan konsisten. Disamping itu, G-20 menegaskan bahwa telah banyak pencapaian dalam upaya financial inclusion, baik terkait implementasi rekomendasi Global Partnership for Financial Inclusion (GPFI), dukungan pendanaan UMKM, G-20 peer learning program, juga
9
perlindungan konsumen. Dalam hal ini, Alliance for Financial Inclusion (AFI) telah ditetapkan sebagai jejaring yang permanen bagi upaya pembelajaran dan pertukaran pengalaman, serta forum untuk melakukan diskusi mengenai kebijakan di bidang Financial Inclusion. Di 2013, akan dibahas indikator-indikator bagi efek tular kebijakan domestik (spills over), implementasi reformasi struktural, dan pencapaian pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan dan seimbang. Negara anggota G-20 juga telah bergerak maju dalam implementasi agenda penguatan arsitektur keuangan internasional dengan terus mendorong implementasi komitmen negara anggota dalam memperkuat keuangan IMF. Disamping itu, G-20 berkomitmen mengimplementasikan 2010 Quota and Governance Reform IMF, mendukung penyelesaian tinjauan formula quota IMF dan tinjauan umum kuota IMF secara tepat, serta penguatan surveillance IMF melalui adopsi New Integrated Surveillance Decision dan peluncuran Pilot External Sector Report. Upaya-upaya tersebut penting untuk meningkatkan legitimasi, relevansi, dan efektivitas IMF.
STKE Mempercepat
Transfer antar BPR Maupun ke Bank Umum
K
ini, nasabah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Jawa Timur dapat melakukan transfer dana antar BPR maupun antara BPR dengan bank umum dengan lebih mudah dan cepat. Hal tersebut dimungkinkan sejak dikembangkannya sistem transfer dana bagi BPR atau yang dikenal dengan nama Sistem Transfer Kredit Elektronik (STKE) BPR. Sistem yang diresmikan oleh Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution pada Kamis, 29 Nopember 2012 di Surabaya tersebut merupakan terobosan baru dalam penyelenggaraan sistem pembayaran di Indonesia. Sistem ini menghubungkan antara BPR dengan Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia (SKNBI) melalui bank pengayom (apex bank). Oleh karena
itu, melalui sistem ini BPR akan memiliki akses transfer dana secara nasional kepada seluruh bank peserta kliring. STKE BPR rencananya akan dikembangkan di seluruh wilayah Indonesia secara bertahap. Hingga saat ini tercatat 109 BPR anggota bank pengayom telah bergabung dalam layanan STKE BPR. STKE BPR sangat bermanfaat untuk peningkatan akses layanan system pembayaran bagi BPR sehingga kegiatan transfer dana menjadi semakin mudah dan efisien, meningkatkan kualitas layanan transfer dana nasabah BPR, serta meningkatkan fee based income BPR dari layanan transfer dana. Newsletter Bank Indonesia | Tahun 3 | Nopember 2012 | Edisi 32
10
PERISTIWA
“Global Entrepreneurship Week” Indonesia :
Wirausahawan,
Pemimpin Pembawa Perubahan
P
ara wirausahawan (entrepreneurs) adalah para pemimpin bangsa yang membawa perubahan dan pembaharuan. Peran mereka sangat strategis dalam pembangunan ekonomi. Bahkan sesungguhnya, peran kewirausahaan sangat dibutuhkan di berbagai bidang untuk melakukan pembaharuan di negeri ini. “Saya sendiri bukan entrepreneur, karena sejak awal selalu berkecimpung di
sektor publik. Tapi karena saya akademisi yang mempelajari pembangunan ekonomi di berbagai negara, saya mengerti sekali peran strategis para wirausahawan ini. Mereka champion yang melakukan perubahan,” kata Wapres Boediono saat menyampaikan sambutan di Global Enterpreneurship Week (GEW) 2012 di Bank Indonesia, 12 November 2012. Menurut Wapres, jumlah wirausahawan di Indonesia masih kecil, yakni hanya 1.56 % penduduk yang bisa dikategorikan sebagai wirausaha. Untuk kategori yang sama, Malaysia mencatat angka 4, Thailand 4.51 dan Singapura 7.2. “Ini baru menyangkut kuantitas. Dari segi kualitas belum tercermin di angka-angka itu. Tapi kalau kita lihat potensi wirausahawan kita, mustinya bias lebih dari itu karena dari sektor informal saja kita lihat banyak yang berusaha atas resiko sendiri. Kalau untung ya dapat untung, kalau rugi ya menanggung rugi sendiri. Jadi kalau dari segi kualitas kita tidak kurang,” katanya. Semenetara itu, Gubernur Bank
Indonesia Darmin Nasution mengatakan dukungannya terhadap kampanye Global Enterpreneurship Week yang dimulai di Amerika Serikat dan Inggris. Ini adalah upaya BI untuk memaksimalkan momen pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini yang tercatat sebagai salah satu yang paling stabil di dunia, seperti yang barubaru ini dikutip majalah The Economist. Pertumbuhan ekonomi yang stabil itu, disokong oleh konsumsi dalam negeri dan investasi. Dari data yang dipublikasi 2-3 tahun belakangan, investasi yang masuk ditujukan untuk memenuhi pasar dalam negeri yang dinamis. “Karena itu maka enterpreneur dalam negeri mestinya lebih mudah menjangkaunya,” kata GBI. Hadir dalam kesempatan itu para pendukung kegiatan GEW antara lain tokoh GEW Indonesia Ciputra, Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Scot Marciel, Duta Besar Inggris untuk Indonesia Mark Canning serta Kauffman Foundation dari Amerika Serikat.
Indonesia Sebagai Fokus Mesin Pertumbuhan Asia
P
erekonomian Indonesia meskipun belum seutuhnya bebas dari krisis global, namun masih menunjukkan daya tahannya dan akan memberikan efek reperkusi positif bagi Negara di kawasan Asia. Hal ini ditopang oleh perbaikan fundamental ekonomi, seperti peran investasi yang semakin meningkat, dan kebijakan fiskal dan manajemen kebijakan makroekonomi yang berhati-hati. Disamping itu, kombinasi dari populasi
Edisi 32 | Nopember 2012 | Tahun 3 | Newsletter Bank Indonesia
muda, liberalisasi ekonomi, kemajuan dalam standar hidup, prospek pertumbuhan yang sehat dan sumber daya alam dan mineral yang melimpah memberikan nuansa keyakinan dan optimisme yang berdaya tarik tinggi. Demikian butir-butir pemikiran dan pembahasan yang mencuat pada pertemuan kolaborasi Official Monetary and Financial Institutions Forum (OMFIF) dan Bank Indonesia. Conference/ Seminar berjudul Asia as an Engine for World Growth: Investment Focus Indonesia ini merupakan Asian Central Bank’s Watchers Conference (ACBW) yang kedua bagi OMFIF dan Seminar Internasional Tahunan yang kesepuluh bagi BI, yang difokuskan pada isu momentum daya tarik Indonesia yang tinggi bagi investor internasional dewasa ini. Seminar yang mengambil tempat di Kantor Pusat Bank Indonesia Jakarta ini dan menampilkan diskusi aktif berbagai partisipan dari sektor publik dan swasta dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Hartadi A. Sarwono, dengan keynote address oleh Deputy
Secretary-General OECD, Rintaro Tamaki, dan ditutup oleh Emeritus Professor of Economics, University of Copenhagen, Prof. Niels Thygesen. “Negara harus mendorong industri perbankan yang semakin efisien, meningkatkan daya saing sektor keuangan dan meningkatkan peranan pasar modal,” ujar Hartadi A. Sarwono. Sementara itu, Rintaro Tamaki pun menyampaikan bahwa Asia harus mengamati bagaimana meningkatkan nilai tambah dan melakukan penyempurnaan struktural sejalan dengan meningkatkan usaha ‘green’ economic growth dan meningkatkan kerjasama keuangan regional. Disamping itu, pembiayaan pembangunan di Asia dapat menggunakan sumber-sumber permodalan dari Asia termasuk dari dana pensiun dan sovereign funds. Selanjutnya, Prof. Niels Thygesen, Emeritus Professor of Economics, University of Copenhagen mengingatkan kembali pentingnya peningkatan tata kelola ekonomi internasional termasuk peningkatan tanggung jawab terhadap emerging market economies.
HUMANIORA
11
Pojok Anak KPw Yogyakarta :
Cintai Buku Jelajahi Dunia ”Jendela informasi untuk melihat dunia, kunci ‘tuk membuka cakrawala... Kita kan mengelilingi samudra pengetahuan ayo membaca di perpustakaan.... Perpustakaan Bank Indonesia Bank Indonesia Yogyakarta...”
Koleksi pojok anak perpustakaan mulai dari ensiklopedi pengetahuan, sejarah, English Time, buku cerita dan mainan edukatif yang dirancang untuk merangsang kreatifitas sang buah hati. Begitu resmi dibuka, puluhan anak-anak langsung berhamburan masuk
S
epenggal bait jingle nan merdu tersebut membahana di lantai dua gedung heritage BI ex De Javasche Bank tepat ketika untaian melati itu pun terputus, pertanda resmi dibukanya Pojok Anak (Kids Corner) Perpustakaan Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), 25 Nopember 2012. Peresmian Pojok Anak ini dilakukan Kepala KPw Mahdi Mahmudy yang sekaligus meluncurkan jingle “Cintai Buku Jelajahi Dunia”. “Kehadiran Pojok Anak merupakan wujud nyata komitmen BI dalam bidang pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya kepada masyarakat DIY,” ujar Mahdi.
dan berebutan membaca buku maupun mencoba mainan edukatif yang telah disediakan tersebut. Penyelenggaraan acara ini bekerja sama dengan Yayasan Tino Sidin yang kebetulan sedang menggelar pameran lukisan Tino Sidin, dan lomba mewarnai/ menggambar untuk kategori anak-anak TK dan SD. Untuk lebih meningkatkan kompetensi dan wawasan pengetahuan para pegawai KPw BI DIY, perpustakaan berupaya meningkatkan kualitas pelayanan dengan menciptakan “Gerobak Buku”. Gerobak ini akan berkeliling di ruangan kantor untuk memuaskan minat baca para pegawai. “Cintai Buku Jelajahi Dunia”. Jadi, tunggu apa lagi? Yuuk membaca!
KPw Wilayah IX :
Ketika Perpustakaan BI “Go Public” P
ernah dengar ada perpustakaan yang go public? Rasanya sih hampir tidak pernah ada, karena memang apa yang mau dijual dari sebuah perpustakaan kepada masyarakat. Tapi, di Medan, Sumatera Utara hal itu bisa terjadi. Buktinya, perpustakaan Bank Indonesia (BI) di Kantor Perwakilan (KPw) BI Wilayah IX justru sudah “go public”. Momentumnya adalah Pameran Perpustakaan yang dikelola Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Daerah (BPAD) Sumut, di halamanan Gedung BPAD, 8-14 Nopember 2012. Pada gelaran “go public” itu, KPw BI Wilayah IX menginformasikan kepada masyarakat bahwa perpustakaan bank sentral terbuka untuk umum. Selama ini, masyarakat Medan dan sekitarnya belum sepenuhnya mengetahui bahwa perpustakaan BI terbuka untuk umum. Koleksi buku yang dimiliki tidak terbatas hanya pada bukubuku ekonomi dan keuangan, melainkan mencakup berbagai jenis buku dan disiplin ilmu. Tak ketinggalan buku novel pun juga
ada. Koleksi buku yang dimiliki pun bisa dicari oleh masyarakat umum secara online melalui situs www.bi.go.id. Perpustakaan BI di KPw BI Wilayah IX juga menyediakan Pojok Pustaka untuk Anak-anak (Kid’s Corner) yang diberi nama disebut Sudut Tadika Cendekia. Sudut ini menyediakan buku-buku anak-anak, koleksi permainan edukasi serta tempat membaca dengan dekorasi khusus untuk anak-anak. Perpustakaan BI secara rutin menggelar kegiatan bedah buku-buku populer yang
diminati oleh masyarakat. Perpustakaan BI juga membangun kerja sama dengan beberapa Taman Bacaan Masyarakat yang berada di wilayah Kota Medan dan sekitarnya yang disebut sebagai Sahabat Pustaka Bank Indonesia. Banyaknya layanan yang disediakan perpustakaan BI, membuat istri Plt. Gubernur Sumut Ny. Sutias Gatot Pujo Nugroho tak kuasa memberikan apresiasi ketika mengunjungi stan Perpustakaan BI. Ia mengharapkan agar lebih banyak lagi perpustakaan khusus milik lembaga atau perusahaan melakukan seperti yang dilakukan BI, yaitu membuka diri kepada masyarakat, agar masyarakat pun bisa merasakan manfaat dari keberadaan perpustakaan tersebut. Keterbukaan BI melakukan “go public” perpustakaannya didorong keinginan yang kuat untuk ikut andil dalam upaya mencerdaskan masyarakat demi kemajuan bangsa. Stan Perpustakaan BI pun kebanjiran pengunjung pada acara tersebut. Newsletter Bank Indonesia | Tahun 3 | Nopember 2012 | Edisi 32
12
HUMANIORA
KPw BI Wilayah Kalimantan :
Replika Muskat Pangeran Antasari R
estorasi dan Replika Muskat Pangeran Antasari akhirnya rampung dikerjakan. Penyelesaian restorasi dan replika dua Muskat itu dilakukan Bank Indonesia sebagai bentuk penghargaan atas jasa kepahlawanan Pangeran Antasari yang dikenal gigih berjuang mengusir penjajah dari bumi Kalimantan itu. Gambar wajahnya pun tercetak dalam uang kertas pecahan Rp2.000. Pada 22 Nopember 2012, Deputi Gubernur BI, Ronald Waas dan Kepala Kantor Perwakilan BI Wilayah Kalimantan, Khairil Anwar menyerahkannya kembali kepada ahli waris Pangeran Antasari. Replika kedua Muskat itu selanjutnya diserahkan kepada Gubernur Propinsi Kalsel, Rudy Arifin yang selanjutnya akan menyimpannya di Museum Lambung Mangkurat.
KPw BI Sulteng :
Yukk … Ajari Anak Kenal Uang Sejak Dini “
Selamat pagi, Ibu. Mari silahkan duduk. Apa yang bisa saya bantu,” ujar seorang “teller” bank yang masih imut kepada seorang calon “nasabah” yang juga imut. Lalu berlangsunglah percakapan layaknya seorang teller kepada nasabah di sebuah bank. Petikan sekilas pembicaraan tersebut hanyalah sebuah role playing dimana seorang murid sekolah dasar berperan sebagai petugas teller bank yang mencoba memberi penjelasan kepada rekannya yang menjadi nasabah. Selain peran sebagai teller, juga ada peran lainnya yakni sebagai customer service dan kasir bank. Role playing ini merupakan salah satu strategi edukasi BI di agenda kegiatan menyambut Hari Pahlawan di Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Prov. Sulawesi Tengah. Sedikitnya 70 siswa-siswi sekolah dasar di sekitar KPw dan anak-anak pegawai KPw serta pegawai pihak ketiga memadati gedung pertemuan Kasiromu KPw BI Sulteng. Yang mencolok dan menarik dari rangkaian agenda tersebut bukan hanya tingkah laku bocah-bocah berseragam putih-merah, tapi justru pegawai BI yang menjadi panitia acara tersebut ikut berkostum putih-merah gaya anak-anak SD. Bayangkan, bagaimana panitia berseragam putih-merah itu beraksi di lapangan ketika menjelaskan seluk-beluk Edisi 32 | Nopember 2012 | Tahun 3 | Newsletter Bank Indonesia
operasional bank, dan bagaimana anak-anak memerankan beragam pekerjaan yang ada di bank. Anakanak SD juga diajari mengenal ciri-ciri ciri-ciri keaslian uang rupiah (CIKUR) dan tatacara memperlakukan uang dengan baik (3D). “Pendidikan keuangan dini dimaksudkan untuk lebih memperkenalkan dunia perbankan kepada siswa agar terbiasa dengan layanan perbankan,” ujar Deputi KPw BI Sulteng, Wuryanto. Selain itu, penyelenggaraan acara ini juga untuk lebih
mendekatkan antara BI dengan dunia sekolah. Acara ini merupakan program awal BI dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang salah satunya menetapkan 12 SD/SMP di Palu sebagai sebagian dari 156 sekolah di Indonesia yang menjadi pilot project pendidikan keuangan dini. Peringatan Hari Pahlawan pun ditutup dengan penyerahan bantuan sosial berupa peralatan olahragai kepada SD Islam Alhidayah, Besusu, Palu dan SD Negeri 1 Palu.